Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 7, No. 1, Januari 2014
KONTRUKSI SUMUR BOR AIRTANAH DALAM PADA SUMUR “X” DESA NYEMOK, KECAMATAN BRINGIN, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH Gilang Cempaka Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN “Veteran” Yogyakarta
ABSTRAK Lokasi penelitian terdapat pada Desa Nyemok, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis terletak pada 7° 15’-7°20” Lintang Selatan dan 3°45’-3°50” Bujur Timur di hitung 0° dari Jakarta. Aspek perencanaan debit pemompaan sumur dalam tahapan desain konstruksi terutama ditinjau atas dasar diameter pompa selam (submersible pump) yang lazim tersedia di pasaran, di samping kecepatan maksimum aliran air ke atas yang diijinkan di dalam pipa untuk memperkecil nilai gesek (friction losses). Untuk dapat merencanakan/desain konstruksi sumur yang baik, perlu tersedianya beberapa informasi data pemboran, antara lain :
Jenis litologi yang ditembus dalam lubang bor, Dan tahapan kontruksi sumur.
PENDAHULUAN Lokasi penelitian terdapat pada Desa Nyemok, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis terletak pada 7° 15’-7°20” Lintang Selatan dan 3°45’-3°50” Bujur Timur di hitung 0° dari Jakarta. Secara fisiografis daerah telitian termasuk dalam zona kendeng barat (Van Bemmelen,1949). Daerah ini dapat ditempuh dengan sepeda motor ataupun dengan kendaraan roda empat melalui jalan utama Yogyakarta-Klaten-Boyolali-Salatiga dengan jarak tempuh kurang lebih 81 kilometer dari gedung kampus Magister Teknik Geologi UPN ”Veteran” Yogyakarta dan waktu tempuh kurang lebih 3 jam. Air yang merupakan salah satu sumberdaya geologi yang sangat penting dan vital, tidak saja diperlukan oleh semua makhluk hidup yang ada di bumi, tetapi juga diperlukan bagi proses-proses geologi. Air tanah merupakan sumberdaya air yang mempunyai berbagai kelebihan dibanding dengan air permukaan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Keuntungan tersebut diantaranya : Kualitasnya relatif lebih baik dibanding air permukaan; Tidak begitu terpengaruh oleh musim, apalagi air tanah dalam; Cadangan air tanah lebih besar dibanding air permukaan dan mudah diperoleh; Tidak memerlukan jaringan yang panjang untuk produksinya, sehingga biaya lebih murah.
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 7, No. 1, Januari 2014
GEOLOGI DAERAH TELITIAN Pola struktur yang berkembang daerah telitian tidak dapat teramati dengan baik karena daerah telitian adalah lahan pertanian/sawah yang sebagian besar tertutupi oleh endapan aluvial seperti soil dan material lepas lainnya yang tidak kompak. Secara fisiografis daerah telitian termasuk dalam Zona Kendeng Barat (Van Bemmelen ,1949). (Gambar 1). Ditinjau dari genetiknya daerah telitian dapat dibagi menjadi tiga satuan geomorfik menurut (Thornbury,1954) yaitu : – – –
Satuan geomorfik pegunungan lipatan dengan sub satuan geomorfik pegunungan lipatan, sub satuan geomorfik lembah antiklin, sub satuan geomorfik pegunungan sinklin. Satuan geomorfik pegunungan vulkanik dengan sub satuan pegunungan geomorfik perbukitan vulkanik. Satuan geomorfik dataran dengan sub satuan geomorfik dataran alluvial sungai (Thornbury,1954).
Gambar 1. Sketsa peta fisiografi sebagian Pulau Jawa dan Madura (modifikasi dari Van Bemmelen, 1949)
Daerah penelitian termasuk ke dalam Zona Kendeng Barat (Van Bemmelen, 1949). Menurut Pringgoprawiro (1983), Zona Kendeng dapat dibagi menjadi 3, yaitu Kendeng Barat (Ungaran – Ngawi), Kendeng Tengah (Ngawi – Jombong), Kendeng Timur (Jombang - Mojokerto). Zona Kendeng secara berurutan dari tua ke muda terdiri dari : Formasi Pelang, Formasi Kerek, Formasi Kalibeng, Formasi Banyak, Formasi Sonde, Formasi Damar, Formasi Kaligates, dan Formasi Vulkanik Muda. Stratigrafi daerah telitian atau tempat dilaksanakannya pemboran air tanah tersebut menembus Formasi Kerek, Formasi Banyak, Formasi Notopuro, Endapan Aluvial. Dimana litologi yang ditembus antara lain : Batulempung, napal yang berselang seling dengan batupasir tuffan, batugamping pasiran, Breksi vulkanik, dan Konglomerat. Adapun dari data cutting didapatkan informasi sebagai berikut :
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 7, No. 1, Januari 2014
Tabel 1. Data cuting sumur pemboran Kedalaman (m)
Litologi
Deskripsi
0–4
Batulempung
Lempung hitam
4 – 8,5
Batulempung
Lempung kuning, sedikit mengandung gravel mengandung lapisan pasir halus
8,5 – 12,5
Breksi
Breksi yang mengandung boulder – boulder dengan sedikit lempung coklat tua
12,5 – 17,5
Breksi
17,5 – 19,5
Batulempung
Berupa lempung kuning yang mengalami pelapukan
19,5 – 20,5
Batulempung
Berupa lempung kuning
20,5 – 32,5
Batulempung
Lempung kuning ke abu – abuan dan juga lempung abu- abu
32,5 – 36,5
Batulempung
Lempung hitam
36,5 – 41,5
Batulempung
Lempung hitam
41,5 – 45
Batulempung
Lempung hitam
Gambar 2. Salah satu pendeskripsian contoh cutting dengan menggunakan komparator sedimen
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 7, No. 1, Januari 2014
Umumnya untuk menentukan jenis litologi suatu lapisan secara kualitatif dilakukan dengan menggunakan data log (Gambar 3). Hal ini dapat dilihat berdasarkan pola-pola defleksi dan bentukan log yang terdapat pada sumur-sumur daerah penelitian. Dalam suatu kurva log, karakteristik dan litologi dapat dicerminkan oleh kurva log Gamma Ray, log resistivitas, dan log porositas (Harsono 1997). Dari data antara menggabungkan informasi dari pada data Log SP dan Log Resistivity (Tabel 2) memberi informasi bahwasanya : – – – –
Pada kedalaman 0 hingga 6 meter dengan nilai SP yang relative kecil dan nilai Resistivity yang kecil diperkirakan litologinya berupa tanah penutup atau soil. Pada kedalaman 6 meter hingga 8 meter dengan nilai SP yang besar antara131-138 dan Nilai Resistivity yang kecil 42-48 diperkirakan litologinya impermeable berupa Batulempung. Pada kedalaman 8 meter hingga 17 meter dengan nilai SP ygn meningkat antara 1411-158 dan nilai Resistivity tinggi yaitu antara 77-150 perkiraan litologinya adalah Batupasir dengan ukuran butir yang relatif kasar. Pada kedalaman 17 meter hingga 45 meter dengan nilai SP yang relative besar antara 153-226 dan nilai Resistivity yang kecil antara 32-43 diperkirakan litologinya adalah Batulempung pasiran.
HIDROGEOLOGI Pembahasan lapisan pembawa air (akuifer) di daerah daerah desa Nyemok adalah dalam artian sebagai akuifer endapan permukaan dengan kedalaman kurang dari 20 m dan akuifer batuan dasar dengan kedalaman lebih dari 20 m dari muka tanah setempat. Batas dan sebarannya dikemukakan sebagai berikut : 1. Akuifer Endapan Permukaan (Surficial Aquifers) Berdasarkan telaah data pengeboran dan pengamatan pada titik minatan yang dikunjungi di lapangan, akuifer endapan permukaan berumur kuarter, terdiri dari rombakan batuan vulkanik yang berasal dari G. Merapi yang melampar hampir pada sebagian besar daerah tengah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sedangkan sisanya ditempati oleh endapan alluvial dan gumuk pasir. Endapan alluvial yang melampar di sekitar Wates dan Temon mempunyai ketebalan dan ragam litologi yang beragam dari satu tempat ke tempat lain, didominasi oleh pasir lempungan dengan setempat dijumpai kerikil dan pasir kasar. Berdasarkan data pengeboran di selatan Temon, endapan alluvial ini dijumpai sebagai akuifer tunggal dan berlapis banyak, dengan lempung sebagai lapisan penyekatnya. Kelompok akuifer tersebut umumnya dialasi oleh batuan kedap air (akuiklud) yang berumur Pra Kuarter, dan terdiri dari berbagai jenis batuan sedimen, batuan vulkanik, dan batuan terobosan. Kelompok akuifer endapan gumuk pasir melampar sepanjang pantai dari Parangtritis ke arah barat. Di bagian barat, akuifer ini umumnya melampar di atas lempung pasiran dan pasir, setempat kerikilan yang diyakini sebagai endapan alluvial (Djaeni dan Soekardi, 1974).
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 7, No. 1, Januari 2014
2. Akuifer Batuan Dasar (Bedrock Aquifers) Keberadaan airtanah pada kelompok akuifer batuan dasar dari kelompok akuifer batuan vulkanik di daerah penyelidikan masih dipengaruhi oleh kelerengan G. Merapi, yaitu bagian puncak, lereng, dan kaki gunungapi. Bagian puncak gunungapi, meskipun diduga porositasnya tinggi namun bertindak sebagai daerah resapan, maka daerah ini dikelompokkan sama dengan batuan sedimen padu dan batuan beku lainnya yang dianggap sebagai nir – akuifer. Sementara itu, bagian atas lereng G. Merapi dikelompokkan sama dengan endapan alluvial di sekitar Wates hingga Purworejo, Formasi Sentolo, Formasi Wonosari, dan berbagai jenis batuan sedimen serta vulkanik lainnya yang karena ragam litologi maupun struktur geologinya menghasilkan luah sumur kurang dari 5 l/dtk. Pengeboran di sekitar Desa Nyemok, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah, menembus endapan alluvial yang umumnya bersifat lempungan. Kelompok akuifer ini merupakan akuifer campuran yang terdiri dari pasir lempungan dan kerikil pasiran dengan ketebalan lebih dari 20 m. Meskipun demikian, pada kelompok batuan kedap air yang disebutkan sebagai pembatas akuifer tersebut masih dapat diharapkan airtanah dalam jumlah terbatas, terutama pada zona sesar dan rekahan. Tabel 2. Nilai Data Log SP dan Log Resisitivity dengan kedalamannya
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 7, No. 1, Januari 2014
Gambar 3. Data Logging metode Geofisika yang diperoleh pada daerah telitian
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 7, No. 1, Januari 2014
DESAIN KONTRUKSI SUMUR Penentuan zona prospek pada daerah telitian khususnya pada sumur X berdasarkan daripada data Log geofisika (Gambar 4) yang mencirikan dari pada ciri nilai kurva lognya dan data cutting pemboran secara fisik sesuai dengan masingmasing kedalaman yang diterobos ,pada daerah sumur x didapat informasi dan saran sebagai berikut : 1. Pada nilai dari data Log geofisika berupa data Log SP dan Log Resistivity serta didukung data cutting pada kedalaman 12 meter hingga 21 meter nanti disarankan untuk dapat memanfaatkan akuifernya dengan memasang screen disebabkan pada kedalamn tersebut terjadi deflakasi nilai Resisitivity yang tinggi dan akuifernya berjenis air tawar serta mencerminkan keadaan air tanah yang bagus yang berlitologi batupasir. 2. Dari data Log Geofisika pada kedalaman 30 meter hingga 33 meter diharapkan memasang screnn disebabkan karena pada kedalaman tersebut walaupun deflaksi nilai Resisitivity dan Nilai SP kecil namun akuifernya berjenis tawar dan masih bagus untuk dimanfaatkan asalkan saringan jangan terlalu tebal dengan litologi Batulempung pasiran 3. Dari data Log Geofisika pada kedalaman 36 meter hingga 42 meter, disarankan memasang screen untuk memanfaatkan akuifernya dengan litologi Batulempung pasiran.Namun,jangan mendekati pada kedalaman 45 meter karena daya recovery Batulempung pasira sangat lambat dan untuk mencegah terjadinya penurunan muka air tanah yang signifikan terutama saat proses pumping test.
KESIMPULAN Dari data yang didapatkan di Daerah Desa Nyemok, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah, ini maka dapat ditarik suatu kesimpulan antara lain : 1. Stratigrafi daerah telitian atau tempat dilaksanakannya pemboran air tanah tersebut menembus Formasi Kerek, Formasi Banyak, Formasi Notopuro, Endapan Aluvial. 2. Struktur geologi yang ada pada daerah telitian tidak dapat diamati karena berada pada daerah kawasan rumah penduduk dan tertutup soil/material lepas. 3. Dari pelaksanaan pemboran air tanah hingga selesai pada kontruksi sumur yang didekati dengan data Log Geofisika dan data cutting (Serbuk bor), diperoleh beberepa kesimpulan sebagau berikut : a. Pada kedalaman 8 meter hingga 17 meter dengan nilai SP yang meningkat antara 1411-158 dan nilai Resistivity tinggi yaitu antara 77-150 perkiraan litologinya adalah Batupasir dengan ukuran butir yang relative kasar dan pada kedalaman 17 meter hingga 45 meter dengan nilai SP yang relative besar antara 153-226 dan nilai Resistivity yang kecil antara 32-43 diperkirakan litologinya adalah Batulempung pasiran. b. Pada nilai dari data Log geofisika berupa data Log SP dan Log Resistivity serta didukung data cutting pada kedalaman 12 meter hingga 21 meter nanti disarankan untuk dapat memanfaatkan akuifernya dengan memasang screen disebabkan pada kedalamn tersebut terjadi deflakasi nilai Resisitivity yang tinggi dan akuifernya berjenis air tawar serta mencerminkan keadaan air tanah yang bagus yang berlitologi batupasir.
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 7, No. 1, Januari 2014
c. Dari data Log Geofisika pada kedalaman 30 meter hingga 33 meter diharapkan memasang screnn disebabkan karena pada kedalaman tersebut walaupun deflaksi nila Resisitivity dan Nilai SP kecil namun akuifernya berjenis tawar dan masih bagus untuk dimanfaatkan asalkan saringan jangan terlalu tebal dengan litologi Batulempung pasiran dan pada kedalaman 36 meter hingga 42 meter,disarankan memasang screen untuk memanfaatkan akuifernya dengan litologi Batulempung pasiran. DAFTAR PUSTAKA Darman H dan Sidi F.H, 2000, The Geologi of Indonesia, Indonesian Assosiation of Geologist, IAGI 2000. Harsono, A., 1997, Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log, Edisi 8, Schlumberger Oilfield Service, Jakarta, Indonesia. IAGI, 2002, Sumberdaya Geologi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, Pengurus Daerah Ikatan Ahli Geologi DIY & Jawa Tengah Pratiknjo P, 2003, Buku Panduan Praktikum pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakrta.
Hidrogeologi,
Universitas
Sukendarmono, 1993, Stratigrafi Indoneia, Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Yogyakarta.
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 7, No. 1, Januari 2014
Gambar4. Rekontruksi sumur X pada daerah telitian