KOMPETENSI KOMUNIKASI PENDAMPING DAN KEPUASAN PETANI DALAM PELAKSANAAN PROGRAM SIMANTRI
KADEK DIAH PRADNYANI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kompetensi Komunikasi Pendamping dan Kepuasan Petani dalam Pelaksanaan Program Simantri adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2016 Kadek Diah Pradnyani NIM I352140051
RINGKASAN KADEK DIAH PRADNYANI. Kompetensi Komunikasi Pendamping dan Kepuasan Petani dalam Pelaksanaan Program Simantri. Dibimbing oleh DJUARA P LUBIS dan EKO SRI MULYANI. Sistem Pertanian Terintegrasi (Simantri) merupakan program pembangunan unggulan Pemerintah Provinsi Bali sejak tahun 2009 yang memanfaatkan inovasi berbasis tanpa limbah dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat (BPTP Prov Bali 2011). Hasil evaluasi lapangan terhadap 419 unit Simantri tahun 20092013 menunjukkan bahwa 63 unit Simantri belum melaksanakan kegiatan secara optimal (Distan Prov Bali 2014a). Hasil penelitian Suardi (2015) menyatakan perilaku petani masih kurang pada aspek pelaksanaan dibandingkan aspek pengetahuan dan sikap yang sudah tergolong baik. Data yang menunjukkan masih adanya unit Simantri yang belum optimal menandakan kondisi setiap unit Simantri yang tersebar di Provinsi Bali sangat beragam. Terdapat unit Simantri yang sudah melaksanakan konsep integrasi dengan baik dan terdapat pula yang belum atau hanya berfokus pada usaha pemeliharaan ternak. Salah satu kabupaten dengan kondisi unit Simantri yang tergolong baik adalah unit Simantri di Kabupaten Klungkung yang mendapatkan peringkat tiga besar dalam Lomba Gabungan Kelompok Tani atau Kelompok Tani Berprestasi Tingkat Provinsi Bali Tahun 2014 (Pemprov Bali 2014) dan 2015 (Pemprov Bali 2015). Kondisi berbeda terlihat pada unit Simantri di Kabupaten Jembrana. Simantri di Kabupaten Jembrana belum pernah meraih posisi lima besar dalam Lomba Gabungan Kelompok Tani atau Kelompok Tani Berprestasi Tingkat Provinsi Bali. Letak unit Simantri Kabupaten Jembrana yang jauh dari Sekretariat Simantri menjadi tantangan tersendiri dalam upaya pengembangan unit-unit Simantri di Kabupaten Jembrana. Berbagai kondisi yang terjadi pada program Simantri tersebut bisa disebabkan oleh kurang efektifnya komunikasi program Simantri. Salah satu hal yang dapat mendukung efektivitas komunikasi adalah kegiatan pendampingan yang optimal oleh pendamping Simantri. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali sebagai leading sector program Simantri merekrut tenaga pendamping outsourcing sejak tahun 2012 untuk menggantikan tenaga pendamping insourcing. Pendamping outsourcing sebagian besar belum memiliki pengalaman kerja dan rata-rata mendampingi tiga unit Simantri. Kegiatan pendampingan Simantri sangat memerlukan pendamping yang memiliki kompetensi komunikasi yang baik agar proses komunikasi antara pendamping dengan leading sector dan petani menjadi efektif. Menilai kepuasan petani juga dapat menjadi ukuran keberhasilan seorang pendamping menyampaikan pesan secara efektif. Pendamping Simantri dengan kompetensi komunikasi yang baik diharapkan dapat meningkatkan kepuasan petani sehingga program dengan konsep integrasi tersebut dapat terlaksana dengan baik. Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan tingkat kompetensi komunikasi pendamping Simantri di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana, (2) mendeskripsikan tingkat kepuasan petani terhadap pendamping Simantri di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana, (3) menganalisis hubungan antara faktor internal dan eksternal pendamping dengan kompetensi
komunikasi pendamping Simantri, dan (4) menganalisis hubungan kompetensi komunikasi pendamping Simantri dengan kepuasan petani terhadap pendamping Simantri. Desain penelitian adalah penelitian survei dengan unit analisis penelitian adalah pendamping outsourcing program Simantri. Kompetensi komunikasi diukur dengan dua tipe pengukuran yaitu self-report (oleh pendamping) dan receiver-report (oleh petani). Responden penelitian adalah 30 orang pendamping Simantri Kabupaten Klungkung dan Jembrana serta 150 orang petani pelaksana program Simantri di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana. Pengumpulan data dilakukan dengan metode pengisian kuesioner dan wawancara. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis korelasi Rank Spearman, analisis korelasi Chi-Square, dan analisis komparatif Mann-Whitney, yang dibantu dengan software SPSS 22.0. Hasil penelitian ini adalah (1) Kompetensi komunikasi pendamping Simantri secara umum tergolong tinggi, baik pada pendamping Klungkung maupun pendamping Jembrana berdasarkan penilaian sendiri dan penilaian petani. Tidak terdapat perbedaan signifikan antara kompetensi komunikasi pendamping Kabupaten Klungkung dengan pendamping Kabupaten Jembrana berdasarkan hasil penilaian sendiri. Perbedaan signifikan terlihat pada perbandingan kompetensi komunikasi pendamping Kabupaten Klungkung dengan pendamping Kabupaten Jembrana hasil penilaian petani. Pendamping Jembrana mendapatkan nilai mean rank yang lebih tinggi dari petani dibandingkan pendamping Klungkung; (2) Tingkat kepuasan petani terhadap pendamping Kabupaten Klungkung dan Jembrana tergolong tinggi. Nilai persentase menunjukkan bahwa petani di Kabupaten Jembrana memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani di Kabupaten Klungkung pada setiap indikatornya. Tidak terdapat perbedaan signifikan tingkat kepuasan petani terhadap pendamping Kabupaten Klungkung dengan pendamping Kabupaten Jembrana; (3) Faktor internal pendamping yang berhubungan nyata dengan kompetensi komunikasi pendamping (penilaian sendiri) adalah motivasi. Faktor internal umur, masa kerja, masa pendampingan, tingkat pendidikan formal, dan tingkat kekosmopolitan tidak berhubungan nyata dengan kompetensi komunikasi pendamping (penilaian sendiri). Jumlah pelatihan adalah faktor eksternal pendamping yang berhubungan dengan kompetensi komunikasi pendamping (penilaian sendiri), sedangkan pengalaman berorganisasi tidak berhubungan nyata dengan kompetensi komunikasi pendamping (penilaian sendiri). Faktor internal dan faktor eksternal pendamping tidak berhubungan nyata dengan kompetensi komunikasi pendamping berdasarkan penilaian petani; (4) Kompetensi komunikasi pendamping (penilaian petani) berhubungan nyata dengan kepuasan petani terhadap pendamping pada taraf kepercayaan 95 persen. Tidak terdapat hubungan nyata anatara kompetensi komunikasi pendamping (penilaian sendiri) dengan kepuasan petani terhadap pendamping. Pendamping disarankan meningkatkan kemampuan dalam menjalin relasi sebagai bagian dari kompetensi komunikasi. Pendamping juga disarankan untuk lebih aktif mengikuti kegiatan-kegiatan pelatihan yang berkaitan dengan program Simantri. Kata kunci: kompetensi komunikasi pendamping, kepuasan petani, Program Simantri
SUMMARY KADEK DIAH PRADNYANI. Communication Competence of Facilitator and Farmer Satisfaction on Simantri Programme. Supervised by DJUARA P LUBIS and EKO SRI MULYANI. The Government of Bali has an agricultural development programme since 2009, named Integrated Farming System (Sistem Pertanian Terintegrasi / Simantri). Simantri utilises zero waste concept to increase the prosperity of the community (BPTP Prov Bali 2011). Evaluation results of 419 Simantri units formed in 2009-2013, showed that 63 Simantri units have not yet optimised the integration activities (Distan Prov Bali 2014a). Suardi (2015) showed the farmer’s behaviour on Simantri had poorer score on implementation point than cognitive and attitude points. The facts that some Simantri units were not yet optimal showed the diverse condition of Simantri units in Bali Province. Some Simantri units have optimally implemented the integration activities while others have not (they just focus on cattle husbandry). Klungkung Regency is one regency that has good Simantri units, because they received first and third places in Simantri unit competition in 2014 (Pemprov Bali 2014) and 2015 (Pemprov Bali 2015). This is different from the Simantri units in Jembrana Regency which never gets achievement in the Simantri unit competition. The location of Simantri units of Jembrana Regency that is far from Simantri office in Denpasar pose as a challenge in improving the conditions of Simantri units in Jembrana Regency. One contributing factor to those diverse conditions of Simantri programs may be the lack of communication effectiveness in Simantri. Simantri communication effectiveness can be improved by good mentoring from the facilitators. Department of Agriculture Food Crops of Bali Province (the leading sector of Simantri programme) recruited outsourced facilitators since 2012 who replaced the insourced facilitators. The outsourced facilitators did not have any job experience, but they have to mentor three Simantri units on average. The mentoring of Simantri need facilitators with good communication competence, so it can create good communication process between the facilitators, leading sector, and farmers in Simantri units. The farmers' satisfaction can be a measurement that the facilitators deliver the messages effectively. Facilitators of Simantri with good communication competence are expected to increase the farmers' satisfaction, so the integration activities can run optimally. This study aimed to (1) describe the communication competence of facilitators of Simantri programme in Klungkung and Jembrana Regency, (2) describe the level of farmers’ satisfaction toward facilitators of Simantri in Klungkung and Jembrana Regency, (3) analyze the correlation of internal and external factors of facilitators with their communication competence, and (4) analyze the correlation of communication competence of facilitators with farmers’ satisfaction toward facilitators of Simantri. It was a survey study and the unit of analysis was the outsourced facilitators of Simantri programme. The communication competence of facilitators were measured by two type measurements, they are self-report (by the facilitators) and receiver-report (by the farmers). The respondents were 30 facilitators and 150 farmers of Simantri in
Klungkung and Jembrana Regency. The methods of collecting data were questionnaire and interview. Data analysis used descriptive analysis, Spearman’s Rank, Chi-Square, and Mann-Whitney tests, assisted by SPSS 22.0. The results indicated that: (1) the level of communication competence of facilitators in Klungkung and Jembrana were generally high (based on self-report and receiver-report). There was no significant difference between the communication competence of facilitators in Klungkung Regency and the communication competence of facilitators in Jembrana Regency (based on selfreport). A significant difference was shown in the comparison of communication competence of facilitators in Klungkung and Jembrana Regency (based on receiver-report); (2) the level of farmers’ satisfaction was high. The percentage showed that farmers in Jembrana Regency had higher satisfaction level than the farmers in Klungkung Regency on each indicator. There was no significant difference of farmers’ satisfaction level between Klungkung facilitators and Jembrana facilitators; (3) the internal factor of facilitators that had significant correlation with their communication competence was motivation. Age, time of work, time of mentoring, formal education level, and the level of cosmopolite did not have significant correlation with the communication competence of facilitators (based on self-report). External factor of facilitators (the number of training) had significant correlation with their communication competence (based on selfreport). The organization experience did not have significant correlation with the communication competence (based on self-report). There was no significant correlation between internal and external factors of facilitators with their communication competence (based on receiver-report); (4) the communication competence of facilitators (based on receiver-report) had significant correlation with the level of farmers’ satisfaction toward facilitators. There was no significant correlation between the communication competence of facilitators (based on selfreport) with the level of farmers’ satisfaction toward facilitators. The facilitators should improve their ability to interweave relationships as a part of their communication competence. They also should improve their number of trainings on Simantri activities. Keywords: communication competence of facilitator, farmer satisfaction, Simantri programme
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KOMPETENSI KOMUNIKASI PENDAMPING DAN KEPUASAN PETANI DALAM PELAKSANAAN PROGRAM SIMANTRI
KADEK DIAH PRADNYANI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Sarwititi Sarwoprasodjo, MS
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian ini adalah Kompetensi Komunikasi Pendamping dan Kepuasan Petani dalam Pelaksanaan Program Simantri. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Djuara P Lubis, MS dan Ibu Dr Ir Eko Sri Mulyani, MS selaku pembimbing yang senantiasa membantu dan memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Eko Prasetyo Direktur Utama Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) beserta staf yang telah memberikan beasiswa penuh kepada penulis selama melanjutkan studi magister di IPB. Penghargaan penulis sampaikan pula kepada Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali; BPTP Provinsi Bali; Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Klungkung; Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Kabupaten Jembrana; para petani pelaksana program Simantri; serta para pendamping Simantri Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana yang telah membantu penulis selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua, keluarga, serta seluruh kerabat, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2016 Kadek Diah Pradnyani
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 1 5 6 7
2 TINJAUAN PUSTAKA Kompetensi Kompetensi Komunikasi Faktor Internal Pendamping Faktor Eksternal Pendamping Teori Kepuasan Program Simantri Pendamping Simantri Penelitian Terdahulu Kerangka Berpikir Hipotesis
7 7 8 10 13 14 17 18 19 22 23
3 METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Responden Penelitian Data dan Instrumentasi Definisi Operasional Validitas dan Reliabilitas Instrumentasi Pengumpulan Data Analisis Data
24 24 24 24 25 26 30 32 33
4 DESKRIPSI UMUM Deskripsi Lokasi Penelitian Deskripsi Faktor Internal Pendamping Simantri Deskripsi Faktor Eksternal Pendamping Simantri
39 39 43 50
5 KOMPETENSI KOMUNIKASI PENDAMPING SIMANTRI DAN HUBUNGANNYA DENGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL PENDAMPING SIMANTRI Kompetensi Komunikasi Pendamping Simantri Hubungan Faktor Internal Pendamping dengan Kompetensi Komunikasi Pendamping
52 52 61
Hubungan Faktor Eksternal Pendamping dengan Kompetensi Komunikasi Pendamping
67
6 KEPUASAN PETANI TERHADAP PENDAMPING DAN HUBUNGANNYA DENGAN KOMPETENSI KOMUNIKASI PENDAMPING Tingkat Kepuasan Petani terhadap Pendamping Simantri Hubungan Kompetensi Komunikasi Pendamping dengan Kepuasan Petani terhadap Pendamping
70 71
7 PENUTUP Simpulan Saran
84 84 85
DAFTAR PUSTAKA
86
LAMPIRAN
93
RIWAYAT HIDUP
74
111
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11
12
13
14 15
16
17
18
19
Tingkat keeratan hubungan menurut nilai koefisien korelasi Tujuan penelitian, variabel dan indikator, sumber data, metode pengumpulan data, dan metode analisis data penelitian Produksi tanaman pangan di Kabupaten Klungkung menurut kecamatan tahun 2014 Produksi tanaman perkebunan di Kabupaten Klungkung menurut kecamatan tahun 2014 Luas tanam, luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman pangan di Kabupaten Jembrana tahun 2014 Produksi tanaman perkebunan di Kabupaten Jembrana menurut kecamatan tahun 2014 Jumlah pendamping Simantri di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana menurut variabel faktor internal tahun 2016 Jumlah pendamping Simantri menurut latar belakang pendidikan di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana tahun 2016 Persentase sumber-sumber informasi yang digunakan oleh pendamping Simantri di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana tahun 2016 Persentase faktor-faktor motivasi pendamping dalam bekerja di unit Simantri Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana tahun 2016 Nilai mean rank, Uhitung, dan Utabel pada perbandingan faktor internal pendamping Simantri di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana tahun 2016 Nilai mean rank, Uhitung, dan Utabel pada perbandingan sumber-sumber informasi yang digunakan oleh pendamping Simantri di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana tahun 2016 Nilai mean rank, Uhitung, dan Utabel perbandingan faktor-faktor motivasi pendamping dalam bekerja di unit Simantri Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana tahun 2016 Jumlah pendamping Simantri menurut faktor eksternal di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana tahun 2016 Nilai mean rank, Uhitung, dan Utabel pada perbandingan faktor eksternal pendamping Simantri di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana tahun 2016 Persentase penilaian sendiri dan penilaian petani pada kompetensi komunikasi pendamping Simantri di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana tahun 2016 Nilai mean rank, Uhitung, dan Utabel pada perbandingan kompetensi komunikasi pendamping Simantri di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana berdasarkan penilaian sendiri tahun 2016 Nilai mean rank, Uhitung, dan Utabel pada perbandingan kompetensi komunikasi pendamping Simantri di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana berdasarkan penilaian petani tahun 2016 Koefisien korelasi spearman (rs) faktor internal pendamping dan kompetensi komunikasi pendamping Simantri berdasarkan penilaian sendiri tahun 2016
34 37 40 40 42 43 44 45
46 47
48
49
49 50
51
53
59
60
63
20 Koefisien korelasi spearman (rs) faktor internal pendamping dan kompetensi komunikasi pendamping Simantri berdasarkan penilaian petani tahun 2016 21 Nilai pearson chi-square (χ2) pada korelasi tingkat pendidikan formal dan kompetensi komunikasi pendamping Simantri berdasarkan penilaian sendiri dan penilaian petani tahun 2016 22 Koefisien korelasi spearman (rs) faktor eksternal pendamping dan kompetensi komunikasi pendamping Simantri berdasarkan penilaian sendiri tahun 2016 23 Koefisien korelasi spearman (rs) faktor eksternal pendamping dan kompetensi komunikasi pendamping Simantri berdasarkan penilaian sendiri tahun 2016 24 Jumlah pendamping Simantri menurut tingkat kepuasan petani terhadap pendamping di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana tahun 2016 25 Nilai mean rank, Uhitung, dan Utabel pada perbandingan tingkat kepuasan petani terhadap pendamping Simantri di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana tahun 2016 26 Koefisien korelasi spearman (rs) kompetensi komunikasi pendamping Simantri (penilaian sendiri) dan kepuasan petani terhadap pendamping tahun 2016 27 Koefisien korelasi spearman (rs) kompetensi komunikasi pendamping Simantri (penilaian petani) dan kepuasan petani terhadap pendamping tahun 2016
63
66
69
69
71
73
74
75
DAFTAR GAMBAR 1
Kerangka berpikir kompetensi komunikasi pendamping dan kepuasan petani dalam pelaksanaan program Simantri
23
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Peta lokasi penelitian Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner Hasil analisis komparatif Mann-Whitney Hasil analisis korelasi Chi-Square Hasil analisis korelasi Rank Spearman
94 95 102 106 107
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Konsep pembangunan pertanian berkelanjutan sesuai dengan isi Strategi Induk Pembangunan Pertanian (SIPP) Tahun 2014-2045 menyebutkan bahwa sektor pertanian di Indonesia saat ini merupakan sektor pendukung pembangunan ekonomi dan bioindustri berkelanjutan berdasarkan biokultura. Hal tersebut mengandung makna bahwa sektor pertanian tidak hanya dituntut sebagai penghasil bahan pangan, namun juga dituntut sebagai penghasil bahan baku energi terbarukan (bioindustri). Pembangunan bioindustri berkelanjutan merupakan upaya untuk meningkatkan nilai tambah hasil pertanian melalui pemanfaatan limbah pertanian (BPPSP 2015). Pembangunan pertanian berkelanjutan merupakan paradigma pembangunan pertanian yang saat ini dianggap sebagai solusi alternatif menggantikan paradigma pembangunan pertanian sebelumnya yang hanya berorientasi pada peningkatan produksi. Saptana dan Ashari (2007) menyatakan pembangunan pertanian berkelanjutan sebagai upaya pemanfaatan inovasi dan teknologi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat tanpa mengabaikan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Kebutuhan masyarakat berusaha dipenuhi, baik untuk generasi saat ini maupun untuk generasi mendatang (Saptana & Ashari 2007). Salah satu program pembangunan yang memanfaatkan inovasi dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi sosial ekonomi dan lingkungan setempat adalah Sistem Pertanian Terintegrasi (Simantri) yang dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi Bali. Pemerintah Provinsi Bali mulai melaksanakan Program Simantri sejak tahun 2009 dan masih berjalan hingga saat ini. Simantri merupakan program pembangunan yang berupaya mengoptimalkan pemanfaatan potensi lokal dengan inovasi teknologi pertanian tanpa limbah (zero waste) (BPTP Prov Bali 2011). Kegiatan utama program ini antara lain integrasi usaha budidaya tanaman dan ternak, pengolahan limbah tanaman menjadi pakan, pembuatan cadangan pakan pada musim kemarau, dan pengolahan limbah ternak menjadi bio gas, bio urine, dan pupuk organik (BPTP Prov Bali 2011). Simantri menjadi program unggulan Pemerintah Provinsi Bali dengan target 1000 unit Simantri di tahun 2018 (Anugrah et al. 2014). Hingga tahun 2014 Pemerintah Provinsi Bali telah memberikan bantuan kepada 502 unit Simantri yang tersebar di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bali (Distan Prov Bali 2014a). Adapun tujuan akhir Simantri adalah peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani melalui kemandirian petani dalam berusahatani (BPTP Prov Bali 2011). Program Simantri berupaya meningkatkan partisipasi petani dalam hal menggali potensi pertanian yang ada di daerah mereka, menentukan sistem integrasi pertanian yang tepat bagi daerah mereka, dan pada akhirnya mampu mengelola kegiatan sistem integrasi pertanian mereka sendiri secara mandiri sesuai dengan tujuan akhir program Simantri. Berdasarkan hasil evaluasi lapangan terhadap 419 unit Simantri tahun 20092013, terdapat 63 unit Simantri yang belum melaksanakan kegiatan secara optimal. Pelaksanaan kegiatan yang belum optimal terlihat dari jumlah ternak yang tidak lengkap di kandang koloni, kerusakan pada instalasi bio gas, serta
2 belum optimalnya pengolahan limbah ternak menjadi pupuk organik (Distan Prov Bali 2014a). Suardi (2015) meneliti tingkat keberhasilan Simantri pada unit penerima bantuan Simantri tahun 2012. Menurut hasil penelitian tersebut, nilai rata-rata yang dicapai hanya 4.48 (dari nilai interval 1-10), yang menandakan bahwa program Simantri ternyata kurang berhasil mencapai keberhasilan program. Indikator keberhasilan yang masih tergolong dalam kategori kurang yakni perkembangan pertanian organik, peningkatan pendapatan petani, pengembangan lembaga usaha ekonomi pedesaan, dan peningkatan insentif berusaha tani. Hasil penelitian Suardi (2015) menyatakan bahwa perilaku petani responden dalam aspek pengetahuan dan sikap terhadap Simantri tergolong dalam kategori baik, namun masih kurang pada aspek tindakan atau pelaksanaan. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa petani paham dan setuju dengan program Simantri, namun belum mereka aplikasikan secara penuh di lapangan. Sebuah program pembangunan termasuk Simantri akan berhasil apabila pelaku program mampu mengaplikasikan kegiatan program dengan baik di lapangan. Sebaliknya, keberhasilan program lebih sulit tercapai jika pelaku program tidak melaksanakan kegiatan program meskipun mereka paham dan setuju dengan program tersebut. Data yang menunjukkan bahwa masih adanya unit Simantri yang belum optimal menandakan kondisi setiap unit Simantri yang tersebar di kabupaten/kota Provinsi Bali sangat beragam. Terdapat unit Simantri yang sudah melaksanakan konsep integrasi dengan baik dan terdapat pula unit Simantri yang belum melaksanakan konsep integrasi atau hanya berfokus pada usaha pemeliharaan ternak. Salah satu kabupaten dengan kondisi unit Simantri yang tergolong baik adalah Kabupaten Klungkung yang salah satu unit Simantrinya mendapatkan peringkat tiga besar dalam Lomba Gabungan Kelompok Tani atau Kelompok Tani Berprestasi Tingkat Provinsi Bali Tahun 2014 dan 2015. Kabupaten Klungkung menduduki peringkat pertama pada tahun 2014 (Pemprov Bali 2014) dan peringkat ketiga pada tahun 2015 (Pemprov Bali 2015). Penelitian pendahuluan menyebutkan bahwa unit Simantri Klungkung yang memperoleh juara pertama tersebut mendapatkan peluang bekerjasama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) hingga saat ini. Bentuk kerjasama antara unit Simantri Klungkung tersebut dengan JICA adalah kerjasama dalam pembuatan pakan ternak menggunakan dedak, gula merah, dan jamur; penggunaan alas kandang dengan cacahan jerami; serta pembuatan pupuk organik. Unit Simantri tersebut menjadi unit Simantri percontohan bagi unit-unit Simantri di sekitarnya. Simantri Kabupaten Klungkung juga mendapatkan perhatian penuh dari Tim Koordinasi Simantri Kabupaten Klungkung yang dibentuk oleh Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Klungkung yang rutin melakukan kunjungan dan pembinaan kepada unit-unit Simantri di Kabupaten Klungkung. Kondisi berbeda terlihat pada unit Simantri di Kabupaten Jembrana. Simantri di Kabupaten Jembrana belum pernah meraih posisi tiga besar maupun lima besar dalam Lomba Gabungan Kelompok Tani atau Kelompok Tani Berprestasi Tingkat Provinsi Bali. Letak unit Simantri Kabupaten Jembrana yang jauh dari Sekretariat Simantri di Kota Denpasar juga menjadi tantangan dalam upaya pengembangan unit-unit Simantri di Kabupaten Jembrana. Pemerintah Provinsi Bali menetapkan 17 unit Simantri sebagai produsen dan penyalur pupuk organik bersubsidi pada tahun 2015 (Rhismawati 2015). Hal ini bertujuan agar
3 kelebihan produksi pupuk organik maupun kelebihan kotoran ternak di setiap unit Simantri dapat disalurkan melalui 17 unit Simantri tersebut sehingga peluang pemasaran pupuk dapat dirasakan merata oleh unit-unit Simantri, serta pupuk organik bersubsidi hasil olahan Simantri dapat dinikmati oleh petani di seluruh Bali. Dua dari 17 unit Simantri produsen dan penyalur pupuk organik bersubsidi tersebut berada di Kabupaten Klungkung, sedangkan belum ada unit Simantri di Kabupaten Jembrana yang menjadi produsen dan penyalur pupuk organik bersubsidi (Rhismawati 2015). Berbagai kondisi yang terjadi pada program Simantri tersebut bisa disebabkan oleh kurang efektifnya komunikasi program Simantri. Sebuah program memang harus dikomunikasikan dengan jelas sehingga efektivitas komunikasi dapat tercapai sehingga mampu mendukung tercapainya keberhasilan program. Salah satu hal yang dapat mendukung efektivitas komunikasi program Simantri adalah kegiatan pendampingan yang optimal oleh pendamping Simantri. Kegiatan pendampingan oleh pendamping Simantri sangat diperlukan. Selain berdasarkan hasil evaluasi, perlu diingat kembali bahwa jumlah unit Simantri saat ini sudah mencapai 502 unit. Jumlah anggota tim koordinasi provinsi dan kabupaten/kota yang relatif tetap, menandakan pentingnya keberadaan pendamping dalam mengawasi dan membina unit Simantri. Setiap unit Simantri dibantu oleh seorang pendamping yang secara umum bertugas mendampingi petani penerima bantuan Simantri dalam membuat keputusan dan pengelolaan terkait kegiatan Simantri, memperkenalkan teknis Simantri yang sesuai kondisi lapangan, memotivasi guna penguatan kelompok, fasilitator informasi, membantu kegiatan administrasi, serta berkoordinasi dengan petugas lain di tingkat desa hingga provinsi (Distan Prov Bali 2011). Mulai tahun 2009 tiap unit Simantri didampingi oleh pendamping yang berasal dari tenaga insourcing dari disiplin ilmu pertanian dan direkrut oleh SKPD provinsi. Tenaga insourcing tersebut mendapat pelatihan teknis dari BPTP Provinsi Bali dan tim koordinasi tingkat provinsi (BPTP Prov Bali 2011). Namun dalam pelaksanaannya, kinerja tenaga insourcing ternyata kurang maksimal karena keterbatasan waktu dan tanggung jawab lain yang dimiliki tenaga insourcing. Hal ini kemudian memunculkan kebijakan untuk merekrut tenaga outsourcing. Adapun tenaga outsourcing direkrut oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali (leading sector program Simantri) yakni sebanyak 100 orang pada tahun 2012 dan sekitar 100 orang lagi pada tahun 2014. Jumlah pendamping tenaga outsourcing yang sudah memiliki pengalaman kerja atau pengalaman menjadi pendamping sekitar 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa 90 persen atau sebagian besar pendamping belum memiliki pengalaman menjadi pendamping. Selain itu, disamping mendampingi unit Simantri tahun 2012-2014, tenaga outsourcing juga membantu tenaga insourcing untuk mendampingi unit Simantri tahun 2010-2011. Hal ini membuat seorang tenaga outsourcing bisa mendampingi dua hingga tiga unit Simantri. Leading sector program Simantri mengadakan pertemuan dengan pendamping di Sekretariat Simantri setiap minggunya sebagai bentuk koordinasi dan pengawasan dengan pendamping. Pertemuan tersebut merupakan wadah bagi pendamping untuk menyampaikan kendala yang dihadapi di lapangan dan mendiskusikan solusinya. Pertemuan ini juga menjadi sarana penyampaian informasi dari leading sector langsung kepada pendamping. Pertemuan tersebut
4 juga mendatangkan pemateri atau narasumber yang disesuaikan dengan permasalahan yang sering dihadapi pendamping. Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa pertemuan tersebut belum berlangsung efektif karena beberapa pendamping masih ragu untuk menyampaikan permasalahan yang dihadapi. Jumlah pendamping yang hadir juga tidak selalu lengkap. Komunikasi dalam pertemuan tersebut seakan masih bersifat searah, yakni perwakilan leading sector dan narasumber sebagai komunikator dan pendamping sebagai komunikan. Umpan balik yang diharapkan pun belum banyak bermunculan. Pendamping sesungguhnya dapat langsung menyampaikan permasalahan di unit Simantri mereka kepada leading sector sehingga upaya penyelesaian masalah dapat segera dijalankan. Permasalahan akan menjadi lebih lama bertahan di unit Simantri ketika hal tersebut tidak disampaikan. Pendamping Simantri bertugas di tiap unit Simantri yang tersebar di kabupaten/kota di Bali. Pendamping diharapkan pula tetap berkoordinasi dengan tim teknis kabupaten/kota setempat di masing-masing kabupaten/kota. Hal ini dikarenakan tim teknis kabupaten/kota lebih mengetahui kondisi di kabupaten mereka dan cenderung lebih memiliki kedekatan dengan petani. Hasil monitoring dan evaluasi Simantri juga menyatakan bahwa salah satu kendala yang memengaruhi pelaksanaan Simantri menjadi kurang optimal adalah belum maksimalnya peran atau partisipasi dari tim teknis kabupaten/kota (Distan Prov Bali 2014a). Oleh karena itu, perlu dilihat kompetensi komunikasi pendamping baik saat berkomunikasi dengan tim teknis provinsi, tim teknis kabupaten/kota, dan petani sebagai upaya pencapaian tujuan program Simantri. Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi komunikasi pendamping sangat berperan dalam mempercepat penyampaian pesan dari leading sector kepada petani maupun sebaliknya, serta mengoptimalkan koordinasi dengan tim teknis kabupaten/kota. Ketika pesan tertahan pada pendamping, maka pesan tidak akan pernah sampai baik kepada leading sector, tim teknis kabupaten/kota, maupun kepada petani sehingga permasalahan yang ada tidak dapat ditangani dengan baik. Sumodiningrat dalam Mangkuprawira (2010) menyatakan bahwa sebuah kegiatan pendampingan merupakan kegiatan yang dapat mendorong secara optimal terjadinya pemberdayaan masyarakat pertanian di perdesaan. Kegiatan pendampingan dianggap perlu karena adanya kesenjangan pemahaman antara pihak yang memberikan bantuan dengan sasaran penerima bantuan (Mangkuprawira 2010). Oleh karena itu, seorang pendamping harus mampu menjadi perencana, pembimbing, pemberi informasi, motivator, penghubung, fasilitator, dan juga evaluator (Mangkuprawira 2010). Susanto (2010) menyatakan bahwa sumberdaya manusia pendamping yang berkualitas dan handal adalah pendamping yang memiliki kompetensi yang tinggi. Kegiatan pendampingan dalam program Simantri sangat memerlukan pendamping yang memiliki kompetensi komunikasi yang baik agar proses komunikasi antara pendamping dengan tim teknis provinsi, tim teknis kabupaten/kota, dan petani menjadi efektif. Seseorang yang memiliki kompetensi komunikasi berarti mampu berkomunikasi secara efektif dan memanfaatkan keahlian yang dimiliki sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai (Jeffrey & Brunton 2010). Rapareni (2013) mendefinisikan kompetensi komunikasi sebagai komunikasi yang berhasil dimana tujuan dari pelaku komunikasi yang berinteraksi terpenuhi dengan menggunakan pesan-pesan yang dianggap tepat dan efektif di dalam konteks organisasi.
5 Pendamping Simantri yang memiliki kompetensi komunikasi yang baik akan membantu petani dalam manajemen pelaksanaan program Simantri. Pelaksanaan kegiatan Simantri yang baik tentu akan mewujudkan tujuan program Simantri. Menilai kepuasan petani dapat menjadi sebuah ukuran keberhasilan seorang pendamping menyampaikan pesan dengan tepat dan efektif sesuai dengan tujuan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Berlo (1960) yang menyatakan bahwa kritik terhadap komunikator dapat dilihat dari tindakan penerima pesan. Petani adalah penerima pesan dari pendamping, sehingga tindakan petani dapat dijadikan kriteria untuk mengatakan bahwa pendamping dapat menyelesaikan tujuannya sebagai komunikator. Tingkat kepuasan petani dapat menjadi ukuran tentang pelayanan yang dilakukan pendamping selama pelaksanaan program Simantri. Kegiatan pendampingan tidak berhenti pada pelaksanaan konsep integrasi dalam petunjuk pelaksanaan teknis kegiatan Simantri. Kelompok petani yang aktif akan memerlukan informasi dan inovasi-inovasi terbaru dari pendamping mereka guna pengembangan kegiatan Simantri. Pendamping dituntut kreativitasnya dalam mengembangkan kegiatan Simantri, seperti pengembangan pemasaran produk hasil kegiatan Simantri dan pengembangan inovasi terbaru yang dibutuhkan petani. Sebagaimana yang dijelaskan Mardikanto (2010) bahwa fasilitator harus mampu memfasilitasi penerapan inovasi baru di bidang kegiatan tertentu bagi para penerima manfaat. Kegiatan Simantri akan menjadi stagnan apabila pendamping tidak mampu melaksanakan pengembangan kegiatan Simantri. Petani akan kurang merasakan manfaat dari integrasi yang sudah mereka jalankan karena kurang berkembang serta tidak didukung oleh pendamping yang berkompeten. Hal tersebut dapat terlihat pada tingkat kepuasan petani terhadap pendamping.
Perumusan Masalah Program Simantri sebagai program pembangunan berupaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani melalui kemandirian petani dalam berusahatani. Keberhasilan program Simantri mencapai tujuannya hanya dapat terjadi jika petani melaksanakan kegiatan program Simantri. Perilaku sebagian petani pelaksana program Simantri memiliki aspek pengetahuan dan sikap yang baik terhadap program, namun pada aspek tindakan masih tergolong kurang. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa petani paham dan setuju dengan program Simantri, namun belum mereka aplikasikan secara penuh dalam bentuk kegiatan di lapangan sehingga berdampak pada belum tercapainya keberhasilan program secara keseluruhan. Kondisi tersebut bisa disebabkan karena efektivitas komunikasi program Simantri masih kurang. Salah satu hal yang dapat meningkatkan efektivitas komunikasi program Simantri adalah kegiatan pendampingan yang optimal yang dilaksanakan oleh pendamping Simantri. Sejak tahun 2012 Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali (leading sector program Simantri) merekrut tenaga outsourcing sebagai pendamping. Pendamping Simantri tersebut merupakan lulusan dari lingkungan ilmu pertanian secara luas. Sebagian besar pendamping diketahui belum memiliki pengalaman menjadi pendamping. Selain itu, kegiatan pertemuan pendamping yang diadakan oleh leading sector sebagai media koordinasi dan pengawasan masih berjalan kurang efektif. Pendamping sesungguhnya pihak yang
6 paling dekat dan memiliki intensitas pertemuan yang lebih tinggi dengan petani pelaksana program Simantri. Oleh karena itu, pendamping seharusnya memiliki kompetensi komunikasi yang baik dalam upaya meningkatkan tiga aspek perilaku petani. Pendamping Simantri yang memiliki kompetensi komunikasi yang baik, akan membantu mereka dalam mencapai komunikasi yang efektif dengan tim teknis provinsi, tim teknis kabupaten/kota, dan petani sehingga akan membantu upaya pencapaian tujuan program Simantri. Pencapaian tujuan program merupakan salah satu wujud dari pendamping yang bekerja dengan baik. Kompetensi komunikasi serta pelayanan yang baik dari seorang pendamping dapat dilihat pada tingkat kepuasan petani pelaksana program Simantri. Adanya perbedaan kondisi unit-unit Simantri di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana menunjukkan perlunya melihat perbandingan kompetensi komunikasi pendamping serta tingkat kepuasan petani terhadap pendamping di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana. Hasil perbandingan tersebut diharapkan dapat memberikan masukan dalam meningkatkan optimalisasi unitunit Simantri di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana. Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kompetensi komunikasi pendamping serta tingkat kepuasan petani terhadap pendamping Simantri di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana, dengan rumusan masalah yang lebih rinci sebagai berikut. 1. Bagaimana tingkat kompetensi komunikasi pendamping Simantri di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana? 2. Bagaimana tingkat kepuasan petani terhadap pendamping Simantri di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana? 3. Bagaimana hubungan faktor internal dan eksternal pendamping Simantri dengan kompetensi komunikasi pendamping Simantri? 4. Bagaimana hubungan kompetensi komunikasi pendamping Simantri dengan kepuasan petani terhadap pendamping Simantri?
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah di atas yakni menganalisis tingkat kompetensi komunikasi pendamping serta tingkat kepuasan petani terhadap pendamping Simantri di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana, dengan tujuan penelitian yang lebih rinci sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan tingkat kompetensi komunikasi pendamping Simantri di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana. 2. Mendeskripsikan tingkat kepuasan petani terhadap pendamping Simantri di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana. 3. Menganalisis hubungan faktor internal dan eksternal pendamping Simantri dengan kompetensi komunikasi pendamping Simantri. 4. Menganalisis hubungan kompetensi komunikasi pendamping Simantri dengan kepuasan petani terhadap pendamping Simantri.
7 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini dipaparkan sebagai berikut. 1. Bagi pemerintah daerah: hasil penelitian dapat menjadi referensi data dan masukan bagi pemerintahan daerah selaku pengambil kebijakan dalam meningkatkan kompetensi komunikasi pendamping pada program Simantri maupun pada program pembangunan lainnya sebagai salah satu upaya ketercapaian keberhasilan program. 2. Bagi pendamping: hasil penelitian dapat menjadi bahan evaluasi dan referensi untuk meningkatkan kompetensi komunikasi mereka dalam melaksanakan tugas. 3. Bagi kalangan akademisi: hasil penelitian dapat menambah khasanah keilmuan dalam bidang komunikasi pembangunan pertanian dan pedesaan terutama dalam upaya peningkatan kompetensi komunikasi pendamping program pembangunan.
2 TINJAUAN PUSTAKA Kompetensi Spencer dan Spencer dalam Helmy et al. (2013) mendefinisikan kompetensi sebagai karakteristik dasar dari individu yang berhubungan langsung dengan kinerja efektif dari suatu pekerjaan. Kompetensi meliputi niat, tindakan, dan hasil. Marius (2007) menyebutkan kompetensi sebagai kumpulan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang berhubungan satu sama lain yang berpengaruh pada peranan dan tanggungjawab pekerjaan seseorang. Anwas (2013) juga memberikan definisi pada kompetensi penyuluh pertanian sebagai kemampuan yang dilandasi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dituntut dalam tugasnya memberdayakan petani. Menurut Khalil et al. (2008), kompetensi dalam konteks penyuluhan mengarah pada keterampilan dan pengetahuan penyuluh yang sangat penting dalam keberhasilan penyuluhan. Kompetensi seorang penyuluh menjadi sangat penting karena memengaruhi produktivitas kerja baik pada aspek persiapan, pelaksanaan, evaluasi, dan komunikasi penyuluhan (Hanafiah et al. 2013). Penelitian Ierhasy et al. (2014) menyatakan bahwa variabel kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Diketahui pula bahwa kompetensi merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kinerja individu. Berdasarkan teori-teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan karakteristik seorang individu yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan, serta sikap yang berpengaruh pada kemampuan individu dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Spencer dan Spencer dalam Indraningsih et al. (2010) membedakan kompetensi menjadi dua, yakni threshold competencies dan differentiating competencies. Threshold competencies adalah karakteristik utama yang harus dimiliki oleh seseorang untuk dapat melaksanakan pekerjaannya, yakni pengetahuan atau keahlian dasar yang terkait dengan bidang kompetensinya. Sedangkan differentiating competencies adalah faktor-faktor yang dapat digunakan untuk membedakan antara individu yang berkinerja tinggi dengan individu yang berkinerja rendah. Hal ini serupa dengan pendapat Sumardjo dalam
8 Haryadi (2014) bahwa kompetensi memiliki dua makna, makna pertama kompetensi merujuk pada pekerjaan yang mampu dilakukan seseorang secara kompeten (job specification), sedangkan makna kedua merujuk pada dimensidimensi perilaku yang terletak di balik kinerja yang kompeten (person specification). Adler dan Rodman (1997) memaparkan empat karakteristik dari kompetensi. Pertama, tidak ada cara yang paling ideal untuk berkomunikasi (there is no ideal way to communicate). Menjadi komunikator yang kompeten membutuhkan fleksibilitas dalam memahami pendekatan terbaik apa yang dapat diaplikasikan dalam situasi yang diberikan. Perbedaan budaya juga menggambarkan prinsip bahwa tidak ada model tunggal dari sebuah kompetensi. Kedua, kompetensi bersifat situasional (competence is situasional). Karakteristik ini berbicara tentang derajat atau area kompetensi. Seseorang mungkin berkompeten di beberapa daerah namun akan kurang berkompetensi pada daerah atau area lain. Ketiga, kompetensi itu relasional (competence is relational). Perilaku yang kompeten dalam suatu hubungan tidak selalu kompeten pada orang lain. Keempat, kompetensi dapat dipelajari (competence can be learned). Hal ini terkait dengan kemampuan seseorang dalam mempelajari budaya, daerah, serta orang lain di sekitar mereka. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa kompetensi terbentuk atas situasi, budaya, dan hubungan dengan orang lain. Kompetensi setiap orang berbeda-beda tergantung pada niat, proses belajar, tindakan, serta hasil yang diberikan.
Kompetensi Komunikasi Kompetensi penyuluh yang strategis dan penting untuk ditingkatkan adalah kompetensi komunikasi. Kemampuan berkomunikasi merupakan salah satu faktor kompetensi tugas penyuluh yang berhubungan nyata dengan kinerja penyuluh pertanian (Marliati et al. 2008, Mujiburrahmad 2014, Payne 2005). Rickheit dan Strohner (2008) menjelaskan gagasan kompetensi komunikasi dari aspek teoritis berhubungan dengan efektivitas dan kesesuaian (appropriateness). Efektivitas menggambarkan hasil dari kompetensi komunikasi dan kesesuaian menghubungkan dengan kondisi situasional dari interaksi sosial yang sebenarnya. McCroskey dan McCroskey (1988) mendefinisikan kompetensi komunikasi sebagai kemampuan yang memadai untuk menyampaikan atau memberikan informasi, baik melalui ucapan maupun melalui tulisan. Definisi kompetensi komunikasi dalam perspektif perilaku dirumuskan oleh Wiemann dan Backlund (1980) sebagai kemampuan seorang individu untuk mendemonstrasikan pengetahuan dari perilaku berkomunikasi yang tepat dalam situasi tertentu. Komunikator yang memiliki kompetensi komunikasi yang baik berarti mampu memanfaatkan sumberdaya yang ada dalam proses komunikasi (Jablin & Sias dalam Jubaedah 2009). Cappella dalam Heath dan Bryant (2000) menjelaskan definisi kompetensi komunikasi sebagai kemampuan untuk mengontrol percakapan, sengaja atau tidak sengaja, tergantung pada adanya keteraturan tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh lawan bicara lain, serta tergantung pada pengetahuan individu. Kompetensi komunikasi memerlukan kognitif dan interaksi keterampilan, serta motivasi untuk melakukan kontrol pribadi, memiliki rasa
9 empati, kemampuan untuk menyesuaikan diri, dan memengaruhi lingkungan (Heath & Bryant 2000, Payne 2005). Kompetensi terjadi pada semua tingkat baik interpersonal, organisasi, dan media massa (Heath & Bryant 2000). Terdapat tiga variabel kompetensi komunikasi yakni motivasi, pengetahuan, dan keterampilan (Heath & Bryant 2000, Payne 2005). Motivasi seseorang mengarah pada kesediaan seseorang untuk mendekati atau menjauhi sebuah interaksi komunikasi. Individu juga cenderung lebih kompeten apabila mereka memiliki pengetahuan, yakni informasi dan pengalaman yang diperlukan untuk berinteraksi. Jika tingkat keterampilan seseorang tinggi, maka mereka tidak mudah cemas serta menunjukkan lebih banyak kedekatan, ekspresif, dan kemampuan untuk mengelola interaksi, serta mengambil orientasi terhadap orang lain (Spitzberg & Hecht dalam Heath & Bryant 2000). Adler dan Rodman (1997) memaparkan tujuh karakteristik komunikator yang kompeten, yakni (1) Perilaku yang sangat bervariasi; (2) Kemampuan untuk memilih perilaku yang paling tepat, agar dapat bekerja dengan baik dalam situasi tertentu; (3) Keterampilan dalam melakukan perilaku, yang dilakukan secara efektif, setelah mengulangi keterampilan baru secara terus menerus, maka hal itu dapat dilakukan kembali dengan sangat baik; (4) Empati/perspective taking, membantu kita memahami orang lain dan juga memberikan kita informasi untuk mengembangkan strategi terbaik untuk memengaruhi mereka; (5) Kompleksitas kognitif, adalah kemampuan membangun berbagai kerangka dalam melihat masalah, memungkinkan kita untuk memahami orang lain dari berbagai sudut pandang; (6) Pemantauan diri (self-monitoring), melihat dengan cermat perilaku seseorang; (7) Komitmen dalam hubungan, orang-orang yang peduli tentang hubungan berkomunikasi lebih baik daripada mereka yang tidak. Kompetensi komunikasi juga dihubungkan dengan berbagai konsep dan teori lainnya. Penelitian Wiemann dalam Rickheit dan Strohner (2008) menyimpulkan bahwa komunikator yang kompeten adalah seseorang otheroriented (empati, mampu berafiliasi, suportif, dan santai) namun pada waktu yang bersamaan tetap mempertahankan kemampuan untuk mencapai tujuan interpersonal dirinya. Wiemann dan Backlund (1980) juga merumuskan model yang merumuskan lima keterampilan dalam kompetensi komunikasi yakni (1) empati, (2) descriptiveness, yaitu cara di mana umpan balik diberikan dan diterima, (3) memiliki perasaan dan pikiran, (4) keterbukaan diri, dan (5) keluwesan berperilaku. Madlock (2008a) menilai kompetensi komunikator berdasarkan 12 poin Communicator Competence Instrument oleh Monge, Backman, Dillard, Eisenburg yakni (1) My immediate supervisor has a good command of the language; (2) My immediate supervisor is sensitive to my needs of the moment; (3) My immediate supervisor typically gets right to the point; (4) My immediate supervisor pays attention to what I say to him or her; (5) My immediate supervisor deals with me effectively; (6) My immediate supervisor is a good listener; (7) My immediate supervisor is difficult to understand when communicating in written for; (8) My immediate supervisor expresses his or her ideas clearly; (9) My immediate supervisor is difficult to understand when he or she speaks to me; (10) My immediate supervisor generally says the right thing at the right time; (11) My immediate supervisor is easy to talk to; dan (12) My immediate supervisor usually responds to messages (memos, phone calls, reports, etc.) quickly.
10 Penelitian Susilowati (2012) tentang kompetensi komunikasi interpersonal mengukur kompetensi berdasarkan skala kompetensi komunikasi Rubin dan Martin yakni (1) self-disclosure, (2) emphaty, (3) social relaxation, (4) assertiveness, (5) interaction management, (6) altercentrism, (7) expressiveness, (8) supportiveness, (9) immediacy, dan (10) environmental control. Hasil penelitian Susilowati (2012) menemukan bahwa kompetensi komunikasi interpersonal memiliki hubungan yang signifikan dan positif dengan kinerja. Pelatihan juga mampu meningkatkan kompetensi komunikasi secara efektif. Kompetensi komunikasi penting bagi seorang pemimpin (Jubaedah 2009). Kompetensi komunikasi yang baik pada seorang pemimpin akan dipersepsikan sebagai seorang pemimpin yang cakap oleh para pegawai atau bawahannya dalam suatu organisasi. Kompetensi komunikasi seorang supervisor juga menjadi faktor yang dapat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap peningkatan kepuasan kerja, kepuasan komunikasi, serta kinerja pegawai (Madlock 2008b, Susilowati 2012). Berdasarkan teori-teori dan hasil penelitian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi komunikasi merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan komunikasi dengan baik melalui pemilihan perilaku dan strategi yang tepat sesuai dengan lingkungan tempat ia berkomunikasi dengan pelaku komunikasi lainnya. Kompetensi komunikasi pendamping program Simantri berkaitan dengan karakteristik kompetensi komunikasi yang bersifat situasional dan relasional. Kompetensi komunikasi yang situasional berkaitan dengan derajat atau area kompetensi, yakni pendamping mungkin berkompeten di suatu daerah namun akan kurang berkompetensi pada daerah lain. Kompetensi komunikasi yang relasional menunjukkan bahwa perilaku pendamping yang kompeten dalam suatu hubungan tidak selalu kompeten pada orang lain. Kompetensi komunikasi bagi seorang pendamping program Simantri merupakan kemampuan yang penting dimiliki karena akan berpengaruh pada keberhasilan kegiatan pendampingan yang mereka lakukan. Kompetensi komunikasi seorang pendamping dapat diukur dengan indikator-indikator sebagai berikut, (1) kecepatan merespons pesan, (2) keluwesan berperilaku, (3) keterbukaan diri, (4) kemampuan menjalin relasi, (5) interaction management, (6) pengetahuan tentang informasi dan materi program, (7) kemampuan menyampaikan pesan, (8) kemampuan memunculkan motivasi dan partisipasi petani, (9) kemampuan berkomunikasi secara tertulis, serta (10) kemampuan penanganan masalah.
Faktor Internal Pendamping Rakhmat (2002) menjelaskan bahwa perilaku individu dapat dipengaruhi oleh faktor personal (faktor internal) dan faktor situasional (faktor eksternal). Faktor personal akan memengaruhi individu dalam menanggapi faktor situasional, sehingga dalam situasi lingkungan yang sama akan menghasilkan perilaku yang berbeda pada setiap individunya karena faktor personal tersebut. Hal ini juga menunjukkan bahwa faktor situasional juga akan memengaruhi perilaku individu meskipun memiliki faktor personal yang berbeda-beda. Perilaku individu merupakan hasil interaksi dari faktor personal dan faktor situasional.
11 Kompetensi komunikasi seorang pendamping dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang diduga memengaruhi kompetensi komunikasi pendamping adalah umur, masa kerja, tingkat pendidikan formal, tingkat kekosmopolitan, dan motivasi. Faktor eksternal yang diduga memengaruhi kompetensi komunikasi seorang pendamping adalah jumlah pelatihan dan pengalaman organisasi. Umur Umur merupakan faktor internal yang berpengaruh pada kompetensi atau kinerja seorang penyuluh (Suhanda 2008, Bahua 2010, Widodo 2010). Penelitian Murfiani dan Jahi (2006) menunjukkan bahwa umur berhubungan nyata dengan kompetensi penyuluh dalam hal pengembangan modal agribisnis kecil. Hasil penelitian Mukhlishah (2014) menyatakan bahwa umur memiliki hubungan negatif dan sangat nyata dengan kinerja pendamping. Perlu diklarifikasi lebih lanjut tentang pengaruh umur terhadap kompetensi komunikasi individu. Masa Kerja Beberapa penelitian menjadikan masa kerja sebagai faktor yang berhubungan atau berpengaruh dengan kompetensi maupun kinerja individu. Masa kerja adalah faktor yang berhubungan nyata dengan kinerja penyuluh (Suhanda 2008). Penelitian Bahua (2010) menyimpulkan bahwa masa kerja berpengaruh terhadap kinerja penyuluh. Masa kerja juga berpengaruh langsung pada tingkat kompetensi penyuluh (Widodo 2010). Penelitian Mukhlisah (2014) memiliki hasil yang berbeda bahwa masa kerja tidak memiliki hubungan dengan kinerja pendamping. Masa kerja mencerminkan lamanya seseorang bekerja dalam posisi tertentu yang dihitung dengan satuan tahun. Masa kerja dalam penelitian ini terdiri dari dua, yakni masa bekerja sebagai seorang pendamping serta masa kerja pendamping dalam mendampingi kelompok atau unit Simantri tempat pengumpulan data dilakukan (masa pendampingan). Tingkat Pendidikan Formal Penelitian Murfiani dan Jahi (2006) menemukan bahwa pendidikan merupakan salah satu karakteristik penyuluh yang berhubungan nyata dengan kompetensi penyuluh. Tingkat pendidikan formal berhubungan nyata dengan kinerja penyuluh (Suhanda 2008). Hasil penelitian yang berbeda ditunjukkan oleh Mujiburrahmad (2014) dan Mukhlisah (2014) yang menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan formal tidak berhubungan dengan kinerja seorang penyuluh ataupun pendamping. Faktor tingkat pendidikan formal pada pendamping perlu dilihat hubungannya dengan kompetensi komunikasi pendamping. Pendidikan formal yang diterima pendamping diduga akan memengaruhi kemampuan pendamping dalam berkomunikasi dan menanggapi kondisi situasional yang ada di sekitarnya. Tingkat Kekosmopolitan Kekosmopolitan didefinisikan Indra (2011) sebagai kemampuan dan keterbukaan seseorang dalam menerima dan mencari informasi pertanian. Informasi bisa didapatkan dari rekan sesama profesi, media massa, penyuluh, fasilitator, pemerintah desa, distributor, dan lainnya. Hasil penelitian Indra (2011) menyatakan bahwa kekosmopolitan akan menumbuhkan kemampuan individu
12 dalam berkomunikasi. Kekosmopolitan yang tinggi juga berhubungan positif dengan berbagai indikator komunikasi dan akan mengarahkan dirinya pada perubahan perilaku yang positif. Widodo (2010) menyatakan bahwa kekosmopolitan, khususnya pada frekuensi pemanfaatan media massa untuk peningkatan kompetensi, berpengaruh langsung terhadap kompetensi penyuluh. Kekosmopolitan juga berhubungan dengan kompetensi penyuluh dalam pengembangan modal agribisnis kecil (Murfiani & Jahi 2006). Motivasi Motivasi bersama dengan pengetahuan dan keterampilan diperlukan agar interaksi sosial berlangsung secara efektif (Payne 2005, Cetinavci 2012). Komunikasi yang efektif adalah salah satu bentuk adanya kompetensi komunikasi. Motivasi merupakan proses yang memberikan semangat, arah, dan kegigihan perilaku pada seseorang. Perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama (Santrock 2004). Wiriadihardja (1987) mendefinisikan motivasi sebagai dorongan kerja yang berasal dari diri orang itu sendiri, seperti karena adanya tantangan pekerjaan, rasa cinta pada pekerjaan, perasaan senang apabila pekerjaan berhasil, dan lain sebagainya. Motivasi bukan disebabkan oleh tekanan atau bujuk rayu dari orang lain karena hal tersebut disebut dengan positif “KITA (kick him in the asse)”. Pendapat berbeda dikemukakan oleh Zainun (1989) yang menyatakan bahwa motivasi dapat muncul dari dorongan yang datang dari dalam diri maupun dirangsang oleh tujuan yang berada di luar dirinya. Hal ini hampir serupa dengan perbedaan dua teori yakni Teori Kebutuhan Maslow dengan Teori Motivasi Dua Faktor Herzberg. Teori Maslow menyatakan bahwa semua tingkat kebutuhan adalah alat motivator sedangkan teori Herzberg menyatakan bahwa gaji, kondisi kerja, kualitas supervisi, dan lain sebagainya bukanlah alat motivator melainkan hanya alat pemeliharaan atau maintenance factors (Hasibuan 2001). Faktor motivator dan maintenance factors harus tetap dipenuhi karena akan memengaruhi perilaku seseorang dalam pekerjaannya (Wiriadihardja 1987, Hasibuan 2001). Beberapa penelitian mengenai kompetensi pegawai atau penyuluh juga mengukur motivasi dari dua faktor yakni motivasi yang berasal dari dalam diri serta motivasi yang muncul dari luar diri. Penelitian Marius (2007) juga menggunakan motivasi internal dan motivasi eksternal dalam mengukur motivasi penyuluh, namun penelitiannya menekankan bahwa penyuluh yang memiliki tingkat motivasi internal yang tinggi lebih baik dibandingkan dengan penyuluh dengan tingkat motivasi eksternal yang tinggi. Widodo (2010) menemukan bahwa motivasi adalah salah satu faktor internal yang berpengaruh langsung pada kompetensi seorang penyuluh. Hasil penelitian Murfiani dan Jahi (2006) juga menemukan bahwa motivasi merupakan salah satu karakteristik penyuluh yang berhubungan nyata dengan kompetensi penyuluh dalam pengembangan agribisnis. Hubeis (2008) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa motivasi yang tinggi akan mendorong produktivitas kerja menjadi tinggi pula. Hubeis (2008) membagi motivasi menjadi dua, yakni motivasi internal dan eksternal. Motivasi internal yakni prestasi, pengakuan, pekerjaan dan tanggungjawab, serta motivasi eksternal adalah administrasi dan kebijakan, supervisi, hubungan interpersonal, status, gaji dan imbalan, serta kondisi kerja.
13 Aworemi et al. (2011) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang memotivasi pegawai di Nigeria berdasarkan peringkat yang diberikan responden. Hasil penelitian tersebut menunjukkan faktor-faktor yang memotivasi pegawai dalam bekerja dari peringkat tertinggi hingga terendah yakni (1) kondisi kerja yang baik, (2) pekerjaan yang menarik, (3) upah atau gaji yang sesuai, (4) keamanan kerja, (5) promosi dan perkembangan karir dalam organisasi, (6) apresiasi terhadap hasil kerja, dan (7) kesetiaan personal kepada pegawai. Manzoor (2012) juga menyimpulkan hal-hal yang dapat meningkatkan motivasi pegawai yakni apresiasi terhadap hasil kerja, memberikan ruang kepada pegawai untuk ikut dalam pengambilan keputusan, serta memberikan kepuasan internal terhadap pekerjaan, organisasi, dan lingkungan organisasi mereka. Berdasarkan teori dan hasil penelitian tersebut, maka penelitian ini melihat motivasi internal dan eksternal dari pendamping program Simantri. Motivasi internal pendamping terdiri dari prestasi, pengakuan, pekerjaan, tanggung jawab, dan pengembangan potensi individu. Motivasi eksternal pendamping terdiri dari gaji atau upah, kondisi kerja, fasilitas dari atasan, serta hubungan dengan kelompok dampingan.
Faktor Eksternal Pendamping Faktor eksternal yang diduga memengaruhi kompetensi komunikasi seorang pendamping adalah jumlah pelatihan dan pengalaman organisasi pendamping Simantri. Jumlah Pelatihan Pelatihan menurut Cascio (2013) adalah kegiatan yang memiliki desain program terencana yang dilakukan dengan tujuan meningkatkan kinerja baik pada tingkatan individu, kelompok, dan atau organisasi. Peningkatan kinerja tersebut diukur pada perubahan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan atau perilaku sosial. Terdapat beberapa manfaat dari pelaksanaan pelatihan baik bagi individu maupun kelompok, antara lain (1) pelatihan secara umum memberikan efek positif pada perilaku kerja atau kinerja, (2) pelatihan dapat meningkatkan technical skills, (3) pelatihan dapat meningkatkan pengetahuan strategi, yakni mengetahui kapan menggunakan pengetahuan atau keterampilan tertentu, (4) pelatihan (terutama yang memiliki unsur praktis) membantu menjaga konsistensi kinerja, (5) pelatihan yang teratur dapat meningkatkan self-efficacy atau self-management, serta (6) pelatihan berdampak positif pada kepuasan karyawan, atasan, dan konsumen, serta pada produktivitas (Cascio 2013). Penelitian Widodo (2010) menyatakan bahwa pelatihan adalah salah satu faktor eksternal yang berpengaruh pada tingkat kompetensi penyuluh. Anwas (2013) menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa intensitas pelatihan berpengaruh signifikan terhadap kompetensi penyuluh pertanian. Program pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan individu mampu meningkatkan kompetensi komunikasi individu tersebut (Bissenbayeva et al. 2013, Dumitriu et al. 2014). Susilowati (2012) meneliti tentang peningkatan kompetensi komunikasi interpersonal melalui pelatihan komunikasi dengan responden adalah pre ops pilot. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pelatihan komunikasi
14 interpersonal yang diberikan kepada responden efektif meningkatkan kompetensi komunikasi interpersonal. Pelatihan yang mampu memberikan dampak atau hasil sesuai dengan harapan seperti hasil penelitian di atas tentu dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut seperti kualitas pelatihan yang baik, kesiapan dan motivasi individu untuk mengikuti pelatihan, besarnya dukungan organisasi terhadap pelatihan, serta proses mentransfer hasil pelatihan ke situasi pekerjaan sehari-hari (Cascio 2013). Pengalaman Organisasi Indra (2011) menyatakan bahwa pengalaman organisasi memungkinkan seseorang berinteraksi lebih banyak dengan komponen organisasi dan pemimpin organisasinya. Seseorang yang memiliki pengalaman berorganisasi akan cenderung memberikan penilaian positif terhadap kepemimpinan pimpinannya. Pengalaman organisasi merupakan salah satu hal yang berhubungan nyata dengan keterbukaan komunikasi ke bawah (Kosasih 2015). Semakin tinggi tingkat pengalaman organisasi seseorang maka keterbukaan komunikasi ke bawah cenderung tinggi (Kosasih 2015). Hasil penelitian tersebut memberikan kecenderungan bahwa pengalaman organisasi akan memberikan kesempatan orang lain untuk berinteraksi dengan orang lain lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak memiliki pengalaman berorganisasi sehingga seseorang tersebut akan mendapatkan kesempatan yang lebih besar untuk mendapatkan informasi dan ide-ide baru.
Teori Kepuasan Kotler dan Keller (2009) mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan seseorang setelah membandingkan antara persepsi dan ekspektasi mereka terhadap suatu produk atau jasa. Ekspektasi seseorang bisa muncul dari pengalaman di masa lalu, informasi yang diterima dari teman atau lingkungan, atau janji yang ditawarkan oleh pemilik produk atau jasa (Kotler & Keller 2009). Perbedaan antara persepsi dan ekspektasi pelanggan akan menghasilkan gap dengan nilai tertentu. Nilai gap negatif menunjukkan kualitas pelayanan yang kurang dan kepuasan pelanggan belum tercapai, sebaliknya nilai gap positif menunjukkan kualitas pelayanan yang lebih tinggi dan adanya kepuasan pelanggan (Daniel & Berinyuy 2010). Widana (2013) menyatakan bahwa tingkat kepuasan dapat dikatakan tinggi apabila gap antara persepsi dan ekspektasi semakin kecil. Kepuasan dikatakan sempurna apabila tidak ada gap antara persepsi dan ekspektasi, artinya pendapat seseorang terhadap suatu keadaan pada waktu tertentu sesuai dengan yang diharapkan. Kepuasan yang tinggi dapat menciptakan ikatan emosional dengan perusahaan (Kotler & Keller 2009). Menilai sebuah kepuasan pelanggan bisa berdasarkan elemen kinerja perusahaan, namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pelanggan memiliki cara beragam dalam mendefinisikan kinerja yang baik, bisa dari ketepatan waktu, pelayanan, dan lainnya. Pelanggan yang sangat puas juga memiliki dua kemungkinan, yakni pelanggan selalu puas terhadap pelayanan yang diberikan, atau pelanggan hanya puas saat itu saja setelah sempat merasakan ketidakpuasan (Kotler & Keller 2009).
15 Kepuasan Petani Madlock (2008b) menemukan bahwa kompetensi komunikasi seorang pemimpin berpengaruh positif pada kepuasan kerja dan kepuasan komunikasi pegawai. Kepuasan komunikasi adalah faktor munculnya kepuasan kerja dan pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja pegawai dalam organisasi (Pincus 1986). Hal tersebut dapat mengasumsikan bahwa apabila seorang pendamping program Simantri memiliki kompetensi komunikasi maka dapat memunculkan kepuasan kerja dan kepuasan komunikasi pada petani. Pengukuran tingkat kepuasan petani terhadap pelayanan penyuluhan atau suatu produk pertanian dilakukan dalam beberapa penelitian. Batlayeri et. al (2013) merumuskan tiga indikator untuk mengukur tingkat kepuasan petani terhadap penyuluhan pertanian, yakni materi penyuluhan, sumber informasi pertanian, dan penerapan teknologi pertanian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga indikator tersebut tergolong dalam kategori tinggi yang menunjukkan bahwa petani sangat puas terhadap penyuluhan yang diberikan karena materi penyuluhan yang diberikan sesuai dengan keinginan petani, informasi pertanian dianggap sangat penting oleh petani, serta penerapan teknologi pertanian sangat membantu pekerjaan petani. Wicaksana et al. (2013) juga meneliti kepuasan petani tepatnya kepuasan petani terhadap benih kentang bersertifikat melalui analisis Costumer Satisfaction Index (CSI). Penelitian tersebut menunjukkan nilai CSI sebesar 67,34% yang berarti petani merasa puas menggunakan benih kentang bersertifikat meskipun dengan beberapa hal yang perlu diperbaiki pada kinerja atribut-atribut yang terdapat pada benih kentang. Menilai kepuasan petani dapat menjadi sebuah ukuran keberhasilan seorang pendamping menyampaikan pesan sesuai dengan tujuan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Berlo (1960) bahwa kritik terhadap komunikator dapat dilihat dari tindakan penerima pesan. Petani adalah penerima pesan dari pendamping, sehingga tindakan petani dapat dijadikan kriteria untuk mengatakan bahwa pendamping dapat menyelesaikan tujuannya sebagai komunikator. Metode pengukuran kepuasan dapat dilakukan dengan melakukan penelitian survei dan merupakan metode yang paling sering digunakan (Kotler dalam Tjiptono 2008). Penelitian survei terhadap kepuasan seseorang dapat menjadi cara memperoleh tanggapan langsung dari pelanggan serta sebagai bentuk perhatian terhadap pelanggan (Tjiptono 2008). Pengukuran kepuasan melalui survei dapat dilakukan dengan beberapa cara atau teknik (Tjiptono 2008). Pertama, directly reported satisfaction adalah teknik yang menanyakan secara langsung seberapa puas seseorang terhadap sebuah pelayanan dan diukur dengan skala sangat tidak puas, tidak puas, netral, puas, dan sangat puas. Kedua, derived dissatisfaction adalah teknik dengan pertanyaan seberapa besar harapan seseorang terhadap suatu atribut dan seberapa besar yang mereka rasakan. Ketiga, problem analysis yakni teknik yang meminta responden menuliskan masalah-masalah yang mereka hadapai serta saran-saran perbaikan yang berkaitan dengan penawaran yang diberikan. Keempat, importance-performance analysis yakni teknik yang meminta responden untuk memberikan peringkat pada atribut-atribut berdasarkan tingat kepentingan dan tingkat kinerja yang dirasakan responden. Indeks kepuasan pelanggan dapat dihitung dengan beberapa cara (Tjiptono 2008), yakni.
16 (1)
IKP = PP
(2)
IKP = IM x PP
(3)
IKP = PP – EX
(4)
IKP = IM x (PP – EX)
(5)
IKP = PP/EX
Keterangan: IKP = Indeks Kepuasan Pelanggan PP = Perceived Performance EX = Expectations IM = Importance
Pengukuran tingkat kepuasan petani dapat menggunakan dimensi pengukuran SERVQUAL sebagai atribut dalam pengukurannya. SERVQUAL merupakan sebuah instrumen yang digunakan untuk mengukur tingkat kualitas pelayanan dan berhubungan dengan pengukuran kepuasan (Oliver 1996). Pengukuran ini sudah banyak digunakan dalam berbagai penelitian yang mengukur tingkat kepuasan pelanggan baik terhadap barang maupun jasa (Abubakar & Siregar 2010, Daniel & Berinyuy 2010). Pendekatan ini juga dapat digunakan untuk mengevaluasi tingkat pelayanan yang diberikan seorang individu (Dwihayanti 2004, Abubakar & Siregar 2010, Daniel & Berinyuy 2010). Dimensi yang sering digunakan dalam penelitian kepuasan yakni reliability atau keandalan, responsiveness atau kesigapan, assurance atau jaminan, empathy atau empati, dan tangibles atau bukti fisik. Dwihayanti (2004) menggunakan empat variabel untuk mengukur kemampuan penyuluh pertanian pembina dalam memberikan pelayanan kepada kelompok petani-nelayan kecil (KPK), yakni reliability (keandalan), responsiveness (daya tanggap/kesigapan), assurance (jaminan), dan empathy (empati). Variabel keandalan meliputi kemampuan penyuluh dalam memberikan pelayanan sesuai dengan janji yang ditawarkan. Variabel kesigapan merujuk kepada kemampuan penyuluh dalam memberikan pelayanan dengan cepat dan tanggap. Variabel jaminan meliputi kemampuan memberikan informasi dan kemampuan menanamkan kepercayaan KPK terhadap program yang dijalankan. Varibel empati yang mengarah pada kepekaan penyuluh terhadap masalah yang dihadapi binaannya. Penelitian Abubakar dan Siregar (2010) menggunakan variabel yang hampir serupa dalam mengukur kualitas pelayanan penyuluh dan kepuasan petani dalam penanganan dan pengolahan hasil ubi jalar. Variabel tersebut adalah tangible, reliability, responsiveness, insurance, dan empathy. Abubakar dan Siregar (2010) menganalisis kualitas pelayanan penyuluh dan tingkat kepuasan petani dengan membandingkan kualitas pelayanan penyuluh dengan tingkat kepentingan menurut petani (importance-performance analysis). Kualitas pelayanan penyuluh harus ditingkatkan ketika dimensi pelayanan tersebut dianggap penting oleh petani namun penyuluh belum memberikan pelayanan yang baik (petani tidak puas). Kualitas pelayanan penyuluh harus dipertahankan ketika dimensi tersebut dianggap penting oleh petani dan penyuluh sudah memberikan pelayanan yang baik (petani puas). Upaya peningkatan kualitas pelayanan dianggap sia-sia ketika kualitas pelayanan penyuluh pada suatu dimensi baik namun petani menganggap dimensi tersebut belum begitu penting. Peningkatan kualitas pelayanan juga tidak perlu dilakukan apabila suatu dimensi kualitas pelayanan penyuluh belum baik
17 serta tidak dianggap penting oleh petani. Analisis yang dilakukan tersebut akan sangat bermanfaat karena akan diketahui dimensi pelayanan apa saja yang memang perlu ditingkatkan oleh penyuluh. Wijaya et. al (2012) melakukan penelitian tentang kepuasan peternak mitra terhadap kemitraan model contract farming. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peternak dikategorikan kurang puas dengan indeks kepuasan konsumen sebesar 48%. Tingkat kepuasan antara peternak yang telah lama mengikuti kerjasama lebih tinggi dibandingkan dengan peternak yang baru mengikuti kerjasama. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah internal gap analysis, external gap analysis, customer satisfaction index, expectation-performance analysis, dan modified expectation-performance analysis. Kualitas pelayanan diukur dengan 5 dimensi, yakni tangibles (dimensi berwujud), service reliability (keandalan pelayanan), responsiveness (daya tanggap), assurance (kepastian), dan empathy (empati). Berdasarkan beberapa teori dan hasil penelitian di atas, dapat dirumuskan kepuasan petani terhadap pendamping adalah perasaan petani terhadap pelayanan yang didapatkan dari pendamping. Metode yang akan digunakan dalam mengukur tingkat kepuasan petani terhadap pendamping adalah directly reported satisfaction dengan menggunakan rumus indeks kepuasan pelanggan pertama (IKP = PP). Tingkat kepuasan petani terhadap pendamping pada penelitian ini dapat dilihat berdasarkan 5 indikator, yakni (1) reliability; (2) responsiveness; (3) assurance; (4) empathy; dan (5) tangibles.
Program Simantri Sesuai dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 29 Tahun 2010 tentang keberlanjutan program Simantri menjelaskan bahwa Simantri atau Sistem Pertanian Terintegrasi merupakan upaya terobosan dalam mempercepat adopsi teknologi pertanian karena merupakan pengembangan model percontohan dalam mempercepat alih teknologi kepada masyarakat pedesaan (Pemprov Bali 2010). Simantri mengintegrasikan kegiatan sektor pertanian dengan sektor pendukungnya baik secara vertikal maupun horizontal sesuai potensi masing-masing wilayah dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lokal yang ada. Program atau kegiatan pengembangan usaha Sistem Pertanian Terintegrasi (Simantri) dilaksanakan dalam rangka pemberdayaan petani, peternak, perkebunan dan nelayan melalui kegiatan yang terintegrasi baik antar sub sektor/sektor maupun antar sub sistem dalam agribisnis. Kegiatan Simantri berorientasi pada usaha pertanian tanpa limbah (zero waste) yang dapat menghasilkan 4F (food, feed, fertilizer dan fuel). Kegiatan integrasi dicerminkan dari kegiatan pengolahan limbah tanaman menjadi pakan ternak dan cadangan pakan, serta pengolahan limbah ternak (padat dan cair) menjadi biogas, bio urine, pupuk organik dan bio pestisida (Distan Prov Bali 2015a). Target program Simantri adalah (1) peningkatan luas tanam, populasi ternak, perikanan, dan kualitas hasil; (2) tersedianya pakan ternak berkualitas sepanjang tahun; (3) tersedianya pupuk dan pestisida organik serta biogas; (4) peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan penguatan kelembagaan petani; serta (5) berkembangnya diversifikasi usaha, lembaga usaha ekonomi, dan
18 infrastruktur di perdesaan (Distan Prov Bali 2015a). Ada pula beberapa indikator keberhasilan Simantri yang diharapkan dapat terwujud dalam jangka pendek (3-4 tahun) yakni (Distan Prov Bali 2015a). 1. Berkembangnya kelembagaan dan sumberdaya manusia baik petugas pertanian maupun petani; 2. Terciptanya lapangan kerja melalui pengembangan diversifikasi usaha pertanian dan industri rumah tangga; 3. Berkembangnya intensifikasi dan ekstensifikasi usaha tani; 4. Meningkatnya insentif berusaha tani melalui peningkatan produksi dan efisiensi usaha tani (pupuk, pakan, biogas, bio urine, bio pestisida diproduksi sendiri); 5. Tercipta dan berkembangnya pertanian organik; 6. Berkembangnya lembaga usaha tani pedesaan; dan 7. Peningkatan pendapatan petani.
Pendamping Simantri Pendampingan Simantri tahun 2009 dilakukan oleh BPTP Provinsi Bali. Pendampingan yang dilakukan BPTP Provinsi Bali adalah pelaksanaan PRA, Baseline Survey, dan pelatihan teknis (budidaya dan pengolahan limbah tanaman dan ternak). Mulai tahun 2010 tiap Gapoktan didampingi oleh pendamping tenaga insourcing yang berasal dari disiplin ilmu pertanian dan direkrut oleh SKPD provinsi. Tenaga insourcing tersebut mendapat pelatihan teknis dari BPTP Provinsi Bali dan Tim Koordinasi tingkat provinsi (BPTP Prov Bali 2011). Kinerja tenaga insourcing ternyata kurang maksimal dalam pelaksanaannya karena keterbatasan waktu dan tanggung jawab lain yang dimiliki tenaga insourcing. Hal ini kemudian memunculkan kebijakan untuk merekrut tenaga outsourcing sebagai pendamping Simantri. Adapun tenaga outsourcing direkrut oleh leading sector program Simantri yakni sekitar 100 orang pada tahun 2012 dan 100 orang lagi pada tahun 2014. Selain tahun tersebut juga dilakukan perekrutan tenaga outsourcing tetapi tidak dalam jumlah banyak karena perekrutan hanya untuk menggantikan pendamping yang tidak melanjutkan kontrak. Pendampingan setiap unit Simantri selanjutnya dilakukan sepenuhnya oleh tenaga outsourcing yang sudah mendapatkan pelatihan teknis. Adapun tugas pendamping Simantri diuraikan sebagai berikut (Distan Prov Bali 2011). 1. Pendamping wajib mendampingi Gapoktan dalam membina kelompok, menetapkan lokasi pusat kegiatan Sistem Pertanian Terintegrasi bersamasama dengan petugas lapangan lainnya di lapangan. 2. Pendamping akan mendampingi Gapoktan Simantri dalam menetapkan kesepakatan bagi hasil/sistem kadas yang diperlukan untuk penumbuhan kelompok ternak/kebun/ikan dan tanaman pangan dengan orientasi kesejahteraan tanpa memberatkan anggota kelompok sebagai pengelola/pengadas ternak, serta membuat perjanjian kerja sama pengelolaan lahan yang dipergunakan sebagai tempat usaha simantri. 3. Melaksanakan pendampingan dalam menerjemahkan sistem pembangunan terintegrasi di daerah, ke arah yang lebih praktis dan dapat dilaksanakan sesuai dengan kondisi lapangan.
19 4. Melaksanakan pendampingan sesuai petunjuk pelaksanaan/petunjuk teknis maupun menyesuaikan spesifikasi kegiatan berdasarkan kondisi lapangan. 5. Mendampingi dalam pengelolaan dan pembuatan kerjasama dalam pengadaan material maupun bahan-bahan yang diperlukan untuk kebutuhan kegiatan Simantri. 6. Pendamping wajib memberikan motivasi dalam penguatan gapoktan kelompok, dinamika kelompok, kerjasama kelompok, perencanaan kelompok, serta mendorong peran serta anggota untuk selalu aktif dalam kegiatan kelompok. 7. Pendamping terus memberikan pendampingan terhadap kelompok pelaksana dan juga kelompok pendukung yang belum mendapat bagian sebagai pelaksana, sehingga program dapat berjalan secara simultan dan mengurangi pergesekan sosial diantara kelompok inti dengan pelaksana lainnya. 8. Dalam melaksanakan tugas, pendamping wajib memberikan laporan kepada Koordinator Simantri Provinsi melalui kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, setiap awal bulan dan triwulan serta laporan akhir kegiatan dengan tembusan kepada Kepala Dinas/Badan Instansi penanggung Jawab Simantri Tingkat Kabupaten/Kodya. 9. Pendamping wajib mendampingi dan memfasilitasi informasi dalam rangka pembuatan materi penyuluhan, penayangan maupun pembuatan database untuk kepentingan pelaksanaan kegiatan Simantri. 10. Pendamping berkewajiban mengkoordinasikan kegiatan Simantri kepada petugas lainnya, Kepala Desa, Kelian Subak, Camat, Petugas Kecamatan dan Tim Kabupaten/Kota serta provinsi.
Penelitian Terdahulu Penelitian terkait program Simantri sudah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya penelitian dalam hal efektivitas program dan pengaruhnya terhadap peningkatan pendapatan petani (Wibawa & Yasa 2013, Sanjaya 2013, Astuti 2013), penelitian tentang potensi, peluang, dan dukungan kebijakan pemerintah dalam program Simantri (Anugrah et al. 2014), penelitian mengenai proses komunikasi politik awal terbentuknya program Simantri (Anugrah 2015), serta penelitian tentang strategi komunikasi program Simantri (Suardi 2015). Wibawa dan Yasa (2013) melakukan penelitian tentang efektivitas program Simantri dan dampaknya terhadap pendapatan dan kesempatan kerja rumah tangga petani di Desa Kelating Kabupaten Tabanan. Hasil penelitian menunjukkan program Simantri sangat efektif (98.94%). Program Simantri juga berdampak positif dan signifikan terhadap pendapatan dan kesempatan kerja rumah tangga petani di lokasi penelitian. Tingkat efektivitas program dilihat dari variabel input, proses, dan output program yang terdiri dari sosialisasi program, ketepatan waktu pemberian bantuan, ketepatan bantuan dengan kebutuhan, kecepatan respons petugas terhadap keluhan, pemantauan, peningkatan pendapatan, dan peningkatan kesempatan kerja. Sanjaya (2013) melakukan penelitian tentang efektivitas penerapan Simantri dan pengaruhnya terhadap peningkatan pendapatan petani-peternak pada kelompok Simantri tahun 2009-2010. Hasil penelitian tersebut adalah (1)
20 penerapan usaha peternakan sapi dan tanaman pangan rata-rata tergolong sangat tinggi, (2) kualitas sumberdaya manusia petani-peternak berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerapan usaha peternakan sapi, tanaman pangan, dan pengolahan limbah ternak, (3) responden rata-rata tergolong kurang efektif dalam penerapan Simantri, (4) usaha pengolahan limbah ternak terbukti sebagai variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap efektivitas penerapan Simantri, dan (5) efektivitas penerapan Simantri terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan pendapatan petani-peternak. Astuti (2013) juga melakukan penelitian efektivitas pelaksanaan program Simantri dan peningkatan pendapatan petani di dua lokasi Simantri. Tingkat efektivitas dilihat dari aspek penerapan sapta usaha ternak sapi dan aspek kelembagaan. Penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa efektivitas penerapan sapta usaha tani berada pada kategori cukup efektif dan penerapan kelembagaan berada pada kategori efektif. Jumlah pendapatan petani terlihat meningkat pula yakni meningkat sebesar 7.3 juta rupiah per tahun untuk Kelompok Tani Ternak Satya Kencana dan 2.1 juta rupiah pada Kelompok Tani Tegal Sari. Anugrah et al. (2014) menjabarkan potensi, peluang, dan dukungan kebijakan pemerintah daerah terhadap sektor pertanian melalui program Simantri. Hasil penelitian menunjukkan Simantri memberikan beberapa dampak bagi kehidupan petani, yakni tumbuhnya kegiatan usaha kelompok, munculnya lapangan pekerjaan, serta penambahan sumber produksi pangan, pakan, pupuk organik, dan biogas secara mandiri oleh kelompok pelaksana program baik untuk pemenuhan kelompok maupun untuk tujuan komersial. Program Simantri masih menghadapi beberapa kendala, misalnya belum semua lokasi Simantri mencapai konsep integrasi sebagai kondisi ideal. Permasalahan status lahan bagi lokasi yang sudah habis masa kontraknya, adanya alat atau sarana dalam kondisi rusak, serta kelompok yang belum memiliki jaringan pemasaran produk Simantri yang memadai. Simantri memberikan peluang peningkatan pembangunan pertanian di Bali dengan catatan upaya perbaikan dan penyempurnaan terus dilakukan. Anugrah (2015) melakukan penelitian kualitatif mengenai proses komunikasi politik dalam pengambilan keputusan model Prima Tani menjadi program Simantri di Provinsi Bali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses komunikasi politik model Prima Tani menjadi Simantri melibatkan berbagai aktor kunci, yakni Kepala BPTP Bali, Gubernur Provinsi Bali, para pimpinan SKPD lingkup pertanian, serta para pejabat pemerintahan Setda Bali yang dikoordinasikan melalui peran leading sector Simantri. Komunikasi politik secara interpersonal antara BPTP Bali kepada Gubernur menjadi wadah untuk melakukan advokasi inovasi teknologi Badan Litbang Pertanian serta memecah kebuntuan komunikasi akibat perbedaan esselonisasi. Strategi komunikasi politik yang dilakukan Pemerintah Provinsi Bali yakni pendekatan birokratik, pola musrenbang, simakrama, komunikasi satu pintu, serta negosiasi. Suardi (2015) menganalisis proses komunikasi serta keberhasilan program Simantri, merancang model strategi komunikasi dan menganalisis hubungannya dengan program Simantri. Penelitian dilakukan pada 50 kelompok Simantri tahun 2012. Proses komunikasi program Simantri dinilai belum berjalan dengan baik, pencapaian target program rata-rata masih tergolong rendah, serta perlu dipertimbangkannya pemanfaatan strategi komunikasi program Simantri yang berbasis sumberdaya komunikasi. Strategi komunikasi yang perlu diperhatikan
21 dalam proses komunikasi program Simantri adalah unsur perencanaan dan manajemen sumberdaya komunikasi, serta taktik operasional komunikasi. Kompetensi komunikasi sangat penting dimiliki oleh pendamping program Simantri karena pendamping adalah pihak terdekat dengan petani yang bertanggung jawab menyampaikan informasi-informasi terbaru tentang Simantri maupun inovasi dalam program Simantri. Kemampuan berkomunikasi pendamping yang baik akan terlihat pada kepuasan petani terhadap pelayanan yang diberikan pendamping dan hal tersebut dapat meningkatkan semangat petani menuju keberhasilan program Simantri. Mukhlishah (2014) melakukan penelitian tentang aktivitas komunikasi organisasi dan kinerja pendamping dalam Program Gerakan Nasional Kakao. Penelitian ini menemukan bahwa aktivitas komunikasi organisasi, tingkat penggunaan sarana kerja, dan motivasi (kebutuhan fisiologis dan kebutuhan prestasi) sebagai variabel antara, berhubungan positif dengan kinerja pendamping. Karakteristik pendamping yakni umur berhubungan negatif dan sangat nyata dengan kinerja pendamping. Penelitian Marliati et al. (2008) tentang kinerja penyuluh pertanian menemukan faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap kinerja penyuluh yakni karakteristik sistem sosial dan kompetensi penyuluh dengan kompetensi komunikasi termasuk di dalamnya. Hasil penelitian Mujiburrahmad (2014) menemukan hal yang hampir sama dengan penelitian sebelumnya, yakni beberapa faktor dari internal dan eksternal karakteristik serta faktor kompetensi penyuluh berhubungan dengan kinerja penyuluh. Salah satu faktor kompetensi yang dimaksud adalah kemampuan penyuluh dalam berkomunikasi. Marius (2007) menemukan bahwa kompetensi berpengaruh pada peranan dan tanggungjawab pekerjaan seseorang, yang berkorelasi dengan kinerja, serta dapat diterima sebagai suatu standar kinerja yang baik. Penelitian Ierhasy et al. (2014) juga menemukan bahwa variabel kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Diketahui pula bahwa kompetensi merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kinerja individu. Anwas (2011) menyatakan bahwa kompetensi penyuluh pertanian sangat penting dalam memberdayakan petani. Terdapat tujuh dimensi kompetensi penyuluh pertanian dalam memberdayakan petani, termasuk kompetensi pengelolaan komunikasi inovasi. Penelitian dilakukan pada penyuluh pertanian di daerah pertanian padi dan pertanian sayuran di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan secara umum kompetensi penyuluh pertanian dalam memberdayakan petani tergolong rendah, dan kompetensi pada dimensi pengelolaan komunikasi inovasi termasuk dalam kategori sedang. Peranan penyuluh pertanian sangat penting terutama dalam upaya peningkatan produktivitas dan kesejahteraan petani, sehingga diperlukan upaya peningkatan kompetensi penyuluh pertanian. Peningkatan kompetensi penyuluh pertanian tidak hanya melalui pendidikan formal atau pelatihan saja, namun juga dapat memanfaatkan media massa dan media lingkungan. Penelitian Susilowati (2012) menemukan bahwa kompetensi komunikasi interpersonal memiliki hubungan yang signifikan dan positif dengan kinerja. Pelatihan juga mampu meningkatkan kompetensi komunikasi secara efektif. Jubaedah (2009) meneliti kompetensi komunikasi pada seorang pemimpin. Kompetensi komunikasi seorang pemimpin menjadi faktor yang dapat
22 memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap peningkatan kepuasan kerja, kepuasan komunikasi, serta kinerja pegawai. Madlock (2008b) menemukan bahwa kompetensi komunikasi seorang pemimpin berpengaruh positif pada kepuasan kerja dan kepuasan komunikasi pegawai. Kepuasan komunikasi adalah faktor munculnya kepuasan kerja dan pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja pegawai dalam organisasi (Pincus 1986). Dimensi dari kepuasan komunikasi menurut Bastaman (2010), yakni (1) kemampuan menyarankan perbaikan, (2) efisiensi penggunaan saluran komunikasi, (3) nilai kesejawatan, (4) informasi tentang organisasi, (5) informasi berkaitan dengan pekerjaan, dan (6) integrasi organisasi. Wijaya et. al (2012) melakukan penelitian tentang kepuasan peternak mitra terhadap kemitraan model contract farming. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah internal gap analysis, external gap analysis, customer satisfaction index, expectation-performance analysis, dan modified expectationperformance analysis. Kualitas pelayanan diukur dengan lima dimensi, yakni tangibles (dimensi berwujud), service reliability (keandalan pelayanan), responsiveness (daya tanggap), assurance (kepastian), dan empathy (empati). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama waktu peternak mengikuti kerjasama dalam kemitraan tersebut berpengaruh pada tingkat kepuasan peternak. Tingkat kepuasan antara peternak yang telah lama mengikuti kerjasama lebih tinggi dibandingkan dengan peternak yang baru mengikuti kerjasama. Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu di atas, dapat dikatakan bahwa faktor internal dan faktor eksternal individu dapat menjadi aspek yang berhubungan dengan kompetensi komunikasi seorang pendamping. Penelitian ini melihat hubungan faktor internal dan eksternal pendamping dengan kompetensi komunikasi pendamping. Selain itu, dilihat pula tingkat kepuasan petani terhadap pendamping dan hubungannya dengan kompetensi komunikasi pendamping.
Kerangka Berpikir Sistem Pertanian Terintegrasi merupakan salah satu program pembangunan pemanfaatan inovasi dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat yang dicanangkan Pemerintah Provinsi Bali sejak tahun 2009. Program Simantri berupaya mengoptimalkan pemanfaatan potensi lokal dengan inovasi teknologi pertanian tanpa meninggalkan kearifan lokal (BPTP Prov Bali 2011). Petani dalam setiap unit Simantri dibantu oleh seorang pendamping yang secara umum bertugas mendampingi petani dalam membuat keputusan dan pengelolaan terkait kegiatan Simantri, memperkenalkan teknis sistem pertanian terintegrasi yang sesuai dengan kondisi lapangan, memotivasi guna penguatan kelompok, fasilitator informasi, membantu kegiatan administrasi, serta berkoordinasi dengan petugas lain di tingkat desa hingga provinsi (Distan Prov Bali 2011). Kegiatan komunikasi pembangunan dalam program Simantri sangat memerlukan pendamping yang memiliki kompetensi komunikasi yang baik dalam melaksanakan kegiatan komunikasi pembangunan yang direncanakan, sehingga mampu meningkatkan kepuasan petani pelaksana program Simantri. Kompetensi komunikasi pendamping dapat dilihat pada 10 indikator, sedangkan kepuasan petani terhadap pendamping dapat diukur berdasarkan lima indikator. Kompetensi
23 komunikasi pendamping diduga berhubungan dengan faktor internal dan eksternal pendamping tersebut. Faktor internal tersebut meliputi umur, masa kerja, masa pendampingan, tingkat pendidikan formal, tingkat kekosmopolitan, dan motivasi. Faktor eksternal meliputi jumlah pelatihan dan pengalaman organisasi. Penelitian ini melibatkan pendamping Simantri dan petani pelaksana Simantri sebagai responden. Data variabel faktor internal dan eksternal diisi oleh pendamping. Variabel kompetensi komunikasi dinilai oleh pendamping dan petani yang terpilih menjadi responden. Petani juga sebagai responden dalam melengkapi data kepuasan petani terhadap pendamping. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Faktor Internal Pendamping (X1): (X1.1) Umur (X1.2) Masa kerja (X1.3) Masa pendampingan (X1.4) Tingkat Pendidikan formal (X1.5) Tingkat Kekosmopolitan (X1.6) Motivasi
Faktor Eksternal Pendamping (X2): (X2.1) Jumlah pelatihan (X2.2) Pengalaman organisasi
Kompetensi Komunikasi Pendamping (Y1): (Y1.1) Kecepatan merespons pesan (Y1.2) Keluwesan berperilaku (Y1.3) Keterbukaan diri (Y1.4) Kemampuan menjalin relasi (Y1.5) Interaction management (Y1.6) Pengetahuan tentang informasi dan materi program (Y1.7) Kemampuan menyampaikan ide-ide atau informasi (Y1.8) Kemampuan memunculkan motivasi dan partisipasi petani (Y1.9) Kemampuan berkomunikasi secara tertulis (Y1.10) Kemampuan penanganan masalah
Kepuasan Petani terhadap Pendamping (Y2): (Y2.1) Reliability (Y2.2) Responsiveness (Y2.3) Assurance (Y2.4) Emphaty (Y2.5) Tangibles
Gambar 1 Kerangka berpikir kompetensi komunikasi pendamping dan kepuasan petani terhadap pendamping dalam pelaksanaan program Simantri
Hipotesis Hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut. 1. Terdapat hubungan nyata antara faktor internal pendamping dengan kompetensi komunikasi pendamping pada Program Simantri. 2. Terdapat hubungan nyata antara faktor eksternal pendamping dengan kompetensi komunikasi pendamping pada Program Simantri. 3. Terdapat hubungan nyata antara kompetensi komunikasi pendamping dengan kepuasan petani terhadap pendamping pada Program Simantri.
24
3 METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini didesain sebagai penelitian survei dengan maksud penjelasan (explanatory research). Penelitian survei merupakan penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai instrumen pengumpulan data (Singarimbun 2012). Penelitian penjelasan (explanatory research) merupakan penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan kausal antarvariabel yang diteliti melalui pengujian hipotesis (Singarimbun 2012). Penelitian ini menggunakan empat variabel, yakni faktor internal pendamping (X1), faktor eksternal pendamping (X2), kompetensi komunikasi pendamping (Y1), serta kepuasan petani (Y2). Variabel kompetensi komunikasi diukur dengan dua tipe pengukuran yaitu self-report (oleh pendamping) dan receiver-report (oleh petani) berdasarkan teori pengukuran kompetensi komunikasi dari McCroskey dan McCroskey (1988). Setiap tipe pengukuran memiliki kekurangan dan kelebihan. Penggunaan dua tipe pengukuran tersebut dilakukan agar hasil penelitian dapat ditampilkan secara lebih objektif.
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ditetapkan di dua kabupaten di Provinsi Bali sebagai tempat pelaksanaan Program Simantri, yakni Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa masing-masing kabupaten merepresentasikan kabupaten pelaksana Program Simantri dengan prestasi baik dan prestasi kurang baik, sehingga diharapkan mampu mendukung terlaksananya penelitian. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Maret-Mei 2016.
Populasi dan Responden Penelitian Populasi adalah kelompok besar yang merupakan sasaran generalisasi penelitian. Sampel adalah kelompok kecil yang diamati dalam penelitian (Sevilla et al. 1993). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pendamping outsourcing pada program Simantri di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana yang direkrut tahun 2012 hingga 2014 dengan jumlah keseluruhan 41 orang. Penetapan responden pendamping yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling, yakni peneliti melakukan secara acak di dalam pengambilan sampel, sehingga setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama menjadi sampel. Penentuan jumlah sampel menggunakan rumus Slovin sebagai berikut (Sevilla et al. 1993). Keterangan: N = besarnya populasi n = besarnya sampel d = tingkat kepercayaan (10%)
25 Berdasarkan rumus tersebut dapat dihitung ukuran sampel dari populasi dengan mengambil tingkat kepercayaan (d) = 10%, sebagai berikut. (
)
(dibulatkan menjadi 30) Berdasarkan hasil perhitungan di atas, diperoleh jumlah responden pendamping dalam penelitian ini adalah 30 responden. Responden dari pendamping tersebut merupakan responden dalam pengambilan data primer pada variabel faktor internal pendamping, faktor eksternal pendamping, dan kompetensi komunikasi pendamping. Selain responden yang diambil dari pendamping, responden lain juga diambil dari petani pelaksana program Simantri sebagai klien dari para pendamping. Petani yang terpilih merupakan responden dalam pengambilan data primer pada penilaian variabel kompetensi komunikasi pendamping dan kepuasan petani terhadap pendamping. Setiap unit Simantri hanya didampingi oleh satu orang pendamping, sehingga satu orang petani hanya dapat menilai satu orang pendamping. Penelitian ini menetapkan satu orang pendamping akan dinilai oleh lima orang petani, maka penilaian terhadap 30 responden dari pendamping dilakukan oleh 150 responden dari petani. Penentuan lima orang responden petani untuk setiap satu orang responden pendamping menggunakan teknik pengambilan sampel aksidental, yakni responden adalah siapa saja yang secara kebetulan dapat ditemui dengan pewawancara dan sesuai dengan persyaratan sebagai sumber data yang diperlukan. Petani yang memenuhi syarat sebagai responden adalah petani yang didampingi atau dibina oleh salah satu dari 30 responden pendamping.
Data dan Instrumentasi Data primer dalam penelitian ini diambil dari variabel yang diteliti dalam penelitian, yakni faktor internal individu, faktor eksternal individu, kompetensi komunikasi pendamping, dan kepuasan petani terhadap pendamping. Data primer diperoleh langsung dari responden dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen serta hasil wawancara bertahap dengan atasan pendamping, yakni Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan Pemantapan dan Pengembangan Simantri (PPTK Simantri). Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini antara lain penjabaran tugas dan fungsi pokok pendamping Simantri, Petunjuk Teknis Program Simantri, serta Data Penerima Bantuan Simantri tahun 2009-2014. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang berisi daftar pernyataan yang berkaitan dengan variabel penelitian. Kuesioner untuk variabel faktor internal dan eksternal pendamping, serta kompetensi komunikasi pendamping diberikan kepada pendamping yang terpilih sebagai responden, sedangkan kuesioner terkait penilaian variabel kompetensi komunikasi pendamping serta kepuasan petani terhadap pendamping diberikan kepada petani yang terpilih sebagai responden.
26 Definisi Operasional Definisi operasional adalah penjelasan tentang pengukuran variabel-variabel dan indikator-indikator dalam penelitian ini. Penyusunan definisi operasional bertujuan untuk memberikan pemahaman pengertian yang digunakan dalam pengumpulan data (Tukiran 2012). Definisi operasional indikator, parameter, serta tingkat pengukuran pada setiap variabel penelitian disajikan sebagai berikut. Faktor Internal Pendamping (X1) Faktor internal pendamping merupakan ciri-ciri atau sifat yang melekat di dalam diri pendamping yang terpilih menjadi responden. Indikator dalam variabel faktor internal pendamping yakni. 1. Umur (X1.1) diukur dengan menghitung selisih antara waktu pengambilan data penelitian dengan tahun kelahiran responden, diukur dalam satuan tahun dengan pembulatan ke ulang tahun terdekat, tingkat pengukuran menggunakan skala rasio, serta untuk kepentingan analisis deskriptif indikator umur digolongkan menjadi muda, dewasa, dan tua. 2. Masa kerja (X1.2) diukur dengan menghitung selisih antara waktu pengambilan data penelitian dengan waktu pertama kali responden bekerja sebagai pendamping program Simantri, diukur dalam satuan bulan dengan tingkat pengukuran menggunakan skala rasio, serta untuk kepentingan analisis deskriptif masa kerja digolongkan menjadi baru, sedang, dan lama. 3. Masa pendampingan (X1.3) diukur dengan menghitung selisih antara waktu pengambilan data penelitian dengan waktu pertama kali responden bekerja sebagai pendamping di unit Simantri penelitian, diukur dalam satuan bulan dengan tingkat pengukuran menggunakan skala rasio, serta untuk kepentingan analisis deskriptif masa pendampingan digolongkan menjadi baru, sedang, dan lama. 4. Tingkat pendidikan formal (X1.4) diukur berdasarkan tingkat pendidikan yang telah diselesaikan responden sampai pada waktu pengambilan data penelitian, diukur dalam satuan tahun dengan tingkat pengukuran menggunakan skala rasio, serta untuk kepentingan analisis deskriptif tingkat pendidikan formal digolongkan menjadi S1 dan S2. 5. Tingkat kekosmopolitan (X1.5) diukur berdasarkan tingkat intensitas pendamping dalam mencari informasi terkait Simantri dari berbagai sumber, seperti informasi dari media massa, penyuluh, pemerintah, dan sesama pendamping dalam satu tahun terakhir saat pengambilan data ini dilakukan. Pengukuran menggunakan tingkat pengukuran skala ordinal, serta untuk kepentingan analisis deskriptif, tingkat kekosmopolitan digolongkan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. 6. Motivasi (X1.6) diukur berdasarkan tingkat motivasi internal dan motivasi eksternal pendamping yang diukur menggunakan tingkat pengukuran skala ordinal, serta untuk kepentingan analisis deskriptif, indikator motivasi digolongkan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. Faktor Eksternal Pendamping (X2) Faktor eksternal pendamping adalah ciri-ciri yang berasal dari luar individu pendamping. Variabel ini terdiri dari dua indikator sebagai berikut.
27 1. Jumlah pelatihan (X2.1) diukur berdasarkan jumlah pelatihan terkait kegiatan pendampingan yang pernah diikuti responden sejak pertama kali bekerja sebagai pendamping program Simantri hingga waktu pengambilan data dilakukan, diukur dalam satuan kali dengan tingkat pengukuran menggunakan skala ordinal, serta untuk kepentingan analisis deskriptif jumlah pelatihan digolongkan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. 2. Pengalaman organisasi (X2.2) diukur berdasarkan jumlah organisasi kampus dan atau organisasi kemasyarakatan, yang pernah diikuti oleh responden sejak menjadi mahasiswa program sarjana hingga waktu pengambilan data dilakukan diukur dalam satuan kali dengan tingkat pengukuran menggunakan skala ordinal, serta untuk kepentingan analisis deskriptif pengalaman organisasi digolongkan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. Kompetensi Komunikasi Pendamping (Y1) Kompetensi komunikasi pendamping diukur berdasarkan pernyataan tentang kemampuan pendamping untuk melakukan komunikasi dengan baik melalui pemilihan perilaku dan strategi yang tepat sesuai dengan lingkungan tempat ia berkomunikasi dengan pelaku komunikasi lainnya. Kompetensi komunikasi pendamping diukur dengan cara mewawancarai pendamping dan petani sebagai responden dengan kuesioner sebagai alat pengumpulan data. Variabel ini terdiri dari 10 indikator yang diukur menggunakan skala ordinal berdasarkan 34 butir pernyataan yang masing-masing memiliki lima kategori jawaban yakni (1) sangat tidak setuju, (2) tidak setuju, (3) ragu-ragu, (4) setuju, dan (5) sangat setuju. Analisis deskriptif dilakukan pula pada variabel kompetensi komunikasi pendamping, sehingga variabel tersebut digolongkan menjadi tiga kategori, yakni rendah, sedang, dan tinggi. Indikator kompetensi komunikasi pendamping dijelaskan sebagai berikut. 1. Kecepatan merespons pesan (Y1.1) diukur berdasarkan parameter tingkat kecepatan pendamping merespons pesan (perkataan). Tingkat pengukuran menggunakan skala ordinal berdasarkan satu pernyataan, untuk kepentingan analisis deskriptif kecepatan merespons pesan digolongkan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. 2. Keluwesan berperilaku (Y1.2) diukur berdasarkan parameter tingkat kesesuaian pendamping dalam bertingkah laku dan tingkat kemampuan pendamping menyesuaikan diri atau bergaul dengan kelompok dampingan. Tingkat pengukuran menggunakan skala ordinal berdasarkan dua pernyataan, serta untuk kepentingan analisis deskriptif keluwesan berperilaku digolongkan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. 3. Keterbukaan diri (Y1.3) diukur berdasarkan parameter tingkat kemampuan pendamping dalam menerima informasi atau ide-ide yang disampaikan oleh orang lain, yakni ketua dan anggota kelompok. Tingkat pengukuran menggunakan skala ordinal berdasarkan dua pernyataan, serta untuk kepentingan analisis deskriptif keterbukaan diri digolongkan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. 4. Kemampuan menjalin relasi (Y1.4) diukur berdasarkan parameter tingkat kemampuan pendamping mengelola dan menjaga hubungan baik dengan kelompok dampingan dan frekuensi pendamping menghubungi petani (langsung maupun tidak langsung). Tingkat pengukuran menggunakan skala
28 ordinal berdasarkan empat pernyataan, serta untuk kepentingan analisis deskriptif kemampuan menjalin relasi digolongkan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. 5. Interaction management (Y1.5) diukur berdasarkan parameter tingkat kemampuan pendamping dalam mengatur percakapan interpersonal dengan petani dan tingkat kemampuan pendamping dalam mengatur percakapan saat rapat dan berdiskusi dengan kelompok tani. Tingkat pengukuran menggunakan skala ordinal berdasarkan lima pernyataan, serta untuk kepentingan analisis deskriptif interaction management digolongkan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. 6. Pengetahuan tentang informasi dan materi program (Y1.6) diukur berdasarkan parameter tingkat kepercayaan diri pendamping saat menyampaikan materi atau informasi program, serta tingkat penguasaan pendamping menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait materi atau informasi program. Tingkat pengukuran menggunakan skala ordinal berdasarkan dua pernyataan, serta untuk kepentingan analisis deskriptif pengetahuan tentang informasi dan materi program digolongkan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. 7. Kemampuan menyampaikan pesan (Y1.7) diukur berdasarkan parameter tingkat kemampuan pendamping berbicara menggunakan bahasa yang baik dan mudah dipahami, tingkat kemampuan pendamping menyampaikan hal yang tepat di waktu yang tepat, tingkat kemampuan pendamping berbicara langsung pada poinnya, dan tingkat kemampuan pendamping menyampaikan ide-ide atau informasi dengan jelas dan mudah dipahami. Tingkat pengukuran menggunakan skala ordinal berdasarkan empat pernyataan, serta untuk kepentingan analisis deskriptif pengetahuan tentang informasi dan materi program digolongkan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. 8. Kemampuan memunculkan motivasi dan partisipasi petani (Y1.8) diukur berdasarkan parameter tingkat kemampuan pendamping dalam memunculkan motivasi petani untuk aktif dalam melaksanakan program dan tingkat kemampuan pendamping dalam meningkatkan partisipasi petani dalam pelaksanaan program. Tingkat pengukuran menggunakan skala ordinal berdasarkan empat pernyataan, serta untuk kepentingan analisis deskriptif pengetahuan tentang informasi dan materi program digolongkan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. 9. Kemampuan berkomunikasi secara tertulis (Y1.9) diukur berdasarkan tingkat kemampuan pendamping menggunakan bahasa dalam menyampaikan pesan secara tertulis (Short Message Service / SMS) dan tingkat kejelasan pesan tertulis yang disampaikan pendamping sehingga mudah dipahami petani. Tingkat pengukuran menggunakan skala ordinal berdasarkan dua pernyataan, serta untuk kepentingan analisis deskriptif pengetahuan tentang informasi dan materi program digolongkan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. 10. Kemampuan penanganan masalah (Y1.10) diukur berdasarkan parameter tingkat ketepatan dan kecepatan pendamping dalam menangani masalah dalam pelaksanaan program, yakni masalah teknis, masalah internal, serta masalah eksternal kelompok. Tingkat pengukuran menggunakan skala ordinal berdasarkan enam pernyataan, serta untuk kepentingan analisis deskriptif
29 pengetahuan tentang informasi dan materi program digolongkan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. Kepuasan Petani (Y2) Kepuasan petani terhadap pendamping diukur berdasarkan pernyataanpernyataan tentang perasaan petani terhadap pelayanan yang diberikan pendamping selama pelaksanaan program Simantri. Indikator pada penelitian ini diukur dengan cara mewawancarai petani sebagai responden dengan alat bantu kuesioner. Variabel ini terdiri dari lima indikator yang diukur menggunakan skala ordinal berdasarkan 33 butir pernyataan yang masing-masing memiliki lima kategori jawaban yakni (1) sangat tidak puas, (2) tidak puas, (3) ragu-ragu, (4) puas, dan (5) sangat puas. Analisis deskriptif dilakukan pada variabel ini, sehingga variabel tingkat kepuasan petani digolongkan menjadi tiga kategori, yakni rendah, sedang, dan tinggi. Indikator kepuasan petani sebagai berikut. 1. Reliability atau keterandalan (Y2.1) diukur berdasarkan parameter tingkat kemampuan pendamping melaksanakan tugas sesuai dengan yang dijanjikan, tingkat kemampuan pendamping membantu pembuatan dokumentasi kegiatan dan sistem administrasi unit Simantri dengan cermat, tingkat kemampuan pendamping memberikan rasa tenang kepada petani, keandalan pendamping dalam melakukan monitoring, serta jumlah absen dan pulang lebih awal yang dilakukan pendamping. Tingkat pengukuran menggunakan skala ordinal berdasarkan 10 pernyataan, serta untuk kepentingan analisis deskriptif indikator ini digolongkan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. 2. Responsiveness atau kesigapan (Y2.2) diukur berdasarkan parameter kemampuan pendamping menyampaikan kepastian waktu kapan tugas diselesaikan, kemampuan pendamping memberikan pelayanan dengan cepat, kesediaan pendamping membantu petani, kesigapan pendamping merespons permintaan petani atau unit Simantri, serta kehadiran pendamping yang tepat waktu. Tingkat pengukuran menggunakan skala ordinal berdasarkan enam pernyataan, serta untuk kepentingan analisis deskriptif indikator ini digolongkan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. 3. Assurance atau jaminan (Y2.3) diukur berdasarkan parameter kemampuan pendamping menumbuhkan rasa percaya diri pada petani, kemampuan pendamping memberikan rasa aman dan kepercayaan kepada petani, kemampuan pendamping melayani dengan sopan, kemampuan pendamping menjawab keluhan petani, serta tingkat penguasaan pendamping terhadap praktek kegiatan Simantri. Tingkat pengukuran menggunakan skala ordinal berdasarkan tujuh pernyataan, serta untuk kepentingan analisis deskriptif indikator ini digolongkan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. 4. Empathy atau empati (Y2.4) diukur berdasarkan parameter kemampuan pendamping memberikan perhatian kepada setiap petani, kesediaan pendamping mengutamakan kepentingan unit Simantri, kemampuan pendamping memahami kebutuhan petani dan unit Simantri, ketepatan pendamping memilih jam kerja di unit Simantri, serta kemampuan pendamping menarik hati atau simpati petani. Tingkat pengukuran menggunakan skala ordinal berdasarkan enam pernyataan, serta untuk kepentingan analisis deskriptif indikator ini digolongkan menjadi rendah, sedang, dan tinggi.
30 5. Tangibles atau bukti fisik (Y2.5) diukur berdasarkan parameter kualitas alat bantu yang digunakan pendamping saat bekerja, penampilan atau cara berpakaian pendamping, serta cara pendamping menampilkan materi. Tingkat pengukuran menggunakan skala ordinal berdasarkan empat pernyataan, serta untuk kepentingan analisis deskriptif indikator ini digolongkan menjadi rendah, sedang, dan tinggi.
Validitas dan Reliabilitas Instrumentasi Instrumen dalam penelitian ini disusun sedemikian rupa dan diuji validitas dan reliabilitasnya sebelum digunakan dalam penelitian. Ancok (2012) menyatakan bahwa uji validitas mengacu pada pengujian tingkat ketepatan instrumen dalam mengukur apa yang ingin diukur. Uji reliabilitas mengacu pada pengujian tingkat konsistensi hasil pengukuran apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih dengan instrumen penelitian tersebut. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada indikator motivasi yang merupakan bagian dari variabel faktor internal pendamping, variabel kompetensi komunikasi pendamping, serta variabel kepuasan petani terhadap pendamping. Validitas Jenis validitas yang diuji pada instrumen penelitian ini adalah validitas konstruk. Konstruk merupakan kerangka suatu konsep yang kemudian disusun tolok ukur operasional dari konstruk tersebut. Konstruk dapat dikatakan memiliki validitas apabila terdapat konsistensi antara satu komponen konstruk dengan komponen lainnya (Ancok 2012). Langkah-langkah uji validitas yakni. (1) Membuat definisi operasional terhadap konsep yang diukur. Definisi operasional pada konsep motivasi, kompetensi komunikasi pendamping, dan kepuasan petani terhadap pendamping sudah dijelaskan pada subbab sebelumnya. (2) Melakukan uji coba kuesioner pada sejumlah responden. Uji coba dilakukan pada 30 orang responden petani dan 10 orang responden pendamping yang memiliki kemiripan karakteristik dengan responden penelitian. Responden dalam uji coba kuesioner ini adalah petani dan pendamping Simantri di Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Jembrana yang tidak termasuk sebagai responden penelitian. (3) Melakukan tabulasi jawaban. (4) Menghitung korelasi pada setiap pernyataan dengan skor total menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment. Penghitungan korelasi dilakukan dengan bantuan software SPSS versi 22.0. Rumus korelasi Pearson Product Moment secara teori disajikan sebagai berikut. (∑ √[( ∑
)
(∑ )(∑ )
(∑ ) )( ∑
(∑ ) )]
Keterangan: r = koefisien korelasi N = jumlah responden X = skor pernyataan ke-i Y = skor total
31 (5) Suatu item pernyataan dikatakan valid jika Corrected Item-Total Correlation (r hitung) lebih besar daripada r tabel atau item pertanyaan dikatakan valid apabila nilai signifikansi lebih kecil dari alfa. Apabila terdapat pernyataan yang tidak valid, maka diperhatikan kembali susunan kata dalam pernyataan. Hasil uji validitas pada indikator motivasi pendamping menunjukkan bahwa kisaran nilai korelasi per item pertanyaan adalah 0.121-0.807. Terdapat 13 pernyataan yang tidak valid pada taraf signifikansi lima persen dan empat diantaranya dihapus dari kuesioner karena tidak relevan dengan kondisi di lapangan, sedangkan pernyataan yang tidak valid lainnya diperbaiki kembali susunan kata dalam pernyataan tersebut. Hasil uji validitas pada variabel kompetensi komunikasi menunjukkan kisaran nilai korelasi per item pertanyaan adalah 0.128-0.911 (penilaian sendiri) dan 0.917-0.838 (penilaian petani). Jumlah pernyataan yang dihapus dari kuesioner adalah 15 pernyataan karena tidak relevan pada kondisi di lapangan. Terdapat pula tiga pernyataan yang tidak valid kemudian diperbaiki kembali susunan kata dalam pernyataan tersebut. Hasil uji validitas pada variabel kepuasan petani terhadap pendamping menunjukkan bahwa kisaran nilai korelasi per item pertanyaan adalah 0.1410.826. Terdapat tiga pernyataan yang tidak valid pada taraf signifikansi lima persen. Jumlah penyataan yang dihapus dari kuesioner adalah dua pernyataan dari tiga pernyataan yang tidak valid tersebut, serta satu pernyataan diperbaiki kembali susunan katanya. Hasil lengkap uji validitas dapat dilihat pada Lampiran 2. Reliabilitas Setiap penelitian sosial selalu memiliki nilai kesalahan pengukuran. Setiap hasil pengukuran yang diperoleh di lapangan merupakan jumlah dari kesalahan pengukuran dengan hasil pengukuran yang sesungguhnya. Semakin kecil nilai kesalahan pengukuran, maka semakin reliabel sebuah instrumen penelitian. Besarnya nilai pengukuran yang sebenarnya dapat dilakukan dengan menguadratkan nilai korelasi (r) atau yang disebut dengan koefisien determinasi (Ancok 2012). Metode penghitungan reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode estimasi konsistensi internal dengan teknik koefisien Alfa Cronbach (Idrus 2009). Langkah-langkah teknik ini sebagai berikut. (1) Melakukan uji coba kuesioner kepada 30 orang responden petani dan 10 orang responden pendamping yang memiliki kemiripan dengan responden penelitian yang sesungguhnya, kemudian diukur validitasnya. (2) Menentukan varian untuk tiap-tiap item dengan formula sebagai berikut. ∑
Keterangan: σ = varians skor tiap-tiap item N = banyaknya testee = varians skor total item
(∑ )
(3) Menentukan koefisien reliabilitas dengan rumus Cronbach’s Alfa berikut. (
)(
∑
)
Keterangan: n = banyaknya butir pertanyaan σ = varians skor tiap-tiap item σ = varians skor total
32 (4) Menentukan reliabilitas kuesioner. Kuesioner dikatakan reliabel apabila nilai r hitung (α) lebih besar dari r tabel. Penghitungan korelasi dilakukan dengan bantuan software SPSS versi 22.0. Nilai koefisien reliabilitas (Cronbach’s Alfa) pada indikator motivasi pendamping adalah 0.844. Nilai tersebut lebih besar dari r tabel (n=10, df = 8, α=5%), yakni 0.549, sehingga dapat dikatakan bahwa bahwa kuesioner yang mengukur indikator motivasi pendamping sangat reliabel. Nilai koefisien reliabilitas pada variabel kompetensi komunikasi pendamping berdasarkan penilaian sendiri adalah 0.979. Nilai tersebut lebih besar dari r tabel (n=10, df = 8, α=5%), yakni 0.549, sehingga dapat dikatakan bahwa bahwa kuesioner yang mengukur kompetensi komunikasi pendamping berdasarkan penilaian sendiri sangat reliabel. Nilai koefisien reliabilitas pada variabel kompetensi komunikasi pendamping berdasarkan penilaian petani adalah 0.952. Nilai tersebut lebih besar dari r tabel (n=30, df = 28, α=5%), yakni 0.306, sehingga dapat dikatakan bahwa bahwa kuesioner yang mengukur kompetensi komunikasi pendamping berdasarkan penilaian petani sangat reliabel. Nilai koefisien reliabilitas pada variabel kepuasan petani terhadap pendamping adalah 0.955. Nilai tersebut lebih besar dari r tabel (n=30, df = 28, α=5%), yakni 0.306, sehingga dapat dikatakan bahwa kuesioner yang mengukur variabel kepuasan petani terhadap pendamping sangat reliabel. Hasil penghitungan reliabilitas tersebut dapat memberikan kesimpulan bahwa kuesioner penelitian reliabel dan dapat digunakan sebagai instrumen pengumpulan data. Hasil uji reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 2.
Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Terdapat berbagai metode pengumpulan data yang dapat digunakan dalam penelitian. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan dokumentasi. Wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui interaksi tanya jawab antara pewawancara (interviewer) dan terwawancara (interviewee) guna mendapatkan keterangan yang lebih lengkap terhadap suatu kajian (Satori & Komariah 2011). Terwawancara merupakan sumber yang relevan dengan topik penelitian yang dapat memberikan pendapat, kesan, pengalaman, atau yang lainnya. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini yakni wawancara terstruktur dan wawancara bertahap (terarah/bebas terpimpin). Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara menelusuri berbagai sumber tertulis atau dokumen, baik dokumen pribadi, dokumen resmi internal, maupun dokumen resmi eksternal yang berhubungan dengan penelitian (Satori & Komariah 2011, Bungin 2005). Wawancara Terstruktur Wawancara terstruktur merupakan wawancara yang berpedoman pada daftar pertanyaan ketika mewawancarai terwawancara. Wawancara terstruktur pada
33 penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai pedoman wawancara. Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang disusun secara sistematis untuk ditanyakan kepada responden (Bungin 2005). Terdapat dua kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini yakni kuesioner yang ditujukan kepada pendamping dan kuesioner yang ditujukan kepada petani yang ditetapkan sebagai responden. Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner untuk pendamping merupakan gabungan dari pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka. Kuesioner untuk pendamping diisi sendiri oleh pendamping yang bersangkutan. Kuesioner untuk petani menggunakan pertanyaan tertutup, yakni semua pertanyaan telah ditentukan pilihan jawabannya, serta beberapa pertanyaan terbuka. Kuesioner untuk petani dilengkapi dengan cara menanyakan langsung jawaban kepada petani sesuai urutan pertanyaan dalam kuesioner, kemudian jawaban tersebut dicatat oleh pewawancara. Wawancara Bertahap Wawancara bertahap (terarah/bebas terpimpin) adalah wawancara yang lebih formal dari wawancara mendalam, namun masih lebih tidak formal dari wawancara sistemik (Bungin 2005). Pewawancara tidak harus terlibat dalam kehidupan sosial informan, bisa dilakukan secara terbuka, dan apabila ada hal yang perlu dikonfirmasi kembali, pewawancara dapat datang kembali kepada informan (Bungin 2007). Pewawancara tetap terikat pada pokok-pokok wawancara serta telah memiliki pengetahuan yang cukup tentang permasalahan atau pokok wawancara yang ditanyakan (Bungin 2005, Bungin 2007). Informan wawancara bertahap pada penelitian ini adalah atasan pendamping yang mengetahui lebih banyak tentang kompetensi pendamping tersebut. Atasan pendamping yang dimaksud yakni, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan Pemantapan dan Pengembangan Simantri (PPTK Simantri), Tim Koordinasi Simantri Kabupaten Klungkung, Tim Koordinator Simantri Kabupaten Jembrana, dan Tim Monitoring Program Simantri dari Badan Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Bali. Pendamping juga menjadi informan wawancara bertahap. Dokumentasi Dokumen yang dijadikan sumber data adalah dokumen resmi internal dari organisasi pemerintahan terkait Simantri. Dokumen resmi internal yang dimaksud adalah Surat Keputusan Gubernur Bali tentang Tenaga Pendampingan (outsourcing) Kegiatan Pemantapan dan Pengembangan Sistem Pertanian Terintegrasi (Simantri), Petunjuk Pelaksanaan Petugas Pendampingan Simantri, Syarat-Syarat Petugas Pendamping Simantri, Panduan Simantri, serta Data Penerima Bantuan Simantri.
Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) analisis statistik deskriptif, (2) analisis korelasi rank Spearman, (3) analisis korelasi ChiSquare dan (4) analisis komparatif Mann-Whitney. Proses analisis data dilakukan dengan bantuan software SPSS versi 22.0. Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis deskripsi masing-masing variabel, yakni (1) faktor internal
34 pendamping, (2) faktor eksternal pendamping, (3) kompetensi komunikasi pendamping, dan (4) kepuasan petani terhadap pendamping. Analisis Korelasi Rank Spearman Analisis korelasi rank Spearman digunakan untuk melihat hubungan setiap variabel sesuai dengan tujuan dan hipotesis yang telah ditetapkan. Analisis korelasi rank Spearman digunakan untuk melihat (1) hubungan faktor internal pendamping dengan kompetensi komunikasi pendamping, (2) hubungan faktor eksternal pendamping dengan kompetensi komunikasi pendamping, dan (3) hubungan kompetensi komunikasi pendamping dengan kepuasan petani terhadap pendamping. Tahapan penghitungan pada analisis korelasi rank Spearman yakni (Supranto 2009). (1) Menyusun peringkat data. Skor data terbesar diberikan peringkat pertama dan skor terendah diberikan peringkat terakhir. (2) Menghitung perbedaan antara pasangan peringkat. (3) Menghitung koefisien korelasi rank Spearman (rs) dengan rumus berikut. Penelitian ini menggunakan software SPSS 22.0 dalam penghitungan nilai . ∑ (
)
Keterangan: 𝑟𝑠 = koefisien korelasi rank Spearman 𝑑 = selisih rank antara X (Rx) dan Y (Ry) 𝑛 = banyaknya pasangan rank
(4) Penelitian ini menggunakan jumlah sampel lebih dari 10, sehingga perlu menghitung nilai critical ratio (CR) dengan rumus berikut. √
Keterangan: 𝐶𝑅 = critical ratio 𝑟𝑠 = korefisien korelasi rank Spearman 𝑛 = jumlah sampel
(5) Membandingkan nilai CR dengan nilai dari tabel t (ttabel) dengan menggunakan derajat kebebasan (df) sama dengan . (6) Menarik kesimpulan statistik tentang hipotesis nol (H0). Tolak H0 jika CR > nilai ttabel. (7) Penarikan kesimpulan juga bisa dilakukan dengan membandingkan nilai signifikansi (p-value) yang juga keluar pada hasil pengujian menggunakan SPSS 22.0 dengan taraf nyata (α = 10%). Tolak H0 jika nilai signifikansi < α. Nilai pada hasil penghitungan analisis korelasi rank Spearman dapat digunakan untuk melihat tingkat keeratan hubungan. Tingkat keeratan hubungan antar indikator atau variabel dapat dilihat pada Tabel 1 berikut (Sugiyono 2013). Tabel 1 Tingkat keeratan hubungan menurut nilai koefisien korelasi Interval Koefisien Korelasi Tingkat Keeratan Hubungan 0.000 – 0.199 Sangat lemah 0.200 – 0.399 Lemah 0.400 – 0.599 Sedang 0.600 – 0.799 Kuat 0.800 – 1.000 Sangat Kuat
35 Analisis Korelasi Chi-Square Analisis korelasi Chi-Square (khi kuadrat) dalam penelitian ini digunakan untuk melihat hubungan indikator tingkat pendidikan formal dengan variabel kompetensi komunikasi pendamping Simantri serta untuk mengukur tingkat keeratan atau kuatnya hubungan tersebut. Tahapan analisis korelasi Chi-Square (khi kuadrat) adalah sebagai berikut (Supranto 2008). (1) Menghitung nilai khi kuadrat dengan rumus sebagai berikut. Keterangan:
∑∑
(
)
𝜒 = nilai khi kuadrat 𝑓𝑖𝑗 = frekuensi kategori 𝑖 dan 𝑗 𝑒𝑖𝑗 = frekuensi harapan kategori 𝑖 dan 𝑗
(2) Menghitung nilai koefisien bersyarat atau contingency coefficient (Cc) untuk mengukur kuatnya hubungan. Rumus meghitung nilai Cc yakni. Keterangan:
𝐶𝑐 = koefisien bersyarat 𝜒 = nilai khi kuadrat
√
𝑛 = jumlah observasi
(3) Menghitung batas atas koefisien bersyarat dengan rumus sebagai berikut. Keterangan:
√
𝐶𝑐 = koefisien bersyarat 𝑟 = jumlah baris atau kolom (pilih jumlah terkecil)
(4) Menghitung perbandingan antara nilai koefisien bersyarat dengan nilai batas atas koefisien bersyarat, yakni ( / batas atas ) (5) Menentukan keeratan hubungan. Hubungan dikatakan lemah apabila nilai perbandingan dengan batas atas < 0.05. Hubungan dikatakan sedang apabila nilai perbandingan terletak antara 0.50 dan 0.75. Hubungan dikatakan kuat apabila nilai perbandingan terletak antara 0.75 dan 0.90. Hubungan dikatakan sangat kuat apabila nilai perbandingan terletak antara 0.90 dan 1.00. Hubungan sempurna apabila nilai perbandingan sama dengan 1.00. Analisis Komparatif Mann-Whitney Penelitian ini juga menggunakan pengujian Mann-Whitney dalam analisis komparatif. Kriteria Mann-Whitney menguji apakah ada perbedaan rata-rata data peringkat (ranking) dari dua sampel yang berbeda atau independent (Supranto 2009). Pengujian Mann-Whitney digunakan untuk melihat perbandingan antara pendamping Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana pada setiap indikator penilaian, yakni indikator-indikator pada variabel faktor internal pendamping, variabel faktor eksternal pendamping, variabel kompetensi komunikasi pendamping, serta variabel kepuasan petani terhadap pendamping. Tahapan pengujian Mann-Whitney adalah (Supranto 2009). (1) Menentukan hipotesis dan α. Nilai α yang digunakan dalam pengujian ini adalah 10%. Hipotesis nol dalam pengujian ini adalah tidak terdapat
36 perbedaan nyata pada setiap indikator penelitian antara pendamping Simantri Kabupaten Klungkung dengan pendamping Kabupaten Jembrana. (2) Menyusun peringkat data tanpa memperhatikan kategori sampel atau tanpa melihat kabupaten tempat pelaksanaan Simantri. (3) Menjumlahkan peringkat menurut tiap kategori sampel (kabupaten) dan menghitung statistik U (Uhitung). Rumus perhitungan U sebagai berikut. U1 = n1n2 + (n1) (n1+1)/2 – R1 U2 = n1n2 + (n2) (n2+1)/2 – R2
Keterangan: R1 = jumlah peringkat yang diberikan pada sampel dengan jumlah n1 R2 = jumlah peringkat yang diberikan pada sampel dengan jumlah n2
(4) Memilih nilai Uhitung terkecil berdasarkan nilai Uhitung hasil dari kedua rumus tersebut. Penelitian ini menggunakan software SPSS 22.0 dalam menentukan Uhitung. Kebenaran menetapkan Uhitung dapat menggunakan rumus berikut. Nilai U terkecil =
nilai U terbesar
(5) Penarikan kesimpulan statistik mengenai Hipotesis nol. Nilai Uhitung dibandingkan dengan nilai Utabel kemudian dilakukan pengambilan kesimpulan. Tolak hipotesis nol jika nilai Uhitung sama atau lebih kecil dari nilai Utabel. (6) Penarikan kesimpulan juga bisa dilakukan dengan membandingkan nilai signifikansi (p-value) yang juga keluar pada hasil pengujian menggunakan SPSS 22.0 dengan nilai alfa (α). Tolak hipotesis nol jika nilai signifikansi < α. Bab satu sampai bab tiga pada tulisan ini sudah menjabarkan tentang tujuan penelitian, variabel dan indikator penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian. Berikut ini disajikan lebih ringkas pada Tabel 2 mengenai tujuan penelitian, variabel dan indikator, sumber data, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian.
37 Tabel 2 Tujuan penelitian, variabel dan indikator, sumber data, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data penelitian Tujuan penelitian Mendeskripsikan faktor internal pendamping program Simantri
Variabel dan indikator
Sumber data
Faktor Internal Pendamping (X1) (X1.1) Umur (X1.2) Masa kerja (X1.3) Masa pendampingan (X1.4) Tingkat pendidikan formal (X1.5) Tingkat
Wawancara terstruktur dan bertahap dengan pendamping
Metode pengumpulan data Wawancara terstruktur menggunakan kuesioner dan wawancara bertahap
Teknik analisis data Analisis Statistik Deskriptif dan Analisis Komparatif (MannWhitney)
Wawancara terstruktur menggunakan kuesioner dan wawancara bertahap 1. Wawancara terstruktur
Analisis Statistik Deskriptif dan Analisis Komparatif Analisis Statistik Deskriptif dan Analisis Komparatif
kekosmopolitan (X1.6) Motivasi
Mendeskripsikan faktor eksternal pendamping program Simantri
Faktor Eksternal Pendamping (X2) (X2.1) Pelatihan (X2.2) Pengalaman organisasi
Wawancara terstruktur dan bertahap dengan pendamping
Mendeskripsikan tingkat kompetensi komunikasi pendamping program Simantri
Kompetensi Komunikasi Pendamping (Y1) (Y1.1) Kecepatan merespons pesan (Y1.2) Keluwesan berperilaku (Y1.3) Keterbukaan diri (Y1.4) Kemampuan menjalin relasi (Y1.5) Interaction management (Y1.6) Pengetahuan tentang informasi dan materi program (Y1.7) Kemampuan menyampaikan ide-ide atau informasi (Y1.8) Kemampuan memunculkan motivasi dan partisipasi petani (Y1.9) Kemampuan berkomunikasi secara tertulis (Y1.10) Kemampuan penanganan masalah
1. Wawancara
terstruktur dengan pendamping, 2. Wawancara bertahap dengan pendamping 3. Wawancara terstruktur dengan petani 4. Wawancara bertahap dengan atasan pendamping (PPTK Simantri, Tim Koordinasi Kabupaten Klungkung, Tim Koordinator Kabupaten Jembrana)
menggunakan
kuesioner kepada pendamping 2. Wawancara bertahap kepada pendamping 3. Wawancara terstruktur menggunakan
kuesioner kepada petani 4. Wawancara bertahap menggunakan
pedoman wawancara dengan atasan pendamping
38 Sambungan Tabel 2 Tujuan penelitian
Variabel dan indikator
Sumber data
Mendeskripsikan tingkat kepuasan petani terhadap pendamping
Kepuasan Petani (Y2) (Y2.1) Reliability (Y2.2) Responsiveness (Y2.3) Assurance (Y2.4) Emphaty (Y2.5) Tangibles
Wawancara terstruktur dengan petani
Menganalisis hubungan faktor internal dan kompetensi komunikasi pendamping
1. Faktor internal
Menganalisis hubungan faktor eksternal dan kompetensi komunikasi pendamping
1. Faktor eksternal
pendamping (X1) 2. Kompetensi komunikasi pendamping (Y1)
pendamping (X2) 2. Kompetensi komunikasi pendamping (Y1)
Menganalisis 1. Kompetensi hubungan komunikasi kompetensi pendamping (Y1) komunikasi 2. Kepuasan petani pendamping (Y2) dengan kepuasan petani
1. Wawancara terstruktur dan wawancara bertahap dengan pendamping 2. Wawancara terstruktur dengan petani 3. Wawancara bertahap dengan atasan pendamping 1. Wawancara terstruktur dan wawancara bertahap dengan pendamping, 2. Wawancara terstruktur dengan petani 3. Wawancara bertahap dengan atasan pendamping 1. Wawancara terstruktur dan wawancara bertahap dengan pendamping, 2. Wawancara terstruktur dengan petani 3. Wawancara bertahap dengan atasan pendamping
Metode pengumpulan data Wawancara terstruktur menggunakan kuesioner kepada petani 1. Wawancara terstruktur menggunakan
kuesioner kepada pendamping dan petani 2. Wawancara bertahap dengan pendamping dan atasan pendamping 1. Wawancara terstruktur menggunakan
kuesioner kepada pendamping dan petani 2. Wawancara bertahap dengan pendamping dan atasan pendamping 1. Wawancara terstruktur menggunakan
kuesioner kepada pendamping dan petani 2. Wawancara bertahap dengan pendamping dan atasan pendamping
Teknik analisis data Analisis Statistik Deskriptif dan Analisis Komparatif Analisis Statistik Inferensial (Analisis korelasi Rank Spearman)
Analisis Statistik Inferensial (Analisis korelasi Rank Spearman)
Analisis Statistik Inferensial (Analisis korelasi Rank Spearman)
39
4 DESKRIPSI UMUM Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di dua kabupaten di Provinsi Bali, yakni Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana. Gambaran umum lokasi penelitian dideskripsikan ke dalam tiga aspek, yakni aspek geografis, sosial, dan ekonomi. Kabupaten Klungkung Secara geografis, Kabupaten Klungkung terletak di antara 115021’28”0 115 37’43” Bujur Timur dan 8027’37’-8049’00” Lintang Selatan. Batas wilayah Kabupaten Klungkung di sebelah utara adalah Kabupaten Bangli, sebelah timur adalah Kabupaten Karangasem, sebelah selatan Samudra Hindia, dan sebelah barat Kabupaten Gianyar. Jarak Kota Semarapura sebagai ibukota Kabupaten Klungkung ke beberapa kota di Provinsi Bali yakni Gianyar 11 km, Bangli, 23 km, Denpasar 40 km, Mangupura 35 km, Tabanan 60 km, Negara 135 km, Singaraja 103 km, dan Amlapura 38 km. Kabupaten Klungkung merupakan kabupaten dengan luas wilayah terkecil di Provinsi Bali yakni 315 km 2 dan terbagi dalam dua wilayah yakni wilayah di daratan Pulau Bali seluas 112.16 km2 dan wilayah di Kepulauan Nusa Penida seluas 202.84 km2. Luas wilayah Kabupaten Klungkung pada setiap kecamatan yakni Kecamatan Banjarangkan 45.73 km2, Kecamatan Klungkung 29.05 km2, Kecamatan Dawan 37.38 km2, dan Kecamatan Nusa Penida seluas 202.84 km2 (BPS Klungkung 2016). Total panjang pantai Kabupaten Klungkung sekitar 77.7 km, merupakan potensi perekonomian laut dengan budidaya rumput laut dan penangkapan ikan laut. Luas lahan berdasarkan penggunaan lahan di Kabupaten Klungkung meliputi, lahan pertanian sawah seluas 3843 Ha, lahan pertanian bukan sawah seluas 19332 Ha, dan lahan bukan pertanian 8235 Ha. Curah hujan tertinggi terjadi di Kecamatan Nusa Penida dengan nilai rata-rata 126 mm dan terendah di Kecamatan Dawan dengan nilai rata-rata 97 mm (BPS Klungkung 2016). Kabupaten Klungkung secara administrasi terdiri dari empat kecamatan, 59 desa/kelurahan, 243 dusun/lingkungan, sedangkan secara adat terdiri dari 113 desa adat dan 394 banjar adat. Hasil proyeksi jumlah penduduk Kabupaten Klungkung tahun 2015 adalah 175700 jiwa. Penyebaran penduduk tidak merata di empat kecamatan, yakni Kecamatan Nusa Penida 45460 jiwa (25.87%), Kecamatan Banjarangkan 38650 jiwa (22%), Kecamatan Klungkung 57360 jiwa (32.65%), dan Kecamatan Dawan 34230 jiwa (19.48%). Kepadatan penduduk Kabupaten Klungkung yakni Kecamatan Nusa Penida 224.12 jiwa/km2, Kecamatan Banjarangkan 845.18 jiwa/km2, Kecamatan Klungkung 1974.53 jiwa/km2, dan Kecamatan Dawan 915.73 jiwa/km2 (BPS Klungkung 2016). Data Badan Pusat Statistik Klungkung juga menjelaskan rasio jenis kelamin penduduk Kabupaten Klungkung yakni perbandingan penduduk laki-laki dan perempuan. Rasio jenis kelamin penduduk Kabupaten Klungkung adalah 97.86. Tingkat partisipasi angkatan kerja bagi penduduk usia 15 tahun ke atas di Kabupaten Klungkung tahun 2015 sebesar 78.99%. Penduduk usia kerja di Kabupaten Klungkung lebih banyak bekerja sektor pertanian (33680 jiwa), kemudian sebanyak 29211 penduduk bekerja di sektor perdagangan, hotel, dan
40 restoran, 19916 di sektor jasa kemasyarakatan, 10387 di sektor industri pengolahan, dan sekitar 10.5 persen bekerja pada sektor lain. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Klungkung tahun 2014 adalah 12300 jiwa, meningkat dari tahun sebelumnya yang berjumlah 12200 jiwa (BPS Klungkung 2016). Potensi pertanian secara luas di Kabupaten Klungkung meliputi tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Padi merupakan tanaman pangan dengan produksi terbanyak yakni 38070 ton atau dengan tingkat produktivitas 66.08 kw/ha. Selain padi, palawija juga dibudidayakan di Kabupaten Klungkung, yakni jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang kedelai, dan kacang hijau. Kecamatan Banjarangkan menjadi kecamatan yang memproduksi ubi jalar dan kacang tanah terbanyak. Kecamatan Nusa Penida menghasilkan ubi kayu dan jagung terbanyak. Kecamatan Klungkung dan Dawan membudidayakan kacang tanah dan kacang kedelai (BPS Klungkung 2015). Jumlah produksi tanaman pangan di Kabupaten Klungkung tahun 2015 tersebut disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Produksi tanaman pangan di Kabupaten Klungkung menurut kecamatan tahun 2015 Tanaman pangan Padi Jagung Ubi kayu Ubi jalar Kacang tanah Kacang kedelai Kacang hijau
Produksi menurut kecamatan (ton) Nusa Penida 0 4935 5989 0 283 0 40
Banjarangkan 18670 20 0 1552 388 16 0
Klungkung 13055 30 0 0 62 6 0
Dawan 6345 393 0 0 1 1220 0
Sumber: BPS Klungkung (2016).
Sayuran dan buah-buahan juga menjadi potensi pertanian di Kabupaten Klungkung, antara lain sawi dengan jumlah produksi tahun 2015 sebanyak 3670 ton, cabai 6184 ton, mangga 719 ton, serta pisang sebanyak 423 ton. Potensi tanaman perkebunan yang ada di Kabupaten Klungkung adalah kelapa, kopi, cengkeh, jambu mete, dan kakao. Kecamatan Nusa Penida memiliki luas areal perkebunan kelapa yang terluas (44.66%) namun produksinya masih paling rendah dibandingkan kecamatan lain karena kualitas tanah yang berbeda (BPS Klungkung 2016). Jumlah produksi tanaman perkebunan disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4 Produksi tanaman perkebunan di Kabupaten Klungkung menurut kecamatan tahun 2015 Tanaman perkebunan Kelapa Kopi Cengkeh Jambu mete Kakao
Produksi menurut kecamatan (ton) Nusa Penida 374.40 0 0 59.88 0
Sumber: BPS Klungkung (2016).
Banjarangkan 685.50 4.62 87.00 0 2.30
Klungkung 444.60 9.30 30.00 0 6.30
Dawan 728.30 10.74 3.83 0.02 27.30
41 Ternak yang banyak dikembangkan di Kabupaten Klungkung adalah sapi, kambing, babi, itik, dan ayam. Populasi ternak sapi di Kabupaten Klungkung tahun 2015 adalah 38732 ekor dan populasi terbanyak berada di Kecamatan Nusa Penida (58.69%). Jumlah populasi ternak kambing tahun 2015 adalah 958 ekor, populasi babi lokal sebanyak 17723 ekor, populasi babi sadle back dan landrace adalah 8482 ekor, itik manila dan itik lokal 633 ekor, serta jumlah populasi ayam pedaging 557485 ekor, ayam petelur 5000 ekor, dan ayam kampung 168003 ekor (BPS Klungkung 2016). Kabupaten Klungkung memiliki potensi laut yang sangat baik. Jenis ikan laut yang dihasilkan pada tahun 2015 antara lain ikan tongkol, cakalang, tembang, ikan karang, ikan kakap, dan lainnya. Ikan tongkol memiliki tingkat produksi tertinggi tahun 2015 yakni 1701.09 ton atau 92.46% dari total produksi ikan laut. Selain ikan laut, rumput laut merupakan potensi laut yang dikembangkan di Kabupaten Klungkung khususnya Kecamatan Nusa Penida. Jumlah produksi rumput laut di Kecamatan Nusa Penida tahun 2015 adalah 106296 ton (BPS Klungkung 2016). Kabupaten Jembrana Secara geografis, Kabupaten Jembrana terletak di antara 8009’30”-8028’02” Lintang Selatan dan 114025’53’-114056’38” Bujur Timur, dengan batas wilayah di sebelah utara adalah Kabupaten Buleleng, sebelah timur adalah Kabupaten Tabanan, sebelah selatan Samudra Hindia, dan sebelah barat Selat Bali. Kabupaten Jembrana memiliki luas wilayah 841.80 km2 atau 14.93% dari luas Pulau Bali. Sebagian besar wilayah Kabupaten Jembrana berada di Pulau Bali dan sebagian lainnya berada di Pulau Kalong dan Pulau Burung yang terletak di bagian barat Pulau Bali. Kabupaten Jembrana terbagi menjadi lima kecamatan dengan luas wilayah pada setiap kecamatannya yakni Kecamatan Mendoyo 294.49 km2, Kecamatan Melaya 197.19 km2, Kecamatan Pekutatan 129.65 km2, Kecamatan Negara 126.50 km2, dan Kecamatan Jembrana seluas 93.97 km2 (BPS Jembrana 2016). Kabupaten Jembrana memiliki topografi pegunungan yang membentang di sebelah utara dan memanjang dari barat ke timur. Gunung yang terbentang di Jembrana yakni Gunung Merbuk, Gunung Mesehe, Gunung Sanghyang, dan lainnya. Curah hujan tertinggi di Kabupaten Jembrana terjadi pada Desember 2014 dengan angka 333.6 mm dan Januari 2015 dengan angka 224.5 mm (BPS Jembrana 2016). Secara administrasi, Kabupaten Jembrana terdiri dari lima kecamatan, 51 desa/kelurahan, 253 banjar/lingkungan, sedangkan secara adat terdiri dari 65 desa adat. Hasil proyeksi jumlah penduduk Kabupaten Jembrana tahun 2015 adalah 271600 jiwa yang terdiri dari 134.8 ribu jiwa penduduk laki-laki dan 136.8 ribu jiwa penduduk perempuan. Tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Jembrana tahun 2015 adalah 322.64 jiwa/km2. Penyebaran penduduk tidak merata di lima kecamatan, yakni Kecamatan Mendoyo 57.64 ribu jiwa, Kecamatan Pekutatan 26.27 ribu jiwa, Kecamatan Melaya 52.24 ribu jiwa, Kecamatan Negara 81.55 ribu jiwa, dan Kecamatan Jembrana 53.90 ribu jiwa (BPS Jembrana 2016). Rasio jenis kelamin penduduk Kabupaten Jembrana yakni sebesar 98.54%. Tingkat partisipasi angkatan kerja bagi penduduk usia 15 tahun ke atas sebesar 70.90% dan tingkat pengangguran terbuka sebesar 1.59%. Jumlah angkatan kerja
42 Kabupaten Jembrana 144733 jiwa (142434 jiwa bekerja dan 2299 jiwa adalah pengangguran terbuka). Penduduk Kabupaten Jembrana lebih banyak bekerja di sektor perdagangan, rumah makan, dan hotel yakni sebanyak 41034 jiwa; kemudian sebanyak 40206 penduduk bekerja di sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan; 21201 jiwa di sektor industri pengolahan, 19720 di sektor jasa kemasyarakatan, dan sisanya pada sektor lain. Penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja selama seminggu lalu paling banyak memiliki pendidikan tertinggi Sekolah Dasar (44489 jiwa atau 31.23%) dan SMA (36305 jiwa atau 25.49%) (BPS Jembrana 2016). Luas lahan berdasarkan penggunaan lahan di Kabupaten Jembrana meliputi, lahan sawah seluas 6775 Ha, lahan pertanian bukan sawah seluas 25779 Ha (30.62%), dan sebagian besar lahan bukan pertanian 51603 Ha (61.30%). Potensi pertanian secara luas di Kabupaten Jembrana meliputi tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Tanaman pangan yang dibudidayakan di Kabupaten Jembrana yakni padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang kedelai, dan kacang hijau. Luas tanam, luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman pangan di Kabupaten Jembrana tahun 2015 disajikan pada Tabel 5. Sayuran dan buah-buahan juga menjadi potensi pertanian di Kabupaten Jembrana meskipun tidak dalam jumlah produksi yang banyak. Komoditi sayuran dan buahbuahan yang banyak diproduksi di Kabupaten Jembrana antara lain kacang panjang dengan jumlah produksi tahun 2015 sebanyak 32 ton, cabai 33.9 ton, mangga 4351.8 ton, rambutan 5577.8 ton, serta pisang sebanyak 23053 ton (BPS Jembrana 2016). Tabel 5 Luas tanam, luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman pangan di Kabupaten Jembrana tahun 2015 Tanaman pangan
Luas tanam (ha)
Padi Jagung Ubi kayu Kacang tanah Kacang kedelai Kacang hijau
9037 403 9 77 1615 53
Luas panen (ha) 9784 102 36 72 1603 52
Produksi (ton) 65295.00 510.00 452.00 127.00 2397.00 42.00
Rata-rata produksi (kw/ha) 66.74 50.00 125.56 17.64 14.71 8.08
Sumber: BPS Jembrana (2016).
Potensi tanaman perkebunan yang ada di Kabupaten Jembrana dan memiliki peluang ekspor adalah kelapa, kopi, cengkeh, kakao, dan vanili. Kelapa menjadi komoditi dengan jumlah produksi terbanyak dan jenis kelapa yang diproduksi adalah kelapa deres, kelapa hybrida, dan kelapa genjah. Kecamatan Mendoyo menjadi kecamatan dengan jumlah produksi tanaman perkebunan terbanyak di Kabupaten Jembrana (BPS Jembrana 2016). Jumlah produksi tanaman perkebunan di Kabupaten Jembrana disajikan dalam Tabel 6. Hutan di Kabupaten Jembrana dapat dibagi menjadi tiga menurut fungsinya yakni hutan lindung, hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap, dan taman nasional. Luas kawasan hutan di Jembrana mencapai 41307.27 ha. Jenis kayu bulat yang dihasilkan di Kabupaten Jembrana adalah kayu sengon (438.92 m3),
43 kayu jati (323.45 m3), kayu bayur (353.41 m3), dan kayu mahoni (164.90 m3). Nilai produksi kayu bulat di Kabupaten Jembrana tahun 2014 mencapai 7.12 milyar rupiah (BPS Jembrana 2016). Ternak yang banyak dikembangkan di Kabupaten Jembrana adalah ternak besar (sapi, kerbau, kuda), ternak kecil (kambing, babi), serta ternak unggas (itik dan ayam). Populasi ternak sapi di Kabupaten Jembrana tahun 2015 adalah 51825 ekor. Jumlah populasi ternak kambing tahun 2015 adalah 8787 ekor, populasi babi sebanyak 65627 ekor, kerbau 1328 ekor, itik 74001 ekor, populasi ayam pedaging 921100 ekor, ayam petelur 36000, dan ayam kampung adalah 637309 ekor (BPS Jembrana 2016). Tabel 6 Produksi tanaman perkebunan di Kabupaten Jembrana menurut kecamatan tahun 2015 Kecamatan Melaya Negara Jembrana Mendoyo Pekutatan Jumlah/Total
Produksi tanaman perkebunan (ton) Kelapa 3387.76 3139.88 1857.62 6086.89 683.40 15155.54
Kopi 13.89 10.60 18.39 177.11 69.28 289.17
Cengkeh 11.43 30.49 113.65 408.42 127.94 691.93
Kakao 781.64 204.44 217.51 995.42 542.43 2741.46
Vanili 0.01 0.00 0.00 0.01 0.00 0.02
Sumber: BPS Jembrana (2016).
Kabupaten Jembrana juga memiliki potensi laut yang sangat baik. Pemerintah bahkan membangun pelabuhan ikan terbesar di Bali beberapa tahun lalu yang dapat menampung ratusan kapal besar nelayan. Produksi perikanan tangkap di laut adalah 19999.37 ton dan produksi ikan tambak sebesar 1371.62 ton (BPS Jembrana 2016).
Deskripsi Faktor Internal Pendamping Simantri Faktor internal pendamping merupakan ciri-ciri yang melekat pada diri pendamping yang membedakan dirinya dengan pendamping yang lain. Faktor internal pendamping dideskripsikan ke dalam enam indikator, yakni (1) umur, (2) masa kerja, (3) masa pendampingan, (4) tingkat pendidikan formal, (5) tingkat kekosmopolitan, dan (6) motivasi. Deskripsi berdasarkan faktor internal dari 30 orang pendamping yang terpilih menjadi responden disajikan pada Tabel 7. Umur Umur pendamping termuda adalah 24 tahun dan umur pendamping tertua adalah 54 tahun. Pendamping Kabupaten Klungkung lebih dominan berusia muda yakni antara usia 24-33 tahun sebanyak 10 orang (66.7%). Pendamping Kabupaten Jembrana paling banyak berusia muda yakni sebanyak delapan orang (53.3%). Pendamping yang termasuk dalam kategori tua berjumlah paling sedikit yakni satu orang di Kabupaten Klungkung dan tiga orang di Kabupaten Jembrana. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendamping Simantri mempunyai potensi untuk meningkatkan aktivitas dan produktivitas dalam pengembangan Simantri karena
44 pendamping usia muda memiliki tenaga dan waktu lebih banyak untuk mengembangkan potensi diri sebagai pendamping Simantri. Tabel 7 Jumlah pendamping Simantri di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana menurut variabel faktor internal tahun 2016 Kabupaten Klungkung Faktor internal Umur Muda (24-33 tahun) Dewasa (34-43 tahun) Tua (44-54 tahun) Masa kerja Baru (16-28 bulan) Sedang (29-41 bulan) Lama (42-58 bulan) Masa pendampingan Baru (2-16 bulan) Sedang (17-31 bulan) Lama (32-47 bulan) Tingkat pendidikan formal S1 S2 Tingkat kekosmopolitan Rendah (skor 10-19) Sedang (skor 20-29) Tinggi (skor 30-40) Tingkat motivasi Rendah (skor 14-32) Sedang (skor 33-51) Tinggi (skor 52-70)
Kabupaten Jembrana
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
10 4 1
66.7 26.7 6.6
8 4 3
53.3 26.7 20.0
10 0 5
66.7 0.0 33.3
8 2 5
53.3 13.3 33.4
4 8 3
26.7 53.3 20.0
1 11 3
6.6 73.4 20.0
14 1
93.3 6.7
14 1
93.3 6.7
3 12 0
20.0 80.0 0.0
3 12 0
20.0 80.0 0.0
0 8 7
0.0 53.3 46.7
0 6 9
0.0 40.0 60.0
Masa Kerja Masa kerja pendamping paling banyak masih tergolong baru, yakni 10 orang pendamping Kabupaten Klungkung (66.7%) dan delapan orang pendamping Kabupaten Jembrana (53.3%). Masa kerja yang tergolong baru adalah pendamping dengan masa kerja antara 16-28 bulan atau 1 tahun 4 bulan sampai 2 tahun 4 bulan. Tidak ada pendamping Kabupaten Klungkung yang memiliki masa kerja pada kategori sedang, dan terdapat dua orang pendamping Kabupaten Jembrana dengan masa kerja yang tergolong sedang. Terdapat lima orang pendamping Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana yang tergolong lama dalam masa kerjanya. Masa Pendampingan Masa pendampingan pendamping di unit Simantri tempat penelitian dilakukan paling banyak tergolong sedang, yakni delapan orang pendamping Kabupaten Klungkung (53.3%) dan 11 orang pendamping Kabupaten Jembrana (73.4%). Masa pendampingan yang tergolong baru yakni antara 2-16 bulan. Terdapat tiga unit Simantri tempat pengumpulan data di Kabupaten Klungkung
45 yang baru didampingi selama 2-3 bulan oleh pendampingnya. Hal tersebut karena adanya pertukaran pendampingan yang baru saja dilakukan oleh pendamping Simantri Kabupaten Klungkung. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa terdapat tiga unit Simantri yang masih berada pada tahap perkenalan dengan pendamping. Tingkat Pendidikan Formal Seseorang yang ingin menjadi pendamping Simantri minimal harus memiliki pendidikan S1. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa 93.3 persen responden atau 28 orang pendamping memiliki tingkat pendidikan S1, serta dua orang pendamping (6.7%) memiliki tingkat pendidikan S2. Latar belakang ilmu pendidikan seorang pendamping diutamakan dari lingkup ilmu pertanian secara luas. Tabel 8 menyajikan data jumlah pendamping Simantri di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana menurut latar belakang pendidikan mereka. Tabel 8 Jumlah pendamping Simantri menurut latar belakang pendidikan di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana tahun 2016 Kabupaten Klungkung Latar belakang pendidikan Agribisnis Agroekoteknologi Teknologi pertanian Peternakan Kedokteran hewan Jumlah
Jumlah (orang) 10 4 1 0 0 15
Persentase (%) 66.67 26.67 6.66 0.00 0.00 100.00
Kabupaten Jembrana Jumlah (orang) 3 3 4 2 3 15
Persentase (%) 20.00 20.00 26.67 13.33 20.00 100.00
Hasil data di lapangan diperoleh bahwa pendamping Kabupaten Jembrana berasal dari latar belakang pendidikan yang lebih beragam dibandingkan dengan pendamping Kabupaten Klungkung. Kabupaten Jembrana berasal dari latar belakang ilmu agribisnis, agroekoteknologi, teknologi pertanian, peternakan, dan kedokteran hewan dengan jumlah yang merata di setiap ilmunya. Latar belakang ilmu yang beragam merupakan sebuah peluang pendamping Kabupaten Jembrana untuk saling berbagi ilmu pengetahuan guna perkembangan kelompok Simantri yang mereka dampingi. Pengembangan program Simantri tidak hanya terbatas pada usaha pemeliharaan ternak, namun juga harus diintegrasikan dengan teknologi pengolahan limbah, usaha budidaya tanaman, pemasaran hasil produk Simantri, dan usaha-usaha di bidang lain. Pendamping Kabupaten Klungkung lebih dominan berasal dari ilmu agribisnis (66.67%) kemudian ilmu agroekoteknologi (26.67%) dan teknologi pertanian (6,67%). Hal tersebut juga dapat menjadi peluang pendamping Kabupaten Klungkung untuk menguatkan sistem pemasaran hasil produk Simantri di Kabupaten Klungkung yang dapat meningkatkan pendapatan kelompok. Tingkat Kekosmopolitan Tingkat kekosmopolitan dilihat dari seberapa sering seorang pendamping mencari informasi ke beberapa sumber informasi, seperti kepada sesama pendamping, penyuluh pertanian, petugas di sekretariat Simantri, petani penerima bantuan Simantri, leaflet, koran, radio, televisi, internet, ataupun buku. Tingkat
46 kekosmopolitan juga dilihat seberapa sering seorang pendamping menerima informasi dari sumber-sumber informasi tersebut. Tingkat kekosmopolitan dikelompokkan menjadi tiga kategori yakni rendah, sedang, dan tinggi. Tabel 7 menunjukkan bahwa pendamping Simantri lebih banyak yang memiliki tingkat kekosmopolitan sedang, yakni sebanyak 12 orang (80%) di masing-masing kabupaten. Sumber informasi yang paling sering didatangi oleh pendamping, baik pendamping Kabupaten Klungkung maupun Kabupaten Jembrana adalah sesama pendamping. Hal tersebut adalah hal yang baik karena menurut Anwas (2013), intensitas pertemuan dengan sesama penyuluh (dalam penelitian ini sesama pendamping) merupakan kesempatan untuk saling berbagi informasi inovasi, mendiskusikan temuan atau masalah di lapangan masing-masing, serta menjadi wadah pendalaman dan klarifikasi atas terpaan media massa. Tabel 9 menunjukkan persentase penggunaan sumber-sumber informasi oleh pendamping Simantri di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana. Tabel 9 Persentase penggunaan sumber-sumber informasi oleh pendamping Simantri di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana tahun 2016 Sumber informasi 1. Sesama pendamping 2. Penyuluh pertanian 3. Petugas di Sekretariat Simantri 4. Petani 5. Leaflet 6. Koran 7. Radio 8. Televisi 9. Internet 10. Buku Total
Persentase (%) Kabupaten Klungkung
Kabupaten Jembrana
13.87 10.12 12.72 13.58 8.38 8.09 6.66 7.51 10.40 8.67
13.73 9.25 13.43 12.84 6.87 9.85 5.97 8.96 9.85 9.25
100.0
100.0
Pendamping Klungkung lebih sering mencari informasi ke sesama pendamping (13.87%), kemudian ke petani (13.58%), bertanya kepada petugas di Sekretariat Simantri (12.72%), dan mengakses informasi melalui internet (10.40%). Pendamping Jembrana sedikit berbeda dengan pendamping Kabupaten Klungkung. Pendamping Jembrana lebih sering mencari informasi ke petugas di sekretariat (13.43%) dibandingkan ke petani (12.84%) setelah mencari informasi ke sesama pendamping (13.73%). Pendamping yang sering mencari informasi ke sesama pendamping menandakan bahwa ada upaya saling membantu antar sesama pendamping untuk memberikan masukan dan saran demi perkembangan unit Simantri dampingan yang lebih baik. Pendamping merasakan kenyamanan apabila mendiskusikan permasalahan dan berbagi informasi dengan sesama pendamping karena berada pada posisi yang sama dan memiliki pengalaman yang serupa dalam mendampingi petani pelaksana program Simantri. Pendamping mengumpulkan informasi dari petani sebagai bentuk pengenalan karakter dan kebutuhan kelompok dampingan. Pendamping mencari informasi kepada petugas
47 di Sekretariat Simantri adalah hal yang tepat, karena petugas di sekretariat merupakan sumber informasi utama untuk memperoleh berita atau informasi terbaru dan terpercaya. Media radio, leaflet, dan televisi termasuk yang paling jarang diakses oleh pendamping. Informasi mengenai Simantri dan teknologi pertanian memang lebih jarang disiarkan melalui radio dan televisi. Tingkat Motivasi Motivasi merupakan proses yang memberikan semangat, arah, dan kegigihan kepada pendamping dalam bekerja. Tabel 7 menujukkan bahwa tingkat motivasi pendamping Kabupaten Klungkung dominan tergolong sedang, yakni sebanyak 53.3 persen (delapan orang) dan sisanya tergolong tinggi (46.7%). Tingkat motivasi pendamping Kabupaten Jembrana dominan tergolong tinggi sebesar 60 persen (sembilan orang) dan tergolong sedang sebanyak 40 persen (enam orang). Tidak terdapat pendamping dengan tingkat motivasi yang rendah di kedua kabupaten. Tabel 10 menunjukkan persentase faktor-faktor yang menentukan tingkat motivasi seorang pendamping dalam bekerja. Pendamping Kabupaten Klungkung paling termotivasi karena bekerja sebagai pendamping memberikan mereka peluang untuk berprestasi. Maksud dari berprestasi adalah pendamping mampu membawa kelompok yang mereka dampingi melakukan kegiatan program sesuai dengan konsep yang ada serta mampu mengarahkan kelompok menjadi semakin mandiri. Kemauan dan semangat kelompok adalah prestasi bagi seorang pendamping. Tabel 10 Persentase faktor-faktor motivasi pendamping dalam bekerja di unit Simantri Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana tahun 2016 Persentase (%) Faktor-faktor motivasi 1. Peningkatan prestasi 2. Mendapatkan pengakuan 3. Pekerjaan yang menyenangkan 4. Memiliki potensi 5. Peningkatan tanggung jawab 6. Peningkatan pengetahuan 7. Peningkatan keterampilan 8. Pengalaman kerja 9. Gaji 10. Hubungan dengan atasan 11. Tekanan pekerjaan 12. Kebebasan cara bekerja 13. Fasilitas dari atasan 14. Hubungan kerjasama dengan kelompok Total
Kabupaten Klungkung 8.33 5.77 7.56 7.44 7.56 8.21 7.70 8.08 6.15 7.69 5.13 5.90 6.92 7.56 100.00
Kabupaten Jembrana 7.98 6.68 7.85 7.34 8.11 8.88 7.72 8.37 6.05 7.08 4.12 5.15 6.56 8.11 100.00
Pendamping Kabupaten Jembrana memiliki tingkat motivasi tertinggi pada keinginan untuk meningkatkan pengetahuan tentang pengelolaan sistem pertanian terintegrasi. Pada perjalanannya menjadi pendamping Simantri memang dapat
48 memberikan ilmu pengetahuan dari berbagai bidang, yakni pemeliharaan dan kesehatan ternak, teknologi pengolahan limbah kotoran ternak menjadi pupuk padat dan cair, teknologi pengolahan limbah kotoran ternak menjadi biogas, budidaya tanaman, serta pemasaran produk Simantri. Latar belakang pendidikan yang beragam dari para pendamping Kabupaten Jembrana juga menjadi motivasi mereka untuk meningkatkan pengetahuan dengan cara saling bertukar ilmu. Faktor motivasi yang lain juga memiliki skor tinggi dibandingkan faktor lain, antara lain pekerjaan yang menyenangkan, pekerjaan yang dapat meningkatkan tanggung jawab, peningkatan keterampilan dan pengalaman kerja, serta adanya hubungan kerjasama yang baik dengan kelompok dampingan. Faktor motivasi yang cenderung mendapatkan skor lebih rendah adalah tekanan pekerjaan, kebebasan cara bekerja, dan gaji. Pendamping menilai bahwa pekerjaan menjadi pendamping adalah pekerjaan dengan tekanan yang tidak sedikit. Pendamping harus bekerja sesuai dengan petunjuk teknis dan intruksi dari atasan, sedangkan yang dihadapi pendamping di lapangan adalah kelompok petani atau masyarakat yang tidak boleh seenaknya dipaksa bekerja. Pendamping merasakan tekanan ketika kelompok belum melaksanakan kegiatan sesuai dengan yang diharapkan atau sesuai konsep program. Perbandingan Faktor Internal antara Pendamping Simantri Kabupaten Klungkung dan Pendamping Simantri Kabupaten Jembrana Tabel 11 menyajikan nilai mean rank, Uhitung, dan Utabel hasil pengujian Mann-Whitney pada faktor internal antara pendamping Simantri Kabupaten Klungkung dengan pendamping Simantri Kabupaten Jembrana. Faktor internal pendamping di kedua kabupaten tersebut dikatakan memiliki perbedaan apabila nilai Uhitung sama atau lebih kecil dari nilai Utabel. Data pada tabel tersebut menunjukkan bahwa nilai Uhitung keenam indikator pada variabel faktor internal pendamping lebih besar dari nilai Utabel (n1=n2=15, α=10%), sehingga disimpulkan tidak terdapat perbedaan faktor internal antara pendamping Simantri Kabupaten Klungkung dengan pendamping Simantri Kabupaten Jembrana pada taraf signifikansi 10 persen. Tabel 11 Nilai mean rank, Uhitung, dan Utabel pada perbandingan faktor internal pendamping Simantri di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana tahun 2016 Mean rank Faktor internal Umur Masa kerja Masa pendampingan Tingkat pendidikan formal Tingkat kekosmopolitan Tingkat motivasi
Utabel
Utabel
Kabupaten Klungkung 13.77 16.77 14.97
Kabupaten Jembrana 17.23 14.23 16.03
Uhitung
(n1=n2=15, α=5%)
(n1=n2=15, α=10%)
86.50 93.50 104.50
64 64 64
72 72 72
15.50
15.50
112.50
64
72
16.63
14.37
95.50
64
72
15.53
15.47
112.00
64
72
49 Tabel 12 Nilai mean rank, Uhitung, dan Utabel pada perbandingan sumber-sumber informasi yang digunakan oleh pendamping Simantri di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana tahun 2016 Mean rank Sumber informasi Sesama pendamping Penyuluh pertanian Petugas di sekretariat Simantri Petani Leaflet Koran Radio Televisi Internet Buku
Utabel
Utabel
Kabupaten Klungkung 16.43 17.50 15.03
Kabupaten Jembrana 14.57 13.50 15.97
Uhitung
(n1=n2=15, α=5%)
(n1=n2=15, α=10%)
98.50 82.50 105.50
64 64 64
72 72 72
16.80 17.83 13.47 17.00 13.90 16.90 15.10
14.20 13.17 17.53 14.00 17.10 14.10 15.90
93.00 77.50 82.00 90.00 88.50 91.50 106.50
64 64 64 64 64 64 64
72 72 72 72 72 72 72
Pengujian Mann-Whitney dilakukan pula pada subindikator dari tingkat kekosmopolitan. Tabel 12 memperlihatkan nilai mean rank, Uhitung, dan Utabel pada perbandingan sumber-sumber informasi yang digunakan oleh pendamping di kedua kabupaten. Tabel tersebut menunjukkan bahwa nilai Uhitung 10 subindikator pada indikator tingkat kekosmopolitan lebih besar dari nilai Utabel (n1=n2=15, α=10%), sehingga disimpulkan tidak terdapat perbedaan penggunaan sumbersumber informasi antara pendamping Simantri Kabupaten Klungkung dengan pendamping Simantri Kabupaten Jembrana pada taraf signifikansi 10 persen. Tabel 13 Nilai mean rank, Uhitung, dan Utabel perbandingan faktor-faktor motivasi pendamping dalam bekerja di unit Simantri Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana tahun 2016 Mean rank Faktor-faktor motivasi Peningkatan prestasi Mendapatkan pengakuan Pekerjaan yang menyenangkan Memiliki potensi Peningkatan tanggung jawab Peningkatan pengetahuan Peningkatan keterampilan Pengalaman kerja Gaji Hubungan dengan atasan Tekanan pekerjaan Kebebasan cara bekerja Fasilitas dari atasan Hubungan kerjasama dengan kelompok
Kabupaten Kabupaten Klungkung Jembrana 16.83 14.17 14.07 16.93 14.53 16.47 15.97 14.60 13.00 15.43 14.50 15.30 16.07 17.90 16.93 16.17 14.07
15.03 16.40 18.00 15.57 16.50 15.70 14.93 13.10 14.07 14.83 16.93
Utabel
Utabel
Uhitung
(n1=n2=15, α=5%)
(n1=n2=15, α=10%)
92.50 91.00 98.00
64 64 64
72 72 72
105.50 99.00 75.00 111.50 97.50 109.50 104.00 76.50 91.00 102.50 91.00
64 64 64 64 64 64 64 64 64 64 64
72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72
50 Tabel 13 menunjukkan nilai mean rank, Uhitung, dan Utabel hasil pengujian Mann-Whitney pada tingkat motivasi antara pendamping Kabupaten Klungkung dengan pendamping Kabupaten Jembrana. Data tersebut menunjukkan bahwa nilai Uhitung 14 subindikator pada indikator motivasi lebih besar dari nilai Utabel (n1=n2=15, α=10%), sehingga disimpulkan tidak terdapat perbedaan faktor-faktor motivasi antara pendamping Simantri Kabupaten Klungkung dengan pendamping Simantri Kabupaten Jembrana pada taraf signifikansi 10 persen.
Deskripsi Faktor Eksternal Pendamping Simantri Faktor eksternal pendamping adalah ciri-ciri yang berasal dari luar individu pendamping. Faktor eksternal pendamping terdiri dari dua indikator, yakni jumlah pelatihan dan pengalaman organisasi. Jumlah pendamping Simantri menurut faktor eksternal di kedua kabupaten dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Jumlah pendamping Simantri menurut faktor eksternal di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana tahun 2016 Kabupaten Klungkung Faktor eksternal Jumlah pelatihan Rendah Sedang Tinggi Pengalaman organisasi Rendah Sedang Tinggi
Kabupaten Jembrana
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
10 3 2
66.7 20.0 13.3
5 10 0
33.3 66.7 0.0
11 3 1
73.3 20.0 6.7
10 5 0
66.7 33.3 0.0
Jumlah Pelatihan Jumlah pelatihan yang pernah diikuti pendamping berkisar antara 1-7 kali. Jenis pelatihan yang pernah diikuti pendamping yakni (1) bimbingan teknis pengolahan pakan ternak, (2) bimbingan teknis pengolahan pupuk padat dan cair, (3) pelatihan pembuatan mikroorganisme, (4) pelatihan inseminasi buatan (IB), (5) pelatihan biogas, (6) pelatihan bottling biogas, (7) pelatihan petugas pendamping, dan (8) refreshing bimbingan teknis program Simantri. Sepuluh orang pendamping Kabupaten Klungkung (66.7%) masih tergolong rendah dalam mengikuti pelatihan, yakni mengikuti 1-2 pelatihan saja. Ada tiga orang pendamping lainnya yang memiliki jumlah pelatihan tergolong sedang (3-4 pelatihan), serta dua orang pendamping memiliki jumlah pelatihan paling tinggi yakni 5-7 pelatihan. Kedua pendamping tersebut memang sangat aktif untuk mengikuti pelatihan, tidak hanya untuk hadir, namun karena kesadaran mereka bahwa pelatihan akan menambah pengetahuan serta keterampilan mereka, dan hal tersebut adalah hal yang menguntungkan. Jumlah pelatihan yang pernah diikuti oleh lima orang pendamping (33.3%) Kabupaten Jembrana tergolong rendah. Pendamping Kabupaten Jembrana sisanya (66.7%) memiliki jumlah pelatihan
51 yang tergolong sedang. Tidak ada pendamping Kabupaten Jembrana yang memiliki jumlah pelatihan tinggi. Pengalaman Organisasi Pengalaman organisasi diukur berdasarkan jumlah organisasi yang pernah diikuti oleh pendamping sejak menjadi mahasiswa program sarjana, baik organisasi kemahasiswaan maupun organisasi kemasyarakatan. Sebagian besar pendamping Simantri memiliki pengalaman organisasi yang rendah, baik pendamping Kabupaten Klungkung (73.3%) maupun pendamping Kabupaten Jembrana (70%). Terdapat tiga orang pendamping Klungkung (20%) yang memiliki pengalaman organisasi sedang yakni 2-3 organisasi. Sebanyak lima orang pendamping Kabupaten Jembrana (33.3%) memiliki pengalaman organisasi sedang. Hanya satu orang pendamping Kabupaten Klungkung yang memiliki pengalaman organisasi tinggi (empat organisasi) dan tidak ada pendamping Kabupaten Jembrana yang memiliki pengalaman organisasi tinggi. Perbandingan Faktor Eksternal antara Pendamping Simantri Kabupaten Klungkung dan Pendamping Simantri Kabupaten Jembrana Tabel 15 menyajikan nilai mean rank, Uhitung, dan Utabel hasil pengujian Mann-Whitney pada faktor eksternal antara pendamping Simantri Kabupaten Klungkung dengan pendamping Simantri Kabupaten Jembrana. Faktor eksternal pendamping di kedua kabupaten tersebut dikatakan memiliki perbedaan apabila nilai Uhitung sama atau lebih kecil dari nilai Utabel. Data pada tabel tersebut menunjukkan bahwa nilai Uhitung jumlah pelatihan dan pengalaman organisasi pada variabel faktor eksternal pendamping lebih besar dari nilai Utabel (n1=n2=15, α=10%), sehingga disimpulkan tidak terdapat perbedaan faktor eksternal antara pendamping Simantri Kabupaten Klungkung dengan pendamping Simantri Kabupaten Jembrana pada taraf signifikansi 10 persen. Tabel 15 Nilai mean rank, Uhitung, dan Utabel pada perbandingan faktor eksternal pendamping Simantri di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana tahun 2016 Mean Rank Faktor Eksternal
Kabupaten Klungkung
Jumlah pelatihan Pengalaman organisasi
14.67 13.00
Utabel
Utabel
Kabupaten Jembrana
Uhitung
(n1=n2=15, α=5%)
(n1=n2=15, α=10%)
16.33 13.00
100.00 75.00
64 64
72 72
52
5 KOMPETENSI KOMUNIKASI PENDAMPING SIMANTRI DAN HUBUNGANNYA DENGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL PENDAMPING SIMANTRI Kompetensi komunikasi merupakan kemampuan pendamping melakukan komunikasi dengan baik melalui pemilihan perilaku dan strategi yang tepat sesuai dengan lingkungan tempat ia berkomunikasi dengan pelaku komunikasi lainnya. Kompetensi komunikasi pendamping diukur melalui 10 indikator dan dilihat pula hubungannya dengan faktor internal dan eksternal pendamping.
Kompetensi Komunikasi Pendamping Simantri Kompetensi komunikasi pendamping diukur berdasarkan hasil penilaian dari pendamping itu sendiri dan hasil penilaian petani yang menjadi kelompok dampingan pendamping. Tabel 16 menyajikan persentase penilaian sendiri dan penilaian petani pada kompetensi komunikasi pendamping Simantri di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana. Persentase tingkat kompetensi komunikasi pendamping Simantri di Kabupaten Klungkung tergolong tinggi, baik berdasarkan penilaian sendiri (66.7%) maupun penilaian petani (80%). Persentase tingkat kompetensi komunikasi pendamping Simantri di Kabupaten Jembrana juga tergolong tinggi, yakni 93.3 persen menurut penilaian sendiri dan 100 persen menurut penilaian petani. Deskripsi tingkat kompetensi komunikasi dijelaskan lebih rinci per indikator sebagai berikut. Kecepatan Merespons Pesan Kecepatan pendamping dalam merespons pesan dinilai berdasarkan kecepatan pendamping memberikan respons perkataan yang disampaikan petani. Pendamping menilai bahwa mereka merespons perkataan petani yang mereka dampingi dengan cepat. Pendamping Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana memiliki kecepatan merespons pesan yang tergolong tinggi serta dalam persentase yang tidak jauh berbeda. Hasil penilaian sendiri menunjukkan bahwa pendamping Kabupaten Klungkung memiliki persentase lebih banyak pada kategori tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Jembrana. Hasil penilaian petani menunjukkan bahwa pendamping Kabupaten Jembrana yang masuk dalam kategori tinggi lebih banyak dibandingkan pendamping Kabupaten Klungkung. Keluwesan Berperilaku Keluwesan berperilaku pendamping dilihat dari kesesuaian pendamping dalam bertingkah laku dan kemampuan pendamping menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan kelompok dampingan. Seluruh pendamping Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana termasuk dalam kategori tinggi dalam hal keluwesan berperilaku berdasarkan penilaian sendiri. Hasil penilaian petani juga tidak jauh berbeda yang menilai sebagian besar pendamping memiliki keluwesan berperilaku, hanya 6.7 persen pendamping Kabupaten Klungkung yang memiliki kategori sedang dalam keluwesan berperilaku menurut penilaian petani.
53 Tabel 16 Persentase penilaian sendiri dan penilaian petani pada kompetensi komunikasi pendamping Simantri di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana tahun 2016 Kompetensi Komunikasi Pendamping (Y1) Kecepatan merespons pesan Rendah Sedang Tinggi Keluwesan berperilaku Rendah Sedang Tinggi Keterbukaan diri Rendah Sedang Tinggi Kemampuan menjalin relasi Rendah Sedang Tinggi Interaction management Rendah Sedang Tinggi Pengetahuan terhadap informasi dan materi program Rendah Sedang Tinggi Kemampuan menyampaikan pesan Rendah Sedang Tinggi Kemampuan memunculkan motivasi dan partisipasi petani Rendah Sedang Tinggi Kemampuan berkomunikasi secara tertulis Rendah Sedang Tinggi Kemampuan penanganan masalah Rendah Sedang Tinggi Kompetensi Komunikasi Pendamping Rendah Sedang Tinggi
Kabupaten Klungkung Penilaian Sendiri (%)
Penilaian Petani (%)
Kabupaten Jembrana Penilaian Sendiri (%)
Penilaian Petani (%)
0.0 0.0 100.0
0.0 20.0 80.0
6.7 0.0 93.3
0.0 6.7 93.3
0.0 0.0 100.0
0.0 6.7 93.3
0.0 0.0 100.0
0.0 0.0 100.0
0.0 0.0 100.0
0.0 13.3 86.7
0.0 0.0 100.0
0.0 0.0 100.0
0.0 40.0 60.0
0.0 60.0 40.0
0.0 20.0 80.0
0.0 26.7 73.3
0.0 13.3 86.7
0.0 20.0 80.0
0.0 13.3 86.7
0.0 0.0 100.0
0.0 13.3 86.7
0.0 20.0 80.0
0.0 26.7 73.3
0.0 0.0 100.0
0.0 13.3 86.7
0.0 13.3 86.7
0.0 6.7 93.3
0.0 0.0 100.0
0.0 26.7 73.3
0.0 40.0 60.0
0.0 33.3 66.7
0.0 0.0 100.0
0.0 20.0 80.0
0.0 86.7 13.3
0.0 13.3 86.7
0.0 53.3 46.7
13.3 33.3 53.4
0.0 40.0 60.0
0.0 13.3 86.7
0.0 13.3 86.7
0.0 33.3 66.7
0.0 20.0 80.0
0.0 6.7 93.3
0.0 0.0 100.0
54 Keterbukaan Diri Keterbukaan diri seorang pendamping adalah kemampuan pendamping dalam menerima informasi atau ide-ide yang disampaikan oleh orang lain terutama oleh kelompok petani dampingan. Hasil data dari kuesioner penilaian sendiri (Tabel 16) menunjukkan bahwa seluruh pendamping di kedua kabupaten memiliki keterbukaan diri dalam kategori tinggi. Hasil yang sama juga ditemukan pada penilaian petani di Kabupaten Jembrana. Penilaian petani Kabupaten Klungkung sedikit berbeda yakni 86.7 persen (13 orang) pendamping memiliki keterbukaan diri dalam kategori tinggi dan 13.3 persen (dua orang) pendamping memiliki keterbukaan diri dalam kategori sedang. Perbedaan tersebut menunjukkan adanya petani yang menilai pendamping belum sepenuhnya mampu menerima ide-ide yang disampaikan oleh kelompok dampingan atau karena tidak semua pendamping sudah berinteraksi dengan seluruh anggota sehingga proses penyampaian dan penerimaan ide belum berlangsung. Kemampuan Menjalin Relasi Pendamping harus mampu menjalin kedekatan dengan kelompok dampingannya, baik terhadap pengurus maupun anggota. Kemampuan menjalin relasi dilihat dari kemampuan pendamping menjalin hubungan baik dengan ketua kelompok dan anggota serta frekuensi pendamping menghubungi petani melalui telepon maupun Short Message Service (SMS). Tabel 16 menunjukkan bahwa kemampuan menjalin relasi pendamping di kedua kabupaten berdasarkan penilaian sendiri dominan tergolong tinggi, yakni 60 persen di Kabupaten Klungkung dan 80 persen di Kabupaten Jembrana. Hasil penilaian petani terhadap pendamping Simantri Kabupaten Klungkung dominan tergolong sedang (60%s), sedangkan di Kabupaten Jembrana dominan tergolong tinggi (73.3%). Hasil penilaian petani lebih rendah dibandingkan hasil penilaian sendiri karena tidak semua anggota pernah dihubungi oleh pendamping baik melalui telepon maupun SMS. Pendamping berkomunikasi melalui telepon atau SMS dengan ketua kelompok dan/atau pengurus kelompok. Komunikasi kepada anggota lebih banyak melalui ketua atau pengurus kelompok terutama dalam hal penyampaian informasi terkait Simantri. Pendamping belum melakukan komunikasi dengan anggota kelompok melalui telepon atau SMS untuk berbicara hal di luar Simantri (menjalin kedekatan personal). Pendamping menjalankan tugas secara profesional dan tidak melibatkan diri lebih jauh dengan kehidupan pribadi kelompok. Interaction Management Interaction management seorang pendamping dinilai dari kemampuan pendamping mengatur alur percakapan interpersonal dengan petani serta tingkat kemampuan pendamping dalam mengatur percakapan saat rapat atau diskusi kelompok. Tabel 16 menunjukkan bahwa hasil penilaian sendiri di kedua kabupaten sama yakni 13.3 persen termasuk kategori sedang dan 86.7 persen termasuk kategori tinggi. Hasil penilaian petani di Kabupaten Klungkung adalah 20 persen pendamping termasuk kategori sedang dan 80 persen termasuk kategori tinggi. Petani di Kabupaten Jembrana menilai 100 persen pendamping memiliki interaction management dalam kategori tinggi. Hasil yang menunjukkan bahwa tingkat kompetensi komunikasi pendamping dalam hal komunikasi interpersonal
55 baik sesuai dengan hasil penelitian McCroskey dan McCroskey (1988) yakni responden merasa lebih berkompeten berkomunikasi secara interpersonal dan berbicara dengan teman. Pendamping dan petani yang sudah merasa seperti teman akan mendukung kompetensi komunikasi pendamping dalam hal interaction management, terutama kemampuan mengatur alur percakapan interpersonal. Semakin banyak petani dampingan yang dianggap teman oleh pendaming, semakin meningkat tingkat kemampuan pendamping mengatur alur percakapan atau diskusi kelompok. Pengetahuan terhadap Informasi dan Materi Program Pendamping dengan pengetahuan yang memadai tentang program Simantri akan menyampaikan informasi program dengan percaya diri serta mampu menjawab pertanyaan dari petani. Seseorang yang memiliki perasaan malu dan ketakutan dalam berkomunikasi akan menilai dirinya kurang berkompeten untuk berkomunikasi (Teven et al. 2010). Hasil penilaian petani dan pendamping pada Tabel 16 menunjukkan bahwa sebagian besar pendamping memiliki pengetahuan yang memadai tentang informasi dan materi program Simantri. Jumlah pendamping Kabupaten Klungkung (86.7%) dengan kategori tinggi lebih banyak dibandingkan dengan pendamping Kabupaten Jembrana (73.3%) berdasarkan penilaian sendiri. Hasil berbeda ditemukan pada hasil penilaian petani, yakni jumlah pendamping Kabupaten Jembrana (100%) dengan kategori tinggi lebih banyak dibandingkan dengan pendamping Kabupaten Klungkung (76.7%). Pendamping sudah seharusnya memiliki pengetahuan yang memadai tentang program Simantri termasuk informasi terbaru. Hampir seluruh pendamping sudah mendapatkan pelatihan setelah dinyatakan lolos sebagai pendamping. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali juga rutin memberikan materi tentang Simantri untuk setiap pendamping dua kali sebulan. Pengetahuan tentang program Simantri saja belum cukup bagi peningkatan kompetensi komunikasi pendamping. Pendamping juga harus aktif mencari informasi terbaru, baik tentang inovasi pertanian. Salah seorang pendamping Simantri Kabupaten Klungkung menyatakan bahwa pendamping adalah sumber utama petani apabila ada informasi teknologi terbaru yang ingin diketahui petani. “Jadi ini sebenernya harus sama-sama kuat. Kelompok kuat, pendamping kuat. Karena kalau kelompok kuat, pendamping gak kuat, dia akan sulit mencari informasi, ya kan? Dari mana dia [petani-red] mendapatkan informasi teknologi terbaru? Ternyata fermentor ini sudah bisa dibuat. Dari mana petani tahu? kan dari ini pendamping kan. Pendamping disini yang harus lebih kuat, gitu lo, daripada petaninya.”
Pendamping harus selalu memiliki informasi terbaru dan keterampilan menjadi hal penting selanjutnya bagi seorang pendamping. Pendamping Kabupaten Klungkung tersebut menambahkan bahwa pendamping dapat mengakses informasi di internet, memperbarui informasi teknologi yang ia ketahui, mempraktekkan teknologi yang didapat dari video di internet agar kemungkinan gagal saat dipraktekkan di depan kelompok dampingan semakin kecil. Pendamping diharapkan memiliki kesadaran untuk belajar sendiri di luar lingkungan Simantri. Pendamping tidak boleh berpuas diri pada peningkatan informasi terbaru dan peningkatan keterampilan. Pendamping juga harus
56 menguasai pemasaran, sebagaimana pernyataan salah satu pendamping Simantri Kabupaten Klungkung. “…yang kedua selain menguasai teknologi, informasi, skill, ya pendamping harus tahun pemasaran. Itu yang penting. Ketika dia berhasil membuat teknologi, pupuk bagus, biourine bagus, dia tidak tahu pemasaran, bagaimana? Mau dibawa kemana itu produk-produk pertanian, produkproduk simantrinya? Mau dibawa kemana? Iya kan?”
Kemampuan Menyampaikan Pesan Kemampuan menyampaikan pesan seorang pendamping dilihat dari tingkat kemampuan pendamping berbicara menggunakan bahasa yang baik, tingkat kemampuan menyampaikan pesan di waktu yang tepat dan langsung pada poinnya, serta kemampuan pendamping menyampaikan informasi dengan jelas dan mudah dipahami. Hasil penilaian sendiri pada Tabel 16 menunjukkan pendamping Kabupaten Klungkung memiliki kemampuan menyampaikan pesan pada kategori sedang sebanyak 13.3 persen dan kategori tinggi 86.7 persen. Kemampuan pendamping Kabupaten Jembrana dalam menyampaikan pesan berdasarkan hasil penilaian sendiri berada pada kategori sedang sebanyak 6.7 persen dan kategori tinggi 93.3 persen. Tabel 10 juga menunjukkan hasil penilaian petani terhadap kemampuan menyampaikan pesan para pendamping. Penilaian petani pada pendamping Kabupaten Klungkung menunjukkan hasil yang sama dengan hasil penilaian sendiri, sedangkan penilaian petani pada pendamping Kabupaten Jembrana adalah 100 persen pendamping memiliki kemampuan menyampaikan pesan dalam kategori tinggi. Kemampuan Memunculkan Motivasi dan Partisipasi Petani Setiap pendamping Simantri harus memiliki kemampuan untuk memunculkan motivasi petani untuk berkeinginan aktif dan bersedia hadir dalam pelaksanaan kegiatan program. Pendamping juga harus mampu meningkatkan partisipasi petani dalam hal memberikan sumbangan tenaga dan/atau ide demi kemajuan kelompok dampingan. Kemampuan pendamping dalam memunculkan motivasi dan partisipasi petani masuk dalam kategori sedang dan tinggi. Hasil penilaian sendiri terhadap kemampuan pendamping Kabupaten Klungkung memunculkan motivasi dan partisipasi petani masuk dalam kategori sedang sebesar 26.7 persen dan kategori tinggi sebesar 73.3 persen, sedangkan hasil penilaian petani menunjukkan kategori sedang sebesar 40 persen dan kategori tinggi sebesar 60 persen. Hasil penilaian sendiri terhadap kemampuan pendamping Kabupaten jembrana memunculkan motivasi dan partisipasi petani masuk dalam kategori sedang (33.3%) dan kategori tinggi (66.7%), sedangkan hasil penilaian petani menunjukkan kategori tinggi sebesar 100 persen. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penilaian sendiri pendamping Kabupaten Klungkung lebih besar dibandingkan penilaian petani, serta petani memberikan penilaian yang lebih besar kepada pendamping Kabupaten Jembrana dibandingkan hasil penilaian sendiri. Kemampuan Berkomunikasi secara Tertulis Kemampuan berkomunikasi tertulis seorang pendamping diukur dari kemampuan pendamping memilih bahasa, kejelasan isi pesan, serta pesan tertulis
57 yang mudah dipahami. Pesan tertulis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Short Message Service (SMS) yang dikirimkan pendamping kepada petani. Hasil penilaian sendiri para pendamping menunjukkan bahwa 20 persen pendamping Kabupaten Klungkung masuk dalam kategori sedang dan 80 persen pendamping termasuk dalam kategori tinggi. Pendamping Kabupaten Jembrana juga memberikan penilaian sendiri yakni 13.3 persen pendamping masuk dalam kategori sedang dan 86.7 persen pendamping masuk kategori tinggi. Hasil penilaian petani menunjukkan bahwa sebagian besar (86.7%) pendamping Kabupaten Klungkung memiliki kemampuan berkomunikasi secara tertulis dalam kategori sedang dan 13.3 persen dalam kategori tinggi. Hasil penilaian petani terhadap pendamping Kabupaten Jembrana adalah 53.3 persen pendamping masuk dalam kategori sedang dan 46.7 persen masuk dalam kategori tinggi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa petani di kedua kabupaten cenderung menilai kemampuan menyampaikan pesan tertulis dalam kategori sedang. Kategori sedang yang dimaksud disini adalah banyak petani ragu untuk memberikan penilaian karena sebagian besar petani belum pernah mendapatkan SMS dari pendamping. Hanya ketua atau pengurus lainnya yang pernah melakukan komunikasi melalui SMS. Kemampuan Penanganan Masalah Pelaksanaan program Simantri tidak terlepas dari permasalahan yang dihadapi kelompok, termasuk masalah teknis, masalah internal kelompok, dan masalah eksternal kelompok. Masalah teknis yang biasanya dihadapi kelompok adalah peralatan pembuatan biourine dan biogas yang rusak, masalah pengadaan air dan listrik, serta masalah pemasaran hasil produk Simantri di setiap kelompok. Masalah internal kelompok yang dimaksud seperti keaktifan anggota kelompok dalam kegiatan-kegiatan Simantri dan perbedaan pendapat antar anggota. Masalah eksternal dalam penelitian ini adalah masalah kelompok dengan pihak luar kelompok. Pendamping bertugas untuk membantu petani menemukan solusi dari setiap permasalahan kelompok tersebut. Hasil penilaian sendiri bagi pendamping Kabupaten Klungkung menunjukkan sebanyak 13.3 persen pendamping dalam kategori rendah dalam penyelesaian masalah, 33.3 dalam kategori sedang, dan 53.4 persen pendamping dalam kategori tinggi. Apabila dibandingkan dengan hasil penilaian petani, tidak ada yang menilai pendamping dalam kategori rendah, 40 persen tergolong kategori sedang, dan 60 persen dalam kategori tinggi. Penilaian pendamping Kabupaten Jembrana ternyata memiliki hasil yang sama antara penilaian sendiri dengan penilaian petani, yakni 13.3 persen termasuk kategori sedang dan 86.7 persen dalam kategori tinggi. Mencantumkan permasalahan yang ada merupakan salah satu bagian dari laporan yang setiap bulan disetorkan pendamping ke Sekretariat Simantri. Setiap pendamping memiliki cara tersendiri dalam menangani permasalahan yang ada di unit Simantri. Pada umumnya, permasalahan-permasalahan yang ada di unit akan coba diselesaikan pertama oleh kelompok tani atau kelompok penerima bantuan Simantri itu sendiri. Permasalahan yang umumnya diselesaikan oleh kelompok sendiri adalah masalah internal kelompok. Permasalahan yang lebih besar akan dibantu oleh pendamping dalam menyelesaikannya, misalnya permasalahan teknis yakni sapi yang sakit atau peralatan pengolahan pupuk organik yang mengalami
58 sedikit kerusakan. Permasalahan yang lebih rumit dan tidak bisa diselesaikan oleh kelompok dan pendamping, maka pendamping dapat mencari bantuan kepada Tim Teknis Kabupaten, Sekretariat Simantri, atau instansi terkait. Salah satu contoh permasalahan yang rumit adalah di salah satu Simantri Kabupaten Jembrana yang kondisi lahannya sering tergenang air sehingga sulit melakukan pembuatan instalasi biogas karena air yang mudah merembes ke dalam bangunan (kubang). Kondisi tersebut membuat penyelesaian pembangunan terlambat. Pendamping kemudian menanyakan solusi kepada BPTP dan PT Biru agar instalasi biogas tetap dapat dibangun dan dapat berfungsi nantinya. Pendamping juga sering menemui Kepala Dinas Pertanian Provinsi Bali untuk dapat memberikan solusi terhadap permasalahan tersebut. Akhirnya, solusi ditemukan dan biogas dapat beroperasi sampai pada saat peneliti datang ke lapangan. Kondisi tersebut dipaparkan oleh Tim Koordinator Simantri Kabupaten Jembrana sebagai berikut. “Pas mendirikan bangunan, nah waktu mendirikan biogas itu air ngembah. Setelah kegiatan selesai, baru ada penyelesaian. Sebelumnya kan gak selesaiselesai nika. Sepantesnya kegiatan sudah selesai nika, sudah selesai 100 persen, ini belum punya Adi. Adi be bingung ye. Agak susah kan karna alam itu kan. Akhirnya minta ke BPTP teknologi, bagaimana penyelesaiannya. Kontak juga biru-nya [PT. Biru], coba cari solusi biar airnya tidak merembes. Soalnya kan susah kalau ada air. Diuji coba akhirnya, pakai terpal nika, supaya gak rembes, baru di beton. Lama itu, banyak juga ngabisin terpal. Kalau gak begitu, rugi juga, gak jalan biogasnya.”
Jumlah Simantri yang semakin banyak memerlukan tenaga lebih untuk membantu melakukan monitoring dan mempercepat penanganan masalah di lapangan. Sekretariat Simantri kemudian membentuk Tim 11 yang direkrut dari koordinator pendamping Simantri untuk membantu penanganan masalah di Simantri. Pembentukan Tim 11 telah disetujui oleh Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali (Distan Prov Bali 2015b). Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan Pemantapan dan Pengembangan Simantri (PPTK Simantri) menyatakan “Kita juga bentuk di pendamping itu Tim 11. Kita rekrut pendamping Simantri yang mampu, yang rajin, yang mau menangani masalah Simantri. Kita namakan Tim 11”. Pernyataan tersebut didukung oleh pernyataan koordinator pendamping Simantri tingkat provinsi, yakni “Nah, Tim 11 itu dulunya mantan koordinator [pendamping] provinsi sama kabupaten. Itu yang diangkat menjadi Tim 11, untuk membantu dinas, seperti monitoring, bintek.” Perbandingan Kompetensi Komunikasi antara Pendamping Simantri Kabupaten Klungkung dan Pendamping Simantri Kabupaten Jembrana Tabel 17 menunjukkan nilai mean rank, Uhitung, dan Utabel, hasil analisis komparatif antara tingkat kompetensi komunikasi pendamping Simantri Kabupaten Klungkung dengan tingkat kompetensi komunikasi pendamping Simantri Kabupaten Jembrana. Hasil analisis komparatif tingkat kompetensi komunikasi pendamping berdasarkan penilaian sendiri menunjukkan nilai Uhitung lebih besar dari Utabel, kecuali pada indikator kemampuan penanganan masalah. Hal tersebut memberikan kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat kompetensi komunikasi pendamping antara pendamping Kabupaten Klungkung dan
59 pendamping Kabupaten Jembrana berdasarkan penilaian sendiri, kecuali pada indikator kemampuan penanganan masalah. Nilai mean rank pendamping Kabupaten Jembrana (18.30) pada indikator kemampuan penanganan masalah lebih besar dari nilai Kabupaten Klungkung (12.70). Hal ini menandakan bahwa tingkat kemampuan penanganan masalah pendamping Kabupaten Jembrana lebih tinggi dibandingkan pendamping Kabupaten Klungkung berdasarkan penilaian sendiri. Tabel 17 Nilai mean rank, Uhitung, dan Utabel pada perbandingan kompetensi komunikasi pendamping Simantri di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana berdasarkan penilaian sendiri tahun 2016 Kompetensi komunikasi pendamping
Mean rank Kabupaten Kabupaten Klungkung Jembrana
Kecepatan merespons pesan 15.47 Keluwesan berperilaku 15.97 Keterbukaan diri 15.93 Kemampuan menjalin relasi 14.70 Interaction management 15.27 Pengetahuan terhadap 15.50 informasi dan materi program Kemampuan menyampaikan 15.60 pesan Kemampuan memunculkan 14.80 motivasi dan partisipasi petani Kemampuan berkomunikasi 15.07 secara tertulis Kemampuan penanganan 12.70 masalah Kompetensi komunikasi 13.47 pendamping Keterangan: * berbeda nyata pada α = 10%
Uhitung
Utabel
Utabel
(n1=n2=15, α=5%)
(n1=n2=15, α=10%)
15.53 15.03 15.07 16.30 15.73 15.50
112.00 105.50 106.00 100.50 109.00 112.50
64 64 64 64 64 64
72 72 72 72 72 72
15.40
111.00
64
72
16.20
102.00
64
72
15.93
106.00
64
72
18.30
70.50*
64
72
17.53
82.00
64
72
Hasil analisis komparatif tingkat kompetensi komunikasi pendamping berdasarkan penilaian petani (Tabel 18) menunjukkan nilai Uhitung yang lebih besar dari Utabel, kecuali pada lima indikator. Kelima indikator tersebut yakni keluwesan berperilaku, kemampuan menjalin relasi, interaction management, kemampuan menyampaikan pesan, dan kemampuan memotivasi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara kompetensi komunikasi pendamping Klungkung dengan kompetensi komunikasi pendamping Jembrana berdasarkan penilaian petani pada indikator keluwesan berperilaku, kemampuan menjalin relasi, interaction management, kemampuan menyampaikan pesan, dan kemampuan memotivasi. Nilai Uhitung indikator keluwesan berperilaku berdasarkan penilaian petani adalah 53.50. Nilai tersebut lebih kecil dari nilai Utabel (n1=n2=15, α=5%) sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan signifikan keluwesan berperilaku antara pendamping Klungkung dengan Jembrana berdasarkan penilaian petani pada taraf nyata 95 persen. Nilai mean rank keluwesan berperilaku pendamping berdasarkan penilaian petani terlihat rata-rata nilai pendamping di Kabupaten Jembrana (19.43) lebih besar dibandingkan Kabupaten Klungkung (11.57). Hal tersebut
60 menandakan pendamping Kabupaten Jembrana lebih luwes berperilaku dibandingkan pendamping Kabupaten Klungkung berdasarkan penilaian petani. Tabel 18 Nilai mean rank, Uhitung, dan Utabel pada perbandingan kompetensi komunikasi pendamping Simantri di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana berdasarkan penilaian petani tahun 2016 Kompetensi pendamping
komunikasi
Mean rank
Utabel
Utabel
Uhitung
(n1=n2=15, α=5%)
(n1=n2=15, α=10%)
17.20 19.43 18.17 19.63 18.77 17.83
87.00 53.50** 72.50 50.50** 63.50** 77.50
64 64 64 64 64 64
72 72 72 72 72 72
18.57
66.50*
64
72
18.83
62.50**
64
72
17.67
80.00
64
72
17.47
83.00
64
72
19.33
55.00**
64
72
Kabupaten Kabupaten Klungkung Jembrana
Kecepatan merespons pesan 13.80 Keluwesan berperilaku 11.57 Keterbukaan diri 12.83 Kemampuan menjalin relasi 11.37 Interaction management 12.23 Pengetahuan terhadap 13.17 informasi dan materi program Kemampuan menyampaikan 12.43 pesan Kemampuan memunculkan 12.17 motivasi dan partisipasi petani Kemampuan berkomunikasi 13.33 secara tertulis Kemampuan penanganan 13.53 masalah Kompetensi komunikasi 11.67 pendamping Keterangan: *berbeda nyata pada α = 10% ** berbeda nyata pada α = 5%
Nilai Uhitung hasil analisis komparatif kemampuan menjalin relasi berdasarkan penilaian petani adalah 50.50. Nilai tersebut lebih kecil dari nilai Utabel (n1=n2=15, α=5%) sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan signifikan kemampuan menjalin relasi antara pendamping Kabupaten Klungkung dengan pendamping Kabupaten Jembrana berdasarkan penilaian petani pada taraf nyata 95 persen. Nilai mean rank kemampuan menjalin relasi pendamping berdasarkan penilaian petani di Kabupaten Jembrana adalah 19.63, lebih besar dibandingkan Kabupaten Klungkung (11.37). Hal tersebut menandakan pendamping Kabupaten Jembrana memiliki kemampuan menjalin relasi yang baik dengan petani dampingan mereka dibandingkan pendamping Kabupaten Klungkung berdasarkan penilaian petani. Nilai Uhitung hasil analisis komparatif interaction management berdasarkan penilaian petani adalah 63.50. Nilai tersebut lebih kecil dari nilai Utabel (n1=n2=15, α=5%) sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan signifikan kemampuan menjalin relasi antara pendamping Kabupaten Klungkung dengan pendamping Kabupaten Jembrana berdasarkan penilaian petani pada taraf nyata 95 persen. Nilai mean rank interaction management pendamping berdasarkan penilaian petani di Kabupaten Jembrana adalah 18.77 lebih besar dibandingkan Kabupaten Klungkung (12.23). Pendamping Kabupaten Jembrana memiliki interaction
61 management yang lebih baik dengan petani dampingan mereka dibandingkan pendamping Kabupaten Klungkung berdasarkan penilaian petani. Nilai Uhitung hasil analisis komparatif kemampuan menyampaikan pesan berdasarkan penilaian petani adalah 66.50. Nilai tersebut lebih kecil dari nilai Utabel (n1=n2=15, α=10%) sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan signifikan kemampuan menyampaikan pesan antara pendamping Kabupaten Klungkung dengan pendamping Kabupaten Jembrana berdasarkan penilaian petani pada taraf nyata 90 persen. Nilai mean rank kemampuan menyampaikan pesan pendamping berdasarkan penilaian petani di Kabupaten Jembrana adalah 18.57 lebih besar dibandingkan Kabupaten Klungkung (12.43). Pendamping Kabupaten Jembrana lebih mampu menyampaikan pesan dengan baik dibandingkan pendamping Kabupaten Klungkung berdasarkan penilaian petani. Nilai Uhitung hasil analisis komparatif kemampuan memunculkan motivasi dan partisipasi petani berdasarkan penilaian petani adalah 62.50. Nilai tersebut lebih kecil dari nilai Utabel (n1=n2=15, α=5%) sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan signifikan kemampuan menjalin relasi antara pendamping Kabupaten Klungkung dengan pendamping Kabupaten Jembrana berdasarkan penilaian petani pada taraf nyata 95 persen. Nilai mean rank kemampuan menjalin relasi pendamping berdasarkan penilaian petani di Kabupaten Jembrana adalah 18.83 lebih besar dibandingkan Kabupaten Klungkung (12.17). Pendamping Kabupaten Jembrana memiliki kemampuan memunculkan motivasi dan partisipasi petani yang lebih baik dengan petani dampingan mereka dibandingkan pendamping Kabupaten Klungkung berdasarkan penilaian petani.
Hubungan Faktor Internal Pendamping dengan Kompetensi Komunikasi Pendamping Faktor internal pendamping yakni umur, masa kerja, masa pendampingan, tingkat pendidikan formal, tingkat kekosmopolitan, dan motivasi diduga berhubungan dengan kompetensi komunikasi pendamping. Analisis korelasi dilakukan antara faktor internal pendamping dengan kompetensi komunikasi pendamping hasil penilaian sendiri dan hasil penilaian petani. Hasil analisis korelasi disajikan pada Tabel 19 dan Tabel 20 sebagai berikut. Tabel 19 menunjukkan nilai koefisien korelasi antara faktor internal pendamping dengan kompetensi komunikasi berdasarkan penilaian sendiri. Hasil tersebut menunjukkan bahwa umur pendamping berhubungan nyata dengan kemampuan memunculkan motivasi dan partisipasi petani pada taraf nyata 95 persen. Nilai koefisien korelasi dua indikator tersebut adalah 0.415 yang berarti dua indikator tersebut memiliki keeratan hubungan yang tergolong sedang. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin bertambah usia pendamping maka kemampuannya dalam memunculkan motivasi dan partisipasi petani semakin meningkat pula. Pendamping yang lebih dewasa akan lebih bijak dalam meningkatkan motivasi dan partisipasi petani, tidak menuntut banyak dan tidak menuntut cepat. Kedewasaan pendamping akan membantu pendamping menentukan waktu yang tepat untuk menggerakkan petani. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Marius et al. (2007) yang menyatakan bahwa usia yang matang
62 disertai dengan pengalaman akan membuat seorang penyuluh berkompeten dalam melaksanakan tugas. Widodo (2010) menjelaskan bahwa semakin lama masa kerja atau pengalaman seorang penyuluh, maka akan meningkat pula profesionalisme dan kompetensi seorang penyuluh. Hal demikian terlihat pada hasil penelitian bahwa masa kerja pendamping berhubungan nyata dengan kompetensi komunikasi, khususnya dengan kecepatan merespons pesan pada taraf nyata 95 persen. Hasil tersebut menunjukkan bahwa masa kerja yang semakin bertambah bagi seorang pendamping akan dibarengi oleh peningkatan kecepatan pendamping dalam merespons pesan dari petani, dan berlaku sebaliknya. Nilai koefisien korelasi dua indikator tersebut adalah 0.404 yang menandakan keeratan hubungan yang tergolong sedang. Pendamping dengan masa kerja lebih lama sudah lebih terbiasa berinteraksi dengan petani dampingan mereka, sudah lebih memahami bahasa yang disampaikan petani, sehingga lebih cepat merespons perkataan petani. Masa kerja juga berhubungan nyata dengan kemampuan berkomunikasi secara tertulis pada taraf nyata 95 persen. Nilai koefisien korelasi dua indikator tersebut adalah -0.363 yang menandakan keeratan hubungan yang dimiliki tergolong rendah. Nilai negatif memberikan arti arah hubungan dua indikator yang berlawanan, yakni ketika masa kerja bertambah maka kemampuan berkomunikasi secara tertulis seorang pendamping akan berkurang. Komunikasi secara tertulis yang dilakukan antara pendamping dan petani adalah melalui pesan singkat atau SMS. Penilaian diberikan kepada kemampuan pendamping dalam memilih bahasa dalam pesan singkat serta penyusunan pesan singkat yang sederhana sehingga mudah dipahami oleh petani. Hasil memberikan gambaran bahwa pendamping dengan masa kerja yang cenderung baru lebih berhati-hati dalam menyusun dan mengirimkan pesan singkat kepada petani dampingan yang baru mereka kenal. Masa pendampingan berhubungan nyata dan positif dengan kecepatan merespons pesan pada taraf nyata 95 persen. Nilai koefisien korelasi hubungan tersebut adalah 0.457 yang menunjukkan tingkat keeratan hubungan yang tergolong sedang. Sama halnya seperti masa kerja, semakin lama pendamping mengenal petani dampingannya, semakin terbiasa mereka berinteraksi sehingga pendamping lebih cepat dalam merespons pesan. Masa pendampingan juga berhubungan nyata dan positif dengan interaction management pada taraf nyata 90 persen. Semakin lama seorang pendamping mengenal dan mendampingi petani, semakin mampu pendamping dalam mengelola interaksi dengan petani, baik secara interpersonal maupun secara berkelompok. Tabel 19 memperlihatkan pula adanya hubungan nyata dan positif antara tingkat kekosmopolitan dengan kecepatan merespons pesan pada taraf nyata 90 persen. Tingkat keeratan hubungan tergolong rendah yang dilihat dari nilai koefisien korelasi sebesar 0.359. Pendamping yang aktif mencari informasi terbaru terkait Simantri tentu akan lebih mudah merespons perkataan petani. Pendamping lebih percaya diri saat berkomunikasi dengan petani karena pendamping kaya akan informasi-informasi terkait Simantri. Motivasi memiliki hubungan nyata dan positif dengan kemampuan menyampaikan ide-ide atau informasi pada taraf nyata 95 persen. Tingkat keeratan hubungan tergolong rendah yang dilihat dari nilai koefisien korelasi sebesar 0.381.
63
Tabel 19 Koefisien korelasi spearman (rs) faktor internal pendamping dan kompetensi komunikasi pendamping Simantri berdasarkan penilaian sendiri tahun 2016 Koefisien korelasi spearman (rs) pada kompetensi komunikasi pendamping Faktor internal
Kecepatan merespon pesan
Keluwesan berperilaku
Keterbukaan Kemampuan Interaction diri management menjalin relasi
Umur -0.003 0.118 -0.009 -0.038 Masa kerja 0.404** 0.218 0.171 -0.247 Masa 0.457** 0.222 0.105 0.198 pendampingan Tingkat 0.359* 0.249 0.247 0.083 kekosmopolitan Motivasi 0.229 0.200 0.125 0.252 Keterangan: * berhubungan nyata pada nilai signifikansi < 0.10 ** berhubungan nyata pada nilai signifikansi < 0.05
Pengetahuan tentang program
Kemampuan menyampaikan pesan
0.211 0.153 0.325*
0.214 0.150 0.172
0.100 -0.139 0.298
0.084
0.237
0.212
0.251
Kemampuan memotivasi
Kemampuan komunikasi tertulis
Kemampuan penanganan masalah
Kompetensi komunikasi pendamping
0.415** 0.087 0.047
0.111 -0.363** 0.256
0.029 -0.247 -0.021
0.015 0.204 0.086
0.158
0.210
-0.172
-0.139
0.006
0.381**
0.382**
0.132
0.163
0.355*
Tabel 20 Koefisien korelasi spearman (rs) faktor internal pendamping dan kompetensi komunikasi pendamping Simantri berdasarkan penilaian petani tahun 2016 Koefisien korelasi spearman (rs) pada kompetensi komunikasi pendamping Faktor internal
Kecepatan merespon pesan
Keluwesan berperilaku
Keterbukaan Kemampuan Interaction diri management menjalin relasi
Umur 0.219 0.096 0.057 0.303 Masa kerja 0.297 0.086 0.090 0.145 Masa 0.127 -0.071 0.112 -0.015 pendampingan Tingkat 0.208 0.024 0.099 0.112 kekosmopolitan Motivasi -0.034 -0.077 -0.251 -0.062 Keterangan: * berhubungan nyata pada nilai signifikansi < 0.10 ** berhubungan nyata pada nilai signifikansi < 0.05
Pengetahuan tentang program
Kemampuan menyampaikan pesan
0.248 0.332* 0.144
0.228 0.086 0.028
0.311 0.103 0.064
0.316
0.151
0.115
-0.071
Kemampuan memotivasi
Kemampuan komunikasi tertulis
Kemampuan penanganan masalah
Kompetensi komunikasi pendamping
0.362** 0.228 0.044
0.104 0.119 0.265
0.085 -0.142 -0.056
0.263 0.166 0.062
0.242
0.262
0.341*
0.082
0.227
-0.034
0.034
0.114
0.165
0.013
63
64 Motivasi juga memiliki hubungan nyata dan positif juga dengan kemampuan memunculkan motivasi dan partisipasi petani pada taraf nyata 95 persen. Nilai koefisien korelasinya adalah 0.382 yang berarti tingkat keeratan hubungan tergolong rendah. Pendamping dengan motivasi yang tinggi tentu menginginkan kelompok dampingan yang memiliki motivasi yang tinggi pula. Pendamping akan selalu berusaha meningkatkan motivasi dan partisipasi petani dalam kegiatan Simantri dengan salah satu caranya menyampaikan informasiinformasi teknologi terbaru terkait Simantri. Inovasi yang diperkenalkan pendamping meningkatkan semangat petani untuk memenangkan perlombaan Simantri. Ide-ide dan kreativitas pendamping yang diterapkan petani di kelompok tersebut menjadi nilai tambah saat perlombaan dan memberikan kemenangan kepada mereka. Berikut salah satu pernyataan pendamping Simantri Kabupaten Klungkung yang mendukung pernyataan di atas. “Kak pernah diuji waktu lomba [lomba Simantri]. Kakak kan awalnya dipilih itu kan mendadak, karena dia [Simantri binaannya] baru berjalan setahun ya kan. Sapi pun belum lahir. Akhirnya kakak putar otak, ... Akhirnya dari segi teknologi inovasi kak tambah. Kak buat tabulampot, fermentor sendiri. Nah, di sana guna perannya pendamping… akhirnya menang.”
Hasil analisis korelasi antara indikator-indikator faktor internal pendamping dengan kompetensi komunikasi pendamping menurut penilaian sendiri menunjukkan bahwa hanya indikator motivasi yang berhubungan dengan kompetensi komunikasi pendamping (Tabel 19). Motivasi berhubungan nyata dan positif dengan variabel kompetensi komunikasi pendamping pada taraf nyata 90 persen. Motivasi merupakan salah satu hal yang diperlukan dalam meningkatkan kompetensi komunikasi, selain pengetahuan dan keterampilan. Pendamping tentu akan kesulitan berkomunikasi dengan baik bersama petani apabila tidak diawali dengan motivasi atau keinginan untuk berkomunikasi. Indikator umur, masa kerja, masa pendampingan, dan tingkat kekosmopolitan tidak berhubungan dengan kompetensi komunikasi pendamping. Umur pendamping tidak berhubungan nyata dengan kompetensi komunikasi pendamping. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa umur tidak menjadi ukuran seorang pendamping dinilai memiliki kompetensi komunikasi yang baik atau tidak. Hal tersebut dapat dilihat pada susunan koordinator pendamping tingkat kabupaten hingga provinsi yang dominan diisi oleh pendamping dengan usia yang tergolong muda. Pendamping berusia muda mampu mendapatkan kepercayaan dari pendamping lain dan petugas sekretariat Simantri untuk membantu dalam hal koordinasi, selain pertimbangan bahwa pendamping muda memiliki waktu yang lebih banyak untuk lebih fokus pada program kerja Simantri. Pendamping termuda yang menjadi responden penelitian berusia 24 tahun, merupakan usia produktif yang sudah mampu menunjukkan kompetensi terbaik dan bersaing dengan pendamping dengan usia yang lebih matang. Masa kerja responden sebagai pendamping tidak berhubungan nyata dengan kompetensi komunikasi pendamping. Masa pendampingan di unit Simantri penelitian juga tidak berhubungan nyata dengan kompetensi komunikasi pendamping. Hal tersebut karena lamanya pendamping bekerja ataupun mendampingi kelompok tidak serta merta menunjukkan intensitas pertemuan yang
65 lebih sering dengan petani. Tidak semua anggota kelompok dikunjungi oleh pendamping saat ke lokasi Simantri, sehingga intensitas komunikasi dengan anggota tersebut tidak serta bertambah seiring bertambahnya masa pendampingan. Intensitas pertemuan yang sedikit juga memberikan sedikit peluang bagi pendamping untuk meningkatkan kompetensi komunikasi mereka. Pendamping lebih banyak berkomunikasi dengan pengurus kelompok, sehingga pengurus kelompok cenderung lebih mengetahui bahwa pendamping mereka memiliki kompetensi komunikasi yang baik dibandingkan anggota kelompok. Heath dan Bryant (2000) dan Payne (2005) menyatakan bahwa terdapat tiga variabel yang menentukan kompetensi komunikasi yakni motivasi, pengetahuan, dan keterampilan. Hasil penelitian menunjukkan hasil yang sedikit berbeda pada unsur pengetahuan. Tingkat kekosmopolitan pendamping (yang identik dengan menambah tingkat pengetahuan) tidak berhubungan dengan kompetensi komunikasi pendamping. Hal tersebut bisa memberikan pemahaman bahwa tingkat kekosmopolitan yang tinggi harus dibarengi pula oleh motivasi dan keterampilan berperilaku yang baik. Informasi dan pengetahuan yang didapatkan pendamping harus mau disampaikan kepada petani dan disampaikan dengan cara yang tepat pula. Tabel 20 menunjukkan nilai koefisien korelasi hasil korelasi faktor internal pendamping dengan kompetensi komunikasi pendamping berdasarkan penilaian petani. Hasil tersebut menunjukkan bahwa umur, masa kerja, dan tingkat kekosmopolitan berhubungan dengan beberapa indikator kompetensi komunikasi. Indikator umur berhubungan nyata dengan kemampuan memunculkan motivasi dan partisipasi petani pada taraf nyata 95 persen. Tingkat keeratan hubungan tergolong rendah yang dilihat dari nilai koefisien korelasi sebesar 0.362. Nilai positif menandakan arah hubungan antar indikator yang searah, ketika umur pendamping bertambah akan dibarengi oleh peningkatan kemampuannya dalam memunculkan motivasi dan partisipasi petani. Masa kerja memiliki hubungan nyata dengan interaction management pada taraf nyata 90 persen. Nilai koefisien korelasi adalah 0.332 yang menandakan bahwa tingkat keeratan hubungan tergolong rendah dan nilai positif menandakan arah hubungan yang searah. Masa kerja yang semakin bertambah akan dibarengi oleh interaction management pendamping yang meningkat pula. Tingkat kekosmopolitan dan kemampuan berkomunikasi secara tertulis berhubungan nyata dan positif pada taraf nyata 90 persen. Nilai koefisien korelasinya adalah 0.341. Nilai tersebut menandakan bahwa arah hubungan antar indikator searah dan tingkat keeratan hubungan tergolong rendah. Tingkat kekosmopolitan yang tinggi menandakan pendamping sering berhubungan dengan sumber-sumber informasi. Informasi terbaru yang diketahui pendamping akan mendukung kualitas pesan tertulis yang disampaikan pendamping. Hal ini sejalan dengan pernyataan Anwas (2011) bahwa penyuluh harus selalu meningkatkan kemampuan dalam mencari informasi inovasi melalui berbagai sumber informasi (meningkatkan kekosmopolitan). Faktor internal pendamping lain yang diduga berhubungan dengan kompetensi komunikasi pendamping adalah tingkat pendidikan formal. Analisis hubungan tersebut menggunakan teknik analisis korelasi chi-square yang hasilnya disajikan pada Tabel 21.
66 Tabel 21 Nilai pearson chi-square (χ2) pada korelasi tingkat pendidikan formal dan kompetensi komunikasi pendamping Simantri berdasarkan penilaian sendiri dan penilaian petani tahun 2016 Hubungan Tingkat pendidikan formal dan kompetensi komunikasi (penilaian sendiri) Tingkat pendidikan formal dan kompetensi komunikasi (penilaian petani)
χ2 tabel
Cc
Batas atas
Perbandingan Cc dan batas atas
Keeratan hubungan
0.536
3.8415
0.1325
0.7071
0.187
lemah
0.238
3.8415
0.0079
0.7071
0.011
lemah
Pearson chi-square 2
(χ )
Keterangan: χ2 tabel pada alfa 10 persen
Tabel 21 menunjukkan nilai pearson chi-square (χ2) pada korelasi antara tingkat pendidikan formal dan kompetensi komunikasi pendamping Simantri. Nilai χ2 pada korelasi tingkat pendidikan formal dan kompetensi komunikasi pendamping menurut penilaian sendiri lebih kecil dari nilai χ2 tabel (0.536 < 3.8415), hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan formal dengan kompetensi komunikasi pendamping menurut penilaian sendiri pada taraf nyata 90 persen. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada korelasi tingkat pendidikan formal dan kompetensi komunikasi pendamping menurut penilaian petani, yakni nilai χ2 lebih kecil dari nilai χ2 tabel (0.238 < 3.8415), hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan formal dengan kompetensi komunikasi pendamping menurut penilaian sendiri pada taraf nyata 90 persen. Keeratan hubungan juga dapat dilihat dari hubungan tersebut dengan memperhatikan nilai perbandingan dengan batas atas . Nilai perbandingan dengan batas atas pada hubungan tingkat pendidikan formal dan kompetensi komunikasi pendamping (penilaian sendiri) adalah 0.187. Nilai tersebut lebih kecil dari 0.05, sehingga dapat dikatakan keeratan hubungannya tergolong lemah. Keeratan hubungan yang lemah juga terlihat pada hubungan tingkat pendidikan formal dengan kompetensi komunikasi pendamping (penilaian petani) karena nilai perbandingan dengan batas atas (0.011) yang lebih kecil dari 0.05. Sebaran tingkat pendidikan formal pendamping memang tidak beragam yakni hanya S1 dan S2, serta didominasi oleh pendamping dengan latar belakang pendidikan S1. Tingkat pendidikan formal tidak berhubungan dengan kompetensi komunikasi pendamping bisa disebabkan oleh ilmu pengetahuan yang didapatkan dalam pendidikan S1 sudah cukup dalam proses pendampingan kegiatan Simantri saat ini. Pendamping dengan tingkat pendidikan S2 belum menerapkan ilmu yang mereka dapatkan saat menempuh pendidikan S2 karena belum dirasa perlu di lapangan, sehingga masih mengoptimalkan ilmu yang didapatkan selama pendidikan S1 sebagaimana pendamping lainnya lakukan. Kompetensi komunikasi pendamping juga lebih mengutamakan keterampilan berperilaku di unit Simantri, sehingga keilmuan terbaru yang didapat dalam pendidikan formal bukan hal utama yang diperlukan. Terdapat dua pendamping yang berpendidikan
67 S2, meskipun pendidikan formal tidak berhubungan nyata dengan kompetensi komunikasi, kedua pendamping ini tetap memiliki keunggulan tersendiri dengan dipercaya menjadi koordinator pendamping Simantri tingkat Provinsi Bali dan koordinator pendamping Kabupaten Jembrana. Tidak menutup kemungkinan bahwa pengembangan Simantri ke depan akan membutuhkan ilmu pengetahuan yang lebih maju dibandingkan kebutuhannya saat ini, sehingga pendamping dengan tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang sudah mereka dapatkan.
Hubungan Faktor Eksternal Pendamping dengan Kompetensi Komunikasi Pendamping Hubungan faktor eksternal pendamping dengan kompetensi komunikasi pendamping baik oleh penilaian sendiri maupun penilaian petani dapat dilihat pada Tabel 22 dan Tabel 23. Tabel 22 menyajikan nilai koefisien korelasi hasil uji korelasi antara faktor eksternal pendamping dan kompetensi komunikasi pendamping. Jumlah pelatihan dan kompetensi komunikasi pendamping berdasarkan penilaian sendiri berhubungan nyata dan positif pada taraf nyata 90 persen. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Anwas (2013) bahwa intensitas pelatihan berpengaruh signifikan pada kompetensi penyuluh. Pelatihan yang diikuti pendamping akan meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan mereka. Pelatihan juga dapat meningkatkan kesempatan pendamping untuk berinteraksi dengan instruktur, sesama pendamping, dan meningkatkan motivasi (Anwas 2013). Pendamping dengan pengalaman pelatihan yang baik memiliki kompetensi komunikasi yang baik pula karena pelatihan tidak hanya memberikan pendamping tambahan ilmu pengetahuan, namun juga meningkatkan technical skills dan pendamping mengetahui kapan keterampilan tersebut digunakan. Hal tersebut tercermin pada hasil wawancara beberapa pendamping bahwa keterampilan yang mereka berikan di setiap unit Simantri berbeda, sesuai dengan kebutuhan setiap unit Simantri. Jumlah pelatihan berhubungan nyata dengan lima indikator kompetensi komunikasi (penilaian sendiri), yakni keluwesan berperilaku, keterbukaan diri, kemampuan menjalin relasi, interaction management, dan pengetahuan tentang program. Hubungan jumlah pelatihan dengan indikator kompetensi komunikasi dirinci sebagai berikut. Jumlah pelatihan yang pernah diikuti oleh pendamping berhubungan nyata dengan keluwesan berperilaku (penilaian sendiri) pada taraf nyata 95 persen. Tingkat keeratan hubungan tergolong sedang yang dilihat dari nilai koefisien korelasi sebesar 0.523. Nilai positif menandakan arah hubungan antar indikator yang searah, yakni ketika jumlah pelatihan yang diikuti pendamping bertambah akan dibarengi oleh peningkatan keluwesan pendamping dalam berperilaku. Jumlah pelatihan berhubungan nyata dan positif dengan keterbukaan diri (penilaian sendiri) pada taraf nyata 90 persen. Nilai koefisien korelasinya adalah 0.315 yang menandakan tingkat keeratan hubungan pada kategori rendah. Nilai positif menandakan bahwa ketika jumlah pelatihan yang diikuti pendamping bertambah akan dibarengi oleh peningkatan keterbukaan diri seorang pendamping. Kegiatan pelatihan akan mempertemukan seseorang dengan banyak orang dari
68 berbagai latar belakang. Semakin sering dan beragam jenis pelatihan yang diikuti pendamping, akan memperbesar kesempatan pendamping untuk bertemu dengan banyak orang dengan beragam karakter, sehingga semakin besar kemungkinan seorang pendamping untuk menambah keterbukaan dirinya. Pendamping akan terbuka terhadap kehadiran orang-orang baru termasuk anggota kelompok dampingan dan keluarga mereka. Kemampuan menjalin relasi (penilaian sendiri) berhubungan nyata dan positif dengan jumlah pelatihan pada taraf nyata 90 persen. Tingkat keeratan hubungan tergolong rendah yang dilihat dari nilai koefisien korelasinya yakni 0.358. Nilai positif memberikan arti bahwa ketika semakin banyak pelatihan terkait Simantri yang diikuti pendamping, maka kemampuan menjalin relasi bagi pendamping akan meningkat pula. Hubungan selanjutnya yang berhubungan nyata dan positif adalah jumlah pelatihan dan interaction management (penilaian sendiri) pada taraf nyata 90 persen. Nilai koefisien korelasinya adalah 0.327 yang berarti tingkat keeratan hubungan yang tergolong rendah. Arah hubungan dua indikator ini searah dilihat dari nilai koefisien korelasi yang positif, maknanya semakin banyak jumlah pelatihan yang pernah diikuti pendamping maka semakin meningkat pula interaction management seorang pendamping. Jumlah pelatihan berhubungan nyata dan positif dengan pengetahuan pendamping terkait informasi dan materi program (penilaian sendiri) pada taraf nyata 90 persen. Nilai koefisien korelasi dua indikator tersebut adalah 0.331 yang berarti tingkat keeratan hubungan yang tergolong rendah. Nilai positif menandakan bahwa arah hubungan yang searah dan berarti ketika jumlah pelatihan bertambah maka tingkat pengetahuan pendamping terkait informasi dan materi program akan meningkat. Peningkatan pengetahuan adalah salah satu hal menarik yang dirasakan oleh 50 persen pendamping setelah mengikuti pelatihan terkait Simantri. Pelatihan sangat diperlukan karena pendamping berasal dari disiplin ilmu yang berbeda-beda, sehingga pelatihan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pendamping dari seluruh bidang ilmu yang diterapkan dalam program Simantri. Tanpa mengikuti pelatihan, pendamping tidak akan memiliki pondasi pengetahuan dan keterampilan yang kuat untuk bekerja sebagai pendamping Simantri. Hal tersebut sesuai dengan tujuan pelatihan yang tercantum dalam Laporan Pelatihan Petugas Pendampingan Pengembangan Simantri tahun 2014 yakni meningkatkan wawasan pengetahuan, keterampilan di bidang pengelolaan Simantri, serta untuk menyamakan persepsi antara petugas dinas dengan pendamping dalam membina, mengawal, dan mendampingi kelompok Simantri (Distan Prov Bali 2014b). Pelatihan memberikan kesempatan kepada pendamping untuk menambah pengetahuan dan keterampilan mereka sebagai pendamping. Semakin banyak pelatihan yang diikuti oleh pendamping semakin banyak inovasi yang bisa diperkenalkan pendamping kepada petani. Materi tentang dinamika kelompok juga menjadi salah satu materi pelatihan yang dapat menambah pengetahuan pendamping tentang cara mendampingi sebuah kelompok tani. Pendamping yang lebih banyak mengikuti pelatihan memang lebih mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan kelompok dampingan. Pendamping memilih perilaku yang berbeda menyesuaikan dengan kondisi kelompok yang berbeda-beda sehingga hubungan dengan kelompok dapat terjalin dengan baik.
69
Tabel 22 Koefisien korelasi spearman (rs) faktor eksternal pendamping dan kompetensi komunikasi pendamping Simantri berdasarkan penilaian sendiri tahun 2016 Koefisien korelasi spearman (rs) pada Kompetensi komunikasi pendamping Faktor eksternal Jumlah pelatihan Pengalaman organisasi Keterangan:
Kecepatan merespon pesan
Keluwesan berperilaku
0.097
0.523**
0.171 *
-0.014
Keterbukaan Kemampuan Interaction diri management menjalin relasi
0.315* -0.148
Pengetahuan tentang program
Kemampuan menyampaikan pesan
Kemampuan memotivasi
Kemampuan komunikasi tertulis
Kemampuan penanganan masalah
Kompetensi komunikasi pendamping
0.358*
0.327*
0.331*
0.250
0.295
0.029
0.143
0.342*
0.019
0.032
0.012
0.058
0.057
0.133
0.068
0.010
berhubungan nyata pada nilai signifikansi < 0.10 berhubungan nyata pada nilai signifikansi < 0.05
**
Tabel 23 Koefisien korelasi spearman (rs) faktor eksternal pendamping dan kompetensi komunikasi pendamping Simantri berdasarkan penilaian petani tahun 2016 Koefisien korelasi spearman (rs) pada Kompetensi komunikasi pendamping Faktor eksternal Jumlah pelatihan Pengalaman organisasi Keterangan:
Kecepatan merespon pesan
Keluwesan berperilaku
-0.024
-0.019
0.181 *
0.145
Keterbukaan Kemampuan Interaction diri management menjalin relasi
-0.268 0.227
Pengetahuan tentang program
Kemampuan menyampaikan pesan
Kemampuan memotivasi
Kemampuan komunikasi tertulis
Kemampuan penanganan masalah
Kompetensi komunikasi pendamping
0.007
-0.087
0.085
-0.063
-0.015
-0.026
0.254
0.036
-0.024
-0.032
0.098
-0.058
0.087
0.361*
0.018
0.260
berhubungan nyata pada nilai signifikansi < 0.10
69
70 Pendamping dengan keterbukaan diri senang menerima masukan dari petani tentang pelatihan apa saja yang diperlukan petani. Pendamping yang sudah banyak memiliki pengalaman pelatihan dapat mengajarkannya langsung pada petani tanpa bingung mencari tim pelatih. Pendamping dengan pengalaman pelatihan yang banyak memiliki interaction management yang baik pula karena pendamping yakin mereka berkompeten sebagai seorang pendamping. Tabel 22 juga menunjukkan hubungan antara pengalaman organisasi dan kompetensi komunikasi pendamping. Pengalaman organisasi yang dimaksud adalah pengalaman organisasi kampus dan pengalaman organisasi kemasyarakatan. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa pengalaman organisasi pendamping tidak berhubungan nyata dengan kompetensi komunikasi pendamping. Hasil tersebut muncul bisa disebabkan karena pengalaman organisasi yang berjumlah banyak belum tentu menunjukkan intensitas interaksi komunikasi yang tinggi antara pendamping dengan orang lain. Salah satu karakteristik komunikator yang kompeten adalah peduli tentang hubungan berkomunikasi (Adler & Rodman 1997) dan kesediaan komunikator untuk mendekati sebuah interaksi komunikasi (Spitzberg & Hecht dalam Heath & Bryant 2000). Pengalaman organisasi yang berjumlah banyak namun tidak dibarengi oleh kemauan dalam interaksi komunikasi, dalam kata lain menjadi anggota organisasi yang pasif, maka tidak akan berhubungan dengan peningkatan kompetensi komunikasi seseorang. Seorang pendamping yang memiliki pengalaman organisasi yang sedikit, namun dalam kehidupan sehari-hari peduli dengan hubungan berkomunikasi dan aktif untuk mendekati interaksi komunikasi dengan berbagai orang, maka dapat meningkatkan kompetensi komunikasinya. Hasil analisis korelasi antara jumlah pelatihan dengan kompetensi komunikasi pendamping berdasarkan penilaian petani tidak berhubungan nyata (Tabel 23). Pengalaman organisasi memiliki hubungan nyata dan positif pada salah satu indikator kompetensi komunikasi yakni kemampuan berkomunikasi secara tertulis (penilaian petani). Nilai korelasinya adalah 0.361 yang berarti tingkat keeratan hubungan yang regolong rendah dan arah hubungan yang searah. Hal tersebut menandakan bahwa semakin banyak pengalaman organisasi yang dimiliki oleh pendamping makan kemampuan berkomunikasi secara tertulis juga meningkat.
6 KEPUASAN PETANI TERHADAP PENDAMPING DAN HUBUNGANNYA DENGAN KOMPETENSI KOMUNIKASI PENDAMPING Kepuasan petani terhadap pendamping perlu diketahui karena petani adalah klien utama pendamping. Pendamping harus mampu berkomunikasi dengan baik kepada petani selain berkomunikasi dengan pihak lain sebagai penunjang peningkatan kompetensi komunikasi pendamping. Berikut ini diuraikan tingkat kepuasan petani terhadap pendamping Simantri serta hubungannya dengan kompetensi komunikasi pendamping.
71 Tingkat Kepuasan Petani terhadap Pendamping Simantri Tingkat kepuasan petani terhadap pendamping dilihat dari lima indikator yakni reliability (keterandalan), responsiveness (kesigapan), assurance (jaminan), empathy (empati), dan tangibles (bukti fisik). Tabel 24 menyajikan jumlah pendamping Simantri menurut tingkat kepuasan petani terhadap pendamping di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana. Deskripsi tabel akan dijelaskan berdasarkan indikator tingkat kepuasan petani terhadap pendamping. Tabel 24 Jumlah pendamping Simantri menurut tingkat kepuasan petani terhadap pendamping di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana tahun 2016 Kepuasan petani terhadap pendamping (Y2) Reliability (Y2.1) Rendah Sedang Tinggi Responsiveness (Y2.2) Rendah Sedang Tinggi Assurance (Y2.3) Rendah Sedang Tinggi Empathy (Y2.4) Rendah Sedang Tinggi Tangibles (Y2.5) Rendah Sedang Tinggi
Kabupaten Klungkung
Kabupaten Jembrana
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
0 3 12
0.0 20.0 80.0
0 1 14
0.0 6.7 93.3
0 3 12
0.0 20.0 80.0
0 0 15
0.0 0.0 100.0
0 3 12
0.0 20.0 80.0
0 0 15
0.0 0.0 100.0
0 3 12
0.0 20.0 80.0
0 0 15
0.0 0.0 100.0
0 6 9
0.0 40.0 60.0
0 1 14
0.0 6.7 93.3
Reliability (Keterandalan) Keterandalan seorang pendamping dilihat dari kemampuan pendamping melaksanakan tugas sesuai dengan yang dijanjikan, kualitas hasil dokumentasi dan sistem administrasi, kemampuan pendamping memberikan rasa tenang kepada petani, keandalan pendamping dalam melakukan monitoring, serta jumlah absen dan pulang lebih awal yang dilakukan pendamping. Hampir semua petani merasa puas pada keterandalan pendamping. Hal ini terlihat pada Tabel 24 yang menunjukkan kepuasan petani pada indikator keterandalan masuk pada kategori tinggi, yakni pada Kabupaten Klungkung sebanyak 80 persen dan Kabupaten Jembrana sebanyak 93.3 persen. Adapula pendamping yang mendapat tingkat kepuasan sedang yakni Kabupaten Klungkung sebanyak 20 persen dan Kabupaten Jembrana sebanyak 6.7 persen.
72 Responsiveness (Kesigapan) Kesigapan pendamping dilihat dari kepastian waktu penyelesaian tugas, kemampuan pendamping memberikan pelayanan dengan cepat, kesigapan pendamping merespons permintaan petani, serta kehadiran pendamping yang tepat waktu. Petani juga memberikan skor tinggi pada tingkat kepuasan indikator kesigapan. Tingkat kepuasan petani termasuk pada kategori tinggi bagi 12 pendamping Klungkung (80%) dan tiga orang pendamping (20%) mendapat tingkat kepuasan dalam kategori sedang. Tingkat kepuasan petani terhadap pendamping Kabupaten Jembrana juga sangat tinggi yakni 100 persen pendamping mendapat tingkat kepuasan petani dalam kategor tinggi. Assurance (Jaminan) Indikator assurance ini diukur dari tingkat kepuasan petani pada kemampuan pendamping menumbuhkan rasa percaya diri pada petani terkait keberlangsungan program, kemampuan pendamping memberikan rasa aman dan kepercayaan pada petani, melayani dengan sopan, mampu menjawab keluhan petani, dan kemampuan pendamping mempraktekkan pengolahan limbah kotoran ternak menjadi pupuk padat, pupuk cair, dan biogas. Hampir seluruh pendamping mendapat tingkat kepuasan pada kategori tinggi yakni pendamping Kabupaten Klungkung sebanyak 80 persen dan pendamping Kabupaten Jembrana sebanyak 100 persen. Selain itu, ada 20 persen pendamping Kabupaten Klungkung yang mendapat tingkat kepuasan kategori sedang. Empathy (Empati) Tingkat kepuasan petani terhadap indikator empati dilihat dari kemampuan pendamping memberikan rasa perhatian kepada petani, memahami kebutuhan petani, memilih jam kerja yang sesuai jadwal petani, dan pendamping yang mampu menarik simpati petani. Tingkat kepuasan petani pada indikator empati juga berada pada kategori tinggi, yaitu pendamping Kabupaten Klungkung sebanyak 80 persen dan pendamping Kabupaten Jembrana sebanyak 100 persen. Selain itu, terdapat 20 persen pendamping Kabupaten Klungkung yang mendapat tingkat kepuasan kategori sedang. Tangibles (Bukti Fisik) Tingkat kepuasan petani terhadap pendamping pada indikator tangibles dilihat dari kualitas alat bantu yang digunakan pendamping saat bekerja, kesesuaian penampilan dengan situasi, serta cara pendamping menampilkan materi. Tingkat kepuasan petani pada indikator ini juga berada pada kategori tinggi, yaitu pendamping Kabupaten Klungkung sebanyak 60 persen dan pendamping Kabupaten Jembrana sebanyak 93.3 persen. Selain itu, ada 40 persen pendamping Kabupaten Klungkung dan 6.7 persen pendamping Kabupaten Jembrana yang mendapat tingkat kepuasan kategori sedang. Perbandingan Tingkat Kepuasan Petani terhadap Pendamping Simantri Kabupaten Klungkung dan Pendamping Simantri Kabupaten Jembrana Perbandingan tingkat kepuasan petani terhadap pendamping Simantri Kabupaten Klungkung dengan pendamping Simantri Kabupaten Jembrana dapat dilihat dari nilai Uhitung dan Utabel pada setiap indikator pada Tabel 25.
73 Nilai Uhitung pada indikator reliability antara Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana adalah 86.50. Nilai tersebut lebih besar dari nilai Utabel (n1=n2=15, α=10%), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat kepuasan petani terhadap pendamping pada indikator reliability (keterandalan) antara Kabupaten Klungkung dengan Kabupaten Jembrana. Nilai Uhitung hasil uji beda pada indikator responsiveness antara Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana adalah 85.50. Nilai signifikansi lebih besar dari nilai Utabel (n1=n2=15, α=10%) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat kepuasan petani terhadap pendamping pada indikator responsiveness (kesigapan) antara Kabupaten Klungkung dengan Kabupaten Jembrana. Tabel 25 Nilai mean rank, Uhitung, dan Utabel pada perbandingan tingkat kepuasan petani terhadap pendamping Simantri di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana tahun 2016 Kepuasan petani terhadap pendamping Reliability Responsiveness Assurance Empathy Tangibles Kepuasan petani terhadap pendamping
Mean Rank Kabupaten Klungkung 13.77 13.70 12.07 13.40 12.23 13.27
Kabupaten Jembrana 17.23 17.30 18.93 17.60 18.77 17.73
Utabel
Utabel
Uhitung
(n1=n2=15, α=5%)
(n1=n2=15, α=10%)
86.50 85.50 61.00** 81.00 63.50** 79.00
64 64 64 64 64 64
72 72 72 72 72 72
Keterangan: ** berbeda nyata pada α = 5%
Nilai Uhitung pada indikator assurance antara Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana adalah 61.00. Nilai signifikansi lebih kecil dari nilai Utabel (n1=n2=15, α=5%) sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan tingkat kepuasan petani terhadap pendamping pada indikator assurance (jaminan) antara Kabupaten Klungkung dengan Kabupaten Jembrana pada taraf nyata 95 persen. Nilai mean rank Kabupaten Jembrana (18.93) lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata tingkat kepuasan petani di Kabupaten Klungkung (12.07). Hal tersebut menandakan petani di Kabupaten Jembrana lebih puas terhadap pendampingnya dibandingkan dengan petani di Kabupaten Klungkung, dalam hal menumbuhkan rasa kepercayaan pada petani, memberikan pelayanan dengan sopan, dan unsur assurance lainnya. Nilai Uhitung pada indikator emphaty antara Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana adalah 81.00. Nilai tersebut lebih besar dari nilai Utabel (n1=n2=15, α=10%) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat kepuasan petani terhadap pendamping pada indikator emphaty (empati) antara Kabupaten Klungkung dengan Kabupaten Jembrana pada taraf nyata 90 persen. Nilai Uhitung pada indikator tangibles antara Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana adalah 63.50. Nilai tersebut lebih kecil dari nilai Utabel (n1=n2=15, α=5%) sehingga disimpulkan ada perbedaan tingkat kepuasan petani terhadap pendamping pada indikator tangibles antara Kabupaten Klungkung dengan Kabupaten Jembrana pada taraf nyata 95 persen. Nilai mean rank tingkat kepuasan petani terhadap pendamping di Kabupaten Jembrana (18.77) lebih tinggi
74 dibandingkan dengan rata-rata tingkat kepuasan petani di Kabupaten Klungkung (12.23). Hal tersebut menandakan petani di Kabupaten Jembrana lebih puas terhadap pendampingnya dibandingkan dengan petani di Kabupaten Klungkung, dalam hal penggunaan alat bantu, penampilan pendamping, serta cara penyajian materi oleh pendamping.
Hubungan Kompetensi Komunikasi Pendamping dengan Kepuasan Petani terhadap Pendamping Penelitian ini menganalisis korelasi atau hubungan kompetensi komunikasi pendamping dengan kepuasan petani terhadap pendamping. Analisis korelasi dilakukan antara kompetensi komunikasi pendamping (penilaian sendiri) dengan kepuasan petani terhadap pendamping serta analisis korelasi antara kompetensi komunikasi pendamping (penilaian petani) dengan kepuasan petani terhadap pendamping. Hasil analisis tersebut disajikan pada Tabel 26 dan Tabel 27. Tabel 26 menyajikan nilai koefisien korelasi kompetensi komunikasi pendamping Simantri berdasarkan penilaian sendiri dan kepuasan petani terhadap pendamping. Tabel tersebut memperlihatkan tidak ada hubungan yang nyata antara kompetensi komunikasi pendamping berdasarkan penilaian sendiri dengan kepuasan petani terhadap pendamping. Tabel 26 Koefisien korelasi spearman (rs) kompetensi komunikasi pendamping Simantri (penilaian sendiri) dan kepuasan petani terhadap pendamping tahun 2016 Kompetensi komunikasi pendamping Kecepatan merespons pesan Keluwesan berperilaku Keterbukaan diri Kemampuan menjalin relasi Interaction management Pengetahuan terhadap informasi dan materi program Kemampuan menyampaikan pesan Kemampuan memunculkan motivasi dan partisipasi petani Kemampuan berkomunikasi secara tertulis Kemampuan penanganan masalah Kompetensi komunikasi pendamping
Koefisien korelasi spearman (rs) pada Kepuasan petani terhadap pendamping Reliability
Responsiveness
Assurance
Emphaty
Tangibles
(Y2.1) 0.146 -0.182 -0.012 -0.067 -0.168 0.022
(Y2.2) 0.091 -0.159 0.041 -0.058 -0.175 -0.001
(Y2.3) 0.089 -0.092 0.100 -0.040 -0.035 0.104
(Y2.4) 0.057 -0.107 0.028 0.019 -0.050 0.177
(Y2.5) 0.095 -0.132 0.029 0.015 -0.056 0.008
-0.217
-0.098
-0.165
-0.124
-0.253
-0.069
0.058
0.080
0.045
0.019
-0.038
-0.028
-0.050
0.034
-0.035
-0.112
-0.151
-0.031
0.003
0.105
-0.153
-0.104
-0.066
-0.034
0.002
Hasil berbeda ditunjukkan Tabel 27 yang menyajikan nilai koefisien korelasi kompetensi komunikasi pendamping Simantri berdasarkan penilaian petani dan kepuasan petani terhadap pendamping. Tabel 27 banyak menunjukkan adanya hubungan nyata antara indikator-indikator pada kompetensi komunikasi
75 pendamping berdasarkan penilaian petani dengan kepuasan petani terhadap pendamping. Hampir seluruh indikator memiliki hubungan nyata dan positif pada taraf kepercayaan 95 persen. Kisaran nilai koefisien korelasi tersebut yakni antara 0.422-0.896. Kompetensi komunikasi pendamping (penilaian petani) secara keseluruhan berhubungan nyata dan positif dengan kepuasan petani terhadap pendamping pada koefisien korelasi sebesar 0.812 (Lampiran 7 bagian D). Koefisien korelasi tersebut menunjukkan bahwa tingkat keeratan hubungan sangat kuat. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian Madlock (2008a) bahwa kompetensi komunikasi supervisor merupakan penentu terbesar dari kepuasan kerja dan kepuasan komunikasi karyawannya. Hasil penelitian Steele dan Plenty (2014) juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara kepuasan komunikasi dan kepuasan kerja karyawan dengan kompetensi komunikasi supervisor berdasarkan penilaian karyawan. Hasil tersebut memperkuat pula pandangan Steele dan Plenty (2014) bahwa hubungan supervisor dan karyawan dalam bentuk dyadic dan interaktif memengaruhi kompetensi komunikasi dan kepuasan komunikasi serta kepuasan kerja dalam konteks tersebut. Tabel 27 Koefisien korelasi spearman (rs) kompetensi komunikasi pendamping Simantri (penilaian petani) dan kepuasan petani terhadap pendamping tahun 2016 Kompetensi Komunikasi Pendamping
Koefisien korelasi spearman (rs) pada Kepuasan petani terhadap pendamping Reliability
Responsiveness
Assurance
Emphaty
Tangibles
(Y2.1) 0.615** 0.674** 0.542** 0.496** 0.838** 0.628**
(Y2.2) 0.560** 0.647** 0.589** 0.422** 0.800** 0.646**
(Y2.3) 0.594** 0.761** 0.619** 0.625** 0.896** 0.680**
(Y2.4) 0.570** 0.675** 0.552** 0.549** 0.813** 0.590**
(Y2.5) 0.631** 0.813** 0.592** 0.559** 0.772** 0.795**
0.765**
0.744**
0.734**
0.795**
0.129
0.326
0.482**
0.616**
0.786**
0.857**
Kecepatan merespon pesan Keluwesan berperilaku Keterbukaan diri Kemampuan menjalin relasi Interaction management Pengetahuan terhadap informasi dan materi program Kemampuan menyampaikan 0.750** 0.688** 0.806** pesan Kemampuan memunculkan 0.674** 0.659** 0.821** motivasi dan partisipasi petani Kemampuan berkomunikasi 0.323 0.422 0.353 secara tertulis Kemampuan penanganan 0.436** 0.428** 0.498** masalah Kompetensi komunikasi 0.756** 0.716** 0.847** pendamping Keterangan: ** berhubungan nyata pada nilai signifikansi < 0.05
Tingkat keeratan hubungan paling tinggi atau sangat kuat adalah hubungan antara indikator assurance dan interaction management dengan nilai korelasi 0.896 (Tabel 27). Nilai positif menunjukkan arah hubungan yang searah yakni ketika interaction management pendamping meningkat, maka tingkat kepuasan petani pada indikator assurance akan meningkat pula. Pendamping yang mampu melakukan komunikasi interpersonal dengan baik serta pendamping yang mampu mengatur alur percakapan pada saat rapat ataupun diskusi nonformal bersama
76 kelompok tentu memiliki kesempatan untuk menumbuhkan rasa percaya diri pada petani bahwa kelompok mampu menjalankan program sebagaimana mestinya. Petani yang menilai bahwa pendamping mereka memiliki interaction management yang baik adalah petani yang merasakan kepuasan pada kesopanan yang ditunjukkan pendamping serta puas pada kemampuan pendamping dalam menjawab keluhan mereka. Pendamping yang memiliki interaction management yang baik cenderung lebih dipercaya oleh para petani. Hasil berbeda terlihat pada indikator kemampuan berkomunikasi secara tertulis yang tidak terdapat hubungan nyata dengan tingkat kepuasan petani baik pada indikator reliability, responsiveness, assurance, emphaty, ataupun tangibles. Kemampuan berkomunikasi secara tertulis tercermin dalam kemampuan pendamping mengirim SMS yang mudah dipahami dan menggunakan bahasa yang baik. Hasil yang menyatakan tidak berhubungan berkaitan dengan belum semua anggota kelompok pernah menerima SMS dari pendamping sehingga banyak anggota kelompok yang ragu-ragu dalam memberikan penilaian. SMS biasanya dikirim pendamping kepada ketua kelompok dan apabila anggota perlu mengetahui informasi dalam SMS, maka ketua kelompoklah yang akan menginformasikan kepada anggota baik secara langsung maupun tidak langsung. Penjabaran selanjutnya tentang analisis hubungan kompetensi komunikasi pendamping dan kepuasan petani terhadap pendamping disajikan berdasarkan indikator-indikator kepuasan petani terhadap pendamping sebagai berikut. Hubungan Kompetensi Komunikasi Pendamping dengan Reliability Nilai koefisien korelasi antara kecepatan merespons pesan dengan reliability adalah 0.615 yang berarti tingkat keeratan hubungan tergolong kuat. Hasil tersebut dapat menjelaskan bahwa pendamping yang dinilai cepat merespons perkataan petani juga mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik, seperti pembuatan administrasi, dokumentasi, monitoring, dan kehadiran dalam kegiatankegiatan di lokasi Simantri. Indikator keluwesan berperilaku berhubungan nyata dengan reliability. Tingkat keeratan hubungannya tergolong kuat dilihat dari nilai koefisien korelasi sebesar 0.674. Pendamping yang mampu menyesuaikan diri dengan ketua atau anggota kelompok di lokasi Simantri dapat terlihat dari keandalannya menyelesaikan tugas dengan baik. Keterbukaan diri pendamping memiliki keeratan hubungan yang tergolong sedang dengan reliability yakni dengan koefisien korelasi 0.542. Pendamping yang bersedia menampung ide-ide atau informasi dari petani akan mengetahui apa yang diinginkan oleh petani itu sendiri sehingga hasil pekerjaan yang dilakukan pendamping sesuai dengan harapan petani. Ide-ide dari petani dan pedoman pelaksanaan program akan menjadi bahan pertimbangan pendamping dalam membuat suatu keputusan bagaimana dan seperti apa penyelesaian tugas yang harus dilakukan pendamping. Nilai koefisien korelasi antara kemampuan menjalin relasi dengan reliability adalah 0.496 yang berarti tingkat keeratan hubungan tergolong sedang. Pendamping yang mampu menjalin hubungan baik dengan petani terutama ketua kelompok akan mampu menunjukkan hasil pekerjaan yang baik. Hal tersebut dapat dicontohkan pada saat pendamping melakukan monitoring pada kelompok dampingan, apabila pendamping menjalin hubungan baik dengan kelompok maka data untuk keperluan monitoring akan lebih mudah diberikan oleh kelompok.
77 Interaction management berhubungan nyata dan positif pada tingkat keeratan hubungan sangat kuat dengan indikator reliability. Nilai koefisien korelasinya dalah 0.838. Pendamping dengan kemampuan berkomunikasi secara interpersonal yang baik serta mampu berkomunikasi dalam forum diskusi akan membantunya dalam mendapatkan informasi yang akurat tentang kondisi atau kebutuhan kelompok dampingannya yang sesungguhnya sehingga tugas-tugas yang diselesaikan sesuai dengan kondisi kelompok dampingan. Tingkat keeratan hubungan antara indikator reliability dengan pengetahuan pendamping terhadap informasi dan materi program tergolong kuat terlihat dari nilai koefisien korelasi sebesar 0.628. Pengetahuan tentang informasi terbaru dan materi program sangat diperlukan oleh seorang pendamping dalam menyelesaikan tugas-tugasnya untuk pengembangan kelompok. Perubahan sistem administrasi yang harus selalu diketahui pendamping, apabila tidak maka laporan atau tugas lainnya tidak akan selesai dengan baik. Salah satu contoh perubahan sistem administrasi yakni apabila kelompok ingin mengajukan permohonan bantuan alat pembuatan kompos, maka kelompok tersebut harus berbadan hukum. Pendamping yang tidak mengetahui dengan jelas prosedur tersebut maka upaya pengadaan alat akan menjadi terhambat. Indikator kemampuan menyampaikan pesan berhubungan kuat dengan reliability dengan nilai koefisien korelasi 0.750. Pendamping yang menyampaikan informasi di waktu yang tepat akan menyelesaikan tugasnya dengan waktu yang tepat pula. Pendamping yang menyampaikan informasi dengan bahasa dan struktur kalimat yang mudah dipahami petani akan sangat membantu kelancaran penyelesaian tugas-tugasnya, baik dalam membantu petani membuat sistem administrasi dan kelengkapan data monitoring. Reliability juga berhubungan kuat dengan kemampuan pendamping dalam memunculkan motivasi dan partisipasi petani dengan nilai koefisien korelasi 0.674. Petani yang bersedia membantu pendamping menyelesaikan tugas-tugas adalah salah satu bentuk partisipasi petani. Tugas-tugas pendamping yang selesai dengan baik akan mendorong kelancaran kegiatan di lokasi Simantri. Kemampuan penanganan masalah dan indikator reliability memilki hubungan yang tergolong sedang dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.436. Masalah yang muncul di dalam kelompok baik masalah teknis, masalah internal, maupun masalah eksternal tentu akan menghambat pendamping dalam membantu kelompok menyelesaikan pembuatan sistem administrasi, dokumentasi, dan kegiatan lainnya. Pendamping juga harus handal membantu kelompok menangani masalah apabila diperlukan. Hubungan Kompetensi Komunikasi Pendamping dengan Responsiveness Indikator kecepatan merespons pesan berhubungan nyata dengan responsiveness. Keeratan hubungan tergolong sedang dengan nilai koefisien korelasi 0.560. Pendamping yang cepat merespons pesan petani akan sigap juga dalam memberikan pelayanan, sigap menanggapi permintaan petani. Keluwesan berperilaku berhubungan kuat dengan responsivess dengan nilai koefisien korelasi 0.647. Pendamping yang mampu menyesuaikan diri dan mudah bergaul dengan kelompok dampingan akan mendukung kemampuannya dalam memberikan pelayanan dengan sigap. Pendamping yang mudah bergaul akan berusaha memberikan yang terbaik bagi kelompok dampingan.
78 Responsiveness juga berhubungan nyata dengan keterbukaan diri dengan keeratan hubungan tergolong sedang (0.589). Pendamping yang selalu siap menampung ide-ide dan informasi dari petani adalah pendamping yang berkeinginan memberikan pelayanan dengan cepat dan sigap merespons permintaan petani. Pendamping yang mampu menjalin relasi atau hubungan baik dengan kelompok akan mempermudah pendamping memberikan pelayanan dengan cepat. Pendamping yang ingin menjaga hubungan baik dengan kelompok akan berusaha hadir tepat waktu pada kegiatan-kegiatan Simantri. Hal tersebut sesuai dengan hasil analisis korelasi yang menunjukkan indikator kemampuan menjalin relasi berhubungan pada kategori sedang dengan responsiveness. Kemampuan menjalin relasi berhubungan nyata dengan responsiveness pada nilai korelasi 0.422. Pendamping yang sigap dalam memberikan pelayanan dan sigap menanggapi permintaan petani dapat menjadi salah satu bentuk upaya pendamping yang ingin menjalin hubungan baik dengan petani. Interaction management berhubungan sangat kuat dengan responsiveness dengan nilai korelasi 0.800. Kemampuan pendamping dalam mengatur percakapan interpersonal dan mengatur percakapan dalam diskusi akan mempermudah pendamping untuk mengetahui permintaan dan kebutuhan pendamping. Pendamping yang sulit atau jarang berinteraksi dengan petani akan lebih lama dan sulit untuk mengetahui permintaan petani sehingga akan kurang sigap dalammemenuhi permintaan petani tersebut. Pendamping yang memiliki pengetahuan terhadap informasi dan materi program yang memadai akan memudahkan pendamping memberikan pelayanan kepada petani, respons terhadap permintaan petani lebih cepat diberikan karena pendamping sudah mengetahui cara memenuhi permintaan tersebut. Hal tersebut mendukung hasil analisis yang menyatakan bahwa pengetahuan terhadap informasi dan materi program berhubungan nyata dan tingkat keeratan hubungan kuat dengan nilai koefisien korelasi sebsar 0.646. Kemampuan pendamping menyampaikan pesan berhubungan erat dengan responsiveness pada nilai koefisien korelasi 0.688. Hal tersebut menunjukkan pendamping yang mampu berbicara dengan baik akan mampu memberikan pelayanan dengan cepat pula. Pendamping yang mampu memancing semangat petani untuk aktif memberikan sumbangan tenaga, ide, maupun waktu juga pendamping yang mampu memberikan contoh untuk sigap dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan program Simantri. Pendamping yang sigap memberikan pelayanan akan mendorong petani untuk sigap pula dalam kegiatan Simantri. Oleh karena itu terdapat hubungan yang kuat antara kemampuan pendamping memunculkan motivasi dan partisipasi petani dan responsiveness dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.659. Pendamping yang mampu membantu petani menangani masalah juga harus mampu sigap merespons permintaan petani. Salah satu contohnya adalah ketika kelompok membutuhkan Alat Pengolahan Pupuk Organik (APPO), hampir seluruh pendamping segera mengajukan proposal. Bantuan tersebut membutuhkan waktu yang lama untuk disetujui dan sampai kepada petani, namun salah satu pendamping di Kabupaten Jembrana dengan sigap menangkap kesempatan. Pendamping mengambil alih APPO dari kelompok lain yang sudah tidak terpakai untuk dipindahkan ke kelompok dampingannya, sehingga kelompok mendapatkan APPO mendapatkan bantuan jauh lebih cepat dari biasanya.
79 Hubungan Kompetensi Komunikasi Pendamping dengan Assurance Indikator kecepatan merespons pesan dan assurance berhubungan nyata pada tingkat keeratan tergolong sedang dengan nilai koefisien korelasi 0.594. Pendamping yang cepat merespons perkataan petani akan membuat petani nyaman berinteraksi dan hal ini akan menjadi awal petani memberikan kepercayaan kepada pendamping. Indikator keluwesan berperilaku, keterbukaan diri, dan kemampuan menjalin relasi berhubungan kuat dengan indikator assurance, masing-masing dengan nilai koefisien korelasi 0.761, 0.619, dan 0.625. Pendamping yang mudah bergaul dengan kelompok, mau menerima ide-ide yang disampaikan kelompok, serta pendamping yang selalu menjaga hubungan baik dengan kelompok adalah pendamping yang dipercaya oleh kelompok. Pendamping Kabupaten Jembrana yang sebagian besar berdomisili jauh dari Kabupaten Jembrana tetap diberikan kepercayaan oleh kelompok yang mereka dampingi karena mereka selalu berusaha menjaga hubungan baik dan menerima ide-ide kelompok sejak pertama kali mereka kenal dengan kelompok. Pendamping Klungkung di kecamatan Nusa Penida juga demikian, meskipun kelompok di kecamatan Nusa Penida dikenal dengan karakter yang keras, pendamping tetap berusaha berbaur dengan kelompok, memberikan contoh bahwa mengolah kotoran ternak menjadi puuk organik dapat menghasilkan pendapatan, sehingga rasa percaya diri kelompok untuk menjalankan program perlahan muncul. Pengetahuan terhadap informasi dan materi program berhubungan kuat dengan indikator assurance dengan nilai koefisien korelasi 0.680. Tingkat pengetahuan pendamping berhubungan dengan penguasaan pendamping dalam mempraktekkan inovasi dalam program Simantri, yakni pengolahan limbah ternak menjadi pupuk padat dan pupuk cair, pembuatan biogas, dan pemeliharaan sapi. Pendamping harus memiliki pengetahuan dan keterampilan terhadap inovasi karena pendamping adalah pihak pertama yang akan ditanyakan oleh petani apabila terdapat permasalahan dalam pelaksanaan teknis program atau hal-hal baru yang ingin diketahui petani. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pendamping tidak hanya dituntut memiliki pengetahuan yang memadai tentang Simantri, namun pendamping juga harus selalu memperbarui informasi teknologi pertanian yang ia ketahui, mempraktekkan terlebih dahulu sebelum diperkenalkan kepada petani, kemudian mengintroduksikan teknologi tersebut kepada petani, serta mengetahui informasi pemasaran produk Simantri. Pengetahuan dan keterampilan yang selalu baru dari seorang pendamping akan meningkatkan kepercayaan petani kepada pendamping. Hal tersebut didukung oleh pernyataan pendamping Kabupaten Klungkung tentang kondisi ketika pendamping tidak memiliki kemampuan di bidang pemasaran akan memicu kemalasan bagi petani. “… karena tidak ada adanya income. Dia hanya bisa menghasilkan output. Output ada tapi income gak ada? Mau dikemanain? Disinilah peran pendamping juga”. Pengetahuan dan keterampilan tidak hanya meningkatkan kepercayaan petani terhadap pendamping, melainkan dapat pula mengakomodir kelompok yang sangat aktif dan “haus” akan introduksi inovasi pertanian. Keberadaan pendamping bukan hanya membantu di bagian administrasi, namun sebagai jembatan penghubung informasi teknologi terbaru kepada petani. Ketika suatu kelompok yang sangat aktif sudah berhasil melaksanakan program Simantri, suatu
80 saat mereka akan merasa stagnan karena informasi teknologi terbaru belum mereka terima, disanalah peran pendamping sangat penting dalam menginformasikan dan mengedukasi petani. Berikut pernyataan pendamping Kabupaten Klungkung yang mendukung pernyataan tersebut. “Sebenarnya kuncinya ada di kelompok kan. Kalau kelompoknya mau aktif, tanpa ada pendamping pun dia bisa jalan. Cuma nanti ke depannya dia akan stuck juga, karena nanti kunci berikutnya adalah pendamping. Kenapa Simantri memerlukan pendamping? Sebenarnya itu dia kuncinya. Di saat dia [kelompok] stuck itu, pendamping yang akan memberikan informasi, gitu.”.
Kemampuan menyampaikan pesan dan kemampuan memunculkan motivasi dan partisipasi petani berhubungan sangat kuat dengan indikator assurance, masing-masing nilai koefisien korelasinya adalah 0.806 dan 0.821. Pendamping yang menyampaikan pesan di waktu yang tepat dengan bahasa yang sederhana lebih didengarkan oleh petani. Petani yang mendengarkan pendamping adalah petani yang memiliki kepercayaan kepada pendamping. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan seorang anggota Simantri Kabupaten Klungkung bahwa ia percaya dengan pendamping. “Kalau menurut saya sih percaya, tapi ne len lenan percaya sih mase, makane napi keniange [sareng pendamping], nyak lah anggotane mirengang, yen ten nyak mirengang, berarti kuang percayane.” “Kalau menurut saya sih percaya, tapi anggota yang lain percaya sih juga, makanya apa yang disampaikan [oleh pendamping], maulah anggotanya mendengarkan, kalau tidak mau mendengarkan, berarti kurang kepercayaan mereka.”
Banyak petani tertarik mengikuti program Simantri karena mereka tertarik dengan usaha pemeliharaan ternak. Kegiatan lain di program Simantri belum begitu menarik bagi mereka. Petani masih belum memahami makna konsep integrasi dalam program Simantri yang harus dilaksanakan secara berkelanjutan. Tim Koordinator Simantri Kabupaten Jembrana menjelaskan bahwa belum semua anggota kelompok paham dengan istilah integrasi. Tidak semua anggota kelompok melek huruf. Tidak semua anggota kelompok mampu memahami Bahasa Indonesia dengan istilah yang susah, sehingga pendamping harus mampu menerjemahkan bahasa-bahasa atau materi-materi yang sulit ke dalam bahasa yang dimengerti petani. Hal tersebut merupakan salah satu tugas penting pendamping saat ini, sebagai upaya menggerakkan petani agar mau dan mampu melaksanakan keseluruhan kegiatan integrasi dalam program Simantri. Pendamping yang mampu memotivasi petani akan mampu juga menumbuhkan rasa percaya diri pada petani. Banyak hal yang dapat dilakukan oleh pendamping untuk memotivasi, misalnya pendamping Kabupaten Klungkung yang mempraktekkan secara langsung pembuatan pupuk padat di kelompok Simantri yang belum bersedia melakukannya. Pendamping Kabupaten Klungkung juga langsung memasarkan pupuk olahan mereka pada distributor pupuk organik yang sudah disediakan oleh Tim Koordinasi Kabupaten Klungkung dan Sekretariat Simantri Provinsi Bali. Hal tersebut dilakukan pendamping guna memotivasi petani bahwa limbah kotoran ternak yang mereka pelihara dapat
81 menghasilkan uang. Hasil akhir yang diharapkan adalah petani bersedia mengolah sendiri limbah ternak mereka karena itulah bagian penting dari konsep integrasi. Indikator kemampuan penanganan masalah berhubungan nyata dengan assurance pada nilai koefisien korelasi 0.498. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ketika kemampuan pendamping dalam menangani permasalahan semakin meningkat, maka tingkat kepercayaan petani terhadap pendamping akan semakin bertambah. Rasa percaya diri petani bahwa unit Simantri mereka akan berjalan dengan baik juga akan bertambah. Hubungan Kompetensi Komunikasi Pendamping dengan Emphaty Kecepatan merespons pesan berhubungan nyata dengan empati pada tingkat keeratan yang tergolong sedang. Nilai koefisien korelasinya adalah 0.570. Pendamping yang mampu merespons perkataan petani dengan cepat berarti memiliki kemampuan menyimak yang baik. Hal ini merupakan salah satu bentuk perhatian kecil dari seorang pendamping yang dapat menarik simpati petani. Keluwesan berperilaku dan empati berhubungan kuat dengan nilai koefisien korelasi 0.675. Hal ini jelas karena pendamping yang mudah bergaul dan menyesuaikan diri dengan lingkungan di lokasi Simantri lebih mudah menarik simpati petani dibandingkan yang kurang bisa berbaur dengan kelompok. Seseorang yang luwes berperilaku berarti memiliki perhatian terhadap kondisi lingkungan dan orang-orang di sekitarnya sehingga mampu memilih tingkah laku yang tepat saat berinteraksi dengan mereka. Keterbukaaan diri dan kemampuan menjalin relasi berhubungan dengan indikator empati pada kategori sedang. Nilai koefisien korelasinya masing-masing adalah 0.552 dan 0.549. Pendamping yang terbuka dalam menerima ide-ide dari petani akan lebih mudah memahami kebutuhan kelompok petani tersebut, sebagaimana pernyataan pendamping Simantri Kabupaten Klungkung berikut ini. “Kita kesana itu, kosongkan dulu diri. Kosongkan diri itu maksudnya gini. Jangan memakai ilmu kita, gitu lo. Kosongkan diri kita. Anggap dia itu lebih pintar daripada kita. Tampung aja dulu. “Ohh kenten pak nggih. Nggih, nggih”, tampung dulu. Nanti setelah kita bisa masuk ke mereka, baru kita kasi ini dia, ilmunya kita keluarin. “Pak kene pelih, kene pelih”. Tampung dulu, kosongkan dulu kita. Biar pendapat dia masuk ke kita.”
Pendamping yang berusaha menjalin hubungan baik dengan petani akan memilih jam kerja di lokasi Simantri yang tidak mengganggu aktivitas petani sehari-hari. Pendamping juga akan mengutamakan kepentingan kelompok Simantri yang ia dampingi. PPTK Simantri sependapat dengan hal tersebut. Pendamping yang berniat menjalin hubungan baik dengan kelompok, pasti akan mencari informasi kapan petani biasanya hadir ke lokasi Simantri. “Kalau kebiasaannya dia pagi ngasi makan ternaknya, pagilah kesana jangan sore. Kalau kelompoknya kesana pagi pendampingnya sore kan ngancer itu. Pasti tidak ketemu kan. Perlu cari informasi, “Pak, kapan bapak ke kandang? Saya mau ketemu sama bapak.” … Ada yang sudah menerapkan itu. Kelompoknya seperti keluarga sendiri. Ada juga yang begitu. Enak disana itu keluar masuk, sudah dipercaya, sudah enak, dianggap keluarga sendiri.”
82 Interaction management berhubungan sangat kuat dengan empati dengan nilai koefisien korelasi 0.813. Empati adalah salah satu modal seorang pendamping untuk mampu mengelola interaksi dengan petani baik secara interpersonal maupun dalam forum diskusi. Petani yang sudah bersimpati dengan pendamping, maka pendamping akan didengarkan pada saat berbicara dalam forum diskusi. Pengetahuan terhadap informasi dan materi program berhubungan dengan empati pada kategori sedang dengan nilai 0.590. Pendamping yang percaya diri menyampaikan informasi kepada petani akan menarik simpati petani. Petani tidak akan menghiraukan pendamping yang menyampaikan informasi dengan keraguan. Menarik simpati kelompok memang tidak selalu mudah seperti yang diceritakan oleh pendamping bahwa perlu waktu untuk dapat menarik simpati petani. Indikator kemampuan menyampaikan pesan dan kemampuan memunculkan motivasi dan partisipasi petani berhubungan kuat dengan empati. Nilai koefisien masing-masing korelasi adalah 0.765 dan 0.734. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pendamping yang dinilai mampu menyampaikan pesan dengan baik, dinilai memilki empati yang baik pula. Pendamping yang berusaha menyampaikan pesan sesuai dengan kemampuan petani berarti memahami kebutuhan petani tentang bentuk pesan yang mudah dipahami petani. Pendamping yang mampu memunculkan motivasi dan partisipasi petani adalah pendamping yang memiliki empati, memahami kondisi petani atau kelompok sehingga pendamping mengetahui hal-hal yang dapat meningkatkan motivasi dan partisipasi mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat Anwas (2011) bahwa dalam meningkatkan kemampuan penyuluh dalam komunikasi inovasi penyuluh harus memahami inovasi yang dibutuhkan petani, menyampaikanya dengan bahasa yang mudah dipahami, serta dilakukan secara dialogis. Terdapat seorang pendamping Simantri Kabupaten Klungkung yang memahami kondisi petani dan mampu memanfaatkannya sebagai upaya meningkatkan partisipasi petani. Salah satu pendamping ini memahami bahwa petani dampingan mereka masih taat terhadap sistem denda dalam kehidupan bermasyarakat. Pendamping memanfaatkan sistem denda untuk meningkatkan partisipasi petani, bahkan partisipasi anggota keluarga petani. Simantri tersebut menggunakan sistem denda apabila ada anggota kelompok yang tidak dapat hadir dalam pertemuan kelompok. Anggota kelompok yang tidak dapat hadir tersebut dapat digantikan oleh istri atau anak mereka apabila tidak ingin membayar denda. Hal ini disepakati oleh kelompok dengan tujuan agar Simantri tidak hanya dikenal oleh anggota kelompok pelaksana saja, melainkan dikenal pula oleh masyarakat sekitar. Hal ini juga menjadi cara membentuk generasi penerus pertanian melalui anak-anak anggota kelompok pelaksana Simantri. Denda bukanlah tujuan utama dari kesepakatan tersebut, melainkan sebagai upaya pengenalan Simantri secara luas, minimal dalam lingkup keluarga kelompok. Segala pencapaian yang didapatkan oleh salah satu unit Simantri Klungkung tersebut tidak terlepas dari tingkat kompetensi komunikasi pendamping yang tinggi serta partisipasi dari petani anggota kelompok. Kemampuan penanganan masalah sangat memerlukan empati dari seorang pendamping. Pendamping harus memahami permasalahan yang dihadapi sebelum akhirnya mengetahui solusi apa yang dibutuhkan oleh petani. Pendamping memang tidak selalu ada di lokasi Simantri. Pendamping yang memiliki empati
83 akan selalu menghubungi petani untuk memastikan apakah ada permasalahan yang sedang dihadapi kelompok. Oleh karena itu, indikator kemampuan penanganan masalah berhubungan dalam kategori sedang dengan empati pada nilai koefisien korelasi 0.482. Hubungan Kompetensi Komunikasi Pendamping dengan Tangibles Terdapat tujuh indikator kompetensi komunikasi yang berhubungan kuat dengan tangibles, yakni kecepatan merespons pesan, interaction management, pengetahuan terhadap informasi dan materi program, kemampuan menyampaikan pesan, kemampuan memunculkan motivasi dan partisipasi petani, dan kemampuan penanganan masalah. Penampilan pendamping yang sesuai situasi, alat bantu yang sesuai dengan keperluan kerja pendamping, serta penyajian materi yang menarik akan meningkatkan kepercayaan diri pendamping dalam menyampaikan informasi. Keluwesan berperilaku behubungan sangat kuat dengan indikator tangibles pada nilai koefisien korelasi 0.813. Pendamping yang luwes berperilaku atau yang mudah beradaptasi dengan lingkungan, akan mengetahui cara berpakaian yang sesuai dengan situasi dan akan menyajikan materi semenarik mungkin sesuai dengan kesukaan petani. Seperti pernyataan salah seorang anggota Simantri di Kabupaten Klungkung, bahwa pendampingnya pernah menggunakan layar proyektor dalam menampilkan video untuk memberikan ilmu baru pada anggota. “Video taen kok, cara dugas niki taen anggenange layar lebar…. Niki layar gede, bangku bek, mangkin anggota Simantri atau dari mahasiswa yang lain, langsung barengan. Mangkin wenten mahasiswa atau anggota Simantri yang kurang jelas, bisa dijelaskan.” “Video pernah kok, seperti waktu ini pernah dipakaikan layar lebar [layar proyektor]…. Ini layar besar, bangku ada banyak, sekarang anggota Simantri atau dari mahasiswa yang lain, langsung barengan. Kalau ada mahasiswa atau anggota Simantri yang kurang jelas, bisa dijelaskan.”
Indikator tangibles berhubungan dengan keterbukaan diri dan kemampuan menjalin relasi pada kategori sedang dengan nilai koefisien korelasi masingmasing adalah 0.592 dan 0.559. Pendamping yang mau menerima ide dari petani akan mengetahui informasi seperti apa yang menarik bagi petani. Pendamping yang ingin menjalin hubungan baik dengan petani akan berusaha tidak menimbulkan jarak dengan petani, salah satunya dengan berpakaian yang sesuai situasi di lokasi Simantri. Tingkat kepuasan petani terhadap pendamping dan kompetensi komunikasi pendamping Simantri di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana tergolong tinggi. Kondisi ini merupakan potensi yang baik untuk menunjang keberhasilan petani dalam melaksanakan konsep integrasi program Simantri. Konsep integrasi yang dimaksud adalah (1) melakukan pengolahan limbah (kotoran ternak) padat cair, (2) biogas yang berfungsi, (3) jumlah ternak yang sesuai, (4) kondisi kandang yang memadai, serta (5) melakukan budidaya tanaman dengan pupuk organik hasil olahan sendiri. Unit simantri dikatakan melaksanakan konsep integrasi apabila kelima kegiatan tersebut sudah dilaksanakan.
84 Ada beberapa unit Simantri dengan kompetensi komunikasi pendamping dan kepuasan petani yang tinggi mampu menjalankan konsep integrasi, misalnya salah satu Simantri di Desa Takmung, Kabupaten Klungkung. Simantri tersebut menggunakan hasil olahan limbah (kotoran ternak) padat untuk membudidayakan pepaya calina. Hasil olahan limbah cair (biourine) digunakan sebagai biopestisida alami. Kelebihan hasil produksi pupuk padat cair tersebut kemudian dijual oleh anggota kelompok dampingan. Hasil budidaya pepaya calina juga sudah dipasarkan ke beberapa tempat. Biogas juga berfungsi dengan baik dan digunakan untuk kegiatan kelompok di unit Simantri. Sapi-sapi induk dalam usaha pemeliharaan ternak mereka rata-rata sudah melahirkan 1-2 kali, dan anak-anak sapi tersebut menjadi hak milik anggota kelompok pemelihara sapi. Anak-anak sapi tersebut dapat dijual kembali dengan sistem bagi hasil, yakni 60 persen hasil penjualan untuk pemilik anak sapi dan 40 persen untuk kas kelompok. Kegiatan unit Simantri tersebut juga sudah berkembang, seperti kegiatan arisan kelompok, pengadaan bibit pepaya, pembuatan pakan ternak, dan sebagainya. Kompetensi komunikasi dan tingkat kepuasan petani terhadap pendamping yang tergolong tinggi tidak serta merta menunjukkan bahwa pelaksanaan konsep integrasi sudah sepenuhnya dilaksanakan oleh unit Simantri di kedua kabupaten. Masih ada unit Simantri yang tidak melakukan pengolahan limbah padat menjadi pupuk organik. Ada petani yang menggunakan langsung limbah padat ke sawah di sekitar kandang, banyak pula yang menjual langsung limbah padat tersebut dalam bentuk mentah. Belum semua unit Simantri melakukan pengolahan limbah cair menjadi biourine karena rendahnya permintaan petani sekitar untuk menggunakan biourine. Ada pula unit Simantri yang sudah melakukan pengolahan limbah padat cair namun belum mengaplikasikannya pada tanaman budidaya mereka. Petani pelaksana Simantri enggan mengolah limbah padat cair karena belum mendapatkan pasar sehingga kegiatan pengolahan masih dianggap membuang tenaga dan waktu. Pemanfaatan biogas juga belum dilaksanakan sepenuhnya, bahkan banyak biogas yang tidak berfungsi. Salah satu kegiatan integrasi yang merata sudah petani lakukan adalah pemeliharaan ternak dan perawatan kondisi kandang. Banyak petani tertarik mengikuti program Simantri karena mereka tertarik dengan usaha pemeliharaan ternak. Kegiatan lain di program Simantri belum begitu menarik bagi mereka. Petani masih belum memahami makna konsep integrasi dalam program Simantri yang harus dilaksanakan secara berkelanjutan.
7 PENUTUP Simpulan Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu. 1. Kompetensi komunikasi pendamping Simantri secara umum tergolong tinggi, baik pada pendamping Klungkung maupun pendamping Jembrana berdasarkan penilaian sendiri dan penilaian petani. Hasil penilaian berbeda terlihat pada penilaian petani terhadap pendamping Klungkung, yakni pada indikator kemampuan menjalin relasi dan kemampuan komunikasi tertulis yang dominan pada kategori sedang. Tidak terdapat perbedaan signifikan
85 antara kompetensi komunikasi pendamping Kabupaten Klungkung dengan pendamping Kabupaten Jembrana berdasarkan hasil penilaian sendiri. Perbedaan signifikan terlihat pada perbandingan kompetensi komunikasi pendamping Kabupaten Klungkung dengan pendamping Kabupaten Jembrana hasil penilaian petani. Pendamping Jembrana mendapatkan nilai mean rank yang lebih tinggi dari petani dibandingkan pendamping Klungkung. 2. Tingkat kepuasan petani terhadap pendamping Kabupaten Klungkung dan Jembrana tergolong tinggi. Nilai persentase menunjukkan bahwa petani di Kabupaten Jembrana memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani di Kabupaten Klungkung pada setiap indikatornya. Tidak terdapat perbedaan signifikan tingkat kepuasan petani terhadap pendamping Kabupaten Klungkung dengan pendamping Kabupaten Jembrana. 3. Faktor internal pendamping yang berhubungan nyata dengan kompetensi komunikasi pendamping (penilaian sendiri) adalah motivasi. Faktor internal umur, masa kerja, masa pendampingan, tingkat pendidikan formal, dan tingkat kekosmopolitan tidak berhubungan nyata dengan kompetensi komunikasi pendamping. Jumlah pelatihan adalah faktor eksternal pendamping yang berhubungan dengan kompetensi komunikasi pendamping (penilaian sendiri), sedangkan pengalaman berorganisasi tidak berhubungan nyata dengan kompetensi komunikasi pendamping. Faktor internal daan faktor eksternal pendamping tidak berhubungan nyata dengan kompetensi komunikasi pendamping berdasarkan penilaian petani. 4. Kompetensi komunikasi pendamping (penilaian petani) berhubungan nyata dengan kepuasan petani terhadap pendamping pada taraf kepercayaan 95 persen. Kompetensi komunikasi pendamping (penilaian sendiri) tidak berhubungan nyata dengan kepuasan petani terhadap pendamping.
Saran Saran berdasarkan simpulan penelitian yakni. 1. Pendamping Simantri sebaiknya meningkatkan kemampuan menjalin relasi dengan seluruh anggota kelompok dampingan, karena berdasarkan hasil penelitian kemampuan menjalin relasi tersebut masih tergolong sedang. 2. Pendamping sebaiknya lebih aktif mengikuti kegiatan pelatihan yang berkaitan dengan Simantri, baik pelatihan tentang inovasi teknologi pertanian, pemasaran produk teknologi Simantri, maupun tentang kompetensi komunikasi dengan kelompok petani. 3. Koordinasi dan berbagi ilmu pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman antar pendamping harus tetap dilakukan, tidak hanya di tingkat kabupaten melainkan di tingkat provinsi. 4. Tingkat kompetensi komunikasi pendamping serta tingkat kepuasan petani terhadap pendamping yang tergolong tinggi merupakan sebuah potensi yang baik dalam mengoptimalkan penerapan konsep integrasi pada program Simantri, sehingga kajian lanjutan dapat dilakukan dengan melihat lebih mendalam bagaimana tingkat penerapan konsep integrasi di masing-masing unit Simantri.
86
DAFTAR PUSTAKA Abubakar, Siregar AN. 2010. Kualitas pelayanan penyuluh pertanian dan kepuasan petani dalam penanganan dan pengolahan hasil ubi jalar (Ipomoea batatas L.). J Penyuluhan Pertanian. [Internet]. [diunduh 2015 Jan 21]; 5(1):1-15. Tersedia pada: http://stpp-bogor.ac.id/userfiles/file/01Abu%20edited.pdf. Adler RB, Rodman GR. 1997. Understanding Human Communication. New York (US): Oxford University Press. Ancok D. 2012. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian. di dalam: Effendi S, Tukiran, editor. Metode Penelitian Survei. Jakarta (ID): LP3ES Anugrah IS, Sarwoprasodjo S, Suradisastra K, Purnaningsih N. 2014. Sistem pertanian terintegrasi – simantri: konsep, pelaksanaan, dan perannya dalam pembangunan pertanian di Provinsi Bali. Forum Penelitian Agro Ekonomi. [Internet]. (2014-12, [diunduh 2015 Agu 7]; 32(2):157-176. Tersedia pada: http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/FAE32-2e.pdf. __________. 2015. Komunikasi politik pembangunan pertanian: proses pengambilan keputusan program dan kebijakan simantri di Provinsi Bali [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Anwas OM. 2011. Kompetensi penyuluh pertanian dalam memberdayakan petani. J Matematika Saint dan Teknologi. [Internet]. [diunduh 2016 Jul 4]; 12(1):46-55. Tersedia pada: http://jurnal.ut.ac.id/JMST/article/download/ 191/183. _________. 2013. Pengaruh pendidikan formal, pelatihan, dan intensitas pertemuan terhadap kompetensi penyuluh pertanian. J Pendidikan dan Kebudayaan. [Internet]. [diunduh 2015 Okt 7]; 19(1):50-62. Tersedia pada: http://www.jurnaldikbud.net/index.php/jpnk/article/ download/107/104. Astuti Y. 2013. Efektivitas pelaksanaan program sistem pertanian terintegrasi (simantri) terhadap peningkatan pendapatan petani (studi kasus di Kelompok Tani Ternak Satya Kencana Desa Taro dan Kelompok Tani Tegal Sari Desa Pupuan Kecamatan Tegallalang Kabupaten Gianyar. [tesis]. Denpasar (ID): Universitas Mahasaraswati Denpasar. Aworemi JR, Abdul-Azeez IA, Durowoju ST. 2011. An empirical study of motivational factors of employees in Nigeria. Int J Econ Financ. [Internet]. [diunduh 2016 Feb 5]; 3(5):227-233. Tersedia pada: http://citeseerx.ist.psu. edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.462.5557&rep=rep1&type=pdf. Bahua MI. 2010. Faktor-faktor yang memengaruhi kinerja penyuluh pertanian dan dampaknya pada perilaku petani jagung di Provinsi Gorontalo [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Bastaman K. 2010. Pengaruh iklim dan kepuasan komunikasi serta komitmen terhadap kinerja pegawai. MIMBAR. [Internet]. [diunduh 2015 Nov 16]; 26(2):135-146. Tersedia pada: http://ejournal.unisba.ac.id/index.php/ mimbar/article/download/300/74. Batlayeri M, Adam FP, Far-Far RA. 2013. Tingkat kepuasan petani terhadap penyuluhan pertanian pada Desa Waiheru Kecamatan Baguala Kota Ambon. J Agrilan. [Internet]. [diunduh 2015 Nov 16]; 1(3):81-94. Tersedia pada: http://ejournal.unpatti.ac.id/ppr_iteminfo_lnk.php? id=615.
87 Berlo DK. 1960. The Process of Communication an Introduction to Theory and Practice. Michigan (US). Holt, Rinehart and Winston. Bissenbayeva Z, Ubniyazova S, Saktaganov B, Bimagambetova Z, Baytucaeva A. 2013. Communicative competence development model. Procedia. 82(2013):942-945.doi:10.1016/j.sbspro.2013.06.375. [BPS Jembrana] Badan Pusat Statistik Kabupaten Jembrana. 2016. Kabupaten Jembrana dalam angka. [Internet]. [diunduh 2016 Agu 22]. Tersedia pada: https://jembranakab.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Kabupaten-JembranaDalam-Angka-2016.pdf. [BPS Klungkung] Badan Pusat Statistik Kabupaten Klungkung. 2016. Kabupaten Klungkung dalam angka. [Internet]. [diunduh 2016 Agu 22]. Tersedia pada: https://klungkungkab.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Kabupaten-KlungkungDalam-Angka-2016.pdf. Bungin B. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif. Edisi ke-2. Jakarta (ID): Kencana. ________. 2007. Penelitian Kualitatif. Edisi ke-2. Jakarta (ID): Kencana. [BPPSP] Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian. 2015. Programa penyuluhan pertanian nasional. [Internet]. [diunduh 2015 Nov 8]. Tersedia pada: http://cybex.pertanian.go.id/files/kp/Programa%202015.pdf. [BPTP Prov Bali] Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Bali. 2011. Provinsi Bali adopsi program prima tani jadi simantri. [Internet]. [diunduh 2014 Sep 25]. Tersedia pada: http://pustaka.litbang.pertanian.go.id /inovasi/kl1106-ek64.pdf. Cascio WF. 2013. Managing Human Resources: Productivity, Quality of Work Life, Profits. New York (US): McGraw-Hill. Cetinavci UR. 2012. Intercultural communicative competence in elt. Procedia. 46(2012)3445-3449.doi:10.1016/j.sbspro.2012.06.082. Daniel CN, Berinyuy LP. 2010. Using the servqual model to assess service quality and customer satisfaction: an empirical study of grocery stores in Umea [tesis]. Umeå (SE): Umeå University. [Distan Prov Bali] Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali. 2011. Petunjuk Pelaksanaan Petugas Pendampingan Sistem Pertanian Terintegrasi (Simantri): Dari Anggaran APBD Provinsi Bali Tahun 2011. Denpasar (ID): Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali. [Distan Prov Bali] Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali. 2014a. Hasil Evaluasi Simantri Tahun 2009-2013. Denpasar (ID): Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali. [Distan Prov Bali] Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali. 2014b. Laporan Pelatihan Petugas Pendampingan Pengembangan Simantri Tahun 2014. Denpasar (ID): Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali. [Distan Prov Bali] Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali. 2015a. Panduan Simantri Program Bali Mandara Untuk Kesejahteraan Petani. Denpasar (ID): Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali. [Distan Prov Bali] Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali. 2015b. Keputusan Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali Nomor 521.1/54/SEKRET/DISTAN TP. tentang Tim Pemandu Lapang Kegiatan Pemantapan dan Pengembangan Sistem Pertanian Terintegrasi (Simantri) Tahun 2015. Denpasar (ID): Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali.
88 Dumitriu C, Timofti IC, Dumitriu G. 2014. Communicative skill and/or communication competence?. Procedia. 141(2014)489-493.doi:10.1016/ j.sbspro.2014.05.085. Dwihayanti. 2004. Faktor-faktor komunikasi yang berhubungan dengan kinerja kelompok petani-nelayan kecil (KPK): kasus P4K di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hanafiah MA, Rasyid W, Purwoko A. 2013. Hubungan karakteristik, motivasi, dan kompetensi terhadap produktivitas kerja penyuluh pertanian di Kota Bengkulu. Agrisep. [Internet]. [diunduh 2015 Okt 7]; 13(1):69-84. Tersedia pada:http://ejournal.unib.ac.id/index.php/agrisep/article/ download/499/442. Haryadi I. 2014. Persepsi pembudidaya ikan terhadap kompetensi penyuluh perikanan di kawasan minapolitan Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hasibuan MSP. 2001. Organisasi dan Motivasi Dasar Peningkatan Produktivitas. Jakarta (ID): PT. Bumi Aksara. Heath RL, Bryant J. 2000. Human Communication Theory and Research: Concepts, Contexts, and Challenges. 2nd ed. New Jersey (US): Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Helmy Z, Sumardjo, Purnaningsih N, Tjitropranoto P. 2013. Hubungan kompetensi penyuluh dengan karakteristik pribadi, persepsi penyuluh terhadap dukungan kelembagaan dan persepsi penyuluh terhadap sifat inovasi cyber extension. J Agro Ekonomi. [Internet]. [diunduh 2015 Okt 19]; 31(1):1-18. Tersedia pada: http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/ JAE31-1a.pdf. Hubeis AV. 2008. Motivasi, kepuasan, dan produktivitas kerja penyuluh lapangan peternakan. Media Petern. [Internet]. (2008-04, [diunduh 2015 Nov 14]); 31(1): 71-80. Tersedia pada: http://journal.ipb.ac.id/ index.php/mediapeternakan/article/download/1120/292. Idrus M. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Yogyakarta (ID): Penerbit Erlangga. Ierhasy ST, Prihatin LR, Parapat G. 2014. Pengaruh komunikasi dan kompetensi terhadap kinerja pegawai dengan pengawasan sebagai variabel moderating pada PT Perusahaan Gas Negara (Persero) TBKNSBU distribusi wilayah III Sumatera Bagian Utara. J Ekonomi. [Internet]. [diunduh 2015 Okt 16]; 17(03):151-161. Tersedia pada: http://repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/43578/1/saumanda%20prihatin%20parapat.pdf. Indraningsih KS, Sugihen BG, Tjitropranoto P, Asngari PS, Wijayanto H. 2010. Kinerja penyuluh dari perspektif petani dan eksistensi penyuluh swadaya sebagai pendamping penyuluh pertanian. Analisis Kebijakan Pertanian. [Internet]. [diunduh 2015 Mar 23]; 8(4):303-321. Tersedia pada: http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/ART8-4b.pdf. Indra R. 2011. Efektivitas komunikasi kelompok tani dalam mewujudkan keberdayaan petani di Kabupaten Aceh Singkil [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Jeffrey L, Brunton M. 2010. Identifying competence for communication practice: a needs assesment for curriculum development and selection in new zealand. Public Relat Rev. 45(1):61-78.doi:10.1016/j.pubrev.2010.02.003.
89 Jubaedah E. 2009. Analisis hubungan gaya kepemimpinan dan kompetensi komunikasi dalam organisasi. J Ilmu Administrasi. [Internet]. [diunduh 2015 Mar 24]; 6(4):370-413. Tersedia pada: http://www.stialanbandung.ac.id/ images/stories/jurnal_administrasi/409-04edah.pdf. Khalil AHO, Ismail M, Suandi T, Silong AD. 2008. Extension worker as a leader to farmers: influence of extension leadership competencies and organizational commitment on extension workers’ performance in Yemen. J Int Soc Res. [Internet]. [diunduh 2015 Nov 11]; 1(4):368-387. Tersedia pada: http://www.sosyalarastirmalar.com/cilt1/sayi4/sayi4pdf/khalil_and_ vd.pdf. Kosasih DE. 2015. Komunikasi organisasi dalam pengembangan kinerja pengurus gapoktan pada program penguatan lembaga distribusi pangan masyarakat: kasus pada gapoktan di Kabupaten Subang dan Kabupaten Bogor [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kotler P, Keller KL. 2009. Manajemen Pemasaran, Edisi Ketiga Belas, Jilid 1. Sabran B, penerjemah; Maulana A, Hardani W, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Madlock PE. 2008a. The link between leadership style, communicator competence, and employee satisfaction. J Bus Commun. 45(1):6178.doi:10.1177/0021943607309351. ___________. 2008b. Employee satisfaction: an examination of supervisors’ communication competence. Hum Commun. [Internet]. [diunduh 19 Des 15]; 11(1):87-100. Tersedia pada: http://www.uab.edu/Communication studies/humancommunication/11.1.7.pdf. Mangkuprawira S. 2010. Strategi peningkatan kapasitas modal sosial dan kualitas sumber daya manusia pendamping pembangunan pertanian. Forum Penelitian Agro Ekonomi. [Internet]. [diunduh 2015 Feb 23]; 28(01):19-34. Tersedia pada: http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/FAE28-1b.pdf. Manzoor Q. 2012. Impact of employees motivation on organizational effectiveness. Eur J Bus Manag. [Internet]. [diunduh 2016 Feb 5]; 3(3):3644. Tersedia pada:http://www.iiste.org/Journals/index.php/EJBM/article/ viewFile/265/150. Mardikanto, 2010. Komunikasi Pembangunan: Acuan Bagi Akademisi, Praktisi, dan Peminat Komunikasi Pembangunan. Surakarta (ID): UNS Press. Marius JA, Sumardjo, Slamet M, Asngari PS. 2007. Pengaruh faktor internal dan eksternal penyuluh terhadap kompetensi penyuluh di Nusa Tenggara Timur. JP. [Internet]. [diunduh 2016 Jul 4]; 3(2):78-89. Tersedia pada: http://ejournal.skpm.ipb.ac.id/index.php/jupe/article/ download/739/446. _________. 2007. Pengembangan kompetensi penyuluh pertanian di Provinsi Nusa Tenggara Timur [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Marliati, Sumardjo, Asngari PS, Tjitropranoto P, Saefuddin A. 2008. Faktorfaktor penentu peningkatan kinerja penyuluh pertanian dalam memberdayakan petani. JP. [Internet]. [diunduh 2015 Nov 23]; 4(2):92-99. Tersedia pada: http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/ 43095/Marliati.pdf?sequence=1&isAllowed=y. McCroskey JC, McCroskey LL. 1988. Self-report as an approach to measuring communication competence. Commun Res Reports. 5(2):108113.doi:10.1080/08824098809359810.
90 Mujiburrahmad. 2014. Kinerja penyuluh pertanian di Kabupaten Pidie Provinsi Aceh. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mukhlishah N. 2014. Aktivitas komunikasi organisasi dan kinerja pendamping dalam program gerakan nasional kakao di Kabupaten Polewali Mandar [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Murfiani F, Jahi A. 2006. Kompetensi penyuluh dalam pengembangan modal agribisnis kecil, di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. JP. [Internet]. [diunduh 2016 Jul 4]; 2(4):8-15. Tersedia pada: http://ejournal.skpm.ipb.ac.id/ index.php/jupe/article/download/667/375. Oliver Rl. 1996. Satisfaction: A Behavioral Perspective on The Consumer. Singapore (SG): McGraw-Hill. Payne HJ. 2005. Reconceptualizing social skills in organitions: exploring the relationship between communication competence, job performance, and supervisory roles. J Leadersh Organ Stud. [Internet]. [diunduh 2015 Nov 20]; 11(2):63-77. Tersedia pada: jlo.sagepub.com. [Pemprov Bali] Pemerintah Daerah Provinsi Bali. 2010. Peraturan Gubernur Bali Nomor 29 Tahun 2010 tentang Keberlanjutan Program Simantri. Denpasar (ID): Pemerintah Daerah Provinsi Bali. [Pemprov Bali] Pemerintah Daerah Provinsi Bali. 2014. Surat Keputusan Gubernur Bali Tanggal 1 Oktober 2014 Nomor 1754/03-K/HK/2014 tentang Penetapan Gabungan Kelompok Tani Simantri Berprestasi Tingkat Provinsi Bali Tahun 2014. Denpasar (ID): Pemerintah Daerah Provinsi Bali. [Pemprov Bali] Pemerintah Daerah Provinsi Bali. 2015. Surat Keputusan Gubernur Bali Tanggal 11 September 2015 Nomor 1850/03-K/HK/2015 tentang Pemenang Lomba Kelompok Tani Simantri Berprestasi Tingkat Provinsi Bali. Denpasar (ID): Pemerintah Daerah Provinsi Bali. Pincus JD. 1986. Communication satisfaction, job satisfaction, and job performance. Hum Commun Res. [Internet]. [diunduh 2016 Agu 16]; 12(3):395–419. Tersedia pada: http://moscow.sci-hub.bz/f2a91948 c51333d38663dabf067792da/pincus1986.pdf. Rakhmat J.2002. Psikologi Komunikasi. Bandung (ID): Remaja Rosdakarya. Rapareni Y. 2013. Analisis pengaruh kompetensi komunikasi, kecerdasan emosional. Dan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan Radio Republik Indonesia Palembang. J Ekonomi dan Informasi Akuntasi. [Internet]. [diunduh 2015 Okt 12]; 3(01):35-59. Tersedia pada: http://news.palcomtech .com/wp-content/uploads/YUSSI_JE030120135.pdf. Rickheit G, Strohner H. 2008. Handbook of Communication Competence. Berlin (DE): Walter de Gruyter GmbH & Co. KG. Rhismawati NL. 2015. 17 "Simantri" jadi penyalur pupuk organik bersubsidi. Widyantara IGB, editor. [Internet]. [diunduh 2016 Sep 13]. Tersedia pada: http://www.antarabali.com/berita/75623/17-simantri-jadi-penyalur-pupukorganik-bersubsidi. Sanjaya IGAMP. 2013. Efektivitas penerapan simantri dan pengaruhnya terhadap peningkatan pendapatan petani-peternak di Bali [disertasi]. Denpasar (ID): Universitas Udayana. Santrock JW. 2004. Psikologi Pendidikan. 2nd ed. Wibowo T, penerjemah. Jakarta (ID): Kencana. Terjemahan dari: Educational Psychology. 2nd ed.
91 Saptana, Ashari. 2007. Pembangunan pertanian berkelanjutan melalui kemitraan usaha. J Litbang Pertanian. [Internet]. [diunduh 2016 Jan 11]; 26(4):123130. Tersedia pada: http://pustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi/ p3264071.pdf. Satori D, Komariah A. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cetakan ke-3. Bandung (ID): Alfabeta. Sevilla CG, Ochave JA, Punsalan TG, Regala BP, Uriarte GG. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Tuwu A, penerjemah; Syah A, editor. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: An Introduction to Research Methods. Singarimbun M. 2012. Metode dan Proses Penelitian. di dalam: Effendi S, Tukiran, editor. Metode Penelitian Survei. Jakarta (ID): LP3ES. Steele GA, Plenty D. 2014. Supervisor-subordinate communication competence and job and communication satisfaction. Int J Bus Commun. 1-25.doi:10. 1177/2329488414525450. Suardi ID. 2015. Strategi komunikasi program pembangunan pertanian: kasus program simantri di Provinsi Bali. [disertasi]. Denpasar (ID): Universitas Udayana. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methods). Cetakan ke-4. Bandung (ID): Alfabeta. Suhanda NS. 2008. Hubungan karakteristik dengan kinerja penyuluh pertanian di Provinsi Jawa Barat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Supranto J. 2008. Statistik: Teori dan Aplikasi. 7th ed. Jilid ke-1. Jakarta (ID): Erlangga. _________. 2009. Statistik: Teori dan Aplikasi. 7th ed. Jilid ke-2. Jakarta (ID): Erlangga. Susanto D. 2010. Strategi peningkatan kapasitas modal sosial dan kualitas sumberdaya manusia pendamping pengembangan masyarakat. J Komunikasi Pembangunan. [Internet]. [diunduh 2015 Nov 16]; 08(1):77-89. Susilowati M. 2012. Peningkatan kompetensi komunikasi interpersonal dan kinerja pre ops pilot selama masa percobaan di PT. X dengan memberikan pelatihan komunikasi interpersonal yang efektif. [tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Teven JJ, Richmond VP, McCroskey JC, McCroskey LL. 2010. Updating relationships between communication traits and communication competence. Commun Res Reports. 27(3):263-270.doi:10.1080/08824096. 2010.496331. Tjiptono F. 2008. Strategi Pemasaran. 3rd ed. Yogyakarta (ID): Andi. Tukiran. 2012. Penyusunan Kuesioner. di dalam: Effendi S, Tukiran, editor. Metode Penelitian Survei. Jakarta (ID): LP3ES. Wibawa IKT, Yasa INM. 2013. Efektivitas dan dampak program simantri terhadap pendapatan dan kesempatan kerja rumah tangga petani di Desa Kelating Kecamatan Kerambitan Kabupaten Tabanan. JEP Unud. [Internet]. (2013-07, [diunduh 2016 Feb 17]; 2(6):314-324. Tersedia pada: http://download.portalgaruda.org/article.php?article=82330&val=981. Wicaksana BE, Muhaimin AW, Koestiono D. 2013. Analisis sikap dan kepuasan petani dalam menggunakan benih kentang bersertifikat (Solanum tubersum L.). Kasus di Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Habitat. [Internet]. [diunduh
92 2015 Nov 16]; 24(3):184-193. Tersedia pada: http://habitat.ub.ac.id/ index.php/habitat/article/download/129/201. Widana IK. 2013. Redesain traktor capung meningkatkan kesehatan dan kepuasan petani di Subak Teba Mengwi Badung. J Energi dan Manufaktur. [Internet]. [diunduh 2015 Nov 16]; 6(02):189-197. Tersedia pada: http://ojs.unud.ac.id/ index.php/jem/article/viewFile/10013/7448. Widodo S. 2010. Kompetensi penyuluh pertanian terampil berdasarkan pendidikan: kasus di Kabupaten Garut, Magelang, dan Tuban [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wiemann JM, Backlund P. 1980. Current theory and research in communicative competence. Rev. Educ. Res.50(1)185–198.doi:10.3102/0034654305000 1185. Wijaya H, Sanim B, Sinaga BM. 2012. Kepuasan peternak mitra terhadap kemitraan model contract farming usaha ternak broiler di Provinsi Jawa Barat dan Banten. J Manajemen & Agribisnis. [Internet]. [diunduh 2015 Jan 25]; 9(2):86-95. Tersedia pada: jma.mb.ipb.ac.id/uploads/pdf/24April 2014_hendra.pdf. Wiriadihardja M. 1987. Dimensi Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta (ID): Balai Pustaka. Zainun B. 1989. Manajemen dan Motivasi. Jakarta (ID): Balai Aksara.
93
LAMPIRAN
94 Lampiran 1 Peta lokasi penelitian
Lokasi penelitian di Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali
Lokasi penelitian di Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali
95 Lampiran 2 Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner A. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner untuk Petani (1) Uji Validitas Variabel Y1 (Kompetensi Komunikasi Pendamping) Correlations Skor_Total_Y1 item_1
item_2
item_3
item_4
item_5
item_6
item_7
item_8
item_9
item_10
item_11
item_12
item_13
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
.601
**
.000 30 .478
item_25
**
.000 30 .767
item_24
**
.000 30 .744
item_23
**
.000 30 .745
item_22
**
.000 30 .668
item_21
**
.000 30 .667
item_20
**
.002 30 .605
item_19
**
.006 30 .544
item_18
**
.000 30 .491
item_17
**
.001 30 .764
item_16
**
.008 30 .555
item_15
**
.008 30 .472
item_14
**
.000 30
item_26
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
.553
**
.002 30 .522
**
.003 30 .750
**
.000 30 .682
**
.000 30 .707
**
.000 30 .751
**
.000 30 .766
**
.000 30 .730
**
.000 30 .712
**
.000 30 .704
**
.000 30 .838
**
.000 30 .763
**
.000 30 .676
**
.000 30
96 item_27
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
item_28
item_29
item_30
item_31
item_36
item_39
item_40
.686
item_41
Pearson ** .728 Correlation Sig. (2-tailed) .000 N 30 item_42 Pearson * .400 Correlation Sig. (2-tailed) .028 N 30 item_43 Pearson ** .573 Correlation Sig. (2-tailed) .001 N 30 item_46 Pearson .197 Correlation Sig. (2-tailed) .297 N 30 item_47 Pearson .197 Correlation Sig. (2-tailed) .297 N 30 Skor_Total_ Pearson 1 Y1 Correlation Sig. (2-tailed) N 30 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
**
.000 30 .717
**
.000 30 .690
**
.000 30 .629
**
.000 30 .615
**
.000 30 .595
**
.001 30 .357 .053 30 .619
**
= tidak valid
.000 30
(2) Uji Reliabilitas Variabel Y1 (Kompetensi Komunikasi Pendamping) Case Processing Summary N Cases
Valid a
Excluded
Reliability Statistics %
Cronbach's
30
100.0
0
.0
Total 30 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Alpha .952
N of Items 31
97 (3) Uji Validitas Variabel Y2 (Kepuasan Petani) item_16
Correlations skor_total_Y2 item_1
item_2
item_3
item_4
item_5
item_6
item_7
item_8
item_9
item_10
item_11
item_12
item_13
item_14
item_15
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
.530
**
item_17
.003 30 .658
**
item_18
.000 30 .584
**
item_19
.001 30 .354
item_20
.055 30 .385
*
item_21
.036 30 .647
**
item_22
.000 30 .619
**
item_23
.000 30 .580
**
item_24
.001 30 .521
**
item_25
.003 30 .576
**
item_26
.001 30 .590
**
item_27
.001 30 .679
**
item_28
.000 30 .742
**
item_29
.000 30 .646
**
item_30
.000 30 .646
**
.000 30
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
-.141 .459 30 .650
**
.000 30 .583
**
.001 30 .710
**
.000 30 .717
**
.000 30 .826
**
.000 30 .801
**
.000 30 .701
**
.000 30 .737
**
.000 30 .101 .596 30 .582
**
.001 30 .688
**
.000 30 .620
**
.000 30 .769
**
.000 30 .763
**
.000 30
98 item_31
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
item_32
item_33
item_34
.697
**
.000 30 .756
**
.000 30 .736
**
.000 30 .766
item_35
Pearson * .436 Correlation Sig. (2-tailed) .016 N 30 skor_total_ Pearson 1 Y2 Correlation Sig. (2-tailed) N 30 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2tailed).
**
.000 30
(4) Uji Reliabilitas Variabel Y2 (Kepuasan Petani) Case Processing Summary N Cases Valid a
Excluded Total
% 30
100.0
0
.0
30
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items .955
32
= tidak valid
99 B. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner untuk Pendamping (1) Uji Validitas Indikator X1.5 (Motivasi) Correlations
item_11 skor_total_X1.5
item_1
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
item_2
item_3
item_4
item_5
item_6
item_7
item_8
item_9
item_10
.553 .097 10 .750
*
.013 10 .318 .370 10 .343 .331 10 .364 .301 10 .121 .740 10 .807
**
.005 10 .413 .235 10 .400 .253 10 .533 .113 10
Pearson * .672 Correlation Sig. (2-tailed) .033 N 10 item_12 Pearson ** .803 Correlation Sig. (2-tailed) .005 N 10 item_13 Pearson * .646 Correlation Sig. (2-tailed) .043 N 10 item_14 Pearson .466 Correlation Sig. (2-tailed) .174 N 10 item_15 Pearson .432 Correlation Sig. (2-tailed) .212 N 10 item_16 Pearson .548 Correlation Sig. (2-tailed) .101 N 10 item_17 Pearson .589 Correlation Sig. (2-tailed) .073 N 10 item_18 Pearson .503 Correlation Sig. (2-tailed) .139 N 10 skor_total_ Pearson 1 X1.5 Correlation Sig. (2-tailed) N 10 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2tailed).
= tidak valid
(2) Uji Reliabilitas Indikator X1.5 (Motivasi) Case Processing Summary N Cases
Valid a
Excluded Total
Reliability Statistics %
Cronbach's
10
100.0
0
.0
10
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Alpha
N of Items .844
18
100 (3) Uji Validitas Variabel Y1 (Kompetensi Komunikasi Pendamping) Correlations item_15
skor_total_Y1 item_1
item_2
item_3
item_4
item_5
item_6
item_7
item_8
item_9
item_10
item_11
item_12
item_13
item_14
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
.827
**
.003 10
item_16
.332 .349 10
item_17
.552 .098 10 .911
**
.000 10 .823
item_22
**
.005 10 .823
item_21
**
.000 10 .804
item_20
**
.005 10 .911
item_19
**
.003 10 .804
item_18
item_23
**
.003 10
item_24
-.128 .724 10
item_25
.358 .310 10 .718
*
.019 10 .682
item_27
*
.030 10 .762
item_26
*
.010 10
item_28
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
.911
**
.000 10 .694
*
.026 10 .752
*
.012 10 .787
**
.007 10 .672
*
.033 10 .911
**
.000 10 .817
**
.004 10 .833
**
.003 10 .817
**
.004 10 .817
**
.004 10 .832
**
.003 10 .847
**
.002 10 .757
*
.011 10 .573 .084 10
101 item_29
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
item_30
item_31
item_36
item_39
item_40
item_41
.769
**
.009 10 .739
*
.015 10 .739
*
.015 10 .911
**
.000 10 .497 .144 10 .830
**
.003 10 .782
**
item_42
Pearson ** .788 Correlation Sig. (2-tailed) .007 N 10 item_43 Pearson ** .906 Correlation Sig. (2-tailed) .000 N 10 item_46 Pearson * .642 Correlation Sig. (2-tailed) .045 N 10 item_47 Pearson ** .771 Correlation Sig. (2-tailed) .009 N 10 skor_total_Y1 Pearson 1 Correlation Sig. (2-tailed) N 10 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2tailed).
= tidak valid
.007 10
(4) Uji Reliabilitas Variabel Y1 (Kompetensi Komunikasi Pendamping) Case Processing Summary N Cases
Valid a
Excluded Total
Reliability Statistics %
Cronbach's
10
100.0
0
.0
10
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Alpha
N of Items .979
31
102 Lampiran 3 Hasil analisis komparatif (Mann-Whitney) A. Hasil Uji Mann-Whitney Faktor Internal Pendamping kabupaten umur
masa kerja
masa pendampingan
tingkat pendidikan formal tingkat kekosmopolitan motivasi
MannWhitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
N 1.00 2.00 Total 1.00 2.00 Total 1.00 2.00 Total 1.00 2.00 Total 1.00 2.00 Total 1.00 2.00 Total
15 15 30 15 15 30 15 15 30 15 15 30 15 15 30 15 15 30
Mean Rank 13.77 17.23
Sum of Ranks 206.50 258.50
16.77 14.23
251.50 213.50
14.97 16.03
224.50 240.50
15.50 15.50
232.50 232.50
17.43 13.57
261.50 203.50
15.53 15.47
233.00 232.00
masa pendampingan
tingkat pendidikan formal
tingkat kekosmopolitan
umur
masa kerja
86.500
93.500
104.500
112.500
83.500
112.000
206.500 -1.081
213.500 -.824
224.500 -.341
232.500 0.000
203.500 -1.212
232.000 -.021
.280
.410
.733
1.000
.226
.983
.285
b
.436
b
.744
b
1.000
b
.233
b
motivasi
1.000
b
B. Hasil Uji Mann-Whitney Faktor Eksternal Pendamping kabupaten jumlah pelatihan pengalaman organisasi
15 15 30 15 15
Mean Rank 15 15 30 15 10
30
25
N 1.00 2.00 Total 1.00 2.00 Total
Sum of Ranks 14.67 16.33 13.00 13.00
jumlah pelatihan MannWhitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
pengalaman organisasi
100.000
75.000
220.000 -.547
130.000 0.000
.585
1.000
.624
b
1.000
b
103 C. Hasil Uji Mann-Whitney Kompetensi Komunikasi Pendamping (Penilaian Sendiri) kabupaten
N
kecepatan merespons pesan
keluwesan berperilaku
keterbukaan diri
kemampuan menjalin relasi
interaction management
pengetahuan tentang informasi dan materi program kemampuan menyampaikan ide-ide atau informasi kemampuan memunculkan motivasi dan partisipasi petani kemampuan berkomunikasi secara tertulis kemampuan penanganan masalah atau konflik
kecepatan merespons pesan Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2tailed) Exact Sig. [2*(1tailed Sig.)]
MannWhitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
1.00 2.00 Total 1.00 2.00 Total 1.00 2.00 Total 1.00 2.00 Total 1.00 2.00 Total 1.00 2.00 Total 1.00 2.00 Total 1.00 2.00 Total 1.00 2.00 Total 1.00 2.00 Total
Mean Rank
Sum of Ranks
15.47 15.53
232.00 233.00
15.97 15.03
239.50 225.50
15.93 15.07
239.00 226.00
14.70 16.30
220.50 244.50
15.27 15.73
229.00 236.00
15.50 15.50
232.50 232.50
15.60 15.40
234.00 231.00
14.80 16.20
222.00 243.00
15.07 15.93
226.00 239.00
12.70 18.30
190.50 274.50
15 15 30 15 15 30 15 15 30 15 15 30 15 15 30 15 15 30 15 15 30 15 15 30 15 15 30 15 15 30
keluwesan berperilaku
keterbukaan diri
kemampuan menjalin relasi
interaction management
112.000 232.000 -.035
105.500 225.500 -.448
106.000 226.000 -.416
100.500 220.500 -.541
109.000 229.000 -.158
.972
.654
.677
.588
.874
1.000
b
.775
b
.806
b
.624
b
.902
b
pengetahuan tentang informasi dan materi program
kemampuan menyampaikan ide-ide atau informasi
kemampuan memunculkan motivasi dan partisipasi petani
112.500
111.000
102.000
106.000
70.500
232.500 0.000
231.000 -.072
222.000 -.463
226.000 -.415
190.500 -1.893
1.000
.942
.643
.678
.058
1.000
b
.967
b
.683
b
kemampuan penanganan masalah atau konflik
kemampuan berkomunikasi secara tertulis
.806
b
.081
b
104 D. Hasil Uji Mann-Whitney Kompetensi Komunikasi Pendamping (Penilaian Petani) kabupaten kecepatan merspon pesan
N
keluwesan berperilaku
keterbukaan diri
kemampuan menjalin relasi
interaction management
pengetahuan tentang informasi dan materi program kemampuan menyampaikan ide-ide atau informasi kemampuan memunculkan motivasi dan partisipasi petani kemampuan berkomunikasi secara tertulis kemampuan penanganan masalah atau konflik
1.00 2.00 Total 1.00 2.00 Total 1.00 2.00 Total 1.00 2.00 Total 1.00 2.00 Total 1.00 2.00 Total 1.00 2.00 Total 1.00 2.00 Total 1.00 2.00 Total 1.00 2.00 Total
kecepatan merespon pesan Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed)
keluwesan berperilaku
87.000 207.000 -1.094 .274
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.305
pengetahuan tentang informasi dan materi program MannWhitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
15 15 30 15 15 30 15 15 30 15 15 30 15 15 30 15 15 30 15 15 30 15 15 30 15 15 30 15 15 30
53.500 173.500 -2.471 .013
b
.013
kemampuan menyampaikan ide-ide atau informasi
b
Mean Rank 13.80 17.20
Sum of Ranks 207.00 258.00
11.57 19.43
173.50 291.50
12.83 18.17
192.50 272.50
11.37 19.63
170.50 294.50
12.23 18.77
183.50 281.50
13.17 17.83
197.50 267.50
12.43 18.57
186.50 278.50
12.17 18.83
182.50 282.50
13.33 17.67
200.00 265.00
13.53 17.47
203.00 262.00
keterbukaan diri
kemampuan menjalin relasi
interaction management
72.500 192.500 -1.674 .094
50.500 170.500 -2.578 .010
63.500 183.500 -2.040 .041
.098
b
.009
b
.041
b
kemampuan memunculkan motivasi dan partisipasi petani
kemampuan berkomunikasi secara tertulis
kemampuan penanganan masalah atau konflik
77.500
66.500
62.500
80.000
83.000
197.500 -1.465
186.500 -1.915
182.500 -2.077
200.000 -1.365
203.000 -1.226
.143
.055
.038
.172
.220
.148
b
.056
b
.037
b
.187
b
.233
b
105 E. Hasil Uji Mann-Whitney Kepuasan Petani terhadap Pendamping kabupaten
N
reliability
1.00 2.00 Total 1.00 2.00 Total 1.00 2.00 Total 1.00 2.00 Total 1.00 2.00 Total
responsiveness
assurance
emphaty
tangibles
reliability Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2tailed) Exact Sig. [2*(1tailed Sig.)]
Mean Rank 15 15 30 15 15 30 15 15 30 15 15 30 15 15 30
Sum of Ranks
13.77 17.23
206.50 258.50
13.70 17.30
205.50 259.50
12.07 18.93
181.00 284.00
13.40 17.60
201.00 264.00
12.23 18.77
183.50 281.50
responsiveness
assurance
86.500 206.500 -1.079
85.500 205.500 -1.124
61.000 181.000 -2.142
81.000 201.000 -1.308
63.500 183.500 -2.038
.281
.261
.032
.191
.042
.285
b
.267
b
.033
b
emphaty
.202
tangibles
b
.041
b
106 Lampiran 4 Hasil analisis korelasi (Chi-Square) A. Hasil Uji Chi-Square Tingkat Pendidikan Formal dan Kompetensi Komunikasi Pendamping (Penilaian Sendiri) Case Processing Summary
N tingkat pendidikan formal * kompetensi komunikasi (penilaian sendiri)
Cases Missing N Percent
Valid Percent 30
100.0%
0
N
0.0%
30
Total Percent 100.0%
Count
tingkat pendidikan formal
kompetensi komunikasi (penilaian pendamping) sedang tinggi 6 22 0 2 6 24
S1 S2
Total
Total 28 2 30
Chi-Square Tests
Value .536a 0.000 .928
df
Asymp. Sig. (2sided) .464 1.000 .335
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1sided)
Pearson Chi-Square 1 Continuity Correctionb 1 Likelihood Ratio 1 Fisher's Exact Test 1.000 Linear-by-Linear .518 1 .472 Association N of Valid Cases 30 a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .40. b. Computed only for a 2x2 table
.634
B. Hasil Uji Chi-Square Tingkat Pendidikan Formal dan Kompetensi Komunikasi Pendamping (Penilaian Petani) Case Processing Summary
N tingkat pendidikan formal * kompetensi komunikasi (penilaian petani)
Valid Percent
30
100.0%
Cases Missing N Percent 0
N
0.0%
30
Total Percent 100.0%
Count
tingkat pendidikan formal Total
kompetensi komunikasi (penilaian petani) sedang tinggi 3 25 0 2 3 27
S1 S2
Total 28 2 30
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided) .626 1.000 .509
Exact Sig. (2sided)
Pearson Chi-Square .238a 1 Continuity Correctionb 0.000 1 Likelihood Ratio .437 1 Fisher's Exact Test 1.000 Linear-by-Linear Association .230 1 .631 N of Valid Cases 30 a. 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .20. b. Computed only for a 2x2 table
Exact Sig. (1-sided)
.807
107
Lampiran 5 Hasil analisis korelasi (Rank Spearman)
masa pendampingan jumlah pelatihan pengalaman organisasi
Faktor eksternal
motivasi
tingkat kekosmopolitan
Faktor Internal
masa kerja
umur
A. Hasil Uji Rank Spearman Faktor Internal dan Eksternal Pendamping dengan Kompetensi Komunikasi Pendamping (Penilaian Sendiri)
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
kecepatan merespon pesan
keluwesan berperilaku
keterbukaan diri
kemampuan menjalin relasi
interaction management
pengetahuan tentang informasi dan materi program
kemampuan menyampaikan ide-ide atau informasi
kemampuan memunculkan motivasi dan partisipasi petani
kemampuan berkomunikasi secara tertulis
kemampuan penanganan masalah atau konflik
kompetensi komunikasi
-.003
.118
-.009
-.038
.211
.214
.100
.415*
.111
.029
.015
.987
.533
.963
.842
.263
.256
.599
.023
.560
.878
.937
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
.404*
.218
.171
-.247
.153
.150
-.139
.087
-.363*
-.247
-.204
.027
.280
.248
.367
.188
.419
.428
.464
.648
.048
.188
N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
.457*
.222
.105
.198
.325
.172
.298
.047
.256
-.021
.086
.011
.237
.581
.294
.080
.364
.110
.806
.173
.910
.652
N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
.359
.249
.247
.083
.084
.237
.158
.210
-.172
-.139
.006
.051
.185
.188
.664
.659
.208
.404
.266
.363
.464
.973
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
*
*
.132
.163
.355 .054
N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
.200
.125
.252
.212
.251
.381
.382
.223
.288
.509
.179
.260
.180
.038
.037
.487
.391
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
.097
.523**
.315
.358
.327
.331
.250
.295
.029
.143
.342
.612 30
.003 30
.090 30
.052 30
.077 30
.074 30
.183 30
.114 30
.879 30
.451 30
.171
-.014
-.148
.019
.032
.012
.058
.057
.133
.068
.064 30 .010
.414 25
.948 25
.482 25
.928 25
.879 25
.955 25
.783 25
.785 25
.526 25
.747 25
.960 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
107
.229
108 108
masa pendampingan jumlah pelatihan pengalaman organisasi
Faktor eksternal
motivasi
tingkat kekosmopolitan
Faktor Internal
masa kerja
umur
B. Hasil Uji Rank Spearman Faktor Internal dan Faktor Eksternal Pendamping dengan Kompetensi Komunikasi Pendamping (Penilaian Petani) kecepatan merespon pesan
keluwesan berperilaku
keterbukaan diri
kemampuan menjalin relasi
interaction management
pengetahuan tentang informasi dan materi program
kemampuan menyampaikan ide-ide atau informasi
kemampuan memunculkan motivasi dan partisipasi petani
kemampuan berkomunikasi secara tertulis
kemampuan penanganan masalah atau konflik
kompetensi komunikasi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
.219
.096
.057
.303
.248
.228
.311
.362*
.104
.085
.263
.245
.615
.763
.104
.186
.227
.094
.049
.583
.655
.159
N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
.297
.086
.090
.145
.332
.086
.103
.228
.119
-.142
.166
.111
.652
.638
.443
.073
.653
.587
.226
.531
.454
.381
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
.127
-.071
.112
-.015
.144
.028
.064
.044
.265
-.056
.062
.505
.709
.556
.937
.449
.883
.735
.817
.157
.771
.745
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
.208
.024
.099
.112
.316
.151
.242
.262
.341
.082
.227
.269
.898
.603
.555
.089
.426
.198
.163
.065
.666
.228
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
-.034
-.077
-.251
-.062
.115
-.071
-.034
.034
.114
.165
.013
.858
.685
.181
.747
.543
.711
.859
.860
.549
.384
.945
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
-.024
-.019
-.268
.007
-.087
.085
-.063
-.015
-.026
.254
.036
.901 30
.920 30
.152 30
.972 30
.648 30
.654 30
.743 30
.937 30
.891 30
.175 30
.852 30
.181
.145
.227
-.024
-.032
.098
-.058
.087
.361
.018
.260
.386 25
.488 25
.275 25
.909 25
.879 25
.641 25
.784 25
.678 25
.076 25
.930 25
.165 30
N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
109
C. Hasil Uji Rank Spearman Kompetensi Komunikasi Pendamping (Penilaian Sendiri) dengan Kepuasan Petani terhadap Pendamping Correlations kecepatan merespons pesan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
keluwesan berperilaku
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
keterbukaan diri
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
kemampuan menjalin relasi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
interaction management
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pengetahuan tentang informasi dan materi program
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
kemampuan menyampaikan ide-ide atau informasi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
kemampuan memunculkan motivasi dan partisipasi petani kemampuan berkomunikasi secara tertulis
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
N
N
N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
kemampuan penanganan masalah atau konflik
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
kompetensi komunikasi pendamping
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
N
N
reliability
responsiveness
assurance
emphaty
tangibles
.146
.091
.089
.057
.095
.442
.633
.640
.766
.619
30
30
30
30
30
-.182
-.159
-.092
-.107
-.132
.337
.403
.629
.572
.488
30
30
30
30
30
-.012
.041
.100
.028
.029
.950
.831
.597
.885
.877
30
30
30
30
30
-.067
-.058
-.040
.019
.015
.725
.763
.835
.923
.938
30
30
30
30
30
-.168
-.175
-.035
-.050
-.056
.374
.356
.855
.791
.767
30
30
30
30
30
.022
-.001
.104
.177
.008
.910
.995
.586
.348
.968
30
30
30
30
30
-.217
-.098
-.165
-.124
-.253
.250
.607
.383
.513
.177
30
30
30
30
30
-.069
.058
.080
.045
.019
.719
.762
.674
.815
.922
30
30
30
30
30
-.038
-.028
-.050
.034
-.035
.842
.882
.792
.860
.856
30
30
30
30
30
-.112
-.151
-.031
.003
.105
.557
.425
.871
.986
.580
30
30
30
30
30
-.153
-.104
-.066
-.034
.002
.418
.586
.729
.858
.993
30
30
30
30
30
Koefisien korelasi kompetensi komunikasi pendamping (penilaian sendiri) dan kepuasan petani terhadap pendamping = -0.080
110 D. Hasil Uji Rank Spearman Kompetensi Komunikasi Pendamping (Penilaian Petani) dengan Kepuasan Petani terhadap Pendamping Correlations kecepatan merespons pesan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
keluwesan berperilaku
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
keterbukaan diri
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
kemampuan menjalin relasi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
interaction management
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pengetahuan tentang informasi dan materi program
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
kemampuan menyampaikan ide-ide atau informasi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
kemampuan memunculkan motivasi dan partisipasi petani kemampuan berkomunikasi secara tertulis
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
N
N
N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
kemampuan penanganan masalah atau konflik
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
kompetensi komunikasi pendamping
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
N
N
reliability
responsiveness
assurance
emphaty
**
**
**
**
.615
.560
.594
.570
tangibles .631
**
.000
.0013
.0005
.001
.000
30
30
30
30
30
**
**
**
**
.674
.647
.761
.675
.813
**
.000
.000
.000
.000
.000
30
30
30
30
30
**
**
**
**
.542
.589
.619
.552
.529
**
.002
.001
.000
.002
.003
30
30
30
30
30
**
*
**
**
.496
.422
.625
.549
.559
**
.005
.020
.000
.002
.001
30
30
30
30
30
**
**
**
**
.838
.800
.896
.813
.772
**
.000
.000
.000
.000
.000
30
30
30
30
30
**
**
**
**
.628
.646
.680
.590
.795
**
.000
.000
.000
.001
.000
30
30
30
30
30
**
**
**
**
.750
.688
.806
.765
.744
**
.000
.000
.000
.000
.000
30
30
30
30
30
**
**
**
**
.674
.659
.821
.734
.795
**
.000
.000
.000
.000
.000
30
30
30
30
30
.187
.152
.176
.284
.186
.323
.422
.353
.129
.326
30
30
30
30
30
*
*
**
**
.436
.428
.498
.482
.616
**
.016
.018
.005
.007
.000
30
30
30
30
30
**
**
**
**
.756
.716
.847
.786
.857
**
.000
.000
.000
.000
.000
30
30
30
30
30
Koefisien korelasi kompetensi komunikasi pendamping (penilaian petani) dan kepuasan petani terhadap pendamping = 0.812**
111
RIWAYAT HIDUP Kadek Diah Pradnyani lahir di Denpasar, Bali pada tanggal 28 Oktober 1992. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Ketut Cawi, B.Sc. (Alm.) dan Ibu Ketut Rini, S.E. Penulis adalah alumni SMA Negeri 3 Denpasar dan lulus tahun 2010. Pendidikan program sarjana dilanjutkan penulis di Universitas Udayana Program Studi Agribisnis Konsentrasi Pengembangan Masyarakat. Penulis berhasil lulus pada program sarjana tahun 2014 kemudian melanjutkan pendidikan magister di tahun yang sama di Institut Pertanian Bogor. Program studi yang diambil penulis adalah Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. Program magister dijalankan penulis dengan mendapat beasiswa penuh dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Selama menempuh pendidikan magister tepatnya tahun 2015, penulis ikut serta dalam kepengurusan Forum Mahasiswa Pascasarjana IPB dalam Bidang Pengabdian Masyarakat. Penulis juga ikut serta dalam kepengurusan Awardee LPDP IPB Bidang Pengabdian Masyarakat.