Dari Redaksi
Keniscayaan Tambah Modal PENERBIT Perhimpunan Bank-Bank Nasional (Perbanas) PELINDUNG Pengurus Pusat Perbanas PEMIMPIN REDAKSI Danny Hartono, Wakil Sekretaris Jenderal Perbanas WAKIL PEMIMPIN REDAKSI Rita Mirasari, Ketua Bidang Humas Perbanas REDAKTUR PELAKSANA Eri Unanto SIRKULASI Wara Sri Indriani Adrian Burhan KONSULTAN Infobank Communication Redaksi menerima tulisan dari pihak luar. Panjang tulisan 3.000– 6.500 karakter. TARIF IKLAN Cover Depan dalam dan belakang dalam/luar berwarna • 1 halaman: Rp5.000.000,00 Isi • 1 halaman: Rp4.000.000,00 • ½ halaman: Rp2.000.000,00 Probank menerima pemasangan iklan dalam bentuk laporan keuangan, display produk, dan suplemen profil perusahaan. ALAMAT REDAKSI/IKLAN Griya Perbanas Lantai 1 Jalan Perbanas, Karet Kuningan Setiabudi, Jakarta 12940 Telepon: (021) 5255731,5223038 Faksimile: (021) 5223037, 5223339 website: www.perbanas.org e-mail:
[email protected] IZIN PENERBITAN KHUSUS MENPEN No. 1882/SK/DITJEN PPG/ STT/1993, 2 September 1993 ISSN: 0854-4174
K
onsolidasi perbankan nasional merupakan sebuah wacana yang telah digulirkan sejak lama. Antara lain, melalui konsepsi Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang digulirkan pascakrisis ekonomi 1997/1998. Namun, dalam perjalanannya, konsepsi tentang konsolidasi perbankan nasional
belum bisa terealisasi hingga saat ini. Tak ingin kalah oleh keadaan, salah seorang mantan gubernur Bank Indonesia (BI) bersiasat agar arah konsolidasi tetap memiliki sinyal yang kuat dari keinginan BI sebagai pemangku kebijakan di sektor perbankan, sebelum beralih ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sinyalemen itu menjadi latar belakang bergulirnya kebijakan multiple license yang diwadahi Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/26/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank. Kebijakan itu mengatur tentang kegiatan usaha bank nasional (berbadan hukum Indonesia) dalam empat kategori sesuai dengan modal, yakni bank umum kegiatan usaha (BUKU) 1 hingga 4. Sementara, bank asing (kantor cabang bank yang berkedudukan di luar negeri) pengaturannya merujuk pada capital equivalency maintained asset (CEMA). Selain mendorong konsolidasi, kebijakan BUKU lahir akibat makin maraknya investor asing yang “main belakang”. Para investor itu mengakali ketentuan BI tentang izin bank baru yang harus menyetorkan modal sekitar Rp3 triliun—hampir sama dengan ketentuan di Malaysia. Menurut hitungan BI, dengan modal minimal sebesar itu, bank baru bisa efisien dan layak memiliki berbagai layanan dan bisnis. Dengan bank kecil yang harganya relatif murah, tapi mereka bisa memiliki kegiatan usaha dan bisnis semua layanan. Tentu saja, hal itu tidak berlaku sejak kebijakan BUKU diluncurkan. Para investor tersebut tak bisa dengan mudah memiliki bank dengan layanan yang lengkap. Kalau mau lengkap, mereka harus menambahkan modalnya sesuai dengan ketentuan yang ada dalam kebijakan BUKU. Konsolidasi perbankan menjadi kunci penting dalam membangun industri perbankan nasional ke depan, baik dari segi ketahanan maupun daya saing, yang notabene dibutuhkan di kancah ekonomi global. Kebijakan BUKU menjadi salah satu strategi, walau membutuhkan waktu yang lebih panjang ketimbang yang dilakukan pemerintah dan regulator di Malaysia dalam konsolidasi perbankannya. Dalam perjalanannya, kebijakan BUKU sempat diprotes beberapa pihak karena dikhawatirkan akan menyebabkan bank kecil mati. Namun, terbukti, kebijakan tersebut justru mendorong bank untuk meningkatkan permodalan dan beroperasi secara efisien sesuai dengan level masing-masing. Intinya, jika tak mau mati, bank harus berupaya meningkatkan modal agar bisa beroperasi dengan lebih leluasa dan naik kelas ke BUKU di atasnya. n
No. 112 Tahun XXXI Maret-Juni 2014 l
PROBANK
1
Daftar Isi
Dari Redaksi.......................................................................1 Perbanas Utama Dari Tata Kelola hingga Ekspansi…................………….3
Sejak kebijakan BUKU diterbitkan BI, bank-bank menengahkecil bergiat diri menambah modal. Langkah apa saja yang mereka tempuh?
Kinerja Likuiditas Ketat, Kredit Melambat………….............12 Internasional Siap-Siap Antisipasi Kebijakan The Fed………...…14 Konstelasi dan kebijakan ekonomi global akan berdampak pada per ekonomian domestik. Salah satu pengaruh yang paling dirasakan ialah kebijakan The Fed melalui stimulus tapering off.
Liputan Khusus Asa Perbankan pada Pemerintahan Baru…..….....16
Merger, Langkah Aman Kerek Modal……………...........6 Sekilas Berita Bantuan untuk Korban Banjir dan Tanah Longsor...…7 Pendidikan untuk Anak Jalanan......………………........22 Setetes Darah dari Perbanas Pekanbaru..........………23 Kongres Luar Biasa Perbanas 2014.……………….......24
Pemerintahan baru diharapkan bisa menerapkan kebijakan yang tepat bagi kemajuan ekonomi. Termasuk, mendorong perkembangan industri perbankan nasional.
Aktualita Mengawasi Induk dan Anak………...……………………..8
Perkembangan industri perbankan tak luput dari perkembangan bisnis anak perusahaannya. Untuk memudahkan pengawasan dan mengantisipasi gejolak, OJK juga akan mengawasi anak perusahaaan yang dimiliki bank.
Wacana Metamorfosis Branchless Banking…………………….10
Harus Ada Kebijakan Fenomenal……………....……19 Regulasi LAPS untuk Kenyamanan Bersama……............…..20
Upaya mempercepat program keuangan inklusif terus digulirkan. Salah satunya melalui penginian aturan LKD.
Perlindungan konsumen menjadi salah satu prioritas OJK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Melalui pembentukan lembaga alternatif penyelesaian sengketa, OJK berharap bisa memberikan perlindungan serta penyelesaian masalah yang baik kepada konsumen dan pelaku usaha.
2
PROBANK
l
No. 112 Tahun XXXI Maret-Juni 2014
Perbanas Utama
Dari Tata Kelola hingga Ekspansi Sejak kebijakan BUKU diterbitkan BI, bank-bank menengah-kecil bergiat diri menambah modal. Langkah apa saja yang mereka tempuh?
K
ebijakan mengenai bank umum kegiatan usaha (BUKU) diterbitkan ketika pengawasan dan pengaturan bank masih di bawah wewenang Bank Indonesia (BI), yakni tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/26/PBI/2012 Tanggal 27 Desember 2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank. Kebijakan itu mulai diberlakukan pada akhir Juni 2016. PBI tersebut mengelompokkan bank ke dalam empat kegiatan usaha sesuai dengan modal inti. Yakni, BUKU 1 dengan modal inti kurang dari Rp1 triliun, BUKU 2 dengan modal inti Rp1 triliun sampai dengan kurang dari Rp5 triliun, BUKU 3 dengan modal inti Rp5 triliun sampai dengan kurang dari Rp30 triliun, dan BUKU 4 dengan modal inti di atas Rp30 triliun.
Intinya, kebijakan tersebut menuntut bank untuk menambah permodalan. Jika bank tidak menambah modal, kegiatan bisnisnya akan dibatasi. Pembatasan kegiatan bisnis tersebut terutama diberlakukan pada bank yang masuk kategori BUKU 1 dan 2. Berbeda dengan kegiatan bisnis bank penghuni BUKU 3 dan 4 yang diperbolehkan melakukan seluruh kegiatan usaha. Sekadar mengingatkan, bank di kelompok BUKU 1 hanya dapat melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana yang merupakan produk atau aktivitas dasar dalam rupiah, kegiatan pembiayaan perdagangan, kegiatan dengan cakupan terbatas untuk keagenan dan kerja sama, kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking dengan cakupan terbatas, kegiatan penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan kredit, dan jasa lainnya dalam rupiah. Bank di No. 112 Tahun XXXI Maret-Juni 2014 l
PROBANK
3
kelompok BUKU 1 juga hanya dapat melakukan kegiatan valuta asing (valas) terbatas sebagai pedagang valas. Sementara, bank penghuni kelompok BUKU 2 dapat melakukan kegiatan produk atau aktivitas dalam rupiah dan valas. Mereka juga dapat melakukan kegiatan treasury terbatas yang mencakup spot dan derivatif plain vanilla serta dapat melakukan penyertaan sebesar 15% pada lembaga keuangan di dalam negeri. Tentu saja, kebijakan tersebut direspons bank-bank menengah-kecil, yang notabene permodalannya terbatas, dengan menambah modal. Berbagai cara pun dilakukan, di antaranya melalui penawaran umum saham perdana (initial public offering atau IPO), aliansi strategis, dan meminta pemegang saham yang ada untuk mengucurkan modal tambahan. Salah satu bank yang menempuh jalur IPO untuk menambah modal adalah PT Bank Ina Perdana. Dalam IPO yang dilakukan pada awal Januari 2014 itu Bank Ina Perdana menawarkan sahamnya kepada publik sebanyak 520 juta saham atau sebesar 24,76% dari modal yang ditempatkan dan disetor setelah penawaran umum. Dari IPO tersebut, Bank Ina Perdana memperoleh dana segar sekitar Rp124,8 miliar. Setelah sukses melakukan IPO, dalam waktu dekat rencananya Bank Ina Perdana akan melakukan penawaran umum terbatas (PUT) atau rights issue. Hal itu ditargetkan bisa terlaksana pada semester kedua 2014. Dana yang dibidik Bank Ina Perdana dari rights issue tersebut sekitar Rp100 miliar-Rp150 miliar. Menurut Direktur Utama Bank Ina Perdana, Edy Kuntardjo, rights issue tersebut dilakukan untuk pembaruan teknologi informasi (TI). Selain itu, untuk menambah modal dalam mendukung kinerja perseroan ke depan. “Sekitar 30%-40% akan digunakan untuk belanja modal tahun ini. Nah, sisanya, sekitar 40%-60%, untuk penambahan modal perseroan dalam
4
PROBANK
l
No. 112 Tahun XXXI Maret-Juni 2014
memasuki BUKU 2,” ujar Edy usai rapat umum pemegang saham (RUPS) di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin, 5 Mei 2014, seperti dilansir www. infobanknews.com. Tak hanya Bank Ina Perdana, Bank National Nobu (Nobu Bank) juga melakukan IPO pada pertengahan 2013 atau tepatnya 8 Mei 2013. Pada IPO tersebut Nobu Bank meraup dana segar sebesar Rp808,44 miliar. Menurut Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI), Hoesen, masuknya Nobu Bank sebagai perusahaan terbuka diharapkan dapat memperbaiki tata kelola perusahaan (good corporate governace atau GCG), akuntabilitas, transparansi, dan fairness perseroan. Selain melalui IPO, beberapa bank menambah modal dengan meminta pemegang sahamnya untuk mengucurkan modal tambahan. Langkah itu ditempuh Bank DKI. Tahun lalu Pemerintah Provinsi (Pemprov) Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta menyuntikkan tambahan modal sebesar Rp800 miliar. Rencananya, penambahan modal itu akan secara simultan dilakukan sampai dengan 2015, hingga modal inti Bank DKI mencapai angka Rp5 triliun atau bisa masuk kelompok BUKU 3. Bank DKI sebenarnya telah merencanakan IPO pada 2013. Namun, rencana tersebut sepertinya akan ditunda karena Bank DKI lebih mengutamakan penambahan modal dari pemegang saham, yakni Pemprov DKI Jakarta. Upaya penambahan modal tersebut dilakukan untuk menguatkan dan mendukung ekspansi bisnis ke depan. Komitmen penambahan modal itu telah disampaikan Joko Widodo (Jokowi), Gubernur DKI Jakarta. “Gubernur bilang, akan terus memberikan modal dulu. Akan diperkuat melalui suntikan modal dulu, baru IPO,” ujar Direktur Utama Bank DKI, Eko Budiwiyono, di Jakarta, Rabu, 26 Februari 2014, seperti dikutip www.infobanknews.com. Pada 2014 Pemprov DKI sebagai pemegang saham pengendali—dengan porsi kepemilikan saham mencapai 99,94%—telah menyiapkan dana sebesar Rp1 triliun untuk tambahan penyertaan modal pemerintah. Dengan demikian, modal disetor perseroan naik dari Rp1,93 triliun menjadi Rp2,93 triliun tahun ini. Direktur Keuangan Bank DKI, Benny Santoso, berharap, suntikan modal Rp1 triliun dapat segera masuk sehingga penghitungan permodalan perseroan bisa dilakukan. Mengulangi pernyataan Jokowi, lanjutnya, Pemprov DKI Jakarta sangat mendukung perkembangan bisnis Bank DKI. Jika tambahan modal Rp1 triliun masuk, CAR Bank DKI kemungkinan besar berada di atas 17%.
Dengan pelbagai langkah yang ditempuh, diharapkan target bisnis yang dicanangkan Bank DKI pada 2014 bisa tercapai. Tahun ini Bank DKI mematok target pertumbuhan kredit sebesar 27,2% dan DPK ditargetkan tumbuh 37,5%. Bagaimana dengan aset? Total aset Bank DKI ditargetkan mencapai Rp37 triliun. Hal yang sama ditempuh Bank Sulselbar. Menurut Ellong Tjandra, Direktur Utama Bank Sulselbar, kebijakan tersebut ditempuh karena para pemegang saham yang ada, yakni Pemprov Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat serta pemerintah kota (pemkot) dan pemerintah kabupaten (pemkab) setempat, masih cukup mampu menambah penyertaan modal. Penambahan modal tersebut akan terus dilakukan hingga 2019. Pada 2019 ditargetkan modal inti Bank Sulselbar
mencapai Rp5 triliun atau masuk dalam kategori BUKU 3. Dengan tambahan modal yang ada, Bank Sulselbar diharapkan bisa memaksimalkan pelayanan kepada seluruh masyarakat. Selain kedua bank tersebut, bank lain yang berencana menambah modal melalui suntikan dana dari pemegang saham adalah Bank Maspion. Pemilik Bank Maspion berencana menambah modal sebesar Rp1 triliun. Dengan tambahan modal segar tersebut, Bank Maspion bisa naik kelas ke BUKU 2. Melalui penambahan modal, bank-bank tersebut berharap bisa masuk kelompok BUKU di atasnya. Dengan demikian, ruang gerak atau bisnis mereka pun lebih leluasa. Bagi bank yang memilih melakukan IPO untuk menambah modal, ada nilai tambah, yakni meningkatkan tata kelola perusahaan. n
Gelar IPO, Bank Dinar Siap Naik Kelas Bank Dinar adalah salah satu bank di kelompok BUKU 1 yang memiliki keinginan besar untuk naik kelas ke BUKU 2. Hendra Lie, Direktur Utama Bank Dinar, mengatakan, bank di BUKU 2, BUKU 3, dan BUKU 4 memiliki kesempatan yang lebih luas dan lebih aktif untuk masuk ke market. “Income mereka tidak semata-mata dari bunga kredit. Mereka punya fee based. Tapi, kalau mereka main dengan bunga yang tinggi, kami harus berjuang jauh lebih keras lagi,” ungkap Hendra. Selama ini, lanjut Hendra, Bank Dinar terus fokus menjaga captive market-nya, yakni etnis Tionghoa. Kontribusi dari captive market saat ini mencapai 97% dari total bisnis Bank Dinar. Karena itu, ekspansi kantor pemasaran pun dilakukan di pusat-pusat komunitas etnis Tionghoa. Kantor pemasaran Bank Dinar yang mencapai 11 kantor tersebar di Pluit, Mangga Dua, Kelapa Gading, Pasar Pagi, dan Tanah Abang. Service dan kecepatan memang jadi andalan bank kecil seperti Bank Dinar. “Untuk proses kredit, kami meng-create suatu komite direksi. Jadi, (keputusan) kredit itu bisa lebih cepat dan berbarengan semuanya. Kalau bank lain, untuk kredit di atas Rp5 M (miliar), misalnya, harus menunggu waktu komite BOD (board of directors)-nya. Nah, birokrasi itu yang kami potong, tapi prudent dan risk profile tetap kami jaga,” jelas Hendra. Demi merealisasikan misinya untuk naik kelas ke BUKU 2, Bank Dinar berencana melakukan initial public offering (IPO). Berbagai persiapan telah dilakukannya, termasuk
meningkatkan transparansi dan mendorong kinerja perusahaan. Targetnya, IPO dapat dilakukan pada semester pertama tahun ini. Hendra mengungkapkan, IPO dilakukan Bank Dinar bukan karena kekurangan modal. Sebab, saat ini posisi capital adequacy ratio (CAR) Bank Dinar masih 37% dan hitungan alokasi modalnya masih di posisi Rp260 miliar. Posisi pendanaan Bank Dinar pun masih sangat kuat dan punya ruang yang cukup luas untuk melakukan ekspansi kredit. Hingga Maret 2014, posisi loan to deposit ratio (LDR) Bank Dinar masih di level 69,07%. Menurut Hendra, IPO lebih ditujukan untuk meningkatkan transparansi di Bank Dinar. Meningkatnya transparansi sebagai perusahaan terbuka dan meningkatnya kinerja diharapkan dapat memuluskan langkah Bank Dinar untuk naik kelas ke BUKU 2 pada 2016. “Memang ada step-nya. Kalau kami sudah mengembangkan jaringan, yakni pada 2015 kami punya 20 kantor, maka posisinya akan semakin kuat, dan mendongkrak bisnis rasanya akan lebih mudah,” tutur Hendra. Hingga Maret 2014, aset Bank Dinar mencapai Rp1,09 triliun. Sementara, kredit dan dana pihak ketiga (DPK) masing-masing Rp542,98 miliar dan Rp773,37 miliar. Pada periode tersebut Bank Dinar mencatatkan rasio net interest margin (NIM) sebesar 3,99%, yang berdampak positif terhadap pendapatan bunga bank sebesar Rp24,81 miliar. Pencapaian ini mendongkrak laba sebelum pajak Bank Dinar, yakni menjadi Rp2,17 miliar pada periode tersebut. n
No. 112 Tahun XXXI Maret-Juni 2014 l
PROBANK
5
Perbanas Utama
Merger, Langkah Aman Kerek Modal Merger menjadi langkah yang dinilai tepat bagi bank-bank di kategori BUKU 1 untuk menambah modal. Selain untuk naik kelas, upaya konsolidasi ini akan memperkuat perbankan nasional dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di bidang jasa keuangan pada 2020.
P
ersaingan yang begitu ketat di industri perbankan disinyalir menjadi penyebab sulitnya bank-bank menggali dana. Bank-bank bersaing ketat dalam hal perebutan dana murah seperti tabungan. Bahkan, untuk bisa mengantongi dana deposito, bank harus memasang suku bunga yang menarik agar nasabah terpikat. Jorjoran suku bunga deposito pun tak dapat dihindari. Perpindahan nasabah yang begitu cepat menjadi konsekuensi dari perang suku bunga deposito. Kini porsi deposito menebal, sebaliknya porsi tabungan kian menipis. Mau tak mau, bank harus move on dan mencari sumber dana baru agar roda bisnis terus berputar. Menambah modal sejatinya bisa menjadi jalan bagi bank untuk menggenjot bisnis mereka, terutama bagi bank-bank yang memiliki modal minim. Apalagi, ada ketentuan Bank Indonesia (BI) terkait dengan kebijakan bank umum kegiatan usaha (BUKU) yang di dalamnya mengatur soal kegiatan usaha dan jaringan kantor berdasarkan modal inti. Beleid yang diluncurkan sebelum pengawasan perbankan beralih ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ini akan resmi berlaku pada Juni 2016 mendatang. Ini artinya, di luar persoalan likuiditas, memang ada keharusan bagi bank kecil yang berada di kelas BUKU 1 (modal inti kurang dari Rp1 triliun) untuk
6
PROBANK
l
No. 112 Tahun XXXI Maret-Juni 2014
menambah modal. Menambah modal dan “naik kelas” menjadi syarat wajib bagi bank agar bisa memperluas bisnis mereka. Persoalannya, menambah modal bagi bank-bank kecil tak semudah membalikkan telapak tangan. Ada berbagai tantangan yang harus dihadapi untuk bisa melewati fase ini. Mengandalkan pemilik saham mayoritas untuk menyuntikkan modal seperti mimpi yang sulit terealisasi. Lantas, cara apa yang pas agar bank kecil tetap bisa bernapas? Menurut Ryan Kiryanto, ekonom Bank Negara Indonesia (BNI), merger menjadi langkah yang tepat bagi bank kecil untuk menambah modal mereka. Langkah ini dinilai Ryan paling realistis ketimbang mengharapkan suntikan modal dari pemilik. “Harus ada kesukarelaan dari pemilik dominan untuk merger dengan sesama bank di kelasnya. Jadi, bank BUKU 1 dengan bank di kategori sama, baik dua bank atau tiga bank, bersinergi sehingga modal mereka tambah kuat untuk bisa naik kelas ke BUKU 2,” ujar Ryan kepada Probank, awal Juni lalu. Namun, pilihan merger menurut Ryan pun akan mengundang konsekuensi, yakni terdilusinya saham para pemilik saham dominan di bank-bank yang bersangkutan. Kendati demikian, Ryan menegaskan bahwa hal ini tidak akan menjadi masalah sebab target dari bank-bank tersebut untuk menambah modal dan menaikkan kelas tercapai. “Kalau tidak mau (merger) ya konsekuensi dan risikonya ditanggung sendiri. Kalau tambah modal agak sulit, makanya harus bergabung. Harus ada kesukarelaan,” tambah Ryan. Memang benar tak semua bank sepakat untuk melakukan merger. Beberapa bank bahkan berkukuh bahwa mereka bisa menggenjot bisnis lebih kencang dan mencapai kinerja memuaskan. Dengan begitu, tatkala ketentuan soal kegiatan usaha yang dikaitkan dengan permodalan resmi diberlakukan, mereka siap menjalankan. Bank Bumi Arta, misalnya, belum berniat menggandeng bank mana pun untuk diajak berkonsolidasi. Bank yang masuk dalam kategori BUKU 1 ini bahkan cukup optimistis bisa
mencapai kinerja memuaskan tahun ini. Padahal, pada kinerja 2013 lalu pencapaian laba bank ini turun tipis dari tahun sebelumnya, dari Rp57,11 miliar pada akhir 2012 menjadi Rp56,19 miliar pada 2013. “Kami tidak akan melakukan konsolidasi,” ujar Presiden Direktur Bank Bumi Arta, Wikan Aryono, seperti dikutip dari www.infobanknews.com. Selain melakukan merger, sebenarnya ada langkah lain bagi bank untuk mendapatkan dana segar. Salah satunya melalui jalur rights issue. Hingga awal Juni 2014, setidaknya ada enam bank yang berniat melakukan rights issue. Keenam bank tersebut ialah Bank QNB Kesawan, Bank Ina Perdana, Bank Sinarmas, Bank Windu Kentjana, ICB Bumiputera, dan Bank Bukopin. Meski bank-bank di kategori BUKU 1 bisa mengambil jalur rights issue untuk memperoleh dana segar, upaya ini dinilai tak akan terlalu mendongkrak perolehan sumber dana atau modal mereka. Pasalnya, rights issue yang dilakukan bank-bank kecil tak akan memberi hasil yang maksimal seperti jika dilakukan bank-bank besar, lantaran nilai saham mereka yang dinilai masih kecil. Terlepas dari berbagai upaya bank-bank kecil untuk menambah modal, banyak kalangan beranggapan bahwa
konsolidasi perbankan menjadi isu yang sangat krusial. Pasalnya, Indonesia sendiri memiliki jumlah bank yang relatif banyak jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Jumlah bank di Malaysia bahkan tak sampai 10 bank tapi terbilang besar. Sementara itu, di Singapura hanya ada tiga bank tapi dengan ukuran yang besar. Saat ini setidaknya ada 120 bank di Indonesia. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 20 bank yang memegang pasar utama, yakni memegang market share sebesar 85%. Sisanya, yang 100 bank, hanya mengantongi market share sekitar 15%. Inilah mengapa konsolidasi di perbankan menjadi hal penting untuk mengurangi jumlah bank-bank kecil sekaligus memperkuat industri perbankan itu sendiri. Ekonom Bank Mandiri, Destri Damayanti, mengatakan, industri perbankan nasional perlu diperkuat, terutama untuk bank-bank dengan modal di bawah Rp1 triliun. Menurut Destri, saat ini setidaknya ada 30 bank yang memiliki modal di bawah Rp1 triliun dengan return on asset (ROA) di bawah industri. Untuk memperkuat bank-bank tersebut, langkah seperti konsolidasi, merger, dan divestasi saham sangat diperlukan agar daya saing industri perbankan meningkat. n
Sekilas Berita
Bantuan untuk Korban Banjir dan Tanah Longsor Komite Masyarakat Perbankan Peduli (KMPP) Perbanas kembali menyalurkan bantuan untuk anggota masyarakat yang mengalami musibah. Pada 23 Januari 2014 bencana banjir dan tanah longsor melanda sebagian warga Desa Karangnowo, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Dalam kurun waktu yang hampir bersamaan, bencana tersebut juga menimpa sebagian warga Demak, Jawa Tengah. Demi meringankan beban warga di kedua wilayah itu, pada 23 Maret 2014 KMPP Perbanas bekerja sama dengan Yayasan Komunitas Mata Air menyerahkan bantuan berupa lima unit perangkat komputer merek Lenovo ThinkCentre Edge 72-NMA Microtower, seragam sekolah, dan buku pelajaran untuk anak-anak sekolah dasar (SD). KMPP Perbanas fokus pada kebutuhan murid-murid SD di wilayah tersebut agar proses belajar mengajar dapat segera dilanjutkan. Saat penyerahan bantuan tersebut, pengurus Yayasan Komunitas Mata Air menyampaikan terima kasih atas bantuan yang diberikan KMPP Perbanas. No. 112 Tahun XXXI Maret-Juni 2014 l
PROBANK
7
Aktualita
Mengawasi Induk dan Anak Perkembangan industri perbankan tak luput dari perkembangan bisnis anak perusahaannya. Untuk memudahkan pengawasan dan mengantisipasi gejolak, OJK juga akan mengawasi anak perusahaan yang dimiliki bank.
P
erpindahan kewenangan pengawasan dari Bank Indonesia (BI) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memerlukan persiapan yang tak sebentar. Di tengah gejolak dan ketidakpastian kondisi ekonomi global, pengalihan pengawasan bank dari BI ke OJK menjadi hal yang sangat penting. Pengalihan ini harus mampu menjadikan industri makin kuat dan mampu memberikan kontribusi lebih terhadap perekonomian nasional. Pada masa transisi ini OJK sudah menyiapkan tim untuk menyusun kerangka persiapan pengalihan tersebut. Tugas utama tim tersebut ialah menyempurnakan standard operating procedur (SOP) pengawasan bank untuk masa transisi, menyusun draf SOP dengan rancangan nomenklatur, dan menyusun organisasi di sektor perbankan. Agus Edi Siregar, Kepala Departemen Pengawasan Bank III OJK, mengatakan bahwa pengawasan yang akan dilakukan OJK terhadap perbankan tak jauh beda dengan pengawasan yang dilakukan BI sebelumnya. Hanya, pengawasan yang dilakukan OJK lebih diperluas hingga mencakup anak-anak perusahaan yang dimiliki perbankan. Ini merupakan kelompok bisnis di sektor keuangan yang termasuk dalam kategori konglomerasi. Sebuah perusahaan grup keuangan yang besar memiliki perputaran uang yang besar pula. Tak hanya perbankan sebagai induk perusahaan, anak-anak perusahaannya juga tentu turut berkontribusi terhadap besarnya perputaran uang tersebut. Dengan kian banyaknya uang yang berputar di sana, pengawasan yang dilakukan pun harus makin diperketat. Untuk mengawasi sistem konglomerasi tersebut, OJK telah menyiapkan beberapa hal. Teknologi informasi (TI) merupakan faktor pendukung utama dalam pengawasan tersebut. Selain itu, OJK akan melakukan koordinasi antarlembaga keuangan, baik perbankan, asuransi, perusahaan pembiayaan (multifinance), maupun sektor-sektor lain yang merupakan anak perusahaan perbankan.
8
PROBANK
l
No. 112 Tahun XXXI Maret-Juni 2014
Dengan adanya koordinasi dan sistem TI yang baik, OJK diharapkan mampu melakukan pengawasan yang saling memiliki keterkaitan secara efektif. Beberapa contoh pengawasan yang ditekankan OJK ialah laporan keuangan terintegrasi yang dilihat dari kecukupan modal dan likuiditas, kualitas penerapan manajemen risiko antara induk perusahaan dengan anak perusahaan, dan kualitas penerapan prinsip-prinsip good corporate governance (GCG). Menurut Agus, rasio kecukupan modal yang akan ditetapkan tak hanya dilihat dari sisi induk perusahaan. Sebagai sebuah kesatuan kelompok bisnis, rasio kecukupan modal juga harus dilihat dari sisi anak-anak perusahaan dan rasio kecukupan modal secara grup untuk memastikan bahwa modal induk dan anak-anak perusahaannya berada pada level aman. Pengawasan akan dilakukan OJK secara bertahap untuk setiap lembaga keuangan. Saat ini pihak OJK tengah menyiapkan mekanisme dan SOP untuk sistem pengawasan tersebut. “Aturan pengawasan ini baru akan siap pada kuartal ketiga tahun ini. Penyelesaiannya akan dilakukan secara bertahap dan akan selesai seluruhnya pada pertengahan 2015,” terang Agus. Agus mengungkapkan, pengawasan terpadu ini sudah dilaksanakan, meski belum sepenuhnya berjalan dengan benar. Pengawasan secara bertahap dilakukan OJK karena mekanisme internal dan SOP yang menjadi panduan belum selesai dibentuk. Menurutnya, saat ini yang bisa dilakukan OJK adalah melakukan sosialisasi tentang pengawasan tersebut. Agus juga mengatakan, pengawasan terintegrasi ini harus menguntungkan masyarakat secara umum, tidak hanya beberapa golongan. Prinsip-prinsip pengawasan pun mesti dilakukan secara adil dan akuntabel sehingga ada nilai tambah yang bisa dipetik dari pengawasan tersebut. Pengawasan-pengawasan itu nantinya akan mengontrol dan mempersempit regulatory arbitrage serta menghilangkan aspek dan area tertentu yang masih luput dari pengawasan sebelumnya. Pengawasan yang efektif juga akan mendeteksi setiap potensi risiko yang ada. “Pengawasan khusus ini akan berada di level I (individual) dan akan dilakukan secara terintegrasi dengan pengawasan grup,” tambah Agus. Menurut Agus, pengawasan terintegrasi yang makin ketat akan mampu mengurangi efek samping krisis keuangan,
seperti yang terjadi pada 2008. Beberapa grup keuangan di Amerika Serikat (AS) dan Eropa sempat terkena dampaknya. Sebut saja Citigroup, Bear Stearn, Lehman Brothers, Freddy Mac, Fanny Mae, Nothern Rock, Lloyds TSB, HBOS, dan Royal Bank of Scotland. Sistem keuangan di Indonesia 80%nya dikuasai pihak perbankan beserta anak perusahaannya. Karena itu, pengawasan terhadap lembaga keuangan lebih diutamakan, khususnya pihak perbankan sebagai induk perusahaan dari beberapa lembaga keuangan. “Pengawasan terhadap pihak perbankan sangat penting (dilakukan) karena memiliki relasi dengan lembaga keuangan lainnya,” tuturnya. Ketua Bidang Pengkajian dan Pengembangan Perbanas, Aviliani, mengatakan bahwa aturan tersebut sebaiknya diarahkan untuk mencegah praktik monopoli lembaga keuangan. Aturan tersebut juga harus bisa mengatasi ketimpangan risiko yang berdampak sistemik. Meski demikian, Aviliani menambahkan, pengawasan yang terjadi saat ini tidak terlalu berbeda jauh dengan ketika masih dipegang BI. “Pengawasannya memang belum banyak yang terlihat berbeda. Namun, ada penambahan pengawasan untuk anak usaha dari pihak perbankan,” ujarnya. Untuk menyosialisasikan peraturan tentang pengawasan ini, Aviliani berharap, OJK dapat melakukan kerja sama lebih dalam lagi dengan Perbanas. Menurutnya, pihak OJK harus lebih memanfaatkan peran asosiasi dalam melakukan sosialisasi. Sementara itu, Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA), Jahja Setiaatmadja, sangat mendukung pengawasan terintegrasi itu. Menurutnya, hal tersebut akan memudahkan perusahaan induk dalam mengawasi semua anak perusahaannya. Kontrol yang dilakukan lebih banyak pihak biasanya lebih efektif dalam pelaksanaannya. Mengenai rasio kecukupan modal yang merupakan salah satu poin utama dalam pengawasan tersebut, Jahja mengaku sama sekali tak keberatan karena semua anak perusahaannya sudah memenuhi ketentuan itu. “Jika memang diperlukan tambah modal, induk usaha siap memberikan kucuran dana. Lagi pula, pengawasan yang terjadi saat ini juga lebih luas daripada sebelumnya. Kami merasa lebih diperhatikan dengan adanya pengawasan ini,” tambahnya.n No. 112 Tahun XXXI Maret-Juni 2014 l
PROBANK
9
Wacana
Metamorfosis Branchless Banking Upaya mempercepat program keuangan inklusif terus digulirkan. Salah satunya melalui pemutakhiran aturan LKD.
P
ara pemangku kebijakan di negeri ini, salah satunya Bank Indonesia (BI), terus mendorong program keuangan inklusif (financial inclusion) bisa berjalan lebih cepat. Melalui upaya itu, diharapkan layanan keuangan bagi masyarakat unbanked dan underbanked bisa lebih masif. Tentu saja untuk mewujudkan keinginan itu harus ada terobosan nonkonvensional. Peningkatan akses layanan keuangan bagi masyarakat tersebut diharapkan dapat membantu peningkatan kemampuan ekonomi rumah tangga dan perekonomian lokal yang berdampak positif bagi perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan. Salah satu terobosan terkini yang dilakukan BI ialah layanan keuangan digital (LKD). LKD merupakan kelanjutan dari mobile payment system yang sebelumnya bernama branchless banking. Metamorfosis tersebut tentu saja ada tujuannya. Sebelumnya, perubahan dari branchless banking menjadi mobile payment system dikarenakan seolah-olah hal itu hanya terbatas pada layanan perbankan, padahal pada praktiknya juga mengikutsertakan perusahaan telekomunikasi. Perubahan mobile payment system menjadi LKD dilakukan untuk menyelaraskan ketentuan uang elektronik dengan ketentuan transfer dana, meningkatkan keamanan teknologi dan efisiensi penyelenggaraan uang elektronik, serta memperluas jangkauan layanan uang elektronik untuk mendukung Strategi Nasional
10
PROBANK
l
No. 112 Tahun XXXI Maret-Juni 2014
Peningkatan akses layanan keuangan bagi masyarakat diharapkan dapat membantu peningkatan kemampuan ekonomi rumah tangga dan perekonomian lokal yang berdampak positif bagi perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan.
Keuangan Inklusif melalui penyelenggaraan LKD. Menurut Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara, secara umum peraturan BI (PBI) baru tersebut mengatur penyempurnaan kegiatan uang elektronik dan mengatur kerja sama penerbit dengan agen LKD yang menggunakan uang elektronik. Agen yang diperbolehkan bekerja sama tersebut dapat melakukan tarik tunai, top up, transfer dana, dan pembayaran. Pada intinya, dalam aturan baru tersebut dilakukan penyempurnaan perizinan, pengenaan biaya, dan perlindungan konsumen. Peraturan LKD dimasukkan dalam PBI Nomor 16/8/PBI/2014 mengenai perubahan atas PBI Nomor 11/12/ PBI/2009 tentang Uang Elektronik yang diterbitkan pada 8 April 2014. Penerbitan PBI mengenai LKD tersebut merupakan salah satu upaya BI untuk meningkatkan inklusivitas keuangan di Indonesia. BI menerbitkan aturan tersebut tujuannya untuk memberikan panduan yang jelas bagi penerbit uang elektronik yang bermaksud menyelenggarakan layanan jasa keuangan digital, termasuk pihak ketiga yang berminat untuk membantu penerbit melayani masyarakat di sekitarnya. Selain itu, ketentuan tersebut sekaligus memberikan kepastian bagi masyarakat untuk dapat menikmati akses jasa layanan keuangan secara aman. Peraturan LKD masuk dalam PBI uang elektronik dikarenakan media utama untuk melakukan transaksi keuangan LKD ialah uang elektronik registered. Salah satu peraturan dalam PBI tersebut menyangkut penyelenggaraan, yakni penerbit yang dapat menyelenggarakan LKD melalui agen LKD individu adalah penerbit berupa bank dengan kategori BUKU 4 yang memenuhi persyaratan tertentu. Pengembangan program LKD dibagi menjadi empat tahapan, yakni konektivitas dasar, digital remote payment, layanan keuangan digital full range, dan digital in-store purchase. Tahap pertama cakupannya ialah layanan seluler dan penetrasi di masyarakat perdesaan yang miskin. Tahap kedua, mengarahkan masyarakat miskin untuk bisa menggunakan teknologi dan melakukan transfer. Tahap ketiga, target dan arahnya ialah mengupayakan masyarakat miskin menggunakan teknologi digital untuk bisa menabung. Sementara itu, tahap terakhir, arah dan targetnya ialah masyarakat miskin menuju
era transisi digital besar-besaran. Pada tahap ini semua transaksi dan kegiatan ekonomi masyarakat bisa dilakukan melalui keuangan digital dan uang elektronik, misalnya saja pembelian di toko kecil, pembelian saham, pembelian obligasi termasuk Surat Utang Negara (SUN), dan electronic commercial (e-commerce) bagi small dan micro enterpreneurs. Terkait dengan Pemangku Kebijakan Lain Hingga saat ini BI masih sangat terkendala dengan minimnya prospek bisnis di wilayah-wilayah terpencil di Indonesia. Direktur Eksekutif Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM BI, Eni V. Panggabean, mengungkapkan, masih minimnya prospek bisnis tersebut dikarenakan pengembangan LKD tidak melibatkan satu instansi semata. “Ini tentunya memang harus ke Kemenkominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika) juga. Jadi, kami sudah melakukan pembahasan dengan mereka, tapi tentu tergantung pada segi bisnisnya, apakah itu menguntungkan atau tidak. Jadi, tidak semua dalam kontrol kami,” ujar Eni seperti dilansir www.infobanknews.com. Memang, pada realisasi dan pengembangannya, penyelenggaraan LKD tidak hanya bergantung pada BI, tapi juga pemangku kebijakan lain, seperti Kemenkominfo yang merupakan regulator bagi perusahaan penyedia layanan jaringan yang notabene sebagai fasilitas dari adanya LKD. Menurut Eni, keterlibatan perusahaan-perusahaan penyedia jaringan (provider) menjadikan pengembangan LKD sangat tergantung pada potensi bisnis di suatu daerah. “Ini karena tergantung pada jaringan juga. Kalau di sana ada jaringan itu pasti mudah, tapi kalau belum tersentuh jaringan itu sulit. Kemarin dalam pilot project kami kendalanya beberapa mobile itu sulit jaringan,” tukas Eni. Hingga saat ini, dalam pilot project yang sudah dilakukan, BI melihat masyarakat menyambut baik rencana pengembangan LKD hingga remote area di seluruh Indonesia. Sebagai informasi, saat ini BI tengah membicarakan rencana pengembangan LKD tersebut dengan bank-bank nasional, yang kemudian akan diatur lebih lanjut dalam surat edaran (SE) BI. SE tersebut ditargetkan akan rampung pada Mei 2014. n No. 112 Tahun XXXI Maret-Juni 2014 l
PROBANK
11
Kinerja
Likuiditas Ketat, Kredit Melambat Kinerja DPK perbankan terkoreksi. Iklim usaha yang kurang kondusif turut mengerem laju kredit. Seperti apa potret kinerja perbankan pada awal 2014?
M
akro-ekonomi yang kurang kondusif akibat gejolak pasar global memicu perlambatan pertumbuhan ekonomi. Kenaikan BI Rate ikut mempertajam perlambatan yang terjadi. Dua faktor utama, yakni inflasi dan tingkat bunga yang terus meningkat, berdampak signifikan pada perekonomian. Fluktuasi yang mewarnai kondisi makro-ekonomi ini turut memengaruhi bisnis perbankan. Tingginya risiko kredit, ditambah dengan pengetatan likuiditas perbankan, memperuncing peta persaingan di industri perbankan. Perang perebutan dana akibat pengetatan likuiditas pun memengaruhi kinerja dana pihak ketiga (DPK) perbankan. Hingga triwulan pertama 2014, total DPK perbankan mencapai Rp3.618,06 triliun, naik dibandingkan dengan periode yang sama 2013 yang tercatat Rp3.243,14 triliun. Namun, pertumbuhan itu melambat jika dibandingkan dengan
12
PROBANK
l
No. 112 Tahun XXXI Maret-Juni 2014
pencapaian Desember 2013. Pertumbuhan DPK pada triwulan pertama 2014 hanya 11,56% (year on year atau yoy). Sementara, pertumbuhan DPK pada Desember 2013 mencapai 13,60%. Berdasarkan survei yang dilakukan Partner PricewaterhouseCoopers (PwC) bertajuk “Indonesian Banking Survey 2014”, ada tiga tantangan terbesar yang harus dihadapi industri perbankan, yakni tekanan margin, makin sulitnya persaingan di dalam negeri, dan meningkatnya risiko kredit. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), struktur pendanaan bank umum masih didominasi dana murah. Porsi dana murah bank umum mencapai 54,31%. Lihat saja, porsi giro dan tabungan masing-masing mencapai 22,36% dan 31,95%. Sementara, porsi deposito 45,69%. Meningkatnya BI Rate yang memicu kenaikan suku bunga simpanan menjadi salah satu pemicu meningkatnya dana mahal dibandingkan dengan dana murah. Lalu, bank mana saja yang berkontribusi mendorong kenaikan DPK di perbankan? Jika dilihat berdasarkan kelompok bank, penyumbang DPK terbesar berasal dari bank umum swasta nasional (BUSN). BUSN menyumbang 45,58% dari total DPK bank umum. Penyumbang DPK terbesar kedua ialah kelompok bank persero dengan kontribusi 36,33% dari total DPK. Porsi DPK bank persero meningkat dibandingkan dengan Maret 2013 yang tercatat 35,19%. Jika dilihat berdasarkan kinerja pertumbuhan, pencapaian terbesar dibukukan kelompok bank persero. Total DPK yang dihimpun kelompok bank pelat merah ini tumbuh 26,17% dari Rp1.141,35 triliun menjadi Rp1.314,45 triliun. Pertumbuhan DPK terbesar kedua dicatat kelompok bank campuran dengan angka pertumbuhan 14,64%. Kelompok bank pembangunan daerah (BPD) mencatatkan pertumbuhan paling rendah, yakni hanya 2,67%. Kinerja DPK bank umum tentu saja memengaruhi kinerja kreditnya. Berdasarkan survei PwC, saat ini target kredit perbankan banyak dikucurkan ke sektor konsumsi, ritel, serta usaha kecil dan menegah (UKM). Sementara, untuk kelompok bank asing dan bank campuran, mereka lebih fokus ke segmen korporasi dan komersial. Hingga Maret 2014, total kredit bank umum mencapai Rp3.334,01 triliun, tumbuh 19,61% ketimbang periode yang
“Tahun ini kami akan ada rights issue dan subdebt Rp1,5 triliun dan Rp1,5 triliun. Jadi, sekitar Rp3 triliun,” ujar Taswin Zakaria, Presiden Direktur BII, medio Mei lalu. Kelompok Bank DPK ∆(%) Pangsa (%) Kredit ∆(%) Pangsa (%) Namun, langkah mengeluarkan surat Persero 1.314.445 15,17 36,33 1.185.318 21,07 35,55 utang juga memiliki risiko. Bank-bank BUSN 1.649.253 11,05 45,58 1.452.065 16,93 43,55 yang berencana menerbitkan obligasi BPD 320.552 2,67 8,86 269.419 18,32 8,08 sepatutnya turut memerhatikan kondisi Campuran 162.780 14,64 4,50 195.471 23,09 5,86 suku bunga di pasar. Pasalnya, tren Asing 171.033 5,33 4,73 231.742 28,75 6,95 kenaikan BI Rate diramalkan masih akan Total 3.618.063 11,56 100 3.334.011 19,61 100 terjadi hingga akhir tahun ini. Ket: BI Rate yang berpotensi kembali ∆ = pertumbuhan year on year (yoy) terkerek akan sangat memengaruhi suku Sumber: Biro Riset Infobank (birI). bunga simpanan. Kondisi itu tentu makin mempersulit bank-bank dalam menghimpun sama 2013 yang sebesar Rp2.787,37 triliun. Berdasarkan dana. Kalau itu yang terjadi, bank-bank tentu akan menderita kelompok bank, pertumbuhan kredit tertinggi terjadi di potensi risiko likuiditas. kelompok bank asing dengan pertumbuhan mencapai 28,75%, Potret likuiditas bank umum tercermin dari rasio disusul bank campuran (23,09%) dan bank persero (21,07%). kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR). Sementara, kontribusi terbesar penyaluran kredit bank umum Hingga Maret 2014, posisi CAR bank umum mencapai disumbang kelompok BUSN dengan pangsa 43,55% dari total 19,77%, meningkat dibandingkan dengan posisi yang sama kredit bank umum. 2013 yang sebesar 19,08%. Kelompok bank asing Lambatnya pemulihan ekonomi global, menurunnya menempati posisi teratas dengan CAR 38,43%, menebal pertumbuhan beberapa negara berkembang, dan tekanan suku ketimbang periode yang sama 2013 yang tercatat 31,69%. bunga dalam negeri membuat iklim bisnis pada 2014 diprediksi Selain kelompok bank asing, mayoritas bank CAR-nya masih belum akan pulih seperti sediakala. Apalagi, tahun ini menurun. CAR kelompok bank persero menurun dari 18,25% iklim bisnis turut dipengaruhi pesta politik yang membuat menjadi 17,84%, CAR kelompok BPD menurun dari 18,73% banyak rencana bisnis tertunda. PwC memperkirakan, usaha menjadi 18,64%, dan CAR kelompok bank campuran menurun perbankan akan makin melambat dibandingkan dengan tahun dari 20,99% menjadi 20,81%. Sementara, CAR dua kelompok sebelumnya. Pertumbuhan kredit tahun ini diproyeksikan bank lainnya, yakni bank BUSN devisa dan bank BUSN berkisar pada angka 15% hingga 20% saja. nondevisa, justru menebal. Kelompok bank BUSN devisa Sebaliknya, Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) CAR-nya naik dari 16,87% menjadi 17,24%. Begitu pula menyatakan bahwa bisnis BPD relatif masih aman dari imbas dengan kelompok bank BUSN nondevisa yang CAR-nya naik perlambatan ekonomi. Pasalnya, kredit BPD banyak disalurkan dari 21,36% menjadi 23,65%. ke sektor konsumtif. Menurut Eko Budiwiyono, Ketua Menipisnya CAR berdampak pada kenaikan suku bunga Asbanda, kondisi pembiayaan seperti itu membuat bisnis BPD simpanan, terutama deposito. Saat ini suku bunga deposito relatif masih terkendali dan tak perlu dikhawatirkan, kendati perbankan berkisar antara 4,25% hingga 6,25%. Jika dilihat ada dorongan agar lebih banyak masuk ke sektor produktif. dari kelompok bank, rata-rata suku bunga deposito berkisar Dari sisi penguatan modal, Eko menilai, saat ini sudah banyak antara 6,92% hingga 7,84%. Sementara, rata-rata suku bunga pemerintah daerah (pemda) yang menyuntikkan modal ke tabungan berkisar antara 1,38% hingga 1,58%. Merujuk pada BPD. tren yang terjadi, bank-bank berpotensi kembali mengerek Sementara itu, pihak Bank Negara Indonesia (BNI) menilai, suku bunganya. target pertumbuhan kredit yang sebesar 14% hingga 17% Tingginya suku bunga simpanan sangat memukul banktahun ini sudah sesuai dengan arah perlambatan ekonomi. bank kecil, terutama kelompok bank umum kegiatan usaha Menurut Direktur Utama BNI, Gatot M. Suwondo, tahun ini (BUKU) 1. Mereka harus berjuang keras untuk bersaing BNI akan fokus membidik segmen bisnis atau korporasi. dengan bank-bank besar yang memberikan suku bunga tinggi. Melambatnya pertumbuhan DPK disiasati beberapa bank Akibatnya, bank-bank di kelas ini terpaksa harus menurunkan besar dengan menerbitkan surat utang dalam negeri. Bahkan, tensi kreditnya. tak sedikit pula bank-bank yang mencari pinjaman dari luar Tak mau terjebak dengan beratnya pendanaan, beberapa negeri. Data Bank Indonesia (BI) menyebutkan, hingga bank kecil menargetkan untuk masuk ke pasar modal dengan triwulan pertama 2014, bank sentral telah menerima harapan dapat memperoleh dana segar. Sebut saja Bank Ina permohonan utang dalam bentuk penerbitan surat utang yang Perdana dan Bank Dinar. Bank Ina Perdana sudah nilainya mencapai US$6 miliar. melakukannya awal tahun ini. Sementara, Bank Dinar Bank Internasional Indonesia (BII), misalnya. Baru-baru ini kabarnya akan segera menyusul kompetitornya itu dengan BII menyatakan niatnya untuk melakukan rights issue dan melakukan initial public offering (IPO) pada semester pertama menerbitkan obligasi subordinasi dalam waktu dekat. Dengan tahun ini. n aksi ini, BII menargetkan perolehan dana sebesar Rp3 triliun.
Kinerja DPK dan Kredit Berdasarkan Kelompok Bank Per Maret 2014 (Rp Miliar)
No. 112 Tahun XXXI Maret-Juni 2014 l
PROBANK
13
Internasional
Siap-Siap Antisipasi Kebijakan The Fed Konstelasi dan kebijakan ekonomi global akan berdampak pada perekonomian domestik. Salah satu pengaruh yang paling dirasakan ialah kebijakan The Fed melalui stimulus tapering off.
K
ebijakan pemotongan dana stimulus (tapering off) yang dilakukan bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed), berdampak pada perekonomian global, yang tentunya akan berimbas pada perekonomian domestik. Saat ini saja pemotongan sudah mencapai US$10 miliar tiap bulannya dan The Fed Rate diperkirakan meningkat menjadi 1% pada akhir 2015 dan 2,5% pada akhir 2016. Kebijakan tersebut dikhawatirkan akan membuat aliran dana ke dalam negeri terganggu dan akan banyak dana asing ke luar dari pasar dalam negeri. Tak hanya itu, rupiah pun dikhawatirkan akan kembali tertekan. Kebijakan tapering off dinilai mampu mengembalikan kondisi perekonomian AS yang saat ini masih rentan. Gubernur The Fed, Janet Yellen, mengatakan, perlambatan
14
PROBANK
l
No. 112 Tahun XXXI Maret-Juni 2014
pertumbuhan ekonomi AS saat ini mayoritas disebabkan oleh kondisi cuaca yang masih buruk. Menurutnya, masih banyak indikator yang mampu memberikan dampak positif bagi terjadinya rebound pada tingkat konsumsi dan produksi. Langkah lanjutan yang dilakukan AS selain tapering off ialah menghentikan proses re-investasi terhadap sejumlah obligasi yang sudah jatuh tempo secara bertahap. Menurut Yellen, hal tersebut untuk mengatisipasi penurunan neraca ke level yang lebih rendah dalam beberapa waktu ke depan. Terkait apakah itu merupakan level di bawah krisis atau lebih tinggi, hal itu akan diputuskan nanti setelah langkah tersebut dilakukan. Akibat tapering off yang dilakukan AS sejak awal tahun, perekonomian Indonesia sering mengalami fluktuasi, bahkan terus terjadi sampai dengan saat ini. Hal itu tercermin dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang bergejolak dan nilai tukar rupiah yang sempat melemah dalam beberapa waktu terakhir. Meski mengalami fluktuasi, perekonomian Indonesia tidak terlalu babak belur, bahkan masih lebih baik daripada tapering off yang terjadi pada pertengahan tahun sebelumnya. Bertahannya perekonomian Indonesia dapat dilihat dari perbaikan transaksi berjalan dan surplus transaksi modal dan finansial yang membuat Neraca Pembayaran Indonesia
mencatat surplus US$2,1 miliar pada kuartal pertama tahun ini. Surplus ini ikut mendukung kenaikan cadangan devisa menjadi US$102,6 miliar sampai dengan kuartal pertama tahun ini atau setara dengan 5,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Pada April 2014 cadangan devisa terus meningkat hingga mencapai US$105,6 miliar. Meski perekonomian Indonesia masih mengalami tekanan, Bank Indonesia (BI) selaku bank sentral masih optimistis bahwa industri perbankan di dalam negeri akan terus bertumbuh. Pertumbuhan ini dijaga dengan baik oleh perbankan nasional melalui permodalan yang kuat. Sampai dengan akhir 2013, rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio atau CAR) perbankan nasional mencapai 18,3%. Gubernur BI, Agus D. W. Martowardojo, mengatakan, fungsi perbankan sebagai lembaga intermediasi masih cukup lancar, meski pernyaluran kredit sedikit melemah karena melambatnya pertumbuhan ekonomi. Untuk tetap bisa menjaga pertumbuhan ekonomi, BI melakukan penyesuaian suku bunga acuan (BI Rate) dan memperkuat operasi moneter yang sejalan dengan kebijakan moneter saat ini. Suku bunga acuan yang ditetapkan bank sentral di angka 7,5% saat ini. Nilai ini sudah dinaikkan 25 basis point sejak November tahun lalu. Sebelumnya, BI Rate berada di angka 5,75% dan sudah bertahan selama 15 bulan. Sejak Juni 2013, angkanya naik sampai di level 7,5%. Naiknya suku bunga acuan tersebut membuat suku bunga lending facility dan deposit facility juga ikut naik. Masing-masing suku bunga tersebut meningkat 25 basis point menjadi 7,5% dan 5,75%. Ini merupakan upaya bank sentral mengarahkan kebijakan untuk mitigasi risiko sistemik di sektor keuangan serta pengendalian kredit dan likuiditas agar sejalan dengan pengelolaan stabilitas ekonomi. Sampai dengan April tahun ini, suku bunga masih dipertahankan guna memberi kepastian kepada pasar tentang kelanjutan perbaikan transaksi berjalan. Stabilnya suku bunga acuan ini ikut memberikan dampak kepada penyempitan defisit transaksi berjalan. Sepanjang kuartal pertama tahun ini penyempitan defisit mencapai US$4,2 miliar, turun dari kuartal keempat tahun lalu sebesar US$4,3 miliar. Nilai ini setara dengan 2,06% dari produk domestik bruto (PDB).
Hasil evaluasi BI menunjukkan, pemulihan ekonomi dunia masih berlanjut, tapi dengan akselerasi yang tidak sekuat perkiraan sebelumnya. Pemulihan terutama ditopang oleh perbaikan ekonomi negara maju, sejalan dengan masih berlanjutnya stimulus moneter dan menurunnya hambatan fiskal, sementara pertumbuhan ekonomi Tiongkok belum kembali meningkat terkait dengan kebijakan rebalancing yang sedang ditempuh. Perkembangan tersebut pada gilirannya menyebabkan kenaikan harga komoditas primer dunia masih terbatas. BI akan terus mencermati berbagai risiko dari perekonomian global, terutama terkait dengan normalisasi kebijakan moneter The Fed, kemungkinan pemulihan ekonomi global yang tidak sekuat perkiraan akibat perlambatan ekonomi Tiongkok, dan kerentanan eksternal yang dapat muncul di beberapa negara emerging markets. Sementara itu, suku bunga acuan The Fed masih berada di angka 0,25%. Hal ini masih memberikan pertumbuhan yang baik untuk beberapa negara berkembang. Namun, hal ini akan mengalami perubahan pada akhir 2015. Yellen mengatakan akan menaikkan suku bunga menjadi 1% pada akhir 2015. Penaikan ini akan dilakukan setelah 6 bulan dari penghentian pemberian dana stimulus. Suku bunga acuan ini juga masih akan mengalami kenaikan kembali menjadi 2,25% pada 2016. Firmanzah, staf khusus presiden bidang ekonomi dan pembangunan, mengatakan, pascapengumuman itu, sejumlah mata uang terdepresiasi, termasuk rupiah. Bukan hanya itu, IHSG juga sempat terkoreksi. Menurutnya, dalam jangka pendek perekonomian Indonesia akan disibukkan dengan perumusan kebijakan antisipasi tapering off dan kenaikan suku bunga The Fed. Untuk mengantisipasi keluarnya dana asing dalam beberapa waktu ke depan, saat ini pemerintah tengah melakukan finalisasi paket kebijakan ekonomi jilid tiga. Firmanzah berharap, paket kebijakan ini nantinya bisa mengurangi tekanan dalam jangka pendek dan memberikan kepercayaan kepada pasar. Salah satu kebijakan yang akan dikeluarkan itu, di antaranya terkait dengan insentif bagi dana repatriasi asing yang akan diinvestasikan di Indonesia. Kebijakan ini dipercaya bisa mengantisipasi dan mengurangi capital outflow. n No. 112 Tahun XXXI Maret-Juni 2014 l
PROBANK
15
Liputan Khusus
Asa Perbankan pada Pemerintahan Baru Pemerintahan baru diharapkan bisa menerapkan kebijakan yang tepat bagi kemajuan ekonomi. Termasuk, mendorong perkembangan industri perbankan nasional.
H
asil Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2014 ditunggu seluruh masyarakat Indonesia, termasuk industri perbankan nasional. Pemerintahan baru nanti diharapkan mampu membawa bangsa Indonesia ke tingkat yang lebih baik serta mampu meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Industri perbankan melalui Perbanas tengah menyiapkan rencana besar sebagai upaya membangkitkan industri perbankan nasional dalam jangka panjang. Salah satunya, meminta pemerintahan baru nanti untuk merevisi undang-undang (UU) perbankan dengan mengajukan draf cetak biru industri perbankan nasional. Hal itu disampaikan Ketua Umum Perbanas, Sigit Pramono, dalam acara talkshow “Ekspektasi Perbankan terhadap Pemerintahan yang Baru” di Jakarta, 26 Juni 2014—talkshow
16
PROBANK
l
No. 112 Tahun XXXI Maret-Juni 2014
tersebut merupakan bagian dari Kongres Luar Biasa Perbanas 2014. Persiapan untuk merevisi UU perbankan melalui draft cetak biru perbankan nasional ini didasari oleh program yang diusung kedua calon presiden (capres) tentang bank khusus yang akan melakukan pembiayaan kepada para petani, nelayan, serta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Menurut Sigit, jika pembentukan bank-bank tersebut masih menggunakan UU perbankan yang ada, akan sulit dilaksanakan karena UU tersebut tidak mengakomodasi tentang bank khusus. Dalam UU perbankan yang berlaku saat ini hanya ada dua jenis bank yang diizinkan, yakni bank umum dan bank perkreditan rakyat (BPR). Sebelumnya, Indonesia pernah memiliki bank-bank khusus, seperti bank yang melakukan pembiayaan jangka panjang, investment bank, dan merchant bank, termasuk bank untuk
pembiayaan infrastruktur. Namun, bankmenerbitkan kebijakan-kebijakan yang bank khusus tadi akhirnya digabungkan mendukung perkembangan industri menjadi bank umum karena adanya perbankan. penyederhanaan UU perbankan untuk Hal utama yang disoroti Budi ialah menghadapi krisis moneter pada 1998. terkait dengan konsolidasi dan penguatan Pihak Perbanas menilai, bank-bank perbankan serta menjaga likuiditas khusus yang akan dibentuk nanti—sesuai nasional. “Saat ini kita kekurangan dengan revisi UU perbankan dan cetak likuiditas karena jumlah rekening yang biru perbankan nasional—harus memiliki ada di Indonesia masih belum bertambah indikator penilaian kesehatan yang signifikan. Saat ini jumlah rekening yang berbeda dengan bank umum. Karena, tercatat saja baru sekitar 50-60 juta karakteristik bisnis bank umum dan bank rekening, belum ada apa-apanya khusus berbeda. dibandingkan dengan jumlah masyarakat Menurut Sigit, selama ini hanya ada Indonesia yang mencapai 250 juta jiwa. pengulangan program dari zaman Perlu ada program khusus dari Soeharto, Megawati, dan Susilo pemerintah untuk meningkatkan jumlah Bambang Yudhoyono (SBY). Hanya rekening ini sehingga mampu menambah namanya yang berubah. Dulu namanya likuiditas yang ada,” jelas Budi. Kredit Investasi Kecil dan Kredit Modal Memang dulu sempat ada program Kerja Permanen (KIK KMKP). Tabanas yang dirasa cukup sukses Kemudian, berubah menjadi Kredit menarik para calon nasabah untuk Tanpa Agunan (KTA) dan berubah lagi menempatkan uangnya di bank. Namun, menjadi Kredit Usaha Rakyat (KUR). menurut Budi, hingga saat ini belum ada Semua itu menjadi tanggung jawab lagi kebijakan fenomenal yang mampu Yang jelas, draft cetak bank umum. Padahal, program-program itu menarik dana besar untuk ditempatkan di merupakan kebijakan populis yang perbankan nasional. biru yang diusulkan diterapkan pemerintah untuk memberikan Perbanas akan kompensasi rasa bersalah kepada pelaku Badan Hukum memberikan UMKM. Alhasil, pelaku perbankan akan Perbanas menilai, ada tantangan besar terjebak karena tak semua perbankan kenyamanan bagi bank yang akan dihadapi sebuah perkumpulan memiliki kompetensi yang sama. Hal ini atau asosiasi yang harus segera ditanggapi. besar, bank menengah, harus dipegang bank-bank khusus. Sebagai sebuah perkumpulan, Perbanas Dalam menanggapi program-program belum berbadan hukum sehingga akan bank kecil, dan BPR yang dicanangkan, draft cetak biru kesulitan dalam mengembangkan untuk membangun perbankan nasional yang sudah disiapkan organisasi. Pasalnya, sebagai sebuah ekonomi nasional akan diajukan ketika sudah ada kepastian perkumpulan yang bersifat nasional, siapa presidennya. Sigit memastikan Perbanas harus siap mendirikan biro-biro bersama-sama. bahwa pengajuan draft ini akan dilakukan khusus, seperti lembaga arbitrase atau secepatnya, bahkan sebelum presiden dan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa wakil presiden tersebut dilantik pada 20 (LAPS) dan biro kredit. Oktober nanti. LAPS adalah lembaga yang melakukan Usulan cetak biru untuk merevisi UU penyelesaian sengketa di luar pengadilan. perbankan ini nantinya akan membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan sektor keuangan Indonesia memiliki daya tahan yang baik, kebijakan bahwa apabila penyelesaian sengketa dilakukan kemampuan berkompetisi, serta daya saing yang kuat terhadap melalui LAPS, lembaga yang digunakan ialah LAPS yang perkembangan ekonomi nasional di tengah gempuran ekonomi dimuat dalam Daftar LAPS di sektor jasa keuangan yang global. ditetapkan OJK. Yang jelas, draft cetak biru yang diusulkan Perbanas akan Pihak yang mendirikan LAPS di sektor jasa keuangan ialah memberikan kenyamanan bagi bank besar, bank menengah, lembaga jasa keuangan yang dikoordinasikan oleh asosiasi bank kecil, dan BPR untuk membangun ekonomi nasional atau berkolaborasi dengan asosiasi lembaga jasa keuangan bersama-sama. Selain itu, akan ada harmonisasi antara bank lainnya atau didirikan oleh lembaga yang menjalankan fungsi asing dan bank nasional dalam berbagi peran untuk self regulatory organization. Sebagai contoh, pembentukan memberikan manfaat bagi masyarakat. LAPS di sektor perbankan dilakukan oleh bank-bank yang Sementara itu, Budi Gunadi Sadikin, Direktur Utama Bank dikoordinasikan oleh asosiasi di sektor perbankan, misalnya Mandiri, berharap pemerintah baru yang akan terpilih nanti Perbanas. bisa mendorong perkembangan industri perbankan ke arah Sementara itu, melalui pembentukan biro kredit swasta, yang lebih baik dan cepat. Diharapkan pemerintah baru bisa independensi perbankan menjadi lebih kuat. Secara nasional No. 112 Tahun XXXI Maret-Juni 2014 l
PROBANK
17
Liputan Khusus
Kongres Luar Biasa Perbanas 2014; penetapan sebagai badan hukum
akan menunjukkan bahwa industri perbankan sudah lengkap. poin Anggaran Dasar Perbanas. Perubahan yang paling kentara Ke depan biro kredit pun bisa dikembangkan menjadi lembaga dapat dilihat dari kepanjangan nama Perbanas, dari rating. Informasinya tidak hanya dalam bentuk kuantitatif sebelumnya Perhimpunan Bank-Bank Nasional menjadi perkreditan, tapi juga ada kuantitatif nonperkreditan, termasuk Perhimpunan Bank Nasional. data kualitatifnya. Contohnya, saat ini yang ada di Sistem Perubahan nama ini diharapkan mampu menaungi seluruh Informasi Debitor (SID) hanya limit perbankan nasional, baik bank umum dan kolektibilitas kredit. Nantinya maupun bank khusus. “Penghilangan akan dikembangkan, ada data pengulangan kata jamak dan kata pembayaran listrik dan telepon. umum dilakukan untuk menghadapi Dengan menjadi badan Dengan demikian, pengembangan wacana adanya pembentukan bank hukum, Perbanas lebih siap bisnis bank makin akurat. khusus yang sudah dimasukkan dalam Dengan menjadi badan hukum, menentukan pemisahan yang draft cetak biru perbankan yang akan Perbanas lebih siap menentukan diusulkan ke pemerintah nanti. Jadi, tegas antara hak dan pemisahan yang tegas antara hak dan kalau nanti ada bank khusus yang kewajiban para anggota serta kewajiban para anggota serta mau bergabung ke Perbanas, sudah tanggung jawab para pengurus. Tidak tidak perlu ubah Anggaran Dasar lagi. tanggung jawab para Selain itu, dari segi nama cocok dan hanya itu, Perbanas juga akan pengurus. Tidak hanya itu, jadi lebih simpel,” terang Sigit. memiliki harta kekayaan badan Perbanas juga akan memiliki Penetapan Perbanas sebagai badan hukum, termasuk kewenangan organ badan hukum terhadap harta harta kekayaan badan hukum, hukum juga dilakukan untuk menyambut penetapan rancangan kekayaannya. termasuk kewenangan organ undang-undang (RUU) perkumpulan Menurut Sigit, karena belum yang saat ini masih dikaji pemerintah. badan hukum terhadap harta berbadan hukum, Perbanas tidak akan Langkah itu diambil, menyusul diizinkan untuk membuat lembaga kekayaannya. asosiasi-asosiasi lainnya yang sudah seperti LAPS karena adanya menjadi badan hukum terlebih dulu, pengelolaan uang di sana. Pasalnya, seperti Asosiasi Bank Pembangunan hanya sebuah badan hukum yang Daerah (Asbanda), Himpunan Bank memiliki tanggung jawab mengelola Milik Negara (Himbara), dan Ikatan uang seperti yang akan dilakukan Bankir Indonesia (IBI). LAPS. Kongres Luar Biasa Perbanas kali ini juga melakukan Meski demikian, Sigit menegaskan bahwa Perbanas akan perubahan pada organ dalam organisasi. Dengan perubahan tetap menjadi perkumpulan yang tidak berorientasi pada tersebut, wakil ketua umum bertambah menjadi lima orang keuntungan. Hanya badan-badan atau lembaga-lembaga yang dari sebelumnya dua orang. Penambahan ini dilakukan dalam dibentuk Perbanas yang boleh mencari keuntungan, baik dari rangka regenerasi untuk menyiapkan kader-kader andal agar internal maupun eksternal Perbanas. mampu menjadi seorang ketua dan membawa organisasi ke Tak hanya penetapan Perbanas menjadi badan hukum, arah yang lebih baik pada masa mendatang. n Kongres Luar Biasa Perbanas 2014 juga mengubah beberapa
18
PROBANK
l
No. 112 Tahun XXXI Maret-Juni 2014
Harus Ada Kebijakan Fenomenal Pemerintahan baru diharapkan bisa mendorong kemajuan industri perbankan nasional. Perbankan nasional pun diharapkan bisa meningkatkan daya saing dan daya tahannya.
P
elaku industri perbankan nasional dan asosiasi sektor perbankan mengharapkan pemerintahan baru mampu mendorong perkembangan industri perbankan nasional agar jauh lebih baik dan cepat serta meningkatkan daya saing sekaligus daya tahannya. Hal itu terkait erat dengan akan berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) di bidang jasa keuangan pada 2020 mendatang. Dan, daya tahan perbankan nasional harus ditingkatkan karena krisis ekonomi bisa terjadi kapan saja. Lantas, seperti apa harapan pelaku industri perbankan dan asosiasi sektor perbankan terhadap pemerintahan baru? Berikut ini pendapat dan harapannya.
Budi Gunadi Sadikin, Direktur Utama Bank Mandiri
Zulkifli Zaini, Ketua Umum Ikatan Bankir Indonesia (IBI)
Konsolidasi dan Penguatan
Menguatkan Permodalan
Direktur Utama Bank Mandiri, Budi Gunadi Sadikin, mengatakan bahwa isu yang harus disampaikan kepada pemerintahan baru nanti tidak hanya menyangkut cetak biru yang diajukan Perbanas, tapi juga kebijakan pemerintah untuk bisa mengembangkan industri perbankan nasional. Hal yang ditekankan Budi ialah likuiditas perbankan nasional yang dinilai masih kurang hingga saat ini. Budi mengatakan bahwa banyak orang kaya dan perusahaan besar di Indonesia, tapi kekayaan mereka tidak ditempatkan di dalam negeri. Seharusnya ada jaminan keamanan dan infrastruktur yang baik dari perbankan nasional untuk menahan larinya dana masyarakat ke luar negeri sehingga likuiditas di dalam negeri lebih banyak. “Ada tiga cara yang harus diperhatikan para pelaku industri dan pemerintah untuk bisa menguatkan likuiditas di dalam negeri. Pertama, menarik uang-uang yang ada di luar negeri agar kembali masuk. Kedua, membuat produk atau kebijakan yang mampu menambah jumlah nasabah dan rekening secara signifikan. Kemudian, ketiga, membuat sekuritisasi dana tabungan yang ada di dalam negeri melalui pasar modal,” papar Budi. Hal lain yang harus diperhatikan pemerintah dalam menguatkan industri perbankan nasional ialah kebijakan untuk menguatkan permodalan. Salah satu cara untuk menguatkan permodalan ialah dengan konsolidasi perbankan, yang harus dimulai dari bank-bank pemerintah karena memiliki pemegang saham yang sama.
Ketua Umum IBI, Zulkifli Zaini, mengatakan bahwa penguatan permodalan harus ditanggapi secara serius oleh pemerintah, khususnya pemerintah hasil pesta demokrasi tahun ini. Menurutnya, harus ada langkah pasti yang dilakukan pemerintah untuk menunjukkan sikapnya dalam mendukung kemajuan industri perbankan nasional ketimbang terus fokus ke sektor energi, seperti minyak bumi, gas, dan batu bara. Pemerintah harus berani mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan listrik, lalu dialihkan ke sektor perbankan. Selama ini lebih dari Rp400 triliun terbuang percuma setiap tahun. “Ada ketidakadilan di sini. Kalau saja dana subsidi tadi dikurangi dan digeser penggunaannya untuk menambah permodalan perbankan, hal ini akan jauh lebih bermanfaat. Modal perbankan yang naik akan mampu menyalurkan kredit lebih besar lagi sehingga pertumbuhan ekonomi nasional bisa tetap terjaga,” papar Zulkifli. Berdasarkan data yang dirilis Perbanas, kebutuhan permodalan industri perbankan mencapai Rp130 triliun dalam tiga-empat tahun ke depan. Zulkifli menambahkan, selain mengurangi subsidi BBM dan listrik, pemerintah bisa menguatkan modal perbankan, khususnya bank-bank badan usaha milik negara (BUMN). “Selama ini dividen dari bank-bank BUMN selalu diminta. Kalau dividen tersebut ditahan, justru bisa menguatkan permodalan,” pungkasnya. n
No. 112 Tahun XXXI Maret-Juni 2014 l
PROBANK
19
Regulasi
LAPS untuk Kenyamanan Bersama Perlindungan konsumen menjadi salah satu prioritas OJK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Melalui pembentukan lembaga alternatif penyelesaian sengketa, OJK berharap bisa memberikan perlindungan serta penyelesaian masalah yang baik kepada konsumen dan pelaku usaha.
O
toritas Jasa Keuangan (OJK) menyasar perlindungan konsumen dalam langkah awalnya sebagai pengawas lembaga jasa keuangan di Indonesia. Secara spesifik, perlindungan konsumen yang disasar OJK ialah mengenai kegiatan edukasi, pelayanan informasi, dan pengaduan serta fasilitas penyelesaian sengketa bagi konsumen di industri atau lembaga jasa keuangan. Penyelesaian sengketa yang terjadi di lembaga jasa keuangan tidak selalu berakhir di pengadilan, tapi bisa juga diselesaikan secara kekeluargaan melalui mediasi dari berbagai badan. Wacana tersebut kemudian ditanggapi OJK dengan merilis peraturan baru mengenai lembaga alternatif penyelesaian sengketa (LAPS) pada awal April lalu. Ketetapan yang baru saja dilansir OJK tersebut ialah Peraturan OJK Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan. OJK mengeluarkan peraturan tersebut untuk memberikan kenyamanan kepada para konsumen dan pelaku industri jasa keuangan dalam menjalankan usahanya. Dengan adanya lembaga tersebut, diharapkan sengketa yang terjadi di lembaga keuangan bisa diselesaikan secara cepat, murah, adil, dan efisien. Pendirian lembaga baru tersebut diharapkan bisa dijadikan sebagai sebuah instansi yang mampu menyelesaikan sengketa
20
PROBANK
l
No. 112 Tahun XXXI Maret-Juni 2014
Penyelesaian sengketa yang terjadi di lembaga jasa keuangan tidak selalu berakhir di pengadilan, tapi bisa juga diselesaikan secara kekeluargaan melalui mediasi dari berbagai badan.
sebelum ke meja hijau. Lembaga ini nantinya merupakan sekumpulan lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang tidak bertentangan dengan prinsipprinsip yang sudah ditetapkan OJK. Lembaga jasa keuangan yang akan masuk dalam ruang lingkup LAPS tidak hanya dari industri perbankan, tapi juga lembaga atau sektor jasa keuangan yang lain, seperti pasar modal, perasuransian, dana pensiun, dan lembaga pembiayaan. Dalam peraturan OJK tersebut, OJK menetapkan kebijakan bahwa penyelesaian sengketa di lembaga jasa keuangan dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama, lembaga jasa keuangan menyelesaikan pengaduan yang disampaikan oleh konsumen. Tahap kedua, apabila tidak tercapai kesepakatan dalam penyelesaian pengaduan tersebut, konsumen dan lembaga jasa keuangan dapat menyelesaikan sengketanya melalui pengadilan atau di luar pengadilan. LAPS adalah lembaga yang bertugas melakukan penyelesaian sengketa di luar pengadilan. OJK menetapkan kebijakan, apabila penyelesaian sengketa dilakukan melalui LAPS, lembaga yang digunakan ialah LAPS yang dimuat dalam daftar LAPS di sektor jasa keuangan yang ditetapkan OJK. Pihak yang mendirikan LAPS di sektor jasa keuangan ialah lembaga jasa keuangan yang dikoordinasikan oleh asosiasi atau berkolaborasi dengan asosiasi lembaga jasa keuangan lainnya atau didirikan oleh lembaga yang menjalankan fungsi self regulatory organization. Sebagai contoh, pembentukan LAPS di sektor perbankan pada 5 mei 2014 di Griya Perbanas Jakarta, dilakukan oleh bank-bank yang dikoordinasikan oleh asosiasi di sektor perbankan, misalnya Perhimpunan Bank-Bank Nasional (Perbanas), Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda), Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), dan Asosiasi Bank Asing Indonesia. Di dalam lembaga alternatif penyelesaian sengketa nanti, semua lembaga jasa keuangan wajib menjadi anggotanya sesuai dengan sektor industrinya. Disebutkan juga di dalam peraturan tersebut, jika lembaga jasa keuangan melakukan kegiatan usaha lintas sektor jasa keuangan, yang wajib untuk ikut ke dalam LAPS satu saja sesuai dengan kegiatan usaha utamanya. Nantinya, semua lembaga keuangan wajib mematuhi putusan yang sudah dibuat oleh LAPS. Menurut peraturan tersebut, LAPS setidaknya harus memiliki beberapa fungsi utama, yakni penyelesaian sengketa
berupa mediasi, ajudikasi, dan arbitrase. Selain itu, peraturan yang dimiliki lembaga ini harus meliputi layanan sengketa, prosedur penyelesaian sengketa, biaya penyelesaian sengketa, jangka waktu penyelesaian sengketa, ketentuan benturan kepentingan dan afiliasi bagi mediator, ajudikator, dan arbitrer, serta kode etik bagi mediator, ajudikator, dan arbitrer. Sebagai sebuah badan yang lahir dari peraturan OJK, didirikan oleh regulator, dan dikoordinasikan oleh asosiasi, LAPS harus memiliki prinsip aksesibilitas, independensi, keadilan dan efisiensi, serta efektivitas dalam tiap peraturannya. Tidak hanya itu, lembaga ini juga harus memiliki sumber daya untuk dapat melaksanakan pelayanan penyelesaian sengketa. Sebagai pendukung prinsip aksesibilitas, lembaga ini harus mudah diakses oleh konsumen dengan melakukan pengembangan strategi komunikasi. Akses ini juga harus mencakup seluruh wilayah yang ada di seluruh Indonesia. Terkait dengan prinsip independensi, lembaga ini juga harus berfungsi sebagai pengawas yang tidak bisa memberikan hak veto kepada para anggotanya. Penyusunan dan perubahan peraturan harus melibatkan para pemangku kepentingan dan tidak boleh tergantung pada salah satu lembaga jasa keuangan tertentu. Prinsip-prinsip keadilan yang harus dipenuhi lembaga ini, khususnya dalam pengambilan keputusan: mediator harus berperan sebagai fasilitator, ajudikator dan arbitrer dilarang mengambil keputusan tanpa diketahui para pihak, dalam tiap pengambilan keputusan harus memberikan alasan tertulis di dalamnya. Terkait dengan prinsip efisiensi dan efektivitas, lembaga ini harus menetapkan waktu penyelesaian sengketa, mengenakan biaya murah, dan memastikan bahwa tiap anggota mematuhi dan melaksanakan putusan yang ditetapkan. Lembaga ini juga harus mengawasi pelaksanaan tiap putusan. Dewan Komisioner OJK, Nurhaida, mengatakan, lembaga ini akan menjadi perantara yang mampu menyelesaikan sengketa seperti yang sudah dicontohkan Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI) dan Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI). Menurutnya, kedua badan tersebut adalah lembaga panutan untuk membentuk lembaga baru yang sesuai dengan peraturan OJK. Meski sudah ada contoh lembaga yang akan dijadikan panutan, dia belum dapat memastikan kapan lembaga ini akan terbentuk secara resmi. Dia juga memberikan wacana bahwa semua lembaga mediasi seperti itu akan dilebur menjadi satu. n No. 112 Tahun XXXI Maret-Juni 2014 l
PROBANK
21
Sekilas Berita
Pendidikan untuk Anak Jalanan Pengembangan pendidikan dan ekonomi bangsa Indonesia menjadi tanggung jawab seluruh anggota masyarakat. Bertolak dari hal itu, KMPP Perbanas menggelar program pendidikan anak-anak jalanan melalui kerja sama dengan Yayasan Sahabat Anak Jalanan (SAJA).
K
ehidupan modern saat ini terkadang membuat orang cenderung bersikap individualistis. Sedikit kelompok masyarakat yang, misalnya, peduli terhadap kondisi anak-anak yang tumbuh di lingkungan yang kurang mendukung. Melihat situasi tersebut, Komite Masyarakat Perbankan Peduli (KMPP) Perbanas pun bersikap peduli terhadap pendidikan anak-anak yang kurang beruntung. Untuk merealisasikan kepeduliannya itu, KMPP Perbanas menggandeng SAJA, sebuah komunitas yang memiliki kepedulian pada kehidupan anak-anak jalanan. Penandatanganan perjanjian kerja sama antara KMPP Perbanas dan Yayasan SAJA dilakukan pada 30 April 2014. Kerja sama tersebut juga sebagai wujud dari visi KMPP Perbanas dalam berperan aktif dan berkomitmen untuk berperilaku etis dan berkontribusi aktual demi mengembangkan pendidikan dan ekonomi masyarakat. Dalam implementasi programnya, Yayasan SAJA mendirikan Sekolah Sahabat Anak Jalanan (SAJA) yang berlokasi di Jalan Petak Asem Baru Nomor 29, RT 007/RW 05, Kampung Kakap, Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Sekolah yang beroperasi sejak September 2001 itu awalnya bernama Sekolah Anak Jalanan. Atas permintaan orang tua yang anaknya bergabung di sekolah ini, namanya diubah menjadi Sekolah Sahabat Anak Jalanan (SAJA). Sekolah SAJA diikuti oleh anak-anak usia 5 hingga 13 tahun dari keluarga kurang mampu yang tinggal di sekitar sekolah. Sebagian anak-anak ini tinggal di bawah kolong jalan tol Jakarta Utara. Di Sekolah SAJA anak-anak memperoleh pendidikan tambahan tanpa dipungut biaya. Supaya tidak berbeda jauh dengan sekolah formal lainnya, materi yang disampaikan pendidik dalam kegiatan belajar mengajar mengacu pada kurikulum pendidikan di sekolah formal. Sejak beroperasi September 2001, jumlah murid Sekolah SAJA terus bertambah. Pada 2004 tercatat 86 murid bersekolah di Sekolah SAJA dan pada 2013 meningkat menjadi 111 murid. Murid-murid dikelompokkan ke dalam kelompok taman kanakkanak (TK) A, TK B, dan sekolah dasar (SD) dari kelas 1 hingga kelas 6. Selain pendidikan di dalam kelas, untuk mengembangkan kreativitas murid, diselenggarakan kegiatan outing dengan mengunjungi beberapa tempat di seputar Jakarta. Tempat yang pernah dikunjungi ialah Museum Bank Mandiri, Pelabuhan Sunda Kelapa, Taman Mini Indonesia Indah, Istana Negara, Kebun Binatang Ragunan, Taman Safari, Gelanggang Samudera Ancol, dan Taman Buah Mekarsari. Semua yang diberikan kepada murid-murid Sekolah SAJA bertujuan meminimalkan angka kriminal yang kemungkinan bisa dilakukan oleh anak-anak karena latar belakang yang kurang baik. Inilah yang menjadi misi kerja sama KMPP Perbanas dan Sekolah SAJA. Lebih jauh, visi kerja sama ini ialah mengajarkan anak-anak supaya menjadi manusia yang mandiri. Selain kerja sama dengan Yayasan SAJA, pada 2014 KMPP Perbanas sudah mencanangkan program kerja dalam bentuk sosialisasi edukasi perbankan ke sekolah-sekolah yang didirikan Perbanas bekerja sama dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
22
PROBANK
l
No. 112 Tahun XXXI Maret-Juni 2014
Setetes Darah dari Perbanas Pekanbaru Kepedulian Perbanas Pekanbaru untuk meringankan beban masyarakat sudah melekat dalam organisasi ini. Program-program sosial secara rutin dilaksanakan sebagai wujud kepedulian itu. Salah satu aksi sosial yang sudah menjadi agenda rutin Perbanas Pekanbaru adalah kegiatan donor darah. Pada 6 Mei 2014 Perbanas Pekanbaru bekerja sama dengan Palang Merah Indonesia (PMI) kembali menggelar kegiatan donor darah di Bank Panin Kantor Cabang Utama Sudirman Pekanbaru. Kegiatan itu mendapat respons positif dari pelaku perbankan di Pekanbaru dan nasabah bank-bank yang menjadi anggota Perbanas Pekanbaru. Acara yang digelar pada pukul 8.30 hingga 11.30 WIB ini berhasil mengumpulkan 84 kantong darah dari 111 pendonor. Selain jajaran pengurus Perbanas Pekanbaru, hadir pula Subandi, Kepala Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Daerah di Pekanbaru dan pejabat dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Pekanbaru. Dalam kegiatan ini Subandi menjadi salah satu pendonor. Sebagai upaya turut serta membangun kehidupan masyarakat yang lebih baik, Perbanas Pekanbaru tak berhenti pada kegiatan donor darah. Menurut Andry Asali, Ketua Perbanas Pekanbaru, organisasi yang dipimpinnya ini masih akan menggelar program-program sosial lainnya untuk membantu masyarakat yang membutuhkan.
No. 112 Tahun XXXI Maret-Juni 2014 l
PROBANK
23
Sekilas Berita
Kongres Luar Biasa Perbanas 2014 Perbanas menggelar kongres luar biasa di Hotel Pullman, Jakarta, pada 26 Juni 2014. Agenda utama kongres tersebut ialah penetapan Perbanas sebagai badan hukum sesuai dengan kebutuhan industri yang terkait dengan rencana pembentukan Biro Kredit dan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS). Talkshow bertajuk “Ekspektasi Perbankan terhadap Pemerintahan yang Baru” menjadi salah satu sesi dalam rangkaian agenda kongres luar biasa itu. Acara yang dimoderatori oleh Jahja Setiaatmadja itu menghadirkan Sigit Pramono, Ketua Umum Perbanas; Budi Gunadi Sadikin, Direktur Utama Bank Mandiri; dan Zulkifli Zaini, Ketua Umum Ikatan Bankir Indonesia (IBI); sebagai pembicara. Dalam talkshow tersebut dibahas beberapa kebijakan pemerintah yang dinilai kurang berpihak pada industri perbankan. Kongres Luar Biasa Perbanas yang dimulai pukul 13.00 hingga 16.00 WIB dihadiri pengurus Perbanas Pusat dan Perbanas Daerah. Di pengujung kongres, Perbanas disahkan sebagai perkumpulan yang berbadan hukum dan disusun draft perubahan anggaran dasar (AD) yang salah satunya mengubah Perbanas dari Perhimpunan Bank-Bank Nasional menjadi Perhimpunan Bank Nasional.
24
PROBANK
l
No. 112 Tahun XXXI Maret-Juni 2014