KONSEP PENINGKATAN LAYANAN PENDIDIKAN MENENGAH DI KABUPATEN MOJOKERTO BERDASARKAN KARAKTERISTIK WILAYAH Samsuari Griya Permata Meri F1/01 Mojokerto Email ;
[email protected] Rimadewi Supriharjo Putu Rudy Satiawan
ABSTRAK Permasalahan dalam pembangunan pendidikan menengah di Kabupaten Mojokerto yaitu berkaitan dengan ketersediaan fasilitas pendidikan serta timpangnya layanan pendidikan menengah pada masing-masing wilayah yang berdampak pada layanan pendidikan kepada masyarakat yang tidak merata sesuai kondisi wilayahnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk merumuskan konsep peningkatan layanan pendidikan menengah berdasarkan karakteristik wilayah sehingga layanan pendidikan menengah dapat memberikan pemerataan dan perluasan akses pendidikan di masing-masing wilayah di Kabupaten Mojokerto. Pendekatan yang digunakan adalah rasionalistik dengan menggunakan jenis penelitian ekploratif, kualitatif. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis delphi, klaster dan triangulasi. Hasil analisis delphi menunjukkan variabel yang mempengaruhi rendahnya layanan pendidikan yaitu : Aksesibilitas, jumlah penduduk usia 16-18, jarak antara sekolah dengan pemukiman penduduk, jumlah fasilitas pendidikan, kebutuhan rombongan belajar, jangkauan layanan, daya tampung siswa dan mutu layanan. Analisis klaster layanan pendidikan membagi wilayah kabupaten Mojokerto menjadi 2 kelompok wilayah, yaitu : wilayah dengan layanan pendidikan rendah ( 15 kecamatan) dan wilayah dengan layanan pendidikan tinggi (3 kecamatan). Adapun konsep peningkatan layanan pendidikan sekolah menengah yang sesuai adalah dengan mempertimbangkan kebutuhan, ketersediaan serta karakteristik wilayah dengan memperhatikan mutu layanan melalui penyediaan Unit Sekolah Baru (USB) untuk kecamatan yang belum memiliki fasilitas pendidikan, penyediaan sekolah satu atap SMP/SMA, optimalisasi sekolah yang sudah ada dengan penambahan Ruang Kelas Baru (RKB) untuk klaster 1, pemberdayaan sekolah swasta, pembatasan daya tampung untuk klaster 2 serta pemanfaatan fasilitas secara bersama dalam satu wilayah untuk meningkatkan mutu layanan Kata Kunci: Pendidikan Menengah, Layanan Pendidikan, distribusi fasilitas, karakteristik wilayah
PENDAHULUAN Data Dinas Pendidikan Kabupaten Mojokerto tahun 2007/2008 menyebutkan nilai rata-rata (APK SD) telah tercapai, yaitu sebesar 103.88% namun pada tingkat pendidikan lanjutan (SMP) hanya sebesar 101.92% dan sedikit lebih rendah dibandingkan ratarata APK SMP di Jawa Timur yang sebesar 102.87 %. Pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yaitu jenjang pendidikan menengah atas (SMA), APK SMA di Kabupaten Mojokerto hanya sebesar 69,54%. Pencapaian Angka Partisipasi Kasar (APK) yang semakin menurun selaras dengan semakin tingginya jenjang pendidikan, mengindikasikan belum maksimalnya layanan pendidikan menegah. Kondisi pelayanan pendidikan menengah untuk masing-masing kecamatan bisa dilihat dari APK untuk masing-masing kecamatan. APK yang tinggi menunjukkan layanan pendidikan juga tinggi. Layanan pendidikan tingkat menengah dilihat dari pencapaian APK per kecamatan terjadi kesenjangan yang cukup besar. Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan Kabupaten Mojokerto pencapaian APK yang memenuhi standar hanya terjadi di beberapa kecamatan. Masih banyak kecamatan yang nilai APK belum mencapai target Departemen Pendidikan Nasional (69,91%). Sebagai contoh pencapaian APK tertinggi di Kecamatan Mojosari sebesar 274%, sedangkan pencapaian APK di Kecamatan Mojoanyar sebesar 9%. Pencapaian APK yang rendah di beberapa wilayah Kabupaten Mojokerto tersebut diperkuat dengan angka transisi dari tingkat SLTP ke SLTA yang masih rendah. Hal ini tampak pada angka rata-
rata lama sekolah sebesar 7,17 tahun. Ini menunjukkan bahwa rata-rata pendidikan masyarakat di Kabupaten Mojokerto baru mencapai tingkat SLTP bahkan sebagian kecil tidak lulus SLTP. Berdasarkan data Dinas Pendidikan Kabupaten Mojokerto tahun 2006, setiap sekolah di kecamatan Mojosari dan Sooko hanya melayani 39 dan 54 siswa lulusan SMP/MTs sedangkan di kecamatan Mojoanyar dan Trowulan masing-masing 574, dan 407 siswa. Ini berarti pelayanan pendidikan bagi lulusan SMP/MTs lebih besar di kecamatan Mojosari dan Sooko jika dibandingkan dengan di kecamatan Mojoanyar atau Trowulan. Kabupaten Mojokerto sebagian besar wilayahnya berupa perdesaan dan dalam pembagian skala pelayanan sebagian besar sebagai pusat pelayanan lokal yang hanya melayani wilayah di kecamatan bersangkutan. Wilayah perkotaan terdapat di kecamatan Sooko dan Mojosari yang juga sebagai pusat pelayanan skala regional dan sub regional yang melayani seluruh kabupaten Mojokerto dan beberapa wilayah kecamatan. Pusat-pusat pelayanan ini dikembangkan sesuai dengan orde kota dengan indikator jumlah penduduk setiap wilayah. [1] Perbedaan karakter perkotaan dan perdesaan ini menyebabkan aksesibilitas antar wilayah kecamatan berbeda. Perbedaan pusat-pusat pelayanan ini juga menyebabkan ketersediaan fasilitas pendidikan antar wilayah juga berbeda. Ditinjau dari sisi persebaran fasilitas pendidikan menengah di Kabupaten Mojokerto menunjukkan adanya ketidakmerataan antar wilayah kecamatan. A-105
ISBN 978-979-18342-1-6
Sebagai contoh di kecamatan Mojosari dan Sooko terdapat 18 dan 10 fasilitas pendidikan menengah dengan daya tampung yang besar karena terdiri atas 191 rombongan belajar dan 122 rombongan belajar. Sedangkan kecamatan lain terdapat 1-6 fasilitas pendidikan yang mempunyai 3-50 rombongan belajar. Dengan demikian rendahnya layanan pendidikan yang terkait dengan ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan serta distribusi yang tidak merata merupakan masalah yang perlu diselesaikan untuk meningkatkan layanan pendidikan menengah yang disesuaikan dengan kondisi di masing-masing wilayah di Kabupaten Mojokerto. METODE PENELITIAN Sesuai tujuan dari penelitian ini, maka penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif. Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskriptif secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi daerah tertentu. Juga bertujuan untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. [2]. Dalam peneltian ini, peneliti mengumpulkan data mengenai faktor-faktor yang berpengaruh pada rendahnya layanan pendidikan menengah, kemudian menganalisis faktor-faktor tersebut untuk menentukan faktor-faktor penentu. Pada penelitian ini, data-data primer diperoleh dengan cara menyebarkan kuisioner, selanjutnya dianalisa dengan menggunakan Analitycal Delphi. Analisis dimaksudkan untuk menentukan faktor – faktor yang mempengaruhi rendahnya layanan pendidikan menengah . Selanjutnya dilakukan pembobotan dengan skala likert kemudian dianalisis dengan analisis klaster untuk menentukan tipologi layanan pendidikan menengah. Dari hasil analisis serta kajian empiri daerah lain dan sumber teoritik kemudian dirumuskan konsep peningkatan layanan pendidikan menengah yang sesuai dengan karakteristik masing-masing wilayah. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya layanan pendidikan menengah Berdasarkan kajian pustaka diperoleh variabelvariabel yang mempengaruhi rendahnya layanan pendidikan menengah. Kemudian dilakukan Analisis Delphi untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya layanan pendidikan menengah. Penentuan faktor dilakukan melalui pengolahan kuesioner pembobotan yang didapatkan dari responden penentu kebijakan (stakeholders). Untuk itu terlebih dahulu dilakukan Analisa Stakeholder. Dari hasil analisis delphi dihasilkan faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya layanan pendidikan menengah di kabupaten Mojokerto adalah ; aksesibilitas, jumlah penduduk usia 16-18 tahun, jumlah fasilitas pendidikan, kebutuhan rombongan belajar, jarak antara sekolah dengan permukiman, daya tampung, jangkauan layanan dan mutu layanan.
Analisa pengelompokan layanan pendidikan Terlebih dahulu dilakukan pembobotan terhadap layanan pendidikan menengah tersebut. Pembobotan dilakukan dengan menggunakan skala likert terhadap faktor-faktor tersebut. Dalam pembobotan dengan skala likert dilakukan langkah-langkah sebagai berikut ;Ditentukan rasio dari masing-masing sarana umum diperoleh, kemudian dikelompokkan menjadi beberapa interval nilai yang terbagi berdasarkan kelas. Banyaknya kelas ditentukan dengan rumus :
K
1
3,32 log n ....................................(1)
Di mana K : banyaknya kelas, n : jumlah kelompok yang dinilai. Kemudian menentukan kisaran dengan rumus: R Xt Xr ...................................................(2) Dimana : R = kisaran , Xt = nilai pengamatan tertinggi, Xr = nilai pengamatan terendah. Sedangkan selang dalam kelas ditentukan dengan rumus : R I K ..........................................................(3) Dimana : I = selang dalam kelas, R = kisaran, K = banyaknya kelas Dari hasil pembobotan selanjutnya dilakukan analisis kluster. Hasil analisis klaster adalah sebagai berikut ; Indikator layanan pendidikan meliputi faktor-faktor jumlah fasilitas pendidikan, daya tampung, kebutuhan rombel, jarak antara sekolah dengan permukiman penduduk, jangkauan pelayanan dan mutu layanan. Hasil dari pembobotan tersebut adalah sebagai berikut ; 1. Jumlah fasilitas pendidikan Jumlah fasilitas pendidikan pada masing-masing wilayah kecamatan menunjukkan seberapa banyak tersedianya fasilitas sekolah di wilayah tersebut. Analisis tingkat pelayanan jumlah sarana dilakukan dengan membandingkan jumlah sarana yang saat ini ada dengan jumlah sarana minimal yang seharusnya terdapat pada kawasan studi. Jumlah sarana minimal dihitung berdasarkan jumlah penduduk pendukung sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2007. Perhitungan untuk menentukan tingkat pelayanan sarana menurut jumlah dengan menggunakan rumus : Rasio
unit sarana riil unit sarana min imal
Dengan masih dari sumber yang sama, jumlah unit sarana minimal diperoleh dari rumus berikut: penduduk riil Jumlah unit min imal penduduk pendukung min imal Menggunakan rumus-rumus di atas dan data-data penduduk yang telah diperoleh maka perhitungan tingkat pelayanan pendidikan dengan menggunakan skala likert didapatkan tingkat layanan berdasarkan jumlah penduduk serta ketersediaan jumlah sarana minimal sebagai berikut ;
A-106 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2009
Tabel 4.10. Tingkat layanan pendidikan berdasarkan jumlah fasilitas No
Jml Kecamatan Pend.
Jml Fas. Rasio
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Jatirejo Gondang Pacet Trawas Ngoro Pungging Kutorejo Mojosari Bangsal Mojoanyar Dlanggu Puri Trowulan Sooko Gedeg Kemlagi Jetis Dawar
5 5 6 3 6 5 4 18 3 1 4 6 4 10 5 5 8 6
37.872 37.922 50.226 27.182 64.433 66.156 55.131 61.662 45.054 42.843 48.151 57.915 62.235 56.749 52.091 54.436 69.974 46426
0,79 0,79 0,72 0,66 0,56 0,45 0,44 1,75 0,40 0,14 0,50 0,62 0,39 1,06 0,58 0,55 0,69 0,78
Tkt layanan pendidikan Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah Sangat rendah Sangat rendah Sangat tinggi Sangat rendah Sangat rendah Rendah Rendah Sangat rendah Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah
Dari hasil analisis diatas tampak bahwa layanan pendidikan ditinjau dari ketersediaan jumlah fasilitas pendidikan terhadap jumlah penduduk di sebagian besar wilayah masih buruk. Hanya pada kecamatan Mojosari tingkat penyediaannya berlebih sehingga pelayanannya sangat baik, kecamatan Sooko, Jatirejo dan Gondang tingkat pelayanannya sedang. 2. Daya tampung Daya tampung suatu sekolah merupakan besarnya siswa yang dapat ditampung oleh sekolah tersebut. Jumlah siswa merupakan faktor yang mencakup jumlah siswa lulusan SMP/MTs yang harus dilayani oleh fasilitas pendidikan yang ada. Jumlah ini merupakan kapasitas daya tampung yang dapat dilayani oleh sekolah bersangkutan. Daya tampung sekolah juga dapat dinyatakan dengan menggunakan ukuran sekolah equivalen. Sekolah equivalen merupakan jumlah rombongan belajar dibagi 6 [3]. Besarnya sekolah equivalen berkaitan dengan tingkat pelayanan sekolah yang dihitung dengan membagi jumlah lulusan SMP/MTs dengan jumlah sekolah equivalen. Tingkat pelayanan sekolah akan mempengaruhi kesempatan pelayanan bagi lulusan SMP/MTs di wilayah tersebut. Tingkat pelayanan sekolah di suatu wilayah semakin kecil menunjukkan kesempatan pelayanan di wilayah tersebut semakin besar. Besarnya lulusan SMP/MTs, sekolah equivalen serta tingkat pelayanan sekolah di masing-masing kecamatan adalah sebagai berikut ; Tabel 4.11. Jumlah lulusan SMP/MTs, sekolah equivalen dan tingkat pelayanan sekolah No 1
Kecamatan Jatirejo
Lulusan SMP/MTs 611
Jml RB
Sek Eq.
18
3,0
Tkt layanan Sekolah 204
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Gondang Pacet Trawas Ngoro Pungging Kutorejo Mojosari Bangsal Mojoanyar Dlanggu Puri Trowulan Sooko Gedeg Kemlagi Jetis Dawar
665 954 357 979 1026 711 1241 912 287 570 593 814 1107 706 940 920 772
30 28 17 30 42 25 191 21 3 17 52 12 122 32 34 35 40
133 204 126 196 147 171 39 261 574 201 68 407 54 132 166 158 116
5,0 4,7 2,8 5,0 7,0 4,2 31,8 3,5 0,5 2,8 8,7 2,0 20,3 5,3 5,7 5,8 6,7
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa daya tampung pada kecamatan Gondang, Mojoanyar, Dlanggu, Kutorejo, Bangsal, Trawas dan Trowulan sangat rendah sementara pada kecamatan Mojosari, Puri dan Sooko daya tampungnya tinggi. Ini berarti kesempatan mendapatkan pelayanan bagi lulusan SMP/MTs di kecamatan Mojoanyar dan Trowulan juga sangat rendah sementara kesempatan mendapatkan pelayanan pendidikan menengah di Mojosari, Sooko dan Puri tinggi. Kesempatan pelayanan tertinggi terdapat di kecamatan Mojosari. Di sini setiap sekolah yang equivalen dengan 6 rombongan belajar hanya melayani 39 siswa. 3. Kebutuhan Rombongan belajar Penyediaan rombongan belajar dapat memberikan pelayanan yang optimal bagi masyarakat. Tabel 4.12. Tingkat Layanan Pendidikan Berdasarkan Tingkat Kebutuhan Rombongan belajar No
Kecamatan
RB Eksis
Keb RB
Kura ng
Tkt Kebutuhan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Jatirejo Gondang Pacet Trawas Ngoro Pungging Kutorejo Mojosari Bangsal Mojoanyar Dlanggu Puri Trowulan Sooko Gedeg Kemlagi Jetis Dawar
18 30 28 17 30 42 25 191 21 3 17 52 12 122 32 34 35 40
52 47 69 47 53 74 49 72 32 33 55 43 71 63 39 90 91 64
34 17 41 30 23 32 24 -119 11 30 38 -9 59 -59 7 56 56 24
Sedang Sangat Rendah Tinggi Sedang Rendah Sedang Rendah Lebih Sangat Rendah Sedang Sedang Lebih Sangat Tinggi Lebih Sangat Rendah Sangat Tinggi Sangat Tinggi Rendah
4. Jarak antara Sekolah dengan Permukiman
A-107 ISBN 978-979-18342-1-6
Jarak antara sekolah dengan permukiman menunjukkan kemudahan masyarakat mengakses layanan pendidikan. Jarak antara pusat-pusat permukiman merupakan nilai rata-rata jarak sekolah dari pusat desa/kelurahan dalam satu wilayah. Tabel 4.13. Tingkat Layanan Pendidikan Berdasarkan Jarak Sekolah Terhadap Permukiman NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Kecamatan Jatirejo Gondang Pacet Trawas Ngoro Pungging Kutorejo Mojosari Bangsal Mojoanyar Dlanggu Puri Trowulan Sooko Gedeg Kemlagi Jetis Dawar
Jarak riil 8,41 12,98 7,18 14,29 7,08 6,88 6,23 1,76 5,36 6,88 7,25 3,65 9,78 1,96 5,38 10,65 10,05 7,12
Rasio 2,80 4,33 2,39 4,76 2,36 2,29 2,08 0,59 1,79 2,29 2,42 1,22 3,26 0,65 1,79 3,55 3,35 2,37
Tingkat layanan Sedang Sangat jauh Sedang Sangat jauh Sedang Sedang Dekat Sangat dekat Dekat Sedang Sedang Sangat dekat Jauh Sangat dekat Dekat Jauh Jauh Sedang
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa di kecamatan Gondang, Trawas, Trowulan, Kemlagi dan Jetis jarak sekolah terhadap permukiman penduduk relatif jauh sedangkan kecamatan lainnya jarak sekolah terhadap permukiman penduduk relatif dekat. 5. Jangkauan Pelayanan Jangkauan layanan maisng-masing sekolah dapat berbeda-beda sesuai dengan asal siswa. Sekolahsekolah yang terletak di pusat-pusat kota (Sooko, Mojosari) mampu melayani siswa hampir dari seluruh kecamatan, sedangkan sekolah-sekolah yang terletak di daerah pinggiran biasanya hanya melayani siswa lokal dari kecamatan tersebut dan sebagian kecil siswa dari luar kecamatan terdekat. Hal ini terkait dengan jumlah/ketersediaan sekolah di pusat kota yang cukup besar, serta variasi jenis sekolah yang lebih banyak mulai dari SMA, MA, SMK dengan berbagai jurusan keahlian. Selain itu kelengkapan sarana dan prasarana pendukung sekolah juga menjadi daya tarik sekolah-sekolah yang ada di pusat-pusat kota, serta jaminan kualitas yang bisa dilihat dari akreditasi sekolah maupun dari mutu lulusan siswa. Tabel 4.14. Jangkauan Pelayanan Fasilitas Pendidikan No 1 2 3 4
Kecamatan Jatirejo Gondang Pacet Trawas
Jml Kecamatan asal siswa 1 3 1 1
Jangkauan Pelayanan Sangat Rendah Rendah Sangat Rendah Sangat Rendah
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Ngoro Pungging Kutorejo Mojosari Bangsal Mojoanyar Dlanggu Puri Trowulan Sooko Gedeg Kemlagi Jetis Dawar
1 2 3 9 3 1 1 9 1 10 3 1 1 1
Sangat Rendah Sangat Rendah Rendah Sangat Tinggi Rendah Sangat Rendah Sangat Rendah Sangat Tinggi Sangat Rendah Sangat Tinggi Rendah Sangat Rendah Sangat Rendah Sangat Rendah
6. Mutu layanan Salah satu instrumen untuk mengetahui mutu layanan yang dapat diberikan sekolah dapat dilihat dari kelengkapan fasilitas pendukung yang ada pada sekolah. Fasilitas pendukung sekolah dapat berupa laboratorium IPA, bahasa serta komputer, perpustakaan, bengkel, ruang keterampilan, ruang UKS, maupun fasilitas pendukung lainnya yang dapat memberikan mutu layanan bagi siswa. Menurut Litbang Depdiknas Mutu layanan dapat di lihat dari persentase fasilitas sekolah yang dihitung dengan cara membagi jumlah fasilitas sekolah yang tersedia dengan jumlah sekolah di suatu wilayah. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ; Tabel 4.15. Tingkat Layanan Pendidikan Berdasarkan Mutu Layanan No
Kecamatan
Jumlah Sekolah
Mutu layanan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Jatirejo Gondang Pacet Trawas Ngoro Pungging Kutorejo Mojosari Bangsal Mojoanyar Dlanggu Puri Trowulan Sooko Gedeg Kemlagi Jetis Dawar
5 5 5 3 5 6 4 18 3 1 5 5 4 12 4 5 8 6
37,5 47,5 32,5 38,3 35,0 43,3 45,0 72,5 46,7 37,5 42,5 72,5 30,0 73,5 45,0 32,5 29,4 23,8
Tingkat layanan Rendah Sedang Sangat Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Sangat Tinggi Sedang Rendah Rendah Sangat Tinggi Sangat Rendah Sangat Tinggi Sedang Sangat Rendah Sangat Rendah Sangat Rendah
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa 61 % kecamatan mempunyai tingkat pelayanan yang masih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar sekolah-sekolah yang ada tidak dilengkapi dengan sarana penunjang yang dapat memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat. Sebagian besar sekolah yang tidak dilengkapi sarana penunjang adalah sekolah swasta. Sekolah-sekolah yang berada di perkotaan seperti Mojosari, Sooko, dan Puri mempunyai fasilitas yang sangat baik. Hal ini tentu
A-108 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2009
menjadi daya tarik tersendiri bagi sekolah-sekolah di wilayah tersebut. Indikator selanjutnya adalah karakteristik wilayah yang meliputi aksesibilitas wilayah dan jumlah penduduk usia 16-18 tahun. 1. Aksesibilitas Wilayah Tingkat aksesibilitas wilayah digunakan sebagai indikator untuk mengukur faktor kemudahan menjangkau lokasi layanan pendidikan pada masingmasing kecamatan. Tingkat aksesibilitas adalah tingkat kemudahan untuk mencapai suatu lokasi ditinjau dari lokasi lain di sekitarnya. Tingkat aksesibilitas antara lain dipengaruhi oleh jarak, kondisi prasarana perhubungan, ketersediaan berbagai sarana penghubung termasuk frekuensinya dan tingkat keamanan serta kenyamanan untuk melalui jalur tersebut [4] Berdasarkan faktor yang mempengaruhi maka perhitungan tingkat aksesibilitas wilayah dilakukan dengan memberikan angka konversi dari faktor kondisi jalan : aspal (3), setengah aspal (2) , tidak diaspal (1), faktor fungsi jalan : arteri (3) jalan kolektor (2) jalan lokal (1), dan faktor jalur jalan: dilalui angkutan umum (2) tidak dilalui jalur angkutan umum (1), serta jarak rata-rata masing-masing kota kecamatan. Perhitungan aksesibilitas dilakukan dengan menggunakan rumus dibawah ini: KFT dij d Di mana ; dij = Akses daerah i ke daerah j, K= Kondisi fisik jalan, F = Fungsi jalan, T= Jalur dan arah jalan, d = Jarak daerah i ke daerah j Tabel 4.16. Aksesibilitas wilayah di Mojokerto Aksesi bilitas
F
T
Rata-rata jarak (d)
Jatirejo
2,79 1
2
26,78
0,208
2
Gondang
2,94 2
2
21,22
0,555
3
Pacet
3,00 2
2
26,33
0,456
4 5 6
Trawas
3,00 2 2,00 3
2 2
33,50
2,37 2
2
30,72 22,22
0,358 0,391
7
Kutorejo
2,59 2
2
18,61
0,556
8
Mojosari
2,84 3
2
19,89
0,857
9
Bangsal
2,82 3
1
15,67
0,541
2
15,83
0,716
11 12
Mojoanyar 2,83 2 2,31 1 Dlanggu 2,94 3 Puri
16,50
13
Trowulan
3,00 2
1
19,28 24,06
0,280 0,914
14
Sooko
3,00 3
2
17,83
1,009
15
Gedeg
2,36 3
2
21,28
0,665
16
Kemlagi
2,05 2
2
26,83
0,306
17 18
Jetis
2,44 1
2
22,06
0,221
Dawar
2,72 2
2
30,06
0,362
No
Kecamatan
1
10
Ngoro Pungging
K
2 2
0,426
0,249
Tingkat aksesibilitas
Sangat Rendah Sedang Rendah Sangat Rendah Rendah Rendah Sedang Sangat Tinggi Sedang Tinggi Sangat Rendah Sangat Tinggi Sangat Rendah Sangat Tinggi Sedang Sangat Rendah Sangat Rendah Sangat Rendah
2. Penduduk usia sekolah (16-18 tahun) Penduduk usia 16-18 tahun merupakan dasar yang digunakan dalam perhitungan Angka Partisipasi Kasar (APK) tingkat SMA. Angka Partisipasi Kasar (APK)
didefinisikan sebagai perbandingan jumlah murid pada jenjang tertentu (TK, SD, SMP, SMA, dan sebagainya) dengan jumlah penduduk kelompok usia sekolah yang sesusai dan dinyatakan dengan persentase. Hasil perhitungan APK ini digunakan di suatu jenjang pendidikan tertentu pada wilayah tertentu. Semakin tinggi APK berarti semakin banyak anak usia sekolah yang bersekolah di suatu jenjang pendidikan pada suatu wilayah. Nilai APK bisa lebih besar dari 100% karena terdapat murid yang berusia di luar usia resmi sekolah, terletak di daerah kota, atau terletak didaerah perbatasan. Jumlah penduduk usia 16-18 tahun dan APK pada masing-masing wilayah kecamatan berbeda-beda seperti yang tercantum pada tabel dibawah ini : Tabel 4.17. Data Penduduk usia 16-18 tahun dan APK per kecamatan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Kecamatan Jatirejo Gondang Pacet Trawas Ngoro Pungging Kutorejo Mojosari Bangsal Mojoanyar Dlanggu Puri Trowulan Sooko Gedeg Kemlagi Jetis Dawar
Jumlah Penduduk Usia Siswa SM 16-18 tahun 740 1990 1075 1860 1095 2725 690 1850 1125 2115 1650 2775 964 1850 7817 2850 741 1150 130 1525 675 2136 2100 2055 521 2730 4699 2435 1250 1550 1164 3455 1420 3250 2555 1618
APK 37 58 40 37 53 59 52 274 64 9 32 102 19 193 81 34 44 63
Untuk melakukan analisa klaster diperlukan input data numerik dari faktor-faktor yang terdiri dari ; jumlah fasilitas pendidikan, sekolah equivalen, kebutuhan rombel, jarak sekolah dengan pemukiman, jangkauan layanan, mutu layanan, tingkat aksesibilitas wilayah, dan APK. Data input untuk analisa klaster dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 4.18. Data Input Analisis Klaster No
1
2
3
4
5
6
7
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
0,79 0,79 0,72 0,66 0,56 0,45 0,44 1,75 0,40 0,14 0,5
3,0 5,0 4,7 2,8 5,0 7,0 4,2 31,8 3,5 0,5 2,8
34 17 41 30 23 32 24 0 11 30 38
2,80 4,33 2,39 4,76 2,36 2,29 2,08 0,59 1,79 2,29 2,42
1 3 1 1 1 2 3 9 3 1 1
37,5 47,5 32,5 38,3 35,0 43,3 45,0 72,5 46,7 37,5 42,5
0,208 0,555 0,456 0,358 0,391 0,426 0,556 0,857 0,541 0,716 0,280
A-109 ISBN 978-979-18342-1-6
12 13 14 15 16 17 18
0,62 0,39 1,06 0,58 0,55 0,69 0,78
8,7 2,0 20,3 5,3 5,7 5,8 6,7
0 59 0 7 56 56 24
1,22 3,26 0,65 1,79 3,55 3,35 2,37
9 1 10 3 1 1 1
72,5 30,0 73,5 45,0 32,5 29,4 23,8
0,914 0,249 1,009 0,665 0,306 0,221 0,362
Ket ; 1=jumlah fasilitas, 2=dya tampung, 3=kebutuhan rombel, 4= jarak, 5= jangkauan layanan, 6= mutu layanan, 7= aksesibilitas
Hasil Analisis pengelompokan Layanan Pendidikan Menengah berdasarkan kondisi wilayah di Kabupaten Mojokerto Berdasarkan data yang mencakup tujuh faktor yang digunakan maka selanjutnya dilakukan analisis klaster untuk mendapatkan pemetaan wilayah dengan kesamaan kondisi layanan pendidikan dan kondisi wilayah. Proses klastering yang dilakukan menggunakan prosedur Hierarchical Cluster. Konsep ini dimulai dengan menggabungkan dua obyek yang paling mirip, kemudian gabungan dua obyek tersebut akan bergabung lagi dengan satu atau lebih obyek yang paling mirip lainnya. Demikian seterusnya sehingga terbentuklah hierarki dari obyek yang membentuk klaster. Tabel 4.19. Kondisi Data Input Analisis Klaster Valid N Percent 18 100,0
Cases Missing N Percent 0 ,0
N
Total Percent 18 100,0
Berdasarkan Tabel 4.10 Menunjukkan bahwa jumlah data input adalah sebanyak 18 dan valid sebesar 100% sehingga semua data telah diproses tanpa ada data yang hilang. Selanjutnya didapatkan hasil analisis seperti terlihat pada gambar dendogram dibawah ini : H I E R A R C H I C A L C L U S T E R A N A L Y S I S Dendrogram using Average Linkage (Between Groups) Rescaled Distance Cluster Combine C A S E Label Num
0 5 10 15 20 25 +---------+---------+---------+---------+---------+
16 17 13 9 15 2 7 6 11 4 10 1 5 18 3 8 14 12
Kemlagi, Jetis. Pungging, Dlanggu, Trawas, Mojoanyar, Jatirejo, Ngoro, Dawarblandong, Pacet, Bangsal, Gedeg, Gondang dan Kutorejo. Klaster ini mempunyai karakteristik layanan pendidikan ditinjau dari jumlah fasilitas pendidikan rendah, daya tampung rendah, tingkat kebutuhan fasilitas sangat tinggi, jarak sekolah dengan permukiman jauh, jangkauan pelayanan sangat rendah , mutu layanan sangat rendah, aksesibilitas sangat rendah, APK rendah. Klaster 2 terdiri dari 3 kecamatan yaitu : Mojosari, Sooko dan Puri. Klaster ini mempunyai karakteristik layanan pendidikan ditinjau dari jumlah fasilitas pendidikan sangat tinggi, daya tampung sangat besar, jarak sekolah dengan permukiman sangat dekat, jangkauan pelayanan sangat tinggi, mutu layanan sangat baik, aksesibilitas sangat tinggi, APK tinggi. Klaster tersebut dapat digambarkan sebagaimana peta berikut ;
Gambar 4.16. Peta Klaster Layanan Pendidikan Menengah Kabupaten Mojokerto Perumusan Konsep Peningkatan Layanan Pendidikan Menegah di Kabupaten Mojokerto Sesuai Karakteristik Wilayah Konsep Peningkatan Layanan Pendidikan Menengah berdasarkan karakteristik wilayah disusun untuk menangani peningkatan faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya layanan pendidikan menengah di kabupaten Mojokerto. Perumusan konsep dilakukan dengan triangulasi antara referensi konsep berdasarkan teori, studi empiri dari kawasan lain serta hasil analisis. Kajian pustaka
Studi empiri daerah lain
Hasil Analisis
Konsep Peningkatan Layanan Pendidikan Menengah di Kabupaten Mojokertoberdasarkan karakteristik wilayah
Gambar 4.15.Dendogram hasil analisis kluster
Berdasarkan gambar dendogram tersebut dapat ditentukan klasternya menjadi 2 yaitu : Klaster 1 terdiri dari 15 kecamatan yaitu : Trowulan,
Gambar 4.17. Konsep Konsep
Analisis Triangulasi Perumusan
A-110 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2009
Dalam merumuskan konsep peningkatan layanan pendidikan menengah di Kabupaten Mojokerto berdasarkan karakteristik wilayah dilakukan analisis triangulasi. Triangulasi dilakukan dengan cara melakukan cross check atas informasi yang diterima untuk melihat persamaan, perbedaan, dan keselarasan terhadap informasi yang diperoleh. Triangulasi dalam penelitian ini menggunakan tiga input informasi yaitu yang diperoleh dari kajian pustaka, studi empiri daerah lain, serta kondisi eksisting hasil analisa layanan pendidikan sekolah menengah di Kabupaten Mojokerto. Konsep peningkatan layanan pendidikan Sekolah menengah di Kabupaten Mojokerto diperoleh dengan mengkompilasi ketersediaan terhadap kebutuhan wilayah, mutu layanan terhadap suatu fasilitas pendidikan sekolah menengah serta karakteristik wilayah terkait fasilitas pendukung untuk memanfaatkan layanan fasilitas pendidikan sekolah menengah yang efektif dan efisien. Hasil dari kajian teori dimaksudkan untuk menemukan kesesuaian unsur-unsur yang terkandung dalam suatu teori atau konsep yang kemudian dikompilasikan dengan studi empiri dari daerah lain serta unsur-unsur pada temuan atau kondisi eksisting hasil analisa, terkait Peningkatan Layanan pendidikan. Kajian empirik kawasan lain dilakukan untuk mengetahui implementasi dari konsep peningkatan layanan pendidikan menengah melalui data sekunder yang merupakan hasil penelitian, yaitu: 1. Evaluasi sebaran sarana pendidikan menengah untuk peningkatan aksesibilitas sekolah di kota Kediri, Chepy Nung Suyudi, Universitas Brawijaya Malang, 2008. [5] 2. Pengaruh Unjuk Kerja Transportasi Terhadap Aksesibilitas Sekolah dan Efektifitas Pembelajaran di Kota Sukabumi, Muhamad Noor Hanafie, Universitas Pendidikan Indonesia, 2005 [6] 3. Pemerataan Layanan Pendidikan Sekolah Menengah Berdasarkan Distribusi Fasilitas Pendidikan Menengah di Kabupaten Tulungagung, Unik Setiawati, ITS, 2008. [7] Adapun aspek-aspek yang dibahas dalam ketiga studi tersebut meliputi aksesibilitas, Jumlah penduduk dan penduduk usia sekolah yang memerlukan fasilitas pendidikan pada jangkauan pelayanan; optimalisasi daya tampung; efisiensi dan efektifitas pemakaian ruang belajar; pemenuhan sarana dan prasarana transportasi; pemenuhan sarana dan prasarana pendukung untuk memberikan pelayanan yang bermutu. Penyediaan fasilitas pendidikan di suatu wilayah juga memperhatikan faktor jarak sebagai acuan penyediaan serta kondisi parasarana jaringan jalan Artinya konsep peningkatan layanan pendidikan mengacu pada keseimbangan antara kebutuhan dan memperhatikan ketersediaan fasilitas pendukung serta karakteristik suatu wilayah. Sedangkan daya tampung merupakan kapasitas yang dapat disediakan untuk melayani penduduk di wilayah tersebut. Dengan demikian konsep peningkatan
layanan pendidikan dengan memperhatikan kapasitas diharapkan dapat memberikan pelayanan secara optimal dan efisien terhadap penduduk di wilayah tersebut. Hal ini agar tidak terjadi penyediaan fasilitas pendidikan yang tidak dimanfaatkan oleh penduduk. Artinya penyediaan fasilitas pendidikan tidak hanya sekedar menyediakan fasilitas pendidikan tetapi juga harus memperhatikan fasilitas pendukung pendidikan agar dapat melayani penduduk dengan pelayanan pendidikan yang bermutu. Pelajaran penting (lessons learned) yang diperoleh dari tiga studi kasus di atas adalah pemberian layanan pendidikan menengah yang optimal, efektif dan efisien serta memperhatikan mutu layanan sehingga masyarakat dapat memperoleh pelayanan pendidikan secara merata. Berdasarkan ketiga komponen tersebut dirumuskan konsep peningkatan layanan pendidikan menengah di Kabupaten Mojokerto yang sesuai. Secara sistematis elaborasi dari ketiga komponen tersebut dapat dilihat pada tabel 4.23. Unsur yang menjadi penekanan dalam analisis ini adalah aksesibilitas, penduduk usia 16-18, jarak sekolah terhadap permukiman, jumlah fasilitas pendidikan, daya tampung sekolah, jangkauan layanan serta mutu layanan. Dari hasil analisis triangulasi di atas untuk klaster 1 dapat dirumuskan konsep peningkatan layanan pendidikan sebagai berikut ; Tabel 4.24. Hasil peningkatan konsep layanan pendidikan menengah di kabupaten Mojokerto pada klaster 1 Faktor (1) Aksesbilitas
Penduduk usia 16-18 tahun
Jarak sekolah terhadap pemukiman Jumlah fasilitas
Kebutuhan
Konsep peningkatan layanan (2) Perbaikan kondisi jalan dengan pengerasan di kecamatan Kemlagi, Jetis, Dlanggu, Pungging, Jatirejo, Gedeg. Pembukaan jalur transportasi umum menuju sekolah di kecamatan Trowulan dan Bangsal. Perlunya penambahan jumlah fasilitas sesuai jumlah penduduk pengguna dengan pembangunan USB di kecamatan Trowulan, Mojoanyar, Kemlagi, Jetis, Jatirejo, Trawas, Pacet, Dlanggu serta Pungging. Penambahan RKB di kecamatan Ngoro, Dawarblandong, Gondang, Kutorejo, Bangsal dan Gedeg Minimasi jarak sekolah terhadap permukiman penduduk di kecamatan Trowulan, Kemlagi, Jetis, Trawas, Gondang. Perlunya penambahan jumlah fasilitas sesuai jumlah penduduk pengguna dengan pembangunan USB di kecamatan Trowulan, Mojoanyar, Kemlagi, Jetis, Jatirejo, Trawas, Pacet, Dlanggu serta Pungging. Penambahan RKB di kecamatan Ngoro, Gondang, Kutorejo, Bangsal dan Gedeg Prioritas pembangunan USB di kecamatan Trowulan dan Mojoanyar Perlunya penambahan jumlah fasilitas
A-111 ISBN 978-979-18342-1-6
Rombel
Daya tampung
Jangkauan layanan
Mutu layanan
sesuai jumlah penduduk pengguna dengan pembangunan USB di kecamatan Trowulan, Mojoanyar, Kemlagi, Jetis, Jatirejo, Trawas, Pacet, Dlanggu serta Pungging. Penambahan RKB di kecamatan Ngoro, Dawarblandong Gondang, Kutorejo, Bangsal dan Gedeg Prioritas pembangunan USB di kecamatan Trowulan dan Mojoanyar Perlunya penambahan jumlah fasilitas sesuai jumlah penduduk pengguna dengan pembangunan USB di kecamatan Trowulan, Mojoanyar, Kemlagi, Jetis, Jatirejo, Trawas, Pacet, Dlanggu serta Pungging. Penambahan RKB di kecamatan Ngoro, Dawarblandong Gondang, Kutorejo, Bangsal dan Gedeg Prioritas pembangunan USB di kecamatan Trowulan dan Mojoanyar Peningkatan skala pelayanan di semua kecamatan sehingga selain melayani wilayahnya sendiri dapat melayani wilayah lain di sekitarnya. Perbaikan dan penambahan fasilitas pendukung pendidikan di kecamatan Jatirejo, Pacet, Trawas, Ngoro, Pungging, Mojoanyar, Dlanggu, Trowulan , Kemlagi, Jetis dan Dawarblandong. Pemakaian secara bersama di kecamatan Gondang, Kutorejo, Bangsal dan Gedeg
Sedangkan untuk klaster 2 di mana tingkat layanan pendidikan tinggi terjadi over supply. Kondisi demikian menyebabkan layanan pendidikan menjadi tidak efisien. Untuk itu dapat dirumuskan konsep peningkatan sebagai berikut ; Tabel 4.26. Hasil peningkatan konsep layanan pendidikan menengah di kabupaten Mojokerto pada klaster 2 Faktor Aksesbilitas
Penduduk usia 16-18 tahun Jarak sekolah terhadap pemukiman Jumlah fasilitas
Kebutuhan Rombel Daya tampung Jangkauan layanan
Mutu layanan
Konsep peningkatan layanan pendidikan Pemeliharaan sarana dan prasarana transportasi. Mempertahankan kontinuitas angkutan umum di ketiga kecamatan. Perlu pembatasan pembangunan sekolah baru di klaster ini prioritas pembatasan di kecamatan Mojosari Pemeliharaan kondisi jalan.
Pembatasan pembangunan sekolah baru prioritas pembatasan di kecamatan Mojosari. Pembatasan penambahan ruang kelas baru untuk menjamin layanan pendidikan yang efisien Pembatasan daya tampung terutama di kecamatan Mojosari Pembatasan daerah layanan karena masih mampu mendukung pelayanan dari daerah lain terutama di kecamatan Sooko Peningkatan mutu layanan dengan penambahan jumlah fasilitas
pendukung, pemanfaatan secara bersama-sama fasilitas pendukung
Berdasarkan hasil analisis triangulasi untuk dapat meningkatkan dan memperluas layanan pendidikan menengah diperlukan penyediaan fasilitas pendidikan yang sesuai dengan tingkat kebutuhan. Ketersediaan fasilitas pendidikan diharapkan sesuai dengan kebutuhan wilayahnya sehingga terjadi suatu kesimbangan. Keseimbangan antara ketersediaan fasilitas dengan penduduk pengguna mempunyai implikasi pada optimalnya daya tampung yang berdampak pada suatu efektifitas dan efisiensi dalam pelayanan. Sementara mutu layanan dapat ditingkatkan dengan penyediaan fasilitas pendukung pendidikan atau dengan cara penggunaan secara bersama fasilitas pendukung pendidikan yang tersedia oleh beberapa sekolah dalam wilayah yang sama. Karakteristik wilayah terkait sistem transportasi jaringan jalan yang tersedia di masing-masing wilayah dapat ditingkatkan dengan cara meminimalisasi jarak atau memperbaiki sarana dan prasarana yang kondisinya dapat menghambat pemanfaatan fasilitas pendidikan yang tersedia. Sedangkan dari sisi jumlah penduduk dapat dilakukan maksimalisasi daya tampung fasilitas pendidikan yang tersedia agar dapat memenuhi kebutuhan dasar penduduk suatu wilayah. Konsep peningkatan layanan pendidikan sekolah menengah yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik wilayah agar pelayanan pendidikan berlangsung secara efektif, efisien dan bermutu diperlukan untuk mendukung perluasan dan pemerataan akses pendidikan menengah di Kabupaten Mojokerto. Konsep tersebut dirumuskan melalui pertimbangan unsur kebutuhan, ketersediaan fasilitas serta karakteristik wilayah dengan memperhatikan mutu layanan KESIMPULAN 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya layanan pendidikan tingkat menengah di Kabupaten Mojokerto yaitu ; Aksesibilitas, Jumlah penduduk usia 16-18 tahun, Jarak antara sekolah dengan permukiman penduduk, Jumlah fasilitas pendidikan, Kebutuhan rombongan belajar, Jangkauan layanan, Daya tampung , Mutu layanan. 2. Kondisi layanan pendidikan tingkat menengah berdasarkan kondisi wilyah di kabupaten Mojokerto dapat dikelompokkan menjadi 2 klaster yaitu ; Klaster 1, klaster dengan layanan pendidikan rendah, kebutuhan fasilitas sangat tinggi, daya tampung rendah, mutu layanan sangat rendah, aksesibilitas sangat rendah terdiri dari kecamatan Trowulan, Kemlagi, Jetis, Mojoanyar, Pungging, Dlanggu, Trawas, Jatirejo, Ngoro, Dawarblandong, Pacet, Bangsal, Gedeg, Gondang dan Kutorejo ; Klaster 2, klaster dengan layanan pendidikan tinggi, kelebihan fasilitas, daya tampung sangat besar, mutu layanan tinggi, aksesibilitas sangat tinggi terdiri dari kecamatan Mojosari, Sooko dan Puri. 3. Konsep peningkatan layanan pendidikan sekolah menengah berdasarkan karakteristik
A-112 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2009
wilayah adalah konsep peningkatan layanan pendidikan sekolah menengah dengan mempertimbangkan kebutuhan, ketersediaan serta karakteristik wilayah dengan memperhatikan mutu layanan yang secara spesifik pada masing-masing klaster adalah sebagai berikut : Klaster 1 : Perbaikan kondisi jalan dengan pengerasan di kecamatan Kemlagi, Jetis, Dlanggu, Pungging, Jatirejo, Gedeg. Pembukaan jalur transportasi umum menuju sekolah di kecamatan Trowulan dan Bangsal; Perlunya penambahan jumlah fasilitas sesuai jumlah penduduk pengguna dengan pembangunan USB di kecamatan Trowulan, Mojoanyar, Kemlagi, Jetis, Jatirejo, Trawas, Pacet, Dlanggu serta Pungging; Penambahan RKB di kecamatan Ngoro, Gondang, Kutorejo, Bangsal dan Gedeg; Prioritas pembangunan USB di kecamatan Trowulan dan Mojoanyar; Minimasi jarak sekolah terhadap permukiman penduduk di kecamatan Trowulan, Kemlagi, Jetis, Trawas, Gondang; Peningkatan skala pelayanan di semua kecamatan sehingga selain melayani wilayahnya sendiri dapat melayani wilayah lain di sekitarnya; Perbaikan dan penambahan fasilitas pendukung pendidikan di kecamatan Jatirejo, Pacet, Trawas, Ngoro, Pungging, Mojoanyar, Dlanggu, Trowulan , Kemlagi, Jetis dan Dawarblandong; Pemakaian secara bersama di kecamatan Gondang, Kutorejo, Bangsal dan Gedeg Klaster 2 : Pemeliharaan sarana dan prasarana transportasi. Mempertahankan kontinuitas angkutan umum di ketiga kecamatan; Perlu pembatasan pembangunan sekolah baru di klaster ini prioritas pembatasan di kecamatan Mojosari; Pemeliharaan kondisi jalan; Pembatasan penambahan ruang kelas baru untuk menjamin layanan pendidikan yang efisien; Pembatasan daya tampung terutama di kecamatan Mojosari; Pembatasan daerah layanan karena masih mampu mendukung pelayanan dari daerah lain terutama di kecamatan Sooko; Peningkatan mutu layanan dengan penambahan jumlah fasilitas pendukung, pemanfaatan secara bersama-sama fasilitas pendukung.
DAFTAR PUSTAKA [1] Bappeda Kab Mojokerto, 2007, Evaluasi RT/RW Kab. Kab Mojokerto 2005-2010, Mojokerto. [3] Depdiknas, 2006, Ikhtisar Data Pendidikan Nasional Tahun 2005/2006, Balitbang Depdiknas, Jakarta. [4] Tarigan, Robinson, 2006, Perencanaan Pembangunan Wilayah. Edisi Revisi. Bumi Aksara: Jakarta. [5] Suyudi, Chevy, 2008, Evaluasi Sebaran Pendidikan Menengah Untuk Peningkatan Aksesibilitas Sekolah di Kota Kediri, Tesis, Universitas Brawijaya, Malang. [6] Hanafie M., 2005, Pengaruh Unjuk Kerja Transportasi Terhadap Aksesibilitas Sekolah dan Efektifitas Pembelajaran di Kota Sukabumi, TA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung [7] Setyawati, Unik, 2008, Pemerataan Layanan Pendidikan Sekolah Menegah Berdasarkan Distribusi Fasilitas Pendidikan Menengah di Kabupaten Tulungagung, Tesis, ITS, Surabaya.
A-113 ISBN 978-979-18342-1-6
Halaman ini sengaja dikosongkan
A-114 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2009