KOMUNIKASI DAN PENILAIAN KHALAYAK TERHADAP KESENIAN TRADISIONAL KETOPRAK (Studi Deskriptif Mengenai Kesenian Tradisional Ketoprak Pada Masyarakat Kecamatan Tulungagung, Kabupaten Tulungagung, Provinsi Jawa Timur)
Diofani Prisatya Dharmawan Pawito
Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract This research is aimed to discover the perception or appraisal of the society of Tulungagung toward traditional art "Ketoprak". Ketoprak was a popular traditional art in the society, but it is no longer well-known, even forgotten, these days. Ketoprak can be a medium to deliver values, especially for Javanese society. One of popular modern Ketoprak arts is Ketoprak Siswo Budoyo from Tulungagung. It was born, it is grown and developed in Tulungagung. This research takes place in Tulungagung regency. This research is a quantitative-descriptive which is completed by qualitative data. The purpose of this research is discovering the appraisal and interest of the society of Tulungagung toward traditional art "Ketoprak". To reach the goal, it is necessary to calculate the number of respondents who state their interest and appraisal toward traditional art "Ketoprak" according to frequency calculations and the percentage. This research is dedicated to give contributions toward the similar researches and to be a relevant reference toward the development of science. The result of this research show that most of the society of Tulungagung state their interest and like toward Ketoprak. They also wish that Ketoprak can be reborn and conserved. They agree that television has been contributing in the disappearance of Ketoprak. Keywords: appraisal, perception, people's interests, Ketoprak, Tulungagung.
1
Pendahuluan Ketoprak telah menjadi sebuah seni pertunjukan yang semakin dikenal masyarakat Jawa – khususnya masyarakat di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Istilah ketoprak sendiri bisa diartikan ke dalam beberapa maksud. Ketoprak sejatinya bisa berarti sebuah drama sosial yang dibuat oleh masyarakat dan kemudian disajikan kepada masyarakat itu sendiri. Ketoprak juga bisa berarti sebuah kesenian tradisional, yang bersifat hiburan walau seringkali disisipi dengan kritik sosial. Budi Susanto (1997: 13) mengemukakan definisi yang sedikit sarkastik, bahwa ketoprak merupakan sebuah bentuk kesenian yang mencurigakan dalam arti seni pertunjukan ketoprak membawa pesan, misi ataupun maksud tertentu. Satu hal yang perlu dipahami, kesenian tradisional ketoprak (Bahasa Jawa: Kethoprak), selain sebagai hiburan untuk masyarakat itu sendiri ia juga berperan sebagai medium atau sarana untuk mengkomunikasikan berbagai nilai, pesan moral, unggah-ungguh terutama bagi kalangan masyarakat Jawa yang sangat menjunjung tinggi hal tersebut. Seperti dijelaskan sebelumnya, sebagai sebuah seni pertunjukan tradisional ketoprak sangat populer bagi kalangan masyarakat Jawa, khususnya di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Namun seperti diketahui bahwasannya sangat sulit menemukan keberadaan kesenian tradisional ketoprak di Indonesia. Hanya segelintir saja yang mampu bertahan hingga sekarang, itu pun bisa dihitung dengan jari. Nasib seni pertunjukan ketoprak di pelbagai wilayah tersebut memang berbeda-beda. Akan tetapi secara umum, dapat ditarik benang merah bahwa kehidupan seni pertunjukan ketoprak telah berkembang, sukses, kemudian layu hingga pada akhirnya mati dengan alasan yang beragam. Kondisinya pada sekarang ini kira-kira dapat diibaratkan seperti pepatah mati segan, hidup pun tak mau. Kiranya, dengan latar belakang tersebut fenomena ini menjadi sebuah topic yang menarik untuk diteliti.
2
Rumusan Masalah 1. Bagaimana sebenarnya minat masyarakat Tulungagung terhadap seni pertunjukan ketoprak? 2. Bagaimana penilaian masyarakat Tulungagung terhadap seni pertunjukan ketoprak? 3. Bagaimana proses sosialisasi (pewarisan nilai) yang terjadi di kalangan masyarakat Tulungagung berkenaan dengan seni pertunjukan ketoprak? 4. Apakah ada hubungan yang signifikan antara komunikasi dengan penilaian masyarakat terhadap seni pertunjukan ketoprak? Kajian Teori 1. Performing Art as a Communication Seni pertunjukan tidak hanya memuat esensi seni yang sesungguhnya dalam setiap tampilan yang mereka bawakan, namun setiap performa mereka ternyata juga menyimpan maksud dan pesan tertentu. Seni pertunjukan, secara spesifik ketoprak bahkan telah menjadi media komunikasi kepada rakyat. Dalam konteks komunikasi seni pertunjukan, pertunjukan merupakan media, tetapi ia memiliki nilai-nilai komunikasi yang berbeda dengan komunikasi keseharian (Jaeni, 2005: 20 dalam Jaeni, 2012: 53). Budi Susanto SJ. mengemukakan kemungkinan bahwa bentuk komunikasi yang diusung ketoprak merupakan sebuah bentuk protes, a ketoprak play probably tries to reassure its community, to acknowledge that modernization – an unfamiliar world – has somehow caused the loss of (the past) social consensus and harmony. Sebuah pertunjukan ketoprak mungkin berusaha untuk meyakinkan komunitasnya dan mengungkap bahwa modernisasi – suatu dunia yang asing – bagaimanapun juga telah mengakibatkan lenyapnya (adat) konsensus dan keselarasan sosial. Komunikasi seni pertunjukan merupakan sebuah bentuk komunikasi yang terjadi berkat “bantuan” seni – seni pertunjukan ketoprak sebagai medianya. Pemaknaan ini juga disinggung dalam buku Ketoprak: The Politics of the Past in the Present – Day Java karya DR. Budi Susanto, SJ. sebagai berikut: “Ketoprak not only helps people to “read” the signs, it also “writes” them. Once again, in contrast to our tendency to assume that language (pricesly in Indonesian:
3
budi bahasa) is there to communicate some truth about the world, it is better discerned as instantiating, exemplifying, or hinting at, the ineffable.” Ketoprak tidak sekadar membantu massa rakyat untuk “membaca” katakata yang terlihat, tetapi juga mengajaknya untuk ikut “menulis.” Sekali lagi, daripada sekadar mengandaikan bahwa bahasa – atau lebih tepatnya (budi) bahasa – adalah dimaksudkan untuk berkomunikasi tentang beberapa kebenaran dari dunia ini; adalah lebih baik untuk memperhatikan bahasa sebagai yang memudahkan, mencontohkan, atau menyinggung sesuatu yang sesungguhnya tak mudah dijelaskan. 2. Aesthetics Communication in Performing Art Komunikasi estetik dalam seni pertunjukan merupakan proses pertukaran makna pertunjukan yang terkait dengan nilai-nilai, yang ditafsirkan oleh dua pihak – pelaku seni dan publik seni – di mana posisinya sama-sama sebagai komunikator (Jaeni, 2012: 74). Definisi komunikasi estetik yang dijabarkan oleh Jaeni – terutama dalam kaitannya dengan seni pertunjukan memperlihatkan ada hubungan antara masyarakat pecinta seni dengan seni pertunjukan itu sendiri. Kemudian Richard Bauman (Jaeni, 2012: 15) mengatakan bahwa pertunjukan adalah tindakan komunikasi yang dikonsepsikan dalam seni pertunjukan melalui konsepsi tindakan komunikasi yang spesifik dalam bentuk dan interpretasi makna yang spesifik sesuai konteks budaya yang melingkupinya. Jaeni menuturkan bahwa peristiwa komunikasi dalam seni pertunjukan membutuhkan proses transformasi pesan yang mengindikasikan adanya proses dan tindakan komunikasi yang khas. Seperti yang ditegaskan Peter dan Smith (Jaeni, 2012: 14) mengenai pertunjukan teater modern, the theatrical form in its simplest description is the communication of ideas between two group; performer and audience. The assembly and audience and performer, or performance, is presentation of ideal by the performer to audience. The ideas may range from the very ancient to the most topical, from the profound to the absurd, and at same time be either sentimentally obvious or intellectually obscure. Bentuk teatrikal secara sederhana dapat digambarkan sebagai komunikasi gagasan-gagasan antara dua kelompok, yaitu pelaku seni dan publik seni. Kerja
4
sama antara pelaku dan publik seni merupakan pertunjukan sebagai gambaran gagasan-gagasan yang dilakukan oleh pelaku seni dan ditujukan kepada publik seni. Lingkup gagasan yang ditampilkan sangat beragam, dari hal-hal yang klasik, sederhana, hingga yang menjadi sorotan masyarakat, dari yang keseharian hingga yang absurd. Bahkan kadang-kadang sangat menyentuh perasaan dan sebaliknya, dan juga kadang hanya menyentuh pikiran saja. 3. Penilaian Khalayak Penilaian atau persepsi mempunyai kaitan yang sangat erat dengan komunikasi. Dalam suatu hubungan atau komunikasi dapat terbangun adanya suatu persepsi. Penjelasan ini berdasar pada definisi persepsi yang ditafsirkan Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi. Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan (Rakhmat, 2011: 50). Lebih lanjut, hal ini diperkuat oleh teori yang dikemukakan oleh Stuart Hall. Hall mengungkapkan sebuah teori terkenal yang disebut systematically distorted communication theory (Durham, 2001: 174) – teori yang menjelaskan adanya distorsi dalam komunikasi secara sistematis, yang mana teori ini berkaitan erat dengan persepsi masyarakat terhadap suatu pesan yang disampaikan oleh media. Dalam teori ini, Hall menekankan adanya tiga poin utama tentang persepsi yang ditunjukkan khalayak/masyarakat dalam menangkap suatu pesan yang diluncurkan oleh media. Persepsi yang pertama hall menyebutnya dengan dominant code. Dominant code memiliki arti bahwa khalayak mampu memahami dan menerima
secara
terbuka
komunikator/pengirim
maksud
pesan/media
yang
(encoder)
ingin kepada
disampaikan
oleh
khalayak/penerima
(decoder). Sehingga tujuan atau arti pesan yang ingin disampaikan oleh komunikator telah tercapai. Yang kedua adalah negotiated code. Secara sederhana, dapat diartikan fenomena yang terjadi pada negotiated code merupakan sebuah hal ‘pro dan kontra’ – ada yang menerima, ada pula yang menolaknya. Dan yang menjadi poin terakhir yaitu oppositional code.
5
Poin ini menekankan bahwa persepsi yang ditunjukkan oleh khalayak jelasjelas menolak maksud dan pesan yang ingin disampaikan oleh komunikator atau dalam hal ini berarti media. Artinya pesan yang disampaikan oleh media tidak diterima oleh masyarakat, sehingga menyebabkan tujuan dari pesan itu juga tidak tercapai. 4. Seni Pertunjukan Ketoprak di Tulungagung dan fungsi hiburan ketoprak. Tulungagung dikenal publik nasional sebagai salah satu kota yang mampu menelurkan dan melestarikan seni budaya leluhur seperti misalkan yang paling terkenal adalah seni pertunjukan ketoprak. Diantara sekian banyak seni pertunjukan yang tumbuh pesat di daerah penghasil marmer ini, ada salah satu ketoprak yang sangat dikenal masyarakat dan benar-benar ‘mati’ beberapa tahun belakangan hingga sekarang adalah Ketoprak Siswo Budoyo asal Tulungagung, Jawa Timur. Ketoprak yang berdiri pada tahun 1958 ini didirikan oleh Siswondo Hardjo Suwito (Siswondo HS) di Desa Kiping, Gondang, Tulungagung, Jatim. Dalam setiap pentasnya, Ketoprak yang sangat populer pada periode 1970-an dan 1980-an ini tidak pernah sepi pengunjung. Gedung tempat mereka mentas selalu dipadati oleh para penggemarnya, baik dari kalangan tua maupun kalangan muda. Sebagian besar peminatnya didominasi oleh masyarakat Jawa Timur dan Jawa Tengah. Ketoprak Memberikan Fungsi Hiburan Jelas bahwa pada setiap pementasan yang dilakoninya ketoprak membawa turut serta fungsi hiburan dalam sebuah masyarakat dan kepada masyarakat itu sendiri. Seni pertunjukan ketoprak lahir dari dinamika kebudayaan masyarakat, secara khusus dari masyarakat tradisional. Bertahun-tahun menjadi primadona bagi masyarakat dan menjalani masa-masa terbaiknya sebagai sarana hiburan rakyat, pada akhirnya ketoprak runtuh juga. Hal tersebut bebarengan dengan munculnya media atau saran hiburan baru bagi masyarakat seiring berkembangnya teknologi di masa modern ini. Media televisi datang dengan segudang acara yang menggiurkan. Berbagai macam acara hiburan dikemas secantik mungkin sebagai upaya untuk menarik massa sebanyak
6
mungkin. Paket acara hiburan mulai dari bidang musik, drama, info dan berita, live show, hingga sinetron mendapatkan sambutan hangat dari berbagai kalangan. Metodologi Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dan bukan penelitian kepustakaan (library research) – yakni sebuah penelitian yang mengharuskan peneliti terjun langsung ke lapangan (masyarakat) untuk mengumpulkan data. Objek penelitian ini adalah masyarakat Tulungagung, para pelaku seni khususnya seni pertunjukan ketoprak, dan masyarakat penggemar seni pertunjukan ketoprak di Tulungagung. Pendekatan multiple-methods digunakan dalam penelitian ini dengan melibatkan pendekatan kuantitatif khususnya survei (survey) dan pendekatan kualitatif khususnya dengan wawancara (interview). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah mempergunakan kuesioner. Kuesioner ini digunakan untuk menjawab penilaian atau persepsi serta minat masyarakat Kabupaten Tulungagung terhadap seni pertunjukan tradisional Ketoprak. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan menggunakan convenience sampling atau accidental sampling. Teknik sampling dengan cara ini peneliti semata-mata memilih siapa saja yang dapat diraih pada saat penelitian diadakan sebagai respondennya (Slamet, 2006: 61). Penyajian dan Analisis Data a. Minat Terhadap Ketoprak. Tabel 3.5 Deskripsi Minat Responden No.
Minat Responden
Frekuensi
Persen %
1
Setuju
88
88.0
2
Ragu-ragu
7
7.0
3
Tidak Setuju
5
5.0
4
Total
100
100.0
Sumber: kuesioner nomer 8
7
Sebagian besar reponden menyatakan masih memiliki minat terhadap seni pertunjukan ketoprak. Hal itu terlihat dari jumlah responden yang menjawab setuju atau berminat terhadap ketoprak sebesar 88 responden. Sangat kontras jika dibandingkan para responden yang menjawab ragu-ragu maupun tidak setuju (tidak menyukai) seni pertunjukkan ketoprak. Dari sajian data di atas, dapat dikatakan bahwa sebagian besar masyarakat tulungagung, khususnya masyarakat yang tinggal di wilayah kecamatan Tulungagung masih menyukai seni pertunjukan ketoprak. b. Ketoprak Dapat Memberikan Hiburan Kepada Masyarakat. Tabel 3.6 Deskripsi Pendapat Responden No.
Pendapat
1
Setuju
2
Ragu-ragu
Frekuensi
Persen % 92
92.0
2
2.0
Sumber: kuesioner nomer 9 Dari table di atas dapat dilihat sebagian besar responden menjawab setuju bahwa ketoprak dapat memberikan hiburan kepada masyarakat. Terlihat dari jumlah responden yang menjawab setuju berjumlah 92 responden. Jumlah responden yang menjawab ragu-ragu berjumlah 2 reponden. Sementara itu, tidak ada responden yang menjawab tidak setuju. c. Ketoprak Dapat Memberikan Tuntunan Yang Baik Kepada Masyarakat Tabel 3.7 Deskripsi Pendapat Responden No.
Pendapat Responden Frekuensi
1
Setuju
2
Ragu-ragu
Persen % 93
93.0
1
1.0
Sumber: kuesioner nomer 10 Dari table di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 93 responden menyatakan setuju bahwa seni pertunjukan ketoprak dapat memberikan tuntunan yang baik
8
kepada masyarakat. Hanya ada satu responden yang menyatakan tidak setuju dan tidak ada responden yang menjawab tidak setuju. d. Ketoprak Dapat Memberikan Kesempatan Kepada Masyarakat Untuk Bertemu dan Berbincang. Tabel 3.8 Deskripsi Pendapat Responden No.
Pendapat Responden Frekuensi
Persen %
1
Setuju
76
76.0
2
ragu-ragu
14
14.0
3
tidak setuju
4
4.0
Sumber: kuesioner nomer 11 Dari tabel yang telah disajikan di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar masyarakat kecamatan Tulungagung setuju bahwa ketoprak dapat menjadi media bagi masyarakat untuk saling bertemu dan berbincang dengan sesama warga. Hal itu tercermin dari jumlah responden yang menjawab setuju sebesar 76 responden. Sedangkan sebanyak 14 responden menyatakan ragu-ragu dan 4 responden tidak setuju dengan pernyataan tersebut. e. Ketoprak Mampu Menjadi Medium Untuk Mensosialisasikan Berbagai Nilai. Tabel 3.9 Deskripsi Pendapat Responden No.
Usia Responden
1
Setuju
2 3
Frekuensi
Persen % 87
87.0
Ragu-ragu
4
4.0
Tidak setuju
3
3.0
Sumber: kuesioner nomer 12 Dari table di atas dapat dilihat bahwa responden yang menjawab setuju bahwa ketoprak mampu menjadi media atau sarana untuk mensosialisasikan berbagai nilai sebanyak 87 responden. Sebanyak 4 responden menyatakan raguragu. Sedangkan yang menyatakan tidak setuju berjumlah 3 responden. Hal ini
9
menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat di kecamatan tulungagung menyatakan setuju bahwa seni pertunjukan ketoprak mampu menjadi sarana untuk mensosialisasikan berbagai nilai-nilai yang baik. f. Tidak Menyukai Ketoprak Karena Ketoprak Diangap Sulit Atau Repot Untuk Dijangkau.
No.
Tabel 3.10 Deskripsi Pendapat Responden Pendapat Responden Frekuensi Persen %
1
Setuju
2
2.0
2
ragu-ragu
2
2.0
3
tidak setuju
2
2.0
Sumber: kuesioner nomer 13 Ini merupakan pertanyaan yang diberikan kepada responden yang menyatakan tidak setuju/tidak menyukai/tidak berminat terhadap seni pertunjukan ketoprak. Karena jumlah responden yang menjawab tidak setuju hanya berjumlah 5 orang maka jumlah jawaban yang menyertainya pastilah berjumlah sedikit pula. Sebanyak 2 responden menyatakan setuju bahwa ketoprak sulit untuk dijangkau . satu responden menyatakan ragu-ragu dan dua responden lainnya menyatakan tidak setuju jika ketoprak sulit untuk dijangkau kendati mereka menyatakan tidak berminat terhadap ketoprak. g. Tidak Menyukai Ketoprak Karena Ketoprak Dianggap Terkesan Kuno. Tabel 3.11 Deskripsi Pendapat Responden No.
Pendapat Responden Frekuensi
Persen %
1
Setuju
1
1.0
2
ragu-ragu
2
2.0
3
tidak setuju
3
3.0
Sumber: kuesioner nomer 14 Sama seperti pada point (h) diatas, pertanyaan ini diberikan hanya kepada yang menjawab tidak setuju/tidak berminat terhadap ketoprak. Ada 5 responden
10
yang meyatakan tidak berminat terhadap ketoprak. Dari 5 responden tersebut 1 responden menyatakan setuju bahwa ketoprak dinilai sudah ketinggalan zaman atau terkesan kuno. Satu responden meyatakan ragu-ragu. Dan tiga responden menyatakan tidak setuju bahwa ketoprak sudah ketinggalan zaman atau terkesan kuno. h. Tidak Menyukai Ketoprak Karena Tidak Banyak Memberikan Manfaat Tuntunan Kepada Masyarakat Tabel 3.12 Deskripsi Pendapat Responden No.
Pendapat Responden
Frekuensi
Persen %
1
Ragu-ragu
3
3.0
2
Tidak setuju
3
3.0
Sumber: kuesioner nomer 15 Point pertanyaan terakhir yang diberikan kepada responden yang menyatakan tidak berminat terhadap ketoprak. Dua responden menyatakan raguragu. Sedangkan tiga responden lainnya menyatakan bahwa tidak setuju jika ketoprak tidak memberikan manfaat tuntunan kepada masyarakat. Tidak ada yang menjawab setuju bahwa ketoprak tidak memberikan manfaat tuntunan kepada masyarakat. i. Seberapa Sering Terlibat Dalam Perbincangan Tentang Ketoprak Tabel 3.13 Deskripsi Frekuensi dalam Perbincangan mengenai Ketoprak No.
Frekuensi Bincang Responden
Frekuensi
Persen %
1
Seringkali
24
24.0
2
Jarang
64
64.0
3
Tidak pernah
12
12.0
Sumber: kuesioner nomer 16 Mayoritas responden menyatakan jarang terlibat dalam perbincangan mengenai ketoprak. Hal itu ditunjukkan oleh jumlah responden yang menyatakan jarang terlibat dalam perbincangan mengenai seni pertunjukan ketoprak yaitu
11
sebanyak 64 responden atau 64% dari total responden. Sedangkan responden yang menyatakan sering terlibat perbincangan mengenai seni pertunjukan tradisional ketoprak hanya sebanyak 24 orang atau 24% dari total responden. j. Dengan Siapa Biasa Berbincang Tentang Ketoprak. Table 3.14 Deskripsi Dengan Siapa Responden Berbincang No.
Dengan Siapa Berbincang
Frekuensi
Persen %
1
Keluarga
25
25.0
2
Tetangga
7
7.0
3
teman-teman
24
24.0
4
rekan di tempat kerja
28
28.0
5
lain-lain
6
6.0
Sumber: kuesioner nomer 17 Tidak ada jumlah yang dominan dari responden terkait pertanyaan dengan siapa paling sering berbincang mengenai seni pertunjukan ketoprak. Jumlah responden sebesar 28 orang mengatakan paling sering berbincang mengenai seni pertunjukan ketoprak adalah dengan rekan-rekan di tempat kerja. Namun angka tersebut tidaklah bersifat dominan. Karena responden yang menyatakan paling sering berbincang mengenai seni pertunjukan ketoprak dengan tetangga dan dengan teman-teman masing-masing berjumlah 25 responden dan 24 responden. k. Berkembangnya
Televisi
Berkontribusi
Terhadap
Memudarnya Seni Pertunjukan Ketoprak. Tabel 3.15 Deskripsi Kontribusi Televisi terhadap Ketoprak No.
Kontribusi Tv
Frekuensi
1
Setuju
78
78.0
2
Ragu-Ragu
14
14.0
3
Tidak Setuju
8
8.0
4
Total
100
100.0
Sumber: kuesioner nomer 18
12
Persen %
Semakin
Terlihat jelas bahwa sebagian besar responden menyatakan setuju bahwa dengan berkembangnya televisi turut berkontribusi terhadap semakin memudarnya seni pertunjukan ketoprak. Hal itu ditunjukkan dengan angka sebesar 78% atau berjumlah 78 reponden yang menyatakan setuju bahwasannya dengan hadirnya televise dan dengan berbagai tayangan acara yang disuguhkan telah berkontribusi terhadap semakin memudarnya seni kesenian tradisional, dalam hal ini seni pertunjukan ketoprak. l. Arah Perbincangan Mengenai Seni Pertunjukan Ketoprak Table 3.16 Deskripsi Arah Bincang tentang Ketoprak No.
Usia Responden
Frekuensi
1
Cenderung mengajak ketoprak bangkit
Persen %
81
81.0
11
11.0
1
1.0
6
6.0
kembali 2
Mengacuhkan ketoprak yang semakin memudar
3
Menganggap bahwa sudah semestinya ketoprak punah atau hilang
4
Pendapat sendiri
Sumber: kuesioner nomer 19 Statistik diatas menunjukkan bahwa sebagain besar reponden menyatakan setuju untuk kategori pertanyaan yang menyebutkan masyarakat cenderung mengajak ketoprak bangkit kembali. Sebanyak 81 responden menyatakan bahwa mereka cenderung mengajak agar kesenian-kesenian tradisional khususnya seni pertunjukan ketoprak dilestraikan dan bangkit kembali untuk menghibur masyarakat.
13
1.Minat masyarakat Tulungagung terhadap kesenian tradisional ketoprak Dari table 3.5, dapat dilihat bahwa sebagian besar masyarakat di Kecamatan Tulungagung menyatakan setuju dengan pernyataan cenderung menyukai atau berminat terhadap kesenian tradisional, atau dalam penelitian ini adalah seni pertunjukan ketoprak. Sajian data diatas menunjukkan besaran angka yang sangat dominan dibandingkan dua jawaban lain yang menyatakan ragu-ragu atau bahkan tidak setuju. Sebanyak 88 responden menyatakan berminat atau menyukai seni pertunjukan tradisional seperti ketoprak. Hal ini diperkuat oleh sajian-sajian data berikut yang memuat pertanyaan berkaitan dengan minat masyarakat Tulungagung terhadap seni pertunjukan ketoprak. Pada Table 3.6 lebih dari 90 responden atau tepatnya 92 responden menyatakan setuju atas pertanyaan apakah ketoprak dapat memberikan sarana hiburan kepada masyarakat. Pada Tabel 3.7 menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat yang tinggal di wilayah kecamatan Tulungagung mengatakan setuju bahwa ketoprak dapat memberikan tuntunan yang baik kepada masyarakat. Angka dominan ini juga menunjukkan ketertarikan atau minat yang besar masyarakat terhadap seni pertunjukan ketoprak. Sama seperti dua pernyataan sebelumnya yang menyimpulkan ketertarikan yang besar dari masyarakat Tulungagung terhadap seni pertunjukan ketoprak, Tabel 3.8 juga menunjukan mayoritas masyarakat mengatakan hal yang sama, meskipun besaran angka yang ditunjukkan lebih kecil dibandingkan dua pernyataan sebelumnya, yaitu sebesar 76 responden. Akan tetapi hal tersebut masih menyimpulkan hal yang sama terkait minat masyarakat Tulungagung terhadap seni pertunjukan ketoprak. Tabel 3.9 menunjukkan simpulan yang sama perihal minat masyarakat Tulungagung terhadap seni pertunjukan ketoprak. Dengan besaran angka yang relatif besar yaitu sebanyak 87 responden menyatakan setuju bahwa ketoprak mampu menjadi sarana untuk mensosialisasikan berbagai nilai. Hal inilah yang menjadi daya tarik ketoprak sehingga masih diminati banyak kalangan. “Sebetulnya kalo animo masyarakat itu masih baik. Cuma dengan adanya kemajuan teknologi terutama televisi, sehingga animo ketoprak itu
14
lambat-laun lambat-laun akan berkurang berkurang berkurang. Kedua rasa ketelatenan juga semakin berkurang lebih baik nonton di rumah lebih praktis.” (Interview Dengan Bapak Karmaji, 16 Maret 2015) Dari gabungan sajian data diatas dapat ditarik satu garis lurus bahwa ketertarikan masyarakat Tulungagung, khususnya masyarakat di wilayah Kecamatan Tulungagung terhadap kesenian tradisional ketoprak masih sangat besar. Selain sebagai medium komunikasi itu sendiri termasuk di dalamnya menyuguhkan atraksi budaya, menyalurkan ide dan kreativitas bahkan hingga digunakan sebagai tunggangan politik berbagai organisasi di Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari masih banyaknya aspek yang mampu ditawarkan oleh kesenian tradisional ketoprak terlebih berkaitan dengan nilai-nilai sosial di masyarakat. Beberapa diantaranya adalah kesenian tradisional ketoprak memberikan sajian hiburan alternatif bagi masyarakat di samping tayangan acara televisi yang semakin beragam dan semakin tingginya pengaruh internet bagi kehidupan social budaya masyarakat. Selain itu dari sudut pandang sosial, kesenian tradisional ketoprak mampu dijadikan sarana atau media untuk menularkan berbagai nilai dan moral yang luhur seperti yang ditunjukkan dalam tiap-tiap adegannya. Khususnya untuk masyarakat jawa itu sendiri yang sangat menjunjung tinggi ‘unggah-ungguh’ yang mana di zaman yang semakin modern hal tersebut nampak pudar. Ketoprak juga sanggup mewadahi niat masyarakat yang berkeinginan untuk bersosialisasi, berbincang dan semakin mengenal satu sama lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa kesenian tradisional ketoprak masih sangat dinanti kehadirannya di tengah-tengah masyarakat karena ada banyak hal yang ada dalam ketoprak tidak dapat dijumpai dalam berbagai tayangan acara di zaman sekarang. 2. Penilaian masyarakat Tulungagung terhadap seni pertunjukan ketoprak Penilaian (sering juga diistilahkan sebagai persepsi dalam penelitian social) masyarakat Tulungagung terhadap kesenian tradisional ketoprak mengungkapkan hal yang sama. Sajian-sajian data yang digunakan dalam acuan analisis data penelitian ini lebih kurang sama dengan yang digunakan dalam menganalisa minat masyarakat Tulungagung terhadap kesenian tradisional ketoprak.
15
Dari sajian tabel 3.5; tabel 3.6; tabel 3.7; tabel 3.8; tabel 3.9 kiranya mampu mewakili penilaian (persepsi) yang ditunjukkan masyarakat Tulungagung terhadap kesenian tradisional. Secara umum, masyarakat Tulungagung memandang bahwa kesenian tradisional ketoprak memiliki daya tarik tersendiri jika disandingkan dengan tayangan hiburan yang lain. Kecintaan masyarakat Tulungagung akan kesenian ketoprak bisa jadi dilatar belakangi faktor sejarah mengingat Tulungagung merupakan kota kelahiran seni pertunjukan tradisional Ketoprak Siswo Budoyo yang sangat terkenal. Meskipun banyak sekali ketoprak sejenis yang tersebar di berbagai wilayah Nusantara, namun Ketoprak Siswo Budoyo banyak diklaim oleh banyak kalangan sebagai pelopor kesenian tradisional ketoprak modern. Di sisi lain, dengan latar belakang masyarakat jawa dan ketoprak juga berkembang di kawasan jawa akan mudah melihat mengapa kesenian ketoprak begitu dinantikan kehadirannya di kalangan masyarakat. Karena ketoprak yang hampir di tiap pementasannya menampilkan cerita di sekitar kerajaan, sehingga tutur bahasa yang diusung adalah Bahasa Krama Inggil yang halus serta memperhatikan tata krama dan ‘unggahungguh’ seperti kebanyakan prinsip ‘Orang Jawa’. “Ya masih, tapi hanya even-even tertentu itu. Nek habis ngga, saya ngga boleh mengatakan itu. Karena organisasinya masih ada dan terdaftar. Punya nomor induk, punyanya ketoprak kembangsuri, ketoprak pari bedoyo itu juga. Ya punya orangnya. Walaupun ora payu. Tapi mereka untuk eveneven tertentu itu masih. Ketoprak tulungagung itu masih. Tapi ya ngga seheboh tahun 80an. Ya kalo ketoprak mau digelar dilapangan, yang lihat mesti banyak. Itu kan biasanya ada ketoprak di pasar sore. Ya mudahmudahan pak Singgih yang punya ketoprak kembang suri, bias untuk menggelar ketoprak.” (Interview Dengan Bu Yun, 11 Maret 2015) Hal ini merupakan salah satu alasan yang mendasari masyarakat, khususnya masyarakat Tulungagung sangat mengidamkan hadirnya ketoprak kembali. Agar mereka memiliki media yang digunakan untuk menularkan dan mengajarkan berbagai tuntunan yang dipergunakan generasi-generasi sebelumnya, misalkan tuntunan mengenai pendidikan, akhlak, nilai dan moral dalam masyarakat.
16
3.Proses sosialisasi (pewarisan nilai) yang terjadi di kalangan masyarakat Tulungagung berkenaan dengan seni pertunjukan ketoprak. Meski sebagian besar masyarakat Tulungagung menginginkan hadirnya kesenian tradisional ketoprak kembali, namun diantara mereka mayoritas menyatakan bahwa mereka jarang terlibat perbincangan tentang seni pertunjukan tradisional ketoprak. Sajian Tabel 3.13 menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat yang berada di wilayah kecamatan Tulungagung jarang melakukan perbincangan tentang seni pertunjukan ketoprak. Nampaknya hal ini yang menjadi salah satu alasan tersisihnya kesenian tradisional ketoprak karena ketoprak tidak lagi menjadi sebuah bahan perbincangan yang menarik di kalangan masyarakat. Hal ini bisa juga berarti proses sosialisasi atau proses pewarisan nilai dari generasi-generasi sebelumnya tidak berlangsung mulus atau terdapat beberapa hambatan. “Bagus orang tuanya. Karena pengaruhnya kan sekarang banyak. Yang disenengi sekarang kan banyak. Kalo dibanding doraemon, spongesbob, upin-ipin, lha itu banyak sekali film-film kartun. Anak-anak kan sekarang dicekoki sama film-film itu. Kalo dulu kan ngga. Di TVRI ayo menari, pak Tri WIbisono, kemudian wayang orang ada, ketoprak ada. Tv ngga seperti sekarang banyak tv swasta yang mempunyai program-program disenengi anak muda. Film-film dari korea, boyband2, kalo buy un bilang itu anak muda sekarang sudah terkena gelombang peradaban baik di desa maupun dikota. Gelombang peradaban itu, ada 3F. 3F itu Food, makanan. Dari segi makanan itu mereka ngga kenal seperti jemblem, ote-ote, getuk itu mereka ngga kenal. Tapi mereka kenal dengan makanan sepertu sushi, pizza. Ya ini dari segi makanan atau food. Kemudian fashion. Ala-ala korea dari ujung kaki sampai kepala. Sing rambute dikei dalan tuma, ya itu mulai dari baju, dandanan, mereka lebih seneng dengan ala-ala korea. Ya jadi baik dikota sama didesa, sama. Di desa juga ada fried chicken. Padahal didesa lho ya, ini pengaruh dari segi makanan aja sudah seperti itu. Jadi 3F itu berpengaruh besar terhadap gelombang peradaban.” (interview dengan bu Yun, 11 Maret 2015)
17
Masuknya tayangan hiburan dari berbagai stasiun televisi swasta serta semakin menjamurnya perkembangan internet di kalangan masyarakat turut meredupkan semangat untuk menghidupkan kesenian-kesenian tradisional semacam ketoprak. Fenomena dalam masyarakat ini diperkuat oleh sajian data statistik yang telah dihimpun dari penelitian di lapangan. Mayoritas masyarakat di Kecamatan Tulungagung mengatakan setuju bahwa dengan hadirnya televisi dengan berbagai tayangan acara yang dibawanya turut berkontribusi terhadap semakin memudarnya kesenian tradisional ketoprak. statistic ini menyiratkan adanya keengganan bagi masyarakat untuk menonton kesenian tradisional ketoprak. Fenomena seperti ini memang tidak bisa dipungkiri. Televisi mampu menawarkan apa yang tidak dimiliki oleh ketoprak. Televisi bersifat sangat accessible, tidak perlu keluar rumah untuk menyaksikannya di panggung-panggung seperti yang diusung kesenian tradisional seperti ketoprak. Belum lagi harus mengeluarkan biaya untuk membeli tiket. Televisi memiliki tayangan acara hiburan yang sangat bervariasi yang pada kenyataannya semakin digemari oleh semua lapisan masyarakat. Mulai dari sinetron, reality show, dan lain sebagainya. Sehingga di zaman sekarang, banyak hal yang harus dipertimbangkan sebelum memutuskan menonton kesenian tradisional ketoprak kecuali bagi mereka yang sungguh-sungguh mencintai ketoprak. Di sisi yang berlainan, ketoprak membutuhkan dukungan dari masyarakat untuk tetap hidup. Meski begitu, ternyata masih banyak masyarakat yang menginginkan ketoprak untuk tetap hidup dan hadir kembali di tengah-tengah masyarakat seperti di masa kejayaannya. Hal tersebut didukung oleh sajian data statistik seperti di bawah ini. Tabel 3.16 menunjukkan bahwa masyarakat di Tulungagung atau terkhusus di wilayah kecamatan tulungagung masih memiliki kecintaan yang besar terhadap kesenian tradisional semisal ketoprak. sebagaian besar diantara mereka menginginkan agar kesenian tradisional seperti ketoprak muncul untuk kembali menghiasi masyarakat. Hanya sedikit dari mereka yang mengacuhkan ketoprak
18
seperti yang dapat dilihat dari sajian data diatas. Ini bisa menjadi peluang bagi ketoprak untuk kembali hadir ke tengah-tengah masyarakat. Antusiasme terkait keinginan ketoprak bangkit kembali yang ditunjukkan oleh masyarakat tulungagung diharapkan mampu memotivasi para penggiat budaya tradisional semisal ketoprak untuk berusaha kembali menancapkan eksistensi mereka di tengah gempuran modernisasi yang bertubi-tubi. 4.Hubungan antara komunikasi dengan penilaian masyarakat terhadap seni pertunjukan ketoprak. Hubungan antara komunikasi dengan penilaian masyarakat terhadap kesenian tradisional ketoprak tentulah sangat erat kaitannya. Dengan kacamata komunikasi kita mampu melihat, meneliti dan mengukur bagaimanakah persepsi atau penilaian yang ditunjukkan masyarakat tulungagung terhadap kesenian tradisional ketoprak. Selain beberapa aspek yang telah diukur dan diteliti seperti diatas, relasi antara komunikasi dan penilaian masyarakat terkait kesenian tradisional ketoprak dapat dilihat dari pengukuran aspek yang melibatkan media massa, yaitu melihat apakah dengan berkembanganya media massa televisi turut berkontribusi terhadap semakin memudarnya kesenian tradisional ketoprak. Mayoritas reponden/masyarakat berpendapat bahwa kehadiran televisi dengan berbagai tayangan acara yang dibawa telah berkontribusi terhadap semakin memudarnya kesenian tradisional ketoprak. pertanyaan itu mengandung banyak elemen komunikasi di dalamnya. Selain persepsi atau penilaian itu sendiri, dapat dilihat bahwa di dalamnya terkandung elemen komunikasi seperti komunikasi massa yang dalam konteks ini diwakili oleh televisi. Kesimpulan Penelitian ini hendak melihat bagaimana penilaian atau persepsi yang ditunjukkan oleh masyarakat Tulungagung terhadap kesenian tradisional ketoprak yang semakin memudar dan sangat jarang ditemui. Minat yang ditunjukkan masyarakat kecamatan tulungagung terhadap kesenian tradisional ketoprak masih sangatlah besar. Ketoprak dipandang masih mampu memberikan pilihan sajian hiburan kepada masyarakat. Ketoprak mampu memberikan tuntunan yang baik kepada masyarakat. Kesenian tradisional mampu
19
mensosialisasikan nilai-nilai moral yang luhur kepada masyarakat seperti bertutur kata, bersikap sopan santun kepada orang yang lebih tua, dan lain sebagainya. Karena sebagaimana diketahui bahwa masyarakat jawa sangat menjunjung tinggi nilai-nilai moral (unggah-ungguh) dalam masyarakat, sementara kesenian tradisional ketoprak lahir dan besar di kalangan masyarakat Jawa. Saran Dalam konteks ilmu komunikasi, penelitian ini diharapkan mampu memberikan pandangan yang lebih luas terhadap penelitian-penelitian sejenis serta memberikan khazanah yang besar bagi pemikiran-pemikiran di masa depan. Penelitian ini diharapkan menjadi referensi yang baik terkait topik dan bidang penelitian yang sama yaitu komunikasi, persepsi atau penilaian, komunikasi dan budaya. Daftar Pustaka Cangara, Hafied. (2009). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers. Durham, M. & M. Douglas. (2001). Media and Cultural Studies. Massachusetts: Blackwell Publisher Inc. Fiske, John. (2011). Cultural and Communication Studies. Yogyakarta: Jalasutra. Hall, Stuart. (1980). Culture, Media, Language. London: Hutchinson. Jaeni. (2012). Komunikasi Estetik: Menggagas Kajian Seni dan Peristiwa Komunikasi Pertunjukan. Bogor: PT Penerbit IPB Press. McQuail, Denis. (1996). Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Penerbit Erlangga. Rakhmat, Jalaludin. (2000). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sujarno. (2003). Seni Pertunjukan Tradisional: Nilai, Fungsi dan Tantangannya. Yogyakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Susanto, Budi. (1997). Ketoprak: The Politics of the Past in the Present – Day Java. Yogyakarta: Kanisius. Ravhani, Suhardiyanti Endi. 2012. Ketoprak Siswo Budoyo Tulungagung: Riwayat Perjalanan dan Kontribusinya Tahun 1958-1995. http://journal.unair.ac.id/filerPDF/1_Suhardiyanti%20Endi%20Ravhani%20 120810330%20Ketoprak%20Siswo%20Budoyo.pdf. Volume 1. Diakses tanggal 5 Mei 2015.
20