PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DALAM PENINGKATAN KOMPETENSI PENYULUH
VERONICE
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Peningkatan Kompetensi Penyuluh adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor,
September 2013
Veronice NRP I352110021
RINGKASAN VERONICE. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Peningkatan Kompetensi Penyuluh. Dibimbing oleh AMIRUDDIN SALEH dan RETNO SRI HARTATI MULYANDARI Penyuluh pertanian mempunyai peran strategis terhadap peningkatan produksi dan nilai tambah usaha tani, oleh sebab itu penyuluh dituntut kemampuannya dalam mengikuti perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di bidangnya masing-masing dan mentransfer pengetahuannya guna memecahkan permasalahan yang dihadapi para petani dalam usaha taninya. Perkembangan yang pesat dan ketersediaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), membuat penyuluh pertanian sekarang ini dituntut untuk menguasai aplikasi TIK guna mengakses berbagai sumber informasi dalam membantu petani memecahkan masalah-masalah usaha tani yang dihadapinya. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengkaji tingkat pemanfaatan TIK dalam meningkatkan kompetensi penyuluh; 2) Menganalisis hubungan karakteristik penyuluh, faktor lingkungan, dan motivasi penyuluh dengan tingkat pemanfaatan TIK dalam meningkatkan kompetensi penyuluh; 3) Menganalisis hubungan tingkat pemanfaatan TIK dengan tingkat kompetensi penyuluh; 4) Menganalisis perbedaan status penyuluh (PNS dan THL-TBPP) dalam pemanfaatan TIK. Penelitian ini merupakan penelitian survei yang bersifat deskriptif korelasional, dengan populasi penyuluh pertanian Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TBPP) yang terdapat di 12 Badan Penyuluhan, Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kabupaten Bogor. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin sehingga didapat responden sebanyak 117 orang. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret sampai dengan April 2013. Data didukung dengan metode wawancara mendalam dan pengamatan (observasi) guna mempertajam analisis data kuantitatif. Analisis data menggunakan: analisis statistik deskriptif, analisis korelasi, dan analisis uji beda dengan aplikasi SPSS versi 19. Tingkat pemanfaatan TIK oleh THL-TBPP sangat tinggi terutama dalam pemanfaatan komputer, internet dan handphone, sebaliknya pada penyuluh PNS tergolong rendah terutama pada pemanfaatan komputer dan internet. Faktor karakteristik penyuluh (PNS dan THL-TBPP) memiliki hubungan sangat nyata dengan tingkat pemanfaatan TIK, khususnya umur, masa kerja dan status penyuluh pada aspek intensitas pemanfaatan TIK; dan faktor lingkungan memiliki hubungan nyata dengan tingkat pemanfaatan TIK pada aspek kebijakan Pemda dengan aspek jangkauan sumber informasi dan ragam informasi; serta faktor motivasi penyuluh berhubungan sangat nyata dengan tingkat pemanfaatan TIK yaitu pada aspek motivasi instrinsik khususnya pada jangkauan sumber informasi, variasi materi penyuluhan, ragam informasi, kualitas berbagi pengetahuan dengan tingkat pemanfaatan TIK, serta aspek motivasi ekstrinsik berhubungan nyata dengan variasi materi penyuluhan. Tingkat pemanfaatan TIK pada aspek jangkauan sumber informasi berhubungan sangat nyata dengan kompetensi penyuluh pada aspek kemampuan
pemahaman potensi wilayah, kemampuan kewirausahaan dan kemampuan pemandu sistem jaringan, sedangkan pada aspek variasi materi penyuluhan dan ragam informasi berhubungan sangat nyata dengan semua tingkat kompetensi penyuluh. Penyuluh PNS dan penyuluh THL-TBPP berbeda sangat nyata pada umur, masa kerja dan tingkat kepemilikan TIK. Dimana penyuluh PNS cenderung berumur dewasa lanjut, memiliki masa kerja lama, dan kepemilikan TIK kategori sedikit; sedangkan penyuluh THL-TBPP relatif berumur muda sampai dewasa, masa kerjanya singkat dan kepemilikan TIK kategori sedang (4-6 macam), dan banyak (7-9 macam). Strategi pemanfaatan TIK dalam meningkatkan kompetensi penyuluh diperoleh dengan cara membangun kerja sama atau sinergi antara penyuluh PNS dan THL-TBPP dalam memberikan pesan yang bersifat inovatif yang dikemas dalam materi penyuluhan dengan memperhatikan unsur pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan modal sosial. Peningkatan kompetensi penyuluh juga dapat ditingkatkan melalui pendidikan formal dan pendidikan non formal (pelatihan, seminar, workshop) dengan memberikan kesempatan dan peluang yang sama antara penyuluh PNS dan THL-TBPP sehingga tidak terjadi gap informasi sesama penyuluh. Kata Kunci : kompetensi, penyuluh pertanian, teknologi informasi dan komunikasi
SUMMARY VERONICE. The Application of Information and Communication Technology (ICT) in Increasing Extension Staffs Competency. Supervised by AMIRUDDIN SALEH and RETNO SRI HARTATI MULYANDARI Agricultural extension staffs have strategic roles towards production improvement and creating incentive for farmers, therefore extension staffs are required to be Information Communication Technology (ICT)-literate as well as to be able to become resourceful to farmers in solving the problems faced. The vast development and the availability of ICT have become the main reason to encourage agricultural extension staffs to master relevant ICT applications in order to access various information to help farmers finding solutions to the problems faced in their work. Agricultural extension process by using ICT as a medium to access valuable information and communication either with the source of information it self or between extension staffs, is an important thing to do to be able to broaden the knowledge and upgrade the competency of extension staffs, especially in accessing the newest information to increase the competitiveness of farmers in agricultural sector. This study is aimed to: 1) Investigate the utilization level of ICT in improving the competency of extension staffs. 2) Analyze the relationship between staffs’ characteristics, society factors, and motivation with the level of ICT utilization in improving their competency, 3) Analyze the relationship with the level of application ICT competency level extension staffs, 4) Analyze differences extension status (PNS and THL-TBPP) in the use of ICT. This study is a descriptive-correlational survey-based study with the sample consisting of government employee as well as contract agriculture extension staffs in 12 extension organization, agriculture, fisheries and forestry (BP3K) in Bogor regency. The sample collection method in this study is adopting Slovin’s formula with overall 117 respondents participating in this study Data collection process was conducted between March and April 2013. The primary data is also supported by qualitative data gained from interviews and observations to deepen the analysis of the quantitative data. Data is analyzed by using descriptive analysis, correlation analysis and differential test analysis. Data analysis is using SPSS version 19 application. Level of application ICT by THL-TBPP is very high especially in the application of computer, internet and handphone and PNS extension belong to the category of low especially on the application of computers and internet. Extension characteristic factors (PNS and THL-TBPP) very real correlate with the level of application ICT especially age, the work experience, and extension staffs status on intensity of application ICT aspect and environment factors real correlate with the level of application ICT; and environment factors real correlate with the level of application ICT on aspect government policy with range of information sources and variety extension and extension staffs motivation real correlate with the level of application IC, then aspect of extrinsic motivation real correlate with material variation of the extension.
Level of application ICT on the range of information source aspect real correlate with the competence especially on ability of understanding the potential of the region, the capacity of entrepreneurship, and the ability of network systems, also material variation of the extension aspect and varians of information very real at any level of competence of extension staffs.. PNS extension staffs and THL-TBPP real significant difference on age, work experience and level ownership TIK. PNS extension staffs relatively have the more mature age, having a long working period, and ownership of the ICT category a bit; while the THL-TBPP extension staffs are relatively young age to adult, having a short working period and medium category TIK ownership (4-6 kinds), and many (7-9 kinds). The strategy of ICT utilization in improving extension staff competency is established by building cooperation between government employee staffs and freelance staffs in transmitting innovative messages which packaged in extension material that also considers human resource development aspects and social capital improvement. Extension staff competency can also be improved through formal and informal (e.g. training, seminar, workshop) education by emphasizing equality between government employee staffs and freelance staffs so that potential indifference between these two groups can be avoided. Key words : competence, extension staff, information and communication technology
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DALAM PENINGKATAN KOMPETENSI PENYULUH
VERONICE
TESIS Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar MAGISTER SAINS pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Basita Ginting Sugihen, MA
Judul tesis Nama NRP
: Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Peningkatan Kompetensi Penyuluh : Veronice : I352110021
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr Ir Amiruddin Saleh, MS Ketua
Dr Ir Retno Sri H Mulyandari, MSi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr Ir Djuara P Lubis, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian : 26 Juli 2013
Tanggal Lulus : opember 2011
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang berjudul Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Peningkatan Kompetensi Penyuluh. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Dr Ir Amiruddin Saleh, MS dan Ibu Dr Ir Retno Sri Hartati Mulyandari, MSi sebagai dosen pembimbing dengan kesabaran dan keikhlasannya telah meluangkan waktu untuk mengarahkan, membuka wawasan dan membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini. 2. Bapak Dr Ir Basita Ginting Sugihen, MA selaku dosen penguji luar komisi atas masukan dan sarannya. 3. Direktur Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh yang telah memberikan izin untuk mengikuti tugas belajar pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IPB. 4. Penyuluh Pertanian Kabupaten Bogor atas partisipasi dan kerjasamanya. 5. Segenap dosen dan staf administrasi Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IPB yang telah mengajar dan membantu penulis selama mengikuti studi. 6. Orang tua, suami tercinta dan anak-anak tersayang yang telah memberikan izin dan dorongan semangat beserta seluruh keluarga besar dengan dukungannya telah memberikan kekuatan tersendiri kepada penulis selama ini. 7. Rekan-rekan seperjuangan KMP 2011 (Mbak Tika, Teh Opi, Rani, Pak Ikhsan, Pak Windi, Syatir, Des, Age) yang selalu kompak dan semangat pantang menyerah. 8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan baik moril maupun materil selama studi dan penulisan tesis ini.
Bogor, September 2013
Veronice
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
x
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 1 3 4 4
2 TINJAUAN PUSTAKA Penyuluh dan Penyuluhan Pertanian Karakteristik Individu Penyuluh Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Pemanfaatan TIK di Bidang Pertanian Keterdedahan terhadap TIK Faktor Lingkungan Motivasi Penyuluh Kompetensi Penyuluh Kerangka Berpikir Hipotesis Penelitian
5 5 8 9 10 12 13 15 16 17 19
3 METODE PENELITIAN Desain Penelitian Lokasi Dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Data dan Instrumentasi Definisi Operasional Validitas dan Reliabilitas Pengumpulan Data Analisis Data
21 21 21 21 23 24 29 30 30
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Tingkat Pemanfaatan TIK oleh Penyuluh Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan TIK dalam Meningkatkan Kompetensi Penyuluh Hubungan Karakteristik Penyuluh, Faktor Lingkungan dan Motivasi Penyuluh dengan Tingkat Pemanfaatan TIK oleh Penyuluh Strategi Pemanfatan TIK dalam Meningkatkan Kompetensi Penyuluh
31 31 34 39
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
51 51 51
DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP
42 49
53 59
DAFTAR TABEL
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Populasi BP3K dan penyuluh pertanian di Kabupaten Bogor Data sampel penelitian Indikator dan parameter karakteristik individu responden Indikator dan parameter faktor lingkungan responden Indikator dan parameter motivasi responden Indikator dan parameter tingkat pemanfaatan TIK responden Indikator dan parameter kompetensi penyuluh pertanian Sebaran rataan skor dan uji t dalam intensitas pemanfaatan TIK oleh penyuluh PNS dan THL-TBPP Sebaran rataan skor dan uji t pemanfaatan TIK oleh penyuluh PNS dan THL-TBPP yang berkaitan dengan pemanfaatan TIK penyuluh Sebaran persentase karakteristik individu penyuluh dan uji t antara penyuluh PNS dan THL-TBPP Sebaran rataan skor faktor lingkungan dan uji t oleh penyuluh PNS dan THL-TBPP Sebaran rataan skor motivasi penyuluh dan uji t penyuluh PNS dan THL dalam pemanfaatan TIK Hubungan karakteristik penyuluh dengan tingkat pemanfaatan TIK Hubungan faktor lingkungan dengan tingkat pemanfaatan TIK Hubungan motivasi penyuluh dengan tingkat pemanfaatan TIK Sebaran rataan skor dan uji t tingkat kompetensi penyuluh PNS dan THLTBPP Hubungan tingkat pemanfaatan TIK dengan tingkat kompetensi penyuluh Sinergisitas Penyuluh PNS dan THL-TBPP dalam menyelenggarakan kegiatan penyuluhan berbasis TIK
22 23 24 24 26 25 27 35 38 39 41 42 43 45 45 46 48 50
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang Penyuluhan pertanian mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan pertanian, khususnya dalam pengembangan kualitas pelaku utama (petani) dan pelaku usaha. Penyuluhan pertanian adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya. Sebagai kegiatan pendidikan, penyuluhan pertanian adalah upaya untuk membantu menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif bagi pelaku utama dan keluarganya, serta pelaku usaha. Keberhasilan pembangunan pertanian tidak lepas dari peran penyuluh dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan pertanian. Sebagai pejabat fungsional, penyuluh memiliki tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang digunakan sebagai acuan dalam menjalankan kegiatan penyuluhan. Jabaran tupoksi penyuluh tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Per/02/Menpan/2/2008 di antaranya meliputi: 1) Menyiapkan dan merencanakan pelaksanaan penyuluhan pertanian; 2) Melaksanakan penyuluhan pertanian; 3) Kemampuan membuat evaluasi dan pelaporan pelaksanaan penyuluhan; 4) Mengembangkan penyuluhan pertanian, 5) Mengembangkan profesi penyuluhan; 6) Mengembangkan kegiatan penunjang tugas penyuluh pertanian (Menpan, 2008). Sesuai dengan paradigma baru penyuluhan, yang bergeser dari pola top down menjadi bottom up dimana bentuk hubungan antara penyuluh dan petani tidak lagi sebagai atasan dan bawahan, tetapi sebagai mitra sejajar petani, maka tugas pokok dan fungsi penyuluh tersebut juga mengalami perubahan ke arah perannya sebagai mitra sejajar petani. Kondisi ini menuntut penyuluh untuk selalu mengembangkan diri agar dapat memberikan layanan yang memuaskan petani. Heryawan (2012) menjelaskan demi terwujudnya target utama pembangunan pertanian sangat ditentukan oleh jumlah dan kompetensi penyuluh. Saat ini jumlah penyuluh pertanian sebanyak 51.428 orang, terdiri atas 27.961 (54.37%) orang penyuluh Pegawai Negeri Sosial; 1.251 (2.43%) orang penyuluh honorer; dan 22.216 (43.20%) Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TBPP). Penyuluh yang langsung mendampingi petani, kelompok tani dan gabungan kelompok tani di tingkat desa/kelurahan sekitar 35.146 orang dengan rasio 75.22 desa/kelurahan yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, saat ini seorang penyuluh pertanian rata-rata mengawal dan mendampingi petani pada 2 sampai 4 desa. Kelemahan tenaga penyuluh tidak hanya dalam aspek kuantitas, tetapi juga secara kualitas cukup mengkhawatirkan. Hasil-hasil penelitian yang terkait dengan kompetensi penyuluh seperti yang dilakukan Marius et al. (2007), Nuryanto (2008), dan Mulyadi (2009) menunjukkan masih lemahnya kompetensi penyuluh pertanian. Rendahnya mutu tenaga penyuluh juga ditegaskan oleh 1
2 Slamet (2008) bahwa idealnya penyuluh lapangan itu juga harus profesional yang mampu berimprovisasi secara bertanggung jawab dengan situasi dan kondisi lapangan yang dihadapi, namun tenaga-tenaga yang profesional semacam itu pada saat ini belum cukup tersedia. Kondisi ini mengindikasikan perlunya berbagai pihak untuk mengkaji bagaimana meningkatkan kualitas penyuluh. Berkaitan dengan hal kompetensi penyuluh, untuk menjawab tantangan penyuluhan saat ini yaitu dengan mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas, yakni menjadikan penyuluh yang profesional dalam memberikan layanan yang memuaskan kepada petani, sehingga penyuluh perlu meningkatkan kompetensinya. Kompetensi penting yang harus dimiliki oleh seorang penyuluh adalah kemampuan dalam mengakses Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di bidang pertanian untuk mendukung perannya dalam memberikan layanan informasi sesuai kebutuhan petani dan dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan komunikasi yang berlangsung dengan cepat. memiliki kompetensi yang memadai tersebut, penyuluh dapat mencari dan mengakses sumber-sumber informasi terkini yang berkaitan dengan bidang pertanian dan menyampaikan informasi tersebut kepada petani untuk meningkatkan daya saing usaha taninya. Upaya ini selaras dengan UU Nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang mendukung pencapaian kemampuan penyuluh dalam mengakses informasi. Penyuluh pertanian berperan membantu petani dalam menentukan pilihan teknologi yang akan digunakan dengan jalan memberikan pertimbanganpertimbangan atas akibat penggunaan sesuatu teknologi, seperti pertimbangan biaya dan pendapatan, risiko pasar dan saluran pemasaran serta kualitas dan kuantitas produk yang diperlukan konsumen. Penyuluh dalam melaksanakan fungsi dan perannya perlu terus-menerus mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi sesuai dengan informasi yang dibutuhkan oleh para petani kliennya. Perkembangan ilmu dan teknologi tersebut dapat diperoleh antara lain oleh berbagai macam media yang tersedia. Informasi yang dibutuhkan untuk masingmasing penyuluh bervariasi sesuai dengan masalah spesifik lokasi, kebutuhan informasi petani, maupun kondisi dan kebutuhan penyuluh tersebut dalam menunjang pelaksanaan tugas dan pengembangan profesinya. Pentingnya peran penyuluh di era globalisasi ini, menuntut diperlukannya penelitian yang lebih mendalam dan komprehensif terhadap pemanfaatan dan penggunaan TIK oleh penyuluh pertanian dalam peningkatan kompetensinya. Selain pemanfaatan TIK, dilakukan juga penelitian yang berkaitan dengan faktorfaktor yang mempengaruhi pemanfaatan TIK seperti faktor lingkungan dan faktor eksternal lainnya sehingga dapat diketahui rumusan strategi yang tepat dalam pemanfaatan TIK guna meningkatkan kompetensi penyuluh. Berdasarkan situasi dan kondisi penyuluhan saat ini, maka dipilihlah Kabupaten Bogor sebagai lokasi penelitian karena daerah ini merupakan daerah dengan variasi penggunaan TIK dan tingkat aksesibilitas cukup tinggi terhadap sumber informasi, penyuluhnya sudah terdedah dengan TIK, koneksi jaringan yang cukup luas, dan di wilayah Bogor terdapat berbagai unit kerja penelitian pertanian, perguruan tinggi dan pusat-pusat informasi. Dengan demikian terdapat berbagai pilihan bagi penyuluh pertanian dalam memanfaatkan TIK.
3 Perumusan Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang cepat seiring tuntutan perubahan zaman. Perkembangan TIK terutama sejak munculnya teknologi internet telah menyebabkan perubahan besar dalam masyarakat. Produk teknologi informasi yang relatif murah dan terjangkau memudahkan akses informasi melampaui batas negara dan batas budaya. Kondisi ini telah merambah kepada semua lapisan kehidupan manusia termasuk para petani di pedesaan. Kini sebagian petani sudah terbiasa mengakses informasi melalui koran, majalah, radio, televisi, internet, handphone atau media lainnya. Oleh karena itu, peran penyuluh menjadi penting sebagai fasilitator dalam mengembangkan potensi petani. Sebagai konsekuensinya penyuluh dituntut untuk mampu menyesuaikan dengan perubahan dan tuntutan masyarakat yang terus berkembang. Ketersediaan berbagai macam atau jenis TIK dan beragam jenis informasi yang ada belum menjamin dapat dimanfaatkan oleh penyuluh pertanian untuk dapat diteruskan kepada para petani melalui penyuluhan pertanian, dengan kata lain pemanfaatan berbagai jenis TIK ini mempunyai hambatan atau kendala baik yang berasal dari dalam diri penyuluh pertanian itu sendiri maupun faktor eksternal lainnya yang menentukan. Penelitian Anwas et al. (2009) menyatakan bahwa kompetensi penyuluh di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat tergolong rendah, terutama dalam pengelolaan kewirausahaan, pengelolaan pembaharuan, dan pemandu sistem jaringan. Kompetensi penyuluh terhadap pemahaman potensi wilayah, pengelolaan pelatihan, pengelolaan pembelajaran, dan pengelolaan komunikasi inovasi termasuk dalam kategori sedang. Nuryanto (2008) mengungkapkan bahwa kompetensi penyuluh di Provinsi Jawa Barat tergolong rendah terutama dalam kemampuan penyuluh memanfaatkan media internet, membangun jejaring kerja, mengakses informasi, penguasaan inovasi dan menganalisis masalah. Kondisi ini menunjukkan bahwa kompetensi penyuluh secara umum relatif masih akan berdampak pada kurangnya kualitas layanan penyuluh dalam kegiatan penyuluhan. Pengembangan TIK sebagai salah satu alternatif untuk menjamin kecepatan dan ketepatan penyebaran informasi teknologi baru di bidang pertanian juga menjadi salah satu pilihan pertimbangan pada efektivitas dan efisiensi sistem layanan penyuluhan (Subejo, 2011), bahkan pemanfaatan TIK ini juga tidak lepas dari adanya peningkatan kualitas sumber daya petani dan pelaku pembangunan pertanian, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi serta pertimbangan efektivitas dan efisiensi penyebarluasan informasi. Sharma (2006) menyebutkan salah satu solusi yang ditawarkan dalam rangka mengatasi persoalan transfer teknologi dan pengetahuan yaitu dengan memberikan istilah tentang pemanfaatan TIK untuk penyuluhan pertanian dengan sebutan cyber extension. Berdasarkan state of the art dan beberapa latar belakang kegiatan penelitian ini, permasalahan yang perlu dijawab melalui penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sejauhmana tingkat pemanfaatan TIK dalam meningkatkan kompetensi penyuluh?
4 2. 3. 4.
Sejauhmana hubungan karakteristik penyuluh, faktor lingkungan, dan motivasi penyuluh dengan tingkat pemanfaatan TIK? Sejauhmana hubungan tingkat pemanfaatan TIK dengan tingkat kompetensi penyuluh? Faktor-faktor apa saja yang membedakan status penyuluh (PNS dan THLTBPP) dalam pemanfaatan TIK?
Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah melihat tingkat pemanfaatan TIK oleh penyuluh yang berhubungan dengan karakteristik penyuluh, keterdedahan penyuluh terhadap media dan motivasi penyuluh, sedangkan tujuan spesifik penelitian yang perlu dicarikan jawabannya, yaitu untuk: 1. Mengkaji tingkat pemanfaatan TIK dalam meningkatkan kompetensi penyuluh. 2. Menganalisis hubungan karakteristik penyuluh, faktor lingkungan, dan motivasi penyuluh dengan tingkat pemanfaatan TIK. 3. Menganalisis hubungan tingkat pemanfaatan TIK dengan tingkat kompetensi penyuluh. 4. Menganalisis perbedaaan status penyuluh (PNS dan THL-TBPP) dalam pemanfaatan TIK.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi instansi yang berkompeten dalam bidang penyebarluasan hasil-hasil penelitian dan pengkajian dan bagi dinas lingkup pertanian dalam memperhatikan penyediaan TIK bagi penyuluh pertanian. Secara rinci manfaat hasil penelitian ini adalah: 1. Untuk mengimbangi tuntutan dinamika kompetensi penyuluh yang terus berkembang, pemerintah pusat (Kementerian Pertanian) dan pemerintah daerah perlu mengambil kebijakan untuk menciptakan iklim belajar yang kondusif bagi penyuluh melalui pemanfaatan TIK. Penelitian ini diharapkan menghasilkan informasi tentang TIK yang dapat meningkatkan kompetensi penyuluh. 2. Sebagai bahan masukan bagi instansi yang berkompeten dalam bidang diseminasi hasil penelitian untuk menyediakan media informasi teknologi pertanian yang tepat guna sesuai dengan kebutuhan sasaran. 3. Sebagai bahan masukan bagi penentu kebijakan terutama Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) dalam melaksanakan proses diseminasi teknologi pertanian agar lebih efektif dan efisien dengan pemanfaatan TIK oleh penyuluh. 4. Sebagai bahan masukan bagi peneliti dan penyuluh pertanian dalam rangka menyusun program penelitian dan penyuluhan serta merancang media yang tepat dalam percepatan alih teknologi. 5. Menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut dalam ilmu komunikasi dengan menggunakan pendekatan dan metode yang berbeda.
5 2 TINJAUAN PUSTAKA
Penyuluh dan Penyuluhan Pertanian Menurut Undang Undang Nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, yang dimaksud dengan penyuluhan pertanian, perikanan, kehutanan yang selanjutnya disebut penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya lainnya. Hal ini sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sejalan dengan itu, yang dimaksud dengan penyuluh pertanian, penyuluh perikanan, dan penyuluh kehutanan, baik penyuluh PNS, swasta, maupun swadaya, yang selanjutnya disebut penyuluh adalah perorangan warga negara Indonesia yang melakukan kegiatan penyuluhan. Penyuluh Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut penyuluh PNS adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang pada satuan organisasi lingkup pertanian, perikanan, atau kehutanan untuk melakukan kegiatan penyuluhan. Penyelenggaraan penyuluhan dapat dilaksanakan oleh pelaku utama (petani) dan atau warga masyarakat lainnya sebagai mitra pemerintah dan pemerintah daerah, baik secara sendiri-sendiri maupun bekerja sama, yang dilaksanakan secara terintegrasi dengan programa pada tiap-tiap tingkatan administrasi pemerintah (Deptan RI, 2006). Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TBPP) yaitu tenaga kontrak penyuluh pertanian yang direkrut oleh pemerintah pusat yakni Kementerian Pertanian Republik Indonesia sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 dan menjalankan tupoksi serta mendapatkan kewenangan dalam menjalankan tugas yang sama dengan penyuluh pertanian PNS. (Menpan, 2008) Penyuluhan pada hakekatnya adalah suatu cara proses penyebaran informasi yang berkaitan dengan upaya perbaikan cara-cara bertani dan berusaha tani demi tercapainya peningkatan produktivitas, pendapatan petani dan perbaikan kesejahteraan masyarakat atau keluarga yang diupayakan melalui kegiatan pembangunan pertanian. Penyebaran informasi yang dimaksud mencakup informasi tentang ilmu dan teknologi yang bermanfaat, analisis ekonomi dan upaya rekayasa sosial yang berkaitan dengan pengembangan usaha tani serta peraturan dan kebijakan pendukung. Lebih lanjut dikatakan bahwa penyuluhan juga berorientasi pada perubahan perilaku melalui suatu proses pendidikan. Dalam penyuluhan terkandung adanya perubahan sikap dan keterampilan masyarakat agar mereka tahu, mau dan mampu melaksanakan perubahan-perubahan dalam usaha taninya, demi tercapainya peningkatan produksi, pendapatan dan perbaikan kesejahteraan keluarga atau masyarakat (Mardikanto, 2010) Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/02/Menpan/2/2008, bahwa tugas pokok dan fungsi penyuluh pertanian adalah melakukan kegiatan yaitu: 1) Menyiapkan dan merencanakan 5
6 pelaksanaan penyuluhan yang meliputi, kemampuan dalam mengidentifikasi potensi wilayah, kemampuan mengidentifikasi agroekosistem, kemampuan mengidentifikasi kebutuhan teknologi pertanian, kebutuhan menyusun program penyuluhan, dan kemampuan menyusun rencana kerja penyuluhan; 2) Melaksanakan penyuluhan pertanian meliputi kemampuan menyusun materi penyuluhan, kemampuan menerapkan metode penyuluhan, baik metode penyuluhan perorangan maupun penyuluhan kelompok serta metode penyuluhan massal, juga memiliki kemampuan membina kelompok tani sebagai kelompok pembelajaran dan kemampuan mengembangkan swadaya dan swakarsa petani nelayan; 3) Kemampuan membuat evaluasi dan pelaporan pelaksanaan penyuluhan; 4) Kemampuan mengembangkan penyuluhan pertanian seperti merumuskan kajian arah penyuluhan, menyusun pedoman pelaksanaan penyuluhan dan mengembangkan sistem kerja penyuluhan pertanian; 5) Pengembangan profesi penyuluh pertanian yang meliputi penyusunan karya tulis ilmiah dan ilmu populer bidang penyuluhan pertanian dan penerjemahan buku penyuluhan; dan 6) Kegiatan penunjang penyuluhan pertanian yang meliputi seminar dan lokakarya penyuluhan pertanian. Penyelenggaraan penyuluhan pertanian untuk masa yang akan datang haruslah dipola secara terpadu dan integratif. Baik secara perencanaan kegiatannya, peningkatan kualitas SDM dan fasilitas fisik lainnya, kelembagaan dan mekanisme kerjanya, serta kontrol dan sistem evaluasi yang ketat. Hal ini sangat perlu dilakukan karena tanpa didukung dengan fungsi manajemen yang baik, maka kegiatan penyuluhan akan mengalami kebuntuan, mandeg, tidak visioner, dan kurang memperhitungkan perubahan keadaan lingkungan yang dinamis. Tantangan yang dihadapi oleh para penyuluh pertanian saat ini cukup berat dan kompleks, minimal ada tiga tantangan utama yang harus dihadapi dan sekaligus untuk diatasi oleh para penyuluh di antaranya: 1) Perkembangan teknologi pertanian dan teknologi informasi, 2) Perkembangan politik pembangunan pertanian, 3) Perkembangan tata perekonomian dunia yang mengarah kepada perdagangan bebas. Ketiga tantangan tersebut, secara langsung dan tidak langsung membawa konsekuensi logis yang berbeda dan beragam. Perkembangan teknologi dan informasi yang semakin maju pesat, membawa implikasi kepada kegiatan penyuluhan dalam memanfaatkan perkembangan tersebut. Di lain sisi, para penyuluh belum sepenuhnya dapat mengambil manfaat dari perkembangan teknologi ini. Pengaruh perkembangan politik pembangunan pertanian saat ini lebih banyak diwarnai oleh kebijakan pembangunan yang otonom sesuai dengan semangat otonomi daerah. Sebagai akibat turunan dari aspek ini, setiap daerah mempunyai kebijakan yang berbeda menyangkut kebijakan penyuluhan pertaniannya. Hasil penelitian Marius et al. (2007) mengenai kompetensi penyuluh mengungkapkan bahwa di dalam era otonomi daerah perhatian pemerintah daerah menurun seperti hampir tidak adanya penggunaan informasi dalam bentuk leaflet, brosur dan lain-lain. Begitu juga dengan pemberian dana, sarana/prasarana, dukungan masyarakat dan keluarga juga menurun, penggunaan teknologi pertanian oleh petani terbatas, motivasi penyuluh rendah. Senada dengan hasil penelitian Margono et al. (2011) yang membahas mengenai gap antara hubungan
7 pemerintah pusat dengan penyuluh dalam penyebaran informasi mengungkapkan bahwa sumber informasi sekunder yang dapat diakses oleh penyuluh, bukan tergolong dalam kasus informasi primer. Mengenai isu yang berkaitan dengan jenis atau ragam informasi, perlunya portal bagi penyuluh dalam mengakses informasi dan akses ke katalog online database bagi pusat-pusat informasi sehingga interoperabilitas lintas kelembagaan dan database repositori menjadi isu penting dalam memberikan portal informasi di bidang pertanian. Konsekuensi dari tantangan yang ketiga adalah ekonomi yang dapat bersaing adalah yang memiliki tingkat efisiensi yang tinggi. Efisiensi yang tinggi tercapai jika teknologi menjadi input utama dalam proses produksi. Peran penyuluh semakin penting untuk memasukan teknologi tersebut. Penyuluhan pertanian tengah mengalami kegamangan dalam menghadapi tantangan perubahan ini. Penyuluhan dan penyuluh belum sepenuhnya mampu beradaptasi dengan perubahan ini. Oleh karena itu perubahan dan peningkatan peran penyuluh sangat perlu dilakukan, karena perubahan sosial ekonomi petani ke arah yang lebih baik memerlukan transfer teknologi lewat tangan-tangan penyuluh. Peran penyuluh lainnya antara lain: 1. Peran Penyuluh sebagai tenaga teknis edukatif. Dalam peranan ini penyuluh dapat bertindak sebagai penyedia jasa konsultan (pendidikan), termasuk di dalamnya penyuluh dapat melakukan tindakan membimbing, melatih, mengarahkan, dan memberikan transfer informasi dan teknologi usaha tani. Perubahan perilaku pada tiga domain utama (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) menjadi bagian tugas yang tidak terpisahkan dalam peranan penyuluh sebagai konsultan/tenaga pendidikan pertanian. Sebagai tenaga teknis edukatif, seorang penyuluh pertanian mampu melakukan penyelenggaraan proses belajar mengajar sesuai prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa. 2. Peran penyuluh sebagai pemberdaya petani. Sebagai pemberdaya petani, penyuluh diharapkan mampu memberikan semangat dan energi yang penuh bagi kemandirian hidup petani, sehingga petani mau dan mampu untuk memecahkan persoalan yang dihadapinya secara independen dan swadaya. Tentunya dalam hal ini tindakan yang perlu dilakukan penyuluh sebagai pemberdaya petani di antaranya: a. Penyuluh sebagai insiator: senantiasa memberikan gagasan/ide baru yang inovatif, adaptif, dan fleksibel. b. Penyuluh sebagai fasilitator: selalu memberikan alternatif solusi dari setiap problema yang dihadapi petani, dan mampu memberikan akses kepada tujuan pasar dan perbaikan modal usaha. c. Penyuluh sebagai motivator: senantiasa penyuluh memberikan dorongan semangat agar petani mau dan mampu bertindak untuk kemajuan. d. Penyuluh sebagai evaluator: senantiasa penyuluh mampu melakukan tindakan korektif, mampu melakukan analisis masalah. 3. Peran penyuluh sebagai petugas profesional mandiri yang berkeahlian spesifik. Penyuluh yang profesional adalah penyuluh yang mampu memposisikan diri dalam tugasnya sebagai milik petani dan lembaganya serta bertanggung jawab penuh terhadap profesinya.
8 4.
Penyuluh berperan sebagai entrepreneurship (kewirausahaan) Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan serta menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar (Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusahan Kecil Nomor 961/KEP/M/XI/1995).
Karakteristik Individu Penyuluh Karakteristik individu merupakan sifat-sifat atau ciri-ciri seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungannya. Karakter tersebut terbentuk oleh faktor biologis yang mencakup genetik, sistem syaraf serta sistem hormonal, dan faktor sosio-psikologis berupa komponen-komponen konatif yang berhubungan dengan kebiasaan dan afektif (Rakhmat, 2001). Menurut Padmowihardjo (2004), umur bukan merupakan faktor psikologis, tetapi apa yang diakibatkan oleh umur adalah faktor psikologis. Seseorang yang berumur 15-25 tahun akan belajar lebih cepat dan berhasil mempertahankan retensi belajar jika diberi bimbingan belajar dengan baik. Kemampuan belajar berkembang hingga usia 45 tahun dan terus menurun setelah mencapai usia 55 tahun. Kemampuan belajar diperoleh salah satunya melalui jalur pendidikan. Hakekat dalam pendidikan adalah adanya proses belajar yang ditandai dengan adanya perubahan perilaku baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. Pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu dalam berpikir dan berperilaku. Oleh karena itu pendidikan akan berpengaruh terhadap pola pikir dan perilaku seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, ada kecenderungan semakin tinggi pula pengetahuan, sikap dan keterampilan (Slamet, 2003). Bahkan menurut Mardikanto (2010), makin tinggi tingkat pendidikan seseorang berpengaruh terhadap efisien bekerja dan semakin banyak tahu cara-cara dan teknik bekerja yang lebih baik dan lebih menguntungkan. Senada yang diungkapkan oleh Nwafor dan Akubue (2008) bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi penggunaan radio dan televisi di Nigeria. Radio dan program televisi yang terkenal di kalangan perempuan berupa siaran berita, program sosial budaya, musik dan drama. Masalah yang menghambat penggunaan radio dan televisi oleh perempuan yaitu kendala waktu, dan kondisi ekonomi. Dalam penelitian ini pendidikan yang dimaksudkan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah diikuti penyuluh. berdasarkan uraian di atas tingkat pendidikan penyuluh akan berpengaruh terhadap pemanfaatan media. Berkaitan dengan pengalaman atau masa kerja seorang penyuluh dapat disimpulkan berapa lamanya penyuluh pertanian melakukan penyuluhan pertanian dan mempelajari kondisi wilayah kerjanya yang berhubungan dengan kegiatan penyuluhan pertanian. Diharapkan dari pengalaman melaksanakan kegiatan penyuluhan tersebut, menumbuhkan motivasi kerja dan menambah wawasan bagi penyuluh pertanian itu sendiri sehingga ada ilmu yang dapat dijadikan contoh penyuluh lainnya atau penyuluh yang lebih muda.
9 Hasil penelitian Alfred dan Odefadehan (2007) mengungkapkan bahwa hanya pengalaman kerja penyuluh yang memiliki hubungan yang signifikan dengan kebutuhan informasi mereka. Selain itu juga menemukan bahwa penyuluh menerima beberapa sumber informasi yaitu pelatihan, penelitian, buku, buletin teknis, seminar dan supervisor, sementara sumber informasi yang lain yaitu klien dan rekan dianggap tidak efektif. Menurut Saleh (2009), karakteristik personal dan sosial ekonomi keluarga santri pesantren tradisional dan modern seperti usia, lama menetap, status ekonomi, keluarga dan mobilitas sosial berhubungan nyata dengan perubahan sosiokultural serta terdapat hubungan yang sangat nyata antara keterdedahan media massa dengan perubahan sosiokultural yang terjadi di pesantren tradisional maupun modern. Lebih lanjut Anwas et al. (2009) menyebutkan bahwa intensitas pemanfaatan media massa dan media lingkungan rendah, sedangkan pemanfaatan media terprogram dalam kategori sedang. Pemanfaatan media ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan formal, kepemilikan media komunikasi dan informasi, motivasi penyuluh, dukungan anggota keluarga penyuluh, dan tuntutan klien.
Teknologi Informasi dan Komunikasi Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sebagai bagian dari ilmu pengetahuan dan teknologi, secara umum adalah semua teknologi yang berhubungan dengan pengambilan, pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, penyebaran dan penyajian informasi. Teknologi ini merupakan hasil perpaduan dari dua teknologi yang sebelumnya dikembangkan secara terpisah, yaitu komputer untuk data digital, dan komunikasi untuk suara. Didorong oleh perkembangan teknologi mikroelektronika, perbedaan antara keduanya menjadi tidak terlalu berarti (Kemeneg Ristek RI, 2006). Teknologi informasi dan komunikasi perkembangannya paling pesat dibanding dengan teknologi-teknologi lain dan dipercaya belum kelihatan titik jenuhnya dalam beberapa dekade terakhir, bahkan semakin mengagumkan. Dalam perkembangannya, teknologi informasi sudah mengarah pada teknologi dengan ciri-ciri konvergensi, miniaturisasi, embedded, on demand, grid, intellegent, wireless inter networking, open source, seamles integration, dan umbiquitous (Kemeneg Ristek RI, 2006). Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di tingkat nasional tergolong cepat. Kekuatan yang menjadi pendorong percepatan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi antara lain disebutkan dalam Kementerian Negara Ristek RI (2006) adalah: 1) Indonesia mempunyai jumlah tenaga kerja yang cukup besar, terampil dan berpengalaman; 2) Industri besar di bidang teknologi informasi dan komunikasi sudah melakukan investasi di Indonesia seperti IBM, Microsoft, INTEL, Oracle, SUN Microsystem, dan lain-lain; 3) Secara alamiah telah terbentuk pengelompokan industri teknologi informasi dan komunikasi yang berpotensi membangun klaster, antara lain: Wilayah Priangan (Bandung High Tech Valley – BHTV), RICE Bali, Toba Group, Pulau Batam; 4) Industri pendukung seperti Integrated Circuit (IC), Computerary Tube (CRT), Liquid Computer Display (LCD), Handphone, Camera Digital, Lensa Digital,
10 Personal Computer Board (PCB), komponen plastik, komponen casing sudah diproduksi di Indonesia; 5) Tersedianya infrastruktur walaupun belum merata di seluruh nusantara. Selain faktor kekuatan terdapat beberapa kelemahan dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, antara lain: 1) Lingkungan usaha belum sepenuhnya kondusif, terutama belum adanya kepastian hukum; 2) Dukungan riset dan pengembangan transfer teknologi masih lemah, karena terbatasnya pembiayaan; 3) Belum tersedianya Standar Nasional Indonesia (SNI) bagi produk teknologi informasi dan komunikasi; 4) Pasar ekspor masih terbatas; 5) Terbatasnya SDM yang profesional; 6) Ketergantungan barang modal, komponen dan bahan baku impor masih tinggi; 7) Potensi usaha berbasis teknologi informasi dan komunikasi belum dikembangkan secara optimal; 8) Tingginya tingkat pembajakan piranti perangkat lunak (Kemeneg Ristek RI, 2006). Sementara itu dikemukakan oleh Kemenneg Ristek RI beberapa peluang pengembangan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, seperti: 1) Membaiknya perekonomian nasional; 2) Semangat reformasi dan demokrasi; 3) Berkembangnya ekonomi baru; 4) Meningkatnya akses informasi; dan 5) Adanya globalisasi yang dapat memperluas jaringan kerjasama. Fokus pembangunan nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi yaitu mengembangkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengurangi kesenjangan informasi, mengurangi pembajakan Hak Kekayaan Intelektual, dan mengurangi belanja teknologi impor, yang meliputi: telekomunikasi berbasis Internet Protocol (IP), penyiaran multimedia berbasis digital, aplikasi perangkat lunak berbasis open source, telekomunikasi murah untuk desa terpencil, teknologi digital untuk industri kreatif, dan infrastruktur informasi (Kemeneg Ristek RI, 2006).
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi di Bidang Pertanian Informasi teknologi pertanian memegang peranan penting dalam proses pembangunan pertanian. Tersedianya berbagai sumber informasi yang akan mendesiminasikan (menyebarkan) atau menyampaikan informasi teknologi pertanian dapat mempercepat kemajuan usaha pertanian di pedesaan. Pada era globalisasi dan informasi dewasa ini, perkembangan informasi ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat seiring dengan kemajuan teknologi informasi. Informasi merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat luas, baik peneliti, dosen, mahasiswa maupun pengguna jasa informasi lainnya. Terbukanya pasar global dan peningkatan selera konsumen ke arah mutu produk pertanian yang lebih tinggi merupakan tantangan yang harus ditanggapi secara sistematis, antara lain dengan mengoptimalkan kegiatan diseminasi (penyebarluasan informasi) hasil penelitian dan teknologi pertanian melalui berbagai media, baik media cetak (buku, prosiding, jurnal, brosur, leaflet atau folder dan poster), media elektronik (televisi, radio, CD, surat elektronik, dan internet) maupun melalui tatap muka, berupa seminar, lokakarya, workshop atau apresiasi dan advokasi (Setiabudi, 2004). Sehubungan dengan hal tersebut, maka komunikasi pembangunan yang merupakan serangkaian usaha untuk mengkomunikasikan program-program
11 pembangunan dapat bermanfaat dan menimbulkan efek serta dampak pesan kepada masyarakat. Kegiatan mendidik dan memotivasi masyarakat merupakan unsur yang paling utama dalam komunikasi pembangunan. Tujuannya untuk menanamkan gagasan-gagasan, sikap mental dan mengajarkan keterampilan yang dibutuhkan oleh suatu negara berkembang. Pesan pembangunan dapat disampaikan melalui media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, film teatrikal dan media cetak lainnya seperti poster, pamflet, spanduk dan lain sebagainya. Chury et al. (2012) menyatakan bahwa radio merupakan saluran yang paling efektif untuk mendapatkan informasi mengenai iklim. Surat kabar juga memiliki banyak substansi informasi yang mana salah satunya berisi informasi di bidang pertanian. Informasi pertanian merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam produksi dan tidak ada yang menyangkal bahwa informasi pertanian dapat mendorong ke arah pembangunan yang diharapkan. Informasi pertanian merupakan aplikasi pengetahuan yang terbaik yang akan mendorong dan menciptakan peluang untuk pembangunan dan pengurangan kemiskinan. Hasil penelitian Usman et al. (2012) mengemukakan bahwa infrastruktur yang penting dan lebih banyak diminta yaitu dalam bentuk TIK guna pengembangan inovasi dan penggunaan sumber daya secara efektif, memanfaatkan metodologi baru dan pasar untuk peningkatan taraf hidup petani. Lebih lanjut Usman et al. (2012) mengungkapkan, bahwa TIK harus dimasukkan ke dalam semua usaha yang berhubungan dengan pembangunan pertanian. Kesadaran harus dihasilkan dari kalangan petani muda dan setengah baya tentang ketersediaan layanan TIK untuk meningkatkan partisipasi dan inisiatif. Penggunaan media massa dalam penyuluhan yang patut dipertimbangkan adalah peranannya dalam program penyuluhan dan penggunaan secara efektif. Surat kabar, majalah, radio dan televisi merupakan media yang paling murah untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media massa dapat mempercepat proses perubahan, tetapi jarang dapat menyebabkan perubahan dalam perilaku, karena pengirim dan penerima pesan cenderung menggunakan pesan selektif saat menggunakan media massa sehingga pesan mengalami distorsi. Sangat disadari bahwa tidak seorangpun dapat membaca semua penerbitan, penelitian menunjukkan bahwa dasar pemilihan media terletak pada kegunaan yang diharapkan. Misalnya untuk keperluan memecahkan masalah, mengetahui yang sedang terjadi di sekeliling atau untuk sekedar santai, juga untuk keperluan agar dapat berpartisipasi dalam diskusi atau mengukuhkan pendapat mengenai suatu hal (Murfiani, 2006). Hal ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Molony (2008) yang mengungkapkan bahwa kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan TIK, tidak serta merta mengubah hubungan kepercayaan diantara petani dan pembeli yang bertindak sekaligus sebagai kreditur. Dalam situasi tersebut, banyak petani tidak dapat memanfaatkan layanan handphone untuk mencari informasi tentang harga pasar, dan pembeli potensial di pasar lain. Hasil penelitian Suryantini (2003) menunjukkan bahwa informasi teknis sangat dibutuhkan oleh penyuluh untuk materi penyuluhan. Motivasi kognitif penyuluh pertanian dalam penggunaan sumber informasi adalah untuk memperoleh pengetahuan atau informasi yang sesuai dengan kebutuhan. Sumber
12 informasi yang paling banyak digunakan adalah sumber interpersonal (sesama penyuluh dan kontak tani/petani maju) dan media cetak (surat kabar). Lebih jauh hasil penelitian tentang TIK yaitu berupa media booklet dan leaflet yang dikaji oleh Adawiyah (2003), dan Nuh (2004) telah membuktikan bahwa media komunikasi berbentuk cetak tersebut sangat efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan mengubah sikap khalayak sasarannya, juga penelitian ini menjelaskan bahwa gambar foto dan tampilan berwarna menunjukkan hasil yang sangat efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan merubah sikap responden. Hasil penelitian lain yang berkaitan dengan TIK mengungkapkan bahwa dalam memberdayakan petani sayuran disusun strategi konvergensi komunikasi melalui pemanfaatan cyber extension dengan mengembangkan komunikasi banyak tahap (multi step flow communication) dan kombinasi media komunikasi lain sesuai dengan karakteristik petani (Mulyandari, 2011). Hal lain menunjukkan bahwa cyber extension menjembatani kesenjangan komunikasi antara peneliti, penyuluh pertanian, petani dan stakeholders terkait. Ahuja (2011) mengungkapkan ketersediaan informasi melalui internet membantu proses penyuluhan pertanian lebih cepat dan efektif. Hal ini dikuatkan oleh Chury et al. (2012) bahwa internet diidentifikasi sebagai saluran yang penting untuk berbagi pengetahuan pertanian di saat kegiatan pelatihan teknis diberikan.
Keterdedahan terhadap TIK Media memiliki kemampuan yang besar untuk menyebarkan pesan-pesan pembangunan kepada banyak orang, yang tinggal ditempat yang terpisah dan tersebar, secara serentak dan dengan kecepatan tinggi. Meskipun tingkat literasi fungsional pada banyak bangsa di Dunia Ketiga itu masih rendah, cepatnya penyebaran informasi diharapkan dapat mengatasi rendahnya pendidikan formal sebagai suatu penghambat keterdedahan pada media massa lebih tinggi. Keterdedahan adalah melihat, mendengarkan, membaca atau secara lebih umum mengalami dengan sedikitnya sejumlah perhatian minimal pada pesan media. Keterdedahan pada media massa mempunyai korelasi yang tinggi, sehingga dapat dibuat suatu indeks keterdedahan pada media massa. Indikator keterdedahan pada media massa paling tidak dikotomikan ke dalam hal berikut: 1. Sedikitnya pernah terdedah (misalnya kebiasaan membaca surat kabar sekali dalam seminggu). 2. Tidak terdedah. Keterdedahan penyuluh pada media komunikasi berhubungan dengan tingkat pemanfaatan TIK dalam diseminasi inovasi kepada petani. Keterdedahan terhadap media massa mempunyai indikasi positif terhadap respons peternak guna meningkatkan produktivitasnya. Keterdedahan media komunikasi adalah intensitas masyarakat atau khalayak dalam menggunakan media komunikasi. Keterdedahan terdapat dua indikator yaitu: 1) Frekuensi keterdedahan, yaitu jumlah intensitas khalayak terdedah terhadap media massa, 2) Durasi
13 keterdedahan, yaitu lamanya waktu khalayak terdedah terhadap media massa (Asmirah, 2006). Hasil penelitian Awaliyah (2011), menjelaskan bahwa keterdedahan petani terhadap televisi berhubungan nyata dengan pengetahuan dan tindakan petani. Interaksi petani terhadap PPL berhubungan nyata dengan pengetahuan dan tindakan petani. Begitu pula dengan Setiabudi (2004) bahwa karakteristik penyuluh pertanian (kecuali penghasilan), keterdedahan terhadap media, motivasi penyuluh, ketersediaan media mempunyai hubungan nyata terhadap penggunaan dan pemanfaatan media informasi teknologi pertanian.
Faktor Lingkungan Faktor lingkungan merupakan faktor-faktor di luar diri individu yang mempengaruhi dalam kehidupannya. Menurut Sumaryanto dan Siregar (2003), faktor eksternal (pengaruh lingkungan luar) tidak dapat dikendalikan oleh seseorang, karena berada di luar kendalinya maka perilaku faktor eksternal tersebut dianggap “given.” Lebih jauh dikemukakan bahwa, ada dua faktor eksternal yaitu: 1) berada di luar kendali seseorang (strictly external), dan 2) seseorang bisa mengendalikan dengan bantuan orang lain (quasi external). Pengaruh faktor lingkungan tersebut jika mendukung atau sesuai dengan kebutuhan seseorang maka akan membantu dalam kelancaran pelaksanaan tugastugas. Sebaliknya apabila tidak sesuai bisa menjadi penghambat. Beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap seseorang di antaranya, kebijakan pemerintah daerah, dukungan keluarga, dukungan kelembagaan, serta iklim belajar. Dalam penelitian ini faktor lingkungan yang diduga dapat dikendalikan pihak lain (quasi external) meliputi: iklim belajar dan dukungan kebijakan Pemerintah Daerah (Pemda). Iklim belajar merupakan satu bentuk dukungan lembaga penyuluhan dalam meningkatkan kualitas SDM penyuluh. Undang Undang Nomor 16 Tahun 2006 mengamanatkan peningkatan SDM penyuluh dalam bentuk pendidikan dan latihan merupakan tanggung jawab pemerintah dalam hal ini lembaga penyuluhan. Hakekat dari pendidikan dan pelatihan ini tidak hanya terbatas pada pendidikan di dalam ruangan khusus akan tetapi adalah bagaimana menciptakan iklim belajar yang kondusif bagi penyuluh. Dengan kata lain, lembaga penyuluhan perlu mendukung penyuluh untuk terus belajar meningkatkan kemampuannya melalui suatu kondisi lembaga yang kondusif untuk belajar. Adapun lingkungan yang dimaksudkan adalah: 1) dorongan atau kemudahan untuk melanjutkan pendidikan formal, 2) dukungan mengikuti pelatihan, 3) ketersediaan TIK, 4) kemudahan akses informasi, dan 5) dukungan melakukan ujicoba inovasi. Dukungan kebijakan pemerintah daerah (kabupaten/kota). Dalam Undang Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan ditegaskan bahwa kelembagaan penyuluhan adalah lembaga pemerintah dan/atau masyarakat yang mempunyai tugas dan fungsi menyelenggarakan penyuluhan. Penyuluh PNS dilakukan oleh kelembagaan penyuluhan pemerintah. Secara lebih rinci dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa kelembagaan penyuluhan pemerintah terdiri atas: 1) Pada tingkat pusat berbentuk badan yang menangani penyuluhan, 2) Pada tingkat
14 provinsi berbentuk Badan Koordinasi Penyuluhan, 3) Pada tingkat kabupaten/kota berbentuk badan pelaksana penyuluhan, dan 4) Pada tingkat kecamatan berbentuk Balai Penyuluhan. Kelembagaan penyuluhan pada tingkat desa/kelurahan berbentuk pos penyuluhan. Kebijakan pemerintah daerah kabupaten/kota terhadap penyuluhan yang paling mudah dilihat adalah dukungan terhadap realisasi kelembagaan penyuluhan sesuai dengan Undang Undang Nomor 16 Tahun 2006. Di samping itu realisasi dukungan anggaran dan dukungan pengembangan SDM penyuluh menjadi indikator penting dalam mengkaji kebijakan pemda terhadap penyuluhan. Oleh karena itu, indikator yang digunakan terhadap peubah dukungan Pemda adalah dukungan terhadap realisasi kelembagaan penyuluhan, komitmen dukungan realisasi anggaran dalam penyelenggaraan penyuluhan. Kondisi ini juga dapat dilihat pada kelembagaan petani yang masih dipengaruhi oleh tuntutan dan strategi kebijakan pembangunan pertanian. Pemahaman sosial budaya dan kelembagaan membantu memilah faktor-faktor tertentu kedalam suatu urutan kegiatan yang mendekati kondisi kultural petani yang melakukan kegiatan usahatani masing-masing. Pemahaman sosial budaya meliputi penguasaan pranata sosial dan tatanan sosial setempat, termasuk dalam pranata dan tatanan sosial tersebut antara lain adalah peran kelembagaan petani dalam kaitan dengan kegiatan usahatani dan pembangunan pertanian, peran kepemimpinan lokal, dan pola komunikasi yang menggambarkan arah dan arus informasi dalam suatu lembaga (Suradisastra, 2009). Posisi, peran, dan fungsi kelembagaan petani seringkali disusun sedemikian rupa sehingga dapat memaksimalkan pembangunan wilayah sesuai dengan kebijakan pembangunan setempat. Dalam kondisi demikian, kelembagaan petani diposisikan sebagai alat untuk mencapai tujuan pembangunan dan bukan untuk menyejahterakan petani. Pendekatan seperti ini secara langsung atau tidak langsung, terasa atau tidak terasa, telah mengubah, mengerdilkan, atau melumpuhkan kelembagaan tertentu. Namun di sisi lain tidak dapat disangkal bahwa kelembagaan petani yang dibentuk secara paksa juga dapat meningkatkan efisiensi dan kinerja kelembagaan petani ke arah yang lebih baik. Peran lain dari suatu kelembagaan petani adalah peran menggerakkan tindak komunal. Suatu lembaga struktur umumnya memiliki potensi kolektif yang berasal dari para anggotanya. Sikap kolektif sebagai suatu kesatuan kini merupakan tantangan tersendiri bagi para pelaksana pembangunan pertanian. Memahami dan memanfaatkan secara tepat sifat-sifat komunal dan sosial capital lain akan memberikan dampak yang diharapkan (Syahyuti, 2007). Kelembagaan petani cenderung hanya diposisikan sebagai alat untuk mengimplementasikan proyek belaka, belum sebagai upaya untuk pemberdayaan yang lebih mendasar. Ke depan, agar dapat berperan sebagai aset komunitas masyarakat desa yang partisipatif, maka pengembangan kelembagaan harus dirancang sebagai upaya untuk peningkatan kapasitas masyarakat itu sendiri sehingga menjadi mandiri (Syahyuti, 2007). Masalah utama pengembangan kelembagaan petani adalah fakta bahwa pemahaman terhadap konsep lembaga atau kelembagaan lebih terpaku pada organisasi, baik organisasi formal maupun organisasi non formal. Masalah lain dalam pengembangan lembaga organisasi petani adalah sikap sosial anggota kelembagaan dan masyarakat sekitarnya, terutama yang berkaitan dengan daya
15 lenting sosial komunitas petani yang dilibatkan dalam pembentukan atau pengembangan lembaga petani di suatu wilayah, tetapi saat ini kelembagaan petani dalam hal ini adalah gapoktan, diberi pemaknaan baru, termasuk bentuk dan peran yang baru. Gapoktan menjadi lembaga gerbang (gateway institution) yang menjadi penghubung petani satu desa dengan lembaga-lembaga lain di luarnya. Gapoktan diharapkan berperan untuk fungsi-fungsi pemenuhan permodalan pertanian, pemenuhan sarana produksi, pemasaran produk pertanian, dan termasuk menyediakan berbagai informasi yang dibutuhkan petani (Syahyuti, 2007) Sumardjo (2003) mengungkapkan gejala-gejala sosial yang mendorong kelompok tani berfungsi secara efektif antara lain: 1. Keanggotaan dan aktivitas kelompok lebih didasarkan pada masalah, kebutuhan, dan minat calon anggota. 2. Kelompok berkembang mulai dari informal efektif dan berpotensi serta berpeluang untuk berkembang ke formal sejalan dengan kesiapan dan kebutuhan kelompok yang bersangkutan. 3. Status kepengurusan yang dikelola dengan motivasi mencapai tujuan bersama dan memenuhi kebutuhan dan kepentingan bersama, cenderung lebih efektif untuk meringankan beban bersama anggota, dibanding bila pemecahan masalah dan pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan secara sendiri-sendiri. 4. Inisiatif anggota kelompok tinggi untuk berusaha meraih kemajuan dan keefektivan kelompok karena adanya keinginan kuat untuk memenuhi kebutuhannya. 5. Kinerja kelompok sejalan dengan berkembangnya kesadaran anggota, bila terjadi penyimpangan pengurus segera dapat dikontrol oleh proses dan suasana demokratis kelompok. 6. Agen pembaharu cukup berperan secara efektif sebagai pengembang kepemimpinan dan kesadaran kritis dalam masyarakat atas pentingnya peran kelompok. Disamping itu, yang dibutuhkan atas kehadiran penyuluh selain mengembangkan kepemimpinan adalah kemampuan masyarakat mengorganisir diri secara dinamis dalam memenuhi kebutuhan hidup kelompok. 7. Kelompok tidak terikat harus berbasis sehamparan, karena yang lebih menentukan efektivitas dan dinamika kelompok adalah keefektifan pola komunikasi lokal dalam mengembangkan peran kelompok.
Motivasi Penyuluh Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin, yakni “movere” yang berarti “menggerakkan” (Winardi, 2007). Menurut Sadirman (2007), motivasi adalah perubahan energi diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Swanburg (2000) mendefinisikan motivasi sebagai konsep yang menggambarkan baik kondisi ekstrinsik yang merangsang perilaku tertentu dan respons intrinsik yang menampakkan perilaku manusia. Menurut Moekijat (2002) dalam bukunya “Dasar-Dasar Motivasi” bahwa motivasi yaitu dorongan/menggerakkan, sebagai
16 suatu perangsang dari dalam, suatu gerak hati yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu. Motivasi merupakan seluruh dorongan, keinginan, hasrat, dan tenaga penggerak atau dorongan lainnya yang berasal dari dalam diri individu untuk melakukan suatu tindakan. Motivasi memberi tujuan dan arah kepada perilaku individu (Ahmadi, 2007). Motif adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Motif tidak dapat diamati. Adapun aspek yang diamati adalah kegiatan atau mungkin alasan-alasan tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2003). Motivasi berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya dibagi menjadi dua yaitu: a. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar, tetapi di dalam diri individu tersebut sudah terdapat dorongan untuk melakukan sesuatu. b. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang ada karena dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar diri individu tersebut (lingkungan). Tindakan yang didorong oleh motif-motif instrinsik lebih baik daripada yang didorong oleh motif ekstrinsik (Notoatmodjo, 2003). Hasil penelitian Purnaningsih (1999) menunjukkan bahwa motivasi kognitif berhubungan secara nyata dengan pemanfaatan sumber informasi. Semakin banyak petani yang menyatakan motivasi kognitifnya untuk memanfaatkan sumber informasi, semakin banyak pula petani yang memanfaatkan sumber informasi tersebut. Selanjutnya penelitian Hubeis (2008) mengungkapkan bahwa motivasi penyuluh (internal dan eksternal) yang rendah akan menyebabkan produktivitas kerjanya juga menjadi rendah.
Kompetensi Penyuluh Kompetensi (competency) terkait dengan kemampuan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan. Kompetensi seringkali diterapkan dalam berbagai aspek terutama dalam manajemen sumber daya manusia. Banyak perusahaan besar di dunia menggunakan konsep kompetensi dengan alasan: 1) Memperjelas standar kerja dan harapan yang ingin dicapai; 2) Alat seleksi karyawan; 3) Memaksimalkan produktivitas; 4) Sebagai dasar untuk pengembangan sistem; 5) Memudahkan adaptasi terhadap perubahan; dan 6) Menyelaraskan perilaku kerja dengan nilai-nilai organisasi (Ruky, 2003). Banyak pakar mendefinisikan kompetensi secara beragam yang bergantung pada sudut pandang dan penekanan berbeda. Yamin (2004) menekankan bahwa kompetensi merupakan kemampuan dasar yang dapat dilakukan seseorang pada tahap kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kemampuan dasar ini akan dijadikan landasan melakukan proses pembelajaran dan penilaian seseorang. Sudut pandang yang lebih luas Sumardjo (2006) mengemukakan beberapa aspek kompetensi bagi penyuluh sarjana berdasarkan kebutuhan pembangunan masyarakat yaitu: 1) Pemetaan agroekosistem; 2) Komunikasi organisasi; 3) Kemitraan (networking); 4) Manajemen sistem agribisnis; 5) Advokasi
17 agribisnis; 6) Manajemen kelembagaan kelompok/komunitas; 7) Manajemen pelatihan; 8) Prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa; 9) Metode pengembangan prestasi (PRA); 10) Metode dan teknik berkomunikasi efektif; 11) Pengolahan dan analisis data agroekosistem; 12) Rapid Rural Appraisal (RRA); 13) Metode dan teknik penyuluhan; 14) Prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat; 15) Perencanaan dan evaluasi penyuluhan; 16) Teknologi informasi; 17) Perancangan pesan multimedia; 18) Penyusunan karya tulis ilmiah; 19) Identifikasi kebutuhan, pengembangan motivasi dan kepemimpinan, dan 20) Konsep-konsep pembangunan agropolitan. Berkaitan dengan penyelenggaraan penyuluhan pertanian Sumardjo (2006) mengemukakan bahwa ada delapan kompetensi yang diperlukan penyuluh sarjana untuk dapat mendukung pelaksanaan tupoksinya yaitu: 1) Kemampuan berkomunikasi secara konvergen dan efektif; 2) Kemampuan bersinergi kerjasama dalam tim; 3) Kemampuan akses informasi dan penguasaan inovasi; 4) Sikap kritis terhadap kebutuhan atau keterampilan analisis masalah; 5) Keinovatifan atau penguasaan teknologi informasi dan desain komunikasi multi media; 6) Berwawasan luas dan membangun jejaring kerja; 7) Pemahaman potensi wilayah dan kebutuhan petani, dan 8) Keterampilan berpikir logis (berpikir sistem). Hasil penelitian mengenai kompetensi penyuluh yang diungkapkan Marius et al. (2007) menyatakan bahwa penyuluh yang berkompeten dalam menyiapkan, mengevaluasi, dan mengembangkan penyuluhan lebih berdampak nyata bagi petani dibanding hanya sekedar memiliki kompetensi dalam berkomunikasi dan berinteraksi sosial. Tuntutan perubahan masyarakat memerlukan rumusan dimensi-dimensi kompetensi penyuluh pertanian dalam memberdayakan petani. Berdasarkan kajian teori, hasil-hasil penelitian terdahulu, fungsi sistem penyuluhan (UU No.16 tahun 2006), dan tuntutan kebutuhan masyarakat, maka dalam penelitian ini dirumuskan tujuh dimensi kompetensi, yaitu: 1) Kompetensi pemahaman potensi wilayah; 2) Kompetensi komunikasi inovasi; 3) Kompetensi pengelolaan pembelajaran; 4) Kompetensi pengelolaan pembaharuan; 5) Kompetensi pengelolaan pelatihan; 6) Kompetensi pengembangan kewirausahaan; dan 7) Kompetensi pemandu sistem jaringan.
Kerangka Berpikir Penyuluh pertanian merupakan salah satu mata rantai dalam transfer teknologi pertanian, yaitu sebagai penghubung antara sumber-sumber informasi yang berkaitan dengan teknologi pertanian dengan para petani sebagai pengguna teknologi. Salah satu tugas dan fungsi yang harus dilaksanakan oleh para penyuluh pertanian adalah memilih, menginterpretasikan serta menyampaikan informasi yang dihasilkan oleh sumber-sumber informasi teknologi seperti lembaga penelitian. Dalam rangka melaksanakan tugas tersebut para penyuluh pertanian dapat memanfaatkan berbagai macam media yang berkaitan dengan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Proses pemanfaatan TIK oleh penyuluh pertanian merupakan awal hasil kontak antara penyuluh pertanian dengan media.
18 Proses pemanfaatan TIK oleh penyuluh pertanian tidak terlepas dari faktor keterdedahan penyuluh itu sendiri terhadap media. Di satu sisi seorang penyuluh pertanian akan lebih banyak memanfaatkan media cetak ketimbang media lainnya, karena pada awalnya memang mereka sudah banyak menggunakan media tersebut untuk mencari informasi teknologi ketimbang media lainnya. Perkembangan dunia informasi saat ini berjalan dengan sangat cepat, sehingga memungkinkan tersedianya berbagai jenis media informasi yang sesuai dengan kebutuhan penyuluh pertanian itu sendiri, baik untuk memenuhi kebutuhan dalam rangka mendukung peranannya sebagai penyuluh, atau dalam rangka untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan pribadi penyuluh itu sendiri. Demikian pula dengan penyuluh, adanya kebutuhan akan informasi yang diperlukan dalam mendukung tugasnya dapat menimbulkan motivasi pada diri sendiri untuk menggunakan berbagai jenis TIK. Motivasi yang berbeda akan menentukan pengambilan keputusan yang bervariasi dalam menggunakan dan memanfaatkan TIK. Pemanfaatan TIK oleh penyuluh berkaitan erat dengan karakteristik individu penyuluh yang memanfaatkannya. Karakteristik tersebut meliputi: umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, masa kerja, tingkat kepemilikan TIK, dan status penyuluh. Perbedaan karakteristik individu penyuluh tersebut akan menentukan pilihan pemanfaatan TIK yang disajikan dalam rangka mendukung kegiatan penyuluhan. Faktor lain yang mempengaruhi pemanfaatan TIK oleh penyuluh adalah faktor yang berada di luar individu penyuluh itu sendiri atau disebut juga dengan faktor lingkungan. Faktor lingkungan tersebut meliputi iklim belajar, dan dukungan atau kebijakan Pemerintah Daerah (Pemda). Menjawab perubahan lingkungan yang strategis dan tuntutan kehidupan masyarakat, diperlukan adanya kompetensi penyuluh dalam pembangunan pertanian yang sesuai dengan perkembangan yang ada. Berdasarkan kompetensi sesuai degan tugas-tugas pokok penyuluh, kompetensi sesuai dengan tuntutan kehidupan masyarakat dan didukung oleh hasil-hasil penelitian terdahulu dan teori kompetensi, dalam penelitian ini dirumuskan tujuh kompetensi di antaranya adalah: 1) Kompetensi pemahaman potensi wilayah; 2) Kompetensi komunikasi inovasi; 3) Kompetensi pengelolaan pembelajaran; 4) Kompetensi pengelolaan pembaharuan; 5) Kompetensi pengelolaan pelatihan; 6) Kompetensi pengembangan kewirausahaan; dan 7) Kompetensi pemandu sistem jaringan. Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dijelaskan pada Gambar 1.
19 X1.Karakteristik Penyuluh X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 X1.6
Umur Pendidikan formal Pendidikan non formal Masa Kerja Tingkat Kepemilikan TIK Status penyuluh Y1. Tingkat Pemanfaatan TIK oleh Penyuluh
X1.4. Pengalaman X1.5 Pendapatan X2. Faktor Lingkungan X1.6 Jabatan Fungsional X2.1 Iklim belajar X2.2 Kebijakan PEMDA
Y1.1 Y1.2 Y1.3 Y1.4 Y1.5
Intensitas pemanfaatan TIK Jangkauan sumber Informasi Variasi materi penyuluhan Ragam informasi Kualitas berbagi pengetahuan
X3. Motivasi Penyuluh Y2. Tingkat kompetensi penyuluh X3.1 Motivasi intrinsik X3.2 Motivasi ekstrinsik
Y2.1 Y2.2 Y2.3 Y2.4 Y2.5 Y2.6 Y2.7
Pemahaman potensi wilayah Pengelolaan komunikasi inovasi Pengelolaan pembelajaran Pengelolaan pembaharuan Pengelolaan pelatihan Pengembangan kewirausahaan Pemandu sistem jaringan
Gambar 1 Kerangka berpikir pemanfaatan TIK dalam peningkatan kompetensi penyuluh
Hipotesis Penelitian Berdasarkan pada latar belakang masalah yang disandarkan pada tinjauan teori serta kerangka pemikiran Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam Peningkatan Kompetensi Penyuluh di Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat didapatkan hipotesis penelitian (H1) sebagai berikut.
20 1.
2. 3. 4. 5.
Terdapat perbedaan nyata antara karakteristik individu, persepsi penyuluh pada faktor lingkungan, motivasi penyuluh, tingkat pemanfaatan TIK dan tingkat kompetensi penyuluh PNS denganTHL-TBPP. Terdapat hubungan nyata antara karakteristik penyuluh dengan tingkat pemanfaatan TIK oleh penyuluh. Terdapat hubungan nyata antara faktor lingkungan dengan tingkat pemanfaatan TIK oleh penyuluh. Terdapat hubungan nyata antara motivasi penyuluh dengan tingkat pemanfaatan TIK oleh penyuluh. Terdapat hubungan nyata antara tingkat pemanfaatan TIK oleh penyuluh dengan tingkat kompetensi penyuluh.
3 METODE PENELITIAN
Desain Penelitian Penelitian didesain sebagai penelitian survei yang bersifat deskriptif korelasional, untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan secara faktual. Dalam penelitian ini dilakukan upaya untuk menjelaskan dan menguraikan fakta-fakta dan fenomena-fenomena yang diamati dengan pendekatan analisis kuantitatif yang didukung oleh analisis statistik deskriptif dan inferensial. Gambaran dari pemanfaatan TIK dalam peningkatan kompetensi penyuluh dijelaskan melalui hubungan atau korelasi dalam variabel penelitian. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini yaitu: Karakteristik penyuluh (Xı); Faktor lingkungan (X2); Motivasi penyuluh (X3); Tingkat pemanfaatan TIK (Yı); dan Tingkat kompetensi penyuluh (Y2).
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja dengan mempertimbangkan bahwa Kabupaten Bogor merupakan daerah dengan variasi penggunaan TIK dan tingkat aksesibilitas cukup tinggi terhadap sumber informasi, penyuluhnya sudah terdedah dengan TIK, koneksi jaringan yang cukup luas, dan di wilayah Bogor terdapat berbagai unit kerja penelitian pertanian, perguruan tinggi dan pusat-pusat informasi. Dengan demikian terdapat berbagai pilihan bagi penyuluh pertanian dalam memanfaatkan TIK. Penelitian dilaksanakan selama dua bulan yaitu pada bulan Maret sampai April 2013 dari mulai uji coba kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan penelitian.
Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian adalah penyuluh pertanian PNS dan THL-TBPP atau dikenal dengan istilah penyuluh pertanian kontrak di Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Dari hasil prasurvei diperoleh informasi bahwa di Kabupaten Bogor terdapat 78 orang penyuluh pertanian PNS dan 87 orang penyuluh kontrak yang tersebar di 12 (dua belas) Badan Penyuluhan, Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kabupaten Bogor, sebagaimana disajikanTabel 1.
21
Tabel 1 Populasi BP3K dan penyuluh pertanian di Kabupaten Bogor Jumlah (orang) BP3K Kabupaten Bogor 1 BP3K Wilayah Cariu 2. BP3K Wilayah Jonggol 3. BP3K Wilayah Gunung Putri 4. BP3K Wilayah Cibinong 5. BP3K Wilayah Ciawi 6. BP3K Wilayah Caringin 7. BP3K Wilayah Dramaga 8. BP3K Wilayah Ciseeng 9. BP3K Wilayah Cibungbulang 10. BP3K Wilayah Leuwiliang 11. BP3K Wilayah Cigudeg 12. BP3K Wilayah Parung Panjang Jumlah
PPL PNS
THL-TBPP
Total
9 7 3 9 3 7 7 9 8 9 5 2
7 7 6 6 5 11 8 8 6 8 6 9
16 14 9 15 8 18 15 17 14 17 11 11
78
87
165
Sumber: Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Bogor ( BKP5K), 2012
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin. n =_ N__ 1 + Ne² Dimana: N = Ukuran populasi e Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang bisa ditoleransi (5%) n = Ukuran sampel n=
165 . 1 + 165 (0,05)² = 117
Berdasarkan rumus tersebut diperoleh jumlah sampel sebanyak 117 responden. Secara lengkap jumlah responden tersaji pada Tabel 2 berikut.
23 Tabel 2 Data sampel penelitian Jumlah (orang) BP3K Kabupaten Bogor 1. BP3K Wilayah Cariu 2. BP3K Wilayah Jonggol 3. BP3K Wilayah Gunung Putri 4. BP3K Wilayah Cibinong 5. BP3K Wilayah Ciawi 6. BP3K Wilayah Caringin 7. BP3K Wilayah Dramaga 8. BP3K Wilayah Ciseeng 9. BP3K Wilayah Cibungbulang 10. BP3K Wilayah Leuwiliang 11. BP3K Wilayah Cigudeg 12. BP3K Wilayah Parung Panjang Jumlah
PPL PNS
THL-TBPP
Total
6 5 2 6 2 5 5 6 6 6 4 2
5 5 4 4 4 8 6 6 4 6 4 6
11 10 6 10 6 13 11 12 10 12 8 8
55
62
117
Data dan Instrumentasi Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diambil dari peubah utama yang diteliti berupa karakteristik penyuluh, faktor lingkungan, motivasi penyuluh terhadap TIK, tingkat pemanfaatan TIK oleh penyuluh dan tingkat kompetensi penyuluh yang diperoleh langsung lewat responden dengan menggunakan instrumen dalam bentuk kuesioner. Data sekunder yang dikumpulkan berkaitan dengan keadaan umum, data pendukung atau potensi aktual mengenai kondisi geografis yang dapat diperoleh dari pihak-pihak atau lembaga terkait seperti Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan, Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BKP5K), Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor atau lembaga lainnya. Kuesioner memuat pertanyaan yang terdiri atas beberapa bagian antara lain: 1. Bagian pembuka mengenai identitas dan data responden meliputi nama penyuluh, wilayah kerja, tanggal wawancara. 2. Bagian pertama mengenai karakteristik penyuluh meliputi: umur, jenis kelamin, pendidikan formal, pendidikan non formal, tingkat kepemilikan TIK, status, bidang kompetensi. 3. Bagian kedua mengenai faktor lingkungan yang meliputi: iklim belajar, dan kebijakan Pemda. 4. Bagian ketiga mengenai motivasi penyuluh pertanian terhadap pemanfaatan TIK yang terdiri dari motivasi intrinsik dan ekstrinsik. 5. Bagian keempat mengenai tingkat pemanfaatan TIK oleh penyuluh. 6. Bagian kelima mengenai tingkat kompetensi penyuluh.
24 Definisi Operasional Indikator dan parameter dituangkan dalam definisi operasional, kemudian dikembangkan dalam bentuk daftar pertanyaan (kuesioner) sebagai acuan atau instrumen penelitian dalam bentuk kuesioner dan wawancara dengan responden, sedangkan peubah-peubah penelitian didefinisikan secara operasional sebagai berikut: 1. Karakteristik penyuluh pertanian (X1) adalah ciri-ciri atau sifat yang ada dalam diri penyuluh pertanian. Dapat diukur dengan indikator: a. Umur (X1.1) adalah usia responden yang diukur dalam satuan tahun, yang dihitung dari tahun kelahiran sampai saat penelitian/wawancara dilaksanakan. Diukur dalam bentuk skala rasio dalam satuan tahun. b. Pendidikan formal (X1.2) adalah tingkat pembelajaran tertinggi yang dilalui responden dibangku sekolah formal, dihitung dengan tingkat pendidikan yang telah diselesaikan. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal. c. Pendidikan non formal (X1.3) adalah kegiatan pembelajaran yang diterima oleh responden di luar sekolah formal. Pendidikan non formal diukur dengan skala rasio dari frekuensi mengikuti pelatihan dalam dua tahun terakhir. d. Masa kerja (X1.4) adalah lamanya responden bekerja sebagai penyuluh pertanian terhitung mulai pertama kali responden menjalankan tugas sebagai penyuluh pertanian sampai dengan penelitian ini dilakukan, dinyatakan dalam tahun. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio. e. Status penyuluh (X1.5) adalah jenjang jabatan yang disandang responden pada saat penelitian dilakukan. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala nominal dengan kategori: penyuluh PNS dan THL-TBPP f. Tingkat kepemilikan TIK (X1.6) adalah banyaknya atau jumlah TIK yang dimiliki oleh responden dalam kaitannya dengan tupoksi penyuluh selama dalam masa penelitian. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio. Indikator dan parameter karakteristik individu responden disajikan rinci pada Tabel 3. Tabel 3 Indikator dan parameter karakteristik individu responden Peubah/indikator karakteristik individu
Parameter
a. Umur
Usia penyuluh yang dihitung sejak lahir sampai ke tahun terdekat pada waktu penelitian dilakukan yang dinyatakan dalam jumlah tahun.
b. Pendidikan formal
Tingkat pendidikan responden yang dihitung melalui pendidikan terakhir yang telah diselesaikan.
25 Lanjutan Tabel 3 Peubah/indikator karakteristik individu
Parameter
c. Pendidikan non formal
Jenis pelatihan yang pernah diikuti, jumlah jam belajar, lokasi pelatihan.
d. Masa kerja
Lamanya responden bertugas sebagai penyuluh pertanian yang diukur dalam satuan tahun.
e. Status penyuluh
Jenjang jabatan responden (PNS atau THL-TBPP).
f. Tingkat kepemilikan TIK
Jumlah TIK yang dimiliki responden selama masa penelitian.
2
Faktor lingkungan (X2) yaitu faktor yang berada di luar diri penyuluh, dapat diukur dengan indikator sebagai berikut. a. Dukungan lingkungan kondusif untuk belajar (X2.1) adalah dorongan lembaga tempat penyuluh bertugas dalam menciptakan kemudahan untuk belajar guna meningkatkan kompetensinya. b. Kebijakan Pemda (X2.2) adalah komitmen dukungan Pemda terhadap penyelenggaraan penyuluhan pertanian di tingkat kabupaten.
Pengukuran indikator-indikator faktor lingkungan penyuluh dengan skala ordinal dengan empat kategori yaitu: 1= sangat tidak setuju, 2= tidak setuju, 3= setuju, 4= sangat setuju. Indikator dan parameter faktor lingkungan responden dapat dilihat lebih rinci pada Tabel 4 berikut. Tabel 4 Indikator dan parameter faktor lingkungan responden Peubah/indikator faktor lingkungan
Parameter
a. Iklim belajar
1) Dorongan melanjutkan pendidikan formal 2) Dukungan mengikuti pelatihan 3) Ketersediaan TIK 4) Kemudahan akses informasi 5) Dukungan ujicoba inovasi
b. Kebijakan Pemerintah Daerah
1) Dana yang dianggarkan untuk kegiatan penyuluhan pertanian 2) Kelembagaan penyuluhan yang berdiri sendiri
3.
Motivasi penyuluh pertanian (X3) adalah alasan yang mendorong penyuluh pertanian menggunakan TIK yang dikelompokkan dalam: a. Motivasi intrinsik (X3.1) adalah dorongan yang berada dalam diri responden dalam memanfaatkan TIK. b. Motivasi ekstrinsik (X3.2) adalah dorongan yang berada di luar diri responden dalam memanfaatkan TIK.
26 Pengukuran indikator-indikator faktor motivasi penyuluh dalam skala ordinal dengan empat kategori yaitu: 1= sangat tidak setuju, 2= tidak setuju, 3= setuju, 4= sangat setuju. Indikator dan parameter motivasi responden tersaji pada Tabel 5. Tabel 5 Indikator dan parameter motivasi responden Peubah/indikator faktor motivasi a. Motivasi intrinsik
b. Motivasi ekstrinsik
4.
Parameter Dorongan meningkatkan kompetensi, melaksanakan tugas sebaik-baiknya, mengembangkan karir Kesesuaian imbalan, lingkungan mendukung bekerja, apresiasi terhadap penyuluh, dukungan pimpinan lembaga penyuluhan, hubungan sesama penyuluh
Tingkat Pemanfaatan TIK (Y1) oleh penyuluh yang merupakan variabel dependent a. Intensitas pemanfaatan TIK (Y1.1) adalah frekuensi dan durasi dalam menggunakan TIK oleh responden. b. Jangkauan sumber informasi (Y1.2) yaitu jarak terjauh yang dapat diakses oleh sumber informasi c. Variasi materi penyuluhan (Y1.3) yaitu jenis materi yang disampaikan oleh responden dengan menggunakan TIK d. Ragam informasi (Y1.4) yaitu jenis informasi yang dapat diakses melalui TIK dalam satu minggu terakhir e. Kualitas berbagi pengetahuan (Y1.5) yaitu proses yang dilakukan oleh responden dalam mempertukarkan informasi kepada orang lain.
Pengukuran indikator-indikator pada tingkat pemanfaatan TIK oleh penyuluh dengan skala ordinal dalam empat kategori yaitu: 1= sangat tidak setuju, 2= tidak setuju, 3= setuju, 4= sangat setuju. Indikator dan parameter tingkat pemanfaatan TIK responden dapat dilihat lebih rinci pada Tabel 6.
27 Tabel 6 Indikator dan parameter tingkat pemanfaatan TIK responden Tingkat pemanfaatan TIK oleh penyuluh a. Intensitas pemanfaatan TIK b. Jangkauan sumber informasi c. Variasi materi penyuluhan d. Ragam informasi e. Kualitas berbagi pengetahuan
5.
Parameter Frekuensi dan durasi menggunakan TIK dalam satu minggu terakhir Situs yang sering dicari dalam satu bulan terakhir Materi yang disampaikan dalam satu bulan terakhir Jenis informasi yang disampaikan dalam satu minggu terakhir Cara dan jenis informasi yang dibagi kepada orang lain
Tingkat kompetensi penyuluh dalam TIK (Y2) adalah tingkat kemampuan penyuluh yang dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan, dan didukung oleh sikapnya dalam melaksanakan tugas penyuluhan dalam memberdayakan petani. a. Kompetensi pemahaman potensi wilayah (Y2.1 ) adalah kemampuan penyuluh dalam mengidentifikasi sumber daya yang dapat dikembangkan sesuai dengan tuntutan kebutuhan petani. b. Kompetensi komunikasi inovasi (Y2.2) adalah kemampuan penyuluh memfasilitasi kebutuhan petani dalam meningkatkan usaha tani dengan mencari usaha pertanian yang tepat. c. Kompetensi pengelolaan pembelajaran (Y2.3) adalah kemampuan penyuluh dalam menciptakan proses belajar agar petani menguasai dan menerapkan inovasi melalui berbagai media belajar yang ada di sekitar lingkungannya. d. Kompetensi pengelolaan pembaharuan (Y2.4) adalah kemampuan penyuluh dalam memfasilitasi petani agar dapat menyesuaikan usaha taninya dengan lingkungan yang terus berubah. e. Kompetensi pengelolaan pelatihan (Y2.5) adalah kemampuan penyuluh dalam mengelola perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi dan tindaklanjutnya dalam kegiatan pelatihan atau kursus tani yang sesuai dengan kebutuhan petani. f. Kompetensi mengembangkan kewirausahaan (Y2.6) adalah kemampuan penyuluh dalam mendorong petani untuk berani mengambil risiko, mencari peluang, cara pandang (visi) terhadap perubahan, dan inisiatif untuk berubah. g. Kompetensi pemandu sistem jaringan (Y2.7) adalah kemampuan penyuluh dalam melakukan hubungan kerjasama yang sinergis antar pihak terkait dalam menunjang pelaksanaan penyuluhan.
Pengukuran indikator-indikator pada tingkat kompetensi penyuluh dengan skala ordinal dalam empat kategori yaitu: 1= sangat tidak setuju, 2= tidak setuju, 3= setuju, 4= sangat setuju. Secara rinci indikator dan parameter kompetensi penyuluh disajikan dalam Tabel 7.
28 Tabel 7 Indikator dan parameter kompetensi penyuluh pertanian. Tingkat kompetensi penyuluh
Parameter
a. Kemampuan pemahaman potensi wilayah
1) Pemahaman potensi sumber daya alam 2) Pemahaman permasalahan petani dan solusinya melalui penyuluhan.
b. Kemampuan komunikasi inovasi
1) Mencari informasi inovasi melalui berbagai saluran komunikasi 2) Pemahaman inovasi yang dibutuhkan 3) Mengkomunikasikan inovasi 4) Berkomunikasi secara dialogis 5) Berempati/merasakan permasalahan yang dihadapi petani
c. Kemampuan pengelolaan pembelajaran
1) Memfasilitasi interaksi/belajar sesama petani 2) Memanfaatkan media pembelajaran 3) Menumbuhkan kebiasaan belajar sambil bekerja.
d. Kemampuan pengelolaan pembaharuan
1) Membangkitkan motivasi untuk menerapkan teknologi atau inovasi 2) Menumbuhkan kepekaan terhadap perubahan 3) Menerapkan teknologi/inovasi dalam memecahkan masalah yang dihadapi petani.
e. Kemampuan pengelolaan pelatihan
1) Merancang pelatihan/ kursus tani 2) Melaksanakan fasilitator, menggunakan metode,dan media yang tepat. 3) Mengevaluasi hasil pelatihan 4) Mengembankan kegiatan tindak lanjut 5) Melibatkan petani dalam tahapan pelatihan.
f. Kemampuan mengembangkan kewirausahaan
1) Mengembangkan cara pandang petani untuk mengikuti perubahan. 2) Mengembangkan kemampuan petani dalam mencari peluang (kesempatan) 3) Menanamkan sikap berani mengambil risiko 4) Mengembangkan sikap untuk berinisiatif dalam usaha tani sesuai tuntutan
g. Kemampuan pemandu sistem jaringan
1) Memfasilitasi hubungan dengan lembaga penelitian/ perguruan tinggi, dan mengaksesnya 2) Bernegosiasi/koordinasi dengan pemerintah daerah kabupaten 3) Mengembangkan kelompok tani dan kerjasama dalam tim. 4) Memfasilitasi informasi produksi pertanian dan harga pasar 5) Memfasilitasi kerjasama kemitraan dengan dunia usaha.
29 Validitas dan Reliabilitas Instrumentasi Suatu alat ukur dapat dikatakan sahih apabila alat ukur itu dapat mengukur sesuatu yang sebenarnya ingin diukur (Singarimbun & Effendi, 2011). Apabila daftar pertanyaan digunakan sebagai instrumen pengukuran, maka kuesioner yang disusun harus mengukur apa yang ingin diukur. Jenis validitas yang digunakan adalah validitas isi, yaitu suatu alat ukur yang ditentukan dengan memasukkan semua aspek yang dianggap sebagai aspek kerangka konsep yang diukur. Untuk mendapatkan daftar pertanyaan/kuisioner yang mempunyai validitas tinggi, maka kuisioner disusun dengan cara: 1) mempertimbangkan berbagai teori, 2) memperhatikan masukan dari para ahli dan berbagai pihak yang dianggap menguasai materi daftar pertanyaan yang digunakan, dan 3) berkonsultasi dengan dosen pembimbing Uji validitas dan reliabilitas instrumen dalam penelitian ini dilakukan kepada 20 orang penyuluh THL P2BN (Peningkatan Produksi Beras Nasional) pada bulan Maret 2013 di BP3K Caringin, Leuwiliang dan Cibungbulang. Uji validitas instrumen menggunakan koefisien korelasi rank Spearman dengan menggunakan SPSS for windows 19.0. Hasil uji validitas didapatkan nilai pernyataan untuk peubah faktor lingkungan menunjukkan korelasi terendah adalah -0.227 dan tertinggi adalah 0.800. Pernyataan motivasi penyuluh dalam pemanfaatan TIK menunjukkan angka korelasi terendah adalah -0.033 dan tertinggi adalah 0.840. Pernyataan untuk peubah tingkat pemanfaatan TIK oleh penyuluh diperoleh nilai terendah adalah 0.699 dan tertinggi adalah 0,898. Pernyatan untuk peubah tingkat kompetensi penyuluh diperoleh nilai terendah -0.654 dan tertinggi 0.653. Secara umum bahwa nilai validitas instrumen pada taraf α = 0.05, db =18 (n2) menunjukkan nilai yang lebih besar dari pada nilai tabel korelasi (rtabel) = 0.423, sehingga seluruh item pernyataan baik peubah bebas (X) maupun peubah tak bebas (Y) yang digunakan, dinyatakan valid. Hasil hitungan uji validitas terhadap setiap butir pernyataan menunjukkan adanya pernyataan yang tidak valid karena hasil koefisien validitasnya berada di bawah angka kritis bahkan negatif, sehingga butir-butir pernyataan tersebut perlu direvisi dengan memperbaiki susunan kata-katanya serta dipecah menjadi beberapa butir agar terjadi persamaan pengertian. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan tingkat suatu alat ukur dapat dipercaya atau diandalkan, apabila alat itu dipakai dua kali atau lebih untuk mengukur gejala yang sama dengan hasil pengukuran yang konsisten (Singarimbun & Effendi, 2011). Hal ini berarti reliabilitas instrumentasi menunjuk pada konsistensi suatu alat ukur dalam mengukur gejala yang sama dalam waktu yang berbeda. Uji reliabilitas instrumentasi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan prosedur pendugaan reliabilitas Cronbach Alpha dan diolah dengan menggunakan SPSS for windows 19,0. Tingkat reliabilitas instrumen ditentukan berdasarkan skala Alpha Cronbach 0 – 1 (Azwar, 2003). Nilai hasil uji reliabilitas dikelompokkan sebagai berikut: 1. Kurang reliabel, nilai Alpha Cronbach 0.00 – 0.20 2. Agak reliabel, nilai Alpha Cronbach 0.21 – 0.40 3. Cukup reliabel, nilai Alpha Cronbach 0.41 – 0.60
30 4. 5.
Reliabel, nilai Alpha Cronbach 0.61 – 0.80 Sangat reliabel, nilai Alpha Cronbach 0.81 – 1.00
Hasil uji coba instrumen menunjukkan bahwa nilai koefisiensi reliabilitas untuk butir-butir pertanyaan peubah faktor lingkungan 0.809, peubah motivasi penyuluh 0.931 dan peubah tingkat pemanfaatan TIK oleh penyuluh 0.955 sehingga dinyatakan sangat reliabel, hanya peubah tingkat kompetensi penyuluh yang dinyatakan reliabel dengan nilai koefisiensi reliabilitas sebesar 0.683.
Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilaksanakan di dalam penelitian ini menggunakan beberapa cara yaitu: 1. Pengamatan (observation), yaitu data dikumpulkan dengan mempelajari dan mencatat langsung terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di lokasi penelitian. 2. Kuesioner (questioner), yaitu sejumlah pertanyaan tertutup dan terbuka untuk mengukur peubah penelitian yang ditujukan bagi responden. Kuesioner ini dilakukan terhadap penyuluh pertanian dalam memperoleh data tentang: Karakteristik Pribadi Penyuluh (X1), Dukungan Lingkungan Penyuluhan (X2), Motivasi Penyuluh (X3), Tingkat Pemanfaatan TIK oleh penyuluh (Y1), dan Tingkat Kompetensi Penyuluh (Y2). 3. Wawancara (interview), yaitu melakukan tanya jawab lisan secara langsung dengan responden penelitian untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan. 4. Dokumentasi (documentation), yaitu mengumpulkan data dengan cara penelusuran dan pencatatan data, dokumen, arsip, maupun referensi yang relevan di instansi yang ada kaitannya dengan penelitian.
Analisis Data Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan seperti dalam bentuk tabel. Data yang terkumpul dianalisis secara statistik deskriptif menggunakan frekuensi persentase, median, rataan skor, dan tabel distribusi frekuensi serta statistik inferensial menggunakan uji korelasi rank Spearman (bantuan SPSS ver.19.0) untuk melihat tingkat keeratan hubungan antar variabel. Pemilihan uji korelasi rank Spearman juga mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh Kriyantono (2009), bahwa untuk menguji antara jenis skala pengukuran nominal dan ordinal, skala ordinal dengan nominal, maka digunakan uji korelasi rank Spearman’s.
31 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Kondisi Geografis Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan ibu kota Republik Indonesia dan secara geografis mempunyai luas sekitar 2.301,95 km² terletak di antara 6.19°– 6.47° lintang selatan dan 106°1 - 107°103’ bujur timur. Kabupaten Bogor berbatasan dengan Kota Depok di sebelah utara, Kabupaten Purwakarta di sebelah timur, Kabupaten Sukabumi di sebelah selatan, Kabupaten Lebak di sebelah barat, Kabupaten Tangerang di sebelah barat daya, Kabupaten Bekasi di sebelah timur laut, Kabupaten Cianjur di sebelah tenggara. Kabupaten Bogor memiliki 40 kecamatan, 17 kelurahan, 430 desa, 3.882 RW dan 15.561 RT. Dari jumlah tersebut, mayoritas desa yakni 235 desa berada pada ketinggian sekitar kurang dari 500 m di atas permukaan laut (dpl), sedangkan 145 desa berada di antara 500–700 m dpl dan sisanya 50 desa berada di atas ketinggian lebih dari 700 m dpl. Sektor pertanian mencakup tanaman pangan, perikanan, perkebunan, peternakan, dan kehutanan. Pada sektor ini sumber data dari masing-masing instansi terkait di antaranya Dinas Pertanian, Dinas Peternakan dan Perikanan dan Perum Perhutani. Sektor pertanian di Kabupaten Bogor memegang peranan yang sangat penting, mengingat luasnya lahan pertanian yang dimiliki dan juga sebagian besar desa di Kabupaten Bogor masih tergolong desa pedesaan yang menitikberatkan pada sektor pertanian terutama komoditas padi. Luas lahan yang digunakan untuk sawah tahun 2011 seluas 48.185 ha, sedangkan produksi padi sawah tahun 2011 sebanyak 519.676 ton dan padi gogo/ ladang 7.092 ton. Produktivitas padi yang tinggi dapat dijadikan benteng Ketahanan Pangan di Kabupaten Bogor. Pertanian di Kabupaten Bogor terdiri atas pertanian tanaman pangan, sayuran, hortikultura dan perkebunan. Tanaman pangan padi menyebar hampir di semua kecamatan, dengan variasi luasan yang berbeda. Umumnya padi sawah menyebar di wilayah tengah dan utara, dimana sudah tersedia irigasi, seperti di kecamatan Rumpin, Cigudeg, Sukajaya, Pamijahan, Cibungbulang, Ciampea, Caringin, Jonggol, Sukamakmur dan Cariu. Tanaman padi gogo menyebar hanya di beberapa kecamatan dalam luasan terbatas. Produktivitas tanaman padi sawah berkisar 4-5 ton/ha, sedangkan produktivitas padi gogo 2-3 ton/ha. Produktivitas ini sebenarnya masih dapat ditingkatkan dengan memperbaiki kondisi lingkungan, seperti menekan bahaya banjir serta perbaikan manajemen usaha tani, seperti pemberian pupuk tepat dosis dan waktu, penyediaan modal, sarana dan prasarana seperti pembangunan pasar, penggilingan padi dan seterusnya. Daerah pertanian hortikultura seperti sayuran dan buah juga menyebar pada hampir semua wilayah, tetapi konsentrasi komoditas tertentu hanya menyebar pada wilayah tertentu, untuk komoditas tanaman pangan di antaranya tanaman jagung menyebar di kecamatan Darmaga, Cisarua, Megamendung, Cileungsi, Klapanunggal, Rancabungur, Cibinong, Ciseeng, Gunung Sindur dan Rumpin. Untuk tanaman kedelai menyebar hanya di Kecamatan Tamansari, Kemang, Rancabungur dan Megamendung. Situasi yang sama juga terjadi pada sayuran dan 31
32 buah. Daerah sayuran mendominasi terbatas pada beberapa kecamatan seperti Cisarua, Darmaga, Leuwisadeng, Cigombong, sedangkan buah berasal dari Kecamatan Tanjungsari, Mekarsari, Jasinga, Tajurhalang dan lain-lain. Pertanian hortikultura lainnya yang perlu terus dikembangkan adalah tanaman hias. Wilayah penghasil tanaman hias menyebar di beberapa kecamatan yaitu: Tamansari, Cijeruk, Ciawi, Megamendung, Tajurhalang, Gunung Sindur, Bojonggede dan lain-lain. Beragamnya jenis tanaman hias di wilayah ini, maka Kabupaten Bogor dapat dijadikan sebagai pusat produksi dan pemasaran tanaman hias terbesar. Tanaman perkebunan relatif terbatas di Kabupaten Bogor, berdasarkan pengelolaan usahanya dibagi menjadi dua yaitu perkebunan besar dan perkebunan rakyat. Perkebunan besar dikelola oleh perusahaan swasta dan perusahaan negara, sedangkan perkebunan rakyat dikelola oleh masyarakat tani. Jumlah perkebunan negara sebanyak empat kebun dengan komoditi teh dan sawit yang dikelola oleh satu perusahaan BUMN yaitu PTPN VIII. Jumlah perkebunan swasta sebanyak 17 kebun dengan komoditi karet, teh, pala dan kopi. Lokasinya tersebar di Kecamatan Jasinga, Cigudeg, Nanggung, Leuwiliang, Rancabungur, Ciawi, Cisarua, Megamendung, Cigombong, Rumpin, Tamansari, Citeureup, Sukajaya dan Tenjo. Jumlah perkebunan rakyat tersebar di 40 kecamatan dengan komoditi karet, kopi, pala, cengkeh, kelapa, vanili, aren dan tanaman obat. Tanaman perkebunan ini secara keseluruhan terdapat pada lahan yang berkategori kelas tiga dengan kendala utama pada kelerengan, sehingga degradasi lahan melalui proses erosi dan penurunan kesuburan menjadi kendala utama. Berkaitan dari sisi luasan kawasan yang dapat dikembangkan untuk tanaman perkebunan relatif terbatas (total sekitar 27000 ha), sehingga bentuk usaha skala besar tidak dianjurkan, tetapi diarahkan ke bentuk usaha perkebunan skala kecil dan bekerjasama dengan usaha perkebunan besar yang sudah ada. Salah satu sumber peningkatan perbaikan gizi masyarakat, salah satunya dengan tersedianya produksi ikan di Kabupaten Bogor. Produksi ikan kolam air sawah tahun 2011 sebanyak 201.65 ton, kolam air tenang 50277.34 ton, kolam air deras 5561.75 ton, ikan dari karamba 37.14 ton, benih 1378014.51 ekor dan ikan hias 156618.82 ekor. Sektor peternakan di Kabupaten Bogor juga memiliki andil yang sangat penting mengingat banyaknya jumlah peternakan yang masih dikelola secara tradisional namun memiliki hasil yang baik, sehingga jika mutunya ditingkatkan maka dapat dijadikan produk unggulan. Jenis ternak terdiri atas ternak besar, ternak kecil dan unggas yang menghasilkan produksi dalam bentuk daging, susu dan telur. Produksi daging (daging sapi, kerbau, kambing, domba, ayam dan itik) tahun 2011 sebesar 100146282 kg, susu 11198708 liter dan produksi telur (ayam dan itik) 42830167 butir. 2. Kondisi Iklim Kabupaten Bogor merupakan wilayah daratan dengan tipe morfologi wilayah yang bervariasi, dari dataran yang relatif rendah di bagian utara hingga dataran tinggi di bagian selatan, sehingga membentuk bentangan lereng yang menghadap ke utara, dengan klasifikasi keadaan morfologi wilayah serta persentasenya sebagai berikut:
33 1.
Dataran rendah (15-100 m dpl) sekitar 29.26 persen, merupakan kategori ekologi hilir. 2. Dataran bergelombang (101-500 m dpl) sekitar 42.60 persen, merupakan kategori ekologi tengah. 3. Pegunungan (501-1.000 m dpl) sekitar 19.52 persen, merupakan kategori ekologi hulu. 4. Pegunungan tinggi (1.001-2.000 m dpl) sekitar 8.41 persen, merupakan kategori ekologi hulu. 5. Puncak-puncak gunung (2.001-2.500 m dpl) sekitar 0.21 persen, merupakan kategori ekologi hulu. Iklim di wilayah Kabupaten Bogor termasuk iklim tropis sangat basah di bagian selatan dan iklim tropis basah di barat. Keadaan iklim di Kabupaten Bogor merupakan iklim tropis dengan suhu berkisar rata-rata antara 20˚C sampai 30˚C, curah hujan tahunan antara 2500 mm sampai lebih dari 5000 mm/tahun. Ketinggian rata-rata Kabupaten Bogor berkisar antara 15 – 2500 dpl dengan bentang wilayahnya berbentuk daratan bergelombang dan pegunungan. Jumlah penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2012 yaitu 5077210 jiwa. Jumlah tersebut mendiami wilayah seluas 2997.13 km², sehingga secara rata-rata kepadatan penduduk di Kabupaten Bogor adalah 1453 jiwa per km2. 3. Gambaran Umum Penyuluh Kabupaten Bogor Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan, Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BKP5K) merupakan salah satu lembaga pemerintah yang menaungi 12 Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K) di 12 Kecamatan Kabupaten Bogor. Di sinilah para penyuluh bertugas sesuai dengan wilayah tugas yang telah ditetapkan sebelumnya, di antaranya adalah BP3K wilayah Caringin, Jonggol, Gunung Putri, Ciawi, Cibinong, Cibungbulang, Leuwiliang, Cariu, Dramaga, Ciseeng, Cigudeg, dan Parungpanjang. BKP5K mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang penyelenggaraan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan, dengan fungsi sebagai berikut: 1. Penyusunan kebijakan dan program penyuluhan daerah yang sejalan dengan kebijakan dan program penyuluhan provinsi dan nasional. 2. Penyusunan kebijakan, program dan kegiatan penyuluhan yang mendukung kebijakan, program dan kegiatan pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan daerah. 3. Pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan mekanisme, tata kerja dan metode penyuluhan. 4. Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, pengemasan dan penyebaran materi penyuluhan bagi pelaku utama dan pelaku usaha. 5. Pelaksanaan pembinaan pengembangan kerjasama, kemitraan, pengelolaan kelembagaan, ketenagaan, sarana dan prasarana, serta pembiayaan penyuluhan. 6. Penumbuhkembangan dan fasilitasi kelembagaan dan forum kegiatan bagi pelaku utama dan pelaku usaha. 7. Peningkatan kapasitas Penyuluh Pegawai Negeri Sipil, swadaya dan swasta melalui proses pembelajaran secara berkelanjutan.
34 Program kegiatan penyuluh Kabupaten Bogor meliputi: 1) Program pelayanan administrasi perkantoran; 2) Program peningkatan sarana dan prasarana aparatur; 3) Program peningkatan pengembangan sistem pelaporan capaian kinerja dan keuangan; 4) Program peningkatan kesejahteraan petani; 5) Program pemberdayaan penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan; 6) Program peningkatan produksi hasil pertanian, perikanan, dan kehutanan; 7) Program penerapan teknologi pertanian, perikanan, dan kehutanan. Indikator keberhasilan penyuluh di Kabupaten Bogor yaitu adalah: 1) Tersusunnya programa penyuluhan pertanian; 2) Tersusunnya rencana kerja tahunan (RKT); 3) Tersusunnya data peta wilayah untuk pengembangan teknologi spesifik lokasi; 4) Terdesiminasinya informasi teknologi pertanian secara merata; 5) Tumbuh kembangnya keberdayaan dan kemandirian pelaku utama dan pelaku usaha; 6) Terwujudnya kemitraan usaha pelaku utama dan pelaku usaha yang menguntungkan; 7) Terwujudnya akses pelaku utama dan pelaku usaha ke lembaga keuangan, informasi, sarana produksi; 8) Meningkatnya produktivitas agribisnis komoditi unggulan di wilayahnya; 9) Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan pelaku utama. Tingkat Pemanfaatan TIK oleh Penyuluh Hasil penelitian menunjukkan bahwa siaran TV biasanya dilihat oleh penyuluh ketika sore sampai malam hari sehabis jam pulang kantor atau dari lapangan. Program acara yang diikuti cukup bervariasi sesuai minat dan kebutuhan penyuluh. Beberapa orang penyuluh mengungkapkan bahwa saat ini stasiun televisi yang memproduksi program acara pertanian sangat sedikit, sehingga TV tidak lagi menjadi referensi penyuluh dalam memperoleh informasi khususnya untuk program penyuluhan pertanian. Pada umumnya tujuan penyuluh menonton TV sebesar 31.62% untuk mencari hiburan, 27.35 % untuk mencari informasi, 15.38% untuk membuat materi penyuluhan, dan selebihnya bertujuan sebagai media penyuluhan, dan meningkatkan profesionalisme. Frekuensi dan durasi pemanfaatan televisi oleh penyuluh PNS tergolong tinggi yaitu sebesar 2.60 dan 2.90 tetapi frekuensi dan durasi pemanfaatan televisi oleh THL-TBPP tergolong dalam kategori rendah yaitu sebesar 2.36 dan 2.43. Rendahnya pemanfaatan televisi oleh THL-TBPP disebabkan bergesernya pola pencarían informasi kearah teknologi digital seperti pemanfaatan komputer dan internet. Hal lain yang ditemui bahwa informasi yang diperoleh penyuluh baik PNS maupun THL-TBPP dengan menonton TV berupa informasi umum dan berita yang berisi perkembangan terkini seperti berit politik, olah raga, kesehatan, dan lain sebagainya, tetapi berita yang berisikan dunia pertanian sangat jarang sekali ditayangkan. Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang penyuluh berinisial ”K” (55 tahun): ”..Saya sudah sangat jarang sekali menonton berita TV yang berisikan tentang keberhasilan penyuluh dan petani, malahan menayangkan masalah-masalah pertanian yang terlalu dibesar-besarkan, padahal masalahnya kecil seperti kegagalan panen, hama padi dan lain sebagainya yang hanya terjadi pada satu atau dua orang petani saja...”
35 Intensitas pemanfaatan TIK dan nilai koefisien uji t oleh penyuluh PNS dan THL-TBPP tersaji pada Tabel 8. Tabel 8 Sebaran rataan skor dan nilai koefisien uji t dalam intensitas pemanfaatan TIK oleh penyuluh PNS dan THL-TBPP Rataan skor1
Intensitas pemanfaatan TIK Televisi Radio Komputer Internet Handphone CD/DVD
PNS 2.60 1.35 2.18 2.23 3.60 1.34
Frekuensi THL 2.36 1.29 3.50 3.67 3.69 1.35
Durasi PNS 2.90 1.38 2.63 2.43 3.05 1.12
THL 2.43 1.37 3.00 3.08 3.12 1.11
Nilai koefisien uji t 1.281 0.770 6.845** 6.194** 1.132 0.023
Ket: 1) interval skor 1–1.74 =Sangat rendah; 1.75–2.49 =Rendah; 2.50–3.24 = Tinggi; 3.25- 4 = Sangat tinggi **) signifikan pada p <0.01
Frekuensi dan durasi mendengarkan radio oleh penyuluh PNS dan THLTBPP tergolong dalam kategori yang sangat rendah, yaitu sebesar 1.35 dan 1.29 pada rataan skor frekuensi mendengarkan radio dan sebesar 1.38 dan 1.37 untuk durasi mendengarkan radio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tujuan penyuluh mendengarkan radio di antaranya adalah untuk mencari informasi sebesar 35.04%, 33.33% sebagai hiburan, dan 21.36% sebagai media penyuluh, sedangkan selebihnya untuk membuat materi penyuluhan dan meningkatkan profesionalisme. Pemanfaatan radio ini kebanyakan dilakukan penyuluh secara tidak sengaja seperti mendengarkan radio ketika di dalam mobil, mendengarkan radio melalui headset di handphone, dan mendengarkan radio di sawah petani. Fakta lain yang ditemukan bahwa frekuensi pemanfaatan komputer oleh penyuluh PNS tergolong rendah yaitu sebesar 2.18 akan tetapi pada THL-TBPP tergolong tinggi yaitu sebesar 2.63, sedangkan durasi pemanfaatan komputer oleh penyuluh PNS dan THL-TBPP tergolong tinggi yaitu sebesar 2.63 dan 3.00. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara penyuluh PNS dan THL-TBPP dalam pemanfaatan komputer dan internet. Tingginya pemanfaatan komputer oleh THL-TBPP didukung oleh tingginya tingkat ketersediaan komputer di tiap-tiap kantor BP3K dan tingkat kepemilikan komputer secara pribadi. Tujuan penyuluh menggunakan komputer untuk membuat materi penyuluhan sebesar 31.62%, administrasi kerja sebesar 30.76%, dan 27.35% untuk meningkatkan profesionalisme, sedangkan selebihnya untuk mencari informasi, sebagai media penyuluhan dan hiburan. Tingkat pemanfaatan komputer oleh penyuluh sejalan dengan tingkat pemanfaatan internet. Frekuensi dan durasi pemanfaatan internet oleh penyuluh PNS tergolong rendah yaitu sebesar 2.23 dan 2.43 tetapi frekuensi pemanfaatan internet oleh THL-TBPP tergolong sangat tinggi yaitu sebesar 3.69 serta durasi pemanfaatan internet oleh THL-TBPP tergolong tinggi yaitu sebesar 3.08. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tujuan penyuluh menggunakan internet sebesar 41.02% untuk mengakses atau browsing informasi. Informasi yang sering diakses oleh penyuluh meliputi media sosial (facebook) dan berita, sedangkan tujuan penyuluh memanfaatkan internet untuk materi penyuluhan sebesar 30.76% dan 24.78% untuk membuat media penyuluhan, sedangkan selebihnya untuk hiburan
36 dan meningkatkan profesionalisme. Tingginya persentase pemanfaatan internet oleh penyuluh terutama THL-TBPP dalam mencari informasi secara online karena didukung oleh ketersediaan fasilitas Wi-fi di setiap kantor BP3K dan juga banyaknya penyuluh yang telah memiliki notebook yang dilengkapi dengan modem sehingga akses informasi dapat dilakukan di rumah atau dimana saja. Hal ini dikuatkan oleh pengalaman Ibu DS sebagaimana disajikan pada Box 1 berikut. (Box 1) Ibu DS (40 tahun), adalah salah satu penyuluh THL-TBPP berprestasi tahun 2012 se Kabupaten Bogor. Wanita tamatan SPMA ini diterima sebagai THLTBPP pada tahun 2009 yang ditugaskan di Kecamatan Caringin. Penyuluh ini menerima hadiah laptop dari Dinas Pertanian berkat prestasinya yang telah sukses mengembangkan kelompok tani ternak sehingga kelompok tani ini mendapat predikat terbaik pertama se-Kabupaten Bogor. Semula di desa tersebut hanya ada tiga kelompok tani, dan sekarang telah berkembang menjadi 20 kelompok tani yang aktif dan tertib administrasi.Wilayah binaannya yang semula hanya satu desa sekarang bertambah menjadi tiga desa. Di sisi lain, selain membina kelompok tani, Ibu DS juga membina kelompok wanita tani, dan taruna tani. Komunikasi dengan pengurus dan anggota kelompok tani dilakukan secara face to face dan melalui handphone (HP). Selain untuk berkomunikasi, HP juga digunakan oleh ibu DS ini untuk browsing atau mencari informasi tentang budidaya tanaman, hama penyakit tanaman, dan informasi harga komoditi. Pemanfaatan teknologi komunikasi selain bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, juga sebagai sarana untuk sharing dengan penyuluh senior, dan juga menggunakan fasilitas internet google untuk mencari informasi atau materi penyuluhan yang dibutuhkan. Menurutnya, penggunaan mesin penelusuran google ini untuk mencari informasi materi yang telah disiapkan oleh penyuluh sangat mudah dan cepat walaupun situs pertanian lain seperti kementerianyang pertanian Senadadiakses, dengan pemanfaatan HP sebagai alat komunikasi mudah juga diakses, namun menurut Ibu DS cara memperoleh informasinya dibawa, membuat pesan yang disampaikan oleh penyuluh kepada petani agak binaan rumit. sangat jelas terutama kepada petani binaan yang memerlukan informasi mengenai usaha taninya. Frekuensi pemanfaatan HP oleh penyuluh PNS dan THL-TBPP tergolong sangat tinggi yaitu sebesar 3.60 dan 3.69, sedangkan durasi pemanfaatan HP oleh penyuluh PNS dan THL-TBPP tergolong tinggi yatu sebesar 3.05 dan 3.12. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tujuan penyuluh menggunakan HP yaitu untuk menjalin kemitraan dengan pihak lain sebesar 31.62%, 25.64% sebagai sumber informasi, 20.51% untuk meningkatkan profesionalisme, dan selebihnya sebagai hiburan dan sumber informasi. Fakta lain yang ditemukan dalam penelitian ini adalah, bahwa pemanfaatan HP untuk mencari informasi pertanian jarang digunakan, dengan alasan masih banyaknya penyuluh PNS yang berusia dewasa lanjut memiliki HP yang tidak memiliki fasilitas internet, dan THL-TBPP yang telah memiliki notebook dan modem pribadi. Frekuensi dan durasi pemanfaatan CD/DVD oleh penyuluh PNS dan THLTBPP tergolong sangat rendah dengan rataan skor 1.34 dan 1.35 oleh penyuluh PNS serta 1.12 dan 1.11 untuk THL-TBPP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tujuan penyuluh menggunakan CD/DVD sangat beragam yaitu sebagai media penyuluhan sebesar 35.89%, untuk hiburan sebesar 17.94%, dan 17.09% membuat
37 materi penyuluhan, dan selebihnya sebagai sumber informasi, meningkatkan profesionalisme dan administrasi kerja. Rendahnya pemanfaatan CD/DVD oleh penyuluh disebabkan oleh fasilitas alat pemutar CD/DVD (DVD player) yang tidak tersedia di lapangan, dan pemanfaatan CD/DVD oleh penyuluh dalam kehidupan sehari-hari sudah beralih ke komputer atau internet dalam mencari informasi. Hasil penelitian yang mendukung terhadap pemanfaatan TIK ini yaitu pemanfaatan media cetak seperti koran dan majalah. Penelitian juga menunjukkan bahwa frekuensi membaca koran oleh penyuluh PNS dan THL-TBPP tergolong tinggi dengan rataan skor 3.10 dan 2.91. Hal ini dikarenakan selain menerima koran sinar tani pada setiap minggunya, penyuluh biasanya juga membaca koran lokal dan nasional walaupun frekuensinya tidak sering. Tujuan penyuluh membaca koran sebagian besar adalah untuk mencari atau mendapatkan informasi sebesar 44.44%, dan 37% sebagai media penyuluhan, selebihnya untuk membuat materi penyuluhan dan hiburan. Hal ini menunjukkan bahwa penyuluh membutuhkan waktu yang lama dalam membaca koran, terutama untuk hal-hal yang berkaitan dengan profesi dan hiburan dengan durasi yang tergolong tinggi dengan rataan 2.50 dan 2.58. Berbeda halnya dengan pemanfaatan koran digital oleh penyuluh yang masih sangat minim digunakan karena keterbatasan fasilitas, pengetahuan dan skill yang dimiliki penyuluh. Hasil pendalaman diketahui, hanya koran Sinar Tani yang diperoleh oleh penyuluh yang penerbitannya setiap satu minggu sekali yang dirintis oleh Kementerian Pertanian, sedangkan ketersediaan majalah khususnya majalah pertanian seperti majalah trubus sangat minim sekali. Fakta lain yang ditemukan di lapangan bahwa jangkauan sumber informasi yang dapat diakses oleh penyuluh melalui internet tergolong tinggi yaitu sebesar 3.11 dan 3.16. Hal ini mengungkapkan bahwa penyuluh dalam mengakses informasi atau berita tidak hanya sebatas tingkat lokal namun sudah tingkat nasional. Hal–hal yang paling banyak diakses oleh penyuluh melalui internet meliputi materi budidaya pertanian, informasi pasar, pengolahan, dan pasca panen. Walau demikian beberapa penyuluh telah melakukan penelusuran informasi secara langsung ke situs Kementerian Pertanian misalnya situs Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian (Pustaka). Hasil penelitian mengungkapkan bahwa variasi materi penyuluhan yang disampaikan dengan menggunakan TIK oleh penyuluh PNS dan THL-TBPP termasuk dalam kategori tinggi dengan rataan skor 3.21 dan 3.17. Materi yang disampaikan penyuluh kepada petani binaan di antaranya adalah materi budidaya, hama penyakit tanaman, analisis usaha tani, dan pengolahan pasca panen. Sebaran rataan skor dan nilai koefisien uji t oleh penyuluh PNS dan THL-TBPP yang berkaitan dengan pemanfaatan TIK oleh penyuluh tersaji pada Tabel 9.
38 Tabel 9 Sebaran rataan skor dan nilai koefisien uji t oleh penyuluh PNS dan THL-TBPP yang berkaitan pemanfaatan TIK oleh penyuluh Rataan skor1
Pemanfaatan TIK oleh penyuluh Jangkauan sumber informasi Variasi materi penyuluhan Ragam Informasi Kualitas berbagi pengetahuan Ket:
PNS
THL
3.11 3.21 3.20 3.14
3.16 3.17 3.20 3.17
nilai koefisien uji t 0.677 0.841 0.594 0.774
1
) interval skor 1–1.74 =Sangat rendah; 1.75–2.49 =Rendah; 2.50–3.24 =Tinggi ;3.25-4 =Sangat tinggi
Senada halnya dengan ragam informasi yang diperoleh oleh penyuluh dengan rataan skor yang sama dan tergolong dalam kategori tinggi yaitu sebesar 3.20. Hal ini diketahui bahwa penyuluh juga mengakses informasi teknis pertanian lainnya seperti informasi harga pasar dan pemasaran, berita pertanian, petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) dari kegiatan yang sedang dilaksanakan. Seperti yang diungkapkan oleh penyuluh senior yang aktif dalam memanfaatkan TIK yaitu berinisial ” SH” (54 tahun): ”.. Saya malahan memanfaatkan internet untuk membuat media penyuluhan yang beraneka ragam seperti cara merawat anggrek, memelihara lele dumbo, setelah itu saya masukkan ke dalam cyber extension atau blog saya sehingga orang bisa membaca materi penyuluhan yang saya buat...” Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa rataan skor untuk kualitas berbagi pengetahuan oleh penyuluh PNS dan THL-TBPP sebesar 3.14 dan 3.17 (kategori tinggi). Hal ini disebabkan adanya forum diskusi sesama penyuluh guna mempererat tali kekerabatan dan silaturrahmi serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam menunjang tupoksi penyuluhan. Kegiatan berbagi informasi ini dilakukan secara formal dua kali dalam sebulan yaitu pada waktu kegiatan pertemuan dua mingguan, dan secara informal melalui komunikasi tatap muka. Kegiatan ini merupakan kegiatan rutin sebagai bentuk evaluasi dari setiap kegiatan yang telah dilakukan oleh penyuluh selama dua mingguan. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Suryantini (2003) mengungkapkan bahwa informasi teknis sangat dibutuhkan oleh penyuluh dalam merancang materi penyuluhan. Hasil uji t menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan pada penyuluh PNS dan penyuluh THL-TBPP dalam pemanfaatkan TIK. Hipotesis penelitian yang menyebutkan ”terdapat perbedaan nyata antara penyuluh PNS dan penyuluh THL-TBPP dalam pemanfaatan TIK ditolak.”
39 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan TIK dalam Peningkatan Kompetensi Penyuluh 1.
Karakteristik Individu Penyuluh
Karakteristik individu penyuluh terdiri dari: umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, masa kerja, tingkat kepemilikan TIK, dan status penyuluh. Umur penyuluh sebagian besar berada di atas 48 tahun dengan persentase 35.04 persen. Sebaran persentase karakteristik individu penyuluh menunjukkan bahwa umur penyuluh di antara 22 sampai dengan 34 tahun menempati posisi kedua dengan persentase sebesar 43.59 persen. Ini membuktikan bahwa umur penyuluh yang berada di atas 48 tahun adalah umur penyuluh PNS yang sebagian besar sudah mendekati usia pensiun Tabel 10 Sebaran persentase karakteristik individu penyuluh dan nilai koefisien uji t antara penyuluh PNS dan THL-TBPP PNS
THL
Persentase (%)
Nilai Koefisien Uji t
b. Dewasa (35 – 47 tahun) c. Dewasa lanjut (48-60 tahun)
6.84 5.13 35.00
36.75 16.24 0.00
43.59 21.37 35.04
11.015**
Pendidikan Formal a. SMA/SPMA b. Diploma c. Sarjana
10.26 11.97 23.93
7.69 22.22 23.93
17.95 34.19 47.86
1.47
Pendidikan Non formal a. Belum pernah b. 1-2 kali 3 c. 3-5 kali
16.24 21.37 8.55
17.09 29.06 7.69
33.33 50.43 16.24
0.831
17.09 29.91
52.99 0.00
70.09 29.91
1.71 39.32 5.13
0.00 27.35 26.50
1.71 66.67 31.62
Karakteristik Individu Penyuluh Umur
a. Muda (22 – 34 tahun)
c.
Masa Kerja a. Singkat ( 1 - 18 tahun) b. Lama ( 19 – 36 tahun ) Tingkat Kepemilikan TIK a. 1 - 3 TIK b. 4 – 6 TIK c. 7 - 9 TIK Ket : **) signifikan pada p <0.01
10.738**
6.854**
Pendidikan formal penyuluh dikelompokkan menjadi tingkat pendidikan SMA/SPMA, diploma (D3) dan sarjana (D4, S1 dan S2). Sebagian besar penyuluh (47.86%) yang dijadikan responden sudah berpendidikan setingkat sarjana bahkan sekitar 0.9% sudah mengenyam pendidikan S2. Ini berarti secara umum tingkat pendidikan formal penyuluh relatif tinggi. Tingkat pendidikan penyuluh merupakan salah satu syarat dalam kenaikan jabatan untuk menjadi penyuluh ahli.
40 Sesuai yang diungkapkan Anwas et.al (2009) yang mengungkapkan bahwa pemanfaatan media dipengaruhi oleh tingkat pendidikan formal, kepemilikan media komunikasi dan informasi, motivasi penyuluh, dukungan anggota keluarga penyuluh, dan tuntutan klien. Senada juga yang diungkapkan oleh Nwafor dan Akubue (2008) bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi penggunaan radio dan televisi di Nigeria. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyuluh yang belum pernah mengikuti pelatihan dalam dua tahun terakhir adalah sebesar 33.33%, dan penyuluh yang mengikuti pelatihan sebanyak 1-2 kali sebesar 50.43%, sedangkan penyuluh yang mengikuti pelatihan antara 3-5 kali sebesar 16.24%. Sebagian besar penyuluh yang belum pernah mengikuti pelatihan adalah THL-TBPP. Hal ini disebabkan oleh salah satu kebijakan dari kantor Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BKP5K) dan BP3K yang cenderung belum memberi kesempatan yang sama pada THL-TBPP dalam mengikuti pelatihan. Jenis pelatihan yang diikuti seperti Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT), Pelatihan Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), Manajemen Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis, dan pelatihan teknis budidaya padi dan jagung. Masa kerja penyuluh dikelompokkan atas dua kategori yaitu baru (1-18 tahun) dan lama (19-38 tahun). Masa kerja penyuluh yang terbanyak terdapat pada kisaran antara satu sampai dengan 18 tahun sebesar 70.09 persen. Hal ini disebabkan oleh usia THL-TBPP yang relatif muda dan masa kerja yang relatif singkat. Jika dikaitkan dengan umur penyuluh yang juga sudah mendekati umur pensiun (tua), maka masa kerja berbanding lurus dengan umur penyuluh. Artinya, semakin tua umur penyuluh, maka masa kerjanya juga semakin lama. Tingkat kepemilikan TIK (televisi, radio, komputer, internet, handphone, CD/DVD) oleh penyuluh sebagian besar tergolong dalam kategori tinggi yaitu sebanyak 4–6 jenis TIK yang dimiliki. Hal ini menunjukkan bahwa penyuluh sudah mulai memanfatkan TIK dalam kegiatan sehari-hari dan dalam menunjang tupoksinya, khususnya untuk membuat materi penyuluhan. Bidang kompetensi penyuluh sangat bervariasi, namun yang mendominasi adalah bidang kompetensi pertanian sebesar 82.05%, disusul peternakan dan kehutanan dengan persentase yang sama sebesar 6.84% dan perikanan sebesar 4.27%. Dari hasil pendalaman wawancara, terdapat kesesuaian antara bidang keahlian yang dikuasai ketika memulai menjadi penyuluh dengan bidang pekerjaan yang ditekuni oleh penyuluh sehingga penyuluh lebih mudah menyampaikan inovasi teknologi kepada petani binaan. Hasil uji beda (t-test) diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara karakteristik penyuluh PNS dan THL-TBPP terutama pada aspek umur, masa kerja, dan tingkat kepemilikan TIK. Hasil penelitian membuktikan bahwa rata-rata umur penyuluh PNS tergolong dalam kategori dewasa lanjut (48-60) tahun sebesar 35.04%, sedangkan THL-TBPP memiliki rata-rata umur yang tergolong muda (22-34 tahun) yaitu sebesar 36.75% Rata-rata umur THL-TBPP cenderung lebih muda dan memiliki masa kerja yang masih singkat yaitu berkisar 1-18 tahun jika dibandingkan dengan umur penyuluh PNS yang cenderung tua dan memiliki masa kerja yang lama yaitu berkisar 19-36 tahun. Hal lain yang ditemui bahwa sebagian besar penyuluh PNS memiliki tingkat kepemilikan TIK sebanyak 4-6 jenis TIK yaitu sebesar 39.32%, sedangkan THL-TBPP memiliki 4-
41 6 jenis TIK yaitu sebesar 27.35%. Perbedaan tingkat kepemilikan TIK ini disebabkan oleh penyuluh PNS yang telah memiliki kemampuan dalam melakukan pembelian terutama komputer dan juga pemanfaatan TIK ini lebih cenderung dimanfaatkan oleh anaknya, sedangkan bagi THL-TBPP kendala keuangan dan imbalan menjadi permasalahannya. Hipotesis penelitian yang menyebutkan terdapat perbedaan nyata antara karakteristik individu penyuluh PNS dan THL-TBPP dalam pemanfaatan TIK diterima yaitu pada aspek umur, masa kerja dan tingkat kepemilikan TIK yang memiliki perbedaan yang sangat nyata dalam pemanfaatan TIK terutama pemanfaatan komputer dan internet. Hasil penelitian ini senada dengan penelitian Mulyandari (2011) bahwa umur petani memiliki hubungan negatif dengan seluruh aspek perilaku dalam pemanfaatan teknologi informasi. Semakin tua umur petani, cenderung semakin rendah tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilannya dalam memanfaatkan teknologi informasi.
2.
Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan penyuluh PNS dan THL-TBPP salah satunya iklim belajar memperoleh rataan skor yang tergolong dalam kategori baik yaitu 2.89 dan 2.74. Hal Ini menunjukkan bahwa penyuluh PNS dan THL-TBPP memiliki ketersediaan dan kemudahan dalam mengakses TIK, serta dukungan ujicoba inovasi dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan yang dijalaninya. Selanjutnya dukungan kebijakan Pemerintah Daerah terhadap penyuluh dan kegiatan penyuluhan pertanian secara garis besar memiliki rataan skor yang berada pada kategori baik yaitu 3.01 dan 2.91. Ini mengindikasikan bahwa dana yang dianggarkan oleh Pemerintah Daerah sudah sesuai untuk kegiatan penyuluhan pertanian dan kelembagaan penyuluhan pertanian. Hasil uji beda persepsi penyuluh terhadap faktor lingkungan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan pada persepsi penyuluh PNS dengan penyuluh THL-TBPP yang berkenaan dengan iklim belajar. Begitupun persepsi pada kebijakan Pemda tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara penyuluh PNS dan penyuluh THL-TBPP. Oleh karena itu, hipotesis yang menyebutkan ”terdapat perbedaan nyata pada persepsi penyuluh PNS dan THLTBPP tentang faktor lingkungan ditolak.” Sebaran rataan skor dan nilai koefisien uji t faktor lingkungan oleh penyuluh PNS dan THL-TBPP tersaji pada Tabel 11. Tabel 11 Sebaran rataan skor faktor lingkungan dan nilai koefisien uji t oleh penyuluh PNS dan THL-TBPP Faktor Lingkungan Iklim Belajar Kebijakan Pemerintah Daerah
Rataan Skor1 PNS THL-TBPP 2.89 2.74 3.01 2.91
Nilai koefisien uji t 1.639 1.176
Ket: 1) Interval skor 1– 1.74 = Sangat buruk; 1.75 – 2.49 = Buruk; 2.50 – 3.24 = Baik; 3.25 – 4 = Sangat baik
42 3.
Motivasi Penyuluh
Motivasi intrinsik merupakan dorongan dalam diri penyuluh guna memanfaatkan TIK untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan dalam rangka peningkatan kompetensi yang termasuk dalam kategori baik dengan rataan skor sebesar 3.13 dan 3.23. Hal ini merupakan kesadaran yang ada pada diri penyuluh untuk selalu update informasi, melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan juga untuk mengembangkan karier. Fakta di lapangan diperoleh bahwa pemanfaatan TIK oleh penyuluh sudah menjadi suatu kebutuhan dan kebiasaan dalam memperoleh informasi tanpa harus melalui paksaan atau suruhan orang lain seperti browsing informasi untuk bahan materi penyuluhan, membuat media penyuluhan dan membuat laporan bulanan penyuluh. Motivasi ekstrinsik lebih menekankan kepada dorongan yang berada di luar diri penyuluh seperti kesesuaian imbalan, lingkungan yang mendukung pekerjaan, dukungan pimpinan lembaga penyuluh dan hubungan sesama penyuluh yang termasuk dalam kategori baik dengan rataan skor 2.98 dan 2.92. Hal ini dilihat dari terjalinnya hubungan baik antara sesama penyuluh PNS dan THL-TBPP, serta antara penyuluh dan atasannya. Hasil uji t (uji beda) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan pada penyuluh PNS dengan THL-TBPP dalam motivasi penyuluh, sehingga hipotesis penelitian yang menyebutkan ”terdapat perbedaan nyata antara motivasi penyuluh PNS dengan motivasi penyuluh THLTBPP dalam memanfaatkan TIK ditolak.” Sebaran rataan skor motivasi penyuluh dan nilai koefisien uji t penyuluh PNS dan THL-TBPP tersaji pada Tabel 12. Tabel 12 Sebaran rataan skor motivasi penyuluh dan nilai koefisien uji t antara penyuluh PNS dan THL-TBPP dalam pemanfaatan TIK Rataan skor1 Nilai Koefisien Motivasi penyuluh Uji t PNS THL-TBPP Motivasi intrinsik 3.13 3.23 0.927 Motivasi ekstrinsik 2.98 2.92 0.691 Ket: 1) interval skor 1– 1.74 = Sangat buruk; 1.75 – 2.49 = Buruk; 2.50 – 3.24 = Baik; 3.25 – 4 = Sangat baik
Hubungan Karakteristik, Faktor Lingkungan dan Motivasi Penyuluh dengan Tingkat Pemanfaatan TIK oleh Penyuluh Analisis yang digunakan untuk menentukan hubungan karakteristik penyuluh, faktor lingkungan dan motivasi penyuluh dengan tingkat pemanfaatan TIK serta tingkat pemanfaatan TIK dengan tingkat kompetensi penyuluh adalah korelasi rank Spearman.
1.
Hubungan karakteristik penyuluh dengan tingkat pemanfaatan TIK Umur memiliki hubungan sangat nyata negatif dengan intensitas pemanfaatan TIK. Hal ini menunjukkan bahwa penyuluh yang berumur lebih dari 48 tahun kurang atau jarang memanfaatkan TIK dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan terutama pemanfaatan komputer dan internet dalam mencari atau membuat media penyuluhan. Hal ini senada diungkapkan oleh penyuluh senior, “S” ( 54 tahun) : “.. Kami dulunya tidak pernah diajarkan komputer dan internet,
43 sehingga sampai sekarang kami tidak bisa memakainya, apalagi sudah tua begini, sudah mau pensiun, sudah jenuh dengan teknologi yang rumit-rumit…” Kegiatan yang dilakukan oleh penyuluh hanya bersifat latihan dan kunjungan rutin yang dilakukan kepada kelompok tani binaan dengan materi penyuluhan yang kurang bervariasi. Seperti yang diungkapkan Padmowiharjo (2004), kemampuan belajar berkembang hingga usia 45 tahun dan terus menurun setelah mencapai usia 55 tahun. Masa kerja memiliki hubungan sangat nyata negatif dengan intensitas pemanfaatan TIK. Hal ini menunjukkan bahwa intensitas pemanfaatan TIK terutama komputer dan internet berbanding terbalik dengan masa kerja penyuluh. Semakin lama masa kerja penyuluh, maka semakin rendah penyuluh dalam memanfaatkan kedua teknologi tersebut. Namun sebaliknya, semakin singkat masa kerja penyuluh yang berarti juga semakin muda umur penyuluh, maka semakin tinggi tingkat pemanfaatan TIK. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa keikutsertaan penyuluh PNS terhadap kegiatan pelatihan komputer dan internet yang diselenggarakan oleh Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian (PUSTAKA) masih sangat minim sekali. Sebanyak 30 orang peserta yang ikut dalam pelatihan tersebut, hanya 2 orang penyuluh senior yang berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Alasan yang menjadi penghambat penyuluh PNS tidak mengikuti pelatihan tersebut berupa kondisi atau faktor mata yang sudah tidak jelas melihat huruf–huruf yang kecil di layar monitor komputer, jenuh dengan pekerjaan, dan dukungan anak dalam mengerjakan administrasi kerja seperti pembuatan laporan bulanan penyuluh. Hasil penelitian tentang hubungan karakteristik penyuluh dengan tingkat pemanfaatan TIK tersaji pada Tabel 13. Tabel 13 Hubungan karakteristik penyuluh dengan tingkat pemanfaatan TIK Karakteristik Penyuluh Umur Pend. formal Pend. non formal Masa kerja Tingkat kepemilikan TIK Status penyuluh
Koefisien Korelasi Tingkat Pemanfaatan TIK (rs) Intensitas Jangkauan Variasi Ragam Kualitas pemanfaatan sumber materi informasi berbagi TIK informasi penyuluhan pengetahuan -0.637** 0.140 0.043 -0.430** 0.120 0.421**
Ket : **) signifikan pada p < 0.01
-0.112 0.080 -0.033 -0.069 0.071 0.068
0.099 -0.091 0.047 0.075 -0.156 -0.073
-0.037 0.138 0.081 -0.075 -0.119 0.054
-0.115 0.027 0.088 -0.072 0.026 0.003
rs = Koefisien korelasi rank Spearman
Senada dengan hasil pretest yang dilakukan oleh PUSTAKA pada kegiatan pelatihan terhadap 30 orang penyuluh se Kabupaten Bogor dengan tema peningkatan kemampuan akses penyuluh ke sumber-sumber informasi tanggal 2728 Maret 2013, diperoleh bahwa sebanyak 85.19% penyuluh mengakses internet guna kegiatan penyuluhan, 77.78% untuk kebutuhan pribadi dan 18.52% untuk lainnya. Hal ini juga diungkapkan oleh Ahuja (2011) bahwa ketersediaan informasi melalui internet membantu proses penyuluhan pertanian lebih cepat dan efektif, serta ditegaskan lagi oleh Alfred dan Odefadehan (2007) yang mengungkapkan bahwa hanya pengalaman kerja penyuluh yang memiliki hubungan signifikan dengan kebutuhan informasi mereka.
44 Hipotesis penelitian yang menyebutkan terdapat hubungan yang nyata antara karakteristik penyuluh (PNS dan THL-TBPP) dengan tingkat pemanfaatan TIK diterima,” khususnya umur, masa kerja dan status penyuluh yang berhubungan sangat nyata dengan tingkat pemanfaatan TIK pada aspek intensitas pemanfaatan TIK. Semakin tua umur penyuluh, maka semakin rendah dalam memanfaatkan TIK, dan sebaliknya semakin muda umur penyuluh maka semakin tinggi dalam memanfaatkan TIK terutama pemanfaatan komputer dan internet. Hal ini dikuatkan lagi oleh kasus pada Box 2 berikut. (Box 2) Pak S (56 tahun) adalah penyuluh PNS senior yang sehari-hari bertugas di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Penyuluh ini kesehariannya sering berada di Kantor BP3K Dramaga untuk melakukan interaksi dengan sesama penyuluh lainnya. Minimnya frekuensi penyuluh ini ke lapangan disebabkan kejenuhannya dalam beraktivitas sebagai penyuluh yang sudah lebih dari 30 tahun. Beliau menyatakan faktor tua, mendekati usia pensiun adalah alasannya untuk tidak lagi bersemangat dalam menjalankan aktivitasnya sebagai penyuluh pertanian lapangan. Apalagi dikaitkan dengan pemanfaatan TIK seperti komputer dan internet yang tidak pernah digunakan akibat dari faktor fisik dan motivasi yang sudah turun. Pak S menyatakan bahwa untuk kegiatan administrasi penyuluhan seperti laporan bulanan, ia sering minta bantuan anaknya untuk melakukan kegiatan pengetikan, sehingga tidak menjadi beban bagi beliau untuk tidak dapat memanfaatkan TIK. 2. Hubungan faktor lingkungan dengan tingkat pemanfaaatan TIK Kebijakan Pemerintah Daerah berhubungan nyata positif dengan ragam informasi dan jangkauan sumber informasi. Hal ini membuktikan dana yang dianggarkan pemerintah daerah untuk kelancaran kegiatan penyuluhan dapat meningkatkan minat dan semangat penyuluh dalam mengakses informasi yang lebih luas. Iklim belajar menunjukkan hubungan yang tidak nyata dengan tingkat pemanfaatan TIK, namun menunjukkan korelasi negatif dengan intensitas pemanfaatan TIK, jangkauan sumber informasi, variasi materi penyuluhan dan kualitas berbagi pengetahuan. Hal ini menjelaskan bahwa iklim belajar yang kondusif tidak menyebabkan penyuluh mengurangi minat dan aktivitasnya dalam memanfaatkan TIK untuk melakukan kegiatan penyuluhan. Artinya tidak ada hubungan antara iklim belajar dengan tingkat pemanfaatan TIK. Hal ini senada dengan hasil penelitian Marius et al. (2007) mengenai kompetensi penyuluh yang mengungkapkan bahwa di dalam era otonomi daerah perhatian pemerintah daerah menurun seperti hampir tidak adanya penggunaan informasi dalam bentuk leaflet, brosur dan lain-lain. Begitu juga dengan pemberian dana, sarana prasarana, dukungan masyarakat dan keluarga juga menurun, penggunaan teknologi pertanian oleh petani terbatas, motivasi penyuluh rendah. Hasil penelitian Margono et al. (2011) yang membahas mengenai gap antara hubungan pemerintah pusat dengan penyuluh dalam penyebaran informasi mengungkapkan bahwa sumber informasi sekunder yang dapat diakses oleh penyuluh, bukan tergolong dalam kasus informasi primer. Hal ini diperkuat dengan temuan penelitian Anwas (2009) bahwa faktor lingkungan mempengaruhi kompetensi penyuluh, sehingga untuk meningkatkan kompetensi penyuluh di
45 lingkungan lembaga penyuluhan harus menciptakan suasana yang mendorong penyuluh untuk melakukan proses belajar. Hipotesis penelitian tentang ”adanya hubungan nyata antara faktor lingkungan dengan tingkat pemanfaatan TIK oleh penyuluh pada umumnya ditolak,” kecuali aspek faktor lingkungan kebijakan Pemda yang berhubungan nyata dengan tingkat pemanfaatan TIK (jangkauan sumber informasi dan ragam informasi). Hasil penelitian tentang hubungan faktor lingkungan dengan tingkat pemanfaatan TIK tersaji pada Tabel 14. Tabel 14 Hubungan faktor lingkungan dengan tingkat pemanfaaatan TIK Faktor Lingkungan Iklim belajar Kebijakan Pemda
Koefisien Korelasi Tingkat Pemanfaatan TIK (rs) Intensitas Jangkauan Variasi Kualitas Ragam pemanfaatan sumber materi berbagi informasi TIK informasi penyuluhan pengetahuan -0.070 - 0.047 - 0.043 0.004 -0.167 0.002 0.198* 0.077 0.182* 0.188
Ket: *) signifikan pada p < 0.05
rs = Koefisien korelasi rank Spearman
3.
Hubungan motivasi penyuluh dengan tingkat pemanfaaatan TIK Motivasi yang ada dalam diri penyuluh untuk meningkatkan kompetensi, mengembangkan karier mampu memberikan dorongan dalam mengakses atau mencari informasi yang beragam baik dalam lingkup lokal dan nasional, sekaligus berbagi informasi kepada sesama penyuluh dalam memberikan materi penyuluhan yang lebih update dan bervariasi. Minat penyuluh dalam pencarian informasi terbaru melalui TIK merupakan awal dari keberhasilan petani dalam mengembangkan usaha taninya dengan teknologi terkini dan tepat guna. Hasil penelitian tentang hubungan antara motivasi penyuluh dengan tingkat pemanfaatan TIK tersaji pada Tabel 15. Tabel 15 Hubungan motivasi penyuluh dengan tingkat pemanfaaatan TIK Faktor Motivasi
Koefisien Korelasi Tingkat Pemanfaatan TIK (rs) Intensitas Jangkauan Variasi Kualitas Ragam pemanfaatan sumber materi berbagi informasi TIK informasi penyuluhan pengetahuan
Motivasi intrinsik 0.041 Motivasi ekstrinsik -0.100 Ket: *) signifikan pada p<0.05 **) signifikan padap<0.01
0.488** 0.122
0.428** 0.529** 0.335** 0.213* 0.121 0.086 rs=Koefisien korelasi rank Spearman
Motivasi instrinsik berhubungan sangat nyata positif dengan jangkauan sumber informasi, variasi materi penyuluhan, ragam informasi dan kualitas berbagi pengetahuan, selanjutnya motivasi ekstrinsik berhubungan positif yang nyata dengan variasi materi penyuluhan. Hal ini membuktikan bahwa lingkungan yang mendukung dan kondusif di dalam pekerjaan mampu meningkatkan kinerja penyuluh terutama dalam mengakses materi penyuluhan melalui pemanfaatan komputer dan internet. Fakta di lapangan menunjukkan THL-TBPP lebih potensial dalam mengembangkan kelompok tani binaan tanpa mengenyampingkan fungsi dan
46 peran penyuluh PNS dalam mengayomi, membimbing dan sharing pengetahuan serta pengalaman kepada penyuluh yang lebih muda. Kegiatan sharing pengetahuan dan pengalaman dilakukan oleh THL-TBPP kepada penyuluh PNS yang belum menguasai penggunaan TIK khususnya komputer dan internet serta sebaliknya penyuluh PNS yang memiliki cukup pengalaman juga memberikan penjelasan terutama dalam teknis budidaya tanaman. Hal ini senada dengan yang diungkapkan Hubeis (2008) bahwa motivasi penyuluh (intrinsik dan ekstrinsik) yang rendah akan menyebabkan produktivitas kerjanya juga menjadi rendah. Hipotesis penelitian yang menyebutkan ”terdapatnya hubungan nyata antara motivasi penyuluh (PNS dan THL-TBPP) dengan tingkat pemanfaatan TIK diterima,” yaitu aspek motivasi instrinsik khususnya pada jangkauan sumber informasi, variasi materi penyuluhan, ragam informasi dan kualitas berbagi pengetahuan yang berhubungan sangat nyata dengan tingkat pemanfaatan TIK serta aspek motivasi ekstrinsik khususnya pada variasi materi penyuluhan. 4.
Hubungan tingkat kompetensi penyuluh dengan tingkat pemanfaatan TIK penyuluh
Tingkat kompetensi penyuluh PNS dan THL-TBPP merupakan tingkat kemampuan penyuluh yang dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan dan didukung oleh sikapnya dalam melaksanakan tugas penyuluhan dalam memberdayakan petani. Tingkat kompetensi penyuluh PNS dan THL-TBPP terhadap tingkat pemanfaatan TIK tergolong dalam kategori tinggi. Sebaran rataan skor dan nilai koefisien uji t tingkat kompetensi penyuluh PNS dan THL-TBPP tersaji pada Tabel 16. Tabel 16
Sebaran rataan skor dan nilai koefisien uji t antara tingkat kompetensi penyuluh PNS dan THL-TBPP
Tingkat Kompetensi Penyuluh Kompetensi pemahaman potensi wilayah Kemampuan komunikasi inovasi Kemampuan pengelolaan pembelajaran Kemampuan pengelolaan pembaharuan Kemampuan pengelolaan pelatihan Kemampuan kewirausahaan Kemampuan pemandu sistem jaringan
Rataan skor1 PNS
THL-TBPP
3.18 3.10 3.06 3.18 2.97 3.02 3.09
3.13 3.11 3.05 3.05 2.97 2.95 3.09
Nilai Koefisien Uji t 0.376 0.072 0.095 0.290 0.996 1.142 0.115
Ket:1) interval skor 1–1.74= Sangat rendah; 1.75–2.49= Rendah; 2.50–3.24= Tinggi;3.25-4= Sangat tinggi
Tingkat kemampuan penyuluh PNS dan THL-TBPP dalam pemahaman potensi wilayah berdasarkan rataan skor berada dalam kategori tinggi yaitu sebesar 3.18 dan 3.13 . Hal ini membuktikan bahwa penyuluh mampu memahami potensi sumber daya alam, mampu memecahkan permasalahan petani dan mencari solusinya melalui kegiatan latihan dan kunjungan, pertemuan serta diskusi dengan pengurus dan anggota kelompok tani. Tingkat kemampuan penyuluh PNS dan THL-TBPP dalam mengelola komunikasi inovasi tergolong dalam kategori tinggi yaitu sebesar 3.10 dan 3.11. Penyuluh telah mampu mencari informasi inovasi melalui berbagai sumber
47 informasi, memahami inovasi yang dibutuhkan, serta mengkomunikasikannya dengan bahasa yang mudah dipahami dan dilakukan secara dialogis. Kegiatan ini merupakan suatu bentuk kegiatan ujicoba atau demplot teknologi yang sesuai dengan spesifik lokasi daerah binaan masing-masing penyuluh. Hasil penelitian Mulyadi (2009) menunjukkan bahwa kompetensi penyuluh berpengaruh nyata terhadap kinerja penyuluh (pengelolaan informasi dan kepemimpinan). Selanjutnya, tingkat kemampuan penyuluh PNS dan THL-TBPP dalam mengelola pembelajaran berdasarkan rataan skor tergolong tinggi yaitu sebesar 3.06 dan 3.05. Penyuluh telah mampu memanfaatkan media pembelajaran dan memfasilitasi interaksi belajar sesama petani. Hal ini sejalan yang diungkapkan oleh Mardikanto (2010) bahwa penyuluhan terkandung adanya perubahan, sikap dan keterampilan agar mereka tahu, mau dan mampu dalam mengelola usaha taninya demi tercapainya kesejahteraan keluarga. Tingkat kemampuan penyuluh PNS dan THL-TBPP dalam mengelola pembaharuan berdasarkan rataan skor berada dalam kategori tinggi yaitu sebesar 3.18 dan 3.05. Hal ini menunjukkan penyuluh telah mampu membangkitkan motivasi petani untuk menerapkan inovasi dan memecahkan masalah dihadapi yang berkaitan dengan inovasi. Tingkat kemampuan penyuluh PNS dan THL-TBPP dalam mengelola pelatihan berdasarkan rataan skor berada dalam kategori tinggi dengan nilai rataan yang sama yaitu sebesar 2.97. Hal ini mengindikasikan bahwa penyuluh telah memiliki kemampuan dalam mengelola pelatihan atau kursus tani mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi beserta tindak lanjutnya. Tingkat kemampuan penyuluh PNS dan THL-TBPP dalam mengembangkan kewirausahaan berdasarkan rataan skor berada dalam kategori tinggi yaitu sebesar 3.02 dan 2.95. Hal ini mengindikasikan bahwa penyuluh telah mampu mendorong petani untuk mengembangkan sikap berani dalam mengambil risiko, peluang atau kesempatan dalam berusaha tani. Tingkat kemampuan penyuluh PNS dan THL-TBPP dalam pemandu sistem jaringan termasuk kategori tinggi dengan nilai rataan yang sama yaitu sebesar 3.09 d. Hal ini menunjukkan bahwa penyuluh telah mampu memfasilitasi petani dengan pihak lembaga penelitian atau perguruan tinggi serta kemitraan dengan dunia usaha, memfasilitasi produk pertanian dan harga pasar. Fakta lain yang ditemukan bahwa hasil rataan skor untuk penyuluh PNS terlihat lebih dominan pada tingkat kompetensi penyuluh pada aspek kompetensi pemahaman potensi wilayah dan kemampuan pengelolaan pembaharuan dengan nilai rataan yang sama yaitu sebesar 3.18. Hal ini membuktikan bahwa penyuluh PNS telah mampu memahami potensi sumber daya alam, mampu memecahkan permasalahan petani dan mencari solusinya melalui kegiatan latihan dan kunjungan, pertemuan serta diskusi dengan pengurus dan anggota kelompok tani serta telah mampu membangkitkan motivasi petani untuk menerapkan inovasi dan memecahkan masalah dihadapi yang berkaitan dengan inovasi. Hasil uji t menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan pada penyuluh PNS dan THL-TBPP dalam tingkat kompetensi penyuluh. Hipótesis penelitian yang menyebutkan “adanya perbedaan nyata antara tingkat kompetensi penyuluh PNS dan THL-TBPP dalam memanfaaatkan TIK ditolak.” Selanjutnya, analisis tentang hubungan tingkat kompetensi penyuluh dengan tingkat pemanfaatan TIK diperoleh bahwa jangkauan sumber informasi
48 berhubungan sangat nyata positif dengan kemampuan pemahaman potensi wilayah, kemampuan mengembangkan kewirausahaan dan kemampuan pemandu sistem jaringan. Hal ini membuktikan bahwa semakin luas jangkauan sumber informasi penyuluh maka berbanding lurus dengan kemampuan penyuluh dalam memahami potensi sumber daya alam, memahami permasalahan petani dan menemukan solusinya, juga menjelaskan bahwa jangkauan sumber informasi mampu mengembangkan sikap berani dalam mencari peluang, berani mengambil risiko dan mampu memfasilitasi kerjasama kemitraan dengan pihak lain terutama perguruan tinggi, lembaga penelitian dan dunia usaha. Variasi materi penyuluhan dan ragam informasi berhubungan sangat nyata positif dengan semua aspek tingkat kompetensi penyuluh yang meliputi kemampuan pemahaman potensi wilayah, kemampuan komunikasi inovasi kemampuan pengelolaan pembelajaran, kemampuan pengelolaan pembaharuan, kemampuan pengelolaan pelatihan, kemampuan mengembangkan kewirausahaan dan kemampuan pemandu sistem jaringan. Hal ini membuktikan bahwa variasi materi penyuluhan dan ragam informasi berbanding lurus dengan semua tingkat kompetensi penyuluh. Semakin banyak materi penyuluhan yang dapat diakses dan jenis informasi yang disampaikan oleh penyuluh melalui pemanfaatan TIK, maka semakin tinggi tingkat kompetensinya terutama dalam kompetensi pemahaman potensi wilayah, kemampuan komunikasi inovasi, dan kemampuan pemandu sistem jaringan. Hasil analisis hubungan tingkat pemanfaatan TIK dengan tingkat kompetensi penyuluh tersaji pada Tabel 17. Tabel 17 Hubungan tingkat pemanfaatan TIK dengan tingkat kompetensi penyuluh Koefisien Korelasi Tingkat Kompetensi Penyuluh (rs) Tingkat pemanfaatan TIK
Intensitas pemanfaatan TIK Jangkauan sumber informasi Variasi materi penyuluhan Ragam Informasi Kualitas berbagi pengetahuan
Kemamp. pemahaman potensi wilayah
Kemamp. komunikasi inovasi
Kemamp. pengelolaan pembelajaran
Kemamp. pengelolaan pembaharuan
Kemamp. Pengelolaan pelatihan
Kemamp. kewirausahaan
Kemamp. pemandu sistem jaringan
-0.049
0.040
0.029
0.080
-0.023
-0.096
0.019
0.304**
0.164
0.170
0.170
0.178
0.242**
0.263**
0.400**
0.401**
0.244**
0.316**
0.312**
0.351**
0.376**
0.359**
0.276**
0.240**
0.279**
0.239**
0.310**
0.265**
0.103
0.028
0.150
0.126
-0.128
0.051
Ket: **) signifikan pada p< 0.01
0.013
rs=Koefisien korelasi rank Spearman
Hipotesis penelitian yang menyebutkan bahwa ”terdapat hubungan nyata antara tingkat pemanfaatan TIK dengan tingkat kompetensi penyuluh diterima,” yaitu pada aspek jangkauan sumber informasi yang berhubungan sangat nyata khususnya dengan kemampuan pemahaman potensi wilayah, kemampuan kewirausahaan, dan kemampuan pemandu sistem jaringan, juga aspek variasi materi penyuluhan dan ragam informasi berhubungan sangat nyata dengan semua tingkat kompetensi penyuluh. Hal ini sejalan dengan pendapat Marius et al. (2007) yang menyatakan bahwa penyuluh yang berkompeten dalam menyiapkan, mengevaluasi, dan mengembangkan penyuluhan lebih berdampak nyata bagi petani dibanding hanya sekedar memiliki kompetensi dalam berkomunikasi dan berinteraksi sosial.
49 Strategi Pemanfaatan TIK dalam Meningkatkan Kompetensi Penyuluh Uraian dan pembahasan pada tujuan penelitian menyebutkan bahwa faktorfaktor yang berhubungan dengan tingkat pemanfaatan TIK oleh penyuluh meliputi faktor karakteristik penyuluh, faktor lingkungan dan motivasi penyuluh. Faktor karakteristik penyuluh yang berhubungan dengan tingkat pemanfaatan TIK adalah umur, masa kerja, dan status penyuluh pada aspek intensitas pemanfaatan TIK, faktor lingkungan berhubungan pada kebijakan Pemda terutama pada aspek jangkauan sumber informasi, dan motivasi penyuluh berhubungan pada motivasi intrinsik khususnya pada jangkauan sumber informasi, variasi materi penyuluhan, ragam informasi dan kualitas berbagi pengetahuan serta aspek motivasi ekstrinsik berhubungan dengan variasi materi penyuluhan. Kegiatan penyuluhan sebagai bagian dari tugas keprofesionalan sudah tentu memerlukan kualifikasi kemampuan yang telah sesuai standarisasi. Sebagai tenaga profesional, penyuluh harus mempunyai keahlian yang spesifik sesuai bidangnya masing-masing. Oleh karena itu seorang penyuluh yang profesional harus memiliki kompetensi yang meliputi kemampuan pemahaman potensi wilayah, kemampuan komunikasi inovasi, kemampuan pengelolaan pembelajaran, kemampuan pengelolaan pembaharuan, kemampuan pengelolaan pelatihan, kemampuan mengembangkan kewirausahaan dan kemampuan pemandu sistem jaringan. Hasil uji beda (uji t) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada penyuluh PNS dengan THL-TBPP dalam intensitas pemanfaatan TIK terutama pada aspek umur, masa kerja dan tingkat kepemilikan TIK. Terkait dengan faktor lingkungan, peubah yang berhubungan dengan pemanfaatan TIK yaitu kebijakan Pemerintah Daerah khususnya pada jangkauan sumber informasi dan ragam informasi, sedangkan iklim belajar tidak memiliki hubungan dengan tingkat pemanfaatan TIK. Selanjutnya hasil uji beda persepsi penyuluh terhadap faktor lingkungan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan pada persepsi penyuluh PNS dengan penyuluh THL-TBPP yang berkenaan dengan iklim belajar. Begitupun persepsi pada kebijakan Pemda juga terdapat perbedaan antara penyuluh PNS dan penyuluh THL-TBPP, dan hasil uji beda pada motivasi penyuluh menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada penyuluh PNS dengan THLTBPP dalam tingkat motivasi. Hal ini membuktikan bahwa lingkungan yang mendukung dan kondusif di dalam pekerjaan mampu meningkatkan kinerja penyuluh terutama dalam mengakses materi penyuluhan melalui pemanfaatan komputer dan internet, melaksanakan tugas sebaik-baiknya serta untuk mengembangkan karier. Strategi yang dapat diambil dari pemanfaatan TIK dalam meningkatkan kompetensi penyuluh yaitu dengan cara membangun kerja sama atau sinergi penyuluh PNS dan THL-TBPP dalam hal memberikan pesan yang bersifat inovatif yang dikemas dalam materi penyuluhan dengan memperhatikan unsur pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan modal sosial. Peningkatan kompetensi penyuluh juga dapat ditingkatkan melalui pendidikan formal dan pendidikan non formal (pelatihan, seminar, workshop) dengan memberikan peluang dan kesempatan yang merata pada penyuluh PNS dan THL-TBPP sehingga tidak terjadi gap informasi di antara penyuluh. Selanjutnya, materi
50 penyuluhan yang dikembangkan harus didasarkan pada kebutuhan dan perkembangan yang diperlukan untuk kegiatan penyuluhan, terutama berdasarkan tujuh dimensi dari kompetensi penyuluh di antaranya yaitu kemampuan pemahaman potensi wilayah, kemampuan komunikasi inovasi, kemampuan pengelolaan pembelajaran, kemampuan pengelolaan pembaharuan, kemampuan pengelolaan pelatihan, kemampuan mengembangkan kewirausahaan dan kemampuan pemandu sistem jaringan. Perkembangan inovasi dan hasil-hasil penelitian dari lembaga penelitian atau perguruan tinggi dapat disosialisasikan melalui TIK yang tepat dan sesuai dengan kemasan yang menarik dan mudah dipahami sasaran. Hal ini sangat penting, sehingga menjadi semacam ”amunisi” bagi penyuluh di lapangan dalam melaksanakan penyuluhan sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Di sisi lain, pemanfaatan TIK dapat menjadi wahana komunikasi antar penyuluh, komunikasi penyuluh dengan nara sumber, dengan pimpinan, klien (petani), atau dengan pihak-pihak lainnya. Sinergitas penyuluh PNS dan THL-TBPP dalam menyelenggarakan kegiatan penyuluhan berbasis TIK tersaji pada Tabel 18. Tabel 18 Sinergitas penyuluh PNS dan THL-TBPP dalam menyelenggarakan kegiatan penyuluhan berbasis TIK Unsur 1) Pembuatan materi informasi penyuluhan
2) Pelaksanaan penyuluhan
Penyuluh PNS Substansi materi informasi secara mendalam
kegiatan Sesuai bidang keahlian
THL-TBPP Akses informasi pendukung melalui berbagai sumber informasi berbasis TI Polivalen, sehingga dapat mendukung penyuluh PNS dalam kegiatan penyuluhan
Penggabungan media konvensional dengan TIK menjadi suatu yang mutlak dilakukan agar terjadinya sinergi dalam memanfaatkan TIK yang bertujuan untuk meningkatkan kemandirian belajar penyuluh dalam memberikan materi penyuluhan yang lebih bervariasi sesuai dengan isu terkini. Penyuluh pertanian dituntut menyampaikan pesan yang bersifat inovatif yang mampu mengubah atau mendorong perubahan, sehingga terwujudnya perbaikan mutu hidup setiap individu dan masyarakat khususnya kesejahteraan petani dan keluarganya (Mardikanto, 2010).
51 5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Simpulan dari hasil penelitian pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam peningkatan kompetensi penyuluh adalah sebagai berikut: 1.
2.
3.
4.
Tingkat pemanfaatan TIK oleh penyuluh THL-TBPP sangat tinggi terutama dalam pemanfaatan komputer, internet dan handphone, sebaliknya pada penyuluh PNS tergolong rendah terutama pada pemanfaatan komputer dan internet. Faktor karakteristik penyuluh (PNS dan THL-TBPP) memiliki hubungan sangat nyata dengan tingkat pemanfaatan TIK, khususnya umur, masa kerja dan status penyuluh pada aspek intensitas pemanfaatan TIK; dan faktor lingkungan memiliki hubungan nyata dengan tingkat pemanfaatan TIK pada aspek kebijakan Pemda dengan aspek jangkauan sumber informasi dan ragam informasi; serta faktor motivasi penyuluh berhubungan sangat nyata dengan tingkat pemanfaatan TIK yaitu pada aspek motivasi instrinsik khususnya pada jangkauan sumber informasi, variasi materi penyuluhan, ragam informasi, kualitas berbagi pengetahuan dengan tingkat pemanfaatan TIK, serta aspek motivasi ekstrinsik berhubungan nyata dengan variasi materi penyuluhan. Tingkat pemanfaatan TIK pada aspek jangkauan sumber informasi berhubungan sangat nyata dengan kompetensi penyuluh pada aspek kemampuan pemahaman potensi wilayah, kemampuan kewirausahaan dan kemampuan pemandu sistem jaringan, sedangkan pada aspek variasi materi penyuluhan dan ragam informasi berhubungan sangat nyata dengan semua tingkat kompetensi penyuluh. Penyuluh PNS dan penyuluh THL-TBPP berbeda sangat nyata pada umur, masa kerja dan tingkat kepemilikan TIK. Dimana penyuluh PNS cenderung berumur dewasa lanjut, memiliki masa kerja lama, dan kepemilikan TIK kategori sedikit; sedangkan penyuluh THL-TBPP relatif berumur muda sampai dewasa, masa kerjanya singkat dan kepemilikan TIK kategori sedang (4-6 macam), dan banyak (7-9 macam). Saran
Penyuluh PNS perlu ditingkatkan pemanfaatan TIK melalui pelatihan teknis dan non teknis agar sinergi dengan penyuluh THL-TBPP dalam pelaksanaan penyuluhan pertanian yang berbasis TIK di lapangan melalui kegiatan berbagi pengalaman, pengetahuan dan keterampilan yang nantinya bertujuan untuk meningkatkan kompetensi penyuluh (PNS dan THL-TBPP).
51
52
DAFTAR PUSTAKA Adawiyah, E.S. 2003. Pengaruh Media Komunikasi HIV/AIDS Berbentuk Booklet dan Leaflet terhadap Peningkatan Pengetahuan Mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta di DKI Jakarta. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Ahmadi, A. 2007. Psikologi Sosial. Edisi Revisi. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Ahuja, Vivek. 2011. Cyber Extension: A Convergence of ICT and Agricultural Development. Global Media Journal Vol.2/No2, December 2011,pp. 1-8. Alfred,Y.S.D, Odefadehan,O.O. 2007. Analysis of Information Needs of Agricultural Extension Workers in Southwest of Nigeria. South African Journal of Agricultural Extension Vol. 36 (1), 2007, pp. 62-77. Anantanyu, Sapja. 2009. Partisipasi Petani dalam Meningkatkan Kapasitas Kelembagaan Kelompok Petani (Kasus di Provinsi Jawa Tengah). Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor Anwas, E.O.M, Sumardjo, P.S.Asngari, P.Tjiptopranoto. 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyuluh dalam Pemanfaatan Media. Jurnal Komunikasi Pembangunan Vol.07 No 2, Juli 2009, hal.68-81. Asmirah, D. 2006. Keterdedahan Iklan Televisi dan Perilaku Khalayak. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Awaliah, R. 2011. Efektivitas Media Komunikasi Bagi Petani Padi di Kecamatan Gandus Kota Palembang. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Azwar, S. 2003. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta (ID): Pustaka Belajar. [BKP5K]. Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. 2012. Data Penyuluh dan THL-TBPP di BP3K se-Kabupaten Bogor. BKP5K. Bogor. Chury, J.A, Mlozi, R.S.M, Tumbo, D.S, Casmir,R. 2012. Understanding Farmers Information Communication Strategies for Managing Climate Risks in Rural Semi-Arid Areas, Tanzania. International Journal of Information and Communication Technology Research Vol. 2 No.11, November 2012. pp. 838-845. [Deptan RI] Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2006. Rencana Pembangunan Pertanian 2005-2010. Deptan RI. Jakarta. Heryawan, R. 2012. Sambutan Wakil Menteri Pertanian RI pada Acara Pembukaan Temu Teknis dan Temu Karya Penyuluh Pertanian. Pemerintah Kota Metro. Lampung. Lampung Post. Lampung Hubeis, A.S.V. 2008. Motivasi, Kepuasaan dan Produktivitas Kerja Penyuluh Lapangan Peternakan. Jurnal Media Peternakan Vol 31 No 1, April 2008, hal.71-80. [Kemeneg Ristek RI].. Kementerian Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia. 2006. Buku Putih Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi. Kemeneg Ristek RI. Jakarta. __________________. 2010 Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 2010-2014. Kemeneg Ristek RI. Jakarta. Kriyantono R. 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. 53
54 Mardikanto,T. 2010. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta (ID): Sebelas Maret University Press. Marius, J.A., Sumardjo, Margono Slamet, Pang S.Asngari. 2007. “Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Penyuluh terhadap Kompetensi Penyuluh di Provinsi Nusa Tenggara Barat.”Jurnal Penyuluhan, Vol 3 No 2. September 2007, hal 78-89. Margono,T, Shigeo, Sugimoto. 2011. Understanding the Gap Issue on Dissemination of Agricultural Information for Extension Workers in Indonesia: A Framework Solution. International Journal of Basic & Applied Sciences IJBAS-IJENS, Vol. 11 No. 02 April 2011, pp. 98-105. [Menpan]Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.2008. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Per/02/MENPAN/2/2008 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Pertanian dan Angka Kreditnya. Jakarta. Moekijat. 2002. Dasar-Dasar Motivasi. Bandung (ID): Pionir Jaya. Molony, T. 2008. Running out of credit: the limitations of mobile telephony in a Tanzanian agricultural marketing system. The Journal of Modern African Studies, Vol.46 No.04 December 2008, pp.637-658 Mulyadi, T.R. 2009. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja penyuluh pertanian dan dampaknya pada perilaku petani padi di Jawa Barat. Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Mulyandari, R.S.H. 2011. Cyber Extension sebagai Media Komunikasi bagi Pemberdaya Petani Sayuran. Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Murfiani, F. 2006. Kompetensi Penyuluh dalam Pengembangan Modal Usaha Kecil di Bidang Pertanian. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Nuh, M. 2004. Kajian Penggunaan Merek dan Leaflet sebagai Media Promosi terhadap Persepsi Konsumen tentang Citra Produk Buah Keranji. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Nuryanto, B.G. 2008. Kompetensi Penyuluh dalam Pembangunan Pertanian di Provinsi Jawa Barat. Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Nwafor, Akubue. 2008. Nigerian urban women’s use of Information Media: The Challenges for Women in Leadership. Educational Research and Reviews, Academic Journals Vol. 3 (10), October 2008, pp. 309-315. Padmowihardjo, S 2004. Menata Kembali Penyuluh Pertanian di Era Pembangunan Agribisnis. Deptan RI. Jakarta. Purnaningsih, N.1999. Pemanfaatan Sumber Informasi tentang Usaha Tani Sayuran oleh Petani. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Rakhmat, J. 2001. Psikologi Komunikasi. Edisi Revisi. Jakarta (ID): Remaja Rosdakarya. Ruky, S.A. 2003 SDM Berkualitas Mengubah Visi Menjadi Realitas. Jakarta (ID) : Gramedia Pustaka Utama. Sadirman, A.M. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta (ID) : Raja Grafindo Perdasa. Saleh, A. 2009. Keterdedahan Media Massa dan Perubahan Sosiokultural Komunitas Pesantren. Jurnal Sodality. Vol 3 No 3, Desember 2009, hal. 315-334.
55 Setiabudi, D. 2004. Pemanfaatan Media Informasi Teknologi Pertanian oleh Penyuluh Pertanian di Jakarta. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Sharma, P.V. 2006. Cyber Extension: Information and Communication Technology (ICT) Applications for Agricultural Extension Service Challenges, Oppurtunities, Issues and Strategies. Enhancement of Extension System in Agriculture. APO. Singarimbun, M., Effendi, S. 2011. Metoda Penelitian Survey. Edisi Revisi. Jakarta (ID): LP3ES. Slamet, M. 2003. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Editor. Adjat Sudrajat dan Ida Yustina. Bogor (ID) : IPB Press. _________.2008.” Menuju Penyuluh Profesional.” Komunikasi Pribadi. Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan. Sekolah Pascasarjana. Bogor. IPB Press. Subejo. 2011. Penyuluhan Pertanian di Jepang. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian. Vol 7 No 1. Juli 2011, hal 61-70. Sumardjo. 2003. Kepemimpinan dan Pengembangan Kelembagaan Perdesaan. Bogor (ID): IPB Press. Sumardjo. 2006. ” Kompetensi Penyuluh.” Makalah disampaikan pada Pertemuan KPPN dengan Departemen Pertanian di Batam pada April 2006. Batam. Sumaryanto, Siregar, M. 2003. Determinan Efisiensi Teknis Usaha tani Padi di Lahan Sawah Irigasi. Jurnal Agro Ekonomi Vol. 21 No.1, Mei 2003, hal.47-54. Suradisastra. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. 2009. Laporan Hasil Penelitian Perumusan Model Kelembagaan Petani untuk Revitalisasi Kegiatan Ekonomi Perdesaan. PSEKP. Bogor. Suryantini, H. 2003. Pemanfaatan Informasi Teknologi Pertanian oleh Penyuluh Pertanian. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Swanburg, R.C. 2000. Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan. Terjemahan. Jakarta (ID): EGC. Syahyuti. 2007. Kebijakan Pengembangan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan Sebagai Kelembagaan Ekonomi di Perdesaan. Analisis Kebijakan Pertanian. Vol.5. no. 1, Maret 2007, hal 15-35. Usman, J.M, Adeboye,J.A, Oluyole, K.A, Ajijola,S. 2012. Use of Information and Communication Technologies by Rural Farmers in Oluyole Local Government Area of Oyo State, Nigeria. Journal of Stored Products and Postharvest Research, Vol. 3(11), October 2012, pp.156-159. Winardi, J. 2007. Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen. Jakarta (ID): Rajawali Pers. Yamin, M. 2004. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta (ID): Gaung Persada Press.
56
57 Lampiran 1. Hasil uji beda peubah penelitian
Tabel 1 Hasil uji beda karakteristik individu PNS dan THL-TBPP Equality of variances
t-test for Equality of Means
Peubah Usia
EVA
F 5,332
Sig. ,023
1,927
,168
EVNA PDF
EVA EVNA
PDNF
EVA
4,434
,037
EVNA Masa Kerja
EVA
Kepemilikan TIK
EVA
61,692
,000
,545
,462
EVNA
EVNA
Mean Difference 16,542
Std. Error Difference 1,461
Interval of the Lower Upper 13,649 19,435
T 11,326
Df 115
Sig. (2tailed) ,000
11,015
91,709
,000
16,542
1,502
13,559
19,525
-,147
115
,883
-,021
,144
-,306
,263
-,146
107,927
,884
-,021
,145
-,308
,266
7,831
115
,408
,193
,232
-,267
,654
,815
99,035
,417
,193
,237
-,277
,664
11,411
115
,000
16,737
1,467
13,831
19,642
10,738
64,135
,000
16,737
1,559
13,623
19,850
-6,974
115
,000
-1,275
,183
-1,637
-,913
-6,854
100,854
,000
-1,275
,186
-1,644
-,906
Tabel 2 Hasil uji beda yang berkaitan dengan jangkauan sumber informasi, variasi materi penyuluhan, ragam informasi Equality of variances
t-test for Equality of Means
Peubah Jangkauan Sumber informasi
EVA
Variasi Materi
EVA
F .832
Sig. .053
.635
.427
EVNA
EVNA Ragam Informasi
EVA
Kualitas ber bagi Pengetahuan
EVA
.556
.457
EVNA
EVNA
.083
.774
Std. Error Difference .076
.509
-.051
.077
-.205
.102
.402
.076
.091
-.104
.256
109.95
.403
.076
.091
-.104
.257
-.594
115
.554
-.048
.081
-.208
.112
-.592
110.05
.555
-.048
.081
-.209
.113
-.053
115
.958
-.004
.073
-.148
.140
-.053
113.39
.958
-.004
.072
-.147
.139
Df 115
-.663
99.29
.841
115
.839
Sig. (2tailed) .500
Interval of the Lower Upper -.201 .099
Mean Difference -.051
t -.677
58 Lampiran 1 (sambungan) Tabel 3 Hasil uji beda intensitas pemanfaatan TIK antara PNS dan THLTBPP Equality of variances Peubah
TV
EVA
F
Sig.
.534
.466
EVNA Radio
EVA
t -1.281
.125
EVNA Komputer Internet HP CD/DVD
EVA EVNA EVA EVNA EVA EVNA EVA EVNA
Df
-1.270 2.383
33.288
.000
20.704
.000
.680
.411
.025
.875
Sig. (2tailed)
115 106.82
.203
Mean Difference
t-test for Equality of Means Interval of the Std. Error Difference Lower Upper
-.13694
.207
-.13694
.10690 .10779
-.3486
.0748
-.35062
.07674
-.770
115
.443
-.07429
.09654
-.26551
.11693
-.764
107.104
.447
-.07429
.09729
-.26716
.11857
-6.525 -6.845 -5.893 -6.194 -1.132 -1.111 -.023 -.023
115 103.314 115 101.858 115 99.894 115 111.835
.000 .000 .000 .000 .260 .269 .982 .982
-1.17246 -1.17246 -.94472 -.94472 -.06191 -.06191 -.00147 -.00147
.17968 .17129 .16031 .15252 .05467 .05574 .06546 .06532
-1.52837 -1.51217 -1.26226 -1.24725 -.17021 -.17249 -.13114 -.13090
-.81655 -.83276 -.62718 -.64219 .04639 .04867 .12819 .12795
Tabel 4 Hasil uji beda motivasi penyuluh PNS dan THL-TBPP Equality of variances
t-test for Equality of Means
Peubah F Motivasi Intrinsik
EVA
Sig.
1.587 .210
EVNA Motivasi Ekstrinsik
EVA EVNA
7.887 .006
t
Sig. (2tailed)
Df
Mean Difference
Std. Error Difference
Interval of the Lower Upper
-.927
115
.356
-.073
.079
-.230
.084
-.924
109.501
.358
-.073
.079
-.231
.084
-.691
115
.491
-.044
-.171
.082
-.171
-.660
79.794
.511
-.044
-.178
.089
-.178
59
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Batusangkar, Sumatera Barat pada tanggal 7 Agustus 1982 dari Ayah yang bernama Perwira dan Ibu yang bernama Surya Atmi. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Tahun 2000 penulis lulus dari SMA Negeri 10 Padang dan pada tahun yang sama melanjutkan studi di Universitas Andalas (Unand) Padang. Di Unand penulis mengambil studi di Fakultas Pertanian, Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi dan lulus dengan gelar S.P. pada tahun 2005. Tahun 2006 penulis diterima sebagai Dosen dan ditempatkan di Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh Sumatera Barat. Pada tahun 2011 penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan studi ke jenjang S2 yang dibiayai oleh Beasiswa Pendidikan Pasca Sarjana (BPPS) DIKTI yaitu di Program Studi Komunikasi Pembangunan dan Pertanian dan Pedesaan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).