Konstruksi kecantikan bagi laki-laki (Studi konstrukstivisme tentang pentingnya penampilan dan makna cantik bagi mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta)
Skripsi
Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Sosiologi Antropologi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Oleh: Tutik Wahyuningsih K.8405041
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
KONSTRUKSI KECANTIKAN BAGI LAKI-LAKI (Studi Konstrukstivisme tentang Pentingnya Penampilan dan Makna Cantik bagi Mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta)
Oleh: Tutik Wahyuningsih K 8405041
Skripsi Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Sosiologi Antropologi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta, 28 Juli 2010
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Slamet Subagyo, M.Pd NIP. 19521126 198103 1 002
Atik Catur Budiati, S.Sos, M.A NIP. 19800929 200501 2 021
iii
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada hari
: Senin
Tanggal
: 2 Agustus 2010
Tim Penguji Skripsi: Nama Terang
Tanda Tangan
Ketua
: Drs. H. MH. Sukarno, M. Pd
..........................
Sekretaris
: Drs. H. Haryono, M. Si
..........................
Anggota I
: Drs. Slamet Subagyo, M. Pd
..........................
Anggota II
: Atik Catur Budiati, S.Sos, M. A
..........................
Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan,
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd NIP. 19600727 198702 1 001
iv
ABSTRAK TUTIK Wahyuningsih. K8405041. KONSTRUKSI KECANTIKAN BAGI LAKI-LAKI (Studi Konstruktivisme tentang Pentingnya Penampilan dan Makna Cantik bagi Mahasiswa Universitas Sebelas Maret. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret, Juli 2010. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan alasan mahasiswa laki-laki menampilkan dirinya agar tampak menarik dihadapan orang lain; dan (2) mendeskripsikan makna cantik bagi laki-laki (tampilan fisik yang menarik dikonstruksikan). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Strategi penelitian menggunakan pendekatan konstruktivisme. Sumber data diperoleh dari studi pustaka, peristiwa atau aktivitas, tempat atau lokasi, informan yaitu mahasiswa Universitas Sebelas Maret yang mementingkan penampilan dan menggunakan kosmetik dan dokumen (arsip). Teknik pengambilan informan menggunakan informan kunci dan informan pendukung. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, pengamatan langsung, dan analisis dokumen. Validitas data diperoleh melalui triangulasi sumber dan triangulasi metode. Teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif. Berdasarkan hasil penelitian tentang pentingnya penampilan dan makna cantik bagi mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta, dapat disimpulkan sebagai berikut: pentingnya penampilan bagi laki-laki dapat dilihat dari tiga hal, yaitu dilihat dari makna penampilan bagi laki-laki, cara laki-laki untuk menunjang penampilan, dan latar belakang penggunaan kosmetik oleh laki-laki. Penampilan bagi laki-laki mempunyai makna yang penting. Penting dikarenakan penampilan merupakan interpretasi dari kecantikan seseorang secara fisik dan juga mencerminkan kepribadian seseorang untuk dilihat oleh orang lain. Berdasarkan penelitian ini, makna cantik bagi laki-laki ternyata tidak hanya terfokus pada halhal yang tampak dari fisik saja (kecantikan luar), akan tetapi laki-laki juga berusaha untuk menampilkan kecantikan mereka dari dalam (innerbeauty) yang mereka bangun dengan meningkatkan kualitas diri dan mempunyai kepribadian yang baik. Makna cantik tersebut tidak terlepas dari media, iklan, dan masyarakat yang mempunyai peran penting dalam membentuk konstruksi kecantikan yang ideal bagi laki-laki pada saat ini.
v
ABSTRACT TUTIK Wahyuningsih. K8405041. THE CONSTRUCTION OF BEAUTY FOR MALE (A Constructivism Study upon the Importance of Male Performance and the Meaning of Beauty According to Students of Sebelas Maret University). Thesis, Surakarta: Faculty of Teaching and Education. Sebelas Maret University, July 2010. This research is aimed to: (1) Describe the reasons of male’s students to perform themselves to be attractive in front of others; and (2) describe the meaning of beauty based on male’s view (to construct an attractive of physical performance). This research used descriptive qualitative method, meanwhile constructivism is the approach. The source of data was taken from several library review; events or activity; place or location, informant from students of Sebelas Maret University who put forward their performance and wear cosmetics; and documents (archives). The informant sampling technique used key informant and supporting informant. Technique of collecting data used in this research was by interviewing, direct observation, and document analysis. Validity of the data was taken by source triangulation and method triangulation. Technique of data analysis of the research is interactive analysis model. Based on the research about the importance of performance and the meaning of beauty toward students of Sebelas Maret University, it can be conclude that: the importance of performance of male can be seen from 3 aspects. Those are: the meaning of performance itself, the way to support their desire in performance, and the background of the use of cosmetics amongst male. Performance plays an important role in male’s world. Important, because it reveals the interpretation of what was being called beauty in terms of physical value and reflects the personality of somebody, who can be seen by others. This research found that the meaning of beauty according to males did not only concerned with what so called physical appearance, but also the effort to improve their characters figured as inner beauty; in which can be shown from their self quality and good personality. The meaning of beauty itself can not be released from the influence of mass media, advertisement, and society which play important role in forming the construction of ideal beauty toward male recently.
vi
MOTTO
“Hadapi dengan Senyuman, Badai Pasti Berlalu”. (viva GWB 18 WAS)
“Ku Berdo’a dalam Penatku, Ku Memohon dalam Anganku, Ku Lakukan apa yang Seharusnya aku Lakukan. Semoga Tercapai Angan dan Citaku, karena diri kitalah yang harus berusaha, bukan orang lain”. (Penulis)
“Aku seperti Lukisan, ada Segi dan Garis di dalamnya. Itulah aku”. (Penulis)
vii
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan kepada: Allah
SWT atas semua nikmat melimpah pada hamba.
yang
Nabi Muhammad SAW, uswah sepanjang jaman.
Bapak Ali Achmadi & Ibu Isfiah, hormat dan cintaku pada kalian. Mb Jannah yang selalu menyanyangiku dengan caranya sendiri. Almamater.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Sosiologi Antropologi Jurusan Pendidikan Ilmu Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret. Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini banyak memerlukan bantuan dari berbagai pihak. Tanpa adanya bantuan pihak-pihak yang terlibat didalamnya, baik yang berupa bimbingan maupun pengarahan, penulisan skripsi ini tidak akan selesai dengan baik. Oleh karena itu, dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, peneliti menghaturkan terimakasih kepada: 1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret. 2. Drs. Syaiful Bachri, M. Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FKIP Universitas Sebelas Maret. 3. Drs. H. MH. Sukarno, M. Pd, Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP Universitas Sebelas Maret dan sebagai Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan secara tulus ikhlas dalam penyelesaian skripsi ini. 4. Drs. Slamet Subagyo, M. Pd, Pembimbing I yang selalu memberikan bimbingan secara baik. 5. Ibu Atik Catur Budiati, S. Sos, M. A, Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan secara tulus ikhlas dan sabar dalam penyelesaian skripsi ini. 6. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Sosiologi Antropologi FKIP UNS yang telah mendidik saya selama melaksanakan studi. 7. Informan saya, Pak Eko, Machlih, Ridlo, Danis, Alan, Burhan, Mardiyan, Irfan, Yuliati, Zunita, Youhan, Satriya, Tegar, dan Dila. Terima kasih atas waktu yang tersita dalam penelitian ini. ix
8. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan balasan dari Allah SWT. Peneliti menyadari akan adanya kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Kritik dan saran peneliti harapkan untuk ke depannya tulisan saya menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Surakarta, 28 Juli 2010
Peneliti
x
DAFTAR ISI
JUDUL ..........................................................................................................
i
PENGAJUAN ...............................................................................................
iii
PERSETUJUAN ...........................................................................................
iv
PENGESAHAN..............................................................................................
v
ABSTRAK .....................................................................................................
vi
MOTTO .........................................................................................................
viii
PERSEMBAHAN ..........................................................................................
ix
KATA PENGANTAR ...................................................................................
x
DAFTAR ISI ..................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL .........................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
xv
BAB I.
PENDAHULUAN..........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................
1
B. Rumusan Masalah .........................................................................
6
C. Tujuan Penelitian ...........................................................................
7
D. Manfaat Penelitian ........................................................................
7
BAB II.
LANDASAN TEORI ....................................................................
9
A. Tinjauan Pustaka ...........................................................................
9
B. Kerangka Berpikir .........................................................................
29
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................
33
A. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................
33
B. Bentuk dan Strategi Penelitian ......................................................
35
C. Sumber Data ..................................................................................
39
D. Teknik Pengambilan Informan ......................................................
45
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................
46
F. Validitas Data ................................................................................
47
G. Analisis Data .................................................................................
48
H. Prosedur Penelitian ........................................................................
52
xi
BAB IV.
HASIL PENELITIAN ...............................................................
54
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ........................................................
54
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian .............................................
58
1. Pentingnya Penampilan bagi Laki-laki ...................................
60
2. Makna Cantik bagi Laki-laki ..................................................
75
C. Temuan Hasil Penelitian dihubungkan dengan Kajian Teori .....
79
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ...............................
100
A. Simpulan .....................................................................................
100
B. Implikasi ......................................................................................
102
C. Saran ............................................................................................
104
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
106
LAMPIRAN ..................................................................................................
110
BAB V.
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Alokasi Waktu Penelitian...........................................................................
xiii DAFTAR GAMBAR
33
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Skema Kerangka Berfikir...........................................................................
32
2. Skema Model Analisis Interaktif ...............................................................
51
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1.
Interview Guide...................................................................................... 111
2.
Field Note...............................................................................................
3.
Tabel Matrik Penelitian........................................................................... 163
4.
Foto- Foto...............................................................................................
5.
Surat Permohonan Ijin Penyusunan Skripsi Kepada PD I FKIP ........... 188
6.
Surat Keputusan Dekan FKIP Tentang Ijin Penyusunan Skripsi........... 189
7.
Surat Permohonan Ijin Research Kepada Rektor UNS.......................... 190
8.
Curriculum Vitae.................................................................................... 191
9.
Ucapan Terimakasih .............................................................................. 193
113
183
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kesehariannya, wanita tidak dapat lepas dari tuntutan untuk selalu tampil cantik dan menarik. Seperti di dalam pepatah Jawa tugas dari wanita adalah “3M” yaitu “macak, manak, dan masak”. “Macak” atau berdandan diartikan sebagai sesuatu hal yang mengharuskan wanita memperindah wajah dan tubuh untuk tampil cantik dan menarik di hadapan laki-laki atau orang lain. “Manak” berarti keharusan wanita untuk mengandung dan melahirkan anak dari laki-laki, sedangkan “masak” berarti tugas wanita adalah di dapur (di belakang) untuk memasak. Berangkat dari kata “macak” tadi, “cantik” adalah kata yang paling diharapkan oleh semua wanita manapun, baik di dalam maupun di luar negeri. Semua perempuan akan sangat berharap dirinya menjadi cantik dan dikagumi oleh banyak orang. Untuk memenuhi tuntutan tampil cantik dan menarik, kosmetik telah menjadi salah satu bagian yang tidak dapat lepas dari kaum wanita sampai sekarang. Beraneka ragam jenis kosmetik telah menyebar luas di masyarakat, mulai di toko-toko, di pusat-pusat perbelanjaan, sampai di salon-salon kecantikan yang menyediakan berbagai macam layanan perawatan atau terapi kecantikan bagi wanita. Kosmetik ternyata telah mempunyai cara tersendiri dalam menarik perhatian wanita di dunia ini. Namun, seiring dengan perkembangan jaman, tidak hanya kaum wanita saja yang tertarik dalam hal penggunaan kosmetik, laki-laki juga mulai tertarik dengan kosmetik. Dengan kata lain, tidak hanya wanita yang dituntut untuk merawat diri dan menjaga penampilannya, melainkan kaum laki-laki juga harus menjaga penampilan agar menjadi cantik dan menarik. Kecantikan telah menjadi bagian dari tuntutan kaum laki-laki. Hal inilah yang kemudian mendorong adanya kebutuhan kosmetik untuk kaum laki-laki. Laki-laki tidak lagi merasa antipati terhadap apa yang namanya kosmetik, mereka sudah terbiasa sekalipun masih dalam tataran memakai pembersih wajah (facial wash). 1
Tentang kecantikan yang telah menimpa kaum laki-laki, pada saat ini juga dapat kita lihat dari adanya video klip ”The Cash” tentang diet yang dilakukan oleh kaum laki-laki untuk menjadi cantik dan berusaha menjaga kecantikan tubuh mereka agar tidak mengalami kegemukan. Hal tersebut dilakukan guna memenuhi kepentingan-kepentingan mereka, salah satunya adalah agar tidak ditinggalkan oleh teman wanitanya atau pacar. Gambaran video klip tentang diet di atas sama dengan pendapatnya Kertajaya tentang kaum laki-laki yang mulai melakukan hal-hal yang dilakukan oleh kaum wanita, yaitu: “Bicara tentang emansipasi wanita, 89.7 % dari responden laki-laki di Jakarta mengatakan bahwa jika mereka dapat memutar kembali waktu, mereka tidak akan menghentikan gerakan emansipasi wanita. Alasan utama mereka adalah, manusia tidak boleh dibedakan berdasarkan gender. Hal ini berefek balik pada saat laki‐laki mendefinisikan arti maskulinitas.
Jika dulu maskulinitas digambarkan macho, maka kini laki‐laki lebih
menggambarkan maskulinitas dengan istilah‐istilah emosional yang dulu melekat pada diri perempuaan”, (Kertajaya, 2004: 54). Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa sesuatu hal atau upaya yang dulunya dilakukan oleh wanita dalam hal kecantikan, sekarang juga dilakukan oleh kaum laki-laki. Jika dahulu wanita pergi ke spa untuk merawat tubuhnya,
sekarang laki‐laki juga melakukan hal yang sama. Bahkan laki‐laki juga
mengunjungi fitness center untuk menjaga kondisi tubuh mereka. Dan bukan
hanya itu, bahkan sekarang ini laki‐laki tidak malu menggunakan kemeja yang
berwarna merah muda, yang dahulu identik dengan perempuan. Sama halnya dengan media informasi, jika wanita ada majalah Cosmopolitan, Kartini, dan
Femina, maka majalah untuk laki‐laki ada Maxim, Men’s Health, For Him
Magazine, dan Playboy. Di era modernisasi ini, banyak perusahaan mulai memproduksi kosmetik khusus kaum laki-laki. Optimisme perusahaan yang memproduksi kosmetik khusus kaum laki-laki semakin meningkat seiring dengan trend laki-laki masa depan. Produk-produk kecantikan yang dulunya untuk wanita sekarang dengan label “For Men” memasuki seluruh pasar di dunia. Perubahan sensibilitas (afinitas yang berdasarkan pilihan) laki-laki dalam memandang penampilan dan citra diri nampaknya telah diikuti dengan semakin maraknya perlengkapan kosmetik khusus laki-laki yang berlabel ‘for men’. Kosmetik yang berlabel ‘for men’ atau yang khusus diperuntukkan bagi laki-laki semakin hari kian bertambah banyak. Di pusat-pusat perbelanjaan seperti di Solo Grand Mall dapat dengan mudah dijumpai berbagai stan, salah satunya terdapat stan yang menawarkan berbagai produk kecantikan khusus laki-laki dengan merk terkenal, seperti: rangkaian kosmetik Zirh, Nivea for men, Axe, dan Bask dari Mustika Ratu. Pentingnya penampilan dan kecantikan dewasa ini dapat dilihat di bidang ekonomi. Hal tersebut dapat kita lihat dari data di bawah ini: “Di Amerika Serikat, penjualan alat-alat kecantikan meningkat dari $40 juta pada tahun 1914 menjadi $18,5 miliar pada tahun 1990 (Raines, 1974;
Standard and Poor, 1992: H40). Peningkatan angka ekonomi dari kosmetika dan alat-alat rias secara proporsional mungkin sama saja di Inggris dan Kanada” (Synnot, 2003: 136-137). Banyak sekali orang membeli alat-alat kecantikan dengan harapan dapat mempunyai penampilan diri yang menarik secara fisik dan mengikuti fenomena yang sedang tren. Industri kecantikan secara khusus sangat berkaitan erat dengan industri lainnya. Industri tersebut antara lain industri pakaian, industri penataan rambut, bedah plastik, industri makanan, bisnis fitnes, dan tentu saja industri media dan periklanan. Pada awalnya, laki-laki yang menggunakan kosmetik disebut dengan istilah laki-laki metroseksual. Hal tersebut membuat para produsen kosmetik dan jasa kecantikan mulai berlomba untuk menawarkan produk-produk yang berlabel “for men”, seperti pada kutipan di bawah ini: “Hasil riset dari perusahaan Euro RSCG menyimpulkan bahwa trend lakilaki masa depan (atau yang lebih dikenal dengan laki-laki metroseksual) telah menjadi topik yang sering diperbincangkan dan menjadi mode global di seluruh dunia. Hal ini diperkuat dengan adanya bukti bahwa pada bulan Oktober 2003, terdapat 20.900 artikel yang membahas topik metroseksual di Google”. “Bukti lainnya yaitu pada majalah Swa Sembada dalam edisi 18-31 Maret 2004 yang menyatakan bahwa segmen metroseksual mulai muncul di Indonesia dan merupakan peluang bisnis yang sangat potensial bagi para pemasar. Dari hasil survei yang dilakukan, majalah Swa Sembada menarik kesimpulan bahwa kebutuhan kosmetik kaum laki-laki tidak hanya didominasi oleh minyak rambut dan deodorant saja. Facial wash yang berguna untuk merawat wajah agar terlihat lebih menarik juga termasuk dalam salah satu produk kosmetik yang dominan bagi kaum laki-laki” (Yohannes Sondang Kunto dan Inggrid Kurniawan Khoe, 2007: 21). Seorang pengusaha salon kecantikan di kawasan Jakarta Timur yang bernama Alvin memberikan komentar tentang “metroseksual” sebagai berikut: “Sepuluh tahun silam pecinta salon kecantikan masih didominasi oleh kaum perempuan. Akan tetapi berbeda dengan sekarang, laki-laki mulai senang merawat diri di salon atau spa. Nah, di spa laki-laki itu ketagihan dengan lulur, pijat aroma terapi, dan facial alias perawatan wajah”, 70% dari klien saya adalah kaum laki-laki (Alvin, 2008: 1).
Berdasarkan hasil riset dan pendapat di atas, jelas sekali bahwa pengguna make up dewasa ini bukanlah dominasi kaum perempuan, kaum laki-laki juga ikut sebagai pengguna kosmetik. Perbandingan yang begitu mencolok dalam hal penggunaan kosmetik oleh laki-laki dari tahun ke tahun tersebut dapat diartikan bahwa penampilan menjadi penting bagi laki-laki, tidak hanya oleh wanita saja. Dalam tayangan televisi swasta (Trans7) setiap malam sabtu pukul 23.30 WIB yang berjudul “I, International Gosip” banyak dikupas tentang perawatan tubuh selebriti laki-laki Hollywood ataupun bintang sepakbola dunia. Seperti David Beckham, suami dari Victoria yang terkenal itu adalah salah satu sosok yang tidak lepas dari kosmetik. Dia tetaplah seorang laki-laki sejati, namun dari ujung kaki sampai dengan ujung rambutnya yang selalu terawat dan terjaga. Hal tersebut dapat dilihat pada pakaiannya yang fashionable, tatanan rambut yang selalu mengikuti trend sampai dengan sepatu yang dia pakai menunjukkan bahwa David Beckham adalah sosok yang selalu ingin berpenampilan “sempurna”. Jika di Indonesia seperti Fery Salim, Indra L Bruggman, dan Krisna Mukti. Dalam acara televisi di Trans7 sabtu pukul 08.00 WIB yang berjudul “Magic in Style: Men After Work” juga dikupas tentang pentingnya kaum laki-laki merawat diri, dengan nara sumber yaitu artis Fery Salim. Pada perkembangannya, tidak hanya laki-laki metroseksual saja yang menggunakan produk kosmetik khusus laki-laki ataupun produk kosmetik yang dipergunakan oleh kaum wanita. Kaum laki-laki umumnya juga mulai mempergunakannya. Salah satu penggunaan produk kosmetik yang dominan adalah facial wash khusus laki-laki. Seperti yang dijelaskan di bawah ini: “Secara psikografis, kaum laki-laki terdiri atas segmen laki-laki metroseksual (13%), laki-laki rata-rata (29%), dan laki-laki konservatif (58%). Perbandingan persentase segmen antara user dan non-user mengindikasikan bahwa keputusan penggunaan facial wash telah diterima oleh semua segmen psikografis. Analisis CHAID menemukan bahwa atribut kemampuan facial wash untuk melembutkan wajah dan dibuat khusus untuk laki-laki berkaitan erat dengan kepuasan. Kedua atribut tersebut tergolong under service, sehingga pengelolaan yang salah dari produsen facial wash dapat memberi kesempatan kepada merk baru untuk meramaikan pasar”, (Yohannes Sondang Kunto dan Inggrid Kurniawan Khoe, 2007: 21).
Berdasarkan hasil riset di atas, dapat dilihat bahwa telah terjadi pergeseran perubahan kebudayaan tentang kecantikan yang pada awalnya adalah milik kaum wanita kemudian telah bergeser sedemikian rupa oleh laki-laki metroseksual. Kemudian berkembang lagi pada saat ini bahwa tidak hanya laki-laki metroseksual saja yang identik dengan kosmetik, akan tetapi laki-laki pada umumnya juga mulai mempergunakan kosmetik. Hal tersebut terjadi dikarenakan adanya tuntutan bagi kaum laki-laki untuk tampil cantik dan menarik dalam hal pekerjaan, lawan jenis atau pada hal yang lainnya. Tidak lepas dari hal tersebut di atas, mahasiswa adalah orang yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang juga dituntut dalam hal berpenampilan, salah satunya adalah berpakaian rapi, sopan ketika di dalam kampus dan pada waktu mengikuti kegiatan perkuliahan serta kegiatan formal lainnya. Tidak hanya berpakaian yang rapi dan sopan ketika di kampus, hal-hal yang lainnya seperti kecantikan dan penampilan juga diperhatikan oleh mereka ketika di dalam kampus maupun di luar kampus. Perubahan-perubahan pergeseran penggunaan kosmetik yang menimpa mahasiswa tersebut terjadi dikarenakan adanya suatu konstruksi sosial dari masyarakat, iklan, dan media tentang kecantikan masa kini. Hal tersebut dikarenakan bahwa mahasiswa merupakan bagian dari masyarakat yang tidak dapat dipisahkan begitu saja. Berangkat dari realitas sosial di atas, peneliti ingin mengetahui tentang pentingnya penampilan dan kecantikan bagi mahasiswa laki-laki di Universitas Sebelas Maret (UNS), sehingga nantinya dapat diketahui tentang pentingnya penampilan bagi mereka serta konstruksi kecantikan bagi mereka pada saat ini. UNS di pilih peneliti karena merupakan Universitas yang terbesar di Kota Surakarta dan Kota Surakarta sendiri merupakan kota yang mempunyai mobilitas yang tinggi sebagai kota yang sedang berkembang. Hal inilah yang melatarbelakangi penelitian tentang konstruksi kecantikan bagi laki-laki. Fokusnya adalah mahasiswa laki-laki yang mementingkan penampilan dan menggunakan kosmetik di lingkungan UNS. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, peneliti melakukan penelitian dengan judul:
“Konstruksi Kecantikan Bagi Laki-laki”
(Studi Konstrukstivisme Tentang Pentingnya Penampilan dan Makna Cantik Bagi Mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta).
B. Rumusan Masalah Keberadaan laki-laki yang memakai kosmetik adalah suatu fenomena yang menarik untuk dikaji. Menurut peneliti menarik karena merupakan sesuatu yang semakin hari semakin banyak laki-laki yang menggunakan kosmetik. Karena pada perkembangannya, tidak hanya laki-laki metroseksual saja yang menggunakan produk kosmetik khusus laki-laki, tetapi kebanyakan kaum laki-laki pada umumnya juga mulai mempergunakannya, bahkan sampai dengan produk kosmetik yang dipergunakan oleh kaum wanita. Pergeseran perubahan kebudayaan itulah yang akhirnya membentuk konstruksi kecantikan bagi laki-laki pada saat ini. Peningkatan penggunaan kosmetik “for men” yang semakin hari kian meningkat, seperti yang telah dijelaskan di latar belakang tentang persentase penggunaan kosmetik oleh kaum laki-laki dari tahun ke tahun yang selalu mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat diartikan peneliti bahwa betapa pentingnya penampilan bagi laki-laki pada saat ini dengan didukung dengan yang namanya kosmetik. Selain itu, penelitian ini akan lebih menarik lagi ketika peneliti dapat menggali makna yang ada dibalik konsep-konsep yang mereka bicarakan, seperti konsep kecantikan/ konstruksi kecantikan menurut versi lakilaki yang memakai kosmetik seperti apa, bagaimana cara mereka menampilkan dirinya kepada orang lain, serta alasan-alasan apa yang menyebabkan mereka ingin tampil menarik sehingga peneliti dapat mengkonstruksikan tampilan fisik yang menarik pada saat ini. Maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang perlu dikaji, antara lain sebagai berikut : 1. Mengapa penampilan menjadi penting bagi laki-laki? 2. Bagaimana makna cantik bagi laki-laki (tampilan fisik yang menarik dikonstruksikan)?
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan alasan mahasiswa laki-laki menampilkan dirinya agar tampak menarik dihadapan orang lain. 2. Mendeskripsikan makna cantik bagi laki-laki (tampilan fisik yang menarik dikonstruksikan).
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoretis a. Memberikan pemahaman dan penjelasan mengenai konstruksi kecantikan bagi kaum laki-laki sebagai realitas sosial yang ada di dalam masyarakat pada saat ini dengan mengacu pada teori wajah dan kecantikan oleh Anthony Sinnott serta teori efek halo dan efek tanduk oleh Kaczorowsky. b. Dapat digunakan sebagai acuan bagi penelitian-penelitian sejenis yang lebih mendalam, seperti pada studi tentang gaya hidup mahasiswa sekarang,
penelitian
tentang
budaya
konsumerisme
di
kalangan
mahasiswa, dan penelitian lainnya yang relevan dengan penelitian ini. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi mahasiswa dan masyarakat umum yang ingin mengetahui tentang konstruksi kecantikan bagi laki-laki yang ada di dalam masyarakat pada saat ini. b. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi mahasiswa tentang pentingnya penampilan bagi laki-laki dalam realitas sosial dari masa ke masa. 3. Manfaat Metodologis
a. Metode yang digunakan dalam penelitian ini diharapkan dapat membantu penelitian yang menggunakan metode sejenis, yaitu menggunakan studi konstruktivitis. b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu metode untuk meneliti realitas sosial lain yang ada di tengah-tengah masyarakat.
BAB II LANDASAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Konstruksi Kecantikan Bagi Laki-laki sebagai Realitas Sosial Konstruksi kecantikan yang dimaksud dalam penelitian ini berawal dengan adanya konsep yang dikatakan oleh Ritzer bahwa manusia adalah kunci dari semuanya dalam realitas sosial. Konsep kecantikan lahir karena adanya konstruksi dari realitas sosial tersebut yang pada dasarnya individu menjadi
penentu
konstruksi kecantikan pada saat itu atau pada jamannya dalam dunia sosial. Konsep tentang makna kecantikan dikonstruksi berdasarkan kehendak individu atau masyarakat yang mana terdapat pengakuan yang luas terhadap eksistensi setiap orang atau individu sebagai konsensus total. Dalam hal ini, Ritzer (1992: 5) menjelaskan bahwa ide dasar semua teori dalam paradigma definisi sosial sebenarnya berpandangan bahwa manusia adalah aktor yang kreatif dari realitas sosialnya. Artinya, tindakan manusia tidak sepenuhnya ditentukan oleh norma-norma, kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai dan sebagainya yang kesemuanya itu tercakup dalam fakta sosial yaitu tindakan yang menggambarkan struktur dan pranata sosial. Dengan kata lain, individu atau seseorang bukanlah manusia korban fakta sosial, namun sebagai penghasil sesuatu benda atau jasa sekaligus reproduksi yang kreatif di dalam mengkonstruksi dunia sosialnya. Dalam ontology paradigma konstruktivis, realitas merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Namun demikian kebenaran suatu realitas sosial bersifat nisbi, yang berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial yang dalam hal ini mengenai kecantikan bagi laki-laki yang dikonstruksikan oleh masyarakat. Dalam paradigma definisi sosial, realitas adalah hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuatan konstruksi sosial terhadap dunia sosial di sekelilingnya. Dunia sosial itu dimaksud sebagai yang disebut oleh George Simmel 9
(Veger,1993: 91), bahwa realitas dunia sosial itu berdiri sendiri di luar individu, yang menurut kesan kita bahwa realitas itu ‘ada’ di dalam diri sendiri dan hukum yang menguasainya. Realitas sosial itu “ada” dilihat dari subyektivitas “ada” itu sendiri dan dunia obyektif di sekeliling realitas sosial itu. Individu tidak hanya dilihat sebagai “kediriannya” nya, namun juga dilihat dari mana “kedirian” itu hadir, bagaimana ia menerima dan mengaktualisasikan dirinya serta bagaimana pula lingkungan menerimanya. Peneliti ingin menjelaskan bahwa adanya konsep laki-laki yang cantik itu bermula dari adanya subyektivitas antar individu yang membentuk consensus total di dalam masyarakat yang akhirnya konsep cantik tersebut itu dapat dikonstruksikan sesuai dengan jamannya. Seperti yang dijelaskan oleh Max Weber dalam melihat realitas sosial sebagai perilaku sosial yang memiliki makna subyektif, karena itu perilaku memiliki tujuan dan motivasi. Perilaku sosial itu menjadi “sosial’ apabila yang dimaksud subyektif dari perilaku sosial itu membuat individu mengarahkan dan memperhitungkan kelakuan orang lain serta mengarahkannya kepada subyektif itu. Perilaku itu memiliki kepastian kalau menunjukan keseragaman dengan perilaku pada umumnya di dalam masyarakat (Veeger, 1993: 171). Berger dan Luckman (1990: 61) juga mengatakan bahwa di dalam institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia. Meskipun masyarakat dan institusi sosial terlihat nyata secara obyektif, namun pada kenyataan semuanya dibangun dalam definisi subyektif melalui proses interaksi. Obyektivitas baru bisa terjadi melalui penegasan berulang-ulang yang diberikan oleh orang lain yang memiliki definisi subyektif yang sama. Pada tingkat generalitas yang paling tinggi, manusia menciptakan dunia dalam makna simbolik yang universal, yaitu pandangan hidupnya yang menyeluruh, yang memberi legitimasi dan mengatur bentuk-bentuk sosial serta memberi makna pada berbagai bidang kehidupannya. Salah satu bentuk institusi sosial yang menciptakan masyarakat adalah institusi pendidikan. Melalui pendidikan, masyarakat memberikan legitimasi terhadap nilai atau norma untuk menciptakan
dunia sosial. Pendidikan tersebut mencakup pendidikan formal dan pendidikan non formal. Menurut Berger dan Luckman pengetahuan masyarakat yang dimaksud adalah realitas sosial masyarakat. Realitas sosial tersebut adalah pengetahuan yang bersifat keseharian yang hidup dan berkembang di masyarakat seperti konsep, kesadaran umum, wacana publik, sebagai hasil dari dari konstruksi sosial. Realitas sosial dikonstruksi melalui proses eksternalisasi, obyektivasi dan internalisasi. Menurut Berger dan Luckman, konstruksi sosial tidak berlangsung dalam ruang hampa, namun sarat dengan kepentingan-kepentingan (Berger dan Luckman, 1990: x). Proses eksternalisasi diperoleh masyarakat melalui lingkungan bergaul di luar kehidupan keluarga, seperti di tempat menuntut ilmu, di tempat nongkrong dengan teman-teman. Proses eksternalisasi juga dapat melalui media seperti televisi, radio, internet, dan sebagainya. Proses ini memberikan pengaruh yang lebih kuat dikarenakan individu pada umumnya lebih banyak menghabiskan waktunya di luar lingkungan keluarga atau di luar rumah bersama orang lain. Proses eksternalisasi dapat terjadi ketika individu tersebut mendapatkan pendidikan formal maupun non formal. Jika di dalam keluarga, individu hanya mendapatkan pendidikan non formal dan proses internalisasi tersebut terkadang hanya berpengaruh ketika individu di tengah-tengah keluarga. Sedangkan proses obyektivasi memberi pengaruh kepada pelaku atau seseorang yang mempunyai penampilan yang menurut konstruksi masyarakat tersebut adalah ‘menarik’, kemudian ditiru oleh teman-teman di lingkungannya. Proses tersebut telah mengalami konsensus total di dalam masyarakat, sehingga terbentuklah suatu konsep konstruksi dalam hal ini adalah konsep kecantikan yang dikonstruksi oleh masyarakat dalam realitas sosial. Seperti yang telah dijelaskan di atas, konstruksi sosial tentang konsep kecantikan juga sangat terkait dengan kesadaran manusia terhadap realitas sosial itu. Karena itu, kesadaran adalah bagian yang paling penting dalam konstruksi sosial. Berger dan Luckman (1990: 8) mengatakan bahwa Marx pernah menjelaskan beberapa konsep kuncinya, di antaranya adalah kesadaran manusia.
Marx menyebutnya dengan “kesadaran palsu” yaitu alam pikiran manusia yang teralienasi dari keberadaan dunia sosial yang sebenarnya dari si pemikir. Selain konsep kesadaran palsu, Karl Marx juga menggambarkan kesadaran masyarakat yang merefleksi ke dalam struktur masyarakat. Menurut Berger dan Luckman (1990: 8), Marx membagi struktur menjadi dua bagian, yaitu substruktur dan superstruktur. Substruktur lebih diidentifikasikan sebagai struktur ekonomi semata-mata, sedangkan superstruktur adalah refleksi dari substruktur atau struktur ekonomi itu. Berger dan Luckman kemudian menjelaskan pemikiran Marx mengenai substruktur dan superstruktur adalah pemikiran manusia yang didasarkan atas kegiatan manusia dalam arti seluas-luasnya dan atas hubunganhubungan sosial yang ditimbulkan oleh kegiatan tersebut. Substruktur dan superstruktur dapat dipahami secara lebih baik, jika kita memandangnya berturutturut, sebagai kegiatan manusia dan dunia yang dihasilkan oleh kegiatan itu. Substruktur dan superstruktur didasarkan pada hubungan pemikiran dan kenyataan yang mendasarinya, yang lain dari pemikiran itu sendiri. Konstruksi sosial merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan gagasan substruktur dan superstruktur. Dari konsep tersebut, peneliti kemudian menggunakan konsep realitas sosial sebagai payung atau acuan dari teorinya Synnot dan Kazrorowsky yang menjelaskan tentang pentingnya wajah dan penampilan oleh laki-laki pada saat ini sehingga dapat digunakan dalam mengkonstruksikan kecantikan bagi laki-laki pada saat ini. Melalui konsep realitas sosial dan kesadaran palsunya Karl Marx itu dapat dilihat dengan adanya hubungan antara pemikiran dan kenyataan yang mendasarinya dalam hal ini adalah tentang konstruksi kecantikan bagi laki-laki yang lahir dari subyektivitas antar individu dalam realitas sosial sebagai konsensus total. Substuktur sendiri merupakan kenyataan sosial yang di bangun melalui proses dialektika; eksternalisasi, obyektivasi dan internalisasi. Sedangkan superstruktur merupakan bentuk lain dari pemikiran dan kesadaran palsu yang terrefleksi dari substruktur itu sendiri.
2. Trilogi Wajah, Kosmetik dan Kecantikan a. Wajah sebagai Sesuatu yang Penting bagi Individu Wajah merupakan sesuatu yang unik dan juga khas karena tidak ada dua wajah yang identik, orang yang terlahir kembarpun masih ada perbedaannya. Di Indonesia, wajah terpampang jelas di dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan kartu identitas lainnya sehingga wajah menjadi simbol utama diri seseorang yang nyata. Wajah mempunyai tiga sifat, yaitu wajah bersifat fisik, wajah bersifat publik dan wajah bersifat lunak. Wajah bersifat fisik karena wajah merupakan milik seseorang atau individu yang tidak bisa disamakan dan di palsukan dengan wajah individu lainnya meskipun wajah tersebut di rias atau di make over. Wajah bersifat publik karena wajah merupakan simbol dari seseorang atau individu untuk dapat dikenali oleh individu yang lainnya. Wajah bersifat lunak karena wajah memiliki 80 otot mimik yang mampu membuat lebih dari 7.000 ekspresi. Selain ketiga sifat tersebut, wajah juga mempunyai berbagai macam fungsi, antara lain; wajah sebagai jalan masuk bagi makanan, minuman, dan udara. Wajah juga berfungsi sebagai sumber komunikasi non verbal dan wajah sebagai pertemuan antara indera penglihatan, indera cita rasa, indera pembauan, dan indera pendengaran (Synnott, 2003: 135). Gloria Swanson (Synnott, 2003: 136) menjelaskan bahwa ketika kita sedang berinteraksi dengan orang lain, kita tidak perlu berdialog karena kita telah memiliki wajah. Dari pendapat Gloria Swanson tersebut, dapat diketahui bahwa wajah telah mewakili kata-kata yang ingin kita sampaikan, wajah sebagai ‘petanda’ ketika kita sedang malas berbicara, marah atau ketika kita sedang sedih, kita dapat mengekspresikannya melalui mimik wajah. Selain itu, wajah juga menjadi penentu dasar bagi persepsi kecantikan atau kejelekan individu, dan semua persepsi ini secara tidak langsung membuka penghargaan diri dan kesempatan hidup seseorang. Wajah sungguh-sungguh menyimbolkan diri, dan menandai banyak hal dari bagian diri yang berbeda. Lebih daripada bagian tubuh lainnya, wajah di identifikasikan sebagai aku dan kamu. Seperti ketika kita
mengenali seseorang, hal pertama yang kita lihat adalah wajahnya, baru kemudian kita menandai bahwa wajah itu adalah milik seseorang. Jadi, wajah merupakan sesuatu yang bersifat penting bagi seseorang, karena adanya fungsi-fungsi di dalamnya. Fungsi wajah sebagai komunikasi non verbal, sampai dengan wajah yang dianggap penting karena dijadikan sebagai penentu dasar bagi kecantikan dan kejelekan setiap individu. b. Tinjauan tentang Kosmetik Istilah kosmetik yang dalam bahasa Inggris “cosmetics”, berasal dari bahasa Yunani “kosmētikos” yang berarti kecakapan dalam menghias, juga dari kata “kosmein” yang berarti menata atau menghias. Kata ini memiliki akar kata dari “kosmos” yang merujuk kepada keteraturan (order) dan harmoni dari seluruh semesta, juga merupakan bentuk atau struktur suatu benda. Salah satu arti kosmos yang juga dikontraskan dengan chaos adalah hiasan yang tertata, ornamen yang harmonis, seperti kalung dan anting yang digunakan seseorang untuk mempercantik diri mereka. Sejauh yang diketahui oleh para arkeolog, kosmetik pertama kali digunakan di Mesir pada 4000 tahun SM yang dibuktikan dari sisa-sisa artefak yang kemungkinan digunakan untuk tata rias (make up) dan untuk penggunaan salep pewangi. Orang yang pertama kali menggunakan kosmetik untuk wajahnya adalah Nabi Yusuf ketika menjabat sebagai wazir di Mesir. Namun, berbeda dengan tujuan penggunaan kosmetik pada saat ini, pada waktu itu Nabi Yusuf justru menggunakan kosmetik untuk menutupi ‘kecantikan’ wajahnya agar tampak lebih jelek, yang bahkan digambarkan bisa membuat perempuanperempuan Mesir menyayat tangannya sendiri akibat terpesona oleh ketampanan Nabi Yusuf. Kemudian bersamaan dengan permulaan era Kristen, kosmetik pada akhirnya digunakan secara luas di Kekaisaran Romawi. Pada waktu itu masyarakat sudah menggunakan ‘kohl’ (sebuah preparat yang diolah dari jelaga) yang dapat digunakan untuk menghitamkan bulu mata dan alis mata serta untuk mempertegas garis bentuk kelopak mata. Pemerah muka yang digunakan untuk pipi dan berbagai bedak pemutih digunakan untuk mensimulasi atau menambah kewajaran corak kulit, minyak mandi yang sudah
digunakan secara luas oleh masyarakat pada waktu itu, serta berbagai bahan abrasif yang digunakan sebagai pasta gigi, dan parfum yang baru digunakan belakangan diolah dari wewangian floral (binatang) dan herbal (tumbuhan) yang diperoleh dari resin alami sebagai fiksatif. Rupa-rupanya kosmetik dari waktu ke waktu selalu menjadi bagian yang penting dalam masyarakat. Menurut DR. Rahmi Primadiati dalam bukunya “Pedoman Instruksional Program Cidesco Internasional Kecantikan, Kosmetika, dan Estetika” (2001: 74) menjelaskan tentang definisi kosmetika. Kosmetika secara definisi adalah suatu ilmu yang mempelajari kandungan bahan dan manfaat yang dihasilkan oleh pemakaian bahan tersebut terhadap penampilan dan kecantikan seseorang. Di Amerika Serikat, kosmetika adalah suatu bahan yang berfungsi sebagai pembersih, mempercantik, meningkatkan atraktivitas atau penampilan. Akan tetapi hanya bersifat fisikal dan tidak mempunyai dampak atau efek fisiologis. Bila produk kosmetik tersebut mempunyai efek fisiologis maka akan dikategorikan sebagai pengobatan atau pencegahan suatu penyakit. Dan hal ini menjadi wewenang para ahli medis (dokter) bukan lagi dapat dilakukan oleh seorang piñata kecantikan (Rahmi, 2001: 74). Harold I Kaplan dan Benyamin J Shaddock menjelaskan bahwa ada 3 langkah orang menggunakan kosmetik atau melakukan tindakan mempercantik diri, antara lain: “Langkah tersebut bentuknya bermacam-macam, yaitu (1) dari yang bersifat sederhana, seperti sekedar memberi bedak tipis pada muka dan memakai lipgloss (minyak bibir), (2) tindakan yang lebih seperti; sophisticated yaitu penggunaan lotion-lotion pembersih; pemberian krim pembersih dari tidak hanya muka, tetapi sampai ke seluruh tubuh; medicure yaitu pemberian warna pada kuku, (3) kemudian melangkah lebih jauh lagi ialah tindakan yang lebih aktif; seperti electro caustic yaitu perawatan terhadap berbagai kelainan kulit; operasi-operasi yang lebih berat (operasi plastik), misalnya rhinoplasty, mammoplasty, face lift, dan lain-lain”, (Yohannes, 2007: 23). Dari uraian diatas, dapat dipahami bahwa kosmetik adalah tindakan yang bersifat memperindah diri dengan suatu alat atau media, seperti lotion, lipstick, bedak, shampoo, minyak rambut, dan sebagainya serta alat-alat untuk mendukung
kegiatan tersebut. Kosmetik juga sering disebut dengan make up. Kosmetik pada perkembangannya menjadi konsumsi bagi kaum laki-laki. c. Konstruksi Kecantikan dari Masa ke Masa Laki-laki masa kini telah memahami pentingnya wajah sebagai bagian dari tubuh, kosmetik, dan kecantikan. Tiga hal yang berkaitan erat satu sama lainnya, trilogy yang membentuk satu kesatuan representasi akan kesempurnaan seseorang adalah sebuah idealitas. Namun, konsepsi dan pemahaman pada setiap masa akan trilogy tubuh, kosmetik, dan kecantikan ini tidaklah selalu sama. Setiap masa akan mempunyai makna ‘cantik’ sendiri, konstruksi kecantikan yang dibuat oleh masyarakat pada masa itu dan dari masa ke masa tidak akan sama, akan mengalami perubahan tentang konsep kecantikan yang ideal. Sebuah konstruksi pencitraan kecantikan laki-laki masa kini yang dibungkus dengan kosakata ‘kosmetik’ dengan mengambil personalitas, tubuh, pikiran dan dandanan. Dan akhirnya tetap saja tubuh yang diwakilkan dengan gaya rambut, tergoda untuk merefleksikannya sebagai suatu bentuk representasi kecantikan yang lebih sesuai baginya sampai dengan pada akhirnya laki-laki menjadi tertarik kepada kosmetik yang akan berperan mewujudkan kecantikan yang ideal pada saat ini yang dikonstruksi oleh media dan masyarakat. Seperti halnya dengan konstruksi kulit bersih, cerah sebagai citraan kecantikan yang digembar-gemborkan media melalui berbagai iklan. Konstruksi kulit cantik terus menerus menyerbu ke benak para wanita dan laki-laki hingga terbentuk kesadaran semu bahwa berkulit bersih itu memang cantik. Konsep kecantikan yang digeneralisasikan tersebut telah membuat mereka berlombalomba merekonstruksi warna kulitnya menjadi lebih cerah, bersih agar dapat dikatakan sebagai kulit yang ‘cantik’. Kata “Cantik” telah dibentuk oleh media di dalam benak masyarakat
secara tidak sadar. Baik melalui iklan maupun tayangan‐tayangan sinetron yang
ada. Dalam hal ini, pendidikan non formal diperoleh melalui media melalui ragam media. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Naomi Wolf (2004: 7) dalam bukunya Mitos Kecantikan, yaitu “… tidaklah mudah dimengerti begitu saja pada
saat itu konsep‐konsep ideal tidak langsung datang dari surga, bahwa
konsep‐konsep itu sesungguhnya datang dari suatu tempat dan bahwa mereka
mempunyai tujuan tertentu. Karena definisi “cantik” telah dibuat seperti hal
diatas, maka berlomba-lombalah perempuan‐perempuan untuk melakukan
“rombak tubuh”. Baik dengan cara diet, olah raga ataupun dengan cara instant. Dan realitas social yang terjadi pada saat ini adalah laki-laki ikut melakukannya. Tubuh mengalami penyikapan yang ambigu, yaitu seakan menjadi sesuatu yang primer namun sekaligus sekunder. Obat-obat yang dipercaya akan merubah warna kulit menjadi lebih bersih, dan cerah juga menyebabkan banyak korban berjatuhan. Kebanyakan kosmetik pencerah kulit bekerja dengan pengelupasan kulit secara radikal yang mengakibatkan kulit menjadi tak terlindung dari sengatan sinar matahari karena menunggu pertumbuhan sel-sel kulit baru. Mewabahnya trend kecantikan berkulit wajah cantik telah menyebabkan wajahwajah menjadi ajang pemutihan mulai dari pemakaian masker hingga suntik vitamin. Dengan demikian tubuh tersebut mengalami pengabaian atau penyiksaan
tubuh dan penghilangan makna. Maka tubuh pun kini harus menderita demi obsesi kecantikan yang telah dihegemoni oleh industri kecantikan. Ilustrasi tersebut merupakan contoh kasus sederhana tentang fenomena rekonstruksi tubuh yang dilapisi kosmetik untuk menampilkan konsep kecantikan. Keberhargaan setiap fragmen tubuh menjadikannya sebagai komoditi bagi industri kosmetik. Perawatan tubuh dari waktu ke waktu semakin beragam hingga seakan tak ada lagi bagian tubuh yang tidak dirawat di salon-salon kecantikan. Namun, bukan hanya aspek fisik yang menjadi komoditi industri kecantikan, tetapi juga diri (self) konsumen, atau apa yang ada dalam diri laki-laki. Kecantikan saat ini lebih merupakan mitos dan juga merupakan mesin penghasil uang untuk bidang fashion dan industri kosmetik. Dalam hal ini, pikiran subjeklah yang menjadi fokus penanaman nilai-nilai tentang kecantikan tersebut, yang seringkali hanya merupakan ilusi, karena secara logika memang sulit untuk mewujudkannya. Kecantikan tak lebih hanya sebagai sebuah ideologi dalam masyarakat. Feminitas dan berbagai aturan kecantikan telah dikonstruksi oleh sosial, politik, dan ekonomi dalam kebudayaan yang mengeksploitasi potensi manusia dan sekaligus menghancurkan pikiran manusia itu sendiri. Mitos tentang kecantikan digencarkan melalui film, televisi, majalah, koran, seni, bahkan melalui sistem pendidikan. Konsep kecantikan selalu berubah-ubah, seperti terlacak dalam pergeseran budaya di Eropa-Amerika. Pada jaman kerajaan, cantik identik dengan wanita berpinggul
besar
sebagai
simbol
kesuburan
dan
berkulit
pucat
yang
menggambarkan kelas atas yang tak pernah ditimpa terik matahari. Citra tubuh montok bertahan hingga jaman Marilyn Monroe di Amerika. Tapi, lewat penampilan model Twiggy yang kurus-seksi, konsep cantik kemudian lekat dengan tubuh yang kerempeng dengan pinggang kecil. Dari uraian diatas, dapat diketahui bahwa dalam kenyataannya masyarakat selalu berupaya mengenalkan diri mereka melalui penampilan, kecantikan dengan pemakaian kosmetik serta pemakaian benda-benda yang mereka miliki. Perilaku tersebut juga didukung oleh iklan dan media. Ketiganya menjadi berkaitan erat dan tidak terpisahkan. Semuanya mengarah kepada pencitraan tentang kecantikan
diri seseorang yang dalam hal ini adalah tentang konstruksi kecantikan bagi lakilaki pada saat ini. d. Hubungan antara Wajah, Kosmetik dan Kecantikan Di era modernitas sekarang ini, wajah merupakan hal yang sangat penting. Salah satunya adalah dengan menampilkan wajah untuk tampil cantik dan menarik karena wajah dan penampilan kita akan dilihat oleh orang lain. Misalnya, ketika kita berbelanja di Mall, bekerja, bepergian ke tempat-tempat wisata, atau berangkat menuntut ilmu, kita akan menampilkan wajah kita secantik mungkin di dukung dengan adanya kosmetik. Menurut Baudrillard (2004: 263), jaman kita dewasa ini adalah pertunjukan pengeluaran makanan yang sama dengan pengeluaran ‘prestise’, semua lapisan masyarakat menyebut ‘mengkonsumsi’ dan hal ini untuk semua orang sesuai konsensus total. Hal tersebut bisa terjadi karena adanya tuntutan dari masyarakat sendiri dalam hal pencitraan diri. Untuk tampil cantik dan menarik, salah satunya adalah dengan cara mengkonsumsi produk-produk kosmetik. Masyarakat tanpa disadari dipaksa untuk dapat mengkonsumsi sesuatu yang dinilai prestise. Baudrillard juga menjelaskan tentang kecantikan dan erotisme adalah dua rumusan utama yang sering muncul. Keduanya akan sangat sulit dipisahkan dan membentuk etika baru dalam hubungan dengan tubuh. Berlaku untuk laki-laki dan wanita, namun mereka dibedakan dalam kutub feminin dan kutub maskulin. Jadi dalam hal ini kecantikan adalah tidak semata-mata milik wanita saja, akan tetapi pada perkembangannya kecantikan menjadi milik kaum laki-laki juga. Adorno (Baudrillard, 1998: 63), menjelaskan bahwa komoditas muncul dengan nilai guna sekunder (nilai pengganti) begitu dominasi nilai tukar telah diatur untuk menghapus ingatan mengenai nilai guna murni benda-benda. Komoditas menjadi bebas berperan dalam asosiasi dan ilusi budaya yang sangat luas, ini merupakan dasar yang disebut estetika komoditas. Iklan secara khusus dikatakan mampu mengeksploitasi kebebasan ini untuk menampilkan citra romantis, eksotis, kepuasan, atau kehidupan yang baik dengan memperkenalkan
barang-barang konsumen, seperti sabun, mesin cuci, mobil, dan minuman beralkohol. ”Citra” atau topeng-topeng ini juga menentukan cara objek materi berperan sebagai perantara makna dalam interaksi sosial. Citra tersebut merubah barang-barang ke dalam kode-kode simbolis yang harus dapat dimiliki oleh konsumen. Dari uraian di atas, dapat dilihat hubungan antara wajah, kosmetik dan kecantikan yang saling berkaitan. Wajah sebagai simbol utama diri seseorang atau individu yang di dukung dengan adanya penggunaan kosmetik. Kosmetik tersebut diharapkan dapat menampilkan kecantikan seseorang atau individu secara sempurna. Ketika individu ingin tampil cantik dan menarik, individu tersebut akan cenderung melakukan segala sesuatu yang menunjang pemenuhan tuntutan itu, antara lain dengan menggunakan kosmetik untuk menunjang penampilannya agar kelihatan menarik dan cantik sehingga dapat diketahui bahwa orang menggunakan kosmetik dikarenakan adanya kebutuhan untuk memenuhi kecantikan yang diharapkan.
3. Efek Halo dan Efek Tanduk sebagai Konstruksi Kecantikan di dalam Masyarakat Bersceeid dan Walster yang berusaha menjelaskan tentang kekuatan dari kecantikan dan kejelekan dalam masyarakat ditunjukkan dengan jelas dalam data riset mereka dibawah ini: “Para siswa berpikir bahwa orang-orang yang berpenampilan baik umumnya lebih sensitive, baik hati, menarik, kuat, cerdik, rapi, berjiwa sosial, ramah, dan menyenangkan daripada orang-orang yang kurang baik. Para siswa juga setuju bahwa mereka yang cantik secara seksual, lebih responsive daripada mereka yang tidak menarik” (Synnott, 46-74). Dari hasil riset tersebut, dapat diketahui bahwa penampilan fisik yang menarik serta didukung dengan penampilan yang baik, lebih dapat diterima oleh masyarakat. Anggapan para siswa yang lebih memilih orang yang berpenampilan baik rupa-rupanya secara tidak langsung menjelaskan adanya stereotip negative atau penilaian buruk terhadap orang yang berpenampilan tidak baik.
Penjelasan tersebut hampir sama dengan pendapatnya Kaczorowsky tentang ‘efek halo’ dan ‘efek tanduk’. Efek halo merupakan respon positif/ tanggapan orang lain yang dapat dengan mudah menerima kita dikarenakan kita berpenampilan lebih baik dan menarik atau paling tidak penampilan kita sama dengan orang lain pada umumnya, sedangkan efek tanduk adalah respon negatif/ tanggapan orang yang buruk dalam menerima penampilan kita, bisa saja karena penampilan kita tidak sama dengan orang lain pada umumnya dan dianggap penampilan kita lebih rendah atau jelek dibandingkan mereka. Agar orang mendapat efek halo dari orang lain, maka mereka harus dapat menampilkan dirinya sendiri untuk tampil cantik dan menarik di hadapan orang lain, atau paling tidak sama dengan masyarakat pada umumnya. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kebanyakan orang akan lebih memilih ‘efek halo’ daripada ‘efek tanduk’. Mereka lebih suka menampilkan dirinya secantik mungkin atau paling tidak mereka ingin dianggap sama dengan orang lain yang melihatnya. Kecantikan dan kejelekan juga menjadi faktor penting dalam masyarakat konsumsi yang sangat memperhatikan penampilan. Laki-laki akan merasa percaya diri ketika ia berpenampilan menarik di hadapan wanita atau rekan-rekannya. Daya tarik fisik tersebut memiliki efek yang positif dan mendasar bagi keberhasilan laki-laki tersebut dalam hal ekonomi (materi) serta sosialnya (pengakuan masyarakat) dan terkait erat dengan prestise yang dimiliki oleh seorang laki-laki yang memperhatikan kecantikan. Contohnya, ada seorang lakilaki dengan wajah dan tubuh yang terlihat bersih karena menggunakan kosmetik, didukung dengan laki-laki tersebut mengendarai mobil BMW dengan dandanan yang cantik pada dirinya, seperti memakai kaca mata dan pakaian yang serba bermerk, dan sebagainya yang semakin menambah nilai prestise laki-laki itu. Situasi tersebut dengan tidak langsung akan memperkuat pencitraan orang lain yang melihatnya, bahwa laki-laki tersebut berhasil dalam hal sosial (diakui oleh masyarakat) dan secara ekonomi/ materi mengatakan bahwa laki-laki tersebut kaya, sehingga membentuk prestise yang dimiliki laki-laki tersebut lebih tinggi dengan orang lain pada umumnya.
“Efek halo” kecantikan digambarkan berbanding lurus dengan “efek tanduk kejelekan”. Artinya, pengaruh dari penampakan fisik ini sangat penting dalam masyarakat yang hidup pada abad pencitraan. Seperti pada laki-laki yang sangat mengutamakan penampilan dan kecantikan wajahnya, didukung dengan benda-benda yang mendukung penampilannya. Seperti yang sudah dicontohkan diatas, maka dapat dikatakan orang tersebut akan mendapat prestise dari masyarakat karena hal-hal yang ada pada dirinya, yang kasat mata, yang dapat dilihat secara langsung oleh orang lain. Orang-orang yang melihatnya secara langsung dapat menerimanya dengan mudah, dan sebaliknya ketika laki-laki tersebut hanya berjalan tanpa alas kaki dengan memakai pakaian kotor dan bau, respon atau tanggapan orang pada umumnya akan berbanding lurus dengan memberi sikap yang tidak baik terhadapnya, seperti mengernyitkan dahi tanda tidak senang, menutup hidung karena bau, menatap sinis, dan sebagainya. Dari uraian tersebut, dapat diketahui bahwa di dalam masyarakat kita dewasa ini, penampilan wajah yang menarik jauh dinilai baik daripada penampilan wajah yang jelek atau buruk. Mereka yang berpenampilan kurang menarik tampaknya kurang begitu beruntung dan kurang mendapatkan tempat di tengah-tengah hubungan sosial. Sama halnya dengan laki-laki sekarang ini yang ingin tampil cantik dan menarik, mereka juga menggunakan kosmetik untuk mendukung penampilannya tersebut. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kebanyakan orang akan lebih memilih ‘efek halo’ daripada ‘efek tanduk’. Mereka lebih suka menampilkan dirinya secantik mungkin dari pada kebanyakan orang atau paling tidak mereka ingin dianggap sama dengan orang lain yang melihatnya. 4. Fenomena Laki-laki yang Menggunakan Kosmetik a. Tinjauan tentang Laki-laki Metroseksual Di berbagai tulisan yang membahas metroseksual, dikisahkan bahwa metroseksual pertama kali muncul di surat kabar Independent yang terbit di Inggris pada tahun 1994 dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Mark Simpson. Mark Simpson menjelaskan konsep laki-laki metroseksual adalah “A dandysh narcissist in love not only himself but also his urban lifestyle’ yang artinya,
seseorang metroseksual tidak hanya mencintai dirinya, tetapi juga dia seorang yang selalu mengikuti gaya hidup (S. Kunto adi Wibowo dalam Resistensi Gaya Hidup, 2006: 189).
Saat ini laki‐laki penganut paham feminisme radikal kultural tampak
berani menunjukkan identitas dirinya didepan umum. Saat ini baik di iklan maupun di film identitas gay ditampilkan berani. Sebagai contoh, film kategori dewasa ‘Arisan’ yang muncul tahun 2003 dengan durasi 128 menit, menceritakan
kehidupan gaya hidup perempuan metropolitan dan laki‐laki metropolitan yang
terjerumus ke arah homosexual (gay), yang diperankan oleh Surya Saputra dan
Tora Sudiro (Kristanto, 2005: 410‐411).
Di tengah-tengah masyarakat konsumsi inilah terdapat fenomena yang sering disebut sebagai laki-laki metroseksual. Di bandingkan dengan laki-laki pada umumnya, laki-laki metroseksual lebih memperhatikan penampilan secara keseluruhan serta kecantikan wajah yang mereka miliki dengan harapan orang lain memberikan tanggapan atau reaksi yang baik (efek halo) kepadanya sebagai seseorang yang berpenampilan menarik, dandy, kuat secara ekonomi dan sosial serta pengakuan-pengakuan lain dari masyarakat yang membentuk sebuah prestise. Fenomena tersebut telah berkembang secara global dan semakin hari menjadi kian nyata di masyarakat kita.
Withal juga menulis artikel yang mendeskripsikan suatu jenis baru lakilaki muda yang eksotis di dalam iklan pakaian dalam Calvin Klein yang dikenakan oleh model Mark Wahlberg, yang tidak tampan namun cantik, terpahat dengan indah bak gambaran sempurna maskulin pada jaman Yunani Kuno (2006: 190). Kata ‘cantik’ tersebut mengacu pada konstruksi laki-laki yang ideal pada masa itu, bahwa laki-laki yang cantik harus ‘maskulin’. Maskulin pada masa itu diartikan sebagai laki-laki yang tangguh, jantan, dan antipati terhadap kosmetik. Berbeda dengan laki-laki metroseksual yang sangat identik dengan kosmetik. Pergeseran perubahan budaya itulah yang akhirnya memunculkan laki-laki metroseksual lebih dari sekedar fakta melainkan juga sebuah fenomena yang kian menggejala di hampir semua kota besar dewasa ini. Laki-laki metroseksual adalah laki-laki yang women-oriented dan memiliki karakteristik unik seperti narsis dan merawat dirinya seringkali melebihi apa yang dilakukan oleh wanita. Mereka bisa membeli apa pun yang mereka inginkan untuk memenuhi kebutuhan yang berkaitan dengan pekerjaan dan penampilan. Pada saat ini, ikon laki-laki metroseksual adalah David Beckham. Praktik sebuah objek pengetahuan yang menempel pada diri Bekham telah menyediakan banyak
bentuk
ketertampakan
yang
akhirnya
melahirkan
pengetahuan-
pengetahuan baru tentang kelelakian atau maskulinitas. Beckham yang muda, dengan banyak uang untuk dibelanjakan, tinggal di wilayah perkotaan sematamata
karena
di
sanalah
terdapat
berbagai
fasilitas
untuk
menunjang
penampilannya. Ikon metroseksual di Indonesia antara lain: Indra L. Brugman, Feri Salim hingga sampai dengan politikus Yudi Krisnandi. Mengenai ciri-ciri laki-laki metroseksual, saya mengutip dari pendapatnya Kartajaya dan kawan-kawan yaitu: “Beberapa ciri laki-laki metroseksual dikemukakan oleh Kartajaya dan kawan kawan (2004), yaitu (1) pada umumnya hidup dan tinggal di kota besar di mana hal itu tentu saja berkaitan dengan kesempatan akses informasi, pergaulan dan gaya hidup yang dijalani dan secara jelas akan mempengaruhi keberadaan mereka, (2) berasal dari kalangan berada dan memiliki banyak uang karena banyaknya materi yang dibutuhkan sebagai penunjang gaya hidup yang dijalani, (3) memiliki gaya hidup urban dan hedonis, (4) secara intens mengikuti perkembangan fashion di majalahmajalah mode pria agar dapat mengetahui perkembangan fesyen terakhir
yang mudah diikuti, dan (5) umumnya mempunyai penampilan yang klimis, dandy dan sangat memperhatikan penampilan serta perawatan tubuh”, (Kartajaya dalam Wahyu Raharjo, 2007: b34). Saya juga mengutip pendapatnya David Chaney dan Simmel: “Secara sosiologis, metropolis dimediasikan melalui simbolisme, yakni sebuah dunia kehidupan yang di dalamnya terdapat simbol-simbol secara timbal-balik berada dalam tingkatan asosiasi yang lebih kompleks dan di dalamnya permainan makna hanya dapat dipahami secara refleksif dan sebagai suatu proses inovasi yang konstan. Dunia benda-benda modernitas yang semakin terdeferensiasi bukanlah suatu proses pemerkayaan inovasi yang sederhana, dan bukan alienasi yang terang-terangan. Wilayah kultural metropolis secara simultan menawarkan potensi-potensi baru bagi individu untuk mempertinggi subjektivitas mereka”, (David Chaney, 2004: 12). “Apa yang mendorong manusia modern berkecenderungan kuat untuk bergaya adalah pelampiasan (unburdening) dan penyembunyian (concealment) pribadi yang merupakan hakikat gaya”, (Simmel, 1991b: 69). Pada umumnya laki-laki metroseksual berada pada tingkat ekonomi atas atau dengan memiliki materi yang melimpah. Hal ini diperlukan untuk menunjang pemenuhan kebutuhan mereka terutama yang berkaitan dengan penampilan dan mempercantik diri. Akhirnya, dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut menyebabkan perilaku konsumtif yang mereka tunjukkan relatif agak berbeda dengan orang kebanyakan. Oleh karenanya, laki-laki metroseksual menjadi target market yang potensial bagi banyak produser. Banyak produk-produk yang dahulu menjadi khas konsumsi wanita kini menjadi bagian dari produk yang di konsumsi laki-laki metroseksual. Hal ini menyebabkan target pasar bergeser kepada lakilaki, tidak hanya wanita saja. Secara lebih lanjut, banyak produser kemudian menggunakan pendekatan dan strategi yang berbeda dalam mempengaruhi perilaku konsumtif laki-laki metroseksual, baik dari pengenalan karakteristik, sisi afektif dan kognitif yang biasanya dilakukan melalui media iklan. Jadi, dapat diketahui dari uraian ciri-ciri di atas bahwa laki-laki metroseksual berasal dari kalangan yang ‘mampu’ memenuhi kebutuhan mereka sesuai dengan penampilan yang diharapkan nantinya. Mereka lebih suka memperhatikan penampilan dan kecantikan wajahnya, salah satunya adalah
dengan menggunakan kosmetik. Dengan kata lain, laki-laki metroseksual juga tidak dapat lepas dari kosmetik yang membantunya mempercantik wajah dan penampilan secara keseluruhan. b. Pergeseran Penggunaan Kosmetik dari Laki-laki Metroseksual oleh lakilaki pada umumnya Dari uraian sebelumnya, laki-laki metroseksual merupakan individu yang tidak asing dengan yang namanya kosmetik, atau individu yang menggunakan kosmetik sebagai alat/ media dalam menyempurnakan penampilan serta kecantikannya. Akan tetapi yang terjadi sekarang ini, tidak hanya laki-laki metroseksual saja yang menggunakan kosmetik, melainkan laki-laki pada umumnya juga mulai mempergunakannya. Facial wash misalnya, hampir setiap laki-laki pada umumnya mempergunakannya. Pergeseran penggunaan kosmetik dari laki-laki metroseksual inilah yang kemudian kosmetik digunakan oleh laki-laki pada umumnya. Hal tersebut terjadi karena adanya peran media massa, iklan dan masyarakat yang sangat berpengaruh. Penggunaan kosmetik oleh kaum laki-laki menjadi hal yang sudah biasa dalam masyarakat kita dewasa ini, terlebih pada civitas akademika dan para pekerja. Dari fenomena tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa orang membeli alatalat kosmetik dikarenakan oleh pertimbangan-pertimbangan serta tuntutan yang salah satu faktor pentingnya adalah pertimbangan ‘estetik’. Pertimbangan estetik tersebut diperlukan demi mendapatkan penampilan fisik yang menarik dengan berbagai macam kepentingan, salah satunya adalah agar orang tersebut dapat dikatakan selalu mengikuti fenomena sosial yang sedang tren/ mengikuti mode atau orang tersebut teah memenuhi peraturan yang berlaku, salah satunya adalah dengan berpenampilan menarik. Kosmetik yang pada mulanya adalah sangat identik dengan laki-laki metroseksual, sekarang ini kosmetik menjadi lebih umum dipergunakan oleh laki-laki kebanyakan. Banyak sekali produk-produk kosmetik yang diperuntukkan laki-laki dapat kita temui di pusat-pusat perbelanjaan, di toko-toko, serta di tempat perawatan tubuh atau salon-salon kecantikan. Hal
tersebut tidak dapat lepas dari tuntutan seseorang harus bisa menampilkan diri sebaik mungkin dengan di dukung adanya kosmetik.
5. Peran Iklan, Media, dan Masyarakat dalam Pembentukan Kecantikan Industri kecantikan secara khusus sangat berkaitan erat dengan industri lainnya. Industri tersebut antara lain industri pakaian, industri penataan rambut, bedah plastik, industri makanan, bisnis fitness, dan tentu saja industri media dan periklanan. Media dan periklanan sangat berperan penting karena iklan merupakan media yang paling mudah dalam membentuk konstruksi sosial masyarakat. Seperti halnya mengenai penampilan apa yang menarik dan yang selalu mengikuti tren alias tidak ketinggalan jaman, wajah yang cantik, dan sebagainya sebagai sesuatu yang diidealkan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, media sebagai alat baik pada pendidikan formal maupun pendidikan non formal yang mempengaruhi proses rekonstruksi kecantikan yang ideal pada saat ini. Hal tersebut diungkapkan oleh Kertajaya
bahwa
media membantu laki-laki
metroseksual
agar
terlihat
keberadaannya, dan media juga menyebarluaskan tips maupun informasi bagaimana seharusnya laki-laki sejati. Baik dalam media cetak, televisi dan yang paling berkembang sekarang adalah internet. Hal tersebut akan menjadi mudah ditangkap oleh kaum laki-laki dengan baik, karena laki-laki lebih mengandalkan mata. Dengan percakapan di dunia maya yang dikomunikasikan lewat mata, mereka menjadi terakomodasi dalam banyak informasi (Kertajaya, 2003: 16). Pengertian media sebagai pesan semakin memperjelas pemahaman kita tentang media sebagai pendidikan non formal. Sebagai contohnya, formula McLuhan perlu diterima sebagai benang merah mendasar dalam pembahasan konsumsi ”media adalah pesan”. Ini berarti bahwa kebenaran pesan yang disampaikan televisi dan radio yang dibaca dan dikonsumsi secara tak sadar dan mendalam, ini bukanlah makna yang terungkap dari suara dan gambar-gambar, ini adalah skema yang harus dilaksanakan, dihubungkan dengan esensi teknik media itu sendiri, dengan esensi teknis pelipatgandaan kenyataan, dengan tanda-tanda
yang suksesif dan sepadan, inilah transisi normal, yang terprogram, luar biasa, dari Vietnam hingga hall music, berdasarkan sebuah abstraksi total yang satu seperti yang lainnya (Baudrillard, 2004: 152). Dalam makna ini, media iklan atau periklanan barangkali merupakan media massa yang paling menonjol pada jaman kita ini. Seperti juga ketika membicarakan tentang objek, periklanan dapat dikatakan mengagungkan semua objek, seperti juga melewati objek dan merk periklanan membicarakan tentang totalitas objek dan pembicaraan dunia yang dihitung melalui benda-benda dan mereka bahkan ditujukan kepada setiap konsumen melalui masing-masing orang dan kepada yang lainnya lagi, yang seolah-olah sebuah totalitas konsumen, menjadikan konsumen suka pada makna dalam istilah McLuhan yaitu melalui keterlibatan, melalui persekongkolan imanen, langsung pada tingkat pesan, tetapi terutama pada tingkat medium itu sendiri dan pada tingkat kode. Setiap gambar, setiap iklan memaksakan sebuah konsensus dengan semua individu yang dengan mudah diundang untuk membacanya, yaitu dengan membaca pesan, secara otomatis setuju dengan kode dalam iklan yang dibaca, (Baudrillard, 2004: 156). Tampilan media masa yang mempresentasikan bagaimana seorang yang mendapat julukan cantik sangat tergantung pada bagaimana masyarakat memiliki persepsi tentang hal itu. Penggunaan media massa dalam memberikan julukan kepada seseorang sangat sering kita lihat sekarang ini dan bagaimana julukan tersebut memberikan pengaruh pada orang tersebut. Satu peran yang pasti, yang dilakukan media massa dalam mengkonstruksi teori penjulukan ini adalah dengan mendramatisir penayangan ataupun informasi dengan menciptakan karakter tokoh yang cantik yang menjadi impian laki-laki dan perempuan. Sehingga, media massa atau pers berperan aktif dalam menyebarkan penjulukan tersebut. Pers merupakan lembaga kemasyarakatan dan merupakan sub sistem dari sistem kemasyarakatan dimana ia berada bersamasama antara sub sistem dengan sub sistem lainnya. Dengan demikian pers tidak hidup sendiri, melainkan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya.
Media berperan penting dalam pembentukan, mobilisasi, dan pencitraanpencitraan kecantikan masa kini. Peliputan atas isu, peristiwa, atau public figure (seperti: artis, pejabat) mencerminkan distribusi kekuasaan dalam sistem sosial, khususnya kepentingan kelompok dominan dalam sistem sosial tersebut. Dalam konteks ini, media berfungsi sebagai alat yang mendeskripsikan tentang kecantikan yang ideal. Berita yang disajikan pers, meskipun diklaim objektif, tetap saja mengandung bias. Karena bahasa itu sendiri (termasuk bahasa gambar) merupakan serangkaian pesan yang diciptakan oleh orang-orang yang juga pernah hidup dalam historisitas tertentu. Semua perangkat nilai yang telah mereka serap, ditambah kondisi fisiologis dan psikologis mereka yang situasional, turut mempengaruhi perumusan dan penyampaian berita. Pada dasarnya bahasa (kata-kata) itu tidak netral. Di dalamnya terdapat muatan-muatan pribadi, karena itu tidak ada berita yang objektif dalam pengertian murni atau mutlak. Berita merupakan rekonstruksi pikiran wartawan (institusi pers) mengenai kecantikan yang ideal. Wartawan atau redaksi akan memilih katakata tertentu untuk menyiratkan seseorang yang dikatakan cantik dan tidak cantik. Demikian juga penjulukan yang dilakukan pihak pers dalam bentuk kata-kata oleh media cetak atau gambar oleh media televisi. Narasi atau penjulukan tersebut akan ditafsirkan oleh pembaca atau pemirsa dengan cara mereka sendiri. Jadi, dapat diketahui bahwa iklan dan media massa menjadi pendidikan non formal yang sangat berperan penting dalam hal pembentukan konstruksi kecantikan yang ideal bagi laki-laki dari suatu masa ke masa, bahkan sampai pada saat ini. Iklan dan media massa mempunyai kriteria-kriteria khusus bagi laki-laki yang cantik dan ideal, yang pada akhirnya disetujui oleh masyarakat pada umumnya yang dinamakan sebagai konsensus total.
B. KERANGKA BERPIKIR
Dalam menyusun kerangka berpikir berarti peneliti berusaha untuk membuat argumen yang rasional terhadap teori yang digunakan guna menganilisis permasalahan yang sedang diteliti. Adapun kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah berawal dari adanya pergeseran perubahan kebudayaan tentang konstruksi kecantikan yang terdapat di dalam realitas sosial.
Pada awalnya kecantikan
tersebut identik dengan wanita, kemudian muncul fenomena laki-laki yang sangat memperhatikan penampilan, tubuh, dan kecantikan yang sering disebut dengan laki-laki metroseksual serta fenomena gay yang telah dijelaskan peneliti sebelumnya. Seiring dengan perubahan jaman, laki-laki pada umumnya juga mulai memperhatikan penampilan dengan melakukan hal yang sama dengan lakilaki metroseksual yaitu dengan menggunakan kosmetik agar menjadi lebih menarik dan cantik. Kecantikan menjadi penting bagi laki-laki dewasa ini, yang mana di dukung dengan adanya konstruksi sosial tentang kecantikan pada saat ini. Tentang kecantikan yang telah menimpa kaum laki-laki, pada saat ini juga dapat kita lihat dari adanya video klip ”The Cash” tentang diet yang dilakukan oleh kaum laki-laki untuk menjadi cantik dan berusaha menjaga kecantikan tubuh mereka agar tidak mengalami kegemukan. Hal tersebut dilakukan guna memenuhi kepentingan-kepentingan mereka, salah satunya adalah agar tidak ditinggalkan oleh teman wanitanya atau pacar. Konstruksi sosial tentang kecantikan bagi laki-laki pada saat ini di pengaruhi oleh proses dialektika, eksternalisasi, internalisasi dan obyektivasi. Masyarakat sebagai tempat pendidikan formal dan non formal juga berpengaruh penting di dalam pembentukan konstruksi kecantikan tersebut. Dalam proses tersebut, iklan dan media sebagai pendidikan non formal memberi pengaruh yang lebih terhadap proses tersebut dikarenakan iklan dan media massa mempunyai kriteria-kriteria khusus bagi laki-laki yang cantik dan ideal, yang pada akhirnya disetujui oleh masyarakat pada umumnya yang dinamakan sebagai konsensus total. Wajah sebagai simbol utama diri seseorang atau individu yang akan di lihat pertama kali oleh orang lain menjadi sangat penting dewasa ini. Laki-laki masa kini telah memahami pentingnya wajah sebagai bagian dari tubuh, kosmetik,
dan kecantikan. Tiga hal yang berkaitan erat satu sama lainnya yang membentuk konstruksi kecantikan di dalam masyarakat kita dewasa ini. Namun, konsepsi dan pemahaman pada setiap masa akan trilogy tubuh, kosmetik, dan kecantikan ini tidaklah selalu sama. Setiap masa akan mempunyai makna ‘cantik’ sendiri, konstruksi kecantikan yang dibuat oleh masyarakat pada masa itu dan dari masa ke masa tidak akan sama, akan mengalami pergeseran atau perubahan tentang konsep kecantikan yang ideal. Sebuah konstruksi kecantikan laki-laki masa kini yang dibungkus dengan kosakata ‘kosmetik’ dengan mengambil personalitas, tubuh, pikiran dan dandanan. Walaupun akhirnya tetap saja tubuh yang diwakilkan dengan wajah yang merupakan simbol utama diri seseorang atau individu yang mana individu tersebut akan berusaha menampilkan dirinya untuk merefleksikan penampilannya sebagai suatu bentuk representasi kecantikan yang lebih. Pada akhirnya laki-laki menjadi tertarik kepada kosmetik yang akan berperan mewujudkan kecantikan yang ideal pada saat ini yang dikonstruksi oleh media dan masyarakat. Kecantikan, wajah sebagai bagian dari tubuh dan kosmetik menjadi penting di tengah-tengah masyarakat konsumsi, seperti halnya laki-laki pada saat sekarang ini. Di sini, peneliti melihat mahasiswa Universitas Sebelas Maret atau UNS yang sebenarnya adalah orang menuntut ilmu, dalam kenyataannya mereka juga ingin menampilkan dirinya dihadapan orang lain dengan tampilan yang menarik, salah satunya adalah dengan pemakaian kosmetik. Mereka lebih memperhatikan penampilan serta reaksi dari orang lain, karena sebetulnya mereka ingin dilihat oleh orang lain sebagai seseorang yang berpenampilan menarik, dandy, dan sebagainya. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh konstruksi sosial yang dibangun oleh masyarakat, iklan dan media pada saat ini. Berangkat dari realitas sosial tersebut, peneliti ingin menjelaskan proses yang sedang terjadi, alasan-alasan penampilan menjadi penting bahkan sangat penting bagi laki-laki, persoalan-persoalan dibalik penggunaan kosmetik oleh laki-laki dengan mengacu pada teori yang telah dipilih oleh peneliti. Dari proses tersebut, akan diketahui pengaruh dari masyarakat, media, dan iklan sehingga dapat diketahui konstruksi kecantikan laki-laki pada saat ini.
Peneliti selanjutnya membuat kerangka berpikir yang berawal dari maraknya penggunaan kosmetik bagi laki-laki pada saat ini. Peneliti menggunakan konsep kecantikan dan wajah yang merupakan simbol utama diri seseorang atau individu menurut Anthony Synnott yang mana kecantikan tersebut identik dengan wajah serta teori konstruksi sosial oleh Berger untuk menjelaskan proses yang sedang terjadi. Konsep kecantikan tersebut dikonstruksikan oleh masyarakat, iklan dan media massa. Pendidikan formal dan non formal yang terdapat di dalam masyarakat secara langsung memberikan pengaruh terhadap proses konstruksi kecantikan bagi laki-laki pada saat ini. Melalui media yang berada di dalam pendidikan non formal, seperti pada waktu melihat televisi yang di dalamnya terdapat sinetron, film, iklan dan reality show lainnya yang menggiring penonton untuk melihat dan kemudian menggambarkan tentang kecantikan yang ideal, seperti yang telah digambarkan di media televisi. Melalui media yang berada di dalam pendidikan formal, seperti ketika di dalam perkuliahan dipresentasikan tentang pentingnya penampilan bagi laki-laki yang digambarkan dari hasil penelitian lapangan. Orang terlalu sibuk memikirkan penampilan yang menarik dengan harapan orang tersebut mendapatkan tempat atau paling tidak diakui oleh orang lain yang melihatnya. Kemudian diperjelas oleh pendapatnya Kaczorowsky tentang ‘efek halo’ dan ‘efek tanduk’. Orang akan lebih memilih ‘efek halo’ daripada ‘efek tanduk’ yang juga ikut mengambil bagian dalam proses konstruksi kecantikan di dalam masyarakat. Efek halo merupakan respon positif/ tanggapan orang lain dapat dengan mudah menerima kita, sedangkan efek tanduk adalah respon negatif/ tanggapan orang yang buruk dalam menerima penampilan kita. Nah, agar orang mendapat efek halo dari orang lain, maka mereka harus dapat menampilkan dirinya sendiri untuk tampil cantik dan menarik di hadapan orang lain, atau paling tidak sama dengan masyarakat pada umumnya. Peneliti selanjutnya menjelaskan alasan tentang penggunaan kosmetik oleh laki-laki, tubuh dan kecantikan yang menjadi komoditas penting dalam masa ini. Baru setelah itu di tarik garis lurusnya tentang konstruksi kecantikan bagi laki-laki pada saat ini.
Tugas peneliti di sini adalah untuk mengkonstruksi kecantikan bagi lakilaki pada saat ini (rekonstruksi realitas sosial secara dialektis antara peneliti dengan pelaku sosial yang diteliti). Ketika proses ini berlangsung maka peneliti tidak saja mengkonstruksi pengetahuan itu, namun juga terlibat di dalam proses dekonstruksi terhadap pengetahuan itu. Hal ini berlangsung secara dialektika di dalam proses ilmiah yang dilakukannya, proses inilah yang dinamakan penelitian sosial. Untuk memperjelas keterangan di atas, berikut ini skema kerangka berpikir yang akan mempermudah dalam memahaminya.
Pentingnya Wajah, Kecantikan dan Kosmetik Bagi Laki-laki
Masyarakat Media Iklan (Pendidikan Formal dan Non Formal)
Makna Cantik Bagi Laki-laki
Konstruksi Kecantikan Bagi Laki-laki
Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir
Alasan Penggunaan Kosmetik (Perubahan Nilai Terhadap Kosmetik)
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Suatu penelitian memerlukan lokasi yang akan dijadikan sebagai objek penelitian. Hal tersebut dikarenakan lokasi penelitian merupakan salah satu sumber data yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian. Sesuai dengan judul penelitian yang penulis pilih yaitu konstruksi kecantikan bagi lakilaki (studi konstruktivisme tentang pentingnya penampilan dan makna cantik bagi mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta). Penetapan lokasi ini didasarkan atas pertimbangan bahwa peneliti ingin mendapatkan gambaran secara utuh tentang konstruksi kecantikan bagi laki-laki, fokusnya adalah pada mahasiswa yang terdaftar di Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) pada saat ini. Peneliti memilih UNS sebagai tempat penelitian dengan pertimbangan bahwa di Universitas Sebelas Maret terdapat Peraturan Rektor Tentang Tata Tertib Kehidupan Mahasiswa, yaitu di dalam ketentuan dalam Bab II tentang hak dan kewajiban mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta dalam Pasal 2P tentang berpakaian sopan dan tertib sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam keputusan Rektor tentang hak mahasiswa UNS pada Bab 7 tentang Busana, pasal 8 (1) dan (2) juga dijelaskan aturan tentang busana yang dikenakan oleh mahasiswa, yaitu sebagai berikut; (1) Setiap mahasiswa harus berpakaian sopan dan rapi sesuai dengan norma-norma yang berlaku; dan (2) Jenis dan macam pakaian disesuaikan dengan kegiatan yang sedang dilaksanakan. Berdasarkan ketentuan yang berlaku di Universitas Sebelas Maret serta UNS pada hakikatnya sebagai tempat menuntut ilmu, maka peneliti memilih UNS sebagai lokasi penelitian. Peneliti juga melakukan wawancara dan observasi di luar UNS yang berhubungan dengan permasalahan penelitian, seperti di pusatpusat perbelanjaan (Solo Grand Mall, Solo Square), tempat nongkrong informan,
33
tempat tinggal informan, klinik perawatan kecantikan, dan di tempat body building and fitness. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak dimulainya persiapan penelitian yaitu pada bulan Agustus 2009 dan direncanakan selesai pada bulan Juli 2010. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1 tentang alokasi waktu penelitian berikut ini: Tabel 1: Alokasi Waktu Penelitian No
Kegiatan
2009 AgustusOktober
1. 2. 3. 4. 5.
NovemberDesember
2010 Januari-Juli
Persiapan/ Pra-Lapangan Pengumpulan Data Analisis Data Memformulasikan Hipotesis Penyusunan Laporan Adapun tahapan penelitian sosial tersebut (di adaptasi dari Spradley,
1997:119-120) adalah sebagai berikut: 1. Persiapan Pra Lapangan, yaitu; (a) memilih masalah, yaitu peneliti memulai dengan memeriksa kembali kepustakaan teoritis yang relevan untuk menemukan suatu bidang yang tampak menarik serta perlu penelitian lanjut; dan (b) memformulasikan asumsi dasar dalam kerangka pemikiran. Asumsi dasar itu ditetapkan dalam bentuk yang dapat diuji. Asumsi dasar tersebut menunjukkan suatu perbaikan lanjut dari permasalahan dan berfungsi sebagai pengarah bagi peneliti dan mengumpulkan data yang diperlukan. 2. Mengumpulkan data, yaitu peneliti menggunakan satu metode penelitian atau lebih untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Tahap ini dimulai sebelum memformulasikan asumsi apapun. Peneliti kemudian memulai dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan deskriptif dengan melakukan observasi umum, dan mencatat semua itu dalam catatan lapangan (field note). 3. Menganalisis
data.
Setelah
data
terkumpul,
peneliti
baru
dapat
menganalisisnya. Analisis itu selalu dikerjakan dalam kaitannya dengan permasalahan yang asli serta asumsi khusus. Dalam penelitian ilmu sosial, peneliti tidak boleh mengubah asumsi atau permasalahan yang diteliti bersamaan dengan mengumpulkan data karena hal itu akan merusak hasil. Analisis itu meliputi pemeriksaan ulang catatan lapangan untuk mencari simbol-simbol budaya (yang biasanya dinyatakan dalam istilah asli) serta mencari hubungan antara simbol-simbol itu. 4. Memformulasikan asumsi dasar dari kerangka pemikiran. Asumsi dasar yang harus diformulasikan setelah mengumpulkan data awal. Asumsi dasar ini mengusulkan hubungan yang harus di uji dengan cara mengecek hal-hal yang diketahui oleh informan. 5. Menuliskan hasil laporan penelitian. Menulis, dalam pengertian ini adalah suatu proses dalam perbaikan analisis hasil penelitian.
B. Bentuk dan Strategi Penelitian 1. Bentuk Penelitian Penelitian yang digunakan dalam kajian ini yaitu metode penelitian kualitatif. Denzin dan Lincoln (1987) menyatakan bahwa metode penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar belakang ilmiah, dengan maksud menafsirkan realitas sosial yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode penelitian yang ada. Sedangkan menurut Jane Richie, metode penelitian kualitatif adalah upaya untuk menyajikan dunia sosial, dan perspektifnya di dalam dunia, dari segi konsep, perilaku, persepsi, dan persoalan tentang manusia yang diteliti. Kembali pada definisi di sini dikemukakan tentang peranan penting dari apa yang seharusnya diteliti yaitu konsep, perilaku, persepsi, dan persoalan tentang manusia yang diteliti (Moleong, 2007: 5-6).
Dari kajian tersebut, dapat diketahui bahwa metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang bermaksud untuk memahami realitas sosial tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi yang keluar dari subjek penelitian tersebut yang kemudian ditulis dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa yang ilmiah dan akademis oleh peneliti. Metode penelitian kualitatif lebih mementingkan pengkajian yang mendalam terhadap subjek penelitian tersebut. Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif karena metode penelitian kualitatif mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh metode penelitian kuantitatif. Seperti yang diungkapkan oleh Anselm Strauss dan Juliet Corbin (2003: 5) bahwa metode penelitian kualitatif memiliki kelebihan antara lain: (1) metode penelitian kualitatif dapat digunakan untuk mengungkapkan dan memahami sesuatu di balik fenomena yang belum diketahui oleh peneliti; (2) metode penelitian kualitatif dapat digunakan untuk mendapatkan wawasan tentang sesuatu yang baru sedikit diketahui; (3) metode penelitian kualitatif dapat memberi rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode penelitian kuantitatif. Terkait dengan hal tersebut maka penggunaan metode penelitian kualitatif dalam penelitian ini juga dapat memberikan beberapa kelebihan seperti yang disampaikan oleh Bruce A. Chadwick dkk (1991: 239240): ”(a) penelitian ini menggunakan pengamatan perilaku berdasarkan ‘latar alamiah’ yang dapat meningkatkan pemahaman peneliti tentang hal yang menjadi fokus kajian dalam penelitian, (b) penelitian ini menuntut peneliti terlibat secara langsung untuk memperoleh suatu tingkat pemahaman mengenai komunitas yang sedang diteliti, (c) penelitian ini bersifat luwes sehingga memungkinkan peneliti untuk mengetahui peristiwa-peristiwa atau kondisi-kondisi yang tidak diduga sebelum pelaksanaan penelitian di lapangan”. Sesuai dengan pendapat di atas, maka bentuk penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif yang diharapkan oleh peneliti mampu menggambarkan secara tepat sifat individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu guna menentukan frekuensi adanya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lainnya di dalam masyarakat.
Penelitian dilaksanakan dengan mempertimbangkan kesesuaian objek studi sehingga penggunaan metode penelitian dipilih secara mendalam agar sesuai dengan metode tersebut, yaitu menggunakan metode kualitatif deskriptif. Data dalam penelitian diperoleh untuk menggambarkan atau melukiskan suatu subjek atau objek penelitian (seseorang, kelompok, masyarakat, dan lain-lain) berdasarkan faktor-faktor yang tampak atau sebagaimana adanya. Dalam penelitian dengan judul ”Konstruksi Kecantikan Bagi Laki-laki (studi konstruktivisme tentang pentingnya penampilan dan makna cantik bagi mahasiswa
Universitas
Sebelas
Maret,
Surakarta)”
ini,
peneliti
ingin
mendeskripsikan tentang pentingnya penampilan bagi laki-laki pada saat ini serta adanya konstruksi kecantikan bagi laki-laki sekarang ini pada mahasiswa UNS Surakarta yang mencakup tentang perilaku, persepsi yang keluar dari subjek penelitian (informan penelitian) yang kemudian dapat diketahui kriteria cantik yang ideal menurut mereka. Ketika proses penelitian ini berlangsung, maka peneliti tidak saja merekonstruksi pengetahuan tersebut, namun peneliti juga ikut terlibat di dalam proses dekonstruksi terhadap pengetahuan tersebut. Hal ini berlangsung secara dialektika di dalam proses ilmiah yang dilakukannya, proses inilah yang dinamakan penelitian sosial.
2. Strategi Penelitian Strategi penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme sebagai acuan dalam melakukan penelitian sosial. Dalam pendekatan konstruktivisme, peneliti lebih menekankan empati, dan interaksi antara peneliti dengan informan untuk merekonstruksi realitas yang sedang diteliti melalui metode kualitatif, seperti observasi dan wawancara. Menurut Dedy N. Hidayat (1999: 3), kriteria kualitas dalam penelitian yang menggunakan pendekatan konstruktivisme adalah authenticity dan reflectivity, yaitu sejauh mana temuan hasil penelitian merupakan refleksi otentik dari realitas yang dihayati oleh para pelaku sosial. Paradigma konstruktivisme mengacu pada realitas sosial pada saat ini sesuai dengan sumber data penelitian, yaitu pada mahasiswa UNS Surakarta yang
akan membentuk konstruksi kecantikan bagi laki-laki pada saat ini. Dalam penelitian ini, pendekatan konstruktivisme mempunyai tiga cara dalam memandang suatu realitas yang sedang diteliti. Ketiga cara tersebut yaitu melalui cara pandang ontologis, epistemologis, dan aksiologis yang akan peneliti uraikan sebagai berikut. Secara ontologis, pandangan konstruktivisme merupakan pandangan realitas yang relatif yang berasal dari realitas yang merupakan konstruksi sosial. Kebenaran suatu realitas bersifat relatif, berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial. Peneliti melakukan penelitian terhadap beberapa informan yang akan menjelaskan konsep kecantikan menurut persepsi atau pendapatnya masing-masing informan sebagai subjektivitas antar individu yang kemudian membentuk konsensus total tentang konsep kecantikan bagi lakilaki pada saat ini yang dikonstruksikan oleh mereka. Pendekatan konstruktivisme dilakukan ketika peneliti mewawancarai informan tentang pentingnya penampilan bagi dirinya. Alasan yang keluar dari informan tersebut akan beragam dan relatif tergantung dari informan tersebut. Dari kegiatan wawancara tersebut akan diperoleh informasi tentang kecantikan dan pentingnya penampilan bagi laki-laki yang beragam dari informan yang kemudian dianalisis oleh peneliti, sehingga akan diperoleh suatu analisis konstruksi kecantikan bagi mahasiswa UNS Surakarta pada saat ini yang berasal dari realitas sosial yang ada. Secara epistemologis, pandangan konstruktivisme merupakan pandangan transacsionalist/ subjektif, yaitu pemahaman tentang suatu realitas sosial, atau temuan suatu penelitian merupakan produk atau hasil interaksi antara peneliti dengan yang diteliti atau informan. Pendekatan konstruktivisme dilakukan ketika kegiatan wawancara dan observasi dari awal sampai dengan selesai. Peneliti kemudian menjelaskan tentang hasil penelitian dan analisis hasil penelitian tersebut menurut pandangan subyektif peneliti sendiri secara ilmiah dan akademis. Secara aksiologis, pandangan konstruktivisme mencakup dua nilai. Nilai yang pertama yaitu mencakup tentang nilai, etika, dan pilihan moral yang merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu penelitian sosial. Nilai, etika, dan moral tersebut adalah tata cara peneliti ketika melakukan wawancara, peneliti
meminta ijin terlebih dahulu kepada informan untuk melakukan wawancara tentang konstruksi kecantikan bagi mahasiswa UNS Surakarta, baru kemudian peneliti membuat rencana kegiatan wawancara dan observasi kepada informan; nilai yang kedua adalah peneliti sebagai passionate participant, yaitu fasilitator yang menjembatani keragaman subjektivitas pelaku sosial. Peneliti menggunakan nilai yang kedua pada saat peneliti berusaha membantu informan yang sedang kesulitan menyampaikan sesuatu hal yang ingin diutarakannya atau pada saat informan menggunakan istilah yang beragam. Seperti pada waktu informan menanyakan jenis kosmetik yang disapukan di bagian pipi, kemudian ada yang mengatakan pemerah pipi, ada yang mengatakan perona pipi, peneliti membantu menjawab pertanyaan tersebut bahwa kosmetik yang disapukan di bagian pipi dinamakaan blash on. Dalam pendekatan konstruktivisme ini, penelitian bertujuan untuk merekonstruksi realitas sosial secara dialektis antara peneliti dengan pelaku sosial yang diteliti. Proses interaksi antar peneliti dengan informan akan banyak ditemui di lapangan, baik pada saat melakukan wawancara yang mengacu pada interview guide serta pada waktu berbicara di luar ranah penelitian. Secara aksiologis, kedekatan peneliti dengan informan dapat lebih efektif ketika yang digunakan adalah kedekatan emosional, yaitu kedekatan yang bersifat santai antara peneliti dengan informan. Kedekatan emosional dapat dibangun melalui hubungan yang intensif, seperti pada waktu peneliti mengikuti kegiatan informan yaitu ketika sedang bersantai dengan teman-temannya jika diijinkan, melalui sms (short message service) menanyakan kabar informan secara wajar dengan batasan sebagai teman. Hal tersebut dikarenakan informan akan merasa nyaman kepada peneliti ketika diwawancarai, serta keadaan tidak menjadi kaku. Dalam pendekatan konstruktivisme ini, subjektivitas penelitian masih tetap ada. Meskipun demikian, peneliti berusaha untuk bersifat objektif dalam mengamati realitas sosial yang sedang diteliti, kejadian dan peristiwa yang ditemukan selama proses penelitian berlangsung dengan tujuan untuk memperoleh data yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya sehingga menjadi penelitian yang hasilnya tidak bias dan lebih bersifat ilmiah. Pendekatan
konstruktivisme dipilih peneliti untuk merekonstruksi realitas sosial secara keseluruhan, baik secara ontologis, epistemologis, serta aksiologis. C. Sumber Data Pemilihan sumber data yang sesuai dalam penelitian ”konstruksi kecantikan bagi laki-laki” ini akan mempengaruhi ketepatan informasi atau data yang diperoleh peneliti. Dalam penelitian kualitatif hasil datanya bersifat kualitas dalam bentuk verbal yang di deskripsikan, maka sumber data yang sesuai dengan penelitian tersebut akan sangat mempengaruhi kedalaman informasi yang diperoleh peneliti. Oleh sebab itu, dalam proses penelitian ini sumber data merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dan diabaikan begitu saja. H. B Sutopo (2002: 49) menyatakan bahwa sumber data dalam penelitian kulitatif dapat berupa manusia, peristiwa dan tingkah laku, dokumen dan arsip serta benda-benda lain. Berdasarkan pendapat tersebut di atas maka penelitian ini menggunakan sumber data yang menurut peneliti adalah penting dalam melakukan penelitian sosial. Sumber data tersebut berupa: 1) studi pustaka; 2) peristiwa atau aktivitas; 3) tempat atau lokasi; 4) informan; dan (5) dokumen atau arsip. Untuk lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut: 1. Studi Pustaka Studi pustaka yakni mencari informasi dari referensi yang berasal dari media cetak, seperti yang dilakukan peneliti di beberapa perpustakaan UNS maupun perpustakaan lainnya yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Studi pustaka dilakukan untuk mendukung penelitian yang akan dilakukan serta sebagai referensi awal yang berkaitan dengan penelitian konstruksi kecantikan bagi laki-laki. Studi pustaka dapat berupa referensi media cetak seperti buku dan jurnal-jurnal baik jurnal dari dalam negeri maupun jurnal dari luar negeri yang dapat membantu peneliti dalam memberikan gambaran mengenai permasalahan yang akan dan sedang dikaji dalam penelitian. Studi pustaka dilakukan peneliti
sebelum penelitian dilaksanakan agar penelitian nantinya dapat berpatokan kepada bahasan atau persoalan yang akan dikaji secara matang. 2. Peristiwa atau Aktivitas Selain melalui informan, data penelitian kualitatif juga dapat diperoleh dari kumpulan peristiwa atau aktivitas yang berkaitan dengan perilaku yang menjadi fokus penelitian. Menurut H.B Sutopo (2002: 51) mengatakan: ”Dari pengamatan pada peristiwa atau aktivitas, peneliti bisa mengetahui proses bagaimana sesuatu terjadi secara lebih pasti karena menyaksikan sendiri secara langsung. Peristiwa sebagai sumber data memang sangat beragam, dari berbagai peristiwa, baik yang terjadi secara sengaja ataupun tidak, aktivitas rutin yang berulang atau yang hanya satu kali terjadi, aktivitas yang formal maupun yang tidak formal, dan juga yang tertutup ataupun yang terbuka untuk bisa diamati oleh siapa saja”. Peristiwa atau aktivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan fokus kajian penelitian mengenai konstruksi kecantikan bagi laki-laki yang meliputi tentang pentingnya penampilan bagi laki-laki serta hal-hal yang dilakukan informan untuk memperoleh penampilan yang menarik menurut masing-masing informan dan makna cantik bagi laki-laki. Peristiwa atau aktivitas informan yang diamati oleh peneliti tersebut seperti pada saat informan kunci TIAN sedang menggunakan masker wajah, pada waktu Informan RV melakukan fitness, pada saat informan sedang bersama teman-temannya, dan peristiwa lainnya yang terkait dengan penelitian tersebut. Perlu diketahui bahwa tidak semua peristiwa dapat diamati oleh peneliti secara langsung, untuk itu peneliti juga mencari data dari informan pendukung (seperti dari cerita teman-teman informan, orang yang dekat dengan informan) atau melalui dokumen rekaman dan gambar yang ada terkait dengan penelitian tersebut. Dari semua peristiwa atau aktivitas tersebut, peneliti berusaha mendeskripsikannya di dalam bab analisis hasil penelitian secara ilmiah dan akademis.
3. Tempat atau Lokasi Tempat atau lokasi yang dapat mendukung data penelitian merupakan salah satu sumber data yang dapat digunakan oleh peneliti untuk memperoleh kedalaman informasi. Hal yang berkaitan dengan tempat atau lokasi dapat diperoleh dari kondisi bangunan yang ada, keadaan lingkungan setempat, sarana dan prasarana serta fasilitas yang tersedia atau segala sesuatu yang dapat ditemukan di lokasi penelitian. Seperti kutipan di bawah ini: ”Informasi mengenai kondisi dari lokasi peristiwa atau aktivitas bisa digali lewat sumber lokasinya baik yang merupakan tempat maupun lingkungannya. Dari permasalahan lokasi dan lingkungannya peneliti bisa secara cermat mencoba mengkaji dan secara kritis menarik kemungkinan simpulan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian” (H.B Sutopo, 2002: 52). Tempat atau lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah sama dengan yang sudah dijelaskan di atas, yaitu: a.
Lingkungan Universitas Sebelas Maret Surakarta di Kentingan, antara lain Gazebo Fakultas Kedokteran, Gazebo Fakultas Pertanian, Loby gedung D Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Boulevard UNS, Di Bawah Pohon Rindang (DPR) Fakultas Pertanian.
b.
Lingkungan Universitas Sebelas Maret Surakarta di Manahan, antara lain di kolam renang tempat informan MI melakukan kegiatan mengajar renang, di depan gedung Jurusan Pendidikan Olahraga.
c.
Tempat nongkrong informan, antara lain di kantin Kedokteran UNS, di kantin FSSR, di tempat parkir dan Fakultas Pertanian.
d.
Tempat kost atau tempat tinggal informan (menyesuaikan).
e.
Tempat kost peneliti, yaitu di Kost Saraswati dan di Kost Ratri Mas.
f.
Tempat membeli kosmetik/ tempat yang menjual kosmetik bagi laki-laki, yaitu di Asgross Arroyan.
g.
Tempat kerja informan YN, yaitu di Mr. Bakso Solo Grandmall lantai 3.
h.
Tempat-tempat kecantikan bagi laki-laki (salon, body build, dan sebagainya), antara lain di tempat fitnes Bengawan Sport, Asia Fitness, dan di Salon Solo Square.
4. Informan Menurut James Spradley (2003: 51), informan adalah orang yang mempunyai masalah, keprihatinan dan kepentingan yang berhubungan dengan kajian penelitian. Informan dalam penelitian kualitatif ialah orang yang memberikan informasi dalam penelitian yang digunakan sebagai sumber data serta orang yang dipandang mengetahui persoalan yang akan dikaji dan bersedia memberikan informasi. Dengan sumber data informan, maka akan diperoleh mengenai informasi dan pernyataan maupun kata-kata yang diperoleh dari informan. H. B Sutopo (2002: 50) mengatakan bahwa : ”Dalam penelitian kualitatif posisi sumber data manusia (nara sumber) sangat penting peranannya sebagai individu yang memiliki informasinya. Peneliti dan nara sumber disini memiliki posisi yang sama, dan nara sumber bukan sekedar memberikan tanggapan pada yang diminta peneliti, tetapi ia bisa lebih memilih arah dan selera dalam menyajikan informasi yang ia miliki”. Menurut Webster’s New Collegiate Dictionary dalam James P. Spradley (2006: 39) yang dimaksud informan adalah seorang pembicara asli yang berbicara dengan mengulang kata-kata, frasa, dan kalimat dalam bahasa atau dialeknya sebagai model imitasi dan sumber informasi. Informan merupakan pembicara asli (native speaker). Informan juga dibebaskan oleh peneliti untuk menggunakan dialeknya sendiri, baru kemudian peneliti mendeskripsikannya dalam bentuk paparan yang ilmiah dan akademis. Dalam penelitian ini, informan berhak mengetahui fieldnote serta hasil dari penelitian. Informan juga berhak untuk setuju atau tidak setuju mengenai inisialnya di dalam penelitian serta identitasnya sebagai informan secara benar, dipublikasikan atau dirahasiakan. Dengan kata lain, semua hal yang menyangkut tentang penulisan identitas serta aktivitas lainnya harus melalui persetujuan informan. Hal tersebut bertujuan untuk kenyamanan dan keamanan yang dirasakan oleh informan ketika proses penelitian berlangsung dan sesudah penelitian selesai. Proses wawancara kepada informan dilakukan melalui tatap muka (face to face), melalui telepon, peneliti juga memakai fasilitas chatting di situs jejaring
social facebook, dan mengirim sms (short message system) kepada informan. Hal tersebut dilakukan karena untuk melengkapi bagian-bagian yang kurang setelah wawancara melalui tatap muka, selain itu juga terdapat informan yang sibuk tetapi sering online di facebook. Adapun informan yang dijadikan sebagai sumber data penelitian disini antara lain : 1) Informan kunci (key informan) yaitu mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang menggunakan kosmetik dan mementingkan penampilan. Peneliti meneliti sebanyak delapan informan yang menurut peneliti memenuhi kriteria penelitian ini. 2) Informan pendukung yaitu teman, pacar, serta keluarga dari informan kunci yang menggunakan kosmetik yang yang dapat membantu memberikan informasi. 3) Sebagian masyarakat kampus Universitas Sebelas Maret yang bisa dimintai keterangan, baik itu dosen, mahasiswa/ mahasiswi UNS, satuan keamanan (satpam). 4) Pekerja salon. Informan kunci dalam penelitian ini merupakan pelaku sosial atau orang yang mempunyai pengetahuan dan pemahaman penuh serta keterlibatan secara langsung mengenai pentingnya kecantikan dan penampilan yang menjadi fokus penelitian, sehingga ia mampu untuk memberikan gambaran dan informasi tentang berbagai gejala dan peristiwa dalam proses penelitian dengan baik kepada peneliti. Informan kunci (key informan) tersebut adalah mahasiswa UNS yang menggunakan kosmetik dan mementingkan penampilan. Peran informan kunci dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang pemaknaan ’cantik’ bagi laki-laki pada saat ini serta melalui pentingnya penampilan bagi laki-laki pada saat ini, sehingga peneliti dapat mengkonstruksikan kecantikan bagi laki-laki pada saat ini. Sedangkan informan pendukung adalah orang yang dapat membantu memberikan informasi untuk memperkuat data yang diperoleh peneliti dari informan kunci serta berfungsi untuk kebenarannya. Informan pendukung dalam penelitian ini antara lain teman, pacar, atau keluarga dari informan kunci,
sebagian masyarakat Universitas Sebelas Maret yang bisa dimintai keterangan, baik itu dosen, mahasiswa dan mahasiswi UNS, Satpam, serta pekerja salon yang menangani informan kunci tersebut. 5. Dokumen, arsip Dokumen menurut H. B Sutopo (2002: 54) adalah bahan tertulis atau benda yang berkaitan dengan suatu peristiwa atau aktivitas, ia bisa merupakan rekaman, bukan hanya tertulis, tetapi juga merupakan gambar atau benda peninggalan yang berkaitan dengan aktivitas atau peristiwa tertentu, sedangkan arsip merupakan dokumen yang lebih bersifat formal dan terencana. Deddy Mulyana (2003: 195) juga mengatakan bahwa dokumen dapat mengungkapkan bagaimana subjek mendefinisikan dirinya sendiri, lingkungan, dan situasi yang dihadapinya pada suatu saat, dan bagaimana kaitan antara definisi diri tersebut dalam hubungan dengan orang-orang di sekelilingnya dengan tindakantindakannya. Sumber data yang bersumber dari dokumen atau arsip yang digunakan dalam penelitian ”konstruksi kecantikan bagi laki-laki” antara lain diperoleh dari jurnal di dalam dan dari luar negeri, majalah maupun dari data internet yang berkaitan dengan persoalan yang sedang dikaji seperti pada bagian latar belakang penelitian. Dokumen tersebut kemudian dilengkapi dengan data pendukung lainnya yang dapat diperoleh peneliti melalui wawancara dari berbagai pihak yang terkait untuk memperkuat dan mendukung data yang ditemukan di lapangan. Peneliti juga mencari referensi yang berasal dari media elektronik seperti dari acara televise yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Beragam foto dokumentasi yang diperoleh peneliti pada waktu melakukan wawancara dan observasi dengan informan seperti ketika peneliti melakukan wawancara dan observasi dengan infornan YH dan TIAN di Gazebo Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta, rekaman video oleh informan DN pada waktu mengikuti fashion show di Pasar Windu Ngarsopuran, rekaman wawancara dengan tape recorder pada masing-masing informan kunci dan informan pendukung, catatan lapangan (fieldnote) pada masing-masing
informan mengenai pentingnya penampilan dan makna cantik menurut masingmasing informan kunci (key informan). D. Teknik Pengambilan Informan Teknik pengambilan informan yang digunakan dalam penelitian konstruksi kecantikan bagi laki-laki ini adalah berdasarkan informan kunci (key informan) dan informan pendukung. Informan pendukung diperlukan guna melakukan kroscek terhadap hasil penelitian yang diperoleh peneliti dari informan kunci. Adapun penetapan informan menurut James Spradley (2003: 68) minimal harus memenuhi 5 kriteria persyaratan memilih informan yang baik, antara lain: (1) enkulturasi penuh; (2) keterlibatan langsung; (3) suasana budaya yang tidak dikenal; (4) waktu yang cukup; dan (5) non-analitis. Penetapan informan tersebut bertujuan untuk mengidentifikasikan beberapa karakteristik dari informan yang baik serta untuk menemukan informan yang sebaik mungkin dalam mempelajari ketrampilan wawancara dalam penelitian sosial. Hal ini terkait dengan kedekatan emosional yang dilakukan peneliti terhadap informan secara aksiologis (telah dijelaskan pada sub bab strategi penelitian) tentang nilai, etika, dan moral pada waktu melakukan wawancara dan observasi terhadap informan penelitian. E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik wawancara mendalam (in-depth interview), pengamatan langsung, dan analisis dokumen. 1. In-depth interview Dalam penelitian ini, diperlukan adanya wawancara yang mendalam untuk mengetahui ide-ide, gagasan, dan sesuatu yang bersifat abstrak tentang pentingnya penmapilan dan makna cantik bagi mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Hal tersebut dilakukan karena dalam memahami sesuatu konsep kecantikan bagi laki-laki, peneliti harus melakukan wawancara secara
detail/ mendalam kepada informan. Setelah kegiatan tersebut selesai, peneliti lalu meng-etikkan konsep-konsep mereka ke dalam bahasa yang ilmiah dan akademis. Wawancara dilakukan peneliti secara bebas terbuka kepada informan. Ketika proses penelitian berlangsung, peneliti berusaha membangun suasana penelitian yang santai namun tetap pada fokus persoalan yang sedang dikaji. Hal tersebut dilakukan agar penelitian ini spesifik menuju sasaran penelitian sesuai dengan pertanyaan yang diajukan di depan. 2. Pengamatan Langsung (observasi) Informan merupakan sumber data yang penting. Dengan metode pengamatan langsung (observasi), diharapkan penelitian ini mengacu pada pola perilaku mahasiswa yang mementingkan penampilan. Pengamatan langsung (observasi) dilakukan agar peneliti dapat mengetahui secara langsung segala perilaku, aktivitas atau peristiwa yang dilakukan oleh informan yang terkait dengan penelitian ini. 3. Teknik Analisis Dokumen Teknik
analisis
dokumen
digunakan
untuk
melengkapi
dan
memperjelas hasil informasi dari wawancara dan observasi. Dokumen yang digunakan dalam penelitian sebagai sumber data yang dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, dan merekonstruksi makna kecantikan bagi lakilaki. Menurut H.B Sutopo (2002: 54) bahwa dalam menganalisis dokumen, peneliti sebaiknya tidak hanya mencatat apa yang tertulis, tetapi juga berusaha menggali dan menangkap makna yang tersirat dari dokumen tersebut. Dokumen yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi buku pustaka yang digunakan dalam penelitian. Seperti: majalah, data yang berasal dari internet, beragam gambar atau foto dokumentasi yang diperoleh peneliti pada waktu melakukan wawancara dan observasi dengan informan, rekaman video oleh informan DN pada waktu mengikuti fashion show di Pasar Windu Ngarsopuran, rekaman wawancara dengan tape recorder pada masing-masing informan kunci dan informan pendukung, serta catatan lapangan (fieldnote)
pada masing-masing informan mengenai pentingnya penampilan dan makna cantik menurut masing-masing informan kunci (key informan). F. Validitas Data Penelitian kualitatif adalah berusaha menjelaskan makna dibalik realitas sosial yang sedang dikaji. Agar hasil penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka diperlukan adanya validitas data untuk menjaga keabsahan data yang dikumpulkan denagn cara melakukan triangulasi. Menurut Salim (2006: 35), triangulasi bukan alat atau strategi pembuktian, melainkan suatu alternatif pembuktian secara empiris, sudut pandang pengamatan yang teratur dan menjadi strategi yang baik untuk menambah kekuatan, keluasan dan kedalaman suatu penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi sumber (data) dan triangulasi metode. Menurut H.B Sutopo (2002: 79-80), triangulasi data atau sumber mengarahkan peneliti menggunakan berbagai sumber data yang berbeda. Artinya, data yang sama atau sejenis, secara kelompok berasal dari sumber sejenis ataupun berbeda jenis. Triangulasi sumber dalam penelitian ini yaitu informan. Sedangkan triangulasi metode yaitu pengumpulan data-data yang sejenis, tetapi dengan menggunakan teknik atau metode yang berbeda. Hal ini digunakan untuk membandingkan data yang telah diperoleh dari beberapa metode atau teknik pengumpulan data, sehingga dapat ditarik simpulan data untuk lebih kuat validitasnya. Triangulasi metode ini dilakukan untuk melakukan pengecekan terhadap penggunaan metode pengumpulan data (Bungin, 2003: 257). Triangulasi data (sumber) yaitu informan yang berbeda-beda dengan mengkategorikan informan sesuai dengan karakteristiknya yaitu informan kunci dan informan pendukung. Seperti pada waktu peneliti melakukan wawancara dan observasi terhadap informan MI, maka MI melakukan Triangulasi sumber melalui informan pendukung yaituYL. Kedudukan informan sebagai narasumber dengan teknik wawancara mendalam (wawancara bebas terbuka), sehingga informasi dari informan kunci bisa dibandingkan dengan informasi dari informan pendukung lainnya untuk diketahui validitasnya. Triangulasi data yang lainnya yaitu dengan
membandingkan persepsi pentingnya penampilan dan konsep kecantikan menurut informan kunci dengan informan kunci yang lainnya sehingga didapatkan suatu konsep yang ilmiah. Triangulasi metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan metode wawancara mendalam (indepth interviewing) dan metode observasi. Metode wawancara mendalam dan observasi digunakan untuk mengetahui bahwa data yang diperoleh benar-benar valid dan merupakan realitas sosial yang dikonstruksi oleh masyarakat. G. Analisis Data Analisis data dilakukan setelah data yang terkumpul dibaca dan kemudian diolah peneliti. Analisis data merupakan studi dan identifikasi dari komponen-komponen atau elemen-elemen yang membentuk segala sesuatu yang diselidiki berdasarkan data-data yang diperoleh. Menurut Seiddel dalam Lexy J. Moleong (1996: 248), kegiatan proses analisis data kualitatif meliputi: ” (1) mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri; (2) mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya; (3) berpikir, dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan membuat temuantemuan umum”. Menurut Matthew B. Miles (1992: 19), terdapat tiga komponen dalam analisis data yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan serta verifikasinya sebagai sesuatu yang jalin menjalin pada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar, untuk membangun wawasan umum yang disebut analisis. Secara garis besar cara untuk menganalisis data dalam penelitian ini dimulai dari tahap pengumpulan data, reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan serta verifikasinya yang merupakan kesatuan proses yang interaktif. Oleh sebab itu dalam penelitian ini digunakan teknik analisis data dengan model atau dengan istilah “Interaktif Model of Analysis”. Empat komponen proses analisis data yaitu: (1) pengumpulan data; (2) reduksi data; (3) sajian data; dan (4)
penarikan kesimpulan serta verifikasinya, dari keempat komponen tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya dan aktivitasnya yang berbentuk interaksi antar komponen dengan proses pengumpulan data sebagai proses siklus. Untuk menganalisis data hingga mencapai suatu kesimpulan yang berhubungan dengan permasalahan yang sedang dikaji. Peneliti menjelaskannya melalui empat tahap, antara lain : 1. Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan kegiatan memperoleh informasi yang berupa kalimat-kalimat yang dikumpulkan melalui kegiatan observasi, wawancara dan dari dokumen yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Data yang diperoleh masih berupa data mentah yang tidak teratur, sehingga diperlukan analisis hasil penelitian agar data menjadi teratur. 2. Reduksi Data Reduksi
data
merupakan
proses
pemilihan,
pemusatan
pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan yang tertulis di lapangan. Proses reduksi data berlangsung secara terus menerus selama penelitian. Menurut H.B Sutopo (2002: 92), reduksi data adalah bagian dari proses analisis yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting, dan mengatur data sedemikian rupa sehingga simpulan penelitan dapat dilakukan. Jadi, selama pengumpulan data terjadi proses reduksi data, yang kemudian membuat ringkasan mengkode, menelusuri tema, memusatkan data yang diperoleh dan menentukan batas-batas permasalahan. 3. Sajian Data Sajian data sebagai sekumpulan informasi yang tersusun dan memberi kemungkinan terjadinya penarikan kesimpulan. Data yang telah disederhanakan dalam reduksi data akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai kesimpulan yang diambil. Matthew B. Miles (1992: 17) membatasi sajian data sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan, sebab dengan melihat penyajian data, peneliti akan memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan untuk lebih jauh mengalisis ataukah mengambil tindakan berdasarkan atas pemahaman yang didapat dari penyajian data tersebut.
4. Penarikan Kesimpulan serta Verifikasi Penarikan kesimpulan merupakan suatu proses dimana suatu analisis (reduksi data dan sajian data) yang dilakukan semakin jelas. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menangkap berbagai hal yang kuat tetapi masih bersifat sementara. Adapun cara melakukan penarikan kesimpulan dan verifikasi dijelaskan oleh Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar (2004: 87) sebagai berikut: ”Sejak semula peneliti berusaha mencari makna dari data yang diperolehnya. Untuk itu, ia berusaha mencari pola, model, tema, hubungan, persamaan, hal-hal yang sering muncul, hipotesis (asumsi), dan sebagainya. Jadi dari data yang didapatnya itu ia mencoba mengambil kesimpulan. Mula-mula kesimpulan itu kabur, tetapi lamakelamaan semakin jelas karena data yang diperoleh semakin banyak dan mendukung. Verifikasi dapat dilakukan dengan singkat yaitu dengan cara mengumpulkan data baru”. Berdasarkan keempat analisis data tersebut, apabila digambarkan langkah-langkahnya sebagai berikut : PENGUMPULAN DATA
REDUKSI DATA
SAJIAN DATA
PENARIKAN KESIMPULAN Gambar 2. Skema Model Analisis Interaktif (H.B Sutopo 2002: 96)
Keterangan gambar di atas adalah sebagai berikut : Setelah data-data yang berkaitan dengan permasalahan penelitian terkumpul, kemudian direduksi yang berupa seleksi dan penyederhanaan data yang berlangsung terus menerus dalam penelitian dan kemudian peneliti mengambil kesimpulan. Tahap-tahap ini tidak harus urut, misalnya sudah lengkap, data dapat di sajikan. Apabila kita sampai pada data display kita kemudian menarik kesimpulan karena data kurang, kita dapat kembali ke tahap pengumpulan data. Jadi antara tahap satu dengan tahap lain tidak harus berurutan tapi berhubungan terus dengan membentuk suatu siklus. Menurut Matthew B. Miles (1992: 20) bahwa dalam analisis data kualitatif tersebut merupakan upaya yang berlanjut, berulang dan terus menerus. Masalah reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasinya menjadi gambaran keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan analisis yang saling susul-menyusul. H. Prosedur Penelitian Kegiatan penelitian konstruksi kecantikan bagi laki-laki pada mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang dilakukan disesuaikan dengan tahapan dan standarisasi dalam sebuah penelitian. Dengan melihat tipe atau model penelitian yang sesuai, maka hasil laporan yang diberikan akan lebih optimal dan signifikan. Prosedur penelitian tersebut meliputi: 1. Persiapan a. Mengajukan judul penelitian kepada pembimbing. b. Mengumpulkan bahan/sumber materi penelitian. c. Menyusun proposal penelitian. d. Mengurus perizinan penelitian. e. Menyiapkan instrumen penelitian/alat observasi. 2. Pengumpulan Data a. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara mendalam, dan teknik analisis dokumen. b. Membuat field note.
c. Memilah dan mengatur data sesuai kebutuhan. 3. Analisis Data a. Menentukan teknik analisis data yang tepat sesuai proposal penelitian. b. Mengembangkan sajian data dengan analisis lanjut kemudian di recheckkan dengan temuan di lapangan. c. Melakukan verifikasi dan pengayaan dengan pembimbing. d. Membuat simpulan akhir sebagai temuan penelitian. 4. Memformulasikan hipotesis a. Hipotesis ini adalah hipotesis etnografis yang harus diformulasikan setelah mengumpulkan data awal. b. Hipotesis ini mengusulkan hubungan yang harus diuji dengan cara mencek hal-hal yang diketahui oleh informan. 5. Penyusunan Laporan Penelitian a. Penyusunan laporan awal. b. Review laporan yaitu mendiskusikan laporan yang telah disusun dengan orang yang cukup memahami penelitian. c. Melakukan perbaikan laporan sesuai hasil diskusi d. Penyusunan laporan akhir.
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian Lokasi penelitian tentang konstruksi kecantikan bagi laki-laki ini berada di Kota Surakarta. Kota Surakarta atau yang lebih dikenal dengan Kota Solo terletak sekitar 65 km timur laut Yogyakarta dan 100 km tenggara Semarang dengan luas wilayahnya 44,04 km2. Lokasi kota ini berada di dataran rendah (hampir 100 meter di atas permukaan laut) yang diapit oleh Gunung Merapi di sebelah barat dan Gunung Lawu di sebelah timur, agak jauh di selatan terbentang Pegunungan Sewu. Di sebelah timur mengalir Bengawan Solo dan di bagian utara mengalir Kali Pepe yang merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai Solo. Jika kita amati lebih jauh, Kota Solo merupakan kota yang lebih banyak mobilitasnya dibandingkan dengan kota yang berada di sekitarnya, seperti Sragen, Boyolali, Sukoharjo, dan Karanganyar. Hal tersebut dikarenakan Kota Solo mempunyai sarana dan prasarana pendukung yang lebih daripada kota lain yang berada di sekitarnya. Seperti yang kita lihat baru-baru ini, Kota Solo baru saja mengadakan event bertaraf Internasional secara berturut-turut yakni SIEM (Solo International Etnik Music) dan SIPA (Solo International Performance of Art). Hal tersebut dapat dijadikan tolok ukur bahwa Kota Solo merupakan kota yang mampu menarik masyarakat dari luar Kota Solo untuk kemudian melakukan mobilisasi di Kota Solo. Menyangkut dengan penelitian tentang konstruksi kecantikan baik lakilaki ini, Kota Solo mempunyai sarana dan prasarana pendukung seperti: mall atau pusat-pusat perbelanjaan, salon kecantikan, tempat fitnes atau yang sering disebut dengan body building serta event-event yang menonjolkan tentang penampilan dan kecantikan, seperti Batik Solo Carnival, Solo Batik Fashion Show yang diadakan setiap tahunnya di depan Pasar Windu Djenar Ngarsopuran. Pusat perbelanjaan yang dijadikan peneliti sebagai tempat penelitian yaitu Solo Squaire, Solo Grand Mall yang berada di jalan Slamet Riyadi Solo, dan swalayan “AsGross Ar Royan” yang berada di belakang Universitas Sebelas Maret 54
Surakarta. Adapun salon kecantikan yang menjadi observasi peneliti yaitu London Beautiful Centre cabang Solo 1 tepatnya di jalan Yosodipuro nomor 121, Solo. Tempat fitnes yang dijadikan observasi peneliti berada di Bengawan Sport dan Asia Sport. Selain tempat-tempat tersebut, peneliti melakukan wawancara dan observasi di tempat kost dan di lingkungan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Universitas Sebelas Maret (UNS) merupakan salah satu universitas terbesar yang berada di Kota Surakarta. Universitas Sebelas Maret yang terletak di Jl. Ir. Sutami No. 36 Kentingan Surakarta, merupakan universitas yang setiap tahun diperebutkan oleh lulusan-lulusan SMA atau sederajat dari berbagai daerah di Indonesia serta dari luar Indonesia untuk menimba ilmu di sana sesuai dengan jurusan yang dipilihnya. Menurut hasil observasi peneliti, jumlah mahasiswa pada waktu penerimaan mahasiswa baru, mahasiswa laki-laki berjumlah lebih sedikit dibandingkan dengan mahasiswa perempuan, namun perbandingan tersebut tidak begitu mencolok, hanya pada program studi tertentu seperti pada FKIP yaitu pada FKIP Matematika, FKIP Sosiologi-Antropologi, dan FKIP Geografi. Berdasarkan data SNMPTN atau yang disebut dengan Seleksi Nasional Masuk Penerimaan Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri, Universitas Sebelas Maret banyak sekali peminatnya. Hal tersebut dapat dilihat pada Sumber Data Bagian Pendidikan UNS dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 selalu mengalami peningkatan. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, UNS menyediakan kursi yang setiap tahunnya selalu bertambah untuk calon mahasiswanya, yaitu mulai dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 jumlah mahasiswa/wi UNS mengalami peningkatan. Dari Sumber Data Bagian Pendidikan UNS, pada tahun 2005 jumlah mahasiswa UNS sebanyak 1275 mahasiswa dan 1452 mahasiswi, dan pada tahun 2010 jumlah mahasiswa UNS yang diterima sebanyak 1805 mahasiswa dan 2628 mahasiswi. Hal tersebut merupakan tolok ukur keberhasilan UNS dalam mengelola SDM untuk menjadi output yang berkualitas serta berkuantitas. Universitas Sebelas Maret dipilih peneliti karena peneliti ingin mendapatkan gambaran tentang konstruksi kecantikan bagi laki-laki pada saat ini. Lokasi ini dipilih sebagai tempat penelitian karena adanya sumber data dan lokasi
yang menurut peneliti tepat, yaitu dengan adanya mahasiswa laki-laki yang mementingkan penampilan dan menggunakan kosmetik untuk dapat tampil cantik dan menarik. Universitas Sebelas Maret terdiri atas 9 (sembilan) Fakultas, yaitu: (1) Fakultas Sastra dan seni rupa; (2) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan; (3) Fakultas Hukum; (4) Fakultas Ekonomi; (5) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik; (6) Fakultas Kedokteran; (7) Fakultas Pertanian; (8) Fakultas Teknik; dan (9) Fakultas MIPA. Sesuai dengan Peraturan Rektor Tentang Tata Tertib Kehidupan Mahasiswa Di Universitas Sebelas Maret, yaitu di dalam ketentuan dalam Bab II tentang hak dan kewajiban mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta dalam Pasal 2P tentang berpakaian sopan dan tertib sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dari ketentuan tersebut dijelaskan tentang tata cara berpakaian yang rapi dan sopan adalah menggunakan pakaian untuk kegiatan perkuliahan adalah mengenakan baju berkerah dan berpakaian rapi, mengenakan sepatu, dan tidak diperkenankan mengenakan kaos oblong selama mengikuti kegiatan perkuliahan dan kegiatan formal lainnya di dalam kampus. Mahasiswa juga tidak diperkenankan melakukan tindakan yang tidak sopan atau tindakan asusila selama kegiatan perkuliahan dan di lingkungan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang diatur di dalam pasal lainnya dalam Peraturan Rektor UNS. Dalam keputusan Rektor tentang hak mahasiswa UNS pada Bab 7 tentang Busana, pasal 8 (1) dan (2) juga dijelaskan aturan tentang busana yang dikenakan oleh mahasiswa, yaitu sebagai berikut; (1) Setiap mahasiswa harus berpakaian sopan dan rapi sesuai dengan norma-norma yang berlaku; dan (2) Jenis dan macam pakaian disesuaikan dengan kegiatan yang sedang dilaksanakan. Sesuai dengan peraturan itu pula, jika dilanggar akan mendapatkan sanksi sesuai dengan berat-ringannya pelanggaran yang dilakukan. Berdasarkan kedua aturan di atas, dapat diketahui bahwa tata cara berpakaian, berpenampilan dan bertingkah laku pun dicantumkan dalam Peraturan Rektor UNS dengan detail. Berangkat dari hal tersebut pula, peneliti dapat mengetahui bahwa penampilan di Universitas Sebelas Maret juga menjadi hal
yang diprioritaskan karena hal tersebut menyangkut dengan identitas dan martabat civitas akademika Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penetapan lokasi penelitian ini didasarkan atas pertimbangan bahwa peneliti ingin mendapatkan gambaran secara utuh tentang konstruksi kecantikan bagi laki-laki, fokusnya adalah pada mahasiswa yang terdaftar di Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) pada saat penelitian ini berlangsung. Peneliti memilih Universitas Sebelas Maret Surakarta sebagai tempat penelitian dengan pertimbangan bahwa UNS merupakan tempat mahasiswa dalam menuntut ilmu dan melakukan aktivitasnya sehari-hari. Peneliti juga melakukan observasi di luar UNS yang berhubungan dengan permasalahan penelitian, seperti di pusat-pusat perbelanjaan (Solo Grand Mall, Solo Square), tempat nongkrong informan, tempat tinggal informan, klinik perawatan kecantikan, dan di tempat body building and fitness. Berdasarkan uraian di atas dapat kita lihat bahwa Universitas Sebelas Maret dengan segala peraturan dan tata tertibnya, lokasinya yang berada di kota Surakarta, serta mahasiswanya yang memperhatikan penampilan menjadi daya tarik peneliti untuk kemudian melakukan penelitian tentang konstruksi kecantikan bagi laki-laki. Kota Surakarta sendiri merupakan pusat dari mobilisasi yang di dalamnya terdapat sarana dan prasarana pendukung seperti tempat perawatan kecantikan, fitness centre, pusat-pusat perbelanjaan yang tidak hanya menawarkan produk-produk kosmetik dan kecantikan, pusat-pusat perbelanjaan tersebut juga menawarkan diri sebagai tempat nongkrong atau berkumpulnya orang-orang Solo dan sekitarnya untuk menampilkan diri mereka, termasuk juga mahasiswa/wi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Lokasi ini dipilih sebagai tempat penelitian karena adanya sumber data penelitian, sarana dan prasarana pendukung penelitian serta lokasi yang menurut peneliti tepat yaitu dengan adanya mahasiswa laki-laki yang mementingkan penampilan dan menggunakan kosmetik untuk dapat tampil cantik dan menarik sehingga peneliti dapat mengkonstruksikan kecantikan bagi laki-laki pada saat ini.
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian Seperti yang telah dikemukakan oleh Ritzer tentang gaya hidup, budaya konsumerisme, serta pencitraan diri yang merupakan suatu realitas sosial yang ada di dalam masyarakat kita. Hal tersebut dapat kita lihat pada salah satu sisi tentang pentingnya penampilan dan kecantikan dewasa ini baik pada kaum wanita maupun pada kaum laki-laki. Pergeseran perubahan kebudayaan tentang kecantikan yang pada awalnya adalah milik kaum wanita kemudian telah bergeser sedemikian rupa oleh laki-laki metroseksual. Kemudian berkembang lagi pada saat ini bahwa tidak hanya lakilaki metroseksual saja yang identik dengan kosmetik, akan tetapi laki-laki pada umumnya juga mulai mempergunakan kosmetik. Hal tersebut terjadi dikarenakan adanya tuntutan bagi kaum laki-laki untuk tampil cantik dan menarik dalam hal pekerjaan, lawan jenis atau pada hal yang lainnya. Tidak lepas dari hal tersebut di atas, mahasiswa adalah orang yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang juga dituntut dalam hal berpenampilan yang tercantum di dalam Peraturan Rektor UNS, salah satunya adalah berpakaian dan berbusana rapi, sopan ketika di dalam Universitas Sebelas Maret dan pada waktu mengikuti kegiatan perkuliahan serta kegiatan formal dan non formal lainnya. Tidak hanya berpakaian yang rapi dan sopan ketika di kampus, hal-hal yang lainnya seperti kecantikan dan penampilan juga diperhatikan oleh mahasiswa yang dalam penelitian ini lebih difokuskan pada mahasiswa laki-laki ketika di dalam kampus maupun di luar kampus. Perubahan-perubahan pergeseran penggunaan kosmetik yang menimpa mahasiswa laki-laki tersebut terjadi dikarenakan adanya suatu konstruksi sosial dari masyarakat, iklan, dan media tentang kecantikan ideal masa kini. Hal tersebut dikarenakan bahwa mahasiswa merupakan bagian dari masyarakat yang tidak dapat dipisahkan begitu saja. Berangkat dari realitas sosial di atas, peneliti berusaha mendeskripsikan tentang proses konstruksi kecantikan bagi laki-laki, yang objek penelitiannya adalah mahasiswa laki-laki Universitas Sebelas Maret Surakarta. Peneliti ingin mendeskripsikan terlebih dahulu mengenai data penelitian yang diperoleh di lapangan. Pada waktu peneliti melakukan wawancara dan observasi penelitian,
peneliti menemukan banyak sekali informasi yang terkait dan mendukung permasalahan yang sedang di kaji. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Universitas Sebelas Maret yang berada di Kota Surakarta merupakan tempat yang digunakan untuk menuntut ilmu yang mana di dalamnya juga terdapat aturan-aturan dalam hal berpakaian dan berpenampilan secara rapi dan sopan. Tapi di sisi lain jika kita melihatnya, Universitas Sebelas Maret adalah sebagai tempat cerminan dari kecantikan masa kini. Peneliti melihat dari mahasiswa laki-laki di UNS yang tidak hanya berhenti dalam hal berpenampilan rapi dan sopan jika di kampus, akan tetapi mereka juga merupakan individu yang ingin menampilkan dirinya secantik dan semenarik mungkin di hadapan orang lain. Lebih ekstrimnya, jika kita di lingkungan kampus, yang kita lihat adalah ’figuran’ orang-orang yang berlalu lalang dengan menampilkan gaya mereka masing-masing. Berikut peneliti ingin menyampaikan deskripsi data penelitian oleh mahasiswa laki-laki yang mementingkan penampilan dan menggunakan kosmetik untuk mempercantik dirinya dan untuk tampil menarik. Informan dalam penelitian ini antara lain; (1) delapan mahasiswa UNS yang menggunakan kosmetik sebagai informan kunci atau key informan (dengan menggunakan inisial) tersebut antara lain: MI, RH, YH, DN, MD, TIAN, SW, dan RF; (2) teman, pacar, atau keluarga dari mahasiswa yang menggunakan kosmetik yang yang dapat membantu memberikan informasi; (3) Sebagian masyarakat Universitas Sebelas Maret yang bisa dimintai keterangan, baik itu dosen, mahasiswa/ mahasiswi UNS, satpam kampus; (4) Pekerja salon kecantikan. Peneliti melihat aktivitas informan ketika melakukan wawancara serta observasi. Seperti pada waktu Informan RF melakukan fitnes di Bengawan Sport, DN pada waktu mengikuti fashion show di Pasar Windu Ngarsopuran, TIAN yang sedang menggunakan masker wajah, MI yang sedang melatih sepakbola di Stadion Mini Bekonang dan di kolam renang Tirtomoyo. Dari semua kegiatan tersebut, peneliti memperoleh data dengan cara merekam, mengambil gambar dan mencatatnya.
Wawancara dan observasi kali ini dilakukan di beberapa tempat di lingkungan UNS, antara lain; (1) di lingkungan Universitas Sebelas Maret Surakarta di Kentingan, antara lain Gazebo Fakultas Kedokteran pada waktu peneliti melakukan wawancara terhadap RH dan bapak Eko sebagai informan pendukung, di Gazebo Fakultas Pertanian pada waktu wawancara dengan YH dan ZN sebagai teman sekelas YH, di loby gedung D Fakultas Sastra dan Seni Rupa pada waktu wawancara dengan DN, di Boulevard UNS juga pada waktu wawancara dengan DN, kemudian Di Bawah Pohon Rindang (DPR) Fakultas Pertanian pada waktu wawancara dengan TIAN dan BH; (2) di lingkungan Universitas Sebelas Maret Surakarta di Manahan, antara lain di kolam renang tempat informan MI melakukan kegiatan mengajar renang dan di depan gedung Jurusan Pendidikan Olahraga; (3) di tempat nongkrong informan, antara lain RH di kantin Kedokteran UNS, DN di kantin FSSR, SW di tempat parkir Fakultas Pertanian, YH di Grand Mall; (4) tempat kost atau tempat tinggal informan; (5) di tempat kost peneliti, yaitu di Kost Saraswati dan di Kost Ratri Mas; (6) di tempat membeli kosmetik/ tempat yang menjual kosmetik bagi laki-laki, yaitu di Asgross Arroyan; (7) di tempat-tempat kecantikan bagi laki-laki (salon, body build, dan sebagainya), antara lain di tempat fitnes Bengawan Sport, Asia Fitness, dan di Salon Solo Square. Untuk lebih jelasnya, peneliti ingin menguraikan data penelitian sebagai berikut: 1. Pentingnya Penampilan bagi Laki-laki Penampilan dan kecantikan menjadi penting bagi laki-laki dewasa ini. Untuk mengetahui tentang penampilan bagi laki-laki, peneliti kemudian melakukan penelitian lapangan kepada informan penelitian mengenai makna penampilan bagi laki-laki, kemudian cara laki-laki untuk menunjang penampilan mereka, serta latar belakang laki-laki menggunakan kosmetik. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut: a. Makna Penampilan bagi Laki-laki Berdasarkan data hasil penelitian mengenai makna penampilan bagi lakilaki, dapat diketahui bahwa penampilan menjadi sesuatu yang penting bagi laki-
laki. Berikut adalah pendapat informan RH yang menjelaskan tentang pentingnya penampilan: “Penampilan menurutku sangat penting. Ya kan, karena penampilan itu sesuatu yang kita tunjukin ke orang kan. Sesuatu yang kita banggain ke orang kan, sesuatu yang bisa bikin orang itu perhatian sama kita, lha itu penampilan. Penampilan itu merupakan cara kita untuk menampilkan kecantikan kita itu pada orang lain” (W/ RH/ 5 Agustus 2009). Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa penampilan itu sangat penting. Penting karena penampilan adalah sesuatu yang dapat dibanggakan kepada orang lain agar orang lain bisa memberi perhatian yang lebih dan juga penampilan tersebut merupakan cara kita untuk menampilkan kecantikan itu pada orang lain. Dengan kata lain, jika ada orang lain yang memberi perhatian yang lebih karena penampilan yang menarik, maka seseorang tersebut akan merasa lebih diakui sebagai seorang laki-laki. Pendapat tersebut seperti yang dikatakan oleh informan MI bahwa penampilan merupakan interpretasi dari kecantikan seseorang. Pendapat di atas juga hampir sama dengan pendapat informan lainnya dalam hal memaknai sebuah penampilan. RF menjelaskan bahwa penampilan menurutnya adalah sesuatu yang kita bawakan dan bisa dipandang mulai dari ujung kaki sampai dengan ujung kaki. Sedangkan informan DN, YH, dan TIAN menganggap bahwa penampilan adalah mencerminkan kepribadian seseorang, seperti ketika penampilan seseorang bersih, maka orang lain akan melihat bahwa seseorang itu mempunyai gaya hidup yang bersih juga. Berbeda dengan informan MD yang menjelaskan bahwa penampilan itu simple, tidak neko-neko, mengenakan pakaian yang nyaman dan tidak memalukan bagi diri sendiri. Katakata ‘memalukan’ oleh MD jika kita cermati merupakan ungkapan MD bahwa penampilan juga merupakan sesuatu hal yang penting baginya. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penampilan bagi laki-laki mempunyai makna yang penting. Penting dikarenakan penampilan merupakan interpretasi dari kecantikan seseorang secara fisik dan juga mencerminkan kepribadian seseorang untuk dilihat oleh orang lain.
b. Cara Laki-laki untuk Menunjang Penampilan Setelah mengetahui bahwa penampilan itu penting bagi laki-laki, peneliti kemudian mencari tahu hal-hal yang dilakukan laki-laki dalam rangka untuk menunjang penampilan mereka agar cantik dan menarik secara maksimal. Upayaupaya tersebut diharapkan mampu untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan kaum laki-laki saat ini. Hal pertama (1) yang dilakukan oleh laki-laki untuk menunjang penampilan fisik mereka adalah dengan cara pemakaian kosmetik. Pemakaian kosmetik dilakukan pada saat mereka mulai melihat diri mereka sendiri yang harus tampil lebih menarik di hadapan orang lain, yaitu semenjak duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), kemudian dilanjutkan pada waktu duduk di bangku perkuliahan lebih menjaga penampilan diri mereka. Berdasarkan pada hasil data penelitian, semua infoman menggunakan kosmetik untuk menunjang penampilan mereka. Berikut ini adalah kosmetik yang digunakan oleh masing-masing informan: informan pertama (1) MI merawat kulit dengan sun block Barclay, dan Biore sebagai facial wash. Hal tersebut dilakukan karena MI sering di lapangan terbuka (MI sebagai assistant dosen dan sebagai mahasiswa). MI memilih kosmetik sesuai dengan fungsinya, yaitu untuk menjaga warna kulit agar tidak terkena sinar matahari secara langsung (menggunakan sun block); (2) RH menggunakan parfum merk AXL dan facial wash Biore. Pasta gigi close up crystal; sabun Biore; shampoo Head & Shoulder; mouthwash Listerine berbagai rasa. Hal tersebut dilakukan dengan harapan wajah RH lebih putih dan bersih. Dalam memilih ksmetik, RH lebih memilih kosmetik yang bermerk dan cocok untuk kulitnya; (3) YH menggunakan kosmetik agar wajah dan tubuh menjadi lebih putih dan bersih, seperti facial wash, lulur, minyak rambut, hand body Ponds, dan pelembab wajah Ponds. YH lebih memilih kosmetik yang cocok dengan kulitnya (tidak harus bermerk, yang penting kuitnya cocok dan tidak menimbulkan iritasi); (4) DN menggunakan kosmetik seperti hand body, pelembab wajah, dan minyak rambut. DN memilih dan menggunakan kosmetik yang cocok dan tidak menimbulkan ritasi pada kulitnya; (5) MD menggunakan kosmetik seperti peeling wajah, pembersih wajah atau facial foam,
dan parfum dalam memilih kosmetik, MD sama seperti DN yaitu yang cocok dengan kult dan tidak menimbulkan iritasi; (6) TIAN menggunakan kosmetik seperti parfum, peeling, hand body, masker wajah, pelembab untuk tidur, dan pembersih wajah. TIAN juga memilih kosmetik yang cocok buat kulitnya dan tidak menimbulkan iritasi; (7) SW menggunakan kosmetik ketika ada sesi pemotretan sebagai model dan shooting; dan yang kedelapan (8) RF menggunakan kosmetik seperti parfum, pembersih wajah, dan hand body. RF lebih memilih kosmetik menurut seleranya saat itu. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kosmetik bagi kaum laki-laki pada saat ini merupakan kebutuhan yang sangat penting. Penting karena kosmetik membantu laki-laki untuk dapat menunjang kebutuhan mereka yaitu dengan menampilkan kecantikan diri mereka secara maksimal. Laki-laki menggunakan kosmetik dengan kepentingan mereka masing-masing. Hal kedua (2) yang dilakukan kaum laki-laki dalam mengupayakan penampilan dirinya secantik dan semenarik mungkin adalah dengan cara melakukan upaya pembentukan badan untuk mencapai berat badan yang ideal, atau body yang atletis, menjaga pola makan, dan tidur yang teratur. Olahraga juga dilakukan untuk menjaga kesehatan badan. Seperti yang dilakukan oleh informan MI, TIAN, dan MD yang melakukan olahraga dengan tubuh sendiri tanpa menggunakan alat bantu (kardio), misalnya: jogging, set up, sit up, restood dan renang. Berbeda dengan informan RH dan SW yang lebih suka ke tempat body build. RH beranggapan bahwa dengan melakukan fitness, bentuk tubuhnya akan menjadi ideal, body fit sehingga dapat menarik perhatian lawan jenisnya. Jika SW lebih bertujuan ketika dia melakukan fitness, renang, tubuhnya akan menjadi ideal karena dia meruapakan public figure/ artis. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa olahraga bagi laki-laki juga merupakan hal yang sangat penting untuk menunjang penampilan mereka. Hal tersebut dilakukan karena selain untuk menjaga kesehatan badan dan bentuk tubuh, juga dilakukan karena adanya dorongan untuk menampilkan diri sebaik dan secantik mungkin di hadapan orang lain yang melihatnya. Olahraga dilakukan
sesuai dengan kesukaan mereka masing-masing dan dengan cara mereka masingmasing pula. Hal ketiga (3) yang dilakukan kaum laki-laki untuk memaksimalkan penampilannya adalah dalam hal berpakaian dan memakai aksesoris untuk memaksimalkan penampilan mereka. Mereka (kaum laki-laki) mempunyai cara masing-masing dalam memilih pakaian serta aksesoris yang mereka pakai. Hal tersebut dikarenakan setiap laki-laki mempunyai nilai standarisasi sendiri-sendiri, seperti yang dijelaskan oleh salah satu informan yang berpatokan pada keahlian dan penampilan tubuhnya di bawah ini: “Ya Mungkin kalau bagus dan tidaknya menurut saya, itu barang yang tidak bermerk, kalau yang memakai orangnya itu bermerk, Semuanya akan kelihatan keren, gitu aja”. Ya emang yang namanya property itu. Misalnya sepatu, celana, baju, itu Akan memberi suatu pesona tersendiri, ya biar kelihatan menarik. Lha itu kalau kita memakai barang yang ber merk tapi badan kita itu tidak proporsional atau bahasa olahraganya atletis, tidak kelihatan bagus. Karena apa? Dari fisik kita itu kalau sudah bagus, Kita itu memakai celana, baju, apapun Mesti itu kita kelihatan menarik” (W/ MI/ 22 Agustus 2009). Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa ketika kita memiliki wajah yang sudah di kategorikan cantik, tapi kalau kita tidak berpenampilan menarik. Misalnya saja dari cara kita berjalan atau dari cara kita berbicara yang seperti apa, bagaimana kita mengekspresikan dengan gerakan yang baik, kecantikan itu akan menjadi kelihatan menarik. Jadi, hubungan antara kecantikan dengan penampilan itu harus seimbang karena sangat perlu sekali untuk menjadikan diri seseorang lebih indah untuk dilihat. Berbeda dengan informan RH, dia sangat menomorsatukan penampilan. memakai pakaian yang keren dan bermerk, seperti: hem lengan panjang (The Executive, Giordano), celana jeans (LEA, Giordano), mengenakan jaket sport dari merk Adidas, Converse, dan Nike. Dalam memilih aksesoris, RH lebih memilih dan memakai aksesori yang keren dan asli, seperti: jam tangan Seiko, ikat pinggang, dan tas pinggang yang bermerk, kaos kaki, sepatu dan tas merk sport seperti: Adidas, Converse, Nike. RH juga menggunakan sepeda motor Honda CBR dan mobil Toyota Rush agar lebih kelihatan menarik jika dilihat oleh orang lain,
terutama oleh lawan jenis yang sedang didekatinya. Hampir sama dengan RH, informan SW lebih memilih dan mengenakan aksesoris yang matching dengan pakaian yang sedang dikenakannya, baju yang bermerk Bilabong, Nevada, X8, 61, dan sepatu yang bermerk Adidas, semuanya harus serba bermerk. SW juga memilih untuk mengendarai sepeda motor dan mobil yang keren menurutnya. Sedangkan informan YH, DN, RF, TIAN dan MD dalam memilih pakaian lebih cenderung memilih dan memakai pakaian yang rapi, sesuai dengan tempat dan acaranya. Dengan begitu, mereka akan merasa nyaman atau istlahnya tidak salah kostum. YH juga menggunakan aksesoris, yaitu jam tangan, rantai dompet, ikat pinggang untuk memaksimalkan penampilannya. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa laki-laki dalam memilih pakaian serta aksesoris untuk menunjang kecantikan dan penampilan, mereka berusaha mengenakan apa yang mereka punyai secara material. Dari kegiatan tersebut mengharuskan laki-laki untuk melakukan kegiatan konsumtif juga, tidak hanya kaum wanita saja. Hal keempat (4) yang dilakukan laki-laki untuk tampil secara maksimal adalah dengan cara merawat tubuh, seperti: memotong rambut, mencukur kumis, dan jenggot. Dalam memotong rambut, informan lebih memilih untuk pergi ke salon. Semua informan mempunyai kepentingan masing-masing ketika ke salon. Jika MI, MD, TIAN, YH, DN, dan RF ke salon untuk menata rambut dan memotong rambut agar kelihatan rapi dan bersih, berbeda dengan informan RH dan SW. RH lebih detail dalam merawat rambutnya, dia sangat hati-hati dan teliti ketika akan memotong dan menata rambutnya. RH memilih salon perawatan rambut khusus di Solo Square dan lebih mengikuti tren yang sedang berkembang di dalam masyarakat dan menyesuaikan dengan selera lawan jenisnya. SW dalam menata rambut juga mempertimbangkan dengan pekerjaannya. Biasanya rambut SW dipotong dan ditata oleh hair stylish artis di tempatnya bekerja. Hal kelima (5) yang dilakukan laki-laki untuk tampil secara cantik dan menarik di hadapan orang lain adalah dengan cara meningkatkan kualitas diri dan kepribadian diri mereka. Seperti yang dilakukan oleh informan RH yaitu dengan cara melakukan perubahan sikap, bisa dengan melakukan fitness dan berusaha
menjadi lebih dewasa. Hal tersebut dilakukan RH selain untuk dirinya sendiri, RH berpikir jika lawan jenisnya akan lebih tertarik dan menyukai laki-laki yang berkualitas (pintar/ pandai) dan berkepribadian yang baik (positif). Demikian pula yang dilakukan DN, dia lebih memilih untuk melakukan perubahan sikap, dengan berkepribadian yang baik dan berwibawa dengan lawan jenis dan orang lain. Informan RF lebih memilih ntuk meningkatkan kualitas dirinya dengan cara pandai berbicara dengan orang lain, tidak cupu (ketinggalan jaman), pintar di kelasnya. Dalam pekerjaan, informan MI, SW, dan YH lebih memilih peningkatan kualitas diri dengan caranya masing-masing untuk memperlihatkan innerbeauty yang ada di dalam dirinya. MI meningkatkan kualitas dirinya dengan cara mendalami materi yang akan dibawakannya dalam perkuliahan sebagai assistant dosen. Dalam meningkatkan kualitas diri, informan SW lebih mengolah dan mengasah bakatnya di bidang akting dan modeling. Setiap hari SW melakukan latihan akting dan modeling di depan cermin di dalam kamarnya, SW juga berlatih untuk menghafal naskah secara cepat. SW juga berlatih untuk lincah ketika berbicara dengan orang lain atau lawan mainnya. Berdasarkan pendapat informan tersebut dapat diketahui bahwa kualitas diri dan kepribadian yang baik juga dipertimbangkan oleh laki-laki dalam memaksimalkan kecantikan dan penampilan dirinya. Dengan mempunyai kualitas diri yang baik, diharapkan orang lain dapat menilai lebih, itulah yang disebut kaum laki-laki sebagai kecantikan dari dalam (innerbeauty). Jadi, tidak hanya menggunakan kosmetik saja untuk menunjang penampilan fisik bagi laki-laki (1), tetapi melakukan hal-hal lain yang bertujuan untuk meningkatkan penampilan dan kecantikan diri mereka seperti: (2) melakukan upaya pembentukan badan untuk mencapai berat badan yang ideal, atau body yang atletis, melakukan fitnes, menjaga pola makan dan tidur yang teratur, berolahraga untuk menjaga kesehatan badan, (3) memilih dan mengenakan pakaian serta aksesoris menurut selera mereka masing-masing dan kemampuan material mereka untuk memaksimalkan penampilan mereka, (4) memotong rambut, mencukur kumis, dan jenggot, serta yang kelima (5) dilakukan laki-laki
untuk tampil secara menarik dan cantik di hadapan orang lain adalah dengan cara meningkatkan kualitas diri dan kepribadian diri mereka. Berdasarkan uraian di atas tentang cara atau hal-hal yang dilakukan oleh laki-laki dalam menunjang penampilan dirinya agar dapat cantik dan menarik secara maksimal, dapat disimpulkan bahwa laki-laki ternyata tidak hanya terfokus pada hal-hal yang tampak dari fisik saja (kecantikan luar), akan tetapi mereka juga berusaha untuk menampilkan kecantikan dari dalam (innerbeauty) yang mereka bangun dengan meningkatkan kualitas diri dan mempunyai kepribadian yang baik. c. Latar Belakang Penggunaan Kosmetik oleh Laki-laki Laki-laki dalam memenuhi kebutuhan untuk tampil cantik dan menarik ternyata tidak dapat lepas dari sesuatu hal yang bernama ‘kosmetik’. Dari data hasil penelitian ini dapat di ketahui jika laki-laki mempunyai latar belakang dan alasan masing-masing untuk kemudian memilih kosmetik sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan mereka. Kosmetik rupa-rupanya telah menjadi bagian penting dari laki-laki. Untuk lebih jelasnya, berikut penulis jelaskan cerita yang melatarbelakangi laki-laki menggunakan kosmetik serta alasan bagi laki-laki untuk menggunakan kosmetik. Cerita yang melatarbelakangi serta alasan pemakaian kosmetik oleh kaum laki-laki bermacam-macam. Informan MI bercerita tentang latar belakang dirinya memakai sun block merk Barclay itu pada waktu mengajar renang di depan siswa dan teman-temannya, MI tidak ingin kulitnya tidak terlalu hitam serta dorongan dari lawan jenis, yaitu pacar MI yang pernah menyuruhnya untuk membersihkan kumis dan jenggot serta merawat kulit agar tidak tambah hitam setiap harinya. Adapun latar belakang MI menggunakan kosmetik yang pertama (1) adalah kebutuhan untuk diri sendiri, (2) agar terlihat menarik di depan lawan Jenis (pacar), (3) agar penampilan rapi dan menarik di depan orang lain, dan (4) adalah pekerjaan MI sebagai assistant dosen. Seperti dari hasil wawancara berikut ini: “Contohnya, misalnya minyak rambut. mungkin seperti kita itu menggunakannya. Biasanya rambutnya itu biasa-biasa aja, ketika menggunakan kosmetik itu, menjadi lebih percaya diri dan semakin enak dilihat oleh orang lain” (W/ MI/ 12 Agustus 2009).
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat dilihat bahwa kosmetik ternyata berperan penting dalam hal membantu mempercantik dan memperindah penampilan diri seseorang. Kosmetik juga dapat meningkatkan kepercayaan diri seseorang yang memakainya. Informan kedua (RH) menggunakan kosmetik dilatar belakangi ketika dia mulai tumbuh sendiri rasa untuk melihat diri sendiri, RH lebih sering menyendiri, instropeksi diri, mengenai penampilan apa yang harus di ubah karena pada waktu itu RH mulai tertarik pada lawan jenis. Maka dari itu, RH harus mengganti penampilannya agar tidak kalah dengan teman-temannya. Hal tersebut menurut RH karena adanya persaingan oleh RH dengan teman-temannya. RH juga menjelaskan latar belakang dirinya menggunakan kosmetik dikarenakan oleh lawan jenisnya, yaitu RH menggunakan kosmetik yang di sukai lawan jenisnya tersebut. Jadi, Latar belakang RH menggunakan kosmetik yang pertama adalah karena RH mulai tertarik pada lawan jenis, dan yang kedua adalah sikarenakan faktor lingkungan, yaitu teman-teman RH yang menggunakan kosmetik dan berpenampilan menarik. Informan YH menggunakan kosmetik dilatar belakangi oleh ajakan dari kakak informan untuk menggunakan pelembab kulit muka, hand body supaya kulitnya tidak kering, serta memakai facial foam agar tidak mempunyai jerawat. Adapun latar belakang YH dalam menggunakan kosmetik dikarenakan YH ingin terlihat bersih dan menarik di depan lawan jenis, dan YH juga ingin terlihat bersih dan menarik di depan pengunjung yang datang ke tempat kerja. Sedangkan informan keempat (DN) menggunakan kosmetik di latar belakangi oleh: yang pertama (1) pada waktu fashion show itu untuk menunjang penampilan, dan pada waktu menjadi “manggolo yudo”; (2) untuk meningkatkan penampilan agar terlihat lebih menarik; dan yang ketiga (3) dikarenakan oleh ajakan teman-teman untuk memakai kosmetik agar kulitnya tidak hitam. Informan MD menggunakan kosmetik dilatar belakangi ketika MD ingin mendekati lawan jenisnya. MD memakai parfum agar tidak memalukan di depan lawan jenis, memakai facial wash agar kulit wajah kelihatan bersih. Jadi, latar belakang belakang MD memakai kosmetik adalah: (1) untuk menjaga kebersihan
diri, kebersihan tubuh; (2) untuk menambah penampilan supaya lebih bagus; dan yang ketiga (3) untuk lawan jenisnya yang sedang didekatinya. Sedangkan informan 6 (TIAN) menggunakan kosmetik dilatar belakangi oleh ajakan temantemannya dan untuk dirinya sendiri, TIAN merasa kulitnya yang terlalu hitam dan kelihatan tidak bersih, dia lalu disuruh oleh saudaranya untuk menggunakan kosmetik seperti hand body, lulur, pelembab wajah agar kulitnya lebih bersih. Informan ketujuh (SW) menggunakan kosmetik dilatarbelakangi keluarga yang senang berpenampilan menarik serta pekerjaaannya sebagai public figure. SW pertama kali menggunakan kosmetik yang lengkap pada waktu mengikuti audisi cover boy di majalah Aneka Yess tahun 2008 yang mengharuskan dia memakai kosmetik. Sedangkan informan kedelapan (RF) menggunakan kosmetik dilatarbelakangi karena kesadaran dirinya bahwa seseorang itu harus tampil lebih baik, karena orang yang tampil indah itu akan membuat orang lain akan merasa senang melihat kita. Seperti hasil wawancara berikut ini: “Pertama kali saya menggunakan kosmetik adalah karena kesadaran diri saya bahwa seseorang itu harus tampil lebih baik, karena apa? Orang yang tampil indah itu, akan membuat orang lain tentunya akan merasa senang melihat kita” (W/ RF/ 5 Agustus 2009). Berdasarkan cerita yang melatarbelakangi laki-laki menggunakan kosmetik, maka dapat diketahui alasan yang melatarbelakangi laki-laki untuk menggunakan kosmetik dan mementingkan penampilan yang pertama (1) adalah termasuk kebutuhan untuk diri sendiri. Kosmetik sebagai suatu barang yang digunakan untuk mempercantik atau memperindah diri dengan tujuan seseorang yang mengggunakan kosmetik tersebut akan menjadi lebih percaya diri, karena kosmetik itu akan memberikan penampilan yang berbeda untuk yang menggunakannya. Informan TIAN dan RF juga menjelaskan alasannya menggunakan kosmetik untuk diri sendiri. Menurut TIAN, kosmetik untuk kebutuhan dirinya sendri dikarenakan setelah menggunakan kosmetik, ia merasa ahwa kulitnya lebih bersih, dan TIAN lebih percaya diri. Jika RF memandang kosmetik telah membantunya memiliki kecantikan yang lebih maksimal.
Berdasarkan uraian di atas tentang latar belakang laki-laki menggunakan kosmetik untuk dirinya sendiri dikarenakan kosmetik sebagai alat yang membantu memaksimalkan kecantikan diri mereka. Kosmetik membantu kulit menjadi lebih bersih, sehingga kecantikan yang dimiliki oleh laki-laki dapat lebih maksimal. Kosmetik merupakan alat atau media yang membantu laki-laki dalam memenuhi kebutuhan kecantikan dan penampilannya. Kecantikan dan penampilan yang diharapkan ternyata telah mendorong laki-laki dalam menggunakan kosmetik sesuai dengan kebutuhan dan fungsinya. Latar belakang yang kedua (2) bagi laki-laki menggunakan kosmetik adalah untuk menarik lawan jenisnya dengan cara menampilkan dirinya semenarik dan secantik mungkin di depan lawan jenisnya, seperti pacar (teman wanita) atau lawan jenis yang sedang didekati oleh laki-laki. Hal tersebut oleh laki-laki mempunyai tujuan agar lawan jenisnya dapat lebih tertarik dan jika itu adalah pacar, diharapkan pacarnya tersebut dapat menjadi “lebih sayang” dan tidak lari darinya. Salah satu informan (RH) juga menjelaskan keinginannya pada waktu mendekati lawan jenisnya. Seperti hasil wawancara di bawah ini: “Yang jelas aku enggak ikut temen-temenku, tapi itu (rasa tertarik pada lawan jenis) pure keluar dari diriku sendiri, tertarik ama cewek lain. Dan aku apa namanya Tumbuh sendiri rasa untuk melihat diriku sendiri, lebih sering menyendiri. Udah bawaan, Insting” (W/ RH/ 5 Agustus 2009). Informan MI, dan yang lainnya juga beralasan jika lawan jenis mendorong mereka untuk menggunakan kosmetik. Seperti pacar MI yang tidak suka dengan kulit MI yang semakin hari semakin hitam, kulit yang kasar, maka dari itu MI menggunakan kosmetik agar kulitnya tidak kering dan tidak terlalu hitam jika terkena sinar matahari. Pada informan DN juga demikian, DN diberikan kosmetik oleh teman wanitanya agar kulit DN tidak kering dan hitam. Berdasarkan latar belakang di atas dapat diketahui bahwa lawan jenis menjadi pendorong bagi laki-laki untuk memperhatikan penampilan dan kecantikan untuk lebih di jaga dan di rawat. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan kosmetik sesuai dengan yang diinginkan oleh lawan jenisnya. Untuk memenuhi hal tersebut, laki-laki berusaha menampilkan dirinya secantik mungkin di hadapan lawan jenis atau pacar.
Latar belakang yang ketiga (3) bagi kaum laki-laki untuk menggunakan kosmetik adalah untuk dilihat oleh orang lain (umum). Hal tersebut dilakukan bahwa ketika laki-laki tersebut berpenampilan menarik, otomatis dia tidak akan membuat kecewa orang yang bertemu dengannya dan melihatnya. Kosmetik dapat membantu si pemakai menjadi terlihat fresh atau segar di muka umum, kosmetik juga dapat melindungi pemakainya dari sinar ultra violet seperti ketika laki-laki tersebut menggunakan sun block. Dengan demikian, kepercayaan diri bagi si pemakai atau lai-laki tersebut akan meningkat. Semua informan menjadikan alasan pemakaian kosmetik untuk di depan umum karena mereka beranggapan bahwa diri mereka dilihat oleh orang lain, maka dari itu informan berusaha menampilkan dirinya secantik dan semenarik mungkin. Seperti informan SW yang lebih mengutamakan penampilannya di depan umum, karena menurutnya SW adalah seorang public figure yang selalu di soroti masyarakat. SW berusaha agar wajah dan tubuhnya terlihat sehat dan ceria. Jadi, menampilkan diri secantik dan semenarik mungkin di depan umum sangat diperhatikan oleh laki-laki. Laki-laki lebih memilih terlihat fresh di depan umum dan berpenampilan menarik. Latar belakang yang keempat (4) bagi laki-laki menggunakan kosmetik adalah menyangkut dengan pekerjaan kaum laki-laki tersebut. Seperti pada informan (YH) yang bekerja di Pusat Perbelanjaan (Solo Grand Mall), YH memperhatikan kulitnya agar tetap terjaga dan terawat. Lebih jelasnya dapat diketahui dari hasil wawancara berikut ini: “Jadi utuk kegiatan sehari-hari ya, kalau perawatan itu juga perlu biar tidak jelek. Misalnya seperti kulit, biar tidak begitu kering banget, biar kelihatan bersih aja. Hal tersebut ntuk membantu kita agar penampilan kita bersih, misalnya dari penggunaan pelembab, terus parfum, di rumah itu juga pake, pelembab kulit sama facial foam itu, itu starter lho kalau facial foam. Hehe..” (W/ YH/ 7 Agustus 2009). Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat diketahui bahwa perawatan tubuh bagi laki-laki menjadi penting karena aktivitas yang mengharuskan laki-laki tersebut bertemu dengan orang-orang di sekitarnya. Laki-laki sedang bekerja di pusat perbelanjaan, dia dituntut untuk berpenampilan semenarik mungkin di
depan pelanggan, agar kelihatan bersih dan kelihatan rapi di depan orang yang melihatnya. Kosmetik dalam hal ini menjadi penting karena digunakan sebagai alat untuk membantu merawat kecantikan tersebut agar memperoleh penampilan yang menarik. Hampir sama denganYH, informan SW, pekerjaan sebagai public figure menuntutnya untuk selalu tampil cantik dan menarik. Hal tersebut dikarenakan SW dalam bekerja mengalami persaingan dengan artis dan modelmodel lainnya yang juga tampil cantik dan menarik. Oleh sebab itu, pekerjaan menjadi alasan SW yang paling utama karena pekerjaannya sebagai public figure merupakan hoby dan penghasilannya. Berdasarkan latar belakang di atas dapat diketahui bahwa pekerjaan juga berperan penting untuk mendorong laki-laki menampilkan dirinya secantik dan semenarik mungkin.
Pekerjaan seperti public figure serta pekerjaan yang
lokasinya berada di pusat-pusat perbelanjaan, mengharuskan laki-laki tesebut memperhatikan kecantikan dan penampilan. Kosmetik lagi-lagi telah memenuhi tuntutan laki-laki tersebut. Latar belakang kelima (5) laki-laki menggunakan kosmetik untuk menampilkan dirinya secantik dan semenarik mungkin adalah karena adanya faktor lingkungan dan pergaulan (teman). Lingkungan bergaul atau teman nongkrong, lingkungan keluarga, serta lingkungan kerja juga menjadi faktor yang dapat mempengaruhi laki-laki dalam memikirkan penampilannya tersebut. Pada informan MI, ia menjelaskan teman kuliah di Jurusan POK serta teman satu tim sepakbola di jurusan POK mendorongnya untuk ikut menggunakan kosmetik. Hal tersebut dilakukan karena MI sering berada di luar lapangan pada waktu menjadi asistant dosen dan juga pada waktu perkuliahan. MI sendiri dalam bergaul dan nongkrong lebih sering dengan teman-teman kuliahnya. Pada informan RH, teman kuliah di Fakultas Kedokteran pada umumnya, serta teman-temannya dari Jakarta yang menjadikan RH menomorsatukan kecantikan dan penampilan. Teman-teman RH yang dari Jakarta juga termasuk teman lawan jenis yang sedang didekati RH, jadi secara tidak langsung RH juga berusaha mengikuti gaya hidup seperti temantemannya dari Jakarta.
Dari Informan YH, MD, dan SW menggunakan kosmetik dan mementingkan penampilan dikarenakan oleh teman-teman kerja mereka. YH sendiri terdorong menggunakan kosmetik dikarenakan teman-teman kerja YH di Mr. Bakso yang juga mementingkan penampilan dan kecantikan. Penggunaan kosmetik oleh SW sebagai public figure juga dipengaruhi oleh teman kerja SW yang pada umumnya adalah public figure juga (model dan artis). Sedangkan informan TIAN dan RF menggunakan kosmetik dipengaruhi oleh teman-teman kuliah mereka yang juga menggunakan kosmetik. Awalnya, TIAN disuruh untuk menggunakan kosmetik oleh kakaknya kemudian setelah TIAN duduk di bangku kuliah,
ternyata
teman-teman
TIAN
juga
mengunakan
kosmetik
dan
mementingkan penampilan. TIAN sendiri lebih sering nongkrong di kampus ( di bawah pohon rindang atau DPR Fakultas Pertanian, di kantin Fakultas Pertanian, serta di Gazebo gedung D Fakultas Pertanian UNS). Jika di luar kampus, TIAN nongkrongnya di wedangan, dan mall bersama dengan teman-teman kuliah dan teman kostnya. Informan DN memilih dan menggunakan kosmetik karena adanya dorongan dari teman-teman SMA yang menyuruhnya menggunakan hand body dan facial wash agar kulit DN tetap terjaga. Berdasarkan latar belakang di atas dapat diketahui bahwa penggunaan kosmetik oleh laki-laki juga sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan mereka. Faktor lingkungan tersebut dapat berasal dari dalam (faktor intern) dan dari luar (faktor ekstern). Dari faktor intern yaitu lingkungan keluarga yang menggunakan kosmetik serta mementingkan penampilan, sedangkan dari lingkungan luar (ekstern), yaitu dari lingkungan bergaul, lingkungan teman kuliah, lingkungan teman-teman lawan jenis atau pacar, serta lingkungan kerja atau teman-teman kerja. Latar belakang yang keenam (6) laki-laki menggunakan kosmetik adalah karena adanya persaingan oleh kaum laki-laki. Persaingan tersebut dapat terjadi karena adanya upaya untuk mendapatkan perhatian dari lawan jenis dalam menampilkan sebuah penampilan semenarik mungkin, secantik mungkin. Untuk itu, laki-laki kemudian mencari tahu hal-hal atau kosmetik apa saja yang disukai lawan jenisnya (misalnya parfum) serta mengubah penampilan dirinya sesuai
dengan apa yang disukai lawan jenisnya tersebut. Seperti yang dijelaskan oleh informan RH berikut ini: “Yang jelas, kan yang mendukung aku untuk menggunakan kosmetik kan karena adanya persaingan. Kan karena itu. karena dulu aku beda. Dulu aku SD, SMP itu culun, pokok’e biasa wae, enggak mementingkan penampilan. Sejak SMA, aku kan ketemu cewek, loh kok cewek-cewek pada suka ke cowok yang keren ya, yang mobilnya keren, terus yang gaya rambutnya ok, dia pake jaket, terus pake jeans, pake sabuk yang keren, dari situ, perbedaanku ya di situ, waktu itu aku bener-bener enggak care lah dengan penampilanku saat itu. tapi sekarang dengan melihat adanya perbedaan itu, karena dia beda tapi kok bisa menarik perhatian cewek juga, ya akhirnya aku ikut-ikutan juga” (W/ RH/ 5 Agstus 2009). Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat kita ketahui bahwa persaingan dalam menarik lawan jenis oleh kaum laki-laki dapat mendorong lakilaki untuk berusaha tampil cantik dan menarik di hadapan lawan jenis dengan menggunakan kosmetik serta penunjang lainnya. Singkatnya, latar belakang laki-laki menggunakan kosmetik untuk dapat tampil cantik dan menarik, antara lain: (1) adalah termasuk kebutuhan untuk diri sendiri. Kosmetik sebagai suatu barang yang digunakan untuk mempercantik atau memperindah diri dengan tujuan seseorang yang mengggunakan kosmetik tersebut akan menjadi lebih percaya diri, karena kosmetik itu akan memberikan penampilan yang berbeda untuk yang menggunakannya; (2) untuk menarik lawan jenisnya dengan cara menampilkan dirinya semenarik dan secantik mungkin di depan lawan jenisnya, seperti pacar (teman wanita) atau lawan jenis yang sedang didekati oleh laki-laki; (3) untuk dilihat oleh orang lain (umum). Hal tersebut dilakukan bahwa ketika laki-laki tersebut berpenampilan menarik, otomatis dia tidak akan membuat kecewa orang yang bertemu dengannya dan melihatnya. Kosmetik dapat membantu si pemakai menjadi terlihat fresh atau segar di muka umum, kosmetik juga dapat melindungi pemakainya dari sinar ultra violet seperti ketika laki-laki tersebut menggunakan sun block. Dengan demikian, kepercayaan diri bagi si pemakai atau lai-laki tersebut akan meningkat; (4) menyangkut dengan pekerjaan kaum laki-laki tersebut; (5) karena adanya faktor lingkungan dan pergaulan (teman). Lingkungan bergaul atau teman nongkrong, lingkungan
keluarga, serta lingkungan kerja juga menjadi faktor yang dapat mempengaruhi laki-laki dalam memikirkan penampilannya tersebut; dan yang keenam (6) karena adanya persaingan oleh kaum laki-laki. Persaingan tersebut dapat terjadi karena adanya upaya untuk mendapatkan perhatian dari lawan jenis dalam menampilkan sebuah penampilan semenarik mungkin, secantik mungkin. Untuk itu, laki-laki kemudian mencari tahu hal-hal atau kosmetik apa saja yang disukai lawan jenisnya (misalnya parfum) serta mengubah penampilan dirinya sesuai dengan apa yang disukai lawan jenisnya tersebut. 2. Makna Cantik bagi Laki-laki Trilogi wajah, kosmetik, dan kecantikan merupakan suatu hal yang tidak dapat lepas begitu saja. Setelah mengetahui hasil data penelitian tentang pentingnya penampilan bagi laki-laki, kosmetik ternyata telah berperan penting dalam hal membantu mempercantik dan memperindah penampilan diri seseorang. Wajah yang identik dengan kosmetik karena dengan adanya kosmetik sebagai media pendukung kecantikan seseorang lebih dapat menampilkan dirinya secara maksimal. Untuk mengetahui makna cantik bagi laki-laki, peneliti akan mengkaji terlebih dahulu tentang makna kosmetik bagi laki-laki. Menurut hasil data penelitian tentang konstruksi kecantikan bagi laki-laki, kosmetik ternyata mempunyai makna dan nilai tersendiri dari masing-masing informan. Menurut DN kosmetik itu sebagai sarana untuk mempercantik diri seperti lipstick, lipgloss, eye shadow, bedak, dan lain-lain. Kosmetik adalah segala sesuatu yang bisa mempercantik diri, memperindah dan membersihkan diri menjadi lebih menarik. Sama halnya yang dijelaskan oleh MI, kosmetik menurutnya adalah suatu barang atau yang berfungsi untuk mempercantik atau memperindah diri. Ketika kita mengunakan kosmetik itu biasanya seseorang lebih percaya diri, karena kosmetik itu akan memberikan penampilan yang berbeda untuk pemakainya. Seperti yang dijelaskan MI di bawah ini: “Kosmetik menurut saya itu, suatu barang atau yang untuk mempercantik atau memperindah diri. Ketika kita mengunakan kosmetik itu biasanya seseorang lebih pede. Karena apa? kosmetik itu akan memberikan penampilan yang beda buat yang si pemakai. Contohnya,
misalnya minyak rambut, mungkin seperti kita itu menggunakan itu, biasanya rambutnya itu biasa-biasa aja, ketika menggunakan kosmetik itu ya percaya diri dan semakin apa yach, ya kalau menurut saya ya semakin enak dilihat aja gituch” (W/ MI/ 12 Agustus 2009). Menurut RH, kosmetik itu merupakan suatu aksesoris, entah berupa benda, barang, atau perubahan sikap. Kosmetik juga sebagai media pendukung penampilan kita agar lebih menarik di depan orang lain. Seperti yang dijelaskan RH di bawah ini: “......kosmetik itulah yang mendukung penampilan kita. Kosmetik sebagai media pendukung penampilan kita. Kosmetik itu enggak hanya sesuatu yang kita beli, bukan sesuatu barang aksesoris, tapi kan bisa sesuatu perubahan sikap. Pokoknya yang mempengaruhi penampilan kita. Salah satunya fitness itu. Tujuan fitness orang itu apa sich..Kan orang bilang olahraga biar sehat, enggak. Kalau cowok ikut fitness biar sehat itu alasan yang busyet itu, bohong. Cowok ikut fitness ya untuk menarik lawan jenisnya” (W/ RH/ 5 Agustus 2009). Seperti yang dijelaskan oleh YH, MD dan TIAN, kosmetik membantu penampilan menjadi lebih bersih dan menjaga penampilan tersebut. Menurut TIAN, kosmetik adalah sesuatu yang berfungsi untuk menjaga penampilan. Menurut YH, kosmetik berfungsi untuk membantu kita agar penampilan kita bersih. Kosmetik dalam hal ini menjadi penting karena digunakan sebagai alat untuk membantu merawat dan menjaga kecantikan tersebut agar memperoleh penampilan yang menarik. Berbeda dengan SW yang mengaku tidak mengetahui tentang kosmetik. Menurutnya kalau untuk seorang laki-laki, bersih saja sudah cukup, misalnya dengan menggunakan sabun muka atau wajah, facial wash. Sedangkan menurut RF, kosmetik adalah sebuah sarana kita dalam upaya untuk meningkatkan kualitas diri secara fisik. Berdasarkan makna kosmetik bagi laki-laki, dapat diketahui bahwa kosmetik ternyata mempunyai makna dan berperan penting bagi laki-laki untuk dapat tampil cantik dan menarik. Bagi laki-laki, kosmetik bermakna: (1) sebagai sarana untuk mempercantik atau memperindah diri. Ketika kita mengunakan kosmetik itu biasanya seseorang lebih percaya diri, karena kosmetik itu akan memberikan penampilan yang berbeda buat yang memakainya; (2) kosmetik itu merupakan suatu aksesoris, dapat berupa benda, barang, atau perubahan sikap; (3)
kosmetik sebagai media pendukung penampilan kita agar lebih menarik di depan orang lain; dan yang keempat (4) kosmetik membantu penampilan menjadi lebih bersih dan kosmetik dapat menjaga penampilan tersebut. Kosmetik sebagai pendukung bagi laki-laki dapat menampilkan dirinya untuk
memaksimalkan
kecantikan
yang
sudah
dimiliki
karena
dalam
perkembangannya kecantikan bukan hanya milik kaum wanita saja, kecantikan dewasa ini telah menjadi milik kaum laki-laki juga. Setelah mengetahui makna kosmetik bagi laki-laki, peneliti kemudian mendeskripsikan makna cantik dari masing-masing informan. Pada kenyataannya laki-laki mempunyai definisi cantik sendiri-sendiri. Berikut ini adalah hasil data penelitian tentang makna cantik bagi laki-laki. Yang pertama, kecantikan adalah suatu keindahan yang terletak pada bentuk fisik manusia yang harus dijaga dan dirawat. Pernyataan tersebut didukung oleh pendapatnya informan SW yang menjelaskan bahwa kecantikan adalah sesuatu yang sudah dimiliki sejak lahir dalam hal fisik yang harus dijaga dan dirawat agar tetap indah dan cantik. Sama halnya seperti SW, MI juga menjelaskan kecantikan sebagai berkut: “Menurut saya sich kecantikan itu ya,,, suatu keindahan yang terletak pada bentuk fisik manusia dan seseorang lain itu menilainya…WAH!!! Kelihatan dia itu menarik gitu” “Selain itu, kalau penampilan menurut saya adalah interpretasi dari kecantikan itu”. (W/ MI/ 12 Agusutus 2009). RH dalam memandang sebuah kecantikan hampir sama dengan informan di atas. RH memaknai kecantikan sebagai sesuatu yang sudah dimiliki seseorang sejak lahir yang dapat menarik menarik orang lain. RH juga menjelaskan hubungan antara kosmetik, penampilan, dan kecantikan. Menurut RH, ketiganya merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan walaupun mempunyai arti yang berbeda-beda. Seperti hasil wawancara berikut ini: “Yang jelas gini, kan dalam interview ini kan ada 3 faktor kan. Kecantikan, penampilan, sama kosmetik. Nach, semua itu mempunyai arti yang berbeda-beda menurutku. Kalau kecantikan itu merupakan sesuatu yang udah kita punya, bawaan diri kita sejak lahir, iya kan. bawaan diri kita untuk bisa menarik orang lain. Itu namanya kecantikan
Sedangkan Penampilan itu merupakan cara kita untuk menampilkan kecantikan kita itu pada otang lain. Dan kosmetik itulah yang mendukung penampilan kita. Kosmetik sebagai media pendukung penampilan kita. Kosmetik itu enggak hanya sesuatu yang kita beli, bukan sesuatu barang aksesoris, tapi kan bisa sesuatu perubahan sikap. Pokoknya yang mempengaruhi penampilan kita. Salah satunya fitness itu. Tujuan fitness orang itu apa sich..Kan orang bilang olahraga biar sehat, enggak. Kalau cowok ikut fitness biar sehat itu alasan yang busyet itu, bohong. Cowok ikut fitness ya untuk menarik lawan jenisnya” (W/ RH/ 5 Agustus 2009). Berbeda dengan makna cantik sebelumnya, informan YH, DN, dan TIAN memandang kecantikan adalah innerbeauty seseorang, yang terpancar dari kepribadian seseorang. Menurut YH, orang yang “cantik” itu enak di pandang, kelihatan bersih, kelihatan rapi, berpenampilan menarik. Hal tersebut tercipta karena adanya perawatan itu tadi yang dibantu dengan adanya pemakaian kosmetik. Sedangkan penampilan menurut YH adalah upaya seseorang untuk menampilkan dirinya agar bisa dilihat oleh orang lain, terutama dalam hal berpakaian. Kosmetik dalam hal ini menjadi penting karena digunakan sebagai alat untuk membantu merawat kecantikan tersebut agar memperoleh penampilan yang menarik. Dalam hal kecantikan, DN berpendapat bahwa kecantikan itu berarti kepribadian seseorang. Seperti pada hasil wawancara berikut: “Saya tuch melihatnya dari kepribadian, dari kepribadian cowok itu karena bila cowok itu mempunyai kepribadian yang menarik otomatis bagi lawan jenis akan menambah nilai plus (+), walaupun kadang penampilannya itu nggak begitu “wah”, tapi kalo kepribadiannya baik kan… yang paling penting itu kan berwibawanya, kalo cowok itu!” (W/ DN/ 4 Oktober 2009). Menurut MD, kecantikan bagi laki-laki adalah rapi, stylish, dan memakai pakaian yang pas atau cocok dengan situasi dan kondisi (W/ MD/ 17 September 2009). Bagi RF, kecantikan adalah sesuatu hal yang menarik yang ada pada diri kita, di dalam diri kita maupun di luar diri kita. Jadi, kecantikan bukan sematamata hanya milik luar tubuh kita, akan tetapi kepribadian kita juga, kualitas diri juga. Untuk lebih jelasnya, kita lihat hasil wawancara dengan RF berikut ini: “Kecantikan adalah sesuatu yang dapat menarik kita untuk memandang, kemudian untuk memandang kedua kalinya, ketiga kali, keempat kalinya, dan seterusnya dalam hal fisik. Kalau dalam kepribadian ya
sama, kita ingin mengenalnya untuk kedua kalinya, ketiga kalinya, keempat kalinya, dan seterusnya” (W/ RF/ 5 Agustus 2009). Singkatnya, makna cantik bagi laki-laki menurut hasil data penelitian ini antara lain: (1) kecantikan adalah sesuatu yang sudah dimiliki sejak lahir yang dapat menarik orang lain yang melihatnya. Kecantikan tersebut terletak dalam bentuk fisik manusia yang harus dijaga dan dirawat; (2) kecantikan adalah innerbeauty seseorang, yang terpancar dari kepribadian seseorang dan kualitas diri seseorang; (3) kecantikan bagi laki-laki adalah rapi, stylish, dan memakai pakaian yang pas atau cocok dengan situasi dan kondisi; dan yang kelima (4) kecantikan adalah sesuatu hal yang menarik yang ada pada diri kita, di dalam diri kita maupun di luar diri kita. Jadi, kecantikan bukan semata-mata hanya milik luar tubuh kita, akan tetapi kepribadian kita juga, kualitas diri juga. Berdasarkan uraian di atas, dapat kita ketahui bahwa kecantikan bagi laki-laki tidak hanya merupakan kecantikan yang tampak kasat mata saja, akan tetapi menyangkut juga dengan innerbeauty seseorang. Kecantikan yang sudah dimiliki sejak lahir oleh laki-laki juga, rupa-rupanya juga dijaga dan dirawat. Untuk memaksimalkan sebuah kecantikan seseorang, kosmetik telah masuk dan berperan penting di dalamnya.
C. Temuan Hasil Penelitian dihubungkan dengan Kajian Teori Fenomena laki-laki yang menggunakan produk kosmetik dan melakukan upaya-upaya untuk menunjang penampilannya tersebut agar menjadi cantik dan menarik merupakan realitas sosial yang kita jumpai di tengah-tengah masyarakat dewasa ini.
Peneliti menggunakan kosmetik sebagai ukuran dalam laki-laki
mementingkan penampilan karena fungsi-fungsi yang ada di dalam kosmetik tersebut. Kosmetik sebagai media untuk membantu laki-laki dalam menampilkan dirinya agar lebih cantik dan menarik. Dalam hal ini, Ritzer (1992: 5) menjelaskan bahwa ide dasar dari semua teori dalam paradigma definisi sosial sebenarnya berpandangan bahwa manusia adalah aktor yang kreatif dari realitas sosialnya. Artinya, tindakan manusia tidak sepenuhnya ditentukan oleh norma-norma,
kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai dan sebagainya yang kesemuanya itu tercakup dalam fakta sosial yaitu tindakan yang menggambarkan struktur dan pranata sosial. Dengan kata lain, individu atau seseorang bukanlah manusia korban fakta sosial, namun sebagai penghasil sesuatu benda atau jasa sekaligus reproduksi yang kreatif di dalam mengkonstruksi dunia sosialnya. Realitas sosial tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Baudrillard tentang kecantikan dan erotisme adalah dua rumusan utama yang sering muncul. Keduanya akan sangat sulit dipisahkan dan membentuk etika baru dalam hubungan dengan tubuh. Berlaku untuk laki-laki dan wanita, namun mereka dibedakan dalam kutub feminin dan kutub maskulin. Jadi dalam hal ini kecantikan adalah tidak semata-mata milik wanita saja, akan tetapi pada perkembangannya kecantikan menjadi milik kaum laki-laki juga. Konstruksi kecantikan yang dimaksud dalam penelitian ini berawal dengan adanya konsep yang dikatakan oleh Ritzer bahwa manusia adalah kunci dari semuanya dalam realitas sosial. Konsep kecantikan lahir karena adanya konstruksi dari realitas sosial tersebut yang pada dasarnya individu menjadi penentu konstruksi kecantikan pada saat itu atau pada jamannya dalam dunia sosial. Konsep tentang makna kecantikan dikonstruksi berdasarkan kehendak individu atau masyarakat yang mana terdapat pengakuan yang luas terhadap eksistensi setiap orang atau individu sebagai konsensus total. Pada sub bab sebelumnya telah disajikan deskripsi hasil dan temuan di lapangan. Pada sub bab ini akan dibahas lebih lanjut mengenai hasil penelitian tentang konstruksi kecantikan bagi laki-laki yang dihubungkan dengan teori yang dipakai oelh peneliti dalam penelitian ini, yaitu teori realitas sosial tentang pemakaian kosmetik oleh kaum laki-laki menurut Goerge Ritzer, teori wajah dan kecantikan menurut Anthony Sinnott, serta teori efek halo dan efek tanduk menurut Kazorowsky. Pembahasan dalam hal ini dimaksudkan untuk memperoleh makna yang mendasari temuan-temuan penelitian yang berkaitan dengan teori yang relevan. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan dilakukan pembahasan secara rinci.
1. Trilogi Wajah, Kosmetik, dan Kecantikan sebagai Efek Halo Kecantikan Dari hasil penelitian lapangan peneliti yang terangkum di fieldnote, dapat diketahui bahwa kaum laki-laki pada saat ini juga mementingkan kecantikan dan penampilan dengan cara mereka masing-masing. Wajah, kosmetik, dan kecantikan telah menjadi sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam hal tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Synnot, wajah merupakan sesuatu yang bersifat penting bagi seseorang, karena adanya fungsi-fungsi di dalamnya. Fungsi wajah sebagai komunikasi non verbal, sampai dengan wajah yang dianggap penting karena dijadikan sebagai penentu dasar bagi kecantikan dan kejelekan setiap individu. Dan dalam hal ini, wajah sebagai simbol seseorang itu ingin dikatakan menarik dan cantik di depan orang lain.Oleh sebab itu, wajah merupakan pusat dari orang melihat yang kemudian dibantu dengan kosmetik agar penampilan seseorang menjadi lebih cantik dan menarik. Seperti hasil wawancara dengan informan YH pada tanggal 7 Agustus 2009. Dari pernyataan di atas tersebut, dapat diketahui bahwa facial foam yang digunakan pada bagian wajah merupakan kosmetik yang paling dipentingkan oleh informan tersebut. Wajah telah menjadi bagian yang terpenting untuk diberikan perhatian yang lebih bagi pemiliknya. Dalam hal ini, wajah mempunyai fungsi publik dan fungsi non verbal, dalam artian ketika di depan umum atau di depan pelanggan, wajah menjadi fokus utama untuk memulai percakapan dan perkenalan. Jika kita mengkaji pendapat Gloria Swanson (Synnott, 2003: 136) yang menjelaskan bahwa ketika kita sedang berinteraksi dengan orang lain, kita tidak perlu berdialog karena kita telah memiliki wajah. Dari pendapat Gloria Swanson tersebut, dapat diketahui bahwa wajah telah mewakili kata-kata yang ingin kita sampaikan, wajah sebagai ‘petanda’ ketika kita sedang malas berbicara, marah atau ketika kita sedang sedih, kita dapat mengekspresikannya melalui mimik wajah. Selain itu, wajah juga menjadi penentu dasar bagi persepsi kecantikan atau kejelekan individu, dan semua persepsi ini secara tidak langsung membuka penghargaan diri dan kesempatan hidup seseorang. Wajah sungguh-sungguh menyimbolkan diri, dan menandai banyak hal dari bagian diri yang berbeda. Lebih daripada bagian tubuh lainnya, wajah di identifikasikan sebagai aku dan
kamu. Seperti ketika kita mengenali seseorang, hal pertama yang kita lihat adalah wajahnya, baru kemudian kita menandai bahwa wajah itu adalah milik seseorang. Di era modernitas sekarang ini, wajah merupakan hal yang sangat penting. Salah satunya adalah dengan menampilkan wajah untuk tampil cantik dan menarik karena wajah dan penampilan kita akan dilihat oleh orang lain. Misalnya, ketika kita berbelanja di mall, bekerja, bepergian ke tempat-tempat wisata, atau berangkat menuntut ilmu, kita akan menampilkan wajah kita secantik mungkin di dukung dengan adanya kosmetik. Laki-laki dalam memenuhi kebutuhan untuk tampil cantik dan menarik ternyata tidak dapat lepas dari sesuatu hal yang bernama ‘kosmetik’. Dari data hasil penelitian ini dapat di ketahui jika laki-laki mempunyai latar belakang masing-masing untuk kemudian memilih kosmetik sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan mereka. Kosmetik rupa-rupanya telah menjadi bagian dari laki-laki yang tidak dapat lepas begitu saja. Hal tersebut berdasarkan hasil data penelitian tentang latar belakang penggunaan kosmetik oleh kaum laki-laki. Singkatnya, latar belakang laki-laki menggunakan kosmetik untuk dapat tampil cantik dan menarik, antara lain: (1) adalah termasuk kebutuhan untuk diri sendiri. Kosmetik sebagai suatu barang yang digunakan untuk mempercantik atau memperindah diri dengan tujuan seseorang yang mengggunakan kosmetik tersebut akan menjadi lebih percaya diri, karena kosmetik itu akan memberikan penampilan yang berbeda untuk yang menggunakannya; (2) untuk menarik lawan jenisnya dengan cara menampilkan dirinya semenarik dan secantik mungkin di depan lawan jenisnya, seperti pacar (teman wanita) atau lawan jenis yang sedang didekati oleh laki-laki; (3) untuk dilihat oleh orang lain (umum). Hal tersebut dilakukan bahwa ketika laki-laki tersebut berpenampilan menarik, otomatis dia tidak akan membuat kecewa orang yang bertemu dengannya dan melihatnya. Kosmetik dapat membantu si pemakai menjadi terlihat fresh atau segar di muka umum, kosmetik juga dapat melindungi pemakainya dari sinar ultra violet seperti ketika laki-laki tersebut menggunakan sun block. Dengan demikian, kepercayaan diri bagi si pemakai atau lai-laki tersebut akan meningkat; (4) menyangkut dengan pekerjaan kaum laki-laki tersebut; (5) karena adanya faktor lingkungan dan pergaulan
(teman). Lingkungan bergaul atau teman nongkrong, lingkungan keluarga, serta lingkungan kerja juga menjadi faktor yang dapat mempengaruhi laki-laki dalam memikirkan penampilannya tersebut; dan yang keenam (6) karena adanya persaingan oleh kaum laki-laki. Persaingan tersebut dapat terjadi karena adanya upaya untuk mendapatkan perhatian dari lawan jenis dalam menampilkan sebuah penampilan semenarik mungkin, secantik mungkin. Untuk itu, laki-laki kemudian mencari tahu hal-hal atau kosmetik apa saja yang disukai lawan jenisnya (misalnya parfum) serta mengubah penampilan dirinya sesuai dengan apa yang disukai lawan jenisnya tersebut. Hal tersebut berdasarkan dari hasil wawancara dengan informan RH pada tanggal 5 Agustus 2009 yang menjelaskan bahwa persaingan dalam menarik lawan jenis oleh kaum laki-laki dapat mendorong lakilaki untuk berusaha tampil cantik dan menarik di hadapan lawan jenis dengan menggunakan kosmetik serta penunjang lainnya. Laki-laki akan merasa percaya diri ketika ia berpenampilan menarik di hadapan wanita atau rekan-rekannya. Daya tarik fisik tersebut memiliki efek yang positif dan mendasar bagi keberhasilan laki-laki tersebut dalam hal ekonomi (materi) serta sosialnya (pengakuan masyarakat) dan terkait erat dengan prestise yang dimiliki oleh seorang laki-laki yang memperhatikan kecantikan. Seperti pada informan RH, ia adalah laki-laki dengan wajah dan tubuh yang terlihat bersih karena menggunakan kosmetik, didukung dengan laki-laki tersebut mengendarai mobil Toyota Rush dengan dandanan yang cantik pada dirinya, seperti memakai aksesoris dan pakaian yang serba bermerk, dan sebagainya yang semakin menambah nilai prestise laki-laki itu. Situasi tersebut dengan tidak langsung akan memperkuat pencitraan orang lain yang melihatnya, bahwa laki-laki tersebut berhasil dalam hal sosial (diakui oleh masyarakat) dan secara ekonomi/ materi mengatakan bahwa laki-laki tersebut kaya, sehingga membentuk prestise yang dimiliki laki-laki tersebut lebih tinggi dengan orang lain pada umumnya. Ternyata laki-laki menampilkan dirinya secantik mungkin atau paling tidak mereka ingin dianggap sama dengan orang lain yang melihatnya. Kecantikan dan kejelekan juga menjadi faktor penting dalam masyarakat konsumsi yang sangat memperhatikan penampilan. Laki-laki akan merasa percaya
diri ketika ia berpenampilan menarik di hadapan wanita atau rekan-rekannya. Daya tarik fisik tersebut memiliki efek yang positif dan mendasar bagi keberhasilan laki-laki tersebut dalam hal ekonomi (materi) serta sosialnya (pengakuan masyarakat) dan terkait erat dengan prestise yang dimiliki oleh seorang laki-laki yang memperhatikan kecantikan. Berdasarkan latar belakang laki-laki menggunakan kosmetik untuk menunjang kecantikan dan penampilan diri mereka, maka dapat kita analisis dengan pendapatnya Baudrillard (2004: 263) yang menjelaskan tentang jaman kita dewasa ini adalah pertunjukan pengeluaran makanan yang sama dengan pengeluaran ‘prestise’, semua lapisan masyarakat menyebut ‘mengkonsumsi’ dan hal ini untuk semua orang sesuai konsensus total. Dalam penelitian ini, laki-laki ingin tampil cantik dengan menjadikan kosmetik sebagai sarana untuk mewujudkan citra cantik tersebut. Hal tersebut bisa terjadi karena adanya tuntutan dari masyarakat sendiri dalam hal pencitraan diri. Untuk tampil cantik dan menarik, salah satunya adalah dengan cara mengkonsumsi produk-produk kosmetik. Masyarakat tanpa disadari dipaksa untuk dapat mengkonsumsi sesuatu yang dinilai prestise. Jadi, kosmetik merupakan media atau sarana untuk mencapai sebuah citra yang diharapkan oleh seseorang. Hal tersebut juga sama dengan pendapat Adorno (Baudrillard, 1998: 63) yang menjelaskan bahwa komoditas muncul dengan nilai guna sekunder (nilai pengganti) begitu dominasi nilai tukar telah diatur untuk menghapus ingatan mengenai nilai guna murni benda-benda. Komoditas menjadi bebas berperan dalam asosiasi dan ilusi budaya yang sangat luas, ini merupakan dasar yang disebut estetika komoditas. Iklan secara khusus dikatakan mampu mengeksploitasi kebebasan ini untuk menampilkan citra romantis, eksotis, kepuasan, atau kehidupan yang baik dengan memperkenalkan barang-barang konsumen, seperti sabun, mesin cuci, mobil, dan minuman beralkohol. ”Citra” atau topeng-topeng ini juga menentukan cara objek materi berperan sebagai perantara makna dalam interaksi sosial. Citra tersebut merubah barang-barang ke dalam kode-kode simbolis yang harus dapat dimiliki oleh konsumen yang dalam hal ini adalah lakilaki.
Seiring dengan adanya pergeseran perubahan kebudayaan, penampilan yang dikategorikan dalam wajah, kosmetik, dan kecantikan ternyata telah menjadi penting bagi laki-laki. Berdasarkan deskripsi data hasil penelitian di atas, dapat diketahui bahwa penampilan itu sangat penting. Penting karena penampilan adalah sesuatu yang dapat dibanggakan kepada orang lain agar orang lain bisa memberi perhatian yang lebih. Dengan kata lain, jika ada orang lain yang memberi perhatian yang lebih karena penampilan yang menarik, maka seseorang tersebut akan merasa lebih diakui sebagai seorang laki-laki. Penjelasan tersebut sesuai dengan pendapatnya Anthony Synnott tentang kejelekan dan kecantikan individu serta pendapatnya Kazorowsky tentang ‘efek halo’ dan ‘efek tanduk’. Efek halo merupakan respon positif/ tanggapan orang lain yang dapat dengan mudah menerima kita dikarenakan kita berpenampilan lebih baik dan menarik atau paling tidak penampilan kita sama dengan orang lain pada umumnya, sedangkan efek tanduk adalah respon negatif/ tanggapan orang yang buruk dalam menerima penampilan kita, bisa saja karena penampilan kita tidak sama dengan orang lain pada umumnya dan dianggap penampilan kita lebih rendah atau jelek dibandingkan mereka. Agar orang mendapat efek halo dari orang lain, maka mereka harus dapat melakukan upaya-upaya untuk menampilkan dirinya sendiri sehingga dapat tampil cantik dan menarik di hadapan orang lain. Berdasarkan deskripsi data penelitian, penampilan adalah interprestasi dari kecantikan itu, penampilan merupakan cara kita untuk menampilkan kecantikan kepada orang lain. Penampilan bisa menjadi penting ketika sedang bekerja atau sedang menghadiri acara-acara tertentu dan sebagainya, penampilan yang menarik yang disebabkan oleh perawatan, penampilan adalah sesuatu yang kita bawakan, simple, tidak neko-neko, mengenakan pakaian yang nyaman dan tidak memalukan bagi diri sendiri. Penampilan adalah kepribadian seseorang, karena dengan berpenampilan itu adalah mencerminkan kepribadian seseorang. Penampilan menjadi penting bagi laki-laki sehingga mereka melakukan cara atau upaya untuk menunjang penampilan dan kecantikan dirinya. Yang pertama (1) dilakukan oleh laki-laki untuk menunjang penampilan fisik mereka
dengan cara pemakaian kosmetik. Pemakaian kosmetik dilakukan pada saat mereka mulai melihat diri mereka sendiri yang harus tampil lebih menarik di hadapan orang lain, yaitu semenjak duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), kemudian dilanjutkan pada waktu duduk di bangku perkuliahan lebih menjaga penampilan diri mereka. Jadi, kosmetik bagi mereka sangat penting. Penting karena kosmetik membantu laki-laki untuk dapat menampilkan kecantikan diri mereka secara maksimal. Laki-laki menggunakan kosmetik dengan kepentingan mereka masing-masing. Pergeseran penggunaan kosmetik dari laki-laki metroseksual inilah yang kemudian kosmetik digunakan oleh lakilaki pada umumnya. Hal tersebut terjadi karena adanya peran media massa, iklan dan masyarakat yang sangat berpengaruh. Penggunaan kosmetik oleh kaum lakilaki menjadi hal yang sudah biasa dalam masyarakat kita dewasa ini, terlebih pada civitas akademika dan para pekerja. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kosmetik bagi kaum laki-laki pada saat ini merupakan kebutuhan yang sangat penting. Penting karena kosmetik membantu laki-laki untuk dapat menunjang kebutuhan mereka yaitu dengan menampilkan kecantikan diri mereka secara maksimal. Laki-laki menggunakan kosmetik dengan kepentingan mereka masing-masing. Hal kedua (2) yang dilakukan kaum laki-laki dalam mengupayakan penampilan dirinya secantik dan semenarik mungkin adalah dengan cara melakukan upaya pembentukan badan untuk mencapai berat badan yang ideal, atau body yang atletis, menjaga pola makan, dan tidur yang teratur. Olahraga juga dilakukan untuk menjaga kesehatan badan. Seperti yang dilakukan oleh informan MI, TIAN, dan MD yang melakukan olahraga dengan tubuh sendiri tanpa menggunakan alat bantu (kardio), misalnya: jogging, set up, sit up, restood dan renang. Berbeda dengan informan RH dan SW yang lebih suka ke tempat body build. RH beranggapan bahwa dengan melakukan fitness, bentuk tubuhnya akan menjadi ideal, body fit sehingga dapat menarik perhatian lawan jenisnya. Jika SW lebih bertujuan ketika dia melakukan fitness, renang, tubuhnya akan menjadi ideal karena dia meruapakan public figure/ artis.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa olahraga bagi laki-laki juga merupakan hal yang sangat penting untuk menunjang penampilan mereka. Hal tersebut dilakukan karena selain untuk menjaga kesehatan badan dan bentuk tubuh, juga dilakukan karena adanya dorongan untuk menampilkan diri sebaik dan secantik mungkin di hadapan orang lain yang melihatnya. Olahraga dilakukan sesuai dengan kesukaan mereka masing-masing dan dengan cara mereka masingmasing pula. Hal ketiga (3) yang dilakukan kaum laki-laki untuk memaksimalkan penampilannya adalah dalam hal berpakaian dan memakai aksesoris untuk memaksimalkan penampilan mereka. Mereka (kaum laki-laki) mempunyai cara masing-masing dalam memilih pakaian serta aksesoris yang mereka pakai. Hal tersebut dikarenakan setiap laki-laki mempunyai nilai standarisasi sendiri-sendiri. Seperti yang diperoleh dari hasil wawancara dengan informan MI pada tanggal 22 Agustus 2009. Dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa ketika kita memiliki wajah yang sudah di kategorikan cantik, tapi kalau kita tidak berpenampilan menarik. Misalnya saja dari cara kita berjalan atau dari cara kita berbicara yang seperti apa, bagaimana kita mengekspresikan dengan gerakan yang baik, kecantikan itu akan menjadi kelihatan menarik. Jadi, hubungan antara kecantikan dengan penampilan itu harus seimbang karena sangat perlu sekali untuk menjadikan diri seseorang lebih indah untuk dilihat. Berbeda dengan informan RH, dia sangat menomorsatukan penampilan. memakai pakaian yang keren dan bermerk, seperti: hem lengan panjang (The Executive, Giordano), celana jeans (LEA, Giordano), mengenakan jaket sport dari merk Adidas, Converse, dan Nike. Dalam memilih aksesoris, RH lebih memilih dan memakai aksesori yang keren dan asli, seperti: jam tangan Seiko, ikat pinggang, dan tas pinggang yang bermerk, kaos kaki, sepatu dan tas merk sport seperti: Adidas, Converse, Nike. RH juga menggunakan sepeda motor Honda CBR dan mobil Toyota Rush agar lebih kelihatan menarik jika dilihat oleh orang lain, terutama oleh lawan jenis yang sedang didekatinya. Hampir sama dengan RH, informan SW lebih memilih dan mengenakan aksesoris yang matching dengan pakaian yang sedang dikenakannya, baju yang bermerk Bilabong, Nevada, X8, 61,
dan sepatu yang bermerk Adidas, semuanya harus serba bermerk. SW juga memilih untuk mengendarai sepeda motor dan mobil yang keren menurutnya. Sedangkan informan YH, DN, RF, TIAN dan MD dalam memilih pakaian lebih cenderung memilih dan memakai pakaian yang rapi, sesuai dengan tempat dan acaranya. Dengan begitu, mereka akan merasa nyaman atau istlahnya tidak salah kostum. YH juga menggunakan aksesoris, yaitu jam tangan, rantai dompet, ikat pinggang untuk memaksimalkan penampilannya. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa laki-laki dalam memilih pakaian serta aksesoris untuk menunjang kecantikan dan penampilan, mereka berusaha mengenakan apa yang mereka punyai secara material. Dari kegiatan tersebut mengharuskan laki-laki untuk melakukan kegiatan konsumtif juga, tidak hanya kaum wanita saja. Hal keempat (4) yang dilakukan laki-laki untuk tampil secara maksimal adalah dengan cara merawat tubuh, seperti: memotong rambut, mencukur kumis, dan jenggot. Dalam memotong rambut, informan lebih memilih untuk pergi ke salon. Semua informan mempunyai kepentingan masing-masing ketika ke salon. Jika MI, MD, TIAN, YH, DN, dan RF ke salon untuk menata rambut dan memotong rambut agar kelihatan rapi dan bersih, berbeda dengan informan RH dan SW. RH lebih detail dalam merawat rambutnya, dia sangat hati-hati dan teliti ketika akan memotong dan menata rambutnya. RH memilih salon perawatan rambut khusus di Solo Square dan lebih mengikuti tren yang sedang berkembang di dalam masyarakat dan menyesuaikan dengan selera lawan jenisnya. SW dalam menata rambut juga mempertimbangkan dengan pekerjaannya. Biasanya rambut SW dipotong dan ditata oleh hair stylish artis di tempatnya bekerja. Hal kelima (5) yang dilakukan laki-laki untuk tampil secara cantik dan menarik di hadapan orang lain adalah dengan cara meningkatkan kualitas diri dan kepribadian diri mereka. Seperti yang dilakukan oleh informan RH yaitu dengan cara melakukan perubahan sikap, bisa dengan melakukan fitness dan berusaha menjadi lebih dewasa. Hal tersebut dilakukan RH selain untuk dirinya sendiri, RH berpikir jika lawan jenisnya akan lebih tertarik dan menyukai laki-laki yang berkualitas (pintar/ pandai) dan berkepribadian yang baik (positif). Demikian pula
yang dilakukan DN, dia lebih memilih untuk melakukan perubahan sikap, dengan berkepribadian yang baik dan berwibawa dengan lawan jenis dan orang lain. Informan RF lebih memilih ntuk meningkatkan kualitas dirinya dengan cara pandai berbicara dengan orang lain, tidak cupu (ketinggalan jaman), pintar di kelasnya. Dalam pekerjaan, informan MI, SW, dan YH lebih memilih peningkatan kualitas diri dengan caranya masing-masing untuk memperlihatkan innerbeauty yang ada di dalam dirinya. MI meningkatkan kualitas dirinya dengan cara mendalami materi yang akan dibawakannya dalam perkuliahan sebagai assistant dosen. Dalam meningkatkan kualitas diri, informan SW lebih mengolah dan mengasah bakatnya di bidang akting dan modeling. Setiap hari SW melakukan latihan akting dan modeling di depan cermin di dalam kamarnya, SW juga berlatih untuk menghafal naskah secara cepat. SW juga berlatih untuk lincah ketika berbicara dengan orang lain atau lawan mainnya. Berdasarkan pendapat informan tersebut dapat diketahui bahwa kualitas diri dan kepribadian yang baik juga dipertimbangkan oleh laki-laki dalam memaksimalkan kecantikan dan penampilan dirinya. Dengan mempunyai kualitas diri yang baik, diharapkan orang lain dapat menilai lebih, itulah yang disebut kaum laki-laki sebagai kecantikan dari dalam (innerbeauty). Jadi, tidak hanya menggunakan kosmetik saja untuk menunjang penampilan fisik bagi laki-laki (1), tetapi melakukan hal-hal lain yang bertujuan untuk meningkatkan penampilan dan kecantikan diri mereka seperti: (2) melakukan upaya pembentukan badan untuk mencapai berat badan yang ideal, atau body yang atletis, melakukan fitnes, menjaga pola makan dan tidur yang teratur, berolahraga untuk menjaga kesehatan badan, (3) memilih dan mengenakan pakaian serta aksesoris menurut selera mereka masing-masing dan kemampuan material mereka untuk memaksimalkan penampilan mereka, (4) memotong rambut, mencukur kumis, dan jenggot, serta yang kelima (5) dilakukan laki-laki untuk tampil secara menarik dan cantik di hadapan orang lain adalah dengan cara meningkatkan kualitas diri dan kepribadian diri mereka. Berdasarkan uraian di atas tentang cara atau hal-hal yang dilakukan oleh laki-laki dalam menunjang penampilan dirinya agar dapat cantik dan menarik
secara maksimal, dapat disimpulkan bahwa laki-laki ternyata tidak hanya terfokus pada hal-hal yang tampak dari fisik saja (kecantikan luar), akan tetapi mereka juga berusaha untuk menampilkan kecantikan dari dalam (innerbeauty) yang mereka bangun dengan meningkatkan kualitas diri dan mempunyai kepribadian yang baik. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa laki-laki lebih memilih ‘efek halo’ daripada ‘efek tanduk’. Mereka lebih suka menampilkan dirinya secantik mungkin atau paling tidak mereka ingin dianggap sama dengan orang lain yang melihatnya. Laki-laki berupaya untuk memenuhi tuntutan tersebut dengan cara melakukan hal-hal yang dapat membantu menampilkan dirinya semenarik dan secantik mungkin. Penampilan wajah yang menarik jauh dinilai baik daripada penampilan wajah yang jelek atau buruk. Mereka yang berpenampilan kurang menarik tampaknya kurang begitu beruntung dan kurang mendapatkan tempat di tengah-tengah hubungan sosial. Trilogi wajah, kosmetik, dan kecantikan ternyata telah menjadikan lakilaki mementingkan penampilan dirinya secara fisik. Wajah sebagai simbol utama diri seseorang yang mempunyai banyak fungsi di dalamnya, salah satunya adalah fungsi komunikasi non verbal. Dalam komunikasi non verbal tersebut, wajah telah menjadi bagian yang penting yang dilihat oleh orang lain dan di sanalah terdapat upaya-upaya bagi laki-laki untuk menampilkan wajah secantik dan semenarik mungkin. Hal tersebut dilakukan karena orang lebih memilih ‘efek halo’ yaitu diterima oleh orang yang melihatnya. Efek halo tersebut berbanding sama dengan pentingnya wajah yang telah dijelaskan oleh Synnott bahwa wajah sebagai simbol utama diri seseorang tidak dapat lepas dari kosmetik, dan kecantikan. Ketiganya menjadi suatu trilogy yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. 2. Kecantikan bagi Laki-laki sebagai Hasil Konstruksi Iklan, Media, dan Masyarakat Konstruksi kecantikan yang dimaksud dalam penelitian ini berawal dengan adanya konsep yang dikatakan oleh Ritzer bahwa manusia adalah kunci dari semuanya dalam realitas sosial. Konsep kecantikan lahir karena adanya konstruksi dari realitas sosial tersebut yang pada dasarnya individu menjadi penentu konstruksi kecantikan pada saat itu atau pada jamannya dalam dunia
sosial. Konsep tentang makna kecantikan dikonstruksi berdasarkan kehendak individu atau masyarakat yang mana terdapat pengakuan yang luas terhadap eksistensi setiap orang atau individu sebagai konsensus total. Di sini, peneliti melihat realitas sosial tentang kaum laki-laki yang menggunakan kosmetik dan mementingkan penampilan. Laki-laki di dalam penelitian ini adalah mahasiswa UNS yang menggunakan kosmetik serta melakukan hal-hal atau upaya untuk memenuhi tuntutan tampk cantik dan menarik. Dalam hal ini, Ritzer (1992: 5) menjelaskan bahwa ide dasar semua teori dalam paradigma definisi sosial sebenarnya berpandangan bahwa manusia adalah aktor yang kreatif dari realitas sosialnya. Artinya, tindakan manusia tidak sepenuhnya ditentukan oleh norma-norma, kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai dan sebagainya yang kesemuanya itu tercakup dalam fakta sosial yaitu tindakan yang menggambarkan struktur dan pranata sosial. Dengan kata lain, individu atau seseorang bukanlah manusia korban fakta sosial, namun sebagai penghasil sesuatu benda atau jasa sekaligus reproduksi yang kreatif di dalam mengkonstruksi dunia sosialnya. Dalam ontology paradigma konstruktivis, realitas merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Namun demikian kebenaran suatu realitas sosial bersifat nisbi, yang berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial yang dalam hal ini mengenai kecantikan bagi laki-laki yang dikonstruksikan oleh masyarakat. Dalam hal ini, mahasiswa UNS sebagai kaum laki-laki yang mengkonstruksikan kecantikan tersebut. Seperti yang telah dijelaskan di atas, konstruksi sosial tentang konsep kecantikan juga sangat terkait dengan kesadaran manusia terhadap realitas sosial itu. Karena itu, kesadaran adalah bagian yang paling penting dalam konstruksi sosial. Berger dan Luckman (1990: 8) mengatakan bahwa Marx pernah menjelaskan beberapa konsep kuncinya, di antaranya adalah kesadaran manusia. Marx menyebutnya dengan “kesadaran palsu” yaitu alam pikiran manusia yang teralienasi dari keberadaan dunia sosial yang sebenarnya dari si pemikir. Selain konsep kesadaran palsu, Karl Marx juga menggambarkan kesadaran masyarakat yang merefleksi ke dalam struktur masyarakat. Menurut Berger dan
Luckman (1990: 8), Marx membagi struktur menjadi dua bagian, yaitu substruktur dan superstruktur. Substruktur lebih diidentifikasikan sebagai struktur ekonomi semata-mata, sedangkan superstruktur adalah refleksi dari substruktur atau struktur ekonomi itu. Berger dan Luckman kemudian menjelaskan pemikiran Marx mengenai substruktur dan superstruktur adalah pemikiran manusia yang didasarkan atas kegiatan manusia dalam arti seluas-luasnya dan atas hubunganhubungan sosial yang ditimbulkan oleh kegiatan tersebut. Substruktur dan superstruktur dapat dipahami secara lebih baik, jika kita memandangnya berturutturut, sebagai kegiatan manusia dan dunia yang dihasilkan oleh kegiatan itu. Substruktur dan superstruktur didasarkan pada hubungan pemikiran dan kenyataan yang mendasarinya, yang lain dari pemikiran itu sendiri. Konstruksi sosial merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan gagasan substruktur dan superstruktur. Dari konsep tersebut, peneliti kemudian menggunakan konsep realitas sosial sebagai payung atau acuan dari teorinya Synnot dan Kazrorowsky yang menjelaskan tentang pentingnya wajah dan penampilan oleh laki-laki pada saat ini sehingga dapat digunakan dalam mengkonstruksikan kecantikan bagi laki-laki pada saat ini. Melalui konsep realitas sosial dan kesadaran palsunya Karl Marx itu dapat dilihat dengan adanya hubungan antara pemikiran dan kenyataan yang mendasarinya dalam hal ini adalah tentang konstruksi kecantikan bagi laki-laki yang lahir dari subyektivitas antar individu dalam realitas sosial sebagai konsensus total. Substuktur sendiri merupakan kenyataan sosial yang di bangun melalui proses dialektika; eksternalisasi, obyektivasi dan internalisasi. Sedangkan superstruktur merupakan bentuk lain dari pemikiran dan kesadaran palsu yang terrefleksi dari substruktur itu sendiri. Berdasarkan realitas sosial tentang penggunaan kosmetik yang dilakukan oleh kaum laki-laki untuk dapat menampilkan dirinya cantik dan menarik, maka dapat disimpulkan bahwa laki-laki membeli alat-alat kosmetik dikarenakan oleh pertimbangan-pertimbangan serta tuntutan yang salah satu faktor pentingnya adalah pertimbangan ‘estetik’. Pertimbangan estetik tersebut diperlukan demi mendapatkan penampilan fisik yang menarik dengan berbagai macam
kepentingan, salah satunya adalah agar orang tersebut dapat dikatakan selalu mengikuti fenomena sosial yang sedang tren/ mengikuti mode atau orang tersebut teah memenuhi peraturan yang berlaku, salah satunya adalah dengan berpenampilan menarik. Kosmetik yang pada mulanya adalah sangat identik dengan laki-laki metroseksual, sekarang ini kosmetik menjadi lebih umum dipergunakan oleh laki-laki kebanyakan. Banyak sekali produk-produk kosmetik yang diperuntukkan laki-laki dapat kita temui di pusat-pusat perbelanjaan, di toko-toko, serta di tempat perawatan tubuh atau salon-salon kecantikan. Hal tersebut tidak dapat lepas dari tuntutan seseorang harus bisa menampilkan diri sebaik mungkin dengan di dukung adanya kosmetik. Laki-laki mulai melakukan hal-hal untuk mempercantik diri agar kepentingan-kepentingan mereka terpenuhi. Antara lain seperti; memotong rambut, mencukur kumis dan jenggot, merawat kulit dengan sun block, menjaga pola makan dan tidur, berolahraga untuk menjaga kesehatan dan bentuk tubuh, melakukan aktivitas yang teratur, berganti-ganti dandanan atau gaya rambut yang sedang disenangi lawan jenis pada saat ini dengan pergi ke salon, menomorsatukan penampilan, memakai pakaian yang keren dan bermerk, Memakai aksesori yang keren dan asli (seperti jam tangan, ikat pinggang, tas pinggang), serta menggunakan sepeda motor dan mobil agar lebih kelihatan menarik. Dengan demikian, peneliti ingin menjelaskan tentang konstruksi kecantikan bagi laki-laki yang berawal dari trilogy wajah, kosmetik, dan kecantikan yang telah dijelaskan di atas. Trilogi wajah, kosmetik, dan kecantikan merupakan suatu hal yang tidak dapat lepas begitu saja. Setelah mengetahui hasil data penelitian tentang pentingnya penampilan bagi laki-laki, kosmetik ternyata telah berperan penting dalam hal membantu mempercantik dan memperindah penampilan diri seseorang. Wajah identik dengan kosmetik karena dengan adanya kosmetik sebagai media pendukung kecantikan seseorang lebih maksimal. Berikut ini akan diuraikan tentang makna kosmetik bagi laki-laki serta makna cantik bagi laki-laki. Kosmetik ternyata mempunyai fungsi penting bagi laki-laki untuk tampil cantik dan menarik. Kosmetik berfungsi: (1) sebagai sarana
untuk mempercantik atau memperindah diri. Ketika kita mengunakan kosmetik itu biasanya seseorang lebih pede, karena kosmetik itu akan memberikan penampilan yang berbeda buat yang si pemakai. Seperti yang telah dijelaskan oleh informan MI, kosmetik menurutnya adalah suatu barang atau yang berfungsi untuk mempercantik atau memperindah diri. Ketika kita mengunakan kosmetik itu biasanya seseorang lebih pede, karena kosmetik itu akan memberikan penampilan yang berbeda buat yang menggunakannya; (2) kosmetik itu merupakan suatu aksesoris, entah berupa benda, barang, atau perubahan sikap; (3) kosmetik sebagai media pendukung penampilan kita agar lebih menarik di depan orang lain; dan yang keempat (4) kosmetik membantu penampilan menjadi lebih bersih dan kosmetik dapat menjaga penampilan tersebut. Setelah mengetahui tentang makna kosmetik bagi laki-laki, peneliti kemudian berusaha mengkonstruksikan kecantikan bagi laki-laki karena pada dasarnya kosmetik sangat identik dengan kecantikan pada umumnya. Berdasarkan hasil data penelitian yang didapatkan dari informan SW dan MI, kecantikan adalah suatu keindahan yang terletak pada bentuk fisik manusia. Informan SW juga menjelaskan bahwa kecantikan adalah sesuatu yang sudah dimiliki sejak lahir dalam hal fisik yang harus dijaga dan dirawat. RH dalam memandang sebuah kecantikan hampir sama dengan informan MI. RH juga menjelaskan hubungan antara kosmetik, penampilan, dan kecantikan menurutnya. Berbeda dengan makna cantik sebelumnya, informan YH, DN, dan TIAN memandang kecantikan adalah innerbeauty seseorang, yang terpancar dari kepribadian seseorang. Menurut YH, orang yang “cantik” itu enak di pandang, kelihatan bersih, kelihatan rapi, berpenampilan menarik. Hal tersebut tercipta karena adanya perawatan itu tadi yang dibantu dengan adanya pemakaian kosmetik. Sedangkan penampilan menurut YH adalah upaya seseorang untuk menampilkan dirinya agar bisa dilihat oleh orang lain, terutama dalam hal berpakaian. Kosmetik dalam hal ini menjadi penting karena digunakan sebagai alat untuk membantu merawat kecantikan tersebut agar memperoleh penampilan yang menarik. Dalam hal kecantikan, DN berpendapat bahwa kecantikan itu berarti kepribadian seseorang.
Menurut MD, kecantikan bagi laki-laki adalah rapi, stylish, dan memakai pakaian yang pas atau cocok dengan situasi dan kondisi (W/ MD/ 17 September 2009). Bagi RF, kecantikan adalah sesuatu hal yang menarik yang ada pada diri kita, di dalam diri kita maupun di luar diri kita. Jadi, kecantikan bukan sematamata hanya milik luar tubuh kita, akan tetapi kepribadian kita juga, kualitas diri juga. Untuk lebih jelasnya, kita lihat hasil wawancara dengan RF berikut ini: Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa kecantikan bagi laki-laki mempunyai makna sendiri-sendiri. Makna tersebut antara lain: (1) kecantikan adalah sesuatu yang sudah dimiliki sejak lahir yang dapat menarik orang lain yang melihatnya. Kecantikan tersebut terletak dalam bentuk fisik manusia yang harus dijaga dan dirawat; (2) kecantikan adalah innerbeauty seseorang, yang terpancar dari kepribadian seseorang; (3) kecantikan bagi laki-laki adalah rapi, stylish, dan memakai pakaian yang pas atau cocok dengan situasi dan kondisi; dan yang kelima (5) kecantikan adalah sesuatu hal yang menarik yang ada pada diri kita, di dalam diri kita maupun di luar diri kita. Jadi, kecantikan bukan semata-mata hanya milik luar tubuh kita, akan tetapi kepribadian kita juga, kualitas diri juga. Seperti yang telah dijelaskan dalam paradigma definisi sosial, realitas adalah hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuatan konstruksi sosial terhadap dunia sosial di sekelilingnya. Dunia sosial itu dimaksud sebagai yang disebut oleh Goerge Simmel (Veger,1993: 91), bahwa realitas dunia sosial itu berdiri sendiri di luar individu, yang menurut kesan kita bahwa realitas itu ‘ada’ di dalam diri sendiri dan hukum yang menguasainya. Jadi, berdasarkan makna kecantikan bagi kaum laki-laki tersebut, maka realitas sosial itu “ada” dilihat dari subyektivitas “ada” itu sendiri dan dunia obyektif di sekeliling realitas sosial itu.
Konsep kecantikan lahir itu karena
adanya intersubjektivitas dari masing-masing informan sebagai bagian dari elemen masyarakat. Masyarakat tersebut yang di dalamnya terdapat informan, lingkungan bergaul informan, lingkungan belajar informan, lingkungan kerja informan (eksternal) serta lingkungan keluarga (internal) yang kesemuanya itu dipengaruhi juga oleh iklan, dan media. Individu tidak hanya dilihat sebagai “kediriannya” nya, namun juga dilihat dari mana “kedirian” itu hadir, bagaimana
ia menerima dan mengaktualisasikan dirinya serta bagaimana pula lingkungan menerimanya. Jadi, adanya konsep laki-laki yang cantik itu bermula dari adanya subyektivitas antar individu yang membentuk consensus total di dalam masyarakat yang akhirnya konsep cantik tersebut itu dapat dikonstruksikan sesuai dengan jamannya. Seperti yang dijelaskan oleh Max Weber dalam melihat realitas sosial sebagai perilaku sosial yang memiliki makna subyektif, karena itu perilaku memiliki tujuan dan motivasi. Perilaku sosial itu menjadi “sosial’ apabila yang dimaksud subyektif dari perilaku sosial itu membuat individu mengarahkan dan memperhitungkan kelakuan orang lain serta mengarahkannya kepada subyektif itu. Perilaku itu memiliki kepastian kalau menunjukan keseragaman dengan perilaku pada umumnya di dalam masyarakat (Veeger, 1993: 171). Berger dan Luckman (1990: 61) juga mengatakan bahwa di dalam institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia. Meskipun masyarakat dan institusi sosial terlihat nyata secara obyektif, namun pada kenyataan semuanya dibangun dalam definisi subyektif melalui proses interaksi. Proses interaksi dalam hal ini diperoleh laki-laki dari pendidikan formal maupun non formal. Salah satu bentuk institusi sosial yang menciptakan masyarakat adalah institusi pendidikan. Melalui pendidikan, masyarakat memberikan legitimasi terhadap nilai atau norma untuk menciptakan dunia sosial. Pendidikan tersebut mencakup pendidikan formal dan pendidikan non formal. Menurut Berger dan Luckman pengetahuan masyarakat yang dimaksud adalah realitas sosial masyarakat. Realitas sosial tersebut adalah pengetahuan yang bersifat keseharian yang hidup dan berkembang di masyarakat seperti konsep, kesadaran umum, wacana publik, sebagai hasil dari dari konstruksi sosial. Realitas sosial dikonstruksi
melalui proses eksternalisasi, obyektivasi dan
internalisasi. Menurut Berger dan Luckman, konstruksi sosial tidak berlangsung dalam ruang hampa, namun sarat dengan kepentingan-kepentingan (Berger dan Luckman, 1990: x). Proses eksternalisasi diperoleh masyarakat melalui lingkungan bergaul di luar kehidupan keluarga, seperti di tempat menuntut ilmu, di tempat nongkrong dengan teman-teman. Proses eksternalisasi juga dapat melalui media seperti:
televisi, radio, internet, dan sebagainya. Proses ini memberikan pengaruh yang lebih kuat dikarenakan individu pada umumnya lebih banyak menghabiskan waktunya di luar lingkungan keluarga atau di luar rumah bersama orang lain. Proses eksternalisasi dapat terjadi ketika individu tersebut mendapatkan pendidikan formal maupun non formal. Jika di dalam keluarga, individu hanya mendapatkan pendidikan non formal dan proses internalisasi tersebut terkadang hanya berpengaruh ketika individu di tengah-tengah keluarga. Sedangkan proses obyektivasi memberi pengaruh kepada pelaku atau seseorang yang mempunyai penampilan yang menurut konstruksi masyarakat tersebut adalah ‘menarik’, kemudian ditiru oleh teman-teman di lingkungannya. Proses tersebut telah mengalami konsensus total di dalam masyarakat, sehingga terbentuklah suatu konsep konstruksi dalam hal ini adalah konsep kecantikan yang dikonstruksi oleh masyarakat dalam realitas sosial. Penggunaan kosmetik oleh laki-laki juga sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan mereka. Faktor lingkungan tersebut dapat berasal dari dalam (faktor intern) dan dari luar (faktor ekstern). Dari faktor intern yaitu lingkungan keluarga yang menggunakan kosmetik serta mementingkan penampilan, sedangkan dari lingkungan luar (ekstern), yaitu dari lingkungan bergaul, lingkungan teman kuliah, lingkungan teman-teman lawan jenis atau pacar, serta lingkungan kerja atau teman-teman kerja. Berdasarkan deskripsi data penelitian, laki-laki menggunakan kosmetik untuk menampilkan dirinya secantik dan semenarik mungkin salah satunya adalah karena adanya faktor lingkungan dan pergaulan (teman). Lingkungan bergaul atau teman nongkrong, lingkungan keluarga, serta lingkungan kerja juga menjadi faktor yang dapat mempengaruhi laki-laki dalam memikirkan penampilannya tersebut. Seperti ang terjadi pada informan MI, ia menjelaskan teman kuliah di Jurusan POK serta teman satu tim sepakbola di jurusan POK mendorongnya untuk ikut menggunakan kosmetik. Hal tersebut dilakukan karena MI sering berada di luar lapangan pada waktu menjadi asistant dosen dan juga pada waktu perkuliahan. MI sendiri dalam bergaul dan nongkrong lebih sering dengan temanteman kuliahnya. Pada informan RH, teman kuliah di Fakultas Kedokteran pada umumnya,
serta
teman-temannya
dari
Jakarta
yang
menjadikan
RH
menomorsatukan kecantikan dan penampilan. Teman-teman RH yang dari Jakarta juga termasuk teman lawan jenis yang sedang didekati RH, jadi secara tidak langsung RH juga berusaha mengikuti gaya hidup seperti teman-temannya dari Jakarta. Dari Informan YH, MD, dan SW menggunakan kosmetik dan mementingkan penampilan dikarenakan oleh teman-teman kerja mereka. YH sendiri terdorong menggunakan kosmetik dikarenakan teman-teman kerja YH di Mr. Bakso yang juga mementingkan penampilan dan kecantikan. Penggunaan kosmetik oleh SW sebagai public figure juga dipengaruhi oleh teman kerja SW yang pada umumnya adalah public figure juga (model dan artis). Sedangkan informan TIAN dan RF menggunakan kosmetik dipengaruhi oleh teman-teman kuliah mereka yang juga menggunakan kosmetik. Awalnya, TIAN disuruh untuk menggunakan kosmetik oleh kakaknya kemudian setelah TIAN duduk di bangku kuliah,
ternyata
teman-teman
TIAN
juga
mengunakan
kosmetik
dan
mementingkan penampilan. TIAN sendiri lebih sering nongkrong di kampus ( di bawah pohon rindang atau DPR Fakultas Pertanian, di kantin Fakultas Pertanian, serta di Gazebo gedung D Fakultas Pertanian UNS). Jika di luar kampus, TIAN nongkrongnya di wedangan, dan mall bersama dengan teman-teman kuliah dan teman kostnya. Informan DN memilih dan menggunakan kosmetik karena adanya dorongan dari teman-teman SMA yang menyuruhnya menggunakan hand body dan facial wash agar kulit DN tetap terjaga. Dari uraian di atas, dapat dilihat hubungan antara wajah, kosmetik dan kecantikan yang saling berkaitan. Wajah sebagai simbol utama diri seseorang atau individu yang di dukung dengan adanya penggunaan kosmetik. Kosmetik tersebut diharapkan dapat menampilkan kecantikan seseorang atau individu secara sempurna. Ketika individu ingin tampil cantik dan menarik, individu tersebut akan cenderung melakukan segala sesuatu yang menunjang pemenuhan tuntutan itu, antara lain dengan menggunakan kosmetik untuk menunjang penampilannya agar kelihatan menarik dan cantik sehingga dapat diketahui bahwa orang menggunakan kosmetik dikarenakan adanya kebutuhan untuk memenuhi kecantikan yang diharapkan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa konstruksi kecantikan bagi laki-laki tercipta dari adanya intersubyektivitas individu atau masyarakat yang dipengaruhi oleh iklan serta media. Iklan di televisi serta iklan yang dipasang di jalan-jalan (baliho) ternyata memberikan andil yang besar dalam mengkonstruksikan sebuah kecantikan yang ideal pada saat ini. Media yang di dalamnya terdapat pendidikan formal maupun non formal ternyata mempunyai pengaruh dalam laki-laki mengkonstruksikan sebuah kecantikan tersebut. Di dalam hal ini, mahasiswa sebagai individu yang mempunyai makna cantik sendiri-sendiri ternyata juga dikonstruksi oleh lingkungan ekstern dan intern serta adanya media dan iklan.
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. SIMPULAN Berdasarkan deskripsi dan analisis data yang diperoleh pada penelitian tentang “Konstruksi Kecantikan Bagi Laki-laki”, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 3.
Pentingnya Penampilan bagi Laki-laki Pentingnya penampilan bagi laki-laki dilihat dari tiga hal, antara lain: (1)
makna penampilan bagi laki-laki, (2) cara laki-laki untuk menunjang penampilan, (3) latar belakang penggunaan kosmetik oleh laki-laki. a.
Makna Penampilan bagi Laki-laki Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti menyimpulkan bahwa penampilan bagi laki-laki mempunyai makna yang penting. Penting dikarenakan
penampilan
merupakan
interpretasi
dari
kecantikan
seseorang secara fisik dan juga mencerminkan kepribadian seseorang untuk dilihat oleh orang lain. b.
Cara Laki-laki untuk Menunjang Penampilan Yang pertama (1) menggunakan kosmetik, (2) melakukan upaya pembentukan badan untuk mencapai berat badan yang ideal, atau body yang atletis, melakukan fitnes, menjaga pola makan dan tidur yang teratur, berolahraga untuk menjaga kesehatan badan, (3) memilih dan mengenakan pakaian serta aksesoris menurut selera mereka masingmasing dan kemampuan material mereka untuk memaksimalkan penampilan mereka, (4) memotong rambut, mencukur kumis, dan jenggot, serta yang kelima (5) dilakukan laki-laki untuk tampil secara menarik dan cantik di hadapan orang lain adalah dengan cara meningkatkan kualitas diri dan kepribadian diri mereka. Laki-laki ternyata tidak hanya terfokus pada hal-hal yang tampak dari fisik saja (kecantikan luar), akan tetapi mereka juga berusaha untuk menampilkan
100
kecantikan dari dalam (innerbeauty) yang mereka bangun dengan meningkatkan kualitas diri dan mempunyai kepribadian yang baik. c.
Latar Belakang Penggunaan Kosmetik oleh Laki-laki Latar belakang laki-laki menggunakan kosmetik untuk dapat tampil cantik dan menarik, antara lain: (1) kebutuhan untuk diri sendiri. Kosmetik sebagai suatu barang yang digunakan untuk mempercantik atau memperindah diri dengan tujuan seseorang yang mengggunakan kosmetik tersebut akan menjadi lebih percaya diri, karena kosmetik itu akan memberikan penampilan yang berbeda untuk yang menggunakannya; (2) untuk menarik lawan jenis dengan cara menampilkan dirinya semenarik dan secantik mungkin di depan lawan jenisnya, seperti pacar (teman wanita) atau lawan jenis yang sedang didekati oleh laki-laki; (3) untuk dilihat oleh orang lain (umum). Hal tersebut dilakukan bahwa ketika lakilaki tersebut berpenampilan menarik, otomatis dia tidak akan membuat kecewa orang yang bertemu dengannya dan melihatnya; (4) menyangkut dengan pekerjaan kaum laki-laki tersebut; (5) karena adanya faktor lingkungan dan pergaulan (teman). Lingkungan bergaul atau teman nongkrong, lingkungan keluarga, serta lingkungan kerja juga menjadi faktor
yang
dapat
mempengaruhi
laki-laki
dalam
memikirkan
penampilannya tersebut; dan yang keenam (6) karena adanya persaingan oleh kaum laki-laki. Persaingan tersebut dapat terjadi karena adanya upaya untuk mendapatkan perhatian dari lawan jenis dalam menampilkan sebuah penampilan semenarik mungkin, secantik mungkin. 4.
Makna Cantik bagi Laki-laki Dalam melihat makna cantik bagi laki-laki, peneliti terlebih dahulu
menjelaskan tentang kosmetik. Bagi laki-laki, kosmetik bermakna: (1) sebagai sarana untuk mempercantik atau memperindah diri. Ketika kita mengunakan kosmetik itu biasanya seseorang lebih percaya diri, karena kosmetik itu akan memberikan penampilan yang berbeda buat yang memakainya; (2) kosmetik itu merupakan suatu aksesoris, dapat berupa benda, barang, atau perubahan sikap; (3) kosmetik sebagai media pendukung penampilan kita agar lebih menarik di depan
orang lain; dan yang keempat (4) kosmetik membantu penampilan menjadi lebih bersih dan kosmetik dapat menjaga penampilan tersebut. Berdasarkan penelitian ini, makna cantik bagi laki-laki menurut hasil data penelitian ini antara lain: (1) kecantikan adalah sesuatu yang sudah dimiliki sejak lahir yang dapat menarik orang lain yang melihatnya. Kecantikan tersebut terletak dalam bentuk fisik manusia yang harus dijaga dan dirawat; (2) kecantikan adalah innerbeauty seseorang, yang terpancar dari kepribadian seseorang dan kualitas diri seseorang; (3) kecantikan bagi laki-laki adalah rapi, stylish, dan memakai pakaian yang pas atau cocok dengan situasi dan kondisi; dan yang kelima (4) kecantikan adalah sesuatu hal yang menarik yang ada pada diri kita, di dalam diri kita maupun di luar diri kita. Jadi, kecantikan bukan semata-mata hanya milik luar tubuh kita, akan tetapi kepribadian kita juga, kualitas diri juga. Berdasarkan uraian di atas, dapat kita ketahui bahwa kecantikan bagi laki-laki tidak hanya merupakan kecantikan yang tampak kasat mata saja, akan tetapi menyangkut juga dengan innerbeauty seseorang. Kecantikan yang sudah dimiliki sejak lahir oleh laki-laki juga, rupa-rupanya juga dijaga dan dirawat. Untuk memaksimalkan sebuah kecantikan seseorang, kosmetik telah masuk dan berperan penting di dalamnya. B. Implikasi Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian yang telah dikemukakan diatas, maka implikasi yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut: 1. IMPLIKASI TEORETIS Implikasi teoritis dalam penelitian ini adalah bahwa teori Ritzer tentang relaitas sosial dapat kita lihat di dalam masyarakat dan nyata. Ketika kita melihat realitas sosial tentang penampilan menjadi penting bagi kaum laki-laki pada masyarakat, lalu kemudian kita melihat adanya penggunaan kosmetik oleh kaum laki-laki, maka teori Anthony Sinnot tentang trilogy wajah, kosmetik, dan kecantikan dapat digunakan sebagai simbolisme diri yang merupakan wujud nyata kecantikan dewasa ini yang mana wajah sebagai pusat dari individu untuk menampilkan diri secantik dan semenarik mungkin. “Efek halo” dan “efek
tanduk” sebagai kelanjutan dari teori Synnott tentang wajah yang mana seseorang akan lebih memilih “efek halo”, yaitu ketika seseorang melihat orang lain dan kemudian tertarik dengan kecantikan seseorang tersebut. Wajah, kosmetik, dan kecantikan merupakan trilogy yang tidak dapat dipisahkan dalam realitas sosial dewasa ini.
Realitas sosial yang dikonstruksi oleh masyarakat ternyata di
dalamnya juga dipengaruhi oleh iklan dan media. Iklan dan media (di dalam pendidikan formal maupun non formal) dapat mempengaruhi konstruksi kecantikan bagi individu tersebut atau laki-laki. Berangkat dari intersubjektivitas individu maka akan didapatkan sebuah makna kecantikan bagi laki-laki untuk saat ini. 2. IMPLIKASI PRAKTIS Keberadaan iklan dan media di dalam masyarakat ternyata telah membuat konsensus total tentang kecantikan yang ideal pada saat ini. Iklan-iklan di televise serta di dunia maya (internet) menjadi media yang cukup ampuh dalam menggiring masyarakat kepada konsep ‘cantik’ pada saat ini. Di iklan televisi misalnya, wanita cantik di gambarkan dengan wanita yang kurus, berambut lurus, dan berkulit putih mulus. Sedangkan laki-laki digambarkan dengan sosok yang kuat, tangguh, dan juga memperhatikan penampilan tubuh. Hal tersebut dapat dilihat dalam iklan kosmetik ‘for men’. Pergeseran perubahan kecantikan yang sekarang ini tidak hanya dimiliki oleh wanita saja, akan tetapi laki-laki juga berupaya untuk menampilkan dirinya untuk memiliki sebuah kecantikan yang dikonstruksi masyarakat menurut masanya. Ketika seseorang itu melakukan usaha-usaha mempercantik diri dengan cara memakai kosmetik, melakukan body build, menjaga pola makan yang teratur dan pola hidup yang sehat, orang tersebut telah mengalami proses interaksi sosial dengan orang lain atau masyarakat yang mana di dalam masyarakat tersebut telah terdapat konsensus total tentang konstruksi kecantikan masa kini, yang di sebut cantik masa kini adalah bukan hanya penampilan fisik saja yang menarik, akan tetapi mengenai kepribadian diri yang baik (positif) atau mengenai kualitas diri seseorang.
Media sebagai pendidikan non formal yang sangat mempengaruhi proses rekonstruksi individu dalam menciptakan sebuah konsep “kecantikan’ pada saat ini. Proses eksternalisasi diperoleh masyarakat melalui lingkungan bergaul di luar kehidupan keluarga, seperti di tempat menuntut ilmu, di tempat nongkrong dengan teman-teman. Proses eksternalisasi juga dapat melalui media seperti: televisi, radio, internet, dan sebagainya. Proses ini memberikan pengaruh yang lebih kuat dikarenakan individu pada umumnya lebih banyak menghabiskan waktunya di luar lingkungan keluarga atau di luar rumah bersama orang lain. Seperti yang dijelaskan pada implikasi teoritis, pada kenyataannya sebuah realitas sosial tentang kecantikan di pengaruhi oleh masyarakat, iklan, media. Masyarakat dalam hal ini adalah masyarakat lingkungan bergaul laki-laki tersebut, media dalam hal ini adalah yang terdapat di dalam pendidikan formal dan non formal. 3. IMPLIKASI METODOLOGIS Implikasi metodologis dalam penelitian ini menggunakan metode konstruktivitis yang mana dalam sebuah pengonsepan tentang makna ‘cantik’ dalam realitas sosial sangat dipengaruhi oleh masyarakat yang ada di dalamnya, media, serta iklan. Ketika semua hal tersebut mengalami konsensus total, maka metode konstrukstivisme digunakan sebagai alat untuk merekonstruksi realitas sosial tersebut. Kekuatan dari metode konstruktivitis adalah merekonstruksi sebuah realias sosial secara sistematis dan jelas. Sedangkan kelemahan dari metode
konstruktivitis
menurut
peneliti
adalah
jika
di
dalam
proses
merekonstruksi tidak berhati-hati, maka akan timbul suatu pemahaman yang ambigu atau tidak runtut. C. Saran Setelah mengadakan penelitian dan pengkajian tentang konstruksi kecantikan bagi laki-laki, maka peneliti memberikan saran-saran untuk menambah wawasan mengenai hal tersebut sebagai berikut; 1.
Masyarakat Kecenderungan membeli benda-benda kosmetik yang semakin hari kian marak, serta kecenderungan membeli pakaian dan aksesoris lainnya
menyebabkan budaya konsumerisme di Indonesia kian membumi. Oleh sebab itu, masyarakat haruslah lebih waspada dan selektif dalam hal menampilkan dirinya sebaik dan secantik mungkin. Dalam upaya pemenuhan tersebut, kita hendaknya memikirkan sesuatu yang lebih bernilai positif bagi diri kita dan bagi umum, seperti melakukan hal-hal yang kreatif demi memperoleh kecantikan yang unik, dan sebagainya dengan tidak melakukan hal-hal yang merugikan bagi diri sendiri dan orang lain. Iklan dan media yang berada di tengah-tengah masyarakat kita hendaknya di filter dulu untuk kemudian dapat kita pelajari. 2.
Mahasiswa Penampilan di Universitas Sebelas Maret menjadi hal yang diprioritaskan karena hal tersebut menyangkut dengan identitas dan martabat civitas akademika Universitas Sebelas Maret Surakarta. Jadi. pentingnya penampilan dewasa ini hendaklah diiringi dengan adanya kualitas yang baik. Bagi mahasiswa janganlah terlalu berlebihan dalam mengkonsumsi produk-produk kosmetik serta yang mendukung penampilan (gaya hidup konsumtif). Menurut peneliti ketika kita sebagai mahasiswa mementingkan penampilan dan kecantikan, maka harus diimbangi dengan kualitas diri yang baik. Jadi, akan terbentuk suatu kecantikan yang ideal, yaitu kecantikan fisik dan kecantikan dari dalam (innerbeauty) serta berkualitas (profesional di bidangnya).
3.
Lembaga Lembaga khususnya di UNS hendaknya membuat peraturan tertulis pada setiap fakultas mengenai pakaian atau busana dan penampilan secara tertulis dan jelas, sehingga pada pelaksanaannya tidak seperti yang terjadi sekarang ini. Peraturan mengenai berpakaian yang rapi dan sopan penjabarannya belum tertulis.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Salim. 2006. Teori Dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana. Alfathri Adlin, dkk. 2006. Resistensi Gaya Hidup: Teori dan Realitas. Jalasutra: Yogyakarta. Aliyah. 2009. Konstruksi Sosial. Di ambil pada tanggal 12 April 2009 pukul 20.56 WIB di alamat: http://aliyahnuraini.wordpress.com/2009/02/20/5konstruksisosial-teori-penjulukan-di-media-massa/. Alvin. 2008. Komentar Metroseksual. Di ambil pada tanggal 10 Agustus 2008 pukul 20.00 WIB di alamat: http://students.Sttelkom.ac.id/web/posting.php/mode=quote&p=2190. Antoni. 2004. Tesis Pers Lokal di Surakarta, Analisis Wacana Konstruksi Sosial atas Realitas Sosial Surakarta dalam Praktek Pers Lokal Pada Harian Solo Pos. Program Pasca Sarjana UNS. Berger, Peter L. dan Thomas, Luckman. 1996. The Social Construction of Reality. A Treatise in The Sociology of Knowledge. Diterjemahkan oleh Basari, Hasan. 1990. Tafsir Sosial Atas Kenyataan: Sebuah Risalah Tentang Sosiologi Pengetahuan. Jakarta: LP3ES. Bukukita. 2008. Di ambil pada tanggal 12 Desember 2008 pukul 21.00 WIB di alamat: http://blog.bukukita.com/users/penabali/?postId=3065. Burhan Bungin. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. --------------------. 2005. Pornomedia, Sosiologi Media, Konstruksi Sosial Teknologi Telematika, & Perayaan Seks di Media Massa (Edisi Revisi). Jakarta: Prenada Media. Brains and Brawn. 2005. Cosmetic Surgery and The Cultural Construction Of Beauty. Posted on: Saturday, 7 May 2005, 03:00 CDT http://www.shop.com/Beauty,_Brains,_and_Brawn_The_Construction_of_G ender_in_Children's_Literature_%28Books%29-136203803165256743-p!.shtml. Betty Yuliani Silalahi dan Wahyu Rahardjo. 2007. Dalam Seminar Perilaku Konsumtif Pada Pria Metroseksual serta Pendekatan dan Strategi yang digunakan untuk Mempengaruhinya. Auditorium Kampus Gunadarma, 2122 Agustus 2007. 106
Chadwick, Bruce A. 1991. Metode Penelitian Ilmu Pengetahuan Sosial. Semarang: IKIP Semarang Press. Chaney, David. 2004. Life Styles: Sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra. Daniel S. Hamermesh and Jeff E. Biddle. 1994. Beauty and The Labor Market. Source: The American Economic Review, Vol. 84, No.5 (Dec., 1994), pp. 1174-1194. Published by: American Economic Asociation. Data Pendidikan UNS. 2010.file:///C:/Users/user/Downloads/daof_utama.php.htm Perkembangan Jumlah Mahasiswa Baru Program S1 REGULER Universitas Sebelas Maret Berdasarkan Fakultas dan Jenis Kelamin Tahun Akademik 2005/2006 s.d 2009/2010. Deddy Mulyana. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya. Penerbit: PT Remaja Rosdakarya Bandung. Dewialessan. 2008. Kecantikan sebagai Pencitraan. Di ambil pada tanggal 12 April 2009 pukul 20.56 WIB di alamat: http://dewialessandrapurnamasari.blogsome.com/2008/08/23/hasrat-tubuhkosmetik-kecantikan-perempuan-sebagai-kosmos-dan-konsumen-citraan/. Donald Kuspit. The Psychoanalytic Construction of Beauty. Accesed in http://www.artnet.com/Magazine/features/kuspit/kuspit7-23-02.asp. Felicia Goenawan. 2007. Ekonomi Politik Iklan Di Indonesia Terhadap Konsep. Kecantikan. Jurnal Ilmiah SCRIPTURA ISSN 1411-XXXX Vol. 1 No.1 Januari. Geertz, Clifford. 1973. Penjaja Dan Raja. Terjemahan S. Supomo. Jakarta: PT Gramedia. H.B Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian. Surakarta: UNS Press. Heru Nugroho. 1999. Konstruksi Sara, Kemajemukan dan Demokrasi, UNISIA, No.40/XXII/IV/1999. Yogyakarta: Universitas Indonesia. Hidayat, Deny, N. 1999. “Paradigma dan Perkembanagn Penelitian Komunikasi”, Jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia, Vol III/ April 1999. Jakarta: IKSI dan ROSDA.
Husnaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar. 2000. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta : PT Bumi Aksara. Jacobson David. 1991. Reading Ethnography. New York: State University of New York Press. Kertajaya, Hermawan Yuswohady, Madyani D, Christynar M, dan Indrio BD. 2004. Metroseksual in Venus: Pahami Perilakunya. Jakarta: MarkPlus&Co. Koentjaraningrat. 1986. “Metode Wawancara” dalam Metode-metode Penelitian Masyarakat (Penyunting Koentjaraningrat). Jakarta: PT. Gramedia. --------------------- 1986b. ”Metode Penggunaan Data Pengalaman Individu” dalam Metode-metode Penelitian Masyarakat (Penyunting Koentjaraningrat). Jakarta: PT. Gramedia. Kompas. 2008. Di ambil pada tanggal 12 Desember 2008 pukul 21.11 WIB di alamat: http://www.opensubscriber.com/message/
[email protected]/7500589.html. -----------. 2008. Di ambil pada tanggal 12 Desember 2008 pukul 21.11 WIB di alamat: http://www.mail-archive.com/
[email protected]/msg04519.html. Kristanto JB. 2005. Katalog Film Indonesia 1926 – 2005. Jakarta: Nalar. Miles, Matthew & Huberrman, A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press. Moleong, Lexy J. 1996. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Murray Webster, Jr and James E. Driskell, Jr. 1983. Beauty as Status. Source: The American Journal of Sociology, vol.89, No.1 (Jul., 1983), pp. 140-165. Published by: The University of Chicago Press. Noorduyn J. 1968. [www.kitlv-journals.nl/index.php/btlv/article/view/2567/3328 Further topographical notes on the Ferry Charter of 1358, with appendices on Djipang and Bodjanegara]. BTL 124:460-481. Paula Black. 2002. ‘Ordinary Poeple Come Through Here’: Locating The Beauty Salon in Women’s Lives. Source: Feminist Review, No 71, Fashion and Beauty. Published by: palgrave MacMillan Journals. Accessed, http: //www.Jstor.org/Stable/1936018.
Pemkot Solo. 2007. Di akses pada tanggal 12 Januari 2010 pukul 22.00 WIB di alamat website: http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Surakarta. Rahmi Primadiati. 2001. Kecantikan, Kosmetika, dan Estetika. Pedoman Instruksional Program Cidesco Internasional. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Ritzer, George. 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: Rajawali Press. Ritzer, Goerge and Douglas J. Goodman. 2009. Teori Sosiologi Klasik sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Post modern. Yogyakarta: Kreasi wacana. Sanapiah Faisal. 1990. Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi. Malang: YA3. Strauss, Anselm and Juliet Corbin. 2003. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Spradley, James P. 1997. Metode Etnografi. Tiara Wacana: Yogyakarta. ----------------------. 2006. Metode Etnografi. Tiara Wacana: Yogyakarta. Synnott, Anthony. 2003. Tubuh Sosial. Simbolisme Diri, dan Masyarakat. Jalasutra: Yogyakarta. Veeger, K.J. 1993. Realitas Sosial, Refleksi Filsafat Sosial Atas Hubungan Individu Masyarakat dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi. Jakarta: Gramedia. Wofl, Naomi. 2004. Mitos Kecantikan Kala Kecantikan Menindas Perempuan. Yogyakarta: Niagara. Yohannes Sondang Kunto dan Inggrid Kurniawan Khoe. 2007. Dalam Seminar Analisis Pasar Pelanggan Pria Produk Facial Wash Di Kota Surabaya. Dalam Jurnal Manajemen Pemasaran, Vol. 2, No.1, April 2007: 21-30. (http://puslit.petra.ac.id/journals/marketing).
xv