Tinjauan Pustaka
Kontroversi Imunisasi pada Remaja
Meita Dhamayanti Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/ Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin, Bandung
Abstrak: Remaja merupakan kelompok individu dalam masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Populasi remaja merupakan seperlima populasi penduduk sehingga masalah remaja akan memberi dampak cukup besar pada masyarakat. Masalah kesehatan merupakan salah satu dari masalah remaja selain masalah perilaku, kecelakaan, dan sebagainya. Imunisasi pada remaja sering menjadi kontroversi. Di satu sisi sangat diperlukan bila imunisasi pada saat anak tertunda atau terlewat, dan adanya reemerging disease, serta perubahan status imun pada remaja. Di lain pihak persepsi orang tua, perilaku provider, sarana infrastruktur tentang pelayanan kesehatan remaja sangat kurang dan adanya hambatan biaya. Hal-hal itu menyebabkan masalah imunisasi pada remaja. Dokter berperan penting dalam pelayanan kesehatan remaja bertanggung jawab pada keberhasilan imunisasi pada remaja. Untuk itu perlu dibuat jadwal imunisasi yang lengkap dan menyeluruh dari sejak lahir sampai dengan akhir masa remaja. Kata kunci: remaja, imunisasi, jadwal
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 6, Juni 2009
285
Kontroversi Imunisasi pada Remaja
A Controversy on Immunization on Adolescents Meita Dhamayanti Department of Child Health, Faculty of Medicine Universitas Padjadjaran/ Hasan Sadikin General Hospital, Bandung
Abstract: Adolescence are group individual in transition from childhood to adulthood. They constitutes a fifth of the general population, rendering problems is also found in adolescence among other problems such as behavior, accident, etc. Immunization for adolescence has often become a controversy. In one hand, it is imperative for any delayed or overlooked immunization schedule during childhood, reemerging diseases and change in adolescence immune status. However, on the other hand, parents perception, provider’s attitude, and infrastructure toward health services for adolescence are adequate other than lack of finding. These situations generate problems in immunization for adolescence. Doctors play an important roles in health services for adolescence. Therefore, a complete and thorough immunization schedule from birth to end of adolescence period should be established. Keywords: adolescent, immunization, schedule
Pendahuluan Remaja, menurut definisi Badan Kesehatan Dunia (WHO), adalah kelompok usia antara 10 sampai 19 tahun. Remaja terbagi dalam 3 kelompok usia yaitu remaja dini (early adolescence) 10–13 tahun, remaja pertengahan (mid adolescence) 14–16 tahun, dan remaja lanjut (late adolescence) 17–19 tahun.1 Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menjadi masa dewasa. Masa remaja adalah saat memasuki pertumbuhan pesat kedua yang merupakan kurun waktu terpaparnya anak pada lingkungan luas dan beraneka ragam. Remaja selalu mencoba berbagai peran dan melakukan analisis dari sisi yang seringkali berbeda. Remaja ini akan berhadapan dengan masalah pendidikan, kesehatan, psikologi, dan masalah sosial mereka. Mereka lebih sulit diduga, mereka berani mengambil risiko untuk melihat sampai mana dia bisa. Mereka meng-hadapi bahaya lebih kompleks dari generasi sebelumnya, adakalanya tanpa dukungan sama sekali.2 Data demografi menunjukkan bahwa remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut WHO (1995) sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja. Di Indonesia menurut Biro Pusat Statistik kelompok umur 10-19 tahun sebanyak 42 181 920 orang yang terdiri dari 21 609 111 remaja laki-laki dan 20 572 809 remaja.3 Dalam masalah kesehatan, tercakup imunisasi remaja yang kurang mendapat perhatian baik dari orangtua maupun petugas kesehatan.4 Imunisasi merupakan strategi pence286
gahan penyakit yang paling berhasil, terutama pada bayi dan balita. Kesakitan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, secara nasional sudah sangat berkurang dengan adanya vaksinasi melalui Program Pengembangan Imunisasi (PPI), termasuk pada anak sekolah dengan dilaksanakannya bulan imunisasi anak sekolah secara rutin setiap tahun. Namun, imunisasi pada remaja belum dilaksanakan secara baik dan teratur. Di masa lalu imunisasi pada remaja diberikan sebagai booster, bukan imunisasi dasar. Saat ini dengan diproduksinya beberapa vaksin baru, vaksinasi remaja meliputi: imunisasi primer, booster, dan catch-up vaccination (yang terlewat pada saat bayi dan anak). Status imunisasi remaja perlu dievaluasi, untuk menilai persiapan remaja menghadapi masalah kesehatannya di masa depan. Imunisasi pada masa tersebut sangat penting untuk dipantau dalam upaya pemeliharaan kondisi atau kekebalan tubuh terhadap berbagai macam penyakit infeksi yang disebabkan karena kuman, virus maupun parasit dalam kehidupan menuju dewasa. Perlu dinilai kembali apakah respons imun terhadap penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi masih cukup tinggi, selain berguna bagi masing-masing individu juga diperlukan untuk memutuskan transmisi penyakit. Di lain pihak, masa remaja sering dianggap periode yang paling sehat dalam siklus kehidupan sehingga tidak rentan terhadap penyakit. Hal ini menimbulkan anggapan bahwa imunisasi remaja tidak terlalu diperlukan Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 6, Juni 2009
Kontroversi Imunisasi pada Remaja sehingga program imunisasi remaja tidak semudah pemberian pada masa bayi dan anak-anak. Beberapa kontroversi dan hambatan harus dicari solusinya agar program imunisasi remaja berhasil dilaksanakan. Respons Imun pada Remaja Antara anak, remaja, sampai ke dewasa akan terjadi perubahan dalam faal tubuh termasuk faal kekebalan, sehingga respons terhadap penyakit serta keamanan dan efikasi pemberian vaksin pun akan berubah.5 Remaja memiliki periode perkembangan yang unik yang ditandai dengan perubahan fisiologis dan psikososial yang nyata. Jenis kelamin, usia, ras, dan faktor genetik menyebabkan perbedaan dalam jumlah sel yang berperanan dalam membentuk kekebalan tubuh. Respons imun pada masa remaja berbeda dengan respons pada masa anak yakni selain dipengaruhi faktorras danjenis kelamin, ditentukan juga oleh faktor hormonal. Beberapa penelitian pada subjek remaja dan dewasa dengan menggunakan flow cytometry mengungkapkan bahwa jenis kelamin dan usia mempengaruhi jumlah sel yang berperanan dalam sistem imunitas tubuh.6 Respons imun yang timbul baik respons imun innate maupun adaptive, berbeda antara usia anak dan dewasa.5-9 Perubahan hormonal yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan berpengaruh terhadap respons imun. Meningkatnya risiko penyakit otoimun pada masa pubertas dan setelah pubertas pada wanita (pria dalam derajat yang lebih rendah) menimbulkan dugaan kuat bahwa hormon seks steroid menimbulkan efek pada fungsi imun baik sistem imun nonspesifik (innate) maupun sistem imun spesifik (adaptive).5 Jumlah sel T berbeda pada usia remaja dibandingkan dengan jumlah pada usia dewasa, juga berbeda antara jenis kelamin yang berbeda pada usia remaja yang sama. Konsentrasi dalam serum sebagai marker aktivasi sistem imun pada remaja secara signifikan berhubungan dengan ras dan usia. Perubahan penting terjadi pada masa remaja yaitu involusi kelenjar timus, yang merupakan sumber pembuatan sel T CD4. Involusi kelenjar thymus terjadi pada saat remaja awal, namun penelitian terbaru memperlihatkan involusi terjadi pada masa dewasa. Walaupun demikian, perubahan fungsi thymus seiring usia berpengaruh terhadap adanya perbedaan respons imun pada pemberian vaksinasi di berbagai tingkatan usia.5 Imunisasi pada Remaja Untuk menurunkan kejadian penyakit, program imunisasi diberlakukan untuk semua kelompok umur termasuk remaja. Beberapa tujuan dari program imunisasi menyeluruh di semua kelompok umur yaitu untuk meningkatkan herd immunity (kekebalan komunitas), memutuskan transmisi penularan, dan sebagai upaya catchup serta missed opportunities terhadap penyakit yang dapat Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 6, Juni 2009
dicegah dengan imunisasi di masa lalu.3 Program imunisasi pada bayi dan anak telah berjalan dengan baik terbukti dengan meningkatnya cakupan imunisasi sehingga insidens penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) pada usia ini menurun. Namun pada kelompok usia remaja dan dewasa muda (10-21 tahun) insidens PD3I masih menetap dan cenderung meningkat karena program imunisasi belum memfokuskan pada kelompok ini. Apalagi bila booster alami tidak ada lagi karena insidens penyakit telah menurun.11 Remaja harus dipersiapkan untuk masuk ke kehidupan dewasa dengan berbagai risiko terkena penyakit. Beberapa penyakit yang pada masa kanak-kanak belum menyebabkan morbiditas tinggi ternyata pada masa remaja dapat menyebabkan kematian, seperti kanker hati, kanker leher rahim (carcinoma cervix). Penyakit lain tidak berbahaya pada remaja, tetapi berdampak buruk secara tidak langsung, seperti influenza. Anak usia sekolah merupakan kelompok tersering yang terinfeksi virus influenza dengan attack rates pada kelompok pra-sekolah dan usia sekolah mencapai 15%-42% setiap tahunnya.12 Beberapa penyakit menular seperti campak, gondongan, rubela, varisela, harus dicegah sebelum remaja melanjutkan sekolah yang lebih tinggi, terutama apabila akan melanjutkan sekolah ke luar negeri. Untuk menurunkan PD3I dan menghadapi risiko terkena penyakit pada usia dewasa maka remaja harus diberikan imunisasi selengkap mungkin.3 Sesuai dengan insidens PD3I maka vaksin yang sebaiknya diberikan ataupun dilengkapi pada saat remaja adalah: Hepatitis B Vaksinasi hepatitis B memberi manfaat untuk mencegah timbulnya kanker hati yang sering timbul saat dewasa. Di Negara endemis, 80% kanker hati disebabkan oleh virus Hepatitis B. Di samping itu vaksinasi Hepatitis B dapat mencegah penularan dari ibu ke bayi (transmisi vertikal). Catch-up immunization atau imunisasi yang tertinggal perlu diberikan pada remaja apabila pada masa anak belum pernah diimunisasi atau terlambat lebih dari 1 bulan dari jadawal seharusnya Saat ini vaksinasi dasar Hepatitis B sudah diberikan pada masa anak dan tidak memerlukan booster. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa kadar antibodi antihepatitis B telah menurun pada masa remaja sehingga booster masih diperlukan.7 Pada prinsipnya booster hepatitis B tidak diperlukan lagi bagi orang yang jelas telah memberikan respons yang baik setelah imunisasi, namun apabila tidak menunjukkan adanya pembentukan antibodi atau kadar antibodi telah menurun di bawah ambang pencegahan vaksinasi hepatitis B (kurang dari 10 µg/dl), ulangan perlu diberikan.13 Vaksinasi rutin hepatitis B pada remaja usia 11-12 tahun yang belum pernah mendapatkan imunisas, masih memberikan dampak dalam penurunan insidens hepatitis. Pada remaja di atas 12 tahun yang memiliki risiko tinggi juga dapat diberikan 287
Kontroversi Imunisasi pada Remaja vaksinasi hepatitis B. Kelompok remaja yang berisiko tinggi antara lain:13 - Penyuntikan narkotik dan zat adiktif - kontak erat serumah dengan penderita hepatitis B yang HbsAg positif - Tenaga kesehatan yang terpajan dengan darah - Memerlukan hemodialisis - Penghuni lembaga kecacatan perkembangan - Memerlukan faktor pembekuan darah - Berkunjung ke daerah endemis HBV (tinggi atau sedang) selama >6 bulan Dianjurkan untuk memberikan 3 dosis vaksin hepatitis B. Pada dasarnya jadwal vaksinasi hepatitis B sangat fleksibel. Apabila telah diberikan dosis pertama, maka dosis kedua dan ketiga diberikan sesegera mungkin dan antara dosis kedua dan ketiga setidaknya berjarak 2 bulan. Apabila hanya dosis ketiga yang terlambat, dapat diberikan sesegera mungkin setelah diketahui. Interval hingga 1 tahun dosis pertama dan dosis ketiga masih memberikan respons antibodi yang baik.14 Vaksin Measles, Mumps, Rubella (MMR) Sejak 1989 direkomendasikan vaksinasi 2 dosis vaksin MMR pada siswa sekolah dasar, sekolah menengah, dan mahasiswa. Dua dosis vaksin MMR memberikan perlindungan sebesar 98%. Kunjungan remaja 11-12 tahun ke tenaga kesehatan memberikan peluang untuk pemberian vaksin MMR yang kedua pada remaja yang belum mendapatkan vaksinasi MMR 2 dosis. Vaksin Tetanus dan Difteri Toksoid (Td) Pada usia praremaja (10-14 tahun) khususnya pada anak perempuan diperlukan vaksinasi ulang tetanus (dT) untuk mencegah kemungkinan terjadinya tetanus neonatorum pada bayi yang akan dilahirkan. Sediaan toksoid difteria yang tersedia di pasar merupakan salah satu komponen vaksin yang terdapat dalam tiga komponen vaksin DTP. Selain itu toksoid difteria juga tersedia sebagai salah satu komponen gabungan dengan vaksin lain. Suatu kombinasi vaksin difteria-tetanus tersedia dalam dua bentuk: DT, direkomendasikan untuk anak sampai usia 7 tahun, dan Td (jumlah toksoid difteria sudah dikurangi) digunakan untuk anak yang lebih besar dan dewasa oleh karena reaksi yang berlebihan terhadap toksoid difteria pada orang yang sudah tersensitisasi oleh antigen. Vaksin DT digunakan untuk anak usia muda yang mempunyai kontraindikasi terhadap vaksin pertusis, dan Td digunakan di negara yang merekomendasikan dosis ulangan sepanjang hidup14. Booster Td bertujuan memperpanjang perlindungan terhadap tetanus dan difteri. Pemberian booster dapat dilakukan pada usia 11-12 tahun. Booster dapat diberikan secara rutin tiap 10 tahun. Apabila vaksinasi telah dilakukan pada usia 4-6 tahun, maka booster pada usia 11-12 tahun 288
tidak dianjurkan, tetapi diberikan pada 10 tahun setelah vaksinasi terakhir, kecuali pada kasus trauma yang berpotensi mengakibatkan tetanus. Pada kasus trauma itu vaksinasi tetanus toksoid harus diberikan sesegera mungkin pada orang yang telah mendapat booster >5 tahun.13,14 Vaksin Varisela Komplikasi dan kematian akibat varisela lebih tinggi pada kelompok usia <15 tahun. Vaksinasi varisela sebaiknya diberikan pada remaja 11-12 tahun yang belum mendapat vaksinasi dan belum pernah menderita varisela. Apabila diberikan pada usia <13 tahun, vaksin dosis tunggal memberikan perlindungan antibodi >95%. Pada kelompok usia >13 tahun direkomendasikan vaksinasi dua dosis dengan interval 4-8 minggu. Vaksin varisela tidak boleh diberikan pada remaja hamil atau akan hamil dalam 1 bulan setelah vaksinasi.13 Vaksin Influenza Diperkirakan sebanyak 2,2 juta remaja usia 10-18 tahun menderita asma dan kelompok ini merupakan salah satu kelompok risiko tinggi yang dapat menderita komplikasi berat terhadap infeksi influenza. Mengacu pada rekomendasi American Academiy of Pediatrics (AAP) maupun Advisory Committee on Immunization Pactice (ACIP), untuk imunisasi influenza pada anak tahun 2008-2009 untuk pencegahan influenza, maka semua anak usia 6 bulan sampai 18 tahun dianjurkan untuk mendapat vaksin influenza. Bila memungkinkan vaksinasi ini mulai diberikan untuk musim influenza 2008-2009, dan diharapkan rutin diberikan jangan lebih lambat dari musim influenza 2009-2010. Alasan ini dianjurkan pada anak usia sekolah karena populasi tersebut mempunyai disease burden dan risiko tertinggi dibanding orang dewasa. Tambahan lagi transmisi pada sesama anak sekolah menurun dengan vaksinasi yang pada gilirannya menurunkan pula transmisi influenza di rumah tangga dan komunitas. Ini yang dikenal sebagai herd immunity.15 Vaksin Polisakarida Pneumokokus Remaja yang dianjurkan untuk mendapat vaksinasi pneumokokus adalah remaja dengan: - asplenia fungsional atau anatomis (termasuk penyakit Sickle cell) - sindrom nefrotik - kebocoran cairan serebrospinal - imunosupresi (termasuk infeksi HIV) Vaksinasi ulang direkomendasikan pada remaja yang memiliki risiko tinggi untuk terjadinya infeksi pneumokokus berat dan kelompok remaja yang berdasarkan pengalaman mengalami penurunan kadar antibodi terhadap pneumokokus yang lebih cepat yang telah melewati >5 tahun vaksinasi pertama.13 Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 6, Juni 2009
Kontroversi Imunisasi pada Remaja Vaksin Hepatitis A Di Amerika Serikat setiap tahun diperkirakan 140 000 orang terinfeksi virus hepatitis A dan usia terbanyak adalah kelompok usia 5-14 tahun. Remaja yang akan berkunjung atau bekerja ke daerah endemis hepatitis A (selain Australia, Kanada, Jepang, Selandia Baru, dan negara-negara di Eropa Barat) dianjurkan untuk mendapat vaksinasi hepatitis A. Batas umur maksimal vaksinasi hepatitis A adalah antara 1015 tahun. Selain itu remaja yang dianjurkan untuk mendapat vaksinasi hepatitis A adalah mereka yang:13 - menderita penyakit hati kronis - mendapat faktor-faktor pembekuan - menggunakan narkoba injeksi atau noninjeksi - homoseksual Vaksin Human Papillomavirus (HPV) Kanker leher rahim yang biasanya terjadi setelah jangka waktu 5-10 tahun setelah seorang wanita menderita infeksi human papilloma virus (HPV). Oleh sebab itu pemberian vaksinasi HPV sebaiknya diberikan saat remaja.8 Pada penelitian tentang efikasi pada vaksinasi usia 15-25 tahun terlihat angka perlindungan 100%. Mulai umur 10 tahun anak perempuan perlu diberikan imunisasi HPV, untuk mencegah infeksi HPV yang menetap lama (persisten) pada leher rahim yang dapat berkembang menjadi kanker leher rahim.13 Kontroversi dan Hambatan pada Imunisasi Remaja Sebagian besar masyarakat menganggap remaja tidak lagi rentan terhadap PD3I, sehingga tidak perlu mendapat imunisasi lagi. Status imun pada remaja dianggap yang paling baik karena organ yang terlibat dalam sistem imun sudah matang. Sebaliknya reaksi imun akibat suatu penyakit akan lebih hebat. Pada umumnya kebutuhan untuk remaja lebih diutamakan untuk keperluan sekolah, sehingga apabila tidak sakit maka tidak ada alokasi anggaran. Pemberian vaksin HPV pada remaja masih timbul berbagai pendapat di samping harganya yang mahal, juga timbul anggapan akan meningkatkan perilaku seks bebas pada remaja. Upaya penanggulangan penyakit hendaknya tidak meninggalkan upaya yang sama pentingnya, bahkan mungkin lebih penting, yaitu menghentikan berkembangnya perilaku seks bebas. Morbiditas penyakit influenza pada remaja paling tinggi tetapi mortalitasnya rendah dibandingkan anak & usia lanjut. Hal ini menimbulkan anggapan bahwa pemberian vaksin flu tidak perlu diberikan pada remaja, khususnya remaja Indonesia karena masalah seasonal influenza tidak ada di Indonesia. Dana vaksinasi tentu akan lebih berguna kalau dialokasikan untuk upaya perbaikan gizi. Beberapa hambatan perlu dipelajari dan dicarikan pemecahannya.3 Hambatan infrastruktur untuk pemberian imunisasi pada remaja, seperti tidak tersedianya tempat pelayanan kesehatan untuk remaja , tampaknya tidak relevan
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 6, Juni 2009
untuk kondisi Indonesia. Walaupun demikian, perilaku provider kesehatan terhadap kesehatan remaja perlu diperbaiki sejalan dengan perilaku terhadap kesehatan keluarga. Untuk memberikan persepsi yang benar, perlu dilakukan penyuluhan kepada masyarakat awam tentang pentingnya beberapa imunisasi pada kelompok remaja berikut alasannya. Diperlukan data burden of diseases kejadian penyakit pada remaja sebagai justifikasi pemberian imunisasi pada remaja khususnya untuk penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, sehingga remaja dan orangtuanya tidak underestimate terhadap risiko remaja terhadap PD3I. 1 Upaya menggalakkan kesehatan remaja secara menyeluruh harus segera disosialisasikan kepada semua provider kesehatan sebagai bagian dari upaya pemeliharaan kesehatan keluarga, sehingga petugas kesehatan harus telah siap bersamaan penerangan pada masyarakat. Pada saatnya mungkin perlu memasukkan imunisasi remaja ke dalam program nasional melalui kegiatan kesehatan sekolah. Pencatatan kesehatan khususnya status imunisasi setiap anak dibuat dan disimpan dengan baik sehingga akan mempermudah perencanaan imunisasi ketika dicapai masa remaja. Penutup Para remaja akan berhadapan dengan berbagai masalah di antaranya pendidikan, kesehatan, psikologi dan sosial, karena masa remaja merupakan transisi antara masa anak menjadi dewasa. Dalam hal kesehatan, terdapat perbedaan respons kekebalan terhadap berbagai penyakit pada remaja. Perjalanan penyakit infeksi pada masa anak masih berlangsung di masa remaja dan perubahan gaya hidup remaja dapat men ingkatkan kerentanan terhadap penyakit infeksi. Perubahan berbagai fungsi fisiologis pada remaja termasuk perubahan hormonal berperanan terhadap respons imun yang ditimbulkan. Selain usia, jenis kelamin dan ras juga berpengaruh terhadap respons kekebalan yang ditimbulkan oleh masing-masing individu. Status imunitas pada remaja saat ini kurang mendapat perhatian sehingga perlu dievaluasi untuk menilai persiapan remaja menghadapi kesehatannya di masa depan. Dalam hal imunisasi remaja, peranan dokter sangat penting karena. setiap dokter harus turut bertanggung jawab pada keberhasilan ultimate goal yaitu pelaksana imunisasi remaja sebagai lanjutan dari kehidupan masa bayi dan anakanak. Namun, dalam waktu yang bersamaan dokter harus memahami masalah imunisasi remaja agar dapat memberikan penjelasan kepada para remaja, dan keluarganya, yang menemui dokter untuk alas an lain. Perlu disusun jadwal imunisasi yang menyeluruh, tidak terpisah-pisah, sejak bayi hingga remaja. Dengan demikian sejak dini baik orangtua maupun provider kesehatan mengetahui dan diingatkan tentang adanya imunisasi pada usia remaja.
289
Kontroversi Imunisasi pada Remaja Walaupun masih kontroversial, imunisasi pada remaja perlu ditinjau manfaatnya untuk menurunkan PD3I dan mengurangi risiko terkena penyakit di masa dewasa. Hambatan utama dalam hal ini adalah perilaku provider, kesadaran dan pengertahuan orangtua maupun remaja, data tentang burden of diseases pada masa remaja. Diperlukan kerja sama berbagai pihak seperti pemerintah, praktisi kesehatan, dan organisasi kesehatan untuk menyusun jadwal imunisasi yang terintegrasi.
7.
Daftar Pustaka
11.
1.
2.
3. 4.
5.
6.
290
Nancy P. Masa remaja. In: Narendra MB, Sularyo TS, Soetjiningsih, Suyitno H, Ranuh IGD, editor. Buku Ajar Tumbuh Kembang Anak; Edisi ke-1, Jakarta: Sagung Seto; 2002,h.138-70. Mari R, Sara S, Lawrence SN. In: Lawrence SN, editor. Adolescent Health Care A Practical Guide. Edisi ke-5, Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008,h.27-43. Biro Pusat Statistik (BPS), 2006. Hadinegoro S. Imunisasi Remaja, suatu tantangan untuk dokter anak. Prociding Simposium dan Kongres National Adolescent Health I. Bandung, 2007. Jaspan HB, Lawn SD, Safrit JT, Bekker LG. The maturing immune system: implications for development and testing HIV-1 vaccines for children and adolescents. Lippincott Williams & Wilkins. AIDS. 2006;20(4):483-94. Rudy BJ, Wilson CM, durako S, Moscicki AB, Muenz L, Douglas SD. Peripheral blood lymphocyte subsets in adolescents: a longitudinal analysis from the REACH Project. Clin Diag Lab Immunol, 2002;9(5):959-65.
8.
9. 10.
12. 13.
14.
15.
Matondang CS, Siregar SP. Aspek imunologi imunisasi. Dalam: Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro S, Kartasasmita CB, penyunting. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi kedua. Jakarta: Badan Penerbit Pengurus Pusat IDAI; 2005.h.7-18. Buckley RH. T lymphocytes, B lymphoytes, and natural killer cells. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi Ke-17. Philadelphia: Saunders; 2004.h.683-9. Abbas AK, Lichtman AH, penyunting. Cellular and molecular immunology. Philadelphia: Saunders; 2005.h.127-62. Bartlett JA, Schleifer SJ, Demetrikopoulos MK, Delaney BR, Shiflett SC, Keller SE. Immune function in healthy adolescents. Clin Diag Lab Immunol. 1998;5(1);105-13. Clemens CJ, Mouli VC, Byass P, Ferguson BJ. Global strategies, policies, and practices for immunzation of adolescent. Department of vaccine & biologicals and department of child and adolescent health and development. Jenewa: WHO; 1999. American Academy of Paediatrics. Reduction of the Influenza Burden in Children. Pediatrics 2002;110;1246-52. Recommended immunization schedule for persons aged 7-18 yearsUnited States 2008. Diunduh tanggal 15 Februari 2009. Tersedia dari: http://www.cdc.gov/vaccines/pubs/ACIP-list.htm. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Diphtheria, tetanus, and pertussis: recommendations for vaccine use and other preventive measures. Recomendations Practices Advisory committee (ACIP). MMWR 1991;40 (No. RR-10):1-28. AAP. Prevention of Influenza: Recommendations for Influenza Immunization of Children 2008-2009. Tersedia dari www.pediatrics.org at Indonesia: AAP Sponsored on November 9, 2008. MS
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 6, Juni 2009