KOLABORASI TB-HIV
PELATIHAN BAGI PETUGAS KTS DAN PDP
MODUL – G: MONITORING DAN EVALUASI KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI 2009
DAFTAR ISI: I.
PENDAHULUAN...................................................................................... 1 A. B.
II.
Latar Belakang ........................................................................................ 1 Tujuan Pembelajaran .............................................................................. 2 1. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) .................................................... 2 2. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) ................................................... 2 MATERI PEMBELAJARAN ..................................................................... 2
A. B.
Pengertian Umum Monitoring & Evaluasi................................................ 2 Pencatatan & Pelaporan Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di sarana pelayanan kesehatan .............................................................................. 3 1. Formulir Pencatatan Pelaporan ........................................................... 3 2. Mekanisme Pencatatan Pelaporan ...................................................... 4 C. Indikator Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di tingkat sarana pelayanan kesehatan ............................................................................................... 8 D. Indikator Hasil Pengobatan TB ....................Error! Bookmark not defined. E. Surveilans HIV di antara Pasien TB ...................................................... 24 1. Surveilans berdasarkan data rutin. .................................................... 24 2. Survei periodik (survei khusus). ........................................................ 25 3. Survei sentinel. .................................................................................. 25
Modul G- Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di Sarana Pelayanan Kesehatan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seperti telah dijelaskan pada modul sebelumnya, cepatnya pertumbuhan epidemi HIV tentunya akan mengakibatkan peningkatan jumlah pasien TB. Di beberapa negara di Afrika dengan prevalensi HIV tinggi, meskipun program penannggulangan TB dengan strategi DOTS dilaksanakan secara baik, namun jumlah pasien TB tetap meningkat. Hal ini menjelaskan bahwa HIV menyulut epidemi TB. Dilain pihak, TB merupakan penyebab utama kematian pada ODHA. Angka kesakitan dan kematian TB yang tinggi pada ODHA menjadikan kegiatan penemuan kasus, pengobatan dan pencegahan TB sebagai prioritas pada program penanggulangan HIV. Kerjasama erat antara program penanggulangan TB dan HIV sangat diperlukan dalam upaya memperbaiki layanan diagnosis, perawatan dan pencegahan bagi orang yang hidup dengan HIV dan TB. Kerjasama ini perlu dilaksanakan segera, secara efektif dan terkoordinasi. Namun hal itu tidak berarti dengan membentuk suatu program TB-HIV tersendiri, tapi dengan kerjasama (kolaborasi) yang baik dari kedua program penanggulangan TB dan HIV yang sudah ada dengan membangun sinergi, mencegah tumpang-tindih (overlap) dan saling mengisi dalam penyediaan layanan. Kegiatan kolaborasi TB-HIV bertujuan menurunkan beban penyakit dalam masyarakat dengan cara memperluas bidang layanan program TB dan program HIV serta memperbaiki mutu layanan. Untuk itu, dari waktu ke waktu, sumber-daya yang dialokasikan untuk kegiatan kolaborasi TB-HIV meningkat. Sehubungan dengan itu, kebutuhan untuk melakukan pemantauan (monitoring) dan penilaian (evaluasi) dari kegiatan kolaborasi tersebut menjadi meningkat. Monitoring dan evaluasi, atau sering disingkat dengan monev atau M&E, sangat berguna untuk penyusunan rencana kedepan serta perbaikan kegiatan kolaborasi tersebut. Kita perlu menunjukan bagaimana program kolaborasi berhasil maju menuju tujuan – atau, jika tidak/kurang berhasil, perlu ditentukan apa penyebabnya untuk dicari jalan keluarnya (dikenal sebagai perbaikan program berdasar evidence). Supaya monev dapat dilaksanakan dengan baik, diperlukan suatu sistem pencatatan pelaporan yang baku sehingga data yang dikumpulkan dan diolah dapat dianalisa secara baik dan memudahkan interpretasinya. Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan kegiatan digunakan beberapa indikator yang baku. Perhitungan indikator selain untuk menilai kinerja program baik di tingkat sarana pelayanan kesehatan itu sendiri maupun secara nasional, juga untuk melihat perbedaan dari tempat yang satu dengan yang lain serta kecenderungannya (surveilans). Dalam modul ini anda akan mempelajari untuk memahami bagaimana melaksanakan monev kegiatan kolaborasi TB-HIV.
1
Modul G- Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di Sarana Pelayanan Kesehatan
B. Tujuan Pembelajaran 1. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) Setelah selesai mempelajari materi peserta latih mampu melaksanakan monitoring & evaluasi kegiatan TB-HIV di tingkat sarana pelayanan kesehatan.
2. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Setelah selesai mempelajari materi peserta latih mampu: a. Menjelaskan pengertian umum monitoring & evaluasi b. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan kegiatan kolaborasi TB-HIV di Sarana Pelayanan kesehatan c. Menghitung dan menganalisis indikator kegiatan Kolaborasi TB-HIV di Sarana Pelayanan kesehatan d. Menjelaskan surveilans HIV di antara pasien TB
II. MATERI PEMBELAJARAN A. Pengertian Umum Monitoring & Evaluasi Monitoring dan Evaluasi (M&E) mempunyai peranan penting dalam setiap manajemen program untuk memastikan bahwa sumber daya yang dialokasikan digunakan dengan sebaik-baiknya dan kegiatannya dilaksanakan seperti yang direncanakan, sehingga dengan demikian tujuan program dapat tercapai. Jadi, M&E ini bermaksud untuk membantu penggunaan dari sumber daya manusia dan finansial secara efektif dan efisien demi untuk pencapaian tujuan program. Monitoring merupakan pengamatan rutin terhadap layanan dan kinerja program dengan cara menganalisis informasi baik dari masukan (input), proses dan luaran (output) yang dikumpulkan secara berkala dan terus menerus. Maksud dari monitoring adalah untuk dapat segera mendeteksi bila ada masalah dalam pelaksanaan kegiatan supaya dapat dilakukan tindakan perbaikan segera (corrective-action). Monitoring dapat dilakukan dengan cara: -
menelaah data dari pencatatan pelaporan dan sistem surveilans, pengamatan langsung (misalnya observasi pada waktu supervisi), serta wawancara dengan petugas pelaksana maupun dengan masyarakat sasaran.
Hasil monitoring ini juga dapat berguna untuk bahan evaluasi.
2
Modul G- Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di Sarana Pelayanan Kesehatan
Evaluasi adalah penilaian secara berkala dari kegiatan program dengan menggunakan data monitoring dan indikator lainnya yang tidak/belum tercakup pada sistem informasi rutin. Biasanya evaluasi ini dilakukan pada akhir periode kegiatan/program, misalnya setahun sekali. Bila perlu dapat juga dilakukan pada pertengahan periode (mid-term evaluation) . Dengan evaluasi dapat dinilai sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat berhasil dicapai; dan kalau belum berhasil dicapai – apa penyebabnya. Hasil evaluasi sangat berguna untuk kepentingan perencanaan program ke depan. Untuk kepentingan sendiri, M&E biasanya dapat dilakukan sendiri oleh petugas TB atau petugas HIV. Tetapi pada keadaan tertentu, misalnya untuk penilaian atau kajian suatu program kolaborasi TB-HIV mungkin diperlukan bantuan ahli atau konsultan dari luar.
B. Pencatatan & Pelaporan Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di sarana pelayanan kesehatan Salah satu komponen penting dari M&E yaitu pencatatan dan pelaporan, dengan maksud mendapatkan data untuk diolah, dianalisis, diinterpretasi, disajikan dan disebarluaskan untuk dimanfaatkan. Data yang dikumpulkan harus valid (akurat, lengkap dan tepat waktu) sehingga memudahkan dalam pengolahan dan analisis. Petugas sarana pelayanan kesehatan sangat berperan dalam pencatatan data secara akurat dan lengkap tersebut. Data kolaborasi TB-HIV diperoleh dari pencatatan di sarana pelayanan kesehatan dengan menggunakan satu sistem yang baku, dan terintegrasi dalam sistem
pencatatan program TB dan HIV yang sudah ada. 1. Formulir Pencatatan Pelaporan
Formulir yang dipergunakan dalam program TB dan HIV di tingkat sarana pelayanan kesehatan (Puskesmas, Rumah Sakit, BP4, klinik dan dokter praktek swasta dll) adalah sebagai berikut:
1.1. Formulir HIV
Ikhtisar perawatan HIV & Terapi Antiretroviral (ART) Register Pra ART Register ART. Laporan Bulanan Perawatan HIV & ART. Formulir VCT (Formulir Dokumen VCT Klien, Formulir VCT Pra Testing HIV, Formulir VCT Pasca Testing HIV, dll)
3
Modul G- Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di Sarana Pelayanan Kesehatan
1.2. Formulir TB ° ° ° ° ° ° ° °
Daftar tersangka pasien (suspek) yang diperiksa dahak SPS (TB.06). Formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak (TB.05). Register Laboratorium TB (TB.04). Kartu pengobatan pasien TB (TB.01). Kartu identitas pasien TB (TB.02). Register TB UPK (TB.03 UPK) Formulir rujukan/pindah pasien (TB.09). Formulir hasil akhir pengobatan dari pasien TB pindahan (TB.10).
1.3. Formulir rujukan untuk klien
2. Mekanisme Pencatatan Pelaporan Pencatatan pelaporan di klinik KTS / PDP didasarkan pada alur kunjungan pasien, yaitu: Untuk pasien TB rujukan dari unit DOTS Untuk pasien TB yang bukan rujukan dari unit DOTS
2.1. Untuk pasien TB rujukan dari unit DOTS: Pasien TB di Unit DOTS yang memiliki perilaku berisiko HIV akan dirujuk ke klinik KTS dengan menggunakan formulir rujukan klien (kolaborasi TB-HIV) untuk dilakukan pre test konseling.
2.2. Bila pasien TB tersebut hasil test HIV positif, maka: ° ° ° °
Hasil test dicatat di ikhtisar perawatan HIV dan terapi ART, register pra ART, register ART dan laporan bulanan perawatan HIV & ART Pasien tersebut dirujuk ke klinik PDP untuk ART. Klinik PDP meneruskan pengobatan TB dari pasien tersebut (OAT berasal dari unit DOTS) dan meneruskan pencatatan kartu pengobatan pasien TB (TB 01). Setiap triwulan wasor TB kabupaten/kota meregister pasien TB-HIV pada Register Kabupaten/ Kota (TB 03).
2.3. Bila pasien TB tersebut hasil test HIV negatif, maka: ° ° ° °
Hasil test tersebut dicatat di Formulir Dokumen VCT Klien. Pasien dirujuk kembali ke unit DOTS. Petugas TB (unit DOTS) mencatat hasil test HIV di kartu pengobatan pasien TB (TB 01) Pengobatan TB terus dilakukan di unit DOTS; dan petugas TB tetap memantau keadaan pasien TB yang memiliki risiko HIV karena status window period. Bila pasien TB tersebut menunjukan tanda klinis HIV, rujuk kembali ke klinik KTS.
4
Modul G- Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di Sarana Pelayanan Kesehatan
° ° °
Bila hasil test HIV positif maka pasien dirujuk ke klinik PDP (seperti mekanisme pada butir a) diatas) Bila hasil test HIV negatif maka pengobatan TB tetap dilakukan di unit DOTS dengan tetap memantau keadaan pasien TB yang memiliki risiko HIV. Setiap triwulan wasor TB kabupaten/kota meregister pasien TB pada Register TB Kabupaten/ Kota (TB 03).
2.4. Untuk pasien TB yang bukan rujukan dari unit DOTS: Dalam modul C telah dijelaskan bahwa semua klien yang berkunjung ke klinik KTS, secara berkala harus diskrining gejala suspek TB. Dalam modul D telah dijelaskan bahwa gejala suspek TB adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk tersebut dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, nyeri dada, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, dan berkeringat malam hari. Jadi, semua klien (baik hasil test HIV positif maupun negatif) yang mempunyai gejala suspek TB harus dilakukan pemeriksaan dahak dan/atau pemeriksaan lainnya untuk penegakan diagnosis TB. Pencatatan dari kegiatan ini adalah sebagai berikut: a) Klien dengan hasil test HIV negatif dengan gejala dicurigai TB, maka : ° Lakukan pemeriksaan untuk menegakan diagnosis TB. Bila fasilitas tersedia lakukan pemeriksaan dahak BTA. Bila tidak, klien dirujuk ke unit DOTS untuk diagnosis TB. ° Bila pemeriksaan dahak dilakukan di klinik KTS, pemeriksaan tersebut dicatat pada buku register tersangka TB (TB-06). ° Bila pasien didiagnosis TB, pengobatan TB dilakukan di unit DOTS, dan petugas TB mencatat di kartu pengobatan pasien TB (TB 01). Petugas TB tetap memantau keadaan pasien TB dengan risiko HIV karena status window period. - Bila pasien TB menunjukan tanda klinis HIV, pasien dirujuk kembali ke klinik KTS: - Bila pasienTB tersebut hasil test HIV negatif maka pengobatan TB tetap dilakukan di unit DOTS dan secara berkala tetap memantau test HIV. - Bila pasien TB tersebut hasil test HIV positif maka pasien TB tersebut dirujuk ke PDP (pengobatan TB akan diteruskan oleh klinik PDP (seperti mekanisme pada butir 1 a diatas) b) Klien dengan hasil test HIV positif dengan gejala dicurigai TB, maka : ° Hasil test HIV ditulis di Formulir VCT (Formulir Dokumen VCT Klien, Formulir VCT Pra Testing HIV, Formulir VCT Pasca Testing HIV) ° Pasien dirujuk ke klinik PDP dan dicatat di ikhtisar perawatan HIV, register pra ART, register ART dan laporan bulanan monev ART. ° Lakukan pemeriksaan untuk menegakan diagnosis TB seperti alur diagnosis yang telah dijelaskan dalam modul D (Modul Diagnosis). Bila
5
Modul G- Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di Sarana Pelayanan Kesehatan
di klinik PDP mempunyai fasilitas, lakukan pemeriksaan dahak BTA, Bila tidak, klien dirujuk ke unit DOTS untuk diagnosis TB. ° Bila klien tersebut didiagnosis TB, maka pengobatan TB dilakukan di klinik PDP (OAT berasal dari Unit DOTS) dan petugas PDP mencatat di kartu pengobatan pasien TB (TB 01). ° Setiap triwulan wasor TB kabupaten/kota meregister pasien TB-HIV pada Register TB Kabupaten/ Kota (TB 03).
Diagram 1: Mekanisme Pencatatan Pelaporan TB- HIV Entry Point
Risiko HIV
Unit DOTS Form - TB 01 - TB 02 - TB 03 UPK - TB 04 - TB 05 - TB 06
KTS
Form. Konsultasi
Form. Konsultasi
HIV neg
HIV pos
Form. Konsultasi
Suspek TB
PDP
Pasien TB
Pasien TB
Form TB Form HIV - TB 01 - Ikthisar perawatan HIV & ART - TB 02 - Register Pra ART - TB 03UPK - Register ART - TB 04 - Lap. Bulanan HIV & ART - TB 05 - Form. VCT - TB 06
6
Modul G- Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di Sarana Pelayanan Kesehatan
Unit DOTS Unit KTS Untuk klinik PDP yang melayani banyak pasien TB-HIV dapat menggunakan buku Register TB UPK (TB03-UPK) sendiri.
7
Modul G- Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di Sarana Pelayanan Kesehatan
C. Indikator Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di tingkat sarana pelayanan kesehatan Seperti sudah dijelaskan dalam modul A, kegiatan kolaborasi TB-HIV adalah seperti pada tabel dibawah ini:
Tabel 1: Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia A. Membentuk mekanisme kolaborasi A.1. Membentuk kelompok kerja (Pokja) TB-HIV di semua lini A.2. Melaksanaan surveilans HIV pada pasien TB A.3. Melaksanaan perencanaan bersama TB-HIV A.4. Melaksanakan Monitoring & Evaluasi B. Menurunkan beban TB pada ODHA B.1. Mengintensifkan penemuan kasus TB dan pengobatannya B.2. Menjamin pengendalian infeksi TB pada unit pelayanan kesehatan dan tempat orang berkumpul (rutan/lapas, panti rehabilitasi napza) C. Menurunkan beban HIV pada pasien TB C.1. Menyediakan konseling dan tes HIV C.2. Pencegahan HIV dan IMS C.3. Pengobatan pencegahan dengan kotrimoksasol (PPK) dan infeksi oportunistik lainnya C.4. Perawatan, dukungan dan pengobatan ARV untuk HIV/AIDS a. Jenis indikator kegiatan kolaborasi TB-HIV b. Cara menghitung indikator kegiatan kolaborasi TB-HIV Analisis dan kegunaan masing-masing indikator kegiatan kolaborasi TB-HIV di sarana pelayanan kesehatan
1. Jenis indikator kegiatan kolaborasi TB-HIV Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan kegiatan kolaborasi TB-HIV digunakan beberapa indikator yang tercantum seperti di bawah ini: A. Pembentukan mekanisme kolaborasi TB-HIV. 1) Ada-tidaknya Tim TB-HIV di unit layanan yang terdiri dari unsur Tim DOTS, unsur Tim HIV dan unsur manajemen, serta adanya seorang ketua sebagai koordinator Tim TB-HIV tersebut. 2) Ada-tidaknya data surveilans HIV diantara pasien TB (misalnya data hasil test HIV positif pada pasien TB yang baru ditemukan) 3) Ada-tidaknya unit DOTS menyediakan materi promosi & penyuluhan HIV/AIDS; dan unit KTS/ PDP menyediakan materi penyuluhan TB. 4) Ada-tidaknya kegiatan terpadu untuk monitoring dan evaluasi kegiatan kolaborasi TB-HIV di unit layanan tersebut.
8
Modul G- Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di Sarana Pelayanan Kesehatan
B. Penurunan beban TB pada ODHA 1) Proporsi ODHA yang mengunjungi klinik KTS dan PDP yang diskrining gejala dan tanda TB. 2) Proporsi pasien TB baru yang didiagnosis diantara ODHA (yang diskrining TB) 3) Proporsi sarana pelayanan kesehatan yang melaksanakan pengendalian infeksi TB (TB infection control). C. Penurunan beban HIV pada pasien TB 1) Proporsi pasien TB yang ditest HIV 2) Proporsi pasien TB yang ditest HIV dan hasil test HIV positif 3) Proporsi sarana pelayanan kesehatan DOTS yang menyediakan kondom secara gratis 4) Proporsi pasien TB dengan HIV positif yang menerima PPK 5) Proporsi pasien TB dengan HIV positif yang dirujuk ke PDP selama pengobatan TB 6) Proporsi pasien TB dengan HIV positif yang mendapat ART selama pengobatan TB D. Indikator Hasil Pengobatan 1) Angka Konversi 2) Angka Kesembuhan 3) Angka Keberhasilan Pengobatan
2. Cara menghitung dan menganalisis indikator kegiatan kolaborasi TB-HIV Tanggung jawab penghitungan dan penilaian indikator kelompok A adalah petugas kabupaten/kota dan propinsi. Sedangkan untuk indikator kelompok B, C dan D dilakukan oleh setiap tingkat, termasuk tingkat sarana pelayanan kesehatan. Modul pelatihan ini ditujukan untuk petugas sarana pelayanan kesehatan, jadi hanya menjelaskan indikator yang termasuk dalam kelompok B, C dan D. Penjelasan mencakup cara perhitungan, frekuensi perhitungan, penanggungjawab perhitungan dan kegunaan dari tiap indikator.
9
Modul G- Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di Sarana Pelayanan Kesehatan
Tabel 2: Petunjuk Teknis Cara perhitungan, frekuensi perhitungan, penanggungjawab perhitungan dan kegunaan dari tiap indikator Indikator B.1 Proporsi ODHA yang mengunjungi klinik KTS/ PDP yang diskrining gejala dan tanda TB Numerator
Jumlah ODHA yang mengunjungi klinik (KTS atau PDP) yang diskrining TB, dalam 1 kurun waktu (misalnya dari Januari s/d Maret 2008). Sumber data dihitung dari: Formulir VCT Ikhtisar Perawatan HIV dan Register ART TB 06 Contoh jumlah ODHA yang diskrining TB = 85
Denominator
Jumlah ODHA yang mengunjungi klinik (KTS atau PDP) dalam kurun waktu yang sama (Januari s/d Maret 2008) Sumber data: Formulir VCT Ikhtisar Perawatan HIV dan Register ART Contoh jumlah seluruh ODHA = 100
Rumus perhitungan indikator
Numerator dibagi denominator dikali 100%. Dari contoh diatas, hasil perhitungan indikator tersebut adalah = 85 : 100 x 100% = 85%
Frekuensi perhitungan
Setiap triwulan
Penanggungjawab
Petugas KTS dan petugas PDP (tiap klinik menghitung sendiri).
Kegunaan dan penilaian
Ini adalah indikator proses untuk mengukur kegiatan upaya menurunkan beban TB diantara ODHA (Setiap ODHA harus diskrining TB pada waktu didiagnosis dan pada kunjungan ulangan). Kegiatan ini perlu karena jika identifikasi suspek TB , penegakan diagnosis dan pengobatan segera dilakukan, maka dapat meningkatkan kemampuan dan kualitas hidup ODHA serta menurunkan penularan TB ke masyarakat. Indikator ini diharapkan mendekati 100%. Penilaian indikator ini perlu dilakukan secara bersama dengan indikator B.2 untuk memastikan bahwa setelah proses skrining diikuti dengan tindakan yang benar.
10
Modul G- Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di Sarana Pelayanan Kesehatan
Indikator B.2. Proporsi pasien TB baru yang didiagnosis di antara ODHA (yang diskrining TB) Numerator
Jumlah pasien TB baru yang didiagnosis diantara ODHA yang diskrining TB di klinik (KTS atau PDP) dalam 1 kurun waktu tertentu (misalnya Januari s.d Maret 2008). Sumber data dihitung dari : Formulir VCT Ikhtisar Perawatan HIV dan Register ART TB 05 dan TB 04 Contoh pasien TB yang baru didiagnosis = 15
Denominator
Jumlah ODHA yang diskrining TB di klinik (KTS atau PDP) dalam kurun waktu yang sama (misalnya dari Januari s/d Maret 2008). Sumber data dihitung dari : Formulir VCT Ikhtisar Perawatan HIV dan Register ART TB 06 (Jumlah ini sama seperti jumlah numerator dari indikator B.1.) Contoh jumlah ODHA yang diskrining TB = 85
Rumus perhitungan indikator
Numerator dibagi denominator dikali 100%. Dari contoh diatas, hasil perhitungan indikator tersebut adalah = 15 : 85 x 100% = 18%
Frekuensi perhitungan
Setiap triwulan
Penanggungjawab
Petugas KTS dan petugas PDP (tiap klinik menghitung sendiri).
Kegunaan dan penilaian
Indikator ini memberikan informasi tentang output (luaran) dari kegiatan intensifikasi penemuan pasien TB diantara ODHA seperti yang telah dibicarakan pada indikator B.1. Disamping itu, indikator ini dapat menunjukkan kontribusi penemuan pasien TB melalui kegiatan kolaborasi TB-HIV. Indikator ini dapat diperinci lebih lanjut berdasarkan klasifikasi/tipe pasien TB, misalnya TB paru BTA positif, TB paru BTA negatif, TB ekstra paru, dll. Kalau diagnosis TB tidak dilakukan di klinik KTS/PDP maka diperlukan komunikasi yang baik dengan unit DOTS untuk menghitung indikator ini. Nilai indikator ini bisa berbeda antar daerah tergantung pada tingkat endemisitas TB dalam masyarakat dan kualitas layanan diagnosis TB.
11
Modul G- Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di Sarana Pelayanan Kesehatan
Indikator B.3. Proporsi sarana pelayanan kesehatan yang melaksanakan pengendalian infeksi TB Numerator
Jumlah sarana pelayanan kesehatan yang mempunyai kebijakan tentang pengendalian infeksi TB. Catatan: Setiap sarana pelayanan kesehatan yang dievaluasi dinilai dengan pertanyaan berikut: - apakah mempunyai aturan tertulis tentang pengendalian infeksi TB - apakah definisi suspek sesuai dengan pedoman nasional - apakah ada petunjuk jelas tentang segera identifikasi suspek TB - apakah ada petunjuk jelas tentang cara memisahkan suspek TB dari mereka yang berisiko tinggi terinfeksi TB sarana pelayanan kesehatan dapat dianggap mempunyai kebijakan pengendalian TB jika semua jawaban “Ya”.
Contoh: ada 10 sarana pelayanan kesehatan yang semua jawaban Ya Denominator
Jumlah sarana pelayanan kesehatan yang dievaluasi* Catatan: *) Berikan juga informasi berapa jumlah seluruh sarana pelayanan kesehatan (berdasarkan tipe sarana pelayanan kesehatan) untuk gambaran berapa besar yang dievaluasi.
Contoh: jumlah sarana pelayanan kesehatan yang dievaluasi = 50 (catatan: jumlah seluruh sarana pelayanan kesehatan yang ada = 100). Rumus perhitungan indikator
Numerator dibagi denominator dikali 100% Dari contoh diatas, hasil perhitungan indikator tersebut adalah = 10 : 50 x 100% = 20%
Frekuensi perhitungan
Setahun sekali
Penanggungjawab
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Kegunaan dan penilaian
Kebijakan tertulis tentang pengendalian infeksi TB di suatu sarana pelayanan kesehatan merupakan langkah awal untuk pelaksanaan pengendalian infeksi TB di sarana pelayanan kesehatan tersebut. Perlu dipantau dan dianalisa apakah kebijakan pengendalian infeksi TB tersebut dilaksanakan dan ditaati.
12
Modul G- Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di Sarana Pelayanan Kesehatan
Catatan untuk KELOMPOK INDIKATOR C: Untuk mendapat informasi ini perlu kerjasama yang baik antara petugas TB dan petugas HIV dengan tetap memperhatikan kerahasian (confidentiality). Bila pada seorang pasien TB dilakukan test HIV, petugas TB harus mencatat pada kartu pengobatan TB (TB01) dan buku register TB (TB03).
Indikator C.1 Proporsi pasien TB yang ditest HIV Numerator
Jumlah pasien TB terdaftar pada satu kurun waktu tertentu yang ditest HIV selama masa pengobatan TB. Sumber Data: - TB01 - TB03 sarana pelayanan kesehatan - Formulir VCT (Klinik KTS) Contoh: jumlah pasien TB (terdaftar pada April s/d Juni 2007) yang ditest HIV selama masa pengobatan TB nya adalah 16 Penting diperhatikan: Pencatatan pasien yang bersedia ditest HIV harus terus dicatat meskipun test HIV dilakukan pada triwulan berikut asalkan selama masa pengobatan TB nya.
Denominator
Jumlah seluruh pasien TB yang terdaftar pada kurun waktu yang sama. - TB01 - TB03 UPK Contoh: Jumlah seluruh pasien TB yang terdaftar dalam April s/d Juni 2007 ada sebanyak 20.
Rumus perhitungan indikator
Numerator dibagi denominator dikali 100%. Dari contoh diatas, hasil perhitungan indikator tersebut adalah = 16 : 20 x 100% = 80%
Frekuensi perhitungan
Setiap triwulan seperti perhitungan kohort hasil pengobatan TB (dilaporkan bersama dengan hasil pengobatan TB).
Penanggungjawab
Petugas TB di setiap tingkat bekerjasama dengan petugas HIV (petugas KTS/PDP).
Kegunaan dan penilaian
Idealnya seluruh pasien TB di daerah dengan epidemi HIV yang meluas (generalized epidemi) ditest HIV. Indikator ini memberikan gambaran seberapa besar penerimaan (acceptability) dan jangkauan (accessibility) dari test HIV pada pasien TB. Faktor yang mempengaruhi seorang pasien TB bersedia menjalani test HIV antara lain pemahaman pasien tentang HIV, keadaan sosio-ekonomis pasien, jangkauan dari tempat test, biaya test, ketrampilan konseling dan antusias petugas, ketersediaan bahan test (reagens), dll. Jika nilai indikator ini tinggi, berarti sistem secara keseluruhan sudah berjalan baik; namun jika nilai indikator ini rendah, tidak dapat menjelaskan dimana letak permasalahannya.
13
Modul G- Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di Sarana Pelayanan Kesehatan
Indikator C.2 Proporsi pasien TB yang ditest HIV dan hasil test HIV positif Numerator
Jumlah pasien TB yang terdaftar dalam satu kurun waktu tertentu yang hasil test HIV positif selama masa pengobatan TB. Sumber data: - TB01 - TB03 UPK - Formulir VCT Contoh: Jumlah pasien TB (terdaftar pada April s/d Juni 2007) yang HIV positif = 2 Penting diperhatikan: Petugas TB mendapat Informasi hasil test HIV dari petugas KTS. Kerahasian informasi hasil test HIV ini harus dijamin.
Denominator
Jumlah pasien TB terdaftar pada satu kurun waktu tertentu yang ditest HIV selama masa pengobatan TB. Sumber data: - TB01 - TB03 UPK Contoh Jumlah pasien TB (terdaftar pada April s/d Juni 2007) yang ditest HIV selama pengobatan TB adalah 16
Rumus perhitungan indikator
Numerator dibagi denominator dikali 100%. Dari contoh diatas, hasil perhitungan indikator tersebut adalah = 2 : 16 x 100% = 12,5%
Frekuensi perhitungan
Setiap triwulan seperti perhitungan kohort hasil pengobatan TB (dilaporkan bersama dengan hasil pengobatan TB).
Penanggungjawab
Petugas TB di setiap tingkat bekerjasama dengan petugas HIV (petugas KTS/PDP).
Kegunaan dan penilaian
Untuk mengetahui prevalensi HIV di antara pasien TB yang dapat menggambarkan besarnya permasalahan HIV. Informasi ini penting untuk perencanaan (penyiapan sumber daya dan penyusunan rencana kegiatan yang strategis) serta pemantauan secara berkala efektivitas kegiatan intervensi untuk pencegahan HIV.
14
Modul G- Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di Sarana Pelayanan Kesehatan
Indikator C.3. Proporsi sarana pelayanan kesehatan DOTS yang menyediakan kondom Numerator
Jumlah sarana pelayanan kesehatan DOTS yang menyediakan kondom gratis di suatu wilayah, misalnya dalam 1 kabupaten. Contoh: Jumlah sarana pelayanan kesehatan DOTS dalam kabupaten A pada tahun 2007 yang menyediakan kondom gratis = 15 sarana pelayanan kesehatan
Denominator
Jumlah seluruh sarana pelayanan kesehatan DOTS yang melaksanakan kolaborasi TB-HIV di suatu wilayah yang sama, misalnya dalam 1 kabupaten. Contoh: Jumlah seluruh sarana pelayanan kesehatan DOTS dalam kabupaten A pada tahun 2007 yang melaksanakan kolaborasi TB-HIV ada sebanyak 20 sarana pelayanan kesehatan
Rumus perhitungan indikator
Numerator dibagi denominator dikali 100%. Dari contoh tersebut diatas, hasil perhitungan indikator tersebut adalah = 15 : 20 x 100% = 75%.
Frekuensi perhitungan
Tahunan (data dikumpulkan pada waktu kunjungan supervisi petugas TB kabupaten/kota ke sarana pelayanan kesehatan)
Penanggungjawab
Petugas program TB di tingkat kabupaten/kota, propinsi dan pusat bekerjasama dengan petugas HIV/AIDS.
Kegunaan dan penilaian
Indikator ini untuk memonitor komitmen dan kemampuan program di tingkat layanan dalam mempromosikan pencegahan HIV diantara pasien TB. Indikator ini tentunya penting diukur untuk wilayah dengan prevalensi HIV tinggi. Rendahnya angka ini mengindikasikan kegagalan distribusi kondom baik secara lokal maupun nasional, atau kurangnya komitmen tingkat sarana pelayanan kesehatan untuk memaksimalkan kesempatan promosi pencegahan HIV. Namun, indikator ini belum dapat menjelaskan kenapa kondom tersebut tidak tersedia, perlu dicari informasi lain lebih lanjut. Dilain pihak, tingginya angka ini belumlah menggambarkan berapa banyak kondom yang didistribusikan serta kemampuan petugas TB untuk menganjurkan perilaku seks yang aman pada pasien TB didaerah dengan prevalensi HIV tinggi.
15
Modul G- Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di Sarana Pelayanan Kesehatan
Indikator C.4 Proporsi pasien TB dengan HIV positif yang menerima PPK Numerator
Jumlah pasien TB dengan HIV positif yang terdaftar selama suatu periode waktu tertentu, yang menerima (sedikitnya 1 dosis) pengobatan pencegahan dengan kotrimoksasol (PPK) selama pengobatan TB Sumber data: - TB01 - TB03 UPK - Ikhtisar perawatan HIV - Register pra ART dan ART Contoh: Jumlah pasien TB dengan HIV positif terdaftar dalam triwulan 2 thn 2007 yang menerima PPK adalah 23 pasien
Denominator
Jumlah seluruh pasien TB dengan HIV positif yang terdaftar pada periode waktu yang sama. Sumber data: - TB01 - TB03 UPK - Ikhtisar perawatan HIV - Register pra ART dan ART Contoh: Jumlah seluruh pasien TB dengan HIV positif terdaftar dalam triwulan 2 thn 2007 adalah 25 pasien.
Rumus perhitungan indikator
Numerator dibagi denominator dikali 100%. Dari contoh tersebut diatas, hasil perhitungan indikator tersebut adalah = 23 : 25 x 100% = 92%.
Frekuensi perhitungan
Perhitungan indikator dilakukan setiap triwulan. Indikator ini dihitung dan dilapor bersamaan dengan waktu pelaporan dari laporan triwulan TB-08 (Laporan hasil pengobatan TB).
Penanggungjawab
Petugas TB di setiap tingkat bekerjasama dengan petugas HIV/AIDS
Kegunaan dan penilaian
Indikator ini untuk memonitor komitmen dan kemampuan program dalam pemberian pengobatan pencegahan dengan kotrimoksazol (PPK) kepada pasien TB yang terinfeksi HIV. Idealnya, angka ini harus 100%.
16
Modul G- Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di Sarana Pelayanan Kesehatan
Indikator C.5. Proporsi pasien TB dengan HIV positif yang dirujuk ke PDP selama pengobatan TB Numerator
Jumlah pasien TB dengan HIV positif yang terdaftar pada periode waktu tertentu, yang dirujuk ke layanan PDP selama pengobatan TB Sumber data: - TB01 - TB03 UPK - Ikhtisar perawatan HIV - Register pra ART Contoh: Jumlah pasien TB dengan HIV positif terdaftar dalam triwulan 2 thn 2007 yang dirujuk ke layanan PDP adalah 22 pasien
Denominator
Jumlah pasien TB dengan HIV positif yang terdaftar dalam periode waktu yang sama Sumber data: - TB01 - TB03 UPK - Ikhtisar perawatan HIV - Register pra ART Contoh: Jumlah seluruh pasien TB dengan HIV positif terdaftar dalam triwulan 2 thn 2007 adalah 25 pasien.
Rumus perhitungan indikator
Numerator dibagi denominator dikali 100%. Dari contoh tersebut diatas, hasil perhitungan indikator tersebut adalah = 22 : 25 x 100% = 88%.
Frekuensi perhitungan
Perhitungan indikator dilakukan setiap triwulan. Indikator ini dihitung dan dilapor bersamaan dengan waktu pelaporan dari laporan triwulan TB-08 (Laporan hasil pengobatan TB).
Penanggungjawab
Petugas TB di setiap tingkat bekerjasama dengan petugas HIV/AIDS
Kegunaan dan penilaian
Indikator ini adalah indikator proses untuk mengukur komitmen dan kemampuan layanan TB untuk meyakinkan pasien TB dengan HIV positif yang mampu mengakses layanan perawatan, dukungan dan pengobatan (PDP) yang ada. Idealnya, angka ini harus 100%.
17
Modul G- Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di Sarana Pelayanan Kesehatan
Indikator C.6 Proporsi Proporsi pasien TB dengan HIV positif yang mendapat ART selama pengobatan TB Numerator
Jumlah pasien TB dengan HIV positif yang terdaftar selama periode waktu tertentu yang menerima pengobatan ARV ( baru memulai atau melanjutkan pengobatan ARV selanjutnya) Sumber data: - TB01 - TB03 UPK - Ikhtisar perawatan HIV - Register ART Contoh: Jumlah pasien TB dengan HIV positif terdaftar dalam triwulan 2 thn 2007 yang menerima pengobatan ARV adalah 20 pasien
Denominator
Jumlah pasien TB dengan HIV positif yang terdaftar pada periode waktu yang sama. Sumber data: - TB01 - TB03 UPK - Ikhtisar perawatan HIV - Register ART Contoh: Jumlah seluruh pasien TB dengan HIV positif terdaftar dalam triwulan 2 thn 2007 adalah 25 pasien.
Rumus perhitungan indikator
Numerator dibagi denominator dikali 100%. Dari contoh tersebut diatas, hasil perhitungan indikator tersebut adalah = 20 : 25 x 100% = 80%.
Frekuensi perhitungan
Perhitungan indikator dilakukan setiap triwulan. Indikator ini dihitung dan dilapor bersamaan dengan waktu pelaporan dari laporan triwulan TB-08 (Laporan hasil pengobatan TB).
Penanggungjawab
Petugas TB di setiap tingkat bekerjasama dengan petugas HIV/AIDS
Kegunaan dan penilaian
Untuk mengukur komitmen dan kemampuan layanan TB untuk meyakinkan pasien TB dengan HIV positif agar dapat dengan mudah mengakses pengobatan ARV.
18
Modul G- Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di Sarana Pelayanan Kesehatan
Indikator D.1 Angka Konversi Pasien TB (Conversion Rate) Numerator
Jumlah pasien baru TB Paru BTA positif yang terdaftar dalam suatu triwulan tertentu dan mengalami konversi Sumber data: - TB01 - TB03 UPK Contoh: Jumlah pasien baru TB Paru BTA positif yang terdaftar pada triwulan 3 tahun 2007 dan mengalami konversi adalah 21 pasien
Denominator
Jumlah seluruh pasien baru TB Paru BTA positif yang terdaftar untuk pengobatan dengan OAT pada triwulan yang sama. Sumber data: - TB01 - TB03 UPK Contoh: Jumlah seluruh pasien baru TB Paru BTA positif yang terdaftar triwulan 3 thn 2007 adalah 25 pasien.
Rumus perhitungan indikator
Numerator dibagi denominator dikali 100%. Dari contoh tersebut diatas, hasil perhitungan indikator tersebut adalah = 21 : 25 x 100% = 84%.
Frekuensi perhitungan
Perhitungan indikator dilakukan setiap triwulan. Di sarana pelayanan kesehatan, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB-01 dengan cara mereview seluruh kartu pasien baru BTA positif yang mulai berobat dalam 3 – 6 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya yang hasil pemeriksaan dahak setelah selesai pengobatan tahap intensif (2 bulan) hasilnya sudah BTA negatif (sudah terjadi konversi).
Penanggungjawab
Petugas di setiap tingkat mulai dari sarana pelayanan kesehatan yang memberi layanan pengobatan TB, misalnya sarana pelayanan kesehatan DOTS atau klinik PDP yang memberi layanan pengobatan TB.
Kegunaan dan penilaian
Indikator ini berguna untuk mengetahui secara cepat hasil pengobatan dan untuk mengetahui apakah pengawasan langsung menelan obat dilakukan dengan benar. Angka minimal yang harus dicapai adalah 80%.
19
Modul G- Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di Sarana Pelayanan Kesehatan
Indikator D.2 Angka Kesembuhan Pasien TB (Cure Rate) Numerator
Jumlah pasien baru TB Paru BTA positif yang terdaftar dalam suatu triwulan tertentu dan dinyatakan sembuh. Sumber data: - TB01 - TB03 UPK Contoh: Jumlah pasien baru TB Paru BTA positif yang terdaftar pada triwulan 1 tahun 2007 dan sembuh adalah 22 pasien
Denominator
Jumlah seluruh pasien baru TB Paru BTA positif yang terdaftar untuk pengobatan dengan OAT pada triwulan yang sama. Sumber data: - TB01 - TB03 UPK Contoh: Jumlah seluruh pasien baru TB Paru BTA positif yang terdaftar triwulan 1 thn 2007 adalah 25 pasien.
Rumus perhitungan indikator
Numerator dibagi denominator dikali 100%. Dari contoh tersebut diatas, hasil perhitungan indikator tersebut adalah = 22 : 25 x 100% = 88%. Indikator angka kesembuhan ini perlu juga dihitung secara tersendiri untuk pasien BTA positif pengobatan ulang (pasien yang diobati dengan kategori-2).
Frekuensi perhitungan
Perhitungan indikator dilakukan setiap triwulan. Di sarana pelayanan kesehatan, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB-01 dengan cara mereview seluruh kartu pasien baru BTA positif yang mulai berobat dalam 9 – 12 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya pasien yang sembuh setelah selesai pengobatan.
Penanggungjawab
Petugas di setiap tingkat mulai dari sarana pelayanan kesehatan yang memberi layanan pengobatan TB, misalnya sarana pelayanan kesehatan DOTS atau klinik PDP yang memberi layanan pengobatan TB.
Kegunaan dan penilaian
Indikator ini berguna untuk mengetahui bagaimana hasil pengobatan. Angka kesembuhan yang harus dicapai minimal adalah 85%. Bila angka kesembuhan ini kurang dari 85% maka angka hasil pengobatan lainnya (yaitu pengobatan lengkap, meninggal, gagal, default dan pindah) perlu diteliti. Angka default tidak boleh lebih dari 10%, angka gagal tidak boleh lebih dari 4% untuk daerah yang belum ada masalah resistensi obat dan tidak boleh lebih besar dari 10% untuk daerah yang sudah ada masalah resistensi obat.
20
Modul G- Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di Sarana Pelayanan Kesehatan
Indikator D.3 Angka Keberhasilan Pengobatan Pasien TB (Success Rate) Numerator
Jumlah pasien baru TB Paru BTA positif yang terdaftar dalam suatu triwulan tertentu dan menyelesaikan pengobatannya (pasien yang sembuh + pasien yang pengobatan lengkap) Sumber data: - TB01 - TB03 UPK Contoh: Jumlah pasien baru TB Paru BTA positif yang terdaftar pada triwulan 1 tahun 2007 yang sembuh = 22 pasien; yang pengobatan lengkap = 1 pasien. Jumlah pasien yang menyelesaikan pengobatannya adalah 22 + 1 = 23 pasien.
Denominator
Jumlah seluruh pasien baru TB Paru BTA positif yang terdaftar untuk pengobatan dengan OAT pada triwulan yang sama. Sumber data: - TB01 - TB03 UPK Contoh: Jumlah seluruh pasien baru TB Paru BTA positif yang terdaftar triwulan 1 thn 2007 adalah 25 pasien.
Rumus perhitungan indikator
Numerator dibagi denominator dikali 100%. Dari contoh tersebut diatas, hasil perhitungan indikator tersebut adalah = (22 + 1) : 25 x 100% = 92%. Jadi, angka keberhasilan pengobatan merupakan penjumlahan dari angka kesembuhan dan angka pengobatan lengkap. Indikator angka keberhasilan pengobatan (success rate) ini perlu juga dihitung secara tersendiri untuk pasien BTA positif pengobatan ulang (pasien yang diobati dengan kategori-2).
Frekuensi perhitungan
Perhitungan indikator dilakukan setiap triwulan. Di sarana pelayanan kesehatan, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB-01 dengan cara mereview seluruh kartu pasien baru BTA positif yang mulai berobat dalam 9 – 12 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya pasien yang menyelesaikan pengobatannya (sembuh + pengobatan lengkap)..
Penanggungjawab
Petugas di setiap tingkat mulai dari sarana pelayanan kesehatan yang memberi layanan pengobatan TB, misalnya sarana pelayanan kesehatan DOTS atau klinik PDP yang memberi layanan pengobatan TB.
Kegunaan dan penilaian
Indikator ini berguna untuk mengetahui bagaimana case holding pasien TB yang diobati di suatu sarana pelayanan kesehatan. Angka keberhasilan pengobatan minimal harus 85%.
21
Modul G- Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di Sarana Pelayanan Kesehatan
LATIHAN SOAL 1. Apa maksud (apa gunanya) kegiatan monitoring (pemantauan)? Jawab: ....................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... 2. Apa maksud (apa gunanya) kegiatan evaluasi? Jawab: ....................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... 3. Apa yang merupakan salah satu komponen penting dari M&E? Jawab: ....................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... 4. Yang dimaksud dengan: a. TB-01 adalah ......................................................................... b. TB-03 adalah ......................................................................... c. TB-05 adalah ......................................................................... d. TB-06 adalah ......................................................................... e. TB-09 adalah ......................................................................... 5. Bila seorang pasien TB yang mempunyai resiko tinggi untuk HIV dirujuk dari unit DOTS ke klinik KTS, ternyata hasil test HIV positif. Selanjutnya pasien dirujuk ke klinik PDP. Jelaskan bagaimana alur pencatatan dari pasien tersebut (dalam rangka kolaborasi TB-HIV).
22
Modul G- Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di Sarana Pelayanan Kesehatan
Jawab: ....................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... 6. Jika anda bekerja di klinik KTS, indikator-indikator apa yang perlu anda pantau sehubungan dengan kolaborasi TB-HIV? Jawab: (hanya dijawab oleh peserta latih yang bertugas di klinik PDP) ....................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... SOAL BERIKUT HANYA DIKERJAKAN OLEH PESERTA LATIH YANG BERTUGAS DI KLINIK PDP. 7. Jika anda bekerja di klinik PDP, indikator-indikator apa yang perlu anda pantau sehubungan dengan kolaborasi TB-HIV? Jawab: (hanya dijawab oleh peserta latih yang bertugas di klinik PDP) ....................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... 8. Jika penghitungan indikator hasil pengobatan TB pada suatu klinik PDP adalah sebagai berikut: a. angka kesembuhan 75% b. angka pengobatan lengkap 11% c. angka default 3% d. angka meninggal 5% e. angka gagal 3% f. angka pindah 3% g. Berikan penilaian anda atas hasil pengobatan yang dicapai klinik PDP tersebut, jelaskan penilaian anda tersebut. Jawab: (hanya dijawab oleh peserta latih yang bertugas di klinik PDP) ....................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... .......................................................................................................................................
23
Modul G- Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di Sarana Pelayanan Kesehatan
D. Surveilans HIV di antara Pasien TB Salah satu bentuk mekanisme kolaborasi TB-HIV adalah melaksanakan surveilans HIV di antara pasien TB. Yang dimaksud dengan surveilans adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari pengumpulan data penyakit secara sistematik, lalu dilakukan analisis dan interpretasi data, kemudian hasil analisis didesiminasi untuk kepentingan tindakan kesehatan masyarakat dalam upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian serta untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Mengingat bahwa HIV akan memberikan dampak besar terhadap upaya penanggulangan TB, dan TB merupakan penyebab kematian utama pada ODHA, maka surveilans HIV di antara pasien TB sangat penting untuk dilaksanakan. Surveilans HIV di antara pasien TB bermaksud untuk mengukur prevalensi infeksi HIV di antara pasien TB. Prevalansi HIV diantara pasien TB merupakan indikator yang sensitif dari penyebaran HIV ke populasi umum. Informasi banyaknya HIV diantara pasien TB sangatlah penting dalam upaya untuk meningkatkan komitmen pelayanan secara komprehensif (terpadu) dari PDP pada ODHA dengan TB. Ada 3 macam metode surveilans HIV di antara pasien TB, yaitu:
1. Surveilans berdasarkan data rutin. Surveilans ini dilaksanakan dengan menggunakan data layanan KTS rutin yang dilakukan pada pasien TB. Data dari hasil layanan ini merupakan sistim terbaik (mudah dan murah) untuk memperoleh informasi tentang prevalensi HIV diantara pasien TB, meskipun kemungkinan terjadinya bias cukup besar, misalnya jika pasien TB yang kemungkinan terinfeksi HIV menolak untuk di tes. Jika jumlah pasien yang menolak untuk di tes HIV cukup besar maka surveilans berdasar data rutin ini interpretasinya kurang akurat. Data surveilans ini dapat dipercaya bila lebih 80% dari semua pasien TB ditest HIV nya. Oleh karena itu, metode surveilans ini lebih cocok dilaksanakan di daerah-daerah dengan epidemi HIV yang meluas (Generalized epidemic) karena di daerah-daerah tersebut semua pasien TB dianjurkan untuk ditest HIV nya. Surveilans berdasarkan data rutin ini tidak memerlukan biaya khusus tapi mutlak memerlukan suatu mekanisme kolaborasi TB-HIV sehingga memungkinkan program TB dan program HIV/AIDS saling memberikan informasi yang diperlukan. Hasil surveilans berdasarkan data rutin ini perlu dikalibrasi dengan hasil dari survei periodik atau survei sentinel.
24
Modul G- Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di Sarana Pelayanan Kesehatan
2. Survei periodik (survei khusus). Survei ini merupakan survei sero-prevalensi HIV yang cross-sectional pada sekelompok pasien TB yang dianggap dapat mewakili suatu wilayah/daerah tertentu. Untuk itu, perhitungan sampel dari survei ini harus dilakukan secara tepat untuk menghindari bias. Survei ini memerlukan biaya yang cukup mahal dan termasuk cukup sulit untuk melaksanakannya.. Hasil survei ini dapat digunakan untuk mengkalibrasi hasil surveilans berdasar data rutin.
3. Survei sentinel. Merupakan surveilans HIV di antara pasien TB sebagai kelompok sentinel. Survei sentinel ini dilaksanakan pada tempat-tempat (sarana pelayanan kesehatan) tertentu yang terpilih karena dianggap dapat mewakili populasi yang lebih besar. Penting diperhatikan bahwa survei sentinel ini perlu dilakukan setiap tahun dengan mematuhi prinsip-prinsip sentinel, yaitu harus dilakukan pada tempat, waktu dan metode yang sama. Survei sentinel ini memerlukan biaya yang tidak terlalu mahal dan relatif mudah dilaksanakan. Hasil sentinel surveilans ini dapat digunakan untuk mengkalibrasi hasil surveilans berdasar data rutin. Disamping itu juga sangat berguna untuk melihat kecenderungan (trend) prevalensi HIV pada pasien TB. Pemilihan metode surveilans yang akan dilaksanakan disuatu daerah/wilayah tergantung pada tingkat epidemi HIV di daerah tersebut, situasi TB secara keseluruhan dan sumber daya (dana dan keahlian) yang tersedia. Tabel 1 di bawah ini menjelaskan bagaimana memilih metode surveilans HIV diantara pasien TB pada suatu daerah.
25
Modul G- Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di Sarana Pelayanan Kesehatan
Tabel 3: Pemilihan metode surveilans Kriteria
Metode Surveilans yang dianjurkan
I. Keadaan epidemi HIV MELUAS (Generalized)
Surveilans berdasarkan data rutin dari hasil tes HIV pada pasien tuberkulosis. DAN Survei sentinel atau survei periodik (khusus) untuk mengkalibrasi data dari test HIV rutin.
II. Keadaan epidemi HIV TERKONSENTRASI (Concentrated)
Surveilans berdasarkan data rutin dari hasil tes HIV pada pasien tuberkulosis. ATAU Survei sentinel atau survei periodik (khusus) didaerah yang tingkat HIV belum diketahui (data rutin belum ada). Survei ini dapat dipakai untuk mengkalibrasi data surveilans berdasarkan data rutin.
III. Keadaan epidemi HIV RENDAH (Low Level)
Survei sentinel atau periodik (khusus)
26
Modul G- Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di Sarana Pelayanan Kesehatan
BUKU RUJUKAN: 1. Pedoman Nasional Kebijakan Kolaborasi TB-HIV, Departemen Kesehatan RI, Edisi Pertama, 2007 (dalam proses pencetakan). 2. Pedoman Manajemen Kolaborasi TB-HIV, Departemen Kesehatan RI, Edisi Pertama, 2008 (dalam proses pencetakan). 3. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Edisi 2 Cetakan 1, 2007. 4. Interim policy in collaborative TB-HIV activities, World Health Organization, 2004. 5. Guidelines for Implementing Collaborative TB and HIV Programmes Activities Stop TB Partnership Working Group on TB-HIV, World Health Organization, 2004. 6. A guide to monitoring and evaluation for collaborative TB/HIV activities, World Health Organization, Geneva, 2004. 7. Guidelines for HIV surveillance among tuberculosis patients, Second edition, World Health Organization, Geneva, 2004.
27