175
Konstruksi Realitas Dalam Berita Lumpur Lapindo Di Headline News METRO TV (Periode Februari-Maret 2008)
Disusun untuk memperoleh gelar SARJANA KOMUNIKASI Jenjang Strata satu (S1) Program Studi Broadcasting
Disusun Oleh : Nama Nim Jurusan
: Siti Rachma : 04103-017 : Broadcasting
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2008
162
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI Nama
: Siti Rachma
NIM
: 04103-017
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Jurusan
: Broadcasting
Judul Skripsi
: Konstruksi Realitas Dalam Berita Lumpur Lapindo Di Headline News METRO TV (Periode Februari-Maret 2008)
Mengetahui, Pembimbing I
Pembimbing II
(Feni Fasta, SE, M.Si)
(Heri Budianto, S.Sos, M.Si)
163
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA BROADCASTING
TANDA LULUS SIDANG SKRIPSI Nama
: Siti Rachma
NIM
: 04103-017
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Jurusan
: Broadcasting
Judul Skripsi : Konstruksi Realitas Dalam Berita Lumpur Lapindo Di Headline News METRO TV (Periode Februari-Maret 2008)
Jakarta, Agustus 2008 1. Ketua Sidang Nama : Ponco Budi S, S.Sos, M.Comn
(
)
(
)
(
)
(
)
2. Penguji Ahli Nama : Drs. Riswandi, M.Si
3. Pembimbing I Nama : Feni Fasta, SE, M.Si
4. Pembimbing II Nama : Heri Budianto, S.Sos, M.Si
164
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA BROADCASTING
PENGESAHAN PERBAIKAN SKRIPSI Nama
: Siti Rachma
NIM
: 04103-017
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Jurusan
: Broadcasting
Judul Skripsi : Konstruksi Realitas Dalam Berita Lumpur Lapindo Di Headline News METRO TV (Periode Februari-Maret 2008)
Jakarta, Agustus 2008
Disetujui dan Diterima Oleh : Pembimbing I
Pembimbing II
Feni Fasta. SE, M.Si
Heri Budianto, S.Sos, M.Si Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi
Dra. Diah Wardhani, M.Si
Ketua Bidang Studi
Drs. Riswandi, M.Si
165
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA BIDANG STUDI BROADCASTING Universitas Fakultas Jurusan Nama Judul
Jumlah halaman
: Mercu Buana : Ilmu Komunikasi : Broadcasting : Siti Rachma : Konstruksi Realitas Dalam Berita Lumpur Lapindo Di Program Berita Headline News Metro TV (Periode Februari – Maret 2008) : iv + 157 hlm + 13 Tabel ABSTRAKSI
Media massa saat ini semakin berkembang pesat. Bukan hanya sebagai pilar ke empat, namun sudah berada di ranah lain, yaitu ranah industri yang secara drastis telah mempengaruhi fungsi pers sebagai media pengontrol serta kekuatan yang dapat menyeimbangi segala unsur di luar media itu sendiri, baik itu pemerintah, institusi ekonomi maupun politik. Yang artinya netalitas mutlak dimiliki hingga lahirlah sebuah pemberitaan yang objektif, aktual, faktual, dan berimbang. Stasiun METRO TV, sebagai intitusi media tentunya memiliki fungsi pers ideal, dan Headline News, METRO TV sedikit banyak memiliki peran dalam membangun fungsi tersebut. Oleh karna itulah, penelitan ini bertujuan untuk melihat sikap media lewat penggunaan teks dan video serta mempelajai ideologi/kepentingan yang diusung METRO TV. Peneliti mencoba menganalisa berita Lumpur Lapindo di Metro TV pada bulan Februari sampai dengan bulan Maret 2008, dengan menggunakan metodologi analisis framing model Zongdang Pan dan Gerald Kosicki dibantu dengan tiga teori yang dapat menguatkan analisis peneliti yaitu teori kritis yang dihubungkan dengan ideologi hegemoni media massa dan sosiologi media. Di mana teori ini adalah teori yang relevan untuk membedah berita sebuah stasiun televisi atau media massa. Fakta apa yang diangkat dan fakta apa yang ditutupi. Tujuan dari penelitian ini adalah bagaimana konstruksi realitas yang dibentuk dan dibangun oleh METRO TV dengan menggunakan metode penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini akhirnya secara jelas memperlihatkan konstruksi terhadap sebuah peristiwa yang oleh METRO TV terhadap luapan lumpur Lapindo. METRO TV mengemas beritanya dengan rapih kearah pada kewajiban pemerintah untuk ganti rugi kepada korban luapan lumpur Lapindo. METRO TV tidak memberikan tendensi apapun terhadap PT. Lapindo Brantas Inc. sebagai pihak yang paling bersalah terhadap bencana nasional ini. METRO TV tidak menempatkan korban lumpur lapindo sebagai korban namun sebagai “korban” untuk menjatuhkan wibawa pemerintahan SBY dalam kasus ini. menekankan pada wacana ganti rugi yang diusung oleh METRO TV. METRO TV menjadikan Perpres No.14 sebagai tameng untuk mendorong pemerintah pada posisi yang bertanggung jawab.
166
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI…………………………………………
i
TANDA LULUS SIDANG…………………………………………………….
ii
PENGESAHAN PERBAIKAB SKRIPSI……………………………………...
iii
MOTTO...............................................................................................................
iv
ABSTRAKSI.......................................................................................................
v
KATA PENGANTAR ........................................................................................
vi
DAFTAR ISI.......................................................................................................
x
DAFTAR TABEL……………………………………………………………...
xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang………………………………………………….
1
1.2
Pokok Pembahasan……………………………………………..
16
1.3
Tujuan Penelitian……………………………………………….
16
1.4
Manfaat Penelitian………………………………………………
17
1.4.1 Manfaat Akademik……………………………………...
17
1.4.2 Manfaat Praktis………………………………………….
17
BAB II KERANGKA PEMIKIRAN 2.1
2.2
2.3
Komunikasi Massa........................................................................
18
2.1.1 Pengertian Komunikasi.....................................................
18
2.1.2 Fungsi Komunikasi Massa................................................
21
Media Massa.................................................................................
25
2.2.1 Pengertian Media Massa...................................................
25
2.2.2 Efek dan Fungsi Media Massa..........................................
27
Televisi .........................................................................................
29
2.3.1
Pengertian Televisi ..........................................................
29
2.3.2
Sejarah dan Perkembangan Televisi ................................
30
2.3.3
Sejarah Perkembangan Televisi Di Indonesia ..................
32
2.4
Program Televisi ............................................................................ 34
2.5
Berita .............................................................................................. 36
2.6
Teknik Kamera Berita Televisi....................................................... 42 X
167
2.7
Konstruksi Realitas ......................................................................... 50
2.8
Media Dalam Persfektif Kritis......................................................... 52
2.9
Ideologi Media ................................................................................ 56
2.10
Sosiologi Media............................................................................... 59
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1
Sifat Penelitian................................................................................. 62
3.2
Metodologi Penelitian ...................................................................... 62
3.3
Unit Analisa ..................................................................................... 63
3.4
Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 64 3.4.1 Data Primer.......................................................................... 64 3.4.1 Data Sekunder ...................................................................... 64
3.5
Definisi Konsepl.............................................................................. 64 3.5.1 Kategorisasi.......................................................................... 64
3.6
Analisis Data.................................................................................... 66
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1
Gambar Perusahaan.......................................................................... 73 4.1.1 Sejarah Berdiri METRO TV................................................. 73 4.1.2 Nama dan Logo..................................................................... 76 4.1.3 Filosofi.................................................................................. 76 4.1.4 Visi dan Misi......................................................................... 77 4.1.5 Susunan Direksi.................................................................... 77 4.1.6 Departemen METRO TV..................................................... 77
4.2
Hasil Penelitian................................................................................ 78 4.2.1 Analisis Framing Berita Lumpur Lapindo Pada.................. 78 Program Berita Headline News METRO TV
4.3
Pembahasan………………………………………………………. 144
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan………………………………………………………. 155
5.2
Saran …………………………………………………………….. 156
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENELITI xi
173
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Berita dan media dilihat dari paradigma konstruksionis
39
Tabel 2: Frame Size (Teknik Pengambilan Gambar Berita Televisi)
46
Tabel 3 : Unit Analisis
63
Table 4 : Definis Konsep
64
Tabel 5: Framing Analisis Model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki
70
Tabel 6 : keterangan perangkat framing dan unit yang diamati dari
71
analisis model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki Tabel 7: 290 kota besar di Indonesia, yang dipancarkan
74
dari 52 transmisi METRO TV Tabel 8 : Perangkat Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki
90
Tabel 9 : Perangkat Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki
102
Tabel 10 : Perangkat Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki
116
Tabel 11 : Perangkat Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki
129
Tabel 12 : Perangkat Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki
143
Tabel 13 : Kesimpulan umum lima berita lumpur Lapindo Headline News METRO TV dengan menggunakan analisis framing model Zongdang Pan dan Gerald M. Kosicki
152
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Later Belakang Komunikasi adalah sebuah proses melalui mana seseorang atau organisasi (komunikator) menyampikan stimulus (biasanya berupa kata-kata) dengan membentuk frame berpikir khalayaknya. Menurut Bererson dan Steiner (1953) komunikasi adalah proses penyampaian pesan, gagasan, informasi, emosi, keahlian dan lain-lain dengan menggunakan simbol, kata-kata, angka, gambar, dan lain-lain.1 Cara menyampaikan pesan atau informasi dapat melalui berbagai macam cara dan saluran, salah satunya adalah media massa (Koran, majalah, radio, televisi, dan lain-lain). Media Massa merupakan institusi yang memberikan pesan berupa informasi kepada khalayak luas. Ada pendapat, sumber baru kekuasaan adalah informasi di tangan banyak orang (the new source of power is information in the hand of many) dan siapa yang menguasai media massa atau informasi maka dialah pengendali atau penguasa dunia.2 Pada masa orde baru aspek kepemilikan media massa dipegang oleh kekuatan keluarga dan kolega yang sering disebut nepotisme. Namun kondisi pers pasca orde baru berubah, saat ini pers nasional adalah wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan baik berdasarkan kebebasan pers yang profesional. Sehingga dapat memperoleh perlindungan hukum, serta terbebas dari
1
Sasa Djuarsa dkk, Pengantar Ilmu Komunikasi Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, 2003, hlm1.10 2 Asep Syamsul M Romli, Jurnalistik Dakwah, PT Remaja Rosdakarya, 2003, hlm 13 1
2
campur tangan dan paksaan dari mana pun, seperi yang tercantum dalam UndangUndang RI Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Perubahan kondisi pers nasional juga ditandai dengan dihapuskannya Departemen Penerangan (Deppen) pada masa pemerintahan Gus Dur-Mega. Keputusan tersebut didasari oleh alasan : pertama, kebebasan pers akan sulit dicapai jika masih ada campur tangan dari pemerintah. Urusan pers harus diserahkan kepada media yang bersangkutan. Mereka lebih mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Ini juga sesuai dengan fakta sejarah, bahwa Deppen lebih merupakan representasi penguasa dibandingkan sebagai lembaga independent yang bertugas sebagai fasilitator informasi pemerintah. Kedua. Sebagai test case pada kalangan pers. Selama ini yang getol memperjuangkan terwujudnya kebebasan pers adalah kalangan pers sendiri. Jika kebebasan pers telah diberikan, namun pers tidak dapat menjaga, maka sulitnya penegakan kebebasan pers selama ini sebenarnya faktornya adalah pers, bukan semata-mata pemerintah, toh kebebasan yang diusulkan tidak bisa dijaga. Salah satu penjaga kebebasan pers adalah dengan solidaritas. Solidaritas terhadap sesama pers, apa lagi terhadap masyarakat dan pemerintah. Dengan kata lain, bisakah dengan kebebasan yang diberikan pers masih objektif dan fair dalam pemberitaan? Ini patut mendapat perhatian karena kebebasan pers di manapun tidak pernah mapan, selalu ada dinamika; gugatan, protes, penyerangan, degradasi, hingga dikhiyanati sendiri oleh kalangan pers hanya karena kepentingan tertentu. Ketiga, menghindari keputusan politis dan perlunya penegakan hukum. Jika memang pers bermasalah dengan kebebasan persnya, maka segala sesuatu yang
3
berkait erat dengan kasus itu sudah selayaknya diprotes di depan hukum.3 Kebebasan perusahaan pers atau media massa yang sudah terbuka selama hampir sepuluh tahun dan dengan eforia politik, ternyata, juga belum menyelesaikan semua persoalan. Kebebasan pers hubungnya dengan pemberitaan berkembang kemudian tral by the press (pengadilan oleh pers) dengan kata lain pers cenderung “mengadili” seseorang yang bersalah sebelum keputusan pengadilan. Masa itu juga memunculkan minimnya self censhorsip media. Dengan kata lain, media lemah dalam mempertimbangkan apakah pemberitaan itu layak dimunculkan dan sesuai dengan keinginan masyarakat atau tidak. Ini diakibatkan, karena orientasi pasar media begitu dominan dan mengalahkan sisi idealismenya. Kenyataan tersebut bisa dimengerti mengingat pers kita ibarat “kuda lepas dari kandangnya”, sangat liar.4 Mulai saat itulah mekanisme pasar bebas sukar untuk dihindari lagi bagi pers nasional, dan suka tidak suka ini telah membawa berkah bagi kehidupan pers itu sendiri, termasuk insan pers yang sedikit banyak merasakan adanya peningkatan dalam kesejahteraan. Meski begitu kekhawatiran terbesar terhadap pers bukan pada intervensi pemerintah, namun juga dominannya pemilik modal.5 Berhubungan dengan berbagaimacam kasus rusaknya fasilitas publik dan terabaikanya kerusakan lingkungan serta lahan milik rakyat, media kerap menjadi corong pembelaan bagi pejabat-pejabat yang terkait dengan kasus-kasus tersebut dan mendiskriminasikan rakyat yang notabene adalah korban dari praktek busuk pejabat-pejabat Negara. 3
Ibid, hlm 87 Ibid, hlm 79 5 Sutysno Ery, Konstruksi Media Massa, Jakarta, AJI, 1998 4
4
Kasus ini bisa dilihat dari pola rubrikasi program acara yang ditampilkan oleh media massa atau televisi mengenai kasus Hak Pengolahan Hutan (HPH). Dalam banyak pemberitaan, masalah HPH sering dikasifikasikan dalam rubrik ekonomi atau politik, kenapa tidak dimasukan ke dalam rubrik lingkungan? Dengan dimasukannya ke dalam rubrik ekonomi dan politik masalah HPH semata-mata dipahami sebagai masalah distribusi atau rente ekonomi. Sebaliknya, masalah kerusakan hutan dan lingkungan luput dari perhatian. Masalah hutan karenanya, hanya dipahami dan dikategorikan seolah hanya persoalan ekonomi, bukan lingkungan. Kalau ada HPH yang diberikan kepada pengusaha, orang hanya memperhatikan sejauh mana pendapatan yang diterima pemerintah atau rakyat setempat, di sana tidak dipersolakan bahwa setiap HPH yang dikeluarkan berarti ancaman kerusakan lingkungan. Atau masalah perusahaan pertambangan, kebanyakan pemberitaan menempatkan masalah perusahaan pertambangan (Freeport, Newmont) dilihat dalam persfektif ekonomi (berapa rente yang diterima oleh negara). Tidak disinggung dalam kategorisasi, kerusakan alam yang parah dilokasi sekitar pertambangan6 Kebutuhan bisnis media mengalahkan hati nurani dan idealisme, informasi hari ini menjadi komoditi primer bahkan sumber kekuasaan. Karena, informasi dapat dijadikan alat untuk membentuk opini yang mempengaruhi dan menggendalikan pikiran, sikap dan perilaku manusia. Akibatnya, adalah begitu banyaknya dampak negatif menimpa sebuah kelompok akibat penguasa yang memengang media. Indonesia hari ini dididik oleh media massa yang berlawanan dengan moral. Akibatnya, masyarakat Indonesia budaya timurnya dikuasi oleh nilai-nilai budaya liberalisme yang tidak terkontrol. 6
Eriyanto, Analisis Framing (Konstruksi, Ideologi dan Politik Media), LKIS Jogjakarta, 2002, hlm 162-163
5
Demi kepentingan bisnis dan ekonomi, pemilik media juga melakukan kebijakan yang berbeda-beda terhadap sebuah isu, mengangkat sebuah fakta dan menutup fakta yang lain demi kelanggengan bisnis dan kepentingan politis lainnya. kepentingan ekonomi menurut Karl Marx adalah hal yang esensial dan determian dalam masyarakat, karena bagi Marx, ekonomi merupakan infrastruktur, sesuatu yang mendasari dan
menentukan, bagi pembangunan suprastruktur yang
bersemayam diatasnya. Seperti politik, budaya, pendidikan, dan institusi-institusi sosial lainnya.7 Media massa muncul sebagai kekuatan yang berpengaruh. Penyebaran informasi melalui media massa telah muncul sebagai kekuatan. Penyebaran informasi seperti media massa telah membentuk pendapat manusia mengenai berbagai peristiwa atau hal yang menyangkut kehidupannya. Kegunaan media massa telah dirasakan oleh masyarakat, bahkan telah merupakan kebutuhan hidup seharihari. Media massa telah hadir setiap saat tanpa memandang waktu dan jarak. Bahkan memungkin media massa dapat mempengaruhi cara hidup dan prilaku seseorang.8 Lasswell dan Wright, Lazarsfeld dan Merton, mengatakan bahwa media massa dalam melakukan kegiatan komunikasi dapat pula menjadi kegiatan yang disfungsional (merusak, menimbulkan kepanikan, meracuni). Bahkan Lazaesfeld dan Merton menyebut dengan istilah “narcotizing dysfunction” atau media massa sebagi racun bius. Dalam hal ini, media massa dapat menimbulkan kecemasan, kepanikan, gejolak politik, sosial, dan menyesatkan. Secara operasional media memiliki peran sebagai sarana : kontrol sosial, pendidikan, kebudayaan, penerangan, persuasi, dan hiburan. Namun perlu ditambah 7
Trestianto,Jurnal Institut “Ke Mana Pendidikan Kita?,LPM Institut UIN Syahid, 2005, hlm1 Sasa Djuarsa Sendjaja, Ph.D.,Dkk, Pengantar Ilmu Komunikasi, Pusat Penerbitan Univ. Terbuka 2003, hlm 7.1
8
6
dan diperhatikan, bahwa perkembangan dewasa ini fungsi media massa dapat menjadi sarana bisnis dan komersialisasi.9 Ketika menyimak suatu wacana dalam surat kabar atau TV, terkadang kita tanpa sadar digiring oleh definsi yang ditamankan media massa tersebut. Sehingga mengubah definisi kita mengenai realitas sosial atau memperteguh asumsi yang kita miliki sebelumnya. Kita boleh jadi bersimpati pada seseorang atau kelompok dan semakin membenci seseorang atau kelompok lain, meskipun orang atau kelompok yang kita benci itu belum tentu bersalah secara hukum maupun moral. Seperti dikatakan Peter Dahlgren (1991:192), realitas sosial, menurut pandangan konstruktivis (Fenomenologis), setidaknya sebagian, adalah produksi manusia, hasil proses budaya, termasuk penggunaan bahasa. Menurut Dennis McQuail, media massa merupakan filter yang menyaring sebagian penalaran dan menyoroti pengalaman yang lainnya dan sekaligus kendala yang menghalangi kebenaran. Maka, makna suatu peristiwa yang diproduksi dan disebarluaskan oleh surat kabar, sebenarnya adalah suatu konstruksi makna yang temporer, rentan, dan terkadang muskil. Peristiwa yang dilaporkan surat kabar, berita sekalipun jelas bukan peristiwa sebenarnya. Proses persepsi selektif yang dilakukan wartawan dan editor, disadari atau tidak berperan dalam menghasilkan judul berita ; ukuran huruf untuk judul ; penempatan berita di surat kabar (apakah di halaman depan, dalam, atau belakang) yang menandakan
penting atau tidaknya berita;panjang atau pendeknya
laporan;komentar mana yang akan ditampilkan dan akan dibuang, yang sedikit banyak akan menunjukan keberpihakan surat kabar itu sendiri;dan julukan apa yang
9
Ibid, hlm 7.25
7
dipilih surat kabar untuk mempromosikan pihak yang mereka bela atau menyudutkan pihak lain.10 Sedangkan konsep kebebasan pers yang diusung oleh Indonesia cenderung pada pendekatan konsep Social Responsibility. Bagi konsep ini walaupun pers punya hak untuk mengkritik pemerintah dan lembaga lain, ia juga harus bertanggung jawab untuk memelihara demokrasi dan menginformasikan secara benar kepada masyarakat. Serta
memberikan tanggapan terhadap apa yang dibutuhkan dan
diinginkan oleh masyarakat. Atau dengan kata lain, memberikan porsi lebih terhadap hak warga negara bagi perolehan akses informasi untuk menyatakan kebebasan berpendapat.11 Sebuah Negara yang mengusung ideologi pancasila serta berlandaskan pada konstitusi UUD 1945. Serta dipertegas lewat UUD pasal 28 tentang kebebasan berserikat dan berpendapat. Pers atau media massa yang berada di bawah bendera demokrasi memiliki fungsi mengonrol state agar berada dalam kondisi seimbang. Pers berperan sebagai anjing penjaga (watch dog) serta pilar ke empat setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif. Menurut Robert H. Estabrook mantan wartawan The Washington Post dalam artikelnya yang berjudul Hak dan Tanggung Jawab Pers mengatakan. Pers memiliki peranan yang berbeda dengan eksekutif, yudikatif dan legislatife. Pers bebas dari campur tangan pemerintah, pemerintah tidak boleh menjalin kemitraan yang melembaga dengan media massa. Mereka adalah lawan yang alamiah dengan fungsinya yang berbeda, dan mereka harus saling menghormti peranan masingmasing. 10
Eriyanto, Analsis framing suatu pengantar oleh : Deddy Mulyana. Deddy Iskandar Muda, Jurnalistik Televisi “menjadi reporter professional”, PT Remaja Rosdakarya, 2003, hlm12
11
8
Kadang-kadang pers yang bebas bisa menjadi gangguan nyata dan menimbulkan rasa malu pada pemerintah tertentu, tapi itulah salah satu harga dari kebebasan. Pers yang menjalankan fungsi kontrol negara dan bertanggung jawab kepada pembacanya, dan hanya kepada mereka saja (masyarakat).12 Namun pada prakteknya fungsi pers sebagai anjing penjaga yang baik belum mampu diemban oleh media massa. Menurut Eriyanto, media massa bukanlah saluran yang bebas, media bukanlah seperti yang digambarkan, memberitakan apa adanya. cermin dari realitas media seperti yang kita lihat justru mengkonstruksi sedemukian rupa realitas.13 Tidak mengherankan jika masyarakat pada kenyataannya sering kali mendapatkan suguhan berita yang beraneka warna dari sebuah peristiwa yang sama, media tertentu mewartakannya dengan cara menonjolkan sisi atau aspek tertentu, sedangkan media lainnya meminimalisir, memelintir, bahkan menutup sisi atau aspek tersebut. ini semua menunjukan bahwa di balik jubah kebesaran independensi dan objektivitas, seorang jurnalis menyimpan paradoks, tragedi dan bahkan ironi. Dengan membandingkan pemberitaan di media massa maka akan ditemukan kesimpulan yang setara, bahwa media massa apa pun tidak lepas dari bias-bias, baik yang berkaitan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, atau agama.14 Stasiun Televisi METRO TV adalah salah satu media massa yang tidak terlepas dari bias di atas. Media ini mempunyai kemungkinan untuk terpengaruh arus kepentingan politik, ideologi tertentu dan bisnis (ekonomi). METRO TV mengklaim dirinya sebagai stasiun televisi berita yang memiliki program-program berita unggulan diantanya, Headline News. Headline News adalah program berita setiap 12
Robert H. Estabrook, Artikel “Hak dan Tanggung Jawab Pers”, Pers Tak Terbelenggu, Dinas Penerangan Amerika Serikat (USIS), Jakarta ,1997, hlm 34 13 Eriyanto, Op Cit, hlm 2 14 Eriyanto, Op Cit, hlm v
9
jam selama 2-7 menit, setiap harinya. Program ini diadaptasi dari program yang sama yang dimiliki stasiun televisi internasional CNN. Sebagian besar Headline News ditayangkan dalam Bahasa Indonesia, namun pada jam tertentu Headline News dibacakan dalam Bahasa Inggris. METRO TV sebagai stasiun televisi yang memiliki kadar program berita terbanyak bukan tidak mungkin, program-program siarannya mengalami bias-bias tersebut, dan akan menjadi program yang akan terus bersentuhan dengan konstruksi realitas di dalam pemberitaannya. Bias terhadap pemberitaan lumpur panas yang menyembur dari sumur eksplorasi PT Lapindo Brantas muncul dua versi istilah yang menonjol, "lumpur Lapindo" dan "lumpur Sidoarjo". Kedua istilah ini sama-sama merujuk pada lumpur panas dari PT Lapindo Brantas, perusahaan pertambangan milik keluarga Bakrie. ANTV dan Lativi15 lebih memilih istilah "lumpur Sidoarjo". Sedangkan RCTI, SCTV, Indosiar, Global TV, TPI, Metro TV, Trans TV dan TV7 menggunakan sebutan "lumpur Lapindo". Uniknya, TVRI yang selama 32 tahun dituding sebagai organ Orde Baru malah lebih berani menyebut “lumpur panas Lapindo”. Bagi sebuah organisasi media, pemilihan istilah itu tentu tidak sesederhana yang dibayangkan orang awam, melainkan, mengandung konsekuensi-konsekuensi dan motif-motif tertentu. Sebab, organisasi media pada dasarnya adalah tempat bertarungnya berbagai wacana. News room yang menggunakan istilah "lumpur Sidoarjo" atau "lumpur Lapindo" masing-masing tentu punya motif dan agenda di balik pelabelan lumpur itu. Pemberian istilah dalam media tidak bebas nilai, karena news room tidak steril dari ideologi dan kepentingan. Apakah pengistilahan itu memihak kelompok tertindas atau mereka yang tidak mempunyai akses ke media atau malah condong ke 15
Lativi saat ini TVONE
10
pemilik modal yang dengan kapitalnya dapat berkuasa dan membuat agenda media sendiri sesuai versinya. Melihat sejauhmana pemberitaan dan istilah tersebut berpihak kepada kelompok marjinal atau pemegang kapital. Lapindo Brantas adalah milik keluarga Bakrie. Begitu juga ANTV dan Lativi, dua media penyiaran ini juga masuk dalam kelompok usaha Bakrie. Bila melihat latar belakang kepemilikan dua media itu, orang mudah menduga, pelabelan “lumpur Sidoarjo” juga sudah pasti sarat dengan motif dan agenda. Sudah pasti agenda yang menguntungkan kelompok usahanya. Istilah “lumpur Sidoarjo” adalah kosakata yang dipilih dari sebuah strategi kehumasan yang terstruktural dan terencana. Dalam kehumasan yang diutamakan adalah pencitraan atau image. Sejatinya, label “lumpur Sidoarjo” bertujuan menghapus rekam jejak kesalahan PT Lapindo yang kemudian kesalahan itu digiring menjadi masalah dan tanggung jawab Pemda Kabupaten Sidoarjo. Dan penggiringan ini sedikit banyak telah berhasil dengan membuat Pemda sibuk harus merelokasi warganya. Belakangan kasus lumpur bukan lagi menjadi masalah lokal, tetapi juga menjadi konsumsi nasional hingga terbentuknya Tim Penanganan Lumpur Nasional. Sebaliknya, media yang menggunakan label “lumpur Lapindo” ingin menunjukkan bahwa dalam kasus lumpur panas tersebut yang bersalah dan harus bertanggung jawab sepenuhnya adalah PT Lapindo Brantas. Media kelompok ini secara substansi lebih memihak kepada kepentingan umum dan rakyat yang tertindas.16 Saat menyajikan berita-beritanya, METRO TV yang tidak luput dari biasbias kepentingan politis dan bisnis tentu merupakan keputusan dari jajaran redaksi termasuk jajaran tinggi di dalam keredaksian. Pemimpin redaksi adalah jabatan 16
Yayat R Cipasang (
[email protected])
11
strategis dalam sebuah stasiun televisi. Ia tidak saja sebagai simbol, tetapi juga bisa menentukan hitam-putihnya pemberitaan. Sebab, sudah menjadi rahasia umum, pemimpin redaksi baik di media cetak ataupun di televisi mempunyai “hak veto”. Bahkan di beberapa stasiun televisi partikelir, pemimpin redaksi setara dengan direksi lainnya. Pada tahap inilah, pemimpin redaksi tidak hanya bersentuhan dengan masalah ideal (objektivitas, indenpendensi), tetapi sudah bermain pada tingkat kalkulasi ekonomi dan politis. Program berita Headline News yang tayang setiap hari tentunya tak ingin kalah dalam pemberitaan, terlebih lagi banyak stasiun televisi swasta yang juga menayangkan program berita dengan konsep, durasi, waktu tayang dan berita yang sama. Kasus lumpur Lapindo Sidoarjo bukanlah masalah kecil, tentu METRO TV memiliki cara sendiri untuk mengemas tayangan beritanya sesuai ideologi METRO TV dan tentunya juga pelbagai macam konstruksi realitas di dalamnya. Tragedi ‘lumpur Lapindo’ dimulai pada tanggal 27 Mei 2006. Peristiwa ini menjadi suatu tragedi ketika banjir lumpur panas mulai menggenangi areal persawahan, pemukiman penduduk dan kawasan industri. Hal ini wajar mengingat volume lumpur diperkirakan sekitar 5.000 hingga 50 ribu meter kubik perhari (setara dengan muatan penuh 690 truk peti kemas berukuran besar). Akibatnya, semburan lumpur ini membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat sekitar maupun bagi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Lumpur juga berbahaya bagi kesehatan masyarakat. Menyebabkan nfeksi saluran pernapasan, iritasi kulit dan kanker. Kandungan fenol bisa menyebabkan sel darah merah pecah (hemolisis), jantung berdebar (cardiac aritmia), dan gangguan ginjal.
12
Selain perusakan lingkungan dan gangguan kesehatan, dampak sosial banjir lumpur tidak bisa dipandang remeh. Setelah lebih dari 100 hari tidak menunjukkan perbaikan kondisi, baik menyangkut kepedulian pemerintah, terganggunya pendidikan dan sumber penghasilan, ketidakpastian penyelesaian, dan tekanan psikis yang bertubi-tubi, krisis sosial mulai mengemuka. Perpecahan warga mulai muncul menyangkut biaya ganti rugi, teori konspirasi penyuapan oleh Lapindo rebutan truk pembawa tanah urugan hingga penolakan menyangkut lokasi pembuangan lumpur setelah skenario penanganan teknis kebocoran pertama (menggunakan snubbing unit) dan kedua (pembuatan relief well) mengalami kegagalan. Akhirnya, yang muncul adalah konflik horisontal. Penyebab Semburan Lumpur Lapindo (juga : Mengapa Lumpur Panas Menyembur) Setidaknya ada 3 aspek yang menyebabkan terjadinya semburan lumpur panas tersebut. Pertama, adalah aspek teknis. Pada awal tragedi, Lapindo bersembunyi di balik gempa tektonik Yogyakarta yang terjadi pada hari yang sama. Hal ini didukung pendapat yang menyatakan bahwa pemicu semburan lumpur (liquefaction) adalah gempa (sudden cyclic shock) Yogya yang mengakibatkan kerusakan sedimen. Namun, hal itu dibantah oleh para ahli, bahwa gempa di Yogyakarta yang terjadi karena pergeseran Sesar Opak tidak berhubungan dengan Surabaya. Akhirnya, kesalahan prosedural yang mengemuka, seperti dugaan lubang galian belum sempat disumbat dengan cairan beton sebagai sampul. Hal itu diakui bahwa semburan gas Lapindo disebabkan pecahnya formasi sumur pengeboran. Akhirnya, sumur menembus satu zona bertekanan tinggi yang menyebabkan kick, yaitu masuknya fluida formasi tersebut ke dalam sumur. Sesuai dengan prosedur standar, operasi pemboran dihentikan, perangkap Blow Out Preventer (BOP) di rig segera ditutup dan segera dipompakan lumpur pemboran berdensitas berat ke dalam
13
sumur dengan tujuan mematikan kick. Namun, dari informasi di lapangan, BOP telah pecah sebelum terjadi semburan lumpur. Jika hal itu benar maka telah terjadi kesalahan teknis dalam pengeboran yang berarti pula telah terjadi kesalahan pada prosedur operasional standar. Kedua, aspek ekonomis. Lapindo Brantas Inc. adalah salah satu perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang ditunjuk BP-MIGAS untuk melakukan proses pengeboran minyak dan gas bumi. Saat ini Lapindo memiliki 50% participating interest di wilayah Blok Brantas, Jawa Timur. Dalam kasus semburan lumpur panas ini, Lapindo diduga “sengaja menghemat” biaya operasional dengan tidak memasang casing. Jika dilihat dari perspektif ekonomi, keputusan pemasangan casing berdampak pada besarnya biaya yang dikeluarkan Lapindo. Medco, sebagai salah satu pemegang saham wilayah Blok Brantas, dalam surat bernomor MGT-088/JKT/06, telah memperingatkan Lapindo untuk memasang casing (selubung bor) sesuai dengan standar operasional pengeboran minyak dan gas. Namun, entah mengapa Lapindo sengaja tidak memasang casing, sehingga pada saat terjadi underground blow out, lumpur yang ada di perut bumi menyembur keluar tanpa kendali. Ketiga, aspek politis. sebagai legalitas usaha (eksplorasi atau eksploitasi), Lapindo telah mengantongi izin usaha kontrak bagi hasil/production sharing contract (PSC) dari Pemerintah sebagai otoritas penguasa kedaulatan atas sumber daya alam. Poin inilah yang paling penting dalam kasus lumpur panas ini. Pemerintah Indonesia telah lama menganut sistem ekonomi neoliberal dalam berbagai kebijakannya. Alhasil, seluruh potensi tambang migas dan sumberdaya alam (SDA) “dijual” kepada swasta/individu (corporate based). Orientasi profit yang menjadi paradigma korporasi menjadikan manajemen korporasi buta akan hal-hal lain yang menyangkut kelestarian lingkungan, peningkatan taraf hidup rakyat, bahkan hingga bencana ekosistem.
14
Penjualan aset-aset bangsa oleh pemerintahnya sendiri tidak terlepas dari persoalan kepemilikan. Dalam perspektif Kapitalisme dan ekonomi neoliberal seperti di atas, isu privatisasilah yang mendominasi. Secara ilmiah dan keilmuwan sangat jelas, bencana lumpur lapindo karena human error bukan karena bencana alam seperti diyakini hakim Pengadilan Negri Jakarta Selatan dan pihak-pihak yang harusnya bertanggungjawab terhadap masalah ini. Hal ini sengaja dilakukan karena ingin mengaburkan fakta dan lari dari tanggungjawab yang seharusnya. Atas bencana ini, Lembaga Swadaya Masyarakat Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) juga melakukan tuntutan ke PN Jakarta Selatan namun mendapat penolakan oleh Hakim PN Jakarta dengan alasan bahwa Lumpur Lapindo terjadi karena bencana alam, dan bukan karena kelalaian dari Lapindo Brantas Inc dan 12 tergugat lainnya. Kasus ini DPR dituntut untuk lebih aktif mencari solusi dan menggelar diskusi untuk mengumpulkan jalan keluar dan solusi terhadap masalah ini. Bahkan Tim Pengawas Lumpur Lapindo DPR RI, (Komisi VIII) mengakui bahwa banyak pihak bermain dengan banyak kepentingan. Ada relasi dengan proyek-proyek dan banyak kepentingan lain di luar kasus itu.17 METRO TV sebagai stasiun televisi swasta nasional yang mampu menjangkau segala jenis lapisan masyarakat, serta sebagai media massa yang memiliki peran penyampai aspirasi dan pilar keempat. Harus mampu menampung sekian banyak aspirasi warga Porong Sidoarjo dengan pemberitaan yang cover bothside. Dalam program berita Headline News Ini kasus lumpur Lapindo menjadi menarik untuk dianalisa. Khususnya pemberitaan Lumpur Lapindo pada bulan Februari dan Maret, METRO TV banyak menyoroti mengenai kondisi ganti rugi dari pemerintah sesuai
17
Yusuf Wibisono (Dosen Universitas Brawijaya Malang). www.Blogger.com
15
dengan Perpres no 14 Tahun 2007 kepada warga atas harta yang terendam lumpur. Dimana konsep ganti rugi yang diterima warga menjadi perdebatan oleh sebagian pihak karena tidak menguntungkan warga sebagai pihak yang dirugikan. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Syafruddin Ngulma Simeuleu, menyatakan ganti rugi untuk korban semburan lumpur Lapindo harus ditanggung sepenuhnya oleh PT Lapindo Brantas. Negara, seharusnya tidak mengeluarkan dana dari anggaran pendapatan dan belanja negara untuk menanggung kerugian tersebut.18 Ganti rugi dari pemerintah itu talangan. Suatu saat Lapindo harus melunasinya. Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur di Sidoarjo (BPLS) mencerminkan lemahnya upaya pemerintah melindungi rakyatnya. Berdasarkan aturan itu, pemerintah harus membayar ganti rugi kepada warga 12 desa yang ada di luar peta yang disepakati sebagai tanggung jawab Lapindo atau warga di luar tanggul. Alasan pemerintah membayar kerugian itu karena belum ada putusan pengadilan yang menyatakan semburan lumpur di sumur itu adalah kesalahan Lapindo. Padahal berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, perusahaan yang merusak lingkungan harus mengganti kerugian secara mutlak dan seketika. Tak perlu menunggu putusan dari pengadilan yang bersifat tetap, Komisi merekomendasikan pemerintah segera mencabut Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 200719. Peraturan Presiden itu harus diganti dengan aturan lain yang memenuhi hak semua warga. 20
19
Pasal 15 Perpres BPLS : Ayat (3) Biaya masalah sosial kemasyarakatan di luar peta area terdampak tanggal 22 Maret 2007, setelah ditandatanganinya Peraturan Presiden ini, dibebankan pada APBN. Ayat (6) Biaya untuk upaya penanganan masalah infrastruktur termasuk infrastruktur untuk penanganan luapan lumpur di Sidoarjo, dibebankan kepada APBN dan sumber dana lainnya yang sah. 20 Koran Tempo, “Komnas HAM Minta Lapindo Tanggung Seluruh Kerugian Peraturan presiden diusulkan dicabut”, jum'at, 13 Juni 2008.
16
METRO TV sebagai stasiun televisi yang memploklamirkan diri sebagai stasiun televisi berita walaupun pada akhirnya METRO TV juga menyuguhkan acara hiburan harus mampu memisahkan diri dari berbagai unsur kepentingan, baik bisnis, politik, bahkan ideologi yang mampu mewarnai pemberitaanya. Dan ini menjadi tugas berat untuk menjaga kredibelitas METRO TV sebagai televisi yang memiliki komposisi program berita dan newscaster terbanyak untuk menjaga netralitas dan objektivitas pemberitaannya. Untuk itu, berdasarkan isu-isu di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap pemberitaan lumpur Lapindo yang terdapat di stasiun televisi METRO TV.
1.2 Pokok Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti membuat pokok permasalahan sebagai berikut : Bagaimana Konstruksi Realitas Dalam Berita Lumpur Lapindo Di Headline News METRO TV Periode Februari-Maret 2008?
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : Mengetahui bagaimana konstruksi realitas dalam berita lumpur Lapindo di Headline News METRO TV periode Februari-Maret 2008.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan memberikan masukan dan tambahan literatur dibidang komunikasi, khususnya pemberitaan media massa.
17
1.4.2 Manfaat Praktis Penelitian ini walau sederhana dan tidak sempurna namun diharapkan memberikan kesadaran kepada pengambil kebijakan redaksional khususnya METRO TV agar dalam pemberitaannya dapat bersikap independen tanpa intervensi dari pihak manapun.
18
BAB II KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Komunikasi Massa 2.1.1 Pengertian Komunikasi Massa Sebelum pembahasan lebih jauh, pemaparan konsep pemikiran penelitian ini didasari oleh komunikasi massa. Komunikasi massa tidak dapat didefinisikan dengan singkat dan sederhana, sebab di dalam pengertian komunikasi massa meliputi hal-hal seperti isi pesan (pengolahan, pengiriman, penerimaan), teknologi, kelompokkelompok, macam-macam konteks, bentuk-bentuk audiens dan efek.21 “A mass communication may be distinguished from other kinds of communication by the fact that it is addressed to a large cross-section of part of the population. It also makes the implicit assumption of some technical means of transmitting the communication in order that the communication may reach at the same time all the people forming the cross-section of the population.” (Freidshow). Komunikasi massa dibedakan dari jenis komunikasi lainnya dengan suatu kenyataan bahwa komunikasi massa di alamatkan kepada sejumlah populasi dari berbagai kelompok, dan bukan hanya satu atau beberapa. Individu atau sebagian khusus populasi. Komunikasi massa juga mempunyai anggapan tersirat akan adanya alat-alat khusus untuk menyampaikan komunikasi agar komunikasi itu dapat sampai pada saat yang sama semua orang yang mewakili dari pelbagai lapisan masyarakat.22 Secara sederhana komunikasi massa adalah komuniksi melalui media massa, yakni surat kabar, majalah radio, televisi dan film. Menurut Elizabeth-Noelle
21 22
Sasa Djuanda Sendjaja, Op Cit, hlm 7.1 Drs. Jalaludin Rakhmat, M.Sc., Psikologi Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya, 2001, hlm 188 18
19
Neuman komunikasi massa bersifat tidak langsung, artinya harus melewati media teknis. Bersifat satu arah, tidak ada interaksi antara peserta-peserta komunikasi. Bersifat terbuka, artinya ditujukan kepada khalayak umum atau publik yang tidak terbatas atau anonim. Mempunyai publik yang secara geografis tersebar.23 Definisi yang diajukan oleh Bittner dalam bukunya Mass Communication. Komunikasi massa adalah pesan-pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang. Definisi ini memberikan batasan pada komponenkomponen dari komunikasi massa. Komponen-komponen tersebut diantaranya pesan-pesan, media massa (Koran, majalah, televisi, radio, film) dan khalayak.24 Menurut
Defleur
dan
Dennis
dalam
buku
Understending
Mass
Communication, komunikasi massa adalah suatu proses dalam mana komunikatorkomunikator menggunakan media untuk menyebarkan pesan-pesan secara luas, dan secara
terus-menerus
menciptakan
makna-makna
yang
diharapkan
dapat
menmpengaruhi khalayak yang besar dan berbeda-beda dengan melalui berbagai cara. Definisi ini lebih menonjolkan pada bagaimana sumber informasi (media massa) mengemas dan menyajikan isi pesan. Dengan cara dan gaya tertentu menciptakan makna terhadap suatu peristiwa, sehingga mempengaruhi khalayak.25 Komunikasi massa memilliki karakterisitk atau ciri-ciri khusus : 1. Komunikasi melalui media massa pada dasarnya ditujukan ke khalayak yang luas, heterogen, anonim, tersebar, serta tidak mengenal batas geografis kultural
23
Ibid, hlm 189 Sasa Djuanda, Op Cit, hlm 7.3 25 Ibid, hlm 7.3-7.4 24
20
2. Bentuk kegiatan komunikasi melalui media massa bersifat umum, bukan perorangan atau pribadi. Isi pesan yang disampaikan menyangkut kepentingan orang banyak, tidak hanya untuk kepentingan perorangan atau pribadi. Lebih lanjut, pengertian media massa akan mencangkup orang banyak yang terorgansisir di dalam organisasi media. 3. Pola penyampaian pesan media massa. Pola ini berjalan cepat dan mampu menjangkau khalayak luas, bahkan mungkin tidak terbatas baik secara geografis maupun kultural. Karena karakteristiknya yang demikian, media massa disebut sebagai massages multiplier (memiliki kemampuan untuk menyampaikan pesan secara cepat dan menjangkau khalayak luas). 4. Penyampaian pesan melalui media massa cenderung berjalan satu arah. Umpan balik dan tanggapan dari pihak penerima (khalayak) lazimnya berlangsung secara tertunda. 5. Kegiatan komunikasi melalui media massa dilakukan secara terencana, terjadwal, dan terorganisir. Komunikator pada media massa bekerja melalui aturan organisasi dan pembagian kerja yang jelas. Identitas bukan sematamata identitas pribadi, justru yang ditonjolkan adalah identitas organisasi media tersebut. Penyampaian pesan melalui media massa. Penyampaian pesan dilakukan secara berkala, tidak bersifat temporer. 6. Isi pesan yang disampaikan melalui media massa. Isi pesan yang disampaikan dapat mencangkup berbagai aspek kehidupan manusia (sosial, politik, budaya, ekonomi, dll) baik bersifat informatif, edukatif atau hiburan.26
26
Sasa Djuanda, Op Cit, hlm 7.5-7.8
21
Komunikasi Massa ditujukan kepada khalayak luas yang heterogen dan anonim (Wright:1988:3). Rakhmat (1996:189) mendefinisikan komunikasi massa sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalyak yang tersebat, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serempak dan sesaat.27 Menurut Marshall McLuhan, setiap media komunikasi mempunyai gramatika. Gramatika adalah aturan kerja yang erat hubungannya dengan gabungan indra (penglihatan, sentuhan, suara, penciuman). Yang berkaitan dengan penggunaan media oleh seseorang. Setiap gramatika media dibiaskan untuk kepentingan indra tertentu. Karena orang-orang menggunakan media tertentu, mereka secara berlebihan mengandalkan indra yang berkaitan dengan media tersebut.28
2.1.2 Fungsi Komunikasi Massa Komunikasi memiliki fungsi terhadap masyarakat, dalam pengertian mencakup banyak orang, kelompok, sistem-sistem budaya termasuk norma-norma sosial. Menurut Lasswell dan Wright (1975) ada empat fungsi komunikasi massa : 1. Pengawasan lingkungan : fungsi ini menunjuk pada upaya pengumpulan dan penyebaran informasi mengenai berbagai peristwa yang terjadi di dalam dan di luar lingkungan suatu masyarakat. 2. Korelasi antara bagian dalam masyarakat untuk menanggapi lingkungan : fungsi ini meliputi intepretasi terhadap informasi dan preskripsi (memberi
27
Dr. Hj. Nina winagsih Syam dan Drs. Dadang Sugiana, M.si.,Perencanaan Pesan dan Media, Pusat Penerbitan Universitas Terbuka,2004, hlm 8.3 28 Dan Nimmo, Komunikasi Politik “Komunikator, pesan dan media”, PT Remaja Rosdakarya, 1993, hlm 169.
22
petunjuk atau alternatif) untuk mencapai konsensus dalam upaya untuk mencegah konsekuensi-konsekuensi yang tidak diinginkan. 3. Sosialisasi atau pewarisan nilai-nilai : fungsi ini menunjuk pada upaya transmisi dan pendidikan nilai-nilai serta norma-norma dari suatu generasi kepada generasi yang berikutnya. 4. Hiburan : fungsi ini menunjukan pada upaya-upaya komunikatif yang bertujuan untuk menghibur. Menurut Paul F. Lazarsfeld dan Robert K. Merton dalam Mass Communaication Populer Taste, and Organized Sosial Action, menambahkan fungsi sosial komunikasi massa: mengukuhkan status dan memperkokoh norma-norma sosial.29 Komunikasi massa juga berfungsi bagi individu. Menurut Samuel L. Becker (1985) ada delapan fungsi komunikasi massa terhadap individu : 1. Pengawasan atau pencarian informasi : segala informasi yang menyangkut kehidupan manusia selalu dilaporkan oleh media massa. Oleh karena itu, hal ini telah memberikan pengetahuan bagi setiap orang. 2. Mengembangkan konsep diri : setiap individu akan mengeksplorasi segala informasi yang berhubungan dengan pekerjaannya atau profesi yang disandangnya. Hal-hal tersebut dapat diperoleh di media massa. 3. Fasilitas dalam hubungan sosial : Media massa juga membantu kita dalam pergaulan sosial. Karena media massa selalu menyuguhkan topik- topik yang dapat menjadi pembicaraan hangat dalam setiap pergaulan kita dengan orangorang lain.
29
Sasa Djuanda, Op Cit, hlm 7.22-7.25
23
4. Substitusi dalam hubungan sosial : dalam hubungan pergaulan kita dengan teman yang lain akan terlibat secara psikologis dengan hubungan akrab tersebut. Sering kita menyadari telah melakukan kesalahan dan merasa benar dalam hubungan tersebut. Aspek-aspek psikologis dalam hubungan sosial ini sering kita dapatkan atau temukan dalam isi pesan media massa. 5. Membantu melegakan emosional : dari berbagai jenis media massa yang ada seperti koran, radio, televisi, dan film, umumnya membantu kita dalam mencapai suasana meyenangkan, memberi hiburan, melepaskan emosi, atau membuat kita tertawa dan gembira. 6. Sarana pelarian dari ketegangan dan keterasingan : dalam menghadapi pekerjaan dan aktivitas kita sering kali stres bahkan kita merasa terasing dengan pergaulan
dengan teman-teman atau lingkungan di sekitar kita.
Semuanya itu dapat dilepaskan dengan menggunakan media massa sebagai sarana pelarian, seperti membaca koran, menonton film dll. 7. Sebagai bagian dari kehidupan rutin dan ritualisasi : dalam kehidupan rutin kita sehari-hari, media massa telah mengisi bagian dari kehidupan kita. Seperti, pagi hari membaca koran, malam hari menonton televisi dll.30 Media massa menjalankan fungsi untuk merubah sikap dan perilaku masyarakat. Melalui media massa, masyarakat dapat menyetujui atau menolak kebijakan pemerintah. Lewat media massa pula berbagai inovasi atau pembaharuan bisa dilakukan oleh masyarakat. Marshall Mc Luhan menyebutnya sebagai the extansion of man (media adalah ekstansi manusia). Dengan kata lain, media adalah perpanjangan dan perluasan dari kemampuan jasmani dan rohani manusia.
30
Sasa Djuanda, Op Cit, hlm 7.25-7.27
24
Wilbur Schramn (1973), tidak bisa dipungkiri bahwa pers biasa dianggap sebagai pengamat, forum dan guru (watcher, froum dan teacher) artinya, setiap hari pers memberikan laporan, ulasan mengenai kejadian, menyediakan tempat (forum) bagi masyarakat untuk mengeluarkan pendapat secara tertulis dan mewarisi nilainilai ke masyarakat dari generasi ke generasi. Dengan kata lain, pers mengamati kejadian dan melaporkannya kepada masyarakat, menjadi tempat “diskusi” (mengeluarkan ide atau gagasan dan menggapinya) serta kemampuan mendidik masyarakat kearah kemajuan dan pembaharuan.31 Sedangkan, menurut Ignes Kleden menyebutkan, fakta bahwa pers atau media massa sebagai katarsis adalah melalui mana masyarakat menyalurkan unegunegnya, ketidakpuasan, protes, dan komentarnya terhadap suatu kejadian. Dengan demikian pers berperan menyuarakan kenyataan yang dihadapi oleh masyarakat. Jadi, jika masyarakat menginginkan perubahan pers harus berperan aktif untuk itu. Namun begitu pada posisi lain pers dapat berperan dalam menyampaikan kebijakan dalam program pembangunan kepada masyarakat (F. Rachmadi, 1990)32. Di sebuah negara yang demokratis setidaknya fungsi pers dan media massa sedikitnya dapat digolongkan ke dalam 6 hal, yaitu : 1. Menyampaikan fakta : Media massa menyediakan fasilitas arus informasi dari kedua belah pihak satu sisi mencerminkan kebutuhan dan keinginan pengirim (iklan, propaganda dll) dan di sisi lain kebutuhan dan harapan penerima (berita, laporan dll).
31 32
Nurdin, Sistem Komuikasi Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, 2004, hlm 69-70 ibid, hlm 83
25
2. Menyajikan opini dan analisis (opinions and analyses) : Pada laporan berita, reporter memasukkan opini orang, orang luar, analisis berita dilakukan oleh staf redaktur khusus (kolom, editorial dll) 3. Melakukan investigasi (investigation) : Fungsi ini adalah yang paling sulit untuk dilakukan, tetapi jika berhasil nilai beritanya tinggi. 4. Hiburan (entertainment) : Sajian pers dan media massa kadang-kadang berfungsi sekaligus yaitu menghibur, mendidik dan memberikan informasi. 5. Kontrol : Fungsi ini bisa dimanfaatkan oleh media massa kepada pemerintah dan juga sebaliknya. Ini sangat tergantung dari sistem pers di negara yang bersangkutan. 6. Analisis kebijakan : fungsi ini merupakan kecenderungan yang kini sedang tumbuh di media Amerika dimana sajiannya adalah menyoroti kebijakan yang diterapkan pemerintah kemudian dianalisa oleh media tersebut dengan memberikan solusi alternatif.33 7. Komunikasi massa melintasi pembagian struktur dalam masyarakat seperti ras, pekerjaan, wilayah, agama, kelas sosial, dan partai politik untuk menarik yang terdiri atas orang-orang yang bertindak terutama sebagai individu, bukan sebagai kelompok anggota. Sosiolog Charles Wright berargumentasi, bahwa media massa menyajikan jenis khusus komunikasi yang melibatkan tiga perangkat kondisi khusus : sifat khalayak, pengalaman komunikasi dan komunikator.
33
Deddy Iskandar Muda, Jurnalistik Televisi “Menjadi Reporter Profesional” , PT Rmaja Rosdakarya, 2003, hlm 10
26
2.2 Media Massa 2.2.1 Pengertian Media Massa Media massa adalah sebuah organisasi yang mampu menyajikan berbagai informasi kepada masyarakat yang dikemas dalam bentuk yang beragam. Menurut McQuail, media massa merupakan filter yang menyaring sebagian pengalaman dan menyoroti pengalaman lainnya dan sekaligus kendala yang menghalangi kebenarannya, maka makna suatu peristiwa, yang diproduksi dan disebarluaskan oleh media massa, sebenarnya adalah konstruksi makna yang temporer, rentan, dan terkadang muskil.34 Media massa menurut pandangan positivis adalah sarana bagaimana pesan disebarkan dari komunikator ke penerima pesan (khalayak). Media di sini dilihat murni sebagai saluran, tempat bagaimana transaksi pesan dari semua pihak yang terlibat dalam berita. Sedangkan media massa menurut pandangan konstruksionis media dilihat sebaliknya. Media bukanlah sekedar saluran bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya. Di sini, media massa dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas. Media adalah agen yang secara aktif menafsirkan realitas untuk disajikan kepada khalayak.35 Saat ini media massa juga memiliki peranan yang cukup sentral. Peradaban masa kini lazim disebut “Peradaban Masyarakat Informasi”. Informasi menjadi suatu komoditi primer bahkan sumber kekuasaan karena informasi dapat dijadikan alat
34 35
Eriyanto, Op Cit hlm Xii (Deddy Mulyana Analisis Framing : Suatu Pengantar) Ibid, Eriyanto, hlm 22-23
27
untuk membentuk pendapat publik (publik opinion) yang mempengaruhi dan mengendalikan pikiran, sikap, dan perilaku manusia.36 Media massa adalah alat efektif untuk membentuk opini publik/umum (publik opinion). Opini publik adalah pandangan orang banyak yang tidak terorganisir, tersebar dimana-mana. Karena kesamaan pandangan terhadap sesuatu, mereka secara sadar atau tidak dapat bergerak serentak dan bersatu-padu menyikapi sesuatu tersebut.37 Media massa di sini secara garis besar digambarkan ke dalam dua kelompok yaitu : media massa cetak dan media massa elektronika. Media massa cetak antara lain meliputi surat kabar, majalah, dan bulletin. Sedangkan, media massa elektronika mencakup media audio (suara) seperti radio, dan media audio visual (suara dan gambar) yaitu televisi dan film.38
2.2.2 Efek dan Fungsi Media Massa Dalam teori media dan masyarakat massa (lihat Barran & Davis, 2000 : 48) misalnya dikatakan bahwa media massa memiliki sejumlah asumsi untuk membentuk masyarakat menjadi, yakni : 1.
Media massa memiliki efek yang berbahaya sekaligus menular bagi masyarakat. Untuk meminimalisir efek ini di Eropa pada masa 1920-an, penyiaran dikendalikan oleh pemerintah, walaupun ternyata kebijakan ini berdampak buruk di Jerman dengan digunakannya penyiaran untuk propaganda Nazi.
2.
Media massa memiliki kekuatan untuk mempengaruhi pola pikir rata-rata audiensnya. Bahkan pada asumsi berikutnya dalam teori
36
Asep Syamsul M. Romli, SIP, Op Cit, hlm 13 Ibid, hlm 28 38 Op Cit, Sasa Djuanda, hlm 7.4 37
28
ini dikatakan bahwa ketika pola pikir seseorang sudah terpengaruh oleh media, maka semakin lama pengaruh tersebut semakin besar. 3.
Rata-rata orang yang terpengaruh oleh media massa, dikarenakan ia
mengalami
keterputusan
dengan
institusi
sosial
yang
sebelumnya melindunginya dari efek negatif media. Dalam konteks demokrasi, idealnya pers atau media massa memiliki fungsi yaitu : 1. Media massa harus menginformasikan dalam pengertian surveilence atau monitoring mengenai apa yang terjadi disekitar masyarkat. 2. Media massa harus mendidik mengenai manfaat dan makna fakta-fakta dengan tetap mempertahankan objektivitasnya dalam menganalisa fakta itu; memberitahukan kepada publik bagaimana seharusnya menyikapi masalahmasalah politik. 3. Media massa harus menyediakan suatu platform untuk publik mengenai wacana politik, memfasilitasi pembentukan opini publik tidak terlibat partisanisme. 4. Memberikan publisitas kepada pemerintah dan institusi lainnya. Di sini media massa berperan sebagai watch dog memberitakan peristiwa politik apa adanya. 5. Media massa dalam masyarakat demokratis melayani sebagai suatu saluran kepentingan pemberdayaan mengenai titik pandang politik.39 Teori klasik tentang sistem pers atau media massa di dunia menurut Fred Siebert, Theodore Peterson dan Wilbur Schramn dalam bukunya Four Theories of The Press menyebutkan ada empat sistem pers atau media massa, yaitu :
39
Brian Mc Nair, An Introduction to Political Communication, London, Routledge, 1995.
29
1. Authoritarian : Fungsi media massa dalam sistem ini mutlak, bahwa kebijakan pemerintah adalah terlalu sulit untuk dipertanyakan. Fungsi media massa hanyalah sebagai corong dan tunduk pada pemerintah. 2. Libertarian : Media massa memiliki fungsi yang cukup berperan dan bebas yang sangat luar biasa dalam suasana yang nyaris tak terkendalikan. 3. Soviet Commmunist : Pada sistem pers seperti ini, media massa dominan berfungsi sebagai corong dan tunduk pada sistem partai yaitu komunis. 4. Sosial Responsibility : Walaupun media massa memiliki fungsi kontrol dan kritik terhadap pemerintah. Tetapi pers harus juga menjalankan fungsinya sebagai media massa yang dapat mempertanggungjawabkan atas informasi yang telah disebarluaskan kepada masyarakat.40
2.3
Televisi
2.3.1 Pengertian Televisi Media massa televisi adalah media audio visual, selain menyiarkan suara televisi juga menyiarkan gambar dengan karakteristik : Dapat didengar dan dilihat, dapat dilihat dan didengar kembali, memiliki daya rangsang yang sangat tinggi, elektris, sangat mahal, daya jangkaunya yang luas. Media televisi adalah media yang menguasai ruang tetapi tidak menguasai waktu, artinya siaran televisi dapat dinikmati di mana saja dalam jangkauan siarannya. Televisi juga merupakan media massa yang proses produksinya sangat mahal, dan untuk menutupi biaya produksinya televisi memerlukan pemasang iklan. Namun, pemasang iklan hanya akan mau mengiklankan produknya pada stasiun
40
Op Cit, Deddy Iskandar, hlm 1
30
televisi yang kredibel. Dan kredibelitas stasiun televisi ditentukan oleh kualitas siaran berita yang ditampilkan.41 Media televisi juga memiliki posisi yang istimewa dalam masyarakat. Keistimewaannya itu dapat dilihat dari karaktertistiknya yang memberikan kemudahan maksimal bagi khalayaknya. Media televisi mengisi kehidupan masyarakat. Ini dapat dipahami mengingat untuk memperolehnya konsumen tidak perlu keluar rumah. Bersifat gratis, tidak memerlukan kemampuan membaca yang tinggi dan mencapai khalayak yang heterogen sekaligus. Karenanya tidak heran, televisi mampu menyita waktu yang lebih banyak orang dibandingkan dengan media massa lainnya. Televisi juga telah menggantikan peranan sumber-sumber konvensional dan tradisional. Orang tua, pemuka agama, guru telah kehilangan perannya secara drastis. Sudah tidak asing lagi televisi di berbagai keluarga bisa lebih banyak berperan dibandingkan orang tua, lebih-lebih dengan guru, apalagi pembimbing agama. Media massa lain memang memasuki bilik-bilik rumah tangga, tetapi tidak ada yang dapat menandingi daya penetrasi media massa televisi.42
2.3.2 Sejarah dan Perkembangan Televisi Televisi merupakan perkembangan medium sebelumnya setelah radio yang ditemukan dengan karakternya yang spesifik yaitu audio visual. Peletak dasar utama teknologi pertelevisian tersebut adalah Paul Nipkow dari Jerman yang dilakukannya pada tahun 1884. Ia menemukan sebuah alat yang kemudian disebut sebagai Jantra
41
Ibid, hlm Ashadi Siregar, Menyingkap Media Penyiaran “Membaca televise melihat Radio”, LP3Y, Jogjakarta 2001, hlm 2-3.
42
31
Nipkow atau Nipkow Sheibe. Penemuannya tersebut melahirkan electrische teleskop atau televisi elektris. Perkembagan televisi yang pesat membuat dampak siarannya menyebabkan seolah-olah tidak ada lagi batas antara satu negara dengan negara lainnya terlebih setelah digunakanya satelit untuk memancarkan signal televisi. Inilah yang disebut globalisasi di bidang informasi. Peristiwa yang terjadi di dataran Eropa dan Amerika atau Rusia, pada saat yang sama dapat pula diketahui di negara-negara lain dan sebaliknya, melalui bantuan satelit yang mampu memultipancarkan siarannya ke pelbagai penjuru dunia tanpa ada batasan geografis.43
Straubhaard (2002:229) mengatakan bahwa,
penyiaran televisi pertama dilakukan oleh Charles Jenkins (AS) dan John Logie Baird ketika mereka bekerja secara terpisah untuk melakukan uji coba transmisi siaran pada tahun 1925. Penyiaran televisi ke rumah pertama dilakukan pada tahun 1928 secara terbatas ke rumah tiga orang eksekutif General Elektric, menggunakan alat yang sangat sederhana. Sedangkan, penyiaran televisi secara elektrik pertama kali dilakukan pada tahun 1936 oleh British Broadcasting Corporation. Sedangkan di Jerman penyiaran TV pertama kali terjadi pada tanggal 11 Mei tahun 1939. Stasiun televisi itu kemudian diberi mana Nipkow, sebagai penghargaan terhadap Paul Nipkow. Sedangkan di AS baru pada tahun 1939, dilakukan secara berlangganan NBC dan CBS. NBC dan CBS memulai penyiaran secara komersil. NBC melakukan uji coba penyiaran pada bulan April 1935, dari atap gedung Empire State Building
43
Ibid, hlm 4
32
sedangkan CBS baru pada tahun 1937 mengalokasikan dana US$2 juta untuk melakukan uji coba siaran sistem TV, dan berhasil melakukan siaran publik pada tahun 1939. Perkembangan televisi terhambat selama Perang Dunia II, karena bahan baku pesawat televisi dialokasikan ke industri alat perang. Setelah perang selesai pada tahun 1945, penyiaran televisi kembali menggeliat. Ketika itu AT&T menemukan teknologi baru penyiaran jaringan televisi dengan kabel coaxial dengan menu utama seputar olahraga. Pada tahun 1948 telah ada satu juta set televisi di AS dengan stasiun televisi mencapai 50 buah. Atas pertimbangan banyaknya jumlah stasiun televisi FCC (Federal Communication Comision) lalu menghentikan izin operasional stasiun baru. Setelah frekuensi ditata ulang, FCC kembali mengizinkan operasionalisasi siaran stasiun baru. Stasiun TV pun melonjak menjadi 108 buah empat tahun setelah pembekuan. Jumlah stasiun televisi juga melonjak menjadi 15 juta pada tahun 1952.44
2.3.3 Sejarah PerkembanganTelevisi Indonesia Perkembangan dunia pertelevisian atau broadcasting hari ini kian pesat, terbukti dengan menjamurnya stasiun televisi nasional, begitu semakin banyaknya televisi lokal yang menjawab tantangan bagi kondisi, kebutuhan, pasar atau bisnis di tingkatan daerah. Ulasan untuk memperkenalkan televisi muncul sejak tahun 1953. Tanggal 25 Juli 1961, Mentri Penerangan mengeluarkan SK Menpen No. 20/SK/M/1961 tentang 44
Muhamad Mufid, M. si. Komunikasi dan Regulasi Penyiaran, UIN Pres, 2005, hlm 30
33
pembentukan Panita Persiapan Televisi (P2T). Pada 23 Okteber 1961, Presiden Soekarno mengintruksikan kepada Menpen Muladi untuk segera menyiapkan proyek televisi dengan agenda utama : Membangun studio di eks AKPEN di Senayan, Membangun dua pemancar, mempersiapkan software serta tenaga. Tanggal 20 Oktober 1963, dikeluarkan Keppres No. 215/1963 tentang pembentukan Yayasan TVRI dengan Pimpinan Umum Presiden RI. Kemudian dengan Keppres No. 218/1963 Soekarno mengeluarkan keputusan untuk membayar iuran untuk membantu pembayaran Yayasan TVRI. Keputusan Mentri Penerangan No.121/Kep/Menpen/1969 yang mengatakan bahwa apabila terjadi pelanggaran terhadap iuran dikenai denda sebesar 25%. Tahun 1963 TVRI mulai merintis pembangunan stasiun daerah, yang dimulai dengan Stasiun Yogyakarta. Tahun 1974, TVRI mulai merintis menjadi salah satu bagian dari organisasi dan tata kerja Departemen Penerangan, yang diberi status Direktorat, langsung bertanggung jawab pada Direktur Jendral Radio, TV dan Film Departemen Penerangan RI. Tahun 1975, selain berstatus yayasan, TVRI juga ditetapkan sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Penerangan dengan diterbitkannya SK Mentri Penerangan No. 55 Tahun 1975, yang kemudian diperbaharui oleh SK Menpen No. 230A tahun 1984 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Penerangan yang di dalamnya mengatur Direktorat Televisi yakni di bawah Direktorat Jendral RTF. 1976, Indonesia meluncurkan sebuah satelit siaran domestik Palapa, diikuti pada 1983 dengan satelit Palapa B 2. Ketika masuk era reformasi bersamaan dengan dikeluarkannya SK Presiden RI No. 335/M/1999 tentang Pembentukan Kabinet Persatuan Nasional status TVRI mengambang. Terhitung 15 April 2003, pemerintah lalu mengalihkan badan hukum
34
TVRI menjadi perseroan.45 Seiring dengan keberadaan TVRI, tahun 1988 bulan November RCTI menjadi televisi swasta pertama di Indonesia, mulai dengan suatu masa percobaan TV-bayar di Jakarta. Tahun 1990-1991, RCTI mengudara selama 12 jam perhari, sebanyak 12% di antaranya merupakan acara produksi nasional. Satu tahun kemudian, RCTI diperbolehkan menggunakan Satelit Palapa dengan Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD) Palapa B2, sehingga pemilik antena parabola di seluruh Indonesia dapat menyaksikan siaran RCTI Jakarta dengan jelas. RCTI kemudian diperbolehkan menyelenggarakan siaran nasional dengan ketentuan siaran nasional RCTI berkedudukan di Jakarta. Perkembangan RCTI dan semakin besarnya peluang bisnis di televisi mendorong pendirian stasiun TV swasta lain. Pada tahun 1989, setelah keluar izin prinsip Departemen Penerangan c.q. Dirjen RTF No. 206/RTF/K/I/1993, Surya Citra Televisi (SCTV) yang merupakan stasiun TV kedua mengudara dari Surabaya. 80% saham perusahaan dikontrol oleh Hendri Pribadi, pengusaha etnis Cina yang memiliki hubungan dekat dengan Soeharto, Sudwikatmono yang memiliki saham 20% di SCTV. Dua tahun SCTV berdiri, berdiri TPI (Televisi Pendidikan Indonesia) yang beroperasi sejak Desember 1990, dengan menggunakan fasilitas transmisi TVRI. Kemudian menyusul Anteve dan Indosiardengan
izin
Departemen
Penerangan
c.q.
Dirjen
RFT
No.
207/RTF/K/I/1993. Anteve bersiaran di Jakarta, Anteve merupakan kepemilikan Bakrie Group dan sebagian milik Agung Laksono. Kemudian disusul pada tahun 1995 Indosiar mulai mengudara.46
45 46
ibid, hlm 47 ibid, hlm 52
35
2.4 Program Televisi Media massa pada dasarnya dapat digolongkan dalam dua macam, yaitu faktual dan fiksional. Organisasi kerja untuk mengolah dan menyiarkan materi ini biasanya disesuaikan dengan sifatnya meskipun mungkin saja pemilihannya tumpang tindih. Kedua tipe materi ini diwujudkan dalam berbagai format, masingmasing memiliki sifat dan fungsi yang berbeda. Materi faktual berasal dari dunia empiris/sosiologis, bersifat objektif. Sedangkan materi fiksional berasal dari dunia humansities pisikologi, bersifat subjektif. Materi faktual ini ada yang bersifat keras, terikat dengan aktualitas, dan ada yang lunak, lebih menekankan nilai human interest. Selain itu, materi keilmuan juga digolongkan sebagai materi faktual sebab setiap ilmu menjadikan realitas sebagai objeknya. Meskipun sifat materi faktual dan fiksional berbeda, dengan pelbagai format, masing-masing dapat berfungsi dalam dua macam, yaitu sosial (informasional) dan pisikologis
(hiburan/entertaining).
Fungsi
primer
materi
faktual
adalah
informasional, sedangkan materi fiksional berfungsi primer untuk hiburan dan ada materi fiksional yang berfungsi informal, fungsi-fungsi ini bersifat sekunder (sampiran). Reportase atas pertistiwa atau fenomena, serta pengetahuan keilmuan digolongkan sebagai materi faktual. Memang ada juga materi faktual yang bersifat non-faktual, seperti dunia pisikologis tokoh berita. Sebaliknya juga ada materi fiksional. Memang ada juga materi faktual yang bersifat fiksional, seperti sinetron yang mengangkat kasus faktual sebagai setting cerita. Pemilihan yang tajam antara
36
materi faktual dan fiksional ini sebagai pilihan utama akan membedakan karakteristik suatu stasiun lainnya.47 Pembuatan program acara televisi dapat dilihat dari motivasi khalayak. Motivasi untuk memenuhi pragmatis psikis akan diwujudkan melalui penggunaan program fiksional uang berfungsi hiburan. Sedangkan motivasi pragmatis sosial, khalayak dengan sendirinya akan mencari program faktual yang berfungsi informasional. Kedua motovasi inilah yang menjadi dasar dalam setiap program media.48
2.5 Berita Menurut Robert Vare wartawan The New Yourker dan The Rolling Stone ada tujuh pertimbangan untuk menulis sebuah narasi atau berita : 1. Jurnalis mensucikan fakta. Setiap detil harus berupa fakta, merah disebut merah, hitam disebut hitam. 2. Konflik, sengketa bisa berupa orang perorang atau antara kelompok. 3. Karakter. Ada karakter utama ada karakter pembantu. Karakter utama seyogyanya adalah orang yang terlibat dalam pertikaian. 4. Akses. Harus memiliki akses terhadap karakter. 5. Emosi, misalnya untuk kasus, kasus GAM Aceh, Timor Leste, diskriminasi warga Tionghoa. 6. Perjalanan waktu, ingin bersifat kronologis, menceritakan dari awal sampai akhir dan lain-lain. Unsur kebaruan. Tak ada gunanya mengulang-ulang lagu
47
Ashadi Siregar, Menyingkap Media Penyiaran “Membaca televise melihat Radio”, LP3Y, Jogjakarta 2001, hlm 18. 48 Ibid, Ashadi Siregar, hlm 80.
37
lama. Lebih mudah mengungkapkan kebaruan itu dari kaca mata orang biasa yang jadi saksi mata dari sebuah peristiwa49 Berita dalam pandangan Fishman bukanlah sebuah refleksi atau distorsi dari sebuah realitas yang seakan berada diluar sana. Titik perhatiannya bukan apakah berita merefleksikan realitas. Ataukah berita didistorsi oleh realitas. Apakah berita sesuai dengan kenyataan ataukah bias terhadap kenyataan yang digambarkan. Kenapa? Karena tidak ada realitas dalam arti riil yang berada di luar diri wartawan. Kalaulah berita itu merefleksikan sesuatu maka refleksi itu adalah praktik pekerja dalam organisasi yang memproduksi berita. Berita adalah apa yang pembuat berita buat.50 Menurut Leonard Downie, redakatur pelaksana Washington Post, pendapat seorang wartawan tidak boleh masuk kedalam cerita sama sekali. Wartawan hanya menyumbangkan keahlian dan analisis pada cerita. Berita harus benar-benar adil dan tepat. Pemberitaan jangan sampai memojokan satu pihak, wartawan harus tahu dan dapat menyeimbangkan hak untuk tahu dan hak rahasia pribadi seseorang.51 Tahap awal dari produksi berita adalah bagaimana wartawan mempersepsi peristiwa/fakta yang akan diliput. Kenapa suatu peristiwa sebagai berita sementara peristiwa yang lain tidak? Ini semua melibatkan konsepsi wartawan yang menentukan batasan-batasan mana yang dianggap dan mana yang tidak. Berita adalah hasil akhir dari proses kompleks dengan menyortir (memilahmilah) dan menentukan peristiwa dan tema-tema tertentu dalam katagori tertentu. Seperti yang dikatakan MacDougall, setiap hari ada jutaan peristiwa di dunia ini, dan
49
Andreas Harsono dan Budi Setiyanto, Jurnalisme Sastrawi “Antopologi Liputan Mendalam dan Memikat”, Pantau, 2005, hlm xii 50 Eriyanto, Op Cit, hlm100 51 Pers Tak Terbelenggu “Menyunting Washington Post”, Dinas Penerangan Amerika Serikat (USIS), 1997, hlm 23
38
semuanya secara potensial dapat menjadi berita. Peristiwa itu tidak serta merta menjadi berita karena batasan-batasan yang disediakan dan diperhitungkan. Mana yang berita dan bukan berita. Berita karenanya, peristiwa yang telah ditentukan sebagai berita, bukan peristiwa itu sendiri.52 Dean M. Lyle Spencer dalam dalam bukunya News Writing menyatakan. “Berita dapat didefinsikan sebagai setiap fakta akurat atau suatu ide yang dapat menarik perhatian bagi sejumlah besar pembaca” Sedangkan menurut Michel V. Charnley dalam bukunya Reporting edisi III menyebutkan. “Berita adalah laporan yang tepat waktu mengenai fakta atau opini yang memiliki daya tarik atau hal yang penting atau kedua-duanya bagi masyarakat luas”. Dapat disimpulkan bahwa berita adalah suatu fakta atau ide atau opini aktual yang menarik dan akurat serta dianggap penting bagi sejumlah besar pembaca, pendengar maupun penonton.53 Sebuah peristiwa bisa dikatakan berita bila memiliki sebuah nilai-nilai tertentu. Nilai berita tersebut menyediakan standart dan ukuran bagi wartawan sebagai kriteria dalam prakterk kerja jurnalistik. Editor menentukan mana yang layak diberitakan, mana yang harus diliput, dan mana yang tidak perlu diliput. Menurut Shoemaker dan Reese (Theorities of influences on mass media content), nilai berita adalah elemen yang ditujukan kepada khalayak.54 Nilai berita tersebut diantaranya :
52
Eriyanto, Op Cit, hlm 102 Deddy Iskandar Muda, Op Cit, hlm21 54 Eriyanto, Op Cit, hlm 107 53
39
1. Timeliness : waktu yang tepat, artinya memilih berita yang akan disajikan harus sesuai dengan waktu yang dibutuhkan oleh masyarakat pemirsa atau pembaca. 1. Proximity : kedekatan, kedekatan di sini maknanya sangat bervariasi, yakni dapat berarti dekat dilihat dari berbagai segi lokasi, pertalian ras, profesi, kepercayaan, kebudayaan maupun kepentingan yang terkait lainnya. 2. Consequence : konsekuensi atau akibat, segala tindakan atau kebijakan, peraturan, perundangan dan nilai-nilai yang dapat berakibat merugikan atau menyenangkan orang banyak merupakan bahan berita yang menarik. 3. Prominence : orang yang terkemuka, semakin orang itu terkenal maka akan semakin menjadi bahan berita yang menarik pula. 4. Conflik : konflik memiliki nilai berita yang sangat tinggi karena konflik adalah bagian dari kehidupan. 5. Development : pembangunan adalah materi berita yang cukup menarik apabila reporter yang bersangkutan mampu mengulas dengan baik. 6. Dissaster & Criemes : bencana dan kriminal adalah dua peristiwa berita yang pasti akan mendapat tempat bagi pemirsa. Seperti berita banjir, tanah longsor, pembunuhan dll. 7. Weather : cuaca di Indonesia atau di negara-negata yang berada di sepanjang garis katulistiwa memang tidak banyak tergangu. Tetapi tidak demikian halnya dengan negara lain seperti Eropa, Amerika bahkan Australia. Cuaca di negara-negara yang disebutkan itu sangat mempengaruhi hari-hari kegiatan masyarakatnya
sehingga
berita
tentang
cuaca
memperoleh
tempat
40
tersendiri.55 Selain nilai berita, prinsip lain dalam proses produksi berita adalah apa yang disebut sebagai kategori berita. Menurut Tuchman, wartawan memakai lima kategori berita :
Tabel 1: Jenis Berita, menurut Tuchman Hard news
Soft news
Spot news
Developing news
Continuing news
55
Berita mengenai peristiwa yang terjadi saat ini. Kategori berita ini sangat dibatasi oleh waktu dan aktualitas. Semakin cepat diberitakan semakin baik. Bahkan urutan keberhasilan dari ketegori berita ini adalah dari sudut kecepatan berita-nya diterbitkan. Kategori berita ini berhubungan dengan kisah manusiawi (human interest). Kategori berita ini dapat diberitakan kapan saja. Karena yang menjadi ukuran dalam kategori ini bukanlah informasi dan kecepatan ketika diterima oleh khalayak, tetapi apakah informasi yang disajikan kepada khalayak tersebut menyentuh emosional dan perasaan khalayak. Spot news adalah subklasifikasi dari berita yang berkategori hard news. Dalam spot news, peristiwa yang akan diliput tidak bisa direncanakan. Peristiwa kebakaran, pembunuhan, gempa bumi, kecelakaan dll merupakan berita peristiwa yang tidak dapat diprediksi. Kategori ini adalah subklasifikasi dari hard news. Baik spot news dan developing news umumnya berhubungan dengan peristiwa yang tidak terduga. Tetapi dalam developing news dimasukan elemen lain, peristiwa yang diberitakan adalah bagian dari rangkaian berita yang akan diteruskan keesokan atau dalam berita selanjutnya. Peristiwa jatuhnya pesawat terbang adalah peristiwa yang tidak terduga. Tetapi pemberitaan terus berlanjut, ada sambungan dalam berita selanjunya. Adalah subkalsifikasi lain dari hard news. Dalam kategori ini peristiwa-peristiwa bisa diprediksikan dan direncanakan. Perdebatan memang terjadi antara satu pendapat dengan pendapat lain, tetapi tetap masuk dalam tema dan bidang yang sama. Proses dan peristiwa tiap hari berlangusng secara kompleks, tetapi tetap berada dalam wilayah pembahsasan yang sama pula. Peristiwa jatuhnya memorandum sampai sidang istimewa adalah contoh dari
Deddy Iskandar Muda, Op Cit, hlm 29
41
countinuing news. Satu peristiwa bisa terjadi kompleks, tidak terduga tetapi mengarah pada satu tema tertentu.56
Dalam analisanya tentang komunikator professional dalam masyarakat modern, James Carey mengatakan bahwa berita adalah apa yang disebut oleh pers. Menurut Walter Lippman dalam komentar klasik tentang sifat berita (1922) : berita adalah proses (pembuatan berita) menegosiasikan laporan yang bermakna tentang sebuah kejadian. Berita mencangkup simbol kejadian peristiwa “tindakan tegas” yang mengisyaratkan “keadaan dengan segala kerumitannya yang simpang-siur. Berita merupakan peristiwa yang bernilai berita bermakna bagi orang untuk membuat penyesuaian dalam hidupnya, “makna yang dikemukakan sendiri oleh pembaca setelah ia menurunkan makna itu dari pengalaman yang secara langsung mempengaruhi”. Menurut Shibutani berita adalah, informasi yang lebih atau kurang penting yang dibutuhkan orang dalam melakukan penyesuaian terhadap keadaan yang berubah; berita dicari, bahkan dengan pengorbanaan yang besar, karena diperlukan untuk memperoleh posisi dalam dunia yang berubah dengan cepat.57 Sedangkan paradigma kontruksionis berita memiliki posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks yang dihasilkan. Menurut Peter L. Berger dan Thomas Luckman yang membuat tesis mengenai konstruksi sosial atas realitas. Tesis utama dari Berger adalah manusia dan masyarakat adalah produk yang dialektis, dinamis, dan prural secara terus-menerus. Masyarakat tidak lain adalah produk manusia, namun secara terus-menerus mempunyai aksi kembali terhadap penghasilannya. Setidaknya, manusia adalah hasil atau produk dari masyarakat. 56 57
Eriyanto, Op Cit, hlm109 Dan Nimmo, Op Cit, hlm 217
42
Dalam konteks berita gagasan Berger adalah sebuah teks berupa berita tidak bisa kita samakan seperti sebuah kopi dari realitas, ia haruslah dipandang sebagai konstruksi atas realitas. Karenanya, sangat potensial terjadi peristiwa yang sama dikonstruksi secara berbeda. Wartawan memiliki pandangan dan konsepsi yang berbeda ketika melihat suatu peristiwa, dan itu dapat dilihat dari bagaimana mereka mengkonstruksi peristiwa itu, yang diwujudkan dalam teks berita.
Tabel 1 : Berita dan media dilihat dari paradigma konstruksionis Fakta Media
Fakta Merupakan konstruksi atas realitas. Kebenaran suatu fakta bersifat relatif, berlaku sesuai konteks tertentu. Media adalah agen untuk mengkonstruksi pesan.
Berita
Berita tidak mungkin merupakan cermin dan refleksi dari realitas. Karena berita yang terbentuk merupakan konstruksi atas realitas Konstruksionis Berita bersifat subjektif. Opini tidak dapat dihalangkan karena ketika meliput, wartawan melihat dengan persfektif dan pertimbangan subjektif wartawan Wartawan sebagai partisipan yang menjembatani keragaman subjektifitas pelaku social. Etika Nilai, etika, atau keberpihakan wartawan tidak dapat dipisahkan dari proses peliputan dan pelopor suatu peristiwa. Nilai Nilai, etika, dan pilihan moral bagian tak terpisah dari suatu penelitian. Khalayak Khalayak mempunyai penafsiran sendiri yang bisa jadi berbeda dari perbuat berita.
2.6
Teknik Kamera Berita Televisi Media massa sebenarnya takkan pernah bisa netral, baik secara teoritis
maupun praktis. Pemilihan atas peristiwa apa yang menjadi headline, siapa yang menjadi narasumber, bahasa apa yang digunakan, atau sudut pandang apa yang dipakai dalam membaca fakta, semuanya adalah pilihan-pilihan yang tak terhindarkan oleh media yang bersangkutan.
43
Informasi yang disebarkan oleh media bukanlah informasi yang bebas. Fakta keras tak dapat berbicara. Ia hanya dapat bunyi ketika ia telah disentuh oleh media atau wartawan. Dan ketika itu, netralitas yang disandang fakta keras tersebut seringkali, tidak terlepas oleh nilai-nilai yang dianut oleh wartawan atau media. Contohnya adalah ketika seorang kamerawan hendak meliput sebuah acara yang dihadiri oleh simpatisan salah satu partai politik di sebuah lapangan. Ia bisa mengesankan bahwa partai tersebut besar dengan menyempitkan atau memfokuskan (zoom in) gambar hingga terlihat penuh. Dengan demikian, muncul pencitraan bahwa partai tersebut besar. Buktinya, ia dihadiri oleh begitu banyak orang yang saling berdesakkan. Padahal, bisa saja simpatisan itu berjumlah sedikit, dan hanya memenuhi sepertiga dari lapangan. Sebaliknya, seorang kamerawan bisa mengecilkan sebuah acara partai lain di lapangan yang sama keesokkan harinya. Caranya, ia akan melebarkan fokus (zoom out) gambar hingga menampakkan sisi luar dari lapangan. Dengan sendirinya, massa partai tersebut akan terlihat sedikit. Buktinya, massa tersebut hanya memenuhi setengah dari apa yang tampak di layar kaca. Padahal, acara partai ini tiga kali lipat lebih besar dari partai sebelumnya. Sementara itu, secara praktis, ada banyak contoh kasus dimana sebuah informasi telah tersaring dan membawa misi tertentu untuk membentuk opini umum sesuai kehendak pemilik jaringan media tersebut. Ini adalah konsekuensi dari logika bisnis permodalan yang membutuhkan pencitraan. 58
58
Hasta victoria la siempre Indonesia untuk Indonesia!Politik Media; Sebuah Keniscayaan Agustus 4, 2006 oleh Tengku Dhani Iqbal 56 Askurifai Baksin, Jurnalistik Televisi Teori dan Praktek, Simbiosa Rekatama Media, Badung, 2006, hlm 120-137
44
Konsep-konsep tersebut juga dipertegas dalam teknik pengambilan gambar, ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan gambar untuk jurnalistik televisi, 1.
Camera angle (sudut pengambilan gambar), yaitu posisi kamera pada saat pengambilan gambar. Masing-masing angle punya makan tertentu.
2.
Frame
size
(ukuran
gambar),
yakni
ukuran
shot
untuk
memperlihatkan situasi objek bersangkutan. 3.
Gerakan kamera, yakni posisi kamera bergerak, sementara objek bidikan diam.
4.
Komposisi, yakni seni menempatkan gambar pada posisi yang baik dan enak dilihat.
1.
Camera Angle Pengambilan gambar mempunyai fungsi dan karakter serta pesan yang berbeda. Kelima angle tersebut adalah : a. Brid Eye View : adalah teknik pengambilan gambar yang dilakukan juru kamera dengan posisi kamera di atas ketinggian objek yang direkam. Hasil rekaman teknik ini memperlihatkan lingkungan yang demikain luas dengan benda-benda lain yang tampak di bawah begitu kecil dan berserakan tanpa makna. Tujuan pengambilan gambar ini untuk memperlihatkan objekobjek yang lemah dan tak berdaya. Biasanya digunakan untuk memperlihatkan objek berita kecelakaan lalulintas, musibah
45
banjir. Dengan sudut pengambilan gambar seperti ini penonton merasa
terlibat,
seolah-olah
melihat
kondisi
kejadian
sebenarnya. b. High Angle : merupakan pengambilan gambar dari atas objek. Selama kamera di atas objek maka sudah dianggap high angle. Dengan high angle maka objek tampak lebih kecil. Kesan yang ditimbulkan dari pengambilan gambar ini adalah kesan ‘lemah’, ‘tak
berdaya’,
‘kesendirian’
dan
kesan
lain
yang
mengandung konotasi ‘dilemahkan’ atau ‘kerdilkan’. High angle cocok digunakan dalam pengambilan gambar para buruh yang sedang berdemo dan berkerumunan di depan gedung DPR. c. Low Angle :Menggambarkan seseorang yang berwibawa atau berpengaruh tidak bisa menggunakan high angle karena kesan
yang
ditimbulkan
akan
melenceng.
Sudut
pengambilan gambar yang tepat adalah low angle. Sudut ini membangun kesan ‘kekuasaan’, baik dalam soal ekonomi, politik, sosial, dan lain-lain. Seseorang yang ditampilkan dengan sudut pengambilan ini akan mempunyai kesan ‘dominan’. Sering juga sebelum juru kamera mengemasnya dengan low angle pengambilan gambar objek diawali dengan tilt up (dari bawah ke atas). Teknik ini ingin lebih menonjolkan sosok yang berkuasa dengan penggambaran dari bawah ke atas.
46
d. Eye Level : Teknik penbambilan gambar yang sejajaran dengan objek. Posisi kamera dan objek lurus sejajar sehingga gambar yang diperoleh tidak ke atas atau ke bawah. Sudut pengambilannya memperlihatkan tangkapan pandangan mata seseorang yang berdiri sejajar. Sudut pengambilan gambar semacam ini standar dilakukan juru kamera.
Seseorang
yang
berdiri
sejajar
atau
yang
mempunyai ketinggian tubuh yang sama dengan objek. Boleh dibilang sudut seperti ini tidak mengandung kesan tertentu. e. Frog Eye: Teknik pengambilan gambar yang dilakukan dengan ketinggian kamera sejajar dengan dasar (alas) kedudukan objek atau dengan ketinggian yang lebih rendah dari dasar (alas) kedudukan objek. Dengan teknik ini dihasilkan satu pandangan objek yang besar, terkadang mengerikan dan bisa juga penuh misteri. Yang jelas sudut pengambilan
ini
mempunyai
kesan
dramatis
untuk
memperlihatkan ini mempunyai kesan dramatis, anah, ganjil, kebesaran atau sesuatu yang menarik tapi dengan variasi tidak biasanya. 2.
Frame Size Tabel 2: Frame Size (Teknik Pengambilan Gambar Berita Televisi)
Frame Size
Ukuran
Fungsi/Makna
Extreme close up
Sangat dekat sekali, misalnya
Menunjukan detail sesuatu
hidungnya, matanya,telinganya.
objek.
47
Big close-up
Dari atas kepala hingga dagu objek Menonjolkan objek untuk menimbulkan ekspresi tertentu.
Close-up
Medium Close up
Dari atas kepala sampai leher
Memberi gambaran objek
bagian bawah
secara jelas.
Dari batas kepala hingga dada atas
Menegaskan profil seseorang
Mid shot
Knee shot full
Dari batas kepala sampai pinggang Memperlihatkan orang (perut bagian bawah)
dengan sosoknya
Dari batas kepala hingga lutut
Memperlihatkan sososk objek
shot Dari batas kepala hingga kaki
Memperlihatkan objek dengan lingkungan sekitar
Full shot Objek penuh latar bekangnya
Memperlihatkan objek dengan latar belakangnya
Long shot Penggambilan gambar satu objek
Memperlihatkan seseorang dalam frame
One shot Penggambilan gambar dua objek
Memperlihatkan dua orang
Two shot
Pengambilan gambar tiga objek
sedang berinteraksi
Three shot
Pengbambilan gambar dengan
Memperlihatkan tiga
Group shot
memperlihatkan objek lebih dari
orang sedang berinteraksi
tiga orang
3. Gerakan Kamera a. Zoom in/zoom out (mendekat dan menjauh) b. Tilting (dari bawah ke atas dan dari atas ke bawah) c. Panning (dari kiri kekanan atau sebaliknya) Salah satu elemen penting adalah pengambilan gambar yang dapat menandakan sesuatu. Penting gambar secara long shot membuat subjek hanya sebagai bagian kecil saja dari objek yang ditampilkan dalam gambar. Kesan yang
48
muncul adalah ketidakberartian subjek. Misalnya ada gambar (foto) sebuah kejadian tawuran remaja, kalau long shot yang dipilih maka tidak ada yang ingin ditonjolkan dari subjek atau orang tersebut. Foto itu hanya ingin menunjukan adanya orang yang terluka di tengah tawuran remaja yang tengah berlangsung. Foto orang luka itu hanya sebagian kecuali dari yang ditampilkan sama ukurannya dengan objek yang menjadi latar berupa jalan dan keramaian suasana tawuran tersebut. Kesan yang nampak dalam gambar seperti ini adalah kesan personal. Sementara kalau gambar itu ditampilkan dalam betuk close up, ukuran subjek lebih besar daripada setting atau latar subjek. Ukuran bagian orang yang terluka mendomasi gambar dibandingkan dengan latar berupa jalan atau keramaian lalu lintas. Kesan yang muncul dalam gambar seperti ini adalah kesan intim, dan dekat dengan subjek. Pembaca atau orang yang melihat diajak untuk lebih memperhatikan dan bias jadi menggiring pada sikap haru pada orang yang terluka tersebut. Sedangkan dalam big close up, subjek bukan hanya ditampilkan dalam ukuran besar, tetapi juga detail dari subjek itu ditonjolkan dalam gambar, tetapi juga detailnya seperti luka di lengan tangan yang menggangga cukup dalam karena bekas tusukan. Kesan yang muncul dalam foto semacam ini tentu saja dramatik dan bias memancing emosi khalayak. Selain pengambilan gambar, bagian penting gambar adalah sudut pandang pengambilan gambar. Apakah diambil sejajar dengan mata pemotret, diambil dari atas ataulah diambil dari bawah. Sudut pengambilan gambar ini bukan hanya persoalan teknis pengambilan gambar, namun juga berhubungan dengan politik pemaknaan. Gambar yang muncul dan dihadirkan kepada khalayak. Gambar yang diambil dari atas (high angle shot) memposisikan khalayak atau orang yang melihat berada diatas subjek yang diambil gambarnya. Secara tidak langsung posisi semacam
49
ini memposisikan orang yang diatas lebih powerfull dan lebih mempunyai otoritas. Sebaliknya subjek yang diambil dalam gambar memiliki posisi lebih besar dari mata memandang. Kesan yang muncul dalam gambar yang diambil dengan eye level shot, posisi subjek dan pemandang sama. Kesan yang muncul, baik subjek maupun pemandang mempunyai posisi yang setara dan sejajar. Elemen lain yang perlu diperhatikan dalam menganalisis gambar adalah focus dari pengambilan gambar. Focus ini berhubungan dengan tipe lensa yang dipakai ketika objek diambil gambarnya, yaitu teleshot, standard shot ataulah wide shot. Fokus atau lensa mana yang dipakai akan menghasilkan gambar yang berbeda, terutama dalam hal apa yang ingin ditonjolkan dari objek yang ditampilkan. Perbedaan ini bukan hanya dalam ukuran objek yang bisa ditampilkan tetapi ini bukan hanya dalam ukuran objek yang bisa ditampilkan, tetapi jika mempengaruhi kesan ketika gambar itu diterima oleh khayalak. Dalam standart shot dimana dipakai lensa standar, kesan yang muncul adalah suasana yang natural. Hal ini dikarenakan gambar yang diambil dari fokus yang tidak jauh juga tidak dekat, normal, sehingga komposisi dan perbandingan antara objek merata. Hal berbeda dengan gambar yang diambil menggunakan tele, karena suatu objek bisa diperbesar dibandingkan objek yang lain. Gambar memang memiliki banyak makna. Bahkan pemilihan gambar yang tepat dapat mengungkapkan beribu kata, hal ini disebabkan karena tidak semua yang kita lihat dapat kita ungkapkan atau kita ceritakan dalam bentuk kata-kata ataupun bentuk tulisan. Seperti yang diungkapkan oleh Richardson, “Keberadaan gambar, tidak hanya berfungsi sebagai hiburan. Namun lebih dari itu gambar memiliki fungsi yang sangat besar, salah satu fungsi diantarnya adalah bagaimana menyampaikan ide-ide kepada orang lain, juga rasa hormat serta beberapa keuntungan lainnya. Oleh
50
karenanya gambar patut mendapatkan perhatian dalam kondisi ini, dan juga diikuti penilaian bukan saja pada daya tariknya melainkan juga dalam segi bahasannya. Kata-kata menggambarkan imaginasi, tetapi setiap orang mengartikan sesuatu sesuai dengan jalan pikirannya masing-masing : bahasa sangat tidak sempurna; memiliki berbagai ragam warna dan figure tanpa nama dan ide-idenya secara nyata, tanpa ambigu, dan apa yang dia katakan terhadap setiap orang melalui gambarnya itu maka orang akan mengerti maksud dari lukisannya tersebut. 59 Menangkap maksud di balik gambar tersebut, walaupun sangat mungkin interpretasinya sangat berbeda dari si pembuat gambar. Hal ini disebabkan berbagai latar belakang budaya, frame of reference, field of experience dan kemampuan interpretasi setiap orang ikut mempengaruhi bagaimana yang dimiliki oleh televisi yang mampu menggabungkan antara visual dan audio yang menyebabkan hubungan antar gambar (apabila gambarnya bergerak) dan suara (kata-kata) menjalin ikatan yang sangat kuat, bahkan memungkinkan suatu hubungan yang tanpa batas. Seperti yang diungkapkan oleh Focault di bawah ini : “Hubungan antara kata-kata dengan gambar merupakan hubungan tanpa batas. Gambar tidak jelas tanpa kata-kata, atau jika dibandingkan dengan apa yang dinampakan, kata-kata dapat mengatasi keberagaman. Hal lainnya dapat diperoleh atau dihasilkan melalui istilah-isitlah lainnya; adalah sesuatu yang sia-sia bahwa apa yang diucapkan sesuai dengan kenyataan; apa yang kita lihat tidak selamanya sesuai dengan apa yang kita ucapkan. Dan adalah sia-sia bila kita berusaha untuk menunjukkan melalui gambar, metafora, atau senyuman, apa yang kita ucapkan;
59
Richardson, Jonathan “An Essay On the Theory Of Printing” dalam www.Semiotik/an-words,2nd Ed, 1725)
51
jarak diantara gambar itu mampu mengungkapkan secara keseluruhan tidak tampak secara nyata, namun dapat disebutkan melalui urutan-urutan sintaksis.60
2.7
Konstruksi Realitas Konsep konstruksionis diperkenkan oleh Peter L. Berger dan Thomas
Luckman. Menurut Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi. Dengan pemahaman semacam ini, realitas berwajah ganda/prulal. Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas. Setiap orang yang mempunyai penggalaman, preferensi, pendidikan tertentu, dan lingkaran pergaulan atau sosial tertentu akan menafsirkan realitas sosial itu dengan kostruksinya masing-masing.61 Pandangan konstruksionis tidak ada realitas dalam arti riil yang seolah-olah da ajeg, sebelum penelitian mendekatinya. Yang ada sesungguhnya konstruksi atas suatu realitas. Realitas sosial tergantung pada bagaimana seseorang memahami dunia, bagaimana seseorang menafsirkannya. Penafsiran dan pemahaman itulah yang kemudian disebut sebagai realitas. Karena itu, peristiwa dan realitas yang sama bisa jadi menghasilkan konstruksi realitas yang berbeda-beda dari orang yang berbeda. Definisi orang atas realitas tersebut yang menunjukan bagaimana realitas yang berbeda-beda dari orang berbeda. Definisi orang atas sebuah realitas tersebut menunjukan bagaimana realitas dipahami atau bagimana seseorang menafsirkan dunia.62
60
Michael Foucault, “the Order Of Thing”, www.semitotic/an-anwords/htm.1975 Op Cit, Eriyanto, hlm 16 62 Ibis, Eriyanto, hlm 44 61
52
Lawrence Newman, konstruksi realitas adalah mempelajari bagaimana individu hidup dalam lingkungan sosial, atau bagaimana seseorang memahai realitas sosial dalam sebuah penelitian teks bertia, berlaku hal yang sama. Paradigma konstuksi realitas adalah untuk melihat dan mengetahui bagaimana media mengkonstruksi realitas.63 Realitas bukanlah sesuatu yang ada dan tinggal diambil, realitas sesungguhnya hanya ada dalam kerangka teoritik/konsepsi. Realitas hanya ada dalam konteks dari kerangka mental bagaimana kita berfikir tentang sesuatu. Karenanya pandangan konstruksionis melihat realitas sebagai sesuatu yang telah dikonstruksi sesuatu yang bersifat relatif : realitas hanya eksis dalam bentuk konsepsi mental/ konstruksi, tersebar secara sosial, lokal, dan tentu saja spesifik. Realitas tergantung pada bagaimana seseorang memaknainya dan memahaminya. Berger memandang konstruski realitas dalam sebuah pemberitaan, sebuah teks dalam berita tidak bisa disamakan seperti sebuah kopi dari realitas, ia harus dipandang sebagai konstruki atas realitas. Karenanya, sangat potensial terjadi peristiwa yang sama dikonstruksi secara berbeda.64 Pada dasarnya framing adalah metode untuk melihat cara bercerita (story telling) media atas peristiwa. Cara bercerita itu tergambar pada “cara melihat” terhadap realitas yang dijadikan berita. “cara melihat” terhadap realitas berpengaruh pada hasil akhir
dari konstruksi realitas.65 Dan yang menjadi pusat penelitian
analisis ini terletak pada pembentukan pesan dari teks dan gambar. Karena framing, melihat bagaimana pesan/peristiwa dikonstruksi oleh mcdia.
63
Ibid, hlm 47 Ibid, hlm 17 65 Eriyanto, Op cit, hlm vi 64
53
Peneliti berperan sebagai fasilitator yang menjembatani pelbagai pemakanaan subjek sosial. Peneliti karenanya, tidak dapat diandaikan seperti seorang pemulung. Karena, tidak ada realitas riil yang tinggal ambil, yang adalah konstruksi atas realitas. Setiap orang punya pemakanaan dan konstruksi berbeda dan sendiri-sendiri sehingga peneliti
menempatkan
dirinya di tengah-tengah keanekaragaman
pandangan tersebut.
2.8
Media Dalam Persfektif Kritis Teori kritis merupakan anak cabang pemikiran Marxis dan sekaligus cabang
Marxisme yang paling jauh meninggalkan Karl Marx (Frankfurter Schule). Cara dan ciri pemikiran aliran Frankfurt disebut ciri teori kritik masyarakat "eine Kritische Theorie der Gesselschaft". Teori ini mau mencoba memperbaharui dan merekonstruksi teori yang membebaskan manusia dari manipulasi teknokrasi modern. Ciri khas dari teori kritik masyarakat adalah bahwa teori tersebut bertitik tolak dari inspirasi pemikiran sosial Karl Marx, tapi juga sekaligus melampaui bangunan ideologis Marxisme bahkan meninggalkan beberapa tema pokok Marx dan menghadapi masalah masyarakat industri maju secara baru dan kreatif. Pendekatan Teori Kritis tidak bersifat kontemplatif atau spekulatif murni. Teori Kritis pada titik tertentu memandang dirinya sebagai pewaris ajaran Karl Marx, sebagai teori yang menjadi emansipatoris. Teori Kritis tidak hanya mau menjelaskan, mempertimbangkan, merefleksikan dan menata realitas sosial tapi juga bahwa teori tersebut mau mengubah. Pada dasarnya, Teori Kritis mau menjadi praktis. Teori Kritis tidak mau membebek Karl Marx. Kelemahan Marxisme pada umumnya adalah mereka menjiplak analisa Marx dan menerapkannya mentahmentah pada masyarakat modern. Oleh sebab itu, biasanya Marxisme justru lebih
54
terkesan dogmatis daripada ilmiah. Teori Kritis mengadakan analisa baru terhadap masyarakat
yang
dipahami
sebagai
"Masyarakat
kapitalis
lanjut".
Yang
direkonseptualisasi dalam pemikiran Teori Kritis adalah maksud dasar teori Karl Marx, yaitu pembebasan manusia dari segala belenggu penghisapan dan penindasan. Pembebasan manusia dari segala belenggu penghisapan dan penindasan berangkat dari konsep kritik. Konsep kritik sendiri yang diambil oleh Teori Kritis berangkat dari 4 (empat sumber) kritik yang dikonseptualisasikan oleh Immanuel Kant, Hegel, Karl Marx dan Sigmund Freud. Kritik dalam pengertian pemikiran Kantian adalah kritik sebagai kegiatan menguji kesahihan klaim pengetahuan tanpa prasangka. Kritik dalam pengertian Hegel didefinisikan sebagai refleksi diri atas tekanan dan kontradiksi yang menghambat proses pembentukan diri-rasio dalam sejarah manusia. Kritik dalam pengertian Marxian berarti usaha untuk mengemansipasi diri dari alienasi atau keterasingan yang dihasilkan oleh hubungan kekuasaan dalam masyarakat. Kritik dalam pengertian Freudian adalah refleksi atas konflik psikis yang menghasilkan represi dan memanipulasi kesadaran. Adopsi Teori Kritis atas pemikiran Freudian yang sangat psikologistik dianggap sebagai pengkhianatan terhadap ortodoksi Marxisme klasik. Seiring berjalannya waktu, riset komunikasi yang berkembang bersamaan dengan asumsi pemikiran administratif adalah riset studi efek media massa. Selanjutnya dalam era 30-40-an pemikiran Teori Kritis menggembangkan studi tentang ekonomi politik media, analisis budaya atas teks, dan studi resepsi khalayak, studi ideologi dalam media yang pada akhirnya mengalami perkembangan yang pesat pada era 70-80-an.
55
Pendekatan ekonomi politik memfokuskan pada kajian utama tentang hubungan antara struktur ekonomi-politik, dinamika industri media, dan ideologi media itu sendiri. Perhatian penelitian ekonomi politik diarahkan pada kepemilikan, kontrol serta kekuatan operasional pasar media. Dari titik pandang ini, institusi media massa dianggap sebagai sistem ekonomi yang berhubungan erat dengan sistem politik. Perkembangan teori kritis semakin jelas ketika Sekolah Frankfurt menjadi motor penggerak teori tersebut. Selain bahwa Sekolah Frankfurt bersentuhan dengan perkembangan ilmu sosial kritis pada waktu itu, Sekolah tersebut juga merefleksikan peran media massa pada masyarakat waktu itu. Tentu saja, konteks Jerman pada waktu itu juga sangat dipengaruhi oleh sejarah Jerman pada waktu pemerintahan Hitler (Nazi). Dalam perkembangan selanjutnya, Sekolah Frankfurt juga menyatakan bahwa ternyata media bisa menjadi alat pemerintah untuk menggontrol publik, dalam arti tertentu media bisa menjadi bagian dari ideological state apparatus (Littlejohn, 2002:213). Dalam hal tertentu, media bukan adalah realitas yang netral dan bebas kepentingan, tapi media massa justru menjadi realitas yang rentan dikuasai oleh kelompok yang lebih dominan dan berkuasa (Rogers, 1994:102-125). Teori kritis melihat adanya proses dominasi dan marginalisasi kelompok tertentu dalam seluruh proses komunikasi masyarakat. Hal ini menyatakan bahwa proses penyebaran dan aktivitas komunikasi massa juga sangat dipengaruhi oleh struktur ekonomi politik masyarakat yang bersangkutan. Proses pemberitaan tidak bisa dipisahkan dengan proses politik yang berlangsung dan akumulasi modal yang dimanfaatkan sebagai sumber daya. Ini merupakan proses interplay, di mana proses ekonomi politik dalam media akan
56
membentuk dan dibentuk melalui proses produksi, distribusi dan konsumsi media itu. Ini berarti bahwa apa yang terlihat pada permukaan realitas belum tentu menjawab masalah yang ada. Apa yang nampak dari permukaan harian belum tentu mewakili kebenaran realitas itu sendiri. Teori kritis pada akhirnya selalu mengajarkan kecurigaan dan cenderung selalu mempertanyakan realitas yang ditemui, termasuk di dalamnya teks media itu sendiri. Teori kritis melihat bahwa media tidak lepas kepentingan, terutama sarat kepentingan kaum pemilik modal, negara atau kelompok yang menindas lainnya. Dalam artian ini, media menjadi alat dominasi dan hegemoni masyarakat. Konsekuensi logisnya adalah realitas yang dihasilkan oleh media bersifat pada dirinya bias atau terdistorsi. Selanjutnya, teori kritis melihat bahwa media adalah pembentuk kesadaran. Representasi yang dilakukan oleh media dalam sebuah struktur masyarakat lebih dipahami sebagai media yang mampu memberikan konteks pengaruh kesadaran (manufactured consent). Dengan demikian, media menyediakan pengaruh untuk mereproduksi dan mendefinisikan status atau memapankan keabsahan struktur tertentu. Inilah sebabnya, media dalam kapasitasnya sebagai agen sosial sering mengandaikan juga praksis sosial dan politik.66
2.9 Ideologi Media Ideologi memiliki peran penting dalam tiap pemberitaan, misalnya dengan menggunakan teks atau naskah yang secara sengaja dipilih untuk sampaikan pada khalayak tentunya memiliki makna tersendiri dari teks tersebut. John Fiske menyatakan bahwa makna tidak intrinsik ada dalam teks itu sendiri. Seseorang yang membaca teks tidak menemukan makna dalam teks, sebab yang akan pembaca 66
www.ekawenats.blogspot.com/2006/06/Teori kritis dan Varian Paradigmatis
57
temukan dan hadapi secara langsung adalah pesan dalam teks. Makna ini diproduksi melalui proses yang aktif dan dinamis, baik dari sisi pembuat maupun khalayak pembaca. Dalam hal ini pembaca dan teks sama-sama memiliki andil dalam memproduksi proses pemaknaan, pada titik inilah ideologi berperan.67 Ada banyak pakar yang mempunyai definisi tentang ideologi. Pada dasarnya definisi ideologi memiliki titik yang sama yaitu ideologi merupakan sistem ide. Paling populer salah satunya adalah ideologi menurut Raymond William (1977). Ia menggambarkan bahwa, ideologi merupakan salah satu konsep hegemoni. Hegemoni memiliki dua konsep yaitu budaya dan ideologi. Ideologi menurut persfektif Marxis mengekspresikan dan memaparkan kepentingan khusus sebuah kelas. Hegemoni mementingkan ideologi sebagai konsep, karena ideologi memiliki batasan untuk mensistemasikan dan memformulasikan makna-makna yang lebih atau kurang mengenai kesadaran. Ideologi mungkin bisa diberi topeng dan dikamuflase di dalam film dan program televisi serta hal lain yang dibawa oleh media, namun, secara tajam Marxis bisa menandainya. Kerja yang dibawa media massa dapat dilihat kemudian, tidak hanya sebagai pembawa ideologi yang memanipulasi dan mengindoktinisasi orang dengan padangan-pandanganya. Media tanpa disadari sebagai instrumen dominasi hegemonik yang memiliki pengaruh yang lebih luas dan dalam – mereka membentuk ide seseorang tentang dirinya sendiri dan dunia, mereka membentuk pandangan dunia. Hegemoni melihat kerja analisis secara mendalam. Tidak hanya secara ideologi, namun juga mendasar secara ethologis (dan juga lebih tersembunyi), membangkitkan pandangan dunia. William mengatakan, bahwa analisis hegemoni 67
John Fiske, introduction To Communicaton Studies,second edition, London and New York, Routledge, 1990, hlm 164.
58
adalah “kultural”, tetapi dalam makna yang khas, yang didalamnya menghubungkan budaya pada pola-pola subordinasi dan dominasi yang ada di dalam suatu masyarakat. Hegemoni sepertinya mencangkup semua yang ada di masyarakat. Gagasan ideologi, kerja seni populer yang dibawa media dan sebagainya.68 Raymond William juga mengklasifikasikan penggunaan ideologi dalam tiga ranah. Pertama, sebuah sistem kepercayaan yang dimiliki oleh kelompok tertentu. Definisi ini terutama dipakai oleh kalangan psikologi yang melihat ideologi sebagai seperangkat sikap yang dibentuk dan diorganisasikan dalam bentuk yang koheren. Misalnya, pada kasus demonstrasi buruh, media lebih banyak menyoroti tentang terganggunya pabrik karena buruh mogok kerja dan menganggu kelangsungan produksi. Disini dapat dilihat media memiliki ideologi borjuis atau kapitalis. Kedua, sistem kepercayan yang dibuat, ide palsu atau kesadaran palsu yang bisa dibawakan dengan pengetahuan ilmiah. Pada kategori ini ideologi digunakan oleh kelompok dominan untuk mendominasi kelompok lain yang tidak dominan. Ideologi disebarkan melalui berbagai instrumen mulai dari pendidikan, politik, sampai media massa. Ideologi bekerja dengan membuat hubungan-hubungan sosial tampak nyata, wajar dan alamiah, dan tanpa sadar khalayak menerimanya sebagai kebenaran. Misalnya, pencuri itu identik dengan orang kalangan bawah atau masyarakat miskin. Pada tahap ini menggambarkan bagaimana ideologi bekerja yang membuat khalayak tidak sadar untuk mempertanyakan penggambaran semacam ini. Ketiga, proses umum produksi makna dan ide. Ideologi digunakan untuk menggambarkan produksi makna. Misalnya, pada pemberitaan demonstrasi buruh, media lebih menekankan pada dampak negatif demo buruh yang mengakibatkan terganggunya produksi, perekonomian masyarakat, dan pemerintah. Media tidak 68
Setio Budi, Media Analysis Techniques
59
mengangkat isu mengenai kecilnya gaji buruh dan perlakuan yang tidak adil serta alasan mengapa buruh melakukan demonstrasi. Berita secara tidak sengaja membuat pembalikan atau oposisi bahwa buruh anarkis dan perusahaan bagus, menawarkan jalan damai dan kekeluargaan. Pembedaan itu terlihat sangat jelas dalam teks dengan Pelbagai komentar yang ada, dan diterima taken for granded, dan diterima apa adanya tanpa dipertanyakan. Dari pernyataan tersebut jelas berita secara ideologis adalah kapitalis. Dalam ideologi ini, kekuatan kapitalis dianggap dan dipandang paling berperan dalam produksi masyarakat.
2.10 Sosiologi Media Banyak faktor yang dapat mempengaruhi media dalam pembentukan wacana dalam pemberitaan, salah satunya dalah Sosiologi Media. Dari faktor ini dapat dilihat jelas proses pembentukan berita khususnya dalam ruang redaksi atau News Room dipandang bukan sebagai ruang hampa, netral yang seakan-akan hanya menyalurkan informasi yang di dapat. Karena didalamnya akan ada banyak opini maupun pendapat masing-masing anggota sesuai kepentingan. Perjalanan membuat suatu berita memang bukan hal yang mudah. Proses pembuatannya melalui jalan yang berliku, rumit dan banyak faktor dan banyak potensi yang mempengaruhinya. Ruang pemberitaan bukan dipandang sebagai ruang hampa, karena banyak kepentingan dan pengaruh yang dapat mengintervensi media. Sehingga dipastikan akan terjadi pertarungan dalam memaknai realitas dalam presentasi media.69
69
Agus sudibyo, Politik media dan Pertarungan Wacana, LKiS,Yogyakarta, hlm 7-13
60
Informasi yang diberikan oleh media untuk khalayak merupakan hasil dari berbagai pengaruh dan kepentingan yang diakumulasikan. Menurut pakar sosiologi media Pamela J. Soemaker dan Stephen D. Resse, ada lima faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam ruang pemberitaan yang berdampak jelas pada kebijakan redaksi. Antara lain:70
Tingkat Ideologi Tingakt Eksatra media Tingkat Organisasi Tingkat Rutinitas Media
Tingkat Individual
“Hierarcy Of Influence” Shoemaker & Resse
Pertama, faktor individual. Faktor ini berhubungan dengan latar belakang potensial dari pengelola media. Latar belakang individu jenis kelamin, seperti jenis kelamin, umur atau agama, sedikit banyak akan mempengaruhi apa yang akan ditampilkan media. Kedua, faktor rutinitas media. Faktor berhubungan dengan mekanisme dan proses penentuan berita. Setiap media umumnya memiliki ukuran tersendiri tentang apa yang disebut dengan berita, apa ciri berita yang baik, atau apa kriteria kelayakan berita. Ukuran tersebut adalah rutinitas media yang berlangsung setiap hari dan menjadi prosedur yang standar bagi pengelola media yang berada didalamnya.
70 Pamela J. Soemaker dan Stephen D. Resse, Mediating The Message: Theoritis Of Influence On Mass Media Content, Lugman Publishing Group, New York and London, 1991, hlm 54
61
Rutinitas media juga berhubungan dengan mekanisme bagaimana berita dibentuk. Sebagai mekanisme yang menjelaskan bagaimana berita diproduksi, rutinitas media karenanya mempengaruhi bagaimana wujud akhir sebuah berita. Ketiga, faktor organisasi. Pengelola media dan wartawan bukan orang tunggal yang ada dalam organisasi media, sebaliknya ia adalah bagian kecil dari organisasi media. Setiap organisasi media, selain banyak memiliki banyak elemen juga mempunyai tujuan dan filosofi organisasi sendiri. Berbagai elemen tersebutlah yang pada akhirnya mempengaruhi bagaimana seharusnya wartawan bersikap dan bagaimana seharusnya peristiwa disajikan dalam berita. Keempat,
faktor
Ekstramedia.
Faktor
ini
merupakan
faktor
yang
berhubungan di luar media, meskipun berada di luar organisasi media, hal-hal di luar media sedikit banyak mempengaruhi pemberitaan media termasuk di dalam lingkungan di luar media: Sumber berita, dalam hal ini sumber berita dipandang bukanlah sebagai pihak yang netral yang memberikan informasi apa adanya. a. Sumber penghasilan media. Sumber penghasilan media bisa dari iklan bisa juga berupa pelanggan atau pembeli media. b. Pihak eksternal seperti Pemerintah dan lingkungan bisnis. Pengaruh ini sangat ditentukan
oleh
warna
dari
masing-masing
lingkungan
masing-masing
eksternalmedia . Kelima, faktor Ideologi. Ideologi dalam hal ini diartikan sebagai kerangka berfikir atau referensi yang dipakai oleh individu untuk membuat realitas dan bagaimana mereka menentukannya. Ideologi ini berhubungan dengan konsepsi atau posisi seseorang dalam menafsirkan realitas. Dalam faktor ini ideologi akan dilihat lebih kepada yang berkuasa dimasyarakat dan bagaimana media menentukan.
62
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi.71 Penelitian deskriptif juga berkaitan dengan pengumpulan data untuk memberikan gambaran atau penegasan suatu konsep atau gejala, juga menjawab pertanyaan sehubungan dengan penelitian pada saat itu.72 Dengan begitu penelitian ini secara terperinci akan menyimpulkan informasi faktual yang melukiskan gejala yang ada, mengidentifikasikan masalah-masalah praktek yang berlaku.
3.2 Metode Penelitan Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis framing. Analisis ini merupakan salah satu alternatif model analisis yang dapat mengungkap rahasia
di
balik
semua
perbedaan
(bahkan
pertentangan)
media
dalam
mengungkapkan fakta.73 Analisis ini secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja) dibingkai oleh media.
71
Jalaludin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya, 2000, hlm Drs. Sumtoma, Metode Penelitian Sossial dan Pendidkan, hlm.30. 73 Eriyanto, Op Cit, hlm vi 72
62
63
Pembingkaian tersebut tentunya telah melalui proses konstruksi. Di sini realitas sosial dimaknai dan dikonstruksi dengan makna tertentu.74 Analisis framing merupakan metode intepretasi karena analisis ini sebagai salah satu versi terbaru dalam analisis wacana merupakan bagian dari intepretatif yang mengandalkan intepretasi dan penafsiran peneliti. Di mana tanda dan elemen yang ada dalam teks dapat ditafsirkan secara mendalam oleh peneliti.75 Dalam studi analisis framing ini peneliti berusaha untuk melihat dan memahami berbagai bagian yang terdapat dalam pemberitaan sebuah media. Dari analisis ini diharapkan dapat melihat aspek ideologis, politik dan sosiologis pemberitaan Lumpur Lapindo Sidoarjo di stasiun televisi METRO TV dalam program Berita Headline News.
3.3 Unit Analisis Headline News METRO TV adalah program berita setiap jam selama 2-7 menit, setiap harinya. Periode Februari 2008 hingga Maret 2008. Unit analisa yang diambil adalah Video (naskah dan visual).
Tabel 3 : Unit analisis No 1 2 74
Judul Berita Warga Siring Barat tuntut Ganti Rugi Warga Empat Desa Demo Tuntut Ganti Rugi
Waktu Tayang 18 Februari 2008 19 Februari 2008
Eriyanto, Op Cit, hlm 3
75
Drs Alex Sobur, Analisis Teks Media ; suatu pengantar untuk Analsis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, PT Remaja Rosdakarya, Bandung 2002, hlm 176 -
64
3 4 5
26 Februari 2008 Ganti Rugi Dua Desa Ditanggung Pemerintah Semburan Gas Mudah Terbakar Di Porong Kian 05 Maret 2008 Meluas 25 Maret 2008 Warga Bongkar Makam Keluarga
3.4 Teknik Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer Data inti yang dikumpulkan peneliti melalui pengamatan dan penelitian secara mendalam mengenai isi teks dan gambar/video pada program berita Headline News di METRO TV.
3.4.2 Data Sekunder Internet dan Studi Pustaka Untuk memperoleh data peneliti juga melakukan pencarian data lewat internet dan litelatur yang terkait.
3.6 Definsi Konsep 3.6.1 Kategorisasi Untuk mengetahui lebih jauh objek penelitian yang akan diteliti, peneliti juga harus melihat definisi dari konsep yang akan diteliti. Di sini, peneliti mendefinisikan empat konsep : Konstruksi realitas, Program TV, Berita (hard news), dan Lumpur Lapindo.
Table 4 : Definis Konsep No
Konsep
Definisi
1
Konstruksi realitas
Konsrtuksi ialah realitas yang bersifat subjektif. Fakta berupa kenyataan itu sendiri bukan suatu yang di terberi,
65
melainkan ada dalam benak kita, yang melihat fakta tersebut.76 Pandangan media massa terhadap konstruksi berita lumpur Lapindo dilatari oleh kondisi ekonomi, bisnis, politik, ideologi agama, dan sosial yang melatarinya. Pemberitaanya biasanya ter-lihat dari kebijakan redaksi yang berat sebelah, dalam hal ini adalah porsi berita yang diberikan untuk sebuah isu atau peristiwa. 2.
Program Televisi
Adalah produk televisi yang dijual kepada pemasang iklan dimana perusahaan produksi acara televisi dapat meraih keuntungan dari produksinya. Cara ini sangat mengguntungkan karena semuanya bisa dilakukan dengan pertimbangan bisnis untung dan rugi. Progam televisi biasanya tergantung pada kepentingan stasiun televisi tersebut. Format program televisi dimasingmasing Negara memiliki perbedaan, Indonesia menganut sisitem pers social responsibility, yang mengasumsikan, walaupun
pers
memiliki
hak
untuk
mengkritik
pemerintah dan lembaga lain, juga harus bertanggung jawab
untuk
memelihara
demokrasi
dengan
menginformasikan secara benar kepada masyarakat serta memberikan tanggapan terhadap apa yang hak warga Negara
bagi
perolehan
akses
informasi
untuk
menyatakan kebebasan berpendapat.77 3
Berita (Hard News)
Hard News adalah kategori berita peristiwa yang dianggap penting bagi masyarakat baik sebaai individu kelompok
ataupun
organisasi.
Misalnya
tentang
diberlakukannya kebijakan pemerintah yang baru, serta menyangkut hajat hidup orang banyak dan tentunya
76 77
Ibid, Eriyanto hlm 20 Ibid, Deddy Iskandar muda, hlm 7
66
banyak juga orang yang ingin mengetahuinya karenanya harus segera diberitakan.78 4
Lumpur Lapindo
Dimulai pada tanggal 27 Mei 2006. Peristiwa ini menjadi suatu
tragedi
ketika
banjir
lumpur
panas
mulai
menggenangi areal persawahan, pemukiman penduduk dan kawasan industri. Hal ini wajar mengingat volume lumpur diperkirakan sekitar 5.000 hingga 50 ribu meter kubik perhari (setara dengan muatan penuh 690 truk peti kemas berukuran besar).
3.7 Analisis Data Analisis Framing adalah metode yang cocok untuk melihat konteks sosialbudaya suatu wacana, khususnya hubungan antara berita dan ideologi, yakni proses atau mekanisme menganai bagaimana berita membangun, mempertahankan, mereproduksi, mengubah dan meruntuhkan ideologi. Analisis ini dapat digunakan untuk melihat siapa mengendalikan siapa dalam suatu struktur kekuasaan, pihak mana yang diuntungkan dan dirugikan, tindakan politik mana yang konstitusional dan yang inkonstitusional, kebijakan publik mana yang harus dan tidak harus didukung.79 Pada dasarnya pula framing adalah metode untuk melihat cara bercerita (story telling) media atas peristiwa. Cara bercerita itu tergambar pada “cara melihat” terhadap realitas yang dijadikan berita . “Cara melihat” ini berpengaruh pada hasil akhir dari konstruksi realitas.80 Seperti yang diungkapkan oleh Matthew Kieran, berita tidaklah dibentuk dalam ruang hampa. Berita diproduksi dari ideologi dominan dalam suatu wilayah
78
Ibid, Deddy Iskandar muda, hlm 40 Eriyanto, Op Cit, hlm xv 80 Ibid, hlm 10 79
67
kompetensi tertentu.81 Untuk melihat frame berpikir serta dengan pertimbangan apa kebijakan redaksi pemberitaan Headline News ini dalam menyuguhkan berita kepada khalayak, serta apa yang diharapkan dari khalayak setelah pemberitaan tersebut dikonsumsi. Peneliti menggunakan metode analisis framing model Zhongdang Pan dan Gerald M.Kosicki Menurut Pan dan Kosicki, ada dua konsepsi dari framing yang saling berkaitan. Pertama, dalam konsepsi pisikologi. Framing dalam konsepsi ini lebih menekankan pada bagiamana seseorang memproses informasi dalam dirinya. Framing berkaitan dengan struktur dan proses kognitif, bagaimana seseorang mengolah sejumlah informasi dan ditunjukan dalam skema tertentu. Kedua, konsepsi sosiologis. Sosiologis lebih melihat pada bagaimana konstruksi sosial atas realitas. Frame di sini dipahami sebagai proses bagaimana seseorang mengklasifikasikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan pengalaman sosialnya untuk mengerti dirinya dan realitas di luar dirinya. Frame di sini berfungsi membuat suatu realitas menjadi teridentifikasi, dipahami, dan dapat dimengerti karena sudah dilebeli dengan lebel tertentu. Pan Kosicki mengintegrasikan secara bersama-sama konsepsi pisikologis yang melihat frame semata sebagai persoalan internal pikiran dengan konsepsi sosial yang lebih tertarik melihat frame dari sisi bagaimana lingkungan sosial dikonstruksi seseorang. Pada tahapan awal peneliti akan melakukan analisa satu demi satu terhadap data yang diperoleh dari pemberitaan Lumpur Lapindo pada program berita Headline News di Metro TV. Diawali dengan menganalisa data dengan prangkat framing yang 81
Ibid, hlm 130
68
dibagi ke dalam empat struktur besar. Pertama-tama peneliti melewati struktur sintaksis. Pertama, struktur sintaksis. Sintaksis berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun peristiwa – pernyataan, opini, kutipan, pengamatan atas peristiwa – ke dalam bentuk susunan umum berita. Dalam wacana berita, sintaksis menunjuk pada pengertian susunan dari bagan berita headline, lead, latar inforamsi, sumber, penutup – dalam satu kesatuan teks berita secara keseluruahan. Kemudian peneliti masuk pada analisis skrip, yaitu berhubungan dengan bagaimana wartawan mengisahkan atau menceritakan peristiwa ke dalam bentuk berita. Struktur ini melihat bagaimana strategi cara bercerita atau bertutur yang dipakai oleh wartawan mengemas peristiwa ke dalam bentuk berita. Bentuk umum dari skrip adalah pola 5W + 1H – who, when, where, what, way, how. Meskipun pola ini tidak selalu ditemui dalam setiap berita yang ditampilkan, kategori informasi ini yang diharapkan diambil oleh wartawan untuk dilaporkan. Unsur kelengkapan berita ini dapat menjadi penanda framing yang penting. Tematik, struktur ini yang kemudian peneliti analisa, menurut Pan dan Kosici, berita mirip dengan sebuah pengujian hipotesis. Peristiwa yang diliput, sumber yang dikutip, dan pernyataan yang diungkapkan – semua perangkat ini digunakan untuk membuat dukungan yang logis bagi hipotesis yang dibuat. Struktur tematik berhubugan dengan bagaimana fakta ditulis. Bagimana kalimat dipakai, bagaimana kalimat yang dipakai, bagaimana menempatkan dan menulis sumber ke dalam teks berita secara keseluruhan. Dalam menulis berita, seorang wartawan mempunyai tema tertentu atas suatu peristiwa. Ada beberpa elemen yang dapat diamati dari prangkat tematik ini. di antaranya adalah koherensi : pertalian atau jalinan antarkata, proporsisi atau kalimat.
69
Dua buah kalimat atau proporsisi yang menggambarkan koherensi. Sehingga fakta yang tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan ketika seorang menghubungkannya. Ada beberapa macam koherensi. Pertama, koherensi sebabakibat dari proporsisi lain. Kedua, koherehsi penjelas. Proporsisi atau kalimat satu dilihat sebagai penjelas proporsisi atau kalimat lain. Ketiga koherensi berbeda. Proporsisi atau kalimat satu dipandang kebalikan atau lawan dari proporsisi atau kalimat lain. Proporsisi mana yang dipakai dalam teks berita, secara mudah dapat dilihat dari kata hubung yang dipakai. Proporsisi sebab-akibat umumnya dipakai dengan kata hubung “sebab” atau “karena”. Koherensi penjelas ditandai dengan pemakian kata hubung “dan” atau “lalu”. Sedangkan koherensi pembeda ditandai dengan kata hubung ‘dibandingkan’ atau ‘sedangkan’. Lalu peneliti masuk pada struktur Retoris. Struktur retoris dari wacana berita menggambarkan pilihan gaya atau kata yang dipilih oleh wartawan untuk menekankan arti yang ingin ditonjolkan oleh wartawan. Wartawan menggunakan perangkat retoris untuk membuat citra, meningkatkan kemenonjolan pada sisi tertentu dan meningkatkan gambaran yang diinginkan dari suatu berita. Struktur retoris dari wacana berita juga menunjukkan kecenderungan bahwa apa yang disampaikan tersebut adalah suatu kebenaran. Ada beberapa elemen struktur retoris yang dipakai oleh wartawan. Yang paling penting adalah leksikon, pemilihan dan pemakian kata-kata tertentu untuk menandai atau menggambarkan peristiwa. Suatu fakta umumnya terdiri atas beberapa kata yang merujuk pada fakta. Kata ‘meninggal’ misalnya memiliki makna lain dengan : mati, tewas, gugur, terbunuh, menghembuskan nafas terakhir, dan sebagainya. Pemilihan kata
tersebut memiliki makna ideologis menunjukan
bagaimana seseorang terharap fakta/ realitas.
70
Selain kata penekanan pada berita itu juga dapat dilakukan dengan menggunakan unsur grafis. Dalam wacana berita, grafis dalam bentuk foto, gambar, dan table untuk mendukung gagasan atau untuk bagian lain yang tidak ingin ditonjolkan.
Tabel 5 :Framing Analisis Model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki82
Tabel 3 : Keterangan Prangkat Framing dan Unit Yang Diamati dari Mo
Tabel 6 : keterangan perangkat framing dan unit yang diamati dari analisis model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki Dari struktur analisis framing model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki, peneliti memberikan keterangan dari tiap elemen yang digunakan dalam analisis framing tersebut. Berikut keterangannya : Prangkat Framing 1. Koherensi
Pertalian atau jalinan antar kata.
2. leksikon
Pemilihan dan pemakian kata-kata tertentu untuk menandai atau menggambarkan peristiwa.
3. Grafis 82
Untuk mendukung arti penting suatu pesan.
Model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki, Eriyanto, Analisis Framing, hl
71
4. Metafora
Pemakaian kata-kata yang bukan sebenarnya, melainkan melukiskan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan.
Unit Yang Diamati 1. Headline
Merupakan aspek sintaksis dari wacana berita dengan tingkat kemenonjolan yang tinggi yang menunjukan kecenderungan berita. Perangkat sintaksis lain yang sering digunakan.
2. Lead
Lead yang baik umumnya memberikan sudut pandang dari berita, menunjukan persfektif tertentu dari peristiwa yang diberitakan.
3. Latar informasi
Merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi makna yang ingin ditampilkan wartawan.
4. Kutipan sumber
Bagian ini oleh wartawan dimaksudkan untuk membangun prinsip keseimbangan atau objektivitas. Menekankan bahwa yang ditulis oleh watrawan tidak memihak.
5. penutup
Bagian akhir yang memberikan kesimpulan dari tulisan wartawan.
6. 5W+1H
Meskipun pola ini tidak selalu dijumpai dalam setiap berita yang ditampilkan, kategori informasi ini yang diharapkan diambil oleh wartawan untuk dilaporkan. Unsur berita ini dapat dijadikan penanda framing yang penting.
7. Proposisi
Kalimat.
8. Idiom
Konstruksi dalam unsur-unsur yang saling memilih, masing-masing kata memiliki kata bila digabungkan dengan kata yang lain.
9. Gambar/Foto/Grafik
Untuk mendukung atau untuk bagian lain yang tidak ingin ditonjolkan atau justru ingin ditonjolkan.
72
BAB 4 Hasil Penelitian
4.1 Gambaran Perusahaan 4.1.1 Sejarah Berdiri METRO TV METRO TV merupakan salah satu anak perusahaan yang berada di bawah naungan PT. Media Televisi Indonesia. Satu satunya pelopor stasiun televisi Berita pertama di Indonesia, yang mulai mengudara pada tanggal 5 November 2000. Dengan dikeluarkannya surat ijin penyiaran oleh menteri penerangan Republik Indonesia No. 800/MP/PM/1999 pada 25 oktober 1999. Berlokasi di jalan Pilar Mas Raya Kavling A-D Kedoya, kebon Jeruk, Jakarta Barat 11520. Perusahaan yang dipimpin oleh Surya Paloh, tahun 1989 awalnya hanya memiliki surat kabar Media Indonesia sebagai salah satu anak PT. Media Televisi Indonesia, saat ini telah menjadi salah satu media cetak dengan oplah terbesar setelah KOMPAS. Dengan berkembangnya teknologi Surya Paloh mulai mengepakkan sayap merambah ke media elektronik, maka lahirlah METRO TV stasiun televisi berbasis berita. Tujuannya yakni untuk menyebarkan informasi keseluruh pelosok Indonesia. METRO TV hadir dengan mengkonsepkan dirinya sebagai TV News dengan target audience golongan A+, A, B+ dan 3, Dengan jam tayang 12 jam dan pada 1 April 2000 METRO TV mulai mengudara selama 24 jam.
72
73
Program-program yang ditawarkan oleh METRO TV meskipun berbasis berita namun ada juga program non berita. Tepatnya program-programnya terbagi menjadi 60 % berita dan 40% non berita . Untuk program berita ditayangkan dengan 3 bahasa yaitu Bahasa Indonesia, Inggris dan Mandarin. Program beritanya antara lain Headline News, Indonesia this morning, Indonesia Todays, Todays Dialog, News Dot Com, Metro Hari Ini, News Highlight dan News Blitz Dalam format susunan acaranya sepintas mirip dengan stasiun TV berbayar karena beberapa tayangan yang dianggap unggulan oleh mereka (Metro TV) selalu mendapat jatah untuk re-run. Jadi, bagi yang tidak sempat menonton pada jam tayang utama masih dapat menonton tayangan ulangnya. Namun sebenarnya ada juga beberapa acara yang diulang pada malam dan dini hari hanya untuk sekedar mengisi slot acara supaya bisa tayang 24 jam. Untuk melengkapi tayangannya METRO TV juga menayangkan program non berita infotainment maupun entertainment yang bersifat edukatif. Diantaranya mengenai kemajuan teknologi, kesehatan, pengetahuan umum, seni dan budaya dan lainnya guna untuk mencerdaskan anak bangsa. Program tersebut bertajuk Healthy Life, Smart Drive, The Wedding of your dream, breakfast club, Archipelago, The Scholar, Eagle Award semua program ini dikemas secara baik dan informatif agar pemirsa tidak hanya mendapatkan hiburan namun juga informasi yang bermanfaat. Saat ini siaran METRO TV secara terestorial dapat dinikmati di 290 kota besar di Indonesia, yang dipancarkan dari 52 transmisi. Antara lain :
74
Tabel 7 : 290 kota besar di Indonesia, yang dipancarkan dari 52 transmisi METRO TV No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Kota Ambon Balik papan Banda Aceh Bandung Bangka Banjarmasin Batam Bengkulu Bojonegoro Bukittinggi Button Cirebon Denpasar Gorontalo Jakarta Jambi Jayapura Jember Jogjakarta Kediri Kendari Kolaka Kotabaru Kupang Lampung Lhoksumawe
Saluran 39 UHF 42 UHF 32 UHF 56 UHF 35 UHF 28 UHF 35 UHF 43 UHF 35 UHF 31 UHF 31 UHF 42 UHF 51 UHF 42 UHF 57 UHF 37 UHF 28 UHF 53 UHF 42 UHF 35 UHF 42 UHF 35 UHF 33 UHF 42 UHF 36 UHF 9 UHF
No 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52
Kota Madiun Makasar Malang Manado Mataram Merauke Medan Padang Pekan baru Palangkalabun Palangkaraya Palembang Palu Pontianak Samarinda Semarang Sampit Serang Sorong Solo Sumadang Surabaya Ternate Tulungagung Bengkalis Garut
Saluran 42 UHF 43 UHF 34 UHF 42 UHF 28 UHF 30 UHF 39 UHF 39 UHF 42 UHF 35 UHF 42 UHF 34 UHF 49 UHF 42 UHF 35 UHF 42 UHF 37 UHF 31 UHF 42 UHF 42 UHF 35 UHF 54 UHF 42 UHF 35 UHF 37 UHF 42 UHF
Selain teresterial, siaran METRO TV juga dapat di dapat melalui cable vision dan Indovision di seluruh indonesia melalui satelit palapa 2 ke seluruh Negara. Bukan itu saja untuk memperluas jaringan METRO TV telah melakukan kerjasama dengan beberapa televisi asing dibidang pertukaran berita, pengembangan tenaga kerja. Dengan tujuan memberikan informasi yang up date baik dari dalam maupun luar negeri secara cepat, tepat dan cerdas. Dari sisi market share TV ini cukup pintar dengan terus menerus membidik ceruk pasar penonton TV yang ada di Indonesia. Mereka memang tidak bermaksud
75
menjadi Market Challenger untuk kemudian menjadi Market Leader di tengah persaingan TV di Indonesia yang cukup ketat karena hal itu membutuhkan ongkos yang sangat mahal. METRO TV juga tidak memilih strategi aman dengan menjadi Market Follower, dengan berusaha mengikuti trend tayangan TV lainnya. Mengenai nicher dan challenger mungkin bisa ada perdebatan. Karena bagi sebagian orang format METRO TV cukup unik dan mungkin bisa mendobrak pasar pemirsa TV di Indonesia. Namun pada kenyataannya METRO TV tidak berusaha mengalihkan pasar penonton TV yang sebagian besar lebih suka menonton sinetron. METRO TV lebih membidik pangsa pasar penonton yang mulai bosan dengan tayangan TV yang ada di Indonesia namun tidak mempunyai dana untuk langganan TV berbayar. Jumlah dari penontonnya memang tidak banyak dibanding stasiun TV yang menjadi Follower, namun cenderung memiliki kesetiaan yang cukup tinggi. Hal ini yang terus berusaha dijaga sambil terkadang memikirkan untuk menjadi challenger jika saatnya sudah tepat.83
4.1.2 Nama dan Logo METRO TV pada dasarnya berasal dari kata Metropolitan TV yang berarti kota besar. Dengan lambang Burung Elang Raja yang bermakna gagah perkasa dan dapat terbang mengepakkan sayap kemanapun, memiliki penglihatan tajam serta cepat gerakannya, dimanifestasikan sebagai Stasiun Televisi yang memiliki etos kerja bagai elang raja.
83
Blog pada WordPress.com. — Theme: Connections by www.vanillamist.com
76
4.1.3 Filosofi PT. Media Televisi Indonesia berdiri dengan filosofi perusahaan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam kinerja produksinya. Filosofi ini dianut oleh seluruh karyawan dalam melaksanakan tugas.
4.1. 4 Visi dan Misi 1. Menjadi televisi berita yang cepat, akurat dan terpercaya dalam menyampaikan berita 2. Menjadi saluran yang dapat mengembalikan nama baik Negara dimata dunia luar 3. Membantu memberikan edukasi pada bangsa melalui program yang mendidik 4. Membantu negara untuk mensosialisasikan kebijakan
4.1. 5 Susunan Direksi 1. Direktur utama
:
Surya Paloh
2. Presiden Direktur
:
Wisnu Hadi
3. Sales & markering Director
:
Lestari Luhur
4. Finance & Administrasi Director
:
Ana Widjaja
5. Technical Director
:
John Balonso
6. Pemimpin Redaksi
:
Andy F. Noya
4.1. 6 Departemen METRO TV 1. Departemen Redaksi, yang khusus memproduksi progam yang berkaitan dengan pemberitaan. Seperti Kick Andy dan News Dot Com.
77
2. Departemen Produksi dan kreatif. Divisi ini khusus menangani atau memproduksi program-program non berita yang sifatnya informatif, edukatif dan entertainment. Seperti The Wedding dean Healthy Life 3. Departemen Media support. Divisi ini mengangani advetorial dari perusahaan-perusahaan lain. Perannya seperti Production House Internal. Advetorial Bank Mandiri. 4. Departemen Sales and Maketing yaang menangani penjualan dan promosi program baik berita maupun non berita.
4.2
Hasil Penelitian
4.2.1 Analisis Framing Berita Lumpur Lapindo pada Program Berita Penelitian ini mengarah pada pemberitaan lumpur Lapindo di METRO TV yang berdasarkan data program berita Headline News ini yang dikumpulkan oleh peneliti sebanyak 5 (lima) berita berupa teks atau naskah berita dan gambar (video image).
4.2.1.1 Skrip “Warga Siring Barat Tuntut Ganti Rugi” Waktu :18 Februari 2008 Headline News, Metro TV menurunkan berita mengenai tuntutan warga Siring atas ganti rugi desa mereka yang terendam lumpur Lapindo, berikut analisis teks dan video Headline News :
Warga Siring Barat, Kecamatan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, menuntut wilayahnya dimasukkan dalam peta berdampak lumpur Lapindo. Seperti empat desa lainnya yang sudah ditetapkan. Untuk memperjuangakan tuntutan itu, warga bakal menghadiri sidang paripurna DPR yang membahas penanganan lumpur Lapindo di Jakarta, Selasa esok. Kedatangan warga Siring Barat bersama penduduk Desa Besuki, Pejarakan, Kedungcangkring dan Mindi ini didukung Bupati Sidoarjo Win Hendrarso.
78
Dukungan ini disampaikan Bupati ketika bertemu perwakilan warga Siring Barat, Senin (18/2) pagi, di pendopo Kabupaten Sidoarjo. Warga mengancam akan memblokade Jalan Porong jika tuntutan mereka tidak dipenuhi. Menurut warga, banyak rumah retak sejak munculnya semburan lumpur Lapindo. Bahkan, kata mereka, banyak semburan baru lumpur yang mengandung gas mudah terbakar.
4.2.1.1.1 Struktur Sintaksis Sintaksis merupakan cara wartawan menyusun fakta. Dalam wacana berita, sintaksis menunjuk pada pengertian susunan dari bagian berita di antaranya headline, lead, latar informasi, sumber, dan penutup, dalam satu kesatuan teks berita secara keseluruhan. Bagian itu tersusun dalam skema yang menjadi pedoman bagaimana fakta hendak disusun. METRO TV menurunkan berita mengenai ganti rugi terhadap desa yang mengalami semburan lumpur di luar dari peta berdampak lumpur yang terdapat dalam Perpres No.14 Tahun 200784. Dalam pandangan METRO TV ganti rugi terhadap warga adalah tanggung jawab pemerintah, secara tidak langsung begitulah METRO TV mengarahkan beritanya. Lebih jelasnya dapat dilihat pada skema berita, sebagai berikut : Pertama. Berita ditandai oleh dua elemen utama yakni judul berita (headline) dan teras berita (lead). Judul berita dipakai oleh METRO TV adalah : Warga Siring Barat Tuntut Ganti Rugi. Dalam headline METRO TV ingin menekankan bahwa pemerintah lemah dan tidak sigap dalam menangani kasus lumpur Lapindo. Buktinya warga harus melakukan tuntutan terlebih dahulu untuk
84
Judicial review atau uji materiil Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) di Mahkamah Agung sedang diproses. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Perpres tersebut dianggap merugikan warga dan cenderung memihak PT Lapindo Brantas Inc (Lapindo). Oleh sebab itu, Yayasan Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) bersama para korban meminta Mahkamah Agung (MA) menguji Perpres tersebut dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Hingga kini, putusan MA belum juga turun.
79
memperoleh haknya, yaitu ganti rugi. Namun, METRO TV mengaburkan tanggung jawab PT Lapindo Brantas yang notabene adalah aktor intelektual dalam kasus yang menyebabkan ribuan rumah terendam lumpur, ratusan kepala keluarga kehilangan tempat tinggal. Ratusan anak putus sekolah, belum lagi efek sikologis yang menimpa korban tidak dimunuculkan oleh METRO TV. Sebagai pengatar, judul berita tersebut kemudian diperjelas lagi dengan teras berita yang di pakai METRO TV sebelum masuk dalam isi berita secara lengkap : Warga Siring Barat, Kecamatan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, menuntut wilayahnya dimasukkan dalam peta berdampak lumpur Lapindo. Seperti empat desa lainnya yang sudah ditetapkan. Untuk memperjuangakan tuntutan itu, warga bakal menghadiri sidang paripurna DPR yang membahas penanganan lumpur Lapindo di Jakarta, Selasa esok. (pf1)
Penulisan lead di atas merupakan bentuk penegasan terhadap judul yang digunakan. Teras berita ini jelas menunjukan Headline News METRO TV mencap pemerintah lemah dan tidak sigap dalam menangani kasus lumpur Lapindo. Gagasan ini bisa dilihat dari paragraf pertama yang menyatakan bahwa warga Porong ‘menuntut’ dan ‘memperjuangkan’ nasibnya ke DPR, sekaligus menghadiri rapat paripurna di DPR. Ada kesan, bahwa, warga Siring harus bersusah payah mendatangi pejabat-pejabat tinggi di DPR hanya untuk meminta hak mereka. METRO TV secara tidak langsung melatari pemberitannya dengan konsep tanggung jawab pemerintah terhadap ganti rugi warga Siring Barat yang seharusnya menjadi tanggung jawab Lapindo. Kedua, Story atau isi berita. Dalam beritanya METRO TV mengutip orasi warga Siring Barat dan pernyataan Bupati Win Hendrarso. Di mana terjadi penegasan bahwa kedatangan warga ke Gedung DPR adalah sebuah bentuk kekecewaan warga atas lambannya kerja pemerintah. Dan pemerintah adalah pihak
80
yang wajib bertanggung jawab selain terhadap empat desa yang telah masuk dalam peta berdampak lumpur Lapindo. Orasi warga menyatakan kekecewaannya dan berharap pemerintah memberikan respon dan perhatian lebih terhadap korban serta keinginan warga untuk datang ke Gedung DPR juga diamini oleh pernyataan Bupati Porong. Bahwa, Bupati mendukung aksi warga Porong yang menuntut ganti rugi serta kedatangan warga ke DPR. Skema yang dibentuk oleh METRO TV bukan hanya menempatkan pandangan ganti rugi oleh pemerintah sebagai bagian yang paling dominan namun benar-benar mengaburkan pandangan ahli atau pihak-pihak yang memiliki kemampuan untuk memandang masalah ganti rugi ini dari sudut yang berbeda (berlawanan-peneliti). Keinginan warga untuk datang ke sidang Paripurna DPR yang mendapatkan dukungan dari Bupati yang notabene adalah pejabat daerah yang memiliki wewenang dan pengaruh memberikan penekanan kepada khalayak bahwa tuntuan warga atas ganti rugi dan kedatangan warga ke DPR mendapat persetujuan dari pejabat daerah. Ini dapat dilihat dari kutipan berita, sebagai berikut :
Kedatangan warga Siring Barat bersama penduduk Desa Besuki, Pejarakan, Kedungcangkring dan Mindi ini didukung Bupati Sidoarjo Win Hendrarso. Dukungan ini disampaikan Bupati ketika bertemu perwakilan warga Siring Barat, Senin (18/2) pagi, di pendopo Kabupaten Sidoarjo. (Pf 2) Ketiga, penutup. Di sisi lain seolah METRO TV juga tidak berpihak kepada warga porong dan menyembunyikan serta mengamankan PT Lapindo Brantas.
81
Pasalnya, dalam paragraf terakhir Headline News menuliskan “Warga Mengancam akan Memblokade” kalimat ini terkesan anarkis dan tidak berpihak kepada warga.85 “Warga mengancam akan memblokade Jalan Porong jika tuntutan mereka tidak dipenuhi.” (pf 3) Paragraf terakhir juga dipertegas dengan pemberitaan mengenai kondisi Siring yang kian parah yang mengasumsikan bahwa kondisi Siring sudah sangat parah dan butuh penangganan serius, di sinilah pemerintah perlu ekstra keras untuk menyelesaikan masalah lumpur lapindo. “Menurut warga, banyak rumah retak sejak munculnya semburan lumpur lapindo. Bahkan, kata mereka, banyak semburan baru lumpur yang mengandung gas mudah terbakar” (pf 3)
Sedangkan PT Lapindo Brantas yang notabene adalah aktor intelektual dalam kasus yang menyebabkan ribuan rumah terendam lumpur, ratusan kepala keluarga kehilangan tempat tinggal. Ratusan anak putus sekolah, belum lagi efek sikologis yang menimpa korban tidak dimunuculkan. Tak ada kalimat yang menyatakan dengan gamblang bahwa PT Lapindo Brantas-lah yang harusnya bertanggung jawab terhadap masalah ini. Hanya di paragraf terakhir di sebutkan satu kali kata lumpur lapindo. METRO TV telah memposisikan kasus lumpur Lapindo sebagai masalah pemerintah yang diperkuat dengan kondisi real yang dialami oleh warga. Dapat ditarik kesimpulan bahwa media (METRO TV) dilihat dalam perspektif kritis ketika membetuk atau memframe beritanya, tidak terlepas dari kepentingan terutama sarat dengan kepentingan pemilik modal, Negara atau kelompok yang menindas. Dalam
85
Mengancam : menyatakan maksud (niat atau rencana) untuk melakukan sesuatu yang merugikan,menyulitkan menyudahkan mencelakakan pihak lain; memberikanpertanda atau peringatan mengenai kemungkinan malapetaka yang akan terjadi. Memblokade : Penutupan, pengpungansuatu daerah: Negara, dan sebagainya sehingga orang-orang, barang-barang atau kapal dan lain-lain tidak dapat keluar masuk dengan leluasa.( Ibid Drs. Dwi Adi k.,hlm 37 dan 88)
82
artian ini media menjadi alat dominasi dan hegemoni masyarakat. Konsekunesinya adalah realitas yang dihasilkan oleh media bersifat pada dirinya bias atau terdistorsi.
4.2.1.1.2 Struktur Skrip Frame METRO TV, yang berupa dukungan terhadap proses ganti rugi dan keinginan warga untuk mendesak pemerintah bertanggung jawab atas kondisi warga yang semakin parah juga diwujudkan dalam bagaimana METRO TV mengisahkan peristiwa tuntutan warga tersebut (skrip). Bagaimana METRO TV mengisahkan peristiwa tersebut dapat dilihat dari skenario konvensional yang digunakan media massa dalam menyusun fakta-fakta yang ada, misalnya : adanya materi yang diangkat, hal-hal apa saja yang diangkat, bagaimana materi tersebut dibuat, siapa saja yang terlibat dalam peristiwa yang diangkat, pihak mana yang setuju dan tidak setuju dengan peristiwa yang terjadi. Lalu bagaimana METRO TV menyusun konsep tersebut. Dalam berita Warga Siring Barat Tuntut Ganti Rugi, METRO TV menyusun beritanya dengan konsep 5W+1H, di mana konsep tersebut sudah masuk pada awal berita yakni : Pertama-tama METRO TV memasukan unsur what/apa : Ratusan warga korban lumpur Lapindo yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Korban Lumpur Sidoarjo, Mendatangi Gedung DPR. Who/siapa, yaitu warga Siring. Kemudian unsur where/dimana, yaitu Siring Barat, Kecamatan Porong Sidoarjo, Jawa Timur. When/Kapan, senin pagi 18 Februari 2008. Why/kenapa, banyak rumah yang retak sejak munculnya dan how/bagaimana, warga menuntut agar desa mereka dimasukan ke dalam peta daerah berdampak untuk mendapatkan ganti rugi, seperti yang tertuang dalam peraturan pemerintah (Perpres) tentang ketentuan ganti rugi.
83
Peristiwa yang diangkat METRO TV adalah peristiwa utuh mengenai keingian warga untuk memperoleh haknya atas hancurnya rumah warga yang terkena dampak semburan. Aspek kelengkapan berita yang ditekankan oleh METRO TV adalah aspek what/apa. Sejak awal teks sudah masuk pada keinginan warga agar desa mereka juga dimasukan ke dalam peta berdampak seperti empat desa yang sudah ditetapkan sebelumnya. Bagian berita yang menjadi fokus peristiwa adalah, kalimat warga akan datang ke sidang paripurna DPR adalah penguatan bahwa warga tidak main-main dalam hal ini, dan pemerintah wajib menanggapi kedatangan warga dengan serius. Itu bisa dilihat dari penulisan skrip di paragraf awal yaitu : Warga Siring Barat, Kecamatan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, menuntut wilayahnya dimasukkan dalam peta berdampak lumpur Lapindo............(pf 1) Serta penegasan bahwa pemerintah harus menanggapi tuntutan warga, karena di akhir paragraf METRO TV memberikan penekanan pada tindakan warga yang akan menutup akses menuju Porong, berikut kutipannya : “Warga mengancam akan memblokade Jalan Porong jika tuntutan mereka tidak dipenuhi………...” (pf 3). Dengan memberikan batasan berita pada konsep ganti rugi adalah keinginan dan dipertegas dengan tuntutan warga dalam bentuk aksi yang didukung oleh Bupati Porong. Serta, memperlihatkan kondisi desa yang kian parah, ditambah lagi dengan ancaman warga yang akan memblokade jalan. Secara otomatis mempersulit laju perekonomian dan menambah pekerjaan rumah pemerintah. Maka, peristiwa ini menjadi semakin jelas, bahwa, pemerintah memang harus mengatasi kondisi tersebut.
84
4.2.1.1.3 Struktur Tematik Tematik berhubungan dengan bagaimana wartawan mengungkapkan pandangannya atas peristiwa ke dalam proporsisi, kalimat atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Dari struktur tematik, ada dua tema dalam teks berita itu yang kesemuanya menunjuk pada tema utama, yaitu kedatangan warga Siring ke DPR untuk menuntut ganti rugi yang didukung oleh Bupati Sidoarjo. Pertama pernyataan bahwa warga Siring menuntut ganti rugi dan berencana mendatangi DPR, dalam teks, tema ini didukung oleh penulisan fakta yang mendukung gagasan. Elemen wacana yang dipakai diantanya adalah, maskud – elemen wacana yang berhubungan dengan apakah suatu gagasan disampaikan secara jelas atau tersembunyi. Pendapat pihak yang menyetujui tuntutan warga atas ganti rugi desa mereka yang terendam lumpur diuraikan dengan jelas dan terang, dilengkapi dengan kutipan orasi Bupati Sidoarjo yang menegaskan dan mendukung kedatangan warga ke gedung DPR untuk menuntut hak mereka atas ganti rugi. Selain itu, juga ada elemen detail yang dipakai oleh METRO TV dalam beritanya. Elemen tersebut, terdapat pada pernyataan warga yang akan mendatangi Sidang Paripurna DPR, dan orasi Bupati. Kesemuanya itu diungkapkan oleh wartawan secara detail tanpa memberikan kutipan atau wawancara dengan pemerintah khususnya DPR, yang menjadi pihak yang bertanggung jawab atas ganti rugi pada frame berita yang dibentuk oleh METRO TV. Tema kedua, yang dipakai adalah Koherensi. Bila tuntutan tidak dipenuhi maka warga mengancam akan memblokade jalan menuju Porong. Wartawan membuat atau menuliskan fakta dengan elemen koherensi penjelas, ini ditandai dengan dua proposisi dimana proposisi kedua adalah penjelas atau keterangan dari
85
proposisi pertama. Ini terdapat dalam kalimat, warga akan memblokade jalan Porong, bila tuntutan mereka tidak dipenuhi. Sebenarnya, kalimat bila tuntutan mereka tidak dipenuhi tidak akan menghilangkan esensi pada kalimat awal, karena sejak awal wartawan sudah menegaskan warga menuntut ganti rugi. Jadi, dengan cara seperti ini mengesankan kepada khalayak, jika pemerintah tidak memberikan ganti rugi, maka warga akan memblokade jalan Porong.
4.2.1.1.4 Struktur Retoris Bagaimana pilihan kata yang dipakai dalam teks dapat menunjukan sikap dan ideologi tertentu. Pada berita ini, aspek yang menarik untuk diperhatikan menyangkut elemen leksikon. Pada dasarnya elemen ini menandakan bagaimana wartawan melakukan pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Hal ini meneguhkan keberpihakan atau kecenderungan tertentu. METRO TV memberikan judul berita, Warga Siring Tuntut Ganti Rugi86 Kata/frase ‘Tuntu’ yang bermakna mempertahankan haknya atas sesuatu, berusaha atau berdaya upaya supaya mencapai atau mendapat suatu. Kata ‘tuntut’ sengaja dipakai untuk memberikan penegasan dan penekaan kepada khalayak bahwa warga Siring benar-benar memperjuangkan haknya atas ganti rugi kepada pemerintah, dan memberikan kesan wargalah yang memiliki peranan paling aktif dalam masalah ini. Esensi kalimat akan berubah bila frase menuntut digantikan dengan frase yang lain. Misalnya, ‘Warga Siring Meminta87 Ganti Rugi’ atau ‘Warga Siring Inginkan Ganti Rugi’
86
Garis miring oleh peneliti
86
Wartawan juga memberikan elemen retoris untuk memberikan pencitraan, meningkatkan kemenonjolan pada sisi tertentu dan menggaitkan gambaran pada beritanya. Retorika yang dipakai adalah pemakaian kalimat yang menekankan pandangan METRO TV adalah benar, bahwa tuntutan warga Siring dan kedatangan mereka ke DPR karena kondisi desa yang semakin parah dan perlu penanganan ekstra dari pemerintah. Selain itu, unsur leksikon juga dapat dilihat dari kata ‘Mengancam’ dan ‘memblokade’. Kata mengancam dapat dimaknai atau dimaksudkan untuk menyatakan niat atau rencana untuk melakukan sesuatu yang merugikan, menyulitkan mencelakakan pihak lain; memberikan pertanda atau peringatan mengenai kemungkinan malapetaka yang akan terjadi. Makna dari mengancam adalah negatif dan memberikan kesan kepada khalayak bahwa warga Siring dapat melakukan kegiatan yang merugikan bila tuntutan atas ganti rugi tidak dipenuhi oleh pemerintah. Kata ‘memblokade’ berarti Penutupan, penggepungan suatu daerah: Negara, dan sebagainya sehingga orang-orang, barang-barang atau kapal dan lain-lain tidak dapat keluar masuk dengan leluasa. Frase ini dipilih oleh wartawan untuk memberikan penekanan kepada khalayak, bila tuntuan warga tidak segera terealisakasikan maka, berakibat penutupan jalan menuju porong dan otomatis barang-barang yang seharusnya dapat didistribusikan dengan lancar akan terhambat, secara tidak langsung membuat lamban jalur perekonomian Jawa Timur. Selain perangkat framing leksikon, struktur retoris juga memiliki prangkat lain yaitu gambar/foto/grafis. METRO TV yang notabene adalah media televisi, tentunya memiliki kelebihan secara visual maka, cameraman juga memiliki peranan dalam membentuk dan memberikan penekanan terhadap unsur retoris pada paket di
87
Headline News. Di mana ia menginginkan khalayak menaruh perhatian lebih pada bagian tertentu. Secara visual, METRO TV menekankan target gambarnya pada sosok korban yang sedang berorasi dengan teknik medium shot dan dengan teknik yang sama dilakukan pada pengambilan gambar seorang ibu yang berada dikerumunan sedang menggendong anaknya. Gambar yang diambil memberikan penafsiran yang cukup ekspresif dari para korban. Betapa mereka sangat membutuhkan bantuan dari pemerintah. Selain itu, cameraman juga memberikan penekanan pada gambar Bupati Sidaorjo Win Hendrarso yang diambil secara medium shot pada saat voice over bahwa aksi tuntutan warga untuk datang ke DPR mentuntut ganti rugi kepada pemerintah di dukung oleh Bupati. Selain itu pengambilan gambar saat aksi berlangsung secara keseluruhan diambil zoom in, sehingga mengesankan aksi tersebut diikuti oleh massa yang banyak. Dalam video image, METRO TV juga memberikan kesan ambigu terhadap beritanya. METRO TV dalam program beritanya (Headline News) tidak memberitakan secara terbuka dan terang-terangan mengenai posisi PT. Lapindo Brantas sebagai tertuduh dalam kasus lumpur panas Lapindo yang terjadi di Porong Sidoarjo. Kekaburan ini dapat dilihat dari takeline (Video) Headline News METRO TV yang lebih memilih kata-kata lumpur Porong dari pada lumpur Lapindo. Namun, dalam Visual Image atau gambar cameraman menyorot dengan jelas spanduk demonstran yang berbunyi, “Lumpur Lapindo Akibat PT. Lapindo”. Pemilihan kata yang berbeda ini menyebabkan ambiguitas pada arah dan ideologi yang ingin dibangun oleh METRO TV. Namun, pelebelan yang berbeda ini juga bisa merupakan cara yang aman bagi METRO TV untuk membuat khalayak berpikir, bahwasanya METRO TV tidak tebang pilih dalam memperlakukan beritanya.
88
Selain itu, presenter juga memberikan penekanan terhadap bagian berita yang dianggap gagasan penting dari keseluruhan berita. Dengan cara memberikan aksen dan ekspresi yang berbeda dibandingkan dengan kalimat lain pada lead berita. Kalimat yang dianggap gagasan tersebut adalah: “Menuntut desa mereka dimasukan ke dalam peraturan presiden, yang mengatur tentang ganti rugi”. (Kata ‘dimasukan’ dibacakan dengan aksen dan ekspresi yang berbeda). Belum lagi dalam video, METRO TV memberikan lebel berbeda yang ditandai dengan warna yang berbeda dengan warna judul berita, yaitu warna kuning untuk kata
Lumpur Porong yang posisinya diletakan di atas judul beritanya.
METRO TV seperti memberikan kesan penekanan, serta bermaksud mempengaruhi khalayak untuk melupakan kata lumpur Lapindo, yang notabenenya adalah akar dari semua peristiwa yang menyebabkan kerugian materil dan imateril.
Video berita “Warga Siring Barat Tuntut Ganti Rugi”
Zoom in : demonstrasi warga
Selective Fokus : Ibu yang sedang Mengikuti demonstrasi
Zoom in : Demonstran
Selective fokus : Spanduk warga
89
Medium Close Up : Orasi warga
Meidum Close Up : Pernyataan
Tabel 8: Perangkat Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki88 Setelah melakukan analisis menggunakan perangkat Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Peneliti menarik kesimpulan dari tiap-tiap elemen dan kemudian dimasukan kedalam tabel yang dibagi menjadi dua, yaitu elemen dan strategi penulisan. berikut tabel perangkat analisis framing : Frame : Ganti rugi bagi warga korban lumpur Lapindo, tanggung jawab pemerintah.
Elemen
Strategi Penulisan
Sintaksis
Mengambil pernyataan orasi Siring dan Bupati Sidoarjo yang menyatakan bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk ganti rugi atas harta warga yang habis terendam lumpur lapindo. METRO TV hanya memberikan ruang untuk mengcover pendapat pihak yang menginginkan ganti rugi dari warga. Sedangkan METRO TV tidak memberikan kutipan wawancara sedikitpun kepada pihak yang memiliki kapasitas untuk menaggapi hal tersebut (Walhi, YLBHI, Jatem/Jaringan Advokasi Tambang)
88 Menurut Zhongdang dan Kosicki framing, pertama, melihat teks berita terdiri dari berbagai symbol yang disusun lewat perangkat simbolik yang dipakai yang akan dikonstruksi dalam memori khalayak. Dengan kata lain, tidak ada pesan atau stimuli yang bersifat objektif, sebaliknya teks berita dilihat sebagai perangkat kode yang membutuhkan intepretasi. Makna karenanya, tidak dimaknai sebagai sesuatu yang dapat diidentifikasi dengan menggunakan ukuran yang objektif, sebaliknya, ia hasil dari proses konstruksi, dan penafsiran khalayak. Kedua, analisis framing melihat teks berita ebagai teks yang dibentuk lewat struktur dan formasi tertentu, melibatkan proses produksi dan konsumsi dari suatu teks. Ketiga, validitas dari analisis framing diukur dari bagaimana kode-kode yang dapat ditafsirkan dengan jalan tertentu oleh peneliti. Ini mengandaikan tidak ada ukuran yang valid, karena tergantung pada bagaimana seseorang menafsirkan pesan dari teks berita tersebut.
90
Skrip
Tematik
Retoris
Penekanan pada aspek ganti rugi oleh pemerintah yang notabene diambil dari dana APBN yaitu dana Negara. Sementara ganti rugi yang seharusnya ditanggung oleh PT.Lapindo Brantas Inc. tidak mendapat sorotan sama sekali. Pertama, pernyataan bahwa warga Siring menuntut ganti rugi dan berencana mendatangi DPR. kedua, Bila tuntutan tidak dipenuhi maka warga mengancam akan memblokade jalan menuju Porong. Kata ‘tuntut’ sengaja dipakai untuk memberikan penegasan dan penekaan kepada khalayak bahwa warga Siring benar-benar memperjuangkan haknya atas ganti rugi kepada pemerintah, dan memberikan kesan warga-lah yang memiliki peranan paling aktif dalam masalah ini. Makna dari ‘mengancam’ adalah negatif dan memberikan kesan kepada khalayak bahwa warga Siring dapat melakukan kegiatan yang merugikan bila tuntan atas ganti rugi tidak dipenuhi oleh pemerintah.‘memblokade’ Frase ini dipilih oleh wartawan untuk memberikan penekanan kepada khalayak bahwa bila tuntuan warga tidak segera terealisakasikan maka berakibat penutupan jalan menuju porong dan otomatis barangbarang yang seharusnya dapat didistribusikan dengan lancar akan terhambat, secara tidak langsung membuat lamban jalur perekonomian Jawa Timur. Penekanan pada Bupati Sidaorjo Win Hendrarso yang gambarnya diambil secara medium shot pada saat dubber membacakan bahwa aksi tuntutan warga untuk datang ke DPR mentuntut ganti rugi kepada pemerintah di dukung oleh Bupati.
4.2.1.2 Skrip “Warga Empat Desa Demo Tuntut Ganti Rugi” Waktu : 19 Februari 2008 Headline News, METRO TV menurunkan berita mengenai tuntutan ganti rugi warga empat desa atas desa yang terendam lumpur Lapindo, berikut analisis teks dan video Headline News :
Ratusan warga korban lumpur Lapindo yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Korban Lumpur Sidoardjo, tadi siang, mendatangi Gedung DPR Jakarta. Saat bersamaan, dewan sedang menggelar sidang paripurna membahas penanganan lumpur Lapindo. Massa mengaku sebagai korban lumpur Lapindo di empat desa di Sidoardjo. Warga menuntut agar desa mereka dimasukkan ke dalam peta daerah berdampak untuk mendapatkan ganti rugi, seperti yang tertuang dalam peraturan presiden (Perpres) yang mengatur tentang ketentuan ganti rugi lumpur Lapindo.
91
Warga mengatakan saat ini rumah mereka sudah tidak bisa dihuni akibat luapan lumpur. Meski demikian belum ada ketentuan apapun terkait ketentuan ganti rugi. Mereka mendesak DPR cepat mengambil keputusan terhadap warga di empat desa. Empat desa yang dimaksud antara lain Besuki, Kedung Cangkring, Mindi dan Desa Pejarakan. Perwakilan warga sengaja datang ke Jakarta untuk menggugat Perpres Nomor 14 tahun 2007 tentang Ketentuan Ganti Rugi. Selain menggelar aksi di luar Gedung DPR, mereka juga sempat melihat secara langsung jalannya sidang paripurna. METRO TV menurunkan berita mengenai proses ganti rugi kepada warga yang terkena dampak lumpur Lapindo, dengan judul “Warga Empat Desa Tuntut Ganti Rugi”. METRO TV melakukan strategi wacana tertentu dalam berita untuk mendukung gagasannya. Lebih jelasnya dapat dilihat pada skema, berikut ini :
4.2.1.2.1 Struktur Sintaksis Sintaksis merupakan cara wartawan menyusun fakta. Dalam wacana berita, sintaksis menunjuk pada pengertian susunan dari bagian berita di antaranya headline, lead, latar informasi, sumber, dan penutup, dalam satu kesatuan teks berita secara keseluruhan. Bagian itu tersusun dalam skema yang menjadi pedoman bagaimana fakta hendak disusun. Pertama. Summary yang ditandai dengan dua elemen paling utama yaitu judul berita (Headline) dan teras berita (Lead). Judul berita yang digunakan stasiun televisi METRO TV dalam program berita Headline News adalah : “Warga Empat Desa Demo Tuntut Ganti Rugi”. Judul berita METRO TV memberikan kesan, bahwa kondisi desa mereka sudah sangat parah, karena demo atau demonstrasi merupakan jalan terakhir yang dilakukan oleh pihak yang merasakan ketidakadilan atau tidak memperoleh hak yang seharusnya mereka dapatkan. Kalimat Warga Empat Desa juga memberikan kesan banyak, karena demonstrasi dilakukan bukan hanya oleh satu atau dua desa, namun empat desa sekaligus. Seolah METRO TV ingin
92
memberikan penekanan bahwa sudah semakin banyak warga yang membutuhkan ganti rugi atas kerugian yang dialami. Judul berita yang diturunkan oleh METRO TV juga dipertegas oleh teras berita sebelum masuk ke dalam berita yang lebih lengkap. Berikut kutipannya : Ratusan warga korban lumpur Lapindo yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Korban Lumpur Sidoardjo, tadi siang, mendatangi Gedung DPR Jakarta. Saat bersamaan, dewan sedang menggelar sidang paripurna membahas penanganan lumpur Lapindo. (Pf 1)
Penulisan teras berita di atas merupakan bentuk penegasan terhadap judul yang digunakan. Teras berita ini jelas menunjukan banyaknya demonstran atau warga yang datang, yang dipertegas dengan satu organisasi yang tergabung dalam Gerakan Masyakat Korban Lumpur Sidoarjo. Kedatangan warga ke Gedung DPR juga menjadi momentum, karena berbarengan dengan sidang paripurna yang membahas mengenai penanganan lumpur Lapindo oleh anggota dewan. Secara tidak langsung konsep di atas ingin menunjukan kepada khalayak, begitu banyak korban lumpur Lapindo yang menginginkan ganti rugi. Desakan atas ganti rugi tersebut, diarahkan kepada pemerintah. Karena, selain memilih kata lumpur Sidoarjo89 bukan lumpur Lapindo, METRO TV juga memberikan penegasan, kedatangan warga tepat bersamaan dengan sidang paripurna DPR. Maka, kondisi ini semakin menyudutkan pemerintah untuk mengambil tidakan cepat, karena warga sudah mendesak untuk segera mendapatkan ganti rugi atas desa mereka yang terkena dampak semburan lumpur. Kedua. Story atau isi berita. Secara umum atau keseluruhan berita METRO TV berisi empat paragraf tentang tuntutan warga empat desa yang menginginkan desanya masuk dalam peta berdampak lumpur Lapindo. Selain itu, dalam teks berita 89
Lihat Bab II strategi wacana mengani pengguanan kata ‘Lumpur Sidoarjo’ dan ‘Lumpur Porong’
93
dikatakan bahwa rumah warga sudah tidak dapat digunakan, dan warga juga menggugat isi Perpres No 14 tahun 2007.90 Diawali dengan komentar massa yang mengaku sebagai korban lumpur Lapindo yang menyatakan bahwa, warga menuntut desanya dimasukan ke dalam peta berdampak dan mendapatkan ganti rugi. Headline News mengambil pernyataan massa karena merepresentasikan keinginan warga atas ganti rugi sesuai Perpres yang mengatur tentang ganti rugi : Massa mengaku sebagai korban lumpur Lapindo di empat desa di Sidoardjo. Warga menuntut agar desa mereka dimasukkan ke dalam peta daerah berdampak untuk mendapatkan ganti rugi, seperti yang tertuang dalam peraturan presiden (Perpres) yang mengatur tentang ketentuan ganti rugi lumpur Lapindo (Pf 2) METRO TV mensugestikan khalayak, dengan wacana kedatangan warga Sidoardjo ke Jakarta adalah untuk menuntut hak mereka seperti yang tertera pada Perpres No. 14 Tahun 2007. METRO TV juga cenderung menarik beritanya dalam wacana ganti rugi yang harus dilaksanakan oleh pemerintah. Setelah menyuguhkan pendapat mengenai tuntutan warga, METRO TV mengambil pernyataan warga mengenai kondisi desa yang sudah sangat memprihatinkan. Selain itu, frame yang dibentuk oleh METRO TV memperkuat wacana yang ingin diusung dalam beritanya bahwa, Pemerintah khususnya DPR harus kerja ekstra dalam menanggulangi masalah ini. Bisa dilihat pada paragraf berikut :
Warga mengatakan saat ini rumah mereka sudah tidak bisa dihuni akibat luapan lumpur. Meski demikian belum ada ketentuan apapun terkait ketentuan ganti rugi. Mereka mendesak DPR cepat mengambil keputusan terhadap warga di empat 90
Perpres No. 14 Tahun 2007 Tentang Badan Pnanggulangan Bencana Lumpur Sidoarjo (Pasal 15 Perpres BPLS) Ayat (3) Biaya masalah sosial kemasyarakatan di luar peta area terdampak tanggal 22 Maret 2007, setelah ditandatanganinya Peraturan Presiden ini, dibebankan pada APBN. Ayat (6) Biaya untuk upaya penanganan masalah infrastruktur termasuk infrastruktur untuk penanganan luapan lumpur di Sidoarjo, dibebankan kepada APBN dan sumber dana lainnya yang sah.
94
desa. Empat desa yang dimaksud antara lain Besuki, Kedung Cangkring, Mindi dan Desa Pejarakan (Pf 3). Kesimpulaan dari pernyataan warga di atas adalah, pemerintah segara mengambil langkah taktis dan konkrit. Yaitu, memberikan ganti rugi terhadap empat desa yang disebutkan di atas. Penutup, sebagai paragraf penutup, METRO TV memberikan kesan, warga memang berniat datang ke Gedung DPR di Jakarta untuk menggugat isi Perpres No. 14 Tahun 2007. Gugatan yang dimaksud oleh METRO TV adalah, melihat kembali bahwa ganti rugi yang pemerintah berikan bukan hanya untuk desa-desa yang terdapat dalam Perpres namun juga pada desa yang belum tercantum dalam Perpres.
Perwakilan warga sengaja datang ke Jakarta untuk menggugat Perpres Nomor 14 tahun 2007 tentang Ketentuan Ganti Rugi. Selain menggelar aksi di luar Gedung DPR, mereka juga sempat melihat secara langsung jalannya sidang paripurna (Pf 4). Secara keseluruhan, METRO TV menyatakan desakannya terhadap DPR untuk segera mengambil keputusan terhadap empat desa yang terkena dampak. Di mana desakan tersebut jauh diberikan untuk PT. Lapindo Brantas Inc, pasalnya tak ada satu pun kalimat dalam pemberitaan METRO TV yang mengarah pada kondisi sesungguhnya, di mana PT. Lapindo sebagai pihak yang seharusnya bertanggung jawab (ganti rugi).
91
Dapat ditarik kesimpulan bahwa media (METRO TV) dilihat
dalam perspektif kritis ketika membetuk atau memframe beritanya, tidak terlepas dari kepentingan terutama sarat dengan kepentingan pemilik modal, Negara atau kelompok yang menindas. Dalam artian ini media menjadi alat dominasi dan
91
HUKUNONLINE.com, selasa 24 Juni 2008. uparto Wijoyo pengamat lingkugnan hidup Universitas Airlangga.Perpres No.14 Tahun 2007 tentang Badan Penganggulanan Lumpur Sidoarjo telah membebai APBN, dimana Negara harus mengganti rugi dari suatu kejahatan yang diduga dibuat oleh sekelompok orang. Ganti rugi yang ditawarkan tidak menguntungkan dan condong untuk kepentingan Lapindo berlindung di belakang Perperes ini ketika warga menuntut ganti rugi.
95
hegemoni masyarakat. Konsekunesinya adalah realitas yang dihasilkan oleh media bersifat pada dirinya bias atau terdistorsi.
4.2.1.2 .2 Struktur Skrip Frame METRO TV yang mengarahkan beritanya pada konsep tuntutan ganti rugi terhadap warga empat desa juga diwujudkan dengan cara METRO TV mengisahkan peristiwa demonstrasi tersebut (skirp). Peristiwa yang diangkat oleh METRO TV adalah, peristiwa tuntutan warga yang berbentuk demonstrasi ke Gedung DPR di Jakarta. Bagaimana METRO TV mengisahkan peristiwa tersebut dapat dilihat dari skenario konvensional yang digunakan media massa dalam menyusun fakta-fakta yang ada, misalnya : adanya materi yang diangkat, hal-hal apa saja yang diangkat, bagaimana materi tersebut dibuat, siapa saja yang terlibat dalam peristiwa yang diangkat, pihak mana yang setuju dan tidak setuju dengan peristiwa yang terjadi. Lalu bagaimana METRO TV menyusun konsep tersebut. Dalam berita Warga Empat Desa Demo Tuntut Ganti Rugi, METRO TV menyusun beritanya dengan konsep 5W+1H, di mana konsep tersebut sudah masuk pada awal berita yakni : Pertama-tama METRO TV memasukan unsur what/apa : Ratusan warga korban lumpur Lapindo yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Korban Lumpur Sidoarjo, Mendatangi Gedung DPR. who/siapa, yaitu Warga korban lumpur Lapindo.
Disusul dengan unsur where/dimana, yaitu Gedung DPR Jakarta.
When/Kapan, Tadi siang. why /kenapa, Warga mengatakan saat ini rumah mereka sudah tidak bisa dihuni akibat luapan lumpur dan how/ bagaimana, warga menuntut agar desa mereka dimakukan ke dalam peta daerah berdampak untuk mendapatkan
96
ganti rugi, seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (Perpres No.14 Tahun 2007) tentang ketentuan ganti rugi. Metro TV membentuk struktur skripnya agar terlihat dramatis dan mempengaruhi emosional khalayak, serta menyepakati pendapat METRO TV mengenai kewajiban pemerintah untuk mengganti rugi keempat desa yang terkena dampak lumpur. Bagaimana METRO TV berkisah? Bisa dilihat dari pola yang dibuat oleh METRO TV, dalam teks, METRO TV selalu menegaskan keinginan warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Korban Lumpur Lapindo. Selain itu, METRO TV mengangkat Perpres sebagai senjata yang memojokan pemerintah untuk mengganti rugi kesalahan yang dibuat oleh PT Lapindo dari dana APBN.92 Teks juga mempertegas dan memberikan kesan dramatis bahwa rumah warga sudah tidak dapat dihuni akibat luapan lumpur. Akhirnya berita METRO TV berujung pada desakan warga agar DPR atau pemerintah memberikan ganti rugi yang otomatis diambil dari dana APBN yang notabennya adalah uang Negara. Unsur kelengkapan berita bisa menjadi penanda farming yang penting, dalam beritanya di paragraf ke-3, METRO TV tidak memberikan penegasan, bahwa rusaknya rumah warga dan berakibat tidak dapat dihuni lagi adalah akibat luapan lumpur Lapindo. Unsur kenapa (why) dalam pemberitannya di paragraf tiga sengaja disembunyikan. Warga mengatakan saat ini rumah mereka sudah tidak bisa dihuni akibat luapan lumpur….(Pf 3).
92
Penjelasan mengenai dana ganti rugi dari APBN senilai 700 miliar ada pada Bab II
97
4.2.1.2.3 Struktur Tematik Tematik berhubungan dengan bagaimana wartawan mengungkapkan pandangannya atas peristiwa ke dalam proporsisi, kalimat atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Dari struktur tematik, ada dua tema dalam teks berita yang kesemuanya menunjuk ada tema utama. Dukungan atas demonstrasi warga menuntut ganti rugi kepada pemerintah. Dalam teks ini didukung oleh alasan-alasan berbau yuridis, dengan mengacu pada aturan hukum yang digunakan (Perpres No. 14 Tahun 2007). Tema ini dapat dilihat dari pernyataan warga yang mengikuti demo di depan Gedung DPR. Pernyataan yang menguatkan salah satunya adalah, warga menggugat Perpres. Warga menginginkan agar Perpres tersebut tidak hanya memasukan empat desa saja, namun juga memasukan desa-desa lain yang juga terkena dampak semburan lumpur Lapindo. Elemen wacana yang dipakai dalam struktur tematik berita Headline News di antaranya adalah elemen maksud – elemen wacana yang berhubugan dengan apakah suatu gagasan disampaikan secara jelas ataukah tersembunyi. METRO TV menempatkan pendapat pihak-pihak yang menginginkan ganti rugi secara jelas dan terang. Dilengkapi dengan gambaran kondisi di lapangan (empat desa yang terkena dampak) serta pernyataan mengenai gugatan warga terhadap Perpres. Sedangkan, tidak ada porsi sedikitpun untuk pihak lain yang menyatakan tuntutan warga. Misalnya, pihak-pihak yang memahami bagaimana dan siapa pihak yang seharusnya menanggung kerugian. Serta, tidak ada argumentasi dari pihak-pihak yang tepat untuk memberikan bantahan atau penjelasan menggenai gugatan terhadap Perpres yang sebenarnya. Yaitu, penjabaran mengenai gugatan terhadap Perpres tersebut, karena tidak berpihak terhadap warga dan cenderung menguntungkan PT. Lapindo
98
Brantas. Justru METRO TV mengarahkan gugatan masyarakat atas Perpres pada gugatan warga yang menuntut desanya di masukan ke dalam peta berdampak semburan lumpur, dan memperoleh ganti rugi dari anggaran dana APBN. Singkatnya, METRO TV tidak memberikan penjelasan secara terang, mengenai gugatan yang diinginkan oleh warga. Sehingga
menimbulkan kesan,
gugatan terhadap Perpres yang dimaksud adalah, dimasukannya empat desa yang terkena dampak semburan lumpur ke dalam dana APBN perubahan senilai 700 miliar yang notabene uang negara.
Strategi lain yang digunakan METRO TV
adalah elemen detail. Pendapat atau pernyataan warga diuraikan dengan detail dan hampir memenuhi semua porsi berita. Termasuk dasar hukum yang digunakan untuk mengguatkan argumentasi yang disusun oleh wartawan.
4.2.1.2.4 Struktur Retoris Bagaimana pilihan kata yang dipakai dalam teks dapat menunjukan sikap dan ideologi tertentu. Pada berita ini, aspek yang menarik untuk diperhatikan ada dua yaitu, menyangkut elemen leksikon dan gambar/video image. Pada dasarnya elemen leksikon menandakan bagaimana wartawan melakukan pemilihan kata atas pelbagai kemungkinan kata yang tersedia. Hal ini digunakan untuk meneguhkan keberpihakan atau kecenderungan tertentu. METRO TV memberikan judul berita Warga Empat Desa Demo Tuntut Ganti Rugi93 Kata/frase “Tuntut” yang bermakna, mempertahankan haknya atas sesuatu, berusaha atau berdaya upaya supaya mencapai atau mendapat suatu. Kata ‘tuntut’ sengaja dipakai untuk memberikan penegasan dan penekaan kepada khalayak bahwa, warga Siring benar-benar memperjuangkan haknya atas ganti rugi oleh 93
Garis miring oleh peneliti
99
pemerintah, dan memberikan kesan wargalah yang memiliki peranan paling aktif untuk menyelesaikan masalah ini. METRO TV lebih memilih kata ‘menuntut’ untuk melebeli judulnya. Karena, frase tersebut memiliki makna dan penekanan berbeda, dibandingkan bila METRO TV menggunakan kata lain untuk menghubungkan kata perkata dalam judulnya. Misalnya, ‘Warga Siring Meminta Ganti Rugi’ atau ‘Warga Siring Inginkan Ganti Rugi’. Contoh frase tersebut akan memiliki makna yang berbeda, dan tentunya akan berbeda pula terpaan yang dirasakan khalayak atas berita yang disampaikan. Selain itu, METRO TV lebih memilih frase/kata ‘mendesak’ pada paragraf ketiga. Makna kata ‘mendesak’ adalah mendorong, keadaan memaksa, sudah waktunya, keadaan darurat. Terdapat dalam paragraf. …Mereka mendesak DPR cepat mengambil keputusan terhadap warga di empat desa…(Pf 3) Frame kondisi warga yang memprihatinkan, dipertegas oleh kata ‘mendesak’, yang memberikan penafsiran bahwa warga sudah sangat membutuhkan ganti rugi tersebut, mengingat kondisi desa yang semakin parah. Strategi retoris lain yang digunakan oleh METRO TV adalah dengan menggunakan gambar/video image. Di berita ini METRO TV masih menggunakan kata lumpur Porong di atas judul pada saat tayangan berjalan dengan warna tulisan yang berbeda, yaitu warna kuning. Seolah memberikan penegasan dan penanaman wacana tersendiri di benak halayak untuk mengaburkan tanggung jawab PT. Lapindo Brantas atas ganti rugi terhadap warga Porong. Selain itu, Bila melihat secara Visual (Video Image) Tayangan Headline News lebih fokus pada pada spanduk yang dibawa warga. Yang isinya meminta
100
pertanggung jawaban presiden atas kejadian lumpur Lapindo (“Presiden : Jangan Biarkan Lapindo Mewariskan Lumpur Panas Kepada Anak Cucu Kami”) Untuk memperkuat wacananya, cameraman mengambil gambar Big close up agar memberian kesan emosional, dramatik, dan aksi warga ke gedung DPR adalah kejadian penting dan pemerintah harus cepat tanggap menanggani kasus ini. ini juga menegaskan bahwa SBY dan DPR harus siap-siap mengatasi tuntutan ganti rugi untuk warga korban lumpur. METRO TV dalam program beritanya (Headline News) tidak memberitakan secara terbuka dan terang-terangan mengenai posisi PT. Lapindo Brantas sebagai tertuduh dalam kasus lumpur panas Lapindo yang terjadi di Porong Sidoarjo. Kekaburan ini dapat dilihat dari takeline (Video) Headline News METRO TV yang lebih memilih kata lumpur Porong dari pada lumpur Lapindo. Sedangkan, bila melihat naskah beritanya, METRO TV dengan tegas menggunakan kata ‘Lumpur Lapindo’. Pemilihan kata yang berbeda ini menyebabkan ambiguitas pada arah dan ideologi yang ingin dibangun oleh METRO TV. Namun, pelebelan yang berbeda ini juga bisa merupakan cara yang aman bagi Metro TV untuk membuat khalayak berpikir bahwasanya METRO TV tidak tebang pilih dalam memperlakukan beritanya. Cara presenter membacakan dan membawakan berita dalam struktur retoris juga memiliki makna tersembunyi dibalik ideologi dan gagasan yang diinginkan oleh METRO TV. Hal tersebut dapat terlihat dari lead berita yang dibacakan presenter. Presenter memberikan aksen dan ekspresi yang berbeda pada kalimat yang menjadi gagasan atau wacana inti yang ingin ditekankan kepada khalayak. Kalimat tersebut adalah : “Untuk memperjuangkan tuntutannya warga akan ke Jakarta menghadiri
101
sidang paripurna DPR” (kata ‘ke Jakarta’ yang memperoleh aksen dan ekspresi yang lebih detail khusus).
Video berita “Empat Warga DemoTuntut Ganti Rugi”
Close Up : Spanduk tuntutan warga
Zoom In: Aksi Warga
Zoom In: Warga masuk ruang sidang Gedung DPR
Tabel 9 : Perangkat Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki Setelah melakukan analisis menggunakan perangkat Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Peneliti menarik kesimpulan dari tiap-tiap elemen dan kemudian dimasukan kedalam tabel yang dibagi menjadi dua yaitu, elemen dan strategi penulisan. berikut tabel perangkat analisis framing :
102
Frame : Pemerintah kerja ekstra untuk memberikan ganti rugi sesuai Perpres No. 14 Tahun 2007 Elemen Strategi Penulisan Sintaksis
Skrip
Tematik
Retoris
Pada paragraf pertama Metro TV menempatkan berita, ratusan warga mendatangi Gedung DPR. Disusul dengan penulisan mengenai pernyataan warga yang menginginkan desanya yang terkena banjir lumpur masuk dalam peta berdampak lumpur Lapindo. Di paragraf selanjutnya wartawan menjelaskan kondisi desa yang makin parah dan pernyataan warga yang mendesak pemerintah segera mengambil keputusan. Ditutup dengan memasukan klaim yurudis (Perpres No. 14 Tahun 2007), di mana warga menggugat Perpres tersebut. Penekanan pada aspek ganti rugi kepada pemerintah. Sementara Metro TV tidak memberitakan mengenai siapa sebenarnya oknum yang paling bertanggung jawab atas peristiwa yang terjadi. Penekanan pada Perpres No 14 Tahun 2007, namun Metro TV mengaburkan aspek substansi dari Perpres yang lebih condong merugikan warga dan menguntungkan PT. Lapindo Pertama, empat desa memuntut ganti rugi dan desanya dimasukan ke dalam peta berdampak lumpur. Kedua, menggugat Perpres No 14 Tahun 2007 Kata ‘tuntut’ sengaja dipakai untuk memberikan penegasan dan penekaan kepada khalayak bahwa warga Siring benarbenar memperjuangkan haknya atas ganti rugi kepada pemerintah, dan memberikan kesan warga-lah yang memiliki peranan paling aktif dalam masalah ini. frase/kata ‘mendesak’, makna kata ‘mendesak’ adalah mendorong, keadaan memaksa, sudah waktunya, keadaan darurat. Video image/gambar, pengambilan gambar Big close up memberian kesan emosional, dramatic, dan aksi warga ke gedung DPR. Metro TV juga melebeli takeline (Video) Headline News Metro TV dengan kata ‘Lumpur Porong’ bukan ‘Lumpur Lapindo’.
4.2.1.3 Skrip “Ganti Rugi Dua Desa Ditanggung Pemerintah” Waktu : 26 Februari 2008 Headline News, METRO TV menurunkan berita mengenai ganti rugi atas desa yang terendam lumpur oleh pemerintah, berikut analisis teks dan video Headline News :
Pemerintah memutuskan akan mengganti kerugian dua desa di Sidoardjo, Jawa Timur, yang saat ini terkena dampak semburan lumpur Lapindo Brantas. Kedua desa adalah Desa Besuki dan Desa Pejarakan. Dana sebesar Rp 500 miliar hingga
103
Rp 600 miliar untuk ganti rugi kedua desa tersebut. Demikian disampaikan Menteri Pekerjaan Umum Joko Kirmanto di Jakarta, Selasa (26/2). Sejauh ini, pemerintah belum menghitung secara pasti nilai kerugian yang diderita warga desa. Untuk membahas lebih lanjut rencana tersebut, Joko menambahkan, pemerintah akan mengundang Gubernur Jawa Timur, Bupati Sidoardjo dan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo untuk melakukan rapat di Istana Negara, Rabu besok. Kedua desa tergenang banjir lumpur setelah hujan turun terus menerus pada 11 Februari silam. Hujan menyebabkan tanggul di titik 40 jebol. Akibatnya, genangan air bercampur dengan lumpur menggenangi rumah penduduk dengan ketinggian 50 centimeter. Genangan air bercampur lumpur terus melebar menggenangi empat desa yang sebelumnya tidak dimasukkan ke dalam peta wilayah yang terkena dampak semburan lumpur. Keempat desa adalah Besuki, Penjarakan, Gedung Cangkring dan Desa Mindi. Pada rapat paripurna DPR beberapa waktu yang lalu, warga keempat desa sempat hadir. Mereka menuntut agar desa mereka dimasukan ke dalam peta wilayah terkena dampak lumpur sesuai dengan Keppres No 14 Tahun 2007. Dalam rapat terbatas di Istana Negara, pemerintah akhirnya memutuskan akan mengganti rugi dua desa yang terkena dampak semburan lumpur. Kedua desa adalah Desa Besuki dan Desa Penjarakan Beberapa hari setelah Ratusan warga Porong mendatangi Gedung DPR untuk menuntut ganti rugi atas harta benda mereka yang terendam lumpur, akhirnya tuntuan tersebut direalisaskikan oleh pemerintah dengan diturunkannnya sejumlah dana dari APBN untuk mengganti rugi harta benda warga yang terendam lumpur Lapindo. METRO TV memberi judul beritanya : “Ganti Rugi Dua Desa Ditanggung Pemerintah”, bagimanakah strategi wacana METRO TV dalam berita untuk mendukung gagasan-gagasannya.
4.2.1.3.1
Struktur Sintaksis
Sintaksis merupakan cara wartawan menyusun fakta. Dalam wacana berita, sintaksis menunjuk pada pengertian susunan dari bagian berita di antaranya headline, lead, latar informasi, sumber, dan penutup, dalam satu kesatuan teks berita secara
104
keseluruhan. Bagian itu tersusun dalam skema yang menjadi pedoman bagimana fakta hendak disusun. Pertama. Summary yang ditandai dengan dua elemen paling utama yaitu judul berita (Headline) dan teras berita (Lead). Dari analisis sintaksis pandangan METRO TV diwujudkan dalam skema atau bagan dalam berita. Judul berita yang digunakan stasiun televisi METRO TV dalam program berita Headline News adalah “Ganti Rugi Dua Desa Ditanggung Pemerintah”. Judul tersebut menunjukan bahwa Pemerintah bertindak benar dengan mengganti rugi dua dari empat desa yang mengalami dampak semburan lumpur di luar peta berdampak yang telah dimasukan dalam Perpres No 14 Tahun 2007. METRO TV juga menegaskan dengan judul “Ganti Rugi Dua Desa Ditanggung Pemerintah” ada makna tersendiri. Judul semacam ini memberikan otoritas kenegaraan : bahwa proses ganti rugi ini memang langkah benar dan baik karena, pemerintah sendirilah yang memutuskan penggantian tersebut. Sebagai pengantar, judul berita tersebut kemudian dipertegas lagi dengan teras berita yang dipakai oleh METRO TV : Pemerintah memutuskan akan mengganti kerugian dua desa di Sidoardjo, Jawa Timur, yang saat ini terkena dampak semburan lumpur Lapindo Brantas. Kedua desa adalah Desa Besuki dan Desa Pejarakan. Dana sebesar Rp 500 miliar hingga Rp 600 miliar untuk ganti rugi kedua desa tersebut. Demikian disampaikan Menteri Pekerjaan Umum Joko Kirmanto di Jakarta, Selasa (26/2).(Pf1) Penulisan lead di atas merupakan bentuk penegasan terhadap judul yang digunakan. Teras berita ini jelas menunjukan adanya kesepakatan, pemerintah-lah yang seharusnya mengganti kerugian yang diderita warga. Dalam teks juga ditegaskan secara implisit, bahwa langkah ganti rugi tersebut adalah keputusan pemerintah. Dalam beritanya METRO TV juga mengutip pendapat dari Menteri Pekerjaan Umum Joko Kirmanto, serta memasukan beberapa pihak yang memiliki
105
otoritas dan kapasitas dalam masalah ini di antaranya ; Gubernur Jawa Timur, Bupati Sidoarjo, dan Badan Penganggualangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). METRO TV juga mempertegas dalam teks beritanya dengan mewawancarai Mentri Pekerjaan Umum Joko Kirmanto. Dan dengan pernyataannya menteri yang akan memberikan dana sebesar Rp 500 miliar hingga Rp 600 miliar yang notabene diambil dari dana APBN guna mengganti kerugian materi bagi korban lumpur lapindo yang desanya terkena dampak semburan lumpur dan tidak masuk dalam peta semburan lumpur. Kedua. Story atau isi berita secara keseluruhan. Setelah pengantar di headline dan lead, yang diikuti dengan tiga paragraf di bawahnya yang menegaskan latar belakang mengapa pemerintah mengambil langkah untuk ganti rugi korban semburan lumpur. Selain itu, METRO TV juga menyusun dan mengaitkan informasi yang berkenaan dengan kondisi warga desa dan proses ganti rugi yang direncanakan oleh pemerintah. Di awali dengan komentar Menteri Pekerjaan Umum Joko Kirmanto yang merupakan bagian dari eksekutif, yang juga berwenang untuk mengeluarkan statement keputusan-kepurutan pemerintah mengenai kasus lumpur Lapindo. Pelebelan ini menunjukan otoritas dan kapasistas sumber berita. Joko Kirmanto menyatakan, pemerintah akan mengganti kerugian yang diderita warga, dengan mengundang Gubernur Jawa Timur, Bupati Sidoarjo, dan BPLS guna membahas lebih lanjut mengenai ganti rugi yang telah diputuskan. Berikut kutipannya : Sejauh ini, pemerintah belum menghitung secara pasti nilai kerugian yang diderita warga desa. Untuk membahas lebih lanjut rencana tersebut, Joko menambahkan, pemerintah akan mengundang Gubernur Jawa Timur, Bupati Sidoardjo dan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo untuk melakukan rapat di Istana Negara, Rabu besok.
106
Dengan pernyataan Joko Kirmanto tersebut, dapat ditanggkap bahwa pemerintah serius mengambil langkah ini. Karena, Menteri akan memanggil pihakpihak terkait untuk membahas masalah tersebut. Ide dasar inilah yang diangkat oleh METRO TV dalam beritanya. Bahwa pemerintahlah pihak yang seharusnya mengganti kerugian warga Porong. Dan putusan ini menjadi sah karena pemerintahlah yang mengambil keputusan atas ganti rugi dan diperkuat oleh pernyataan Menteri Pekerjaan Umum. Setelah mengambil kutipan dari Menteri Pekerjaan Umum memengenai putusan pemerintah mengganti kerugian warga. METRO TV menjabarkan mengenai kondisi desa yang terkena semburan lumpur. Di paragraf ketiga ini, METRO TV mengungkapkan, akibat hujan deras yang mengguyur dua desa pada 11 Februari-lah yang menyebabkan tanggul di titik 40 jebol dan mengakibatkan rumah warga terendam lumpur, kemudian melebar ke empat desa yang sebelumnya tidak masuk dalam peta berdampak lumpur Lapindo. Kedua desa tergenang banjir lumpur setelah hujan turun terus menerus pada 11 Februari silam. Hujan menyebabkan tanggul di titik 40 jebol. Akibatnya, genangan air bercampur dengan lumpur menggenangi rumah penduduk dengan ketinggian 50 centimeter. Genangan air bercampur lumpur terus melebar menggenangi empat desa yang sebelumnya tidak dimasukkan ke dalam peta wilayah yang terkena dampak semburan lumpur. Keempat desa adalah Besuki, Penjarakan, Gedung Cangkring dan Desa Mindi. Kesimpulan berita di atas menyangkut kondisi desa yang sudah parah dan berlum mendapatkan penangganan serius dan cepat dari pemerintah, yaitu dalam bentuk ganti rugi. Paragraf di atas juga memberikan muatan tersembunyi yang menggiring pola pikir khalayak, bahwa yang mengakibatkan terendamnya empat desa yang tidak masuk dalam peta berdampak lumpur lapindo (Perpres No. 14 Tahun 2007-penulis) adalah jebolnya tanggul di titik 40 akibat hujan deras yang terus-
107
menerus mengguyur desa pada 11 Februari 2008. Bisa dilihat dari kalimat di paragraf 3 : ……. Kedua desa tergenang banjir lumpur setelah hujan turun terus menerus pada 11 Februari silam…(Pf 3)94
Ketiga. Sebagai penutup, METRO TV memberikan informasi mengenai kedatangan warga beberapa waktu lalu ke Gedung DPR untuk menuntut haknya atas kerugian materil kepada pemerintah sesuai dengan Pepres No 14 Tahun 2007. METRO TV juga memberikan kesimpulan, dalam rapat terbatas di istana pemerintah akhirnya memutuskan untuk mengganti rugi dua desa yaitu desa Besuki dan Desa Penjarakan. Berikut kutipan beritanya : Pada rapat paripurna DPR beberapa waktu yang lalu, warga keempat desa sempat hadir. Mereka menuntut agar desa mereka dimasukan ke dalam peta wilayah terkena dampak lumpur sesuai dengan Keppres No 14 Tahun 2007. Dalam rapat terbatas di Istana Negara, pemerintah akhirnya memutuskan akan mengganti rugi dua desa yang terkena dampak semburan lumpur. Kedua desa adalah Desa Besuki dan Desa Penjarakan (Pf 4). Makna yang ingin ditampilkan oleh METRO TV dari penutup berita ini adalah dengan cara menyusun fakta yang ada berdasarkan dua kejadian yang telah lampau dan akhirnya bermuara pada satu titik yaitu, berawal pada kejadian lalu di mana warga mendatangi Gedung DPR untuk menuntut haknya sesuai dengan Perpres No. 14 Tahun 2007. Kemudian dilanjut dengan aktivitas rapat terbatas di Istana Negara yang akhirnya memutuskan untuk mengganti rugi dua desa yang terkena semburan lumpur. Dapat ditarik kesimpulan bahwa media (METRO TV) dilihat dalam perspektif kritis ketika membetuk atau memframe beritanya, tidak terlepas dari kepentingan terutama sarat dengan kepentingan pemilik modal, Negara atau
94
Garis miring dari peneliti
108
kelompok yang menindas. Dalam artian ini media menjadi alat dominasi dan hegemoni masyarakat. Konsekunesinya adalah realitas yang dihasilkan oleh media bersifat pada dirinya bias atau terdistorsi.
4.2.1.3.2
Struktur Skrip
Frame Metro TV semacam ini juga dapat diamati dengan melihat bagaimana METRO TV mengisahkan atau bercerita mengenai peristiwa tersebut (skrip). Peristiwa yang diangkat METRO TV adalah peristiwa seputar ganti rugi yang memang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah atas korban dua desa yang terkena semburan lumpur. Bagaimana METRO TV mengisahkan peristiwa tersebut, dapat dilihat dari skenario konvensional yang digunakan media massa dalam menyusun fakta-fakta yang ada, misalnya : adanya materi yang diangkat, hal-hal apa saja yang diangkat, bagaimana materi tersebut dibuat, siapa saja yang terlibat dalam peristiwa yang diangkat, pihak mana yang setuju dan tidak setuju dengan peristiwa yang terjadi. Lalu bagaimana METRO TV menyusun konsep tersebut. Dalam berita Ganti Rugi Dua Desa Ditanggung Pemerintah METRO TV menyusun beritanya dengan konsep 5W+1H, di mana konsep tersebut sudah masuk pada awal berita yakni : Pertama-tama Metro TV memasukan unsur who/siapa, yaitu pemerintah. Disusul dengan unsur what/apa, pemerintah memutuskan akan mengganti kerugian dua desa di Sidoarjo, Jawa Timur yang terkena semburan lumpur Lapindo Brantas. Kemudian unsur where/di mana, yaitu Desa Besuki dan Desa Pejarakan. who/siapa yaitu Warga dua Desa di Sidoarjo. kemudian unsur When/Kapan, selasa 26 Februari 2007. why/kenapa, karena warga menuntut agar desa mereka dimasukan ke dalam peta wilayah terkena dampak lumpur sesuai dengan Kepres No. 14 Tahun 2007.
109
Bagaimana/how, sejauh ini pemerintah belum menghitung secara pasti nilai kerugian yang diderita warga desa. Untuk membahas lebih lanjut rencana tersebut, Joko menambahkan, pemerintah akan mengundang Gubernur Jawa Timur, Bupati Sidoarjo, dan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo untuk melakukan rapat di Istana Negara, Rabu besok. Dalam teks berita yang disajikan, METRO TV menjabarkan kondisi desa yang terkena semburan lumpur di paragraf ketiga. Selain itu, METRO TV juga menjabarkan mengenai sikap proaktif warga dengan mendatangi Gedung DPR mendesak dan menuntut pemerintah mengambil langkah tegas dan konkrit untuk menyelamatkan warga. ………. berawal pada kejadian lalu di mana warga mendatangi Gedung DPR untuk menuntut haknya sesuai dengan Perpres No. 14 Tahun 2007.........(Pf4). Kemudian METRO TV membawa tulisannya pada putusan pemerintah untuk mengganti kerugian yang diderita warga. Dengan konsep berita dan cara mengisahkan permasalahan semacam itu, berita Headline News METRO TV, ingin menekankan kepada khalayak bahwa masalah ganti rugi dua desa adalah hal yang wajar dan harus dilakukan oleh pemerintah. ……… Dalam rapat terbatas di Istana Negara, pemerintah akhirnya memutuskan akan mengganti rugi dua desa yang terkena dampak semburan lumpur……….(Pf 4). Dengan konsep berita seperti ini maka METRO TV ingin menekankan, atas kejadian alam, yaitu hujan deras yang mengguyur empat desa hingga mengakibatkan tanggul di titik 40 jebol dan menggenangi rumah warga menyebabkan warga menuntut kepada pemerintah untuk mendapat ganti rugi. Kemudian, METRO TV juga mengisahkan kepada khalayak mengenai tuntutan warga atas ganti rugi ditujukan kepada pemerintah bukan kepada PT. Lapindo Brantas Inc. yang
110
seharusnya menanggung semua kerugian yang bukan hanya dialami oleh warga Porong namun juga negara95 adalah benar, dan ganti rugi oleh pemerintah adalah tindakan yang semestinya.
4.2.1.3.3 Struktur Tematik Tematik
berhubungan
dengan
bagaimana
wartawan
mengungkapkan
pandangannya atas peristiwa ke dalam proporsisi, kalimat atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Dari struktur tematik ada dua tema dalam teks berita ini. Pertama, dua desa terkena dampak lumpur Lapindo mendapat ganti rugi dana sebesar Rp 500 miliar hingga Rp 600 miliar. Dalam teks tema ini didukung oleh penulisan fakta yang mendukung gagasan METRO TV. Dalam tema pertama terdapat unsur detail. METRO TV dengan detail mengisahkan seputar ganti rugi bagi korban lumpur Lapindo, yakni menggunakan hampir semua paragraf di awal dan paragraph akhir. Dengan cara penulisan seperti ini, memberikan gambaran yang rinci mengenai tindakan pemerintah adalah benar dan memang seharusnya pemerintah mengganti rugi kepada korban semburan lumpur. Otomatis pemberitaan METRO TV menutupi PT. Lapindo sebagai pihak yang seharusnya paling bertanggung jawab96. 95
(www. Suara Pembaharuan.com) Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Chalid Muhammad. Dikaitkan dengan ketersediaan anggaran bencana. "Anggaran bencana hanya Rp 600 miliar, sedangkan untuk kompensasi rumah warga saja butuh Rp 1,4 triliun. Bagaimana pemerintah mau menangani bencana lain kalau defisit?" katanya. Untuk itu, dia mendesak pemerintah dan DPR memanggil perusahaan- perusahaan yang berkaitan dengan eksplorasi gas di Porong, yakni PT Lapindo, Medco, Santos dan Bakrie, untuk meminta pertanggungjawaban. Mereka pun harus menyediakan dana dalam jumlah tertentu untuk menangani kasus itu dan pengelolaannya dilakukan secara transparan. "Bisa saja pemerintah pusat mengkoordinasikan penanggulangan bencana itu. Tetapi dananya harus dari perusahaan. Kalau perusahaan tidak sanggup, ya di-black list saja," 96 (berita harian, www.pikiran-rakyat.com, sepetember, 22/2006 lumpur panas mengalir di luas kendali) Menteri Aburizal Bakrie seharusnya tidak menjauhkan diri dari bencana ketika kelompok usahanya memiliki sebagian besar saham dari operasi ini. Menteri Aburizal, yang mengkoordinasi kementerian-kementerian di bidang kesejahteraan rakyat, tidak memastikan terjaminnya evakuasi dan perhatian yang memadai bagi 10.000 orang yang telah terkena dampak. Pemerintah harus memaksa
111
Pada rapat paripurna DPR beberapa waktu yang lalu, warga keempat desa sempat hadir. Mereka menuntut agar desa mereka dimasukan ke dalam peta wilayah terkena dampak lumpur sesuai dengan Keppres No 14 Tahun 200797. Dalam rapat terbatas di Istana Negara, pemerintah akhirnya memutuskan akan mengganti rugi dua desa yang terkena dampak semburan lumpur….(Pf 4)
Pada sisi ini sudut pandang tentang pencitraan pemerintah sangat buruk. Karena, pemerintah dinilai cenderung lamban, harus menunggu semburan baru muncul di empat desa, serta menunggu desakan dari warga untuk segera menentukan nasib warga Porong untuk mengambil keputusan. Sejauh ini, pemerintah belum menghitung98 secara pasti nilai kerugian yang diderita warga desa……..(Pf 2) Pada rapat paripurna DPR beberapa waktu yang lalu, warga keempat desa sempat hadir. Mereka menuntut agar desa mereka dimasukan ke dalam peta wilayah terkena dampak lumpur sesuai dengan Keppres No 14 Tahun 2007. Dalam rapat terbatas di Istana Negara, pemerintah akhirnya memutuskan akan mengganti rugi dua desa yang terkena dampak semburan lumpur….(Pf 4) Tema kedua, penjabaran menggenai kondisi desa dan kalimat yang menegaskan mengapa tanggung jebol dan empat desa tergenang lumpur Lapindo. Dalam teks diceritakan rinci tanpa memberikan sedikitpun ruang bagi ahli lingkungan ataupun elemen-elemen masyarakat yang dapat mengomentari kasus ini. Kedua desa tergenang banjir lumpur setelah hujan turun terus menerus pada 11 Februari silam. Hujan menyebabkan tanggul di titik 40 jebol. Akibatnya, genangan air bercampur dengan lumpur menggenangi rumah penduduk dengan ketinggian 50 centimeter…….(Pf 2)
Menteri Aburizal dan Lapindo beserta pemegang saham lainnya untuk menanggung biaya evakuasi, kompensasi, penanggulangan dan rehabilitasi. Uang pembayar pajak tidak seharusnya dipakai untuk membiayai bencana yang diakibatkan oleh salah satu konglomerat terbesar di Indonesia. "Bencana lumpur Lapindo telah menjadi simbol kejahatan korporasi, menunjukkan secara nyata bagaimana aktifitas bisnis raksasa yang tidak bertanggung jawab terus menerus menghancurkan lingkungan dan kehidupan manusia. Korporasi telah diberikan berbagai kenyamanan serta kesempatan yang belebihan serta hak-hak untuk mengeruk keuntungan dari cenderung lari dari tanggung jawab sambil meninggalkan warisan dalam bentuk penderitaan dan kehancuran. Bencana Lapindo merupakan contoh klasik dari kecenderungan tersebut." (berita harian, www.pikiran-rakyat.com, sepetember, 22/2006 lumpur panas mengalir di luas kendali) 97 Garis miring oleh peneliti 98 Garis dari peneliti
112
Tema pada paragraf ini adalah tema pendukung atas dua paragraf pembuka dan satu paragraf penutup. Agar memberikan peneguhan kepada khalayak. Bahwa, banjir lumpur ada setelah hujan deras yang turun terus-menerus, sehingga menyebabkan tanggul di titik 40 jebol. Karena hujan yang notabene adalah bukan ulah manusia menyebabkan tanggul jebol. Oleh karena itu, banjir lumpur akibat jebolnya tanggul adalah tanggung jawab pemerintah. Selain unsur detail, terdapat unsur koherensi sebab-akibat. Ditandai dengan proposisi atau kalimat yang satu dipandang sebagai akibat ataupun sebab dari proposisi atau kalimat yang lain. …..Hujan menyebabkan tanggul di titik 40 jebol. Akibatnya, genangan air bercampur dengan lumpur………(Pf2).
4.2.1.3.4
Struktur Retoris
Struktur retoris dari wacana berita menggambarkan pilihan gaya atau kata yang dipilih oleh wartawan untuk menekankan arti yang ingin ditonjolakn oleh wartawan. Kata yang dipilih dalam teks dapat menunjukan sikap dan ideologi tertentu. Pada berita ini, ada beberapa aspek yang menarik untuk diperhatikan, diantaranya elemen leksikon. Pada dasarnya aspek ini menandakan bagaimana wartawan melakukan pemilihan kata atas pelbagai kemungkinan kata yang tersedia. Hal ini meneguhkan keberpihakan atau kecenderungan tertentu. METRO TV memberikan judul “Ganti Rugi Dua Desa Ditanggung99 Pemerintah”. Kata/frase “ditanggung” dalam judul yang diberikan METRO TV bermaka sebuah kewajiban yang seharusnya ditanggung oleh pemerintah. Kata/frase tersebut
99
Tanggung : keadaan wajib menaggung sesuatu (jika terjadi sesuatu boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya) 17 Akhir : belakang, yang terbelakang sekali, penghaibsan, kesudahan
113
juga memberikan kesan bahwa ganti rugi untuk desa memang seharusnya dan sewajarnya menjadi tanggungan pemerintah. Selain itu wartawan juga leksikon juga dapat dilihat dari kata “akhirnya”. Kata/frase ini bila di kaitkan dengan kalimat dalam paragraf keempat dapat dimaknai dengan, sebuah tindakan yang terlambat atau baru melakukan sebuah tindakan setelah sebelumnya terjadi reaksi. ….Dalam rapat terbatas di Istana Negara, pemerintah akhirnya memutuskan akan mengganti rugi dua desa yang terkena dampak semburan lumpur……(Pf 4) Selain perangkat framing leksikon, struktur retoris juga memiliki prangkat lain yaitu gambar/foto/grafis. METRO TV yang notabene adalah media televisi memiliki kelebihan secara visual maka, cameraman juga memiliki peranan dalam membentuk dan memberikan penekanan terhadap unsur retoris pada paket di Headline News. Di mana ia menginginkan khalayak menaruh perhatian lebih pada bagian tertentu. Secara visual image, METRO TV menggedepankan kondisi tragis desa yang terendam lumpur Lapindo pengambilan gambar diambil secara variatif dengan teknik pengambilan yang berbeda-beda. Ada yang diambil secara landscape dan zoom out, dan memperlihatkan kondisi desa yang benar-benar terendam sampai ke atap rumah. Beberapa diambil close up untuk memperlihatkan detail kondisi bangunan rumah atau fasilitas warga lain yang teredam lumpur dan memberikan kesan dekat. Selain itu pengambilan gambar dengan cara selective fokus dilakukan pada rumah warga yang tinggal terlihat atapnya saja karena terendam lumpur. Pengambilan gambar semacam ini ingin menegasakan bahwa, kondisi Porong sudah sangat parah dan membutuhkan penanganan langsung dari pemerintah.
114
Cameraman juga mengambil gambar warga empat desa yang terkena dampak lumpur yang akan mengadu ke DPR. Selain itu juga diakhir tayangan terdapat wawancara dengan Menteri Pekerjaan Umum Joko Kimanto yang isinya : “Jadi telah disepakati bahwa kita (pemerintah) akan memperlakukan mereka (empat desa yang terkena dampak dan tidak termasuk dalam peta berdampak lumpur Lapindo) sama mendapatkan ganti rugi seperti mereka yang terdapat dalam peta berdampak. Dana dari pemerintah, sekitar 500 miliar sampai 600 milyar. Gambar yang diambil jelas menegaskan bahwa kondisi Porong yang memprihatinkan di tambah lagi tuntutan dan aksi warga yang mendatangi Gedung DPR dan diperkuat dengan pernyataan langsung Menteri Pekerjaan Umum, bahwa pemerintahlah pihak yang harus menaggung akibat semburan lumpur Lapindo. juru kamera juga mengambil gambar secara zoom in dan high angle pada saat warga berbondongbondong menuju gedung DPR. Zoom in untuk memberikan kesan penuh, juru kamera ingin menampilkan kepada khalayak bahwa jumlah warga yang datang untuk menuntut haknya begitu banyak. Sedangkan high angle menampilkan kesan kekuatan dan berwibawa dan kepahlawanan. Di berita ini METRO TV juga masih menggunakan kata Lumpur Porong di atas judul pada saat tayangan berjalan dengan warna tulisan yang berbeda, yaitu warna kuning. Seolah, memberikan penegasan dan penanaman wacana tersendiri di benak halayak untuk mengaburkan tanggung jawab PT. Lapindo Brantas untuk memberikan ganti rugi. METRO TV dalam program beritanya (Headline News) tidak memberitakan secara terbuka dan terang-terangan mengenai posisi PT. Lapindo Brantas sebagai tertuduh dalam kasus lumpur panas Lapindo yang terjadi di Porong Sidoarjo. Kekaburan ini dapat dilihat dari kata ‘lumpur’ bukan menggunakan kata ‘lumpur
115
Lapindo oleh presenter. Sedangkan, bila melihat naskah beritanya METRO TV dengan tegas menggunakan kata ‘Lumpur Lapindo’. Pemilihan dan kata yang berbeda ini menyebabkan ambiguitas pada arah dan ideologi yang ingin dibangun oleh METRO TV. Namun, pelebelan yang berbeda ini juga bisa merupakan cara yang aman bagi METRO TV untuk membuat khalayak berpikir bahwasanya METRO TV tidak tebang pilih dalam memperlakukan beritanya. Selain itu presenter juga memberikan aksen dan ekspresi yang berbeda ketika membacakan lead berikut : “Pemerintah menganggarkan dana sebesar 500 sampai 600 miliar rupiah”. Cara membacakan berita dengan cara tersebut, memberikan makna bahwa bagian tersebutlah point yang ingin ditekankan dalam berita tersebut.
Video berita “Ganti Rugi Dua Desa Dtanggung Pemerintah”
Close Up : Wawancara Mentri Pekerjaan Umum
Zoom In : kedatangan warga ke Gedung DPR
Landscape : Kondisi porong
Selektive fokus : fasilitas umum yang terendam lumpur
116
Selective Fokus : Rumah warga Yang terendam lumpur
Tabel 10: Perangkat Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki Setelah melakukan analisis menggunakan perangkat Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Peneliti menarik kesimpulan dari tiap-tiap elemen dan kemudian dimasukan kedalam tabel yang dibagi menjadi dua, yaitu, elemen dan strategi penulisan. Berikut tabel perangkat analisis framing : Frame : Ganti Rugi dua desa yang terendam lumpur Lapindo adalah kewajiban Pemerintah Elemen
Strategi Penulisan
Sintaksis
Wawancara dengan Mentri Pekerjaan Umum Joko Kirmanto mengenai putusan pemerintah untuk mengganti rugi korban semburan lumpur Lapindo. METRO TV menempatkan pendapat Mentri di paragraph awal. Kemudian disusul dengan rencana pemerintah untuk mengundang pihak-pihak terkait untuk membicarakan ganti rugi. Paragraf selanjutnya METRO TV membicarakan mengenai kondisi desa yang parah akibat jebolnya tanggul yang menyebabkan tempat tinggal warga tergenang lumpur. Dan diparagraf terakhir METRO TV membahas mengenai kedatangan warga beberapa waktu lalu ke Gedung DPR untuk meminta ganti rugi, dan akhirnya melalui sidang terbatas tuntutan warga dipenuhi Memberikan pemaknaan kepada khalayak, bahwa masalah ganti rugi dua desa adalah hal yang wajar dan harus dilakukan oleh pemerintah, dengan penekanan pada aspek legalitas Perpres No 14 Tahun 2007. Pertama, seputar ganti rugi bagi korban lumpur Lapindo. Kedua, penjabaran mengani kondisi desa. Namun METRO TV tidak memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang terkait dengan kasus yang diangkat untuk memberikan komentar dengan sudut pandang berbeda.
Skrip
Tematik
117
Retoris
Kata/frase “ditanggung” bermaka sebuah kewajiban yang seharusnya ditanggung oleh pemerintah. dari kata “akhirnya” dimaknai dengan sebuah tindakan yang terlambat atau baru melakukan sebuah tindakan setelah sebelumnya terjadi reaksi. gambar/foto/grafis landscape dan zoom out dan memperlihatkan kondisi desa yang benar-benar terendam sampai ke atap rumah. Beberapa diambil close up untuk memperlihatkan detail kondisi bangunan rumah.
4.2.1.4 Skrip “Semburan Gas Mudah Terbakar di Porong Kian Luas” Waktu : 05 Maret 2008 Headline News, METRO TV menurunkan berita mengenai semburan gas baru yang mudah terbakar di Porong yang kian meluas, berikut analisis teks dan video Headline News : Semburan gas mudah terbakar di kawasan lumpur panas Lapindo, Sidoarjo, Jawa Timur, terus meluas. Semburan gas tidak hanya terjadi di Kelurahan Siring Barat, namun banyak bermunculan di Kelurahan Mindi, Kecamatan Porong, Sidoardjo. Di Kelurahan Mindi tercatat ada Sembilan lokasi semburan gas. Lima di antaranya mudah terbakar saat disulut api. Kondisi ini membuat warga resah. Lokasi Kelurahan Mindi hanya berjarak satu kilometer dari pusat semburan lumpur panas Lapindo. Namun, wilayah ini tidak masuk dalam areal terdampak dan tidak mendapat ganti rugi dari dana APBN Perubahan senilai Rp 700 miliar. Munculnya gas mudah terbakar di Kelurahan Mindi ini mendorong para warga agar wilayah tersebut bisa mendapat ganti rugi. Menurut seorang warga, Imam, munculnya gas ini tidak hanya menimbulkan keresahan khawatir terjadi kebakaran. Namun, juga menimbulkan bau yang menyengat. Warga takut akan keracunan gas tersebut. Luapan lumpur Lapindo yang membanjiri rumah warga membawa dampak lain, yaitu munculnya semburan gas mudah terbakar. Semburan tersebut terjadi hampir di Sembilan desa, lima diantaranya mudah terbakar saat disulut api. Lalu bagaimana strategi wacana METRO TV dalam memantapkan ideologinya dan mendukung gagasannya dalam pemberitaan tersebut.
118
4.2.1.4.1
Struktur Sintaksis
Sintaksis adalah merupakan cara wartawan dalam menyusun fakta. Dalam wacana berita, sintaksis menunjuk pada pengertian susuanan dari bagian berita diantarnya headline, lead, latar informasi, sumber, dan penutup, dalam satu kesatuan teks berita secara keseluruhan. Bagian itu tersusun dalam skema yang menjadi pedoman bagimana fakta hendak disusun. Pertama. Berita ditandai dengan dua elemen utama, yakni judul berita (Headline) dan teras berita (lead). Judul berita yang dipakai oleh stasiun televisi METRO TV adalah : Semburan Gas Mudah Terbakar Meluas. Judul yang dibuat sangat menarik, karena Metro TV dalam judulnya tidak mengedepankan faktor penyebab atau dalang dibelakang kejadian yang menimpa desa warga. METRO TV lebih mengedepankan kondisi yang terjadi, dengan memberikan penekanan pada kondisi tempat yang semakin parah karena terdapat semburan gas yang mudah terbakar, dan semburan tersebut kain meluas. Sebagai pengantar judul tersebut dipertegas lagi dengan teras berita yang dipakai METRO TV sebelum masuk ke dalam isi berita lebih lengkap. Semburan gas mudah terbakar di kawasan lumpur panas Lapindo, Sidoarjo, Jawa Timur, terus meluas. Semburan gas tidak hanya terjadi di Kelurahan Siring Barat, namun banyak bermunculan di Kelurahan Mindi, Kecamatan Porong, Sidoardjo. Di Kelurahan Mindi tercatat ada sembilan lokasi semburan gas. Lima di antaranya mudah terbakar saat disulut api. Kondisi ini membuat warga resah.
Penulisan lead di atas merupakan bentuk penegasan terhadap judul yang digunakan. Teras berita ini jelas menunjukkan sikap METRO TV yang menganggap bahwa peristiwa semburan gas mudah terbakar dibeberapa kelurahan sebagai masalah krusial karena menyangkut keselamatan warga. Dan secara implisit,
119
METRO TV memframe dan mengarahkan beritanya pada wacana gas mudah terbakar tersebut sudah semakin meluas, membutuhkan penanganan ekstra, dan kondisi tersebut sudah membuat warga resah dan takut akan memberikan dampak buruk. Bukan hanya harta tapi juga nyawa warga yang turut terancam. Dalam teks berita ini, METRO TV mengutip satu narasumber yang terkait dengan kejadian semburan gas mudah terbakar di Kecamatan Porong. Kedua. Story atau isi berita secara keseluruhan. Setelah pengantar pada Headline dan lead, yang diikuti dua paragraf menyangkut sikap warga terhadap kondisi desa mereka yang terkena semburan gas mudah terbakar. Serta dimaknai secara implisit oleh METRO TV sebagai sebuah perisitwa yang dapat membuat warga terancam. Kemudian, METRO TV kenyusun informasi terkait dengan semburan gas mudah
terbakar, serta menampilkan komentar pihak yang
berhubungan langsung dengan peristiwa tersebut. Dalam pragraf kedua, dibuka dengan pernyataan atau pendapat wartawan mengenai jarak desa yang tidak terlalu jauh dengan wilayah semburan gas. Makna dari informasi tersebut adalah, kesigapan dan kejelian pemerintah dalam menyikapi kondisi tersebut. METRO TV ingin menegaskan, seharusnya pemerintah bisa melakuan estimasi terhadap kondisi luapan lumpur dalam volume banyak dikaitkan dengan lokai desa yang tidak jauh dari pusat semburan. Maka, seharusnya dari jauhjauh hari telah diperhitungkan dan diantisipasi oleh pemerintah agar desa-desa yang jaraknya tak jauh dari pusat semburan lumpur sudah masuk dalam peta berdampak lumpur, sehingga warga tidak resah. Berikut kutipannya : Lokasi Kelurahan Mindi hanya berjarak satu kilometer dari pusat semburan lumpur panas Lapindo. Namun, wilayah ini tidak masuk dalam areal terdampak dan tidak mendapat ganti rugi dari dana APBN Perubahan senilai Rp 700 miliar. Munculnya gas mudah terbakar di Kelurahan Mindi ini mendorong para warga agar wilayah tersebut bisa mendapat ganti rugi (Pf 2).
120
Dari tulisan di atas, METRO TV mem-frame beritanya dengan gagasan, bahwa munculnya semburan gas mudah terbakar yang terjadi juga di Kelurahan Mindi Kecamatan Porong, Sidoarjo yang notabene hanya berjarak satu kilometer dari pusat semburan lumpur,
tidak masuk dalam areal terdampak dan tidak
mendapat ganti rugi. Seharusnya pemerintah dengan sigap melihat kondisi ini, jangan sampai menunggu warga yang mendorong pemerintah untuk memperhatikan nasib warga. Selain itu wartawan juga memberikan penegasan bahwa ganti rugi yang dimaksud adalah ganti rugi yang diambil dari dana APBN perubahan senilai Rp 700 milliar. Ketiga. Sebagai penutup, METRO TV memberikan kutipan dari seorang warga Kelurahan Mindi, yang isinya menegaskan bahwa peristiwa ini benar-benar meresahkan warga, dan warga pun khawatir jika sampai terjadi kebakaran. Selain itu warga juga takut akan keracunan akibat bau menyengat yang dikeluarkan oleh gas mudah terbakar yang letaknya tak jauh dari tempat tinggal warga. Menurut seorang warga, Imam, munculnya gas ini tidak hanya menimbulkan keresahan khawatir terjadi kebakaran. Namun, juga menimbulkan bau yang menyengat. Warga takut akan keracunan gas tersebut (Pf 3). Makna yang ingin ditonjolkan oleh METRO TV dari kutipan di atas adalah, penguatan atas tulisan wartawan di paragraf ke-dua, dengan turun tangannya pemerintah dalam proses ganti rugi untuk warga Kelurahan Mindi Kecamatan Porong, Sidoarjo. Yaitu menyelesaikan kasus tersebut dan membuat masyarakat tidak khawatir atas kondisi sembilan lokasi semburan gas mudah terbakar yang terjadi di Kelurahan Mindi. Singkatnya METRO TV mengarahkan beritanya agar sembilan lokasi yang terkena dampak semburan gas mudah terbakar ini dimasukan
121
ke dalam wilayah yang memperoleh ganti rugi dari APBN Perubahan Senilai 700 miliar. Dapat ditarik kesimpulan bahwa media (METRO TV) dilihat dalam perspektif kritis ketika membetuk atau memframe beritanya, tidak terlepas dari kepentingan terutama sarat dengan kepentingan pemilik modal, Negara atau kelompok yang menindas. Dalam artian ini media menjadi alat dominasi dan hegemoni masyarakat. Konsekunesinya adalah realitas yang dihasilkan oleh media bersifat pada dirinya bias atau terdistorsi.
4.2.1.4.2 Struktur Skrip Frame METRO TV dapat dilihat dan diamati dari bagaimana METRO TV mengisahkan peristiwa tersebut. Peristiwa yang diangkat oleh Metro TV adalah peristiwa seputar kondisi lokasi dan keresahan warga di Keluranan Mindi Kecamatan Porong Sidoarjo yang terkena dampak semburan gas mudah terbakar. Bagaimana METRO TV mengisahkan peristiwa tersebut dapat dilihat dari sekenario konvensional yang digunakan media massa dalam menyusun fakta-fakta yang ada, misalnya : adanya materi yang diangkat, hal-hal apa saja yang diangkat, bagaimana materi tersebut dibuat, siapa saja yang terlibat dalam peristiwa yang diangkat, pihak mana yang setuju dan tidak setuju dengan peristiwa yang terjadi. Lalu bagaimana METRO TV menyusun konsep tersebut. Dalam berita Semburan Gas Mudah Terbakar di Porong Kian Luas METRO TV menyusun beritanya dengan konsep 5W+1H, di mana konsep tersebut sudah masuk pada awal berita yakni : Pertama-tama METRO TV memasukan what/apa, semburan gas mudah terbakar. Kemudian unsur where/di mana, yaitu di kawasan semburan lumpur panas Lapindo, Sidoarjo, Jawa Timur. Unsur who/siapa,
122
yaitu Warga Sidoarjo. METRO TV tidak memasukkan unsur When/Kapan, why /kenapa, dan how / bagaimana proses semburan gas mudah terbakar itu bisa muncul di desa lain. Dalam teks berita yang disajikan, METRO TV memberitakan kondisi Kelurahan Mindi yang jaraknya tidak jauh dari pusat semburan lumpur Lapindo. Dalam teks wartawan lebih menekankan pada kondisi warga yang sudah resah dengan kondisi desa yang mengkhawtirkan. Selain itu, wartawan mengarahkan beritanya pada proses ganti rugi oleh pemerintah yang diambil dari dana APBN perubahan senilai 700 Miliar. wartawan juga menekankan pada wacana pemerintah tidak mampu melihat kondisi dilapangan. Dan METRO TV memberikan penilaian secara tidak langsung kepada lambannya kerja pemerintah. Dapat dilihat pada pernyataan sebagai berikut : Lokasi Kelurahan Mindi hanya berjarak satu kilometer dari pusat semburan lumpur panas Lapindo. Namun, wilayah ini tidak masuk dalam areal terdampak dan tidak mendapat ganti rugi dari dana APBN Perubahan senilai Rp 700 miliar………….(Pf 2). Unsur kelengkapan berita atau 5W+1H yang paling ditekankan adalah, unsur what/apa. Sedangkan, unsur why/kenapa yang membahas mengenai penyebab semburan gas mudah terbakar semakin meluas, dan menyebabkan warga resah serta khawatir terkena racun dari bau yang gas, tidak diangkat kepermukaan oleh Metro TV. Akhirnya, menimbulkan makna bahwa METRO TV memang senganja menyembunyikan oknum (PT. Lapindo Brantas-peneliti) di balik meluasnya semburan gas mudah terbakar di Sidoarjo. Pada bagian inilah wartawan memainkan peranannya dalam menceritakan pola berita yang diwacanakan oleh METRO TV.
123
4.2.1.4.2 Struktur Tematik Tematik berhubungan dengan bagaimana wartawan mengungkapkan pandangnya atas peristiwa ke dalam proposisi, kalimat atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Dari struktur tematik, ada dua tema dalam teks berita ini. pertama, semburan gas mudah terbakar terus meluas dan membuat warga resah karena lima dari sembilan lokasi di Kecamatan Mindi mudah terbakar bila terkena api, dan warga juga khawatir akan terkena racun akibat bau yang dikeluarkan oleh semburan gas tersebut. Unsur detail ada dalam berita “Semburan Gas Mudah Terbakar Meluas” karena wartawan menerangkan secara jelas dan rinci kondisi lokasi desa yang terkena semburan gas mudah terbakar. Dengan cara penulisan seperti ini memberikan gambaran yang rinci akan kondisi warga yang memang sudah sangat meresahkan dan memerlukan penanganan serius dari pemerintah. Semburan gas mudah terbakar di kawasan lumpur panas Lapindo, Sidoarjo, Jawa Timur, terus meluas. Semburan gas tidak hanya terjadi di Kelurahan Siring Barat, namun banyak bermunculan di Kelurahan Mindi, Kecamatan Porong, Sidoardjo. Di Kelurahan Mindi tercatat ada sembilan lokasi semburan gas. Lima di antaranya mudah terbakar saat disulut api. Kondisi ini membuat warga resah (Pf 1). Menurut seorang warga, Imam, munculnya gas ini tidak hanya menimbulkan keresahan khawatir terjadi kebakaran. Namun, juga menimbulkan bau yang menyengat. Warga takut akan keracunan gas tersebut (Pf 2). Ironisnya, tidak ada pemberitaan METRO TV yang mengarah pada apa yang menyebabkan semburan gas mudah terbakar sampai masuk pada wilayah yang tidak terdapat dalam peta berdampak seperti yang terdapat dalam Perpres No. 14 Tahun
124
2007.100 Serta tidak adanya ruang yang diberikan kepada pemerintah atau lembaga kemasyarakatan yang memiliki kapasitas untuk mengomentari hal tersebut dalam pemberitaan Headline News. Tema ke-dua memasukan elemen maksud – elemen wacana yang berhubungan dengan apakah suatu gagasan disampaikan secara jelas atau tersembunyi.
Tema kedua, menjabarkan mengenai dorongan warga Kekurahan
Mindi, Kecamatan Porong, Sidoarjo agar pemerintah memasukan wilayah mereka kedalam peta berdampak lumpur Lapindo. Paragraf tersebut menguraikan secara jelas wacana yang ingin disampaikan oleh METRO TV lewat pendapat wartawan, yang kemudian memperkuat opini METRO TV dengan memasukan pendapat warga Kecamatan Mindi pada paragraf ke-tiga. Di mana METRO TV menginginkan pemerintah berada diposisi yang tidak sigap dalam melihat kondisi lapangan dan mewajibkan wilayah yang terkena semburan gas mudah terbakar masuk dalam
100
www.google. Com sumber :Harian Jawa Pos (senin, 16 April 2007) ; Leader Team Fergaco, perusahaan yang dikontrak Lapindo Brantas Inc untuk mengawasi gas-gas berbahaya di Porong, Sidoarjo, Sutrisno mengatakan, semburan liar itu mengandung gas hidrokarbon. Akibat adanya gas itu, dalam radius dua meter dari semburan, tidak boleh ada api, listrik, atau bahan-bahan lain yang berpotensi menyulut api.Menurut Sutrisno, gas hidrokarbon selalu keluar bersamaan dengan munculnya semburan liar. Fergaco mencatat, semburan di Desa Mindi kemarin merupakan semburan liar ke-59 yang muncul di sekitar pusat semburan lumpur panas. Di 58 semburan liar lain yang muncul terlebih dulu di sekitar pusat semburan lumpur panas, gas hidrokarbon selalu ada.Kondisi terakhir di lapangan, lokasi semburan baru itu telah dikelilingi police line sebagai tanda larangan mendekat. Ketinggian semburan sudah jauh berkurang tadi malam. Ketinggian semburan tinggal sekitar 20-30 sentimeter saja. Sedangkan diameternya sekitar 1 meter. Gus Rofiq, salah satu tokoh warga Desa Mindi, mengatakan, Desa Mindi tidak termasuk dalam peta terdampak lumpur yang ditetapkan presiden tanggal 22 Maret. Dampaknya, jika wilayah ini tergenang, ganti rugi diberikan oleh pemerintah dan besarnya sama dengan pemberian ganti rugi kepada korban bencana alam. Hal itulah yang membuat warga resah karena besaran ganti rugi korban bencana alam lebih kecil daripada ganti rugi yang diberikan Lapindo. "Jika rumah kami tergenang lumpur, ganti rugi harus oleh Lapindo, jangan pemerintah. Ini semua kan penyebabnya Lapindo," ujar Gus Rofiq.. Sementara itu, ahli geologi dari Badan Geologi Bandung Umar Rosadi menyebut, munculnya semburan baru itu terkait dengan pola rekahan yang ada. Setelah melihat sendiri semburan baru yang ada di Desa Mindi kemarin, dia yakin, semburan itu tak jauh berbeda dengan semburan-semburan yang ada sebelumnya. "Bubble-bubble serupa akan terus bermunculan sepanjang jalur patahan tersebut," ungkapnya. Jalur patahan itu membujur ke selatan melalui pusat semburan.
125
APBN perubahan senilai 700 milyar. Pada sisi ini, sudut pandang tentang citra pemerintah banyak diabaikan walaupun tidak secara eksplisit.
Lokasi Kelurahan Mindi hanya berjarak satu kilometer dari pusat semburan lumpur panas Lapindo. Namun, wilayah ini tidak masuk dalam areal terdampak dan tidak mendapat ganti rugi dari dana APBN Perubahan senilai Rp 700 miliar.101 Munculnya gas mudah terbakar di Kelurahan Mindi ini mendorong para warga agar wilayah tersebut bisa mendapat ganti rugi…..(Pf 2.
4.2.1.4.3
Struktur Retoris
Pilihan-pilihan kata yang dipakai dalam teks dapat menunjukan sikap dan ideologi tertentu. Frame semburan gas mudah terbakar yang meresahkan warga ini dalam teks juga didukung dengan penekanan-penekanan tertentu pada level retoris. Pada berita ini, ada elemen yang menarik untuk diamati menyangkut elemen leksikon. Pada dasarnya elemen ini menandakan bagaimana wartawan melakukan pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Hal ini meneguhkan keberpihakan atau kecenderungan tertentu. METRO TV dalam paragraf kedua menggunakan kata/frase ‘hanya’ dan ‘mendorong’ pada kalimat :
Lokasi Kelurahan Mindi hanya berjarak satu kilometer dari pusat semburan lumpur panas Lapindo. Namun, wilayah ini tidak masuk dalam areal terdampak dan tidak mendapat ganti rugi dari dana APBN Perubahan senilai Rp 700 miliar.
Kata ‘hanya’ dalam kalimat yang ditebalkan oleh peneliti memberikan pemaknaan kepada khalayak bahwa lokasi desa ‘hanya’ berjarak satu kilometer dari pusat semburan, namun pemerintah tidak melakukan estimasi sejak awal. Seharusnya sudah diperkirakan bahwa Kelurahan Mindi memiliki potensi terkena semburan gas. Mengapa METRO TV tidak menghilangkan kata ‘hanya’ agar tidak
101
Garis oleh peneliti
126
menimbulkan tendensi memojokan satu pihak, sehingga kalimatnya menjadi “Lokasi Kelurahan Mindi berjarak satu kilometer dari pusat semburan lumpur panas Lapindo. Namun, wilayah ini tidak masuk dalam areal terdampak dan tidak mendapat ganti rugi dari dana APBN Perubahan senilai Rp 700 miliar. Selain itu pada paragraph yang sama METRO TV memberikan elemen leksikon pada kalimat : …Munculnya gas mudah terbakar di Kelurahan Mindi ini mendorong102 para warga agar wilayah tersebut bisa mendapat ganti rugi……… (Pf 2).
Kata yang digarisbawahi oleh peneliti memiliki konotasi memaksa atau mengusahakan untuk melakukan sesuatu. Jadi wartawan ingin memberikan penekanan pada kalimat tersebut dengan menggunakan frase ‘mendorong’. Di mana makna secara keseluruhan adalah, setelah munculnya semburan gas mudah terbakar di Kelurahan Mindi Kecamatan Porong Sidoarjo, warga perlu mendorong atau memaksa pemerintah untuk mengambil keputusan. Dan keputusan yang diarahkan oleh METRO TV adalah dengan digantinya kerugian yang dialami warga oleh pemerintah dan dimasukannya lokasi yang terkena semburan gas mudah terbakar kedalam peta berdampak semburan. Selain perangkat framing leksikon struktur retoris juga memiliki prangkat lain yaitu gambar/foto/grafis. METRO TV yang notabene adalah media televisi memiliki kelebihan secara visual. Maka, cameraman juga memiliki peranan dalam membentuk dan memberikan penekanan terhadap unsur retoris pada paket berita Headline News. Di mana ia menginginkan khalayak menaruh perhatian lebih pada bagian tertentu.
102
Mendorong :mendesak, memaksa, menggerakan sesuatu
127
Secara visual dalam tayangan videonya, METRO TV mengarahkan pengambilan gambar pada kondisi daerah rumah warga yang banyak menimbulkan gas mudah terbakar. cameraman banyak mengambil gambar selektif focus yang meminta perhatian lebih kepada khalayak. Bahwasannya, kondisi di daerah Mindi sudah pada tataran perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Ini juga diperkuat oleh narasumber yang diambil oleh METRO TV. Dimana, narasumber memberikan penekanan pada tanggung jawab pemerintah terhadap daerah yang terkena dampak namun belum masuk kedalam peta berdampak. Dan narasumber pun tidak menyebutkan PT.Lapindo Brantas Inc. sebagai oknum yang harusnya bertanggung jawab atas kondisi desa Mindi saat itu, berikut petikannya : “Kalau sudah dimasukan ke dalam pera berdampak kita (warga) punya paying hukum, jadi jika suatu hari terjadi sesuatu warga sudah enak. Dan dengan liputan ini biar Bapak-Bapak yang ada di pusat tahu bahwa ini bukan rekayasa, itu saja yang dapat disampaikan oleh warga Mindi” Selain itu METRO TV juga memberikan penekanan atas pola yang sama dengan mengekspos pengambilan gambar big close up aktivitas warga yang menunjukan bahwa gas mudah terbakar di desa Mindi benar-benar terjadi dan letaknya tak jauh dari rumah warga. Untuk memperkuat lagi juru kamera mengambil gambar dengan teknik Long shot, untuk memperlihatkan objek penuh latar belakang. Bahwa, kondisi semburan gas mudah terbakar berada di sekitar rumah warga. Strategi retoris lain yang digunakan oleh METRO TV adalah pemberikan aksen dan ekspresi presenter yang berbeda ketika membacakan lead berikut : “Semburan gas mudah terbakar mudah terbakar”. Cara membacakan berita dengan cara tersebut, memberikan makna bahwa bagian tersebutlah point yang ingin ditekankan dalam berita tersebut.
128
Video berita “Semburan Gas Mudah Terbakar Di Porong Kian Meluas”
' Medium close up : Wawancara warga Korban semburan gas mudah terbakar
Selective focus : kondisi tanah yang menimbulkan gas mudah terbakar
Long shot : gambaran tempat kejadian Yang letaknya dekat dengan pemukiman
Big Close Up : tanah yang menimbulkan api
Tabel 11: Perangkat Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki Setelah melakukan analisis menggunakan perangkat Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Peneliti menarik kesimpulan dari tiap-tiap elemen dan kemudian dimasukan kedalam tabel yang dibagi menjadi dua yaitu, elemen dan strategi penulisan. Berikut tabel perangkat analisis framing : Frame : Ganti rugi dari pemerintah untuk desa terkena dampak semburan gas mudah terbakar Elemen Strategi Penulisan Sintaksis
Skrip
Diawal pargaraf METRO TV mengangkat mengenai lokasi semburan gas mudah terbakar. Disusul dengan wacana ganti rugi dari dana APBN. Kemudian wawancara warga mengenai kondisi desa yang semakin parah dan membuat resah. Penekanan pada kondisi warga yang sudah resah dengan kondisi desa yang mengkhwatirkan dengan mengarahkan beritanya pada proses ganti rugi oleh pemerintah yang diambil
129
Tematik
Retoris
dari dana APBN perubahan senilai 700 Miliar. Sementara METRO TV tidak memberitakan konsep ganti rugi yang sebenarnya tidak berpihak pada warga. Pertama, semburan gas mudah terbakar terus meluas dan membuat warga resah karena lima dari sembilan lokasi di Kecamatan Mindi mudah terbakar bila terkena api, dan warga juga khawatir akan terkena racun akibat bau yang dikeluarkan oleh semburan gas tersebut. Kedua, menjabarkan mengenai dorongan warga Kekurahan Mindi Kecamatan Porong Sidoarjo agar pemerintah memasukan wilayah mereka kedalam peta berdampak lumpur Lapindo. METRO TV memilih kata ‘hanya’ dan ‘mendorong’ untuk melebeli makna pada pemberitannya. Pada video image METRO TV mengarah dan menekankan cara pengambilan gambarnya dengan selektif fokus dan big close up.
4.2.1.5 Skrip “Warga Bongkar Makan Keluarga” Waktu : 25 Maret 2008 Headline News, Metro TV menurunkan berita mengenai pembongkaran makam keluarga warga Porong, berikut analisis teks dan video Headline News:
Keluarga Mukan membongkar lima makam leluhurnya di Dusun Ginonjo, Desa Besuki, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Ahad (23/3). Kelima makam yang dibongkar adalah makam kakek-nenek Mukan dan kedua orang tua serta kakak Mukan. Tindakan ini dilakukan karena desa ini akan ditenggelamkan untuk menjadi areal penampungan lumpur panas PT Lapindo Brantas. Proses pembongkaran kerangka kelima jenazah sempat terhambat karena kondisi tanah yang berlumpur. Menurut rencana, lima kerangka ini akan dipindahkan ke pemakaman umum di Desa Kedung Cangkring Selatan. Menurut Mukan, pemindahan makam ini dilakukan agar keluarga masih dapat berziarah ke makam leluhur. Menurut rencana, Desa Kedung Cangkring Utara, Desa Besuki dan Desa Pejarakan Utara akan ditenggelamkan untuk dijadikan tempat penampungan lumpur Lapindo Brantas. Ini merupakan keputusan terbaru Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. METRO TV menurunkan berita mengenai proses pembongkaran makan leluhur seorang warga. Pembongkaran tersebut terpaksa dilakukan karena makam yang terdapat di Kabupaten Sidoarjo ini nantinya akan dijadikan area pembuangan
130
lumpur. Bagaimana METRO TV melakukan strategi wacana tertentu dalam berita untuk mendukung gagasannya. Lebih jelasnya dapat dilihat pada skema, berikut ini :
4.2.1.5.1 Struktur Sintaksis
Sintaksis merupakan cara wartawan menyusun fakta. Dalam wacana berita, sintaksis menunjuk pada pengertian susunan dari bagian berita di antaranya headline, lead, latar informasi, sumber, dan penutup, dalam satu kesatuan teks berita secara keseluruhan. Bagian itu tersusun dalam skema yang menjadi pedoman bagaimana fakta hendak disusun.
Pertama. Summary, yang ditandai dengan dua elemen utama yakni judul berita (Headline) dan teras berita (lead). Judul berita yang dipakai oleh stasiun televisi METRO TV adalah : “Warga Bongkar Makam Keluarga”. Dalam headlinenya ]METRO TV membuat kesan yang sangat dramatis dan humanis. Judul yang dibuat membawa khalayak pada konsep berpikir, mengapa warga membongkar makam keluarganya sendiri. Judul ini membuat penonton tidak ingin berpidah stasiun televisi untuk menyaksikan terus berita apa yang akan disuguhkan oleh METRO TV selengkapnya.
Selain memberikan penafsiran dan kesan dramatis dan humanis, judul Headline News juga mampu memberikan penekanan pada persepsi berpikir khalayak, bahwa aktivitas warga pasti didasari oleh sesuatu yang sangat kuat, atau bahkan karena keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi sehingga mengharuskan warga untuk segera membongkar makam keluarganya sendiri. Sebagai pengantar judul berita tersebut diperjelas dengan teras berita yang dipakai METRO TV sebelum masuk dalam penjelasan berita secara lengkap :
131
Keluarga Mukan membongkar lima makam leluhurnya di Dusun Ginonjo, Desa Besuki, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Ahad (23/3). Kelima makam yang dibongkar adalah makam kakek-nenek Mukan dan kedua orang tua serta kakak Mukan (Pf 1). Penulisan ters berita di atas merupakan bentuk penegasan terhadap judul yang digunakan. Penulisan teras berita ini jelas menunjukan bahwa warga Sidoarjo sudah mengorbankan banyak hal, bukan hanya kerugian materil namun juga pengorbanan pikologis. Selain itu, Dalam teras berita tersebut dijabarkan, ada lima makan yang dibongkar yaitu makam kakek-nenek, kedua orang tua, serta kakak Mukan. Penjabaran tersebut memberikan kesan, Mukan rela makam orang-orang yang paling dicintainya harus dibongkar dan dipindahkan.
Kedua. Story atau isi berita secara keseluruhan. Setelah pengantar pada headline dan teras berita, yang diikuti oleh dua paragraf di belakangnya menyangkut proses dan alasan pembongkaran makan Keluarga Mukan. METRO TV kemudian menyusun informasi terkait dengan siapa dibalik proses pembongkaran makan warga Dusun Ginonjo, Desa Besuki, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidjoarjo ini, dan dikaitkan dengan pendapat dari narasumber untuk mempertegas konsep skema yang diinginkan oleh METRO TV.
Diawali dengan alasan mengapa makan leluhur warga harus dibongkar. Pelebelan ini dilakukan untuk memberikan penegasan bahwa ada alasan logis mengapa makam leluhur warga harus dipindahkan. METRO TV memberitakan, alasan
mengapa
makam
leluhur
warga
harus
dibongkar
karena
untuk
menyelematkan ratusan kepala keluarga, yaitu dengan jalan menenggelamkan desa tersebut untuk menjadi areal penampungan lumpur panas PT. Lapindo Brantas. Walaupun tidak secara eksplisit METRO TV menjabarkan gagasan yang diinginkan
132
namun, khalayak dibawa untuk bisa merasakan, bahwa pengorbanan Mukan dan warga desa lainnya demi menyelamatkan hajat hidup orang banyak.
Tindakan ini dilakukan karena desa ini akan ditenggelamkan untuk menjadi areal penampungan lumpur panas PT Lapindo Brantas…..(Pf 2). Selain itu Metro TV juga mengemas beritanya mengarah pada kondisi di mana warga akan tenang jika makam keluarga sudah dipindahkan ke tempat lain, karena dapat dilihat dari kondisi tempat pemakaman yang sudah bercampur dengan lumpur dan harus segera mengambil tindakan cepat guna menyelamatkan makam keluarga, agar masih dapat diziarahi. Berikut kutipannya :
……..Proses pembongkaran kerangka kelima jenazah sempat terhambat karena kondisi tanah yang berlumpur.103 Menurut rencana, lima kerangka ini akan dipindahkan ke pemakaman umum di Desa Kedung Cangkring Selatan. Menurut Mukan, pemindahan makam ini dilakukan agar keluarga masih dapat berziarah ke makam leluhur (Pf 2). Jadi, METRO TV memberikan penekanan pada beritanya, dari kalimat yang digarisbawahi bahwa kondisi desa sudah cukup parah. Dapat dilihat dari proses pembongkaran makam yang sempat terhambat karena kondisi tanah yang sudah bercampur dengan lumpur. Selain itu METRO TV mengambil kutipan wawancara dengan Mukan, yang mengatakan pemindahan makam leluhur adalah jalan terbaik, karena warga dapat terus berziarah ke makam leluhur. Ada makna implisit dari kalimat yang dikeluarkan oleh Mukan. Bahwa warga Sidoarjo menerima jika makan leluhru yang ada di desanya dijadikan tempat penambungan lumpur. Ketiga. Sebagi penutup, METRO TV memberikan informsi mengenai rencana penenggelaman desa selain di Desa Besuki yang rencananya akan menjadi tempat penampungan lumpur
103
Garis oleh peneliti.
133
Lapindo. Diantaranya, Desa Kedung Cangkring Utara dan Desa Pejarakan Utara. Dapat dilihat pada kutipan berita berikut :
Menurut rencana, Desa Kedung Cangkring Utara, Desa Besuki dan Desa Pejarakan Utara akan ditenggelamkan untuk dijadikan tempat penampungan lumpur Lapindo Brantas. Ini merupakan keputusan terbaru Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (pf 3). Makna yang tertuang dalam kalimat diatas, semua keputusan untuk meneggelamkan beberapa desa di Sidoarjo, serta proses pembongkaran makam warga adalah rencana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
4.2.1.5.2 Struktur Skrip
Frame METRO TV mengenai proses pembongkaran makam leluhur Warga Dusun Ginonjo Desa Besuki dan rencana pengenggelaman beberapa desa di Sidoarjo adalah rencana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang diwujudkan dengan cara METRO TV mengisahkan proses pembongkaran makam leluhur warga (Skrip).
Bagaimana METRO TV mengisahkan peristiwa tersebut dapat dilihat dari skenario konvensional yang digunakan media massa dalam menyusun fakta-fakta yang ada, misalnya : adanya materi yang diangkat, hal-hal apa saja yang diangkat, bagaimana materi tersebut dibuat, siapa saja yang terlibat dalam peristiwa yang diangkat, pihak mana yang setuju dan tidak setuju dengan peristiwa yang terjadi. Lalu bagaimana METRO TV menyusun konsep tersebut. Dalam berita “Warga Bongkar Makam Keluarga” METRO TV
menyusun beritanya dengan konsep
5W+1H, di mana konsep tersebut sudah masuk pada awal berita yakni :
Pertama-tama METRO TV memasukan unsur who/siapa, yaitu keluarga Mukan, kemudian disusul dengan unsur what/apa, yaitu membongkar makam
134
leluhurnya. Kemudian unsur where/di mana, yaitu di Dusun Ginonjo, Desa Besuki, Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Kemudian masuk pada unsur when/kapan, ahad 23 Maret 2008. Lalu unsur why /kenapa, Tindakan ini dilakukan karena desa akan ditenggelamkan untuk menjadi areal penampungan lumpur panas PT Lapindo Brantas. Yang terakhir di paragraph ke-dua Metro TV menjabarkan bagaimana/how proses pembongkaran makam leluhur Mukan dilakukan. Proses pembongkaran kerangka kelima jenazah sempat terhambat karena kondisi tanah yang berlumpur. Menurut rencana, lima kerangka ini akan dipindahkan ke pemakaman umum di Desa Kedung Cangkring Selatan. Menurut Mukan, pemindahan makam ini dilakukan agar keluarga masih dapat berziarah ke makam leluhur.
Peristiwa yang diangkat oleh METRO TV adalah peristiwa pembongkaran makan leluhur Warga Dusun Ginonjo Desa Besuki dan rencana Presiden untuk menenggelamkan beberapa desa lain di Sidoarjo untuk dijadikan tempat penampungan luapan lumpur panas PT. Lapindo Brantas. Metro TV memberikan fokus beritanya pada proses pembongkaran dan mengapa desa warga harus membongkar makam leluhur. Untuk menegaskannya METRO TV memberikan ruang yang cukup luas untuk mengcover apa yang ingin disampaikan kepada khalayak. Namun, sesungguhnya ada agenda lain yang ingin disampaikan dan ditekankan dalam beritanya. Hal tersebut dapat dilihat pada berita di paragraf ke-tiga
Menurut rencana, Desa Kedung Cangkring Utara, Desa Besuki dan Desa Pejarakan Utara akan ditenggelamkan untuk dijadikan tempat penampungan lumpur Lapindo Brantas. Ini merupakan keputusan terbaru Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (pf 3) .
135
Secara implisit METRO TV ingin menegaskan dan menekankan kepada khalayak, bahwa bukan hanya Desa Besuki yang nantinya menjadi target desa yang masuk dalam rencana penampungan luapan lumpur Lapindo. Tetapi, beberapa desa lainnya. Namun, yang terpenting dalam penekanan beritanya adalah bagian yang menyatakan keputusan tersebut adalah keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Ini merupakan Yudhoyono104……(pf 3)
keputusan
terbaru
Presiden
Susilo
Bambang
METRO TV melakukan strategi dalam penulisannya dengan menempatkan hal-hal yang penting, serta memberikan penekanan agar khalayak tersugestikan dengan frame atau wacana yang dibuat METRO TV pada akhir berita. Hal tersebut dapat dilakukan karena, skirp adalah strategi wartawan dalam mengkonstruksi beritanya. Bagaimana peristiwa dipahami melalui cara tertentu dengan menyusun bagian-bagian dengan urutan tertentu. Skrip juga memberikan tekanan mana yang didahulukan, dan bagian mana yang akan dijadikan strategi untuk menyembunyikan informasi penting. Upaya ini dapat dilakukan dengan menempatkan dibagian akhir agar terkesan tidak menonjol.
Dengan memberikan penegasan di akhir teks beritanya. Maka, sangat jelas arah berita tersebut berisi putusan pembongkaran makam leluhur keluarga Mukan, dan rencana desa yang akan ditenggelamkan untuk dijadikan tempat penampungan luapan lumpur Lapindo adalah atas instuksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Dapat ditarik kesimpulan dalam beritanya, METRO TV secara tidak langsung menunjuk hidung Susilo Bambang Yudhoyono sebagai biang keladi dari 104
Garis oleh peneliti
136
penderitaan pisikis yang dialami oleh keluarga Mukan karena harus menerima makan leluhurnya dibongkar. Secara redaksional METRO TV tidak menunjuk PT.Lapindo Brantas Inc. yang menyebabkan seluruh rangkaian kejadian dan penderitaan yang dialami oleh warga Sidoardjo. Walaupun gagasan paragraf awal penonton digiring untuk memahami bahwa desa mereka di tenggelamkan untuk menampung lumpur panas Lapindo Brantas. Namun, di paragraf terakhir pemirsa di bawa untuk memiliki kesimpulan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-lah biang kerok atau yang memiliki kebijakan tersebut. Susilo Bambang Yudhoyono dalam masalah ini di posisikan sebagai pemimpin yang tidak bijaksana, tidak mampu memberikan perlindungan kepada warganya yang sedang dalam kesulitan. Justru dengan kesulitan yang ada Susilo Bambang Yudhoyono menambahkan dengan keputusannya menenggelamkan tiga wilayah yang akan dijadikan tempat penampungan lumpur lapindo. Dapat ditarik kesimpulan bahwa media (METRO TV) dilihat dalam perspektif kritis ketika membetuk atau memframe beritanya, telah membentuk kesadaran. Represnetasi yang dilakukan oleh media dalam sebuah struktur masyarakat lebih dipahami sebagai meida yang mampu memberikan koneks pengaruh kesadaran tertentu (manufactured consent). Dengan demikian, media menyediakan pengaruh untuk mereproduksi
dan mendefinisikan status atau
memaparkan keabsahan struktur tertentu. Inilah sebabnya, media dalam kapasitasnya sebagai agen sosial sering mengandalkan juga praktis sosial dan politik.
Struktur Tematik
Tematik
berhubungan
dengan
bagaimana
wartawan
mengukapkan
pandangnya atas peristiwa ke dalam proporsisi, kalimat atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Dari struktur tematik, ada dua tema dalam
137
teks berita yang kesemuanya menunjuk pada tema utama, yaitu pembongkaran makam leluhur Warga Dusun Ginonjo yang akan dijadikan tempat penampungan lumpur panas Lapindo dan beberapa desan lainnya yang juga mengalami nasib yang sama. Dan keputusan penenggelaman desa-desa tersebut adalah keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pertama, penjabaran mengenai mengapa makam keluarga Mukan harus dibongkar dan diperjelas dengan proses pembongkaran makan leluhur. Tema ini didukung oleh penulisan fakta yang mendukung gagasan.
Elemen wacana yang dipakai diantaranya adalah elemen detail. Wartawan memberikan penjelasan lebih banyak mengenai proses pembongkaran makam leluhur Mukan. Selain itu, wartawan juga memberikan penegasan dalam paragraf tersebut, bahwa proses sempat terhambat karena kondisi tanah yang sudah bercampur lumpur. Wacana yang wartawan sampaikan juga detail, dapat dilihat dari penempatan kutipan narasumber yang menegaskan secara implisit bahwa pembongkaran dan pemindahan makam adalah pilihan yang tepat.
……..Menurut Mukan, pemindahan makam ini dilakukan agar keluarga masih dapat berziarah ke makam leluhur (Pf 2). Elemen wacana yang dipakai pada tema kedua adalah elemen maksud – elemen wacana yang berhubungan dengan apakah suatu gagasan disampaikan secara jelas atau tersembunyi. Pendapat mengenai rencana desa yang akan ditenggelamkan termasuk makam leluhur Warga Dusun Ginjoro, Desa Besuki yang terlebih dahulu sudah dibongkar dan akan dijadikan tempat penampungan lumpur sengaja disembunyikan.
Artinya, METRO TV tidak menjabarkan secara eksplisit atau terangterangan. Namun METRO TV membuat tema berbeda di awal pargaraf untuk
138
menggiring khalayak masuk pada tema yang sesungguhnya ingin diangkat. Yaitu, putusan pembongkaran makam leluhur keluarga Mukan, dan rencana desa yang akan ditenggelamkan untuk dijadikan tempat penampungan luapan lumpur Lapindo adalah atas instuksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pada tema kedua terdapat elemen Koherensi105. Koherensi : pertalian atau jalinan antarkata, proporsisi atau kalimat. Dalam tema kedua ini terdapat proposisi sebab-akibat, yang pada umumnya ditandai dengan kata penghubung ‘karena’ atau ‘sebab’. Elemen wacana koherensi tersebut dapat dilihat dari teks berita sebagai berikut:
………Kelima makam yang dibongkar adalah makam kakek-nenek Mukan dan kedua orang tua serta kakak Mukan. Tindakan ini dilakukan karena106 desa ini akan ditenggelamkan untuk menjadi areal penampungan lumpur panas PT Lapindo Brantas. (Pf 1) Dari frase ‘karena’ yang dipakai oleh METRO TV untuk menghubungkan dengan anak kalimat di belakangnya, menimbulkan kesan, bahwa makam keluarga Mukan dibongkar bukan hanya disebabkan oleh PT Lapindo yang akan menjadikan Desa Besuki sebagai tempat penampungan luapan lumpur Lapindo, namun juga 105
Koherensi : merupakan elemen untuk memelihat bagiamana seseorang secara strategis menggunakan perangat bahasa untuk menjelaskan fakta atau peristiwa. Apakah peristiwa tersebut dipandang saling terpisah, berhubungan, atau malah sebab akibat. Pilihan-pilihan mana yang diambil ditentukan oleh sejauh mana kepentingan komunikator terhadap peristiwa tersebut. Kata hubung yang dipakai menentukan makna yang muncul dalam suatu teks. Misalnya pernyataan, “lima mahasiswa Trisakti tewas akibat bentrok dengan aparat keamanan”. Di sini ada dua proporsisi, yaitu mahasiswa yang tewas dan mahasiswa yang bentrok dengan aparat keamanan. Kedua proporsisi ini dihubungkan secara sebab-akibat (ditandai demean kata hubung ‘akibat’). Koherensi di atas akan memberikan makna lain ketika dihubungkan dengan anak kalimat seperti, “Mahasiswa bentrok dengan aparat keamanan dan 5 mahasiswa Trisakti tewas” – mengesankan bahwa terbunuhnya mahasiswa Trisakti tersebut bukan semata-mata kesalahan aparat keamanan. Kata hubung yang dipakai (dan, akbiat, tetapi, lalu, karena, meskipun) menyebabkan makna yang berlainan ketika hendak menghubungkan proporsisi. Jika pemimpin politik mengatakan bahwa pengangguran utama disebabkan oleh tingkat pendidikan, kita melihat bagaimana hubungan antarkalimat dijelaskan di antra proporsisi. Koherensi memberikan kesan kepada khalayak bagaimana dua fakta diabstraksikan dan dihubungkan. Misalnya dalam peristiwwa penjarahan missal. Pemakaian kata hubung seperti, “karena tingkat pendidikan mereka rendah” dapat memberikan kesan bahwa rendahnya pendidikanlah yang menyebabkan mereka melakukan penjarahan. 106 Garis oleh peneliti
139
putusan dari Presiden SBY. METRO TV tidak secara eksplisit menyatakannya di paragraf pertama namun, METRO TV merangkai ceritanya di bagian akhir paragraf. Konsep elemen yang sama juga ada di paragraf berikutnya :
Proses pembongkaran kerangka kelima jenazah sempat terhambat karena kondisi tanah yang berlumpur. Menurut rencana, lima kerangka ini akan dipindahkan ke pemakaman umum di Desa Kedung Cangkring Selatan. Menurut Mukan, pemindahan makam ini dilakukan agar keluarga masih dapat berziarah ke makam leluhur. (pf2) Frase ‘karena’ yang digunakan METRO TV untuk membuat koherensi pada anak kalimatnya (kondisi tanah yang berlumpur) juga bukan berarti tanah yang bercampur dengan lumpur. Di mana tanah yang bercampur dengan lumpur adalah akibat luapan lumpur Lapindo yang sudah membanjiri pemukimana warga. Tetapi, dengan memberikan penekanan kata/frase ‘karena’ dan diikuti penjelasan dibelakang anak kalimat (Menurut rencana, lima kerangka ini akan dipindahkan ke pemakaman umum di Desa Kedung Cangkring Selatan. Menurut Mukan, pemindahan makam ini dilakukan agar keluarga masih dapat berziarah ke makam leluhur.) memberikan makna, bahwa sulitnya proses pemindahan makam leluhur bukan karena lumpur PT Lapindo yang membanjiri desa warga, akan tetapi memang keinginan Mukan, karena dengan pemindahan makam leluhur Mukan dan keluarga masih dapat berziarah.
4.2.1.5.4 Struktur Retoris
Bagaimana pilihan kata yang dipakai dalam teks dapat menunjukan sikap dan ideologi tertentu. Pada berita ini, aspek yang menarik untuk diperhatikan menyangkut elemen leksikon. Pada dasarnya elemen ini
menandakan bagaimana
wartawan melakukan pemilihan kata atas pelbagai kemungkinan kata yang tersedia. Hal ini meneguhkan keberpihakan atau kecenderungan tertentu.
140
METRO TV menggunakan kata ‘ditenggelamkan’ sebanyak dua kali di dua paragraf yang berbeda. Pertama METRO TV menggunakannya di paragraf pertama dan kedua pada kalimat : ……Tindakan ini dilakukan karena desa ini akan ditenggelamkan107 untuk menjadi areal penampungan lumpur panas PT Lapindo Brantas(Pf 1). Menurut rencana, Desa Kedung Cangkring Utara, Desa Besuki dan Desa Pejarakan Utara akan ditenggelamkan untuk dijadikan tempat penampungan lumpur Lapindo Brantas………(Pf2). Kata/frase ‘ditenggelamkan’108 sengaja dipakai oleh METRO TV untuk memberikan penekanan pada beberapa kalimat yang bersinggungan dengan proses penampungan luapan lumpur yang direncakan dan diputuskan oleh Presiden SBY. Frase tersebut memberikan kesan disengaja. Bila peneliti melihat makna dari frase yang diberikan imbuhan ‘di’ dan ‘kan’, pada kata tenggelam akan memiliki konotasi negatif setelah masuk dalam kalimat diparagraf satu dan dua.
Selain perangkat framing leksikon, struktur retoris juga memiliki prangkat lain. Yaitu, gambar/foto/grafis. METRO TV yang notabenenya adalah stasiun televisi memiliki kelebihan secara visual. Maka, cameraman juga memiliki peranan dalam membentuk dan memberiakan penekanan terhadap unsur retoris pada paket di Headline News. Di mana ia menginginkan khalayak menaruh perhatian lebih pada bagian tertentu. Dalam tayangan video METRO TV hanya memberikan cuplikan prosesi penggalian makam leluhur dan mempelihatkan kondisi disekitar pemakaman yang berlumpur. Secara humanis untuk menarik kondisi dramatis, cameraman mengambil objek close up kepada kerangka leluhur Mukan yang sudah diangkat dan akan 107
Garis bawah oleh peneliti Tenggelam : terbenam, kelelap,karam, terperosok kedalam keadaan yang buruk, sengsara dan lain sebaginya karena terdesak.
108
141
dipindahkan. Cara pengambilan gambar tersebut digunakan untuk memberikan kesan dekat dan dramatis serta untuk menarik emosional khalayak dengan posisi pengambilan gambar tersebut. Selain itu, juru kamera juga mengambil gambar demean cara zoom in kearah warga yang sedang menyaksikan proses pembongkaran. Juru kamera ingin memberikan kesan bahwa banyak warga yang datang untuk menyaksikan proses pembongkaran dan memberikan kesan penuh pada lokasi yang sebetulnya kosong. Juru kamera juga memberikan fokus yang slektif pada gambar kaki warga yang sedang membantu membongkar makam. Gambar tersebut menegaskan bahwa lumpur sudah mengenangi makam bisa dilihat dari lumpur yang sudah mencapai lutut orang dewasa, pengambilan gambar dilakukan dengan cara selective fokus. Strategi retoris lain yang digunakan oleh METRO TV adalah pemberikan aksen dan ekspresi presenter yang berbeda ketika membacakan lead terutama pada kata/ frase “ditenggelamkan”. Cara membacakan berita dengan cara tersebut, memberikan makna bahwa bagian tersebutlah point yang ingin ditekankan dalam berita tersebut.
Video berita “Warga Bongkar Makam Keluarga”
Big close up : Kerangka Leluhur mukan
Selective fokus : Proses pemindahan makam leluhur
142
Zoom in : Warga menyaksikan proses Pembongkaran makam
Selective Fokus : Kondisi pemakaman yang tergenang
Tabel 12 : Perangkat Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki Setelah melakukan analisis menggunakan perangkat Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Peneliti menarik kesimpulan dari tiap-tiap elemen dan kemudian dimasukan kedalam tabel yang dibagi menjadi dua yaitu elemen dan strategi penulisan. Berikut tabel perangkat analisis framing : frame : Pembongkaran makam dan rencana ditenggelamkannya beberapa desa adalah kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Elemen
Sintaksis
Skrip
METRO TV terlebih dahulu mengungkapkan alasan dibongkarnya makam leluhur Mukan, disusul dengan proses pembongkaran makam, lalu di paragraf terakhir wartawan mengisahkan rencana yang diputuskan oleh Presiden SBY untuk menjadikan tempat tinggal warga untuk pembuangan lumpur. Kemudian wawancara warga untuk menekankan telah terjadi pembongkaran makam. Penekanan pada rencana beberapa desa yang akan ditenggelamkan. Dengan bersembunyi dibalik proses pembongkaran makam leluhur warga. Namun METRO TV tidak memberikan porsi sedikit pun mengenai pernyataan Presiden SBY atau pihak-pihak terkait untuk memberikan penjelasan. METRO TV pun tidak memberikan tendensi negatif terhadap PT. Lapindo. Beberapa kata ‘PT Lapindo’ dimunculkan namun bukan untuk memberikan makna yang negatif. Pertama, penjabaran mengenai mengapa makam keluarga Mukan harus dibongkar dan diperjelas dengan proses pembongkaran makan leluhur. Kedua, yaitu putusan pembongkaran makam leluhur keluarga Mukan, dan rencana desa yang akan ditenggelamkan untuk dijadikan tempat penampungan luapan lumpur Lapindo adalah atas instuksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
143
Tematik
Retoris
4.3
Kata/frase ‘ditenggelamkan’109 sengaja dipakai oleh METRO TV untuk memberikan penekanan pada beberapa kalimat yang bersinggungan dengan proses penampungan luapan lumpur yang direncakan dan diputuskan oleh Presiden SBY. Video image kameraman mengambil objek close up untuk kepada kerangka nenek moyang Mukan yang sudah diangkat dan akan dipindahkan. Untuk memberikan kesan dekat dan dramatis serta untuk menarik emosional khalayak dengan posisi pengambilan gambar tersebut. Kata/frase ‘ditenggelamkan’110 sengaja dipakai oleh METRO TV untuk memberikan penekanan pada beberapa kalimat yang bersinggungan dengan proses penampungan luapan lumpur yang direncakan dan diputuskan oleh Presiden SBY. Video image kameraman mengambil objek close up untuk kepada kerangka nenek moyang Mukan yang sudah diangkat dan akan dipindahkan. Untuk memberikan kesan dekat dan dramatis serta untuk menarik emosional khalayak dengan posisi pengambilan gambar tersebut.
Pembahasan Setelah peneliti melakukan pembahasan dengan menggunakan teori kritis,
Konstruksi Realitas Media, Ideologi media dan sosiologi media serta elemen-elemen framing model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki, peneliti memperoleh hasil yaitu, METRO TV memberikan penekanan dalam berita lumpur lapindo dengan menonjolkan aspek kebijakan pemerintah menanggani kasus lumpur dalam hal ini negara sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas kasus lumpur lapindo yang terjadi di Porong, Sidoardjo. Terkesan ada langkah lamban tidak taktis, selain itu pemerintah dinilai kurang peka, sigap dan aspiratif dalam menyelesaikan kasus lumpur Lapindo METRO TV juga mengemas dari sisi yang lebih humanis. Ini bisa dilihat dari setiap berita yang tiap paragrafnya disisipkan kondisi terkini warga
109
Tenggelam : terbenam, kelelap,karam, terperosok kedalam keadaan yang buruk, sengsara dan lain sebaginya karena terdesak. 110 Tenggelam : terbenam, kelelap,karam, terperosok kedalam keadaan yang buruk, sengsara dan lain sebaginya karena terdesak.
144
Porong yang dinilai memprihatinkan, perlu mendapatkan bantuan serta perhatian pemerintah sebagai pilar yang wajib menanggung kejadian ini. Data serta fakta yang disuguhkan METRO TV juga mengarah pada penonjolan frame mengenai konsep, bahwa pemerintah dalam hal ini Negara lewat APBN senilai 700 miliar wajib menyelesaikan ganti rugi terhadap warga porong Sidoadjo yang terkena semburan lumpur. Selain itu, Pemerintah diwajibkan peka terhadap semburan lumpur baru yang sewaktu-waktu dapat muncul di desa lain yang jaraknya tidak terlalu jauh. METRO TV juga menonjolkan fakta-fakta yang mengkondisikan warga Porong lebih pro-aktif untuk meminta haknya dibandingkan pemerintah yang notabenenya adalah pilar Negara yang memiliki kewajiban bukan hanya mengatasi namun juga menuntaskan kondisi di Porong. Ini bisa dilihat dari beberapa judul yang tendensinya mengarah pada hal di atas : “Warga Empat Desa Demo Tuntut Ganti Rugi” dan “Warga Tuntut Ganti Rugi”. Namun, ada hal tersembunyi dibalik pemberitaan METRO TV yang dibalut dengan sisi humanis. Yaitu, menganggkat kondisi Porong yang mengenaskan dan dihubungkan dengan upaya mewajibkan pemerintah dalam hal ini negara sebagai pilar yang bertanggung jawab untuk mengganti rugi. Wacana dalam pemberitannya, memberikan nuansa kepada khalayak untuk terus melakukan gesekan dan membentuk opininya. Bahwa, proses ganti rugi lebih penting dibandingkan memikirkan siapa sesungguhnya pihak yang seharusnya menjadi tertuduh dan diporoses secara hukum. Penekanan berita yang diajukan METRO TV tehadap kasus pemberitanaan lumpur Lapindo bahwa kondisi warga sudah sangat memprihatikan dengan kondisi yang memprihatinkan tersebut pemerintahlah yang harus melakukan prosesi ganti
145
rugi. Begitupun dalam rekomdasi yang digagas METRO TV, lagi-lagi ganti rugi oleh pemerintah kepada warga Porong dan penangan kasus yang lebih serius. Bila dilihat dengan Teori Kritis. Maka, ke lima berita mengenai kasus lumpur Lapindo. METRO TV memberikan penekanan atau penojolan aspek-aspek tertentu difungsikan untuk mepengaruhi cara pandang masyarakat atas sebuah berita, menjadikan aspek yang ditonjolkan adalah sebuah masalah yang paling penting atau tidak penting, benar atau tidak benar. Penyeleksian atas fakta yang ditonjolkan ataupun fakta yang ditutupi oleh METRO TV bila dikaitkan dengan Teori Kritis, proses penyeleksian tersebut adalah realitas yang terjadi dalam sebuah media massa. Bahwasnaya, media tidak terlepas dari kepentingan, kepentingan kaum pemilik modal, Negara, ataupun kelompok yang menindas lainnya. Dalam artian ini, media menjadi alat dominasi dan hegemoni masyarakat. Konsekunsi logisnya adalah realitas dihasilkan oleh media bersifat terkonstruksi dan terdistrosi. Ditambah dari hasil konstruksi dan distorsi media terhadap peristiwa lumpur Lapindo menjadi tertanam dibenak khalayak. Karena, dapatlah dilihat betapa media massa memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk cara berfikir khalayak. Dalam hal ini televisi yang memiliki kelebihan secara visual dan audio dibandingkan radio dan surat kabar. Teori kritis yang menyatakan media sebagai pembentuk kesadaran khalayak didukung pendapat Gerbner dan Conolly dalam artikelnya yang berjudul Televison as New Religion. Menggambarkan media televisi memiliki posisi yang lebih istimewa dalam masyarakat. Keistimewaan itu dapat dilihat dari karakteristiknya yang memberikan kemudahan maksimal kepada khalayaknya. Ini dapat dipahami mengingat untuk memperolehnya konsumen tak perlu keluar rumah, bersifat gratis,
146
tidak memerlukan kemampuan baca yang tinggi dan mencapai khalayak yang heterogen sekaligus. Sedangkan dalam mengkonstruksi realitas, METRO TV memandang secara subjektif. Karena, realitas yang ada di lapangan telah di konstruksi sedemikian rupa dengan persfektif tertentu. Memang terlihat METRO TV sangat kritis dengan mengangkat isu di 5 beritanya yaitu masalah kewajiban pemerintah untuk bertanggung jawab terhadap kasus lumpur Lapindo. Hubungannya dengan kasus lumpur lapindo, berita televisi tidak hanya merefleksikan peristiwa-peristiwa, aspek-aspek dan argumentasi yang disampaikan, akan tetapi menyeleksi dan membentuknya menjadi berita yang memiliki nilai tinggi (news value) dan sangat sedikit berita yang tak memiliki muatan/motif atau nilai berita. Konsep ini dapat pula dilihat dari dominasi kepemilikan METRO TV dan penekanan unsur politis di tubuh Perusahahaan media yang dimaksud. Dominasi kepentingan politik dan kepentingan kepemilikan perusahaan media dapat dilihat dari judul berita Headline News Metro TV yang cukup membuat pembaca terprofokasi untuk ikut tergiring dalam frame berpikir Metro TV. Dalam pemberitaannya mengenai kasus luapan lumpur Lapindo di Porong. METRO TV sangat jauh dari wacana bahwa PT Lapindo Brantas Inc-lah yang seharusnya menjadi pihak tertuduh dan otomatis sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi kepada seluruh korban bahkan mengganti kerugian terhadap Negara. Pasalnya, Lapindo Brantas melakukan pelanggaran dengan tidak melakukan standar oprasional yang telah ditetapkan untuk melakukan aktifitas pengeboran. Berita METRO TV, dalam Program Headline News hanya menyebutkan lumpur Lapindo atau PT Lapindo Brantas tanpa ada tendensi atau pemaknaan apapun dalam rangkaian kalimat yang dibuat untuk memframe kasus lapindo ini.
147
Mengapa METRO TV tidak menonjolkan aspek lain, seperti hak interpelasi DPR yang dapat menjadi pemicu bagi pemerintah untuk mulai bergerak mengajukan gugatan perdata terhadap Lapindo sebagai pihak yang diduga kuat sebagai penyebab tragedi ini. kemudian
Presiden atau menteri terkait memberikan surat kuasa kepada
Kejaksaan Agung untuk bertindak sebagai Jaksa Pengacara Negara (JPN) mengajukan gugatan terhadap Lapindo. Sisi lain yang jauh lebih penting yaitu mengarahkan beritanya pada isu lingkungan seperti yang sering diperjuangkan oleh Wahana Lingkungan Hidup. Bahwa, kondisi ini lebih parah dari apa yang selama ini media beritakan. Atau, mengenai tuntutan masyarakat terhadap Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur di Sidoarjo agar direvisi karena memihak PT. Lapindo. Justru METRO TV keras akan gembar-gembor ganti rugi dari dana APBN. Seperti yang di jabarkan oleh Dosen Universitas Brawijaya Malang, Yusuf Wibisono. Maka bisa dikatakan realitas dalam sebuah media memang tidak seperti yang kita bayangkan, penuh dengan kejujuran, fakta yang akurat dan apa adanya. Tetapi realitas telah dikonstruksi sedemikian rupa agar terlihat agar terlihat nyata, dan tanpa disadari khalayak menerima realitas yang memang sengaja diolah demi kepentingan tertentu. Berita kasus lumpur Lapindo yang ada di media massa tidak selalu membicarakan realitas yang sebenarnya, tetapi juga konstruksi dari media tersebut. Lewat instrument yang dimilikinya media ikut membentuk realitas yang disuguhkan dalam beritanya. Maka, timbul kesan framing yang dilakukan oleh METRO TV adalah sebagai kendaraan politik untuk menjatuhkan Presiden melalui mekanisme pemberitaannya. Selain itu juga ada wacana bahwa. Pembelaan yang dilakukan terhadap Lapindo
148
lewat pemberitaan Headline News METRO TV, merupakan faktor kedekatan politis antara pemilik modal media dengan pemilik PT Lapindo. Sedangkan dilihat pada tataran Ideologi media. Bahwa, naskah, teks ataupun gambar sengaja dipilih untuk disebarkan kepada khalayak tentunya dengan makna dan tujuan tersendiri. Kosep ideologi media digunakan untuk menjelaskan ke arah mana atau berkiblat kemana media dalam pemberitannya. Masalah utama dalam ideologi media adalah sistem ide pemberitaan dikemas dan sampai kepada khalayak. Serta bagaimana media melihat sebuah peristiwa dengan kacamata atau padangan tertentu. Menurut Daniel Hallin, ilustrasi dan gambaran yang menarik, menolong menjelaskan bagimana berita kita tempatkan dalam bidang/peta ideologi. Hall membagi dunia jurnalistik ke dalam tiga bidang, yaitu ; bidang penyimpangan (Sphare of deviance), bidang kontroversi (Sphere of legitimate contoversy), dan bidang konsensus (Sphere of consensus). Bidang-bidang ini menjelaskan bagaimana peristiwa-peristiwa dipahami dan ditempatkan oleh wartawan dalam keseluruhan peta ideologis. Apakah peristiwa dibingaki dan dimaknai sebagai wilayah penyimpangan, kontoversi, ataukah consensus? Dalam wilayah penyimpangan, suatu peristiwa, gagasan, atau prilaku tertentu dikucilkan atau dipandang menyimpang. Ini semacam nilai yang dipahami bersama bagaimana peristiwa secara umum dipahami secara sama antara berbagai anggota komunitas. Bidang kedua dalah bidang kontroversi. Bila dalam bidang yang paling luar ada kesepakatan umum bahwa realitas (peristiwa, perilaku, atau gagasan) dipandang menyimpang dan buruk, dalam area ini realitas masih diperdebatkan/dipandang kontroversial. Sedangkan wilayah dalam adalah konsensus : menunjukan bagaimana realitas tertentu dipahami dan disepakati secara bersama-sama sebagai realitas yang sesuai dengan nilai-nilai ideologi kelompok.
149
Sebagai areal ideologi, peta semacam ini dapat dipakai untuk menjelaskan bagaimana perilaku dan realitas yang sama bisa menjelaskan bagaimana realitas dan perilaku yang sama bisa dijelaskan secara berbeda-beda karena memaknai kerangka yang berbeda. Masyarakat atau komunitas dengan ideologi berbeda akan menjelaskan dan meletakan peristiwa yang sama tersebut ke dalam peta yang berbeda, karena ideologi menempatkan bagaimana nilai-nilai bersama yang dipahami dan diyakini secara bersama-sama dipakai untuk menjelaskan berbagai realitas yang hadir setiap harinya. Menurut John Fiske bahwa makna tidak intrisik ada dalam teks itu sendiri Seseorang yang membaca teks tidak menemukan makna dalam teks, sebab yang akan pembaca temukan dan hadapi secara langsung adalah pesan dalam teks. Makna ini diproduksi melalui proses yang aktif dan dinamis, baik dari sisi pembuat maupun khalayak pembaca. Dalam hal ini pembaca dan teks sama-sama memiliki andil dalam memproduksi proses pemaknaan, pada titik inilah ideologi berperan. Ideologi juga dapat bermakna politik penandaan atau pemaknaan. Bagaimana kita melihat peristiwa dengan kacamata dan pandangan tertentu, dalam arti luas adalah sebuah ideologi. Sebab dalam proses melihat dan menandakan peritiwa tersebut kita menggunakan titik melihat tertentu. Titik atau posisi melihat itu menggambarkan bagaimana peristiwa dijelaskan dalam kerangka berpikir tertentu. Dilihat dari konsep hegemoni media, maka ideologi yang diwacanakan oleh METRO TV dalam berita lumpur Lapindo memberikan dokrin dan memanipulasi khalayaknya dengan pemberitaan yang terlebih dahulu telah dikonstruksi. Karena hegemoni bersifat mendominasi secara halus dan lebih meresap sehingga khalayak tanpa sadar telah terbawa oleh pemberitaan yang diwacanakan oleh METRO TV.
150
Bila dilihat dari sosiologi media, pemberitaan lumpur Lapindo di METRO TV dapat di fokuskan dalam beberapa faktor yang telah disusun dalam hierarcy of influence Shoemaker & Resse. Diantaranya faktor Rutinitas. METRO TV meletakan berita lumpur lapindo dalam Headline News yang tayang selama 1 jam sekali dan notabennenya adalah tayangan khusus, penting dan harus segera disiarkan karena memiliki news value yang cukup besar. Selain itu ada faktor pengelola media. Di mana, terdapat wartawan sampai pada pihak pemilik media yang memiliki tujuan dan filosofi organisasi tersendiri. Faktor, inilah yang menentukan bagaimana seharusnya berita disajikan. Surya Paloh sebagai pemilik beserta jajaran redaksinya memiliki peranan tersebut. Melihat background Surya Paloh yang notabenenya adalah anggota Partai Golkar yang peranah memcicipi proses konvensi untuk pemilihan calon presiden tunggal dari partai golkar di pemilu 2004. ketika itu ia bersanding dengan beberapa calon yang juga akan menjadi calon presiden dari tubuh Golkar diantaranya Aburizal Bakrie. Jelas mereka memiliki kedekatan politis tersendiri walaupun memiliki masa pendukung masing-masing. Karena mereka memiliki musuh politik yang sama. Selain itu juga terdapat faktor ekstamedia diantaranya Pihak eksternal seperti pemerintahan. Jelang 2009 partai Golkar adalah salah satu partai kuat yang memiliki calon dan massa yang jelas. Tentunya ada beberapa partai kuat yang nantinya akan bersaing diantaranya Partai Demokrat yang notabenenya SBY adalah Presiden dan direncanakan akan dicalonkan kembali. Bukan hal baru, jika lewat alat media massanya Golkar melakukan strategi untuk menjatuhkan lawan politiknya dengan
151
menggangkat fakta lain dan menutup fakta yang lain. Terutama, dalam kasus lumpur Lapindo yang dapat menurunkan pamor SBY di mata khalayak. 111 Merujuk pada pengertian di atas serta dikaitkan dengan judul bagaimana media merepresentasikan kasus lumpur lapindo di dalam sebuah pemberitaan. Seperti yang telah diketahui, media massa dalam pemberitaanya pasti dipengaruhi oleh bias-bias lain atau kepentingan baik internal maupun eksternal ketika mempersepsikan atau menilai sebuah isu atau kasus. Sehingga representasi berita mengenai kasus lumpur Lapindo di stasiun televisi satu dengan stasiun televisi lainnya akan berbeda.
Tabel 13 : Kesimpulan umum lima berita lumpur Lapindo Headline News Metre dengan menggunakan analisis framing model Zongdang Pan dan Gerald M. Kosicki Frame umum : Proses ganti rugi bagi warga Sidoarjo yang terkena semburan lumpur Lapindo adalah tanggung jawab pemerintah yang dibebakan dalam APBN. Elemen Strategi Penulisan Sintaksis
111
Sintaksis merupakan cara wartawan menyusun fakta. Dalam wacana berita, sintaksis menunjuk pada pengertian susunan dari bagian berita di antaranya headline, lead, latar informasi, sumber, dan penutup, dalam satu kesatuan teks berita secara keseluruhan. Bagian itu tersusun dalam skema yang menjadi pedoman bagimana fakta hendak disusun. Dalam menyusun skema beritanya METRO TV selalu secara langsung menuju pada apa yang akan dibicarakan dalam teks berita terutama dalam menyusun judul berita (headline). Begitu juga dalam teras berita, Metro TV juga memiliki perlakuan yang sama. Teras berita langsung menjadi penguat dari judul berita. Namun ketika menyusun berita Headline News METRO TV, tidak selalu memakai wawancara narasumber untuk menguatkan apa yang ingin ditonjolkan, terkadang METRO TV cukup menggunakan pernyataan dari apa yang dilihat oleh wartawan di lapangan. Misalnya, dalam berita demonstrasi warga menuntut ganti rugi. METRO TV hanya mengutip pernyataan warga yang sedang berorasi untuk menguatkan
Muhammad Qodari , Plus Minus jika Golkar Hapus Konvensi,18 September 2007, www.google.com
152
Skrip
Tematik
wacana yang dibentuk oleh wartawan terhadap berita. METRO TV juga membuat skema tersendiri dalam menentukan narasumber yang dijadikan penguat wacana METRO TV terhadap sebuah peristiwa. Untuk badan berita METRO TV mengarahkan beritanya pada fakta-fakta lain untuk menguatkan pandangan METRO TV. terkadang memasukan fakta yang sebenarnya tidak berhubungan namun dapat menguatkan wacana yang ingin ditonjolkan oleh METRO TV. dibagian penutup, METRO TV kerap menggunakan penekanan atas apa yang ingin disampaikan. Wacana dan sikap yang diinginkan METRO TV atas sebuah peristiwa ditekankan dan diperjelas dibagian akhir berita. Skrip. Berhubungan dengan bagaimana wartawan menceritakan atau mengisahkan sebuah peristiwa ke dalam bentuk berita. Struktur ini melihat bagaimana strategi cara bercerita atau bertutur wartawan yang digunakan dalam mengemas peristiwa ke dalam bentuk berita. Secara keseluruhan, METRO TV memiliki kelengkapan berita atau unsur 5W+1H. Hanya di berita yang berjudul “Warga Bongkar Makam Keluarga” METRO TV tidak menjabarkan unsur 5W+1H secara lengkap. Headline News METRO TV memiliki pendoman teknik penulisan jurnalistik berita hard news yang sama dengan media lain. Di awal tulisan METRO TV melengkapi beritanya dengan unsur what, who, when dan wher. Kemudian disusul dengan penjabaran why dan how diparagraf berikutnya. Namun dalam beritanya METRO TV juga kerap menyembunyikan unsur-unsur tersebut untuk menyembunyikan fakta yang sebenarnya. Misalnya pada berita “Semburan Gas Mudah Terbakar Meluas”. METRO TV tidak menjabarkan unsur why/kenapa semburan gas tersebut bisa meluas. Namun METRO TV menekankan pada unsur what/apa saja. Tematik berhubungan dengan bagaimana fakta itu ditulis. Bagaimana kalimat dipakai, bagaimana menempatkan dan menulis sumber berita ke dalam teks berita secara keseluruhan. Tematik sama dengan pengujian hipotesis : sumber yang dikutip, peristiwa yang diliput, dan pernyataan yang diungkapkan – semua perangkat itu digunakan untuk membuat dukungan yang logis bagi hipotesis yang dibuat, tema yang dihadirkan atau dinyatakan secara tidak langsung atau kutipan sumber dihadirkan untuk mendukung hipotesis. Dari empat prangkat framing yang ditawarkan oleh Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki peneliti menemukan aspek detail dan koherensi serta aspek maksud. METRO TV, lebih menekankan aspek detail. Pada bagian yang dianggap penting, dari lima berita di atas ditemukan tema, kewajiban ganti rugi oleh pemerintah dalam hal ini diambil dari dana APBN kepada korban semburan lumpur Lapindo. Maka, aspek detail
153
Retoris
ditekankan pada tema yang membicarakan mengenai hal di atas. Sedangkan untuk aspek koherensi, METRO TV juga kerap menggunakannya untuk menunjukan, bahwa proses ganti rugi menjadi kewajiban pemerintah. dengan menekankan aspek koherensi, yaitu memilih kata penghubung yang tepat untuk menekankan wacana yang dibangun oleh METRO TV. Kata penghubung atau proporsisi yang sering digunakan adalah proporsisi sebab-akibat. Untuk aspek maksud, METRO TV, lebih banyak menyembunyikan wacana yang dimaksud dengan menutupi wacana yang diinginkan. Namun ada beberapa berita yang juga secara terang-terangan mengangkat tema besar yang diusung. Tetapi, METRO TV lebih banyak bermain dengan wacana umum, yang akhirnya bermuara pada wacana yang diinginkan oleh METRO TV terhadap sebuah peristiwa. Dan membuat khalayak tak sadar, bahwasanya, telah digiring untuk masuk dalam wacana yang dibangun oleh METRO TV. Struktur retoris. Dari wacana berita menggambarkan pilihan gaya atau kata yang dipilih oleh wartawan untuk menekankan arti yang ingin ditonjolkan oleh wartawan. Wartawan menggunakan perangkat retoris untuk membuat citra, meningkatkan kemenonjolan pada sisi tertentu dan meningkatkan gambaran yang diinginkan dari suatu berita. Selain itu juga menunjukan kecenderungan bahwa apa yang disampaikan tersebut adalah suatu kebenaran. Ada tiga aspek retoris yang dimiliki dalam model framing ini yaitu, leksikon, grafis dan metafora. Karena Headline News METRO TV bersifat hard news/ berita cepat atau sekilas. Maka, Headline News tidak menggunakan kata/frase metafora. Peneliti menemukan aspek leksikon atau pemilihan dan pemakaian kata-kata tertentu untuk menandai atau menggambarkan peristiwa. Peneliti menemukan aspek leksikon dalam lima berita yang diteliti. Aspek tersebut digunakan untuk menekankan pencitraan terhadap satu pihak dan menjatuhkan citra pihak yang lain. Misalnya, pada berita :Warga Siring Tuntut Ganti Rugi” untuk memberikan penekanan bahwa warga lebih pro aktif dalam memperjuangkan haknya, METRO TV memilih kata ‘tuntut’ yang bermakna : mempertahankan sesuatu dengan keras, berdaya dan berupaya untuk memperoleh hak. Dengan memilih frase ini, maka, METRO TV ingin memberikan lebel pencitraan yang buruk terhadap kinerja pemerintah. Sedangkan aspek gambar/grafis/foto/video peneliti melihat lima berita yang keseluruhannya membicarakan konsep ganti rugi dengan meletakan warga dalam posisi yang patut dikasihani dan ditolong. Menempatkan pemerintah sebagai pihak yang wajib bertanggung jawab, dan menyembunyikan PT. Lapindo Brantas sebagai pihak yang seharusnya paling bertanggung jawab atas penderitaan warga. Maka, dalam ideologi teknik pengambilan gambar METRO TV juga banyak mengambil
154
komposisi atau angle pengambilan gambar yang mewakili ideologi atas wacana yang dapat menguatkan.
155
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Sewajarnya penelitian ini ingin membuktikan tujuan penelitiannya, menjawab serta merepresentasikan hasil penelitian atas konstruksi yang dilakukan METRO TV dalam program berita Headline News. Berdasarkan hasil temuan data dan pengolahan data atau intepretasi pada bab-bab sebelumnya, kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai-berikut :
1. METRO TV menyusun peristiwa dalam skema beritanya (sintaksis) mengarah pada konsep kasus lumpur Lapindo sebagai tanggung jawab penuh pemerintah yang harus disegera diselesaikan dengan memberikan penekanan pada judul dan teras berita. METRO TV memberikan alur berita yang rapih untuk menggiring khalayak pada kesimpulan masalah luapan lumpur adalah tanggungan negara yang diambil dari dana APBN. Dapat disimpulkan bahwa METRO TV tidak berimbang dan independen dalam pemberitaanya 2. Skrip yang diajukan METRO TV dalam beritanya mengarah pada proses ganti rugi yang seharusnya adalah tanggungan PT Lapindo Brantas dialihkan pada kewajiban pemerintah untuk menanggung ganti rugi tersebut. Wartawan menjadikan Perpres No.14 sebagai tameng untuk mendorong pemerintah pada posisi yang bertanggung jawab. 3. METRO TV dalam beritanya tidak langsung mengangkat tema besar yang ingin diwacanakan. Dalam kasus lumpur Lapindo, METRO TV terlebih dahulu mengarahkan penontonnya pada tema-tema yang lebih humanis untuk
156
mengangkat emosi penonton. Setelah itu di bagian-bagian tertentu METRO TV baru memunculkan tema besar yang sengaja disembunyikan dibelakang tema kecil. 4. METRO TV pada unsur retoris menekankan pada frase-frase yang sifatnya memojokan satu pihak, yaitu pemerintah sebagai pihak yang dianggap paling bertanggung jawab. Sikap METRO TV, ditekankan dalam struktur retoris dengan menggunakan frase/kata serta teknik pengambilan gambar oleh cameramen.
5.2
Saran Ada beberapa beberapa saran yang peneliti sampaikan kepada pihak-pihak
yang terlibat antara lain : 1. METRO TV sebaiknya memiliki sikap yang berimbang dalam tiap pemberitannya. Walaupun tidak dapat dipungkiri METRO TV sebagai media massa yang memiliki kepentingan baik bisnis maupun politis. Namun seharusnya dapat memisahkan bias tersebut agar tidak memberikan dampak yang merugikan. Karena, kasus lumpur Lapindo memiliki dampak besar bila wacana ganti rugi mengarah pada tanggung jawab pemerintah yang notabenenya adalah uang Negara (rakyat). 2. METRO TV sebaiknya tidak melihat kasus Lumpur Lapindo dari satu sisi. Yaitu penekanan pada tanggung jawab pemerintah atau Negara atas korban lumpur Lapindo. Seharusnya METRO TV juga mengguak siapa dibalik kejadian ini, walaupun masyarakat sudah cerdas dan tahu bahwa kasus ini adalah ulah PT Lapindo. selain itu mengapa METRO TV tidak sebaiknya mengarahkan beritanya pada tema kerusakan lingkungan hidup dan
157
dampak-dampak yang diakibatkan oleh luapan lumpur untuk kehidupan manusia sepuluh bahkan lima puluh tahun kemudian. 3. Sebaiknya METRO TV tidak terperangkap dalam kesimpulan sementara dan memberikan informasi yang terpenggal-penggal atas peristiwa yang dianggkat. 4. Kepada pemerintah sebaiknya juga memiliki sikap dan kinerja yang serius serta ekstra keras untuk mengatasi masalah luapan Lumpur lapindo. Dalam mengeluarkan kebijakan seharusnya pemerintah berpihak kepada warga Sidoarjo bukan kepada PT Lapindo.
158
159
DAFTAR PUSTAKA
Adi K, Dwi. Kamus Praktis Bahasa Indonesia. Surabaya : Fajar Mulia, 2001 Baksin, Askurifai. Jurnalistik Televisi Teori dan Praktek. Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2006) Eriyanto, Analisis Framing (Konstruksi, Ideologi dan Politik Media) Yogjakarta : LKIS 2002 Ery, Sutysno. Konstruksi Media Massa . Jakarta : AJI, 1998 Estabrook, Robert H. Artikel “Hak dan Tanggung Jawab Pers”. Pers Tak Terbelenggu. Jakarta : Dinas Penerangan Amerika Serikat (USIS). 1997 Fiske, John. Introduction To Communicaton Studies, second edition. London and New York : Routledge, 1990 Harsono, Andreas dan Setiyanto, Budi. Jurnalisme Sastrawi “Antopologi Liputan Mendalam dan Memikat”. Jakarta : Pantau, 2005 Iskandar Muda, Deddy. Jurnalistik Televisi “menjadi reporter professional. Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2003 Mc Nair, Brian. An Introduction to Political Communication. London : Routledge, 1995. M Romli Syamsul, Asep. Jurnalistik Dakwah. Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2003 Mufid, Muhamad. Komunikasi dan Regulasi Penyiaran. Jakarta : UIN Pres, 2005 Nimmo, Dan. Komunikasi Politik “Komunikator, pesan dan media”. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1993 Nurdin. Sistem Komuikasi Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004 Rakhmat, Jalaludin. Psikologi Komunikas. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2001 Selby, Keith and Cowdery. Dalam Hakim. 2001 Sendjaja Djuarsa, Sasa. Pengantar Ilmu Komunikas. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, 2003 Siregar, Ashadi. Menyingkap Media Penyiaran “Membaca televisi melihat Radio”. Yogjakarta : LP3Y, 2001
160
Sobur, Alex. Analisis Teks Media ; suatu pengantar untuk Analsis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing. Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2002 Soemaker, Pamela J. dan Resse, Stephen D. Mediating The Message: Theoritis Of Influence On Mass Media Content. New York and London : Lugman Publishing Group 199 Sudibyo, Agus. Analisis Politik Media. Yogyakarta : LKIS Winagsih Syam, Nina dan Sugiana, Dadang. Perencanaan Pesan dan Media. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, 2004 Trestianto. Jurnal Institut “Ke Mana Pendidikan Kita. LPM Institut UIN Syarif Hidayatullah, 2005 Sumber Lain (Internet) : Blog pada WordPress.com. — Theme: Connections by www.vanillamist.com www.Blogger.com, Hasta victoria La siempre Indonesia untuk Indonesia! Politik Media; Sebuah Keniscayaan Agustus 4, 2006 oleh Tengku Dhani Iqbal
HUKUMONLINE.com www.semitotic/an-anwords/htm.1975. Michael Foucault, “the Order Of Thing” www.Semiotik/an-words,2nd Ed, 1725, Richardson, Jonathan “An Essay On the Theory Of Printing”
[email protected], Yayat R Cipasang www.Blogger.com, Yusuf Wibisono (Dosen Universitas Brawijaya Malang). www.ekawenats.blogspot.com, 2006/06/, Teori kritis dan Varian Paradigmatis www.google.com, sumber :Harian Jawa Pos www.pikiran-rakyat.com www.google.com, Muhammad Qodari, Plus Minus jika Golkar Hapus Konvensi, 18 September 2007
161
RIWAYAT HIDUP Nama Alamat
Tempat dan tanggal lahir Jenis kelamin E-Mail Telepon Motto Hidup
: Siti Rachma : Jl. Swadharma Raya Kmp. Baru VII RT 009/02 No. 22, 12250 Kel. Ulujami, Kec. Pesanggrahan, Kebayoran Lama Jakarata Selatan : Medan, 09 Oktober 1984 : Perempuan : rachma_journalist84 @ yahoo.com : 021–58902881 / 0856-9110-8369 / 021-91373019 : Belajar dan berada dalam kesulitan adalah proses kehidupan
Pendidikan • • • •
SDN Negri 06 Pagi Ulujami, Jakarta-Selatan SMP Negri 153 Cidodol, Jakarta-Selatan SMU Yadika 5 Joglo, Jakarta-Barat Universitas Mercu Buana, Jakarta-Barat
Aktivitas Organisasi • • • • • • • • • •
2003/2005 2003/2004 2004/2005 2004/2005 2005/2006 2006/2007 2007/2008 2003/2007 2007/2008 2007/2008
: Anggota Fikom Fotografi Club : Staf Litbang Unit Kegiatan Pers Mahasiswa Orientasi UMB : Ka. Bid Reportase Komunitas Radio Kampus UMB : Sekretaris Umum Unit Kegiatan Pers Mahasiswa Orientasi : Pemimpin Redaksi Unit Kegiatan Pers Mahasiswa Orientasi : Pemimpin Redaksi Unit Kegiatan Pers Mahasiswa Orientasi : Editor Unit Kegiatan Pers Mahasiswa Orientasi UMB : Pengurus Forum Pers Mahasiswa Jakarta : Anggota Forum Lingkar Pena cabang Tangerang : Penanggung Jawab Media Club Islam Talim Alif Fikom
Pengalaman Kerja • • • • •
Reporter Web-site Indonesian Corruption Watch . Relawan LSM Himpunan Masyarakat Tolak Pornografi Repoter CTV Banten Pemimpin Redaksi Majalah Indieline (Free Magazine) Guru Di SMK Cengkareng 1