KONSTRUKSI PERAN SOSIAL PEREMPUAN DALAM RUBRIK LIPUTAN KHAS SUKSES DI MATA KAMI PADA MAJALAH FEMINA
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)
Oleh : Latifah NIM: 1110051100073
KONSENTRASI JURNALISTIK JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2014 M
KONSTRUKSI PERAN SOSIAL PEREMPUAN DALAM RUBRIK LIPUTAN KHAS SUKSES DI MATA KAMI PADA MAJALAH FEMINA
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh: Latifah NIM: 1110051100073
Pembimbing
Rachmat Baihaky, MA NIP: 197611292009121001
KONSENTRASI JURNALISTIK JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H / 2014 M
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang belaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini hasil plagiat atau hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta,
Desember 2014
Latifah
ABSTRAK Latifah Konstruksi Peran Sosial Perempuan Dalam Rubrik Liputan Khas Sukses di Mata Kami Pada Majalah Femina Perempuan merupakan makhluk sosial yang terkonstruksi perannya melalui budaya. Perempuan terkonstruksi untuk tidak diperbolehkan beraktivitas di publik dan diposisikan pada ruang domestik semata. Begitu pula media massa, banyak media massa yang telah mengkontruksi peran sosial perempuan melalui teks wacananya. Hal ini terlihat dalam rubrik Liputan Khas dengan judul artikel Sukses di Mata Kami pada majalah Femina yang mengkonstruksi peran sosial perempuan dalam menentukan keberhasilan antara urusan rumah tangga dan karier. Melihat persoalan di atas, maka muncul pertanyaan, bagaimana wacana peran sosial perempuan dalam rubrik Liputan Khas Sukses di Mata Kami dilihat melalui struktur teks? Bagaimana wacana peran sosial perempuan dalam rubrik Liputan Khas Sukses di Mata Kami dilihat melalui kognisi sosial? Bagaimana wacana peran sosial perempuan dalam rubrik Liputan Khas Sukses di Mata Kami dilihat melalui konteks sosial? Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan paradigma kritis. Adapun teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis wacana Teun A. van Dijk. Analisis wacana ini memiliki tiga elemen penting, yaitu struktur teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Oleh karena itu, peneliti melakukan pengumpulan data dengan cara wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Teori konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan Thomas Luckmann menjadi teori dalam penelitian ini. Berger dan Luckmann mengatakan bahwa realitas dibentuk oleh realitas objektif dan realitas subjektif. Melalui tiga elemen ini, maka dapat ditemukan bahwa majalah Femina dalam artikel Sukses di Mata Kami telah mengkonstruksi peran perempuan yang mampu menjalani beberapa peran dalam hidupnya secara seimbang, dan tidak memihak pada budaya patriarki. Hal ini terlihat melalui penekanan makna yang dilakukan majalah Femina. Secara kognisi sosial, terlihat bahwa penulis artikel berharap perempuan Indonesia senang terhadap apa yang telah dijalani tanpa harus membebankan diri sendiri dalam memilih peran, sehingga harus melibatkan suami dalam tugas rumah tangga. Kemudian dilihat dari konteks sosial, masyarakat memandang bahwa tidak ada larangan bagi perempuan untuk beraktivitas di publik, namun terdapat syarat dan batasan tertentu menurut syariat Islam, dan menganggap peran perempuan sebagai ibu rumah tangga merupakan tugas dan fungsi perempuan yang lebih diutamakan daripada berkarier. Majalah Femina telah melakukan kontruksi dan mengemas isu peran sosial perempuan dalam artikel Sukses di Mata Kami tidak terlepas dari konteks sosial yang berkembang dalam masyarakat. Majalah Femina melihat perempuan masa kini lebih carier-oriented. Urusan rumah tangga dapat digantikan oleh suami ataupun asisten rumah tangga. Tetapi, dilihat dari konteks sosial yang berkembang terdapat kekhawatiran terhadap perempuan yang lebih memilih untuk berkarier akan menimbulkan dampak kurang baik terhadap kehidupan keluarganya, seperti kurangnya perhatian seorang ibu kepada anak.
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim Puji syukur peneliti panjatkan hanya kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, dan juga nikmat yang begitu banyak sehingga dengan ridhoNya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini, shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW dan seluruh keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya. Peneliti mengucapkan syukur Alhamdulillah karena dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Konstruksi Peran Sosial Perempuan dalam Rubrik Liputan Khas Sukses di Mata Kami pada Majalah Femina,” yang disusun untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Strata 1 (S1), di Kampus Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti secara khusus mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua peneliti, yaitu ibunda Sukartirum dan ayahanda Sofyan Nimi yang telah memberikan kasih sayang, semangat, dan do’a yang tidak pernah ada hentinya. Semoga mereka selalu dalam lindungan Allah SWT. Selama
masa
penelitian,
penyusunan,
penulisan,
sampai
masa
penyelesaian skripsi ini, peneliti mendapat banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu peneliti menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. H. Arief Subhan, M.A, Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Suparto, M.Ed, Ph.D, Wakil Dekan II Bidang Administrasi
ii
Umum,
Drs.
Jumroni,
M.Si,
serta
Wakil
Dekan
III
Bidang
Kemahasiswaan, H. Sunandar, M.A. 2. Ketua Konsentrasi Jurnalistik, Kholis Ridho, M.Si, serta Sekretaris Konsentrasi Jurnalistik, Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, M.A yang telah meluangkan waktunya untuk sekedar berkonsultasi dan meminta bantuan dalam hal perkuliahan. 3. Dosen Pembimbing, Rachmat Baihaky, M.A yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, memberikan banyak pelajaran, dan menyemangati peneliti untuk dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik dan lancar. 4. Seluruh dosen pengajar dan staf akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu-ilmu yang sangat bermanfaat bagi peneliti. 5. Pimpinan dan karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah menyediakan buku serta fasilitas lainnya, sehingga peneliti mendapat banyak referensi dalam penelitian ini. 6. Redaktur Eksekutif Bidang Feature majalah Femina, Rully Larasati yang telah menyediakan waktunya untuk menjadi narasumber dan memberikan banyak informasi dalam penelitian ini, serta membagi pengalamannya sebagai penulis artikel Feature kepada peneliti. 7. Keluarga besar Sofyan Nimi, khususnya Ubaidillah, M. Sholeh, Rusdi, Luthfianah, Neneng Saidah, Alfiah, dan Choirul Rizal, Kakak-kakak peneliti yang selalu memberikan semangat serta dukungannya dalam
iii
keadaan apapun sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. 8. Sadad Anugrah, yang selalu menyemangati dan memberikan saran kepada peneliti selama mengerjakan penelitian ini. Terima kasih atas pengertian dan perhatian kepada peneliti. 9. Teman-teman Jurnalistik 2010, khususnya sahabat terbaik peneliti, Aulia Rahmi, Ika Suci Agustin, Athifa Rahmah, Halimatussa’diyah, Annisa Haismaidah, Settifani Andria, Nurfajria, Dwiyan Pratiyo, Damar Yudhistira, dan M. Hendartyo Hanggi W, terima kasih atas semangat dan dukungan yang telah diberikan kepada peneliti. Semoga persahabatan dan tali silaturahmi kita tidak akan pernah terputus, sukses untuk kalian semua. 10. KKN Simfoni 2010, yang telah berbagi pengalaman yang tak terlupakan. Terima kasih atas kenangan dan perjuangan di Desa Tanjakan Mekar. 11. Klise Fotografi angkatan I, terimakasih atas pengalaman dan pembelajaran yang diberikan kepada peneliti. 12. Semua pihak dan teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungan dan do’anya. Peneliti menyadari skripsi ini masih belum mencapai kesempurnaan, namun peneliti telah berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menyelesaikan dengan baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk pembaca. Peneliti
Latifah
iv
DAFTAR ISI ABSTRAK….………………………………………………………….……….…i KATA PENGANTAR….………………………………………………...………ii DAFTAR ISI…….……………………………………………………….……….v DAFTAR TABEL……………………………………………………………….vi DAFTAR GAMBAR….………………………………………………………...vii BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah….……………………………………1 B. Batasan dan Rumusan Masalah….……………….……………6 C. Tujuan Penelitian….………………………………….……….6 D. Manfaat Penelitian….…………………………………....……7 E. Metodologi Penelitian….……………………………..….……7 F. Sistematika Penulisan….……………………………….….…15
BAB II
KERANGKA TEORI A. Konstruksi Sosial Media Massa….……………………..……17 B. Peran Sosial Perempuan….……………………………..……25 C. Peran Sosial Perempuan dalam Pandangan Islam……………37 D. Majalah Sebagai Media Massa….……………………………45 E. Analisis Wacana….………………………………………..…48 F. Analisis Wacana Model Teun A. van Dijk….…………….…52
BAB III
GAMBARAN UMUM A. Sejarah Singkat Majalah Femina…………………………….62 B. Komposisi dan Pembaca Majalah Femina……………...…...66
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Analisis Struktur Teks Artikel Sukses di Mata Kami…….....69 B. Analisis Struktur Kognisi Sosial Artikel Sukses di Mata Kami………………………………………………………….91 C. Analisis Struktur Konteks Sosial Artikel Sukses di Mata Kami………………………………………………………….96
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan…………………………………………………108 B. Saran………………………………………………………..109
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….110 LAMPIRAN……………………………………………………………………113
v
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1 Skema Penelitian dan Metode Teun A. van Dijk...………………...53 2. Tabel 2 Elemen Wacana van Dijk...……………………………………...…54 3. Tabel 3 Temuan Elemen Teks Artikel Sukses di Mata Kami...…………….85
vi
DAFTAR GAMBAR 1. Komposisi Editorial Majalah Femina…………………..……………………66 2. Karakteristik Pembaca Majalah Femina……………………………..………67 3. Artikel Sukses di Mata Kami………………..……………………………….83 4. Ilustrasi Artikel Sukses di Mata Kami………………..…………..………….84 5. Artikel Sukses di Mata Kami…………………………………..…………….85
vii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Identitas merupakan sesuatu yang melekat pada diri seseorang, karena identitas merupakan penanda mengenai siapa diri orang tersebut. Identitas dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti jenis kelamin, kewarganegaraan, status sosial, dan agama. Penentuan identitas pada seseorang terbentuk karena adanya hubungan dengan lingkungan sosial. Begitu pula identitas gender, yang menurut konstruksi sosial dibentuk melalui interaksi dengan faktor sosial dan bukan hanya hasil dari perbedaan biologis. Feminimitas dan maskulinitas merupakan dua konstruksi identitas gender. Pembentukan identitas gender terus berlangsung selama manusia hidup. Masyarakat dan orang-orang sekitar seakan mengontrol kehidupan setiap orang untuk tetap berada pada perannya masing-masing. Ada beberapa sifat yang terkonstruksi pada laki-laki dan perempuan. Kaum laki-laki lebih menitikberatkan pada keperkasaan, kemandirian, dan kekuasaan, serta direpresentasikan aktif dan berada di ruang publik. Sedangkan kaum perempuan mengutamakan keanggunan, kelembutan, dan identik dengan mengurus anak yang hanya berada di ruang domestik. Sejarah perbedaan gender antara laki-laki dengan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang dan dibentuk oleh beberapa faktor, seperti kondisi sosial budaya, kondisi keagamaan, dan kenegaraan.
1
2
Dengan proses panjang ini, perbedaan gender akhirnya sering dianggap menjadi ketentuan Tuhan yang bersifat kodrati atau seolah-olah bersifat biologis yang tidak dapat diubah lagi. Inilah sebenarnya yang menyebabkan awal terjadinya ketidakadilan gender di tengah-tengah masyarakat. Dari dua identitas gender yang disebutkan di atas, dalam penelitian ini hanya akan dibahas identitas feminisme dengan melihat bagaimana perempuan direpresentasikan dalam teks. Karena pokok penelitian ini adalah teks tentang peran sosial perempuan. Hal ini menjadi penting untuk diteliti
karena
pada
saat
ini
masih
banyak
perempuan
yang
mempermasalahkan ketidakadilan nilai, peran, hak, dan kewajiban sosialnya, bahkan penghapusan diskriminasi terhadap kaum perempuan. Maka muncullah gerakan emansipasi perempuan yang berawal dari adanya budaya patriarki yang menyebar hingga belahan dunia. Budaya
patriarki
merupakan
sebuah
budaya
yang
telah
mengkonstruksi perempuan sebagai kaum lemah dibawah kendali lakilaki. Pada tahun 2012, telah berkembangnya era moderninasasi, masih saja ada perempuan di Papua yang mengalami diskriminasi dengan alasan tradisi budaya. Perempuan yang hendak melahirkan, menurut tradisinya harus melahirkan di tempat yang disebut „kandang hina‟ dan tidak boleh didekati laki-laki. Ibu dan bayi harus tinggal sampai seminggu dengan
3
hanya beralaskan tanah. Dengan praktik ini hingga akhirnya banyak perempuan yang mati sia-sia.1 Selain itu diskriminasi terhadap perempuan juga terjadi di China, banyak perempuan yang harus merelakan rahimnya membengkak karena terus melahirkan, tetapi bayi-bayi tersebut dibuang jika bayi yang dilahirkan berjenis kelamin perempuan. Sementara di India, ada tradisi dimana keluarga perempuan wajib membayarkan mas kawin kepada keluarga suami, apabila tak sanggup melunasi maka perempuan tersebut mendapati tindakan penganiayaan hingga kematian.2 Tradisi budaya yang telah melekat pada masyarakat telah disamakan dengan kodrat yang berarti sesuatu yang mutlak, dan tidak dapat ditentang. Sehingga dalam hal ini perempuan telah dirugikan, karena sesungguhnya perempuan juga merupakan makhluk sosial yang memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Berkat
kesadaran
perempuan
akan
kaumnya
yang
masih
terdiskriminasi, kini banyak bermunculan gerakan-gerakan pendukung perempuan yang menuntut akan kesetaraan gender dalam kehidupan sosial. Pada tanggal 8 Maret 1911 telah diresmikan Hari Perempuan Internasional, yang sampai saat ini masih terus berkembang demi kesejahteraan kaum perempuan. Selain diskriminasi karena tradisi, fokus pembelaan perempuan juga tertuju pada peran perempuan dalam kehidupan sosial.
1
Kristi Poerwandari, Perempuan dan Konstruksi Jender, diakses dari http://female.kompas.com/read/2012/03/08/09431482/Perempuan.dan.Konstruksi.Jender, pada 21 Agustus 2014, pukul 09. 45 WIB. 2 Kristi Poerwandari, Perempuan dan Konstruksi Jender, diakses dari http://female.kompas.com/read/2012/03/08/09431482/Perempuan.dan.Konstruksi.Jender, pada 21 Agustus 2014, pukul 09. 45 WIB
4
Kehidupan sosial perempuan perlu diperhatikan, karena peran perempuan pada sejarahnya telah mengalami konstruksi sosial. Peran perempuan dalam kehidupannya telah dibatasi hanya dalam aktivitas rumah tangga seperti mengurus rumah, menjaga anak, dan melayani suami. Sehingga perempuan tidak diperbolehkan terjun ke ruang publik. Dengan hadirnya gerakan pembelaan atas kaum perempuan atau juga yang disebut gerakan feminisme, maka kini banyak kaum perempuan dengan percaya diri menunjukan potensinya, berkiprah ke ruang publik. Fenomena ini sedang marak terjadi, dimana perempuan dengan kehebatannya mampu menjalani beberapa peran dalam hidupnya. Perempuan dapat meraih keberhasilan dalam kariernya, meskipun mereka juga merupakan ibu rumah tangga yang memiliki kewajiban mengasuh anak dan memenuhi kebutuhan suami. Salah satu cara untuk memahami fenomena yang terjadi pada masyarakat dapat dilakukan dengan meneliti media massa. Media massa merupakan cerminan dari suatu masyarakat. Seseorang dapat mengetahui apa yang sedang terjadi dan apa nilai-nilai yang dipegang dalam suatu masyarakat dari isi berita atau artikel yang dimuat dalam media massa tersebut. Melalui wacana-wacana yang diangkat, media massa bukanlah sekedar saluran yang bebas, media massa juga subjek yang mengonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias dan pemihakannya. Seperti dikatakan Tony Bennet, media massa dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas sesuai dengan kepentingannya. 3 Media 3
h. 36
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2012),
5
massa membentuk dunia lewat wacana dengan cara mengarahkan pemikiran pembaca sesuai dengan cara pandang mereka. Dengan begitu, pembaca diajak untuk mengikuti apa yang menjadi pandangan pembuat teks wacana. Fenomena mengenai kesetaraan dan keadilan hak-hak kaum perempuan sudah tercemin pada majalah-majalah perempuan yang telah banyak beredar, seperti majalah Femina, Ummi, Paras, dan lainnya. Majalah-majalah tersebut menampilkan berbagai macam informasi seputar kehidupan perempuan. Untuk melihat fenomena yang terjadi pada peran perempuan yang terjadi saat ini. Peneliti akan menggunakan majalah Femina pada rublik Liputan Khas edisi 15-21 Februari, yang membahas mengenai tolok ukur kesuksesan kaum perempuan, kesuksesan ini diukur dari peran domestik dan karier yang dijalani oleh perempuan. Dalam penelitian ini akan digunakan metode analisis wacana model Teun A. van Dijk. Metode wacana model Teun A. van Dijk digunakan karena penelitian ini ditujukan untuk melihat seperti apakah representasi peran sosial perempuan pada majalah Femina. Selain itu, model Teun A. van Dijk digunakan untuk melihat bagaimana kognisi sosial dari penulis artikel serta konteks sosial yang ada di masyarakat mengenai peran sosial perempuan. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Konstruksi Peran Sosial Perempuan dalam rubrik Liputan Khas Sukses di Mata Kami pada Majalah Femina”.
6
B.
Batasan dan Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, sumber data untuk bahan penelitian mengenai peran sosial perempuan ini diambil dari artikel dalam rubrik Liputan Khas pada majalah Femina edisi 15-21 Februari 2014. Data penelitian ini adalah artikel yang berjudul Sukses di Mata Kami, yaitu artikel yang membahas sebuah tolok ukur kesuksesan kaum perempuan dari segi karier maupun keluarga. Dari pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah penelitian ini sebagai berikut: 1) Bagaimana konstruksi peran sosial perempuan dalam rubrik Liputan Khas Sukses di Mata Kami dilihat melalui struktur teks? 2) Bagaimana konstruksi peran sosial perempuan dalam rubrik Liputan Khas Sukses di Mata Kami dilihat melalui kognisi sosial? 3) Bagaimana konstruksi peran sosial perempuan dalam rubrik Liputan Khas Sukses di Mata Kami dilihat melalui konteks sosial?
C.
Tujuan Penelitian Sesuai dengan batasan dan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini ialah: 1) Untuk mengetahui konstruksi peran sosial perempuan dalam rubrik Liputan Khas Sukses di Mata Kami dilihat melalui struktur teks. 2) Untuk mengetahui konstruksi peran sosial perempuan dalam rubrik Liputan Khas Sukses di Mata Kami dilihat melalui kognisi sosial. 3) Untuk mengetahui konstruksi peran sosial perempuan dalam rubrik Liputan Khas Sukses di Mata Kami dilihat melalui konteks sosial.
7
D.
Manfaat Penelitian 1) Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu komunikasi sebagai bahan masukan maupun referensi mengenai studi wacana. 1) Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dan dapat menjadi pertimbangan atau masukan bagi tim produksi majalah.
E.
Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian Paradigma menurut Bodgan dan Biklen adalah kumpulan besar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian. Cara mendefinisikan paradigma sebagai konstelasi konsep, nilai-nilai persepsi dan praktek yang dialami bersama oleh masyarakat, yang membentuk visi khusus tentang realitas sebagai dasar tentang cara mengorganisasikan dirinya.4 Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma kritis. Paradigma kritis melihat bahwa media bukanlah saluran yang bebas dan netral. Media justru dimiliki oleh kelompok tertentu dan digunakan untuk mendominasi kelompok yang tidak dominan.5 Berita yang disajikan dengan strategi yang mengesankan objektifitas, keseimbangan, dan sikap non partisan, namun bisa
4
Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 49. 5 Dennis Mc Quail. Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, (Bandung: Erlangga, 1996), h. 51.
8
menggiring khalayak untuk mendefinisikan suatu realitas dalam bingkai tertentu, dari sudut pandang tertentu, dengan struktur bahasa tertentu atau bahkan menggunakan sistem logika tertentu pula. Paradigma kritis ini dilakukan lebih kepada penafsiran. Kelebihannya, dengan penafsiran, kita dapat menyelami dunia dalam teks dan mengetahui makna yang berada di balik teks tersebut. 2. Pendekatan Penelitian Sesuai dengan
paradigma dan permasalahan yang dipilih
dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami sebuah realitas yang sulit dipahami, yaitu dengan menggali pengalaman individu dalam menafsirkan realitas dan setiap individu yang menjadi informan diberikan kebebasan dalam mengungkapkan definisinya tersebut. Menurut Bodgan dan Taylor, penelitian kualitatif dapat memperlihatkan pengalaman individu dalam menghadapi masyarakat pada kehidupan sehari-hari dan mempelajari suatu kelompok dan pengalaman-pengalaman yang mungkin tidak diketahui sebelumnya.6 Oleh karena itu, peneliti akan turun langsung ke lapangan untuk pengumpulan data. Dalam pendekatan kualitatif, pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara wawancara mendalam, dan observasi. Untuk menganalisis sebuah makna pada sebuah teks artikel di majalah, peneliti akan menggunakan wawancara mendalam, dengan maksud untuk memberi ruang bicara yang luas kepada subjek 6
Robert Bodgan dan Steven J. Taylor, Introduction to Qualitative Research Methods: A Phenomenological Approach to the Social Sciences, (New York: John Wiley & Sons, 1975), h. 45.
9
penelitian dalam memberikan jawaban. Pendekatan kualitatif mampu menggambarkan suatu kejadian atau realitas sosial dari sudut pandang subjek, bukan dari sudut pandang peneliti sebagai pengamat. Berikut ciri-ciri penelitian kualitatif:7 Pertama, penelitian kualitatif melakukan penelitian pada konteks secara utuh. Kedua, dalam mengumpulkan data, peneliti sendiri yang melakukan wawancara dengan informan, juga pengetikan dan analisis data pun peneliti lakukan sendiri karena penelitilah yang paling mengerti bagaimana pengumpulan data saat wawancara berlangsung. Ketiga, analisis data dilakukan secara induktif, yaitu mengumpulkan fakta-fakta yang ada di lapangan dan kemudian ditarik kesimpulannya. Keempat, Data yang dikumpulkan deskriptif berupa kata-kata, karena data berasal dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan artikel yang ditulis oleh wartawan. Kelima, Desain penelitian bersifat sementara yang dalam proses penyusunannya terus menerus mengalami perubahan jika ada fakta-fakta baru yang muncul di lapangan yang tidak diperkirakan sebelumnya sehingga menuntut adanya perubahan desain penelitian. 3. Metode Penelitian Penelitian akan dilakukan dengan menggunakan analisis wacana dari Teun A. van Dijk dengan meneliti melalui tiga dimensi: teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Pertama meneliti dari segi teks, yang menggabungkan beberapa elemen wacana menjadi suatu 7
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1990), h. 4.
10
kesatuan analisis: struktur makro, suprastruktur, dan struktur mikro. Dari elemen tersebut akan meneliti teks yang dilihat mulai dari tema, latar, detail, maksud, bentuk kalimat, praanggapan, koherensi, kata ganti, leksikon, grafis, dan ekspresi.8 Penelitian dari segi teks akan diterapkan pada artikel Sukses di Mata Kami yang membahas peran sosial perempuan yang bertujuan untuk melihat strategi wartawan yang digunakan dalam memproduksi berita dan mengkonstruksikan realitas dalam teks, yaitu dengan meneliti tema apa yang diangkat dari artikel tersebut dengan melihat lead dan alur dari artikel tersebut. Selain itu melihat bagaimana penulis artikel melakukan penekanan suatu makna pada kalimat dengan penggunaan struktur mikro pada teks artikel tersebut. Sehingga akan terlihat cara pandang penulis artikel dalam mengkonstruksi peran sosial perempuan. Kedua, dimensi kognisi sosial, peneliti berusaha menempatkan posisi setara dengan subjek untuk memahami sesuatu yang menjadi pemahaman subjek yang diteliti. Dimensi ini dilakukan dengan teknik wawancara kepada penulis artikel Sukses di Mata Kami, Rully Larasati,
yaitu
dengan
membuat
beberapa
pertanyaan
untuk
mendapatkan pemahaman dan pengetahuan penulis artikel terhadap wacana peran sosial perempuan yang menjadi topik dalam artikel Sukses di Mata Kami.
8
h. 228.
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2012),
11
Ketiga, dimensi konteks sosial. Dalam dimensi ini akan diteliti bagaimana wacana mengenai peran sosial perempuan berkembang di masyarakat. Untuk mendapatkan hasil dari dimensi ini, peneliti melakukan wawancara terhadap empat narasumber yang terkait dengan wacana peran sosial perempuan, yaitu: Rini Laili Prihatini (Dosen Gender UIN Jakarta), Tantan Hermansyah (Dosen Sosiologi UIN Jakarta), Zarkasih Ahmad (Ustadz), Aditya Mulyadi (Aktivis Majelis Ilmu
Ulama
Muda
Indonesia).
Alasan
mengambil
beberapa
narasumber di atas dengan tujuan untuk melihat bagaimana pemahaman dihayati bersama di masyakarat, karena pendapat beberapa narasumber tersebut dapat mewakili representasi wacana peran sosial perempuan yang ada. 4. Subjek dan Objek Penelitian Adapun yang menjadi subjek penelitian ini adalah penulis artikel Sukses di Mata Kami, yaitu Rully Larasati. Sedangkan objek yang akan diteliti adalah artikel yang membahas tentang peran sosial perempuan yang ada pada majalah Femina edisi 15-21 Februari 2014 yang berjudul Sukses di Mata Kami. 5. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kantor redaksi majalah Femina yang beralamat di Jalan HR. Rasuna Said Blok B Kav. 32-33, Jakarta 12910. Adapun pelaksanaan kegiatan penelitian atau pencarian data dilakukan pada November 2014 sampai Desember 2014.
12
6. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi Observasi adalah suatu cara mengumpulkan data dengan mengambil langsung terhadap objek atau penggantinya (misal: film, rekonstruksi, video, dan sejenisnya).9 Pengamatan ini dilakukan dengan melihat langsung teks serta mencermati setiap makna-makna yang tersirat pada teks yang terdapat dalam artikel yang berjudul Sukses di Mata Kami pada majalah Femina edisi 1521 Februari 2014. b. Wawancara Wawancara adalah sebuah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan orang yang diwawancarai.10 Agar
mendapatkan
data
yang
diharapkan,
maka
penulis
menggunakan teknik interview guide yang dikemukakan oleh, Patton yaitu dengan membuat panduan pertanyaan wawancara untuk menggali pertanyaan guna mendapatkan pemahaman yang mendalam.11 Wawancara dilakukan dengan penulis artikel Sukses di Mata Kami, Rully Larasati. Data-data yang diperoleh adalah dengan cara tanya jawab secara lisan. Wawancara dengan penulis artikel Sukses di Mata Kami bertujuan untuk melihat kesadaran 9
Nazar Bakry, Tuntutan Praktis Metodelogi Penelitian, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1994), h. 36. 10 Moh. Nazin, Metode Penelitian, (Bandung: Ghalia Indonesia, 1999), h. 234. 11 Michael Quinn Patton, Qualitative Research and Evaluation Methods, 3 rd Edition, (Thousand Oaks, California: Sage Publications. Inc, 2002), h. 343-344.
13
mental dari penulis artikel dalam memahami peran sosial perempuan, yang selanjutnya dianalisis dalam dimensi kognisi sosial yang ada pada metode analisis model van Dijk. c. Dokumentasi Dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan data-data mengenai hal-hal yang akan peneliti bahas, yang berhubungan dengan objek yang akan diteliti. Pengumpulan data dilakukan melalui: internet, buku-buku teoritis yang dapat menunjang metode analisis dalam penelitian, dan dokumen-dokumen lainnya. 7. Teknik Analisis Data Teknik analisis data dengan menggunakan analisis wacana model Teun A. Van Dijk. Tujuan dari teknik analisis data ini adalah untuk mengetahui bagaimana representasi peran sosial perempuan dalam suatu teks yang terdapat dalam artikel Sukses di Mata Kami pada majalah Femina edisi 15-21 Februari 2014 dengan melihat tiga dimensi: teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Edisi ini dipilih karena artikel Sukses di Mata Kami terdapat pada rubrik Liputan Khas. Artikel ini mengangkat topik atau isu yang cukup berat, membahas seputar tolok ukur kesuksesan perempuan disertai komentar beberapa pakar, dan masuk dalam kategori highlight yang terlihat pada cover majalah Femina edisi 15-21 Februari 2014. 8. Tinjauan Pustaka Dalam menentukan judul skripsi ini peneliti sudah mengadakan tinjauan pustaka terhadap beberapa hasil karya ilmiah yang tidak jauh
14
berbeda pembahasannya dengan yang peneliti angkat. Beberapa di antaranya adalah: “Representasi Maskulinitas dari Segi Fisik dan Mental dalam Majalah Men’s Health USA: Sebuah Tinjauan Analisis Wacana Kritis”, Yessika Ayurisna, Program Studi Inggris, Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya, Universitas Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui konsep maskulinitas dalam beberapa artikel di majalah Men’s Health USA. Hasil dari penelitian ini adalah majalah Men’s Health USA menampilkan laki-laki secara fisik harus memiliki postur tubuh yang ideal yaitu dengan memiliki otot, sedangkan dalam peranannya laki-laki dituntut untuk bisa mengurus anak dan melakukan pekerjaan domestik. Peneliti merujuk pula pada skripsi yang berjudul “Analisis Wacana Cita Perempuan dalam Tabloid Nova Edisi Khusus Kecantikan Tanggal 21-27 November 2011”, Tiara Mustika, Konsentrasi Jurnalistik, Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk melihat makna kecantikan yang diangkat oleh tabloid Nova. Hasil dari penelitian ini yaitu adanya bias gender dengan mengidentifikasikan makna kecantikan, perempuan cantik hanya dilihat dari segi fisik, seperti kulit yang muda dan kencang, pipi yang tirus, tubuh yang langsing, dan kulit cerah. Hal ini terjadi karena adanya klinik-klinik kecantikan instan yang marak di masyarakat.
15
Selain itu, peneliti merujuk pada tesis “Konstruksi Identitas Perempuan Muslim dalam Aquila Asia”, Annisa Ridzkynoor Beta, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Pada penelitian ini didasarkan pada kebebasan akses media massa untuk mengkonstruksi perempuan Muslim yang modern. Hasil penelitian ini yaitu majalah Aquila Asia mengkonstruksi perempuan Muslim modern sebagai perempuan yang aktif dalam ruang publik, domestik dan juga secara spiritual, bahkan memahami kewajiban sosial untuk membantu orang tua, sesama, dan orang yang kurang mampu sebagai ekspresi kesalehan. Dari hasil tinjauan yang peneliti lakukan, penelitian ini mempunyai beberapa perbedaan dengan penelitian-penelitian di atas, baik dari objek penelitian, subjek penelitian, maupun teknik analisis data penelitian yang digunakan. Penelitian ini menekankan pada artikel Sukses di Mata Kami yang membahas tolok ukur kesuksesan perempuan antara peran domestik dan karier, bagaimana strategi dalam membuat artikel serta pemahaman penulis artikel terhadap isu peran sosial perempuan, dan bagaimana wacana peran sosial perempuan berkembang dalam masyarakat. F.
Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan diuraikan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
16
BAB II : KERANGKA TEORI Bab ini memuat penjelasan Kontruksi Sosial Media Massa, Peran Sosial Perempuan, Peran Sosial Perempuan Dalam Pandangan Islam, Majalah Sebagai Media Massa, dan Analisis Wacana Model Teun A. Van Dijk. BAB III : GAMBARAN UMUM Bab ini membahas mengenai sejarah singkat majalah Femina, serta komposisi dan karakteristik pembaca majalah Femina. BAB IV : ANALISIS DATA Bab ini membahas analisis data dari artikel yang berjudul Sukses di Mata Kami, dengan menggunakan metode Analisis Wacana model Teun A. Van Dijk. BAB V : PENUTUP Adapun dalam bab ini berisi kesimpulan dan saran dari peneliti mengenai hal-hal yang dibahas dalam penelitian ini.
BAB II KERANGKA TEORI A.
Kontruksi Sosial Media Massa Konstruksi sosial memiliki keterkaitan antara pengaruh sosial dengan pengalaman hidup seseorang. Dua faktor tersebut itulah yang mempengaruhi sebuah konstruksi sosial. Sehingga realitas yang ada saat ini merupakan hasil cipta manusia yang telah dikonstruksi. Berger dan Lukmann mengatakan ada beberapa kekuatan dari konstruksi sosial. Pertama, bahasa adalah hal penting untuk membawa realitas ke dalam kehidupan masyarakat, mempengaruhi pikiran dan tingkah laku individu. Kedua, konstruksi sosial dapat menandakan bahwa terdapat kerumitan dalam satu realitas. Ketiga, konstruksi sosial akan selalu hadir sesuai dengan masyarakat dan waktu.1 Realitas yang diciptakan manusia dilakukan dengan media bahasa yang dirangkai manusia untuk mengkontruksi sebuah realitas, sehingga terdapat keberagaman realitas yang ada. Hal ini terjadi karena setiap individu memiliki pengetahuan atau pengalaman yang berbeda. Konstruksi sosial yang dilakukan setiap manusia akan terus menerus mempengaruhi dan membentuk tingkah laku individu dari masa ke masa, dari generasi ke generasi berikutnya. Sehingga realitas terlihat seperti sesuatu yang sudah melekat pada manusia.
1
Charles R. Ngangi, Konstruksi Sosial dalam Realitas Sosial, Jurnal Vol. 7, No. 2, Mei 2011, h. 1.
17
18
Berger mengatakan bahwa manusia menciptakan kenyataan realitas sosial melalui proses eksternalisasi, objektifikasi, dan internalisasi. Dalam hal ini Berger menyebutnya moment. Manusia diciptakan untuk hidup dalam lingkungan yang begitu luas dengan berbagai macam aktivitas. Sehingga manusia diharuskan untuk berinteraksi dengan manusia lainnya, yaitu dengan berbagi (sharing) mengenai apa yang menjadi keyakinannya dalam aktivitasnya secara terus menerus. Proses inilah yang disebut eksternalisasi.2 Sejak lahir, individu akan mengalami pengembangan kepribadian dan memperoleh budaya melalui hubungannya dengan dunia sekitar. Kebudayaan merupakan hasil bentukan manusia yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman manusia tersebut. Selanjutnya, individu akan membentuk budayanya sendiri dalam hubungannya dengan kebudayaan yang
ada
sebelumnya
berdasarkan
pengetahuannya.
Kebudayaan
kemungkinan akan selalu berubah, karena kebudayaan merupakan hasil bentukan manusia dan dihasilkan kembali oleh manusia. Melalui proses ini manusia menciptakan alat-alat, bahasa, menganut nilai-nilai, dan membentuk lembaga-lembaga.3 Proses eksternalisasi ini melihat bahwa manusia adalah makhluk sosial. Maka, dari zaman dahulu hingga sekarang manusia akan selalu berbagi (sharing) mengenai keyakinan atau kebudayaan yang dianutnya kepada orang lain secara terus menerus. Lalu, kebudayaan ini diterima dan
2
Putera Manuaba, Memahami Teori Konstruksi Sosial, Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik, Vol. 21, No. 3-221-230, 9 May 2011 pukul 22.27, h. 9. 3 Putera Manuaba, Memahami Teori Konstruksi Sosial, h. 9.
19
dianut pula oleh orang tersebut, dan dibagikan kembali kepada yang lainnya, dan seterusnya. Sebagai contoh, menggunakan kerudung merupakan kewajiban seorang muslimah dalam Islam, dan budaya ini telah dibagikan sejak lama oleh tokoh-tokoh Islam. Dahulu budaya berkerudung identik dengan kuno, motif dan gaya berkerudung cenderung monoton. Tetapi saat ini dapat kita lihat, kerudung sudah merebak luas dipasaran dengan warna serta motif yang bervariasi, dan gaya berkerudung yang lebih fleksibel dan fashionable. Maka, proses eksternalisasi ini telah menghasilkan sebuah realitas atau budaya berkerudung bagi perempuan muslimah. Namun, gaya berkerudung yang cenderung kaku, berubah menjadi lebih fleksibel dan fashionable. Hal ini terjadi karena kebudayaan merupakan hasil manusia, dan dihasilkan kembali oleh manusia (yang memiliki cara pandang berbeda) secara terus menerus, dari generasi ke generasi berikutnya. Sehingga kebudayaan dapat berubah dari bentuk awal tercipta. Kedua, objektivasi yaitu hasil dari berbagi (sharing) secara terus menerus yang telah dilalui pada tahap eksternalisasi. Proses eksternalisasi akan menghasilkan masyarakat dengan kebudayaan yang bersifat realitas objektif. Pada proses ini, manusia dihadapkan oleh berbagai macam kebudayaan, termasuk kebudayaannya sendiri. Semua aktivitas manusia yang terjadi dalam eksternalisasi dapat mengalami proses pembiasaan, yaitu melalui tindakan yang terus-menerus diulangi dari generasi ke generasi, yang kemudian menjadi kelembagaan atau kesepahaman manusia dalam jumlah yang besar. Kelembagaan ini yang akan
20
menciptakan pola-pola perilaku yang mengendalikan perilaku manusia. Pembiasaan ini dapat mengalami pembaharuan budaya apabila adanya timbal-balik dari proses pembiasaan tersebut.4 Masyarakat dengan kebudayaannya merupakan produk manusia dari proses eksternalisasi, yaitu proses berbagi yang dilakukan secara terus menerus. Produk ini akan berkembang dengan adanya proses pembiasaan dan membentuk suatu kelembagaan yang ikut dalam menciptakan suatu realitas objektif. Sebagai contoh: gerakan feminisme di Indonesia berawal dari pencurahan dan ekspresi diri dari tokoh perempuan Indonesia, yaitu Kartini. Kartini berbagi apa yang telah diperoleh dari pengalaman hidupnya yang ditulis melalui buku yang berjudul habis gelap, terbitlah terang.
Jadi
Kartini
menggunakan
media
buku
sebagai
proses
eksternalisasinya. Selanjutnya, dengan gebrakan Kartini ini, semakin banyak perempuan-perempuan yang berani menunjukkan potensinya. Hingga akhirnya gerakan feminisme menjadi suatu kelembagaan di Indonesia, gerakan ini telah menjadi realitas objektif yang terus berinovasi dalam memahami perempuan. Ketiga, Internalisasi, proses ini merupakan penyerapan kembali suatu reliatas objektif atau kebudayaan ke dalam kesadaran individu. Penyerapan ini akan membuat individu terpengaruhi. Namun hal ini tergantung dari individu menyerap realitas tersebut secara sempurna atau
4
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Discourse Teknologi Komunikasi di Masyarakat, h. 197.
21
tidak. Karena setiap individu memiliki budaya atau keyakinan tersendiri yang ia terima dari lahir hingga dewasa.5 Sebagai contoh dari proses internalisasi ini dapat kita lihat pertarungan pandangan tentang Islam di Barat. Berbagai media massa di Barat menyudutkan Islam dan men-judge Islam sebagai teroris. Sehingga pemeluk agama Islam di seluruh dunia akan dihadapkan oleh realitas objektif yang terjadi di media massa Barat. Hadirnya berita tersebut, para pemeluk agama Islam akan menyerap isi dari berita tersebut dan membandingkan Islam yang dia anutnya dengan Islam yang persepsikan media massa Barat. Pemeluk agama Islam di seluruh dunia akan mencerna berita tersebut dengan latar belakang pengetahuannya mengenai Islam, dan menghasilkan pemahaman sendiri menurut keyakinannya. Teori konstruksi sosial atas realitas dari Berger dan Luckmann hadir pada sekitar tahun 1960-an, dimana media massa belum menjadi sebuah fenomena yang marak diperbincangkan. Sehingga Berger dan Luckmann tidak mencantumkan media massa sebagai fenomena yang berpengaruh dalam konstruksi sosial atas realitas. Namun, seiring waktu teori ini mengalami revisi yang melihat media massa juga merupakan fenomena konstruksi sosial. Bahkan menurut Burhan Bungin, konstruksi sosial akan berlangsung sangat cepat dan sebarannya merata dengan adanya media massa. Begitu pun khalayak dapat menilai sebuah realitas
5
Putera Manuaba, Memahami Teori Konstruksi Sosial, h. 14.
22
yang terkonstruksi dalam media massa tanpa menyelidiki keadaan yang sebenarnya.6 Seperti kita lihat saat ini, begitu canggihnya kehebatan media massa, yang membuat kita dihadapkan oleh berbagai budaya dari belahan dunia dengan sangat cepat sebaran dan pengaruhnya. Dahulu di Indonesia terdapat budaya, dimana laki-laki dan perempuan yang masih lajang dianggap kurang pantas jika saling berinteraksi. Namun, media massa telah membawa budaya dari Barat dan merubah budaya yang ada sebelumnya. Kini laki-laki dan perempuan yang masih lajang dianggap sah-sah saja jika saling berinteraksi, bahkan lebih dari itu. Budaya ini begitu cepat mempengaruhi masyarakat Timur, karena konstruksi sosial dilakukan melalui media massa, dengan tayangan sinetron remaja bergenre percintaan di televisi, rubrik curhat di majalah remaja, dan sebagainya. Seperti
yang
dikatakan
sebelumnya,
bahwa
setiap
orang
mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas, yaitu berdasarkan pengalaman, keyakinan, pendidikan, dan lingkungan sosial yang dimiliki masing-masing individu.7 Dalam konstruksi sosial di media massa, hal ini dapat dilihat pada cara seorang wartawan mengkonstruksi peristiwa dalam pemberitaannya. Berita atau artikel adalah produk interaksi antara wartawan dengan realitas sosial. Realitas yang ditampilkan itu tidak selamanya benar, karena media massa memiliki hubungan dua
6
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Discourse Teknologi Komunikasi di Masyarakat, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2008), h. 203. 7 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. (Yogyakarta: LKiS, 2007), h. 15.
23
arah, di satu pihak, media massa merupakan cermin keadaan sekitarnya, di lain pihak ia juga membentuk realitas sosial itu sendiri dengan memilih hal-hal apa saja yang ingin ditampilkan, juga cara menyajikan hal-hal tersebut. Dalam konstruksi sosial media massa ada beberapa tahapantahapan yang terjadi, yaitu melalui tahap menyiapkan materi kontruksi, tahap sebaran konstruksi, tahap pembentukan konstruksi, dan tahap konfirmasi. Pertama, tahap menyiapkan materi konstruksi adalah tugas redaksi media massa. Masing-masing media memiliki desk yang berbedabeda sesuai dengan kebutuhan dan visi suatu media. Ada tiga hal penting dalam tahapan menyiapkan materi konstruksi, yaitu: (1) keberpihakan media massa kepada kapitalisme, saat ini hampir tidak ada lagi media massa yang tidak dimiliki oleh kapitalis, (2) keberpihakan semu kepada masyarakat, bentuknya adalah empati, simpati dan partisipasi kepada masyarakat yang akhirnya menjual berita, (3) keberpihakan kepada kepentingan umum yang sesungguhnya merupakan visi setiap media massa, namun akhir-akhir ini visi tersebut tak pernah terlihat.8 Kedua, tahap sebaran konstruksi, prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial media massa adalah semua informasi harus sampai pada khalayak secara tepat berdasarkan agenda media, apa yang dipandang penting oleh media, menjadi penting juga bagi khalayak pembaca. Sebaran konstruksi sosial media massa menggunakan model satu arah, dimana media menyodorkan berbagai informasi-informasi sementara khalayak 8
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Discourse Teknologi Komunikasi di Masyarakat, h. 203.
24
media tidak diberikan pilihan, dan sebaran wilayah berdasarkan segmentasi.9 Ketiga, tahap pembentukan konstruksi realitas, pembentukan konstruksi berlangsung melalui: (1) konstruksi realitas pembenaran, bentuk konstruksi media massa yang terbangun di masyarakat yang cenderung membenarkan apa saja yang tersaji di media massa sebagai sebuah realitas kebenaran, (2) kesediaan dikonstruksi oleh media massa, ketika individu memilih menjadi pembaca berarti ia rela pikirannya dikonstruksi oleh media massa, (3) sebagai pilihan konsumtif, dimana individu secara terbiasa telah bergantung kepada media massa.10 Terakhir, tahap konfirmasi, konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun khalayak konsumen memberikan alasan dan tanggungjawab mengapa mereka bersedia hadir dalam proses konstruksi sosial, khususnya media massa. Ada beberapa alasan yang sering digunakan dalam konfirmasi ini yaitu: (1) kehidupan modern, yaitu dimana orang modern sangat menyukai popularitas terutama sebagai subjek media massa itu sendiri, (2) media massa walaupun memiliki kemampuan mengkonstruksi realitas media berdasarkan subjek media, namun kehadiran media massa dapat memberikan pengetahuan luas yang sewaktu-waktu dapat diakses kembali.11
9
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Discourse Teknologi Komunikasi di Masyarakat, h. 203. 10 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Discourse Teknologi Komunikasi di Masyarakat, h. 203. 11 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Discourse Teknologi Komunikasi di Masyarakat.
25
B.
Peran Sosial Perempuan Sejak lahir, setiap individu memiliki dan memainkan beberapa peran dalam kehidupannya. Henslin mengatakan bahwa peran (role) adalah perilaku, kewajiban, hak yang melekat pada suatu status. 12 Kita sebagai anggota masyarakat pasti memiliki status atau kedudukan sosial. Status atau kedudukan dalam kehidupan sosial kita contohnya sebagai guru, dokter, polisi, pelajar, ibu rumah tangga, ayah, anak, dan sebagainya. Apabila kita telah mengetahui status atau kedudukan sosial kita, maka kita harus menjalankan peran dari status sosial tersebut. Misalnya, status kita adalah seorang guru, peran dari seorang guru adalah berkewajiban mengajari siswa-siswanya untuk menjadi pandai. Berperilaku baik, sabar, dan bijaksana agar menjadi contoh untuk sekitarnya. Peran yang dimainkan setiap individu memiliki batasan-batasan tertentu yang telah diatur oleh masyarakat, bagaimana berperilaku yang tepat dan sesuai.13 Dalam artian masyarakat membuat batasan-batasan terhadap suatu peran, dengan maksud agar tidak terjadi hal yang berdampak buruk bagi si pemeran dan masyarakat sekelilingnya. Jadi masyarakat merasa pandangannya dapat membuat kehidupan akan berjalan dengan baik dengan adanya batasan-batasan tersebut. Batasan terhadap suatu peran dirasakan oleh kaum laki-laki dan perempuan. Dalam hal ini Saparinah Sadli menyebutnya peran gender. Menurutnya, seks berbeda dengan gender, seks merupakan pembagian jenis 12 13
kelamin
berdasarkan
fakta
biologisnya.
Sedangkan
gender
Henslin, Sosiologi dengan Pendekatan Membumi, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 95. Henslin, Sosiologi dengan Pendekatan Membumi. h. 95.
26
merupakan konsep sosial, yaitu pembagian seperti karakteristik psikologis yang dianggap khas untuk perempuan atau laki-laki.14 Seks dapat dilihat melalui perbedaan secara biologis, laki-laki dan perempuan dapat dibedakan dari bentuk fisik, alat kelamin, dan alat reproduksi lainnya. Sedangkan gender, perempuan diharuskan bersifat lembut, keibuan, berpenampilan rapi, dan senang melayani kebutuhan orang lain. Laki-laki bersifat mandiri, berani, senang berpetualang, dan pekerja keras. Dari penjelasan kata peran dan gender di atas, maka dapat disimpulkan bahwa peran gender adalah pola perilaku, kewajiban, dan hak dari perempuan dan laki-laki dalam mengisi status dan kedudukan sosialnya, yang disesuaikan dengan karakteristik psikologisnya. Jelas bahwa peran gender ini telah dibatasi oleh masyarakat, khususnya peran perempuan. Seperti yang dikatakan Saparinah Sadli: “R.A. Kartini berusaha keluar dari tradisi yang menempatkan posisi sosial kaum perempuan dalam klaim yang disebut kodrat. Sejak kecil, kaum perempuan (khususnya di Jawa) diajarkan menjadi perempuan. Mulai dari cara berjalan, cara berbicara, cara duduk, cara makan, sampai dengan jenis-jenis permainan yang diperbolehkan – jatah kaum perempuan adalah permainan yang mengandalkan kehalusan, kelembutan, dan lainlain bentuk permaianan yang sudah dikodratkan kepada perempuan.”15 Pernyataan tadi mengungkapkan bagaimana budaya bermain dalam penentuan peran sosial untuk perempuan yang dianggap sebagai kodrat. Bahkan dari sejak kecil perempuan telah dibatasi apa yang boleh dilakukan perempuan dan apa yang pantas untuk perempuan. Sebagai contoh, anak perempuan selalu didandani dan dibelikan mainan berupa 14 15
Saparinah Sadli, Berbeda tapi Setara, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2010), h. 23. Saparinah Sadli, Berbeda tapi Setara, h. 40.
27
boneka, juga mainan masak-masakan. Apabila ada perempuan yang bermain bola atau pistol mainan maka dianggap tidak pantas. Dengan demikian perempuan dikatakan tidak boleh berperilaku seperti laki-laki yang identik dengan ketegasan, keberanian, dan kemandirian. Perempuan hanya menjalani dan menuruti apa yang telah ditetapkan oleh budaya. Budaya yang membedakan peran laki-laki dan perempuan. Jelas budaya ini telah menganggap posisi laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan. Budaya ini tumbuh di dunia Barat dan Timur, yang kita kenal sebagai budaya patriarki. Budaya memiliki makna pikiran atau adat istiadat, tapi akan lebih jelas apabila kita melihat arti dari kebudayaan yang terdapat pada KBBI, bahwa kebudayaan merupakan hasil kegiatan dan penciptaan adat istiadat manusia seperti kepercayaan, dan kesenian. Kebudayaan juga diartikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah laku.16 Kebudayaan merupakan hasil cipta manusia, berarti kebudayaan bukan sesuatu yang tercipta dari Tuhan atau bukan merupakan kodrat dari Tuhan. Jadi peraturan-peraturan kehidupan manusia selanjutnya telah diatur oleh manusia-manusia sebelumnya, dengan mengatasnamakan budaya. Budaya patriarki merupakan suatu pedoman yang juga diterapkan oleh masyarakat yang membedakan relasi kekuasaan antara laki-laki dan perempuan, yaitu dengan menempatkan posisi laki-laki lebih unggul dari 16
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia: Daring, diakses dari http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, pada tanggal 5 Agustus 2014, pukul 10.45 WIB.
28
pada perempuan. Budaya ini bisa terjadi di lingkungan keluarga, masyarakat, maupun negara dan pemerintahan.17 Budaya patriarki hadir karena laki-laki dinilai memiliki rasa tanggung jawab yang besar sebagai pemimpin,
dan
perempuan
hanya
sebagai
pengikut
dan
tidak
diperbolehkan untuk mengeluarkan berpendapat. Jika dalam sebuah keluarga terdapat suami atau ayah yang mendukung budaya patriarki ini, maka perkembangan sosial perempuan yang ada di keluarga tersebut akan terhambat. Perempuan hanya ditugaskan dalam ruang domestik saja, karena tanggung jawab dan keputusan sepenuhnya ada di tangan laki-laki. Budaya patriarki inilah yang menyebabkan banyak perempuan merasa adanya ketidakadilan peran gender, sekelompok perempuan merasa ingin dihargai dan melawan budaya ini. Maka hadirlah sebuah ideologi feminisme yang mana mendukung penuh terhadap kesetaraan gender. Feminisme merupakan suatu kesadaran akan penindasan dan eksploitasi terhadap perempuan yang terjadi baik dalam keluarga, tempat kerja, maupun masyarakat serta adanya tindakan sadar oleh laki-laki dan perempuan untuk mengubah keadaan tersebut.18 Dengan seiring perjalanan waktu, banyaknya gerakan dan kepedulian terhadap kaum perempuan terhadap dominasi laki-laki, maka muncul beberapa macam aliran feminisme, seperti: Feminisme liberal, feminisme marxism, feminisme radikal, dan lainnya. Tapi dalam penelitian ini, teori feminisme yang digunakan adalah feminisme liberal.
17
Najmah Sa‟idah dan Husnul Khatimah, Revisi Politik Perempuan, (Bogor: Idea Pustaka Utama, 2003), h. 39. 18 Najmah Sa‟idah dan Husnul Khatimah, Revisi Politik Perempuan, (Bogor: Idea Pustaka Utama, 2003), h. 31.
29
Liberalisme merupakan aliran pemikiran politik yang menjadi asal mula feminisme liberal. Feminisme liberal memiliki tujuan untuk membebaskan kaum perempuan dari konstruksi peran gender yang telah merendahkan posisi perempuan, bahkan tidak memberi perempuan tempat sama sekali dalam ruang akademik, sosial, maupun industri.19 Konstruksi peran gender telah membuat kaum perempuan seperti kelompok yang terpinggirkan, tidak boleh terjun ke ruang publik layaknya laki-laki, dengan terkekangnya perempuan maka mereka tidak dapat berkembang dan berkiprah seluas-luasnya dalam ruang publik. Feminisme liberal berawal dari persoalan dimana perempuan dikatakan tidak mampu bersaing dengan laki-laki, hal ini disebabkan karena kebodohan dan sikap irrasional perempuan sendiri. Aliran ini memandang, jika ketidakmampuan perempuan bersaing dengan laki-laki akibat dirinya sendiri, maka aliran feminisme liberal ini bergerak dan mengarah kepada peningkatan taraf pendidikan kaum perempuan, serta upaya dalam pembuatan kebijakan atau undang-undang.20 Dengan aliran inilah perempuan kini yakin dapat memperjuangkan kebebasan untuk berekspresi ke ruang publik, berkarier dengan bebas, tidak tergantung lagi pada laki-laki, dan bebas dari terkekangnya dalam peran gender yang terkonstruksi sejak lama. Dengan memperjuangkan pembuatan kebijakan atau undang-undang, ketimpangan peran gender dapat merubah dan memperbaiki posisi rendah kaum perempuan dari dominasi laki-laki. 19
Rosemarie Putnam Tong, Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada Arus Utama Pemikiran Feminis, (Yogyakarta: Jalasutra, 2008), h. 15-48. 20 Najmah Sa‟idah dan Husnul Khatimah, Revisi Politik Perempuan, h. 33.
30
Gerakan feminisme liberal telah berkembang melalui beberapa tahap. Berawal pada abad ke-18, gerakan feminisme liberal menyuarakan pendidikan yang sama untuk perempuan. Karena lahirnya gerakan feminisme ini berawal dari anggapan tingkat kerasionalan laki-laki dan perempuan berbeda. Maka dengan mengenyam pendidikan yang sama dimaksud untuk menyetarakan tingkat kerasionalan laki-laki dan perempuan, juga menyetarakan posisi perempuan di lingkungan publik.21 Kini kita dapat rasakan perjuangan gerakan feminisme liberal ini dalam peningkatan taraf pendidikan. Banyak perempuan yang sukses, mampu berkiprah ke ruang publik dan menyetarai laki-laki. Hal itu terjadi karena perempuan
sudah
diperbolehkan
mengenyam
pendidikan
hingga
perguruan tinggi. Pada abad ke-19, kaum feminisme liberal menyuarakan hak-hak sipil yang harus diterima kaum perempuan, dan kesempatan ekonomi bagi perempuan. Kaum feminisme berpendapat bahwa pendidikan saja tidak cukup untuk mencapai kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Hakhak sipil dan kesempatan ekonomi yang dimaksud antara lain hak untuk berorganisasi, hak untuk kebebasan berpendapat, hak untuk memilih, dan hak untuk pribadi. Pada abad ke-20, perkembangan feminisme liberal ditandai dengan lahirnya gerakan-gerakan atau organisasi pro perempuan, seperti NOW (National Organization for Women). Organisasi ini
21
Rosemarie Putnam Tong, Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada Arus Utama Pemikiran Feminis, h. 15-48.
31
bertujuan untuk menyuarakan agar perempuan dapat memiliki hak serta kesempatan pendidikan dan ekonomi agar dapat setara dengan laki-laki.22 Perkembangan
gerakan
feminisme
terus
bercabang
dan
menghasilkan berbagai aliran, selain feminisme liberal, ada pula feminisme marxisme. Feminisme marxisme hadir karena adanya penindasan akibat penerapan sistem kapitalis yang dampaknya juga dirasakan
kaum
perempuan.
Perempuan
menderita
karena
keterpaksaannya dalam menghidupi ekonomi keluarga, serta tidak melupakan tugas domestiknya, dan perempuan juga dinikahi sebagai sesuatu yang sah bagi kaum laki-laki untuk menjadikan sang istri sebagai „milik pribadi‟, dengan melayani suami dalam kegiatan seksual. Maka aliran ini bermaksud untuk menyadarkan kaum perempuan, bahwa mereka selama ini telah tertindas, dan harus membebaskan diri dari sistem ini.23 Seiring berkembangnya waktu, keadilan antara laki-laki dan perempuan dalam mengenyam pendidikan, dan aktivitas dalam bidang ekonomi begitu terasa. Bahkan, dalam berkiprahnya perempuan dalam ruang
publik
ini
menjadi
suatu
keharusan,
dan
menganggap
ketergantungan perempuan terhadap suami merupakan faktor penyebab tertindas dan ketidakadilan kaum perempuan. Maka hadir gerakan feminisme radikal, yang mana mengajak kaum perempuan untuk mandiri, melawan keberadaan laki-laki, dan menolak institusi keluarga. Jadi, aliran ini memberi solusi dengan menyuarakan dan mendukung kehidupan
22
Rosemarie Putnam Tong, Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada Arus Utama Pemikiran Feminis, h. 15-48. 23 Najmah Sa‟idah dan Husnul Khatimah, Revisi Politik Perempuan, h. 35.
32
lesbian, un-wed (melajang), freesex, teknologi kloning, dan inseminasi buatan.24 Berbagai macam aliran feminisme terus berkembang di masyarakat dan dari tiap aliran tersebut memiliki perbedaan dalam menyuarakan visi perjuangannya. Namun dari semua aliran tersebut sesungguhnya memiliki maksud yang sama, yaitu kepedulian yang besar terhadap ketidakadilan yang dirasakan kaum perempuan dalam segala aspek. Berjuang untuk memperbaiki keadaan perempuan agar memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Usaha yang dilakukan dengan membuat forum atau kelompok yang beranggotakan para pendukung feminisme, dengan terus mendesak pemerintah untuk membuat kebijakan dan undang-undang yang berfokus pada kehidupan perempuan. Gerakan feminisme liberal sudah banyak diterima di berbagai belahan dunia. Hingga akhirnya kini banyak perempuan yang telah menjalankan beberapa peran dalam kehidupannya. Perempuan tidak lagi berhadapan dengan urusan domestik saja, tapi perempuan memiliki pilihan-pilihan peran lain yang dapat dijalaninya. Kini banyak perempuan yang berperan sebagai istri, ibu, sekaligus bekerja atau sebagai anggota yang aktif dalam masyarakat. Demikian perempuan harus menjalankan tugas domestiknya yaitu perempuan yang bekerja di rumah saja sebagai ibu, dan istri yang setia dengan keluarga. Juga peran sebagai perempuan karier yang menurut KBBI, karier merupakan perkembangan dan kemajuan, pekerjaan, jabatan,
24
Najmah Sa‟idah dan Husnul Khatimah, Revisi Politik Perempuan, h. 37-38.
33
dan sebagainya. Karier juga dimaksudkan sebagai pekerjaan yang memberikan harapan untuk maju.25 Maka dapat dikatakan bahwa berkarier tidak sekedar bekerja biasa, melainkan merupakan ketertarikan seseorang pada suatu pekerjaan yang ditekuni dalam waktu yang lama secara penuh demi mencapai prestasi tinggi, baik dalam upah maupun status. Untuk berkarier berarti harus menekuni profesi tertentu yang membutuhkan kemampuan, dan keahlian yeng telah diraih dengan menempuh pendidikan. Selain itu, menurut Omas Ihromi, perempuan yang berkarier atau bekerja adalah mereka yang mendapatkan imbalan dari hasil karyanya.26 Imbalan dimaksud pada umumnya berupa uang, jadi perempuan yang bekerja dapat dikatakan perempuan yang berpenghasilan. Pekerjaan yang digeluti juga tidak harus berada di luar rumah dan terikat pada sebuah struktur perusahaan, tapi perempuan ini bisa bekerja sendiri dan memiliki penghasilan dari hasil karyanya sendiri. Banyak alasan perempuan bekerja, selain karena tuntutan akan kebutuhan hidup juga karena peningkatan taraf pendidikan kaum perempuan. Adapun tiga alasan utama perempuan untuk bekerja di luar rumah, yaitu: uang, peranan sosial, dan untuk pengembangan diri.27 Hampir bisa dipastikan bahwa uang merupakan alasan terbesar bagi perempuan untuk bekerja. Perempuan kota bekerja untuk membayar
25
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia: Daring, diakses dari http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, pada tanggal 19 Oktober 2014, pukul 13.30 WIB. 26 Omas Ihromi, Wanita Bekerja dan Masalah-Masalahnya, (Jakarta: Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita, 1990), h. 38. 27 Sumardi dan Evers, Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok Edisi Revisi, (Jakarta: CV Rajawali Citra Press, 1982), h. 132.
34
tingkat kemahalan hidup di kota. Selain itu, pemerintah telah menetapkan wajib sekolah sembilan tahun untuk semua anak, baik laki-laki maupun perempuan, sehingga adanya peningkatan taraf pendidikan bagi kaum perempuan. Hal ini yang menyebabkan banyak kaum perempuan rela berkecimpung ke dunia publik dengan tujuan untuk pengembangan diri. Memainkan beberapa peran dalam kehidupan sosial tidaklah mudah. Perempuan yang ingin mengembangkan diri dengan berkarier tidak bisa mengelak terhadap peran yang sudah dianggap sebagai kodratnya. Maka jika seorang perempuan memiliki peran lebih dari satu, menjadi ibu rumah tangga sekaligus bekerja di luar rumah harus memiliki fisik yang kuat untuk mengurus keperluan rumah tangga seperti membersihkan rumah, melayani suami, dan mengurus anak berangkat sekolah, selepas itu bekerja di kantor hingga sore. Selain itu perempuan yang memiliki beberapa peran juga harus pintar membagi waktu antara keluarga dan pekerjaan. Jangan sampai di rumah juga menghabiskan waktu untuk urusan pekerjaan. Adapun beberapa garis panduan yang diikuti perempuan yang memiliki peran ganda, antara lain: Pertama, bertanggung jawab terhadap keluarga.28 Dalam membangun sebuah keluarga, terdapat tugas-tugas yang sudah melekat atau telah terkonstruksi melalui budaya untuk seorang suami, dan istri, yaitu: suami diharuskan bekerja, mencari nafkah untuk membiayai segala kebutuhan hidup, sedangkan istri melayani keluarga, dan mengurus kehidupan rumah tangga. Maka apabila seorang perempuan 28
Bushrah Basiron, Wanita Cemerlang, (Johor Bahru, Malaysia: Universiti Teknologi, 2006), h. 74-77.
35
telah berkeluarga, tidak boleh menelantarkan urusan rumah tangganya. Selain sukses dalam berkarier, ia juga harus bertanggung jawab atas tugastugas domestiknya. Kedua, menjaga kehormatan diri.29 Perempuan yang terjun ke ruang publik sudah pasti akan berkecimpung dalam dunia sosial yang dipenuhi oleh orang dengan kepribadian yang berbeda. Sebagai seorang perempuan, baik yang masih melajang maupun sudah berkeluarga harus mampu menjaga kehormatan dirinya dari orang-orang sekitarnya. Hal ini dilakukan juga untuk menjaga kepercayaan suami, dan keluarga. Ketiga, menjaga sikap dan pergaulan.30 Perempuan senantiasa harus menjaga sikap di lingkungannya. Ia harus mampu menempatkan bagaimana bersikap terhadap keluarga maupun ruang publiknya. Karena apabila ia bersikap salah dalam kariernya, maka akan berdampak buruk pula dalam keluarganya. Dalam bergaul, perempuan juga harus mampu memilih pergaulan yang baik, pergaulan yang menghasilkan nilai positif bagi keluarga juga keriernya. Pergaulan yang baik yaitu pergaulan yang dapat mengembangkan potensinya. Terakhir, bertanggung jawab dalam setiap tindakan.31 Perempuan yang memilih berperan ganda, pasti mengetahui bahwa ia juga memiliki tugas ganda. Jika dihadapkan dalam dua pilihan penting antara keluaga dan karier, dan diharuskan memilih di antara keduanya, maka ia harus mampu bertanggung jawab atas pilihannya tersebut serta resiko yang akan diterimanya. 29
Bushrah Basiron, Wanita Cemerlang, h. 74-77. Bushrah Basiron, Wanita Cemerlang, h. 74-77. 31 Bushrah Basiron, Wanita Cemerlang, h. 74-77. 30
36
Panduan tersebut dapat menjadi acuan apa saja yang seharusnya dimiliki perempuan yang juga berkarier. Karena antara rumah tangga dan karier terdapat tugas penting di dalamnya. Dalam rumah tangga, suami dan istri harus saling memainkan perannya masing-masing agar terbentuknya keluarga yang kokoh. Sedangkan dalam berkarier, perempuan juga harus mengerjakan tugasnya sesuai prosedur demi kelancaran visi dan misi kariernya. Namun, fenomena yang terlihat saat ini ialah masalah merosotnya moral di kalangan perempuan yang bekerja terutama terkait fungsi perempuan sebagai istri dan ibu dalam sebuah keluarga karena kegagalan mengimbangi tanggungjawab kekeluargaan dan kerjanya.32 Tidak sedikit perempuan karier tanpa menyadari lebih memprioritaskan pekerjaan dibandingkan keluarga. Menghabiskan waktu untuk bekerja pada siang hari, ketika malam hari kondisi fisik melemah, sehingga kurangnya kesempatan untuk berkumpul dan berinteraksi dengan keluarga, peran istri dan ibu pun terabaikan. Maka dari itu diperlukannya pemahaman peranan dan tanggungjawab untuk perempuan, agar tidak terjadi kegagalan dalam membagi tanggungjawab antara keluarga dan pekerjaan. Akan tetapi jika profesi tidak berpengaruh negatif terhadap urusan rumah tangga dan keluarganya, tentu hal ini tidak menjadi masalah. Walaupun demikian perempuan wajib meluangkan waktunya untuk keluarga (terutama anak), dan tidak lalai dalam melaksanakan tugas-tugas rumah tangga dan mengurus anak-anaknya. Maka, untuk menggali potensi 32
Ray Sitoresmin Prabuningrat, Sosok Wanita Muslimah Pandangan Seorang Artis, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1993), h. 78.
37
agar
karier
meningkat
membutuhkan
persiapan
matang,
karena
meningkatnya karier berarti bertambahnya hak dan kewajiban, berarti pula bertambahnya beban tanggung jawab dan resiko. C.
Peran Sosial Perempuan Dalam Pandangan Islam Dalam kalangan umat Islam, kaum perempuan juga mendapatkan perhatian khusus berupa pendidikan formal di sekolah dan perguruan tinggi, supaya perempuan mengerti hak-hak dan tanggung jawabnya sebagai muslimah dengan tujuan pembangunan umat Islam. Hal ini pertama kali dicetuskan oleh Syeikh Muhammad Abduh.33 Tidak hanya dalam bidang sosial dan budaya saja yang memperdebatkan peran dari perempuan, agama pun juga turut berperan dalam pembentukan kehidupan sosial perempuan, salah satunya agama Islam. Allah SWT telah menciptakan al-Qur‟an, dan diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Al-Qur‟an merupakan kitab penyempurna dari kitab-kitab sebelumnya, Zabur, Taurat, dan Injil. Dalam al-Qur‟an banyak berbagai ayat yang membahas tentang kehidupan perempuan. Ada ayat yang membahas tentang hak dan kewajiban perempuan, bahkan menceritakan keistimewaan tokoh-tokoh perempuan dalam sejarah kehidupan, contohnya seperti Siti Maryam, ibunda dari Nabi Isa AS. Selain namanya banyak disebutkan dalam al-Quran, Maryam juga merupakan nama dari salah satu surah dalam al-Quran. Berkat ketakwaannya kepada Allah SWT dan menjaga kesuciannya, maka Ia mendapatkan pahala dan derajat yang tinggi dari Allah SWT. Ada pula 33
Nur Latifa U.S, Perempuan Dalam Majalah Perempuan Muslim, Jurnal Kajian Tentang Perempuan, Vol. 2, No. 1, Juni 2010, h. 38.
38
Asiyah binti Mazahim, istri dari Fir‟aun. Asiyah merupakan perempuan yang berani memperjuangkan kebenaran, Ia tetap bertakwa kepada Allah SWT dengan memegang teguh agama Allah SWT dan melawan Fir‟aun, suaminya yang zhalim. Ummu Imarah al-Anshari pernah berkata kepada Nabi Muhammad SAW, bahwa Ia melihat wahyu-wahyu yang diturunkan Allah SAW selalu berkaitan dengan laki-laki, tidak pernah ada kaum perempuan disebut dalam wahyu Allah.34 Hingga akhirnya turunlah sebuah ayat yang menanggapi perkataan Ummu Imarah al-Anshari tersebut. Allah SWT berfirman dalam QS. al-Ahzab ayat 35:
Sungguh, laki-laki dan perempuan Muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.35 34
Alfatih, Al-Qur’anul Karim: Mushaf Terjemah Aminah, (Jakarta: PT Insan Media Pustaka, 2012), h. 422. 35 Alfatih, Al-Qur’anul Karim: Mushaf Terjemah Aminah.
39
Ayat di atas menjelaskan bahwa Agama Islam tidak membedakan peran dan hak untuk kaum laki-laki dan perempuan, serta tidak mendiskriminasikan salah satu gender. Laki-laki dan perempuan samasama sebagai hamba Allah, laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai khalifah, laki-laki dan perempuan sama-sama menerima perjanjian Tuhan, laki-laki dan perempuan sama-sama terlibat dalam drama kehidupan. Bahkan, laki-laki dan perempuan sama-sama berpotensi meraih prestasi dan pahala.36 Allah SWT menciptakan manusia, laki-laki maupun perempuan dengan potensi yang sama untuk mendapatkan tempat yang terbaik di mata Allah SWT. Karena sesungguhnya Allah SWT melihat manusia berdasarkan iman dan ketakwaannya kepada Allah SWT. Manusia, baik laki-laki dan perempuan diwajibkan untuk melaksanakan perintah Allah SWT, dan menjauhi larangan-Nya. Maka selama kita melaksanakan suatu peran yang didasari atas keimanan kita kepada Allah SWT, kita akan mendapatkan pahala yang telah dijanjikan Allah SWT. Dalam pandangan Islam, ada beberapa hak yang dimiliki oleh kaum perempuan, yaitu: Hak perempuan dalam bermasyarakat, hal ini terdapat dalam surah at-Taubah. Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa laki-laki dan perempuan diwajibkan untuk saling tolong menolong dalam aspek kehidupan.
36
Amirullah Syarbini, Gender dan Peranan Wanita Perspektif Al-Qur’an, diakses dari http://syaamilquran.com/gender-peranan-wanita-perspektif-al-quran.html, pada tanggal 25 Agustus 2014, pukul 22.23 WIB.
40
QS. at-Taubah ayat 71:
Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.37 Selain hak dalam bermasyarakat, dalam pandangan Islam perempuan diberi hak dalam memilih pekerjaan. Pada masa awal Islam, banyak perempuan yang aktif dalam berbagai aktivitas. Para perempuan diperbolehkan berkarier di dalam rumah maupun diluar rumah, baik mandiri atau dengan orang lain, dengan lembaga pemerintah maupun swasta. Tetapi dengan syarat menjaga kehormatan, sopan, memelihara agama, dan menghindari perlakuan negatif dari pekerjaan tersebut terhadap diri dan lingkungannya.38 Jelas, Islam merupakan agama yang tidak memihak pada sistem patriarki. Islam memberikan hak kepada lakilaki dan perempuan untuk berkiprah di ruang publik. Perempuan boleh menuangkan segala potensi yang dimiliki, baik berorganisasi, membuka usaha, bekerja di kantor, bahkan terjun ke dunia politik.
37
Alfatih, Al-Qur’anul Karim: Mushaf Terjemah Aminah, h. 198. M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, cet. ke-13, (Jakarta: Mizan Pustaka, 1996), h. 140. 38
41
Islam tidak hanya memperbolehkan kaum perempuan untuk berkarier. Tetapi juga menjaga kaum perempuan dari hal-hal yang tidak diinginkan dengan syarat-syarat tertentu, yaitu dengan bermoral dan berpegang teguh pada perintah Allah SWT, mengerjakan perbuatan yang makruf dan mencegah yang munkar. Seperti yang dilakukan para pejuang Islam perempuan yang sukses dengan kariernya dan tetap berpegang teguh pada perintah Allah SWT. Dalam sejarah peradaban Islam, perempuan-perempuan yang memiliki aktivitas di luar publik banyak sekali, seperti: Ummu Salamah, Shafiyah, Laila al-Ghaffariyah, Ummu Sinam al-Aslamiyah, mereka itu merupakan tokoh-tokoh perempuan yang terlibat dalam peperangan. Dalam bidang perdagangan, ada istri Nabi yang terbilang sangat sukses, yaitu Khadijah binti Khuwalid, begitu pula Qilat Ummi Bani Anmar. Ada juga yang bekerja untuk membantu suaminya demi mencukupi kebutuhan, yaitu Raithah, istri sahabat Nabi. Lalu, al-Syifa, seorang perempuan yang pandai menulis, dan oleh Khalifah Umar r.a ditugaskan untuk menangani pasar kota Madinah.39 Dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan, seseorang akan memiliki hak untuk berkarier dan berkiprah di dunia publik. Selain itu, perempuan juga mempunyai hak dan kewajiban untuk menuntut ilmu. Allah SWT pun menurunkan wahyu pertama pada surah al-Alaq, yang mana pada ayat kesatu sampai kelima bermakna mengajarkan manusia
39
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, cet. ke-13, h. 141
42
untuk menulis dan membaca yang merupakan kunci dari ilmu pengetahuan. QS. al-Alaq ayat 1 sampai dengan 5, yang artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu lah Yang Maha Mulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.40 Pada zaman Nabi Muhammad SAW, banyak perempuan yang terlihat aktif dalam bidang ilmu pengetahuan. Salah satunya istri Nabi, Aisyah r.a, adalah seorang yang sangat hebat dalam pengetahuannya, dan dikenal sebagai kritikus. Selain itu, Sayyidah Sakinah putri al-Husain bin Ali bin Abi Thalib, perempuan ini diberi gelar Fakhr al-Nisa’ (Kebanggan Perempuan).41 Sebagai seorang perempuan, yang mana berperan sebagai ibu, istri, serta aktif di ruang publik, harus memiliki ilmu pengetahuan yang tinggi. Karena perempuan yang menimba ilmu pengetahuan akan mampu memajukan diri, keluarga, masyarakat, dan negara. Dengan ilmu, perempuan juga mampu menghadapi rintangan dalam hidupnya. Ilmu yang dipelajari yaitu ilmu yang seimbang antara dunia dan akhirat. Islam pun mengajarkan kita untuk mencintai ilmu.42 Tokoh perempuan Islam dalam bidang ilmu pengetahuan di atas dapat membuktikan bahwa Islam jauh lebih dulu menyerukan manusia untuk terus menimba ilmu pengetahuan. Maka tidak salah apabila kini ada perempuan yang terus bersekolah hingga menyetarai laki-laki. Karena ilmu yang diperoleh perempuan tidak hanya digunakan untuk dirinya 40
Alfatih, Al-Qur’anul Karim: Mushaf Terjemah Aminah, h. 597. M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, cet. ke-13, h. 143. 42 Bushrah Basiron, Wanita Cemerlang, h. 5. 41
43
sendiri, tetapi bermanfaat untuk keturunannya kelak. Ada pepatah yang mengatakan perempuan merupakan al-ummu madrasatul ula, yang bermakna ibu adalah sekolah utama untuk anak-anaknya. Dari beberapa hak yang dimiliki oleh perempuan, ada peran yang seharusnya tidak boleh ditinggalkan kaum perempuan dalam pandangan Islam, yaitu: Peranan sebagai ibu, Islam memandang dan memposisikan perempuan sebagai ibu dengan derajat yang tinggi. Orang tua, khususnya Ibu merupakan suatu peran yang sangat penting dalam kehidupan. Ibu memiliki jasa dan kasih sayang yang tidak dapat digantikan oleh apapun, bahkan materi. Karena ibu ikhlas mempertaruhkan jiwa hanya demi anaknya, sejak anak masih dalam kandungan, lahir hingga dewasa. Dalam al-Qur‟an pun ditegaskan untuk berbakti kepada Ibu.43 QS. Luqman ayat 14:
Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.44 Dalam suatu keluarga, ibu adalah sosok yang paling dekat dengan anak-anak. Naluri seorang ibu dapat merasakan dan mengenal pasti problem anak-anaknya. Peranan ibu sangat dibutuhkan untuk menciptakan interaksi dengan anak yang memiliki masalah dengan memberikan solusi. 43
Siti Muri‟ah, Nilai-Nilai Pendidikan Islam dan Wanita Karier, (Semarang: Rasail Media Group, 2011), h. 147. 44 Alfatih, Al-Qur’anul Karim: Mushaf Terjemah Aminah, h. 412.
44
Hal ini akan memberikan dampak positif, adanya keterbukaan antar keluarga. Karena perhatian yang ditunjukan oleh ibu akan membuat anakanak merasa lebih dihargai dan disayangi.45 Peran dan tanggungjawab seorang ibu sangatlah besar. Mulai dari mengandung anak, melahirkan, menyusui, merawat, dan membimbingnya hingga dewasa. Maka perempuan yang memutuskan untuk terjun ke dunia publik harus memikirkan matang-matang, bahwa tugas ibu sangat besar dalam membentuk pribadi anaknya di masa depan. Ibu yang melaksanakan tugasnya dengan baik akan menghasilkan anak yang baik pula. Selanjutnya, peran sebagai istri, Allah telah menciptakan kaum laki-laki dengan kaum perempuan untuk saling berpasang-pasangan. Suami dan istri adalah sepasang makhluk manusia yang terikat dalam jalinan
pernikahan.
Keduanya
saling
melengkapi
dan
saling
membutuhkan.46 Seorang suami dan istri harus memiliki rasa cinta dan kasih satu sama lain, maka akan menciptakan suasana tenteram dan harmonis. Seperti firman Allah SWT yang terdapat pada QS. ar-Rum ayat 21:
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia 45 46
Bushrah Basiron, Wanita Cemerlang, h. 4. Siti Muri‟ah, Nilai-Nilai Pendidikan Islam dan Wanita Karier h. 149.
45
menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir. Allah SWT menciptakan laki-laki dan perempuan bukan untuk bersaing, melainkan untuk hidup berdampingan dan saling melengkapi. Suami memiliki peran dalam menafkahi keluarga, sedangkan perempuan mengurus keperluan rumah tangga, dan memberikan kehangatan dalam keluarga. Walaupun demikian suami dan istri memiliki tanggung jawab bersama dalam hal mengasuh dan mendidik anak. Tugas-tugas inilah yang sudah ditetapkan kepada seorang suami dan istri dalam membangun kehidupan rumah tangga. D.
Majalah Sebagai Media Massa Majalah merupakan salah satu bentuk dari media massa cetak. Media massa merupakan salah satu unsur dalam komunikasi massa. Komunikasi massa adalah penyebaran pesan dengan menggunakan media yang ditujukan kepada masyarakat abstrak, yaitu sejumlah orang yang tidak nampak oleh penyampai pesan.47 Media massa menyebarkan pesan secara serempak kepada masyarakat yang abstrak, yaitu masyarakat yang heterogen, yaitu: bermacam-macam usia, gender, ras, suku, budaya, agama, dan tingkat pendidikan, dapat mengkonsumsi media massa secara bersamaan, dalam waktu yang sama. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, menyebutkan bahwa majalah adalah terbitan berkala yang isinya meliputi berbagai liputan jurnalistik, pandangan tentang topik aktual yang untuk diketahui pembaca, 47
Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 50.
46
dan menurut waktu penerbitannya dibedakan atas majalah bulanan, tengah bulanan, mingguan, dan sebagainya, dan menurut penyusunan isinya dibedakan atas majalah berita, wanita, remaja, olahraga, sastra, ilmu pengetahuan tertentu, dan sebagainya.48 Majalah sebagai salah satu bagian dari media massa, bukan hanya sekedar wadah untuk menyebarkan informasi kepada pembaca semata tapi mempunyai beberapa fungsi, yaitu:49 Pertama, pengawasan, media massa memiliki fungsi pengawasan terhadap apa yang terjadi di lingkungan. Misalnya media massa dengan rutin menyampaikan berita mengenai aktifitas pemerintahan, secara tidak langsung media massa memantau cara kerja pemerintah. Kedua, korelasi yang berarti hubungan, media massa menghubungkan setiap peristiwa yang terjadi kepada khalayak. Hal ini dapat menggerakkan khalayak untuk turut peduli dengan peristiwa yang terjadi. Ketiga, sosialisasi, media massa berperan untuk membuat khalayaknya memiliki ide, wawasan, dan pandangan yang sama dengan tujuan peningkatan prestasi secara umum. Keempat, hiburan, media massa membantu menyalurkan hiburan dan relaksasi untuk khalayaknya. Dari segi isi majalah memiliki banyak ragam majalah yang beredar bebas saat ini, hal ini dikarenakan adanya kebutuhan masyarakat akan informasi terkini yang sesuai dengan minat, seperti gaya hidup, hobi, bisnis, dan lain-lain. Penyusunan isi majalah dibedakan atas beberapa jenis, seperti: majalah berita, majalah ini membahas berbagai macam berita faktual, yang meliputi bidang ekonomi, politik, kriminal, dan 48
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia: Daring, diakses dari http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, pada tanggal 5 Agustus 2014, pukul 10.10 WIB. 49 Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, h. 29-31.
47
lainnya, contohnya majalah Gatra, Tempo, Detik dan Trust. Selanjutnya majalah wanita, majalah ini sudah pasti membahas seputar kehidupan wanita. Majalah ini merupakan majalah yang sangat variatif, ada majalah yang dikhususkan untuk wanita karier, bisnis, fashion, wanita muslimah, dan lainnya, contohnya majalah Femina, Cosmopolitan, Ummi, dan Paras. Begitu pula majalah olahraga, sastra, dan lainnya juga memberikan informasi sesuai dengan visi dan misinya. Majalah biasanya berjilid, sampul depannya berupa foto, atau ilustrasi gambar. Di dalamnya terdapat kumpulan berita, artikel, cerita, dan iklan yang dicetak dalam lembaran kertas yang ukurannya lebih kecil daripada surat kabar. Umumnya, majalah dicetak dengan kertas yang lebih bagus kualitasnya dibanding dengan surat kabar, tebal atau mengkilat. Majalah dijual lewat kios majalah, supermarket, bahkan saat ini seiring dengan perkembangan teknologi, majalah dapat diunduh melalui internet. Di dalam majalah juga terdapat rubrik. Rubrik merupakan kolom pembagian artikel-artikel pada majalah. Penulisan artikel di dalam rubrik berbeda dengan penulisan berita di surat kabar, karena biasanya faktafakta yang disediakan dalam artikel dilengkapi oleh opini, ide, konsep, serta gagasan penulis.50 Penulisan berita di surat kabar tidak diperbolehkan menggunakan pemikiran subjektif penulis, informasi yang disajikan sedekar fakta-fakta yang bersifat objektif. Sedangkan artikel dilengkapi dengan subjektif penulis. Sehingga pembaca artikel tidak hanya sebatas
50
Yurnaldi, Kiat Praktis Jurnalistik, (Padang: Angkasa Raya, 2007), h. 53.
48
tahu, tetapi pembaca akan diajak untuk berpikir dan merasakan sebuah peristiwa dari pandangan penulis. Dalam KBBI, rubrik adalah kepala karangan (ruangan tetap) dalam surat kabar, majalah, dan sebagainya.51 Majalah memiliki rubrik yang bervariasi, dibuat sesuai dengan isi majalah dan target pembaca. Setiap majalah pasti memiliki perbedaan dalam penyusunan rubrik. Misalnya majalah Bobo, rubrik yang disajikan sesuai dengan aktifitas anak-anak, seperti School Buzz, Dongeng, Arena Kecil, Kreatif, dan lainnya. Maka aneh rasanya dalam majalah anak-anak untuk pelajar SD terdapat rubrik politik atau kriminal. Ada majalah-majalah yang memiliki rubrik sama, tapi belum tentu artikelnya berisi konten dan penggunaan kata atau kalimat yang sama. Contoh, Majalah Tempo dan Gatra, fokus target pembaca untuk dewasa, dan membahas politik. Keduanya memiliki rubrik laporan utama tapi konten, kata atau kalimat penyampaiannya berbeda. Maka dapat disimpulkan bahwa rubrik merupakan kepala karangan dalam majalah dengan tema berbeda-beda, yang di dalamnya terdapat artikel yang isinya berkaitan dengan rubrik. Rubrik dan artikel bisa sama atau berbeda dari majalah satu dengan yang lain, karena semua yang terdapat pada majalah disesuaikan oleh target pembaca. E.
Analisis Wacana Wacana merupakan keteraturan dalam kalimat, memiliki susunan yang tepat, dan logis. Dua hal yang penting dalam wacana yaitu kesatuan 51
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia: Daring, diakses dari http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, pada tanggal 5 Agustus 2014, pukul 10.22 WIB.
49
dan kepaduan.52 Seperti yang dikatakan pada studi linguistik, yang mengatakan bahwa wacana merupakan satuan bahasa yang lebih besar dari kalimat. Analisis wacana dalam studi linguistik melihat hubungan antara kalimat satu dengan kalimat lain, yang dalam hubungan itu terdapat keterkaitan satu sama lain. Selain itu, dalam bidang sosiologi wacana merupakan keterkaitan penggunaan bahasa dalam melihat konteks sosial.53 Dapat dipahami bahwa wacana berkaitan dengan bahasa. Bahasa telah disusun sesuai dengan semestinya dan tercipta wacana dengan susunan yang satu dan padu. Bahasa dalam wacana juga digunakan untuk menggambarkan suatu konteks. Sehingga bahasa dilihat penting, dan bukan hanya sekedar rentetan kata tanpa arti. Maka analisis wacana digunakan untuk meneliti konteks yang direpresentasikan dalam teks. Bahasa dalam wacana bukan hanya sekedar tulisan yang disampaikan penulis kepada pembaca, juga bukan ucapan yang dikatakan pembicara kepada pendengarnya. Tetapi menurut Tarigan yang dikutip Alex Sobur, bahasa digunakan dalam sebuah wacana bertujuan untuk mengekspresikan diri, eksposisi, sastra, dan persuasi.54 Jika bahasa dalam wacana bertujuan untuk ekspresi diri. Maka wacana melihat bahasa sebagai media untuk menyampaikan gagasan atau kepercayaan yang dianut si penulis teks kepada orang banyak. Melalui wacana sebuah gagasan atau kepercayaan tersebut akan tersebar di masyarakat. Seperti yang dikatakan Roger Fowler dikutip oleh Eriyanto:
52
Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: PT Rosdakarya, 2009), h. 10. Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 1-3. 54 Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 11. 53
50
Wacana adalah komunikasi lisan atau tulisan yang dilihat dari titik pandang kepercayaan, nilai, kategori di dalamnya; kepercayaan di sini mewakili pandangan dunia, sebuah organisasi atau representasi dari pengalaman.55 Jadi, ideologi yang terdapat wacana bukan hanya kepercayaan yang dianut oleh individu saja. Sebagai contoh: perusahaan media massa seperti majalah pasti didirikan oleh perorangan atau sekumpulan orang yang mana menganut nilai-nilai, kepercayaan dalam hidupnya, dan menjadikan kepercayaan tersebut sebagai dasar visi dan misi dari perusahaan yang didirikannya. Apabila pemilik media menganut kepercayaan atau ideologi feminisme, dan menjadikannya sebagai visi dan misi perusahaan, maka terdapat wacana yang berlandaskan ideologi feminisme pula dalam setiap terbitan majalahnya. Dapat dilihat sekarang, cukup banyak majalah perempuan yang berlandaskan ideologi feminisme. Dalam penggunaan bahasa, majalahmajalah tersebut sangat provokatif dan memiliki makna yang tersembunyi. Contohnya, majalah Gogirl!, memiliki slogan girl power yang memiliki arti kekuasaan perempuan atau kekuatan perempuan. Dari slogan tersebut terlihat bahwa majalah Gogirl! menganut ideologi feminisme, karena slogan tersebut dapat memotivasi perempuan, menyadarkan bahwa perempuan memiliki kekuatan, dan mengajak untuk menunjukkan kekuatan tersebut. Maka dapat dipahami bahwa ideologi dapat tersirat dalam bahasa. Ada tiga pandangan mengenai bahasa dalam analisis wacana. Pandangan pertama adalah positivisme, pada pandangan ini melihat 55
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 2.
51
manusia dapat mencurahkan pengalaman-pengalamannya melalui bahasa dengan melihat aturan-aturan dalam berbahasa. Bagaimana menyelaraskan suatu wacana dengan baik (kohesif), juga memadukan sebuah makna dalam wacana (koheren). Dalam pandangan ini, kepercayaan yang dianut oleh pembuat wacana tidak dipermasalahkan. Hanya menekankan pada ketepatan dalam struktur kebahasaan.56 Sebagai contoh, Ami dan Thifa pergi untuk membeli tas, tas yang dia pilih sangat mahal. Pada pandangan positivisme melihat kalimat tadi koheren, karena makna atau maksud dari kalimat tadi dapat dipahami pembaca. Tapi kalimat tadi tidak kohesif, karena kata “dia” pada kalimat tadi tidak diketahui menunjuk pada siapa, Ami atau Thifa. Kalimat tadi akan sesuai dengan aturan berbahasa jika kalimat tadi berbunyi, Ami dan Thifa pergi untuk membeli tas, tas yang Ami pilih sangat mahal. Pandangan kedua adalah konstruktivisme, pandangan yang menolak pandangan positivisme. Dalam pandangan konstruktivisme bahasa tidak lagi dilihat pada aturan-aturan berbahasa saja, tapi pandangan ini melihat dalam wacana terdapat makna atau maksud tertentu dari si subjek pembicara dengan menggunakan bahasa. Subjek pembicara atau penulis merupakan faktor utama yang dapat mengontol dan menciptakan makna. Setiap orang mempunyai kebebasan untuk mencurahkan sesuatu yang berasal dari pengalaman hidupnya.57 Terakhir adalah pandangan kritis, pandangan ini jauh lebih peka dari pada pandangan konstruktivisme. Karena pandangan ini melihat 56 57
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 4. Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 5.
52
terdapat sebuah kekuatan atau kekuasaan dalam setiap makna yang terdapat di wacana. Kekuasaan ini telah mengontrol individu dalam setiap pembuatan wacana: tema apa, topik apa, strategi-strategi yang digunakan, juga batasan-batasan dalam wacana telah dikontrol oleh sebuah kekuasaan yang ada di masyarakat.58 F.
Model Analisis Wacana Teun A. van Dijk Analisis wacana model Teun A. van Dijk sama seperti dengan analisis wacana model lain, seperti model Roger Fowler dkk., model Theo van Leeuwen, model Sara Mills, dan model Norman Fairclough, yang meneliti sebuah teks dan dihubungkan pada konteks sosial. Analisis wacana model Teun A. van Dijk merupakan model analisis yang banyak digunakan pada sebuah penelitian, karena van Dijk telah menggabungkan beberapa elemen wacana, sehingga sangat praktis digunakan dan cocok untuk meneliti berbagai wacana. Analisis wacana model van Dijk meneliti bagaimana sebuah teks diproduksi. Menurut van Dijk, teks memiliki arti dalam sebuah struktur masyarakat. Bukan hanya sisi teks saja yang perlu diteliti, tapi bagaimana kesadaran pembuat teks dalam memahami konteks sosial yang ada. Dengan analisis ini akan terlihat bagaimana wartawan menggambarkan nilai-nilai
yang
ada
di
masyarakat
melalui
kesadarannya,
dan
digunakannya dalam membuat teks. Selain itu, dalam analisis wacana ini juga meneliti bagaimana sebuah konteks sosial berkembang di masyarakat.59 58 59
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 6. Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 222.
53
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa analisis wacana model Teun A. van Dijk meneliti beberapa dimensi atau bangunan dalam melihat sebuah wacana, yaitu meneliti dimensi struktur teks, dimensi kognisi sosial yang merupakan kesadaran dari wartawan, dan dimensi konteks sosial yang berkembang dalam masyarakat. Berikut skema penelitian model van Dijk beserta penjelasannya: Tabel 1 Skema Penelitian dan Metode Teun A. van Dijk.60 Struktur Teks Menganilisis teks dengan tujuan untuk melihat strategi representasi dari seseorang atau realitas tertentu dalam sebuah wacana. Kognisi Sosial Mengalisis kognisi sosial si penulis, untuk melihat pemahaman penulis terhadap seseorang atau realitas tertentu yang akan ditulis. Konteks Sosial Mengalisis bagaimana wacana yang berkembang dalam masyarakat, proses produksi dan reproduksi seseorang atau realitas digambarkan.
Metode Critical linguistic pada artikel Sukses di Mata Kami.
Wawancara mendalam terhadap penulis artikel Sukses di Mata Kami, Rully Larasati. Studi pustaka, penelusuran sejarah, dan wawancara terhadap beberapa pakar terkait wacana peran sosial perempuan pada artikel Sukses di Mata Kami.
1. Teks Teks merupakan salah satu bagian dari bangunan wacana yang terdiri beberapa tingkatan yang saling mendukung seperti yang dikatakan van Dijk. Tingkatan ini terbagi menjadi tiga bagian: struktur makro, merupakan topik atau tema yang terlihat dalam suatu berita, topik akan menentukan makna teks secara keseluruhan. Superstruktur, 60
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 275.
54
bagian ini merupakan struktur wacana yang berhubungan dengan suatu teks, yang terdiri dari teras berita, tubuh berita, dan penutup. Struktur mikro, mengamati makna wacana dari pemilihan struktur kebahasaan dari yang terkecil, yaitu kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase, dan gambar.61 Berikut uraian dari elemen wacana van Dijk secara detail. Elemen-elemen ini merupakan satu kesatuan, saling berhubungan dan mendukung satu sama lain. Tabel 2 Elemen Wacana van Dijk.62 Struktur Wacana Struktur Makro
Superstruktur
Struktur Mikro
Struktur Mikro
Struktur Mikro
Struktur Mikro
61
Hal yang Diamati Tematik Tema yang dikedepankan dalam suatu berita. Skematik Bagaimana urutan atau susunan berita dalam teks. Semantik Adanya penekanan makna dalam teks berita. Sintaksis Bagaimana kalimat (bentuk, susunan) yang dipakai. Stilistik Bagaimana pilihan kata yang dipakai. Retoris Bagaimana dan dengan cara apa penekanan dilakukan.
Elemen Topik
Skema
Latar, detail, maksud, praanggapan, nominalisasi Bentuk kalimat, koherensi, kata ganti
Leksikon
Grafis, metafora, ekspresi
Teun A. Van Dijk, News as Discourse, (New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, 1988), h. 17. 62 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 228.
55
a. Tematik Elemen ini merupakan gagasan inti dari suatu teks, yang menggambarkan apa maksud yang ingin disampaikan seorang wartawan ketika melihat suatu peristiwa. Elemen ini disebut sebagai tema atau topik. Tema dan topik merupakan elemen yang mewakili dari keseluruhan isi teks, elemen lain dilihat sebagai cara yang digunakan wartawan untuk mendukung tema atau topik yang ditekankan berdasar pada pemahaman wartawan dari suatu peristiwa.63 Untuk mengetahui topik dari sebuah berita, kita harus membaca terlebih dahulu berita tersebut sampai selesai, setelah itu kita dapat menarik kesimpulan hal penting apa yang telah ditekankan wartawan pada hasil produksinya tersebut. Misalkan terdapat sebuah artikel yang memiliki subtopik dengan judul bahaya bahan kimia yang terdapat pada alat kosmetik, buah-buahan dan sayur-sayuran baik untuk kesehatan dan kecantikan, rutin olahraga teratur dan perbanyak minum air putih. Dari judul subtopik tersebut terlihat saling mendukung, dan memperkuat, jika ditarik kesimpulan subtopik ini membentuk topik utama, yaitu tips menjaga kesehatan dan kecantikan secara alami. Maka dapat dipahami bahwa penulis artikel ini berpikir bahwa cantik tidak selalu menggunakan make up, tapi dapat disiasati dengan pola kehidupan yang baik.
63
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 229 -231.
56
b. Skematik Skematik merupakan skema atau alur sebuah teks. Alur ini membentuk sebuah susunan atau urutan dari bagian-bagian dalam teks. Alur ini merupakan bagian pendahuluan sampai akhir dalam sebuah teks. Jika dalam sebuah karya ilmiah, alur ini dimulai latar belakang, tujuan, hipotesis, isi, dan kesimpulan. Sebuah berita pada umumnya juga terdapat skema besar yang terbagi dalam dua kategori. Pertama, summary yang juga terbagi menjadi dua, judul dan lead. Kedua, story yaitu isi berita secara menyeluruh.64 c. Semantik Semantik dalam skema van Dijk yaitu menelaah hubungan antarkalimat, hubungan antarproposisi yang membangun makna dalam sebuah teks, dengan maksud menunjukkan bagian penting dari struktur wacana, bahkan menggiring kearah sisi tertentu dari suatu peristiwa.65 Dalam semantik terdapat beberapa elemen, seperti latar, detil, maksud, praanggapan, dan nominalisasi. Latar berupa pemilihan latar belakang dari suatu peristiwa oleh wartawan untuk digunakan sebagai kesan bahwa pendapat wartawan sangat beralasan. Detil merupakan penambahan juga pengurangan informasi demi keuntungan komunikator. Elemen maksud mirip seperti
detil,
komunikator, 64 65
elemen dengan
maksud cara
juga
demi
memperjelas
keuntungan
atau
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 232. Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 78.
si
memperbelit
57
informasi yang ditulisnya. Selain itu, praanggapan merupakan pernyataan yang belum terbukti, dan digunakan untuk mendukung suatu gagasan.66 d. Sintaksis Sintaksis melihat bagaimana pemilihan kalimat (bentuk, susunan) dalam sebuah teks. Sintaksis ini meliputi: bentuk kalimat, koherensi, dan kata ganti. Bentuk kalimat merupakan teknis kebenaran tata bahasa yang menentukan makna dalam susunan kalimat dengan memfokuskan salah satu aktor atau pernyataan. Koherensi, menghubungkan dua buah kalimat yang berlainan fakta sehingga terlihat saling berhubungan. Selanjutnya, kata ganti adalah elemen yang digunakan komunikator untuk menempatkan dimana posisi seseorang.67 e. Stilistik Stilistik adalah penggunaan gaya bahasa yang digunakan komunikator kepada komunikan agar tercipta maksud dan kesan tertentu.68 Gaya bahasa yang dimaksud yaitu leksikon, yang merupakan pemilihan sebuah kata dari beragam macam kata yang tersedia dengan tingkatan makna yang berbeda-beda.69 Sebagai contoh, kata waria memiliki kata lain seperti bencong, dan transgender, dari kata-kata tersebut terdapat arti yang sama namun maknanya berbeda. Dan komunikator akan memilih salah satu
66
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 235-256. Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 242-253. 68 Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 82. 69 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 255. 67
58
pilihan kata tersebut sesuai dengan sikap dan cara pandang komunikator. f. Retoris Retoris adalah strategi untuk melakukan penekanan, menonjolkan hal yang dianggap penting. Retoris ini terdiri dari grafis, metafora, dan ekspresi. Penekanan pernyataan yang penting dengan elemen grafis yaitu berupa pemakaian huruf tebal, huruf miring, pemakaian garis bawah, huruf dengan ukuran yang berbeda, termasuk pemakaian caption, grafik, gambar, atau tabel. Sedangkan metafora merupakan ornamen dari suatu berita untuk memperkuat pesan, ornamen ini berupa kiasan atau ungkapan yang telah menjadi kepercayaan masyarakat.70 2. Kognisi Sosial Metode analisis model Teun A. van Dijk menawarkan suatu analisis yang disebut kognisi sosial. Selain menganalisis sebuah struktur teks, kita juga harus meneliti bagaimana teks tersebut diproduksi, yaitu dengan melakukan penelitian atas kesadaran mental wartawan dalam memandang peristiwa yang diangkat pada sebuah teks.71 Dengan menggunakan analisis kognisi sosial wartawan, maka akan terpercahkan kenapa struktur teks dalam berita bisa seperti itu, sesungguhnya struktur teks yang penuh makna tersebut merupakan karya dari seorang wartawan yang miliki kesadaran, Eriyanto 70 71
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 257-259. Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 260.
59
mengatakan bahwa wartawan bukan individu yang netral, tetapi memiliki nilai, pengalaman, dan pengaruh ideologi yang didapat dari kehidupannya.72 Maka, sktuktur teks yang dibuat beberapa wartawan hasilnya tidak akan sama, karena teks bukan sedekar menyusun kata menjadi kalimat, kalimat menjadi sebuah paragraf. Tapi setiap orang memiliki nilai, pengalaman, dan pengaruh ideologi yang berbeda. Hal ini terjadi karena masing-masing daerah memiliki nilai, dan ideologi yang tidak sama, sehingga setiap orang akan berbeda dalam memahami suatu realitas. Begitu pun seorang wartawan, akan menghasilkan teks berita berdasarkan kesadarannya yang diperoleh dari pengalaman hidup pribadi. Kognisi sosial menjadi bagian yang penting dan tidak terpisahkan untuk memahami teks wacana. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian atas kognisi dari wartawan yang memproduksi teks wacana tersebut. Adapun cara pencarian data adalah dengan melakukan proses wawancara mendalam pada narasumber yang berkaitan, terutama penulis teks wacana. 3. Konteks Sosial Salah satu cara dari analisis wacana adalah meneliti sebuah wacana yang terkonstruksi dalam masyarakat. Tujuan dari analisis ini adalah untuk melihat bagaimana sebuah makna tersebar dan dianut bersama dalam masyarakat.73 Dalam hal ini yang diteliti adalah 72
73
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 261. Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 271.
60
keberadaan sebuah peristiwa yang telah terjadi di lingkungan masyarakat, yang mana peristiwa tersebut digunakan wartawan untuk dijadikan sebagai bahan beritanya. Van Dijk dalam Eriyanto mengatakan, ada dua poin penting dalam menganalisis mengenai masyarakat, yaitu kekuasaan, dan akses. Kekuasaan dilihat sebagai alat kontrol yang dimiliki kelompok dominan yang mempengaruhi cara pandang, seperti kepercayaan, sikap, dan pengetahuan. Dengan memiliki uang, status, dan pengetahuan, umumnya akan memperoleh suatu kekuasaan.74 Dengan kekuasaan, maka kelompok dominan akan leluasa dalam membuat keputusan karena kedudukannya yang tinggi dan merasa berhak untuk mengeluarkan suara atas kepentingannya, karena suara kelompok minoritas akan terkalahkan oleh suara kelompok dominan. Dalam media massa, orang yang diwawancarai dan mendapatkan porsi yang besar dalam berita merupakan orang yang memiliki kedudukan tinggi dan pengetahuan yang lebih pada bidang yang ditekuninya. Sebagai contoh, kasus meluapnya lumpur di Sidoarjo sebab dari kesalahan teknis dari PT Lapindo yang dimiliki oleh Abu Rizal Bakrie. Akibatnya banyak korban yang merupakan warga Sidoarjo telah kehilangan tempat tinggalnya karena terendam lumpur tersebut. Banyak warga merasa pasrah atas perkara ini, bahkan ada seorang warga yang berusaha menarik perhatian warga Indonesia dengan
74
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 272.
61
berjalan kaki dari Sidoarjo ke Jakarta dengan menggunakan atribut dengan tulisan menyindir kasus lumpur lapindo ini. Tetapi, setelah tiba di Jakarta tepatnya di kantor stasiun televisi TvOne, Ia berubah pikiran untuk memaafkan Abu Rizal Bakrie atas kasus lumpur lapindo yang menimpa dirinya dan warga Sidoarjo lainnya, berbeda 180 derajat dari tujuan awal ke Jakarta. Hal ini terlihat pada tayangan live di TvOne dengan mewawancarai langsung seorang warga yang protes tersebut. Dalam kasus lumpur lapindo terlihat bahwa Abu Rizal Bakrie merupakan seseorang yang memiliki uang, status, dan kepemilikan dari beberapa perusahaan seperti PT Lapindo dan stasiun televisi TvOne. Maka, Ia memiliki kekuasaan untuk mengontrol apa yang menjadi kepentingannya, dan menghilangkan apa yang tidak diinginkan untuk terjadi. Selain itu, akses akan mudah didapat jika memiliki kekuasaan dibanding dengan kelompok yang lemah. Kelompok dominan akan dengan mudah mempengaruhi kesadaran khalayak. Akses yang berbeda dalam sebuah berita terhadap dua kelompok tersebut, akan mempengaruhi struktur yang berbeda dalam pemberitaan.75 Kasus di atas juga menjelaskan, bahwa dengan memiliki kekuasaan akan mendapatkan akses yang mudah untuk hadir ke media massa. Bahkan, TvOne merupakan stasiun televisi yang dimiliki Abu Rizal Bakrie, sehingga berita yang ditampilkan secara terang-terangan membela kepentingan pemiliknya.
75
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 272-273.
BAB III GAMBARAN UMUM
A.
Sejarah Singkat Majalah Femina Majalah Femina merupakan anak dari perusahaan Femina Group. Femina Group merupakan penebit terkemuka majalah gaya hidup laki-laki dan perempuan yang kini telah mewadahi 14 majalah, yaitu: Femina, Gadis, Ayahbunda, Dewi, Fit, Cita Cinta, Pesona, Men’s Health Indonesia, Readers Digest Indonesia, Cleo Indonesia, Parenting Indonesia, Seventeen Indonesia, dan Estetica Indonesia. Selain majalah, Femina Group juga memiliki berbagai usaha lain, yaitu stasiun radio, Community Newspaper, Book Publishing, Online Publishing, Pre-Press & Printing House, dan Direct Marketing Services.1 Majalah Femina merupakan majalah perempuan urban di Indonesia. Dengan memiliki format majalah ukuran 21.4 x 28.4 cm, sampul dan isi berwarna. Majalah ini merupakan bacaan untuk perempuan perkotaan usia 25-35 tahun dengan konten mode dan kecantikan, kuliner, dan informasi-informasi mengenai isu perempuan urban. Saat ini, redaksi Majalah Femina berlokasi di Jalan HR Rasuna Said Kav. B 32-33, Jakarta. Majalah Femina terbit perdana pada tanggal 18 September 1972. Ketika itu majalah Femina beredar dengan jumlah cetakan 20.000 eksemplar, tebal 44 halaman, dengan harga Rp.125 (seratus dua puluh lima rupiah). Walaupun tanpa adanya promosi yang besar-besaran, edisi
1
Wawancara pribadi dengan Redaktur Eksekutif Bidang Feature, Rully Larasati, pada 19 November 2014.
62
63
tersebut telah habis terjual. Bahkan mengalami perkembangan yang pesat pada edisi-edisi berikutnya. Sejak saat itu majalah Femina mulai terbit setiap bulan.2 Pada tanggal 7 Mei 1973, penerbit Femina memutuskan untuk menerbitkan majalah ini setiap dua minggu sekali (dwimingguan). Jumlah halamannya pun bertambah banyak menjadi 48 halaman. Dahulu kantor redaksi majalah Femina berada pada sebuah garasi yang dikatakan tidak cukup layak. Sehingga majalah ini menyewa sebuah rumah untuk digunakan sebagai kantor redaksi yang pertama dan berlokasi di Jalan Kacang Raya, Jakarta.3 Awal terbit majalah Femina merupakan majalah khusus untuk perempuan, dan bukan sebagai majalah fashion, namun pada tahun 70-an femina didaulat menjadi pedoman terdepan dalam hal gaya dan penampilan. Meskipun arus informasi masih terbatas, Femina mampu mengikuti perkembangan tren global. Tahun 80-an, Femina semakin hebat sebagai majalah acuan mode perempuan Indonesia, sebab Femina telah membuat Lomba Perancang Mode (LPM) yang melahirkan desainer sukses dan membuat tren mode berkembang. Tahun 90-an, Femina menjadi pelopor sumber berita fashion terbaru. Bahkan, artikel-artikel yang membahas prediksi mode maupun informasi lainnya menjadi hal yang ditunggu oleh pembaca. Dan pada tahun 2000-an, Femina memiliki tiga kata untuk menggambarkan modernitas perempuan di awal tahun 2000-an, yaitu simpel, dinamis, dan feminin. Pada tahun ini pula Femina semakin
2 3
Wawancara pribadi dengan Redaktur Eksekutif Bidang Feature, Rully Larasati. Wawancara pribadi dengan Redaktur Eksekutif Bidang Feature, Rully Larasati.
64
menguatkan karakter perempuan yang direpresentasikan dari gaya berpakaian yang semakin berani.4 Pemimpin Redaksi majalah Femina pertama adalah Mirta Kartohadiprojo (1972-1982) yang dikenal juga sebagai seorang pendiri. Kemudian Ia juga menjadi pimpinan empat majalah perempuan yang merupakan anak dari Femina Group, yaitu: Gadis, Ayahbunda, Dewi dan Sartika. Reporter pertama majalah Femina adalah Noesreini, mahasiswi tingkat akhir di Universitas Padjadjaran Jurusan Komunikasi, dan kini telah menjadi Pimpinan Redaksi majalah Sartika, majalah termuda dalam Femina Group. Sementara penulis pertamanya adalah Anna Massie, yang dikenal sebagai seorang penulis buku anak-anak yang bergabung sejak edisi nomor tiga.5 Ada empat sosok perempuan yang membentuk Femina hingga saat ini. Mitra Kartohadiprodjo memimpin majalah Femina selama 10 tahun, dan digantikan oleh Widarti Gunawan yang memimpin selama 17 tahun. Setelah itu Dewi Dewo yang memimpin Femina dalam kurun waktu 19992002, dan Petty dari tahun 2002 hingga sekarang. Dan majalah ini dari dulu hingga sekarang masih konsisten melaksanakan visi dan misinya, yaitu mengedukasi dalam hal pengembangan diri, rumah tangga, dan keluarga, juga pada tingkat kepedulian bermasyarakat dan bernegara. 6 Menurut Mirta Kartohadiprodjo, kelahiran Femina tidak terlepas dari situasi ekonomi Indonesia saat itu. Investasi asing mulai masuk, ekonomi Indonesia mulai bergerak. Hal ini kemudian meningkatkan taraf 4
Data transkrip majalah Femina. Wawancara pribadi dengan Redaktur Eksekutif Bidang Feature, Rully Larasati. 6 Wawancara pribadi dengan Redaktur Eksekutif Bidang Feature, Rully Larasati. 5
65
hidup perempuan perkotaan Indonesia. Banyak perempuan yang semakin mampu mengenyam pendidikan hingga ke jenjang perguruan tinggi. Oleh karena itu gaya hidup dan cara berpikir perempuan-perempuan tersebut sudah bergeser, tidak sekedar sebagai calon ibu rumah tangga yang memiliki tugas sebagai pengurus anak dan suami.7 Pada saat itu, Majalah Femina telah membantu perempuan muda lulusan perguruan tinggi yang tidak puas jika hanya mengurus rumah tangga dan anak saja. Maka Femina menyiapkan lapangan pekerjaan untuk para perempuan muda karena pekerjaan yang tersedia untuk perempuan saat itu sangat terbatas.. Majalah ini pun semakin menunjukkan feminitasnya secara tegas. Perempuan yang ditampilkan adalah perempuan yang berani dan cerdas dalam menjalani kehidupan sosial.8 Femina juga ingin perempuan muda Indonesia tidak kehilangan jati dirinya sebagai perempuan. Hal ini terlihat dari rubrik-rubrik yang begitu feminin, seperti rubrik memasak, fashion, dan sebagainya. Secara garis besar, citra perempuan yang ditampilkan Femina adalah perempuan modern yang berani menentuka pilihannya, nyaman dengan dirinya sebagai perempuan, dan bisa menikmati hidup tetapi tetap cerdas dan kritis terhadap berbagai permasalahan disekitarnya. Majalah Femina mempu membuat isu yang sangat besar dan berat dikemas menjadi ringan, mudah dicerna tanpa mengurangi bobot pentingnya pada isu tersebut. Hal ini terlihat ketika Femina membahas mengenai isu peran sosial perempuan, atau pun masalah politik. Dalam isu
7 8
Wawancara pribadi dengan Redaktur Eksekutif Bidang Feature, Rully Larasati. Wawancara pribadi dengan Redaktur Eksekutif Bidang Feature, Rully Larasati.
66
yang terbilang cukup berat, Femina selalu menghadirkan berbagai pakar yang akan berbagi pengetahuannya. Tetapi, isu yang berat disampaikan oleh Femina dengan tutur life style, agar pembacanya senang untuk membaca sebuah artikel dengan topik yang cukup berat. B.
Komposisi dan Pembaca Majalah Femina Komposisi editorial Femina tebagi menjadi lima bagian, yaitu: mode dan kecantikan yang membahas seputar fashion terkini dan perawatan fisik untuk perempuan. Kuliner dan rumah membahas tips memasak dan kehidupan rumah tangga. Selanjutnya, pengembangan diri, karier dan keuangan. Lalu, membahas seputar kegiatan dan menjaga kesehatan
dan
kebugaran.
Terakhir,
relationship
dan
seks,
tips
mempertahankan hubungan dengan pasangan agar harmonis dalam kehidupan rumah tangga. Komposisi Editorial Majalah Femina.9
Mode dan kecantikan 10% 15%
25%
25%
25%
Kuliner dan rumah Pengembangan diri, karier, dan keuangan Kesehatan dan kebugaran Relationship dan seks
9
Data transkrip majalah Femina.
67
Pembaca Majalah Femina utama adalah perempuan berusia 25-35 tahun berstatus lajang dan menikah, bekerja dan berwirausaha dengan Status Ekonomi Sosial (SES) A dan B, pendidikan S1-S2. Berdasarkan angket pembaca Majalah Femina, karakteristik pembaca Majalah Femina yaitu: perempuan yang sangat memperhatikan penampilan dan pengikut tren sejati, menganggap perawatan tubuh penting, berinvestasi dalam properti, melakukan perawatan kecantikan di salon dan rumah, melakukan perencanaan untuk pendidikan anak, dan mapan secara keuangan, meyisihkan pendapatannya untuk investasi, dan mandiri atas penghasilan yang diperoleh. Karakteristik Pembaca Majalah Femina.10 120%
fashionable
100%
merawat tubuh
80%
berinvestasi bidang properti
60%
senang perawatan kecantikan di salon & rumah
40%
perencanaan untuk pendidikan anak
20%
mapan secara keuangan mandiri
0% Pembaca Majalah Femina
Sementara itu, sebanyak 94% pembaca Femina menilai bahwa artikel/rubrik kecantikan di majalah Femina sangat berguna dan 90% menganggap majalah sebagai sumber informasi utama. Sesuai dengan 10
Data transkrip majalah Femina.
68
karakteristik pembaca, Femina selalu mengangkat topik tentang segala sisi kehidupan perempuan Indonesia yang aktif dan modern. Femina menjadi panduan dan sumber inspirasi yang praktis dan bersahabat. Femina merepresentasikan perempuan Indonesia masa kini yang berwawasan global namun tetap mencirikan ke Indonesiaannya.11
11
Data transkrip majalah Femina.
BAB IV ANALISIS DATA
A.
Analisis Teks Artikel Sukses di Mata Kami dalam Majalah Femina Edisi 15-21 Februari 2014 Pada majalah Femina edisi 15-21 Februari 2014 terdapat rubrik Liputan Khas yang menampilkan sebuah artikel tentang peran sosial perempuan yang berjudul Sukses di Mata Kami, dan terdapat pula dalam artikel tersebut anak artikel yang berjudul Dihambat Negara?, yang mengaitkan peran sosial perempuan dengan peran negara. Artikel Sukses di Mata Kami menjelaskan bahwa pandangan mengenai peran sosial perempuan yang dahulu hanya sekedar urusan domestik tetapi sekarang telah berubah menjadi lebih bebas dan banyak pilihan. Artikel ini memaparkan berbagai faktor yang menyebabkan berubahnya cara pandang tolok ukur kesuksesan peran sosial perempuan. Faktor tersebut seperti tingkat pendidikan yang semakin tinggi, faktor ekonomi yang menyebabkan kebutuhan hidup semakin tinggi, dan faktor berpikir perempuan masa kini yang lebih realistis. Sedangkan anak artikel Dihambat Negara? membahas keluhan yang dihadapi oleh perempuan yang bekerja, karena ketika perempuan harus fokus bekerja ada anak yang juga butuh perlindungan dan perhatian. Maka anak artikel ini digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan pesan kepada Negara, agar dapat membantu perempuan yang bekerja. Pada bab ini peneliti akan memaparkan hasil penelitian analisis wacana artikel Sukses di Mata Kami yang membahas peran sosial
69
70
perempuan dengan menggunakan analisis wacana Teun A. Van Dijk, yaitu menganalisis dengan melihat struktur teks yang merepresentasikan peran sosial perempuan melalui bahasa, selanjutnya menganalisis kognisi sosial atau kesadaran yang dimiliki penulis artikel Sukses di Mata Kami, dan terakhir menggambarkan konteks sosial dari peran sosial perempuan yang berkembang di masyarakat. Teun A. van Dijk telah membagi menjadi beberapa tingkatan yang saling mendukung dalam analisis struktur teks. Beberapa tingkatan ini memudahkan peneliti untuk menganalisis objek penelitian yang dilihat dari segi teks. Tingkatan pertama, yaitu struktur makro: tematik. Tingkatan kedua, yaitu superstruktur: skematik. Terakhir, yaitu struktur mikro: semantik (latar, detail, praanggapan), sintaksis (koherensi, bentuk kalimat, kata ganti), stilistik (leksikon), dan retoris (grafis). a. Tematik Tema atau topik utama dari artikel Sukses di Mata Kami secara keseluruhan mengenai tolok ukur kesuksesan peran perempuan antara rumah tangga dan karier. Dalam artikel ini terdapat tiga sunjudul, Pertama, Pendidikan yang Membebaskan, tema dari subjudul ini yaitu pendidikan melahirkan pilihan-pilihan peran yang semakin luas untuk perempuan. Kedua, Bukan Melulu Posisi, memiliki tema yaitu faktor ekomoni menyebabkan perempuan bekerja. Ketiga, Lebih Realistis, dengan tema perempuan sangat mengerti dan memahami apa yang dipilih dan dijalani dalam peranannya. Selain itu, dalam artikel Sukses di Mata Kami juga terdapat anak artikel yang berjudul Dihambat Negara?, yang memiliki tema
71
kurangnya peran Negara dalam perlindungan dan perhatian anak dari perempuan yang bekerja. b. Skematik Skema artikel ini dimulai dengan judul artikel yaitu Sukses di Mata Kami. Lead artikel ini yaitu: “Ketika keluarga bukan lagi yang (paling) utama”. Judul dan lead umumnya menunjukkan tema apa yang ingin ditampilkan oleh penulis artikel. Judul Sukses di Mata Kami menunjukkan bahwa penulis artikel ingin merepresentasikan sebuah kesuksesan menurut pandangan subjektifnya dengan penggunaan kata kami. Sedangkan lead yang berbunyi “Ketika keluarga bukan lagi yang (paling) utama”, memberikan gambaran bahwa kesuksesan yang dimaksud adalah kesuksesan perempuan. Karena peran seorang perempuan dianggap tidak bisa terpisahkan dari urusan domestik, salah satunya memberi perhatian kepada keluarga. Tetapi, lead tersebut bersifat kotra terhadap peranan yang selama ini lekat pada perempuan. Sehingga kalimat pada lead tersebut menjadi intro yang cukup dipahami kearah mana artikel ini dimaksud. Selanjutnya story, yang melihat isi berita serta komentar dalam artikel tersebut. Isi artikel diawali dengan judul Sukses di Mata Kami, dan lead. Lalu, terdapat latar masalah yang menjadi alasan penulis artikel dalam mengangkat tema ini, diikuti dengan beberapa faktor yang menjadi penyebab berubahnya cara pandang perempuan dalam melihat sebuah kesuksesan peran. Penulis artikel juga menyisipkan anak artikel yang berjudul Dihambat Negara? yang memiliki
72
keterkaitan dengan judul utama. Isi dari anak artikel Dihambat Negara? diawali dengan uraian masalah dan solusi yang ditawarkan. Selain melihat alur isi artikel, kategori story juga terdapat subkategori komentar dari pihak-pihak yang terlibat pada wacana peran sosial perempuan ini. Dalam artikel Sukses di Mata Kami, penulis artikel banyak mengutip dan mengambil kesimpulan komentar dari pihak-pihak yang berkaitan dengan tema yang diangkat, yaitu dua tokoh ahli dalam bidang gender. Pertama, Lugina Setyawati, sosiolog dari Universitas Indonesia, dan Clara Handayani, psikolog. Selain itu juga terdapat komentar dari tiga responden, Sinta Dewi, Nancy Suryo Sofyan, dan Aisya Adiputri. Kedua pakar gender tersebut dalam artikel Sukses di Mata Kami menjelaskan realitas peran sosial perempuan yang sedang berkembang, di mana peran sosial perempuan saat ini tidak hanya sekedar urusan rumah tangga, dan mereka juga menjelaskan faktor apa saja yang menyebabkan perubahan peran sosial perempuan. Sedangkan komentar ketiga responden lebih kepada berbagi pengalaman hidup yang dijalani sebagai ibu rumah tangga sekaligus berkarier. Selain itu dalam anak artikel Dihambat Negara? hanya terdapat komentar dari Lugina Setyawati yang menerangkan bahwa peran Negara sangat penting dalam mendukung peran karier perempuan, yaitu dengan membangun supporting service system untuk perlindungan dan perhatian pada anak.
73
c. Semantik 1. Latar Latar artikel ini muncul dari hasil survei secara global yang dilakukan Citi dan LinkedIn pada Oktober 2013 yang menyatakan bahwa sedikit perempuan yang melibatkan relasi, pernikahan, atau anak dalam kategori sukses. Selain itu, Majalah Femina juga telah melakukan survei melalui polling di website www.femina.co.id yang menyatakan sebanyak 55% memilih pencapaian karier sebagai tolok ukur kesuksesan, mempunyai anak sebagai urutan kedua, dan menikah atau mempunyai pasangan pada urutan ketiga. Sedangkan latar pada anak artikel Dihambat Negara? yaitu kesulitan yang dialami perempuan bekerja dalam mencari pengasuh atau pembantu rumah tangga (ART) yang tepat untuk mengawasi anaknya. 2. Detail Detail pada artikel ini terlihat ketika mendefinisikan sebuah kesuksesan. Detail diuraikan tidak terlalu panjang tetapi meresap apa yang dimaksud penulis artikel. Detail dimaksud agar pembaca memahami secara luas makna dari kesuksesan, seperti pada subjudul Pendidikan yang Membebaskan, paragraf kelima: “Definisi kesuksesan yang berkembang sekarang juga tidak hanya meluas dari domestik menjadi karier, Clara memandangnya sebagai adanya pemaknaan yang lebih dalam. Misalnya, banyak yang memaknai kesuksesan tidak hanya keberhasilan secara individu, tetapi juga bagaimana bisa berperan dalam ruang lingkup yang lebih luas.”1
1
Sukses di Mata Kami, Femina, 15 – 21 Februari 2014, h.46.
74
Dengan detail seperti ini, pembaca akan mencerna makna kesuksesan secara luas seperti yang dikatakan penulis artikel. Sukses bukan sekedar bermanfaat untuk diri sendiri, tetapi peduli terhadap lingkungan dan bermanfaat untuk orang sekitar juga merupakan sebuah kesuksesan. Detail juga terdapat pada subjudul Bukan Posisi Melulu, paragraf ke-10 yang dikutip dari perkataan Lugina Setyawati, sosiolog UI. Detail ini hampir sama dengan detail di atas, namun detail berikut menguraikan konsep bekerja, seperti pada teks: “‟Dulu konsep bekerja itu hanya di luar, sekarang kata kerja itu sendiri bisa berbeda. Perubahan itu tidak tunggal, tidak hanya hitam dan putih. Pilihannya tidak lagi bekerja di kantor atau diam di rumah saja,‟ jelas Lugina.”2 Pernyataan detail ini akan membawa pembaca melihat konteks yang berkembang saat ini. Bahwa bekerja tidak identik dengan perkantoran. Bekerja yaitu usaha yang mendapatkan penghasilan dari hasil karya sendiri. Maka berbisnis juga dikategorikan sebagai bekerja. Bahkan dengan perkembangan teknologi, perempuan lebih mudah mempromosikan usaha yang dimiliki dengan bantuan teknologi tersebut, seperti pembuatan website, blog, dan aktif pada social media. Selain itu, dalam anak artikel Dihambat Negara? juga terdapat detail yang berada pada paragraf kelima, yaitu: “Begitu wanita berkarier, negara harus melihat itu sebagai salah satu bentuk tanggung jawab yang harus dilakukan oleh negara. Apalagi pemerintah sudah mencanangkan wajib belajar 9 tahun, prestasi wanita juga 2
Sukses di Mata Kami, Femina, 15 – 21 Februari 2014, h.48.
75
sudah berada pada tingkat nasional dan internasional, tetapi negara sepertinya masih diam saja.” 3 Detail pada paragraf ini menekankan sikap yang dilakukan negara terhadap perempuan. Penulis artikel mengingatkan kepada pembaca bahwa negara mempunyai program pendidikan yang mewajibkan rakyat Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan untuk bersekolah sampai 9 tahun. Sehingga, pembaca akan berpikir sejauh mana peran negara terhadap kepedulian rakyat Indonesia. Dan seharusnya negara menentukan langkah selanjutnya untuk membangun supporting service system. 3. Praanggapan Praanggapan dalam artikel ini terdapat pada anak artikel Dihambat Negara?, paragraf ketujuh. Praanggapan dikutip dari perkataan Lugina Setyawati, sosiolog dari Universitas Indonesia. Seperti pada teks: “Lugina berharap negara membangun supporting service system yang dapat membantu wanita mengatasi kekhawatirannya dalam urusan anak, sehingga mereka bisa lebih fokus untuk aktualisasi diri mereka.”4 Praanggapan ini mengandung dukungan terhadap kaum perempuan agar mampu membuat keseimbangan antara peran rumah tangga dan karier. Dengan praanggapan semacam ini, pembaca telah menerima sebuah argumen yang kenyataannya belum terjadi. Namun, praanggapan tersebut terlihat masuk akal dan logis.
3 4
Sukses di Mata Kami, Femina, 15 – 21 Februari 2014, h.48. Sukses di Mata Kami, Femina, 15 – 21 Februari 2014, h.48.
76
d. Sintaksis 1. Koherensi Artikel ini juga terdapat pemakaian koherensi dalam suatu kalimat, dengan menghubungkan dua fakta yang berbeda menjadi suatu keterkaitan. Koherensi ditemukan pada subjudul Bukan Posisi Melulu, paragraf ketiga, yaitu: “Pandangan bahwa wanita adalah subordinat pria, masih ada. Tetapi, kerena wanita masa kini telah memiliki kompetensi, maka posisi tawar mereka pun menjadi lebih tinggi.”5 Dalam paragraf tersebut terdapat koherensi yang bersifat pengingkaran. Penulis artikel seolah-olah menyetujui dengan adanya keyakinan budaya patriarki dengan ungkapan pada baris pertama. Namun, dengan penggunaan kata hubung tetapi, penulis artikel memberikan penyataan yang sesungguhnya menolak budaya patriarki. Koherensi juga ditemukan pada anak artikel Dihambat Negara, paragraf keempat, yaitu: “‟Saya harus bilang, kondisi wanita Indonesia sangat berat. Ketika dia punya aspirasi, nilai berubah, tetapi negara tidak punya mekanisme supporting system,‟ tegas Lugina.”6 Penggunaan kata hubung „tetapi‟ di sini untuk mengaitkan kondisi perempuan dengan peran negara. Faktor peningkatan perempuan bekerja salah satunya disebabkan kewajiban sekolah 9 tahun yang dicanangkan negara. Maka, peran negara dibutuhkan
5 6
Sukses di Mata Kami, Femina, 15 – 21 Februari 2014, h.48. Sukses di Mata Kami, Femina, 15 – 21 Februari 2014, h.48.
77
untuk memberikan perlindungan dan perhatian kepada anak dari ibu yang bekerja, seperti pembuatan fasilitas day care yang aman dan juga disubsidi oleh negara. Koherensi digunakan sebagai penghubung dua fakta yang berbeda. Tetapi, terdapat juga koherensi kondisional yang merupakan pemakaian anak kalimat untuk memperjelas. Koherensi kondisional ini terdapat pada subjudul Bukan Melulu Posisi, paragraf keempat, yaitu: “Hal itu seiring dengan muncul pula faktor-faktor lain yang secara langsung menuntut wanita untuk bekerja. Dari segi ekonomi misalnya, dengan kebutuhan hidup yang makin tinggi…”7 Koherensi kondisional ini juga terdapat pada anak artikel Dihambat Negara? tepatnya paragraf pertama: “Di sisi lain, Lugina menyayangkan kapasitas dan kompetensi wanita saat ini tidak didukung oleh negara yang tidak memiliki security service untuk warganya. Ketika wanita yang sudah berkeluarga ini telah besekolah tinggi,...” Penggunaan kata penghubung „yang‟ digunakan penulis artikel sebagai penjelas dari pernyataan sebelumnya. Sehingga, pembaca akan lebih memahami sebuah fakta dengan adanya kalimat penjelas tersebut. Selain itu, dalam artikel ini terdapat pula koherensi pembeda yang digunakan untuk menghubungkan dua fakta yang saling berseberangan. Koherensi pembeda ini terdapat pada subjudul Bukan Melulu Posisi, paragraf kesepuluh dan paragraf terakhir pada subjudul Lebih Realistis: 7
Sukses di Mata Kami, Femina, 15 – 21 Februari 2014, h.48.
78
“‟Dulu konsep bekerja itu hanya di luar, sekarang kata „kerja‟ itu sendiri bisa berbeda. Perubahan itu tidak tunggal, tidak hanya hitam dan putih. Pilihannya tidak lagi bekerja di kantor atau diam di rumah saja.‟ Jelas Lugina.”8 “‟Berbeda dengan era sebelumnya, ketika wanita tidak bekerja karena tidak punya pilihan. Saat ini para wanita secara berdaya dan sadar mengambil pilihannya dan menjalankan peran domestiknya dengan lebih baik,..‟ tegas Clara.”9 Pada koherensi pembeda ini penulis artikel menghubungkan dua peristiwa yang terpisah oleh waktu dalam satu paragraf. Koherensi
pembeda
ini
dilakukan
agar
pembaca
dapat
membandingkan kondisi perempuan pada masa lalu dengan sekarang. Selain itu, koherensi pembeda juga terdapat pada anak artikel Dihambat Negara?, tepatnya pada paragraf dua dan tiga: “Berbeda dengan kondisi di luar negeri, fasilitas day care tersedia banyak, dengan biaya yang jelas dan menyesuaikan dengan kondisi orang tua… Sementara di Indonesia, kita sendirilah yang jungkir balik mencari asisten rumah tangga (ART) atau pengasuh…”10 Koherensi
pembeda
pada
dua
paragraf
tersebut
membandingkan pelayanan antara dalam negeri dan luar negeri, mengenai perlindungan dan perhatian terhadap anak yang ibunya bekerja. Efek dari perbandingan ini membuat fakta pelayanan di Indonesia menjadi lebih buruk, karena tidak adanya supporting service system untuk perempuan yang bekerja.
8
Sukses di Mata Kami, Femina, 15 – 21 Februari 2014, h.48. Sukses di Mata Kami, Femina, 15 – 21 Februari 2014, h.48. 10 Sukses di Mata Kami, Femina, 15 – 21 Februari 2014, h.48. 9
79
2. Bentuk Kalimat Bentuk kalimat pada artikel ini banyak menggunakan bentuk kalimat aktif, salah satunya terdapat pada paragraf pertama, yaitu: “…justru sedikit wanita yang melibatkan relasi, pernikahan, atau anak dalam kategori sukses.”11 Selain itu bentuk kalimat aktif juga terdapat pada subjudul Lebih Realistis, paragraf keenam: “Clara mengingatkan untuk tidak langsung menjatuhkan „vonis‟ bahwa wanita yang secara sadar memilih berhenti bekerja karena merasa tidak ingin kehilangan kesempatan untuk mengasuh dan mendidik anak secara penih, sebagai suatu kemunduran atau 12 ketidaksuksesan.” Bentuk kalimat aktif juga terdapat pada anak artikel Dihambat Negara?, paragraf ketiga. Seperti teks berikut: “Sementara di Indonesia, kita sendirilah yang jungkir balik mencari asisten rumah tangga (ART) atau pengasuh.” 13 3. Kata Ganti Dalam artikel ini banyak menggunakan kata ganti untuk menunjukkan dimana posisi seseorang dalam wacana. Bahkan, kata ganti sudah terlihat dari judul artikel ini, yaitu Sukses di Mata Kami. Kata ganti kami pada judul ini menggambarkan posisi Majalah Femina dan juga pihak yang sependapat dengan pandangan Majalah Femina, seperti yang dikatakan penulis artikel:
11
Sukses di Mata Kami, Femina, 15 – 21 Februari 2014, h.46. Sukses di Mata Kami, Femina, 15 – 21 Februari 2014, h.48. 13 Sukses di Mata Kami, Femina, 15 – 21 Februari 2014, h.48. 12
80
“Karena ini kan Femina, majalah untuk perempuan, jadi di mata kami memang adalah kami mewakili dari perempuan yang ada di Indonesia. Jadi kepinginnya sih sukses di mata kami itu merepresentasikan perempuan Indonesia yang urban, usia 25 – 35 sesuai target Femina dengan segmennya dari tingkat ekonominya menengah ke atas dan masyarakat urban..”14 Penggunaan kata ganti juga terdapat pada subjudul Bukan Melulu Posisi, paragraf ketujuh, dan subjudul Lebih Realistis, paragraf pertama, yaitu: “Melihat hal ini, Clara menjelaskan, dengan tingginya tingkat pendidikan, banyak wanita menjadi lebih paham bahwa mereka memiliki hak secara penuh untuk menentukan apakah mereka ingin berkarier secara penuh, berkarier dan memiliki keluarga, atau memilih menjadi ibu rumah tangga secara penuh.”15 “…Menurut Clara, wanita yang menikah sekaligus memiliki karier, keberhasilan pada kedua ini tetap menjadi tolok ukur kesuksesan mereka.”16 Kata ganti mereka di sini merupakan perkataan dari narasumber yang dikutip oleh penulis artikel. Narasumber menggunakan kata ganti mereka untuk menunjukkan posisi perempuan secara keseluruhan. Kata ganti ini dimaksud bahwa perempuan memiliki cara pandang yang berbeda dan memiliki hak untuk menjalankan apa yang menjadi pilihannya. Selain itu, kata ganti juga digunakan dalam anak artikel Dihambat Negara? yang terdapat pada paragraf tiga, yaitu: “Sementara di Indonesia, kita sendirilah yang jungkir balik mencari asisten rumah tangga (ART) atau pengasuh”17 14
Wawancara Pribadi dengan Redaktur Eksekutif Bagian Feature, Rully Larasati, Jakarta, 19 November 2014. 15 Sukses di Mata Kami, Femina, 15 – 21 Februari 2014, h.48. 16 Sukses di Mata Kami, Femina, 15 – 21 Februari 2014, h.48.
81
Kata ganti kita pada kalimat ini menunjukkan representasi kebersamaan atas keluhan yang dialami perempuan yang bekerja termasuk penulis artikel ini. Menurut Eriyanto, kata ganti kita bermaksud menumbuhkan komunitas antara penulis artikel dengan pembaca, sehingga menciptakan dukungan pada sebuah pernyataan dan menghilangkan penentang dari pernyataan tersebut.18 e. Stilistik 1. Leksikon Leksikon merupakan pemilihan kata yang dilakukan penulis artikel dalam proses representasi. Penggunaan leksikon terdapat pada sudjudul Bukan Melulu Posisi paragraf pertama, yaitu: “Selain pendidikan perubahan nilai dalam masyarakat mengenai pembagian kerja seksual yang dulunya begitu kaku, sekarang sudah lebih cair. Pria dan wanita sama-sama memiliki kesempatan untuk bekerja.”19 Kata kaku dan cair digunakan untuk menunjukkan kondisi mengenai peran antara perempuan dan laki-laki. Kata kaku dan cair umumnya digunakan untuk sifat dari suatu benda. Kata lain dari kaku yaitu tegang, dan keras. Sedangkan cair memiliki kata lain seperti melebur, dan meluluh. Tetapi, penulis artikel menggunakan kata kaku dan cair untuk merepresentasikan suatu kondisi yang sangat bertentangan.
17 18
Sukses di Mata Kami, Femina, 15 – 21 Februari 2014, h.48. Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2012),
19
Sukses di Mata Kami, Femina, 15 – 21 Februari 2014, h. 46.
h. 254.
82
Leksikon juga ada pada subjudul Lebih Realistis, yang dikutip dari perkataan narasumber, terdapat pada paragraf keenam, yaitu: “Clara mengingatkan untuk tidak langsung menjatuhkan vonis bahwa wanita yang secara sadar memilih berhenti bekerja karena merasa tidak ingin kehilangan kesempatan untuk mengasuh dan mendidik anak secara penuh, sebagai suatu kemunduran atau ketidaksuksesan”20 Kata vonis setara dengan kata hukuman, dan putusan. Kata vonis dipilih untuk memberikan kesan yang lebih halus, karena kata hukuman terlihat kasar dan tidak beretika. Kata vonis juga lebih tepat digunakan pada pernyataan tersebut daripada menggunakan kata putusan. Selain itu, pada anak artikel Dihambat Negara? juga terdapat leksikon yang terlihat pada paragraf ketiga, yaitu: “Sementara di Indonesia, kita sendirilah yang jungkir balik mencari asisten rumah tangga (ART) atau pengasuh.”21 Pilihan kata jungkir balik yang digunakan penulis artikel bermakna begitu sulitnya perempuan yang bekerja mencari asisten rumah tangga (ART) atau pengasuh yang bisa diandalkan. Kata lain dari jungkir balik yaitu bersusah payah, berusaha maksimal, dan bekerja keras. Kata jungkir balik lebih tepat digunakan penulis artikel karena kata yang mengandung majas hiperbola ini dapat merepresentasikan makna sulit dalam level yang sangat tinggi, melebihi kata-kata lain. 20 21
Sukses di Mata Kami, Femina, 15 – 21 Februari 2014, h. 48. Sukses di Mata Kami, Femina, 15 – 21 Februari 2014, h. 48.
83
f. Retoris 1. Grafis Artikel ini terdapat beberapa grafis, grafis berguna untuk menarik perhatian pembaca dan menonjolkan hal penting dengan mencetak bagian-bagian tertentu menajadi berbeda dari bagian lain. Dalam artikel ini grafis dapat dilihat dari judul artikel Sukses di Mata Kami yang menggunakan huruf kapital dengan ukuran yang sangat besar. Lead artikel ini juga menggunakan huruf kapital yang berukuran lebih besar dibanding huruf dari isi artikel. Subjudul juga menggunakan huruf kapital dengan warna orange. Artikel Sukses di Mata Kami.22
Selain itu, nama-nama narasumber
yang pertama kali
dicantumkan dalam artikel menggunakan huruf tebal, seperti pada teks: “‟Pandangan masyarakat sudah berudah dan indikator penentu kesuksesan juga banyak. Masyarakat kemudian melihat 22
Sukses di Mata Kami, Femina, 15 – 21 Februari 2014, h. 46.
84
bahwa tidak lagi harus selalu ya dan tidak, bekerja atau tidak,‟ jelas sosiolog Lugina Setyawati dari Universitas Indonesia.”23 Grafis tidak hanyak sekedar pemakaian huruf tebal atau miring. Grafis juga dapat dilakukan melalui elemen foto. Dalam artikel ini terdapat foto ilustrasi dalam satu lembar halaman penuh. Pada foto tersebut terlihat seorang perempuan yang mengenakan pakaian kantor sedang membereskan mainan anak-anak di sebuah ruangan. Foto ini menggambarkan perempuan yang menjalani dua peran dalam hidupnya, peran dalam rumah tangga dan karier. Dan perempuan harus bertanggungjawab atas kedua peran tersebut. Ilustrasi Artikel Sukses di Mata Kami.24
Selain itu, grafis yang paling menonjol pada artikel ini adalah penempatan anak artikel pada sisi halaman artikel Sukses di Mata Kami. Anak artikel yang berjudul Dihambat Negara? dibuat ruang 23 24
Sukses di Mata Kami, Femina, 15 – 21 Februari 2014, h. 46. Sukses di Mata Kami, Femina, 15 – 21 Februari 2014, h. 47.
85
khusus dengan backgroung berwarna orange dan judul berwarna putih dengan ukuran huruf yang cukup besar. Maksud dari pembuatan grafis dari anak artikel ini yaitu untuk menekankan sebuah peristiwa yang sangat menarik untuk disoroti. Seperti yang dikatakan Rully Larasati selaku penulis artikel: “Kalau kita berbicara hierarki penulisan, ide ini sebetulnya penting tetapi kalau disatukan ke dalam penulisan artikel tidak masuk. Dan memang betul ini menjadi suatu highlight tertentu. Sehingga saya keluarkan dari isi artikel.” Artikel Sukses di Mata Kami25
Tabel 3 Temuan Elemen Teks Artikel “Sukses di Mata Kami”. Struktur Wacana Struktur Makro (Tematik)
25
Elemen
Keterangan
Topik/Tema
Artikel Sukses di Mata Kami Tolok ukur kesuksesan peran perempuan antara rumah tangga dan karier.
Sukses di Mata Kami, Femina, 15 – 21 Februari 2014, h. 48.
86
Superstruktur (Skematik)
Skema Situasi
Skema Komentar
Anak Artikel Dihambat Negara? Kurangnya peran Negara dalam perlindungan dan perhatian anak dari perempuan yang bekerja. Artikel Sukses di Mata Kami Skema artikel ini dimulai dengan judul artikel itu sendiri yaitu Sukses di Mata Kami. Pada bagian awal terdapat lead yang berbunyi ”Ketika keluarga bukan lagi yang (paling) utama”. Latar masalah yang menjadi alasan penulis artikel dalam mengangkat tema ini. Beberapa faktor yang menjadi penyebab berubahnya cara pandang perempuan dalam melihat sebuah kesuksesan peran. Anak Artikel Dihambat Negara? Skema dimulai dengan judul Dihambat Negara?. Pada bagian awal merupakan uraian masalah. Pada bagian akhir terdapat solusi yang ditawarkan oleh satu pakar. Artikel Sukses di Mata Kami Lugina Setyawati, sosiolog dari Universitas Indonesia. Clara Handayani, psikolog.
Mereka menjelaskan realitas peran sosial perempuan yang sedang berkembang, di mana peran sosial perempuan saat ini tidak hanya sekedar urusan rumah tangga, dan mereka juga menjelaskan faktor apa saja yang menyebabkan perubahan peran sosial perempuan. Shinta Dewi, PNS. Nancy Suryo Sofyan, Manager Corporate Communication. Aisya Adiputri, Model. Dalam komentarnya, responden ini berbagi pengalaman hidup yang dijalani sebagai ibu rumah tangga sekaligus berkarier.
87
Struktur Mikro (Semantik)
Latar
Detail
Anak Artikel Dihambat Negara? Terdapat komentar dari Lugina Setyawati yang menerangkan bahwa peran Negara sangat penting dalam mendukung peran karier perempuan, yaitu dengan membangun supporting service system untuk perlindungan dan perhatian pada anak. Artikel Sukses di Mata Kami Latar belakang artikel ini muncul dari hasil survey Citi dan LinkedIn yang menyatakan bahwa sedikit perempuan yang melibatkan relasi, pernikahan, atau anak dalam kategori sukses. Anak artikel Dihambat Negara? Kesulitan yang dialami perempuan bekerja dalam mencari pengasuh atau pembantu rumah tangga (ART) yang tepat untuk mengawasi anaknya. Subjudul: Pendidikan yang Membebaskan, paragraf 5 Definisi kesuksesan yang berkembang sekarang juga tidak hanya meluas dari domestik menjadi karier, Clara memandangnya sebagai adanya pemaknaan yang lebih dalam. Misalnya, banyak yang memaknai kesuksesan tidak hanya keberhasilan secara individu, tetapi juga bagaimana bisa berperan dalam ruang lingkup yang lebih luas. Subjudul: Bukan Melulu Posisi, paragraf 10 „Dulu konsep bekerja itu hanya di luar, sekarang kata kerja itu sendiri bisa berbeda. Perubahan itu tidak tunggal, tidak hanya hitam dan putih. Pilihannya tidak lagi bekerja di kantor atau diam di rumah saja,‟ jelas Lugina. Anak Artikel Dihambat Negara?, paragraf 5 Begitu wanita berkarier, negara harus melihat itu sebagai salah satu bentuk tanggung jawab yang harus dilakukan
88
Praanggapan
Struktur Mikro (Sintaksis)
Koherensi
Koherensi Kondisional
Koherensi Pembeda
oleh negara. Apalagi pemerintah sudah mencanangkan wajib belajar 9 tahun, prestasi wanita juga sudah berada pada tingkat nasional dan internasional, tetapi negara sepertinya masih diam saja. Anak Artikel Dihambat Negara?, paragraf 7 Lugina berharap negara membangun supporting service system yang dapat membantu wanita mengatasi kekhawatirannya dalam urusan anak, sehingga mereka bisa lebih fokus untuk aktualisasi diri mereka. Subjudul: Bukan Melulu Posisi, paragraf 3 Pandangan bahwa wanita adalah subordinat pria, masih ada. Tetapi, kerena wanita masa kini telah memiliki kompetensi, maka posisi tawar mereka pun menjadi lebih tinggi. Anak Artikel Dihambat Negara?, paragraf 4 ‟Saya harus bilang, kondisi wanita Indonesia sangat berat. Ketika dia punya aspirasi, nilai berubah, tetapi negara tidak punya mekanisme supporting system,‟ tegas Lugina. Subjudul: Bukan Melulu Posisi, paragraf 4 Hal itu seiring dengan muncul pula faktor-faktor lain yang secara langsung menuntut wanita untuk bekerja. Dari segi ekonomi misalnya, dengan kebutuhan hidup yang makin tinggi…
Anak Artikel Dihambat Negara?, paragraf 1 Di sisi lain, Lugina menyayangkan kapasitas dan kompetensi wanita saat ini tidak didukung oleh negara yang tidak memiliki security service untuk warganya. Ketika wanita yang sudah berkeluarga ini telah besekolah tinggi,... Subjudul: Bukan Melulu Posisi, paragraf 10 ‟Dulu konsep bekerja itu hanya di luar,
89
sekarang kata „kerja‟ itu sendiri bisa berbeda. Perubahan itu tidak tunggal, tidak hanya hitam dan putih. Pilihannya tidak lagi bekerja di kantor atau diam di rumah saja.‟ Jelas Lugina. Subjudul: Lebih Realistis, paragraf 7 ‟Berbeda dengan era sebelumnya, ketika wanita tidak bekerja karena tidak punya pilihan. Saat ini para wanita secara berdaya dan sadar mengambil pilihannya dan menjalankan peran domestiknya dengan lebih baik,..‟ tegas Clara.
Bentuk Kalimat
Anak Artikel Dihambat Negara?, paragraf 2 dan 3 Berbeda dengan kondisi di luar negeri, fasilitas day care tersedia banyak, dengan biaya yang jelas dan menyesuaikan dengan kondisi orang tua… Sementara di Indonesia, kita sendirilah yang jungkir balik mencari asisten rumah tangga (ART) atau pengasuh… Artikel Sukses di Mata Kami, paragraf 1 …justru sedikit wanita yang melibatkan relasi, pernikahan, atau anak dalam kategori sukses. Subjudul: Lebih Realistis, paragraf 6 Clara mengingatkan untuk tidak langsung menjatuhkan „vonis‟ bahwa wanita yang secara sadar memilih berhenti bekerja karena merasa tidak ingin kehilangan kesempatan untuk mengasuh dan mendidik anak secara penih, sebagai suatu kemunduran atau ketidaksuksesan.
Kata Ganti
Anak Artikel Dihambat Negara?, paragraf 3 Sementara di Indonesia, kita sendirilah yang jungkir balik mencari asisten rumah tangga (ART) atau pengasuh. Judul Artikel: Sukses di Mata Kami
90
Subjudul: BukanMelulu Posisi, paragraf 7 Melihat hal ini, Clara menjelaskan, dengan tingginya tingkat pendidikan, banyak wanita menjadi lebih paham bahwa mereka memiliki hak secara penuh untuk menentukan apakah mereka ingin berkarier secara penuh, berkarier dan memiliki keluarga, atau memilih menjadi ibu rumah tangga secara penuh. Subjudul: Lebih Realistis, paragraf 1 …Menurut Clara, wanita yang menikah sekaligus memiliki karier, keberhasilan pada kedua ini tetap menjadi tolok ukur kesuksesan mereka.
Struktur Mikro (Stilistik)
Leksikon
Anak Artikel Dihambat Negara?, paragraf 3 Sementara di Indonesia, kita sendirilah yang jungkir balik mencari asisten rumah tangga (ART) atau pengasuh Subjudul: Bukan Melulu Posisi, paragraf 1 Selain pendidikan perubahan nilai dalam masyarakat mengenai pembagian kerja seksual yang dulunya begitu kaku, sekarang sudah lebih cair. Pria dan wanita sama-sama memiliki kesempatan untuk bekerja. Subjudul: Lebih Realistis, paragraf 6 Clara mengingatkan untuk tidak langsung menjatuhkan vonis bahwa wanita yang secara sadar memilih berhenti bekerja karena merasa tidak ingin kehilangan kesempatan untuk mengasuh dan mendidik anak secara penuh, sebagai suatu kemunduran atau ketidaksuksesan Anak Artikel Dihambat Negara?, paragraf 3 Sementara di Indonesia, kita sendirilah yang jungkir balik mencari asisten
91
Struktur Mikro (Retoris)
B.
Grafis
rumah tangga (ART) atau pengasuh. Penggunaan huruf kapital dan ukuran besar pada judul, dan lead. Penggunaan huruf kapital dan ukuran besar dengan warna berbeda pada subjudul. Nama-nama narasumber yang pertama kali dicantumkan dalam artikel menggunakan huruf tebal. Foto ilustrasi menggambarkan perempuan yang menjalani dua peran dalam hidupnya, peran dalam rumah tangga dan karier. .Anak artikel yang berjudul Dihambat Negara? dibuat ruang khusus dengan backgroung berwarna orange dan judul berwarna putih dengan ukuran huruf yang cukup besar.
Analisis Kognisi Sosial Artikel Sukses di Mata Kami Analisis wacana model van Dijk tidak hanya membatasi penelitiannya pada struktur teks, tetapi juga melihat bagaimana kognisi sosial dari wartawan yang membuat teks tersebut. Teks merupakan sarana yang digunakan wartawan untuk membuat suatu makna berdasarkan kesadaran mental wartawan mengenai konteks sosial yang berkembang. Maka, pada analisis ini akan diteliti bagaimana kepercayaan, pengetahuan, pengalaman, dan prasangka wartawan terhadap peran sosial perempuan. Untuk mendapatkan hasil analisis kognisi sosial, peneliti telah melakukan wawancara untuk melihat kognisi sosial dari penulis artikel Sukses di Mata Kami. Artikel Sukses di Mata Kami terdapat pada rubrik Liputan Khas, karena Sukses di Mata Kami termasuk dalam kategori isu yang cukup berat, dengan ulasan dari sosiolog dan psikologi yang spesifik dalam
92
bidang gender. Walaupun liputan ini membahas isu yang cukup berat, namun Femina mengemasnya dengan bertutur versi life style.26 Wacana tentang peran perempuan yang diangkat Majalah Femina Edisi 15-21 Februari 2014 rubrik Liputan Khas ini merupakan fenomena yang dialami perempuan mengenai pembagian peran sosial dalam kehidupannya. Majalah Femina adalah majalah dengan perspektif feminisme yang selalu mengangkat isu-isu tentang perempuan yang urban. Artikel Sukses di Mata Kami pun juga tidak terlepas dari isu gender di perkotaan, seperti yang dikatakan Rully Larasati melalui wawancara: “Karena ini adalah Femina, majalah untuk perempuan. Jadi Sukses di Mata Kami mewakili dari perempuan yang ada di Indonesia. Harapannya, Sukses di Mata Kami itu merepresentasikan perempuan Indonesia yang urban, usia 25 – 35, sesuai target Femina dengan segmentasi ekonomi menengah ke atas. Jadi saya tidak bicara soal masyarakat di daerah desa, pelosok di NTB misalnya. Karena kita memang fokusnya adalah majalah gaya hidup, majalah perempuan life style.”27 Majalah Femina memiliki tiga divisi besar, yaitu divisi feature, divisi fashion and beauty, dan divisi boga. Rubrik Liputan Khas termasuk dalam divisi feature. Mengenai rutinitas proses pra produksi di Femina, ketiga divisi tersebut harus melaksanakan input ide terlebih dahulu pada divisinya masing-masing. Jika ide sudah terkumpul, maka akan diajukan untuk masuk dalam rapat daftar isi, yang mempertemukan tiga divisi besar dengan pemimpin redaksi, serta bagian periklanan. Selanjutnya, ide-ide yang diterima akan ditentukan penempatannya.28
26
Wawancara Pribadi dengan Redaktur Eksekutif Bagian Feature, Rully Larasati, Jakarta, 19 November 2014. 27 Wawancara Pribadi dengan Redaktur Eksekutif Bagian Feature, Rully Larasati. 28 Wawancara Pribadi dengan Redaktur Eksekutif Bagian Feature, Rully Larasati.
93
Terkait dengan kognisi sosial, pemahaman wartawan berpengaruh terhadap suatu teks wacana. Pemahaman wartawan dapat diterima melalui pengalaman-pengalaman yang dijalani dalam kehidupannya. Sejak Sekolah Menengah ke Atas (SMA) penulis artikel sudah tertarik mengenai isu gender, dengan melihat bagaimana persamaan laki-laki dan perempuan. Bahkan, ketika SMA dirinya sudah harus melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan laki-laki. “…kebetulan juga karena sekolah perempuan semua, dan tidak ada laki-laki. Jadi soal angkat-angkat barang sudah dilakukan sendiri, jadi kita seperti tidak punya partner gitu.”29 Untuk melihat sejauh mana penulis artikel mencampurkan pemahaman yang dimiliki ke dalam teks. Maka, peneliti melakukan wawancara dengan Rully Larasati, penulis artikel sekaligus Redaktur Eksekutif Bidang Feature pada Rabu, 19 November 2014. Peneliti menemukan beberapa jawaban terkait pandangan penulis artikel mengenai isu peran sosial perempuan, yang difokuskan pada perempuan di perkotaan. “Kalau kita lihat masyarakat di perdesaan itu mereka sudah dari dulu perempuan dan laki-laki tidak ada bedanya. Dalam arti seperti ini, perempuan pun bertani loh, sama kan?. Mereka bekerja dan mereka tidak rebut siapa mengurus anak atau apapun. Mereka sudah lebih advance, untuk itu mereka bekerja. Tetapi masalah masyarakat di perkotaan ini adalah jadi harus seperti dipisahkan."30 Penulis artikel melihat bahwa di perdesaaan dalam hal pembagian peran antara perempuan dan laki-laki sudah lebih maju dibanding perkotaan. Di perdesaan, perempuan dan laki-laki tidak dituntut untuk melakukan pekerjaan sesuai gender. Seperti yang dikatakan tadi, 29 30
Wawancara Pribadi dengan Redaktur Eksekutif Bagian Feature, Rully Larasati. Wawancara Pribadi dengan Redaktur Eksekutif Bagian Feature, Rully Larasati.
94
perempuan dan laki-laki bertani dan mengurus anak bersama. Sedangkan di perkotaaan, perempuan masih dituntut untuk sangat baik dalam suatu peran, seperti budaya patriarki yang menempatkan perempuan pada kelas dua dan memperbolehkan perempuan berperan dalam ruang domestik saja. Dalam hal ini, Penulis artikel tidak menolak dan juga tidak pro pada budaya patriarki. Ia melihat bahwa perempuan dan laki-laki tidak ada perbedaan dalam penentuan peran. Mereka berdua memiliki potensi yang sama dan bisa bekerjasama dalam menjalani peran untuk mengisi satu sama lain. “Saya lebih senang mengatakan partnership antara perempuan dan laki-laki, dalam arti kita berdua punya paham yang sama, sama-sama bisa menjadi kepala rumah tangga, sama-sama bisa mencari nafkah, apalagi sekarang kebutuhan hidup sangat tinggi. Terkadang dalam suatu keluarga dengan mengandalkan satu penghasilam tidak cukup, dan akhirnya perempuan memang harus bekerja. Bagaimana kita bisa bekerjasama perempuan dan laki-laki agar berjalan nyaman, tetapi itu memang yang menjadi kesulitan. Jadi, ketika mereka sama-sama saling menyadari peran yang sama ketika istri sedang sibuk di kantor, suami dengan senang hati mengurus anak.”31 Penulis artikel juga memandang bahwa faktor yang menyebabkan perempuan bekerja tidak hanya untuk mengejar karier, tetapi memang adanya tuntutan dari segi ekonomi. Suami juga harus membantu peran domestik perempuan, karena karier yang dijalani perempuan juga bertujuan untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Jadi diharapkan adanya komunikasi dan keterbukaan antara istri dan suami mengenai pembagian peran. Sehingga perempuan yang menjalani beberapa peran tidak merasa terbebani atas apa yang dipilihnya dan itu merupakan perempuan yang ideal. 31
Wawancara Pribadi dengan Redaktur Eksekutif Bagian Feature, Rully Larasati.
95
“Kalau menurut saya, ketika si perempuan happy melakukan apa yang dia inginkan. Kemudian mendapat support dari pasangan dan keluarga, itu sih perempuan ideal ya. Saya tidak bilang dia harus jadi nomor satu di pekerjaan, jadi ibu rumah tangga yang hebat dan diidolakan anak-anak. Misalkan pulang kerja semalam apapun, dia harus menemani anaknya belajar. Kasihan dong, kapan dia ada waktu untuk istirahat? Kembali lagi itu adalah prioritas dari masing-masing perempuan yang bekerja.”32 Selain membahas isu peran perempuan, penulis artikel juga menyinggung peran Negara dalam hal perlindungan dan perhatian anak dari ibu yang bekerja. Ketika istri dan suami bekerja, baik untuk memenuhi kebutuhan hidup atau pun pengembangan diri, ada anak yang sangat butuh perlindungan dan perhatian. Hal ini dimaksud agar perempuan dapat fokus dalam pekerjaannya, juga secara tidak langsung dapat membuat Indonesia lebih maju atas karier yang ditekuni perempuan tersebut. “Kenapa sampai dihambat Negara? karena ada satu isu yang dibahas adalah ketika perempuan yang bekerja. Kita tidak memiliki supporting system yang cukup baik dari Negara, mengenai perlindungan anak. Kalau di luar negeri, punya daycare yang disubsidi oleh Negara. Sehingga si ibu bisa menitipkan anaknya dengan tenang, sementara ibu bisa bekerja.”33 “Kita bisa lihat perempuan sudah banyak yang hebat, yang jadi direktur ada, presiden sudah pernah, menteri sekarang banyak sekali. Jadi, posisi-posisi strategis perempuan yang harusnya dia bisa melaju, akhirnya harus mundur karena tidak ada yang mengurus anak. Padahal dia punya potensi yang sama dengan pria.”34 Dari apa yang telah dikatakan oleh penulis artikel sekaligus Redaktur Eksekutif Bidang Feature, Rully Larasati, terlihat bahwa pandangan Ia terhadap peran sosial perempuan adalah untuk mengedukasi perempuan dalam menjalani suatu peran. Perempuan harus lebih percaya
32
Wawancara Pribadi dengan Redaktur Eksekutif Bagian Feature, Rully Larasati. Wawancara Pribadi dengan Redaktur Eksekutif Bagian Feature, Rully Larasati. 34 Wawancara Pribadi dengan Redaktur Eksekutif Bagian Feature, Rully Larasati. 33
96
diri untuk memperjuangkan, menyuarakan apa yang disukai, apa yang membuat nyaman. Dapat dikatakan penulis artikel sangat mendukung kaum perempuan, khususnya dalam berkarier. Maka, penulis artikel dapat dikategorikan
sebagai
penganut
feminisme
liberal,
yang
mana
menyuarakan hak-hak perempuan untuk berperan dalam ruang publik. Melalui media massa, penulis artikel melakukan konstruksi peran sosial terhadap perempuan. Penulis artikel mengkonstuksi bahwa berkarier telah memiliki posisi yang setara dengan peran domestik. Meningkatnya taraf pendidikan dan biaya hidup menjadi dasar untuk mengharuskan perempuan bekerja. Dan, perempuan boleh melibatkan suami, orangtua, atau asisten rumah tangga dalam menjalankan peran domestik. C.
Analisis Konteks Sosial Artikel Sukses di Mata Kami Tingkatan ketiga dari analisis wacana model van Dijk adalah analisis konteks sosial. Analisis ini dilakukan dengan meneliti bagaimana wacana diproduksi dan dikonstruksi, sehingga menjadi berkembang dalam masyarakat dan dihayati secara bersama.35 Dalam kerangka model van Dijk, peneliti perlu melakukan analisis terhadap wacana terkait isu peran sosial perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Dengan melakukan wawancara dan penelusuran dokumen-dokumen yang terkait maka akan dapat terlihat bagaimana wacana peran sosial perempuan berkembang di masyarakat. Dalam sejarah, peran perempuan dahulu terkonstruksi oleh budaya tradisi. Perempuan tidak boleh melakukan pekerjaan yang dilakukan laki-
35
h.271.
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2012),
97
laki dan hanya ditugaskan dalam urusan domestik. Perempuan tidak boleh berkarya, berpenghasilan, dan menyuarakan pendapatnya. Bahkan, perempuan mendapatkan perlakuan yang tidak baik jika melanggar aturanaturan yang telah ditetapkan oleh budaya. Dalam ceramah yang berjudul Best Blessing for Women yang disampaikan ustadz Felix Siauw, Ia mengatakan ketika zaman dahulu masyarakat Yunani beranggapan bahwa lahir sebagai perempuan merupakan sebuah kutukan, sehingga perempuan hanya dijadikan budak belia, simpanan lelaki, dan hal yang berhubungan dengan seks. Lalu, di India ada tradisi ngaben, yaitu membakar jasad laki-laki yang telah meninggal beserta istrinya yang masih hidup. Selain itu di Roma, perempuan dikatakan sebagai perangkap setan. Karena perempuan dianggap penyebab turunnya laki-laki dari surga ke bumi.36 Berbeda dengan sekarang, berkat pendidikan dan kepercayaan yang diberikan untuk perempuan. Juga karena hasil jerih payah dari sosok pahlawan-pahlawan perempuan, salah satunya ibu RA. Kartini yang menyuarakan dukungan terhadap kehidupan sosial perempuan, maka terjadilah pergeseran konstruksi terhadap peran sosial perempuan yang dulu begitu kaku menjadi lebih cair. “Di Indonesia, gerakan perempuan mempunyai sejarah panjang. Sejak sebelum kemerdekaan 1945, perempuan Indonesia telah aktif dalam perjuangan memerdekakan bangsa. Pada tahun 1928 perempuan Indonesia telah memperkuat geraknya dengan menyelenggarakan Kongres Perempuan Indonesia pertama. Suatu bukti tentang visi politik dan kemandirian perempuan Indonesia dalam berpikir dan bertindak. Dengan demikian, perempuan
36
Felix Siauw, Best Blessing for Women, Seminar Latihan Kajian Islam Intensif (LKII) ICMI, Los Angeles, Mei 2013
98
Indonesia aktif di ranah sosial dan politik bukan sesuatu yang baru.”37 Keberanian dan kepercayaan diri yang dimiliki perempuan saat ini, membuat perempuan semakin berdaya dan mampu menjalani beberapa peran dalam kehidupannya. Bahkan, di media massa saat ini lebih banyak menyoroti kehebatan karier perempuan dibanding keberhasilan dalam mengurus rumah tangga. Sehingga tolok ukur kesuksesan perempuan kini telah bercabang, antara peran domestik, dan peran dalam karier, seperti yang telihat pada survei yang dilakukan Majalah Femina pada edisi 15-21 Februari 2014. Bahkan, tolok ukur kesuksesan pada karier menepati posisi pertama, bukan kesuksesan pada pernikahan dan anak. Tetapi, beberapa pakar mengatakan bahwa peran menjadi ibu rumah tangga merupakan peranan yang sangat penting dan memang tepat dijalani oleh perempuan. Peran sebagai ibu rumah tangga bukan lah peranan yang dipandang sebelah mata. Peran ini membutuhkan tenaga, waktu, dan kesabaran untuk menjalaninya, karena dalam peran ibu rumah tangga, perempuan harus memasak, mengurus anak, menyiapkan kebutuhan suami, dan sebagainya. Seperti yang dikatakan oleh Rini Laili Prihatini, Dosen Gender dan Pembangunan Universitas Islam Negeri Jakarta: “Jam kerja ibu rumah tangga itu jauh lebih panjang ketimbang jam bekerja suami atau yang bekerja dipublik. Coba kamu perhatikan, ibu kan bekerja jauh sebelum mata suami terbuka, atau mata anaknya terbuka, dia sudah bangun lebih dulu. Terus ibu akan tidur kalau setelah memastikan semua beres, anakanaknya, kebutuhan suaminya, dan semuanya. Artian jam kerja ibu rumah tangga itu luar biasa. Terus yang kedua, ibu rumah tangga 37
Saparinah Sadli, Berbeda tetapi Setara: Pemikiran tentang Kajian Perempuan, (Jakarta: Kompas Penerbit Buku, 2010), h. 33-34.
99
itu bukan sekedar manager keuangan ya, tapi dia memastikan anaknya, tumbuh kembang anak, gizi, dan sebagainya, itu pekerjaan yang berat. Sementara kalau yang di publik, itu adalah fokus pada satu item, sementara tidak yang lain-lainnya. Maka menurut saya ibu rumah tangga itu ibu yang hebat, perempuan yang memilih menjadi ibu rumah tangga itu saya salut sekali.”38 Begitu pun ustadz Felix, menyatakan bahwa Allah SWT telah menciptakan perempuan untuk dirumah. Hal ini dikatakan karena Allah SWT menciptakan perempuan dan laki-laki berbeda, perempuan dan lakilaki memiliki peranannya masing-masing, serta memiliki kelebihan dan kekurangan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Ia menjelaskan berdasarkan data, bahwa perempuan dapat mengerjakan beberapa hal dalam satu waktu atau multitasking, dan itu tidak terdapat pada laki-laki. Hal ini terjadi karena terdapat perbedaan struktur otak perempuan dan otak laki-laki, yaitu penghubung otak kanan dan otak kiri perempuan lebih tebal dari pada laki-laki.39 Dengan multitasking maka perempuan akan lebih mampu mengurus rumah tangga dibanding laki-laki. Perempuan akan mampu memasak sekaligus menonton televisi serta mengawasi anaknya dalam waktu yang bersamaan. Ustadz Felix pun menambahkan bahwa perempuan memiliki jangkauan pandangan yang luas, sehingga mereka mampu mengawasi seluruh sudut dan isi rumah. Berbeda dengan laki-laki yang memiliki jangkauan pandangan sempit yaitu satu titik di hadapannya.40
38
Wawancara pribadi dengan Rini Laili Prihatini, Dosen Gender dan Pembangunan UIN Jakarta, 10 Desember 2014. 39 Felix Siauw, Best Blessing for Women, Seminar Latihan Kajian Islam Intensif (LKII) ICMI, Los Angeles, diakses dari https://www.youtube.com/watch?v=-Z-bwzEysBk pada 8 Desember 2014, pukul 09.15 WIB. 40
Felix Siauw, Best Blessing for Women, Seminar Latihan Kajian Islam Intensif (LKII) ICMI, Los Angeles.
100
Selain itu, ada data yang menyatakan bahwa perempuan Itali membutuhkan bicara 20.000 kata/hari, perempuan Barat 17.000 kata/hari, sedangkan
laki-laki
hanya
7000
kata/hari.
Maka
ustadz
Felix
menyimpulkan bahwa perempuan telah dikaruniakan lebih banyak bicara daripada laki-laki. Hal itu dimaksud dengan banyak bicaranya perempuan akan membentuk karakter dan mempengaruhi perkembangan otak anak, dalam arti perempuan lebih mampu mendidik dan menjelaskan apa yang tidak dipahami oleh anak secara detil.41 Beberapa data yang dikatakan ustadz Felix di atas menjelaskan bahwa kontribusi peran perempuan dalam rumah tangga begitu besar. Bahkan dalam pandangan Islam perempuan merupakan pendidik utama bagi anak-anaknya. Sehingga perempuan harus mengutamakan urusan rumah tangganya, dan diperbolehkan beraktivitas jika urusan rumah tangga sudah dilaksanakan. Seperti yang dikatakan ustadz Zarkasih Ahmad: “Perempuan itu tidak ada larangan untuk beraktivitas di luar, tapi dengan catatan selama tugas dan fungsi pokoknya bisa dilaksanakan dengan baik. Nah, tugas dan fungsi pokok perempuan itu dalam pandangan Islam al ummu madrasatul ula, ibu adalah madrasah yang pertama bagi anak-anaknya, ibu adalah sekolah yang pertama bagi anak-anaknya. Kalau perempuan bisa melaksanakan fungsi ini, bisa melaksanakan fungsi sekolah yang pertama untuk anak-anaknya maka dia beraktivitas di luar itu tidak ada larangan. Tapi kalau aktivitas di luar sampai melalaikan dari tugas dan fungsinya sebagai madrasah yang pertama bagi anakanaknya, maka itu menjadi sesuatu yang dilarang.”42 Peran perempuan dalam rumah tangga memang sangat penting dan dibutuhkan untuk keseimbangan rumah tangga. Namun, karena tingkat pendidikan dan biaya kebutuhan yang semakin tinggi, tidak heran banyak 41
Felix Siauw, Best Blessing for Women, Seminar Latihan Kajian Islam Intensif (LKII) ICMI, Los Angeles. 42 Wawancara pribadi dengan ustadz Zarkasih Ahmad, 15 November 2014.
101
perempuan yang kini terjun ke ruang publik. Maka saat ini dapat ditemukan banyak perempuan yang berpenghasilan, berkarya, dan berkontribusi dalam bidang sosial, politik, dan bernegara. Sehingga terdapat beberapa peran yang dijalani secara beriringan. “Perempuan itu mau ada di wilayah domestik atau publik, itu bisa saja. Yang paling penting adalah kalau itu perempuan di manapun dia berpijak, dia harus mengambil keputusan pertama dengan sadar, kemudian dia mengambil keputusan dengan senang artian tanpa paksaan, dan memang bisa mengembangkan diri perempuan itu. Artian begini, mau dia berperan di domestik kalau dia mengambil secara sadar dan tanpa ada paksaan misalnya dari suami harus di domestik, dan dia dengan penuh sadar mengasuh anak-anaknya, itu menjadi tidak apa-apa bagi saya. Demikian juga kalau perempuan itu memutuskan untuk bekerja di publik.”43 Kesadaran dan kesenangan perempuan dalam menjalani perannya, akan berdampak positif untuk keseimbangan dalam hidupnya. Tentu saja hal ini juga karena perempuan diberi kesempatan untuk memilih perannya. Banyak pula peluang yang bisa dicapai perempuan seperti halnya pencapain
yang diraih laki-laki. Seperti yang dikatakan Tantan
Hermansyah, Dosen Sosiologi Universitas Islam Negeri Jakarta: “Tidak ada pembeda yang tegas antara peran sosial perempuan dan laki-laki. Artinya laki-laki dan perempuan itu berperan dalam dunia ini sama saja. Tuhan memberikan kita kesempatan yang sama, yang membedakan itu adalah hanya kamu sebagai perempuan, dan perangkat kita berbeda, hanya itu saja yang lain tidak ada. Apalagi urusan sosial, urusan spiritual, laki-laki perempuan mempunyai hak yang sama, punya kesempatan yang sama, punya peluang yang sama.”44 Perempuan memiliki kesempatan serta peluang yang sama dengan laki-laki. Dan memang saat ini banyak ditemui perempuan yang memilih
43
Wawancara pribadi dengan Rini Laili Prihatini, Dosen Gender dan Pembangunan UIN
Jakarta. 44
Wawancara pribadi dengan Tantan Hermansyah, Dosen Sosiologi UIN Jakarta, 15 Desember 2014.
102
menjadi ibu rumah tangga sekaligus berkarier. Tetapi, tujuan perempuan terjun ke ruang publik terbagi menjadi dua. Pertama, bertujuan untuk aktualisasi diri. Kedua, bekerja untuk mencukupi biaya kebutuhan hidup yang semakin tinggi, sehingga terpaksa perempuan bekerja secara maksimal. “Kalau perempuan bekerja karena ekonomi karena dia tidak ada pilihan, kalau dia tidak punya uang tidak bisa hidup, misalnya boleh jadi karena pasangan hidupnya atau suaminya tidak bekerja, atau dia single parent, jadi dia harus menutupi. Atau dia tidak single parent ada suami tetapi memang pendapatannya income-nya rendah. Jadi perempuan yang bekerja karena ekonomi, kalau dia tidak bekerja dia tidak survive, dia tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Sementara ada perempuan yang bekerja karena untuk aktualisasi diri, itu adalah perempuan kalau bekerja dia tidak terlalu memperhitungkan pendapatnya. Dia hanya mencurahkan dan membagikan keilmuannya kepada orang, kemudian dia bisa menyejahterakan orang banyak. Dia tidak terlalu pusing dengan dia mendapatkan apa, tapi dia bisa memberikan apa, itu yang aktualisasi. Itu biasanya perempuan yang pendidikannya tinggi, dia punya suami yang bisa menjamin kehidupannya, keluarganya.”45 Perempuan yang bekerja karena alasan ekonomi diperbolehkan menurut Aditya. Tetapi, terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi perempuan
yang
bekerja.
Seperti
menjaga
pandangan
dan
menyederhanakan penampilan. Syarat-syarat ini berdasarkan syariat Islam yang bertujuan untuk melindungi perempuan yang bekerja dalam publik dan menghindari perempuan dari hal-hal yang tidak diinginan. “Bila seperti itu maka tidak masalah selama kaidah-kaidah keIslaman tetap dijaga kuat, seperti tidak memakai wangi-wangian, tidak menggunakan attire yang mengundang perhatian, dan menundukkan pandangan kepada lawan jenis, tidak mengikuti pergaulan kantoran yang hedonis, namun segera pulang ke rumah bila waktu bekerja telah selesai. Bekerjanya perempuan untuk mencukupi kebutuhan keluarganya insyaallah berpahala bila
45
Jakarta.
Wawancara pribadi dengan Rini Laili Prihatini, Dosen Gender dan Pembangunan UIN
103
mengikuti kaidah-kaidah syara tersebut. Satu lagi, tidak berkhalwat dengan lawan jenis.”46 Tujuan perempuan memilih bekerja di publik salah satunya karena alasan ekonomi. Namun hal ini dibantah oleh ustadz Zarkasih. Menurutnya, dengan meyakini Allah, senantiasa ikhlas dan bersyukur, serta menjalankan perintah-perintah Allah. Maka segala kekurangan, khususnya masalah keuangan akan teratasi. Sehingga, Ia mengatakan bahwa perempuan yang bekerja karena alasan ekonomi adalah sebuah alasan klasik. “Sebenarnya itu hanya alasan klasik yang dicari-cari. Sebenarnya kalau kita berkeyakinan sama Allah, itu tidak ada manusia yang tidak dijamin rezekinya. Maka seorang perempuan, itu dia memiliki suami yang penghasilannya pas-pasan misalnya, kalau itu dia bisa menerima dengan ikhlas dan bisa mensyukuri, pasti itu bisa mencukupi. Jalannya dari mana ya Allah yang ngatur. Penghasilan boleh tidak cukup, tapi mungkin rezeki dari jalan-jalan lain yang tidak disangka-sangka itu bisa menutupi kebutuhan hidupnya. Jadi sebenarnya tidak ada alasan untuk mencari-cari alasan untuk membenarkan bahwa saya bekerja karena alasan ekonomi. Itu tadi hanya alasan klasik untuk pembenaran saja. Padahal kalau manusia sepenuhnya bertawakal pada Allah, dia melaksanakan yang Allah perintahkan, itu tidak ada kekurangan dalam hidupnya. Karena Allah sudah jamin rezekinya.”47 Begitu pula ustadz Felix menyampaikan, dalam Islam standar kebahagiaan itu bukan diukur karena materi. Standar kebahagiaan dalam Islam itu adalah memperoleh ridho Allah. Laki-laki dan perempuan memiliki jalurnya masing-masing untuk mengejar suatu piala, yaitu Allah.
46
Wawancara pribadi dengan Aditya Mulyadi, Aktivis Majelis Ilmu Ulama Muda Indonesia (MIUMI), 11 Desember 2014. 47 Wawancara pribadi dengan ustadz Zarkasih Ahmad.
104
Bukan piala materi yang hanya akan membuat laki-laki dan perempuan saling bersaing dalam memperebutkannya.48 “Perempuan dimuliakan dengan caranya sendiri, dengan apa yang dia miliki tidak harus dia sama seperti laki-laki. Perempuan dengan cerewetnya dapat pahala, perempuan dengan banyak omongnya dapat pahala.”49 Tetapi, ustadz Zarkasih menambahkan, jika terpaksa harus bekerja seperti single parent yang tidak lagi mendapatkan nafkah dari suami. Maka harus mencari kerja yang bisa membagi waktu, antara mengurus keluarga dengan bekerja. Tetapi memang harus perempuan lebih mengutamakan urusan keluarganya. Karena mengurus keluarga adalah tugas dan fungsi utama perempuan. “Maka yang ideal sebenarnya bagi seorang perempuan itu idealnya menjadi guru di sekolah, itu profesi yang sangat ideal. Karena profesi itu bisa membagi waktu, tidak habis waktunya untuk di luar rumah, tapi bisa disisakan untuk keluarga di rumah.”50 Peran perempuan dalam mengurus rumah tangga masih sangat diharapkan oleh beberapa pakar. Karena jika perempuan menjalankan beberapa peran dalam hidupnya, dikhawatirkan akan berdampak kuang baik terhadap kehidupan rumah tangganya. Dampak itu tidak hanya dirasakan oleh perempuan itu sendiri. Tetapi, juga suami dan anakanaknya. “Karena perempuan yang berkarier lebih banyak membawa mudharat kepada keluarga dalam jangka panjang. Waktu yang kurang, tingkat stress yang meningkat di luar, tidak fokus kepada
48
Felix Siauw, Best Blessing for Women, Seminar Latihan Kajian Islam Intensif (LKII) ICMI, Los Angeles. 49 Felix Siauw, Best Blessing for Women, Seminar Latihan Kajian Islam Intensif (LKII) ICMI, Los Angeles. 50 Wawancara pribadi dengan ustadz Zarkasih Ahmad.
105
keluarga hanya akan membawa keluarga kurang mendapat perhatian.”51 Maka dapat dilihat saat ini banyak perempuan yang berkorban, menguras tenaganya demi menjalani peran domestik dan karier secara beriringan. Dalam hal ini seharusmya perempuan mau bekerjasama dengan suami dalam hal urusan rumah tangga. Sehingga perempuan tidak merasa terbebani dan kelelahan dalam menjalankan perannya. Seperti yang diungkapkan Rini Laini: “Yang ada seperti ini, yang sering kali diterima oleh perempuan adalah double burden, beban kerja ganda. Beban kerja ganda itu, perempuan sudah capek, perempuan yang bekerja di publik ya, setelah sampai dirumah, kasus yang sering terjadi, dia tetap harus mengurus anak, memasak, mengurus kebutuhan suami dan sebagainya. Betul itu harus, tetapi kan disini posisinya sharing ya, anak itu kan juga anak suaminya, artinya pola asuh, diasuh bareng. Kan kemudian tidak salah istri bekerja suami bekerja, kan tidak salah ketika menyiapkan makanan bareng, atau siapa pun yang bisa lebih dulu.”52 Hal ini juga disetujui oleh ustadz Zarkasih, untuk melibatkan suami dalam pekerjaan rumah tangga. Suami dan istri memiliki kewajiban yang sama untuk mengurus rumah tangga. Sehingga tidak hanya perempuan saja yang bekerja keras dalam tugas rumah tangga. Tetapi, suami juga turut serta berkontribusi dan membantu istri dalam menyelesaikan tugas rumah tangganya. “Dalam hal itu bukan hanya boleh, memang seharusnya melibatkan suami. Dan suami seharusnya juga bisa memahami. Mereka itu harus saling tolong menolong, jadi tanggung jawab rumah tangga itu bukan hanya jadi kewajiban istri, tapi juga kewajiban suami. Termasuk mengurus anak, tidak salahnya suami
51
Wawancara pribadi dengan Aditya Mulyadi, Aktivis Majelis Ilmu Ulama Muda Indonesia (MIUMI). 52 Wawancara pribadi dengan Rini Laili Prihatini, Dosen Gender dan Pembangunan UIN Jakarta.
106
memandikan anak, memakaikan baju, itu tidak ada salahnya, dan memang sebaiknya seperti itu.”53 Peran suami dalam keluarga bukan hanya sebagai pencari nafkah semata. Tetapi, peran suami sangat penting dalam penanaman nilai pada diri anak, untuk mengembangkan karakter anak. Seperti yang dikatakan Aditya Mulyadi: “Untuk melibatkan suami dalam pengasuhan anak sangatlah penting, terutama dalam aspek Islam. Al ummu madrasatul ula memang benar, namun peran ayah dalam mengembangkan karakter tidak dapat dipisahkan. Dalam banyak teori akan kemaskulinitas, faktor utama gay atau homo itu terjadi, diakibatkan adanya jarak yang jauh antara ayah dan anaknya, atau umumnya disebut “Daddy’s hunger”. Peran ayah bukan hanya sebagai pencari nafkah, tetapi juga sebagai pemimpin atas istri-istrinya (mengajari/membina/mendidik agar istri-istrinya dapat meneruskannya ke anak-anaknya) dan pemberi contoh teladan kepada anak-anaknya. Tanpa ikatan yang kuat komponen keluarga, dalam hal ini ayah, maka sulit sebuah keluarga dapat mewujudkan perkembangan psikologis yang baik bagi anak-anaknya.”54 Maka, suami dan istri harus sama-sama berusaha dalam menjalani tugas rumah tangganya, begitu pula dalam hal mengasuh anak. Perempuan boleh beraktivitas di publik tetapi dengan catatan urusan rumah tangganya terselesaikan, dan adanya batasan-batasan yang harus diketahui. Hal ini diterima oleh masyarakat untuk kebaikan dan keseimbangan kehidupan sebuah rumah tangga. Sehingga perempuan dapat menjalani kariernya, tanpa harus kehilangan waktu bersama anaknya. “Masa depan kehidupan kita itu ada di anak-anak. Memberikan hak anak dua jam perhari misalnya dari seorang ayah, itu lebih berharga dari belasan juta uang yang dikasih. Apalagi waktu dari seorang ibu, karena anak-anak cenderung lebih dekat dengan ibu.”55 53
Wawancara pribadi dengan ustadz Zarkasih Ahmad. Wawancara pribadi dengan Aditya Mulyadi, Aktivis Majelis Ilmu Ulama Muda Indonesia (MIUMI). 55 Wawancara pribadi dengan Tantan Hermansyah, Dosen Sosiologi UIN Jakarta. 54
107
Sebesar apapun cita-cita perempuan dalam karier, pasti bisa diraih oleh setiap perempuan manapun. Namun, tugas orang tua dalam memberi perhatian dan waktu pada anak tidak bisa digantikan oleh apapun, baik itu pengasuh atau pun uang. Maka banyak kalangan yang menyarankan perempuan untuk tidak ambisius dalam berkarier. Karena suksesnya perempuan dalam berkarier, ada dampak yang terjadi kepada keluarganya. Peran sosial perempuan yang terkonstruksi dalam masyarakat tidak secara penuh mendukung perempuan untuk bekerja mencari penghasilan seperti laki-laki. Walaupun perempuan merasa senang akan pilihannya untuk bekerja, tentu mereka harus sadar akan tanggung jawabnya di rumah, salah satunya mengasuh anak. Begitu pun dalam Islam perempuan disebutkan sebagai al ummu madrasatul ula, perempuan sebagai pendidik utama dari anak-anak, karena orangtua merupakan pembentuk karakter utama dari anak-anaknya. Seperti hadits Rasulullah SAW yang mengatakan Kullu mauludin yuladu’alal fitrah, fa abawaihi yuhaiwidani, au yunas-shirani, au yumajjisani, yang artinya “setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, namun kedua orang tuanya yang membuatnya Yahudi, Nashrani, atau Majusi.” Dapat disimpulkan bahwa anak itu adalah amanat yang fitrah dari Allah SWT. Jika anak dibekali dan diajarkan oleh orang tua yang baik, maka akan menghasilkan anak-anak yang baik. Sebaliknya, jika anak dibekali dan diajarkan oleh orang tua yang buruk, maka akan menghasilkan anak-anak yang buruk pula.
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan Terlihat pada rubrik Liputan Khas Sukses di Mata Kami pada majalah Femina edisi 15-21 Februari 2014, adanya konstruksi terhadap peran sosial perempuan secara luas, terlihat dari struktur teks dalam artikel Sukses di Mata Kami, majalah Femina menggambarkan perempuan masa kini lebih pandai dan percaya diri dalam menentukan perannya antara peran domestik dan peran karier. Perempuan saat ini juga telah memposisikan
keberhasilan
peran
dalam
keluarga
setara
dengan
keberhasilan berkarier, sehingga berperan mengurus keluarga bukan lagi tolok ukur keberhasilan yang paling utama. Hal ini terkait dengan adanya faktor ekonomi dan taraf pendidikan yang semakin tinggi. Dilihat dari kognisi sosial, penulis artikel Sukses di Mata Kami memiliki latar belakang pengetahuan yang luas mengenai isu gender, sehingga ia memahami apa yang telah disampaikan. Penulis artikel Sukses di Mata Kami dalam melihat konteks sosial yang ada berpandangan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki potensi yang sama dalam memilih karier. Tetapi, perempuan selalu dituntut untuk sangat baik dalam peran rumah tangga, sementara perempuan juga ingin mengembangkan kariernya. Maka, perempuan diharuskan fokus terhadap apa yang telah dipilihnya,
tanpa
harus
memikirkan
bagaimana
budaya
telah
mengkonstruksi peran perempuan. Penulis artikel juga menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan merupakan partnership, sehingga perempuan
108
109
boleh melibatkan laki-laki dalam hal pembagian peran dalam rumah tangga. Dalam konteks sosial, terdapat pemahaman bersama bahwa tidak ada larangan jika perempuan ingin beraktivitas di ruang publik. Tetapi, ada beberapa syarat dan batasan tertentu yang harus diketahui perempuan. Perempuan memiliki hak untuk bermasyarakat, berkarier, berpendidikan, juga kewajiban berperan sebagai ibu rumah tangga dan istri. Selain itu, perempuan boleh melibatkan suami dalam hal tugas rumah tangga, salah satunya mengasuh anak. Karena tanggung jawab rumah tangga merupakan tanggung jawab bersama. B.
Saran Peneliti menyampaikan beberapa saran yang berkenaan dengan artikel peran sosial perempuan Sukses di Mata Kami, sebagai berikut: 1. Kepada praktisi media massa agar lebih memperhatikan penggunaan teks atau bahasa dalam hal penyajian sebuah isu pemberitaan. Karena, informasi-informasi di media massa seringkali menjadi rujukan masyarakat. 2. Kepada wartawan media massa untuk tidak berpihak oleh satu gologan, diperlukan keseimbangan dalam mengambil sebuah fakta pada suatu pemberitaan. 3. Kepada praktisi keilmuan untuk tidak hanya melihat konteks secara umum, tetapi mempeluas pengetahuannya terutama dalam aspek Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Alfatih. Al-Qur’anul Karim: Mushaf Terjemah Aminah. Jakarta: PT Insan Media Pustaka. 2010. Bakry, Nazar. Tuntutan Praktis Metodelogi Penelitian. Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya. 1994. Basiron, Bushrah. Wanita Cemerlang. Johor Baru, Malaysia: Unirversiti Teknologi. 2006. Bodgan, Robert dan Taylor, Steven J. Introduction to Qualitative Research Methods: A Phenomenological Approach to the Social Sciences. New York: John Wiley & Sons. 1975. Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Discourse Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada Media. 2008. Effendy. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Rosdakarya. 2006. Eriyanto. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta: LKiS. 2007. Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS. 2012. Henslin. Sosiologi dengan Pendekatan Membumi, Jilid 1. Jakarta: Erlangga. 2007. Ihromi, Omas. Wanita Bekerja dan Masalah-Masalahnya. Jakarta: Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita. 1990. Latifa, Nur, U.S. Perempuan Dalam Majalah Perempuan Muslim. Jurrnal Kajian Tentang Perempuan. Vol. 2, No. 1. Juni 2010. Manuaba, Putera. Memahami Teori Konstruksi Sosial. Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik. Vol. 21, No. 3-221-230. 9 May 2011. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2009. Muri’ah, Siti. Nilai-Nilai Pendidikan Islam dan Wanita Karier. Semarang: Rasail Media Group. 2011. Nazin, Moh. Metode Penelitian. Bandung: Ghalia Indonesia. 1999. Ngangi, Charles, R. Konstruksi Sosial dalam Realitas Sosial. Jurnal Vol. 7, No. 2.
Mei 2011.
110
111
Patton, Michael Quinn. Qualitative Research and Evaluation Methods, 3rdEdition.
Thousand Oaks, California: Sage Publications, Inc. 2002. Quail, Dennis Mc. Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung: Erlangga. 1996. Sa’idah, Najmah, dan Khadijah, Husnul. Revisi Politik Perempuan. Bogor: Idea
Pustaka Utama. 2003. Sadli, Saparinah. Berbeda tapi Setara. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. 2010. Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Qur’an, cet ke-13. Jakarta: Mizan Pustaka. 1996. Sobur, Alex. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: Rosdakarya. 2009. Sumardi dan Evers. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok Edisi Revisi. Jakarta: CV Rajawali Citra Press. 1982. Tong, Rosemarie Putnam. Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada Arus Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta: Jalasutra. 2008. Prabuningrat, Ray Sitoresmin. Sosok Wanita Muslimah Pandangan Seorang Artis. Yogyakarta: Tiara Wacana. 1993. Van Dijk, Teun A. News as Discourse. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates. 1988. Yurnaldi. Kiat Praktis Jurnalistik. Padang: Angkasa Raya. 2007.
Referensi Majalah Sukses di Mata Kami, Femina, 15 – 21 Februari 2014.
Referensi Internet Depdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia: http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php. 2014.
Daring.
diakses
dari
Poerwandari, Kristi. Perempuan dan Konstruksi Jender. diakses dari http://female.kompas.com/read/2012/03/08/09431482/Perempuan.dan.Konstruksi. Jender. pada tanggal 21 Agustus 2014, pukul 09.45 WIB.
112
Siauw, Felix. Best Blessing for Women, Seminar Latihan Kajian Islam Intensif (LKII) ICMI, Los Angeles. https://www.youtube.com/watch?v=-Z-bwzEysBk. pada 8 Desember 2014, pukul 09.15 WIB. Syarbini, Amirullah. Gender dan Peranan Wanita Perspektif Al-Qur’an. diakses dari http://syaamilquran.com/gender-peranan-wanita-perspektif-al-quran.html. pada tanggal 25 Agustus 2014.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
113
TRANSKRIP WAWANCARA 1 Nama Narasumber
: Rully Larasati
Jabatan
: Penulis, Redaktur Eksekutif Bidang Feature
Tanggal Wawancara : 19 November 2014 Jenis Wawancara
: Wawancara Langsung
Apa yang melatarbelakangi pengangkatan tema kesuksesan peran perempuan? Jadi memang pertama kali ada survei yang ada di majalah ini ya. Jadi sebenarnya kalau misalnya kita selalu bilang kalau sukses untuk perempuan Indonesia kebanyakan mengatakan sukses itu kalau keluarganya benar, iya itu memang Timur sekali kan. Tapi ternyata, begitu ada survei dari LinkedIn itu kita lihat ternyata sudah mulai bergeser, sukses itu tenyata tidak melulu soal keluarga ko. Ketika ia sukses di karier itu bukan lagi suatu dosa, itu tidak apa-apa, dan ketika ia mulai menomorduakan keluarga, nomor duanya juga tanda kutip, itu juga tidak apa-apa. Saya juga melihat perempuan-perempuan sekarang itu sudah memiliki pilihan yang lebih banyak dan mereka sudah tidak takut untuk bersuara. Jadi dari situ kita ingin lihat sebetulnya benar atau tidak sih ada survei ini dengan affectnya seperti apa sih. Kembali lagi itu kan survei yang dilakukan global ya, dunia kan. Sementara Indonesia kita tau sendiri dia punya akarnya itu kan beda ya, dunia Timur sekali, selalu perempuan ada di dua kaki kan, di karier dan juga adat di Timurnya itu. Jadi memang itulah kenapa pingin diangkat sebenarnya perempuan Indonesia itu lagi dimana. Kenapa judul yang diambil Sukses di Mata Kami? Karena ini kan Femina, majalah untuk perempuan, jadi di mata kami memang adalah kami mewakili dari perempuan yang ada di Indonesia. Jadinya kepinginnya sih sukses di mata kami itu merepresentasikan perempuan Indonesia yang urban, usia 25 – 35 sesuai target Femina dengan segmennya dari tingkat ekonominya menengah ke atas dan masyarakat urban. Jadi saya memang tidak bicara soal masyarakat di daerah desa, pelosok di NTB misalnya, saya tidak bicara soal itu. Karena kita memang fokusnya adalah majalah gaya hidup, majalah perempuan life style. Bagaimana alur berita yang ada di Femina mulai dari ide awal sampai menjadi sebuah artikel? Kalau di Femina sendiri sebelum kita menentukan suatu tema ini, ada rapat dulu. Pertama di Femina itu ada tiga divisi besar, ada divisi feature, kemudian ada divisi fashion & beauty atau mode kecantikan, selanjutnya divisi
113
boga. Saya di bagian feature, nah di feature itu sebelum kita masuk di sini jadi kita ada rapat input ide dulu dari teman-teman sesama feature, di situ ditentukan “kamu ada ide apa nih untuk rubrik Liputan Khas?”, kemudian kita kumpulkan, dan diusulkan untuk masuk dalam rapat daftar isi. Nah rapat daftar isi itu dari tiga divisi ini bertemu dengan pemimpin redaksi, periklanan, lalu kita bicarakan temanya ini setuju atau tidak, bisa masuk untuk iklan atau tidak, ya sudah nanti itu di plot untuk edisi sekian nomor sekian, dari situ masuk lah ke edisi ini. Bagaimana menentukan topik berita seperti judul, lead, narasumber, dan responden? Apakah keputusan penulis atau ditentukan pihak lain? Kalau alurnya saya, tapi saya akan diskusi dulu dengan editor, jadi kami kan punya editor. Editor itu bisa siapa aja, kita bisa gentian, jadi saya bisa satu hari di rubrik A jadi editor, tapi di rubrik lain saya bisa jadi penulisnya. Tapi nanti diskusikan dulu arahnya mau kemana, biasanya sih sudah ada di otak saya, saya akan menulisnya dengan tema ini, saya akan menghubungi narasumbernya ini, “oke tidak?”. Akhirnya setelah itu saya menentukan sosiolognya siapa yang kirakira pas dengan tema ini, karena ini ada persoalan tentang gender juga, saya mencari sosiolog yang memang spesifiknya di gender, begitu juga dengan psikolognya, psikolognya juga pinginnya yang punya wawasan gender juga. Sedangkan untuk memilih responden-responden di dalamnya, saya dibantu saya temen. Jadi ada namanya newsgather, newsgather itu yang bertugas, nanti dia akan bertanya kepada saya, maunya dengan siapa, oh saya maunya dengan perempuan yang begini, nanti dia akan cari respondennya itu. Kenapa artikel Sukses di Mata Kami berada pada rubrik Liputan Khas? Kalau dilihat feature itu di daftar isi ada Anda dan Dia biasanya tentang relasi, Profil, Rupa-Rupa, Acara, Oleh-Oleh itu lebih ke jalan-jalan. Artikel feature itu sendiri harus diingat, artikel feature adalah yang kita bicara soal nonbeauty and fashion, untuk beberapa majalah mungkin kuliner bisa masuk di bagian feature, tapi karena kami punya divisi sendiri jadi kuliner kita kesampingkan. Nah kenapa feature ini di Liputan Khas? di Femina itu kalau ada satu isu yang istilahnya cukup berat untuk memotret satu fenomena, satu tren dengan ulasan dari entah sosiolog, entah psikolog, atau mungkin karena kita mengulas tentang obat-obatan dari Departemen Kesehatan atau LKI, itu akan masuk pada rubrik Liputan Khas. Liputan yang berat tapi dikemas dengan cara bertutur ala life style, tapi akan membuat orang berpikir, “oh ada isu ini terus kita ngapain ya?”. Mengapa Anda mengaitkan artikel peran perempuan dengan subjudul Dihambat Negara? Kalau misalnya kita lihat ya di sini kenapa sampai dihambat Negara?, karena ada satu isu yang dibahas adalah ketika perempuan bekerja, kita tidak memiliki supporting system yang cukup baik dari Negara, mengenai perlindungan anak. Kalau di luar negeri punya day care yang disubsidi oleh Negara. Kalau
113
misalnya kita lihat ya, teman saya tuh di Perancis, di Perancis itu untuk tempat penitipan anak tidak main-main loh. Bahkan, mereka juga dibiayai oleh Negara, day care-day care yang dibiayai Negara. Sehingga si ibu bisa menitipkan anaknya dengan tenang sementara ibu bisa bekerja. Kalau kita di sini tidak kan, beruntung lah kalau mendapat pembantu atau babysitter yang bagus. Sekarang saja banyak babysitter jahat-jahat. Bayangkan seorang ibu yang dia harus konsentrasi di kerjaan terus dia harus konsentrasi anak saya selamat atau tidak ya dengan pembantu atau babysitter yang katanya terpercaya tapi tidak juga. Bagaimana seorang ibu itu bisa maksimal di kantornya ketika dia tidak disupport oleh Negaranya itu ya. Kita bicara soal supporting system-nya itu ya. Beruntung kalau punya keluarga, tapi bayangkan juga banyak juga perantau di sini, ibunya di mana, kakaknya di mana, jadi tidak bisa dititipkan anaknya. Jadi itulah yang dipikirkan, harusnya kalau memang Negara mendukung perempuan untuk maju, pasti dong kan. Kita bisa lihat perempuan sudah banyak yang hebat, yang jadi direktur ada, presiden sudah pernah, menteri sekarang banyak sekali. Jadi posisi-posisi strategis perempuan yang harusnya dia bisa melaju akhirnya harus mundur deh karena tidak ada yang mengurus anak. Padahal dia punya potensi yang sama dengan pria. Di Singapur ada teman cerita, kita di sini ada daycare yang peduli, dan pemerintah akan inspeksi juga, ini daycare-nya benar atau tidak. Sekarang kan lebih banyak swasta, itu pun juga sepertinya tidak ada peraturan pemerintah yang khusus. Kenapa Anda memberi grafis berbeda pada subjudul Dihambat Negara? Apakah menurut Anda pembahasan ini penting? Karena kalau kita berbicara hierarki penulisan, ini sebenarnya ide yang penting tetapi kalau dimasukkan ke dalam satu penulisan ini tidak masuk. Dan memang betul ini menjadi suatu highlight tertentu. Benar tidak sih, isu ini sangat penting, Negara posisinya di mana sih. Sehingga saya merasa ini penting untuk oke kita keluarkan dari isi tulisan ini, karena di artikel lebih banyak curhatnya dan ulasan dari pakarnya. Sejauh mana pemahaman Anda tentang tema yang diangkat? Saya sudah tertarik isu gender sejak SMA mungkin ya, kebetulan sekolah saya dulu perempuan semua, jadi memang kita sudah dapat bocoran duluan tentang isu gender itu gimana sih persamaan laki-laki dan perempuan seperti apa, dan kebetulan juga karena sekolah perempuan semua karena tidak ada laki-laki dari soal angkat-angkat barang sudah dilakukan sendiri, jadi kita seperti tidak punya partner gitu. Kemudian ketika kuliah juga pengetahuan itu semakin banyak karena saya kuliahnya di Sastra Jerman. Kalau di kampus ya, kampus itu kan suatu ruang yang sangat bebas ketika mencari informasi apa saja akan dikasih. Dan saya memang tertarik pada isu gender itu, feminisme itu saya tertarik karena secara personal ya,
113
kita punya kesempatan yang sama tapi kenapa seakan-akan perempuan ini selalu menjadi kelas nomor dua. Kalau personal saya sih banyak baca sama hal-hal seperti itu, kebetulan juga dapat narasumber yang tepat, sadar gender feminis, sehingga saya mungkin tidak begitu tau banyak, karena masa kuliah juga sudah lama sekali. Begitu bertemu dosen, sosiolog ini kan dosen UI, jadi terbuka lagi, dan mau belajar lagi. Kapan Anda mulai merasakan adanya perbedaan antara perempuan dan laki-laki? Sejak kecil atau setelah dewasa? Saya itu anak perempuan satu-satunya, dari empat bersaudara. Jadi saya selalu merasa dibedakan. Saya masih ingat almarhum ayah saya pernah mengatakan “Kamu tuh dari kecil sudah feminis, memang kamu tidak ingat?”. Waktu saya kelas tiga SD, kakak adik saya pakai celana panjang, saya harus pakai rok. Saya bilang, “Kenapa saya tidak boleh pakai celana panjang?”, jadi dari situ sudah sadar ada perbedaan dan saya tidak mau dibedakan. Apakah menurut Anda tema yang dibahas menggambarkan permasalahan perempuan? Kalau di masyarakat urban iya, karena struggling untuk masalah soal bekerja dan dirumah itu sekarang ini masih ya. Kalau kita lihat masyarakat di perdesaan itu mereka sudah dari dulu perempuan dan laki-laki tidak ada bedanya. Dalam arti begini, perempuan pun bertani loh, sama kan?. Mereka bekerja dan mereka tidak ribut siapa mengurus anak atau apapun. Mereka tuh sudah lebih advance, untuk itu mereka bekerja. Tetapi masalah masyarakat di perkotaan ini adalah jadi harus seperti dipisahkan gitu. Kalau dilihat lagi, saat ini malah trennya lebih ke kelompok ibu-ibu yang komentar dengan mama-mama yang bekerja, mama-mama bekerja juga komentar dengan ibu rumah tangga. Karena masyarakat urban memang unik-unik ya, seperti ada keharusan untuk memilih. Jadi ini akan terus menjadi suatu isu, ketika, balik lagi sudut pandang apa sih yang pingin kita angkat. Karena ya memang si mama bekerja merasa peran ibu rumah tangga itu kurang penting, “Kamu kan sudah kuliah tinggi-tinggi, ngapain kamu jadi ibu rumah tangga”, sementara ibu rumah tangga, “ngapain sekolah tinggi-tinggi, kalau anak tidak benar”. Jadi selalu ada pergesekan di situ. Menurut Anda peran perempuan yang ideal seperti apa? Saya sih akan bilang there is nothing like ideal, ideal itu tidak ada. Karena saya melihat boleh sekali ko, ketika si perempuan memilih untuk menjadi full perempuan bekerja, kemudian dia akan meminta bantuan pasangannya untuk mengurus rumah tangga, dan itu tidak apa-apa. Walaupun itu ada yang komentar kan, “ga mungkin kan suamimu masa di rumah aja jadi papa rumah tangga ngapain?”, ada loh itu ada yang terjadi dan tidak apa-apa. Tapi memang saya mesti akui pure pressure-nya itu besar sekali di Indonesia, jadi agak susah. Kalau menurut saya sih, ketika si perempuan ini happy melakukan apa yang dia inginkan. Kemudian mendapat support dari pasangannya, dari keluarganya, itu sih perempuan ideal ya. Saya tidak bilang dia harus jadi
113
nomor satu di pekerjaan, jadi ibu rumah tangga yang hebat dan di idolakan anakanaknya. Misalkan pulang kerja semalam apapun dia harus nemenin anaknya belajar, ih tidak juga, kasihan dong. Dia kapan ada waktu untuk istirahat untuk dirinya sendiri. Kembali lagi itu adalah prioritas dari masing-masing perempuan bekerja ini. Jadi saya sih, apapun yang mereka lakukan atas pilihan mereka, saya bilang itu menjadi ideal untuk mereka. Karena saya percaya, ini tuh sangat unik ya, tidak usah jauh-jauh, ketika kita berada di sini saja ada beberapa yang “saya pokoknya career oriented, saya punya asisten yang sangat bagus di rumah, dan anak baik-baik saja”. Dan ada beberapa yang “hm.. aku kayakanya karierku tidak apa-apa deh biasa saja, yang penting aku bisa pulang cepat, aku bisa temani anakku belajar”, ya tidak apa-apa juga. Atau ada yang juggling dua-duanya, ada juga yang mama ambisius, karier oke, tapi anak harus nomor satu, sebisa mungkin menemani anak pas pulang kerja mengerjakan tugas, harus dipegang sendiri, boleh. Tapi ini dia PR berikutnya, jangan sampai perempuan-perempuan ini jadi burn-out, jadi capek sekali karena merasa semua beban di dia. Padahal kalau dia mau share dikit saja dengan pasangannya. Nah, ini juga yang saya rasa ya, perempuan itu gitu deh, maunya semua dipegang sendiri dan tidak mau share dengan pasangannya. Mungkin sebenarnya pasangannya akan membantu ya, asal diomongin. Tapi harus dilihat pasangannya juga sih. Apa Anda menolak budaya patriarki yang mana menempatkan perempuan di nomor dua? Kalau menolak sih tidak, tapi saya lebih kepingin gini, patriarki itu adalah pria yang dominan, saya juga tidak pro patriarki juga. Karena kalo kita lihat juga di Padang patriarki tuh tetep si pengambil keputusannya adalah pamannya, tetap pihak laki-laki yang mengambil keputusan, jadi bukan si perempuan itu sendiri juga, tapi untuk soal warisan tidak. Anyway, saya lebih senang mengatakan partnership ya antara perempuan dan laki-laki, dalam arti kita berdua punya paham yang sama, sama-sama bisa menjadi kepala rumah tangga, sama-sama bisa mencari nafkah apalagi sekarang kebutuhan hidup sangat tinggi ya, kadangkadang dalam suatu keluarga mengandalkan satu penghasilan tuh tidak cukup pada akhirnya si perempuan memang harus bekerja. Bagaimana sih sebenarnya kita bisa bekerjasama laki-laki dan perempuan sehingga kita jalannya bisa enak, tapi itu memang yang menjadi kesulitan. Tetapi ketika mereka sama-sama saling menyadari peran yang sama ketika istri lagi sibuk di kantor ayahnya dengan senang hati mengurus anak atau misalnya berkompromi untuk secara bergantian mengurus anak, hal-hal itu sih yang saya lebih senengnya bilang partnership. Bukan menolak patriarki tapi saya akan menolak patriarki kalo dia memang superior terus dia menganggap rendah perempuan, saya sih menolak itu. Apa Anda mengetahui respon artikel tersebut dan pengaruh pada masyarakat?
113
Responnya beberapa positif tapi memang selalu ada yang tidak suka dengan hal ini, tapi itu biasa ya, 50:50 lah. Pengaruhnya kalau dilihat dari sosial media, kami kan mempunyai twitter dan facebook jadi ada artikel yang pasti nanti akan kita angkat. Kalau kita menyangka perempuan Indonesia sudah sangat maju, ternyata tidak juga. Ada perempuan-perempuan yang memang cenderung untuk menempatkan dirinya menjadi warga kelas dua, itu mungkin berkaitan dengan statement “pemimpin keluarga ya laki-laki, saya ya di sini di kelas dua”. Jadi ketika kita bilang perempuan harus bisa mikir, ya ngga juga karena mereka memiliki latar belakang pengetahuan yang berbeda dan mengatakan itu sebagai suatu kodrat, dan menurut saya itu tidak. Bagi saya sih we can’t place everybody, saya tidak bisa menyenangkan semua orang, this is my opinion if you don’t agree with it, ya tidak apa-apa. Dalam pemberitaan biasanya mengambil suatu fenomena yang terjadi dalam masyarakat, fenomena apa yang mendasari pengangkatan tema ini? Urusan perempuan itu seperti tidak ada habis-habisnya, seperti yang saya kutip dari Ibu Lugina “Perempuan itu kalo kita lihat dari sejarahnya, perempuan itu sudah maju sekali”. Pada zaman dahulu, di Boston Marathon perempuan tidak boleh ikut marathon, ternyata ada foto yang memperlihatkan perempuan yang sedang ikut marathon dan ditarik karena tidak boleh ikut perlombaan. Tapi sekarang kita bisa lihat banyak perempuan bisa ikut marathon. Kemudian, ketika pria sudah lebih dulu menjadi astronot, perempuan terus mengejar dan bisa menjadi astronot. Atau ketika zaman Ibu Kartini, perempuan tidak boleh belajar tiba-tiba dalam prosesnya berubah. Sekarang ini sepertinya laki-laki di situ saja, laki-laki selalu mendapat free filled, boleh sekolah boleh apa. Perempuan ini sudah mengejar bahkan sudah seperti melampaui dari itu, tetapi kenapa setelah perempuan sudah melampaui selalu dia menjadi kelas dua dan kita selalu struggling. Pesan apa yang disampaikan kepada pembaca? Perempuan kalo misalnya punya suatu keinginan dan dia merasa senang untuk itu, dia harusnya lebih percaya diri dalam menjalaninya, tetapi berat sekali di Indonesia apapun akan dikomentari. Jadi, kalo kamu perempuan dan kamu percaya diri dengan hal itu lakukan saja tapi itu untuk sesuatu yang baik ya, maksudnya jangan jadi merugikan orang lain. Kalau dia merasa senang dengan dirinya sendiri dengan pilihan-pilihan dia untuk tetap menjadi wanita karir misalnya tidak apa-apa jalani saja tapi jangan lupa komunikasikan dengan partner. Apa harapan Anda kepada pembaca setelah membaca artikel Sukses di Mata Kami? Perempuan bisa lebih percaya diri untuk memperjuangkan, menyuarakan yang dia suka, apa yang membuat dia nyaman, itu sih harapannya. Jangan takut untuk ada pure pressure itu akan sangat berat dan orang yang ngomongin kamu itu tidak memberi kamu makan, jadi tidak usah menyenangkan semua orang.
113
Kalau kamu merasa bisa berkarir dengan sangat baik, kenapa tidak. Urusan anak mungkin bisa minta bantuan sama orang lain tapi kalau kamu merasa anak itu segalanya dan juga berkarir maka tetap dijalankan tanpa mengeluh, tidak iri dengan yang lain, that’s your choice, try to lived it.
113
TRANSKRIP WAWANCARA 2
Nama Narasumber
: Rini Laili Prihatini
Jabatan
: Dosen Gender dan Pembangunan UIN Jakarta
Tanggal Wawancara : 10 Desember 2014 Jenis Wawancara
: Wawancara Langsung
Menurut Anda bagaimana seharusnya peran sosial perempuan? Apakah perempuan hanya diperbolehkan berperan dalam ruang domestik, atau perempuan boleh terjun ke ruang publik? Perempuan itu mau ada di wilayah domestik atau publik, itu bisa saja. Yang paling penting pertama adalah kalau itu perempuan di manapun dia berpijak, dia harus mengambil keputusan pertama dengan sadar, kemudian dia mengambil keputusan dengan senang artian tanpa paksaan, dan memang bisa ngembangkan diri perempuan itu. Artinya begini mau dia berperan di domestik kalau dia mengambil secara sadar dan tanpa ada paksaan misalnya dari suami harus di domestik, dan dia dengan penuh sadar mengasuh anak-anaknya, itu menjadi tidak apa apa bagi saya. Demikian juga kalau perempuan itu memutuskan untuk bekerja di publik. Karena begini bagi saya ya, kalau ditanya perempuan yang hebat itu seperti apa? bagi saya ibu rumah tangga itu adalah perempuan yang hebat, kenapa? karena jam bekerja ibu rumah tangga itu jauh lebih panjang ketimbang jam bekerja suami atau yang bekerja dipublik. Coba kamu perhatikan, ibu kan bekerja jauh sebelum mata suami terbuka, atau mata anaknya terbuka, dia sudah bangun lebih dulu. Terus ibu akan tidur kalau setelah memastikan semua beres, anak-anaknya, kebutuhan suaminya, dan semuanya. Artian jam kerja ibu rumah tangga itu luar biasa. Terus yang kedua, ibu rumah tangga itu bukan sekedar manager keuangan ya, tapi dia memastikan anaknya, tumbuh kembang anak, gizi, dan sebagainya, itu pekerjaan yang berat. Sementara kalau yang di publik, itu adalah fokus pada satu item, sementara tidak yang lain-lainnya. Maka menurut saya ibu rumah tangga itu ibu yang hebat, perempuan yang memilih menjadi ibu rumah tangga itu saya salut sekali. Sekarang yang harus bagaimana, mau di domestik di publik, bagi saya dua-duanya pilihan yang baik. Ketika perempuan menyadari dampaknya, akibatnya, terus tadi dia memilih dengan suka hati tanpa ada paksaan, tidak harus domestik atau publik. Nah, kemudian memang tidak semua perempuan mungkin beruntung. Jadi dalam bekerja perempuan itu ada dua ya, ada perempuan bekerja karena ekonomi, ada perempuan bekerja karena aktualisasi. Kalau perempuan
113
bekerja karena ekonomi karena dia tidak ada pilihan, kalau dia tidak punya uang tidak bisa hidup, misalnya boleh jadi karena pasangan hidupnya atau suaminya tidak bekerja, atau dia single parent, jadi dia harus menutupi. Atau dia tidak single parent ada suami tetapi memang pendapatannya income-nya rendah. Jadi perempuan yang bekerja karena ekonomi, kalau dia tidak bekerja dia tidak survive, dia tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Sementara ada perempuan yang bekerja karena untuk aktualisasi diri, itu adalah perempuan kalau bekerja dia tidak terlalu memperhitungkan pendapatnya. Dia hanya mencurahkan dan membagikan keilmuannya kepada orang, kemudian dia bisa menyejahterakan orang banyak. Dia tidak terlalu pusing dengan dia mendapatkan apa, tapi dia bisa memberikan apa, itu yang aktualisasi. Itu biasanya perempuan yang pendidikannya tinggi, dia punya suami yang bisa menjamin kehidupannya, keluarganya. Untuk perempuan yang ada memang itu tadi, belum semua perempuan kalaupun bekerja di publik, mungkin memang harus memilah karena aktualisasi atau karena ekonomi. Jadi bagi saya dimanapun pilihan perempuan bekerja, asal tinggal diukur saja, diukur dengan kemampuan diri yang paling penting, kemudian dia bahagia mengambil dengan sadar dan tanggung jawab. Kalau itu untuk menjawab pertanyaan lebih baik di publik atau di domestik, bagi saya sama saja. Tetapi, karena masing-masing tidak bisa ditakar seimbang, karena dua-duanya punya tingkat kesulitan dan fungsi masing-masing. Kalau pun perempuan juga di domestik dan publik, bagaimana dengan mengasuh anak? Dalam pernikahan itu kan ada perjanjian pernikahan ya, nah itu kan sebenarnya adalah perjanjian pernikahan antara calon suami dan calon istri ya. Artinya nanti bagaimana bagaimana, termasuk terhadap pola asuh anak. Menurut saya tidak menjadi alasan kalau perempuan bekerja kemudian anak diabaikan, tidak seperti itu. Yang ada seperti ini, yang sering kali diterima oleh perempuan adalah double burden, beban kerja ganda. Beban kerja ganda itu, perempuan sudah capek, perempuan yang bekerja di publik ya, setelah sampai dirumah, kasus yang sering terjadi, dia tetap harus mengurus anak, memasak, mengurus kebutuhan suami dan sebagainya. Betul itu harus, tetapi kan disini posisinya sharing ya, anak itu kan juga anak suaminya, artinya pola asuh, diasuh bareng. Kan kemudian tidak salah istri bekerja suami bekerja, kan tidak salah ketika menyiapkan makanan bareng, atau siapa pun yang bisa lebih dulu. Cuma mainstream kita tuh, kita kan masyarakat Timur, jadi sering kali mengatakan bahwa pekerjaan domestik itu adalah perempuan, jadi sering ditutup mata. Mau itu perempuan bekerja di publik, yang namanya perempuan ya harus mengerjakan pekerjaan itu, stereotype-nya kan perempuan memasak, berdandan, dan mempunyai anak. Kita kan sering kali terjebak oleh itu. Padahal harusnya tidak demikian ya, artinya kalau suami dan istri bekerja, kalau sampai dirumah kan semua urusan rumah kan dikerjakan bareng. Karena memasak itu tidak berjenis
113
kelamin ya, kamu mau masak pakai apa? pakai tangan kan bukan pakai rahim ya. Artinya harusnya laki-laki boleh kan membantu masak. Ketika perempuan tidak mau, mengeluh capek atau tidak, perempuan juga mendapat dampaknya yaitu violence kekerasan, entah itu kalimat verbal ataupun fisik. Selain itu perempuan sering termarjinalkan, meskipun dia kedudukannya misalnya di kantor sebagai kepala, direktur atau apa, ketika sampai dirumah tetap saja dia dimarjinalkan. Perempuan ya tetap dibelakang, kalau mau mengambil keputusan rumah tangga tetap harus suami, karena kepala keluarga. Terus dia disubordinat diposisikan bahwa perempuan itu bagian dari laki-laki.
113
TRANSKRIP WAWANCARA 3
Nama Narasumber
: Tantan Hermansyah
Jabatan
: Dosen Sosiologi UIN Jakarta
Tanggal Wawancara : 15 Desember 2014 Jenis Wawancara
: Wawancara Langsung
Menurut Anda bagaimana seharusnya peran sosial perempuan? Apakah perempuan hanya diperbolehkan berperan dalam ruang domestik, atau perempuan boleh terjun ke ruang publik? Tidak ada pembeda yang tegas antara peran sosial perempuan dan lakilaki. Artinya laki-laki dan perempuan itu berperan dalam dunia ini sama saja. Tuhan memberikan kita kesempatan yang sama, yang membedakan itu adalah hanya kamu sebagai perempuan, dan perangkat kita berbeda, hanya itu saja yang lain tidak ada. Apalagi urusan sosial, urusan spiritual, laki-laki perempuan mempunyai hak yang sama, punya kesempatan yang sama, punya peluang yang sama. Di tempat saya banyak pekerja perempuan bekerja yang kuli manggul, keras, seperti halnya kerja laki-laki. Saya dari kecil dididik sama ibu saya itu harus belajar ngepel, belajar yang umumnya laki-laki ya tapi saya harus belajar menyiapkan makan pagi, makan siang. Saya kelas tiga sudah bisa masak opor loh, bahkan di keluarga kami yang paling bagus masak nasinya itu yang laki-laki, bukan adik saya yang lima orang yang perempuan. Tapi ibu saya juga kalau misalnya di rumah harus memperbaiki genteng, anaknya kan ada laki-laki dan perempuan, tidak harus menunggu saya, suruh saja adik saya yang perempuan naik genteng juga, dan bisa juga ternyata, tidak ada masalah. Tidak harus kemudian jadi laki-laki, tetap perempuan. itu kan kehidupan sosial. Jadi, secara sosial tidak ada pembeda dan tidak bisa dijelaskan juga apa sih bedanya. Laki-laki dan perempuan juga bedanya sedikit, di infrastruktur itu, perempuan disediakan rahim, laki-laki tidak, dan alat kelamin yang berbeda, sisanya sama saja. Perempuan yang perkasa banyak, laki-laki yang gemulai juga banyak. Beda antara opportunity yang sifatnya sangat sosiologis dengan menjunjung tinggi nilai dan tanggung jawab. Misalnya, yang saya katakan tadi itu opportunity, laki-laki dan perempuan opportunity-nya sama, kamu bisa samasama kaya, tidak ada bedanya. Tapi kalau perempuan mengambil tanggung jawab dan kemudian untuk fokus di rumah, karena dia berbagi kerja dengan suaminya. Saya punya kawan, karena istrinya kerja full, dia ijab qabul dengan istrinya, saya nanti yang menjaga anak, dia yang menjaga anak, mengurus anak. Apakah kemudian si laki-lakinya turun derajat? Tidak. Istrinya sangat menghormati
113
suaminya, karena dia melakukan hal karena masalah pilihan dan tanggung jawab. Jadi istrinya berkarier di bank, suaminya orang LSM, jadi bisa kerja di rumah, dan akhirnya dia memilih menjaga anaknya. Sama, jadi kalau perempuan memilih mengambil alih tanggung jawab untuk kembali ke rumah bukan tidak serta merta dia tidak memerankan diri secara sosial, bukan serta merta dia kehilangan potensinya. Itu hanya mengambil nilai saja, seperti kamu memilih pekerjaan, mau menjadi ibu rumah tangga saja, itu juga tidak kalah mulia dengan suami yang bekerja di luar. Maka dalam Islam ada konsep harta gono gini, jika penghasilan suami 10 juta, itu bukan hanya penghasilan suami, itu penghasilan suami dan istri. Jadi kalau di bagi masing-masing lima juta sebetulnya. Karena harta itu diperoleh ketika perempuan menjadi istri dari suami yang bekerja di luar. Jadi, beda ya, opportunity dengan mengambil peran. Bagaimana dengan Bagaimana dengan perempuan dan laki-laki yang lebih mementingkan kariernya, sehingga urusan rumah tangga kurang perhatian, salah satunya kurangnya perhatian pada anak? Kalau itu menurut saya, dia itu melanggar hak anak. Karena anak itu punya hak untuk mendapat beberapa jam waktu bersama orangtuanya. Beda lagi, maka bagi saya, mereka yang melanggar hak anak saya tidak suka. Hak anak itu kasih sayang, dan salah satu bentuk rasa kasih sayang yang tidak bisa dikompersi adalah kasih sayang yang basisnya waktu. Misalnya, anak punya hak pulang sekolah itu ketemu ibunya, ibunya tidak ada. Terus sore anak punya hak untuk ditemani belajar, tidak cukup ibu menyediakan guru private paling mahal. Terus kalau hari libur mungkin anak punya hak untuk bisa bermain dengan bapaknya, dan itu tidak terjadi. Nah, kemudian mereka yang melanggar hak anak, bagi saya itu masalah melanggar hak sosial, itu harus di tangani secara serius. Padahal masa depan kehidupan kita itu ada di anak-anak. Memberikan hak anak dua jam perhari misalnya dari seorang ayah, itu lebih berharga dari belasan juta uang yang dikasih. Apalagi ibu, karena anak-anak cenderung lebih dekat dengan ibu.
113
TRANSKRIP WAWANCARA 4
Nama Narasumber
: Aditya Mulyadi
Jabatan
: Aktivis Majelis Ilmu Ulama Muda Indonesia (MIUMI)
Tanggal Wawancara : 11 Desember 2014 Jenis Wawancara
: Wawancara via media sosial LINE
Menurut Anda bagaimana seharusnya peran sosial perempuan? Apakah perempuan hanya diperbolehkan berperan dalam ruang domestik, atau perempuan boleh terjun ke ruang publik? Tergantung, seperti apa cita-citanya dan kontekstual kebutuhan peran perempuan di masyarakat. Bila ia ingin menjadi perempuan yang berkarier, maka saya akan menjawab idealnya menjadi ibu rumah tangga saja. Tapi bila berkeinginan menjadi dokter, boleh dokter tapi dokter yang dibutuhkan peran perempuan didalamnya, seperti kandungan, bedah-bedah, dan semisalnya dimana peran perempuan dibutuhkan. Karena adanya larangan khalwat antara laki-laki dan perempuan. Bagaimana pendapat Anda mengenai perempuan yang bekerja karena faktor ekonomi? Penghasilan suami belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga? Bila seperti itu maka tidak masalah selama kaidah-kaidah keIslaman tetap dijaga kuat, seperti tidak memakai wangi-wangian, tidak menggunakan attire yang mengundang perhatian, dan menundukkan pandangan kepada lawan jenis, tidak mengikuti pergaulan kantoran yang hedonis, namun segera pulang ke rumah bila waktu bekerja telah selesai. Bekerjanya perempuan untuk mencukupi kebutuhan keluarganya insyaallah berpahala bila mengikuti kaidah-kaidah syara tersebut. Satu lagi, tidak berkhalwat dengan lawan jenis. Bagaimana dengan perempuan yang lebih mementingkan kariernya, sehingga urusan rumah tangga kurang perhatian, salah satunya kurangnya perhatian pada anak? Apakah boleh melibatkan suami dalam hal mengasuh anak? Perempuan yang seperti itu berarti mengingkari fitrah yang Allah tetapkan pada dirinya. Sehingga pasti akan ada konsekuensi sosial dan dampak psikologis pada suami dan anak-anaknya. Perbedaan yang dapat terlihat adalah anak yang sering ditinggal oleh ibu yang bekerja akan tidak lebih dekat dari pada yang ditemani ibunya (ibu rumah tangga). Suami pun cenderung akan mengalami ketidak puasan dalam rumah tangganya. Karena urusan biologis adalah urusan
113
yang penting, sedangkan banyak dari perempuan yang mementingkan kariernya akan mengalami keletihan lepas kerja, dan melayani anak-anaknya setelahnya, sehingga biasanya frekuensi mereka berhubungan akan renggang. Belum lagi frekuensi berkomunikasi dari hati ke hati. Tentunya ini semua akan berimplikasi serius dan terakumulasi secara berkepanjangan. Untuk melibatkan suami dalam pengasuhan anak sangatlah penting, terutama dalam aspek Islam. Al ummu madrasatul ula memang benar, namun peran ayah dalam mengembangkan karakter tidak dapat dipisahkan. Dalam banyak teori akan kemaskulinitas, faktor utama gay atau homo itu terjadi, diakibatkan adanya jarak yang jauh antara ayah dan anaknya, atau umumnya disebut “Daddy’s hunger”. Peran ayah bukan hanya sebagai pencari nafkah, tetapi juga sebagai pemimpin atas istri-istrinya (mengajari/membina/mendidik agar istriistrinya dapat meneruskannya ke anak-anaknya) dan pemberi contoh teladan kepada anak-anaknya. Tanpa ikatan yang kuat komponen keluarga, dalam hal ini ayah, maka sulit sebuah keluarga dapat mewujudkan perkembangan psikologis yang baik bagi anak-anaknya. Wallahu a’lam.
113
TRANSKRIP WAWANCARA 5
Nama Narasumber
: Zarkasih Ahmad
Jabatan
: Ustadz (Pejaten Barat)
Tanggal Wawancara : 15 Desember 2014 Jenis Wawancara
: Wawancara Langsung
Menurut Anda bagaimana seharusnya peran sosial perempuan? Apakah perempuan hanya diperbolehkan berperan dalam ruang domestik, atau perempuan boleh terjun ke ruang publik? Perempuan itu tidak ada larangan untuk beraktivitas di luar, tapi dengan catatan selama tugas dan fungsi pokoknya bisa dilaksanakan dengan baik. Nah, tugas dan fungsi pokok perempuan itu dalam pandangan Islam al ummu madrasatul ulla, ibu adalah madrasah yang pertama bagi anak-anaknya, ibu adalah sekolah yang pertama bagi anak-anaknya. Kalau perempuan bisa melaksanakan fungsi ini, bisa melaksanakan fungsi sekolah yang pertama untuk anak-anaknya maka dia beraktivitas di luar itu tidak ada larangan. Tapi kalau aktivitas di luar sampai melalaikan dari tugas dan fungsinya sebagai madrasah yang pertama bagi anak-anaknya, maka itu menjadi sesuatu yang dilarang. Kenapa demikian? Karena banyak kasus berdasarkan pengalaman saya mengajar juga, itu banyak kasus terjadi anak-anak yang bermasalah di sekolah itu karena mereka itu tidak mendapatkan belaian kasih sayang ibu yang cukup di rumah. Jadi ketika ibunya melahirkan dia baru belum satu bulan sudah ditinggal untuk beraktivitas di luar rumah. Kemudian akhirnya anak ini berada dalam asuhan orang lain, bukan ibunya. Sehingga yang terjadi adalah anak kemudian banyak yang bermasalah di sekolah. Beda halnya ketika anak itu mendapat perhatian yang cukup dari ibunya, mendapat pengawasan yang baik dari ibunya. Maka anak itu tidak punya masalah di sekolah. Jadi sekali lagi perempuan boleh beraktivitas di luar, boleh bekerja di luar selama dia bisa melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai madrasatul ulla menjadi sekolah yang pertama bagi anak-anaknya.
113
Bagaimana pendapat Anda mengenai perempuan yang bekerja karena faktor ekonomi? Penghasilan suami belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga? Sebenarnya itu hanya alasan klasik yang dicari-cari. Sebenarnya kalau kita berkeyakinan sama Allah, itu tidak ada manusia yang tidak dijamin rezekinya. Maka seorang perempuan, itu dia memiliki suami yang penghasilannya pas-pasan misalnya, kalau itu dia bisa menerima dengan ikhlas dan bisa mensyukuri, pasti itu bisa mencukupi. Jalannya dari mana ya Allah yang ngatur. Penghasilan boleh tidak cukup, tapi mungkin rezeki dari jalan-jalan lain yang tidak disangka-sangka itu bisa menutupi kebutuhan hidupnya. Jadi sebenarnya tidak ada alasan untuk mencari-cari alasan untuk membenarkan bahwa saya bekerja karena alasan ekonomi. Itu tadi hanya alasan klasik untuk pembenaran saja. Padahal kalau manusia sepenuhnya bertawakal pada Allah, dia melaksanakan yang Allah perintahkan, itu tidak ada kekurangan dalam hidupnya. Karena Allah sudah jamin rezekinya. Kemudian masalah single parent, jika ia ingin bekerja juga carilah pekerjaan yang kira-kira ia bisa membagi waktu, antara dia mengurus keluarga, mengurus anak-anaknya dengan dia berusaha. Jadi yang utama adalah mengurus anak terlebih dahulu, kemudian berusaha. Maka yang ideal sebenarnya bagi seorang perempuan itu idealnya menjadi guru di sekolah, itu profesi yang sangat ideal. Karena profesi itu bisa membagi waktu, tidak habis waktunya untuk di luar rumah, tapi bisa disisakan untuk keluarga di rumah. Apakah boleh melibatkan suami dalam hal pekerjaan rumah tangga, khususnya mengasuh anak? Dalam hal itu bukan hanya boleh, memang seharusnya melibatkan suami. Dan suami seharusnya juga bisa memahami. Mereka itu harus saling tolong menolong, jadi tanggung jawab rumah tangga itu bukan hanya jadi kewajiban istri, tapi juga kewajiban suami. Termasuk mengurus anak, tidak salahnya suami memandikan anak, memakaikan baju, itu tidak ada salahnya, dan memang sebaiknya seperti itu.
113