Kontak di Ruang Kuliner Gang Senggol Jalan Sabang Pricilia Paramita Santi, Antony Sihombing Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Beraktivitas di ruang luar merupakan hal yang kurang nyaman karena kita harus melakukan kontak dengan individu asing (bersenggolan). Gang sebagai bagian dari ruang luar khusus pedestrian memiliki lebar yang lebih sempit dari jalan sehingga kemungkinan bersenggolan lebih besar terjadi. Akan tetapi, banyak orang yang melintas di sana bahkan melakukan kegiatan ekonomi. Skripsi ini akan mengkaji penyebab gang senggol menjadi jalan yang hidup meskipun memiliki suasana yang kurang nyaman (bersenggolan) dan penyebab antar individu asing tidak merasa terganggu dengan adanya kontak tersebut. Metode untuk mengkaji skripsi ini yaitu melalui studi literatur, studi kasus terhadap Gang Senggol Kampung Lima di Jalan Sabang, kemudian analisis. Kontak merupakan hal yang penting dalam kehidupan setiap manusia. Kontak dengan individu asing seharusnya tidak menjadi hal yang dikhawatirkan karena melalui kontak ini hubungan sosial dapat terjalin. Gang Senggol Kampung Lima memiliki suasana yang ramah meskipun harus berpapasan dengan individu asing karena adanya kontak yang dibangun dalam keseharian. Kualitas ruang di Gang Senggol Kampung Lima yang nyaman juga mendukung keragaman aktivitas yang terjadi di antara para pelaku ruang. Melalui ini kita dapat melihat bahwa arsitektur dapat berperan dalam membangun hubungan dan komunikasi antar individu agar tidak merasa asing.
Contact in the Culinary Space of Gang Senggol Jalan Sabang Abstract Outdoor activity can be very uncomfortable since we must come into contact with strangers. An alley is a pedestrian-only part of outdoor space with a narrower width to the street, resulting in a bigger chance of contact. Nevertheless, the gang senggol on Sabang street is used by many people even has economic activities happening within it. This thesis will review why a gang senggol can become a lively street eventhough it has an uncomfortable atmosphere (promotes physical contact) and why the individual strangers do not feel disturbed with this type of contact.The methode used in this thesis is through literature study, a study towards Gang Senggol Kampung Lima on Jalan Sabang, and analysis. Contact is an important part of every human being‟s life. Contact with strangers should not be something to be worried about because it ist through this type of contact that social relationships take place. Gang Senggol Kampung Lima has a friendly atmosphere eventhough people meet with strangers there, because of the daily contact which is built.The spatial quality of Gang Senggol Kampung Lima which is comfortable also supports the varying of activities which take place among the users of space. With this we then see that architecture can have a role in building relationships and communication among strangers. Keywords: Contact, street life, quality of space
Kontak di ruang..., Pricilia Paramita Santi, FT UI, 2013
1.
Pendahuluan
Beraktivitas di ruang luar merupakan hal yang dihindari banyak orang karena kurang nyaman. Kondisi yang kurang nyaman ini disebabkan karena adanya kontak dengan orang asing yang pasti terjadi ketika kita berada di ruang luar. Terjadinya tindak kejahatan seperti perampokan atau bahkan hanya sekedar bersenggolan merupakan hal yang tidak ingin kita rasakan untuk memberi rasa aman pada pribadi. Namun demikian, setiap orang (baik mau atau tidak mau) pasti akan beraktivitas di ruang luar. Gang merupakan bagian dari ruang luar yang terletak di antara bangunan. Gang juga merupakan suatu jalan kecil yang dilintasi orang-orang sebagai jalan pintas karena letaknya yang menghubungkan suatu jalan dengan jalan lain dengan lebih singkat, tidak adanya kendaraan roda empat yang melintas (kendaraan roda dua dapat melintas dengan kecepatan lambat), dan karena terletak di antara bangunan sehingga bayangannya memberi keteduhan. Kondisi gang yang lebih kecil dari jalan lain pada umumnya dan ramai oleh orang melintas ini menyebabkan kemungkinan terjadinya persenggolan lebih besar sehingga menjadi kurang nyaman. Gang Senggol Kampung Lima (yang selanjutnya saya sebut sebagai gang senggol) merupakan salah satu gang di kota Jakarta yang ramai dilintasi pejalan kaki. Gang senggol ini terletak di sebelah gedung Bank Syariah Mandiri (BSM) dan menghubungkan Jalan M.H. Thamrin dan Jalan H. Agus Salim (lebih dikenal sebaga Jalan Sabang). Aktivitas-aktivitas yang terjadi di gang senggol ini semula tidak tertata dengan baik sehingga kemudian pada tahun 2009 dilakukan penataan ulang oleh sektor publik. Di gang senggol ini tidak hanya dipenuhi aktivitas berjalan kaki namun bahkan dipenuhi oleh aktivitas kuliner (semua hal yang berkaitan dengan masakan) dan berjual-beli sehingga kemungkinan terjadinya persenggolan menjadi semakin besar. Gang senggol memiliki ukuran yang lebih sempit daripada jalan lain pada umumnya sehingga memiliki kemungkinan terjadi persenggolan lebih besar (suasana kurang nyaman). Walaupun demikian, gang senggol tetap ramai oleh orang melintas bahkan terjadi aktivitas makan maupun jual-beli (jalan yang hidup). Terkait dengan latar belakang dan permasalahan tersebut, muncullah pertanyaan: apa penyebab suatu gang senggol menjadi jalan yang hidup (street life) meskipun memiliki suasana yang kurang nyaman? Mengapa antar individu asing yang bersenggolan di gang senggol ini tidakmerasa terganggu dengan kontak tersebut?
Kontak di ruang..., Pricilia Paramita Santi, FT UI, 2013
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengkaji hal-hal yang menyebabkan suatu gang senggol menjadi jalan yang hidup (street life) meskipun memiliki suasana yang kurang nyaman (terjadi persenggolan). Kemudian selanjutnya saya akan mengkaji hal-hal yang menyebabkan antar individu asing tidak merasa terganggu dengan adanya kontak tersebut. Melalui tulisan ini saya pribadi berharap agar tulisan ini dapat memberikan wawasan kepada banyak orang mengenai kontak yang terjadi di ruang kuliner gang senggol dan memberikan kesadaran kepada sektor publik maupun swasta untuk membangkitkan kehidupan di gang tanpa rasa khawatir terhadap suasana kurang nyaman yang mungkin akan terjadi.
2.
Metode Pembahasan
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu melalui studi pustaka dan survei untuk mendapatkan data yang diperlukan sebagai analisis terhadap studi kasus: studi literatur untuk memperoleh teori dan preseden, studi lapangan dan wawancara di Kawasan KulinerBSM dan analisis berdasarkan studi literatur dan studi lapangan yang telah dilakukan
3.
Tinjauan Teoritis
3.1. Kontak Jarak ruang personal yang terbentuk antar masyarakat dapat membangun hubungan personal (relationship personal) di ruang publik. Bukti nyata hadirnya hubungan personal ini dapat kita lihat ketika anak-anak bermain-main bersama walau mungkin belum mengenal satu sama lain atau ketika ibu-ibu saling berbicara dan bergosip sewaktu menunggu anak-anak mereka pulang sekolah. Walaupun di ruang publik, bukan berarti hubungan personal tidak dapat terbentuk tetapi justru sebaliknya hubungan personal dapat mulai terbangun bahkan sampai jangka panjang karena di ruang publik lah kita selalu memiliki kesempatan bertemu orangorang. Hubungan personal merupakan hal yang penting karena hubungan personal adalah inti dari eksistensi kehidupan manusia di dunia ini. “People’s lives are fabricated in and by their relationships with other people. Our greatest moments of joy and sorrow are founded in relationship.” (Ducks, 1985:655). Mandanipour juga mendukung hal tersebut dengan mengatakan bahwa hubungan antar personal di antara orang-orang asing muncul untuk membentuk hubungan sosial.
Kontak di ruang..., Pricilia Paramita Santi, FT UI, 2013
“ Interpersonal relations among strangers came to be the dominant form of social relations...” (Mandanipour, 2003:117). Jane Jacobs dan Gehl sama-sama menggunakan istilah „kontak‟ untuk menjelaskan mengenai hubungan personal tersebut. Jacobs menyatakan bahwa kontak publik merupakan rasa bagi identitas masyarakat publik. “.. public contact at a local level – ... – is a feeling for the public identity people, a web of public respect and trust, and a resource in time of personal or neigborhood need.” (Jacobs, 1961:56). Gehl juga menyatakan bahwa kehidupan di antara bangunan memiliki relasi terhadap kebutuhan akan kontak. “... life between buildings means in relation to the need for contact” (1980:17). Konsep kontak ini diidentifikasi Gehl berdasarkan tingkat intensitas bermula dari yang paling rendah yaitu kontak pasif (kesempatan bertemu, melihat dan mendengar). Kesempatan untuk bertemu, melihat dan mendengar ini berperan dalam dalam membangun kontak pada level yang paling sederhana, membangun kesempatan kontak berkembang pada level yang lebih tinggi, memelihara kontak yang sudah dibangun, menjadi sumber informasi mengenai dunia sosial di luar, menjadi sumber inspirasi, serta merangsang pengalaman. 3.2. Keberhasilan Ruang Publik Ketika kita membuat ruang publik maka tujuannya adalah agar ruang tersebut menjadi tempat yang diisi oleh pelaku-pelaku yang berkegiatan di dalamnya. “Every space is already in place before the appearance in it of actors” (Lefebvre, 1991:57). Oleh karena itulah, berbicara mengenai pembuatan tempat publik memiliki pengertian yang sama dengan membuat tempat bagi orang banyak (making public place = making places for people). Masalah selanjutnya yang akan dipertanyakan dalam membuat tempat bagi orang banyak adalah bagaimana menjadikannya berhasil. Ketika ingin menciptakan keberhasilan ruang publik, hal utama yang perlu diperhatikan adalah bagaimana membangun hubungan personal di ruang publik karena individu merupakan pelaku utama dari ruang. Hubungan personal itu
Kontak di ruang..., Pricilia Paramita Santi, FT UI, 2013
sendiri dapat terbangun dimulai dari memberi kesempatan melihat dan mendengar (kontak pasif) yaitu dengan cara membangun kehidupan (dalam topik ini di ruang antar bangunan berupa gang). Gehl dalam bukunya Life Between Buildings mengatakan bahwa kehidupan di antara bangunan berbicara mengenai hubungan antara kualitas fisik dan aktivitas luar di ruang publik dan mengenai angka dan durasi dari peristiwa yang dialami individu. “Life between buildings is discussed here because the extent and character of outdoor activities are greatly influenced by physical planning” (1980:33) Aktivitas manusia dapat menjadi suatu awal terbangunnya hubungan personal karena manusia memiliki ketertarikan terhadap manusia lainnya dan manusia datang ketika ada manusia lainnya (gambar 2.5-2.6). “People are attracted to other people. ... People come where people are” (Gehl, 1980:26-27) Aktivitas manusia khususnya aktivitas luar dikelompokkan oleh Gehl (1980) menjadi tiga tipe yaitu: 1.
necessary activities merupakan semua aktivitas yang utama. Kegiatan sehari-hari dan hiburan juga masuk dalam kelompok ini dan terjadi sepanjang tahun dalam segala kondisi. Dalam kelompok ini sebagian besar berhubungan dengan berjalan kaki dan sangat kecil dipengaruhi oleh kualitas fisik. Contoh: pergi ke sekolah atau bekerja, berbelanja, menunggu bis atau menunggu seseorang, dsb.
2.
optional activities merupakan aktivitas yang terjadi apabila ingin dilakukan dan apabila tempat dan waktu memungkinkan. Aktivitas ini terjadi ketika kondisi luar dalam keadaan maksimal (ketika cuaca dan tempat memang mendukung) serta sangat berhubungan erat dengan kualitas lingkungan fisik. Contoh: berjalan-jalan mencari udara segar atau sekedar duduk-duduk dan berjemur.
3.
social (resultant) activities aktivitas sosial merupakan resultan dari kedua aktivitas sebelumnya. Aktivitas ini berkembang dan muncul secara spontan sebagai akibat pergerakan manusian dan keberadaan mereka di ruang yang sama bertemu, berpapasan, atau hanya bertemu muka. Aktivitas sosial secara tidak langsung didukung ketika aktivitas utama dan
Kontak di ruang..., Pricilia Paramita Santi, FT UI, 2013
opsional memberikan kondisi terbaiknya di ruang publik. Contoh: anak-anak bermain, berkumpul dan bergosip, serta berbagai variasi aktivitas komunal. Aktivitas opsional merupakan aktivitas yang paling berhubungan erat dengan lingkungan fisik (gambar 3). Misalnya, apabila gang yang kita lewati ketika menuju kantor memiliki kualitas yang lemah, maka orang-orang hanya akan melakukan aktivitas utamanya saja (berjalan menuju kantor) dan sesegera mungkin pulang ke rumah.
Akan tetapi dengan kualitas
lingkungan fisik yang baik maka frekuensi aktivitas opsional akan meningkat tajam (jadi ingin duduk-duduk, makan, atau melihat-lihat terlebih dahulu) diikuti oleh peningkatan aktivitas sosial (kemungkinan bertemu dengan seseorang kemudian menyapa atau berdiskusi jadi lebih besar) dan aktivitas utama (semakin banyak yang ingin melewati gang tersebut ketika menuju ke kantor). Sedangkan kualitas lingkungan fisik yang memicu perkembangan aktivitas luar haruslah direncanakan dengan tujuan membangun hubungan personal (kontak) dan bukan membuat individu jadi terasingkan. Gehl (1980:64) mengemukakan lima prinsip prasyarat fisik yang membangun kontak yaitu tanpa dinding (no walls), jarak antar individu yang pendek (short distances),kecepatan rendah (low speeds), berada pada satu level (one level), orientasi berhadapan ( face to face orientation). Allan B. Jacobs dalam bukunya berjudul Great Streets (1995) juga berpendapat mengenai kriteria kualitas fisik yang harus dipenuhi dalam menciptakan suatu keberhasilan di jalan meliputi: pencapaian (accesibility), mengundang banyak orang (bringing people together), bersifat terbuka untuk umum (publicness), suasana yang hidup (livability), keamanan (safety), kenyamanan (comfort), partisipasi dan tanggung jawab (participation andresponsibility). 3.3. Gang Gang merupakan salah satu bentuk dari jalan. “Gang” (alley) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki pengertian jalan kecil (di kampungkampung dl kota); lorong. Pengertian gang (alley) yang lebih jelas lagi menurut Oxford Dictionary yaitu sebuah lorong sempit di antara atau di belakang bangunan: “he took a short cut along an alley”. Berdasarkan pengertian tersebut, terdapat tiga kata kunci yang dapat mengidentifikasi suatu gang dan membedakannya dengan jalan lainnya yaitu kecil atau sempit, letaknya yang berada di antara atau di belakang bangunan, dan dijadikan sebagai jalan pintas. Apabila suatu jalan memiliki lebar dengan jarak publik (lebih dari 3,75 meter) maka gang memiliki lebar pada jarak sosial
Kontak di ruang..., Pricilia Paramita Santi, FT UI, 2013
(1,3-3,75 meter). Cliff Moughtin dalam bukunya berjudul Urban Design: Street and Square juga mengatakan bahwa bentuk jalan dapat dianalisis berdasarkan kualitasnya seperti: lurus atau berkelok-kelok, panjang atau pendek, lebar atau sempit, tertutup atau terbuka, formal atau informal. Selain itu bentuk jalan juga dapat dianalisis berdasarkan skala, proporsi, kontras, ritme atau koneksi terhadap jalan lain (1992:133). Dengan demikian, apa yang dimaksud dengan gang adalah suatu jalan yang lurus, pendek dalam arti masih nyaman untuk dijangkau dengan berjalan kaki (kurang dari 400 meter), serta sempit karena berada pada jarak sosial yaitu 1,3 - 3,75 meter (lebar maksimal bisa dua kali lipat lebih besar apabila terdapat keragaman aktivitas). Dengan kondisi yang seperti ini, maka saya dapat menyimpulkan bahwa gang hanya dilintasi oleh pedestrian. Kendaraan roda empat tidak dapat melintas di gang sedangkan kendaraan roda dua mungkin dapat melintas tetapi dengan kecepatan lambat karena gang didominasi oleh pedestrian. Di ibukota Jakarta terdapat istilah gang senggol untuk mendefinisikan gang-gang tertentu. Gang senggol merupakan suatu gang yang di dalamnya terdapat aktivitas bersentuhan atau bersinggungan. Gang Senggol Kampung Lima marupakan salah satu gang senggol yang ramai dikunjungi bahkan sejak sebelum dilakukan penataan ulang seperti sekarang ini. Karena banyak individu yang melintas dan karena dimensi lebar Gang Senggol Kampung Lima (kurang lebih enam meter), maka dapat terlihat bahwa di gang ini tidak hanya terdapat kegiatan melintas tetapi juga muncul kegiatan ekonomi yaitu jual-beli makanan dan berbagai jenis barang.
4.
Pembahasan
Gang Senggol Kampung Lima merupakan gang sepanjang 168 meter yang menghubungkan Jalan M.H. Thamrin dengan aktivitas utamanya sebagai aktivitas formal-bisnis dan Jalan Haji Agus Salim atau lebih dikenal sebagai Jalan Sabang dengan aktivitas utamanya sebagai aktivitas makan. Letak gang senggol berada di antara gedung Bank Syariah Mandiri (BSM) dan tanah kosong yang masih dalam perencanaan pembangunan. Pada sekitar gang di Jalan MH Thamrin terdapat gedung-gedung tinggi seperti gedung Kementerian Agama, gedung BPPT, gedung Menara Thamrin, gedung Jaya, Menara Cakrawala dan Djakarta Theater, serta Hotel Sari Pan Pacfic. Sedangkan pada Jalan Sabang terdapat gedung-gedung rendah sebagai retail makanan, pusat perbelanjaan Robinson, Hotel MaxOne, serta kantor perusahaan Smartfren.
Kontak di ruang..., Pricilia Paramita Santi, FT UI, 2013
4.1. Pembatas Keberadaan pembatas dinding dan pagar di sisi kiri kanan gang (garis merah pada gambar 1) bertujuan agar kontak dan berbagai aktivitas terjadi di dalam ruang antar pembatas tersebut dan membatasi kontak dengan area di kiri kanan gang yang merupakan area privat.
Gambar 1. Pembatas (merah) membatasi kontak dan berbagai aktivitas yang terjadi di antara pembatas. Sumber: Ilustrasi Pribadi, 2013
4.2. Jarak Sebagai ruang publik, gang Kampung Lima yang memiliki panjang 168 meter ini masih berada pada jarak publik yang dapat ditempuh seseorang berjalan kaki dengan nyaman. Kemudian dengan adanya deretan kios-kios di kiri kanan yang menyediakan tampilan berbagai jenis makanan dan berbagai jenis dagangan sehingga menarik, maka berjalan kaki di gang ini dapat dilakukan bolak-balik dengan nyaman dan tanpa bosan.
Gambar 5. Potongan dan ukuran lebar gang (sampel di kios makanan nomor 42-43) Sumber: Ilustrasi Pribadi, 2013
Kontak di ruang..., Pricilia Paramita Santi, FT UI, 2013
Gang Kampung lima memiliki lebar tujuh meter di arah Jalan Thamrin dan menyempit jadi lima meter di arah Jalan Sabang. Pada umumnya gang memiliki lebar dengan jarak sosial (1,3 – 3,75 meter) akan tetapi di gang senggol ini memiliki jarak yang lebih lebar. Walaupun demikian, jalan ini masih dikatakan sebagai gang karena terdapat berbagai aktivitas yang memenuhinya sehingga lebar area melintas pedestrian tetap berada pada jarak sosial. Lebar area melintas di Gang Kampung Lima yaitu 3,5 meter pada akses masuk Jalan Thamrin kemudian menyempit jadi 1,8 meter di akses masuk BSM, kemudian sedikit menyempit lagi jadi 1,4 meter di antara akses masuk BSM dan melebar kembali di akses Jalan Sabang (gambar 6). Adapun berbagai aktivitas tersebut yaitu digunakan untuk memenuhi kegiatan dapur dan serving pedagang makanan serta meletakkan kios pedagang rupa sehingga menyisakan jalan sebagai area beraktivitas (makan, melintas, memesan makanan, melihat makanan dan barang dagangan) yang lebih sempit (gambar 2). Penyempitan lebar gang ini menyebabkan para individu dari arah Jalan Thamrin tadinya dapat berjalan di gang dengan leluasa kemudian harus merapat dan bersenggolan begitu melewati batas akses masuk BSM. Selain itu penyebab kerapatan di gang yang menyempit tersebut juga dikarenakan individu berdatangan dari dua akses yaitu dari Jalan Thamrin dan dari gedung BSM. Oleh karena jumlah individu yang memasuki area gang menyempit berjumlah dua kali lipat bahkan lebih dibandingkan pada area gang yang lebih lebar akibatnya jarak antar individu yang membatasi individu dengan individu lainnya hampir tidak ada.
Kontak di ruang..., Pricilia Paramita Santi, FT UI, 2013
Gambar 2. Lebar jalan dan akibatnya terhadap kepadatan pedestrian Sumber: Ilustrasi Pribadi, 2013
Kontak di ruang..., Pricilia Paramita Santi, FT UI, 2013
No. 1
2
Neufert 1 orang berdiri menyamping:
1 orang berdiri:
Lebar Gang 3,5 m
Foto
Keterangan Dapat dilintasi oleh empat orang dengan nyaman, akan tetapi secara rata-rata dilintasi hanya sampai tiga orang saat terpadat. Antar individu pada jarak personal.
A-A‟ agak padat (sangat jarang tersenggol) 1,8 m
B-B‟ agak padat (jarang tersenggol)
1 orang berdiri maksimal: 3
Area Melintas (Kepadatan Pedestrian Tertinggi)
Dapat dilintasi dua orang dan terkadang ditambah satu orang berpapasan atau menyalip sehingga inensitas tersenggol jarang. Antar individu pada jarak personal hanya terkadang pada jarak intim.
1,7 m
C-C‟ padat-sangat padat (sering tersenggol)
Kontak di ruang..., Pricilia Paramita Santi, FT UI, 2013
Dapat dilintasi dua orang dengan sangat sering ditambah satu orang berpapasan atau menyalip sehingga intensitas menyenggol sering terjadi pada saat suasana terpadat. Antar individu pada jarak intim
4
1,3 m
D-D‟ sangat padat (sangat sering tersenggol)
Di area melintas ini sangat sering terjadi ada satu orang berdiam melihat atau belanja di kios sehingga apabila ada dua orang berpapasan maka mereka harus menyampingkan badan mereka agar muat untuk melintas. Antar individu pada jarak intim.
5 1,7 m
Di area melintas ini sering terjadi ada satu orang berdiam melihat atau belanja di kios sehingga sering terjadi pula dua orang berpapasan melintas saling bersenggolan. Antar individu pada jarak intim. E-E‟sangat padat (sering tersenggol)
Tabel 1. Tabel hubungan antara lebar jalan dan kepadatan pedestrian serta akibatnya terhadap perilaku menyenggol Sumber: Ilustrasi Pribadi, 2013
Kontak di ruang..., Pricilia Paramita Santi, FT UI, 2013
4.3. Kecepatan Jalan Thamrin sebagai jalan arteri dipenuhi dengan kendaraan melintas dengan cepat dan Jalan Sabang sebagai kawasan wisata kuliner dipenuhi dengan kendaraan melintas lambat sehingga pedestrian dapat berjalan dengan lebih aman dan nyaman (gambar 3). Sedangkan, di Gang Kampung Lima yang menghubungkan kedua jalan tersebut merupakan pedestrian street sehingga tertutup bagi kendaraan untuk melintas. Namun demikian, apabila kondisi gang sepi maka kendaraan roda dua kadangkala melintas untuk menuju ke Gedung BSM (tidak bisa menuju Jalan Thamrin karena terdapat larangan dan portal tertutup yang hanya dibuka ketika jam makan siang). Meskipun sudah ada larangan untuk melintas, tapi terkadang ada saja yang melanggarnya. Walaupun ada pelanggaran tersebut, tidak merubah bahwa semua yang melintas di sini dalam kecepatan lambat sehingga peluang terjadinya kontak sangat besar. Individu dengan mudah berpapasan, bersenggolan, atau berinteraksi karena sebagian besar aktivitas dilakukan dengan berjalan
Gambar 3. Gang Kampung Lima hanya untuk pedestrian Sumber: Ilustrasi Pribadi, 2013
4.4. Level Perbedaan level terjadi pada bagian sidewalk setinggi dua puluh cm yang berada di kiri-kanan gang (gambar 4). Di satu sisi gang, sidewalk dijadikan sebagai area pedagang makanan. Sedangkan di sisi lainnya, sebagian rupa-rupa. Pada sisi trotoar ini pula dapat terlihat bekas pondasi dengan dimanfaatkan untuk area makan dan sebagian didirikan kios semi-permanen bagi para pedagang jarak teratur sebagai tanda bahwa semula akan dibuat sesuatu namun dibatalkan dan justru ditempati oleh kios-kios pedagang.
Kontak di ruang..., Pricilia Paramita Santi, FT UI, 2013
Gambar 4. Perbedaan level pada Gang Kampung Lima Sumber: Ilustrasi Pribadi, 2013
Pada bagian jalan, semua aktivitas berada pada satu level sehingga memudahkan terjadinya kontak. Dari sisi jalan yang bersifat publik terhadap area pedagang yang aktivitas dapur pedagang terhalang dan menjaga individu tetap berada dan beraktivitas di jalan. Namun demikian, antrian panjang untuk membeli makan ketika jam makan siang menyebabkan beberapa individu sampai harus memasuki area bersifat privat dibatasi oleh kios pedagang yang seragam sehingga pemandangan pedagang ketika memesan makanan (gambar 5). Ketika di sana, saya mendapati seorang satpam dengan santainya masuk ke area pedagang yang lebih priva. Bila seorang pembeli masuk ke area pedagang hanya sekedar di dekat kios, tetapi lain hal dengan satpam tersebut yang sampai ke area servis. Hal ini disebabkan karena adanya hubungan personal yang sudah terbangun antara satpam dengan pedagang tersebut.
Gambar 5. Potongan ruang di gang yang menggambarkan antrian pembeli makanan overlapping ke area pedagang Sumber: Ilustrasi Pribadi, 2013
4.5. Orientasi Orientasi ruang di gang ini mengarah ke dalam (ke arah jalan yang menjadi pusat aktivitas) dan bersifat face to face (gambar 6) Kios pedagang makanan dan pedagang rupa-rupa dibuat
Kontak di ruang..., Pricilia Paramita Santi, FT UI, 2013
menghadap ke dalam sehingga saling berhadapan dan individu yang berada di jalan dapat dengan mudah melihat keanekaragaman makanan dan barang yang diperdagangkan. Orientasi face to face terjadi dari pedagang makanan terhadap pembeli serta terjadi dari pedagang rupa terhadap pembelinya. Hal ini mengakibatkan di area melintas terjadi perebutan ruang karena adanya orang-orang yang terorientasi terhadap pedagang makanan, ada yang terorientasi pada pedagang rupa, dan ada yang melintas. Perebutan ruang ini kemudian menyebabkan terjadinya perilaku senggol menyenggol. Pada saat orang banyak ini berjalan kemudian ada yang berhenti karena tertarik dengan makanan atau barang dagangan, maka akan menyebabkan orang yang di belakangnya terkadang tidak siap dan menyenggol orang tersebut. Sedangkan orientasi back to back terjadi antara gang dengan ruang privat di kiri kanan gang yang dibatasi dengan dinding dan pagar.
Gambar 6. Orientasi face to face di gang mengakibatkan terjadinya perebutan ruang di area melintas. Sumber: Ilustrasi Pribadi, 2013
4.6. Akses Akses merupakan salah satu pendukung keberhasilan ruang publik Gang Kampung Lima. Untuk menuju ke Gang Kampung Lima terdapat tiga akses yaitu dari Jalan Thamrin, dari Jalan Sabang, dan dari Gedung BSM (gambar 7). Akses dari Jalan Sudirman dan Jalan Sabang bersifat publik sedangkan akses dari Gedung BSM bersifat privat (hanya diakses dari dan menuju area Gedung BSM). Dari arah Jalan Thamrin mungkin memiliki tepi ruang yang membosankan dengan deretan pagar-pagar bangunannya tetapi tetap dilintasi karena tidak perlu mencari parkir bagi kendaraan pribadi. Selain itu dari arah Jalan Thamrin juga memiliki variasi kendaraan umum yang melintas. Dari arah Jalan Sabang tidak banyak dilintasi kendaraan umum namun jalan Sabang memiliki deretan toko-toko yang membuat sepanjang jalan menjadi menarik untuk dilintasi. Sedangkan dari arah Gedung BSM dibuat akses
Kontak di ruang..., Pricilia Paramita Santi, FT UI, 2013
tersendiri karena banyaknya pengguna gedung yang menggunakan ruang di gang Kampung Lima untuk makan di sana atau bahkan hanya untuk sekedar melintas.
Gambar 7. Akses menuju gang Kampung Lima Sumber: Ilustrasi Pribadi, 2013
Pejalan kaki yang biasanya menggunakan sidewalk Jalan Thamrin untuk menuju ke Gang Kampung Lima adalah pegawai kantor di gedung-gedung sekitar gang. Mereka dapat berjalan di sidewalk Jalan Thamrin yang lebar dan teduh karena adanya pepohonan. Di depan Hotel Sari Pan Pacific juga terdapat jembatan penyeberangan sehingga memudahkan akses pegawai gedung seberang (seperti Gedung Jaya dan Gedung BPPT) menuju kawasan.
Gambar 8. Akses di Jalan Thamrin menuju gang Kampung Lima Sumber: http://www.streetdirectory.co.id, telah diolah kembali
Apabila menggunakan kendaraan umum, maka dapat berhenti di jembatan penyeberangan depan Hotel Sari Pan Pacific yang hanya berjarak enam puluh meter dari gang Kampung Lima. Selain itu, terdapat pula bus Trans Jakarta yang melintas di depan Gang Kampung Lima. Letak Gang Kampung Lima ini berada di antara halte bus Sarinah (berjarak 360 meter
Kontak di ruang..., Pricilia Paramita Santi, FT UI, 2013
menuju gang Kampung Lima) dan halte bus Bank Indonesia (berjarak 200 meter menuju gang Kampung Lima) menyebabkan pengguna bus Trans Jakarta harus berjalan kaki untuk menuju Gang Kampung Lima (gambar 9).
Gambar 9 Akses masuk gang Kampung Lima dengan pembatas berupa portal Sumber: Ilustrasi Pribadi dan Dokumentasi Pribadi, 2013
Akses dari arah Thamrin ini bersifat terbuka secara umum khususnya pejalan kaki. Pada muka gang yang menghadap Jalan Thamrin ini ditutup oleh portal (gambar 9) dan terdapat satu sampai dua orang petugas keamanan yang berjaga di pos. Adanya portal yang membatasi bertujuan agar hanya pedestrian dan tidak ada kendaraan terutama kendaraan roda dua yang melintas. Portal tersebut dibuka selama jam makan siang (ketika banyak orang yang melintasi gang). Akses ini tidak menyediakan area parkir untuk kendaraan (baik motor maupun mobil). Pengguna kendaraan pribadi seharusnya memarkir kendaraan mereka di Gedung BSM atau memutar dan parkir di Jalan Sabang. Namun, ketika jam makan siang saya mendapati ada saja motor-motor yang diparkir di depan gang. Bahkan saya mendapati adanya pegawai Dinas Pertamanan dan Pemakaman yang memarkir kendaraannya di pedestrian depan gang untuk makan di sana (gambar 10). Walaupun ada petugas keamanan yang berjaga di sana, tetapi petugas itu sendiri pun membiarkannya. Dari hasil perbincangan saya dengan salah seorang petugas keamanan, beliau mengatakan bahwa hal itu sudah terbiasa terjadi. Bahkan tidak jarang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang berada di gang di waktu yang bukan jam istirahat. Pengawasan yang lebih ketat pada masa Bapak Jokowi dan Bapak Budiono menjabat memang mengurangi jumlah kenakalan tersebut, tetapi terkadang masih ada saja PNS nakal yang mengganti baju dinasnya dengan baju biasa di kamar mandi pos satpam.
Kontak di ruang..., Pricilia Paramita Santi, FT UI, 2013
Gambar 10. Parkir kendaraan di tempat yang tidak seharusnya Sumber: Ilustrasi Pribadi dan Dokumentasi Pribadi, 2013
Akses Jalan Sabang merupakan jalan yang sengaja membuat kendaraan-kendaraan yang melintas di sana memperlambat kecepatannya agar dapat melihat deretan-deretan toko di sana. Kendaraan umum yang melintas di Jalan Sabang sangat terbatas. Hanya metro mini P15 yang melintas secara langsung di depan gang Kampung Lima. Alternatif lain untuk menuju gang Kampung Lima melewati Jalan Sabang yaitu menggunakan kendaraan umum yang melintas di Jalan Kebun Sirih. Di Jalan Kebun Sirih terdapat banyak kendaraan umum dari arah Tanah Abang menuju ke berbagai tujuan seperti Senen atau Kampung Melayu. Sedangkan dari arah Jalan Wahid Hasyim juga tidak ada kendaraan umum yang melintas. Akan tetapi, berbeda dengan Jalan Thamrin yang tidak dapat dilalui oleh bajaj maka untuk menuju gang Kampung Lima melalui Jalan Sabang dapat menggunakan bajaj.
Gambar 11. Akses dari Jalan Sabang Sumber: Ilustrasi Pribadi dan Dokumentasi Pribadi, 2013
Akses dari arah Jalan Sabang ini juga bersifat terbuka untuk umum khususnya pejalan kaki. Pada muka gang terdapat pos keamanan dengan 1-2 petugas yang berjaga. Di muka gang ini tersedia area bagi parkir motor yang dijaga oleh petugas parkir. Area parkir motor ini berada di badan jalan yang mengarah ke gang Kampung Lima sehingga tidak menghalangi lalu lintas kendaraan di Jalan Sabang. Sedangkan untuk mobil dapat memarkir kendaraan di sepanjang jalan Sabang (kecuali area privat seperti di depan Hotel Max One). Akses Gedung BSM bersifat lebih privat melihat gedung itu sendiri yang bersifat privat dan memerlukan tingkat keamanan yang tinggi mengingat fungsinya sebagai lembaga ekonomi.
Kontak di ruang..., Pricilia Paramita Santi, FT UI, 2013
Sedangkan gang Kampung Lima bersifat publik yang terbuka untuk umum dan dapat dilintasi oleh siapa saja. Oleh karena itulah antara gedung BSM dan gang Kampung Lima dibatasi oleh pagar namun diberi pagar bukaan selebar kurang lebih empat meter yang dibuka selama gedung beroperasi untuk membangun koneksi dan menjaga hubungan antar ruang (gambar 12). Dari bukaan ini kendaraan motor dapat melintas menuju parkir motor yang berada di seberangnya. Area parkir motor ini juga hanya dibuka selama gedung beroperasi.
Gambar 12 Akses dari Gedung Bank Syariah Mandiri (BSM) Sumber: Ilustrasi Pribadi, 2013
5.
Kesimpulan
Dilihat secara makro, Gang Senggol Kampung Lima menjadi jalan yang hidup meskipun memiliki suasana yang kurang nyaman karena gang senggol ini merupakan satu-satunya gang yang menghubungkan Jalan M.H. Thamrin dengan aktivitas utamanya merupakan aktivitas formal dan Jalan Sabang dengan aktivitas utamanya merupakan aktivitas makan. Oleh karena gang senggol ini menjadi satusatunya jalan penghubung antara Jalan M.H. Thamrin dan Jalan Sabang, maka para pegawai kantor di sekitar Jalan M.H. Thamrin akan melintas di gang senggol ini ketika mencari makan di gang senggol ataupun di Jalan Sabang.
Selain itu, penyebab Gang Senggol Kampung Lima menjadi jalan yang hidup meskipun memiliki suasana yang kurang nyaman yaitu karena adanya penataan ulang. Penataan ulang pada Gang Senggol Kampung Lima menyebabkan adanya peningkatan kualitas fisik di gang senggol sehingga aktivitas-aktivitas yang terjadi di gang senggol lebih beragam dan lebih teratur (ada pembagian ruang untuk beraktivitas - masak, makan, melintas, berdagang – yang lebih jelas). Sebagai akibatnya, gang senggol tidak lagi dilihat hanya sebagai sarana melintas melainkan dapat mewadahi berbagai masyarakat untuk melakukan berbagai aktivitas (tidak hanya aktivitas utama tetapi juga aktivitas opsional dan sosial). Orang-orang tidak hanya sekedar melakukan aktivitas utamanya berjalan menuju kantor atau cepat-cepat pulang ke
Kontak di ruang..., Pricilia Paramita Santi, FT UI, 2013
rumah melainkan bisa berhenti, singgah, dan menghabiskan waktu yang lebih banyak di gang senggol ini. Sebagai hasil akhirnya, gang senggol menjadi lebih ramai dari sebelumnya dan bahkan memperluas jangkauan orang berjalan kaki menuju gang senggol tersebut (tidak hanya pegawai dari gedung sebelah tetapi pegawai dari gedung yang lebih jauh juga rela berjalan kaki menuju Gang Senggol Kampung Lima). Bersenggolan merupakan bagian dari kontak. Secara umum kita akan menghindari bersenggolan dengan orang asing untuk memberi rasa aman dan nyaman pada pribadi. Meskipun adanya kepadatan pedestrian di gang senggol menyebabkan antar individu asing harus bersenggolan, tetapi mereka tidak merasa terganggu dengan perilaku tersebut karena sebenarnya terbukti individu-individu yang berada di sana merasa aman dan nyaman dengan ruang publik tersebut. Keamanan dan kenyamanan yang tercipta ini disebabkan karena adanya kontak yang dibangun sehari-hari dengan erat. Kontak yang dibangun dalam keseharian ini membangun komunikasi di antara keragaman pelaku ruang sehingga aktivitasaktivitas juga berkembang. Daftar Pustaka Anderson, E.N. 2005. Everyone Eats. New York: New York University Press. Carmona, Matthew, et. All. 2003. Public Spaces Urban Spaces. Oxford: Architectural Press. Duanyplater Zyberk A Company. 2002. Lexicon Of New Urbanism. Gehl, Jan. 1980. Life Between Buildings. Trans. Koch, Jo. Washington: Island Press. Hall, Edward. T. 1990. The Hidden Dimension. Toronto: Anchor. Jacobs, Allan B. 1993. The Great Streets. Cambridge: The MIT Press . Jacobs, Jane. 1961. The Death and Life of Great American Cities. New York: Random House. Lefebvre, Henri. 1991. The Production of Space. Trans. D. Nicholson-Smith, Oxford, UK & Cambridge. USA: Blackwell. Mandanipour, Ali. 2003. Public and Private Spaces of The City. London: Routledge. Morrril, Calvin. 2005. Together Alone. University of California: The Regents.
Kontak di ruang..., Pricilia Paramita Santi, FT UI, 2013