Modul ke:
Fakultas
ILKOM Program Studi
Periklanan
www.mercubuana.ac.id
Komunikasi dan Masalah Sosial Desiana E. Pramesti, M.Si.
Abstract Kemajemukan program-program tayangan televisi kita pada kenyataannya merefleksikan homogenisasi selera. Institusi media berikut kepentingan pasarnya menentukan arah pembentukan selera bersama yang berkiblat pada kebudayaan kekerasan, kebebasan seksual, mistisme, hingga budaya memarginalkan ras, etnis, dan agama.
Pendahuluan
Komunikasi dan Masalah Sosial Perubahan sosial dan kebudayaan masyarakat dibentuk melalui agen perubahan berupa lingkungan keluarga, kelompok sosial, institusi pendidikan, dan lembaga media. Mengkhusus pada institusi media, lembaga ini melalui industri media massa-nya berkemampuan mendifusikan pengetahuan-pengetahuan baru kepada masyarakat selaku konsumennya. Beragam ideologi diangkat, diberi penguatan lantas diekspos kepada publik. Ideologi yang disebarkan dalam fungsi idealnya sebagai pemberi informasi, edukasi, dan hiburan – dalam kenyataannya, media tampaknya tidak lagi menjadi institusi pemberi informasi yang mendidik dan penyaji hiburan yang edukatif (Bungin, 2008:327) .
(1) Institusi Media dan Praktik Sosial Baru Media dianalogikan jembatan yang menghubungkan antara realita empirik dengan kenyataan semu. Hal tersebut bisa kita amati melalui kejadian di bawah ini : “ Kecelakaan tunggal terjadi di Jalan Hayam Wuruk, Jakarta, saat dini hari. Melibatkan empat penumpang perempuan di dalam Honda Jazz yang melaju kencang dari arah Kota menuju Harmoni kemudian menubruk bangunan ruko. Hanya dalam waktu kurang dari satu jam kecelakaan dapat diatasi oleh aparat kepolisian satu keadaan yang tidak biasa mengingat satu kecelakaan umumnya memakan proses lama untuk diselesaikan di tempat kejadian perkara. Kerumunan massa banyak menonton saat kejadian tengah berlangsung dan beberapa jam kemudian masyarakat mendapatkan informasi melalui liputan infotainment jika kecelakaan tersebut melibatkan anak dari petinggi negara. Hampir dua minggu, kejadian ini diberitakan melalui media televisi maupun media online mengalahkan pamor berita penangkapan KPK terhadap pejabat yang korupsi “
Lanjutan : Media sebagai corong pemberitaan dalam tugasnya tidak hanya merepresentasikan kenyataan namun sekaligus memproduksi fakta. Beragam aktifitas sosial dipublikasikan dengan merubah fakta menjadi kumpulan data dan gambar yang memuat daya persuasi kuat bagi masyarakat. Masyarakat adalah sumber berita yang secara kreatif lembaga media mengubah fakta kehidupan sosial menjadi citra yang sarat pesan dan makna
(2) Gambaran Umum Program-Program Televisi ‘Desa Global’ sebagai konsepsi McLuhan diperdalam Jean Baudrillard ke dalam ‘Desa Hiperealitas’. Di tengah keberagaman penemuan teknologi baru dalam bidang informasi dan komunikasi, masyarakat diposisikan selaku konsumen yang menyerap sepenuhnya produk-produk yang dihasilkan industri komunikasi, hingga menghadirkan pemadatan makna waktu dan tempat sebagai fenomena yang tidak dapat terbayangkan satu abad yang lampau. Baudrillard menyatakan bahwa sains dan teknologi komunikasi tidak saja memperpanjang badan dan sistem syaraf manusia bahkan mampu menghadirkan fantasi dan ilusi melalui film di layar bioskop, televisi, chip memory, alat perekam video, CD/VCD/DVD, dan sebagainya.
Lanjutan : Lembaga media selaku institusi informasi perannya cukup besar dalam menyampaikan informasi, informasi yang disiarkan tentunya berlandaskan pada keseimbangan muatan informasi (diversity of content) yang mana hal ini bisa terlaksana ketika institusi media dapat dikelola oleh setiap lapisan masyarakat (diversity of ownership). Media selaku agen perubahan (agen of change) dapat berperan juga sebagai agen perusak (agen of destroyer)
Lanjutan : Media massa khususnya televisi sebagai saluran yang relatif dapat diakses semua strata sosial masyarakat, maka saluran ini memiliki kecenderungan besar dalam mempengaruhi aspek kognitif, afektif, dan konatif dari khalayaknya Berbagai kategori program televisi dapat kita sebutkan, yaitu : film televisi/serial, film layar lebar (movie), game show, komedi situasi, reality show, hiburan tradisional, infotainment, acara musik dan olahraga, talkshow, berita dan dokumenter, serta iklan Dapat dikatakan hampir seluruh program layar kaca tersebut menyisipkan issue berupa kekerasan dan sadisme, seksualitas dan pornografi, pelecehan kelompok minoritas dan pelecehan norma kesusilaan serta pelecehan agama, mistik atau supranatural
Lanjutan : Tayangan Kekerasan dan Sadisme Dalam program movie ataupun film serial kerap kita menjumpai adegan yang menampilkan kekerasan fisik maupun non-fisik. Bentuk kekerasan yang pertama dapat berupa adegan perkelahian yang diakhiri dengan kemenangan satu pihak dan kematian di pihak lain yang disertai dengan luka tembak maupun sabetan parang. Kerja seorang seniman grafis terlihat terampil dalam mengelola gambar hingga tampilan adegan saling melukai disertai cipratan darah dan luka yang tampak menyeramkan hingga menyerupai kenyataan aslinya. Sedangkan kekerasan nonfisik ditampakkan pada berbagai bentuk kata-kata makian atau kasar yang banyak muncul pada acara komedi situasi
Lanjutan : Tayangan Seksualitas dan Pornografi Informasi seks menjadi porsi yang senantiasa kaya untuk ditampilkan sebab memuat nilai jual yang tinggi. Kehidupan seks merupakan realitas kebudayaan yang universal sifatnya sekaligus privat. Untuk itu agama dan negara perlu mengatur segala hal menyangkut aktifitas seksual antara laki-laki dengan perempuan. Dalam perjalanan revolusi informasi, hak ikhwal seksualitas lantas berkembang menjadi gejala yang bersifat publik. Menjadi publik ketika setiap orang dapat secara terang-terangan mendeskripsikan perilaku seksualnya pada khalayak melalui tayangan reality show, misalnya. Pornografi atau tindakan pencabulan memiliki varian konsep berupa pornoteks, pornosuara, pornoaksi yang kesemuanya dapat menjadi sajian dalam satu media dan kita dapat menyebutnya sebagai pornomedia (Bungin, 2008:337). Media menciptakan realitas porno melalui teks-teks porno pada media cetak, film-film porno melalui media online, cerita-cerita cabul yang tayang lewat radio, atau iklan di televisi yang mengumbar suara-suara bernuansa porno.
Lanjutan : Pelecehan kelompok Minoritas, Pelecehan Norma Kesusilaan, dan Pelecehan Agama Indonesia dengan keberagaman masyarakatnya terdiri dari berjenis-jenis stratifikasi ras maupun etnis, serta pengelompokkan agama – situasi ini menciptakan kemajemukan pola komunikasi antar warganya. Hubungan mayoritas dan minoritas dalam soal keyakinan beragama menjadi central issue yang memiliki nilai tukar ekonomi cukup tinggi bagi program-program televisi. Selainnya itu terdapat pengelompokkan sosial berdasar latar belakang suku dengan karaktersitik kebudayaan yang khas, di mana bahasa pergaulan maupun keseniannya digunakan sebagai daya penarik dalam acara-acara televisi. Persoalan mayoritas dan minoritas dari sudut pandang agama maupun suku bangsa dikemas melalui sinetron pada jam tayang prime time. Sinema elektronik bernuansa Islami belakangan ini memenuhi layar kaca kita sebagai tontonan sebenarnya nir-dakwah melainkan perilaku etnosentrisme yang melekat pada setiap ujaran-ujaran dari artisartis pendukungnya. Memarginalkan suku tertentu dan pengaburan informasi (miss information) terhadap nilai-nilai keyakinan beragama tampak menjadi objek tontonan yang memiliki reputasi dan apresiasi khalayak lebih banyak.
Terima Kasih