KONSEP PENCIPTAAN ALAM SEMESTA (Studi Komparatif Antara Teori-M Stephen Hawking dengan Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya, Kementrian Agama RI)
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S. Th. I)
Oleh Nidaa UlKhusna Nim: 109034000062
PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H/2013 M
KONSEP PENCIPTAAN ALAM SEMESTA (Studi Komparatif Antara Teori-M Stephen Hawking dengan Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya, Kementrian Agama RI)
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S. Th. I)
Oleh Nidaa UlKhusna Nim: 109034000062
PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H/2013 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 12 Mei 2014
Nidaa UlKhusna
KONSEP PENCIPTAAN ALAM SEMESTA (Studi Komparatif Antara Teori-M Stephen Hawking dengan Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya, Kementrian Agama RI)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.)
Oleh Nidaa UlKhusna 109034000062
Pembimbing,
Moh. Anwar Syarifuddin, S.Ag, MA. NIP. 197205181998031003
PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS FAKULTAS USHULUDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H/2013 M
ABSTRAK Nidaa UlKhusna Konsep Penciptaan Alam Semesta (Studi Komparatif antara Teori-M Stephen Hawking dengan Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI) Pertanyaan terkait siapa pencipta alam semesta dan usaha untuk mengetahui
bagaimana
proses
penciptaannya
sudah
sangat
lama
diperbincangkan dan diperdebatkan. Antara pendukung materialisme maupun yang mengakui adanya pencipta, sampai pada akhirnya dimenangkan oleh agama, bahwa alam semesta ini mau tidak mau diciptakan oleh Tuhan. Karna usaha materialis memiliki satu kekurangan serius, yaitu singularitas, kapan tepatnya penciptaan alam semesta ini terjadi? waktu nol. Bahkan sampai hari inipun ilmu pengetahuan tidak dapat menemukan titik awal penciptaan alam semesta. Maka diterapkanlah teori Kuantum, untuk menjawab awal semesta. Bermula dengan usaha menggabungkan empat partikel pembawa gaya (gravitasi, elektromagnetik, gaya nuklir lemah dan gaya nuklir kuat). Maka dihasilkan berturut-turut
dimulai
dari,
teori
elektrodinamika
kuantum
(quantum
electrodynamics, QED), kromodinamika kuantum (quantum chromodynamics, QCD), teori terpadu agung (grand unified theory, GUT), teori dawai (string theory), hingga ditemukan Teori-M merupakan teori gravitasi supersimetris yang paling umum dan merupakan satu-satunya kandidat teori alam semesta yang lengkap. Teori yang dipercaya menjadi model alam semesta yang menciptakan dirinya sendiri, walaupun belum dibuktikan. Di sini akan dibandingkan antara teori-M Stephen Hawking dengan, konsep penciptaan yang ditawarkan Tafsir Ilmi i
Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI. Akan sangat menarik, karna dalam tafsir Ilmi pun melibatkan ilmuwan dari LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia).
ii
KATA PENGANTAR ثسم هللا الس حمه السحيم Alhamdulillāhirabbil „ālamīn puji syukur yang tak terhingga kepada Allah Swt. Dzat yang memiliki cinta abadi dan dzat yang Maha Berkehendak. Atas kehendak dan ketentuan-Nya skripsi ini bisa terwujud, meski melalui perjalanan yang sangat panjang dan banyak liku-liku kehidupan yang memberikan pelajaran yang sangat berarti. Shalawat dan salam senantiasa penulis haturkan kepada tauladan sempurna pemimpin yang sangat cinta kepada tauladan sempurna pemimpin yang sangat cinta kepada umatnya Nabi Muhammad Saw., juga untukk keluarga dan sahabat beliau. Semoga syafā‟at beliau sampai kepada kita. Āmīn Tersusunnya skripsi yang berjudul “Konsep Penciptaan Alam Semesta (Studi Komparatif antara Teori-M Stephen Hawking dengan Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI)” tidaklah berarti apa-apa tanpa adanya bantuan dan do‟a dari orang-orang yang tercinta, dan akhirnya ribuan terimakasih penulis ucapkan kepada: 1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat (Rektor), Prof. Dr. Zainun Kamaluddin Fakih, MA (Dekan Fakultas Ushuluddin), Dr. Bustamin, M. Si (Ketua Jurusan Tafsir Hadis), dan Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA (Sekjur Tafsir Hadis). 2. Bapak Moh. Anwar Syarifuddin, S. Ag., MA. Selaku dosen pembimbing yang dengan ikhlas membimbing dan mengarahkan penulis hingga selesai skripsi ini. iii
3. Segenap dosen Fakultas Ushuluddin, khususnya dosen-dosen di Jurusan Tafsir Hadis yang telah banyak memberikan ilmu kepada penulis. 4. Yang tercinta Ayahanda Noviono dan Ibunda Futikhati yang senantiasa mencurahkan kasih saying dan perhatian dengan segenap hati dan selalu mendo‟akan ananda untuk mencapai kesuksesan di masa depan, semoga penulis selalu mendapat ridha mereka dan berbakti kepadanya. 5. Yang Tersayang suamiku Prayoga Permana yang senantiasa membantu, membimbing, dan tak henti-hentinya memotivasi penulis di setiap keadaan. 6. Kakanda Fadli Bahtian Saputra dan Yudistira Adi Saputra, serta adinda Furqon Abdillah,
yang selalu men-support penulis hingga selesainya
skripsi ini. 7. Sepupu, Rahmatika Akmalia. Yang telah menemani dan membantu penulis selama di jogja, sehingga mendapatkan referensi yang sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan skripsi ini. 8. Paman, Afuqoha dan yayu‟ yang selalu memotivasi, mengarahkan dan membantu penulis. Serta om Raharjo yang sudah mencari dan memberikan referensi utama dalam skripsi ini dengan suka rela. 9. Untuk teman-teman UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Ria, salina, farida, mahfudoh, sarah dll) yang turut membantu menyelesaikan skripsi ini. Serta teman-teman dumay yang tergabung dalam komunitas Sains dan Teknologi, (Om Pembawa kabar, Zainun Neo Aja dll) sehingga penulis mendapatkan banyak informasi dalam perkembangan sains dan menuntun penulis cara mengkonter pemahaman yang salah.
iv
10. Perpustakaan Umum, Perpustakaan Fakultas Ushuludin dan Saintek, Perpustakaan
Pasca
Sarjana
UIN
Syarif
Hidayatullah
Jakarta,
Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga, serta Pusat Studi Al-Qur‟ān. Yang darinyalah penulis mendapatkan referensi. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, mudahmudahan bantuan bimbingan, arahan, motivasi dan do‟a yang telah kalian berikan menjadi amal sholih serta mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah Swt. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan umumnya. Āmīn. Akhir kata penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan bahkan tidak menutup kemungkinan di dalamnya terdapat kekeliruan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan sarannya untuk penulisan yang lebih baik serta untuk pengembangan kajian ke depan.
Jakarta, 13 November 2013 Ttd,
Nidaa UlKhusna Penulis
v
DAFTAR ISI ABSTRAK ........................................................................................................................ i KATA PENGANTAR ...................................................................................................... iii DAFTAR ISI ..................................................................................................................... vi PEDOMAN TRANSLITERASI ..................................................................................... viii BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................................... 8 C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 8 D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 9 E. Kajian Pustaka/Studi Review ................................................................ 9 F. Metodologi Penelitian ............................................................................ 11 G. Sistematika Penulisan ............................................................................ 12
BAB II
PANDANGAN STEPHEN HAWKING TENTANG KONSEP PENCIPTAAN ALAM SEMESTA A. Biografi Stephen Hawking .................................................................... 14 a. Riwayat Hidup Stephen Hawking ................................................... 14 b. Karya-karya Stephen Hawking ....................................................... 20 B. Gagasan Hawking tentang Big Bang .................................................... 22 C. Teori Segalanya ..................................................................................... 27 D. Gagasan Hawking tentang Teori-M ...................................................... 37
vi
BAB III
PENAFSIRAN TAFSIR „ILMI PENCIPTAAN JAGAT RAYA KEMENTRIAN AGAMA RI TENTANG KONSEP PENCIPTAAN ALAM SEMESTA A. Mengenal Kitab Tafsir Ilmi Kementrian Agama RI ............................ 52 1. Sejarah Singkat Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI .......................... 52 2. Tafsir „Ilmi Penciptaan Jagat Raya, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI ......................................................................................... 54 B. Penciptaan Alam Semesta Menurut Tafsir „Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI ........................................................ 60 1. Asal Mula Penciptaan Alam Semesta ............................................... 60 2. Proses Penciptaan Alam Semesta...................................................... 73 C. Peran Tuhan dalam Penciptaan Alam Semesta ..................................... 102
BAB IV
PENUTUP A. Kesimpulan .......................................................................................... 115 B. Saran ..................................................................................................... 118
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 119
vii
PEDOMAN TRANSLITRASI
= ا
Tidak dilambangkan
ش
=
z
ق
=
q
ة
= b
س
=
s
ك
=
k
ت
= t
ش
=
sy
ل
=
l
ث
= ts
ص
=
s
م
=
m
ج
= j
ض
=
d
ن
=
n
ح
= h
ط
=
t
و
=
w
خ
= kh
ظ
=
z
ه
=
h
د
= d
ع
=
„
ء
=
ʼ
ذ
= dz
غ
=
g
ي
=
y
ز
= r
ف
=
f
A. Vokal Vokal Tunggal :
Vokal Panjang :
Vokal Rangkap :
كتت
:
kataba
سئل
:
su‟ila
يرهت
:
yadzhabu
قبل
:
qāla
قيل
:
qīla
يقول
:
yaqūlu
اي/او
:
ai/au
كيف
:
kaifa
حول
:
haula
viii
B. Lain-lain - Transliterasi syaddah atau tasydid (
ۜ ) dilakukan dengan menggandakan
huruf yang sama - Transliterasi ta’ marbutah ( ) ةadalah “h”, termasuk ketika ia diikuti oleh kata sandang “al” ( ) ال, kecuali transliterasi ayat al-Qur‟ān. - Kata sandang “ ”الditransliterasikan dengan “al” diikuti dengan kata penghubung “-“, baik ketika bertemu dengan huruf qamariyyah maupun huruf syamsiyyah, kecuali dalam transliterasi ayat al-Qur‟ān. - Transliterasi ayat al-Qur‟ān dilakukan sesuai dengan bacaan aslinya dengan mengabaikan pemisahan antar kata. Contoh: اهدوب الصسط المستقيمdibaca
Ihdinās-siratal-mustaqīm, bukan Ihdinā al-sirat al-mustaqīm
- Transliterasi kata “ ”هللاdilakukan sesuai dengan bacaan aslinya dengan mengabaikan pemisahan antar kata. Contoh: كتبة هللا
dibaca
Kitābullah, bukan Kitab Allah
- Nama-nama dan kata-kata yang telah ada versi populernya dalam tulisan latin, secara umum dituliskan berdasarkan versi populrenya, kecuali tidak ada keseragamannya, seperti macam-macam bacaan dalam tajwid tetap ditulis berdasarkan transliterasi, contoh mad, izhar, dan lainnya.
ix
- Terjemahan al-Qur‟ān mengutip dari al-Qur’ān dan terjemah Departemen Agama, sedangkan penulisan al-Qur’ān di atas merupakan terjemahan dari Qira’at ‘Asim.
x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap ilmu, konsep atau teori, pasti merupakan produk dari masyarakat, atau bangsa yang memiliki peradaban dan pandangan hidup (worldview). Pandangan hidup suatu masyarakat adalah cara pandang mereka terhadap alam dan kehidupan.1 Ada beberapa faktor penyang membuat pandangan hidup manusia, dan yang terpenting adalah faktor kepercayaan terhadap Tuhan. Faktor ini penting karena mempunyai implikasi konseptual. Masyarakat atau bangsa yang percaya pada wujud Tuhan akan memiliki pandangan hidup berbeda dari yang tidak percaya pada Tuhan. Bagi masyarakat atau bangsa yang tidak percaya pada Tuhan menganggap bahwa nilai moralitas adalah kesepakatan manusia (human convention), yang standarnya adalah kebiasaan, adat, norma atau sekedar kepantasan. Demikian pula realitas hanyalah fakta-fakta yang bersifat empiris yang dapat diindera atau difahami oleh akal sebagai kebenaran. Kekuatan disebalik realitas empiris, bagi mereka, tidak riil dan tidak dapat difahami dan dibuktikan kebenarannya meskipun sejatinya akal dapat memahaminya. Pandangan hidup dalam Islam tidak hanya sebatas pandangan terhadap alam dan kehidupan nyata, tapi keseluruhan realitas wujud. Karena wujud Tuhan adalah wujud yang mutlak dan tertinggi sedangkan alam semesta seisinya adalah bagian 1
Para pengkaji peradaban, filsafat, sains, dan agama telah banyak menggunakan worldview sebagai matrik atau framework. Ninian Smart menggunakannya untuk mengkaji agama. Syed Muhammad Naquib al-Attas, al-Mawdudi, Sayyid Qutb, memakainya untuk menjelaskan bangunan konsep dalam islam. Alparslan Acikgence memakainya untuk mengkaji sains.Atif Zayn memakainya untuk perbandingan ideologi.Thomas F. Wall untuk kajian filsafat.Dan, Thomas S. Khun dengan konsep paradigma sejatinya menggunakan worldview bagi kajian sains.Lihat, Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi, Membangun Peradaban Dengan Ilmu. (Jakarta: Kalam Indonesia, 2010) h. 142-144.
1
2
dari wujud itu, maka konsep Tuhan sangat sentral dalam pandangan hidup Islam dan sudah tentu memiliki konsekuensi konseptualnya. Namun tidak semua masyarakat yang percaya pada Tuhan memiliki worldview yang sama. Sebab konsep dan pengertian Tuhan berbeda antara satu agama dengan agama lain.2 Jadi pihak yang mengakui adanya Sang Pencipta yang menciptakan serta mengatur kehidupan, pasti berbeda dengan pihak yang tidak mengakuinya, yaitu dalam memahami konsep asal-muasal penciptaan alam semesta, namun tidak berarti berbeda dalam hal proses penciptaannya. Seperti dalam islam, tidak ada dikotomi antara al-Qur‟ān dan Sains. Keduanya berhubungan erat dan saling bersinergi. Kalaupun terjadi perbedaan bukan al-Qur‟ānnya yang salah, namun penemuan sains itulah yang keliru. Karna al-Qur‟ān bersifat mutlak kebenarannya, berasal dari Sang Pencipta. Penulis membandingkan dua konsep tentang penciptaan alam semesta yang berangkat dari worldview yang berbeda. Yaitu konsep yang ditawarkan al-Qur‟ān dengan konsep salah satu Ilmuwan Barat. Al-Qur‟ān yang dimaksud di sini adalah kitab suci umat islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. dengan perantaraan Malaikat Jibril.3 Di mana penulis mengkonsentrasikan pembahasan pada Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI. Dan ilmuan Barat yaitu Stephen Hawking4 adalah seorang ahli fisika teoritis yang menawarkan teori-M.5
2
Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi. Menguak Nilai Dibalik Hermeneutika. Jurnal ISLAMIA, thn 1 No. 1/Muharram 125. Hlm. 17. 3 Lihat: QS. al-Najm/53: 4-5; al-A‟raf/7: 52 dan al-Ra‟d/13: 37. 4 Stephen William Hawking, CH, CBE, FRS (lahir di Oxford, Britania Raya, 8 Januari1942; umur 71 tahun), adalah seorang ahli fisika teoretis. Ia adalah seorang profesor Lucasian dalam bidang matematika di Universitas Cambridge dan anggota dari Gonville and Caius College, Cambridge. Ia dikenal akan sumbangannya di bidang fisika kuantum, terutama karena teori-teorinya mengenai teori kosmologi, gravitasi kuantum, lubang hitam, dan radiasi Hawking.
3
Penafsiran ayat-ayat al-Qur‟ān tentang penciptaan alam raya masih belum memberikan titik temu. Perbedaan itu, ada yang berkisar pada prosesnya,6 sebagaimana terjadinya perbedaan pada asal-usulnya. Lalu disempurnakan dengan membahas tentang keduanya, yakni proses dan asal-usul alam raya berdasarkan metode tafsir ayat-ayat sains (al-manhaj fit tafsīr al-‘ilmi al-kaunī) yang memperhatikan hubungan dua sudut pandang, yaitu paradigma ilmu dengan paradigma
tafsir
al-Qur‟ān,
selanjutnya
mengemukakan
tentang
sintesa
kosmologis atas tema tersebut.7 Sedangkan dalam Tafsir „Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI, berkisar pada proses. Dalam Ilmu pengetahuan kosmologi yang bersifat empiris,8 ditemukan konsep penciptaan alam semesta yang berubah-ubah. Perubahan ini tergantung
Salah satu tulisannya adalah A Brief History of Time, yang tercantum dalam daftar bestseller di Sunday Times London selama 237 minggu berturut-turut Pada tahun 2010 Hawking bersama Leonard Mladinow menyusun buku The Grand Design.http://id.wikipedia.org/wiki/Stephen_Hawking, diakses pada tanggal 28 November 2012. 5 Teori-M (M-theory) yang dianggap sebagai calon teori segalanya. Maksud teori segalanya adalah teori yang mampu mengungkap awal-mula penciptaan banyak alam semesta yang kompleks. Teori ini bukan merupakan teori tunggal, melainkan kumpulan aneka teori yang masing-masing menjabarkan pengamatan dalam kisaran situasi fisik tertentu. Meskipun masingmasing teori tersebut berbeda satu dengan yang lain, bisa jadi semuanya memiliki aspek-aspek teori dasar yang sama. Mengenai huruf M pada Teori-M, belum ada yang tahu apa kepanjangannya. Ada yang menganggapnya sebagai master (majikan), miracle (mukjizat), dan mystery(misteri). http://erlanggaad.blogspot.com/2011/03/teori-stephen-hawking-tuhanbukanlah.html. diakses pada tanggal 28 November 2012. 6 Sirajuddin Zar misalnya, ia menyususn proses penciptaan alam semesta menurut AlQur‟ān dengan susunan ayat-ayat berikut: proses penciptaan alam semesta yang pertama dengan berdasarkan kepada analisis ayat-ayat al-Qur‟ān yang memuat lafal khalaqa, bada‟a atau fathara, kemudian berturut-turut Surah al-Anbiya‟ (21): 31, Fussilat (41): 9-12, Adz-Dzariyāt (51): 47, Hūd (11): 7, As-Sajdah (32): 4. Lihat Sirajuddin Zar, Konsep Penciptaan Alam dalam Pemikiran Islam, Sains, dan Alqur’an, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994, Cet.1, hlm. 134-139. Sedangkan menurut Abu Abdullah Zanjani, sebagaimana dinukil oleh Sirajuddin Zar, bahwa proses penciptaan alam adalah sesuai dengan susunan ayat berikut: Hūd (11): 7, Al-Anbiya‟ (21): 30, AsSajdah (32): 4, Adz-Dzāriyāt (51): 47, Fussilat (41): 9-12, dan Surah At-Talāq (65): 12. Abu Abdillah Al-Zanjani, Tarikh Al-Qur’ān, Mizan, Bandung, 1986, terj. Oleh: Marzuki Anwar, hlm. 70-78. 7 Andi Rosadisastra, Metode Tafsir Ayat-ayat Sains dan Sosial. (Jakarta: Amzah, Cet. 1, 2007) hlm. 196-221. 8 Sirajuddin Zar. Konsep Penciptaan Alam dalam Pemikiran Islam, Sains dan Al-Qur’ān. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994) h. 7-8
4
pada tingkat kecanggihan alat-alat atau sarana observasinya dan kemajuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Pergeseran konsep tersebut dapat disarikan menjadi dua: 1. Konsep Kosmologi pra abad ke-20 cenderung berkesimpulan bahwa alam semesta ini kadim dan langgeng, tidak diciptakan (steady state universe). Menurut pandangan mereka, jagat raya selain tak terbatas dan besarnya tak terhingga, juga tidak berubah keadaannya semenjak waktu tak terhingga lamanya yang telah lampau sampai waktu tak terhingga lamanya yang akan datang. Ketetapan ini didasarkan atas pengamatan mereka di laboraturium bahwa materi kekal adanya. Konsep ini berasal dari Newton, kemudian dipertegas oleh Lavoisier dengan kekekalan massa dan selanjutnya diperluas oleh Einstein, pakar kawakan Yahudi, menjadi kekekalan massa dan energy atau secara singkat kekekalan materi. 2. Konsep kosmologi abad ke-20 cenderung berkesimpulan bahwa alam semesta diciptakan. Perubahan konsep secara radikal ini dilahirkan oleh observasi Hubble pada tahun 1929 dengan teropong raksasanya melihat bahwa galaksigalaksi di sekitar Bima Sakti berada dalam keadaan menjauhi kita dengan kelajuan yang sebanding dengan jauhnya dari bumi; yang lebih jauh kecepatannya lebih besar. Keseluruhan alam semesta berekspansi (expanding universe). Observasi inilah yang mengharuskan para kosmolog berkesimpulan bahwa jagat raya bertambah setiap saat. Dari perhitungan perbandingan jarak dan kelajuan gerak masing-masing galaksi mati para pakar sains menarik kesimpulan bahwa alam semesta ini semula teremas (terkerut) menjadi sangat kecil, yang disebut dengan singularitas. Karena goncangan kevakuman dan tekanan gravitasi negative menimbulkan suatu dorongan eksplosif keluar dari
5
singularitas, yang mengakibatkan terjadinya ledakan yang maha dahsyat sekitar 15 milyar tahun yang lalu; peristiwa ini terkenal sebagai “dentuman besar” (Big Bang). Kesimpulan ini diperkuat oleh hasil observasi radio astronomi Arno Penzias dan Robert Wilson (pemenang hadiah nobel 1978) pada tahun 1964 mengungkapkan keberadaan gelombang mikro yang mendatangi bumi dari segala penjuru alam secara uniform sebagai kilatan alam semesta yang tersisa dari peristiwa Big Bang. Peninggalan era Big Bang ini pada dasarnya dapat diamati melalui radiasi gelombang mikro bersuhu 3 K (-270 ) yang sampai sekarang membanjiri kosmos. Fisika yang berkembang sampai ahir abad ke-19 dikenal sebagai fisika klasik dan mempunyai dua cabang utama yaitu mekanika klasik Newtonian dan teori medan elektromagnetik Maxwellian. Ciri utama fisika klasik adalah sifatnya yang common sense dan deterministik.9 Fisika klasik terdiri atas bidang-bidang teori mekanika Newton dan gejala-gejala yang dapat dijelaskan dengan teori tersebut,
teori
Maxwell
tentang
elektromagnetik
dan
penggunaannya,
termodinamika, dan teori kinetik gas.10 Fisika quantum, yang muncul setelahnya. Tepatnya lahir pada seperempat pertama abad ini, mendominasi fisika modern dewasa ini. Ia berasal dari suatu upaya untuk menjelaskan sejumlah besar fakta yang diamati secara experimental mengenai atom-atom dan radiasi, fakta-fakta yang tidak sanggup dijelaskan oleh
9
Agus Purwanto, DSc. Fisika Kuantum. (Jogjakarta: Gava Media, Cet. 1, 2006) h. 1 Prof. Drs. Kusminarto, Ph. D. Esensi Fisika Modern. (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2011) h. 2 10
6
fisika Newtonian. Tetapi
keberhasilan ini
dibarengi
implikasi-implikasi
konseptual revolusioner atas persepsi kita mengenai dunia fisik.11 Jadi, fisika klasik dan fisika modern bukan terkait dengan masalah zaman. Kapanpun zaman berjalan, fisika klasik akan tetap fisika klasik dan fisika modern tetap fisika modern. Fisika klasik dan fisika modern terkait dengan objek yang kita pelajari. Objek yang dipelajari dalam fisika klasik adalah objek yang ukurannya sedang-sedang saja dan kecepatannya juga sedang-sedang saja. Sedangkan objek yang dipelajari dalam fisika modern, ukurannya sangat-sangat kecil dan kecepatannya sangat-sangat cepat (mungkin mendekati kecepatan cahaya 300.000 km per detik).12 Inti dari perdebatan di kalangan Ilmuwan Barat yaitu apakah alam ini diciptakan atau ada dengan sendirinya. Sampai muncullah teori dentuman besar, sehingga mereka berkesimpulan bahwa alam semesta ini diciptakan. Jika diciptakan, lalu siapa yang menciptakan? Ilmuan kondang Abad ini, Stephen Hawking melontarkan teori yang kontroversial dalam buku terbarunya yang diselesaikan bersama dengan Leonard Mlodinow, berjudul “The Grand Design”. Ia menganggap hukum alam sebagai penyebab alam semesta terbentuk, bukan Tuhan. Di sini Hawking menjabarkan proses penciptaan alam dengan menggunakan fisika quantum. Pemaparan Hawking ini terbilang mencengangkan dan tampak bertolak belakang dengan karya sebelumnya maupun berdasarkan pemaparan ilmuwan lain. Dalam buku sebelumnya, “A Brief History of Time.”
11
Pervez Hoodbhoy, Islam dan Sains; Pertarungan Menegakkan Rasionalitas, terj. Islam and Science Religion Orthodoxy and the Battle for Rationality, oleh Luqman, (Bandung: Pustaka, 1997) H. 21 12 Agus Mulyono dan Ahmad Abtokhi. Fisika dan Al-Qur‟an. (Malang: UIN Malang Press) h. 14
7
Hawking pun tidak mengesampingkan kemungkinan itu. Para Ilmuan seperti Newton, yang menciptakan teori gravitasi, pernah mengatakan bahwa penjelasan ilmiahnya itu hanya bisa menerangkan perilaku jagat raya, bukan pada penciptanya.“Gravitasi menjelaskan pergerakan planet-planet, namun tidak bisa menjelaskan siapa yang menggerakkan planet-planet itu,” tulis Newton.13 Berdasarkan pemikirannya ini, sudah bisa dipastikan bahwa rancangan agung yang dimaksud Hawking adalah suatu rancang yang terlepas dari kuasa Tuhan. Maka dari itu, teori-Mnya ini bisa saja mempengaruhi pemikiran seseorang supaya tidak yakin lagi bahwa alam semesta ini bukan diciptakan oleh Tuhan, melainkan terbentuk karena adanya hukum fisika yang sejak awal sudah ada. Kalau pun tetap meyakini Tuhan, bisa jadi yang dimaksud adalah Tuhan sains. Di sini penulis tertarik membandingkan teori Stephen Hawking dengan Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI. Berkaitan dengan hal itu, penulis menganggap perlu melakukan penelitian untuk membandingkan antara konsep penciptaan alam semesta menurut Tafsir „Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI dan menurut Stephen Hawking. Karena itu, pada skripsi ini penulis mengambil judul:
“KONSEP PENCIPTAAN ALAM SEMESTA (Study Komparatif Antara Teori-M Stephen Hawking dengan Tafsir „Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI).”
13
http://erlanggaad.blogspot.com/2011/03/teori-stephen-hawking-tuhan-bukanlah.html. Diakses pada tanggal 28 November 2012.
8
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Untuk lebih memperjelas dan memberi arah yang tepat dalam pembahasan skripsi ini, maka penulis membatasi masalah dengan pembahasan yang hanya akan difokuskan pada konsep penciptaan alam semesta menurut seorang scientis fisikawan dan salah satu tafsir al-Qur‟ān serta kajian studi komparatif terhadap pandangan keduanya. Judul penelitian ini didukung oleh dua pembahasan yang perlu dibatasi sebagai pegangan dalam kajian lebih lanjut. Kedua pembahasan tersebut adalah penciptaan alam semesta menurut Teori-M Stephen Hawking dan Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI. Penelitian Ilmiah yang khusus mengkaji masalah penciptaan alam semesta sudah banyak dilakukan baik dalam al-Qur‟ān maupun yang dilakukan para ilmuan-ilmuan, atau membandingkan antara keduanya. Namun penulis belum menemukan penelitian yang membandingkan antara Ilmuan modern abad ini yaitu Stephen Hawking, penulis memfokuskan pada karyanya yang berjudul “The Grand Design” dengan teori-Mnya. Dengan Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI. Maka dirumuskan persoalan sebagai berikut: Bagaimana Perbandingan Konsep Penciptaan Alam Semesta Menurut Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI dengan Teori-M Stephen Hawking?
C. Tujuan Penelitian Tujuan utama yang diharapkan dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk menjelaskan awal terjadinya semesta menurut Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI
9
2. Untuk menjelaskan awal terjadinya semesta menurut Stephen Hawking. 3. Untuk menganalisis perbandingan tentang konsep penciptaan alam semesta menurut Stephen Hawking dan Tafsir „Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI. D. Manfaat Penenlitian Berdasarkan rumusan/pembatasan masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat diketahui manfaat dari penulisan skripsi ini antara lain: 1. Menambah keyakinan kita kepada Sang Pencipta atas keagungan ciptaan-Nya. 2. Menambah wawasan mengenai proses terjadinya alam semesta. 3. Menambah informasi kepada pembaca tentang sebagain kecil ilmu pengetahuan dalam al-Qur‟ān. E. Kajian Pustaka/Study Review Dalam lingkup akademisi kampus, kajian dan penelitian terkait konsep dasar penciptaan alam semesta yang membandingkan konsep islam dan konsep barat cukup banyak diangkat sebagai sebuah tema/topic utama. Dari UIN Syarif Hidayatullah sendiri, khususnya dari fakultas Ushuludin, Tafsir Hadis, penulis dapat menghimpun dua skripsi terdahulu yang sejalan dengan yang diteliti penulis pada skripsi ini dan satu skripsi penulis temukan dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Skripsi terdahul tersebut dijadikan sebagai referensi bagi penulis agar dapat membedakan masalah yang diangkat, objek, dan tujuan penelitian. Berikut ini table skripsi yang berhubungan dengan topic yang penulis angkat dalam skripsi ini:
10
No
Nama Peneliti
Judul
1.
Mu‟adz D. Fahmi
The Qur‟ān and The Membandingkan
Skripsi Hadis
Ket/Hasil Penelitian penciptaan
S1Tafsir Big Bang Teory: A alam semesta antara teori Big Ushuludin Comparative
Study Bang dengan Al-Qur‟ān.
dan Filsafat, UIN On The Creation. Jkt,2011 2.
Abdul Hamid Skripsi Hadis
3.
Studi
S1Tafsir Antara
Komparatif Membandingkan Teori
Ushuludin, Bang
teori
Big
Big Bang menurut George Gamo
George dengan Tasir al-Maraghi
UIN Jkt
Gamow
dengan
2010
Tafsir al-Maraghi.
Fitri Kurniati
Studi
Analisis Membandingkan
pandangan
Skripsi S1 Tadris Pandangan
Stephen Stephen
Pendidikan Fisika, Hawking
Tentang pandangan Islam tentang alam
Tarbiyah,
UIN Berawalnya Semesta semesta.
Hawking
dengan
(Penulis
Jogja
dalam
Tinjauan memfokuskan penelitian pada
2003
Islam.
pemikiran Hawking tentang Big Bang dan Lubang Hitam)
Dan berikut ini adalah table yang menunjukan skripsi penulis sebagai penjelas perbedaan beberapa skripsi di atas dan skripsi karya penulis:
11
Nama Penulis
Judul
Nidaa UlHusna
Konsep
Skripsi
S1
Keterangan Penciptaan
Alam Membandingkan
Tafsir Semesta (Study Komparatif penciptaan Alam semesta
Hadis
Antara
Ushludin,
Penciptaan
Jagat
UIN Jkt 2013
Kementrian
Agama
dengan
Tafsir
Teori-M
Hawking).
Ilmi menurut
Teori-M-
Raya Stephen Hawking dengan RI Tafsir
Ilmi
Penciptaan
Stephen Jagat Raya Kementrian Agama RI.
Dengan adanya table skripsi terdahulu dan table skripsi karya penulis di atas maka dapat dilihat jelas perbadaan dan keunikan skripsi penulis dari skripsiskripsi yang telah selesai di tahun-tahun sebelumnya. Studi review diatas juga dapat menjadi informasi tambahan bagi penulis judul serupa selanjutnya untuk membedakan skripsinya dengan karya-karya yang telah ada. F. Metodologi Penelitian Dalam menyusun skripsi ini penulis menggunakan metodologi komparatif, yaitu pemecahan masalah yang menekankan pada data-data dan informasi sebanyak-banyaknya dari dua persepektif yang diteliti, untuk kemudian membandingkan kedua pendapat tersebut. Adapun jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian kepustakaan (library research) yang bersifat normative yang di-combine dengan data dan fakta yang bersifat empiris, Pada studi
12
kepustakaan ini mengharuskan penulis mencari data-data dari literature-literatur dan referensi yang berhubungan dengan judul skripsi diatas. Pada skripsi ini, sumber data yang digunakan adalah data primer juga data skunder, dimana data akan dibawa pada penelitan kualitatif. Sedangkan teknik pengumpulan datanya berwujud studi dokumentasi naskah (studi pustaka). Dalam mengolah dan menganalisis data penulis menggunakan metode kualitatif untuk mendistribusikan permasalahan yang dibahas dengan mengambil materi-materi yang relevan dengan permasalahan, lalu dikomparasikan untuk mendapatkan hasil/kesimpulan sebagaimana yang terdapat dalam rumusan masalah. Adapun metode penulisan dalam skripsi ini, penulis menggunakan buku Pedoman penulisan Skripsi yang dikeluarkan oleh Fakultas Ushuludin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
G. Sistemtika Penulisan Agar skripsi yang disusun tersusun rapi, sistematis, dan akhirnya mudah dipahami, penulis membuat sistematika penulisan sesuai dengan masing-masing bab. Penulis membaginya menjadi 5 (Lima) bab, yang masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab yang merupakan penjelasan dari bab tersebut. Adapun sistematika penulisan tersebut adalah sebagai berikut : Bab I yang terdiri dari pendahuluan berisi tentang uraian tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat
13
Penelitian, Kajian Pustaka/ Review Terdahulu, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan. Bab II yang terdiri dari biografi Stephen Hawking, dilanjutkan dengan penjabaran tentang penciptaan alam menurut teori-M Stephen Hawking, dimana dijelaskan pandangan Hawking tentang Big Bang, Teori Segalanya, dan Gagasan Teori-Mnya.
Sehingga tergambar tentang konsep penciptaan alam semesta
menurut pandangan Stephen Hawking. Bab III yang terdiri dari profil Tafsir „Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI, dilanjutkan dengan penjabaran tentang asal mula penciptaan alam semesta, proses penciptaan alam semesta menurut tafsir Kementrian Agama RI dan diakhiri dengan Peran Tuhan dalam Penciptaan Jagat Raya. BAB IV
merupakan akhir dari seluruh rangkaian pembahasan dalam
skripsi. Bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran dari penulis mengenai hal-hal yang dibahas dalam skripsi ini
BAB II PANDANGAN STEPHEN HAWKING TENTANG KONSEP PENCIPTAAN ALAM SEMESTA
A. Biografi Stephen Hawking 1. Riwayat Hidup Stephen Hawking
Stephen William Hawking, CH, CBE, FRS (lahir di Oxford, Britania Raya, 8 Januari 1942; umur 71 tahun, adalah seorang ahli fisika teoretis. Ia adalah seorang profesor Lucasian dalam bidang matematika di Universitas Cambridge dan anggota dari Gonville and Caius College, Cambridge. Ia dikenal akan sumbangannya di bidang fisika kuantum, terutama karena teori-teorinya mengenai teori kosmologi, gravitasi kuantum, lubang hitam, dan radiasi Hawking. Salah satu tulisannya adalah A Brief History of Time, yang tercantum dalam daftar bestseller di Sunday Times London selama 237 minggu berturut-turut. Pada tahun 2010 Hawking bersama Leonard Mladinow menyusun buku The Grand Design.1 Ia menjadi Lucasian Profesor of Mathematics di University of Cambridge selama tiga puluh tahun, dan telah menerima banyak penghargaan, yang paling baru adalah Presidential Medal of Freedom. Buku-bukunya untuk pembaca umum antara lain buku klasik A Brief History of Time, kumpulan esai Black Holes and Baby Universes, The Universe in a Nutshell, A Briefer History of Time, dan The Grand Design (Rancangan Agung, GPU, 2011).2
1
http://id.wikipedia.org/wiki/Stephen_Hawking. Diakses pada tanggal 16 Mei 2013 Stephen Hawking. “Tentang Penulis” dalam A Brief History of Time. Terj. Zia Anshor. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2013). 2
14
15
Stephen Hawking lahir pada 8 Januari 1942 dari pasangan Dr. Frank Hawking, seorang biolog, dan Isobel Hawking. Ia memiliki dua saudara kandung, yaitu Philippa dan Mary, dan saudara adopsi, Edward. 3 Ayah Hawking berasal dari Yorkshire. Ia bersekolah di Kedokteran Universitas Oxford, dan sesudah lulus terjun ke penelitian penyakit-penyakit tropis. Sedangkan ibunya lahir di Glasgow, Skotlandia, anak kedua dari tujuh bersaudara dari pasangan yang berprofesi dokter. Ia juga bersekolah di Oxford ia mencoba terjun ke bermacam-macam pekerjaan, termasuk menjadi petugas pajak. Setelah itu ia menjadi seorang sekertaris. Di situlah ia bertemu dengan Frank dan kemudian menikah dengannya. Kelauarga Hawking tinggal di Highgate, sebelah utara London. Mary, adik perempuannya lahir delapan belas bulan sesudah kelahirannya, yang kemudian menjadi seorang dokter. Adik perempuannya yang lain, Philippa, lahir ketika usia Hawking hampir lima tahun. Edward, adik lakilakinya lahir ketika Hawking berusia empat belas tahun.4 Kelahiran Stephen Hawking datang pada saat yang tidak tepat bagi orang tuanya, yang tidak memiliki banyak uang. Iklim politik juga tegang, seperti Inggris berurusan dengan Perang Dunia II dan serangan bom Jerman. Dalam upaya untuk mencari tempat yang lebih aman untuk memiliki anak pertama mereka, Frank memindahkan istrinya yang sedang hamil dari rumah mereka di London ke Oxford.5 Tentara Jerman setuju untuk tidak membom Oxford dan Cambridge, karena kedua tempat tersebut 3
http://id.wikipedia.org/wiki/Stephen_Hawking. Diakses pada tanggal 16 Mei 2013 Stephen Hawking, Lubang Hitam dan Jagat Bayi, dan Esai-esai lain, (Jakarta: Gramedia, 1995) h. 2 5 http://www.biography.com/people/stephen-hawking-9331710. Diakses pada tanggal 16 Mei 2013 4
16
memiliki kekayaan arsitektur yang tak ternilai; sebagai gantinya pasukan Sekutu setuju untuk tidak membom kota-kota historis Jerman: Heidelberg dan Gottingen. Hawking lahir bertepatan dengan hari kematian Galileo, yang terjadi tepat tiga ratus tahun sebelumnya yaitu tahun 1642. Pertanda astrologi semacam ini bagi seorang astronom dianggap sangat baik.6 Setelah Hawking lahir, keluarga mereka kembali ke London. Ayahnya lalu mengepalai divisi parasitologi di National Institute for Medical Research. Pada tahun 1950, Hawking dan keluarganya pindah ke St Albans, Hertfordshire. Di sana ia bersekolah di St Albans High School for Girls dari tahun 1950 hingga 1953 (pada masa itu, laki-laki dapat masuk ke sekolah perempuan hingga usia sepuluh tahun).7 Namun baru satu semester, ayahnya bertugas ke Afrika dan diperkifrakan sampai empat bulan. Kemudian Isobel Hawking mengajak anak-anaknya mengunjungi temannya di Deya, sebuah pulau milik Spanyol. Mereka tinggal di sana dan Hawking belajar pada William, seorang guru privat. Setelah kembali dari Deya, Frank menginginkan Stephen masuk ke sekolah Wetminster, salah satu sekolah “negeri” yang terkemuka. Di sekolah ini Stephen berada pada tingkat sedang, tetapi teman-teman kelasnya menjulukinya sebagai Einstein. Ketika tinggal dua tahun lagi, ia mengambil spesialisasi matematika dan fisika, yang didukung Mr. Tahta, seorang guru matematika. Namun ayahnya sangat menentang dan menginginkannya masuk kedokteran.8
6
Paul Stratheren, Stephen Hawking dan Lubang Hitam, (Surabaya: Ikon Teralitera, 2004)
7
http://id.wikipedia.org/wiki/Stephen_Hawking. Diakses pada tanggal 16 Mei 2013 Stephen Hawking, Lubang Hitam........h. 10-11
h. 7 8
17
Hawking selalu tertarik pada ilmu pengetahuan. Ia terinspirasi dari guru matematikanya yang bernama Dikran Tahta untuk mempelajari matematika di universitas. Ayahnya ingin agar Hawking masuk ke University College, Oxford, tempat ayahnya dulu bersekolah. Hawking lalu mempelajari ilmu pengetahuan alam. Ia mendapat beasiswa, dan lalu berspesialisasi dalam fisika.9 Pada ujian akhir Stephen kurang belajar, maka dia berencana hanya akan mengerjakan soal-soal fisika teoritis dan melepaskan pertanyaanpertanyaan yang menyangkut masalah-masalah praktis. Dia tidak bisa tidur pada malam sebelum ujian karena tegang, dan akibatnya tidak dapat menjalaninya dengan baik. Nilainya terletak di batas nilai antara first dan second degree, sehingga harus diwawancarai oleh para penguji untuk menentukan ia termasuk dalam golongan mana. Dalam wawancara itu mereka menanyakan rencana-rencana Stephen di masa mendatang. Stephen menjawab
bahwa
dia
ingin
terjun
ke
penelitian.
Jika
mereka
memasukkannya ke first degree, ia akan melanjutkan ke Cambridge. Sedangkan bila hanya mendapat second degree, akan tetap di Oxford. Ternyata mereka memberinya first degree. Stephen merasa bahwa ada dua bidang fisika teoritis fundamental yang dapat dijadikan pilihan dalam penelitian, yaitu kosmologi dan partikel elementer. Pada waktu itu belum ada penelitian tentang kosmologi di Oxford. Sedangkan di Cambridge ada Fred Hoyle, astronom Inggris yang terkenal pada masa itu. Oleh karena itu Hawking mendaftar untuk meraih
9
http://id.wikipedia.org/wiki/Stephen_Hawking. Diakses pada tanggal 16 Mei 2013
18
Ph. D di Cambridge dengan Hoyle sebagai pembimbing. Permohonannya untuk melakukan penelitian di Cambridge diterima karena ia mendapatkan first degree di Oxford, namun harus kecewa karena pembimbingnya bukan Hoyle, melainkan Denis Sciama yang tidak seterrkenal Hoyle. Dan itulah yang terbaik baginya, karena Hoyle sering pergi ke luar negeri, sebaliknya Denis selalu di tempat dan selalu bersemangat dalam membimbingnya, walaupun gagasan-gagasannya sering tidak sesuai dengan Stephen.10 Segera setelah tiba di Cambridge, gejala sklerosis lateral amiotrofik (ALS) yang akan membuatnya kehilangan hampir seluruh kendali neuromuskularnya mulai muncul. Pada tahun 1974, ia tidak mampu makan atau bangun tidur sendiri. Suaranya menjadi tidak jelas sehingga hanya dapat dimengerti oleh orang yang mengenalnya dengan baik. Pada tahun 1985, ia terkena penyakit pneumonia dan harus dilakukan trakeostomi sehingga ia tidak dapat berbicara sama sekali. Seorang ilmuwan Cambridge membuat alat yang memperbolehkan Hawking menulis apa yang ingin ia katakan pada sebuah komputer, lalu akan dilafalkan melalui sebuah voice synthesizer'.11 Stephen Hawking disebut sebagai seorang kosmologi relativistik, karena dia mempelajari alam semesta sebagai suatu sistem terpadu (kosmologis) dengan menggunakan teori relativitas (relativistik) sebagai basis utama. Stephen Hawking menghabiskan seluruh kariernya awal 1960-
10 11
Stephen Hawking, Lubang Hitam dan....., h. 15 http://id.wikipedia.org/wiki/Stephen_Hawking. Diakses pada tanggal 16 Mei 2013
19
an hingga pertengahan 1990-an sebagai seorang fisikawan teoretis yang berkutat dengan relativitas umum Einstein.12 Pada awal tahun 1960-an, saat Hawking masuk Cambridge, “ajaran” yang masih diyakini adalah teori tentang jagat raya yang masih berada dalam keadaan tetap (steady state theory), tidak berubah, yang diusulkan oleh Hoyle, yang menyatakan bahwa jagat raya tidak memiliki awal dan tidak memiliki akhir, tetapi akan selalu ada.13 Saat ketenaran Hawking mulai tersebar, dia membentuk sebuah kelompok yang terdiri dari sejumlah penelitian berbakat, dan mereka bekerja sama dalam melekukan penyelidikan dalam lubang hitam. Pada tahun 1971, Hawking memperoleh gagasan bahwa setelah peristiwa Big Bang, sejumlah “lubang hitam berukuran mini” terbentuk.14 Pada tahun 1973, Hawking memutuskan untuk berbalik 180 derajat dan memandang lubang hitam lewat kacamata mekanika kuantum. Itulah usaha pertama yang serius dan berhadil yang pernah dilakukan orang untuk menggabungkan teori besar abad ke-20: relativitas dan mekanika kuantum. Penggabungan itu merupakan rintangan yang sangat sulit untuk mendapatkan teori segala sesuatu.15 Pada tahun 1974, Hawking dan kelompoknya berhasil membuktikan “teorema tanpa rambut” yang dikemukakan oleh Wheeler.16
12
J.P McEvoy dan Oscar Zarate. Mengenal Hawking For Beginners. Terj. Ahmad Baiquni (Bandung: Mizan, Cet. 2, 1999) h. 10 13 Paul Strathern, Op. Cit, h. 34 14 Paul Strathern, Op. Cit, h. 42 15 Kitty Ferguson, Op. Cit, h. 92 16 Menurut teorema ini sebuah lubang hitam dengan cepat memasuki keadaan stasioner, dimana hanya tiga parameter yang berlaku, yaitu: masa, pergerakan siku-siku dan muatan listrik. Apapun yang masuk kedalam lubang hitam, hanya ketiga parameter tersebut yang masih tetap bertahan. Michael Harwood, the Universe and Dr. Hawking, dalam Kitty Ferguson, Op. Cit, h. 114
20
Pada tahun 1974, Hawking dilantik menjadi anggota Royal Society.17 Saat itu usianya tiga puluh dua tahun, dan termasuk paling muda untuk menerima kehormatan itu. Reputasi Hawking berkembang di dunia Internasional. Ia diundang untuk tinggal selama satu tahun di Institute Teknologi California sebagai penerima beasiswa Sherman Fairchild Distinguished Scholar. Penghargaan terus berdatangan: enam hadiah internasional utama dan enam gelar doktor kehormatan pada akhir 1970-an dan awal tahun 1980-an, antara lain: Albert Einsttein Award di Amerika, gelar kehormatan dari Oxford, CBE (Commander of the British Empire) yang dianugrahkan oleh Ratu Elizabeth. Dan pada tahun 1979 Hawking memperoleh gelar Mahaguru Lukasian di bidang Matematika dari Universitas Cambridge.18 2. Karya-Karya Stephen Hawking
Sebagai seorang ilmuwan, Stephen Hawking telah menghasilkan banyak karya, baik yang berupa buku, yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan, dan makalah-makalah; baik yang disampaikan dalam seminarseminar di Universitas Cambridge maupun tingkat Internasional. Diantara karya-karya tersebut antara lain:
A Brief History of A Brief History, Popular Science, Agustus, 1989
A Brief History of Time; From The Big Bang To Black Hole, London: Bantam Press, 1988
17
A Short History, Tanpa tanggal, Tidak diterbitkan
Salah satu organisasi ilmuwan paling bergengsi di dunia. Newton juga salah satu ilmuwan yang menjadi anggota dalam organisasi tersebut, bahkan tanda tangannya ada di halaman pertama. 18 Kitty Ferguson, Op. Cit, h. 115
21
Baby Universe II, Modern Physics Latter, 1990
Black Hole and Their Children, Baby Universe, tanpa tanggal. Tidak diterbitkan
The Edge of Spacetime, Cambridge University Press
Is Everything Determined?, Tidak diterbitkan, 1990
Is The End in Sight for Theoritical Physics? Makalah dalam pidato pelantikan sebagai Mahaguru Lukasian di bidang Matematika, April, 1980
My Experience with Motor Neurone Disease, Tidak diterbitkan. Tanpa tanggal
The Quantum Mekanics of Black Hole, Scientific American, January, 1977
Wormholes in Spacetime, Tidak diterbitkan. Tanpa tanggal
Black Hole and Baby Universe, and Other Essays, Bantam: 1993
The Theory of Everything: The Origin and Fate of the Universe, New Millenium Press, 2002.
The Illustrated Brief History of Time, Updated and Expended Edition, Bantam: 1996
The Universe in A Nutshell, Bantam: 2001
The Future of Space Time, Pricenton University Press, 2000.19
A Brief History of Time, USE: Bantam Books, 2005
The Grand Design, Unitetd States: Bantam Books. 2010
19
Fitri Kurniati, “Studi Analisis Pandangan Stephen Hawking tentang Berawalnya Semesta dalam Tinjauan Islam”. 2005, Skripsi S1 Fakultas Tarbiyah, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
22
B. Gagasan Hawking tentang Big Bang Gagasan Ledakan Besar tak disukai semua orang. Malah, istilah “big bang” (“Ledakan Besar”) sendiri diciptakan pada tahun 1949 oleh ahli astrofisika asal Universitas Cambridge Fred Hoyle yang tidak percaya dengan teori ini. Hoyle bahkan percaya bahwa alam semesta terus mengembang selamanya dan ia membuat istilah “big bang” untuk mengejek.20 Pengamatan langsung pertama yang mendukung gagasan tentang ledakan besar belum ada sampai 1965, ketika didapati penemuan latar gelombang mikro samar di seantero antariksa. Radiasi latar gelombang mikro kosmik (cosmic microwave background radiation, CMBR)21 ini sama dengan yang ada di dalam oven gelombang mikro, tapi jauh lebih lemah. Radiasi itu ditemukan secara kebetulan oleh Arno Penzias dan Robert Wilson, ilmuwan Bell Labs22 yang mencoba melenyapkan statik dari antena gelombang mikro mereka. Awalnya mereka menganggap statik
20
Dengan teori “steady-state”-nya, Hoyle menerima bahwa alam semesta mengalami perluasan, tetapi tetap berkeras bahwa alam semesta tidak terbatas dalam skalanya dan tanpa awal maupun akhir. Menurut model ini, ketika alam semesta meluas, materi muncul secara spontan dan dalam kuantitas sebesar yang dibutuhkan. Teori ini, yang berlandasakan pada premis-premis yang sangat tidak praktis atau sulit, dan yang diajukan dengan kepentingan tunggal untuk mendukung gagasana “alam semesta tak terbatas tanpa awal atau akhir”, bertolak belakang dengan teori Big Bang. Padahal teori Big Bang secara ilmiah telah terbukti dengan sejumlah besar pengamatan. Hoyle dan yang Selainnya terus mengingkarinya, namun semua perkembangan ilmu alam menyatakan sebaliknya. Harun Yahya, Keajaiban Pada Atom, (Bandung: Dzikra, Cet. I, 2003) h. 6 21 CMBR adalah radiasi sisa alam semesta awal yang amat panas dan mampat, tak lama sesudah Ledakan Besar. Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Radiasi_latar_belakang_gelombang_mikro_kosmis, http://en.wikipedia.org/wiki/Cmbr 22 Bell Labs itu kepanjangan dari Bell Laboratory yang cikal bakalnya digagas oleh Alexander Graham Bell penemu telepon di Washington DC sekitar 1880. Namanya berubah-ubah, hingga kemudian secara formal dibangun pada 1925 di lokasinya sekarang di New York City dan sebagian di New Jersey, dikenal dengan nama Bell Labs sekarang. Lihat di sini perkembangannya. http://en.wikipedia.org/wiki/Bell_Labs. diakses pada tanggal 27 Oktober 2013.
23
itu mungkin datang dari kotoran merpati yang bersarang di alat mereka, tapi ternyata aasal usul masalah mereka lebih menarik.23 Gambaran awal dari tahap dini yang panas dari jagat raya ini dikemukakan oleh ilmuwan George Gamow pada tahun 1948 dalam sebuah makalah yang ditulis bersama muridnya, Ralph Alpher dan seorang ilmuwan nuklir Hans Bethe.24 Dalam makalah ini mereka mengemukakan ramalan bahwa radiasi (dalam bentuk foton) dari tahap dini jagat raya yang sangat panas masih ada sampai sekarang, namun temperaturnya telah menurun menjadi hanya beberapa derajat di atas nol mutlak (-273ºC) karena pemuaian jagat raya.25 Para ahli astronomi juga telah menemukan jejak-jejak lain yang mendukung gambaran alam semesta awal yang panas dan kecil setelah Ledakan Besar. Contohnya, pada sekitar satu menit pertama, alam semesta kiranya lebih panas daripada pusat bintang biasa. Sepanjang masa itu keseluruhan alam semesta kiranya bertindak sebagai reaktor fusi nuklir. Reaksi-reaksinya kiranya ketika alam semesta sudah cukup mengembang dan mendingin, dan teori memprediksi bahwa masa itu akan menghasilkan alam semesta yang tersusun atas sebagian besar hidrogen dan 23 persen helium dan segelintir lithium (semua unsur yang lebih berat terbentuk sesudahnya, di dalam bintang-bintang).26
23
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 137 24 Dengan demikian penulis makalah itu menjadi “Alpher, Bethe, Gamow” yang mirip dengan tiga huruf pertama Yunani; alfa, beta dan gama. 25 Ini merupakan penjelasan radiasi latar gelombang mikro yang ditemukan Penzias dan Wilson pada tahun 1965. Stephen Hawking, A Brief History....hlm. 125 26 Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 138
24
Pada Ledakan Besar, alam semesta dianggap berukuran nol, dan luar biasa panas. Tapi selagi alam semesta mengembang, suhu radiasinya berkurang. Satu detik sesudah Ledakan Besar, suhu alam semesta turun menjadi sepuluh miliar derajat. Pada waktu itu alam semesta itu alam semesta berisi sebagian besar foton, elektron, dan neutrino27 berikut antizarahnya, juga beberapa proton dan neutron. Kemudian energi diubah menjadi partikel dalam unsur yang akan menjadi bahan dasar pembentukan bintang, planet dan galaksi.28 Sekitar seratus detik sesudah Ledakan Besar, suhu alam semesta kiranya turun sampai satu miliar derajat, suhu di dalam bintang-bintang terpanas. Pada suhu setinggi itu, proton dan neutron bakal tak lagi punya cukup energi untuk lepas dari tarikan gaya nuklir kuat, dan mulai bergabung membentuk inti atom deutrerium (hidrogen berat) yang mengandung satu proton dan satu neutron. Inti deuterium kemudian bergabung dengan makin banyak proton dan neutron untuk membentuk inti helium, yang mengandung dua proton dan dua neutron, juga sejumlah kecil unsur-unsur lebih berat, lithium dan beryllium. Bisa dihitung bahwa dalam model Ledakan Besar panas, sekitar seperempat proton dan neutron menjadi inti helium, bersama sejumlah kecil hidrogen berat dan unsurunsur lain. Sisa neutron meluruh menjadi proton, yang merupakan inti atom hidrogen biasa.29
27
Zarah sangat ringan yang hanya diperlukan oleh gaya nuklir lemah dan gravitasi. Stephen Hawking. A Brief History of Time. Terj. Zia Anshor (Jakarta: PT. Gramedia, 2013) h. 115 29 Stephen Hawking. A Brief History of Time. Terj. Zia Anshor (Jakarta: PT. Gramedia, 2013) h. 116 28
25
Pengukuran kelimpahan helium dan CMBR menyediakan bukti meyakinkan yang mendukung gambaran awal alam semesta menurut teori Ledakan Besar, tapi walau gambaran Ledakan Besar bisa dianggap penjabaran yang shahih atas awal alam semesta; teori Einstein menganggap Ledakan Besar yang memberi gambaran sejati asal-usul alam semesta adalah hal yang keliru. Alasannya, relativitas umum memprediksi ada suatu saat ketika suhu, kerapatan, dan kelengkungan alam semesta semuanya bernilai tak terhingga, situasi yang oleh ahli matematika disebut singularitas (singularity). Bagi ahli fisika, hal itu berarti bahwa teori Einstein buyar pada titik itu, dan karena itu tak bisa digunakan untuk memprediksi bagaimana alam semesta berawal, sebaliknya hanya bisa dipakai untuk memprediksi bagaimana alam semesta berkembang sesudahnya. Jadi walau kita bisa menggunakan persamaan-persamaan relativitas umum dan pengamatan kita atas alam semesta untuk mempelajari alam semesta pada umur sangat muda, gambaran Ledakan Besar tak boleh dipegang terus sampai awal.30 Untuk meramalkan bagaimana jagat raya itu seharusnya bermula, diperlukan hukum-hukum yang berlaku pada awal waktu. Jika teori klasik relativitas umum itu benar, teorema singularitas31 yang dibuktikan Hawking dan Roger Penrose menunjukan bahwa awal waktu itu merupakan titik rapatan tak terhingga dan kelengkungan ruang-waktu yang tak terhingga 30
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 138 31 Teorema singularitas itu adalah kondisi batas jagat raya, bahwa jagat raya itu tidak mempunyai tapal batas. Jika jagat raya dalam keadaan tanpa tapal batas (n0-boundary-state), hukum-hukum sains secara murni menentukan kemungkinan-kemungkinan setiap sejarah yang mungkin terjadi, dan pada prinsipnya kita dapat menentukan dengan pasti bagaimana jagat raya semestinya berperilaku, hingga batas-batas yang diperbolehkan oleh asas ketidakpastian. (Stephen Hawking, Lubang Hitam...hlm. 93)
26
besarnya. Semua hukum sains yang dikenal akan runtuh pada titik semacam itu. Sebenarnya, apa yang dinyatakan oleh teorema singularitas adalah bahwa medan gravitasi menjadi begitu kuat sehingga efek gravitasi kuantum menjadi penting: teori klasik tidak lagi merupakan pemerian yang baik mengenai jagat raya. Jadi harus digunakan suatu teori kuantum gravitasi untuk membahas tahapan-tahapan saat awal dari jagat raya. Sebagaimana dalam teori kuantum,32 hukum-hukum sains dapat dimungkinkan berlaku dimana-mana,
termasuk
pada
awal
waktu:
tidak
perlu
untuk
mempostulatkan hukum-hukum baru untuk singularitas, karena dalam teori kuantum tidak diperlukan singularitas apapun.33 Sebenarnya Big Bang tidak sesederhana itu. Jagat raya mulai mengembang dalam rangkaian sangat teratur dengan sekelompok konstanta dan hukum matematis yang mengatur perkembangan berikutnya, menjadi jagat raya yang kita lihat sekarang. Di dalamnya sudah ada rangkaian hukum-hukum kuantum yang sangat kompleks, yang mengatur berbagai kemungkinan interaksi partikel-partikel elementer, dan jagat raya dibentuk oleh hukum-hukum tersebut. Terdapat kemungkinan untuk mencapai “teori segala sesuatu” (theory of everything), yang merupakan hukum-hukum umum yang mencakup seluruh proses fisis. Namun seandainya memang mungkin, maka hukum itu akan mencakup ratusan hukum turunannya, mengatur gerakan zarah elementer yang mungkin ada dipelbagai tahapan dalam perkembangan kosmos. 32
Teori Kuantum (kuantum theory) adalah teori yang menyatakan benda tak punya sejarah tunggal. 33 Stephen Haking, Abrief History...hlm. 141
27
Hukum-hukum itu meliputi seluruh kemungkinan dalam seluruh partikularitasnya yang sangat kompleks. Dan hukum itu benar-benar ada pada titik awal waktu semesta, maka seseorang akan mendapat hipotesis yang sama rumitnya bahwa hukum-hukum itu mengada dalam waktu, namun seluruhnya terpadu secara menakjubkan untuk menghasilkan jagat raya yang koheren.34
C. Teori Segalanya Hawking mulai bekerja secara serius tentang alam semesta awal, masalah yang terus digelutinya hingga kini. Dalam makalah yang disajikan di Vatican, dia memperkenalkan Model Tanpa Ujung, gagasan terakhirnya dan paling radikal. Inilah upaya untuk menerapkan mekanika kuantum35 dalam persoalan singularitas pada permulaan alam semesta. Dalam model dentuman besar alam semesta, teori relativitas umum memberikan gambaran meyakinkan tentang evolusi alam semesta dari beberapa saat setelah t=0 hingga hari ini. Namun, Hawking bisa menunjukan bahwa pada titik mula itu relativitas umum meramalkan suatu titik singularitas dan di titik itu teori relativitas umum menjadi runtuh. Ini merupakan teori klasik. Ruang dan waktu tidak dapat digambarkan lagi dengan persamaan Einstein ketika materi runtuh dengan kerapatan tak berhingga. Bagaimana mungkin fisika dapat meramalkan alam semesta jika
34
Hukum-hukum itu merupakan ide dasar pembentukan sistem yang saling mengandalkan, sehingga jika hukum-hukum itu dilepaskan hubungannya satu dari yang lain, tidak mempunyai makna (Riswanto, Sistem-sistem Metafisika Barat Dari Aristoteles Sampai Derrida, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998, hlm. 149) 35 Mekanika Kuantum adalah cabang fisika yang sesuai dengan fenomena sub mikroskopik seperti gerak partikel tunggal dalam foton, (William J Kaufirmann, Universe, thirh edition, New York: Freemen and Company, 1991, hlm. 576-577)
28
semua hukum fisika runtuh pada saat dentuman besar? Teori kuantum harus diterapkan.36 Berpijak dari persoalan ini, Hawking dan rekannya, Jim Hartle dari Universitas
California
menggunakan
Model
Tanpa
Ujung
untuk
membangun suatu gagasan baru dalam Kosmologi Kuantum. Berbeda dengan pendekatan terdahulu, Hawking dan Hartle menggunakan variable waktu imajiner37 untuk mempelajari singularitas dentuman besar. Pada saat lahir, seluruh alam semesta dalam keadaan kuantum. Jadi Hawking dan Hartle memperlakukan alam semesta sebagai suatu sistem kuantum tunggal untuk menentukan fungsi gelombangnya. Dengan kata lain, mereka menerapkan prinsip mekanika kuantum standar pada seluruh alam semesta “sebelum” dentuman besar terjadi. Pencarian ini disebut gravitasi kuantum atau TOE, theory of everything. 38 Sehingga muncul gagasan teori-M sebagai calon teori segalanya, yang baru digagas dengan Leonard Mlodinow, dalam bukunya “The Grand Design”. Yang akan menjadi pembahasan utama di sini. Di awal pembahasan terkait Teori segalanya, Hawking memulai dengan pernyataan sekaligus pertanyaan bahwa alam semesta dapat dimengerti karena diatur hukum-hukum sains; artinya, perilakunya dapat digambarkan dengan model. Tapi apa sebenarnya hukum atau model?
36
J.P McEvoy dan Oscar Zarate. Mengenal Hawking For Beginners. Terj. Ahmad Baiquni (Bandung: Mizan, Cet. 2, 1999) h. 152-153 37 Waktu dibagi menjadi dua komponen terpisah: waktu imajiner dan waktu real. Berbeda dengan waktu real, waktu imajiner tidak hilang ketika dentuman besar terjadi. Dengan demikian, teori ini bisa diterapkan di titik singularitas. (J.P McEvoy dan Oscar Zarate. Mengenal Hawking For Beginners. Terj. Ahmad Baiquni (Bandung: Mizan, Cet. 2, 1999) h. 157) 38 J.P McEvoy dan Oscar Zarate. Mengenal Hawking For Beginners. Terj. Ahmad Baiquni (Bandung: Mizan, Cet. 2, 1999) h. 154
29
Dijelaskan perjalanan hukum fisika, dimulai dari hukum gravitasi Newton, gaya elektromagnetisme Orsted, medan gaya (force field) Faraday, cahaya gelombang elektromagnetik Maxwell, sampai pada teori relativitas Einstein. Walau sama-sama merevolusi fisika, teori elektromagnetisme Maxwell dan teori gravitasi Einstein –relativitas umum- sama-sama teori klasik seperti fisika Newton. Artinya, kedua teori itu merupakan model yang menganggap alam semesta punya sejarah tunggal dan pada tingkat atom dan sub-atom model-model tersebut tak cocok dengan pengamatan. Sebaliknya, harus digunakan teori kuantum yang menyatakan alam semesta bisa memiliki sejarah apapun yang mungkin, masing-masing dengan intensitas atau amplitudo probabilitas sendiri-sendiri. Untuk perhitungan praktis yang melibatkan dunia sehari-hari, kita bisa terus menggunakan teori klasik, tapi jika ingin mengerti perilaku atom dan molekul, kita perlu versi kuantum teori elektromagnetisme Maxwell; dan jika ingin mengerti awal alam semesta, ketika segala zat dan energi di alam semesta termampatkan dalam volume kecil, maka kita harus punya versi kuantum teori relativitas umum.39 Untuk benda-benda yang bergerak sangat cepat dan memiliki ukuran yang kecil (yang sesuai dengan fisika partikel modern) maka menggunakan kombinasi dua buah teori yaitu teori relativitas yang dikombinasikan dengan prinsip-prinsip kuantum, ini adalah mekanika kuantum relativistik yang saat ini dikenal dengan nama teori
39
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 110
30
medan kuantum, yang ditemukan pada tahun 30 dan 40-an, tetapi hingga saat ini teori tersebut belum bisa dianggap sebagai teori yang sempurna.40 Gaya-gaya yang sudah dikenal di alam bisa dibagi menjadi empat kelas: 1. Gravitasi. Inilah gaya terlemah diantara empat kelas gaya, tapi berjangkauan jauh dan berlaku sebagai gaya tarik bagi segala hal di alam semesta. Artinya bagi benda-benda besar gaya gravitasi menumpuk dan bisa mengalahkan semua gaya lain. 2. Elektromagnetisme. Gaya ini juga berjangkauan jauh dan jauh lebih kuat daripada gravitasi, tapi hanya berlaku bagi zarah bermuatan listrik, bersifat tolak menolak bagi muatan sejenis dan tarik menarik bagi muatan berlainan jenis. Artinya gaya listrik antara benda-benda besar saling meniadakan, tapi mendominasi pada skala atom dan molekul. Gaya elektromagnetik bertanggungjawab atas segenap kimia dan biologi. 3. Gaya nuklir lemah (weak nuclear force). Gaya ini menyebabkan radioaktivitas dan berperan penting pada pembentukan unsur-unsur di bintang-bintang dan awal alam semesta. Tapi kita tak menemui gaya ini dalam kehidupan sehari-hari. 4. Gaya nuklir kuat (strong nuclear force). Gaya ini menyatukan proton dan neutron dalam inti atom. Gaya ini juga menjaga keutuhan proton dan neutron sendiri, yang diperlukan karena keduanya terbuat dari zarah-zarah yang lebih kecil lagi, kuark. Gaya kuat adalah sumber 40
http://kurniafisika.wordpress.com/2009/08/20/apakah-elektrodinamika-itu-danbagaimana-letaknya-dalam-fisika. Diakses pada tanggal, 23 September 2013
31
energi matahari dan nuklir, tapi sebagaimana gaya lemah, kita tak berhubungan langsung dengannya.41 Gaya
pertama
yang
mendapat
versi
kuantum
adalah
elektromagnetisme. Teori kuantum medan elektromagnetik, disebut elektrodinamika kuantum (quantum electrodynamics, QED) adalah teori medan kuantum relativistik tentang elektrodinamika. Teori ini menjelaskan bagaimana cahaya dan materi berinteraksi dan merupakan teori pertama yang mencapai kesesuaian antara mekanika kuantum dan relativitas khusus. QED menggambarkan secara matematis semua fenomena yang melibatkan partikel bermuatan listrik. Salah satu pendiri teori QED, Richard Feynman,42 yang dikembangkan pada tahun 1940-an. Memang Feynman menyediakan bantuan amat besar bagi para ahli fisika untuk menggambarkan dan menghitung peluang proses-proses yang dijabarkan QED. Tapi diagram Feynman tak mengatasi satu kekurangan penting teorinya: Kalau sumbangan dari beraneka sejarah yang tak terhingga
dijumlahkan,
hasilnya
tak
terhingga
juga.
(jika
nilai
sumbangannya mengecil cukup pesat, mungkin saja hasil penjumlahannya terhingga, tapi sayangnya itu tak berlaku di sini.) kalau diagram-diagram Feynman dijumlahkan, jawabannya seolah menyiratkan bahwa elektron punya massa dan muatan tak terhingga. Itu absurd karena kita bisa
41
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 111 42 http://id.wikipedia.org/wiki/Elektrodinamika_kuantum. Diakses pada tanggal, 23 September 2013
32
mengukur massa dan muatannya, dan nilainya terhingga. Untuk mengatasi ketakterhinggaan, dikembangkan prosedur yang disebut renormalisasi.43 Keberhasilan renormalisasi dalam QED menggalakkan upaya mencari teori medan kuantum yang menjabarkan tiga gaya lain di alam. Tapi pembagian gaya-gaya alam menjadi empat kelas barangkali bersifat artifisial dan disebabkan ketidakpahaman kita. Oleh karena itu orang telah mencari-cari
teori
segalanya
(theory
of
everything)
yang
akan
mempersatukan empat kelas itu dalam satu hukum yang cocok dengan teori kuantum. Kiranya itulah yang paling dicari-cari dalam fisika.44 Satu tanda bahwa pemersatuan adalah pendekatan yang benar berasal dari teori gaya lemah. Teori medan kuantum yang menjabarkan gaya lemah saja tak bisa direnormalisasi; artinya, dalam teori itu ada nilai tak terhingga yang tak bisa ditiadakan dengan mengurangi sejumlah terhingga besaran seperti massa dan muatan. Namun pada tahun 1967 Abdus Salam dan Steven Weinberg secara terpisah mengajukan satu teori yang mempersatukan elektromagnetisme dan gaya lemah, dan mendapati bahwa pemersatuan itu membereskan masalah masalah nilai tak terhingga. Gaya hasil pemersatuan itu disebut gaya elektrolemah (elektroweak force). Teorinya dapat direnormalisasi, dan memprediksi tiga zarah baru yang disebut
,
, dan
. Gaya kuat bisa direnormalisasi sendiri dalam
teori yang disebut kromodinamika kuantum (quantum chromodynamics, 43
Proses renormalisasi melibatkan pengurangan besar-besaran yang didefinisikan terhingga dan ngatif dengan cara sedemikian, sehingga dengan perhitungan matematis saksama, hasil penjumlahan nilai-nilai tak terhingga negatif dan positif yang muncul dalam teori nyaris saling meniadakan, menyisakan selisih kecil, nilai massa dan muatan yang terhingga dan teramati. (Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 115-116 44 Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 117
33
QCD). Menurut QCD, proton, neutron, dan banyak zarah dasar zat lain terbuat dari quark, yang punya sifat menakjubkan yang oleh para ahli fisika disebut warna.45 Sesudah mempersatukan gaya lemah dan elektromagnetik, ahli-ahli fisika pada tahun 1970-an mencari cara memasukkan gaya kuat ke dalam teori itu. Ada sejumlah teori terpadu agung (grand unified theory, GUT) yang mempersatukan gaya kuat dengan gaya lemah dan elektromagnetisme, tapi kebanyakannya memprediksi bahwa proton, bahan pembangun kita, seharusnya meluruh (decay) sesudah rata-rata
tahun. Itu masa hidup
yang panjang sekali, mengingat alam semesta saja baru berumur tahun. Tapi dalam fisika kuantum, ketika kita berkata rata-rata masa hidup zarah adalah sekitar
tahun, artinya bukanlah sebagian besar zarah ada selama tahun, serta sebagian lebih panjang dan sebagian lebih pendek
umurnya. Sebaliknya, yang dimaksudkan adalah bahwa tiap tahun tiap zarah punya peluang meluruh 1 per
.46
Karena bukti pengamatan terdahulu juga telah gagal menyokong GUT, maka sebagian besar ahli fisika menggunakan teori sementara yang disebut model standar (standard model), yang terdiri atas teori elektromagnetik dan gaya lemah yang sudah dipersatukan dan QCD sebagai teori gaya kuat. Tapi dalam model standar, gaya elektrolemah dan gaya kuat bertindak terpisah dan tak benar-benar dipersatukan. Model standar amat berhasil dan cocok dengan semua bukti pengamatan yang ada 45
Color maknanya diistilahkan “kromodinamika”, walau “warna” kuark hanyalah label praktis tak ada hubungan dengan warna yang bisa dilihat. Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 117 46 Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 119-120
34
sekarang, tapi pada akhirnya tak memuaskan karena, selain belum menyatukan gaya elektromagnetik dan gaya kuat, model itu juga belum mencakup gravitasi.47 Boleh jadi memadukan gaya kuat dengan gaya elektromagnetik dan gaya lemah itu terbukti sukar, tapi perkara barusan tidak ada apa-apanya dibanding perkara menggabungkan gravitasi dengan ketiga gaya lain, atau menciptakan teori gravitasi kuantum yang berdiri sendiri. Pada 1976 ditemukanlah satu kemungkinan cara pemecahan masalah itu. Namanya supergravitasi (supergravity).48 Gagasan supersimetri adalah kunci penemuan supergravitasi, tapi konsep itu sebenarnya berawal bertahun-tahun sebelumnya ketika para ahli teori mempelajari teori baru bernama teori dawai (string theory). Menurut teori dawai, zarah bukan berupa titik, melainkan pola getaran yang punya panjang tapi tak punya tinggi dan lebar, seperti utas dawai yang tak terhingga tipisnya, teori dawai juga mengarah kepada ketakterhinggaan, tapi dipercaya bahwa dalam versi tepatnya ketakterhinggaan dalam teori tersebut akan saling meniadakan. Ada lagi satu sifat luar biasa ketakterhinggaan dalam teori dawai: hanya konsisten apabila ruang-waktu punya sepuluh dimensi, bukan hanya empat. Jika sepuluh dimensi benar
47
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 120-121 48 Awalan “super” bukan ditambahkan karena para ahli fisika menganggap teori gravitasi kuantum tersebut “super” dan ampuh. “Super” merujuk kepada jenis simetri yang ada dalam teori itu disebut supersimetri (supersymetry). (Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 123)
35
ada, maka mengapa kita tak melihatnya? Menurut teori dawai, sepuluh dimensi melengkung menjadi ruang berukuran amat kecil.49 Selain
persoalan
dimensi,
teori
dawai
diganggu
persoalan
merepotkan lain. Tampaknya ada minimal lima teori berbeda dan jutaan cara dimensi ekstra bisa tergulung, terlalu banyak kemungkinan bagi mereka yang menyatakan bahwa teori dawai adalah teori segalanya yang unik. Lalu, sekitar tahun 1994, orang mulai menemukan dualitas, bahwa berbagai teori dawai, dan berbagai cara menjabarkan fenomena yang sama dalam empat dimensi. Selain itu, mereka menemukan bahwa supergravitasi juga berhubungan dengan cara demikian dengan teori-teori lain. Para pemikir teori dawai sekarang yakin bahwa lima teori dawai yang berbeda dengan supergravitasi hanyalah pendekatan yang berbeda-beda terhadap satu teori yang lebih mendasar, dan masing-masingnya sah dalam situasi berbeda.50 Teori dawai menyatakan bahwa quark dan lepton51 bekerja karena adanya dawai energi yang menjadi struktur internal penghubung keduanya. Dawai energi tersebut berosilasi dengan frekuensi tertentu dan menurut teori ini perbedaan frekuensi itulah yang menyebabkan adanya karakter unik pada partikel-partikel fundamental. Massa dan muatan dari partikel juga termasuk dalam kategori karakter yang unik yang diatur oleh frekuensi osilasi dawai. 49
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 124-125 50 Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 126 51 Quark adalah partikel fundamental yang memiliki muatan listrik kelipatan pecahan dari muatan listrik elektron. Lepton adalah merupakan salah satu golongan partikel fundamental yang terdiri dari elektron, muon, dan tau, serta tiga jenis neutrino. Lihat http://www.fisikanet.lipi.go.id, diakses pada tanggal 30 Oktober 2013.
36
Target utama teori dawai adalah penyatuan fenomena mikro dan makroskopik. Meskipun teori ini sempat berkembang pesat dengan adanya pembuktian matematis dari beberapa fisikawan pada tahun 1980an, sekarang teori ini mengalami banyak kemunduran usai keluarnya teori M yang mengoreksi begitu banyak kontroversi dalam teori dawai. Yang pertama adalah teori ini membutuhkan begitu banyak dimensi untuk dipahami. Teori dawai membutuhkan 10 dimensi untuk dapat dipahami. Yakni, dimensi ruang–waktu dan enam dimensi tambahan. Sedangkan teori M membutuhkan 11 dimensi untuk menjelaskan matematikanya. Memang sulit untuk memahaminya dalam realita kehidupan sehari-hari. Masalahnya adalah dimensi itu sendiri dibuat melalui pengolahan matematis yang rumit dan juga sampai saat ini belum ada alat yang membantu kita meneropong cakrawala dimensi tambahan tersebut. Jadi hanya manipulasi matematis yang mengintegrasikan seluruh dimensi yang diperlukan dalam memahami teori dawai energi ini. Yang kedua, dengan skala kerja 10-33 meter, teori ini menjadi sesuatu yang sangat sulit dibuktikan. Pasalnya, daerah jarak kerja fisika partikel hanya mencapai orde femto -yakni sekitar 10-15 meter. Skala ini merupakan
subatomik
terkecil
yang
mampu
diaplikasikan
dan
diorientasikan dengan komputer supercanggih yang memiliki flop orde tera sekalipun.52 Kasus terakhir adalah Superconducting Super Collider (SSC) yang merupakan laboratorium tumpuan bagi pembuktian prediksi teori 52
http://visitfisika.wordpress.com/2008/02/25/teori-segalanya-part-1-teori-dawai. Diakses pada tanggal 23 September 2013
37
superdawai. Pada 1993, kongres Amerika membuat keputusan untuk menghentukan SSC tersebut sehingga pupuslah harapan untuk menguji kebenaran teori superdawai. Meskipun demikian, sebagian ahli masih terus mengembangkan teori yang sangat indah secara matematis ini, dan teori superdawai menjadi teori teori kuasi keyakinan. Artinya, setiap ahli dapat mempunyai rumusan sendiri dan masing-masing boleh bertahan dan merasa benar dengan gagasannya sepanjang lgika matematisnya dipenuhi karena memang tidak ada hakim berupa laboratorium yang memutuskan gagasan mana yang sesungguhnya benar.53
D. Gagasan Hawking Tentang Teori-M Tak seorangpun yang tampaknya tahu apa arti “M”, tapi bisa saja “master” (majikan), “miracle” (mukjizat), atau “mystery” (misteri). Mungkin tiga-tiganya sekaligus. Orang-orang masih mencoba menguraikan hakikat teori-M, tapi boleh jadi itu juga mustahil. Bisa saja harapan tradisional ahli fisika akan suatu teori tunggal bagi alam tak dapat terwujud, dan tidak ada rumusan tunggal. Boleh jadi untuk menjabarkan alam semesta kita harus menggunakan teori yang berbeda-beda dalam berbagai situasi. Tiap teori mungkin punya realitas versi sendiri, yang bisa diterima sepanjang prediksi teori-teorinya seragam bila saling tumpang tindih, yaitu ketika beberapa teori bisa diterapkan sekaligus.54 Oleh karena itu, hukum-hukum teori-M memperkenankan adanya berbagai alam semesta dengan berbagai hukum yang bisa diketahui, 53
Agus Purwanto, D.Sc. Nalar Ayat-ayat Semesta. (Bandung: Mizan, 2012) h. 56 Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 126-127 54
38
tergantung bagaimana kelengkungan ruang internal. Teori-M punya solusi yang memungkinkan berbagai ruang internal, barangkali sampai alam semesta yang berbeda, masing-masing dengan hukum-hukumnya sendiri.55 Baik teori-M ada sebagai rumusan tunggal maupun sekedar jejaring, kita sudah tahu beberapa sifatnya. Pertama, teori-M punya sebelas dimensi ruang-waktu, bukan sepuluh. Para pemikir teori dawai sudah lama menduga bahwa prediksi sepuluh dimensi mungkin harus disesuaikan, dan penelitian terkini menunjukan bahwa satu dimensi memang selama ini terlewatkan. Selain itu, teori-M tak hanya bisa berisi dawai bergetar tapi juga zarah titik, lembar dua dimensi, gumpalan tiga dimensi, dan benda-benda lain yang lebih sukar dibayangkan dan menempati makin banyak dimensi ruang, sampai sembilan. Benda-benda itu disebut p-brane (dengan p berkisar antara nol sampai sembilan).56 Menurut teori-M, ruang-waktu punya sepuluh dimensi ruang dan dimensi waktu. Tujuh dimensi ruang dianggap tergulung amat kecil sehingga tak diperhatikan oleh kita, sehingga kita melihat ilusi bahwa yang ada hanya tiga dimensi besar yang akrab dengan kita. Satu pernyataan penting yang belum terjawab dalam teori-M adalah: Mengapa, di alam
55
untuk mendapat gambaran akan banyaknya, pikirkan begini: jika ada makhluk yang dapat menganalisis hukum-hukum yang diprediksi bagi tiap alam semesta dalam satu milidetik saja dan mulai bekerja pada saat Ledakan Besar, maka sekarang makhluk itu bakal barumenyelesaikan dan itu tanpa istirahat. (Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 128) 56 Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 127
39
semesta kita, tidak ada lebih banyak dimensi besar, dan mengapa dimensi lainnya tergulung?57 Kosmologi dari atas ke bawah justru (top down)58 memprediksi bahwa jumlah dimensi ruang yang besar tidak ditetapkan kaidah fisika apapun. Akan ada amplitudo peluang kuantum untuk tiap jumlah dimensi ruang besar dari nol sampai sepuluh. Jumlahan Feynman memperkenankan semua itu, untuk semua kemungkinan sejarah alam semesta, tapi pengamatan bahwa alam semesta kita punya tiga dimensi ruang besar memilih kelompok sejarah yang punya sifat seperti yang kita amati. Dengan kata lain, peluang kuantum alam semesta punya lebih banyak atau lebih sedikit daripada tiga dimensi ruang besar tak relevan karena kita sudah menentukan bahwa kita ada dalam alam semesta dengan tiga dimensi ruang besar. Jadi sepanjang amplitudo probabilitas59 tiga dimensi ruang besar tidak tepat nol, tidak penting seberapa kecilnya itu dibanding amplitudo probabilitas jumlah dimensi lain.60 Bagaimana dengan dimensi-dimensi yang tergulung? Ingat bahwa dalam teori-M bentuk persis dimensi-dimensi lain yang tergulung, ruang internal, menentukan nilai besaran fisik seperti muatan elektron dan hakikat interaksi antar zarah dasar, yaitu gaya-gaya di alam. Kiranya urusan kita lebih singkat jika teori-M hanya memperkenankan satu atau sedikit bentuk 57
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 150 58 Pendekatan dari atas ke bawah (top down) dalam kosmologi, pendekatan penelusuran sejarah dari “atas ke bawah”, yaitu mundur dari zaman sekarang. 59 Amplitudo probabilitas (probability amplitude), dalam teori kuantum, angka kompleks yang kuadrat nilai absolutnya memberi nilai peluang. 60 Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 151
40
untuk dimensi-dimensi tergulung, yang bisa disisihkan satu per satu sehingga tinggal tersisa satu kemungkinan hukum alam yang diketahui. Justru ada amplitudo probabilitas untuk mungkin hingga
ruang
internal yang berbeda, masing-masing menghasilkan hukum-hukum dan nilai-nilai konstanta fisik yang berbeda.61 Asumsi biasa dalam kosmologi adalah bahwa alam semesta punya sejarah tunggal dan pasti. Hukum fisika bisa digunakan untuk menghitung bagaimana sejarah itu berjalan seiring waktu. Kita sebut itu pendekatan “bawah ke atas” (bottom up)62 terhadap kosmologi. Tapi karena kita harus pertimbangkan sifat kuantum alam semesta sebagaimana dinyatakan jumlahan sejarah Feynman, amplitudo probabilitas alam semesta berada dalam keadaan tertentu sekarang dicapai dengan menjumlahkan kontribusi semua sejarah yang memenuhi syarat kondisi tanpa perbatasan dan mencapai keadaan yang sedang dipertimbangkan. Tapi akan ada berbagai sejarah bagi berbagai kemungkinan keadaan alam semesta pada waktu sekarang. Akibatnya muncul pandangan yang amat beda atas kosmologi, serta hubungan antara sebab dan akibat. Semua sejarah yang berkontribusi kepada jumlahan Feynman bukan ada secara independen, melainkan bergantung kepada apa yang diukur. Kita menciptakan sejarah lewat pengamatan, bukan sejarah yang menciptakan kita.63
61
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 152 62 Pendekatan dari bawah ke atas (Bottom upproach ) dalam kosmologi, gagasan yang berdasar asumsi bahwa sejarah alam semesta itu tunggal dengan titik awal yang jelas dan keadaan alam semesta hari ini adalah hasil perkembangan dari titik awal itu. 63 Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 149
41
Satu dampak penting pendekatan dari atas ke bawah (top down) adalah bahwa hukum-hukum alam yang diketahui bergantung kepada sejarah alam semesta. Banyak ilmuwan percaya bahwa ada teori tunggal yang menjelaskan hukum-hukum itu berikut berbagai konstanta fisik alam64, seperti massa elektron atau dimensi-dimensi ruang-waktu. Tapi kosmologi dari atas ke bawah menuntut bahwa hukum alam yang diketahui akan berbeda-beda untuk sejarah yang berbeda-beda.65 Jika sejarah dibangun dari bawah ke atas, maka tak ada alasan alam semesta harus memiliki ruang internal untuk interaksi zarah yang benarbenar kita amati, model standar (interaksi zarah dasar). Tapi pada pendekatan dari atas ke bawah kita menerima bahwa ada segala alam semesta dengan segala kemungkinan ruang internal. Di beberapa alam semesta, berat elektron setara dengan berat bola golf dan gaya gravitasi lebih kuat daripada magnetisme. Di alam semesta kita, berlaku model standar dengan segala parameternya. Bisa dihitung amplitudo probabilitas untuk ruang internal yang mengarah kepada model standar berdasarkan kondisi tanpa perbatasan. Sedangkan mengenai peluang adanya alam semesta dengan tiga dimensi ruang besar, tidak penting seberapa kecil amplitudo probabilitasnya dibanding kemungkinan-kemungkinan lain karena kita sudah mengamati bahwa model standar menjabarkan alam semesta kita.66
64
Konstanta kosmologis (cosmological constant) merupakan satu parameter dalam persamaan Einstein yang memberi kecenderungan inheren ruang-waktu untuk mengembang. 65 Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h.150 66 Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 152
42
Di alam semesta awal waktu alam semesta cukup kecil untuk bisa diatur relativitas umum dan teori kuantum sekaligus secara efektif ada empat dimensi ruang dan belum ada dimensi waktu. Artinya ketika kita bicara mengenai “awal” alam semesta, kita menghindari perkara sulit bahwa ketika kita menerawang balik menuju awal alam semesta, waktu sebagaimana kita ketahui belum ada! Harus kita terima bahwa gagasan biasa kita mengenai ruang dan waktu tak berlaku bagi alam semesta awal. Keadaan ketika itu berada di luar pengalaman kita, tapi tak di luar imajinasi atau matematika kita. Jika pada awal alam semesta keempat dimensi berperilaku seperti ruang, maka apa yang terjadi pada awal waktu?67 Kesadaran bahwa waktu bisa berperilaku seperti arah baru dalam ruang berarti bisa kita singkirkan masalah awal waktu sebagaimana kita menyingkirkan gagasan ujung dunia. Anggap awal alam semesta ibarat Kutub Selatan Bumi, dan derajat lintang berperan sebagai waktu. Selagi bergerak ke utara, lingkaran-lingkaran lintang, yang mewakili ukuran alam semesta, bakal melebar. Alam semesta bakal bermula sebagai titik di Kutub Selatan, tapi Kutub Selatan sama saja dengan semua titik lain. Menanyakan apa yang terjadi sebelum awal alam semesta jadi tak bermakna, karena tidak ada yang berada di sebelah selatan Kutub Selatan. Dalam gambaran itu ruang-waktu tak punya batas, hukum alam yang sama berlaku di Kutub Selatan dan semua tempat lain. Begitu pula, bila teori relativitas umum dipadukan dengan teori kuantum, pertanyaan apa yang terjadi sebelum permulaan alam semesta menjadi tak bermakna. Gagasan bahwa sejarah 67
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 144
43
mesti berupa permukaan tertutup tanpa batas disebut kondisi tanpa perbatasan (no-boundary condition). Kesadaran bahwa waktu berperilaku seperti ruang menyajikan alternatif baru. Gagasan itu menghilangkan penolakan lama terhadap awal alam semesta, tetapi juga berarti awal alam semesta diatur hukum-hukum sains dan tidak perlu diawali geraknya oleh suatu anggapan yang bersifat ilahi.68 Kesimpulan inilah yang membedakan Hawking dari kelompok fisikawan dalam tim mufassir Departemen Agama yang mendukung teori big bang sebagai penjabaran dari proses penciptaan alam semesta dari tiada menjadi ada. Meskipun begitu, hal di atas menurut hemat penulis bukanlah penolakan terhadap teori big bang itu sendiri. Jadi, bukan seperti Hoyle yang menciptakan istilah big bang, tapi menolak teori ini menulis, “Saya tak percaya ilmuwan manapun yang memeriksa buktinya bakal tidak menyimpulkan bahwa hukum-hukum fisika nuklir sengaja dirancang dengan mempertimbangkan konsekuensi yang dihasilkannya dalam bintang-bintang.” Ketika itu belum ada orang yang cukup paham fisika nuklir untuk memahami banyaknya kebetulan yang menghasilkan hukumhukum fisika yang tepat demikian. Tapi selagi menyelediki keabsahan kaidah antropik kuat, baru-baru ini para ahli fisika mulai bertanya kepada diri sendiri, seperti apa kiranya alam semesta jika hukum alam berbeda. Kini kita bisa membuat model komputer yang memberitahu kita bagaimana hubungan laju reaksi tripel alfa dengan kekuatan gaya-gaya dasar alam. Perhitungan menunjukkan bahwa perubahan sekecil 0,5 persen pada 68
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 144-145
44
kekuatan gaya nuklir kuat, atau 4 persen pada gaya listrik, bakal memusnahkan hampir semua karbon atau semua oksigen di semua bintang, sehingga musnah pula peluang adanya kehidupan sebagaimana kita kenal. Ubah aturan alam semesta kita sedikit saja, dan kondisi di mana kita bisa adapun sirna!69 Menurut hawking, kemunculan struktur-struktur rumit yang mampu menopang pengamat cerdas tampaknya sangat rapuh. Hukum alam membentuk sistem yang tersetel sangat pas, dan hanya sedikit hukum fisika yang bisa diotak-atik tanpa memusnahkan peluang perkembangan kehidupan sebagaimana kita ketahui. Tampaknya, andai bukan karena serangkaian kebetulan mengejutkan dalam rincian hukum fisika, manusia dan bentuk-bentuk kehidupan menyerupainya tak bakal ada.70 Penemuan penyetelan sangat pas dengan banyak sekali hukum alam bisa membuat setidaknya sebagain di antara kita kembali ke gagasan tua bahwa rancang agung ini merupakan karya suatu Perancang Agung. Di Amerika Serikat, karena Konstitusi melarang pengajaran agama di sekolah, tipe gagasan itu disebut rancangan cerdas (intelligent design), dengan pemahaman tak dinyatakan, namun tersirat bahwa sang perancang ialah Tuhan.71 Tapi, menurut Hawking, bukan itu jawaban sains modern. Bahwa alam semesta kita tampaknya hanya satu di antara banyak alam semesta
69
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 170 70 Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 172 71 Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 176
45
yang masing-masing memiliki hukum yang berbeda. Gagasan banyak alam semesta bukan gagasan yang dibuat untuk menjelaskan mukjizat penyetelan pas. Gagasan tersebut merupakan konsekuensi kondisi tanpa perbatasan dan banyak teori kosmologi modern lain. Tapi jika gagasan banyak alam semesta itu benar, maka kaidah antropik kuat bisa dianggap efektif setara dengan kaidah antropik lemah, menyamakan penyetelan pas hukum fisika dengan faktor lingkungan, sehingga berarti habitat kosmik kita, seluruh alam semesta yang bisa diamati sekarang, hanyalah satu di antara banyak, sebagaimana tata surya kita hanyalah satu di antara banyak. Artinya sebagaimana kebetulan keadaan lingkungan tata surya kita jadi tak istimewa karena ada miliaran tata surya lain di luar sana, penyetelan pas pada hukum alam bisa dijelaskan dengan keberadaan banyak alam semesta. Banyak orang sepanjang zaman telah menghubungkan keindahan dan kerumitan alam, yang pada zaman mereka tampak tak punya penjelasan ilmiah, dengan Tuhan. Tapi sebagaimana Darwin dan Wallace menjelaskan bagaimana rancang bentuk kehidupan yang terlihat seperti mukjizat bisa muncul tanpa campur tangan sosok mahakuasa, konsep banyak alam semesta bisa menjelaskan penyetelan pas tanpa memerlukan Pencipta Maha Pengasih yang membuat alam semesta untuk kita.72 Sejak Newton, dan khususnya sejak Einstein, tujuan fisika adalah menemukan kaidah-kaidah matematis sederhana seperti yang dibayangkan Kepler, dan menggunakan kaidah-kaidah itu untuk menciptakan teori segalanya yang utuh dan bakal menjelaskan tiap perincian zat dan gaya 72
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 177
46
yang kita amati di alam. Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, Maxwell dan Einstein mempersatukan teori listrik, magnetisme, dan cahaya. Pada tahun 1970-an diciptakan model standar, teori tunggal gaya nuklir kuat, lemah, dan elektromagnetik. Teori dawai dan teori-M lantas muncul dalam upaya melibatkan gaya yang belum disatukan, gravitasi. Tujuannya bukan hanya menemukan satu teori yang menjelaskan segala gaya, tapi juga teori yang menjelaskan angka-angka fundamental yang telah kita bicarakan, seperti kekuatan masing-masing gaya dan massa serta muatan zarah dasar. Seperti kata Einstein, harapannya adalah supaya bisa menyatakan “alam tersusun sedemikian sehingga secara logis mungkin menetapkan hukum-hukum sangat terdeterminasi sehingga dalam hukum itu, hanya ada konstanta-konstanta yang sepenuhnya ditentukan secara rasional (artinya bukan konstanta yang nilainya bisa diubah tanpa menghancurkan teori).” Teori yang unik kiranya mustahil punya penyetelan pas yang memperkenankan kita ada. Tapi jika dengan mempertimbangkan kemajuan terkini kita tafsirkan impian Einstein sebagai teori unik yang menjelaskan alam semesta ini dan yang lainnya, dengan berbagai macam hukum, maka teori-M bisa menjadi teori itu. Tapi apakah teor-M unik, atau dituntut oleh kaidah logis sederhana apapun? Bisakah kita menjawab pertanyaan, mengapa teori-M?73 Perilaku benda-benda di Bumi amat rumit dan terkena banyak pengaruh sehingga peradaban-peradaban awal tak mampu menangkap pola atau hukum yang mengatur fenomenanya. Namun berangsur-angsur 73
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 178.
47
hukum-hukum baru ditemukan dibidang-bidang selain astronomi, dan akibatnya muncullah gagasan determinisme sains74. Hukum-hukum itu harus berlaku di mana saja dan kapan saja; kalau tidak, tak pantas disebut hukum. Tak mungkin ada pengecualian atau mukjizat. Dewa atau iblis tak dapat campur tangan dalam jalannya alam semesta. Waktu determinisme sains pertama kali diajukan, hukum yang sudah diketahui baru hukum gerak dan gravitasi Newton. Kemudian kedua hukum itu diperluas oleh Einstein dalam teori relativitas umumnya, dan bagaimana hukum-hukum lain ditemukan mengatur aspek lain alam semesta.75 Hukum-hukum alam memberitahu kita bagaimana alam semesta berperilaku, tapi tak menjawab pertanyaan-pertanyaan: Mengapa ada sesuatu, bukan ketiadaan? Mengapa kita ada? Mengapa ada set hukum alam tertentu, bukan yang lain? Beberapa orang akan mengklaim bahwa jawaban pertanyaanpertanyaan itu adalah keberadaan Tuhan yang memilih menciptakan alam semesta dengan cara demikian. Menanyakan siapa atau apa yang menciptakan alam semesta itu masuk akal, tapi jika jawabannya adalah Tuhan, maka pertanyaannya sekedar bergeser menjadi siapa yang menciptakan Tuhan. Dalam pandangan demikian diakui bahwa ada sesuatu yang tak perlu pencipta, dan sesuatu itu disebut Tuhan. Argumen demikian dikenal dengan argumen sebab pertama (first cause) yang mendukung 74
Determinisme sains maksudnya, pasti ada set hukum lengkap, yang dengan mengetahui keadaan alam semesta pada waktu tertentu, bakal menetapkan bagaimana alam semesta akan berjalan sesudah waktu itu. 75 Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 181
48
keberadaan Tuhan. Tapi Hawking nyatakan bahwa pertanyaan-pertanyaan itu semuanya bisa dijawab dalam ranah sains saja, tanpa perlu membawabawa sosok Ilahi.76 Menurut
gagasan
realisme
bergantung
model,77
otak
kita
menafsirkan masukan dari organ indera dengan membuat model dunia luar. Kita membentuk konsep-konsep mental atas rumah kita, pepohonan, orang lain, listrik yang mengalir dari stop kontak di dinding, atom, molekul, dan alam-alam semesta lain. Konsep-konsep mental itulah satu-satunya realitas yang bisa kita ketahui. Tidak ada uji realitas yang bebas model. Artinya juga, suatu model yang dibangun dengan baik menciptakan realitasnya sendiri.78 Set hukum apa pun yang menjabarkan dunia sinambung seperti dunia kita akan punya konsep energi, yang merupakan besaran kekal, artinya tak berubah sepanjang waktu. Energi ruang hampa akan konstan, tanpa terpengaruh waktu dan posisi. Energi vakum yang konstan itu bisa disisihkan dengan mengukur energi volume ruang apapun relatif terhadap ruang hampa bervolume sama, jadi konstanta itu boleh dianggap nol. Satu syarat yang mesti dipenuhi hukum alam apa pun adalah bahwa energi badan terisolasi yang dikelilingi ruang hampa bersifat positif, artinya harus dilakukan kerja untuk menyusun badan tersebut. Itu karena jika energi
76
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 182 77 Realisme bergantung model (model-dependent realism): gagasan bahwa suatu teori fisika atau gambaran terhadap dunia adalah suatu model (biasanya bersifat matematis) dan set aturan yang menghubungkan unsur-unsur model dengan pengamatan. Pandangan itu memberi kerangka untuk menafsirkan sains modern. Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design.....h. 45. 78 Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 182-183
49
suatu badan terisolasi bersifat negatif, maka ia bisa diciptakan dalam keadaan bergerak sehingga energi negatifnya diimbangi energi positif dari gerak. Jika demikian, maka kiranya tak ada alasan benda tak bisa muncul di mana saja dan di mana-mana. Karena itu ruang hampa bakal tak stabil. Tapi jika untuk menciptakan badan terisolasi diperlukan energi, maka ketidakstabilan tak bisa terjadi, karena, seperti telah kita katakan, energi alam semesta harus tetap konstan. Itulah yang diperlukan agar alam semesta setabil pada tingkat lokal agar benda tidak mendadak muncul dari ketiadaan di mana-mana.79 Jika total energi alam semesta harus selalu tetap nol, dan diperlukan energi untuk menciptakan benda, maka bagaimana cara alam semesta tercipta dari ketiadaan? Itulah sebabnya mesti ada hukum seperti gravitasi. Karena gravitasi bersifat menarik, maka energi gravitasi itu negatif: Harus dilakukan kerja untuk memecah suatu sistem yang terikat gravitasi, seperti Bumi dan Bulan. Energi negatif itu bisa mengimbangi energi positif yang diperlukan untuk menciptakan zat, tapi tak sesederhana itu. Contohnya, energi gravitasi negatif Bumi kurang daripada sepersemiliar energi positif zarah zat yang menyusun Bumi. Benda seperti bintang akan punya energi gravitasi negatif lebih besar, dan makin kecil ukurannya (makin dekat berbagai bagiannya satu sama lain), maka akan makin besarlah energi gravitasi negatifnya. Tapi sebelum energi negatif itu bisa menjadi lebih besar daripada energi positif zat, bintang keburu runtuh menjadi lubang hitam, dan lubang hitam punya energi positif. Itulah sebabnya ruang hampa 79
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 192
50
stabil. Benda seperti bintang atau lubang hitam tak bisa mendadak muncul dari ketiadaan. Tapi alam semesta utuh bisa.80 Karena gravitasi membentuk ruang dan waktu, maka gravitasi memperkenankan ruang-waktu stabil secara global. Pada skala keseluruhan alam semesta, energi positif zat bisa diimbangi oleh energi negatif gravitasi, jadi tak ada pembatasan pada penciptaan alam semesta utuh. Karena ada hukum seperti gravitasi, alam semesta bisa dan akan menciptakan dirinya sendiri dari ketiadaan. Penciptaan spontan adalah alasan ada sesuatu, bukan ketiadaan, alasan alam semesta ada, alasan kita ada. Tak perlu menghadirkan Tuhan untuk memulai alam semesta.81 Mengapa hukum-hukum dasar berupa seperti yang kita jabarkan? Teori pamungkas mesti konsisten dan mesti memprediksi hasil terhingga bagi besaran-besaran yang bisa kita ukur. Telah kita lihat bahwa harus ada hukum seperti gravitasi, supaya teori gravitasi memprediksi besaran terhingga, teori itu harus punya apa yang disebut supersimetri antara gayagaya di alam dan zat yang dipengaruhinya. Teori-M adalah teori gravitasi supersimetri yang paling umum. Berdasarkan alasan-alasan itu, teori-M adalah satu-satunya kandidat teori alam semesta yang lengkap. Jika teori-M terhingga, dan ini belum dibuktikan, maka teori tersebut akan menjadi model alam semesta yang menciptakan dirinya sendiri. Menurut Hawking,
80
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 192 81 Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 193
51
kita harus menjadi bagian alam semesta itu karena tak ada lagi model lain yang konsisten.82 Teori-M adalah teori pemersatu yang Einstein ingin temukan. Fakta bahwa kita sebagai manusia, yang berupa kumpulan zarah dasar alam, telah mampu sampai sedekat itu dengan pemahaman akan hukum-hukum yang mengatur kita dan alam semesta kita merupakan prestasi hebat. Tapi barangkali keajaiban sebenarnya adalah pertimbangan logis abstrak bisa mengarah ke teori unik yang memprediksi dan menjabarkan alam semesta nan luas penuh aneka ragam yang kita saksikan. Jika telah dibuktikan kebenarannya lewat pengamatan, maka teori itu akan menjadi akhir gemilang pencarian yang telah berlangsung selama 3.000 tahun lebih. Kita akan berhasil menemukan rancang agung.83
82
Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 193 83 Stephen Hawking, Leonard Mlodinow. The Grand Design, terj. Zia Ansor. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010) h. 194
BAB III PENAFSIRAN TAFSIR DEPARTEMEN AGAMA RI TENTANG PENCIPTAAN ALAM SEMESTA A. Mengenal Kitab Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama Republik Indonesia 1. Sejarah Singkat Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’ān Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI Sebagai wujud perhatian pemerintah untuk menjamin kesucian teks al-Qur‟ān dari berbagai kesalahan dan kekurangan dalam penulisan alQur‟ān tersebut, pada tahun 1957 dibentuk suatu lembaga kepanitiaan yang bertugas mentashih (memeriksa/mengoreksi) setiap mushaf al-Qur‟ān yang akan dicetak dan diedarkan kepada masyarakat Indonesia. Lembaga tersebut diberi nama Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟ān. Namun keberadaan lembaga ini tidak muncul dalam struktur tersendiri, dan hanya merupakan semacam panitia adhoc. Lembaga tersebut menjadi bagian dari Puslitbang Lektur Keagamaan, bahkan dalam PMA no. 3 tahun 2006 tentang organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama Nomenklatur Lajnah tidak disebut sama sekali, meskipun tugasnya terurai dalam tugas pokok dan fungsi (tupoksi). Padahal Lajnah mengemban tugas yang berat dan penting dengan volume dan cakupan pekerjaan yang luas, serta tanggung jawab yang besar, karena terkait dengan kajian dan pemeliharaan kitab suci Al-Qur‟ān. Tugas-tugas
Lajnah
semakin
berkembang
sejalan
dengan
perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan. Pada tahun 1982 keluar
52
53
Peraturan Menteri Agama Nomor 1 tahun 1982, yang isinya antara lain menyebut tugas-tugas Lajnah Pentashih, yaitu (1) meneliti dan menjaga mushaf Al-Qur‟ān, rekaman bacaan Al-Qur‟an, terjemah dan tafsir AlQur‟ān secara preventif dan represif; (2) mempelajari dan meneliti kebenaran mushaf Al-Qur‟ān, Al-Qur‟ān untuk tunanetra (Al-Qur‟ān Braille), bacaan Al-Qur‟ān dalam kaset, piringan hitam dan penemuan elektronik lainnya yang beredar di Indonesia; dan (3) Menyetop peredaran Mushaf Al-Qur‟ān yang belum ditashih oleh Lajnah Pentashih Mushaf AlQur‟ān.1 Hingga tahun 2007, tugas-tugas Lajnah masih sebatas mentashih Al-Qur‟ān dengan segala macam produknya. Namun belakangan ini tugastugas Lajnah menjadi semakin luas. Sehubungan dengan itu, sebagai tindak lanjut pelaksanaan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama dan untuk meningkatkan dayaguna dan hasil-guna pelaksanaan tugas di bidang pentashihan dan pengkajian Al-Qur‟ān terbitlah Peraturan Menteri Agama RI Nomor 3 Tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān.
1
Drs. H. Muhammad Shohib, MA., (DKK.). Profil Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama Republik Indonesia. (Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, Cet. 1, 2013) h. 2-3
54
Di dalam peraturan Menteri Agama RI Nomor 3 Tahun 2007 Bab 1 pasal 1, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān adalah Unit Pelaksanaan Teknis Badan Penelitian dan Pengembangan serta Pendidikan dan Pelatihan, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI. Sejak terbitnya PMA tersebut, Organisasi dan Tata Kerja Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān turut berubah sesuai dengan tugas dan fungsi Lajnah dalam dictum tersebut, sehingga organisasi ini mencakup 3 bidang, yaitu (1) Bidang Pentashihan, (2) Bidang Pengkajian Al-Qur‟ān, dan (3) Bidang Bayt Al-Qur‟ān dan Dokumentasi.2
2. Tafsir ‘Ilmi Penciptaan Jagat Raya, Lajnah Pentashihan Mushaf AlQur’ān Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI. Berdasarkan fungsi Lajnah, Tafsir „Ilmi termasuk pada bidang pengkajian Al-Qur‟ān yang muncul karena masyarakat islam Indonesia tidak saja memerlukan mushaf Al-Qur‟ān yang shahih dan benar dari sisi penulisannya, tetapi juga shahih dan benar dari sisi pemahamannya. Bidang pengkajian
Al-Qur‟ān
bertugas
menyusun
rencana
dan
program,
melaksanakan program; melaksanakan pengembangan dan pengkajian Al-
2
Drs. H. Muhammad Shohib, MA., (DKK.). Profil Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama Republik Indonesia. (Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, Cet. 1, 2013) h. 4
55
Qur‟ān, penerbitan mushaf, terjemah, dan tafsir Al-Qur‟ān, serta melakukan sosialisasi dan pelaporan hasil pengkajian Al-Qur‟ān.3 Kegiatan Bidang Pengkajian Al-Qur‟ān, selain menyusun Tafsir Tematik yang membahas tema-tema social, politik, budaya, dan ekonomi, Bidang Pengkajian Al-Qur‟ān juga melakukan kegiatan Kajian dan Penyusunan Tafsir Ayat-ayat Kauniyah, yang juga dikenal dengan sebutan Tafsir „Ilmi. Tafsir ini mengeksplorasi ayat-ayat AL-Qur‟ān yang berbicara mengenai alam dan fenomenanya, diantaranya penciptaan jagat raya, bumi, dan semisalnya. Metode yang diterapkan dalam kajian ini hampir sama dengan yang digunakan dalam tafsir tematik, yaitu dengan menghimpun ayat-ayat yang terkait dengan sebuah persoalan dan menganalisisnya sehingga dapat ditemukan pandangan Al-Qur‟ān yang utuh menyangkut persoalan tersebut. Bedanya, tafsir tematik yang sedang dikembangkan oleh kementrian agama saat ini lebih fokus pada persoalan akidah, akhlak, ibadah dan social, sementara tafsir „ilmi fokus pada kajian saintifik terhadap ayat-ayat kauniyah. Dalam beberapa tahun terakhir telah terwujud kerjasma yang baik antara Kementrian Agama dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam upaya menjelaskan ayat-ayat kauniyah dalam rangka penyempurnaan buku Al-Qur‟ān dan Tafsirnya, (Kementrian Agama RI. Al-Qur‟ān dan Tafsirnya, Edisi yang disempurnakan. Jakarta: Kementrian 3
Drs. H. Muhammad Shohib, MA., (DKK.). Profil Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama Republik Indonesia. (Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, Cet. 1, 2013) h. 42
56
Agama RI, 2012) . Hasil kajian ayat-ayat kauniyah itu dimasukkan ke dalam tafsir tersebut sesuai tempatnya sebagai tambahan penjelasan atas tafsir yang ada, yang disusun berdasarkan urutan mushaf.4 Yang menghasilkan beberapa hasil kajian terhadap ayat-ayat kauniyah yang disusun secara tematik, dengan cara menghimpun ayat-ayat yang terkait dengan satu persoalan dan mengkajinya secara komprehensif dengan pendekatan ilmiah. Tema-tema tersebut yaitu: a. penciptaan jagat raya dalam perspektif Al-Qur‟ān dan Sains, dengan pembahasan: 1) Enam Hari Penciptaan; 2) Tujuh Langit: Mengungkap Struktur Alam Semesta; 3) Fenomena Alam; 4) Akhir Alam Semesta b. penciptaan bumi dalam perspektif Al-Qur‟ān dan sains, dengan pembahasan: 1) pendahuluan ; 2) awal penciptaan Bumi; 3) Anatomi Bumi; 4) Proses Geologi; 5) Bumi yang dinamis; 6) Laut dan Samudra. c. penciptaan manusia dalam perspektif al-Qur‟ān dan sains, dengan pembahasan: 1) asal muasal kehidupan; 2) Asal muasal manusia; 3) Catatan Al-Qur‟ān tentang Evolusi kesadaran Insani Manusia; 4) Penciptaan Adam; 5) Al-Qur‟ān, Reproduksi, dan kehidupan manusia; 6) Manusia sebagai Khalifah.5
4
Drs. H. Muhammad Shohib, M. A., “Kata Pengantar” dalam Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān, 2010) h. xi 5 Drs. H. Muhammad Shohib, M. A., “Kata Pengantar” dalam Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān, 2010) h. xii
57
Dalam melakukan kegiatan ini Lajnah Pentashihan Mushaf AlQur‟ān bekerja sama dengan tim dari lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang memiliki kapasitas ilmu yang memadai dalam mengeksplorasi tema-tema yang dikaji. Mereka ini biasa disebut sebagai Tim Kauni. Sementara itu, untuk menggali arti kosakata dan makna AlQur‟ān yang berhubungan dengan tema yang dibahas, Lajnah menyertakan tim penafsir atau dikenal dengan sebutan Tim Syar‟i yang bertugas mengungkap kosakata dan makna ayat yang memiliki kesesuaian dengan tema yang dibahas. Keduannya bersinergi dalam membentuk ijtihad jama‟i (ijtihad kolektif) untuk menjelaskan ayat-ayat kauniyah dalam AlQur‟ān.6 Kegiatan yang diinisiasi sejak tahun 2009 tersebut hingga kini sudah melahirkan 10 judul buku, yaitu: Tahun 2010: 1. Penciptaan Jagat Raya dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains 2. Penciptaan Bumi dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains 3. Penciptaan Manusia dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sians Tahun 2011: 1. Air dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains 2. Tumbuhan dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains 6
Drs. H. Muhammad Shohib, MA., (DKK.). Profil Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama Republik Indonesia. (Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, Cet. 1, 2013) h. 52
58
3. Kiamat dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains Tahun 2012: 1. Kisah para Nabi Pra-Ibrahim dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains 2. Seksualitas dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains 3. Hewan dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains 4. Manfaat Benda-benda Langit dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains.7 Adapun yang menjadi rujukan utama dalam skripsi ini adalah “Tafsir „Ilmi, Penciptaan Jagat Raya dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains”. Tim kajian ayat-ayat kauniyah terdiri dari para pakar dengan latar belakang keilmuan yang berbeda dan dapat dibedakan dalam dua kategori besar. Pertama, mereka yang menguasai persoalan kebahasaan Al-Qur‟ān dan hal-hal lain yang terkait dengan penafsiran, seperti asbabun nuzul, munassabatul ayat, riwayat-riwayat dalam penafsiran, dan ilmu-ilmu keislaman lainnya. Kedua, mereka yang menguasai persoalan saintifik seperti fisika, kimia, biologi, geologi, astronomi, dan lainnya. Kelompok pertama dapat disebut sebagai Tim Syar‟i, dan kelompok kedua dapat disebut sebagai Tim Kauni. Keduanya bersinergi dalam bentuk ijtihad jama‟i (ijtihad kolektif) untuk menjelaskan ayat-ayat kauniyah dalam AlQur‟ān. 7
Drs. H. Muhammad Shohib, MA., (DKK.). Profil Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama Republik Indonesia. (Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, Cet. 1, 2013) h. 54-55
59
Tim penyusun tafsir „ilmi tahun 2009 terdiri dari: 1. Kepala badan litbang dan Diklat Kementrian Agama RI. Pengarah 2. Kepala lajnah pentashihan mushaf al-Qur‟ān Pengarah 3. Prof. Dr. H. Hery Harjono Ketua 4. Dr. H. Muchlis M. Hanafi, MA. Wakil Ketua 5. Dr. H. Muhammad Hisyam Sekretaris 6. Prof. Dr. Arie Budiman Anggota 7. Prof. Dr. H. Syamsul Farid Ruskanda Anggota 8. Prof. Dr. H. Hamdani Anwar, MA. Anggota 9. Prof. Dr. H. Salim Umar, MA. Anggota 10. Prof. Dr. Thomas Djamaluddin Anggota 11. Prof. Dr. H. Sibli Sardjaya, LML. Anggota 12. Dr. H. Hoemam Rozie Sahil
60
Anggota 13. Dr. H. A. Rahman Djuwansyah Anggota 14. Ir. H. Dudi Hidayat, M.Sc. Anggota 15. Abdul Aziz Sidqi, M. Ag. Anggota STAF SEKRETARIAT: 1. Dra. Endang Tjempakasari, M. Lib. 2. Muhammad Musadad, S.Th.I 3. Zarkasi, MA. Bertindak sebagai narasumber tetap dalam kajian tersebut adalah Prof. Dr. H. Umar Anggara Jenie, Apt., M.Sc.; Dr. H. Ahsin Sakho Muhammad, MA.; Dr. H. Mudji Raharto, dan Dr. H. Sumanto Imam Hasani.8
B. Penciptaan Alam Semesta Menurut Tafsir ‘Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI 1. Asal Mula Penciptaan Alam Semesta Al-Qur‟ān adalah pedoman yang bukan hanya ditujukan kepada manusia, tetapi juga ditujukan kepada seluruh ciptaan Allah SWT. Dalam banyak ayat Allah sendiri bersumpah atas nama berbagai ciptaan-Nya.
8
Drs. H. Muhammad Shohib, M. A., “Kata Pengantar” dalam Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Sains, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2010) h. xii
61
Seperti matahari, bulan, dan bermacam-macam buah-buahan, sehingga Alah menyuruh manusia agar melihat “kebijaksanaan luar biasa” yang terdapat dalam ciptaan-Nya. Itulah sebabnya, baik ayat-ayat al-Qur‟ān maupun fenomena alam yang ada dalam jiwa manusia maupun ciptaan-Nya sebagai tanda atau isyarat yang mengabarkan hakekat atau realitas Allah. Sebagaimana firman Allah yang berbunyi:
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” (QS. Fushshilat: 53) Dalam al-Qur‟ān terdapat 750 ayat yang merujuk kepada fenomena alam. Hampir seluruh ayat ini memerintahkan manusia untuk mempelajari kitab (hal-hal yang berhubungan) dengan penciptaan dan merenungkan isinya.9 Penulis akan mengungkapkan pengertian bermulanya penciptaan alam semesta dalam al-Qur‟ān, dengan menjelaskan makna lafal khalaqa yang terdapat dalam beberapa ayat yang berhubungan dengan penciptaan jagat raya, kemudian dilanjutkan dengan tafsiran lafad “kun fa yakun“ dan makna rataqa yang ada dalam surat QS. Al-Anbiya‟: 30.
9
Abdul Rahman Abdullah, Aktualisasi Konsep Dasar Pendidikan Islam (Rekonstruksi Pemikiran dalam Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam), UII Press, Yogyakarta, 2002. H. 153
62
Kata khalaqa merupakan bentuk kata kerja lampau yang berarti „telah menciptakan‟. Dari kata ini, kita dapati pula kata khalq (penciptaan), khaliq (pencipta), dan makhluq (ciptaan). Para ulama kalam (teolog islam) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan penciptaan dalam kata ini merupakan af‟al (perbuatan) khusus hanya untuk Allah saja, dan tidak untuk yang lain. lihat surah Al-A‟raf/7: 5410 (……Ingatlah! Segala penciptaan dan urusan menjadi hak-Nya. Maha suci Allah, Tuhan seluruh alam)
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masingmasing)
tunduk
kepada
perintah-Nya.
Ingatlah,
menciptakan
dan
memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Tuhan semesta alam.” (Al-A‟rāf: 54).
10
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān, Badan Litbang dan Diklat, Kementrian Agama RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tafsir Ilmi, Penciptaan Jagat Raya Dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān. 2010. H. 3
63
Proses penciptaan ini, menurut
mereka, dari sesuatu yang
sebelumnya tidak ada, seperti yang termaktub dalam kalimat Al-Qur‟ān : kun fayakun (“Jadilah, maka terjadilah”).11 Lafal كنdi dalam al-Qur‟ān yang ditujukan dengan konteks penciptaan alam – secara umum – disebut sebnayak 6 (enam) kali, yaitu AlBaqarah: 117, Ali Imrān: 47, Al-An‟ām: 73, An-Nahl: 40, Mu‟mīn: 68, dan Yāsīn: 82. Sebagaimana dapat terbaca pada ayat-ayat berikut.
“Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, Maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: "Jadilah!" lalu jadilah ia.” (Al-Baqarah: 117)
“Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar. dan benarlah perkataan-Nya di waktu Dia mengatakan: "Jadilah, lalu terjadilah", dan di tangan-Nyalah segala kekuasaan di waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang ghaib dan yang nampak. dan Dialah yang Maha Bijaksana lagi Maha mengetahui.” (Al-An‟ām: 73)
11
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān, Badan Litbang dan Diklat, Kementrian Agama RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tafsir Ilmi, Penciptaan Jagat Raya Dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān. 2010. H. 3
64
“Maryam berkata: "Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, Padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun." Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril): "Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, Maka Allah hanya cukup berkata kepadanya: "Jadilah", lalu jadilah Dia”. (Ali Imrān: 47)
“Sesungguhnya
Perkataan
Kami
terhadap
sesuatu
apabila
Kami
menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: "kun (jadilah)", Maka jadilah ia.” (An-Nahl: 40)
“Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan, Maka apabila Dia menetapkan sesuatu urusan, Dia hanya bekata kepadanya: "Jadilah", Maka jadilah ia.” (Al-Mu‟mīn: 68)
“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" Maka terjadilah ia.” (Yāsīn: 82). Allah adalah Maha pencipta. Dia menciptakan sesuatu dengan tidak mencontoh kepada apa yang telah ada, tidak menggunakan suatu bahan atau alat yang telah ada. Allah menciptakan dari yang tidak ada. Demikianlah Allah menciptakan langit dan bumi, dari semula tidak ada menjadi ada.
65
Dengan kalimat ini, yang menurut hemat penulis menjadi inti dari pandangan para mufassir Depag tentang kosmogoni dan proses penciptaan alam semesta, maka secara umum dapat dikatakan bahwa Tafsir Kementrin Agama menganut Teori Kreasi. Menurut bunyi ayat, Allah menciptakan sesuatu dengan perkataan “Kun” (jadilah), ungkapan ini adalah simplikasi atau penyederhanaan tentang Maha besarnya kekuasaan Allah, apa saja yang dikehendaki untuk ditetapkan semua terjadi dengan mudah. Sedang yang dimaksud dengan menciptakan hanyalah sekedar misal saja, agar mudah dipahami oleh hamba-hamba-Nya. Tentang cara Allah mengadakan sesuatu dan bagaimana proses terjadinya sesuatu, hanya Allah Yang Maha Mengetahui. Kata “fa yakūn”, yang berarti “maka jadilah” di sini tidak mesti diartikan bahwa sesuatu itu terjadi seketika itu juga, melainkan melalui tahapan proses yang memerlukan waktu. Setiap tahapan proses yang berlangsung dalam alam ini pasti akan berlaku hukum alam yakni ketentuanketentuan Allah atas sunatullah.12 Perintah kun bukanlah perintah tanpa hikmah. Perintah kun selalu diikuti fi‟il mudōri‟ yakūn setelah dijeda fa. Sebagai fi‟il mudōri‟, yakūn dapat dipandang sebagai proses yang mungkin rumit atau sebaliknya sangat sederhana.13 Pada keenam ayat tersebut juga, terdapat penggunaan lafal qāla dengan berbagai derivasinya yang masingmasing dapat bermakna: “perintah berproses” (amara bil kaif). Makna “perintah berproses” untuk lafal qāla tersebut dipilih karena berbagai kata kerja sebelum lafal qāla pada keenam ayat di atas dapat bermakna sama pula 12
Kementrian Agama RI.Al-Qur‟ān dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan). (Jakarta: Kementrian Agama RI. 2012) Jilid 1. h. 183 13 Agus Purwanto. Nalar Ayat-ayat Semesta, Menjadikan Al-Qur‟ān Sebagai Basis Konstruksi Ilmu Pengetahuan. Bandung: Mizan. Cet. 1. 2012. H. 220
66
sesuai dengan konteksnya, yaitu makna “menghendaki terjadinya” (arāda bil sairūrah).14 Tafsiran yang terdapat pada surat al-Baqarah: 117 dan surat AlAn‟ām: 73, di mana yang dibicarakan adalah penciptaan langit dan bumi. Sedangkan pada surat lainnya, seperti pada surat Ali-Imrān: 47, pada ayat ini Allah membicarakan tentang penciptaan anak tanpa ayah yaitu melalui Maryam. Allah menjelaskan bahwa kelahiran demikian akan terjadi bilamana
Allah
menghendaki-Nya,
Allah
menciptakan
apa
yang
dikehendaki-Nya. Jika Allah berkehendak menetapkan sesuatu maka hanya cukup berkata kepadanya “jadilah engkau”, lalu jadilah dia.15 Begitupun pada surat an-Nahl: 40, Yāsīn: 82, al-Mu‟mīn: 68. Ketiga ayat ini membicarakan tentang penciptaan mahluk, dalam konteks menghidupkan atau mematikan. Dalam tafsirannya diterangkan,16 Allah swt menerangkan bahwa terwujudnya sesuatu yang dikehendaki itu tidaklah memerlukan waktu yang lama, akan tetapi cukup dalam waktu yang singkat. Allah swt berfirman:
“Dan perintah Kami hanyalah satu Perkataan seperti kejapan mata.” (alQamar: 50)
14
Rosadisastra, Andi. Metode Tafsir Ayat-ayat Sains dan Sosial. Jakarta: Amzah. 2007. H.
210 15
Kementrian Agama RI.Al-Qur‟ān dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan). (Jakarta: Kementrian Agama RI. 2012) Jilid 1. h. 508 16 Kementrian Agama RI.Al-Qur‟ān dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan). (Jakarta: Kementrian Agama RI. 2012) Jilid 5. h. 322-323
67
Allah juga menjelaskan bahwa membangkitkan orang-orang yang telah mati bagi-Nya sama halnya dengan menciptakan satu jiwa. Allah swt berfirman:
“Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kamu (dari dalam kubur) itu melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha melihat.”(An-Nahl: 28). Jika dilihat terdapat pertentangan antara tafsiran satu ayat dan yang lainnya. Di satu ayat menyatakan bahwa makna “kun fa yakūn” berarti memerlukan proses, tidak serta merta jadi. Namun di ayat lainnya menegaskan ketiadaan proses. Penulis menyimpulkan dari pemaparan di atas, bahwa adanya proses yang memerlukan waktu itu pada ayat-ayat yang berkaitan dengan penciptaan langit dan bumi, namun ketika membicarakan mahluk-makhluk-Nya cukup atau setelah penciptaan langit dan bumi, cukup berfirman, “jadilah” maka dengan serta merta terwujudlah makhluk itu. Karna dimaklumi, menciptakan dan mengatur alam raya (makrokosmos) ini jauh lebih rumit dan kompleks daripada menciptakan manusia yang hanya disebut mikrokosmos. Dan yang terpenting dari penjabaran di atas pula dapat disimpulkan bahwa tafsir Kementrian Agama RI mendukung teori kreasi, yaitu bahwa Allah menciptakan sesuatu dari tiada menjadi ada, terlepas melalui proses ataupun langsung.
68
Sementara para filosof muslim, mempunyai pendapatyang berbeda. Menurut
mereka,
sesuai
dengan
informasi
Al-Qur‟an,
penciptaan
merupakan proses menjadikan sesuatu dari materi yang sudah ada. Pendapat ini didasarkan pada Surah Fussilat/41: 11 (Kemudian Dia menuju ke langit, dan (langit) itu masih berupa asap….).17
“Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati". (Fusshilat: 11) Kata khalq yang berarti penciptaan dalam al-Qur‟ān. Kata khalq merupakan bentuk dan tafsiran dalam kumpulan wahyu Allah (Al-Qur‟ān). Kata khalq disebut dalam al-Qur‟an sebanyak 261 kali yang terdapat dalam 75 surat. Kata tersebut apabila obyeknya selain alam semesta, seperti manusia, jin, atau iblis dan hewan disebutkan secara eksplisit bahwa ia diciptakan dari materi yang sudah ada. Tapi bila obyeknya alam semesta, maka al-Qur‟an tidak menjelaskan secara rinci. Apakah tercipta dari materi 17
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān, Badan Litbang dan Diklat, Kementrian Agama RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tafsir Ilmi, Penciptaan Jagat Raya Dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān. 2010. H. 3
69
yang sudah ada atau dari ketiadaan, pada dasarnya pemakaian kata ini menunjukkan ada kehebatan ciptaan Allah yang sulit di nalar sebabsebabnya oleh manusia. Selain itu, kata khalq ini mengandung maksud penciptaan fisika atau materi, bukan non fisik.18 Masa pertama menjelaskan awal pembentukan alam semesta dengan ungkapan “apakah penciptaanmu lebih hebat ataukah langit yang telah dibangun-Nya” (lihat Surat an-Nazi‟at: 27). Berdasarkan analisis astronomi kosmologi, ledakan besar terjadi sekitar 13,7 miliar tahun yang lalu. Ledakan dimana dimulainya tercipta ruang dan waktu, dari kondisi singularitas yang belum ada apa-apa, termasuk belum ada hukum-hukum fisika. Ruang alam semesta tercipta demikian cepatnya sehingga disebut sebagai ledakan. Penciptaan pertama kali adalah energy dan partikel foton. Dari partikel foton terbentuk proton, netron, dan electron, serta partikel lain yang tidak dikenal (sains menggolongkannya sebagai materi gelap). Dari proton dan elektron terbentuk hydrogen sebagai unsur pertama pembentuk bintang. Unsur-unsur lainnya terbentuk dari proses fusi nuklir di dalam bintang. Berbagai hasil pengamatan dianalisis dengan dukungan teori-teori fisika untuk mengungkapkan asal-usul alam semesta. Teori yang kini diyakini bukti-buktinya menyatakan bahwa alam semesta ini bermula dari ledakan besar (Big Bang). Semua materi dan energi yang kini ada di alam terkumpul dalam satu titik tak berdimensi yang berkerapatan tak berhingga. 18
Sirajuddin Zar, Menafsirkan Kosmologi al-Qur‟an, Ulumul Qur‟ān, Jakarta, No. 3, Vol. 5, 1995, h. 51
70
Tetapi ini jangan dibayangkan seolah-olah titik itu berada di suatu tempat di alam yang kita kenal sekarang ini. Yang benar, baik materi, energy, maupun ruang yang ditempatinya seluruhnya bervolume amat kecil, hanya satu titik tak berdimensi. Tidak ada suatu titk pun di alam semesta yang dapat dianggap sebagai pusat ledakan. Dengan kata lain ledakan besar alam semesta tidak seperti ledakan bom yang meledak dari satu titik ke segenap penjuru. Hal ini karena pada hakekatnya seluruh alam turut serta dalam ledakan itu. Lebih tepatnya, seluruh alam semesta mengembang tiba-tiba secara serentak . ketika itulah mulainya terbentuk materi, ruang, dan waktu. Materi alam semesta yang pertama terbentuk adalah hydrogen yang menjadi bahan dasar bintang dan galaksi generasi pertama. Dari reaksi fusi nuklir di dalam bintang terbentuklah unsur-unsur berat seperti karbon, oksigen, nitrogen, dan besi. Kandungan unsur-unsur berat dalam komposisi materi bintang merupakan salah satu “akte” lahir bintang. Bintang-bintang yang mengandung banyak unsur berat berarti bintang itu “generasi muda” yang memanfaatkan materi-materi sisa ledakan bintang-bintang tua. Materi pembentuk bumi pun diyakini berasal dari debu dan gas antar bintang yang berasal dari ledakan bintang di masa lalu. Jadi, seisi alam ini memang berasal dari satu kesatuan. Alam semesta kemudian mulai terisi bintang-bintang yang terkelompok dalam galaksi-galaksi. Perkembangan selanjutnya terbentuk nebula, planet, dan benda-benda langit lainnya. Dalam bahasa Al-Qur‟ān
71
asal usul langit dan bumi dari satu kesatuan materi dan prose situ diungkapkan dalam Surah Al-Anbiya‟/21: 3019 sebagai berikut:
“Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?” (Al-Anbiyā‟: 30) Ratqan adalah bentuk masdar dari lafal rataqa yang berarti menyatukan atau menggabungkan. Ar-Ratqa artinya adalah ”perempuan yang memiliki bibir kemaluan yang rapat.” Ayat ini menjelaskan bahwa langit dan bumi pada awalnya merupakan sesuatu yang padu dan menyatu, kemudian Allah pecahkan menjadi langit dan bumi. Beberapa ulama membuat penafsiran tentang rataqa ini. Sebagian berpendapat bahwa awalnya langit dan bumi menyatu, kemudian Allah mengangkat langit ke atas dan membiarkan bumi seperti apa adanya. Sebagian berpendapat bahwa awalnya langit dan bumi menyatu, kemudian Allah mengangkat langit ke atas dan membiarkan bumi seperti apa adanya. Sebagian berpendapat bahwa pemisahan antara keduanya melalui penciptaan angin. Sebagian berpendapat pemisahan langit dengan hujan dan bumi dengan tumbuh-tumbuhan. Yang 19
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān, Badan Litbang dan Diklat, Kementrian Agama RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tafsir Ilmi, Penciptaan Jagat Raya Dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān. 2010. H. 22-23
72
pasti, hampir semuanya sepakat bahwa langit dan bumi awalnya bersatu. Ini sejalan dengan teori big bang (ledakan besar) yang menyatakan bahwa dahulu sebelum ada langit dan bumi, alam ini merupakan suatu gumpalan yang padu, kemudian meledak dan berpisah menjadi planet dan bintangbintang.20 Waktu dentuman diambil sebagai titik awal waktu, titik waktu nol. Para ahli kemudian membuat keadaan awal yang mampu dibanyangkan dan dipikirkan. Energy tertinggi partikel yang dapat kita pikirkan adalah energy ketika gravitasi sekuat gaya lemah, gaya elektromegnetik, dan gaya kuat. Energy ini dikenal sebagai energy Planck, besarnya 2,33 x 300 juta triliun triliun) GeV yang setara dengan
(23 miliar
(sepuluh juta triliun)
massa proton. Pada saat temperatur jagat raya ini
(seratus juta triliun
triliun) Kelvin, gaya gravitasi memisah dari ketiga gaya lainnya. Kejadian ini berlangsung pada 5,38 x
(538 per seratus juta triliun triliun triliun)
detik setelah Dentuman Besar. Ruang-waktu terus mengalir, mengembang, dan membesar. Sejalan dengan pengembangan ini temperature jagat raya pun menurun. Gaya kuat yang sebelumnya bersatu dengan dua gaya lainnya, gaya elektromagnetik dan gaya lemah, kemudian terpisah pada energy (sepuluh ribu triliun) GeV atau temperature
(seratus ribu triliun triliun)
Kelvin. Peristiwa terpisahnya gaya kuat ini terjadi pada waktu
(satu
per seratus triliun triliun triliun) detik setelah The Big Bang.21
20
Kementrian Agama RI.Al-Qur‟ān dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan). (Jakarta: Kementrian Agama RI. 2012) Jilid 6. h. 250 21 Agus Purwanto. Nalar Ayat-ayat Semesta, Menjadikan Al-Qur‟ān Sebagai Basis Konstruksi Ilmu Pengetahuan. Bandung: Mizan. Cet. 1. 2012. H. 221
73
Dan dari penjabaran di atas dapat terlihat jelas bahwa Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI
menganut Creatio Ex
Nihilo.22 Yaitu ditandai dengan pernyataannya bahwa alam semesta ini bermula dari dentuman besar (Big Bang) dan alam semesta ini terus mengalami pengembangan.
2. Proses Penciptaan Alam Semesta
Allah menciptakan langit, bumi dan isinya yang merupakan bagian dari jagat raya selama enam masa. Hal ini dijelaskan di dalam al-Qur‟ān, dan ternyata penjelasan tentang masalah ini beragam dan terdapat dalam berbagai ayat yang tersebar dalam beberapa surah. Ada di antara ayat itu yang menyatakan bahwa penciptaan selama enam masa itu meliputi langit, bumi, dan isinya. Namun, ada juga ayat yang menerangkan tentang penciptaan langit saja yang berlangsung selama dua masa, dan penciptaan bumi saja yang juga berlangsung selama dua masa. Kemudian dijelaskan 22
Penciptaan alam semesta ditinjau dari sudut asal-usulnya: a. Creatio Ex Nihilo; pandangan kosmologi modern (abad ke-20), cenderung berkesimpulan bahwa alam semesta diciptakan dari ketiadaan. Hal ini dimulai dari hasil observasi Hubble pada tahun 1929. Perkembangan tersebut diperkuat lagi dengan observasi yang dilakukan Edward Tryon pada tahun 1973 dan Stephen W. Hawking pada tahun 1974 yang menghasilkan pandangan bahwa alam semesta muncul dari ketiadaan. Pandangan ini juga pernah dikemukakan kalangan theology dari Al-Asy‟ariyah yang juga berkesimpulan bahwa alam semesta dicipta dari ketiadaan, berbeda dengan Mu‟tazilah yang menganggap alam semesta dari materi yang sudah ada. b. Emanasi; Konsep kosmologi (penciptaan alam) kaum filosof islam dapat dicari dari filsafat emanasi (al-Faidh). Kaum filosof berpegang pada pendapat yang diwarisi dari masa Yunani bahwa alam adalah kadim sebagaimana didukung oleh pendapat Aristoteles (384-322 SM). Sementara Plato (427-347 SM) dengan kurang Tuhanlah yang mengaturnya. c. Evolusi; Pemikiran tentang asal muasal alam raya bahwa asal mula alam raya ini terdiri dari empat unsure yaitu udara, api, air, dan tanah yang masing-masing memiliki sifat dingin, panas, basah dan kering. Pikiran ini diungkapkan oleh Empedokles (490-430 SM). Dan Charles Darwin (1809-1882 SM) dengan teori-evolusinya yang sangat terkenal. NN, “Studi Komparatif Tentang Penciptaan Alam dalam Perjanjian Lama dan Al-Qur‟an.” Skripsi S1 Fakultas Ushuludin dan Filsafat, IAIN Walisongo Semarang, 2004.
74
pula bahwa penciptaan bumi dan isinya selama empat masa. Sehingga bila disatukan, maka akan dapat disimpulkan bahwa waktu penciptaan langit, bumi, dan isinya adalah enam masa. Al-Qur‟ān menyebutkan bahwa penciptaan langit dan bumi terjadi selama enam masa. Informasi demikian diungkapkan sebanyak tujuh kali dalam Kitab Suci ini. Di antara ayat yang menjelaskan hal ini adalah Surah Yunus/10: 3, yaitu:
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan. tiada seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian Itulah Allah, Tuhan kamu, Maka sembahlah Dia. Maka Apakah kamu tidak mengambil pelajaran? (Yunus: 3) Pada permulaan ayat ini, Allah menegaskan bahwa Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari (masa). Hari yang dimaksud sebagai rentang waktu penciptaan, bukan seperti hari yang dipahami manusia saat ini, yaitu hari sesudah terciptanya langit dan bumi. Dengan
75
demikian yang dimaksud dengan hari pada ayat ini adalah masa sebelum itu. Hari atau masa yang disebut dalam ayat ini, dalam tuntunan agama, hanya Allah saja yang mengetahuiberapa lamanya. Sedangkan di dalam tafsir Depag RI menafsirkan, dari surat alFurqān: 59, ”yaum” yang diterjemahkan sebagai “hari”, tetapi “hari” dalam ayat ini bukanlah hari yang lamanya 24 jam, tetapi yaum diartikan sebagai “masa”.23 Dalam surat Fushshilat: 9, yang dimaksud dengan “hari atau masa” dalam ayat ini adalah waktu, karena hari dan malam belum ada di saat langit dan bumi diciptakan.24 Sedang dalam surat as-Sajdah: 4, maksud enam masa dalam ayat ini bukanlah hari (masa) yang dikenal seperti sekarang ini, tetapi adalah hari sebelum adanya langit dan bumi.25 Jadi makna yaum adalah masa dalam bentuk waktu dan terjadi sebelum adanya langit dan bumi. Adapun mengenai lamanya sehari menurut agama hanya Allah yang mengetahui, sebab dalam Al-Qur‟ān sendiri ada yang diterangkan bahwa sehari di sisi Allah sama dengan seribu tahun, dalam firman-Nya yang disebutkan:
23
Kementrian Agama RI.Al-Qur‟ān dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan). (Jakarta: Kementrian Agama RI. 2012) Jilid 7. h. 41 24 Kementrian Agama RI.Al-Qur‟ān dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan). (Jakarta: Kementrian Agama RI. 2012) Jilid 8. h. 595 25 Kementrian Agama RI.Al-Qur‟ān dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan). (Jakarta: Kementrian Agama RI. 2012) Jilid 7. h. 582
76
“Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, Padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari disisi Tuhanmu adalah seperti seribu menurut perhitunganmu.” (al-Hajj: 47) Dan ada pula yang diterangkan lima puluh ribu tahun seperti dalam firman-Nya:
“Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahdan un.” (al-Ma‟ārij: 4).26 Lebih sempurna dijelaskan pada tafsiran surat Al-A‟rāf: 54 yang mengambil pendapat Marconi (2003) penjelasan keenam masa tersebut sebagai berikut: Masa Pertama, yakni masa sejak „Dentuman Besar‟ (Big Bang) dari Singularity, sampai terpisahnya Gaya Gravitasi dari Gaya Tunggal (Superforce), ruang-waktu mulai memisah. Namun Komitmen Ruang-Waktu yang lahir masih berujud samar-samar, dimana energi-materi dan ruang-waktu tidak jelas bedanya. Masa Kedua, masa terbentuknya inflasi Jagad Raya, namun Jagad Raya ini masih belum jelas bentuknya, dan disebut sebagai Cosmic Soup (Sup Kosmos). Gaya Nuklir-Kuat memisahkan diri dari Gaya Elektro-Lemah, serta mulai terbentuknya materi-materi fundamental: quarks, antiquarks, dan sebagainya. Jagad Raya mulai mengembang. Masa Ketiga, masa terbentuknya inti-inti atom di Jagad Raya ini. Gaya Nuklir-Lemah mulai terpisah dengan Gaya Elektromagnetik. Inti26
Kementrian Agama RI.Al-Qur‟ān dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan). (Jakarta: Kementrian Agama RI. 2012) Jilid 3. h. 358-359
77
inti atom seperti proton, netron, dan meson tersusun dari quark-quark ini. Masa
ini
dikenal
sebagai
masa
pembentukan
inti-inti
atom
(Nucleosyntheses). Ruang, waktu serta materi dan energi, mulai terlihat terpisah. Masa Keempat, elektron-elektron mulai terbentuk, namun masih dalam keadaan bebas, belum terikat oleh inti-atom untuk membentuk atom yang stabil. Masa Kelima, terbentuknya atom-atom yang stabil, memisahnya materi dan radiasi, dan Jagad Raya, terus mengembang dan mulai nampak transparan. Masa Keenam, Jagad Raya terus mengembang, atom-atom mulai membentuk
aggregat
menjadi
molekul-molekul,
molekul-molekul,
kemudian membentuk proto-galaksi, galaksi-galaksi, bintang-bintang, tatasurya tata surya, dan planet-planet.27 Dan di bawah ini adalah penggabungan dari periode yang diilustrasikan Stephen Hawking (The Universe in The Nutshell, 2001) tentang terbentuknya Jagat Raya (bumi dan langit) yang terdiri dari sembilan periode. Periode I: Era Plank (t = 0 sampai dengan 10-43 detik), yaitu sejak terjadinya Dentuman Besar (Big Bang) dari Singularity sampai waktu 10-43 detik. Absolute Unknown Era, exotic law of physics. Periode II: Era Grand Unified Theory (10-43-35 detik). Dimulai ketika umur jagat raya baru sekitar 10-43 detik. Pada Era ini, keseimbangan materi dan anti-materi akan dimenangkan oleh materi. Periode-III: Era Gaya Nuklir-Lemah (Electro-weak Era) (10-35 – 1010 detik). Dimulai ketika umur jagat raya 10-35 detik. Pada Era ini mulai terbentuk materi-materi fundamental: quarks dan antiquarks. 27
Kementrian Agama RI.Al-Qur‟ān dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan). (Jakarta: Kementrian Agama RI. 2012) Jilid 3. h. 357-358
78
Periode IV: Era Hadron-Lepton (10-10 – 1 detik). Diawali ketika jagat raya berumur 10-10 detik. Quark mengalami aggregasi sesamanya membentuk materi penyusun inti-atom: proton, netron, meson dan barysons. Periode-V: Era Nucleosyntheses (1 detik – 3 menit). Dimulai ketika jagat raya berumur 1 detik. Dimana proton, netron saling bergabung membentuk inti-inti atom (atomic nuclei). Periode VI: (3 menit – 300.000 tahun) dimulai ketika jagat raya berumur 3 mennit. Pada periode ini, terbentuklah untuk pertama kalinya inti atom yang stabil: serta terjadinya kopling materi dan radiasi. Periode VII: (300.000 tahun-1000 juta tahun). Dimulai ketika jagat raya berumur 300.000 tahun. Pada periode ini terjadi pemisahan materi dan energi. Jagat raya menjadi transparan untuk radiasi kosmis. Periode VIII: (1000 juta – 15.000 juta tahun). Dimulai ketika umur jagat raya mencapai 1000 juta tahun. Klaster-klaster materi membentuk quarsar, bintang-bintang, serta proto-Galaksi. Bintang-bintang mulai mensintesis materi-materi berat. Periode-IX: Dimulai ketika umur jagat raya mencapai 15.000 juta tahun. Galaksi-galaksi baru mulai membentuk tata-surya tata-surya. Atomatom bergabung membentuk molekul-molekul kompleks, sebagai awal kehidupan. Dari sini Marconi menggabungkan periode-I dan II dari Hawking sebagai Masa Pertama. Dan Periode-IV, V, dan VI sebagai Masa Ketiga.28 28
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān, Badan Litbang dan Diklat, Kementrian Agama RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tafsir Ilmi, Penciptaan Jagat Raya Dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān. 2010. H. 12-13
79
Sebagaimana yang dijabarkan di atas. Maka dapat disimpulkan bahwa Markoni di dalam penjabarannya terkait periode setelah Big Bang juga merujuk Hawking, terdapat elemen-elemen penjelasan Hawking dalam Tafsir ‟Ilmi Kementrian Agama RI. Meskipun kemudian pendapat itu dimodifikasi agar sesuai dengan tuntunan al-Qur‟ān, terutama terkait dengan proses penciptaan yang dikonsepsikan sebagai 6 masa, bukan 9 periode seperti kata Hawking. Dengan bukti ini, terlihat bahwa kedua pendapat itu sama saja, hanya kemudian Markoni “mengislamkannya”. Sedangkan dalam Surah an-Nāzi‟āt: 27-32 diungkapkan secara kronologis enam masa penciptaan tersebut sebagai berikut: 1.
Masa pertama: apakah penciptaan kamu yang lebih hebat
ataukah langit yang telah dibangun-Nya? (ayat 27). Ayat ini menjelaskan tentang penciptaan alam semesta dengan peristiwa “Big Bang”, ledakan besar sebagai awal lahirnya ruang dan waktu, termasuk materi. 2.
Masa kedua: Dia telah meninggikan bangunannya lalu
menyempurnakannya
(ayat
28).
Ayat
ini
menjelaskan
tentang
pengembangan alam semesta, sehingga benda-benda langit makin berjauhan yang
dalam
bahasa
awam
berarti
langit
makin
tinggi.
Lalu
menyempurnakannya, dalam arti pembentukan benda langit bukanlah proses sekali jadi, tetapi proses evolutif (perubahan bertahap) dari awan antar bintang, menjadi bintang, lalu nanti akhirnya mati dan digantikan generasi bintang-bintang baru. 3.
Masa ketiga: dan Dia menjadikan malamnya (gelap gulita), dan
menjadikan siangnya (terang benderang) (ayat 29). Ayat ini bercerita khusus
80
tentang tata surya yang juga berlaku pada bintang-bintang lain. Masa ini adalah masa penciptaan matahari yang bersinar dan bumi (serta planetplanet lainnya) yang berotasi sehingga ada fenomena malam dan siang. Adanya matahari sebagai sumber cahaya, bumi berotasi menjadikan malam dan siang. 4.
Masa keempat: Dan setelah itu bumi Dia hamparkan (ayat 30).
Ayat ini menjelaskan proses evolusi di planet bumi. Setelah bulan terbentuk dari lontaran sebagai kulit bumi karena tumbukan benda langit lainnya, lempeng benua besar (Pangea) kemudian “dihamparkan” yang menjadikan benua-benua mulai terpisah membentuk 5 benua plus Antariksa. 5.
Masa
kelima:
Darinya
Dia
pancarkan
mata
air,
dan
(ditumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya (ayat 31). Ayat ini menjelaskan awal penciptaan kehidupan di bumi (mungkin juga di planet lain yang disiapkan untuk kehidupan) dengan menyediakan air. 6.
Masa keenam: Dan gunung-gunung Dia pancangkan dengan
teguh. (Semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk hewan-hewan ternakmu (ayat 32 dan 33). Ayat ini menjelaskan lahirnya gunung-gunung akibat evolusi geologi dan mulai diciptakannya hewan dan kemudian manusia.29 Mengenai surat an-Nāzi‟āt: 27-33 Bucaille berpendapat. Ada dua hal yang dibicarakan: kelompok kejadian-kejadian samawi, dan kelompok kejadian-kejadian di bumi yang diterangkan dengan waktu. Menyebutkan hal-hal tersebut mengandung arti bahwa bumi harus sudah ada ketika
29
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān, Badan Litbang dan Diklat, Kementrian Agama RI DENGAN Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tafsir Ilmi, Penciptaan Jagat Raya Dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān. 2010. H. 20-21
81
sebelum digelar dan bahwa bumi itu sudah ada ketika Tuhan membentuk langit. Dapat kita simpulkan bahwa evolusi langit dan bumi terjadi pada waktu yang sama, dengan kait mengait antara fenomena-fenomena. Oleh karena itu tak perlu member arti khusus mengenai disebutkannya bumi sebelum langit atau langit sebelum bumi dalam penciptaan alam. Tempat kata-kata tidak menunjukkan urutan penciptaan, jika memang tak ada penentuan dalam hal ini pada ayat-ayat lain.30 Penciptaan langit dan bumi dalam enam masa ini juga disebutkan dalam beberapa ayat lain, seperti yang terdapat pada surah Hud/11: 7, sebagai berikut:
“Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan jika kamu berkata (kepada penduduk Mekah): "Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati", niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata: "Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata". (Hūd: 7)
30
Maurice Bucaille. Bibel, Qur‟ān dan Sains Modern. Terj. H. M. Rasjidi. (Jakarta: Bulan Bintang, 2001) H.165
82
Bila diperhatikan, ungkapan penciptaan langit dan bumi dalam enam masa pada ayat ini, dikaitkan dengan informasi bahwa „Arsy Allah berada di atas air. Artinya, air ternyata sudah ada ketika langit dan bumi diciptakan. Dengan kata lain, air telah ada pada saat awal penciptaan. Keterangan ini merupakan isyarat bahwa air adalah unsur pokok dalam penciptaan makhluk hidup. Karena dalam kenyataannya, semua makhluk hidup memang memerlukan air. Selanjutnya diterangkan pula bahwa tujuan dari semua penjelasan itu adalah untuk menguji siapa di antara manusia yang lebih baik perbuatannya.31 Selanjutnya Allah menerangkan bahwa Dia adalah Pemilik dan Pengatur seluruh alam dan isinya. Hal ini merupakan ungkapan yang logis. Pencipta sesuatu adalah pemilik dan pengaturnya, dan ini pula yang hendak ditegaskan Allah tentang masalah yang terkait dengan alam semesta ini. Selain itu, penegasan ini juga untuk menunjukkan bahwa Dialah yang Mahakuasa. Karena itu, hanya Dia yang berhak disembah oleh semua makhluk di alam ini. Ketika Rasulullah SAW ditanya tentang „Arsy, beliau mengatakan: Bersabda Rasulullah, “Dahulu, Allah telah ada, dan belum ada sesuatupun sebelum-Nya dan adalah „Arsy-Nya di atas air, kemudian Dia menciptakan langit dan bumi, dan menulis segala sesuatu di Lauh Mahfūz.” (Riwayat al-Bukhari dalam Kitab at-Tauhid).32
31
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān, Badan Litbang dan Diklat, Kementrian Agama RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tafsir Ilmi, Penciptaan Jagat Raya Dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān. 2010. H. 5 32 Kementrian Agama RI.Al-Qur‟ān dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan). (Jakarta: Kementrian Agama RI. 2012) Jilid 4. h. 252
83
Namun Ahmad Baiquni berpendapat bahwa makna “ma‟” tidak sesederhana memaknainya dengan air, namun “ma‟” bermakna fluida, dengan alasan berangkat dari makna “‟Arsy”. “‟Arsy” tak akan ditafsirkan sebagai singgasana, untuk menghindarkan gambaran yang bukan-bukan, melainkan dapat kita beri pengertian yang lebih luas yaitu: Kerajaan atau Pemerintahan;
sebab,
singgasana
adalah
lambang
kekuasaan
dan
pemerintahan. Seorang raja yang turun tahta dalam realitas melepaskan seluruh kekuasaannya. Suhu dan kerapatan materi dan radiasi yang sangat tinggi yang ada waktu itu, memungkinkan mereka saling berinteraksi , dan berubah yang satu menjadi yang lain, dan bersifat sebagai zat alir yang sangat panas; para fisikawan menamakannya “sop kosmos”. Dalam kondisi seperti tersebut di atas tidaklah mungkin kata “ma‟” diartikan sebagai air; lebih tepat bila ia dipahami sebagai “suatu bentuk fluida” saja, zat alir yang amat panas. Jadi, bila dikatakan bahwa Tahta-Nya tegak di atas “ma‟”, maka pernyataan itu mengandung makna bahwa Pemerintahan-Nya ditegakkan pada seluruh isi alam yang pada waktu itu masih berbentuk fluida; zat alir. Semua peraturan yang ditetapkan-Nya, yang mengatur sifat dan kelakuan alam semesta, seawal itu telah diberlakukan terhadap apa yang dinamakan “sop kosmos”; bentuk alam semesta pada suhu yang amat tinggi sekali. 33 Ayat yang membicarakan pula tentang air yaitu pada surat al-Anbiya‟: 30
33
Prof. Achfmad Baiqunu, Msc. Phd. Al-Qur‟ān dan Ilmu Pengetahuan Kealaman. (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997) h. 231-232.
84
“Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?” (Al-Anbiyā‟: 30) Bumi sebelum menjadi tempat hidupnya berbagai makhluk hidup adalah sebuah satelit yaitu benda angkasa yang mengitari matahari. Satelit bumi yang semula panas sekali ini karena berputar terus menerus maka lama kelamaan menjadi dingin dan berembun. Embun yang lama menjadi gumpalan air. Inilah yang menjadi sumber kehidupan makhluk. Menurut para ilmuan sains dan teknologi, ada tiga pendapat yang terkait dengan kehidupan yang dimulai dari air, yaitu: Pertama, kehidupan dimulai dari air, dalam hal ini laut.
Teori modern tentang asal mula
kehidupan belum secara mantap disetujui sampai sekitar dua atau tiga abad yang lalu. Sebelum itu, teori yang mengemuka mengenai asal mula kehidupan adalah suatu konsep yang diberi nama “generasi spontan”. Dalam konsep ini disetujui bahwa makhluk hidup ada dengan spontan ada dari ketidakadaan. Teori ini kemudian ditentang oleh beberapa ahli di sekitar tahun 1850-an, antara lain oleh Louis Pasteur. Dimulai dengan penelitian
85
yang dilakukan oleh Huxley dan sampai penelitian masa kini, teori lain ditawarkan sebagai alternatif. Teori ini percaya bahwa kehidupan muncul dari rantai reaksi kimia yang panjang dan kompleks. Rantai kimia ini dipercaya dimulai dari dalam air laut, karena kondisi atmosfer saat itu belum berkembang menjadi kawasan yang dapat dihuni makhluk hidup karena radiasi ultraviolet yang terlalu kuat. Diperkirakan, kehidupan bergerak menuju daratan pada 425 juta tahun yang lalu saat lapisan ozon mulai ada untuk melindungi permukaan bumi dari radiasi ultraviolet. Kedua, peran air bagi kehidupan dapat juga diekspresikan dalam bentuk bahwa semua benda hidup, terutama kelompok hewan, berasal dari cairan sperma. Diindikasikan bahwa keanekaragaman binatang “datangnya” dari air tertentu (sperma) yang khusus dan menghasilkan yang sesuai dengan ciri masing-masing binatang yang dicontohkan. Ketiga, pengertian ketiga adalah bahwa air merupakan bagian yang penting agar makhluk dapat hidup. Pada kenyataannya, memang sebagian besar bagian tubuh makhluk hidup terdiri dari air. Misalnya saja pada manusia, 70% bagian berat tubuhnya terdiri dari air. Manusia tidak dapat bertahan lama apabila 20% saja dari sediaan air yang ada di tubuhnya hilang. Manusia dapat bertahan hidup selama 60 hari tanpa makan, akan tetapi mereka akan segera mati dalm waktu 3-10 hari tanpa minum. Juga diketahui bahwa air merupakan bahan pokok dalam pembentukan darah,
86
cairan limpa, kencing, air mata, cairan susu dan semua organ lain yang ada di dalam tubuh manusia.34 Menurut terminology sains, makna air merupakan; kumpulan unsure kimiawi berupa oksigen (O) dan hydrogen (H). Unsure pertama yaitu oksigen dibutuhkan oleh umat manusia dan makhluk hidup lainnya, sedang hydrogen (H) dapat memunculkan atau mengakibatkan terjadinya ledakan besar.35 Dalam surat Hud: 7 makna al-ma‟ yang lebih tepat diartikan dengan zat alir atau sop kosmos karena pembicaraannya dikaitkan dengan fase penciptaan alam semesta. Sedangkan dalam surat al-Anbiya‟: 30 pembicaraan tentang al-ma‟ titik tekannya pada sangat sentralnya ia diperlukan oleh kehidupan. Ini berarti al-ma‟ yang dimaksud oleh surat alAnbiya‟: 30 adalah yang terdiri dari atom oksigen dan atom-atom hitrogen. Karenanya al-ma‟ di sini berbeda dengan al-ma‟ dalam surat Hud: 7, lebih tepat diartikan dengan air. Hal ini sesuai dengan isyarat ayat yang menghubungkan pembicaraan al-ma‟ dengan telah sempurnanya proses penciptaan alam semesta.36 Dalam surah al-Hadid/57: 4 disebutkan bahwa penciptaan langit dan bumi dalam enam masa ini dikaitkan dengan pengetahuan Allah tentang halhal lain. Ayat itu adalah sebagai berikut:
34
Kementrian Agama RI.Al-Qur‟ān dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan). (Jakarta: Kementrian Agama RI. 2012) Jilid 6. h. 251-252 35 Rosadisastra, Andi. Metode Tafsir Ayat-ayat Sains dan Sosial. Jakarta: Amzah. 2007. H. 205 36 Sirajuddin Zar. Konsep Penciptaan Alam dalam Pemikiran Islam, Sains dan Al-Qur‟ān. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1994. H. 128-129
87
“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (AlHadid: 4) Keterangan yang ditambahkan setelah pernyataan penciptaan langit dan bumi dalam enam masa adalah bahwa Allah mengetahui apa yang masuk dan keluar dari bumi serta apa yang turun dan naik ke langit. Selain itu, Allah juga mengetahui secara rinci apa yang diperbuat manusia. Penjelasan ini untuk menegaskan bahwa sebagai Pencipta, Allah mengetahui segala apa yang terjadi pada ciptaan-Nya. Tidak satupun peristiwa yang luput dari pengetahuan-Nya.37 Dalam surah al-Furqon/25: 59 disebutkan bahwa penciptaan langit dan bumi dalam enam masa ini dikaitkan dengan penjelasan tentang sifat Allah. Perhatikan bunyi ayat berikut:
37
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān, Badan Litbang dan Diklat, Kementrian Agama RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tafsir Ilmi, Penciptaan Jagat Raya Dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān. 2010. H. 5
88
“Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy, (Dialah) yang Maha pemurah, Maka Tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia.” (Furqaan: 59)
Ayat ini mengaitkan penciptaan langit dan bumi dalam enam masa dengan salah satu sifat Allah, yaitu Maha Pengasih. Ungkapan ini menjelaskan bahwa Allah Sang Pencipta sangat kasih kepada semua makhluk yang telah diciptakan-Nya. Penciptaan itu sendiri telah menunjukkan bahwa Dia memang Mahakasih. Selanjutnya, Dia pula yang akan selalu memiliki, menjaga, dan memelihara semua ciptaan-Nya.38 Penciptaan langit dan bumi dalam enam masa juga dikaitkan dengan sifat Allah yang lain, yaitu pelindung dan penolong. Perhatikan Surah asSajadah/32: 4 berikut ini:
38
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān, Badan Litbang dan Diklat, Kementrian Agama RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tafsir Ilmi, Penciptaan Jagat Raya Dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān. 2010. H. 6
89
“Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy[1188]. tidak ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan?” ('as-Sajdah: 4) Ayat ini mengisyaratkan bahwa setelah menciptakan semua yang ada, maka Allah juga yang akan selalu melindungi dan menolong para makhluk. Inilah bentuk kasih saying Allah kepada makhluknya. Dia tidak akan meninggalkan ciptaan-Nya dalam satu kesulitan. Karena itu, bila ada makhluk yang mengalami kekurangan atau hal lain, Dia menganjurkan untuk meminta atau memohon kepada-Nya, dan Dia pasti akan mengabulkan (lihat juga surah Gafir/40: 60 dan Surah al-Baqarah/2: 186).39 Dalam ayat lain, penciptaan langit dan bumi dalam enam masa juga dikaitkan dengan sifat Allah yang tidak pernah letih, meski telah mencipta sedemikian banyak makhluk. Hal ini disebutkan dalam surah Qaf/50: 38 berikut:
39
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān, Badan Litbang dan Diklat, Kementrian Agama RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tafsir Ilmi, Penciptaan Jagat Raya Dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān. 2010. H. 6
90
“Dan Sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, dan Kami sedikitpun tidak ditimpa keletihan.” (Qaf: 38) Ayat ini menginformasikan bagaimana keperkasaan Allah yang tidak pernah ditimpa keletihan atau kelelahan. Walaupun telah melakukan kegiatan yang sangat hebat, yaitu mencipta tujuh langit, bumi, dan segala isinya, namun Dia tetap perkasa. Inilah salah satu hal yang membedakan Allah dari manusia yang selalu merasa letih atau lelah setelah bekerja berat. Penting untuk diperhatikan, meski yang disebut dalam ayat-ayat di atas hanya langit dan bumi, tetapi yang dimaksud adalah semua yang ada di ala mini. Sebab, yang dimaksud dengan langit adalah semua hal yang ada di atas, dan yang dimaksud dengan bumi adalah semua hal yang di bawah. Dalam kaitan ini, termasuk pula seluruh makhluk yang ada di antara keduanya. Makna demikian sebagaimana dijelaskan dalam Surah alFurqan/25: 59.40
Pada beberapa surat yang disebutkan di atas terdapat penyebutan kata khalaqa dan khalaqna. Menjadi pertanyaan, mengapa al-Qur‟an menggunakan bentuk plural yaitu kami untuk Allah.
Perlu diketahui bahwa diantara uslub (metode) bahasa Arab adalah bahwa seseorang dapat menyatakan tentang dirinya dengan kata ganti 'nahnu' (kami) untuk menunjukkan penghormatan. Atau dia menyebut
40
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān, Badan Litbang dan Diklat, Kementrian Agama RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tafsir Ilmi, Penciptaan Jagat Raya Dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān. 2010. H. 6-7
91
dirinya dengan dhamir (kata ganti) '( 'أناsaya) atau dengan kata ganti ketiga seperti ( 'هوdia). Ketiga metode ini terdapat dalam Al-Qurān dan Allah Ta'ala menyampaikan kepada bangsa Arab apa yang dipahami dalam bahasa mereka.41
Allah SWT terkadang menyebutkan dirinya dengan sighah mufrad (sendiri) secara nampak atau mudhmar (tersembunyi). Tekadang dengan shigah jama‟. Seperti firman-Nya. Dan tidak pernah menyebutkan nana-Nya dengan shighoh tatsniyah (bentuk dua). Karena shigoh jama‟ mengandung pengagungan yang layak bagi-Nya. Terkadang menunjukkan makna namanama-Nya. Sementara sighah tatsniyah (bentuk dua) menunjukkan bilangan tertentu. Dan Dia tersucikan dari itu.42 Lafaz ( ) إناdan ( ) نحنatau selainnya termasuk bentuk jamak, tapi dapat
diucapkan
untuk
menunjukkan
seseorang
yang
mewakili
kelompoknya, atau dapat pula disampikan mewakili seseorang yang agung. Sebagaimana dilakukan oleh sebagian raja apabila mereka mengeluarkan keputusan atau ketetapan, maka dia berkata, "Kami tetapkan…" atau semacamnya, padahal dia yang menetapkan itu hanyalah satu orang. Akan tetapi diungkapkan demikian untuk menunjukkan keagungan. Maka yang paling berhak diagungkan oleh setiap orang adalah Allah Azza wa Jalla. Maka jika Allah mengatakan dalam Kitab-Nya, ( ) إنا, sesungguhnya Kami, atau ( ) نحن, kami, itu adalah bentuk pengagungan, bukan menunjukkan bilangan. 41 42
Fatawa Lajnah Daimah, 4/143. Ibnu Taymiyah. „Al-Aqidah At-Tadmuriyah. hal. 75.
92
Bermakna juga kata “Kami” bahwa dalam mengerjakan tindakan tersebut, melibatkan unsur-unsur makhluk (selain diri-Nya sendiri). Dalam kasus
nuzulnya
al-Qur‟ān,
makhluk-makhluk
yang
terlibat
dalam
pewahyuan dan pelestarian keasliannya adalah sejumlah malaikat, terutama Jibril; kedua Nabi sendiri; ketiga para pencatat/penulis wahyu; keempat, para huffadz (penghafal) dll.43
Dan yang terakhir bias juga bermakna bahwa yat yang menggunakan kata Kami biasanya menceritakan sebuah peristiwabesar yang berada di luar kemampuan jangkauan nalar manusia, seperti penciptaan Adam, penciptaan bumi, dan langit. Di sini, selain peristiwa itu sendiri yang bernilai besar, Allah sendiri ingin menokohkan/member kesan “Kemahaan-Nya” kepada manusia, agar manusia dapat menerima/mengimani segala sesuatu yang berada di luar jangkauan nalar/rasio manusia.44
Setelah mengetahui makna yaum dan hakikat enam masa, muncul pertanyaan, apakah langit, bumi dan segala isinya diciptakan secara bersamaan atau terpisah? Hasil telaah dan penelitian menyimpulkan bahwa proses penciptaan langit dan bumi terjadi secara terpisah. Enam masa terbagi menjadi tiga tahapan, seperti yang diterangkan dalm surat Fussilat:
43
http://bin99.wordpress.com/about/penggunaan-kata-kami-dalam-al-quran/. Diakses pada tanggal 12 Mei 2014. 44 http://bin99.wordpress.com/about/penggunaan-kata-kami-dalam-al-quran/. Diakses pada tanggal 12 Mei 2014.
93
9-12. Langit dua masa, bumi dua masa, dan segala isi bumi dua masa.45 Yaitu sebagai berikut: a. Penciptaan Tujuh Langit dalam Dua Masa Uraian di atas menjelaskan bahwa enam masa itu meliputi penciptaan langit, bumi dan isinya. Pertanyaannya, apakah langit, bumi dan segala isinya diciptakan secara bersamaan atau terpisah? Hasil telaah dan penelitian menyimpulkan bahwa proses penciptaan langit dan bumi terjadi
secara
terpisah.
Berikut
penjelasan
dari
masing-masing
penciptaan. Penciptaan tujuh langit itu terjadi dalam dua masa. Allah memberikan informasi yang demikian, sebagaimana yang disebutkan dalam surah Fussilat/41: 12, yaitu:
“Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui.” (Fusshilat: 12)
45
Ringkasnya secara urut sebagai berikut: penciptaan bumi 2 hari, penciptaan isi bumi dan makanan penduduknya 2 hari (dari dua proses tersebut di atas: penciptaan bumi 2 hari dan penciptaan isinya 2 hari, maka total proses penciptaan bumi + isinya adalah 4 hari) penciptaan langit 2 hari sehingga, 2+2+2 = 6.
94
Ayat ini menerangkan bahwa Allah menyempurnakan kejadian langit dan menjadikannya tujuh lapis dalam dua masa. Masa yang dimaksud, sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya, adalah dua periode yang rentang waktunya
sangat
panjang.
Pada awalnya, Allah
menciptakan langit pertama, dan kemudian disempurnakan menjadi tujuh lagit yang berlapis-lapis. Dalam surah al-Baqarah/2: 29 disebutkan:
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.” (AL-Baqarah: 29). Setiap langit memiliki fungsi dan keadaan yang berbeda. Masingmasing langit mempunyai kegunaan yang berbeda untuk kepentingan makhluk yang ada di bawahnya, misalnya: langit yang berfungsi memperkuat gaya tarik planet-planet sehingga benda-benda tetap bergerak pada orbitnya, tidak oleng, atau menyimpang yang mungkin bisa menyebabkan tabrakan antara satu dengan lainnya. Langit yang terdekat dengan bumi, dihiasi dengan bintang-bintang yang gemerlapan. Ada bintang yang bercahaya sendiri, dan ada pula yang hanya memantulkan cahaya sinar matahari atau bintang lainnya. Karena itu, cahayanya terlihat berbeda antara bintang yang satu dengan lainnya. Dan ketidaksamaan cahaya ini menimbulkan keindahan yang tiada taranya.
95
Semua ini merupakan ciptaan Allah Yang Maha kuasa, dan tunduk pada ketetapan-Nya. Tidak ada satupun yang menyimpang dari ketentuan yang telah digariskan. Inilah kekuasaan Dia Yang Mahakuasa.46 b. Penciptaan Bumi dalam Dua Masa Penciptaan bumi sebagaimana penciptaan langit, terjadi dalam dua masa pula. Allah mengisyaratkan hal ini dalam surah Fussilat/41: 9 sebagai berikut:
“Katakanlah: "Sesungguhnya Patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagiNya? (yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam". (Fussilat: 9) Ayat ini memberikan informasi tentang penciptaan bumi dalam dua periode. Sebagian ahli tafsir berpendapat, maksud penciptaan bumi pada ayat ini adalah menciptakan wujudnya dalam dua masa. Disimpulkan demikian, karena pada waktu diciptakan langit dan bumi, hari atau siang dan malam seperti yang diketahui sekarang belum ada. Sedang menurut pandangan ilmiah, maksudnya adalah pembentukan bumi dalam dua
46
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān, Badan Litbang dan Diklat, Kementrian Agama RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tafsir Ilmi, Penciptaan Jagat Raya Dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān. 2010. H. 7-8
96
masa. Ini berarti bahwa pembentukan bumi dari awal sampai pada keadaannya seperti sekarang mengalami proses dalam dua periode. Hari atau periode pertama dari masa penciptaan bumi, adalah rentang waktu sekitar miliaran tahun yang lalu, adalah rentang waktu sekitar miliaran tahun yang lalu, yaitu ketika yang ada hanya awan debu dan gas yang mengapung di angkasa yang mulai mengecil. Materi pada pusat awan itu mengumpul menjadi matahari. Sedang sisa gas dan debunya memipih berbentuk cakram di sekitar matahari. Kemudian butirbutir debu dalam awan itu saling melekat dan membentuk planetisimal yang kemudian saling bertabrakan membentuk planet. Di antara planetplanet itu adalah bumi. Hari atau periode kedua diawali ketika proses pemanasan akibat peluruhan radioaktif menyebabkan proto bumi meleleh, dan bahan-bahan yang berat seperti besi tenggelam ke perut bumi, sedang yang ringan seperti air dan karbondioksida beralih keluar. Planet bumi kemudian mendingin. Kemudian sekitar 2,5 miliar tahun, bumi mulai terlihat seperti yang kita temukan saat ini.47 Makna pembentukan bumi dalam waktu dua hari, dapat ditafsirkan secara ilmiah bahwa pembentukan bumi ini terjadi pada dua periode atau dua masa. Hari pertama adalah masa ketiga sekitar 4,6 miliar yang lampau, awan debu dan gas yang mengapung di ruang angkasa mulai mengecil. Materi pada pusat awan itu mengumpul menjadi 47
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān, Badan Litbang dan Diklat, Kementrian Agama RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tafsir Ilmi, Penciptaan Jagat Raya Dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān. 2010. H. 9
97
matahari dan sisa gas dan debunya memipih berbentuk cakram di sekitar matahari. Kemudian butir-butir debu dalam awan itu saling melekat dan membentuk planetisimal yang kemudian saling bertabrakan membentuk planet, di antaranya adalah bumi. Hari kedua diawali ketika proses pemanasan akibat peluruhan radioaktif menyebabkan proto bumi meleleh, dan bahan-bahan yang berat seperti besi tenggelam ke pusat bumi sedangkan yang ringan seperti air dan karbondioksida beralih ke luar. Planet bumi kemudian mendingin dan sekitar 2,5 miliar tahun yang lampau bumi terlihat seperti apa yang kita lihat sekarang ini.48 c. Penciptaan Isi Bumi dalam Dua Masa Setelah Allah menciptakan langit dalam dua masa, dan bumi dalam dua masa pula, selanjutnya diciptakan makhluk-makhluk lain yang akan mengisi bumi dan langit atau ruang yang terdapat di atas bumi. Proses ini merupakan penyempurnaan dari ciptaan-Nya. Tujuannya, memperindah bumi ini dengan gunung-gunung, beragam tumbuhan, dan hal-hal yang diperlukan bagi kehidupan manusia serta makhluk lain. Dalam surah Fussilat/41: 10, dijelaskan sebagai berikut:
“Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya.”(Fussilat: 10) 48
Kementrian Agama RI.Al-Qur‟ān dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan). (Jakarta: Kementrian Agama RI. 2012) Jilid 8. h. 596
98
Allah menciptakan bumi dan gunung-gunung yang ada dalam dua masa. Tujuannya, memperlihatkan keindahan penciptaan dan hukum yang berlaku pada bumi. Dengan adanya gunung-gunung, permukaan bumi menjadi indah, tidak monoton, dan tidak membosankan. Keberadaan gunung menjadi sebagian bumi dataran tinggi, sedang lainnya sebagai lembah dan dataran rendah. Kesemuanya membentuk keharmonisan hamparan bumi ciptaan Allah. Allah juga melingkupi bumi seisinya dengan keberkahan bagi makhluk-Nya, termasuk manusia. Bumi diisi dengan segala keperluan makhluk, dari makanan yang berupa tumbuhan dan hewan, udara untuk bernafas, lautan yang luas dengan segala isinya, barang tambang yang terpendam di perut bumi, dan lain sebagainya. Penciptaan bumi dengan segala isinya ini terjadi dalam empat masa. Jika pada ayat sebelumnya (lihat Fussilat/41: 9) dijelaskan bahwa bumi diciptakan dalam dua masa, maka bisa dipahami bahwa penciptaan isi bumi terjadi dalam dua masa pula. Dengan demikian, empat masa dalam ayat ini merupakan rentang waktu penciptaan bumi dan semua yang ada padanya, baik yang ada di atas permukaan, maupun yang ada di dalam perutnya.49 Allah menerangkan bahwa Dia menciptakan bumi dan gununggunung yang ada padanya dalam dua masa dan menciptakan keperluankeperluan, makanan, dan sebagainya dalam dua masa pula. Semuanya 49
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān, Badan Litbang dan Diklat, Kementrian Agama RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tafsir Ilmi, Penciptaan Jagat Raya Dalam Perspektif Al-Qur‟ān dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān. 2010. H. 10-11
99
dilakukan dalam empat masa. Dalam waktu empat masa itu, terciptalah semuanya dan dasar-dasar dari segala sesuatu yang ada di ala mini, sesuai dengan masa dan keadaan dalam perkembangan selanjutnya. Tafsiran ilmiah empat hari, bisa jadi tercermin empat masa dalam kurun waktu geologi yakni: Proterozoikum, dimana kehidupan masih sangat tidak jelas; Paleozoikum di mana kehidupan mulai jelas yang ditandai antara lain oleh amfibi, reptile, ikan-ikan besar, dan tumbuhan paku; Mesozoikum, kehidupan pertengahan yang ditandai dengan berlimpahnya vegetasi dan binatang laut, antara lain hewan laut, komodo, pohon daun lebar; dan Kenozoikum, kehidupan baru, dimana ditandai oleh banyaknya kehidupan di zaman Kenozoikum yang punah. Pada masa Kenozoikum ditandai oleh munculnya gajah, dan pepohonan semakin berkembang dan paling penting adalah kemunculan manusia.50 Menurut teori ilmu pengetahuan, ayat di atas (Fussilat: 11) menggambarkan mengenai permulaan alam semesta. ilmu kosmologi modern,
baik
dari
pengamatan
maupun
teori,
secara
jelas
mengindikasikan bahwa pada suatu saat, seluruh alam semesta terdiri hanya dari awan dari “asap” yang terdiri atas komposisi gas yang padat dan sangat panas. Kumpulan ini terdiri atas sejumlah besar kekuatan atom yang saling berkaitan dan berada di bawah tekanan yang sangat kuat. Jari-jari kumpulan yang berbentuk bola ini diperkirakan sekitar 5 juta kilometer. Cairan atom pertamanya berupa ledakan dahsyat (yang biasa disebut Big Bang), dan mengakibatkan terbentuk dan terpencarnya 50
Kementrian Agama RI.Al-Qur‟ān dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan). (Jakarta: Kementrian Agama RI. 2012) Jilid 8. h. 597
100
berbagai benda langit. Hal ini sudah menjadi prinsip yang teruji dan menjadi dasar dalam kosmologi modern. Karena bumi dan langit di atasnya (matahari, bulan, bintang, planet, galaksi, dan sebagainya) terbentuk dari “asap” yang sama, maka para pakar menyimpulkan bahwa bumi dan isi langit seluruhnya adalah satu kesatuan sebelumnya. Dari material “asap” yang sama ini, kemudian mereka terpisah satu sama lain. Seolah-olah Allah menerangkan bahwa bumi lebih dahulu diciptakan dari langit dengan segala isinya, termasuk di dalamnya matahari, bulan, dan bintang-bintang. Ayat yang lain menerangkan bahwa Allah menciptakan langit lebih dahulu dari menciptakan bumi. Oleh karena itu, ada sebagian mufassir yang mencoba mengompromikan kedua ayat ini. Menurut mereka, dalam perencanaan, Allah lebih dahulu merencanakan bumi dengan segala isinya. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, Allah menciptakan langit dengan segala isinya lebih dahulu, kemudian sesudah itu baru menciptakan bumi dengan segala isinya.51 Kemudian Allah menyempurnakan kejadian langit itu dengan menjadikan tujuh langit dalam dua masa yang dijelaskan dalam surat Fussilat: 12. Dari pembahasan di atas, dimulai dengan asal mula alam semesta dibuktikan dalam makna lafal khalaqa, kun fa yakūn, pemisahan langit dan bumi, meluasnya alam semesta sampai pada proses penciptaannya. Semua tidak bertentangan dengan sains yang berkembang di Barat, malah saling melengkapi. Namun yang perlu diperhatikan untuk melihat perbandingan antara dua konsep ini, yaitu usaha Hawking untuk menemukan teori segalanya adalah berangkat dari partikel yang sangat 51
Kementrian Agama RI.Al-Qur‟ān dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan). (Jakarta: Kementrian Agama RI. 2012) Jilid 8. h. 598
101
kecil yang dikenal dengan quark. Dalam al-Qur‟ān telah disebutkan tentang konsep atom dan konsep bahwa ada yang lebih kecil dari atom seperti disebutkan dalam al-Qur‟ān surat an-Nisā‟: 40.
“Sesungguhnya
Allah tidak Menganiaya seseorang walaupun sebesar
zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar.” (an-Nisā‟: 40)
“Kamu tidak berada dalam suatu Keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (Yunus: 61)
102
Terdapat beberapa jenis quark, dan sedikitnya ada enam flavor, yang disebut up, down, stange, charmed, bottom, dan top. Setiap flavor terdiri dari tiga warna, yakni merah, hijau dan biru. Perlu ditekankan bahwa istilah-istilah seperti flavor dan khususnya warna hanya merupakan label atau pengenal saja. Quark jauh lebih kecil dari panjang gelombang cahaya tampak sehingga tidak akan memiliki warna dalam keadaan yang sebenarnya. Proton dan netron terdiri dari tiga quark dengan warna yang berbeda. Proton tersusun atas dua quark up dan satu quark down, sedangkan netron tersusun dari dua quark down dan satu quark up. Kalau ternyata proton dan netron dapat dibagi menjadi partikelpartikel yang lebih elementer, maka partikel elementer apakah yang merupakan penyusun dasar semua benda di semesta? Oleh karenanya pencarian partikel elementer ini akan terus berlangsung.52 Dan usaha pencarian itupun sampai pada teori-Mnya Hawking yang sudah di bahas di bab sebelumnya.
C. Peran Tuhan dalam Penciptaan Alam Semesta
Stephen Hawking termasuk salah satu ilmuwan yang percaya bahwa jagat raya ini diciptakan dari suatu ketiadaan, yang ditandai dengan suatu peristiwa yang menakjubkan yang disebut sebagai Big Bang. Ia adalah seorang saintis yang paling kontemporer yang bisa disejajarkan dengan nama52
Agus Mulyono dan Ahmad Abtokhi. Fisika dan Al-Qur‟ān. (Malang: UIN Malang Press, 2006) h. 110
103
nama seperti Einstein maupun Newton, dalam tulisannya A Brief History of Time (1988) memberikan kesaksian mengenai hal itu.53 Hawking juga percaya dengan temuan terkini tentang pemuaiaan jagat raya yang dikemukakan oleh Hubble, yang sekaligus menggugurkan pandangan tentang jagat raya statis (Steady State Theory). Secara logis, pertanyaan apakah waktu semesta ini memang ada titik awalnya tidaklah relevan dengan pertanyaan apakah semesta diciptakan, atau ada tanpa pencipta. Pertanyaan tetap sama, entah waktu memang punya titik awal atau waktu selalu ada. Pertanyaannya adalah, apa yang dapat menjelaskan keberadaan ruang dan waktu, atau tidak ada penjelasan sama sekali? Stephen Hawking, tidak biasanya, agak naif ketika dia mengatakan, “Sejauh semesta ada titik awalnya, kita dapat mengira ada penciptanya. Namun, seandainya semesta benar-benar sepenuhnya mencukupi pada dirinya sendiri, tidak memiliki batas atau titik ujung, semesta tidak memiliki baik titik awal maupun akhir: semesta hanya sekedar ada. Kalau begitu di mana tempat bagi Sang Pencipta?” Dia menyajikan gambaran tentang semesta tanpa ruang bagi Tuhan, yang telah didepak ke luar dari alam semesta oleh hukum-hukum alam universal. Hawking kemudian menyarankan bahwa mungkin Tuhan memiliki pijakan kaki terakhir pada realitas: mungkin Dia dibutuhkan untuk memulai seluruh proses itu. Namun, kata Hawking, jika alam semesta tidak
53
Berdasarkan Hawking, A Brief History of Time. From Big Bang to Black Holes, London, Bantam Press, 1988, h. 50. Dalam keseluruhan tulisan yang menjadi best-seller itu Hawking dengan sangat meyakinkan menguraikan adanya awal dan akhir dari alam semesta, tetapi di sini Hawking tidak membahas implikasi filosofis dan metafisis realitas dalam sains tersebut, yaitu mengenai kemungkinan penciptaan dan eksistensi Allah. Agaknya dia secara ketat ingin tetap berdiri dalam posisinya sebagai seorang saintis.
104
memiliki titik awal, Tuhan sudah diusir dari tempat persembunyian-Nya yang terakhir, dan karena itu gagasan tentang Tuhan mubazir.54 Hawking mengambil posisi agnostik dalam masalah agama. Ia telah menggunakan kata “Tuhan” (secara metaforis) untuk menggambarkan poin dalam buku-buku dan pidatonya. Mantan istrinya, Jane, menyatakan saat proses perceraian bahwa Hawking adalah seorang ateis. Hawking menyatakan bahwa ia “tidak religius secara akal sehat” dan ia percaya bahwa “alam semesta diatur oleh hukum ilmu pengetahuan. Hukum tersebut mungkin dibuat oleh Tuhan, tetapi Tuhan tidak melakukan intervensi untuk melanggar hukum.” Hawking membandingkan agama dan ilmu pengetahuan pada tahun 2010, menyatakan: “Terdapat perbedaan mendasar antara agama, yang berdasarkan pada kewenangan, [dan] ilmu pengetahuan, yang berdasarkan pada observasi dan alasan. Ilmu pengetahuan akan menang karena memang bekerja.”55 Bermula dari serangan terhadap teori Big Bang, yaitu adanya singularitas. Dimana hukum fisika runtuh pada saat dentuman besar. Maka Hawking menerapkan teori Kuantum, untuk menjawab awal semesta. Sehingga muncul teorinya yang sangat fenomenal, yaitu Teori-M adalah teori gravitasi supersimetris yang paling umum dan merupakan satu-satunya kandidat teori alam semesta yang lengkap. Teori yang dipercaya menjadi model alam semesta yang menciptakan dirinya sendiri, walaupun belum dibuktikan.
54
Keith Ward. Dan Tuhan Tidak Bermain Dadu. Terj. Larasmoyo. (Bandung: Mizan, 2002)
55
http://id.wikipedia.org/wiki/Stephen_Hawking. Diakses pada tanggal 16 Mei 2013
h. 40
105
Namun, pernyataan Keith Ward terkait pada teori kuantum, yaitu bahwa ia tidak bermaksud menggantungkan realitas kebebasan pada ketidakpastian
kuantum.
Apa
yang
disyaratkan
kebebasan
adalah,
sederhananya, bahwa tidak seluruh peristiwa fisik ditentukan secara memadai sebelumnya. Ada alasan-alasan lain selain ketidakpastian kuantum. Misalnya, karena banyak hukum fisika berlaku lebih sebagai batas-batas kendala ketimbang hukum-hukum yang secara memadai menentukan segalanya. Bisa juga karena tidak seluruh peristiwa fisik terjadi seturut proses-proses yang dapat diukur dan keteraturan universal, seperti yang digambarkan secara ideal dalam hukum-hukum fisika. Ada alasan yang baik bagi keberadaan ketidakpastian kuantum sehingga ketidak pastian itu tidak bertentangan dengan postulat ilmiah bahwa ada penjelasan mengapa segalanya ada seperti adanya sekarang. Argumen ini menunjukan bahwa tidak ada alasan, misalnya, mengapa atom radium tertentu meluruh pada waktu tertentu, bukan pada waktu yang lain, itulah salah satu artikel ketidakpastian. Walau begitu, suatu penjelasan dapat diberikan mengapa ada proses-proses yang tak tentu, dan dibatasi oleh suatu himpunan probabilitas yang jelas dan tertentu. Ada alasan mengapa sesuatu itu seperti itu, walau ini tidak berarti ada alasan bagi setiap peristiwa tertentu. Itulah hakikat semesta yang penuh dengan kemungkinan, semesta yang tampaknya kita diami. Ini sama sekali berbeda dengan semesta yang sepenuhnya acak, atau semesta tempat tidak ada alasan sama sekali. 56 Sains didasarkan pada postulat bahwa seseorang harus senantiasa mencari alasan 56
h. 47
Keith Ward. Dan Tuhan Tidak Bermain Dadu. Terj. Larasmoyo. (Bandung: Mizan, 2002)
106
mengapa segala hal ada sebagaimana adanya. Seandainya, suatu waktu, sesuatu begitu saja terjadi tanpa alasan sama sekali, termasuk alasan-alasan probabilistik, sains akan mencapai titik akhirnya.57 Kaum theis akan berkebaratan pada penegasan bahwa segala sesuatu dapat dipahami oleh pikiran manusia. Realitas, seorang theis dapat mengatakan, secara intrinsik dapat dipahami, namun hanya dapat dipahami secara utuh oleh akal yang maha sempurna dari Tuhan. Boleh jadi pemahaman total atas segala sesuatu terlalu berlebihan bagi otak manusia yang kecil.58 Sains modern berawal dari pemahaman bahwa seseorang dapat melakukan abstraksi dari rangkaian elemen-elemen partikular yang unik ini, dan mengonstruksikan rumusan umum yang mencerminkan relasi antara kelompok elemen-elemen yang dialami. Misalnya, rumus matematika sederhana, seperti E=m
(energi setara dengan massa dikalikan kuadrat
kecepatan cahaya) dapat menampilkan relasi abstrak yang berlaku bagi seluruh kasus yang tercakup dalam simbol E dan m (yakni, segala hal yang memiliki energi dan
massa). Abstraksi seperti itu sangat penting bagi
pemahaman manusia, dan telah membuka pemahaman atas proses-proses alamiah secara menakjubkan. Namun jangan lupa, itu hanyalah abstraksi. Artinya itu hanya benar sejauh seseorang dapat membedakan dan memisahkan secara persis elemen-elemen khusus dalam pengalaman, dan menemukan relasi-relasi umum di antara elemen-elemen itu.
h. 49 h. 53
57
Keith Ward. Dan Tuhan Tidak Bermain Dadu. Terj. Larasmoyo. (Bandung: Mizan, 2002)
58
Keith Ward. Dan Tuhan Tidak Bermain Dadu. Terj. Larasmoyo. (Bandung: Mizan, 2002)
107
Tugas ilmiah pertama adalah memisahkan elemen-elemen itu hingga dapat dikuantifikasi dan dihubung-hubungkan, dalam fisika Newton, elemenelemennya adalah massa, posisi, dan waktu. Alam sangat baik pada kita, karena mengandung elemen-elemen yang saling terhubung dalam relasi-relasi konstan dan secara matematis dapat dikuantifikasikan. Ini memampukan kita mencapai kemampuan prediksi dan kontrol atas proses-proses fisik. Ketika seseorang menegaskan relasi-relasi seperti itu, misalnya dalam persamaan fundamental fisika, ia sesungguhnya sedang mengabstraksikan elemen-elemen tertentu, demi tujuan tertentu pula (misalnya, “melihat bagaimana cara kerja sesuatu, lalu bagaimana memanipulasinya”). Khususnya dalam konstruksi matematika canggih seperti teori medan kuantum, memang mungkin untuk mengonstruksikan skema-skema matematis yang benar-benar abstrak, yang memiliki nilai prediksi tinggi bagi situasi eksperimental yang sangat khusus dan dikontrol ketat. Namun, seorang filosof dan matematikawan, A. N. Whitehead menunjukkan, bahwa hal ini gampang tergelincir ke dalam apa yang disebutnya fallacy of misplaced concreteness.59 Ini ironi terbesar sains modern, yang bermula dari upaya untuk menjelaskan dan memahami dunia konkret yang kaya dan partikular seperti yang dialami manusia, namun berakhir dengan melihat dunia fenomenal itu sebagai ilusi. Realitassebenarnya lalu menjadi dunia entitas-entitas abstrak.60
59
Fallacy of misplaced concreteness, maksudnya yaitu seseorang dapat begitu terkesan dengan keanggunan matematis dan kemampuan prediksi konstruksinya sehingga ia memandang bahwa hal itu sebagai realitas yang sesungguhnya, sementara gejala-gejala pengalaman yang darinya konstruksi tersebut dibangun dipandang sebagai sekedar ilusi subjektif. 60 Keith Ward. Dan Tuhan Tidak Bermain Dadu. Terj. Larasmoyo. (Bandung: Mizan, 2002) h. 54-55
108
Pada model Hartle/Hawking, ruang-waktu klasik menjadi ranah semesta tempat banyak tiga-ruang dapat dengan halus disatukan, yakni kondisi fungsi “Y” maksimal. Ada banyak ranah tempat waktu yang kita kenal tidak ada. Namun, apakah ini berarti, seperti diklaim Hawking, “Semesta akan sepenuhnya berisi dirinya sendiri dan tidak dipengaruhi oleh apapun di luarnya. Semesta tidak akan pernah diciptakan atau dihancurkan?” jelas tidak. Pertanyaannya tetap sama: apa yang menyebabkan himpunan kompleks tigaruang dan seluruh interelasinya ini, tempat ruang-waktu yang ada sekarang hanya menjadi bagiannya? Hanya karena Hawking mengasumsikan bahwa “penciptaan” berarti “titik awal waktu” yang menyebabkan dia mengatakan bahwa semesta tidak diciptakan. Hanya karena dia tidak bertanya mengapa hukum-hukum kuantum ada sebagaimana adanya sekarang, hingga dia dapat mengatakan bahwa semesta tidak dipengaruhi oleh apa pun di luar parameternya. Kita sama sekali tidak mungkin membayangkan berapa banyak dan masing-masing berbeda, himpunan hukum-hukum kuantum yang mungkin ada selain yang kita kenal sekarang. Dan bahkan dengan himpunan hukum-hukum kuantum yang telah kita kenal, eksistensi aktual ruang-waktu ini tampaknya mewujud bukan secara pasti, cepat atau lambat, tetapi tetap suatu kemungkinan. Eksistensi fisik semesta ini, sekalipun menurut teori gravitasi kuantum seperti yang diajukan Hawking yang masih hangat diperdebatkan, terjadi entah karena kebetulan yang luar biasa atau pilihan dari kemungkinan struktur-struktur matematis yang sangat persis. Keniscayaan kuasimatematis tidak dapat pada dirinya sendiri melahirkan semesta yang aktual. Hipotesis kebetulan membawa orang kembali pada hipotesis pertama
109
tentang asal-muasal semesta yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Sekali lagi, argumen yang ada sesungguhnya lebih menunjukkan pada pilihan yang cerdas ketimbang keniscayaan buta, pada keberadaan akal yang merancang semesta ketimbang realitas kuasimatematis yang entah bagaimana membentuk tubuh fisiknya. Hipotesis keniscayaan, sekali lagi, perlu ditambah dengan hipotesis teistik, tentang keberadaan wujud yang niscaya, Tuhan, yang dengan bebas menciptakan semesta bagi tujuan tertentu.61 Abstraksi merupakan kemampuan menakjubkan dari pikiran manusia, yang telah melahirkan bahasa dan sains modern. Namun, hal ini perlu diseimbangkan dengan perhatian pada partikularitas dan kekonkretan yang didorong oleh seni dan, yang paling baik, oleh agama. Jika tidak, abstraksi dapat menjadi penghalang dalam pencarian kebenaran utuh segala hal, dan dalam arti itu membatasi pikiran manusia. Keterbatasan manusia yang sangat penting adalah bahwa intelek bekerja secara diskursif. Maksudnya, intelek tidak dapat menangkap hal-hal dalam
satu
pengalaman
yang melingkupi
segalanya.
Intelek
harus
mempertimbangkan satu demi satu, membuat kaitan dengan menarik kesimpulan dan ekstrapolasi, serta bergerak secara teratur dari satu unsur ke unsur lainnya. Suatu intelek yang komprehensif, seperti milik Tuhan, mampu memahami segala hal dalam satu tindakan intuitif, non diskursif. Tuhan tidak perlu menarik kesimpulan atau membuat ekstrapolasi, karena Dia mengetahui segalanya dalam partikularitas penuhnya melalui pemahaman langsung. Pengetahuan seperti itu tidak mungkin bagi manusia. Jadi, inilah aspek lain 61
Keith Ward. Dan Tuhan Tidak Bermain Dadu. Terj. Larasmoyo. (Bandung: Mizan, 2002)
h. 73-74
110
ketika pikiran manusia tidak akan pernah mampu memahami segalanya secara utuh, dalam seluruh kepenuhannya, seperti yang sesungguhnya. Akhirnya tampak jelas bahwa mungkin ada banyak semesta, artinya ruang-waktu terbatas, dan bentuk-bentuk eksistensi selain yang ada dalam ruang-waktu ini. Jika Tuhan tidak terbatas, dapat ditebak ada banyak hal yang harus dipahami sebelum segalanya dapat dimengerti. Tak mungkin ada cara ketika kita dapat memperoleh pengetahuan tentang semesta lain (karena, per definisi, semesta lain itu tidak memiliki kaitan spesial maupun temporal dengan kita, yang berarti menutup segala bentuk pengetahuan), dan tidak mungkin ada cara ketika pikiran manusia yang terbatas mampu melingkupi sekelompok data yang tak terbatas (kecuali, kalau dapat diketahui bahwa itu merupakan pengulangan tak terbatas dari kelas data yang terbatas, yang memang tidak mungkin). Jadi, tampaknya setelah semua pertimbangan itu, jika segala hal mau dipahami, hanya Tuhan yang mampu memahaminya.62 Apabila penemu listrik telah berusaha agar seluruh dunia mengenal dirinya, nama, riwayat hidup, dan kisah penemuannya, apakah pencipta matahari lalai sehingga tidak memberitahukan kepada kita bahwa Dia-lah penciptanya? Dan apakah ada kekuatan lain (di luar manusia) yang menciptakannya, tidak logiskah apabila Dia mengumumkan tentang jati dirinya? Kenyataannya sampai sekarang tidak ada seorangpun (makhluk) yang mengaku sebagai pencipta langit, bumi, dan manusia, kecuali Allah Swt. Berikut ini firman Allah Swt dengan nada menentang:
62
h. 60-61
Keith Ward. Dan Tuhan Tidak Bermain Dadu. Terj. Larasmoyo. (Bandung: Mizan, 2002)
111
“Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, Maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekalikali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, Tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan Amat lemah (pulalah) yang disembah.” (Al-Hajj: 73) Tantangan Allah ini akan terus dan tetap berlaku sampai hari kiamat. Meskipun pakar-pakar ilmiah seluruh dunia berkumpul dan bekerjasama, mereka tidak akan mampu untuk menciptakan seekor lalatpun. Manusia telah sampai ke bulan, Mars, dan beberapa waktu kemudian mungkin jauh melampauinya; akan tetapi mereka tetap tidak akan mampu untuk menciptakan seekor lalat. Firman Allah Swt:
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?” (Ath-Thūr: 35). Apabila segala sesuatu dalam ala mini ciptaan Allah Swt, maka secara otomatis hokum dan peraturan alam yang berlaku juga ketetapan Allah,
112
kecuali yang Allah berikan kuasa kepada manusia untuk dapat dilakukan pilihan.63 Al-Qur‟ān mengajak manusia untuk menyaksikan eksistensi Tuhan melalui ciptaan-Nya, menyingkap tabir kegaiban-Nya melalui perhatian mendalam akan realitas konkret yang terhampar luas di langit dan di bumi. Inilah apa yang seharusnya dilakukan oleh ilmu pengetahuan, yakni melakukan observasi untuk kemudian menarik dan menemukan hukumhukum alam yang diperoleh dari hasil observasi dan eksperimen. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan dapat menggapai Sang Pencipta melalui observasi yang teliti dan tepat tentang hukum-hukum yang mengatur fenomena alam itu. Dan dalam hal ini, Al-Qur‟ān menunjukkan adanya Realitas Intelektual Yang Agung, yakni Allah Swt. Lewat penelitian yang cermat dan mendalam akan semua ciptaan-Nya.64 Semua proses penciptaan alam semesta ini sepenuhnya berada dalam kendali dan perintah Sang Khalik yang telah memberikannya sebuah bentuk yang sempurna. Hukum-hukum dan fenomenanya menunjukan keteraturan dan presisi yang meliputi baik ruang angkasa yang sedemikian luas maupun partikel-partikel renik dalam alam semesta. Semuanya diatur sedemikian tepat, cermat dan mengikuti sebuah susunan dan pola yang sama. Sungguh, Allahlah yang menciptakan alam semesta ini dengan berjuta-juta galaksi yang terdiri atas bintang-bintang dan planet-planet yang tunduk pada aturan yang telah ditetapkan-Nya untuk mereka secara sempurna. Kestabilan dan
63
Prof. Dr. M. Mutawalli Asy-Sya‟rawi. Bukti-bukti Adanya Allah. (Jakarta: Gema Insani Press, 1993) h. 21 64 Afzalur Rahman, Ensiklopediana Ilmu dalam Al-Qur‟ān: Rujukan Terlengkap Isyaratisyarat Ilmiah dalam Al-Qur‟ān. (Bandung: Mizan, 2007) hlm. 21-22
113
kesempurnaan ini, menurut al-Qur‟ān, merupakan refleksi dari sifat-sifat Allah seperti yang disebutkan dalam firman-Nya:
“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu Lihat sesuatu yang tidak seimbang? kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam Keadaan payah”. (Al-Mulk: 3-4). Tidak sebatas menciptakan, namun Allah SWT jugalah yang memeliharanya, lihat firman-Nya:
“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.” (Az-Zumar: 62) Dari uraian di atas, dapat terlihat bagaimana kebenaran sains ternyata tidak tunggal, mutlak dan abadi. Kebenaran-kebenaran dalam sains ternyata terus berdialektis. Jika semua ini dilihat dalam perspektif historis maka tampak bahwa sejarah sains ternyata tidak statis, melainkan sangat dinamis. Dan yang tidak pernah sepi dalam sains adalah kandungan dan muatan
114
problematika filosofis yang ada di dalamnya. Maka ternyata sains merupakan sumber pikiran filosofis. Sains memang tidak membuktikan eksistensi Allah lewat metodologinya, namun sains dengan jelas mengorientasikan penegasan akan Allah. Perkembangan sains juga telah membantu kita untuk menempatkan Kitab Suci sebagai wahyu dalam proporsinya. Kitab suci tidak berpretensi menjadi “buku pintar” yang hendak menjawab segala persoalan yang ada di dunia ini. Kitab suci bukan sumber jawaban atas berbagai persoalan ilmu alam, sejarah, dan lingkungan masa sekarang. Kesadaran juga semakin tumbuh bahwa unsur wahyu Ilahi tentang Allah dan kehendak Allah mengenai manusia dalam Kitab Suci merupakan rimba mahalebat yang tidak akan dapat diketahui secara tuntas oleh manusia itu sendiri. Kemajuan sains memberikan arti positif dalam eksegese dengan mempertajam interpretasi Kitab Suci dalam tingkat signifikasi religius.65
65
Greg Soetomo. Sains dan Problem Ketuhanan. (Yogyakarta: Kanisius, 1995) h. 131-132
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN Dari pembahasan yang telah penulis sampaikan pada bab-bab terdahulu maka penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil observasi para Ilmuwan kealaman menunjukan bahwa alam semesta diciptakan dari ketiadaan (creation ex nihilo), tidak ada ruang dan waktu, tidak ada energy dan materi. Karena goncangan kevakuman melahirkan singularitas yang kemudian meledak dalam ledakan yang sangat dahsyat yang disebut Big Bang. Singularitas, dimana hukum fisika runtuh pada saat dentuman besar. Maka diterapkanlah teori Kuantum, untuk menjawab awal semesta. Bermula dengan usaha menggabungkan empat partikel pembawa gaya (gravitasi, elektromagnetik, gaya nuklir lemah dan gaya nuklir kuat). Maka dihasilkan berturut-turut dimulai dari, teori elektrodinamika
kuantum
(quantum
electrodynamics,
QED),
kromodinamika kuantum (quantum chromodynamics, QCD), teori terpadu agung (grand unified theory, GUT), teori dawai (string theory), hingga ditemukan Teori-M merupakan teori gravitasi supersimetris yang paling umum dan merupakan satu-satunya kandidat teori alam semesta yang lengkap. Teori yang dipercaya menjadi model alam semesta yang menciptakan dirinya sendiri, walaupun belum dibuktikan. Maka Stephen Hawking dengan teori-Mnya ini, menganggap bermulanya alam semesta
115
116
dari ketiadaan, yang menciptakan dirinya sendiri tanpa menghadirkan Tuhan. 2. Al-Qur‟ān menjelaskan
proses penciptaan
alam semesta
dengan
menjelaskan bahwa Allah menciptakan sesuatu yang padu, kemudian memisahkannya dan terjadilah ruang alam (al-sama’) dan materi (al-ārdh) beserta alam-alam lainnya, yang kemudian memuai. Al-Qur‟ān secara eksplisit membagi proses penciptaan alam semesta dengan enam tahapan atau periode: dua periode penciptaan bumi, dua periode penciptaan isi bumi dan dua periode penciptaan langit. Al-Qur‟ān juga menyebutkan dalam penciptaan alam dilengkapi dengan hukum-hukumnya (sunnatullāh) yang tidak mengalami perubahan dan penyimpangan. Dan Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI menganut teori kreasi, bahwa Allah Swt yang telah menciptakan semua kejadian di alam semesta ini. 3. Perbandingan antara teori-M Stephen Hawking dan Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI, sama-sama penganut creation exnihilo yaitu menciptakan tanpa menggunakan sesuatu, menciptakan dari yang tidak ada. Dibuktikan dengan sama-sama mendukung teori Big Bang, yaitu bermulanya alam semesta ini dari ledakan yang sangat besar. Namun berbeda dalam hal siapa pencipta alam semesta, jika Tafsir Ilmi meyakini bahwa Allah SWT lah yang menciptakan alam semesta, sedangkan Hawking menganggap alam semesta menciptakan dirinya sendiri karna adanya hukum Fisika yang bekerja, yaitu dengan teori-Mnya yang dipercaya sebagai satu-satunya kandidat teori alam semesta yang lengkap.
117
Jika dilihat dari pembahasan dalam skripsi ini, konsep penciptaan alam semesta yang dihasilkan oleh sains tidak bertentangan dengan apa yang disebutkan dalam al-Qur‟ān. Perlu digaris bawahi perbedaan antara siapa pencipta alam semesta dengan bermulanya alam semesta dan proses penciptaannya. Jika melihat siapa pencipta alam semesta pasti terdapat perbedaan, namun jika melihat bermulanya alam semesta dan proses penciptaannya terdapat kesesuaian antara informasi Tuhan dan penjelasan yang diberikan para ilmuwan melalui telaah dan penelitiannya. Keberhasilan sains tersebut tidak terlepas dari adanya hukum alam ciptaan Allah tanpa mengalami perubahan dan penyimpangan yang disebutkan dalam al-Qur‟ān. Keniscayaan hukum alam yang disebut al-Qur‟ān dengan sunnatullah, dapat diketahui sains dengan menelitinya secara berulangulang.
B. SARAN Dari pembahasan dan kesimpulan yang telah penulis uraikan di depan, maka penulis mengemukakan beberapa saran: 1. Mengkaji sains dari sudut pandang islam, bukan berarti „memaksa‟ untuk mendapatkan hasil bahwa apa yang ditemukan sains ternyata telah dinyatakan dalam Al-Qur‟ān jauh sebelum sains dapat mengungkapnya. Agama dan Ilmu Pengetahuan (sains) saling melengkapi. Peran masingmasing tidak dapat digantikan yang lain. Maka untuk bias memahami agama kita perlu sains, begitu juga sebaliknya.
118
2. Al-Qur‟ān adalah sumber ilmu pengetahuan, melalui al-Qur‟ān, Allah telah menerangkan banyak hal, meskipun hanya secara garis besar. Berangkat dari situ, manusia diharapkan dapat mengkaji lebih terperinci dengan menggunakan akal fikiran yang telah dimilikinya, dengan harapan dapat menambah tingkat keimanan, tidak lantas menjadi bangga dan lupa diri. Karena sikap yang demikian akan dapat mengantarkan kita kepada kemusyrikan, yang tidak lagi mengakui bahwa Allah Kuasa Atas Segala Sesuatu. 3. Rumus-rumus dalam fisika klasik tidak akan dapat mendiskripsikan atau menjelaskan fenomena yang ada dalam fisika modern. Lebih jelasnya kalau ada fenomena yang objeknya sangat-sangat kecil, maka dengan menggunakan rumus-rumus yang ada dalam lingkup fisika modern masih memungkinkan untuk mendiskripsikan dan atau menjelaskan fenomena yang objeknya ada dalam fisika klasik. Jadi tidak cukup kita hanya belajar fisika klasik tapi sangat perlu juga mempelajari fisika modern untuk lebih dapat memahami fenomena alam, serta sebagai sikap untuk lebih membuat bijaksana.
119
DAFTAR PUSTAKA Baiquni, Achmad Baiqunu. Al-Qur’ān dan Ilmu Pengetahuan Kealaman. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa. 1997. Bucaille, Maurice. Bibel, Qur’ān dan Sains Modern. Terj. H. M. Rasjidi. Jakarta: Bulan Bintang. 2001. Ferguson, Kitty. Stephen Hawking; Pencarian Teori Segala Sesuatu, Jakarta: Pustaka Utama Graifiti. 1995. Hambali, Slamet. 2012. Pengantar Ilmu Falak, Menyimak Proses Pembentukan Alam Semesta. Banyuwangi: Bismilah Publisher. Harwood, Michael. the Universe and Dr. Hawking, dalam Kitty Ferguson, Op. Cit. Hawking, Stephen dan Mlodinow, Leonard. The Grand Design, terj. Zia Ansor. Jakarta: Gramedia Pustaka. 2010. , Lubang Hitam dan Jagat Bayi, dan Esai-esai lain. Jakarta: Gramedia. 1995. , A Brief History of Time. Terj. Zia Anshor. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2013. Hoodbhoy, Pervez Hoodbhoy.
Islam dan Sains; Pertarungan Menegakkan
Rasionalitas, terj. Islam and Science Religion Orthodoxy and the Battle for Rationality, oleh Luqman. Bandung: Pustaka. 1997. Kaufirman J, William, Universe, thirh edition, New York: Freemen and Company. 1991. Kementrian Agama RI. Al-Qur’ān dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan). Jakarta: Kementrian Agama RI. 2012. Kurniati, Fitri. “Studi Analisis Pandangan Stephen Hawking tentang Berawalnya Semesta dalam Tinjauan Islam.” 2005, Skripsi S1 Fakultas Tarbiyah, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. 2005. Kusminarto. Esensi Fisika Modern. Yogyakarta: CV. Andi Offset. 2011. Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān, Badan Litbang dan Diklat, Kementrian Agama RI DENGAN Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tafsir
120
Ilmi, Penciptaan Jagat Raya Dalam Perspektif Al-Qur’ān dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ān. 2010. Muhammad, Ahsin Sakho. Jurnal Studi Al-Qur’ān. Volume 1, No. 3. 2006 Mulyono, Agus. Abtokhi, Ahmad. Fisika dan Al-Qur’an. Malang: UIN Malang Press. 2006. Purwanto, Agus. DSc. Fisika Kuantum. Jogjakarta: Gava Media. 2006. Rahman, Afzalur, Ensiklopediana Ilmu dalam Al-Qur’ān: Rujukan Terlengkap Isyarat-isyarat Ilmiah dalam Al-Qur’ān. Bandung: Mizan. 2007. Riswanto, Sistem-sistem Metafisika Barat Dari Aristoteles Sampai Derrida, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1998. Rosadisastra, Andi. Metode Tafsir Ayat-ayat Sains dan Sosial. Jakarta: Amzah. 2007. Soetomo, Greg. Sains dan Problem Ketuhanan. Yogyakarta: Kanisius. 1995. Stratheren, Paul Stratheren. Stephen Hawking dan Lubang Hitam, Surabaya: Ikon Teralitera. 2004. Asy-Sya‟rawi, Prof. Dr. M. Mutawalli. Bukti-bukti Adanya Allah. Jakarta: Gema Insani Press. 1993. Shohib, Muhammad, (DKK.). Profil Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama Republik Indonesia. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI. 2013. Taymiyah, Ibnu. ‘Al-Aqidah At-Tadmuriyah. Ward, Keith. Dan Tuhan Tidak Bermain Dadu; Argumen Bagi Keterciptaan Alam Semesta. Terj: God, Chance, and Necessity, oleh: Larasmoyo. Bandung: Mizan. 2002. Yahya, Harun. Keajaiban Pada Atom, Bandung: Dzikra. 2003. Al-Zanjani, Abu Abdillah. Tarikh Al-Qur’ān. terj. Oleh: Marzuki Anwar. Bandung: Mizan. 1986. Zar, Sirajuddin. Konsep Penciptaan Alam dalam Pemikiran Islam, Sains, dan Alqur’an. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1994. Zarate, Oscar dan J.P McEvoy. Mengenal Hawking For Beginners. Terj. Ahmad Baiquni. Bandung: Mizan. 1999. Zarkasy, Dr. Hamid Fahmi. Membangun Peradaban Dengan Ilmu. Jakarta: Kalam Indonesia. 2010.
121
,
Menguak
Nilai
Dibalik
Hermeneutika.
Jurnal
ISLAMIA, thn 1 No. 1/Muharram 125. http://id.wikipedia.org/wiki/Stephen_Hawking, http://erlanggaad.blogspot.com/2011/03/teori-stephen-hawking-tuhanbukanlah.html. http://www.biography.com/people/stephen-hawking-9331710. http://id.wikipedia.org/wiki/Radiasi_latar_belakang_gelombang_mikro_kosmis, http://en.wikipedia.org/wiki/Cmbr http://en.wikipedia.org/wiki/Bell_Labs. http://id.wikipedia.org/wiki/Stephen_Hawking. http://id.wikipedia.org/wiki/Elektrodinamika_kuantum. http://www.fisikanet.lipi.go.id, http://visitfisika.wordpress.com/2008/02/25/teori-segalanya-part-1-teori-dawai. http://kurniafisika.wordpress.com/2009/08/20/apakah-elektrodinamika-itu-danbagaimana-letaknya-dalam-fisika. http://bin99.wordpress.com/about/penggunaan-kata-kami-dalam-al-quran.