ANTAR LEMBAGA
Kewenangan MK
Terancam Diamputansi Revisi UU Mahkamah Konstitusi dinilai sejumlah kalangan untuk membatasi kewenangan lembaga itu. Pembatasan itu mulai dari larangan ultra petita, aturan masa jabatan ketua, aturan komposisi majelis kehormatan, sampai aturan usia pensiun hakim konstitusi.
30
JUNI 2011
30- 33 antar lembaga.indd 30
perkuat pelaksanaan fungsi dan tugas MK yakni menjamin hak-hak konstitu sional warga negara Indonesia. Dia menambahkan dalam UU MK yang baru ini mengusung sejumlah perubahan. Salah satunya adanya lara ngan bagi MK untuk membuat putusan ultra petita, atau putusan yang me lebihi apa yang diminta oleh pemohon dalam permohonannya. Selain itu, juga mengubah komposisi majelis kehor matan. Berbeda dengan sebelumnya, majelis kehormatan MK akan melibat kan unsur Komisi Yudisial, perwakilan
foto: istimewa
K
ontroversi perubahan UU MK untuk sementara berakhir. Pasalnya, rapat Paripurna DPR pada perte ngahan Juni membuat keputusan pen ting yakni mengesahkan Rancangan Undang-undang perubahan terha dap UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Menurut Ketua Panitia Kerja RUU MK Dimyati Natakusumah, perubahan UU ini dilakukan untuk memperkuat pelaksanaan fungsi dan tugas MK. Nantinya, lembaga ini dapat mem
pemerintah, dan perwakilan DPR. Tak hanya itu, dalam UU MK yang baru, juga membatasi masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua MK selama 2,5 tahun. Sebelumnya, masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua MK ditetapkan selama 3 tahun. Pendapat serupa juga diungkap kan oleh Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar. Menurut dia, peruba han UU MK merupakan kebijakan politik hukum nasional. Perubahan dimaksudkan untuk memperkuat MK sebagai salah satu pelaksana kekua saan kehakiman. Oleh karena itu, tam bahnya, perubahan ini bertujuan un tuk meluruskan MK kembali sebagai negative legislator. Yakni, hanya ber wenang menyatakan suatu norma UU bertentangan dengan UUD 1945, bu kan menambah norma baru dalam UU. Selama ini dalam pandangan Patrialis, MK sering kali bertindak kurang tepat. Seringkali MK mem batalkan UU, padahal yang dimohon kan oleh pemohon adalah pembatalan pasal. Tindakan lain yang dianggap kurang tepat, yakni MK seringkali seo lah-olah memposisikan dirinya sebagai
Warta BPK
7/26/2011 7:23:48 PM
positive legislator yakni dengan me ngadakan norma baru. Padahal, kata Patrialis, hakikatnya fungsi MK adalah negative legislator dengan menyatakan satu atau beberapa pasal tidak memi liki kekuatan hukum mengikat. Selain itu, MK terkadang seolaholah berada di atas lembaga lain. Dia mencontohkan ketika MK membatal kan hasil pemilukada yang seharusnya menjadi kewenangan KPU. “Makanya, UU MK yang lama diubah, untuk di arahkan kembali dengan menambah, mengubah atau menghapus sesuai yang digariskan UUD 1945,” katanya. Mengenai larangan MK untuk membuat putusan ultra petita, menu rut Partrialis, MK hanya boleh me mutus perkara berdasarkan permo honan yang diajukan oleh pemohon. Ketentuan yang melarang itu terdapat dalam Pasal 45A. Bunyinya “Putusan Mahkamah Konstitusi tidak boleh memuat amar putusan yang tidak di minta oleh pemohon atau melebihi permohonan pemohon, kecuali ter hadap hal tertentu yang terkait dengan pokok permohonan”. Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo menambahkan pelarangan ultra petita bagi MK harus diadakan dalam UU MK. Pasalnya, menurut poli tikus Partai Golkar itu, MK harus me mutuskan apa yang dimohonkan oleh pemohon. MK tidak boleh melampaui kewenangannya. Meski begitu, lanjut nya, dalam hal krusial yang menyang kut kepentingan publik, MK diharus kan mencari jalan keluar dalam setiap persoalan yang diperiksa. Dia mencon tohan saat uji materi tentang UU Pe milu. Saat itu, yang digugat yakni soal syarat pemilih dalam Pemilu 2009. MK memutuskan yang memiliki KTP bisa ikut memilih. Hambat MK Sekalipun lembaga yang dipim pinnya “dipreteli” kewenangannya, Ketua MK Mahfud MD tenang-tenang saja. Bahkan, dia menerima apapun keputusan para pembentuk UU itu. Bagi Mahfud, UU MK yang baru akan menjadi milik publik. Oleh karena itu, dia menyerahkan kepada publik untuk Warta BPK
30- 33 antar lembaga.indd 31
menilainya. Mahfud mengingatkan jika ultra petita dilarang, MK akan sulit menegak kan keadilan substantif. “Jika larangan itu diberlakukan, mungkin akan meng hambat hakim MK untuk menegakkan keadilan substantif,” tegasnya. Lain lagi pandangan Ketua Kon sorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) Firmansyah Arifin. Dia justru menyayangkan dimasukannya klausul larangan ultra petita bagi para hakim konstitusi. Dia menilai ultra petita hanya dike nal dalam hukum acara perdata, bukan dalam pengujian UU seperti yang ada di MK. Dia justru khawatir bila pen cantuman larangan ini akan mempe ngaruhi independensi hakim. Apalagi, kata Firmansyah, pasal-pasal dalam UU itu berkaitan satu sama lain. Artinya, bila satu pasal dinyatakan batal maka pasal lainnya akan kehilangan arti. “Larangan ultra petita akan mengebiri kampanye MK dalam menegakkan ke adilan substantif,” kata Firmansyah. Selain itu, tuturnya, substansi pe rubahan UU MK yang baru ini juga masih banyak masalah. Salah satunya terkait pengalihan kewenangan pena nganan perkara pemilukada dari MK ke MA. Menurut Firmansyah, kewenangan untuk menangani perkara pemilu kada sudah selayaknya dipegang oleh MK. Memang, tambahnya, MK sempat mengeluh karena kebanjiran perkara pemilukada. Namun, keluhan MK se benarnya tidak perlu terjadi jika me kanisme pengawasan oleh Panwaslu berjalan efektif. Lagi pula, tegasnya, kondisi penga dilan negeri juga dianggap belum layak untuk menerima pelimpahan perkara pemilukada. Apalagi, jumlah perkara di pengadilan sekarang ini juga sudah me numpuk. Bila dipaksakan, Firmansyah khawatir beban pengadilan negeri akan semakin berat. Belum lagi, peng adilan negeri saat ini juga disibukkan dengan perkara tindak pidana korupsi terkait implementasi UU Pengadilan Tipikor. Hal penting lain yang disorot KRHN
adalah aturan pengawasan hakim konstitusi. Sebetulnya KRHN mengap resiasi perubahan UU MK yang mengi kutsertakan Komisi Yudisial dalam pengawasan hakim konstitusi. Namun, Firmansyah menyayangkan keterli batan KY hanya sebatas duduk di maje lis kehormatan. Padahal seharusnya KY diberi peranan untuk menginisiasi atau memfasilitasi forum majelis ke hormatan MK yang hasilnya dapat disampaikan langsung kepada presi den. Bahkan, proses perubahan UU MK Ini juga dinilai tertutup dan kurang melibatkan partisipasi masyarakat. Padahal, KRHN sudah mencoba mem berikan masukan. Namun, sayangnya kurang direspons oleh DPR.
Membatasi Peranan MK
Penolakan terhadap perubahan UU MK juga diungkapkan sejumlah penga mat hukum tata negara. Salah satu nya datang dari Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Leo Tukan. Dia menyesalkan sikap DPR yang terkesan terburu-buru dalam mengesahkan RUU MK itu. Padahal, masih terdapat beberapa substansi RUU yang belum dikaji secara men dalam. Leo menilai pengesahan UU MK yang disahkan DPR sarat dengan se mangat ingin membatasi peranan MK. Pembatasan itu tercermin dengan ada nya pasal yang melarang MK melaku kan ultra petita, masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua MK selama 2,5 tahun, dan susunan majelis kehormatan MK yang melibatkan unsur pemerintah dan DPR. “Saya menduga pengesahan RUU MK terlalu tergesa-gesa, ada rasa ‘keta kutan’ dari DPR atas kekuasaan MK yang akan menggangu kepentingankepentingan DPR,” tegasnya. Dia berpendapat ketakutan itu di dasarkan pada kekuasaan MK yang berwenang membatalkan pasal-pasal dalam UU yang notabene produksi DPR. Leo memprediksi UU MK yang baru disahkan ini akan langsung di sambut dengan judicial review oleh masyarakat yang merasa kepentingan JUNI 2011
31
7/26/2011 7:23:48 PM
ANTAR LEMBAGA
32
JUNI 2011
30- 33 antar lembaga.indd 32
Banyak Kasus Hakim, KY akan Diperkuat Sejumlah kasus yang menyeret sejumlah hakim makin mencuat. Pengaduan masyarakat terkait dengan kecurigaan atas hakim bermasalah mencapai ribuan. Mahkamah Yudisial akan diperkuat. foto: istimewa
konstitusionalnya dirugikan. Pasalnya, selama ini tindakan MK melakukan ultra petita memang menjadi ancaman bagi DPR. “Ini sama saja memperlemah kewenangan MK karena membatasi kreativitas hakim konstitusi dalam memutus perkara,” tukasnya. Pandangan serupa juga diung kapkan Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara Budiman Ginting. Menurut dia, larangan ultra petita tidak tepat. Pasalnya, larangan ini sebenarnya hanya dikenal dalam hukum acara perdata, bukan hukum tata usaha negara yang menyangkut kepentingan publik. Kecenderungan MK memutus ultra petita masih cu kup relevan sepanjang putusannya mengadung aspek sosiologis yang ber manfaat bagi masyarakat. Untuk itu, Budiman menyarankan perlu dilaku kan kajian terhadap UU MK agar tidak menimbulkan pertentangan kekua saan MK dan DPR. Wakil Dekan Fakultas Hukum Uni versitas Padjajaran Lastuti Abubakar mengingatkan seyogyanya setiap pem bentukan UU harus jelas manfaatnya. Substansinya juga perlu dikaji dari aspek yuridis, filosofis, dan sosiologis. Dalam pandangannya, perubahan se buah UU seharusnya lebih baik dari yang lama. “Karena itu perlu dilakukan tinjauan secara yuridis, filosofis, dan sosiologis dibutuhkan masyarakat,” katanya. Kini, revisi UU MK telah disetujui DPR. Namun, tidak menutup kemung kinan UU ini juga bakal disambut uji materiil oleh sejumlah kalangan. Salah satunya Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) yang jauh-jauh hari sudah berencana untuk melakukan uji materi terhadap UU yang baru disahkan DPR. IHCS menilai UU MK yang baru ini sarat kepentingan politis. Padahal, sebagai lembaga pengawal konstitusi, MK berkewajiban menjaga, mengawal, dan menginterpretasikan konstitusi di setiap UU. Sepertinya pro kontra kewenangan MK bakal berlanjut. Kita tunggu saja. bw
B
anyak anggapan Mahkamah Konstitusi (MK) akan diper sempit kewenangannya me lalui revisi Undang-Undang No 24 Tahun 2003. Sementara itu, Komisi Yudisial (KY) justru akan diperkuat kewenangannya dalam revisi Un dang-Undang No. 22 Tahun 2004. Sebagai lembaga negara yang ber fungsi melakukan pengawasan terha dap hakim yang berada dalam payung Mahkamah Agung (MA), kedudukan nya sangat penting dalam menjamin kinerja hakim. Apalagi publik punya pandangan miring terhadap lembaga peradilan. Kasus Hakim Syarifuddin dan Imas Dianasari menandakan bahwa
masih ada yang perlu diperbaiki di lembaga peradilan. Dua kasus yang akhir-akhir ini mencuat tersebut se benarnya hanya serpihan saja dari banyak kasus terkait buruknya kin erja peradilan dalam aroma Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) melalui pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim. Selain kedua kasus tersebut, barubaru ini MA melaporkan Wakil Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan In vestigasi Komisi Yudisial Suparman Marzuki ke Mabes Polri. Suparman dilaporkan karena dinilai telah meng hina lembaga penegak hukum. Laporan MA ke Mabes Polri yang diwakili oleh Kuasa Hukum MA Peter Warta BPK
7/26/2011 7:23:48 PM
Kurniawan tersebut terkait pernyataan Suparman di dua media massa. Dalam pernyataannya tersebut, Suparman mengatakan untuk menjadi seorang hakim harus membayar Rp300 juta. Adapun, untuk menjadi ketua pengadi lan negeri di Jakarta harus membayar Rp275 juta. Karena pernyataan itu Suparman dilaporkan dengan pasal 207, 310, 311, 317 dan 318 KUHP. Kelima pasal tersebut tentang pencemaran nama baik, penghinaan terhadap kekuasaan lembaga negara, fitnah, dan pengaduan yang tidak di proses secara prosedural. Suparman sendiri menyatakan bahwa pernyataannya itu tidak ber maksud memojokkan MA. Dia hanya mengiyakan pertanyaan wartawan mengenai dugaan adanya praktek jual beli jabatan di tubuh MA. Kenapa dia mengiyakan? Ternyata adanya dugaan praktek jual beli jabatan di MA juga karena adanya laporan dari masyarakat. Laporan tersebut sebe narnya tidak ditindaklanjuti karena pelapornya tidak memiliki bukti kuat. Sementara itu, KY sendiri me nerima laporan pengaduan dari ma syarakat terkait dengan adanya dugaan “hakim bermasalah”, dari bulan Janu ari sampai Juni tahun 2011, mencapai sekitar 1.722 laporan. “Jumlah itu sudah melebihi dari tahun-tahun sebelumnya yang hanya sekitar 2000-an laporan pengaduan selama satu tahun,” ucap Juru Bicara KY Asep Rahmat belum lama ini. Dari sekian laporan tersebut, su dah lebih dari 1.500-an laporan yang diproses. Dari jumlah tersebut, sudah ada yang dapat ditindaklanjuti dan ada yang tidak dapat ditindaklanjuti kare na sebagian besar bukan kewenangan KY. Laporan yang dapat ditindaklan juti sekitar 200-an laporan. Selain itu, sudah ada 27 hakim yang dipanggil untuk dimintai keterangan. Sementara satu hakim yang mendapatkan sanksi pemberhentian sementara. Apa yang terjadi ini menggambar kan bagaimana perlunya pengawasan yang kuat terhadap lembaga peradilan. Oleh karena itulah, KY terus mendo Warta BPK
30- 33 antar lembaga.indd 33
rong agar DPR sesegera mungkin men sahkan materi revisi UU No. 22 Tahun 2004. Menurut Asep Rachmat, ada be berapa poin penting di dalam materi revisi UU No. 22 Tahun 2004 tersebut. Pertama, Dengan jumlah hakim seki tar 7500-an di seluruh Indonesia, KY sangat terbatas dalam mengawasinya. Oleh karena itu, dalam revisi undangundang tersebut perlu dibentuk kantor penghubung KY di daerah. Atau isti lahnya kantor perwakilan.
dilakukan pemeriksaan. Ketiga, nanti KY punya kekuatan dalam memberikan rekomendasi yang dalam periode yang mengikat. Dimana, setiap rekomendasi ada batas waktu apakah rekomendasi tersebut dijalank an atau tidak. Jika tidak menjalankan rekomendasi apakah akan dikenakan sanksi atau tidak. Selain itu, perlunya pengembalian kewenangan KY untuk mengawasi ha kim Mahkamah Konstitusi. Sebelum nya, KY berwenang untuk mengawasi
Penghubung KY di daerah ini, un tuk tahap awal tidak semua daerah dibentuk. Hanya beberapa daerah saja. Kriterianya, daerah yang paling banyak laporan masyarakat terkait kinerja ha kim. Atau, daerah yang kompleksitas permasalahan hukumnya paling ba nyak, dll. Kedua, dalam revisi undang-un dang tersebut, KY berwenang untuk memanggil paksa saksi terkait lapo ran adanya “hakim yang bermasalah”. Selain itu, dimungkinkan untuk me manggil hakim terkait secara paksa. Selama ini hakim kerap mangkir dari pemanggilan KY karena tidak adanya kewajiban atau aturan sanksi jika ha kim tidak memenuhi panggilan untuk
hakim mahkamah Konstitusi, namun dianulir MK dalam uji materi pada 2006 silam. Terkait dengan kewenangan penya dapan, KY saat ini tidak berhak untuk melakukan penyadapan. Namun, KY diharapkan nantinya, dengan revisi Undang-Undang No. 22 tahun 2004 memiliki hak untuk meminta lembaga yang berwenang dalam melakukan pe nyadapan untuk melakukannya terkait tugas pengawasan dan pemeriksaan KY terhadap hakim. “Sampai saat ini, materi revisi un dang-undang sudah disetujui di Panitia Kerja DPR, namun masih akan dipleno kan di Komisi III,” kata Asep Rahmat. and JUNI 2011
33
7/26/2011 7:23:48 PM
WAWANCARA
Dirut Bank Sulselbar Ellong Tjandra dan Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo.
Direktur Utama BPD Sulselbar Ellong Tjandra
‘Fokus Tetap UMKM Meski Berganti Nama’
Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan atau Bank Sulsel kembali berganti nama. Bank tersebut kini bernama Bank Sulselbar. Perubahan ini tentunya juga ditandai dengan perubahan logo dan lain-lain yang diharapkan tuntas 2015 sesuai dengan peraturan Bank Indonesia. Sejak berdirinya 1961, tercatat bank ini telah beberapa kali berganti nama dan status badan hukum. Saat berdiri, bank ini bernama Bank BPD Sulsel Tenggara. Ketika terjadi pemisahan Provinsi Sulsel dan Tenggara pada 1964, berganti BPD Sulsel. Selanjutnya, berganti nama lagi menjadi Bank Sulselbar sejak 10 Mei 2011. Meski berkali-kali ganti nama dan status badan
34
JUNI 2011
34 - 36 wawancara.indd 34
hukum, akan tetapi fokus bank ini tetap sama yaitu bank yang mendukung pembangunan daerah. Segmentasi pasar yang dilayani terutama usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Pemberian kredit tanpa agunan (KTA) masih dikaji lantaran tingginya risiko. Saat ini, mengarah pada penyaluran kredit program yang bersumber dari pemerintah seperti kredit usaha rakyat. Untuk mengetahui gambaran lebih jauh berikut penjelasan Direktur Utama Bank Sulselbar Ellong Tjandra yang didampingi Direktur Pemasaran HA Muha mmad Rahmat dan Direktur Umum H Yanuar Facrudin, di kantornya belum lama ini. Warta BPK
7/26/2011 7:30:03 PM
Apa latar belakang pergantian nama Bank Sulsel menjadi Bank Sulselbar? Apa target yang diharapkan atas aksi korporasi itu? Bagaimana tanggapan Bank Indonesia? Dengan lahirnya Peraturan Daerah No. 01/1993 dan penetapan modal dasar menjadi Rp25 miliar, Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan dengan sebutan Bank BPD Sulsel dan berstatus Perusahaan Daerah (PD). Selanjutnya, dalam rangka perubahan status dari PD menjadi PT diatur dalam Peraturan Daerah No. 13/ 2003 tentang perubahan status bentuk badan hukum bank pembangunan daerah Sulawesi Selatan dari PD menjadi PT dengan modal dasar Rp650 miliar. Akta pendirian PT telah mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI berdasarkan Surat Keputusan No C 31541.HT.01.01 tanggal 29 Desember 2004 tentang pengesahan Akta Pendirian Perseroan Terbatas Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan disingkat Bank Sulsel, dan telah diumumkan pada Berita Negara RI No. 13 tanggal 13 Februari 2005, tambahan No. 1.655/2005, selanjutnya diubah lagi menjadi PT Bank Sulselbar. Lalu bagaimana dengan Sulbar? Ya, karena sebelum menjadi provinsi tersendiri, masih merupakan wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Setelah men-
Jajaran Dewan Komisaris Bank Sulselbar.
Warta BPK
34 - 36 wawancara.indd 35
foto-foto: istimewa
Dirut Bank Sulselbar Ellong Tjandra bersama jajaran dewan direksi: YanuarFachrudin (Direktur Umum),Muhammad Rahmat (Direktur Pemasaran), Harris Saleng (Direktur Kepatuhan).
jadi Sulawesi Barat, provinsi ini belum memiliki bank daerah. Untuk menangkap potensi pasar yang besar dan luas dalam hal penghimpunan dana pihak ketiga dan pengembangan aset serta menggerakkan laju perekonomian daerah yang menjadi target dari aksi korporasi tersebut, Bank Indonesia telah memberikan izin persetujuan dan sangat mendukung perubahan nama itu. Tentu saja, semua prosedur untuk pe-
rubahan nama bank daerah juga harus dipenuhi oleh Bank Sulsel. Di sisi lain, Bank Sulselbar merupakan bank yang sangat mengenal daerahnya. Diharapkan, dengan perubahan nama ini, Bank Sulselbar bisa makin efisien kinerjanya. BI memang selalu mendorong agar BPD bisa menjadi tuan rumah di daerahnya sendiri. Proses perubahan nama ini juga telah dikomunikasikan dengan pihakpihak terkait yang didahului dengan dilakukannya rapat umum pemegang saham tentang perubahan nama bank yang mengacu pada UU Keuangan maupun UU Perseroan dan perubahan nama tersebut dikuatkan dengan keluarnya SK Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No: AHU-11765.A.A.01.02 tahun 2011 tentang perubahan anggaran dasar. Dalam AD pasal 1 menjelaskan tentang nama dan tempar yakni PT Bank Sulselbar. Bank Indonesia mematok pertumbuhan kredit perbankan ratarata Rp5 triliun per pekan dan 23% per tahun. Bagaimana tanggapan Anda? Apa tidak menimbulkan overheating? Ya, pertumbuhan kredit perbankan rata-rata sebesar Rp5 triliun per pekan dan mencapai 23% per tahun. JUNI 2011
35
7/26/2011 7:30:05 PM
WAWANCARA Dengan tingkat pertumbuhan penyalu ran kredit sebesar itu, perekonomian belum akan mengalami overheating sepanjang aturan LDR (loan to deposit) yang membatasi 78%-100% dapat dilaksanakan oleh bank. Bagaimana posisi kredit Bank Sulselbar per Mei? Berapa target ekspansi tahun ini? Sektor apa saja yang menjadi primadona? Posisi kredit per Mei 2011 sebesar Rp4,865 triliun dengan perincian kredit investasi sebesar Rp900 juta, kredit modal kerja Rp834,29 miliar,
Sulselbar juga menggarap pasar yang sama? Pemberian KTA yang sifatnya consumer belum dilaksanakan. Kami masih menimbang-nimbang karena risiko gagal bayar cukup besar. Namun, saat ini kami mengarah kepada penyaluran kredit program yang bersumber dari pemerintah seperti KUR. Sejumlah BPD ekspansif membuka cabang di beberapa daerah, apakah ini juga dilakukan oleh bank yang Anda pimpin? Ya. Kami telah memiliki cabang di
ningkatkan kualitas SDM, mengembangkan SDM yang profesional dan berbasis kompetensi, memperluas jaringan pelayanan operasional bank. Kami juga melakukan peningkatan ekspansi kredit dengan perbandingan antara kredit konsumtif sebesar 60% dan kredit produktif sebesar 40% dan termasuk di dalamnya rencana penyaluran KUR sebesar Rp25 miliar kepada beberapa cabang sebagai pilot project. Juga, melakukan pengembangan kartu debit dan kartu pegawai elektronik (KPE), serta men-
Dirut Bank Sulselbar Ellong Tjandra dan Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo.
dan kredit konsumtif sebesar Rp3,131 triliun. Untuk target ekspansi sampai dengan 2011 sebesar Rp4,769 triliun. Yang menjadi sektor primadona adalah kredit konsumtif. Perbandingannya, 36% untuk kredit produktif dan konsumtif sebesar 64%. Saat ini bank-bank tengah gencar menawarkan kredit tanpa agunan (KTA) yang sifatnya consumer, bagaimana menanggapi perkembangan ini? Apakah Bank
36
JUNI 2011
34 - 36 wawancara.indd 36
tiap daerah wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat serta pengembangan bisnis jaringan pembukaan kantor-kantor kas di setiap wilayah kecamatan. Bahkan juga telah membuka cabang di Jakarta. Untuk semester II/2011, apa aksi korporasi yang disiapkan manajemen? Ada sejumlah hal yang kami siapkan di antaranya implementasi peningkatan kualitas pelayanan bank, me-
gupayakan rasio keuangan minimal sesuai dengan ketentuan BI dan rasio BPD menuju Regional Champion. Bagaimana dengan target kredit, DPK, laba untuk tahun depan? Target kredit 2012 sebesar Rp5,485 triliun. Dana pihak ketiga berupa giro sebesar Rp2,216 triliin, tabungan Rp1,645 triliun, deposito Rp1,960 triliun, dan laba sebesar dr Rp381.44 miliar.
Warta BPK
7/26/2011 7:30:07 PM