KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN CANTRANG DI PERAIRAN BRONDONG, KABUPATEN LAMONGAN JAWA TIMUR
ACHMAD ALEXANDER LEO
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi Komposisi Hasil Tangkapan Cantrang di Perairan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka pada bagian akhir skripsi ini.
Bogor, November 2010
Achmad Alexander Leo
KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN CANTRANG DI PERAIRAN BRONDONG, KABUPATEN LAMONGAN JAWA TIMUR
ACHMAD ALEXANDER LEO
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
ABSTRAK ACHMAD ALEXANDER LEO, C44051854. Komposisi Hasil Tangkapan Cantrang di Perairan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Dibimbing oleh ARI PURBAYANTO dan MOCHAMMAD RIYANTO. Semenjak pelarangan pengoperasian alat tangkap trawl yang disertai terbitnya Keppres No. 39 tahun 1980, penggunaan alat tangkap cantrang mulai berkembang sebagai alat tangkap alternatif pengganti trawl. Cantrang merupakan alat tangkap dengan produktivitas tinggi namun cukup selektif terhadap hasil tangkapan. Selain itu, cantrang juga mudah dibuat dan relatif tidak memakan biaya tinggi, baik dalam pembuatan maupun perawatannya. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung perbandingan, komposisi hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan cantrang, serta menentukan tingkat keanekaragaman dan dominansi hasil tangkapan cantrang di perairan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Penelitian ini dilakukan dengan mengikuti operasi unit penangkapan cantrang selama enam hari dengan menggunakan KM. Semi Jaya yang berbasis di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan informasi bahwa perbandingan antara hasil tangkapan utama dengan hasil tangkapan sampingan yaitu 51% dan 49%. Bobot total hasil tangkapan utama yang didapat adalah 1700 kg yang terdiri dari 9 jenis ikan, sedangkan bobot total hasil tangkapan sampingan adalah 1615 kg. Selain itu, dapat diketahui juga nilai indeks keanekaragaman sebesar 0,57 yang menandakan bahwa keanekaragaman hasil tangkapan cukup rendah dengan selektivitas hasil tangkapan yang cukup tinggi. Sedangkan indeks dominansi sebesar 0,77 yang menandakan dominansi yang terjadi cukup tinggi, yaitu ikan pepetek (Leiognathus sp.) sebanyak 240000 ekor. Kata kunci: cantrang, Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, hasil tangkapan
Judul Skripsi
: Komposisi Hasil Tangkapan Cantrang di Perairan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur
Nama Mahasiswa
: Achmad Alexander Leo
NRP
: C44051854
Mayor
: Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Menyetujui:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc. NIP: 19660121 199002 1 001
Mochammad Riyanto, S.Pi, M.Si. NIP: 19821025 200701 1 001
Mengetahui: Ketua Departemen,
Dr.Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. NIP: 19621223 198703 1 001
Tanggal lulus: 9 November 2010
KATA PENGANTAR Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih pada penelitian yang berlangsung pada tanggal 3-17 Mei 2009 di Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur adalah komposisi hasil tangkapan, dengan judul Komposisi Hasil Tangkapan Cantrang di Perairan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc dan Bapak Mochammad Riyanto, S.Pi, M.Si sebagai pembimbing yang telah memberikan saran dan bimbingannya selama penulisan skripsi ini; 2. Bapak Dr. Ir. Mohammad Imron, M.Si selaku Komisi Pendidikan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan; 3. Bapak Ir. Ronny Irawan Wahyu, M.Phill selaku penguji tamu atas kesediaan waktu, serta saran, arahan, dan masukannya; 4. Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (BBPPI) Semarang yang telah memfasilitasi pelaksanaan penelitian ini; 5. Bapak Fachruddin dan Staff BBPPI Semarang serta Keluarga Bapak Barli dan semua ABK Kapal Semi Jaya yang telah membantu kelancaran penelitian; 6. Pihak terkait yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu. Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis mengharapkan masukan, kritik, dan saran dari pembaca. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.
Bogor, November 2010
Achmad Alexander Leo
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Allah SWT. atas berkat dan rahmat-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan; 2. Ayahanda Zulkarnain dan ibunda Yoyoh Maisaroh yang telah memberikan kasih sayang dan dukungan, baik moril maupun materil, serta berbagai hal lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu; 3. Teh Idie, Teh Imeng, The Ira, Bang Abe, Bang Deny, Bang Ardi, dan Jojo yang telah memotivasi agar terus berusaha keras menjalani hidup; 4. Syarifah Fatimah S.E yang telah memberikan pengalaman dan pelajaran berharga serta semangat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik; 5. Teman-teman seperjuangan di Departemen PSP, khususnya Angkatan 42 atas kekompakan dan kebersamaan yang indah dan membekas selama ini; 6. Asep Hamzah, Septanty, Didin Komarudin, S.Pi, Yuliana Widya Hadi, S.Pi Dian Indrawatie, S.Pi, Noveldesra Suhery, S.Pi, M. Anggi Natapraja, S.Pi, Anjaya Purwa W. yang telah bersedia direpotkan selama proses penyelesaian skripsi ini; dan 7. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Mei 1986 di Tangerang sebagai putra keempat dari lima bersaudara Bapak Zulkarnain dan Ibu Yoyoh Maisaroh. Penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Tangerang tahun 2005.
Pada tahun yang sama, penulis
melanjutkan studi di mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa kegiatan kemahasiswaan,
antara
lain
Pengembangan
Keprofesian
menjadi pada
staff
Departemen
Himpunan
Penelitian
Mahasiswa
dan
Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) periode 2006-2007 dan menjadi Ketua Departemen Pengembangan Minat dan Bakat Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) periode 2007-2008. Penulis juga pernah bekerja menjadi staff pengajar di lembaga bimbingan belajar Florenza Private Course selama penulisan skripsi ini.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiii 1
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1 1.2 Tujuan ............................................................................................. 3 1.3 Manfaat ........................................................................................... 3
2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alat Tangkap Cantrang .................................................................... 2.2 Unit Penangkapan Ikan .................................................................... 2.2.1 Alat penangkapan ikan ........................................................ 2.2.2 Kapal .................................................................................. 2.2.3 Nelayan ............................................................................... 2.3 Daerah dan Musim Penangkapan Ikan ............................................. 2.4 Hasil Tangkapan ............................................................................ 2.5 Keanekaragaman Hasil Tangkapan ................................................. 2.6 Indeks Dominansi ...........................................................................
4 5 5 8 8 9 10 13 13
3
METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................... 15 3.2 Alat dan Bahan ................................................................................ 16 3.3 Metode Pengumpulan Data .............................................................. 18 3.4 Pengoperasian Alat Tangkap Cantrang ............................................ 19 3.4.1 Persiapan penangkapan ikan ................................................ 19 3.4.2 Operasi penangkapan .......................................................... 19 3.4.3 Tahap penanganan hasil tangkapan ...................................... 20 3.5 Analisis Data ................................................................................... 21
4
KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografi dan Topografi .................................................... 4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kabupaten Lamongan ............ 4.3 Daerah Penangkapan Ikan .............................................................. 4.4 Perkembangan Produksi Perikanan ................................................. 4.5 Alat Tangkap di Kabupaten Lamongan ........................................... 4.6 Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong ......................................
24 25 25 25 26 27
ix
5
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Cantrang .............................................. 30 5.1.1 Komposisi hasil tangkapan utama ....................................... 31 5.1.2 Komposisi hasil tangkapan sampingan ................................ 33 5.1.3 Distribusi ukuran hasil tangkapan utama .............................. 34 5.1.4 Distribusi ukuran hasil tangkapan sampingan ....................... 50 5.2 Keragaman Hasil Tangkapan ............................................................ 65
6
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ................................................................................... 68 6.2 Saran ............................................................................................. 68
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 69 LAMPIRAN ................................................................................................... 73
x
DAFTAR TABEL
Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jumlah nelayan berdasarkan alat tangkap di PPN Brondong 2008 ................ Hasil tangkapan cantrang ............................................................................ Produksi perikanan Kabupaten Lamongan................................................... Alat tangkap di Kabupaten Lamongan ......................................................... Produksi PPN Brondong per tahun .............................................................. Alat tangkap di PPN Brondong ................................................................... Jenis dan bobot hasil tangkapan cantrang selama penelitian......................... Nilai proporsi spesies hasil tangkapan .........................................................
9 11 26 27 28 29 30 65
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Sketsa baku konstruksi alat tangkap cantrang .............................................. 6 2. Ilustrasi pukat tarik cantrang ....................................................................... 7 3. Peta lokasi penelitian .................................................................................. 15 4. Komposisi hasil tangkapan utama (kg) ....................................................... 32 5. Komposisi hasil tangkapan sampingan (kg) ................................................ 33 6. Sebaran panjang total ikan buntal ............................................................... 35 7. Sebaran panjang total ikan kurisi ................................................................ 36 8. Sebaran panjang total ikan kapasan ............................................................ 37 9. Sebaran panjang total ikan kerapu .............................................................. 38 10. Sebaran panjang total ikan kakap merah ..................................................... 39 11. Sebaran frekuensi berat ikan hasil tangkapan utama ................................... 41 12. Sebaran frekuensi lingkar tubuh (girth) ikan hasil tangkapan utama ........... 43 13. Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan buntal ................ 45 14. Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan kurisi ................ 46 15. Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan kapasan ............. 47 16. Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan kerapu ............... 48 17. Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan kakap merah ..... 49 18. Sebaran panjang total ikan beloso ............................................................... 51 19. Sebaran panjang total ikan biji nangka ....................................................... 52 20. Sebaran panjang total ikan lencam .............................................................. 53 21. Sebaran panjang total ikan kerong-kerong .................................................. 54 22. Sebaran panjang total ikan barakuda ........................................................... 55 23. Sebaran frekuensi berat ikan hasil tangkapan sampingan ............................ 56 24. Sebaran frekuensi lingkar tubuh (girth) ikan hasil tangkapan sampingan .... 58 25. Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan beloso ............... 60 26. Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan biji nangka ........ 61 27. Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan lencam .............. 62 28. Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan kerong-kerong .. 63 29. Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan barakuda ........... 64
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Gambar konstruksi alat tangkap cantrang .................................................. Spesifikasi alat tangkap cantrang ............................................................... Peralatan yang digunakan selama penelitian .............................................. Ikan hasil tangkapan utama ....................................................................... Ikan hasil tangkapan sampingan ................................................................ Daftar harga ikan hasil tangkapan .............................................................. Data pengoperasian cantrang .....................................................................
73 74 75 77 78 79 80
xiii
1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Perkembangan alat tangkap yang menggunakan jaring di pantai utara Pulau Jawa semakin pesat tiap tahunnya.
Diawali dengan meledaknya
penggunaan pukat harimau atau yang lebih dikenal dengan trawl. Penggunaan trawl di perairan utara Pulau Jawa, yaitu Laut Jawa dan sekitarnya terus bertambah sejak awal tahun 1970-an.
Penggunaan trawl yang berlebihan ini
menimbulkan dampak-dampak yang negatif bagi dunia perikanan Indonesia antara lain benturan-benturan sosial dengan nelayan tradisional dan mengancam keberadaan sumber daya ikan di kemudian hari karena metode pengoperasiannya yang menyapu dasar perairan dan memiliki mata jaring yang cukup kecil. Trawl ini juga merusak keberadaan terumbu karang yang berada pada dasar perairan Laut Jawa. Hal ini disadari pemerintah Indonesia dengan sehingga diantisipasi dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 39 Tahun 1980 Tentang Penghapusan Jaring Trawl. Keppres Nomor
39 Tahun 1980 membahas tentang pelaksanaan
pembinaan kelestarian sumberdaya ikan dasar, mendorong peningkatan produksi yang dihasilkan oleh para nelayan tradisional, dan menghindarkan terjadinya ketegangan-ketegangan sosial. Dunia internasional juga mengalami akibat buruk dari penggunaan trawl di beberapa negara di dunia.
Sehingga FAO pun
mengeluarkan aturan main agar sumberdaya ikan tetap terjaga yaitu dengan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF).
CCRF ini merupakan aturan
pelaksanaan global untuk perikanan yang bertanggung jawab yang menetapkan prinsip-prinsip dan standar perilaku internasional dengan maksud untuk memastikan konservasi, pengelolaan, dan pengembangan sumberdaya akuatik yang efektif berkenaan dengan ekosistem dan biodiversitas. Salah satu himbauan yang tertuang dalam CCRF bahwa alat tangkap dan praktek penangkapan yang selektif dan ramah lingkungan sebaiknya dikembangkan dan diterapkan, sejauh dapat dilaksanakan untuk menjamin biodiversitas, melindungi struktur populasi dan ekosistem akuatik dan melindungi kualitas ikan (FAO, 1995).
2
Munculnya Keppres yang melarang penggunaan trawl di kawasan Laut Jawa dan sekitarnya membuat nelayan, khususnya nelayan pantai utara Jawa, mencari alat tangkap alternatif sebagai pengganti trawl.
Dimulai dengan
memodifikasi ukuran dan bentuk trawl itu sendiri sehingga tidak bertentangan dengan Keppres Nomor 39 Tahun 1980, sampai dengan membuat alat tangkap baru yang keefektifannya diharapkan dapat mendekati trawl. Salah satu hasil modifikasi alat tangkap yang memiliki produktivitas yang tinggi dan cukup efektif dalam menangkap ikan dasar seperti trawl adalah cantrang. Cantrang merupakan alat tangkap yang memiliki tiga bagian utama, yaitu sayap, badan, dan kantong. Cantrang dioperasikan dengan cara ditarik di atas kapal yang tidak bergerak atau sedang berlabuh di perairan. Selain itu, dasar perairan daerah pengoperasian harus datar dan berlumpur atau berpasir (Bambang, 2006). Cantrang sendiri sudah mulai dipopulerkan semenjak adanya pelarangan panggunaan trawl, khususnya di daerah Laut Jawa dan sekitarnya. Cantrang banyak digunakan di perairan utara Jawa, termasuk perairan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Alasan penggunaan alat tangkap cantrang adalah mudah dibuat dan relatif murah dalam pembuatannya, sehingga alat tangkap ini memiliki perkembangan yang cukup pesat. Dilihat dari keadaan geografis, Kecamatan Brondong dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu daerah pantai dan daerah pertanian. Daerah pantai terletak di sebelah utara yang meliputi Kelurahan Brondong, Desa Sedayu Lawas, Desa Labuhan dan Lohgung. Karakteristik kawasan Kecamatan Brondong merupakan kawasan pemukiman perkotaan dengan kegiatan perikanan sebagai aktivitas dominan bagi daerah yang terletak di sepanjang pantai utara (pemukiman nelayan). Menurut Suhery (2010), penggunaan alat tangkap cantrang cukup menguntungkan bagi nelayan karena lamanya waktu kembalinya modal pembuatan unit penangkapan cantrang (payback period) relatif cukup singkat, yaitu selama 1,7 tahun. Maraknya penggunaan alat tangkap cantrang di daerah perairan utara Jawa, dalam hal ini perairan Brondong, memberikan kontribusi terhadap penghasilan nelayan.
Hal ini disebabkan karena alat tangkap cantrang dapat
menangkap ikan dalam jumlah maupun jenis yang banyak. Selain itu, murahnya
3
biaya
pembuatan
satu
unit
penangkapan
cantrang
juga
menyebabkan
perkembangan alat tangkap cantrang di daerah Brondong semakin pesat. Adapun penelitian yang pernah dilakukan mengenai alat tangkap cantrang adalah Kajian Teknis Pengoperasian Cantrang Di Perairan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur (Suhery, 2010). Penelitian mengenai komposisi hasil tangkapan cantrang masih sangat jarang ditemui, terutama di daerah perairan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Berdasarkan pada hal tersebut, maka penelitian tentang cantrang ini masih perlu dilakukan.
1. 2 Tujuan Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah menghitung perbandingan dan komposisi hasil tangkapan utama serta hasil tangkapan sampingan alat tangkap cantrang dan menentukan tingkat keanekaragaman dan dominansi hasil tangkapan cantrang.
1. 3 Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi tentang hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan, keanekaragaman, dan dominansi spesies hasil tangkapan cantrang di perairan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Alat Tangkap Cantrang Cantrang adalah alat tangkap berbentuk jaring yang apabila dilihat dari
bentuknya menyerupai alat tangkap payang, tetapi ukuran di tiap bagiannya lebih kecil. Jika dilihat dari fungsi dan hasil tangkapan utamanya, cantrang menyerupai trawl, tetapi bentuknya lebih sederhana dan pada saat pengoperasiannya tidak ditarik oleh kapal dan tidak menggunakan pembuka jaring (Subani dan Barus, 1989). Secara umum, cantrang digolongkan ke dalam kelompok Danish Seine atau Snurrevard yang terdapat di Eropa dan beberapa di kawasan Amerika (George et al, 1953 dalam Subani dan Barus, 1989). Cantrang terdiri dari tiga bagian utama, yaitu sayap, badan, dan kantong. Sayap berfungsi sebagai penggiring agar ikan dapat masuk menuju kantong melalui badan. Badan berfungsi untuk mengkonsentrasikan ikan menuju kantong dalam satu arah dan kantong akan menampung ikan-ikan yang masuk sebagai hasil tangkapan (Bambang, 2006). Cantrang berbeda dengan pukat hela. Sering terjadi kesalahan mengenai pengertian pukat hela dan cantrang. Seringkali cantrang disamakan dengan pukat hela. Pukat hela menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan PER.06/MEN/2008 Tentang Penggunaan Alat Penangkap Ikan Pukat Hela Di Perairan Kalimantan Timur Bagian Utara, Pukat Hela adalah semua jenis alat penangkap ikan berbentuk jaring berkantong, berbadan dan bersayap yang dilengkapi dengan pembuka jaring yang dioperasikan dengan cara ditarik/ dihela menggunakan satu kapal yang bergerak.
Kapal Pukat Hela adalah kapal
penangkap ikan yang menggunakan alat penangkap ikan pukat hela. Sedangkan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-7237-2006) definisi pukat hela adalah alat penangkap ikan berbentuk kantong yang terbuat dari jaring dan terdiri dari dua bagian sayap pukat, bagian badan serta bagian kantong pukat. Menurut SNI 01-7236-2006, pukat tarik cantrang adalah alat penangkap ikan berkantong tanpa alat pembuka mulut pukat dengan tali selambar yang pengoperasiannya di dasar perairan dengan cara melingkari gerombolan ikan, penarikan dan pengangkatan pukat (hauling) dari atas kapal.
5
2.2
Unit Penangkapan Ikan
2.2.1
Alat penangkap ikan Konstruksi alat tangkap cantrang secara umum terdiri atas kantong, sayap,
badan, dan mulut (Bambang, 2006).
Berikut gambaran umum bagian-bagian
cantrang : 1) Kantong (Cod end), merupakan bagaian jaring tempat terkumpulnya hasil
tangkapan. Pada ujung kantong diikat dengan tali untuk menjaga agar hasil tangkapan tidak mudah lolos (terlepas). 2) Badan (Body), merupakan bagian jaring terbesar, terletak antara sayap dan
kantong.
Bagian ini berfungsi untuk menghubungkan bagian sayap dan
kantong untuk menampung jenis ikan dasar dan udang sebelum masuk ke dalam kantong. Badan tediri atas bagian-bagian kecil jaring dengan ukuran mata jaringnya berbeda-beda. 3) Sayap (Wing), adalah bagian jaring yang merupakan sambungan atau
perpanjangan badan sampai tali salambar. Bagian ini juga sering disebut jaring pengarah. Sayap terdiri dari sayap kanan dan sayap kiri, masing-masing memiliki sayap atas (upper wing) dan sayap bawah (lower wing). Kedua sayap membentuk mulut jaring yang terdiri dari mulut atas (head line) yang diikatkan tali ris atas (head rope) sebagai tempat pelampung dan mulut bawah (ground line) yang diikatkan tali ris bawah (ground rope) yang diberi pemberat. Fungsi sayap adalah untuk menghadang dan mengarahkan ikan agar masuk ke dalam kantong. 4) Mulut (Mouth), alat cantrang memiliki bibir atas dan bibir bawah yang
berkedudukan sama. Pada mulut jaring terdapat: (1) Pelampung (float): tujuan umum penggunan pelampung adalah untuk memberikan daya apung pada alat tangkap cantrang yang dipasang pada bagian tali ris atas (bibir atas jaring) sehingga mulut jaring dapat terbuka. (2) Pemberat (Sinker): dipasang pada tali ris bagian bawah dengan tujuan agar bagian-bagian jaring yang dipasangi pemberat ini cepat tenggelam dan tetap berada pada posisinya (dasar perairan) meskipun mendapat pengaruh dari arus.
6
(3) Tali Ris Atas (Head Rope) : berfungsi sebagai tempat mengikatkan bagian sayap jaring, badan jaring (bagian bibir atas) dan pelampung. (4) Tali Ris Bawah (Ground Rope) : berfungsi sebagai tempat mengikatkan bagian sayap jaring, bagian badan jaring (bagian bibir bawah) jaring dan pemberat. (5) Tali Penarik (Warp) : berfungsi untuk menarik jaring selama di operasikan.
Gambar 1 Ilustrasi pukat tarik cantrang (Bambang,2006).
7
Keterangan : 1) Panjang bagian-bagian pukat kearah memanjang : Panjang tali ris atas : l Panjang tali ris bawah : m Panjang mulut jaring : a Panjang total jaring : b Panjang bagian sayap atas : c Panjang bagian sayap bawah : d Panjang bagian badan jaring : e Panjang bagian kantong jaring : f
2) Panjang bagian-bagian pukat kearah melintang : Keliling mulut jaring : a Setengah keliling mulut jaring : h Lebar ujung depan sayap atas : g2 Lebar ujung belakang sayap atas : g1 Lebar ujung depan sayap bawah : h2 Lebar ujung belakang sayap bawah : h1 Lebar ujung depan badan : i Lebar ujung belakang badan : i1 Lebar ujung depan kantong : j Lebar ujung belakang kantong : j1
Gambar 2 Sketsa baku konstruksi alat tangkap cantrang (Bambang,2006).
8
Alat bantu penangkapan merupakan suatu alat yang digunakan untuk mempermudah dan melancarkan kegiatan penangkapan ikan. Alat bantu yang umum diunakan dalam pengoperasian alat tangkap cantrang antara lain: 1) GPS (Global Positioning System), digunakan untuk mangetahui tempat atau titik-titik daerah pengoperasian cantrang yang telah ataupun akan dilakukan. Selain itu, GPS juga digunakan untuk mengatahui arah pulang ke darat. 2) Gardan, digunakan untuk menarik jaring dan menggulung tali selambar. 3) Troller, yaitu 2 pasang besi yang dipasang sebagai jagaan agar tali selambar tetap pada jalurnya. 2.2.2
Kapal Berdasarkan Undang- undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004,
kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/ eksplorasi perikanan. Kapal yang digunakan dalam pengoperasian alat tangkap cantrang pada umumnya memiliki kapasitas antara 10-30 GT. Panjang kapal berkisar antara 1215 meter dan lebar antara 6-8 meter. Bentuk badan kapal cantrang adalah U bottom. Hal ini karena pada saat pengoperasian alat tangkap cantrang dibutuhkan kestabilan kapal yang cukup baik. 2.2.3
Nelayan Undang-
undang
Republik
Indonesia
Nomor
31
tahun
2004,
mendefinisikan nelayan sebagai orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Nelayan menurut waktu kerjanya dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: 1) Nelayan penuh, yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya dipergunakan untuk melakukan operasi penangkan ikan. 2) Nelayan sambilan utama, yaitu nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan 3) Nelayan sambilan tambahan, yaitu nelayan yang sebagian kecil waktu kerjanya dipergunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan.
9
Pada perairan Brondong, khususnya nelayan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong didominansi oleh nelayan dengan alat tangkap dogol besar, dogol kecil, dan payang. Cantrang di daerah Brondong pada umumnya disebut payang. Oleh karena itu, cantrang dimasukkan ke dalam kelompok payang. Untuk lebih jelasnya dapat dlihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Jumlah nelayan berdasarkan alat tangkap di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong tahun 2008 No.
Jenis Alat Tangkap
Jumlah Alat Tangkap (Unit)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Mini purse seine 7 Dogol Besar 1.055 Dogol Kecil 338 Payang 48 Rawai 22 Gill net 3 Lain – lain 55 Jumla h 1.528 Sumber: PPN Brondong 2008
2.3
Jumlah Nelayan / Alat Tangkap (orang) 25 10 6 12 7 6 5
Jumlah Nelayan (orang)
175 10.550 2.028 576 154 18 275 13.776
Daerah dan Musim Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan (fishing ground) merupakan suatu daerah
perairan yang digunakan sebagai tempat pelaksanaan kegiatan penangkapan, atau daerah yang diduga terdapat gerombolan ikan. Sulit untuk meramalkan arah dan letak secara pasti perpindahan gerombolan ikan, karena keterbatasan penglihatan manusia terhadap kedalaman perairan (Ayodhyoa, 1981). Langkah awal dalam pengperasian alat tangkap ini adalah mencari daerah penangkapan (fishing ground).
Menurut Damanhuri (1980), suatu perairan
dikatakan sebagai daerah penangkapan ikan yang baik apabila memenuhi persyaratan di bawah ini: 1)
Di daerah tersebut terdapat ikan yang melimpah sepanjang tahun.
2)
Alat tangkap dapat dioperasikan dengan mudah dan sempurna.
3)
Lokasi tidak jauh dari pelabuhan sehingga mudah dijangkau oleh perahu.
10
4)
Keadaan daerahnya aman, tidak biasa dilalui angin kencang dan bukan daerah badai yang membahayakan. Penentuan daerah penangkapan dengan alat tangkap cantrang hampir sama
dengan trawl. Cantrang dioperasikan pada daerah perairan yang dasarnya datar dengan substrat berlumpur atau berpasir, tidak berbatu karang dan tidak terdapat benda-benda yang mungkin dapat merusak alat tangkap cantrang di dasar perairan (Bambang, 2006). Menurut Ayodhyoa (1981), syarat-syarat daerah penangkapan bagi trawl dasar antara lain adalah sebagai berikut: 1)
Perairan berpasir ataupun berlumpur, tidak berbatu karang, tidak terdapat benda-benda yang mungkin akan menyangkut ketika jaring ditarik, misalnya kapal yang tengelam, bekas-bekas tiang dan sebagainya;
2)
Dasar perairan mendatar, tidak terdapat perbedaan kedalaman yang sangat menyolok; dan
3)
Perairan mempunyai daya produktivitas yang besar serta sumber daya yang melimpah. Pada perairan pantai utara, khususnya perairan brondong, musim
penangkapan terbagi menjadi tiga, yaitu Musim Timur, Musim Barat, dan Musim Peralihan. Musim Timur terjadi pada bulan Juni – Agustus. Musim Barat terjadi pada bulan Desember – Pebruari. Sedangkan Musim Peralihan terjadi antara pergantian Musim Barat ke Musim Timur atau sebaliknya (Mahiswara, 2004).
2.4
Hasil Tangkapan Hasil tangkapan pada alat tangkap cantrang terbagi menjadi dua, yaitu
hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan. Hasil tangkapan utama adalah semua spesies yang menjadi sasaran utama dalam penangkapan. Disebut hasil tangkapan utama karena memilik nilai ekonomis yang tinggi. Sedangkan hasil tangkapan sampingan adalah semua spesies yang di luar hasil tangkapan utama. Nilai ekonomis hasil tangkapan sampingan lebih rendah daripada nilai ekonomis hasil tangkapan utama.
11
Jenis Spesies ikan yang biasa tertangkap oleh alat tangkap cantrang antara lain kurisi, udang jerbung, tembang, lemuru, ikan kembung, dan lain-lain. Berikut adalah hasil tangkapan cantrang: Tabel 2 Hasil tangkapan cantrang No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Nama Indonesia Tongkol Tenggiri Cucut botol Layang Selar kuning Kuwe Tetengkek Talang-talang Teri Japuh Tembang Lemuru Banyar/Kembung Lelaki Golok-golok Julung-julung Alu-alu Manyung Bawal hitam Bawal putih Gulamah Layur Ikan sebelah Pepetek Beloso Kurisi Belanak Pari burung Kakap merah/bambangan Kakap putih Baronang Ekor kuning Kerong-kerong Udang jerbung/udang putih Udang dogol Udang krosok Rajungan
Nama Latin Auxis sp. Scomberomorus sp. Centrocymnus crepidater Decapterus kuroides Selaroides leptolepis Caranx sexfaciatus Megalaspis cordyla Scomberoides commersonnianus Stolephorus spp. Dussumieria acuta Sardinella sp. Sardinella lemuru Rastrelliger kanagurta Chirocentrus dorab Hemirhampus far Sphyraena barracuda Arius thalassinus Parastromateus niger Pampus argenteus Argyrosomus amoyensis Trichiurus savala Psettodes erumei Leiognathus sp. Saurida tumbil Threadfin bream Mugil cephalus Aetobatus spp. Lutjanus spp. Lates calcarifer Siganus guttatus Caesio cuning Therapon jarbua Penaeus merguiensis Metapenaeus endeavouri Parapenaeopsis sculptitis Portunus pelagicus
12
Lanjutan Tabel 2 No. Nama Indonesia 37 Kerang hijau 38 Cumi-cumi 39 Sotong 40 Gurita 41 Kuro 42 Kembung perempuan 43 Biji Nangka 44 Kerapu 45 Lemadang 46 Kuniran 47 Kapasan 48 Remang 49 Swanggi Sumber : DKP (2009).
Nama Latin Perna viridis Loligo spp. Sepia Spp. Octopus spp. Polynemus spp. Rastrelliger neglectus Upeneus vittatus Cephalopholis boenack Coryphaena hippurus Upeneus sulphureus Gerres kapas Congresox talabon Priacanthus tayenus
Menurut Hall (1999) yang diacu dalam Khaerudin (2006), hasil tangkapan sampingan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu: 1)
Spesies yang kebetulan tertangkap (incidental catch), hasil tangkapan yang tertangkap dan bukan merupakan spesies target dari operasi penangkapan. Incidental catch ini ada yang dimanfaatkan oleh nelayan dan ada yang dibuang, tergantung dari nilai ikan tersebut.
2)
Spesies yang dikembalikan ke laut (discarded catch), yaitu bagian dari hasil tangkapan sampingan yang dikembalikan ke laut karena pertimbangan ekonomi atau pun karena spesies yang tertangkap tersebut adalah spesies yang dilindungi oleh hukum. Hasil tangkapan sampingan atau bycatch merupakan istilah yang pada
awalnya hanya dikenal di kalangan nelayan.
Hasil tangkapan sampingan
merupakan bagian dari hasil tangkapan total yang tertangkap secara tidak sengaja bersamaan dengan spesies target yang diupayakan.
Tidak ada satu pun alat
tangkap pada usaha perikanan yang tidak menghasilan hasil tangkapan sampingan. Keberadaan hasil tangkapan sampingan yang cukup banyak pada setiap usaha penangkapan ikan menjadi isu dunia yang berkaitan dengan biodiversitas.
Hasil tangkapan sampingan telah menjadi komponen yang
terintegrasi dalam perikanan tangkap semenjak manusia memulai pemanfaatan
13
sumber daya dari laut, sungai, danau, dan daerah perairan lainnya sebagai sumber makanan (Alverson & Hughes, 1996).
2.5
Keanekaragaman Hasil Tangkapan Keanekaragaman menunjukkan kekayaan jenis dalam komunitas dan juga
memperlihatkan keseimbangan dalam pembagian jumlah individu tiap jenis (Odum,
1971).
Keanekaragaman
dapat
dihitung
berdasarkan
indeks
keanekaragaman. Indeks ini menggambarkan keadaan komunitas secara matematis agar mempermudah dalam menganalisis keanekaragaman individu dalam suatu komunitas. Selain itu juga untuk melihat kestabilan komunitas dalam suatu ekosistem. Semakin banyak jenis yang ditemukan dalam contoh, maka semakin besar keanekaragamannya (Odum, 1971). Keanekaragaman spesies terdiri dari dua komponen, yaitu: 1) Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies. 2) Kesamarataan spesies yang menunjukkan bagaimana kelimpahan spesies itu (jumlah individu, biomass, dan sebagainya) tersebar antara banyak spesies itu.
2.6
Indeks Dominansi Indeks dominansi menunjukkan ada tidaknya dominansi dari suatu spesies
di dalam suatu perairan. Nilai indeks dominansi berkisar antara 0-1. Apabila nilai indeks dominansi (c = 0), maka tidak ada jenis ikan yang mendominansi di perairan tersebut. Sebaliknya, apabila indeks dominansi (c > 0), berarti ada jenis ikan yang mendominansi di perairan tersebut (Wiendari, 1998). Menurut Wiyono et al (2006), hubungan indeks dominansi dengan penangkapan adalah indeks ini menunjukkan tingkat efektivitas alat tangkap terhadap target tangkapan. Nilai indeks dominansi yang tinggi menunjukkan alat tangkap memiliki efektivitas yang tinggi terhadap target tangkapan, dan apabila nilai indeks dominansi rendah menunjukkan alat tangkap memiliki tingkat efektivitas yang rendah terhadap target tangkapan.
14
3 METODE PENELITIAN
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 13 bulan dimulai dari bulan April 2009
sampai dengan bulan Mei 2010.
Pengambilan dala lapangan dimulai sejak
tanggal 4 - 10 Mei 2009, dengan mengikuti langsung kegiatan operasi penangkapan dari armada cantrang yang memiliki fishing base di Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur dan beroperasi di perairan sebelah selatan Pulau Bawean. Pengolahan data yang didapat dilakukan di Laboratorium Teknologi Penangkapan Ikan Departeman Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Insitut Pertanian Bogor.
Gambar 3 Peta lokasi penelitian.
15
3.2
Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut: 1) Kapal cantrang Spesifikasi kapal cantrang dalam penelitian ini adalah: Nama
: KM. Semi Jaya
Pemilik
: Bapak H. Barli
Registrasi/ Tanda Selar
: LP. 1522 – 6
Panjang Kapal Seluruhnya (LOA)
: 10 meter
Lebar (Breadth)
: 4 meter
Dalam Kapal (Depth)
: 1,25 meter
Isi kotor (Gross tonnage)
: 6 GT
Motor penggerak
: Yanmar 30 PK (2 buah) & Yanmar 23 PK (1 buah)
Mesin bantu (mesin gardan)
: Donfeng 30 PK (Stationery diese engine)
Selain itu kapal ini juga dilengkapi oleh alat bantu navigasi yaitu berupa GPS. 2) Cantrang Cantrang yang digunakan dalam penelitian ini memiliki spesifikasi alat sebagai berikut: (1) Mulut jaring Cantrang memiliki bibir atas dan bibir bawah yang berkedudukan sama. Panjang mulut jaring adalah 51,3 meter. (2) Sayap jaring Sayap jaring berfungsi untuk mengarahkan hasil tangkapan masuk ke dalam jaring. Sayap pada cantrang terdiri atas dua bagian (double seam) yaitu: sayap bagian kiri dan sayap bagian kanan. Kedua sayap ini sama, baik bahan maupun ukurannya. Sayap terbuat dari beberapa bahan mayoritas bahan yang digunakan yaitu PE (Polyethylene), namun ada beberapa bagian sayap yang menggunakan bahan PA (Polyamide). Bagian sayap ini terdiri dari 5 kisi (panel) jaring. Total panjang sayap jaring cantrang 25,96 meter. Jumlah mata jaring pada sayap secara memanjang adalah 142 mata.
Sedangkan
16
jumlah mata jaring pada sayap secara melintang adalah 585 mata. Ukuran mata jaring pada sayap bervariasi. Pada kisi kesatu sampai ketiga ukuran mata jaring adalah 190 mm. Sedangkan untuk kisi keempat adalah 185 mm dan kisi kelima adalah 160 mm. (3) Badan jaring Badan jaring adalah bagian tengah cantrang yang terbesar dari keseluruhan alat tangkap dan berfungsi untuk mengurung hasil tangkapan yang telah digiring oleh sayap. Panjang dari badan jaring ini 22,5 meter. Pada badan jaring in terdapat 15 kisi yang bervariasi jumlah dan ukuran mata jaringnya. Jumlah mata jaring pada badan jaring secara memanjang adalah 450 mata jaring. Sedangkan jumlah mata jaring pada badan jaring secara melintang adalah sebanyak 5366 mata jaring. (4) Kantong Kantong berfungsi sebagai tempat berkumpulnya hasil tangkapan sehingga hasil tangkapan tidak dapat melarikan diri lagi. Panjang kantong ini adalah 3 meter. Bagian kantong hanya terdiri dari satu kisi saja dengan jumlah mata jaring secara memanjang adalah 120 mata jaring dan secara melintang 160 mata jaring. Ukuran mata jaring pada bagian kantong ini adalah 25 mm. 3) Timbangan manual untuk menimbang hasil tangkapan, 4) Meteran dan measuring board mengukur panjang tubuh hasil tangkapan, 5) Jangka sorong untuk mengukur lebar hasil tangkapan dan mengukur diameter tali yang digunakan pada alat tangkap cantrang, 6) Kamera digital untuk mendokumentasikan semua kegiatan penelitian, 7) Buku identifikasi ikan untuk mengidentifikasi hasil tangkapan, 8) GPS merk Garmin untuk menentukan daerah penangkapan dan posisi pengoperasian alat tangkap cantrang, 9) Alat tulis dan data sheet untuk mencatat hasil tangkapan dan posisi pengoperasian alat tangkap cantrang, 10) Stopwatch untuk menghitung waktu setiap kali pengoperasian alat tangkap, dan 11) Peta laut untuk mengetahui lokasi pengoperasian.
17
3.3
Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi langsung ke
lapangan dengan mengikuti operasi penangkapan dengan alat tangkap cantrang di perairan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Jumlah trip adalah satu kali dengan 60 kali hauling selama 6 hari operasi penangkapan, dengan rincian sebagai berikut : 1) Hari pertama hanya digunakan untuk perjalanan menuju daerah penangkapan ikan. Berangkat dari fishing base pada pukul 10.00 WIB dan sampai pada fishing ground pada pukul 16.00 WIB 2) Hari kedua sampai hari kelima dilakukan operasi penangkapan dimulai pukul 05.00-17.00 WIB 3) Hari keenam dilakukan pula operasi penangkapan dimulai dari pukul 05.00 WIB tetapi hanya sampai pukul 16.00 WIB dan selanjutnya langsung menuju fishing base Dalam kegiatan tersebut dilakukan pengamatan dan pengumpulan data tentang komposisi hasil tangkapan yang meliputi jenis dan berat hasil tangkapan, serta lokasi penangkapan ikan. Pengumpulan data tentang komposisi hasil tangkapan dilakukan dengan mengambil sampling dari beberapa jenis ikan hasil tangkapan. Ikan yang diukur panjang total, berat tubuh, dan lingkar tubuh masing-masing berjumlah 100 ekor tiap jenis ikan hasil tangkapan. Pengukuran ini dilakukan saat nelayan melakukan penyortiran hasil tangkapan di atas dek kapal.
Ikan hasil tangkapan yang
dijadikan sampling diukur terlebih dahulu panjang totalnya, ditimbang beratnya, diukur lingkar tubuhnya, dan kemudian didokumentasikan menurut jenis ikannya. Setelah itu dilakukan pencatatan hasil pengukuran tersebut di dalam datasheet hasil tangkapan ikan. Pada saat sampling, ikan hasil tangkapan diambil dalam jumlah yang sama pada tiap jenis ikan. Sampling dilakukan secara acak pada beberapa hauling. Hal ini dimaksudkan sampling yang dilakukan dapat mewakili hasil tangkapan yang didapatkan pada setiap hauling.
18
Data sekunder didapatkan dari Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Brondong, Lamongan, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lamongan dan Tempat Pelelangan Ikan Brondong.
3.4
Pengoperasian Alat Tangkap Cantrang
3.4.1
Persiapan penangkapan ikan Sebelum kapal berangkat ke fishing ground, terlebih dahulu dilakukan
persiapan penangkapan ikan, yaitu menyiapkan kapal, surat-surat kapal, perbekalan makanan, bahan bakar, alat tangkap, alat bantu penangkapan, dan kelengkapan ABK. Perjalanan dari fishing base menuju daerah penangkapan atau fishing ground membutuhkan waktu kurang lebih 6 jam perjalanan dengan kecepatan rata-rata kapal 9 knot, berangkat pada pukul 10.00 WIB dan tiba di daerah penangkapan pukul 16.00 WIB. Setelah sampai di daerah penangkapan, tidak langsung melakukan operasi penangkapan karena sudah sore dan menjadi gelap. Hal ini karena alat tangkap cantrang dioperasikannya pada pagi sampai sore hari. 3.4.2
Operasi penangkapan Tahap pengoperasian alat tangkap cantrang dibagi tiga yaitu setting atau
penurunan jaring, soaking atau perendaman, dan hauling atau pengangkatan jaring. 1) Setting atau penurunan jaring Pelaksaaan setting atau penurunan jaring dilakukan hanya pada saat terang, yaitu dimulai pada pukul 05.00 – 17.00 WIB.
Pada saat setting perlu
memperhatikan beberapa faktor, antara lain keadaan cuaca, arah dan kecepatan arus, gelombang, bentuk, dan kedalaman perairan. Alat tangkap cantrang yang akan dioperasikan disiapkan terlebih dahulu di dek kapal sebelah kanan.
Setelah semuanya siap, bagian cantrang yang
diturunkan adalah pelampung tanda yang terhubung dengan tali selambar sebelah kanan cantrang. Setelah itu kapal bergerak membentuk lingkaran tidak sempurna. Selama kapal bergerak kecepatan rata-rata kapal adalah 4-7 knot. Selama kapal bergerak tersebut, mesin gardan mulai dinyalakan untuk penarikan jaring.
Setelah tali selambar telah turun seluruhnya, kantong
19
cantrang mulai diturunkan yang dilanjutkan dengan tali selambar sebelah kiri. Kemudian kapal menuju ke pelampung tanda yang awal diturunkan, lalu mengambilnya dari sebelah kanan kapal. Tali selambar sebelah kanan dan kiri selanjutnya dilingkarkan ke gardan agar memudahan dalam penarikan jaring dan dapat langsung digulung. Lama setting kurang lebih berkisar antara 30 – 40 menit. 2) Soaking atau perendaman Setelah dilakukan setting, jaring dibiarkan dulu agar dapat tenggelam secara sempurna atau biasa disebut soaking. Lama soaking kurang lebih 5 menit setelah semua bagian alat tangkap cantrang selesai diturunkan. Pada saat soaking, kapal diusahakan tidak terlalu banyak bergerak dan mesin kapal dibiarkan hidup dengan putaran mesin rendah agar kapal tidak bergerak. 3) Hauling atau pengangkatan jaring Pada saat hauling juru mudi harus memperhatikan olah gerak kapal agar memudahkan ABK dalam melakukan hauling.
Setelah jaring tenggelam
seluruhnya, mesin gardan mulai berputar menggulung tali selambar. Pada saat penarikan ini daya dorong kapal harus disesuaikan dengan daya tarik mesin gardan agar kapal tidak bergerak maju atau mundur.
Pada awal
hauling putaran mesin gardan tidak terlalu cepat. Semakin lama putaran mesin gardan dipercepat. Hal ini dilakukan agar ikan yang tertangkap dan terkumpul di badan atau sayap jaring tidak dapat melarikan diri. Putaran mesin dipercepat sampai kantong sudah agak mulai terlihat. Setelah kantong mulai terlihat, mesin gardan dimatikan. Tali selambar sebelah kiri dilepas dari gardan dan dipindahkan ke sebelah kanan kapal. Tali selambar sebelah kanan tetap di gardan. Kemudian tali selambar sebelah kiri ditarik oleh 3 orang ABK, sampai kantong diangkat ke atas kapal.
Setelah itu, hasil
tangkapan dikeluarkan ke atas dek kapal untuk dilakukan penyortiran. 3.4.3
Tahap penanganan hasil tangkapan Setelah semua hasil tangkapan dikeluarkan dari kantong ke atas dek kapal,
tahap selanjutnya yang dilakukan adalah penanganan hasil tangkapan yang meliputi kegiatan pemisahan hasil tangkapan berdasarkan jenis.
Semua hasil
tangkapan yang sejenis, baik hasil tangkapan utama maupun hasil tangkapan
20
sampingan, dimasukkan ke dalam kantong plastik berwarna merah dan dicampurkan dengan es balok yang dihancurkan terlebih dahulu. Setelah itu, hasil tangkapan dimasukkan ke dalam palka kapal yang juga terdapat es balok sebagai media pengawetan hasil tangkapan. Pada saat tahap penanganan hasil tangkapan ini, dilakukan pengukuran panjang total dan penimbangan berat tiap jenis hasil tangkapan utama dan sampingan. ABK tidak semua melakukan tahap penanganan hasil tangkapan ini. Hanya sebagian saja yang melakukan penyortiran.
Sebagian ABK lainnya
melakukan persiapan untuk setting selanjutnya. Setelah penyortiran selesai harus dilakukan setting lagi untuk mengefisienkan waktu penangkapan ikan.
3.5
Analisis Data Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini meliputi tiga hal, yaitu:
1) Analisis unit penangkapan ikan Unit penangkapan cantrang dianalisis melalui observasi langsung dengan mengikuti nelayan melaut selama 6 hari di perairan selatan Pulau Bawean. 2) Analisis metode pengoperasian alat tangkap Metode pengoperasian alat tangkap diamati langsung selama operasi penangkapan, mulai dari setting, soaking, sampai dengan hauling. 3) Analisis hasil tangkapan (1) Analisis komposisi hasil tangkapan Hasil tangkapan sebelum dianalisis, terlebih dahulu diidentifikasi untuk mengetahui nama umum dan nama ilmiahnya.
Pengidentifikasian hasil
tangkapan dilakukan dengan mengguanakan buku identifikasi ikan. Setelah dilakukan pengidentifikasian, data yang didapat diolah, yaitu dengan membandingkan hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan dilihat dari beratnya. grafik.
Hasil analisis ini kemudian ditampilkan ke dalam bentuk
Kriteria dalam penentuan hasil tangkapan utama dan sampingan
adalah harga jual ikan per kg. Selain itu, kebiasaan nelayan dan masyarakat setempat juga turut mempengaruhi penentuan hasil tangkapan utama dan sampingan pada alat tangkap cantrang, karena sebagian besar hasil tangkapan
21
yang didaratkan umumnya dipasarkan pada daerah-daerah yang tidak jauh dari tempat pendaratan ikan, yaitu di daerah Brondong dan sekitarnya. (2) Analisis keanekaragaman hasil tangkapan Analisis keanekaragaman hasil tangkapan dilakukan untuk mengetahui keragaman ikan berkaitan dengan efektivitas alat tangkap terhadap target tangkapan. Untuk menganalisis data yang telah didapat, digunakan indeks keanekaragaman Shannon- Wiener (Brower & Zar, 1990). H’ = - ∑ PiLnPi ni ni H’ = - ∑ Ln N N
Kisaran nilai indeks keanekaragaman hasil tangkapan : > 1 = keanekaragaman tinggi, efektivitas alat tangkap rendah ≈ 0 = keanekaragaman rendah, efektivitas alat tangkap tinggi Kisaran di atas hanya berlaku bagi keanekaragaman hasil tangkapan untuk efektivitas alat tangkap. Ket : H’ : indeks keanekaragaman Shannon – Wiener ni : jumlah individu spesies ke-i N : jumlah individu semua spesies (3) Analisis dominansi hasil tangkapan Analisis dominansi hasil tangkapan dilakukan untuk mengetahui spesies hasil tangkapan mana yang dominan dikaitkan dengan efektivitas.
Untuk
menganalisisnya, digunakan indeks dominansi Simpson (Simpson, 1949 yang diacu dalam Sirait, 2008). s
ni C = i 1 N
2
Kisaran nilai indeks dominansi hasil tangkapan: > 1 = dominansi tinggi, efektivitas alat tangkap tinggi ≈ 0 = dominansi rendah, efektivitas alat tangkap tinggi
Ket. : S : jumlah spesies C : indeks dominansi Simpson
22
ni : jumlah individu spesies ke-i N : jumlah individu semua spesies (4) Analisis ukuran hasil tangkapan Analisis ukuran hasil tangkapan dilakukan untuk mengetahui ukuran selang panjang total dari setiap spesies ikan dengan menghitung jumlah dan interval kelas panjang (Walpole, 1995). K = 1 + 3,3 log n i=
R K
ket. : K : jumlah kelas n : banyak data i : interval kelas R : nilai terbesar – nilai terkecil
23
4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1
Keadaan Geografi dan Topografi Kecamatan Brondong merupakan daerah yang terletak di tepi pantai utara
Jawa Timur. Brondong adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur yang terdiri atas 9 desa dan 1 kelurahan, 22 dusun, 2 lingkungan kelurahan, 57 RW, 262 RT dan 11.949 kepala keluarga. Kecamatan Brondong berada di sebelah utara Kabupaten Lamongan, yaitu kurang lebih 50 Km dari ibukota Kabupaten Lamongan. Letak geografis Kecamatan Brondong yaitu antara 06 o 53’ 30,81” – 7 o 23’ 6” Lintang Selatan dan 112
o
17’ 01,22” – 112
o
33’ 12” Bujur Timur, dengan batas- batas wilayah
sebagai berikut : 1) Sebelah utara
: Laut Jawa
2) Sebelah timur
: Kecamatan Paciran
3) Sebelah selatan
: Kecamatan Laren dan Kecamatan Solokuro
4) Sebelah barat
: Kecamatan Palang (Tuban)
Kecamatan Brondong meliputi areal seluas 70,13 km2.
Dilihat dari
kondisi geografisnya, Kecamatan Brondong dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu daerah pantai dan daerah pertanian.
Daerah pantai terletak di
sebelah utara meliputi Kelurahan Brondong, Desa Sedayu Lawas, Desa Labuhan, dan Lohgung. Di daerah ini sangat cocok untuk budidaya ikan (tambak udang, ikan kerapu, dan bandeng) serta usaha penangkapan ikan di laut sehingga pada daerah tersebut mayoritas mata pencaharian penduduknya adalah sebagai nelayan dan petani tambak. Sedangkan daerah yang lain adalah daerah kawasan pertanian yang meliputi Desa Sumberagung, Desa Sendangharjo, Desa Lembor, Desa Tlogoretno, Desa Sidomukti, dan Desa Brengok. Karakteristik kawasan
Kecamatan Brondong merupakan
kawasan
pemukiman perkotaan dengan kegiatan perikanan sebagai aktivitas dominan bagi daerah yang terletak di sepanjang pantura (pemukiman nelayan), sedangkan bagi daerah pedalaman karakteristik yang muncul dipengaruhi oleh aktivitas pertanian.
4.2
Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kabupaten Lamongan
24
Berdasarkan data dari Dinas Perikanan Kabupaten Lamongan, alat tangkap yang dioperasikan di daerah Kecamatan Brondong adalah : purse seine, cantrang, gillnet, pancing rawai, trammel net, dan lainnya.
Alat tangkap yang sangat
dominan digunakan di Kecamatan Brondong adalah cantrang. Terdapat lima fishing base di Kecamatan Brondong, yaitu Brondong, Sedayu Lawas, Labuhan, dan Lohgung. Dari fishing base tersebut terdapat 3 (tiga) fishing base yang juga merupakan pangkalan pendaratan ikan atau tempat pelelangan ikan, yaitu mulai dari arah timur ke barat (Brondong, Labuhan dan Lohgung). Pada PPN Brondong, Labuhan, dan Lohgung umumnya berfungsi sebagai: 1. Tempat tambat labuh kapal perikanan 2. Tempat pendaratan ikan 3. Tempat pemasaran dan distribusi ikan 4. Tempat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan 5. Tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan 6. Tempat memperlancar kegiatan operasional kapal perikanan
4.3
Daerah Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan nelayan di Kabupaten Lamongan umumnya
berada di sekitar Pulau Bawean, Pulau Kangean, Banyuwangi, Pulau Kalimantan, dan bahkan ada pula yang sampai ke Pulau Sumatera bagian timur.
4.4
Perkembangan Produksi Perikanan Indikator berpotensinya suatu daerah perikanan dapat dilihat dari nilai
produksi hasil perikanan tiap tahunnya. Produksi perikanan di daerah Kabupaten Lamongan sejak tahun 2003 cukup berfluktuatif.
Data produksi perikanan
Kabupaten Lamongan sejak tahun 2003 sampai 2008 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3 Produksi perikanan Kabupaten Lamongan
25
Tahun 2008
Pelabuhan
Produksi
Nilai Produksi
Perikanan
(Kg)
(Rp.)
1. Lohgung
3.216.430,00
68.407.033.240,00
2. Labuhan
2.253.027,00
47.917.378.236,00
3. Brondong
52.248.829,00
1.111.228.095.172,00
4. Kranji
3.692.564,00
78.533.451.152,00
5. Weru
2.183.119,00
46.430.574.892,00
Total
63.593.969,00
1.352.516.532.692,00
2007
-
41.568.325,80
884.075.153.114,40
2006
-
37.618.316,34
800.066.351.919,12
2005
-
39.934.380,08
849.284.461.161,00
2004
-
38.854.232,42
826.312.960.876,00
2003
-
38.912.025,80
827.542.052.688,00
Sumber data : Dinas Perikanan Kelautan dan Peternakan Kabupaten Lamongan
Secara umum produksi perikanan di daerah Kabupaten Lamongan mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Tetapi pada tahun 2006 dan 2007 produksi perikanan mengalami penurunan produksi perikanan.
4.5
Alat Tangkap di Kabupaten Lamongan Alat tangkap ikan yang digunakan di Kabupaten Lamongan cukup
bervariasi. Alat tangkap yang paling dominan adalah payang kecil. Cantrang sendiri di daerah Kabupaten Lamongan memiliki nama payang besar untuk cantrang yang berukuran besar dan payang kecil untuk cantrang yang berukuran kecil. Berikut adalah alat tangkap yang digunakan di Kabupaten Lamongan sejak tahun 2004 – 2008 :
26
Tabel 4 Alat tangkap di Kabupaten Lamongan No
Alat Tangkap
Tahun 2004
2005
2006
2007
2008
1
Purse Seine
271
271
442
593
492
2
Payang Besar
568
560
735
1948
1950
3
Pancing Prawe
2360
2360
2460
2614
2614
4
Payang Kecil
3574
2569
2381
2843
2843
5
Gill Net
710
795
865
916
1016
6
Trammel Net
595
595
595
658
658
7
Lain – lain
243
233
237
257
298
Total
8321
7383
7695
9829
9871
Sumber data : Dinas Perikanan Kelautan dan Peternakan Kabupaten Lamongan
Sejak tahun 2004 jumlah alat tangkap payang besar atau cantrang besar cenderng mengalami peningkatan, kecuali dari tahun 2004 ke tahun 2005 yang mengalami penurunan sebanyak delapan buah unit payang besar.
Sedangkan
untuk payang kecil cenderung mangalami penurunan. Hal ini disebabkan karena nelayan cenderung beralih ke alat tangkap payang besar. Peningkatan jumlah alat tangkap payang besar juga tidak terlalu banyak karena nelayan payang kecil bargabung untuk beralih menjadi nelayan payang besar.
4.6
Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong merupakan salah satu
Pelabuhan Perikanan di Propinsi Jawa Timur yang bertipe B. PPN yang terletak di Kecamatan Brondong, sebelah Utara Kabupaten Lamongan ini, memiliki peranan yang cukup penting untuk Propinsi Jawa Timur, khususnya di bidang perikanan laut.
PPN Brondong dinilai memiliki posisi yang strategis untuk
berperan aktif dalam usaha pengambangan usaha perikanan tangkap, terutama di Kabupaten Lamongan dan sekitarnya. Pelabuhan Peikanan Nusantara Brondong ini termasuk ke dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan 3 yaitu untuk Laut Jawa dan sekitarnya.
27
Produksi perikanan di PPN Brondong dari tahun 2004 – 2008 memiliki fluktuasi. Produksi terbanyak terjadi pada tahun 2007 sebesar 60.769 ton dengan produksi rata – rata per hari adalah 167 ton. Produksi terendah terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 39.295 ton dengan produksi rata – rata per hari sebesar 109 ton. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5. Produksi perikanan tentunya dipengaruhi oleh jumlah alat tangkap yang beroperasi dan mendaratkan hasil tangkapannya di PPN Brondong. Pada tahun 2008 alat tangkap yang mendominansi adalah alat tangkap dogol besar dengan jumlah alat tangkap 1055 unit.
Cantrang sendiri masuk ke dalam kelompok
payang besar yang berjumlah 48 unit alat tangkap.
Kapal cantrang yang
digunakan memiliki kapasitas antara 10 – 20 GT. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 5 Produksi PPN Brondong per tahun No
Tahun
Produksi
Nilai Produksi
(ton)
(Rp x 1000)
Harga rata-
Produksi rata-
rata/Kg
rata/hari
(Rp.)
(ton)
1
2008
52.249
442.323.509
8.466
143
2
2007
60.769
421.183.450
6.931
167
3
2006
46.569
306.464.220
6.581
129
4
2005
39.295
229.885.367
5.850
109
5
2004
45.947
209.729.756
4.490
127
Sumber : PPN Brondong 2008
28
Tabel 6 Alat tangkap di PPN Brondong No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Jenis Alat Tangkap Mini purse seine Dogol Besar Dogol Kecil Payang besar Rawai Gill net Lain – lain / collecting Jumlah
Sumber : PPN Brondong 2008
Jumlah Alat Tangkap (Unit) 7 1055 338 48 22 3 55 1.528
Keterangan 20-30 GT 10-20 GT < 10 GT 10-20 GT <10 GT 10-20 GT <10 GT
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Komposisi Hasil Tangkapan Cantrang Dalam penelitian ini telah dilakukan sebanyak 60 kali hauling dalam satu
kali trip dimulai dari tanggal 5 Mei 2009 dan berakhir pada tanggal 10 Mei 2009 di perairan sebelah selatan Pulau Bawean.
Hasil tangkapan total sebanyak 23
spesies, terdiri dari 9 spesies hasil tangkapan utama (HTU) dan 16 spesies hasil tangkapan sampingan (HTS). Jenis dan bobot hasil tangkapan cantrang disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Jenis dan bobot hasil tangkapan cantrang selama penelitian No
Nama Lokal
Nama Indonesia
Nama Ilmiah
1
Kurisi
Kurisi
Upeneus vittatus
867
HTU
2
Kapasan
Kapasan
Gerres kapas
213
HTU
3
Kamojan
Kamojan
Parupeneus sp.
37
HTU
4
Kerapu
Kerapu
Cephalopholis boenack
14.5
HTU
5
Glomo
Gulamah
Argyrosomus amoyensis
179
HTU
6
Golok Merah
Swanggi
Priacanthus tayenus
232
HTU
7
Kakap Merah
Kakap Merah
Lutjanus spp.
16.5
HTU
8
Cumi-cumi
Cumi – cumi
Loligo spp.
92
HTU
9
Bunteg
Buntal
Tetraodon sp.
49
HTU
10
Kuniran
Biji Nangka
Upeneus sulphureus
15
HTS
11
Balak
Beloso
Saurida tumbil
147
HTS
12
Kucul
Barakuda
Sphyraena sp.
25
HTS
13
Kerok
Lencam
Lutjanus spp.
14
HTS
14
Ikan Sebelah
Ikan Sebelah
Psettodes erumei
41
HTS
15
Putihan
Kuwe
Caranx spp.
7
HTS
16
Tonang
Tonang
Congresox talabon
25
HTS
17
Kerong
Kerong-kerong
Terapon sp.
5.5
HTS
18
Pari
Pari
Aetobatus spp.
5
HTS
19
Sudu
Ikan Terompet
Auiostomus sp.
14
HTS
20
Cucut
Cucut
Centrocymnus crepidater
8
HTS
21
Sotong
Sotong
Sepia spp.
5
HTS
22
Petek
Pepetek
Leiognathus sp.
1200
HTS
23
Lainnya
-
-
Bobot Total
Ket. : HTU : Hasil Tangkapan Utama HTS : Hasil Tangkapan Sampingan
Bobot (kg)
103.5 3315
Keterangan
HTS
31
Total hasil tangkapan dari jaring cantrang selama mengikuti trip adalah sebanyak 3315 kg, terdiri dari 1700 kg hasil tangkapan utama dan 1615 kg hasil tangkapan sampingan.
Hasil tangkapan total cantrang selama penelitian bila
dilihat dari beratnya terbagi hampir merata antara hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan.
Hal ini disebabkan jenis ikan target cantrang cukup
banyak, yaitu 9 jenis ikan. Berdasarkan bobot total hasil tangkapan yang didapat selama penelitian, persentasi yang didapat antara bobot hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan berturut-turut adalah 51% dan 49%. 5.1.1
Komposisi hasil tangkapan utama Hasil tangkapan utama merupakan bagian penting dari setiap operasi
penangkapan ikan.
Pada alat tangkap cantrang, ikan hasil tangkapan utama
bervariasi dan merupakan percampuran antara ikan pelagis dan ikan dasar. Hal ini terjadi karena pada pengoperasian alat tangkap cantrang menyapu mulai dari dasar perairan sampai dengan permukaan perairan, yaitu sampai tepat berada di belakang kapal ikan. Hasil tangkapan utama selama penelitian telah diidentifikasi sebanyak 9 jenis ikan, antara lain ikan kurisi (Upeneus vittatus), ikan kapasan (Gerres kapas), ikan kerapu (Cephalopholis boenack), ikan kamojan (Parupeneus sp.), ikan gulamah (Argyrosomus amoyensis), ikan golok merah (Priacanthus tayenus), cumi-cumi (Loligo spp.), ikan buntal (Tetraodon sp.), dan kakap merah (Lutjanus spp.). Total berat hasil tangkapan utama yang didapat adalah 1700 kg. Penentuan jenis ikan hasil tangkapan utama berdasarkan nilai jual ikan di PPN Brondong dan sekitarnya. Ikan buntal (Tetraodon sp.) pada daerah Brondong memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Hal ini karena ikan buntal yang tertangkap merupakan jenis ikan buntal yang tidak beracun. Komposisi hasil tangkapan utama berdasarkan berat selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.
32
Gambar 4 Komposisi hasil tangkapan utama (kg). Hasil tangkapan utama didominasi oleh jenis ikan kurisi (Upeneus vittatus) yaitu sebesar 867 kg. Diikuti oleh jenis ikan golok merah/ swanggi (Priacanthus tayenus) sebesar 232 kg, ikan kapasan (Gerres kapas) sebesar 213 kg, ikan gulamah (Argyrosomus amoyensis) sebesar 179 kg, cumi-cumi (Loligo spp.) sebesar 92 kg, ikan buntal (Tetraodon sp.) sebesar 49 kg, ikan kamojan (Parupeneus sp.) sebesar 37 kg, ikan kakap merah (Lutjanus spp.) sebesar 16,5 kg, dan ikan kerapu (Cephalopholis boenack) sebesar 14,5 kg. Banyaknya jenis ikan kurisi (Upeneus vittatus) yang tertangkap memang dikarenakan di daerah penangkapan ikan banyak terdapat ikan jenis ini. Ikan kurisi (Upeneus vittatus) juga termasuk ikan karnivora atau pemakan daging. Salah satu makanan ikan kurisi (Upeneus vittatus) ini adalah ikan pepetek (Leiognathus sp.) yang merupakan salah satu jenis ikan yang banyak ditemukan di perairan Laut Jawa, termasuk pada penelitian kali ini di mana ikan pepetek (Leiognathus sp.) tertangkap paling banyak jumlahnya. Hal ini menyebabkan keberadaan kedua jenis ikan ini saling mempengaruhi satu sama lain (Sjafei dan Robiyani, 2001).
33
5.1.2
Komposisi Hasil Tangkapan Sampingan Berdasarkan hasil operasi penangkapan dapat dilihat bahwa jumlah jenis
hasil tangkapan sampingan yang diperoleh lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah jenis hasil tangkapan yang menjadi tujuan utama penangkapan. Komposisi hasil tangkapan sampingan cantrang disajikan pada Gambar 5. 103.5
15
147 25 14
41
7 25 5.5 5 14 85
1200
Upeneus sulphureus Lutjanus spp. Congresox talabon Auiostomus sp. Leiognathus sp.
Saurida tumbil Psettodes erumei Terapon sp. Centrocymnus crepidater Lainnya
Sphyraena sp. Caranx spp. Aetobatus spp. Sepia spp.
Gambar 5 Komposisi hasil tangkapan sampingan (kg). Hasil tangkapan sampingan yang didapat dari alat tangkap cantrang cukup beragam.
Hasil tangkapan yang paling dominan adalah jenis ikan pelagis.
Tingginya jumlah hasil tangkapan ini dipengaruhi oleh faktor jumlah populasi masing-masing jenis ikan hasil tangkapan. Berapa jenis ikan hasil tangkapan merupakan jenis ikan pelagis.
Hal ini karena cantrang dioperasikan dengan
ditarik ke arah kapal. Sehingga jaring akan mengarah ke permukaan perairan. Oleh karena itu, ikan pelagis yang sedang berada di sekitar permukaan perairan tertangkap oleh jaring cantrang. Hasil tangkapan sampingan pada penelitian ini didominasi jenis ikan pepetek (Leiognathus sp.) yaitu sebanyak 1200 kg. Ikan beloso (Saurida tumbil) tertangkap sebanyak 147 kg, ikan sebelah (Psettodes erumei) sebanyak 41 kg, ikan biji nangka (Upeneus sulphureus) sebesar 15 kg, ikan barakuda (Sphyraena sp.) sebanyak 25 kg, ikan lencam (Lutjanus spp.) sebanyak 14 kg, ikan kuwe
34
(Caranx sp.) sebanyak 7 kg, ikan tonang (Congresox talabon) sebanyak 25 kg, ikan kerong-kerong (Terapon sp.) sebanyak 5,5 kg, ikan pari (Aetobatus sp.) sebanyak 5 kg, ikan terompet (Auiostomus sp.) sebanyak 14 kg, ikan cucut (Centrocymnus crepidater) sebanyak 8 kg, sotong (Sepia spp.) sebanyak 5 kg, dan ikan jenis lainnya sebanyak 103,5 kg. 5.1.3 Distribusi ukuran hasil tangkapan utama Distribusi ukuran hasil tangkapan utama dibagi menjadi tiga kategori, yaitu panjang total ikan, berat ikan, dan lingkar tubuh (girth) ikan. Hal ini karena ketiga kategori tersebut merupakan indikator yang umum digunakan dalam menentukan ukuran suatu spesies. Pengukuran hasil tangkapan utama dilakukan di atas kapal setiap kali melakukan pengangkatan jaring atau hauling.
Pengukuran panjang total dan
lingkar tubuh ikan hasil tangkapan utama dilakukan dengan menggunakan measuring board ataupun meteran. Sedangkan untuk pengukuran bobot ikan hasil tangkapan utama menggunakan timbangan analog. Pengukuran panjang total ikan sampel cukup memadai meliputi lima jenis ikan, yaitu ikan buntal (Tetraodon sp.) ukuran panjang total 16 – 31 cm dengan rerata 22,6 cm; ikan kurisi (Upeneus vittatus) ukuran panjang total 8 – 23 cm dengan rerata 16,5 cm; ikan kapasan (Gerres kapas) ukuran panjang total 10 – 14 cm dengan rerata 11,6 cm; ikan kerapu (Cephalopholis boenack) ukuran panjang total 19 – 30 cm dengan rerata 23,5 cm; dan ikan kakap merah (Lutjanus spp.) ukuran panjang total 20 – 34 cm dengan rerata 24,8 cm. Pengukuran panjang total ikan hasil tangkapan utama ini dilakukan di atas dek kapal sesaat setelah semua ikan hasil tangkapan dikeluarkan dari dalam kantong cantrang. Pengukuran panjang total ini dilakukan dengan menggunakan measuring board dan meteran. Pengukuran panjang total ini dilakukan bersamaan dengan penyortiran hasil tangkapan. Pada ikan buntal (Tetraodon sp.) sebaran frekuensi panjang total dapat diketahui bahwa ikan ini tertangkap paling banyak pada selang kelas 15,6 – 18,5 cm. Sedangkan ukuran ikan pada saat pertama kali mengalami matang gonad (lenght at first maturity) adalah berkisar antara 18 – 22 cm (www.marinebio.org,
35
20 mei 2010). Sebaran panjang total ikan buntal (Tetraodon sp.) disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6 Sebaran panjang total ikan buntal. Hampir semua ikan buntal (Tetraodon sp.) tertangkap di sebelah kanan garis batas length at first maturity.
Banyaknya ikan buntal (Tetraodon sp.)
tertangkap yang berada di sebelah kanan garis batas length at first maturity (Lm) dapat diartikan bahwa ikan buntal (Tetraodon sp.) yang tertangkap sudah memenuhi kriteria ikan layak tangkap. Ikan buntal (Tetraodon sp.) merupakan ikan yang hidup pada dasar perairan. Tetapi tidak jarang ikan buntal (Tetraodon sp.) ini menuju permukaan untuk mencari makanannya. Biasanya ikan buntal (Tetraodon sp.) memakan ikan lain yang lebih kecil ataupun hewan krustasea (Fariz, 2006). Pada perairan Laut Jawa bagian barat, ikan buntal jenis ini tidak terlalu dimanfaatkan.
Pada saat tertangkap oleh nelayan perairan Laut Jawa
bagian barat, ikan buntal (Tetraodon sp.) ini umumnya dilepaskan kembali ke laut dalam keadaan hidup. Sehingga ikan buntal jenis ini masih dapat berkembang dan bereproduksi dengan baik. Oleh karena itu, ikan buntal jenis ini pada perairan utara Jawa Timur memiliki ukuran yang layak tangkap.
36
Ikan kurisi (Upeneus vittatus) yang tertangkap pada penelitian ini memiliki ukuran panjang total antara 7,6 – 25,5 cm.
Ikan kurisi (Upeneus
vittatus) yang banyak tertangkap berada pada selang kelas 13,6 – 16,5 cm. Ukuran panjang total ikan kurisi (Upeneus vittatus) pada saat pertama kali matang gonad (length at first maturity) adalah 12 cm (www.marinebio.org, 20 mei 2010). Sebaran panjang total ikan kurisi (Upeneus vittatus) disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7 Sebaran panjang total ikan kurisi.
Sebagian besar ikan kurisi (Upeneus vittatus) yang tertangkap berada pada sebelah kanan garis batas length at first maturity, yaitu pada panjang total 12 cm. Hal ini dapat diartikan bahwa ikan kurisi (Upeneus vittatus) yang tertangkap pada penelitian ini sudah memenuhi kriteria ikan yang layak tangkap. Ikan kurisi (Upeneus vittatus) merupakan jenis ikan karnivora yang memakan ikan kecil lain ataupun hewan krustasea (Sjafei dan Robiyani, 2001). Ikan-ikan kecil yang tersedia di perairan utara Jawa Timur yang merupakan Laut Jawa masih tergolong cukup. Hal ini menyebabkan ikan kurisi (Upeneus vittatus) tidak kekurangan makanan sehingga dapat berkembang dan bereproduksi dengan baik.
37
Pada ikan kapasan (Gerres kapas), yang tertangkap berada pada kisaran panjang total antara 9,6 – 14,5 cm. Ukuran panjang total ikan kapasan (Gerres kapas) yang paling banyak tertangkap adalah pada selang panjang total 10,6 – 11,5 cm. Sedangkan panjang total ikan kapasan (Gerres kapas) pada saat pertama kali matang gonad (length at first maturity) adalah 13 cm (www.marinebio.org, 20 mei 2010). Sebaran panjang total ikan kapasan (Gerres kapas) disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8 Sebaran panjang total ikan kapasan.
Dari gambar 8 di atas dapat dilihat bahwa ikan kapasan (Gerres kapas) yang tertangkap sebagian besar berada di sebelah kiri batas length at first maturity, yaitu panjang total 13 cm. hal ini dapat diartikan bahwa sebagian besar ikan kapasan (Gerres kapas) yang tertangkap masih tidak layak tangkap. Banyaknya ukuran panjang total ikan kapasan (Gerres kapas) yang masih belum layak dapat disebabkan karena perairan utara Jawa sudah terlalu tereksploitasi oleh nelayan. Sehingga jenis ikan ini belum sempat untuk tumbuh sampai mengalami matang gonad, tetapi sudah tertangkap oleh jaring nelayan. Ikan kapasan (Gerres kapas) ini juga hidup bergerombol yang menyebabkan ikan akan tersapu oleh cantrang dan masuk ke bagian kantong jaring. Selain itu, ukuran ikan kapasan (Gerres kapas) yang relatif kecil juga membuat ikan jenis ini menjadi mangsa bagi ikan-ikan lain yang berukuran lebih besar.
38
Pada ikan kerapu (Cephalopholis boenack), yang tertangkap berada pada kisaran panjang total antara 18,6 – 30,5 cm. Ukuran panjang total ikan kerapu (Cephalopholis boenack) yang paling banyak tertangkap adalah pada selang panjang total 22,6 – 24,5 cm.
Sedangkan panjang total ikan kerapu
(Cephalopholis boenack) pada saat pertama kali matang gonad (length at first maturity) adalah 12,6 cm (www.marinebio.org, 20 mei 2010). Sebaran panjang total ikan kerapu (Cephalopholis boenack) disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9 Sebaran panjang total ikan kerapu.
Dari gambar 9 di atas dapat dilihat bahwa ikan kerapu (Cephalopholis boenack) yang tertangkap seluruhnya berada di sebelah kanan batas length at first maturity, yaitu panjang total 12,6 cm. Hal ini dapat diartikan bahwa ikan kerapu (Cephalopholis boenack) yang tertangkap sudah layak tangkap.
39
Pada ikan kakap merah (Lutjanus spp.), ukuran panjang total ikan yang tertangkap berada pada kisaran 19,6 – 34,5 cm. Ikan yang terbanyak tertangkap adalah ikan kakap merah (Lutjanus spp.) dengan selang kelas antara 19,6 – 22,5 cm. Sedangkan ukuran panjang total ikan kakap merah (Lutjanus spp.) pada saat pertama kali mengalami matang gonad (Length at first maturity) adalah 30 cm (www.marinebio.org, 20 mei 2010). Sebaran panjang total ikan kakap merah (Lutjanus spp.) disajikan pada Gambar 10.
Gambar 10 Sebaran panjang total ikan kakap merah.
Dari gambar 10 di atas dapat diketahui bahwa hampir seluruhnya ikan kakap merah (Lutjanus spp.) yang tertangkap berada di sebelah kiri garis batas length at first maturity (Lm) ikan tersebut. Keadaan ini dapat diartikan bahwa ikan kakap merah (Lutjanus spp.) yang tertangkap sebagian besar masih belum matang gonad sehingga dapat dikatakan bahwa sebagian besar ikan kakap merah (Lutjanus spp.) yang tertangkap belum layak tangkap. Ikan kakap merah (Lutjanus spp.) yang tertangkap masih belum matang gonad dapat disebabkan karena daerah pengoperasian alat tangkap cantrang tidak terlalu dalam dan bersubstrat pasir ataupun lumpur yang merupakan daerah ruaya
40
atau pergerakan ikan jenis kakap merah (Lutjanus spp.) yang belum matang gonad. Penimbangan berat ikan hasil tangkapan utama juga dilakukan sampel pada lima jenis ikan, yaitu ikan buntal (Tetraodon sp.) berat antara 150 – 550 gram dengan rerata 261,3 gram; ikan kurisi (Upeneus vittatus) berat antara 10 – 200 gram dengan rerata 63,8 gram; ikan kapasan (Gerres kapas) berat antara 9 – 24 gram dengan rerata 18,5 gram; ikan kerapu (Cephalopholis boenack) berat 120 – 300 gram dengan rerata 181,9 gram; dan ikan kakap merah (Lutjanus spp.) berat antara 175 – 500 gram dengan rerata 250,8 gram. Sebaran frekuensi berat lima jenis ikan hasil tangkapan utama ditampilkan pada Gambar 11.
41
Gambar 11 Sebaran frekuensi berat ikan hasil tangkapan utama.
42
Pada ikan buntal (Tetraodon sp.) sebaran frekuensi berat dapat diketahui bahwa ikan ini tertangkap paling banyak pada selang kelas 150 – 219 gram. Pada ikan kurisi (Upeneus vittatus) ikan tertangkap paling banyak pada selang kelas 40 – 69 gram. Pada ikan kapasan (Gerres kapas) selang kelas yang paling banyak jumlah ikannya adalah pada selang kelas 17,6 – 20,5 gram. Untuk ikan kerapu (Cephalopholis boenack) ikan paling banyak tertangkap pada selang kelas 150 179 gram. Sedangkan untuk ikan kakap merah (Lutjanus spp.) ikan yg banyak tertangkap berada di selang kelas 175 – 229 gram. Pengukuran lingkar tubuh ikan juga dilakukan pada jenis ikan yang sama, yaitu ikan buntal (Tetraodon sp.) yang berada di kisaran antara 14 – 28 cm dengan rerata 20,2 cm; ikan kurisi (Upeneus vittatus) yang berada di kisaran antara 5 – 13,5 cm dengan rerata 9,4 cm; ikan kapasan (Gerres kapas) lingkar tubuh antara 9 – 13 cm dengan rerata 10,7 cm; ikan kerapu (Cephalopholis boenack) lingkar tubuh antara 14 – 22 cm dengan rerata 17,3 cm; dan ikan kakap merah (Lutjanus spp.) yang berada di kisaran antara 15 – 25,5 cm dengan rerata 18,8 cm. Sebaran frekuensi lingkar tubuh (girth) ikan hasil tangkapan utama dapat dilihat pada Gambar 12.
43
Gambar 12 Sebaran frekuensi lingkar tubuh (girth) ikan hasil tangkapan utama.
44
Dari gambar 21 dapat dilihat bahwa pada ikan buntal (Tetraodon sp.) yang tertangkap paling banyak memiliki lingkar tubuh (girth) pada selang kelas 18,6 – 21,5 cm; ikan kurisi (Upeneus vittatus) tertangkap paling banyak pada selang kelas 8,6 – 10,5 cm; ikan kapasan (Gerres kapas) selang kelas terbanyak adalah 9,6 – 10,5 cm; ikan kerapu (Cephalopholis boenack) tertangkap paling banyak pada selang kelas 15,6 – 17,5 cm; dan ikan kakap merah (Lutjanus spp.) selang kelas terbanyaknya adalah 16,6 – 18,5 cm. Hubungan panjang total tubuh dengan lingkar tubuh ikan hasil tangkapan utama merupakan salah satu informasi yang cukup penting.
Hubungan yang
didapat antara panjang total tubuh dan lingkar tubuh ikan hasil tangkapan utama dapat digunakan untuk menentukan besarnya ukuran mata jaring yang ideal sehingga jumlah ikan hasil tangkapan utama, baik secara kualitas maupun kuantitas, dapat dioptimalkan. Ukuran ikan-ikan hasil tangkapan utama tentunya dapat diupayakan agar sudah masuk kategori layak tangkap, yaitu ditandai dengan ukuran panjang total ikan hasil tangkapan utama yang juga sudah mengalami matang gonad. Ukuran lingkar tubuh ikan buntal (Tetraodon sp.) akan bertambah seiring dengan bertambahnya ukuran panjang total ikan tersebut. Berdasarkan analisis linier yang dilakukan antara lingkar tubuh terhadap panjang total ikan buntal (Tetraodon sp.) didapatkan persamaan sebagai berikut : y = 0,894x; R2 = 0,978; r = 0,988 Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan panjang total satu cm akan menambah lingkar tubuh sebesar 0,894 cm.
Nilai koefisien
2
determinasi R pada persamaan tersebut adalah sebesar 0,978 atau 97,8% yang artinya adalah lingkar tubuh ikan dipengaruhi sebesar 97,8% oleh panjang total. Sedangkan nilai koefisian korelasi r pada persamaan tersebut sebesar 0,988 yang berarti hubungan antara lingkar tubuh dan panjang total ikan buntal (Tetraodon sp.) sangat erat. Hubungan antara lingkar tubuh dengan panjang total ikan buntal (Tetraodon sp.) yang diperoleh disajikan pada Gambar 13.
body girth (cm)
45
30 28 26 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4
y = 0.894x R² = 0.978 r = 0.988
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Mesh perimet er
panjang total (cm) Gambar 13 Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan buntal.
Ukuran lingkar tubuh ikan kurisi (Upeneus vittatus) akan bertambah seiring dengan bertambahnya ukuran panjang total ikan tersebut. Berdasarkan analisis linier yang dilakukan antara lingkar tubuh terhadap panjang total ikan kurisi (Upeneus vittatus) didapatkan persamaan sebagai berikut : y = 0,571x; R2 = 0,983; r = 0,991 Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan panjang total satu cm akan menambah lingkar tubuh sebesar 0,571 cm.
Nilai koefisien
2
determinasi R pada persamaan tersebut adalah sebesar 0,983 atau 98,3% yang artinya adalah lingkar tubuh ikan dipengaruhi sebesar 98,3% oleh panjang total. Sedangkan nilai koefisian korelasi r pada persamaan tersebut sebesar 0,991 yang berarti hubungan antara lingkar tubuh dan panjang total ikan kurisi (Upeneus vittatus) sangat erat. Hubungan antara lingkar tubuh dengan panjang total ikan kurisi (Upeneus vittatus) yang diperoleh disajikan pada Gambar 14.
body girth (cm)
46
15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4
y = 0.571x R² = 0.983 r = 0.991
Mesh perimete r
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 panjang total (cm) Gambar 14 Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan kurisi.
Ukuran lingkar tubuh ikan kapasan (Gerres kapas) akan bertambah seiring dengan bertambahnya ukuran panjang total ikan tersebut. Berdasarkan analisis linier yang dilakukan antara lingkar tubuh terhadap panjang total ikan kapasan (Gerres kapas) didapatkan persamaan sebagai berikut : y = 0,923x; R2 = 0,948; r = 0,974 Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan panjang total satu cm akan menambah lingkar tubuh sebesar 0,923 cm.
Nilai koefisien
2
determinasi R pada persamaan tersebut adalah sebesar 0,948 atau 94,8% yang artinya adalah lingkar tubuh ikan dipengaruhi sebesar 94,8% oleh panjang total. Sedangkan nilai koefisian korelasi r pada persamaan tersebut sebesar 0,974 yang berarti hubungan antara lingkar tubuh dan panjang total ikan kapasan (Gerres kapas) sangat erat. Hubungan antara lingkar tubuh dengan panjang total ikan kapasan (Gerres kapas) yang diperoleh disajikan pada Gambar 15.
47
14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4
body girth (cm)
y = 0.923x R² = 0.948 r = 0.974
Mesh perimete r
9
10
11
12
13
14
15
panjang total (cm) Gambar 15 Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan kapasan.
Ukuran lingkar tubuh ikan kerapu (Cephalopholis boenack) akan bertambah seiring dengan bertambahnya ukuran panjang total ikan tersebut. Berdasarkan analisis linier yang dilakukan antara lingkar tubuh terhadap panjang total ikan kerapu (Cephalopholis boenack) didapatkan persamaan sebagai berikut : y = 0,736x; R2 = 0,989; r = 0,994 Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan panjang total satu cm akan menambah lingkar tubuh sebesar 0,736 cm.
Nilai koefisien
2
determinasi R pada persamaan tersebut adalah sebesar 0,989 atau 98,9% yang artinya adalah lingkar tubuh ikan dipengaruhi sebesar 98,9% oleh panjang total. Sedangkan nilai koefisian korelasi r pada persamaan tersebut sebesar 0,994 yang berarti hubungan antara lingkar tubuh dan panjang total ikan kerapu (Cephalopholis boenack) sangat erat. Hubungan antara lingkar tubuh dengan panjang total ikan kerapu (Cephalopholis boenack) yang diperoleh disajikan pada Gambar 16.
48
23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4
body girth (cm)
y = 0.736x R² = 0.989 r = 0.994
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 panjang total (cm)
Mesh perimete r
Gambar 16 Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan kerapu.
Ukuran lingkar tubuh ikan kakap merah (Lutjanus spp.) akan bertambah seiring dengan bertambahnya ukuran panjang total ikan tersebut. Berdasarkan analisis linier yang dilakukan antara lingkar tubuh terhadap panjang total ikan kakap merah (Lutjanus spp.) didapatkan persamaan sebagai berikut : y = 0,754x; R2 = 0,991; r = 0,995 Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan panjang total satu cm akan menambah lingkar tubuh sebesar 0,754 cm.
Nilai koefisien
2
determinasi R pada persamaan tersebut adalah sebesar 0,991 atau 99,1% yang artinya adalah lingkar tubuh ikan dipengaruhi sebesar 98,9% oleh panjang total. Sedangkan nilai koefisian korelasi r pada persamaan tersebut sebesar 0,995 yang berarti hubungan antara lingkar tubuh dan panjang total ikan kakap merah (Lutjanus spp.) sangat erat. Hubungan antara lingkar tubuh dengan panjang total ikan kakap merah (Lutjanus spp.) yang diperoleh disajikan pada Gambar 17.
49
26 25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4
body girth (cm)
y = 0.754x R² = 0.991 r = 0.995
19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 panjang total (cm)
Mesh perimet er
Gambar 17 Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan kakap merah.
Pada setiap jenis hasil tangkapan utama yaitu ikan buntal (Tetraodon sp.), ikan kurisi (Upeneus vittatus), ikan kapasan (Gerres kapas), ikan kerapu (Cephalopholis boenack), dan ikan kakap merah (Lutjanus spp.) telah diketahui bahwa hubungan antara panjang total dengan lingkar tubuh ikan adalah sangat erat. Penambahan panjang total satu cm saja akan membuat penambahan pula pada lingkar tubuh ikan, sehingga dapat diduga ukuran lingkar tubuh ikan pada saat pertama kali matang gonad. Hal ini dapat dijadikan acuan untuk menentukan besarnya mata jaring pada tiap bagian cantrang, karena terkait dengan panjang total tiap ikan pada saat pertama kali matang gonad. Selain untuk pengoptimalan jumlah hasil tangkapan utama yang akan ditangkap, penentuan besarnya ukuran mata jaring ini menjadi salah satu upaya pelestarian sumber daya ikan di perairan Laut Jawa yang sudah mulai menipis atau bahkan sudah mulai mengalami overfishing. Ukuran mata jaring pada bagian kantong cantrang adalah sebesar 2,5 cm. sehingga ukuran keliling mata jaring atau mesh perimeter pada bagian kantong adalah sebesar dua kali dari ukuran mata jaring, yaitu sebesar 5 cm. Umumnya ikan yang tertangkap berukuran lingkar tubuh lebih besar daripada keliling mata jaring. Hal tersebut dikarenakan ikan yang berukuran lingkar tubuh lebih besar
50
daripada keliling mata jaring tidak akan bisa melewati jaring tersebut. Ikan akan terbentur jaring tersebut ataupun ikan akan tersangkut di mata jaring tersebut. Pada setiap gambar grafik ikan hasil tangkapan utama, terlihat bahwa semua ikan hasil tangkapan utama berada di atas garis mesh perimeter. Ukuran lingkar tubuh ikan hasil tangkapan utama semua berukuran di atas mesh perimeter, yaitu sebesar 5 cm. Hal ini dapat diartikan bahwa jaring cantrang cukup efektif menangkap ikan dasar yang berukuran lingkar tubuh di atas 5 cm, sehingga ikan-ikan berukuran lingkar tubuh yang lebih kecil dari 5 cm diprediksi dapat meloloskan diri melalui mata jaring cantrang ini. Mesh perimeter yang digunakan hanya pada bagian kantong cantrang karena kantong ini merupakan tempat berkumpulnya ikan-ikan sasaran tangkap. 5.1.4
Distribusi ukuran hasil tangkapan sampingan Distribusi ukuran ikan hasil tangkapan sampingan meliputi panjang total,
berat, dan lingkar tubuh (girth) ikan. Pada distribusi ukuran ikan hasil tangkapan sampingan ini diambil lima jenis ikan, yaitu ikan beloso (Saurida tumbil), ikan kuniran/ biji nangka (Upeneus sulphureus), ikan lencam (Lutjanus spp.), ikan kerong-kerong (Terapon sp.), dan ikan barakuda (Sphyraena sp.). Ikan hasil tangkapan sampingan yang tertangkap bervariasi ukuran panjang totalnya, yaitu pada ikan beloso (Saurida tumbil) memiliki panjang total antara 15 – 43 cm dengan rerata 23,8 cm; ikan biji nangka (Upeneus sulphureus) memiliki panjang total antara 15 – 26 cm dengan rerata 21 cm; ikan lencam (Lutjanus spp.) memiliki panjang total antara 15,5 – 23 cm dengan rerata 19,5 cm; ikan kerong-kerong (Terapon sp.) memiliki panjang total antara 10 – 19 cm dengan rerata 14,2 cm; dan ikan barakuda (Sphyraena sp.) memiliki panjang total 18 – 29 cm dengan rerata 22,3 cm. Pada ikan beloso (Saurida tumbil), ukuran panjang total ikan yang tertangkap berada antara 14,6 – 46,5 cm.
Ukuran panjang total ikan beloso
(Saurida tumbil) yang paling banyak tertangkap berada pada selang 26,6 – 30,5 cm. Sedangkan ukuran ikan pada saat pertama kali mengalami matang gonad (lenght at first maturity) adalah 28,3 cm (www.marinebio.org, 20 mei 2010). Sebaran panjang total ikan beloso (Saurida tumbil) disajikan pada Gambar 18.
51
Gambar 18 Sebaran panjang total ikan beloso.
Dari gambar 18 di atas dapat diketahui bahwa ikan beloso (Saurida tumbil) yang tertangkap lebih banyak yang berada di sebelah kiri garis batas Length at first maturity, yaitu 28,3 cm. Keadaan ini diartikan bahwa ikan beloso (Saurida tumbil) yang tertangkap sebagian besar masih belum matang gonad sehingga dapat dikatakan ikan beloso (Saurida tumbil) sebagian besar masih belum layak tangkap. Pada ikan biji nangka (Upeneus sulphureus), ukuran panjang total ikan yang tertangkap berada antara 14,6 – 28,5 cm. Ukuran panjang total ikan beloso (Saurida tumbil) yang paling banyak tertangkap berada pada selang 20,6 – 22,5 cm. Sedangkan ukuran ikan pada saat pertama kali mengalami matang gonad (lenght at first maturity) adalah 13 cm (www.marinebio.org, 20 mei 2010). Sebaran panjang total ikan biji nangka (Upeneus sulphureus) disajikan pada Gambar 19.
52
Gambar 19 Sebaran panjang total ikan biji nangka.
Pada gambar 19 di atas dapat diketahui bahwa ikan biji nangka (Upeneus sulphureus) yang tertangkap semuanya berada di sebelah kanan garis batas Length at first maturity, yaitu 13 cm. Dapat diartikan bahwa ikan biji nangka (Upeneus sulphureus) yang tertangkap (sebanyak sampel yang diukur) semuanya sudah mengalami matang gonad. Sehingga dapat dikatakan bahwa ikan biji nangka (Upeneus sulphureus) yang tertangkap sudah layak tangkap. Pada ikan lencam (Lutjanus spp.), ukuran panjang total ikan yang tertangkap berada antara 16,6 – 24,5 cm. Ukuran panjang total ikan lencam (Lutjanus spp.) yang paling banyak tertangkap berada pada selang 20,6 – 22,5 cm. Sedangkan ukuran ikan pada saat pertama kali mengalami matang gonad (lenght at first maturity) adalah 13 cm (www.marinebio.org, 20 mei 2010). Sebaran panjang total ikan biji lencam (Lutjanus spp.) disajikan pada Gambar 20.
53
Gambar 20 Sebaran panjang total ikan lencam.
Pada gambar 20 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar ikan lencam (Lutjanus spp.) yang tertangkap berada di sebelah kanan batas garis Length at first maturity (Lm), yaitu dengan batas panjang total ikan lencam (Lutjanus spp.) 19 cm. Hal ini dapat diartikan bahwa sebagian besar ikan lencam (Lutjanus spp.) yang tertangkap sudah mengalami matang gonad.
Sehingga dapat dikatakan
bahwa sebagian besar tangkapan ikan lencam (Lutjanus spp.) sudah layak tangkap. Pada ikan kerong-kerong (Terapon sp.), ukuran panjang total ikan yang tertangkap berada antara 9,6 – 21,5 cm. Ukuran panjang total ikan kerong-kerong (Terapon sp.) yang paling banyak tertangkap berada pada selang 13,6 – 15,5 cm. Sedangkan ukuran ikan pada saat pertama kali mengalami matang gonad (lenght at first maturity) adalah 13 cm (www.marinebio.org, 20 mei 2010). Sebaran panjang total ikan kerong-kerong (Terapon sp.) disajikan pada Gambar 21.
54
Gambar 21 Sebaran panjang total ikan kerong-kerong.
Pada gambar 21 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar ikan kerongkerong (Terapon sp.) yang tertangkap berada di sebelah kanan garis batas length at first maturity, yaitu dengan panjang total ikan 13 cm. Hal ini dapat diartikan bahwa sebagian besar ikan kerong-kerong (Terapon sp.) yang tertangkap sudah mengalami matang gonad sehingga hasil tangkapan ikan kerong-kerong (Terapon sp.) dapat dikatakan telah layak tangkap. Pada ikan barakuda (Sphyraena sp.), ukuran panjang total yang tertangkap adalah berkisar antara 17,6 – 31,5 cm.
Ukuran panjang total ikan barakuda
(Sphyraena sp.) pada selang kelas 21,6 – 23,5 cm merupakan selang kelas yang paling banyak tertangkap oleh alat tangkap cantrang.
Pada ikan barakuda
(Sphyraena sp.), ukuran panjang total ikan pada saat pertama kali matang gonad (lenght at first maturity) adalah 25 cm (www.marinebio.org, 20 mei 2010). Sebaran panjang total ikan barakuda (Sphyraena sp.) disajikan pada Gambar 22.
55
Gambar 22 Sebaran panjang total ikan barakuda
Pada gambar 22 di atas terlihat bahwa hampir semua ikan barakuda (Sphyraena sp.) yang tertangkap berada pada sebelah kiri garis batas length at first maturity, yaitu dengan panjang total ikan 25 cm. Hal ini berarti bahwa ikan barakuda (Sphyraena sp.) yang tertangkap sebagian besar masih belum mengalami matang gonad sehingga dapat dikatakan sebagian besar ikan barakuda (Sphyraena sp.) masih belum layak tangkap. Banyaknya ikan barakuda (Sphyraena sp.) yang masih belum layak tangkap disebabkan oleh kedalaman daerah penangkapan yang tidak terlalu dalam, yaitu sekitar 30 – 40 meter. Ikan barakuda (Sphyraena sp.) merupakan jenis ikan yang saat dewasa hidup pada perairan dalam. Tetapi pada saat masih juvenil dan tahap pertumbuhan ikan barakuda (Sphyraena sp.) ini hidup pada perairan yang tergolong tidak terlalu dalam, yaitu antara 30 – 60 meter. Hal inilah yang menyebabkan banyak ikan barakuda (Sphyraena sp.) yang tertangkap tetapi masih belum mengalami matang gonad. Hasil penimbangan berat hasil tangkapan sampingan yang didapat pada ikan sampel adalah ikan beloso (Saurida tumbil) memiliki berat yang berkisar antara 35 – 605 gram dengan rerata 168,4 gram; ikan biji nangka (Upeneus sulphureus) memiliki berat yang berkisar antara 100 – 220 gram dengan rerata 150,2 gram; ikan lencam (Lutjanus spp.) memiliki berat yang berkisar antara 60 – 175 gram dengan rerata 116,4 gram; ikan kerong-kerong (Terapon sp.) memiliki
56
berat yang berkisar antara 20 – 45 gram dengan rerata 29,2 gram; ikan barakuda (Sphyraena sp.) memiliki berat yang berkisar antara 95 – 200 gram dengan rerata 130,8 gram. Sebaran frekuensi berat ikan hasil tangkapan sampingan disajikan pada Gambar 23.
57
Gambar 23 Sebaran frekuensi berat ikan hasil tangkapan sampingan. Pada Gambar 23 dapat diketahui bahwa ikan hasil tangkapan sampingan yang tertangkap tersebar pada beberapa selang kelas. Hal ini menunjukkan bahwa ikan yang tertangkap bervariasi dalam berat tiap individu. Pada ikan beloso (Saurida tumbil) ikan banyak tertangkap pada selang kelas antara 130 – 224 gram, ikan biji nangka (Upeneus sulphureus) banyak tertangkap ikan yang beratnya berada pada selang kelas antara 100 – 119 gram, ikan lencam (Lutjanus spp.) tertangkap paling banyak pada selang kelas antara 100 – 119 gram dan 140 – 159 gram, ikan kerong-kerong (Terapon sp.) banyak tertangkap ikan yang beratnya berada pada selang kelas antara 20 – 24 gram, dan ikan barakuda (Sphyraena sp.) ikan banyak tertangkap dengan berat pada selang kelas antara 110 – 129 gram. Selain ukuran panjang dan berat, pada hasil tangkapan sampingan juga diukur lingkar tubuhnya (girth). Pada ikan beloso (Saurida tumbil) ukuran lingkar tubuh tersebar pada kisaran antara 5,5 – 15 cm dengan rerata 8,5 cm; ikan kuniran/biji nangka (Upeneus sulphureus) memiliki lingkar tubuh yang berkisar antara 9 – 15 cm dengan rerata 11,8 cm; ikan lencam (Lutjanus spp.) memiliki ukuran lingkar tubuh yang tersebar pada kisaran antara 14 – 20 cm dengan rerata 16,9 cm; ikan kerong-kerong (Terapon sp.) yang ukuran lingkar tubuhnya tersebar pada kisaran antara 6 – 12 cm dengan rerata 8,4 cm; dan ikan barakuda
58
(Sphyraena sp.) yang ukuran lingkar tubuhnya tersebar pada kisaran antara 6,5 – 11,5 cm dengan rerata 8,4 cm.
Sebaran frekuensi lingkar tubuh ikan hasil
tangkapan sampingan disajikan pada Gambar 24.
Gambar 24 Sebaran frekuensi lingkar tubuh ikan hasil tangkapan sampingan.
59
Pada Gambar 24 dapat diketahui bahwa sebaran frekuensi lingkar tubuh pada ikan beloso (Saurida tumbil) paling banyak tertangkap pada selang kelas antara 8,6 – 10,5 cm. Ikan biji nangka (Upeneus sulphureus) paling banyak tertangkap pada selang kelas antara 10,6 – 11,5 cm; ikan lencam (Lutjanus spp.) paling banyak tertangkap pada selang kelas antara 15,6 – 16,5 cm; ikan kerongkerong (Terapon sp.) paling banyak tertangkap pada selang kelas antara 7,6 – 8,5 cm; dan ikan barakuda (Sphyraena sp.) paling banyak tertangkap pada selang kelas antara 8,6 – 9,5 cm. Hubungan penjang total dengan lingkar tubuh ikan hasil tangkapan sampingan merupakan salah satu informasi yang cukup penting karena dapat juga digunakan untuk meminimalisir jumlah hasil tangkapan sampingan belum layak tangkap, yang tertangkap pada setiap operasi penangkapan cantrang. Salah satu penggunannya adalah dengan menyesuaikan besarnya mata jaring pada tiap bagian cantrang dengan ukuran lingkar tubuh ikan hasil tangkapan sampingan, sehingga walaupun tertangkap ikan-ikan hasil tangkapan sampingan tersebut telah mengalami matang gonad jika diduga melalui panjang total tubuh ikan. Ukuran lingkar tubuh ikan beloso (Saurida tumbil) akan bertambah seiring dengan bertambahnya ukuran panjang total ikan tersebut. Berdasarkan analisis linier yang dilakukan antara lingkar tubuh terhadap panjang total ikan beloso (Saurida tumbil) didapatkan persamaan sebagai berikut : y = 0,356x; R2 = 0,990; r = 0,995 Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan panjang total satu cm akan menambah lingkar tubuh sebesar 0,356 cm.
Nilai koefisien
2
determinasi R pada persamaan tersebut adalah sebesar 0,990 atau 99% yang artinya adalah lingkar tubuh ikan dipengaruhi sebesar 99% oleh panjang total. Sedangkan nilai koefisian korelasi r pada persamaan tersebut sebesar 0,995 yang berarti hubungan antara lingkar tubuh dan panjang total ikan beloso (Saurida tumbil) sangat erat. Hubungan antara lingkar tubuh dengan panjang total ikan beloso (Saurida tumbil) yang diperoleh disajikan pada Gambar 25.
body girth (cm)
60
16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4
y = 0.356x R² = 0.990 r = 0.995
10
15
20
25 30 35 panjang total (cm)
40
45
50
Mesh perimet er
Gambar 25 Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan beloso.
Ukuran lingkar tubuh ikan biji nangka (Upeneus sulphureus) akan bertambah seiring dengan bertambahnya ukuran panjang total ikan tersebut. Berdasarkan analisis linier yang dilakukan antara lingkar tubuh terhadap panjang total ikan biji nangka (Upeneus sulphureus) didapatkan persamaan sebagai berikut: y = 0, 560x; R2 = 0,942; r = 0,971 Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan panjang total satu cm akan menambah lingkar tubuh sebesar 0,560 cm.
Nilai koefisien
determinasi R2 pada persamaan tersebut adalah sebesar 0,942 atau 94,2% yang artinya adalah lingkar tubuh ikan dipengaruhi sebesar 94,2% oleh panjang total. Sedangkan nilai koefisian korelasi r pada persamaan tersebut sebesar 0,971 yang berarti hubungan antara lingkar tubuh dan panjang total ikan biji nangka (Upeneus sulphureus) sangat erat. Hubungan antara lingkar tubuh dengan panjang total ikan biji nangka (Upeneus sulphureus) yang diperoleh disajikan pada Gambar 26.
61
16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4
body girth (cm)
y = 0.560x R² = 0.942 r = 0.971
Mesh perimete r
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 panjang total (cm) Gambar 26 Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan biji nangka.
Ukuran lingkar tubuh ikan lencam (Lutjanus spp.) akan bertambah seiring dengan bertambahnya ukuran panjang total ikan tersebut. Berdasarkan analisis linier yang dilakukan antara lingkar tubuh terhadap panjang total ikan lencam (Lutjanus spp.) didapatkan persamaan sebagai berikut: y = 0, 866x; R2 = 0,930; r = 0,964 Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan panjang total satu cm akan menambah lingkar tubuh sebesar 0,866 cm.
Nilai koefisien
determinasi R2 pada persamaan tersebut adalah sebesar 0,930 atau 93% yang artinya adalah lingkar tubuh ikan dipengaruhi sebesar 93% oleh panjang total. Sedangkan nilai koefisian korelasi r pada persamaan tersebut sebesar 0,964 yang berarti hubungan antara lingkar tubuh dan panjang total ikan lencam (Lutjanus spp.) sangat erat.
Hubungan antara lingkar tubuh dengan panjang total ikan
lencam (Lutjanus spp.) yang diperoleh disajikan pada Gambar 27.
62
21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4
body girth (cm)
y = 0.866x R² = 0.930 r = 0.964
14
15
16
17
18 19 20 21 panjang total (cm)
22
23
24
Mesh perimet er
Gambar 27 Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan lencam.
Ukuran lingkar tubuh ikan kerong-kerong (Terapon sp.) akan bertambah seiring dengan bertambahnya ukuran panjang total ikan tersebut. Berdasarkan analisis linier yang dilakukan antara lingkar tubuh terhadap panjang total ikan kerong-kerong (Terapon sp.) didapatkan persamaan sebagai berikut: y = 0, 596x; R2 = 0,930; r = 0,964 Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan panjang total satu cm akan menambah lingkar tubuh sebesar 0,596 cm.
Nilai koefisien
determinasi R2 pada persamaan tersebut adalah sebesar 0,930 atau 93% yang artinya adalah lingkar tubuh ikan dipengaruhi sebesar 93% oleh panjang total. Sedangkan nilai koefisian korelasi r pada persamaan tersebut sebesar 0,964 yang berarti hubungan antara lingkar tubuh dan panjang total ikan kerong-kerong (Terapon sp.) sangat erat. Hubungan antara lingkar tubuh dengan panjang total ikan kerong-kerong (Terapon sp.) yang diperoleh disajikan pada Gambar 28
63
13
y = 0.596x R² = 0.930 r = 0.964
12 body girth (cm)
11 10 9 8 7 6
Mesh perimet er
5 4 9
10
11
12
13 14 15 16 panjang (cm)
17
18
19
20
Gambar 28 Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan kerongkerong.
Ukuran lingkar tubuh ikan barakuda (Sphyraena sp.) akan bertambah seiring dengan bertambahnya ukuran panjang total ikan tersebut. Berdasarkan analisis linier yang dilakukan antara lingkar tubuh terhadap panjang total ikan kerong-kerong (Terapon sp.) didapatkan persamaan sebagai berikut: y = 0, 378x; R2 = 0,956; r = 0,978 Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan panjang total satu cm akan menambah lingkar tubuh sebesar 0,378 cm.
Nilai koefisien
determinasi R2 pada persamaan tersebut adalah sebesar 0,956 atau 95,6% yang artinya adalah lingkar tubuh ikan dipengaruhi sebesar 95,6% oleh panjang total. Sedangkan nilai koefisian korelasi r pada persamaan tersebut sebesar 0,978 yang berarti hubungan antara lingkar tubuh dan panjang total ikan barakuda (Sphyraena sp.) sangat erat.
Hubungan antara lingkar tubuh dengan panjang total ikan
barakuda (Sphyraena sp.) yang diperoleh disajikan pada Gambar 29.
64
13
y = 0.378x R² = 0.956 r = 0.978
12 body girth (cm)
11 10 9 8 7 6 5 4
17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 panjang total (cm)
Mesh perimet er
Gambar 29 Grafik hubungan panjang total dengan lingkar tubuh ikan barakuda.
Pada setiap jenis hasil tangkapan sampingan yaitu ikan beloso (Saurida tumbil), ikan biji nangka (Upeneus sulphureus), ikan lencam (Lutjanus spp.) paling, ikan kerong-kerong (Terapon sp.), dan ikan barakuda (Sphyraena sp.) telah diketahui bahwa hubungan antara panjang total dengan lingkar tubuh ikan adalah sangat erat.
Penambahan panjang total satu cm saja akan membuat
penambahan pula pada lingkar tubuh ikan, sehingga dapat diduga ukuran lingkar tubuh ikan pada saat pertama kali matang gonad. Hal ini dapat dijadikan acuan untuk menentukan besarnya mata jaring pada tiap bagian cantrang, karena terkait dengan panjang total tiap ikan pada saat pertama kali matang gonad. Sehingga meskipun ikan-ikan hasil tangkapan sampingan tertangkap, sudah sempat paling tidak satu kali memijah sebagai salah satu upaya pelestarian sumber daya ikan khususnya di perairan Laut Jawa yang sudah mulai mengalami overfishing. Pada setiap gambar grafik ikan hasil tangkapan sampingan, terlihat bahwa semua ikan hasil tangkapan sampingan berada di atas garis mesh perimeter. Ukuran lingkar tubuh ikan hasil tangkapan sampingan semua berukuran di atas mesh perimeter, yaitu sebesar 5 cm. Hal ini dapat diartikan bahwa jaring cantrang cukup efektif menangkap ikan dasar yang berukuran lingkar tubuh di atas 5 cm, sehingga ikan-ikan berukuran lingkar tubuh yang lebih kecil dari 5 cm diprediksi dapat meloloskan diri melalui mata jaring cantrang ini. Mesh perimeter yang
65
digunakan hanya pada bagian kantong cantrang karena kantong ini juga merupakan tempat berkumpulnya ikan-ikan sampingan.
5. 2
Keragaman Hasil Tangkapan Pengamatan keragaman dilakukan untuk melihat kekayaan jenis yang
ditemukan dilihat dari jumlah spesies yang ditemukan, kestabilan komunitas, dan dominansi antar spesies. Analisis keragaman ini meliputi indeks keanekaragaman (H’) dan dominansi (C). Jenis ikan yang memiliki perbandingan jumlah terbesar yang tertangkap terhadap total individu hasil tangkapan adalah ikan pepetek (Leiognathus sp.) dengan nilai proporsi 0,87661. Diikuti oleh ikan kurisi/ kurisi (Upeneus vittatus) dengan nilai proporsi 0.04964 dan ikan kapasan (Gerres kapas) dengan nilai proporsi 0.04214. Semakin besar nilai proporsi suatu spesies, maka menandakan ikan tersebut dominan terhadap total individu di suatu perairan. Nilai proporsi hasil tangkapan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Nilai proporsi spesies hasil tangkapan
No Nama Lokal
Nama Indonesia
1 2 3
Kurisi Kapasan Kamojan
Kurisi Kapasan Kamojan
4
Kerapu
Kerapu
5
Glomo
Gulamah
6
Golok Merah Swanggi
7 8 9
Kakap Merah Cumi-cumi Bunteg
Nama Ilmiah Upeneus vittatus Gerres kapas Parupeneus sp. Cephalopholis boenack Argyrosomus amoyensis Priacanthus tayenus
Kakap Lutjanus spp. Merah Cumi-cumi Loligo spp. Buntal Tetraodon sp.
Jumlah Individu (ekor)
Proporsi
13590
0.04964
11538
0.04214
389
0.00142
80 1360 1494 66
0.00029 0.00497 0.00546 0.00024
3067
0.01120
187
0.00068
66
Lanjutan Tabel 8
No Nama Lokal 10
Kuniran
11 12 13
Balak Kucul Kerok
14
Ikan Sebelah
15 16
Nama Indonesia Biji Nangka Beloso Barakuda Lencam Ikan Sebelah Kwee Tonang Kerong kerong Pari Ikan Terompet
18
Putihan Tonang Kerong kerong Pari
19
Sudu
20
Cucut
Cucut
21 22
Sotong Petek
Sotong Pepetek
17
Total
H'
Nama Ilmiah
Jumlah Individu (ekor)
Proporsi
Upeneus sulphureus Saurida tumbil Sphyraena sp. Lutjanus spp.
873
0.00319
191
0.00070
120
0.00044
Psettodes erumei
117
Caranx spp. Congresox talabon Terapon sp. Aetobatus spp. Aulostomus chinensis Centrocymnus crepidater Sepia spp. Leiognathus sp.
100
0.00037
0.00043
14
0.00005
55
0.00020
188 6 175 4
0.00069 0.00002 0.00064 0.00001
167
0.00061
240000
0.87661
273781
1 0.5717
Indeks keanekaragaman yang didapat adalah sebesar 0,5717 yang menandakan bahwa keanekaragaman hasil tangkapan cukup rendah dengan efektivitas alat tangkap yang cukup selektif. Sedangkan indeks dominansi yang didapat adalah sebesar 0,7729 menandakan bahwa dominansi suatu spesies ikan tinggi. Jenis ikan yang mendominansi adalah ikan pepetek (Leiognathus sp.) yaitu sebesar 0,87661. Berdasarkan Tabel 8 di atas ikan yang paling banyak tertangkap adalah ikan pepetek (Leioghnathus sp.) yaitu sebanyak 240000 ekor, ikan swanggi (Priacanthus tayenus) dengan 1494 ekor, ikan kurisi (Upeneus vittatus) dengan 13590 ekor, dan ikan kapasan (Gerres kapas) dengan 11538 ekor. Hal ini karena jenis ikan – ikan tersebut memang banyak terdapat di daerah sekitar perairan Brondong.
Selain itu, tingkah laku jenis ikan – ikan tersebut juga turut
mempengaruhi, yaitu kebiasaan untuk bergerombol atau schooling. Khusus untuk
67
ikan pepetek (Leiognathus sp.), banyaknya jumlah ikan yang tertangkap dikarenakan jenis ikan tersebut memang tersebar paling banyak di perairan utara pulau Jawa (Laut Jawa dan sekitarnya) (Kusnandar, 2000). Daerah pergerakan ikan pepetek (Leiognathus sp.) ini juga berada pada permukaan perairan yaitu antara 7-15 meter dari permukaan perairan (Alverson dan Hughes, 1996). Selain kedalaman perairan yang tidak begitu dalam juga turut mempengaruhi banyaknya ikan pepetek (Leiognathus sp.) yang tertangkap karena ikan jenis ini merupakan ikan demersal yang juga termasuk ikan pantai. Ikan pepetek (Leiognathus sp.) ini juga selalu ada pada setiap musim, baik musim paceklik ataupun musim penangkapan atau panen.
6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini meliputi:
1) Perbandingan hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan alat tangkap cantrang berturut – turut adalah 51% dan 49%. Total hasil tangkapan pada penelititan ini adalah 3315 kg, terdiri dari 1700 kg hasil tangkapan utama dan 1615 kg hasil tangkapan sampingan. Perbandingan antara hasil tangkapan utama dan sampingan hampir sebanding karena ikan target cantrang cukup banyak, yaitu 9 jenis ikan. 2) Komposisi hasil tangkapan utama selama penelitian diidentifikasi sebanyak 9 jenis ikan, antara lain ikan kurisi (Upeneus vittatus), ikan kapasan (Gerres kapas), ikan kerapu (Cephalopholis boenack), ikan kamojan (Parupeneus sp.), ikan gulamah (Argyrosomus amoyensis), ikan golok merah (Priacanthus tayenus), cumi-cumi (Loligo spp.), ikan buntal (Tetraodon sp.), dan kakap merah (Lutjanus spp.). Hasil tangkapan utama didominasi oleh jenis ikan kurisi (Upeneus vittatus) yaitu sebesar 867 kg. Sedangkan hasil tangkapan sampingan pada penelitian ini didominasi jenis ikan pepetek (Leiognathus sp.) yaitu sebanyak 1200 kg. 3) Indeks
keanekaragaman
sebesar
0,57
yang
menandakan
bahwa
keanekaragaman hasil tangkapan cukup rendah dengan efektivitas alat tangkap yang cukup selektif. Sedangkan indeks dominansi sebesar 0,77 menandakan bahwa dominansi suatu spesies ikan tinggi. Jenis ikan yang mendominansi adalah ikan pepetek (Leiognathus sp.) yaitu sebesar 0,88 dengan jumlah ikan sebanyak 240000 ekor.
6.2
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas optimum dan
penerapannya pada perikanan cantrang dalam upaya mengurangi tertangkapnya ikan-ikan muda (immature fish) pada hasil tangkapan utama maupun hasil tangkapan sampingan.
DAFTAR PUSTAKA
Allen G. 2000. Marine Fishes of South-East Asia. PT Java Books Indonesia. Singapura. Alverson DL dan Hughes SE. 1996. Bycatch : From Emotion To Effective Natural Resource Management. Review in Fish Biology and Fisheries. Chapman and Hall. Ayodyoa. 1981. Fishing Methods. Proyek Peningkatan / Pengembangan Perguruan Tinggi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Bambang N (editor). 2006. Petunjuk Pembuatan dan Pengoperasian Cantrang dan Rawai Dasar Pantai Utara Jawa Tengah. Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Departemen Kelautan dan Perikanan. Semarang. Badan Pusat Statistik dan Pemerintah Kabupaten Lamongan, 2006. Lamongan Dalam Angka 2006. Lamongan. Barnes RSK dan Hughes RN. 1999. An Introduction to Marine Ecology Third Edition. Blackwell Publishing Company. Dinas Kelautan dan Perikanan. 2009. Kapal dan Alat Tangkap. [terhubung tidak berkala]. http://www.pipp.dkp.go.id/ . [22 April 2009] FAO. 1995. Code of Conduct for Responsible Fisheries. FAO. Rome Fariz A. 2006. Perbandingan Komposisi Hasil Tangkapan Jaring Arad Pada Operasi Penangkapan Siang dan Malam di Perairan Pantai Utara Cirebon [skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Fingerman M (editor). 1981. Marine Biotechnology Volume 1 : Endocrinology and Reproduction. Science Publishers Inc. USA. Firdaus M. 2005. Kajian Keberlanjutan Perikanan Pukat Tarik (Dragged Gear on Shrimp) Di Kota Tarakan Kalimantan Timur [Tesis] (tidak dipublikasikan). Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Google Map. 2009. [terhubung tidak berkala]. http://www.wikimapia.org/ . [19 April 2009]. Khaerudin A. 2006. Proporsi Hasil Tangkapan Jaring Arad (mini trawl) yang Berbasis di Pesisir Utara, Kota Cirebon Jawa Barat [skripsi] (tidak
70
dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 52 hal Kusnandar. 2000. Perikanan Cantrang Di Tegal dan Kemungkinan Pengembangannya [Tesis] (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Mahiswara. 2004. Analisis Hasil Tangkap Sampingan Trawl Udang yang Dilengkapi Perangkat Seleksi TED Tipe Super Shooter [Tesis] (tidak dipublikasikan). Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Mailany H. 2005. Model Sediaan Stokastik Solar Packed Dealer Net di PPP Eretan Wetan, Indramayu. [skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 52 hal Rachmawati I. 2008. Analisis Hasil Tangkapan Utama dan Hasil Tangkapan Sampingan pada Alat Tangkap Dogol di Gebang Mekar, Kabupaten Cirebon Jawa Barat [skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Riyanto M. 2005. Pengoperasian Pukat Udang Pada Siang dan Malam Hari: Pengaruhnya Terhadap Hasil Tangkapan Sampingan Di Laut Arafura [skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Odum PE. 1971. Fundamentals of Ecology Third Edition. WB Saunders Company. Washington. Purbayanto A. 2006. Perikanan Trammel Net : Analisis Efektivitas dan Fisiologi Tingkah Laku Ikan untuk Kepentingan Pengelolaannya. Bogor. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Sirait BH. 2008. Analisis Hasil Tangkapan Jaring Arad di Eretan Kulon, Kabupaten Indramayu Jawa Barat [skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Sjafei DS dan Robiyani. 2001. Kebiasaan Makanan dan Faktor Kondisi Ikan Kurisi (Nemipterus tambuloides) di Perairan Teluk Labuan Banten. [Terhubung berkala]. http://iktiologi-indonesia.org/jurnal/1-1/02_0001. [26 Oktober 2010]
71
Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan Dan Udang Laut Di Indonesia. Jakarta. Balai Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Suharto. 1999. Studi Tentang Kemampuan Tangkap Trawl Dasar dan Hubungannya Dengan Kepadatan Ikan Dasar Di Perairan Labuan Maringgai [Tesis] (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Susilo E. 2006. Percobaan Pengoperasian Bubu Pada Zona Fotik dan Afotik Di Teluk Palabuhanratu [skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Walpole. 1995. Pengantar Statistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 52 hal Windarti TS. 2008. Analisis Hasil Tangkapan Jaring Arad di Blanakan, Kabupaten Subang Jawa Barat [skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. www. fishbase.org/summary/SpeciesSummary.php?id=4821 [3 Juni 2010]
LAMPIRAN
73
Lampiran 1 Gambar konstruksi alat tangkap cantrang
74
Lampiran 2 Spesifikasi alat tangkap cantrang Jumlah mata
Panjang bagian kisi
Mesh No kisi size (mm)
Memanjang Melintang
Memanjang (m)
1
190
26
100
4,940
19,000
2
190
29
110
5,510
20,900
3
190
29
130
5,510
24,700
4
185
29
130
5,365
24,050
5
160
29
115
4,640
18,400
6
134
10
330
1,340
44,220
7
110
17
480
1,870
52,800
8
89
24
496
2,136
44,144
9
69
29
496
2,001
34,224
10
72
29
464
2,088
33,408
11
61
24
464
1,464
28,304
12
49
29
418
1,421
20,482
13
49
29
363
1,421
17,787
14
49
29
312
1.421
15,288
15
37
47
260
1,739
9,620
16
33
46
260
1,518
8,580
17
30
30
300
0,900
9,000
18
30
29
250
0,870
7,500
19
30
29
250
0,870
7,500
20
30
49
250
1,470
7,500
Kantong 21
25
120
160
3,000
4,000
Total (mm)
-
-
-
Bagian
Sayap
Badan
51.494
Melintang (m)
Total memanjang (m)
25,965
22,529
3,000 51.494
75
Lampiran 3 Peralatan yang digunakan selama penelitian
Papan ukur sederhana
Meteran
Timbangan
Timbangan Digital
Tachometer
GPS Merk Garmin
Meteran
Life jacket
76
Kapal Cantrang
Kapal Cantrang
Departemen Kelautan dan Perikanan PPN Brondong
Jaring pada saat penjemuran
77
Lampiran 4 Ikan hasil tangkapan utama
Ikan kurisi (Upeneus vittatus)
Ikan kerapu (Chepalopolis boenack)
Ikan kapasan (Gerres kapas)
Cumi-cumi (Loligo spp.)
Ikan kakap merah (Lutjanus spp.)
Ikan swanggi (Priacanthus tayenus)
Ikan gulamah (Argyrosomus amoyensis)
Ikan kamojan (Parupeneus sp.)
78
Lampiran 5 Ikan hasil tangkapan sampingan
Sotong (Sepia spp.)
Ikan pepetek (Leiognathus sp.)
Ikan biji nangka (Upeneus sulphureus)
Ikan sebelah (Psettodes erumei)
Ikan barakuda (Sphyraena sp.)
Ikan kerong-kerong (Terapon sp.)
79
Lampiran 6 Daftar harga ikan hasil tangkapan
No.
Nama Indonesia
Nama ilmiah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Buntal Kurisi Kapasan Kerapu Kakap Merah Kamojan Swanggi Gulamah Cumi - cumi Biji Nangka Beloso Barakuda Lencam Ikan Sebelah Kuwe Tonang Kerong-kerong Pari Ikan Terompet Cucut Sotong Pepetek
Tetraodon sp. Upeneus vittatus Gerres kapas Chepalopolis boenack Lutjanus spp. Parupeneus sp. Priacanthus tayenus Argyrosomus amoyensis Loligo spp. Upeneus sulphureus Saurida tumbil Sphyraena sp. Lutjanus spp. Psettodes erumei Caranx spp. Congresox talabon Terapon sp. Aetobatus spp. Auiostomus sp. Centrocymnus crepidater Sepia spp. Leiognathus sp.
Harga Keterangan per kg (Rp) HTU 7000 HTU 7000 4100 HTU HTU 9000 HTU 12000 HTU 3000 HTU 4000 HTU 6800 HTU 6500 HTS 3000 HTS 3000 HTS 2500 HTS 4000 HTS 9000 HTS 16000 HTS 12500 HTS 3000 HTS 6000 1800 HTS HTS 13000 HTS 12000 HTS 1000
80
Lampiran 7 Data pengoperasian cantrang Waktu Hari/tanggal
7 Mei 2009
8 Mei 2009
Setting No.
Posisi setting
Setting
Daerah penangkapan
Hauling
Posisi hauling
Substrat P
Latitude (LS)
Longitude (BT)
Jumlah HT total
Start
Finish
Start
Finish
1
04,55
05,10
05,15
06,55
06'07,920'
112'41,132'
06'07,831'
112'41,142'
30-40
2 keranjang
2
06,55
07,10
07,15
07,47
06'06,135'
112'40,881'
06'06,025'
112'40,491'
30-40
3 keranjang
3
07,48
08,00
08,05
08,40
06'05,950'
112'40,468'
06'05,898'
112'40,018'
30-40
2 keranjang
4
08,40
08,55
09,05
09,40
06'05,863
112'40,060'
06'05,719'
112'39,515'
30-40
3 keranjang
5
09,47
10,00
10,07
10,45
06'04,839'
112'39,534'
06'04,742'
112'39,383'
30-40
3 keranjang
06'04,525'
112'39,212'
06'04,526'
112'38,939'
30-40
2 keranjang
Selatan P. Bawean
Longitude (BT)
Depth (meter)
Latitude (LS)
B
L
K
Ln
6
10,45
11,00
11,05
11,43
7
11,43
11,58
12,04
12,42
06'04'362'
112'38,540'
06'04,264'
112'38,248'
30-40
2 keranjang
8
12,42
12,59
13,06
13,40
06'04,262'
112'37,959'
06'04,116'
112'37,665'
30-40
2 keranjang
9
13,45
14,00
14,04
14,35
06'04,111'
112'37,171'
06'04,078'
112'36,935'
30-40
3 keranjang
10
14,35
14,50
14,57
15,34
06'04,140'
112'36,501'
06'04,066'
112'36,395'
30-40
3 keranjang
11
15,34
15,50
15,55
16,35
06'04,092'
112'35,941'
06'04,086'
112'35,694'
30-40
3 keranjang
1
05,25
04,40
05,45
06,25
06'03,489'
112'39,085'
06'03,452'
112'38,995'
30-40
2 keranjang
2
06,25
06,40
06,44
07,15
06'03,439'
112'38,677'
06'03,410'
112'38,615'
30-40
2 keranjang
3
07,15
07,26
07,30
08,05
06'03,405'
112'38,180'
06'03,381'
112'38,115'
30-40
3 keranjang
4
08,20
08,35
08,40
09,15
06'04,240'
112'38,674'
06'04,262'
112'38,493'
30-40
3 keranjang
5
09,15
09,30
09,35
10,15
06'04,324'
112'38,150'
06'04,312'
112'37,952'
30-40
3 keranjang
06'04,409'
112'37,579'
06'04,407'
112'37,301'
30-40
3 keranjang
112'36,533'
30-40
2 keranjang
Selatan P. Bawean
6
10,15
10,30
10,35
11,15
7
11,15
11,30
11,35
12,10
06'04,514'
112'36,792'
06'04,483'
8
12,15
12,30
12,35
13,15
06'04,187'
112'36,117'
06'04,202'
112'35,876'
30-40
2 keranjang
9
14,00
14,15
14,18
14,45
06'02,822'
112'38,247'
06'02,820'
112'37,991'
30-40
2 keranjang
10
14,45
14,50
15,00
15,35
06'02,928'
112'37,565'
06'02,878'
112'37,379'
30-40
3 keranjang
11
15,35
15,40
15,55
16,30
06'03,045'
112'36,929'
06'03,044'
112'36,793'
30-40
3 keranjang
81
Lampiran 7 (lanjutan) Waktu Hari/tanggal
9 Mei 2009
10 Mei 2009
Setting No.
Posisi setting
Setting
Daerah penangkapan
Hauling
Posisi hauling
Substrat P
Latitude (LS)
Longitude (BT)
Latitude (LS)
Longitude (BT)
B
L
K
Ln
Depth (meter)
Jumlah HT total
Start
Finish
Start
Finish
1
05,30
05,40
05,50
06,20
06'03,473'
112'37,994'
06'03,477'
112'37,913'
30-40
2 keranjang
2
06,45
07,00
07,05
07,40
06'03,863'
112'37,933'
06'05,794'
112'38,669'
30-40
3 keranjang
3
07,40
07,52
07,55
08,25
06'05,927'
112'38,333'
06'05,962'
112'38,219'
30-40
3 keranjang
4
08,25
08,33
08,40
08,53
06'06,032'
112'37,857'
06'06,056'
112'37,752'
30-40
4 keranjang
5
08,53
09,10
09,15
09,45
06'06,198'
112'37,414'
06'06,219'
112'37,262'
30-40
3 keranjang
06'06,309'
112'36,901'
06'06,319'
112'36,724'
30-40
3 keranjang
Sekitar Bawean
6
10,21
10,35
10,40
11,10
7
11,40
11,55
12,00
12,35
06'04,706'
112'34,967'
06'04,664'
112'34,817'
30-40
3 keranjang
8
13,15
13,30
13,40
14,10
06'07,305'
112'36,873'
06'07,388'
112'36,598'
30-40
2 keranjang
9
14,10
14,25
14,30
15,05
06'07,494'
112'36,223'
06'07,532'
112'35,979'
30-40
4 keranjang
10
15,05
15,15
15,20
15,55
06'07,724'
112'35,570'
06'07,724'
112'35,396'
30-40
4 keranjang
11
15,55
16,05
16,10
16,45
06'07,876'
112'34,991'
06'07,955'
112'34,763'
30-40
3 keranjang
1
05,37
05,45
05,49
06,20
06'08,579'
112'36,378'
06'08,541'
112'35,556'
30-40
11 keranjang
2
06,25
06,35
06,40
07,15
06'08,615'
112'36,214'
06'08,580'
112'35,437'
30-40
2 keranjang 3 keranjang
3
07,15
07,10
07,30
08,07
06'08,579'
112'35,952'
06'08,613'
112'35,226'
30-40
4
08,07
08,17
08,17
09,00
06'08,950'
112'35,945'
06'09,210'
112'35,128'
30-40
5
09,20
09,30
09,30
10,10
6
10,30
10,40
10,45
11,20
7
12,20
12,35
12,40
13,15
8
13,15
13,25
13,25
14,05
9
14,05
14,18
14,20
15,00
06'16,532'
112'33,476'
06'16,708'
112'32,963'
30-40
Sekitar Bawean
5 Keranjang