Subagyo : Komunikasi Politik Internasional Malaysia dalam ……..
Komunikasi Politik Internasional Malaysia dalam Mengklaim Pulau Terumbu Layang-Layang Subagyo Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract One of crussial problem which it is faced state is when the state claim certain area where the same are also claimed by other state. Facing claim case of Terumbu Layang-Layang Island, Malaysia use many strategy of political communication to claim it’s reason. Malaysia use goverment way, as the example, to publish map and other rules, use mass media and more important is phisical island handle by build any facilities especially eco-entertainment and military. Eco-entertainment building to add interest native visitor and build public opinion that Terumbu Layang-Layang Island is Malaysia property. Military fasility building to scare power to other states if they make problem about the island property. Key word: political communication, claim, island property
Pendahuluan Ketika Malaysia di bawah pemerintahan Perdana Menteri Mahatir Mohammad pada tahun 1990-an telah bertekad untuk menjadikan Malaysia sebagai negara modern dan makmur. Berbagai strategi telah dilakukan untuk menuju ke arah tujuan yang telah ditetapkan. Salah satu streteginya adalah menguasai wilayah/pulau-pulau yang diklaim menjadi bagian wilayah kedaulatannya walau wilayah tersebut masih dalam sengketa dengan negara lain. Pulau Terumbu Layang-Layang adalah salah satu pulau yang masuk dalam bagian Kepulauan Spratly di Laut China Selatan. Pulau ini oleh Malaysia dianggap masih berada dalam landas kontinennya sehingga diklaim menjadi bagian dari yurisdiksi kedaulatan Malaysia walaupun pulau ini dan juga bersama dengan Kepulauan Spratly sedang dipersengketakan oleh China, Taiwan, Vietnam, Filipina dan Brunai. Arti strategis Pulau Terumbu Layang-layang adalah adanya potensi cadangan minyak dan eksplorasi untuk kegiatan ekowisata yang dapat mendatangkan devisa bagi Malaysia. Dalam meyakinkan baik ditujukan untuk kalangan domestik warga negaranya maupun untuk kalangan internasional (negara lain), Malaysia mengembangkan strategi komunikasi politik internasional sehingga klaim atas pulau Terumbu Layang-Layang dapat diakui oleh dunia internasional. Jurnal Komunikasi Massa Vol 4 No 2 Juli 2011
1
Subagyo : Komunikasi Politik Internasional Malaysia dalam …….. Menghadapi keterbatasan sumber daya ekonomi dan sumber daya alam yang dibutuhkan untuk menuju negara modern dan makmur, Malaysia perlu mencari sumber daya baru. Salah satunya adalah Pulau Terumbu Layang-Layang yang dapat dieksplorasi cadangan minyak dan gas bumi maupun ekowisata. Peluang inilah yang dipergunakan untuk mengklaim pulau tersebut sembari mengembangkan komunikasi politik internasional sehingga klaim tersebut menjadi sah. Artikel ini akan mengulas strategi komunikasi politik internasional yang dilakukan Malaysia atas klaimnya di Pulau Terumbu Layang-Layang. Bagian pertama artikel ini mendiskusikan fenomena komunikasi politik dan bagian kedua mendeskripsikan Pulau Terumbu Layang-Layang. Sedangkan bagian ketiga sebagai inti dari artikel ini adalah strategi komunikasi politik yang dilakukan Malaysia sebagai upaya pembenar atas klaim yang dilakukan. Bagian keempat akan ditarik beberapa kesimpulan.
Fenomena Komunikasi Politik Konsep komunikasi politik merupakan salah satu konsep di dalam kajian ilmu sosial yang cukup rumit. Bukan saja karena konsep ini berada di dalam bidang irisan antara ilmu politik dan ilmu komunikasi, masing masing unsur konsep yaitu komunikasi dan politik pun juga mempunyai kerumitan sendiri. Konsep politik misalnya mengandung multi makna. Politik mengandung makna kekuasaan dan pengaruh. Ia juga mempunyai arti yang menunjukkan proses pembuatan keputusan untuk mengalokasi barang-barang sosial, menegakkan hukum, hak dan kewajiban. Bagaimana proses ini dapat berjalan di dalam masyarakat maka perlu adanya komunikasi. Politik mempunyai hubungan erat dengan komunikasi. Politik tanpa komunikasi ibarat darah tanpa urat nadi (Romarheim, 2005: 2). McNair misalnya mengatakan bahwa setiap penulis buku komunikasi politik pasti akan mengawali tulisannya bahwa bidang kajian komunikasi politik adalah sulit untuk didefinisikan. Walaupun demikian pendefinisian komunikasi politik tetap dilakukan. Denton dan Woodward menyebut bahwa komunikasi politik sama dengan diskusi publik tentang alokasi sumber-sumber publik. Selanjutnya dikatakan: “Political communication is public discussion about the allocation of public resources (revenues), official authority (who is given the power to make legal, legislative and executive decision) and official sanctions (what the state rewards or punishes)” (McNair, 1995: 3). Selanjutnya Denton dan Woodward mencirikan komunikasi politik sebagai intensi dari pengirim pesan untuk mempengaruhi lingkungan politik. Selanjutnya mereka Jurnal Komunikasi Massa Vol 4 No 2 Juli 2011
2
Subagyo : Komunikasi Politik Internasional Malaysia dalam …….. mengatakan: “the crucial factor that makes communication ‘political’ is not the source of a message (or, we might add, referring back to their earlier emphasis on ‘public discussion’, its form), but its content and purpose” (McNair, 1995: 3). Secara ringkas komunikasi politik adalah komunikasi yang mempunyai tujuan-tujuan politik. Komunikasi semacam ini menyangkut tiga hal sebagai berikut : 1. All forms of communication undertake by politicians and other political actors for the purpose of achieving specific objective. 2. Communication addressed to these actors by non-politicians such as voters and newspaper columnists, and 3. Communication about them and their activities, as contained in news reports, editorials, and other forms of media discussion of politics (McNair, 1995, 4). Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi politik merupakan hubungan tiga elemen yang berproses dimana aktivitas politik diwujudkan. Ketiga elemen itu adalah (1) organisasi-organisasi politik (partai, institusi pemerintah, kelompok penekan); (2) aktor-aktor politik yaitu individu-individu yang memberi inspirasi melalui sarana-sarana organisasi dan institusi untuk mempengaruhi pembuatan keputusan politik dan ketiga adalah masyarakat dan media (McNair, 1995, 5). Komunikasi politik merupakan fenomena yang serba hadir, ia dapat hadir dimanamana, diberbagai macam level termasuk di level internasional. Maka dengan demikian, komunikasi politik pun juga dapar hadir di level komunikasi internasional. Disisi lain, komunikasi internasional adalah konsep yang mengacu pada penelitian yang mencakup studi tentang berbagai ragam bentuk interaksi secara global, termasuk komunikasi global melalui mass media, komunikasi antar budaya dan kebijakan telekomunikasi. Selanjutnya di jelaskan: “International communication is the name given to a field of inquiry that includes the study of various forms of interaction globally, including global communication via mass media, cross-cultural communication, and telecommunications policy. Therefore, by its very nature, international communication is an interdisciplinary field of study, utilizing concepts, research methods, and data from areas as diverse as political science, sociology, economics, literature, and history” (Alleyne, 2009: 536).
Lapangan penelitian ini mempunyai dua dimensi yakni studi kebijakan dan mengenai studi budaya. Studi kebijakan menyangkut analisis tentang bagaimana aksi atau kegiatan dari unit pemerintah mempengaruhi komunikasi internasional. Sedangkan pendekatan studi budaya lebih cenderung meneliti hubungan antara budaya dengan komunikasi internasional.
Jurnal Komunikasi Massa Vol 4 No 2 Juli 2011
3
Subagyo : Komunikasi Politik Internasional Malaysia dalam …….. Pulau Terumbu Layang-Layang Pulau Terumbu Layang-Layang (Swallow Reef) adalah pulau karang kecil di Kepulauan Spratly. Saat ini Pulau Terumbu Layang-Layang sedang dikelola oleh pemerintah Malaysia sebagai pusat ekowisata. Pusat wisata ini sedang agresif dikembangkan, dan telah menjadi pulau pertama di Laut Cina Selatan yang dibuka untuk umum. Pulau Terumbu Layang-Layang adalah bagian dari kawasan yang disebut sebagai Gugusan Semarang Peninjau (GSP). GSP ini terdiri dari beberapa terumbu karang di Kepulauan Spratley bagian selatan yang berada dalam kawasan Zona ekonomi Ekslusif (ZEE) Malaysia dan berada di landas kontinen Malaysia. ZEE ini adalah ketentuan dalam United Nations Convention of Law of the Sea tahun 1982 (UNCLOS 1982/ Konvensi PBB tentang Hukum Laut) yang menyatakan bahwa negara pantai berhak memanfaatkan kekayaan laut tidak melebih 200 mil laut dari garis pantai. Pulau Terumbu Layang-Layang sendiri adalah sebuah atol yang kadang-kadang berada di bawah permukaan laut yang terpencil di Laut Cina Selatan, 306 km di sebelah barat laut Kota Kinabalu, ibukota Sabah. Letaknya tepat pada 7°22'23.48"N dan 113°50'46.23"E. Para ahli kelautan mengatakan bahwa di Pulau Terumbu Layang-layang terdapat 30 rangkaian karang yang membentuk atol sepanjang 7,3 km dan lebar 2,2 km. Perairan di sekitar terumbu karang di wilayah ini masih asli, sehat dan terlihat dengan baik. Biota laut berupa macam-macam ikan dan penyu, ganggang serta karang banyak terdapat di wilayah ini. Beting pasir yang tampak di permukaan air laut menjadi tempat favorit untuk beristirahat bagi berbagai spesies burung laut, terutama burung layang-layang. Laut disekitar pulau ini sangat kaya akan berbagai jenis ikan. Pendapatan nelayan dari hasil tangkapan ikan tuna saja dapat mencapai RM 70 juta setahun. Ini di luar hasil tangkapan lain seperti udang karang dan ikan kerapu. Pulau ini panjang dan sempit, yang membentang dari timur laut ke barat daya, sekitar 0,1 kilometer persegi luasnya. Pulau ini boleh dikatakan telah menjadi pulau buatan manusia karena sebagian diantaranya telah ditambah dengan menambah pasir sehingga bertambah luas dan tidak tenggelam ketika air pasang naik. Pulau ini adalah tempat istirahat bagi burung migran ketika mereka terbang melintasi Laut Cina Selatan. Hal ini disebabkan karena pulau ini terletak di antara daratan Asia dan Kepulauan Pasifik Selatan. Sejak dulu pulau ini tidak didiami manusia dan yang mendiami adalah kawanan burung besar dari berbagai species. Pulau ini telah menjadi sarang burung sejak ribuan tahun terutama burung layang-layang (swallow) dan arena itu pelayar dan nelayan yang melintasi
Jurnal Komunikasi Massa Vol 4 No 2 Juli 2011
4
Subagyo : Komunikasi Politik Internasional Malaysia dalam …….. pulau ini menyebut sebagai Pulau Layang-Layang (Swallow Island). Karena sejumlah besar burung yang bersarang di sini, pulau ini menyuguhkan tontonan alam yang unik dan menarik. Pemerintah Malaysia telah membentuk sebuah cagar alam untuk melestarikan ekologi alam dengan menyediakan burung laut dengan habitat yang cocok. Selain itu juga menjaga kelestarian terumbu karang yang terdapat di wilayah ini. Cagar alam ini juga penting untuk menarik wisatawan, terutama wisatawan mancanegara. Pulau Terumbu Layang-Layang ditaburi oleh adalah terumbu karang. Selain pemandangan indah dengan samudra biru safir dan langit, pemandangan paling indah adalah kawanan ikan yang hidup di terumbu karang tropis dengan warna-warni yang menarik dan elegan. Terumbu karang di sini merupakan ekologi yang sempurna dan masih terjaga keasliannya sehingga menjadi sarang bagi kehidupan ikan tropis. Pemerintah Malaysia telah membangun tempat khusus menyelam bagi wisatawan tanpa mengganggu habitat ikan. Selain membangun tempat menyelam, pemerintah juga membangun infrastruktur pariwisata antara lain penyulingan air laut menjadi air tawar, peralatan pembangkit tenaga listrik dengan tenaga angin dan matahari dan lain sebagainya yang menggunakan standar internasional. Selain itu, pemerintah juga menyediakan pemandu wisata yang profesional sehingga Pulau Terumbu Layang-Layang ini berangsur-angsur menjadi terkenal di peta pariwisata internasional. Di antara semua pulau-pulau di Laut China Selatan, Pulau terumbu Layang-Layang adalah satu-satunya pulau di mana pariwisata internasional diizinkan dibuka untuk umum. Akses ke pulau ini sangat mudah. Wisatawan bisa naik pesawat dari Kota Kinabalu, ibukota Sabah, ke sana tanpa perlu melalui prosedur aplikasi khusus. Dahulu akses ke Pulau Terumbu Layang-Layang dilayani dengan perahu, tapi sekarang layanan penumpang ini dihentikan karena tidak efisien dan apabila jumlahnya terlalu banyak dapat merusak lingkungan laut. Sekarang layanan kapal hanya digunakan untuk menghantar wisatawan untuk menyelam di titik yang sudah ditentukan. Berikut ini peta Pulau Terumbu Layang Layang di gugusan Kepulauan Spratly:
Jurnal Komunikasi Massa Vol 4 No 2 Juli 2011
5
Subagyo : Komunikasi Politik Internasional Malaysia dalam ……..
Sumber: http://xnuripilot.blogspot.com/2010_09_01_archive.html
Malaysia mulai menduduki Pulau Terumbu Layang-Layang sejak tahun 1983 dan menempatkan sebuah garningsun militer untuk menjaganya. Sejak itu pembangunan infrastruktur dikerjakan dan pada tahun 1993 landasan pesawat terbang selesai dibangun. Perdana Menteri Mahatir Mohammad kemudian berkunjung ke sana dan bertekad mengembangkan pulau tersebut sebagai resort pariwisata. Setahun kemudian setelah sarana dan prasarana sebagai sebuah resort wisata yang baru, pulau ini resmi dibuka untuk umum. Kebijakan pemerintah Malaysia ini mempunyai aspek strategis. Pulau Terumbu Layang-Layang tidak hanya dijadikan penghasil devisa, tetapi juga untuk menunjukkan bahwa Malaysia berdaulat di pulau tersebut dan membuat sedemikian rupa sehingga pulau ini tidak menjadi pulau yang terlantar. Pulau ini juga dimasukkan ke dalam wilayah administratif Malaysia. Selain itu, pemerintah Malaysia telah secara bertahap memperluas wilayahnya dengan perlahan-lahan menempati beberapa pulau di sebelah utara Pulau Terumbu Layang-Layang. Sekarang Malaysia sedang mempersiapkan untuk mengembangkan pulau pulau tersebut seperti di Pulau Terumbu Layang-Layang dan menyatakan kedaulatan atas pulau-pulau tersebut guna memperkuat kehadiran Malaysia di Laut Cina Selatan. Malaysia termasuk pemain baru dalam sengketa di Kepuluan Spratly. Malaysia memasuki sengketa ini pada tahun 1979 ketika Pemerintah Malaysia menerbitkan peta resmi yang mencakup bagian selatan Kepulauan Spratly sebagai bagian dari landas kontinen Jurnal Komunikasi Massa Vol 4 No 2 Juli 2011
6
Subagyo : Komunikasi Politik Internasional Malaysia dalam …….. maupun Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang masuk dalam kedaulatan Malaysia. Kepulauan Spratly bagian selatan ini termasuk Pulau Terumbu Layang-Layang. Argumen Malaysia
tampaknya dapat diterima berdasarkan prinsip
hukum
internasional. Walaupun demikian, UNCLOS 1982 masih meninggalkan lubang yang multitafsir. Beberapa pulau yang diklaim Malaysia berdasarkan prinsip landas kontinen masih terbuka untuk diperdebatkan karena UNCLOS 1982 tidak memberikan jaminan hak kedaulatan kepada negara pantai atas pulau yang berada di landas kontinennya. Demikian pula definisi pulau menuntut UNCLOS 1982 dapat menggugurkan Terumbu Layang-Layang sebagai pulau. UNCLOS 1982 mengatakan bahwa pulau: ”a naturally formed area of land, surrounded by water, which is above water at high tide” (Chruchill, 1999: 49). Adagium ini menunjukkan bahwa karang dan pulau buatan manusia tidak masuk dalam pengertian pulau yang diatur dalam UNCLOS 1982 sehingga tidak dapat mempuyai ZEE 200 mil laut. Kepulauan Spratly bagian selatan ini terdiri dari lebih 100 pulau-pulau kecil, karang dan daratan pasir. Bagian paling selatan kepulauan ini hanya berjarak kurang dari 100 mil laut dari Brunei, Malaysia atau Pulau Palawan di Philipina. Sedangkan China daratan berjarak lebih dari 700 mil laut dari Kepulauan Spratly. Sedangkan daratan yang kadangkala tenggelam adalah daratan Macclesfield. Daratan ini terletak di sebelah tenggara kepulauan Paracel dan kira-kira terletak di tengah-tengah Laut China Selatan. Tidak ada yang tahu berapa banyak jumlah pulau di Kepulauan Spratly secara persis. Kepulauan ini terdiri dari lebih 235 pulau kecil, karang dan daratan yang berupa gundukan pasir yang 148 diantaranya telah mempunyai nama. Kepulauan ini terbentang 500 mil laut dari utara ke selatan dan 400 mil laut dari barat ke timur. Kebanyakan pulau dan daratannya tenggelam ketika terjadi pasang naik. Pulau terbesar adalah Pulau Taiping atau sering juga disebut Itu Aba hanya seluas 0,43 kilometer persegi. Kepulauan ini terletak di bagian tengah ke selatan dari Laut China Selatan, kira-kira 900 mil laut sebelah selatan Pulau Hainan, 230 mil laut sebelah timur pelabuhan Nha Trang di Vietnam dan 120 mil laut sebelah barat Pulau Palawan milik Filipina dan 150 mil laut barat daya Sabah Malaysia (Dong Manh Nguyen, 2006). Menurut Marwyn S. Samuel, Kepulauan Spratly dapat digolongkan menjadi tiga area. (1) area Spratly Barat; (2) Beting Selatan; (3) adalah Daerah Bahaya. Daerah ini terdiri dari gugusan karang yang tenggelam ketika air pasang naik sehingga sangat membahayakan kapal yang lewat. Banyak kapal yang kandas di daerah perairan ini (Samuel, 1982). Walaupun Kepulauan Spratly tidak cocok untuk mendukung kehidupan manusia, wilayah ini mempunyai tiga aspek penting sehingga menarik negara-negara di sekitarnya Jurnal Komunikasi Massa Vol 4 No 2 Juli 2011
7
Subagyo : Komunikasi Politik Internasional Malaysia dalam …….. untuk bersaing menyatakan kedaulatannya. Tiga aspek penting itu adalah lingkungan, sumber-sumber alam dan lokasi geografis. Pada intinya, sengketa Kepulauan spratly muncul karena ketidakjelasan kedaulatan dan batas-batas yuridiksi wilayah laut. Ketidakjelasan tersebut berakar pada sejarah yang lama, walaupun faktor sejarah bukanlah faktor yang penting untuk mendukung klaim kedaulatan. Wilayah ini diklaim seluruhnya oleh China, Taiwan, Vietnam dan sebagian wilayah oleh Philipina, Brunei dan Malaysia. Dasar klaim China, Taiwan dan Vietnam adalah faktor sejarah. Sejak zaman dulu, berdasarkan fakta-fakta peninggalan sejarah, pulau-pulau ini berada di wilayah kerajaan mereka. Bahkan fakta yang dikemukakan China dan Taiwan sejak dinasti Han bahkan jauh sebelum masehi pulau-pulau ini menjadi persinggahan nelayan kerajaan Han. Sedangkan Philipina, Malaysia dan Brunai mengklaim berdasarkan pada ketentuan UNCLOS yakni landas kontinen dan ZEE. Philipina menambahkan pembenar dalam mengklaim pulau tersebut dengan asas penemuan. Ketika ditemukan oleh nelayan Philipina, pulau tersebut tidak ada penghuninya. Selain itu, Philipina menambahkan bahwa pulau-pulau tersebut terletak lebih dekat dari segi jarak ke Philipina ketimbang negara lainnya.
Strategi Komunikasi Politik Internasional Malaysia memasuki sengketa wilayah dengan beberapa negara tetangganya ketika tanggal 21 Desember 1979 menerbitkan peta dengan nama “Peta Baru Menunjukkan Sempadan Perairan dan Pelantar Benua Malaysia”. Peta Baru ini menunjukkan batas wilayah perairan Malaysia dan batas batas landas kontinennya. Peta ini juga menunjukkan bahwa bagian selatan Kepulauan Spratly masuk dalam wilayah yurisdiksi Malaysia. Penerbitan Peta Baru ini semacam pengumuman baik kepada rakyat Malaysia maupun kepada dunia internasional mengenai batas wilayah laut Malaysia. Usaha penerbitan peta ini sudah barang tentu sudah melalui pengkajian yang panjang baik secara ilmiah, legal maupun secara politis. Penerbitan peta ini kemudian disusul dengan perangkat aturan yang lebih mendetail seperti aturan tentang ZEE. Terbitnya Peta Baru ini kemudian membawa persengketaan dengan negara tetangga Malaysia karena apa yang diklaim Malaysia dalam Peta Baru ternyata overlapping dengan pemilikan negara lain. Sebagai contoh mengenai pulau Sipadan dan Ligitan serta Pulau Batu Puteh. Pulau Sipadan dan Ligitan menurut peta baru adalah milik Malaysia. Namun di sisi lain dua pulau ini juga merupakan milik Indonesia. Sengketa antara Malaysia dan Indonesia pun muncul. Penyelesaian sengketa sudah diupayakan dalam waktu yang panjang secara Jurnal Komunikasi Massa Vol 4 No 2 Juli 2011
8
Subagyo : Komunikasi Politik Internasional Malaysia dalam …….. bilateral. Akhirnya kedua belah pihak setuju untuk mengakhiri sengketa dengan membawa masalah ke Mahkamah Internasional di Den Haag yang kemudian dimenangkan oleh Malaysia. Demikian pula sengketa pulau Batu Puteh antara Malaysia dengan Singapura. Sengketa ini kemudian dimenangkan oleh Singapura oleh Mahkamah Internasional. Sengketa yang belum selesai adalah sengketa di Kepulauan Spratly. Penyelesaian sengketa yang masih mengambang dan status quo memberi peluang bagi Malaysia untuk membangun sarana dan prasarana di kepulauan yang disengketakan itu. Pembangunan sarana dan prasarana ini penting untuk menunjukkan bahwa Malaysia secara nyata dan efektif mengembangkan pulau pulau tersebut sehingga tidak terlantar. Pendudukan yang efektif menjadi elemen penting jika seandainya kasus sengketa ini dibawa ke Mahkamah Internasional meskipun mereka yang bersengketa belum sepakat untuk membawa masalah ini ke sana. Pulau-pulau yang diklaim Malaysia di Kepulauan Spratly bagian selatan ada sebanyak sebelas pulau yaitu Ardasier Reef, Dallas Reef, Erica Reef, Louisa Reef, Marivales Reef, Royal Charlotte Reef, Swallow Reef, Investigator Shoal, Commodore Reef, Amboyna Cay, dan Barque Canada Reef. Pulau-pulau ini juga menjadi sengketa antara Philipina dan Vietnam. Ada beberapa faktor yang menggerakkan klaim Malaysia di selatan Kepulauan Spratly. Dua faktor utama adalah keamanan nasional dan nilai ekonomi dari sumber daya laut. Berkaitan dengan keamanan nasional, panglima militer Malaysia Jenderal Hashim Mohamed Ali pada tahun 1989 mencatat bahwa isu Spratly telah menjadi prioritas top secara militer. Hal ini beralasan karena pada tahun 1988 terjadi konflik senjata antara Vietnam dan China di Laut China Selatan. Bagi Malaysia hal ini menandakan bahwa konflik di Asia Tenggara semakin meningkat setelah Perang Vietnam, kasus pendudukan Kamboja oleh Vietnam, perang perbatasan antara China dan Vietnam serta konflik Laut China Selatan. Peningkatan konflik ini membawa ketidakstabilan di kawasan Asia Tenggara dan pada akhirnya akan mengancam keamanan Malaysia. Maka dengan demikian, Malaysia menghadapi dua macam ancaman yaitu internal dan eksternal. Ancaman internal bersumber pada gerakan komunis yang suatu saat dapat menyulut ketegangan antarras dan etnik di Malaysia yakni antara ras Melayu, China dan India. Sedangkan ancaman dari luar adalah rembesan konflik di Asia Tenggara dan sengketa perbatasan dengan negara tetangga akibat terbitnya Peta Baru. Semenjak diterbitkannya Peta Baru tahun 1979, Malaysia mempunyai sengketa perbatasan laut dengan beberapa negara tetangga. Oleh karena itu sejak 1990, fokus Jurnal Komunikasi Massa Vol 4 No 2 Juli 2011
9
Subagyo : Komunikasi Politik Internasional Malaysia dalam …….. pembangunan kekuatan pertahanan Malaysia bertumpu pada matra laut daripada di darat karena sumber ancaman telah bergeser dari darat ke laut. Seorang analis, JN Mak, mengatakan: “the new arena of regional tension was now the sea…. The dispute in the Spratly, to which Malaysia is a party, seemed to emphasize the need for maritime forces” (Mak, 1997, 37). Kerentanan pertahanan Malaysia memang berada di laut mengingat panjangnya garis pantai yang dimiliki baik di semenanjung maupun di Kalimantan utara. Kedua bagian ini dipisah oleh Laut China Selatan. Faktor lainnya adalah kebutuhan untuk monitoring dan melindungi sumberdaya laut di dalam wilayah ZEE yang mencakup seluas 475,600 km2. Berakhirnya perang dingin menjadikan situasi tidak menentu. Hal ini menjadi tantangan bagi perencana pertahanan terutama berkaitan dengan keamanan sebagai implikasi dari berkurangnya kehadiran militer Amerika Serikat dan semakin bertambahnya kemampuan angkatan laut China dalam unjuk kekuatan di Kepulauan Spratly. Dalam Rencana Pembangunan Malaysia ke Enam (1991-1995) sebanyak 6 juta ringgit dialokasikan untuk sektor pertahanan, sebagian untuk membiayai kemampuan dan efisiensi negara untuk mengkontrol dan menjaga EEZ. Pada tahun 1993 alokasi dana pertahanan melompat menjadi 8,4 juta ringgit dan mencapai 9,2 juta ringgit pada akhir rencana. Alokasi dana pertahanan ini meningkat 53% dari alokasi semua sektor. Pada Rencana Pembangunan Ke Tujuh (1996-2000) sebanyak 7 juta ringgit dialokasikan untuk sektor pertahanan tetapi secara aktual pengeluarannya mencapai 9,5 juta ringgit atau meningkat 35%. Pada Rencana Pembangunan Ke Delapan (2001-2005) dialokasikan 8,7 Juta ringgit untuk sektor pertahanan (Chung, 2004: 134-135). Besaran belanja di sektor pertahanan sejalan dengan tren perkembangan di sektor ekonomi domestik. Antara tahun 1990 dan 1997 rata-rata pertumbuhan tahunan GDP adalah 8,7%. Dalam jangka waktu yang sama pengeluaran untuk sektor pertahanan melonjak dari 4,9 juta ringgit menjadi 8,9 juta ringgit. Kuantitas dan kualitas peralatan pertahanan pun meningkat. Ini termasuk pembelian pesawat Hawk, F/A -18D Hornet, MiG 29 dan C-130, kapal frigat dan korvet. Pada tahun 1998 GDP turun menjadi -7.5% karena terjadi krisis ekonomi. Hal ini juga tercermin dari turunnya pembelian sektor pertahanan menjadi 7.2 juta ringgit. (Chung, 2004: 135). Ketika krisis ekonomi pulih, pengadaan di sector pertahanan meningkat. Pada 2001 Menteri Pertahanan Malaysia, Najib Razak menyatakan bahwa penggunanan belanja di sektor pertahanan berada pada kisaran US$3 juta dan US$4 juta untuk mempercanggih peralatan utama. Fokus utama adalah pembelian matra udara dan laut. Matra udara terdiri Jurnal Komunikasi Massa Vol 4 No 2 Juli 2011
10
Subagyo : Komunikasi Politik Internasional Malaysia dalam …….. gabungan antara Amerika (F/A-18E/F Super Hornet) dan Russia (Sukhoi Su-30MK). Matra laut ditujukan untuk membeli generasi baru kapal patrol klas MEKO dan kapal selam (Chung, 2004: 136). Faktor kedua adalah faktor ekonomi. Kepulauan Spratly dan wilayah laut di sekitarnya dipercaya kaya akan minyak dan gas bumi. Pada bulan Mei 1989, koran geologi China mengutip laporan penelitian yang dibuat oleh Kementerian Geologi dan Sumber Mineral China yang mengatakan bahwa kandungan minyak di wilayah ini mencapai 130 juta barrel. Jumlah ini dapat dibandingkan dengan 112 juta barel di Irak yang merupakan peringkat kedua dari cadangan minyak kedua setelah Arab Saudi. China juga mengestimasi wilayah ini mengandung 2000 trilyun kubik cadangan gas alam. Oleh karena itu China menganggap Kepulauan Spratly dan Laut China Selatan sebagai “Teluk Persia Kedua”. (Satyawan, 2010: 145) Walaupun demikian, eksistensi jumlah sumber-sumber alam masih belum diketahui secara tepat. Pada tahun 1995, Institut Penelitian Geologi untuk Luar Negeri Rusia mengestimasi bahwa wilayah Spratly hanya mempunyai kandungan 6 sampai 7,5 juta barel minyak dan 70% diantaranya adalah gas alam. Penelitian lain yang dilakukan perusahaan Norwegia TGS Nopec mengatakan bahwa wilayah Spratly kemungkinan mengandung cadangan hidrokarbon yang cukup besar. Seberapa besar kandungan hidrokarbonnya secara tepat perlu dibuktikan dengan mengebor dasar laut. Sayangnya, banyak kesulitan untuk mengebor karena faktor resiko geologi dan sengketa kedaulatan di wilayah ini (Satyawan, 2010: 145). Selain minyak dan gas, Kepulauan Spartly juga kaya akan guano dan fosfat. Kamar Dagang dan Industri Jerman pernah melaporkan pada tahun 2002 bahwa Kepulauan Spratly kaya akan mangaan, tembaga, kobalt dan nikel. Bila dilihat dari letak geografis pulau-pulau yang diklaim Malaysia ini berdekatan dengan Brunei dimana Brunei adalah penghasil minyak, maka pulau-pulau ini diduga kuat mengandung potensi minyak dan gas bumi. Sejak 1970 produksi migas lepas pantai di semananjung, Sabah dan Serawak menjadi pendapatan penting bagi Malaysia dan meningkat secara signifikan. Tahun 1980 minyak dan gas bumi telah mengganti karet sebagai ekspor utama Malaysia. Tahun 1995 sektor minyak dan gas bumi ini mencapai 33% pendapatan pemerintah. Selain sumber daya mineral, pulau-pulau yang diklaim Malaysia bersama wilayah lautnya merupakan wilayah yang kaya akan jenis ikan. Wilayah ini merupakan wilayah tangkapan ikan yang dapat memasok sumber protein rakyat Malaysia. Wilayah lautnya pun Jurnal Komunikasi Massa Vol 4 No 2 Juli 2011
11
Subagyo : Komunikasi Politik Internasional Malaysia dalam …….. mempunyai keindahan akan biota laut karena terdapat serangkaian terumbu karang. Oleh karena itu, wilayah ini menjadi obyek ekowisata di Malaysia dan bahkan terkenal di dunia. Melindungi kepentingan laut merupakan kontribusi utama terhadap terwujudnya visi 2020. Pada tahun 1990, sektor kelautan memberi kontribusi 33 juta ringgit atau 13% dari total output Malaysia. Sektor kelautan ini terdiri dari subsektor perkapalan, produksi minyak dan gas bumi, dan perikanan. Kemudian beberapa tahun belakangan sektor kelautan diperkaya dengan subsektor ekowisata laut, rekreasi dan pemrosesan makanan laut. Malaysia kemudian membangun pertahanan di sekitar pulau-pulau yang diklaimnya tersebut untuk melindungi kepentingan ekonominya dan integritas wilayah. Di lokasi tersebut, Malaysia membangun pangkalan militer di ujung timur Pulau Terumbu LayangLayang sebagai pos induk di kawasan Kepulauan Spratly Selatan sekaligus dermaga untuk kepentingan wisata. Pada tahun 1983 Malaysia menempatkan Pasukan Khas Laut-nya di Pulau Terumbu Layang-Layang. Pada tahun 1985, fasilitas militer ditambah sehingga memungkinkan menjadi markas untuk pasukan pertahanan udara. Studi komunikasi politik dalam kasus ini lebih bermuatan studi tentang kebijakan yaitu studi tentang tujuan dari kebijakan, bagaimana proses kebijakan itu diambil, siapa yang mempunyai inisiatif terhadap pengambilan keputusan yang kemudian menjadi kebijakan, bagaimana
kebijakan
itu
diimplementasikan
dan
bagaimana
kebijakan
tersebut
dikomunikasikan. Tujuan dari klaim Malaysia terhadap Pulau Terumbu Layang-Layang adalah untuk keberlangsungan eksistensi Malaysia sebagai suatu negara. Keberlangsungan (survival) ini berangkat dari dimensi keamanan, integritas wilayah, ekonomi dan martabat (prestise) nasional. Sebagai pembenar klaim terhadap Pulau Terumbu Layang-Layang ada dua alasan. (1) Pulau Terumbu Layang-Layang berada di landas kontinen Pulau Kalimantan milik Malaysia. (2) Pulau ini masih terletak dalam jangkauan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Malaysia. Dua alasan inilah yang dipergunakan Malaysia untuk meyakinkan dunia internasional bahwa pulau tersebut adalah miliknya. Cara untuk mengkomunikasikan kebijakan pengklaiman Pulau Terumbu LayangLayang adalah menuangkan dalam peta resmi pada tahun 1979 dengan nama Peta Baru. Pada Peta Baru tersebut terlihat jelas posisi Pulau Terumbu Layang-Layang dan gugusan Kepulauan Spratly bagian selatan yang masuk dalam wilayah Malaysia. Berdasarkan Peta Baru yang dipublikasikan terbuka ini kemudian dibuat aturan-aturan pemerintah yang lebih rinci misalnya tentang ketentuan ZEE.
Jurnal Komunikasi Massa Vol 4 No 2 Juli 2011
12
Subagyo : Komunikasi Politik Internasional Malaysia dalam …….. Pengambilan keputusan untuk suatu kebijakan dilakukan oleh pemerintah. Di dalam tubuh pemerintah ada beberapa agen yang berperan dalam pengambilan keputusan. Agenagen tersebut adalah Kantor Perdana Menteri dan Divisi Keamanan Nasional (National Security Division/NSD), Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan (Ministry of Defence/MINDEF) serta lembaga pengkajian strategis seperti Institute of Strategic and International Studies (ISIS) dan Malaysian Institute of Maritime Affairs (MIMA). Untuk kasus Pulau Terumbu Layang-Layang, inisiatif dan pengambilan keputusan dilakukan oleh Kantor Perdana Menteri. Perdana Menteri adalah otoritas tertinggi dalam pembuatan kebijakan. Meskipun demikian, inisiatif maupun usulan dapat dating dari agen di bawahnya terutama NSD, suatu badan yang diketuai oleh Perdana Menteri dengan anggota sejumlah menteri dan pejabat tinggi antara lain Menteri Luar Negeri, Menteri Pertahanan, Panglima Militer dan Kepala Kepolisian.
Ketika
suatu
keputusan
sudah
diambil,
maka
keputusan
tersebut
diimplementasikan oleh agen yang berada di bawahnya. Berkaitan dengan klaim Pulau terumbu Layang-Layang, Departemen Pertahanan menempatkan fasilitas militer dan pasukan di pulau tersebut, sedangkan Departemen Luar Negeri akan menangani protes yang akan dilancarkan oleh negara tetangga akibat keputusan tersebut. Hal yang lebih penting adalah publikasi dari keputusan tersebut. Hal ini tidak sulit dilakukan karena pemerintah masih memegang kendali terhadap media massa. Apa yang dilakukan pemerintah di Pulau Terumbu Layang-Layang, terutama menjadikan tempat ekowisata diberitakan secara memadai. Lembaga-lembaga pengkajian swasta semacam ISIS dan MIMA mempunyai peran penting dalam pembuatan keputusan terutama dalam analisaanalisis mereka sebelum keputusan diambil. Selain jalur media massa, keputusan yang diambil dituangkan dalam bentuk peta maupun peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh aparat birokrasi sehingga seluruh aparat birokrat dianggap mengetahui. Secara demikian, ketika keputusan diambil pada level tertinggi maka level di bawahnya akan otomatis mensosialisasi dan mengimplementasikannya. Malaysia memandang penting penguasaan fisik terhadap wilayah yang diklaim dan tidak berhenti ketika pembuatan peta dan pengambilan keputusan selesai. Penguasaan fisik dalam bentuk pembangunan sarana pariwisata dan sarana militer akan sangat bermanfaat untuk menjadi nilai tambah dan membangunan opini publik sekaligus menjadi daya penggentar bagi negara-negara yang mempersengketakan pemilikan pulau tersebut.
Jurnal Komunikasi Massa Vol 4 No 2 Juli 2011
13
Subagyo : Komunikasi Politik Internasional Malaysia dalam …….. Kesimpulan Salah satu masalah krusial yang dihadapi oleh suatu negara adalah ketika negara tersebut mengklaim suatu wilayah yang kebetulan wilayah tersebut juga diklaim oleh negara lain. Menghadapi kasus klaim Pulau Terumbu Layang-Layang, Malaysia menggunakan berbagai strategi komunikasi politik untuk membenarkan alasan klaim tersebut. Malaysia menggunakan jalur birokrasi misalnya dalam menerbitkan peta dan aturan hukum lainnya, menggunakan media massa dan yang lebih penting adalah penguasaan fisik pulau tersebut dengan membangunan berbagai fasilitas terutama fasilitas ekowisata dan militer. Fasilitas ekowisata untuk menambah daya tarik wisatawan asing dan sekaligus membangun opini publik bahwa Pulau Terumbu Layang-Layang adalah milik Malaysia. Fasilitas militer ditujukan untuk daya penggentar bagi negara lain yang akan mempersengketakan pemilikan pulau ini.
Daftar Pustaka Abdullah, Hasan. Mempelajari Peningkatan Kekuatan Militer Malaysia di Kepulauan Spratley, diakses melalui situs http://www.tandef.net/mempelajari-peningkatankekuatan-militer-malaysia-di-kepulauan-spratley Alleyne, Mark DaCosta. (2009). “International Communication Theories”dalam Stephen W. Littlejohn and Karen A. Foss (eds), Encyclopedia of Communication Theory. London: Sage. Anonim. A Brief Introduction to Swallow Reef, diakses melalui situs http://vm.nthu.edu.tw/southsea/english.travel.htm Chruchill, RR, and AV Lowe. (1999). The Law of the Sea. Manchester: Juris Publishing Manchester University Press. Chung, Christopher. (2004). The Spratly Islands Dispute: Decision Units and Domestic Politics. Disertasi Doktor. University of New South Wales (tidak diterbitkan). http://xnuripilot.blogspot.com/2010_09_01_archive.html Huberman, A Michael dan Miles Mattew B. (2009). “Manajemen Data dan Metode Analisis”, dalam Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln, Handbook of Qualitative Research. Terjemahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Mak, JN. (1997). “The Modernization of the Malaysian Armed Forces”, dalam Contemporary Southeast Asia, 19 (1). McNair, Brian. (1995). Introduction to Political Communication. London: Routledge. Nguyen, Dong Manh. (2006). “Setlement of Disputes Under the 1982 United Nations Convention of the Sea: the Case of South china Sea Dispute. University of Queensland Law Journal, 25 (1). Romarheim, Anders G. (2005). Definitions of Strategic Political Communication. Kertas Kerja Nomor 689. Norwegian Institute of International Affairs. Salleh, Asri, et. al., (2009). “Malaysia’s Policy Towards its 1963 - 2008 Territorial Disputes”, dalam Journal of Law and Conflict Resolution , Vol. 1(5). Samuels, Marwyn S. (1982). Contest for the South China Sea. New York: Methuen.
Jurnal Komunikasi Massa Vol 4 No 2 Juli 2011
14
Subagyo : Komunikasi Politik Internasional Malaysia dalam …….. Satyawan, Ign. Agung. (2010). “Komunikasi Negoisasi China terhadap Penyelesaian Sengketa Laut China Selatan”, dalam Jurnal Komunikasi Massa, Vol. 3(2). Surakarta: Prodi Ilmu Komunikasi. Stake, Robert E. (2009). “Studi Kasus”, dalam Norman K. Denzin and Yvonna S. Lincoln (eds). Handbook of Qualitative Research. Terjemahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jurnal Komunikasi Massa Vol 4 No 2 Juli 2011
15