KOMPONEN MINYAK ATSIRI DAUN SIRIH (Piper betle L.) DAN POTENSINYA DALAM MENCEGAH KETENGIKAN MINYAK KELAPA
OSY YOSTIA UTAMI
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ABSTRAK OSY YOSTIA UTAMI. Komponen Minyak Atsiri Daun Sirih (Piper Betle L.) dan Potensinya dalam Mencegah Ketengikan Minyak Kelapa. Dibimbing oleh Dr. LAKSMI AMBARSARI, MS dan WARAS NURCHOLIS, M.Si. Minyak kelapa mengandung gliserida, yaitu senyawa antara gliserin dengan asam lemak. Besarnya kandungan asam lemak tak jenuh pada minyak sangat mempengaruhi stabilitas struktur kimianya. Minyak kelapa hanya sedikit mengandung karotenoida, sehingga lebih mudah terjadi oksidasi yang dapat menghasilkan senyawa-senyawa radikal bebas. Senyawa tersebut dapat menyumbangkan terjadinya ketengikan. Penelitian ini bertujuan menguji potensi kimiawi minyak atsiri daun sirih dalam mencegah ketengikan pada minyak kelapa. Minyak atsiri daun sirih diperoleh dengan cara destilasi, kemudian ditambahkan pada minyak kelapa sampai diperoleh kadar minyak atsiri 2%, 3%, dan 5% (b/b), selanjutnya dilakukan uji bilangan peroksida. Analisis kandungan kimiawi minyak atsiri daun sirih dilakukan dengan Gas Chomatography Mass Spectroscopy. Minyak atsiri daun sirih mengandung senyawa fenol, kavikol, serta asetil eugenol yang dapat berfungsi sebagai antioksidan. Hasil isolasi minyak atsiri daun sirih diperoleh 3.8% rendemen minyak atsiri. Setelah 30 hari nilai bilangan peroksida pada minyak kelapa dengan kadar 2%, 3%, dan 5% minyak atsiri berturut-turut menunjukkan 3.33 Meq/kg bahan, 3.39 Meq/kg bahan dan 2.38 Meq/kg bahan. Analisis kandungan kimia minyak atsiri daun sirih dengan GC-MS menunjukkan bahwa minyak atsiri daun sirih memiliki potensi antioksidan karena terdapat senyawa phenol-2-methoxy-3-(2-propenyl), dan kavikol yang berfungsi sebagai reduktor bagi senyawa teroksidasi.
ABSTRACT OSY YOSTIA UTAMI. Composition of Essential Oil Betel Leaf (Piper betle L.) and Potential to Tackling Rancidty in Coconut Oil. Under the direction of Dr. LAKSMI AMBARSARI, MS dan WARAS NURCHOLIS, M.Si. Coconut oil contains glyceride, are compounds of glycerine with fatty acids. The amount of unsaturated fatty acid content in the oil greatly affects the stability of their chemical structure. Coconut oil contains karotenoida only slightly, making it easier to happen oxidation that can produce compounds called free radicals. This compound can donate the rancid. This study aims to test the chemical potential of essential oil of betel leaf in preventing rancid on coconut oil. Essential oil of betel leaf is obtained by distillation, then added coconut oil to obtain essential oil content of 2%, 3% and 5%, then performed the test peroxide numbers. Analysis of chemical content of essential oil of betel leaf done with Chomatography Gas -Mass Spectroscopy. Essential oil of betel leaf contains phenolic compounds, chavicol and acetyl eugenol which can function as an antioxidant. The isolated essential oil of betel leaf gained 3.8% yield of essential oil. After 30 days the value of peroxide number in coconut oil with high levels of 2%, 3% and 5% essential oils in a row shows 3.33 Meq/kg of materials, 3.39 Meq/kg of materials and 2.38 Meq/kg of material. Analysis of chemical constituents of essential oil of betel leaf with GC-MS showed that essential oil of betel leaf has antioxidant potential because there are compounds of phenol-2methoxy-3-(2-propenyl), and Chavicol which serves as a reductant for oxidized compounds.
KOMPONEN MINYAK ATSIRI DAUN SIRIH (Piper betle L.) DAN POTENSINYA DALAM MENCEGAH KETENGIKAN MINYAK KELAPA
OSY YOSTIA UTAMI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Skripsi Nama NIM
: Komponen Minyak Atsiri Daun Sirih (Piper betle L.) dan Potensinya dalam Mencegah Ketengikan Minyak Kelapa : Osy Yostia Utami : G84062357
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Laksmi Ambarsari, MS Ketua
Waras Nurcholis, M.Si Anggota
Diketahui
Dr. Ir. I Made Artika, M.App., Sc Ketua Departemen Biokimia
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis menyelesaikan dengan baik penelitian dan penulisan karya ilmiah yang berjudul Kandungan Kimiawi Minyak Atsiri Daun Sirih (Piper Betle L.) dan Potensinya dalam Menanggulangi Ketengikan Minyak Kelapa. Karya ilmiah ini ditulis berdasarkan penelitian yang dilaksanakan di Laboratotium Biokimia Institut Pertanian Bogor, Balai Penelitian Obat dan Aromatik (BALITRO), dan Balai Penelitian Kehutanan (BALITHUT) selama kurang lebih enam bulan yaitu pada bulan Juli-Desamber 2010 sebagai prasyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains dari Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Proses menuju keberhasilan yang harus dilalui penulis selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih Ibu Dr. Laksmi Ambarsari, MS dan Bapak Waras Nurcholis, M.Si selaku pembimbing atas segala kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan bimbingan, arahan, dan masukan bagi penulis. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pada Bu Tuti, Pak Nana, Bu Meri dan Bu Iis selaku pranata laoratorium atas motivasi, masukan, dan bantuannya selama penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, Wini, Fina, dan teman-teman Senior Resident Asrama TPB IPB atas segala dukungan dan doa bagi penulis serta kepada teman-teman Biokimia 43 atas segala motivasi dan bantuannya. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Juni 2011
Osy Yostia Utami
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ciamis, Jawa Barat pada tanggal 6 Mei 1988 dari ayahanda Yoyo Saryadi, S.Pd dan Ibunda Teti Rukhaeti, S.Pd. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2006 penulis lulus dari SMA negeri 2 Ciamis dan lolos seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di Departemen Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif di berbagai organisasi dan kepanitiaan. Tahun 2007 penulis aktif di divisi Sosial dan Lingkungan, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FMIPA IPB dan sekretaris Paguyuban Mahasiswa Ciamis (PMGC). Penulis juga menjadi Koordinator divisi kesekretariatan dalam kepanitiaan Pesta Sains 2009. Tahun 2010 penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia Umum S1 Departemen Biologi dan Kedokteran Hewan. Penulis melakukan Praktik Lapangan di Laboratorium Rekayasa Genetik, LIPI-Bogor dari bulan Juli sampai Agustus 2009 dengan judul Identifikasi Protein Cry dari Bacillus thuringiensis. Tahun 2010 penulis diterima sebagai Senior Resident Asrama Putri TPB IPB. Penulis juga merupakan penerima beasiswa BBM tahun 2009-2010. Prestasi yang pernah diraih oleh penulis selama menempuh pendidikan di IPB diantaranya sebagai finalis Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) Tingkat Persiapan Bersama (TPB IPB) tahun 2006. Tahun 2008 dan 2009 penulis lolos di danai DIKTI dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKM P) selama dua kali berturut-turut. Tahun 2009 penulis didanai dalam Program Kewirausahaan Mahasiswa untuk pengembangan kewirausahaan dari Direktorat Pengembangan Karir dan Hubungan Alumni (DPKHA IPB), dan pada tahun yang sama juga lolos sebagai finalis Bisnis Plan Competition dalam acara Banking Goes to Campus tingkat nasional. Tahun 2010 penulis diundang pada konferensi internasional Sustainable Future for Human Security (SUSTAIN 2011) di Universitas Kyoto Jepang.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ix DAFTAR TABEL............................................................................................ ix DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... ix PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 TINJAUAN PUSTAKA Daun Sirih (Piper betle L) ................................................................... Minyak Kelapa ..................................................................................... Radikal Bebas ...................................................................................... Antioksidan .......................................................................................... Kromatografi Gas (GC-MS) ................................................................
1 3 5 6 7
BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan..................................................................................... 7 Metode ................................................................................................. 8 HASIL DAN PEMBAHASAN Minyak Atsiri Daun Sirih..................................................................... 8 Uji Bilangan Peroksida pada Minyak Kelapa ...................................... 9 Komponen Minyak Atsiri Daun Sirih.................................................. 10 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan .............................................................................................. 12 Saran..................................................................................................... 12 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 12 LAMPIRAN..................................................................................................... 16
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Daun sirih (Piper betle L) ............................................................................ 2 2 Mekanisme kerusakan pada minyak ............................................................ 5 3 Mekanisme reaksi BHT sebagai antioksidan............................................... 6 4 Bagian-bagian GC-MS ................................................................................ 7 5 Gas Chomatography /Mass Spectroscopy ................................................... 7 6 Hubungan antara bilangan peroksida dan penambahan minyak atsiri daun sirih............................................................................................. 9 7 Identifikasi komponen minyak atsiri daun sirih dengan GC-MS ................ 11 8 Struktur kimia senyawa fenol-2-metoksi-3-(2-propenil) .............................. 11 9 Struktur kimia senyawa kavikol..................................................................... 12
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Bagan alir penelitian.................................................................................... 17 2 Pembuatan minyak kelapa........................................................................... 18 3 Isolasi minyak atsiri daun sirih...................................................................
19
4 Hasil uji bilangan peroksida........................................................................
20
5 Pembuatan larutan Na2S2O3....................................................................... 24 6 Analisis minyak atsiri daun sirih dengan GC-MS......................................
25
1
PENDAHULUAN Pengembangan produk minyak kelapa untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri memiliki prospek yang baik untuk jangka panjang. Hal tersebut karena Indonesia memiliki potensi area perkebunan kelapa yang luas bila dibandingkan dengan negara-negara penghasil kelapa yang lainnya. Menurut data Coconut Statistical Yearbook (2006) luas area perkebunan kelapa di Indonesia yaitu 3.701 Ha. Minyak merupakan salah satu bahan pangan yang penting bagi kebutuhan tubuh manusia. Selain itu minyak juga merupakan sumber energi, yaitu satu gram minyak dapat menghasilkan 9 kkal (Winarno 2002). Masalah yang sangat menentukan terhadap mutu minyak kelapa adalah ketengikan. Minyak (nabati) mengandung asam lemak tak jenuh dan beberapa asam lemak esensial seperti asam oleat, linoleat dan linolenat (Sulistyo et al. 2006). Besarnya kandungan asam oleat dan asam linoleat pada minyak sangat mempengaruhi stabilitas minyak. Minyak kelapa sawit mengandung senyawa karotenoida yang mampu menghambat proses oksidasi, namun kadar karotenoida yang terdapat pada minyak kalapa tergolong rendah sehingga lebih mudah teroksidasi. Oksidasi adalah faktor yang sangat penting sebab dapat menghasilkan senyawa-senyawa yang menyumbangkan terjadinya off flavour dan kondisi ini lazim disebut tengik (rancid). Produk pangan olahan yang tengik dapat mengalami perubahan warna dan kehilangan nilai gizi karena oksidasi vitamin dan asam lemak tak jenuh. Selanjutnya mutu produk akan menurun, selain itu hasil oksidasi lipid akan menghasilkan senyawa peroksida, aldehid dan keton yang dapat membahayakan kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan upaya untuk mengatasinya. Salah satu cara adalah menambahkan senyawa antioksidan pada minyak kelapa agar tidak mudah teroksidasi. Antioksidan adalah senyawa yang secara alami terdapat dalam hampir semua bahan makanan, karena bahan makanan dapat mengalami degradasi baik secara fisik maupun kimia sehingga fungsinya berkurang. Antioksidan diperlukan untuk mengawetkan makanan yang mengandung minyak atau lemak dengan nilai gizi dari makanan itu tidak berkurang (Susiloningsih 2009).
Penggunaan antioksidan sintestis seperti BHA (Butil Hidroksi Anisol) dan BHT (Butil Hidroksi Toulene) sangat efektif untuk menghambat minyak atau lemak agar tidak terjadi oksidasi, namun penggunaan BHA dan BHT banyak menimbulkan kekhawatiran akan efek sampingnya. Hasil uji yang telah dilakukan tehadap penggunaan BHT didapatkan bahwa BHT dapat menyebabkan pembengkakan organ hati dan mempengaruhi aktifitas enzim di dalam hati. Selain itu juga menyebabkan pendarahan yang fatal pada dan pankreas (Komayaharti 2006). Kekhawatiran akan efek samping antioksidan sintetis mendorong untuk mencari antioksidan alami yang lebih aman. Salah satu bahan alam yang berpotensi sebagai antioksidan adalah daun sirih. Berdasarkan uji pendahuluan yang dilakukan Komaharyati (2006) menunjukkan bahwa penambahan ekstrak daun sirih pada minyak kelapa dihasilkan bilangan peroksida yang kecil setelah penyimpanan 25 hari. Penelitian lain membuktikan bahwa minyak atsiri daun sirih dapat meredam radikal bebas pada difenilpikril hidrazil (DPPH) sebesar 81,91% (Parwata et all 2009). Tujuan penelitian ini adalah menguji potensi kimiawi minyak atsiri daun sirih dalam mencegah oksidasi yang dapat menghasilkan senyawa-senyawa radikal bebas sebagai penyebab off flavour atau tengik (rancid) pada minyak kelapa yang lazim di sebut dengan kenaikan bilangan peroksida. Hipotesis penelitian ini adalah kandungan senyawa fenol pada minyak atsiri daun sirih yang berfungsi sebagai antioksidan dan dapat mencegah kenaikan bilangan peroksida pada minyak kelapa, sehingga didapatkan minyak kelapa yang mempunyai daya simpan lebih lama.
TINJAUAN PUSTAKA Daun Sirih (Piper betle L.) Daun sirih (Piper betle L.) termasuk ke dalam genus piper, famili piperaceae, dan ordo piperales. Tanaman merambat ini bisa mencapai tinggi 15 m. Batang sirih berwarna coklat kehijauan,berbentuk bulat, beruas dan merupakan tempat keluarnya akar . Daunnya yang tunggal berbentuk jantung,berujung runcing,tumbuh,berselang-seling,bertangkai, dan mengeluarkan bau yang sedap bila diremas (Gambar 1). Panjangnya sekitar 5 -
2
8 cm dan lebar 2 - 5 cm. Bunganya majemuk berbentuk bulir dan terdapat daun pelindung sekitar 1 mm berbentuk bulat panjang. Buahnya buah buni berbentuk bulat berwarna hijau keabu-abuan. Akarnya tunggang, bulat dan berwarna coklat kekuningan. Pada daun sirih terkandung minyak atsiri yang memberi bau khas pada sirih (Soenanto 2005).
Gambar 1 Daun Sirih (Piper betle L). (Sumber: Soenanto 2005) Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak mudah menguap. Pengertian atau defenisi minyak atsiri yang ditulis dalam Encyclopedia of Chemical Technology menyebutkan bahwa minyak atsiri merupakan senyawa, yang pada umumnya berwujud cairan, yang diperoleh dari bagian tanaman, akar, kulit, batang, daun, buah, biji maupun dari bunga dengan cara penyulingan dengan uap (Sastrohamidjojo 2004). Minyak atsiri terkandung dalam berbagai organ, seperti didalam rambut kelenjar (pada famili Labiatae), di dalam sel-sel parenkim (misalnya famili Piperaceae), di dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen (pada famili Pinaceae dan Rutaceae). Minyak tersebut terbentuk secara langsung oleh protoplasma akibat adanya peruraian lapisan resin dari dinding sel atau oleh hidrolisis dari glikosida tertentu (Gunawan & Mulyani 2004). Pada umumnya minyak atsiri merupakan senyawa monoterpenoid dan seskuiterpennoid. Senyawa terpenoid ini adalah produk metabolit sekunder yang dibentuk untuk pertahanan diri tumbuhan. Produk metbolit sekunder lainnya adalah senyawa alkaloid serta senyawa fenolik yang terdiri dari asam lemak, flavonoid, dan antrakuinon. Biosintesis metabolit sekunder sangat beragam tergantung dari golongan senyawa yang bersangkutan. Jalur yang biasanya dilalui dalam pembentukan metabolit sekunder ada tiga jalur, yaitu jalur asam asetat, jalur asam sikimat, dan jalur asam mevalonat. Terpenoid merupakan
bentuk senyawa dengan keragaman struktur yang besar dalam produk alami yang diturunkan dan unit isoprena (C5) yang bergandengan dalam model kepala ke ekor (head-to-tail), sedangkan unit isoprena diturunkan dari metabolisme asam asetat oleh jalur asam mevalonat (mevalonic acid : MVA) (Mukhtar 2007). Menurut Sudaryani (2008), minyak atsiri pada tanaman mempunyai tiga fungsi yaitu membantu proses penyerbukan dan menarik beberapa jenis serangga atau hewan, mencegah kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan, dan sebagai cadangan makanan bagi tanaman. Selama ini minyak atsiri dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam berbagai industri, misalnya industri parfum, kosmetika, farmasi, bahan penyedap (flavoring agent) dalam industri makanan dan minuman (Ketaren 2005). Perbedaan komposisi minyak atsiri disebabkan perbedaan jenis tanaman penghasil, kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panenan, metode ekstraksi yang digunakan dan cara penyimpanan minyak. Minyak atsiri biasanya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan oksigen (O). Pada umumnya komponen kimia minyak atsiri dibagi menjadi dua golongan. Golongan pertama yaitu hidrokarbon, yang terdiri dari persenyawaan terpen. Persenyawaan yang termasuk golongan ini terbentuk dari unsur Karbon (C) dan Hidrogen (H). Jenis hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri sebagian besar terdiri dari monoterpen (2 unit isopren), seskuiterpen (3 unit isopren), diterpen (4 unit isopren) dan politerpen. Golongan yang kedua adalah hidrokarbon teroksigenasi. Komponen kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Persenyawaan yang termasuk dalam golongan ini adalah persenyawaan alkohol, aldehid, keton, ester, eter, dan fenol. Ikatan karbon yang terdapat dalam molekulnya dapat terdiri dari ikatan tunggal ikatan rangkap dua, dan ikatan rangkap tiga. Terpen mengandung ikatan tunggal dan ikatan rangkap dua. Senyawa terpen memiliki aroma kurang wangi, sukar larut dalam alkohol encer dan jika disimpan dalam waktu lama akan membentuk resin. Golongan hidrokarbon teroksigenasi merupakan senyawa yang penting dalam minyak atsiri karena umumnya aroma yang lebih wangi. Fraksi
3
terpen perlu dipisahkan untuk tujuan tertentu, misalnya untuk pembuatan parfum, sehingga didapatkan minyak atsiri yang bebas terpen. Pemisahan minyak atsiri dilakukan dengan cara isolasi. Isolasi minyak atsiri dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu penyulingan (distillation), pengepresan (pressing), ekstraksi dengan pelarut menguap (solvent extraction), ekstraksi dengan lemak (Sostaric 2000). Menurut Hermawan (2007) daun sirih mengandung 4.2% minyak atsiri yang sebagian besar terdiri dari betephenol yang merupakan isomer Euganol allypyrocatechine, Cineol methil euganol, Caryophyllen (siskuiterpen), kavikol, kavibekol, estragol dan terpinen. Senyawa fenol, kavikol, eugenol, dan sineol, dilihat dari strukturnya senyawa-senyawa tersebut tidak atau kurang larut dalam pelarut polar, sehingga pada fraksinasi digunakan pelarut non polar dan semi polar. Senyawa fenol ini memiliki potensi sebagi antioksidan. Berdasarkan uji pendahuluan yang dilakukan diketahui bahwa minyak atsiri dapat meredam radikal bebas (pada difenilpikril hidrazil) sebesar 81,91% (Parwata et all 2009). Selain itu, menurut Mursito (2000) ekstrak heksana:etanol daun sirih ternyata masih mengandung β-karoten sebanyak 0.219 mg/100 g tepung daun bebas lemak, atau 0.219 mg/4 ml ekstrak. Minyak atsiri termasuk dalam golongan senyawa organik terpena dan terpenoid yang bersifat larut dalam minyak/lipofil (Prawita et al. 2009). Minyak Kelapa Menurut Ketaren (2006) berdasarkan kandungan asam lemak, minyak kelapa digolongkan ke dalam minyak asam laurat, karena kandungan asam lauratnya paling besar bila dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Berdasarkan tingkat kejenuhannya yang dinyatakan dengan bilangan Iod yang berkisar antara 7.5-10.5. Bentuk minyak kelapa yang beredar di pasar ada tiga jenis yaitu RBD-Coconut Oil (minyak kelapa RBD), Traditional Coconut Oil (minyak kelapa tradisional) dan Virgin Coconut Oil (minyak kelapa murni). Minyak kelapa RBD merupakan minyak yang diproses dengan penambahan bahan kimia dalam pemurnian minyak (refined), pemutihan minyak (bleaching) dan penghilangan bau yang tidak sedap (deodorized). Traditional Coconut Oil (minyak kelapa tradisional) adalah minyak
kelapa yang diolah secara tradisional yang mulai dari penghancuran buah kelapa segar hingga pemanasan yang menghasilakan minyak dan ampas atau blondo (Budiarso 2004). Stiaji (2005) juga menyebutkan bahwa ada beberapa metode pemrosesan minyak kelapa berbeda, diantaranya dengan pemanasan, fermentasi dan pengeringan di bawah sinar matahari yang kita sebut kopra. Metode pemrosesan minyak kelapa akan mempengaruhi kualitas, penampilan, rasa dan aroma dari produk jadi. Komposisi yang paling banyak terkandung pada minyak kelapa adalah asam lemak. Komposisi asam lemak minyak kelapa secara kasar dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi asam lemak minyak kelapa kasar Asam Lemak Rumus Jumlah Molekul (%) Asam Lemak Jenuh Asam C5H11COOH 0.0-0.9 kaproat Asam C7H17COOH 5.5-9.5 kaprilat Asam kaprat C9H23COOH 4.5-9.5 Asam laurat C11H23COOH 44.0-52.0 Asam C13H27COOH 13.0-19.0 miristat Asam C15H31COOH 7.5-10.5 palmitat Asam stearat C17H35COOH 1.0-3.0 Asam C19H39COOH 0.0-0.4 arahidrat Asam Lamak Tidak Jenuh Asam C15H29COOH 0.0-1.3 palmitoleat Asam oleat C17H23COOH 5.0-8.0 Asam C17H31COOH 1.5-2.5 linoleat Sumber : Sulistyo (2006). Tabel 1 menunjukkan bahwa asam lemak jenuh minyak kelapa kurang lebih 90 persen. Minyak kelapa mengandung 84 persen trigliserida dengan tiga molekul asam lemak jenuh, 12 persen trigliserida dengan dua asam lemak jenuh, dan 4 persen trigliserida dengan satu asam lemak jenuh (Ketaren 2006). Secara fisik, minyak kelapa mempunyai karakteristik bau yang spesifik, warna putih jernih kekuningan dan bentuk cair pada suhu 25oC. Adanya sterol (C29H50O) dan stigmasterol (C29H48O) serta tokoferol dalam
4
minyak juga memberikan keuntungan. Sterol tidak berwarna, tidak berbau, stabil dan berfungsi sebagai stabilizer dalam minyak. Adapun tokoferol mempunyai tiga isomer yaitu -tokoferol, -tokoferol, dan tokoferol, bersifat tidak tersabunkan. Namun berbeda dengan kelapa sawit, pada minyak kelapa hanya mengandung sedikit senyawa karotenoida yang dapat berfungsi secara antioksidan (Ketaren 2006). Minyak kelapa layak dipakai dan tidak mudah tengik apabila memenuhi standar mutu yang telah ditentukan untuk menjaga kualitasnya. Standar mutu berdasarkan sifat fisik dan kimia yang digunakan sebagai acuan adalah SNI 01-3394-1998 (Tabel 2). Tabel 2 Mutu fisiko-kimia minyak kelapa berdasarkan SNI 01- 3394- 1998 Karakteristik SNI 013394- 1998 Kadar air maksimum (%) 0.3 Kadar cemaran logam 0.1 (mg/kg) Bilangan iod (g iod/100 g 8.0-10.0 contoh) Bilangan penyabunan (mg 255-265 oksigen/100 g) Bilangan peroksida ≤ 3.0 maksimum (meq/kg minyak) Asam lemak bebas ≤ 5.0 maksimum (% asam laurat) Warna dan bau Normal Minyak pelican Negatif Logam-logam berbahaya Negatif dan arsen Tingginya kadar asam lemak tidak jenuh pada minyak menyebabkan minyak dapat dengan mudah dioksidasi oleh molekul oksigen membentuk hidroperoksida. Proses oksidasi ini dapat menyebabkan hilangnya nilai gizi dan terbentuknya rasa, warna dan bau yang tidak diinginkan, bahkan dapat menyebabkan terbentuknya zat racun. Panas, cahaya, logam dan spesies oksigen reaktif dapat memfasilitasi pembentukan radikal dari lemak (Raharjo 2006). Sumber oksigen dalam reaksi oksidasi adalah oksigen di atmosfer. Keadaan dasar oksigen di atmosfer berbentuk triplet (3O2). Namun oksigen triplet dapat tereksitasi membentuk oksigen singlet (O2), dan dalam keadaan gas, oksigen singlet ini cukup stabil. dalam keadaan tereksitasi. Oksigen singlet bisa mempercepat reaksi oksidasi (Min 2002).
Oksigen singlet bisa terbentuk oleh reaksi fotokimia terhadap oksigen triplet dengan adanya fotosensitizer. Di alam banyak terdapat senyawa yang berfungsi sebagai fotosensitizer seperti klorofil, porpirin, riboflavin, dan mioglobin yang bisa menyerap energi dari cahaya dan memindahkannya kepada oksigen triplet untuk membentuk oksigen singlet (Liedias 2000). Oksidasi lemak oleh spesies oksigen reaktif melibatkan tiga langkah, yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal asam lemak, yaitu suatu senyawa turunan asam lemak yang bersifat tidak stabil dan sangat reaktif akibat dari hilangnya satu atom hidrogen (reaksi 1). Pada tahap selanjutnya, yaitu propagasi, radikal asam lemak akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi (reaksi 2). Radikal peroksi lebih lanjut akan menyerang asam lemak menghasilkan hidroperoksida dan radikal asam lemak baru (reaksi 3). Terminasi terjadi dengan bereaksinya radikal peroksil dengan antioksidan penangkap radikal. Selain itu setiap radikal alkil atau radikal pada rantai karbon asam lemak (R*) dapat bereaksi dengan peroksida lemak (ROO*) menghasilkan produk senyawa seperti dimer ROOR yang relatif stabil (Raharjo 2006). Inisiasi : RH R* + H Propagasi : R* + O2 ROO* ROO* + RH ROOH + R* Terminasi : R* + R* R-R R*+ROO* ROOR Adanya ikatan rangkap pada asam lemak memperlemah ikatan C-H pada atom karbon yang dekat dengan ikatan rangkap tersebut sehingga atom H pada ikatan tersebut dapat dengan mudah diambil oleh spesies oksigen reaktif menghasilkan radikal bebas dari asam lemak tidak jenuh (Gambar 2). (Raharjo 2006). Seperti yang telah diketahui bahwa bahan pangan berlemak dengan kadar air dan kelembaban udara tertentu, merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan jamur. Enzim peroksida yang dihasilkan oleh jamur dapat mengoksidasi asam lemak tidak jenuh sehingga terbentuk peroksida. Senyawa peroksida menjadi sumber adanya ketengikan itu, maka tingkat oksidasi terhadap asam lemak dapat diamati melalui perubahan bilangan peroksida (peroxide value/PV) (Tambun 2006).
5
Gambar 2 Mekanisme kerusakan pada minyak (Sumber: Winarno 2004).
Radikal Bebas Radikal bebas adalah suatu molekul yang kehilangan elektron dan akan menetralisir dirinya dengan cara menagambil elektron dalam dari molekul lain sehingga membuat ketidak seimbangan elektron. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi susunan rantai elektron dan menimbulkan kerusakan pada ratusan molekul lain (Proctor 2004). Pada dasarnya atom terdiri dari nukleus, proton, dan elektron. Jumlah proton (bermuatan positif) dalam nukleus menentukan jumlah dari elektron (bermuatan negatif) yang mengelilingi atom tersebut (Gambar 3). Elektron berperan dalam reaksi kimia dan merupakan bahan yang menggabungkan atom-atom untuk membentuk suatu molekul. Elektron mengelilingi, atau mengorbit suatu atom dalam satu atau lebih lapisan. Jika satu lapisan penuh, elektron akan mengisi lapisan kedua. Lapisan kedua akan penuh jika telah memiliki 8 elektron, dan seterusnya. Gambaran struktur terpenting sebuah atom dalam menentukan sifat kimianya adalah jumlah elektron pada lapisan luarnya. Suatu
bahan yang elektron lapisan luarnya penuh tidak akan terjadi reaksi kimia. Karena atom-atom berusaha untuk mencapai keadaan stabilitas maksimum, sebuah atom akan selalu mencoba untuk melengkapi lapisan luarnya dengan menambah atau mengurangi elektron untuk mengisi maupun mengosongkan lapisan luarnya atau membagi elektron-elektronnya dengan cara bergabung bersama atom yang lain dalam rangka melegkapi lapisan luarnya (Proctor 2004). Atom sering kali melengkapi lapisan luarnya dengan cara membagi elektronelektron bersama atom yang lain. Atomatom tersebut bergabung bersama dan mencapai kondisi stabilitas maksimum untuk membentuk molekul dengan cara membagi elektron. Radikal bebas sangat reaktif, oleh karena itu mempunyai spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul lain, seperti protein, lemak, karbohidrat, dan DNA. Radikal bebas tidak dapat mempertahankan bentuk asli dalam waktu lama dan segera berikatan dengan bahan sekitarnya untuk mencapai kestabilan. Radikal bebas akan menyerang
6
molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektron, zat yang terambil elektronnya akan menjadi radikal bebas juga sehingga akan memulai suatu reaksi berantai, yang akhirnya terjadi kerusakan sel tersebut (Droge 2002).
Antioksidan Antioksidan merupakan senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas. Antioksidan atau reduktor berfungsi untuk mencegah terjadinya oksidasi atau menetralkan senyawa yang telah teroksidasi (Sugiyarto 2001). Antioksidan dapat dibedakan menjadi lima berdasarkan fungsinya yaitu antioksidan primer, sekunder, tersier, oxygen scavenger, dan chelators atau sequestran. Antioksidan primer, merupakan sistem enzim pada tubuh manusia, contohnya: enzim superoksida dismutase. Antioksidan sekunder, yang berfungsi menangkap radikal bebas serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi kerusakan yang lebih besar, contohnya vitamin E, vitamin C dan betakaroten. Antioksidan tersier, yang bekerja memperbaiki sel-sel
dan jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas, misalnya sistem enzim metionin sulfoksidan reduktase. Oxygen scavenger, yang mampu mengikat oksigen sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi reduksi, misalnya vitamin C (Mulyono 2001). Antioksidan yang paling umum adalah senyawa fenol atau amina aromatis. Mekanisme antioksidan erat kaitannya dengan proses transfer atom hidrogen dari gugus fenol senyawa antioksidan kepada substrat. Gugus fenol pada antioksi dan inilah yang memiliki kemampuan untuk menangkap radikal bebas dari rantai peroksidasi (ROO*) (Mulyono 2001). Kemudahan antioksidan untuk memberikan atom hidrogennya pada radikal bebas menunjukkan aktivitas dari antioksidan tersebut. Fenol yang kehilangan atom hidrogennya akan menjadi radikal ArO*, yang dapat menjadi stabil kembali melalui penyusunan ulang atau resonansi. Mekanisme antioksidan fenol seperti Butylated Hydroxytoluen (BHT), dalam menangkap radikal bebas dapat dilihat dalam reaksi (Gambar 3).
Gambar 3 Mekanisme reaksi BHT sebagai antioksidan. (Sumber: Sjamsul Arief 2008)
7
Gas Chromatography- Mass Spectroscopy (GC-MS) Kromatografi gas digunakan untuk memisahkan komponen campuran kimia dalam suatu bahan berdasarkan perbedaan polaritas campuran. Fase gerak akan membawa sampel menuju kolom, dan campuran pada fase ini akan berinteraksi dengan fase diam. Setiap komponen yang terdapat dalam campuran berinteraksi dengan kecepatan yang berbeda. Interaksi komponen dan fase diam dengan waktu paling cepat akan keluar pertama dari kolom dan yang paling lambat akan keluar paling terakhir (Maz 2004). Kromatografi gas merupakan metode yang cepat dan tepat untuk memisahkan campuran yang sangat rumit. Waktu yang dibutuhkan beragam, mulai dari beberapa detik untuk campuran yang sederhana hingga berjam-jam untuk campuran yang mengandung 500-1000 komponen (Regianto 2009). Bagian utama dari kromatografi gas adalah gas pembawa, sistem injeksi, kolom, fase diam, suhu, dan detektor. Melalui gas pembawa, aliran gas dipaparkan agar senyawa yang diuji bergerak melalui kolom. Gas yang umum digunakan adalah nitrogen, helium, argon, dan karbon dioksida (Regianto 2009). Cuplikan dimasukkan kedalam ruang suntik yang harus dipanaskan tersendiri, terpisah dari kolom pada suhu 10-15oC. Seluruh cuplikan diuapkan segera setelah disuntikkan dan dibawa ke kolom. Pemisahan pada kolom dilakukan dengan suhu tetap atau isothermal. Selanjutnya fase diam yang digunakan untuk analisis minyak atsiri yaitu kolom fase diam yang bersifat nonpolar. Data yang diidentifikasi diterjemahkan melalui detektor (Mcfadden 2003).
Gambar 4 Bagian-bagian GCMS. (Sumber : Mcfadden 2003)
Spektrometer massa menembaki bahan yang sedang diteliti dengan berkas elektron dan secara kuantitatif mencatat hasilnya sebagai suatu spektrum (fragmen) ion positif. Catatan ini disebut spektrum massa. Terpisahnya fragmen didasarkan pada massanya (Silverstein 2006). Gas Chromatography/ Mass Spectroscopy adalah metode yang mengkombinasikan komponen cair kromatografi gas dan spektrometri massa untuk mengidentifikasi zat yang berbeda dalam sampel uji (Gambar 5). Kombinasi kedua alat ini biasanya digunakan untuk identifikasi dan kuantifikasi dari senyawa organik volatil atau semi volatil dalam campuran yang kompleks (Kromatografi gas atau gas chromatography (GC) memberikan kemampuan untuk separasi senyawa volatil dan semi volatil dengan resulusi yang tinggi, Mass Spectroscopy (MS) dilain pihak memberikan kemampuan untuk, mengidentifikasi dan memberikan informasi terkait struktur senyawa ( Hittes 2007).
Gambar 5 Gas Chromatography/ Mass Spectroscopy. (Sumber: Hittes 2007)
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah daging kelapa, air, daun sirih, asam asetat glasial, HCl, NaCl, klorida anhidrat, n-heksan, KI, KCl3, akuades, dan Na2S2O3. Alat-alat yang digunakan terdiri dari peralatan gelas, neraca analitik, alat destilasi, magnetic stirrer, rak tabung reaksi, hot plate, vortex mixer, alat destilasi, alat titrasi dan gas chromatography/ mass spectroscopy.
8
Metode Ekstraksi Minyak Atsiri dari Daun Sirih Daun sirih yang digunakan adalah daun segar dengan umur panen 6 bulan dan merupakan daun ketiga dari tunas muda. Daun sirih yang sudah dipotong-potong sebanyak 10 kg, dimasukkan ke dalam alat destilasi yang telah diisi dengan air. Alat destilasi uap kemudian dirangkai dengan merangkaikan pendingin (kondensor), kemudian dipanaskan dan dijaga agar tidak menggunakan temperatur yang tinggi. Air dialirkan ke kondensor dan dijaga agar air terus mengalir. Temperatur kondensor dijaga tetap dingin sehingga minyak yang menguap semuanya terembunkan dan tidak lepas ke udara. Destilat yang diperoleh merupakan campuran minyak dengan air. Selanjutnya destilat ditambahkan natrium klorida (NaCl) agar minyak yang teremulsi terpisah. Fase air ditampung dengan labu Erlenmeyer, untuk dipisahkan lagi karena kemungkinan masih mengandung sedikit minyak yang teremulasi. Fase air ini ditambahkan lagi dengan NaCl. Pekerjaan ini dilakukan berulang-ulang sampai semua minyak terpisahkan. Setelah diperoleh minyak atsiri, selanjutnya diidentifikasi kandungan kimianya dengan menggunakan GC MS. Uji Bilangan Peroksida (Metode Iodometri) Pertama-tama dilakukan preparasi sampel. Minyak kelapa dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer kemudian dipanaskan di atas hot plate dengan magnetic stired untuk menguapkan sisa air yang masih terkandung pada minyak kelapa, kecepatan 1000 rpm pada suhu 90oC sesuai dengan percobaan Komarhayati (2006). Selanjutnya ditambahkan 2 gram minyak atsiri dalam 88 gram minyak kelapa untuk konsentrasi 2%, ditambahkan 3 gram minyak atsiri dalam 87 gram minyak kelapa untuk konsentrasi 3%, ditambahkan 5 gram minyak atsiri dalam 85 gram minyak kelapa untuk konsentrasi 5%, serta kontrol tanpa penambahan minyak atsiri. Uji bilangan peroksida dilakukan dengan cara sebanyak 5 g sampel minyak (liquid) ditimbang lalu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambah dengan 30 ml campuran pelarut yang terdiri dari 60% asam asetat glasial dan 40% CHCl3. Setelah minyak larut, ditambahkan sebanyak 50 ml
KI 10% sambil dikocok selama 2 menit. Kemudian ditambahkan 30 ml akuades. Kelebihan Iod akan dititrasi dengan Na2S2O3 0,1N, demikian juga pada kontrol. Pengukuran dilakukan pada hari ke-0, hari ke-5, hari ke-10, hari ke-15, hari ke-20 , hari ke-25 dan hari ke-30. Masing-masing pengujian dilakukan secara triplo. Standarisasi larutan Na2S2O3 (Metode Iodometri) Sebanyak 278 mg KIO3 ditimbang dan dimasukkan ke dalam beaker glass, selanjutnya dilarutkan dengan akuades secukupnya, pindahkan ke dalam labu takar 100 ml kemudian diencerkan dengan akuades hingga batas. Larutan tersebut dipindahkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml kemudian ditambahkan 0.5 gram KI dan 2 ml HCl 4 N. Larutan sampel segera dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0.1N yang sudah dipersiapkan hingga warna berubah menjadi kuning pucat. Selanjutnya diencerkan dengan 50 ml akuades kemudian tambahkan 2 ml indikator amilum dan dilanjutkan titrasi hingga warna biru hilang. Standarisasi larutan dilakukan tiga kali Analisis Minyak Atsiri Daun Sirih dengan Gas Chromatography- Mass Spectroscopy (GC-MS) Analisis GC-MS dilakukan menggunakan GCMS-QP2010S Shimadzu dengan kondisi analisis sebagai berikut : Sampel dimasukkan, kemudian masuk ke kolom Rtx-5MS 30 meter, diameter 0,25 mm, suhu terprogram dari 80oC sampai 300oC dengan kenaikan suhu 10oC/menit, dan gas pembawa Helium, sedangkan untuk tekanannya sebesar 22 kPa. Jumlah senyawa yang terdapat dalam ekstrak ditunjukkan oleh jumlah puncak (peak) pada kromatogram, sedangkan nama/jenis senyawa yang ada diinterpretasikan berdasarkan data spektra dari setiap puncak tersebut dengan digunakan metode pendekatan pustaka pada database (Pringgenis 2010).
HASIL DAN PEMBAHASAN Minyak Atsiri Daun Sirih Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah daun yang segar untuk menghindari terjadinya penguapan terhadap
9
minyak atsiri dan rusaknya minyak karena proses pengeringan. Penggunaan sampel ini juga lebih efisien terhadap waktu karena tidak membutuhkan waktu untuk proses pengeringan. Daun sirih berasal dari Perkebunan Pusat Studi Biofarmaka IPB, dan dipanen pada pagi hari. Pemanenan pada pagi hari akan menghasilakan rendemen minyak atsiri yang lebih banyak (Tobing 2009). Isolasi minyak atsiri dilakukan dengan metode destilasi air. Metode destilasi merupakan metode isolasi minyak atsiri yang paling sederhana, ekonomis, dan murah dalam pengerjaannya. Hasil destilasi 10 kg daun sirih segar didapatkan minyak atsiri yang berbentuk cair, berwarna kuning muda, mempunyai bau dan rasa khas sebanyak 3.8 % rendemen. Hasil ini sesuai dengan pendapat Sulistyoningsih (2006), yaitu daun sirih mengandung 2-4.2% minyak atsiri, jadi dapat disimpulkan bahwa kandungan minyak atsiri pada daun sirih yang di dapat memiliki rendemen yang sama pada umumnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi isolasi minyak diantaranya adalah umur panen dan waktu panen. Setiap tanaman aromatik mempunyai umur panen tertentu agar diperoleh rendemen yang tinggi dan mutu yang baik. Pada daun sirih, umur yang baik adalah 6 bulan dan posisi daun ketiga dari tunas termuda (Tobing 2009). Proses destilasi yang dilakukan pada penelitian adalah dengan cara perebusan, yaitu sampel daun sirih dimasukkan ke dalam air sebagai pelarut dan dipanaskan. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa jumlah rendemen atsiri dengan cara perebusan ini lebih besar daripada dengan penguapan. Faktor suhu juga mempengaruhi kualitas dan jumlah rendemen minyak atsiri. Pada penelitian ini suhu pada evaporator dipertahankan antara 80-90oC. Apabila suhu pada saat proses destilasi terlalu tinggi maka akan merusak minyak atsiri (Tobing 2009). Bilangan Peroksida pada Minyak Kelapa Pengukuran bilangan peroksida bertujuan untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida ini dapat ditentukan dengan metode iodometri (Sulistyo 2006) Pengukuran bilangan peroksida untuk masing-masing sampel dilakukan pada hari ke-0, ke-5, ke-10, ke-15, ke-20, ke-25, dan
hari ke-30 (Gambar 6). Sebelumnya dilakukan standarisasi larutan Na2S2O3 dengan tujuan untuk mengetahui normalitas dari larutan tersebut. Selanjutnya, sampel yang telah ditambahkan minyak atsiri 2%, 3%, 5%, dan kontrol diukur bilangan peroksidanya. Hasil uji menunjukkan bahwa bilangan peroksida pada kontrol di hari ke-30 sebesar 4.60 Meq/kg bahan. Nilai tersebut menunjukkan bahwa minyak tersebut mengalami oksidasi (tengik). Berdasarkan SNI 01-3394-1998 batasan untuk minyak yang masih bagus adalah kurang dari 3 Meq/kg bahan.
Gambar 6 Hubungan antara bilangan peroksida dan penambahan minyak atsiri daun sirih pada minyak kelapa. Gambar 6 menunjukkan bahwa penambahan minyak atsiri daun sirih pada minyak kelapa mampu menghambat pembentukan bilangan peroksida (Lampiran 4). Pada hari ke-20 sudah terlihat adanya oksidasi pada pada minyak yang melebihi standar SNI, yaitu pada kontrol diperoleh bilangan peroksida 3.39 Meq/kg bahan. Pengukuran bilangan pada hari ke-25 diperoleh bilangan peroksida yang melebihi standar SNI pada minyak dengan penambahan 2% dan 3% minyak atsiri yaitu 3.53 Meq/kg bahan dan 3.13 Meq/kg bahan, sedangkan pada penambahan minyak atsiri 5% masih memenuhi standar SNI yaitu 2.2 Meq/kg bahan. Pada hari ke-30, penambahan sebesar 2% atsiri daun sirih menunjukkan bilangan peroksida sebesar 3.33 Meq/kg bahan, sedangkan penambahan minyak atsiri 3% menunjukkan bilangan peroksida 3.39 Meq/kg bahan. Emulsi
10
minyak dengan penambahan minyak atsiri daun sirih 5% merupakan penambahan dengan kadar terbaik karena mampu menghambat pembentukan peroksida paling tinggi. Bilangan peroksida yang dihasilkan terendah dibandingkan perlakuan yang lainnya, yaitu sebesar 2.33 Meq/kg bahan dan masih memenuhi kriteria SNI yaitu lebih kecil dari 3 Meq/kg bahan. Kadar minyak atsiri yang ditambahkan pada minyak kelapa mempengaruhi aktivitas antioksidan dan daya simpannya. Minyak kelapa tanpa penambahan minyak atsiri hanya bertahan sampai hari ke-15, sedangkan penambahan minyak atsiri dengan kadar 2% dan 3% bisa bertahan sampai hari ke-20. Penambahan minyak atsiri 5% dapat meredam kenaikan bilangan peroksida paling lama, sampai hari ke-30 bilangan peroksidanya masih dibawah 3 Meq/kg bahan. Senyawa antioksidan yang terdapat pada minyak atsiri daun sirih di duga bereaksi sebagai pengikat radikal peroksil (ROO*) dan merupakan pengikat yang kuat terhadap radikal hidroksil (OH*) (Aruoma et al., 2007). Penelitian Komahayarti (2006) dengan menambahkan ekstrak daun sirih 2% pada minyak kelapa menunjukkan bilangan peroksida pada hari ke-25 sebesar 7.33 Meq/kg bahan, sedangakan pada penambahan ekstrak daun sirih 3% menunjukkan bilangan peroksida 6.51 Meq/kg bahan, dan penambahan ekstrak daun sirih 5% menunjukkan bilangan peroksida 5.03 Meq/kg bahan. Nilai bilangan peroksida minyak kelapa pada penambahan ekstrak daun sirih lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan minyak atsiri daun sirih dan melebihi standar SNI yang di tentukan untuk standar bilangan peroksida minyak kelapa. Data penelitian tersebut menunjukkan bahwa penambahan minyak atsiri daun sirih pada minyak kelapa lebih efektif mengurangi kenaikan bilangan peroksida minyak kelapa dibandingkan dengan penambahan ekstrak daun sirih pada minyak kelapa. Penelitian Yudhaningtyas (2008) menunjukkan bahwa penambahan BHT pada minyak kelapa sebanyak 1.82 % dapat menghambat ketengikan minyak kelapa yang disimpan 28 hari. Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan minyak atsiri daun sirih pada minyak kelapa memiliki kemampuan sebagai antioksidan
hampir setara dengan penambahan 1.82% BHT pada minyak kelapa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa antioksidan yang terdapat pada minyak atsiri daun sirih berpotensi untuk mencegah atau menghambat autooksidasi lemak minyak yang dapat menyebabkan ketengikan pada minyak kelapa, sama seperti BHT. Namun berdasarkan efek sampingnya, penambahan BHT pada bahan pangan sebagai antioksidan dapat mempengaruhi kesehatan, yaitu dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan pembengkakan dalam hati dan mempengaruhi aktifitas enzim dalam hati. Berdasarkan potensinya, penambahan minyak atsiri daun sirih sebagai pengganti BHT untuk antioksidan pada minyak kelapa bisa menjadi salah satu alternatif, karena minyak atsiri daun sirih merupakan bahan alam dan lebih aman terhadap kesehatan. Komponen Minyak Atsiri Daun Sirih Hasil analisis minyak atsiri daun sirih dengan menggunakan GC-MS ditunjukkan pada Gambar 7. Secara keseluruhan teridentifikasi 20 komponen (Lampiran 6) yang diekspresikan dalam bentuk puncak/peak. Setiap puncak mewakili senyawa yang berbeda. Masing-masing puncak kemudian dianalisis dalam spektometer massa dan dibandingkan dengan The National Institute of Standard and Technology database (NIST) yang sudah terintegrasi dalam GC-MS. Hasil analisis dengan GC-MS sesuai dengan penelitian Moeljatno (2003) yang menunjukkan bahwa minyak atsiri daun sirih mengandung senyawa turunan fenol. Gambar 7 menunjukkan grafik yang memiliki puncak yang bervariasi, dan setiap sampel akan memiliki perbedaan jumlah puncak yang teridentifikasi oleh GC MS. Perbedaan itu bergantung pada kepolaran zat yang dianalisis, yang akan menentukan banyak sedikitnya waktu untuk berinteraksi dengan fase diam (berapa lama suatu senyawa tertahan dalam kolom). Waktu yang digunakan oleh senyawa tertentu untuk bergerak melalui kolom menuju ke detektor disebut sebagi waktu retensi. Waktu ini diukur berdasarkan waktu dari saat sampel diinjeksikan pada titik dimana tampilan menunujukkan tinggi puncak maksimum untuk senyawa itu. Setiap senyawa memiliki waktu retensi yang berbeda.
11
Senyawa fenol Kavikol Asetil eugenol
Gambar 7 Identifikasi komponen minyak atsiri daun sirih dengan GC-MS. Kandungan minyak atsiri daun sirih hasil identifikasi menggunakan GC-MS secara umum terdiri dari senyawa golongan fenol. Senyawa kimia yang teridentifikasi dengan konsentrasi tinggi yaitu, 2metoksi-3-(2-propenil) (17.41%), kavikol (16.62%), dan asetil eugenol (13.17%) dengan waktu retensi dapat dilihat pada Lampiran 6. Golongan fenol dicirikan oleh adanya cincin aromatik dengan satu atau dua gugus hidroksil (Gambar 8). Kelompok fenol terdiri dari ribuan senyawa, meliputi flavonoid, fenilpropanoid, asam fenolat, antosianin, pigmen kuinon, melanin, lignin, dan tanin, yang tersebar luas di berbagai jenis tumbuhan (Harbone 2006).
Gambar 8 Struktur kimia senyawa fenol2-metksi-3-(2-propenil). Kadar total fenol dari minyak atsiri daun sirih mempengaruhi hasil aktivitas antioksidannya. Antioksidan fenolik pada minyak atsiri daun sirih bereaksi sebagai scavenger radikal peroksil (ROO*) dan merupakan scavenger yang kuat terhadap radikal hidroksil (OH*). Mekanisme reksi radikal peroksil (ROO*) dan hidroksil
(OH*) dengan antioksidan pada minyak atsiri mirip dengan α-tokoferol (Schuler 2002), yaitu sebagai berikut: OH* + AH2 ROO* + AH2
H2O + AH* ROOH +AH*
OH* yang terperangkap antioksidan pada daun sirih (AH2) diregenerasi menjadi H2O dan ROO* yang tertangkap AH diregenerasi menjadi ROOH. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa antioksidan fenolik pada minyak atsiri daun sirih dapat digunakan untuk mencegah atau menghambat autooksidasi minyak. Antiokidan ini dapat menangkap radikal bebas yang dihasilkan selama tahap propagasi dari minyak dengan cara mendonasikan radikal hidrogen sehingga radikal lemak tidak aktif melakukan tahap propagasi yang akan merusak lemak. Kemampuan antioksidan untuk mendonasikan hidrogen mempengaruhi aktivitasnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa fenol-2-metoksi-3-(2propenil) mempunyai peran sebagai antioksidan pada minyak kelapa sehingga dapat meredam peningkatan bilangan peroksida pada minyak kelapa. Aroma khas dari minyak atsiri daun sirih itu karena kandungan chavycol acid yang merupakan salah satu senyawa dengan kadar yang besar pada penelitian (16,62%). Senyawa ini memiliki daya antiseptik yang kuat. Senyawa lain yang terkandung pada minyak atsiri daun sirih adalah kelompok terpenoid khususnya golongan monoterpen dan sisquiterpen (Heldt 2005).
12
Gambar 9 Struktur senyawa kavikol. Sama seperti senyawa fenol-2-metoksi-3(2-propenil), pada struktur kimia kavikol juga mengandung gugus hidroksil dan cincin aromatik (Gambar 9). Kavikol pada minyak atsiri daun sirih bereaksi sebagai scavenger radikal peroksil (ROO*) dan merupakan scavenger yang kuat terhadap radikal hidroksil (OH*). OH* yang terperangkap antioksidan pada daun sirih (AH2) diregenerasi menjadi H2O dan ROO* yang tertangkap AH diregenerasi menjadi ROOH. Melalui mekanisme ini maka kavikol mempunyai potensi sebagi antioksidan. Kadar minyak atsiri daun sirih yang ditambahkan pada minyak kelapa diduga mempengaruhi jumlah senyawa antioksidan yang bereaksi dengan radikal bebas pada minyak kelapa. Hal tersebut ditunjukkan dengan penambahan minyak atsiri daun sirih dengan kadar 2% dan 3% memiliki bilangan peroksida dibawah 3Meq/kg bahan sampai hari ke-20, sedangkan penambahan minyak atsiri dengan kadar 5% memiliki bilangan peroksida dibawah 3 Meq/kg bahan sampai hari ke-30. Disamping itu minyak kelapa tanpa penambahan minyak atsiri hanya bertahan sampai hari ke-15, dan di hari ke20 bilangan peroksidanya meningkat sampai 3.39 Meq/kg bahan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil isolasi minyak atsiri daun sirih diperoleh rendemen 3.8%. Penambahan minyak atsiri daun sirih pada minyak kelapa, terbukti dapat meredam pembentukan radikal bebas yang menyebabkan ketengikan. Nilai bilangan perosida pada penambahan minyak atsiri daun sirih 5% setelah penyimpanan 30 hari adalah 2.33 Meq/Kg. Nilai tersebut masih memenuhi kriteria SNI 01-3394-1998. Hasil GCMS menunjukkan bahwa kandungan senyawa fenol dominan pada minyak atsiri daun sirih (17.41%).
Saran Perlu dilakukan perbandingan uji efektivitas minyak atsiri daun sirih dengan kontrol positif antioksidan seperti vitamin E atau karoten. Selain itu dilakukan uji terhadap komponen minyak atsiri yang potensial sebagai antiketengikan. Dalam penelitian ini, kadar minyak atsiri daun sirih yang diperoleh 3.8% jadi bisa dilakukan peningkatan kesediaan minyak kelapa antitengik melalui kombinasi minyak atsiri yang lain. Selain itu bisa di buat kombinasi persentase penambahan minyak atsiri daun sirih yang baru pada minyak kelapa untuk mengetahui persentase penambahan minyak atsiri yanga paling efektif dalam mencegah kenaikan bilangan peroksida.
DAFTAR PUSTAKA APCC. 2006. Perkembangan Komoditi Kelapa di Indonesia. Jakarta: Asian and Pacific Coconut Community. Arief S. 2007. Radikal Bebas. Surabaya: Unair Press. Bakkali F et al. Biological effects of essential oils – A review. Food and Chemical Toxicology. 46: 4-475. Budiarso TI. 2004. Minyak Kelapa, Minyak Goreng Paling Aman dan Paling Sehat.[terhubung berkala]. http://www.wismamas.tk. [22 Januari 2010]. Byrd SJ. 2001. Using antioxidants to increase shelflife of food products, Cereal Food World, 46 : 48-53. Che-Man YB et al., 2006. Aqueous enzymatic extraction of coconut oil. JAOCS. 73 : 683-685. Cheppy S. 2002. Budi daya Tanaman Obat Komersial. Jakarta : Penebar Swadaya. Dasgupta N, De B. 2004. Antioxidant activity of Piper betle L. leaf extract in vitro. Food chemistry. 88: 219-224. Droge W. 2002. Free radicals in the physiological control of cell function. Physiol Rev 82:47-95. Decker EA. 2002. Antioxidant mechanism, In: Akoh. C.C. and D.B. Min, Editor: Food Lipids, Chemistry, Nutrition and
13
Biotecnology, Marcel Dekker, Inc. New York. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2006. Statistika Perkebunan Indonesia 20033005. Jakarta: Sekretariat Direktorat Jendreal Perkebunan. Fritsch CW. 2004. Lipid oxidation the other dimensions. Infor. 5 : 423-436. Gitter RJ, Robbitt JM, Scwarting AE. 2001. Pengantar Kromatografi. Padmawinata Kosasih, penerjemah. Bandung: ITB. Terjemahan dari:Introduction to Chromagography. Gohike, McLafferty. 2003. Journal of American Society for Spektrometri Massa. Arizona: Academic Press. Gunawan D, Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid 1. Jakarta: Penebar Swadaya. Harbone JB. 2004. Phytocemical methods. London: Champman and Hall Ltd. Heldt. 2005. New reds in sample preparation for clinical and pharmaceutical analysis. Trends in Analytical Chemistry. 22: 232-243. Hermawan. 2007. Pengaruh Ekstrak Daun Sirih (Piper Betle L.) terhadap Pertumbuhan Staphylococcus Aureus dan Escherichia Coli dengan Metode Difusi Disk. Artikel Ilmiah. Universitas Airlangga. Indah N. 2008. Perbandingan sifat fisika dan kimia minyak kelapa (cocoa nucifera L) yang diperoleh dari proses penguapan dan fermentasi.Biodiversitas. 12: 109113. Kardinan A. 2005. Kiat Mengatasi Masalah Praktis : Tanaman Penghasil Minyak Atsiri Komoditas Wangi Penuh Potensi. Jakarta : Agro Media Pustaka. Ketaren S. 2006. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UIPress Komahayarti A, Dwi P. 2006. Ekstrak daun sirih sabagai antioksidan pada minyak kelapa. Kimia Pangan. 37: 102-107. Lachance. 2000. Nutrition and phylogeny of predacious yeasts. J. Microbiol. 46: 495–505.
Liedias 2000. Catalase Modification as a Marker for Singlet Oxygen : Methods Enzymol. New York: Academic Press. Maz A, Pamme N, Lossifidis D. 2004. Bioanalytical Chemistry. London: Imperial College Pr. Mcfadden W. 2003. Techniques of Combined Gas Chromatography/ Mass Spectrometry: Application in Organic Analysis. Canada: John & Sons, Inc. McNair HM, Bonelli EJ. 1988. Dasar Kromatografi Gas. Padmawinata Kosasih, penerjemah. Bandung: ITB. Terjemahan dari: Basic Gas Chromatography. Min. 2002. Lipid oxidation of edible oil, In : Akoh CC. and Min DB. Editor : Food Lipids : Chemistry, Nutrition and Biotechnology, Marcel Dekker, Inc. New York, Basel. Moeljatno.2003. Khasiat dan Manfaat Daun Sirih Obat Mujarab dari Masa ke Masa. Jakarta: Agromedia Pustaka. Mukhtar MH. 2007. Uji Sitotoksisitas Minyak Atsiri Daun Kemangi (Ocimum basilicum L) dengan Metode Brine Shrimp Lethality Bioassay. J Sains Tek.Far. 12:12-15. Mulyono HAM. 2001. Kamus Kimia. PTG. Bandung: Gresindo. Mursito B. 2006. Karakterisasi Antioksidan Alami dari Daun Sirih (Piper betle L.): Pemisahan Komponen dalam Oleosin Daun Sirih dengan Kromatografi Lapis Tipis. Bul Tek dan Industri Pangan. 7: 75-78. Palungkun R. 2004. Aneka Produk Olahan Kelapa. Jakarta: Penebar Swadaya. Paryanti. 2006. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung : ITB Press. Parwata et al. Isolasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri dari Rimpang Lengkuas (Alpinia galanga L). Jurnal Kimia. 2: 100-104. Pelczar, M.J. and E.C.S. Chan. 2006. Dasardasar Mikrobiologi. Penerjemah Hadiutomo, R.S.. Jakarta: UI Press. Pringgenis D. 2010. Karakteristik senyawa bioaktif bakteri simbion molusca dengan GC-MS. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 2: 34-40.
14
Politeo O, Jukic M, Milos M. 2007. Chemical composition and antioxidant capacity of free volatile aglycones from basil (Ocimum basilicum L.) compared with its essential oil. Food Chemistry. 101: 385.
379–
Prakash B et al. Efficacy of chemically characterized Piper betle L. essential oil against fungal andaflatoxin contamination of some edible commodities and its antioxidant activity. Food Microbiology. 142 : 114119. Pratt. 2002. Natural Antioxidant from Plant Material. Washington: ADS. Proctor PH. 2004. Free radicals and disease in man. Physiol Chem Phys Med. 16:175-95. Raharjo. 2006. Aktivitas Antioksidan pada minyak kelapa. Teknologi dan Industri Pangan. Bogor: IPB Press. Regianto S. 2009. Perbandingan Komposisi Kimia Penyusun Minyak Atsiri Pala Wegio (Myristica fatua l) dengan GCMS. Biodiversitas. 14: 121-123. Sastrohamidjojo H. 2004. Yogyakarta: Liberty.
Spektroskopi
Schuler P. 2002. Natural Antioxidant Exploited commercially. London: Marcel Dekker Inc. Schwitzer. 2007. Composition of Essential oil of Ocimum canum. New York: Library Medicine. Setiaji B. dan Sugiharto, E. 2005, Pembuatan Minyak Kelapa Dengan Cara Fermentasi, Warta Pergizi Pangan 2: 108-118. Silverstein. 2006. Spectrometic Identification of Organic Compounds. New York: John Wiley &Sons. Soenanto H. 2005. Musnahkan Penyakit dengan Tanaman Obat. Jakarta : Puspa Swara. Stiaji AHB. 2005. Menyikap Keajaiban Minyak Kelapa Virgin. Jogjakarta: Kifika. Sudarmaji S. 2006. Analisis Bahan Pangan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Loberty.
Sudaryani. 2008. Analisa BahanMakanan dan Pertanian. Jakarta: Liberty. Sulistyo et al. 2006. Analisis biokimia minyak kelapa hasil ekstraksi secara fermentasi.Biodiversitas: 9:91-95. SNI
01-2891-1992. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Jakarta: Departemen Perindustrian Republik Indonesia.
Susiloningsih 2009. Efek penambahan asam sitrat dan lama pemanasan terhadap mutu minyak kacang tanah selama penyimpanan.Teknologi Technoscientia. 2: 90-97. Sotaric T. 2000. Analysis of the Atsiri Components in Vanilla Extracts and Flavorings by Solid-Phase Microexraction and Gas Chromatography. J Food Agri Chem. 48: 5802-5807. Tambun. 2006. Minyak Atsiri di Indonesia. Jakarta: Departemen Perindustrian. Tepe B et al. 2007. Chemical composition and antioxidant activity of the essential oil of Clinopodium vulgare L. Food Chemistry. 103 : 766–770. Tobing. 2009. Kimia Bahan Alam. Jakarta: Mendiknas. Winarni. 2001. Efektivitas Vitamin E dan BHT Sebagai Penghambat Oksidasi Asam Lemak Omega-3 Jenis EPA dan DHA pada Daging Ikan Manyung (Arius thalassinus). Tesis. Yogyakarta: FMIPA UGM. Winarno. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Utama. Yudhaningtyas RDM. 2008. Level Pemberian BHT (Butylated Hidroxy Toluene) dan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air, Kadar Asam Lemak Bebas, dan Angka Peroksida Minyak Kelapa. [skripsi]. Malang: Universitas Brawijaya.
LAMPIRAN
17
Lampiran 1 Bagan Alir Penelitian
Identifikasi komponen kimia minyak atsiri daun sirih dengan GCMS
Isolasi minyak atsiri dari daun sirih dengan metode destilasi
Penambahan minyak atsiri daun sirih pada minyak kelapa dengan kadar (0, 2, 3, dan 5)% pada suhu 90oC dan kecepatan 1000 rpm
Uji bilangan peroksida pada hari ke-0, 5, 10, 20, 25, dan 30
18
Lampiran 2 Pembuatan Minyak Kelapa Daging buah kelapa diparut dan dibuat santan (1 buah kelapa + 300 mL air)
Santan didiamkan selama 2 jam dan dipisahkan santan kental dari air
Santan kental dipanaskan diatas api dan diaduk
Pemanasan akan merubah santan kental menjadi lapisan minyak dan blondo, kemudian disaring
Minyak kelapa (Coconut oil)
19
Lampiran 3 Isolasi Minyak Atsiri Daun Sirih 10 Kg daun sirih dimasukkan ke dalam alat destilasi yang telah diisi air dan dilakukan proses destilasi selama 6 jam
Diperoleh fase air dan fase minyak atsiri, kemudian diambil fase minyak atsirinya
Diambil fase minyak atsirinya
Ditambahkan NaCl untuk menjerap air pada minyak atsiri yang masih mengandung air
Minyak atsiri
20
Lampiran 4 Hasil Uji Bilangan Peroksida Hari keSample Berat Sample (gram) 0 Kontrol 5.01
Atsiri 2%
Atsiri 3%
Atsiri 5%
5
Kontrol
Atsiri 2%
Atsiri 3%
Atsiri 5%
∆ Volume Na2S2O3
Angka Peroksida
0.05
1.00
5.00
0.06
1.20
5.01
0.06
1.20
5.02
0.07
1.39
5.01
0.06
1.20
5.01
0.07
1.39
5.00
0.06
1.20
5.01
0.06
1.20
5.00
0.06
1.20
5.02
0.07
1.39
5.01
0.06
1.20
5.00
0.07
1.40
5.00
0.09
1.80
5.01
0.08
1.60
5.01
0.09
1.80
5.03
0.08
1.60
5.00
0.08
1.60
5.00
0.08
1.60
5.01
0.09
1.80
5.00
0.09
1.81
5.00
0.09
1.82
5.01
0.07
1.40
5.01
0.07
1.40
5.00
0.07
1.40
Rata-rata
1.13
1.33
1.20
1.33
1.73
1.60
1.80
1.40
21
Lanjutan Hari ke-
Sample
Kontrol
Atsiri 2%
Atsiri 3%
Atsiri 5%
15
Kontrol
Atsiri 2%
Atsiri 3%
Atsiri 5%
20
Kontrol
Berat Sample (gram) 5.00
∆ Volume Na2S2O3
Angka Peroksida
0.12
2.40
5.01
0.11
2.20
5.00
0.11
2.20
5.02
0.11
2.19
5.01
0.11
2.20
5.00
0.11
2.20
5.02
0.11
2.19
5.02
0.11
2.19
5.02
0.11
2.19
5.01
0,09
1.80
5.01
0.09
1.80
5.00
0.11
2.20
5.00
0.14
2.80
5.01
0.13
2.59
5.00
0.14
2.80
5.00
0.11
2.20
5.00
0.12
2.40
5.01
0.11
2.20
5.00
0.12
2.40
5.00
0.12
2.40
5.01
0.12
2.40
5.01
0.09
1.80
5.00
0.10
2.00
5.00
0.11
2.20
5.00
0.17
3.40
5.01
0.17
3.39
Rata-rata
2.27
2.20
2.19
1.93
2.73
2.27
2.40
2.00
3.39
22
Lanjutan Hari ke-
Sample
Atsiri 2%
Atsiri 3%
Atsiri 5%
25
Kontrol
Atsiri 2%
Atsiri 3%
Atsiri 5%
30
Kontrol
Berat Sample (gram) 5.02
∆ Volume Na2S2O3
Angka Peroksida
0.17
3.39
5.02
0.13
2.59
5.00
0.13
2.60
5.00
0.13
2.60
5.01
0.13
2.59
5.01
0.14
2.79
5.00
0.13
2.60
5.00
0.10
2.00
5.00
0.10
2.00
5.01
0.09
1.80
5.00
0.18
3.60
5.00
0.17
3.40
5.02
0.18
3.60
5.01
0.16
3.20
5.00
0.15
3.00
5.00
0.16
3.20
5.00
0.16
3.20
5.00
0.16
3.20
5.00
0.16
3.20
5.01
0.11
2.20
5.00
0.11
2.20
5.00
0.11
2.20
5.00
0.24
4.80
5.00
0.23
4.60
5.02
0.22
4.40
Rata-rata
2.59
2.66
1.93
3.53
3.13
3.20
2.20
4.60
23
Lanjutan Hari ke-
Sample
Atsiri 2%
Atsiri 3%
Atsiri 5%
Berat Sample (gram)
∆ Volume Na2S2O3
Angka Peroksida
5.00
0.16
3.20
5.01
0.17
3.39
5.01
0.17
3.39
5.00
0.17
3.40
5.01
0.17
3.39
5.01
0.17
3.39
5.00
0.12
2.40
5.00
0.11
2.20
5.00
0.12
2.40
Contoh Perhitungan:
Bilangan peroksida
= ∆Volume Na2S2O3 (ml) x N Na2S2O3 x 1000 Massa sampel (gram) = 0.05 ml x 0.1 N x 1000 5.01 gram = 1.00 Meq/kg bahan
Rata-rata
3.33
3.39
2.33
24
Lampiran 5 Pembuatan larutan Na2S2O3 Sebanyak 24.8210 g Na2S2O3.5H2O ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu takar 1 liter dan ditambah ke 0.3 NaCO3 dalamnya, kemudian di larutkan dengan akuades sampai tanda tera. Sebanyak 140-150 mg KIO3 (Mr = 214.016) distandarisasi dan dipindahkan ke dalam labu Erlenmeyer 300 m, kemudian dilarukan dengan aquades secukupnya. Lalu ditambah dengan 2 g KI (padat atau sebagai larutan 10-20%). Selanjutnya ditambah lagi dengan 10 mL 2 N HCl. Setelah penambahan HCl larutan dititrasi dengan Na2S2O3 yang akan distandarisasi sampai berubah warnanya dari merah bata menjadi kuning pucat, kemudian ditambahkan 1-2 ml larutan amilum dan lanjutkan dititrasi sampai warna biru hilang. Perhitungan Standarisasi Na2S2O3 0,1 N: Massa KIO3 (gram) 0.1000 0.1000 0.1000
Vol Na2S2O3 (ml) 26.80 27.00 26.80
N Na2S2O3
N Na2S2O3 Rata-rata
0.1046 0.1038 0.1046
0.1043
Contoh perhitungan: N Larutan Na2S2O3
=
Massa KIO3 (gram) 0.03567 x Vol Na2S2O3
N Larutan Na2S2O3
=
1000 gram 0.03567 x 26.80 ml
=
0.14046 N
25
Lampiran 6 Analisis Minyak Atsiri Daun Sirih Dengan GC-MS Puncak Waktu Area Konsentrasi Nama senyawa Retensi (%) 1 20.424 17451365 1.04 3-Cyclohexen-1-ol,4methyl-1-(1-methyletyl)(CAS) 4-Terpineol 2 21.641 61256050 3.65 Chavicol acetat 3 22.400 65982647 3.93 1.3-Benzodioxole, 5-(2propenyl)-(CAS) Safrole 4 23.209 278798006 16.62 Chavicol 5 23.440 32334891 1.93 Phenol, 2 methoxy-3-(2propenyl)- (CAS) Phenol, 3-allyl-2methoxy-(CAS) 3 6 23.711 292074924 17.41 Phenol, 2 methoxy-3-(2propenyl) 7 23.863 13083115 0.78 alpha-Copaene 8 24.027 29716926 1.77 Beta.elemene 9 24.654 111484338 6.65 TransCaryophyllene 10 25.148 641144462 3.82 Alpha-Humulene 11 25.225 10322639 0.62 Benzene, 1-(1.5-dimethyl-4hexenyl)-4-methyl-(CAS) ar-Curcumene 12 25.336 95706355 5.70 Naphtalene, 1,2,3,4,4a,5,6,8aoctahydro-7-methyl-4methylene-1-(1-methyl) 13 25.497 21588661 1.29 14 25.563 14409419 0.86 15 25.632 67905381 4.05 Beta-Selinene 16 25.793 220957526 13.17 Acetil eugenol 17 25.929 21707403 1.29 Delta-Cadinene 18 26.071 7378447 0.44 (-)-alpha-panasinsen 19 27.338 115476788 6.88 4-Allyl-1,2diacetoxybenzene 20 39.982 13595189 8.10 1,2-Benzenedicarboxylic acid, diisooctyl ester (CAS) Isooctyl phthalate 1677674532 100.00 Contoh perhitungan: Konsentrasi (%) = Area Total x100% Area Peak Konsentrasi (%) = 174513651 x100% 1677674532 = 1.04