KONSEP HATI PERSPEKTIF AL-GHAZALI DALAM KITAB IHYA’ ULUMUDDIN SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh: NURNGALIYAH NOVIYANTI 111-12-228
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2017
i
ii
iii
iv
v
MOTTO
ْ صيَ َخ ْاى َج َس ُذ ُمئُُّ َٗإِ َرا فَ َسذ ْ صيَ َذ َد فَ َس َذ َ ذ َ ْاى َج َس ِذ ٍُعْ َغخً إِ َراِٜأَ ََل َٗإِ َُّ ف ُ ْاىقَ ْيتَٜ ِٕ َٗ ْاى َج َس ُذ ُمئُُّ أَ ََل “Sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal darah. jika segumpal darah tersebut baik maka akan baik pulalah seluruh tubuhnya, adapun jika segumpal darah tersebut rusak maka akan rusak pulalah seluruh tubuhnya, ketahuilah segumpal darah tersebut adalah hati.”
vi
PERSEMBAHAN Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang maha mulia, Yang mengajar manusia dengan pena, Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya (QS: Al-‟Alaq 1-5) Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan ? (QS: Ar-Rahman 13) Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat (QS : Al-Mujadilah 11) Alhamdulillah...Alhamdulillah...Alhamdulillahirobbil‟alamin... Sujud syukurku kusembahkan kepadaMu Tuhan yang Maha Agung nan Maha Tinggi nan Maha Adil nan Maha Penyayang, atas takdirMu telah Kau jadikan aku manusia yang senantiasa berfikir, berilmu, beriman, dan bersabar dalam menjalani kehidupan ini. Semoga keberhasilan ini menjadi satu langkah awal bagiku untuk meraih cita-cita besarku.
Kupersembahkan sebuah karya kecil ini untuk: 1. Kedua orang tuaku tercinta Bapak (Nurcholis) dan ibu (Ngatini) yang tiada pernah hentinya selama ini memberiku semangat, doa, dorongan, nasehat dan kasih sayang serta pengorbanan yang tak tergantikan hingga aku selalu kuat menjalani setiap rintangan yang ada didepanku. 2. Suamiku
(Robith
Muhmmad)
yang
memberiku
semangat
dan
membimbingku dalam setiap hal dan untuk putri kecilku yang memberiku motivasi 3. Keluarga besarku yang selalu mendoakan keberhasilanku. 4. Teman sejawat saudara seperjuangan PAI angkatan 2012. "Tak ada tempat terbaik untuk berkeluh kesah selain bersama sahabat-sahabat terbaik”.
vii
KATA PENGANTAR Assalamu‟alaikum Wr.Wb. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan dalam penyelesaian skripsi ini. Sholawat serta salam semoha tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikut setianya. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan di institut Agama islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada: 1. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd., selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. 2. Bapak Suwardi, M. Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. 3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
viii
ix
ABSTRAK Noviyanti, Nurngaliyah. 2017. Konsep Pendidikan Hati Perspektif Sufisme (Al Imam Al Ghazali) Dalam Kitab Ihya‟ Ulumuddin . Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas Tarbiyah dan ilmu keguruan (FTIK), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: M. Farid Abdullah, S.Pd.I. M.Hum. Kata Kunci: Konsep Pendidikan Hati, Sufisme (Al Imam Al Ghazali), Ihya‟ Ulumuddin Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui konsep pendidikan hati perspektif sufisme (Al Imam Al Ghazali) dalam kitab Ihya‟ Ulumuddin . Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana konsep pendidikan hati perspektif Al Ghazali? (2) Bagaimana relevansi konsep pendidikan hati perspektif Al Ghazali dalam konteks pendidikan kekinian? Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (Library research), maka data yang diperoleh bersumber dari literatur. Adapun referensi yang menjadi sumber data primer yaitu dari kitab Ihya‟ Ulumuddin karya Imam Al Ghazali. Setelah penelitian ini dilakukan, penulis memperoleh hasil bahwa Konsep pendidikan hati menurut Imam Al Ghazali dalam kitabnya Ihya‟ Ulumuddin: (1) Menyembuhkan hati yang sakit dan meghidupkan hati yang mati: Senantiasa berdzikir, membaca Al-Qur‟an, mendirikan shalat malam, membangun hidup zuhud, memperbanyak ingat mati. (2) Memelihara Hati yang sehat: Pemeliharaan dapat dilakukan melalui proses penyadaran hati melalui dzikir, proses dzikir yang rutin diharapkan akan semakin menguatkan kecerdasan dan kelembutan hati. Proses yang tidak kalah pentingnya adalah menjaga agar terhindar dari penyakit hati Sementara itu, pemikiran Al Ghazali tentang konsep pendidikan hati sampai saat ini tetep relevan terbukti dengan adanya Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang masih mencantumkan upaya-upaya mendidik hati bangsa Indonesia pada masa modern ini. Seperti halnya Imam Al Ghazali dalam mendidik hati sesuai dengan zaman anak tersebut dan tidak bersifat yang mutlak. Dari ini pendidikan hati bersifat dinamis dan dapat diimplikasikan nilai-nilai dari konsep pendidikan hati tersebut pada zaman kekinian dan masih relevan.
x
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL................................................................................................ i HALAMAN BERLOGO ........................................................................................ ii NOTA DINAS PEMBIMBING ............................................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iv PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ..................................................................v MOTTO ................................................................................................................. vi PERSEMBAHAN ................................................................................................. vii KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii ABSTRAK ...............................................................................................................x DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi BAB I
: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...................................................................1 B. Rumusan Masalah ............................................................................4 C. Tujuan Penelitian .............................................................................4 D. Manfaat Penelitian ...........................................................................5 E. Metode Penelitian.............................................................................5 F. Penegasan Istilah ..............................................................................7 xi
G. Sistematika Penelitian ......................................................................9 BAB II
: BIOGRAFI AL GHAZALI A. Nama Lengkap Al Ghazali .............................................................11 B. Pendidikan Al Ghazali ...................................................................11 C. Guru-guru Al Ghazali ....................................................................14 D. Murid-murid Al Ghazali ................................................................15 E. Karya-karya Al Ghazali .................................................................16 F. Wafat Al Ghazali............................................................................20 G. Kitab Ihya‟ Ulumuddin ..................................................................20
BAB III
:DESKRIPSI
PEMIKIRAN
AL
GHAZALI
TENTANG
PENDIDIKAN HATI DALAM KITAB IHYA‟ ULUMUDDIN A. Pendidikan Hati Perspektif Al-Qur‟an ...........................................24 1. Pengertian Pendidikan ..............................................................24 2. Pengertian Hati .........................................................................25 B. Pendidikan Hati Perspektif Al Ghazali ........................................27 1. Definisi Hati, Ruh, Nafsu, dan Akal ........................................27 2. Kekhususan Hati Manusia........................................................31 3. Sifat-sifat Hati Manusia ...........................................................35 4. Sebab-sebab Hati itu Sunyi dari Ilmu ......................................42 5. Keadaan Hati Dikaitkan dengan Ilmu Akal, Agama, Dunia dan Akhirat......................................................................................47 6. Perbedaan antara Ilham dan Belajar, dan Perbedaan antara Jalan Orang Shufi dan Orang Ahli Teori .................................54
xii
7. Yang Dapat Merusak Hati........................................................55 a. Was-was (godaan syetan) ...................................................55 b. Penyebab Masuknya Syaitan Kedalam Hati ......................56 c. Mencegah Masuknya Syetan Kedalam Hati ......................61 BAB IV
:ANALISIS PENDIDIKAN HATI PERSPEKTIF AL-GHAZALI DALAM KITAB IHYA‟ „ULUMIDDIN A. Analisa Pendidikan Hati Perspektif Al Ghazali .............................64 1. Pembagian Hati Menurut Al Ghazali .......................................65 2. Menyembuhkan, Menghidupkan dan Memelihara Hati...........75 3. Prinsip Pendidikan Hati ...........................................................78 B. Relevansi Pendidikan Hati Perspektif Al-Ghazali Dikaitkan dengan Konteks Kekinian ...........................................................................81
BAB V
:PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................................84 B. Saran ...............................................................................................86
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Manusia beragama dituntut teguh hidup di tengah modernitas. Karena agama dan modernitas melahirkan dua kecenderungan yang bertolakbelakang. Sebagian kalangan menganggap kebebasan di era modern sebagai sesuatu yang harus dihargai, sementara nilai-nilai agama menghendaki kontrol maksimal dalam setiap perilaku umat(RADEN, 2011).Penulis berpendapat, di jaman modern yang telah tercampur dengan masuknya arus globalisasi, sebuah pendidikan yang ada dalam suatu negara seperti negara Indonesia ini hati merupakan salah satu tameng kita untuk mampu bertahan dalam ketatnya persaingan dunia pendidikan. Dalam kehidupan dunia, setiap manusia mau tidak mau, harus mengalami suatu proses untuk kembali atau menyambut akhir hidupnya dengan membawa keyakinan yang bulat dan mantap tentang Tuhan. Keyakinan itu sangat penting bagi manusia, karena kepada-Nya manusia itu kembali. Untuk kembali dengan keyakinan yang benar dan selamat inilah, setiap manusia dituntut untuk memanfaatkan akal pikirannya berdasarkan arahan dan petunjuk qalbu (hati). Di dalam qalbu itu Allah SWT bersemayam. Rasulullah SAW bersabda bahwa “hati orang mukmin adalah bayt (Rumah) Allah‟.(Derajat, 2013: 1).Dari penjelasan diatas, penulis menyimpulkan bahwa 1
hati jauh lebih penting daripada otak.Otak seringkali dikehendalikan oleh hawa nafsu, sehingga menjadi liar.Sementara hati, memiliki suara halus, jujur, dan selalu condong pada kebenaran. Allah berfirman dalam Al-Qur‟an:
ْ ُّ٘ ُّفُ٘ ِس ُن َْئُِ رَ ُنَِٚسثُّ ُن ٌْ أَ ْػيَ ٌُ ثِ ََب ف َِ َغفُ٘ ًساَِِٞ فَئَِّّٔ َمبَُ ىِ ْْلَ َّٗاثٞصبىِ ِذ َ ٘ا )ٕ٘ (اإلسشأ Artinya: “Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat”(QS Al-Israa‟: 25) Agar terhindar dari kesesatan menuju kepada Allah SWT. Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
ْ صيَ َخ ْاى َج َس ُذ ُمئُُّ َٗإِ َرا فَ َسذ ْ صيَ َذ َد فَ َس َذ َ ذ َ ْاى َج َس ِذ ٍُعْ َغخً إِ َراِٜأَ ََل َٗإِ َُّ ف ُ ْاىقَ ْيتَٜ ِٕ َٗ ْاى َج َس ُذ ُمئُُّ أَ ََل Artinya: “Sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal darah. jika segumpal darah tersebut baik maka akan baik pulalah seluruh tubuhnya, adapun jika segumpal darah tersebut rusak maka akan rusak pulalah seluruh tubuhnya, ketahuilah segumpal darah tersebut adalah hati.”(HR. Bukhari dan Muslim) (Bukhari, t.t.:21) Hati yang dalam bahasa Arabnya disebut Qalbun dan dalam bahasa kita disebut kalbu, mengandung makna berbolak-balik atau berubah-ubah. Hal ini memang merupakan hal yang sangat nyata sekali, sebab ada kemungkinan pada pagi hari , hati kita bermaksud begini, tiba-tiba pada sore harinya berubah. Kadang-kadang perubahan itu sedemikian cepatnya secepat kilat menyambar.
2
Seorang wali sufi, Syekh Abdul Qadir al-Jailani, menulis, “Hati kita adalah cermin yang sudah dipoles. Kita harus membersihkan lapisan debu yang sudah menempel di atasnya hingga bening karena hati kita ditakdirkan untuk merefleksikan cahaya rahasia-rahasia ilahi.” Karena itulah, hati yang telah dibersihkan oleh Allah SWT akan menumbuhkan ketenangan dalam hidup dan meraih kesuksesan dunia akhirat. Khudori Sholeh menyatakan bahwa manusia adalah miniature semesta.Semua wujud tergambar dalam dirinya. Tulang ibarat gunung,daging ibarat tanah, rambut ibarat tumbuhan, kepala ibarat langit dan indera adalah bintang-bintang. Aku katakana bahwa dalam dirimu banyak alat yang sibuk melayanimu tanpa henti tetapi engkau sendiri melupakannya, tidak memperhatikan dan tidak berterimakasih atas jerih payahnya. (Soleh, 2009: 5) Pengetahuan tentang anatomi tubuh serta tata kerja masing-masing bagian adalah ilmu yang mulia. Lebih dari itu, pengetahuan tentang hati akan menggiring kepada pengetahuan tentang keagungan dan sifat-sifat Tuhan. Siapa yang tidak mengetahui dirinya sendiri tap mengklaim orang lain, ia seperti orang miskin yang kekurangan makan tapi mengaku mampu member makan seluruh penduduk kota. Setelah mengetahui bahwa hati adalah essensi diri dan dengan itu kamu mampu naik untuk berkawan dengan malaikat, tetapi kamu tetap menurutkan nafsu-nafsu rendah duniawi, kehancuranlah yang akan kamu terima (2009: 138-140).
3
Beranjak dari latar belakang yang sudah penulis paparkan di atas, maka penulis mencoba menyusun sebuah skripsi dengan mengangkat judul tentang KONSEP HATI PERSPEKTIF SUFISME AL GHAZALI DALAM KITAB IHYA’ ULUMUDDIN B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan penulis ungkap guna untuk mempermudah dalam proses penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana Konsep Pendidikan Hati Perspektif Al Ghazali?
2.
Bagaimana Relevansi Konsep Pendidikan Hati Perspektif Al Ghazali Dalam Konteks Pendidikan Kekinian?
C. Tujuan Penelitian 1.
MengetahuiKonsep Pendidikan Hati Perspektif Al Ghazali.
2.
Mengetahui Relevansi Konsep Pendidikan Hati Perspektif Al Ghazali Dalam Konteks Pendidikan Kekinian.
D. Manfaat Hasil Penelitian 1. Memberikan kontribusi pemikiran tentang konsep pendidikan hati yang implementatif 2. Manusia mampu menempatkan dirinya dimanapun dia berada 3. Apabila manusia mengetahui hatinya, maka ia akan mengetahui dirinya; apabila ia mengetahui dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya
4
E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah Library Research.Riset kepustakaan (Library Research) atau sering juga disebut studi pustaka, ialah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian (Mestika Zed, 2004:3). 2. Sumber Penelitian Sumberdata dalam penelitian ini ada dua macam: a
Sumber data primer Sumber data primer dalam penelitian pustaka ini adalah salah satu karya Al Ghazali, yaitu kitab Ihya‟ Ulumuddin b
Sumber data sekunder Adapun sumber data sekunder dalam penelitian ini, Merupakan data-data yang digunakan sebagai pendukung dari data primer, diantaranya: 1) Syeikh Al Iman Abdullah Ba Alawi Al Hadad. Penyejuk Hati Penawar Jiwa. 2) Al Imam Al Ghazali. Bidayatu al-Hidayah. 3) Safrudin Aziz. Pemikiran Pendidikan Islam. 4) Suparlan.Mendidik Hati Membentuk Karakter. 5) Robert Frager. Obrolan Sufi. 6) RedjaMudyaharto. Filsafat Ilmu Pendidikan.
5
7) AbuddinNata. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam. 8) KhudoriSoleh. Skeptisme Al-Ghazali. 9) MestikaZed. Metode Penelitian Kepustakaan. 10) Buku-buku pendukung lainnya. 3. Metode Pengumpulan Data Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis menggunakan Metode Dokumentasi. Menurut Suharsimi Arikunto (2010:274) Metode Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan lain sebagainya. 4. Metode Analisis Data Metode analisis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi atau content analysis. Analisis isi adalah metode yang digunakan untuk menganalisis teks, sifatnya terus terang dan mengandung makna yang tersurat (Sarosa, 2012:71). Krippendroff mendefinisikan Content Analysis sebagai metode yang replikabel dan valid untuk membuat inferensi-inferensi khusus dari sebuah teks pada pernyataan-pernyataan lain dari sumbernya (Emzir, 2011:285).
6
F. Penegasan Istilah 1. Konsep Pendidikan Hati a
Konsep Ide atau kesimpulan yang didasarkan atas generalisasi (Dali, 1982:
38). Selain itu ada juga yang mengartikan bahwa konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (KBBI, 1989: 45). b
Pendidikan M. Sobry Sutikno (2014: 185) berpendapat bahwa pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secra aktif mengembangkan potensi
dirinya
pengendalian
untuk
diri,
memiliki
kepribadian,
kekuatan kecerdasan,
spiritual akhlak
keagamaan, mulia,
serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. c
Hati Hati yang dalam bahasa Arabnya disebut Qalbun dan dalam bahasa
kita disebut kalbu, mengandung makna berbolak-balik atau berubah-ubah (Syeikh Al Iman Abdullah, 1999: 124). Menurut Muhammad Zaen, Qalb (hati) ibarat pagar antara halal dan haram, antara pengaruh setan dan pengaruh malaikat, dan pagar antara dunia dan akhirat. Al Ghazali menegaskan, hati adalah raja yang mengatur dan mengarahkan semua anggota
badan,
baik
akal,
nafs,
mata,
telinga
dan
tubuh
manusia.Pernyataan ini menggambarkan bahwa hati adalah substansi yang
7
menjadi kendali perilaku, baik atau buruknya dengan demikian sangat tergantung pada kualitas hati (Suparlan, 2015:19). 2. Perspektif Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(2007:864) Perspektif didefinisikan sebagai cara melukiskan suatu benda pada permukaan yang mendatar sebagaimana yang terlihat oleh mata dengan tiga dimensi (panjang, lebar, dan tingginya). Bisa diartikan pula sebagai sudut pandang atau pandangan. 3. Sufisme Gagasan dan konsep yang berhubungan dengan upaya mencapai derajat
kesempurnaan
manusia
dengan
mengikuti
teladan
Nabi
Muhammad Saw (Chittick, 2000: 19) 4. Al Ghazali Beliau memiliki nama lengkap Abu Hamid Muhammad Ibn Muhammad Ibn Ta‟us Ahmad al-Tusi al-Shafi, lahir pada tahun 450H atau 1058M, disebuah desa kecil bernama Ghazalah Thabaran, bagian kota Tus, wilayah Khurasan. Wafat tahun 1111 M di Tus, Persia. 5.
Ihya‟ Ulumuddin Sebuah kitab monumental karya Imam Al Ghazali yang sangat terkenal dan telah dibaca oleh berbagai kalangan.Oleh ulama-ulama Fuqaha, kitab ini dijadikan rujukan standar dalam bidang fiqh. Sedangkan oleh para sufi, kitab ini memuat materi-materi pokok yang tidak boleh ditinggalkan. Ilmu fiqh dan tasawuf terdapat dalam kitab ini, sehingga
8
menjadikan Ihya‟ sebagai kitab yang sangat hebat, karena di dalamnya terangkum berbagai jenis ilmu. G. Sistematika Penulisan Penelitian Sistematika penulisan yang penulis maksud disini adalah sistematika penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan.Hal ini bertujaun agar tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud penulisan skripsi ini.Adapun sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut: BAB I: PENDAHULUAN Bab terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Penegasan Istilah, Sistematika Penulisan skripsi. BAB II: BIOGRAFI AL GHAZALI Bab ini menjelaskan tentang riwayat hidup Al Ghazali, pendidikannya, guru-gurunya, murid-muridnya, karya-karyanya, dan deskripsi singkat tentang kitab Ihya‟ Ulumuddin. BAB III: DESKRIPSI PEMIKIRAN AL-GHAZALI Bab ini menjelaskan tentang pendidikan hati Perspektif Al Ghazali.
9
BAB IV: ANALISIS PENDIDIKAN HATI PERSPEKTIF AL GHAZALI Bab ini menjelaskan tentang Analisis Pendidikan Hati Perspektif Al Ghazali serta relevansi Pendidikan Hati Perspektif Al Ghazali dikaitkan dengan konteks kekinian. BAB V: PENUTUP Dalam bab ini berisi kesimpulan, saran,daftarpustaka, danlampiranlampiran
10
BAB II BIOGRAFI AL GHAZALI
A. Nama lengkap, kelahiran, dan karakteristik (watak) Beliau memiliki nama lengkap Abu Hamid Muhammad Ibn Muhammad Ibn Ta‟us Ahmad al-Tusi al-Shafi, lahir pada tahun 450H atau 1058M, disebuah desa kecil bernama Ghazalah Thabaran, bagian kota Tus, wilayah Khurasan (Safrudin, 2015: 97).Al-Ghazali adalah ulama besar dalam bidang agama(Husayn, 1999:177).Orang tua al-Ghazali bukan berasal dari orang berharta tetapi hanya sebagai pemintal wol (ghazzal). Sehingga penisbahan nama al-Ghazali karena pekerjaan orang tuanya sebagai pemintal wol (ghazal) (Safrudin, 2015: 97). Dia sangat berakhlak, zuhud, sederhana, toleran, dan pemaaf. Itulah hal-hal yang membuatnya begitu terhormat dalam sejarah manusia (Husayn, 1999: 177-179). B. Pendidikan Al Ghazali Latar belakangpendidikannya dimulai dengan belajar Al-Qur‟an pada ayahnya sendiri. Sejak kecil al-Ghazali memang orang yang sangat mencintai ilmu pengetahuan, orang yang suka mencari kebenaran yang sebenarnya sekalipun kondisi beliau yang tidak menguntungkan dan selalu diterpa duka namun hal tersebut tidak menggoyahkan semangat beliau untuk mencari ilmu pengetahuan (Safrudin, 2015: 97-98).
11
Dimasa kecil al-Ghazali mengaji sebagian kecil dari ilmu fiqih kepada Ahmad Muhammad ar Radzikaniy kemudian setelah itu dia menuju Naisabur dan menetap di kediaman Imam Al-Haramain Abu al Ma‟aliy al Juwainiy (AlGhozali, 2013: 403). Terdapat dalam buku lain yang mengatakan pendidikan awal al-Ghazali di tempuh di Tus, meliputi pelajaran al-Quran, Hadis, mendengarkan kisah tentang para ahli hikmah, dan menghafal puisi cinta mistis. Pada usia 15 tahun pergi ke Mazzardaran, Jurjan, untuk melanjutkan studinya dalam bidng fiqh dibawah bimbingan Abu Nashr al-Isma‟ili. Disini tinggal selama 2 tahun (Khudori, 2009: 19). Selepas dari Jurjan, ia melanjutkan pendidikannya ke kota Nishabur dan belajar kepada Imam Haramain Diya‟uddin al-Juwaini. Disinilah dia belajar beraneka ragam cabang ilmu seperti ilmu ushul, mantiq, retorika, logika dan ilmu kalam. Bahkan beliau juga sudah mulai belajar filsafat (Safrudin, 2015:98). Kemudian diangkat menjadi asisten gurunya dan mengajar pada madrasah Nizhamiyah di Nasabur (Khudori, 2009: 19). Namun setelah guruny al-Juwaini meninggal, al-Ghazali melanjutkan pendidikannya ke daerah Mu‟askar dan menetap selama lima tahun. Berkat kelebuhan intelektual yang dimilikinya, al-Ghazali kemudian diangkat menjadi guru besar di perguruan tinggi Nizhamiyah, tepatnya pada usia 43 tahun. Pada posisi ini ia menjadi orang besar dan pejabat serta terkenal diseluruh negeri. Meskipun kelebihan kedudukan dan harta sudah digenggamnya, ia tetap tidak merasa puas. AlGhazali kemudian meninggalkan kemewahan yang
12
telah diperolehnya dan melanjutkan pengembaraannya menuju dunia sufi dan mengasingkan diri ke Damaskus (Safrudin, 2015: 98-99). Setelah sekian lama dalam pengasingan spiritual, setelah meyakinkan dirinya bahwa “kaum sufilah orang yang menempuh jalan kepada Tuhan secara benar dan langsung”, dan setelah merasa mencapai tingkat tertingi dalam realitas spiritual, al-Ghazali merenungkan dekadensi moral dan relijius pada komunitas kaum muslimin saat itu (Khudori, 2009: 21). Ia kemudian kembali mengajar di Madrasah Nizhamiyah di Nasabur sebagai penerimaan tawaran Fakhrul Mulk (Putra dari Nizhamul Muluk) (Safrudin, 2015: 99). Nizham al Mulk benar-benar kagum melihat kehebatan beliau ini dan berjanji akan mengangkatnya sebagai guru besar di Universitas yang didirikannya di Baghdad. Peristiwa ini terjadi pada tahun 484 atau 1091M (Abuddin, 2001:83). Hadirlah ia dengan membawa perbaikan yang sangat besar. Orangorang pun mencoba mengujinya dan keluarlah ucapan-ucapannya dengan sangat lancar sehingga kharismanya menjadi besar bahkan mengalahkan charisma para pejabat dan menteriDan dia pun meninggalkan semua itu di belakang punggungnya, berangkatlah dia ke Bait Allah al Haram di Makkah al Mukarramah. Berangkatlah ia menunaikan ibadah haji pada bulan Dzul Hijjah tahun 488 H dan dia mengangkat saudaranya sebagai penggantinya untuk mengajar di Baghdad. Dia memasuki kota Damaskus- sekembalinya menunaikan ibadah haji pada tahun 489 H. menetap disana sebentar kemudian menuju Bait al Maqdis.
13
Dia pun mengunjunginya beberapa waktu lalu kembali lagi ke Damaskus dan beri‟tikaf di menara sebelah barat masjid Jami‟ dan disanalah dia bermukim. Secara kebetulan suatu hari dia memasuki madrasah al Aminah dan menemukan sang kepala berkata:”Al-Ghozali berkata …”dimana sang kepala sedang mengupas perkataan al-Ghazali. Maka al-Ghazali khawatir akan timblnya kebanggan dalam dirinya dan dia pun kemudian meninggalkan kota Damaskus. Lalu berkelana ke berbagai negeri sehingga dia memasuki negeri Mesir dan menuju ke Iskandariyah, bermukim disana beberapa waktu. Dikatakan, bahwa dia berkeinginan untuk melanjutkan perjalanan menghadap Sultan Yusuf bin Tasyifin, raja Maroco, ketika dia mendengar berita tentang keadilanyya, namun sampai pula berita tentang kematiannya. Lalu kemudian dia melanjutkan pengembaraannya ke berbagai negeri sampai dia kembali ke Khurasan, mengajar di Madrasah Nizhamiyah di Nisabur sebentar lalu kembali ke Thus. Dia menjadikan rumahnya sebagai madrsah bagi para ahli fiqh, mengkaji tentang kesufian dan membagi waktunya untuk berbagai tugas seperti mengkhatamkan Al-Quran, berdiskusi dengan para ulama, mengkaji untuk para penuntut ilmu, melanggengkan shalat, puasa dan ibadah-ibadah yang lain sampai dia beralih kepada rahmat dan keridlaan Allah swt. C. Guru-guru Al Ghazali Imam al Ghazali dalam perjalanan menuntut ilmunya mempunyai banyak guru, diantaranya guru-guru imam Al Ghazali sebagai berikut : 1. Abu Sahl Muhammad Ibn Abdullah Al Hafsi, beliau mengajar imam Al Ghazali dengan kitab shohih bukhori.
14
2. Abul Fath Al Hakimi At Thusi, beliau mengajar imam Al Ghazali dengan kitab sunan abi daud. 3. Abdullah Muhammad Bin Ahmad Al Khawari, beliau mengajar imam Ghazali dengan kitab maulid an nabi. 4. Abu Al Fatyan „Umar Al Ru‟asi, beliau mengajar imam Al Ghazali dengankitab shohih Bukhori dan shohih Muslim (M. Hasan, 2006:267). D. Murid-murid Al Ghazali Imam Al Ghazali mempunyai banyak murid, karena beliau mengajar di madrasah nidzhamiyah di Naisabur, diantara murid-murid beliau adalah : 1. Abu Thahir Ibrahim Ibn Muthahir Al- Syebbak Al Jurjani (w.513 H). 2. Abu Fath Ahmad Bin Ali Bin Muhammad Bin Burhan (474-518 H), semula beliau bermadzhab Hambali, kemudian setelah beliau belajar kepada imam Ghazali, beliau bermadzhab Syafi‟i. Diantara karya- karya beliau al ausath, al wajiz, dan al wushul. 3. Abu Thalib, Abdul Karim Bin Ali Bin Abi Tholib Al Razi (w.522 H), beliau mampu menghafal kitab ihya‟ „ulumuddin karya imam Ghazali. Disamping itu beliau juga mempelajari fiqh kepada imam Al Ghazali. 4. Abu Hasan Al Jamal Al Islam, Ali Bin Musalem Bin Muhammad Assalami (w.541 H). Karyanya ahkam al khanatsi. 5. Abu Mansur Said Bin Muhammad Umar (462-539 H), beliau belajar fiqh pada imam Al Ghazali sehingga menjadi „ulama besar di
15
Baghdad.
6. Abu Al Hasan Sa‟ad Al Khaer Bin Muhammad Bin Sahl Al Anshari Al Maghribi Al Andalusi (w.541 H). beliau belajar fiqh pada imam Ghozali di Baghdad. 7. Abu Said Muhammad Bin Yahya Bin Mansur Al Naisabur (476-584 H), beliau belajar fiqh pada imam Al Ghazali, diantara karya-karya
beliau
adalah al mukhit fi sarh al wasith fi masail, al khilaf. 8. Abu Abdullah Al Husain Bin Hasr Bin Muhammad (466-552 H), beliau belajar fiqh pada imam Al Ghazali. Diantar karya-karya beliau
adalah
minhaj al tauhid dan tahrim al ghibah (M. Hasan, 2006: 268). E. Karya- karya Al Ghazali Al-Ghazali adalah ulama yang produktif dalam menulis, tidak diragukan lagi. Seperti pendapat yang dikemukakan Dr.Sulaiman Dunya, menyebutkan bahwa karya tulis Imam al-Ghazali mencapai 300 buah karangan. betapa rajinnya al-Ghazali menulis (selama 30 tahun, diselingi 10 tahun pengembaraan) sejak umur 25 tahun sampai 55 tahun ia telah menulis sebanyak 300 buah karya, dapat dibayangkan betapa kesanggupan dan kesungguhan hatinya, kekerasan dan kemampuan dalam berkarya, (rata-rata setiap bulan satu karya terilis). Prof.Djamilur Rahman dan Prof. F.s. ginali membagi tulisan alGhazali menjadi enam kelompok: 1. Hukum Fiqh 2. Ilmu Hukum dan Pengalaman Hukum 3. Logika
16
4. Filsafat 5. Ethika/Akhlak 6. Tasawuf Secara garis besar al-Ghazali terbagi dalam empat bidang: Ilmu Kalam, Falsafah, Batiniyah, Tasawuf (Ahmad, 2011:24-25). Dalam buku lain mengatakan bahwa al-Ghazali meninggalkan pusaka yang tak dapat dilupakan oleh umat muslin khususnya dan dunia umumnyadengan karangan-karangan yang berjumlah hamper 100 buah banyaknya. Diantaranya kitab “ihya” yang kami alih- bahasakan ini, terdiri dari empat jilid besar, yang kiranya disampaikan Allah SWT. Akan kami jadikan dari tiap jilid asalnya menjadi dua jilid dalam bahasa Indonesia. Dalam kalangan agama di negeri kita ini tak ada yang tak mengenal kitab Ihya‟ Ulumuddin, suatu buku standard, terutama tentang akhlaq. Sementara itu Dr.Amir Abd Al-Amir Syamsudin mengatakan terdapat perbedaan pendapat disekitar jumlah buku karangan al-Ghazali, hitungan jumlah buku al-Ghazali mendekati kebenaran antara lain diberikan oleh Abs Rohman al-Badawi, buku yang benar-benar dapat disebut sebagai karangan alGhazali 69 buah yaiu: 1. Kitab al-ta‟liqat fi furu alz fi madzhabab 2. Al-Mausbul fi al-Ushul 3. Al-Basith fi al-Ushul 4. Al-Basith 5. Al-Wajiz
17
6. Khulashah al-mukhatashar wa Nuqawh al-Mukhtasbar 7. Al-Muntabul fi ilm al-Jadal 8. Ma‟akhidz al-khilaf 9. Lubab al-Nadzar 10. Tahsin al-ma‟akhidz fi ilm khilaf 11. Kitab al-mabadi wa al-ghayah 12. Syifa al-ghalil fi al-qiyas w al-ta‟lil 13. Fatwa al-Ghazali 14. Fatwa 15. Ghayah al-Ghaur fi dirayah al-Dur 16. Muqhasid al-filsafah 17. Talsafut al-falasifah 18. Miyar al-ma‟qul 19. Miyar al-imfi fann al-mantiq 20. Mibak al-nazrfi al-mantiq 21. Mizan al-amal 22. Al-mustadzhiri fi al radd ala al-batiniyah 23. Hujat al-haq 24. Qawashim al-batiniyah 25. Al-Iqtisbad fi al-ittiqad 26. Al-risalah al-qudsiyah fi qawaid al-aqaid 27. Al-mu‟arif al-aqliyah 28. Ikhya‟ ulum al-din
18
29. Fi mas‟akulli mujtahid masib 30. Jawab li al-Ghazali „an da‟wah al-ma‟ayyad al-mulklabu li muawwidah al tadris bi al-nidzamiyah 31. Jawab mufasal al-khilaf 32. Jawab al-masail 33. Jawab al-masail al-arba‟a al-atisa alhu al-batiniyah bil hamdan min alayaikh li ajl Abi Hamid Muhammad bi Muhammad al-Ghazali 34. Al-Maqsud al-asnasyarh asma Allah swt. Al-Husna 35. Risalah fi raju asma Allah swt. Il zat wahidah ala ra‟yi al-mu‟tazilah wa al-falsafah 36. Bidayatu al-hidayah 37. Al-Wajiz fi al-Fiqh 38. Jawabil al-Qur‟an 39. Al-arbain fi usul ad-din 40. Al-madlnun bihi ala ghair ahlihi 41. Al-madlnun bihi al-jawadil 42. Al-Darj al-marqum bin al-jawadil 43. Al-Qithas al-mustaqim 44. Faisal al-taeriqiyah bain al-Islam wa al-zindiQiyah 45. Al-qannu al-qulli fa al-ta‟wil 46. Kimiy sa‟adah 47. Ayyuha al-walad 48. Nasihat al-Mulk
19
49. Zad akhirat 50. Al-Risalah 51. Risalah ila ba‟di ahl al-dzikr 52. Misykatul anwar 53. Tafsir yaqut al-ta‟wil 54. Al-kasyf wa al-tabyin fi gharur al-khalq ajmain 55. Tablis iblis 56. Al-munqidz min al-Dlalal wa al-mufhasa (Ahmad, 2011:26-28) F. Wafatnya Al Ghazali Ibn „Asakir mengatakan bahwa Al Imam Hujjatul Islam Al-Ghazali berpulang ke Rahmatullah pada hari Senin tanggal 14 Jumadil Akhirah tahun 505 H, dan dikebumikan di Zhahir yaitu salah satu kawasan dari Thabran. Semoga Allah mengkhususkan baginya ilmu yang diterima di dunianya berkat karunia-Nya. Ibn Juzi di dalam kitab Al-Muntazihim mengatakan bahwa salah seorang murid Al Ghazali pernah bertanya kepadanya sebelum ia wafat, “Berwasiatlah kepadaku!” Maka Al Ghazali menjawab, “Kamu harus berpegang teguh pada keihkhlasan!”.Dan Al Ghazali mengulang-ngulang kata-katanya itu sampai dia meninggal dunia (Al Ghazali, 2007: 13). G. Kitab Ihya’ Ulumuddin Ihya‟ Ulumuddinialah karya terpenting Al Ghazali. Para fuqoha menilai buku ini hampir mendekati Al Qur‟an. Jika, semua kitab yang dikarang tentang Islam dimusnahkan sehingga yang tertinggal hanya kitab
20
ihya‟, maka manusia telah mendapat ganti dari semua kitab yang hilang(Husayn, 1999: 177). Kitab ini terdiri atas 40 bab dan bab demi bab tersebut membahas permasalahan yang berbeda terkait dengan amalan ibadah seperti ilmu dan belajar, akidah, rahasia bersuci, salat, dzikir, doa, hingga bahasan lain seprti hiburan telinga dan hati, celaan terhadap dunia dan mengingat mati yang dilengkapi dengan ayat-ayat Al Qur‟an dan Hadis. Kitab Ihya‟ Ulumuddin terdiri dari 40 bab, diantaranya sebagai berikut: 1. Bab I
Ilmu dan Belajar
2. Bab II
I‟tikad (Akidah)
3. Bab III
Rahasia Thaharah (Bersuci)
4. Bab IV
Rahasia Shalat dan Tugas-tugasnya
5. Bab V
Rahasia-Rahasia Zakat
6. Bab VI
Rahasia-Rahasia Puasa
7. Bab VII
Rahasia Haji dan Pengamalannya
8. Bab VIII
Membaca Al-Qur‟an
9. Bab IX
Zikir dan Doa
10. Bab X
Wirid-Wirid
11. Bab XI
Adab Makan dan Minum
12. Bab XII
Adab Nikah
13. Bab XIII
Adab Pencaharian dan Penghidupan
14. Bab XIV
Halal dan Haram
15. Bab XV
Etika Persahabatan
21
16. Bab XVI
Mengasingkan Diri (Uzlah)
17. Bab XVII
Bepergian
18. Bab XVIII
As-Sama‟ dan Al-Wajdu
19. Bab XIX
Amal Ma‟ruf & Nahi Munkar
20. Bab XX
Adab Mencari Nafkah dan Akhlak Kenabian
21. Bab XXI
Keajaiban Hati
22. Bab XXII
Melatih Nafsu
23. Bab XXIII
Mematahkan Syahwat Perut dan Kemaluan
24. Bab XXIV
Kejelekan-kejelekan Lisan
25. Bab XXV
Kejelekan Marah, Dengki dan Dendam
26. Bab XXVI
Kejelekan Dunia
27. Bab XXVII
Kejelekan Cinta Harta dan Sifat Kikir
28. Bab XXVIII
Jeleknya Kedudukan dan Riya‟
29. Bab XXIX
Kejelekan Sifat Sombong dan Membanggakan Diri
30. Bab XXX
Kejelekan Tipu Daya Setan
31. Bab XXXI
Tobat
32. Bab XXXII
Sabar dan Syukur
33. Bab XXXIII
Harapan dan Rasa Takut
34. Bab XXXIV
Kemiskinan dan Zuhud
35. Bab XXXV
Tauhid dan Tawakal
36. Bab XXXVI
Cinta, Rindu dan Ridla
37. Bab XXXVII
Niat, Ikhlas dan Berkata Benar
22
38. Bab XXXVIII
Pengawasan Diri dan Pemeriksaannya
39. Bab XXXIX
Tafakur (Berpikir)
40. Bab XXXX
Mengingat Mati dan Sesudahnya
Dari 40 bab tersebut, penulis terfokus untuk meneliti tentang Pendidikan hati yang diambil dari bab 21 tentang Keajaiban Hati.
23
BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN AL GHAZALI TENTANG PENDIDIKAN HATI DALAM KITAB IHYA’ ULUMUDDIN
A. Pendidikan Hati Perspektif Al-Qur’an Pendidikan hati pembahasannya masih terimplisit dalam pendidikan iman, pendidikan jiwa, dan wujdaniyah. Terimplisitnya pendidikan hati dalam aspek pendidikan lain dapat dipahami sebab banyak ulama yan menyamakan hati dengan akal atau jiwa. Dalam upaya mengonsepkan pendidikan hati, secara spesifik akan dimulai dengan merumuskan makna pendidikan hati. 1. Pengertian Pendidikan Pendidikan padanan makna tarbiyah secara bahasa mempunyai asal makna tumbuh (nama), berkembang (nasyaa), dan memperbaiki (ashlaha). Secara bahasa pendidikan dapat diartikan cara atau perbuatan yang diarahkan untuk menumbuhkembangkan dan memperbaiki potensi manusia. Pendidikan secara istilah sering didefinisikan berbeda, sesuai dengan falsafah, tujuan, dan sosiokultural dimana pendidikan mau digunakan. a. Rahib al-Isfahani Pendidikan/ tarbiyah adalah mengembangkan sesuatu setahap demi setahap sampai tercapai kesempurnaan. 24
b. Najar Tarbiyah berarti menumbuhkembangkan potensi individu sedikit demi sedikit dengn latihan-latihan sampai potensi individu tersebut dapat mencapai kesempurnaan. c. John Dewey “Education is all one growing, it has no end beyond it self”. Pendidikan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan proses penumbuhan, dan pendidikan tidak punya tujuan akhir dibalik dirinya. Pendidikan dapat dimaknai sebagai upaya mengoptimalkan perkembangan potensi manusiawi, kecakapan hidup, dan sikap kepribadian
individu
menuju
tercapainya
kesempurnaan
dan
kedewasaan. Pendidikan yang orientasinya adalah sebagai proses penumbuhan, perbaikan dan penyempurnaan untuk tercapainya kebaikan mustamiroh, baik dalam situasi pergaulan, pengajaran, latihan-latihan, dan bimbingan. 2. Pengertian Hati Hati menjadi wadah pengetahuan yang haqqul yakin yang telah teruji kebenarannya oleh akal (Suparlan, 2015: 89-91). a. Ibnu Katsir Hati adalah tempat bergantungnya kemunafikan sebagaimana bergantungnya keimanan. Hati adalah rahasia dari rahasia-rahasia yang tidak diketahui hakikatnya yang tersembunyi didalamnya, kecuali oleh Allah
SWT.
Karenanya,
aqidah
25
manusia
dan
segala
yang
dikerjakannya, yang baik ataupun yang buruk, semuanya merujuk pada segumpal daging (mudghat) yang ada di dalam tubuh (Azmi, 2006: 4). b. Asy-Syahudi Hati merupakan tuan dan kepala dari seluruh anggota badan manusia, pikiran bagi hati adalah bagaikan daun telinga bagi pendengaran. c. Wiyono Hati adalah ibarat cermin, hati tempat berkaca tentang baik atau buruk, dan hati tidak dapat dibohongi betapapun kita mencoba merasionalkan perbuatan buruk seperti baik, maka hati tetap akan mengatakan itu adalah buruk (Suparlan,2015: 8). Berdasarkan pengertian pendidikan dan pengertian hati di atas, dapat diartikan pendidikan hati adalah upaya sadar dan sistematis untuk menumbuh kembangkan, memelihara, dan memperbaiki potensi hati agar hati mencapai kesempurnaan, terjaga serta menjadi hati yang sehat (qolbun salim). Proses
mendidik
hati
meliputi
usaha
menumbuhkembangkan,
memperbaiki, dan menjaga. Menumbuhkembangkan yang dimaksut adalah melatih dan membiasakan hati secara terus menerus untuk membiasakan melihat dengan hati, memikirkan dengan hati, memahami dengan hati, meyakini dengan hati dan memilih dengan hati. Proses menjaga dan merawat hati agar tetap baik, digambarkan pada beberapa ayat al-Qur‟an: 1. Hati yang sudah baik jangan dibiarkan mengikuti orang yang lalai.
26
2. Diupayakan untuk membatasi penglihatan mata pada lawan jenis agar hati terjaga kebersihannya. 3. Meningkatkan kualitas dzikir agar hati semakin tuma‟ninah pada kebenaran. 4. Merenungkan kekuatan Allah pada takdir kehidupan dan kematian untuk menjaga kebersihan hati. B. Pendidikan Hati Perspektif Al-Ghazali 1. Definisi Hati, Ruh, Nafsu dan Akal a. Definisi Hati Perkataan yang pertama, hati itu dikatakan secara umum dengan dua arti, yaitu: 1) Hati dengan arti daging yang berbentuk buah shanubar yang diletakkan pada sebelah kiri dari dada. Yaitu: daging yang khusus, dan di dalamnya ada lobang, dan di dalam lobang itu ada darah yang hitam yang menjadi sumber ruh dan tambangnya. 2) Hati dengan arti sesuatu yang halus, rabbaniyah (ketuhanan), ruhaniyah (kerohanian). Dia mempunyai kaitan dengan hati yang jasmani (yang bertubuh) ini. Hati yang halus itulah hakikat manusia. Dialah yang mengetahui yang mengerti yang mengenal dari manusia. Dialah yang diajak bicara, yang disiksa, yang dicela dan dituntut.
27
b. Definisi Ruh Ruh (nyawa) dan ruh itu juga dikatakan secara umum dengan dua arti, yaitu: 1) Tubuh yang halus sumbernya adalah lobang hati yang jasmani, lalu tersebar dengan perantara urat-urat yang merusak kebagian-bagian badan lainnya. Dan perjalanan ruh pada badan, banjir-banjirnya cahaya-cahaya kehidupan, perasaan, penglihatan, pendengaran, dan penciuman dari padanya atas semua anggotanya itu menyerupai banjirnya cahaya dari lampu yang diputar di sudut-sudut rumah. Sesungguhnya cahaya itu tidak sampai ke suatu bagian rumah melainkan ia bersinar dengan cahaya itu. 2) Yang halus dari manusia yang mengerti lagi mengetahui dari manusia, dan itulah yang kami jelaskan mengenai salah satu arti hati dan itulah yang dikehendaki oleh Allah Ta‟ala dengan firmanNya:
ٌِ زٌُ ٍَِِّ ْاى ِؼ ْيْٞ ِ َٗ ٍَب أ ُٗرِّٜٗح قُ ِو اىشُّ ٗ ُح ٍِ ِْ أَ ٍْ ِش َسث ِ َُّ ْسؤ َىَُّ٘لَ َػ ِِ اىشَٝٗ )٥٘ : ًل(اَلسشاءْٞ ِإِ ََّل قَي Artinya:
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS.Al-Isra: 85).
Ruh adalah urusan yang mengherankan, rabbani (ketuhanan) yang melemahkan kebanyakan akal-akal dan kefahaman-kefahaman dari mengetahui hakekatnya.
28
c. Definisi Nafsu 1) Bahwa yang dimaksud dengannya adalah arti yang menghimpun kekuatan, marah dan nafsu syahwat pada manusia sebagaimana akan datang penjelasannya. Dan demikian ini adalah yang biasa menurut para ahli tasawuf Karena sesungguhnya mereka maksudkan dengan nafsu adalah pokok yang menghimpun sifat-sifat yang tercela dari manusia, lalu mereka mengatakan bahwa tidak boleh tidak melawan nafsu (hawa nafsu) dan memecahkannya dan kepadanya diisyaratkan dengan sabda Rasulullah saw:
َلْٞ َِ َج ْْ َجْٞ َ ثِٚل اَىَّز َ ك َّ ْف ُس َ ِّٗ َػ ُذٙاَ ْػ َذ Artinya: “Paling berat musuhmu adalah nafsumu yang berada diantara kedua lambungmu.” (HR. Al Baihaqi dari hadits Ibnu Abbas)(Mu‟jamul hadis: 408) 2) Yang halus yang telah kami sebutkan dimana pada hakekatnya dialah manusia yaitu: diri manusia dan dzatnya. Tetapi nafsu itu disifati dengan sifat-sifat
yang bermacam-macam menurut
keadaannya. Apabila nafsu itu tenang di bawah perintah dan kegoncangan berpisah daripadanya disebabkan menentang nafsu-syahwat maka disebut dengan nafsu muthmainnah (jiwa yang tenang).
29
Allah Ta‟ala berfirman tentang contohnya:
ْ َُ َّزَُٖب ا ىَّْ ْفسُ ا ْىٝ َ َبٝ ًَّخٞظ ِ َْخً ٍَّشٞظ ِ ل َسا ِ ِّ َسثَٚ إِىٚاسْ ِج ِؼ.ُط ََئَِّْخ )ٕ٥–ٕ٢ :(ا ىفجش Artinya: “Hai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhainya.” (QS. Al-Fajar: 27-28). Nafsu dengan arti yang pertama itu tidak dapat digambarkan kembalinya kepada Allah Ta‟ala. Sesungguhnya dia itu menjauh dari Allah dan dia adalah tentara syaitan. Dan apabila tidak sempurna ketenangannya, tetapi dia menjadi pendorong bagi nafsu-syahwat dan penentang atasnya, maka disebut nafsu Lawaamah karena dia mencaci pemiliknya. Ketika ia teledor dalam beribadah kepada Tuhannya. Allah Ta‟ala berfirman:
)ٕ:ب ٍخٞس ا ىَّي َّ٘ا ٍَ ِخ(ا ىق ِ َٗ ََلا ُ ْق ِس ٌُ ثِب ىَّْ ْف Artinya:“Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri).” (QS. Al-Qiyamah: 2). Kalau nafsu itu meninggalkan tantangan, tunduk dan taat kepada tuntutan nafsu-syahwat dan dorongan-dorongan syaitan, maka dinamakan nafsu amarah (yang mendorong) kepada kejahatan.
30
Allah Ta‟ala berfirman:
َّ س َلَ ٍَّب َسح ثِبى )ٖ٘: ٘سفٝ(سْ٘ ِء ُ َِّٗ ٍَب ا ُثَش َ إِ َُّ اىَّْ ْفٚا َّ ْف ِس Artinya: “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan.” (QS.Yusuf: 53) Jadi, nafsu dengan arti pertama adalah sangat tercela dan dengan arti kedua adalah terpuji karena dia adalah diri manusia ya‟ni dzatnya dan hakekatnya yang mengerti Allah Ta‟ala dan pengetahuan-pengetahuan lainnya. d. Definisi Akal 1) Bahwa akal itu kadang-kadang dikatakan secara umum dan dimaksud dengannya adalah ilmu (pengetahuan) tentang hakekathakekat perkara. Maka akal adalah ibarat dari sifat ilmu yang tempatnya adalah hati. 2) Bahwa
akal
kadang-kadang
dikatakan
secara
umum
dan
dimaksudkan dengannya adalah yang mengetahui ilmu-ilmu yaitu: hati ya‟ni: hati yang halus. Dan kita mengetahui bahwa setiap orang alim, maka ia mempunyai wujud (ada) dalam dirinya, dan ilmu itu sifat padanya, dan sifat itu bukan yang disifati. Dan akal itu kadang-kadang dikatakan dan dimaksudkan adalah sifat orang alim itu, dan kadang-kadang dikatakan secara umum dan dimaksudkan dengannya adalah
31
tempat memperoleh ilmu yakni: yang mengetahui. Dan itulah yang dimaksud dengan hadits Rasululkah saw:
ق للاُ ْاى َؼ ْق ُو َ َاَ َّٗ ُه ٍَب َخي Artinya: “Pertama yang diciptakan oleh Allah adalah akal”. 2. Kekhususan Hati Manusia Ketahuilah bahwa sejumlah apa yang telah kami sebutkan itu telah dianugerahkan oleh Allah kepada semua binatang selain anak Adam. Karena binatang itu mempunyai nafsu-syahwat, kemarahan dan panca indra yang zhahir dan yang batin juga sehingga seekor kambing melihat serigala itu dengan matanya lalu ia mengetahui permusuhan serigala itu dengan hatinya, maka ia lari daripadanya. Demikian itu adalah indra batin (pengetahuan batin). Maka hendaklah kami menyebutkan apa yang khusus dengan hati manusia dan karenanya, besar kemuliaan manusia dan ia berhak berdekatan dengan Allah Ta‟ala. Dan itu kembali kepada ilmu (pengetahuan) dan iradah (kehendak). Adapun ilmu, maka ilmu tentang urusan-urusan dunia dan akhirat dan hakekat-hakekat yang berhubungan dengan akal. Sesungguhnya semua ini adalah urusan-urusan diluar apa yang ditangkap oleh pancaindra dan binatang tidak bersekutu dengan manusia padanya. Bahkan semua ilmu secara keseluruhan yang dharuri adalah termasuk hal-hal yang khusus bagi akal.
32
Karena manusia menetapkan bahwa satu orang tidak bisa tergambar bahwa ia di dua tempat dalam satu keadaan. Dan ketetapan itu berlaku atas semua orang. Dan telah dima‟lumi bahwa tidak dapat diketahui dengan panca-indra kecuali sebagian orang. Apabila kamu memahami ini dalam ilmu zhahir (ilmu yang tampak) dharuri (yang diketahui tanpa dalil) maka, ini pada semua ilmu nadhori (yang diketahui dengan dalil dan disebut theory-theori) adalah lebih jelas. Adapun iradah (kehendak), maka sesungguhnya apabila dapat diketahui dengan akal, akan akibat suatu perkara dan jalan kebaikan padanya, niscaya bangkit daripadanya keinginan dari segi kemaslahatan dan kepada mencari sebab-sebabnya dan kehendak. Dan demikian itu bukan kehendak nafsu-syahwat dan kehendak binatang. Bahkan itu berlawanan dengan nafsu-syahwat. Jadi, hati manusia itu khusus dengan ilmu dan iradah yang mana semua hewan terlepas daripadanya. Bahkan anak kecil juga terlepas daripadanya pada permulaan fitrahnya. Dan demikian itu terjadi padanya setelah baligh (dewasa). Sabda Rasulullah saw:
ُ ِش ْج ًشارَقَ َّش ْثٚ ِٔ ِر َسا ًػبْٞ َذ إِى َ ٍَ ِْ رَقَ َّش َّ َة إِى Artinya:“Barang siapa mendekatiku sejengkal, niscaya aku mendekatinya sehasta.” (HR. Al Baihaqi)(Al Arba‟un Asughro: 17)
33
Merupakan Isyarat bahwa cahaya-cahaya ilmu itu tidak terhijab (tertutup) dari hati karena kebahilan dan larangan dari pihak yang memberikan kenikmatan. Maha tinggi Dia dari kebahilan dan larangan dengan ketinggian yang besar. Tetapi cahaya-cahaya itu terhijab karena kotoran dan keruhan dari pihak hati. Sesungguhnya hati itu adalah seperti bejana-bejana. Selama bejana air itu penuh dengan air, niscaya udara tidak memasukinya. Maka yang disibukkan dengan selain Allah tidak dimasuki oleh ma‟rifat (mengenal) keagungan Allah Ta‟ala. Menjadi jelas bahwa kekhususan manusia adalah ilmu dan hikmah. Dan paling mulia diantara macam-macam ilmu adalah tentang Allah, sifatsifatNya dan perbuatan-perbuatanNya. Pada ilmu itu kesempurnaan manusia dan kesempurnaan manusia itu kebahagiaannya dan kepatutannya untuk berdekatan di sisi Tuhan Yang Maha Agung dan Maha Sempurna. Badan itu tersusun untuk jiwa dan jiwa itu tempat bagi ilmu dan ilmu itu maksud manusia dan kekhusussannya yang karenanya manusia itu diciptakan. Manusia itu dari segi ia makan dan berketurunan adalah tumbuhtumbuhan dan segi ia merasa dan bergerak dengan kemauan adalah binatang dan dari segi bentuknya dan perawakannya adalah seperti gambar yang diukir pada dinding. Sesungguhnya kekhususan manusia adalah mengetahui hakekat-hakekat perkara. Maka barang siapa menggunakan anggota-anggota badannya dan kekuatan-kekuatannya untuk diminta
34
pertolongannya atas ilmu dan amal, maka ia telah menyerupai malaikat, maka ia berhak dihubungkan dengan malaikat dan ia patut dinamakan malaikat dan rabbani (orang yang dekat dengan Tuhan) sebagaimana diceritakan oleh Allah Ta‟ala tentang kawan-kawan putri nabi Yusuf As dengan firmanNya: )ٖٔ ٘سقٝ(ٌْٝ ش ِ َم
ٍَبَٕ َزاثَ َش ًشاإِ ُْ َٕ َزاإِ ََّل ٍَيَل
Artinya: “Inibukanlah manusia, sesungguhnya ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia.” (QS.Yusuf: 31). Barangsiapa melakukan cita-citanya untuk mengikuti kelezatankelezatan badan, ia makan seperti binatang makan, niscaya ia turun ke lembah tingkat binatang, maka adakalanya bodoh seperti sapi, dan adakalanya rakus seperti babi dan adakalanya buas seperti anjing dan harimau, atau pendengki seperti unta, atau sombong seperti harimau, atau penipu seperti pelanduk atau mengumpulkan semua sifat itu seperti setan yang durhaka. 3. Sifat-sifat Hati Manusia Ketahuilah bahwa manusia disertakan dalam ciptaan dan penyusunannya, empat campuran. Maka karena itu, terkumpul atasnya empat macam dari sifat-sifat yaitu: Sifat Saba‟iyyah (Kebuasan), Sifat Bahimiyyah (Kebinatangan), Sifat Syaithaniyah (Kesetanan), Sifat Rabbaniyyah (Ketuhanan). Manusia dari segi ia dikuasai kemarahan, melakukan perbuatan-perbuatan binatang buas yaitu: “ permusuhan, kebencian, dan serangan kepada manusia dengan pukulan dan cacian”.
35
Manusia dari segi ia dikuasai nafsu-syahwat, ia melakukan perbuatanperbuatan binatang yaitu: “kerakusan, kelobaan, nafsu-syahwat yang besar dan lainnya”. Dan dari bahwa pada jiwanya ada urusan ketuhanan sebagaimana Allah Ta‟ala berfirman:
)٥٘: (اَلسشاءِّٚش َسث ِ ٍْ َقُ ِو اىشُّ ٗ ُح ٍِ ِْ ا Artinya: “Katakanlah:“Ruh itu termasuk urusan Tuhanku.” (QS. Al-Isra‟: 85) Maka manusia menda‟wa pada jiwanya sifat rabbaniyyah dan suka kepada kekuasaan, ketinggian, kekhususan, tindakan sewenang-wenang dalam semua urusan, kesendirian sebagai pemimpin, terlepas dari belenggu perbudakan dan rendah diri dan ia ingin mengetahui segala ilmu. Bahkan ia menda‟wakan
dirinya mempunyai ilmu ma‟rifat dan
mengetahui semua hakekat perkara dengan keseluruhan, ia senang apabila dikatakan berilmu dan susah apabila dikatakan bodoh. Mengetahui semua hakekat perkara dan menguasai semua makhluk itu termasuk sifat-sifat rabbaniyyah. Dan pada manusia ada keinginan kepada demikian itu. Dan dari segi khusus bagi manusia dengan tamyiz (dapat membedakan segala sesuatu) daripada binatang dan ia bersekutu dengannya dalam marah dan nafsu syahwat yang menghasilkan pada sifat syaithaniyyah maka ia menjadi jahat yang menggunakan tamyiznya untuk memikirkan cara-cara kejahatan, sampai kepada tujuan-tujuan dengan tipu
36
daya dan menampakkan kejelekan dalam pertunjukan kebaikan. Dan inilah akhlak syaithan. Setiap manusia terdapat campuran pokok-pokok empat ini ya‟ni: rabbaniyyah, syaithaniyyah, sabaiyyah dan bahimiyyah. Dan semua itu terkumpul dalam hati. Maka seolah-olah yang terkumpul kulit manusia adalah babi, anjing, syaitan dan ahli hikmah. Babi adalah nafsu syahwat. Sesungguhnya babi itu tercela bukan karena warnanya, bentuknya dan gambarnya,, tetapi karena ketamakannya, menggigitnya dan kerakusannya. Anjing adalah marah. Sesungguhnya binatang buas dan anjing yang galak tidak dikatakan anjing dan binatang buas dengan memandang warna, bentuk dan gambarnya, tetapi jika arti kebuasan adalah penerkaman, permusuhan dan kegagalan. Dan pada jiwa manusia terdapat sifat penerkaman binatang buas, kemarahannya, kerakusan babi dan nafsusyahwatnya yang besar. Maka babi dengan sifat ketamakannya mengajak kepada perbuatan keji dan mungkar. Dan binatang buas dengan sifat kemarahannya mengajak kepada aniaya, penghinaan. Dan syaitan senantiasa mengobarkan nafsu-syahwat babi, membngkitkan salah satunya atas lainnya dan memandang bagus apa yang menjadi naluri bagi babi dan anjing. Adapun mentaati syaitan dengan mentaati nafsu-syahwat dan marah, maka daripadanya berhasil sifat memperdaya, penipu, tipu muslihat, kecerdikan pikiran, kelancangan, pemalsuan, menebarkan benih perselisihan, penipuan, perhatian kotor dan sebagainya. Dan jikalau
37
perkara itu dibalik dan semua itu dipaksa di bawah siasat sifat rabbaniyyah, niscaya tetap dalam hati dari sifat rabbaniyyah, ilmu, hikmah,
keyakinan,
mengetahui
hakekat-hakekat
perkara
secara
keseluruhan, mengerti semua perkara menurut yang sebenarnya, menguasai setiap sesuatu dengan kekuatan ilmu dan penglihatan hati dan berhak maju di atas makhluk yang lain karena kesempurnaan ilmu dan keagungannya, dan niscaya ia terlepas dari menyembah nafsu syahwat dan kemarahan, niscaya tersebar sifat-sifat mulia kepadanya dengan lantaran menahan babi nafsu-syahwat dan mengembalikannya kepada batas normal seperti sifat iffah (menjaga diri), qana‟ah (merasa cukup dengan yang ada), tenang, zuhud (tidak suka dunia), wara‟ (menjauhi perbuatan dosa dan syubhat), taqwa, menjadi gembira, bagus sikap, jujur, tolong-menolong dan sebagainya. Maka hati adalah dalam hukum cermin yang telah dipelihara oleh perkara-perkara yang membekas padanya. Bekas-bekas ini secara terus bersambung itu sampai ke hati. Adapun bekas-bekas yang terpuji yang telah kami sebutkannya, maka sesungguhnya ia menambah jelasnya cermin hati, cemerlangnya, cahayanya dan terangnya sehingga jelasnya cahaya kebenaran bersinar pada hati dan hakekat perkara yang dicari dalam agama tersingkap.
38
Rasulullah saw bersabda:
للا َدبفِع ِ ٍَِِ ِٔ ْٞ َاػع َمبَُ َػي ِ َٗ ِٔ ٍَِ ِْ َمبَُ ىَُٔ ٍِ ِْ قَ ْيج Artinya: “Barang siapa mempunyai penasehat dari hatinya, niscaya ada penjaga dari Allah kepadanya.” (menurut Al Iraqi tidak mendapati hadits ini) Hati ini adalah yang dzikir menetap di dalamnya. Allah Ta‟ala berfirman:
ْ َاَ ََلثِ ِز ْم ِشللاِ ر )ٕ٥: ط ََئِ ُِّ ْاىقُيُ٘ةُ (اىشػذ Artinya:“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra‟ad: 28) Adapun bekas-bekas yang tercela, maka dia adalah seperti asap yang menggelapkan yang naik ke cermin hati dan asap itu bertumpuk-tumpuk atasnya dari suatu kali ke kali yang lain sampai hati itu menjadi hitam, gelap dan menjadi terhijab (terdinding) dari Allah secara keseluruhan. Dan itulah tabiat. Dan itulah karatan. Allah Ta‟ala berfirman:
)ٔٗ :َِٞ ْن ِسجَُُ٘ (اىَطففٝ قُيُ٘ثِ ِٖ ٌْ ٍَب َمبُّ٘اَٚػي َ ََُم َّل ثَوْ َسا Artinya: “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (QS. Al-Muthaffifin: 14). Allah Azza Wa Jalla berfirman:
ْ ََّٗ ٌْ ِٖ ِص ْجَُْٖ ٌْ ثِ ُزُّْ٘ ث ْ َٝ قُيُ٘ثِ ِٖ ٌْ فَُٖ ٌْ ََلَٚطجَ ُغ َػي س ََ ُؼْ٘ َُ (اَلػشاف َ َاَ ُْ ىَْ٘ َّ َشب ُءا )ٔٓٓ: Artinya: “Bahwa kalu Kami menghendaki, tentu Kami azab mereka karena dosa-dosanya, dan Kami kunci mati hati mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar (pelajaran lagi).” (QS. Al A‟raf: 100).
39
Maka tidak mendengar itu dihubungkan dengan dicap dengan dosa-dosa adalah sebagaimana mendengar itu dihubungkan dengan taqwa Allah Ta‟ala berfirman:
َ َُٗارَّق ْ ٘االلا َٗا )ٔٓ٥: س ََ ُؼ٘ا (اىَبئذح Artinya: “Dan bertaqwalah kepada Allah dan mendengarlah.” (QS. AlMaidah: 108).
) ٕ٥ٕ : ُ َؼيِّ َُ ُن ٌُ للاُ(اىجقشحَٝٗ ََٗارَّقُ٘االلا Artinya: “Dan bertaqwalah kepada Allah, Allah mengajarmu.”(QS. AlBaqarah: 282). Manakala dosa-dosa itu bertumpuk-tumpuk, maka dicap hatinya. Dan pada waktu itu, hati itu gelap dari mengetahui kebenaran dan kebaikan agama, memandang remeh kepada urusan akhirat, memandang agung kepada urusan dunia dan ia terbatas cita-citanya atas dunia. Maka pendengarannya diketuk dengan urusan akhirat dan bahaya-bahaya yang terjadi di akhirat, niscaya itu masuk dari satu telinga dan keluar dari telinga yang lain, tidak menetap dihati dan tidak menggerakkannya kepada taubat dan memperbaiki perbuatannya. Mereka adalah orang-orang:
َئِ َسبْى ُنفَّب ُس ٍِ ْْؤَٝ خ َش ِح َم ََبٟ َ ٍَُْ َْآْٝ َُّٖباىَّ ِزََٝبأٝ ِ ْئِ ُسْ٘ ا ٍَِْبَٝ ِٖ َْقَ ْذْٞ َعجَبىيُٖ َؼي ِ ٘اَلرَزَ َ٘ىَّْ٘ اقَ٘ ًٍب َغ )ٖٔ: ٘س(اىََزذْخ ِ ُصْ َذبثِبْىقُج Artinya: “Sesungguhnya mereka telah berputus asa terhadap negeri akhirat sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada dalam kubur berputus asa.” (QS. Al Mumtahanah: 13).
40
Inilah arti kehitaman hati disebabkan dosa-dosa sebagaimana disampaikan Al-Qur‟an dan As Sunnah. Maimun bin Mahran berkata: “Apabila seorang hamba berbuat suatu dosa, maka titik hitam menitik pada hatinya, lalu apabila ia mencabut dan bertaubat, maka hati itu mengkilap. Dan kalau ia kembali berbuat dosa maka ditambah pada titik hitam itu, sehingga hatinya tinggi. Maka itulah karat. Taat kepada Allah Subhanllah dengan menentang nafsu syahwat adalah membuat mengkilapnya hati. Dan perbuatan ma‟siyat-ma‟siyat kepada-Nya adalah menghitamkan hati. Barangsiapa menghadapkan dirinya kepada perbuatan ma‟siyat, niscaya hatinya menjadi hitam dan barangsiapa mengikuti perbuatan dosa dengan kebaikan dan menghapus bekasnya, niscaya hatinya tidak gelap, tetapi cahayanya berkurang seperti cermin yang dipakai bernafas kemudian dihapus dan dipakai bernafas kemudian dihapus. Maka ia tidak sunyi dari kotoran. Maka perumpamaan iman di hati adalah seperti sayuran-sayuran yang dipanjangkan oleh air yang baik. Dan perumpamaan nifaq di hati adalah seperti luka yang dipanjangkan oleh nanah dan nanah yang bercampur darah.
ص ُشْٗ َُ (اَلػشاف ِ طَب ُِ رَ َز َّم ُشٗافَئ ِ َرإُ ٌْ ٍُّ ْجْٞ َِ ارَّقَ٘اإِ َرا ٍَ َّسُٖ ٌْ غَئِف ٍَِِّ اى َّشْٝ إِ َُّ اىَّ ِز )ٕٓٔ: Artinya: “Sesungguhnya orang yang bertaqwa bila mereka ditimpa waswas dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu
41
juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” (QS. Al-A‟raf: 201). Diterangkan bahwa terangnya hati dan dapat melihat itu dapat berhasil dengan dzikir (ingat kepada Allah) dan bahwa tidak mungkin dzikir kecuali orang-orang yang bertaqwa. Maka taqwa adalah pintu dzikir. Dan dzikir adalah pintu kasyaf (tersingkap hijab). Dan kasyaf adalah pintu kebahagiaan yang paling besar yaitu: kebahagiaan dengan bertemu Allah Ta‟ala. 4. Sebab-sebab hati itu sunyi dari ilmu Ketahuilah bahwa tempat ilmu adalah hati ya‟ni: yang halus yang mengatur semua anggota badan. Dan hati yang halus inilah yang ditaati yang dilayani dari semua anggota badan. Orang alim (berilmu) itu ibarat hati, dimana contoh hakekat sesuatu itu bertempat di dalamnya. Dan sesungguhnya hati itu sunyi dari ilmu dimana ilmu itu sunyi dari hati Karena sebab-sebab lima ini: a. Kekurangan pada hati itu sendiri seperti hati anak kecil. Sesungguhnya bagi anak kecil tidak jelas segala apa yang diketahui karena kekurangannya. b. Kekotoran perbuatan-perbuatan maksiat dan perbuatan keji yang bertumpuk-tumpuk di atas muka hati disebabkan banyaknya nafsu syahwat. Sesungguhnya semikian itu mencegah bersihnya hati dan terangnya lalu tampaknya kebenaran di dalamnya tercegah karena gelapnya dan bertumpuk-tumpuknya. Rasulullah saw bersabda:
42
ِٔ أَثَ ًذاْٞ َ ُؼ٘ ُدإِىَٝ ٍَ ِْ قَب َسفَ َر ّْجًبفَب َسقَُٔ َػ ْقو ََل Artinya: “Barang siapa mengerjakan suatu dosa, niscaya ia ditinggalkan oleh suatu akal yang tidak akan kembali kepadanya selama-lamanya.” (Menurut Al Iraqi tidak menjumpai asal hadits ini) Yakni niscaya berhasil di dalam hati suatu kotoran yang bekasnya tidak dapat hilang. Karena penghabisannya adalah ia mengikuti perbuatan dosa itu dengan kebaikan yang menghapuskannya. Kalau ia mengerjakan kebaikan dan tidak didahului kejahatan, niscaya pasti semakin bertambah kecemerlangan hati. Maka manakala didahului oleh kejahatan niscaya faedah kebaikan gugur, tetapi hati kembali kepada keadaan yang sebelum melakukan kejahatan dn tidak bertambah cahayanya. Tidaklah cermin yang dikotori, kemudian dihapus dengan alat yang membuat mengkilap itu seperti cermin yang dihapus dengan alat yang membuat mengkilap karena bertambah cemerlangnya dengan tanpa kotor sebelumya. Maka menghadap kepada mentaati Allah dan berpaling dari tuntutan nafsu syahwat adalah mencemerlangkan hati dan membersihkannya. Karena itu Allah Ta‟ala berfirman:
)ٙ٦: َِ (اىؼْنج٘دْٞ ِْللا ىَ ََ َغ ْاى َُذْ ِس َ َُّ َُِّْٖ ٌْ ُسجُيََْب َٗإَٝ َْبىََْ ْٖ ِذْٞ َِِ َجبَٕ ُذٗافْٝ َٗاىَّ ِز Artinya: “Dan orang-orang yang berjihad untuk mencari keridhaan kami, benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang berbuat baik” (QS. Al-Ankabut:69)
43
c. Bahwa hati itu dipalingkan dari arah hakekat yang dikehendaki. Sesungguhnya hati orangyang shaleh, walaupun bersih, maka tidak jelas padanya kecemerlangan kebenaran karena ia tidak mencari kebenaran dan ia tidak menghadap dengan cerminnya kearah apa yang dikehendaki. d. Hijab (dinding). Sesungguhnya orang yang taat, yang memaksa nafsusyahwatnya, yang menjuruskan fikirannya semata-mata tentang suatu hakekat itu kadang-kadang hakekat itu tidak tersingkap baginya karena ia terhijab daripadanya disebabkan keyakinan yang mendahuluinya sejak kecil secara taklid dan menerima dengan bagus sangkaan. Sesungguhnya demikian itu menghalangi antara hati dan hakekat kebenaran dan mencegah daripada tersingkap dalam hatinya apa yang berbeda dari apa yang didapatinya dari zhahirnya taqlid. Ini juga hijab yang besar yang dengannya terhijab kebanyakan ahli kalam dan orangorang yang fanatic madzhab, bahkan kebanyakan orang-orang shaleh yang berfikir tentang kerajaan langit dan bumi. Sesungguhnya mereka itu berhijab dengan keyakinan-keyakinan yang bersifat taqlid yang telah beku dalam jiwa mereka, telah melekat dalam hati mereka dan menjadi hijab antara mereka dan memperoleh hakekat-hakekat. e. Kebodohan tentang arah yang daripadanya akan diperoleh apa yang dikehendaki.Sesungguhnya orang yang mencari ilmu tidak mungkin menghasilkan ilmu tentang sesuatu yang tidak diketahui kecuali dengan mengingat-ingat ilmu-ilmu yang sesuai dengan apa yang
44
dicarinya sehingga apabila ia mengingat-ingatnya dan menyusunnya dalam jiwanya dengan susunan yang diketahui oleh para Ulama‟ dengan jalan pertimbangan. Maka dalam waktu itu ia telah mendapatkan apa yang dicari lalu hakekat apa yang dicari menjadi jelas bagi hatinya. Sesungguhnya ilmu yang dicari yang bukan fithriyyah (ilmu yang diperoleh sejak lahir) itu tidak dapat ditangkap kecuali dengan jaringan ilmu yang menghasilkan. Bahkan setiap ilmu tidak dapat berhasil kecuali dari perantara dua ilmu yang mendahului yang tersusun dan bercampur secara khusus. Maka dari bercampurnya kedua ilmu itu berhasil ilmu yang ketigaseperti berhasil anak dari percampuran jantan dan betina. Maka begitu pula setiap ilmu itu mempunyai dua asal yang khusus yang diantara keduanya ada satu jalan dalam percampuran yang dapat menghasilkan ilmu yang bermanfaat lagi dicari. Maka kebodohan dari asal-asal itu dan cara percampurannya adalah pencegah dari memperoleh ilmu. Allah Azza Wa Jalla berfirman:
ُْ ََِ أْٞ َض َٗ ْاى ِججَب ِه فَؤ َث ِ اى َّسَب َ َٗاَٚإَِّّب َػ َشظْ َْ ْبا ََل ٍَبَّخَ َػي ِ ْد َٗ ْاَلَس ً ُٖبٗ َد ََيََٖ ْبا ِإل ّْ َسبُّئ َُِّّٖ َنبَّظَيُ٘ ًٍب َج ٢ٕ: َ٘ل (اَلدزة َ َْْٖ ٍِ ََِذْ َِ ْيََْٖب َٗأَ ْشفَ ْقٝ Artinya: “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya dan dipukullah amanat itu oleh
45
manusia.Sesungguhnya manusi itu amat dzalim dan amat bodoh ” (QS. Al-Ahzab: 72) Merupakan isyarat bahwa hati mempunyai
kekhususan yang
menjadikan ia berbeda dengan langit-langit, bumi dan gunung-gunung, yang dengan kekhususan itu hati menjadi sanggup memikul amanat Allah Ta‟ala. Amanat itu adalah ma‟rifat dan tauhid. Setiap anak Adam itu siap memikul amanat dan sanggup memikulnya menurut aslinya. Tetapi sebab-sebab yang telah kami sebutkan itu menghalanginya untuk bangkit melaksanakan tugas-tugas amanat itu dan sampai kepada wujudnya. Umar ra., ia bertanya kepada Rasulullah saw: “Wahai Rasulullah dimanakah Allah, di bumi atau di langit?” Beliau Saw bersabda:
َِْٞ ٍِِْ ة ِػجَب ِد ِٓ ْاى َُ ْؤ ِ ُ٘ قُيِٚف Artinya: “Di hati hamba-hambaNya yang beriman” (menurut Al Iraqi tidak menjumpai hadits asal hadits ini) Dalam suatu hadits disebutkan bahwa Allah Ta‟ala berfirman:
ع ِ ْ اَسِْٚ َ َس ْؼٝ ٌْ َى ِ ِّ ِِ ْاى َ٘ا ِدَّٞ ْاى َُ ْؤ ٍِ ِِ اىيٙ قَ ْيتُ َػ ْج ِذِْٚ َٗ َٗ ِس َؼِٚ َٗ ََل َس ََبئٚظ Artinya: “BumiKu dan langitKu tidak dapat memuatKu. Dan hati hambaKu yang mu‟min, yang lemah lembut, yang tenang, dapat memuatKu.”(menurut Al Iraqi tidak menjumpai hadits asal hadits ini) 5. Keadaan Hati Dikaitkan dengan Ilmu Akal, Agama, Dunia dan Akhirat Ketahuilah bahwa hati itu dengan nalurinya siap untuk menerima hakekat-hakekat segala apa yang diketahui. Tetapi ilmu-ilmu yang
46
bertempat di hati terbagi kepada aqliyyah (ilmu akal) dan syar‟iyah (ilmu agama). Dan aqliyyah itu terbagi kepada dharuriyyah (yang diketahui dengan mudah) dan
muktasabah
(yang diperoleh dengan jalan
diusahakan). Muktasabah itu terbagi kepada duniawi (urusan dunia) dan ukhrowiyyah (urusan akhirat). Adapun aqliyyah, maka kami maksudkan dengannya adalah apa yang ditetapkan oleh thabiat aqal dan tidak didapatkan dengan jalan taqlid dan mendengar. Dan aqliyyah itu terbagi kepada dharuriyah yang tidak diketahui dari mana ia berhasil dan bagaimana berhasil seperti pengetahuan manusia bahwa satu orang tidak berada pada dua tempat dan satu barang itu baru lagi lama, ada lagi tidak ada sekaligus. Sesungguhnya ini adalah ilmu-ilmu dimana manusia mendapatkan dirinya sejak kecil mengetahuinya secara fitrah dan ia tidak mengetahui kapan ilmu itu berhasil baginya dan tidak mengerti pula dari mana ilmu ini berhasil baginya yakni bahwa ia tidak mengerti baginya sebab yang dekat. Kalau tidak, maka tidak tersembunyi atasnya bahwa Allahlah yang menciptakan ilmu itu dan member petunjuk kepadanya. Dan terbagi pula kepada ilmu-ilmu muktasabah (yang diperoleh dengan diusahakan) yaitu yang diperoleh dengan belajar dan mencari dalil. Dan kedua ini kadang-kadang dinamakan akal.
47
Ali r.a berkata:
ْ ََ َف طجُْ٘ ع َٗ ٍَ ْس َُْ٘ ع
َ ْٝ ََسا ِِ ْٞ َذ ْاى َؼ ْق َو َػ ْقي
ْ ََ َ ُنٝ ٌْ ََ ْْفَ ُغ ْاى ََ ْس َُْ٘ ُع إِ َراىََٝل طجُْ٘ ع ِِ ٍَ َُْْْ٘ عْٞ ظْ٘ ُء ْاى َؼ َ َٗ س ِ َْ َم ََ َبَلرَ ْْفَ ُغ اى َّش “ saya melihat akal itu dua (bagian) Akal masmu‟ tidak berguna Sebagaimana matahari tidak berguna
akal mathbu‟ (thabi‟i) dan masmu‟ (sam‟i) apabila akal mathbu‟ tidak ada di mana cahaya mata terhalang.”
Mathbu‟ (akal yang didapatkan dengan naluri tanpa diusahakan) Masmu‟ (akal yang didapatkan dengan diusahakan dan mendengar) Karena taqarrub (mendekatkan diri kepada Allah) tidak mungkin dengan naluri fitrah dan tidak mungkin dengan ilmu-ilmu dharuri, tetapi dari ilmuilmu muktasabah. Seperti Ali r.a adalah yang mampu taqarrub dengan menggunakan akalnya dalam mencari ilmu yang dengannya dapat dicapai kedekatan dengan Tuhan alam semesta. Hati itu berlaku seperti mata. Dan naluri akal berlaku seperti kekuatan penglihatan dimata. Dan kekuatan penglihatan itu halus yang tidak ada pada orang buta dan didapatkan pada orang yang bisa melihat, walaupun ia memejamkan kedua matanya atau malam itu gelap. Dan ilmu yang berhasil daripadanya di hari itu berlaku seperti kekuatan memperoleh penglihatan pada mata dan melihatnya kepada segala sesuatu. Dan qalam (pena) yang dipakai menulis ilmu-ilmu oleh Allah di atas lembaran-lembaran hati adalah berlaku seperti berlakunya bulatan
48
matahari. Dan sesungguhnya ilmu tidak dihasilkan pada hati anak kecil sebelum tamyiz karena sabak hatinya belum siap menerima ilmu itu sendiri. Allah Ta‟ala berfirman:
)٘–ٗ: َ ْؼيَ ٌْ(اىؼيقٝ ٌْ َسبَُ ٍَبى َ ّْ َػيَّ ٌَ ْا َِل. ٌِ َ َػيَّ ٌَ ثِبْىقَيٙاىَّ ِز Artinya: “Yang mengajar (manusia) dengan peranta qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahui.” (QS. Al-„Alaq: 4-5) Qalam Allah Ta‟ala tidak menyerupai qalam makhlukNya sebagaimana sifat Allah tidak menyerupai sifat makhlukNya. Maka qalamNya bukanlah dari bambu dan kayu sebagaimana bahwa Allah bukan dari jauhar (zat) dan penglihatan bathiniyah (hati) dan penglihatan zahir (mata) adalah benar dari segi-segi ini. Sesungguhnya penglihatan yang bathiniyah adalah jiawa itu sendiri dimana ia itu halus lagi mengetahui. Allah Ta‟ala berfirman:
)ٔٔ: ٌ(اىْجَٙة ْاىفُ َؤا ُد ٍَب َسأ َ ٍَب َم َز Artinya: “Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.” (QS. An- Najm: 11) Pengertian hati dinamakan penglihatan. Begitu pula firman Allah Ta‟ala:
َ ٌَ ٍَيَ ُنْٞ ِٕ إِ ْث َشاٙل ُّ ِش ٌَِ (اَلّؼْٞ َِِْ ُنَُ٘ ٍَِِ ْاى َُ٘قِٞظ َ٘ى َ َِٗ َم َزى ِ ْد َٗ ْاَلَس ِ ٘د اى َّس ََبٗا )٢٘:
49
Artinya: “Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi, dan (Kami memperlihatkannya) agar Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin.” (QS. Al-An‟am: 75) Dan tidaklah yang dimaksudkan itu penglihatan yang zhahir, maka sesungguhnya demikian itu tidak dikhususkan bagi Ibrahim as. Sehingga disampaikan dalam penyampaian pemberian anugrah. Karena itu, lawan pengertiannya dinamakan kebutaan. Allah Ta‟ala berfirman:
)ٗٙ: س(اىذج َ ْاَلَ ْثََٚ فَب ََِّّٖ َبَلرَ ْؼ ِ ْٗ اىصُّ ُذٚ ِفِٚ ْاىقُيُ٘ةُ اىَّزََٚ صب ُس َٗىَ ِن ِْ رَ ْؼ Artinya: “Sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (QS. Al-Hajj: 46) Inilah penjelasan ilmu aqal. Adapun ilmu-ilmu agama, maka ia diambil dengan jalan taqlid kepada para nabi as. Dan demikian dihasilkan dengan mempelajari Kitab Allah dan sunnah RasulNya dan memahami arti-arti Al- Qur‟an dan hadist setelah memahami keduanya. Ilmu-ilmu akal itu tidak cukup untuk menyelamatkan hati, walaupun hati memerlukan kepadanya sebagaimana bahwa akal itu tidak cukup bag uterus menerusnya kesehatan badan. Tetapi mengetahui kasiat-kasiat obatobat dan ramuan-ramuan dengan jalan belajar daripada dokter. Sesungguhnya ilmu-ilmu aqal adalah seperti makanan dan ilmuilmu syariat adalah seperti obat-obat. Dan orang sakit itu terkena bahaya dengan makanan manakala tidak ada obat. Maka begitu pula penyakit hati tidak mungkin pengobatannya kecuali dengan obat-obat yang diperoleh
50
dari syariat. Dan itulah tugas-tugas ibadah-ibadah dan amal-amal yan disusun oleh para Nabi as. untuk memperbaiki hati. Maka barang siapa tidak mengobati hatinya yang sakit dengan pengobatan-pengobatan ibadah syariat dan merasa cukup dengan ilmu-ilmu akal, niscaya ia terkena bahaya dengan ilmu-ilmu akal itu sebagaimana orang sakit terkena bahaya dengan makan. Inilah perbandingan ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu aqal/ ilmu aqal itu terbagi kepada duniawi dan ukhrowi.Duniawi itu seperti ilmu kedokteran, matematika, teknik, bintang, semua pekerjaan tangan dan semua perusahaan.Ukhrowi itu seperti ilmu hal-ikhwal hati, bahaya – bahaya amal perbuatan , ilmu mengenai Allah Ta‟ala , sifat-sifat-Nya adna perbuatan-perbuatan-Nya. Kedua itu adalah dua ilmu yang saling meniadakan yakni: orang yang memusatkan perhatiannya kepada salah satunya sehingga ia mendalam padanya, niscaya penglihatan hatinya meninggalkan yang lain menurut kebanyakannya. Karena itu, Ali ra. berkata: “keduanya dalah seperti dua daun neraca, seperti timur dan barat dan seperti dua wanita yang dimadukan yang apabila kamu menyenangkan salah satu dari kedua wanita tersebut, niscya kamu membuat kemarahan kepada yang lain”. Karena itu, kamu melihat bahwa orang-orang yang pandai tentang urusan dunia, ilmu kedokteran, matematika teknik dan filsafat adalah bodoh tentang urusan akhirat, dan orang-orang yang pandai tentang hal-hal
51
yang halus dan ilmu-ilmu akhirat adalah bodoh tentang kebanyakan ilmuilmu dunia. Karena kekuatan akal tidak dapat sempurna dengan dua urusan bersamasama
pada
umumnya.
Maka
salah
satunya
menjadi
pencegah
kesempurnaan pada yang kedua. Al Hasan berkata dalam sebagian nasehatnya: “Sesungguhnya kamu telah menjumpai suatu kaum yang jikalau kamu melihat mereka, niscaya kamu katakana: “orang-orang gila.” Dan jikalau mereka menjumpaimu, niscaya mereka berkata: “Syaitan-syaitan”. Mana kala kamu mendengar sesuatu yang asing dari urusan agama yang diingkari oleh orang pandai tentang ilmu-ilmu lain, maka janganlah kamu tertipu oleh ingkarnya mereka untuk menerimanya. Karena termasuk hal yang mustahil bahwa orang yang menempuh jalan timur memperoleh apa yang didapatkan di jalan barat. Maka begitulah urusan dunia dan akhirat berlaku.” Allah Ta‟ala berfirman:
َ ٌْ ُٕ ِخ َش ِحَٟب َُٕٗ ٌْ َػ ِِ ْاّْٞ َب ِح اى ُّذَٞ ْؼيَ ََُُ٘ ظَب ِٕ ًشا ٍَِِّ ْاىذٝ )٢: ًٗغبفِيَُُ٘ (اىش Artinya: “Mereka hanya mengetahui yang lahir saja dari kehidupan dunia, sedang mereka tentang kehidupan akhirat adalah lalai.” (QS. Ar-Rum: 7) Dan Allah Ta‟ala berfirman:
ٍَِِّ ٌْ ُٖل ٍَ ْجيَ ُغ َ َِب َرىّْٞ َبحَ اى ُّذُٞ ِش ْدإِ ََّل ْاى َذٝ ٌْ َ َػ ِْ ِر ْم ِشَّب َٗىَّٚفَؤ ْػ ِشضْ َػ ِْ ٍَّ ِْ رَ َ٘ى )ٖٓ–ٕ٦: ٌْاى ِؼ ْي ٌِ(اىْج Artinya: “Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan Kami dan tidak mengingini kehidupan
52
duniawi. Itulah sejauh-jauh pengetahuan mereka.” (QS. An Najm: 29-30) Maka mengumpulkan diantara kesempurnaan hati tentang kepentingankepentingan dunia dan agama hampir-hampir tidak mudah kecuali orang yang dikokohkan oleh Allah untuk mengatur hambaNya tentang penghidupan dunianya dan kembalinya ke akhirat. Mereka adalah para Nabi yang diperkuat dengan ruhul qudus (ruh yang suci) yang dibantu dengan kekuatan ilahiyyah yang lapang bagi semua urusan dan tidak sempit. Adapun hati makhluk lainnya apabila ia berpegang teguh dengan urusan dunia, niscaya ia berpaling dari urusan akhirat dan teledor dari pada penyempurnaannya. 6. Perbedaan antara Ilham dan Belajar, dan Perbedaan antara Jalan Orang Shufi dan Orang Ahli Teori Ketahuilah bahwa ilmu yang tidak dhauri dan hanya berhasil di hati pada sebagian keadaan itu berbeda-beda keadaan berhasilnya. Maka sesekali ilmu itu menyerang kepada hati seolah-olah dilemparkan kedalam hati tanpa mengetahui dan sekali diperoleh dengan jalan mencari dalil dan belajar Maka yang dihasilkan tidak dengan jalan usaha dan mencari dalil itu dinamakan ilham. Dan yang dihasilkan dengan mencari dalil itu dinamakan I‟tibar dan istibshar. Yang pertama dinamakan ilham dan bisikan didalam hati. Yang kedua dinamakan wahyu dan khusus bagi para Nabi, dan yang pertama
53
khusus bagi para wali dan orang-orang pilihan. Dan yang sebelumnya yaitu dengan jalan mencari dalil itu khusus bagi para Ulama‟. Ilham itu tidak berbeda dengan iktisab (usaha) tentang ilmu itu sendiri, tempatnya dan sebabnya. Tetapi ilham berbeda dengan iktisab dari segi hilangnya hijab. Demikian itu bukan dengan kemauan hamba. Dan wahyu itu tidak berbeda dengan ilham mengenai sesuatu dari demikian itu. Bahkan mengenai kesaksian malaikat yang memberi ilmu. Sesungguhnya ilmu itu berhasil dihati dengan perantara malaikat. Allah Ta‟ala berfirman:
ُشْ ِس َوٝ ًَْٗبأَْٗ ٍِ ِْ َٗ َسآء ِد َجبة أٞ ْ َنيِّ َُُٔ للاُ َّإَل َٗدُّٝ ُْ ََٗ ٍَب َمبَُ ىِجَ َششأ َ َٝ ثِب ِ ْرِّ ِٔ ٍَبَٚ ُ٘ ِدََٞس ُسَ٘لًف )٘ٔ: ٙشآ ُء(اىش٘س Artinya: “Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya denag seizing-Nya yang Dia kehendaki.” (QS. Asy Syura: 51) Apabila
kamu
telah
mengetahui
ini,
maka
ketahuilah
bahwa
kecenderungan orang-orang ahli tashawwuf itu kepada ilmu-ilmu ilhamiyah (yang diperoleh dengan ilham) bukan kepada ilmu ta‟limiyah (yang diperoleh dengan belajar) Karena itu, mereka tidk berkeinginan kepada mempelajari ilmu, menghasilkan apa yang dikarang oleh para pengarang dan membahas tentang pendapat dan dalil-dalil yang disebutkan. Mereka mengatakan bahwa jalan adalah mendahulukan mujahadah (melawan hawa nafsu), mengetahui sifat-sifat yang tercela, memutuskan hubungan-hubungan 54
dunia semuanya dan menghadapkan air dengan sepenuh cita-cita kepada Allah Ta‟ala. Manakala itu berhasil, niscaya Allah adalah yang menguasai hati hambaNya dan menanggungnya dengan disinarinya dengan cahaya-cahaya ilmu.Apabila Allah menyinari hati, niscaya rahmat melimpah atasnya, cahaya cemerlang didalam hati, dada terbuka, rahasia alam malakut tersingkap baginya, hijab kelengahan hilang dari muka hati dengan kehalusan rahmatNya dan hakekat-hakekat urusan illahiyah bersinar didalamnya. Para Nabi dan para wali itu urusan mereka tersingkap dan cahaya melimpah atas dada mereka bukan dengan belajar, mempelajari dengan menulis kitab-kitab, tetapi dengan zuhud tentang dunia, melepaskan diri dari segala hubungannya, mengosongkan hari dari kesibukannya dan menghadapkan diri dengan sepenuh cita-cita kepada Allah Ta‟ala. 7. Yang Dapat Merusak Hati a. Was-was (godaan syetan) Was-was (godaan syetan) adalah goresan hati (pemikiranpemikiran yang berhasil di dalam hati) yang tercela yakni, mendorong kepada kejahatan yang disebabkan oleh syetan. Sedangkan goresan hati yang mendorong kepada kebaikan yakni, kepada apa yang bermanfaat di akhirat yang disebabkan oleh malaikat. Hati yang siap sedia menerima ilham kebaikan dinamakan taufiq (memperoleh petunjuk). Dan hati yang siap menerima was-was syaitan dinamakan ighwa‟ (kesesatan) dan khizhlan (kehinaan).
55
Rasulullah saw. Menyebutkan arti was-was (bisikan syetan) yaitu goresan-goresan hati yang tergores bagi seorang yang berjihad, yang dapat memalingkannya dari jihad tersebut. Dan goresan hati ini dapat diketahui. Jadi, bisikan syetan itu dapat diketahui dengan penyaksian. Dan setiap goresan hati itu mempunyai sebab dan memerlukan nama yang dapat dikenalinya. Maka suatu nama yang sebabnya adalah syetan. Dan tidak dapat tergambar bahwa manusia dapat terlepas daripadanya. Sesungguhnya meraka berbeda-beda dengan kedurhakaannya dan keikutannya. Karena itu Rasulullah saw. Bersabda:
ُطَبْٞ ٍَب ٍِ ِْ أَ َدذإِ ََّل َٗىَُٔ َش Artinya: “Tidaklah seseorang melainkan ia mempunyai syetan.” Maka dengan pertimbangan ini, menjadi jelas arti was-was (bisikan syetan), ilham, malaikat, syetan, taufiq dan khizhlan. b. Penyebab Masuknya Syaitan Kedalam Hati 1) Marah dan Nafsu Syahwat Karena marah itu membinasakan akal. Dan apabila tentara hati itu lemah, niscaya tentara syetan menyerang. Tentara akal itu adalah mengetahui tentang Allah dan yakin. Sedangkan tentara syetan itu kebodohan, tamak dan menyukai dunia. Dan sungguh telah disebutkan bahwa sebagian wali-wali telah berkata kepada iblis: “tunjukkanlah kepadaku, bagaimanakah engkau mengalahkan anak cucu Adam?”
56
Iblis menjawab: “Agung memegangnya ketika ia sedang marah dan ketika datang hawa nafsunya.” 2) Hasad (dengki) dan rakus Dan ketika seorang hamba itu rakus kepada setiap sesuatu, niscaya kerakusan itu membuat ia buta dan tuli. Kecintaan adalah sesuatu yang bisa membutakan dari jalan petunjuk dan menulikan dari mendengar yang benar. Seorang laki apabila telah kuat kecintaan pada hatinya, dan baginya tidak ada yang mengajak kepada yang benar yaitu akal dan agama, niscaya kecintaannya itu membuat ia tuli dari keadilan dan membuat ia buta dari jalan petunjuk). Cahaya penglihatan mata hati yaitu sesuatu yang memperlihatkan pada tempat-tempat masuknya syetan. Maka apabila ditutup oleh hasad dan rakus, niscaya ia tidak bisa melihat dengan mata hati. Maka ketika itu syetan memperoleh kesempatan. Dan setiap sesuatu yang dapat menyampaikan seseorang kepada nafsu syahwatnya itumenjadi bagus pada waktu ia rakus sekalipun terhadap barang munkar dan keji. 3) Makan Kenyang Sekalipun yang dimakan itu halal yang bersih. Karena kenyang itu dapat menguatkan nafsu syahwat. Dan syahwat itu senjata syetan. Dan dikatakan bahwa dalam memperbanyak makan itu ada enam perkara yang tercela:
57
a) Menghilangkan rasa takut kepada Allah Ta‟ala dari hatinya b) Menghilangkan rasa belas kasih kepada makhluk dari hatinya. Karena ia emngira semua makhluk itu kenyang. c) Kenyang dapat memperberat seseorang dari kepatuhan d) Bila ia mendengar kalimat hikmah, niscaya tidak ditemukan baginya kelunakan jiwa e) Jika ia berbicara menasehati dan hikmah, niscaya itu tidak membekas didalam hati manusia f) Kenyang dapat mendatangkan penyakit 4) Berhias dalam perabotan rumah tangga, pakaian dan rumah Syetan selalu mengajak manusia membangun rumah, menghiasi atap dan dindingnya dan memperluas bangunannya. 5) Tamak Apabila tamak itu sudah kuat atas hati manusia, niscaya setan selalu memperbagus dan memperkenalkan kepada manusia perbuatan dan perhiasan bagi orang yang tamak kepadanya dengan bermacam-macam riya dan kepalsuan. 6) Tergesa-gesa Firman Allah swt:
ُ ق ْا َِل ّْ َس )ٖ٢: بءٞػ َجو (اَلّج َ ِْ ٍِ ُب َ ُِخي Artinya: “Manusia itu disempurnakan mempunyai sifat tergesagesa.” (QS. Al-Anbiya‟: 37)
58
ُ َٗ َمبَُ ْا َِل ّْ َس )ٔٔ: جَ٘لً(اَلسشاء ُ بُ َػ Artinya: “Dan Manusia itu adalah tergesa-gesa.” (QS. Al-Isra‟ :11) Dan ini karena semua perbuatan itu seyogyanya setelah dipikir dan diketahuinya. Pemikiran itu memerlukan angan-angan dan pelanpelan. Sedangkan tergesa-gesa itu mencegah yang demikian. Dan ketika seseorang itu tergesa-gesa, maka syetan itu memasukkan kejahatannya kepda manusia dari segi yang manusia itu tidak mengerti. 7) Harta Karena harta yang melebihi kadar kekuatan dan kebutuhan adalah tempat kedudukan syetan. 8) Bakhil Maka yang demikian itu mencegah membelanjakan harta dijalan Allah dan bersedekah kepada orang yang berhak emenrimanya. Bakhil dan takut faqir itu mengajak menimbun, menyimpan harta dan mengajak kepada siksa yang amat pedih. Allah Swt berfirman :
َّ َُ َْٗ ْنِْزٝ َِْٝ َٗاىَّ ِز ْ ِو للاِ فَجَ ِّششْٞ َس ِجَِٚ ْْفِقََُّٖ٘بفٝعخَ َٗ ََل َّ ِت َٗ ْاىف َ َٕاىز )ٖٗ: ٌٔ(اىز٘ثْٞ ُِٕ ٌْ ِث َؼ َزاثؤ َى Artinya: “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan mereka tidak membelanjakannya di jalan Allah, maka
59
beritahukanlah kepada mereka bahwa mereka akan mendapatkan siksa yang amat pedih.” (QS. At-Taubah: 37) Diantara bahaya sifat bakhil adalah rakus terhadap tinggal dipasarpasar untuk mengumpulkan harta. Pasar-pasar itu tempat berkumpulnya syetan. 9) Fanatik bermadzhab, hawa nafsu, dengki, memandang rendah dan hina Demikian itu semua diantara yang merusak hamba dan orang-orang fasik semua. Sesungguhnya mencaci manusia dan sibuk menyebut kekurangan manusia itu satu sifat yang dijadikan dalam tabiat manusia adalah sebagian dari sifat-sifat binatang buas. 10) Berperasangka buruk terhadap orang-orang muslim Allah Ta‟la berfirman:
ٌْْ ِْط اىظَِِّّ إ َ شًا ٍَِِ اىظَِِّّ إِ َُّ ثَؼْٞ َِِِ اَ ٍَُْ٘ا اجْ زَِْجُ٘ا َمْٝ َُّٖب اىَّ ِزََٝبٝ )ٕٔ: (اىذجشد Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah oleh mu kebanyakan berprasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa.” (QS. Al-Hujurat: 12) Barang siapa yang memberi hukum dengan keburukan atas orang lain dengan dasar prasangka, maka syetan itu menyuruh orang itu memperpanjang lisan dengan mempergunjingkan. Kemudian dia binasa atau terlambat menjalankan kewajiban
60
dengan hak-haknya. Atau meremehkan dalam memuliakan orang lain. Ia memandang dirinya lebih baik dari padanya. Maka wajiblah menjaga diri dari prasangka buruk dan dari menuduh orang-orang jahat. Karena orang-orang jahat tidak menyangka semua orang kecuali jahat. Manakala engkau melihat manusia menyangka buruk kepada manusia lain karena mencari kesalahan, maka ketahuilah bahwa ia busuk hatinya. Dan sesungguhnya ia melihat orang lain dari segi dirinya sendiri. Sesungguhnya seorang mu‟min mencari kemaafan. Dan orang munafik mencari kesalahan. c. Mencegah Masuknya Syetan Ke Dalam Hati Tidak ada pada manusia satu sifat tercela melainkan sifat itu merupakan senjata syetan dan satu tempat masuk dari sekian banyak tempat masuk syetan. Apakah cukup untuk dzikir kepada Allah Ta‟ala dan ucapan manusia:
َِلَ َدْ٘ َه ََٗلَقُ َّ٘حَإَِلَّثِبلل Artinya: “Tidak ada daya dan kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah.” Ketahuilah, bahwa obat hati untuk itu adalah menutup semua tempat masuknya dengan mensucikan hati dari sifat-sifat tercela ini. Apabila pokok-pokok sifat ini dipotong dari hati, niscaya syetan mempunyai persinggahn-persinggahan dan bahaya-bahaya. Ia tidak mempunyai ketetapan. Persinggahan itu dapat dicegah oleh dzikir
61
kepada Allah Ta‟ala. Karena hakekat dzikir itu tidak bisa tetap dalam hati kecuali setelah membangun hati dengan taqwa dan mensucikannya dari sifat-sifat yang tercela. Apabila tidak, maka dzikir itu merupakan bisikan hati yang tidak mempunyai kekuasaan pada hati. Maka tidak bisa menolah kekuasaan syetan. Karena itu Allah Ta‟ala berfirman:
َ ٌْ َُِٖ ارَّقَ٘اإِ َرا ٍَ َّسْٝ إِ َُّ اىَّ ِز َُُٗصش ِ طَب ُِ رَ َز َّمشُٗافَب ِ َرإُ ٌْ ٍُّ ْجْٞ غئِف ٍَِِّ اى َّش )ٕٓٔ: (اَلػشف Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa bilamana mereka tertimpa godaan syetan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahankesalahan.” (QS. Al-A‟raf: 201) Allah mengkhususkan yang demikin pada orang yang bertaqwa. Maka perumpamaan syetan itu seperti anjing lapar yang dekat darimu. Apabila didepanmu tidak ada roti atau daging, anjing itu akan terhalau dengan ucapanmu: “PERGI” semata-mata ucapan itu dapat menghalau anjing itu. Dan apabila didepanmu ada daging dan anjing itu lapar, anjing itu menyerang daging itu. Dan tidak dapat menghalaunya semata-mata dengan ucapan. Maka hati yang kosong dari kekuatan syetan, niscaya dapat terhalau dari hati itu dengan semata-mata dzikir kepada Allah Ta‟ala. Adapun hawa nafsu syahwat bilamana telah kuat pada hati, niscaya dapat menolak hakekat dzikir ke pinggiran hati.dan tidak dapat menetap di dalam hati. Kemudian syetan yang menetap di dalam hati.
62
Adapaun hati orang-orang yang bertaqwa (muttaqin) yang kosong dari hawa nafsu, dan sifat-sifat yang tercela, sesungguhnya hati itu diketuk oleh syetan, bukan untuk nafsu syahwat, tetapi untuk mengosongkan dengan melalaikannya dari dzikir kepda Allah Ta‟ala. Maka apabila orang muttaqin kembali kepada dzikir lagi, niscaya syetan itu tertinggal dan mengendap dalam hati. Dalilnya yang demikian adalah firman Allah Ta‟ala:
َّ فَب ْسزَ ِؼ ْز ثِبللِ ٍَِِ اى )٦٥ : ٌِْ(اىْذوٞطَب ُِ اى َّش ِجْٞ ش Artinya: “Maka hendaklah engkau memohon perlindungan kepada Allah dari syetan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl: 98)
63
BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN HATI PERSPEKTIF AL-GHAZALI DALAM KITAB IHYA’ ‘ULUMIDDIN
A. Analisis Pendidikan Hati Perspektif Al-Ghazali Allah adalah satu-satunya Dzat yang Maha Kuasa mengurus jasad dan kehidupan manusia. Jika dinayatakan bahwa Allah itu lebih dekat daripada urat leher, itu sudah pasti, karena Allah lah yang menciptakan dan mengurus urat leher semua manusia. Oleh karena itu, tidak ada yang luput dari pandangan-Nya. Segalanya disaksikan dan diketahui dengan jelas oleh-Nya. Oleh
karena
itu,
tidak
mengherankan
jika
orang
yang
mendapat
keberuntungan besar di dunia ini bukanlah orang yang diberi harta, gelar, pangkat, jabatan, dan sebagainya, melainkan orang yang dibukakan pintu hatinya, sehingga selalu merasakan kedekatan dan keagungan-Nya. Hati manusia ada diantara dua jari Allah. Jika Dia menghendaki, hati itu akan diluruskan.
Namun
jika
menghendaki,
Dia juga
akan
membelokkannya. Ini berarti, hati manusia sepenuhnya ada dalam kehendak Allah. Lurus dan tidaknya hidup seseorang, tergantung kemurahan Allah. (Djaelani, 2009: 73)
64
Al- Ghazali dalam pemikirannya tentang pendidikan hati yang dituangkan dalam kitab Ihya‟ „Ulumiddin dapat ditarik analisis dalam pembahasannya sebagai berikut: 1. Pembagian hati menurut Al Ghazali dalam kitab Ihya‟ Ulumuddin a
Qalbun Maridh (hati yang sakit) Yakni segala sesuatu yang mengakibatkan manusia melampaui batas kewajaran dan mengantarkan pada terganggunya fisik, mental, dan tidak sempurnanya karya seseorang. Hati yang sakit maksudnya adalah hati yang didalamnya ada rasa dengki, pikiran busuk, dan senantiasa salah terima. Al-Qur‟an menyebutkan hati sakit dengan beberapa istilah, diantaranya adalah: 1) galizha/ tidak peka Firman Allah Swt:
َ ْْ ذ ىَُٖ ٌْ َٗىَْ٘ ُم َ ْْ فَجِ ََب َسدْ ََخ ٍَِِّ للاِ ِى ِْ ٍِ ت ََل ّْفَعُّ ٘ا ِ عَ ْاىقَ ْيْٞ ذ فَظًّب َغ ِي ُ ل فَب ْػ َ ٍْ ْالَ ٍْ ِش فَئ ِ َرا َػ َزِٜبٗسْ ُٕ ٌْ ف ذ َ َِدْ٘ ى ِ ف َػ ُْْٖ ٌْ َٗا ْسزَ ْغفِشْ ىَُٖ ٌْ َٗ َش )ٔ٘٦( َِْٞ ِ ُِذتُّ ْاى َُزَ َ٘ ِّميٝ َ للاِ إِ َُّ للاَٚفَزَ َ٘ َّموْ َػي Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”. (QS. „Ali-Imran: 159)
65
2) Sempit hati Firman Allah Swt:
ٙك َد َشج ٍِّ ُْْٔ ىِزُ ْْ ِز َس ثِ ِٔ َٗ ِر ْم َش َ ص ْذ ِس َ ِٜ ُنِ فَٝ لَ فَ َلْٞ َِمزَبة أ ُ ّْ ِز َه إِى )ٕ( َِْٞ ِْ ٍِ ىِ ْي َُ ْؤ Artinya: “Ini adalah sebuah kitab yang diturunkan kepadamu, maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kamu memberi peringatan dengan kitab itu (kepada orang kafir), dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al- A‟raf: 2) 3) Hati yang lalai Firman Allah Swt:
ٌْ َِ ظَيَ َُ٘ا َٕوْ َٕ َزا إِ ََّل ثَ َشش ٍِّ ِْيُ ُنْٝ اىَّ ِزَٙ٘ َْخً قُيُ٘ثُُٖ ٌْ َٗأَ َسشُّ ٗا اىَّْجِٕٞ ََل )ٖ( َُُْٗصش ِ أَفَزَؤْرَُُ٘ اى ِّسذْ َش َٗأَ ّْزُ ٌْ رُج Artinya: “(lagi) hati mereka dalam keadaan lalai. Dan mereka yang dzalim itu merahasiakan pembicaraan mereka: "Orang ini tidak lain hanyalah seorang manusia (jua) seperti kamu, maka apakah kamu menerima sihir itu, padahal kamu menyaksikannya?" (QS. Al-Anbiyaa‟ : 3) 4) Condong pada keburukan Firman Allah Swt:
ع ْؼَِ ثِ ْبىقَْ٘ ِه َ زُ َِّ فَ َل رَ ْخْٞ َ ىَ ْسزُ َِّ َمؤ َ َدذ ٍَِِّ اىِّْ َسب ِء إِ ُِ ارَّقِّٜ َب ِّ َسب َء اىَّْ ِجٝ ْ ََٞف )ٖٕ( قَ ْيجِ ِٔ ٍَ َشض َٗقُ ْيَِ قَْ٘ ًَل ٍَّ ْؼشُٗفًبِٜ فٛط ََ َغ اىَّ ِز Artinya: “Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik,” (QS. Al-Ahzab: 32)
66
5) Hati yang ragu Firman Allah Swt:
ْ َ ِخ ِش َٗاسْ رَبثَْٟ٘ ًِ ْاٞ ُْؤ ٍَُُِْ٘ ثِبللِ َٗ ْاىٝ َِ ََلْٝ ل اىَّ ِز ٌْ ُُٖذ قُيُْ٘ ث َ َُّ ْسزَؤْ ِرٝ إَِّّ ََب )ٗ٘( ََُٗزَ َش َّد ُدٝ ٌْ ِٖ ِجْٝ َسِٜفَُٖ ٌْ ف Artinya:“Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya.” (QS.At-Taubah: 45) Hati yang tidak peka yakni hati orang yang didalam hatinya sikap keras dan sikap lahiriahnya kasar tidak peka terhadap orang lain. Hati yang sempit adalah hati yang menyesakkan dada dan sedih akibat karena ragu dan tuduhan yang tidak mengenakkan. Hati yang lalai yakni tidak serius mendengarkan ayat sehingga mudah melalaikan ajaran kebenaran, hati yang condong pada keburukan yakni hati yang sudah tertarik oleh keinginan nafsu. Sementara hati yang ragu adalah hati yang diliputi kebimbangan akan kebenaran janji-janji Allah. Shihab menjelaskan bahwa yang dimaksud hati yang sakit adalah mereka yang ragu terhadap Allah swt, atau orang yang lemah iman sehingga sikapnya mudah terombang ambing. Menurut al-Ghazali hati yang sakit adalah hati yang tidak lagi mampu menjalankan fungsi hati sesuai dengan fitrah penciptaannya. Hati yang sakit berarti sudah tidak dapat dengan sempurna memahami ilmu, menangkap hikmah dan mencapai ma‟rifah. Tidak mencintai Allah dengan sepenuhnya, tidak menyembah sepenuhnya kepada-Nya, 67
dan tidak sepenuhnya menjadikan Allah sebagai tumpuan hasrat kehidupannya. (Suparlan, 2015: 50-52) Perumpamaan bagi yang hatinya sakit adalah ibarat cermin yang tidak terawat, sehingga penuh dengan titik-titik hitam. Mulanya, mungkin hanya satu titik. Namun, dari hari ke hari, titik tersebut akan semakin bertambah. Akibatnya, setiap benda, sebagus apapun yang ada di depannya, akan tampak lain pada pantulan bayangannya. Bayangan benda itu akan tampak buram dari aslinya. Apabila yang bercermin di depannya, siapapun dia, niscaya akan merasa kecewa. Serapi apapun dandanannya, bayangan yang terpantul dari cermin akan tampak buruk dan kusam. Begitulah hati yang sakit. Ia akan tampak penuh titik hitam, dan titik hitam itu akan terus bertambah dari waktu ke waktu. Hari ini melekat sikap ujub. Esoknya melekat sikap riya‟. Lusanya mungkin iri dan dengki. Lain kali berniat buruk, berkata-kata sia-sia, lalai menjaga pandangan, dan seterusnya. Akhirnya, hatipun penuh tumpukan noda-noda hitam. Orang yang menderita hati sakit akan sulit menilai secara jujur apa pun yang tampak di depannya. Melihat orang sukses, timbul iri dengki, melihat kawan memperoleh karunia rezeki, timbul resah, gelisah, dan ujung-ujungnya menjadi benci. (Djaelani, 2001: 148) Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa hati yang sakit adalah hati yang masih hidup masih ada iman dan bisa mengerti kebenaran, hanya saja hati ini di dalamnya ada penyakit.
68
Penyakit yang dapat menyakiti hati adalah lemahnya iman, keraguraguan menerima ayat Allah, dorongan nafsu syahwat, pengaruh kejahatan dan lingkungan dan fitnah setan. Hati yang sakit meliputi kebimbangan dalam menentukan amal, masih terombang ambing oleh dorongan kebaikan dan dorongan nafsu. Hati yang sakit akan berubah menjadi hati yang sehat apabila dorongan yang mengarahkan kepada kebaikan lebih kuat dan dominan. Hati ini sebaliknya bisa menjadi hati yang keras jika dorongan kejahatan lebih kuat dan dominan. (Suparlan, 2015: 52) b
Qalbun Mayyitun (Hati yang Mati) Hati yang sepenuhnya dikuasai hawa nafsu, sehingga ia terhalang dari mengenal Tuhannya. Hari-harinya penuh kesombongan terhadap Allah. Sama sekali tidak mau beribadah kepada Allah. Tidak mau menjalankan perintah dan semua yang diridhai-Nya. Hati yang semacam ini berada dan berjalan bersama hawa nafsu dan keinginannya, walaupun sebenarnya hal itu dibenci dan dimurkai Allah. Ia sudah tidak peduli, apakah Allah ridha kepadanya atau tidak. Sungguh, ia telah menghamba kepada selain Allah. Bila mencintai sesuatu, ia mencintainya karena hawa nafsu. Begitu pula apabila dia menolak, mencegah, atau membenci sesuatu, juga karena hawa nafsu. Hawa nafsu telah menguasai, bakan menjadi pemimpin dan pengendali bagi dirinya. Kebodoha dan kelalaian sebagai sopirnya. Ke
69
mana saja ia bergerak, maka geraknya benar-benar telah diselubungi oleh pola pikir meraih kesenangan duniawi semata. Hawa nafsu telah sedemikian rupa menulikan telinganya, membutakan matanya, membodohi akal pikirannya, dan memporak-porandakan nuraninya, sehingga ia tidak tahu lagi arah Djaelani, 2001: 149) Ibnul Qayyim menggambarkan hati yang mati sebagai berikut: “Hati yang mati, yang tidakada kehidupan didalamnya. Ia tidak mengetahui Tuhannya, tidak menyembahnya sesuai dengan perintah yang dicintai dan diridhai-Nya. Ia bahkan selalu menuruti keinginan nafsu dan kelezatan dirinya, meskipun dengan begitu ia akan dimurkai dan dibenci Allah. Ia tidak ememdulikan semuanya, asalkan mendapatkan bagian dan keinginannya, Tuhannya rela atau murka. Ia menghamba kepada selain Allah; dalam cinta, takut, harap, ridha dan benci, pengagungan dan penghinaan. Jika ia mencintai maka ia mencintai karena hawa nafsunya. Jika ia membenci maka ia membenci karena hawa nafsunya. Jika ia menolak maka ia menolak karena hawa nafsunya. Ia lebih mengutamakan dan mencintai hawa nafsunya daripada keridhaan Tuhannya. Hawa nafsu adalah pemimpinnya, syahwat adalah komandannya, kebodohan adalah sopirnya, kelalaian adalah kendaraannya”. (Suparlan, 2015: 45-46) c
Qalbun Salim (Hati yang Selamat) Hati yang bersih dari kemusyrikan, sikap pamrih/ riya‟, dan bersih dari perilaku kedurhakaan. Hati yang salim adalah hati yang
70
terpelihara kesucian fitrahnya, yakni yang masih mempertahankan akidah tauhidnya, serta senantiasa memiliki kecenderungan kepada mempertahankan dan melakukan kebenaran dan kebajikan. Orang yang memilikihati yang salim akan merasa tenang dan terhindar dari keraguan dan kebimbangan. (Suparlan, 2015: 38) Hati yang terbebas dari jeratan untuk memperturutkan hawa nafsu yang cenderung menyalahi perintah Allah. Pemiliknya akan terselamatkan
dari
segala
bentuk
keragu-raguan
yang
dapat
menggelincirkannya dari kebenaran. Dengan begitu, ia akan selamat pula dari menghamba kepada selain-Nya (Syirik). Diantara ciri orang yang hatinya selamat adalah hidupnya diselimuti kecintaan dan tawakkal kepada Allah. Tidak usah heran manakala ia mencintai sesuatu, maka cintanya semata-mata hanya karena Allah, sehingga dia tidak akan berlebihan mencintai sesama makhluk. Demikian pula, bila ia membenci sesuatu, ia akan membencinya karena Allah semata, sehingga kebenciannya itu tidak akan membuatnya tergelincir ke dalam perbuatan dosa dan aniaya. (Djaelani, 2001: 148-150) Oleh sebab itu, keikhlasan menjadi hiasan hidupnya. Ia selalu ridha dengan apa yang telah Allah berikan kepadanya. Keadaan hati bersih, putih, tidak ada nokta hitam dalam hatinya. Dengan begitu, cahaya Allah tidak akan terhalang masuk kedalam hatinya. Hatinya
71
selalu hidup.ia yakin Allah selala bersamanya dan memberikan yang terbaik. (Djaelani, 2009: 69-72) Ibnul Qayyim menerangkan disebut qalbun salim karena sifat bersih dan sehat telah menyatu dengan hati. Hati bersih yang dimaksut adalah bersih dari syubhat, bersih dalam ketakutan, pengharapan, dan bertawakal kepada Allah Swt. Dimaksud salim adalah selamat dalam penghambaan kepada tuhan selain Allah, selamat dari penggunaan keputusan hukum dari selain hukum RasulNya. Jadi qalbun salim adalah hati yang hanya tunduk beribadah kepada Allah swt.saja, daia ikhlas dalam ibadah, kehendak, cinta, amal dan pengharapan hanya kepada Allah saja. Menurut Ahmad Farid, hati yang shalih, memiliki beberapa criteria, diantaranya adalah: selalu mengajak kembali kepada Allah , merasa sangat sakit jika meninggalkan wirid dan ketaatan kepada Allah, haus kepada pengabdian seperti hausnya orang terhadap makanan dan minuman, mengatur waktu dengan baik, jika masuk waktu shalat dipenuhi rasa kebahagiaan hati segera melakukan dan hilang dalam hatinya cinta duniawinya., senantiasa dzikir dan tidak pernah mengeluh dalam mengabdi, dan memiliki dorongan keinginan memperbaiki amal lebih besar melebihi besarnya amal itu sendiri. Kriteria hati yang salim diatas menggambarkan betapa sifat asal dari potensi hati ini adalah sangat baik. Bahkan Rasulullah ketika ditanya oleh sahabatnya yang bernama Wasbiyah bin Ma‟ad tentang
72
bagaimana seorang dapat emmbedakan mana yang benar dan mana yang buruk, beliau menjawab: minta fatwalah kepada hatimu, kebaikan adalah sesuatu yang tenang didalam hati, dan keburukan adalah yang terasa
meragukan
didalam
hati.
Pernyataan
Rasulullah
saw
menegaskan bahwa hati yang selamat benar-benar dapat menjadi sumber untuk membimbing perbuatan manusia. Hati yang jernih adalah inspirasi bagi kecerdasan manusia mengarah pada kebijakan, aktivitas manusia diwarnai dengan kerahmatan, kehidupan manusia diselimuti kebahagiaan. (Suparlan, 2015: 40-41) Semakin bersih hatinya, hidupnya akan selalu diselimuti rasa syukur. Mendapat karunia apa saja, ia tidak akan habis-habisnya meyakini bahwa semua ini dalah titipan Allah semata, sehingga jauh dari sifat „ujub dan takabur. Persis seperti ucapan yang terlontar dari lisan Nabi Sulaiman a.s. tatkala dirinya dianugerahi Allah berbagai kelebihan.
ْ َ َءأَِّٚ٘ َُ ْجيِٞ ىَِّٕٚ َزا ٍِ ِْ فَعْ ِو َسث )ٓٗ :ش ُنشُأَ ًْ أَ ْمفُ ُش (اىَْو Artinya: “Ini termasuk karunia Tuhanku, untuk mengujiku apakah aku mampu bersyukur atau malah kufur atas nikmat-Nya” (QS. AnNaml: 40) Orang yang mengenal Allah dengan baik akan merasa yakin bahwa ujian adalah salah satu perangkat kasih sayang Allah, yang membuat seseorang semakin bermutu. Persoalan yang menghadang, akan menjadikannya semakin bertambah ilmu. Selain itu, persoalan
73
juga akan meningkatkan derajat seorang hamba Allah. Dengan begitu, ia tidak akan merasa resah dan berkeluh kesah.(Isya, 2001: 54-55) Jika hati kita tenang, kita akan lebih nyaman dalam melakukan ibadah wajib dan sunnah. Allah tahu persis bahwa sebagai makhluk ciptaan-Nya yang paling sempurna, manusia akan mampu menjadi khalifah di bumi ini. Oleh karena itu, Dia mengaruniakan segumpal daging bernama hati, yang dengannya derajat manusia bisa terangkat di sisi Allah, lebih tinggi daripada malaikat, tetapi bisa juga menjadi jatuh ke derajat serendah-rendahnya. Orang-orang yang akan diangkat derajat kemuliaannya melebihi malaikat adalah yang berhasil memelihara, merawat, dan memeperindah hatinya, sehingga menjadi sehat. Sedangkan orangorang yang akan tergelincir kedalam jurang kehinaan adalah mereka yang membiarkan hatinya kotor membusuk, tak terawat. Mereka adalah orang yang memiliki qalbun maridh, bahkan qalbun mayyit. Barang siapa memiliki hati yang sehat, pada dasarnya ia memiliki hati yang selamat. Barang siapa yang memiliki hati yang selamat, maka ia akan diselamatkan oleh Allah, baik di dunia maupun di akhirat kelak. 2. Menyembuhkan, Menghidupkan dan Memelihara Hati Setiap manusia yang dijadikan Allah diberikan akal dan emosi agar manusia bisa menjalankan kehidupan dengn sebaik mungkin.Emosi harus dikontrol oleh kal dan akal pula harus dikontrol oleh iman. Jika ketiga ini
74
ada di dalam diri manusia, maka sudah pasti ia akan menjadi manusia yang baik dan sholeh. Tergantung pada cara individu tersebut untuk mengontrol emosinya agar tidak berlebihan dan selalu berada
dalam
kondisi normal. tujuan pendidikan hati yaitu menyembuhkan hati yang sakit (Qalbun Maridh), menghidupkan hati yang mati (Qalbun Mayyit), dan memelihara hati yang sehat (Qalbun Salim). a
Menyembuhkan hati yang sakit dan meghidupkan hati yang mati 1) Senantiasa Berdzikir Untuk merawat hati yang lupa membutuhkan metode yang spiritual dan tidak bisa menggunakan obat-obatan farmasi atau klinik.Dzikir adalah obat yang sangat mustajab dan sangat mempengaruhi hati seseorang yang selalau bedzikir. Firman Allah Swt:
ْ َط ََ ِئُّْقُيُ٘ثُُٖ َْجِ ِز ْم ِشاىي ِٖؤ َ ََلثِ ِز ْم ِشاىي ِٖز ْ ََْآ ٍَُْ٘ا َٗرْٝ اَىَّ ِز ط ََ ِئُّْبْىقُيُ٘ةُ (اىشػ )ٕ٥ :د Artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.”( QS. Ar Ra‟d: 28) 2) Membaca Al Qur‟an Allah telah menyatakan bahwa Al-Qur‟an adalah penawar atau obat. Allah berfirman:
)٥ٕ :َِ (اإلسشاءْٞ ٍِِْ ََُّْٗ ِّزىُ ََِْبْىقُشْ آَِّ ََبُٕ َ٘ ِشفَبء َٗ َسدْ ََخىِ ْي َُ ْؤ
75
Artinya: “Dan Kami turunkan dari Al Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang dzalim selain kerugian.” (QS. Al Israa‟: 82) Al Qur‟an adalah penawar hati dari penyakit kebodohan, keraguan dan kebimbangan. Allah belum pernah menurunkan satu penawarpun dari langit yang lebih umum (bisa dipakai sebagai obat penyakit macam apa saja), lebih berguna, lebih agung dan lebih mujarab untuk menghilangkan penyakit melebihi Al Qur‟an ini. (Al-Jauziyah, 2012: 17) 3) Mendirikan Shalat Malam Mendirikan shalat malam merupakan jalan penyucian jiwa yang sangat baik dan efektif.Doa dan permohonan yang dipanjatkan akan terkabul lewat shalat malam karena pada saat itu Allah turun ke langit bumi untuk mengabulkan do‟a-do‟a dan permohonan hamba-hamba-Nya. Orang beriman yang mendirikan shalat Tahajud atau Qiyamul Lail dengan niat mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah Swtmaka jiwanya menjadi lebih kuat dan tabah, juga sabar. Allah Swt juga akan meningkatkan keimanannya dengan member kedudukan mulia dan tinggi di dunia maupun akhirat. 4) Membangun Hidup Zuhud Zuhud artinya meninggalkan sesuatu yang disukai. Hidup dengan zuhud artinya meninggalkan pengaruh dan belenggu kenikmatan dan keleztan dunia demi meraih ridha Allah Swt.
76
Menjalani kehidpan dengan zuhud merupakan cara untuk menyucikan jiwa dan meningkatkan kualitas derajatnya. 5) Memperbanyak Ingat Mati Hidup di dunia memiliki tujuan yang nyata. Hidup memiliki arah yang akan dituju, yakni menyempurnakan jiwa dengan menjaganya agar tetap suci. Jiwa manusia terus bergerak menuju arah kesempurnaan hingga akhirnya memasuki Gerbang Kehidupan Kekal, yakni kematian. Mengingat kematian akan mendorong kesadaran orang beriman bahwa kehidupan dunia suatu yang fana belaka. (Sulaiman, 2014: 28-58) b
Memelihara Hati yang sehat Pemeliharaan dapat dilakukan melalui proses penyadaran hati melalui dzikir, proses dzikir yang rutin diharapkan akan semakin menguatkan kecerdasan dan kelembutan hati. Proses yang tidak kalah pentingnya adalah menjaga agar terhindar dari penyakit hati (Suparlan, 2015: 105)
3. Prinsip Pendidikan Hati Pendidikan hati tidak dapat dikembangkan secara cepat (instan) dan
sembarangan.
Efektifitas
hati
harus
mengikuti
proses
berkesinambungan, cermat, dan sistematis. Prinsip pendidikan hati harus dijalankan memenuhi kaidah berikut: prinsip doa, prinsip menyenangkan, prinsip pengalaman nyata, dan prinsip penanaman kebenaran.
77
a
Prinsip Doa Permohonan yang dilakukan secara terus-menerus agar senantiasa dilapangkan, dipelihara dan dijaga hatinya.Doa untuk memohon hati tetap dilapangkan telah diteladankan oleh Nabi Musa as:
)ٕ٘ :ٔ(غٛس َ ِٞقَبىَ َشثِّب ْش َشدْ ي ِ ص ْذ Artinya: “Berkata Musa: "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku.” (QS. Thaahaa: 25) Prinsip yang dapat diambil adalah agar para pendidik hati, senantiasa menekankan pentingnya memohon kepada Allah, Dzat yang dapat
membolak-balik
hati,
agar
hati
dikhusukkan
pada
kebenaran.Disertai adanya upaya menjaga agar anak didik jangan dibiarkan berpaling dari kebenaran, dan dihindarkan dari melihat dan melakukan kejahatan. Rasulullah mengajarkan kepada ummatnya berdoa: Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tiada manfaat, dari hati yang tidak khusyuk, dari jiwa yang tidak puas, dan dari doa yang tidak diijabah.” b
Prinsip Kegembiraan dan Keaman Prinsip kegembiraan dalam pendidikan hati, merupakan prinsip yang didasarkan pada realitas fitriah manusia.Manusia memiliki fitrah spiritual/ bertauhid, yang mendorongnya dapat berlomba-lomba melakukan
kebaikan
sebagai
wujud
peribadahan
pada
Allah
swt.Beribadah menjadi kebutuhan fitrah, demikian sebenarnya
78
realitasnya manusia juga memiliki fitrah dan naluri kemanusiaan, membutuhkan kegembiraan dengan bermain, bercanda dan bergurau. Prinsip menciptakan suasana yang menggembirakan dengan permainan yang bersih pada anak, tentu lebih diperbolehkan karena bercanda untuk orang dewasa juaga masih dibenarkan.Anak secara psikologis juga dalam fase yang sangat membutuhkan permainan edukatif.Permainan edukatif tentu lebih dibutuhkan bagi anak ketimbang ketika nanti dewasa. c
Prinsip Pengalaman Nyata Pendidikan dalam perspektif Islam mensyaratkan integrasi amaliah dan ilmiah. Pengalaman yang didapat melalui amaliah merupakan
cara
untuk
memberikan
pengalaman
nyata
dan
menanamkan nilai dari ilmu yang dipelajari. Pengalaman nyata dalam pendidikan hati menjadi syarat penting, karena sebenarnya pembinaan hati tidak cukup dengan nasihat saja dan penjagaan saja, melainkan harus disertai upaya menanamkan keyakinan yang berdasarkan pada amaliah. Menurut „Ainaini, pemberian pengalaman nyata merupakan metode pendidikan Al Qur‟an yang utama. Prinsip pengalaman akan membuat anak melakukan latihan berulang kali, berlatih memantapkan dan menghayati kehidupan nyata dalam kehdupan manusiawi. Pengalaman nyata dapat menanamkan secara dalam keimanan dalam jiwa, hati dan akal manusia.
79
d
Prinsip Pendidikan Bertahap Prinsip bertahap dalam mendidik hati, meruapakan prinsip yang diajarkan Al Qur‟an. Mendidik hati sangat mustahil dengan cara yang instan, hati membutuhkan waktu untuk menyadari kesalahan sampai berubah menjadi sehat. Pendidikan hati memerlukan tahap untuk menghilangkan kesakitannya, dan menumbuh kembangkan kembali potensinya. Penahapan
pendidikan
hati
dalam
pendidikan
Islam
memperhatikan segi kematangan psikofik dan sekaligus cakupan dan muatan isi materi. Pada proses pembelajaran shalat pada anak misalnya Rasulullah Saw telah memberikan penjelasan tentang tahapan pembelajaran. Pada tahap pertama, ketika anak masih kecil Rasulullah telah mencontohkan membawa cucunya mengenalkan shalat dengan diajak ikut shalat berjamaah. Pada tahap kedua, ketika anak sudah usia tujuh tahun mulai diajarkan tentang manfaat, dan cara shalat (rukun, sunah, dan yang merusak shalat). Tahap kedua ini sesuai dengan petunjuk beliau butuh waktu rentang pembelajarannya kurang lebih tiga tahun. Dan baru tahap ketiga, ketika anak sudah memasuki usia sepuluh tahun harus diberi peringatan yang tegas apabila belum melakukan atau meremehkan shalat.
80
B. Relevansi Pendidikan Hati Perspektif Al-Ghazali Dikaitkan dengan Konteks Kekinian Al Ghazali merupakan seorang ulama besar dalam bidang agama. Pemikirannya tentang pendidikan hati beliau tuangkan dalam kitabnya Ihya‟ Ulumuddin. Dalam kaitannya dengan tujuan pembuatan skrispi ini penulis mencoba
untuk
merelevansikan
pendidikan
masakini
dikaitkan
denganpemikiran Al Ghazali. Apakah pemikiran beliau tentang pendidikan hati masih relevan diterapkan di era globalisasi saat ini ataukah tidak. Melihat zaman sekarang sudah berbeda jauh dengan zaman dahulu. Secara garis besarnya penulis akan menjelaskan pemikiran beliau jika dikaitkan dengan konteks kekinian baik dengan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah amupun proses pendidikan pada jaman sekarang. Pertama Al Ghazali berpendapat bahwa mendidik hati dengan taqwa. Adapaun hati orang-orang yang bertaqwa (muttaqin) yang kosong dari hawa nafsu, dan sifat-sifat yang tercela, sesungguhnya hati itu diketuk oleh syetan, bukan
untuk
nafsu
syahwat,
tetapi
untuk
mengosongkan
dengan
melalaikannya dari dzikir kepda Allah Ta‟ala. Maka apabila orang muttaqin kembali kepada dzikir lagi, niscaya syetan itu tertinggal dan mengendap dalam hati. Pemikiran Al Ghazali di atas ternyata masih relevan dengan UndangUndang Nomor 23 Tahun 2003 tentang sistem pendidikn nasional Bab 1 Pasal 3
Pendidikan
Nasional
berfungsi
mengembangkan
kemampuan
dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
81
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab Kedua Al Ghazali berpendapat bahwa hati manusia itu khusus dengan ilmu dan iradah (kehendak) yang mana semua hewan terlepas daripadanya. Bahkan anak kecil juga terlepas daripadanya pada permulaan fitrahnya. Dan demikian itu terjadi padanya setelah baligh (dewasa) Pemikiran Al Ghazali di atas ternyata masih relevan dengan Peraturan Pemerintah tentang Pemberian Tugas Belajar Bab 1 tentang Ketentuan Ketentuan Umum pasal 1 ayat (1) yaitu tugas belajar diberikan untuk menuntut ilmu, mendapat didikan atau latihan keahlian, baik di dalam maupun di luar negeri. Ketiga Al Ghazali berpendapat bahwapenglihatan hati berhak maju di atas makhluk yang lain karena kesempurnaan ilmu dan keagungannya, dan niscaya ia terlepas dari menyembah nafsu syahwat dan kemarahan, niscaya tersebar sifat-sifat mulia kepadanya dengan lantaran menahan babi nafsusyahwat dan mengembalikannya kepada batas normal seperti sifat iffah (menjaga diri), qana‟ah (merasa cukup dengan yang ada), tenang, zuhud (tidak suka dunia), wara‟ (menjauhi perbuatan dosa dan syubhat), taqwa, menjadi gembira, bagus sikap, jujur, tolong-menolong dan sebagainya. Pemikiran Al Ghazali di atas ternyata masih relevan dengan Tingkat kompetensi dan ruang lingkup materi
82
diterapkan untuk setiap muatan
sebagaimana diatur dalam pasal 77I ayat (1), pasal 77C ayat (1), dan pasal 77K ayat (2), ayat (4) dan ayat (5) peraturan pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan
atas Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005
Tentang Standar Nasional Pendidikan.
83
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Konsep Pendidikan Hati Perspektif Al Ghazali dalam kitab Ihya‟ Ulumuddin Hati menurut Al Ghazali dalam kitab Ihya‟ Ulumuddindibagi menjadi tiga yaitu,QalbunMaridh (Hati yang sakit) :hati yang sakit adalah hati yang masih hidup masih ada iman dan bisa mengerti kebenaran, hanya saja hati ini di dalamnya ada penyakit. Penyakit yang dapat menyakiti hati adalah lemahnya iman, keragu-raguan menerima ayat Allah, dorongan nafsu syahwat, pengaruh kejahatan dan lingkungan dan fitnah setan. Hati yang sakit meliputi kebimbangan dalam menentukan amal, masih terombang ambing oleh dorongan kebaikan dan dorongan nafsu.Qalbun Mayyit (Hati yang Mati):hati yang sepenuhnya dikuasai hawa nafsu, sehingga ia terhalang dari mengenal Tuhannya. Hari-harinya penuh kesombongan terhadap Allah. Sama sekali tidak mau beribadah kepada Allah. Tidak mau menjalankan perintah dan semua yang diridhaiNya.Qalbun Salim (Hati yang Sehat):hati yang salim adalah hati yang terpelihara kesucian fitrahnya, yakni yang masih mempertahankan akidah tauhidnya,
serta
senantiasa
memiliki
kecenderungan
kepada
mempertahankan dan melakukan kebenaran dan kebajikan. Orang yang memilikihati yang salim akan merasa tenang dan terhindar dari keraguan dan kebimbangan.Menyembuhkan hati yang sakit dan meghidupkan hati 84
yang mati: Senantiasa berdzikir, membaca Al-Qur‟an, mendirikan shalat malam,
membangun
hidup
zuhud,
memperbanyak
ingat
mati.Sedangkanmemelihara hati yang sehat: Pemeliharaan dapat dilakukan melalui proses penyadaran hati melalui dzikir, proses dzikir yang rutin diharapkan akan semakin menguatkan kecerdasan dan kelembutan hati. Proses yang tidak kalah pentingnya adalah menjaga agar terhindar dari penyakit hati. Prinsip pendidikan hati meliputi prinsip doa: permohonan yang dilakukan secara terus-menerus agar senantiasa dilapangkan, dipelihara dan dijaga hatinya. Prinsip kegembiraan dan keaman: prinsip kegembiraan dalam pendidikan hati, merupakan prinsip yang didasarkan pada realitas fitriah manusia. Pengalaman nyata: pengalaman nyata dalam pendidikan hati menjadi syarat penting, karena sebenarnya pembinaan hati tidak cukup dengan nasihat saja dan penjagaan saja, melainkan harus disertai upaya menanamkan keyakinan yang berdasarkan pada amaliah.Prinsip pendidikan bertahap: Mendidik hati sangat mustahil dengan cara yang instan, hati membutuhkan waktu untuk menyadari kesalahan sampai berubah menjadi sehat. Pendidikan hati memerlukan tahap untuk menghilangkan kesakitannya, dan menumbuh kembangkan kembali potensinya. 2. Relevansi Pendidikan Hati Perspektif Al-Ghazali Dikaitkan dengan Konteks Kekinian
85
Pemikiran Al Ghazali tentang konsep pendidikan hati sampai saat ini tetep relevan terbukti dengan adanya Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang masih mencantumkan upaya-upaya mendidik hati bangsa Indonesia pada masa modern ini.Seperti halnya Imam Al Ghazali dalam mendidik hati sesuai dengan zaman anak tersebut dan tidak bersifat yang mutlak. Dari ini pendidikan hati bersifat dinamis dan dapat diimplikasikan nilai-nilai dari konsep pendidikan hati tersebut pada zaman kekinian dan masih relevan. B. SARAN 1. Direkomendasikan agar semua lembaga yang berkepentingan dengan pendidikan karakter untuk memperhatikan/mengawali dengan melakukan pendidikan hati secara intensif terlebih dulu sebelum proses pendidikan krakter dan akademik diberikan. Dikedepankannya pendidikan hati dengan pertimbangan, bahwa sentral penentu konsistensi perilaku manusia ada pada hati, dan terabaikannya pendidikan hati (hati bisa dihiasi kejahatan) akan mengakibatkan sulit tercapainya istiqamahnya akhlak yang baik. 2. Pendidikan hati sangat dibutuhkan oleh bangsa Indonesia yang tengah menghadapi berbagai gejolak dan tantangan krisis moral, pendidikan hati secara konseptual benar-benar dapat diterapkan untuk memperbaiki dan menumbuhkan moral. Konsep pendidikan hati alternative menjadi penting bagi bangsa, guna percepatan perbaikan karakter, serta mendukung lajunya pembangunan mencapai kesejahteraan bangsa.
86
3. Dengan adanya skripsi ini penulis berharap kepada pembaca hendaknya skripsi dapat dijadikan sebagai pedoman dan dapat menambah wawasan pembaca terutama mengenai permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.
87
PUSTAKA DAFTAR
Al Baihaqi, Imam. Al Arba‟un Asughro.Bairut:Darul Kitab Al „Arabi. Juz 1 Al Hadad, Syeikh Al Iman Abdullah Ba Alawi.1999.Penyejuk Hati Penawar Jiwa.Bandung: PustakaSetia. Al Imam Al Ghazali. Bidayatu al-Hidayah.(Terj).2013. Surabaya: Al Miftah. Al-Jauziyah, IbnuQayyim.2012. PustakaArafah.
TerapiPenyakitRuhani.
Sukoharjo:
Amin. Ahmad, Husayn. 1995.Seratus Tokoh Dalam Sejarah Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya. Asysyanthariy, Derajat.2013.Wasiat Gajah Mada dan Adab Para Wali. Jakarta: Kementerian Agama RI. Aziz, Safrudin.2015.PemikiranPendidikan Islam. Yogyakarta: Kalimedia. Bekker, Anton dan Ahmad CharisZubair.1999.Metodologi Penelitian Filsafat. Yogyakarta:Kanisius. Bukhari, t.t..ShahihBukhari. Beirut: Dar al-Fikr Chittick, William C. 2000. Tasawuf Di Mata Kaum Sufi.Bandung: PenerbitMizan. DepartemenPendidikandanKebudayaan.1989.KamusBesarBahasa Indonesia.Jakarta:BalaiPustaka. Djaelani, Bisri M.2009.BetapaAjaibnyaHati Yang Bersih. Jogjakarta: Garailmu. Frager, Robert. 2012. Obrolan Sufi. Jakarta: Zaman. Gulo, Dali.1982.Kamus Psychology. Bandung: Tonis. Hadi, Sutrisno.1990.Metodologi Research.Yogyakarta:Andi Offset. Hadjar,
Ibnu.1996.Dasar-dasar Metodologi Pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo.
Penelitian
Kualitatif
dalam
Isya, Basyar. 2001. BeningHati. Bandung: MQS MustakaGrafika. Masroh, Ahmad. 2011.Nilai-NilaiPendidikan Islam DalamSyari‟atThaharahMenurut Al-Ghazali.Salatiga: Stain Salatiga.
88
Mudyaharto, Redja.2006. FilsafatIlmuPendidikan.Bandung: RemajaRosdakarya. Nata, Abuddin.2001. Pemikiran Para TokohPendidikan Islam. Jakarta: Raja GrafindoPersada, Nawawi, Imam. 2002. Arba‟in An-Nawawiyah. Surakarta: Media Insani Press. RADEN (RefleksiAnakMudaPesantren). 2011. JEJAK SUFI. Kediri: Lirboyo Press. Soleh, Khudori.2009.Skeptisme Al-Ghazali. Malang: UIN-MALANG PRESS. Sulaiman, Tasirun. 2014. Jalan-jalanMenujuPenyucianJiwa.PenerbitErlangga. Suparlan.2015. MendidikHatiMembentukKarakter. Yogyakarta: PustakaPelajar.. Tabrani, Imam. 1985. Al Mu‟jamAsShoghir. Bairut: Al Maktab Al Islam. Wasito, Hermawan. 1993. GramediaPustakaUtama.
PengantarMetodologiPenelitian.Jakarta:PT
89
90
91
92
SURAT KETERANGAN KEGIATAN (SKK)
Nama
: Nurngaliyah Noviyanti
Fakultas/jurusan
: FTIK / PAI (Pendidikan Agama Islam)
NIM
: 111-12-228
Dosen PA
: Maslikhah, S.Ag., M. Si.
No. Nama Kegiatan 1. OPAK STAIN SALATIGA 2012 dengan tema “Progresifitas Kaum Muda, Kunci Perubahan Indonesia” 2 OPAK Jurusan Tarbiyah STAIN SALATIGA 2012 dengan tema “Mewujudkan Gerakan Mahasiswa Tarbiyah sebagai Tonggak Kebangkitan Pendidikan Indonesia” 3 Orientasi Dasar Keislaman dengan tema “Membangun Karakter Keislaman Bertaraf Internasional di Era Globalisasi Bahasa” 4 Seminar Entrepreneurship dan Perkoperasian 2012 dengan tema “Explore Your Entrepreneurship Talent”
Pelaksanaan
Keterangan
Nilai
05-07 September 2012
Peserta
3
08-09 September 2012
Peserta
3
10 September 2012
Peserta
2
11 September 2012
Peserta
2
93
5
6
7
8 9
10
11 12
13
14
ACHIEVMENT MOTIVATION TRAINING dengan AMT Bangun Karakter Raih Prestasi UPT PERPUSTAKAAN “Library User Education (pendidikan pemakai perpustakaan)” Pra Youth Leadership Training “Surat Cinta Pembasmi Galau” Training Pembuatan Makalah Seminar Regional Lemabaga Dakwah Kampus (LDK) Darul Amal STAIN Salatiga “ Urgensi Media dalam Mencerahkan Umat” Workshop Kiat Jitu Pengembangan dan Pengelolaan Manajemen PAUD Bedah buku “Berhenti Bekerja Semakin Kaya” SEMINAR PENDIDIKAN HMJ TARBIYAH STAIN SALATIGA “Menimbang Mutu dan Kualitas Pendidikan di Indonesia” Bedah Buku “Sang Maha Segalanya Mencintai Sang Mahasiswa” SOSIALISASI DAN SILATURAHMI
12 September 2012
Peserta
2
13 September 2012
Peserta
2
03 oktober 2012
Peserta
2
13 Oktober 2012
Peserta
2
30 April 2012
Peserta
4
27 Januari 2013
Peserta
2
05 April 2013
Peserta
2
2 Mei 2013
Peserta
2
24 Mei 2013
Peserta
2
30 September 2013
Peserta
8
94
15
16
17
18 19
20
21
NASIONAL “SOSIALISASI UU NO.1 TH 2013, PERAN SERTA FUNGSI OJK” “PERAN PEMERINTAH DALAM PENGAWASAN LKM (LEMBAGA KEUANGAN MIKRO) SEMINAR NASIONAL “4 Pilar Kebangsaan Untuk Mempertegas 24 Oktober 2013 Karakter KeIndonesiaan” SEMINAR NASIONAL “Sosialisasi Pancasila, Undang-Undang DasarNegara Republik 25 Oktober 2013 Indonesia Tahun 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika” Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) KEPROFESIAN 14 Mei 2014 “Mencerahkan Dunia Pendidikan Melalui Kreatifitas Guru” DIKLAT 08 November 2014 MICROTEACHING Talkshow Pra Nikah “Menjemput Jodoh 09 November 2014 Impian” Mempertegas Peran Pendidikan dalam 19 November 2014 Mencerahkan Masa Depan Anak Bangsa PAB (Penerimaan Anggota Baru) JQH AL- 13-14 Desember 2014 FURQON STAIN
95
Peserta
8
Peserta
8
Peserta
2
Peserta
2
Peserta
2
Peserta
2
Peserta
2
22
23
24
25
26
27
SALATIGA SEMINAR NASIONAL dengan tema “Peran Technopreneur dalam Mendukung Program Pemerintah Melalui Ekonomi Kreatif” Diskusi Terbuka “Indonesia kaya, Kok Miskin?” Dialog Interaktif dan Edukatif “Diaspore Pendidikan Politik: Pancasila Sebagai Landasan Berpolitik, Berbangsa, dan Bernegara” IAIN Salatiga Bersholawat dan Orasi Kebangsaan “Menyamai Nilai-Nilai Islam Indonesia Untuk Memperkokoh NKRI dalam Mewujudkan Baldatun Toyyibatun Warobbun Ghofur” Seminar Pendidikan “Menciptakan Metode Pendidikan Agama Islam Yang Ideal Dalam Proses Membebaskan Dan Memerdekakan Manusia” BADAN PENASEHAT PEMBINAAN DAN PELESTARIAN PERKAWINAN (BP.4) Kursus Pranikah Tingkat Salatiga Tahun 2015
15 April 2015
Peserta
8
26 September 2015
Peserta
2
02 November 2015
Peserta
06 November 2015
Peserta
2
12 November 2015
Peserta
2
24 November 2015
Peserta
2
96
2
97
98