Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan (JKIP) FKIP Unismuh Makassar, Volume 1 No. 1 Juni 2014
KOMUNITAS SABUNG AYAM (STUDI PERILAKU MENYIMPANG MASYARAKAT MALAKAJI KABUPATEN GOWA) Syarifuddin Prodi Pendidikan Sosiologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar
[email protected] ABSTRAK Sabung Ayam di awal kemunculannya merupakan tradisi sakral yang sangat fundamental dalam kehidupan masyarakat Malakaji kabupaten Gowa. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, Sabung Ayam mengalami pergeseran fungsi dan makna sebelumnya, Sabung Ayam dalam prakteknya tidak lagi menjadi alat untuk menunaikan adat dan tradisi, Sabung Ayam sekarang sudah bersifat limited dan tidak lagi bersifat unlimited, hampir semua kalangan sudah bebas mengaksesnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dan penentuan informan dilakukan dengan teknik purposive sampling. Kategori informan yang digunakan yaitu informan kunci, ahli dan biasa, dengan profesi yang bervariasi seperti Pengusaha, Pegawai, Wiraswasta, Tukang, Sopir dan Petani. Kriteria pelaku yang dijadikan informan adalah yang melakukan Sabung Ayam selama 3 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, (i) Sabung Ayam (Assaung) saat ini merupakan prilaku menyimpang karena bertentangan dengan nilai budaya, agama, maupun hukum. (ii) Sabung Ayam yang merupakan perilaku menyimpang berimplikasi pada pergeseran fungsi dan maknanya. (iii) Fungsi dan makna Sabung Ayam sebagai objek ditafsirkan oleh komunitas berdasarkan peran sosialnya. (iv) Keberfungsian secara aktif unsur-unsur masyarakat sebagai kontrol sosial dalam mendekonstruksi makna Sabung Ayam dari perilaku menyimpang menjadi perilaku komformitas untuk menciptakan keteraturan masyarakat Malakaji kabupaten Gowa. Kata Kunci: Komunitas, Sabung Ayam, Perilaku Menyimpang ABSTRACT Cockfighting at the beginning of its appearance is a sacred tradition that is fundamental to people's lives Malikaji Gowa district. Along with the development of science and technology, cockfighting shifting function and meaning before, cockfighting in practice is no longer a tool to perform customs and traditions, cockfighting now it is no longer limited and unlimited, almost all people had free access. This study used a qualitative descriptive approach and determination of the informants was done by using purposive sampling. Category informants were used that key informants, experts and ordinary, with varying professions such as Employers, Employees, Self Employed, Plumbers, driver and farmer. Criteria used as informants’ actors are doing cockfighting for 3 years. The results showed that, (i) cockfighting (Assaung) is now a deviant behavior as opposed to cultural values, religion, and law. (ii) Cockfighting is a deviant behavior has implications for shift function and meaning. (iii) The function and meaning of cockfighting as the object is interpreted by community based social roles. (iv) The functioning of the active elements of society as a social control in deconstructing the meaning of cockfighting from deviant behavior into the behavior komformitas to create public order Malikaji Gowa district. Keywords: Community, cockfighting, Deviant Behavior
SYARIFUDDIN / KOMUNITAS SABUNG AYAM (STUDI PERILAKU MENYIMPANG MASYARAKAT MALAKAJI KABUPATEN GOWA)
21
Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan (JKIP) FKIP Unismuh Makassar, Volume 1 No. 1 Juni 2014
PENDAHULUAN Sabung ayam pada dasarnya merupakan tradisi sakral yang sangat fundamental dalam kehidupan masyarakat Malakaji karena sabung ayam merupakan instrumen yang digunakan untuk menunaikan suatu nazar oleh masyarakat, selain itu sabung ayam juga berfungsi sebagai ajang permainan dan hiburan yang hanya dapat dilakukan oleh orangorang tertentu seperti raja (karaeng), pengawal kerajaan, tokoh adat maupun orang-orang yang memiliki pengaruh dalam masyarakat. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (modernisasi), sabung ayam saat ini telah mengalami pergeseran dari fungsi dan makna sebelumnya, dimana sabung ayam dalam prakteknya tidak lagi menjadi alat untuk menyelesaikan suatu perkara atau persengketaan, selain itu permainan sabung ayam juga tidak lagi bersifat terbatas (unlimited) yang notabenenya memberikan batasan hanya pada orang-orang tertentu saja, akan tetapi sudah sersifat tidak terbatas (limited) yang pada prakteknya semua orang dan semua kalangan bebas mengaksesnya, sehingga sabung ayam pada kedudukan dan posisnya sebagai aktivitas yang selama ini disakralkan oleh masyarakat Malakaji berubah menjadi aktivitas yang biasa-biasa saja. Dalam perspektif masyarakat kebanyakan, praktek sabung ayam saat ini hanya bisa memproduksi keresahan dalam masyarakat, konflik antar individu, konflik keluarga, konflik antar komunitas dan kelompok-kelompok tertentu, selain itu praktek sabung ayam saat ini ditengarai sebagai tindakan melawan dan melanggar hukum, Hal ini tentu akan mempengaruhi stabilitas kehidupan dalam masyarakat yang berefek pada kondisi tergangganggunya equilibrium, kenyamanan, ketertiban, dan keamanan dalam mamasyarakat. Sabung ayam di Malakaji kabupaten Gowa dikenal dengan sebutan “Assaung”, atau “Appabbatte Jangang” dimana sejak awal kehadiran merupakan tradisi sakral dan merupakan aktivitas yang dijadikan sebagai permaianan dan ajang hiburan, namun seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan peradaban, kebiasaan sabung ayam “Assaung Jangang” beralih fungsi menjadi sarana perjudian yang sudah barang tentu dengan peralihan fungsi tersebut akan berimpilikasi pada perubahan makna dari sabung ayam itu sendiri. Dalam perkembangan masyarakat Malakaji, sabung ayam “Assaung” atau “Appabatte Jangang” dalam perubahannya menjadi arena perjudian, tentunya ini mengundang banyak reaksi baik dari kalangan masyarakat Malakaji itu sendiri maupun dari masyarakat yang ada di luar Malakaji, seperti aparat, tokoh adat dan tokoh agama. Masyarakat Malakaji menganggap perjudian sabung ayam merupakan hal negatif baik dari segi budaya, agama, maupun hukum. Akan tetapi bagi sebagian masyarakat tetap melaksasanakannya dikarenakan mereka menganggap sebagai bagian dari Tradisi dan ajang penyaluran hobi masyarakat Malakaji yang tentunya harus dilestarikan. LANDASAN TEORI A. Komunitas Seokanto dalam Abustam (2010:9) mengatakan bahwa komunitas (community) adalah istilah yang dipakai dalam sosiologi untuk menunjuk kepada masyarakat setempat yang mendiami suatu “spece” atau ruang tertentu. Komunitas yang merupakan masyarakat setempat mempunyai lokalitas atau tempat tertentu, komunitas tersebut dapat dikategorikan suatu kelompok setempat (local) dimana orang melaksanakan kegiatan (aktifitas) kehidupannya. Penjelasan tersebut diatas mengambarkan bahwa komunitas adalah masyarakat yang mendiami suatu wilayah tertentu yang memiliki anggota yang relatif sedikit
SYARIFUDDIN / KOMUNITAS SABUNG AYAM (STUDI PERILAKU MENYIMPANG MASYARAKAT MALAKAJI KABUPATEN GOWA)
22
Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan (JKIP) FKIP Unismuh Makassar, Volume 1 No. 1 Juni 2014
namun memiliki rasa solidaritas yang kuat, rasa sepenanggungan dan rasa saling memerlukan antara satu dengan yang lainnya di dalam suatu komunitasnya. Demikian halnya dengan komunitas sabung ayam dimana komunitas ini dapat dispesifikkan sebagai komunitas kecil, karena komunitas sabung ayam juga merupakan kesatuan yang utuh dan terikat pada suatu tempat dengan interaksi sosial yang terjaling diantara semua anggota komunitas dan mempunyai rasa persaudaraan yang kuat diantara semua anggota dalam komunitas tersebut. B. Sabung Ayam Menurut Tangdilintin (1978: 218) mengatakan bahwa “silondongan (sabung ayam) adalah pengaduan dua ekor ayam jantan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk saling membuktikan siapa yang kalah dan siapa yang menang adalam persengketaan”. Sedangkan menurut Pabutungan (1987:21) bahwa “Silodongan” (sabung ayam) adalah sebagai peradilan adat yaitu salah satu adat yang dipakai untuk menyelesaikan suatu sengketa atau pertentangan dalam masyarakat yang tidak bisa diselesaikan dengan musyawarah dan sabung ayam bisa disebut sembangan suke baratu yaitu dipakai sebagai penghormatan dan balas jasa terhadap pemimpin-pemimpin masyarakat yang telah banyak berkorban baik secara moril maupun materil kepada masyarakat umum. Demikian halnya dengan masyarakat Malakaji melaksanakan Sabung Ayam dikarenakan sabung ayam dijadikan sebagai instrumen yang digunakan untuk melaksanakan tradisi dalam masyarakat, prosesi pelaksanaannya pada saat ada orang yang bernazar untuk menggelar Sabung Ayam, nazar yang dimaksud adalah yang berkaitan dengan masalah kehidupan, selain itu sabung ayam juga berfungsi sebagai ajang permainan dan hiburan yang hanya dapat diakses oleh orang-orang tertentu seperti raja (karaeng), pengawal kerajaan, tokoh adat maupun orang-orang yang memiliki pengaruh dalam masyarakat. 1. Sabung Ayam dalam Berbagai Perspektif a) Perspetif Hukum Hukum adalah suatu realitas yang diapresiasi dalam kehidupan bermasyarakat dengan kata lain hukum adalah peraturan yang mengurus tata kelakuan suatu masyarakat dimana pada ranah tersebut terdapat seperangkat aturan mengikat yang harus ditaati oleh masyarakat yang hidup di dalamnya. Berbicara tentang hukum yang mengatur masalah perjudian, maka dasar hukumnya dapat dilihat pada UU No.7 Tahun 1974 tentang penertiban perjudian dan pelaksanaan penertiban perjudian. b) Perspektif Agama Dalam agama Islam, jelas sangat melarang perjudian atau pertaruhan karena dianggap sebagai perbuatan dosa dan haram hukumnya dilaksanakan karena itu termasuk perbuatan syaitan, dimana pada perbuatan tersebut terdapat godaan dan bujukan syaitan untuk tidak menaati perintah Allah SWT. Dalam AL-Qur’an Surah AL-Maidah (5) ayat 90-91, ayat 90 mengatakan yang artinya: “Hai orangorang yang beriman, sesungguhnya (minum) Khamar, berjudi (berkurban untuk berhala), mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji, dan termasuk perbuatan syaitan, maka jauhilah perbuatan- perbuatan itu agar kamu dapat keberuntungan”. c) Perspektif Masyarakat Malakaji. Perjudian sabung ayam yang ada di Malakaji tidak dapat dielakkan kehadirannya, itu terlihat pada prakteknya yang tidak bisa lagi dibendung dimana
SYARIFUDDIN / KOMUNITAS SABUNG AYAM (STUDI PERILAKU MENYIMPANG MASYARAKAT MALAKAJI KABUPATEN GOWA)
23
Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan (JKIP) FKIP Unismuh Makassar, Volume 1 No. 1 Juni 2014
pengaruhnya telah membentuk karakter sebagian masyarakat Malakaji bermental judi, keimanan semakin rendah, dimana mereka saling menerima keadaan hidup karena sudah bisa besenang-senang di arena perjudian. Masyarkat Malakaj itu sendiri beranggapan bahwa perjudian komunitas sabung ayam yang ada sekarang ini adalah sebuah penyimpangan sosial yang tidak sejalan dengan Nilai dan Norma sosial serta melanggar Undang-Undang dan telah keluar dari rel ajaran Agama.
2. Perilaku Menyimpang Deviasi atau penyimpangan diartikan sebagai tingkah laku yang lain dari tradisi sentral atau cara-cara serta karakteristik rata-rata rakyat kebanyakan atau populasi (Kartono 2003:12). Menurut J. Dwi Narwoko dkk (2007:98) mengatakan bahwa perilaku menyimpang itu adalah perilaku para warga masyarakat yang dianggap tidak sesuai dengan kebiasaan, tata aturan dan norma sosial yang berlaku. Pada masyarakat tradisional sangat mudah untuk membedakan perilaku menyimpang atau abnormal dan perilaku normal karena pada umunya normanorma yang dianut sama oleh masyarakat dalam menjalankan kehidupan sehariharinya. Pengertian perjudian menurut Kartini Kartono (1988:56) mengatakan bahwa “Perjudian adalah pertaruhan dengan sengaja yaitu yang dianggap bernilai dengan menyadari adanya resiko dan harapan-harapan tertentu pada peristiwaperistiwa permainan, pertandingan, perlombaan dan kegiatan-kegiatan yang belum pasti hasilnya, selain itu Kartini Kartono menambahkan bahwa perjudian merupakan masalah sosial”. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa perjudian adalah permainan yang dilakukan dengan sengaja terhadap suatu benda untuk mempertaruhkan suatu barang yang bernilai yang dianggap berharga dan sifatnya dan landasannya berdasarkan untung-untungan, yang beruntung menang dan yang kurang beruntung atau tidak beruntung kalah. Permainan tersebut semula bersifat kreatif yang menyenangkan untuk menghibur diri sebagai pelepas kelelahan setelah bekerja. Dikemudian hari dimbahkan elemen pertaruhanya guna memberikan insentif kepada para pemain untuk menyenangkan pertandingan. Disamping itu dimaksudkan pula untuk mendapatkan keuntungan komersial bagi orang-orang atau kelompok tertentu. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, dimana data pada umumnya berbentuk uraian atau kalimat-kalimat, merupakan informasi mengenai keadaan sebagaimana adanya sumber data dalam hubungannya dengan masalah yang diselidiki (Hadari Nawawi, 2006:211). Oleh karena itu, melalui penggunaan pendekatan studi kasus dan fenomenologi data deskriptif yang dihasilkan dapat berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang serta perilaku. Dasar penelitian yang digunakan adalah studi kasus yang bertujuan mempelajari secara mendalam mengenai keadaan sekarang dengan latar belakang dalam interaksinya dengan lingkungan dari suatu unit sosial seperti individu, kelembagaan, komunitas ataupun masyarakat (Soetriono, 2007:164). Sifat khas studi kasus adalah suatu pendekatan yang bertujuan untuk mempertahankan keutuhan (wholeness) dari objek, artinya data yang dikumpulkan dalam rangka studi kasus, dipelajari sebagai suatu keseluruhan yang terintegrasi. Tujuannya adalah untuk memperkembangkan pengetahuan yang mendalam mengenai objek yang bersangkutan (Vredenbregt, 1983:38). Oleh karena itu, pendekatan studi kasus digunakan
SYARIFUDDIN / KOMUNITAS SABUNG AYAM (STUDI PERILAKU MENYIMPANG MASYARAKAT MALAKAJI KABUPATEN GOWA)
24
Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan (JKIP) FKIP Unismuh Makassar, Volume 1 No. 1 Juni 2014
untuk menggambarkan suatu keadaan, gejala atas kelompok tertentu atau untuk menentukan frekuensi atau penyebab adanya hubungan tertentu antara suatu gejala lain dalam masyarakat yang dalam hal ini adalah masalah komunitas sabung ayam sebagai perilaku menyimpang. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Komunitas Sabung Ayam Komunitas dapat diinterprestasikan sebagai lembaga masyarakat yang mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki anggota yang relatif sedikit namun memiliki rasa solidaritas yang kuat, rasa sepenanggungan dan rasa saling memerlukan antara satu dengan yang lainnya di dalam suatu komunitasnya. Demikian halnya dengan komunitas sabung ayam dimana komunitas ini dapat dispesifikkan sebagai komunitas kecil, karena komunitas sabung ayam merupakan kesatuan yang utuh dan terikat pada suatu tempat dengan interaksi sosial yang terjaling diantara semua anggota komunitas dan mempunyai rasa persaudaraan yang kuat diantara semua anggota dalam komunitas tersebut. Komunitas sabung ayam umumnya merupakan sekelompok orang yang memiliki profesi yang sama dan selalu berkumpul bersama-sama melalui interaksi, tempat perkumpulan komunitas sabung ayam berada pada lokasi dan wilayah khusus, karena prakteknya identik dengan perjudian, olehnya itu komunitas ini dianggap merupakan salah satu perilaku menyimpang, sehingga mereka harus jauh dari keramaian, karena sarat terjadinya gesekan yang kemudian melahirkan konflik termasuk diantaranya konflik dalam komunitas itu sendiri. Lahirnya komunitas sabung ayam karena adanya proses sosial yang dilakukan secara struktur yang alamiah, misalnya saling mengajak antara individu yang satu dengan individu yang lainnya selain itu juga karena adanya hubungan pertemanan yang saling mengajak hingga kuantitasnya sampai besar dan semakin banyak anggotanya. Ciri utama sebuah komunitas sabung ayam memiliki sifat kebersamaan dan orang-orang yang bergabung di dalamnya masih dimayoritasi oleh orang-orang yang tidak berpendidikan tapi selain itu turut pula orang yang berpendidikan ikut berpartisipasi di dalamnya yang umumnya menjadikan sabung ayam sebagai hobi atau kesenanga semata. B. Sabung Ayam Pada Masyarakat Malakaji Sabung Ayam dikenal di Malakaji kabupaten Gowa merupakan penamaan yang diberikan masyarakat Makassar dimana secara efistimologi menamainya dengan sebutan Assaung Jangang yang berasal dari kata Assaung yang berarti sabung dan Janggang yang artinya ayam, secara terminologi Assaung Atau Appbatte Jangang dimaknai sebagai penyambungan ayam atau Sabung Ayam. Sabung Ayam sejak pertama kali dikenal dan dipraktekkan oleh masyarakat Malakaji bukan dengan Ayam yang diadu melainkan manusia yang diperkelahikan sampai ada yang tewas, peristiwa ini berselang dalam kurung waktu yang cukup lama, hingga akhirnya peradabanlah yang mengubah minset masyarakat Malakaji, dimana mereka sudah mulai berpikir logis dan rasional tentang pelaksanaan Sabung yang melibatkan manusia, akhirnya disadari bahwa hal tersebut tidak rasional, karena menganggap telah melanggar nilai-nilai kemanusiaan, disamping itu bayang-bayang kepunahan manusia yang selalu datang menghantui mereka, akhirnya mereka orangorang dahulu (masyarakat Malakaji) sepakat untuk mengganti manusia yang disabung menjadi Ayam, menjelmalah manusia yang disabung bermetamorfosis menjadi Ayam yang Sabung (Sabung Ayam) yang mana notabenenya ini berlangsung secara turun-
SYARIFUDDIN / KOMUNITAS SABUNG AYAM (STUDI PERILAKU MENYIMPANG MASYARAKAT MALAKAJI KABUPATEN GOWA)
25
Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan (JKIP) FKIP Unismuh Makassar, Volume 1 No. 1 Juni 2014
temurun sebagai wujud pewarisan tradisi dari nenek moyang kepada keturunan masyarakat Malakaji. Hal ini sejalan dengan teori Max Weber tentang Irasional menjadi Rasional tentang Sabung Ayam, diamana Weber mengatakan bahwa tindakan yang sesuai dengan proses sistematisasi eksternal. Rasionalitas Substantif seperti rasionalitas praktis tapi bukan rasionalitas teoriitis, rasionalitas ini menata tindakan secara langsung kedalam pola-pola melalui himpunan nilai-nilai. Rasionalitas substantive melibatkan premilihan alat menuju tujuan di dalam konteks suatu sistem nilai, dimana suatu sistem nilai tidak lebih rasional (secara substantive) daripada nilai lainnya. Oleh karena itu tipe rasionalitas ini juga lintas peradaban dan lintas sejarah apabila ada rumusan-rumusan nilai yang konsisten. Dari rasionalitas Weber di atas, maka dapat dikatakan bahwa Sabung Ayam pada masyarakat Malakaji kabupaten Gowa senada dengan rasionlitas substantif, dimana pada rasionalitas tersebut diuraikan tentang bagaimana menata tindakan ke dalam pola melalui himpunan nilai, dalam arti bahwa pelaksanaan Sabung Ayam di Malakaji yang mana pada awal di kenalnya yang disabung adalah manusia, hal demikian itu menurut pandangan tipe rasionalitas substatif tidak rasional dengan melihat nilai kemanusiaannya. Dari asumsi yang terhimpun tersebut akhirnya bersepakatlah masyarakat Malakaji mengganti manusia menjadi ayam, beralihlah Sabung Ayam dari yang dulunya manusia yang disabung diganti menjadi ayam yang disabung jadilah Sabung Ayam yang dikenal sampai sekarang oleh masyarakat Malakaji, hal tersebut terjadi dengan pertimbangan kemanusiaan dan kekhawtiran akan kepunahan manusia nantinya jika sekiranya manusia yang akan selalu disabung, maka sepakatlah pendahulu-pendahulu masyarakat Malakaji untuk mengganti manusia yang disabung menjadi Ayam. C. Sabung Ayam Sebagai Perilaku Menyimpang Awal keberadaan Sabung Ayam terintegrasi ke dalam masyarakat karena memiliki hubungan yang sangat erat dengan manusia itu sendiri, peran ayam sebagai pengganti manusia memberikan makna yang sangat krusial sehingga Sabung Ayam pada prinsipnya dianggap sebagai representase dari manusia yang sebelumnya disabung, tentu sudah barang hal ini merupakan tradisi yang tetap harus dilestarikan oleh masyarakat Malakaji kabupaten Gowa. Akan tetapi dalam perkembangan masyarakat Malakaji, sabung ayam telah mengalami perubahan menjadi arena perjudian, tentunya ini sudah keluar dari hakikat daripada Sabung Ayam itu sendiri yang mana masyarakat Malakaji menganggap perjudian sabung ayam merupakan hal menyimpang baik dari segi budaya, agama, maupun hukum. Dalam perspektif masyarakat Malakaji, sabung ayam sekarang ini hanya bisa menciptakan keresahan dalam masyarakat, memicu terjadinya konflik antar individu, konflik keluarga, maupun konflik antar komunitas itu sendiri, selain itu praktek sabung ayam saat ini identik dengan perilaku melawan dan melanggar hukum, Hal ini tentu akan mempengaruhi stabilitas kehidupan dalam masyarakat yang berefek pada kondisi tergangganggunya equilibrium, kenyamanan, ketertiban dan keamanan dalam masyarakat. Maraknya praktek perjudian Sabung Ayam di Malakaji kabupaten Gowa dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor sosialisasi yang tidak sempurna, faktor label (lebeling) yang diberikan masyarakat, faktor aturan sosial (anomie) yang ada dalam masyarakat dan yang terakhir faktor kontrol sosial.
SYARIFUDDIN / KOMUNITAS SABUNG AYAM (STUDI PERILAKU MENYIMPANG MASYARAKAT MALAKAJI KABUPATEN GOWA)
26
Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan (JKIP) FKIP Unismuh Makassar, Volume 1 No. 1 Juni 2014
1. Teori Anomie Emiele Durkheim dalam Iman Santosa (2011:16) mengatakan anomie adalah suatu kondisi tiadanya norma atau tidak adanya aturan-aturan atau norma-norma bersama. Demikian halnya dengan pelaku judi Sabung Ayam juga dikarenakan aturan atau norma sosial yang ada dalam masyarakat yang kurang tegas untuk melarang Sabung Ayam dilaksanakan. 2. Teori Kontrol Sosial Menurut Hirschi dalam J. Dwi Narwoko dkk (2007:116) dalam proposisi teorinya bahwa penyimpangan bahkan kriminalitas atau perilaku kriminalitas merupakan bukti kegagalan kelompok-kelompok sosial yang konvensional untuk mengikat individu agar tetap komform, seperti keluarga, sekolah atau institusi pendidikan dan kelompok-kelompok dominan lainnya. Dari penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa terjadinya perilaku menyimpang karena tidak adanya kontrol atau pengendalian sosial, karena memang manusia selalu punya inisiatif untuk tidak patuh pada aturan ataupun norma sosial yang ada dalam masyarakat. 3. Teori Konflik Menurut teori ini terjadinya perilaku kriminal sebagai refleksi dari kekuasaan yang memiliki perbedaan dalam mendefinisikan kejahatan atau penyimpangan J. Dwi Narwoko dkk (2007:119). Kelompok elit dan kelompok bawah memiliki kepentingan yang berbeda. Orang-orang yang melakukan perilaku menyimpang disebabkan distribusi kekayaan yang tidak seimbang antar kaum elit dengan rakyat biasa, sehingga menimbulkan banyaknya rakyat yang hidup dengan penuh keterbatasan sehingga dari situasi dan kondisi tersebut menimbulkan tindakan kriminal seperti pencurian, pelacuran, minum minuman keras dalam mengekspresikan dan melampiaskan kekecewaan serta menghilangkan rasa stress dalam menghadapi kehidupan bermasyarakat yang serba kompleksitas sehingga menurut hemat mereka dari perilaku dan tindakan tersebut harapan-harapan serta keinginan-keinginan yang lahir dari rakyat kecil bisa terwujud. D. Pergeseran Fungsi dan Makna Sabung Ayam “Assaung”, atau “Appabbatte Jangang” dimana sejak awal kehadiran merupakan tradisi sakral, aktivitas yang dijadikan sebagai permaianan dan ajang hiburan yang dilakukan oleh orang-orang tertentu seperti raja (karaeng), pengawal kerajaan, tokoh adat maupun orang-orang yang memiliki pengaruh dalam masyarakat. Akan tetapi seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sabung ayam di Malakaji ikut mengalami perubahan baik dari fungsi maupun dari makna sebelumnya dengan asumsi prinsipil yang sangat disakralkan, kemudian beralih menjadi kebiasaan yang tidak lagi bermakna karena telah keluar dari subtansi yang sebenarnya hal tersrebut ditandai dengan bermetamorfosisnya sabung ayam menjadi instrumen perjudian yang kian meningkat peminatnya, sungguh ironis karena perilaku tersebut telah menciderai nilai dan norma sosial yang selama ini dianut oleh masyarakat Malakaji. Fungsi Sabung Ayam telah bergeser sehingga subtansi dan makna Sabung Ayam akan berimplikasi pada perubahan makna yang sebelumnya merupakan tradisi sakral beralih menjadi instrumen perjudian, yang pada akhirnya akan bermuara pada bergesernya nilai sakralitas dari Sabung Ayam itu sendiri, berubahnya fungsi Sabung Ayam menjadi ajang perjudian sudah barang tentu maknapun akan ikut berubah
SYARIFUDDIN / KOMUNITAS SABUNG AYAM (STUDI PERILAKU MENYIMPANG MASYARAKAT MALAKAJI KABUPATEN GOWA)
27
Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan (JKIP) FKIP Unismuh Makassar, Volume 1 No. 1 Juni 2014
menjadi perilaku menyimpang, Kata kunci bergesernya fungsi maka bergeser pulalah makna daripada Sabung Ayam yang ada di Malakaji kabupaten Gowa. 1. Pendekatan Sosial Setiap masyarakat selalu mendambakan suasana yang tentram, tenang, tertib dan aman, namun kondisi normatif tersebut tidak selalu terwujud secara utuh. Banyak penyimpangan yang terjadi di dalam masyarakat yang berawal dari ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan. Dari banyaknya perilaku yang tidak sesuai dengan keteraturan sosial yang mengharuskan adanya pengendalian sosial dan tindakan nyata untuk mewujudkan kondisi seimbang di dalam masyarakat, kondisi tersebut bisa tercipta jika ada keserasian antara perubahan dan stabilitas yang ada dalam masyarakat. 2. Kontrol Sosial a) Pemerintah Idealnya Pemerintah setempat yang terkait agar dapat dan mampu memberikan perhatian khusus dalam menangani masalah komunitas Sabung Ayam yang ada di Malakaji kabupaten Gowa, dengan menyediakan alternatif dan inovasi lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang memang hanya menggantungkan hidupnya dari penghasilan judi Sabung Ayam. Dimana yang menjadi salah satu alasan sebagian anggota komunitas Sabung Ayam bahwa hal tersebut menjadi lahan mata pencaharian yang cukup menjanjikan dibandingkan dengan pekerjaan yang lain. b) Lembaga Kepolisian Lembaga kepolisian merupakan salah satu lembaga sosial yang berfungsi sebagai agent social control yang berpotensi memberikan hukuman bagi individu yang terlibat dalam tindak pidana, karena salah satu faktor banyaknya praktek perjudian Sabung Ayam dikarenakan kontrol sosial yang diberikan pihak kepolisian masih lemah. c) Lembaga adat Lembaga adat merupakan lembaga nonformal yang keberadaaanya sangat penting di dalam masyarakat karena lembaga ini memiliki power yang cukup besar pengaruhnya dalam masyarakat mengendalikan masyarakat dan dapat mengatur kehidupan masyarakat (control sosial). Hal yang dapat dilakukan adalah memberikan sosialisasi kepada seluruh anggota masyarakat Malakaji mengenai nilai-nilai dan norma sosial yang ada dalam masyarakat bahwa pada dasarnya Sabung Ayam merupakan perbuatan yang melanggar nilai-nilai dan norma-norma sosial yang ada dalam masyarakat. Kuncinya yang dibutuhkan adalah sinergitas antara lembaga-lembaga, jika sistem tersebut yang saling tekait dan saling melengkapi antara satu dengan yang lain maka akan melahirkan power yang sangat luar biasa, tapi jika ada satu elemen yang tidak berfungsi dengan baik maka akan mempengaruhi komponen yang lain, olehnya itu kerja sama yang baik akan menjadi penunjang dalam terciptanya kehidupan yang seimbang. d) Kesadaran Individu Kesadaran individu merupakan keadaan yang terjadi pada diri individu, kesadaran itu terjadi melalui proses stimulus dari orang diluar dirinya lalu kemudian diinternalisasikan ke dalam dirinya, Kesadaran individu akan berimplikasi kepada kesadaran kolektif atau kesadaran kelompok. Simmel juga menyadari adanya kesadaran individu dan fakta bahwa norma serta nilai masyarakat terinternalisasi dalam kesadaran individu.
SYARIFUDDIN / KOMUNITAS SABUNG AYAM (STUDI PERILAKU MENYIMPANG MASYARAKAT MALAKAJI KABUPATEN GOWA)
28
Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan (JKIP) FKIP Unismuh Makassar, Volume 1 No. 1 Juni 2014
Eksistensi norma dan nilai secara internal dan eksternal. Karakter ganda perintah moral di satu sisi, perintah ini ada di hadapan kita sebagai tatanan impersonal yang harus kita patuhi, namun di sisi lain tidak memiliki kekuatan eksternal kecuali ketika dorongan paling pribadi dan internal kita, memaksa kita. Bagaimanapun inilah salah satu kasus ketika individu dalam kesadarannya sendiri mengulangi hubungan yang ada diantara mereka sebagai pribadi total dan kelompok. e) Dekonstruksi Sosial Harus diakui bahwa untuk meminimalisir praktek perjudian Sabung Ayam di Malakaji, Memang membutuhkan penanganan yang serius dan sistematis untuk menciptakan situasi yang sesuai dengan konteks kehidupan sosial, budaya dan agama masyarakat nusantara. Untuk bisa mewujudkan hal tersebut maka yang perlu direalisasikan adalah dengan cara melakukan dekonstruksi sosial. Hal demikian dianggap sebagai produk dari pada dekonstruksi sosial dengan membongkar kebiasan-kebiasaan yang membuat keberadaan Sabung Ayam bukan lagi dilihat sebagai tradisi sakral, melainkan dipandang sebagai perilaku menyimpang oleh masyarakat Malakaji, mengapa demikian itu terjadi, tidak lain karena berubahnya fungsi sabung ayam dari tradisi, adat istiadat menjadi instrument perjudian yang tentu saja dengan perubahan tersbut akan berimplikasi berubahnya makna dari pada Sabung Ayam tersebut. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka penulis dapat menyimpulkan beberapa poin penting sebagai berikut: 1. Perspektif masyarakat Malakaji, menganggap bahwa keberadaan komunitas Sabung Ayam saat ini merupakan perilaku menyimpang karena di dalamnya terdapat praktek perjudian, hal ini terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah disebabkan oleh faktor Hobi, ekonomi, mata pencaharian. 2. Dalam perkembangan masyarakat Malakaji, Sabung Ayam juga ikut mengalami perubahan dari yang sebelumnya merupakan tradisi yang sangat disakralkan saat ini telah bergeser menjadi instrumen perjudian, pergeseran fungsi Sabung Ayam. 3. Komunitas Sabung Ayam dengan masyarakat Malakaji dimana tersusun pola keselarasan hubungan secara intiutif yang bermuara pada kohesi sosial antara perilaku menyimpang yang diproduksi oleh komunitas Sabung Ayam dengan perilaku masyarakat Malakaji kabupaten Gowa. 4. Dekonstruksi makna sosial komunitas Sabung Ayam, dengan keterlibatan berbagai pihak diantaranya, sosial guidance, dimana pemerintah dalam hal ini melakukan intervensi memberikan arahan sosial kepada masyarakat tentang larangan praktek perjudian Sabung Ayam. DAFTAR PUSTAKA Abustam, Idrus. (2010). Komunitas Pedesaan Budaya Kemiskinan dan Pendidikan Orang Dewasa. Makassar: Universitas Negeri Makassar. Abustam, M. Idrus, Rahman, M. A., & Djali. (2006). Pedoman Praksis Penelitian dan Penulisan Karya Ilmiah. Makassar: Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar. Ali, Zainuddin. (2012). Sosiologi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
SYARIFUDDIN / KOMUNITAS SABUNG AYAM (STUDI PERILAKU MENYIMPANG MASYARAKAT MALAKAJI KABUPATEN GOWA)
29
Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan (JKIP) FKIP Unismuh Makassar, Volume 1 No. 1 Juni 2014
Ambarura, Sanita. (2000). Peranan Kembong Kalua’ Terhadap Pola Kehidupan Masyarakat di Kecamatan Sesean Kabupaten Tana Toraja. Makassar: Universitas Negeri Makassar. Basrowi. (2005). Pengantar Sosiologi. Bogor: Ghalia Indonesia. Berry David. (2003). Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi. Terjemahan oleh Paulus Wirotomo. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Bungin, Burhan. (2008). Sosiologi Komunikasi. Jakarta. Kencana. Goodman, Douglas J dan Ritzer, George. (2011). Teori Sosiologi Moderen. Terjemahan oleh Alimandan. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. K, Robert. (2006). Studi Kasus. Jakarta: Raja Grafindo. Kahmad Dadang. (2006). Sosiologi Agama. Bandung: Remaja Rosdakarya. Kaharuddin. (2007). Konflik social Komunitas Paining Ballo Kecamatan Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa. Makassar: UNM. Kartono, Kartini. (2011). Patologi Sosial. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Koentjaraningrat. (2010). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Penerbit Djambatan.
SYARIFUDDIN / KOMUNITAS SABUNG AYAM (STUDI PERILAKU MENYIMPANG MASYARAKAT MALAKAJI KABUPATEN GOWA)
30