Vol.4 Oktober2011 ISSN:1858-2559
Proceeding PESA T (Psikologi, Ekonomi,Sastra,Arsitektur& Sipil) Universitas Gunadarma - Depok18- 19Oktober2011
KONTEKSTUALISASI KITAB KUNING: UPAYA MEMBANGUN INDONESIA YANG MULTIKULTUR Dr. Nuriyati Samata"
[email protected]
Abstrak Penelitian ini menggunakan pendekatan Fenomenologi, yakni penelitian yang mengungkap fakta dalam suatu rentang waktu tertentu berdasarkan pandangan sekelompok orang atau seseorang yang dianggap representatif. Penulisan dilakukan dengan deskriptif eksploratif, dan analisis dilakukan secara kualitatif. Pengumpulan data selain dilakukan melalui studi pustaka, penelitian juga dilakukan dengan observasi partisipasi, wawancara mendalam, dan penelitian melalui situs web. Temuan dalam penelitian ini adalah pertama adanya dinamika pemikiran kalangan Muda Nahdlatul Ulama bergerak secara radikal bila diukur dari akar budaya pemikiran pendahulunya, dari Tradisionalisme Konservatif menjadi Tradisionalisme Radikal. Kedua, gerakan kalangan Muda Nahdlatul Ulama dilakukan melalui proses dekonstruksi bagi rekonstruksi. Basil pembacaan realitas menghasilkan rekonstruksi pemikiran agama, diaplikasikan dalam gerakan bagi penguatan masyarakat sipil, atau Mabady Khaira Ummah dalam konsep Nahdlatul Ulama. Ketiga, Kitab Kuning yang selama ini menjadi landasan Ideologi Ahlussunnah Wal Jamaah, dalam gerakan dan pemikiran kalangan Muda Nahdlatul Ulama, posisi Kitab Kuning mengalami proses desakralisasi dan kontekstualisasi, untuk menjadikan warga Nahdliyyin toleran terhadap perbedaan pemikiran, agama dan budaya. Keempat, konflik-konflik internal yang terjadi antar etnis, antar agama dan antar golongan bersumber dari landasan ideologi yang intoleran. Kontekstualisasi Kitab Kuning merupakan salah satu jalan untuk memberikan landasan ideologi yang lebih terbuka, toleran dan ramah, bagi terciptanya kondisi Indonesia yang lebih damai dalam keragaman. Kata Kunci: Kontekstualisasi, Kitab Kuning, Multikultur, U/ama, Ideologi.
PENDAHULUAN
Kitab Kuning, merujuk kepada Kitab yang ditulis di Abad Pertengahan oleh para ulama dan telah menjadi kurikulum pesantren, khususnya Pondok Pesantren Tradisional, sejak Abad XVIII. Jumlahnya lebih dari lima ratus judul yang berbeda, dan memuat berbagai pembahasan, antaranya tentang hukum, akidah, tata Bahasa Arab, Hadis, Tasawuf, Akhlak. Kitab Kuning kebanyakan terbit dalam Bahasa Arab (sekitar 55 %), 22 % telah diteIjemahkan ke dalam Bahasa Melayu, 13 % dalam Bahasa Jawa, dan selebihnya dalam Bahasa Sunda, Bahasa Madura, Aceh dan Bahasa Indonesia. Kitab Kuning yang merupakan pemikiran para ulama ini, dalam perkembangan selanjutnya menjadi rujukan utama di pondok-pondok pesantren, bahkan menjadi bagian dari "Kitab Suci" yang kebenarannya tidak dapat diganggu gugat.
Samatan, Kontekstualisasi KitabKuning...
Kalangan
Muda Nahdlatul
Ahlussunnah Wal Jamaah yang menjadi ideologi Nahdlatul Ulama, kemudian menjadi ideologi yang tertutup, tidak berkembang, menyebabkan kalangan ini dikenal sebagai kalangan Tradisional Konservatif. Perubahan paradigma dimulai sejak Abdurrahman Wahid menjadi Ketua Tanfiziyah pada tahun 1984. Jejak pembaruan pemikiran di kalangan Nahdlatul Ulama ini kemudian diikuti oleh kalangan Muda Nahdlatul Ulama, generasi sesudah Abdurrahman Wahid. Gerakan yang kebanyakan dilakukan melalui Lembaga Sosial Masyarakat ini, melakukan "pembacaan ulang" terhadap Kitab Kuning yang selama beberapa dekade telah disakralkan. Desakralisasi yang dilakukan dalam pemikiran dan gerakan sosial ini, dimaksudkan untuk menjadikan Ahlussunah Wal Jamaah menjadi ideologi terbuka, yang toleran dengan berbagai perbedaan, bagi
S- 39
Proceeding PESAT(Psikologi, Ekonomi, Sastra,Arsitektur& Sipil) Universitas Gunadarma - Depok18- 19Oktober2011
keagamaan dan kemasyarakatan yang lebih damai.
MET ODE PENELITIAN Penelitian ini mengunakan pendekan fenomenologi. Pendekatan yang menjelaskan arti atau pengalaman kehidupan dalam beberapa individu tentang konsep atau fenomena (Cresswell, 1997: 51). Fenomen yang menjadi obyek penelitian ini adalah pemikiran dan gerakan kalangan Muda Nahdlatul Ulama. Penelitian dilakukan melalui sumber-sumber dokumenter, termasuk kepustakaan dan studi lapang. Tipe penelitian ini adalah deskriptif, yang bertujuan untuk secara tepat sifat-sifat, keadaan, gejala individu ataupun kelompok tertentu (Tan, dalam Koentjaraningrat, 1997: 29). Penelitian deskriptif menampilkan gambaran spesifik serta detail sebuah situasi tertentu, setting sosial, atau hubungan sosial tertentu. Hasil dari penelitian deskriptif, adalah gambaran detail dari subyek (Newmann, 2002: 20). Penentuan sumber data dilakukan secara purpossive. Informan ditetapkan berdasarkan kekhasan dan kerepresentatifan dari latar individu, heterogenitas populasi, dan untuk mencari perbandinganperbandingan guna memecahkan alas analasan perbedaan latar, kejadian dan individu (Maxwell, 1996, dalam Alwasilah, 2002: 145-146). Penjaringan data lapang dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi partisipasi. Pencatatan dalam penelitian ini dilakukan secara sistematis dalam catatan harian peneliti ataufield workjournal (Garna, 1999: 67). Validasi data dilakukan dengan teknik Trianggulasi (Alwasilah, 2002: 175), yakni pengumpulan data dari individu atau kelompok dengan menggunakan berbagai metode. Analisis data dilakukan dengan cara kategorisasi data, display data, kesimpulan dan verifikasi. Sementara teknik penulisan dilakukan dengan deskripsi dan eksposisi. PEMBAHASAN Latarbelakang Kalangan Muda Nahdlatul Ulama Gerakan dan pemikiran kalangan Muda Nahdlatul Ulama, saat penelitian ini dilakukan telah menjangkau hampir seluruh
S - 40
Vol.4 Oktober2011 ISSN:1858-2559
Indonesia, terutama di kota-kota dengan masyarakat tradisional yang masih kental. Kalangan Muda Nahdlatul Ulama dalam pertumbuhannya, memiliki keunikan tersendiri dibanding dengan kalangan muda lainnya. Pondok pesantren dan ngaji merupakan bagian proses pertumbuhan yang mereka lalui (Feillard, 1999: 3-6). Penelitian ini juga memperkuat temuan Feillard, bahwa kalangan Muda Nahdlatul Ulama, melalui masa-masa awal pertumbuhan mereka di desa-desa melalui pondok-pondok pesantren, atau minimal ngaji di pondok-pondok pesantren tertentu atau pada kiai tertentu. Penelitian ini juga menemukan, bahwa kalangan Muda Nahdlatul Ulama tidak hanya ngaji pada saat mereka masih berada di desa tempat mereka dibesarkan, tetapi kegiatan ngaji juga dilakukan ketika mereka menjadi mahasiswa disejumlah perguruan tinggi, terutama di Jawa. Kegiatan ngaji tetap berlangsung sebagai bagian dari rutinitas mereka sebagai mahasiswa. Kalangan Muda Nahdlatul Ulama yang menjadi subyek penelitian, adalah mereka yang diasumsikan berasal dari gerakan yang dilakukan Gus Dur saat menjadi Ketua Tanfiziyah Nahdlatul Ulama, saat Muktamar ke-27 di Situbondo (Feillard, 1999). Penelitian ini juga menemukan, bahwa mereka yang saat ini berada dijalur kultural dan melakukan pemberdayaan di kalangan akar rumput, mayoritas adalah "non Gus". Penelitian yang dilakukan dibeberapa kota besar sebagai sentra kegiatan kalangan Muda Nahdlatul Ulama: Yogyakarta, Surabaya, Solo, Makassar, Bandung, Jakarta, Cirebon, Mataram dan beberapa kotakecil di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, kalangan Muda Nahdlatul Ulama ini mayoritas tidak berasar dari keturunan kiai atau dari keturunan "darah biru" menurut statifikasi kalangan Tradisionalis ini (stratifikasi "darah biru" Nahdlatul Ulama, diulas dalam Bruinessen, 1999). Karakteristik Gerakan Kalangan Muda Nahdlatul Ulama Penelitian ini menemukan lima (5) karakter dalam gerakan kalangan Muda Nahdlatul Ulama, yakni: Pertama, Radikal, Kedua, kritis, Ketiga, berada di luar struktur, Keempat, Resisten, Kelima, terbuka.
Samatan,Kontekstualisasi KitabKuning...
Proceeding PESA T (Psikologi, Ekonomi,Sastra,Arsitektur & Sipil) Universitas Gunadarma - Depok18- 19Oktober2011
Pertama,
radikal. Radikalisme kalanganMuda Nahdlatul Ulama ini teIjadi pada pemikiran dan gerakan. Di bidang pemikiran, radikalismeteIjadi saatkalangan Muda Nahdlatul Ulama ini menggeserposisi Ahlussunnah Wal Jamaah sebagai ideologi (Bruinessen, 1999) menjadi "identitas", dari korpus tertutup menjadi korpus terbuka dan layak untuk diperdebatkan. Karakter kedua dari gerakan kalangan Muda Nahdlatul Ulama adalah kritis. Pemikiran kritis kalangan Muda Nahdlatul Ulama tidak hanya ditujukan terhadap fenomena di luar Nahdlatul Ulama, tetapi juga kritis terhadap kondisi obyektif Nahdlatul Ulama, atau otokritik. Kritik yang banyak dilakukan oleh kalangan Muda Nahdlatul Ulama adalah kritik wacana, terutama mengkritisi kemapanan berpikir dikalangan ulama maupun kalangan Nahdliyyin. Kritik wacana ini juga dilakukan oleh Agiel Siradj (saat ini menjabat sebagai Ketua Tanfiziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama). Pada 1994, Siradj menawarkan defmisi Aswaja sebagai "metode berpikir keagamaan yang mengusung prinsip keseimbangan, jalan tengah, netral dalam akidah, kehidupan sosial kemasyarakatan, serta keadilan dan toleransi dalam politik (Siradj, dalam Majalah Aula, No.3, Maret 1997). Ketiga, berada di luar struktur. Tidak seperti pendahulunya Abdurrahman Wahid yang melakukan gerakan dari dalam struktur Nahdlatul Ulama, kalangan Muda Tradisionalis ini melakukan sebaliknya, berada di luar struktur. Beberapa alasan yang membuat mereka berada di luar struktur antaranya adalah struktur Nahdlatul Ulama yang dianggap kalangan Muda Nahdlatul Ulama telah memiliki pola tertentu yang mapan, dan tidak sejalan dengan apa yang dilakukan dan dipikirkan oleh kalangan Muda Nahdlatul Ulama. Karakter keempati adalah resisten. Resistensi tidak hanya dilakukan kalangan Muda Nahdlatul Ulama terhadap internal Nahdlatul Ulama, yang berarti kadang mereka harus berhadapan dengan kiai mereka sendiri, dan juga resisten terhadap Negara. Salah satu gerakan yang resisten terhadap negara dilakukan oleh Syarikat, salah satu LSM yang melakukan rekonstruksi kembali peristiwa 1965, dan berupaya melakukan
Samatan,Kontekstualisasi KitabKuning...
Vol.4 Oktober2011 ISSN:1858-2559
pemulihan terhadap hak-hak masyarakat sipil yang terampas oleh kebijakan negara. Karakter kelima adalah terbuka. Keterbukaan pemikiran dan gerakan kalangan Muda Nahdlatul Ulama ini ditunjukkan lewat dialog dan akomodasi pemikiran. Dialog terbuka dilakukan baik antar-agama, antaretnis, dan antar-ideologi. Sementara, akomodasi pemikiran dilakukan terhadapa khazanah intelektual lokal, pemikiran Timur Kontemporer, dan pemikiran Barat Kritis. Akomodasi pemikiran terhadap khazanah lokal dilakukan baik terhadap pemikiran tradisional Nahdlatul Ulama, maupun khazanah lokal dari masyarakat tradisi Indonesia. Dekonstruksi bagi Rekonstruksi Dekonstruksi dilakukan melalui logika yang dikemukakan Deridda (2002), melalui logika dekonstruksi. Bahwa segala yang menjadi produk dan seluruh kebijakan, hams ditelusuri, untuk memahami kekuatan yang berada di balik terbentuknya sebuah aturan. Oleh kalangan Muda Nahdlatul Ulama, logika dekonstruksi ini kemudian diterapkan dalam memahami secara kritis Kitab Kuning, yang selama ini menjadi "buku suci" kalangan Tradisionalis ini. Dekonstruksi dilakukan dalam upaya membangun kembali pemikiran dan gerakan berdasarkan lokalitas dan produk yang dihasilkan negara. Proses dialogis ini diharapkan akan melahirkan kultur bam Islam Indonesia. Proses dialogis yang dilakukan melalui proses dekonstruksi bagi rekonstruksi, dibangun oleh kalangan Muda Nahdlatul Ulama ini melalui realitas berdasarkan kajian pada core peradaban Islam yakni Teks Suci. Proses re-interpretasi Teks Suci hams dimulai dari proses pemilahan antara Teks Suci, Pemikiran Agama dan Budaya Arab. Proses pemilahan dilakukan melalui proses dekonstruksi pemikiran agama. Pembacaan bam terhadap tiga komponen ini dilakukan melalui paradigma baru, dengan mengadaptasi pemikiran-pemikiran Timur Kontemporer dan teori-teori Barat Kritis, terutama upaya memberi jarak teks dengan inti ajaran, dalam hal ini menggunakan ilmu-ilmu alat, antara lain: Semiotik, Hermeneutik dan paradigma Arkeologi. Di sisi lain, agar agama tidak
S-41
-
Vol.4 Oktober2011 ISSN:1858-2559
Proceeding PESAT(Psikologi, Ekonomi, Sastra,Arsitektur& Sipil) Universitas Gunadarma - Depok18- 19Oktober2011
teralienasi dari budaya dan sebaliknya agar budaya tidak teralienasi dari agama, perlu adanya relasi dan proses saling menetjemahkan antara ajaran agama perlu ada upaya untuk saling menetj emahkan antara Teks Suci dan budaya. Di satu sisi, proses ini juga dihadapkan secara langsung dengan kebijakan Negara Indonesia, tennasuk seluruh produk (terutama produk hukum) yang dihasilkan oleh negara.
pemahaman, kepercayaan, maupun karena berada dalam posisi minoritas. Muara yang diharapkan dari gerakan saat ini, telah masuk ke berbagai lini dan kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat akar rumput adalah mejadikan wajah Indonesia bam dalam konteks multikultur, dan bersama dalam keragaman.
Menuju Indonesia Barn Indonesia yang multikultur merupakan sebuah keniscayaan. Dhakidae (2003), mencatat lebih dari 300 etnis dan bahasa yang terdapat di Indonesia, yang saat di bawah Pemerintahan Orde Barn, etnis dan bahasa ini kemudian terpinggirkan, dan saat ini banyak yang lenyap, karena tidak dikembangkan dan tidak digunakan lagi oleh kelompok etnis tertentu. Salah satu upaya yang dilakukan kalangan Muda Nahdlatul Ulama adalah: Pertama, upaya internal; Kedua, upaya eksternal. Pertama, upaya internal. Secara internal, kalangan Muda Nahdlatul Ulama melakukan gerakan "Dekonstruksi" sekaligus "Rekonstruksi" ideologi Aswaja. Salah satu upaya yang ditempuh adalah melakukan pembacaan ulang terhadap Kitab Kuning yang merupakan sumber ideologi aswaja. Keberadaan Kitab Kuning, selama ini menjadi "buku suci" bagi kalangan Nahdliyyin yang tidak pernah diganggu gugat. Gerakan pembacaan kembali terhadap Kitab Kuning yang merupakan gerakan otokritik, melahirkan re-posisi terhadap Aswaja. Aswaja kemudian diposisikan menjadi salah satu psrsdigma berpikir, dan dengan demikian menjadikan Aswaja yang sebagian besar besar dari Kitab Kuning menjadi korpus terbuka untuk diperdebatkan. Kedua, secara eksternal, kalangan Muda Nahdlatul Ulama yang umumnya melakukan lewat . Lembaga Swadaya Masyarakat, melakukan pendampingan pemberdayaan, dan advokasi terhadap komunitas dan masyarakat marginal. Baik yang tennarginalisasi oleh kebijakan pemerintah seperti keturunan Tapol dan Napol yang hingga saat ini masih mengalarni stigmatisasi dan marginalisasi, maupun yang tennarginalisasikan karena perbedaan
Seluruh upaya yang dilakukan oleh kalangan Muda Nahdlatul Ulama, terutama melakukan dekonstroksi bagi rekonsruksi pemikiran Nahdlatul Ulama melalui pembacaan ulang terhadap Kitab Kuning dan kemudian memosisikan Aswaja sebagai korpus terbuka. Hasil yang ingin dicapai adalah agar pemeluk agarna Islam yang menjadi mayoritas di Indonesia, menjadi masyarakat yang toleran, dapat menjalin interaksi harmonis dengan kelompok yang berbeda, baik perbedaan ras, perbedaan etnis, perbedaan ideologi, menuju masyarakat Indonesia yang damai dalam konteks yang sesungguhnya.
S - 42
Pro Uni
Fea
Fei
PENUTUP
RUJ
DAFTAR PUSTAKA Alwasilah, Khaidar. 2002. Pokoknya Kualitatif: Dasar-dasar Merancang dan Melakukan StudiPenelitian Kualitatif. Cet. I; Jakarta, PT. Dunia Pustaka Jaya dan Pusat Studi Sunda, Bruinessen, Martin van. 1999. NU: Tradisi, Relasi Kuasa dan Pencarian Wacana Baru. Ditetjemahkan dari "Traditionalisme Mulims in A Modernizing World The Nahdlatul U/ama and Indonesia's New Order, Politics, Factional Conflict and The Search for a New Disclosure". Cet. III; Yogyakarta, LKiS. Deridda, Jacques. 2002. Dekosntruksi Spiritual: Merayakan Ragam Wajah Spiritual. Ditetjemahkan dari buku asli: "Off Spirit Heidegger and The Question". Cet, I; Yogyakarta, Jalasutra. Dhakidae, Daniel. 2003. Cendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru. Cet. I; Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama.
Samatan, Kontekstualisasi KitabKuning...
Sa
Proceeding PESA T (Psikologi, Ekonomi, Sastra,Arsitektur& Sipil) Universitas Gunadarma - Depok18- 19Oktober2011
Fealy, Greg. 1999. 1jtihad Politik Ulama: Sejarah NU 1952-1967. DiteIjemahkan dari Ulama and Politics in Indonesia an History of Nahdlatul Ulama 19521967. Cet. I; Yogyakarta, LKiS. Feillard, Andree. 1999. NUvis a vis Negara: Pencarian Ide, Bentuk dan Makna. Diterjemahkan dari "Islam er Armee L 'Indonesie Contemporaime Les Pionneiers de la Traditions". Cet. I; Yogyakarta, LKiS keIjasama dengan The Asia Fundation. Rumadi. 2008. Tradisionalisme Islam: Wacana Intelektualisme dalam
Sarna tan,Kontekstualisasi KitabKuning...
Vol.4 Oktober2011 ISSN:1858-2559
Komunitas NU Cet. I; Cirebon, Fahmina Institute. Neumann, Lawrence. W. 1997. Social Research Method: Qualititatif and Quantitatif Approach, Thrid Edition. Wincounsin, Allyn and Bacon, Aviacom Company. Tan, Melly G. 1997. Masalah Perencanaan Peneltian. Dalam Koentjaraningrat "Metode-Metode Penelitian Masyarakat". Edisi Ketiga, Cet. XIV; Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama.
S- 43