Potensi Pemanfaatan Ruang di Bawah Jalan Layang Siti Rahma, Achmad Sadili Somaatmadja Department of Architecture, Faculty of Engineering University of Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Ruang di bawah jalan layang memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan. Studi dilakukan dengan melihat potensi pemanfaatan tersebut berdasarkan unsur fundamental dalam arsitektur yakni ruang. Kajian teori mencakup pengertian ruang, batas-batas ruang, hubungan antara ruang dan batas ruang, serta bagian-bagian jalan layang yang memiliki pengaruh terhadap ruang di bawahnya. Studi kasus dilakukan di ruang di bawah jalan layang Kemanggisan dan Pasar Rebo yang memiliki bentuk dan pemanfaatan yang berbeda. Kesimpulan yang didapatkan, jenis pilar sebagai batas ruang sangat mempengaruhi potensi pemnafaatan. Pilar yang bentuknya linier memberikan sifat terbuka sedangkan pilar berupa dinding cenderung bersifat tertutup. Kata kunci: Ruang di bawah jalan layang, batas ruang, potensi pemanfaatan
The Potential Use of Space Under Flyover Abstract Space under flyover has great potential to be used. This study investigates the potential used of space under flyover based on theory of space. The investigation includes the meaning of space, boundaries, the relation between space and boundaries, and flyover‟s elements that have influence to space underneath. The case used is the space under the Kemanggisan flyover and Pasar Rebo flyover that have different boundaries and use. The conclusion of this study is that the pillars as main boundary have the most influence to the space under flyover to be use. Linear pillars provide an extrovert space while wall pillars provide an introvert space. Key words: Space Under Fly Over, Boundary, Potential Use
1. Pendahuluan Pembangunan jalan layang terus berkembang di wilayah DKI Jakarta. Pemerintah membangun jalan layang sebagai salah satu solusi terhadap kemacetan di DKI Jakarta. Pada tahun 2000, menurut data Puslitbang Jalan, setidaknya terdapat 29 jalan layang di wilayah DKI Jakarta. Namun, terlepas dari sisi lalu lintas, pembangunan jalan layang ini juga memberikan dampak lain terhadap kegiatan masyarakat. Diluar dari jalur utama yang dilintasi oleh kendaraan, pada umumnya bangunan jalan layang menyisakan ruang jalan yang cukup luas pada bagian bawah atau sekitarnya (Handayani, 2003). Ruang tersebut, seringkali dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tempat berkegiatan. Pemanfaatan oleh masyarakat tersebut sangat beragam dan tidak sama pada tiap tempat.Ada suatu ruang di bawah jalan layang yang kolom atau dindingnya dimanfaatkan oleh para seniman jalanan sebagai tempat menyampaikan aspirasi dan kreativitas, misalnya dengan
1 Potensi pemanfaatan..., Siti Rahma, FT UI, 2013
membuat graffiti atau karikatur. Ada pula ruang di bawah jalan layang yang dimanfaatkan sebagai tempat tinggal oleh kaum-kaum marjinal seperti gelandangan, anak jalanan dan juga tempat berjualan Pedagang Kaki Lima. Pemanfaatan yang beragam tersebut dapat disebabkan oleh banyak faktor. Faktor tersebut salah satunya adalah faktor ekonomi masyarakat yang kesulitan menemukan lahan murah dan strategis untuk dimanfaatkan. Selain itu faktor sosial, budaya, maupun politik juga dapat mempengaruhi jenis pemanfaatan. Padahal, bila dilihat dari aturan yang ditetapkan pemerintah mengenai ruang di bawah jalan layang, banyak pemanfaatan yang telah menyimpang dari aturan tersebut. Setelah melihat berbagai jenis jalan layang di DKI Jakarta serta bagaimana pemanfaatan yang bermacam-macam di setiap tempatnya membuat banyak spekulasi dapat muncul mengenai kemungkinan penyebabnya dan bagaimana saja cara atau dasar teori yang bisa digunakan untuk mengetahui penyebabnya tersebut. Namun, secara umum pemanfaatanpemanfaatan tersebut dipengaruhi oleh satu faktor yang mendasar, yakni ketersediaan ruang. Ruang yang mendukung pergerakan manusia untuk beraktivitas merupakan faktor fundamental pemanfaatan pada setiap ruang di bawah jalan. Pembahasan adalah untuk mengetahui bagaimanakah potensi pemanfaatan ruang di bawah jalan layang bila hanya dilihat dari ruangnya saja tanpa terikat kepada peraturan yang ada dan faktor-faktor eksternal lainnya. Hasil dari pembahasan ini diharapkan memberikan pengetahuan yang dapat menjadi pertimbangan untuk perancangan ruang di bawah jalan layang terutama di wilayah DKI Jakarta. 2. Dasar Teori 2.1 Ruang Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ruang berarti “(1) sela-sela antara dua (deret) tiang atau sela-sela antara empat tiang (di bawah kolong rumah) (2) rongga yg berbatas atau terlingkung oleh bidang (3) rongga yg tidak berbatas, tempat segala yg ada (4) petak dl buah (durian, petai); pangsa;” (KBBI, 2001, p.964). Ruang adalah „sela‟, „rongga‟ ataupun „petak‟. Bukan tiangnya atau bidangnya. Salah satu yang sesuai dengan definisi tersebut adalah pemahaman ruang yang disebutkan oleh Lao Tzu bahwa hirarki ruang adalah hasil dari penyusunan elemen-elemen tektonik, rongga dari bentuk streotomik, dan juga ruang peralihan yang membentuk ruang dalam dan luar (Ven, 1995). Ketiga poin tersebut sama-sama menggambarkan mengenai batas. Ruang bukanlah susunan elemen-elemen tektonik, ruang juga bukan suatu obyek streotomik, dan ruang juga 2 Potensi pemanfaatan..., Siti Rahma, FT UI, 2013
bukanlah dinding-dinding tempat melekatnya pintu dan jendela. Susunan elemen-elemen tektonik menghasilkan suatu kekosongan di dalamnya, di mana ruang adalah kekosongan tersebut. Begitupula rongga yang dihasilkan pada obyek streotomik, dimana ruang adalah rongga tersebut. Pada ruang peralihan pun sama. Ruang peralihan dicontohkan sebagai pintu dan jendela yang melekat pada dinding, namun hakikatnya adalah kekosongan yang dipisahkan oleh dinding dan dihubungan oleh pintu dan jendela tersebut. Hal ini juga tersirat dalam salah satu penggalan puisi Lao Tzu, “We make doors and windows for a room; But it these empty spaces that make room habitable” (Ven, 1995, p.3). Penggalan tersebut menyiratkan bahwa kekosongan adalah inti dari ruang dibandingkan dengan elemen-elemen yang diciptakan manusia secara nyata yakni pintu dan jendela. “Yang tidak nyata justru menjadi hakikatnya, dan di-nyata-kan dalam bentuk materi” (Ven, 1995, p.3).
Kita tidak bisa mendefinisikan kekosongan tersebut dengan jelas kecuali
mendefinisikan batas-batas yang menghasilkan kekosongan tersebut. Ruang adalah hal yang sebenarnya tidak nyata, namun dimunculkan melalui hal-hal yang nyata. 2.1.1 Batas-Batas Ruang Untuk mendefinisikan ruang, maka kita harus mendefinisikan batas-batas ruangnya. Pengertian mengenai batas ruang umumnya hanya menyempit pada bentuk- bentuk solid, padahal batas ruang merupakan suatu hal yang lebih dari sekedar dinding pemisah. Menurut Stevens (2007), batas ruang membatasi wilayah pandang seseorang, apa saja yang orang dapat lakukan, dan kemana saja orang tersebut dapat pergi. Hal ini memberikan kemungkinan bahwa batas ternyata tidak harus selalu hadir dalam bentuk solid. Sebagai contoh adalah kejadian terbentuknya ruang di jalan. Pemisahan antara ruang pejalan kaki dan kendaraan tidak dibatasi oleh tembok atau pagar, namun perbedaan material untuk mobil dan manusia. Menurut Ching (1985), terdapat dua unsur pembentuk ruang yakni unsur horisontal dan unsur vertikal. Unsur horisontal dan vertikal inilah yang kemudian memberikan karakter terhadap ruang. Unsur horisontal dan vertikal ini terbagi lagi menjadi beberapa jenis seperti pada gambar berikut.
3 Potensi pemanfaatan..., Siti Rahma, FT UI, 2013
Gambar 2.1 Ilustrasi Unsur-Unsur Horisontal Sumber: Ching, 1985 (Telah Diolah Kembali)
Pada gambar di atas, terdapat 4 jenis unsur horisontal yakni (a) bidang dasar, (b) bidang dasar yang ditinggikan, (c) bidang dasar yang diturunkan, dan (d) bidang yang melayang. Bidang dasar memberikan aliran ruang yang menerus, sementara bidang dasar yang ditinggikan menciptakan citra bahwa ruang tersebut merupakan suatu bagian yang penting. Bidang dasar yang diturunkan memberikan kesan bahwa ruang tersebut adalah tertutup dari luar namun melindungi subjek di dalamnya, sedangkan bidang melayang seperti halnya atap ataupun dedaunan pohon memberikan naungan pada subjek di bawahnya.
Gambar 2.2 Ilustrasi Unsur-Unsur Vertikal Sumber: Ching, 1985 (Telah Diolah Kembali)
Pada gambar di atas, terdapat 6 jenis unsur horisontal yakni (a) unsur linier, (b) bidang
vertikal tunggal, (c) bidang bentuk L, (d) bidang sejajar, (e) bidang bentuk u, dan (f) empat buah bidang. Unsur linier memberikan pusat perhatian pada ruang, bidang vertikal tunggal memberikan orientasi ruang serta memberikan wajah utama ruang, bidang bentuk L memberikan kestabilan pada ruang, bidang sejajar menciptakan ruang sirkulasi dan membentuk ruang yang terbuka, bidang bentuk U menegaskan fokus ruang yang ke dalam, dan empat buah bidang menciptakan suatu ruang yang tertutup.
4 Potensi pemanfaatan..., Siti Rahma, FT UI, 2013
2.1.2 Hubungan antara Batas Ruang dan Ruang Hubungan antara batas-batas ruang dan ruang menjadi salah satu hal yang penting untuk mengetahui karakter suatu ruang yang terbentuk. Bidang pandangan manusia selalu menghasilkan unsur negatif dan unsur positif. Unsur positif merupakan figur utama yang menarik perhatian kita, sedangkan unsur negatif adalah latar belakang yang membuat figur utama tersebut muncul (Ching, 1985). Kaitan antara batas ruang dan ruang sama halnya seperti unsur positif dan negatif tersebut. Namun, ruang tidak selalu menjadi unsur positif, sama seperti batas ruang yang tidak selalu menjadi unsur negatif. Seringkali batas ruang menjadi unsur pembentuk ruang dibandingkan dengan ruang itu sendiri seperti misalnya pada contoh batas ruang berupa monumen. Monumen tersebutlah yang menjadi poin utama (unsur positif) pembentuk ruang. 2.2 Jalan Layang “Jalan layang merupakan jalan raya yang dibangun di atas tiang pancang (beberapa meter di atas jalan biasa)” (KBBI, 2001, p.452). Pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, Jalan layang dikategorikan sebagai bangunan pelengkap jalan yang berfungsi sebagai jalur lalu lintas (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.19/PRT/M/2011). Masih menurut peraturan yang sama, ruang di bawah jalan layang dikategorikan sebagai rumaja yakni ruang manfaat jalan yang meliputi meliputi badan jalan, saluran tepi jalan untuk drainase permukaan, talud timbunan atau talud galian dan ambang pengaman jalan yang dibatasi oleh tinggi dan kedalaman tertentu dari muka perkerasan. 2.2.1 Bagian-Bagian Jalan Layang Terdapat berbagai macam jenis jalan layang. Jenis-jenis tersebut diantaranya didasarkan dari perbedaan bentuk, ukuran, dan posisi. Dalam Panduan Perencanaan Teknik Jembatan (Dinas Pekerjaan Umum RI, 1992), secara umum jalan layang terdiri dari tiga bagian yakni bangunan atas, bangunan bawah, dan fondasi.Dalam kaitannya dengan ruang di bawah jalan layang, bagian yang berperan adalah bangunan bawah dan bangunan atas dengan bangunan bawah memiliki peran terbesar.
5 Potensi pemanfaatan..., Siti Rahma, FT UI, 2013
Tabel 2.1 Contoh bangunan atas beton pratekan
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum RI, 1992 (telah diolah kembali)
Dua macam bentuk tersebut dianggap mewakili kedelapan bentuk yang lain, dan yang sering dijumpai pada jalan layang. Dari tabel tersebut perbedaan antara nomor 1 dan 2 adalah bagian bawahnya yang menjadi langit-langit pada ruang di bawah jalan layang. Sementara, pada tabel 2.2, jenis-jenis pilar yang merupakan bangunan bawah memiliki bentuk dasar utama yang berbeda-beda sehingga cara mereka membagi ruang di bawah jalan layang pun berbeda. Namun, dari satu jenis yang sama pun masih akan terdapat perbedaan bentuk pilar. Ada pilar yang berbentuk melingkar, pipih atau segi banyak. Untuk penentuan bentuk pilar ini akan semakin beragam dibandingkan penentuan jenis pilar, karena bentuk pilar salah satunya juga dipengaruhi oleh subjektivitas perancang jalan layang. Menurut Dinas Pekerjaan Umum RI (1992), terdapat beberapa aspek yang diperhatikan oleh perancang untuk menentukan bangunan atas dan bangunan bawah yakni, kekuatan unsur struktural dan stabilitas keseluruhan, kelayanan struktural, keawetan, kemudahan konstruksi, ekonomis dan estetika. Tidak ada aturan baku bahwa untuk jalan layang tertentu maka harus menggunakan bentuk tertentu. Adanya faktor keekonomisan, estetika dan kemudahan konstruksi membuat pemilihan bentuk sangat bergantung pada keinginan perancang. Sehingga, ruang di bawah jalan layang pun tidak dapat digeneralisasi berdasarkan bentuk ruangnya baik di Indonesia secara umum, maupun di wilayah DKI Jakarta.
6 Potensi pemanfaatan..., Siti Rahma, FT UI, 2013
Tabel 2.2 Jenis-jenis pilar
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum RI, 1992
7 Potensi pemanfaatan..., Siti Rahma, FT UI, 2013
3. Studi Kasus 3.1 Jalan Layang Kemanggisan, Slipi Studi kasus yang pertama dilakukan pada ruang di bawah jalan layang adalah yang dinilai telah berhasil dimanfaatkan dengan baik yakni Jalan layang Kemanggisan.
Gambar 3.1 Jalan Layang Kemanggisan Sumber: streetdirectory.co.id (Telah diolah Kembali)
Gambar 3.2 Arah Lalu Lintas dan Pembagian Ruang Sumber: Ilustrasi Pribadi
Bagian A pada gambar merupakan ruang sisa yang tidak dimanfaatkan dan pada akhirnya menjadi tempat meletakkan gerobak pemulung atau tempat gelandangan tidur, dan sebagainya. Bagian B dimanfaatkan sebagai Mushola dan juga menjadi akses menyebrang
8 Potensi pemanfaatan..., Siti Rahma, FT UI, 2013
jalan. Bagian C dimanfaatkan sebagai tempat pedagang kaki lima menjual dagangannya yang berupa makanan dan minuman, selain itu juga menjadi akses menyebrang jalan.
Gambar 3.3 Ruang di Bawah Jalan Layang dengan Sekitarnya (potongan AA’) Sumber: Ilustrasi Pribadi
Ruang yang dimanfaatkan telah sesuai dengan batasan ruang manfaat jalan di bawah jalan layang dan tidak mengganggu jalan raya di kedua sisinya. Selain itu, adanya vegetasi membuat ruang tersebut tidak terlihat oleh kendaraan yang lalu lalang di kedua sisinya sehingga tidak mengganggu secara visual para pengendara kendaraan. Ketinggian ruang pada bagian tersebut pun tidak berbeda dengan ruang-ruang pada umumnya dan sangat memungkinkan orang bergerak dengan leluasa. Pemanfaatan ruang di bawah jalan layang ini adalah sebagai Mushola. Utilitas seperti saluran air dan listrik pun tersedia di dalamnya. 3.1.1 Batas Ruang
Gambar 3.4 Dinding-dinding vertikal sebagai batas ruang utama Sumber: ilustrasi pribadi
Pada jalan layang Kemanggisan ini, jenis pilar yang digunakan adalah pilar tembok (Bab 2). Jenis pilar ini menyebabkan ruang di bawah jalan layang terbagi menjadi beberapa ruang. Tiap-tiap ruangnya dibatasi oleh dua bidang vertikal berupa pilar dan dua bidang
9 Potensi pemanfaatan..., Siti Rahma, FT UI, 2013
horizontal berupa bidang dasar dan atap. Kondisi batas ruang yang dibentuk oleh dua bidang sejajar ini sesuai penjelasan pada Bab 2 memberikan sifat ekstrovert pada ruang. Selain batas solid tersebut, terdapat beberapa batas lain berupa lalu lintas kendaraan, perbedaan material dan gedung-gedung tinggi di sekitar ruang di bawah jalan layang. Sehingga, ruang yang pada akhirnya terbentuk bukanlah diapit oleh dua bidang sejajar, namun ruang tertutup yang seakan-akan dibatasi oleh empat bidang.
Gambar 3.5 Lalu lintas dan gedung tinggi sebagai batas ruang utama Sumber: ilustrasi pribadi
Selain batas tersebut, terdapat batas lain yang ditambahkan oleh perancang ruang. Batas ruang tambahan terdiri dari vegetasi yang memperjelas pemisahan ruang dengan lalu lintas, selain itu terdapat batas berupa kolam yang terhubung dengan bak penampungan air namun ikut berfungsi menjadi batas untuk mempertegas pemisahan ruang dan memutus akses langsung ke ruang yang lain. Selain itu pagar kayu pun menjadi batas yang menjadi dinding tambahan untuk menutup akses dan juga visual dari ruang mushola ke ruang lainnya. Tidak hanya secara pada bidang vertikal, terdapat batas tambahan pada bidang horizontal. Bidang dasar dipertegas pemisahan ruangnya dengan menggunakan perbedaan material, begitu pula dengan langit-langit yang semakin memperjelas bentuk ruang setelah diberikan perbedaan warna dari warna dasar jalan layang.
10 Potensi pemanfaatan..., Siti Rahma, FT UI, 2013
Gambar 3.6 Batas-batas baru yang ditambahkan perancang Sumber: dokumentasi pribadi pada 18/05/13
3.2 Jalan Layang Pasar rebo Studi Kasus berikutnya dilakukan pada jalan layang Pasar Rebo. Pemanfaatan ruang di bawah jalan layang ini dinilai mewakili banyak ruang di bawah jalan layang lainnya di DKI Jakarta dikarenakan penggunaannya yang mendapatkan improvisasi dari masyarakat.
Gambar 3.7 Jalan Layang Pasar Rebo Sumber: streetdirectory.co.id (Telah diolah Kembali)
11 Potensi pemanfaatan..., Siti Rahma, FT UI, 2013
Gambar 3.8 Arah Lalu Lintas dan Denah Ruang di bawah Jalan Layang Sumber: Ilustrasi Pribadi
Kawasan Utara merupakan bagian A pada gambar 3.11 dan kawasan selatan yang menjadi lokasi pengamatan adalah bagian B. Pembagian ruang di bawah jalan layang Pasar Rebo berbeda dengan jalan layang Kemanggisan. Ruang di bawah jalan layang ini dibagi berdasarkan kawasannya batas kedua ruang tersebut adalah persimpangan jalan. Sedangkan pada jalan layang Kemanggisan, pembagian ruang lebih detail pada satu kawasan dan pada kawasan tersebut barulah ruang di bagi menjadi beberapa ruang yang lebih kecil.
Gambar 3.9 Ruang di Bawah Jalan Layang dengan Sekitarnya (potongan BB’) Sumber: Ilustrasi Pribadi
Dapat dilihat pada gambar di atas bahwa ruang di bawah jalan layang Pasar Rebo ini sangat terbuka dan secara visual mudah terlihat oleh pengendara kendaraan. Hal ini dapat menjadi positif ataupun negatif tergantung bagaimana perancangannya. Pemanfaatan yang utama akan dibahas adalah ruang di bawah jalan layang pada bagian selatan. Hal ini dikarenakan pemanfaatan ruang yang lebih kaya dan menarik untuk
12 Potensi pemanfaatan..., Siti Rahma, FT UI, 2013
dibahas. Walaupun begitu, pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan perancangan yang telah dilakukan sehingga pemanfaatan dinilai kurang berhasil. Dilihat dari perancangannya, ruang diarahkan sebagai tempat sirkulasi dan juga penghijauan. Namun, pada kenyataannya selain sebagai tempat sirkulasi dan penghijauan, masyarakat juga memanfaatkannya sebagai tempat berjualan. 3.2.1 Batas Ruang
Gambar 3.10 Pilar-Pilar Linier Sebagai Batas Ruang Utama Sumber: ilustrasi pribadi
Selain dari perbedaan bentuk pilar, kondisi ruang di bawah jalan layang Pasar Rebo tidak jauh berbeda dengan ruang di bawah jalan layang Kemanggisan. Batas vertikal pada ruang di bawah jalan layang Pasar Rebo ini tidak sebesar pengaruhnya seperti pada ruang di bawah jalan layang Kemanggisan. Selain karena pilar adalah batas linier bukan berupa bidang, juga tidak terdapat bangunan tinggi yang mengapit ruang. Namun, ruang di bawah jalan layang Pasar Rebo ini juga memiliki batas utama berupa lalu lintas kendaraan yang membuatnya seakan-akan dibatasi oleh dua bidang sejajar dimana dua bidang sejajar biasanya berfungsi sebagai daerah sirkulasi.
Gambar 3.11 Lalu Lintas Kendaraan Sebagai Batas Ruang Utama Sumber: ilustrasi pribadi
13 Potensi pemanfaatan..., Siti Rahma, FT UI, 2013
Seperti halnya pada jalan layang kemanggisan, terdapat batas yang ditambahkan pula oleh perancang pada jalan layang pasar rebo ini. Namun, batas tambahan tidak sebanyak yang terjadi pada jalan layang kemanggisan. Batas tersebut berupa pagar, vegetasi, dan perbedaan material bidang dasar. Pagar menjadi komponen utama yang membentuk ruang di bawah jalan layang Pasar Rebo ini. Namun, penambahan batas ruang tersebut kurang berhasil karena pada akhirnya seseorang atau beberapa orang merusaknya dan menciptakan akses masuk ke dalam pagar. 3.3 Perbandingan Jalan Layang Kemanggisan dan Pasar Rebo Ruang di bawah jalan layang Kemanggisan dan Pasar Rebo sama-sama digunakan oleh masyarakat. Namun, perancang ruang pada kedua jalan layang tersebut berbeda. Pada ruang di bawah jalan layang Kemanggisan, perancang ruang adalah individu dalam masyarakat sedangkan di Pasar Rebo perancang ruang adalah pemerintah. Tabel 3.1 Perbandingan ruang di bawah jalan layang
No
KEMANGGISAN
PASAR REBO
1 Bentuk Ruang
terbagi-bagi
satu kesatuan
2 Jenis Pilar
tembok
kolom tunggal
3 Jenis Pemanfaatan
mushola
4 Bentuk ruang baru
tetap
terbagi-bagi
tetap
penghijauan dan sirkulasi
5 Batas-Batas Ruang
6
·6
· Atap
pemberian warna
· Bidang Dasar
ditinggikan, perbedaan material
· Bidang Vertikal
· Batas lainnya
Penggunaan oleh Masyarakat
pagar, vegetasi, pemberian warna pada pilar
Ditinggikan, perbedaan material pagar, vegetasi
kolam
tidak ada
sesuai
improvisasi
Sumber: ilustrasi pribadi
Dari analisis perbandingan keduanya dapat disimpulkan bahwa, studi kasus yang pertama pemanfaatannya unik dan jenis pemanfaatannya jarang terjadi pada ruang di bawah jalan
14 Potensi pemanfaatan..., Siti Rahma, FT UI, 2013
layang DKI Jakarta yakni sebagai Musholla. Batas ruang baru yang ditambahkan dilakukan untuk memaksimalkan bentuk ruangnya namun tetap mengacu pada batas ruang yang sudah ada yakni pilarnya. Pemanfaatannya pun dianggap berhasil karena sesuai dengan tujuan yang diharapkan oleh subjek yang menambahkan batas ruang baru tersebut. Studi kasus yang kedua, pemanfaatannya dianggap sering terjadi pada ruang di bawah jalan layang DKI Jakarta yakni sebagai tempat penghijauan dan sirkulasi. Penambahan batasbatas ruang yang baru tidak mengacu pada batas ruang yang sudah ada, dan batas-batas ruang tersebut mengubah bentuk ruangnya. Pemanfaatannya pun dianggap tidak berhasil karena mendapatkan improvisasi dari masyarakat. Namun, poin utamanya disini bukanlah ruang di bawah jalan layang tidak cocok difungsikan sebagai tempat penghijauan dan sirkulasi. Namun, pengolahan ruangnya dengan menambah batas baru seharusnya dapat memaksimalkan potensi ruang yang sudah ada. Sehingga ruang yang terbentuk tidak terlihat dipaksakan, dan setiap elemen pembentuk ruang dapat berfungsi secara maksimal. 3.4 Potensi Pemanfaatan Ruang Jenis pemanfaatan ruang yang tepat dapat menjamin kelangsungan ruang tersebut. Ruang di bawah jalan layang Kemanggisan dapat menjadi salah satu contoh yang baik untuk hal ini. Dengan pemanfaatan yang tepat, maka ruang tersebut akan terawat sehingga keberlangsungan ruang menjadi terjaga. Tentu dengan pemanfaatan yang tepat pula, ruang dapat menjadi „hidup‟. Ruang di bawah jalan layang di DKI Jakarta biasanya diasumsikan dengan tempat gelap, lokasi para kaum marjinal, dan juga rawan tindak kejahatan. Hal itu dikarenakan respon ruang tersebut terhadap lingkungan sekitarnya kurang tepat. Ruang di bawah jalan layang sendiri sebenarnya memiliki potensi bermacam-macam sesuai dengan bentuk ruangnya serta pilarnya. Seperti halnya unsur positif dan negatif pada bidang pandang 3 dimensi, batas ruang pada ruang di bawah jalan layang Kemanggisan menjadi unsur negatif dan ruangnya lah yang menjadi unsur positif. Ruangnya lah yang menjadi unsur utama dan esensial. Namun, pada ruang di bawah jalan layang Pasar Rebo, potensi pilar yang seharusnya dapat menjadi hal yang dikembangkan sebaliknya ditutupi. Pada studi kasus jalan layang Kemanggisan, ruang yang terbentuk memberikan privasi bagi orang yang berada di dalam ruang karena bentuk ruangnya yang terbatasi oleh bidangbidang. Banyak jenis ruang yang membutuhkan privasi seperti tempat beribadah, tempat tinggal, tempat belajar, dan sebagainya. Sehingga potensi untuk pemanfaatan kearah tersebut lebih besar. 15 Potensi pemanfaatan..., Siti Rahma, FT UI, 2013
Sedangkan pada studi kasus jalan layang Pasar Rebo, ruang yang terbentuk tidak memiliki batas bidang, melainkan batas linier. Seperti pada sifat batas linier yang memusat, dan contoh-contoh batas linier pada umumnya, ruang ini lebih bersifat terbuka dan publik. Ruang ini berkebalikan dari ruang yang memiliki batas bidang. Ruang ini lebih mengharapkan perhatian dari sekitarnya dibandingkan privasi atau ketertutupan. Salah satu bentuk ruang yang sejenis seperti jalan layang Pasar Rebo ini adalah Taman Mural di bawah jalan layang Yogjakarta. Ruang dibiarkan tetap utuh satu kesatuan, tidak dibagi menjadi beberapa ruang dan pilar dijadikan pusat perhatian utama.sebagai suatu hal yang berarti.
Gambar 3.12 Taman mural Yogjakarta dan Pemanfaatan Ruang di Seart Park, Selandia Baru Sumber: www.tropisliving.blogspot.com diunduh pada 03/06/13 dan www.laud8.wordpress.com diunduh pada 03/06/13
Selain sebagai digunakan sebagai media mural, pilar-pilar tersebut juga dapat digunakan sebagai media pemajangan lukisan, dan sebagainya. Pilar itu pun tidak harus selalu diberikan sentuhan warna agar dapat „muncul‟. Seperti pada Taman di Selandia Baru yang pilar-pilarnya dibiarkan begitu saja namun tetap „muncul‟ dengan menambahkan unsur linier lain yang berwarna-warni. 4. Kesimpulan Ruang di bawah jalan layang dimanfaatkan secara beragam oleh masyarakat. Seringkali pemanfaatan tersebut tidak sesuai dengan peraturan yang ada. Berdasarkan ketersediaan ruangnya, ruang di bawah jalan layang memang memadai untuk digunakan sebagai tempat beraktivitas. Potensi yang kemudian dapat dikembangkan pada ruang di bawah jalan layang tanpa melihat peraturan yang ada ternyata juga beragam. Kita tidak dapat mengeneralisasi
16 Potensi pemanfaatan..., Siti Rahma, FT UI, 2013
potensi ruang di bawah jalan layang di DKI Jakarta karena ruang di bawahnya memiliki karakteristik masing-masing. Berdasarkan unsur pembentuknya, ruang di bawah jalan layang dapat memiliki aneka ragam batas ruang yang menghasilkan ruang yang berbeda. Untuk mengetahui potensi yang dimiliki ruang di bawah jalan layang, poin utama yang harus dilihat adalah pilarnya sebagai batas ruang utama. Pilar yang berupa linier lebih bersifat terbuka dan memiliki potensi dijadikan ruang publik seperti taman dan tempat kebudayaan. Sedangkan pilar yang berupa dinding lebih mengarah kepada ketertutupan. Pilar dinding ini lebih cocok untuk tempattempat yang membutuhkan privasi. Pada studi kasus jalan layang Kemanggisan, ruang yang terbentuk memberikan privasi bagi orang yang berada di dalam ruang karena bentuk ruangnya yang dibatasi oleh pilar berupa bidang. Banyak jenis ruang yang membutuhkan privasi seperti tempat beribadah, tempat tinggal, tempat belajar, dan sebagainya. Sehingga potensi untuk pemanfaatan kearah tersebut lebih besar. Sedangkan pada studi kasus jalan layang Pasar Rebo, ruang yang terbentuk tidak memiliki batas bidang, melainkan batas linier. Seperti pada sifat batas linier yang memusat, dan contoh-contoh batas linier pada umumnya, ruang ini lebih bersifat terbuka dan publik. Ruang ini berkebalikan dari ruang yang memiliki batas bidang. Ruang ini lebih mengharapkan perhatian dari sekitarnya dibandingkan privasi atau ketertutupan. Studi ini baru membahas mengenai salah satu faktor dasar dari pemanfaatan ruang di bawah jalan layang. Di luar dari faktor bentuk ruangnya sendiri, masih banyak faktor lain yang mempengaruhi potensi pemanfaatan ruang di bawah jalan layang. Bahkan terbuka kemungkinan potensi utama pemanfaatan ruang di bawah jalan layang bukan karena pengaruh faktor bentuk ruangnya. Sehingga, untuk mengetahui potensi pemanfaatan ruang di bawah jalan layang secara lebih utuh perlu dilakukan studi-studi lanjutan yang menganalisa potensinya berdasarkan faktor-faktor yang lain.
17 Potensi pemanfaatan..., Siti Rahma, FT UI, 2013
Referensi Ching, Francis D.K. (1985). Arsitektur: Bentuk, Ruang, dan Susunannya (Paulus Hanoto Adjie, Penerjemah.). Jakarta:Erlangga. Dinas Pekerjaan Umum Republik Indonesia. (1992). Panduan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 2. Handayani, Dini. (2003). Jurnal Litbang jalan, Volume 20 No 3. Handayani, Dini et all. (2000). Laporan Penelitian Pemanfaatan Lingkungan/Ruang Jembatan Layang. Puslitbang Teknologi Sarana Jalan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). (2001). Jakarta : Balai Pustaka. Pradanaputra, Andika, & Witjaksono, Anugrah. (2008). Perencanaan Jalan Layang Diponegoro Klaten. Skripsi Sarjana Teknik Sipil Universitas Diponegoro. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 19/PRT/M/2011 Simanjutak, Natanael. (2012). Kemunculan Vandalisme Dan Seni Graffiti di Ruang Bawah Jalan Layang. Skripsi Sarjana Teknik Arsitektur Universitas Indonesia. Stevens, Quentin. (2007). The Ludic City. Taylor & Francis e-Library. http://www.scribd.com/doc/79379380/The-Ludic-City Ven, Cornelis Van De. (1995). Ruang Dalam Arsitektur (Imam Djokomono dan Prihminto Widodo, Penerjemah) Jakarta : gramedia. Internet Mural Jogja. (2010) http://tropisliving.blogspot.com/2010/04/mural-jogja.html diunduh pada 3 Juni 2013 SEART- SYLVIA PARK. (2010) http://laud8.wordpress.com/2010/10/12/seart-sylvia-park/ diunduh pada 3 Juni 2013.
18 Potensi pemanfaatan..., Siti Rahma, FT UI, 2013