Modul 2 Konsep Dasar Antena • Konsep Antena sbg Sumber Titik
Modul#2
• Teorema Resiprositas Carson
TTG3D3 Antena dan Propagasi
• Teorema daya dan intensitas radio • Karakteristik antena pemancar
Konsep Dasar Antena
• Konsep Apertur Antena • Rumus transmisi Friis • Polarisasi • Temperatur antena
Oleh : Nachwan Mufti Adriansyah, ST, MT
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
• Kesimpulan modul 2
1
Definisi Antena Webster ‘s dictionary: “a usually metallic device (as rod or wire) for radiating or receiving radio waves” IEEE Std 145-1983: “a means for radiating or receiving radio waves”
Pendahuluan
Antena = Alat pelepas dan penerima gelombang energi elektromagnetik
-Definisi
antena -Konsep antena sbg sumber titik -Teorema resiprositas Carson
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
3
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
4
Konsep Antena sbg Sumber Titik
z
Sumber titik adalah titik potong semua rapat daya di tempat jauh Untuk mengetahui distribusi medan/daya di tempat jauh, maka dilakukan pengukuran pada pada jarak R konstan. Sumber titik berlaku untuk medan jauh, dengan persyaratan : R>>λ, R>>d, dan R>>b
Syarat antena sebagai sumber titik
Pr r.dθ y O dS = r 2 sin θ.dθ.dφ
x r sin θ.dφ
Antena m em enuhi volum e dengan jari-jari b
Definisi sumber titik,
1. Konsep sumber titik: untuk analisis daya terima pada medan jauh (tempat yang jauh) 2. Antena dianggap sebagai sumber titik karena dimensi antena << jarak antena pengirim dengan titik observasi di medan jauh
Medan jauh transversal (Medan magnet ⊥ medan magnet) Rapat daya P (arus daya) yang menembus bidang bola observasi mengarah radial keluar semuanya Dengan ekstrapolasi, semua rapat daya berasal dari volume yang sangat kecil atau titik O, tidak bergantung pada dimensi fisik antena
Pengukuran, Pengukuran medan dan rapat daya, pengukuran pada bola dengan R konstan, dengan titik pusat bola observasi berimpit pada “sumber titik “, dapat dilakukan pada satu titik ukur, tetapi antenanya yang diputar satu lingkaran penuh Untuk polarisasi eliptik, perlu diukur komponennya (amplitudo dan fasa). Pengukuran fasa perlu M berimpit O, untuk menghindari beda fasa relatif.
M O
b R
(a) sumber titik berimpit dengan pusat bola M
O M
b
d
R
(b) sumber titik berjarak terhadap pusat bola M
5
6
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
Teorema Daya dan Intensitas Radio Konsep Daya Antena Isotropis
z
Teorema Daya dan Intensitas Radio
Pr r.dθ y
O x r sin θ.dφ
• Antena isotropis hanya ada secara hipothetical (teoritis)
• Pada dasarnya semua antena tidak ada yang memiliki pancaran sama dS = r 2 sin θ.dθ.dφ kesegala arah (unisotropic)
Asumsi dasar
• Antena, sumber dianggap titik dan ditempatkan di O • Pr radial keluar pada setiap titik bola • Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
7
8
Pr ⊥dS atau Pr // dS Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
Teorema Daya dan Intensitas Radio…
Teorema Daya dan Intensitas Radio…
Jika medium antar antena (bola): tidak meredam, tidak menyerap daya, berdasarkan hukum kekekalan energi, maka :
Jika O sumber isotropis, maka Pr (rapat daya) akan konstan untuk r konstan
Daya yang dipancarkan sumber = Daya total yang menembus bola Sehingga,
∫
W
π 2π
P r idS
Wi = ∫ Pr .dS = ∫ ∫ Pr .r 2 .sin θ.dθ.dφ = 4πr 2 .Pr
S
S
z
π 2π
Maka,
W = ∫ Pr .dS = ∫ ∫ Pr .dS S
0 0
Pr r.dθ
dimana, Pr = rapat daya pada bola dS = elemen luas = r2.sinθ.dθ.dφ W = daya yang dipancarkan antena x
O
W 4π r 2
rapat daya berbanding terbalik dengan r2
dS = r 2 sin θ.dθ.dφ
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
Intensitas Radiasi
10
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
Intensitas Radiasi …
Definisi: Intensitas Radiasi = daya per satuan sudut ruang
U = Pr .r 2 = W
Pr =
y
r sin θ.dφ
9
0 0
Dari tinjauan Intensitas Radiasi π 2π
π 2π
0 0
0 0
Dari tinjauan Rapat Daya π 2π
Wi = ∫ ∫ U . sinθ .dθ .dϕ =∫ ∫ U . d Ω Wi = ∫ Pr .dS = ∫ ∫ Pr .r 2 .sinθ .dθ .dϕ
4π
S
0 0
π 2π
W = ∫ Pr .dS = ∫ ∫ Pr .dS S
Dari ekspresi diatas, dapat disimpulkan bahwa…
0 0
Daya yang dipancarkan antena isotropik (sumber titik):
W Pr = 4π r 2 π 2π
= integrasi intensitas radiasi untuk seluruh sudut ruang 4π = integrasi rapat daya utk seluruh luas kulit bola π 2π
W = ∫ ∫ U. sin θ.dθ.dφ =∫ ∫ U. dΩ 0 0
0 0
dimana, dΩ = sinθ.dθ.dφ 11
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
Untuk ISOTROPIS 1 rad2 = 57,3o x 57,3o = 3283,3 deg2 4π πrad2 = 4π π x 57,3o x 57,3o = 41253 deg2
Antena Sembarang 12
: W = 4π π.Uo [ Uo dalam Watt / radian2 ] : W = 41253.Uo [ Uo dalam Watt / deg2 ] : Uo = U rata2 ( time average )
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
Teorema Resiprositas Carson Membuktikan: Karakteristik antena sebagai pemancar juga berlaku pada antena sebagai penerima.
Karakteristik Antena
Karakteristik antena pemancar = Karakteristik antena penerima (b)
(a) VA
Asumsi dasar
IB
IA
∼
Jika, transmisi energi antara antena A dan B yang melalui medium homogen, isotropis, linear, dan pasif, dapat dimodelkan sebagai Rangkaian-T
∼
VB
I1
Antena A dan B sama, fungsinya dipertukarkan sebagai pengirim dan penerima. Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
13
Dari gambar (a) : I1 = IB =
VA [Z1 + ( Z2 // Z3 )] I1.Z3 Z1 + Z2
=
VA Z3 ( Z1Z2 + Z2 Z3 + Z3 Z1 )
Dari gambar (b) : I2 = IA =
VB [Z1 + ( Z2 // Z3 )] I2 .Z3 Z1 + Z2
=
VB Z3 ( Z1Z2 + Z2 Z3 + Z3 Z1 )
Jadi jika VA = VB , maka IA = IB !! 15
VA
∼
Z2
IB
IA
Z2 Z3
Z3
ZV
Z1
ZI
∼ VB
ZI
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
Karakteristik Antena Pemancar
Bukti Teorema Carson ZV = ZA sebagai syarat, misalkan ZV = ZA = 0
14
I2 Z1
1. Diagram arah
Teorema Carson menyatakan bahwa,
2. Diagram fasa
Untuk medium transmisi yang homogen dan isotropis, “Jika suatu tegangan dipasangkan pada terminal suatu antena A, maka arus yang sama ( amplitudo dan fasa ) akan diperoleh pada terminal A seandainya tegangan yang sama dipasangkan pada terminal B “ Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
3. Direktifitas
Dapat dianalisis secara teoritik
4. Gain
Karakteristik antena :
5. Lebar berkas
⊕ 6. Impedansi antena 7. Bandwidth (lebarpita) 8. Temperatur antena
Pada umumnya diukur
9. Polarisasi antena 16
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
Diagram Arah …
Karakteristik #1: Diagram Arah Diagram arah menunjukkan karakteristik pancaran antena ke berbagai arah (pattern), pada r konstan, jauh, sebagai fungsi θ dan φ
Diagram arah sebenarnya 3 dimensi, tetapi biasa digambarkan sebagai 2 dimensi, yaitu 2 penampangnya saja yang saling tegaklurus berpotongan pada poros mainlobe Em φ = 0
θ= 0
Um Eθ
θ= 0 1
U
Menurut besaran
-3 dB
B
Diagram arah Medan (listrik, magnet) Diagram arah Daya ( P, U ) Diagram arah Fasa
Macam-macam diagram arah
θ=0 0 dB
Diagram arah absolut
Menurut skala
Diagram arah normal
Diagram arah relatif
Berbagai istilah dalam diagram arah Main lobe = major lobe, lobe utama ; daerah pancaran terbesar Side lobe = minor lobe, lobe sisi ; daerah pancaran sampingan Back lobe = lobe belakang ; daerah pancaran belakang BEAMWIDTH = Lebar berkas ; Sudut yang dibatasi ½ daya atau 3 dB atau 0,701 medan maksimum pada Mainlobe FBR = Front to Back Ratio = Main lobe / Back lobe
Diagram arah absolut (dalam besarannya) Diagram arah relatif ( terhadap refrensi ) Diagram arah normal (referensi max = 1 = 0 dB) Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
Modul 2 KONSE P
17
Diagram Arah …
18
Karakteristik #2: Diagram Fasa Seperti juga pada diagram arah, dapat diambil penampang diagram fasa 3-dimensi , ataupun plot linearnya Untuk bentuk periodik dengan frekuensi tertentu, medan jauh diketahui selengkapnya jika diketahui : • Amplitudo Eθ sebagai fungsi dari r, θ, φ • Amplitudo Hφ sebagai fungsi dari r, θ, φ • Beda fasa δ antara Eθ dan Hφ sebagai fungsi dari θ, φ, dengan r konstan • Beda fasa η antara Eθ dan Hφ terhadap harganya pada titik referensi, sebagai fungsi dari θ, φ, dengan r konstan
b. Plot linear pola daya radiasi
a. Lobe-lobe radiasi antena (pola pancar 3 dimensi) Analysis and Design”, 19 Sumber : Balanis, A Constantin,” Antenna Theory, Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA Harper & Row Publisher, 1982 (halaman 21
20
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
Contoh …
Karakteristik #3: Direktifitas
Penghitungan direktivitas dengan cara eksak
Diketahui, suatu antena memiliki Pers. diagram arah…
Merepresentasikan ‘pengarahan’ antena, semakin besar direktivitas dapat diartikan bahwa lebar berkasnya semakin sempit
Um.cos θ 0
U=
Definisi:
; 0 ≤ θ ≤ π/2 & 0 ≤ φ ≤ 2π ; θ, φ lainnya
Maka,
Um IntensitasRadiasiMaksimum D≡ = Uo IntensitasRadiasiRata − rata
π
W =
2
Um 4π Pm Em D≡ x = = Uo 4π Po Eo2
22π
∫ ∫ Um.cosθ sin θ.dθ.dφ 0 0 π 2
Uo
2π
0
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
Karakteristik #4: Gain K-4
21
22
Wo
0
W = 4π .U 0
]
D=
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
W Um = π = 4 =10log4= 14 dB U0 W 4π
Kadang-kadang Gain dan Direktivitas dinyatakan untuk arah tertentu / fungsi dari diagram arah.
G = Wo/Wi
D(θ, φ) =
Um intensitasradiasimakssuatu antena = Umr intensitasradiasimaks antena referensidengandaya input sama
Umr
U D Um
dan
G(θ, φ) =
U G Um
G dan D biasanya dinyatakan dalam dB DdB = 10 log D [dB] dan GdB = 10 log G [dB]
Um
G = D ( dBi )
G = ηeff .D Macam-macam referensi : 23
[
∫ ∫ U .cosθ sinθ .dθ .dϕ ⇒ W = 4π .U
Gain …
Definisi: G≡
0
2 2π
0 0
π Um 2π cos2 θ 0 2 [φ]0 2 W = π .Um
=−
Diagram arah daya / intensitas radiasi antena isotropis
Wi
π
W =
W = − ∫ Um. cos θ d(cos θ) ∫ dφ
Diagram arah daya / intensitas radiasi antena yg ditinjau
Jika daya yg sama, W dimasukkan ke antena isotropis…
Isotropis, ηeff = 100% dipole ½ λ Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA horn, dll
G = ...( dBd ) G = ...( dBh )
24
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
0
Karakteristik #5: Lebar Berkas (Beamwidth)
Kaitan Direktivitas Dengan Lebar Berkas Jika fungsi diagram arah intensitas radiasi dinyatakan oleh :
Definisi: • sudut ruang yang mewakili seluruh daya yang dipancarkan, jika intensitas radiasi = intensitas radiasi maksimum • Seolah-olah antena memancar hanya dalam sudut ruang B dengan intensitas radiasi uniform sebesar Um
U = Ua.f(θ θ,φ φ)
Intensitas maksimum …. Um = Ua. f(θ,φ)maks Intensitas rata-rata dinyatakan oleh :
W = 4π × Uo
W = B ×Um
dimana Ua adalah konstanta
1/2
Uo =
θ1/2
D=
φ1/2
(
Um 4π = Uo B
D=
)
W = θ 12 ×φ12 Um
B=
26
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
Beamwidth
∫∫f (θ, φ).dΩ f (θ, φ)maks
=
∫∫f (θ, φ) f (θ, φ)maks
D=
4π B f(θ θ,φ φ)normal = fungsi normal diagram arah
dΩ
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
Contoh:
Perhitungan Direktivitas Dengan Cara Pendekatan Lebar Berkas
dengan, W = daya yang dipancarkan dΩ = sinθ.dθ.dφ
Um Ua.f (θ, φ)maks 4π = = Uo ∫∫ f (θ, φ).dΩ ∫∫ f (θ, φ).dΩ f (θ, φ)maks
Beamwidth 25
W ∫∫ Ua.f (θ, φ).dΩ = 4π 4π
atau
B = ∫∫ f (θ, φ)normal.dΩ
Menghitung D dengan cara eksak
U = Um.cos6θ
; 0 ≤ θ ≤ π/2
dan 0 ≤ φ ≤ 2π
A. Fungsi sederhana • Unidirectional • Direktivitas ≥ 10
D= 1/2
4π 4π D= ≈ B θ1/ 2 .φ1/ 2
2 (dua) kasus
θ1/2
θ1
1 φ1/2
1
θ1/2 dan φ1/2 adalah beamwidth menurut 2 bidang ⊥ melalui sumbu mainlobe
θ1 2
2
4
1
Um Ua.f (θ, φ)maks 4π = = Uo ∫∫ f (θ, φ).dΩ ∫∫ f (θ, φ).dΩ f (θ, φ)maks
2
φ
B. Fungsi tidak sederhana Selesaikan dengan cara grafis !!
B= 27
∫∫f (θ, φ).dΩ = ∫∫f (θ, φ) dΩ f (θ, φ)maks
f (θ, φ)maks
dan
D≡
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
D≡
Um 4π = Uo B
Um 4π = Uo B
Dengan cara eksak, didapatkan D = 14,00 28
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
Contoh:
Menghitung D dengan pendekatan lebar berkas
U = Um.cos6θ
; 0 ≤ θ ≤ π/2
dan 0 ≤ φ ≤ 2π
Cara grafis untuk menghitung Direktifitas Ketelitian hasil perhitungan ditentukan oleh ketelitian mendapatkan lebar berkas ( B )
½ Um = Um.cos6 θ1/4 θ1
1
1
θ1 2
4
1
2
Jika batas-batas : θ0 ≥ θ ≥ 0
θ1/ 4 = cos−1 6 1 = 27,01o 2
φo θo
0
4π 4π × (57,3o )2 = ≈ 14,3 D= θ1/2 .ϕ1/2 (54,02o )2
φ
f (θ, φ) = F1(φ).f1(θ) + F2(φ).f2(θ) + ………..dst f (θ, φ)maks
Dengan cara eksak, didapatkan D = 14,00
φ0
θ0
0
0
0
0
( konvergen )
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
Karakteristik #6: Polarisasi
Cara grafis… 4π
• Polarisasi gelombang berkaitan dengan orientasi vektor medan listrik yang dibangkitkan saat pemancaran. • Jika pemasangan antena Rx tidak sesuai dengan polarisasi gelombang, maka ada yang diterima akan lebih kecil ; terjadi “ polarization mismatch “. • Untuk orientasi yang sesuai, maka penerimaan daya akan maksimu ( polarisasi medan = polarisasi antena ). • Jika polarisasi medan membuat sudut ϕ dengan polarisasi antena, maka daya terima akan mengalami penurunan yang dinyatakan dengan PLF ( polarization loss factor )
∑a b ⇒D= B
B = a1b1 + a2b2 + …. dst =
i i
i
dimana
θ0
φ0
a i = ∫ Fi (φ).dφ
dan
bi = ∫ fi (θ).dθ 0
0
Selanjutnya integrasi gambar,
Fi (φ)
f i (θ) sin θ
bi
ai
31
θ0
30
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
0
φ0
B = ∫ F1 (φ)dφ. ∫ f1 (θ).sin θ.dθ + ∫ F2 (φ)dφ. ∫ f 2 (θ).sin θ.dθ + ......dst
Dari contoh di atas, dapat dilihat bahwa untuk antena unidirectional dan direktivitas > 10, hasil pendekatan lebar berkas mendekati hasil perhitungan secara eksak ! 29
f (θ, φ) sin θ.dθ.dφ f (θ, φ)maks dapat diuraikan sebagai berikut : 0
B= ∫ ∫
θ1/2 = 2 x θ1/4 = 54,02o 2
dan φo ≥ φ ≥ 0, maka :
φ0
0
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
θ0
ER
Ketelitian hasil ditentukan oleh ketelitian penggambaran Fi(φ) dan fi(θ)sinθ, serta perhitungan luasnya (dalam kertas milimeter)
aA ϕ
Contoh : untuk, ϕ = 60o ϕ = 90o
EReff PLF = ¼ PLF = 0
WR turun 6 dB WR = 0
dimana, ER = vektor medan listrik a A = orientasi antena
PLF = (a ER • a A ) = cos2 ϕ 2
PLF sangat penting untuk komunikasi bergerak khususnya di ruang angkasa. Manfaat lain yang justru positif adalah untuk penggandaan kanal frekuensi 32
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
Karakteristik #7: Temperatur Antena • Semua benda jika temperaturnya ≠ 0° K, akan merupakan pemancar noise yang spektrumnya sangat lebar, termasuk di kanal frekuensi operasi antena • Temperatur antena ( TA ) adalah temperatur yang mewakili antena karena menerima daya noise. Jika daya noise yang diketahui antena adalah NR, maka :
TA =
NR k.BN
Konsep Aperture Antena
dengan , k = konstanta Boltzman = 1,38.10-23 J/oK BN = Bandwidth noise system
• Temperatur antena dapat dihitung dari beberapa kontribusi :
TA =
1 ΩA
2ππ
∫∫
2ππ
TS (θ, φ).sinθ.dθ.dφ dgn, ΩA =
00
∫∫ G (θ, φ).sinθ.dθ.dφ N
00
ΩA = sudut ruang beam antena GN(θ,ϕ) = pola penguatan normal TS(θ,ϕ) = brigtness temperatur of sources harga TS dari clear sky (zenith) sekitar 3oK ≈ 5oK dari arah horisontal sekitar 100oK - 150oK dari bumi sekitar 290oK - 300oK
33
Sumber noise adalah : matahari, galaxy, atmosfer, man made (busi, dsb )
Konsep Aperture Antena
P E E E A
P
A=W
Wr = P • A = P.A cos α
P HH H
• Antena seolah-olah mempunyai aperture yang luasnya adalah daya tersebut dibagi dengan rapat daya gelombang yang datang pada antena. Dinyatakan :
• Misalkan pada antena corong. Rapat daya pada permukaan corong P (watt/m2), maka daya (Wr) yang berhasil diserap oleh antena adalah:
EE E
Wr
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
P
(meter persegi)
a. Aperture Efektif, Ae
α = arah orientasi antena terhadap arah vektor rapat daya. Umumnya orientasi antena dibuat sesuai polarisasi gelombang, sehingga terjadi penerimaan maksimum (α’ = 0)
b. Aperture Rugi-Rugi, AL
Aperture antena
• “ Daya yang ditangkap antena berbanding lurus dengan luas aperture-nya”. Dalam praktek, luas tersebut 0,5 – 0,7 luas sebenarnya. Hal ini berhubungan dengan terbaginya daya dari GEM menjadi bagian –bagian yang hilang sebagai panas, dipancarkan kembali, dll. • Sehingga ada beberapa macam aperture : Aperture efektif, aperture rugi-rugi, aperture pengumpul, aperture hambur, dll
35
34
Konsep Aperture Antena….
Konsep aperture antena: antena sebagai luas bidang yang menerima daya dari gelombang radio yang melaluinya
H H H
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
c. Aperture Hambur, As d. Aperture Pengumpul, Ac e. Aperture Fisis, Ap
36
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
Model…
V
I=
(R r + R L + R T )2 + (XA + XT )2
I
P
ZA =RA + jXA
ZT
W = I2R
ZT =RT + jXT
W=
V
W V2 R Aperture= = P P (R r + R L + R T )2 + (XA + XT )2
Rangkaian ekivalen
Antena dgn beban
I=
V Z A + ZT
{
ZA = R A + jXA Mewakili aperture hambur, As
Rr = tahanan pancar RL = tahanan rugi ohmic antena RT = tahanan terminal Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
37
Aperture Efektif, Ae
38
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
Rr mewakili daya yang diradiasikan kembali ke ruang bebas
WT V2 R T = P P. (R r + R L + R T )2 + (XA + XT )2
{
}
WS V2 R r AS = = P P. (R r + R L + R T )2 + (XA + XT )2
{
}
menuju maksimum • Jika RL = 0 ( antena lossless ), dan Rr = RT, dan XT = - XA (MATCHED), maka 2 2
* pada orientasi penerimaan maksimum (α = 0 ), matched ( ZT = ZA ), dan tidak ada rugi-rugi ohmic antena ( RL= 0 )
2
Aem =
As' =
2
WT ' V V = = P 4P.R r 4P.R T
efisiensi antena :
α = Ae
Aem
dengan 0≤ α ≤ 1
V V = 4P.R r 4P.R T As’ = apperture hambur matched
Sehingga Asm = 4 x As’ atau Asm = 4 x Aem. Dalam hal ini, misalnya antena dipakai sebagai elemen parasit, seperti pada yagi atau juga sebagai elemen pemantul, seperti pada paraboloidal antena.
• Definisi: EFFECTIVENESS RATIO ( α ) , sering juga disebut sebagai
39
Mewakili aperture efektif, Ae
Mewakili aperture rugi-rugi, AL
Aperture Hambur, As (Scattering Aperture)
RT mewakili daya yang berguna bagi penerimaan
• Ae
}
ZT = R T + jXT RA = Rr + RL
Ae =
V2 R (R r + R L + R T )2 + (XA + XT )2
Daya yang sampai pada penerima akan kurang dari WT, jika saluran transmisi meredam, contoh antena batang pendek biasa memiliki tinggi efektif 70 % dari tinggi sebenarnya.
• Definisi: SCATTERING RATIO, perbandingan hambur
β = As 40
Ae
0≤β≤∞
Aperture rugi-rugi, AL
Aperture rugi-rugi, AC • Apertur pengumpul adalah jumlah Ae, As, dan AL
RL mewakili daya yang hilang sebagai panas
W V2 R L AL = L = P P. (R r + R L + R T )2 + (XA + XT )2
{
41
AC =
}
42
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
Aperture Fisis, Ap
V2 (R r + R L + R T ) P. (R r + R L + R T )2 + (XA + XT )2
{
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
Aperture Fisis, Ap Bermacam-Macam Nilai Aperture Untuk Keadaan Khusus R L = 0 dan XA = −XT
Apertur Fisis (Ap) merupakan luas maksimum tampak depan antena dari arah rapat daya • Untuk antena dengan pemantul atau berupa celah, luas aperture fisis ini sangat menentukan, tapi untuk beberapa antena lainnya tidak berarti samasekali
4
P Ap
Ap =
P
L
πD 2 4
d
perbandingan antara apertur efektif maksimum dengan apertur fisis
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
Rr
πd 2 Ap = 4
RT
Ae/Aem
1
Ac
Ap = Ld
1
P
• Definisi: ABSORBTION RATIO :
43
}
γ=
Aem Ap
2
3
0≤γ ≤∞ 44
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
4 RT/Rr
Aperture Fisis, Ap
Aperture Fisis, Ap B. Antena Dipole 1/2 λ
A. Antena Dipole Pendek 0,119λ2
V = E.L
Rr =
80π2L2 λ2
λ
E2 E2 P= = η0 (120π)
y
2πy λ 2πy dV = E.dy = E0 .dy. cos λ λ/ 4 2πy Eλ V = ∫ dV = 2 ∫ E0 cos dy = 0 λ π 0 I = I0 . cos
Aem =
V2 V2 = 4P.R r 4P.R T
Rr = 73 ohm
Aem =
120.π.E2 .L2λ2 3λ2 = 0,119λ 2 = 320.E2 .L2 8π
λ/4
-λ/4
dy
+λ/4
RT
Aem =
V2 V2 = = 0,13λ 2 4P.R r 4P.R T
atau
Jadi Aem untuk antena dipole pendek ( L < 0,λ ), besarnya adalah tetap 0,119λ λ2, tidak tergantung kepada panjangnya
λ/2
Dalam hal ini Aem >> Ap, atau γ besar. Jika antena dibuat sangat tipis, maka Ap sangat kecil tetap Aem tetap (γ ∞) Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
45
Hubungan Apertur Dengan Direktivitas
DX =
D1 Aem1 = D2 Aem2
G1 D1ηeff1 ηeff1 × Aem1 Ae1 = = = G2 D2ηeff 2 ηeff 2 × Aem2 Ae2
ηeff = α = EFECTIVENESS RATIO • Untuk antena isotropis, D = 1 , maka : Aem isotropis diketahui dengan Aem2 AemX AemISO = = mengambil antena 2 adalah dipole D2 DX pendek, 3 Sehingga, Aem2 = λ2 dan D2 = 3/2 = 8π 4π 1,5 D = Aem
λ2
4π AemX λ2
Rumus di atas cukup penting untuk menghitung direktivitas antena jika aperturnya diketahui !!
• Jika tidak MATCHED sempurna,
X
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
Hubungan Apertur Dengan Direktivitas
• Hubungan apertur dengan direktivitas adalah berbanding lurus, dinyatakan :
G = ηeff. D
46
Antena Isotropis Dipole pendek Dipole λ/2
Aem 3λ2/(8π) = 0,119λ2
D 1 1,5
D (dB) 0 1,76
30λ2/(73π) = 0,79λ2
1,64
2,14
λ2/(4π) π = 0,79λ λ2
X
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
47
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
48
Rumus Transmisi Friis Menghitung transfer daya dari Tx ke Rx Rx
Tx
Rumus Transmisi Friis
Isotropis • Asumsi / syarat : 2 a. Jarak Tx-Rx cukup jauh (pada medan jauh) ;r ≥ 2L λ b. Medium tidak meredam c. Tak ada multipath dari refleksi
Redaman lintasan propagasi
• Rapat daya pada penerima Rx, ( Pr ) :
Pr = WT
4πr
WR = Pr .AeR = AeR
2
dimana, WT = daya pancar pengirim Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
49
Rumus Transmisi Friis…
50
WR = Pr .AeR = AeR Sehingga,
WR AeR .DT = WT 4πr 2
WR = DT .WT
4πr 2
DT =
4πr 2
AeR = aperture efektif antena penerima WR = daya yang diterima Rx
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
Rumus Transmisi Friis W Lp = 10log T WR
• Jika Tx memiliki direktivitas DT, maka :
WT
WT
4π AeT λ2
AeR
dB
2 λ2 .r 2 denga AeT = AeR = λ ( = 10log 4π isotropis AeT .AeR n 2 2 4π ) 4πr 2 2 = 10log = 10log + f + r λ c
4πr 2
WR AeR .AeT = WT λ2r 2
Lp = 32,5 + 20 log fMHz + 20 log rkm • WT
WR
=
Perbandingan transfer daya dari Tx ke Rx untuk
medan jauh, medium tak meredam dan tak ada refleksi • WR
WT
=
Redaman lintasan (path loss) jika pada Tx dan Rx
digunakan antena referensi ( umumnya isotropis ) dan biasa dinyatakan dalam dB, 51
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
Lp = 92,45 + 20 log fGHz + 20 log rkm • Redaman lintasan atau pathloss disebut juga dengan redaman ruang bebas / FSL (free space loss), terjadi bukan karena penyerapan daya tetapi karena penyebaran daya • Jika terjadi multipath, Lp berubah menjadi harga efektif, (Lp – 6 dB) ≤ Lpeff ≤ ∞ • Penurunan –6 dB ini dapat terjadi jika ada dual path yang merupakan interferensi saling menguatkan secara sempurna (kuat medan di Rx dua kali single path) 52
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
The End
Modul 2 KONSEP DASAR ANTENA
53