KOALISI MASYARAKAT UNTUK KESEHATAN Usulan Untuk Amendemen UUD 45 dan GBHN Hak Terhadap Pelayanan Kesehatan1 Prolog Beberapa tahun lalu seorang ibu mengalami kecelakaan di Lampung, namun sesampainya di rumah sakit keluarganya diminta membayar uang muka sebesar Rp 5 juta rupiah. Karena keluarganya tidak memiliki uang sebanyak itu, perawatan terpaksa urung. Dalam perjalan mencari pengobatan di tempat lain, ia meninggal dunia. Beberapa tahun yang lalu di Jakarta, Inspektur Jenderal Depkes harus meninggal dunia karena serangan jantung dan sopir yang membawanya ke rumah sakit tidak mampu meyakinkan petugas bahwa si pasien adalah pejabat tinggi di Depkes dan sopir tersebut tidak membawa uang jaminan. Bapak Inspektur mungkin tidak perlu meninggal saat itu, jika saja petugas menangani pasien tanpa harus menunggu jaminan atau persyaratan administrasi. Beberapa tahun yang lalu, seorang anak pegawai negeri yang menderita gagal ginjal bertanya kepada dokter yang mencuci darahnya. “Apakah bulan depan ia bisa mencuci darah lagi”. Pertanyaan itu disampaikan karena ia menayadari bahwa jaminan Askesnya akan habis bulan depan, karena batas usianya. Sang dokter mengangguk getir, karena ia tahu bahwa jika tidak ada lagi jaminan dan tidak ada bantuan dana, anak tersebut akan meninggal bulan depan. Beberapa waktu yang lalu di Sulawesi Utara, seorang ibu terpaksa menjual pakaiannya untuk mengobati anaknya ke sebuah puskesmas. Anak tersebut ternyata harus dirawat di rumah sakit. Sang ibupun membawa anaknya ke sebuah rumah sakit, namun ia harus membayar uang muka Rp 40.000, sementara uang hasil jual pakaiannya hanya tersisa Rp 4.000. Ia pun terpaksa membawa kembali anaknya untuk mencari uang tambahan. Ajal 1
Disampaikan kepada DPR PAH 1, Sidang Umum MPR Agustus 1999
memang datang tak terduga, anak tersebut meninggal sebelum bisa kembali ke rumah sakit. Setelah sang anak meninggal, ibunya memang mendapat cukup banyak uang selawat. Sayang uang itu datang satu hari terlambat. Apalah artinya uang itu sekarang, tangis sang ibu! Semua kejadian diatas tidak perlu terjadi, jika semua petugas kesehatan diikat
kesadaran
bahwa
tidak
memberikan
pelayanan
kesehatan
yang
dibutuhkan merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Semua itu dapat dicegah
jika
saja
undang-undang
kita
mengakui
hak
hidup
sehat
penduduknya. Ribuan bahkan ratusan ribu penduduk setiap tahun terpaksa terebut hak hidupnya karena ia tidak memiliki uang atau tidak sedang membawa uang!! Tidakkah ada hak untuk hidup bagi yang sedang tidak memiliki uang? Di Ambon, Aceh, Jakarta, dan Dili hanya ratusan orang yang hak hidupnya dirampas karena perbedaan pendapat/pandangan politik. Di seluruh tanah air, ratusan ribu orang dirampas hak hidupnya karena tidak memiliki uang. Namun tidak banyak yang peduli! Bukankah kematian mereka itu disebabkan karena kelalaian negara (state neglect) untuk mengakui hak penduduk terhadap pelayanan kesehatan dan hak untuk hidup? Di seluruh dunia, semua negara mengusahakan cakupan universal pelayanan
kesehatan.
kesehatannya
Semua
manakala
mereka
penduduk
harus
membutuhkan,
terjamin
terlepas
pelayanan
dari
kondisi
ekonominya!! Itu semua dapat terjadi, karena pelayanan kesehatan diperlakukan
sebagai
Hak
Asasi
penduduk.
Di
Indonesia,
pelayanan
kesehatan bahkan dinilai sebagai bukan kebutuhan pokok. Peran minyak goreng dianggap lebih penting daripada pelayanan kesehatan dalam kehidupan penduduk Indonesia. Pelayanan kesehatan dianggap sebagai urusan penduduk. Bahkan banyak pemerintah daerah yang menjadikannya sumber penghasilan! Sulit dipercaya bahwa hal itu terjadi di negeri yang mengaku berasas Pancasila dan mengklaim kehidupan beragama, keadilan sosial, dan prikemanusiaan sebagai falsafah hidupnya. Kita perlu menghentikan salah kaprah perlakuan terhadap pelayanan kesehatan ini. Untuk itulah, Koalisi Masyarakat Untuk Kesehatan meminta agar Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan bahwa Setiap Penduduk
2
Berhak Mendapatkan Pelayanan Kesehatan yang dibutuhkan. Hak ini harus ditetapkan sebagai salah satu hak penduduk dalam UUD 45 yang diamendir. Selanjutnya, di dalam memperoleh hak kesehatannya, masyarakat harus dijamin haknya untuk keamanan dan keselamatan, informasi, mendapatkan ganti rugi, dan hak untuk didengar.
3
Pernyataan Bersama Kami Koalisi Masyarakat Untuk Kesehatan menimbang bahwa: 1. Pelayanan kesehatan merupakan kebutuhan Mutlak penduduk yang tidak dapat dihindari dan tidak dapat direncanakan. 2. Pelayanan kesehatan dapat membuat penduduk bangkrut karena mahalnya biaya pelayanan. 3. Bahwa setiap tahun Indonesia kehilangan milyaran hari produktif karena penduduk yang sakit atau tidak mendapatkan pengobatan yang diperlukan. 4. Bahwa hampir semua negara telah menjadikan pelayanan kesehatan sebagai kebutuhan pokok dan hak bagi setiap penduduk, dan karenanya negara menjamin akses pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk 5. Bahwa pemerintah dan masyarakat dapat mencegah milyaran hari produktif yang hilang karena sakit atau kematian dini Selanjutnya, kami menuntut agar Majelis Permusyaratan Rakyat, Republik Indonesia menambahkan dalam amendemen Undang-undang Dasar 1945 suatu pasal yang menjadikan pelayanan kesehatan sebagai hak setiap penduduk. Secara spesifik, kami menuntut agar dalam pasal 35 di bawah Bab Kesejahteraan Sosial dicantumkan kalimat: UUD 45 …. Pendahuluan ……. Pasal 35 Setiap penduduk berhak atas pelayanan kesehatan dan gizi yang cukup. Pemerintah dan masyarakat wajib membiayai pelayanan kesehatan dengan memperhatikan prinsip keadilan sosial.
4
USULAN UNTUK GBHN Pelayanan Kesehatan Harus dinilai Sebagai Investasi Sumber Daya Manusia Pemerintah harus memberikan perhatian yang lebih besar terhadap pelayanan kesehatan dengan menaikan proporsi anggaran kesehatan terhadap total APBN paling tidak sebanyak 5 (lima) persen dari anggaran yang selama ini hanya 2-3% saja. Selanjutnya, kami meminta Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, 14-20 Oktober 1999 menetapkan Garis-garis Besar Haluan
Negara
yang
mencantumkan
langkah-langkah
persiapan
untuk
menyediakan landasan hukum yang kuat bagi terwujudnya Pelayanan Kesehatan bagi Seluruh Penduduk di tahun 2025. Lebih lanjut, kami mengusulkan beberapa paragraf GBHN bidang kesehatan sebagai berikut:
Rancangan GBHN 1999, sektor Kesehatan 1. Bahwa kesehatan merupakan unsur penting bagi pembangunan ekonomi dan produktifitas sumber daya manusia Indonesia. Oleh karenanya, pembangunan yang diarahkan untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat dan pencegahan berbagai penyakit akut dan kronis merupakan prioritas pembangunan yang lebih penting dengan pembangunan ekonomi dan infrastruktur lainnya. Pembangunan
sektor
kesehatan
bersama-sama
dengan
pembangunan sektor pendidikan diarahkan untuk pembangunan sumber daya manusia yang terampil dan bermutu tinggi sebagai modal tahan lama (durable capital) 2. Bahwa
kemajuan
meningkatkan
teknologi,
kebutuhan
urbanisasi,
masyarakat
industrialisasi,
modern
di
dunia
dan telah
menyebabkan kerusakan berbagai lingkungan fisik, biologis, dan sosial-psikologis penduduk
yang
Indonesia.
berdampak Oleh
negatif
karenanya,
terhadap
pembangunan
kesehatan berbagai
infrastuktur fisik dan sosial dilakukan dengan memaksimalkan
5
kesehatan masyarat dan meminimalkan dampak pembangunan tersebut terhadap kesehatan masyarakat. 3. Untuk menjamin seluruh penduduk mendapakan akses kepada pelayanan kesehatan yang dibutuhkan sebagai hak warga negara, pemerintah perlu mempersiapkan berbagai perundang-undangan dan
peraturan-peraturan
penduduk
mendapatkan
lainnya. akses
Dalam
terhadap
menjamin
pelayanan
seluruh
kesehatan,
pemerintah bekerja sama dengan swasta dan masyarakat pada umumnya mengembangkan sistem yang menjamin pemerataan pelayanan kesehatan yang bermutu dan efisien. Prinsip keadilan, dimana pelayanan kesehatan harus dapat diterima oleh penduduk sesuai dengan kebutuhan medisnya dan tidak tergantung pada kemampuannya membiayai pelayanan kesehatan tersebut, harus menjadi landasan utama sistem pemeliharaan kesehatan. 4. Untuk
menunjang
tercapainya
tujuan
pemerataan
pelayanan
kesehatan bagi seluruh penduduk, perlu dipersiapkan sumber daya tenaga kesehatan yang profesional, bermutu tinggi, dan berdedikasi tinggi
dengan
tetap
menjunjung
tinggi
etika
profesi
dan
mendahulukan kepentingan kesehatan masyarakat. 5. Pemerintah
bersama-sama
dengan
masyarakat
mengusahakan
tersedianya pembiayaan kesehatan yang memadai, berdasarkan prinsip keadilan sosial. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bekerja secara optimal untuk menjamin tercapainya pemerataan pelayanan kesehatan dengan manajemen desentralisasi. Kemampuan manajemen di tingkat pusat, daerah, maupun institusi harus terus ditingkatkan guna mempercepat pencapaian pelayanan kesehatan untuk seluruh penduduk di tahun 2025. Jakarta, 13 Oktober 1999 Untuk Koalisi Masyarakat Untuk Kesehatan. Merdias Almatsier, Hasbullah Thabrany, dan Marius Widjajakarta
6