KLASIFIKASI EMOSI TOKOH UTAMA ERIKA DALAM ROMAN DIE KLAVIERSPIELERIN KARYA ELFRIEDE JELINEK ( ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA ) SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Shabrinavasthi NIM 13203241049
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA JERMAN FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2017
PERSETUJUAN
Skripsi yang berjudul Klasifikasi Emosi Tokoh Utama dalam Roman Die Klavierspielerin Karya Elfriede Jelinek ini telah disetujui oleh pembimbing dan telah diujikan.
Yogyakarta, 27 Maret 2017 Dosen Pembimbing
Akbar K Setiawan, M.Hum NIP. 197001252005011003
ii
PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul Klasifikasi Emosi Tokoh Utama Erika dalam Roman Die Klavierspielerin Karya Elfriede Jelinek ini telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada 11 April 2017 dan dinyatakan lulus.
iii
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya Nama
: Shabrinavasthi
NIM
: 13203241049
Program Studi
: Pendidikan Bahasa Jerman
Fakultas
: Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakata
Menyatakan bahwa karya ilmiah ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya, karya ilmiah ini tidak berisi materi yang ditulis oleh orang lain, kecuali bagian-bagian tertentu yang saya ambil sebagai acuan dengan mengikuti tata cara dengan mengikuti tata cara dan etika penulisan karya ilmiah yang lazim. Apabila ternyata terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar, sepenuhnya akan menjadi tanggung jawab saya.
Yogyakarta, Maret 2017 Penulis
Shabrinavasthi NIM. 13203241049
iv
MOTTO
Kepada masa lalu, terimakasih sudah memberikan pelajaran yang sangat berharga agar aku menjadi pribadi yang matang esok hari.
Kepada masa depan, Segera, aku kan menemuimu!
v
PERSEMBAHAN
Sebuah karya kecil ini saya persembahkan untuk mereka, Orangtua dan kedua adik saya walaupun jauh di sana tetapi semangat dan doa yang mereka berikan sangat lah berharga Bapak Itock van Diera untuk motivasi yang selalu diberikan hingga saya berani keluar dari zona nyaman Teman-teman Pendidikan Bahasa Jerman Angkatan 2013 Terimakasih atas pertemanannya yang indah dan berharga selama menjalani masa-masa perkuliahan Kawan-kawan Studienreise Untuk kenangan manisnya selama perjalanan yang mungkin tidak akan terulang kembali
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang maha Esa yang telah memberikan rahmat berlimpah, sehingga penelitian berjudul Klasifikasi Emosi Tokoh Utama Erika dalam Roman Die Klavierspielerin karya Elfriede Jelinek: Analisis Psikologi Sastra ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana. Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada: 1. Ibu Dr. Widyastuti Purbani, M.A., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta, 2. Ibu Dra. Lia Malia, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa Jerman dan Dosen Penasehat Akademik Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta, 3. Ibu Dra. Retna Endah Sri Mulyati, M.Pd., dosen penasehat akademik yang telah membimbing saya dari awal perkuliahan hingga saat ini, 4. Bapak Akbar K. Setiawan, M. Hum., dosen pembimbing yang dengan penuh kesabaran memberi bimbingan, arahan dalam penyusunan tugas akhir skripsi, 5. Ibu-ibu dan bapak-bapak dosen Jurusan Pendidikan Bahasa Jerman yang memberikan masukan kepada penulis selama perkuliahan hingga penyusunan skripsi, 6. Keluarga saya di Tangerang, terima kasih atas dukungan moral dan finasial yang telah diberikan selama pengerjaan skripsi ini, 7. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan kepada saya selama proses
penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari, bahwa dalam pelaksanaan penelitian maupun penyusunan skripsi ini mungkin masih jauh dari kata “sempurna”. Meskipun demikian, vii
penulis berharap, penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi studi ilmu sastra selanjutnya.
Yogyakarta,
Maret 2017
Penulis,
Shabrinavasthi
viii
DAFTAR ISI halaman HALAMAN JUDUL .........................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN .........................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN ...........................................................
iv
MOTTO .............................................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................
vi
KATA PENGANTAR .......................................................................
vii
DAFTAR ISI ......................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................
xi
ABSTRAK .........................................................................................
xii
KURZFASSUNG ................................................................................
xiii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................
1
A. Latar Belakang ........................................................................
1
B. Fokus Masalah ........................................................................
8
C. Tujuan Penelitian ....................................................................
8
D. Manfaat Penelitian ..................................................................
8
BAB II KAJIAN TEORI ..................................................................
10
A. Roman Sebagai Karya Sastra ..................................................
10
B. Psikologi Sastra .......................................................................
12
C. Teori Klasifikasi Emosi David Krech .....................................
13
D. Penelitian Yang Relevan .........................................................
22
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................
25
A. Pendekatan Penelitian .............................................................
25
B. Data Penelitian ........................................................................
25
C. Sumber Data ............................................................................
26
D. Teknik Pengumpulan Data ......................................................
26
E. Instrumen Penelitian ................................................................
26
F. Keabsahan Data .......................................................................
27
ix
G. Teknik Analisis Data ...............................................................
27
BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................
29
A. Deskripsi Roman Die Klavierspielerin karya Elfriede Jelinek ..............................................................
29
B. Klasifikasi Emosi Tokoh Utama Erika dalam Roman Die Klavierspielerin karya Elfriede Jelinek ............................
31
C. Keterbatasan Penelitian ...........................................................
98
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN .............................
99
A. Kesimpulan .............................................................................
99
B. Implikasi ..................................................................................
103
C. Saran ........................................................................................
104
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................
105
LAMPIRAN .......................................................................................
107
x
DAFTAR LAMPIRAN halaman Lampiran 1. Sinopsis Roman Die Klavierspielerin ............................
108
Lampiran 2. Biografi Elfriede Jelinek .................................................
113
Lampiran 3. Biografi David Krech .....................................................
116
Lampiran 4. Tabel Pemerolehan Data .................................................
118
xi
KLASIFIKASI EMOSI TOKOH UTAMA ERIKA DALAM ROMAN DIE KLAVIERSPIELERIN KARYA ELFRIEDE JELINEK : ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA Shabrinavasthi 13203241049 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan klasifikasi emosi tokoh utama dalam roman Die Klavierspielerin karya Elfriede Jelinek. Penelitian ini menggunakan pendekatan psikologis dengan memanfaatkan teoriklasifikasi emosi David Krech. Sumber data penelitian ini adalah roman Die Klavierspielerin karya Elfriede Jelinek yang diterbitkan oleh Rororo (Rowohlt Taschenbuch Verlag GmbH) tahun 2015. Data diperoleh dengan teknik baca dan catat. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Keabsahan data diperoleh dengan validitas semantik dan dikonsultasikan dengan para ahli (expert judgment). Reliabilitas yang digunakan adalah reliabilitas intrarater dan interrater. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tokoh utama Erika mempunyai klasifikasi emosi sebagai berikut, emosi dasar yang terdiri dari 6 rasa senang, 4 rasa marah, 6 rasa takut, dan 2 rasa sedih. Emosi yang berhubungan dengan stimulasi sensor yang terdiri dari 2 rasa sakit, dan 20 rasa kenikmatan. Emosi yang berhubungan dengan penilaian diri sendiri yang terdiri atas 4 rasa sukses dan gagal, 4 rasa bangga dan malu, dan 2 rasa bersalah dan menyesal. Emosi yang berhubungan dengan orang lain terdiri dari 10 rasa cinta dan 13 rasa benci.
xii
DIE KLASSIFIZIERUNG VON EMOTION DER HAUPTFIGUR ERIKA IM ROMAN DIE KLAVIERSPIELERIN VON ELFRIEDE JELINEK : ANALYSE DER LITERATURPSYCHOLOGIE
Von: Shabrinavasthi Studentennummer: 13203241049 KURZFASSUNG Die Ziele dieser Untersuchung sind die Klassifizierung von Emotion der Hauptfigur im Roman Die Klavierspielerin von Elfriede Jelinek zu beschreiben. In dieser Untersuchung wird eine sogenannte psychologische Annäherung im Sinne die Klassifizierung der Emotion von David Krech. Die Datenquelle dieser Untersuchung ist der Roman mit dem Titel Die Klavierspielerin von Elfriede Jelinek, der im Verlag Rowohlt Taschenbuch in Hamburg publiziert wurde. Die Daten wurden durch Lese- und Notiztechnik erhoben. Die verwendete Technik der Datenanalyse ist deskriptiv-qualitativ. Die Validität der Daten wurde mithilfe semantischer Validität, sowie mithilfe einer Expertenkonsultation überprüft. Die Reliabilität wurde durch das Verfahren intrarater und interrater sichergestellt Die Ergebnisse der Forschung auf emotionale Klassifikation Erika als Hauptfigur besteht aus der Grundemotion, nämlich 6 Gefühl der Freude, 4 Gefühl der Wut, 6 Gefühl der Ängste, und 2 Gefühl der Trauer. Die Emotionen der sensorischen Stimulation umfassen 2 Gefühl des Schmerzen und 20 Gefühl des Vergnügens. Die Emotionen der Selbstbeurteilung bestehen aus 4 Gefühle von Erfolg und Misserfolg, 4 Gefühle von Stolz und Scham und 2 Gefühle von Schuld und Gefühl Reue. Die Emotionsverbindung zwischen den Menschen besteht aus 10 Gefühl der Lieben und 13 Hassgefühl.
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang Karya sastra merupakan sebuah karya yang selalu menarik untuk dikaji. Pada umumnya, karya sastra berisi sebuah cerita fiksi hasil imajinasi penulis yang menyajikan kehidupan manusia dan dinikmati sebagai pengisi waktu luang. Karya sastra merupakan sebuah hasil dari sebuah bentuk pengamatan terhadap kehidupan. Hal senada diungkapkan Ratna (2013: 62) bahwa karya sastra merupakan hasil aktivitas penulis, seperti: obsesi, kontemplasi, kompensasi, sublimasi, bahkan sebagai neurosis. Oleh karena itu, karya sastra disebut sebagai salah satu gejala (penyakit) kejiwaan. Sang seniman menciptaan sebuah dunia baru, meneruskan proses penciptaan di dalam semesta alam, bahkan menyempurnakannya. Pengarang menangkap gejala jiwa melalui imajinasi dalam penciptaan tokoh-tokoh dan alur cerita, yang berasal dari pengalaman kejiwaannya sendiri maupun berupa imajinasi yang berasal dari luar. Hasil dari sebuah pengamatan tersebut bisa berbentuk puisi, cerita, novel, prosa, dan lain sebagainya yang berguna untuk dinikmati, dipahami, dan juga dipelajari atau dimanfaatkan oleh pembaca. Berdasarkan jenisnya, karya sastra terbagi menjadi tiga, yaitu Epik (Prosa), Lyrik (lirik), dan juga Drama(drama).Karya yang termasuk Epik yaitu Novelle (novel), Kurzgeschichte (cerita pendek), Märchen (dongeng), Fabel (cerita hewan). Sementara itu karya yang termasuk kedalam Lyrik yaitu kidung, nyanyian, puisi, dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk kedalam Drama yaitu
1
2
Tragödie
(tragedi),
Komödie
(komedi),
dan
juga
Tragikomödie
yaitu
penggabungan antara tragedi dengan komedi (Grasberger, 2004: 10). Salah satu karya sastra yaitu adalah roman. Roman adalah sebuah karya fiksi tentang gambaran dunia yang diciptakan oleh pengarangnya, yang di dalamnya menampilkan keseluruhan hidup suatu tokoh beserta permasalahannya, terutama dalam hubungan dengan kehidupan sosial dan psikologis nya. Ciri-ciri dari roman sendiri biasanya bercerita tentang seorang tokoh dari masa hidup sampai tokoh tersebu tmeninggal. Karakter tokoh yang disampaikan dalam roman juga mendetail dan ceritanya memiliki alur yang kompleks. Die Klavierspielerin merupakan salah satu roman yang menonjolkan sisi psikologi para tokoh. Roman ini ditulis oleh Elfriede Jelinek. Elfriede Jelinek lahir pada 20 Oktober 1946 di kota Mürzzuschlag di provinsi Styria, Austria. Ibunya berasal dari sebuah keluarga Wina yang makmur, dan Elfriede dibesarkan dan bersekolah di kota tersebut. Pada usia dini, ia diperintahkan untuk belajar piano, organ, dan rekorder, dan kemudia melanjutkan studinya dengan bidang komposisi di Konservatorium Wina. Setelah lulus dari Albertsgymnasium pada tahun 1964, ia belajar sejarah teater dan seni di Universitas Wina sambil melanjutkan studi musiknya. Elfriede Jelinek mulai menulis puisi saat masih muda. Sejak 1966 ia telah bekerja sebagai penulis, hidup mondar-mandir di Wina dan München. Pada 1974 Jelinek menikah dengan Gottfried Hüngsberg, yang saat itu menggubah musik film untuk Rainer Werner Fassbinder namun sejak pertengahan 1970-an telah bekerja di München dalam bidang teknologi informasi.
3
Elfriede Jelinek banyak melahirkan karya-karyanya. Dia menaklukkan publik sastra Jerman dengan roman-romannya, diantaranya Die Liebhaberinnen (1975; Perempuan sebagai Pecinta, 1994), Die Ausgesperrten (1980; Indah, Waktu-waktu yang Indah, 1990) dan biografinya berdasarkan Die Klavierspielerin (1983; Sang guru Piano, 1988), dan pada tahun 2001 dibuat menjadi sebuah film oleh Michael Haneke. Karya-karya Elfriede Jelinek di atas, masing-masing memiliki permasalahan tersendiri, menyajikan dunia yang kejam di mana pembaca dihadapkan dengan penekanan, kekerasan, penyerahan, pemburuan dan mangsa. Jelinek menunjukkan bagaimana klise industri hiburan ini meresap ke dalam kesadaran rakyat dan melumpuhkan oposisi terhadap ketidakadilan kelas dan penindasan gender. Adapun penulis Jerman yang masih berkarya hingga saat ini seperti Elfriede Jelinek yaitu Peter Handke, Herta Müller, dan Gunter Grass. (https://www.nobelprize.org/nobel_prizes/literature/laureates/2004/bio-bibl.html). Dalam Roman Die Liebhaberinnen, Jelinek menceritakan dua orang tokoh perempuan yang berbeda latar belakang. Brigitte dan Paula, pekerja di sebuah pabrik pakaian dalam.Keduanya sama-sama memiliki impian akan masa depan yang gemerlap. Rintangan demi rintangan pun mereka hadapi agar bisa mencapai cita-citanya meskipun harus merasakan sakitnya sebuah perjuangan. Pada roman ini, Jelinek menggambarkan sebuah cerita tentang kehidupan dan juga percintaan yang rumit diantara kedua tokoh yang berbeda latar tersebut. Persamaan antara roman Die Liebhaberinnen dengan roman Die Klavierspielerin yaitu keduanya sama-sama memilih perempuan sebagai tokoh utama. Jelinek menggambarkan para tokoh utama di antara kedua roman tersebut
4
sama-sama memiliki permasalahan yang cukup rumit. Dalam hal ini, permasalahan yang mereka hadapi yaitu permasalahan cinta dan juga kehidupan. Namun, biladalam roman Die Liebhaberinnen berlatar belakang sebuah kehidupan yang kurangberuntung, dalam roman Die Klavierspielerin berlatar belakang kehidupan yang cukup beruntung, hanya saja tokoh utama yang memiliki gangguan-gangguan kejiwaan, tidak seperti tokoh-tokoh di dalam roman Die Liebhaberinnen. Kelebihandalam roman Die Klavierspielerin sendiri yaitu masalah yang di hadapkan pada tokoh utama cenderung lebih kompleks atau tergolong sulit. Tidak adanya jarak antara pembaca dengan isi di dalam cerita tersebut. Implikasinya adalah seperti tidak adanya kalimat langsung yang diberi tanda kutip sehingga kalimat langsung berbaur begitu saja dengan narasi dalam roman tersebut. Ada beberapa alasan mengapa peneliti memilih roman ini untuk dikaji. Pertama, roman Die Klavierspielerin memiliki banyak masalah psikologis emosi terutama pada hubungan antara tokoh utama Erika dengan ibunya. Tokoh utama Erika banyak mengalami peristiwa-peristiwa yang membangkitkan gejolakgejolak emosi dalam dirinya sehingga menarik peneliti untuk mengakaji roman tersebut. Kedua, Elfriede Jelinektelah banyak meraih penghargaan, seperti penghargaan Austria muda dalam pekan puisi dan prosa budaya (1969), Beasiswasastra negara Austria (1972), medali dari City of Stadt Bad Gandersheim Roswitha Memorial (1978), penghargaan dari Kementrian Dalam Negeri Jerman
5
Barat untuk menulis naskah film (1979), penghargaan dari Departemen Pendidikan dan apresiasi seni Jerman Barat
(1983), penghargaan dari kota
Cologne Heinrich Böll (1986), penghargaan sastra dari provinsi Styria (1987). Seperti berdasarkan penjelasan panitia Nobel maka Die Klavierspielerin, yang merupakan semi autobiografi penulis dan ditulis pada tahun 1983, dapat dipandang sebagai sebuah kritik terhadap kondisi masyarakat pengarang. Buku ini juga telah difilmkan dan memperoleh tiga penghargaan dalam Festival Film Cannes 2001. Roman Die Klavierspielerin mengisahkan Erika, seorang profesor di konservatori Wina, yang menjadi guru karena gagal menjadi pemain piano konser. Hidupnya dikendalikan sepenuhnya oleh Sang Ibu, meskipun ia telah berusia tiga puluh delapan tahun. Bagi Erika, musik bukanlah kesenangan, tetapi kerja keras dan kewajiban, yang ditanamkan oleh ibunya sejak ia kecil. Dominasi ibu yang berlebihan dengan kekangan-kekangan yang diciptakannya sendiri membuat jiwa Erika tertekan dan sakit. Erika menunjukkan kekuasaannya di kelas tempat ia mengajar piano. Ia pun terus membeli baju-baju baru hanya untuk dilihat-lihat, karena ibunya tidak mengizinkan ia memakainya. Sang Ibu tidak ingin Erika dengan baju-bajunya tersebut menarik perhatian lawan jenis sehingga membuat karirnya hancur berantakan.Erika juga kerap mengunjungi tempat-tempat dimana seks dikomoditikan dalam bentuk Peep show dan dilakukan secara brutal dan rendah.Peep show sendiri merupakan sebuah pertunjukan yang mempertontonkan lekuk tubuh perempuan baik dengan busana minim maupun tanpa busana.
6
Pengunjung yang ingin melihat tersebut dapat mengintip melalui sebuah lubang kecil di dalam sebuah bilik yang juga kecil. Di umurnya yang sudah berkepala tiga tersebut, Erika dilarang keras oleh ibunya untuk menikah. Menurut Sang Ibu pernikahan adalah sebuah awal dari kehancuran. Sang Ibu menginginkan anaknya untuk selalu bersama dengan dirinya. Hal tersebut tentu saja sangat mempengaruhi kejiwaan Erika yang sesungguhnya haus akan rasa kasih sayang dari lawan jenisnya. Erika adalah seorang perempuan yang malang, kesepian, sedih, dan tertindas, namun tidak mampu mengeluarkan diri dari situasi tersebut selain melakukan hal-hal yang semakin menjerumuskan dirinya: menyayat tubuhnya sendiri. Erika melakukan hal tersebut guna memuaskan kesenangannya sendiri. Erika pun menjalin hubungan dengan murid yang jauh lebih muda, yaitu Walter Klemmer. Murid yang pandai dan juga tampan telah menarik perhatian tidak hanya Erika, tetapi juga para gadis-gadis lain. Erika akan menyingkirkan siapapun yang mengganggu jalan lurusnya yang panjang dan terjal, seperti memasukkan pecahan gelas kaca ke dalam saku mantel seorang siswi murid akademi musik yang hanya sekedar bergurau dengan Klemmer. Hal tersebut telah membuat Erika cemburu buta hingga melakukan aksi balas dendam yang tergolong sadis. Kesadisan Erika tidak hanya berhenti di situ saja, ia pun menginginkan kesadisan dalam hubungan percintaannya dengan Klemmer melalui surat yang dituliskan kepada pemuda tersebut. Penolakan Klemmer terhadap sifat masokisme Erika mendorong pemuda tersebut melakukan aksi yang tergolong brutal. Walter Klemmer mendatangi
7
apartemen Erika ketika tengah malam menghadiahi guru pianonya tersebut dengan pukulan dan juga tendangan. Menurutnya hal tersebut pantas didapat Erika karena kebrutalan yang dia inginkan. Roman ini diakhiri dengan Erika yang menusukkan pisau di bahunya sendiri. Pada bab pertama, Jelinek lebih banyak menceritakan mengenai masa lalu Erika, baik ketika Erika kecil maupun Erika remaja, sedangkan pada bab kedua lebih banyak diceritakan mengenai kehidupan dan permasalahan Erika di usianya yang sudah berkepala tiga. Bahasa yang dituliskan oleh Jelinek sendiri tergolong rumit karena tidak adanya perbedaan antara kalimat langsung dengan narasi sehingga keduanya berbaur menjadi satu dalam roman tersebut. Klasifikasi emosi tokoh utama menjadi tujuan peneliti untuk meneliti roman Die Klavierspielerin. Untuk melihat lebih lanjut klasifikasi emosi kepribadian tokoh utama yaitu Erika perlu dilakukan kajian terhadap roman ini. Untuk itu dilakukan pengkajian psikologi sastra.Psikologi sastra adalah telaah karya sastra yang diyakini mencerminkan proses dan aktivitas kejiwaan. Konsep dasar psikologi kepribadian terletak pada kualitas kejiwaan. Kualitas kejiwaan terdiri dari tiga macam kualitas kejiwaan, yaitu emosionalitas, proses pengiring dan aktivitas.Tujuan psikologi sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung di dalam suatu karya. Untuk mencapai tujuan penelitian, maka peneliti memanfaatkan teori klasifikasi emosi David Krech. Klasifikasi emosi adalah sebuah teori karya David Krech yang membahas mengenai emosi atau rasa apa saja yang dimiliki oleh seseorang. Klasifikasi emosi sendiri terbagi menjadi empat bagian, yaitu (1) emosi dasar
8
yang terdiri atas rasa senang, marah, takut, dan sedih, (2) emosi yang berhubungan dengan stimulasi sensor yang terdiri atas rasa sakit, jijik, dan kenikmatan, (3) emosi yang berhubungan dengan penilaian diri sendiri yang terdiri atas rasa sukses dan gagal, bangga dan malu, bersalah dan menyesal, (4) emosi yang berhubungan dengan orang lain yang terdiri atas rasa cinta dan benci.
B. Fokus Masalah Berdasarkan uraian yang ada dalam latar belakang masalah maka penelitian ini difokuskan pada klasifikasi emosi apa saja yang dimiliki tokoh utama Erika dalam roman Die Klavierspielerin karya Elfriede Jelinek menurut psikologi David Krech?
C. TujuanPenelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan klasifikasi emosi tokoh utama Erika dalam roman Die Klavierspielerin karya Elfriede Jelinek menurut psikologi David Krech.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis a. Dapat menjadi referensi relevan untuk penelitian selanjutnya bagi mahasiswa yang akan meneliti karya sastra dengan teori psikologi. b. Menambah pengetahuan mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Jerman tentang analisis karya sastra terutama analisis tokoh berdasarkan teori psikologi klasifikasi emosi.
9
2. Manfaat Praktis a. Bagi mahasiswa hasil penelitian ini dapat membantu mahasiswa dalam memahami klasifikasi emosi tokoh utama Erika dalam roman Die Klavierspielerin karya Elfriede Jelinek melalui sastra dalam suatu tinjauan psikoanalisis. b. Bagi para peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
wawasan dan menjadi salah satu pendorong untuk mengadakan penelitian ditinjau dari sudut lain dalam roman Die Klavierspielerin.
BAB II KAJIAN TEORI A. Roman sebagai karya sastra
1. Pengertian Roman Roman adalah suatu karya sastra yang merupakan bagian dari epik yang panjang. Dalam perkembangannya roman menjadi suatu karya sastra yang sangat digemari. Sebagai salah satu karya sastra epik panjang, roman berisi paparan cerita yang panjang dan terdiri dari beberapa bab. Antara bab satu dengan yang lain saling berhubungan. Semua hal yang ditulis dalam bahasa tulis disebut roman dan biasanya digunakan oleh rakyat biasa, sedangkan bahasa Latin digunakan oleh rakyat terdidik (Sander via Becker dkk, 2012: 115). Roman Jerman lebih dikenal dengan istilah novel dalam bahasa Inggris ataupun Indonesia. Roman pertama kali masuk ke Indonesia melalui sastra Belanda. Seiring berjalannya waktu roman menjadi kabur pengertiannya dengan novel. Akan tetapi jika dilihat dari sudut isi penceritaan, roman dapat dipadankan dengan novel dalam sastra Indonesia. Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa roman adalah sebuah karya gambaran dunia bersifat fiktif yang diciptakan oleh pengarangnya, yang di dalamnya menampilkan keseluruhan hidup suatu tokoh beserta permasalahannya terutama dalam hubungan dengan kehidupan sosialnya. 2. Jenis-jenis Roman Dalam memahami sebuah roman kita harus mengklasifikasikan atau membedakan roman tersebut dari roman jenis lain. Hal tersebutkan disampaikan oleh Ruttkowski dan Reichman (1974: 23), bahwa jika dalam sebuah roman lebih
10
11
diutamakan penggambaran seseorang tokoh atau beberapa orang tokoh, maka roman itu disebut Figurenroman. Apabila roman tersebut lebih melukiskan penggambaran sebuah tempat atau lokasi, maka disebut Raumroman. Apabila roman tersebut merupakaan pembentukan suatu tindakan atau alur yang menarik dan bersifat runtut disebut Handlungsroman. Berdasarkan segi cerita, Gigl (2017: 59) membagi roman dalam beberapa bentuk : 1. Roman Pendidikan (Bildungs-und Entwicklungsroman) Roman jenis ini menitikberatkan pada perkembangan pendidikan tokoh utama dalam cerita. Biasanya menggambarkan tokoh seorang pemuda hingga dewasa. Contoh: Anton Reiser (Karl Phillip Moritz, 1785 ff.), Der grüne Heinrich (Gottfried Keller, 1854 ff.), Demian (Herman Hesse, 1919). 2. Roman Masyarakat (Gesellschaftsroman) Roman jenis ini lebih memusatkan cerita pada kondisi sosial masyarakat. Contoh: Frau Jenny Treibel (Theodore Fontane, 1892), Der Zauberberg (Thomas Mann, 1924). 3. Roman Sejarah (Historischer Roman) Menceritakan suatu sejarah yang dikemas dalam bentuk roman. Contoh: Ein Kampf um Rom (Felix Dahn, 1876), Die vierzig Tage des Musa Dagh (Franz Werfel, 1933). 4. Roman Kriminal (Kriminalroman) Mengisahkan suatu kejahatan beserta pencerahannya. Contoh: Der Richter und sein Henker (Friedrich Dürenmatt, 1950), Selbs Justiz (Bernhard Schlink, 1987).
12
5. Roman Seni (Künstlerroman) Tokoh penceritaan adalah seorang seniman dan menggambarkan siklus kehidupannya, serta konflik-konflik yang terjadi dengan kelompok borjuis. Contoh: Maler Nolten (Eduard Mörike, 1832), Klingsors letzter Sommer (Hermann Hesse, 1920). 6. Roman Utopis (Utopischer Roman) Roman yang menceritakan mengenai masa depan, di sebuah tempat yang jauh dan belum dijelajahi. Contoh: Utopia (Thomas Morus, 1516), Schöne neue Welt (Aldous Huxley, 1932).
B. Psikologi Sastra 1. Pengertian Psikologi Psikologi adalah salah satu bidang ilmu pengetahuan mengkaji jiwa manusia. Psikologi berasal dari kata psyche (jiwa) dan logos (ilmu), yaitu secara harafiah berarti ilmu jiwa. Psikologi sendiri dapat diartikan sebagai suatu disiplin ilmu mengenai kejiwaan. Psikologi merupakan ilmu yang berdiri sendiri, tidak bergabung dengan ilmu-ilmu lain.
Namun, psikologi tidak boleh dipandang
sebagai ilmu yang sama sekali terlepas dari ilmu-ilmu lainnya. Dari beberapa pengertian tentang psikologi dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungan dengan lingkungannya. 2.
Psikologi Sastra Psikologi sastra adalah sebuah interdisiplin antara psikologi dan sastra
(Endraswara, 2008: 16). Psikologi sastra lahir sebagai salah satu jenis kajian sastra
13
digunakan untuk membaca dan menginterpretasikan karya sastra, pengarang karya sastra dan pembacanya dengan menggunakan berbagai konsep dan kerangka teori terdapat dalam psikologi. Menurut Minderop (2013: 54) psikologi sastra adalah telaah karya sastra yang diyakini mencerminkan proses dan aktivitas kejiwaan. Psikologi sastra merupakan suatu pendekatan yang menelaah aspek kejiwaan dalam sastra. Seperti yang dijelaskan oleh Ratna (2013: 341) bahwa karya sastra mengandung aspek-aspek kejiwaan yang sangat kaya. Aspek-aspek kemanusiaan inilah yang merupakan objek utama psikologi sastra sebab sematamata dalam diri manusia itulah aspek kejiwaan dimasukan dan diinvestasikan. Pada dasarnya psikologi sastra dibangun atas dasar asumsi-asumsi genesis, dalam kaitannya dengan asal-usul karya, artinya, psikologi sastra dianalisis dalam kaitannya dengan psike dengan aspek-aspek kejiwaan pengarang (Minderop, 2010: 53)
C. Teori Klasifikasi Emosi David Krech David Krech menjelaskan bahwa terdapat empat klasifikasi emosi, yaitu emosi dasar (kegembiraan, kemarahan, ketakutan, dan kesedihan), emosi yang berhubungan dengan stimulasi sensor (sakit, jijik, bahagia), emosi yang berhubungan dengan penilaian diri sendiri (sukses dan gagal, bangga dan malu, bersalah dan menyesal), dan juga emosi yang berhubungan dengan orang lain (cinta dan benci). 1. Emosi Dasar Dalam teori klasifikasi emosi, Krech (1969: 522) menjelaskan bahwa kesenangan, kemarahan, ketakutan, dan kesedihan kerap kali dianggap sebagai
14
emosi yang paling mendasar atau primer. Situasi yang membangkitkan perasaanperasaan tersebut sangat terkait dengan tindakan yang ditimbulkannya dan mengakibatkan meningkatnya ketegangan. a. Senang Rasa senang adalah emosi pertama dalam klasifikasi emosi dasar. Senang adalah mitra emosional pelepasan ketegangan dengan pencapaian tujuan. Kondisi situasional penting untuk kebahagiaan adalah bahwa orang tersebut berusaha menuju tujuan dan mencapai itu (Krech, 1969: 522). Rasa senang dapat diartikan sebagai sebuah luapan emosi kegembiraan atas keberhasilannya dalam mencapai sebuah tujuan. Dalam teorinya, Krech memberikan contoh seperti sedang memainkan sebuah permainan atau kuis. Apabila ia menang dan bisa mendapatkan skor maka akan timbul perasaan gembira karena ia telah mencapai tujuan tersebut, hal itu lah yang disebut sebagai rasa senang dalam contoh yang diberikan oleh Krech. b. Marah Rasa marah adalah salah satu emosi dasar. Dalam hal ini, rasa marah timbul akibat tidak tercapainya sebuah tujuan. Hal tersebut sama seperti yang diungkapkan
oleh
Krech
(1969:
522)
bahwa
kondisi
penting
untuk
membangkitkan kemarahan adalah pemblokiran pencapaian tujuan, terutama bila ada frustrasi terus-menerus dari pencapaian tujuan, dengan akumulasi bertahap dari ketegangan. Rasa marah tidak hanya timbul akibat tidak tercapainya suatu tujuan, namun bisa juga terjadi karena seseorang dihadapkan oleh sesuatu yang
15
tidak ia harapkan atau ia benci dan kemudian timbul rasa frustasi atau stress hingga timbul rasa marah. Marah merupakan salah satu dari empat emosi dasar, di mana situasi dianggap sebagai sangat negatif dan seseorang atau sesuatu yang lain yang harus disalahkan untuk itu keadaan negatif. Kemarahan hampir selalu didahului oleh rasa frustrasi nyata atau dibayangkan. Kemarahan biasanya disertai, setidaknya sesaat, dengan ekspresi wajah di mana bibir mengencangkan, otot-otot rahang tegang, bibir yang sedikit terbuka, mata menyempit, dan dahi yang berkerut (Matsumoto, 2009: 38). Rasa marah tak jarang menimbulkan dampak negatif bila dilampiaskan secara berlebihan. c. Takut Krech (1969: 524) menjelaskan rasa senang dan kemarahan adalah emosi "pendekatan", yaitu, mereka melibatkan perjuangan untuk mencapai suatu tujuan. Perasaan takut, di sisi lain, adalah sebuah bentuk emosi "penghindaran," yang melibatkan sebuah pelarian diri untuk menghindari bahaya. Bhatia (2009: 154) menjelaskan bahwa rasa takut merupakan sebuah emosi primitif, emosi yang kuat dalam menghadapi ancaman, baik nyata atau pun imajinatif, yang disertai dengan reaksi fisiologis yang dihasilkan dari rangsangan dari sistem saraf simpatik dan dengan pola defensif dari perilaku yang terkait dengan penghindaran, melawan atau bahkan bersembunyi. Pada teorinya, Krech mengibaratkan seekor kera. Sebuah objek tiruan di taruh di dekat kandangnya dan melihat apa reaksi yang ditimbulkan oleh kera tersebut. Hasilnya adalah kera tersebut merasa takut dengan melihat objek asing
16
yang menyerupai dirinya. Hewan tersebut berpikir bahwa ada kera lain yang ingin menguasai wilayah kekuasaannya sehingga ia menjadi takut akan hal tersebut. d. Sedih Menurut Krech (2013: 526) kesedihan atau dukacita adalah sebuah perasaan yang berhubungan dengan kehilangan sesuatu yang penting atau bernilai. Biasanya intensitas kesedihan dapat diukur dengan takaran nilai, apabila sesuatu yang hilang tersebut sangat bernilai maka kesedihan bisa menjadi sangat dalam dan begitu juga dengan sebaliknya. Contohnya, apabila seseorang kehilangan orang yang dicintainya seperti anggota keluarganya maka ia akan merasakan kesedihan yang dalam, begitu dengan sebaliknya, apabila ia kehilangan sesuatu yang tidak terlalu berharga maka kesedihan yang dirasakan tidak begitu mendalam. Parkes (via Minderop, 2013: 39) menemukan bukti bahwa kesedihan yang berlarut-larut dapat mengakibatkan depresi dan putus asa yang menjurus pada kecemasan; akibatnya bisa menimbukan insomnia, tidak memiliki nafsu makan, timbul perasaan jengkel dan menjadi pemarah serta menarik diri dari pergaulan. 2. Emosi yang Berhubungan dengan Stimulasi Sensor Emosi yang berkaitan dengan rangsangan sensorik adalah mereka yang lebih jelas berkaitan dengan rangsangan indra menyenangkan dan tidak menyenangkan oleh benda-benda. Stimulasi mungkin ringan atau intens. Emosi yang dihasilkan cenderung diarahkan menuju objek positif atau negatif (Krech, 1969: 526). Dalam klasifikasi emosi yang berkaitan dengan rangsangan sensorik terdapat tiga emosi, yaitu rasa sakit, jijik dan kenikmatan.
17
a. Sakit Rasa sakit dapat diartikan sebagai adanya sesuatu yang buruk terjadi pada tubuh, bisa terjadi pada tubuh, pikiran, dan bahkan jiwa. Matsumoto (2009: 357) menyebutkan pengalaman tidak menyenangkan biasanya berhubungan dengan stimulasi ujung saraf sensorik, kerusakan saraf, atau stimulasi sensorik. Hal ini terkait dengan peningkatan denyut jantung dan laju respirasi, menyempitnya fokus pada sesuatu, pelebaran pupil, dan wajah yang meringis. Nyeri dimediasi oleh otak sehingga rangsangan yang sama kadang-kadang menghasilkan rasa sakit dan di lain waktu tidak. Ada beberapa jenis reseptor nyeri spesifik di seluruh tubuh, tetapi terkonsentrasi di kulit, yang menanggapi deformasi fisik, ketegangan pada otot atau tendon, panas atau dingin, dan kerusakan kimia. b. Jijik Ada berbagai macam benda yang, jika dilihat, berbau, terasa, atau menyentuh menggugah perasaan tidak menyenangkan atau jijik-akut yang melibatkan kecenderungan penghindaran yang kuat (Krech, 1969: 527). Pada dasarnya orang yang memiliki rasa jijik sudah menanamkan pikiran negatif pada sesuatu yang menimbulkan rasa jijik tersebut. Rasa jijik sendiri dapat diartikan sebagai sebuah emosi yang timbul dengan melihat sesuatu yang ia sangat tidak sukai dan menimbulkan reaksi sensorik seperti menutup hidung, atau bahkan mual. Contohnya bisa diibaratkan seperti sebuah tempat sampah. Pada umumnya, tidak ada orang yang ingin menyentuh tempat sampah. Mereka sudah memiliki pikiran bahwa tempat sampah adalah sebuah tempat pembuangan akhir
18
dan memiliki banyak sekali kuman yang berkumpul di dalamnya. Sedangkan kuman-kuman tersebut bisa menimbulkan berbagai macam penyakit, ditambah lagi dengan baunya yang menyengat sehingga semakin menguatkan timbulnya rasa jijik terhadap tempat sampah tersebut. c. Kenikmatan Kenikmatan merupakan susunan yang luas dari objek dan peristiwa yang memiliki kekuatan untuk membangkitkan perasaan menyenangkan atau bisa disebut pengalaman-pengalaman emosional yang nikmat; intensitas kesenangan mereka bervariasi mulai dari kesenangan kecil, kepuasan, dan kesukaan secara berlebihan seperti sebuah ekstasi. Beberapa sensasi menyenangkan dalam tubuh seperti yang menyentuh, meraba, atau membelai. Beberapa berasal dari persepsi gerakan tubuh dan fungsinya (kenikmatan dalam aktivitas otot, menari, menyanyi) dan dari perasaan yang terkait dengan kebutuhan tubuh (kepuasan setelah kelaparan, kelelahan setelah melakukan hal yang menyenangkan) (Krech, 1969: 527). 3. Emosi yang Berhubungan dengan Penilaian Diri Sendiri Menurut Krech (1969: 528) perasaan keberhasilan dan kegagalan, rasa malu, bangga, rasa bersalah, dan penyesalan adalah emosi yang harus dilakukan dengan persepsi seseorang dari perilaku sendiri dalam kaitannya dengan berbagai standar penting sebuah perilaku. Penilaian tersebut bersumber dari penilaian yang dilakukan oleh pengamatan orang lain terhadap orang yang dituju.
19
a. Sukses dan Gagal Kesuksesan dan kegagalan merupakan dua hal yang saling berhubungan. Dua perasaan ini dapat dinilai dari persepsi orang, seperti yang disebutkan oleh Krech (1969: 529) bahwa kesuksesan dan kegagalan harus didefinisikan dalam hal persepsi orang itu sendiri. Dia mungkin merasa bahwa ia telah berhasil ketika orang lain akan menilai dirinya sukses. Sukses dan gagal termasuk dalam kategori emosi yang menyinggung penilaian diri sendiri. Dalam teori klasifikasi emosi Krech, perasaan sukses dan gagal adalah emosi yang pada umumnya berhubungan dengan prestasi. Apabila prestasi tersebut dapat dicapai maka akan bisa disebut dengan kesuksesan, sedangkan apabila prestasi tersebut tidak bisa diraih maka disebut sebagai suatu kegagalan. b. Bangga dan Malu Tidak jauh berbeda dengan perasaan sukses dan gagal, rasa bangga dan malu juga dapat disebut sebagai dua hal yang juga saling berhubungan. Bangga adalah pengalaman kepuasan diri yang terjadi ketika seorang individu positif mengevaluasi dirinya dan percaya orang lain yang sama-sama mengevaluasinya (Matsumoto, 2009: 398). Contohnya orangtua yang menginginkan anaknya masuk ke perguruan tinggi favorit. Apabila anak tersebut dapat masuk ke perguruan tinggi favorit, maka akan timbul perasaan bangga dalam diri orangtua tersebut, tetapi jika tidak maka orangtua tersebut akan merasa malu karena anaknya tidak di terima di perguruan tinggi favorit. Sekali lagi ini hanya sebuah contoh saja.
20
c. Bersalah dan Menyesal Perasaan bersalah adalah sebuah perasaan yang dialami setelah melakukan sesuatu yang dianggap melanggar sebuah kebenaran, melanggar sebuah moral atau bahkan melanggar sebuah peraturan. Rasa besalah dapat pula disebabkan oleh perilaku neurotik, yakni ketika individu tidak mampu mengatasi problem hidup
seraya
menghindarinya
melalui
manuver-manuver
defensif
yang
mengakibatkan rasa bersalah dan tidak bahagia. Biasanya setelah timbul rasa bersalah maka akan timbul pula perasaan menyesal. Menyesal adalah sebuah perasaan yang timbul dari perasaan bersalah. Biasanya perasaan menyesal juga menggambarkan emosi seseorang terhadap tindakan-tindakan pada masa lampau. Apabila hasil dari tindakan pada masa lampau menuai hasil yang tidak seperti yang diharapkannya (di bawah ukuran baku), maka individu merasa menyesal. 4. Emosi yang Berhubungan Dengan Orang Lain Banyak pengalaman emosional kita berkaitan dengan hubungan diri dengan orang lain sebagai obyek dalam lingkungan kita seperti perasaan yang di arahkan ke arah mereka (Krech, 1969: 532). Dalam teori ini Krech membaginya ke dalam dua emosi yaitu rasa cinta dan rasa benci. a. Cinta Cinta adalah sebuah perasaan positif yang diberikan pada makhluk atau benda. Cinta adalah sebuah emosi dari kasih sayang yang kuat dan filososfi cinta merupakan sifat baik yang mewarisi semua kebaikan, perasaan belas kasih, dan
21
kasih sayang. Cinta tidak hanya dirasakan antara dua lawan jenis tetapi juga terhadap orang tua, teman, hewan peliharaan, dan lainnya. Bhatia (2009: 242) mengungkapkan cinta adalah tindakan perhatian penuh dan pemberian seperti menerima dan bersifat melekat pada seseorang. Rasa cinta juga dapat ditunjukan secara fisik dengan membesarnya pupil mata mereka. Emosi cinta dapat bervariasi dalam semua bentuk lain; intensitas pengalaman dapat berkisar dari ringan sampai sangat berat (Krech, 1969: 532). Pengalaman
cinta
bervariasi
dalam
beberapa
bentuk;
intensitas
pengalaman pun memiliki rentang dari yang terlembut sampai kepada yang amat mendalam; derajat tensi dari rasa sayang yang paling tenang sampai pada gelora nafsu yang kasar dan agitatif. (Krech, 1969: 532). b. Benci Krech (1969: 533) kebencian atau perasaan benci (hate) berhubungan erat dengan perasaan marah, cemburu dan iri hati. Ciri khas yang menandakan perasaan benci adalah timbulnya nafsu atau keinginan untuk menghancurkan objek yang menjadi sasaran kebencian. Perasaan benci bukan sekedar timbulnya perasaan tidak suka atau aversi/ enggan yang dampaknya ingin menghindar dan tidak bermaksud menghancurkan. Sebaliknya perasaan benci selalu melekat di dalam diri seseorang dan ia tidak akan pernah merasa puas sebelum menghancurkannya; bila objek tersebut hancur ia akan merasa puas (Krech, 1969: 533).
22
D. Penelitian Yang Relevan Terdapat dua penelitian terhadap karya sastra yang relevan dengan penelitian ini. Penelitian yang pertama dilakukan oleh Juwina Catur Adinafifa, mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Jerman Universitas Negeri Yogyakarta, dengan judul “Kepribadian tokoh utama Erika Kohut dalam roman Die Klavierspielerin karya Elfriede Jelinek: Analisis Psikologi Sastra“. Hasil penelitian Struktur kepribadian Erika Kohut terdiri dari sistem Id, Ego, dan Superego. Id mempengaruhi tokoh utama untuk mengejar kepuasan dan kesenangannya terhadap Klemmer. Id juga mempengaruhi Erika dalam memenuhi kepuasan seksual dengan melukai dirinya menggunakan pisau cukur. Id juga mendorong Erika untuk melakukan keusilan kepada para penumpang kereta api. Ego meredakan kecemasan-kecemasan dalam diri tokoh utama dan Superego mengendalikan sikap-sikap negatif tokoh utama Erika Kohut. Dinamika kepribadian tokoh utama Erika Kohut terdiri dari dorongan seks, dorongan agresi, kecemasan moral dan kecemasan neurosis. Dorongan seksual Erika didominasi oleh sistem Id berupa narsisme, sadisme, dan masokisme. Dorongan agresi muncul akibat penolakan Klemmer. Kecemasan moral terjadi saat Klemmer mencoba memegang tangan Erika, sedangkan di belakang mereka ada Ibu yang mengawasi. Kecemasan neurosis dialami Erika, apabila muridnya lebih berhasil dibandingkan dirinya ketika mereka mengikuti ujian. Mekanisme pertahanan diri tokoh utama Erika Kohut terdiri dari represi, pengalihan, dan sublimasi. Represi digunakan untuk mengatasi perasaan cemburu melihat Klemmer bersama gadis lain. Pengalihan digunakan untuk mengatasi
23
kemarahan Erika terhadap sang Ibu, yaitu dengan melakukan keusilan di dalam kereta api. Karena dominasi sang Ibu yang berlebihan, Erika melakukan sublimasi dengan cara mengahabiskan waktunya dengan musik. Relevansi penelitian dari Juwina Catur Adinafifa dengan penelitian ini yaitu keduanya sama-sama menggunakan roman Die Klavierspielerin karya Elfriede Jelinek sebagai bahan penelitian, sehingga dapat menjadi sumber referensi bagi penulis. Penelitian yang telah dilakukan oleh Juwina Catur Adinafifa adalah penelitian yang memanfaatkan teori psikoanalisis Sigmund Freud sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti memanfaatkan teori klasifikasi emosi David Krech. Penelitian yang kedua dilakukan oleh Desy Ermawati, mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang, dengan judul “ Klasifikasi Emosi tokoh utama novel di bawah cahaya langit negeri seribu menara karya Miftahur Rahman Elbanjary“. Hasil penelitian adalah hasil penelitian mengenai emosi tokoh utama (Fatih) ini didasarkan kepada teori psikologi sastra menurut Krech yang terdiri dari 17 konsep rasa bersalah, 2 rasa bersalah yang dipendam, 4 rasa malu, 26 kesedihan, 19 kebencian dan 27 cinta. Secara keseluruhan emosi tokoh utama berjumlah 95 emosi tokoh utama. Dalam novel di bawah cahaya langit negeri seribu menara karya Miftahur Rahman El-Banjary emosi tokoh utama lebih dominan dari segi emosi cinta. Relevansi penelitian dari Desy Ermawati dengan penelitian ini yakni keduanya sama-sama memanfaatkan teori klasifikasi emosi David Krech,
24
sehingga dapat menjadi sumber referensi bagi penulis. Namun jika penelitian sebelumnya menggunakan teori klasifikasi emosi yang sudah dimodifikasi oleh Albertine Minderop, peneliti memanfaatkan teori klasifikasi emosi yang berasal dari sumber asalnya, yaitu dari David Krech.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Bog dan Taylor (dalam Moleong, 2008: 3) penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif, yaitu data yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati. Sedangkan pendekatan adalah caracara untuk memusatkan perhatian semata-mata pada unsur-unsur objek, yang dikenal dengan analisis intrinsik (Ratna, 2013: 73). Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang menggunakan pendekatan psikologi dengan memanfaatkan teori psikologi klasifikasi emosi David Krech. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kejiwaaan manusia, dalam penelitian ini, peneliti meneliti unsur teks dalam roman Die Klavierspielerin karya Elfriede Jelinek, terutama pada unsur emosi tokoh utama Erika. Pendekatan psikologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikoanalisis klasifikasi emosi David Krech.
B. Data Penelitian Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa satuan lingual, kata, frasa dan kalimat. Data tersebut merupakan informasi-informasi penting dan penjelasan dalam roman Die Klavierspielerin
karya Elfriede Jelinek, yang
menyangkut klasifikasi emosi tokoh utama yaitu Erika. Oleh karena itu, pembahasan dalam penelitian ini berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian pembahasan.
25
26
C. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah roman Die Klavierspielerin karya Elfriede Jelinek. Roman ini diterbitkan oleh Rowohlt Taschenbuch Verlag, Hamburg tahun 2015 dengan ISBN 978 3 499 15812 4. Jumlah halaman dalam roman ini adalah 334 halaman dan 2 bab.
D. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini merupakan penelitian pustaka dengan karya sastra roman Die Klavierspielerin sebagai objek kajiannya. Sementara itu, teknik catat berarti penulis sebagai instrumen kunci melakukan pengamatan secara cermat, terarah dan teliti terhadap sumber data primer. Dalam roman Die Klavierspielerin kegiatan pencatatan dilakukan dan digunakan untuk menyimpan data yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Adapun data-datanya berupa kutipan kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, atau keterangan yang terdapat dalam roman yang berhubungan dengan emosi-emosi tokoh utama Erika yang ditampilkan dalam roman. Data yang telah didapat dari hasil pembacaan secara cermat kemudian akan dicatat kemudian dibuat dalam kumpulan data dengan bantuan komputer sebagai bahan penulisan data. Data tersebut digunakan sebagai data primer yang diperlukan untuk kemudian di analisis.
E. Instrumen Penelitian Instrumen dalam penelitian ini adalah human instrumen (peneliti sendiri) dalam menganalisis roman Die Klavierspielerin karya Elfriede Jelinek. Kegiatan penelitian ini juga dibantu alat-alat pendukung berupa laptop, kamus, dan alat-alat
27
tulis yang digunakan untuk mencatat dan menyimpan data-data yang ditemukan. Data-data tersebut yaitu kutipan-kutipan (kata, kalimat, atau paragraf) dari roman Die Klavierspielerin yang merujuk kepada klasifikasi emosi tokoh utama.
F. Keabsahan Data Keabsahan data penelitian ini dilakukan dengan validitas dan reliabilitas. Validitas dan Reliabilitas diperlukan untuk menjaga kesahihan dan keabsahan data agar hasil penelitian dapat diterima dan di pertanggungjawabkan. Dalam penelitian ini digunakan validitas semantik yaitu mengukur keabsahan data berdasarkan tingkat kesensitifan suatu teknik terhadap makna yang relevan dengan konteks yang dianalisis. Penafsiran terhadap data tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan konteks data itu berada. Selain itu, data yang sudah diperoleh kemudian dikonsultasikan kepada ahli (expert judgement) dalam hal ini adalah dosen pembimbing. Reliabilitas data penelitian menggunakan reliabilitas intrarater, yaitu pembacaan dilakukan secara berulang-ulang terhadap roman Die Klavierspielerin karya Elfriede Jelinek. Pada reliabilitas interrater dilakukan dengan cara mendiskusikan hasil penelitian dengan pengamat yaitu dosen pembimbing, maupun teman sejawat. Dengan demikian, dapat memperoleh persetujuan atau kesepakatan tentang data yang dibutuhkan.
G. Teknik Analis Data Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis secara kualitatif melalui tahapan-tahapan sebagai berikut. (1) membaca secara berulang-ulang dan
28
kemudian memahami roman Die Klavierspielerin karya Elfriede Jelinek untuk menemukan kata, frasa, klausa, kalimat, atau paragraf yang berhubungan dengan apa yang akan dikaji oleh peneliti, (2) melakukan penandaan dengan cara diberi garis berwarna pada kata, kalimat atau paragraf yang menunjukkan klasifikasi emosi dalam roman Die Klavierspielerin karya Elfriede Jelinek. Selanjutnya, data tersebut dipindahkan ke tabel dan diberi nomor agar mempermudah peneliti dalam analisis data, (3) selanjutnya data-data bahasa Jerman tersebut diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, (4) data-data yang telah diterjemahkan dan dikumpulkan dikategorikan sesuai jenis data yang diteliti, yakni klasifikasi emosi tokoh utama dalam roman Die Klavierspielerin karya Elfriede Jelinek, (5) mendeskripsikan emosi tokoh utama apa sajakah yang ada di dalam roman tersebut, (6) langkah yang terakhir adalah menarik kesimpulan.
BAB IV KLASIFIKASI EMOSI TOKOH UTAMA ERIKA DALAM ROMAN DIE KLAVIERSPIELERIN KARYA ELFRIEDE JELINEK: ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA
Bab ini membahas klasifikasi emosi tokoh utama Erika. Teori yang digunakan adalah teori klasifikasi emosi David Krech. Teori klasifikasi Emosi tersebut terbagi dalam empat bagian, yaitu emosi dasar, emosi yang berhubungan dengan stimulasi sensor, emosi yang berhubungan dengan penilaian diri sendiri dan emosi yang berhubungan dengan orang lain. Emosi dasar meliputi rasa senang, marah, takut, dan sedih. Emosi yang menyinggung stimulasi sensor diantaranya rasa sedih, sakit, dan jijik, dan kenikmatan Emosi yang menyinggung penilaian diri sendiri terdiri dari rasa sukses dan gagal, perasaan bangga dan malu, rasa bersalah dan menyesal. Sedangkan emosi yang menyingggung orang lain yaitu perasaan cinta dan benci.
A. Deskripsi Roman Die Klavierspielerin karya Elfriede Jelinek Roman Die Klavierspielerin memiliki 335 halaman dan 2 bab. Alur dalam roman ini merupakan alur maju. Bab pertama lebih banyak menceritakan masa lalu Erika, sedangkan pada bab kedua lebih banyak menceritakan Erika pada masa sekarang. Roman yang dijadikan sebagai objek penelitian ini adalah sebuah roman yang bercerita mengenai seorang perempuan, Erika. Ia adalah seorang pemain piano, atau lebih tepatnya seorang guru piano. Ia tinggal bersama dengan kekangan ibu kandungnya sendiri sedangkan ayahnya telah lama meninggal dalam
29
30
panti rehabilitasi jiwa. Selama tiga puluh delapan tahun hidupnya terus dibayangi oleh peraturan ketat Sang Ibu. Ia bahkan tidak diizinkan untuk menikah dengan siapapun dan hanya berfokus pada karirnya yang perlahan mulai redup sebagai seorang guru piano. Suatu ketika ia bertemu dengan seorang pemuda yang tak lain adalah murid pianonya sendiri. Diam-diam ia memendam rasa cinta terhadap pemuda yang bernama Walter Klemmer tersebut. Tetapi perjalanan mereka tidak berjalan dengan mulus sebab ibu Erika tidak menyukai satu pun pria, baginya pria itu hanyalah batu penghalang dalam karir Erika. Ditambah lagi sikap-sikap Erika yang menyimpang dari sikap kebanyakan perempuan normal pada umumnya. Di malam hari selepas mengajar piano ia kerap mengunjungi sebuah tempat di sudut kota Wina yaitu sebuah tempat yang menyediakan pertunjukan Peep Show yang jorok. Ia menjadi tamu istimewa di sana karena hanya ialah yang mampu membayar dengan harga tinggi guna menikmati tontonan yang menunjukan lekuk tubuh para wanita. Tak jarang ia melukai dirinya sendiri dengan silet dan bahkan melancarkan aksi jahatnya seperti menaruh pecahan gelas kaca dalam mantel seorang siswi guna membalas dendam karena tekah membuatnya cemburu pada Klemmer. Bahkan tanpa malu ia menuliskan sebuah surat tentang hasratnya akan seks yang memiliki sifat masokisme kepada Klemmer hingga membuat pemuda itu sangat terkejut. Roman Die Klavierspielerin ini juga telah di terjemahkan dalam berbagai macam bahasa seperti bahasa Inggris, bahasa Perancis, bahasa Rusia, dan juga bahasa Indonesia. Roman tersebut juga telah difilmkan oleh sutradara Michael Haneke pada tahun 2001 dan juga mendapat tiga penghargaan dalam
31
ajang Festival Film Cannes (2001). Jelinek sendiri menggunakan bahasa yang tergolong rumit bagi peneliti. Tidak adanya penanda antara kalimat langsung dengan narasi membuat kalimat-kalimat tersebut bercampur menjadi satu. Konflik-konflik yang terjadi di dalam roman Die Klavierspielerin seperti tekanan, kekerasan, cinta membuat tokoh utama Erika memunculkan banyak sekali perasaan dan emosi sehingga hal tersebut menjadi sangat menarik untuk diteliti.
B. Klasifikasi Emosi Tokoh Utama Erika Dalam Roman Die Klavierspielerin Karya Elfriede Jelinek. Dalam mengkaji roman Die Klavierspielerin peneliti memanfaatkan teori Klasifikasi Emosi Krech. Terdapat empat bagian dalam teori klasifikasi emosi Krech, di antaranya emosi dasar, emosi yang menyinggung stimulasi sensor, emosi yang menyinggung penilaian diri sendiri, dan emosi yang menyinggung orang lain. Berikut adalah hasil analisis klasifikasi emosi dalam roman Die Klavierspielerin karya Elfriede Jelinek. 1. Emosi Dasar Dalam teori klasifikasi emosi, Krech (1969: 522) menjelaskan bahwa kesenangan, kemarahan, ketakutan, dan kesedihan kerap kali dianggap sebagai emosi yang paling mendasar atau primer. Situasi yang membangkitkan perasaanperasaan tersebut sangat terkait dengan tindakan yang ditimbulkannya dan mengakibatkan meningkatnya ketegangan. a. Senang Menurut teori klasifikasi emosi David Krech, perasaan senang adalah perasaan yang paling utama dalam emosi dasar. Rasa senang bisa timbul ketika
32
adanya rangsangan yang membuat seseorang menjadi gembira. Tak jarang perasaan inilah yang paling mudah di deteksi dalam dunia psikologi. Perasaan senang pertama yang dialami Erika adalah ketika ia berhasil mendidik murid pianonya hingga menjadi pandai. Erika adalah seorang guru piano yang sangat profesional. Kecintaannya pada musik klasik mendorong dia untuk menjadi yang paling unggul di antara yang lain. Mau tak mau ia harus berusaha untuk menampilkan permainan yang sempurna. Tak boleh ada satu nada pun yang ia lewatkan. Hal ini lah yang membuat ia dikenal dan bahkan diakui sebagai salah satu pianis handal dan membuatnya menurunkan kesempurnaannya pada anak didiknya. Erika ingin setiap murid yang diajarnya menjadi pandai. ”Erikas gemischte Freude sind die tüchtigen Fortgeschrittenen, die sich Mühe geben. Ihnen entringen sich Schubert-Sonaten, Schumanns Kreisleriana, Beethoven Sonaten, jene Höhepunkte im Klavierschülererleben“ (Rasa senang dan haru-biru didapat Erika dari murid lanjutan yang pintar, yang selalu berusaha. Dengan susah payah mereka memainkan sonata Schubert, Kreisleriana Schumann, sonata Beethoven, titik-titik puncak dalam hidup seorang murid piano) (Jelinek, 2015: 34). Kutipan di atas menunjukkan bahwa Erika teramat sangat senang dengan kepandaian dari murid-murid piano lanjutan sebab mereka telah berhasil menaklukan beberapa karya sonata dari berbagai komposer ternama. Hal itu membuat ia tidak perlu menguras energi berlebihan untuk mengajarkannya. Kata ”Freude“ (kegembiraan) menunjukkan perasaan Erika yang teramat sangat senang. Perasaan senang dalam peristiwa di atas terkait dengan karir Erika sebagai
33
seorang guru piano. Seorang guru akan merasa senang apabila muridnya dapat dengan cepat menyerap dan mengaplikasikan ilmu yang telah diajarkan. Perasaan senang kedua yang ditunjukkan Erika adalah ketika ia dan ibunya sedang berjalan-jalan di sebuah taman. Mereka tengah membicarakan mengenai karir Erika yang sebentar lagi akan selesai. ”Die beiden Damen sagen, wie sehr sie sich schon auf Erikas Pensionerung freuen! Sie hegen zahlreiche Pläne für diesen Zeitpunkt.“ (kedua wanita itu berbicara tentang betapa bersemangatnya mereka menanti-nantikan masa pensiun Erika! Mereka punya berbagai rencana untuk masa depan) (Jelinek, 2015: 40). Erika sangat senang mengetahui bahwa sebentar lagi dirinya akan pensiun. Itu artinya ia akan punya banyak waktu dengan Sang Ibu, sebab Erika tidak bisa berjauhan terlalu lama dengan Sang Ibu. Tabungan dari hasil jerih payahnya mengajar piano selama ini akan mereka pergunakan untuk hidup yang lebih layak. Kata ”freuen“ (senang) menandakan kesenangan tokoh utama Erika dengan Sang Ibu karena sebentar lagi Erika akan pensiun. Di masa depan, mereka berdua merencanakan banyak hal. Pindah ke sebuah apartemen yang masih baru, dengan paku-paku yang masih berkilat dan dibangun berdasarkan metode masa depan. Di sana mereka berdua akan punya kamar masing-masing tetapi juga masih punya sebuah ruangan tempat mereka berkumpul bersama dan menonton acara favorit mereka di saluran televisi. Mereka juga akan memiliki ruangan tempat dimana Erika melakukan konsernya hanya dengan seorang penontonnya, yaitu ibunya sendiri.
34
Perasaan senang dalam peristiwa di atas adalah perasaan senang yang terkait dengan hubungan yang harmonis dengan orangtua. Seseorang pada umumnya akan merasa senang jika dalam hidupnya sukses menjalin hubungan yang harmonis dengan orang tuanya seperti yang dialami tokoh utama Erika. Perasaan senang yang ketiga ditunjukkan Erika dengan karir yang sudah ia raih diusianya yang sudah tiga puluh delapan tahun. Berikut merupakan kutipan perasaan senang yang ditunjukkan Erika. ”Sie ist froh, daß sie schon so alt ist, die Jugend hat sie rechtzeitig durch Erfahrung ersetzen können“ (dia senang bahwa dia sudah setua ini, bahwa masa muda telah bisa digantikan dengan pengalaman) (Jelinek, 2015: 198). Kata ”froh“ (senang) menunjukkan Erika merasa senang karena umurnya yang sudah mapan didapatnya dengan perjuangan yang telah ia lakukan di masa mudanya. Kerja kelasnya selama ini telah membuahkan hasil yang manis di usianya sekarang hingga ia merasa senang. Perasaan senang Erika yang keempat adalah ketika semasa sekolah ketika ada seorang anak laki-laki yang menarik perhatian dirinya. Laki-laki itu selalu menjadi pusat perhatian di sekolahnya. Namun lelaki itu tidak pernah melirik Erika sama sekali. Baginya, Erika sama sekali tidak menarik perhatian. Guna menarik perhatian lelaki tersebut, Erika melakukan sebuah tindakan yang cukup menyakitkan bagi dirinya sendiri. Damit er ihr einen Blick zuwende, wirft sie eines Tages den Deckel ihres hölzernen Geigenkastens heftig auf ihre linke Griffhand, die sie doch nötig braucht, hinab. Vor Schmerz hellauf schreit sie, damit er sie eventuell unter Beobachtung stelle.(Jelinek, 2015: 101) Suatu hari, agar lelaki itu menoleh kepadanya, dia membanting tutup kotak kayu biolanya, menghempaskannya pada tangan kiri yang berguna untuk menekan dawai. Ia menjerit karena sakit, agar lelaki itu akhirnya memerhatikan dia.
35
Dalam kutipan di atas, digambarkan Erika dengan sengaja membanting tutup kotak kayu biolanya hingga mengenai tangan kiri yang ia gunakan untuk menekan senar biola. Seketika ia langsung menjerit karena kesakitan akibat ulahnya sendiri. Ia berharap dengan kesakitannya itu, si lelaki akan bersikap lembut kepadanya tetapi ternyata tidak. Laki-laki itu malah bersikap dingin kepadanya sehingga usaha yang telah Erika lakukan sia-sia belaka. Sesungguhnya Erika tidak merasakan kesakitan. Ia senang melakukan hal itu hanya untuk mencuri perhatian dari murid lelaki tersebut. Perasaan senang Erika kelima adalah ketika ia senang sekali melakukan hal-hal yang menyakitkan. Baginya hal tersebut tidak menimbulkan rasa sakit melainkan rasa senang pada dirinya sendiri. Hal tersebut terlihat seperti kutipan dibawah ini. Wenn es kein Mensch zu Hause ist, schneidet sie sich absichtlich in ihr eigenes Fleisch. Sie wartet immer schon lange auf den Augenblick, da sie sich unbeobachtet zerschneiden kann. Kaum verhallt die Türklinke, wird schon die väterliche Allzweck-Klinge, ihr kleine Talisman, hervorgeholt. (Jelinek, 2015: 103) Jika tidak ada orang di rumah, dia menyilet dirinya sendiri dengan sengaja, melukai dagingnya sendiri. Dia menunggu sampai tiba saatnya bisa menyilet diri sendiri tanpa diketahui. Begitu terdengar bunyi pintu ditutup, dikeluarkannya pisau cukur ayahnya yang menjadi jimat kecilnya. Erika memiliki kesenangan melukai dirinya sendiri. Ia sering menyayat di mana pun bagian tubuhnya yang ia sukai dengan silet cukur yang ia pakai semasa kecil untuk mencukur jenggot ayahnya. Erika selalu membawa silet tersebut kemanapun ia pergi. Ia mengemasnya dengan sangat rapih. Bila tidak ada orang, ia sering menggores silet tersebut pada bagian tubuh yang ia kehendaki untuk melepaskan kesenangannya. Kutipan lainnya yang menunjukkan kesenangan
36
Erika melukai diri sendiri, ”ihr Hobby ist das Schneiden am eigenen Körper“ (hobinya adalah melukai diri sendiri) (Jelinek, 2015: 104). Dalam ilmu psikologi, kebiasaan menyakiti diri sendiri timbul akibat dorongan impulsif secara tiba-tiba menurut kehendak hati. Biasanya orang-orang yang mengalami hal tersebut mengira bahwa sakit fisik yang ia timbulkan bisa menjadi obat untuk kepedihan emosi. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa rasa senang bisa didapat dengan keinginan-keinginan yang akan maupun yang sudah terpenuhi. Tidak hanya itu, rasa senang juga didapat dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh sebagian orang dengan cara yang dianggap kurang baik untuk melampiaskan kesenangannya. Dalam roman Die Klavierspielerin, terdapat dua jenis kesenangan tokoh utama Erika, yaitu kesenangan yang normal dan kesenangan abnormal. Perasaan senang normal Erika ditunjukkan ketika ia merasa senang karena muridnya cepat menyerap pelajaran yang ia berikan, dan juga ketika ia memiliki hubungan yang harmonis dengan Sang Ibu, dan yang terakhir ditunjukkan ketika Erika merasa senang dengan umunya yang sudah mapan dalam karirnya. Sedangkan perasaan senang abnormal Erika ditandai dengan kegemarannya melukai tubuhnya sendiri dengan silet cukur sebagai pelampiasan kesenangan. b.
Marah Menurut teori klasifikasi emosi David Krech, rasa marah merupakan salah
satu dari emosi dasar. Rasa marah sendiri adalah sebuah bentuk emosi yang timbul untuk memberikan peringatan terhadap sesuatu yang dirasa sebagai
37
pengganggu baik berupa perkataan aupun perbuatan. Perasaan ini pada awalnya tidak lebih dari perasaan gemas, ketegangan atau kekesalan, tetapi bila terus berlanjut dapat mengakibatkan kemarahan. Perasaan
marah
Erika
yang
pertama
ditujukan
kepada
ibunya.
Digambarkan ketika Erika mengetahui bahwa baju yang dibelinya sudah dibuang oleh ibunya. Ibunya melakukan hal tersebut karena merasa Erika telah membuang-buang uangnya. “Du Luder, du Luder, brüllt Erika wütend die ihr übergeordnete Instanz an und verkrallt sich in ihrer Mutter dunkelblond gefärbten Haaren, die an den Wurzeln grau nachstoßen“ (dasar lonte, lonte! Teriak Erika geram kepada ibunya, sang penguasa. Dijambaknya rambut bercat pirang tua itu, yang akarnya tumbuh memutih) (Jelinek, 2015: 10). Dari kutipan di atas, digambarkan bahwa Erika memaki ibunya dengan menyebutnya sebagai pelacur dan menjambak rambutnya yang mulai memutih. Kata ”Luder“ (Lonte / Pelacur) menunjukkan luapan emosi Erika ditujukan kepada Sang Ibu sebab Sang Ibu telah dengan sengaja membuang sebuah gaun musim gugur yang berwarna abu-abu tua. Ibunya amat tidak menyukai baju-baju yang dibeli Erika karena menurutnya hal itu hanya membuang-buang uang tabungannya yang akan mereka gunakan untuk pidah ke apartemen baru. Erika sangat tidak menyukai sikap ibunya yang terkadang membuat ia menjadi marah. Ia kerap kali mendapat kata-kata pedas yang keluar dari mulut ibunya. Terlebih lagi ketika ia pulang larut malam diluar jadwal mengajarnya. Sang Ibu yang curiga langsung memarahi Erika dan tak jarang mereka saling
38
beradu fisik. Hal seperti ini tentunya sangat sulit dimaafkan bagi Erika walaupun ia adalah ibu yang melahirkannya. Perasaan marah Erika yang kedua yang menunjukkan kemarahan Erika dan sulitnya memaafkan Sang Ibu adalah kutipan berikut. ”Erika wird der Mutter nämlich nicht so schnell verzeichen, daß sie die harmlos heimkehrende Kammermusikantin Erika so überfallen hat“ (Erika tak akan begitu saja memaafkan serangan terhadap si anak yang pulang dan tak berdosa ini, si pemain musik kamar) (Jelinek, 2015: 187). Dari peristiwa di atas, digambarkan bahwa ia tidak akan semudah itu memaafkan serangan yang telah dilakukan oleh ibunya sebab kepulangan Erika yang sangat larut malam. Ibunya telah lama menunggu Erika pulang sehingga ia menjadi cemas karena malam sudah larut dan Erika belum juga terlihat. Sang Ibu bahkan sempat menelepon rumah sakit dan kepolisian setempat untuk bertanya kepada mereka kalau-kalau ada kecelakaan dengan korban bernama Erika Kohut. Kecemasan Sang Ibu berubah menjadi rasa marah dan melancarkan serangan kepada Erika sesampainya anak tersebut pulang ke rumah sehingga adu fisik keduanya tidak dapat dihindari lagi. Rasa marah Erika tidak hanya berhenti pada ibunya, tetapi juga pada murid-murid pianonya. Ia dikenal sebagai guru piano yang sangat pintar, tetapi disisi lain ia memiliki sifat temperamental yang tinggi dan juga ia tidak ingin ada seorang murid pun yang boleh melebihi kepandaiannya dalam bermain piano atau tingkat penalarannya terhadap suatu karya musik.
39
Perasaan marah Erika yang ketiga adalah ketika ia menjadi marah kepada murid pianonya sendiri yaitu Walter Klemmer. ”Die Frau schlägt dem Schüler sofort ins Gesicht, daß sie nicht berechtigt sei, stillschweigend Können bei ihm vorauszusetzen (perempuan itu seketika menampar wajah muridnya dengan mengatakan bahwa dirinya tak memiliki hak samasekali untuk menganggap muridnya itu memiliki kemampuan) (Jelinek, 2015: 220). Melalui kutipan di atas, digambarkan bahwa Erika dengan cepat menampar wajah muridnya sekaligus kekasihnya yang tak lain adalah Walter Klemmer. Sesaat sebelumnya, Klemmer tengah memainkan sebuah sonata karya seorang borjuis Biedermeier dengan penuh semangat, atau bisa dikatakan semangat tanpa jiwa. Erika yang menyadari hal tersebut langsung mencibir Klemmer. Ia beranggapan bahwa muridnya tersebut tidak bisa merasakan makna di dalam musik itu sendiri. Erika menyatakan bahwa di dalam sonata tersebut menggambarkan tebing yang amat terjal, ngarai yang amat dalam, dan jeramjeram sungai yang bergelora melewati celah-celah sempit di kaki bukit atau segala keagungan Danau Neusiedler. Hal yang sejenis itu tidak dirasakan olehnya, Erika Kohut, si penakluk rintangan-rintangan musik ketika mendengar permainan piano Klemmer. Klemmer menderu. Ia merasa bahwa ialah yang paling tahu perihal gelora jeram-jeram sungai karena ia adalah seorang yang senang sekali bermain arung jeram. Sedangkan gurunya hanya berkutat di ruangan gelap bersama ibunya yang renta dan tak melakukan apapun kecuali hanya menatap layar televisi. Mendengar
40
ucapan si murid, Erika merasa sangat marah dan dengan seketika telapak tangannya melesat mendarat pada wajah Klemmer. Amarah Erika tak hanya berhenti sampai disitu saja. Suatu ketika Erika memberikan sebuah surat kepada Klemmer. Klemmer lantas menjadi penasaran hingga tidak sabar untuk mengambil dan membaca surat yang di letakkan Erika diatas piano ketika mereka tengah berlatih piano. Erika verbietet dem Schüler, dessen Hände schon nach dem Brief zucken, strengstens, den Brief auch nur zo berühren. Klemmen Sie sich lieber hinter die Schubertforschung, verspottet Erika den teuren Namen Klemmers und den teuren Namen Schuberts. (Jelinek, 2015: 232) Erika menghardik larangan ketika tangan Klemmer bergerak menuju surat itu, memerintah agar ia tak menyentuhnya. Lebih baik kamu duduk dan mempelajari Schubertmu sampai klenger, Klemmer. Demikian Erika melecehkan nama Klemmer yang mahal dan nama Schubert yang mahal. Klemmer yang tidak sabar membaca surat tersebut mulai menduga-duga apakah yang Erika untuknya. Tangan Klemmer pun berusaha meraih surat tersebut. Erika memperingatkan Klemmer supaya tidak menyentuh dahulu surat itu sebelum pelajaran piano hari ini selesai. Erika menghardik Klemmer untuk menyelesaikan musik karya Schubert daripada meraih dan membaca surat yang sengaja ia tulis untuk murid itu. Dalam kutipan-kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa rasa marah timbul akibat perbedaan pendapat antara satu dengan lainnya. Rasa marah juga muncul akibat perselisihan pendapat dan juga sikap yang tidak disenangi. Dalam hal ini, rasa marah Erika terhadap ibunya timbul karena Sang Ibu kerap membuang bajubaju yang sudah dibeli Erika. Ia juga sering mendapat kata-kata pedas dari Sang Ibu lantaran sering sekali pulang malam dan bahkan hingga menimbulkan adu fisik. Erika tidak menyukai sikap ibunya yang sering memperlakukan dirinya
41
dengan kasar. Kedua, rasa marah Erika terhadap muridnya, Walter Klemmer timbul karena ia juga tidak menyukai sikap Klemmer yang senang beradu argumen dengan Erika. Erika berpikir bahwa tidak ada satu orang pun yang boleh menandinginya dalam hal musik. Tak hanya itu ia juga tidak menyukai sikap Klemmer yang bertindak sesukanya ketika Erika memberikan surat dan ingin segera mengambilnya hingga akhirnya Erika menjadi marah. c. Takut Takut adalah sebuah bentuk emosi dalam pertahanan hidup dari sebuah ancaman atau bahaya. Dalam teori klasifikasi emosi David Krech, rasa takut termasuk ke dalam bagian dari emosi dasar. Rasa takut sendiri sering disebabkan oleh ketidakberdayaan dalam menghadapi sesuatu sehingga kerap kali orangorang yang mengalami perasaan takut memikirkan sesuatu yang berlebihan sehingga menghilangkan keberanian itu sendiri. Erika adalah seorang guru piano. Selama tiga puluh delapan tahun ia hidup dibawah bayang-bayang kekangan Sang Ibu yang selalu memaksakan kehendak pribadinya demi melindungi karir Erika yang perlahan mulai meredup. Hal tersebut tak jarang membuat Erika takut sehingga tak jarang Erika melakukan berbagai cara untuk menutupi rasa takutnya tersebut. Perasaan
takut
pertama
Erika
apabila
ia
ibunya
mengetahui
kebohongannya. Erika memiliki hobi yang sangat tidak disukai ibunya, yaitu membeli baju-baju yang menurut ibunya hanya membuang-buang uang. ”Es trachtet danach, der Mutter zu entkommen“ (kini ia sedang berusaha menghindari ibunya) (Jelinek, 2015: 5). Kutipan tersebut menggambarkan bahwa Erika sedang
42
berusaha menghindar dari ibunya. Erika memutar otak dan mencari cara agar tidak terlihat oleh ibunya. Ia tak ingin ibunya melihat dia yang baru datang. Erika baru saja pulang selepas mengajar piano tiga jam yang lalu, tetapi ibunya mencurigai Erika karena pulang larut malam diluar dari jam seharusnya. Ia lantas pulang dengan mengendap-endap seperti dalam kutipan yang kedua berikut, “Einem Schwarm herbslicher Blätter gleich, scheißt sie durch die Wohnungstür und bemüht sich, in ihr Zimmer zu gelangen, ohne gesehen zu werden“ (seperti sebuah daun gugur ia menyusup lewat pintu apartemen, berharap tiba di kamar tanpa kepergok) (Jelinek, 2015: 5). Peristiwa tersebut menggambarkan bahwa Erika secara perlahan memasuki apartemen seperti daun gugur yang tertiup angin karena ia melangkah hampir-hampir tanpa ada suara sama sekali. Tetapi sekonyong-konyong Sang Ibu mengetahui kehadirannya dan langsung mencerca Erika. Sang Ibu menghujaninya pertanyaan dan Erika tidak tahu bahwa ibunya seperti sudah bisa membaca pikirannya. Erika sedang berbohong. Kutipan yang ketiga mencerminkan kebohongan Erika lainnya seperti dalam kutipan berikut ini. ”Schon bei zwei meldet sich die Tochter mit einer vo der Wahrheit stark abweichenden Antwort“ (pada hitungan kedua Erika buru-buru memberikan jawaban yang jauh menyimpang dari kenyataan) (Jelinek, 2015: 5). Erika takut ibunya akan mengetahui bahwa ia telah membeli lagi sebuah pakaian hingga ia pulang larut, maka dari itu cepat-cepat ia memberikan jawaban yang jauh dari kenyataan. Sang Ibu mengetahui bahwa anaknya tersebut sedang berbohong. Ibunya segera menarik paksa tas yang ada pada genggaman Erika dan menghamburkan isinya. Benar saja, empat buku sonata Beethoven dipaksa
43
berbagi tempat dengan selembar pakaian bermerek yang jelas baru saja dibeli oleh Erika. Geramlah Sang Ibu karena pakaian yang baru saja dibeli Erika berasal dari uang tabungan dengan jumlah yang tidak sedikit. Rasa ketakutan Erika terbayar sudah dengan sumpah serapah yang diucapkan oleh Sang Ibu. Ia tak suka anaknya selalu membeli pakaian yang pada akhirnya tidak pernah digunakan. Ia tak pernah mau anaknya memakai pakaian cantik itu karena selain membuang-buang uang. Sang Ibu juga takut bahwa anaknya akan menarik perhatian lelaki yang hanya akan merusak karir si anak semata wayangnya tersebut. Perasaan takut keempat yang ditunjukkan Erika adalah ketika ia sedang memikirkan karirnya. Selama ini ia selalu mendapat kenyamanan dari karirnya yang sekarang hingga ia takut bahwa suatu saat semuanya akan berubah. “Erika hat Furcht davor, daß alles so bleibt, wie es ist, und sie hat Furcht, daß sich einmal etwas verändern könnte“ (Erika takut bahwa segala sesuatu akan tetap seperti apa adanya, dan dia takut bahwa suatu hari nanti segala sesuatu dapat berubah) (Jelinek, 2015: 225-226). Kata ”Furcht“ (sebuah ketakutan) menunjukkan dengan sangat jelas rasa takut Erika dalam peristiwa di atas. Sejak kecil ia sudah terbiasa terikat dengan sistem notasi musik. Sistem garis-garis ini, bersama dengan ibunya, telah membelitnya ke dalam jaring-jaring yang tak dapat terkoyakkan hingga memberikan ruang aman terhadap Erika. Ruang lingkup musiknya telah memberikan ia sebuah zona nyaman yang menurutnya aman, tetapi di satu sisi ia juga merasa cemas bahwa suatu saat keadaan seperti ini akan berubah dan
44
menghapuskan zona nyamannya hingga menimbulkan rasa tidak aman bagi dirinya sendiri. Erika merasa takut akan masa depannya Sendiri. Perasaan takut kelima yang ditunjukkan Erika terdapat dalam kutipan berikut ini, ”Erika krümmt sich vor unerwiderten widerwärtigen Ängsten und Befürchtungen. Sie hängt jetzt an der Tropfinfusion von Klemmer Gnade“ (Erika menggeliat karena rasa takut dan kecemasan yang mengguncangkan dan tak berbalas. Sekarang dia telah tercabut dari tabung infus kebaikan hati Klemmer) (Jelinek, 2015: 233). Dalam peristiwa di atas digambarkan bahwa Erika juga memiliki rasa cemas terhadap Klemmer. Ia baru saja memberikan sebuah surat kepada Walter Klemmer yang berisi tentang hasratnya terhadap kesenangan seks yang tidak normal. Ia takut bila Klemmer tidak akan menerima isi dalam surat yang ia berikan padanya dan malah pergi menjauhinya. Hal ini membuat ia sangat ketakutan. Ia bahkan membatalkan jadwalnya dengan murid lain dan berpura-pura mengeluh sakit setelah melihat Klemmer melayang pergi dengan surat yang ia berikan di dalam genggamannya. Rasa ketakutannya tak hanya berhenti disitu saja. Klemmer membaca surat yang ditujukan kepadanya dari Sang Guru pianonya tersebut di depan si penulis. Surat tersebut tak ubahnya seperti sebuah papan dengan ribuan peraturan yang tertulis di atasnya. Surat itu berisi tentang hasrat cintanya yang terbilang sadis. Erika mulai kembali takut. Ia mulai merasa cemas sekiranya ia akan mendapat pukulan dari tangan si murid teladan yang ia cintai tersebut. Daraufhin befürchtet Erika zum ersten Mal, daß Klemmer sie jetzt schlägt, bevor es noch angefangen hat. Für die benale Sprache des Briefs entschuldigt sie sich vorschnell, weil sie eine Atmosphäre entspannen möchte.(Jelinek, 2015: 271-272)
45
Melihat itu, Erika untuk pertama kalinya khawatir dengan Klemmer memukulnya sekarang sebelum mereka samasekali mulai. Segera ia meminta maaf atas bahasa banal yang ia gunakan dalam surat karena ia ingin membuat suasana menjadi santai. Kutipan keenam di atas memperlihatkan bahwa Erika menjadi takut apabila Klemmer mulai menerapkan peraturan yang dibuat Erika sendiri dengan memukulnya tanpa kesiapan dari sang guru. Sikap Klemmer yang mendadak tenang membuat Erika cemas. Klemmer telah selesai membaca surat itu dan menjadi dingin. Ia membisu dan tubuhnya mulai berkeringat hingga bermenitmenit. Erika menyadarinya dengan segera dan memberikan sebuah kalimat yang menurutnya bisa dijadikan sebagai penenang. Ia mengatakan bahwa semuanya tidak perlu terjadi hari ini, masih ada esok hari. Tetapi Klemmer masih saja membisu hingga akhinya Erika harus memaksanya untuk mengatakan sesuatu. Klemmer hanya tersenyum dan menjawab dengan bercanda. Pemuda itu menyelidik dengan hati-hati apakah Erika sudah kehilangan akal. Dia mengorekngorek, adakah birahi telah membuat perempuan itu benar-benar kehilangan kesadaran. Akhirnya Erika pun meminta maaf atas bahasa banal yang sudah ia tulis di dalam suratnya. Ia pun menambahkan bahwa cinta memang kaya akan kebanalan. Kutipan-kutipan di atas menunjukkan bahwa rasa takut sangat wajar muncul dalam kehidupan sehari-hari. Rasa takut pun merupakan salah satu perasaan yang tidak nyaman pada hati manusia yang bisa disebabkan oleh banyak hal seperti rasa cemas yang berlebihan, tekanan masalah hidup, dan lain sebagainya. Dalam hal ini, tokoh utama Erika mengalami rasa takut terhadap apa yang telah ia perbuat sendiri. Seperti rasa takut akan ibunya karena ia telah
46
dengan sengaja membeli baju yang jelas-jelas hal tersebut sangat tidak disukai ibunya dan ia kerap berbohong untuk menutupinya. Erika juga memiliki ketakutan atas masa depan karena menurutnya selama ini ia selalu berada di dalam zona nyaman hingga ia takut akan masa depan yang tidak dapat ia prediksi sendiri. Erika juga memiliki rasa takut akan kehilangan kekasihnya karena menuliskan sebuah surat yang berisi hasrat seksnya yang abnormal. Ia takut bahwa Klemmer tidak bisa menerimanya dan kemudian meninggalkannya. d. Sedih Sedih adalah salah satu perasaan yang ada di dalam emosi dasar. Sedih sendiri diartikan sebagai bentuk emosi dari rasa ketidakberdayaan maupun kehilangan. Perasaan senang, marah ataupun takut bisa dikatakan sebagai emosi aktif, sedangkan rasa sedih tergolong kedalam emosi yang pasif atau tenang. Dalam hal ini Krech mengungkapkan bahwa kesedihan yang paling mendalam bisa ditunjukkan dengan kehilangan sesuatu yang paling berharga seperti barang ataupun orang yang dicintai.
Ketika hal tersebut terjadi, maka akan timbul
beberapa reaksi seperti insomnia, kehilangan nafsu makan, mudah marah, dan bahkan penarikan sosial. Ketika Erika berdebat dengan ibunya, ia dengan sengaja menarik rambut ibunya yang telah memutih dan seketika beberapa helai rambut itu berpindah di telapak tangannya. Ia terkejut dengan apa yang telah ia lakukan pada ibunya. Sang Ibu terus menangis kesakitan karena rambutnya telah merontok akibat dijambak oleh anaknya sendiri. Seketika Erika pun menangis dan menyadari apa yang telah dilakukan terhadap ibunya sendiri. “Sie weint wieder ein bißchen zur Nachsorge,
47
weil die Mutter schon alt ist und einmal enden wird. Und weil ihre, Erikas Jugend auch schon vorbei ist. Überhaupt weil immer etwas vergeht und selten etwas nachkommen. (ia kembali menitikkan airmata, mengenang Sang Ibu yang telah tua dan tak akan hidup lama lagi. Juga mengenang masa remajanya yang telah lewat. Ia menangis karena segala sesuatu berlalu dan jarang ada yang datang lagi) (Jelinek, 2015: 12-13). Dalam peristiwa di atas, digambarkan bahwa Erika menangisi perilaku yang telah ia lakukan pada ibunya. Kata ”weint“ (menangis) menunjukkan rasa sedih Erika yang diluapkan dengan cara menangis. Menangis adalah salah satu bentuk kesedihan yang digambarkan dengan jelas dalam ilmu psikologi. Ia telah berlaku kasar dan menyakiti ibunya. Ia sedih karena tahu bahwa hidup ibunya yang tidak lama lagi sehingga tidak sepatutnya ia berlaku kasar terhadap ibunya sendiri. Ia pun memikirkan masa mudanya yang telah berlalu dan tidak mungkin kembali. Rasa sedih lainnya yang diperlihatkan Erika yaitu ketika ia pernah mengenal dan mencintai seorang pria. Pria tersebut tahu betul bahwa Erika adalah seorang pianis, maka pria tersebut bersikap dengan penuh tata-krama untuk mendapatkan Erika. Namun setelah mendapatkan cinta Sang Pianis, Erika tampak tidak lagi menarik untuk pria tersebut. Akhirnya pria itu pun pergi meninggalkan Erika. Die Frau wird hernach belogen, betrogen, gequält und nicht oft angerufen. Die Frau wird absichtlich über eine Absicht im unklaren gelassen. Ein, zwei Briefe werden nicht beantwortet. Die Frau wartet und wartet, allerdings umsonst. (Jelinek, 2015: 90) Si perempuan kemudian ditipu, dikhianati, disakiti, dan kerap tak dikunjungi lagi. Si perempuan dibiarkan terkatung-katung tanpa kejelasan
48
maksud. Satu dua surat lewat tak terjawab. Si perempuan menanti dan menanti, dalam kesia-siaan. Kutipan di atas menjelaskan bahwa Erika ditipu oleh pria yang dicintainya. Erika dibiarkan menunggu tanpa sebuah kepastian. Ia sempat menuliskan satu dua surat tetapi pria tersebut tidak membalasnya. Erika merasa sedih dan berpikir bahwa pria itu sudah pergi meninggalkan dirinya. Ia hanya bisa menunggu pria tersebut tanpa Erika tahu bahwa pria tersebut sudah bersama dengan seorang perempuan baru sebagai pengganti Erika. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa rasa kehilangan terhadap orang yang ia cintai seperti ibu dan kekasihnya menimbulkan rasa sedih yang mendalam terhadap Erika. Seperti yang ia bayangkan bahwa ia merasa usia ibunya tidak akan lama lagi hingga ia merasa sedih atas perlakuan kasar yang telah ia lakukan dan juga perasaan sedih yang ditimbulkan oleh kekasih yang telah meninggalkannya. Keempat klasifikasi emosi dasar seperti rasa senang, marah, takut dan sedih digambarkan baik dengan jelas maupun tersirat oleh Erika dalam roman Die Klavierspielerin. Hal ini menunjukkan keberhasilan Erika dalam memunculkan emosi dasar seperti pada rasa senang yang terlihat jelas ketika murid piano didikannya pandai memainkan karya piano yang ia berikan karena mereka telah bersusah payah berlatih. Rasa senang juga ditunjukkan Erika akan masa pensiunnya yang sebentar lagi dan juga pada hobinya yang senang melukai diri sendiri. Rasa marah ditonjolkan Erika terhadap sikap-sikap ibunya yang selalu ikut campur dalam kehidupan pribadinya. Rasa takut, ditunjukkan Erika akan Sang Ibu, masa depannya dan juga pada Klemmer kekasihnya. Kemudian rasa
49
sedih ditunjukkan Erika akan rasa kehilangan terhadap Sang Ibu dan juga seorang pria yang dulu ia cintai. Dalam emosi dasar Erika, terdapat banyak peran Sang Ibu yang mempengaruhi perasaan-perasaan Erika. Hubungan Sang Ibu dengan Erika mampu memunculkan keempat emosi dasar dalam diri Erika dibandingkan dengan tokoh lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa keempat emosi dasar bisa saling berhubungan antara satu dengan lainnya. 2. Emosi yang Berhubungan dengan Sensor Stimulasi Emosi yang berkaitan dengan rangsangan sensorik adalah mereka yang lebih jelas berkaitan dengan rangsangan indra menyenangkan dan tidak menyenangkan oleh benda-benda. Stimulasi mungkin ringan atau intens. emosi yang dihasilkan cenderung diarahkan menuju objek positif atau negatif. (Krech, 1969: 526). Dalam klasifikasi emosi yang berkaitan dengan rangsangan sensorik terdapat tiga emosi, yaitu rasa sakit, jijik dan kenikmatan. a. Sakit Menurut teori klasifikasi emosi Krech, ”sakit” termasuk kedalam emosi yang menyinggung sensor stimulasi. Pengertian dari rasa sakit sendiri adalah sebuah emosi yang menandakan bahwa terjadi sesuatu yang buruk pada tubuh, pikiran, atau bahkan jiwa. Rasa sakit fisik adalah penyebab paling penting dalam dalam rangsangan fisik yang mengarah kepada gairah emosional. Dalam roman Die Klavierspielerin, terdapat beberapa kutipan yang menjelaskan rasa sakit, hanya saja tidak digambarkan secara jelas oleh penulis. Rasa sakit yang terdapat dalam beberapa kutipan di bawah ini merupakan rasa
50
sakit yang sengaja dilakukan oleh tokoh utama atas dasar pelampiasan kesenangan. Damit er ihr einen Blick zuwende, wirft sie eines Tages den Deckel ihres hölzernen Geigenkastens heftig auf ihre linke Griffhand, die sie doch nötig braucht, hinab. Vor schmerz hellauf schreit sie, damit er sie eventuell unter Beobachtung stelle. (Jelinek, 2015: 90) Suatu hari, agar lelaki itu menoleh kepadanya, dia membanting tutup kotak kayu biolanya, menghempaskannya pada tangan kiri yang berguna untuk menekan dawai. Ia menjerit karena sakit, agar lelaki itu akhirnya memerhatikan dia. Saat masih bersekolah, Erika mengenal seorang murid laki-laki disekolahnya. Laki-laki tersebut adalah anak yang populer disekolahnya. Suatu saat, agak mendapat perhatian dari laki-laki tersebut, Erika dengan sengaja membanting tutup tempat biolanya dan mengenai tangan kirinya sendiri. Ia lantas berteriak kesakitan. Erika berharap teriakannya membuat murid laki-laki tersebut memperhatikannya. Namun usahanya sia-sia. Laki-laki tersebut tidak menaruh perhatian, ia bahkan tidak menoleh kepada Erika. Dalam kutipan di atas, digambarkan Erika merasakan sakit ketika tangan kirinya terkena hantaman tutup biola. Hal ini menunjukkan Erika mengalami rasa sakit seperti yang telah dijelaskan pada teori klasifikasi emosi Krech. Namun rasa sakit itu sengaja dilakukan Erika dengan alasan menarik perhatian murid lelaki tersebut. Di sisi lain, Erika adalah seorang yang senang melukai diri sendiri. Kemana pun Erika pergi, ia selalu membawa sebuah benda kecil yang tajam. Ia membungkusnya dengan sangat rapih. Tiap kali ia mengalami masalah atau bahkan merasakan sedih yang amat dalam, ia selalu mencari tempat yang sepi dan melampiaskan hasratnya. Seperti yang terdapat dalam kutipan berikut.
51
Wenn es kein Mensch zu Hause ist, schneidet sie sich absichtlich in ihr eigenes Fleisch. Sie wartet immer schon lange auf den Augenblick, da sie sich unbeobachtet zerschneiden kann. Kaum verhallt die Türklinke, wird schon die väterliche Allzweck-Klinge, ihr kleine Talisman, hervorgeholt. (Jelinek, 2015: 103) Jika tidak ada orang di rumah, dia menyilet dirinya sendiri dengan sengaja, melukai dagingnya sendiri. Dia menunggu sampai tiba saatnya bisa menyilet diri sendiri tanpa diketahui. Begitu bunyi pintu terbanting menjadi senyap, ia langsung mengeluarkan senjata, jimat mungil, silet cukur. Sejak kecil Erika memiliki kegemaran yaitu melukai dirinya sendiri dengan menggunakan silet. Tekanan batin yang dialaminya membuat Erika melakukan hal-hal yang diluar kewajaran guna melepaskan belenggu di dalam dirinya. Ia kerap kali menggoreskan silet cukur milik ayahnya. Erika bahkan selalu membawa silet tersebut di dalam tasnya kemanapun ia pergi. Bila tidak ada orang, ia menggoreskan silet itu di tempat yang ia sukai hingga darah mengalir dari luka tersebut. Dalam teori klasifikasi emosi, peristiwa di atas mengandung rasa sakit. Dalam ilmu kedokteran, luka akibat terkena benda tajam tergolong memiliki tingkat rasa sakit ringan. Namun, bila luka tersebut mengenai jaringan sel sehingga mengeluarkan darah dalam skala banyak maka tingkat rasa sakit berubah dari rendah menjadi tinggi. Tetapi dalam kutipan di atas, Erika secara sadar melukai dirinya sendiri dengan menggunakan silet. Walaupun hal tersebut pada umumnya menimbulkan rasa sakit, tetapi hal tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai rasa sakit seperti dalam teori klasifikasi emosi Krech karena Erika melakukan hal tersebut dengan sadar dan untuk melepaskan rasa senangnya. b. Jijik
52
Ada berbagai macam benda-benda yang ketika dilihat, dibaui, dirasakan atau ketika disentuh dapat membangkitkan perasaan tidak meyenangkan dan bahkan jijik yang melibatkan kecenderungan kuat untuk menghindarinya yang ditandai sensasi tubuh merasa seperti mual dan muntah. Dalam Roman Die Klavierspielerin tidak ditemukan kutipan yang sesuai dengan pengertian rasa jijik dari teori klasifikasi emosi Krech. Namun ada sebuah kutipan yang hampir menyerupai pengertian rasa jijik seperti yang telah dijelaskan. Erika mengetahui bahwa Klemmer sedang mempermainkan perasaannya. Klemmer sengaja bercakap-cakap dengan seorang perempuan, murid instrument seruling. Erika yang melihatnya kemudian merasa marah. Ia dengan sengaja pergi keluar ketika mereka sedang berlatih orkestra. Erika pergi menuju ruang ganti dengan beberapa keping pecahan gelas yang sengaja ia hancurkan dan memasukkannya pada saku sebuah mantel dengan mode terbaru yang ia ketahui adalah milik perempuan yang baru saja bercakap-cakap dengan Klemmer. Ia lalu kembali ke dalam ruang orkestra tempatnya berlatih tadi seolah-olah tidak terjadi apapun. Seketika kegaduhan terjadi di ruang ganti. Terdengar suara jeritan di ruang ganti. Seorang anak perempuan menarik tangannya yang tersayat dan berdarah dari saku mantelnya. Ia menangis kesakitan akibat luka sayatan karena pecahan gelas mengenai tangannya tersebut. Erika yang melihat hal tersebut menjadi kikuk dan pergi. ”Erika täuscht Übellaunigkeit im engen Dunstkreis von Blut vor“
53
(Erika berpura-pura mau muntah karena begitu dekat dengan darah) (Jelinek, 2015: 202). Dalam kutipan di atas, digambarkan Erika berpura-pura jijik dan mau muntah karena ia melihat darah yang mengalir pada tangan seorang murid. Ia lantas pergi meninggalkan tempat tersebut karena takut ia akan dituduh, meskipun tidak ada yang tahu bahwa ialah penyebab semua kekacauan ini terjadi. Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa timbulnya perasaan jijik salah satunya dapat ditandai dengan melihat sesuatu yang dapat menimbulkan perasaan tidak enak hingga menyebabkan rasa mual. Namun dalam kutipan Erika berpura-pura merasa ingin muntah dikarenakan ia melihat darah yang mengalir dari tangan seorang murid yang terluka akibat pecahan kaca. Sehingga dalam kutipan tersebut tidak termasuk kedalam klasifikasi rasa jijik karena Erika hanya berpura-pura saja. c. Kenikmatan Kenikmatan adalah sebuah bentuk emosi dari kepuasan terhadap sesuatu yang disenangi. Berbagai macam benda dan peristiwa memiliki kekuatan untuk membangkitkan perasaan nikmat. Sumber kenikmatan hampir tidak ada habisnya. Beberapa sensasi kenikmatan dari tubuh seperti sentuhan, belaian, dan bahkan cumbuan. Sedangkan lainnya datang dari persepsi pergerakan tubuh seperti olahraga, menari, dan bernyanyi. Pada roman Die Klavierspielerin diceritakan Erika memiliki perilaku seksual yang menyimpang atau biasa disebut masokisme. Dalam dunia psikologi, masokisme tergolong perilaku seksual yang abnormal. Chaplin (dalam Kartono,
54
1989: 262) menyebutkan bahwa masokisme adalah gangguan / penyakit seksual dalam sebuah individu guna memperoleh kepuasan seksual lewat kesakitan pada diri sendiri. Pelaku seksual, dalam hal ini perempuan, meminta untuk disiksa oleh lawan jenisnya. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kenikmatan seksual. Seorang yang memiliki sifat masokisme biasanya disebabkan karena adanya trauma di masa lalu, kemungkinan juga individu masokis mengalami trauma sewaktu kecil, misalnya seperti peran ibu yang inferior dan ayah yang superior. Selain itu, individu masokis juga mengalami kekerasan yang mendalam sehingga di alihkan menjadi kenyamanan. Tidak berfungsinya aspek sosial di dalam diri juga dapat menjadikan ciri dan pribadi masokis. Peranan pria yang aktif-sadistis itu banyak didorong oleh ”Geltungstrieb”, yaitu keinginan menuntut hak untuk menjadi laki-laki, atau keinginan untuk diakui kejantanannya sebagai laki-laki sejati. Sedang peranan yang pasifmasokistis didorong oleh rasa kecintaan dan kesetiaan untuk menderita lahirbatin, demi obyek-cintanya. Maka peranan yang berganti-ganti sebagai laki-laki dan sebagai perempuan sewaktu melakukan sanggama (relasi seks) itu disebut sebagai sadomasokisme (Kartono, 1989: 263). Sering kali partner seksnya diidentifikasikan dengan orang tua yang sangat dominan (yang sangat dibenci / ditolak, namun sekaligus dirindukan dan dicintainya). Ada kalanya pola masokistis itu timbul, karena pelakunya sewaktu masih kanak-kanak pernah dipukul oleh orang tuanya pada daerah erogen, dan mendapatkan kepuasan seksual yang sangat mendalam pada saat itu oleh pemukulan tersebut. Sehingga dia setiap kali ingin mengulang kembali peristiwa
55
masokistis tersebut. Ada pula cara cara pengobatan seperti yang dijelaskan oleh Kartono (1989: 267) bergantung dengan kejadian sebagai berikut, (1) apakah keinginan untuk sembuh itu benar-benar di kehendaki sendiri, atau hanya sekedar menyenangkan oranglain? (2) penyembuhan bergantung pada motivasi yang kuat dari pasien. Berikut adalah upaya-upaya yang bisa dilakukan guna mengobati penderita gangguan kelainan seksual: (1) diusahakan agar pasien bisa menerima diri sendiri, (2) diberikan intervensi psikoterapeutik berjangka-pendek guna memberi dukungan emosional dan moril, (3) diberikan motivas agar muncul kesadaran, (4) memberikan pertolongan kepada pasien agar dia mampu menghadapi kesulitan dan tantangan hidup sehari-hari. Pada roman Die Klavierspielerin, penulis menceritakan kenikmatan seksual Erika dalam bentuk verbal yaitu melalui surat yang dituliskan untuk Klemmer. Namun di dalam surat tersebut kenikmatan yang diinginkan Erika berupa kenikmatan yang disampaikan dengan dua cara, yaitu secara verbal dalam baik dalam bentuk perkataan kasar yang ditujukan kepada Erika maupun secara nonverbal dalam bentuk perlakuan kasar seperti pukulan, cambukan, tamparan, dan lain sebagainya. Keinginan-keinginan yang dituliskan oleh Erika dalam sebuah surat tersebut merupakan keinginan yang bersifat semu atau khayalan, karena hal tersebut belum pernah ia lakukan sebelumnya. 1. Verbal Matsumoto (2009: 568) menjelaskan bahwa komunikasi verbal adalah sebuah tindakan yang melibatkan kata-kata seperti berbicara, mendengar, membaca dan menulis. Ungkapan ini sering digunakan dalam mempelajari teori
56
yang mencoba menjelaskan atau mencontohkan bahasa dari pengamatan murni sudut pandang menggunakan ide-ide tanpa referensi untuk memproses mental. Kenikmatan yang diinginkan Erika secara verbal digambarkan dalam suratnya ketika Erika meminta Klemmer untuk mengatakan kepada dirinya tentang perlakuan apa saja yang akan dilakukan oleh Klemmer ketika mereka bercinta. Ferner sagt sie bittschön schildere stets genau, was des weiteren folgt, falls ich Gehorsam verweigere. Alles muß in Einzelheiten ausgemalt werden. Auch Steigerungsstufen sollen breitgefächert geschildert werden. (Jelinek, 2015: 258) Perempuan ini terus mengatakan bahwa engkau harus mendeskripsikan apa yang akan engkau lakukan terhadapku. Dan ancamlah aku jika aku menolak. Beritahu kepadaku apa yang menimpaku jika tak patuh. Gambarkanlah dengan rinci semua itu. Erika secara sadar meminta Klemmer untuk mengancam dirinyanya bila ia tidak patuh dengan apa yang akan dilakukan oleh Klemmer apabila tidak dilakukan. Pada kutipan di atas, kenikmatan secara verbal ditunjukkan dengan mendeskripsikan apa yang akan dilakukan Klemmer terhadap Erika dan juga ancaman yang diminta Erika bila ia tidak patuh. Di sisi lain, ia bahkan tidak segan-segan meminta Klemmer untuk memanggil Erika yang lebih tua darinya dengan sebutan yang buruk. Seperti yang terdapat dalam kutipan berikut. Verspotte mich und nenne mich blöde Sklavin und schlimmeres, erbittet sich Erika des weiteren schriftlich. Beschreibe bitte immer lauthals, was du gerade unternimmst, und beschreibe Steigerungsmöglichkeiten, ohne dich jedoch in deiner Grausamkeit tatsächlich zu steigern. Sprich darüber, doch deute Handlungen nur an. (Jelinek, 2015: 260) Hinalah aku dan panggil aku si budak bodoh dan bahkan nama yang lebih buruk, demikian Erika meminta dalam suratnya. Katakanlah dengan keras apa yang akan kau lakukan terhadapku, dan gambarkan tingkat intensitasnya-namun. Tanpa menjadi lebih kejam. Berceritalah tentang sesuatu, tapi jangan ungkapkan apapun kecuali petunjuknya saja. Ancamlah aku, tapi jangan bertindak lebih dari itu.
57
Pada peristiwa di atas, kenikmatan secara verbal digambarkan ketika Erika meminta Klemmer memanggilnya si budak yang bodoh. Ia meminta Klemmer memanggilnya dengan sebutan seperti itu agar ia merasa pantas menjadi seorang budak yang disiksa oleh majikannya. Erika pun meminta Klemmer mengatakan dengan keras apa yang akan dilakukan dirinya terhadap Erika. Erika juga meminta Klemmer untuk menceritakan sesuatu yang dapat membangkitkan kenikmatan seksualnya. Ia pun meminta Klemmer untuk mengancam tetapi tidak lebih dari itu. Gönne mir menschliche Ansprache dabei und sage: Du wirst schauen, was ich für ein hübsches Paket aus dir machen werde und wie du dich nach meiner Behandlung wohl fühlen wirst. Schmeichle mir, daß mir der Knebel so gut paßt, daß du mich mindestens 5-6 Stunden lang so geknebelt lassen wirst, auf keinen Fall kürzer. Feßle mir mit einem festen Strick meine nylonbestrumften Fußknöchwl genauso fest wie die Handgelenke zusammen bitte und schnüre, ohne daß ich es dir gestatte, die Schenkel bis ganz hinauf und höher mit dem Strick zusammen. (Jelinek, 2015: 266) Sapalah aku sebagai seorang manusia dan katakan ini: Kau akan tahu bagaimana kau akan kujadikan sebuah paket yang indah, kau akan tahu betapa nikmatnya perasaanmu setelah apa yang kuterapkan atasmu. Sanjunglah aku, katakan bahwa sumpal itu sangat cocok hingga aku perlu tetap tersumpal selama paling tidak lima atau enam jam, tak kurang satu menit pun. Gunakanlah tali yang kuat untuk mengikat pergelangan kakiku sekuat ikatan pada pergelangan tanganku, dan berkenanlah mengikat kaki dan tanganku walaupun aku tidak akan mengizinkannya. Kutipan di atas menunjukkan Erika meminta Klemmer untuk menyanjung dirinya sebagai sebuah paket yang indah dengan tali-tali yang membelit pada tubuhnya dan juga kaus kaki nilon tua yang tersumpal di dalam mulutnya sehingga Erika merasa senang dan tetap dalam posisi tersebut sampai berjam-jam sekalipun ia tak mengizinkan Klemmer melakukannya. Selain itu, Erika bahkan meminta Klemmer untuk membicarakan hal-hal mengenai pemerkosaan terhadap dirinya seperti dalam kutipan berikut.
58
Jetzt erbittet sie sich Vergewaltigung, welche sie sich mehr als eine stetige Ankündigung von Vergewaltigung vorstellt. Wenn ich mich nicht rühren und regen kann, sprich mir bitte von Vergewaltigung, nichts könnte mich dann davor bewahren. Doch sprich bitte stets mehr, als du tatsächlich unternimmst! Du sagst mir voraus, daß ich mich vor Wonne nicht auskennen werde, gehst du brutal, aber gründlich mit mir um. (Jelinek, 2015: 269) Sekarang dia menginginkan pemerkosaan yang ia bayangkan sebagai lebih merupakan pengumuman yang terus-menerus tentang pemerkosaan. Bila aku tak bisa beranjak dan bergerak, maka tolong katakanlah kepadaku tentang pemerkosaan, tak ada yang bisa melindungi diriku darinya. Tapi berkenanlah untuk mengatakannya lebih daripada melakukannya! Kau katakan bahwa aku niscaya menggeliat memohon ampun ketika kau perlakukan aku dengan brutal, tapi telaten. Ia meminta Klemmer mengucapkan kata-kata tentang pemerkosaan, seolah-olah akan mengancam Erika dan melakukan hal tersebut. Tidak ada yang bisa melindungi Erika dari ancaman tersebut. Namun Erika juga menuliskan di dalam suratnya agar Klemmer hanya sekedar mengatakannya, daripada melakukan pemerkosaan tersebut. Perempuan itu pun mengatakan secara yakin bahwa ia akan menggeliat dan memohon ampun apabila Klemmer melakukan hal tersebut dengan brutal. 2. Nonverbal Bhatia (2009: 281) menyebutkan bahwa komunikasi nonverbal adalah komunikasi melalui sinyal lain yang digunakan dalam gerak tubuh. Misalnya postur tubuh, penampilan, bau, perilaku tertentu, ekspresi wajah dan kontak mata. Komunikasi nonverbal berlangsung dengan melalui sejumlah isyarat yang berbeda, yang dapat dikombinasikan dengan berbagai cara. Komunikasi nonverbal memiliki kekuatan empat kali lebih besar daripada komunikasi verbal. Pada klasifikasi emosi ini, terdapat beberapa tindakan kasar yang diinginkan oleh Erika sebagai bentuk pelampiasan kenikmatan seksualnya, seperti
59
meminta dirinya untuk dijadikan budak, membelitnya dengan tali, memukul, menyumpal mulutnya, menyarungi wajahnya, menguncinya di apartemen, menduduki wajahnya, mengeluarkan air mani di dalam mulutnya dan bahkan mengencinginya. a. Menjadi Budak Dalam surat Erika, ia meminta Klemmer untuk menjadi “tuannya” dan melakukan beberapa hal seperti menyiksa dirinya. Erika berpendapat bahwa hal tersebut menjadi suatu kenikmatan seksual tersendiri untuknya. Erika bittet, daß sich Herr Klemmer ihr nähern möge, wähewnd sie nur mit einem schwarzen Nylonunterkleid und ihren Strümpfen bekleid ist! So etwas gefiele ihr. Ihr sehnlichster Wunsch ist es, liest der angebetete Herr Klemmer, daß du mich betrafst. (Jelinek, 2015: 256) Erika memohon Tuan Klemmer menghampiri dirinya sementara ia terbungkus cawat dan kutang nilon serta stoking hitam saja! Hal itu akan menyenangkannya. Hal yang paling ia idamkan adalah, seperti dibacakan oleh Tuan Klemmer yang ia sembah itu, agar engkau menghukum aku. Pada peristiwa di atas, dijelaskan Erika memohon kepada Klemmer sebagai tuannya. Erika pun meminta Klemmer untuk menghampirinya ketika Erika hanya menggunakan celana dalam dan penyangga dada yang terbuat dari benang nilon serta stoking hitam. Ia juga meminta Klemmer untuk menghukum Erika, terlihat dalam kalimat ”Ihr sehnlichster Wunsch ist es, liest der angebetete Herr Klemmer, daß du mich betrafst“ (Hal yang paling ia idamkan adalah, seperti dibacakan oleh Tuan Klemmer yang ia sembah itu, agar engkau menghukum aku). Dalam ilmu psikologis, masokisme dapat dikatakan sebagai drama dalam dunia seksual. Dalam hal ini, perempuan berperan menjadi budak sedangkan partner seksnya berperan menjadi majikan atau tuannya. Hal ini dilakukan atas kesadaran dan kemauan dari keduanya. Seperti yang terdapat dalam kutipan
60
berikut ini. ”Erika verlangt schriftlich, daß er sie als seine Sklavin annimt und ihr Aufgaben aufgibt“ (dalam tulisannya Erika meminta agar Klemmer menjadikan dirinya budak dan memberikannya tugas untuk dikerjakan) (Jelinek, 2015: 257). Kutipan di atas menunjukkan Erika meminta Klemmer
menjadikan
dirinya sebagai budak seksualnya. Erika bahkan meminta lawan jenisnya tersebut untuk memberikannya tugas yang bisa dikerjakan sebagaimana seorang budak pada umumnya. b. Membelitnya dengan Tali Kenikmatan secara nonverbal lainnya yang ditunjukan Erika adalah ketika ia meminta Klemmer untuk membelitnya dengan menggunakan tali, sabuk kulit maupun rantai. Erika pun meminta Klemmer untuk mengikatnya kuat-kuat. Erika zieht sich Klemmer als Strafe zu. Und zwar in der Art, daß er sie mit Genuß so derart fest, stramm, gründlich, ausgiebig, kunstgerecht, grausam, qualvoll, raffiniert, mit den Stricken, die ich gesammelt habe, und auch den Ledderiemen und sogar Ketten!, die ich ebenfalls habe, fesselt, ver- und zusammenschnürt und zusammenschnallt, wie er es nur kann. Er soll ihr seine Knie dabei in den bohren, bitte sei so gut.(Jelinek, 2015: 256) Erika menerima Klemmer sebagai hukuman. Yaitu dengan cara lelaki itu memasangkan belenggu dan belitan terhadap perempuan ini dengan seutuhnya, keras, ganas, teliti, hati-hati, kejam, menyakitkan, rapi, hingga ke jerat yang paling kecil dengan menggunakan tali yang telah aku kumpulkan serta sabuk kulit dan juga rantai! Yang telah aku miliki. Lelaki itu harus menghujamkan lututnya ke perut perempuan ini, sekiranya tuan berkenan. Peristiwa di atas menunjukkan, Erika menerima Klemmer sebagai hukuman. Oleh sebab itu ia layak untuk mendapatkan perlakuan khusus sebagai penebus hukuman tersebut. Ia meminta Klemmer untuk memasangkan tali-tali tersebut dengan kuat sehingga Erika merasakan kesakitan yang membangkitkan kenikmatannya terhadap seks. Tidak hanya berhenti disitu saja, peristiwa lainnya
61
yang menunjukkan kenikmatan Erika yang ditunjukan secara nonverbal dengan cara membelitkan tali pada tubuhnya adalah sebagai berikut. Wenn ich dich, Geliebter, bitten sollte, meine Fesseln etwas zu locker, wird es mir, willfährst du diese Bitte, möglich sein, mich eventuell davon zu berfreien. Daher wird meinem Flehen bitte in keinster Weise entsprochen, das ist sehr wichtig! (Jelinek, 2015: 259) Jika aku meminta engkau, kekasih, untuk melonggarkan tali itu, maka aku akan dapat membebaskan diri seandainya engkau menurutinya. Oleh karena itu janganlah turuti permohonanku, itu sangat penting! Erika menjelaskan dengan sangat detail setiap hal yang membangkitkan kenikmatan seksualnya. Banyak hal yang dijabarkan kepada Klemmer. Secara nonverbal, tindakan-tindakan yang diinginkan oleh Erika dalam suratnya tersebut adalah tindakan yang sudah direncanakan oleh dirinya sendiri. Ia seakan-akan memohon kepada Klemmer untuk melonggarkan tali-tali yang mengikatnya. Tetapi jika tali tersebut dilonggarkan maka ia akan dengan mudahnya membebaskan diri dari Klemmer maka ia sendiri meminta Klemmer agar tidak menuruti permintaan Erika tersebut. Sebaliknya, Erika malah meminta Klemmer untuk mengencangkan tali-tali tersebut. Erika erbittet sich, daß er bitteschön sämtliche Stricke und Seile so fest verknotet, daß du selbst diese Knoten kaum aufbringst. Schone mich nicht im geringsten, im Gegenteil, verwende deine ganze Kraft dazu! Und so mache es überall. (Jelinek, 2015: 265) Erika memintanya untuk mengikat semua kenur dan tali dengan kuat hingga kau sendiri hampir tak sanggup melepaskannya. Jangan sedikitpun kau berbelaskasihan padaku. Sebaliknya, kerahkan segenap kekuatanmu! Dan lakukan di manapun. Dalam siksaannya, ia kerap kali meminta Klemmer untuk mengikat lengannya kuat-kuat agar ia tidak bisa melakukan hal lain seperti melepaskan diri, sedangkan siksaan tersebut adalah tindakan yang sengaja ia inginkan agar Klemmer menerapkan pada dirinya.
62
Wir probieren es aus. Ich werde jedesmal erklären, wie ich es haben möchte, und zwar so, wie du es schon einmal zusammengebracht hast. Ist es auch möglich, bitte, daß du mich geknebelt und zu einer Säule verschnürt vor dich hinstellen läßt? Dann danke ich dir recht herzlich. Schnalle mir dann bitte mit dem Lederriemen die Arme so fest an den Leib, wie du nur kannst. Es muß am Ende so ausfallen, daß ich nicht gerade stehen kann. (Jelinek, 2015: 266) Kita akan mencobanya. Aku akan menjelaskan kepadamu setiap saat bagaimana kau akan melakukannya, persis seperti yang pernah kau lakukan dulu. Dapatkah kau membekap mulutku dan mengikatku seperti sebuah tiang dan kemudian kau dirikan aku dihadapanmu? Aku akan berterimakasih dari lubuk hati yang paling dalam. Gunakan tali kulit untuk mengikat tanganku ke badan sekuat yang kau bisa sehingga pada akhirnya aku tidak akan mampu berdiri tegak. Pada kutipan di atas, dari lubuk hatinya Erika akan berterimakasih apabila Klemmer mau melakukan hal tersebut untuknya. Ia pun meminta Klemmer untuk mengikat badannya dengan kuat hingga ia tidak dapat berdiri dengan tegak dalam keadaan seperti itu. c. Memukul Umumnya rasa kenikmatan dapat dirasakan dari sesuatu yang membuat orang tersebut senang, tetapi dalam hal ini Erika memiliki pembangkit kenikmatan yang berbeda pada orang biasanya. Ia lebih menyukai Klemmer memukul dirinya. Hal tersebut dijelaskan dalam kutipan di bawah ini. Denn sie schreibt hier zum Beispiel brieflich, daß sie sich wie ein Wurm in deinen grausamen Fesseln winden wird, in denen du mich viele Stunden liegen läßt, und mich dabei in allen möglichen Stellungen sogar schlägst oder trittst oder gar auspeitschst! Erika gibt brieflich an, sie wolle unter ihm ganz vergehen und ausgelöscht sein. (Jelinek, 2015: 256-257) Sebab dia menulis dalam suratnya bahwa perempuan ini akan menggeliat bagaikan cacing dalam belenggumu yang kejam, yang membuat aku terbaring berjam-jam, dan engkau akan membiarkan aku dalam berbagai posisi, lalu memukul aku, menginjak aku, bahkan mencambuk aku! Erika akan menulis dalam suratnya, bahwa dia ingin dibenamkan dan dipadamkan di bawah kaki lelaki itu.
63
Dalam kutipan di atas, Erika bahkan tidak segan-segan untuk meminta Klemmer agar memukul, menginjak dan bahkan mencambuknya demi kenikmatan seksualnya secara nonverbal. Hal tersebut menunjukkan gejala seks abnormal. Dalam dunia psikologi, perlakuan-perlakuan seperti itu sudah termasuk kedalam masokisme. Dimana wanita meminta pasangan seksnya untuk melakukan beberapa perlakuan kasar guna meningkatkan kenikmatan seksual. d. Menyumpal mulutnya Selain tindakan-tindakan kejam yang diinginkan Erika dalam suratnya, ia juga menginginkan Klemmer untuk menyumpal mulutnya dengan kaus kaki karet atau pun kaus kaki nilon agar ia tidak bisa merintih atau berteriak. Im Gegenteil, wenn ich flehe, dann tue nur so, als ob du es tun wolltest, in Wirklichkeit ziehe die Fesseln, bite noch fester , noch strammen zusammen, und den Riemen ziehe mindestens um 2-3 Löcher, je mehr, desto liebe ist es mir, fester zusammen, und außerdem stopfe mir dann noch alte Nylons von mir, die bereitliegen werden, derart fest in den Mund als es nur geht und knebel mich so raffiniert, daß ich nicht den geringsten Laut von mir geben kann. (Jelinek, 2015: 259) Sebaliknya, jika saya memohon, bertindaklah seolah-olah kau akan melakukannya. Tapi sebenarnya, kau harus mengencangkan tali itu, mengetatkannya, merapatkan sabuk itu sedikitnya dua atau tiga lubangsemakin kencang semakin baik. Akan ada kaus kaki nilon tua yang tergeletak di sekitarmu. Sumpalkanlah ke dalam mulutku sedalam yang kamu mampu dan sumbatlah aku dengan rapat hingga aku tak dapat mengeluarkan rintihan terlirih sekalipun. Ia meminta kekasihnya tersebut untuk mengikat lebih kuat tali-tali yang terpasang pada kedua lengannya tersebut. Semakin tali tersebut terikat lebih kuat, ia akan semakin senang. Erika bahkan menjelaskan kepada Klemmer untuk menyumpal mulutnya dengan menggunakan kaus kaki nilon tua hingga ia tidak dapat meneriakkan rintihan selagi lengannya terikat. Kemudian ia pun meminta
64
Klemmer untuk menyumbat mulutnya dengan mengikatkan kaos kaki karet seperti dalam kutipan berikut. Hier steht, binde mir mit dem Gummischlauch, ich zeige dir schon wie, diesen Knebel so fest in den Mund als du nur kannst, damit ich ihn nicht mit der Zunge herausstoßen kann. Der Schlauch ist bereits vorbereitet!(Jelinek, 2015: 259) Di surat disebutkan: ikatlah aku dengan kaus kaki karet-akan kutunjukkan caranya-sehingga mulutku tersumbat rapat dan aku tidak akan menjulurkan lidahku. Kaus kaki sudah tersedia! e. Menyarungi wajah Erika Kenikmatan seksual Erika dalam berbagai macam siksaan ia tuliskan kedalam suratnya. Langkah-langkahnya pun tak lupa ia sisipkan di dalamnya. Siksaan demi siksaan ia jelaskan dalam bentuk yang sadis. Erika bahkan meminta kekasihnya tersebut untuk menutupi wajahnya dengan ketat seperti dalam kutipan berikut. Wickle bitte auch meinen Kopf, damit mein Genuß sich steigert, fest in ein Kombinagehemd von mir ein und bind emir dieses so fest und kunstgerecht um mein Gesicht, daß es mir unmöglich ist, es abzustreifen. Und lasse mich in dieser qualvollen Stellung stundenlang schmachten, daß ich währenddessen gar nicht unternehmen kann, ganz mit mir in mir allein gelassen. (Jelinek, 2015: 259) Sarungilah mukaku dengan ketat dan menyeluruh hingga aku tidak dapat melepaskannya. Dan biarkanlah aku menghabiskan waktu dalam posisi yang menyiksa ini selama berjam-jam hingga selesai, agar aku tidak dapat melakukan apapun. Sehingga aku terpaku pada diriku dan dalam diriku sendiri. Pada kutipan di atas digambarkan siksaan lainnya yang dituliskan Erika dalam suratnya. Ia meminta pria tersebut untuk menyarungi wajahnya sedangkan lengannya terikat kuat dan membiarkan dirinya menghabiskan waktu dalam posisi yang sedemikian tersiksanya selama berjam-jam. Erika sendiri tidak merasa
65
keberatan dengan siksaan-siksaan yang sedemikian rupa. Baginya kenikmatan tersebut muncul dari siksaan-siksaan yang ia inginkan. f. Menguncinya di apartemen Erika sering kali meminta Klemmer untuk tidak berbelaskasihan ketika sedang menerapkan siksaan pada Erika. Ia membebaskan Klemmer untuk menerapkan siksaan itu dimanapun laki-laki itu suka. Menurut Erika, ia berada di jalan yang benar sehingga ia tidak perlu merasa bersalah akan hal tersebut. Sie glaubt, daß sie auf dem richtigen Weg ist, und sie will, daß er alle Schlüssel zu den Schlössern, mit denen er sie demnächst versperren wird, gut aufhebt! Nicht verlieren. Um meine Mutter kümmere dich nicht, verlange ihr indesen sämtliche Ersatzschlüssel ab, und das sind viele! Sperre mich zusammen mit meiner Mutter von draußen ein! (Jelinek, 2015: 265) Dia merasa dia berada di jalan yang benar, dan dia menginginkan Klemmer menjaga segala kunci yang kelak akan digunakan lelaki itu untuk menguncinya! Jangan ada yang hilang. Jangan khawatir dengan ibuku. Minta saja kepadanya kunci pengganti-ada banyak kunci! Kurunglah aku bersama ibuku, kunci kami dari luar! Kenikmatan Erika terhadap siksaan juga ditunjukan pada kutipan di atas. Ia bahkan memberikan kepercayaan pada Klemmer untuk menyimpan semua kunci ruangan apartemennya dan selanjutnya digunakan untuk mengurung ia bersama ibunya di dalam apartemen tersebut dengan alasan yang sangat mendesak. Klemmer diminta untuk tidak mengkhawatirkan ibunya yang tidak mengerti apa-apa tersebut. Ich warte heute schon, daß du einmal dringend wegmußt und mich, wie es mein sehnlichster Wunsch ist, gefesselt, gebunden, und zusammengeschnallt und krummgeschlossen mitsamt meiner Mutter, doch für diese hinter meiner Zimmertür endgültig unerreihbar, liegenläßt, und zwar bis zum nächsten Tag. Um meine Mutter kümmere dich nicht, denn meine Mutter ist allein meine Sache. Nimm sämtliche Schlüssel zu Zimmer und Wohnung mit, laß keinen hier! (Jelinek, 2015: 265)
66
Aku berharap kau lalu pergi untuk sebuah alasan mendesak, dan hasratku yang paling besar adalah diikat, dijalin, dijerat bersama ibuku. Tetapi dengan cara aku berada di balik pintu kamar ini, dan dia tak bisa menemui aku. Dan tinggalkan aku seperti itu sampai hari berikutnya. Jangan khawatir dengan ibuku, serahkan dia kepadaku. Bawalah semua kunci kamar dan apartemen ini. Jangan tinggalkan satu kunci pun di sini! Pada kutipan di atas ia bahkan menjelaskan hasrat terbesar dirinya yaitu disiksa bersama dengan ibunya seperti dijerat maupun diikat tetapi dengan posisi Erika yang berbeda ruangan dengan ibunya dan mengunci mereka berdua dalam apartemen tanpa meninggalkan satupun kunci cadangan di sana, kemudian ia meminta Klemmer untuk datang keesokan harinya. g. Menduduki wajah Erika Siksaan demi siksaan yang diinginkan Erika tidak hanya berhenti di situ saja. Ia bahkan meminta hal-hal yang dianggap tidak wajar untuk diterapkan oleh Klemmer kepadanya. Kenikmatan seksual berikutnya yang ditunjukkan Erika terdapat dalam kutipan di bawah ini. Ein Höhepunkt, an den ich jetzt noch gar nicht zu denken wage, ist, daß du dich, von meinem Fleiß dazu herausgefordert, rittlings auf mich draufsetz. Setze dich mit dinem ganzen Gewicht bitte auf mein Gesichtund zwicke mein Kopf so fest mit deinen Schenkeln ein, daß ich mich nicht im geringsten mehr bewegen kann. Beschreibe die Zeit, die wir dafür übrig haben, und versichere mir: wir haben Zeit genug! (Jelinek, 2015: 267) Pada puncaknya, yang tidak berani kubayangkan sekarang, kau akan menunggangi aku seperti penunggang kuda yang tertantang oleh kerja kerasku. Berkenanlah duduk pada wajahku dengan semua bobotmu dan jepit kepalaku diantara kedua pahamu dengan kuat hingga aku tak dapat bergerak sedikit pun. Gambarkanlah kepadaku sisa waktu yang masih kita miliki untuk melakukan hal itu dan yakinkanlah diriku bahwa kita masih punya cukup waktu! Puncak tertinggi kenikmatan yang ditunjukkan Erika adalah ketika ia meminta Klemmer untuk menduduki wajahnya dan juga menjepit dengan kedua pahanya. Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa tindakan tersebut dapat
67
menimbulkan rasa sakit yang menyiksa dan Erika menganggap hal tersebut sebagai rasa nikmat yang paling puncak dalam permainan seksualnya. Ia membayangkan Klemmer seolah-olah adalah seorang penunggang kuda yang menduduki wajah Erika sebagai pengganti dari kuda tersebut. Drohe mir, daß du ich stundenlang in dieser Stellung beläßt, wenn ich nicht ordentlich ausführe, was gewünscht wird. Stunden sind es, die du mich mit meinem Gesicht unter dir schmachten lassen kannst! Mach es, bis ich schwarz werde. Ich fordere Wonnen dir brieflich ab. Du wirst unschwer erraten, welche größeren Wonnen ich mir zusätzlich wünsche. (Jelinek, 2015: 268) Ancamlah aku bahwa kau akan membiarkan aku pada posisi itu selama berjam-jam jika aku tidak melaksanakan dengan benar apa yang kau tugaskan. Kau dapat membiarkan aku merana berjam-jam dengan wajahku di bawahmu! Lakukanlah itu hingga aku membiru. Kutuntut hal-hal yang nikmat darimu melalui suratku. Kau dapat dengan mudah menduga kenikmatan lebih besar mana yang ingin kudapat sebagai tambahan. Erika meminta Klemmer untuk mengancamnya apabila ia tidak melakukan tugas yang diberikan oleh Klemmer dengan benar. Apabila hal itu terjadi, maka Erika harus bersiap menerima hukumannya, yaitu dengan cara membenamkan wajahnya dibawah paha Klemmer dan membiarkannya berjam-jam hingga wajahnya membiru. Ia menuntut kenikmatan-kenikmatan yang sadis melalui surat yang ia tuliskan untuk Klemmer. h. Mengeluarkan air mani dalam mulut Erika dan mengencinginya Dalam isi suratnya yang terakhir, ia mengungkapkan bahwa cinta adalah saling memaafkan dan mengampuni. Ia juga meminta Klemmer untuk melepaskan air maninya ke dalam mulut Erika di akhir percintaan mereka. Seperti dalam kutipan berikut. Liebe entschuldigt und verzeiht, ist Erika der Meinung. Das ist auch der Grund, weswegen er ihr in den Mund spritzen soll bitteschön, und zwar bis ihr die Zunge fat abbricht und sie eventuell erbrechen muß. Sie stellt sich
68
schriftlich und nur schriftlich vor, daß es bei ihm so weit gehen soll, daß er sie anpißt. (Jelinek, 2015: 270) Cinta adalah memaafkan dan mengampuni, begitu pendapat Erika. Itulah yang menjadi alasan mengapa lelaki itu, berkenanlah, harus menyemprot di dalam mulutnya sehingga lidahnya hampir putus dan ia akan muntah. Perempuan ini menggambarkan dalam tulisannya dan hanya secara tertulis bahwa sang lelaki boleh berbuat lebih jauh, yaitu dengan mengencingi dia. Menurut Erika, cinta adalah saling memaafkan dan mengampuni. Dalam kutipan di atas digambarkan bahwa keinginan tertinggi Erika terhadap kenikmatan seksualnya yaitu dengan cara menyemprotkan air mani ke dalam mulutnya ketika sudah mencapai puncak dalam hubungan seksual mereka.
Bahkan Erika
mengizinkan Klemmer untuk melakukan lebih dari itu, yaitu dengan cara mengencingi Erika sebagai bentuk siksaan yang lebih jauh. Baginya hal tersebut merupakan pelampiasan yang sangat ia nikmati sebab semua itu adalah hal yang ia minta sendiri. Erika wünscht, daß Walter Klemmer an ihr eine Quälerei vollzieht (Erika menginginkan Walter Klemmer menerapkan siksaan kepadanya) (Jelinek, 2015: 265). Ia meminta Klemmer untuk menerapkan siksaan kepadanya karena Erika sudah jatuh cinta dengan murid laki-lakinya tersebut sehingga ia membuka rahasia terbesar dalam dirinya tersebut pada pria yang dicintainya. Dalam kutipan-kutipan di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa kenikmatan yang dirasakan dan diinginkan oleh Erika adalah kenikmatan akan seksual yang abnormal, dalam hal ini bisa disebut sebagai masokisme. Dimana perempuan berperan menjadi budak dan menginginkan pasangan seksualnya berperan sebagai tuannya untuk melakukan tindakan-tindakan yang sadis kepadanya. Dalam roman Die Klavierspielerin sendiri Erika menjelaskan
69
kenikmatannya dalam bentuk sebuah surat yang ditujukan kepada kekasihnya, Klemmer. Pada gejala masokisme yang ekstrim terdapat dorongan-dorongan yang kuat untuk memusnahkan diri sendiri (bunuh diri) disertai dengan kompulsikompulsi atau dorongan paksaan yang semuanya banyak tidak disadari oleh penderitanya. Ada pula fenomena berupa kesediaan tunduk dan takluk secara erotis dan secara mutlak pada partner seksnya, yang sifatnya sangat masokistis. Gejala ini disebut sebagai masokisme erotik yang mempunyai atribut: bersedia menderita kesakitan hebat “demi cintanya” (Kartono, 1989: 262). Kenikmatannya akan seks yang abnormal tersebut terbagi kedalam dua bagian, yaitu dengan tindakan secara verbal dan nonverbal. Dalam tindakan verbal sendiri berupa perkataan-perkataan kasar yang dilemparkan Klemmer kepada Erika, sedangkan untuk tindakan nonverbal sendiri berupa pukulan, tamparan, mengikat lengannya dengan kuat, menyumpal mulutnya, hingga menduduki wajah Erika dan bahkan mengencinginya. Hal tersebut semata-mata diinginkan Erika karena ia memiliki sifat masokisme, sehingga ia menuntut kesadisan dalam hubungannya dengan Klemmer. Dari keseluruhan klasifikasi emosi yang berhubungan dengan stimulasi sensor banyak emosi yang ditujukkan oleh Erika seperti rasa sakit, jijik, dan juga kenikmatan. Rasa sakit ditandai dengan Erika yang sering melukai tubuhnya, namun hal tersebut tidak dapat digolongkan ke dalam rasa sakit yang sesuai dengan pengertian dalam teori klasifikasi emosi David Krech karena Erika melakukan hal tersebut dengan sengaja. Untuk rasa jijik tidak jauh berbeda
70
dengan rasa sakit yang telah dijelaskan sebelumnya. Erika digambarkan berpurapura mau muntah ketika melihat darah. Peristiwa tersebut juga tidak dapat digolongkan ke dalam rasa jijik karena Erika hanya berpura-pura, tidak benarbenar ingin muntah atau merasa jijik. Rasa kenikmatan terlihat ketika Erika menuliskan sebuah surat yang berisi kenikmatan seksualnya yang abnormal pada kekasihnya, Walter Klemmer. 3. Emosi yang Berhubungan dengan Penilaian Diri Sendiri Menurut Krech (1969: 528) perasaan keberhasilan dan kegagalan, rasa malu, bangga, rasa bersalah, dan penyesalan adalah emosi yang harus dilakukan dengan persepsi seseorang dari perilaku sendiri dalam kaitannya dengan berbagai standar penting sebuah perilaku. Penilaian tersebut bersumber dari penilaian yang dilakukan oleh pengamatan orang lain terhadap orang yang dituju. a. Sukses dan Gagal Sukses dan gagal termasuk dalam kategori emosi yang menyinggung penilaian diri sendiri. Dalam teori klasifikasi emosi Krech, perasaan sukses dan gagal adalah emosi yang pada umumnya berhubungan dengan prestasi. Apabila prestasi tersebut dapat dicapai maka akan bisa disebut dengan kesuksesan, sedangkan apabila prestasi tersebut tidak bisa diraih maka disebut gagal. Sebagai pemain musik, Erika merasa telah gagal, sebab ia tidak berhasil menjadi seorang pemain piano solo dan hanya bekerja di konservatorium musik sebagai seorang guru piano. Ibunya yang mati-matian mendukung Erika pun selalu mengeluhkan kegagalannya tersebut. Ia berkata bahwa semasa muda Erika
71
selalu terbelit urusan remeh yang berujung dengan kehancuran dini terhadap karirnya seperti yang tertulis dalam kutipan di bawah ini. Eingebildete mänliche Liebe drohte mit Ablenkung vom Studium, Äußerlichkeiten wie Schminke und Kleidung reckten die häßlichen Häupter; und die Karriere endet, bevor sie sich noch richtig anläßt.(Jelinek, 2015: 9) Cinta egois lelaki membayang-bayangi kuliahnya, tetek-bengek seperti kosmetik dan baju membuat masalah sendiri, dan karirnya pun berakhir sebelum benar-benar dimulai. Sang Ibu mengeluhkan Erika muda yang menaruh perhatian kepada halhal yang seharusnya tidak ia pikirkan. Cinta dari seorang lelaki membuat Erika tidak bisa fokus dengan kuliahnya. Ditambah lagi hal-hal remeh yang disenangi para gadis muda seperti kosmetik dan baju menambah masalah baru dalam diri Erika sehingga ia tidak bisa mencapai tujuan pada karirnya sebagai pemain piano. Hal tersebut berimbas pada konser akademinya yang sangat penting. Dann versagt Erika einmal bei einem wichtigen Abschlußkonzert der Musikakademie völlig, sie versagt vor den versammelten Angehörigen ihrer Konkurrenten und vor ihrer einzeln angetretenen Mutter, die ihr letztes Geld für Erikas Konzerttoilette ausgegeben hat. (Jelinek, 2015: 33) Erika gagal ketika tampil dalam Konser Akademi musik yang sangat penting, di depan banyak teman serta para pesaingnya, dan di depan ibunya yang duduk mendukung dia seorang diri, padahal Sang Ibu telah menghabiskan uang untuk mendandani Erika demi pertunjukan ini. Seperti yang sudah diduga oleh ibunya sendiri, Erika gagal dalam konser tersebut. Kata ”versagt“ (macet/mogok) menunjukkan permainan piano Erika yang tidak lancar ketika di atas panggung. Erika seakan-akan sudah mempermalukan dirinya sendiri di depan banyak orang, termasuk ibunya. Salah satu penyebabnya adalah karena Erika telah salah memilih lagu yang jelas-jelas sudah dilarang oleh ibunya. Ia tidak bisa menguasai lagu tersebut dengan baik hingga Sang Ibu menamparnya dan mengatakan bahwa orang awam pun dapat
72
melihat kesalahan Erika dari raut wajah dan tangannya. Kegagalan yang telah ia lakukan dengan sendirinya. Hal inilah yang sering dijadikan topik hangat ketika Erika bertengkar dengan ibunya. ”Einmal ist das Kind schon künstlerisch gestrauchelt, wirft ihm die Mutter bei Kämpfen stets vor“ (setiap kali bertengkar, Sang Ibu mencemooh anaknya karena pernah gagal dalam hal artistik) (Jelinek, 2015: 234). Erika dengan Sang Ibu kerap kali beradu argumen hingga bertengkar. Setiap pertengkaran itulah Sang Ibu selalu mengejek Erika karena telah gagal dalam hal artistik, yaitu menjadi seorang pemain piano solo dan kini hanya bekerja sebagai seorang guru piano. Kegagalan anaknya itulah yang selalu disematkan ketika mereka bertengkar. Sang Ibu tidak merasa puas atas apa yang telah dicapai oleh anak semata wayangnya. Namun di sisi lain ada sebuah kesuksesan yang dirasakan Erika. Hal tersebut diungkapkan dalam kutipan berikut ini. ”Erikas Geist wird über die Vorzüge des Leibes siegen“ (kecerdasan Erika lebih unggul dibandingkan fisiknya) (Jelinek, 2015: 197). Dalam kutipan ini dijelaskan bahwa Erika berpikir bahwa kecerdasannya lebih unggul dibandingkan dengan fisiknya yang sudah tua. Pikiran tersebut muncul ketika ia melancarkan aksinya untuk menghalau seorang murid perempuan pemain seruling yang sedang mengobrol bersama Klemmer dengan cara memasukkan pecahan gelas kaca pada mantel murid perempuan tersebut. Dari analisis di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa perasaan gagal Erika di dapat dari ketidakmampuan dirinya dalam mencapai prestasi yang sudah
73
ia impikan dari dulu. Seperti ketika Erika dengan hal-hal kecil seperti kosmetik dan cinta lelaki yang membuat karirnya sebagai seorang pemain piano terganggu. Juga ketika Erika gagal dalam konser maha pentingnya, hal ini membuktikan bahwa ia tidak bisa meraih sesuatu yang telah ia impikan sehingga hal tersebut dapat dikatakan sebuah kegagalan. Bahkan kegagalan tersebut berimbas tidak hanya pada dirinya tetapi ibunya juga. Walaupun demikian, ada satu kesuksesan yang Erika rasakan, yaitu ketika ia bisa mendapatkan ide yang cukup licik dan melancarkan aksinya tanpa ada orang lain yang mengetahui bahwa ialah pelakunya. Seperti memasukkan pecahan gelas kaca pada mantel siswi yang telah membuatnya cemburu terhadap Klemmer. Ia berpikir bahwa hal tersebut adalah sebuah balasan yang setimpal untuk siswi tersebut. b. Bangga dan Malu Rasa bangga dan malu termasuk kedalam kategori emosi yang menyinggung penilaian diri sendiri. Bangga dan malu termasuk dua elemen yang berbeda. Secara umum, perasaan bangga dan malu adalah perasaan yang sering kali timbul dari perspektif orang lain dengan perbandingan ideal mereka masingmasing. Kedua klasifikasi ini berhubungan erat dengan perasaan sukses dan gagal. Apabila rasa sukses muncul berarti timbul pula rasa bangga. Begitupun sebaliknya, bila perasaan gagal muncul maka perasaan malu akan mengikuti. Rasa bangga dan malu ditunjukkan oleh Erika yang selalu berada dibawah kekangan ibunya. Hidupnya selalu dipenuhi banyak peraturan. Hal tersebut tentu saja berpengaruh pada Erika. Ibunya dengan sengaja mengumbar kekangan pada anaknya tersebut seperti dalam kutipan berikut ini. ”Dort kann man sie auch
74
anrufen. Erika kämpf gegen mütterliche Bande und ersucht wiederholt, nicht angerufen zu werden, was die Mutter übertreten kann, den sie alle bestimmt die die Gebote“ (ibunya juga bisa menelepon Erika disana. Erika berusaha memutus tali kekang ibunya, meminta agar jangan ditelepon. Namun sang ibu selalu bisa menangkapnya) (Jelinek, 2015: 8). Dari kutipan tersebut digambarkan bahwa Sang ibu kerap kali menelepon di mana pun Erika berada. Bahkan ia dengan sengaja menelepon rumah kerabat Erika hanya karena ingin berbicara dengan Erika. Juga ketika Erika sedang berada di sebuah kafe pun sang ibu bisa menelepon ke sana. Bagi ibunya, hal tersebut dilakukan supaya anak satu-satunya terlindungi dan aman namun hal tersebut justru malah membuat Erika malu karena dengan begitu semakin sedikit orang yang ingin bertemu atau hanya sekedar bercakap-cakap dengan Erika. Selain itu, rasa malu juga ditunjukkan Erika ketika ia baru saja selesai bermain piano pada konser akademinya. Ia merasakan sendiri bahwa permainan pianonya kurang memuaskan dan ia turun dari atas panggung dengan perasaan malu. Unter Schimpf taumelte Erika von Podium, unter Schande empfängt sie ihre Adressatin, die Mutter. Auch ihre Lehrerin, eine ehemalige bekannte Pianistin, rügt Erika auf das heftigste wegen Konzentrationsmangels. (Jelinek, 2015: 33) Erika terhuyung-huyung dari panggung dengan wajah merah padam untuk menerima sambutan memalukan dari penonton tunggalnya, Sang Ibu. Pun gurunya sendiri, yang dulunya seorang pianis terkenal, menghardik Erika karena kurang berkonsentrasi. Kutipan di atas menggambarkan Erika turun dari atas panggung dengan perasaan malu yang ditunjukkan dengan wajah merah padamnya setelah permainan pianonya yang buruk. Wajah yang memerah padam merupakan salah
75
satu bentuk emosi dari rasa malu. Bahkan sang guru pianonya pun tak luput menghardiknya dan mengatakan bahwa Erika kurang berkonsentrasi dalam bermain piano. Di sisi lain, Erika memiliki sebuah rasa bangga terhadap karir bermusiknya. Ketika impiannya menjadi seorang pianis solo hancur, setidaknya karirnya menjadi seorang guru piano didapatnya dengan mudah seperti yang terdapat pada kutipan berikut ini. Aber etwas Sicheres hat man sicher: das Lehramt für Klavier am Konservatorium der Stadt Wien. Und sie hat nicht ein mal für Lehr-und Wanderjahre in eine der Zweigstelen, eine Bezirks-Musikschule müssen, wo schon viele ihr junges Leben ausgehaucht haben, staubgrau, buckeligflüchtiger, rasch vergehender Schwarm vom Herrn Direktor.(Jelinek, 2015: 9) Tapi ada satu hal yang pasti yaitu posisinya sebagai guru piano di Konservatorium Wina. Ia mendapatkannya tanpa kewajiban menjalani dulu masa-masa mengajar di cabang, sekolah musik di daerah, tempat banyak guru menghabiskan masa muda, menjadi bongkok dan beruban tahu-tahu telah kisut, setelah madunya diisap tuan-tuan direktur sekolah. Walaupun ia tidak menjadi pemain piano konser dan hanya menjadi seorang guru, hal tersebut tidak disia-siakan oleh dirinya. Ia bahkan mendapat kemudahan untuk tidak menjalani masa-masa percobaan mengajar di sekolah musik yang terdapat di daerah-daerah pelosok Wina, yang mana di tempat tersebut para guru menghabiskan masa mudanya hingga tua dan juga dimanfaatkan oleh para direktur sekolah. Hal tersebut tentu saja membuat Erika bangga. Selain itu rasa bangga yang muncul pada Erika adalah ketika ia merasa bangga bahwa ia tidak mengenal perasaan. ”Erika brüstet sich, Gefühle kenne sie nicht. Wenn sie einmal ein Gefühl anerkennen muß, so wird es nicht über ihre
76
Intelligenz siegen lassen“ (Erika bangga bahwa dirinya tak mengenal perasaan. Jika suatu saat dia harus mengalami perasaan tertentu, dia tidak akan membiarkan hal itu mendominasi kecerdasannya) (Jelinek, 2015: 229). Pada kutipan di atas terlihat bahwa Erika bangga karena dirinya tidak mengenal perasaan. Kata ”brüstet“
(membusungkan
dada)
menunjukkan
rasa
bangga
Erika.
Membusungkan dada dapat diartikan sebagai bentuk dari rasa bangga. Ia dikenal kebanyakan orang tidak memiliki perasaan. Masa lalu yang kelam di bawah tekanan ibunya membuat ia kini menjadi kehilangan rasa empati. Namun di satu sisi ia merasa bangga akan hal tersebut. Sebab menurutnya, perasaan tersebut sangat mengganggu, dan apabila suatu hari perasaan mendatanginya maka ia harus waspada agar perasaan tersebut tidak menguasai pikirannya. Dari analisis keempat kutipan di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa Erika memiliki rasa bangga dan malu. Dalam perasaan bangga, ditunjukkan dengan kepandaiannya dalam bermain piano hingga Erika tidak perlu lagi meneruskan masa-masa percobaan menjadi guru piano di tempat-tempat terpencil di Wina seperti guru-guru pada umumnya. Juga ketika Erika merasa bangga karena ia tidak mengenal perasaan. Ia berpikir bahwa perasaan hanya akan membuat ia kehilangan kendali akan pikirannya. Sedangkan rasa malu ditunjukkan ketika ibunya selalu menelepon Erika dimana pun ia berada. Hal tersebut membuat Erika merasa malu karena masih selalu berada dibawah kekangan ibunya. Lainnya, ketika Erika gagal dalam konser pianonya yang sangat penting. Saat turun dari panggung ia mendapat cercaan dari ibu dan juga guru
77
pianonya yang menyebutkan Erika kurang berkonsentrasi hingga wajah Erika menjadi merah padam. c. Bersalah dan Menyesal Dalam teori klasifikasi emosi Krech, perasaan bersalah dan menyesal saling berkaitan erat. Bila dalam diri seseorang timbul rasa bersalah terhadap apa yang ia lakukan maka timbul pula perasaan menyesal. Dalam hal ini Erika memiliki perasaan bersalah yang dapat dilihat dalam kutipan berikut ini. Erika schluchzt immer lauter, denn es tut ihr jetzt schon lied, wo die Mutti sich bis auf die Knochen und Haare aufopfert. Alles, was Erika gegen die Mutter unternimmt, tut ihr sehr schnell leid, weil sie ihre Mutti liebhat, die sie schon seit frühester Kindheit kennt. (Jelinek, 2015: 11) Tangis Erika semakin menjadi-jadi karena sekarang ia sangat menyesal telah menyakiti ibunya yang telah mengorbankan semuanya untuk dia. Seperti setiap kali setelah melawan ibunya Erika segera menyesal karena ia menyayangi ibunya, yang ia kenal sejak kanak-kanak. Erika kerap kali bertengkar hebat dengan sang ibu, tak jarang mereka bahkan bertengkar hingga adu fisik. Dalam peristiwa di atas digambarkan Erika yang menangis akibat telah menyakiti ibunya. Ia secara spontan menjambak rambut ibunya karena ibunya telah membuang baju musim gugur Erika yang menurutnya tidak begitu penting untuk Erika. Erika lantas marah hingga ia melakukan hal tersebut. Ibunya yang sudah tua pun menangis karena merasa kesakitan dan melihat rambutnya rontok akibat jambakan Erika bahkan hingga meninggalkan bekas luka. Spontan Erika langsung merasa bersalah dan menyesal terhadap perbuatan jahat yang telah ia lakukan kepada ibunya tersebut karena ia begitu menyayangi ibunya sejak kecil sampai dewasa hingga tangisan pun tak dapat dibendung lagi.
78
Perasaan menyesal Erika selanjutnya di tunjukan ketika ia telah melakukan sebuah kejahatan, yaitu memasukkan pecahan gelas kaca ke dalam saku mantel seorang siswi yang telah membuatnya cemburu karena bercakap-cakap dengan Klemmer. Ia menyesal karena tidak bisa menikmati hasil kejahatannya sampai tuntas. Seperti kutipan berikut ini. ”Erika bedauert insgeheim, daß sie ihr Verbreichen an der nichtsahnenden Schülerin nicht bis zur Neige auskosten konnte“ (diam-diam Erika menyesal tidak bisa menikmati dengan tuntas kejahatannya terhadap siswi yang tak curiga itu) (Jelinek, 2015: 204). Erika adalah seorang perempuan yang tergolong sadis. Ia merasa cemburu karena melihat seorang murid bercakap-cakap dengan Klemmer saat tengah berlatih orkestra di ruang aula. Dengan segera ia pergi menuju ruang mantel dan menaruh pecahan gelas kaca pada saku mantel seorang murid perempuan tersebut. Setelah selesai berlatih orkestra, banyak orang datang berkumpul dan menyaksikan kemalangan yang menimpa murid perempuan tersebut. Tangannya penuh darah akibat tergores pecahan gelas kaca yang terdapat di dalam saku mantelnya. Erika lantas melihat sebentar kejadian tersebut dan segera pergi meninggalkannya. Ia takut ada seseorang yang mencurigai dirinya lah pelaku di balik semua ini. Dalam kutipan di atas, ia menyayangkan mengapa ia tidak bisa menikmati kejahatan yang telah ia lakukan terhadap murid perempuan tersebut sampai selesai dan lantas pergi meninggalkannya. Dari analisis kedua kutipan di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa Erika memiliki kedua emosi tersebut, yaitu perasaan bersalah dan menyesal yang ditunjukkan dengan cara yang berbeda. Pada rasa bersalah, ia merasa telah
79
melakukan hal yang tidak sewajarnya dilakukan pada ibunya dan dengan segera ia merasa menyesal akibat perlakuan kasarnya tersebut. Pada kutipan kedua, Erika menyesalkan dirinya yang tidak menikmati siksaan yang ia lakukan pada murid perempuan yang telah membuatnya cemburu. Pada emosi yang berhubungan dengan penilaian terhadap diri sendiri, tokoh utama Erika memunculkan keseluruhan klasifikasi emosi. Klasifikasi emosi pada penilaian terhadap diri sendiri saling berhubungan satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan. Hal tersebut dapat diamati ketika tokoh utama Erika memiliki perasaan sukses dan gagal dalam ambisinya sebagai seorang pianis. Kegagalan Erika ditandai dengan gagalnya konser musik akademinya, sebab ia tidak lancar dalam memainkan piano saat konser tersebut, sehingga ia mendapat cacian dari Sang Ibu. Rasa sukses ditunjukkan Erika ketika ia berhasil melakukan sebuah aksi balas dendam dengan memasukkan pecahan gelas kaca ke dalam saku sebuah mantel milik salah seorang murid instrumen seruling sebagai bentuk balas dendam karena telah membuat ia cemburu pada Klemmer. Rasa bangga dan malu sendiri ditunjukkan karena kepandaian Erika sehingga tidak perlu lagi merasakan tahuntahun yang menyiksa karena harus melakukan percobaan mengajar di sekolah musik yang terletak di kota kecil. Sebaliknya, perasaan malu ditunjukan ketika ia gagal dalam konser akademinya. Untuk klasifikasi emosi pada rasa bersalah dan menyesal ditunjukan Erika ketika terjadi perdebatan sengit antara dirinya dengan Sang Ibu yang berujung penyesalan Erika karena telah menjambak rambut Sang Ibu. 4. Emosi yang Berhubungan dengan Orang Lain
80
Banyak pengalaman emosional kita berkaitan dengan hubungan diri dengan orang lain sebagai obyek dalam lingkungan kita seperti perasaan yang di arahkan kepada mereka (Krech, 1969: 532). Dalam teori ini Krech membaginya ke dalam dua emosi yaitu rasa cinta dan rasa benci. a. Cinta Cinta adalah sebuah perasaan positif yang diberikan pada makhluk atau benda. Cinta adalah sebuah emosi dari kasih sayang yang kuat dan filososfi cinta merupakan sifat baik yang mewarisi semua kebaikan, perasaan belas kasih, dan kasih sayang. Cinta tidak hanya dirasakan antara dua lawan jenis tetapi juga terhadap orang tua, teman, hewan peliharaan, dan lainnya. Dalam roman Die Klavierspielerin cinta Erika digambarkan hanya kepada Klemmer, murid pianonya, walaupun Klemmer berusia lebih muda daripada Erika. Erika selalu mengkhayalkan dirinya dengan Klemmer menjalin cinta yang lebih jauh, padahal Erika memiliki sifat yang teramat sangat tertutup dengan orang lain maupun lawan jenisnya. Hal tersebut disebabkan oleh perilaku ibunya yang tidak memperbolehkan Erika muda menjalin kasih dengan siapapun karena menurut Sang Ibu hal tersebut hanya akan mengganggu karir Erika sebagai seorang pemain piano. Namun diumurnya yang sudah berusia tiga puluh delapan tahun, Erika kembali jatuh cinta dengan seorang laki-laki, yaitu muridnya pianonya sendiri, hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. ”Erikas Gedanken wenden sich erfreut Herrn Walter Klemmer zu, einem hübschen blonden Burschenm, der neuerdings als erster in der Früh kommt und abends als letzter geht“ (Erika senang
81
memikirkan Walter Klemmer, remaja tampan berambut pirang, yang belakangan ini datang paling awal dan pulang paling akhir) (Jelinek, 2015: 35). Kegagalan cintanya di masa muda hampir-hampir menutup pintu hati Erika terhadap lelaki manapun hingga akhirnya ia kembali menaruh hati pada seorang murid pianonya yang bernama Walter Klemmer. Akhir-akhir ini Erika selalu memikirkan murid lelakinya tersebut. Walter Klemmer adalah murid yang tergolong rajin, ia selalu datang lebih awal. Ia juga seorang murid yang pandai. Klemmer kerap kali berlatih piano hingga pulang larut. Hal tersebut yang membuat Erika menaruh perhatian lebih terhadap pemuda itu dan lama kelamaan Erika menjadi suka dengan pemuda tersebut. Tak jarang Erika membayangkan mereka berdua pergi berwisata ke suatu tempat. ”Ihre Gedanken ziehen in die Ferne, zu einer Klavierstudienreise mit dem Schüler Klemmer. Nur sie, er, ein kleines Hotelzimmer und die Liebe“ (pikirannya melayang jauh, menuju sebuah studi wisata piano dengan Klemmer si murid. Hanya ada dia, Klemmer, sebuah kamar hotel yang kecil, dan cinta) (Jelinek, 2015: 191). Erika membayangkan mereka pergi ke sebuah tempat untuk sekedar melakukan studi wisata piano. Mereka menempati sebuah kamar hotel kecil yang hangat dan juga dipenuhi dengan rasa cinta. Ia juga membayangkan tidak ada siapapun disana kecuali Sang Guru piano dan murid kesayangannya itu. ”Diese beiden Hauptdarsteller wollen nun eine Liebesszene aufführen, ganz unter sich, ohne Statisten, nur der eine Hauptdarsteller, schwer belastet, unter dem anderen Hauptdarsteller“ (kedua pemeran utama ini ingin memainkan adegan cinta sekarang, hanya mereka berdua, tanpa pemeran tambahan, tanpa figuran, hanya
82
satu pemeran utama yang tertekan di bawah pemeran utama yang lain) (Jelinek, 2015: 208). Ia membayangkan layaknya seorang pemeran utama yang terlibat cinta dengan lawan mainnya. Hanya ada mereka berdua, tidak ada pemeran tambahan atau pun pemeran lainnya. ”Erika wird es siedendheiß, daß er vom Unfaßbaren gesprochen hat, womit er doch nur seine Liebe zu ihr meinem kann. In ihr wird es licht, hell, warm“ (Erika menjadi malu karena pemuda itu berbicara mengenai hal yang tidak ia mengerti, yaitu cinta si pemuda kepadanya. Ia merasa cerah, hangat, bercahaya) (Jelinek, 2015: 224). Klemmer acap kali mengumbar cinta ketika mereka sedang berbicara. Cinta adalah sebuah tema obrolan yang sangat dihindari oleh Erika. Bertahuntahun lamanya tidak ada yang membahas persoalan seperti itu dengannya, hingga hal tersebut membuatnya merasakan panas di sekujur tubuhnya. Ia seakan-akan merasa hangat dan bercahaya ketika lelaki itu membicarakan tentang cinta. ”Die Sonne der Liebesleidenschaft, die sich die ganze Zeit leider nicht mehr verspürt hat, scheint jetzt wieder“ (Matahari gairah cinta, yang sudah tidak dirasakannya selama beberapa lama, kini bersinar lagi) (Jelinek, 2015: 224). Perasaan cinta Erika terhadap muridnya ditunjukkan ketika ia menawarkan muridnya untuk berlatih piano bersama dengan dirinya. Erika bermain dengan piano yang lainnya dan saling berhadapan dengan Klemmer. Perasaan panas dalam tubuh Erika muncul kembali saat Mereka saling bertatap mata. ”Lehrerin und Schüler kochen vor Liebe und begrieflicher Sehnsucht nach noch mehr Liebe“ (guru dan murid mendidih dengan cinta dan gairah nyata untuk
83
mendapatkan lebih banyak cinta) (Jelinek, 2015: 224). Mereka saling merasakan cinta dalam sesi latihan tersebut. Perasaan tersebut seolah-olah membuat ruang latihan menjadi panas. Semenjak Erika menyukai muridnya tersebut, ia kembali berdandan. Pakaian lama yang tersimpan di lemarinya kini kembali ia kenakan kembali. Klemmer yang melihat perubahan gaya pada Erika tersebut membuat dirinya semakin suka pada guru pianonya. Tanpa disadari oleh Klemmer, sesungguhnya Erika sedang melancarkan sebuah rencana. ”Betören will sie den Mann so gut sie es kann und weckt damit dessen schlechteste Neigungen“ (dia ingin merayu lakilaki itu sebaik mungkin dan dengan begitu membangkitkan dorongan-dorongan terburuk sang lelaki) (Jelinek, 2015: 241). Erika
berpakaian sedemikian rupa guna
dengan maksud untuk
membangkitkan dorongan-dorongan buruk cintanya. Karena Erika memiliki hasrat seksual yang sadis dalam dirinya yang tidak diketahui oleh siapapun. ”Erika liebt den jungen Mann und wartet auf Erlösung durch ihn. Sie gibt kein Anzeichen für Liebe von sich, damit sie nicht unterliegt“ (Erika mencintai laki-laki muda itu dan menantikan penebusan olehnya. Dia tidak memberikan isyarat cinta agar dia tak terlihat lemah) (Jelinek, 2015: 244). Pada kutipan di atas, digambarkan secara jelas perasaan Erika yang mencintai Klemmer. Ia menantikan sebuah penyelamatan dari seorang pria yang hanya berstatus murid pianonya. Penebusan yang dimaksud adalah sebuah jawaban terhadap perasaan cinta yang selama ini selalu ia hindari selama bertahun-tahun lamanya. Menurut Erika perasaan tersebut hanya akan membuatnya kehilangan fokus pada karirnya, sama
84
seperti yang pernah dikatakan ibunya. Oleh karena itu ia menunggu sebuah penyelamatan dari Klemmer, orang yang kini ia cintai. Namun dalam menanti penyelamatan cintanya, Erika tidak ingin menampakkan tanda-tanda terhadap penyelamatan tersebut agar tidak dianggap lemah oleh kekasihnya. Erika und Klemmer sind damit okkupiert auszuloten, wer wen mehr liebt und dadurch der Schwächere in diesem Paar ist. Erika täuscht aufgrund von Alter vor, daß sie es ist, die weniger liebt, weil sie schon zu oft geliebt hat. Daher ist Klemmer es, der mehr liebt. Erika wieder muß mehr geliebt werden. (Jelinek, 2015: 245) Erika dan Klemmer sedang mencoba menduga cinta siapa yang lebih besar dan dengan begitu akan terbongkarlah siapa yang lebih lemah di antara mereka berdua. Erika menyebutkan usianya, berpura-pura bahwa cintanyalah yang lebih kecil karena dia sudah terlalu sering mengalami cinta. Dengan demikian, cinta Klemmer lebih besar. Lagi-lagi Erika harus lebih dicintai. Kutipan tersebut menggambarkan bahwa Erika adalah seseorang yang tergolong egois dalam urusan cinta. Saat itu mereka tengah saling mengira-ngira cinta siapa yang paling besar. Semakin besar cinta yang dimiliki, maka tahu lah siapa yang paling lemah di antara mereka. Sesaat kemudian Erika menyebut usianya yang tua tersebut dan berpura-pura mengatakan bahwa dirinya memiliki cinta yang kecil dan tidak sebesar cinta pada anak-anak muda karena Erika sudah terlalu sering merasakan cinta. Dengan demikian ia berharap Klemmer mencintainya lebih besar lagi daripada Erika yang mencintai Klemmer. ”Wie schön kann die Liebe doch sein, mit dem richtigen Du genossen. Erika will erst nach einer Irrung und nach Wirrnissen geliebt werden, gibt sie an” (betapa indahnya cinta jika dinikmati dengan dirimu yang sesungguhnya. Erika mau dicintai setelah masa ujian dan percobaan) (Jelinek, 2015: 252). Pada kutipan tersebut, digambarkan bahwa cinta itu indah apabila dinikmati dengan orang yang
85
dikasihi. Erika juga ingin merasa dicintai oleh Klemmer setelah mereka melewati beberapa ujian dan percobaan cinta yang dibuat sendiri oleh dirinya dan ditujukan kepada Klemmer. Dari kutipan-kutipan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perasaan cinta Erika dalam roman Die Klavierspielerin adalah perasaan cinta yang ditujukan kepada murid pianonya, Walter Klemmer. Perasaan cinta yang timbul di antara kedua lawan jenis adalah sebuah perasaan yang wajar meskipun tidak memandang usia. Rasa cinta timbul dalam hati mereka berdua karena adanya rasa ketertarikan. Hal tersebut muncul karena seringnya intensitas pertemuan antara Erika dan Klemmer hingga keduanya merasakan cinta satu sama lain. Terlebih lagi mereka sebagai seorang guru dan murid yang selalu berdua dalam ruang latihan piano. b. Benci Benci kerap kali diartikan sebagai sebuah emosi yang sangat kuat dan melambangkan ketidaksukaan, permusuhan, atau antipati terhadap sesuatu baik makhluk hidup maupun benda mati. Rasa benci juga biasa disebut sebagai sebuah keinginan untuk menghindari, menghilangkan, atau bahkan menghancurkan sesuatu yang tidak disukai. Dalam roman Die Klavierspielerin, kebencian Erika termasuk kebencian terhadap makhluk hidup. Ia membenci orang-orang yang membuat Erika geram. Bahkan tak jarang orang-orang yang dibenci Erika adalah orang yang dekat dengannya. Mereka adalah orang-orang yang menyayangi dan menghormati Erika. Orang-orang tersebut diantaranya adalah ibunya sendiri, kekasihnya Walter
86
Klemmer, murid-muridnya baik murid piano maupun siswa sekolah musik lainnya, dan juga orang-orang awam. 1. Ibu Sosok ibu dalam diri Erika merupakan sosok yang ia hormati tetapi juga ia hindari. Hal ini terbukti ketika Erika pulang larut malah setelah selesai mengajar piano. Ibunya selalu menaruh curiga apabila ia pulang diluar jam yang sudah ditetapkan oleh ibunya. Erika juga memiliki sebuah hobi, yaitu membeli baju mahal. Kegemarannya yang selalu membeli baju tersebut membuat ibunya geram karena menurut ibunya, hal tersebut tidak berguna dan hanya menghabiskan uang saja. Terbukti ketika ia baru saja pulang larut dari mengajar piano dan Sang Ibu mencurigai bahwa ia membeli baju lagi. Dengan cepat ibunya menginterogasi Erika dan mendapati sebuah baju baru di dalam tasnya. Ketika ibunya meluapkan amarah kepada Erika, dengan cepat Erika bergegas masuk kedalam kamar dan mendapati baju musim gugur terakhir yang ia beli telah hilang karena dibuang oleh ibunya. Erika mencoba merampas baju yang baru saja dibelinya yang kini berada di dalam genggaman ibunya hingga baju tersebut sobek. Hal tersebut membuat Erika geram dan membenci ibunya. ”Die Tochter kehrt zurück und weint bereits vor Aufregung. Sie beschimpft die Mutter als gemeine Kanaille, wobei sie hofft, daß die Mutter sich gleich mit ihr versöhnen wird“ (anaknya kembali sambil menangis karena geram. Ia mengutuki ibunya sebagai penjahat keji, serentak berharap bisa berdamai lagi dengan Sang ibu segera) (Jelinek, 2015: 11).
87
Dalam kutipan di atas, digambarkan Erika yang menangis karena geram dengan ibunya. Ia bahkan menyebut ibunya sebagai penjahat keji karena telah terlibat dalam pertengkaran yang mengakibatkan sobeknya baju mahal yang baru saja dibeli Erika. Tetapi dibalik kebenciannya tersebut ia berharap bisa kembali berdamai dengan ibunya yang selama ini merawatnya. 2. Walter Klemmer Walter Klemmer adalah seorang murid yang dicintai oleh Erika. Meskipun Klemmer dicintai dan dikagumi oleh Erika tetapi ia juga kekasih yang dibenci oleh Erika. Hal tersebut bermula ketika ia belum terlalu dekat dengan Erika yang pada dasarnya tidak menaruh perhatian sekecil apapun kepada lawan jenisnya. Ia diundang oleh keluarga besar Klemmer yang mengadakan konser musik kamar di apartemen mereka untuk memainkan piano. Kali itu Klemmer sangat senang karena bisa berada sedekat itu dengan guru pianonya. Perasaan suka muncul pada saat ia bermain piano disana. Erika mendapat banyak sekali sanjungan dari anggota keluarga Klemmer dan juga mereka memberikan sebuah karangan bunga besar untuk Erika. Kesempatan tersebut tidak disia-siakan oleh Klemmer. Ia menawarkan bantuan untuk membawa rangkaian bunga besar tersebut sampai di stasiun kereta terdekat. Erika menolak tawaran tersebut karena dari jauh Sang Ibu sudah memata-matai gerak gerik pemuda yang menaruh perhatian pada Erika tersebut. Tetapi Klemmer tetap bersikeras untuk membantu Erika, maka dengan berat hati ia menerima tawaran Klemmer.
88
Di perjalanan, Klemmer selalu berdiri di samping Erika. Klemmer tanpa sepengetahuannya telah mengambil wilayah yang seharusnya di tempati oleh ibunya. Hal tersebut membuat Erika geram, terbukti dalam kutipan berikut ini. ”Gleich wird sie es von fern mit der Mutter genau durchsprechen, wenn nur Herr Klemmer erst fort ist. Zuerst muß er weg, dann ist er ausführliches Thema“ (sebentar lagi ia bisa berbual dengan Sang Ibu, setelah Klemmer tertinggal jauh di belakang. Pertama, pemuda itu harus enyah dulu, setelah itu ia akan menjadi sebuah tema) (Jelinek, 2015: 95). Erika ingin segera mengobrol dengan ibunya. Namun, pertama-tama yang harus segera dilakukan adalah ia harus melenyapkan pemuda itu dengan cara sampai di stasiun dengan cepat sehingga Klemmer bisa kembali pulang ke tempat asalnya dan meninggalkan mereka berdua. Kemudian Klemmer akan jadi bahan pembicaraan kedua wanita tersebut. Kutipan di atas memperlihatkan kebencian Erika terhadap Klemmer karena ia ingin selalu berada di dekat perempuan tersebut. Klemmer bahkan dengan berani telah mengambil tempat ibunya walaupun tanpa sepengetahuan si pemuda tersebut. Hal itulah yang membuat Erika menaruh kebencian terhadap Klemmer dan kemudian ia ingin melenyapkan murid laki-lakinya tersebut. Perasaan benci Erika terhadap Klemmer lainnya ditunjukan ketika tengah mengikuti sesi latihan di konservatori musik. Erika melihat Klemmer tengah mengobrol dengan seorang siswi instrumen seruling. Ia tahu bahwa Klemmer sedang membuat dirinya cemburu. Erika yang melihat hal tersebut merasa tidak tenang. Ia lantas segera meninggalkan ruang latihan dan pergi keluar untuk sekedar menenangkan diri. Setelah beberapa saat ia kembali lagi ke dalam ruang
89
latihan. ”Die Musik tröstete Erika oft in Notlagen, heute jedoch bohrt sie ihr auf empfindlichen Nervenenden herum, die der Mann Klemmer freigelegt hat“ (musik seringkali berhasil menenangkan Erika saat ia tertekan. Tapi hari ini, musik menusuk-nusuk ujung saraf sensitif disebabkan oleh lelaki bernama Klemmer) (Jelinek, 2015: 195). Erika yang seorang pemain piano menyebutkan bahwa biasanya musik selalu bisa membuat hatinya tenang ketika ia menghadapi masalah, namun kali ini musik gagal membuat hatinya tenang karena seorang lelaki bernama Klemmer. Pada peristiwa di atas, di gambarkan Erika membenci Klemmer akibat pemuda itu telah dengan sengaja membuat Erika cemburu. Klemmer telah berhasil membuat Erika cemburu karena dengan sengaja mengajak bicara seorang murid instrumen seruling di depan mata Erika dan hal tersebut membuat Erika kesal dan membenci Klemmer. Namun, sesungguhnya kebencian Erika terhadap Klemmer adalah kebencian yang di dasari oleh rasa cemburu. Sedangkan rasa cemburu adalah sebagian bentuk dari rasa cinta. Erika tidak ingin ada siapapun yang mendekati Klemmer karena ia begitu mencintai pemuda tersebut hingga timbulah rasa cemburu dan menyebabkan Erika menjadi benci dengan Klemmer. Rasa benci Erika terhadap Klemmer tidak hanya berhenti di situ saja. Ia kerap kali memperlakukan Klemmer dengan sesuka hati. Hal tersebut terbukti ketika mereka melakukan hal yang tidak sepatutnya mereka berdua lakukan. Erika mempermainkan Klemmer dengan menghisap alat kelaminnya. Ketika Klemmer sedang menuju puncaknya, Erika lantas berhenti dan mendiamkannya saja. Hal tersebut membuat Klemmer bingung. Erika mencegah Klemmer untuk memasang
90
kembali celananya. Ia lantas membuka pintu kamar mandi dengan lebar dan menyuruh Klemmer pergi keluar. Siapapun yang melewati kamar mandi tersebut bisa melihat alat kelamin Klemmer tanpa diinginkan. Menurut Erika, hal itu adalah sebuah balasan atas perilakunya yang telah membuat Erika cemburu karena dengan sengaja bercakap-cakap dengan murid perempuan pemain seruling di depan dirinya. ”Sie wird in ihm wie in einem langweiligen Buch blättern. Sie wird ihn möglicherweise bald weglegen“ (perempuan itu akan memperlakukan ia seperti sebuah buku yang membosankan. Perempuan itu bahkan boleh menyingkirkannya segera) (Jelinek, 2015: 217). Dari kutipan di atas memperlihatkan bahwa kebencian Erika bisa membuat ia memperlakukan Klemmer dengan sesuka hati seperti sebuah buku yang membosankan. Hal itu terbukti dengan perlakuan Erika yang memaksa Klemmer untuk berjalan keluar kamar mandi tanpa memasang kembali celana yang sudah ia buka. Kebencian Erika terhadap Klemmer terus berlanjut. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. ”Erika Kohut beleidigt einen Mann, von dem sie doch Liebe wünscht. Unklug drischt sie auf ihn ein, böse Worte dröhnen unter der Membran ihres Gaumens, auf dem Fell ihrer Zunge“ (Erika Kohut menghina si lelaki sekalipun dia menyimpan hasrat cinta terhadapnya. Tanpa kebijaksanaan dia mencaci, kata-kata keras meluncur dari bawah langit mulutnya, dari saraf lidahnya) (Jelinek, 2015: 222). Kebencian Erika nampak ketika ia mencaci Klemmer. Erika melakukan hal tersebut sebab ia tengah membandingkan antara Klemmer dengan Franz Schubert, seorang komponis miskin yang karyanya tengah dimainkan oleh Klemmer.
91
Franz Schubert adalah seorang pianis dengan postur tubuh yang gemuk, ia juga adalah seorang yang senang mabuk-mabukan. Namun, ia dapat menghasilkan sebuah karya musik yang sangat indah, meskipun ia tidak memiliki piano sendiri. Berbeda dengan Klemmer yang memiliki segalanya tetapi malah bermalasmalasan berlatih piano. Hal inilah yang membuat Erika membenci Klemmer dan bahkan menghina Klemmer meskipun ia mencintai pemuda tersebut. Erika akan cepat mudah membenci seseorang apabila mereka tidak menghargai musik dan juga prinsip-prinsip musik yang dimiliki oleh Erika. 3. Siswa sekolah musik Sebagai seorang pemain piano sekaligus seorang guru, Erika tergolong orang yang tidak ingin disaingi oleh siapapun. Ia akan membenci seseorang apabila mereka memiliki tingkat kemahiran dalam bermain piano melebihi dirinya. Ia membenci siapapun yang melakukan hal tersebut, bahkan muridnya sendiri. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut ini. “Das Gespräch ufert aus und schreitet zu dem Punkt, da Säure über jene verspritzt wird, die Erika links und rechts vorkommen oder vorzukommen drohen“ (percakapan mereka pun meluap. Kata-kata masam disemprotkan mengenai siswi-siswi yang melampaui Erika atau menjadi ancaman untuk Erika) (Jelinek, 2015: 12). Pada kutipan di atas, digambarkan Erika sedang bercakap-cakap dengan ibunya mengenai murid pianonya yang tingkat kemahirannya semakin hari semakin menandingi kemahiran Erika dalam bermain piano. Hal tersebut tentu saja membuat Erika menjadi benci dengan muridnya sekalipun. Pada dasarnya, seorang guru akan merasa bangga apabila kepandaian muridnya bisa melebihi gurunya sendiri. Hal
92
itu menandakan bahwa guru tersebut telah berhasil mendidik muridnya. Namun hal tersebut tidak berlaku pada Erika. Ia berpikir bahwa kepandaian murid-murid pianonya akan menjadi sebuah ancaman bagi karirnya, oleh sebab itu ia membenci murid-muridnya dan bahkan mencegah agar muridnya tersebut menjadi lebih pandai daripada Erika. Selain itu, sebagai seorang guru Erika bukanlah seorang guru yang penyabar. Dalam mengajar, Erika selalu memasang wajah yang datar namun sadis. Sering kali kesabarannya habis dan menjadi kesal dengan muridnya akibat tidak cepat pandai, dengan segera Erika menjadi benci dengan murid-muridnya tersebut. Seperti yang terlihat dalam kutipan berikut ini. ”Einen flüchtigen Moment lang hat sie das Bedürfnis, den Kopf des Schülers bei den Haaren zu packen und ins Leibesinners des Flügels zu schmettern, bis dan blutige Gedärm der Saiten kreischend unter dem Deckel hervorspritzt“ (selama beberapa saat yang seperti melayang, ia ingin menjambak rambut si murid dan menghantamkan kepala itu ke dalam piano hingga jeroan dawainya yang persetan itu menceriut dalam rongga yang pekak) (Jelinek, 2015: 125). Dalam kutipan di atas, digambarkan pikiran Erika yang menandakan kebenciannya terhadap murid pianonya tersebut. Ia ingin sekali menghantam kepala muridnya ke dalam piano hingga wajahnya mengenai dawai-dawai piano karena muridnya tersebut tidak lancar dalam memainkan musik karya Bach. Erika harus mengajarinya berulang-ulang sampai ia menjadi tidak sabar dan kesal. Kebenciannya terhadap murid tersebut menimbulkan pikiran jahat yang ingin ia lakukan pada murid itu di dalam benaknya.
93
Kebencian Erika terhadap siswa musik lainnya terlihat ketika ia cemburu kepada seorang murid perempuan pemain seruling yang bercakap-cakap dengan Klemmer saat sedang berlatih dengan orkestra. Ia merasa murid perempuan tersebut sedang mendekati pemuda yang ia cintai hingga Erika berpikir bahwa murid perempuan tersebut harus disingkirkan. Erika hat den Mantel deutlich wiedererkannt, sowohl an der kreischenden Modefarbe als an der wieder aktuellen Minikürze. Dieses Mädchen hat sich zu Beginn der Probe noch durch innige Anbeiderungsversuche an Walter Klemmer, der turmhoch über ihm steht, hervorgetan. Erika möchte prüfen, womit sich dieses Mädchen spreizen wird, hat es erst eine zerschnittene Hand. (Jelinek, 2015: 197) Erika mengenali mantel itu dengan pasti, baik karena tren warna mencoloknya maupun potongan minimnya yang kembali mode. Di awal uji coba, gadis ini bermanis mesra dalam usaha menonjol-nonjolkan diri kepada Walter Klemmer yang berdiri bak menara melampauinya. Erika ingin menguji dengan apa sang gadis akan berlagak manakala tangannya teriris beling-beling. Dengan cepat Erika pergi keluar ruang latihan dan melancarkan aksi jahatnya. Ia memecahkan sebuah gelas kaca hingga berkeping-keping dan pergi menuju ruang ganti dan mendapati sebuah mantel yang ia tahu adalah milik murid perempuan tersebut. Pada kutipan di atas, diperlihatkan kebencian Erika terhadap murid perempuan yang bercakap-cakap dengan Klemmer. Ia melancarkan aksi jahatnya kepada murid perempuan tersebut dengan cara memasukan pecahan gelas kaca ke dalam saku mantel murid tersebut. Erika weiß, das Mädchen ist eine vielbeneidete Modeschülerin. Als Erika Kohut ihr ein abischtlich zerbrochenes Wasserglas in die Manteltasche praktiziert, wander es ihr durch den Kopf, daß sie ihre eigene Jugend um keinen Preis noch einmal erleben möchte. (Jelinek, 2015: 198) Erika tahu, gadis itu adalah murid sekolah mode yang membuat banyak orang iri. Ketika Erika Kohut sedang menyelipkan pecahan gelas ke dalam saku mantelnya, terlintas dalam benaknya bahwa dia takkan mau membeli kembali masa mudanya dengan harga apapun.
94
Erika paham betul bahwa murid perempuan pemain seruling tadi adalah murid sebuah sekolah model yang membuat para remaja perempuan iri hati dengannya. Ketika ia memasukan pecahan gelas tersebut, ia berpikir untuk tidak akan kembali pada masa mudanya walaupun memang tidak mungkin untuk kembali. Ia beranggapan bahwa masa muda adalah masa yang sangat kejam, masa dimana penuh dengan gejolak rasa yang memuncak. Ia beranggapan bisa saja ia berada pada posisi murid perempuan itu, oleh sebab itu ia tidak ingin kembali pada masa mudanya. Nampak jelas bahwa Erika ingin sekali menyingkirkan murid perempuan tersebut dengan cara yang tergolong jahat. Hal tersebut sama seperti pengertian rasa benci dalam teori klasifikasi emosi Krech, yaitu menyingkirkan sesuatu yang ia tidak suka. Ia ingin agar perempuan tersebut tidak lagi mengganggu Klemmer, kekasihnya, oleh sebab itu ia melakukan tindakan tersebut. 4. Orang Awam atau Orang Lain Tidak hanya ibu, Klemmer, dan juga murid piano dan sekolah musik yang dibenci oleh Erika, tetapi juga orang-orang awam lainnya. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan orang awam atau orang lain adalah mereka yang menganggap remeh kemampuan Erika dalam memainkan piano dan juga menafsirkan musik. Ibu Erika sering kali memuji kemampuan bermain piano Erika secara berlebihan karena ia adalah harta ibu satu-satunya yang sangat berharga. Sanjungan dari ibunya tersebut yang membuat Erika terbawa. Ia selalu beranggapan bahwa permainan pianonya lah yang sangat baik. Ketika ada seseorang yang mengkritik
95
baik permainan pianonya ataupun interpretasinya terhadap musik maka Erika dengan segera tidak meyukai orang tersebut. Im Lauf der Jahre übertrifft Erika ihr Mutter noch darin, wenn es gilt, auf jemanden herabzusehen. Auf die Laien kommt es letzlich nicht an, Mama, ihr Urteil ist roh, auch ihr Empfinden nicht ausgereift, nur die Fachleute zählen in meinem Beruf. (Jelinek, 2015: 32) Setelah bertahun-tahun, akhirnya Erika malah mengalahkan ibunya dalam hal meremehkan oranglain. Persetan dengan orang awam, Mama, penilaian mereka mentah, kepekaan mereka tidak matang; hanya para pakar yang patut dipertimbangkan. Dahulu, ketika mendengar ada seorang yang melecehkan permainan piano Erika, maka Sang Ibu akan segera meremehkan orang tersebut. Namun kini Erika malah mengungguli ibunya dalam hal meremehkan orang lain. Menurut Erika, pendapat orang awam tentang permainan pianonya sangat mentah dan tidak penting karena hanya para ahli musik saja yang penilaiannya perlu dipertimbangkan. Kebencian dalam kutipan diatas digambarkan dengan pelecehan yang dilakukan Erika dan juga ketidakpedulian Erika terhadap penilaian dari orang awam. Kebencian Erika terhadap orang lain yang meremehkan kemampuannya juga terlihat dalam kutipan di bawah ini. ”Auch Erikas Vorwürfe, eine Interpretation sei nicht gelungen, würden abprallen an dieser geduldigen weichen Wand. Sie, Erika, steht nämlich allein auf der anderen Seite, und statt darauf stolz zu sein, rächt sie sich“ (juga kritik Erika, jika ada interpretasi atas komposisi yang tidak sukses, hanya akan memantul balik dari dinding lembek yang sabar ini. Dia, Erika, berdiri sendirian di sisi yang lain, dan ia bukan menjadi bangga melainkan menjadi dendam) (Jelinek, 2015: 80). Dalam kutipan tersebut, digambarkan Erika yang menjadi dendam apabila ada orang yang melontarkan kritik atas permainan
96
pianonya yang tidak berjalan dengan mulus. Ia tidak menerima kritik tersebut sebagai masukan, melainkan sebagai sebuah ejekan. Hal tersebut membuat Erika menjadi benci dengan orang-orang yang mengkritik maupun menilai permainan piano dan juga interpretasi Erika akan musik. Tak hanya orang-orang yang mengkritik Erika yang membuat ia membencinya. Ia menyatakan membenci siapapun. Hal ini tersebut terlihat ketika seorang perempuan tukang susu dan juga tukang daging melemparkan pertanyaan yang sama kepada Erika. ”Sind Sie noch verheiratet, Fräulein Erika, fragt die Milchfrau und fragt auch die Fleischhauer. Sie wissen ja, mir gefällt niemals einer, antwortet Erika“ (anda belum menikah juga, Nona Erika? Tanya perempuan tukang susu, juga Tanya si tukang daging. Ya begitulah, saya tidak pernah senang kepada siapapun, jawab Erika) (Jelinek, 2015: 17). Dari jawaban Erika atas pertanyaan yang mereka lontarkan, terlihat dengan jelas bahwa Erika tidak menyukai siapapun, seperti kata ”...mir gefällt niemals...“ (aku tidak menyukai siapapun). Dalam hal ini yang dimaksud adalah lawan jenisnya oleh sebab itu ia belum juga menikah. Tidak hanya lawan jenisnya, tetapi ia membenci hampir seluruh makhluk yang bernyawa. Hal tersebut dapat di lihat dalam kutipan berikut ini. ”Das Kreatürlich-Körperliche ist Erika ein Abscheu und eine ständige Behinderung auf ihrem gerade vorgezeichneten Weg“ (Erika melecehkan segala bentuk makhluk jasmaniah, yang selalu menjadi rintangan di jalannya yang lurus dan sempit) (Jelinek, 2015: 108). Peristiwa tersebut menggambarkan dengan jelas alasan mengapa Erika membenci siapapun. Ia dengan segera menganggap rendah orang-
97
orang yang menurutnya telah menghalangi jalannya yang lurus dan kecil tersebut. Menurut Erika, orang-orang seperti yang telah disebutkan di atas baginya adalah orang-orang yang menjadi rintangan dalam hidupnya. Dari kutipan-kutipan yang telah dijelaskan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa rasa benci Erika timbul dari pikirannya yang menganggap orang-orang yang telah disebutkan di atas menjadi rintangan dalam hidupnya dan menghalangi jalan kehidupannya. Oleh sebab itu, Erika menghalalkan segala cara untuk menyingkirkan mereka, seperti rasa benci Erika terhadap ibunya karena kerap mendapatkan perlakuan kasar. Kedua, yaitu kebenciannya terhadap Walter Klemmer yang walaupun ia cintai, tetapi juga ia benci karena telah berbuat salah dan membuat Erika cemburu. Ketiga, yaitu kebenciannya terhadap siswa-siswa sekolah musik hingga ia geram karena sikap mereka yang tidak mahir-mahir memainkan piano dan juga terhadap siswi yang telah membuatnya cemburu pada Klemmer. Keempat, yaitu kebenciannya terhadap orang-orang awam yang menganggap permainan piano Erika buruk sehingga membuat Erika membenci mereka semua dan menganggapnya sebagai pengganggu karirnya. Klasifikasi emosi yang terakhir, yaitu emosi yang berhubungan dengan orang lain yang terdiri dari rasa cinta dan benci. Kedua perasaan yang saling bertolak belakang tersebut membutuhkan makhluk hidup ataupun benda mati dalam melampiaskannya. Hal tersebut ditunjukan Erika yang mencintai murid pianonya sendiri, yaitu Walter Klemmer. Intensitas pertemuan mereka yang sering terjadi membuat keduanya merasa begitu dekat sehingga timbulah rasa cinta di antara keduanya. Tetapi di sisi lain Erika juga terkadang begitu membenci
98
Klemmer karena sikap-sikapnya. Rasa benci sendiri ditunjukan Erika kepada ibunya sendiri yang kerap berlaku kasar terhadap dirinya. Kebenciannya juga ditunjukan Erika ketika muridnya tidak kunjung pandai dalam bermain piano. Erika berimajinasi seakan-akan menarik kepala muridnya tersebut dan juga menghantamkannya pada piano hingga terluka. Ditambah lagi dengan sikap orang-orang awam yang mengkritik permainan Erika. Erika beranggapan bahwa mereka hanyalah batu kerikil yang mengganggu jalan lurusnya sehingga mereka semua perlu disingkirkan.
C. Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan karena keterbatasan peneliti, sehingga menyebabkan hasil penelitian yang kurang maksimal. Adapun keterbatasan penelitian tersebut adalah sebagai berikut. 1. Peneliti yang masih pemula, sehingga banyak memiliki kekurangan, baik dalam segi pengetahuan maupun kinerja dalam mengerjakan penelitian. 2. Kajian teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah klasifikasi emosi David
Krech, yang merupakan ilmu baru bagi peneliti. Dengan demikian, hasil penelitian masih jauh dari sempurna karena keterbatasan dan kurang mendalamnya pengetahuan peneliti terhadap kajian teori itu sendiri. 3. Pada roman Die Klavierspielerin yang sudah diterjemahkan oleh Arpani
Harun dengan judul Sang Guru Piano memiliki beberapa perbedaan arti dalam penterjemahan, sehingga peneliti perlu meneliti kembali agar didapatkan terjemahan yang sesuai.
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dan hasil penelitian klasifikasi emosi tokoh utama Erika dalam roman Die Klavierspielerin karya Elfriede Jelinek dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. Klasifikasi emosi tokoh utama Erika dalam roman Die Klavierspielerin karya Elfriede Jelinek memperlihatkan bahwa sosok tokoh utama Erika memiliki hampir seluruh klasifikasi emosi yang sesuai dengan teori klasifikasi emosi David Krech, di antaranya emosi dasar, emosi yang berhubungan dengan stimulasi sensor, emosi yang berhubungan dengan penilaian terhadap diri sendiri dan juga emosi yang berhubungan dengan orang lain. Pembahasan mengenai klasifikasi emosi David Krech memperlihatkan bahwa tokoh utama Erika memiliki empat jenis emosi dasar, di antaranya adalah rasa senang, marah, takut dan juga sedih. Keempat klasifikasi emosi dasar tersebut digambarkan baik dengan jelas maupun tersirat oleh Erika dalam roman Die Klavierspielerin. Hal ini menunjukkan keberhasilan Erika dalam memunculkan emosi dasar seperti rasa senang yang terlihat jelas ketika murid piano didikannya pandai memainkan karya piano yang ia berikan karena mereka telah bersusah payah berlatih. Rasa senang juga ditunjukkan Erika akan masa pensiunnya yang sebentar lagi dan juga pada hobinya yang senang melukai diri sendiri. Rasa marah lebih banyak ditonjolkan Erika terhadap sikap-sikap ibunya yang selalu ikut campur dalam kehidupan pribadinya. Rasa takut, ditunjukkan Erika akan Sang Ibu, masa depannya dan juga pada Klemmer kekasihnya. Kemudian rasa sedih
99
100
ditunjukkan Erika akan rasa kehilangan terhadap Sang Ibu dan juga seorang pria yang dulu ia cintai. Dalam klasifikasi emosi yang berhubungan dengan stimulasi sensor, ditunjukan Erika pada rasa sakit, jijik, dan juga kenikmatan. Rasa sakit ditandai dengan Erika yang sering melukai tubuhnya, namun hal tersebut tidak dapat digolongkan ke dalam rasa sakit yang sesuai dengan pengertian dalam teori klasifikasi emosi David Krech karena Erika melakukan hal tersebut dengan sengaja. Untuk rasa jijik tidak jauh berbeda dengan rasa sakit yang telah dijelaskan. Erika digambarkan berpura-pura mau muntah ketika melihat darah. Peristiwa tersebut juga tidak dapat digolongkan ke dalam rasa jijik karena Erika hanya berpura-pura, tidak benar-benar ingin muntah atau merasa jijik. Rasa kenikmatan banyak sekali ditemukan peristiwa yang menggambarkan kenikmatan Erika akan masokismenya yang bersifat semu atau imajinatif. Terlihat ketika Erika menuliskan sebuah surat yang berisi kenikmatan seksualnya yang abnormal pada kekasihnya, Walter Klemmer. Rasa kenikmatan tersebut mendominasi rasarasa lainnya yang terdapat dalam klasifikasi emosi yang berhubungan dengan stimulasi sensor. Pada emosi yang berhubungan dengan penilaian terhadap diri sendiri dapat diamati ketika tokoh utama Erika memiliki perasaan sukses dan gagal dalam ambisinya sebagai seorang pianis. Kegagalan Erika ditandai dengan gagalnya konser musik akademinya, sebab ia tidak lancar dalam memainkan piano saat konser tersebut, sehingga ia mendapat cacian dari Sang Ibu. Rasa sukses ditunjukkan Erika ketika ia berhasil melakukan sebuah aksi balas dendam dengan
101
memasukkan pecahan gelas kaca ke dalam saku sebuah mantel milik salah seorang murid instrumen seruling sebagai bentuk balas dendam karena telah membuat ia cemburu pada Klemmer. Rasa bangga dan malu sendiri ditunjukkan karena kepandaian Erika sehingga tidak perlu lagi merasakan tahun-tahun yang menyiksa karena harus melakukan percobaan mengajar di sekolah musik yang terletak di kota kecil. Sebaliknya, perasaan malu ditunjukan ketika ia gagal dalam konser akademinya. Untuk klasifikasi emosi pada rasa bersalah dan menyesal ditunjukan Erika ketika terjadi perdebatan sengit antara dirinya dengan Sang Ibu yang berujung penyesalan Erika karena telah menjambak rambut Sang Ibu. Klasifikasi emosi yang terakhir, yaitu emosi yang berhubungan dengan orang lain yang terdiri dari rasa cinta dan benci. Kedua perasaan tersebut membutuhkan makhluk hidup ataupun benda mati dalam melampiaskannya. Hal tersebut ditunjukan Erika yang mencintai murid pianonya sendiri, yaitu Walter Klemmer. Intensitas pertemuan mereka yang sering terjadi membuat keduanya merasa begitu dekat sehingga timbulah rasa cinta di antara keduanya. Rasa benci sendiri ditunjukan Erika kepada ibunya yang kerap berlaku kasar terhadap dirinya. Kebenciannya juga ditunjukan ketika muridnya yang tidak kunjung pandai dalam bermain piano. Erika berimajinasi seakan-akan menarik kepala muridnya tersebut dan juga menghantamkannya pada piano hingga terluka. Ditambah lagi dengan sikap orang-orang awam yang mengkritik permainan Erika. Erika beranggapan bahwa mereka hanyalah batu kerikil yang mengganggu jalan lurusnya sehingga mereka semua perlu disingkirkan.
102
Dari keseluruhan analisis, dapat diambil kesimpulan bahwa tokoh utama Erika memiliki emosi atau perasaan yang bercampur aduk. Emosi yang dimiliki Erika saling berkaitan antara satu dengan yang lainnnya. Dalam hal ini dapat dilihat dari peristiwa-peristiwa Erika yang membenci ibunya namun juga menyayanginya. Sifat Erika terhadap ibunya yang memiliki dua arah yang berlainan disebabkan karena kekangan-kekangan yang ibunya terapkan dari Erika kecil hingga dewasa. Erika bahkan tidak diperbolehkan untuk mencintai dan menikah dengan siapapun.
Namun hal tersebut dapat dihancurkan dengan
terjadinya komunikasi antara Erika dengan Sang Ibu pada akhir roman. Setelah melewati malam yang buruk akibat serangan bertubi-tubi dari kekasinya yang tidak menerima isi dari surat Erika, akhirnya Sang Ibu mulai menyadari akan sikap-sikap yang telah ia lakukan pada Erika. Pada akhir cerita, Sang Ibu mengakui bahwa Erika yang masih muda dan penuh semangat tidak perlu harus selalu bersama dengan dirinya. Padahal, selama ini Sang Ibu selalu melarang Erika untuk tidak boleh pergi berjauhan dengan Sang Ibu kecuali untuk mengajar piano. Kekangan demi kekangan yang telah dilakukan oleh Sang Ibu membuat Erika menjadi tertekan hingga pada akhirnya Sang Ibu sendiri lah yang menyadari akan sikapnya yang salah terhadap Erika. Sang Ibu bahkan mengatakan bahwa masih ada laki-laki lain diluar sana untuk menghibur Erika. Ucapan tersebut bertolak belakang dengan ucapan Sang Ibu sebelumnya yang bahkan melarang Erika untuk mencintai dan bahkan menikah dengan pria manapun. Sang Ibu merasa cemas akan masa muda anak
103
satu-satunya hingga pada akhirnya Sang Ibu lah yang harus mengalah dan merubah sikapnya terhadap Erika. Selama ini sikap-sikap yang dimiliki Erika berasal dari rasa tertekannya terhadap kekangan-kekangan ibunya. Ia merasa hal tersebut sangat menyiksa dirinya yang sesungguhnya menginginkan kebebasan. Kekangan-kekangan tersebut ia lampiaskan kepada murid-murid pianonya. Erika bahkan terkenal sebagai seorang guru piano yang sadis dan juga tegas. Dalam melatih piano, ia kerap kali menjadi tidak sabar dan bahkan bersikap tempramen dengan muridmuridnya. Hal tersebut membuat murid-muridnya menjadi takut dengan Erika, Sang Guru piano. Setelah melewati peristiwa-peristiwa yang mengolah emosi Erika hingga campur aduk, akhirnya ia pun kembali pada pelukan Sang Ibu yang hangat namun sewaktu-waktu bisa membakar dirinya. Pada akhirnya pun Sang Ibu menyadari sikap-sikapnya yang salah kepada Erika dan akhirnya melepaskan ikatan-ikatan yang selama ini membelenggu anak semata wayangnya tersebut.
B. Implikasi Berikut beberapa implikasi dari penelitian karya sastra dalam roman Die Klavierspielerin karya Elfriede Jelinek : 1. Roman Die Klavierspielerin karya Elfriede Jelinek ini bisa memperluas dan menambah wawasan mahasiswa mengenai konsep kepribadian seseorang dan juga dapat dijadikan sebagai bahan pengajaran Literatur. 2. Roman Die Klavierspielerin karya Elfriede Jelinek ini bisa dijadikan bahan bacaan bagi para peminat sastra.
104
3. Hasil penelitian dari roman Die Klavierspielerin karya Elfriede Jelinek ini memiliki nilai-nilai kehidupan bagi para pembaca, agar menjadi orang yang tidak mudah terjebak dalam permasalahan-permasalahan yang sebenarnya dapat diselesaikan dengan baik tanpa merugikan diri sendiri dan orang lain. Pembelajaran berharga dapat diambil dari berbagai permasalahan yang dialami tokoh utama, mengambil hikmah dari setiap permasalahan.
C. Saran Berdasarkan implikasi yang di dapatkan setelah mengkaji klasifikasi emosi tokoh utama Erika dalam roman Die Klavierspielerin karya Elfriede Jelinek maka disarankan: 1. Melalui hasil penelitian ini, pembaca diharapkan dapat memperoleh informasi penting mengenai sisi kepribadian tokoh utama dalam roman Die Klavierspielerin karya Elfriede Jelinek, baik yang positif maupun negatif. Selain itu, pembaca juga diharapkan bisa mencontoh kepribadian yang positif saja untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan menjadikan kepribadian yang negatif sebagai peringatan atau cerminan agar pembaca tidak mencontohnya. 2. Memberikan pemahaman yang baik bagi setiap pembaca, bahwa pengajaran sastra dalam dunia pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembentukan emosi dan pengembangan kualitas diri untuk bisa menjadi individu yang lebih baik. 3. Penelitian terhadap roman Die Klavierspielerin karya Elfriede Jelinek tidak
hanya dapat dianalisis melalui pendekatan psikologis saja, sehingga roman ini
105
masih terbuka terhadap pendekatan-pendekatan lainnya, dan besar harapan penelitian roman ini dapat lebih dikembangkan melalui berbagai pendekatan dan aspek.
DAFTAR PUSTAKA
Adinafifa, Juwina Catur. 2017. Kepribadian tokoh utama Erika Kohut dalam roman Die Klavierspielerin. Skripsi S1. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa Jerman, Universitas Negeri Yogyakarta. Anonym. 2005. ”Elfriede Jelinek – Bio Bibliography“ https://www.nobelprize.org/nobel_prizes/literature/laureates/2004/biobibl.html. Diakses pada 1 Maret 2017. Pukul 17.46. Becker dkk. 2012. Grundkurs Literaturwissenschaft. Stuttgart : Philipp Reclam. Bhatia. M.S. 2009. Ditcionary of Psychology and Allied Sciences. New Delhi: New Age International (P) Ltd. Dithley, W. 1989. Vol. 1, Introduction to the Human Sciece. Princeton : Princeton University Press. Endraswara, Suwardi. 2008. Metode Penelitian Psikologi Sastra. Yogyakarta: Medpress (Anggota AKAPI). Ermawati, Desy. 2014. Klasifikasi Emosi Tokoh Utama Novel Di bawah Cahaya Langit Seribu Menara. Skripsi S1. Tanjungpinang: Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Maritim Raja Ali Haji. Grasberger, Thomas. 2004. Deutsche Literatur. Bindlach: Löwe Verlag GmbH. Gigl, Claus. 2012. Abi Kompaktwissen. Stuttgart: Klett Lerntraining. Jelinek, Elfriede. 2015. Die Klavierspielerin. Hamburg: Rowohlt Taschenbuch Verlag. . 2016. Sang Guru Piano (terjemahan oleh Arpani Harun). Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia). Kartono, Kartini. 1989. Psikolohi Abnormal dan Abnormalitas Seksual. Bandung: Mandar Maju. Krech, David dan Richard S. Crutchfield. 1969. Elements Of Psychology. New York: Second Edition, Alfred A, Kopf, inch.
105
106
Matsumoto, David. 2009. The Cambridge Dictionary of Psychology. New York: Cambridge University Press. Minderop, Albertine. 2013. Psikologi Sastra: Karya Sastra, Metode, Teori, dan Contoh Kasus Jakarta :Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Moleong, Lexy. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remadja Karya. Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ruttkowski, Wolfgang dan Eberhard Reichman. 1974. Das Studium Der Deutschen literatur. Philadelphia: National Carl Schurz Association. Thurston, Thomas. 2002. “David Krech, American Biography Online” http://h-net.msu.edu/cgi-bin/logbrowse.pl?trx=vx&list=h-us191845&month=0203&week=c&msg=k/RDnvrafTh1somOR/Oxgw&user=&p w=. Diakses pada 30 April 2017. Pukul 17.46.
Lampiran 1 SINOPSIS Die Klavierspielerin
Erika Kohut, seorang perempuan berusia tiga puluh delapan tahun yang juga sekaligus seorang guru piano di sebuah sekolah konservatori di sudut kota Wina. Ia hanya tinggal berdua saja dengan Sang Ibu. Dominasi Sang Ibu membuat Erika menjadi tertekan. Peraturan dan kekangan sengaja dibuat demi melindungi Erika yang sebenarnya sudah tidak memerlukan hal tersebut. Erika mencoba melepaskan belenggu-belenggu tersebut dengan caranya sendiri. Ia kerap kali membeli baju-baju yang ia suka. Sesampainya di rumah, Erika tidak pernah mengenakannya di luar rumah karena hal tersebut dilarang oleh Sang Ibu, dan jadilah ia hanya mengenakannya di depan cermin saja. Bagi Sang Ibu, hal tersebut bisa saja menarik lawan jenis yang akan menghancurkan karir Erika, oleh sebab itu ibunya melarang Erika mengenakan pakaian tersebut. Lagi pula, hal tersebut hanya membuang-buang uang tabungan yang nantinya akan di pakai untuk pindah ke apartemen baru. Di umurnya yang sudah berkepala tiga, Erika dilarang untuk mencintai atau bahkan menikah dengan pria mana pun. Sang Ibu tidak ingin anak semata wayangnya pergi dan mencampakkan Sang Ibu. Ketika malam hari, Erika melampiaskan kesenangan seksualnya dengan mengunjungi sebuah tempat dimana seks dijadikan sebagai sarana penghasil uang. Disana terdapat sebuah Peep Show. Peep Show sendiri adalah sebuah pertunjukan erotis dengan seorang perempuan yang berpakaian minim atau bahkan tanpa busana melakukan sebuah
108
109
tarian erotis. Pengunjung yang ingin melihatnya bisa masuk ke dalam sebuah bilik kecil dan mengintip melalui sebuah lubang yang juga kecil. Di sana, Erika disambut sebagai tamu yang berharga karena hanya ia lah seorang perempuan yang berani membayar. Di sana ia menikmati pertunjukan tersebut sambil hanya menghirup aroma tisu bekas sperma pengunjung-pengunjung sebelumnya, dan ketika ia rasa cukup maka ia akan kembali pulang ke rumah. Sejak kecil, Erika sudah dididik dengan peraturan-peraturan yang ketat. Ia tidak diperbolehkan bermain dan hanya berlatih piano di dalam rumah saja. Bahkan ketika sepupunya datang dan mengajak Erika bermain, Sang Ibu menghardiknya dan mengatakan agar tidak memberikan pengaruh buruk kepada Erika. Ibunya ingin Erika menjadi seorang pemain piano handal dan terkenal. Namun hal tersebut tidak akan pernah terjadi karena kegagalannya saat di konser akademinya. Erika turun dari panggung dengan wajah yang merah padam karena kesalahannya dalam bermain piano sewaktu di atas panggung, dan Sang Ibu pun menghadiahi Erika dengan tamparan di wajahnya. Namun, walaupun telah gagal menjadi seorang pemain piano solo, Erika berhasil menjadi seorang guru piano tanpa melewati masa uji coba mengajar di kota-kota kecil, dimana para guru menghabiskan masa mudanya hingga kisut dan beruban. Dominasi Sang Ibu yang berlebihan membuat Erika melampiaskannya dengan melukai dirinya sendiri dengan silet cukur milik mendiang ayahnya. Ketika tidak ada orang, Erika bersembunyi dan menggoreskan silet tersebut pada bagian
tubuh
yang
ia
sukai
hingga
darah
mengalir
dan
kemudian
membersihkannya. Bagi Erika, hal tersebut tidak menimbulkan rasa sakit karena
110
hal tersebut menjadi kesenangannya. Erika bahkan menyimpan silet tersebut dengan rapih dan membawanya kemana pun Erika pergi. Sang Ibu tidak pernah mengetahui kegemaran Erika tersebut. Selain itu, Erika melampiaskan kekejaman Sang Ibu kepada murid-murid pianonya. Erika dikenal sebagai seorang guru piano yang tempramental dan juga tegas. Ia bahkan tidak segan-segan untuk memarahi murid-murid pianonya yang tidak cepat pandai. Namun ada seorang murid piano yang tidak ia hadiahi kata-kata pedas. Murid tersebut bernama Walter Klemmer. Erika diam-diam mengagumi muridnya tersebut. Klemmer adalah seorang murid piano yang sangat rajin. Ia bahkan berangkat lebih awal dan pulang lebih larut demi berlatih piano. Sering kali Klemmer meminta pekerjaan rumah yang lebih agar ia bisa mahir dalam bermain piano seperti gurunya, Erika. Tapi, Erika menampis Klemmer yang selalu menggoda dirinya. Walaupun ia sebenarnya ingin bermesraan dengan Klemmer, namun statusnya sebagai seorang guru menuntut Erika untuk selalu dihargai. Kecintaan Erika terhadap muridnya tersebut semakin hari semakin menggebu-gebu. Ia ingin Klemmer seutuhnya menjadi miliknya saja, bukan orang lain. Suatu ketika, Erika dibuat cemburu oleh Walter Klemmer. Pemuda tersebut tengah berbincang-bincang dengan seorang gadis muda yang manis, siswi instrumen seruling. Melihat hal tersebut, Erika menjadi geram. Ia lantas pergi dari ruang latihan dan melancarkan sebuah aksi balas dendam yang tergolong licik. Erika memecahkan sebuah gelas kaca dan menaruh serpihan-serpihan gelas tersebut ke dalam saku mantel gadis tersebut dan kemudian kembali lagi ke dalam ruang latihan. Setelah latihan, lantas terdengar suara jeritan dari ruang mantel.
111
Banyak orang datang mengerumuni seorang perempuan dengan tangan yang mengeluarkan darah akibat terkena goresan gelas kaca yang terdapat di dalam saku. Puas lah hati Erika karena balas dendamnya telah terbalaskan. Ia tidak ingin ada seorang pun yang ingin merampas Klemmer dari dirinya. Ia kemudian pergi agar tidak ada yang menduga bahwa Erika lah penyebab semua ini. Selain itu, Erika juga memiliki sifat yang tergolong abnormal. Ia memiliki sifat masokisme. Hal tersebut Nampak ketika Erika menuliskan sebuah surat yang berisi keinginannya akan tindakan-tindakan masokisme yang ingin diterapkan kepadanya. Hal tersebut lantas membuat Klemmer terkejut. Pemuda itu bahkan sempat menduga bahwa Erika gila. Dalam diam, pemuda tersebut berpikir dan menyesal karena telah mencintai perempuan yang salah. Baginya, perempuan tidak pantas diperlakukan seperti itu. Hari demi hari pun berlalu. Klemmer jarang menampakkan diri di kelas piano Erika. Pemuda tersebut merasa marah dan juga menyesal telah menaruh harapan pada seorang perempuan tua yang buruk. Ia bahkan melancarkan aksinya dengan pergi ke apartemen Erika pada larut malam dan kemudian menghadiahi Erika dengan pukulan dan juga tendangan pada perut perempuan tersebut hingga Erika terjatuh ke bawah. Kemarahan Klemmer telah membuat Erika sedih karena bagi Erika, Klemmer adalah satu-satunya pria yang sangat Erika cintai. Di lain tempat, Sang Ibu tidak bisa berbuat apa-apa karena pintu terkunci dari dalam. Keesokan harinya, sambil mengobati Erika, Sang Ibu mencoba sedikit menghibur Erika. Sang Ibu mengatakan bahwa tidak baik selamanya selalu bersama dengan Sang Ibu. Masih ada pria-pria lain yang lebih baik di luar sana.
112
Ucapan ibunya tersebut bertentangan dengan sikap sebelumnya yang menentang hubungan antara Erika dengan pria mana pun. Namun, Sang Ibu mulai menyadari sikap-sikapnya yang salah selama ini pada Erika hingga terjadi hal-hal yang tidak menyenangkan. Sang Ibu pun mengajak Erika untuk pergi berjalan-jalan menyusuri taman sebagai penghibur, namun Erika menolak dan memilih untuk tetap tinggal di apartemen. Dalam lamunan Erika, ia memikirkan di mana ia bisa menemui Walter Klemmer, dan kemudian ia pergi tanpa memberi tahu ibunya. Sebelum pergi, ia menuju dapur dan membuka sebuah laci. Di sana terdapat sebuah pisau dan Erika membawanya di dalam tas. Langkah kaki Erika terhenti di depan sebuah gedung. Gedung tersebut adalah tempat di mana Walter Klemmer belajar. Di ujung gedung tersebut tampak sekelompok pemuda sedang berjalan, ia mendapati Walter Klemmer di antaranya. Namun sayang, Klemmer tengah asyik berbicara dengan seorang temannya, seorang gadis, hingga pemuda tersebut tidak melihat Erika. Lemas lah Sang Guru piano tersebut. Di keluarkannya pisau yang ia bawa dari dalam tasnya dan coba ia hujamkan pada dadanya. Namun karena terlalu lemah, akhirnya pisau tersebut hanya menancap pada bahu Erika hingga mengalirkan darah segar dan kemudian ia cabut pisau tersebut dan dimasukkan kembali kedalam tas. Erika pun kembali pulang ke rumah, ke dalam pelukan Sang Ibu yang hangat namun bisa membakar sewaktu-waktu.
Lampiran 2 BIOGRAFI Elfriede Jelinek Elfriede Jelinek lahir pada 20 Oktober 1946 di kota Mürzzuschlag di provinsi Styria, Austria. Ayahnya yang Ceko-Yahudi, adalah seorang ahli kimia dan bekerja dalam produksi Industri Strategis dan penting selama perang dunia kedua, dengan demikian mereka bisa melarikan diri dari penganiayaan. Ibunya berasal dari sebuah keluarga Wina yang makmur, dan Elfriede dibesarkan dan bersekolah di kota tersebut. Pada usia dini, ia diperintahkan untuk belajar piano, organ, dan rekorder, dan kemudia melanjutkan studinya dengan bidang komposisi di Konservatorium Wina. Setelah lulus dari Albertsgymnasium pada tahun 1964, ia belajar sejarah teater dan seni di Universitas Wina sambil melanjutkan studi musiknya. Pada tahun 1971, ia lulus ujian dan menyandang gelar diploma untuk studi organnya. Elfriede Jelinek mulai menulis puisi saat masih muda. Dia membuat debut sastra dengan koleksi Lisas Schatten pada tahun 1967. Saat itu ia mengkritik kearah sosial. Pada tahun 1970, ia melahirkan sebuah roman yang berjudul Wir sind Lockvögel Baby!. Sama seperti roman berikutnya, Michael. Ein Jugenbuch für die Infantilgesellschaft (1972), karakter roman tersebut adalah pemberontakan linguistik, ditujukan pada budaya populer dan mempresentasikan sebuah kebohongan dalam sebuah kehidupan yang baik. Setelah beberapa tahun yang dihabiskan di Berlin dan Roma di awal 1970an, Jelinek menikah Gottfried Hüngsberg, dan membagi waktunya antara Wina
113
114
dan Munich. Dia menaklukkan publik sastra Jerman dengan novel-novelnya Die Liebhaberinnen (1975; Perempuan sebagai Pecinta, 1994), Die Ausgesperrten (1980; Indah, Waktu-waktu yang Indah, 1990) dan Die Klavierspielerin berdasarkan semi autobiografinya (1983; Sang guru Piano, 1988), dan dibuat menjadi sebuah film oleh Michael Haneke pada tahun 2001 dan meraih penghargaan pada festival film Cannes dengan menyandang tiga penghargaan. Karya Elfriede Jelinek di atas, masing-masing memiliki permasalahan tersendiri, menyajikan dunia yang kejam di mana pembaca dihadapkan dengan penekanan, kekerasan dan penyerahan, pemburu dan mangsa. Jelinek menunjukkan bagaimana klise industri hiburan ini meresap ke dalam kesadaran rakyat dan melumpuhkan oposisi terhadap ketidakadilan kelas dan penindasan gender. Dalam Lust (1989; Nafsu, 1992), Jelinek menganalisis kritik sosialnya yang mendasar dengan menggambarkan kekerasan seksual terhadap perempuan sebagai figur sebuah budaya. Argumen ini dipertahankan, tampaknya dengan nada ringan, di Gier. Ein Unterhaltungsroman (2000), sebuah studi dalam praktek berdarah dingin dari kekuasaan laki-laki. Dengan semangat khusus, Jelinek telah menghukum Austria, menggambarkan sebagai ranah kematian dalam novel phantasmagorical nya, Die Kinder der Toten (1995; Anakanak orang mati). Jelinek adalah tokoh yang sangat kontroversial di tanah airnya. Tulisannya didasarkan pada tradisi Austria panjang kritik sosial dan bahasanya yang canggih, dengan prekursor seperti Johann Nepomuk Nestroy, Karl Kraus, Odon von Horváth, Elias Canetti, Thomas Bernhard dan Grup Wiener. Sifat dari tulisan
115
Jelinek ini sering sulit ditebak. Mereka berpindah prosa dan puisi, mantera dan himne, mereka berisi adegan teatrikal dan urutan filmis. Dia juga telah menulis sejumlah besar potongan-potongan untuk radio dan teater Penghargaan yang telah diraih Elfriede Jelinek diantaranya: Penghargaan Austria muda dalam pekan puisi dan prosa budaya (1969), Beasiswa sastra negara Austria (1972), medali dari City of Stadt Bad Gandersheim Roswitha Memorial (1978), penghargaan dari Kementrian Dalam Negeri Jerman Barat untuk menulis naskah film (1979), penghargaan dari Departemen Pendidikan dan apresiasi seni Jerman Barat
(1983), penghargaan dari kota Cologne Heinrich Böll (1986),
penghargaan sastra dari provinsi Styria (1987), penghargaan apresiasi sastra dari kota Wina (1989), penghargaan Walter Hasenclever dari kota Aachen (1994), penghargaan Peter Weiss dari kota Bochum (1994), penghargaan sastra Bremer (1996), penghargaan dari Georg Büchner (1998), penghargaan dari Theater Berlin (2002), penghargaan Heinrich Heine dari kota Düsseldorf (2002), penghargaan dari teater Mülheimer (2002 & 2004), penghargaan dari sekolah Else Lasker (ntuk karyanya yang dramatis), Mainz (2003), penghargaan dari Kritikus Lessing, Wolfenbüttel (2004), penghargaan dari Stig Dagerman, Älvkarleby (2004), penghargaan dari The Blind War Veterans' Radio Theatre, Berlin (2004).
Lampiran 3 BIOGRAFI David Krech David Krech (27 Maret 1909 – 14 Juli 1977) adalah seorang professor psikologi. Lahir dengan nama Yitzhok-Eizik krechevsky di sebuah desa kecil di Rusia, anak dari Joseph Krechevsky, seorang salesman, dan Sarah Rabinowitz. Pada usia empat tahun Krech ikut dengan keluarganya untuk pindah ke Inggris. Di sekolah, Krech adalah anak yang pandai, menurut otobiografinya ia disebut sebagai anak yang paling berpendidikan dalam keluarganya. Guna mengisi waktu luang, ia menghabiskan satu jam sehari di sekolah Ibrani, guna mempelajari beberapa bahasa Ibrani dan belajar membaca dan menulis dalam bahasa Yiddish. Setelah lulus dari sekolah dasar dan sekolah menengah, Krech terdaftar di Universitas Washington Square di New York untuk mengejar gelar sarjana prahukum dengan harapan menjadi mahkamah agung keadilan. Pada tahun kedua studinya, ia menyadari bahwa ilmu hukum tidak cocok untuk dirinya dan lebih tertarik pada ilmu psikologi setelah mengambil kelas pengantar psikologi dari William Darby Glenn. Krech memperoleh gelar sarjana dalam bidang psikologi dari Universitasnya pada tahun 1930. Setelah kelulusannya pada tahun 1930, Krech melanjutkan studinya di Universitas New York. Ia pun juga membaca salah satu karya dari Karl Lashley (1929) yang berjudul Brain Mechanism and Intelligence, salah satu upaya pertama untuk memahami bagaimana otak tikus dapat mengontrol kemampuan untuk
116
117
memecahkan masalah. Krech terkesan, terutama pada pengamatan Lashley bahwa otak tikus dapat bekerja dalam mencari solusi untuk memecahkan sebuah masalah, sebelum akhirnya ia bisa menentukan solusi yang benar. Krech menyusun cara dalam melakukan pengamatan tersebut. Krech pun menyelesaikan gelar master pada tahun 1931 juga pada Universitas yang sama. Untuk mendapat gelar PhD. Krech mendapatkan gelar PhD dari Berkeley pada tahun 1933. Selama hidupnya, Krech sudah banyak meraih penghargaan, diantaranya adalah penghargaan dari Forum Organisasi Neurologis Internasiona. Ia juga mendapatkan Certificate of Merit dari pusat Matematika dan Ilmu Pengetahuan. Pada tahun 1970, Krech dianugerahi penghargaan APA sebagai kontribusi ilmiahnya dalam dunia psikologi. Ia juga mendapatkan gelar sebagai doktor kehormatan dari Universitas Oslo. Ia juga mendapatkan dua beasiswa Fullbright selama studinya. Krech menuangkan ilmunya dalam berbagai macam tulisan dan juga buku. Beberapa diantaranya adalah Theory and Problems of Social Psychology (1948) yang juga direvisi oleh Universitas California, Berkeley ketika ia berkolaborasi dengan Richard Crutchfield. Buku tersebut memberikan psikologi social lebih dari sekedar basis abstrak dalam kedua persepsi psikologi dan psikologi Gestalt. Ia juga menuliskan buku dengan judul Elements of Psychology pada tahun 1958 dan juga Individual in Society pada tahun 1962.
Lampiran 4 Tabel Perolehan Data Klasifikasi Emosi Tokoh Utama Erika dalam Roman Die Klavierspielerin Karya Elfriede Jelinek NO KLASIFIKASI EMOSI 1 a. Senang
KUTIPAN EMOSI DASAR Erikas gemischte Freude sind die tüchtigen Fortgeschrittenen, die sich Mühe geben. Ihnen entringen sich Schubert-Sonaten, Schumanns Kreisleriana, Beethoven Sonaten, jene Höhepunkte im Klavierschülererleben. (Jelinek, 2015: 34) Rasa senang yang haru-biru didapat Erika dari murid lanjutan yang pintar, yang selalu berusaha. Dengan susah payah mereka memainkan sonata Schubert, Kreisleriana Schumann, sonata Beethoven, titik-titik puncak dalam hidup seorang murid piano. Die beiden Damen sagen, wie sehr sie sich schon auf Erikas Pensionerung freuen! Sie hegen zahlreiche Pläne für diesen Zeitpunkt. (Jelinek, 2015:40) Kedua wanita itu berbicara tentang betapa bersemangat mereka menanti-nantikan masa pension Erika! Mereka punya berbagai rencana untuk masa depan. Damit er ihr einen Blick zuwende, wirft sie eines Tages den Deckel ihres hölzernen Geigenkastens heftig auf ihre linke Griffhand, die sie doch nötig braucht, hinab. Vor Schmerz hellauf schreit sie, damit er sie eventuell unter Beobachtung stelle. (Jelinek, 2015: 101) Suatu hari, agar lelaki itu menoleh kepadanya, dia membanting tutup kotak kayu biolanya, menghempaskannya pada tangan kiri yang berguna untuk menekan dawai. Ia menjerit karena sakit, agar lelaki itu akhirnya memerhatikan dia. Wenn es kein Mensch zu Hause ist, schneidet sie sich absichtlich in ihr eigenes Fleisch. Sie wartet immer schon lange auf den Augenblick, da sie sich unbeobachtet zerschneiden kann. Kaum verhallt die Türklinke, wird schon die väterliche Allzweck-Klinge, ihr kleine Talisman, hervorgeholt. (Jelinek, 2015: 103) Jika tidak ada orang di rumah, dia menyilet dirinya sendiri dengan sengaja, melukai dagingnya sendiri. Dia menunggu sampai tiba saatnya bisa menyilet diri
118
119
sendiri tanpa diketahui. Begitu bunyi pintu terbanting, dikeluarkannya pisau cukur ayahnya yang menjadi jimat kecilnya. Ihr Hobby ist das Schneiden am eigenen Körper. (Jelinek, 2015: 104) Hobinya adalah melukai diri sendiri.
b. Marah
Sie ist froh, daß sie schon so alt ist, die Jugend hat sie rechtzeitig durch Erfahrung ersetzen können. (Jelinek, 2015: 198) Dia senang bahwa dia sudah setua ini, bahwa masa muda telah bisa digantikan dengan pengalaman. Du Luder, du Luder, brüllt Erika wütend die ihr übergeordnete Instanz an und verkrallt sich in ihrer Mutter dunkelblond gefärbten Haaren, die an den Wurzeln grau nachstoßen. (Jelinek, 2015: 10) Dasar lonte, lonte! Teriak Erika geram kepada ibunya, sang penguasa. Dijambaknya rambut bercat pirang tua itu, yang akarnya tumbuh memutih. Erika wird der Mutter nämlich nicht so schnell verzeichen, daß sie die harmlos heimkehrende Kammermuskiantin Erika so überfallen hat. (Jelinek, 2015: 187) Erika tak akan begitu saja memaafkan serangan terhadap si anak yang pulang dan tak berdosa ini, si pemain musik kamar. Die Frau schlägt dem Schüler sofort ins Gesicht, daß sie nicht berechtigt sei, stillschweigend Können bei ihm vorauszusetzen. (Jelinek, 2015: 220) Perempuan itu seketika menampar wajah muridnya dengan mengatakan bahwa dirinya tak memiliki hak samasekali untuk menganggap muridnya itu memiliki kemampuan. Erika verbietet dem Schüler, dessen Hände schon nach dem Brief zucken, strengstens, den Brief auch nur zo berühren. Klemmen Sie sich lieber hinter die Schubertforschung, verspottet Erika den teuren Namen Klemmers und den teuren Namen Schuberts. (Jelinek, 2015: 232) Erika menghardik larangan ketika tangan Klemmer bergerak menuju surat itu, memerintah agar ia tak menyentuhnya. Lebih baik kamu duduk dan
120
c. Takut
mempelajari Schubertmu sampai klenger, Klemmer. Demikian Erika melecehkan nama Klemmer yang mahal dan nama Schubert yang mahal. Es trachtet danach, der Mutter zu entkommen. (Jelinek, 2015: 5) Kini ia sedang berusaha menghindari ibunya. Einem Schwarm herbstlicher Blätter gleich, schießt sie durch die Wohnungstür und bemüht sich, in ihr Zimmer zu gelangen, ohne gesehen zu werden. (Jelinek, 2015: 5) Seperti serampai daun gugur ia menyusup lewat pintu apartemen, berharap tiba di kamar tanpa kepergok. Schon bei zwei meldet sich die Tochter mit einer von der Wahrheit stark abweichenden Antwort. (Jelinek, 2015: 5) Pada hitungan kedua Erika buru-buru memberi jawaban yang jauh menyimpang dari kenyataan. Erika hat Furcht davor, daß alles so bleibt, wie es ist, und sie hat Furcht, daß sich einmal etwas verändern könnte. (Jelinek, 2015: 225) Erika takut bahwa segala sesuatu akan tetap seperti apa adanya, dan dia takut bahwa suatu hari nanti segala sesuatu akan berubah. Erika krümmt sich vor unerwiderten widerwärtigen Ängsten und Befürchtungen. Sie hängt jetzt an der Tropfinfusion von Klemmer Gnade. (Jelinek, 2015: 233) Erika menggeliat karena rasa takut dan kecemasan yang mengguncangkan dan tak berbalas. Sekarang dia telah tercabut dari tabung infus kebaikan hati Klemmer.
d. Sedih
Daraufhin befürchtet Erika zum ersten Mal, daß Klemmer sie jetzt schlägt, bevor es noch angefangen hat. Für die benale Sprache des Briefs entschuldigt sie sich vorschnell, weil sie eine Atmosphäre entspannen möchte. (Jelinek, 2015: 271) Melihat itu, Erika untuk pertama kalinya khawatir dengan Klemmer memukulnya sekarang sebelum mereka samasekali mulai. Segera ia meminta maaf atas bahasa banal yang ia gunakan dalam surat karena ia ingin membuat suasana menjadi santai. Sie weint wieder ein bißchen zur Nachsorge, weil die
121
Mutter schon alt ist und einmal enden wird. Und weil ihre, Erikas Jugend auch schon vorbei ist. Überhaupt weil immer etwas vergeht und selten etwas nachkommen. (Jelinek, 2015: 12) Ia kembali menitikkan airmata, mengenang Sang ibu yang telah tua dan tak akan hidup lama lagi. Juga mengenang masa remajanya yang telah lewat. Ia menangis karena segala sesuatu berlalu dan jarang ada yang datang lagi.
2
Die Frau wird hernach belogen, betrogen, gequält und nicht oft angerufen. Die Frau wird absichtlich über eine Absicht im unklaren gelassen. Ein, zwei Briefe werden nicht beantwortet. Die Frau wartet und wartet, allerdings umsonst. (Jelinek, 2015: 90) Si perempuan kemudian ditipu, dikhianati, disakiti, dan kerap tak dikunjungi lagi. Si perempuan dibiarkan terkatung-katung tanpa kejelasan maksud. Satu dua surat lewat tak terjawab. Si perempuan menanti dan menanti, dalam kesia-siaan. EMOSI YANG BERHUBUNGAN DENGAN STIMULASI SENSOR Damit er ihr einen Blick zuwende, wirft sie eines Tages a. Sakit den Deckel ihres hölzernen Geigenkastens heftig auf ihre linke Griffhand, die sie doch nötig braucht, hinab. Vor schmerz hellauf schreit sie, damit er sie eventuell unter Beobachtung stelle. (Jelinek, 2015: 101) Suatu hari, agar lelaki itu menoleh kepadanya, dia membanting tutup kotak kayu biolanya, menghempaskannya pada tangan kiri yang berguna untuk menekan dawai. Ia menjerit karena sakit, agar lelaki itu akhirnya memerhatikan dia.
b. Jijik
Wenn es kein Mensch zu Hause ist, schneidet sie sich absichtlich in ihr eigenes Fleisch. Sie wartet immer schon lange auf den Augenblick, da sie sich unbeobachtet zerschneiden kann. Kaum verhallt die Türklinke, wird schon die väterliche Allzweck-Klinge, ihr kleine Talisman, hervorgeholt. (Jelinek, 2015: 103) Jika tidak ada orang di rumah, dia menyilet dirinya sendiri dengan sengaja, melukai dagingnya sendiri. Dia menunggu sampai tiba saatnya bisa menyilet diri sendiri tanpa diketahui. Begitu bunyi pintu terbanting menjadi senyap, ia langsung mengeluarkan senjata, jimat mungil, silet cukur nan paternal. Erika täuscht Übellaunigkeit im engen Dunstkreis von Blut vor. (Jelinek, 2015: 202)
122
c. Nikmat
Erika berpura-pura mau muntah karena begitu dekat dengan darah. Erika bittet, daß sich Herr Klemmer ihr nähern möge, wähewnd sie nur mit einem schwarzen Nylonunterkleid und ihren Strümpfen bekleid ist! So etwas gefiele ihr. Ihr sehnlichster Wunsch ist es, liest der angebetete Herr Klemmer, daß du mich betrafst. (Jelinek, 2015: 256) Erika memohon Tuan Klemmer menghampiri dirinya sementara ia terbungkus cawat dan kutang nilon serta stoking hitam saja! Hal itu akan menyenangkannya. Hal yang paling ia idamkan adalah, seperti dibacakan oleh Tuan Klemmer yang ia sembah itu, agar engkau menghukum aku. Erika zieht sich Klemmer als Strafe zu. Und zwar in der Art, daß er sie mit Genuß so derart fest, stramm, gründlich, ausgiebig, kunstgerecht, grausam, qualvoll, raffiniert, mit den Stricken, die ich gesammelt habe, und auch den Ledderiemen und sogar Ketten!, die ich ebenfalls habe, fesselt, ver- und zusammenschnürt und zusammenschnallt, wie er es nur kann. Er soll ihr seine Knie dabei in den bohren, bitte sei so gut. (Jelinek, 2015: 256) Erika menerima Klemmer sebagai hukuman. Yaitu dengan cara lelaki itu memasangkan belenggu dan belitan terhadap perempuan ini dengan seutuhnya, keras, ganas, teliti, hati-hati, kejam, menyakitkan, rapi, hingga ke jerat yang paling kecil dengan menggunakan tali yang telah aku kumpulkan serta sabuk kulit dan juga rantai! Yang telah aku miliki. Lelaki itu harus menghujamkan lututnya ke perut perempuan ini, sekiranya tuan berkenan. Denn sie schreibt hier zum Beispiel brieflich, daß sie sich wie ein Wurm in deinen grausamen Fesseln winden wird, in denen du mich viele Stunden liegen läßt, und mich dabei in allen möglichen Stellungen sogar schlägst oder trittst oder gar auspeitschst! Erika gibt brieflich an, sie wolle unter ihm ganz vergehen und ausgelöscht sein. (Jelinek, 2015: 256) Sebab dia menulis dalam suratnya bahwa perempuan ini akan menggeliat bagaikan cacing dalam belenggumu yang kejam, yang membuat aku terbaring berjam-jam, dan engkau akan membiarkan aku dalam berbagai posisi, lalu memukul aku, menginjak aku,
123
bahkan mencambuk aku! Erika akan menulis dalam suratnya, bahwa dia ingin dibenamkan dan dipadamkan di bawah kaki lelaki itu. Erika verlangt schriftlich, daß er sie als seine Sklavin annimt und ihr Aufgaben aufgibt. (Jelinek, 2015: 257) Dalam tulisannya Erika meminta agar Klemmer menjadikan dirinya budak dan memberikannya tugas untuk dikerjakan. Ferner sagt sie bittschön schildere stets genau, was des weiteren folgt, falls ich Gehorsam verweigere. Alles muß in Einzelheiten ausgemalt werden. Auch Steigerungsstufen sollen breitgefächert geschildert werden. (Jelinek, 2015: 258) Perempuan ini terus mengatakan bahwa engkau harus mendeskripsikan apa yang akan engkau lakukan terhadapku. Dan ancamlah aku jika aku menolak. Beritahu kepadaku apa yang menimpaku jika tak patuh. Gambarkanlah dengan rinci semua itu. Wenn ich dich, Geliebter, bitten sollte, meine Fesseln etwas zu locker, wird es mir, willfährst du diese Bitte, möglich sein, mich eventuell davon zu berfreien. Daher wird meinem Flehen bitte in keinster Weise entsprochen, das ist sehr wichtig! (Jelinek, 2015: 259) Jika aku meminta engkau, kekasih, untuk melonggarkan tali itu, maka aku akan dapat membebaskan diri seandainya engkau menurutinya. Oleh karena itu janganlah turuti permohonanku, itu sangat penting! Im Gegenteil, wenn ich flehe, dann tue nur so, als ob du es tun wolltest, in Wirklichkeit ziehe die Fesseln, bite noch fester , noch strammen zusammen, und den Riemen ziehe mindestens um 2-3 Löcher, je mehr, desto liebe ist es mir, fester zusammen, und außerdem stopfe mir dann noch alte Nylons von mir, die bereitliegen werden, derart fest in den Mund als es nur geht und knebel mich so raffiniert, daß ich nicht den geringsten Laut von mir geben kann. (Jelinek, 2015: 259) Sebaliknya, jika saya memohon, bertindaklah seolaholah kau akan melakukannya. Tapi sebenarnya, kau harus mengencangkan tali itu, mengetatkannya, merapatkan sabuk itu sedikitnya dua atau tiga lubangsemakin kencang semakin baik. Akan ada kaus kaki
124
nilon tua yang tergeletak di sekitarmu. Sumpalkanlah ke dalam mulutku sedalam yang kamu mampu dan sumbatlah aku dengan rapat hingga aku tak dapat mengeluarkan rintihan terlirih sekalipun. Hier steht, binde mir mit dem Gummischlauch, ich zeige dir schon wie, diesen Knebel so fest in den Mund als du nur kannst, damit ich ihn nicht mit der Zunge herausstoßen kann. Der Schlauch ist bereits vorbereitet! (Jelinek, 2015: 259) Di surat disebutkan: ikatlah aku dengan kaus kaki karet-akan kutunjukkan caranya-sehingga mulutku tersumbat rapat dan aku tidak akan menjulurkan lidahku. Kaus kaki sudah tersedia! Wickle bitte auch meinen Kopf, damit mein Genuß sich steigert, fest in ein Kombinagehemd von mir ein und bind emir dieses so fest und kunstgerecht um mein Gesicht, daß es mir unmöglich ist, es abzustreifen. Und lasse mich in dieser qualvollen Stellung stundenlang schmachten, daß ich währenddessen gar nicht unternehmen kann, ganz mit mir in mir allein gelassen. (Jelinek, 2015: 259) Sarungilah mukaku dengan ketat dan menyeluruh hingga aku tidak dapat melepaskannya. Dan biarkanlah aku menghabiskan waktu dalam posisi yang menyiksa ini selama berjam-jam hingga selesai, agar aku tidak dapat melakukan apapun. Sehingga aku terpaku pada diriku dan dalam diriku sendiri. Verspotte mich und nenne mich blöde Sklavin und schlimmeres, erbittet sich Erika des weiteren schriftlich. Beschreibe bitte immer lauthals, was du gerade unternimmst, und beschreibe Steigerungsmöglichkeiten, ohne dich jedoch in deiner Grausamkeit tatsächlich zu steigern. Sprich darüber, doch deute Handlungen nur an. (Jelinek, 2015: 260) Hinalah aku dan panggil aku si budak bodoh dan bahkan nama yang lebih buruk, demikian Erika meminta dalam suratnya. Katakanlah dengan keras apa yang akan kau lakukan terhadapku, dan gambarkan tingkat intensitasnya-namun. Tanpa menjadi lebih kejam. Berceritalah tentang sesuatu, tapi jangan ungkapkan apapun kecuali petunjuknya saja. Ancamlah aku, tapi jangan bertindak lebih dari itu.
125
Erika wünscht, daß Walter Klemmer an ihr eine Quälerei vollzieht. (Jelinek, 2015: 265) Erika menginginkan Walter Klemmer menerapkan siksaan kepadanya. Erika erbittet sich, daß er bitteschön sämtliche Stricke und Seile so fest verknotet, daß du selbst diese Knoten kaum aufbringst. Schone mich nicht im geringsten, im Gegenteil, verwende deine ganze Kraft dazu! Und so mache es überall. (Jelinek, 2015: 265) Erika memintanya untuk mengikat semua kenur dan tali dengan kuat hingga kau sendiri hampir tak sanggup melepaskannya. Jangan sedikitpun kau berbelaskasihan padaku. Sebaliknya, kerahkan segenap kekuatanmu! Dan lakukan di manapun. Sie glaubt, daß sie auf dem richtigen Weg ist, und sie will, daß er alle Schlüssel zu den Schlössern, mit denen er sie demnächst versperren wird, gut aufhebt! Nicht verlieren. Um meine Mutter kümmere dich nicht, verlange ihr indesen sämtliche Ersatzschlüssel ab, und das sind viele! Sperre mich zusammen mit meiner Mutter von draußen ein! (Jelinek, 2015: 265) Dia merasa dia berada di jalan yang benar, dan dia menginginkan Klemmer menjaga segala kunci yang kelak akan digunakan lelaki itu untuk menguncinya! Jangan ada yang hilang. Jangan khawatir dengan ibuku. Minta saja kepadanya kunci pengganti-ada banyak kunci! Kurunglah aku bersama ibuku, kunci kami dari luar! Ich warte heute schon, daß du einmal dringend wegmußt und mich, wie es mein sehnlichster Wunsch ist, gefesselt, gebunden, und zusammengeschnallt und krummgeschlossen mitsamt meiner Mutter, doch für diese hinter meiner Zimmertür endgültig unerreihbar, liegenläßt, und zwar bis zum nächsten Tag. Um meine Mutter kümmere dich nicht, denn meine Mutter ist allein meine Sache. Nimm sämtliche Schlüssel zu Zimmer und Wohnung mit, laß keinen hier! (Jelinek, 2015: 265) Aku berharap kau lalu pergi untuk sebuah alasan mendesak, dan hasratku yang paling besar adalah diikat, dijalin, dijerat bersama ibuku. Tetapi dengan cara aku berada di balik pintu kamar ini, dan dia tak bisa menemui aku. Dan tinggalkan aku seperti itu
126
sampai hari berikutnya. Jangan khawatir dengan ibuku, serahkan dia kepadaku. Bawalah semua kunci kamar dan apartemen ini. Jangan tinggalkan satu kunci pun di sini! Gönne mir menschliche Ansprache dabei und sage: Du wirst schauen, was ich für ein hübsches Paket aus dir machen werde und wie du dich nach meiner Behandlung wohl fühlen wirst. Schmeichle mir, daß mir der Knebel so gut paßt, daß du mich mindestens 56 Stunden lang so geknebelt lassen wirst, auf keinen Fall kürzer. Feßle mir mit einem festen Strick meine nylonbestrumften Fußknöchwl genauso fest wie die Handgelenke zusammen bitte und schnüre, ohne daß ich es dir gestatte, die Schenkel bis ganz hinauf und höher mit dem Strick zusammen. (Jelinek, 2015: 266) Sapalah aku sebagai seorang manusia dan katakan ini: Kau akan tahu bagaimana kau akan kujadikan sebuah paket yang indah, kau akan tahu betapa nikmatnya perasaanmu setelah apa yang kuterapkan atasmu. Sanjunglah aku, katakan bahwa sumpal itu sangat cocok hingga aku perlu tetap tersumpal selama paling tidak lima atau enam jam, tak kurang satu menit pun. Gunakanlah tali yang kuat untuk mengikat pergelangan kakiku sekuat ikatan pada pergelangan tanganku, dan berkenanlah mengikat kaki dan tanganku walaupun aku tidak akan mengizinkannya. Wir probieren es aus. Ich werde jedesmal erklären, wie ich es haben möchte, und zwar so, wie du es schon einmal zusammengebracht hast. Ist es auch möglich, bitte, daß du mich geknebelt und zu einer Säule verschnürt vor dich hinstellen läßt? Dann danke ich dir recht herzlich. Schnalle mir dann bitte mit dem Lederriemen die Arme so fest an den Leib, wie du nur kannst. Es muß am Ende so ausfallen, daß ich nicht gerade stehen kann. (Jelinek, 2015: 266) Kita akan mencobanya. Aku akan menjelaskan kepadamu setiap saat bagaimana kau akan melakukannya, persis seperti yang pernah kau lakukan dulu. Dapatkah kau membekap mulutku dan mengikatku seperti sebuah tiang dan kemudian kau dirikan aku dihadapanmu? Aku akan berterimakasih dari lubuk hati yang paling dalam. Gunakan tali kulit untuk mengikat tanganku ke badan sekuat yang kau bisa sehingga pada akhirnya aku tidak akan mampu
127
berdiri tegak. Ein Höhepunkt, an den ich jetzt noch gar nicht zu denken wage, ist, daß du dich, von meinem Fleiß dazu herausgefordert, rittlings auf mich draufsetz. Setze dich mit dinem ganzen Gewicht bitte auf mein Gesichtund zwicke mein Kopf so fest mit deinen Schenkeln ein, daß ich mich nicht im geringsten mehr bewegen kann. Beschreibe die Zeit, die wir dafür übrig haben, und versichere mir: wir haben Zeit genug! (Jelinek, 2015: 267) Pada puncaknya, yang tidak berani kubayangkan sekarang, kau akan menunggangi aku seperti penunggang kuda yang tertantang oleh kerja kerasku. Berkenanlah duduk pada wajahku dengan semua bobotmu dan jepit kepalaku diantara kedua pahamu dengan kuat hingga aku tak dapat bergerak sedikit pun. Gambarkanlah kepadaku sisa waktu yang masih kita miliki untuk melakukan hal itu dan yakinkanlah diriku bahwa kita masih punya cukup waktu! Drohe mir, daß du ich stundenlang in dieser Stellung beläßt, wenn ich nicht ordentlich ausführe, was gewünscht wird. Stunden sind es, die du mich mit meinem Gesicht unter dir schmachten lassen kannst! Mach es, bis ich schwarz werde. Ich fordere Wonnen dir brieflich ab. Du wirst unschwer erraten, welche größeren Wonnen ich mir zusätzlich wünsche. (Jelinek, 2015: 268) Ancamlah aku bahwa kau akan membiarkan aku pada posisi itu selama berjam-jam jika aku tidak melaksanakan dengan benar apa yang kau tugaskan. Kau dapat membiarkan aku merana berjam-jam dengan wajahku di bawahmu! Lakukanlah itu hingga aku membiru. Kutuntut hal-hal yang nikmat darimu melalui suratku. Kau dapat dengan mudah menduga kenikmatan lebih besar mana yang ingin kudapat sebagai tambahan. Jetzt erbittet sie sich Vergewaltigung, welche sie sich mehr als eine stetige Ankündigung von Vergewaltigung vorstellt. Wenn ich mich nicht rühren und regen kann, sprich mir bitte von Vergewaltigung, nichts könnte mich dann davor bewahren. Doch sprich bitte stets mehr, als du tatsächlich unternimmst! Du sagst mir voraus, daß ich mich vor Wonne nicht auskennen
128
werde, gehst du brutal, aber gründlich mit mir um. (Jelinek, 2015: 269) Sekarang dia menginginkan pemerkosaan yang ia bayangkan sebagai lebih merupakan pengumuman yang terus-menerus tentang pemerkosaan. Bila aku tak bisa beranjak dan bergerak, maka tolong katakanlah kepadaku tentang pemerkosaan, tak ada yang bisa melindungi diriku darinya. Tapi berkenanlah untuk mengatakannya lebih daripada melakukannya! Kau katakan bahwa aku niscaya menggeliat memohon ampun ketika kau perlakukan aku dengan brutal, tapi telaten.
3
Liebe entschuldigt und verzeiht, ist Erika der Meinung. Das ist auch der Grund, weswegen er ihr in den Mund spritzen soll bitteschön, und zwar bis ihr die Zunge fat abbricht und sie eventuell erbrechen muß. Sie stellt sich schriftlich und nur schriftlich vor, daß es bei ihm so weit gehen soll, daß er sie anpißt. (Jelinek, 2015: 270) Cinta adalah memaafkan dan mengampuni, begitu pendapat Erika. Itulah yang menjadi alasan mengapa lelaki itu, berkenanlah, harus menyemprot di dalam mulutnya sehingga lidahnya hampir putus dan ia akan muntah. Perempuan ini menggambarkan dalam tulisannya dan hanya secara tertulis bahwa sang lelaki boleh berbuat lebih jauh, yaitu dengan mengencingi dia. EMOSI YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENILAIAN DIRI SENDIRI Eingebildete mänliche Liebe drohte mit Ablenkung vom a. Sukses dan Gagal Studium, Äußerlichkeiten wie Schminke und Kleidung reckten die häßlichen Häupter; und die Karriere endet, bevor sie sich noch richtig anläßt. (Jelinek, 2015: 9) Cinta egois lelaki membayang-bayangi kuliahnya, tetek-bengek seperti kosmetik dan baju membuat masalah sendiri, dan karirnya pun berakhir sebelum benar-benar dimulai. Dann versagt Erika einmal bei einem wichtigen Abschlußkonzert der Musikakademie völlig, sie versagt vor den versammelten Angehörigen ihrer Konkurrenten und vor ihrer einzeln angetretenen Mutter, die ihr letztes Geld für Erikas Konzerttoilette ausgegeben hat. (Jelinek, 2015: 33) Dan gagalah Erika, ketika tampil dalam Konser Akademi musik yang sangat penting, di depan banyak
129
teman serta sekelompok pesaingnya, dan di depan ibunya yang duduk mendukung dia seorang diri, padahal Sang Ibu telah menghabiskan uang untuk mendandani Erika demi pertunjukan ini. Erikas Geist wird über die Vorzüge des Leibes siegen. (Jelinek, 2015: 197) kecerdasan Erika lebih unggul daripada fisiknya.
b. Bangga dan Malu
Einmal ist das Kind schon künstlerisch gestrauchelt, wirft ihm die Mutter bei Kämpfen stets vor. (Jelinek, 2015: 234) setiap kali bertengkar, Sang Ibu mencemooh anaknya karena pernah gagal dalam hal artistik. Dort kann man sie auch anrufen. Erika kämpf gegen mütterliche Bande und ersucht wiederholt, nicht angerufen zu werden, was die Mutter übertreten kann, den sie alle bestimmt die die Gebote. (Jelinek, 2015: 8) Ibunya juga bisa menelepon Erika disana. Erika berusaha memutus tali kekang ibunya, meminta agar jangan ditelepon. Namun sang ibu selalu bisa menangkapnya. Aber etwas Sicheres hat man sicher: das Lehramt für Klavier am Konservatorium der Stadt Wien. Und sie hat nicht ein mal für Lehr-und Wanderjahre in eine der Zweigstelen, eine Bezirks-Musikschule müssen, wo schon viele ihr junges Leben ausgehaucht haben, staubgrau, buckelig-flüchtiger, rasch vergehender Schwarm vom Herrn Direktor. (Jelinek, 2015: 9) Tapi ada satu hal yang telah dia pastikan: posisinya sebagai guru piano di Konservatorium Wina. Dan ia mendapatkannya tanpa kewajiban menjalani dulu masa-masa mengajar di cabang, sekolah musik di daerah, tempat banyak guru menghabiskan masa muda, menjadi bongkok dan beruban tahu-tahu telah kisut, setelah madunya diisap tuan-tuan direktur sekolah. Unter Schimpf traumelte Erika vom Podium, unter Schande empfängt sie ihre Adressatin, die Mutter. Auch ihre Lehrerin, ene ehemalige bekannte Pianistin, rügt Erika auf das heftigste wegen Konzentratuinsmangels. (Jelinek, 2015: 33) Erika terhuyung-huyung turun dari panggung dengan wajah merah padam untuk menerima sambutan memalukan dari penonton tunggalnya, Sang Ibu. Pun
130
gurunya sendiri, yang dulunya seorang pianis terkenal, menghardik Erika karena kurang berkonsentrasi.
c. Bersalah dan Menyesal
4
Erika brüstet sich, Gefühle kenne sie nicht. Wenn sie einmal ein Gefühl anerkennen muß, so wird es nicht über ihre Intelligenz siegen lassen. (Jelinek, 2015: 229) Erika bangga bahwa dirinya tak mengenal perasaan. Jika suatu saat dia harus mengalami perasaan tertentu, dia tidak akan membiarkan hal itu mendominasi kecerdasannya. Erika schluchzt immer lauter, den es tut iht jetzt schon lied, wo die Mutti sich bis auf die Knochen und Haare aufopfert. Alles, was Erika gegen die Mutter unternimmt, tut ihr sehr schnell leid, weil sie ihre Mutti liebhat, die sie schon seit frühester Kindhei kennt. (Jelinek, 2015: 11) Tangis Erika semakin menjadi-jadi karena sekarang ia sangat menyesal telah menyakiti ibunya yang mana telah mengorbankan semuanya untuk dia. Seperti setiap kali setelah melawan ibunya Erika segera menyesal karena ia menyayangi ibunya, yang ia kenal sejak kanak-kanak.
Erika bedauert insgeheim, daß sie ihr Verbreichen an der nichtsahnenden Schülerin nicht bis zur Neige auskosten konnte. (Jelinek, 2015: 204) Diam-diam Erika menyesal tidak bisa menikmati dengan tuntas kejahatannya terhadap siswi yang tak curiga itu. EMOSI YANG BERHUBUNGAN DENGAN ORANG LAIN Erikas Gedanken wenden sich erfreut Herrn Walter a. Cinta Klemmer zu, einem hübschen blonden Burschenm, der neuerdings als erster in der Früh kommt und abends als letzter geht. (Jelinek, 2015: 35) Erika senang memikirkan Walter Klemmer, remaja tampan berambut pirang, yang belakangan ini datang paling awal dan pulang paling akhir. Ihre Gedanken ziehen in die Ferne, zu einer Klavierstudienreise mit dem Schüler Klemmer. Mur sie, er, ein kleines Hotelzimmer und die Liebe. (Jelinek, 2015: 191) Pikirannya melayang jauh, menuju sebuah studi wisata piano dengan Klemmer si murid. Hanya ada dia, Klemmer, sebuah kamar hotel yang kecil, dan cinta.
131
Diese beiden Hauptdarsteller wollen nun eine Liebesszene aufführen, ganz unter sich, ohne Statisten , nur der eine Hauptdarsteller, schwer belastet, unter dem anderen Hauptdarsteller. (Jelinek, 2015: 208) Kedua pemeran utama ini ingin memainkan adegan cinta sekarang, hanya mereka berdua, tanpa pemeran tambahan, tanpa figuran, hanya satu pemeran utama yang tertekan di bawah pemeran utama yang lain. Erika wird es siedendheiß, daß er vom Unfaßbaren gesprochen hat, womit er doch nur seine Liebe zu ihr meinem kann. In ihr wird es licht, hell, warm. (Jelinek, 2015: 224) Erika merasakan panas seperti direbus karena pemuda itu berbicara mengenai hal yang tidak ia mengerti, yang hanya memiliki satu makna, yaitu cinta si pemuda kepadanya. Ia merasa cerah, hangat, bercahaya. Die Sonne der Liebesleidenschaft, die sich die ganze Zeit leider nicht mehr verspürt hat, scheint jetzt wieder. (Jelinek, 2015: 224) Matahari gairah cinta yang sudah tidak dirasakannya selama beberapa lama, kini bersinar lagi. Lehrerin und Schüler kochen vor Liebe und begrieflicher Sehnsucht nach noch mehr Liebe. (Jelinek, 2015: 224) Guru dan murid mendidih dengan cinta dan gairah nyata untuk mendapatkan lebih banyak cinta. Betören will sie den Mann so gut sie es kann und weckt damit dessen schlechteste Neigungen. (Jelinek, 2015: 241) Dia ingin merayu laki-laki itu sebaik mungkin dan dengan begitu membangkitkan dorongan-dorongan terburuk sang lelaki. Erika liebt den jungen Mann und wartet auf Erlösung durch ihn. Sie gibt kein Anzeichen für Liebe von sich, damit sie nicht unterliegt. (Jelinek, 2015: 244) Erika mencintai laki-laki muda itu dan menantikan penyelamatan olehnya. Dia tidak memberikan isyarat cinta agar dia tak terlihat lemah. Erika und Klemmer sind damit okkupiert auszuloten, wer wen mehr liebt und dadurch der Schwächere in
132
diesem Paar ist. Erika täuscht aufgrund von Alter vor, daß sie es ist, die weniger liebt, weil sie schon zu oft geliebt hat. Daher ist Klemmer es, der mehr liebt. Erika wieder muß mehr geliebt werden. (Jelinek, 2015: 245) Erika dan Klemmer sedang mencoba menduga cinta siapa yang lebih besar dan dengan begitu akan terbongkarlah siapa yang lebih lemah di antara mereka berdua. Erika menyebutkan usianya, berpura-pura bahwa cintanyalah yang lebih kecil karena dia sudah terlalu sering mengalami cinta. Dengan demikian, cinta Klemmer lebih besar. Lagi-lagi Erika harus lebih dicintai.
b. Benci
Wie schön kann die Liebe doch sein, mit dem richtigen Du genossen. Erika will erst nach einer Irrung und nach Wirrnissen geliebt werden, gibt sie an. (Jelinek, 2015: 252) Betapa indahnya cinta jika dinikmati dengan Dikau yang sesungguhnya. Erika mau dicintai setelah masa ujian dan percobaan. Die Tochter kehrt zurück und weint bereits vor Aufregung. Sie beschimpft die Mutter als gemeine Kanaille, wobei sie hofft, daß die Mutter sich gleich mit ihr versöhnen wird. (Jelinek, 2015: 11) Anaknya kembali sambil menangis karena geram. Ia mengutuki ibunya sebagai penjahat keji, serentak berharap bisa berdamai lagi dengan Sang ibu segera. Das Gespräch ufert aus und schreitet zu dem Punkt, da Säure über jene verspritzt wird, die Erika links und rechts vorkommen oder vorzukommen drohen. (Jelinek, 2015: 12) Percakapan mereka pun meluap. Kata-kata masam disemprotkan mengenai siswi-siswi yang melampaui Erika atau menjadi ancaman untuk Erika. Sind Sie noch verheiratet, Fräulein Erika, fragt die Milchfrau und fragt auch die Fleischhauer. Sie wissen ja, mir gefällt niemals einer, antwortet Erika. (Jelinek, 2015, 17) Anda belum menikah juga, Nona Erika? Tanya perempuan tukang susu, juga Tanya si tukang daging. Ya begitulah, saya tidak pernah senang kepada siapapun, jawab Erika.
133
Im Lauf der Jahre übertrifft Erika ihr Mutter noch darin, wenn es gilt, auf jemanden herabzusehen. Auf die Laien kommt es letzlich nicht an, Mama, ihr Urteil ist roh, auch ihr Empfinden nicht ausgereift, nur die Fachleute zählen in meinem Beruf. (Jelinek, 2015: 32) Setelah bertahun-tahun, akhirnya Erika malah mengalahkan ibunya dalam hal meremehkan oranglain. Persetan dengan orang awam, Mama, penilaian mereka mentah, kepekaan mereka tidak matang; hanya para pakar yang patut dipertimbangkan. Auch Erikas Vorwürfe, eine Interpretation sei nicht gelungen, würden abprallen an dieser geduldigen weichen Wand. Sie, Erika, steht nämlich allein auf der anderen Seite, und statt darauf stolz zu sein, rächt sie sich. (Jelinek, 2015: 80) Juga kritik Erika, jika ada interpretasi atas komposisi yang tidak sukses, hanya akan memantul balik dari dinding lembek yang sabar ini. Dia, Erika, berdiri sendirian di seberang yang lain, dan ia bukan menjadi bangga melainkan menjadi dendam. Gleich wird sie es von fern mit der Mutter genau durchsprechen, wenn nur Herr Klemmer erst fort ist. Zuerst muß er weg, dann ist er ausführliches Thema. (Jelinek, 2015: 95) Sebentar lagi ia bisa berbual dengan Sang Ibu, setelah Klemmer tertinggal jauh di belakang. Pertama, pemuda itu harus enyah dulu, setelah itu ia akan menjadi sebuah tema. Das Kreatürlich-Körperliche ist Erika ein Abscheu und eine ständige Behinderung auf ihrem gerade vorgezeichneten Weg. (Jelinek, 2015: 108) Erika melecehkan segala bentuk makhluk jasmaniah, yang selalu menjadi rintangan di jalannya yang lurus dan sempit. Einen flüchtigen Moment lang hat sie das Bedürfnis, den Kopf des Schülers bei den Haaren zu packen und ins Leibesinners des Flügels zu schmettern, bis dan blutige Gedärm der Saiten kreischend unter dem Deckel hervorspritzt. (Jelinek, 2015: 125) Selama beberapa saat yang seperti melayang, ia ingin menjambak rambut si murid dan menghantamkan kepala itu ke dalam piano hingga jeroan dawainya yang
134
persetan itu menceriut dalam rongga yang pekak. Die Musik tröstete Erika oft in Notlagen, heute jedoch bohrt sie ihr auf empfindlichen Nervenenden herum, die der Mann Klemmer freigelegt hat. (Jelinek, 2015: 195) Musik seringkali berhasil menenangkan Erika saat ia tertekan. Tapi hari ini, musik menusuk-nusuk ujung saraf sensitif disebabkan oleh lelaki bernama Klemmer. Erika hat den Mantel deutlich wiedererkannt, sowohl an der kreischenden Modefarbe als an der wieder aktuellen Minikürze. Dieses Mädchen hat sich zu Beginn der Probe noch durch innige Anbeiderungsversuche an Walter Klemmer, der turmhoch über ihm steht, hervorgetan. Erika möchte prüfen, womit sich dieses Mädchen spreizen wird, hat es erst eine zerschnittene Hand. (Jelinek, 2015: 197) Erika mengenali mantel itu dengan pasti, baik karena tren warna mencoloknya maupun potongan minimnya yang kembali mode. Di awal uji coba, gadis ini bermanis mesra dalam usaha menonjol-nonjolkan diri kepada Walter Klemmer yang berdiri bak menara melampauinya. Erika ingin menguji dengan apa sang gadis akan berlagak manakala tangannya teriris belingbeling. Erika weiß, das Mädchen ist eine vielbeneidete Modeschülerin. Als Erika Kohut ihr ein abischtlich zerbrochenes Wasserglas in die Manteltasche praktiziert, wander es ihr durch den Kopf, daß sie ihre eigene Jugend um keinen Preis noch einmal erleben möchte. (Jelinek, 2015: 198) Erika tahu, gadis itu adalah murid sekolah mode yang membuat banyak orang iri. Ketika Erika Kohut sedang menyelipkan pecahan gelas ke dalam saku mantelnya, terlintas dalam benaknya bahwa dia takkan mau membeli kembali masa mudanya dengan harga apapun. Sie wird in ihm wie in einem langweiligen Buch blättern. Sie wird ihn möglicherweise bald weglegen. (Jelinek, 2015: 217) Perempuan itu akan memperlakukan ia seperti sebuah buku yang membosankan. Perempuan itu bahkan boleh menyingkirkannya segera.
135
Erika Kohut beleidigt einen Mann, von dem sie doch Liebe wünscht. Unklug drischt sie auf ihn ein, böse Worte dröhnen unter der Membran ihres Gaumens, auf dem Fell ihrer Zunge. (Jelinek, 2015: 222) Erika Kohut menghina si lelaki sekalipun dia menyimpan hasrat cinta terhadapnya. Tanpa kebijaksanaan dia mencaci, kata-kata keras meluncur dari bawah langit mulutnya, dari saraf lidahnya.