KONFLIK SOSIAL DALAM NOVEL DAERAH SALJU KARYA YASUNARI KAWABATA DAN SANG GURU PIANO KARYA ELFRIEDE JELINEK (Kajian New Historicism) Anisa Fajriana Oktasari Abstrak Dalam novel peraih Nobel Sastra ini sajian yang kental di berikan adalah teori atau pendekatan new historicism menempatkan sastrawan pada posisi atau kedudukan yang terhormat. Novel Sang Guru Piano karya Elfriede Jelinek memiliki nilai latar belakang sejarah dan pengarang novel terlibat langsung dalam perkembangan budaya atau adat kebiasaan di sana. Adanya konflik sosial yang kental membuat peneliti menarik kesimpulan bahwa novel Sang Guru Piano karya Elfriede Jelinek ini cocok pula apabila dikaji dengan pendekatan new historicism. Sedangkan dalam novel Daerah Salju yang diterjemahkan oleh Matsuoka Kunio dan Ajib Rosidi ini memiliki nilai yang indah, kata-kata yang dituangkan oleh Kawabata indah dan membawa pembaca ke alam sastra yang lembut. Bagi pembaca yang sensitif karya ini sangat mempesona. Itulah nilai lebih Yasunari Kawabata, sehingga pantas mendapat penghargaan Nobel Sastra. Dari fenomena inilah penulis tertarik menganalisis dari unsur New Historicsm yang menempatkan pengarang pada posisi atau kedudukan yang terhormat. kata kunci: konflik sosial, novel Dalam novel ini sajian yang kental di berikan adalah teori atau pendekatan new historicism menempatkan sastrawan pada posisi atau kedudukan yang terhormat. Karena, sastrawan terlibat langsung dalam proses perkembangan kebudayaan suatu bangsa. Sastrawan ikut mengkonstruksi budaya suatu masyarakat melalui karya sastranya. Ide atau gagasan sastrawan yang dituangkan dalam karya sastra bisa mempengaruhi opini publik. Dengan demikian, disadari atau tidak, sastrawan ikut bertanggung jawab atas karya-karyanya yang menjadi konsumsi masyarakat pembaca (Asep Samboja, 2009). Selanjutnya pada novel Sang Guru Piano karya Elfriede Jelinek, Ayu Utami berpendapat bahwa sebagai berikut: 1) novel Sang Guru Piano karya Elfriede Jelinek menempatkan kekerasan sebagai tema sentral. 2) novel Sang Guru Piano, kekerasan itu tidak terlalu binal, anarchiling atau pembunuhan demi
Pendahuluan Novel Daerah Salju karangan Kawabata menceritakan tentang daerah salju yang selalu dingin, Shimamura bertemu Komako, seorang geisha yang pipinya sewarna angsa yang baru dibului. Tanpa ia sadari, Shimamura tahu Komako tengah jatuh cinta padanya, begitu pula sebaliknya. Keduanya berusaha menemukan pembenaran atas cinta mereka, hingga akhirnya menyerah dan menyadari kalau cinta mereka telah gagal sejak kali pertama mereka bertemu. Dalam sinopsis yang dikemukakan Snow Country oleh Yukigumi dinyatakan bahwa Daerah Salju adalah sebuah master piece karya pengarang roman dari Jepang peraih penghargaan Nobel Sastra, Yusunari Kawabata. Sebuah haiku yang panjang, indah dan bermakna di hampir setiap katakatanya. Kawabata mampu menjelmakan keindahan kebudayaan dan mitologi Jepang dalam novelnya ini.
61
Komposisi, 2016, Tahun 1, No. 2
Sedangkan dalam novel Daerah Salju yang diterjemahkan oleh Matsuoka Kunio dan Ajib Rosidi ini memiliki nilai yang indah, kata-kata yang dituangkan oleh Kawabata indah dan membawa pembaca ke alam sastra yang lembut. Bagi pembaca yang sensitif karya ini sangat mempesona. Itulah nilai lebih Yasunari Kawabata, sehingga pantas medapat penghargaan Nobel Sastra. Dari fenomena inilah penulis tertari menganalisis dari unsur New Historicsm yang menempatkan pengarang pada posisi atau kedudukan yang terhormat. Peraih Nobel Sastra tahun 1968 ini dalam menuangkan pikirannya menilik pada pendapat Gothe, sastra adalah sebuah duani yang sangat sukar (Adams, 1971:591), dan karena itu, harus dimengerti dan dihayati dengan serius. Dia percaya bahwa sastra merupakan dunia pemikiran, dan karena itu, mempelajari sastra sama dengan mempelajari dunia pemikiran. Makin besar seorang sastrawan, makin besar kadar pemikirannya. Karena itu dia menganjurkan agar karya para sastrawan besar dipelajari dengan baik, sebab dengan jalan mempelajari karyakarya besar itulah seseorang akan mampu memasuki dunia pemikiran dengan baik pula. Peneliti mengkaji aspek New Historicsm yang di dalamnya banyak terkandung latar belakang sejarah/ politik/ regim/ keadaan sosial ekonomi setting/ latar waktu sebuah novel, Latar belakang ideologi pengarangnya, Latar belakang pada waktu novel itu ditulis. Seperti dalam Daerah Salju yang banyak menceritakan ketiga aspek di atas. Aspek-aspek di atas merupakan aspek yang dominan dalam novel Daerah Salju karya Kawabata. Konflik sosial lebih ditekankan oleh peneliti karena dari sejarah yang dipaparkan memperlihatkan bagaimana para tokoh di dalamnya menghadapinya, begitu pula dalam novel Sang Guru Piano karya Elfriede Jelinek.
kehormatan—yang sedang ramai dibincangkan di Barat. Tapi kekerasan yang lebih subtil mengakibatkan sakit jiwa tapi tidak menimbulkan luka fisik yang begitu tampak dari luar. 3) Jelinek dalam Sang Guru Piano bercerita tentang seorang guru piano perempuan yang memiliki ibu yang ambisius. Ibunya ingin agar putrinya ini menjadi pemain piano yang besar. Tapi sang anak gagal. Ia malah menjadi guru piano yang kejam dan bengis (Ayu Utami, 2007). Peneliti merasa bahwa pendapat yang dikemukakan di atas menyatakan bahwa novel Sang Guru Piano karya Elfriede Jelinek memiliki nilai latar belakang sejarah dan pengarang novel terlibat langsung dalam perkembangan budaya atau adat kebiasaan di sana. Adanya konflik sosial yang kental membuat peneliti menarik kesimpulan bahwa novel Sang Guru Piano karya Elfriede Jelinek ini cocok pula apabila dikaji dengan pendekatan new historicism. Dismping pula kita dapat menyinggung bagaimana latar belakang daerah di sana, sama halnya dengan novel Daerah Salju karangan Kawabata. Salah satu novel Elfriede Jelinek yang paling terkenal adalah ‘Die Klavierspielerin’ Sang Guru Piano. Novel tersebut menampilkan sosok Ibu yang sangat ambisius dan egois. Ambisi dan egois tersebut mewujud dalam bentuk kekerasan psikis Ny. Kohut terhadap putrinya-Erika yang menyebabkan perkembangan mental Erika terganggu. Hal ini terjadi ketika Ny. Kohut menginginkan putrinya menjadi pemain piano yang terkenal. Namun ironis yang terjadi bukan kesuksesan yang diraih Erika Kohut tapi kegagalan. Erika malah menjadi guru piano atau pribadi yang liar. Dari sini penulis dapat mengetahui ltar belakang latar belakang sejarah/ politik/ regim/ keadaan sosial ekonomi setting/latar waktu sebuah novel, sehingga menilik pada konflik sosial yang ada dalam kaian New Historicsm. 62
Oktasari, Konflik Sosial dalam Novel....
Agama Kristen akan menjadi mimpi buruk bagi kekaisaran, oleh sebab itu Kaisar mengambil langkah untuk tidak berhubungan dengan negara asing, kecuali dengan Pedagang-Pedagang Belanda yang dinilai menguntungkan. Itu pun hanya dilakukan di satu tempat, yaitu di Pulau Dejima, Nagasaki. Politik Isolasi ini bertahan lebih dari 200 tahun sampai pada tahun 1853, Komodor Perry dari angkatan laut Amerika Serikat dengan 4 buah kapalnya memaksa Jepang untuk membuka diri kembali terhadap dunia luar. Kekaisaran Tokugawa berakhir pada tahun 1867, dan digantikan dengan Kekaisaran Meiji. Pada zaman ini Jepang banyak mengalami kemajuan. Dan hanya dalam beberapa dekade mampu menyejajarkan diri dengan negara-negara barat. Pada zaman ini pula Edo berganti nama dengan Tokyo, dan kasta-kasta yang ada pada zaman feudal dihapuskan. Restorasi Meiji benar-benar mampu menggerakkan seluruh aset negara yang ada, sehingga pada beberapa peperangan, Jepang dapat menang. Hasil dari kemenangan itu antara lain adalah dengan direbutnya Taiwan dari Cina pada tahun 1895 dan Sakhalin selatan pada tahun 1905 dari Rusia. Setelah itu Jepang pun mulai membesarkan daerah jajahannya dengan merebut korea pada tahun 1910. Kaisar Meiji meninggal pada tahun 1912 dan mewariskan tahta pada Kaisar Taisho, dan dimulailah Kekaisaran Showa. Kekaisaran Showa ini dimulai dengan kondisi yang menjanjikan. Industri yang terus berkembang, dan kehidupan politik yang telah mengakar di parlemen-parlemen pemerintahan. Namun masalah-masalah baru terus bermunculan. Krisis ekonomi dunia menekan kehidupan rakyat. Rakyat
Metode Sebuah penelitian akan mencapai sempurna atau maksimal hasil apabila metode yang digunakan sesuai dengan jenis penelitiannya. novel Daerah Salju karya Yasunari Kawabata dan novel Sang Guru Piano karya Elfriede Jelinek menggunakan metode kualitatif dengan menekankan pada teks secara library research. Penelitian ini dirancang secara kualitatif, karena penelitian bersifat ilmiah dan tidak mengadakan perhitungan dan lebih mengutamakan kedalaman penghayatan interaksi antar konsep yang dikaji secara empiris serta menekankan pada library research. Penelitian ini menggunakan teknik penelitian yang bertahap. Pertama, memahami cerita dalam. Kedua. Menganalisis. Ketiga, menemukan aspek. Keempat, menentukan data untuk selanjutnya dianalisis melalui pendekatan kritik sastra New Historicsm. Hasil dan Pembahasan 1. Latar Belakang Sejarah/ Politik/ Regim/ Keadaan Sosial Ekonomi Setting/ Latar Waktu Novel “Daerah Salju” Karya Yasunari Kawabata Perubahan yang krusial atas Jepang dimulai pada tahun 1603. Pada saat itu, Ieyasu yang telah berhasil menyatukan seluruh Jepang, membangun kekaisarannya di Edo, sekarang dikenal dengan Tokyo. Ieyasu mencoba membangun setiap aspek di negara ini sehingga negara ini mampu berdiri sendiri tanpa bantuan dari negara lain. Hasil dari politik yang dilakukan Ieyasu ini kemudian dimanfaatkan oleh Kekaisaran Tokugawa pada tahun 1639 dengan lahirnya Politik Isolasi. Latar belakang dari lahirnya Politik Isolasi ini banyaknya misionaris Kristen yang datang menyebarkan Agama Kristen. Berkembangnya 63
Komposisi, 2016, Tahun 1, No. 2
mulai tidak percaya terhadap pemerintah karena banyaknya skandal. Hal ini dimanfaatkan oleh para ekstrimis dan berhasil menomorsatukan militer di negara ini. Jepang pun mulai terlibat pada banyak peperangan. Fungsi dari Parlemen pun semakin berkurang. Semuanya ditangani militer. Hingga pada akhirnya pecahnya Perang Pasifik pada tahun 1941. Pada tahun 1945, Jepang menyerah pada sekutu akibat semakin melemahnya kekuatannya setelah Hiroshima dan Nagasaki dilumpuhkan. Dalam masa pendudukan sekutu ini banyak hal yang diubah. diantaranya adalah diberikannya hak kepada wanita untuk memberikan suara pada pemilu, dan juga kebebasan untuk mengelurkan pendapat, memeluk agama, dan lainlain. Tuan rumah Olimpiade Tokyo 1964, yang juga menjadi simbol atas kebangkitan Jepang. Tidak hanya itu, pada tahun 1975 Jepang sudah diakui menjadi negara maju dan masuk dalam kelompok negara G-7. Setting yang terdapat dalam novel Daerah Salju karya Yasunari Kawabata menempatkan daerah di Jepang di musim salju di daerah pegunungan seperti dalam kutipan berikut ini.
Tunas akebi yang baru pun tak lama lagi tidak akan dihidangkan di meja makan (Kawabata, hlm 34). Gemercik sungai yang dasarnya berbatu banyak, terdengar merdu. Melalui pohon-pohon sugi kelihatanlah lereng-lereng gunung di seberang mulai di tutupi bayang – bayang (Kawabata, hlm 51). Dari kutipan di atas terlihat jelas latar tempat dimana novel itu terjadi sebuah desa yang berlangsung di sebuah tempat dengan sumber air panas yang jauh di sebelah barat dari Pegunungan Alpen Jepang serta seting tempat yang juga terdapat di tokyo seperti kutipan berkut ini. Daerah yang dapat dikatakan masih belum terjamah, yaitu lingkungan alam yang alami bahkan bisa dikatakan lingkungan pedesaan. Keindahan alam yang masih alami sehingga novel ini dapat memperlihatkan bagaimana Jepang dan alamnya pada dunia luar. Dan pada hari itu juga Shimamura pulang ke Tokyo (Kawabata, hlm. 58). Beberapa waktu sebelum saya mulai bekerja sebagai pelayan di Tokyo. Waktu itu saya kekurangan uang. Saya tidak mampu membeli buku harian. Pada buku catatan yang harganya dua atau tiga sen dengan penggaris saya membuatgaris halu-halus yang teratur rapi mungkin karena saya meraut potlotnya runcing sekali (Kawabata, hlm. 61).
Sebelum masuk musim bermain ski tamu di rumah penginapan pemandian sumber air panas paling sedikit. Dan ketika Shimamura kembali ke kamarnya sesudah mandi, semuanya tidur senyap.... ( Kawabata, hlm. 31) Waktu itu – lewat masa longsor salju yang berbahaya dan sudah tiba musim naik gunung yang sudah penuh dengan dedaunan muda yang hijau.
Dari beberapa kutipan di atas terlihat jelas dari pendapat Budianta yang menyatakan bahwa new historicism melihat pembedaan semacam itu sebagai contoh bagaimana kekuatan sosial bermain di ruang 64
Oktasari, Konflik Sosial dalam Novel....
estetik. Dalam hal ini new historicism merevisi asumsi new criticism dengan menunjukkan bahwa semua yang dianggap universal, tak terjamah waktu, dan natural sebetulnya bersifat lokal, bentuk oleh sejarah dan merupakan bentukan sosial. Jadi, latar tempat tersebut merupakan satu kesatuan dari fiksi dan nonfiksi seperti pendapat Budianta berikut bagi sejarawan yang beraliran new cultural historian, yang tidak lagi memisahkan fakta dan fiksi, sangat menganggap penting setiap karya sastra yang lahir pada suatu zaman. Karena, dengan pendekatan itu mereka juga bisa melihat perilaku dan perubahan budaya suatu masyarakat melalui karya sastra. Para sejarawan juga bisa menilai nilai-nilai yang berkembang di suatu masyarakat pada zaman tertentu dari karya-karya sastra yang lahir pada zaman itu. Keadaan ekonomi pada saat itu adalah pada saat dunia barat memasuki Jepang seperti kutipan berikut ini.
lebih terbuka. Arah ini yang kelak menimbulkan Jepang beralih atau bereformasi ke arah kekuatan militer dan menggiring Jepang pada perang dunia bahkan perang Asia Pasifik seperti sejarah yang telah diungkap di atas. Pada kutipan di bawah ini akan tergambar keadaan sosial politik dan kebudayaan yang tertulis dalam novel. Perhatikan kutipan berikut ini. Ketika diselenggarakan pameran mata air panas oleh kementrian kereta api, dibikin bangunan kecil untuk beristirahat atau untuk uapacara minum teh yang atapnya terbuat dari kaya di sini (Kawabata, hlm.121). Pada tanggal empat belas februari ada perayaan mengusir burung. Semacam acara tahunan anak-anak yang cocok untuk daerah salju. Sejak sepuluh hari sebelumnya anak-anak di kampung menginjaknginjak salju dengan sepatu jerami supaya menjadi keras (Kawabata, hlm. 123).
Cara bicaranya seolah-olah ia membawakan cerita yang jauh mengenai sastra asing, sehingga suaranya memilukan seperti pengemis yang tidak tamak. Timbul pikiran pada Shimamura bahwa mungkin begitu jugalah dia yang mengangan-angankan dari kejauhan bagaimana tari-tarian barat berdasarkan foto-foto dan buku-buku negeri barat (Kawabata, hlm. 63).
Terlihat bahwa karya Kawabata merupakan satu kesatuan yang timbul antara fakta dan fiksi seperti pendapat Budianta berikut ini bahwa sastra, menurut perspektif yang ditawarkan new historicism, tak bisa dilepaskan dari praksis-praksis sosial, ekonomi, dan politik karena ia ikut mengambil bagian di dalamnya. Dengan demikian, pemisahan antara luar-dalam, ekstrinsik-intrinsik, tak bisa dipertahankan lagi. Karena semua teks, baik sastra maupun nonsastra, merupakan produk dari zaman yang sama dengan berbagai pertarungan kuasa dan ideologi, maka berbeda dari new criticism yang hanya meneliti karya sastra, new historicism mengaitkan antara teks sastra dan
Dari kutipan di atas terlihat jelas budaya yang tampak dan bagaimana kejadian tersebut terungkap saat kebudayaan barat mulai masuk ke Jepang, jepang bukan lagi terisolasi namun telah membuka diri. Jepang tidak lagi menutup diri begitu pula dengan masyarakatnya mulai mengalami perubahan berfikir untuk 65
Komposisi, 2016, Tahun 1, No. 2
kedelapan (PPP) terbesar di dunia. Merupakan negara yang paling banyak dikunjungi di dunia, menerima 82 juta turis asing per tahun (termasuk pelancong bisnis, tapi tak termasuk orang yang menetap kurang dari 24 jam di Perancis). Perancis adalah salah satu negara pendiri Uni Eropa, dan memiliki wilayah terbesar dari semua anggota. Perancis juga negara pendiri Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan anggota Francophonie, G8, NATO, dan Uni Latin. Merupakan salah satu lima anggota permanen Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa; juga kekuatan nuklir yang besar dengan 360 hulu ledak aktif dan 59 pembangkit listrik tenaga nuklir. Pada novel Sang Guru Piano karya Elfriede Jelinek terdapat cerminan sikap yang memperlihatkan keadaan kehidupan Erika di Prancis. Perhatikan kutipan berikut ini:
nonsastra. Kebudayaan seperti ini masih tetap dilestarikan sampai sekarang. Jepang dan masyarakatnya tidak pernah melepaskan kekayaan dan kebudayaan alamnya. 2. Latar belakang sejarah/ politik/ regim/ keadaan sosial ekonomi setting/latar waktu novel Sang Guru Piano karya Elfriede Jelinek Perancis secara resmi Republik Perancis merupakan sebuah negara yang teritori metropolitannya terletak di Eropa Barat dan juga memiliki berbagai pulau dan teritori seberang laut yang terletak di benua lain.Perancis Metropolitan memanjang dari Laut Mediterania hingga Selat Inggris dan Laut Utara, dan dari Rhine ke Samudera Atlantik. Orang Perancis sering menyebut Perancis Metropolitan sebagai "L'Hexagone" ("Heksagon") karena bentuk geometris teritorinya. Perancis adalah sebuah republik kesatuan semi-presidensial. Ideologi utamanya tercantum dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara. Perancis berbatasan dengan Belgia, Luksemburg, Jerman, Swiss, Italia, Monako, Andorra, dan Spanyol. Karena memiliki departemen seberang laut, Perancis juga berbagi perbatasan tanah dengan Brazil dan Suriname (berbatasan dengan Guyana Perancis), dan Antillen Belanda (berbatasan dengan Saint-Martin). Perancis juga terhubung dengan Britania Raya oleh Terowongan Channel, yang berada di bawah Selat Inggris. Perancis telah menjadi salah satu kekuatan terbesar dunia sejak pertengahan abad ke-17. Di abad ke-18 dan 19, Perancis membuat salah satu imperium kolonial terbesar saat itu, membentang sepanjang Afrika Barat dan Asia Tenggara, mempengaruhi budaya dan politik daerah. Perancis adalah negara maju, dengan ekonomi terbesar keenam (PDB nominal) atau
Ibunya menyelidik, kenapa Erika baru pulang sekarang, begitu terlambat tiba di rumah? Bukankah murid terakhir sudah tiga jam yang lalu diusir dengan hina oleh Erika. Kamu kira Ibu tidak tahu kamu dimana, Erika. Setiap anak harus mengaku kepada ibunya tanpa diminta, biarpun pengakuan itu tak pernah ibu percaya, sebab anak itu sering bohong (Jelinek, hlm. 1). Negara Prancis yang bebas tidak terdapat pada tokoh Erika, Erika mengalami tekanan dari sikap ibunya. Negara prancis telah memperlihatkan kemoderenan budayanya. Kehidupan malam dan pendidikan yang tinggi telah diutamakan di sana. Kehidupan mandiri dan rumah aparteman juga terlihat dalam kehidupan Erika yang mencerminkan negara Prancis juga sosial budaya di sana. Perhatikan kutipan berikut ini!
66
Oktasari, Konflik Sosial dalam Novel....
… dengan selembar pakaian bermerek yang jelas baru saja dibeli. Sang Ibu geram pada busana itu. Tadi, ketika masih terjepit pada gantungan di toko, baju itu tampak begitu menggoda, berwarna-warni dan lentur. Kini ia tergeletak di sana seperti lap kusut dan tercabik oleh sorotan tajam mata Sang Ibu. Uang yang kamu habiskan itu adalah jatah tabungan! Sekarang keburu terpakai. Padahal baju ini bisa menjelma sebagai setoran dalam buku tabungan Bank Austria (Jelinek, halaman 1-2).
ditanamkan untuk kemajuan hidupnya. Kasih sayang sudah tidak dipentingkan lagi demi mengejar ambisi kesuksesan. Uang dikeluarkan untuk meraihnya namun, apabila gagal tamparan yang akan diperolehnya. Hal ini yang menjadikan masyarakat Prancis selalu ingin menjadi yang terdepan. Perhatikan pula kutipan berikut ini! …lelaki itu memasangkan belenggu dan belitan terhadap perempuan ini dengan seutuhnya, keras, ganas, teliti, hati-hati, kejam, menyakitkan, rapi, hingga ke jerat yang paling kecil dengan menggunakan tali yang telah aku kumpulkan serta sabuk kulit dan juga rantai! yang telah aku miliki. Lelaki itu harus menghujamkan lututnya ke perut perempuan ini, sekiranya tuan berkenan (Jelinek, hlm. 219).
Pada kutipan di atas jelas terlihat bagaimana proses ekonomi kehidupan keluarga Erika. Ibu Erika yang seorang singgle parent, mendidik Erika untuk hidup penuh perhitungan. Hal-hal yang berbau konsumtif dan tidak menghasilkan berusaha dihindari oleh ibu Erika dan ditanamkan pula pada anaknya sendiri yaitu Erika. Menabung dan terus mencari uang adalah lebih penting untuk masa depannya dari pada menghabiskannya untuk belanja yang tidak bernilai investasi. Perhatikan pula kutipan berikut ini!
Kekerasan kehidupan serta kebebasan yang terjadi di Prancis membuat pola hidup Erika yang keras. Hal ini terjadi secara umum pula pada masyarakat luas di Prancis. Kehidupan mandiri sehingga mengaplikasi kepada gaya hidup menyiksa diri membuat kebiasaan penyiksaan sebagai bagian aktifitas yang biasa pada kehidupan Erika. Hal ini dapat menjadi kebiasaan bagi masyarakat lain di sana akibat kehidupan yang bebas dan keras. Sehingga kehidupan sosial di Prancis merupakan kehidupan, keras, mandiri, dan unggul.
…gagallah Erika, gagal total, ketika tampil dalam konser Akademik musik maha penting, di depan banyak teman serta kerabat dari pesaingnya, dan di depan ibunya yang duduk mendukung dia seorang diri, padahal Sang Ibu telah mengosongkan kantong untuk mendandani Erika demi pertunjukan itu. Setelah itu, Sang Ibu menampar muka Erika… (Jelinek, hlm. 25).
3. Konflik Sosial Novel Daerah Salju karya Yasunari Kawabata Shimamura tidak memilki pekerjaan yang tetap dan suka menulis dalam bulu harian serta menulis roman. Hal ini tidak sesuai dengan kehidupan sosial di Jepang yang merupakan individu pekerja keras serta pantang menyerah. Konflik sosial terjadiakibat
Sikap keras yang ditampilkan oleh ibu Erika di atas memperlihatkan bahwa kehidupan keras di Prancis 67
Komposisi, 2016, Tahun 1, No. 2
tidak kesesuaian dengan kehidupan yang harus dijalani masyarakat pada umumnya. Kehidupan parasit sangat dibenci di Jepang. Perhatikan kutipan berikut ini.
berikan adalah teori atau pendekatan new historicism menempatkan sastrawan pada posisi atau kedudukan yang terhormat. Karena, sastrawan terlibat langsung dalam proses perkembangan kebudayaan suatu bangsa. Sastrawan ikut mengkonstruksi budaya suatu masyarakat melalui karya sastranya. Ide atau gagasan sastrawan yang dituangkan dalam karya sastra bisa mempengaruhi opini publik. Dengan demikian, disadari atau tidak, sastrawan ikut bertanggung jawab atas karya-karyanya yang menjadi konsumsi masyarakat pembaca. Selanjutnya kehidupan pedesaan juga tergambar dalam novel Daerah Salju. Seperti pada kutipan berikut ini.
Cerita wanita itu mengenai roman, rupanya todak bersangkut paut dengan istilah kesusastraan yang dipakai sehari-hari. Rupanya selain untuk bertukar-tukaran majalah waniota dengan penduduk kampung, ia tidak memilki persahabatan dengan mereka, sehingga ia membaca seorang diri saja (Kawabata, hlm. 63). Shimamura juga terjebak dalam rasa sentimental yang mendala bahwa suartu usaha yang sia-sia (Kawabata,hlm. 64).
Ketika diselenggarakan pameran mata air panas oleh kementrian kereta api, dibiki bangunan kecil untuk beristirahat atau untuk uapacara minum teh yang atapnya terbuat dari kaya di sini (Kawabata, hlm. 121).
Yang di luar dugaan lebih mengejutkan Shimamura dari ceritanya mengenai catatan harian, ialah kenyataan yang didengarnya bahwa wanita itu mencatat semuia roman yang di bacanya sejak berumur lima belas tahun atau enam belas tahun dan buku catatannya sudah mencapai sepuluh jilid (Kawabata hlm. 62).
Pada tanggal empat belas februari ada perayaan mengusir burung. Semacam acara tahunan anak-anak yang cocok untuk daerah salju. Sejak sepuluh hari sebelumnya anak-anak di kampung menginjaknginjak salju dengan sepatu jerami supaya menjadi keras (Kawabata, hlm 123).
Shimamura memilki sifat menyendiri dan suka menuangkan dalam tulisan, karena hal ini tertuang pada sifat Shimamura sang tokoh utama dalam novel. Kebiasaan ini umum terjadi di Jepang, namun konflik sosial yang terjadi saat ini Jepang telah menjadi Negara terbuka sehingga sikap menyendiri dan apatis sudah tidak diterima lagi di sana, karena akan menimbulkan sikap tertutup dan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti yang terjadi pada penulis novel Kawabata dan pendapat Asep Samboja dalam novel peraih Nobel Sastra ini sajian yang kental di
Keindahan alam tergambar pada kutipan diatas juga kebudayaan yang tampak. Hal ini sesuia pendapat Asep Sambodja menyatakan bahwa setiap sastrawan dengan segala latar belakangnya memotret dan memaknai kehidupan di sekitarnya untuk kemudian diekspresikan melalui karya sastra. Karena itu, setiap karya sastra yang dihasilkan oleh siapa pun sangatlah penting, terlepas dari apakah 68
Oktasari, Konflik Sosial dalam Novel....
karya sastra itu termasuk karya sastra yang serius ataupun karya sastra populer. Sebab, bagaimanapun, setiap sastrawan memiliki cara pandang dan cara bertutur yang unik, yang berbedabeda. Ada yang serius, ada yang santai, ada yang main-main. Namun, kita melihatnya karya itu merupakan potret masyarakat pada zamannya. Pendekatan new historicism tidak memisahkan karya sastra dengan pengarangnya, juga tidak memisahkan karya sastra itu dengan konteks zamannya. Tidak terjadi konflik dalam kutipan di atas karena memperlihatkan kehidupan budaya pedesaan Jepang yang harmonis.
menjadi tiga besar, selebihnya hanyalah sampah (Jelinek, hlm. 23). Ibu Erika tidak pernah memberi penghargaan yang tulus kepada Erika. Apapun yang Erika capai masih kurang di mata ibunya juga perasaan negatif sang ibu. Hal ini membuat Erika merasa hidup dalam tekanan dan masa depan yang mungkin hanya untuk ambisi sang ibu. Pelampiasan dari konflik ini membuat sikap Erika yang arogan terhadap lawan jenis bahkan masyarakat lain, seperti pada kutipan di bawah ini. Berdasarkan pertimbangan artistik dan individu kemanusiaan. Ia sadar ia takkan pernah tunduk kepada laki-laki setelah bertahun-tahun tunduk kepada ibunya (Jelinek, hlm. 11).
4. Konflik Sosial Novel Sang Guru Piano karya Elfriede Jelinek. Berikut ini konflik sosial yang terjadi dalam novel Sang Guru Piano karya Elfriede Jelinek, yang memperlihatkan pergulatan batin Erika dan sikap ibunya. Perhatikan kutipan berikut ini.
Pelajaran yang selama ini ditanamkan pada Erika dari ibunya membuat sikap Erika yang bebas dan bengis di luar sepengetahuan ibunya. Konflik batin yang bertubi-tubi membuat Erika sudah tidak memperdulikan norma yang ada di masyarakat. Seperti kutipan di bawah ini.
Erika tidak diperbolehkan berhubungan dengan orang biasa, tapi ia diizinkan untuk mendengarkan pujian mereka. Sayangnya, para ahli tidak memuji Erika (Jelinek, hlm. 24). Konflik di atas memperlihatkan konflik antara Erika dengan sang ibu, Erika merasa terkekang dan hidup dalam himpitan, di tengah segala desakan sang ibu untuk menjadi guru piano yang sukses. Hal ini dirasa Erika sebagai sikap yang tidak adil dari ibunya. Perhatikan kutipan berikut ini.
...Erika adalah pribadi berkarakter kokoh, yang berdiri sendirian menghadapi segerombol siswa, satu lawan semua, tapi dialah yang memutar haluan perahu seni. Tidak ada kiranya gambaran yang cocok buat Erika. Bila ada siswa yang bertanya mengenai apa tujuan hidupnya, maka ia menjawab kemanusiaan (Jelinek, hlm. 10).
Sang ibu mengejek Erika karena terlalu rendah hati. Kamu selalu menjadi yang terakhir! Pengendalian diri yang mulia macam itu tidak ada gunanya. Setidaknya orang harus selalu
Pada akhirnya Erika tidak memperhatikan dunianya lagi, yang dimaksud kemanusiaan adalah apapun yang menimpa Erika dan menyakiti 69
Komposisi, 2016, Tahun 1, No. 2
Erika akan mengalami hal yang serupa. Sehingga pada kesimpulannya segala konflik menimbulkan sikap negatif pada Erika.
Daftar Rujukan Gerungan, W.A. 2000. Psikologi Sosial. Bandung: Eresco. “Die Jelinek, Elfriede. 2006. Klaviersvierlin” Sang Guru Piano. Diterjemahkan oleh Arpani Harun. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia).
Kesimpulan Setelah melakukan analisis terhadap data yang ada dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa konsep latar belakang sejarah/politik/regim/keadaan sosial ekonomi setting/latar waktu novel Daerah Salju karya Yasunari Kawabata menceritakan keinadahan alam salju di desa jepang serta kehidupan kota dan budaya di Jepang. Budaya jepang yang mulai terbuka dengan budaya barat. Simpulan pada novel Sang Guru Piano karya Elfriede Jelinek, meliputi: segala konflik menimbulkan sikap negatif pada Erika. Kekerasan kehidupan serta kebebasan yang terjadi di Prancis membuat pola hidup Erika yang keras. Hal ini terjadi secara umum pula pada masyarakat luas di Prancis. Kehidupan mandiri sehingga mengaplikasi kepada gaya hidup menyiksa diri membuat kebiasaan penyiksaan sebagai bagian aktifitas yang biasa pada kehidupan Erika. Hal ini dapat menjadi kebiasaan bagi masyarakat lain di sana akibat kehidupan yang bebas dan keras. Sehingga kehidupan sosial di Prancis merupakan kehidupan, keras, mandiri, dan unggul.
Kawabata, Yasunari. 1987. Daerah Salju. Pustaka Jaya: Jakarta. Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Sambodja, Asep. Teori Sastra New Historicism dan Kedudukan Sastrawan, diakses Selasa, 15 September 2009. Soekanto, Soerjono. 2000. Sosiologi Suatu Pegantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Surbakti. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo. Utami, Ayu. 2007. Diskusi Ramadhan novel Snow karya Orhan Pamuk. Makalah. Freedom Institute, 26 September 2007). http:// www. freedom-institute.org/ pdf/ snow. pdf. Diakses hari Minggu tanggal 29 November 2009. Pukul 09.39 Wib.
70
NARASI PERJANJIAN LAMA DALAM PUISI-PUISI ALKITABIAH MARIO F. LAWI Royyan Julian Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengungkap narasi Perjanjian Lama dalam puisi-puisi alkitabiah Mario F. Lawi (MFL). Dari hasil pengungkapan tersebut akan diketahui narasi baru yang ditampilkan oleh puisi-puisi alkitabiah MFL. Secara khusus, metode yang digunakan untuk memaknai ungkapan metaforis dalam puisipuisi tersebut adalah teori metafora Paul Ricoeur. Data penelitian ini dibatasi pada puisi-puisi yang ditransformasikan dari teks Perjanjian Lama, antara lain, “Ararat”, “Rafael”, “Samuel”, “Yusuf”, “Nuh”, “Ruang Tunggu, 1”, dan “Musa”. Hasil pembahasan antara lain sebagai berikut. Pertama, benang merah yang menghubungkan semua narasi dalam puisi-puisi tersebut adalah penyelamatan Tuhan atas seluruh ciptaan-Nya. Kedua, narasi Pernjanjian Lama dalam Alkitab tidak selalu ditransformasikan dalam bentuk metafora, tetapi juga berbentuk ungkapan nonmetaforis dan denominasi. Ketiga, perluasan makna terhadap metafora dalam puisi tersebut menghasilkan penafsiran yang menggambarkan fragmen-fragmen narasi Perjanjian Lama dalam Alkitab yang memiliki acuan secara langsung dalam teks Alkitab dan juga tidak mengacu secara langsung. Fragmen-fragmen yang tidak mengacu secara langsung tersebut menjadi fragmen baru yang tidak dijumpai dalam teks Alkitab. Keempat, ungkapan nonmetaforis dan denominasi juga menciptakan fragmen-fragmen baru. Kelima, sejumlah metafora, ungkapan nonmetaforis, dan denominasi dalam puisi-puisi tersebut merepresentasikan pembacaan ulang penyairnya terhadap narasi Perjanjian Lama dalam Alkitab. Pembacaan ulang tersebut menciptakan ambiguitas, kontradiksi, dan makna yang lebih subtil. Kata kunci: narasi Perjanjian Lama, puisi-puisi alkitabiah. situasi sosio-religio-politik yang sedang terjadi pada saat itu. Namun, Alkitab tidak sepenuhnya merespon situasi tersebut dengan bahasa apa adanya; harfiah. Alkitab dapat merepresentasikan situasi tersebut dengan narasi yang analogis dan mitis. Alkitab juga merupakan sebuah karya penafsiran yang muncul karena adanya konsensus antarumat beriman mengenai kepercayaan yang sama. Bila narasi Perjanjian Lama adalah sebuah metafora atau karya penafsiran, itu berarti puisi-puisi alkitabiah MFL adalah hasil transformasi dari satu metafora ke metafora yang lain; dari karya penfasiran yang satu ke karya penafsiran yang lain. Hasil transformasi tersebut bisa dikatakan
Pendahuluan Teks puisi MFL dalam penelitian ini adalah produk transformasi atas narasinarasi dalam Perjanjian Lama. Penyairnya membaca ulang narasi-narasi Perjanjian Lama, lalu mentransformasikannya dalam bahasa yang lain, yaitu puisi. Puisi dalam hal ini adalah hasil pembacaan ulang penyair atas narasi Perjanjian Lama. Puisi adalah bahasa lain dari narasi Perjanjian Lama. Karena puisi adalah bahasa, puisi menjadi langgam khas sang penyair. Narasi Perjanjian Lama dalam Alkitab itu sendiri bisa jadi merupakan metafora sebagaimana yang dikatakan oleh Armstrong dalam bukunya, Sejarah Alkitab. Alkitab ditulis untuk merespon 71
Komposisi, 2016, Tahun 1, No. 2
demikian, wahyu tidak berhenti turun. Ia masih tetap berkelanjutan, menjelma wajah baru sebagaimana pembacaan dan keinginan setiap generasi. Dengan memperhatikan kenyataan tersebut, puisi-puisi alkitabiah MFL bisa diletakkan pada salah satu titik dalam konstelasi khazanah eksegesi Alkitab. Penyair, sebagai salah satu anggota komunitas orang beriman (kristiani) adalah pembaca yang dengan segala pemahaman yang dimilikinya melakukan pemaknaan terhadap teks Alkitab. Maka lahirlah puisipuisi alkitabiah yang bisa disejajarkan dengan teks-teks hasil interpretasi para ekseget. Perbedaannya, puisi-puisi alkitabiah MFL—sebagaimana karya sastra lainnya—ditampilkan dalam wajah yang literer. Puisi-puisi alkitabiah MFL yang merupakan hasil transformasi dari narasi Perjanjian Lama menarik untuk dikaji. Ia menampilkan narasi Perjanjian Lama dengan wajah kesastraannya. Yang paling utama adalah karena puisi-puisi tersebut telah melakukan pembacaan ulang terhadap teks acuannya sehingga kemudian ia tampil dalam rupa yang berbeda. Apa yang tidak ditampilkan oleh narasi Perjanjian Lama, ditampakkan oleh puisipuisi tersebut. Maka jadilah puisi-puisi alkitabiah MFL sebagai penjelmaan baru dari teks Perjanjian Lama. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa karya sastra dapat menjadi medium eksegesi Alkitab yang dilakukan oleh anggota komunitas orang beriman atau bahkan institusi otoritatif. Dengan alasan-alasan tersebut penelitian ini dilakukan.
produktif bila puisi-puisi Perjanjian Lama memberikan informasi atau makna baru, sebab metafora mensyaratkan adanya produktivitas wacana literer. Produktivitas tersebut bisa bersifat dekonstruktif atau tidak. Karena teks puisi tersebut adalah hasil transformasi dari narasi Perjanjian Lama, untuk mengetahui apakah puisipuisi tersebut menjadi narasi baru atau tidak, peneliti menguraikan teks puisi tersebut sehingga narasi Perjanjian Lama yang terkandung di dalamnya tampak. Dengan demikian, akan diketahui wajah narasi baru yang dihasilkan dengan memaknai teks puisi. Karena puisi disusun atas metafora dan berbagai bahasa figuratif, untuk menjelaskannya, peneliti mengurai puisipuisi tersebut. Puisi-puisi alkitabiah MFL adalah hasil transformasi dari narasi Perjanjian Lama sehingga ketika metafora puisi tersebut diuraikan, peneliti mengacu kepada narasi teks Perjanjian Lama dalam Alkitab. Dengan mengacu kepada Perjanjian Lama, peneliti akan tahu fragmen Perjanjian Lama manakah yang oleh penyairnya ditransformasikan menjadi puisi-puisinya. Dengan demikian, fungsi Alkitab dalam penelitian adalah sebagai prapaham peneliti untuk memahami puisi. Armstrong mengatakan bahwa Alkitab memiliki makna yang melampui apa yang tertulis di dalamnya. Ia tidak memiliki makna tunggal. Para penulis/ editor Alkitab dengan bebas merevisi teksteks yang mereka warisi dan memaknainya secara berbeda. Para ekseget (penafsir) kemudian hari mentransformasikan teksteks Alkitab sesuai dengan pandanganpandangan dunia mereka sendiri dan mengaktualkannya dengan konteks zaman mereka. Mereka tidak tertarik untuk mencari makna primordial teks. Mereka menganggap bahwa teks Alkitab menjadi suci justru karena maknanya dapat memancar dalam konteks apa pun, dalam ruang-waktu yang berbeda dengan ketika teks itu ditulis pertama kali. Dengan
Tujuan Tujuan penelitian ini adalah mengungkap narasi Perjanjian Lama dalam puisi-puisi alkitabiah MFL. Dari hasil pengungkapan tersebut akan diketahui narasi baru yang ditampilkan oleh puisi-puisi alkitabiah MFL. Dengan demikian, pada akhirnya hasil penelitian ini dapat menempatkan, 72
Julian, Narasi Perjanjian Lama ....
5. Membandingkan narasi teks puisi— yang merupakan hasil pemaknaan— dengan narasi Perjanjian Lama dalam Alkitab. 6. Memaparkan transformasi produktif teks puisi dari narasi Perjanjian Lama.
baik teks puisi-puisi alkitabiah MFL maupun penyairnya—yang merupakan anggota komunitas orang beriman— sebagai bagian dari khazanah eksegesi Alkitab. Untuk mendapatkan hasil penelitian, langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut. 1. Melakukan pemaknaan/penafsiran dengan menganalisis metafora dalam teks puisi yang terdiri atas satuansatuan terkecil wacana, yaitu satuansatuan yang mengandung unsur predikatif (klausa/kalimat). Pertama, ungkapan metaforis terlebih dahulu dilihat terma-terma yang saling bertentangan di dalamnya yang diperantarai oleh sebuah predikat yang juga sekaligus menjadi basis penyerupaan. Pemaknaan tersebut menjadi mustahil bila terma-terma yang saling bertentangan ditafsirkan secara literal atau dalam arti umum. Oleh karena itu, untuk memeroleh makna yang mungkin dalam satuan predikasi tersebut, langkah kedua adalah melakukan penyerupaan. Penyerupaan dilakukan dengan cara merusak arti literal terma-terma yang saling bertentangan. Destruksi arti literal tersebut dilakukan dengan mencari alternatif makna kata. Dalam proses itulah penafsiran dilakukan. 2. Melakukan pemaknaan terhadap ungkapan-ungkapan nonmetaforis dan denominasi. 3. Pemaknaan/penafsiran pada langkah pertama dan kedua dilakukan dengan tidak melepaskannya dari pengetahuan yang dimiliki peneliti, yaitu pengetahuan tentang narasi Perjanjian Lama. Proses pemaknaan/penafsiran terhadap teks puisi dijalinkelindankan dengan teks Alkitab yang merupakan narasi yang ditransformasikan. 4. Menyajikan hasil pemaknaan sementara.
Pembahasan Narasi Peristiwa Air Bah dalam “Ararat” dan Alkitab Hasil penafsiran terhadap puisi “Ararat” menunjukkan bahwa puisi tersebut memiliki fragmen-fragmen peristiwa bencana Air Bah yang tidak terdapat dalam Alkitab. Itu artinya, puisi tersebut menciptakan fragmen baru, sebab tidak memiliki acuan dalam teks Alkitab. Perhatikan kutipan bait pertama berikut. Kita adalah sepasang awan hitam/Memandang hutan yang memanjang/Di belakang Ayah Kanaan yang belia./Pasangan hewan yang berarak menumpahkan/Doa dari balik langit ke dalam bahtera. Bait tersebut bercerita tentang Ham (ayah Kanaan yang belia) sedang menuntun pasangan-pasangan hewan dari hutan menuju bahtera. Dalam Alkitab, fragmen tersebut tidak ada; tidak pernah diceritakan siapa yang menuntun pasangan-pasangan hewan menuju bahtera. Dalam Alkitab hanya disebutkan bahwa “Dari binatang yang tidak haram dan yang haram, dari burung-burung dan dari segala dan dari segala yang merayap di muka bumi, datanglah sepasang mendapatkan Nuh ke dalam bahtera itu, jantan dan betina, seperti yang diperintahkan Allah kepada Nuh.” Dengan demikian fragmen baru dalam puisi tersebut menciptakan plot baru narasi Air Bah. Hal yang sama juga terjadi pada bait kedua. Dengan tatapan, berbicaralah engkau tanpa suara./Kusaksikan bumi dipenuhi orang-orang yang dibaptis. Dari hasil penafsiran diperoleh makna bahwa bait tersebut bercerita tentang komunikasi Nuh dengan Tuhan (doa) ketika ia 73
Komposisi, 2016, Tahun 1, No. 2
menyaksikan bencana Air Bah tersebut berlangsung. Tentunya, fragmen tersebut tidak ada dalam Alkitab. Ketika peristiwa tersebut berlangsung, Alkitab hanya mendeskripsikan proses meluapnya air bah di bumi dan bagaimana segala makhluk hidup binasa tanpa menunjukkan sedikit pun fragmen percakapan ilahiah antara Nuh dengan Tuhan. Sementara itu, bait ketiga, Sang Pembaptis menyunggingkan senyum pelanginya/Setelah menumpahkanmu ke dalam legam./Aku pun lebur menjadi debur berkepanjangan. merupakan bahasa lain dari fragmen berhentinya hujan dan mengucurnya sumber air yang menyebabkan bumi dipenuhi air bah. Dalam Alkitab disebutkan, “Ditutuplah mata-mata air samudera raya serta tingkaptingkap di langit dan berhentilah hujan lebat dari langit, dan makin surutlah air itu dari muka bumi. Demikianlah berkurang air itu sesudah seratus lima puluh hari.” Senyum pelangi sang Pembaptis adalah penanda bahwa hujan telah usai. Menarik diperhatikan, puisi “Ararat” menyebut Tuhan dengan nama “sang Pembaptis”, pun orang-orang yang ditenggelamkan dalam air bah disebut “orang-orang yang dibaptis. Dalam tradisi Yudeo-Kristiani, pembaptisan adalah upacara yang berhubungan dengan pertobatan dan pengampunan dosa. Bila orang-orang yang ditenggelamkan dalam air bah pada puisi “Ararat” disebut sebagai “orang-orang yang dibaptis dan Tuhan disebut sebagai “sang Pembaptis”, itu berarti peristiwa mahadahsyat tersebut adalah upacara pertobatan dan Tuhan telah mengampuni orang-orang yang ditenggelamkan. Fragmen pembaptisan yang diceritakan dalam puisi tersebut merupakan hasil tafsir penyair terhadap ayat-ayat yang menjelaskan penyesalan Tuhan karena telah memusnahkan makhluk hidup di bumi ketika Ia mencium persembahan korban bakaran Nuh seusai bencana itu terjadi. Dengan demikian, puisi
tersebut beranggapan bahwa dengan menyesali perbuatan-Nya, Tuhan telah menghapus dosa orang-orang yang ditenggelamkan di dalam air bah. Narasi Penyelamatan Tobit dan Sara dalam “Rafael” serta Alkitab Transformasi narasi Tobia dalam kitab Tobit ke dalam puisi “Rafael” berbentuk peringkasan. Kitab Tobit dalam Alkitab Deuterokanonika terdiri atas 14 pasal; 248 ayat. Puisi tersebut meringkasnya menjadi 1 bait; terdiri atas 2 larik; 13 kata. Ke matamu yang ceruk, Tobia berenang Menyelamatkan sang ikan yang lupa jalan pulang. Untuk meringkas kitab Tobit, puisi “Rafael” telah menemukan inti apa yang dibicarakan kitab Tobit, yaitu penyelamatan Tobit dan Sara. Berdasarkan hasil penafsiran puisi “Rafael” diperoleh simpulan bahwa puisi tersebut bercerita tentang penyelamatan Tobia dan Sara oleh Tobia dengan petunjuk malaikat Rafael. Karena berbentuk ringkasan, puisi ini tidak menciptakan fragmen baru sebagaimana puisi “Ararat”. Puisi ini hanya memetaforakan inti kisah penyelamatan tersebut. Namun, ternyata metafora dalam puisi ini tidak sekadar meringkas kisah penyelamatan Tobit dan Sara. Metafora dalam puisi “Rafael” membuka celah penafsiran yang mungkin disembunyikan oleh narasi kitab Tobit. Dalam kitab Tobit diceritakan bahwa ada dua orang yang menderita, yaitu Tobit yang buta dan Sara yang kerasukan setan. Tobit menjadi buta lantaran kedua matanya dijatuhi tahi burung. Sementara itu, Sara diperistrikan kepada tujuh lelaki, tetapi semua suaminya dibunuh oleh setan Asmodeus. “Adapun Sara itu sudah diperisterikan kepada tujuh laki-laki. Tetapi mereka semua sudah dibunuh oleh Asmodeus, setan jahat itu, sebelum Sara bersetubuh dengan mereka, sebagaimana pantasnya bagi para isteri.”
74
Julian, Narasi Perjanjian Lama .... kota Niniwe di negeri Asyur adalah hukuman Tuhan atas dosa mereka di tanah Israel. Dengan demikian, ikan yang lupa jalan pulang, secara mikro memang mengacu kepada Tobit dan Sara. Namun, secara makro mengacu kepada suku Naftali. Di situlah Tuhan mengutus Rafael untuk “menyembuhkan” suku Naftali dari luka-luka atas kejahatan yang pernah mereka lakukan. Niniwe menjadi semacam belanga api penyucian dosa-dosa mereka.
Puisi “Rafael” mendenominasikan Tobit dan Sara sebagai ikan yang lupa jalan pulang. Ikan yang jalan pulang adalah ikan yang tersesat. Dengan menggunakan denominasi “ikan yang lupa jalan pulang”, puisi ini membuka celah penafsiran yang lain; penafsiran yang tidak sekadar ingin memaparkan bahwa Tobit dan Sara lupa jalan pulang lantaran buta dan kerasukan setan. Lebih dalam lagi, puisi tersebut bisa ditafsirkan sebagai penyelamatan kedua orang tersebut dari kesesatan, dosa-dosa, jurang kegelapan. Dalam Alkitab seringkali disebutkan bahwa Tobit adalah orang yang baik. Meskipun Alkitab seringkali menunjukkan bahwa Tobit dan Sara sebagai orang yang baik dan benar, tetapi beberapa ayat dalam Alkitab menunjukkan sebaliknya. Doa Tobit ketika ditimpa kebutaan kontradiktif dengan pengakuannya sebagai orang yang baik dan benar. Hal ini menunjukkan bahwa sebaik dan sebenar apa pun seseorang, tetap saja ia juga memiliki dosa dan kesalahan. Begitupun Sara yang tengah dilingkupi oleh kuasa jahat setan Asmodeus. Orang yang benar-benar baik dan benar belum tentu bebas dari pengaruh setan yang jahat. Dengan asumsi demikian, puisi “Rafael” menggunakan frase “ikan yang lupa jalan pulang” untuk menggambarkan Tobit dan Sara yang tengah berada pada jalan yang sesat. Tobia dalam hal ini tidak hanya menyelamatkan Tobit dan Sara dari kebutaan serta kuasa setan. Lebih dari itu, pemuda tersebut—atas petunjuk Rafael— telah mengembalikan Tobit dan Sara ke jalan terang-benderang, kebaikan dan kebenaran sejati. Apakah penafsiran tentang penyelamatan ikan yang lupa jalan pulang sampai di situ? Bila penafsiran lebih diperdalam lagi, puisi tersebut bisa jadi tidak hanya memiliki makna penyelamatan Tobit dan Sara ke jalan yang benar, tetapi penyelamatan suku Naftali—suku Tobit— dari kubangan dosa-dosa yang pernah mereka lakukan. Pembuangan mereka ke
Narasi Misi Kenabian Samuel dalam “Samuel” dan Alkitab Puisi “Samuel” menggambarkan misi kenabian Samuel yang bakal Tuhan embankan ke pundaknya. Oleh karena itulah puisi ini tidak mengisahkan firman Tuhan kepada Samuel sebagaimana yang dilukiskan dalam Alkitab. Puisi ini sedang menceritakan sebab dan tujuan di balik pewartaan nubuat Tuhan kepada Samuel. Bait pertama, Kudengar seribu litani/Bersahut-sahutan/Dalam bilikmu mengacu pada kisah Alkitab pada bagian suara Tuhan yang memanggil-manggil Samuel saat tidur dalam bait suci pada malam hari. Bila dalam Alkitab suara Tuhan tersebut pada akhirnya mewartakan apa yang akan terjadi pada keluarga Eli, maka puisi “Samuel” tidak demikian. Puisi tersebut menggunakan kata “litani” (doa), bukan firman. Berdasarkan hasil penafsiran, bait tersebut bercerita tentang doa (litani; doa massal) bangsa Israel kepada Tuhan untuk menyelamatkan mereka dari kemerosotan moral, spiritual, dan penjajahan bangsa asing. Bait tersebut tidak hendak menceritakan firman Tuhan yang turun kepada Samuel ketika itu, tetapi langsung menggambarkan sebab datangnya firman itu, yaitu permohonan—secara tidak langsung—bangsa Israel kepada Tuhan untuk menyelamatkan mereka dari krisis. Dalam Alkitab tidak pernah dijelaskan kondisi psikis Samuel yang hidup di tengah-tengah bangsanya yang 75
Komposisi, 2016, Tahun 1, No. 2
sedang mengalami aneka krisis. Namun, puisi ini jelas-jelas berkata bahwa Samuel tengah risau. Bait terakhir puisi ini berbunyi, Akan kubebat risaumu/Dengan kecup anggur/Paling memabukkan.” Dalam Alkitab juga tidak pernah dikatakan bahwa Tuhan berfirman kepada Samuel untuk menghiburnya. Tuhan justru berfirman kepada Samuel untuk mewartakan berita buruk tentang kematian yang akan menimpa dua putra Eli yang korup dan manipulatif. Namun, puisi ini tidak sedang ingin mengejutkan Samuel dengan berita yang menyentak itu. Puisi ini bernada lembut dan intim. Dengan firman, Tuhan ingin menghibur Samuel yang gundah gulana di tengah bangsa Israel yang chaos. Berbeda dengan peristiwa pewahyuan pertama Tuhan kepada nabinabi Israel yang cenderung intrusif, memaksa, dan menyakitkan—sebagaimana yang terjadi kepada Musa, Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, dsb.—peristiwa pewahyuan pertama Tuhan kepada Samuel dalam puisi ini bernada mistikal. Imaji tactile seperti “kecup” kerap dipakai kaum mistikus untuk menggambarkan perjumpaan Tuhan dengan hamba (unio mystica). Begitu pula dengan imaji “anggur” sering dipakai untuk menunjukkan ekstase mistik kaum mistikus. Namun, penafsiran terhadap bait tersebut tidak berhenti sampai di situ. Sama dengan puisi “Rafael”, puisi tersebut membuka celah penafsiran yang lebih dalam. Risau dalam puisi tersebut bisa jadi tidak hanya menggambarkan kondisi psikis yang dialami oleh Samuel, tetapi juga kondisi psikis yang secara massal dialami oleh bangsa Israel atas krisis yang mendera mereka. Bait terakhir puisi tersebut ingin menunjukkan bahwa Tuhan telah mulai membebat luka Israel dengan kecup anggur paling memabukkan.
Narasi Kembalinya Yusuf dalam “Yusuf” dan Alkitab Puisi “Yusuf” menarasikan kehilangan Yusuf. Dalam puisi tersebut, bait pertama dan kedua: Orang-orang itu meratap/Doa mereka bagimu://Rambut yang pekat/Darah yang lekat/Hati yang dekat/Jatung yang sekat/Paru-paru yang rekat. mengisahkan doa yang dipanjatkan orang-orang tercinta Yusuf atas kehilangannya. Orang-orang itu mendoakan keselamatan Yusuf. Fragmen tersebut tidak ada di dalam Alkitab. Dalam Alkitab, setelah saudara-saudara Yusuf memberi kabar kematian Yusuf kepada ayah mereka, Yakub, narasi tentang Yusuf berhenti sampai perkabungan Yakub terhadap Yusuf. Puisi tersebut menciptakan fragmen baru untuk menarasikan apa yang terjadi ketika/setelah hilangnya Yusuf, yaitu fragmen ratapan doa orang-orang tercinta Yusuf untuk keselamatan Yusuf. Maka, dalam salah satu doa mereka, harapan akan keselamatan Yusuf mewujud dalam seruan optimis, Pulanglah!/Pulanglah!/Ayah ingin memberkatimu! Dalam Alkitab, tidak disinggung bahwa Yakub hendak memberkati Yusuf. Fragmen pemberkatan Yusuf oleh Yakub baru terjadi ketika patriark Israel tersebut hampir menjumpai ajalnya di tanah Mesir. Bait tersebut menghadirkan fragmen pemberkatan yang terjadi pada akhiran narasi Yusuf dalam Alkitab ke bagian awal puisi dengan memasukkannya dalam doa harapan atas keselamatan Yusuf. Bait keempat hingga keenam, Ia mungkin pulang/Membawa seribu sentak./Tapi ada yang lebih membuai;/Mimpinya tangkas memangkas kehilangan.//Gelaknya pecah/Dalam koyak bulan merah darah./Telah disiapkannya://Tubuh yang kemas/Hati yang cemas/Tangis yang gemas/Suara yang lemas/Doa yang remas. adalah sebuah kemungkinan yang menarasikan sebuah fragmen yang akan terjadi bila doa 76
Julian, Narasi Perjanjian Lama ....
itu terkabul—dan pada akhirnya doa itu memang terkabul. Bait-bait itu menarasikan kondisi emosi Yusuf dan saudara-saudaranya ketika mereka saling bertemu di istana. Bait-bait tersebut adalah transformasi narasi Yusuf dalam Kejadian 45:1—5. Pada transformasi fragmen tersebut, bait kelima menyisipkan sebuah larik, Mimpinya tangkas memangkas kehilangan. Larik tersebut menginformasikan pertemuan sentimental yang menjadi akhir yang indah dari mimpi Yusuf yang terkabul. Perjumpaan emosional tersebut adalah rangkaian dari alur mimpinya yang terwujud. Lalu puisi tersebut diakhiri oleh fantasi Yusuf yang tentunya tidak digambarkan dalam Alkitab. Kali ini ia ingin lagi bermimpi/ Tentang saudarasaudaranya/ Begitu mencintainya. Kenyataannya, Yusuf tidak perlu lagi bermimpi tentang saudara-saudaranya, sebab dalam Alkitab tidak pernah ditemukan fragmen yang menunjukkan bahwa mereka membenci Yusuf seperti dahulu.
leluhurnya./ Tentang kepak-kepak yang tiada/ Kuasa melawan takdir. Tentang/ Gelegar yang menerikkan nada/ Penghabisan dalam suara gemuruh/ Langit dan desau angin Ararat/ Yang menghembuskan desir dan/ Anyir. adalah fragmen yang mendramatiskan proses binasanya segala makhluk hidup di atas bumi yang ditenggelamkan oleh air. Proses tersebut adalah bentuk dramatisasi dari Kejadian 7:19—22. Puisi “Nuh” juga memberikan tafsir atas narasi peristiwa Air Bah. Fragmen Seperti awal mula ketika/Bumi diciptakan, engkau ingin/Membayangkan Roh Tuhan yang/Kudus melayang di permukaan/Air sambil mengawasi penuaiNya/ Memisahkan ilalang dari gandum; /GembalaNya memisahkan kekambing/ Dari dedomba. Misalnya, merupakan tafsir puisi tersebut bahwa pembinasaan segala makhluk di atas bumi dengan air bah adalah bagian dari penciptaan makhluk hidup kembali oleh Tuhan. Dalam penciptaan kembali, Roh Tuhan yang Kudus melayang-layang di atas permukaan air. Dalam pembinasaan segala makhluk hidup yang merupakan proses penciptaan kembali, Tuhan memisahkan segala yang baik (dalam bahtera) dengan yang jahat (yang dimusnahkan oleh air bah). Penafsiran puisi tentang Tuhan yang memisahkan yang baik dengan yang jahat melalui bencana Air Bah kian dipertegas oleh metafora Dan Tuhan yang/ Kaudengar namaNya dari nyanyian/ Kehidupan dalam bahtera agungmu/ Adalah jarak yang membentangkan/ Kelengangan antara daratan dan/Lautan. Antara doa dan dosa purba.
Narasi Pascaperistiwa Air Bah dalam “Nuh” dan Alkitab Hampir seluruh puisi “Nuh” adalah fragmen-fragmen yang ada acuannya dalam Alkitab. Puisi tersebut mentransformasikan narasi Perjanjian Lama sembari memberikan tafsir yang tidak terlalu signifikan atas narasi tersebut. Selain itu, puisi tersebut juga menciptakan efek dramatis terhadap fragmen-fragmen narasi pascaperistiwa Air Bah dalam Alkitab. Yang dimaksud dengan fragmenfragmen puisi yang ada acuannya dalam Alkitab misalnya sebagai berikut. Fragmen Angin adalah angin itu juga/Yang membawakanmu menemukan/Pualam dalam kerasnya kayu/Bahtera. adalah tranformasi dari Kejadian 8:1. Fragmen Sepasang hujan yang/Kautuntun ke dalam keselamatan/Kelak berkisah tentang
Narasi Kejatuhan Manusia dalam “Ruang Tunggu, 1” dan Alkitab Narasi kejatuhan manusia ke dalam dosa diceritakan kembali oleh puisi “Ruang Tunggu, 1” dalam fragmenfragmen yang amat pendek. Fragmen-
77
Komposisi, 2016, Tahun 1, No. 2
fragmen narasi kejatuhan manusia ke dalam dosa dalam puisi tersebut menafsirkan kembali teks narasi dalam Alkitab, menciptakan fragmen baru yang tidak ada acuannya dalam Alkitab, dan juga menciptakan fragmen yang ada acuannya dalam Alkitab. Puisi yang hanya terdiri atas satu bait enam larik tersebut meringkas kisah kejatuhan, mulai dari larangan Tuhan kepada manusia untuk tidak mendekati dan memakan buah pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat hingga kejatuhan manusia ke dalam dosa. Fragmen Menahan godaanMu, Eva dan Ular bersihadap adalah hasil pembacaan ulang puisi tersebut atas perintah Tuhan dalam Kejadian 2:16—17. Ayat tersebut ditranformasikan ke dalam bahasa puisi yang ironis. Larangan adalah kata lain dari godaan, sebab setiap larangan memancing manusia untuk melanggar larangan tersebut. Rasa ingin tahu manusia kerap menerobos larangan. Adapun ular, dalam Alkitab, ialah binatang yang paling cerdik di antara segala binatang darat yang diciptakan oleh Allah. Maka, puisi tersebut memberikan peran kepada ular sebagai alat Allah untuk menggoda manusia. Ular dalam puisi tersebut bukanlah antagon-demonik sebagaimana dalam Alkitab, melainkan bagian dari rencana Allah itu sendiri. Sementara itu, fragmen Kami mengelus-elus dada. dalam puisi tersebut tidak ada acuannya dalam teks Alkitab. Namun, fragmen tersebut hendak memberi penjelasan bahwa ada pihak yang menyayangkan peristiwa pelanggaran itu terjadi atau jangan-jangan justru hendak mengatakan, mengapa Allah menghendaki peristiwa itu terjadi dengan menggoda manusia. Dihadapkan dengan fragmen sebelumnya, fragmen tersebut menjadi ambigu: di manakah posisi Tuhan dalam puisi ini? Apakah ia antagonis atau bukan? Lalu puisi tersebut ditutup dengan fragmen Entahkah senyum Ular/Ataukah kerling Eva/ Menggetarkan belulang!
Fragmen tersebut memiliki acuan teks Alkitab. Pertama, godaan ular telah menyebabkan manusia jatuh. Kedua, setelah memakan buah pengetahuan dan menjadi tahu bahwa mereka telanjang, manusia mengalami kejatuhan. Narasi Pengembaraan Bangsa Israel dalam “Musa” dan Alkitab Hampir seluruh fragmen dalam puisi “Musa” merupakan transformasi yang ada acuannya secara langsung dalam Alkitab. Fragmen yang benar-benar baru hanya terdapat pada bait pertama, larik pertama sampai ketiga. Orang-orang yang merdeka/Di lapang Tanah Terjanji/ Menyorakkan namamu…. Bait tersebut mengisahkan tentang orang-orang Israel yang menyorakkan nama Musa setelah mereka sampai di tanah yang dijanjikan (Kanaan). Dalam Alkitab, fragmen tersebut tidak ada. Jadi, puisi tersebut hanya mengira-ngira bahwa kelak, bila bangsa Israel telah sampai di tanah yang dijanjikan, mereka akan menyorakkan nama Musa, mungkin sebagai bentuk penghormatan mereka kepadanya yang telah membawa mereka keluar dari perbudakan di Mesir menuju masa depan yang merdeka. Empat bait selanjutnya merupakan fragmen-fragmen yang ditransformasikan dari fragmen-fragmen narasi pengembaraan bangsa Israel dalam Alkitab. Fragmen-fragmen dalam puisi tersebut diwujudkan dalam metafora— seluruh fragmen dalam puisi ini diwujudkan dalam bait-bait metaforis. Berikut adalah transformasi narasi Alkitab ke dalam empat bait terakhir yang metaforis dalam puisi “Musa”. Bait kedua, Dari pelupuk matamu yang senja,/Marilah kita telusuri kembali sungaimu,/Tempat ibumu memerah air susunya/ Lalu menumbuhkan doa ke hadapan/Allah Abraham, Ishak dan Yakub. adalah transformasi metaforis dari fragmen dalam Alkitab yang menceritakan dilarungnya Musa ke Sungai Nil karena 78
Julian, Narasi Perjanjian Lama ....
ancaman pembunuhan Firaun atas bayi laki-laki bangsa Israel. Bayi Musa yang dilarungkan di Sungai Nil ditemukan oleh putri Firaun yang kemudian memeliharanya hingga dewasa. Pada saat itu, ibu Musa menjadi inang susu Musa. Bait ketiga, Sepasang kakimu yang pasrah telah/Dilengkapi Tuhan dengan kasut para malaikat/Agar tiap butir Manna yang terinjak olehmu/Menjadi sabda bagi putra-putra Israel/Betapa Tuhan mencintai kalian. adalah transformasi metaforis dari fragmen dalam Alkitab yang menceritakan tentang keluhan bangsa Israel yang kelaparan di padang gurun. Lalu Tuhan menurunkan makanan yang bernama manna (sejenis roti/tepung) kepada mereka. Di situ Tuhan juga memerintah bangsa Israel untuk menyimpan manna secara turun-temurun supaya keturunan mereka tahu apa yang telah Tuhan berikan kepada bangsa Israel selama pengembaraan di padang gurun. Bait keempat, Tempias angin gurun yang gersang/ Adalah hujan bagi tongkatmu/ Setelah diberikanNya nubuat/ Tentang kesedihan dan air mata. adalah transformasi metaforis dari fragmen dalam Alkitab yang mengisahkan penyeberangan bangsa Israel di Laut Teberau. Tuhan menampakkan kemuliaan-Nya dengan mendatangkan angin timur yang berembus sangat keras hingga membelah Laut Teberau. Di situlah bangsa Israel lari dari kejaran Firaun beserta bala tentaranya. Bait terakhir, Maka biarkan sejenak kulabuhkan hatiku/ Sebelum jiwamu menyentuh pucuk Tanah Terjanji,/ “Bersabdalah, Kawan, sebelum kupecahkan/ Dua loh batu yang kautatah dengan amis darahmu!” adalah transformasi metaforis dari fragmen dalam Alkitab yang mengisahkan diturunkannya firman Tuhan dalam bentuk dua loh batu kepada Musa di Gunung Sinai selama empat puluh hari. Sebagai kelanjutannya, bait tersebut juga merupakan transformasi fragmen dalam Alkitab tentang tragedi dihempasnya dua loh batu tersebut oleh
Musa ke kaki Sinai lantaran melihat bangsa Israel memuja arca anak lembu emas. Kesimpulan Benang merah yang menghubungkan semua narasi dalam puisipuisi tersebut adalah penyelamatan Tuhan atas seluruh ciptaan-Nya. Di situ, rencana, kehendak, dan perbuatan Tuhan terjadi untuk kebaikan ciptaan-Nya. Baik penderitaan maupun sukacita adalah jalan Tuhan untuk menuntun ciptaan-Nya menuju kebaikan. Penelitian ini berasumsi bahwa puisi-puisi alkitabiah MFL yang menjadi objek material adalah hasil transformasi dari narasi dalam teks Perjanjian Lama. Oleh karena itu, proses penafsiran terhadap puisi-puisi tersebut selalu disandarkan kepada teks Perjanjian Lama sebagai konteks yang dibicarakan. Berdasarkan hasil pembahasan, penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, puisi tersebut terdiri atas metafora-metafora yang merupakan transformasi dari narasi Perjanjian Lama dalam Alkitab. Namun, narasi Pernjanjian Lama dalam Alkitab tidak selalu ditransformasikan dalam bentuk metafora. Narasi Perjanjian Lama dalam puisi tersebut bisa juga berbentuk ungkapan nonmetaforis atau sekadar denominasi. Kedua, perluasan makna terhadap metafora dalam puisi tersebut menghasilkan penafsiran yang menggambarkan fragmen-fragmen narasi Perjanjian Lama dalam Alkitab. Fragmenfragmen dalam puisi tersebut ada yang memiliki acuannya secara langsung dalam teks Alkitab, tetapi ada juga yang tidak mengacu secara langsung. Fragmenfragmen yang tidak mengacu secara langsung tersebut menjadi fragmen baru yang tidak dijumpai dalam teks Alkitab. Namun, sejumlah ungkapan nonmetaforis dan denominasi dalam puisi-puisi tersebut 79
Komposisi, 2016, Tahun 1, No. 2
juga menciptakan fragmen-fragmen baru. Dengan demikian, puisi atau bahasa yang puitis tidak selalu bersifat metaforis. Ketiga, sejumlah metafora, ungkapan nonmetaforis, dan denominasi dalam puisi-puisi tersebut merepresentasikan pembacaan ulang penyairnya terhadap narasi Perjanjian Lama dalam Alkitab. Pembacaan ulang tersebut menciptakan ambiguitas, kontradiksi, dan makna yang lebih subtil. Maka, puisi-puisi MFL dalam penelitian ini menjadi khazanah eksegesi terhadap Alkitab, yakni eksegesi Alkitab dalam bahasa puitis.
dalam Perspektif Hermeneutika Paul Ricoeur. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Tesis tidak dipublikasikan. Lakawa, Septemmy E. 2012. Erotika dalam Alkitab. Kuliah Umum tentang Erotika: Erotika dan Hasrat Manusia, Jakarta, 17 Maret. Lawi, Mario F. 2014. Ekaristi. Bandung: Plotpoint. Lembaga Alkitab Indonesia. 1974. Kitab Deuterokanonika. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia. ______. 2005. Alkitab. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia. Muthari, Abdul Hadi Wiji. 1999. Kembali ke Akar Kembali ke Sumber: EsaiEsai Sastra Profetik dan Sufistik. Jakarta: Pustaka Firdaus. Rakhmat, Ioanes. 2003. “Konflik Interpretasi Kitab Suci Kristen” dalam Esei-Esei Bentara 2003. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. ______. 2010. Membedah Soteriologi Salib: Sebuah Pergulatan Orang Dalam. Jakarta: Borobudur Indonesia Publishing. Ricoeur, Paul. 1976. Teori Interpretasi: Memahami Teks, Penafsiran, dan Metodologinya. Terjemahan Masnur Hery. 2012. Yogyakarta: IRCiSoD. Saidi, Acep Iwan. 2008. “Hermeneutika, Sebuah Cara untuk Memahami Teks”. Bandung, Sosioteknologi, edisi 13 tahun 7, April. Suharto, Abdul Wachid Bambang. 2007. Konsep Cinta dalam Gandrung karya A. Mustofa Bisri: Interpretasi Hermeneutik. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Tesis tidak dipublikasikan. Teeuw, A. 2015. Sastra dan Ilmu Sastra. Bandung: Pustaka Jaya. Witdarmono, H. 2003. “Alkitab sebagai Sebuah Karya Penafsiran” dalam Esei-Esei Bentara 2003. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Daftar Rujukan Armand, Avianti. 2011. Perempuan yang Dihapus Namanya. Jakarta: Adramatin Publication. Armstrong, Karen. 1993. Sejarah Tuhan: Kisah 4.000 Tahun Pencarian Tuhan dalam Agama-Agama Manusia. Terjemahan Zaimul Am. 2012. Bandung: Mizan. ______. 2007. Sejarah Alkitab: Telaah Historis atas Kitab yang Paling Banyak Dibaca di Seluruh Dunia. Terjemahan Fransiskus Borgias. 2014. Bandung: Mizan. Chaer, Abdul. 2009. Sintaksis Bahasa Indonesia: Pendekatan Proses. Jakarta: Rineka Citra. Faizi, M. 2004. Metafora dalam PuisiPuisi Afrizal Malna. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Tesis tidak dipublikasikan. Hae, Zen. 2011. Puisi-Puisi yang Menggenapkan dan Menandingi Alkitab. Makalah disajikan pada Diskusi Buku Perempuan yang Dihapus Namanya Karya Avianti Armand, Jakarta, 22 Februari. Kurniawan, Heru. 2009. Mistisisme Cahaya pada Kumpulan Puisi Rumah Cahaya Karya Abdul Wahid B.S.: Kajian Metafora dan Simbol 80
CAMPUR KODE BERUPA KATA PADA PEDAGANG PAKAIAN DI PASAR KOLPAJUNG PAMEKASAN Hendry Budiman Abstrak Bentuk campur kode sering kali terjadi dalam situasi informal dan bisa terjadi di mana saja misalnya pada peristiwa tutur pedagang pakaian. Penelitian ini berupaya untuk mendeskripsikan campur kode. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan wujud campur kode yang berupa kata, frase, dan kalimat pada peristiwa tutur pedagang pakaian di Pasar Kolpajung Pamekasan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi; teknik simak, teknik rekam, dan teknik catat. Hasil penelitian menggambarkan bahwa wujud campur kode berupa kata pada peristiwa tutur pedagang pakaian di Pasar Kolpajung Pamekasan merupakan campur kode ke luar (outer code mixing) dan campur kode ke dalam (inner code mixing). Campur kode tersebut masuk atau menyisip dalam tuturan bahasa Indonesia, bahasa Jawa, maupun bahasa Inggris ke dalam tuturan bahasa Madura. Selain itu, penggunaan tingkat tutur rendah yang masuk ke tingkat tutur yang lebih tinggi maupun sebaliknya dalam peristiwa tutur bahasa Madura juga terjadi. Hal ini disebabkan para pedagang pakaian di pasar Kolpajung Pamekasan selalu menggunakan bahasa Madura dalam menjual dagangannya dan terjadi dalam situasi non-formal atau tidak resmi. Kata kunci: campur kode, kata, pedagang seseorang tidak cukup hanya menguasai satu bahasa. Apabila suatu masyarakat memiliki interaksi yang lebih luas, misalnya mereka menjalin interaksi dengan bangsa lain, maka untuk dapat berkomunikasi, masyarakat tersebut harus menguasai bahasa dari bangsa lain tersebut supaya dapat menjalin hubungan dengan baik. Penguasaan bahasa ini sangat dibutuhkan mengingat kebudayaan yang berkembang dengan pesat, demikian pula dengan masyarakat Indonesia yang majemuk. Masyarakat bahasa di Indonesia, dikenal dengan sebutan masyarakat bilingual atau multilingual. Hal ini ditunjukkan dengan pemakaian bahasa nasional, yaitu bahasa Indonesia, dan bahasa daerah. Pada umumnya penutur bahasa di Indonesia adalah bilingual, yaitu menggunakan bahasa Indonesia dan menggunakan bahasa daerahnya, namun kebanyakan menggunakan bahasa
Pendahuluan Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena saling membutuhkan, maka mereka menjalin hubungan atau interaksi secara terusmenerus. Hal ini disebabkan manusia adalah makhluk yang bersifat individu dan sosial. Sifat ini yang membuat manusia untuk saling membutuhkan. Dalam berinteraksi dengan yang lain, manusia membutuhkan suatu alat untuk menjalin komunikasi dengan baik dan lancar. Alat yang diharapkan dapat membantu manusia yang berkomunikasi disebut bahasa. Bahasa diharapkan mampu menjadi alat dan berfungsi untuk memperlancar komunikasi agar tidak terjadi kesalahpahaman. Bahasa berfungsi sebagai alat penyampai perasaan, pikiran, dan gagasan kepada orang lain. Untuk dapat berkomunikasi dengan ruang lingkup yang lebih luas, ternyata 81
Komposisi, 2016, Tahun 1, No. 2
Indonesia sebagai bahasa kedua dan bahasa daerah sebagai bahasa pertama. Ada juga yang multilingual, karena saling menguasai bahasa Indonesia, menguasai bahasa daerahnya sendiri, menguasai pula bahasa daerah lain atau bahasa asing. Oleh karena itu banyak orang Indonesia menjadi anggota masyarakat bahasa yang berbeda. Istilah bilingualisme atau multilingualisme meliputi berbagai situasi, masyarakat, dan individu. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa seseorang dapat disebut bilingual kalau orang itu dapat berbicara dengan dua bahasa. Istilah multilingual ini kurang populer, tetapi dapat kita gunakan dalam pengertian gejala lebih dua bahasa. Kalau kita perhatikan, bilingualisme berkaitan dengan kemampuan psikologis dan konsep sosial penutur. Sehubungan dengan uraian diatas, bilingualisme bukanlah gejala bahasa, melainkan merupakan karakteristik penggunaan bahasa pada masyarakat. Pengkajian terhadap bilingualisme dapat dilakukan dengan melihat sejauh mana seseorang menguasai kedua bahasa tersebut. Pateda (1987:11) menyatakan bahwa bahasa bisa hidup karena ada interaksi sosial. Interaksi tersebut sering menimbulkan benturan-benturan sosial, yang berupa perselisihan ataupun yang lain. Benturan sosial timbul karena ketidakcocokan antara keinginan dan kenyataan. Ketidakcocokan tersebut membuat manusia selalu ingin mengadakan interaksi. Sehingga dengan adanya benturan inilah memungkinkan berkembangnya bahasa. Bahasa sebagai hasil kebudayaan merupakan hasil kesepakatan kelompok, kesepakatan tersebut didasarkan pada kebutuhan masing-masing masyarakat dalam menjalin komunikasi. Bahasa juga merupakan sistem lambang berupa bunyi yang bersifat sewenang-wenang (arbitrer) yang dipakai oleh anggota-anggota masyarakat untuk saling berhubungan dan berinteraksi.
Bahasa itu mempunyai aturan-aturan yang saling bergantung dan mengandung struktur unsur-unsur yang bisa dianalisis secara terpisah-pisah. Orang berbahasa mengeluarkan bunyi-bunyi yang berurutan membentuk suatu struktur tertentu. Bunyibunyi itu merupakan lambang, yaitu yang melambangkan makna yang tersembunyi dibalik bunyi itu. Bunyi melambangkan suatu makna bergantung pada kesepakatan atau konvensi anggota masyarakat pemakainya. Hubungan antara bunyi dan makna itu tidak ada aturannya, jadi sewenangwenang. Tetapi bahasa itu mempunyai sistem, tiap anggota masyarakat terikat pada aturan dalam sistem itu yang harus dipatuhi. Bahasa sebagai tingkah laku sosial (social behaviour) yang dipakai dalam komunikasi. Karena masyarakat itu terdiri dari individu-individu, masyarakat, secara keseluruhan dan individu saling mempengaruhi dan saling bergantung. Bahasa sebagai milik masyarakat juga tersimpan dalam diri masing-masing individu. Setiap individu dapat bertingkah laku dalam wujud bahasa, dan tingkah laku bahasa individual ini dapat berpengaruh pada anggota masyarakat bahasa yang lain. Setiap penutur bahasa, hidup dan bergerak dalam sejumlah lingkungan masyarakat yang adat-istiadatnya atau tata cara pergaulannya dapat berbeda. Perbedaan itu terwujud pula dalam pemakaian bahasa. Masyarakat pemakai bahasa sering kali menggunakan banyak kode bahasa. Kode biasanya berbentuk varian-varian yang digunakan dalam komunikasi secara nyata. Pada masyarakat bilingual terjadi kompleksitas penggunaan kode, ini dikarenakan dalam satu bahasa terdapat banyak varian bahasa. Secara operasional wujud pilihan bahasa dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu (1) alih kode (code switching), (2) campur kode (code mixing), dan (3) peminjaman (borrowing). (Fasold dalam Anisa, 2000:2). Ketiga fenomena ini dapat terjadi secara simultan. Bahkan menurut Fasold, 82
Budiman, Campur Kode Berupa Kata....
ketiga wujud pilihan bahasa itu dipandang sebagai rangkaian dan skala yang relatif besar kearah pilihan bahasa dalam skala yang relatif kecil. Penelitian ini hanya memfokuskan pada campur kode. Dasar berpikirnya adalah campur kode sulit dibedakan dengan dua kategori lainnya secara substansial khususnya antara alih kode dan campur kode. Dalam berkomunikasi, terkadang seseorang mencampurkan banyak kode, dari kode bahasa yang satu ke kode bahasa yang lainnya. Menurut Nababan (1984:32) campur kode sering kali terjadi dalam situasi informal. Dalam situasi yang demikian, hanya kesantaian penutur dan atau kebiasaannya saja yang memegang peranan. Biasanya campur kode ini juga terjadi pada para pedagang pakaian di pasar. Penelitian tentang campur kode telah banyak dilakukan, salah satunya dilakukan oleh Anang Santoso dengan judul “Alih Kode dan Campur Kode Pada Dwibahasawan Jawa-Indonesia : Studi Kasus Pilihan Bahasa di Kodya Malang Jawa Timur” tahun 1996. Penelitian tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan tentang variasi struktur alih kode dan campur kode, faktor-faktor budaya penyebab alih kode dan campur kode, dan tentang makna-makna sosial yang terkandung di dalam alih kode dan campur kode pada dwibahasawan Jawa-Indonesia. Penelitian juga dilakukan oleh Anisa (2000) dengan judul “Campur Kode Dalam Interaksi Jual-Beli di Pasar Tempeh Kabupaten Lumajang”. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tempat terjadinya interaksi jual-beli, topik interaksi jual-beli,hubungan peran interaksi jual-beli, dan bentuk campur kode dalam interaksi jual-beli di pasar Tempeh Kabupaten Lumajang. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini mengkaji tentang campur kode pada para pedagang pakaian di Pasar kolpajung Pamekasan. Terjadinya campur kode penjaja pakaian
di pasar Kolpajung Pamekasan, terjadi dalam situasi non formal dengan tujuan untuk lebih mengakrabkan suasana, menyesuaikan situasi dan konteks, ataupun tidak adanya istilah yang sesuai untuk menjual barang dagangannya. Tidak menutup kemungkinan campur kodepun sering digunakan dalam setiap individu atau masyarakat lainnya. Dengan demikian, masalah tentang campur kode ini dikaji dalam suatu penelitian yang diberi judul “Campur Kode Pedagang Pakaian Di Pasar Kolpajung Pamekasan” Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Arikunto (1997:139) mengemukakan bahwa penelitian dengan metode deskriptif merupakan penelitian non-hipotesis, sehingga dalam rangka penelitiannya tidak diperlukan adanya rumusan hipotesis. Hal lainnya mengenai penelitian yang bersifat kualitatif dimaksudkan bahwa kesahihan suatu data atau generalisasi tidak didasarkan pada jumlah prosentase sampel atau fakta, melainkan didasarkan pada kualifikasi sumber data. Dengan demikian, Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode deskriptif non-hipotesis dan bersifat kualitatif. Hal ini dikarenakan dalam peneliti an ini hanya dideskripsikan keadaan dan status fenomena yang muncul dalam peristiwa tutur pedagang pakaian di Pasar Kolpajung Pamekasan. Subjek penelitian ini ditetapkan berdasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat subjek yang sudah diketahui sebelumnya. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan sampel dari pedagang pekaian di Pasar Kolpajung Pamekasan saja, lebih tepatnya peneliti mengambil data dari peristiwa tutur pedagang pakaian di pasar Kolpajung Pamekasan.
83
Komposisi, 2016, Tahun 1, No. 2
Penggunaan kata mas juga terjadi dalam tuturan “Tadâ’ mas, karè sè celleng.” Kata mas ini diucapkan saat menjawab pertanyaan calon pembeli mengenai warna baju yang lainnya. Kata mas terdapat pula dalam tuturan “Korang skonè’ mas, potong lèma èbu, tadâ’ polè.” Penggunaan kata mas ini diucapkan saat menjawab pertanyaan pembeli yang minta potongan harga. Kemudian penggunaan kata mas terdapat dalam tuturan “Ta’ langkong mas.” Penggunaan kata mas diucapkan saat menolak harga yang ditawar oleh calon pembeli. Jadi, penggunaan kata mas yang dilakukan pedagang pakaian di Pasar Kolpajung Pamekasan merupakan bentuk campur kode berupa kata yang masuk dalam tuturan bahasa Madura dan jenis campur kode seperti ini disebut campur kode keluar ( Outer Code Mixing ).
Hasil dan Pembahasan Adapun bentuk campur kode yang dapat diidentifikasi adalah campur kode yang berupa kata. Campur kode dalam bentuk kata ini ditentukan dengan memperhatikan wujud leksikon yang digunakan dalam tuturan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pedagang pakaian di pasar Kolpajung Pamekasan terdapat cukup banyak data yang merupakan bentuk campur kode berupa kata, antara lain pengucapan kata : mas, ba’ atau mba', motif, gratis, modèl, persis, ibu atau bu, coba, ijo, perempat, tempat, nyessel, pink, patèn, ning, nègo, kombinasikan, cocok, la, rèya, jiya, ta’rapa, kala’, ollè, barempa, jeans, bahan, tisu, da’remma, kosong, asli, bhai, napa, wes, tergantung, sobung, kerut, ebaghiya. Berikut ini beberapa analisis tentang penggunaan campur kode yang berupa kata-kata di atas. 1. Penggunaan kata mas Terdapat cukup banyak Penggunaan kata Mas yang diucapkan dalam peristiwa tutur pedagang pakaian di Pasar Kolpajung Pamekasan yang notabene menggunakan bahasa Madura sebagai bahasa daerah, seperti yang terjadi dalam peristiwa tutur 1 berikut ini dan terjadi saat transaksi baju.
2. Penggunaan kata ba’ (saat menjajakan Rok) Peristiwa Tutur 2 Penjual 1 : “Errok sè dimma, Ba’? Sè rèya? Pa’lèma’.” (Rok yang mana Mbak? yang ini? empat lima.) Pembeli 1 : “Cè’ larangnga.” (Kok terlalu mahal.) (DI/kt)
Penggunaan kata ba merupakan bentuk campur kode berupa kata yang masuk atau menyisip dalam tuturan bahasa Madura yang artinya Mbuk (Kakak perempuan ). Penggunaan kata ba tersebut diucapkan saat menanyakan rok mana yang mau dibeli dan memberitahu harganya. Selain itu, penggunaan kata ba’ terdapat dalam tuturan “Pèlè ba’-pèlè ba’, sè kemma mara ba’? Dhuli mara pas èbhundhu’a. È bhundhu’a enjâ’?” Penggunaan kata ba’ diucapkan oleh pedagang pakaian di pasar Kolpajung
Peristiwa Tutur 1 Pembeli
: “Mas, nyongngo’a baju.” (Mas, mau lihat baju) Penjual : “Sè ka’ dimma, Mas?” (Yang mana Mas?) (DI/kt)
Penggunaan kata Mas merupakan bentuk campur kode berupa kata yang masuk dalam tuturan bahasa Madura. Kata Mas ini berasal dari bahasa Indonesia yang masuk atau menyisip dalam tuturan bahasa Madura yang artinya Kaka’ (Kakak). Kata tersebut diucapkan saat menanyakan baju yang di cari oleh pembeli. 84
Budiman, Campur Kode Berupa Kata....
4. Penggunaan kata gratis
Pamekasan saat menjajakan pakaian supaya memilih rok yang mau dibeli.
Peristiwa Tutur 4 Jadi, penggunaan kata ba’ oleh pedagang pakaian di pasar Kolpajung Pamekasan merupakan bentuk campur kode berupa kata yang masuk atau menyisip dalam tuturan bahasa Madura. Jenis campur kode seperti ini disebut campur kode keluar (outer code mixing).
Penjual : “Tambâi lèma èbu polè.” (Tambah lima ribu lagi.) Pembeli : “Lèma èbu lumayan mas gâbây nompa’ beca’.” (Lima ribu lumayan mas buat naik becak.) Penjual : “Ta’ osa nompa’ beca’, bhâreng engko’ dâgghi’ gratis.” (Tidak usah naik becak, bareng saya nanti gratis.) Pembeli : “Mara mas, ta’ ollè korang skalè.” (Ayo mas, tidak boleh kurang sama sekali.) (DI/kt)
3. Penggunaan kata motif (campur kode terjadi pada peristiwa tutur 3 saat menjajakan batik.
Dari peristiwa tutur di atas, penggunaan kata gratis terdapat dalam tuturan “Ta’ osa nompa’ beca’, bhâreng engko’ dâgghi’ gratis.” Penggunaan kata gratis merupakan bentuk campur kode berupa kata yang terjadi dalam tuturan bahasa Madura yang artinya parcoma (percuma), ta’ osa majâr (tidak usah bayar). Kata ini berasal dari bahasa asing yang masuk atau menyisip dalam tuturan bahasa Madura. Penggunaan kata gratis diucapkan saat merayu pembeli untuk setuju dengan harga yang ditawarkan dengan cara mengajak pulang bersama tanpa membayar ongkos. Jadi penggunaan kata gratis merupakan bentuk campur kode berupa kata yang terjadi dalam tuturan bahasa Madura, dan jenis campur kode seperti ini disebut campur kode keluar (outer code mixing).
Peristiwa Tutur 3 Penjual : “Mara èpatorona ba’.” (Mari mau diturunkan mbak.) Pembeli : “Iyâ mas, patoronaghi.” (Iya mas, diturunkan.) Penjual : “Mon rèya motif samacem pètto’ lèma’. Mon sè bâdâ konèngnga kanta sè èattas rowa ba’ sanga’ lèma’, senneng sè dimma ?” (Kalau ini motif satu macem tujuh lima. Kalau yang ada kuningnya seperti yang di atas itu mbak sembilan lima, suka yang mana?) Pembeli : “Sè reya bhâi mas tello’ lèma’.” (Yang ini saja mas tiga lima.) (DI/kt)
Penggunaan kata motif merupakan bentuk campur kode berupa kata yang terjadi dalam tuturan bahasa Madura yang artinya pola. Kata motif ini berasal dari bahasa Indonesia yang masuk atau menyisip dalam tuturan bahasa Madura penggunaan kata motif diucapkan saat memberitahukan baju batik yang bermotif satu macam harganya tujuh lima. Jadi, penggunaan kata motif merupakan bentuk campur kode berupa kata yang masuk atau menyisip dalam tuturan bahasa Madura. Jenis campur kode seperti ini disebut campur kode keluar (outer code mixing).
5. Penggunaan kata modèl Peristiwa Tutur 4 Penjual 1 : “Rèya bâdâ sè potè? Kala’aghi.” (Ini ada yang putih? ambilkan.) Penjual 2 : “Mon modèl jiya sè potè tadâ’. Bâdâ potè tapè modèl laèn.” (Kalau model itu yang putih tidak ada. Ada putih tapi model lain.) 85
Komposisi, 2016, Tahun 1, No. 2
Penjual 1 : “Ta’ rapa la coba’ kala’.” (Gak apa lah coba ambil.) Penjual 2 : “Sè potè karè nèka. Modèla ta’ persis nèka. Oladhi dhimin. Bâdâ bârna potè sareng celleng.” (Yang putih tinggal ini. Modelnya tidak sama dengan ini. Lihat dulu. Ada warna putih sama hitam.) (DI/kt)
Kata coba terdapat dalam tuturan “Ta’ rapa la coba’ kala’.” Penggunaan kata coba ini diucapkan oleh penjual 1 pada penjual 2 supaya mengambil contoh yang lain. Penggunaan kata coba ini merupakan campur kode keluar (outer code mixing). 7. Penggunaan kata Ibu atau Bu Penggunaan kata Ibu terdapat dalam peristiwa tutur 14 yang terjadi saat menjajakaan sarung.
Kata modèl berasal dari bahasa Indonesia yang masuk atau menyisip dalam tuturan bahasa Madura yang artinya enga’ (seperti), bentu’ (bentuk), conto (contoh). Penggunaan kata modèl oleh pedagang pakaian diucapkan saat memberikan contoh baju yang ada bahwa yang warna putih tidak ada. Penggunaan kata modèl merupakan bentuk campur kode berupa kata yang masuk atau menyisip dalam tuturan bahasa Madura. Jenis campur kode seperti ini disebut campur kode keluar (outer code mixing).
Peristiwa Tutur 14 Pembeli : “Apa bhidhâna, gu ta’ la padâ bhâi.” (Apa bedanya, bukankah sama saja.) Penjual : “Laèn Bu, sè asli Mekkasân lebbi alos.” (Lain Bu, yang asli Pamekasan lebih halus.) Pembeli : “Pa’lèma’ duwâ’ân ghi Jhih ?” (Dua lima dua ya pak haji?) Penjual : “Pa’pètto’.” (Empat tujuh.) ... Pembeli : “Enten, empa’ lèma’. Ampon mon ta’ èparèngaghi.” (Tidak, empat lima. Sudah kalau tidak diberikan.) Penjual : “Torè-torè Bu, Du Ibu!” (Silahkan-silahkan Bu, Du Ibu!) (DI/kt)
6. Penggunaan kata coba’ (saat tawarmenawar baju anak-anak) Peristiwa Tutur 4 Penjual 2 : “Mon modèl jiya sè potè tadâ’. Bâdâ potè tapè modèl laèn.” (Kalau model itu yang putih tidak ada. Ada putih tapi model lain.) Penjual 1 : “Ta’ rapa la coba’ kala’.” (Gak apa lah coba ambil.) Penjual 2 : “Sè potè karè nèka. Modèla ta’ persis nèka. Oladhi dhimin. Bâdâ bârna potè sareng celleng.” ( Yang putih tinggal ini. Modelnya tidak sama dengan ini. Lihat dulu. Ada warna putih sama hitam.) (DI/kt) Kata coba berasal dari bahasa Indonesia yang masuk atau menyisip dalam tuturan bahasa Madura yang artinya oddhi (coba), jhâjhâl (coba).
Kata Ibu berasal dari bahasa Indonesia yang masuk atau menyisip dalam tuturan bahasa Madura yang artinya, emma’, ebo’ (Ibu). Penggunaan kata Ibu ini terdapat dalam tuturan “Laèn Bu, sè asli Mekkasân lebbi alos.” Kata bu diucapkan saat menjawab pertanyaan pembeli mengenai perbedaan sarung Pamekasan dan sarung Surabaya. Dan yang terakhir kata bu terdapat dalam tuturan “Torètorè Bu, Du Ibu.!” Kata bu diucapkan saat menyetujui harga yang ditawar pembeli dan kata Ibu diucapkan bahwa sebenarnya penutur menggerutu. Jadi, penggunaan kata Bu atau Ibu jenis campur kode seperti ini disebut campur kode keluar (outer code mixing). 86
Budiman, Campur Kode Berupa Kata....
8. Penggunaan kata ijo
Penggunaan kata persis merupakan bentuk campur kode berupa kata yang terjadi dalam tuturan bahasa Madura. Kata persis ini berasal dari bahasa Indonesia yang masuk atau menyisip dalam tuturan bahasa Madura yang artinya para’ padââ (hampir sama), akantha (mirip). Penggunaan kata persis terdapat dalan tuturan “Sè potè karè nèka. Modèla ta’ persis nèka. Oladhi dhimin. Bâdâ bârna potè sareng celleng.” Kata persis ini diucapkan saat memberitahukan kalau baju yang warna putih tidak mirip dengan yang ada sebelumnya. Jadi, penggunaan kata persis merupakan bentuk campur kode berupa kata yang masuk atau menyisip dalam tuturan bahasa Madura dan jenis campur kode seperti ini disebut campur kode keluar (outer code mixing).
Peristiwa Tutur 5 Pembeli : “Bâdâ sè bhiru dâun ?” (Ada yang hijau?) Penjual : “Bâdâ. Ya’ mas bârna ijo. Èkala’a?” (Ada. Ini mas warna hijau. Mau diambil ?) Pembeli : “Bâdâ okorana ?” (Ada ukurannya ?) (DI/kt)
Berdasarkan data di atas, penggunaan kata Ijo merupakan bentuk campur kode berupa kata. Kata Ijo berasal dari bahasa Indonesia hijau yang masuk dalam tuturan bahasa Madura yang artinya bhiru dâun (biru daun), bhiru popos (biru pupus). Pengucapan kata ijo terdapat dalam tuturan “Bâdâ. Ya’ mas bârna ijo. Èkala’a ?” Kata ijo diucapkan saat memberikan contoh warna lain pada pembelinya. Jadi, kata ijo merupakan bentuk campur kode berupa kata yang masuk atau menyisip dalam tuturan bahasa Madura. Jenis campur kode seperti ini disebut campur kode keluar (outer code mixing). 9. Penggunaan kata persis menjajakan baju anak-anak)
10. Penggunaan kata perempat berdagang celana perempuan)
(saat
Peristiwa Tutur 7 Pembeli 1 : “Mas, bâdâ clana binè’ ?” (Mas ada celana wanita ?) Penjual : “Bâdâ bânnya’. Bâdâ sè lanjhâng, bâdâ sè tello’ parempat. Bâdâ sè kaèn bâdâ sè jeans.” (Ada banyak. Ada yang panjang, ada yang tiga perempat. Ada yang kain ada yang jeans.) (DI/kt) Berdasarkan data di atas, penggunaan kata perempat merupakan bentuk campur kode berupa kata. Kata perempat berasal dari bahasa Indonesia yang masuk atau menyisip dalam tuturan bahasa Madura yang artinya prapat (per empat). Penggunaan kata perempat terdapat dalam tuturan “Bâdâ bânnya’. Bâdâ sè lanjhâng, bâdâ sè tello’ parempat. Bâdâ sè kaèn bâdâ sè jeans.” Kata perempat ini diucapkan saat penutut memberikan macam-macam celana perempuan pada calon pembelinya. Jadi penggunaan kata perempat merupakan bentuk campur kode berupa kata yang masuk atau menyisip dalam
(saat
Peristiwa Tutur 4 Penjual 1 : “Ta’ rapa la coba’ kala’.” (Gak apa lah coba ambil.) Penjual 2 : “Sè potè karè nèka. Modèla ta’ persis nèka. Oladhi dhimin. Bâdâ bârna potè sareng celleng.” (Yang putih tinggal ini. Modelnya tidak sama dengan ini. Lihat dulu. Ada warna putih sama hitam.) Pembeli 1 : “Bhâghusân sè dimma? Potè apa celleng ?” (Bagus yang mana? putih apa hitam?) Pembeli 2 : “Sè celleng bhâi. Mon potè na’-kana’ sakejjhâ’ la kotor.” (Yang hitam saja. Kalau putih anak-anak sebentar sudah kotor.)(DI/kt) 87
Komposisi, 2016, Tahun 1, No. 2
tuturan bahasa Madura, dan jenis campur kode ini disebut campur kode keluar (outer code mixing).
Penjual Pembeli
11. Penggunaan kata tempat (saat menjual celana anak-anak)
Penjual
Peristiwa Tutur 11 Penjual : “Tadâ’, ta’ ollè du bellas.” (Tidak ada, tidak boleh dua belas.) Pembeli : “Amponkah ta’ dhâddhi, tadâ’ pelèanna polè.” (Sudahkah tidak jadi, tidak ada pilihannya lagi.) Penjual : “Nyarè è tempat laèn ma’ pola bâdâ pa’.” (Cari di tempat lain mungkin ada pak.) (DI/kt)
Pembeli
: “Ta’ ollè bellu bellâs.” (Tidak boleh, delapan belas) : “Jhâ’ ghun klambhi kanta rèya bellu bellâs.” (Cuma baju seperti ini delapan belas.) : “Enjâ’ ta’ larang jiya. Coba’ sarè e toko laèn mon bâdâ sè arghâna èdibâbâ’ânna bellu bellâs pabâli polè ka dinna’. Enjâ’ ta’ larang, ta’ kèra nyessel.” (Tidak mahar itu. Coba cari ke toko lain kalau ada yang harganya di bawahnya delapan belas kembalikan lagi ke sini. Tidak mahal, tidak akan menyesal.) : “Iyâ la wes èkala’a.” (Ya sudah mau diambil.) (DI/kt)
Berdasarkan data di atas, penggunaan kata nyessel merupakan bentuk campur kode berupa kata karena kata nyessel berasal dari bahasa Indonesia yang masuk atau menyisip dalam tuturan bahasa Madura yang artinya kastah (menyesal). Penggunaan kata nyessel ini terdapat dalam tuturan “Enjâ’ ta’ larang jiya. Coba’ sarè e toko laèn mon bâdâ sè arghâna èdibâbâ’ânna bellu bellâs pabâli polè ka dinna’. Enjâ’ ta’ larang, ta’ kèra nyessel.” Kata nyessel ini diucapkan saat penutur meyakinkan calon pembelinya kalau dia tidak akan menyesal jika membeli baju dagangannya. Jadi penggunaan kata nyessel merupakan bentuk campur kode berupa kata yang masuk atau menyisip dalam tuturan bahasa Madura, dan campur kode ini disebut campur kode keluar (outer code mixing).
Berdasarkan peristiwa tutur di atas, penggunaan kata tempat merupakan bentuk campur kode berupa kata yang masuk dalam tuturan bahasa Madura yang artinya kennengngan (tempat). Kata tempat berasal dari bahasa Indonesia yang masuk atau menyisip dalam tuturan bahasa Madura. Penggunaan kata tempat ini terdapat dalam tuturan “Nyarè è tempat laèn ma’ pola bâdâ pa’.” Kata tempat diucapkan saat penutur menyuruh calon pembelinya untuk mencari di tempat lain lebih dulu. Jadi, penggunaan kata tempat termasuk campur kode berupa kata dalam tuturan bahasa Madura. Jenis campur kode ini disebut campur kode keluar (outer code mixing). 12. Penggunaan kata nyessel (saat menjual baju anak-anak)
13. Penggunaan kata pink (saat menjual rok)
Peristiwa Tutur 12 Pembeli : “Bâdâ okoran sè lebbi kènè’?” (Ada ukuran yang lebih kecil?) Penjual : “Nangghung yâ? Omor bârempa?” (Tanggung ya ? Umur berapa ?) Pembeli : “Spolo.” (Sepuluh)
Peristiwa Tutur 16 Pembeli 1 : “Nyarè sè celleng.” (Cari yang hitam.) Penjual : “Bhâghusân rèya bârnana pink. Mèrah muda. Sèket 88
Budiman, Campur Kode Berupa Kata....
jiya.” (Bagusan ini warnanya pink. Merah muda. Lima puluh itu.) (DI/kt)
Pembeli
: “Klambhi attas bâbâ.” (baju atas bawah.) Penjual : “Klambhi attas bâbâ? Nèka’ Ning!” (Baju atas bawah ? Ini Ning!) (DI/kt) Kata ning diucapkan saat pedagang pakaian menanyakan pada calon pembeli tentang apa yang dicari. Kata ning berasal dari bahasa Indonesia yang menyisip atau masuk dalam tuturan bahasa Madura yang artinya bhing , na’ (anak perempuan). Kata ning ini diucapkan saat memberikan contoh baju atas bawah. Disini kata ning diucapkan saat penutur menetapkan harga dan tidak bisa ditawar lagi. Jadi, penggunaan kata ning merupakan bentuk campur kode berupa kata yang terjadi dalam tuturan bahasa Madura karena kata ning ini berasal dari bahasa Indonesia yang masuk atau menyisip dalam peristiwa tutur bahasa Madura. Jenis campur kode seperti ini disebut campur kode keluar (outer code mixing).
Kata pink berasal dari bahasa Inggris yang masuk atau menyisip dalam tuturan bahasa Madura yang artinya mèra ngodâ (merah muda). Kata ini diucapkan saat memberikan pendapat kalau rok yang warna merah muda lebih bagus. Jadi penggunaan kata pink termasuk campur kode berupa kata yang terjadi dalam tuturan bahasa Madura. Jenis campur kode seperti ini disebut campur kode keluar (outer code mixing). 14. Penggunaan kata menjajakan baju)
patèn
(saat
Peristiwa Tutur 21 Penjual : “Pa’polo lèma’.” (Empat puluh lima) Pembeli : “Pas?” (pas?) Penjual : “Patèn ta’ ollè korang.” (Paten tidak boleh kurang) Pembeli : “Cè’ larang nga, masa’ ta’ ollè korang sama sakalè?” (Kok terlalu mahal, masa tidak boleh kurang sama sekali?) (DI/kt)
Kesimpulan Penelitian campur kode pada peristiwa tutur pedagang pakaian di pasar Kolpajung Pamekasan dimaksudkan memperoleh hasil sebagaimana tertera di rumusan masalah. Adapun kesimpulan tentang wujud campur kode pada peristiwa tutur pedagang pakaian di pasar Kolpajung Pamekasan berupa kata adalah campur kode tersebut masuk atau menyisip dalam tuturan bahasa Indonesia, bahasa Jawa, maupun bahasa Inggris ke dalam tuturan bahasa Madura. Selain itu, penggunaan tingkat tutur rendah yang masuk ke tingkat tutur yang lebih tinggi maupun sebaliknya dalam peristiwa tutur bahasa Madura juga terjadi. Jenis campur kode berupa kata yang terjadi pada pedagang pakaian di pasar Kolpajung Pamekasan disebut campur kode keluar (outer code mixing) misalnya; mas, mba’, gratis, modèl, persis, ibu, coba, ijo, perempat, tempat, nyessel, pink, patèn, ning, nègo,
Penggunaan kata patèn ini berasal dari bahasa Indonesia yang masuk atau menyisip dalam tuturan bahasa Madura. Penggunaan kata patèn terdapan dalam tuturan “Patèn ta’ ollè korang.” Kata patèn diucapkan oleh penuturnya saat menjawab penewaran calon pembeli kalau harganya tidak dapat ditawar lagi atau harga pas. Jenis campur kode seperti ini disebut campur kode keluar (outer code mixing). 15. Penggunaan kata ning (saat menjual baju atas bawah) Peristiwa Tutur 15 Penjual : “Nyarè napa Ning ?” (Cari apa Ning?)
89
Komposisi, 2016, Tahun 1, No. 2
kombinasikan, reya, olle, barempa, bhai, dan lainnya. Dengan demikian, campur kode yang terjadi pada peristiwa tutur pedagang pakaian di pasar Kolpajung Pamekasan terjadi campur kode keluar (outer code mixing) dan campur kode kedalam (inner code mixing). Hal ini disebabkan para pedagang pakaian di pasar Kolpajung Pamekasan selalu menggunakan bahasa Madura dalam menjual dagangannya. Penggunaan bahasa Madura oleh pedagang pakaian di pasar Kolpajung Pamekasan ini terjadi dalam situasi non-formal atau tidak resmi.
Moeleong, J. Lexy. 1998. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya
Daftar Rujukan
Pateda, Mansoer. 1987. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa
Anisa.
Mujianto, Gigit dan Ajang Budiman. 1999. Sosiolinguistik Dan Penerapannya. Malang: UMM Press Mujianto, Gigit dan Ekarini Saraswati. 2000. Psikolinguistik. Malang: UMM Press Nababan, P.W.J. 1984. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
2002. Campur Kode Dalam Interaksi Jual-Beli Di Pasar Tempeh Kabupaten Lumajang. Skripsi S-1 di Universitas Muhammadiyah Malang
Departemen Pendidikan Nasional Pusat Bahasa. 2003. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Madura Yang Disempurnakan. Balai Bahasa Surabaya
Arifin, Bustanul. 1999. Beberapa Aspek Sosiolinguistik. Malang: Universitas Negeri Malang Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : P.T. Rineka Cipta Chaer
Finoza,
Pusat Pembinaan Dan Pengembangan. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai pustaka Rahardi, R. Kunjana. 2001. Sosiolinguistik, Kode, Dan Alih Kode. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
dan Agustina Leoni. 1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Bandung: Angkasa
Samsuri. 1994. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga
Lamuddin. 2002. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia
Sumarsono dan Paina Partana. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda dan Pustaka Pelajar
Ibrahim, Syukur. 1995. Sosiolinguistik, Sajian, Tujuan, Pendekatan Dan Problem. Surabaya-Indonesia: Usaha Nasional
Suwito. 1983. Pengantar Awal Sosiolinguistik Teori dan Problema. Solo: Henary Offset
Ibrahim, Syukur. 2001. Pengantar Sosiolinguistik Sajian Bunga Rampai. Malang: Universitas Negeri Malang
Tarigan, Henry Guntur. 1988. Pengajaran Kedwibahasaan. Bandung: Angkasa.
90
RETORIKA DALAM PERSIDANGAN GUGATAN PERCERAIAN SUAMI ISTRI DI PENGADILAN AGAMA PAMEKASAN Kusyairi Abstrak Pelaksanaan persidangan pembicara harus menguasai berbagai macam retorika. Agar tercipta komunikasi yang aktif sehingga peradilan bisa berjalan lebih kondusif dan berjalan lancar, fokus penelitian dalam penelitian ini adalah (1) Bentuk tuturan pada persidangan perceraian di Pengadilan Agama Pamekasan (2) Karakteristik unsur retorika pada persidangan perceraian di Pengadilan Agama Pamekasan. Tujuan penelitian ini untuk memperoeh gambaran yang objektif serta deskriptif, mengenai analisis retorika dalam persidangan percerian di Pengadilan Agama Pamekasan. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, data dalam penelitian ini adalah tuturan hakim dan terdakwa di persidangan Pengadilan Agama Pamekasan, sumber data dalam penelitian ini adalah rekaman, tehnik pengumpulan data dilakukan dengan perekaman dan pencatatan, teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskripsi. Berdasarkan beberapa data tuturan Hakim dan terdakwa dalam Persidangan yang terjadi di Pengadilan Agama Pamekasan, terdapat unsur-unsur retorika, dari berbagai tuturan tersebut cukup beragam yang dihasilkan yaitu dalam dialog atau percakapan hakim dan terdakwa mengandung unsur retorika. Dengan intonasinya yang sangat jelas dan tegas hakim membuat terdakwa banyak menggunakan bahasa yang mengandung Unsur retorika. Hakim juga dalam menginterogasi terdakwa menggunakan beberapa jenis pertanyaan seperti jenis pertanyaan informatif dan jenis pertanyaan menjebak. Kata kunci: retorika, persidangan gugatan perceraian komunikasi adalah bahasa, dan hal ini pula yang akan menjadi jembatan bagi manusia untuk menyampaikan maksud yang ingin disampaikan. Bahasa sangat diperlukan oleh manusia, sebab manusia sebagai makhluk sosial pada dasarnya selalu menginginkan adanya kontak dengan manusia lain. Oleh karena itu, bahasa memang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Bahasa sangat penting bagi manusia dan bahkan tetap menjadi bagian hidup dari manusia secara mayoritas dan menjadi milik masyarakat pemakainya. bahasa dan pemakainya selalu dihubungkan dengan kegiatan di dalam masyarakat. Retorika, adalah cara kita bisa belajar untuk memunculkan bahasa dan tuturan yang efektif serta efisien khususnya
Pendahuluan Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh masyarakat untuk bekerja sama, dan berinteraksi, dapat dikaitkan bahwa bahasa harus bersistem, berwujud simbol yang kita lihat dan kita dengar dalam lambang serta bahasa digunakan oleh masyarakat dalam berkomunikasi. Dalam berkomunikasi, kita dituntut untuk dapat memberikan sajian informasi yang tepat agar orang yang kita ajak bertutur bisa dengan mudah mengerti apa yang menjadi maksud kita. Alat yang digunakan oleh manusia sebagai cara untuk menyampaikan maksud tertentu, pasti dengan bahasa yang tertentu pula. Hal yang tidak akan pernah luput dari dunia 91
Komposisi, 2016, Tahun 1, No. 2
pada persidangan tindak pidana pelanggara lalu lintas. Retorika merupakan suatu disiplin ilmu yang masih jarang diaplikasikan dalam percakapan sehari – hari sebab istilah tersebut memiliki beberapa definisi yang kontroversial. Banyak orang yang mendefinisikan retorika sebagai ilmu silat lidah.definisi tersebut di dasarkan pada sejarah pengaplikasikan retorika pada masa lalu. Retorika bisa diartikan juga ilmu yang mengajarkan tindak dan usaha yang efektif dalam persiapan, penataan, dan penampilan tutur untuk membina saling pengertian, kerja sama, serta kedamaian dalam kehidupan masyarakat (Oka, 1976: 44). Keraf (2006:18) mendefinisikan retorika sebagai cara pemakaian bahasa sebagai seni lisan maupun tulisan yang didasarkan pada suatu pengetahuan atau suatu metode yang teratur dan tersusun baik. Seperti halnya dalam persidangan pembicara atau harus menguasai berbagai macam retorika. Agar tercipta komunikasi yang ektif sehingga peradilan bisa berjalan lebih kondusif dan berjalan lancar. Ketertarikan peneliti mengambil judul analisis penggunaan retorika dalam persidangan perceraian di Pengadilan Agama Pamekasan tidak lain hanya ingin lebih memahami bentuk unsur dan jenis retorika yang terjadi pada persidangan perceraian di pengadilan agama pamekassan yang akhir-akhir ini banyak masyarakat Pamekasan mengalami percerian yang disebabkan berbagai macam masalah yang terjadi. Penggunaan retorika dalam penelitian-penelitian sebelumnya sudah banyak dilakukan dengan objek-objek yang berbeda. Ahwalul Mukminin (2012) meneliti penggunaan retorika dengan judul “Analisis Unsur-unsur Retorika pada Acara ‘Indonesia Lawyers Club’ di TV One”. Penelitian terdahulu seperti di atas sangat erat hubungannya dan memberikan
banyak masukan dalam penelitian ini. Pemanfaatan retorika dalam persidangan perceraian di Pengadilan Agama Pamekasan memberikan hal yang berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya. Secara umum gambaran masalah yang akan diteliti adalah bagaimana mengetahui unsur retorika sebagai kemampuan berbicara yang baik di saat persidangan agar mendaapat perhatian dari tuturan yang di lakukan. Untuk mengetahui retorika maka kita harus belajar mengerti apa yang ada dalam diri kita. Semua orang bisa beretorika, namun mampukah orang itu menempatkan kata atau istilah pada tempatnya saat beretorika. Semua orang mampu berbicara, namun untuk berbicara dan meyakinkan orang lain jarang orang yang mampu. Pemanfaatan retorika memiliki pandangan yang khusus. Setiap orang ada yang memanfaatkan retorik menurut kemampuannya masing –masing. Tunjauan Pustaka 1. Kajian tentang Retorika Kegiatan bertutur, menurut Hendrikus (1991:14) pada dasarnya merupakan titik tolak dari ilmu retorika. Istilah retorika, menurut Oka (1976:1), agaknya belum begitu populer di Indonesia. Akan tetapi praktek retorika yakni kegiatan bertutur sudah banyak di lakukan. Pada dasarnya retorika telah dimanfaatkan oleh setiap manusia yang hidup bermasyarakat dan berbudaya lewat kegiatan-kegiatan bertutur yang merupakan praktek retorika. Ilmu retorika memang berkembang secara pesat di belahan bumi barat. Dapat dikatakana bahwa sumber ilmu retorika memang dari dunia barat. Namun demikian ada beberapa tokoh dengan konsepnya masing-masing dalam hal retorika sebagai ilmu yang perlu dibahas lebih lanjut. Corax dan Tissias, dalam bukunya yang berjudul Tehne 92
Kusyairi, Retorika dalam Persidangan....
mengemukakan bahwa retorika adalah kecakapan bertutur di depan umum. Kecakapan berpidato ini dapat dikuasai dengan cara mempelajari persoalanpersoalan retorika, dan kemudin dengan tekun berlatih diri. Retorik CoraxTissias inilah yang kemudian terkenal di daerah Attic (Yunani), sehingga kemudian lebih dikenal dengan Retorika Attic. Dengan demikian retorik actic memberikan pengertian yang sangat sederhana kepada retorik secara umum, yaitu kecakapan berpidato didepan umum. Gorgias, dkk. menyatakan retorika adalah alat untuk memenangkan suatu kasus lewat bertutur jika ada suatu kasus yang merupakan persoalan, maka kasus ini bisa dimenangkan dengan kecakapan bertutur. Apapun kasus itu, bagaimanapun sifatnya, kasus itu pasti dimenangkan dengan menggunakan tutur retoris. Hal itu dapat terjadi sepanjang apabila tutur tersebut didasarkan pada petunjuk-petunjuk yang digariskan dalam retorika Gorgias dkk. Retorika Gorgias dkk Ini sering disebut dengan retorika sofis. Retorika sofis ini dikembangkan oleh sekelompok filosof Athena. Kelompok filosof sofis ini antara lain dipelopori oleh gorgias, Lysias, Phidias Protagonis dan Isocrates. Degaan demikian kemenangan adalah tujuan akhir dari Retorika Sofis, dalam memecahkan kasus. Aristoteles, adalah salah seorang filosof yang menyelamatkan retorika dari kekaburan makna seperti yang dikemukakan oleh retorik sofis. Menurut Aristoteles retorik adalah ilmu yang mengajarkan orang menemukan sarana persuasif yang objektif dari suatu kasus. Rumusan ini kemudian diperjelas dalam bukunya yang berjudul rhetoric. Lebih lanjut Aristoteles menjelaskan bahwa tujuan retorika adalah untuk meyakinkan pihak lain akan kebenaran
kasus yang dituturkan. Tujuan retorika menurut Aristoteles, bukanlah untuk memenangkan kasus, melainkan, meyakinkan akan kebenaran kasus itu (Acmad, dkk., 2007:5). Selanjutnya dikatakan bahwa Retorika diartikan kesenian untuk berbicara baik, yang dipergunakan dalam proses komunikasi antar manusia (Hendrikus, 1991:14). Kesenian berbicara ini bukan hanya berarti berbicara lancar tanpa jalan pikiran yang jelas dan tanpa isi, melainkan suatu kemampuan untuk berbicara dan berpidato secara singkat, jelas, padat dan mengesankan. Retorika modern mencakup ingatan yang kuat, daya kreasi dan fantasi yang tinggi, tehnik pengungkapan yang tepat dan daya pembuktian serta penilain yang tepat. Retorika modern adalah gabungan yang serasi antara pengetahuan, pikiran, kesenian dan kesanggupan berbicara. Dalam bahasa percakapan atau bahasa populer, retorika berarti pada tempat yang tepat, pada waktu yang tepat, atas cara yang lebih efektif, mengucapkan kata-kata yang tepat, benar dan mengesankan. Itu berarti orang harus dapat berbicara jelas, singkat dan efektif. Keragaman pengertian tentang retorika di Indonesia tercermin dari beberapa pengertian. Bahwa retorika diartikan sebagai (1) keterampilan berbahasa secara efektif, (2) studi tentang pemakaian bahasa secara efektif dalam karang pengarang,(3) seni berpidato yang muluk-muluk bombastis (Achmad, 2007:6). Jika diperhatikan baik-baik berbagai peristiwa tutur yang berlangsung di sekitar kita, maka akan tampak ada saha-usaha pnutur mempengaruhi penanggap tuturnya. Bermacam-macam usaha dan tindak yang dilakukannya agar penaggap tutur bisa terpengaruh oleh gagasan yang
93
Komposisi, 2016, Tahun 1, No. 2
tersimpul dalam topik tutur (Oka 1976:5). a. Rasional yang baik, artinya bahwa penyampaian pesan dalam peristiwa komunikasi harus didukung oleh rasional. Jadi pesan yang akan disampaikan harus dapat diterima secara akal sehat. b. Pemilihan materi, agaknya setiap penutur berusaha memilih materi bahasa (kata-kata, ungkapan, istilah dan lain sebagainya) yang tepat untuk menuturkan gagasannya. Dari pembendaharaan bahasa yang dikuasainya, diangkatnya sejumlah materi untuk selanjutnya disusun menjadi kalimat-kalimat yang disatu pihak diperkirakan mampu mewadahi gagasannya, sedangkan dipihak lain diduganya pula susunan kalimat-kalimatnya akan mampu mengungkapkan kembali gagasannya itu yang mernerrangkan pada diri penanggap tutur (Oka 1976:5). c. Pemilihan bahasa, termasuk ke dalam ulasan (argumen) adalah bukti-bukti contoh-contoh, perbandingan, ketentuan-ketentuan ataukah yang semacam dengan ini yang bisa dimanfaatkan untuk menopang gagasan dan memperjelas gagasan. Setiap penutur ada memanfaatkan ulasan dalam kegiatan bertuturnya. Cuma saja yang satu lebih banyak dari pada yang lainnya. Demikian pula kwalitas ulasan itu tidak sama antara penutur yang satu dengan yang lainnya (Oka 1976:5).
mengandung implikasi pengertian bahwa mereka berlibat dengan caracara memanfaatkan retorika. Persoalannya sekarang “Bagaimana orang memanfaatkan retorika tersebut?” jawaban terhadap persoalan inilah yang akan dibeberkan dalam uraian bagian berikut, dalam arti kata memperinci lebih lanjut yang dimaksud Aristoteles dengan “memanfaatkan retorika menurut kemampuannya masing-masing.” Pada dasarnya ada tiga corak cara orang memanfaatkan retorika itu, yaitu: a. Pemanfaatan Retorika secara Spontan atau Intuisif Dalam kehidupan bertutur sehari-hari, pada umumnya orang memanfaatkan retorika secra spontan lebih-lebih lagi kalau topik tuturnya hanya merupakan topik pengisi waktu luang ataukah masalah-masalah lain yang diketengahkan dalam pergaulan akrab dan tidak resmi. Dalam situasi-situasi serupa ini, penutur tidak banyak mengabiskan waktu dan tenaganya untuk memilih materi bahasa, memakai ulasan dan menggunakan gaya tutur yang terencana. Corak bahasa, ulasan dan gaya tuturnya lebih banyak bersifat spontan saja, karena memang situasi tutur memungkinkan mereka bertindak demikian. Keterampilan berbahasa termasuk keterampilan bertutur perlu dilatihkan dan dipelajari. Orang yang berlatih dalam kegiatan bertutur ini, akan berhasil dalam emanfaatkan retorik secara spontan. Intuisinya sudah sedemikian tajam, sehingga materi bahasa dengan cepat dapat diketahui, bagaimana dipakai ulasan-ulasan yang tepat akan dimanfaatkan sebagai penghubung, dan gaya bertutur tertentu mana yang selayaknya
2. Pemanfaatan Retorika Setiap orang ada memanfaatkan retorika menurut kemampuannya masing-masing, ketika mereka bertutur, demikian kata Aristoteles (Roberts dalam Oka, 1976:8). Perlibatan orang dengan masalah-masalah retorika dalam kegiatan bertuturnya 94
Kusyairi, Retorika dalam Persidangan....
ditampilkan. Pemanfaatan rettorik secara cepat, tepat dan intuitif inilah yang disebut pemanfaatan spontan (Achmad, 2007:15)
bidang kekaryaan yang agak jelas memanfaatkan retorika secara terencana ialah: 1. Bidang Politik Pemanfaatan retorika secara terencana dalam kegiatan politik tidak terhenti bersama lenyapnya kejayaan Yunani dan Romawi. Dia dikembangkan terus sampai sekarang juga. Bahkan mungkin pemanfaatannya jauh lebih terencana pada zaman sekarang. Propaganda-propaganda politik, kampanye-kampanye menjelang pemilihan umum di Negara-negara yang menganut demokrasi adalah bukti yang jelas menunjukkan hal itu. 2. Bidang Usaha/Ekonomi Retorika juga dimanfaatkan secara oleh sementara usahawan (pengusaha barang-barang dagangan) dalam menjajakan barang-barang produksinnya. Salah satu usaha yang ditopangnya dengan retorik adalah adpertepsi, iklan atau reklame. Penyusunan sarana ini serta penampilannya memerlukan pertimbanganpertimbangan retorik yang sangat matang. Keterangan yang agak mendetail tentang adpertensi ini dikemukakan dengan baik sekali oleh Vance Packard dengan bukunya yang berjudul “Hidden Persuaders”. Di dalam buku ini Packard antara lain mengatakan halhal bahwa para penyusun adpertensi umumnya memanfaatkan hal-hal yang menjadi idaman-idaman orang yang dkhayalkan ataukah yang menjadi harapannya. Bahasa adpertensi itu menjanjikan ketenangan perasaan; jaminan kemanfaatan; memberikan rasa aku (ego) orang; menunjukkan jalan keluar dalam suatu kebimbangan; memberi janji yang
b. Pemanfaatan Retorika Secara Tradisional atau Konvensional Pemanfaatan retorika secara tradisional, bukan hanya ada pada masa-masa lampau saja. Di tengahtengah kehidupan modern sekarang inipun masih berkembang keadaan kebiasaan-kebiasaan bertutur yang konvensional. Misalnya saja di dalam rapat-rapat ataukah pertemuan-pertemuan formil lainnya, sementara orang yang diberikan kesempatan berbicara merasa perlu menyebut nama deretan pejabat yang hadir; mengucapkan terimakasih banyak atas kesempatan yang diberikan; dan lain sebagainnya. Kebiasaan yang demikian ini agaknya sulit mentradisi dalam bertutur resmi pada akhir-akhir ini. Memang patut diakui bahwa konvensi-konvensi retoris banyak sekali kita jumpai dalam kehidupan resmi. Bahkan mungkin konvensi inilah merupakan salah satu sarana penopan kehadirannya. Sehingga dia bisa dibedakan dari kehidupan yang tidak resmi (Oka, 1976:11) c. Pemanfaatan Retorika Secara Terencana Ada berbagai bidang kekaryaan (profesi) yang memanfaatkan retorika secara terencana. Yang dimaksud pemanfaatan terencana dalam hubungan ini ialah penggunaan retorika yang direncanakan sebelumnya secara sadar diarahkan kesuatu tujuan yang jelas. Perencanaan serta pengarahan ini tentu saja mendapatkan pengolahan yang baik sebelumnya. Adapun 95
Komposisi, 2016, Tahun 1, No. 2
lebih lagi kalau kesenian itu mendidik penontonnya, seperti misalnnya pada seni pentas klasik (wayang, topeng, ketoprak, ludruk, dll) yang masih terbina baik di beberapan daerah Indonesia sekarang ini. Demikian menariknya tindak, tingkah dan tutur para pelaku seni, sehingga kita bisa mengerti kalau pementasan seni klasik ini tidak pernah sepi dari penonton, walaupun ceritranya ituitu saja. Tokoh seni pentas klasik yang secara sistematis memanfaatkan retorika untuk mendidik penontonnya agaknya diwakili oleh dalang. Tokoh ini umumnya mempunyai penguasaan yang baik tentang cerita-cerita kuno yang telah menjadi milik masyarakat. Dari cerita-cerita inilah diangkat tokoh-tokoh ataukah masalah-masalah yang bisa dipakai ulasan penopang gagasan. Misalnya saja sebagai pendukung gambaran manusia yang baik, ditampilkanlah pelaku-pelaku yang diidealkan masyarakat (Kresna, Werkudara, Arjuna, Gatotkaca, Hanoman dan lain sebagainya). Dengan mempertentangkan kedua jenis tokoh di atas, ditambah lagi dengan pemakain materi bahasa yang meyakinkan, maka ki Dalang pada umumnya berhasil baik mempengaruhi penontonnya. 5. Bidang Pendidikan Dalam pengertian yang agak modern, pendidikan adalah bimbingan sistematis yang membantu anak didik mengembangkan dirinya dalam memperoleh pengetahuanpengetahuan serta keterampilan yang berguna bagi kehidupannya dan kemanusian pada umumnya. Dengan pengertian serupa ini, pendidikan itu tah ubahnya sebagai
muluk kepada mereka yang bercinta; menjanjikan kesehatan dan lain sebagainnya. Jadi, jelas bahwa penyusun adpertensi itu dengan bahasa yang retoris berusaha mengesploitasi kebutuhan manusia, khayalannya, idealnya, harapannya dan ketidaksadarannya. Demikian besarnya pengaruh bahasa adpertensi itu, sampai-sampai kemudian terasa bahwa barang produksi yang dibuat manusia lalu berbalik membentuk “ jiwa “ manusia itu sendiri. “Man thus becomes no longer the maker of products, but products the maker of man,” demikian kata Vance Packard. 3. Karyawan Bahasa Karyawan bahasa adalah mereka yang berkarya dibidang bahasa. Jasa yang dihidangkannya kepada masyarakat adalah tutur atau sesuatu yang telah dibahasakan untuk dinikmatin masyarakat. Termasuk dalam golongan karyawan bahasa ini, antara lain tukang ceritra (pawang) dalam masyarakat melayu lama, juru bahasa dalam upacara “mababasan” (penafsiran naskah Kawi) yang masih hidup ditengah-tengah kehidupan berbudaya masyarakat Bali sekarang. Dalam kehidupan modern, agaknya wartawan, penulis artikel, pengarang, penulis buku dan yang semacam dengan ini tidak berkesalahan kalau disebut karyawan bahasa. Dikatakan demikian karena lewat tuturannyalah mereka memberikan pelayanan dan jasa kepada masyarakatnya. 4. Bidang Kesenian Dunia kesenian juga merupakan bidang kehidupan yang tak terlepas dari pemanfaatan retorika secara terencana. Lebih96
Kusyairi, Retorika dalam Persidangan....
yang direncanakan itu pada dasarnya tidak lain dari penerapan retorik. Sehubungan dengan ini bisa kita pahami kalau pendidikan dan pengajaran yang berlangsung di dalam kelas menurut kaca mata retorika tidak lain dari pada proses penerapan retorika. “Keseluruhan proses pengajaran di dalam kelas adalah proses retorika”, demikian kata Donald C, Bryant.
seorang pengasuh. Seperti halnya pengasuh tidak membentuk sang anak, demikian kata Soerates, pendidikanpun tidak memerlukan anak didiknya sebagai tanah liat. Pendidikan hanya memberikan bimbingan agar potensi-potensi yang dimiliki anak bisa berkembang secara wajar. Supaya bimbingan yang disebut pendidik ini bisa bekerja dengan baik, maka para pendidik perlu merencanakan materi pendidikan, cara pelaksanaannya atau penyajiannya, mempersiapkan sarana-sarana pembantunya untuk selanjutnya menatanya dalam suatu urutan yang sistematis. Pemanfaatan retorika secara terarah tampak lebih menonjol lagi pada proses pengajaran di dalam kelas. Dalam proses ini, para guru menerapkan prinsip-prinsip pendidikan yang telah dipelajarinya sebelumnya. Dan bersamaan dengan itu, dimanfaatkan pula retorik sebanyak-banyaknya berdasarkan jenis bahan pelajaran yang disajikan, kondisi anak didik yang adihadapinya, situasi sekolah tempatnya mengajar, keadaan ekonomi, politik dan sosial yang sedang berlangsung, dan lain sebagainnya. Misalnya saja sang guru berusaha memakai corak bahasa yang sesuai dengan tingkah perkembangan bahasa anak yang dihadapinya, ulasan-ulasan diangkatnya dari hal-hal yang sudah diketahui atau dialamin anak; menampilkan alat-alat peraga dan peragaan yang mampu memikat perhatiannya anak; menggunakan mimik, gerak tangan dan tingkah ulah jasmaniah yang lainnya. Bermacam-macam usaha, tindak dan tutur yang lain yang ditampilkan guru untuk meyakinkan anak didiknya. Semua jenis usaha
3. Tujuan dan Fungsi Retorika Ciri penanda sebuah ilmu, selalau nampak pada pokok persoalan dan ruang lingkup persoalan, dapat pula dilihat dari tujuan dan fungsinya. Tujuan suatu ilmu adalah gambaran sesuatu yang dituju, sedangkan fungsi adalah peranan yang dimainkan dalam rangka mencapai tujuan tersebut(Oka, 1990:56). Demikian pula apa bila kita berbicara tentang retorika sebuah ilmu, keberadaannya perlu dibuktikan pada tujuan dan fungsinya. a. Tujuan Retorika Menurut Aristoteles retorika bertujuan sebagai persuasi, maksud persuasi di sini yaitu: dalam penyampaian tuturannya Aritoteles menyampaikan kepada setiap penutur untuk mencapai maksud yang diinginkan (persilasi) agar mereka meneliti ebaik-baiknya pokok persoalan ang akan dituturkannya, mengambil ulasan-ulasanyang benarbenar ada dalam pokok persoalan tersebut dan kemudian menampilkannya dengan corak bahasa dan gaya tutur yang persuasif. Tujuan retorika yang disampaikan Aristoteles seperti di atas, lambat laut mengalami perubahan, seperti yang dipaparkan oleh J A.Richard. Menurut J A.Ricahards, semakin lama komunikasi antar manusia semakin banyak mempertunjukan kepincangan97
Komposisi, 2016, Tahun 1, No. 2
kepincangan (Oka,1990:57). Kepincangan-kepincangan ini antara lain berupa kesalahpahaman yang kemudian berkelanjutan dengan penolakan kerja sama, yang tentu akhirnya mengganngu kedamain kehidupan bersama, kalau dilihat pihak penutur untuk mengadakan persuasi.
Pamekasan yang didapat dari hasil rekaman dialog mereka, yang tujuannya adalah mendapatkan data mengenai unsur retorika. Data yang dihasilkan melalui rekaman ditranskripsikan ke dalam bentuk tulisan beserta konteks yang melingkupi tuturan tersebut. Arikunto (2006:129), sumber data adalah subjek dari mana data diperoleh. Sejalan dengan dengan pendapat tersebut, Lofland (dalam Moleong, 2007:112) menyatakan bahwa sumber data dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan, seperti dokumen dan lain-lain. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah rekaman hakim dan terdakwa yang terjadi di Pengadilan Agama Pamekasan. Teknik pengumpulan data adalah langkah-langkah atau cara yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data. Dalam penelitian ini terdapat beberapa teknik yang digunakan untuk memperoleh data penelitian yaitu; (1) Observasi, Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan pengajaran, pengamatan dan dengan sistemik fenomena yang diselidiki. Dalam hal ini yang menjadi objek adalah tuturan hakim dan terdakwa yang terjadi dalam Persidangan perceraian di Pengadilan Agama Pamekasan. (2) Perekaman dan pencatatan, yaitu merekam dan mencatat tuturan yang didengarkan dari dialog hakim dan terdakwa yang terjadi di pengadilan agama Pamekasan. Hasil perekaman itu ditranskripsikan ke dalam bentuk tulisan yang akan dijadikan bahan untuk dianalisis. Data tersebut terbagi dalam beberapa percakapan atau beberapa tuturan dalam sebuah rekaman. Dari transkripsi-transkripsi tersebut akan dicari unsur retorika yang terdapat dalam Persidangan di Pengadilan agama Pamekasan tersebut Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskripsi. Kualitatif deskripsi adalah sebuah teknik yang bertujuan memberikan gambaran objektif tentang apa yang
b. Fungsi Retorika Fungsi retorika pada dasarnya adalah mempersiapkan sarana yang baik, yakni dengan menyediakan pengetahuan dan bimbingan bagi penutur, sehingga mereka lebih mudah dapat tujuan yang telah dicanangkan dalam retorika (Oka: 1990:58). Menurut Atistoteles ada beberapa fungsi dari retorika yaitu: 1. Membimbing penutur dalam mengambil keputusan yang benar. 2. Membimbinng penutur untuk secara lebih baik memahami masalah kejiwaan manusia pada umumnya dan kejiwaan pada diri penutur khususnya. 3. Membimbing penutur dalam menemukan ulasan. 4. Membimbing penutur dalam mempertahankan kebenaran dengan ulasan-ulasan yang masuk akal (Oka, 1990:90). Demikian tujuan dan fungsi retorik yang menopang kehadirannya sebagai suatu ilmu tersendiri. Dengan demikian berarti garis pemisah retorik dengan ilmu-ilmu lainnya dan segi tujuan dan fungsinya telah terbentang dengan jelas. Metode Penelitian Data merupakan perwujudan informasi yang sedang digali untuk dikumpulkan guna mendeskripsikan suatu peristiwa atau kegiatan lainnya.. Data dalam penelitian ini adalah tuturan Hakim dan terdakwa di pengadilan Agama 98
Kusyairi, Retorika dalam Persidangan....
diteliti. Dalam hal ini adalah penggunaan unsur retorika pada Persidangan perceraian di Pengadilan agama Pamekasan. Analisis data ini meliputi beberapa tahap, yaitu: (a) Tahap Perekaman, Tahap ini merupakan tahap penyimpanan kegiatan Persidangan yang telah dilakukan oleh sumber data melalui alat elektronik seperti: telepon genggam (HP), yaitu dengan melakukan perekaman dan menaruh telepon celuler di meja hakim dan memperhatikan jalannnya persidangan agar sesuai perekaman dengan apa yang terjadi dalam persidangan. (b) Tahap Transkrip,Tahap ini merupakan tahap penulisan rekaman ke dalam bentuk tulisan. yaitu dengan cara mendengar hasil rekaman yang diperoleh dan mencatat semua pembicaraan yang di hasilkan dalam perekaman dan memilah data yang akan di analisis. (c) Deskripsi Kualitatif, (d) Pada deskripsi secara kualitatif ini akan menyajikan paparan hasil temuan secara kualitatif, sebagai hasil analisis dan deskripsi data. (e) Tahap Interpretasi, tahap ini merupakan tahap yang terakhir yaitu tahap memberikan keterangan pada data yang ada, agar data tersebut menjadi bermakna.
dalam menjatuhkan keputusan terhadap terdakwa. Hakim juga dalam menginterogasi terdakwa menggunakan beberapa jenis pertanyaan seperti jenis pertanyaan informatif dan jenis pertanyaan menjebak. Jenis pertanyaan informatif merupakan jenis pertanyaan yang paling banyak digunakan oleh hakim kepada terdakwa. Pada dialog dalam persidangan perceraian tersebut. Jenis pertanyaan ini hanya untuk mendapatkan informasi dan ulasan mengenai bentuk pemicu, dan alasan terdakwa sehingga melanggar. Contoh: (1) “Apa saja yang terjadi dalam rumah tangga Saudara dan Saudari?”, (2) “Di rumah sendiri apa masih numpang sama orang tua?”, (3) “Mengapa bisa berkata seperti kepada suami Anda?” Jenis pertanyaan menjebak adalah pertanyaan yang diajukan hakim dengan tujuan menjebak terdakwa secara tidak langsung mengakui dan tidak bisa mengelak atas perbuatan yang dilakukan. Contoh: (4) Hakim bertanya, “Kalo ada kometmen sebelum nikah kok bisa begitu?”
Hasil dan Pembahasan Pertanyaan dari hakim ini diajukan untuk mendapatkan jawaban yang mempertegas gugatan terdakwa “kenapa bisa terjadi”.
Beberapa dialog tersaji dalam persidangan perceraian di pengadilan agama. Dialog melibatkan hakim dan terdakwa dalam kasus tersebut. Dialog menggambarkan seorang hakim yang sedang menginterogasi terdakwa dengan beberapa pertanyaan mengenai bentuk pemicu permasalahan terdakwa dan alasan terdakwa menggugat cerai. Dari bentuk kesalahan dan alasan dari terdakwa, selanjutnya hakim memutuskan perkara sesuai aturan yang berlaku. Hakim sebagai penegak hukum berusahan seadil-adilnya
(5) Hakim menambahkan, “Nah anda sudah berkometmen kenapa masih begitu?” Jadi pertanyaan hakim tersebut menjebak terdakwa secara tidak langsung mengakui kesalahannya. Hakim juga tidak sekedar menginterogasi terdakwa. Hakim juga berperan memberikan nasehat dan 99
Komposisi, 2016, Tahun 1, No. 2
pencerahan kepada terdakwa. Pencerahan bertujuan agar terdakwa memahami terhadap apa yang telah terjadi dan tidak mengulangi kesalahan di hari mendatang. Contoh: pada kata-kata yang digunakan walau bernada bercanda supaya tidak berlebihan. Hakim menggunakan taktik retorika sugesti dengan maksud mempermudah lawan terdakwa menyetujui pikiran. Terdakwa akan melakukan berbagai hal agar gugatannya dipenuhi oleh hakim. Dalam retorika dikenal taktik mengelak.Terdakwa menggunakan berbagai alasan untuk mengelak dari pertanyaan hakim. Contoh: kasus yang membuat saling menggugat ini dan diinterogasi oleh hakim. Terdakwa sempat berkali-kali beretorika dengan menggunakan taktik mengelak. Ketika hakim bertanya mengapa terdakwa selalu berkata kasar, terdakwa menjawab kalau dirinya bukan berkata kasar tetapi hanya tidak tahu situasinya saja. Jawaban ini mematahkan pertanyaan hakim dan berharap gugatan cerainya dicabut.
datang dengan variabel yang sama, agar diketahui perkembangan dari kesimpulan yang telah dikemukakan pada bab penutup.
Kesimpulan
Sambodja, Asep. Teori Sastra New Historicism dan Kedudukan Sastrawan, diakses Selasa, 15 September 2009.
Daftar Rujukan Arikunto. Prof. Dr, Suharsimi.2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Keraf Gorsyi. 2006 . Diksi dan Gaya Bahasa Seri Retorika, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta Maleong, Lexy J. 2008. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Oka, I Gusti Ngurah. 1976. Retorik Sebagai Tinjauan Pengantar. Bandung: P.T Tarate. Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Berdasarkan beberapa data tuturan Hakim dan terdakwa dalam Persidangan yang terjadi di Pengadilan agama Pamekasan, terdapat unsur-unsur Retorika, dari berbagai tuturan tersebut cukup beragam yang dihasilkan yaitu dalam dialog atau percakapan hakim dan terdakwa mengandung unsur retorika Bahasa, penutur dan topik tutur. Dengan intonasinya yang sangat jelas dan tegas hakim membuat terdakwa banyak menggunakan bahasa yang mengandung unsur retorika. Analisis unsur retorika pada Persidangan Perceraian di Pengadilan agama Pamekasan dalam ini nantinya diharapkan akan memberi manfaat. Untuk itu penulis memberikan saran bagi masyarakat, perlu adanya penelitian yang berkelanjutan dimasa-masa yang akan
Soekanto, Soerjono. 2000. Sosiologi Suatu Pegantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Surbakti. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo. Utami, Ayu. 2007. Diskusi Ramadhan novel Snow karya Orhan Pamuk. Makalah. Freedom Institute, 26 September 2007). http:// www.freedom-institute.org/ pdf/snow. pdf. Diakses hari Minggu tanggal 29 November 2009. Pukul 09.39 Wib.
100
PENGGUNAAN TEKNIK PERSUASIF DALAM IKLAN Ria Kasanova Abstrak Wacana persuasif merupakan salah satu wacana yang memiliki tujuan mempengaruhi mitra tutur untuk mendapatkan tindakan sesuai dengan yang diharapkan penuturnya. Wacana persuasif biasanya digunakan untuk memungkinkan mitra tutur terpengaruh. Untuk memperoleh tujuan tersebut, wacana persuasif terkadang menggunakan berbagai macam teknik tertentu. Wacana persuasif paling banyak kita temui adalah pada berbagai macam iklan. Penelitian ini dibatasi pada teknik rasionalisasi, sugesti, dan konformitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengambarkan secara obkjektif tentang penggunaan teknik rasionalisasi, sugesti, dan konformitas pada iklan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik rekam, catat dan reduksi data.Berdasarkan hasil pembahasan disimpulkan, a) Teknik persuasif rasionalisasi, berusaha mengajak konsumen atau pemirsa dengan hal-hal yang rasional seperti kandungan, manfaat, dan hasil yang siginifikan dari suatu produk yang diiklankan. Teknik persuasif rasionalisasi mencoba menggugah konsumen dengan kerasionalan bahan yanng di kandung suatu produk serta hasil yang akan di dapatkan setelah penggunaan produk tersebut. Iklan dengan teknik ini terdapat 10 data iklan. b) Teknik persuasif sugesti, berusaha mengajak pemirsa dengan ajakanajakan ringan yang tidak logis dan dalam durasi iklan yang paling irit. Teknik persuasif sugesti terkadang memanfaatkan hari libur besar atau libur agama untuk mengingatkan pemirsa akan produknya. Iklan dengan teknik ini terdapat 13 data iklan. c) Teknik persuasif konformitas berusaha mengajak konsumen dengan menggunakan jasa bintang iklan yang sudah dikenal dan bercitra positif di masyarakat baik dari kalangan artis, pesepak bola, maupun pejabat. Kata Kunci
: persuasif, iklan masing wacana tersebut memiliki karakteristik tersendiri. Wacana dalam bentuk persuasif merupakan wacana yang memiliki tujuan mempengaruhi mitra tutur (lawan tutur) untuk melakukan tindakan sesuai dengan yang diharapkan penuturnya (Rani, 2006:42). Brembeck dan William Howel menjelaskan bahwa wacana persuasif sebagai “Usaha yang berkesinambungan untuk merubah pikiran dan tindakan melaui manipulasi motivasi manusia”, Brembeck dan William Howel merubah definisi tersebut dengan mengatakan
Pendahuluan Wacana merupakan suatu penggunaan bahasa dalam komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan (Cook, 1989:6-7). Halliday dan Hasan (dalam Rani, 2006:5) mengatakan bahwa penggunaan bahasa dapat berupa iklan, drama, percakapan, diskusi, debat, tanya jawab, surat, makalah, tesis, dan sebagainya. Berdasarkan tujuan berkomunikasi, bentuk wacana dapat dibedakan menjadi wacana deskripsi, eksposisi, argumentasi, persuasif dan narasi karena masing101
Komposisi, 2016, Tahun 1, No. 2
“Komunikasi yang disengaja untuk merubah pilihan” (dalam Putra, 2011:1-2). Aristoteles dalam bukunya yang berjudul Rhetorica, mengajukan tiga syarat yang patut dipenuhi untuk membentuk wacana persuasif. Pertama, watak dan kredibilitas pembicara, kedua, kemampuan pembicara mengendalikan emosi para mitra tutur atau penerima pesan, ketiga, bukti-bukti atau fakta-fakta yang diperlukan untuk membuktikan suatu kebenaran. Inilah dasar-dasar bagi sebuah persuasif (dalam Keraf, 2007:121). Teknik-teknik dalam wacana persuasif yang sering digunakan adalah: Rasionalisasi, identifikasi, sugesti, konformitas, kompensasi, proyeksi, dan Penggantian (Keraf, 2007:124). adalah suatu Rasionalisasi argumentasi semu, suatu proses pembuktian mengenai suatu kebenaran, dan bentuknya yang agak lemah, dan biasanya digunakan dalam persuasif. Identifikasi berusaha menghindari situasi konflik dan sikap ragu-ragu. Pembicara harus menganalisa hadirinnya dan seluruh situasi yang dihadapinya dengan seksama. Lihatlah bagaimana dalam usaha memenangkan pemilihan umum, para calon wakil rakyat berusaha mengidentifikasi dirinya sebagai “anak rakyat”, sebagai orang yang dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan petani, nelayan, buruh pabrik dan sebagainya. Sugesti adalah suatu usaha membujuk atau mempengaruhi orang lain untuk menerima suatu keyakinan atau pendirian tertentu tanpa memberi suatu keyakinan atau pendirian yang logis pada orang yang ingin dipengaruhi. Konformitas adalah suatu keinginan atau tindakan untuk membuat diri serupa dengan dengan suatu hal yang lain. Teknik ini sama atau mirip dengan identifikasi. Perbedaanya dalam identifikasi hanya menyajikan beberapa hal yang menyangkut dirinya dengan hadirin, dalam konformitas pembicara memperlihatkan, bahwa dirinya
mampu berbuat dan bertindak sebagai para pemirsa. Kompensasi adalah suatu tindakan atau suatu hasil dari usaha untuk mencari suatu pengganti bagi suatu hal yang tak dapat diterima, atau sikap atau keadaan yang tidak dapat dipertahankan. Proyeksi adalah suatu teknik untuk menjadikan sesuatu yang tadinya adalah subjek manjadi objek. Penggantian adalah suatu proses yang berusaha menggantikan suatu maksud atau hal yang mengalami rintangan dengan suatu maksud atau hal lain yang sekaligus juga menggantikan emosi kebencian asli atau kadang emosi cinta kasih yang asli. Iklan merupakan salah satu jenis penggunaan bahasa yang bertujuan mempengaruhi dan menyerang calon konsumen agar menggunakan suatu layanan jasa atau produk yang diiklankan (Rani, 2006:43). Penggunaan wacana persuasif dalam iklan dibuktikan dengan digunakan segala upaya yang memungkinkan mitra tutur terpengaruh. Untuk mencapai tujuan tersebut, wacana yang bersifat persuasi kadang menggunakan alasan yang tidak rasional. Iklan merupakan salah satu jenis penggunaan bahasa yang bertujuan mempengaruhi dan menyerang calon konsumen agar menggunakan suatu layanan jasa atau produk yang diiklankan (Rani, 2006:43). Iklan televisi semestinya dapat dikaji dari sudut pandang studi bahasa karena pada dasarnya, iklan televisi menggunakan bahasa sebagai sarana penyampai pesan kepada konsumen. Dengan kata lain terdapat penggunaan bahasa dalam sebuah paket iklan televisi. Studi bahasa yang sering dipergunakan untuk mengkaji bahasa iklan televisi dalam beberapa penelitian kebahasaan adalah persuasif. Televisi sebagai salah satu media komunikasi massa memiliki peran yang besar dalam menyebarkan informasi dan memberikan hiburan ke semua lapisan masyarakat. Televisi merupakan media 102
Kasanova, Penggunaan Teknik Persuasif....
massa audiovisual yang sifatnya berbeda dengan media lain. Media cetak mempunyai kekuatan pada sisi visualnya, media audio (radio) mempunyai kekuatan pada sisi suara, dan media audiovisual memiliki kekuatan keduanya. Hampir setiap rumah di wilayah Indonesia terdapat televisi yang hampir selama 24 jam dinyalakan untuk menerima siaran dari berbagai stasiun televisi. Dengan demikian, media televisi memiliki kekuatan informatif persuasif yang lebih tinggi dibandingkan dengan media lainnya sehingga media ini dapat dikatakan lebih sempurna dibandingkan dengan kedua media tersebut. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik mengangkat judul penggunaan teknik persuasif dalam iklan”. Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas masalah dalam penelitian adalah sebagai berikut: Bagaimanakah Penggunaan teknik Rasionalisasi, Sugesti, dan Konformitas pada iklan?
data berupa kata-kata dan kalimat yang terdapat dalam iklan. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah iklan di Televisi. c. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode simak. Metode simak adalah penyimakan penggunaan bahasa. Teknik yang digunakan dari metode simak tersebut adalah teknik rekam dan catat (Soekemi, 2000:114). Penjelasan dari teknik tesebut adalah sebagai berikut: 1) Teknik rekam, yakni peneliti dengan menggunakan alat perekam untuk merekam gambar bergerak dan bersuara dari televisi. 2) Teknik catat atau tulis, yakni peneliti menggunakan lembar observasi untuk mencatat percakapan iklan di televisi. 3) Reduksi data, yakni reduksi digunakan untuk mengidentifikasi data satu persatu (Moleong, 2009:288).
Metode Penelitian a. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Munurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2009:4) penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata tertulis atau tulisan dari orang-orang yang diamati. Metodologi penelitian kualitatif menggunakan dasar filsafat rasionalisme membangun ilmu yang sahih atau valid dari “abtraksi, simplifikasi atau idealisasi realitas, dan terbukti koheren dengan sistem logikanya” (Muhadjir dalam Soekemi, 2000:73). b. Data dan Sumber Data Data dikonsepkan sebagai segala sesuatu yang hanya berhubungan dengan keterangan tentang suatu fakta dan fakta tersebut ditemui peneliti dilokasi penelitian (Bungin, 2006:119). Maka data dalam penelitian ini adalah
d. Teknik Analisis Data Penelitian ini melakukan beberapa tahapan dalam meneliti datadata yang telah didapatkan, antara lain : 1) Tahap Identifikasi data, yaitu pengumpulan data berdasarkan kajian yang ditentukan. 2) Tahap klasifikasi data, yaitu data yang telah dikumpulkan, dikelompokkan berdasarkan klasifikasi yang telah ditentukan. 3) Tahap deskripsi data, yaitu data yang telah dipaparkan dengan baik diberikan suatu pemahaman yang mendalam. Hasil dan Pembahasan 1) Teknik Persuasif Rasionalisasi dalam Iklan Teknik adalah suatu siasat, kiat, atau penemuan yang digunakan untuk 103
Komposisi, 2016, Tahun 1, No. 2
menyelesaikan serta menyempurnakan suatu tujuan langsung (Iskandarwassid, 2009:66). Rasionalisasi adalah suatu argumentasi semu, suatu proses pembuktian mengenai suatu kebenaran, bukan kebenaran mutlak dalam bentuknya yang agak lemah, dan biasanya dipergunakan dalam persuasif (Keraf, 2007:124). Setelah diklasifikasi dan diinterpretasikan dalam bentuk tabel, selanjutnya akan diuraikan secara deskripsi teknik persuasif rasionalisasi pada iklan. Hasil deskripsi data teknik persuasif rasionalisasi adalah sebagai berikut:
Giginya yang putih bersih membuat penampilannya semakin meyakinkan. Teknik persuasif rasionalisasi dalam Iklan ini berusaha mengajak konsumen dengan menitik beratkan kepada kandungan dan hasil yang akan di dapatkan. Seperti Colount gell membantu melawan kuman, karena Colount gell ini akan selalu membuwat mulut tidak bawu sehingga tidak di penuhi kuman. Dan Coll gell menyegarkan mulut lebih lama. Coll gell membuat kesegaran mulut lebih lama. BIU: Keram dan kesemutan? Bisa jadi karena kekurangan vitamin neuro tropik, Neuro bion tablet putih, mengatasi kekurangan neuro tropik di sumbernya.
Nr (L) : Rinso anti noda dengan kristal X biru mencuci sendiri, hilangkan noda membandel seperti lumpur, darah dengan sekali kucek. Rinso anti noda.
Laki-laki sedang kesemutan saat bekerja di kantor. Dia berusaha minta tolong kepada pegawai kantor yang lain, segala cara telah dicobanya agar sembuh, akhirnya dia bisa sembuh dan main volly di pantai bersama teman- teman kantornya. Teknik persuasif rasionalisasi dalam Iklan ini berusaha mengajak konsumen dengan menitik beratkan kepada penyebab dan obat yang harus di konsumsi. Seperti “Neuro bion tablet putih, mengatasi kekurangan neuro tropik di sumbernya”. Neuro bion tablet putih membuat kesemutan cepat hilang, kerena tablet ini berfungsi sebagai pemasok vitamin neuro tropic.
Pagi-pagi sekali seorang anak kecil dengan wajah kotor dan baju putih yang kotor sedang membawa kucing yang berhasil ditolongnya dari gorong-gorong. Baju putih yang dipakai si anak dalam keadaan kotor. Tetapi berkat Rinso Anti Noda kotoran itu lenyap dan baju kembali bersih. Teknik persuasif rasionalisasi dalam Iklan ini berusaha mengajak konsumen dengan menitikberatkan kepada kandungan yang ada di dalamnya. Seperti kandungan kristal X biru di dalam produk yang lebih memudahkan dalam mencuci. Kristal X mempunyai kandungan deterjen lebih banyak sehingga busa melimpah dan hasil cucian lebih maksimal.
Nr (L) : Head & Souldeas baru membantu menghilangkan 99% ketombemu selalu.
Seorang perempuan baru bertemu dengan om dan tantenya di sebuah Cafe Out door. Dengan rambut yang rapi perempuan tersebut tersenyum sambil bersalaman. Mereka berbicara sambil tertawa. Terasa sekali kebahagiaan yang di tengah-tengah mereka. Teknik persuasif rasionalisasi dalam Iklan ini berusaha mengajak konsumen dengan menitik beratkan kepada hasil yang akan di perolah jika menggunakan produk tersebut yaitu bisa
BIU (L) : “Senyuman menakjupkan menyatu dalam Close Up Fair Freez. Colount gell membantu melawan kuman dan bau mulut, dan Coll gell menyegarkan mulut lebih lama”.
Laki-laki dengan penuh percaya diri tersenyum dan menampakkan giginya yang putih bersih di depan kaca. Sambil berkaca laki-laki tersebut terus memerhatikan giginya yang putih bersih, senyumannya sungguh mempesona. 104
Kasanova, Penggunaan Teknik Persuasif....
menghilangkan 99% ketombe. Produk ini mengandung anti ketombe dengan sensasi coll (dingin). Di harapkan dengan kandungan tersebut mengurangi keringat di kepala dan mencegah ketombe.
Seorang gadis cantik, langsing, dengan rambut yang hitam terurai dan dengan kepercayaan diri yang tinggi, eskpresi wajah yang memancarkan kepuasan dan kebahagiaan tengah mempertontonkan kulit tubuhnya yang halus, mulus, dan putih. ketika mandi pun ia tampak sangat menikmati berkat sabun mandi lervia. Rasionalisasi pada iklan ini lebih lengkap. Dari mulai bahan pembuat sabun, yaitu dari ektrak ssu murni yang berguna untuk menyegarkan kulit. Serta kandungan yang ada di dalamnya yaitu protein, laktosa, dan moisturizer yang berguna untuk memberi protein pada kulit sehingga tidak kusam, serat hasil yang akan di dapatkan dengan pemakaian secara teratur sabun tersebut.
Nr (P) : Sudahkah kamu merasakan kelembutan seperti ini, Catbury Dairy Milk.
Mobil warna silver berhenti karena lampu merah. Di dalamnya ada laki-laki dan perempuan berduaan sambil menikmati coklat yang lembut. Mereka saling memandang lama sekali dan tertawa bersama, karena coklat yang dimakan sampai belepotan di bibir mereka berdua. Teknik persuasif rasionalisasi dalam Iklan ini berusaha mengajak konsumen dengan menitik beratkan bahan pembuat produk. Hal ini di harapkan akan menjadi pembeda dengan produk serupa lainnya. Produk ini di buat dengan coklat asli pilihan, dan mengutamakan kwalitas dan kesegaran coklat yang di produksi.
Nr (P) : Jika yang lainnya hanya bisa nyikat…. Nah! Yang ini juga bisa menghapus noda. Pepsodent Progresive Baru, bulu sikatnya mengangkat sisa makanan, whitening sikatnya menghapus noda, dan mengembalikan warna putih alami gigi.
Nr (P) : Citra White baru dengan SPF 20 dan UVE, UVB membantu mencerahkan kulit.
Beberapa orang (muda-mudi) menggosok gigi bersama-sama. Ada salah satu pemuda (BIU) yang bunyi gosokan giginya berbeda sendiri, yakni berbunyi sit…sit…sit...sit. akibatnya, teman temannya menghentikan sikatan mereka sambil melihat temannya tersebut dengan penuh keheranan. Kemudian, si BIU memamerkan kepada teman-temannya dan pemirsa bahwa giginya putih alami dan sehat berkat “sikat gigi pepsodent progressive baru.” Ditampilkan juga cara kerja sikat gigi dan bentuk sikat pepsodent progressive tersebut. Teknik persuasif rasionalisasi dalam Iklan ini berusaha mengajak konsumen dengan menitik beratkan kepada kegunaan sikat yang lebih bagus dari yang lain, dan hasil yang akan diperoleh konsumen. Diharapkan dengan pemaparan tersebut akan terlihat kelebihan dari produk sikat gigi tersebut.
Dua perempuan ingin berfoto-foto sebelum pergi dari sebuah tempat yang indah. Tempat itu mempunyai pemandangan yang mempesona dan nuansa pegunungan yang cantik. Tetapi mereka takut hitam karena kepanasan. Kerena memakai Citra White baru mereka berani berfoto-foto ria. Teknik persuasif rasionalisasi dalam Iklan ini berusaha mengajak konsumen dengan menitik beratkan kepada kandungan yang ada di dalamnya dan kegunaanya. Seperti SPF 20 dan UVE, UVB membantu melindungi dari panas matahari dan kebakaran pada kulit, sehingga kulit lebih cerah. Nr : Susu… memberikan manfaat mengagumkan bagi kulit. Lervia sabun ekstrak susu murni… menjadikan kulit putih alami. Dengan protein, laktosa, dan moisturizer. Lervia melembahkan dan menghaluskan kulit. Lervia kulit halus, putih alami.
105
Komposisi, 2016, Tahun 1, No. 2
1000 berkah di bulan ramadhan. Akhirnya, laki-laki itu melemparkan batu kecil ke pantai hingga batu itu mengenai kepala jin yang ada di sekitar pantai tersebut. Kemudian Datanglah Fatin dengan perahu kecilnya. Sugesti berusaha mengajak konsumen dengan tidak menyertakan bukti rasional. Dalam iklan ini konsumen di sugesti dengan membeli pulsa dan mendapat seribu berkah. Keuntungan Seribu berkah yang akan di dapatkan konsumen disini tidak jelas. Sehingga iklan ini di kategorikan aspek sugesti.
Nr (P) : Baru...!! Hilo platinum dengan protein dan kalsium tinggi dengan rasa yang enak.
Seorang ibu sedang baca buku di taman kota. Di dekatnya ada 3 pemuda sedang bermain bola basket. Sesekali bola basket mengenai ibu tersebut. Akhirnya dia buang bukunya dan main basket bersama pemuda-pemuda tersebut dan dia memasukkan bola dalam posisi membelakangi mistar. Rasioalisasi dalam iklan ini lebih menitik beratkan kepada kandungan yang ada di dalam produk. Seperti “Hilo platinum dengan protein dan kalsium tinggi dengan rasa yang enak”. Protein pada kandungan susu Hilo akan membantu meregenerasi tulang dan membuat aktifitas di hari tua tidak terganggu lagi.
BIU : “Mau Torabika susu atau Torabika moka ya..? Ahhh… duaduanya aja…!!!!. Beli 2 Torabika susu gratis 1 Torabika moka, beli 2 Torabika moka gratis 1 Torabika susu. Saatnya minum Torabika”.
2) Teknik Persuasif Sugesti dalam Iklan Teknik adalah suatu siasat, kiat, atau penemuan yang digunakan untuk menyelesaikan serta menyempurnakan suatu tujuan langsug (Iskandarwassid, 2009:66). Sugesti adalah suatu usaha membujuk atau mempengaruhi orang lain untuk menerima suatu keyakinan atau pendirian tertentut tanpa memberi suatu keyakinan atau pendirian yang logis pada orang yang ingin dipengaruhi (Keraf, 2007:126). Setelah diklasifikasi dan diinterpretasikan dalam bentuk tabel, selanjutnya akan diuraikan secara deskripsi teknik persuasif sugesti pada iklan. Hasil deskripsi data aspek persuasif sugesti adalah sebagai berikut:
Perempuan berdiri dalam keadaan bingung sambil megang Torabika susu dan Torabika moka. Sambil melihat-lihat kemasan keduanya perepemuan ini terus berfikir kopi mana yang tepat untuk di konsumsinya. Akhirnya perempuan itu menemukan cara bagaimana caranya supaya sama-sama bisa menikmati kedua jenis kopi Torabika tersebut. Sugesti dalam iklan ini menitik beratkan kepada bonus kepada konsumen jika mengikuti syarat dan ketentuan yang berlaku yaitu bonus 1 produk jika beli 2 produk. Nr (P) : Soffel halus lembut…....!!!
Nyamuk sedang mendekati perempuan yang sedang santai di ruang tamu sambil nonton televisi dan mau menggigit bahunya. Perempuan tersebut tidak menghiraukan bunyi nyamuk di dekatnya, tetapi setelah dekat nyamuk tidak mau karena sudah dipakaikan soffel. Sugesti dalam iklan ini menitik beratkan kepada kualitas produk. Seperti “Soffel halus lembut…....!!!”. tetapi kurang lengkapnya kualitas yang dipaparkan
BIU (Fatin) : Ayo pakai Indosat sekarang juga, hanya dengan isi Pulsa 10000 ribu bisa mendapatkan seribu berkah.
Ada seorang laki-laki sedang duduk di pinggir pantai pada waktu sore hari. Laki-laki itu kebingungan karena ingin melakukan aktivitas agar mendapatkan 106
Kasanova, Penggunaan Teknik Persuasif....
membuat iklan ini seolah semu dan hanya menggunakan sugesti sebagai teknik persuasifnya.
obat tersebut kurang kuat. Iklan ini sekitar hanya berdurasi 15 detik hanya bisa menyegarkan pengetahuan pemirsa tentang produk tersebut.
BIU (L/P) : Luwak White Kopi mengucapkan selamat idul Fitri 1434 Hijriyah, mohon ma’af lahir dan batin.
BIU : Berani minum nutrisi tepat dari susu Indomilk, berani bikin tantangan jadi petualangan!!.
Sebuah keluarga besar berkumpul bersama di belakang rumah, sambil maaf – maafan dalam suasana idul fitri. Mereka semua kompak berseragam putih-putih dan bernuansa islami. Sugesti dalam iklan ini berusaha mengikuti perayaan hari besar agama islam. Dengan mengucapkan selamat idul Fitri 1434 Hijriyah di harapkan membuat konsumen simpati dan selalu mengingat produk tersebut.
Ada banyak anak-anak berlari-lari di tengah hutan belantara. Mereka sedang mengejar hewan. Anak-anak tersebut melompati kayu-kayu dan sungai. Akhirnya hewan tersebut tertangkap setelah mereka minum Indomilk. Sugesti dalam iklan ini adalah, penggambaran keberanian anak kecil. Dimana dasar untuk menggunakan produk tersebut tidak logis hanya sekedar mensugesti pemirsa.
Nr (P) : “Buktikan kesegaran 5 in 1 untuk kesegaran lebih lama”
BIU (L) : Jadi relawan berarti bekerja keras, bahkan sakit kepala seperti migrant. Panadol Extra membuat saya cepat kembali bekerja bagi mereka yang membutuhkan. Panadol extra dengan kemasan baru.
Pagi hari sebelum berangkat ke pasar Ibu menasehati anaknya yang sedang bermain di depan rumah agar berhati-hati terhadap kuman-kuman yang ada di sekitar tubuhnya. Ternyata kuman tidak bisa memasuki pakaian dan badan si anak tersebut. Sugesti dalam iklan ini anjuran menggunakan produk dengan ketidak jelasan kandungan. Kalimat “Buktikan kesegaran 5 in 1 untuk kesegaran lebih lama” tidak jelas kandungannya. Maka dari itu iklan ini termasuk sugesti.
Seorang relawan pembangunan sebuah panti asuhan sedang sakit kepala ketika bekerja, dia keluar dari areal bangunan sambil memegang kepalanya. Akhirnya dia minum obat dan pekerjaannya selesai tepat waktu. Sugesti dalam iklan ini adalah, ketidak logisan ajakan, karena hanya menawarkan kemasan yang baru. Seperti kutipan di bawah ini “Panadol extra dengan kemasan baru”.
Nr (L) : “Saat puasa, mana boleh sakit? Stemuno Fote !!!!”
BIU (L) : Jutaan cokocip sekali happ...!!! Baru Good Time Mini kukis
Laki – laki sedang pulang dari kantor dan tetap menjalankan puasa dengan giat. Dengan sejuta kegiatan dan kesibukan tidak membuat laki-laki ini melalaikan puasanya. Dengan semangat yang tinggi laki-laki tersebut berjalan menuju kantor. Sugesti dalam iklan ini adalah penggambaran pada suatu keadaan yaitu bulan puasa, dimana alasan dan kandungan
Seorang anak laki-laki sedang duduk di pinggir kolam, sambil makan good time. Dia melempar satu biji good time ke atas dan di menunggu di bawah dengan mulut menganga, tetapi ada anak laki-laki lain yang menyambar good time yang dilemparnya. 107
Komposisi, 2016, Tahun 1, No. 2
Sugesti dalam iklan ini adalah tidak adanya dasar yang menjadi alasan konsumen membeli produk tersebut. Seperti kutipan di bawah ini “Baru Good Time Mini kukis”
peroleh. Contoh “Banyak..!! di berniaga.com barang yang masih mulus harganya oke.!!”. Padahal secara logika banyak orang menjual barangnya karena ada sedikit masalah dengan barangnya.
Nr (L) : Cukur sampai habis, cukur habis hadiahnya, Beli Gilet Goal bertanda khusus! Gosok bungkusnya, dan menangkan hadiah langsung. Makin sering menggosok, makin besar kesempatan menangnya. Gilet Goal, tahan betul tajamnya! (K3S)
3) Teknik Persuasif Konformitas dalam Iklan Teknik adalah suatu siasat, kiat, atau penemuan yang digunakan untuk menyelesaikan serta menyempurnakan suatu tujuan langsung (Iskandarwassid, 2009:66). Konformitas adalah suatu keinginan atau tindakan untuk membuat diri serupa dengan suatu hal yang lain. Konformitas adalah suatu mekanisme mental untuk menyesuaikan diri atau mencocokkan diri dengan sesuatu yang diinginkan. Sikap yang diambil pembicara untuk menyesuaikan diri dengan keadaan supaya tidak timbul ketegangan adalah juga menyangkut konformitas. Setelah diklasifikasi dan diinterpretasikan dalam bentuk tabel, selanjutnya akan diuraikan secara deskripsi teknik persuasif konformias pada iklan. Hasil deskripsi data teknik persuasif konformias adalah sebagai berikut:
Si brewok pergi ke tukang cukur dan berbicara dengan logat jakarta dia minta kepadanya untuk dicukur dengan gilet goal. Si Brewok terus berbicara sampai-sampai semua orag melihatnya. Sugesti dalam iklan ini adalah tidak kuatnya alasan / kesemuan alasan. Karna di harapkan dengan di beri hadiah, konsumen akan semakin meningkat. Seperti “Makin sering menggosok, makin besar kesempatan menangnya”. Nr (P): Roma sari gandum coklat enak bermanfaat.
Dua anak sedang makan di ruang makan bersama kedua orang tuanya. Mereka makan Roma Sari Gandum setelah makan. Mereka merasa makin sehat dan disuguhi makanan yang berkaualitas tinggi. Sugesti dalam iklan ini adalah kurang logisnya ajakan. Karena hanya berpaku kepada rasa bukan kepada kandungan yang dimiliki.
BIU (Sandra Dewi) : “Pilihanku selalu yang terbaik, warna-warna mempesona, tebal, dan awet. Sprey Lady Rose lembut, pas di hati.”.
Sandra Dewi sedang tidur dengan nyaman di atas ranjang dengan menggunakan sprey Lady Rose di dalam kamar yang luas, sambil merasakan kelembutan dan kenyamanan sprey Lady Rose. Konformitas dalam iklan ini berbentuk pengakuan Sandra Dewi bahwa dirinya sudah memilih dan memakai Sprey Lady Rose. Diharapkan konsumen juga akan mengikuti apa yang lakukan Sandra Dewi.
BIU (P) : Banyak..!! di berniaga.com barang yang masih mulus harganya oke.!!
Istri yang sedang hamil merayu suaminya agar menjual barang-barang yang masih bagus dan sudah tidak terpakai, tetapi suami merasa keberatan. Akhirnya suami setuju juga. Dan diam-diam suami juga menjual sepatu sang istri. Sugesti dalam iklan ini adalah ketidak pastian keuntungan yang akan di 108
Kasanova, Penggunaan Teknik Persuasif....
Dian Sastro sedang keramas dengan Loreal Paris. Terlihat dia sedang membasuh rambutnya dengan air. Dian langsung melakukan sesi pemotretan di salah satu studio. Dan dia kelihatan Percaya Diri dengan rambut bagusnya. Konformitas dalam iklan ini adalah berbentuk pengakuan Dian Sastro terhadap kondisi rambutnya setelah memakai Conditioner Loreal Paris. Seperti kutipan iklan “Rambut aku diperbaiki dalam 5 detik”.
BIU (Dewi Sandra) : “Dalam setiap langkahku ada wardah cosmetic, keindahan, kelembutan dan kemewahannya sempurnakan harimu.” .
Dewi Sandra sedang berjalan di bawah terik sinar matahari. Dengan menggunakan kerudung putih. Wajahnya yang cantik dan penuh keyakinan melangkah dan beraktifitas. Konformitas dalam iklan ini berbentuk pengakuan dan ajakan Dewi Sandra atas hasil yang dirasakannya setelah menggunakan produk.
BIU (Shiren) : Menyampaikan langsung perasaan dengan live emotion. Fre Talk Kakau Talk.
BIU: Charm girl....!! kedatangan tamu membuat jadi lembab? Aku enggak. Baru Charm Extra Day cepat menyerap meskipun lagi banyak-banyaknya dan bebas lembab.
Shiren Sungkar sedang asyik dengan Smart Phonnya di ruang tamu. Dia ketawa dan sangat bahagia. Tiba dari bawah , belakang, dan samping tempat duduknya muncul mahluk aneh sebagai bentuk emotion dari aplikasi ini. Konformitas dalam iklan ini adalah berbentuk kesenangan dan keceriaan Shiren Sungkar dengan menggunakan Kakau Talk (sebuah aplikasi Chat terbaru). Sehingga di akhir iklan Shiren merekomendasikan aplikaasi tersebut, dengan mengucapkan “Menyampaikan langsung perasaan dengan live emotion. Fun Talk Kakau Talk.”
Revalina sedang berada di dalam mobil. Meskipun hujan dia tetap menuju ke acara pernikahan temannya. Revalina sampai dan di peluk temannya. Konformitas dalam iklan ini berbentuk pengakuan Revalina atas pengalamannya menggunakan Charm Extra Day. Diharapkan konsumen juga mengikuti apa yang di lakukan oleh Revalina. BIU (Semua keluarga Ari Untung) : Coba Yuk…!!
Ari Untung dan Istri sedang mengoleskan caplang ke perut anakanaknya di kamar tidur. Mereka berdua sedang sakit perut. Akhirnya ari Untung dan keluarga bermain bersama. Konformitas dalam iklan ini berbentuk ajakan untuk menggunakan Caplang oleh keluarga besar Ari Untung, seperti “Coba Yuk…!!”.
Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan, penulis dapat menarik kesimpulan penggunaan teknik persuasif dalam iklan di televisi sebagai berikut: a) Teknik persuasif rasionalisasi, berusaha mengajak konsumen atau pemirsa dengan hal-hal yang rasional seperti kandungan, manfaat, dan hasil yang siginifikan dari suatu produk yang diiklankan. Teknik persuasif rasionalisasi mencoba menggugah konsumen dengan kerasionalan bahan yanng di kandung suatu produk serta hasil yang akan di dapatkan setelah penggunaan produk tersebut.
BIU (Dian Sastro) : Rambut aku diperbaiki dalam 5 detik. Shampo dan Conditioner Loreal Paris. Mudah dan gak repot. Perbaik kerusakan rambut dalam 5 detik. Rambut lebih lembut dan tampak lebih sampurna. .
109
Komposisi, 2016, Tahun 1, No. 2
b) Teknik persuasif sugesti, berusaha mengajak pemirsa dengan ajakanajakan ringan yang tidak logis dan dalam durasi iklan yang paling irit. Teknik persuasif sugesti terkadang memanfaatkan hari libur besar atau libur agama untuk mengingatkan pemirsa akan produknya. c) Teknik persuasif konformitas berusaha mengajak konsumen dengan menggunakan jasa bintang iklan yang sudah dikenal dan bercitra positif di masyarakat baik dari kalangan artis, pesepak bola, maupun pejabat. Teknik persuasif konformitas menampilkan tokoh atau fiigur untuk mengajak konsumen menggunakan produk, sehingga konsumen tertarik dengan iklan tersebut.
Universitas Marcu Buana Pusat Pengembangan Bahan Ajar. Rahayu, Octy. 2004. Asosiasi Pornografis pada Wacana Iklan di Televisi. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UNNES, Semarang. Rani, Abdul. Dkk. 2006. Analisis Wacana Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian. Malang: Bayu Medida Publishing. Suparno. Yunus, Mohamad. 2009. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: Universitas Terbuka. Soekemi, Kem. 2000. Metodologi Surabaya: Penelitian Bahasa. Unesa Universty Press Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Daftar Rujukan Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek edisi revisi VI. Jakarta: Rineka Cipta.
Sambodja, Asep. Teori Sastra New Historicism dan Kedudukan Sastrawan, diakses Selasa, 15 September 2009.
Bungin, Burhan. 2006. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana
Soekanto, Soerjono. 2000. Sosiologi Suatu Pegantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Cook, Guy. 1989. Discourse. Oxford: Oxford University Press.
Surbakti. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo.
Iskandarwassid. 2009. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Bandung.
Utami, Ayu. 2007. Diskusi Ramadhan novel Snow karya Orhan Pamuk. Makalah. Freedom Institute, 26 September 2007). http:// www.freedom-institute.org/ pdf/snow.pdf. Diakses hari Minggu tanggal 29 November 2009. Pukul 09.39 Wib.
Keraf Goys. 2007. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Moleong, Lexy. 2009. Motode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Putra,
Makkaruga Afdal. Komunikasi Politik.
2011. Jakarta:
110
PENGARUH PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI SISWA KELAS VII SMPN 6 PAMEKASAN Laili Amalia Abstrak Dunia pendidikan saat ini umumnya hanya menggunakan pendekatan pembelajaran konvensional saja, sehingga dalam pelaksanan kegiatan belajar mengajar berlangsung monoton dan membuat siswa sulit untuk menerima pelajaran dengan baik. Untuk itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Dalam pendekatan pembelajaran ini siswa belajar untuk mencari sendiri makna dari apa yang dipelajarinya dan siswa dituntut aktif dalam kegiatan belajar mengajar, sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator saja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidak adanya pengaruh Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap kemampuan menulis karangan narasi siswa kelas VII SMPN 6 Pamekasan Tahun Pelajaran 2015/2016. Penelitian ini dilakukan di kelas VII SMPN 6 Pamekasan semester II tahun pelajaran 2015/2016 dengan jumlah responden 40 siswa untuk kelas eksperimen dan 34 siswa untuk kelas control. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Teknik pengumpulan datanya menggunakan metode tes, dan analisis datanya menggunakan uji-t. Kesimpulan penelitian ini adalah pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) berpengaruh positif terhadap kemampuan menulis karangan narasi siswa kelas VII SMPN 6 Pamekasan Tahun Pelajaran 2015/2016. Kata kunci : Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), Menulis Karangan Narasi Dalam proses pembelajaran guru memegang peranan yang sangat penting. Artinya, guru memiliki tugas dan tanggung jawab merencanakan dan melaksanakan pembelajaran di sekolah. Guru sebagai tenaga professional harus memiliki sejumlah kemampuan mengaplikasikan berbagai teori belajar dalam pembelajaran, kemampuan memilih dan menerapkan metode/pendekatan pembelajaran yang efektif, kemampuan melibatkan peserta didik berpartisipasi aktif serta mampu menciptakan suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan bagi peserta didik guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan (Santosa, dkk., 2008:3.6). Dengan demikian, dengan memilih strategi pembelajaran yang tepat dalam
Pendahuluan Pendidikan merupakan suatu alat untuk mengubah tingkah laku dan pola pikir manusia dari keadaan belum tahu menjadi tahu, dari keadaan tidak mampu menjadi mampu dan dari keadaan tidak memiliki keterampilan menjadi memiliki keterampilan. Pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTS) bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan pada peserta didik yang memiliki manfaat sesuai dengan tingkat perkembangannya serta mempersiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan di sekolah yang lebih tinggi tingkatannya. Berhasil atau tidaknya pendidikan bergantung apa yang diberikan dan diajarkan oleh guru. 111
Komposisi, 2016, Tahun 1, No. 2
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di kelas VII SMPN 6 Pamekasan bahwa keterampilan menulis narasi peserta didik masih rendah. Dapat dilihat dari hasil ulangan harian siswa jika dilihat dari tahun 2015/2016 pada materi menulis karangan narasi masih di bawah standar yakni 24 siswa (60%) dari 40 siswa, masih mendapat nilai di bawah 75 (tidak tuntas) sedangkan kriteria ketuntasan minimum (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah yaitu 75. Hal ini dikarenakan dalam penyajian materi belum mampu menyajikan materi menulis secara menarik, inspiratif dan kreatif. Teknik pengajaran yang dipilih dan dipraktekkan oleh guru dalam pelaksanaan pembelajaran masih belum maksimal terhadap hasil belajar peserta didik. Masih diterapkannya pembelajaran dengan pendekatan konvensional yang masih mengacu pada metode ceramah dengan teknik penugasan. Guru hanya menentukan beberapa judul/topik, lalu menugaskan peserta didik memilih satu judul sebagai dasar untuk menulis. Yang diutamakan adalah produk yang berupa tulisan, tetapi pembahasan karangan jarang dilakukan. Hal lain pembelajaran yang berlangsung hanya sekedar penyampaian materi tentang menulis karangan narasi seperti definisi kata narasi yang harus dihafal para peserta didik, kemudian dari contoh karangan narasi yang ada di buku di suruh menyalin di buku siswa. Dalam hal ini harapannya para peserta didik sudah bisa memahami tentang gambaran tentang karangan narasi. Kemudian pada hari berikutnya tidak ada lagi pembahasan dari materi tersebut. Hal ini justru akan mematikan kreativitas peserta didik dalam hal mengekpresikan bahasa tulisnya. Di samping itu, hal ini tidak sesuai dengan hakikat keterampilan menulis karangan narasi yang lebih menekankan pada bagaimana cara peserta didik untuk menuangkan ide/ gagasannya terhadap sesuatu hal yang ia amati dalam bahasa
setiap jenis kegiatan pembelajaran, diharapkan pencapaian tujuan belajar dapat terpenuhi. Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pebelajar dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis (Depdikbud, 1994/1995:4). Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa pelajaran bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki kedudukan yang tinggi dibanding keterampilan berbahasa lainnya. Keterampilan menulis harus dikuasai oleh anak sedini mungkin dalam kehidupannya di sekolah (Syafi’i dalam Slamet, 2008:169). Keterampilan menulis sebagai salah satu aspek dari empat keterampilan berbahasa yang memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dengan menulis seseorang dapat mengungkapkan pikiran dan gagasannya untuk mencapai maksud dan tujuannya. Kemampuan menulis dapat dicapai melalui proses belajar dan berlatih secara terus menerus. Sebagaimana dipahami bersama bahwa menulis merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang bersifat produktif dan ekspresif. Keterampilan ini dapat dicapai dengan banyak pelatihan dan bimbingan yang intensif karena sifatnya yang bukan teoritis. Oleh karena itu, peranan guru sangat menentukan. Guru harus memiliki keterampilan menulis yang baik, di samping juga harus mampu mengajarkannya. Guru juga harus benar-benar memahami hakikat pengajaran menulis. Kemudian harus mampu merencanakan proses pembelajaran yang efektif sesuai dengan Kompetensi Dasar (KD). Metode mengajar, media pembelajaran maupun strategi belajar mengajar yang dipilih haruslah bisa mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Tujuan pengajaran menulis tentulah mengharapkan para peserta didik memiliki kemampuan atau kemahiran dalam menulis.
112
Amalia, Pengaruh Pendekatan Contextual....
bentuk tulisan. Dalam hal ini kesimpulan pertama yang bisa didiagnosa dari permasalah di atas yaitu kurangnya motivasi pada peserta didik kelas VII SMPN 6 Pamekasan dalam menulis sehingga keterampilan menulis mereka pun rendah. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka perlu dikembangkan suatu pembelajaran kontekstual. Menurut Yamin (2008: 152), pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) merupakan suatu proses pengajaran yang bertujuan untuk membantu para peserta didik memahami materi pelajaran yang sedang mereka pelajari dengan menghubungkan pokok materi pelajaran dengan penerapannya dalam kehidupan seharihari; seperti membuat hubungan yang bermakna (making meaningful connections), melakukan pekerjaan yang berarti (doing significant), melakukan pembelajaran yang diatur sendiri (self bekerjasama regulated learning), (collaborating), serta berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking). Pembelajaran kontekstual ini adalah pembelajaran yang berawal dari dunia nyata yang dibawa ke dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Hal ini sangatlah sesuai dengan pengajaran menulis karangan narasi yang harus mengungkapkan dengan bahasa tulis terhadap sesuatu hal dengan jelas. Untuk itu kontribusi pendekatan CTL ini terhadap pembelajaran menulis karangan narasi sangatlah berarti bagi para peserta didik. Sebab yang dijelaskan di atas sudah menciptakan pemikiran (mind set) bagi peserta didik untuk berfikir kritis. Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalahnya adalah “Adakah pengaruh pendekatan Contextual Teaching and Learning terhadap kemampuan menulis karangan narasi tahun pelajaran 2015/2016 siswa kelas VII SMPN 6 Pamekasan”?
tulis mereka. Akibatnya kemampuan menulis narasi para peserta didik rendah. Menurut Direktorat Pendidikan Lanjut Pertama, kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan melalui hasil, maupun dengan berbagai cara tes yang hanya merupakan salah satu cara penilaian. Pembelajaran yang benar memang seharusnya ditekankan pada upaya membantu peserta didik agar mampu mempelajari (learning how to learn) terhadap sesuatu, bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di-akhir periode pembelajaran (Yamin, 2008:152). Hal lain yang dapat diketahui berkaitan dengan permasalahan dalam kegiatan proses pembelajaran menulis ini adalah proses pembelajaran di kelas yaitu, kurangnya menentukan tujuan menulis dan sasaran tulisannya untuk apa, belum memunculkan kondisi yang kondusif agar para peserta didik menulis dengan berpikir bahwa tulisannya akan dibaca dan dilihat oleh orang lain bukan untuk gurunya saja. Dalam proses menulis yang diperhatikan hanya produk tulisannya saja yang umumnya hanya sebatas ejaan dan kerapian tulisan. Guru jarang sekali menyediakan wacana yang baik sebagai model tulisan kepada para peserta didik. Perilaku tersebut yang tampaknya dapat berpengaruh terhadap kemampuan yang dicapai oleh peserta didik dalam pembelajaran menulis. Paparan di atas menjelaskan bahwa keterampilan menulis peserta didik kelas VII SMPN 6 Pamekasan perlu ditingkatkan. Sebab, bila tidak ditingkatkan maka para peserta didik akan mengalami kesulitan dalam hal menulis karangan. Untuk meningkatkannya diperlukan suatu perbaikan berupa metode/pendekatan mengajar yang efektif. Pendekatan kontekstual diprediksi dapat meningkatkan keterampilan menulis. Pada hakikatnya, kesulitan menulis tersebut berkaitan dengan apa yang harus ditulis dan bagaimana cara menuangkannya dalam 113
Komposisi, 2016, Tahun 1, No. 2
Pengertian Pembelajaran Teaching Learning(CTL)
pembaca (Akhadiyah, 1997:13). Dalam menulis terdapat aspek kebahasaan yaitu penggunaan tanda baca dan ejaan, penggunaan diksi, penataan kalimat, pengembangan paragraf, pengolahan gagasan, dan pengembangan model karangan.
Contextual
Contextual Teaching Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa yang mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. (Yamin, 2008: 152)
Macam-macam menulis Para ahli mengklasifikasikan menulis sebagai berikut: 1. Narasi adalah tulisan yang menceritakan suatu hal berdasarkan urutan kronologis. Karangan ini terdiri atas rangkaian peristiwa yang sambung menyambung membentuk alur. Peristiwa-peristiwa itu terjadi pada para pelaku (tokoh) dan pada umumnya dikisahkan dengan mengambil suatu tempat sebagai latar, disertai suasana tertentu. 2. Deskripsi adalah tulisan yang bertujuan menggambarkan sesuatu seperti apa adanya atauseperti yang dibayangkan penulisnya. Pembaca seakan-akan melihat, mendengarkan, merasa, atau lainnya sesuai dengan hal yang digambarkan. 3. Eksposisi adalah karangan yang berisi pemaparan tentang suatu masalah, pengertian, konsep atau proses dan menambah pengetahuan dan pandangan pembacanya. Sasarannya adalah menginformasikan sesuatu tanpa ada maksud mempengaruhi pembaca. 4. Argumentasi adalah karangan yang dimaksud untuk meyakinkan pembaca mengenai kebenaran yang disampaikan oleh penulisnya. Karena tujuan meyakinkan pendapat, maka penulis akan meyakinkan secara logis, kritis, dan sistematis. 5. Persuasi adalah karangan yang bertujuan untuk mempengaruhi sikap dan pendapatpembaca mengenai sesuatu hal yang disampaikan penulisnya (Akhadiyah, 1998:14-15).
Langkah-langkah pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL). Sebagaimana yang dijabarkan oleh Depdiknas (Trianto,2008:25-26) secara garis besar langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. c. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bartanya. d. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). e. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran. f. Lakukan refleksi di akhir pertemuan. g. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara. Pengertian Menulis Menulis ialah adalah suatu bentuk berfikir, tetapi justru berfikir bagi membacatertentu dan bagi waktu tertentu. Salah satu tugas-tugas terpenting sang penulis sebagaipenulis adalah menguasai prinsip-prinsip menulis dan berfikir, yang akan dapat menolongnyamencapai maksud dan tujuan. Menulis juga merupakan suatu proses penyampaian gagasan, pesan, sikap, dan pendapat kepada pembaca dengan lambang bahasa yang dapat dilihat dan disepakati bersama oleh penulis dan 114
Amalia, Pengaruh Pendekatan Contextual....
adalah tindak tanduk yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu waktu, atau dapat juga dirumuskan dengan cara lain. Menurut Keraf (2001:136), “narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi”. Dengan demikian disimpulkan bahwa narasi berusaha menjawab fenomena apa yang telah terjadi, baik seseorang, kelompok atau masyarakat secara umum. Oleh karena itu, unsur yang paling penting dalam sebuah narasi adalah unsur perbuatan dan tindakan. Narasi juga mengisahkan suatu kehidupan yang dinamis dalam suatu rangkaian waktu.
Tahapan-tahapan dalam Menulis Ada empat tahap yang dilalui dalam menulis (Romli, 2007), yakni pramenulis, penulisan naskah awal, perbaikan dan koreksi naskah dan substansi. Dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Pramenulis (Prewriting) adalah proses berpikir untuk menentukan tujuan tulisan, menyesuaikan gaya bahasa dan bahasan dengan pembaca, memilih topik. 2. Penulisan naskah awal (outlining) setelah topik dipilih, saatnya membuat garis besar tulisan. 3. Perbaikan (rewriting/revising stage), yakni menulis ulang atau memperbaiki naskah awal tadi. Pastikan tulisan jelas dan mudah dimengerti, kalimat benar, jelas, dan efektif, tiap paragraf sinkron, dan pembaca dapat mernahami tulisan yang dibuat. 4. Koreksi naskah dan substansi (editing) tahap final dalam penulisan. Dari pengertian tentang menulis di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan menulis adalah kernampuan seseorang dalam melukiskan lambang grafis yang dimengerti oleh penulis bahasa itu sendiri maupun oran lain yang mempunyai kesamaan pengertian terhadap simbolsimbol bahasa tersebut. Keterampilan menulis dipengaruhi oleh beberapa faktor. Fah-tor-faktor tersebut adalah maksud dan tujuan penulis, pembaca atau pemirsa, dan waktu atau kesempatan. Untuk dapat menulis dengan baik, yang harus terlebih dulu dilakukan adalah menentukan maksud dan tujuan penulisan agar pembaca memahami arah dan tujuan penulisan. Selanjutnya adalahmemahami kondisi pembaca. Dan yang terakhir adalah wahktu dan kesempatan, tulisan yang dibuat harus sesuai dengan berlangsungnya suatu kejadian sehingga menarik untuk dibaca.
Jenis-jenis narasi Keraf (2001:137), mengemukakan bahwa berdasarkan tujuannya, narasi dapat dibedakan ke dalam dau jenis yaitu: 1. Narasi ekspositoris Narasi ekspositoris hanya bertujuan untuk memberi informasi kepada pembaca, agar pengetahuannya bertambah. Narasi ekspositoris pertama-tama bertujuan untuk menggugah pikiran para pembaca untuk mengetahui apa yang dikisahkan. Sasaran utamanya adalah rasio, yaitu berupa perluasan pengetahuan para pembaca sesudah membaca kisah tersebut. Narasi ekspositoris dapat bersifat khas atau khusus dan dapat pula bersifat generalisasi. Narasi ekspositoris yang bersifat generalisasi adalah narasi yang menyampaikan suatu proses yang umum, yang dapat dilakukan siapa saja, dan dapat pula dilakukan secara berulang-ulang. Narasi yang bersifat khusus adalah narasi yang berusaha menceritakan suatu peristiwa yang khas yang hanya terjadi satu kali. Peristiwa yang khas adalah peristiwa yang tidak dapat diulang kembali, karena ia merupakan
Pengertian Narasi dan ciri-cirinya Narasi dapat dibatasi sebagai suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya 115
Komposisi, 2016, Tahun 1, No. 2
pengalaman atau kejadian pada suatu waktu tertentu saja. 2. Narasi sugestif Disusun dan disajikan sekian macam sehingga mampu menimbulkan daya khayal pembaca. Narasi sugestif berusaha untuk memberi suatu maksud tertentu, menyampaikan suatu amanat terselubung kepada pembaca. Ia berusaha menyampaikan sebuah makna kepada para pembaca melalui daya khayal yang dimilikinya.
mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan (Hadi, 1977:150). Metodologi penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data yang mempunyai kriteria tertentu yaitu valid, valid menunjukkan derajat ketetapan antara data yang sesungguhnya terjadi pada objek dengan data yang dapat dikumpulkan oleh peneliti (Sugiono, 2006:02). Maka dengan demikian metode penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan (sugiono, 2006:80). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen yang menggunakan Pre-tes dan post-tes one group yakni eksperimen dilakukan sebelum dan sesudah penerapan metode (Arikunto, 2006:84). Kelas eksperimen di berikan pengajaran dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning, dan kelas kontrol meggunakan metode ceramah. Tahap penelitian ini adalah sebagai berikut :
Unsur-Unsur Narasi Unsur narasi meliputi alur, perbuatan, penokohan, latar, dan sudut pandang. 1. Alur adalah kesambungsinambungan peristiwa-peristiwa dalam hubungan sebab akibat. Alur menandai mulai, terjadi, dan selesainya suatu peristiwa. 2. Suatu perbuatan mengandung kausalitas (hubungan sebab akibat antartindakan), waktu, tokoh (karakter tokoh), konflik, dan makna. Konflik yang dapat terjadi berupa konflik dengan alam, konflik antarmanusia, dan konflik dengan dirinya sendiri 3. Latar mencerminkan tempat dan suasana peristiwa terjadi 4. Sudut pandang merupakan darimana penulis memandang suatu peristiwa yang dikisahkan. Jadi, dalam narasi dijabarkan mengenai apa, bagaimana, dan mengapa suatu peristiwa terjadi. Dengan kata lain, narasi mencerminkan 1) adanya rangkaian peristiwa (bahwa ada alasan logis dari setiap peristiwa itu terjadi dan berkaitan satu sama lain); 2) adanya kesatuan tindakan; 3) adanya proses (tahapan narasi awal, transformasi, dan akhir); dan 4) adanya hubungan kausal dalam suatu konflik yang membentuk struktur cerita secara keseluruhan.(Keraf, 2001: 145)
Tabel 1.1: Tahap-tahap Perlakuan Kelas Eksperimen Kelas Kontrol 1. Diberi Pengajaran 1. Diberi pengajaran konvensional dengan Pendekatan CTL. 2. Pelaksanaan 2. Pelaksanaan KBM KBM 3. Diberi Tes 3. Diberikan Tes Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMPN 6 Pamekasan. Yakni, kelas A (40 siswa) dan kelas B (34 siswa). Jadi, populasi penelitian ini adalah 73 siswa. Teknik pengumpulan data untuk memperoleh data yang kongkrit peneliti menggunakan metode sebagai berikut: 1. Tes Pada penelitian ini tes yang diberikan adalah tes kemampuan
Metode Metodologi penelitian adalah sebagai usaha untuk menemukan, 116
Amalia, Pengaruh Pendekatan Contextual....
membuat karangan narasi (ekspositorik) yang berupa soal subjektif (tes dalam bentuk essay) dan dengan hasil skor yang berbeda-beda, sebab pada dasarnya pengumpulan data diambil dari hasil tes siswa sebagai responden penelitian. Peneliti mencoba memberikan materi tentang karangan narasi dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) kepada 30 anak diluar lingkungan sekolah SMPN 6 Pamekasan selama 2 kali pertemuan. Hasil dari uji coba ini dapat dikatakan berhasil karena 23 dari 30 siswa mendapatkan nilai ≥ 75 dan itu artinya lebih dari 60% siswa tuntas (mencapai KKM). 2. Teknik Pengolahan Data Teknik pengolahan data digunakan untuk mengetahui kualitas instrumen yang akan digunakan dalam penelitian. Setelah instrumen selesai di jugment, maka uji coba siap di uji cobakan. Uji coba instrumen dilakukan untuk mengetahui dan mengukur apakah instrumen yang akan dilakukan memenuhi syarat dan sebagai pengumpulan data.
Keterangan: rxy = koofisien korelasi produk moment N = jumlah butir soal X = skor peserta pada butir soal yang divalidasi Y = skor total yang dicapai peserta tes Adapun kriteria validasi butir soal adalah sebagai berikut: 0,80 - 1,00 = Sangat tinggi 0,70 - 0,80 = Tinggi 0,40 - 0,70 = Cukup 0,20 - 0,40 = Rendah 0,00 - 0,20 = Sangat rendah b. Reliabilitas, reliabilitas menunjukkan pada satu pengertian bahwa sesuatu instrument cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrument tersebut sudah baik (Arikunto, 2002:154). Dalam menguji reliabilitas digunkaan uji konsistensi internal dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach sebagai berikut. 2 k b r11 1 , Vt 2 k 1 (Arikunto, 1999: 193) Di mana: r11 = reliabilitas instrumen k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal b2 = jumlah varian butir/item
3. Instrumen Penelitian a. Validitas Butir Tes, Suatu butir tes dikatakan valid jika mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Skor pada tiap butir tes dapat menyebabkan skor total menjadi tinggi atau rendah. Dengan kata lain, suatu butir tes memiliki validitas tinggi jika skor pada butir tersebut mempunyai kesejajaran dengan skor total. Kesejajaran ini dapat diartikan dengan korelasi sehingga untuk mengetahui validitas butir tes digunakan rumus korelasi produk momen.
rxy
N X
N XY X Y 2
X N Y 2 Y 2
2
Vt 2
= varian total Kriteria suatu instrumen penelitian dikatakan reliabel dengan menggunakan teknik ini, bila koefisien reliabilitas (r11) > 0,632. Dengan data yang tertera dalam tabel, dicari varians tiap-tiap soal dahulu kemudian dijumlahkan dengan rumus yang kita kenal yaitu:
117
Komposisi, 2016, Tahun 1, No. 2
∑
(∑ )
D=
σ = (Arikunto, 2002: 160)
Keterangan: D : Daya beda NA : Total nilai riil yang diperoleh kelompok atas. NB : Total nilai riil yang diperoleh kelompok bawah. Nt : Nilai total maksimum yang diperoleh kelompok atas/bawah.
Keterangan: : Varians
∑X2 : Jumlah Kuadrat Skor Butir (∑X) : Jumlah Skor Butir N : Jumlah Siswa Setelah memperoleh angka reabilitas, langkah selanjutnya adalah mengkonsultasikan harga tersebut dengan tabel r product moment (taraf signifikan 5%). Jika r11 > rtabel, maka instrument tersebur reliable. c. Tingkat Kesukaran (P) Untung menghitung kesukaran tes menggunakan rumus berikut: TK = X 100% (Arikunto, 2003:147)
= X 100%
Adapun kriteria penafsiran daya pembeda suatu butir tes adalah: D 0,40 = bagus sekali 0,3 D < 0,40 = cukup bagus, tapi mungkin masih perlu 0,20 D < 0,30 = belum memuaskan, perlu diperbaiki D < 0,20 = jelek dan harus dibuang
tingkat subjektif sebagai
Menganalisis data merupakan suatu langkah yang sangat kritis dalam penelitian. Peneliti harus memeastikan pola analisis mana yang akan digunakannya, apakah analisis statistik ataukah analisis non statistik (Suryabrata, 199:94). Penelitian ini menggunakan analisis statistik data tersebut diperoleh dari hasil pengumpulan data kelas eksperimen yang dibandingkan dengan kelas control. Hal ini untuk mengetahui apakah hipotesis alternative diterima atau ditolak. Rumus yang digunakan adalah :
Keterangan: Tk : Tingkat Kesukaran n : Jumlah siswa yang mendapat skor N : Jumlah siswa Tes dapat dianggap baik apabila memiliki tinkat kesukaran 10% hingga 90% dengan syarat tingkat kesukaran yang diperoleh bersifat keterangan.
t=
d. Daya Pembeda (D), Menurut Arikunto, daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antar siswa yang pandai atau berkemampuan tinggi dengan yang bodoh atau berkemampuan rendah (2003:211) Untuk menentukan daya beda jenis soal subjektif menggunakan rumus sebagai berikut:
∑
118
(
∑
(Arikunto, 2002: 278) )
Keterangan : M1 : Nilai rata-rata kelompok eksperimen M2 : nilai rata-rata kelompok control ∑ : total kuadrat nilai kelompok eksperimen ∑ : total kudrat nilai kelompok kontrol
Amalia, Pengaruh Pendekatan Contextual....
N : Jumlah sampel Nilai t yang didapat dinyatakan sebagai t hitung yang nantinya dikonversikan dengan t tabel kritik dengan taraf signifikan 5% atau taraf kepercayaan 90%. Hal ini berarti resiko kesalahan dalam pengambilan keputusan sebesar 5% atau benar dalam menganbil keputusan sebesar 95%.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 Jumla h
Hasil dan Pembahasan Pelaksanaan tes hasil belajar siswa untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol dilaksanakan satu kali, yaitu pada pembelajaran materi karangan narasi. Hal ini dilakukan untuk membuktikan hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak. Adapun hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: 1. Hipotesis kerja (H1) “Ada pengaruh pendekatan Contextual Teaching and Learning terhadap kemampuan menulis karangan narasi siswa kelas VII SMPN 6 Pamekasan tahun pelajaran 2015/2016”. 2. Hipotesis nihil (Ho) “Tidak ada pengaruh pendekatan Contextual Teaching and Learning terhadap kemampuan menulis karangan narasi siswa kelas VII SMPN 6 Pamekasan tahun pelajaran 2015/2016”. Dengan uji taraf signifikan 5%, jika: - tkritis < thitung < tkritis Hipotesis nol diterima Thitung < - tkritis atau Hipotesis nol ditolak thitung > tkritis Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data hasil tes siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Data tersebut peneliti sajikan pada tabel berikut: Tabel 1.2: Analisis Uji-t Eksperimen dan Kelas Kontrol No Subje k
83 72 57 69 85 92 67 71 74 54 90 68 66 74 65 83 67 70 75 68 63 75 95 73 92 83 77 66 83 90 92 66 74 67 70 91 90 73 66 68 300 0
6889 5184 3249 4761 7255 8464 4489 5041 5476 2916 8100 4624 4356 5476 4225 6889 4489 4900 5625 4624 3969 5625 9025 5329 8464 6889 5929 4356 6889 8100 8464 4356 5476 4489 4900 8281 8100 5329 4356 4624 22933 3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
67 54 69 34 49 73 51 67 74 54 51 83 60 70 49 50 60 75 65 91 83 54 50 67 75 70 77 32 50 54 52 60 67 49
4489 2916 4761 1156 2401 5329 2601 4489 2401 2916 2601 6889 3600 4900 2401 2500 3600 5625 4225 8281 6889 2916 2500 4489 5625 4900 5929 1024 2500 2916 2704 3600 4489 2401
Jumla h
206 8
13096 3
Dari tabel 2.1 didapat hasil sebagai berikut: N1 = 40 M1 = = 75 ∑ = 229333
Kelas
N2 = 34 M2 = = 60,83 ∑ = 130963
Dari rata-rata masing-masing kelas akan dicari tidaknya perbedaan antara dua kelas dengan menggunakan teknik uji-t sebagai berikut:
No Subje k
119
Komposisi, 2016, Tahun 1, No. 2
t= ∑
t=
,
(
,
=
∑
)
=
√
(
,
,
=
,
,
Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian Dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta : BPFT
)
----------. 2001. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada.
= 1,71
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,dan R &D. Bandung: Alfabeta.
Dengan thitung = 1,71 selanjutnya penulis konsultasikan dengan ttabel dengan taraf signifikan 5% dan db = 73, maka ttabel = 1,67. Dari dua nilai tersebut tampak bahwa 1.71 > 1,67 atau thitung > ttabel hal ini berati bahwa HO ditolak dan H1 diterima yaitu: Ada pengaruh pendekatan Contextual Teaching and Learning terhadap kemampuan menulis karangan narasi siswa kelas VII SMPN 6 Pamekasan tahun pelajaran 2015/2016.
----------. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Sutomo, 1993. Dasar-dasar Interaksi Beajar Mengajar. Surabaya : Usaha Nasional. Trianto. 2008. Mendesain Pembelajaran Kontekstual (Contextual Theacing And Learning). Jakarta: Cerdas Pustaka.
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, peneliti mengambil kesimpulan bahwa Pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL) berpengaruh positif Terhadap Kemampuan Menulis Karangan Narasi Siswa Kelas VII SMPN 6 Pamekasan Tahun Pelajaran 2015/2016.
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Sambodja, Asep. Teori Sastra New Historicism dan Kedudukan Sastrawan, diakses Selasa, 15 September 2009.
Daftar Rujukan
Soekanto, Soerjono. 2000. Sosiologi Suatu Pegantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek). Jakarta: Rineka Cipta. ----------. 2006. Prosedur Jakarta: Rineka Cipta.
Surbakti. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo. Utami, Ayu. 2007. Diskusi Ramadhan novel Snow karya Orhan Pamuk. Makalah. Freedom Institute, 26 September 2007). http://www.freedominstitute.org/pdf/snow.pdf. Diakses hari Minggu tanggal 29 November 2009. Pukul 09.39 Wib.
penelitian.
Bugin, M Burhan. 2010. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Komunikasi, Ekonomi dan Kebijakan Politik Serta Ilmu-ilmu Sosial lainnya. Jakarta: Kencana.
120
JURNAL KOMPOSISI Tahun ke-1, Nomor 2, Desember 2016 ISSN: 2541 - 2868
Jurnal ilmiah bidang bahasa Indonesia, sastra Indonesia, dan pengajarannya Jurnal ini terbit dua kali dalam satu tahun pada bulan Juni dan Desember Ketua Penyunting M. Khoiri Wakil Ketua Penyunting Harsono Penyunting Pelaksana Annisa Fajriana Oktasari Hendry Budiman Royyan Julian Ria Kasanova Laili Amalia Kusyairi Penyunting Ahli Sugihastuti (UGM) Anwar Efendi (UNY) Akhmad Sofyan (UNEJ) Muhammad Rohmadi (UNS)
Diterbitkan oleh: Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Madura Pamekasan Alamat Penyunting: Jl. Raya Panglegur KM 3,5 Telp. (0324) 322231, 325786 Fax. (0324) 327418 Pamekasan
Penyunting menerima tulisan yang belum pernah diterbitkan oleh media lain. Naskah diketik pada kerta A4 spasi ganda sepanjang 10-20 halaman dengan format sebagaimana tertera pada petunjuk bagi penulis (halaman dalam-kulit belakang). Naskah yang masuk akan dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format, istilah, dan sistematikan yang lain tanpa mengubah maksud dan isinya.
JURNAL KOMPOSISI Tahun ke-1, Nomor 2, Desember 2016 ISSN: 2541 - 2868 DAFTAR ISI
KONFLIK SOSIAL DALAM NOVEL DAERAH SALJU KARYA YASUNARI KAWABATA DAN SANG GURU PIANO KARYA ELFRIEDE JELINEK (Kajian New Historicism) Anisa Fajriana Oktasari ...... .......................................................................................
61–70
NARASI PERJANJIAN LAMA DALAM PUISI-PUISI ALKITABIAH MARIO F. LAWI Royyan Julian ..............................................................................................................
71–80
CAMPUR KODE BERUPA KATA PADA PEDAGANG PAKAIAN DI PASAR KOLPAJUNG PAMEKASAN Hendry Budiman ..........................................................................................................
81–90
RETORIKA DALAM PERSIDANGAN GUGATAN PERCERAIAN SUAMI ISTRI DI PENGADILAN AGAMA PAMEKASAN Kusyairi .......................................................................................................................
91–100
PENGGUNAAN TEKNIK PERSUASIF DALAM IKLAN Ria Kasanova ...............................................................................................................
101–110
PENGARUH PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI SISWA KELAS VII SMPN 6 PAMEKASAN Laili Amalia .................................................................................................................
111–120
Jurnal Komposisi
Tahun ke-1
Nomor 2
Halaman 61-120
Pamekasan Desember 2016
ISSN: 2541-2868
JURNAL KOMPOSISI Tahun ke-1, Nomor 2, Desember 2016 ISSN: 2541 - 2868
PETUNJUK BAGI PENULIS 1. Naskah belum pernah diterbitkan oleh media cetak lain, diketik dengan spasi rangkap pada kerta A4, panjang 10-20 halaman dan diserahkan paling lambat 1 bulan sebelum penerbitan dalam bentuk ketikan sebanyak dua eksemplar beserta softcopy-nya dengan format Mc.Word dan pdf. 2. Artikel yang dimuat dalam jurnal ini meliputi tulisan tentang hasi penelitian, gagasan konseptual, kajian dan aplikasi teori, tinjauan pustaka, dan resensi buku baru. 3. Semua naskah ditulis dalam bentuk essai disertai judul subbab (heading) untuk masingmasing bagian, kecuali bagian pendahuluan yang disajikan tanpa judul subbab. Peringkat judul dinyatakan dengan huruf yang berbeda diletakkan di tepi kiri, bukan dengan angka, sebagaimana contoh berikut: PERINGKAT 1 (huruf besar semua, rata tepi kiri, tebal(bold)) Peringkat 2 (huruf besar kecil, rata tepi kiri, tebal (bold)) Peringkat 3 (huruf besar kecil, rata tepi kiri, miring (italic)). 4. Setiap artikel berisi: (1) judul, (2) nama pengarang (tanpa gelar akademik), (3) abstrak (50-70 kata), (4) kata kunci, (5) pendahuluan (tanpa judul subbab) yang berisi latar belakang, tujuan, serta ruang lingkup, (6) bagian inti, (7) penutup, dan (8) daftar rujukan. Artikel hasil penelitian disajikan dengan sistematika: (1) judul, (2) nama pengarang (tanpa gelar akademik), (3) abstrak (50-70 kata), (4) kata kunci, (5) pendahuluan (tanpa judul subbab) yang berisi pendahuluan penelitian dan pembahasan pustaka, (6) metode penelitian, (7) hasil, (8) pembahasan, (9) kesimpulan dan saran, serta (10) daftar rujukan. 5. Daftar rujukan disajikan dalam bentuk alfabetis sebagaimana contoh berikut: Tarigan, H.G. 1986. Menulis sebagai suatu Keterampilan Berbahasa Indonesia. Bandung: Angkasa. Hanafi. A. 1989. Partisipasi dalam siaran pedesaan dan adopsi inovasi. Forum Penelitian 1 (1): 33-47. 6. Tatacara penyajian kutipan, rujukan, tabel, dan gambar mengikuti ketentuan Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Madura Pamekasan. Dan diketik dengan memperhatikan aturan penggunaan tanda baca dan ejaan yang dimuat dalam Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. 7. Naskah yang masuk akan dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format, tanpa mengubah maksud dan isinya.
Tahun 1, Nomor 2, Desember 2016
JURNAL
ISSN: 2541-2868
KOMPOSISI
Jurnal Komposisi
Tahun ke-1
Nomor 2
Halaman 61-120
i
Pamekasan Desember 2016
ISSN: 2541-2868