Pencerah Publik Vol 2 Nomor 1 April 2015
KOMUNIKASI POLITIK KEPALA DAERAH HASIL PILKADA PENGUSUNGAN MINORITAS DALAM MEMBANGUN DUKUNGAN DPRD KOTA PALANGKA RAYA Oleh Junaidi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Abstrak Komunikasi Politik Kepala Daerah Hasil Pilkada Pengusungan Minoritas Dalam Membangun Dukungan DPRD Kota Palangka Raya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana komunikasi politik yang dilakukan Wali Kota Palangka Raya sebagai hasil Pilkada 2009 dalam membangun dukungan DPRD setempat. Perumusan masalah didasarkan bahwa seorang kepala daerah sudah berjuang keras dengan segenap kemampuan baik tenaga, pikiran dan anggaran bersama tim sukses dan parpol pengusung maupun pendukung, untuk memperoleh dukungan suara terbanyak pemilih memenangkan Pilkada. Penelitian ini dibatasi pada komunikasi politik Wali Kota Palangka Raya yang dalam menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan dibantu Wakil Wali Kota, Sekda dan pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dalam memperoleh dukungan 19 anggota DPRD yang bukan pengusung dari 25 anggota DPRD Kota Palangka Raya. Cara memperoleh data dilakukan dengan wawancara, pengamatan dan pengumpulan data sekunder. Spesifikasi dalam penelitian ini adalah termasuk kualitatif yang menggambarkan masalah atau objek penelitian dengan kekuatan kata dan kalimat yang kemudian ditarik maknanya atau interpretasinya. Hasil penelitian ini, menunjukan bahwa komunikasi politik yang dilakukan Wali Kota Palangka Raya dalam memperoleh dukungan DPRD dilakukan dengan pola verbal dan non verbal. Verbal yaitu komunikasi yang dilakukan secara langsung ketika bertatap muka langsung dengan pimpinan maupun anggota dewan maupun berbicara melalui handphone. Non Verbal yaitu komunikasi yang dilakukan tidak secara langsung, baik melalui surat atau dokumen-dokumen lain maupun melalui teknoogi informasi seperti SMS. Komunikasi politik yang dilakukan tersebut, bersifat formal seperti menjawab pertanyaan dewan melalui komisikomisi atau fraksi terhadap suatu perda. Kata Kunci: Komunikasi, Politik Pilkada, DPRD
Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Hal 98
Pencerah Publik Vol 2 Nomor 1 April 2015
A. PENDAHULUAN Pemilihan umum (pemilu) adalah instrumen penting dalam demokrasi. Salah satu amanat dari reformasi adalah terselenggaranya pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, termasuk pemilihan kepala daerah (pilkada) Kota Palangka Raya. Pemilihan langsung kepala daerah merupakan salah satu bentuk peningkatan kualitas demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan tetap memberi pengakuan adanya kekhususan dan keistimewaan daerah (A. Teras Narang, 2004: 40). Seiring dengan perkembangan demokrasi di Kalimantan Tengah pelaksanaan Pemilukada Walikota dan Wakil Walikota Palangka Raya 2008 adalah pemilihan langsung yang pertama. Pelaksanaan pesta demokrasi pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palangka Raya pada tanggal 6 Juni 2008 yang lalu yakni nomor urut 1. Pasangan Yurikus Dimang, S.Sos-HM Wahyudie F Dirun, SP yang diusung oleh Partai Golkar dan Partai Buruh memperoleh suara 18.912 (24,73 persen); nomor urut 2. Kol Purn Salundik Gohong-HM Sri Sako diusung Partai Demokrat, Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan dan Partai Persatuan Daerah memperoleh suara 11.477 (15 persen); pasangan nomor 3. HM Riban Satia, S.Sos, M.Si-H Maryono,S.Hi diusung Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Bintang Reformasi (PBR) dan Partai Amanat Nasional (PAN) memperoleh suara terbanyak 23.376 (30,56 persen); pasangan nomor 4.
Drs Yansen A Binti, MBA-H. Tajudin Noor, SE diusung Partai Damai Sejahtera, Partai Perhimpunan Indonesia Baru, Partai Nasional Banteng kemerdekaan, Partai Penegak Demokrasi Indonesia, Partai Karya Peduli Bangsa, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Pelopor, Partai Persatuan Nahdatul Ulama Indonesia memperoleh suara 6.255 (8,18 persen); nomor urut 5. Pasangan H. Mas Sailly Muchtar, SE,MT-Tagah Pahoe, ST memperoleh suara 16.465 (21,53 persen), dari keseluruhan pemilih yang menggunakan hak suaranya 79.102, sebanyak 76.485 atau 96.70 persen suara sah dan 2.617 (3,30) dinyatakan tidak sah. Karena pasangan HM. Riban Satia, S.Sos, M.Si dan Maryono, SHI memperoleh suara terbanyak yaitu 23.376 suara (30,56 persen) dari jumlah suara sah; maka sesuai dengan Pasal 107 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah maka Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Palangka Raya menetapkan pasangan HM Riban Satia, S.Sos, M.Si dan Maryono, SHI menjadi Walikota dan Wakil Walikota Palangka Raya terpilih periode jabatan tahun 2008 sampai 2013, yang selanjutnya disahkan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131.62.693 Tahun 2008 dan Nomor 132.62.694 Tahun 2008 yang selanjutnya dilantik oleh Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang, SH atas nama Menteri Dalam Negeri dalam rapat Paripurna Istimewa DPRD Kota Palangka Raya tanggal 22 September 2008 yang dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Kota Palangka Raya, Aries Marcorius Narang, SE. Dengan pengusungan oleh
Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Hal 99
Pencerah Publik Vol 2 Nomor 1 April 2015
partai politik yang ada di Palangka Raya terhadap calon Walikota dan Wakil Wali Kota terpilih hanya diusung oleh 9 kursi atau 36% dari jumlah 25 kursi di DPRD Kota Palangka Raya, sehingga ada 16 kursi atau 64 persen yang tidak mengusung. Sementara hasil perolehan suara sah juga hanya 30, 56 persen. Dengan menjalankan tugas sebagai kepala daerah yang didukung yang minoritas yaitu 9 kursi di legislatif dari lima parpol pengusung PKS, PAN, PBB, PBR PPP, membuat kepala daerah dalam keadaan yang sulit untuk memperoleh dukungan dengan 16 kursi dari parpol bukan pengusung. Bahkan, menghadapi ”perlawanan” yang menghambat pelaksanaan program kerja yang tertuang dalam visi dan misi. Hal ini terlihat dari sulitnya pembahasan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah (RAPBD) 2009 yang diawali pada bulan Nopember 2008. B. LANDASAN TEORI Aristoteles yang hidup empat abad sebelum masehi (385-322 SM) dalam bukunya Rethoric membuat definisi komunikasi dengan menekankan ”siapa mengatakan apa kepada siapa”. Definisi yang dibuat Aristoteles ini sangat sederhana, tetapi telah mengilhami seorang ahli politik benama Harold D. Lasswell pada 1948, dengan mencoba membuat definisi komunikasi yang lebih sempurna dengan menanyakan ”SIAPA mengatakan APA, MELALUI apa, KEPADA siapa dan apa AKIBATNYA”. C. METODOLOGI PENELITIAN Pendekatan atau perspektif atau paradigma dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan triangulasi
yakni wawancara, observasi dan analisis isi. Mulayana (2007:5) mengatakan penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat interpretif (menggunakan penafsiran) yang melibatkan banyak metode, dalam menelaah masalah penelitiannya. Menurut Bogdan dan Taylor (1975) sebagaimana dikutip Moleong (2005:4), metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Sejalan dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller (1986) dalam Moleong (2005:4) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun peristilahannya. D. HASIL PENELITIAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian terkait dengan komunikasi politik kepala daerah hasil pilkada pengusungan minoritas dalam membangun dukungan DPRD Kota Palangka Raya. 4.3 Komunikasi Politik Secara Verbal dengan Anggota Dewan Komunikasi sangat penting di dunia ini. Komunikasi ada di manamana, bahkan ia sanggup menyentuh segala aspek kehidupan. Hampir seluruh kegiatan manusia, di mana pun adanya, selalu tersentuh oleh komunikasi. Pada bidang politik selalu menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam proses pengembangannya. Sama seperti yang dilakukan Wali Kota Palangka Raya, HM Riban Satia.
Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Hal 100
Pencerah Publik Vol 2 Nomor 1 April 2015
Dalam melakukan koordinasi dengan anggota DPRD baik secara formal dan nonformal banyak menggunakan komunikasi verbal. Misalnya secara resmi, ketika menyampaikan jawaban atas pertanyaan fraksi-fraksi pendukung dewan terhadap sebuah RAPBD yang sedang dibahas. Begitu juga saat melakukan hearing atau dengar pendapat untuk membahas persoalan yang berkembang di tengah masyarakat. Misalnya, dengar pendapat mengenai persoalan sengketa lahan yang akhir-akhir ini semakin mencuat dan sudah menyentuh konflik sosial yang bermuara kepada tindakan kriminilitas. Menurut Wali kota dalam melakukan koordinasi sering menyampaikan secara langsung dengan pimpinan atau anggota dewan, apakah itu melalui handphone (HP) berbicara langsung atau bertemu langsung, agar semua persoalan menjadi jelas dan bisa dilakukan secara dua arah. Apa yang dilakukan Wali Kota ini diakui Ketua DPRD Kota Palangka Raya, Sigi K Yuniato, SH. Sebagai mitra selalu bekerjasama dan melakukan koordinasi, tidak ada yang merasa di atas dan di bawah, seperti yang diungkapkannya ”Kita merupakan mitra kerja dengan kepala daerah dengan mempunyai tugas dan kewajiban masing-masing. Kita selalu berkoordinasi kalau ada persoalan kita bahas bersama untuk mencari jalan keluar. Kalau melakukan komunikasi lewat telpon biasa formal”.
Seringnya Wali Kota melakukan komunikasi verbal, dirasakan anggota dewan lainnya, Sugianto, SP. Komunikasi itu dilakukan apakah itu ketika ada masalah terkait dengan tugas dan fungsi dewan maupun yang bersifat non formal seperti terkait partai politik maupun masalah sosial, keagamaan dan kemasyarakatan, seperti kegiatan keagamaan. Menurutnya, hampir setiap kali bertemu, kalau pun tidak ada pembicaraan penting, dipastikan selalu menyapa atau sekadar berbasabasi. Begitupun ketika menelpon Walikota selalu disambut kecuali ada kesibukan mendesak atau dalam perjalanan misalnya di pesawat terbang. Kalau pun, tidak diangkat biasanya akan dihubungi kembali setelah beberapa waktu. Sugianto punya pengalaman pernah suatu kali, ketika pembahasan sebuah program yang disampaikan oleh tim Pemko dari SKPD terkait bersama tim dewan, tidak mendapat penjelasan yang memuaskan dari tim Pemko, maka pihaknya langsung meminta penjelasan Wali Kota secara langsung melalui HP dan dilayani dengan hangat dan bersahabat. Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal (Deddy Mulyana, 2005). Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas. Komunikasi langsung atau verbal ini lebih banyak dilakukan
Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Hal 101
Pencerah Publik Vol 2 Nomor 1 April 2015
komunikasi interpersonal antar pribadi. Walaupun dilakukan juga terkadang dilakukan secara komunikasi kelompok sebagai eksekutif dengan legislative. Langsung menerima feedback dari komunikannya saat proses interaksi berlangsung. Adapun kelebihan dari komunikasi verbal ini, isi atau kedalaman sebuah pesan dapat tersampaikan dengan jelas dan juga dipertegas dengan komunikasi non verbal dari lawan bicara yang dapat dilihat langsung. Selain itu, melalui komunikasi langsung dapat dengan mudah membujuk lawan bicaranya karena adanya pengaruh komunikasi lain dan pengaruh lingkungannya, sehingga lebih efektif mempengaruhi sikap. 4.4
Komunikasi Politik Secara Non Verbal Selain komunikasi verbal secara langsung, Wali Kota Palangka Raya juga sering menggunakan komunikasi nonverbal yaitu melakukan komunikasi tidak langsung. Komunikasi ini dilakukan baik ketika acara formal seperti ketika menghadiri sidang paripurna selain melakukan komunikasi verbal dengan mengucapkan salam, juga diringi dengan komunikasi nonverbal dengan menyebarkan senyum dengan semua yang hadir, kemudian berjabat tangan, kepada yang tidak bisa disambangi satu persatu, Walikota menempelkan kedua telapak tangan sebagai isyarat mohon pamit. Dalam melakukan komunikasi nonverbal ini, tidak jarang Walikota setelah bersalaman langsung berpelukan dengan melakukan cium pipi kanan dan kiri, khususnya
kepada para pejabat atau tokoh agama dan tokoh masyarakat. Hal ini dirasakan Ketua NU Kalteng H. Abdul Wahid, Aha, SH, bahwa setiap kali bertemu dengan Walikota Palangka Raya dipastikan didahului dengan ucapan salam, berjabat tangan dan cium pipi kiri serta kanan. Kebiasaan berpelukan dan cium pipi kanan dan kiri tersebut, menurutnya, dilakukan sejak awal menjabat sebagai Walikota Palangka Raya hampir lima tahun yang lalu. Dengan melakukan gerakan tersebut, terjalin hubungan yang semakin akrab dan mendalam baik secara pribadi maupun kedinasan. Komunikasi nonverbal yang dilakukan Walikota juga sering dirasakan anggota DPRD Kota Palangka Raya Subandi. Menurutnya, walauapun Walikota sehabis acara resmi di lembaga dewan segera meninggalkan ruangan untuk menghadiri acara penting lainnya, tapi selalu menyempatkan diri untuk berjabat tangan dan berpelukan. Hal itu dilakukan Walikota hampir setiap ada acara di DPRD. Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan pesan-pesan nonverbal. Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi di luar kata-kata terucap dan tertulis. Komunikasi nonverbal dan komunikasi verbal saling jalin menjalin, saling melengkapi dalam komunikasi yang kita lakukan seharihari. Jalaludin Rakhmat (1994) mengelompokkan pesan-pesan nonverbal sebagai berikut: 1. Pesan kinesik. Pesan nonverbal yang menggunakan gerakan
Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Hal 102
Pencerah Publik Vol 2 Nomor 1 April 2015
2.
3.
1.
2.
tubuh yang berarti, terdiri dari tiga komponen utama: pesan fasial, pesan gestural, dan pesan postural. Pesan fasial menggunakan air muka untuk menyampaikan makna tertentu. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wajah dapat menyampaikan paling sedikit sepuluh kelompok makna: kebagiaan, rasa terkejut, ketakutan, kemarahan, kesedihan, kemuakan, pengecaman, minat, ketakjuban, dan tekad. Leathers (1976) menyimpulkan penelitian-penelitian tentang wajah sebagai berikut: a. Wajah mengkomunikasikan penilaian dengan ekspresi senang dan taksenang, yang menunjukkan apakah komunikator memandang objek penelitiannya baik atau buruk; b. Wajah mengkomunikasikan berminat atau tak berminat pada orang lain atau lingkungan; c. Wajah mengkomunikasikan intensitas keterlibatan dalam situasi situasi; d. Wajah mengkomunikasikan tingkat pengendalian individu terhadap pernyataan sendiri; dan wajah barangkali mengkomunikasikan adanya atau kurang pengertian. Pesan gestural menunjukkan gerakan sebagian anggota badan seperti mata dan tangan untuk mengkomunikasi berbagai makna. Pesan postural berkenaan dengan keseluruhan anggota badan, makna yang dapat disampaikan adalah: a. Immediacy yaitu ungkapan kesukaan dan ketidak sukaan terhadap individu yang lain. Postur yang condong ke arah
3.
4.
5.
4.6 Walikota
yang diajak bicara menunjukkan kesukaan dan penilaian positif; b. Power mengungkapkan status yang tinggi pada diri komunikator. Anda dapat membayangkan postur orang yang tinggi hati di depan anda, dan postur orang yang merendah; c. Responsiveness, individu dapat bereaksi secara emosional pada lingkungan secara positif dan negatif. Bila postur anda tidak berubah, anda mengungkapkan sikap yang tidak responsif. Pesan proksemik disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang. Umumnya dengan mengatur jarak kita mengungkapkan keakraban kita dengan orang lain. Pesan artifaktual diungkapkan melalui penampilan tubuh, pakaian, dan kosmetik. Walaupun bentuk tubuh relatif menetap, orang sering berperilaku dalam hubungan dengan orang lain sesuai dengan persepsinya tentang tubuhnya (body image). Erat kaitannya dengan tubuh ialah upaya kita membentuk citra tubuh dengan pakaian, dan kosmetik. Pesan paralinguistik adalah pesan nonverbal yang berhubungan dengan dengan cara mengucapkan pesan verbal. Satu pesan verbal yang sama dapat menyampaikan arti yang berbeda bila diucapkan secara berbeda. Pesan ini oleh Dedy Mulyana (2005) disebutnya sebagai parabahasa. Komunikasi Politik Formal
Komunikasi verbal dan nonverbal yang dilakukan Wali Kota
Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Hal 103
Pencerah Publik Vol 2 Nomor 1 April 2015
Palangka Raya dalam menjalan roda pemerintahan dan pembangunan dengan DPRD selama hampir lima tahun sebagai kepala daerah, dilakukan bentuk komunikasi politik formal. Komunikasi ini lebih bayak dilakukan melalui komunikasi organisasi atau kelembagaan dan berlangsung dalam jaringan lebih besar dari interpersonal. Sehingga organisasi dapat diartikan sebagai kelompok dari kelompok. Komunikasi organisasi seringkali melibatkan juga komunikasi antar pribadi, dan adakalanya komunikasi public. Komunikasi formal adalah komunikasi menurut struktur organisasi yakni komunikasi horizontal misalnya dengan pimpinan dan anggota DPRD. Dalam rangka menjalankan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat yang kondusif dan aman langkah-langkah komunikasi yang ditempuh oleh Walikota Palangka Raya dengan DPRD Kota Palangka Raya dalam bentuk antara lain : 1. Rapat Koordinasi 2. Konsultasi Rapat 3. Rapat Dengar Pendapat 4. Rapat Kebijakan Umum Anggaran (KUA) 5. Rapat Paripurna 6. Forum Koordinasi Pemerintah Daerah 7. Tinjauan Bersama antara Eksekutif dengan Legislatif. 4.6 Komunikasi Informal Selain informasi formal, Walikota Palangka Raya H.M. Riban Satia juga mengedepankan komunikasi informal. Komunikasi ini lebih mengedepankan komunikasi interpersonal atau antar pribadi adalah
komunikasi antara Walikota dengan pimpinan dan anggota dewan maupun dengan masyarakat luas. Komunikasi ini dengan tatap muka secara langsung maupun melalui saluran alat komunikasi. Komunikasi ini sangat efektif dalam mencairkan kebuntuan yang terjadi. Komunikasi informal adalah komunikasi antara orang yang ada dalam suatu organisasi, akan tetapi tidak direncanakan atau tidak ditentukan dalam struktur organisasi. Fungsi komunikasi informal adalah untuk memelihara hubungan sosial persahabatan kelompok informal , penyebaran informasi yang bersifat pribadi dan privat. Tentang komunikasi informal sebaiknya tidak dilakukan berdasarkan informasi yang masih belum jelas dan tidak akurat, carilah sumber informasi yang dapat dipercaya, selalu gunakan akal sehat dan bertindak berdasarkan pikiran yang positif . Informasi dalam komunikasi informal biasanya timbul melalui rantai kerumunan di mana seseorang menerima informasi dan diteruskan kepada seseorang atau lebih dan seterusnya sehingga informasi tersebut tersebar ke berbagai kalangan. Komunikasi informal akan untuk memenuhi kebutuhan sosial, mempengaruhi orang lain dan mengatasi kelambatan komunikasi formal yang biasanya cenderung kaku dan harus melalui berbagai jalur terlebih dahulu . Komunikasi infromal yang dilakukan Wali Kota Palangka Raya disampaikan dengan bahasa santun dan membuahkan komunikasi yang harmonis dan mengesankan. Bentuk komunikasi informal yang dilakukan antara lain : 1. Kekeluargaan
Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Hal 104
Pencerah Publik Vol 2 Nomor 1 April 2015
2. Organisasi Massa dan Organisasi Keagamaan (Toga dan Tomas) 3. Dukungan dalam reogranisasi Partai Politik 4. Komunikasi dengan Jaringan Partai Tingkat Pusat. 5. Safari Subuh dan Magrib 6. Komunikasi dengan Media 7. Media Luar (Outdoor)
A. KESIMPULAN 1. Walikota dalam menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan optimal melakukan komunikasi politik walau pada awal tugasnya mendapat perlawanan anggota dewan dari parpol yang bukan pengusung saat maju Pilkada. Komunikasi politik ini dilakukan di antaranya melakukan koordinasi, konsultasi dan melakukan pendekatan komunikasi organisasi dan interpersonal, akhirnya mampu mempengaruhi anggota dewan yang sebelumnya tidak mendukungnya. Pendekatan, koordinasi dan konsultasi mendapat dukungan yang cukup besar, sehingga sampai menjelang masa pengabdiannya, tugas pemerintahan dan pembangunan relatif berjalan lancar. Bahkan Walikota mendapat dukungan pilkada periode kedua diusung delapan partai politik dengan jumlah kursi di dewan tiga belas kursi. 2. Pola komunikasi yang dilakukan Walikota sebagai Kepala Daerah dilakukan dengan verbal secara langsung dengan anggota dewan apakah itu bertatap muka saat menghadiri forum tertentu seperti sidang parpurna, Walikota berupaya hadir secara langung baik kelembagaan maupun pribadi.
Sehingga anggota dewan merasa dihargai. Keadaan itu sangat berpengaruh kepada ikatan emosional dan kebersamaan. Selain itu, tidak jarang juga menggunakan komuninkasi non verbal misalnya ketika berpelukan dan bersalaman, serta menyebarkan senyum. 3. Dalam melakukan komunikasi Walikota cendrung menggunakan pola komunikasi organisasi secara formal dan komunikasi interpersonal secara nonformal dengan bahasa yang santun dan kerendahan hati untuk bisa memahami keinginan anggota dewan dengan mengdepankan kepentingan masyarakat dan tidak melanggar hukum. B. Saran 1. Dalam melakukan komunikasi politik yang telah dilakukan Wali Kota Palangka Raya, perlu diikuti oleh SKPD lainnya dalam mendukung menjalankan roda pemerintahan, baik dilakukan secara formal seperti dalam rencana pembahasan Raperda maupun agenda lainnya maupun non formal seperti saat kunjungan ke lapangan dan acara kekeluargaan. 2. Komunikasi politik juga dari anggota dewan perlu lebih ditingkatkan tidak hanya dengan kepala daerah, tetapi juga dengan pimpinan SKPD maupun jajarannya, dalam melakukan koordinasi maupun pelaksanaan pengawasan. 3. Dalam mendukung komunikasi politik dengan masyarakat, Walikota sebaiknya melakukan pertemuan langsung yang bersifat nonformal dan dilakukan secara berkala seperti acara hasupa hasundau (bertemu dan bicara) untuk saling meningkatkan jalinan silaturahmi dan aspirasi masyarakat.
Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Hal 105
Pencerah Publik Vol 2 Nomor 1 April 2015
REFERENSI Ahmad, Nyarwi, 2007, Fluktuasi Hubungan Lembaga Politik (eksekutif) dan (legislatif) dan Birokrat Pasca Pilkada, Lingkaran Survei Indonesia Kajian Bulanan, Edisi 07 November 2007. Arni M, 2007, Komunikasi Organisasi, PT Bumi Aksara Jakarta. Darmansyah, 2003, Optimalisasi Pelaksanaan Otonomi Daerah Dalam Otonomi Daerah Evaluasi dan Perpektif, , Partnership, Yayasan Harkat Bangsa, CV. Rio Rimba Persada, Jakarta. Arkanudin, 2010, Artikel Pilkada Langsung dan Pengembangan Demokrasi, http://arkandien.blogspot.com/2010 /06/pilkada-langsung-danpengembangan.html. 14 Juni 2010. Depdiknas, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Eriyanto, 2007, Pilkada dan Pemerintahan Yang Terbelah (divided government)~ Lingkaran survai Indonesia, Edisi 07 November 2007.
Ghalia Indonesia, Jakarta.
Kaloh J, 2007, Mencari Bentuk Otonomi Daerah, PT Rineka Cipta, Jakarta
Kaloh, J, 2009, Kepemimpinan Kepala Daerah (Pola Kegiatan, dan Perilaku Kepala Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah), PT Sinar Grafika, Jakarta.
Maran Rafael Raga,2005“ Pengantar Sosiologi Politik Suatu Pemikiran dan Penerapan, PT Rineka Cipta, Jakarta Moloeng lexy, 2010, Metedologi Penelitian Kualitatif, Remaja Resdakarya, Bandung Mulyana, Dedy, 2009, Pengantar Ilmu Komunikasi, Remaja Resdakarya, Bandung. Santoso, Purwo, 2005, Peta Jalan untuk Pengembangan Akuntabilitas Pemerintah Daerah Pasca Pilkada Langsung, FISIP UPN ”Veteran” Yogyakarta Press, Yogyakarta.
Faroek, Awang Ishak,2010, kekuasaan kepala daerah era otonomi dan Pilkada langsung, artikel AFI, 9 Desember 2010.
Salim, Abdul Muin, 2006, Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Hasil Amandemen I, II, Ill dan IV, Redaksi Lima Adi Sekawan, Jakarta.
Hasibuan Bara, 2008, Pemerintahan Yang Terbelah. http://www2 kompas.com, 11 februari 2008.
Teras, Agustin, Narang, 2004, Pilkada Langsung , PT Megatama Sarfa Pressindo, Jakarta.
Hafied, Cangara, 2011, Komunikasi Politik Konsep, Teori dan Strategi. Rajawali Pers, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta.
Wasistiono Sadu, 2009, Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah FOKUSMEDIA, Bandung.
Iqbal Hasan M, 2002, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Hal 106