1
ISSN 1979-2867 (print) Electrical Engineering Journal Vol. 4 (2013) No. 1, pp. 1-17
Perancangan dan Realisasi Antena Double Cross Dipole Untuk Stasiun Bumi Sebagai Antena Penerima Sinyal Satelit NOAA Supartono Soediatno dan Victor Jurusan Teknik Elektro, Universitas Kristen Maranatha, Bandung Jl. Suria Sumantri 65, Bandung 40164, Indonesia
[email protected];
[email protected]
Abstrak: Perancangan dan realisasi antena Double Cross Dipole, menjadi salah satu solusi dari kebutuhan antena penerima sinyal satelit NOAA. Antena ini memiliki kelebihan antara lain ideal untuk portable station dan base station, biaya perakitan yang relatif murah, dan tidak diperlukannya rotator untuk melakukan tracking lintasan satelit. Dalam aplikasinya, sinyal dari satelit NOAA yang diterima oleh antena ini akan dipisahkan dari carrier-nya oleh sistem penerima RF. Sound card akan bekerja untuk mengubah sinyal audio menjadi dijital. Selanjutnya dengan software aplikasi WXtoImg decoder, didapatkan hasil citra satelit berupa foto cuaca pada daerah pengamatan. Dari hasil pengujian, antena yang dirancang memiliki VSWR = 1,18, return loss -21,66 dB, impedansi 59 ohm, bandwidth 129,64 – 154,72 MHz pada VSWR < 1,5, gain = 10,42 dBi, pola radiasi berbentuk bola, dan memiliki polarisasi sirkular; beroperasi pada frekuensi 137 MHz. Kata kunci: Antena Double Cross Dipole, Satelit NOAA, WXtoImg Abstract: The design and realization of a Double Cross Dipole Antenna become one of the solutions of NOAA satellite receiver antenna necessity. This antenna has several advantages, for instance it is ideal for a portable station and base station, cheap assembling cost, and it doesn’t need a rotator for satellite trajectory tracking. As an application of this antenna, the NOAA satellite signal which is received by Double Cross Dipole Antenna will be separated from its carrier by RF receiver system. Then, the sound card will change the received audio signal into digital data. And then using WXtoImg decoder application software, a satellite image result in the form of weather picture of the observatory land or territory is obtained. The results of this antenna testing, indicate that the antenna has VSWR = 1.18, return loss -21.66 dB, impedance 59 ohm, bandwidth 129.64 – 154.72 MHz for VSWR < 1.5, gain = 10.42 dBi, spherical radiation pattern and circular polarization, and operates at 137 MHz. Keywords: Double Cross Dipole Antenna, NOAA Satellite, WXtoImg
I. PENDAHULUAN Satelit penginderaan jauh semakin besar peranannya dalam berbagai bidang
2
ELECTRICAL ENGINEERING JOURNAL, VOL. 4, NO. 1, OCTOBER 2013
pembangunan. Salah satu diantaranya ialah satelit yang berorientasi pada kondisi samudra dan atmosfer NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration). Aplikasi dari satelit yang dilengkapi sensor AVHRR (Advanced Very High Resolution Radiometer), data citra satelit antara lain digunakan untuk peramalan cuaca harian pada banyak lahan dan perairan. Juga digunakan untuk pembuatan Peta Suhu Permukaan Laut, sehingga dapat dipakai sebagai alat bantu prediksi daerah tangkapan ikan di laut atau samudra luas. Satelit NOAA bekerja pada frekuensi downlink 137 - 138 MHz dan termasuk dalam kelompok satelit polar LEO (Low Earth Orbit) yang mengorbit pada ketinggian 800 km di atas permukaan bumi[1]. Melihat hal yang dikemukakan di atas, maka dibutuhkan sebuah antena yang mampu menangkap sinyal yang dikirim oleh satelit NOAA. Antena Double Cross Dipole menjadi salah satu solusi sebagai antena penerima sinyal satelit tersebut, karena antena ini dapat dipergunakan untuk portable station dan base station, biaya perakitan yang relatif murah, dan yang menguntungkan adalah tidak diperlukannya rotator dalam men-tracking lintasan satelit[2]. Perangkat lunak merupakan elemen yang tidak kalah penting agar proses komunikasi ke satelit dapat terjalin dengan baik, dengan penggunaan program aplikasi Orbitron for windows versi 3.71 dapat diketahui posisi satelit terhadap antena di bumi; ini merupakan langkah awal untuk melakukan komunikasi dengan satelit tersebut[3]. Sinyal dari satelit setelah diproses oleh sistem radio penerima, selanjutnya diterjemahkan oleh program aplikasi WXtoImg menjadi sebuah citra satelit.
II. PERANCANGAN DAN REALISASI ANTENA DOUBLE CROSS DIPOLE Pengertian secara umum, antena merupakan transformator atau alat transisi energi dari saluran transmisi fisik menjadi suatu gelombang elektromagnetik untuk diradiasikan ke ruang bebas. Sebaliknya antena juga bisa menerima gelombang elektromagnetik dari ruang bebas[4]. Secara umum antena memiliki besaran-besaran penting yang menunjukkan performansi nya seperti Voltage Standing Wave Ratio (VSWR), return loss, impedansi, bandwidth, gain, pola radiasi, dan polarisasi. Besaran-besaran antena di atas berpengaruh dalam perancangan suatu antena, yang satu sama lainnya saling berkaitan. Untuk komunikasi satelit LEO, secara umum antena yang baik memiliki VSWR < 1,5, return loss < -14 dB dan gain 10 dBi[5]. Impedansi antena direncanakan mendekati 50 Ω agar dapat matching dengan saluran transmisi. Untuk bisa menangkap sinyal satelit NOAA, antena ini dirancang untuk dapat menerima frekuensi downlink NOAA diantara 137 - 138 MHz[6]. Pada aplikasi satelit, sinyal akan mengalami depolarisasi ketika menembus awan sehingga mengakibatkan polarisasi gelombang akan berubah ke arah yang tidak bisa diprediksi. Untuk mengantisipasi kemungkinan penerimaan sinyal yang tidak diketahui polarisasinya maka antena dirancang memiliki polarisasi sirkular[4]. Keuntungan antena Double Cross Dipole, yakni tidak membutuhkan rotator untuk mentracking posisi satelit. Hal ini dapat direalisasikan dengan membuat antena ini memiliki pola radiasi berbentuk bola (spherical) agar arah penerimaan sinyal satelit dapat dari segala arah[6].
II.1. Perencanaan Konstruksi Antena Double Cross Dipole Pada proses perencanaan ini terdapat dua elemen dasar, yaitu panjang elemen antena dipol ½ λ dan panjang kabel coaxial. Antena dipol ½ λ diatur menjadi susunan Cross Dipole.
ISSN: 1979-2867
PERANCANGAN DAN REALISASI ANTENA DOUBLE CROSS DIPOLE UNTUK STASIUN BUMI ...
3
Sketsa perancangan dari antena Double Cross Dipole yang akan direalisasikan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Sketsa perancangan antena Double Cross Dipole[6, 8]
II.2. Perhitungan Panjang Dipole Antena Panjang gelombang pada frekuensi kerja, didapat dari mencari frekuensi tengah (center) dari frekuensi 137 MHz – 138 MHz[4]. 𝑓𝑐 =
𝑓 𝑙 +𝑓 2
=
137+138 𝑀𝐻𝑧 2
= 137,5 𝑀𝐻𝑧
(1)
Sehingga: 3𝑥10 8 𝑚 /𝑠
𝑐
𝜆0 = 𝑓 = 137,5 𝑥10 6 𝐻𝑧 = 2,1818 𝑚 = 218,18 𝑐𝑚 ≈ 218 𝑐𝑚 𝑐
(2)
Panjang dipol ½ λ0 : 1 𝜆 2 0
=
𝜆0 2
= 109 𝑐𝑚
Pemilihan dipol ½ λ0 dikarenakan : Untuk penerimaan sinyal yang berpolarisasi sirkular, diperlukan Circularly Polarized Antennas; dan salah satu diantaranya yang mudah realisasinya adalah dengan 4 in-phase λ/2 dipoles [8].. dengan: fc = frekuensi tengah daerah kerja antena fl = batas frekuensi terendah fh = batas frekuensi tertinggi λ0 = panjang gelombang diudara c = cepat rambat gelombang di udara 3x108 m/s
II.3. Perhitungan Panjang Coaxial Perhitungan panjang coxial menjadi penting karena antena yang akan direalisasikan mempunyai polarisasi sirkular, dengan gelombang berjalan seiring dengan berjalannya waktu dan perambatannya. Untuk mendapatkan polarisasi sirkular, maka pencatuan daya dibuat mempunyai beda phasa 90º; yang pada realisasinya dengan membuat panjang coaxial dibedakan sebesar ¼ λ[7]. Perhitungan coaxial sebagai berikut:
Cepat rambat cahaya = 3 x 108 m/s
RG-58 mempunyai velocity factor (vf) = 0,66[8]
ISSN: 1979-2867
4
ELECTRICAL ENGINEERING JOURNAL, VOL. 4, NO. 1, OCTOBER 2013 300 𝑥 0,66 4 𝑥 𝐹𝑟𝑒𝑞 𝑀𝐻𝑧
Penambahan panjang coaxial ¼ λ =
Sebagai contoh untuk frekuensi 137 MHz menjadi : Penambahan panjang coaxial ¼ λ =
300 𝑥 0,66 4 𝑥 137,5
𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
(3)
= 0,36 𝑚 = 36 𝑐𝑚
Jadi jika panjang coaxial pendek 36 cm, maka panjang coaxial panjang: 36 + 36 = 72 cm.
Coaxial pendek 36 cm menjadi transfomator ¼ λ bagi saluran catu daya antena.
Gambar 2. Pemotongan kabel coaxial RG-58
II.4. Analisa Perancangan Dipol Antena Perhitungan panjang dipol ½ λ (109cm) secara teoritis, belum dapat langsung digunakan karena faktor pengaruh dari bahan-bahan pembuat antena belum diperhitungkan. Perhitungan teoritis ini mutlak diperlukan agar bisa dimulainya percobaan, tanpa perhitungan teoritis perancang tidak akan bisa mengetahui dari mana akan dimulainya percobaan. Pengujian Voltage Standing Wave Ratio (VSWR), merupakan pengujian yang paling sederhana untuk mengukur seberapa cocok antena yang dihubungkan dengan saluran transmisi. Pada antena penerima, jika VSWR mencapai kondisi matching maka energi yang diterima antena akan bisa optimal disalurkan ke sistem receiver. Hasil Pengujian VSWR antena Double Cross Dipole pada panjang dipol ½ λ (109 cm) dapat dilihat pada Tabel 1. Gambar 3 menunjukkan sistem pengukuran yang digunakan.
Gambar 3. Sistem pengukuran Return Loss dan VSWR
ISSN: 1979-2867
PERANCANGAN DAN REALISASI ANTENA DOUBLE CROSS DIPOLE UNTUK STASIUN BUMI ...
5
TABEL 1. HASIL PENGUKURAN VSWR DENGAN PA NJANG DIPOLE ½ λ (109CM)
Frekuensi Downlink (MHz)
VSWR
Return Loss (dB)
126
3,675
-4,849
128
2,428
-7,606
130,47
2,205
-8,496
132,16
2,113
-8,933
133,98
2,376
-7,795
136,1
2,425
-7,616
137,62
2,150
-8,752
138,12
2,193
-8,550
140,3
2,293
-8,119
142
2,316
-8,027
144,3
2,254
-8,282
146
2,017
-9,445
148
2,098
-9,00
150,5
2,191
-8,56
152,3
2,379
-7,784
153,98
2,546
-7,21
156,34
2,867
-6,324
157,1
2,911
-6,220
Dari Tabel 1, pengukuran VSWR pada panjang dipol 109 cm, dapat diamati bahwa pada band frekuensi kerja yang diinginkan (137-138 MHz), nilai VSWR masih jauh dari rasio yang direncanakan (< 1,3). Untuk itu, maka panjang teoritis tersebut harus diberikan koreksi. Koreksi ini dilakukan dengan metoda trial and error. Metoda trial and error adalah suatu metoda ilmiah yang digunakan apabila ada dua variabel yang saling tergantung atau bila ada beberapa variabel yang tidak dapat diukur besarnya. Proses realisasinya berupaya mendapatkan VSWR mengecil, tergantung pemotongan panjang pada keempat dipol antena hasil perhitungan; bila VSWR berbalik membesar lagi, proses diulang kembali dari awal. Hal ini dilanjutkan secara berulang sampai didapatkan nilai VSWR yang diharapkan (< 1,3) pada band frekuensi 137–138 MHz. Pada perancangan ini dilakukan pemotongan dipol per 1 cm pada masing-masing pangkal dan ujung dipol, kemudian dilakukan pengujian VSWR. Setelah dilakukan beberapa kali pengujian VSWR, maka didapat pada pemotongan dipol 5,5 cm pada pangkal dan ujung dipol; didapatkan rasio VSWR menjadi sesuai dengan yang direncanakan, sehingga panjang dari keempat dipol mejadi 98 cm. Penyesuaian dipol ini disebut dipol koreksi. Pada Tabel 2 diperlihatkan untuk frekuensi kerja 137,62-138,12 MHz, hasil uji VSWR dari dipol yang sudah dikoreksi : 1,180-1,183; menjadi lebih baik dari hasil uji di Tabel 1 yang sebelum dikoreksi.
ISSN: 1979-2867
6
ELECTRICAL ENGINEERING JOURNAL, VOL. 4, NO. 1, OCTOBER 2013
TABEL 2. PENGUKURAN VSWR DENGAN PANJANG DIPOLE ½ λ YANG SUDAH DIKOREKSI (98 CM)
Frekuensi Downlink
VSWR
(MHz)
Return Loss (dB)
126
2,796
-6,5
128
1,842
-10,56
130,47
1,205
-20,6
132,16
1,131
-24,22
133,98
1,376
-16
136,1
1,42
-15,2
137,62
1,180
-21,66
138,12
1,183
-21,50
142
1,361
-16,3
144,3
1,248
-19,14
146
1,081
-28,1
148
1,092
-27,12
150,5
1,191
-21,18
152,3
1,359
-16,35
153,98
1,546
-13,37
156,34
1,859
-10,44
157,1
1,901
-10,15
Analisis: Faktor koreksi lingkungan (K) dapat dihitung dengan cara membagi panjang dipol setelah dikoreksi dengan panjang dipol secara teoritis[9]. 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 (𝐾) =
𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑜𝑙𝑒 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎 𝑑𝑖𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑜𝑙𝑒 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠
𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 (𝐾) =
98 𝑐𝑚 109 𝑐𝑚
(4)
Jadi, = 0,899 ≈ 0,9
Faktor koreksi (K) sebesar 0,9 antara lain bisa disebabkan oleh pemilihan diantara bahanbahan pembuat antena dan sambungan-sambumgan coaxial yang bisa didapat dipasaran.
II.5. Perealisasian Antena Double Cross Dipole A. Pemilihan Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam perealisasian antena Double Cross Dipole antara lain: 1 meter PVC diameter 1 inch, 2 meter PVC diameter 0,5 inch, dipotong jadi 2 buah @ 48 cm, dan 8 buah @ 10 cm, 4 buah T PVC diameter 0,5 inch, 1 buah tutup PVC diameter 1 inch, 8 buah tutup PVC diameter 0,5 inch, 2 meter aluminium diameter 6 inch, dipotong menjadi 8 buah @ 49 cm,
ISSN: 1979-2867
PERANCANGAN DAN REALISASI ANTENA DOUBLE CROSS DIPOLE UNTUK STASIUN BUMI ...
7
Terminal kabel diameter 7 mm, 3 meter coaxial RG-58, 50 ohm, Konektor PL-259 Female, Lem PVC atau lem besi. coaxial pendek berukuran 38 cm dan coaxial panjang berukuran 74 cm
Gambar 4 menunjukkan bahan-bahan yang digunakan dalam realisasi antena Double Cross Dipole.
Gambar 4. Bahan perakitan antena Double Cross Dipole
B. Perakitan Antena Double Cross Dipole Bagian yang penting dalam perakitan yakni: 1. Bagian outer dan bagian inner dari kabel coaxial pendek dan coaxial panjang dikupas sepanjang 1 cm, kemudian disolder ke terminal kuningan seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5. Bagian inner sebagai (+) dan bagian outer sebagai (-), ditandai.
Gambar 5. Pemasangan coaxial pada terminal kuningan
2. Langkah selanjutnya keempat coaxial dirangkai seperti Gambar 6.
ISSN: 1979-2867
8
ELECTRICAL ENGINEERING JOURNAL, VOL. 4, NO. 1, OCTOBER 2013
Gambar 6. Konfigurasi sambungan antar coaxial[6]
Langkah penyambungan: Outer (-) dari dipol 1, dihubungkan dengan outer (-) dipol 2, begitu pula outer (-) dari dipol 3 disambungkan dengan outer (-) dari dipol 4. Inner (+) dari dipol 1, dihubungkan dengan inner (+) dari dipol 3, begitu pula dengan inner (+) dari dipol 2 dihubungkan dengan inner (+) dari dipol 4. Sehingga dipol 1 dan 3 dan dipol 2 dan 4 saling berpasangan. Selanjutnya, inner dari pasangan dipol 1 dan 3 dihubungkan ke body, dan inner (+) dari pasangan dipol 2 dan 4 dihubungkan ke bagian tengah dari konektor PL-259 Female (Gambar 7).
Gambar 7. Sambungan ke konektor PL-259 Female
ISSN: 1979-2867
PERANCANGAN DAN REALISASI ANTENA DOUBLE CROSS DIPOLE UNTUK STASIUN BUMI ...
9
Hasil final antena Double Cross Dipole dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Hasil final antena Double Cross Dipole
III. PENGUJIAN DAN ANALISIS PARAMATER ANTENA III.1. Pengujian dan Analisis VSWR, Return Loss dan Impedansi 1) Peralatan yang Digunakan a. Antena Double Cross Dipole yang akan diukur dipasang sebagai beban, b. Sweep Oscillator/Generator (Gambar 9), c. Scalar Nework Analyzer (SNA) (Gambar 9), d. Kabel-kabel, detektor, dan directional coupler (DC) (Gambar 10) 2) Prosedur Pengukuran Sistem pengukuran seperti pada Gambar 3.
Gambar 9. Sweep Generator dan Scalar Network Analyzer
ISSN: 1979-2867
10
ELECTRICAL ENGINEERING JOURNAL, VOL. 4, NO. 1, OCTOBER 2013
Gambar 10. Konfigurasi Pengukuran dilengkapi directional coupler TABEL 3. HASIL PENGUKURAN VSWR ANTENA DOUBLE CROSS DIPOLE PADA FREKUENSI 137 MHZ
Frekuensi Downlink (MHz)
VSWR
Return Loss (dB)
126
2,796
-6,5
128
1,842
-10,56
130,47
1,205
-20,6
132,16
1,131
-24,22
133,98
1,376
-16
136,1
1,42
-15,2
137,62
1,180
-21,66
138,12
1,183
-21,50
140,3
1,273
-18,4
142
1,361
-16,3
144,3
1,248
-19,14
146
1,081
-28,1
148
1,092
-27,12
150,5
1,191
-21,18
152,3
1,359
-16,35
153,98
1,546
-13,37
156,34
1,859
-10,44
157,1
1,901
-10,15
Hasil pengukuran Return Loss antena Double Cross Dipole, menunjukkan bahwa VSWR rata-rata yang terukur di daerah frekuensi 137,620 - 138,120 MHz adalah pada nilai 1,18 – 1,183; berarti mendekati nilai spesifikasi yang diharapkan yaitu < 1,3, sesuai untuk antena penerima sinyal dari satelit NOAA 18[1]. Dari hasil pengukuran Return Loss, pada frekuensi kerja yang ditetapkan yaitu 137-138 MHz, nilai VSWR yang terukur sebesar 1,18; maka dengan persamaan 5:
ISSN: 1979-2867
PERANCANGAN DAN REALISASI ANTENA DOUBLE CROSS DIPOLE UNTUK STASIUN BUMI ...
𝑉𝑆𝑊𝑅 =
1+|Γ| 1−|Γ|
=
𝑍 −𝑍 1+ 𝑖𝑛 𝑜 𝑍 𝑖𝑛 +𝑍 𝑜
𝑍 −𝑍 1− 𝑖𝑛 𝑜 𝑍 𝑖𝑛 +𝑍 𝑜
𝑍 +𝑍 +𝑍 −𝑍
= 𝑍𝑖𝑛 +𝑍𝑜 −𝑍𝑖𝑛 +𝑍𝑜 = 𝑖𝑛
𝑜
𝑖𝑛
𝑜
𝑍𝑖𝑛 𝑍𝑜
11
(5)
dengan Г = koefisien refleksi, maka diperoleh impedansi input antena[4]: 𝑍𝑖𝑛 = 𝑍𝑜 ∙ 𝑉𝑆𝑊𝑅
(6)
Oleh karena itu, dari hasil di atas dapat diperoleh nilai impedansi antena : Zin = (50).(1,18) ≈ 59 Ω; pada frekuensi 137 MHz. Nilai impedansi antena yang didapat sebesar 59 Ω, berarti mendekati nilai impedansi kabel coaxial RG-58. Tampilan Scalar Network Analyzer (SNA) untuk kurva return loss dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Kurva Return Loss pada frekuensi 137 MHz
Nilai VSWR yang didapat dari kurva Return Loss terukur tersebut, tegantung pada panjang dari keempat dipol ½ λ. Bersadarkan perhitungan teoritis, panjang keempat dipol yaitu 109 cm. Tetapi berdasarkan hasil pengukuran VSWR, untuk mendapatkan nilai VSWR yang diharapkan (< 1,3) perlu dilakukan pemotongan pada masing-masing pangkal dan ujung dipol sepanjang 5,5 cm, sehingga panjang dari keempat dipol menjadi 98 cm. Akibat dari pemotongan ini muncul λkoreksi sebesar 98/109 = 0,9. Adanya faktor koreksi, dikarenakan oleh pemilihan bahan pembuat antena dan bahan penyambungan coaxial yang bisa didapatkan di pasaran.
III.2. Pengujian dan Analisis Bandwidth Antena Double Cross Dipole Pada VSWR 1,5 Analisis bandwidth ini bertujuan untuk mengetahui lebar pita frekuensi dari antena Double Cross Dipole. Untuk mempermudah pembacaan bandwidth maka dibuat garis bantu pada VSWR < 1,5 atau return loss -14 dB, seperti pada Gambar 12.
ISSN: 1979-2867
12
ELECTRICAL ENGINEERING JOURNAL, VOL. 4, NO. 1, OCTOBER 2013
Gambar 12. Analisa bandwidth pada VSWR 1.5
Dari Gambar 12 dapat disimpulkan bahwa bandwidth dari antena Double Cross Dipole pada VSWR 1,5 atau return loss -14 dB sebesar 25,08 MHz, yaitu dari 129,64 MHz sampai dengan 154,72 MHz. Bandwidth antena ini telah sesuai, memenuhi rentang frekuensi yang dibutuhkan untuk menangkap sinyal satelit NOAA yang bekerja pada 137 – 138 MHz[4].
III.3. Pengujian dan Analisa Penguatan Antena Double Cross Dipole Sketsa pengukuran penguatan antena Double Cross Dipole ditunjukkan pada Gambar 13.
Gambar 13. Sketsa pengukuran penguatan antena Double Cross Dipole pada frekuensi 137 MHz
Hasil Pengukuran:
ISSN: 1979-2867
PERANCANGAN DAN REALISASI ANTENA DOUBLE CROSS DIPOLE UNTUK STASIUN BUMI ...
13
Dari hasil pengukuran didapat: PDCD,down = -45,2 dBµV, PD,VHF = -53,47 dBµV, GD = 2,15 dBi, Sehingga nilai penguatan antena Double Cross Dipole GDSD,down (dBi) = Pdown (dBµV) – PD,VHF (dBµV) + GD (dBi) GDCD,down (dBi) = -45,2 dBµV - (-53,47 dBµV) + 2,15 dB = 10,42 dBi Dari hasil pengukuran diperoleh bahwa penguatan antena Double Cross Dipole adalah sebesar 10,42 dBi, berarti nilai penguatan yang terukur sudah memenuhi persyaratan perencanaan penguatan yang dibutuhkan untuk komunikasi satelit LEO, yaitu sebesar 10 dBi; seperti dijelaskan sebelumnya.
III.4. Pengujian dan Analisis Pola Radiasi dan Polarisasi Antena Double Cross Dipole Peralatan yang Digunakan: 1) Sebuah antena dipol lain dan pemancar dengan frekuensi kerja yang sama dengan antena Double Cross Dipole yang akan diukur, 2) Tiang-tiang penyangga antena dan sebuah rotator, 3) Kabel-kabel penghubung, 4) Generator sinyal HP 8656, 5) Alat ukur daya Anritsu ML521B. Hasil pengukuran daya terima di plot dari sudut 100 s/d 3600 dalam dB, ternormalisir.
340°350° 0 330° -5 320° 310° -10 300° -15 290° 280°
-20
270°
-25
0°
10° 20°
30° 40° 50° 60° 70° 80° 90°
260°
100°
250°
110°
240° 230° 220° 210° 200°190°
180°
120° 130° 140° 150° 160° 170°
Gambar 14. Pola radiasi antena Double Cross Dipole dipasang vertikal, dan antena dipol pemancar horizontal
ISSN: 1979-2867
14
ELECTRICAL ENGINEERING JOURNAL, VOL. 4, NO. 1, OCTOBER 2013
340°350° 0 330° -5 320° 310° -10 300° -15 290° 280°
-20
270°
-25
0°
10° 20°
30° 40° 50° 60° 70° 80° 90°
260°
100°
250°
110°
240° 230° 220° 210° 200°190°
180°
120° 130° 140° 150° 160° 170°
Gambar 15. Pola radiasi antena Double Cross Dipole dipasang horizontal, dan antena dipol pemancar horizontal
Analisis Pola Radiasi: Jika diamati pada bidang horizontal (bidang H, Gambar 14.) dan bidang vetikal (bidang E, Gambar 15), maka antena Double Cross Dipole dapat menerima distribusi energi yang cenderung sama dari semua sudut penerimaan (0o-360o). Bila kedua diagram radiasi tersebut digabungkan, maka diagram radiasi antena dapat diilustrasikan seperti bola (spheris). Artinya untuk penangkapan sinyal dari satelit, arah datang sinyal dapat diterima oleh antena Double Cross Dipole dari segala arah.
340°350° 0 330° -5 320° 310° -10 300° -15 290° 280°
-20
270°
-25
0°
10° 20°
30° 40° 50° 60° 70° 80° 90°
260°
100°
250°
110°
240° 230° 220° 210° 200°190°
180°
120° 130° 140° 150° 160° 170°
Gambar 16. Pola radiasi antena Double Cross Dipole dipasang horizontal, dan antena dipol pemancar dipasang horizontal
ISSN: 1979-2867
PERANCANGAN DAN REALISASI ANTENA DOUBLE CROSS DIPOLE UNTUK STASIUN BUMI ...
340°350° 0 330° -5 320° 310° -10 300° -15 290° 280°
-20
270°
-25
0°
10° 20°
15
30° 40° 50° 60° 70° 80° 90°
260°
100°
250°
110°
240° 230° 220° 210° 200°190°
180°
120° 130° 140° 150° 160° 170°
Gambar 17. Pola radiasi antena Double Cross Dipole dipasang horizontal, dan antena dipol pemancar dipasang vertikal
Analisis Polarisasi: Dari keempat posisi penerimaan daya (Gambar 14-17), antena Double Cross Dipole dapat menerima gelombang yang terpolarisasi secara horizontal dan vertikal dengan baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa antena Double Cross Dipole ini memiliki polarisasi sirkular.
IV. PENGAPLIKASIAN ANTENA DOUBLE CROSS DIPOLE Data Sebagai pengaplikasian antena ini, satelit NOAA 18 yang sudah diprediksi waktu lintasannya memakai software Orbitron 3.71, selanjutnya sinyalnya ditangkap antena Double Cross Dipole kemudian dipisahkan dari carrier-nya oleh sistem radio penerima. Setelah sinyal NOAA tersebut sudah berupa audio, sound card akan bekerja untuk mengubah data audio analog menjadi dijital, selanjutnya dihubungkan pada sebuah komputer untuk dilakukan penerjemahan (decoding) menggunakan program decoder WXtoImg dan pada akhirnya didapatkan hasil citra satelit berupa foto cuaca pada daerah pengamatan. Untuk lebih jelasnya blok diagram sistem dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18. Blok diagram sistem penerima
ISSN: 1979-2867
16
ELECTRICAL ENGINEERING JOURNAL, VOL. 4, NO. 1, OCTOBER 2013
Hasil Output dari WxtoImg Satelit NOAA 18 seperti pada Gambar 19. Koordinat penempatan antena sebagai input untuk software Orbitron 3.71 Longitude = 107,3324º E Latitude = 6,5354º S Altitude = 745,5 (m)
Gambar 19. Tampilan Output dari WXtoImg NOAA 18 pada tanggal 28 November 2011 pada pukul 12.17 WIB
V. KESIMPULAN 1. Pemodelan Antena Double Cross Dipole memiliki VSWR 1,18, return loss -21,66 dB, impedansi 59 ohm, bandwidth 129,64 – 154,72 MHz untuk VSWR < 1,5, gain = 10,42 dBi, berpola radiasi berbentuk bola, dan memiliki polarisasi sirkular; berhasil tanpa rotator dapat untuk penerima sinyal satelit NOAA. 2. Telah berhasil dilakukan uji fungsi penerimaan sinyal satelit NOAA 18, sehingga antena Double Cross Dipole sesuai dengan dimensinya; dapat bekerja sebagai stasiun bumi portable penerima sinyal satelit. 3. Perangkat lunak Orbitron 3.71, dapat digunakan sebagai alat bantu untuk memprediksi waktu datang melintasya satelit NOAA 18 di daerah pengamatan antena.
DAFTAR REFERENSI [1] http://www.oso.noaa.gov/poesstatus/index.asp [2] http://www.phys.unsw.edu.au/~map/weather/notes/buildyourown/Double Cross.html [3] http://www.stoff.pl/ [4] C. Balanis, Antenna Theory, Analysis and Design, 3rd Ed., Wiley, New York, 2005. [5] W. L. Pritchard, Satellite Communication System Engineering, 2nd Ed., Prentice Hall, 1993. [6] http://www.poesweather.com/index.php?limitstart=2&Itemid=1&option=com_content
ISSN: 1979-2867
PERANCANGAN DAN REALISASI ANTENA DOUBLE CROSS DIPOLE UNTUK STASIUN BUMI ...
17
[7] http://www.amsat.org/amsat/articles/w6shp/lindy.html [8] J. D. Kraus, Antennas, McGraw Hill, 2002.
ISSN: 1979-2867