1
KONSEP PENGEMBANGAN KIM-HUT (KAWASAN INDUSTRI MASYARAKAT PERHUTANAN) Oleh: Soemarno, Agus Suryanto dan Syamsulbahri Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK Dalam menanggapi proses globalisasi ada dua penting , yaitu proses transformasi perekonomian, dan proses globalisasi. Transformasi perekonomian terwujud dalam perubahan struktur ekonomi, sumber pertumbuhan ekonomi dan pergeseran tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri. Salah satu konsep yang dapat diadopsi dalam mengantisipasi globalisasi adalah Privatization, Property right protection, break up of monopolies. Swastanisasi, hak perlindungan kepemilikan dan penghapusan monopoli serta pengembangan lingkungan bisnis kompetitif perlu dilaksanakan secara serentak. Ini memerlukan "legal code” dan prosedur yang tepat untuk penyelesaian perselisihan (dispute) dari transaksi dan proses pengadilan . Ada beberapa cara swastanisasi, yaitu antara lain "equity share in state enterprises” kepada pekerja atau manajemen, "enterprise share to general public” (random basis) dan "auction enterprises to the highest bidder”. Sasarannya ialah terjadinya "equities mutual shares". Dalam sektor perhutanan, salah satu antisipasi kebijakan adalah restrukturisasi kepemilikan dan/atau penguasaan asset produktif. Dalam usaha perhutanan, asset produktif yang utama adalah lahan. Kesesuaian lahan dan kecocokan iklim untuk usaha perhutanan wilayah tropis, telah mengundang pemerintah kolonial pada masa lalu untuk membangun perhutanan dengan areal yang luas. Pola pembangunan kehutanan harus didasarkan pada upaya untuk meningkatkan peran serta, efisiensi, produktivitas dan keberlanjutan di bidang perhutanan. Untuk itu dikembangkan konsep KAWASAN INDUSTRI MASYARAKAT PERHUTANAN (KIM-HUT) di setiap kawasan sentra pengembangan dan sentra-sentra produksi perhutanan yang diselenggarakan dengan azas kebersamaan ekonomi. Tingginya kandungan public-goods dalam usaha HUTAN KEMASYARAKATAN mengharuskan penerapan pola kelembagaan dan manajemen yang sesuai. Model yang sesuai adalah dengan mengembangkan kelembagaan dan manajemen yang dilandasi oleh nilai kebersamaan, rasa saling percaya, networking dan demokrasi. Kelembagaan yang sesuai dengan nilai tersebut adalah “KOPERASI” yang dibangun atas kehendak masyarakat dengan falsafah dari, oleh dan untuk masyarakat. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan kemampuan teknis, manajemen serta “bargaining power” masyarakat-petani dalam melakukan transaksi dengan pihak lain. --------------Kata kunci: KIMHUT
AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000
2
PENDAHULUAN Dalam pembangunan Jangka Panjang Ke dua (PJP II), ada dua hal yang perlu kita perhatian, yaitu proses transformasi perekonomian, dan proses globalisasi. Transformasi perekonomian terwujud dalam perubahan sumbangan menurut sektor, sumber pertumbuhan ekonomi dan pergeseran tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri. Proses transformasi perlu diarahkan untuk keserasian dan keseimbangan, baik dari produksi dan penyerapan tenaga kerja antar sektor pertanian dan industri, maupun antar sektor pedesaan dan sektor perkotaan (rural-urban linkages, RUL). Pergeseran pola permintaan ke arah peningkatan produksi industri dan jasa berlandaskan ketangguhan sektor pedesaan ( dan tradisional) akan mendorong pertumbuhan yang dinamis. Bagi Indonesia bukan hanya pertumbuhan ekonomi yang menjadi masalah, yang terpenting adalah pembangunan masyarakat seluruhnya dan pembangunan manusia seutuhnya. Pembangunan tidak hanya pertumbuhan total, tetapi mencakup sasaran yang lebih luas, yaitu “peningkatan kesejahteraan masyarakat secara lebih merata”. Partisipasi masyarakat di dalam pembangunan ekonomi dan penciptaan struktur ekonomi yang seimbang sangat diperlukan untuk berlangsungnya pembangunan berkelanjutan. Dalam hubungan ini peningkatan partisipasi masyarakat di wilayah pedesaan merupakan prioritas utama dalam rangka peningkatan kemandirian bangsa dan negara Indonesia. Ada tiga prasyarat penting untuk pertumbuhan ekonomi dan pembangunan, yaitu akumulasi kapital,
peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan adanya kelembagaan ekonomi, sosial dan politik yang memungkinkan masyarakat berpartisipasi dengan menggunakan kemampuan dan ketrampilannya dalam berbagai bentuk usaha produktif guna meningkatkan produktivitas di wilayah pedesaan. Untuk mempersiapkan masyarakat Indonesia memasuki proses globalisasi, maka sektor pertanian dan sektor pedesaan hendaknya menjadi sumber tenaga kerja terdidik (educated workers). Hal ini dapat terjadi jika produktivitas sektor per-tanian dan ekonomi pedesaan meng-alami peningkatan. Memasuki PJP II ada perubahan yang mendasar, yaitu reformasi ekonomi dunia, terutama dalam sistem perdagangan dan investasi. Reformasi ini dimulai dengan serangkaian perjanjian antar negara. Misalnya APEC mendorong terbentuknya per-dagangan bebas di Asia Pasifik pada tahun 2020. Dengan AFTA akan terbentuk kawasan perdagangan bebas di lingkungan ASEAN pada tahun 2003. Dengan adanya perubahan ini setiap negara akan berupaya menghilangkan berbagai hambatan perdagangan (tarif, kuota dan subsidi ekspor). Indonesia harus melakukan persiapan melalui penyesuaian Model Pembangunan, yaitu kombinasi sistem perencanaan dan sistem mekanisme pasar. Dalam kaitan itu PENATAAN KELEMBAGAAN harus dilakukan sehingga kondusif bagi munculnya “kebersamaan ekonomi” guna meraih manfaat persaingan global bagi peningkatan perekonomian secara dinamis. Kelembagaan ini mencakup sikap dan perilaku masyarakat, aturan permainan, dan organisasi.
AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000
3
Penataan kelembagaan tidak dapat dipisahkan dari keadaan dualisme ekonomi modern. Ada dua wajah yang menjadi ciri dualisme ekonomi modern, yaitu: (1). Adanya sekat antara sektor perkotaan modern dengan sektor tradisional (diidentikan dengan ekonomi rakyat, dimana mayoritas penduduk meng-gantungkan kehidupannya). (2). Adanya aktivitas ekonomi modern di wilayah pedesaan untuk peningkatan ekspor sebagai sumber penerimaan devisa. Dalarn situasi dualisme, substitusi modal dan tenaga kerja sangat terbatas. Oleh karena itu, prioritas upaya untuk memperkuat kemandirian bangsa adalah sangat tepat jika diletakkan pada PEMBANGUNAN EKONOMI RAKYAT (sektor-sektor pedesaan dan tradisional, termasuk subsektor perhutanan rakyat). Perekonomian Indonesia akan menjadi kuat jika terjadi perubahan struktur ekonomi rakyat , yang dicirikan oleh struktur industri ke arah nilai tambah yang tinggi dan hemat energi yang terkait dengan sumberdaya alam di pedesaan. Sektor pertanian atau tradisional adalah sumber utama kekayaan bangsa Indonesia. Untuk mencapai sasaran tersebut sangat diperlukan adanya reformasi ekonomi, yang tidak hanya mencakup reformasi di bidang moneter dan fiskal serta perbankan, tetapi juga reformasi strategi pembangunan, yaitu mele-takkan prioritas pada penguatan sektor pedesaan atau sektor tradisional. Sektor ini perlu dipadukan baik kedalam reformasi perekonomian nasi-onal maupun reformasi perekonomian dunia; kemudian diikuti dengan evolusi reformasi politik, yaitu timbulnya pemerintah yang kuat, yang menjamin
tegaknya hukum, tertib hukum dan peningkatan pajak. TRANSFORMASI EKONOMI PEDESAAN Ada dua pendekatan untuk membahas peranan sektor pedesaan dan sektor perkotaan dalarn transformasi perekonomian. Pertama, Bagaimana pertumbuhan ekonomi perkotaan (Urban Sector-Led growth) dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pedesaan. Ke dua, pola sebaliknya, yaitu bagaimana pertumbuhan ekonomi pedesaan (Rural Sector-Led Growth) dapat mendorong perkembangan perkotaan. Titik tolak analisa kedua pendekatan ini adalah proses perubahan struktur produksi dan alokasi tenaga kerja antar sektor. Di Indonesia selama PJP I esensi pembangunan sektor pertanian adalah pembangunan ekonomi pedesaan. Masalahnya adalah sektor pertanian (pedesaan) mengalami tekanan (suppressed rural economy) karena pengembangan industri substitusi menjadi beban bagi sektor pertanian. Ciri khusus dari lndustri substitusi adalah keperluan tenaga kerja murah dan devisa hasil ekspor produk pertanian untuk impor barang-barang kebutuhan industri. Adanya tenaga kerja murah dimungkinkan jika harga pangan murah. tetapi harga pangan yang murah menyebabkan ekonomi pedesaan tertekan. Rendahnya produktivitas dan pendapatan di sektor pertanian (pedesaan) berarti rendahnya permintaan akan barang dan jasa produksi sektor non-pertanian. Ini dapat dapat menyebabkan kesempatan kerja di luar sektor pertanian (off farm product) di pedesaan menjadi terbatas. Selama PJP I pada dasamya upaya pembangunan perkotaan dan pedesaan telah dilakukan untuk
AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000
4
menjaga keserasian dan keseimbangan pembangunan. Dasar pemikiran yang digunakan adalah bahwa kawasan perkotaan merupakan pasar bagi produk-produk dari daerah pedesaan. Sebaliknya, kawasan pe-desaan memerlukan pelayanan pra-sarana dan sarana dari perkotaan. Kawasan perkotaan merupakan sumber modal, informasi, pengetahuan dan tehnologi, yang dapat mening-katkan kualitas hidup dan tingkat produktivitas di kawasan pedesaan . Dari pengalaman negara-negara tetangga, adalah tepat apabila pola pembangunan pertanian di Indonesia dapat dievaluasi kembali. Apakah pola pembangunan nasional dalam PJP I masih cocok untuk pemba-ngunan di masa mendatang. Pemi-kiran kembali pola pembangunan sangat diperlukan karena terjadinya proses globalisasi, disamping kinerja perekonomian rakyat di wilayah pedesaan belum seperti yang diharap-kan. Dalam PJP II strategi pembangunan nasional dengan titik berat pada pembangunan pedesaan adalah strategi untuk penanggulangan kemiskinan dan promosi ekspor produk industri yang menggunakan sumber daya lokal. Pembangunan sektor pedesaan seyogyanya menjadi prioritas untuk menjadi rangsangan bagi pengembangan industri produksi barangbarang konsumen. Sektor pedesaan hendaknya menjadi sektor yang berperanan dalam penyediaan tenaga kerja terdidik (educated worker). Kedua peranan ini dapat ditingkatkan dengan jalan meningkatkan produktivitas sektor pedesaan melalui peningkatan nilai tukar ekonomi desa. Pembangunan ekonomi pedesaan dalam proses globalisasi memerlukan motor penggerak, yaitu pemerintah. 1. Ekonomi Rakyat dan Peranan
Pemerintah Pembangunan ekonomi Indonesia telah memberikan hasil mengagumkan. Di bawah Orde Lama ekonomi mengalami stagnasi selama duapuluh lima tahun, yang kemudian di bawah Orde baru berubah menjadi negara dengan pertumbuhan tinggi selama dua puluh lima tahun. Akan tetapi tidak berarti ekonomi Indonesia tanpa masalah, yaitu antara lain kesenjangan pembangunan antara sektor perkotaan dan pedesaan atau sektor modern dengan sektor tradisional (sektor-sektor kerakyatan). Dasar pemikiran yang diuraikan di atas adalah bahwa langkah persiapan Indonesia dalam proses globalisasi adalah memperkuat sektor-sektor tradisional dan kerakyatan. Dalam PJP II pemerintah Indonesia menjadi motor penggeraknya. Sektor ini harus terbuka dan tanggap terhadap perubahanperubahan dan kesempatankesempatan yang ada di luar, selain dari dalam negeri. Dalam rangka mencapai sasaran tersebut di atas, maka sektor-sektor kerakyatan (tradisional dan pedesaan) harus menjadi kuat; dan untuk itu sangatlah dibutuhkan pemerintahan yang kuat. Hal ini berarti pemerintah perlu menyusun rencana yang rasional, dan mempunyai daya gerak yang kuat untuk pelaksanaannya. Dalam hubungan ini sangat diperlukan situasi stabil yang dinamis untuk berlangsungnya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pada tahap awal campur tangan pemerintah cukup besar sehingga terlihat seperti otoriter. Tetapi sesuai dengan perkembangan sosial ekonomi, negara akan menjadi lebih demokratis. Keadaan semacam ini memang diperlukan karena proses transformasi dalam kondisi proses globalisasi tidak dapat hanya didasarkan pada kebijaksanaan
AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000
5
mekanisme pasar saja. Kebijaksanaan mekanisme pasar di negara majupun tidak pemah mampu mengatasi ketimpangan struktural . Bagi negara Indonesia proses transformasi berlangsung dalam situasi ketidak-seimbangan dan respon unitunit ekonomi tidak begitu fleksibel terhadap insentif harga karena sumberdaya tidak dapat bergerak cepat (peculiary immobile), terutama tenaga kerja. Dengan demikian untuk menjaga keseimbangan pembangunan, maka diperlukan campur tangan pemerintah. Apabila pembangunan daerah berlangsung tanpa adanya campur tangan pemerintah, maka tingkat pembangunan akan menjadi tidak seimbang karena di daerah tertinggal lebih banyak kendala daripada faktor pendorong . Liberalisasi ekonomi, yang mengandalkan mekanisme pasar bebas adalah menjadi sasaran APEC, AFTA dan WTO. Tetapi apakah pemerintah harus kehilangan peranan dan tanggung jawabnya. Hal yang perlu diingat bahwa penguatan ekonomi tradisional (pedesaan) sangat memer lukan tanggung jawab pemerintah. Dalam hal ini tanggung-jawab pemerintah diwujudkan dalam perluas an dan pengembangan pasar (extending and improving markets) melalui reformasi ekonomi dan reformasi strategi pembangunan nasional. Reformasi ekonomi a.l. adalah : (1). Monetery reform and credit control. Reformasi moneter untuk pengontrolan jumlah uang yang beredar dan kredit. Ini sangat diperlukan untuk pembatasan pertumbuhan peredaran uang pada tingkat sesuai dengan pertumbuhan "real output". Juga diperlukan untuk menjamin akses terhadap kredit berdasarkan
(2).
(3).
(4).
(5).
kapasitas peminjam dan risiko, bukan berdasarkan koneksi politik. Price and wage deregulation Deregulasi tingkat upah harus senantiasa dikaitkan dengan biaya produksi dan produktivitas. Deregulasi ini memerlukan disiplin anggaran dan moneter serta mencegah inflasi tinggi. Privatization, Property right protection, break up of monopolies. Swastanisasi, hak perlindungan kepemilikan dan penghapusan monopoli serta pengembangan lingkungan bisnis kompetitif perlu dilaksanakan secara serentak. Ini memerlukan "legal code” dan prosedur yang tepat untuk penyelesaian perselisihan (dispute) dari transaksi dan proses pengadilan (litigation). Ada beberapa cara swastanisasi, yaitu antara lain "equity share in state enterprises” kepada pekerja atau manajemen, "enterprise share to general public” (random basis) dan "auction enterprises to the highest bidder”. Sasarannya ialah terjadinya "equities mutual shares". Social security system. Pengembangan social security system sebagai social safety net, yang menjadi tanggung-jawab pemerintah melalui berbagai mekanisme pajak dan asuransi, serta bantuan-bantuan untuk pemberdayaan. Currency convertibility untuk mengkaitkan pasar domestik, harga, tingkat upah, produktivitas dan teknologi, terhadap pasar internasional. Ini penting untuk perbandingan biaya dan manfaat dengan luar negeri.
AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000
6
Kelima hal di atas adalah menjadi peranan penting pemerintah untuk menjaga berlangsungnya proses transformasi ekonomi. Peranan pemerintah pada tingkat makro adalah prasyarat bagi perkuatan ekonomi kerakyatan (sektor-sektor pedesaan dan tradisional). Karena, sebagai contoh, terganggunya sistem moneter dan ketidak-stabilan sistem konversi mata uang, maka ekonomi sektortradisional adalah sektor yang paling terpukul. Tetapi peranan pasar tidak dapat bekerja dengan semestinya, jika tidak ada perencanaan yang rasional. Peranan sistem perencanaan adalah sangat penting karena tidak ada pasar yang sempurna dan juga tidak ada pemerintahan yang sempurna. Karena itu perlu dijaga keseimbangan antara peranan sistem pasar dan peranan sistem perencanaan. Strateginya adalah kombinasi antara sistem perencanaan dan sistem pasar. Dalam sistem perencanaan upaya untuk memperkuat sektor tradisional perlu menjadi prioritas pembangunan nasional (“pemihakan”). Reformasi, yang mencakup kelima unsur di atas perlu diikuti reformasi campur tangan pemerintah, dari sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi. Sistem ini harus didukung oleh langkah-langkah sebagai berikut: 1. Mobilisasi sumber keuangan (financial resources mobilization). Untuk mendorong akumulasi modal di pedesaan, maka perlu dibangun lembaga ekonomi rakyat yang mengakar dan mandiri. Lembaga ini digunakan bagi peningkatan tabungan masyarakat dan investasi untuk diversifikasi ekonomi rakyat di pedesaan. Lembaga ini dikelola secara amanah dan profesional oleh tenaga-tenaga muda desa, yang
2.
3.
didampingi oleh “supervisor” tenaga handal dalam hal pengelolaan lembaga keuangan. Peranan pemerintah adalah pendidikan dan pelatihan tenagatenaga muda, bekerja-sama dengan lembaga-lembaga perbankan/lembaga lain yang relevan. Untuk memberdayakan kelembagaan ekonomi ini diperlukan kebijakan publik yang memihak kepada rakyat banyak. Nilai Tukar Desa (Terms of trade). Nilai tukar desa yang tinggi perlu diupayakan pemerintah melalui keterpaduan ekonomi pedesaan ke dalam reformasi nasional dan internasional. Untuk itu perlu ketersediaan prasarana komunikasi dan teknologi tepat guna. Upaya lainnya ialah peningkatan kelancaran arus barang dan jasa. Untuk itu alokasi dana pembangunan perlu ditekankan pada pembangunan prasarana fisik dan perbaikan sistem transpor ke pedesaan yang langsung berkaitan dengan kegiatan ekonomi rakyat. Sasarannya adalah rendahnya biaya transpor dan peningkatan keuntungan yang diterima oleh pengusaha-pengusaha di desa. Program Paritas Pendapatan (Income Parity Program). Maksud dari kebijaksanaan sektor pertanian (pedesaan) adalah menjaga kesetimbangan tingkat pendapatan antara pedesaan dan perkotaan. Program ini terdiri atas: (a). pengembangan struktur ekonomi pedesaan untuk mencapai skala ekonomi. (b). perluasan produksi secara selektif, yang sesuai dengan perubahan permintaan. (c) kebijaksanaan harga untuk pemantapan nilai tukar produkproduk pedesaan.
AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000
7
4.
Peningkatan kemampuan teknologi tepat guna. Kemampuan teknologi perlu diarahkan untuk pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam di pedesaan. Alokasi dana dan anggaran pembangunan untuk biaya penelitian (research and development) teknologi desa perlu mendapat prioritas. Model penelitian partisipatif perlu dikembangkan, bekerjasama dengan lembagalembaga penelitian pemerintah dan swasta.
6.
7.
8.
pakan investasi jangka panjang yang mungkin banyak mengandung resiko dan ketidakpastian; Pengembangan pola pemasaran yang efisien dan menciptakan tingginya kreatifitas masyarakat serta tuntutan kualitas; Memberikan perlindungan terhadap praktek-praktek perdagangan yang tidak sehat, tidak fair dan menyusahkan masyarakat Melaksanakan kebijaksanaan yang konsisten, tidak mendadak dan bersifat mendistorsi usaha perhutanan.
PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN PERHUTANAN INDONESIA 2. Restrukturisasi bidang perhutanan
1. Peran PEMERINTAH dalam Pembangunan Perhutanan 1.
2.
3.
4.
5.
Pendidikan dalam arti yang seluasluasnya, yaitu bagaimana memanfaatkan sumberdaya hutan guna membangun masyarakat agar mencapai kemajuan , kemandirian dan kesejahteraan yang lebih cepat; Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mendukung perhutanan agar mencapai kemajuan dari waktu ke waktu. Pengembangan institusi perhutanan agar petani / masyarakat memiliki “receiving system" yang semakin meningkat kemampuannya dalam menyerap teknologi, menerapkan manajemen dan mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan pasar; Pengembangan sistem insentif yang mencerminkan rasa keadilan, kebersamaan dan persaudaraan. Pengembangan lembaga keuangan yang sesuai dengan nafas usaha perhutanan yang meru-
1.
Restrukturisasi kepemilikan dan / atau penguasaan asset produktif. Dalam usaha perhutanan, asset produktif yang utama adalah lahan. Kesesuaian lahan dan kecocokan iklim untuk usaha perhutanan wilayah tropis, telah mengundang pemerintah kolonial pada masa lalu untuk membangun perhutanan dengan areal yang luas. Krisis ekonomi yang terjadi dewasa ini telah memaksa kegiatankegiatan pertanian, ter-masuk perhutanan, menjadi tulang punggung ekonomi nasional. Artinya tenaga kerja yang bergantung pada sektor petanian / perhutanan akan semakin banyak pada masa mendatang. Kondisi ini akan menciptakan kondisi “lapar tanah”, kelangkaan lahan semakin terasa, dan tekanan terhadap sumberdaya lahan semakin besar .
2.
Restrukturisasi kelembagaan permodalan/investasi, baik dana yang berasal dari anggaran pemba-
AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000
8
ngunan nasional / daerah, maupun yang berasal dari masyarakat. 3. POLA PENGEMBANGAN KIM-HUT Rumusan pola pengembangan ini didasarkan pada upaya untuk meningkatkan peran serta, efisiensi, produktivitas dan keberlanjutan di bidang perhutanan. Untuk itu dikembangkan konsep KAWASAN INDUSTRI MASYARAKAT PERHUTANAN (KIM-HUT) di setiap lokasi pengembangan dan sentra-sentra produksi perhutanan yang diseleng garakan dengan azas kebersamaan ekonomi. Dengan dikembangkannya KIMHUT ini diharapkan struktur produksi, pengolahan, dan distribusi hasil menjadi terintegrasi secara fungsional sehingga biaya-biaya dapat ditekan seminimal mungkin. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan daya saing komoditas perhutanan secara berkelanjutan. Dalam mengembangkan kawasan dimaksud dapat digunakan pendekatan “AZAS KEBERSAMAAN EKONOMI" melalui upaya pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat, pengusaha kecil / menengah dan koperasi. Usaha perhutanan di kawasan KIMHUT pada dasarnya dilakukan melalui PENDEKATAN AGRIBISNIS yang utuh berbasis di wilayah pedesaan dengan memberikan peluang bagi anggota masyarakat untuk menggunakan potensi sumberdaya yang ada serta memanfaatkan peluang bisnis yang ada. Dengan demikian petani sebagai anggota masyarakat melalui koperasi mempunyai peluang untuk memanfaatkan potensi ekonomi baik dalam kegiatan on-farm maupun pada kegiatan off-farm seperti pada usaha
pengolahan hasil, pemasaran dan jasa lainnya. Langkah implementasinya adalah mengembangkan pola pengembangan perhutanan yang lebih berdimensi pada penerapan nilai keadilan dan sekaligus pula mengutamakan efisiensi, produktivitas, dan peran serta masyarakat dalam satu paket kebijakaan. KOPERASI dijadikan sebagai wadah untuk pemberdayaan masyarakat dengan pola pengembangan sebagai berikut: Model I: Koperasi Usaha Hutan Kemasyarakatan Masyarakat membentuk koperasi , membangun sistem hutan kemasyarakatan dengan fasilitas pengolahan produknya, serta mengembangkan sarana dan prasarana pokok lainnya. Dalam proses pengembangan koperasi ini masyarakat dapat meminta bantuan pihak ke tiga berdasarkan suatu “Kontrak Kerjasama Pengelolaan, KKP”. Biaya pembangunan perhutanan masyarakat, fasilitas pengolahan, sarana dan prasarana perhutanan serta biaya KKP, bersumber dari fasilitas kredit lunak jangka panjang yang tersedia. Model II: Patungan Koperasi dan Investor Model ini merupakan pengembangan dari pola PIR yang berlaku, yaitu menghilangkan pembatas kelembagaan antara plasma dan inti. Dalam Model II, ini sejak awal masyarakat membentuk koperasi dan berpatungan dengan perusahaan sebagai satu unit usaha patungan perhutanan. Dengan pola ini secara menyeluruh komposisi pemilikan saham koperasi dan perusahaan menjadi , misalnya, sekitar 65 persen: 35 persen. Model III: Patungan Investor dan Koperasi
AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000
9
Seperti Model II, tetapi kontribusi koperasi terbatas pada "in kind contribution” yang disetarakan dengan nilai uang, misalnya lahan usaha koperasi (sebagai saham). Secara menyeluruh pangsa koperasi pada tahap awal sekurangnya 20%, yang selanjutnya secara bertahap meningkat sesuai dengan perkembangan kondisi usahanya.
dibangun dapat dimiliki oleh para pihak yang berminat menanamkan modalnya dalam bentuk hutan. Koperasi dikembangkan untuk mengelola kawasan industri perhutanan tersebut secara utuh dengan dukungan dana operasionalnya bersumber dari jasa pengelolaan kawasan perhutanan dimaksud.
Model IV. KEMITRAAN SUASTA Model ini terbuka bagi investor (BUMN, BUMS) termasuk PMA. Dalam pola ini investor membangun sistem hutan-kemasyarakatan, pabrik dan sarana serta prasarana pendukungnya, termasuk pula membangun koperasi usaha perhutanan yang akan menerima dan melanjutkan usaha dimaksud. Tahapan serta persyaratan membangun, mengoperasikan dan mentransfer dirancang kesesuaiannya dengan karakteristik komoditas perhutanan yang diusahakan perkiraan kondisi pasarnya. Pada intinya hutan dan pabrik ditransfer pada saat koperasi sudah siap dan kondisi hutan dan pabrik masih menguntungkan secara teknis-ekonomis untuk dikelola oleh koperasi.
KOPERASI INDUSTRI PERHUTANAN
Model V. BTN. Model ini mengadopsi dari pola pengembangan perumahan rakyat yang dikembangkan oleh Bank Tabungan Negara (BTN) . Pemerintah bukan hanya menyediakan paket kredit untuk membangun hutankemasyarakatan, tetapi juga mengembangkan kelembagaan keuangan (seperti BTN) sebagai lembaga yang membiayai pembangunan kawasan industri perhutanan (hutan atau pabrik pengolahan), yang dilaksanakan oleh developer. Developer dibatasi kepada BUMN/BUMS yang memiliki “core competence” di bidang perhutanan. Kapling hutan-rakyat yang telah
1. KOMODITAS Unggulan Wilayah (misalnya Kecamatan) Komoditas unggulan wilayah merupakan produk hasil usaha masyarakat desa yang memiliki peluang pemasaran yang tinggi dan menguntungkan bagi masyarakat desa. 2. Koperasi Pengelola KIM-HUT Pengembangan produk-produk unggulan wilayah dalam rangka untuk memberdayakan ekonomi rakyat setempat dapat dilakukan melalui pendekatan pemberdayaan Koperasi Pengelola KIM-HUT sebagai “LEMBAGA EKONOMI RAKYAT YANG MENGAKAR & MANDIRI”. Koperasi seperti ini dapat dikembangkan dari lembaga-lembaga ekonomi tradisional yang telah ada, atau melalui rekayasa sosial yang sesuai. 3. Strategi Pengembangan Sentra Produksi KIM-HUT Beberapa macam kendala dalam pemberdayaan ekonomi rakyat di wilayah pedesaan ialah (1) keterbatasan kapabilitas sumberdaya alam, (2) masih adanya lokasi yang terisolir dan terbatasnya sarana dan prasarana fisik, (3) keterbatasan penguasaan modal dan teknologi, (4) lemahnya kemampuan kelembagaan
AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000
10
penunjang pembangunan di tingkat perdesaan, dan (5) masih rendahnya akses masyarakat terhadap peluangpeluang bisnis yang ada. Berdasarkan faktor pembatas dan kendala yang ditemukan disusunlah konsep strategi pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui pengembangah usaha produk unggulan wilayah.
b.
c.
4. Kelompok sasaran dan Lingkup Kegiatan Kelompok sasaran: a. Kelembagaan sosial -tradisional yang ada di masyarakat, seperti koperasi, kelompok tani, kelompok peternak, Paguyuban dan lainnya b. Lembaga Kelompok tani yang telah ada. c. Warung pengecer bahan pokok, baik milik perorangan, kelompok (pra koperasi), maupun waserda milik koperasi untuk diberdayakan / dikembangkan usahanya. d. Pengusaha dan Pengusaha Kecil, baik perorangan maupun kelompok, terutama jama'ah masjid / Kopontren yang bersangkutan yang bergerak di bidang produksi agribisnis/agroindustri dan sektor lainnya untuk diberdayakan/dikembangkan, sehingga pada gilirannya dapat memperluas kesempatan kerja (menyerap tenaga kerja). e. Tenaga Kerja Terampil untuk dilatih dan ditempatkan sebagai pendamping dan atau tenaga profesional / pengelola unit-unit usaha. Lingkup Kegiatan: a. Sosialisasi konsep Hutan-kemasyarakatan dan identifikasi ke-
d.
e.
f.
lompok sasaran yang akan mengembangkan usaha ini, Rekruitmen tenaga terampil terdidik (yang nganggur ) untuk dijadikan petugas pendamping lapangan (PPL) Pelaksanaan kegiatan pelatihan dengan thema: (a) Pengembangan KUBA pengelola hutan kemasyarakatan (b) LKM sederhana (c) Usaha di sektor riil yang terkait dengan Hutan kemasyarakatan Penyaluran modal bergulir dan pendampingan untuk: (a) unit simpan-pinjam; (b) modal kerja penyalur (grosir dan sub grosir) dan (c) modal kerja untuk mendukung usaha masyarakat di berbagai sektor riil, terutama kelompok usaha bersama Hutan Kema-syarakatan . Penyaluran dana, sesuai dengan tahapan pelaksanaan program, dilakukan langsung pengelola KUBA melalui Bank yang ditunjuk setelah persetujuan diberikan oleh Tim Pembina atas usulan tim teknis daerah. Tim Pembina dan Tim Teknis melaksanakan koordinasi perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan program dan menyampaikan laporan kemajuan program secara periodik (bulanan dan triwulanan). KEBUN TEKNOLOGI: PUSAT INFORMASI DAN PELAYANAN TEKNOLOGI PERHUTANAN (POSYANTEKHUT)
Penerapan teknologi tepat guna diharapkan dapat membantu pengembangan usaha produksi produk unggulan di wilayah pedesaan dan
AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000
11
sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Beberapa kriteria yang dikemukakan oleh para pakar agar supaya suatu teknologi dapat disebut “TEPAT GUNA” adalah: 1. Mampu menciptakan lapangan kerja atau kesempatan kerja 2. Menggunakan lebih banyak tenaga manusia 3. Pemeliharaannya mudah 4. Menggunakan lebih banyak bahan baku lokal 5. Pemanfaatan modal setempat 6. Pemanfaatan teknologi menengah / madya 7. Tidak boros sumberdaya alam dan tidak mengganggu lingkungan hidup. Proses alih teknologi yang efektif mensyaratkan beberapa hal penting, a.l.: 1. Peran-serta secara aktif semua instansi terkait dan masyarakat penerima/pengguna untuk menghadapi dan mengatasi kendala yang ada 2. Kerjasama dan komunikasi yang terprogram dalam suatu forum dialogis yang melibatkan semua komponen yang terkait 3. Tersedianya wadah bagi forum dialogis antara masyarakat, pembawa, dan sumber teknologi yang berada dekat dengan masyarakat dan mudah diakses oleh segenap masyarakat (POSYANTEKHUT). 4. Adanya kelembagaan yang akomodatif dan partisipatif, didukung oleh adanya iklim inovatif dan tenaga yang terlatih, serta dilengkapi dengan fasilitas penunjang dan sistem informasi yang memadai. 5. Adanya tokoh panutan masyarakat yang mampu menggalang segenap potensi masyarakat untuk diarahkan
dan disiapkan untuk mengadopsi teknologi. Berdasarkan berbagai pertimbangan di atas, tampaknya keberadaan “POSYANTEKHUT” di bawah kendali Koperasi Pengelola KIMHUT dan bermitra dengan suasta serta Perguruan Tinggi mampu menjadi wahana yang efektif dalam proses alih teknologi tepat guna di wilayah pedesaan. Kebun Teknologi ini dapat berfungsi ganda sebagai: (1). Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknologi Tepat-guna, yang dapat diakses oleh para anggaota dan oleh masyarakat sekitar (2). Pusat Penyuluhan, DEMOPLOT Ujicoba Penerapan Teknologi, dan Kaji Tindak (3). Pusat Pelayanan dan Informasi IPTEK yang mampu menjalin hubungan dengan jaringan informasi IPTEk yang lebih luas.. MODEL LEMBAGA KEUANGAN DALAM PENGEMBANGAN KIMHUT 1. Latar Belakang Dalam mendukung pembangunan ekonomi pedesaan, pemerintah telah berupaya menyediakan berbagai fasilitas kredit pedesaan dengan meningkatkan peranan kelembagaan keuangan formal melalui BRI unit desa dan Koperasi Unit Desa (KUD). Melalui kebijakan seperti ini diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi pedesaan melalui peningkatan produksi dan kesempatan kerja di sektor pertanian dan luar pertanian di pedesaan baik berbentuk usahatani, perdagangan, industri kecil maupun kerajinan. Sejak dikeluarkan kebijakan tersebut sampai sekarang masih dijumpai berberapa permasalahan a.l:
AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000
12
(a) kredit yang ada masih cenderung dimanfaatkan oleh golongan masyarakat bertanah; (b) masyarakat miskin belum terbiasa dengan prosedur biroktrasi formal, sehingga menimbulkan kesan prosedurnya sulit. Keadaan tersebut mengakibatkan kelompok masyarakat miskin tidak dapat memanfaatkan fasilitas kredit yang disediakan oleh pemerintah. Fenomena kemiskinan di Indonesia masih cukup banyak. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk dan desa-desa yang tergolong miskin (1993), yaitu sekitar 27.2 juta jiwa dan sekitar 20 633 desa yang tergolong miskin atau tertinggal. Tingginya angka kemiskinan tersebut disebabkan oleh rendahnya kapabilitas sumberdaya alam dan/atau keterbatasan modal untuk mengembangkan usaha ekonomi rumahtangga. Oleh karena itu harus dikembangkan lembaga keuangan di pedesaan yang efektif dan sederhana sehingga dapat diakses oleh kelompok masyarakat miskin. Berdasarkan kenyataan tersebut diperlukan sistem perkreditan yang dicirikan oleh : (a) mekanisme penyaluran kredit yang dapat diakses oleh kelompok masyarakat miskin; (b) saluran dan prosedur adnistrasinya sederhana ; dan (c) pemberian kredit didasarkan atas kelayakan finansial usaha produktif rumahtangga. Model lembaga perkreditan seperti ini, yang disebut "Grameen Bank (Bank Desa)", telah dicobakan di Bangladesh, yakni dengan jalan memberikan kredit kepada orang-orang miskin di pedesaan. Model ini ternyata mampu menunjukkan keberhasilan dalam mengurangi kemiskinan. Pendekatan yang digunakan dalam Bank Desa ini adalah "bottom up planning". Falsafah yang melan-dasi konsep ini adalah suatu "masyarakat desa mampu merencanakan dan
menyelenggarakan kegiatan proyek investasi yang produktif dengan bertumpu pada kondisi setempat dan pada kemampuan sendiri". Bank Desa ini bersifat sebagai stimulator dalam menggugah dan mengembangkan daya kreatif dan semangat untuk berusaha. Bantuan dana (kredit) dan konsultasi teknis yang diberikan lebih bermakna sebagai motor pendorong laju kegiatan ekonomi yang telah mereka pilih. 2. DISAIN MODEL LKM (Lembaga Keuangan Mandiri) 2.1. Konsepsi Konsepsi LKM dikembangkan atas dasar kenyataan bahwa: (1). Jumlah orang miskin sangat besar (80%) (2). Jumlah penduduk buta huruf sangat besar (80%) (3). Pendapatan per kapita makin merosot akibat bencana alam yang terus menerus menimpa masyarakat. (4). Orang miskin tidak dapat memperoleh pinjaman dari Bank karena berbagai sebab : - Kekayaan untuk jaminan hutang tidak ada. - Karena tidak dapat membaca, tidak dapat mengisi formulir yang rumit. - Bank formal enggan menghadapi resiko tinggi tidak membayar. - Biaya pelayanan pinjaman tinggi. 2.2. Tujuan LKM Beberapa tujuan dari LKM adalah (1). Memperluas akses fasilitas perbankan formal bagi orang miskin pria maupun wanita; (2). Menghapus eksploitasi pelepas uang; (3). Menciptakan kesempatan untuk memanfaatkan sumber daya manusia yang belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk bekerja; (4). Menghimpun
AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000
13
masyarakat yang kurang mampu dalam bentuk organisasi yang dapat dimengerti, dimenerima dan dijalankan oleh mereka. Dengan cara ini mereka dapat menemukan kekuatan sosial dan ekonomi; (5). Memutuskan lingkaran kemiskinan. Dalam kaitan itu perlu dibentuk suatu jenis lembaga keuangan yang memenuhi kebutuhan orang miskin a.l : (1). Bank mendatangi orang yang butuh pelayanan, bukan mereka yang masuk kantor Bank; (2). Bank tidak minta jaminan; (3). Nasabah tidak perlu mengisi formulir yang tidak mereka mengerti. 2.3. Cara Kerja LKM Petugas LKM mendatangi desadesa, menjelaskan kepada penduduk setempat mengenai bank tersebut dan cara operasinya. Warga yang dapat mengajukan kredit (misalnya) adalah : - Memiliki tanah < 0,50 Ha. - Nilai kekayaan maksimum sebesar nilai 0,5 Ha tanah kualitas sedang. - Kredit digunakan untuk usaha yang dapat menambah penghasilannya melalui KUBA. Peminjam potensial membentuk kelompok, terdiri 10-20 orang, yang kondisi sosialnya sama. Dipilh Ketua dan Sekretaris untuk jangka waktu 1 tahun. Rapat kelompok minimal 1 kali per minggu. Pembentukan Pusat Kelompok, dari 5-7 kelompok. Tiap Pusat Kelompok ada Ketua dan Wakil Ketua. Pertemuan diadakan satu kali dalam seminggu. Sebelum menjadi anggota Pusat Kelompok, dan menerima pinjaman, kelompok yang terbentuk harus mengikuti latihan mengenai falsafah dan prinsip operasional LKM. Setelah lulus latihan, dua orang dalam tiap kelompok menerima pinjaman, kemudian mengangsur secara mingguan dalam waktu 50
minggu. Peminjam berikutnya akan menerima pinjaman sesudah peminjam pertama mengangsur secara tertib dalam dua kali angsuran. Setiap peminjam wajib : - Menabung setiap minggu Rp. 500,- Menyetor 5% pokok pinjaman sebagai dana kelompok. - Menyetor 25% dari bunga pinjaman sebagai dana darurat (kematian, melunasi hutang anggota yang meninggal bila keluarga tidak mampu membayar, mengatasi kredit macet). - Besar bunga 20% dibayar pada akhir masa pinjaman. Semua transaksi dilakukan waktu pertemuan Pusat kelompok. Petugas LKM wajib : - Memberi pinjaman. - Mengumpulkan angsuran. - Mengumpulkan dana kelompok dan dana darurat untuk disimpan di bank. - Membahas usulan dan kesulitan secara terbuka. - Mengunjungi rumah anggota sesudah selesai pertemuan. 3. DISAIN DAN METODE PENYELENGGARAAN 3.1 Prinsip Pemberian Kredit Dalam melaksanakan konsep perkreditan ini diterapkan prinsipprinsip sederhana sebagai berikut . Pinjaman diberikan tanpa agunan atau penjamin dan tanpa tindakan hukum apabila tidak dapat membayar kembali pinjamannya. Pinjaman diberikan kepada wanita yang berasal dari rumah tangga termiskin di wilayah pedesaan. Prosedur pemberian kredit dibuat sesederhana mungkin, sesuai dengan budaya masyarakat setempat. Calon anggota membentuk kumpulan dan minimal dua kumpulan
AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000
14
membentuk satu rembug pusat. Dalam satu "Rembug Pusat" maksimum enam kumpulan. Pinjaman diberikan untuk kegiatan usaha produktif. KUD memberikan pinjaman tahap I jumlahnya maksimum setara dengan Rp 100.000,00. Pinjaman diberikan secara berurutan, dua anggota kelompok yang membutuhkan diberi prioritas pertama, kemudian menyusul dua anggota lainnya, sesudah 2 anggota pertama mengangsur 2 kali secara tertib, sedangkan ketua kumpulan menerima pinjaman paling akhir. Pengawasan dilakukan dalam penggunaan pinjaman dan pembayaran angsuran. Peminjam diberi kemungkinan meminjam kembali setelah pinjamannya lunas dalam jumlah maksimum dua kali pinjaman pertama. Setiap peminjam dikenakan simpanan wajib sebesar 5 % dari jumlah pinjaman dan disimpan sebagai Tabungan Kumpulan, dan setiap anggota menabung Rp. 100,00 setiap minggu dalam tabungan kumpulan. Pinjaman diberikan tanpa bunga, tetapi dikenakan biaya administrasi. Pembebasan hutang apabila anggota meninggal dunia. Semua transaksi pinjaman dan tabungan diadakan dalam Rembug Pusat. 3.2. Kelayakan Nasabah yang Mendapat Pinjaman Syarat-syarat kelayakan tersebut adalah ; (a). Rumah tangga yang bersangkutan memilik tanah tegalan sekitar 0.50 ha yang dapat didaftarkan sebagai calon kebun . (b). Pendapatan perkapita rumah tangga kurang terutama dari sektor pertanian.
(c). Memiliki aset berupa harta bergerak (mebel, perhiasan, radio, televisi, tape, ternak, alat pertanian dan harta tak bergerak (tanah, rumah) dengan nilai maksimum kurang dari 0,5 ha tanah tegalan kualitas sedang. (d). Peminjam memiliki ketrampilan dalam usaha agribisnis komoditas yang akan dijalankan. (e). Peminjam memiliki kesanggupan untuk mengelola modal bergulir yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan kelayakannya. 4. PENYIAPAN TENAGA PENGELOLA Dalam kerangka upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah pedesaan, pemerintah mulai Pelita VI telah mencanangkan gerakan pengentasan penduduk miskin dari kemiskinannya di seluruh tanah air. Salah satu program khusus untuk mensukseskan gerakan nasional ini dituangkan dalam bentuk “gerakan sadar Koperasi” dan “tahun pemantapan koperasi”. Sebagai salah satu program penanggulangan kemiskinan, pelaksanaan kedua kebijakan ini dikaitkan dengan pengembangan komoditas unggulan wilayah dan pembinaan kemandirian KUD. Program ini diharapkan dapat didukung oleh program-program sektoral dan regional dalam kerangka mewujudkan “Produk Unggulan Wilayah” melalui pendekatan Sentra Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan (SPAKU). Dengan demikian dampak positif dari program LKMKIMHUT ini akan semakin besar dan pada akhirnya kemiskinan di wilayah perdesaan secara berangsur-angsur akan dapat ditanggulangi. Sebagai suatu program yang strategis dan koordinatif, dalam pelaksanaan LKMKIMHUT harus dapat dipupuk dan
AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000
15
dibina semangat kebersamaan yang tinggi di antara berbagai pihak yang terkait baik yang "membantu" maupun yang "dibantu" yaitu kelompok masyarakat yang bergabung dalam Kelompok Usaha Bersama . Oleh karena itu konsepsi, posisi, maupun operasionalisasi program LKM harus dipahami dan dihayati secara utuh oleh setiap pemeran yang terkait dalam upaya pengentasan penduduk miskin secara terpadu mulai dari tingkat pusat sampai tingkat desa, termasuk para tenaga pengelola. Salah satu bentuk implementasi dari program LKM-KIMHUT adalah pemberian bantuan dana bergulir dan bantuan teknis serta manajemen kepada KUBA di Desa-desa sentra pengembangan agribisnis komoditas unggulan. Dengan dukungan bantuan dana ini diharapkan KUBA mampu meningkatkan akses dan kualitas sumberdaya manusia yang ada dan pada giliranya mampu mengembangkan usaha agribisnisnya untuk memperbaiki taraf hidupnya secara bertahap dan berkelanjutan. Pada tingkat desa, program LKMKIMHUT dilaksanakan dengan menggalang partisipasi aktif kelembagaan sosial yang sudah ada di desa, seperti LKMD, PKK, Dasa Wisma, KPD, dan organisasi kemasyarakatan lainnya. Dalam konteks inilah diharapkan tenaga pengelola diharapkan dapat berperan secara lebih aktif membantu proses interaksi di antara kelembagaan sosial ini dengan KUBA untuk mengembangkan dirinya dengan dana bantuan bergulir tahun sebagai "seeding funds" secara efektif dan efisien. Dengan demikian diharapkan tenaga pengelola mampu melibatkan secara aktif dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan kegiatan kelompok masyarakat miskin. Untuk memperoleh pemahaman yang
mendasar, utuh dan menyeluruh tentang konsep serta pola operasionalisasi program LKMKIMHUT, diperlukan suatu upaya yang efektif yaitu melalui suatu pelatihan bagi semua pemeran yang terkait. Salah satu pemeran yang memiliki posisi kunci untuk keberhasilan program LKM-KIMHUT adalah Tenaga Pengelola. Tenaga pengelola ini diharapkan dapat menjadi orang yang paling dekat dengan kelompok sasaran (KUBA), dan pengelola adalah mitra kerja dari KUBA. Dengan memperhatikan kenyataan bahwa belum semua desa tertinggal mempunyai LKMD dan perangkat kelembagaan sosial serta kelompok- kelompok masyarakat yang memadai untuk melaksanakan fungsifungsi di atas, serta keterbatasan akses KUBA terhadap berbagai fasilitas dan kemudahan-kemudahan yang disediakan pemerintah, maka diperlukan upaya tambahan berupa bantuan asistensi teknis inovatif dari luar. Bantuan teknis-inovatif ini kiranya harus diberikan oleh tenaga-tenaga terampil yang telah dipersiapkan secara khusus untuk keperluan tersebut. Bertitik tolak dari pemikiran seperti di atas, diperlukan upaya pelatihan khusus untuk membina /melatih tenaga pengelola. Ke dalam setiap tenaga pengelola ini harus ditanamkan dan dibina sikap mental yang sangat diperlukan, yaitu (1) Disiplin, (2). Pengabdian, (3) Semangat perjuangan, (4) Tekun dan Telaten, dan (5) Teliti. KONSEP PENDAMPINGAN KIMHUT 1. Latar Belakang Usaha mengentaskan penduduk dari kemiskinannya ditempatkan secara utuh dalam pembangunan regional dan bertumpu pada peran-serta aktif
AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000
16
masyarakat dan peningkatan produktivitas rakyat (people empowernment). Agar supaya usaha ini menjadi lebih efektif, maka diperlukan dukungan dari berbagai pihak dan sektor secara terpadu dan terfokus sesuai dengan potensi dan kondisi wilayah. Salah satu upaya yang dipandang sebagai perluasan dan peningkatan berbagai progarm dan upaya penang-gulangan kemiskinan pada tingkat wilayah pedesaan adalah “Kebijakan KIMHUT” (Sentra Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan) melalui KOPERASI. Program KIMHUT ini dimaksudkan untuk menumbuhkan dan memperkuat kemampuan masyarakat miskin untuk meningkatkan taraf hidupnya dengan membuka keterisolasian dan kesempatan berusaha dengan melibatkan komoditas unggulan wilayah. Program ini diarahkan pada pengembangan kegiatan sosial ekonomi untuk mewujudkan kemandirian masyarakat perdesaan, dengan menerapkan prinsip-prinsip sekala ekonomi, usaha kelompok, keswadayaan dan partisipasi, serta menerapkan semangat dan kegiatan kooperatif dalam bentuk Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBAKIMHUT). Untuk mencapai sasaran tersebut di atas, masyarakat perdesaan perlu dibina melalui pengembangan kelompok usaha bersama. Oleh karena itu masyarakat diberikan wewenang penuh untuk merumuskan kegiatan usaha produktifnya. Dengan demikian sasaran pembinaan KUBA-KIMHUT adalah meningkatnya kemampuan masyarakat untuk berusaha secara produktif dan ekonomis. Pembinaan masyarakat melalui KUBA-KIMHUT memerlukan tenaga pembina/ pendamping yang handal. Untuk dapat melaksanakan tugasnya
secara efektif, tenaga pendamping ini harus siap bekerja secara purna waktu. 2. Tenaga Pendamping 2.1. Pengertian Pendamping adalah tenaga lapangan pada tingkat desa berasal dari berbagai instansi pemerintah atau dari masyarakat, yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan kebutuhan untuk mengembangkan usaha agribisnis. 2.2. Tugas Pendamping Pendamping bertugas antara lain (1) membina penduduk yang bergabung dalam KUBA-KIMHUT sehingga menjadi suatu kebersamaan yang berorientasi pada upaya perbaikan kehidupan, (2) sebagai pemandu (fasilitator), penghubung (komunikator), dan penggerak (dinamisator) dalam pembentukan KUBA-KIMHUT dan pembimbing pengembangan kegiatan usaha agribisnis. Dalam melaksanakan tugastugasnya tersebut, pendamping dikoordinasikan oleh KOPERASI. Ruang lingkup tugas pendamping adalah sbb: a. Melalui prakarsa KOPERASI, pendamping memandu pembentukan KUBA-KIMHUT melalui musyawarah RT/RW/ Lingkungan / Dusun/Desa. b. Membina KUBA-KIMHUT agar berfungsi sebagai wahana proses belajar mengajar proses alih teknologi, pengambilan keputusan, mobilisasi sumberdaya para anggota dan komunikasi antara anggota dengan para petugas. c. Bersama aparat terkait menyusun rencana peningkatan kualitas sumberdaya manusia dari para
AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000
17
d.
e.
f. g.
anggota dan pengurus KUBAKIMHUT. Mengembangkan sistem informasi pasar hasil produksi dan sarana produksi, serta ketersediaan teknologi tepat guna. Meningkatkan kerjasama dengan para tokoh masyarakat, lembagalembaga pene-litian serta lembagalembaga suasta. Memantau permasalahan dan hambatan dalam pengembangan usaha para anggota KUBA-KIMHUT Mengidentifikasi kebutuhan teknologi dan menginformasikannya ke lembaga-lembaga inovasi teknologi. 3. Kegiatan Utama Pendamping
3.1. Pemahaman a. Memahami berbagai Juknis dan Juklak dan berbagai pengarahan aparat terkait b. Memahami berbagai prosedur perkreditan formal melalui Koperasi c. Memahami aspirasi dan usaha KUBA-KIMHUT yang akan dibina d. Mengidentifikasi jenis sumberdaya yang ada pada masyarakat dan peluang-peluang berusaha 3.2. Menyusun Jadwal Kerja Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, pendamping perlu menyusun jadwal kerja. Caranya adalah sbb: a. Membaca serta memahami dahulu langkah-langkah kegiatan pendampingan b. Membahas dan menyusun rencana jadwal kerja dengan sesama pendamping c. Pendamping membicarakan serta menyepakati rencana jadwal kerja dengan KOPERASI. 3.3. Membantu Pendataan Penduduk Desa
Dalam rangka mengembangkan KUBA-KIMHUT dan menggerakkan usaha kelompok, data tentang penduduk, keadaan sosial ekonomi masyarakat, jenis-jenis sumberdaya yang dimiliki perlu dikumpulkan melalui pengembangan sistem pendataan yang efisien. Sasaranannya adalah terciptanya bank data tentang masyarakat Desa, yang dapat dipergunakan untuk membuat perencanaan sesuai dengan keinginan kelompok dan evaluasi kemajuan KUBA-KIMHUT. Dalam rangka pelaksanaan program KIMHUT , maka penduduk desa baik pria maupun wanita perlu didata secara seksama. Pendataan didasarkan atas kriteria setempat yang telah disepakati bersama oleh Pemerintah Desa/Kelurahan dan Tokoh / Pemuka Masyarakat. Pendataan mereka meliputi aspekaspek: (a) sumber-sumber pendapatan keluarga, (b) pemenuhan kebutuhan hidup minimal seperti perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Hasil pendataan penduduk ini merupakan bahan yang akan dibahas dan dimusyawarahkan. Untuk itu pendamping harus melakukan hal-hal sbb: (a) menghimpun data penduduk desa yang ada di desa/dusun; (b) mengelompokkan data penduduk dalam kelompok penduduk berdasarkan jenisjenis usaha yang telah ada dan kelompok penduduk yang belum mempunyai jenis usaha serta berdasarkan lokasi tempat tinggalnya. 3.4. Membantu Pemberdayaan KUBA-KIMHUT Kelompok adalah kumpulan penduduk setempat yang menyatukan diri dalam usaha agribisnis untuk meningkatkan kesejahteraan, keswadayaan dan kegotong-royongan. Untuk memperlancar dan mengefektifkan upaya mempercepat penanggulanan
AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000
18
kemiskinan, penduduk desa harus didorong membentuk kelompok usaha bersama. Pembentukan KUBAKIMHUT ini dapat diprakarsai oleh KOPERASI bersama-sama dengan tokoh masyarakat. Dalam membantu pembentukan KUBA-KIMHUT tersebut maka perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu: (a). Pembentukan KUBA-KIMHUT didasarkan pada kebutuhan rumahtangga, yaitu untuk me-ningkatkan kesejahteraan anggota (b). Harus dihindari pembentukan KUBA-KIMHUT yang dipaksakan oleh aparat pemerintah, termasuk aparat desa (c). Dalam wadah KUBA-KIMHUT ini diselenggarakan usaha produktif agribisnis, pemupukan modal dan penghimpunan tabungan sehingga memberikan manfaat secara ekonomis bagi semua anggota KUBA-KIMHUT secara lestari dan berkelanjutan (d). KUBA-KIMHUT dapat merupakan kelompok yang sudah ada, atau dapat pula disiapkan, ditumbuh kan, dan dibina secara khusus oleh aparat desa, organisasi kemasyarakatan, perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masya rakat sesuai dengan ketentuan yang ada, yaitu anggotanya penduduk miskin (e). Pada satu desa/kelurahan dapat dibentuk beberapa kelompok seusai dengan kebutuhan atau dengan mengembangkan kelompok yang ada. KUBA-KIMHUT beranggotakan sekitar 25-30 kepala keluarga yang tinggal dalam satu hamparan. (f). Pembinaan pendamping terhadap KUBA-KIMHUT disesuaikan dengan kondisi dan situasi setempat. Jumlah KUBA-KIMHUT yang
dibina dibatasi sebanyakbanyaknya 5 KUBA-KIMHUT. 3.5. Pemilihan Jenis dan Mengembangkan Mutu Usaha Anggota KUBA-KIMHUT yang belum mempunyai usaha intensif memerlukan bimbingan dalam memilih jenis kegiatan. Jenis usaha yang dipilih hendaknya berdasarkan; (a). Kesepakatan anggota KUBA-KIMHUT; (b) berorientasi pada peningkatan pendapatan, (c) kemampuan anggota, (d) potensi sumberdaya alam yang mendukung, (e) usaha dapat beragam dalam konteks agribisnis komoditas unggulan wilayah. Bagi anggota KUBA-KIMHUT yang sudah mempunyai kegiatan produktif tetap maka pendamping membimbing guna meningkatkan mutu dan penambahan modal 3.6. Membimbing Perencanaan Kegiatan Ushasa KUBA-KIMHUT (a). Membantu KUBA-KIMHUT dalam membahas sumberdaya alam dan manusia sesuai dengan pilihan terbaik bagi anggota berdasarkan kemampaun yang ada (b). Membantu menetapkan jenis kegiatan yang sesuai dengan prioritas kebutuhan dan kemampuan sumberdaya yang tersedia. Dengan memperhatikan aspek alat, bahan. cara dan tempat. (c). Membantu KUBA-KIMHUT membahas dan menyusun jadwal kegiatannya dengan 3.7. Mengusahakan Bantuan Teknik Bantuan teknis dapat berupa : a. Bidang pengorganisasian permodalan, pengembangan usaha, pe-
AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000
19
ngembangan sumberdaya manusia, jaringan kerja; b. Bidang teknis sektora: pertanian, perikanan, perhutanan, perindustrian, perdagangan dst. Dalam hal ini pendamping dapat melaksanakan langkah sebagai berikut: a. Pendamping membuat daftar kebutuhan bantuan teknis. b. Pendamping membuat daftar sumberdaya teknis yang ada. c. Pendamping mengusahakan bantuan teknis dari instansi terkait. 3.8. Membantu Pencairan Dana Bantuan/Kredit Pendamping membantu memeriksa kelengkapan persyaratan pencairan dana program bantuan/kredit termasuk persetujuan Koperasi dan kesesuaiann usulan dengan hasil musyawarah KUBA-KIMHUT. 3.9. Membina Kegiatan Usaha Dalam mengarahkan pelaksanaan kegiatan usaha harus diingat: a. Rencana kegiatan yang telah disusun atau disepakati sebelumnya. b. Situasi dan kondisi yang paling tepat c. Bersifat menyuluh, memotivasi atau mengajak, bukan menginstruksikan d. Tingkat perkembangan yang dicapai. Ada beberapa cara ayang dapat dipilih mana yangs esuai dengan ekeperluan: a. Pengarahan langsung pada waktu usaha dilaksanakan b. Melalui pertmeuan-pertemuan dengan KUBA-KIMHUT c. Melalui pertemuan umum seperti: musyawarah RT/RW, Sholat Jum'at, upacara perayaan dan semacamnya
d. Menjembatani anggota dan KUBAKIMHUT yang memerlukan bantuan teknis yang dibutuhakan e. Pembinaan dapat juga berupa pemberian penghargaan bagi yang berhasil, memberi motivasi, melakkukan pembetulan jika ada kekeliruan dan sebagainya. 3.10. Membina Mekanisme Perguliran a. Pada prinsipnya KUBA-KIMHUT dapat menghimpun dan mengelola serta menggulirkoan dana kelompok sendiri secara berkelanjutan. Pertambahan kapital KUBA-KIMHUT sangat bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan usaha kelompok sehingga penggulkiran antar anggota kelompok sesuai kebutuhannya dan kesepakatan KUBA-KIMHUT. Usaha pengguliran dana KUBA-KIMHUT harus didasarkan pada keterbukaan dan kesepakatan yang dipegang teguh oleh para anggo-tanya. b. Pembinaan pengguliran dana dapat dilakukan melalui cara a.l.: menabung, pemupukan modal. simpan pinjam, koperasi, dll. c. Pendamping perlu memahami kesepakatan dan mekanisme pengguliran dana, dalam hal ini membantu bagaimana caranya: peminjaman dana, penetapan besarnya bunga dan cara pembayaran, jangka waktu angsuran, jadwal angsuran, penetapan besarnya tabungan, dsb. 3.11. Membimbing Penyusunan Catatan Membantu penyusunan catatan pelaksanaan usaha dan kegiatan anggota/ KUBA-KIMHUT yang dituangkan dalam formulir. PENUTUP
AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000
20
Tingginya kandungan public-goods dalam usaha HUTAN KEMASYARAKATAN mengharuskan penerapan pola kelembagaan dan manajemen yang sesuai. Model yang sesuai adalah dengan mengembangkan kelembagaan dan manajemen yang dilandasi oleh nilai kebersamaan, rasa saling percaya, networking dan demokrasi. Kelembagaan yang sesuai dengan nilai tersebut adalah “KOPERASI” yang dibangun atas kehendak masyarakat dengan falsafah dari, oleh dan untuk masyarakat. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan kemampuan teknis, manajemen serta “bargaining power” masyarakat-petani dalam melakukan transaksi dengan pihak lain. Kebijakan pemerintah dalam pembangunan hutan kemasyarakatan perlu dilaksanakan secara bertahapberlanjut. Dengan memandang perhutanan sebagai satu kesatuan, maka konsistensi kebijakan hanya dapat dilakukan secara cepat dan efektif apabila aspek-aspek utama dalam bidang perhutanan ini berada di bawah satu yuridis kelembagaan. REFERENSI TERKAIT Amin Azis, M. 1991. Interaksi Sektor Pertanian dan Sektor Industri dalam Proses Industrialisasi. Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional V, Jakarta 3-7 September 1991. Pusat Analisa Perkembangan IPTEK-LIPI, Jakarta. Chenery, H.B. 1960. Pattern of International Growth. American Economic Review 50:621-654.
Chenery, H.B. 1979. Structural Change and Development Policy. Oxford Univ. press, New York. Downey, W.D. dan S. P. Erickson, 1989. Manajemen Agribisnis (Agribusiness Management) Alih Bahasa Rochijat Ganda S. dan Alfonsus Sirait. Penerbit Erlangga. Edward, A.A.,R. Lal, P. Madden, R.H. Miller dan G. House. 1990. SustainableAgricultural Systems. Soil and Water Conservation Society. Iowa. FAO. 1989. Sustainable agricultural production: Implications for International Agricultural research. Research and Technology Paper 4. Rome Fu-Chen Lo. 1981. Rural-Urban Relations and Regional Development. The United Nations Centre for Regional Development. Maruzen Asia Pte. Ltd. Singapore. Goldhaber, Gerald M. 1986. Organizational Communication, New York : MacMillan Publishing Co. Gupta, S. 1977. A Model for Income Distribution Employment and Growth. A Case study of Indonesia. The John Hopkins Univ. Press. Baltimore. Hamid Hidayat, Soemarno, Suryadi, M. Arief. 1997. Evaluasi dan analisis perencanaan Model peran Serta Pondok Pesantren dalam Pengembangan Sumberdaya Manusia di Wilayah pedesaan Miskin Jawa Timur, PUSLIT PWD LP Unibraw.
AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000
21
Hanani, N. , Soemarno, Syamsulbahri, Masyrofie, H.Hidayat.1992. Studi Pengembangan kelompok masyarakat miskin di daerah lahan kritis di Propinsi Aceh, Lampung, Kaltim, Jatim, Jateng, NTB dan Sulteng, Ditjen RRL- PUSLIT Unibraw. Harmadji dan Sudiono (l975). Pengelolaan Usaha Sapi Potong Tradisional . Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta. Hawkins, Brian L., and Paul Preston. 1981. Managerial Communication. California : Good Year Publishing Company. Hayami, Y dan Kikuchi, M. 1987 Dilema Ekonomi Desa : Suatu Pendekatan Ekonomi Terhadap Perubahan Kelembagaan di Asia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Hayami, Yujiro dan Saburo Yamada. 1991. The Agriculture development of Japan. A Century’s Perspective , Univ. of Tokyo Press. Kuznets, S. 1966. Modern Economic Growth: Rate, Structure, and Spread. New Havwn, Yale University Press. Makmur, M., A. Suryono, M. Hadi, dan Sobarudin. 1994. Kajian Model dan Mekanisme Transfer Informasi IPTEK sebagai Inovasi dalam Pengembangan Budidaya Pertanian di Pedesaan Lahan Kering Magetan Selatan. Lembaga Penelitian Universitas Brawijaya Malang.
Mellor,J.W. 1982. Pertumbuhan Pertanian: Struktur dan Model. Dalam F.Kasryno dan J.F. Stepanek. 1985. Dinamika Pembangunan Perdesaan. Yayasan obor Indonesia, Jakarta. Mercer, D.E. 1985. Guidelines for planning agroforestry development projects. East-West Environment and Policy Institute Working Paper, Honolulu, Hawaii. Mosher, 1965. Menggerakkan dan Membangun Pertanian di sadur oleh S. Krisnandi dan Bahrin Samad. CV. Yasaguna Jakarta. Myrdal, G. 1957. Economic: Theory and Underdeveloped Region. Mathuen, London. North D.C.1982. Institutions, Institutional Changes and Economic Performance, New York: Cambridge Univ. Press. Sagimun M.D.1988. Koperasi Indonesia, Jakarta : CV Haji Mas Agung. Sajogyo. 1989 Peluang Berusaha dan Bekerja Pada Masyarakat Petani. dalam Prisma : 2 (51-58). LP3ES. Jakarta. Sayogyo dan M. Tambunan. 1990. Industrialisasi Pedesaan. Kerjasama antara Pusat Studi Pembangunan LP IPB dan ISEI Cabang Jakarta. Semaoen, I, Soemarno dan N.Hanani. 1995. Identifikasi Kelompok sasaran dan Model Pemberian Bantuan sesuai Dengan Kategori Kemiskinannya, BAPPEDA - LP Unibraw.
AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000
22
Soemarno dan Solimun. 1998. KiatKiat Mengentas orang miskin di wilayah pedesaan Jawa Timur: Rangkuman hasil-hasil penelitian 1992/93 - 1997/98. PUSLIT PWD LP Unibraw Soemarno, B.Setiawan, M.Dewani, 1993. Model Perencanaan dan Pengembangan Sistem Agro forestry bersekala Kecil di Wilayah Kecamatan Wajak dan Pujon, Malang, PP-PSL - PSLH Unibraw. Soemarno, M.M.Mustajab, B.Prasetya. 1994. Analisis Profil dan Anatomi Desa Tertinggal dan kelompok masyarakt miskin di Jawa Timur. Studi kasus di Kabupaten Malang , Blitar dan Lumajang, DP4M - DIKTI- IPM 1993/1994 Soemarno, Sudarto, B. Setiawan. 1992. Model Pewilayahan Komo-diti Pertanian yang Berwawasan Lingkungan di SUB DAS Lesti, Kabupaten Malang , ARMP - LP Unibraw. Soemarno, Z.Kusuma, M.M.Mustajab. 1993. Model Perencanaan Sistem Pengelolaan Lahan yang berkelanjutan: Sistem Usahatani Konservasi di Lahan Kering, DP4M-DIKTI-LP Unibraw.
Syafii, I, Soemarno, Sukindar, dan Nur Komar. 1998. Rancang bangun dan Rekayasa KOPONTREN (Koperasi Pondok Pesantren) sebagai pengelola usaha agribisnis kebun tiga strata di Jawa Timur, PUSLIT PWD LP Unibraw. Vergara, N.T. 1982. New Direction in Agroforestry: The Potential of Tropical Legume Trees. (1) Improving agroforestry in the Asia- Pacific Tropics. (2) Sustained outputs from legume treebased agroforestry systems. Honolulu, HI: East West Center. Wright, A. 1971. Farming systems: model and simulation. In: J.B. Dent dan J.R. Anderson (Eds.) Systems Analysis in Agricultural Management. John Wiley and Sons, Australia PTY LTD., Sydney. p. 17-33. Young, A. 1989. Agroforestry for Soil Conservation. Wallingford, U.K. CAB International, and ICRAFNairobi. Young, A. dan P. Muraya. 1990. SCUAF. Soil Changes under Agroforestry. A Predictive Model Version 2. Computer Program with user's Handbook. International Council for Research in Agroforestry. Nairobi, Kenya.
AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000