Saya, saya dan saya… Wah, kesannya egois sekali! Saya, saya, dan saya… Me, Myself, and I… Ya, itulah yang terjadi kalau saya membuat ‘fotokopi’ diri saya sendiri, alias kloning. Saya bisa berhadapan dengan klon saya: Me and Myself! Kloning manusia memang sedang heboh dibicarakan di seluruh dunia. Ada yang sangat tertarik, dan ada pula yang menentangnya. Apakah teknologi kloning sudah begitu majunya sehingga manusia pun akhirnya dapat di’fotokopi’? Kloning merupakan proses menciptakan suatu organisme hidup baru dengan jalan menjiplak kode genetik yang berasal dari organisme alamiah tunggal sehingga ‘keturunan’nya ini memiliki kode genetik yang sama dengan orangtua tunggalnya. Kloning hewan sudah banyak dilakukan, misalnya pada sapi. Dolly merupakan nama sapi hasil klon yang terkenal di seluruh dunia. Dengan berkembangnya
teknologi
kloning
hewan
para
peneliti
mulai
melirik
kemungkinan dikembangkannya teknologi kloning manusia. Secara teori, proses kloning memang dapat dilakukan terhadap manusia. Ada beberapa tipe kloning manusia yang sedang dikembangkan para peneliti ambisius. Ada yang berusaha menciptakan ‘fotokopi’ manusia secara keseluruhan, ada pula yang hanya ingin mendapatkan sel-sel tubuh yang persis dengan sel orang yang hendak diklon.
Konsep dasar proses kloning manusia ini dapat dilihat pada Gambar 1. Seorang wanita mendonorkan sel telurnya untuk digunakan dalam proses kloning. Inti sel telur tersebut (nukleusnya) dikeluarkan sehingga menjadi telur tanpa inti (enucleated egg). Sel tubuh manusia yang akan di’fotokopi’ kemudian dimasukkan (fuse) dalam telur yang sudah tidak mempunyai inti tadi. Proses fusi ini dilakukan dengan bantuan arus listrik. Saat sel itu sudah bersatu dengan telur, terbentuklah embrio yang kemudian ditumbuhkan dalam rahim wanita dan dilahirkan seperti manusia biasa. Bedanya adalah DNA (DeoxyriboNucleic Acid) bayi ini sama persis dengan DNA manusia yang diambil sel tubuhnya untuk di’fotokopi’ tadi. Sel yang diklon ini mengandung informasi genetika atau DNA manusia sehingga saat ditanamkan dalam telur akan membentuk embrio yang memiliki kode genetika yang sama persis. Saat bayi itu tumbuh besar penampilan,
suara, dan sifatnya menjadi sama persis sehingga tampak seperti hasil ‘fotokopi’. Bahkan saudara kembar tidak pernah benar-benar persis satu sama lain karena mereka pasti memiliki DNA atau kode genetik yang berbeda. Konsep kloning sel hampir sama dengan kloning manusia secara keseluruhan. DNA manusia ditanamkan dalam sel telur yang sudah tidak memiliki inti (enucleated egg). Sesudah proses fusi yang menggunakan listrik ini terjadilah pembelahan sel sehingga terbentuk embrio. Sel-sel stem (stem cells) dikeluarkan dari embrio dan kemudian ditumbuhkan untuk membentuk berbagai sel tubuh, misalnya sel darah, sel syaraf, sel otot jantung, dan sebagainya. Sel-sel ini kemudian disuntikkan kembali pada tubuh sehingga dapat membentuk berbagai jaringan tubuh. Stem cells merupakan sel-sel yang tidak memiliki ciri khusus seperti selsel jaringan tubuh (specialized cells). Sel darah merupakan salah satu contoh specilized cells karena sel-sel darah memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan karakteristik sel syaraf, yang juga merupakan specialized cells. Stem cells merupakan unspecialized cells yang memiliki kemampuan untuk memperbaharui diri secara terus-menerus (melalui proses pembelahan sel) dalam periode yang cukup lama. Apa istimewanya sel ini? Justru karena masih merupakan unspecialized cells, sel-sel ini dapat diinduksi menjadi berbagai sel yang memiliki fungsi khusus atau menjadi specialized cells. Ini sangat bermanfaat saat ada selsel tubuh atau organ yang mengalami kerusakan atau sakit. Saat dibutuhkan transplantasi organ biasanya kita kerepotan mencari donor yang paling sesuai untuk meminimalisasi resiko terjadinya penolakan oleh tubuh. Sel atau organ hasil kloning memiliki DNA yang sama dengan organ aslinya. Jika kita menggunakan sel atau organ hasil kloning ini untuk menggantikan organ asli yang rusak atau sakit itu maka kemungkinan terjadinya penolakan tubuh semakin diperkecil karena tubuh akan mengenali sel atau organ tersebut sebagai organ yang sama. Bedanya, organ baru itu tersusun dari sel-sel yang sehat sehingga bisa menyelamatkan hidup pasien. Mengapa organ hasil kloning ini bisa sehat padahal organ aslinya rusak? Di sinilah ilmu fisika ikut membantu perkembangan biologi dan dunia kesehatan!
Proses kloning sel dan organ tubuh ini melibatkan tahap rekayasa, mutasi, dan rekombinan DNA. Segala kerusakan bisa diperbaiki dengan rekayasa di laboratorium yang melibatkan berbagai teknologi canggih. Teknologi fisika inilah yang menjadi tumpuan harapan para pasien dalam mendapatkan organ dan sel tubuh baru yang sama dengan organ asli di tubuh mereka, tetapi sudah bebas dari berbagai kerusakan. Dengan teknologi ini pasien tidak perlu lagi menggantungkan harapan pada donor organ yang belum tentu mudah didapatkan. Kalaupun organ donor sudah dinyatakan cocok resiko terjadinya penolakan tetap ada karena organ itu merupakan organ ‘asing’ bagi tubuhnya. Dengan menggunakan organ yang merupakan hasil kloning sel tubuhnya sendiri resiko ini dapat diminimalkan. Sang pasien dapat menyelamatkan dirinya sendiri karena stem cells yang digunakan berasal dari dirinya. Inilah tujuan utama penelitian-penelitian kloning manusia. Terapi kesehatan yang memanfaatkan proses kloning sel ini (therapeutic cloning) mendapat banyak perhatian dunia. Ada begitu banyak yang dijanjikan oleh pengembangan baru dunia kesehatan ini, terutama dalam hal penyembuhan penyakit-penyakit yang berkaitan dengan proses degenerasi sel-sel tubuh. Salah satu contohnya adalah penyakit Parkinson yang sudah banyak menyerang beberapa tokoh terkenal dunia seperti petinju legendaris, Mohammad Ali, dan aktor yang membintangi tiga film fiksi ilmiah Back to The Future yang sangat sukses, Michael J. Fox. Parkinson’s Disease (PD) merupakan penyakit degeneratif yang menyebabkan hilangnya sel-sel syaraf yang memproduksi dopamine. Terapi pengobatan PD yang menggunakan kloning sel ini dapat mengembalikan harapan para penderita penyakit yang menyerang 2% penduduk dunia yang berusia 65 tahun ke atas. Penelitian menunjukkan bahwa PD merupakan penyakit pertama yang dapat disembuhkan dengan therapeutic cloning. Begitu pula dengan penyakit yang juga menyerang usia tua, Alzheimer. Masa depan dunia kesehatan menjadi semakin cerah dengan adanya potensi teknologi ini. Bagi para peneliti yang lebih ambisius, kloning manusia secara keseluruhan tampak begitu menarik. Ada yang melihat kloning sebagai salah satu cara mendapatkan keturunan yang lebih sempurna karena bisa melakukan
rekombinan DNA. Ada pula yang ingin menghidupkan kembali salah satu anggota keluarga yang sudah meninggal. Ada yang melihat teknologi ini sebagai jawaban manusia atas masalah yang selama ini di luar kekuasaan manusia, yaitu kematian. Dengan melakukan kloning kematian bisa ditaklukkan. Apa pun motivasinya, masalah etika tetap harus diperhitungkan. Teknologi yang begitu hebat ini jangan sampai disalahgunakan demi keuntungan dan keegoisan manusia. Ambisi-ambisi yang mengerikan telah mencoreng kehebatan teknologi ini. Semoga saja tujuan awal dikembangkannya teknologi ini dapat kembali menyadarkan para peneliti yang hanya menginginkan keuntungan bagi dirinya sendiri. Karena tujuan utama dikembangkan teknologi ini adalah untuk membantu manusia dalam mengatasi masalah-masalah kesehatan, bukan untuk bermain menjadi Tuhan. (***)