KONSEP KEKUASAAN DALAM ISLAM (KAJIAN ATAS PEMIKIRAN POLITIK AlL-GHAZALI)
Olch:
SITI KOMARIYAH
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH KONSENTRASI SIYASAH SYAR'IYYAH FAKULTAS SYARI' AH DAN HUKUM '
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1428 H/2007 M
KONSEP KEKUASAAN DALAM ISLAM (KAJIAN ATAS PEMIKIRAN POLITIK AL-GHAZALI) Skripsi Diajukan Kcpada Fakultas Syari"ah & Hukum Untuk Mcmcnuhi Salah Satu Syarat ',1cncapai Gclar Sarjana Hukum Islam
Olch: Siti Komarivah NIM. 103045228201
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I,
Pembirnbing II, f
~/ --;'.,_,___· ~ /,X:J
;;am~r1i Zada.MA
NIP. 1fil26 892
KONSENTRASI SIYASAH SYAR'IYYAH PROGRAM STUD I JINAYAH SIYASAH FAl(ULTAS SYARI'AH 8l HUKUM UNIVERSIT AS ISLAM NE GERI SYARIF HIDAY ATULLAH JAKARTA 1428 ll/2qfl7 l\'1
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul "KONSEP KEKUASAAN DALAM ISLAM (KAJIAN AT AS PEMIKIRAN POLITIK AL-GHAZAL!)" telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syari'ah dan Hukum Univcrsitas .Islam ~egcri (UIN) SyarifHidayatullah Jakarta, pada 20 September 2007. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gclar Sarjana Hukum Islam (Sill) pada Jumsan Jinayah Siyasah (Siyasah Syar'iyyah)
I. Ketua
2. Sekretaris
3. Pembimbing I
4. Pembimbing II
5. Penguji I
6. Penguji II
KATA PENGANTAR
~Jll~Jll~I~! J>. Scluruh puji hanyalah milik Allah, seluruh kebaikan menjadi sempuma karcna limpahan nikmat-Nya semata. Dengan penuh rasa syukur kehadirat Allah S WT, yang telah memberikan, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Rahmat dan keselamatan mudah-mudahan tercurah senantiasa keharibaan Baginda Nabi Muhammad SAW. Dialah satusatunya Rasul yang diutus Allah sebagai cinta kasih keseluruh penjuru semesta. Demikian, segenap keluarga dan Sahabat beliau pun semoga teraliri shalawat dan keselamatan serupa. Juga, seluruh umat yang mengikuti jejak kebaikan sampai Hari Pembalasan. Kendatipun skripsi ini masih jauh dari kesempumaan, namun ini merupakan suatu hasil usaha yang maksimal, karena dalam penyelesaiannya tidak scdikit kesulitan dan hambatan yang penulis temui. Namun berkat pertolongan yang Maha Kasih Allah SWT dengan memberikan dorongan, kesabaran dan semangat bagi penulis serta bantuan yang penulis terima dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besamya kepada yang terhormat: I. Bapak Prof.Dr.I-I. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM. selaku Dekan Fakultas
Syari'ah
dan
Hukum Universitas
Islam Negeri
Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Asmawi, M.Ag. selaku Ketua Prodi Jinayah Siyasah dan Ibu Sri l!idayati, M.Ag. selaku Sekretaris Prodi Jinayah Siyasah yang telah ban yak mcluangkan waktunya dalam membimbing dan sebagai konsultan hagi penulis sclama menempuh studi di Prodi Jinayah Siyasah. 3. Bapak Asep Saepuddin Jahar, MA selaku dosen pembimbing I yang telah
meluangkan
waktunya
untuk
mengoreksi,
membimbing
serta
mengarahkan penulis guna mendapatkan skripsi yang lebih baik. 4. Baoak Khamami Zada. MA selaku dosen nemhimhincr TT
rlitPncr~h
waktunya untuk berdiskusi dan memberikan masukan yang bermanfaat pada penyusunan skripsi ini. 5. Para Dosen yang telah membimbing clan membcrikan ilmunya dcngan ikhlas kepada penulis sei:;na mcnempuh pcrkuliahan di Fakultas Syari"ah dan Hukum Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
·
6. Seluruh pengurus Staff Perpustakaan Utama UIN, Pcrpustakaan Fakultas Syari'ah dan Hukum, dan Perpustakaan Iman Jama', Pcrpustakaan Umum Tangerang yang telah membantu penu!is untuk mendapatkan referensi berupa kepustakaan yang mengizinkan untuk memakai fasilitasnya. 7. Ayahancla Trijaya dan ibunda Rubiyah, selaku orang tua yang paling penulis sayangi, yang senantiasa mengalirkan kasih sayang tiada henti. Spesialnya untuk suamiku yang tercinta yang selalu memberikan motivasi dan dorongan kepada penulis selaku istri 8. Kakak-kakak dan adik-adikku tercinta dengan hormat yang penulis tidak sebutkan namanya masing-masing, yang senantiasa :memberiku semangat baru sehingga muncul motivasi clan kesejukan bagi penulis. 9. Teman-teman seperjuangan Siyasah Syar'iyyah ar1gkatan 2003 (Atun, Juju, Ana. P, Mae, !is, Owi, Nurma, Dinla, !mas, Bedur. Nawi. Babeh, Iwa, Nazir, Syaipudclin, Ogi, Q-Roy, Jhoni, Fauzi, Husein, Ivan, Rois, Kosim, Ana M (Keep our Friendship Forever). Semoga atas segala bantuan clan amal baik yang telah diberikan kepacla penulis akan dibalas oleh Allah SWT dengan pahala dan rizki yang berlipat ganda. Akhimya penulis berharap semoga skripsi ini clapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya, scrta semoga Allah senantiasa selalu membcrikan kemudahan bagi kita ;;cmua dalam meniti hari esok yang lebih baik. Amiiien. Jaka11a, 30 Agustus 2006
Pcnulis
DAFTAR ISi KATA PENGANTAR. ............................................................................................ i DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1 B. Perumusan dan Pembatasan Masalah ......................................... 7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.................................................. 7 D. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 8 E. Metode Penelitian ..................................................................... l 0 F. Sistematika Penulisan ............................................................... 12
BAB II
TINJAUAN UMUM KEKUASAAN DALAM ISLAM
A. Penge1tian dan Pembagian Kekuasaan dalam lslam ................ 13 B. Tujuan Kekuasaau dalam Islam ............................................... 27 C. Unsur-Unsur Kekuasaan dalam Islam ...................................... 28 D. Priusip-Prinsip Kekuasaan dalam Islam .................................. .29
BABIIJ
BIOGRAFI AL-GHAZALI
A. Riwayat Hidup Al-Ghazali ...................................................... .38 B. Pendidikan Al-Ghazali ............................................................ .39
C. Posisi Al-Ghazali di antara Para Pemikir Islam Klasik. ......... .45 D. Corak dan Pengaruh Pemikiran Al-Ghazali dalam Dunia Islam ........................................................................................ .46 E. Kmya-Karya Al-Gliazali ......................................................... .49
BAB IV
ANALISA KONSEP KEKUASAAN DALAM ISLAM (KAJIAN ATAS PEMIKIRAN POLITIKAL-GHAZALI)
A. Pemikiran Al-Ghazali Mengenai Kekuasaan (Mulk) .............. .52 l. Hakikat Kekuasaan ............................................................. 52 2. Hubungan Agama dengan Kekuasaan ............................... 53 3. Sumber Kekuasaan ............................................................. 54 4. Prinsip-Prinsip Kekuasaan ................................................ .58 5. Etika Berkuasa................................................................... 63 6. Asal Mula Timbulnya Negara ............................................ 67 7. Profesi Politik.. ................................................................... 68 8. Teori Pimpinan Negara ...................................................... 70 B. Analisa Konsep Kekuasaan dalam Islam !Vfenurut Al-Ghazali ................................................................................ 74 BABV
PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 79 B. Saran ......................................................................................... 80 DAFT AR PUST AKA .............................................................. ............................. 8 l
BAB l
A. LATf\R BELAKAI'"-.lG 1\,1ASALAH Kekuasaan
(powe1~
selalu mernpakan substansi pokok pembahasan dalarn
ilmu politik. Kekuasaan dibe1i aiti sebagai suatu kapasitas, kapabilitas atau kemampuan untuk mempengaruhi, meyakinkan, mengendalikan, menguasai, daii memerintah orang lain. 1 Sejarah perebutan kekuasaan dalarn kehidupan manusia merupakan dinamika umum dalam "drama" penciptaan dunia ini. Yang terekam sejarah seolah-olah hanya satu hal, yaitu siapa yang berkuasa di suatu tempat dan waktu tertentu. Mengejar dan mempergunakan kekuasaan dengan se11di1inya
me1~jadi
ajang persaingan umat manusrn yang berlangsung pada setiap generasi. Kecenderungan terhadap peralihan kekuasaan menjadi tak terhindarkan lagi, bahkan menjadi salah satu tabiat manusia yang secara otomatis berimplikasi kepada persoalan kehidupan secara substansial. 2 Sejarah mencatat bahwa pennasalahan peitama yang dipersoalkan oleh generasi pertama umat Islam sesudah Nabi Muhammad SAW wafat adalah masalah kekuasaan politik atau pengganti beliau yang akan memimpin mnat, atau juga lazim disebut persoalan imamah. Al-Qur' an sebagai acuan utama di samping Sunnah Nabi tidak sedikit pun menyirat petunjuk tentang penggantian Nabi atau tentang sistem dan bentuk pemerintahan serta pembentukannya.
1
Rusadi l(antapranrira, /)'/s/etn l'o/itik Indonesia : Sua/u Model }Jen};a111ar. (Bandung;
Smar Baru, 1983). h. 45. 2
h. 35.
i\llirian1 Budiarjo. f)asar-/Jasar llrnu J>o/itik, (Jakarta~ Gran1edia Pus{aka U{ru.n-:::, ! 977},
2
Keragaman dalam sistem pemerintahan mencuatkan konsep dan pemikiran yang diintrodusir oleh para pemikir tentru1g politik Islam_ Perbedaan konsep dan pemikiran ini bertolak dari penafsiran dan pemahaman yrn1g lidak sama dalam lrnbungan agama dan negara yang dikaitkan dengan kedudukan Nabi, dan penafsiran terhadap ajaran !slam dan kaitannya dengan politik dan pemerintahan.' Pemahaman dan pengertian terhadap ajaran Islam dalam kaitannya dengan politik dan pemerintahan terdapal tiga pemikiran. Pertama, golongan yang berpendapat bahwa Islam bukanlah semata-mata agama dalam aiti hanya menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi sesuatu sistem aJaran lengkap yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, tennasuk kehidupan bernegara. Penganut pola ini merasa tidak perlu menirn sistem politik dmi luar, tetapi praktek Nabi SAW dan para sahabatnya sudah cukup untuk menjadi pedoman bagi umat Islam. Kedua, yaitu golongan yang berpendapat sebaliknya bahwa Islam sama sekali tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan, Nabi Muhammad SAW hanya Rasul biasa seperti halnya Rasul-rasul sebelumnya yang tidak mempunyai misi politik, dan golongan ketiga yaitu golongan yang menolak pe1tama dan kedua dan berpendapat bahwa Islam tidak terdapat sistem kenegaraan, tetapi di dalamnya terdapat prinsip-prinsip nilai etika dalam kehidupan bemegara_-J Dalam pemikiran al-Ghazali bahwa agama dan politik, dunia dan akhirat mempunyai kaitan erat yang tak dapat dipisahkan. Ia juga menyatakan bahwa agama adalah dasar dan kekuasaan politik adalah penjaga.nya_ Oleh karena itu
Suyuthi R~jaGrafindo
Puiungan,
1'lqh Siyasah
Ajaran, Sejarah dan Pen1illran, (Jakarta;
Persada, 2002), h. X. " Abdu! Mu.in Sali1n, Flqh Siyasah : Konsepsi Kekuasaan Polilik dalcun Al-Qur 'an, (Jakarta; RajaGrafindo Persada, 2002), Cet 3, h. V11.
3
menumtnya agama dan politik sating berganlungan. 5 lajuga menyatakan "Agama tidak sempuma kecuali dengan dunia". Kekuasaan dan agama adalah saudara kembar seperti dua orang bersaudara yang dilahirkan dari ;:atu perut yang sama. Oleh karena itu wajib bagi para penguasa untuk menyempumakan agamanya dan menjauhkan hawa nafsu, bid'ah, kemunkaran, keragu-raguan, dan setiap ha! yang mengurangi kesempurnaan syari 'at. 6 Agama merupakan asal tujuan, sedangkan kekuasaan mernpakan penjaga. Yang tidak berasal atau beragama akan hancur, dan yang tidak berpenjaga atau berkekuasaan akan hilang. Sesunggulmya kekuasaan adalah sebagian nikmat dari Allah SWT. 7 Al-Ghazali adalah salah seorang pemikir besar Islam dalam filsafat kemanusiaaan, di samping sebagai salah seorang pribadi yang memiliki berbagai kejeniusan dan banyak kmya. la adalah pakar ilmu syar'iyyah pada dekadenya. 8 Al-Ghazali mernpakan salah satu cendekiawan utama yang muncul pada fase kedua, di mana kondisi sosial politik mengalami degredasi yang cukup berarti. Hal ini ditandai dengan te1jadinya disintegrasi bangsa, tingginya tingkat korupsi di kalangan birokrat dan menunmnya moralitas masyarakat. Latar belakang alGhaza!i yang sejak kecil dididik dalarn lingkungan sufi,
~;angat
mempengaruhi
corak pemikiran tokoh ini. Oleh karena itu al-Ghazali yang hidup pada masa Dau!ah Abbasiyah, mulai dari khalifah al-Qa 'im (422 H/1031 M) sampai khalifah Mustazhir (487 H/J 094 M) banyak memunculkan pemikiran-pemikiran yang 5
Suyuthi Pulungan, F'iqh ,\'iyasah
Ajaran,
Sejarah don Pemikiran, {Jakarta:
Ra.iaGrafindo Persada, 2002), h. 237. 6
(lhazali.
lmrun Abu Hamid fvluhaminad Al-Ghaza!i, l•,'tika Berkuasa: /'1asiha1-Nasihat Jn-uan Al-
fenerje111ah. Arief B. Iskandar, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1988)_ h. 90. Ibid, h. 23. 8
Yusuf Qardha\vi. Al-CJhazali anlara J>ro dan Kontra, Penerjemah. Hasan Abrori, (Surabaya; Pustaka Progressif, 1996), Cet. 3, h. 39.
4
bernilai nonnatif, pemikiran-pemikiran al-Ghazali banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh sufi. Selain dipengarnhi gurnnya, al-Juwaini, pemikiran al-Ghazali juga dipengaruhi oleh Harits bin Asad al-Muhasibi (w. 243 H/859 M) dan Junaid al-Baghdadi (w. 297 H/910 M). Imam al-Ghazali adalah seorang teolog terkemuka. ahli hukum, pemikir yang 01iginal, ahli tasawuf terkenal dan yang mendapat julukan Hz!f./ah al-Islam, karena al-Ghazali juga seorang klitikus yang mempunyai otoritas dan berwibawa, dengan hasil bahwa solusi yang ditawarkannya pun memiliki kewenangan atau ot01itas dan wibawa yang sangat besar. Atas dasar inilah ia mendapatkan gelar Hzyjah al-Islam ("Argumentasi Islam", yakni pemikir yang telah berhasil
membuktikan kebenaran Islam). 9 Umat Islam di Indonesia mengenalnya terutama melalui karya tulisnya yang terbesar Ihya Ulum al-Din (Menghidupkan Kembali Ilmu-Ilmu Agama) yang terdi1i daii enam jilid, yang oleh sementara kalangan dianggap sebagai buku petunjuk pelaksanaan paripuma untuk pengalaman dan penghayatan ajaran Islam, baik yang menyangkut ibadah murni maupun yang berkaitan dengan aspek-aspek kehidupan bermasyarnkal. Ihyu Ulum al-Din merupakan karya utama al-Ghazali dan diakui sebagai kilab klasik, dan mernpakan pendekatan terpendek memliu alQur'an. Dalam buku ini al-Ghazali mengungkapkan dan mencela habis-habisan mereka yang disebut
9
h. 80.
dennawan dan peke1ja sosial, yang pada umumnya
Nur Chol is Madjid, Kaki Langil Peradaban Jslau1, (Jakarta; Parainadina, 1997), cet. L
5
menyumbangkan
dan
melakukan
kegiatan
sosial mereka
dengan
motif
' d'' l'epentmgan m send'm.'10
Islam mernpakan agama yang mengatur cam hidup secara total, baik itu cara berhubungan antara manusia dengan penciptanya maupun hubungan antar sesama manusia. 11 Sebagai sebuah agama yang memiliki fungsi mengatur kehidupan manusia, Islam memiliki nonna-norma yang khusus dan jelas tentang bagaimana manusia menjalin hubungan dengan manusia lainnya termasuk salah satunya mengatur kehidupan bernegara (politik), atau yang dikenal kajian politik Islam. 12 Pemikiran politik Islam merupakan hasil kajian filo:mfis ke dalam bentuk dan peranan pemerintahan yang berkaitan dengan persoalan-persoalan agama dan dunia, dan dalam lmbungannya dengan perubahan sosial di dunia Islam-" Dasardasar politik Islam tergambar dalam finnan Allah SWT yang artinya sebagai berikut:
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah mcmberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah J\;faha Mendengar lagi Maha Melihat. Hai orangorang yang beriman taatilah Allah dan taati/ah Ra.wt! (Nya), dan ulil amri di an Iara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapal tentang sesuatu, io Muna\vir Sjadzali, lslan1 dan Ta1a Negara : Ajaran. Sejarah, dan Pen1ikiran, (Jakarta: Ul Press, 1993), It 70. 11 Muhammad Abdul Qadir. Sistem Polilik Islam, (Jakarta: Rabbani Press, 2000), h. 3. 12 l'vluna\vir Sjadza1i, f\·fan1 dan Tata Negara : Ajaran. S'ejarah. dan Penzikiran, (Jakrui~ UJ Press, 1993), h. Viii. 13 M. Din. Syan1suddin, ls/can dan J>oJitik :f<;ra ()rde Baru, (Jakarta: Logos, 2001). cet. l,
h. 9.
6
maka kembalika11/ah ia kepada Allah (Al-Qur 'an) dan Rasul (Sunnalmya), jika k{1n1u benar-benl1r beri111an lu!JJLuiL1 i.J.l!cth r.ian hari ke111udian. }?lutg den:ikian flu lebih utatua (bugin1u) clllfl lebih baik (Ikibatn.va ". (Q5:..4.n-
Nisa': 58-59).
Penge1tian politik Islam terbagi ke dalam dua pengertian, yang pe1tama politik Islam yang mempunyai makna bentuk dan sistem pemeiintahan !slam (Islamic
Po/ii_}~,
dan pengertian kedua politik Islam yang bennakna kegiatan
po!itik !slam yang lebih bersifat kultural (Political !s!am). 14 Politik Islam yang dimaksud adalah konsepsi !slam mengenai politik, menyangkut isu-isu seputar soal kepala negara dan tats. earn pemilihannya, pelaksanaan kenegaraan, hak dan kewajiban rakyat, aparatur negara, penyusunan undang-undang, dan sebagainya. 15 Berdasarkan penjelasan di atas, secara gans besar penulis memahami bahwa politik Islam adalah kehidupan sosial bernegara yang diwarnai oleh ajaran Islam yang berlaku untuk selurnh warga masyarakat dalam suatu negara, se1ta memiliki pemerintahan yang lslami, yang dimaksud dengan pemerintahan yang lslami adalah menjalankan kehidupan sosial bernegara berdasarkan pada syari'at fslam yang telah ditetapkan dalam nash yaitu al-Qm"an clan Sunnah Nabi. Untuk menjalankan suatu kegiatan politik di masyarakat diperlukan adanya penguasa yang memiliki kekuasaan untuk mengatur pemerintahan tersebut. Penulis ingin menjelaskan mengenai kekuasaan dalam Islam, khususnya kajian pemikiran politik Imam al-Ghazali, karena ia adalah seorang tokoh yang diberi gelar dengan Hu;jah al-Islam yang memiliki pandangan luas terhadap ajarm1 Zainal Abidin Ahn\ad, Jlmu l~olilik lslanz II : l{onsepsi Polilik dan Jdeologi Js!an1, (Jakarta; Bulan Bintang,). h. 84. 15 Nanang1'ahqiq, Po/itik lsit11n, (Jakarta; Kencana, 2004), Cet l. h. xi. 14
7
Islam. Dengan demikian penulis memberikan judul sk1ip,;i mengenai "Konsep Kekuasaan dalam Islam (Kajian Atas Pemikiran Politik Al-Ghazali)".
B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH
Berangkat dari latar belakang di atas, penulis bermaksud mengungkap corak pemikiran al-Ghazali. Akan tetapi karena luasnya spektrum pemikiran dan banyaknya bidang keilmuan yang bisa dipelajmi dari al-Ghazali, maka pemikiran kritis dan tuntas terhadap semua pemikirannya me11ia
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut : I. Untuk mengetahui konsep kekuasaan dalam !slam 2. Memperoleh gambaran yang jelas dan obyektif pemikiran al-Ghazali klmsusnya dalam pemikiran politiknya mengenai kekuasaan dalam Islam.
8
Adapun manfoat yang diharnpkan penulis antara lain : l.
Memberikan kontribusi bagi para pihak yang membutuhkan surnber infonnasi mengenai konsep kekuasaan dalam !slam menurut pemikiran Al-Ghaza!i.
2.
i'vlenjadi salah satu bentuk sumbangan pemikiran dalam upaya menggali konsep-konsep hukum Islam klasik yang masih relevan dengan kekuasaan.
D. TIN.JAUAN PUSTAKA
Sejumlah penelitian tentang topik kekuasaan telah dilakukan, baik yang mengkaji secara spesifik maupun yang menyinggung secara umum daiam tema pokok kekuasaan dalam Islam. Berikut ini paparan tinjauan umum atas sebagian karya penelitian tersebut. Katya Zainal Abidin Ahmad yang berjudul Konsepsi Negam Bermoraf Menurul Imam al-Ghazaff. Da!am karya ini membahas mengenai asal mula
timbulnya negara yang disebabkan karena rnanusia saling b•ergantungan dan tidak dapat hidup secara individu, membahas perpaduan i!mu pengetahuan dengan agama dan akhlak dan juga membahas mengenai moral dan politik yang bersendikan agama !slam. Dalam kaiya ini tidak menjelaskan dengan gamblang mengenai kekuasaan yang berkaitan dengan penelitian, tetapi hanya membahas sekitar etika politik atau etika penguasa yang disyari'atkan oleh Allah SWT dan kepala negara yang berakhlak. Di mana dalam kmya ini al-Ghazali mengatakan bahwa moral politik penguasa berdasarkan kepada keac!ilan, sikap toleransi terhadap faham-faham agama, sifat amanah, dan sifat JUJUr dalam segala kehidupan.
Kaiya iviunawir Sjadzall dengan JUdul ls/am dan JG/a Negara. rokus
kajian ka1ya ini adalah hubnngiui antata I:sla111 dau iaia nct;a1.·a ata·u pvhlli-.. dengai1 ::,asara11 utatna
iHCuc111uh.a1.1 jawatan
dalat11 lsla1n. Daiam kaiya ini
icutang ada atau tidak .adanya slsie1n politik
iiltiutUv1~ fr~.::nt;Citiau 1itcng0i1a; ~isle1i1
µoliiii-..,
::i1~te1n
pohtlk uJalah suat11 konsepsi yaug tei-isikan antara lain ketentuan-ketenruan tentang siapa sumber kekuct::iitdu negata,
~iapa pela~.-i(uia
k0kt1asactti
l~r.sebtu.,
apil
dasar dan tagaimana cara untuk 111<'alc11tnkan kepada siapa kewenangan
1nelaksanakan kekuasacui
ittl
dibt1 ~i<.aH, kcpada s:iaµa pelak.:1a11a
~0ku.a~ua11 ~ill
Vea tanggung jawab dau Uagi1i1nana Uentuk Langgung ja\vab itu. Dan di dalam karya inijuga terdapat biogi"ati ai-UitaL.
~i.;µ~rli
asai umia tiiui.minya Hegara, µivfesi politik, dan sumber kekuasaan. Karya Suyuthi Pulungan yang be1juuui i'iq1h S1yusah : Ajaran, Sejarah, dan Penuiaran. Galam karya ini rue1nual vc111ikiran-pemikiran politik al-Ghazali
seperti asal 1nula timbulnya negatct, stunLc1 1".ckuasrta.11, unsur-11nsuf .negara, tuga~ da11 tujuan pcrne1 iutahan, dan iemi lcutang pimpinan negara. Di dalam kmya ini tidak hanya memuat pemikirau dl-Gh1u.aii saja iernpi juga. banyak lokoh-tokoh lainnya seperti Ibn Abi Rabi, al-ivlawardi, al-Farabi, lbn Khaidun, dan iainlamnya. Kaiya M. Din Syamsuddin yang bettajuk Jsiam dan Politik . Era Orde Ban1. Fokus kajiau dalam karya ini aualah mengenai politik Islam yang
berkembang menjadi dua lcma, yailu : (a) hubunga11 anlal" wahyu dau akaL (b) lu1bungal! antara agama dan poliiik. Gi Jalam kaiya ini terdapat pemikiran al-
Ghazaii yang berkisar 1nengenu; :1ubuHe,an sirnbiotii... anHua aga1na dah µuiiti1.., dan
kurnngnya
pc11jelasan yang
l.>cckaitan
dengan
penelitian
mengenm
10
kekuasaaan. Di dalamnya hanya menggambarkan seorang penguasa sebagai cahaya lllahi yang dibeti kekuatan dan kewenangan untuk dipalubi
oit:h rakyai11ya.
E. METODE PEI-...,,LiflA!'
Daiaut penehtian ini penuiis 1nenggunah.a1i jcuis penuiisa11 1iOiTuatif )rang bersifat
pendekatau yang diiaK.iii-..au aUaiali µt:ntl1:Krtla11 ktll'.11ita1..il.
2. Sumber l)afa Penulis dalam mengkaji persoalau yang berhul>uugau dengan ko1i;ep kekuasaan daiarn !slam kajian atas p<::mikirau politik al-Ghazali yang bersumber pa
penelitian ini adalah : A. Sumber
pruner yaitu yang terdi1i dmi sumbe1 lerl:ulis lt;mtang konsep
kdniasaan daiam Islam
B. Sumber sekunder yaiiu bahan pustaka yang berisi tentang buku-buku, makalah, hasil kaiya ilmiah, hasil-ha,iI peneli1ia11, dan lain-laiu yaug mcmbaha, tcntang konsep kckuasaan dalam Islam khususnya kajian atas pemikiran politik al-Gha..wii.
JJ
L_
Bahan hukum tersier yaitu yang mencakup kamus dan ensiklopedia yang menjeiaskan isriiah-istiiah yang dipergunakau u<1lam peneiitian sebagai pendukung le1hadap dua ntjukan yang teiah disebutkan sebeiumnya.
3. Pcngu11111ulan
Sua1iL~1
Daia
Alar pengmnpul data (instnunent) menentukan kuaiiras data
4. Analisis Data
Pengolahan dan analisis data pada dasamya bergantuug pada jenis datanya. Adapun µengolahan dan analisis data yang dilakukan penulis adalah metode kualitatifyang menghasilirn11 uam ueskriplif anaiilis, yang bert1tjuan untuk menueslaipsikan dan u1enganalisis temuan-temuan yang diperoleh dengan tepat danjeias.
12
;:'. Sistcmatika Penulisan i'enulisan skripsi ini akan diban!,•un secara sistematis, yang terdiri dari lima bab termasuk
Pendahuluan,
yang
penunusan dan penelitian,
terdiri
dari
latar
belakang
masaiah,
pembatasan masalah, tujuan dan manfaal
tinjauan
pustaka,
metodologi
peneiitian,
dan
sistematika penulisan. BAB Ii
ivit:rnbahas tentang tinjauan mnum
meng1~nai
kekuasaan yang
meiiputi : penge1tian dan pembagian kekuasaan
ivit:mbahas tentang biografi al-Ghazali yang meliputi
riwayat
hidup, pendidikan, posisi ai-Ghazali di amma para pemik.ir Islam klasik, corak dan pengaruh pemikiran al-Ghazali dalam dunia Islam, dan kmya-kmya al-Ghazali. BAB IV
Analisa konsep kekuasaan dalam Islam yang meliputi pemikiran al-Ghazali mengenai kekuasaa11 yang terdiri atas hakikat kekuasaan, hubungan agama dengan kekuasaan, sumber kekuasaan, prinsip-prinsip kekuasaan, etika berkuasa, asal mula timbulnya negara, profesi politik dan temi tentang pimpinan negara, dan anaiisa.
BAB V
Penutup yang meliputi, kesimpuian dan saran.
BAB II TlNJAUAN UMUM KEKUASAAN DAN PRINSIP-PRINSIP KEKUASAAN DALAM fSLAM
A. Tinjauan Umnm Keknasaan dan Pembagian Kekuasaan dalam Islam lstilah "kekuasaan" terbentuk dari kata Iwasa dengan irnbuhan awalan ke dan akhiran an. Dalam kamus, kata kekuasaan cliberi arti clengau kuasa (untuk mengurus, memerintah clan sebagainya); kemampuan; kesanggupan; kekuatan. Seclangkan kata kuasa sencli1i dibe1i arti clengan : Kemarnpuan atau kesanggupan (untuk berbuat sesuatu); kekuatan (selain baclan atau benda); Kewenangan atas sesuatu atau untuk menentukan (memerintah, rnewakili, mengurus, clan sebagainya) sesuatu; Orang yang cliberi kewenangan untuk rnengurus (mewakili clan sebagainya); l'v!ampu, sanggup, kuat; Pengaruh (gcngsi, kesaktian clan sebagainya) yang ada pada seseorang karena jabatannya (martabatnya ). 1 Kekuasaan pacla clasamya melekat secara inheren pada diri manusia sebagai manusia politik (won politicon), jadi setiap manusia secara rnendasar akan memiliki keinginau yang mutlak tentang kekuasaan. Kekuasaan secara umum clapat cliartikan sebagai suatu kemampuan yang terdapat dalam diri manusia atau sekelompok manusia yang dapat mempengaruhi tingkah laku orang atau sekelompok orang lain dalam interaksinya sehingga hasil dari interaksi yang dilakukan secara aktif ini dapat menimbulkan hasil yang sesuai dengan tujuan clan keinginan yang terclapat pacla orang atau sekelompok orang yang berkuasa itu. 2
1
Abdul !Vlu'in Salin1, J
Jaka11a: RajaGrafindo Persada.. 2002). Cet 3. h. 52. 2 Deden Faluroh111an dan \Va\van Sobari, J>enganlar Ilrnu l)olitik, (Malang; Universitas M uha1111nadiyyah malang, 2002), h. 2 l.
14
Max Weber mengartikan kekuasaan sebagai "kesempatan daii seseorang atau sekelompok orang-orang untnk menyadarkan masyarakat akan kemauankernauannya sendiri dengan sekaligus menerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan daii orang-orang atau golongan-golongan te1tenw". Sedangkan Mac Iver rnerurnuskan kekuasaan sebagai "kernampuan untuk mengendalikai1 tingkah laku orang lain baik secara langsung rnemberi perintah, maupuu secara tidak langsung dengan rnernpergunakan segala alat dan cara yang tersedia" .3 Kekuasaan merupakai1 kesempatan seseorang atau sekelornpok orang untuk rnenyadarkan rnasyarakat akan kernauan-kernauannya sendiri, dengan sekali!,>uS rnenerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orangorang atau golongan-golongan te1tentu. Kekuasaan senantiasa ada di dalam setiap masyarakat baik yang masih bersahaja rnaupun yang sudah besar atau rurnit susunannya. Tetapi walaupun selalu ada kekuasaan tidak dapat dibagi rata kepada semua anggota masyarakat. Justrn karena pernbagian yang tidak merata, timbul makna yang pokok dari kekuasaan, yaitu kernarnpuan untuk rnempengaruhi pihak lain untuk kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan. Jadi kekuasaan dapat didefinisikan sebagai basil pengaruh yang diinginkan seseorang atau sekelornpok orang sehingga dengan demikian dapat merupakan suatu konsep kuantitatif, karena dapat dihitung hasilnya. Misalnya, berapa [uas wilayah jajahan seseorang, berapa banyak orang yang berhasil dipengaruhi, berapa lama yang bersangkutan berkuasa, berapa banyak uang dan barang yang dirnilikinya, dan lain-lain.
" Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ihnu Negara, (Jakarta; Gaya iVJedia Pra1a1na, 2000), cet. 4, h. 115.
15
Dari uraian di atas, berarti secara filsafati kekuasaan dapat meliputi ruang, waktu, barang, dan rnanusia. Tetapi pada akhimya kekuasaan itu ditujukan pada diri manusia, terutama kekuasaan peme1intahan dalam negara.4 Kekuasaan negara pada dasamya adalah sifat yang hanya dirniliki kekuasaan politik di dalarnnya. Kekuasaan negara berlandaskan pada dua fenomena, yaitu : 1) Fenornena Internal keknasaan negara adalah kekuasaannya terhadap
individu dan wi!ayah negara. 2) Fenomena Ekstemal adalah kebebasan negara dalam mengatur rnasalah luar negeri dan menentukan hubungan dengan negara lain, kebebasan dalam melakukan pe1janjian dengan negara lain dan hak menyatakan perang atau keharusan sikap kenetralan. 5 Demi tegaknya negara, hams ada kekuasaan tertinggi yang tunduk kepadanya para individu sebagai rakyat atau bangsa. Kekuasaan ini merupakan elemen terpenting dalam pembentukan negara dalam siswm politik apapun. Karena eksistensi kekuasaau politik tertinggi iui berdasarkan pada rakyat, rnaka ha! mengharuskan adanya pengakuan rakyat itu sendi1i kepadanya. Di mana kekuasaan rakyat adalah yang menjadi sandaran terakhir sampai terw[\judnya kekuatan sejak rakyat merasakan bahwa dia sebagai pernilik kekuasaan, sedangkan peme1intah tidak lain hanya sebatas alat pelaksana kekuasaan. Negara dengan
konsep perundang-undangan adalah
sebagai
pemilik kekuasaan,
sedangkan pemerintah merupakan pelaksana kekuasaan atas nama negara.
'1
lnu Kencana Syafiie, Al-Qur 'an dan litnu l)oiitik, (Jakarra~ .Rlneka CipHl, 1996), Cet. j~
h. 90. 5
Samir Aliyah. ,)'istem J>en1erintahan, JJeradi/an
C\':-
Adat da/a1n Jslanz, Pene1jen1ah.
Asmuni Solihan Zamakhsyari, (Jakarta; KHALIF A, 2004), cet. !, h. 88.
16
Undang-undang menyebntkan tentang beberapa karakteristik atau keistimewaan yang harus dimiliki pemerintah, seperti berikut ini : l) Kekuasaan negara adalah bersifat umum yang mencakup semua sisi
aktifitas manusia di negara . .luga sebagai kekuasaan te1tinggi terhadap semua kekuasaan yang lain, dan tunduk kepadanya semua individu rakyat. 2) Kekuasaan negara adalah kekuasaan orisinal yang bersumber dari negara itu sendiri. Karena itu, semua kekuasaan umum di negara bersumber dan bercabang darinya.
Kekuasaan m1
merupakan
kekuasaan abadi yang tidak menenma pembatasan waktu dan pembagian. Juga kekuasaan mandiri yang menikmati kemandi1ian di atas bumi negara. 3) Kekuasaan negara adalah satu-satunya yang mengatur kekuatan militer resmi yang menopang kekuatannya dan tidak berlomba kepadanya. Karena itu tidak diperkenankan berdi1inya berbagai sistem kemiliteran yang tidak resmi. 4) Kekuasaan negara adalah satu-satunya yang memiliki otoritas dalam memberlakukan perundang-undangan yang lazim untuk merealisasikan kemaslahatan umum, menjamin pelaksanaan penmdang-undangan dengan kekuatannya, dan mengatur penetapan hukuman yang 1nenja1nin penghonnatru1 terl1adap v..!1dang-tu1da11g i!2i. 6
- JOJO.,
n. 45.
17
Ini adalah konsep hukum pemndang-undangan terhadap pilar kekuasaan negara dalam sistem non muslim. Dengan demikian, kekuasaan umum yang bersumber dari negara adalah sebagai berikut : J) Kekuasaan Legislatif yaitu !embaga yang "legislate" atau membuat undang-undang. Anggota-anggotanya dianggap
mr~wakili
rakyat; maka
dari itu badan ini sering dinamakan Dewan Perwakilan Rakyat; nama lain yang sering dipakai adalah parlemen. Menurut teori yang berlaku, maka rak-yatlah yang berdaulat, rakyat yang berdaulat ini mempunyai suatu kemauan. Dewan Perwakilan rakyat dianggap merumuskan kemauan rakyat atau kemauan umum ini dengan jalan menentukan kebijaksanaan masyarakat.
umum
(public
Undang-undang
policy) yang
yang
men1,,tikat
dibuatnya
seluruh
mencenninkan
kebijaksanaan-kebijaksaaan itu. Dapat dikatakan bahwa ia merupakan badan yang membuat keputusan yang menyangkut kepentingan umum. Diantara fongsi legislatifyang paling penting adalah : (1) Menentukan policy (kebijaksanaan) dan membuat undang-undang. Untuk itu Dewan Perwakilan Rakyat diberi hale inisiatif, hak untuk mengadakan amandemen terhadap rancangan undang-undang yang disusun oleh perne1intah, dan hak budget. (2) Mengontrol badan eksekutif dalarn aiti 111en3aga
supaya
sernua
kebijaksanaan-kebijaksanaan
tindakan yang
eksekutif telah
sesum
dengan
ditetapkan.
Untuk
menyelenggarakan tugas ini, badan perwakilan rakyat diberi hak-hak kontrol khusus. Sedangkan hak-hak untuk badan legislatif ini adalah : (I ) Hak bertanya, anggota badan legislatif berhak untuk mengajukan
18
pertanyaan kepada peme1intah mengenai sesuatu hal. (2) Hak lnterpelasi yaitu hak untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijaksanaannya di sesuatu bidang. (.3) Hak angket yaitu hak anggota badan legislatif untuk mengadakan penyelidikan sendiri. (4) Hak mosi yaitu yang pada umumnya dianggap hak kontrol yang paling ampuh, jika badan legislatif mene1ima sesuatu mosi tidak percaya, maka dalam sistem parlementer kabinet hams mengundurkan diri dan terjadi suatu laisis kabinet. 7 2) Kekuasaan
Eksekutif yang
menjamin
pelaksanaan perundang-
undangan dan jalannya urusan negara. Adapun wewenang badan eksekutif adalah : (1) Diplomatik yaitu mengadakan hubungan diplomatik dengan negara-negara lain. (2) Adminislratif yaitu melaksanakan undang-undang serta peraturan-peraturan lain dan menyelenggarakan administrasi negara. (3) Militer yaitu mengatur angkatan bersenjata, menyelenggarakan perang serta kernanan dan pertahanan negara. (4) Yudikatif yaitu memberi grasi, amnesti, dan sebagainya. (5) Legislatif yaitu merencanakan rancangan undangundang dan membimbingnya dalam badan perwakilan rakyat sampai menjadi undang-undang. 8 3) Kekuasaan Yudikatif yang mengatur putusan perselisihan yang diajukan di depannya dengan menurunkan lmkum perundangundangan kepadanya. Dalam doktrin trias politika, baik yang diartikan sebagai pemisahan kekuasaan maupun pembagian kekuasaan, maka 7
Miriam Budiarjo, J)asar-JJasar I/mu J->oli1ik, (Jakarla:, Gra1nedia Puataka Utama, 2003),
8
Ibid., h. 209.
h. 173.
19
khusus untuk cabang kekuasaan yudikatif prinsip yang tetap dipegang adalah bahwa tiap negara hukum badan yudikatif hamslah bebas dari camptu- tangan badan eksekutif. lni dimaksudkan agar supaya badan yudikatif itu dapat berfongsi secara sewajarnya demi penegakan hukurn dan keadilan serta rnenjarnin hak-hak azasi manusia. Sebab hanya dengan azas kebebasan dalarn badan yudikatif itulah dapat diharapkan bahwa keputusan yang diambil oleh badan yudikatif da!arn suatu perkara tidak mernihak dan berat sebelah dan sernata-rnata berpedoman pada nonna-nonna hukurn dan keadilan se1ia hati nurani hakim itu sendiri dengan tidak usah takut bahwa kedudukannya terancarn. 9 Di atas adalah konsep hukum perundang-undangan terhadap pilar
kekuasaan negara dalarn sistern non rnuslim, sedangkan kousep hukurn perundang-undangan terhadap pilar kekuasaan negara dalam sistem Islam adalah sebagai berikut : a. Kckuasaan Legislatif dalam Islam Dalarn Islam Legislatif merupakan Iembaga yang berdasarkan tenninologi fiqih disebut sebagai "lembaga penengah dan pernberi fatwa" (Ahl al-Hall wa al'Aqd).
° Kekuasaan legislatif dalam sistern
1
Islam rnempakan bagian terpenting
dalam kekuasaan umum di negara. Sebab dialah yang rnelakukan penetapan perundang-undangan dan berbagai hukurn yang rnengatur urnsan negara. Adapun kekuasaan legislatif dalam Islam maka pendapat yang kuat dalam fiqih Islam terdapat dua arah pandangan dalam penentuannya. Pertama, mengikat penentuan 9
Ibid., h. 227.
10
Abul A'la Al-Maududi, Hukian dan Konstilusi : Sisten1 f>o/itik Islam, pene~jemah.
Asep Hikmat, (Bandung; Mizan, 1993), h. 245.
20
kekuasaan ini dengan makna yang dimaksudkan oleh syari 'at. Kedua, mengikatnya dengan makna kepemimpinan. Dalam pandangan pertama, yang dimaksud dengan symi'at adalah salah satu dari dua makna. Pertama, mewujudkan hukum barn. Kedua, menjelaskan hukum yang dituntut oleh hukum yang telah ada. Adapun penetapm1 hukum sesuai dengan makna pertama dalam persepktif Islam adalah hanya hak Allah SWT, sebab Allahlah yang menentukan hukum barn dengan apa yang ditunmkan-Nya dalam al-Qur'an, apa yang ditetapkan Rasul-Nya, dan apa yang dibangun berdasarkan dalil. Dengan makna ini, maka tiada yang berhak menentukan hukum melainkan Allah SWT. Sedm1gkan dalam malma yang kedua, yaitu menjelaskan hukum yang menjadi tuntutan syaii'at yang telah ada, maka ha! ini adalah yang ditangani setelah Rasulullah SAW oleh para khalifah dari ulama sahabat kemudian para pengganti mereka dari fuqaha tabi'in dan tabi'it-tabi'in dari para imam mujtahid. Mereka itu pada dasarnya tidak menentukan hukum barn, namun menyimpulkan hukum dari nash-nash dan dari apa yang telah ditetapkan oleh penentu syari'at (Allah dan Rasul-Nya) tentang dalil, serta apa yang ditentukan oleh kaidah-kaidah umum. Sedangkan dalam pandangan kelompok kedua, maka penentuan kekuasaan hukum di negara Islam berkaitan dengan sistem kepemimpinan di dalamnya. Sebab Allah adalah penentu hnkum te1tinggi di negara Islam. Dan bahwa apa yang disampaikan Allah dalain al-Qur'mi dan apa yang dijelaskan oleh Sunnah tentang berbagai prinsip, kaidah dan hukum adalah mencerminkan substansi syari'at
Islam yang hams dihonnati dan diterapkan di negara Islam. Tidak
21
seorang pun yang memiliki kekuasaan untuk mernbah atau mengganti sesuatu pun 11 . dannya.
Jadi prinsip badan legislatif dalam negara Islam sama sekali tidak berhak membuat perundang-undangan yang bertentangan dengan tuntunan-tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Lembaga legislatif dalam negara Islam memiliki sejumlah fimgsi yang barns dilakttlrnn, yaitu : (I) Jika terdapat pedoman-pedoman yang jelas dari Allah dan Rasul-Nya, meskipun badan legislatif tidak dapat mengubah atau
menggantinya,
maka
hanya
legislatiflah
yang
kompeten
untuk
menegakkannya dalam susunan dan bentuk pasal demi pasal, menggunakan definisi-definisi
yang
relevan
dan rincian-rinciannya,
serta menciptakan
peraturan-peraturan dan undang-undang untuk mengundangkannya. (2) Jika pedoman-pedoman dalam nash mempunyai kemungkinan interpensi lebih dari satu, maka legislatiflah yang berhak memutuskan penafsiran mana yang hams ditempatkan dalam Kitab Undang-Undang Dasar.(3) Jika tidak ada isyarat yang dijelaskan dalam nash, fimgsi lembaga legislatif ini adalah untuk menegakkan hukum-hukum yang berkaitan dengan masalah yang sama, tentunya dengan selalu menjagajiwa hukum Islam. Danjika sudah ada lmkum-hukmn dalam bidang yang sama yang telah tercantum dalam kitab-kitab fiqih, maka dia bertugas untuk menganut salah satu di antaranya. (4) Jika dalau1 masalah apapun nash tidak memberikan pedoman yang sifatnya dasar sekalipun, atau masalah ini juga tidak ada dalam konvensi Al-Khulafa Al-Rasyidun, maka dalam kasus seperti ini
Samir Aliyah, Sisle1n Penierintahcrn, Peradilan &: Adat dafcun Js/atn, Pene~jemah. Asmuni Solihan Zamakhsyari, (Jakarta; KHALIF A, 2004), cet. 1, h. 47. 11
22
lembaga legislatif dapat merumuskan hukum tanpa batasan, sepanjang tidak bertentangan dengan syari'ah. 12 b. Kekuasaan Eksekutif dalam Islam
Yang dimaksud kekuasaan eksekutif di negara kontemporer adalah lembaga yang memerintah dan melaksanakan perundang-undangan, menjalankan pemerintahan dan kemaslahatan umum. Lembaga ini terdiri daii semua yang bertanggung jawab di pemerintahan, seperti kepala negara, para menteri, dan para pegawai. Pembentukan lembaga eksekutif dalam Islam tidak berbeda dengai1 sistem kontemporer. Sebab lembaga ini terdiri dari para pejabat dai1 pegawai pemerintah, seperti kepala negara, mente1i, amir, muhtasib (pengawas), dan kepolisian. Dalam bukunya At-Tibru al-Masbuk Pl Nashaih al-Muluk al-Ghazali juga menjelaskan mengenai lembaga ini.
Pertama, Kepala Negara Islam Negara Islam memiliki pemimpin te1tinggi yang dinilai simbol kekuasaan umum di dalamnya dan alat tertinggi negara untuk mengungkapkan keinginan dan kesatuannya. Pemimpin tertinggi ini disebut Khalifah, Amirul Mukminin, atau Imam Akbar. Sebab ketiga istilah tersebut dalam satu makna, di mana ulama mendefinisikannya sebagai "kepemimpinan umum dalam agama dan dunia yang bertugas dalam memperhatikan kemaslahatan, mengatur urusan umat, menjaga agama, dan mengatur dunia". Bentuk kepala negara ini klmsus dalam !slain dan tidak pada selainnya sebeltun itu. Sebab bentuk ini merupakan kekuasaan yang komprehensif dan berbeda dengan kekuasaai1 kepala negara kontemporer. Sebab dia mencakup 12
Abul A'la A1-Maududi, Hukurn dan Konstitusi : Sisteni Pohtik Islam, Penerjemah. Asep Hikmat. (Bandung; Mizan, J 993). h. 246.
23
kekuasaan agama dan kekuasaan negara. Sedangkan kekuasaan kepala negara pada masa sekarang hanya dalam politik (masalah dunia) saja. 13 Keberadaan Sultan (Kepala Negara) merupakan keharnsan bagi kete1tihan agama,
dan
ketertiban
agama
merupakan
kehamsan
bagi
tercapainya
kesejahteraan akhirat nanti. Oleh karena pengangkatan pemimpin atau kepala negara mempakan keharusan atau kewajiban agama (Syar'i) yang tidak mungkin dan tidak boleh diabaikan. 14 Dan al-Ghazali menyatakan bahwa pembentukan khilafah mempakan wajib syar 'i berdasarkan ijma' umat. 15 Pemimpin dalam Islam bukan hanya sebatas pernimpin negara, tapi juga pemimpin pemerintahan di dalamnya. la adalah yang rnelaksanakan kekuasaan eksekutif tertinggi dan mencenninkan rakyat dalarn kepemirnpinan politiknya, kekuasaannya bersumber dari rakyat dandari syari'at lslam. 16 Dalam Islam menjelaskan syarat-syarat yang hams dipenuhi oleh calon kepala negara. Sebagaian ulama berpendapat syarat-syarat yang hams dipenuhi kepala negara sebanyak tujuh syarat, yaitu adil; berilmu; kesehatan indera pendengaran, penglihatan dan lisan; keselamatan anggota badan dari cacat; mempunyai pendapat yang menyampaikan kepada pengaturan rakyat dan mengatur kemaslahatan; mempunyai keberanian; dan harus da1i keturunan Quraisy. Sedangkan menumt al-Ghazali ada sepuluh syarat yang hams dipenuhi oleh kepala negara, yaitu hams laki-laki dewasa; berakal sehat; sehat pendengarnn
13
lbid .. h. 52.
Muna\vir Sjadzali, Jsla1n Dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, lJan Pe1nikiran, (Jakarta: UI Press, 1993), h. 76. 15 Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah Ajaran, Sejarah dan JJen1ikiran, (Jakarta; R~iaGrafindo Persada, 2002), h. 236. 16 Samir Aliyah, Siste1n J>e111erin1ahan, J)eradilan tV: Ada! da.!ani Jsla111, Penerjen1ah. Asmuni Solihan Zamakhsyari, (Jakm1a; KHALIFA, 2004), eel. I, h. 56. i.i
24
dan penglihatan; merdeka dan dari suku Quraisy; punya kekuasaan nyata (alnadjat); memiliki kemampuan (k!fayal); wara' ;dan berilmu.,., Ketlua, Menteri
Kata wazir (menteri) secara etimologi adalah dari akar kata wizr, artinya : beban. Sebab menteri mengemban beban pemerintahan. 18 Penguasa akan memiliki sebutan yang tinggi dan kemampuan yang hebat deugau adanya wazir (mente1i) yang salih, adil dan mampu. Tidak mungkin seorang penguasa mengatur waktunya dan mengelola kekuasaannya tanpa seorang wazir. Penguasa harus memperlakukan wazir dengan tiga hal :
A Jika wazir melakukan kekeliruan atau kesalahan, hendaklah tidak tergesa-gesa membe1ikan sanksi. B Jika membutuhkan pengabdian dan kesempurnaan perlindungannya, janganlah menginginkan harta dan kekayaannya. C Jika ia memiliki kebutuhan, janganlah Ialai dalam memenuhi kebutuhannya itu. Dan peuguasa juga tidak boleh menghalangi wazir dari tiga ha!, yaitu : a. Ketika penguasa ingin melihatnya jangan menghalangi dia daii rakyatnya. b. Jangan mendengarkan perkataan yang menghasut wazir.
17
Ajaran, Sejarah dan Pe1r1ikiran, (Jakarla;
111
Sainir Aliyah, Siste1n JJe1nerintahan, Peradi/an & Adat dalarn Isla1n, Penerjernah.
Suyuthi Pulungan, f'iqh Siyasah RajaGrallndo Persada, 2002). h. 256.
Asmuni Solihan Zamakhsyari, (Jakarta; KHALIF A, 2004), cet. I, h. 61.
25
c. Jangan merahasiakan sesnatu darinya, karena wazir adalah penJaga rahasia penguasa, pengatur urusan pemerintahan, penguat wibawa dau kehebatan penguasa. 19 Wazir dalam Islam terdi1i dari dua bentuk, yaitu : l. Wazir Tafwidh yaitu kemutlakan dalam urnsan negara setelah khalifal1 menyerahkan kepadanya sesuatu. Kekuasaaan wazir tafwidh ini sampai ia boleh menetapkan hukum sendiri, mengangkat pejabat uegara
sebagaimana
halnya
khalifah,
karena
syarat-syarat
pemerintahan ada padanya. Sebagaimana ia juga dapat menentukan sendiri tentang perang dan menyerahkan urusannya kepada orang yang diangkatnya. 2.
Wazir Tanfidz yang tugasnya hanya terbata;: pada pelaksanaan perintah khalifah, dan tidak dapat bertindak sendiri secara pribadi sebagai menteri. Sebab ia hanya sebatas penyambung lidah antara khalifah dan rakyat, dan melaksanakan apa yang diperintahkan khalifah kepadanya untuk penentuan para amir, persiapan pasukan, dan menyampaikan laporan kepadanya tentang kejadian dan hal-hal yang .
?0
pentmg.-
Ketig11, Para Amir di Daerah
Terdapat beberapa makna untuk kata amir. Pada hari ini, ia dimutlakkan kepada para putra raja, tokoh suatu kabilah, dan kepala-kepala daerah kecil yang tersendiri dalam pemerintahannya, sehingga mereka tidak disebut raja, namun
19
l1na111 Al-Ghazali, E"tika BerA·uasa ; Nasihat-Nasihal J111am .Al-Ghazali, Penerjen1ah. ArieCB. Jskandar, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1988). h. 141. 20 Sainir Aliyah, Sistetn J>en1erintahan, J>cradilan & Adat dalan1 lslatn, Penerjemah_ Asmuni Solihan Zamakhsyari, (Jakarta: KHALIF A, 2004), cet I. h. 63.
26
cukup dengan gelar amir. Sebagaimana kata amir juga dimutlakkan kepada orangorang yang sukses dalam segala hal, seperti amir asy-.syu 'ara (para penyair) dan
amr a/-bulagha' (para sastrawan). Sedangkan pada masa lalu, ulama politik Islam menggunakan kata amir dalam dua tempat. Pertama, amir a/jaisy, yaitu komandan pasukan. Kedua, amir al-bi/ad (kepala daerah) yang dalam istilah sekarang setara dengan Gubernur, Bupati atau Walikota. 21
Keempat, Muhtasib (Pengawas) Hisbah adalah nama jabatan di negara Islam, di mana pejabatnya merupakan "pengawas" terhadap para pedagang dan para profesional untuk mencegah mereka dari kecurangan dalam pekerjaan dan produksi mereka dengan menggunakan takaran dan timbangan yang benar. Sering kali ia menentukan kepada mereka tentang harga barang mereka. Dalam menjelaskan etika pengawas ini al-Ghazali mengatakan "semua etika pengawas bersumber pada tiga sifat dalam diri pengawas, yaitr1: ilmu, wara ', dan akhlak yang bagus". 22
Kelima, Kepolisian Tentang etika kepolisian dan tugasnya sebagian ulama mengatakan, " Adapun tugas kepolisian seyogyanya orang yang arif, berwibawa, selalu diam, banyak berpikir, dan janh dari agresifitas. Hams keras terhadap ahli keraguan dalam tindakan rekayasa, sanggup, tanggap, bersih, mengetahui tingkatan hukuman clan tidak tergesa-gesa". 2' Dalam negara Islam, tujuan sebenarnya lembaga ek:sekutif adalah untuk menegakkan pedoman-pedoman Allah SWT yang disampaikan melalui al-Qur'an 21
Ibid .. 67. ln1an1 Al-Ghazali, E'ttka Berkuasa : Nasiha1-Nasihat bnatn Al-Ghazali, Pene~jemah. AriefB. !skandar, (Bandung; Pustaka Hidayah, 1988), h. 153. 2 :- Samir Aliyal1, Sistetn l'e1nerintahan, JJeradilan & Adat da/a1n Js/a1n, Penerje1naJ1 Asmuni Solihan Zamakhsyari, (Jakarta; KHALIFA, 2004), eel. I, h. 73. 22
27
dan Sunnah serta untuk menyiapkan masyarakat agar mengakui dan menganut pedoman-pedoman ini untuk dijalankan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Karakteristik
lembaga
eksekutif
suatu
negara
muslim
inilah
yang
membedakannya dari lembaga eksekutif negara non muslim. Kata ulu/-amri dan umara' digunakau masing-masing di dalam al-Qur'an dan hadits untuk
menyatakan lembaga eksekutif 24 c. Kckuasaan Yudikatif dalam Islam
Tugas lembaga yudikatif adalah memutuskan perselisihan yang dilaporkan kepadanya dari orang-orang yang berseteru dan menerapkan hukum perundangundangan kepadanya dalam rangka menegakkan keadilan di muka bumi dan menetapkan kebenaran di antara orang-orang yang meminta peradilan. Pentin!,'11Ya kekuasaan kehakiman adalah untuk menyelesaikan perkara-perkara perbantahan dan pennusuhan, pidana dan penganiayaan, mengambil hak dari orang durjana dan mengembalikannya kepada yang punya, melindungi masyarakat dan mengawasi harta wakaf dan lain-lain persoalan yang disampaikan kepada pengadilan. 25 Dalam nomokrasi Islam kekuasaan adalah suatu karunia atau nikmat Allah SWT. Artinya, ia merupakan rahmat dan kebahagiaan baik bagi yang menerima kekuasaan itu maupun bagi rakyatnya. Ini dapat terjadi apabila kekuasaan itu diimplementasikan menurut petunjuk al-Qur'an dan tradisi Nabi Muhammad SAW. Sebaliknya, jika kekuasaan itu diterapkan dengan cara yang menyimpang atau bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar al-Qur'an dan tradisi Nabi, maka akan hilanglah hakiki makna kekuasaan yaitu merupakan kanmia atau nikmat 24
Abu! A 'la Al-Maududi, flu/nun Jan Konstitusi : Sisten-1 Politik Islam, pene~ie1nah. Asep Hikmat, (Bandung; Mizan. 1993), h. 247. 25 A. Hasjmy, Di Mana Letaknya Negara Islam, (Banda Aceh; Bina Ilmu, 1984), h. 249.
28
Allah. Dalam keadaan seperti ini, kekuasaan bukan lagi merupakan kamnia, melainkan kekuasaan yang semacam ini akan menjadi bencana dan laknat Allah SWT.26 Jadi menurut penulis kekuasaan dalam versi Barnt adalah kernarnpuan seseorang atau sekelompok rnanusia untuk rnempengamhi tingkah lakunya seseorang atau kelompok lain sedemikian rnpa sehingga tingkah laku itu manjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dmi orang yang mempunyai kekuasaan itu. Sedangkan kekuasaan dalam Islam adalah kernarnpuan nntuk mempengarnhi pihak lain untuk kehendak yang ada pada pemegang kekum:aan yang merupakan kanmia atau nikmat Allah yang dilirnpahkan kepada pemegang keknasaan untuk menjalankan kehidupan sosial bernegara yang diwarnai oleh ajaran Islam yang berlaku untuk seluruh warga masyarakat dalam suatu negara, serta memiliki pemerintahan yang Islam yaitu peme1intahan yang berlandaskan pada al-Qur'an dan Sunnah Nabi.
B. Tujuan Kekuasaan dalam Islam
Adapun maksud dan tujuan kekuasaan dalmn Islam adalah : I) Memelihara agama. Negara, terutama khalifah, bertanggung jawab unh1k memelihara akidah Islam. Dalam ha! ini dilakukan dengan mengoptimalkan
wewenang yang telah diberikan oleh syara'
kepadanya. Negaralah satu-sahmya institusi yang berhak membunuh orang-orang murtad dan membe1i pe1ingatan kepada siapa saja yang menyeleweng dari agama. 26
Muhammad Tahir Azhari, Negara Jfu/...1Jm : Suatu Studi Tentang I>rfnsip-I>rinsipnya
/)ilihat dart 5'egi Hula1m Islam, In1p!e1nentasin;1a pada Periode Negara A!fadinah dan A!fasa Kini,
(Jakarta; Bulan Bintang, 2003), Cet. I, h. !06.
29
2) Mengatur urusan masyarakat dengan earn menerapkan hukum syara' kepada mereka tanpa membeda-bedakan antara satu individu dengan yang lainnya. 3) Menjaga negara dan umat dari orang-orang yang merongrong negara. Caranya dengan melinduni,>i batas-batas negara, mempersiapkan pasukan militer yang lrnat dan senjata yang eanggih untuk melawan mus uh. 4) Menyebarkan dakwah lslan1 kepada segenap manusia, yaitu dengan earn menjalankan jihad sebagaimana yang dilakukau Rasulullah SAW pada beberapa peperangan, misalnya penaklnkan Mekkah dan perang tabuk. 5) Menghilangkan pe1tentangan dan perselisihan di antara anggota masyarakat dengan penuh keadilan. I-Jal ini dilakukan dengan earn menjatuhkan
sanksi
kepada
mereka
yang
berbuat
dzalim,
memperlihatkan keadilan terhadap orang yang didzalimi sesuai dengan hukum yang disyari'atkan Allah SWT. 27
C. Unsur-Unsur Kekuasaan dalarn Islam Sedangkan unsur-unsur kekuasaan dalam Islam adalah: I) Wilayah yang di dalamnya terdapat air bersih, tempat mata peneaharian, terhindar dari serangan musuh, jalan-jalan raya, tempat shalat di tengah kola, pagar yang mengelilingi kota, dan pasar-pasar. Para ahli ilmu dan para tukang hams dihimpun yang 27
tvl. l-lusain Abdullah, Studi fJasar-IJasar Pen1ikiran lslan1, Penerjemah. Zamroni, (Bogor; Pustaka Thariqul lzzah, 2002), h. 121.
30
akan membantu memikirkan pengaduan kebutuhan peududuknya. Semuanya dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. 2) Rakyat yang merupakan kumpulan manusia atau masyarakat. 3) Penguasa sebagai pengelola negara yang akan menyelenggarakan segala urusan negara dan rakyat. Penguasa bertugas melindungi rakyatnya daii tindakan aniaya yang timbul dari mereka sendiri dan dmi luar. 28
D. Prinsip-Prinsip Kekuasaan Dalam Islam
Adapun prinsip-prinsip kekuasaan dalam Islam adalah : I. Prinsip Persaudaraan dan Persatuan
Suatu bangsa, umat dan negm·a tidak akan berdiri tegak tanpa adanya persatuan dan persaudaraan di antara warganya. Persatuan akan terbentuk apabila ada rasa saling bekerja sama
dan mencintai,
persatuan dm1 persaudaraan merupakan pondasi dan faktor perangkat terbentuknya suatu negara. Yang dimaksud dalam finnan Allah SWT :
"Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah hersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan hertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapal rahmat". (QS. Al-Hujurat: 10).
2. Prinsip Pe1:mmaan Priusip persamaan dalam Islam dapat dipahami antara lain dari alQur'an surah Al-Hujurat I 49 : 13 yang berbunyi sebagai berikut: 28
Suyuthi Pulungan, P'iqh SfJ;asah RaiaGrafindo Persada. 2002). h. 223.
Ajaran, Sejarah dan Pe1nikiran, (Jakarta;
31
I-'9.) . L..:il U:l'W w ,. _<;\.. ,.. I .<:, . . .J . .J"-'-" ~ .J ~ .J J-' c.I"
.<;~k wl Uli '. ·w r-<.>" "
"Hai manusia, se.mng,1,rz1hnya Kami menciptakan kamu dari seorang /aki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsabangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengena/". (QS. Al-Hujurat: 13). Ayat diatas menerangkan bahwa dari segi kemanusiaan tidak ada perbedaan antara seluruh manusia, sekalipun mereka berbangsa-bangsa atau berbeda wama kulit. Umat manusia selurulmya adalah sama. Keutamaan masing-masing terletak pada kadar taqwanya kepada Tuhan.
3. Prinsip fo/ong Meno/ong dan A1embe/a yang Lemah Prinsip
1111
rnenghendaki
adanya
persamaan,
persatuan
dan
persaudaraan, hubungan antara pemeluk agama, hidup bertetangga dan lainnya yang telah dijelaskan dan diwujudkan pula dalam bentuk saling tolong-menolong. Saling tolong-menolong sebagai aktnalisasi dari adanya kebersamaan, hubungan dan persahabatan yang hannonis di antara kelompok-kelompok sosial. Sebagaimana firman Allah S WT :
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengetfakan) kebaikan dan laqwa, dan jangan/ah tolong-menolong da/am berbuat dosa dan pe/anggaran ". (QS. Al-Maidah : 2).
29
Suyuthi Pulungan, f-i'iqh Siyasah
RajaGrafindo Persada, 2002), h. 270.
29
Ajaran, Sejarah dan J>ernikiran, (Jakarta:,
32
4. Prinsip Perdamaian Uraian dalam prinsip-prinsip di atas (persatuan dan persaudaraan, persamaan dan toloug-menolong) pada hakikat:nya menghendaki tercapainya perdamaian di kalangan komunitas Islam dan perdamaian antara komunitas Islam dau komunitas-komunitas lain. Sebab, jika setiap komunitas memelihara dan melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang terkandung di dalam prinsip-prinsip tersebut, maka perdamaian akan terwnjud.
"Dan jika mereka condong kepada kedamaian, maka condong!ah kepadanya dan bertaqwa/ah kepada Allah".(QS. Al-anfal: 61). Ayat ini rnembuktikan bahwa dokt:rin Islam selalu mementingkan perdamaian, manusia memiliki kedudukan yang sama dan mempakan suatu keluarga yang universal, yang berasal satu moyang yaitu Adam dan Hawa. 30
5. Prinsip Menegakkan Kepastian Hukum dan Keadilan "Wahai orang-orang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah bimpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia ( terdakwa)
kaya
ataupun
miskin,
maka
Allah
/ebih
lahu
kemas/ahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa naf.~u karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar ba/ikkan
30
Muha1nn1ad Tahir 1\zhari, Negara Hula11n : ,_)J1atu Sllllli Tcntang J)rinsip-l'rinsipnJYt J)t/ihat dari Segi HuA.-iun Isla111, ltnple1nentasinya pada J1eriode Negara Madinah dan Masa Kini, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), Cet. I, h. 149.
33
(kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan ". (QS. AnNisa' : 135). Dalam finnan Allah tersebut memerintahkan kepada orang-orang mukmin agar benar-benar menjadi penegak keadilan dan menjadi saksi karena Allah sekalipun terhadap diri sendiri, ibu bapak dan kaum kerabat, baik terhadap orang kaya maupun miskin, dan jangan mengikuti bisikan hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Keadilan merupakan kepentingan hak-hak setiap orang. Dari ayat di atas sekuran1,YJ1ya dapat ditmik tiga garis hukum, yaitu : •
Pertama : menegakkan keadilan adalah kewajiban orang-orang yang be1iman.
•
Kedna : setiap mukmin apabila menjadi saksi ia diwajibkan me11iadi saksi karena Allah SWT dengan sejujur-jujurnya dan adil.
•
Ketiga : (a) manusia dilarang mengikuti hawa nafsu; dan (b) manusia dilarang menyelewengkan kebenaran
31
6. Prinsip Musyawarah
Dalam al-Qur'an ada dua ayat yang menggariskan prinsip musyawarah sebagai salah satu prinsip dasar dalam nomokrnsi Islam. Ayat yang pe11ama dalam surah Ali Imran I 3 : 159, yang artinya sebagai berikut :
"Maka disebabkan rahmal dari Allah-lah kamu berlalai lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauh dari sekelilingmu. Karena ilu maafkanlah
'
1
lbid .. h. 118.
34
mereka, mohonkan/ah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka da/am urusan ilu. Kemudian apabila kamu te!ah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang yang bertawaka/ kepada-Nya ". (QS. Ali hman : l59).
Ayat ini apabila dijadikan sebagai suatu garis hukum maka ia dapat dirumuskau sebagai be1ikut : "Hai Muhammad engkau wajib bennusyawarah dengan para sahabat dalam memecahkan setiap masalah kenegaraan". Atau secara lebih um um "umat Islam wajib bennusyawarah dalam memecahkan setiap masalah kenegaraan". Kewajiban ini terutama dibebankan kepada setiap penyelenggara kekuasaan negara dalam melaksanakan kekuasaannya itu. Ayat yang kedua adalah surah Asy-Syura I 42 : 38, di mana Allah SWT berfinnan sebagai be1ikut : 0fo.i:i ~L.i§j __,\.......l ~ ;,$.)_,,:;, ~.J""l..l ;;_µ11..l""~i..l ~)1>!~1 0:;~1..l
"Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi} seruan Tithannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka: dan mereka menajkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka". (QS. AsySyura: 38). Ayat ini menggambarkan bahwa dalam setiap persoalan yang menyangkut masyarakat atau kepentingan
umum
Nabi
selalu
mengambil keputusan setelah melakukan musyawarah dengan para sahabatnya. Musyawarah dapat diaitikan sebagai suatu forum tukar
35
menukar pikiran, gagasan atau ide, tennasuk saran-saran yang diajukan dalam memecahkan sesuatu masalah sebelurn tiba pada suatu pengarnbilan kepulusan.
32
7. Prinsip Ekonomi dan Perdagangan
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu sating memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu ". (QS. An-Nisa' : 29). 8. Prinsip Membela Negara
"Hai orang-orang beriman, apakah sebabnya apabi/a dikatakan kepadamu : berangkatlah (untuk berjihad) di jalan Allah, kamu merasa berat dan ingin tingga/ di tempatmu ? apakah kamu puas kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat ? padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanya/ah sedikit ". (QS. At-Taubah : 38). 9. Prinsip Hak-hak Asasi Salah satu prinsip pengakuan dan perlindungan yang berkaitan dengan martabat rnanusia itLt telah digariskan dalam al-Qur'an surah Al-Isra I 17: 33, yang artinya sebagai berikut:
"Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan suatu a/asan yang benC/l'. Dan barang siapa dibunuh secara zalim maka sesunggu!mya Kami te/ah memberi kekuasaan pada ahli warisnya (a1au penguasa untuk
32
Ibid" I 11.
36
menuntul si pelaku). letapi janganlah ah/i waris 1/u melampaui batas da/am membunuh. Se.simgguhnya ia adalah orang yang mendapat perloiongan". (QS. Al-lsra': 33). 10. Prinsip dalam Menetapkan Para Pejabat atau Pe/aksana suatu urusan
"Sesungguhnya orang yang paling baik untuk kamu peke1jakan ada/ah orang yang kuat /agi dapal dipercaya (dapat diserahi amanah) ". (QS.
Al-Qashash : 26). 11. Prinsip Amar Ma 'n!ldan Nahi munkar
"Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma 'ruf; dan mencegah dari yang mun/car dan beriman kepada Allah". (QS. Ali lmran : 110) 33
Dalam nomokrasi Islam kekuasaan ada!ah amauah dan setiap amanah wajib disampaikan kepada mereka yang berhak menerimanya, maka kekuasaan wajib disampaikan kepada mereka yang berhak menerimanya, dalam arti dipelihara dan dijalankan atau diterapkan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan p1insip-prinsip kekuasaan dalam Islam yang digariskan dalam al-Qur'an dan Sunnah. Menegakkan keadilan merupakan suatu perintah Allah, apabila kekuasaan itu dihubungkan dengan keadilan, maka dalam nomokrasi Islam implementasi kekuasaan negara melalui suatu pemerintahan yang adil merupakan suatu kewajiban penguasa. Kekuasaan harus selalu didasarkan kepada keadilan, karena prinsip keadilan dalam Islam menempati posisi yang sangat berdekatan dengan laqwa. Sebagaimana dalam finnan Allah SWT yang mtinya: 33
Suyuthi Pu\ungan, F'iqh Siyasah RajaGrafindo Persada. 2002), h. 6.
Ajaran, Sejarah dan Pen1ikiran, (Jakarta:
37
"Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang se/a/u menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan jangan/ah seka/i-kali kebencian kamu terhadap sesuatu lcaum, mendorong kamu untuk ber/aku !idak adil. Ber/aku adi/lah karena adi/ itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan ". (QS. Al-Maidah: 8). 34
34
Muham111ad Tahir Azhari, Negara Huicurn : Suatu Studi Tenlang l)rtnsip-J1rinsipnya
/)i/ihat dari Segi H1ilaun Jslan1, bnplenienlasinya pada I1 eriode Negara lvfadinah dan Masa Kini,
(Jakarta; Bulan Bintang, 2003), Cet. I, h. 107.
BAB 111 BIOGRAFI AL-GHAZAL! A. Riwayat Hidup Al-Ghazali
Nama lengkap al-Ghazali adalah Abu Hamid Muhammad lbn Muhammad lbn Ahmad, ia lahir pada talmn 450 H (I 058 M) di Thus salah satu kota di Khurasan 1. Karena ayalmya penjual benang, ia diberi nama panggilan al-Ghazali, yang dalam bahasa Arab bera1ti pembuat benang. 2 Ayalmya
seorang yang mempunyai
semangat keagamaan
tinggi.
Diriwayatkan bahwa ayalmya sangat menyenangi ulama dan sangat rajin menghaditi majelis-majelis pengajian, bahkan sebagai ungkapan rasa simpatik ia sering memberikan sesuatu daii hasil jetih payalmya kepada ulama. Sebelnm ayalmya meninggal, al-Ghazali da11 saudaranya, Ahmad, dititipkan kepada salah seorang teman ayalmya, seorang sufi yang hidup sangat sederhana, keduanya diberikan bimbingan dalam berbagai pengetahuan. 3 Siapa di antara umat Islam yang tidak kenal nama Abu Hamid al-Ghazali atau Imam al-Ghazali, seorang teolog terkemuka, ahli hukum, pemikir yang original, ahli tasawufterkenal dan yang mendapatjulukan Hujjah al-Islam. Umat Islam di Indonesia mengenalnya terutaina melalui kaiya tulisnya yang terbesar lhya Ulum al-Din (Menghidupkan Kembali Ihnu-·llmu Agama) yang terdiri dati enam jilid, yang oleh sementara kalangan dianggap sebagai buku petunjuk pelaksanaan patipuma untuk pengalaman dan penghayatan ajaran Islam,
1
Iman1 al-Ghazali, Kegelisahan Af-(Jhazali Sebuah (Jtobiografi lnteleklual, Penerjemah. Aclunad Khudori Soleh. (Bandung; Pustaka Hidayah, 1998). l, h. 7. 2 Jamil Ahmad, Sera/us Muslim Terkemuka, (Jakarta; Pustaka Firdaus, 1984), Cet. 3, h.
"'!.
97. 3
lbid., h. 148.
39
baik yang menyangkut ibadah mumi maupun yang berkaitan dengan aspek-aspek kehidupan bermasyarakat, lhya Ulum al-Din merupakan karya utama al-Ghazali dan diakui sebagai kitab klasik, dan merupakan pendekatan t•erpendek menuju alQur'an, dalam buku ini al-Ghazali mengungkapkan dan mencela habis-habisan mereka yang disebut menyumbangkan
dermawan dan peke1ja sosial, yang pada umumnya
dan melakukan
kegiatan
sosial mereka
dengan motif
kepentingan diii sendiri4. Al-Ghazali di Barnt dikenal sebagai "Algazel", merupakan salah satu pemikir ulung lslam 5. Al-Ghazali mempakan salah satu pemikir Islam yang banyak menyumbang bagi peningkatan sosial, kebudayaan, etika, dan pandangan metafisika Islam 6 . Al-Ghazali meninggal pada hari Senin, 14 Jumadil Akhir pada tahun 505 Ha tau 1111 M di Thus.
7
B. Pendidikan AI-Ghazali
Al-Ghazali mendapat pendidikan awalnya
di
Thus yaitu
tempat
kelahirannya, di bawah asuhan seorang pendidik dan ahli tasawuf, sahabat kaiib ayahnya yang telah meninggaf Ketika sang sufi merasa keduanya perlu melai1jutkan pelajaran, ia memasukkan mereka sekolah di kotanya, al-Ghazali belajar kepada salah seorang
4
Muna\vir Sjadzali, !slain dan Tata Negara: ,,.Jjaran, Sejarah, dan Pemikiran, {Jakarl~
UI Press. 1993), h. 70. 5
Jan1il Ahmad, Seratus Muslitn Terken-1uka, (Jakarta; Pustaka Firdaus, 1984), Cet. Ke 3,
h. 97. 6
Ibid., h. l 01. Achmad Ghalabi, Rekonstrukri Pemikiran Islam, (Jakai1a; l'IN Jakai1a Press, 2005), Cet. l. h. \49. 7
8
Muna\vi Sjadzali, Isla1n dan Tata Negara. Ajaran, 5'ejarah, dan I'etnikiran, (Jakarta; UI
Press, 1993), h. 70.
40
faqih di kota kelahirannya, Thus, yaitu Ahmad al-Radzhami, lalu pergi ke Jurjan dan belajar kepada Imam Abu Nashs al-Ismaili.
9
Untuk kelanjutan pendidikannya, al-Ghazali terpaksa meninggalkan kota kelahirannya ke Nishabur dan Baghdad, yang pada masa itu kedua kota ini merupakan tempat pendidikan tettinggi di Timur, beruntung ia memiliki dua guru besar Islam, yaitu Imam Haramain yang menyemarakkan kaiangan sastra Nishabur, dan Abu Ishaq Shirazi yang cemerlang di cakrawala sastra Baghdad. Nishabur merupakan pusat pendidikan, dan madrasah el-Bakiath Nishabur adalah universitas pertama dunia Islam. Nizhamiyah Baghdad bukanlah univesitas pertama Islam di Timur, karena jauh sebelumnya beberapa univesitas, seperti Bakiath, Sadia, dan Nasiria telah didirikan Mahmud Ghaznavi di Nishabur.
10
Di Nishabur ia belajar tentang ilmu kalam atau teologi pada Abu al-Ma'ali al-Juwaini yang bergelar Imam Haramain Juwaini 11 • Di bawah bimbingan gurunya itulah ia sungguh-sungguh belajar sampai benar-benar menguasm madzhab, teologi, ushul fiqh, logika dan membaca filsafat serta menguasm pendapat tentang semua ilmu tersebut 12 . Al-Ghazali adalah murid terpandai Imam Haramain, begitu banyak dan cepat menimba ilmu, sehingga ia sambil menuntut ilmu, dapat menjadi pembantu gurunyau Dan pada waktu itu ia sudah mulai menulis dan mengajar. Tetapi
9
Ach1nad Ghalabi. J?.ekonstruks·i J)e1nikiran ]J'/rnn, (Jakarla; UJN Jakarta Press, 2005), Cel. I, h. 148. 10 Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1984), Cet. Ke 3, h. 98. 11 Muna\vir Sjadzali, Jslan1 dan Tata Negara : Ajaran, Sejarah, dan J)enlikiran, (Jakarta~ UI Press, 1993), h. 70. 12 Achmad Ghalabi, Relo:mstruksi l'emikiran Islam, (Jakarta; UIN Jakarta Press, 2005), Cet. l, h. 149. 13 Jamil Ahmad. Seratus Muslim Terkemuka, (Jakar1a: Pustaka Firdaus. 1984). Cet. Ke 3, h. 98.
41
kiranya pada waktu itu pula sudah mulai timbul kebimbangan pada pikirannya tentang kebenaran apa yang didapatkan dari gurunya. Selain bergmu pada Imam Haramain Juwaini, al-Ghazali juga belajar kepada sejumlah ulama lain, tetapi umumnya kurang begih1 terkenal.
14
Setelah gunmya, l-laramain Juwaini meninggal dunia pada tahun 478 l-1 (1085 M), al-Ghazali meninggalkan Nishabur menuju Al-Askar, dan pada waktu itu umurnya belum 28 !alum, tetapi ia tidak tertandingi di seluruh dunia Islam dan ketenarannya
menyebar
keseluruh
pojok
dunia
Islam.
Kemudian
dia
menggabungkan diri sebagai teman dan ilmuwan dengan k•elompok Nizham alMulk yaih1 suatu kelompok yang waktu itu sangat menarik bagi para cendekiawan muda Islam dan mernpakan sebuah pertemuan para ilmuwan. Dalam majelis ini keunggulan al-Ghazali tampak menonjol. Akhirnya pada tahun 484 H atau tahun I 09 l M ia ditugaskau oleh Nizham al-Mulk Lmtuk mengajar di lembaga pendidikan tinggi Nizhamiyah yang didirikan di Baghdad, empat tahun Iamanya ia mengajar pada lembaga yang kenamaan itu, dan melalui jabatannya sebagai maha guru namanya melejit, sehingga ia terhitung salah seorang ilmuwan yang disegani, dan ahli hukum yang dikagumi, tidak saja dalam lingkungan Nizhamiyah, tetapi juga di kalangan pemerintahan di Baghdad 15 . Dan keistimewaannya adalah pengangkatannya sebagai Rektor Universitas Baghdad Nizhamiyah, perguruan tinggi utama pada waktu ih1, pada umur 34 tahun. 16
14
l\!1una,vir Sjadzali, ls·!a1n dan Ta/a Negara: Ajaran, Sejarah, dan Petnikiran, (Jakarta: UI Press. 1993). h. 70. 15 Ibid., h. 71 16 Ja1nil Ah1nad, Seratus A1us/irn Terke1nuka, (Jakarta~ Pustaka Firdaus, 1984), Cet. 3, h. 97.
42
Al-Ghazali tidak pernah puas dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Di samping kegiatannya sebagai maha guru dia terns mendalami ilmu filasafat dan banyak menulis tentang cabang ilmu itu. Dan ia muak dengan segala kepalsuan kemegahan dan pesta porn yang meliputi kehidupan sosial kerajaan di Baghdad, ia mendambakan sesuatu yang lain, yang tidak terdapat dalam tumpukan buku pengetahuan teori yang ia temukan di lingkungan kesusastraan kota itu. la memutuskan mengadakan perjalanan spiiihml dan memutuskan semua hubungan dengan kalangan sosial dan kerajaan, mogok makan secara tcrbatas, memaksakan untuk diam, dan mengabaikan kesehatan. 17 Sementara it11 ia masih menernskan kebiasaan menyendi1i, sehingga ia jatuh sakit dan menderita gangguan saraf, karenanya ia tidak dapat lagi mengajar di Nizhamiyah. Dan pada tahun 488 H atau tahun !095 M ia meninggalkan Baghdad dengan membe1i kesan akan pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji, tetapi ternyata kepergiannya dari Baghdad itu hendak mengakhiri karimya baik sebagai maha guru maupun sebagai ahli hukum. Dalam kmyanya Ihya Ulum al-Din dia menyatakan berbuat demikian karena takut masuk neraka, sambil mengecam apa yang mem1rutnya kebobrokan akhlaq dan meluasnya korupsi di kalangan para ulama dan ab.Ii hukum pada waktu itu. Menurutnya kalau ia tetap tinggal di tengah-tengah masyarakat yang rusak itu, dia mungkin akan terseret ke perbuatan-perbuatan tercela, sementara pengamat sejarah menyatakan bahwa Ghazali meninggalkan Baghdad terntama karena tak1.1t
17
lbid.• h. 98.
43
pembalasan dari golongan lsmailiyah Bathiniyah yang telah membunuh Nizham al-Mulk pada talnm485 H atau tahun 1092 M.
18
Al-Ghazali tidak pergi ke Mekkah tetapi ke Damascus, ibu kota lama kaum Umayyah dan mengundurkan diri ke hidup berkhalwat dan berdoa. Dua tahun ia tinggal di kota itu, dan berkali-kali ia membahas pokok persoalan mistik di Masjid Agung Umayyah yang sebenamya adalah Universitas Suriah. Pengalaman pribadi al-Ghazali mengenai kebenaran inilah yang ditulis dalam karyanya yang cemerlang, lhya Ulum al-Din, yang mengilhami kebangkitan kembali agama di kalangan yang tadinya tidak menerima mistik. Sejak itu ia membawa perubahan yang pasti terhadap pandangan Islam, mistik, dan ia mensyaratkan bahwa kesucian diturunkan dari kenabian, dan ia senantiasa meminta pertimbangan dari wewenang tertinggi Muhammad yang hukum-hukumnya, menurut Ghazali, harus dipatuhi baik secara tersurat maupun tersirat. Di situ (Baghdad) ia meujadi murid Syeikh Farmadi, sufi terbesar dan dihonnati di dunia Islam pada masa itu. Al-Ghazali menmggalkan Damascus karena seorang penceramah yang tidak mengenal dia banyak mengutip buku Ghazali di dalam ceramahnya itu, dan dia pun segera meninggalkan Damaskus agar tidak dikenal dan dip1tji-p1tji sehingga timbul rasa bangga pada dirinya, suatu perasaan yang di dalam tasawufharus dibuangjauh. 19 Setelah ia pergi meninggalkan Bahgdad
ia
tiba di Yerussalem, dan
mengunjungi tempat abadi Nabi Ibrahim, dan di samping makam itu ia
Muna\vir Sjadzali, Islani dan Tata Negara : A.Jaran, Sejarah, dan J)e1nikiran, (Jakarta~ Ul Press, 1993), h. 71. 19 Jamil Ahmad, Sera/us Muslim Terkemuka, (Jakarta; Pustaka l"irdaus, 1984), Cet. 3, h. 18
99
44
memntnskan nntnk tetap berpegang pada tiga ha!, yaitu, perlama, tidak akan mengnnjnngi balairung raja. Kedua, tidak akan menerima hadiah dari raja. Dan
ketiga, tidak akan pernah ambil bagian dari disknsi yang tak b<:rgnna. Kemndian dari Yerussalem ia pergi ke Mekkah dan Madinah. Ghazali mengembara lebih dari sepnlnh tahnn, mengnnjungi tempat-tempat snci yang bertebaran di daerah Islam yang lnas., menurut Ibn Asir, selama perjalanan itn Ghazali menulis Ihya U/um al-Din, kaiya ntamanya yang memperbaharui dan sangat mempengaruhi pandangan sosial dan religius Islam dalam berbagai segi. 20 Pada tahnn 498 H atan tahun 1105 M Ghazali dibnjnk oleh wazir Fakhr alMulk, anak Nizham al-Mulk, agar kembali mengajar di Khurasan. Pada akhir tahun 499 H atau pertengahan 1106 M ia mulai memberikan kuliah di Nizhamiyah, Nizhabur, dan tidak lama setelah itu ia menulis salah satu bukunya yang terkenal A/-Munqidz min a/-Dha/a/ (Penyelamat dari Kesesatan). Jarak antara waktu Ghazali meninggalkan Baghdad dan mengajar kembali di Nizhamiyah adalah dua betas tahun. 21 Setelah berkali-kali diminta nntnk mengaJar kembali di pergnruan Nizhamiyah dan akhirnya dilulnskan permintaannya itn oleh Ghazali, namnn iapun kembali meninggalkan perguruan tersebnt dan kembali kerumalmya, Tims, tempat lahirnya, dan mendirikan khalaqah bagi kaum sufi serta madrasah bagi para penuntut 1·1munya. 2'Nasib
al-Ghazali
tidak
sepenuhnya menyedihkan,
kekecewaannya
terhadap sihmsi keagamaan dan politik di dunia Islam ba1,,>ian Timur sedikit atan 20
21
Ibid., h. 100.
Muna\vir Sjadzali, Jsla1n dan Tata Negara : Ajaran, Sejarah, dan l'e1nikiran, (Jakarta; UI Press, 1993), h. 73. 22 Achmad Ghalabi, Rekonstruksi Pemikiran Islam, (Jakarta; UIN Jakarta Press, 2005), Cet. I, h. 149.
45
banyak telah terobati oleh perkembangan yang terjadi di bai,,>ian Barat dunia Islam. Pada masanya di Afrika Utara sebelah Barnt telah berdiri dua kerajaan, yaitu Murabithin yang dibangun oleh Abdullah bin Yasin dan Yusuf bin Tasyfin, clan
wilayahnya yang meliputi Al-Jazair, Marakisy, Afrika Barat clan Andalusia. Kemudian Muwahidin yang dibangun oleh Muhammad bin Tumaarat, yang wilayalmya meliputi seluruh daerah Maghrib Arab.. Afrika Barnt dan Andalusia. Al-Ghazali bersahabat dengan para pendiri dua dinasti itu. Yusuf bin Tasyfin, pendi1i kerajaan Murabithin, berhubungan dengan Ghazali melalui korespondensi. Yusuf meminta nasihat ten tang masalah-masalah perang clan damai, clan kebijaksanaan politik negara. Persahabatan Ghazali yang lain, yang juga menghasilkan lahimya suatu negara yang didasarkan atas pengarahan dan petunjuk darinya, adalah persahabatannya dengan Muhammad bin Tumarat, pendi1i kerajaan Muwahidin, setelah dia berhasil memberontak terhadap murabithin dan merebut sejumlah wilayah kekuasaannya. Hubtmgan antara pendi1i dinasti Muwahidin dengan Ghazali yang berlangsung selama tiga tahun merupakan hubungan antara seorang murid clan seorang guru clan tutor. 23
C. Posisi al-Ghazali di antara Para Pemikir Islam Klasik
Al-Ghazali merupakan salah satu cendekiawan utama yang muncul pada fase kedua, di mana kondisi sosial politik mengalami de:gredasi yang cukup bermti. Hal ini ditandai dengan te1jadinya disintegrasi bangsa, tingginya tingkat korupsi di kalangan birokrat dan menurunnya moralita:; masyarakat. Latar belakang al-Ghazali yang sejak kecil dididik dalam Iingkungan sufi, sangat
B
Ibid., h. 74.
46
mempengaruhi corak pemikiran tokoh ini. Oleh karena itu al··Ghazali yang hidup pada masa Daulah Abbasiyah, mulai dari khalifah al-Qa'im (422 H/1031 M) sampai khalifah Mustazhir (487 H/1094 M) banyak memunculkan pemikiranpemikiran yang bemilai nonnatif, pernikiran-pemikiran al-Ghazali banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh sufi. Selain dipengaruhi gurunya, al-Juwaini, pemikiran al-Ghazali juga dipengaruhi oleh Harits bin Asad al-Muhasibi (w. 243 H/859 M) dan Junaid al-Baghdadi (w. 297 H/910 M). Konsekuensi dari korupsi dan tenggelamnya kalangan istana dalam kehidupan duniawi adalah dicarinya ulama yang saleh, sufi atau asketis. Meskipun pada awalnya ditentang oleh para ularna karena sejumlah konsep sufi yang dianggap bertentangan dengan ajaran dasar· Islam, lambat !arm dapat diterima. Di sinilah peranan al-Ghazali dalam upaya merefonnasi konsep tasawuf, guna membersihkan
paham
sufi
dmi
elemen-elemen
y;mg
dipe11anyakan.
Kecenderungan sufi, yang lebih menekankan pada ibadah dengan melepaskan kehidupan dunia smna sekali, temyata kurang relevan. Karena bagaimanapun juga kaum muslimin punya tanggung jawab terhadap tantangan dalam kehidupan politik, sosial, dan ekonomi. Selain itu Rasulullah SAW juga mengajarkan unh1k hidup seimbang, antara dunia dan akhirat.
D. Corak dan Pengaruh Pemikiran al-Ghazali dalam Dunia Islam Kritis dan konstruktif setidaknya menjadi aspek pemikiran al-Ghazali yang tergambar pada karya-karyanya. Motif utama setiap karya al-Ghazali adalah spiritualisasi pemikiran dan praktek keagamaan, dengan menjadikan keselamatan
47
di akhirat sebagai tujuan akhir. Dia bennaksud mengidentifikasi dan menganalisis hal-hal yang membantu dan merintangi tercapainya tujuan tersebut. Motif ini sangat tampak pada karyanya Ihya' Ulum al-Din. Dalam kaiya-kaiyanya yang lain al-Ghazali berupaya mengidentifikasi Islam. la berpendapat bahwa untuk menjadi seorang muslim, cukup dengan menganut keyakinan-keyakinBJl yang diatur Tuhan dan Nabi-Nya dalam al-Qur'an dan Sunnah. Dengan kata lain, bahwa mengetahui argumen rumit yang dikemukakan beberapa teolog bukanlah prasyai·at iman.
24
Dalam bidang hukum, menilai benar dan salah dengan mernjuk pada teori, konvensi sosial dan lainnya bat,ri al-Ghazali mernpakan hal yang tercela, karena menurntnya mempertahankan
bentuk dengan mengorbankan rnh,
berarti
mengalahkan tujuan hukum itu sendiri. Sedangkan dalam bidang etika, ia memberi bahasan terperinci mengenai serangkaian kebajikan dan kejahatan serta menyebut cinta dunia sebagai akar setiap kejahatan, karena mencintai Tuhan mernpakan kebaika!l tertinggi. Al-Ghazali tidak hanya bernpaya menghidupkan kembali disiplin-disiplin Islam, tetapi juga memperbaharui masyarakat secara praktis. la memberikan penilaian terns terang mengenai peran berbagai kelompok masyarakat, terutama terhadap para pakar muslim yang diyakininya be1tanggung jawab atas dekadensi sosial dan moral masyarakat. Di sini dapat disimpulkan bahwa metode yang dipakai oleh al-Ghazali adalah k1itis analitis. la berpendapat bahwa segala sesuatu patut dikaji dai1 diteliti. Suatu analisis baginya dapat menyingkapkan kekuatan dan kelemahan pandangan atau sistem pemikiran. Sedangkan kebenaran, patut diterima dengai1 syarat-syarat tersendiri. Pendekatan ini membawanya pada kesimpulan bahwa teologi tidak John L. Esposito, Ensi/dopedi Oxff)rd: l)unia Js/aJJ1 Modern, (Bandung~ Mi_zan, 2001), Vol. 2. h. 112. 24
48
berhasil memberikan kepastian mutlak, dan bahwa pandangan filosof bukan saja tidak selaras dengan Islam, melainkan juga tidak memiliki konsistensi internal. Menurntnya, filosof telah membuat kekeliruan besar karena telah mengklaim berkompeten dalam suatu bidang tanpa dasar yang kukuh. Filosof gagal mengikuti kaidah penalaran deminstratifkarena tidak mempunyai data dan bukti untuk mendukm1g spekulasi mereka mengenai masalah-masalah, seperti asal-usul dan struktur alam semesta. Al-Ghazali mernpakan tokoh yang tidak pernah lepas daii pe1tirnbangan siapapun yang bernsaha memahami agama lslam secara luas dan mendalam. la terkait erat dengan proses konsolidasi paham Sunni di luar Madzhab I-lambali (yang meskipun Sunni tidak sepenuhnya menerima pemikiran-pemikiran alGhazali), karena di bidang fiqh al-Ghazali menganut Madzhab Syafi'i, maka nama pemikir besar itu lagi-lagi tidak dapat dilepaskan dari dunia pemikiran dan pemahaman Islam di Indonesia, sebab dapat dikatakan bahwa kaum muslim Indonesia bennazhab Syafi'i. Sehubungan dengan peran tokoh tersebut, perlu diingat bahwa kawasan Persia (Iran) di masa al-Ghazali masih beraliran Sunni (Ahl al-Sunnah wa al-
Jamaah), belum menjadi Syi'ah. Tetapi di masa al-Ghazali Nasionalisme Persia sudah mulai tampil dalam hentuk gerakan (Syu'ubiyah) yang dipelopori oleh Pujangga Persi terkenal, Firdausi (Abu al-Qasim Mansur, 328-411 1-1/940-1020 M). Dengan demikian, al-Ghazali hidup dalam suasana Islam yang sudah mulai kehilangan
kosmopolitannya
dan
mulai
terpecah-pecah menurut
paham
keagamaan (Mazhab), kesukuan, kebahasaan, kedaerahan, dan lain-lainnya. 25 25
h. 80.
Nur Cholis Madjid, Kaki Lang if I)eradaban Is/0111, (Jakarta; l?aramadina, \ 997), cet l,
49
Salah satu jasa al-Ghazali yang disepakati oleh dunia Islam ialah usaha dan keberhasilannya menyatukan antara dua kubu besar orientasi keagamaan Islam : orientasi lahiri (yang diwakili oleh para ahli hukum Islam atau fiqh dan biasanya erat kaitannya dengan susunan kekuasan politik) dan orientasi batini (yang diwakili oleh kaum sufi), suatu bentuk populisme keagamaan yang sering tampil sebagai lawan atau pengimbang sistem kekuasaan. Dalam hat ini sesungguhnya al-Ghazali melanjutkan usaha seorang Sufi Besar dari Persia, Abu al-Qasim al-Qusyayri (w. 465 H/!072 M). Sedemikian lengkap sumbangan al-Ghazali dalam penyatuan dua kubu besar orientasi tersebut, sehingga al-Ghazali dipandang sebagai peletak utama pondasi filsafat atau tasawuf falsafi. Nilai-nilai ini pula yang banyak mempengamhi pemikiran politik al-Ghazali. Di sisi lain al-Ghazali juga seoraug kritikus yang mempunyai otoritas dan berwibawa, dengan hasil bahwa solusi yang ditawarkannya pun memiliki kewenangan atau otoritas dan wibawa yang sangat besar. Atas dasar inilah ia mendapatkan gelar Hujjat al-ls/am ('' Argumentasi Islam", yakni pemikir yang telah berhasil membuktikan kebenaran Islam). 26
E. Karya-Karya al-Ghazali Sebagai seseorang yang cinta ilmu pengetahuan dan k1itis dalam menjawab persoalan-persoalan di zamannya al-Ghazali banyak menciptakan karya-karya baik bempa kitab atau buku maupun berupa tulisan-tulisan kaiya ilmiah yang berbentuk shahifat atau selebaran. Karya-kmya tersebut meliputi
26
Ibid._ h. 86.
50
berbagai macam lapangan ilmu antara lain teologi Islam (ilmu kalam), filsafat, fiqih, tafsir, akhlak dan politik. Menurnt catatan Sulaiman Dunya banyaknya karangan al-Ghazali itu mencapai 300 buah. Karangan-karangan al-Ghazali yang banyak itu tidak banyak yang dapat diselamatkan ketika teijadi penghancuran kota Baghdad oleh tentara Tartar-Mongol, sebagian besar buah kaiyanya ikut terbakar atau hanyut dibuaug ke laut. 27 Dalam sebuah daftar yang dikemukakan oleh Prof. Djamil al-Rahman dari Hyderabad dan Prof F. S. Gilani melalui surat sesuai dengan daftar yang dibuat oleh Syibli dalam bahasa Urdu menyebutkan 59 buah buku al-Ghazali yang dibagi sesuai dengan bidang ilmu masing-masing, yaitu : a)
6 buah tentang Canon Law (hukum fiqih)
b)
5 buah tentang Yurisprudence (ilmu hukum dan ketetapanketetapan hukum)
c)
5 buah tentang Logic ( logika)
d)
14 buah tentang Philosophy (filsafat)
e)
4 buah tentang Etichs (akhlak)
f)
13 buah ten tang Sufisme (tasawuf)
Syekh
Nawab
Ali
menceritakan
bahwa
ketika
bangsa
Mongol
menghancurkan Bahgdad mereka membakar perpustakaan, huku tafsir al-Ghazali yang terdiri dari 40 jilid ikut hilang bersama buku-buku yang lainnya, bahkan buku yang berjudul Sirr al-Alamin yang isinya menerangkan tentang bagaimana
27
Sulaiman Dunya, Al-Haqiqah Fi Nazhar a/-Ghazali, (Kairo; Dar al-Hwa al-Kulub alArabiyah, 1947), h. 6. ·
51
supaya kepala negara berhasil dalam mengatur pemerintahannya. Di antara karyakarya al-Ghazali yang masih tersisa adalah : I. A t-Tibn1 al-Masbuk Fi Nasha 'ih a/-Muluk (Batasan logam mulia
tentang nasihat-nasihat untuk Raja-raja). 2. Maqashid al-Falasih (Tujuan ilmu filsafat) 3. Ihya 'Ulum al-Din (Menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama) 4. Mi 'yar al- '!Im (Logika) 5. Tahafi1t al-Falas/fah (Kesesatan para filosof) 6. Al-Munqidz min al-Dhalal (Pembebasan dari kesesatan) 7. Kimiya Sa 'adat (Kimia kebahagiaan) 8. Al-Maukul (Skolastik muslim atau kalam) 9. Al-Wajiz (Pelajaran ilmu tauhid) /0. Al-!qtishadfi al-I'tiqad (Moderasi dalam kepercayaan)
11. Fadhaih al-Bathiniyah wa Fadhaih al-Mustazhiri (Bahaya haluan Bathiniyah yang ilegal dan kebaikan pemerintah Mustazhili yang legal)
12. Al-Mustasyfa' fl
al-U~hul
(Keterangan yang sudah dipilih mengenai
pokok-pokok ilmu lmkum) 13. Mi )1ar al-llmi (Tentang Jogika)
14. Mizan al- 'Amal (Neraca amal)
15. Misykat al-Anwar (Lampu yang bersinar banyak) 16. Makatib al-Ghazali (Surat-surat al-Ghazali)
BAB IV ANALISA KONSEP KEKUASAAN DALAM ISLAM ATAS KAJIAN PEMlKIRAN POLITIK AL-GHAZALI A. Pemikiran al-Ghazali Mengenai Keknasaan (Mulk) I. Hakikat Kelmasaan
Hal pettama yang hams diketahui oleh manusia adalah kedudukan dan pentingnya kekuasaan. Sesungguhnya kekuasaan adalah se:bagian nikmat daii Allah Azza wa Jalla. Siapa saja yang menjalankan kekuasaan dengan benar, maka ia akan memperoleh kebahagiaan yang tidak ada bandingannya, dan tidak ada kebahagiaan yang melebihi kebahagiaan itu. Siapa saja yang lalai dan tidak menegakkan kekuasaan dengan benar, maka ia akan mendapa.t siksa karena kufur kepada Allah S WT. Keterangan yang menunjukkan betapa agung kedudukan dan pentingnya kekuasaan, adalah apa yang diriwayatkan dati Rasulullah SAW, beliau bersabda yang artinya sebagai berikut : "Wahai para pemimpin Quraisy, perfakukan/ah rakyal dan para pengikul kalian dengan liga hat, yaitu jika mereka min/a kasih sayang dari kalian maka kasihilah mereka, jika kalian membua/ kepulusan maka buatlah kepulusan yang adi/ da/am umsan mereka, dan berbuat/ah seperti apa yang kalian katakan. Siapa saja yang tidak melakukan liga ha! terse/JUI, maka baginya /aknal Allah dan ma/aikat-Nya. Allah tidak akan menerima amafnya baik yang wajib maupun yang sunah ". (HR. lbnu Abbas). 1
1 I1nam Al-GhazaJi, E'tika Berla1a'J'a : Nasihat-Nasilwt Imam ~41-(Jhazali, Penerjemah. AriefB. Iskandar, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1988), h. 23.
53
2. Hubungan Agama dengan Kekuasaan Teori politik al-Ghazali dalam kitabnya Nashihat al-Mulk terutama didasarkan atas suatu konsep dunia metafisik serta implikasi etisnya. Berbeda dengan pemikir-pemikir Sunni lainnya yang menyandarkan teori-teori mereka pada doktrin-doktJin tentang delegasi dan obligasi di mana kepatuhan pada imam bersumber dari peiintah symi'ah, al-Ghazali mengembangkan pemikirannya sendi1i dengan menyatakan bahwa kepatuhan pada raja didasarkan alas kenyataan bahwa Tuhan memilih raja dan menganugerahinya dengan kekuatan dan cahaya Ilahi (jarr-i-lzadi). Dalam kitabnya itu juga al-Ghazali menyatakan bahwa jika Tuhan mengutus Nabi-nabi dan memberi mereka wahyu, Ia juga mengutus Rajaraja dan memberkati mereka dengan ''jarr-i-lzadi". Keduanya mempunyai t11juan yaug sama, yaitu kesejahteraan umat mmmsia. Dengan landasan ini ia juga menyatakan adanya hubungan simbiotik antara agama dan politik (kekuasaan) sebagaimana adanya paralelisme antara Nabi dan Raja dan antara wahyu danfarr-
i-lzadi. Dalam pemikiran al-Ghazali bahwa agama dan politik (kekuasaan), dunia dan akhirat mempunyai kaitan erat yang tak dapat dipisahkan. Ia juga menyatakan bahwa agama adalah dasar dan kekuasaan politik adalah penjaganya. Oleh karena itu menurutnya agama dan politik saling bergantungan. 2 la juga menyatakan "Agmna tidak sempurna kecuali dengan dunia". Kekuasaan dan agama adalah saudara kembar seperti dua orang bersaudara yang dilahirkan dari satu perut yang sama, oleh karena itu raja-raja hams dipatuhi dan diikuti sesuai dengan pe1intah Tuhan. sebagaimana firman Allah SWT yang artinya sebagai berikut: 2
Suyuthi Pulungan, Nqh Siyasah RajaGrafindo Persada; 2002). h. 237.
Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta;
54
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Ra.11t! (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu be1:1·elisih /enlang sesuatu, maka kembalilah kepada Allah dan Rasul, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian lebih utama (bagimu) lagi lebih baik akibatnya" (QS. An-Nisa': 59). Mengenai ayat di atas al-Ghazali mengartikan ulil amri (mereka yang berada dalam kekuasaan), yang dianggapnya sebagai "bayangan Tuhan di muka bnmi". Dalarn kitab Nashihat al-Mulk al-Ghazali berpendapat bahwa kata Mulk yang dignnakan bnkan imarnah atan khilafah. Ini mungkin dilihatnya sebagai kata generik, atau karena logika politik situasional di mana transfonnasi politik radikal yang dilakukan oleh sultan-sultan saljuk memaksa para pernikir politik memberikan justifikasi. Bahwa Nizham al-Mulk dan al-Ghazali menghindar membela pelestarian khilafah historis nampaknya tidak berarti bahwa khilafah tidak perln bagi mereka. Bagi mereka adanya khilafah bnkan hanya tnntntan yang didasarkan atas wahyu sebagaimana dikemukakan para fuqaha, tapi juga atas pertirnbangan rasional, dalam arti pemikiran falsafi. 3
3. Sumber Kekuasaan
Menurut al-Ghazali, Allah telah rnemilih dna kelornpok dari kalangan manusia. Mereka adalah para Nabi yang bertugas nntuk memberikan petunjuk kepada para harnba-hamba Allah mengenai tata cara beribadah kepada-Nya, dan memberikan keterangan kepada mereka jalan yang harus ditempuh. Allah juga telah memilih para penguasa nntuk menjaga hamba-hamba Allah dari 3
h. 105.
M. Din. Syamsuddin, Islam clan Polilik: Era Onie Boru, (Jakarta; Logos, 2G(ll), ce\. l,
55
penganiayaan sebagian oleh sebagian yang lain. Kekuasaan mereka adalah alat untuk menetapkan dan membatalkan. Kemaslahatan hidup makhluk bergantung kepada kebijaksanaan mereka. Allah SWT dengan kekuasaan-Nya telah menyediakan tempat yang paling mulia bagi mereka. Dan menurnt al-Ghazali penguasa adalah bayangan Allah di muka bumi, maka siapa saja yang diberi kekuasaan oleh Allah dan dijadikan bayangan-Nya di burni wajib bagi para makhluk untuk mencintai, mematuhi dan mentaatinya. Mereka tidak boleh membangkang dan menentaugnya selama penguasa itu masih berada dijalan yang benar yaitu mengikuti syari 'at Islam. 4 Dengan demikian menurnt al-Ghazali
sistem peme1intahan dapat
dikatakan teokrasi yang puncaknya berdiri seorang wakil Tuhan di muka bumi. Teori ketuhanan atau disebut juga temi teokrasi mernpakan teori-teori yang mendasarkan berlakunya hukum atas kehendak Tuhan Yang Maha Esa, berhubung peraturan penmdangan itu ditetapkan penguasa negara, maka dalam sistem teokrasi diajarkan bahwa para penguasa negara itu mendapat kuasa daii Tuhan, seolah-olah para Raja dan penguasa lainnya merupakan wakil Tuhan. 5 Teori teokrasi dibagi atas dua bagian, yaitu : I. Teori Teokrasi Langsung lstilah langsung menunjukkan bahwa yang berkuasa di dalam negara itu adalah langsung dari Tuhan. Dan adanya negara di clunia ini adalah atas kehenclak Tuhan dan yang memerintah adalah Tuhan. Misalnya, pada zaman dahulu rajaraja Mesir dianggap oleh rakyatnya senagai Tuhan. Di atas selurnlmya itu rajalah yang merupakan alat pemersatu dan untuk itu ia dipuja-pujanya sebagai Tuhan 4
Jrna1n Al-Ghw.aJi, Etika Berkuasa : Nasihat-Nasihat J1na1n Al-Ghazali, Penei:iemah. Arief B. Iskandar, (Bandung; Pustaka Hidayah, 1988), h. 77. 5 C. S. T. Kansil, Pengantar I/mu Hu/mm Ji/id 1, (Jakarta; Balai Pus1aka, 2002), h. 33.
56
agar supaya
ia
tetap berwibawa. Maka deugan adanya kenyataan-kenyataan
seperti ini muncul apa yang disebut sebagai teori teola"asi yang maksudnya hendak membenarkan adanya negara yang didirikan atas kehendak Tuhan dan yang diperintah oleh Tuhan sendi1i walaupun Tuhan itu berwujnd sebagai seorang Raja. 6 2. Teori Teokrasi Tidak Langsung Disebut tidak langsung karena bukan Tuhan sendin· yang memerintah melainkan Raja atas nama Tuhan. Raja memerintah atas kehendak Tuhan sebagai karunia. Dalam teori ini hendak membenarkan negara dan kekuasaannya atas dasar pemberian Tuhan. 7 Manusia yang dibe1i kekuasaan di muka bumi merupakan suatu pendelegasian kewenangan dari Allah, karena Allah adalah sumber dari segala kekuasaan. Al-Qur'an menegaskan bahwa Allah sebagai pemilik keknasaan yang Dia dapat limpahkan kepada siapa saja yang Dia kehendaki, demikian pula Dia mampu merenggut kekuasaan dari siapa saja yang Dia kehendaki, sehagaimana dalam finnan Allah yang artinya :
"Katakanlah: "Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Ei1gfwu hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa alas segala sesuatu ". (QS. Ali lmran : 26 ).
6
Moh. Kusnardi dan Bjnlan R. Saragih, Jlmu Negara, (Jakarta; G&.ya Media Pratama,
2000), h. 62. 7 Ibid., h. 64.
57
Mengenai sumber kekuasaan kepala negara terdapal tiga teori, yaitu
Perlama, leori ketuhanan, yaitu kekuasaan yang berasal dati Tuhan (Divine Rights of Kings). Penguasa bertahta atas kehendak Tuhan sebagai pembe1i kekuasaan kepadanya. Kedua, teori kekuatan. Yaitu suatu teo1i yang mengatakan kekuasaan politik diperoleh melalui kekuatan dalam persaiugau antar kelompok. Negara dibentuk oleh yang menang, dan kekuatanlah yang membentuk kekuasaan dan pembuat hukum. Ketiga, teori kontrak sosial. Yaitu suatu teori yang menerangkan kekuasaan diperoleh melalui perjanjian masyarakat. Artinya, kekuasaan politik bersumber daii rakyat, dan legitimasinya melalui pe1janjian masyarakat. Dengan kata lain terjadiuya penyerahan kekuasaan oleh anggota masyarakat kepada seseorang atau Jembaga. Melihat kepada tiga teori tersebut terdapat banyak pandangan di antara para tokoh Islam. Ibn Abi Rabi' yang mengambil teori ketuhanan, karena didasarkan pada pendapatnya bahwa Allah mengangkat
penguasa-penguasa
bagi
masyarakat.
Penguasa-penguasa itu
meudapat pancaran Illahi dan menetapkan mereka dengan karamah-Nya. Dengan demikian sumber kekuasaan kepala negara bukan berasal dari rakyat, melainkan datang dari Allah yang melimpahkan-Nya kepada sejumlab kecil orang pilihan. Demikian juga dengan pandangai1 al-Ghazali, yang berlandaskan pada surah AnNisa' ayat 59 yang meme1intahkan orang-orang mukrnin taat ke[ada Allah, kepada Rasul-Nya dan kepada para pemimpin, dan surah Ali J'mran ayat 26 yang menegaskan bahwa Allah memberikan kerajaan (kekuasaan) kepada yang Ia kehendaki, al-Gbazali mendukung ada1o,>ium yang mengatakan bahwa kepala negara atau sultan adalah bayangan Allah di atas bumi ini. Sedangkan AlMawardi dan !bu Khaldun Iebih kepada teori kontrak sosial, karena menurut
58
mereka sumber kekuasaan berasaI dari rakyat, gagasan mereka tentang proses terbentuknya negara adaiah atas dasar kehendak manusia sebagai makhiuk sosiaI atau makhluk poiitik untuk berkumpuI di suatu tempat dalam rangka ke1ja sama dan tolong menoiong untuk memenuhi kebutuhan hidup. 8 Dengan demikian menurut aI-Ghazaii kekuasaan yang dimiliki manusia hanyalah sekedar amanah dari Allah Yang Maha Kuasa dan kekuasaan manusia itu bersifat nisbi (reiatif) dan temporer, yang kelak hams dipmtangung jawabkan di hadapan-Nya. 9
4. Prinsip-Prinsip Kekuasaan
Kekuasaan dianugerahkan oieh Allah kepada manusia. Penganugerahan ini diiakukan meiaiui suatu ikatan perjanjian. Ikatan ini teijaiin antara sang penguasa dengan Allah SWT di satu pihak dan dengan makhluk (masyarakatnya) di pihak Iain. Pe1janjian dengan Allah disebut dalam aI-Qur'an dengan 'ahd. Sedang perjanjian antar manusia disebut dengan banyak kata, antara Iain baiat, mitsaq dan undang-undang. Perjanjian ini antara sang penguasa dengan masyarakat maupun antara dia dengan Yang Maha Kuasa merupakan amanat yang barns ditunaikan. Dari sini, tidak heran jika perintah taat pada penguasa (uliI amri) didahului oieh perintah amanah. Sebagaimana finnan Allah yang artinya ; "Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu unluk menunaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan (memerintahkan kebijakasanaan) 8
Suyuthi Pulungan, Fiqh S/J;asah RajaGrafindo Persada, 2002), h. 264. 9
Ajaran, S'ejarah dan I)e111ikiran, (Jakarla;
Muhamn1ad Tahir Azhari, 1Vegara Hukurn : Suatu Studi Tentang Prinsip-I)rinsipnya l)ilihal dart ._)'egi Hula.an 11/arn, !1nple1nentasinya pada J>eriode Negara Madinah dan Masa Kini, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), Cet. l, h. l 05.
59
di antara kamu supaya menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Wahai orang-orang yang beriman taatilah Allah,dan taatilah Rasul dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berse/isih tentang sesuatu, maka kembalilah kepada Allah dan Rasul, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian lebih utama (bagimu) lagi lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa: 58-59). Menurut kedua ayat di atas Al-Ghazali mengatakan bahwa ada dua nilainilai yang terdapat dalam p1insip kekuasaan dalam Islam yaitu, Pertama, Keadilan. Kedua, Amanah (kejujuran). Di mana keadilan yang sempuma adalah adanya persamaan antara orang yang tidak dikenal dan yang dikenal pada satu tempat, dalam perkara pengadilan. Memandang dengan pandangan yang satu, tidak mengutamakan salah satu pihak dari pihak yang lain, karena yang satu kaya yang lain miskin. Sesungguhnya di akhirat mutiara dan tanah berada pada satu tempat. Orang yang berakal tidak akan membakar di1inya dengan api neraka hanya garagara kemarahan yang menggelegak. Jika seorang yang lemah datang kepada seorang penguasa mengajukan dakwaan, hendaklah penguasa itu menegakkan undang-undang dan menerapkan hukum Allah SWT. Hendaklah dia berbuat adil kepada hamba yang lemah tadi, mengasihinya, tidak berbuat zalim kepadanya dan tidak malu dalam menegakkan keadilan. Dia melaksanakan finnan Allah :
60
"Se.111ngguhnya Allah memerintahkan untuk berbuat adil dan berbuat baik". (QS. An-Nahl: 90)."' Al-Ghazali yang hidup di tengah-tengah gelombang kezaliman yang telah meruntuhkan p1insip-prinsip baik bagi politik Islam, sangatlah me1indukan sifat keadilan itu. Dan untuk rnenjalankan keadilan tersebut, pemerintah haruslah bertangan kuat, untuk rnencegah te1jadinya kezalirnan, baik dari pihak pegawaipegawai pernerintahan, maupun di dalarn rnasyarakat.'' Keadilan yang dituntut ini bukan hanya terhadap kelompok, golongan atau kaurn rnuslim saja, tetapi rnencakup seluruh manusia bahkan seluruh rnakhluk. Berdampingan dengan arnanat yang dibebankan pada penguasa, ditekankan kewajiban taat rnasyarakat terhadap rnereka. Kekuasaan adalah sebuah arnanah bagi orang yang rnemegang kekuasaan, maka hendaklah para. penguasa atau yang dibe1i amanah hams dapat mengartikan kekuasaan itu sebagai sebuah amanah. Penguasa yang adil adalah penguasa yang berbuat adil di antara manusia, dan rnenahan diri dari berbuat jahat dan kerusakan. Penguasa zalim adalah penguasa yang kejam, dan kekuasaannya tidak akan langgeng. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang artinya sebagai berikut : "Kekua.man mungkin saja dapat lenggeng di tangan orang-orang ka,flr, tetapi tidak akan pernah langgeng di tangan orang-orang zalim" Dalam sejarah, kaum Majusi telah menguasa dunia selarna ernpat ribu tahun. Kelanggengan kekuasaan hanya akan terjadi dengan perilaku adil terhadap 10
Imam Abu Ahmad Muhammad A\-Ghazali, Etika Berkuasa : Jtlasi11at-Nasihat Itncnn Al-Ghazali, Penerjemah. AriefB. Iskandar, (Bandung; Pustaka Hidayah, 1988), h. 103. JJ Zainal Abidin Ahn1ad, !hnu J>o/itik Isla1n II : Konsepsi J>ofilik dan Ideologi Jslarn, (Jakarta; Bulan Bintang,), h. 19 l.
61
rakyatnya dan memelihara urnsan-umsannya secara bersama-sama. Mereka tidak membiarkan terjadinya kezaliman dan kejahatan dalam umsan agama dan keyakinan mereka. Mereka mengelola negaranya dengan adil. Mereka juga senantiasa berbuat adil kepada manusia. Harns diketahui bahwa kemakmuran dan kemntuhan dunia bergantung kepada para penguasanya. Jika penguasanya adil, maka dunia akan makmur dan rakyat akan merasa aman. Jika penguasanya jahat, maka dunia akan runtuh. 12 Manusia yang paling berhak atas jabatan dan kekuasaan, adalah orang yang dalam hatinya ada tempat untuk keadilan. Rumahnya adalah tempat tinggal orang-orang beragama dan memiliki keutamaan. Pendapatnya berasal dari ahli agama dan berakal. Sahabatnya adalah orang-orang yang berakal. Orang-orang yang diajaknya bennusyawarah adalah orang-orang yang mempunyai wawasan, sebagaimana dikatakan penyair : 'l'angannya adafah gudang kedermawanan Sedangkan hati adalah gudangnya niat. Pintunya selafu lerhuka hagi para pencari keadilan. 13
Adapun unsur-unsur pokok keadilan dan kejujuran atau amanah menurut al-Ghazali ada sepuluh, yaitu : I) Pada hakikatnya kekuasaan atau kedudukar1 adalah sebagiar1 nikmat dari Allah SWT. 2) Senantiasa para penguasa merindukan petuah para ulama dar1 mendengarkan nasihat mereka.
12
In1am Abu I-Iamid Muhmnmad AJ-Ghazali, l!:tika JJerkuasa: }/asihat-Nasihat J1na1n Al-
Ghazali. Penerjemah. AriefB. lskOlldar, (Bandung; Pustaka Hidayah. 1988), h. 78. 13 Ibid., h. 124.
62
3) Senantiasa para penguasa tidak merasa puas dengan keadaan yang tidak pemah melakukan kedzaliman. Lebih daii itu, para penguasa harus mendidik para pembantu, sahabat, pegawai, dan para wakilnya. Janganlah seorang penguasa hanya diam melihat kedzalimau mereka, karena sesungguhnya para penguasa akan ditanyai tentang perbuatan dzalim
mereka sebagaimana akan
ditanyai tentang perbuatan
dzalimnya. 4) Seorang penguasa harus condong kepada sifat pemaaf dan kembali pada sifat mulia, karena kebanyakan seorang penguasa itu memiliki sifat sombong. Salah satu bentuk kesombongannya adalah, bila marah ia akan menjatuhkan hukuman. Kemarahan adalah perkara yang akan membinasakan aka!, musuh dan penyakit aka!. Oleh karena itu seorang penguasa harus memiliki sifat pemaaf 5) Sesungguhnya, pada setiap kejadian yang menimpa penguasa, ia mesti membayangkan bahwa ia adalah salah seorang rakyat, sementara selain dirinya adalah pemimpin. Dengan demikian, apa yang tidak ia 1idhai, tidak pula akan diridhai oleh rakyatnya. Jika ia meridhai mereka dalam apa yang tidak ia ridhai untuk di1inya senditi, maka ia telah mengkhianati dan menipu bawahannya. 6) Janganlah seorang penguasa memandang rendah orang-orang yang memiliki kebutuhan yang menunggu di depan pintunya. karena memenuhi kebutuhan rakyatnya adalah lebih utama dibanding menunaikan ibadah-ibadah sunnah.
63
7) Janganlah seorang penguasa membiasakan din sibuk mengurus1 berbagai keinginan seperti ingin pakaian kebesaran (jabatan) atau memakan makanan yang lezat. Akan tetapi, hendaklah penguasa bersikap qana'ah terhadap seluruh perkara. Sebab, tidak akan ada keadilan tanpa sikap qana'ah. 8) Sesungguhnya, jika penguasa mampu melakukan setiap nrusan dengan penuh kasih sayang dan kelembutan, maka janganlah melakukannya dengan kekerasan dan sikap kasar. 9) Hendaklah penguasa berupaya dengan sungguh-sungguh untuk meraih ke1idhaan rakyatnya melalui cara-cara yang sesuai deugan hukum syara'. I 0) Janganlah seorang penguasa me1iah keridhaan rakyatnya melalui caraearn yang bertentangan dengan hukum syara' . 14
5. Etilra Berkuasa Walaupun al-Ghazali terkenal sebagai penentang utama bagi falsafah Yunani di dalam berbagai bidang, tetapi mengenai soal moral dan politik, pendirian al-Ghazali
sejalan dengan pendapat Filosof-filosof Yunani.
Ia
berpendapat bahwa moral dan politik adalah saudara kembar yang tidak boleh dipisahkan. Sebagimana halnya moral sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk menentukan nilai baik dan buruk atau salah dari setiap tinclakan dan keinginan setiap orang dalam masyarakat, rnaka politik dibutnhkan untuk mengatur
hnam Abu Hamid Muhammad A~-Gha:r..ah, J~rika Berku.asa: Nasihar-Nasihaf I111a1n AlUhazali. Penerjemah. Arief B. lskandar, (Bandung; Pustaka Hidayah, 1988), h. 23. 14
64
rnasyarakat itu sesuai dengan aturan-aturan moral yang
dit•~rima
oleh anggota-
anggota masyarakat Dan menurut al-Ghazali juga, moral dan politik bukan hanya saudara kembar yang tidak boleh dipisahkan, tetapi keduanya adalah satu yang tidak dapat dibagi. la tidak bersedia menyebutkan "moral dan politik" tetapi secara konsekwen ia mengemukakan akan satu kata majemuk yang senafas, yaitu "moral-politik" atau "politik-moral". Dengan keyakinan yang bulat al-Ghazali menegaskan bahwa pendi1ian moral politik atau politik moral inilah yaug merupakan pendirian Islam, yang dengan tegas dinamakan "ideologi Islam". Semua ajaran Islam diarahkan kepada pendirian ini, ialah terwujudnya moral politik, dan tercapainya politik moral. 15 Moral politik yang di maksud oleh al-Ghazali adalah moral yang didasarkan kepada agama. Sungguhpun pada dasamya ia tidak menolak pendapat filosof-filosof Yunani bahwa moral adalah menuju kepada kebahagiaan, tetapi kebahagiaan itu bukanlah merupakan dasar bagi moral. Dia berpendapat bahwa dasar satu-satunya yang terbaik, baik bagi moral maupun bagi kebahagiaan, yang dituju oleh moral itu adalah agama. 16 Menumt ajaran al-Ghazali dalam dimensi "moral dan politik", penegakkan tatanan politik yang diatur oleh norma-nonna Islam bukanlah tujuan itu sendi1i, melainkan jalan untuk berbuat baik melalui penciptaan lingkungan sosial yang mendorong praktik spiritual melalui penerapan peraturan Tuhan. 17
15
Zainal Abidin Ahmad, Ilmu Politik Jsla1n II : Konsepsi f>ofitik Dan Jdeologi Islam,
(Jakarta; Bulan Bintang), h. 157. 16 Ibid., h. 163. 17 Ibid .. h. 82.
65
Al-Ghazali sebagaimana para pemikir muslim lain dan tidak sepe1ti para pemikir Eropa, punya kekhasan dalam pemikiran politiknya, yaitu pemikiran politik yang bersendikan agama dan moral. Karena rnenurutuya, kedudukan politik setingkat di bawah kenabian. Menurnt al-Ghazali manusia dikelompokkan ke dalam tiga golongan, yaitu : I. Mereka yang terbenam dalam kegelapan dunia dan mate1il 2. Mereka yang berada di atas dunia materil cenderung kearah pernumian rohani 3. Mereka yang bersifat ketuhanan dan sempuma. Dan pembagian yang sama terdapat dalam al-Qur' an : I. Yang paling utama yang mendekatkan diri kepada Allah SWT 2. Pelaku-pelaku kebaikan atau ashabul yam in 3. Pelaku-pelaku kejahatan atau ashabul syimal. Mereka yang terjerumus menjadi pelaku-pelaku kejahatan karena disebabkan tiga ha!, yaitu : I . Syahwat yang rnenyesatkan seseorang kearah kegiatan-kegiatan yang tidak sehat dan tidak bermoral 2. Amarah yang menghasut seseorang untuk membunuh 3. keserakahan yang mendorong pada berbuat tidak jujur dan korupsi. Oleh karena itu menurnt al-Ghazali, mernpakan suatu keharnsan bagi para penguasa memahami tugas dan tanggung jawabnya, membersihkan aparat pemerintahannya dari segala sifat-sifat tercela, tidak takabbur, menyadari dirinya adalah sebagian dari rakyat.
66
Aparat pemerintah harus mengutamakan pelayanan terhadap orang-orang yang membutuhkan dengan tidak melihat siapa yang akan dilayani, tapi ada dan bagaimana
kebutuhannya.
Mereka jangan
dibiarkan
membiasakan
diri
bergelimang dengan kemewahan materi dan nafsu. Yang lebih penting lagi mereka membina hubungan baik dan cinta kasih dengan rakyat, sikap dan tindakannya tidak bertentangan dengan jiwa syari 'at, tidak membuat kebijaksanaan dan tindakan yang menyebabkan timbulnya kebencian rakyat kepadanya, dan menyumbangkan hartanya untuk membantu rakyat yang taraf kehidupan ekonominya di bawah garis kemiskinan, dan lain sebagainya. Dalam rangka itu pula, antara golongan tersebut dan penguasa perlu menjamin kerja sama yang baik. Sebab mereka kaya dengan pengetahuan mengenai persoalan-persoalan negara dan kemasyarakatan. Sedangkan penguasa langsung mengatur urusan negara dan kepentingan rakyat Artinya kedua pihak harus berpihak kepada golongan lemah dalam rangka memmaikan amanah dan menegakkan keadilan. 18 Jadi etika berkuasa secara mmnn adalah membekali di1i dengan akhlak yang mulia, sifat-sifat terpuji dalam bergaul dan berinteraksi dengan manusia, atau keadaan dan perlakuan yang baik dan apa yang bisa menjaga da1i segala kesalahan, atau sifat yang bisa menjaga seseorang dari ha! yang bisa menghinanya. Etika ini berlaku pada manusia, tingkah laku, ilmu dan pengetahuan secara mutlak, atau apa yang berkaitan dengannya. Maka ada istilah "etika sultan", "etika mente1i", "etika kekuasaan", dan lain sebagainya. rn Suyuthi Pu~ungan, Fiqh Siyasah RajaGrafindo Persada, 2002), h. 270.
Ajcwan, Sejarah dan J>en1iklran, (Jakarta;
67
Dan bisa dikatakan bahwa etika tidak hanya ditujukan pada komitmen akhlak saja, akan tetapi juga ditujukan pada komitmen terhadap syari'ah dan hukum, sifat-sifat yang hams dimiliki oleh para penguasa yang berwenang, serta jalan yang hams ditempuh, kewajiban-kewajiban, hak-hak, dan lain sebagainya. Islam telah meningkatkan etika politik dan kekuasaan dari makna yang manusiawi dan hukum menuju pemahaman kehambaan yang religins. Dengan demikian, Islam mewujudkan hubungan antara kelebihan-kelebihan akhlak dan penghmmatan kepada hukum serta ketaatan pada syari'ah.
6. Asal Mula Timbulnya Negara
Tentang asal mula timbulnya negara, sebagaimana ilmuwan-ilmuwan politik sebelumnya, al-Ghazali juga berpendapat bahwa manusia itu makhluk sosial, ia tidak dapat hidup sendirian yang disebabkan oleh dua faktor, yaitu : Pertama, Kebutuhan akan ketunman demi kelangsungan hidup umat manusia, hal
itu hanya mungkin melalui pergaulan antara laki-laki dan perempuan serta keluarga. Bukti bahwa manusia perseorangan tidak marnpu hidup sendiii adalah dalarn ha! menge1jakan sawah dan ladang. Untuk itu ia rnernerlukan alat-alat pertanian, yang untuk pengadaannya diperlukan pandai besi dan tukang kayu. Untuk pengadaan rnakanan dibutuhkan penggiling gandurn dan pernbuat roti. Dan untuk penyediaan pakaian diperlukan tukang tenun dan tukang jahit. Pendidikan anak diperlukan ternpat dan guru serta alat-alat lain. Kedua, Saling rnembantu dalarn penyediaan bahan rnakanan, pakaian dan pendid.ikan anak. 19 Untuk kesehatan dan kearnanannya, rnanusia perlu rnelindungi d1rinya dari gangguan 19
Muna\vir Sjadzali, l-rla1n dan Tata J\legara. ;4jaran, Sejarah, dan Pe111ikiran, (Jakarla~
Ul Press, 1993), h. 74.
68
alami seperti dingin, panas dan hujan maupun gangguan yang bersifat rekayasa seperti penjahat, pencuri dan Jain sebagainya. Untuk kehutuhan semua itu, diperlukan mmah yang kuat dan kokoh. Untuk mengadakannya diperlukan kerja sama dan bantu-membantu antar sesama. Dalam rangka merealisir kerja sama untuk mewujudkan kebutuhan manusia dalam arti luas diperlukan adanya sebuah negara. 20 Dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup rakyat, negara menurut al-Ghazali memerlukan sejumlah unsur yang menjamin tegaknya negara, yaitu : a) Pertanian, untuk menghasilkan bahan makanan b) Pengembalaan, untuk menghasilkan binatang temak c) Perburuan dan pertambangan, untnk menghasilkan binatang human, dan barang tambang yang tersimpan dalam pernt bumi d) Pemintalan, untuk menghasilkan pakaian e) Pembangunan, untuk menghasilkan tempat tingga.l. 21
7. Profesi Politik
Pemikiran politik al-Ghazali memiliki khas tersendiri dibanding al-Farabi maupun al-Mawardi, di mana al-Ghazali menekankan soal profesi
ke~ja.
Menurut
al-Ghazali untuk pengadaan kebutuhan-kebutuhan hidup manusia diperlukan pembat,rian tugas (Division ()f"
Labow~
antara para anggota masyarakat, dan
sejumlah industri atau profesi, yang empat darinya mernpakan indushi atau
20
Muhammad A·Lhar, F"ifsafill Politik : l 1erbandinga11 aittara Jsla1n dan Barat, (Jakarta:, PT RajaGrafindo Persada. 1997), Cet. I, h. 88. 21 Suyuthi Pulungan, Flqh Siyasah Ajaran, Sejarah dan F'e1nikiran, (Jakarta~ R~jaGrafindo Persada, 2002), h. 227.
69
profesi inti bagi tegaknya negara, yaitu Pertaniau untuk pengadaan makanan, pembangunan untuk pengadaau tempat tinggal, pemintalan untuk pengadaan pakaian, dan politik untuk penyusunau dan pengelolaan negara, pengaturan kerja sama antar warga negara bah>i pengamanan kepentingan bersama, penyelesaian sengketa antara mereka serta perlindungan terhadap bahaya dan ancaman dari luar. Dari empat industri atau profesi tersebut politiklah mernpakan profesi yang paling penting dan paling mulia, dan oleh karenanya politik rnenghendaki tingkat kesempurnaan yang lebih tinggi dari pada tiga industri atau profesi yang lain. 22 Bagi al-Ghazali profesi politik meliputi empat departemen, yaitu sebagai berikut :
1. Departemen Ah>raria untuk menjamin kepastian hak atas tanah 2. Departemen Pertahanan dan Keamanan (Hankam) untuk menjamin keamanan dan pertahanan negara 3. Depaitemen Kehakiman untuk penyelesaian sengketa antara warga negara 4. Depaitemen llmu Hukum atau Kejaksaai1 untuk penyusunan undangundang dan peraturan guna menjamin keserasian hubungan antar warga negara dari pelanggaran hak, baik oleh sesama warga negara .. '3 atau olel1 negara send m. Oleh karena profesi politik sangat penling dengan empat departemen tersebut, yang menurut al-Ghazali hanya satu tingkat di bawah kenabian, maka mereka yang terlibat dalam profesi itu harus betul-betul memiliki pengetahuan,
72
Muna\vir Sjadzah, Islam dan Tata Negara : Ajaran, Sejarah, dan J)emikiran, {Jakarta,
Ul Press, 1993), h 75. 23
Muhammad Azhar, fi'i.l-;qf(1t JJoiftik: JJerbandingan Antara Jslan1 J)an Baral, (Jakarta:, RajaGrafindo Persada, 1997), Cet. 1. h. 88.
70
kemahiran dan kearifan yang memadai, dan harus dibebaskan dari tugas dan
. b yang Iam. . 24 tanggung.1awa
8.Tcori Tentang Pimpinan Negara Meuumt al-Ghazali, utjuan manusia dalam bennasyarakat dan bemegara tidak semata-mata untuk memenuhi kebut1.1han material dan duniawi yang tidak mungkin ia penuhi sendi1ian, tetapi lebih dari itu untuk mempersiapkan diri bagi kehidupan sejahtera di akhirat nanti melalui pengamalan dan penghayatan ajaran agama secara betul, sedangkan yang demikian itu tidak mungkin tanpa keserasian kehidupan duniawi. 25 Bai,ri al-Ghazali dunia adalah ladang untuk mengumpulkan perbekalan bai,ri kehidupan akhirat, dunia sebagai wahana 1mtl1k mcncari ridho Tuhan. Pemanfaatan dunia untuk tujuan ukhrawi hanya 1mmgkin kalau terdapat ketertiban, keamanan dan kesejahteraan yang merata. Dalam pada itu diperlukan seorang pemimpin negara yang ditaati, yang membagikan tugas dan tangguug jawab kepada masing-masing warga negara dan memberikan altematif bagi warganya tugas yang paling sesuai, dan mengelola segala urnsan kenegaraan. Berlandaskan pemikiran semacam ini, Ghazali menyatakan bahwa kewajiban mengangkat seorang kepala negara bukanlah berdasarkan rasio, tetapi berdasarkan keharusan agama. Faktor keamanan jiwa dan harta tidak akan tercapai tanpa Jantaran adanya penguasa dua saudara kembar. Agama adalah fundamen sementara penguasa adalah pelindungnya. Sesuatu yang tidak menggunakan fundamen akan hancur dan sesuatu tanpa menggunakan Muna\vir SjadzaH, Is/ant dan 1Qta Negara : Ajaran., ~"ejarah, dan f>entikiran, (Jakarta; UI Press, 1993). h. 74. 25 Ibid, h. 7 6. 24
71
pelindung akau sia-sia. Operasionalisasi tata aturan dunia tidak akan te1jamin kecuali ada kepala negara yang ditaati. Konsekuensi logis dari teori ini, al-Ghazali tidak memisahkan antara agama dan negara. Tidak ada sekulmisasi ajaran agama yang hanya umsan individu sehingga hams dilepaskan dmi umsan politik. Kenegaraan dan kemasyarakatan dalam arti luas. Sekularisme beranggapm1 bahwa kehidupan materi manusia adalah segala-galanya, satu-satunya tolak ukur kebahab>iaan. Kemakmuran material bukan lagi dianggap sebagai alat, tetapi diubahnya sedemikian rupa menjadi tujuan. Mereka menolak kehidupan akhirat. 26 AlGhazali justru menunjukkan sebaliknya antara agama dan negara bagaikan saudara kembar seperti dua orang bersaudara yang dilahirkan dm·i satu pernt yang sama. 27 Dengan demikian agama bukan hanya mengatur kehidupan individual, melainkan juga kehidupan kolektif. Agama menyentuh kehidupan seluruhnya, mencakup 1itual, etika, hubungan antar anggota keluarga, masalah sosial ekonomi, administrasi peme1intah, hak dan kewajiban warga negara, sistem peradilan, hukum perang dan damai, hukum intemasional, dan seternsnya. Ini berarti antara agama dan negara te1jalin erat dan !mat bagi tegaknya kedaulatan negara melalui seorang kepala negara yang ditaati, yang mampu menjembatani kepentingan rakyat. Keberadaan Sultan (Kepala Negara) merupakan keharusan bagi ketertiban agama,
dan
ketertiban
agama
men1pakan
keharusan
bagi
tercapainya
kesejahteraan akhirat nanti. Oleh karena pengangkatan pemimpin atau kepala
26
1\iJuhatnmad Azhar, J;llsqfal J)o/itik : I'erbandingan antara l~la1n dan Baral, (Jakarta; RajaGralindo Persada. 1997). Cet. 1, h. 89. 27 T1nam Al-Ghazali, Etika Berkuasa : Nasihat-Nasihat !main Al-Ghaza/i, Penerjen1al1 Arief B. lskandar. (Bandung: Pustaka Hidayah. 1988). h. 90.
72
negara merupakan keharusan atau kewajiban agama (c1yar 'i) yang tidak mungkin dan tidak boleh diabaikan.
28
Jadi menurut al-Ghazali pembentukan negara adalah wajib syar 'i. Dasamya adalah !jma' umat, dan kategori wajibnya fardhu kifayah. Jjma' umat itu, menurut al-Ghazali terdapat dalam histmis umat Islam. Yaitu terjadinya ijma' para sahabat mengangkat seorang khalifah menggantikan Nabi SAW segera setelah beliau wafat. Sejak peristiwa itu sampai pada masa al--Ghazali, umat Islam selalu berada di bawah peme1intahan sistem khalifah. Artinya selama beberapa abad, umat Islam ijma' 29 menerima sistem pemerintahan itu. Jadi konsep ijma' bagi al-Ghazali adalah konsensus seluruh ulama dan masyarakat awarn dalam waktu yang tidak terbatas. Baf,>i al-Ghazali yang penting bukan ijma'nya ih1, tapi mengapa ijrna' itu terjadi. 30 Mengenai seseorang yang akan rnenjadi calon kepala negara al-Ghazali berpendapat bahwa ada sepuluh syarat yang harus dipenuhi 1.mhilc dapat diangkat sebagai kepala negara, yaitu : I) Dewasa atau aqi/ baligh 2) Otak yang sehat 3) Merdeka 4) Laki-laki 5) Keh1runan Quraisy
28
Muna\\1r SjadzaJi, lr/am tlan Tata Negara : Ajaran, S'q"arah. dan J>e1nikiran, (Jakarta:
Ui Press, 1993), h. 76. 29
Ijn1a' dideflnisikan oleh al-Ghazali sebagai persetujuan seluruh umat Islam (ula1na dan
DJ.asya.r.a.kaJ iJ1vanJ)_, kbus.usnya tentang masalah yang berkajtan dengan agan1a. Dengan alasan bi Ia
ulama telah bersepakat maka masyarakat a\varn akan mengikuti mereka. Dasar hukumnya hadits NAbi SAW : "Uinatku tidak akm1 bersepakat terhadap sesuatu yang sala11 atau sesat". (baca alGhazali, "Al-Musthashfa min ·nm al-c!
73
6) Pendengaran dan peng\ihatan yang sehat 7) Kekuasaan yang nyata, yaitu tersedianya bagi kepala negara perangkat yang memadai, tennasuk angkatan bersenjata dan kepolisian yang tangguh yang dapat digunakan untuk memaksakan keputusankeputusaunya terhadap mereka yang hendak menentangnya, menindas pembangkang dan membasmi pemberontak. 8) Hidayah, yaitu daya pikir dan daya rancang yang kuat dan ditunjang oleh kesediaan bermusyawarah, mendengarkan pendapat serta nasihat orang lain. 9) llmu pengetahuan I 0) Wara' (kehidupan yang bersih dengan kemampuan mengendalikan diri, tidak berbuat hal-hal yang terlarang dan tercel a ). 31 Dan ia pun berpendapat bahwasanya penguasa itu ada empat macam : 1) Penguasa yang menjauhkan dirinya dan pegawainya dari sesuatu yang haram, maka ia akan mendapatkan pahalanya seorang mujtahid fisabilillah, shalatnya bagaikan tujuh ribu shalat biasa, dan kekuasaan Allah yang penuh rahmat akan selalu ada di atas kepalanya melambailambai. 2) Penguasa yang hidupnya selalu berfoya-foya dengan para pegawainya, maka ia akan mendapatkan dosanya sendiri dan dosanya orang-orang yang mereka pimpin.
31
Munawir Sjadza\i, lslarn dan Tala Negora : AJaran, Sejarah, dan Pemikiran, (Jakarta;
U! Press, 1993), h. 78.
74
3) Penguasa yang menjauhkan dirinya sendi1i dmi dosa sementara membiarkan rakyatnya melakukan dosa, maim ia bagaikan orang yang menjual akhiratnya dengan dunianya orang lain. 4) Penguasa yang berfoya-foya dan menjauhkan rakyatnya dmi dosa, maka itu adalah kejelekan orang pandai.J 2
B. Analisis Konsep Kekuasaan dalam Islam Menurut Pcmikiran Politik alGhazali
Al-Ghazali adalah salah seorang pemikir besar Islam dalam filsafat kemanusiaaan dan merupakan salah satu cendekiawan utama yang muncul pada fase kedua, di mana kondisi sosial politik mengalami degredasi yang cukup berarti. Hal ini ditandai dengan terjadinya disintegrasi bangsa, tingginya tingkat korupsi di kalangan birokrat dan mennrunnya moralitas masyarakat. Pada saat itu al-Ghazali yang juga berperan dalam peme1intahan menyadari bahwa telah banyak penyelewengan yang telah dilakukan oleh kalangan birokrat, dan ia pun ingin meninggalkan itu semua yang dapat membawanya kepada dosa, km·ena latar belakang al-Ghazali yang sejak kecil dididik dalam lingkungan sufi, sehingga ia pergi dan rneninggalkan semua kemewahan harta dan gemerlapnya dunia menuju jalan tasawuf dan khalwat. Al-Ghazali juga seorang teolog terkemuka, ahli hukum, pemikir yang original, ahli tasawuf terkenal dan yang mendapat julukan Hujjah al-Islam yaitu yang memiliki pandangan yang luas terhadap ajaran Islam. Sehingga ia dapat menciptakan sebuah kmya yang dapat menghidupkan kembali ajaran-ajaran :;Q \m'i:\m a\-Ghazali, Me111ahan1i Js{ani : (~ara 'J'e!'baik Menana111kan Ni/ai-Nilai Agama, penerjemah. Forum Kajian Kairo. (Jakarta; RajaGrafindo Persada, 2000), h. 11 I.
75
agama Islam yaitu Jhya U/um al-Din, dalam karyanya ini
ia mencela habis-
habisan para birokrat yang disebut dennawan dan pekerja sosial, yang pada umumnya me1)Yumbangkan dan melakukan kegiatan sosial rnerek~ dengan motif kepentingan di1i sendi1i. Menurut al-Ghazali dalam bidang hukum, menilai benar dan salah dengan men\iuk pada teori, konvensi sosial dan lainnya bagi al-Ghazali mempakan ha! yang tercela, karena menurutnya mempertahankan bentuk dengan mengorbankan ruh, berarti mengalahkan tujuan hukum itu sendiri. Sedangkan dalam bidang etika, ia rnemberi bahasan terperinci mengenai serangkaian kebajikan dan kejahatan serta menyebut cinta dunia sebagai akar setiap kejahatan, karena mencintai Tuhan mempakan kebaikan tertingi,>i. Al-Ghazali tidak hanya bempaya rnenghidupkan kembali disiplin-disiplin Islam, tetapi juga memperbaharui masyarakat secara praktis. la memberikan penilaian terns terang mengenai peran berbagai kelompok masyarakat, terutarna terhadap para pakar muslim yang diyakininya bertanggung jawab atas dekadensi sosial dan moral masyarakat. Sedangkan dalam bidang politik al-Ghazali tidak mernisahkan antara agama dan negara (kekuasaan), karena merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah dan dibagi. Dan menurutnya juga kekuasaan merupakan anugerah dan nikmat dari Allah bagi siapa saja yang rnendapatkannya. Kekuasaan adalah sebuah amanah bai,>i orang yang memegang kekuasaan, maka hendaklah para penguasa atau yang diberi amanah ha11.1s dapat mengmtikan kekuasaan itu sebagai sebuah arnanah. Penguasa berbuat adil dan tidak rnembedakan satu dengan yang lain, dan kemaslahatan hidup rakyat bergantung pada kebijaksanaannya. Kemakmuran dan kenmtuhan dunia juga bergantung
76
kepada para penguasanya, jika penguasanya adil maka dunia akan makmur dan rakyat merasa aman, namun jika penguasanya jahat maka dunia akan nmtuh. Keamanan merupakan basil dari politik penguasa. Oleh karena itu, penguasa harus menjalankan politik dan menyertai politik itu dengan keadilan. Karena penguasa adalah wakil Allah dan al-Ghazali pun berpendapat bahwa penguasa adalah bayangan Allah di muka bumi, maka penguasa harus memiliki wibawa yang membuat rakyat segan kepadanya, walaupun mereka jauh dminya. Penguasa hams menyempumakan politik dan kewibawaannya, karena jika penguasa lemah atau tidak memiliki politik dan wibawa, maka tidak diragukan lagi bahwa hal itu merupakan sebab kehancuran negara. Kehancuran itn akan merembet kepada agama dan dunia. Dalam sebuah perumpamaan disebutkan bahwa : "Kejahatan penguasa sera/us la/nm lidak sebanding dengan ke1ahatan rakyal satu sama lain se!ama satu ta/nm".
Dengan demikian al-Ghazali menyatakan bahwa keadilan mempakan salah satu nilai yang terdapat dalam prinsip kekuasaan dalam Islam selain ammiah I kejujuran. Karena ia bersandar pada finnan Allah dalam surah An-Nisa' ayat 5859.
Dalam bukunya at-7/bru a/-Masbuk Fi Nashaih al-Mulk al-Ghazali tidak memba!,,>i kekuasaan dalam
Islam, tetapi dalam pef\jelasan bukunya ia
mengklasifikasikan adanya pembagian setiap peke1jaan para penguasa yang sudah diberi wewenang masing-masing. Misalnya, seorang wazir yang mempunyai wewenang mendampingi penguasa dalam segala ha!. Jad1 menurut penulis alGhazali juga mengakui adanya pembagian kekuasaan dalam Islam, sepe1ti kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif clan kekuasaan yudikatif
77
Manusia yaug dibe1i kekuasaan di muka bumi merupakan suatu pendelegasian kewenangan dmi Allah, karena Allah adalah sumber dari segala kekuasaan. Dan menurut al-Ghazali penguasa adalah bayangan Allah di muka bumi, maka siapa saja yang diberi kekuasaan oleh Allah dan dijadikan bayanganNya di bumi wajib bagi para makhluk untuk mencintai, mematuhi dan mentaatinya. Mereka tidak boleh membangkang dan menentangnya selama penguasa itu masih berada di jalan yang benar yaitu mengikuti syari'at Islam. Keberadaan Sultan (Kepala Negara) merupakan keharusan bagi ketertiban agama,
dan
ketertiban
agama
merupakan
keharusan
bagi
tercapainya
kesejahteraan akhirat nanti. Oleh karena pengangkatan pcmimpin atau kepala negara merupakan keharusan atau kewajiban agama (syar 'i) yang tidak mungkin dan tidak boleh diabaikan.
Walaupun dalam bukunya al-Ghazali lebih
menekankan adanya kewajiban syar'i dalam mengangkat kepala negara, tetapi pada dasamya ia tidak hanya bersandar pada syar'i saja melainkan juga bersandar pada rasio yaitu dengan alasan yang menyebutkan bahwa faktor keamanan jiwa dan haita tidak akan tercapai tanpa lantaran adanya penguasa. Pemikiran politik al-Ghazali memiliki khas tersendin: dibanding yang lain, di mana al-Ghazali menekankan soal profesi ke1ja. Menurut al-Ghazali untuk pengadaan kebutuhan-kebutuhan hidup manusia diperlukan pembagian tugas (Division Of Labour) antara para anggota masyarakat, dan sejumlah industri atau
profesi, yang empat darinya merupakan industri atau profosi inti bagi tegaknya negara, yaitu : I). Pertanian untuk pengadaan makanan, 2 ). Pembangunan untuk pengadaan temp at tinggal,
78
3). Pemintalan untuk pengadaan pakaian, dan 4 ). Politik untuk penyusunan dan pengelolaan negara, pengaturan kerja sama antar warga negara bagi pengamanan kepentingan bersama, penyelesaian sengketa antara mereka serta perlindungan terhadap bahaya dan ancaman dari luar. Dari empat industri atau profesi tersebut politiklah mernpakan profesi yang paling penting dan paling mulia, dan oleh karenanya politik menghendaki tingkat kesempumaan yang lebih tinggi dari pada tiga industri atau profesi yang lain. 33
D
ivJutunvir SjadzaJJ, f<;/an1 Jan Tata 1Vegara. ,4jaran, Sejarah, dan J>e1nikiran, (Jakarta;
Ul Press .. 1993). h 75.
BABV PENUTUP A. Kesim1mlan Daii studi yang dipaparkan di atas menurut penulis dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : I. Kekuasaan dalam Islam adalah kemampuan untuk rnempengaruhi pihak lain atas kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan yang merupakan karnnia atau nikmat Allah yang dilimpahkan kepada pemegang kekuasaan untuk menjalankan kehidupan sosial bemegara yang diwai·nai oleh ajaran Islam yang berlandaskan pada al-Qur'an dan Sunnah yang berlaku untuk seluruh warga masyarakat dalam suatu negara. Adapun prinsip-p1insip kekuasaan dalam Islam terdiri dari : prinsip persaudaraan, prinsip persamaan, prinsip keadilan, p1insip musyawarah, p1insip hak-hak manusia, prinsip tolong menolong, p1insip perdamaian, prinsip amar ma'rnf nahi mtmkar, p1insip dalam menetapkan para penguasa, p1insip ekonomi dan perdagangan, dan p1insip membela negara.
2. Kekuasaan dalam Islam menurut al-Ghazali adalah merupakan kanmia dari Allah yang dibe1ikan kepada mereka yang memegang kekuasaan dan dijadikan sebagai bayangan Allah di muka bumi untuk mengatur dan menjalankan suatu kaum atau negara, dan kekuasaau mereka merupakan suatu pendelegasian kewenangan dari Allah, karena Allah adalah sumber dari segala kekuasaan. Di mana al-Ghazali menyatakan bahwa nilai-nilai yang terdapat dalam prinsipprinsip kekuasaan dalam Islam ada dua, yaitu : keadilan dan amanah. Sedangkan mengenai konsep kekuasaan al-Ghazali membaginya menjadi : hakikat kekuasaan, hubungan
agama
dengan
kekuasaan,
sumber
kekuasaan,
prinsip-prinsip
80
kekuasaan, etika berkuasa, asal mula timbulnya negara, profosi politik, dan teori tentang pimpinan negara.
B. Saran-saran 1. Kekuasaan adalah suatu amanah, maka hendaklah para pengnasa atau
yang diberi amanah harus dapat mengattikan kekuasaan itu sebagai sebuah amanah bukan sebagai alat untuk memperkaya di1i dan juga bukan sebagai alat untuk menjadi seorang diktator.
2. Kepala negara sebuah peme1intahan hai·uslah orang yang ahli di dalam biclangnya, bukan hanya rnenganclalkan kekuatan dan mateii :mja, jika pemeiintah yang rnenjalankan mempunyai kemarnpuan yang baik, sehingga akan terciptanya masyarakat yang memiliki moralitas yang baik dan terpuji.
3. Apapun bentuk pemerintahan sebuah negara harus benar-benar konsisten dengan nilai dan nmma syari'at serta keadilan yang merupakan tujuan daii syari'at yang dapat tegak di tengah masyarakat.
82
Ali Maskhan Musa, "Kiai dan Politik dalam Wacana Civil Society", (Surabaya; Lepkiss Sunan Giri, 1999). Anonim I Partai Politik Islam, "Mengenal Hizbut Tahrir'', Penerjemah. Abu Afif, (Bogor; Perpustakaan Nasional, 2002). C. S. T. Kansil, "Pengantar !!mu Hukum Ji/id 1 ",(Jakarta; B
1996), eet. 1. Miriam Budiarjo, "Dasar-Dasar Ilmu Politik", (Jakarta; Gramedia Pustaka Utama, 1977). Muhammad Abdul Qadir, "Sis/em Po/itik Islam, (Jakarta; Rabbani Press, 2000). Muhammad Din Syamsuddin, "Islam dan Politik : Era Orde Baru ", (Jakai1a; Logos, 2001 ), eet. I. Muhammad Azhar,
"Filsafat Politik : Perbandingan anlara !slam dan
Bara/",(Jakarta; RajaGrafindo Persada, 1997). Cet. I. Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, "I/mu Negara", (Jakai1a; Gaya Media Pratama), eet. 4. Muhammad Tahir Azhari, "Negara Hukum : Sua/u Studi Tentang Prinsip-
Prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, lmplementasinya Pada
83
Peri ode Negara Madinah dan Masa Kini", (Jakaita; Bulan Bintang, 2003). Muhammad
Husain
Abdullah,
"Studi
Dasar-Dasar
Pemikiran
Islam",
Pene1jemah. Zamroni, (Bogar; Pustaka Thariqul lzzah, 2002). Munawir Sjadzali, "Islam dan Tata Negara : Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran ", (Jakmta; Ul Press, 1993 ). Mehdi Muzaffari, "Kekuasaan dalam Islam", Penerjemah. Abdul Rahman Ahmed, (Jakarta; Pustaka Panjimas). Nanang Tahqiq, "Pofitik /slam ",(Jakarta; Kencana, 2004), cet. I. Nur Cholis Madjid, "Kaki Langit Peradaban !slam, (Jakarta; Paramadina, 1997), cet. I. Rusadi Kantaprawira, "Sis/em politik Indonesia
Suatu Model Pengantar",
(Bandung; Sinar Barn, J 983 ). Samir Aliyah, "Sis/em Pemerintahan, Peradilan & Adat dalam !slam'', Pene1jemah. Asmuni Solihan Zamakhsyari, (Jakmta; KHALIF A, 2004 ), cet. I. Suyuthi Pulungan, "Flqh siyasah : Ajaran Sejarah, dan Pemikiran '', (Jakarta; RajaGrafindo Persada, 2002).
_ _ _ _ _ , "Prinsip-Prinsip Pemerintahan Dalam Piagam Madinah : Dilinjau dari Pandangan Al-Qur 'an", (Jakarta; RajaGrafindo Persada, I 994 ), Cet. I . Yusuf Qardhawi, "Al-Ghazafi antara Pro dan Kontra", P1)nerjemah. Hasan Abrori, (Surabaya; Pustaka Progressif, 1996), cet. 3.
84
Zainal Abidin Ahmad, "I/mu Po/itik Islam : Konsepsi Politik dan ldeo/ogi
!slam", (Jakaita; Bulan Bintang). _________, "Konsepsi Negara Bermoraf : .lvfenurut Imam a/Ghaza/i '', (Jakarta; Bulan Bintang, 1975), cet. I.