perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KOMUNIKASI POLITIK PADA ELITE LOKAL SEBUAH KAJIAN SOSIOLOGIS (Studi Kualitatif Deskriptif : Pola Penyampaian Aspirasi dari Konstituen dengan Media Rumah Aspirasi DPD Jawa Tengah ; Poppy Dharsono di Jawa Tengah)
Oleh : MUSTIKA DEWI KARTIKASARI D0308047
SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi
JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2012
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KOMUNIKASI POLITIK PADA ELITE LOKAL SEBUAH KAJIAN SOSIOLOGIS (Studi Kualitatif Deskriptif : Pola Penyampaian Aspirasi dari Konstituen dengan Media Rumah Aspirasi DPD Jawa Tengah ; Poppy Dharsono di Jawa Tengah)
Oleh : MUSTIKA DEWI KARTIKASARI D0308047
SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi
JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2012 commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN
Telah Disetujui Untuk Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta,
Februari 2012
Dosen Pembimbing
Drs. Bambang Santoso, M.Si NIP.19560721 1983031002
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN Skripsi Ini Diterima dan Disahkan Oleh Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada hari Tanggal
: : Panitia penguji
1.
Drs. Jefta Leibo, SU.
(
)
Siti Zunariyah, S.Sos, M.Si NIP.: 19770719 200801 2 016
(
)
3. Drs. Bambang Santoso, M.Si NIP.19560721 198303 1 002
(
)
NIP : 19501229 199003 1 003
2.
Disahkan oleh : Fakultas ilmu sosial dan ilmu politik Universitas sebelas maret Surakarta Dekan
Prof. Drs. Pawito, Ph. D NIP. 19540805 198503 1 002
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
"Visi Tanpa Tindakan Hanyalah Sebuah Mimpi. Aksi Tanpa Bisa Hanyalah Menghabiskan Waktu. Aksi Dengan Visi Membuat Sebuah Perbedaan Positif.” --Joel A Barker—
"Pekerjaan Hebat Tidak Dilakukan Dengan Kekuatan, Tapi Dengan Ketekunan Dan Kegigihan.” --Samuel Johnson--
“Lebih Bijaksana melihat Perempuan dari Kegigihan, Kualitas Diri dan Prestasinya.” --Mustika Dewi Kartikasari--
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
“Skripsi Ini Ku Persembahkan Khusus Untuk Kedua Orang Tua-Ku Rasa Kasih Sayang Yang Kalian Berikan Padaku Tak Kan Pernah Bisa Aku Balas Sampai Kapan-Pun Papa & Mama, Setiap Tetesan Air Mata Kalian Adalah Semangat Sekaligus Cambuk Dalam Perjalanan Hidupku”
Untuk Adik-Ku Tersayang, Terimakasih Untuk Semangat Yang Kau Berikan
“Untuk Sebuah Nama Yang Allah SWT Siapkan Untuk Menemaniku-Ku Kelak, Dalam Suka Dan Duka, Dengan Penuh Kesabaran”
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan Taufik, Hidayah, Anugerah, serta izin NYA, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan berjudul Komunikasi Politik Pada Elite Lokal Sebuah Kajian Sosiologis (Studi Kualitatif Deskriptif : Pola Penyampaian Aspirasi dari Konstituen dengan Media Rumah Aspirasi DPD Jawa Tengah ; Poppy Dharsono di Jawa Tengah).
Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada banyak pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini :
1. Bapak Pawito, P.hd. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Drs. Agung Priyono, M.Si, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Bapak Dr. Bagus Haryono, M.Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Bapak Drs. Bambang Santoso, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi.
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Ibu Poppy S. Dharsono selaku Anggota DPD Jawa Tengah yang telah berkenan menjadi narasumber penelitian. 6. Semua informan yang dengan tulus memberikan informasi kepada penulis. 7. Papa, Mama dan Olin; Adikku tersayang yang selama ini telah memberikan Dukungan, motivasi beserta Doa sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. 8. Teman-teman staff dari Ibu Poppy Dharsono yang telah membantu penulis selama penelitian (Mbak Ari, Mas Prijo, Mas Andi, Mas jujuk, Pak Budi) 9. Teman-teman Sosiologi FISIP UNS khususnya angkatan 2008 (Hurriah, Tatas, Dian, Melati, Anggi. Tia, Novi, Paidi, Maulana, Andri, Haha, Inyong ). 10. Teman-teman terdekatku lainnya yang telah memberi dukungan dan spiritnya (Mak Betty, Mbak Dian, Mbak Putri, Arlinda, Yulina, Mbak Lutfi, Mas “Upin”) 11. Segala Pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu penulis mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah khasanah keilmuan bagi penulis sendiri dan bagi pembaca.
Surakarta,
Mustika Dewi Kartikasari
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
From the result of analisyst, it could be found that the actors pursue the goals that have follow-up of the aspirations which articulated through the media Aspiration House. Related to research topics, researchers are linking the constituent as the actors for their purpose to get advocacy of aspiration. In the other way, there are alternative conditions to pursue the goals. The alternative way to pursue the goals are regulated by the Goverment. The Aspiration Delivery Pattern also refers to the theory of action that is triggered by Talcot Parsons. In this study there are five patterns of aspiration delivery the universalism of the national issues, particularism found in the regional issues, the collective orientation which refers to the aspirations of the constituents, the specificity and quality.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Daftar Isi
Halaman Judul
i
Halaman Persetujuan
ii
Halaman Pengesahan
iii
Halaman Motto
iv
Halaman Persembahan
v
Kata Pengantar
vi
Daftar Isi
viii
Daftar Bagan
xii
Daftar Tabel
xiii
Daftar Gambar
xiv
Abstrak
xv
Abstract
xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
7 viii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Tujuan Penelitian
9
D. Manfaat Penelitian
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu
12
B. Kerangka Teori
20
Teori Aksi
20
D. Definisi Konsep
25
D.1. Elite Politik
25
D.2. Konstituen
25
D.3 Rumah Aspirasi
26
D.4. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
26
E. Kerangka Berpikir
27
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian
29
A.1. Kondisi Geografis Jawa Tengah
29
A.2. Letak Rumah Aspirasi Poppy Dharsono
30
B. Bentuk / Strategi Penelitian
31
C. Teknik Pengumpulan Data
32
D. Teknik Pengambilan Sample
34
E. Validitas Data
35
F. Teknik Analisis Data
35
G. Prosedur Kegiatan
37
ix
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV SAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Institusi Penelitian
39
A.1. DPD dan Landasan Hukum dari DPD
39
A.2. Visi dan Misi DPD
40
A.2.1 Visi DPD
40
A.2.2. Misi DPD
41
A.3. Fungsi, Tugas dan Wewenang DPD
42
A.3.1 Fungsi Legislasi
43
A.3.2. Fungsi Pertimbangan
43
A.3.3. Fungsi Pengawasan
43
A.4. Hak dan Kewajiban DPD
44
B. Profil Informan
45
C. Eksistensi DPD sebagai Perwakilan Konstituen
47
1. Aktivitas DPD
47
2. Isu yang diangkat oleh DPD
50
D. Forum Komunikasi Politik
52
D.1. Forum dengan Model Top-Down a.
Diskusi dengan konstituen di NU Center Boyolali
Diskusi dengan Masyarakat Cepu, Isu Amdal Blok Cepu dan Dana Bagi Hasil (DBH) c. Diskusi dengan Masyarakat Kradenan, Isu Bantuan dari Pemerintah yang dipolitisir dan Akses Informasi Bantuan d. Diskusi dengan Masyarakat di Dikranasda Jepon, Isu Bantuan untuk Pameran UMKM dan Pembangunan Sekolah Kayu. e. Diskusi dengan Mahasiswa FISIP UNS Mengenai Pendidikan Politik D.2. Forum dengan Model Bottom-Up Diskusi dengan Masyarakat Makamhaji, Isu Pembangunan Underpass
52 53
b.
x
commit to user
56 61 62 65
71
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
E. Pola Penyampaian Aspirasi
76
F. Efek Dari Penyampaian Aspirasi
94
a. Transparansi
94
b. Kepercayaan Publik
96
G. Realisasi dari Penyampaian Aspirasi
99
a. Dana Bagi Hasil Blok Cepu
99
b. Penolakan Terhadap Pembangunan Gedung DPR-DPD
103
c. Kajian Terhadap Pembangunan underpass Makamhaji
104
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan
106
B. Implikasi
108
B.1. Implikasi Teoritik
108
B.2. Implikasi Empirik
109
C. Saran
110
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Daftar Bagan
Bagan 2.1.
Pola Penyampaian Aspirasi dari Konstituen pada Elite Lokal
28
Bagan 3.1.
Komponen-Komponen Analisis Data Model Interaktif.
36
Bagan 4.1.
Sebuah Model Komunikasi Sederhana
78
xii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Daftar Tabel
Tabel 4.1.
Tabel 4.2.
Tabel Narasumber berdasarkan Jenis Kelamin, Usia dan Kedudukan dalam Dewan Perwakilan Daerah
46
Tabel Forum Penyampaian Aspirasi dan Bahasa yang Digunakan
79
Tabel 4.3.
Tabel Isu yang Dibahas dan Segmentasi Isu
82
Tabel 4.4.
Tabel Pola Penyampaian Aspirasi
84
xiii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Daftar Gambar
Gambar 3.1.
Peta Provinsi Jawa Tengah
30
Gambar 3.2.
Peta Lokasi Rumah Aspirasi Poppy Dharsono
31
\ xiv
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Mustika Dewi Kartikasari, D0308047, 2012, Komunikasi Politik Pada Elite Lokal Sebuah Kajian Sosiologis (Studi Kualitatif Deskriptif : Pola Penyampaian Aspirasi Dari Konstituen Dengan Media Rumah Aspirasi DPD Jawa Tengah ; Poppy Dharsono Di Jawa Tengah). Skripsi : Program Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan Pola Penyampaian Aspirasi dari Konstituen kepada anggota DPD Jawa Tengah dengan media Rumah Aspirasi ; Poppy Dharsono. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, serta metode utamanya studi kasus, dengan mengambil lokasi di Provinsi Jawa Tengah. Data penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder, data primer diperoleh langsung dari hasil wawancara mendalam kepada informan, yaitu anggota DPD Jawa Tengah; Poppy Dharsono, Konstituen peserta kuliah umum anggota DPD, dan konstituen peserta reses DPD Jawa Tengah. adapun pengambilan sampel dilakukan dengan Judgement Sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi tidak partisipasi , wawancara secara mendalam dan dokumentasi. Analisa data menggunakan model interaktif. Validitas data dilakukan dengan teknik trianggulasi data (sumber). Setelah dilakukan analisis diketahui bahwa aktor mengejar tujuan yakni mendapat follow-up dari aspirasi yang disampaikan melalui media Rumah Aspirasi. Berhubungan dengan topik penelitian yang diangkat, peneliti mengkaitkan konstituen merupakan aktor yang demi tujuannya mendapat advokasi dari aspirasi. Selain itu, ditemukan kondisi alternatif yang digunakan oleh aktor untuk mencapai tujuannya. Dalam menjalankan alternatif itu, tindakan aktor diatur oleh Undang-Undang. Untuk pola penyampaian aspirasi dari konstituen juga merujuk pada teori aksi yang dicetuskan oleh Talcot Parsons. Dalam penelitian ini terdapat lima pola penyampaian aspirasi yaitu universalisme dalam isu nasional yang diangkat, partikularisme ditemukan pada isu daerah yang dibahas, orientasi kolektif yang merujuk pada aspirasi konstituen, kekhususan dan juga kualitas. Efek dari adanya komunikasi politik dua arah adalah transparansi kinerja dan kepercayaan publik. Transparansi disini berarti ada pertanggungjawaban kinerja oleh elite politik kepada konstituennya di daerah. Kepercayaan publik juga terbangun karena adanya pertanggungjawaban dari kinerja elite dan juga pelaksanaan tugas penyerapan aspirasi di forum reses. xv
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Mustika Dewi Kartikasari, D030807, 2012, Political Communication in Local Elite: A Sociological Study. (A Descriptive Qualitative Study: Aspiration Delivery Pattern of the Constituent using Aspiration House of Central Java DPD media; Poppy Dharsono in Central Java). Thesis: Graduate Program of Surakarta Sebelas Maret University. This research aims to explain the Aspiration Delivery Pattern of the Constituent to the members of Central Java DPD using Aspiration House media; Poppy Dharsono. This study belongs to a qualitative research, and the basic method was case study, taken place in Central Java Province. The data of research consisted of primary and secondary data; the primary data was obtained directly from the result of in-depth interview with the informant, in this case the member of Central Java DPD: Poppy Dharsono, Constituents attending the general lecture of DPD members, and constituents of the recess participants from Central Java DPD. The sample was taken using Judgment sampling. The data collection was done using non-participatory observation technique, in-depth interview and documentation. The data analysis was done using an interactive model. The data validity was done using data triangulation technique (source). From the result of analysis, it could be found that the actor pursued the objective of obtaining follow-up from the aspiration conveyed through Aspiration House media. Regarding the topic raised in this research, the author related the constituent to the actor that for the sake of her objective obtained advocacy from aspiration. In addition, it was found the alternative condition used by the actor to achieve her objective. In undertaking this alternative, the actor’s action was governed by the Law. In the term of aspiration delivery from the constituent, it also referred to the action theory proposed by Talcot Parsons. In this research there were five aspiration delivery patterns: universalism in the national issue raised, particularism found in local issue discussed, collective orientation referring to the constituent aspiration, particularity and also quality. The effect of the presence of two-way political communication was performance transparency and public trust. Transparency here means there is a performance responsibility from the political elites to their constituents in local areas. Public trust was also built because of the elite performance responsibility presence and the implementation of aspiration absorption duty in recess forum.
xvi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
DPD RI (Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia) merupakan lembaga tinggi Negara setara dengan DPR RI (Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia). Keberadaan DPD RI ini tergolong masih baru, pasalnya DPD RI mulai dibentuk dan disahkan oleh Undang-Undang sejak tahun 1999. DPD RI resmi menjadi lembaga negara saat reformasi dan baru dua kali periode jabatan. DPD ini lahir sebagai lembaga baru dengan tujuan untuk check and balances bagi kinerja anggota DPR. DPD menjadi penyeimbang DPR di parlemen agar sistem politik serta pemerintahan yang berjalan dapat terlaksana dengan efektif dan terkontrol. DPD (Dewan Pertimbangan Daerah) merupakan institusi yang menjadi ujung tombak atas perjuangan dan aspirasi-aspirasi konstituen di tingkat daerah. DPD menjadi wadah dalam politik taktis yang keberadaannya disahkan oleh UUD No 22 Tahun 2003. Landasan dari adanya DPD RI adalah UndangUundang No 22 Tahun 2003, yakni Bab IV tentang DPD, pasal 32 sampai pasal 51. Dari pasal-pasal tersebut, fungsi dan kedudukan DPD hampir setara dengan DPR RI. Untuk tugas dan kewenangan DPD, (1) DPD dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya serta
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. (2) DPD mengusulkan rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada DPR dan DPR mengundang DPD untuk membahas sesuai tata tertib DPR. (3) Pembahasan rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sebelum DPR membahas rancangan undang-undang dimaksud pada ayat (1)dengan pemerintah. DPD RI merupakan anggota dewan di parlemen, yang mana seorang anggota DPD diajukan bukan melalui partai politik. Dapat dikatakan bahwa anggota DPD ini berasal dari aktor lokal yang independen. Aktor lokal ini muncul karena keikutserataannya dalam organisasi-organisasi non-politik. Organisasi memunculkan aktor lokal, mekanisme dalam suatu organisasi-lah yang mendidik aktor dan mempersiapkan aktor lokal menjadi elite politik untuk dapat dicalonkan menjadi Anggota Dewan karena penaglamannya dalam organisasi. DPD ini dipilih di tingkatan provinsi, dan dari sejumlah calon DPD, hanya empat orang saja yang dapat menjadi DPD di setiap provinsi. Jumlah anggota DPD ini sama di setiap provinsi, baik itu yang mempunyai wilayah besar dan juga wilayah yang kecil. Seperti misalnya di Jawa Tengah yang punya 35 kabupaten / kota yang diwakili empat orang DPD, dan di Gorontalo yang mempunyai kabupaten kota lebih sedikit, juga punya empat anggota DPD. Jumlah anggota DPD ini memang tidak memperhitungkan keterwakilan aspirasi masyarakat, dengan indikator luas wilayah dan juga jumlah penduduk yang diwakili. DPD ini berfungsi hanya sebagai penyambung lidah rakyat kepada DPR. DPD ini menjadi perwakilan dari daerah-daerah, dan menjadi dewan pertimbangan bagi DPR. DPD menyerap aspirasi masyarakat melalui reses
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
selama tiga bulan sekali, seperti anggota DPR. DPD ini menyerap aspirasi dan mem-follow-up-i hasil reses dengan mengusulkannya pada DPR. DPD tidak mempunyai kewenangan untuk benar-benar mengakomodasi aspirasi masyarakat menjadi suatu kebijakan dan Undang-Undang tanpa usulan dari DPR. Dalam hal ini, DPD tidak mempunyai kewenangan sebesar DPR. Padahal, sistem politik yang kita adopsi dari Amerika, memberikan ruang pada Senator / DPD dalam intervensi terhadap kebijakan melalui Hak Veto. DPR merupakan dewan perwakilan yang anggotanya berasal dari kadidat yang dibesarkan oleh partai politik. Seorang anggota DPR disaring, dididik oleh partai politik untuk menjadi seorang aktor. Partai politik menjadi sarana kaderisasi dan pematangan dari pendidikan politik serta penyiapan kader agar mampu menjadi seorang anggota dewan yang melek politik. Karena berasal dari partai politik, seorang anggota DPR harus memperjuangkan kepentingan partai-nya juga kepentingan rakyat. Kadang kala, ada benturan / konflik kepentingan antara kepentingan golongan (partai politik tertentu) dengan kepentingan rakyat. Anggota DPR dipilih per DaPil (Daerah Pemilihan), dan jumlahnyapun lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah DPD yang 1/3 jumlah DPR, yakni 550 orang anggota DPR (dalam pasal 17 UU NO. 22 Tahun 2003). Tugas DPR dalam pasal 25 UU No.22 Tahun 2003 adalah legislasi, anggaran dan pengawasan, dan tugas ini tidak dimiliki oleh anggota DPD. Dalam Pasal 27 DPR mempunyai hak interpelasi, angket dan menyatakan pendapat. Hal lain yang membedakan DPR dengan DPD mengajukan rancangan undang-undang dan mengajukan pertanyaan yang disebutkan dalam Pasal 28. Di sisi lain, perwakilan perempuan dalam parlemen menjadi suatu hal yang digadang-gadang, bahkan keberadaan perempuan dalam parlemen sudah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
diatur dalam Undang-Undang. Jika dilihat dari sejarahnya, hak-hak politik perempuan sudah diatur sejak tahun 1958, melalui UU No. 68 tahun 1958 dan juga UU No.7 tahun 1984. Pasal 1 dan Pasal 2 Konvensi Hak-Hak Politik Perempuan yang telah diratifikasi melalui UU No. 68 Tahun 1958
antara lain
memuat : 1) Wanita mempunyai hak untuk memberikan suaranya dalam semua pemilihan dengan syarat-syarat sama dengan laki-laki tanpa suatu diskriminasi (Pasal 1); 2) Wanita akan dapat dipilih untuk pemilihan dalam semua badanbadan pemilihan umum, yang didirikan oleh nasional dengan syarat-syarat yang sama dengan laki-laki, tanpa suatu diskriminasi (Pasal 2). Partisipasi perempuan dalam politik masih menjadi suatu perhatian khusus dari para akademisi dan politisi. Partisipasi perempuan disini meliputi partisipasi menjadi aktor / politisi yang dipilih rakyat maupun menjadi pemilih dalam suatu pemilihan umum. Jika kita menilik pada Undang-Undang Pemilu Nomor 10 Tahun 2008, terlihat sekali komimen untuk mengakomodasi kepentingan Perempuan di Parlemen. Dalam Pasal 8 ayat 1 huruf (d), yang mengatur partai peserta pemilu menyertakan minimal 30 persen keterwakilan perempuan di kepengurusan tingkat pusat. Pasal 53 mengatur daftar bakal calon memuat paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan. Dengan diaturnya partisipasi perempuan di ranah politik melalui Undang-Undang Pemilu Nomor 10 Tahun 2008, sudah nampak ada peningkatan keterlibatan perempuan. Hal tersebut dikemukakan oleh MenNeg PP-PA ; Linda Amalia Sari1 : “pada pemilu 2004 anggota DPR-RI perempuan berjumlah 61 orang (11,5 persen) dan laki-laki 489 orang (88,5 persen). Pada pemilu 2009 jumlah anggota DPR-RI perempuan meningkat
1
http://www.solopos.com/2010/channel/nasional/2009-keterwakilan-perempuan-di-legislatif-naik12766 diakses pada 5 September 2011 pukul 11.32
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
menjadi 101 orang (18.04 persen) dan laki-laki menjadi 459 orang (81,6 persen).Sementara itu jumlah anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) perempuan hasil pemilu 2004 berjumlah 26 orang (18,8 persen) dan laki-laki 106 orang (80,2 persen).Pada pemilu 2009 mengalami peningkatan jumlah anggota DPD perempuan menjadi 34 orang (27,27 persen) dan laki-laki 98 orang atau (72,73 persen).”
Jika di dalam parlemen sudah ada perwakilan perempuan, maka kepentingan perempuan dalam pembangunan menjadi suatu hal yang terwakili dan dapat terwujud adil gender dalam ranah politik2. Namun, sebelum memasuki parlemen, perempuan yang diharapkan menjadi perwakilan ini harus melalui Tahapan-tahapan seperti halnya kaderisasi yang matang. Menjadi wakil perempuan dalam politik tidak serta-merta ‘jalan instan’ yang diterima oleh seorang elite. Ada mekanisme yang harus dijalani ketika ingin menjadi seorang aktor bahkan dalam tataran elite sekalipun. Mekanisme menjadi seorang elite ini harus diawali dengan ikut serta dalam Organisasi Masyarakat (OrMas) untuk aktualisasi diri, mendaftar di KPU untuk suatu pemilihan umum, setelah terpilih menjadi calon maka dapat mengikuti proses pemilihan umum dan selanjutnya pelantikan bagi calon yang telah terpilih sebagai pengukuhan mandat dari rakyat. Keberadaan elite politik perempuan; DPD RI ini tergolong masih baru, pasalnya DPD RI mulai dibentuk dan disahkan oleh Undang-Undang sejak tahun 1999. DPD RI resmi menjadi lembaga negara saat reformasi dan baru dua kali periode jabatan. Menjadi suatu hal yang menarik ketika kita melihat fakta bahwa
2
Mona Lena Krook. Why Are Fewer Women than Men Elected? Gender and the Dynamics of Candidate Selection. DOI: 10.1111/j.1478-9302.2009.00185.x. 23 APR 2009. The Author. Journal compilation. Political Studies Association.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
lembaga baru yakni DPD yang di dalamnya partisipasi elite politik perempuan sangat tinggi yakni 27,27%. Susksesnya elite politik perempuan menjadi anggota DPD menandakan bahwa terjadi komunikasi politik yang baik ketika masa kampanye. Melalui visi misi yang diusung calon legislatif perempuan yang dapat diterima dengan baik oleh konstituen, sehingga lebih memilih calon legislatif berjenis kelamin perempuan. Hal urgen yang yang menjembatani elite politik dengan konstituen adalah komunikasi politik. Dalam komunikasi politik terdapat interaksi, interaksi antara individu (aktor maupun elite) dengan Individu lain (aktor maupun elite), interaksi juga dapat terjadi antara individu (aktor maupun elite) dengan kelompok (masyarakat / konstituen). Seperti yang dikemukakan Dahlan (1999) di dalam komunikasi politik terdapat proses pengoperan lambang-lambang / simbol-simbol komunikasi yang berisi pesan-pesan politik dari seseorang / kelompok pada orang lain dengan tujuan untuk membuka wawasan / cara pikir, serta mempengaruhi sikap dan tingkah laku khalayak menjadi target politik 3. Pesan politik ini dapat berupa tuntutan dan aspirasi dari masyarakat, informasi kegiatan politik atau bahkan strategi kampanye. Dalam komunikasi politik, salah satu sub-bab yang menarik untuk diteliti adalah mengenai pola penyerapan aspirasi atau tuntutan dari bawah menjadi suatu kebijakan. Aspirasi-aspirasi itu diserap dari bawah melalui mekanisme reses anggota dewan, rumah aspirasi, lewat surat kabar atau bahkan website untuk dibawa dan dibahas dalam forum dewan. Ketika aspirasi-aspirasi dari bawah sudah diterima, hal yang sulit dilakukan adalah follow-up dari semua aspirasi yang diterima. Yang menjadi permasalahan adalah ketika terlalu banyak aspirasi yang masuk ke anggota dewan, sedangkan hanya sedikit yang bisa dikomunikasikan ke forum anggota dewan, sehingga tidak semua aspirasi itu
3
Hafied Cangara. 2009. Komunikasi Politik : Konsep, Teori dan Strategi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Halaman 35
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
dapat tersampaikan. Diharapkan dengan mengetahui pola penyerapan aspirasi oleh anggota DPD ini, konstituen dapat mengawal proses penyerapan aspirasi agar aspirasi yang telah diterima anggota DPD sampai kepada perumusan kebijakan. Pada penelitian ini fokus utama peneliti adalah mengenai pola penyerapan aspirasi oleh elite politik lokal perempuan anggota DPD Jawa Tengah melalui media Rumah Aspirasi. Oleh karena itu, peneliti mengambil judul KOMUNIKASI POLITIK PADA ELITE LOKAL SEBUAH KAJIAN SOSIOLOGIS (Studi Kualitatif Deskriptif : Pola Penyampaian Aspirasi dari Konstituen dengan Media Rumah Aspirasi DPD Jawa Tengah ; Poppy Dharsono di Jawa Tengah).
B. Rumusan Masalah Satu elite lokal perempuan dari Jawa Tengah yang sukses duduk di DPD RI adalah Poppy Susanti Dharsono. “Trackrecord beliau dari perancang mode, kemudian menjadi pengusaha, selain itu Poppy Dharsono juga menjadi pendiri dan Direktur Utama dari Indonesian International Fashion Institute (IIFI), Poppy juga pendiri dari Assosiasi Perancang dan Pengusaha Mode Indonesia (APPMI). Saat ini Poppy Dharsono masih menjadi Ketua Umum Assosiasi Pemasok Garmen Indonesia (APGI) yang memperkuat posisi tawar Indonesia melawan supplier lawan. Ada juga Asosiasi Apparel Manufaktur Indonesia (AAMI) yang pernah didirikan Poppy dengan kawan-kawan dari industri garmen, bertujuan untuk mengembangkan desain-desain Indonesia untuk diperkenalkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
ke luar negeri. Poppy Dharsono juga menjadi pengusaha yang aktif di KADIN (Kamar Dagang dan Industri)4.”
Dari trackrecord
tersebut, pengalaman berorganisasi serta kemampuan
membangun jejaring menjadi hal yang mendukung beliau untuk menjadi anggota DPD perwakilan dari Jawa Tengah. Sebelum menjadi seorang elite politik anggota DPD, ada mekanisme yang harus dijalani seorang calon DPD yakni mulai dengan mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum, mengumpulkan 5.000 foto kopi kartu tanda penduduk warga Jawa Tengah sebagai bentuk dukungan awal yang akan diverifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum, setelah ada keputusan KPU mengenai calon yang lolos maka calon itu berhak mengikuti pemilihan umum, proses selanjutnya adalah kampanye dari calon legislatif, proses pemungutan suara di Tempat Pemungutan Suara penghitungan suara yang masuk di TPS dan proses terakhir adalah penetapan calon dengan suara terbanyak5. Poppy Dharsono dapat duduk di DPD dengan dipilih oleh 892.490 suara. Poppy Dharsono duduk sebagai anggota DPD di Komite II. Fokus kerja di komite II DPD
4
http://dpd.go.id/2010/06/poppy-susanti-dharsono/ diakses pada 27 November 2011 pukul 16.00 WIB Nasir Tamara. 2008. Poppy Dharsono : Perempuan Jawa Abad ke-21. Jakarta : Penerbit Delta. Halaman 153-199. 5 Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 pasal 4, pasal 67 ayat 1 dan 2 huruf a sampai i tentang Tata Cara Pendaftaran Bakal Calon Anggota DPD. Pasal 70 tentang Pengawasan atas Verifikasi Kelengkapan Administrasi Calon Anggota DPD. Pasal 71 tentang Penetapan Daftar Calon Sementara Anggota DPD. Pasal 75 tentang Penetapan dan Pengumuman Daftar Calon Tetap Anggota DPD. Pasal 76 - 79 tentang kampanye. Pasal 149 tentang Pemungutan Suara. Pasal 172 tentang Penghitungan Suara. Pasal 182 Rekapitulasi Penghitungan Perolehan Suara di Kecamatan. Pasal 187 Rekapitulasi Penghitungan Perolehan Suara di Kabupaten/Kota. Pasal 191 Rekapitulasi Penghitungan Perolehan Suara di Provinsi. Pasal 194 Rekapitulasi Penghitungan Perolehan Suara Secara Nasional . Pasal 199 Penetapan Hasil Pemilu. Pasal 200 Penetapan Perolehan Suara. Pasal 213 dan pasal 215 tentang Penetapan Calon Terpilih. http://www.tempo.co.id/hg/nusa/jawamadura/2008/07/01/brk,20080701-127227,id.html diakses pada 27 November 2011 pukul 16.00 WIB
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
RI Perwakilan Jawa Tengah adalah isu-isu yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan, pengembangan usaha kecil dan pemeliharaan lingkungan di Jawa Tengah6. Karena mendapat mandat di komisi II DPD RI, maka konstituen dari Poppy Dharsono berasal dari pengusaha kecil menengah di Jawa Tengah, pengusaha berjenis kelamin perempuan, Petani, konstituen yang butuh advokasi mengenai AMDAL (Analisa Dampak Lingkungan) serta masalah-masalah lingkungan dan yang berkaitan dengan tugas beliau di Komite II DPD RI. Untuk menjaring aspirasi-aspirasi dari konstituennya di daerah dibutuhkan komunikasi politik dua arah. Ruang yang dicipkatan untuk menjaring aspirasi adalah forum-forum penyerapan aspirasi berupa reses ke daerah-daerah di seluruh Jawa Tengah. Reses DPD sendiri dilakukan setiap tiga bulan sekali dengan mengunjungi konstituen yang berbeda-beda. Dari uraian tersebut, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut ini : Bagaimana pola penyampaian aspirasi kepada elite politik lokal perempuan anggota dewan perwakilan daerah jawa tengah dengan media rumah aspirasi Poppy Dharsono di Jawa Tengah?
C. Tujuan 1.
Untuk mengetahui bagaimana pola penyampaian aspirasi kepada elite politik lokal anggota DPD Jawa Tengah dengan media rumah aspirasi Poppy Dharsono di Jawa Tengah.
6
http://dpd.go.id/alat-kelengkapan-dpd/komite-ii/ diakses pada 27 November 2011 pukul 16.00 WIB
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
2.
Untuk mengetahui bagaimana mekanisme penyampaian aspirasi dari konstituen kepada elite politik lokal anggota DPD Jawa Tengah dengan media rumah aspirasi Poppy Dharsono di Jawa Tengah.
D. Manfaat 1.
Hasil penulisan ini diharapkan dapat menjadi proses pembelajaran bagi peneliti dalam mengaplikasikan teori-teori Sosiologi Politik dan Teori Politik Lokal yang dipelajari di bangku perkuliahan, serta melatih peneliti untuk berpikir lebih ilmiah, kritis dan sistematis. Dengan melakukan penelitian ini, peneliti juga mendapatkan wawasan dan pengetahuan yang lebih mengenai pola penyampaian dan penyerapan aspirasi oleh elite lokal anggota DPD Jawa Tengah dengan media rumah aspirasi Poppy Dharsono di Jawa Tengah.
2.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah keilmuan di bidang Sosiologi Politik dan Politik Lokal, serta menambah pengetahuan dan pemikiran mengenai pola penyampaian dan penyerapan aspirasi oleh elite lokal perempuan anggota DPD Jawa Tengah dengan media Rumah Aspirasi Poppy Dharsono di Jawa Tengah.
3.
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada masyarakat mengenai pola penyampaian aspirasi dan penggunaan media dalam penyampaian aspirasi serta kinerja DPD dalam penyerapan Aspirasi. Selain itu, skripsi ini akan memaparkan mengenai responsivitas kebijakan Pemerintah melalui kinerja DPD selama penyerapan aspirasi dan artikulasi dari aspirasi yang diterima. Lebih lanjut, diharapkan dengan penulisan karya ini dapat mengajak masyarakat untuk lebih partisipatif dalam tuntutan dan dukungan (demand and support) dalam sistem pemerintahan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
4.
Digunakan sebagai bahan masukan terhadap rumah aspirasi DPD; Poppy Dharsono yang menjadi fokus penelitian. Diharapkan dengan penelitian ini dapat memberikan saran serta kritik yang membangun mengenai kinerjanya selama ini dalam melakukan penyerapan aspirasi serta tindak-lanjutnya yang berupa artikulasi dari kepentingan di daerah ke pusat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. PENELITIAN TERDAHULU Berikut ini merupakan Penelitian terdahulu yang terkait dengan Penelitian mengenai komunikasi politik pada elite politik lokal perempuan anggota DPD Jawa Tengah :
1.
Merujuk pada Penelitian yang dilakukan oleh Aida Nursanti pada tahun 2009 dengan judul Pola Komunikasi Politik Masyarakat Transisi Pada Pemilukada 2010 (Studi Kasus Tentang Pola Pengaruh Komunikasi Politik Dalam Membentuk Perilaku Memilih Masyarakat Transisi Di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura Pada Pemilukada Sukoharjo 2010) Penelitian ini digolongkan dalam penelitian kualitatif.
Metode yang
digunakan adalah studi kasus, karena fokus penelitian terletak pada fenomena kontemporer di dalam konteks kehidupan nyata. Teknik pengumpulan datanya menggunakan metode wawancara mendalam (indepth interview), observasi, dan dokumentasi. Teknik purpossive sampling digunakan untuk memilih 15 orang informan penelitian, sementara validitas data diuji melalui teknik triangulasi sumber (data) dan analisa data menggunakan model interaktif Miles dan Huberman. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa komunikasi politik yang dijalankan kandidat calon melalui saluran komunikasi antar persona, iklan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
media luar ruang, dan media massa berhasil mempengaruhi preferensi dan perilaku memilih masyarakat transisi desa Ngabeyan kecamatan Kartasura. Akan tetapi, pengaruh tersebut memiliki polanya masing-masing dan tidak sama antara individu satu dengan yang lainnya, sesuai dengan karakteristik masyarakat transisi yang heterogen. Secara umum, komunikasi antar persona
paling
berpengaruh
dalam
membentuk
perilaku
memilih
dibandingkan saluran lainnya, terutama pada tipikal pemilih partisan dan pemilih sekedar memilih. Pada pemilih rasional, komunikasi politik antar persona berpengaruh dalam memperkuat keyakinan akan preferensi awal pemilih terhadap kandidat tertentu. Secara khusus, iklan media luar ruang berpengaruh membentuk perilaku memilih pada situasi dan kondisi di mana pemilih tidak memperoleh akses informasi terhadap sumber pengaruh yang lain, seperti komunikasi politik antar persona dan media massa. Pengaruh ini terutama tampak
pada
perilaku
pemilih
sekedar
memilih
yang
memiliki
kecenderungan untuk memilih kandidat calon yang paling familiar, paling sering dilihat ataupun didengar. Dalam konteks inilah iklan media luar ruang memainkan peranannya. Media massa secara khusus berpengaruh dalam membentuk perilaku memilih pemilih rasional yang relatif terpelajar serta tidak memiliki kepentingan maupun ikatan emosional dengan partai atau kandidat manapun. Selain itu, mereka cenderung tidak pernah terlibat dalam komunikasi politik antar persona dengan siapapun. Kalaupun ada, komunikasi politik tersebut tidak disisipi adanya kepentingan khusus untuk menggiring opini, melainkan hanya sebatas obrolan seperti biasa pada umumnya dan topik pemilukada yang menjadi muatannya murni karena
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
kegiatan tersebut memang tengah berlangsung dan menjadi pembicaraan hangat di tengah masyarakat. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kampanye publik ternyata tidak mempengaruhi preferensi pemilih terhadap kandidat tertentu, apalagi membentuk perilaku memilihnya. Hal ini dikarenakan masyarakat menyadari tujuan dilaksanakannya kampanye adalah untuk menggalang dukungan suara sehingga apa yang disampaikan cenderung yang baik-baik saja. Kehadiran masyarakat non-partisan dalam kampanye publik yang diadakan kandidat calon umumnya hanya karena tertarik pada hadiah yang ditawarkan dan juga hiburan yang diberikan. 2.
Merujuk pada penelitian yang dilakukan Paring Gentur Utomo pada 2009, dengan judul Komunikasi Politik Calon Legislatif dalam Pemilihan Umum Anggota DPRD Kota (Studi Strategi Kampanye Calon Legislatif Partai Berideologi Nasionalis dan Islam Periode Kampanye Bulan Maret pada Pemilihan Umum DPRD Kota Blitar Tahun 2009. Jenis penelitiannya tergolong kedalam penelitian kualitatif deskriptif. Temuan di lapangan berupa : a) Strategi kampanye yang dilakukan oleh calon legislatif dari partai berideologi agam maupun nasionalis pada umumnya berbentuk sama yaitu dengan melalui sales promotion, direct marketing, poster dan kampanye organisasi. b) Ideologi berdampak hanya pada tataran penampilan dalam dalam penyampaian kampanye, sedangkan secara substansi (strategi kampanye) ideologi tidak terlalu berpengaruh.
3.
Merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Albert Muhammad Isrun Naini pada 2009 dengan judul Pola Komunikasi Politik antar Persona
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
Masyarakat pada Pemilu Legislatif 2009 penelitiannya digolongkan kedalam
penelitian
kualitatif
dengan
metode
deskriptif.
Strategi
penelitiannyaadalah dengan studi kasus tunggal terpancang. Teknik pengambilan datanya dengan wawancara mendalam, observasi nonpartisipan. Teknik pengambilan sampelnya dengan teknik purposive sampling. Validitas datanya diuji dengan teknik trianggulasi data. Teknik analisis datanya dengan menggunakan tiga komponen, yakni reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan(H.B.Sutopo : 2002). Temuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a)
Komunikator pada pemilu legislatif 2009 ada dua yakni : aktifis politik dan pemerintahan desa.
b)
Pesan yang disampaikan adalah harapan calon legislatif untuk dapat dipilih masyarakat saat pemilu legislatif 2009.
c)
Media komunikasi politiknya ada 2,yaitu langsung
dan
komunikasi
tidak
komunikasi secara
langsung.
Komunikasi
langsungnya berupa SLJ (Sonjo, Layat, Jagong) agar masyarakat memberikan umpan balik pada calon legislatif. Sedangkan komunikasi tidak langsungnya dengan mesin struktural partai dan mesin struktural partai. d)
Faktor-faktor dalam komunikasi politik ada faktor penghambat dan ada pula faktor pendukung. Faktor pendukung dari komunikasi politik berupa isu putra daerah, adanya tokoh incumbent, adanya figur baru yang dijual dan adanya kader yang kuat/ grassroot. Sedangkan faktor penghambat berupa tingkat pendidikan masyarakat, money politics, intervensi pejabat / pemerintah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
4.
Merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Sigit Nugroho, dengan judul Komunikasi politik partai dengan Organisasi kemasyarakatan:Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Berperan Dalam Komunikasi Politik Pada Partai Amanat Nasional dan Organisasi Kemasyarakatan di Kecamatan Serengan Surakarta, disimpulkan sebagai berikut : Dari hasil studi lapangan terhadap Partai Amanat Nasional DPC Serengan dan sejumlah organisasi kemasyarakatan yang berada di dalam lingkup Kecamatan Serengan, maka dapat dirumuskan sejumlah faktor yang memepengaruhi proses komunikasi politik antara keduanya. Faktor-faktor tersebut tidak hanya berupa faktor pendukung saja, namun juga faktor-faktor yang menghambat kelancaran proses komunikasi politik tadi. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan analisa kualitatif, yang lebih dimaksudkan untuk mengemukakan gambaran dan/atau pemahaman (understanding) mengenai bagaimana dan mengapa suatu gejala atau realitas sosial bisa terjadi. Dalam membangun komunikasi politik yang baik dengan organisasi kemasyarakatan, partai politik perlu mengoptimalkan fungsi-fungsinya dan juga menganalisa kembali apa saja kekurangan yang mereka miliki, untuk kemudian memperbaikinya. Selain itu, dari pihak organisasi kemasyarakatan sendiri juga harus kooperatif dan aktif memulai komunikasi dengan partai politik. Proses komunikasi politik yang lancar adalah salah satu kunci kesuksesan demokrasi.
5.
Merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Indah Suryani, dengan judul penelitian Partisipasi Perempuan Dalam Komunikasi Politik (Studi tentang Partisipasi Perempuan dalam Komunikasi Politik di Pos Wanita Keadilan (Pos-WK) Dewan Pengurus Daerah (DPD)
Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) Sukoharjo Tahun 2009) ini bertujuan untuk mengetahui; 1)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
Partisipasi
Perempuan
dalam
Komunikasi Politik di Pos-Wanita Keadilan (Pos-WK) Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sukoharjo. 2) Mengetahui bentuk-bentuk komunikasi politik yang dilakukan oleh perempuan di PosWanita Keadilan (Pos-WK) Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sukoharjo. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif yang didukung data kualitatif dengan menggunakan metode puposive sampling untuk menentukan subjek penelitian. Penelitian dilakukan di wilayah Kabupaten Sukoharjo dimana subjek penelitian berkegiatan. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam, mengkaji dokumen dan arsip, serta observasi langsung. Setelah dilakukan analisis diperoleh kesimpulan: 1) a. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi perempuan dalam komunikasi politik di Pos-WK DPD PKS Sukoharjo dipengaruhi alasan internal dan eksternal. Pemberdayaan perempuan Indonesia di semua sektor kehidupan, termasuk didalamnya politik. Berdakwah
memperbaiki
kehidupan
negara,
memperoleh
kekuasaan, dukungan partai dan keluarga, memperjuangkan hakhak perempuan dan membangun citra positif partai melalui sosialisasi politik. b. Faktor-faktor yang menjadi kendala partisipasi perempuan dalam komunikasi politik di Pos-WK DPD PKS Sukoharjo dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal perempuan. Beban ganda yang disandang perempuan, kemampuan Sumber Daya Manusia karena minimnya tingkat pendidikan dan ekonomi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
Adanya kesalahan terhadap pemahaman politik, kondisi geografis, minimnya kesempatan berpolitik untuk perempuan, sulitnya membangun
koordinasi
dengan
organisasi
pemberdayaan
perempuan lain, money politics, gender, serta dukungan partai membuat perempuan kurang percaya diri untuk berpartisipasi secara aktif dalam politik. 2)
a.
Perempuan
sebagai
komunikator
politik,
membangun
komunikasi dengan khalayak baik anggota Pos-WK, pejabat pembuat kebijakan, dan organisasi pemberdayaan perempuan. b. Pesan yang disampaikan perempuan lebih disesuaikan dengan tujuan atau efek komunikasi politik yang mereka inginkan seperti untuk sosialisasi partai politik, pemberdayaan perempuan, dan mempengaruhi kebijakan. c. Perempuan melalui organisasi Pos-WK juga dapat bertindak sebagai saluran komunikasi politik disamping menggunakan media komunikasi personal dan media massa. d. Perempuan tidak segan menggunakan media komunikasi politik seperti demonstrasi untuk meraih tujuan politik mereka. 6.
Merujuk pada penelitian yang telah dilakukan oleh Akhirul Aminulloh pada 2010 dengan judul Strategi komunikasi politik partai politik pada pemilihan umum legislatif 2009 (Studi tentang penyikapan partai PKS terhadap UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPRD, dan DPD) ada beberapa poin-poin yang dapat disimpulkan yakni :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
Tujuan penelitian : mengetahui penyikapan Partai Keadilan Sejahtera terhadap perubahan UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPRD dan DPD. Strategi komunikasi PKS sesudah perubahan UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPRD dan DPD dalam pemilu legislatif 2009. Penggunaan media oleh PKS dalam Kampanye pemilu 2009. Dampak dari penerapan strategi komunikasi politik PKS terhadap suara partai pada pemilu legislatif 2009. Metode penelitian : penelitian menggunakan metode deskriptif kualitatif, lokasi penelitiannya di Daerah Istimewa Yogyakarta, sumber data diperoleh dari narasumber yakni pengurus Partai Keadilan Sejahtera DIY dan Arsip serta dokumen resmi sebagai pendukung data utama. Teknik pengumpulan data dengan cara wawancara mendalam dan mencatat arsip dokumen. Teknik cuplikan dengan purposive sampling . validitas data menggunakan trianggulasi data / trianggulasi sumber. Teknik analisis data dilakukan dengan menekankan pada analisis induktif, yaitu diawali dengan kerja pengumpulan data secara teliti, mengembangkan teori dan menguji validitasnya, selanjutnya menarik kesimpulan akhir. Temuan data : tidak ada perubahan komunikasi politik sebelum dan sesudah perbaikan UU No 10 Tahun 2008 karena PKS sudah mempunyai pola gerakan terpola melalui dakwah, pengaruh dari perubahan UU No 10 tahun 2008 lebih pada persaingan terbuka antar caleg PKS dengan Partai lain. a. Perencanaan
strategi
komunikasi
politik
PKS
merupakan
mekanisme syuro yang ada di DPP PKS, pemenangan pemilu didasarkan pada Munas tahun 2005, kebijakan strategi komunikasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
politik PKS dalam pemenangan pemilu didasarkan pada hasil survey PKS yang bekerjasama dengan pihak ketiga. b. Strategi Komunikasi Politik PKS dalam pemenangan pemilu adalah PKS mendengar (kader turun ke bawah mendengar aspirasi), PKS mengajak (mengajak masyarakat untuk mengatasi permasalahan di masyarakat), PKS berbicara (tindak lanjut dari mengajak), PKS menang (simpati dari masyarakat agar mencapai target dalam pemilu). Tujuan strategi komunikasi politik PKS dapat menjadi tiga partai besar pemenang pemilu. c. Penggunaan media oleh PKS dalam kampanye 2009 media kurang berperan dalam perolehan suara partai namun media tetap diperlukan oleh PKS, media komunikasi yang dilakukan PKS : Media cetak, media elektronik berupa radio dan televisi.
B. KERANGKA TEORI TEORI AKSI Secara umum, obyek kajian sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antar manusia, dan yang timbul dari hubungan antar manusia dalam masyarakat. Mac Iver dan Page mengatakan bahwa masyarakat ialah suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara, dari wewenang dan kerjasama antar berbagai kelompok dan penggolongannya, dari pengawasan tingkah laku serta kebebasan manusia. Masyarakat merupkan jalinan hubungan sosial, dan masyarakat selalu berubah7.
7
Soerjono Soekanto.1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali. Halaman 26
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
Berkaitan dengan penelitian ini, peneliti menggunakan teori aksi yang dikemukakan oleh Talcot Parsons, dimana dalam teori ini peneliti membanginya dalam dua konsep utama yang sebenarnya mempunyai garis besar yang sama bila ditarik ke dalam sebuah kesimpulan, dua konsep tersebut adalah : a. Skema Unit dasar tindakan manusia Menurut
parsons terdapat
fungsi-fungsi
atau kebutuhan-
kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi oleh setiap sistem yang hidup demi kelestariannya. Dua pokok penting yang termasuk dalam kebutuhan fungsional adalah : 1. Yang berhubungan dengan kebutuhan sistem internal atau kebutuhan sistem yang berhubungan dengan lingkungannya. 2. Berhubungan dengan pencapaian sasaran atau tujuan serta sarana yang perlu untuk mencapai tujuan itu. Yang dimaksud dengan dua konsep diatas yaitu bagaimana sebenarnya sebuah sistem mampu menunjukkan keberadaan di tengah lingkungan, dimana keadaan suatu sistem tersebut juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitar tempatnya berada, kemudian untuk konsep kedua yaitu bagaimana sebuah sistem tersebut dalam menjalankan tujuannya agar tetap eksis keberadaannya perlu melakukan tindakan atau cara-cara agar tujuannya tersebut dapat tercapai. Parsons menyusun skema unit-unit dasar tindakan sosial dengan karakteristik sebagai berikut : 1. Adanya individu sebagai aktor 2. Aktor dipandang sebagai pemburu tujuan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
3. Aktor memiliki alternatif cara, alat serta teknik untuk mencapai tujuannya 4. Aktor berhadapan dengan sejumlah kondisi situasional yang dapat membatasi tindakannya dalam mencapai tujuan. 5. Aktor berada dibawah kendali nilai-nilai, norma-norma dan berbagai nilai abstrak yang mempengaruhinya dalam memilih dan menentukan tujuan serta tindakan alternatif untuk mencapai tujuan.
b. Konsep voluntarisme Aktor mengejar tujuan dalam situasi dimana norma-norma mengarahkannya dalam memilih alternatif cara dan alat untuk mencapai tujuan. Norma-norma itu tidak menetapkan pilihannya terhadap cara atau alat, tetapi ditentukan kemampuan aktor dalam memilih. Inilah yang kemudian disebut parsons sebagai voluntarisme. Singkatnya, voluntarisme adalah kemampuan individu melakukan tindakan dalam arti menetapkan cara atau alat dari sejumlah alternatif yang tersedia dalam mencapai tujuan. Berhungan dengan topik penlitian yang diangkat, peneliti mengkaitkan konstituen merupakan aktor yang demi tujuannya (mendapat advokasi dari aspirasi), memiliki cara-cara tertentu untuk mewujudkannya, selain itu dalam menjalankannya ditemukan kondisi alternatif yang digunakan untuk mecapai tujuan tidak dapat dilakukan secara optimal atau mengahambat, serta dalam menjalankan alternatif yang dipakainya diatur pula oleh Undang-Undang. c. Pola-pola alternatif dari orientasi nilai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
Parsons mereduksi dari dikotomi Tonnies, yakni Gemeinschaft-Gesselscaft dan betuknya dalam seperangkat orientasi nilai alternatif yang dihadapi setiap aktor. Alternatif-alternatif, dilema-dilema dan keputusan-keputusannya, secara logis dihubungkan dengan harapanharapan peranan tertentu dan tipologi sistem sosial, dimana salah satu jenis keputusan diharapkan ada pradominan atau situasi yang berlawanan antara Gemeinschaft dengan Gesselscahft. Disini ada lima dilemma pokok yaitu8 : 1. Afektivitas versus netralitas afektif : aktor mengorientasikan dirinya sendiri terhadap kepuasan kebutuhan afektif atau dia secara afektif adalah netral. 2. Orientasi diri versus orientasi kolektif : seorang aktor mencari baik kepentingan dirinya sendiri ataupun kepentingan kolektif. 3. Universalisme
versus
partikularisme
:
seorang
aktor
mengkaitkan individu yang lain baik menurut kriteria yang secara sama diterapkan pada semuanya atau dengan memilih beberapa standar. 4. Kualitas versus penampilan : seorang aktor mengorientasikan dirinya sendiri terhadap yang lain berkenaan dengan siapa dirinya atau apa yang dikatakannya. 5. Kekhususan versus peleburan : aktor itu mengkaitkan pada individu lain sehubungan status khusus, ataupun mengkaitkan dirinya sebagai bagian dari keseluruhan.
8
Irving M. Zeitlin. 2005. Memahami kembali sosiologi : kritik terhadap sosiologi kontemporer. Hal 35
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
d. Kesimpulan Teori aksi Talcot Parsons Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa tindakan sosial merupakan suatu proses dimana aktor terlibat dalam pengambilan keputusan-keputusan kolektif tentang sarana dan cara untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dipilih, yang kesemuanya itu dibatasi kemungkinan-kemungkinannya oleh sistem kebudayaan dalam bentuk norma-norma, idi-ide dan nilai sosial. 1.
Jadi tindakan manusia bukan tanpa tujuan
2.
Dalam bertindak manusia menggunakan cara, teknik, prosedur, metode serta perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan tersebut.
3.
Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang tidak dapat diubah oleh manusia.
Dalam penyampaian aspirasi dapat dikatakan sebagai orientasi kolektif, dimana konstituen menyampaikan aspirasi-aspirasi dan kepentingan yang jamak dari konstituen. Variabel lain yang sesuai adalah Universalisme ; seluruh konstituen berhak untuk menyampaikan aspirasi. Selanjutnya, variabel kualitas vs penampilan; disini berarti bahwa konstituen akan menyampaikan aspirasi sesuai dengan siapa dirinya dan aspirasi yang disampaikannya. Variabel kekhususan vs peleburan ; berarti bahwa aspirasi yang disampaikan oleh seorang konstituen dapat dikaitkan dengan aspirasi lain (agregasi dari aspirasi) yang hampir sama esensinya untuk di artikulasikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
C. DEFINISI KONSEP
C.1. Elite Politik Elite politik lebih banyak mengacu pada probabilitas untuk mempengaruhi alokasi nilai-nilai secara otoritatif. Elite berkaitan dengan seberapa besar kekuasaan seseorang berpengaruh pada pembuatan kebijakan pemerintah9.
C.2. Konstituen Menurut Andrias Harefa, “Konstituen adalah seseorang yang secara aktif mengambil bagian dalam proses menjalankan organisasi dan yang memberikan otoritas kepada orang lain untuk bertindak mewakili dirinya. Seorang konstituen memberikan otoritas kepada pemimpin, bukan sebaliknya. Konstituen itu bisa pegawai/bawahan, tetapi juga bisa konsumen, para pemegang saham, para pemasok, dan mitra bisnis lainnya, dan warga negara,” demikian Kouzes dan Posner (Credibility, 1993) mengusulkan istilah pengganti follower atau employee10. Konsolidasi Demokrasi, 2005 mengartikan konstituen sebagai pemilih di daerah pemilihan, pendukung partai poitik, pemberi mandat pihak yang
9
(Ng. Philipus, Nurul Aini , 2006 :108)Halaman 108
10
http://benwal.blogdetik.com/2009/04/18/konstituen-itu-apa-sih/ diakses pada 22/09/2011 pukul 11.40 WIB
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
harus diberi tanggung jawab, masyarakat yang harus diwakili atau kelompok sasaran yang harus dilayani oleh partai atau anggota parlemen 11.
C.3. Rumah Aspirasi Tempat yang menjadi sarana bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah untuk melakukan penyerapan aspirasi. Rumah aspirasi tidak hanya berbentuk fisik yakni bangunan rumah, namun setelah perkembangan teknologi rumah aspirasi dapat berupa wesites, blog, atau jejaring sosial yang dapat menghubungkan anggota Dewan dengan Konstituen.
C.4. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) DPD (Dewan Perwakilan Daerah) merupakan institusi yang menjadi ujung tombak atas perjuangan dan aspirasi-aspirasi konstituen di tingkat daerah. DPD menjadi wadah dalam politik taktis yang keberadaannya disahkan oleh UUD No 22 Tahun 2003. DPD menjadi dewan yang mengusulkan aspirasi dan menjadi dewan pertimbangan bagi DPR untuk legislasi rancangan Undang-Undang. DPD menjadi lembaga tinggi yang mewakili konstituen daerah dalam skala provinsi. anggota DPD yang dipilih bukan calon dari anggota partai politik, dan dalam hal ini, ruang gerak anggota DPD akan lebih fleksibel tanpa terikat aturan dan kepentingan
11
http://www.scribd.com/doc/56686561/KONSTITUEN diakses pada 30 November 2011 pukul 19.15 WIB
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
Partai Politik. Cara kerja DPD-pun akan lebih independen dalam menyerap aspirasi dan mem-follow-up-i aspirasi masyarakat tingkat Grassroot.
D.
Kerangka Berpikir Dari uraian Teori dan Definisi Konsep diatas dapat dijadikan dasar untuk melihat bagaimana pola penyampaian serta penyerapan aspirasi oleh elite lokal anggota DPD Jawa Tengah melalui media Rumah Aspirasi. Elite dan konstituen melakukan tindakan dengan sarana Rumah Aspirasi, tindakan yang dilakukan keduanya berupa interkasi dalam forum reses. Dalam forum reses ini anggota DPD lebih aktif untuk mengunjungi konstituen di daerah dengan sistem jemput bola. Forum-forum reses anggota DPD ini tujuannya adalah melakukan komunikasi politik dua arah, yakni dari pihak konstituen menyampaiakan aspirasi dan anggota DPD menjaring aspirasi dari konstituen. Setelah ada dua tindakan tadi, proses selanjutnya adalah interaksi yang berupa stimulus dan respon. Stimulus merupakan hal yang disampaikan oleh pihak yang berinisiatif melakukan tindakan, sedangkan respon merupakan tindakan yang dilakukan setelah ada stimulus. Dari adanya interaksi elite dengan konstituen itu muaranya adalah pola-pola penyampaian aspirasi. Dari uraian kerangka pikir diatas, dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
Bagan 2.1 Pola Penyampaian Aspirasi dari Konstituen pada Elite Lokal
Elite Lokal
Tindakan :
Stimulus dan Respon
konstituen
Tindakan :
commit to user
Pola Penyampaian Aspirasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
BAB III METODE PENELITIAN
A. LOKASI PENELITIAN Penelitian ini direncanakan dan dilakukan di Jawa Tengah. Dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut : Jawa Tengah merupakan wilayah dari anggota DPD ; Poppy Dharsono terpilih dalam Pemilihan Umum 2009. Sebagai perwakilan DPD dari Jawa Tengah, Poppy Dharsono melakukan komunikasi politik untuk menjaring aspirasi dari konstituen. Skala lokasi se-Jawa Tengah akan menjadi suatu kesatuan utuh dalam melakukan riset komunikasi politik dari wakil DPD Jawa Tengah ini.
B.1. Kondisi Geografis Jawa Tengah
Jawa Tengah sebagai salah satu provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar, yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur. Letaknya antara 5º40' dan 8º30' Lintang Selatan dan antara 108º30' dan 111º30' Bujur Timur (termasuk Pulau Karimunjawa). Jarak terjauh dari Barat ke Timur adalah 263 km dan dari Utara ke Selatan 226 km (tidak termasuk Pulau Karimunjawa). Secara administratif Propinsi Jawa Tengah terbagi menjadi 29 Kabupaten dan 6 Kota. Luas Wilayah Jawa Tengah sebesar 3,25 juta hektar atau sekitar 25,04 persen dari luas pulau Jawa (1,70 persen luas Indonesia).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
Luas yang ada terdiri dari 1,00 juta hektar (30,80 persen) lahan sawah dan 2,25 juta hektar (69,20 persen) bukan lahan sawah. Gambar 3.1 Peta Provinsi Jawa Tengah
B.2. Letak Rumah Aspirasi Poppy Dharsono
Letak rumah aspirasi DPD Jawa Tengah; Poppy Dharsono berada di Jl. Kabangan II No. 5, RT 02/RW 04 Kelurahan Bumi, Kecamatan Laweyan Surakarta. Surakarta ialah sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Tengah, terletak antara 100º45’15” Bujur Timur dan antara 7º36’ dan 7º56” Lintang Selatan. Kota Surakarta merupakan salah satu kota terbesar di Jawa Tengah yang menunjang kota-kota lainnya seperti Semarang maupun Yogyakarta. Wilayah kota Surakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian ±92 m
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
dari permukaan laut. Kota Surakarta berbatasan langsung dengan Kabupaten Boyolali, Sukoharjo, dan Karang Anyar. Luas wilayah kota Surakarta mencapai 44,06 Km². kota ini terbagi dalam lima kecamatan. Dengan masingmasing luas kecamatan dengan luas berbeda. Luas wilayah Laweyan 8,64 Km², Kecamatan Serengan 3,19 Km², Kecamatan Pasar Kliwon 4,82 Km², dan Kecamatan Jebres 12,58 Km², Banjarsari 14,81 Km². Gambar 3.2 Peta Lokasi Rumah Aspirasi Poppy Dharsono
B. BENTUK / STRATEGI PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah menggunakan metode kualiatif deskriptif, sehingga penelitian ini akan mampu menangkap berbagai informasi kualitatif dengan deskripsi teliti dan penuh nuansa, yang lebih berharga dari pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
sekedar pernyataan jumlah ataupun frekuensi berbentuk angka.15. Dalam hal ini, strategi penelitian yang dipilih oleh peneliti adalah studi kasus. Studi kasus lebih cocok karena pertanyaan penelitian yang diajukan berkenaan dengan bagaimana (how). Selain itu, studi kasus juga memungkinkan peneliti untuk mempertahankan karakteristik holistik dan bermakna dari peristiwaperistiwa kehidupan nyata16. Selanjutnya adalah masalah desain penelitian, desain penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah desain multi kasus. Bukti dari multi kasus dipandang lebih mendorong dan keseluruhan penelitiannya lebih kuat. Setiap kasus yang dianalisis hendaknya mengarah ke tujuan yang spssifik dalam ruang lingkup inkuiri yang bersangkutan secara keseluruhan17. Sumber Data: Data primer diperoleh melalui informasi dari beberapa informan, yaitu: 1. DPD Jawa Tengah : Ibu Poppy Dharsono 2. Konstituen Perempuan peserta Reses DPD JaTeng ; Poppy Dharsono. 3. Konstituen Laki-laki Peserta Reses DPD JaTeng ; Poppy Dharsono.
C. TEKNIK PENGUMPULAN DATA Teknik pengumpulan data merupakan hal yang sangat penting bagi peneliti yang sedang mengadakan penelitian karena menyangkut bagaimana
15
Burhan Bungin.2008. Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta : Kencana Prenada Madia Group.Halaman 68-69. 16
Robert K. Yin. 2000. Studi Kasus Desain dan Metode. PT Raja Grafindo Persada : Jakarta. Halaman 1-4. 17
Opcit. Halaman 55-56.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
cara yang digunakan untuk memperoleh data. Sesuai dengan jenis penelitian dan sumber data yang digunakan, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Observasi Tidak Partisipasi Dalam melakukan observasi pada penelitian ini, peneliti adalah sebagai pengamat. Peneliti melakukan pengamatan dengan tidak melebur dalam arti sesungguhnya atau tidak menjadi anggota penuh kelompok yang diamati atau dengan kata lain tidak berpartisipasi. Spradly (1980) mengemukakan bahwa informasi yang diperoleh dalam observasi umum sangat penting bagi peneliti yang tidak memiliki pengetahuan umum yang cukup tentang keadaan setempat masyarakat. Aktivitas ini disebut Spradly dengan istilah ground tour observation. b. Wawancara Mendalam Teknik wawancara yang dilakukan secara mendalam ini tidak dilakukan dengan ketat dan formal, hal ini dimaksudkan supaya informasi yang dikumpulkan memiliki kedalaman yang cukup. Kelonggaran yang didapat dengan cara ini akan mampu lebih banyak mengorek keterangan tentang pola penyerapan aspirasi oleh DPD Jawa Tengah. Serta dapat mengungkap kejujuran informan. Wawancara dilakukan dengan pedoman wawncara (interview guide) yang telah dibuat yang berkaitan dengan komunikasi politik yakni pola penyerapan aspirasi oleh Elite.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
c.
Dokumentasi Dokumentasi adalah pengumpulan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen
dari
lembaga
atau
instansi
yang
terkait.
Pengumpulan data juga diperoleh melalui media massa ataupun press release. Dokumentasi ini menjadi sarana penunjang data primer yang dikumpulkan oleh peneliti.
D. TEKNIK PENGAMBILAN SAMPLE Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sample yang digunakan adalah Judgement Sampling, yaitu sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya (Hasan Mustofa: 2000). Dalam kasus ini, peneliti mengambil beberapa orang yang telah disebutkan di atas sebagai informan karena peneliti menilai bahwa beberapa informan yang dipilih memiliki informasi yang dibutuhkan (information rich). Disamping menggunakan teknik pengambilan sampel Judgement Sampling, kami menggunakan Dimensional sampling (Y. Slamet : 2006). Yang dimaksud dengan Dimensional Sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan bentuk multidimensional. Cara ini mengkhususkan seluruh dimensi-diemnsi variable-variabel yang dijadikan minat di dalam penelitian yang ada di dalam populasinya dan merasa yakin bahwa setiap kombinasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
dari dimensi-diensinya terwakili paling tidak satu kasus (satu unsur analisis)18.
E. VALIDITAS DATA Data yang diperoleh selama proses penelitian akan diuji kembali dengan
melakukan
pengujian
validitas
data
melalui
penggunaan
trianggulasi data. Trianggulasi data yaitu mengumpulkan data sejenis dari sumber data yang berbeda-beda, yakni mengenai kegiatan reses anggota DPD, data hasil observasi, wawancara dengan informan dan dokumentasi.
F. TEKNIK ANALISIS DATA Menurut Moleong yang dikutip oleh Patton, analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisirkan ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan, dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disampaikan data19. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisis data model interaktif, yang terdiri dari empat komponen analisis, yaitu: ·
Pengumpulan Data, proses ini adalah proses dari peneliti mencari dan menggali data-data primer dari informan maupun dokumen-dokumen
18
Yulius Slamet,2006, Metode Penelitian Sosial, Surakarta : Sebelas Maret University Press. Halaman 62 19
Lexy J. Moleong. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rodakarya. Halaman 103
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
terkait penelitiannya sebagai data sekunder yang mendukung serta menguatkan data primer yang telah diperoleh. ·
Reduksi
data,
merupakan
proses
seleksi,
pemfokusan,
dan
penyederhanaan data untuk menjawab permasalahan penelitian setelah proses penelitian. ·
Display data, rakitan organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan riset dilakukan. Display data merupakan bagian analisis.
·
Penarikan kesimpulan, menarik kesimpulan dari keseluruhan data yang diperoleh dari hasil penelitian terhadap objek penelitian. Bagan 3.1. Komponen-Komponen Analisis Data Model Interaktif. H.B. Sutopo (1988 : 19)
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Display Data
Verifikasi / Kesimpulan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
G. PROSEDUR KEGIATAN Persiapan Hal-hal yang perlu disiapkan sebelum penelitian dilaksanakan : -
Surat Ijin Penelitian Berkenaan dengan penelitian yang akan dilaksanakan, tentu dibutuhkan surat ijin penelitian agar dapat menunjang perijinan di lokasi penelitian. Surat ijin ini sebagai pengantar resmi bagi peneliti untuk lebih mudah masuk ke lokasi penelitian. Surat ini penting karena saat kita meneliti, kita sebaiknya meminta ijin pada responden dan menunjukkan surat ijin penelitian agar lebih beretika. Dalam hal surat ijin penelitian dikeluarkan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
-
Proposal Penelitian Proposal penelitian adalah kerangka yang penting untuk rancangan bagi peneliti sebelum turun ke lapangan. Proposal ini berisi tentang hal-hal yang melatar belakangi adanya penelitian sampai pada rancangan prosedur kegiatan penelitian. Jadi dengan adanya proposal ini peneliti sudah punya gambaran / arah serta tujuan diadakannya penelitian tentang komunikasi politik ini.
-
Key Person Saat dilokasi penelitian, kita butuh key person / tokoh kunci untuk dapat masuk dalam lingkungan Rumah Aspirasi DPD JaTeng. Key person ini merupakan orang yang dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
menjembatani peneliti dengan aktor. Dalam penelitian Politik Perempuan ini key person kami adalah Staff dari Ibu Poppy Dharsono. -
Interview Guide / Pedoman Wawancara Pedoman wawancara ini berisi alur pertanyaan yang akan diajukan pada aktor. Interview guide ini hanya sebgai kerangka / pedoman bagi peneliti untuk mengajukan pertanyaan penelitian. Interview guide ini tidak dibaca oleh peneliti, melainkan dimengerti dan dihafal agar proses interview tidak terganggu bahkan terpotong. Dalam penelitian Komunikasi Politik Perempuan ini interview guide-nya telah terlampir.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
BAB IV SAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN
A. KARAKTERISTIK INSTITUSI PENELITIAN A.1. DPD dan Landasan Hukum bagi DPD DPD RI (Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia) merupakan lembaga tinggi negara setara dengan DPR RI (Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia).
Keberadaan DPD RI ini tergolong masih baru,
pasalnya DPD RI mulai dibentuk dan disahkan oleh Undang-Undang sejak tahun 1999. DPD RI resmi menjadi lembaga negara saat Reformasi dan baru dua kali periode jabatan. Landasan dari adanya DPD RI adalah Undang-Uundang No 22 Tahun 2003, yakni Bab IV tentang DPD, pasal 32 sampai pasal 51. Dari pasal-pasal tersebut, fungsi dan kedudukan DPD hampir setara dengan DPR RI. Untuk tugas dan kewenangan DPD, (1) DPD dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. (2) DPD mengusulkan rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada DPR dan DPR mengundang DPD untuk membahas sesuai tata tertib DPR. (3) Pembahasan rancangan undangundang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sebelum DPR
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
membahas rancangan undang-undang dimaksud pada ayat (1)dengan pemerintah.
A.2. Visi dan Misi DPD A.2.1 Visi DPD-RI Rumusan visi suatu organisasi atau lembaga pada dasarnya adalah pernyataan cita-cita yang hendak dicapai atau dituju oleh lembaga atau organisasi yang bersangkutan. Secara normatif, rumusan visi tersebut menjadi pedoman dasar semua arah kebijakan, keputusan, dan tindakan yang akan dilakukan. Karena itu, visi juga merupakan pernyataan pikiran dan kehendak untuk berubah dari keadaan yang ada saat ini (das sein) ke suatu keadaan yang diinginkan (das sollen). Lembaga Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) saat ini masih terbentur pada satu masalah utama, yakni keberadaannya yang nisbi dan ‘serba-tanggung’ sebagai suatu lembaga legislatif. Gagasan dasar pembentukan sebagai suatu lembaga pengimbang (check and balance) kekuasaan, baik di lingkungan lembaga legislatif sendiri (DPR dan MPR RI) maupun di lembaga-lembaga eksekutif (pemerintah), belum sepenuhnya berfungsi secara optimal dan efektif. Ada beberapa penyebab utama yang dapat diidentifikasi, setidaknya sampai saat ini, yakni:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
1. keberadaannya
sebagai
suatu
lembaga
baru
belum
menemukan format kerja dan struktur kelembagaan yang memadai; 2. sebagian besar anggotanya adalah orang-orang baru dalam dunia politik yang belum memiliki pengalaman nyata dalam praktik-praktik sistem politik Indonesia selama ini; dan 3. batasan fungsi dan kewenangan yang ada belum memiliki kekuatan penuh dalam proses legislasi. Berdasarkan masalah pokok dan mendasar itulah, rumusan visi DPD RI yang disepakati pada Lokakarya Perencanaan Strategis DPD RI, 30 Agustus–1 September 2005 adalah sebagai berikut : Terwujudnya
Dewan
Perwakilan
Daerah
Republik
Indonesia (DPD RI) sebagai lembaga legislatif yang kuat, setaradan efektif dalam memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah menuju masyarakat Indonesia yang bermartabat, sejahtera, dan berkeadilan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). A.2.2 Misi DPD-RI Berdasarkan visi tersebut, rumusan misi DPD RI masa bakti 2004–2009, disepakati sebagai berikut: 1. Memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah untuk mewujudkan pemerataan pembangunan kesejahteraan rakyat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
dalam rangka memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia secara berkesinambungan. 2. Mendorong perhatian yang lebih besar dari pemerintah pusat terhadap isu-isu penting di daerah. 3. Memperjuangkan penguatan status DPD RI sebagai salah satu badan legislatif dengan fungsi dan kewenangan penuh untuk
mengajukan
usul,
ikut
membahas,
memberikan
pertimbangan, dan melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang, terutama yang menyangkut kepentingan daerah. 4. Meningkatkan fungsi dan wewenang DPD RI untuk memperkuat sistem check and balance melalui amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Mengembangkan pola hubungan dan kerja sama yang sinergis dan strategis dengan pemilik kepentingan utama di daerah dan di pusat.
A.3. Fungsi, Tugas & Wewenang DPD Sesuai dengan konstitusi, format representasi DPD-RI dibagi menjadi fungsi legislasi, pertimbangan dan pengawasan pada bidang-bidang terkait sebagaimana berikut ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
A.3.1. Fungsi Legislasi Tugas dan wewenang: ·
Dapat mengajukan rancangan undang-undang (RUU) kepada DPR
·
Ikut membahas RUU Bidang Terkait: Otonomi daerah; Hubungan pusat dan
daerah; Pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; Pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya ekonomi lainnya; Perimbangan keuangan pusat dan daerah. A.3.2. Fungsi Pertimbangan ·
Memberikan pertimbangan kepada DPR
A.3.3. Fungsi Pengawasan Tugas dan wewenang: ·
Dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undangundang dan menyampaikan hasil pengawasannya kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
·
Menerima hasil pemeriksaan keuangan negara yang dilakukan BPK Bidang Terkait : Otonomi daerah; Hubungan pusat dan daerah;
Pembentukan
dan
pemekaran,
serta
penggabungan
daerah;
Pengelolaan sumberdaya alam serta sumberdaya ekonomi lainnya;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
Perimbangan keuangan pusat dan daerah; Pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN); Pajak, pendidikan, dan agama.
A.4. Hak dan Kewajiban Anggota DPD Sesuai dengan ketentuan Pasal 49 dan 50 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD bahwa Anggota DPD mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut: Hak DPD: ·
Menyampaikan usul dan pendapat
·
Memilih dan dipilih
·
Membela diri
·
Imunitas
·
Protokoler dan
·
Keuangan dan administratif.
Kewajiban DPD : ·
Mengamalkan Pancasila.
·
Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala peraturan perundang-undangan.
·
Melaksanakan
kehidupan
demokrasi
pemerintahan.
commit to user
dalam
penyelenggaraan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
·
Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia
·
Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat
·
Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat dan daerah
·
Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan
·
Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah pemilihannya
·
Menaati kode etik dan Peraturan Tata Tertib DPD dan
·
Menjaga etika dan norma adat daerah yang diwakilinya. Berkenaan dengan kewajiban tersebut, hal itu mempertegas fungsi
politik legislatif Anggota DPD RI yang meliputi representasi, legislasi dan pengawasan yang dicirikan oleh sifat kekuatan mandatnya dari rakyat pemilih yaitu sifat “otoritatif” atau mandat rakyat kepada Anggota; di samping itu ciri sifat ikatan atau “binding” yaitu ciri melekatnya pemikiran dan langkah kerja Anggota DPD RI yang semata-mata didasarkan pada kepentingan dan keberpihakan pada rakyat daerah.
B. PROFIL INFORMAN Dari keseluruhan perwakilan anggota Dewan Pertimbangan Daerah (DPD) Jawa Tengah sejumlah empat orang yang menjadi informan pada penelitian ini adalah 1 (satu) orang, yang dipilih berdasarkan pada tugas yang diberikan institusi khususnya yang berkaitan dengan isu perempuan, yakni ibu Poppy Dharsono selaku anggota DPD RI di komisi II. Selain dari anggota DPD yang konsen terhadap isu perempuan, informasi juga digali dari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
beberapa konstituen yang mengikuti forum reses DPD RI ibu Poppy Dharsono. Sesuai dengan teknik pengambilan sampel yang digunakan maka konstituen yang dipilih adalah penilaian peneliti terhadap informan yang dianggap paling baik dijadikan sampel, dalam hal ini konstituen yang dijadikan sampel adalah yang mengikuti forum reses DPD Jawa Tengah. Gambaran selanjutnya tentang profil informan akan dijabarkan secara ringkas melalui table-tabel dibawah ini, dimana tabel-tabel ini bersumber dari hasil wawancara :
Tabel 4.1. Tabel Narasumber berdasarkan Jenis Kelamin, Usia dan Kedudukan dalam Dewan Perwakilan Daerah Informan
Jenis Kelamin
Usia (tahun)
Status dalam DPD
1
Perempuan
60
Anggota DPD
2
Laki-laki
20
Konstituen ; peserta kuliah umum
3
Perempuan
19
Konstituen ; peserta kuliah umum
4
Laki-laki
58
Konstituen
5
Perempuan
35
Konstituen
6
Laki-laki
60
Konstituen
7
Laki-laki
60
Konstituen
8
Laki-laki
30
Konstituen
Sumber : Hasil Wawancara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
Dilihat dari table diatas, informan dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 5 (lima) orang dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 3 (tiga) orang.
Dari kedudukan di dalam DPD, informan yang ditemui
berjumlah 1 (satu) orang perempuan dengan status anggota DPD Jawa Tengah, 2 (dua) orang merupakan konstituen peserta kuliah umum pada 18 November 2011 dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan, 2 (dua) orang dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan merupakan konstituen peserta reses DPD di Sukoharjo pada 19 November 2011. 1 (satu) orang dengan jenis kelamin laki-laki adalah konstituen dari Makamhaji yang terkena dampak pembangunan underpass di Makamhaji. 1 (satu) orang dengan jenis kelamin Laki-laki adalah konstituen yang menjabat sebagai kepala kalurahan di Makamhaji. 1 (satu) orang konstituen dari Blora yang juga merupakan anggota tim Transparansi Pendapatan Migas Blora serta Lembaga Penelitian dan Aplikasi Wacana Blora .
C. EKSISTENSI DPD SEBAGAI PERWAKILAN KONSTITUEN
1. Aktivitas DPD
Sebagai anggota Dewan Pertimbangan Daerah (DPD) aktivitas yang dilakukan hampir sama dengan anggota DPR, mengingat DPD merupakan institusi baru dan mekanisme kerjanya juga mengikuti kinerja DPR. Seperti misalnya meknisme reses atau penyerapan aspirasi dari konstituen dan mem-follow-up-i aspirasi yang masuk kepada anggota DPD. Dalam satu tahun, anggota DPD dapat melakukan reses empat kali atau dengan kata lain setiap tiga bulan sekali. Untuk proses penyerapan aspirasi konstituen, beliau Ibu Poppy Dharsono melakukan beberapa tahapan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
seperti menganalisa perkembangan sistuasi politik di Jawa Tengah menyangkut masalah-masalah yang harus cepat direspon oleh anggota DPD, lalu menganalisa aspirasi yang masuk melalui surat, email, SMS (Shorth Messages Service), websites, facebook ataupun datang langsung ke Rumah Aspirasi Poppy Dhrsono, selanjutnya menyiapkan bahan / materi / issue strategis berkaitan dengan tugas dan kewenangan alat kelengkapan DPD (Komite). Berikut ini penggalan wawancara kepada anggota DPD Jawa Tengah, Ibu Poppy Dharsono : “Dalam satu tahun melakukan empat kali reses atau dengan kata lain setiap tiga bulan sekali. Proses penyerapan aspirasi dilakukan dengan tahapan: Menganalisa Perkembangan situasi politik terbaru di Jawa Tengah. menyangkut masalah-masalah yang harus cepat direspon. Misal : Konflik antar kelompok masyarakat, bencana alam, dll. Menganalisa aspirasi yang masuk melalui Surat Pos, email, SMS,website,facebook ataupun datang langsung ke Rumah Aspirasi Poppy Dharsono. Menyiapkan bahan/materi/isue strategis berkaitan dengan tugas dan kewenangan alat kelengkapan DPD (Komite). Menentukan prioritas kunjungan ke Konstituen berdasarkan tiga hal tersebut. Untuk menjaring aspirasi dari berbagai konstituen di daerah, Rumah Aspirasi Poppy Dharsono sendiri sudah membuka kesempatan bagi konstituen dengan menggunakan media internet, seperti email, SMS (Shorth Messages Service), websites, facebook. Dari media-media tersebut, tidak ada pembedaan terhadap tindak lanjut atau follow-up dari aspirasi yang masuk ke anggota DPD ; Poppy Dharsono baik melalui media internet ataupun bertemu secara langsung di forum reses. Kalaupun ada prioritas penyelesaian masalah, hal tersebut bukan karena media penyampaian aspirasi, akan tetapi lebih pada pertimbangan-pertimbangan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
pada menganalisa perkembangan situasi politik terbaru di Jawa Tengah menyangkut masalah-masalah yang harus cepat direspon, misal : konflik antar kelompok masyarakat, bencana alam, dan lain lain. Berikut ini penuturan dari Ibu Poppy Dharsono : “Tidak ada perbedaan. Semua memiliki hak yang sama sebagai aspirasi dari masyarakat. Kalaupun ada prioritas penyelesaian masalah, hal tersebut bukan karena media penyampaian reses, akan tetapi lebih pada pertimbangan-pertimbangan pada analisa Perkembangan situasi politik terbaru di Jawa Tengah menyangkut masalah-masalah yang harus cepat direspon. Misal : Konflik antar kelompok masyarakat, bencana alam, dll.” Selanjutnya, berkaitan dengan aspirasi yang masuk ke anggota DPD proses penting yang harus dilakukan adalah mem-follow-up-i aspirasi yang masuk. Dalam mem-follow-up-i aspirasi, anggota DPD Jawa Tengah ; Poppy Dharsono melalukan analisa aspirasi berdasarkan kaitannya dengan pribadi sebagai anggota DPD, kaitannya dengan DPD secara institusi, kaitan antara aspirasi dengan kebijakan pemerintah pusat dan kaitan aspirasi dengan kebijakan pemerintah kota atau kabupaten. Untuk aspirasi yang berkaitan dengan pribadi sebagai anggota DPD yang bisa segera di-follow-up akan segera di-follow-up. Kemudian yang berkaitan dengan kewenangan DPD, semua aspirasi yang masuk dalam paripurna DPD untuk selanjutnya masuk dalam alat kelengkapan DPD sesuai dengan isue masing-masing Komite. Selanjutnya follow up sesuai dengan kebijakan Pemerintah baik Pusat, Provinsi dan Kota/Kabupaten. Tahap pertama adalah dengan menulis surat secara tertulis, untuk kemudian melakukan loby/kunjungan jika diperlukan. Berikut ini penuturan dari anggota DPD Jawa Tengah; Poppy Dharsono :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
“Dalam melakukan follow up, setelah proses reses selesai, selanjutnya adalah menganalisa aspirasi berdasarkan :Berkaitan dengan pribadi saya sebagai anggota DPD, Berkaitan dengan DPD secara institusi, Berkaitan dengan Kebijakan pemerintah pusat, Berkaitan dengan kebijakan Pemerintah Propinsi, Berkaitan dengan kebijakan pemrintah Kota/Kabupaten. Aspirasi berkaitan dengan pribadi saya sebagai anggota DPD yang bisa segera saya follow up, maka akan segera di follow up. Kemudian yang berkaitan dengan kewenangan DPD, selesai reses, semua aspirasi masuk dalam Paripurna DPD untuk selanjutnya masuk dalam alat kelengkapan DPD sesuai dengan isue masing-masing Komite. Selanjutnya follow up sesuai dengan kebijakan Pemerintah baik Pusat, Provinsi dan Kota/Kabupaten. Tahap pertama adalah dengan menulis surat secara tertulis, untuk kemudian melakukan loby/kunjungan jika diperlukan.”.
2. Isu yang Diangkat oleh DPD
Untuk isu-isu utama yang diangkat oleh anggota DPD; Poppy Dharsono dalam reses antara lain isu tentang DPD, peran strategis DPD dalam sistem bicameral, dukungan untuk amandemen UUD 1945 untuk penguatan DPD serta isu sektoral daerah sesuai dengan konstituen yang dikunjungi. Berikut ini petikan wawancaranya :
“Isu utama yang diangkat untuk dikomunikasikan dengan masyarakat : Tentang DPD, Peran strategis DPD dalam sistem bicameral, Dukungan untuk Amandemen UUD 45 untuk penguatan DPD, Isue/isue sektoral/daerah sesuai dengan konstituen yang dikunjungi.”
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
Selain isu utama yang diangkat saat reses anggota DPD, adapula isu turunan yang diangkat ketika reses. Untuk isu-isu utama disampaikan sama setiap forum sebagai bentuk sosialisasi DPD kepada masyarakat. Sedangkan isu turunan merupakan isu yang disesuaikan kondisi objektif konstituen yang dikunjungi. Berikut ini penuturan dari ibu Poppy Dharsono : Dalam setiap reses, ada dua isue yang diangkat, isue utama dan isue turunan. Isue utama disampaikan sama disetiap forum sebagai bentuk sosialisasi DPD kepada masyarakat, sedangkan issue turunan sesuai kondisi objektif konstituen yang dikunjungi. Sebagai contoh jika yang dikunjungi adalah petani tentu akan berbeda materi diskusinya dengan UMKM, buruh, nelayan maupun mahasiswa. Terkait dengan isu perempuan dan politik, anggota DPD Jawa Tengah ; Poppy Dharsono memberikan ruang yang lebih kepada konstituen perempuan untuk turut serta dalam reses-nya. Hal ini juga berkaitan pula dengan isu sentral komisi II DPD RI yang mana Ibu Poppy Dhrasono adalah anggota di komisi II DPD RI. Menurut Ibu Poppy Dharsono, kunjungan yang dilakukannya memprioritaskan pada kunjungan di forumforum yang lebih banyak dihadiri oleh perempuan. Hal tersebut beliau lakukan dengan tujuan untuk membuka ruang bagi kaum perempuan untuk lebih sadar politik dan ikut terlibat dalam proses demokrasi. Berikut ini penuturan Ibu Poppy Dharsono :
“Ya, sebagai perwakilan perempuan saya memberi ruang yang lebih luas kepada konstituen perempuan. Hal ini saya lakukan dengan lebih memprioritaskan untuk mengunjungi forum yang kira-kira akan lebih banyak perempuannya.Tujuannya untuk lebih
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
membuka ruang kaum perempuan lebih sadar politik dan ikut terlibat dalam proses demokrasi.”
D. FORUM KOMUNIKASI POLITIK Dalam pembahasan mengenai forum komunikasi politik elite dan konstituen ini, penulis menyajikan data berdasarkan teknik pengumpulan data peristiwa. Penulis merangkum forum-forum penyampaian aspirasi yang mana merupakan peristiwa penyampaian aspirasi dari konstituen beserta tanggapan dari anggota DPD Jawa Tengah; Poppy Dharsono. Penulis menggolongkan forum penyampaian aspirasi ke dalam dua jenis, yakni forum dengan model top-down dan forum dengan model bottom-up.
D.1. Forum dengan Model Top-Down Forum dengan model top-down merupakan forum penyerapan aspirasi yang diadakan dengan inisiatif dari anggota DPD untuk mendatangi masyarakat di daerah yang diwakilinya. Dalam forum ini, anggota DPD melakukan sosialisasi-sosialisasi kepada masyarakat. sosialisasi yang dilakukan seperti misalnya sosialisasi amandemen Undang-Undang Dasar 1945, sosialisasi empat pilar bangsa, sosialisasi mengenai DPD dan peran strategis DPD dalam sistem bicameral. Dalam penelitian ini, terdapat 5 (lima) forum penyerapan aspirasi dengan model top-down. 5 (lima) forum tersebut adalah forum diskusi dengan konstituen di NU Center Boyolali, diskusi dengan konstituen Cepu, diskusi dengan konstituen di Kradenan, diskusi dengan konstituen di Dikranasda Jepon, dan diskusi dengan mahasiswa Fakultas Ilmu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret. Berikut ini pembahasannya :
a. Diskusi dengan konstituen di NU Center Boyolali Dalam forum sosialisasi fungsi dan peran anggota DPD, banyak konstituen yang pesimis dengan keberadaan DPD. Konstituen pesimis karena tidak adanya fungsi legislasi, maka keberadaan DPD terkesan lemah karena tidak punya kewenangan legislasi. Jika seorang anggota DPD menyerap aspirasi dari masyarakat, maka output kebijakan akan jauh berbeda dengan input yakni tuntutan masyarakat. Seperti yang dikemukakan oleh konstituen di NU Centre sebagai berikut: “jika DPD tidak mempunyai fungsi untuk melegislasi Undang-Undang, apakah hal ini akan efektif untuk dapat meng-Gol-kan aspirasi dari masyarakat ? dan kalau hanya menjadi pengusul saja, berarti usulan dari masyarakat masih harus diseleksi DPR untuk disahkan, berarti ada kemungkinan usul ini akan mandeg ditengah jalan ?” (sesi Tanya jawab dalam Sosialisasi DPD di NU Centre, Boyolali, 24/04/2001 jam 10.10 WIB). Mengenai efektivitas kinerja Anggota DPD Jawa Tengah, Ibu Poppy Dharsono menyatakan bahwa DPD butuh dukungan dari masyarakat dalam kinerjanya dan juga perubahan Undang-Undang untuk penguatan posisi tawar dari DPD. Selain itu, beliau juga mengajak masyarakat untuk sensntiasa kritis dan mengawasi kinerja anggota dewan. Berikut ini tanggapan beliau dalam forum diskusi :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
”Saya Anggota DPD butuh dukungan dari masyarakat, berupa kritik dan juga usulan-usulan kepada saya agar saya tahu apa permasalahan dan kebutuhan dari masyarakat Jawa Tengah dan selanjutnya akan saya follow-up-I dengan mengusulkannya pada anggota DPR. Masyarakat harus kritis dalam mengawal dan mengawasi kinerja anggota Dewan. Tidak hanya itu, masyarakat juga harus aktif dan bahkan meminta bantuan LSM serta media massa agar tuntutan dan aspirasinya lebih didengar oleh pemerintah. Saya termasuk anggota Dewan yang menolak pembangunan gedung baru, karena kerja DPR dan DPD itu muter nyari aspirasi, masa reses tiga bulan sekali, dan gedung itu hanya digunakan beberapa ratus jam saja per tahun. DPD juga mem-follow-up-I temuan BPK terkait penyimpangan anggaran APBD dan DPD berarti menjalankan fungsi pengawasan. Kalau efektif atau tidak, itu tergantung pada individu anggota dewan. Ada anggota dewan yang hanya duduk saja tanpa bekerja, apalagi anak muda yang baru lulus kuliah S1 dan belum punya pengalaman organisasi dan kerja. Idealnya, anggota Dewan itu berumur minimal 40 tahun, seperti yang ada di Thailand, agar benarbenar dapat bekerja dan punya pegalaman yang cukup untuk mengabdi pada Negara. Dan untuk efektivitas kinerja DPD, seharusnya ada Amandemen UUD 1945 pasal 22D. hal ini agar DPD dapat melakukan fungsi chek and balances kinerja DPR juga DPD. Dengan amandemen itu DPD mempunyai wewenang yang lebih untuk dapat mengusulkan usulan dari masyarakat secara langsung tanpa melalui DPR. ” (sesi Tanya jawab dalam Sosialisasi DPD di NU Centre, Boyolali, 24/04/2001 jam 10.10 WIB ) Pemerintah selalu mempunyai program pembangunan yang ditujukan bagi masyarakat. Sasaran pembangunan adalah untuk mengentaskan kemiskinan dan juga penguatan ekonomi masyarakat. Program-program pemerintah didistribusikan melalui kementrian dan dinas agar sampai ke masyarakat bawah. Program bantuan yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
diberikan ini bersifat Top-Down, dari pemerintah ke masyarakat bawah, sehingga perlu adanya sosialisasi yang baik agar dapat terdistribusi. Di forum ini, masyarakat yang menanyakan bantuan-bantuan dari pemerintah. Bagaimana mekanisme bantuannya dan apakah bantuan itu terdistribusi secara baik, atau-kah dikorupsi melalui penyunatan anggaran. Seperti yang dikemukakan oleh konstituen dari NU sebagai berikut : “sebenarnya apasaja wujud bantuan-bantuan dari pemerintah? kok sepertinya akses informasi bantuan dibatasi, banyak masyarakat yang tidak tahu. Dan jika hal ini dibiarkan, maka bantuan akan muspro (tidak efektif) karena akan dikorupsi dan tidak sampai pada sasaran ?” (sesi Tanya jawab dalam Sosialisasi DPD di NU Centre, Boyolali, 24/04/2001 jam 10.10 WIB). Tanggapan dari Ibu Poppy adalah untuk mendapat informasi mengenai bantuan pemerintah, harus ada kerjasama berbasis komunitas yang berbadan hukum atau disahkan notaris dan terdaftar di dinas terkait. Seperti berikut tanggapan dari beliau ibu Poppy, Anggota DPD Jawa Tengah : “agar masyarakat mendapat akses informasi, maka masyarakat perlu bekerja sama dan membentuk komunitas usaha, seperti koperasi yang disahkan dengan akta notaries, dan didaftarkan di dinas-dinas seperti disperindagkop dan dinas perindustrian. Dengan adanya badan hukum dan terdaftar di dinas, maka komunitas tersebut akan diprioritaskan dalam akses informasi mengenai bantuan dan kemudahan dalam mendapatkan bantuan dari program dinas.”
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
b. Diskusi dengan Masyarakat Cepu, Isu Amdal Blok Cepu dan Dana Bagi Hasil (DBH)
Dalam forum sosialisasi fungsi dan peran anggota DPD, banyak konstituen yang pesimis dengan keberadaan DPD. Konstituen pesimis karena tidak adanya fungsi legislasi, maka keberadaan DPD terkesan lemah karena tidak punya kewenangan legislasi. Jika seorang anggota DPD menyerap aspirasi dari masyarakat, maka output kebijakan akan jauh berbeda dengan input yakni tuntutan masyarakat. Seperti yang dikemukakan oleh konstituen di Cepu; pak Pujiono sebagai berikut : “bagaimana peran anggota DPD dalam penolakan terhadap pembangunan gedung DPR yang baru ? padahal, uang sebesar Rp. 1,7 T itu akan lebih bermanfaat jika dialokasikan untuk program pengentasan kemiskinan dan pengangguran.” (sesi Tanya jawab di forum reses di Cepu, Rumah Bp. H. Lilik, 24/04/2011, jam 21.00 WIB)
Beliau pesimis dengan penyerapan aspirasi masyarakat terkait dengan penolakan pembangunan gedung baru DPR RI yang menghabiskan dana Rp. 1,7 T dan pembangunan gedung DPD tiap provinsi yang menelan dana hampir sama besar yakni Rp. 30 M di tiap provinsi. Penolakan terhadap pembangunan gedung dewan yang baru adalah dengan pertimbangan masih banyaknya kemiskinan dan pengangguran, jika alokasi dana pembangunan gedung dialihkan untuk pemberantasan kemiskinan dan membuka lapangan kerja baru maka akan lebih efektif.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
Mengenai efektivitas kinerja Anggota DPD Jawa Tengah, Ibu Poppy Dharsono menyatakan sebagai berikut : ”Saya Anggota DPD butuh dukungan dari masyarakat, berupa kritik dan juga usulan-usulan kepada saya agar saya tahu apa permasalahan dan kebutuhan dari masyarakat Jawa Tengah dan selanjutnya akan saya follow-up-I dengan mengusulkannya pada anggota DPR. Masyarakat harus kritis dalam mengawal dan mengawasi kinerja anggota Dewan. Tidak hanya itu, masyarakat juga harus aktif dan bahkan meminta bantuan LSM serta media massa agar tuntutan dan aspirasinya lebih didengar oleh pemerintah. Saya termasuk anggota Dewan yang menolak pembangunan gedung baru, karena kerja DPR dan DPD itu muter nyari aspirasi, masa reses tiga bulan sekali, dan gedung itu hanya digunakan beberapa ratus jam saja per tahun. DPD juga mem-follow-up-I temuan BPK terkait penyimpangan anggaran APBD dan DPD berarti menjalankan fungsi pengawasan. Kalau efektif atau tidak, itu tergantung pada individu anggota dewan. Ada anggota dewan yang hanya duduk saja tanpa bekerja, apalagi anak muda yang baru lulus kuliah S1 dan belum punya pengalaman organisasi dan kerja. Idealnya, anggota Dewan itu berumur minimal 40 tahun, seperti yang ada di Thailand, agar benarbenar dapat bekerja dan punya pegalaman yang cukup untuk mengabdi pada Negara. Dan untuk efektivitas kinerja DPD, seharusnya ada Amandemen UUD 1945 pasal 22D. hal ini agar DPD dapat melakukan fungsi chek and balances kinerja DPR juga DPD. Dengan amandemen itu DPD mempunyai wewenang yang lebih untuk dapat mengusulkan usulan dari masyarakat secara langsung tanpa melalui DPR. ” (sesi Tanya jawab dalam Sosialisasi DPD di sesi Tanya jawab di
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
forum reses di Cepu, Rumah Bp. H. Lilik, 24/04/2011, jam 21.00 WIB) Masih terkait dengan efektivitas
kinerja
DPD
mengenai
keberpihakannya pada masyarakat kecil, yakni pada amdal industri minyak yang tidak disosialisasikan. seperti yang dikemukakan mas Alit sebagai berikut : “Bagaimana peranan DPD untuk melindungi masyarakat kecil, terkait dengan amdal (Analisa Dampak Lingkungan), seperti yang kita ketahui adanya kebocoran pipa minyak tidak disosialisasikan pada petani, padahal, hal tersebut mencemari lingkungan dan mengganggu tanaman padi dan ekosistem sawah ?” (sesi Tanya jawab di forum reses di Cepu, Rumah Bp. H. Lilik, 24/04/2011, jam 21.00 WIB). Menurut tanggapan dari Ibu Poppy, pembiaran pencemaran lingkungan seperti kebocoran pipa minyak tidak bisa dibiarkan. Pertanian seharusnya menjadi prioritas kebijakan, kebutuhan pangan semakin meningkat harus diimbangi dengan penyediaan pertanian untuk pangan. Untuk tanggapan lebih lengkapnya, penuturan dari Ibu Poppy sebagai berikut : “Hal tersebut seharusnya tidak boleh dibiarkan, perlu adanya sosialisasi terkait Amdal. Perusahaan minyak punya program CSR (Corporate Social Responsibility), seharusnya kan dana CSR untuk kompensasi atas pencemaran lingkungan. Masyarakat dan LSM juga harus mengawasi. Dan pertanian seharusnya menjadi prioritas bagi kebijakan pangan kita. Karena di masa mendatang, pertanian akan menjadi tambang emas. Pertumbuhan penduduk yang meningkat harus diimbangi dengan penyediaan pangan yang cukup agar rakyatnya tidak kelaparan. Mungkin dulu dengan uang 3.500 sudah dapat membeli beras, bandingkan dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
sekarang yang mana beras mencapai 6.500. jika dibiarkan, harga pangan akan terus naik karena benyaknya permintaan. Dan kita tidak bisa tergantung pada impor terus, karena Negara pengimpor beras akan memprioritaskan beras untuk kebutuhan dalam negerinya sendiri.” (sesi Tanya jawab di forum reses di Cepu, Rumah Bp. H. Lilik, 24/04/2011, jam 21.00 WIB).
Di daerah Cepu terkenal sekali dengan adanya Blok Cepu sebagai penghasil minyak. Blok Cepu ini merupakan potensi dari wilayah Cepu untuk meningkatkan PAD-nya (Pendapatan Asli Daerah) dari dana bagi hasil blok Cepu. Dengan adanya eksploitasi Sumber Daya Alam, maka yang melakukan eksplorasi harus memberikan
kompensasi
yang
sebanding
dengan
apa
yang
didapatkannya dari eksploitasi Sumber Daya Alam itu. Dana kompensasi atas eksplorasi itu diharapkan dapat menjadi sarana pembangunan dan pen-sejahteraan bagi masyarakat sekitar Blok Cepu. Namun, ternyata besaran dana bagi hasil itu tidak sebanding dengan Laba Perusahaan dan juga eksploitasi yang dilakukan. Seperti yang dikemukakan oleh Mas Ahmad, yang selaku NGO di Blora, berikut petikan pernyataan mengenai dana bagi hasil yang tidak transparan : “untuk dana bagi hasil dari Blok Cepu ini besarannya adalah lebih kecil jika dibandingkan dengan retribusi parkir. Lalu, PAD (Pendapatan Asli Daerah) tidak diketahui pasti, dan tidak ada transparansi mengenai PAD. Blok Cepu ini dana bagi hasilnya 5 Milyar untuk close recovery Cepu. Dana bagi hasil untuk dareah Blora lebih kecil dari pada Pamekasan, padahal sumur minyaknya berada di kawasan Blora dan Cepu. Seharusnya ada pengkajian ulang tentang penafsiran Daerah penghasil tambang yakni 12% . bagaimana
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
DPD menanggapi hal ini ?” (sesi Tanya jawab di forum reses di Cepu, Rumah Bp. H. Lilik, 24/04/2011, jam 21.00 WIB). Terkait dengan hal yang dikemukakan oleh Mas Ahmad mengenai fakta di lapangan, tanggapan ibu Poppy adalah harus ada pengkajian ulang mengenai PAD dengan mengundang stake holder untuk membicarakan masalah dana bagi hasil blok Cepu. Dan dengan adanya Blok Cepu itu, seharusnya membawa dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat. Namun, tidak adanya sekolah pertambangan disekitar Cepu, menjadi bukti belum adanya komitmen Stake Holder Blok Cepu untuk mengajak masyarakat untuk pengelolaan SDA bersama-sama. Berikut petikan penuturan Bu Poppy terkait Blok Cepu : “masalah bagi hasil memang tidak adil untuk kesejahteraan masyarakat. Padahal sudah ada Undang-Undang kita pasal 33 tentang sumberdaya alam, seharusnya Sumberdaya alam dikelola bersama untuk kesejahteraan rakyat. Tidak hanya menguntungkan investor saja. Program mengenai bagi hasil dan Amdal harus disosialisasikan dan dikomunikasikan pada masyarakat sekitar Blok Cepu. Dan harus ada sekolah menengah atau SMK pertambangan misalnya, agar pengelolaan sumberdaya di bumi Cepu dapat dikelola oleh putra daerah. Dan dengan adanya putra daerah sebagai pengelola tambang minyak, nantinya akan ada efek meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Lalu masyarakat juga harus berperan dalam mengawasi pengelolaan tambang dan juga memperjuangkan hak-hak seperti bagi hasil misalnya.” (sesi Tanya jawab di forum reses di Cepu, Rumah Bp. H. Lilik, 24/04/2011, jam 21.00 WIB).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
c. Diskusi dengan Masyarakat Kradenan, Isu Bantuan dari Pemerintah yang dipolitisir dan Akses Informasi Bantuan. Pemerintah selalu mempunyai program pembangunan yang ditujukan bagi masyarakat. Sasaran pembangunan adalah untuk mengentaskan kemiskinan dan juga penguatan ekonomi masyarakat. Program-program pemerintah didistribusikan melalui kementrian dan dinas agar sampai ke masyarakat bawah. Program bantuan yang diberikan ini bersifat Top-Down, dari pemerintah ke masyarakat bawah, sehingga perlu adanya sosialisasi yang baik agar dapat terdistribusi. Dari berbagai bantuan dari pemerintah, ternyata ketika sampai di grassroot bantuan dari pemerintah ini menjadi suatu hal yang dipolitisir. Terkait dengan bantuan pemerintah yang dipolitisir, ada konstituen yang mengemukakan bahwa ada bantuan pemerintah yang disosialisasikan oleh anggota DPR, yang mengaku bahwa bantuan itu berasal dari Partai politik tertentu. Penuturan dari Pak Riyantono mengenai politisir bantuan sebagai berikut : “menurut informasi bidang pertanian ada hibah sampai trilyunan rupiah. Namun kenapa informasi ke petani sengaja ditutup ? menurut klaim dari anggota DPR RI yang namanya tidak bisa saya sebutkan, ada dana sebesar 10 milyar untuk Blora. Dan dana tersebut diklaim sebagai bantuan dari salah satu partai politik. Bagaimana agar masyarakat dapat mengakses informasi dan bantuan itu ? (Forum Reses di Kradenan 26/04/2011 jam 09.30 s/d 11.30) Dari pihak DPD menanggapi hal tersebut dengan statemen bahwa memang DPR RI mempunyai dana Bantuan Sosial untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
Dapilnya. Lain halnya dengan DPD, yang masih belum punya alokasi dana Bantuan Sosial. Untuk mengetahui informasi mangenai bantuan, masyarakat harus aktif melakukan komunikasi formal dengan suratmenyurat pada Dinas. Berikut ini petikan jawaban beliau ibu poppy Dharsono : “kalau terkait dana bantuan DPR, sebenarnya DPR sudah punya alokasi dana untuk Bantuan Sosial setiap kali reses di DaPil-nya. Kalau DPD belum mempunyai dana Bantuan Sosial, dan DPD mengeluarkan dana pribadi untuk bantuan yang diberikan. Dana bantuan DPR sebenarnya bagian dari kontrak politik, yakni memperjuangkan aspirasi dan dana bantuan bagi konstituen pemilihnya di DaPil-DaPil. Mempolitisir dana bantuan mungkin hanya strategi untuk memenangkan suara dalam pemilihan umum selanjutnya saja. Masyarakat perlu juga melakukan hubungan dengan dinas secara formal dengan surat menyurat, agar mendapat informasi mengenai bantuanbantuan. Dan orang-orang kita kurang familiar dengan budaya surat-menyurat, hal ini perlu dilakukan karena birokrasi bersifat formal dan komunikasi dilakukan dengan surat menyurat. (Forum Reses di Kradenan 26/04/2011 jam 09.30 s/d 11.30).
d. Diskusi dengan Masyarakat di Dikranasda Jepon, Isu Bantuan untuk Pameran UMKM dan Pembangunan Sekolah Kayu. Terkait dengan bantuan dan campur tangan pemerintah pada UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) kerajinan ukiran kayu. Pada masa Orde Baru, sektor usaha kerajinan ukiran kayu mendapat prioritas dan dukungan dari pemerintah. Namun, yang ada sekarang ini adalah pengrajin ukiran kayu sudah tidak diberi ruang seperti
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
difasilitasi stan di pameran kerajinan. Berikut ini penuturan dari salah seorang pengusaha ukiran kayu, yang juga anggota Dikranasda Jepon, Bapak Sarban : “setelah masa Orde Baru, UMKM kerajinan ukiran ini tidak lagi diperhatikan, sudah tidak lagi diberi fasilitas stand gratis di pameran-pameran, dan sekarang juga jarang adanya pameran kerajinan ukiran. Padahal, dulu semasa mbak Tutut ada upaya pemasaran, display / pameran gratis juga ada, tapi sekarang pengrajin sulit untuk pemasaran produk keluar negeri karena tidak ada lagi pameran. Dan kalau ada pameran kerajinan, stan-nya-pun harganya mahal tidak terjangkau pengusaha kerajinan kayu. Bagaimana pemecahan dari masalah seperti ini ?” (Sesi Tanya Jawab di forum Dikranasda, 25 / 04 /2011, jam 15.00 WIB ) Menurut pak Lurah Desa Jepon, Teguh Tri Handoyo, yang menjadi permasalahan di desa Jepon adalah belum ada sekolah kejuruan dengan konsentrasi pengolahan kayu, dari dinas sendiri belum ada pengesahan terkait persyaratan administrasi. Sedangkan untuk lahan pendirian sekolah sudah disiapkan oleh pemerintah Blora. Hal lain yang menjadi permasalahan adalah terkait dengan relokasi pasar karena keberadaan pasar dianggap sebagai sumber kemacetan jalan raya. Relokasi pasar ini tidak mempertimbangkan kepentingan pedagang, karena pemerintah daerah belum menyediakan tempat baru untuk berdagang. Berikut penuturan pak Lurah, Teguh Tri Handoyo : “mengenai lembaga pendidikan seperti sekolah kejuruan dengan konsentrasi seni kriya ini belum ada di daerah Blora, padahal di sini banyak potensi kayu untuk diolah menjadi kerajinan ukiran, dan dengan Sekolah kejuruan seni kriya dapat meningkatkan kualitas SDM untuk mengolah kayu. Dari pihak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
Pemerintah Daerah Blora sendiri sudah menyiapkan lahan untuk sekolah, tapi dari pihak Dinas Pusat belum memberikan ijin pendirian, mohon hal ini ditanggapi. Dan untuk masalah pasar, di sini pasar menjadi sumber kemacetan jalan raya, dan pemerintah daerah seakan ngoprak-oprak pedagang untuk pindah. Dan pemda belum menyediakan tempat baru untuk perdagangan. Bagaimana DPD menanggapi hal ini ?” Untuk tanggapan dari Ibu Poppy sendiri, beliau menyarankan untuk memperbaiki kualitas barang kerajinan yang dihasilkan dan juga membenahi serta memunculkan Entrepreneurship pengusaha kerajinan ukiran. Pengusaha kerajinan ukiran di Blora sebaiknya belajar entrepreneurship dan pemasaran dari pengusaha di Bali. Berikut ini petikan dari tanggapan beliau atas pertanyaan dari bapak Sarban : “mengenai produksi dan pemasaran itu adalah hal yang berbeda. Kalau produksi, semestinya pengusaha kerajinan ukiran ini harus meningkatkan kualitas dan juga inovasi desain ukiran. Dengan kualitas yang bagus dan desain yang bagus, maka produk kerajinan akan mampu bersaing di pasaran. Seperti di Bali dan Jepara, mereka terkenal dengan keunikan dan keunggulan kualitas produk mereka. Sedangkan untuk entrepreneurship, pengusaha contohlah pengusaha Bali yang melakukan pemasaran sendiri. Pengusaha kerajinan kayu ini menjual produknya di Bali, Bali sudah menjadi tempat wisata mendunia yang dikunjungi turis asing, jika produk kerajinan ini dipasarkan di Bali, maka akan banyak turis yang melihat-lihat dan membelinya. Ini sebenarnya pasar potensial untuk melakukan perdagangan kerajinan dengan luar negeri. Pemasaran jug bisa dilakukan di Jakarta yang sudah punya ruang pameran yang diakses oleh turis dan pengusaha dari luar negeri. Untuk contoh lainnya, di Desa Tembi, Yogyakarta, ada desa yang menjadi tempat penampungan barang-barang kerajinan dan diekspor ke luar negeri. Kalau
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
pengusaha di sini berminat, dapat melakukan kerjasama dengan pengumpul kerajinan di desa Tembi. Selain itu, Blora yang terkenal dengan Jati dan kayukayu kualitas bagus, harusnya ada sekolah kejuruan dengan spesialisasi perkayuan bukan seni kriya, untuk lebih meningkatkan SDM di blora agar bisa mengolah kayu menjadi produk-produk unggulan. Kalau Seni Kriya sudah banyak dibuka di daerah lain, dan sekolah perkayuan ini akan menjadi sekolah pertama di Indonesia. Saya akan melobi pak Nuh terkait hal ini. Selanjutnya terkait pasar tradisional, pemda seharusnya memikirkan tempat baru sebelum memindahkan pedagang. Seperti di Solo, Pak joko wi mampu merelokasi pedagang dengan menyediakan tempat baru, sehingga tidak terjadi konflik antara pemda dan pegandang. Ini perlu dicontoh untuk daerah Blora.” (Sesi Tanya Jawab di forum Dikranasda, 25 / 04 /2011, jam 15.00 WIB )
e. Diskusi dengan Mahasiswa FISIP UNS Mengenai Pendidikan Politik Dalam forum kuliah umum di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret pada 18 November 2011 lalu, DPD memberikan kuliah umum dan berdiskusi mengenai fungsi dan peran DPD serta peran mahasiswa mengawal kinerja pemerintah serta pemilihan umum. Seperti dalam sesi interaktif, seorang mahasiswa sosiologi yang menanyakan sikap DPD terhadap perjuangan DPD yang belum dianggap baik oleh masyarakat dan juga tipe ideal dari mahasiswa dalam mengawal penyelenggaraan negara. Berikut ini adalah kutipan pertanyaan mahasiswa sosiologi ; Tria pada anggota DPD :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
“menurut ibu Poppy, bagaimana sih buk pendapat ibuk tentang perjuangan yang sudah dilakukan anggota dewan (dalam hal ini DPD) tapi masih belum dianggep sama masyarakat ? dan meurut ibuk, gimana sih tipe mahasiswa yang ideal dan kritis terhadap wakil rakyat ? (sesi Tanya jawab di forum kuliah umum Fisip UNS pada tanggal 18/11/2011 jam 14.20)“
Dari
pertanyaan
yang
dilontarkan
mahasiswa
tadi,
diberitanggapan oleh ibu Poppy dengan melihat dari sisi pendidikan, cara berpikir dari masyarakat yang mungkin belum terdidik dan juga pemberitaan di media juga dapat berpengaruh pada judgement dari masyarakat. Beliau menambahkan bahwa kadang kala pemberitaan ada yang bersifat mendiskreditkan, jadi perlu ditelusur kalau ada yang mendiskreditkan seseorang dalam pemberitaan. Beliau menilai mahasiswa yang kritis adalah yang dapat memberikan advokasi pada masyarakat tentang trackrecord peserta pemilu, karena hal itu merupakan sumbangan pemikiran yang baik pada masyarakat. Berikut ini penuturan beliau : “kalau kinerja anggota dewan belum dianggap oleh masyarakat, ada kemungkinan rakyat itu belum mengerti tentang perjuangan anggota dewan. Misalnya saja pendidikan rendah, nalar dan cara berpikir masing-masing rakyat akan punya judgement tersendiri pada dewan. Masih lagi kalau ada sumber pemberitaan yang sifatnya mendiskreditkan, hal itu akan mendorong masyarakat berpikir tidak ada perjuangan dari dewan. Sebenarnya itu semua bisa dijembatani dengan dialog dengan pers dan kalangan universitas, selain itu juga perlu menelusuri pemberitaan yang mendiskreditkan dikeluarkan oleh siapa. Kalo mahasiswa kritis itu perlu melakukan advokasi pada masyarakat tentang trackrecord calon-calon
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
legislatif atau peserta pemilu agar masyarakat tahu dan tidak salah dalam memilih. Mahasiswa kalo bisa ya jadi seperti intelejen yang menyelidiki, memberi info pada masyarakat. Setidaknya hal itu menyumbangkan pemikiran yang baik pada masyarakat.”
Setelah pemaparan dari anggota DPD mengenai peran, fungsi serta kewajiban DPD, ada respons dari seorang mahasiswa yang menyatakan bahwa dalam kampanye lalu sangat sedikit sekali sosialisasi DPD, lalu bagaimana dengan rakyat yang harus memilih anggota DPD yang baik. Berikut cuplikan pernyataan dari Nurul; mahasiswa sosiologi : “dulu itu ibuk saya sempat bingung memilih anggota DPD karena minimnya sosialisasi buk, padahal saat pemilu masyarakat harus memilih wakil yang baik. Bagaimana sih buk memilih anggota DPD yang baik ? dan sebenarnya di Wonogiri itu punya potensi wisata yang bagus seperti museum kars, tapi tidak bisa terurus karena dari kecamatan meributkan dana bagi hasil, kalo bisa DPD mohon memfasilitasi hal tersebut.” Dari pemaparan mahasiswa tadi, ditanggapi ibu Poppy bahwa waktu kampanye yang singkat tidak seimbang dengan luas wilayah Jawa Tengah. Hal tersebut berat dilakukan, namun akan lebih baik lagi jika ada lebih banyak wakil DPD agar seluruh daerah mendapat kunjungan dari calon anggota dewan. Berikut penuturan dari ibu Poppy : “Jawa Tengah itu kan luas ya wilayahnya, sekitar 38 kabupaten, padahal waktu kampanye untuk DPD itu sangat pendek. Kalo waktu kampanye-nya sangat pendek, konsekuensinya ya banyak wilayah yang tidak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
bisa dikunjungi. Akan lebih baik lagi kalo ada lebih banyak wakil DPD, jadi semua tempat termasuk pelosok desa dapat dikunjungi dan diserap aspirasinya. Kalo sekarang, sudah jadi DPD ya baru bisa keliling Jawa Tengah termasuk daerah-daerah pelosok dan terpencil. Untuk pengembangan wisata, butuh data-data dari semua itu (data potensi wisata) untuk di fasilitasi dan membicarakannya pada bupati .” Untuk diskusi selanjutnya, seorang mahasiswa sosiologi; Gunawan wibisono yang menanyakan mengenai fungsi informasi politik, rekruitmen calon independen, menyamakan gaji anggota dengan buruh dan orientasi kekuasaan pada rakyat. Berikut ini kutipan pertanyaan dari mahasiswa tersebut : “saya pernah menulis tentang format ideal parlemen dalam essay Keroncong Tikus dalam Demokrasi Borjuis. Ada 4 pokok pemikiran : fungsi parlemen dalam informasi politik, rekruitmen calon independen, menyamakan gaji dewan dengan buruh, dan orientasi kekuasaan pada masyarakat agar tidak ada korupsi. Yang ingin saya tanyakan bagaimana fit dan proper test yang baik untuk recruitmen DPD ?” Tanggapan untuk pemikiran mahasiswa dalam essay dan pertanyaan tersebut adalah borjuis tidak berarti buruk, kalau demokrasi transaksional memang berarti buruk. Fit and proper test ideal dilakukan di Universitas, karena akan memunculkan pertanyaan yang netral dan tidak disetting sedemikian rupa agar mengunggulkan salah seorang kandidat. Fit and proper test sangat penting dilakukan dengan cara-cara yang baik, agar tidak ada lagi anggota DPD yang buruk kinerjanya seperti bekerja sambil berjualan dan pembuatan laporan reses palsu serta manipulasi. Dalam demokrasi transaksional akan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
berujung pada korupsi untuk mengembanlikan pinjaman dari dana kampanye. Berikut ini petikan dari tanggapan Ibu Poppy S. Dharsono dalam forum kuliah umum : “kata borjuis itu kan nggak selalu identik dengan yang buruk, borjuis kan berarti kaum kaya. Kalau demokrasi transaksional itu baru buruk, karena jual beli suara. Sebenarnya memang demokrasi yang berjalan bukan demokrasi yang dewasa, kampanye Cuma dilakukan dengan konser dangdut yang seharian dan konvoi sepeda motor. Demokrasi yang baik adalah yang memberikan pendidikan politik pada masyarakat. Kalangan universitas seperti mahasiswa harus melakukan akses pada calon-calon dalam pemilu. Debat-debat juga harusnya dilakukan di Universitas agar netral dan tidak ada pertanyaan yang sudah disetting oleh media. Fit and proper test itu penting agar tidak ada anggota yang buruk kinerjanya sambil berjualan ketika kerja, membuat laporan palsu dan bahkan memanipulasi reses.” Dengan pesan-pesan politik mengenai fungsi, peran dan kewajiban DPD, ditanggapi oleh mahasiswa sosiologi Abdul Rahman dengan mengibaratkan politik seperti udara yang harus dihirup, namun banyak orang yang menjadi korban politik menjadi enggan berpatisipasi. Berikut ini kutipan pernyataan dari Abdul Rahman : “menurut saya, politik itu seperti udara yang mau tidak mau harus dihirup agar tetap hidup. Namun, banyak juga orang yang sakit hati pada politik sehingga menjadi acuh dan tidak mau berpartisipasi. Bagaimana tanggapan ibuk dengan hal seperti itu ?” Ibu Poppy menanggapi hal tersebut dengan menghimbau agar masyarakat tidak marah terhadap situasi politik yang ada. Kebutuhan masyarakat akan politik dapat diakses melalui media dan internet,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
melalui media masyarakat dapat mengawasi keadaan politik. Hal terpenting adalah masyarakat jangan memilih wakil rakyat yang hanya memberi uang Rp. 20.000,- tetapi wakilnya tidak akan bekerja dengan baik lima tahun mendatang. Berikut ini adalah tanggapan dari Ibu Poppy : “seperti yang dikatakan tadi politik itu seperti udara yang dibutuhkan, jadi masyarakat tidak boleh marah lalu acuh dalam pemilihan umum. Masyarakat tetap harus mengawal kinerja anggota dewan melalui media televisi misalnya. Jangan juga memilih wakil-wakil yang memberikan uang dua puluh ribu lima puluh ribu dalam serangan fajar, sekarang dapet duitnya tapi dalam lima tahun tidak akan didengar aspirasinya.” Pertanyaan terakhir dalam kuliah umum diajukan oleh mahasiswa sosiologi angkatan 2009; Giovani. Giovani menanyakan tentang demokrasi terpimpin era Soeharto lebih memberikan kemudahan ekonomi serta kesejahteraan dan era demokrasi sekarang ekonomi makin sulit, apakah pelaksanaan demokrasi langsung akan berimbas pada kesejahteraan ? Berikut ini kutipan dari pertanyaan tersebut : “banyak orang bilang kalo hidup di jaman demokrasi terpimpin era-nya Soeharto lebih enak, harga-harga sembako masih murah, lalu ada swasembada pangan, sebenarnya apakh ada sih buk imbas dari demokrasi langsung dapat memberikan kesejahteraan ?” Pertanyaan tentang demokrasi terpimpin dan demokrasi langsung ditanggapi oleh ibu Poppy bahwa demokrasi yang baik hanya dapat berjalan di negara dengan income tinggi mencapai ribuan dollar Amerika per tahunnya. Di era Soeharto, masyarakat Indonesia
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
masih miskin dan dengan indikator income per kapita yang tinggi tidak bisa melaksanakan demokrasi. Sehingga, kesejahteraan menjadi prioritas untuk keluar dari kemiskinan dan sedikit-sedikit menuju demokrasi langsung. Berikut ini jawaban dari Ibu Poppy pada pertanyaan terakhir : “kalau masyarakat memiliki pendidikan yang baik, maka demokrasi akan bisa dijalankan dengan baik. Tapi di era Soeharto,jika melaksanakan demokrasi langsung dengan masyarakat yang masih miskin akan berujung pada demokrasi transaksional seperti sekarang. Demokrasi yang baik hanya dapat diterapkan di negara dengan income per kapita yang tinggi sekitar ribuan dollar pertahun. Kesejahteraan diprioritaskan untuk sedikit demi sedikit menuju demokrasi langsung.”
D.2. Forum dengan model Bottom-Up Forum penyerapan aspirasi dengan model bottom-up merupakan forum penyerapan aspirasi dengan inisiatif dari pihak konstituen. Dalam forum model bottom-up ini konstituen mendatangi Rumah Aspirasi anggota DPD Jawa Tengah Poppy Dharsono dengan membawa aspirasi mereka untuk didengarkan. Terdapat 1 (satu) forum dengan model bottom-up, yaitu forum penyerapan aspirasi dengan masyarakat Makamhaji dengan isu pembangunan underpass di Makamhaji. Berikut ini pembahasannya : Terkait dengan isu pembangunan underpass di Makamhaji Kabupaten Sukoharjo, masyarakat daerah Makamhaji yang terkena dampak dari pembangunan underpass menyampaikan aspirasi kepada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
DPD Jawa Tengah pada 18/11/2011 di Rumah aspirasi Poppy Dharsono. Kelompok masyarakat dari Makamhaji yang terdiri dari FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Makamhaji, Anggota BPD (Badan Perwakilan Daerah) Makamhaji, Forum Peduli Masyarakat Makamhaji, Ketua RW dan Ketua RT mendatangi rumah
aspirasi
guna
menyampaikan aspirasinya. Pada forum pertemuan antara DPD Jawa Tengah dengan masyarakat Makamhaji ini yang berinisiatif melakukan komunikasi politik adalah dari masyarakat Makamhaji. Forum pertemuan tersebut menjadi forum pengaduan masyarakat yang terkena dampak dari pembangunan underpass Makamhaji. Kebanyakan dari masyarakat menyatakan menolak pembangunan underpass yang akan dibangun di Makamhaji. Berikut ini petikan pengaduan masyarakat Makamhaji yang diwakili oleh wakil ketua BPD Makamhaji dalam forum penyampaian aspirasi : “disini saya mewakili dari BPD makamhaji, menyatakan menolak pembangunan underpass di Makamhaji. Hal tersebut dengan pertimbangan belum ada pemberitahuan kepada BPD oleh kepala desa, selain itu ada kabar bahwa masterplan dari underpass juga belum jadi. Saya juga menilai kalo dalam proyek underpass Makamhaji ada arogansi dari pemerintah, terbukti dengan belum adanya sosialisasi terkait underpass pada masyarakat sekitar yang nantinya juga terkena dampak karena pembangunan underpass. Sekali lagi saya katakana menolak pembangunan underpass Makamhaji. Kepada ibu Poppy Dharsono DPD Jawa Tengah, saya mohon aspirasi ini dapat direalisasikan.” (forum penyampaian aspirasi di Rumah Aspirasi Poppy Dharsono pada 18/11/2011 pukul 20.00 WIB).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
Penolakan atas pembangunan underpass Makamhaji juga disampaikan oleh Bapak Mujahit selaku Ketua RT. Berikut ini petikan dari pernyataan dari Bapak Mujahit : “disini saya ingin menyampaikan bahwa 90-an warga kami menyatakan menolak dengan pembangunan underpass di Makamhaji bu Poppy. Kami menginginkan sesegera mungkin ada pembicaraan antara pemerintah dan warga. Karena ada pembangunan underpass itu, usaha dagang masyarakat bisa terganggu dan bahkan mati. Pembangunan itu menambah semrawut jalan di depan tempat usaha kami, dan imbasnya pada pembeli tidak bisa parkir di depan warung kami. Proyek pembangunan underpass itu juga belum disosialisasikan pada masyarakat. Kalo bisa, pembangunan underpass itu diganti saja dengan perluasan jalan saja. Perluasan jalan akan membuat lalu lintas lebih lancar dan tidak mengganggu tempat usaha serta tempat tinggal kami. Mohon pada ibu Poppy agar membawa aspirasi kami.” (forum penyampaian aspirasi di Rumah Aspirasi Poppy Dharsono pada 18/11/2011 pukul 20.10 WIB). Tokoh masyarakat Makamhaji, Bapak Suhaji juga menyatakan penolakan atas pembangunan underpass Makamhaji. Berikut ini petikan pernyataan dari Bapak Suhaji : “sebenarnya ada apa dibalik pembangunan underpass ? kabarnya pada awal tahun 2012 underpass akan dibangun di Makamhaji, yang menjadi masalah adalah masyarakat sekitar daerah pembangunan underpass akan terkena dampak pembangunan. Kabar itu saya ketahui dari forum berdiskusi dengan Sekda. Terkait dengan pembangunan underpass oleh komisi 3, saya menolak karena belum disosialisasikannya AMDAL (Analisa Dampak Lingkungan). Saya menolak bukan semata-mata atas ganti rugi lahan, tapi banyak masalah yang tidak melibatkan masyarakat, bahkan BPD dan masyarakat tidak diajak berbicara. Mohon bantuan pada bu Poppy
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
agar membawa aspirasi kami ini. .” (forum penyampaian aspirasi di Rumah Aspirasi Poppy Dharsono pada 18/11/2011 pukul 20.20 WIB). Aspirasi yang berupa penolakan pembangunan underpass juga dinyatakan oleh Bapak Supriyadi selaku wakil dari komunitas pemilik lahan di Makamhaji. Berikut ini pernyataan penolakan yang beliau sampaikan : “yang saya ketahui, pembangunan underpass di makamhaji dapat menyebabkan banjir, itu saya ketahui dari konsultan setelah kasus ini mencuat di media. Konsultan juga mngatakan kalo pembangunan itu akan memakan waktu yang lama sekitar 8 bulan sampai 1 tahun, dan selama 8 bulan itu warung kami tertutup aksesnya bagi pembeli. Kalo dibuka-pun juga kemungkinan lakunya sedikit karena akses parkir juga susah. Apa selama 8 bulan itu kami harus berpuasa karena tidak bisa jualan ? dan bagaimana pekerjaan dagang kami selama 8 bulan ? terlebih lagi adalah bagaimana tempat tinggal kami yang sudah diwariskan dan turun temurun yang punya nilai historis, selain itukan lahan itu menjadi celengan kami buk, dengan pembangunan underpass itu harga tanah kami juga akan anjlok. Untuk waktu pembangunan underpass itu sendiri katanya awal tahun 2012, yang bertepetan dengan musim hujan, itu kan tidak pas dan bisa membuat banjir di tempat tinggal kami. Untuk solusinya, dilakukan saja pelebaran jalan, agar lalu lintas tidak macet dan tidak merugikan kami para pedagang. Mohon yang saya sampaikan ini dapat dijadikan pertimbangan dan semoga ibu Poppy bisa membawa aspirasi masyarakat Makamhaji.” (forum penyampaian aspirasi di Rumah Aspirasi Poppy Dharsono pada 18/11/2011 pukul 20.40 WIB).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
Aspirasi penolakan selanjutnya disampaikan oleh ketua RT dukuh Wijilan. Berikut ini pernyataan penolakan beliau yang disampaikan dalam forum : “di daerah yang akan dibangun underpass itu terdapat 200 KK (Kartu Keluarga) lebih. Di wilayah kami, kalo semisal jadi dibangun underpass akan terkena dampak langsung seperti banjir karena akan ada pengerukan besar-besaran dan sungai di dekat kami akan meluap pada musim hujan saat dilakukan pembangunan proyek underpass. Kabarnya underpass ini dibangun dengan pertimbangan efisiensi saja, namun merugikan masyarakat sekitar dibangunnya underpass. Kalo bisa, pembangunan itu jangan hanya mempertimbangkan efisiensi biaya saja, agar tidak merugikan masyarakat sekitar daerah yang dibangun. Dari kami mengharapkan pembangunan underpass ini diganti saja dengan pelebaran jalan atau menaikkan rel kereta api, meskipun biaya agak mahal tapi tidak merugikan masyarakat. (forum penyampaian aspirasi di Rumah Aspirasi Poppy Dharsono pada 18/11/2011 pukul 21.10 WIB). Dari beberapa aspirasi mengenai penolakan pada pembangunan underpass di Makamhaji ditanggapi oleh ibu Poppy Dharsono dengan menyatakan bahwa segala macam pembangunan tidak boleh merugikan rakyat, program-program pembangunan seharusnya disosialisasikan secara baik kepada masyarakat dan juga beliau akan mempelajari pembangunan
proyek
underpass
dengan
konsultan
serta
akan
memfasilitasi masyarakat dengan penelitian AMDAL proyek underpass. Berikut ini petikan penuturan beliau dalam menanggapi aspirasi yang masuk : “saya sangat setuju dengan bapak-bapak, bahwa program pembangunan itu seharusnya tidak boleh merugikan masyarakat. Pemerintah berkewajiban untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
mensosialisasikan program pembangunan dan juga AMDAL dari proyek-proyek pembangunan. Saya akan mempelajari dulu mengenai pembangunan underpass ini, saya akan konsultasikan dulu pada konsultan agar benar-benar tahu dampak dari pembangunan underpass ini. Kalo misalnya proyek itu tetap berjalan, harus ada solusi bagi masyarakat, pedagang tetap harus bisa berdagang meski ada proyek itu, apalagi usaha yang dirintis bapak-bapak dan ibu-ibu kan usaha mandiri itu harus tetap bisa bertahan. Saya nanti akan memfasilitasi bapak dan ibu untuk bertemu dan berdialog dengan DPRD, bupati, Kement PU dan departemen terkait. Saya juga akan memfasilitasi dengan penelitian AMDAL dari proyek underpass.”
E. POLA PENYAMPAIAN ASPIRASI Pembahasan pada topik ini akan menelaah secara mendalam mengenai komunikasi politik yang fokus utamanya adalah penyampaian aspirasi. Penyampaian aspirasi ini merupakan tindakan sosial dalam konsep sosiologi. Tindakan sosial yang dilakukan adalah merujuk pada realitas sarana-tujuan, atau tindakan yang ditentukan oleh harapan terhadap perilaku objek dalam lingkungan dan perilaku manusia lain; harapan-harapan ini digunakan sebagai syarat atau sarana untuk mencapai tujuan-tujuan aktor lewat upaya dan perhitungan yang rasional20. Konstituen yang ingin aspirasinya didengar maka menggunakan sarana yang tepat yakni ikut dalam forum penyerapan aspirasi, hal ini adalah rasional dan memperhitungkan sarana serta tujuannya.
20
George Ritzer, Douglas J. Goodman. 2009. Teori Sosiologi : Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Posmodern. Yogyakarta: Kreasi Wacana.Halaman 137.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
Konsep lain yang tepat untuk menerangkan pola penyampaian aspirasi adalah konsep voluntarisme; Talcot Parsons. Voluntarisme merupakan kemampuan individu melakukan tindakan dalam arti menetapkan cara atau alat dari sejumlah alternatif yang tersedia dalam mencapai tujuan. Tindakan yang dari kostituen adalah menetapkan cara atau alat yakni forum penyerapan aspirasi agar aspirasinya tersampaikan pada DPD dan tujuan akhirnya adalah advokasi dari aspirasi yang disampaikan konstituen. Dalam penyampaian aspirasi tentunya ada seseorang yang berperan sebagai komunikator dan ada juga komunikan. Komunikator yaitu pihak yang memprakarsai (yang bertindak sebagai sumber) penyampaian pesan kepada pihak lain. Komunikator juga disebut source, encoder, sender,atau aktor, menurut Blake dan Haroldsen, mencerminkan pihak yang memulai dan mengarahkan suatu tindakan komunikasi21. Seperti peristiwa komunikasi pada umumnya komunikator dalam komunikasi politik dapat dibedakan menjadi individu-individu, lembaga ataupun kumpulan dari banyak orang (kolektif). Jika seorang pejabat, tokoh masyarakat ataupun rakyat biasa bertindak sebagai sumber dalam suatu kegiatan politik, maka dalam hal ini ia dapat dilihat sebagai sumber individual (Individual Source). Sedangkan di sisi lain terdapat komunikan, komunikan ini juga dapat dibedakan menjadi individu-individu maupun kumpulan dari banyak orang (kolektif). Dalam penyampaian aspirasi ini, yang berperan sebagai komunikator politik adalah anggota DPD Jawa Tengah. Beliau menjadi seorang
21
Zulkarimein Nasution. 1990. Komunikasi Politik Suatu Pengantar. Jakarta : Ghalia Indonesia. Halaman 43.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
komunikator politik karena bertindak sebagai pemrakarsa dari komunikasi yakni ketika reses / kunjungan ke daerah-daerah. Sewaktu reses dilakukan, biasanya anggota DPD akan menyampaikan informasi dan sekaligus sosialisasi mengenai program maupun kebijakan yang masih relatif baru. Dengan memberikan informasi (stimulus) berupa program serta kebijakan dalam forum reses, maka komunikan akan memberikan respon atas stimulus tersebut. Komunikasi dapat disebut efektif apabila pesan yang disampaikan dapat dimengerti oleh pihak komunikan. Lebih lanjut, komunikasi yang efektif juga dapat terjadi apabila komunikasi-nya seimbang, interaktif atau dua arah. Sehingga tidak ada dominasi dari salah satu pihak, ketika melakukan komunikasi politik22. Seperti gambar berikut ini : Bagan 4.1. Sebuah Model Komunikasi sederhana
Pesan Sumber saluran
Audiens/ pendengar
Umpan balik
22
A.A Said Gatra dan Moh. Dzulkiah.2007. Sosiologi Politik Konsep dan Dinamika Perkembangan Kajian. Bandung : CV Pustaka Setia. Hal 136. Michael Rush, Philip Althoff. 2005. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Hal. 253.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
Berdasarkan
temuan
dilapangan
dengan
menggunakan
teknik
pengumpulan data Peristiwa, peneliti menemukan adanya pola dalam penyampaian aspirasi. Pola penyampaian aspirasi yang terjadi ketika reses DPD Jawa Tengah mempunyai pola tersendiri dalam isu yang dibahas ketika forum reses interaktif. Berikut ini tabel temuan dari forum-forum reses DPD Jawa Tengah :
Tabel 4.2 Tabel Forum Penyampaian Aspirasi dan Bahasa yang Digunakan No 1
Model / Jenis Forum Top-down
Forum diskusi konstituen di NU Boyolali
Forum diskusi konstituen Cepu
Bahasa yang digunakan dengan Anggota DPD Center menggunakan Bahasa Indonesia. Konstituen menggunakan Bahasa campuran, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Indonesia. dengan Anggota DPD menggunakan Bahasa Indonesia.
Konstituen menggunakan Bahasa Indonesia Forum diskusi dengan Anggota DPD konstituen di Kradenan menggunakan Bahasa Indonesia. Konstituen menggunakan Bahasa Indonesia
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
Forum diskusi dengan Anggota DPD konstituen di Dikranasda Jepon menggunakan Bahasa Indonesia. Konstituen menggunakan Bahasa Indonesia Forum diskusi dengan Anggota DPD mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial menggunakan Bahasa dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Sebelas Maret Konstituen
2
Bottom-up
Forum diskusi konstituen Makamhaji
menggunakan Bahasa Indonesia dengan Anggota DPD menggunakan Bahasa Indonesia. Konstituen menggunakan Bahasa Indonesia
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa terdapat dua model penyampaian aspirasi, yakni 5 (lima) forum top-down dan 1 (satu) forum bottom-up. Forum top-down diantaranya adalah forum diskusi dengan konstituen di NU Center Boyolali, Forum diskusi dengan konstituen Cepu, forum diskusi dengan konstituen di Kradenan, Forum diskusi dengan konstituen di Dikranasda Jepon dan forum diskusi dengan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret. Untuk forum bottom-up ditemukan pada 1 (satu) forum, yakni forum diskusi dengan konstituen Makamhaji. Pada forum top-down yang pertama; forum diskusi dengan konstituen di NU Center Boyolali, anggota DPD menggunakan Bahasa Indonesia dalam menyampaikan bahan sosialisasinya. Untuk konstituen menggunakan Bahasa campuran, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Indonesia dalam menanggapi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
pesan yang disampaikan anggota DPD. Froum kedua yaitu forum diskusi dengan konstituen Cepu, anggota DPD menggunakan Bahasa Indonesia dalam menyampaikan pesan-pesan politiknya. Untuk
konstituen menggunakan
Bahasa Indonesia dalam merespon pesan-pesan politik anggota DPD. Forum ketiga yakni forum diskusi dengan konstituen di Kradenan, anggota DPD menggunakan Bahasa Indonesia dalam menyampaikan sosialisasi. Untuk konstituen menggunakan Bahasa Indonesia dalam merespon sosialisasi. Forum ke-empat adalah forum diskusi dengan konstituen di Dikranasda Jepon, dalam forum ini anggota DPD menggunakan Bahasa Indonesia dalam menyampaikan sosialisasi. Untuk Konstituen menggunakan Bahasa Indonesia dalam merespon sosialisasi. Forum kelima adalah forum diskusi dengan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret, di forum ini anggota DPD menggunakan Bahasa Indonesia dalam menyampaikan sosialisasi. Untuk Konstituen menggunakan Bahasa Indonesia dalam merespon sosialisasi. Pada forum bottom-up hanya terdapat di 1 (satu) forum saja, yaitu forum diskusi dengan konstituen Makamhaji. Dalam forum ini, konstituen dari Makamhaji yang berinisiatif menyampaikan aspirasinya kepada anggota DPD Jawa Tengah. Forum bottom-up ini tidak ada sosialisasi dari pihak DPD, hal inilah yang membedakan forum bottom-up dengan forum top-down. Di forum ini, konstituen dari Makamhaji menggunakan Bahasa Indonesia dalam menyampaikan aspirasinya, sedangkan anggota DPD juga menggunakan Bahasa Indonesia dalam menanggapi aspirasi tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
Tabel 4.3 Tabel Isu yang Dibahas dan Segmentasi Isu No Forum Penyampaian . Aspirasi 1 Forum diskusi dengan konstituen di NU Center Boyolali
Isu yang Diangkat Isu nasional
Sosialisasi fungsi dan peran DPD. Amandemen ke-empat UUD 1945. Wujud dan akses bantuan dari pemerintah
2
Forum diskusi dengan konstituen Cepu
Isu Daerah Isu nasional
----Sosialisasi fungsi dan peran DPD. Amandemen ke-empat UUD 1945
3
Forum diskusi dengan konstituen di Kradenan
Isu Daerah
Dana Bagi Hasil Blok Cepu (DBH)
Isu nasional
Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Blok Cepu Sosialisasi fungsi dan peran DPD. Amandemen ke-empat UUD 1945.
Isu Daerah 4
Forum diskusi dengan Isu konstituen di Dikranasda Jepon nasional
commit to user
Akses bantuan dari Pemerintah di bidang pertanian Sosialisasi fungsi dan peran DPD.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
Amandemen ke-empat UUD 1945 Isu Daerah
5
Forum diskusi dengan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret
Isu nasional
Amandemen ke-empat UUD 1945 Isu Daerah
6
Forum diskusi dengan konstituen Makamhaji
Sekolah Kejuruan Kayu untuk SDM di Blora Fasilitas pameran UMKM di Blora Sosialisasi fungsi dan peran DPD.
Isu nasional Isu Daerah
Pengembangan potensi daerah wisata di Wonogiri -----Pembangunan Underpass Makamhaji
Dari tabel tersebut, terdapat enam forum penyampaian aspirasi. Dari 6 (enam) forum tersebut, 5 (lima) diantaranya membahasa mengenai isu nasional. Isu nasional yang dibahas dalam forum tersebut adalah mengenai sosialisasi fungsi dan peran DPD serta Amandemen ke-empat UUD 1945. Begitu juga dengan isu daerah, dari 6 (enam) forum penyampaian aspirasi terdapat 5 (lima) forum yang membahas mengenai isu daerah. Isu daerah merupakan isu spesifik atau isu khusus di suatu daerah, tentunya isu daerah ini berbeda-beda di tiap daerah. Untuk forum di wilayah Cepu, isu daerah yang dibahas adalah mengenai Dana Bagi Hasil (DBH) Blok Cepu dan isu AMDAL Blok Cepu. Untuk forum dengan konstituen di Kradenan, isu daerah yang dibahas adalah mengenai bantuan pemerintah di
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
bidang pertanian di wilayah blora. Untuk forum di Dikranasda Jepon, isu daerah yang dibahas adalah pembangunan sekolah kejuruan kayu untuk kemajuan Sumber Daya Manuasi (SDM) di Blora dan juga fasilitas pameran produk UMKM kerajinan kayu di Blora. Untuk forum diskusi di FISIP UNS, isu daerah yang dibahas adalah mengenai pengembangan potensi wisata di Wonogiri. Yang terakhir adalah forum dengan konstituen di Makamhaji, dalam forum ini isu daerah yang diangkat adalah mengenai pembangunan underpass Makamhaji. Tabel 4.4 Tabel Pola Penyampaian Aspirasi No Isu yang Diangkat . 1 Isu nasional Sosialisasi fungsi dan peran DPD.
2
Isu Daerah
Pola Penyampaian Aspirasi Universalisme
Amandemen ke-empat UUD 1945.
Universalisme
Aspirasi : setuju dengan penguatan peran DPD dalam check and balances Sosialisasi empat pilar bangsa dengan media wayang kontemporer Aspirasi : Penolakan terhadap pembangunan gedung DPRMPR
Universalisme
Aspirasi : Keadilan Dana Bagi Hasil Blok Cepu (DBH)
Universalisme dan Partikularisme Universalisme dan Orientasi kolektif Partikularisme dan Orientasi kolektif
Aspirasi : Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Blok Cepu
commit to user
Partikularisme dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
Orientasi kolektif Aspirasi : Akses bantuan dari Pemerintah di bidang pertanian di Blora
Partikularisme dan
Aspirasi : Pembangunan sekolah kejuruan Kayu untuk SDM di Blora
Partikularisme dan
Aspirasi : Fasilitas pameran UMKM kayu di Blora
Partikularisme dan
Orientasi kolektif
Orientasi kolektif
Orientasi kolektif Tanggapan anggota DPD : UMKM lebih baik membidik pasar di Bali untuk pemasaran produk. Aspirasi : Pengembangan potensi daerah wisata di Wonogiri Tanggapan anggota DPD : pengembangan pariwisata harus ada data untuk difasilitasi dan dibicarakan dengan Bupati Aspirasi : Penolakan terhadap pembangunan Underpass Makamhaji
Kekhususan
Partikularisme dan Orientasi kolektif Partikularisme
Partikularisme
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa isu yang diangkat oleh DPD Jawa Tengah ketika reses adalah mengenai sosialisasi fungsi dan peran DPD. Isu nasional yakni sosialisasi fungsi dan peran DPD diangkat ketika forum reses di kelompok NU (Nahdlatul Ulama) cabang Boyolali, masyarakat di Wilayah Cepu, kelompok UMKM Desa Jepon, masyarakat desa Kradenan, Kuliah umum di Fisip UNS. Forum sosialisasi itu merupakan forum top-down , yakni pihak DPD yang aktif mengunjungi masyarakat untuk menjaring
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
aspirasi. Isu yang diangkat mengenai sosialisasi fungsi dan peran DPD ini merupakan suatu universalisme
dalam teori
aksi
Parsons. Disebut
universalisme karena aktor mengkaitkan individu di setiap forum dengan kriteria yang sama, isu fungsi dan peran DPD merupakan isu nasional yang memang perlu diangkat karena sebagian besar konstituen masih minim pengetahuan tentang DPD dan DPD sendiri juga merupakan lembaga baru yang terbentuk setelah reformasi. Univeralisme diterapkan pada konstituen DPD di Jawa Tengah tanpa melakukan segmentasi konstituen, misalnya dengan tidak membedakan komunitas agama (dalam hal ini kelompok Nahdlatul Ulama), komunitas pengusaha (dalam hal ini pengusaha mikro kecil menengah di desa Jepon) maupun komunitas akademisi (dalam hal ini mahasiswa UNS). Untuk bahasa yang digunakan oleh anggota DPD dalam sosialisasi fungsi dan peran DPD adalah Bahasa Indonesia. Isu kedua yang dikomunikasikan adalah mengenai amandemen UUD 1945. Pada isu amandemen UUD, diangkat oleh anggota DPD di beberapa forum reses yakni forum reses di kelompok NU (Nahdlatul Ulama) cabang Boyolali, masyarakat di Wilayah Cepu, kelompok UMKM Desa Jepon, masyarakat desa Kradenan, Kuliah umum di Fisip UNS. Forum sosialisasi amandemen UUD merupakan forum top-down , yakni pihak DPD yang aktif mengunjungi masyarakat untuk menjaring aspirasi. Isu mengenai amandemen ke-empat UUD 1945 merupakan universalisme yang merujuk pada teori Talcot Parsons. Identifikasi pola universalisme karena aktor dalam hal ini anggota DPD mengakitkan individu-individu di setiap forum dengan kriteria yang sama. Kriteria yang sama ini berarti tidak membedakan dan mensegmentasikan konstituen yang dituju. Dalam hal ini tidak ada spesifikasi khusus mengenai isu, meskipun masyarakat yang dituju berasal dari komunitas yang berbeda seperti komunitas agama, pengusaha , masyarakat umum
maupun
kalangan
akademisi.
commit to user
Komunikasi
politik
mengenai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
amandemen ke-empat UUD 1945 merujuk pada orientasi kolektif, yakni isi / hasil amandemen UUD 1945 tidak boleh bertentangan dengan kepentingan publik dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan pada masyarakat luas. Kesemua dari konstituen yang dituju sama-sama mengkomunikasikan amandemen UUD 1945. Terkait dengan amandemen UUD 1945, konstituen mengusulkan amandemen
pada
pasal
22D
tentang
fungsi
legislasi.
Konstituen
menginginkan agar ada perubahan dalam fungsi DPD agar DPD tidak hanya menjadi pengusul kepada DPR agar aspirasi yang masuk dapat langsung terealisasi. Persetujuan mengenai amandemen pasal 22D dilontarkan oleh anggota DPD dalam forum reses di NU center. Persetujuan ini merupakan konsep yang merujuk pada kualitas. Kualitas disini berarti tanggapan yang diberikan oleh DPD berkaitan dengan status dan kedudukannya dalam parlemen. Dapat disebut kualitas karena status sebagai perwakilan DPD harus melakukan check and balances, jika pasal 22D tentang amandemen fungsi legislasi dapat terealisasi maka proses check and balances akan seimbang dan aspirasi konstituen yang masuk ke DPD akan bisa diteruskan / direalisasikan menjadi suatu kebijakan dan kebijaksanaan. Untuk bahasa yang digunakan oleh anggota DPD dalam sosialisasi fungsi dan peran DPD adalah Bahasa Indonesia. Isu ketiga yang dikomunikasikan adalah sosialisasi mengenai empat pilar bangsa. Forum sosialiasi mengenai empat pilar bangsa dilakukan di forum reses dengan konstituen yang berasal dari masyarakat desa Kradenan, Blora dan masyarakat desa Tempuran, Sukoharjo. Sosialisasi isu nasional tentang 4 (empat) pilar bangsa dilakukan menggunakan media wayang kontemporer. Forum sosialisasi empat pilar bangsa itu merupakan forum topdown , yakni pihak DPD yang aktif mengunjungi masyarakat untuk menjaring aspirasi dan memberikan pendidikan politik dengan media wayang. Media
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
wayang dipilih karena berkaitan dengan sosio kultural masyarakat Jawa Tengah, yakni budaya lokal yang menjadi sarana edukasi nilai serta norma dari generasi ke generasi selanjutnya. Dalam hal ini, sosialisasi yang dilakukan mengadopsi konsep partikularisme. Disebut dengan partikularisme karena melakukan spesifikasi dan merujuk pada budaya lokal Jawa Tengah. Simbol wayang merupakan kearifan lokal yang dimiliki dan menjadi sarana efektif untuk internalisasi nilai karena masyarakat Jawa Tengah akrab dengan kesenian wayang. Sosialisasi dengan simbol-simbol seperti wayang dapat menjadi suatu proses interaksi simbolik oleh penyamapai pesan kepada khalayak. Simbol wayang memberikan interpretasi kepada masyarakat berkenaan dengan peristiwa (lakon) yang dibawakan oleh dalang. Selama pertunjukan wayang, disampaikan pula mengenai esensi empat pilar bangsa yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Bhineka Tunggal Ika, Pancasila dan Undang-Undang Dasar. Isu ke-empat yang dibahas adalah mengenai pembangunan gedung DPR-DPD. Forum ini merupakan forum top-down , yakni pihak DPD yang aktif mengunjungi masyarakat untuk menjaring aspirasi. Isu pembangunan gedung baru ini adalah isu nasional. Isu ini merupakan suatu universalisme, yakni seluruh konstituen dari kelompok manapun diajak membahas isu skala nasional tersebut. Terkait dengan pembangunan gedung itu, konstituen mengaspirasikan penolakannya terhadap pembangunan gedung dengan mengkonversikan dana pembangunannya untuk menanggulangi kemiskinan dan mengurangi angka pengangguran. Dari aspirasi itu, dapat kita katakan sebagai orientasi kolektif. Dikatakan sebagai kepentingan kolektif karena aspirasi yang dinyatakan adalah berdasarkan kepentingan kolektif masyarakat seperti mengurangi angka kemiskinan dan mengurangi pengangguran dalam skala nasional. Tanggapan dari anggota DPD sendiri juga menyatakan menolak
pembangunan
gedung
baru
commit to user
DPR
dan
DPD,
beliau
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
mempertimbangkan kerja yang dilakukan oleh DPR dan DPD sendiri adalah mencari dan mengumpulkan aspirasi dengan reses ke daerah-daerah, sedangkan gedung atau kantor hanya digunakan sebentar sehingga pembangunan gedung baru tidak efektif. Dari tanggapan DPD tersebut, dapat kita katakana sebagai kualitas yakni anggota DPD menyatakan kenyataan di lapangan berdasarkan tugas dan status beliau sebagai anggota DPD. Isu selanjutnya yang dibahas dalam forum reses DPD adalah terkait dengan masalah ekologi di daerah. Forum reses ini merupakan forum topdown , yakni pihak DPD yang aktif mengunjungi masyarakat untuk menjaring aspirasi. Konstituen mengaspirasikan mengenai AMDAL dari adanya penambangan minyak mentah di Blok Cepu. Permasalahan terkait AMDAL ini merupakan permasalahan lingkungan yang imbasnya langsung mengena kepada masyarakat sekitar wilayah penambangan. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa aspirasi terkait AMDAL Blok Cepu merujuk pada konsep kualitas dan partikularisme, kualitas yang berarti bahwa sebagai warga yang terkena langsung dampak penambangan minyak mentah berhak atas advokasi serta kompensasi atas AMDAL dari Blok Cepu. Membicarakan mengenai AMDAL Blok Cepu juga terkait dengan Dana Bagi Hasil pertambangan. Konstituen juga menyinggung mengenai Dana Bagi Hasil yang tidak adil dalam penambangan di Blok Cepu, DBH yang diberikan tidak sebanding dengan hasil income perusahaan penambang. Terkait dengan aspirasi DBH Blok Cepu itu, dapat dikatakan sebagai partikularisme. Partikularisme disini berarti bahwa konstituen berhak menanyakan tentang DBH Blok Cepu yang wajib dikeluarkan oleh perusahaan penambang minyak bagi wilayah tempat penambangan terjadi untuk kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Dalam partikularisme terdapat kriteria yang diterapkan yakni DBH diberikan kepada wilayah tempat sumber daya itu berada, yaitu wilayah Cepu dan untuk dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat sekitar area tambang minyak di
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
cepu. Masalah AMDAL dan DBH ini juga merupakan orientasi kolektif, disebut orientasi kolektif karena AMDAL ini menyangkut kepentingan bersama dari masyarakat yang terkena dampak limbah penambangan. Sedangkan DBH sendiri juga merupakan orientasi kolektif karena DBH dari Blok Cepu dapat dipergunakan secara kolektif yakni pembangunan infrastruktur untuk menunjang perhubungan darat (jalan misalnya) dan meningkatkan kesejahteraan dari masyarakat sekitar lokasi tambang minyak. Jika ditinjau dari perspektif anggota DPD, tanggapan yang dilontarkan mengenai akan membawa permasalahan Blok Cepu ke forum dewan dapat disebut dengan kualitas. Kualitas disini berarti bahwa tanggapan yang diberikan itu berkaitan dengan statusnya dan yang dikatakannya sesuai dengan status dan kapasitasnya. Untuk bahasa yang digunakan pada forum tersebut, DPD menggunakan bahasa Indonesia dalam menyampaikan pandangannya sedangkan dari konstituen sendiri menggunkan bahasa Indonesia dalam penuturan aspirasinya. Untuk aspirasi yang menyebutkan mengenai Akses bantuan dari Pemerintah di bidang pertanian di Blora, hal tersebut tergolong ke dalam orientasi kolektif dan juga partikularisme. Disebut dengan orientasi kolektif karena aspirasi tersebut memberikan efek ke masyarakat luas untuk dapat mengakses bantuan dari pemerintah. Disebut sebagai partikularisme karena aspirasi mengenai bantuan yang dimaksudkan konstituen adalah bantuan untuk wilayah Blora. Isu selanjutnya yang dikomunikasikan oleh konstituen bertemakan isu pendidikan di daerah. Forum ini merupakan forum top-down , yakni pihak DPD yang aktif mengunjungi masyarakat untuk menjaring aspirasi. Dalam bidang
pendidikan,
konstituen
mengaspirasikan
commit to user
untuk
dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
pembangunan sekolah kejuruan yang spesialisasi seni kriya untuk kemajuan SDM di Blora. Hal tersebut mempertimbangkan keadaan di Blora yang terkenal dengan kualitas produksi kayu dan industri kreatif berbasis produk mebel dan ukiran, sedangkan di Blora sendiri masih belum punya sekolah kejuruan untuk peningkatan SDM pengolah produk mebel. Dari isu ini, dapat dikatakan peneliti sebagai konsep partikularisme dalam teori aksi. Disebut partikularisme karena aspirasi ini muncul dari konstituen yang kesehariannya bergelut dalam industri kreatif mebel di Blora, ada juga pertimbangan yang rasional yakni potensi wilayah Blora dalam menghasilkan kayu terbaik sebagai kriteria bagi aktor dalam melontarkan isu tersebut di forum reses. Aspirasi mengenai pembangunan sekolah kejuruan merupakan suatu orientasi kolektif, orientasi kolektif ini menyangkut peningkatan kualitas SDM di Blora, yang mayoritas ingin lebih maju dengan sarana pendidikan yang prospektif. Sarana pendidikan juga merupakan suatu kebutuhan bersama yang perlu didukung oleh pemerintah agar pendidikan lebih maju. Masih terkait dengan isu sekolah kejuruan dengan spesialisasi seni kriya, anggota DPD sendiri memberikan tanggapan dengan mengarahkan pada sekolah dengan spesialisasi perkayuan yang lebih relevan dengan keadaan di Blora sebagai penghasil kayu terbaik, sekolah dengan spesialisasi perkayuan ini masih merupakan hal baru di Indonesia, dan spesialiasi perkayuan akan lebih prospektif kedepannya. Anggota DPD sendiri juga berjanji akan melakukan koordinasi dengan Menteri Pendidikan M. Nuh terkait pembangunan sekolah kejuruan di Blora agar aspirasi tersebut dapat terealisasi. Dari tanggapan anggota DPD dapat disimpulkan sebagai konsep kualitas di dalam teori aksi. Kualitas disini berarti bahwa anggota DPD itu mengatakan tanggapannya dengan mempertimbangkan status serta kedudukannya, dalam hal ini DPD memberikan pertimbangan prospektif pada masyarakat terkait dengan sekolah kejuruan yang akan dibangun dan juga DPD berusaha untuk melakukan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
koordinasi dengan Menteri Pendidikan agar aspirasi yang sudah masuk dapat terealisasi. Pada forum tersebut, bahasa yang digunakan oleh anggota DPD adalah bahasa Indonesia, sedangkan dari konstituen adalah bahasa Indonesia. Isu selanjutnya yang dibahas dalam forum adalah mengenai perdagangan. Forum ini merupakan forum top-down , yakni pihak DPD yang aktif mengunjungi masyarakat untuk menjaring aspirasi. Dalam isu perdagangan ini, masyarakat mengaspirasikan untuk adanya fasilitas pameran kerajinan kreatif di Blora agar produk mereka dapat dipasarkan lebih luas. Dari aspirasi tersebut dapat kita katakan sebagai partikularisme, yakni dengan kriteria masyarakat di Blora kebanyakan adalah pengrajin mebel dan industri kreatif kayu yang perlu difasilitasi dengan pameran untuk pemasaran produk yang lebih luas. Bisa juga dikatakan sebagai orientasi kolektif, orientasi kolektif karena fasilitas pameran dibutuhkan kelompok pengusaha mebel dan dapat dimanfaatkan oleh seluruh pengusaha mebel. Sedangkan tanggapan dari anggota DPD sendiri adalah menyarankan untuk melakukan pemasaran di Bali dan membuka peluang potensi perdagangan luar negeri, hal tersebut dikatakan beliau dengan pertimbangan pengalamannya sebagai pengusaha. Dapat disimpulkan dari tanggapan anggota DPD mengenai pemasaran produk kreatif di Bali merupakan suatu kekhususan. Disebut dengan kekhususan karena beliau menyatakan tanggapan yang berupa saran itu berdasarkan atas pengalaman beliau sendiri yang menjadi pengusaha. Kekhususan terjadi karena aktor yang dalam hal ini anggota DPD mengkaitkan individu lain sehubungan dengan status khusus yakni sebagai pengusaha. Untuk bahasa yang digunakan oleh DPD adalah bahasa Indonesia, sedangkan konstituen menggunakan bahasa Indonesia. Isu daerah yang selanjutnya dibahas adalah pengembangan potensi wisata di Wonogiri. Hal tersebut termasuk partikularisme karena merupakan isu spesifik di daerah wonogiri. Untuk tanggapan dari anggota DPD, berwujud
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
partikularisme yakni untuk pengembangan wisata di Wonogiri diperlukan data agar bisa difasilitasi dan dibicarakan dengan Bupati Wonogiri. Berkenaan dengan permasalahan ekologi, konstituen dari Makamhaji mengaspirasikan mengenai pembangunan underpass di Makamhaji. Forum sosialisasi itu merupakan forum bottom-up , yakni pihak konstituen yang aktif mengunjungi anggota DPD untuk menyuarakan aspirasi. Konstituen menyatakan bahwa pembangunan underpass itu memberikan dampak negatif seperti banjir dan tertutupnya akses dari jalan raya ke warung-warung yang dikelola warga Makamhaji. Dari aspirasi tersebut, dapat kita katakan sebagai kualitas dan partikularisme. Kualitas berarti bahwa status masyarakat Makamhaji sebagai kelompok yang terkena dampak pembangunan underpass dan perlu diberikan jalan keluar agar pembangunan tidak merugikan masyarakat. Partikularisme berarti bahwa pembangunan yang dilakukan tidak boleh merugikan masyarakat sekitar lokasi pembangunan yakni masyarakat Makamhaji. Penolakan terhadap pembangunan underpass di Makamhaji ini merupakan suatu orientasi kolektif karena menyangkut kepentingan bersama dari masyarakat Makamhaji akan usaha mandiri yang dirintis dan juga tempat tinggal yang bernilai historis. Mengenai tanggapan dari anggota DPD atas aspirasi AMDAL underpass, anggota DPD akan memfasiliasi warga Makamhaji untuk berkonsultasi pada ahli dan penlitian mengenai AMDAL pembangunan underpass. Dari tanggapan yang diberikan oleh anggota DPD itu dapat dikatakan sebagai kualitas, yaitu beliau mengatakan tanggapan sesuai dengan statusnya dan tidak semata-mata langsung men-judge pembangunan underpass merugikan kepentingan masyarakat atau tidak, namun memfasilitasi warga mengetahui kelayakan pembangunan dari proyek underpass.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 94
F. EFEK DARI PENYAMPAIAN ASPIRASI a. Transparansi Transparansi menjadi isu yang sering diperbincangkan kaitannya dengan komunikasi politik pada elite politik. Komunikasi politik memberikan media (ruang dan waktu) bagi elite untuk mensosialisasikan kebijakan baru dari pemerintah juga menjaring aspirasi. Sedangkan bagi konstituen komunikasi politik menjadi ajang mengawal jalannya pemerintahan oleh elite dan melakukan partisipasi dalam sistem politik berwujud penyampaian aspirasi. Kedua hal tersebut menjadi suatu resiprositas atau hubungan timbal balik antara elite dan konstituen, sehingga elite mempunyai tanggung jawab atas kinerjanya kepada konstituen. Akses pada kinerja elite politik oleh konstituen dapat dilakukan dalam komunikasi politik, terlebih lagi dengan transparansi kinerja yang membuat kepercayaan publik terhadap elite semakin tinggi. Terkait dengan transparansi kinerja DPD, menurut mahasiswa sosiologi angkatan 2011; Tria, transparansi DPD ada pada publikasi kinerja DPD di websites juga jejaring sosial facebook. Dari media internet dan juga rumah aspirasi sudah ada itikad baik dari DPD untuk mempertanggung jawabkan kinerjanya pada masyarakat. Lebih jauh lagi, Tria mengharapkan ada transparansi yang lebih agar seluruh masyarakat bisa mengakses informasi tentang kinerja dewan.
Berikut ini opini dari masyarakat terkait dengan
transparansi kinerja dewan dalam komunikasi politik : “kalo meurut aku, dari forum tadi itu menjadi sarana yang bagus untuk transparansi kinerja dewan mbak. Dari ibu Poppy sendiri sudah membuka diri untuk publik dengan rumah aspirasinya itu. Ada juga media kayak websites, di facebook juga ada publikasi tentang kinerja dewan. Sebenarnya ya, anggota dewan itu bukan juru tulis yang duduk di belakang meja, jadi forum tadi itu bagus banget buat masyarakat bisa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 95
tahu apa sih yang dilakukan anggota dewan, kerjanya ngapain aja. Setidaknya dengan men-share kegiatan DPD ada pertanggung jawaban dari DPD itu sendiri dan transparan pada masyarakat. Pinginnnya sih lebih transparan lagi, biar semua masyarakat bisa benar-benar mengawasi.” (wawancara dengan Tria; mahasiswa Sosiologi angkatan 2011 pada 18/11/2011 pukul 15.40) Hal yang hampir sama juga dikemukakan oleh mahasiswa sosiologi Abdul Rahman. Ia mengatakan bahwa komunikasi politik menjadi sarana untuk transparansi, mengenai transparansi kinerja dirasa cukup transparan pada publik. Websites dan juga di jejaring sosial facebook memberikan kesempatan pada masyarakat untuk mengawasi kinerja dewan. Dari semua itu, masih ada kelemahannya yaitu tidak semua masyarakat bisa mengakses informasi tentang transparansi kinerja anggota dewan karena gaptek. Berkut ini petikan wawancara dengan Abdul Rahman : “dari forum tadi, menurut saya sudah cukup transparan mbak. Ibuknya sendiri sudah membuka rumah aspirasi yang bisa diakses. Di websites dan facebook juga sudah ada publikasi soal kerjanya anggota dewan. Itu semua kan juga menjadi sarana untuk mengawasi kerja DPD. Tapi kan tidak semua masyarakat bisa mengakses internet, misalnya saja yang gaptek dan di pelosok gitu kan gak bisa juga mbuka internet.” (wawancara dengan Abdul Rahman; mahasiswa Sosiologi angkatan 2010 pada 18/11/2011 pukul 16.00).
Dari konstituen yang hadir saat forum penyerapan aspirasi menyatakan bahwa transparansi kinerja anggota dewan dapat dilihat saat anggota dewan itu kembali ke masyarakat untuk menyerap aspirasi. Transparansi kinerja pemerintah juga diketahui sepenuhnya melalui pemberitaan media massa seperti Koran dan televisi. Berikut ini penuturan dari salah satu konstituen yaitu bapak Sukadi :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 96
“Bab transparansi pemerintah banyak diketahui dari media massa Koran karo tivi mbak.kan sakiki tivi yo nyiarke terus soal politik. Bali meneh, yen anggota Dewan kuwi teka nemui masyarakat ya bisa dikatakan transparan, kan ada pertanggungjawaban kerjanya ke masyarakat.” (Wawancara dengan Konstituen pada 19 / 11 / 2011 )
Hal yang hampir sama juga dikatakan oleh konstituen lain, yakni ibu Eni. Menurut ibu Eni, transparansi kinerja dewan dapat dilihat ketika anggota dewan itu datang ke masyarakat dan memberikan informasi mengenai isu yang dibahas oleh dewan di Senayan. Berikut ini penututran ibu Eni mengenai transparansi kinerja : “Kalo transparan, saya ya taunya dari tivi sama Koran. Kan sudah banyak tayangan berita soal kerja pemerintah kayak sidak, pembangunan gedung DPR, kasus korupsi juga ditayangkan. Dan sebenarnya kan dengan anggota dewan datang ke tengah masyarakat itu sudah ada niat untuk transaparan, mengabarkan isu seperti amandemen ke-empat undang-undang, pembangunan gedung DPR biar rakyat tau isu politik dari Senayan.” (Wawancara dengan Konstituen pada 19 / 11 / 2011).
b. Kepercayaan Publik Kepercayaan publik merupakan suatu output dari adanya komunikasi politik yang terjalin baik antara elite politik dengan konstituen. Kepercayaan publik merupakan suatu keharusan dalam penyelenggaraan negara. Dengan mengkomunikasikan secara baik ide-ide pembangunan, kinerja anggota dewan atau-pun kebijakan baru oleh pemerintah akan dapat diterima oleh masyarakat sehingga dapat menjembatani kepentingan kedua belah pihak (pemerintah dan rakyat).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 97
Jika kepercayaan publik dihubungkan dengan peran DPD, maka DPD yang kedudukannya setara dengan DPR dapat menjadi sarana bagi check and balances di parlemen. Chek and balances yang dilakukan oleh DPD sebenarnya menjadi salah satu pendukung untuk suatu pemerintahan berjalan dengan baik. Menurut Ibu Poppy, ditengah kekecewaan masyarakat pada partai politik yang diwakili oleh DPR, DPD sendiri harus bisa menjadi lembaga yang dipercaya oleh masyarakat sebagai penyambung lidah rakyat. Independensi serta netralitas yang dimiliki DPD sebenarnya dapat menjadi sarana untuk mengambil peran strategis dalam berbagai masalah kebangsaan dalam skala lokal maupun nasional. Berikut ini penuturan beliau dalam menanggapi hal yang terkait dengan kepercayaan publik : “DPD memiliki peran strategis. Ditengah kekecewaan masyarakat pada Partai Politik yang terwakili oleh DPR, DPD harus bisa mempertegas posisinya sebagai ’penyambung lidah rakyat’ di daerah. DPD bisa berperan sebagai lembaga penyeimbang dari DPR, agar fungsi check and balances di parlemen dapat berjalan. DPD yang relative netral, tidak terjebak dalam Parpol/Golongan dapat mengambil peran strategis dalam berbagai hal terkait dengan masalah kebangsaan , baik yang bersifat lokal maupun nasional.” Seperti yang diketahui selama ini, kebanyakan elite politik hanya berkomunikasi pada kosntituen pada saat kampanye saja dan selebihnya tidak berlanjut. Hal tersebut membuat keengganan konstituen untuk percaya pada wakil rakyat juga kecenderungan golput dan apatis terhadap politik. Hal yang dapat dijadikan sarana untuk membangun kepercayaan publik adalah komunikasi dari elite politik anggota dewan perwakilan. Berikut ini petikan wawancara pada salah seorang konstituen Anggota DPD Jawa Tengah : “sebenarnya forum-forum seperti tadi itu bisa membangun kepercayaan publik kak. Seperti yang kita tahu kan, tak kenal maka tak sayang, kan kalo misalnya kita gak tahu dan gak kenal sama calon yang mesti dipilih kan jadi golput, terus
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 98
orang kadang-kadang juga milih yang ngasih sembako sama uang karena gak tahu mesti milih siapa dan gimana kualitas calon yang dipilihnya. Kalo forum kayak gini kan bisa membuat orang-orang yang datang ke forum bisa percaya kalo ada anggota dewan yang benar-benar bekerja untuk rakyat. Terbukti ini ya, saya sendiri dulu apatis gitu sama politik, tapi setelah forum ini jadi gak apatis politik lagi.” (wawancara dengan Tria; mahasiswa Sosiologi angkatan 2011 pada 18/11/2011 pukul 15.40) Hal yang sama juga dikatakan oleh mahasiswa sosiologi yang ikut dalam forum kuliah umum dengan anggota DPD Jawa Tengah. forum komunikasi politik mempunyai pengaruh meskipun sedikit, pengaruhnya adalah pada kepercayaan publik yang datang ke forum. Di dalam forum komunikasi politik konstituen dapat mengetahui kinerja anggota dewan yang sesungguhnya. Berikut ini petikan wawancaranya : “kalo kepercayaan publik, memang ada pengaruhnya mbak. Tapi pengaruhnya itu sedikit, hanya pada orang-orang ikut dalam forum komunikasi politik saja. Seperti tadi itu, kita jadi tahu kerja yang sebenarnya dari anggota dewan, terus juga ada sosialisasi tentang DPD dan itu memberikan pengetahuan politik juga.” (wawancara dengan Abdul Rahman; mahasiswa Sosiologi angkatan 2010 pada 18/11/2011 pukul 16.00). Dari perspektif konstituen peserta reses anggota DPD menyatakan bahwa kehadiran anggota DPD secara langsung di tengah masyarakat berpengaruh terhadap kepercayaan publik. Kepercayaan publik terbangun dari komitmen anggota dewan untuk menyerap aspirasi secara langsung. Berikut ini penuturan dari bapak Sukadi : “Kalo anggota Dewan secara langsung menemui masyarakat seperti tadi, yo dadi percoyo karo kerjane mbak. Berarti kan ora gur kampanye kaya mbiyen thok, tapi yo kembali ke masyarakat untuk menyerap aspirasi dan memperhatikan rakyat. “(Wawancara dengan Konstituen pada 19 / 11 / 2011).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 99
Hal senada juga dikatakan oleh konstituen ; ibu Eni. Ibu Eni menyatakan bahwa kehadiran secara langsung anggota dewan di tengah masyarakat dapat berpengaruh pada kepercayaan publik. Dengan bertemu secara langsung untuk menyerap aspirasi menandakan bahwa rakyat juga masih diperhatikan oleh pejabat. Berikut ini penuturan dari ibu Eni : “Setelah ketemu dengan anggota Dewan tadi ya saya jadi percaya kalo ada juga anggota dewan yang bekerja untuk menyerap aspirasi. Berarti masyarakat itu juga masih diperhatikan sama nduwuran to mbak. “(Wawancara dengan Konstituen pada 19 / 11 / 2011).
G. REALISASI DARI PENYAMPAIAN ASPIRASI Untuk realisasi dari penyampaian aspirasi merupakan tujuan dari konstituen menyampaikan aspirasinya. Realisasi ini berwujud advokasi atas aspirasi dari konstituen yang diartikulasikan dan dibawa ke forum anggota dewan di pusat agar menjadi suatu kebijakan. Dari beberapa aspirasi yang masuk ke DPD dan yang sudah ditindak lanjuti atau direalisasi adalah sebagai berikut :
a. Dana Bagi Hasil Blok Cepu
Terkait dengan isu Dana Bagi Hasil Blok Cepu, sebenarnya isu itu diawali dari pergantian pemilik Blok Cepu dari Hutama Mandala Putera ke perusahaan minyak dari Australia, lalu ke perusahaan minyak asal Kanada dan kemudian di tahun 1999 Blok Cepu dikontrak oleh Exxon selama 35 tahun terhitung dari tahun 2000 sampai 2035. Pada tahun 2007 dilakukan produksi minyak, lalu tahun 2008 sudah ada DBH untuk wilayah Bojonegoro. Karena belum ada regulasi tentang WKP (Wilayah Kerja Pertambangan) terkait
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 100
dengan hasil produksinya. Selanjutnya dari pihak masyarakat Blora merasa dirugikan dan kemudian melakukan gugatan terkait dengan DBH Blok Cepu. Hal tersebut dikemukakan oleh anggota LPAW Blora (Lembaga Peneltian dan Aplikasi Wacana) ; M. Hamdun yang konsen menyuarakan DBH Blok Cepu. Berikut ini penuturannya : “Pada awalnya kan blok sumur minyak ditemukan oleh perusahaan miliknya Hutama Mandala Putra lalu dieksplorasi di Cepu. Karena tidak mampu mengelola maka dijual ke pihak lain itu perusahaan minyak dari Australi. Kemudian dijual kembali pada perusahaan minyak dari Kanada, baru kemudian tauh 1999 jadi miliknya Exon Mobile. Dari situ ada kontrak untuk eksploitasi selama 35 tahun yang dimulai dari tahun 2000 sampai 2035. Pada 2007 dilakukan proses produksi dan pada 2008 sudah dapat memberikan DBH untuk Bojonegoro karena dilakukan pengeboran di Bojonegoro. Dari situ, belum ada regulasi yang mengatur tantang WKP (Wilayah Kerja Pertambangan) terkait dengan hasil produksinya. Karena dari situ masyarakat Blora merasa dirugikan, maka ada gugatan kepada pemerintah untuk DBH ini.” (Wawancara dengan anggota LPAW Blora; M. Hamdun pada 2 Maret 2012). Terkait dengan isu ketidak adilan DBH Blok Cepu, anggota DPD Jawa Tengah; Poppy Dharsono telah menyuarakan isu dan dukungannya untuk menuntut keadilan DBH. Hal konkrit yang beliau lakukan adalah mengkampanyekan isu daerah dan mengangkatnya menjadi isu nasional juga melakukan seminar terkait dengan DBH Cepu, juga memfasilitasi diskusi soal DBH ini dengan pihak-pihak terkait, seperti BP Migas, Kementrian Dalam Negeri, Kementrian ESDM. Hal tersebut dikemukakan oleh M. Hamdun anggota LPAW yang konsen dengan permasalahan DBH Blok Cepu. Berikut ini penuturannya : “kalo dari pihak DPD itu memfasilitasi diskusi soal DBH ini dengan pihak-pihak terkait, seperti BP Migas, Kementrian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 101
Dalam Negeri, Kementrian ESDM . DPD juga membantu dalam kampanye mengangkat isu DBH di Blora ini, dan kampanye yang dilakukan ini sudah berhasil membawa permasalahan DBH Blok Cepu menjadi isu besar dan nasional. Selain itu kan beliau juga membantu publikasi dari permasalahan DBH Cepu di media cetak juga. Selain itu, DPD melakukan audiensi serta seminar yang mendorong isu ini semakin mengemuka.” Untuk impact atau efek dari adanya dukungan DPD untuk permasalahan Blok Cepu sebenarnya sangat membantu masyarakat Blora dalam mendapatkan partisipasi interest meskipun belum ada goal pembagian DBH. Partisipasi Interest didapatkan dari BUMD PT Blora Patragas Hulu, Blora sendiri mendapat saham sebesar 2,7% dari 100% dengan nilai investasi 1,7 T. Untuk wilayah blok minyak di Blora 36% sedangkan di Bojonegoro 64% yang sudah di eksploitasi di daerah Banyu Urip. Untuk sekarang ini, pengelolaan blok cepu sudah menggandeng investor dan mulai berproduksi, dan juga sudah dapat menghasilkan 1,5 M sampai hampir 2M untuk APBD Blora. Hal tersebut dikemukakan oleh anggota LPAW Blora M. Hamdun, berikut ini penuturannya : “kalo itu sebenarnya DPD sangat membantu, seperti yang sudah saya katakan kalo DPD membantu dalam kampanye isu DBH. kalo goal-nya memang belum. Sekarang ini Blora baru mendapatkan Partisipasi Interest BUMD PT Blora Patragas Hulu, Blora sendiri mendapat saham sebesar 2,7% dari 100% dengan nilai investasi 1,7 T. dan untuk wilayah blok minyak di Blora 36% sedangkan di Bojonegoro 64% yang sudah di eksploitasi di daerah Banyu Urip. Untuk sekarang ini, pengelolaan blok cepu sudah menggandeng investor dan mulai berproduksi, dan juga sudah dapat menghasilkan 1,5 M sampai hampir 2M untuk APBD Blora.” Pada 24/04/2011, saat forum reses DPD Jawa Tengah ada aspirasi yang masuk terkait dengan dana bagi hasil blog Cepu yang tidak adil. Sejak adanya adanya aspirasi tentang DBH Migas Blog Cepu, DPD Jawa Tengah;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 102
Poppy Dharsono mendorong pembagian DBH migas yang adil23. Dari aspirasi itulah DPD Jawa Tengah ; Poppy Dharsono merealisasi aspirasi dengan membawa permasalahan DBH (Dana Bagi Hasil) minyak dan gas Blok Cepu ke tingkat nasional hal tersebut disampaikan di forum dialog interaktif yang dimoderatori Direktur Eksekutif Budi Santoso Foundation Adi Ekopriyono 24. Realisasi dari aspirasi tersebut juga dibawa ke forum diskusi yang dihadiri mantan kepala Bappenas Kwik Kian Gie, pejabat Kementrian Keuangan, Kementrian ESDM, BP Migas, dan anggota DPD asal Jateng Poppy Dharsono. Hadir pula personel dari Forum Konsultasi Daerah Penghasil Migas (FKDPM) ICW, dan sejumlah LSM. Simpulan dari diskusi mengenai DBH Migas Blok cepu adalah BP Migas mendukung perjuangan rakyat Blora dalam upaya mendapatkan DBH Blok Cepu. Perwakilan dari BP Migas meminta Pemkab Blora menyiapkan dokumen untuk mengusulkan pembagian DBH tersebut. Dia juga mendesak Bupati Blora Djoko Nugroho yang juga hadir dalam diskusi itu untuk meminta DBH Blok Cepu25. Untuk perkembangan selanjutnya dari permasalahan DBH Cepu, DPD RI akan memfasilitasi Pemkab Blora dalam upaya berjuang mendapatkan DBH. DPD
23
Suara Merdeka, 28 April 2011 http://rapod.net/poppy-dorong-pembagian-dbh-migas-yang-adil/ Diakses pada November 23, 2011, 13:42 24
http://www.suaramerdeka.tv/view/video/30447/pembagian-dbh-blok-cepu-tidak-adil diakses pada 23 November 2011 http://rapod.net/pembagian-dbh-blok-cepu-tidak-adil/ Diakses pada 23 November 2011, 13:42 25 Suara Muria BLORA. Jumat, 23 September 2011 http://rapod.net/bp-migas-dukung-perjuangan-blora-upaya-mendapatkan-dbh-blok-cepu/
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 103
RI melalui perwakilan dari Jawa Tengah; Poppy Dharsono akan menggelar policy meeting awal maret 201226.
b. Penolakan terhadap Pembangunan Gedung DPR-DPD RI
Terkait dengan aspirasi konstituen mengenai penolakan pembangunan gedung DPR-DPD RI, anggota DPD dari Jawa Tengah; Poppy Dharsono juga menyatakan penolakan di forum penyerapan aspirasi. Penolakan terhadap pembangunan gedung DPR-DPD RI disampaiakan beliau ketika forum silaturahmi dan dialog dengan Elemen Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Boyolali pada Minggu (24/4/2011)27. Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Poppy Darsono menilai rencana pembangunan gedung baru DPD Jawa Tengah tahun ini masih belum perlu. Poppy meminta anggaran pembangunan gedung yang diperkirakan akan menelan dana sebesar Rp 30 miliar, akan lebih bermanfaat jika disalurkan ke masyarakat yang membutuhkan. Di selasela kunjungannya di rumah Pelangi Kampung Sawahan RT 03/12, Sangkrah, Kecamatan Pasarkliwon, Solo, Kamis (14/4), Poppy mengatakan, jika gedung
26
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2012/02/21/110188/DPD-RI-Fasilitasi-
Blora-untuk-Dapatkan-DBH-Blok-Cepu. Diakses pada 24 Februari 2012.
27
http://rapod.net/dpd-tolak-studi-banding-luar-negeri-dan-pembangunan-gedung/ November 2011.
diakses pada 23
http://www.solopos.com/2011/boyolali/dpd-tolak-studi-banding-luar-negeri-dan-pembangunangedung-94549 diakses pada 23 November 2011.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 104
megah senilai Rp 30 miliar itu nekat dibangun, maka keberadaanya tidak bermanfaat banyak bagi anggota DPD yang hanya berjumlah empat28.
c.
Kajian Terhadap Penolakan Pembangunan Underpass Makamhaji
Terkait dengan isu pembangunan underpass Makamhaji yang merugikan masyarakat, anggota DPD Jawa Tengah; Poppy Dharsono yang diminta mendukung masyarakat Makamhaji atas penolakan pembangunan underpass menyatakan akan melakukan kajian terlebih dahulu. Beliau menyatakan prihatin dengan persoalan pembangunan underpasss Makamhaji dan akan mempelajari dampak pembangunan underpass, jika pembangunan yang dilakukan pemerintah berindikasi merugikan masyarakat maka harus ditolak29. Untuk perkembangan dari isu pembangunan underpass Makamhaji, pihak pelaksana di tingkat kelurahan mendukung keputusan dari pemerintah pusat serta bupati. Dukungan dari pelaksana di tingkat kelurahan juga mempertimbangkan anggaran yang sudah dialokasikan oleh pemerintah pusat. Hal tersebut dituturkan oleh kepala kalurahan; bapak Zaenuri. Berikut ini petikan wawancara dengan beliau :
28
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2011/04/14/82914/Poppy-Darsono-PembangunanGedung-DPD-Belum-Perlu diakses pada12 Desember 2011. 29
http://www.krjogja.com/krjogja/news/detail/108546/Warga.Makamhaji.Cari.Dukungan.Tolak.Under pass.html diakses pada12 Desember 2011. http://harianjoglosemar.com/berita/warga-adukan-pada-anggota-dpd-60828.html Desember 2011
commit to user
diakses
pada12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 105
“Itu kan yang menolak juga hanya beberapa orang saja. sebenarnya kan tujuannya baik, untuk mengetasi macet di sekitar rel itu, saya tetap mendukung program dari pusat itu. Dari pak bupati juga sudah ada persetujuan mbangun, saya hanya mengikuti saja. ya tetap dilakukan. disini kan saya sebagai pelaksana saja, kalo pembangunan tujuannya baik ya saya ikuti yang dari bupati dan pusat. Wong sudah ada anggaran tinggal dilaksanakan bulan 4 besuk itu.”(wawancara dengan bapak Zaenuri, 25 Februari 2012).
commit to user
106 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut : Pola penyampaian aspirasi a. Aspirasi konstituen dan Tanggapan dari anggota DPD Dalam forum penyampaian aspirasi, komunikasi yang dilakukan adalah komunikasi dua arah atau komunikasi interaktif. Di dalam forum DPD mengkomunikasikan isu / pesan politik terlebih dahulu kemudian isu dari DPD ditanggapi oleh konstituen. Forum reses menyediakan waktu untuk konstituen menyampaikan aspirasinya dan selanjutnya diberikan tanggapan oleh DPD atas aspirasi yang disampaikan. Komunikasi interaktif ini dilakukan untuk mencapai kesepahaman serta kesepakatan diantara kedua belah pihak yang berkomunikasi. b. Pola penyampaian aspirasi Orientasi Kolektif Orientasi kolektif disini berkaitan dengan aspirasi yang disampaikan oleh konstituen. Aspirasi yang disampaikan oleh konstituen merupakan aspirasi dengan berasas kepentingan bersama atau dapat kita sebut sebagai orientasi kolektif. Aspirasi yang ber orientasi kolektif diantaranya adalah pembangunan sekolah kejuruan di Blora, fasilitas pameran bagi pengusaha mebel di Blora, keadilan terkait Dana Bagi Hasil Blok Cepu, amandemen UUD 1945, AMDAL pembangunan underpass commit to user Makamhaji.
107 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Universalisme Universalisme merupakan menetapkan kriteria yang sama kepada individu-individu sebagai konstituen dari anggota DPD Jawa Tengah; Poppy Dharsono. Universalisme disini terlihat dalam penyampaian isu mengenai fungsi dan peran DPD (sosialisasi fungsi dan peran DPD), amandemen UUd 1945, dan isu pembangunan gedung DPR –DPD RI. Partikularisme Partikularisme terjadi ketika seorang aktor mengkaitkan individu yang lain menurut kriteria tertentu atau dengan memilih beberapa standar. Dalam penelitian ini konsep Partikularisme ada pada sosialisasi empat pilar bangsa dengan menggunakan media wayang kontemporer, pembangunan sekolah kejuruan di Blora, AMDAL Blok Cepu, keadilan akan DBH Blok Cepu, AMDAL pembangunan underpass Makamhaji, fasilitas pameran untuk pengusaha mebel di Blora. Kualitas Kualitas merujuk pada siapa diri si aktor dan apa yang dikatakannya terkait dengan status yang melekat pada dirinya. Kualitas disini tercermin dalam tanggapan dari anggota DPD atas aspirasi yang masuk padanya, selain itu kualitas juga tercermin pada aspirasi dari konstituen yang terkena dampak dari kebocoran pipa minyak mentah Blok Cepu dan juga konstituen yang terkena dampak dari pembangunan underpass Makamhaji Kekhususan Kekhususan merujuk pada aktor yang mengkaitkan pada individu lain sehubungan status khusus. Dalam hal ini kekhususan tergambar dari tanggapan anggota DPD Jawa Tengah ; Poppy Dharsono yang menyarankan pengusaha mebel untuk membidik pasar commit di Balito karena user berpotensi untuk melakukan
108 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perdagangan luar negeri. Hal tersebut sebenarnya berdasarkan pengalaman
pribadinya
sebagai
pengusaha
yang
pernah
membidik pasar di Bali. Dapat dikatakan kekhususan karena status yang sama sebagai pengusaha.
B. IMPLIKASI B.1.
IMPLIKASI TEORITIK Penelitian tentang “Komunikasi Politik Pada Elite Lokal Sebuah Kajian Sosiologis (Studi Kualitatif Deskriptif : Pola Penyampaian Aspirasi Dari Konstituen Dengan Media Rumah Aspirasi DPD Jawa Tengah ; Poppy Dharsono Di Jawa Tengah)” menggunakan teori aksi yang dikemukakan
oleh
Talcot
Parsons.
Dalam
konsepnya
mengenai
voluntarisme, Parsons menjelaskan bahwa aktor mengejar tujuan dalam situasi dimana norma-norma mengarahkannya dalam memilih alternatif cara dan alat untuk mencapai tujuan. Norma-norma itu tidak menetapkan pilihannya terhadap cara atau alat, tetapi ditentukan kemampuan aktor dalam memilih. Berhungan dengan topik penelitian yang diangkat, peneliti mengkaitkan konstituen merupakan aktor yang demi tujuannya (mendapat advokasi dari aspirasi), memiliki cara-cara tertentu untuk mewujudkannya, selain itu dalam menjalankannya ditemukan kondisi alternatif yang digunakan untuk mecapai tujuan tidak dapat dilakukan secara optimal atau mengahambat, serta dalam menjalankan alternatif yang dipakainya diatur pula oleh Undang-Undang. Untuk pola penyampaian aspirasi dari konstituen juga merujuk pada teori aksi yang dicetuskan oleh Talcot Parsons. Dalam penelitian ini terdapat konsep-konsep universalisme dalam isu nasional yang diangkat diangkat, partikularisme ditemukan pada isu daerah yang dibahas, orientasi kolektif yang merujuk pada aspirasi konstituen, kekhususan dan juga kualitas. commit to user
109 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B.2.
IMPLIKASI EMPIRIK Kesimpulan
yang
diperoleh
dari
penelitian
ini
adalah
penyampaian aspirasi dari konstituen anggota DPD ; Poppy Dharsono memberikan kontribusi kepada sistem politik. Pesan-pesan politik melalui aspirasi dapat menjadi masukan bagi pemegang kebijakan yakni pemerintah untuk mengadopsi kebutuhan masyarakat luas untuk ditindaklanjuti menjadi suatu kebijakan atau-pun kebijaksanaan. Dengan adanya forum-forum penyerapan aspirasi dapat menjadi sarana demokratisasi kehidupan politik yang partisipatif, sehingga selanjutnya dapat mewujudkan pemerintahan yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Setelah melakukan penelitian didapat pemahaman bahwa pola penyampaian aspirasi dari konstituen lebih menenkankan pada orientasi kolektif yakni menyangkut pembangunan infrastruktur, keadilan DBH untuk kesejahteraan masyarakat, iklim usaha mebel (pemasaran industri kreatif melalui pameran), dan juga amandemen ke-empat UUD 1945. Penelitian ini juga mendapatkan temuan mengenai universalisme isu yang diangkat oleh anggota DPD, yakni isu sosialisasi peran serta fungsi DPD, isu amandemen ke-empat UUD 1945, dan juga isu pembangunan gedung DPR-DPD. Temuan lainnya adalah tentang Partikularisme, partikularisme ada pada sosialisasi empat pilar bangsa dengan menggunakan media wayang kontemporer, pembangunan sekolah kejuruan di Blora, AMDAL Blok Cepu, keadilan akan DBH Blok Cepu, AMDAL pembangunan underpass Makamhaji, fasilitas pameran untuk pengusaha mebel di Blora. Temuan selanjutnya adalah mengenai kualitas, Kualitas disini tercermin dalam tanggapan dari anggota DPD atas aspirasi yang masuk padanya, selain itu kualitas juga tercermin pada aspirasi dari konstituen yang terkena dampak dari kebocoran pipa minyak mentah Blok Cepu dan juga konstituen yang terkena dampak dari pembangunan underpass Makamhaji. Temuan yang terakhir adalah commit to user mengenai kekhususan, kehususantergambar dari tanggapan anggota DPD
110 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Jawa Tengah ; Poppy Dharsono yang menyarankan pengusaha mebel untuk membidik pasar di Bali karena berpotensi untuk melakukan perdagangan
luar
negeri.
Hal
tersebut
sebenarnya
berdasarkan
pengalaman pribadinya sebagai pengusaha yang pernah membidik pasar di Bali. Dapat dikatakan kekhususan karena status yang sama sebagai pengusaha.
C. SARAN Mengacu pada hasil penelitian dan kesimpulan diatas, penulis merekomendasikan saran sebagai berikut : “Dari aspirasi-aspirasi yang telah diterima oleh anggota DPD diharapkan dapat difollow-up i, agar kebijakan serta kebijaksanaan yang selanjutnya dibuat oleh pemerintah baik pusat maupun daerah dapat mengadopsi kepentingan serta kebutuhan konstituen. Selain itu, diharapkan kinerja elite politik selanjutnya dapat mengimplementasikan transparansi dan akses masyarakat kepada elite politik lebih mudah dilakukan.”
commit to user