KLAUSULA BANK (BANKER’S CLAUSE) DALAM MITIGASI RISIKO KREDIT PERBANKAN SEBAGAI UPAYA PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN (PRUDENTIAL BANKING) Oleh: Johannes Ibrahim Kosasih
Abstract
One of intermediation function for bank financial institution is distribute credit to people. Credit is an activity to give a benefit for sustainability of bank so many effort taken in order to avoid any problematic credit (Non-Performing Loan) which could harm a bank. Risk mitigation is an effort to optimize performance of bank although it is hard to avoid problematic credit in term of macro or micro. Bank as a intermediation body, minimalize risk by arranging banker’s clause against debtor with aim to eliminate risk for third party. In this case, assurance companies act as insurer of compensation for all credit risk. Compensation diverted to bank in order to decrease ban risk and calculated with debit residue of loan from debtor. Keywords: Banker’ Clause, risk mitigation of credit, prudential banking principle.
PENDAHULUAN
Prudential Banking merupakan prinsip dalam mengelola bank secara seksama agar terhindar dari berbagai risiko kredit. Berbagai prosedur pemberian kredit tidak luput dari terhindarnya risiko kredit macet atau dikenal dengan Non Performing Loan (NPL). Dalam manajemen kredit, agunan atau collateral merupakan langkah terakhir saat kredit tidak dapat diselamatkan lagi. Untuk mengantisipasi risiko kredit, agunan yang diserahkan pada bank umumnya ditutup dengan asuransi. Bank mensyaratkan adanya klausula Banker’s Clause, klausula ini merupakan hal yang prinsip dilakukan debitur
sebelum kredit dipergunakan oleh debitur walaupun berbagai persyaratan telah dipenuhi. Klausula Banker’s Clause ini merupakan persoalan hukum pada saat santunan asuransi dicairkan oleh pihak penanggung, dalam hal ini perusahaan asuransi terhadap pihak bank sedangkan di sisi lain debitur terlilit masalah kredit macet. RISIKO KREDIT DALAM PENYALURAN KREDIT BANK
Kredit berasal dari bahasa Romawi credere yang berarti percaya atau credo atau creditum yang berarti saya percaya. Seseorang yang mendapatkan kredit adalah seseorang 34
yang telah mendapat kepercayaan dari kreditur. Black’s Law Dictionary memberi pengertian bahwa kredit adalah:
tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Pasal 1 butir 11, kredit adalah: “Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.
“The ability of a business man to borrow money, or obtain goods on time, inconsequence of the favourable opinion held by the particular lender, as to his solvency and reliability”. 1
Pengertian Kredit menurut Collins Dictionary Law adalah: “1. to put money into a person’s account; in contrast to debit which is the taking of money from an account. 2. A period given to someone before he has to make payment. 3. In the law of evidence, credit is synonymous with credibility; objections that were formely sufficient to make a witness incompetent are now, in general, only available as affecting his credit or worthiness to be believed”.2
Dari Kamus Hukum Ekonomi adalah: “Kecakapan atau kelaikan seseorang atau suatu perusahaan untuk mendapatkan pinjaman uang; penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat disamakan dengan itu berdasarkan perjanjian pinjam meminjam antara kreditur dengan debitur”.3
Pengertian kredit yang diberikan oleh Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Henry Black Campbell., Black’s Law Dictionary, Sixth Edition. St. Paul Minn: West Publishing Co, 1990, hlm.367. 2 W.J. Steward and Robert Burgess. Collin Dictionary Law. Sidney: Harper Collins Publisher, 1996, hlm.108. 3 A.F. Elly Erawaty dan J.S. Badudu. Kamus Hukum Ekonomi. Jakarta: ELIPS, 1996, hlm. 27. 1
Sedangkan pengertian pembiayaan dalam Pasal 1 butir 12 adalah: “Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil”.
Dari pengertian di atas, terdapat beberapa hal yang patut untuk diperhatikan: Pertama, kredit atau pembiayaan4 dapat berupa uang atau tagihan yang nilainya diukur 4
Johannes Ibrahim. Mengupas Tuntas Kredit Komersial dan Konsumtif Dalam Perjanjian Kredit Bank. Bandung: Mandar Maju, 2004, hlm. 11, menjelaskan Unsur-unsur kredit atau pembiayaan sebagai berikut: a. “Kepercayaan, yaitu: adanya keyakinan dari pihak bank atas prestasi yang diberikannya kepada debitur yang akan dilunasinya sesuai jangka waktu yang diperjanjikan; b. Waktu, yaitu: adanya jangka waktu tertentu antara pemberian kredit dan pelunasannya di mana jangka waktu tersebut sebelumnya terlebih dahulu telah disepakati bersama antara pihak bank dan debitur; c. Prestasi, yaitu adanya objek tertentu berupa prestasi dan kontra prestasi pada saat tercapainya persetujuan atau kesepakatan perjanjian pemberian kredit antara bank dan debitur berupa uang dan bunga atau imbalan;
35
dengan uang, misalnya bank memberikan kredit untuk pembelian rumah atau mobil. Kedua, adanya kesepakatan antara bank atau kreditur dengan penerima kredit atau debitur, yang dituangkan dalam suatu perjanjian atau akad kredit, di mana tercakup hak dan kewajiban masing-masing pihak. Ketiga, adanya perbedaan antara kredit yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional dengan pembiayaan yang diberikan oleh bank berdasarkan prinsip syariah. Bagi bank berdasarkan prinsip konvensional keuntungan yang diperoleh melalui bunga sedangkan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah berupa imbalan atau bagi hasil. Penyaluran kredit bank tidak terlepas dari berbagai risiko5. Undang-undang Nomor 10 d.
Risiko yaitu adanya risiko yang mungkin terjadi selama jangka waktu antara pemberian dan pelunasan kredit tersebut, sehingga untuk mengamankan pemberian kredit dan menutup kemungkinan terjadinya wan prestasi dari debitur, maka diadakan pengikatan jaminan atau agunan.” 5 Ibid., hlm. 16 sampai dengan 19, menjelaskan bahwa Di dalam pemberian kredit oleh suatu bank, sebelumnya dilakukan penilaian atas permohonan kredit tersebut. Maksud penilaian terhadap permohonan kredit itu, pertama untuk meletakkan kepercayaan dan kedua untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari bila kredit ternyata disetujui untuk diberikan. Dengan penilaian kredit ini diharapkan pemberian kredit ini tidak berdampak bagi kegagalan usaha debitur atau kemacetan kreditnya. Prinsip-prinsip yang digunakan dalam penilaian kredit terdiri atas: 1. Prinsip 5 C: terdiri atas watak (character), modal (capital), kemampuan (capacity), kondisi ekonomi (condition of economic) dan jaminan (collateral). 2. Prinsip 5 P terdiri atas penggolongan peminjam (party), tujuan (purpose), sumber pembayaran (payment), kemampuan memperoleh laba (profitability) dan perlindungan (protection).
Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undangundang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dalam Pasal 29 ayat (3) berbunyi: “Dalam memberikan Kredit atau Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank”. Sedangkan Undang-undang Nomor: 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dalam Pasal 5, 6 dan 8 mengatur tentang tugas pengaturan dan pengawasan sebagai berikut: Pasal 5: “ Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menyampaikan informasi yang terkini dan mudah diakses kepada Konsumen tentang produk dan/atau layanan.” Pasal 6: (1)“Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menyampaikan informasi kepada Konsumen tentang penerimaan, penundaan atau penolakan permohonan produk dan/atau layanan. (2)Dalam hal Pelaku Usaha Jasa Keuangan menyampaikan informasi tentang penundaan atau penolakan permohonan produk dan/atau layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menyampaikan alasan penundaan atau penolakannya kecuali diatur lain oleh peraturan perundang-undangan”. 3.
Prinsip 3 R terdiri atas hasil yang dicapai (returns atau returning), pembayaran kembali (repayment) dan kemampuan untuk menanggung risiko (risk bearing ability).
36
Ketentuan di atas menjelaskan penerapan prinsip Prudential Banking merupakan hal yang patut dikedepankan oleh pelaku bisnis bank6, dalam mengantisipasi persyaratan-persyaratan yang belum dipenuhi debitur, khususnya dalam pencairan kredit. Bank memberikan penjelasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor: 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selain itu pula dalam pemberian kredit yang melampaui ambang batas yang dipersyaratkan7dalam upaya menghindari segala bentuk risiko yang terjadi dari awal kredit diberikan hingga diselesaikannya. 6
Pelaku bisnis patut memberikan informasi mengenai produk dan layanan dalam rangka memberikan perlindungan hokum terhadap konsumen sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor:1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan, dalam Pasal 4 berbunyi: (1) Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menyediakan dan/atau menyampaikan informasi mengenai produk dan/atau layanan yang akurat, jujur, jelas, dan tidak menyesatkan. (2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam dokumen atau sarana lain yang dapat digunakan sebagai alat bukti. (3) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib: a. disampaikan pada saat memberikan penjelasan kepada Konsumen mengenai hak dan kewajibannya; b. disampaikan pada saat membuat perjanjian dengan Konsumen; dan c. dimuat pada saat disampaikan melalui berbagai media antara lain melalui iklan di media cetak atau elektronik. 7 Bank Indonesia menerapkan prinsip Batas Maksimum Pemberian Kedit (BMPK) sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor : 8/ 13/PBI/ 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/3/PBI/2005 Tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum dan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 11/13/PBI/2009 tanggal 17 April 2009 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Perkreditan Rakyat.
Risiko kredit 8harus dikelola dengan manajemen risiko dimana Bank menggunakan
berbagai teknik dan kebijakan yang berbeda untuk mengelola risiko kredit dalam upaya meminimalkan kemungkinan atau konsekuensi kehilangan kredit (dikenal sebagai mitigasi risiko kredit). Manajemen Risiko dalam operasional bank meliputi identifikasi risiko, pengukuran dan penilaian, dan tujuannya adalah untuk meminimalkan efek negatif risiko terhadap hasil keuangan dan modal bank. Bank wajib membentuk unit organisasi khusus untuk tujuan manajemen risiko. Salah satu upaya berupa pengalihan risiko ke pihak ketiga, yaitu lembaga asuransi untuk menutup risiko kredit yang berkaitan dengan agunan atau collateral bagi jaminan yang bersifat kebendaan dan usia debitur bagi kredit jangka panjang yang diberikan kepada debitur untuk kredit di sektor perumahan. PERAN ASURANSI KREDIT DALAM MITIGASI RISIKO KREDIT
Asuransi9 merupakan upaya pengalihan risiko yang telah diatur dalam Kitab Undang8
Risiko kredit (bahasa Inggris: Credit risk) adalah suatu risiko kerugian yang disebabkan oleh ketidak mampuan dari debitur atas kewajiban pembayaran utangnya baik utang pokok maupun bunganya ataupun keduanya. 9 Lihat lebih lanjut. Radiks Purba. Memahami Asuransi Di Indonesia. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo, 1995, hlm. 40, menjelaskan bahwa asuransi berasal dari kata assurantie dalam bahasa Belanda, atau assurance dalam bahasa Perancis, atau assurance/insurance dalam bahasa Inggris. Assurance berarti menanggung sesuatu yang pasti terjadi, sedang Insurance berarti menanggung sesuatu yang mungkin atau tidak mungkin terjadi. Istilah insurance digunakan untuk asuransi kerugian
37
Undang Hukum Dagang, dalam Pasal 247 berbunyi: “pertanggungan-pertanggungan itu antara lain dapat mengenai: bahaya kebakaran;bahaya yang mengancam hasilhasil pertanian yang belum dipanen;jiwa; satu orang atau beberapa orang;bahaya laut dan pembudakan;bahaya yang mengancam pengangkutan di daratan, di sungai-sungai, dan diperairan darat.
Mengenai dua macam pertanggungan yang tersebut terakhir, akan diatur di dalam buku yang berikut” Pengaturan mengenai asuransi selanjutnya diatur dalam Pasal 1 angka 1 UndangUndang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, menyebutkan bahwa” “ Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepadatertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.” sedangkan istilah assurance digunakan untuk asuransi jiwa. Di Indonesia istilah asuransi sendiri berasal dari bahasa Belanda yaitu assurantie, selain menggunakan istilah asuransi digunakan juga istilah pertanggungan. Kedua istilah ini berasal dari istilah dalam bahasa Belanda, yaitu assurantie (asuransi) dan verzekering (pertanggungan).
Berdasarkan pengertian asuransi di atas, dalam praktik dapat dikelompokan menjadi: 1. Asuransi Kerugian (loss insurance), dapat diketahui rumusannya :“untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang rnungkin akan diderita oleh tertanggung”. 2. Asuransi jumlah (sum insurance), yang meliputi asuransi jiwa dan asuransi sosial, dapat diketahui dari rumusan: ““untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang 10 dipertanggungkan.” Peran lembaga asuransi di Indonesia, umumnya berkaitan dengan pengelolaan bisnis asuransi yang dilakukannya terdiri atas: Jiwa (Life Insurance), Kerugian (General Insurance), Kesehatan (Health Insurance) dan Pensiun (Retirement Funds). Berdasarkan penjelasan Undang-undang Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian memaparkan 10
Lihat lebih lanjut Rizki Gelar Pangestu. Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Asuransi Pertanian di Indonesia Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Skripsi. Nomor: TA/1087016 PAN/FH S1. Bandung: Universitas Kristen Maranatha, 2014, hlm. 15-16.
38
bahwa asuransi merupakan perjanjian yang dilakukan dua pihak atau lebih di mana di dalam perjanjian tersebut terdapat pengikatan diri antara penanggung dan tertanggung atas dasar premi yang dibayarkan tertanggung kepada penanggung sebagai pengikatan diri bila terjadi sesuatu hal penanggung membayarkan ganti kerugian apabila tertanggung mengalami kerugian di kemudian hari. Asuransi artinya transaksi pertanggungan, yang melibatkan dua pihak, tertanggung dan penanggung, yaitu penanggung menjamin pihak tertanggung, bahwa ia akan mendapat penggantian terhadap suatu kerugian yang mungkin akan dideritanya, sebagai akibat dari suatu peristiwa yang belum tentu akan terjadi atau yang semula belum dapat ditentukan saat akan terjadi atau yang belum dapat ditentukan saat/kapan terjadinya. Sebagai kontra prestasinya tertanggung diwajibkan membayar sejumlah uang kepada si penanggung, yang besarnya sekian prosen dari nilai pertanggungan, yang biasa disebut premi11 Berkaitan dengan mitigasi risiko kredit, bank mengalihkan risiko terhadap lembaga asuransi berkaitan dengan Jiwa (Life Insurance), dan Kerugian (General Insurance). Tujuan bank dalam menutup risiko kredit di atas, tentunya tidak terlepas dari manfaat asuransi dimaksud.
Asuransi kerugian (General Insurance) adalah bentuk perlindungan yang diberikan terhadap kemungkinan kerugian yang terjadi pada harta benda dan juga seluruh aset dari debitur yang dijadikan agunan kepada pihak bank terhadap segala bentuk risiko yang akan terjadi di kemudian hari. Sedangkan asuransi jiwa (life insurance), adalah bentuk perlindungan secara finansial dari pihak penanggung atau perusahaan asuransi, yang diberikan kepada keluarga pihak tertanggung atau pemegang polis. Asuransi jiwa memberikan proteksi untuk keluarga atau orang terdekat ketika suatu hal yang tidak diinginkan terjadi pada diri tertanggung atau debitur. Bank mensyaratkan asuransi jiwa agar dapat melindungi debitur atau keluarganya terhadap kewajiban financial apabila debitur mengalami musibah12.
12
www.mediaartikel.com/5-manfaat-asuransijiwa/Diposting pada 25 Juni 2013 menjelaskan manfaat asuransi jiwa sebagai berikut: 1.
2.
3.
4. 11
Soeisno Djojosoedarso. Prinsip-prinsip Manajemen Risiko Dan Asuransi. Jakarta: Salemba Empat, 1999, hlm. 69.
Meminimalisasi risiko yang tak terduga. Siapapun tidak bisa mengantisipasi atau menduga terjadinya suatu bencana dalam keluarga Anda. Dengan asuransi, perlindungan bisa didapat sehingga akan terasa meringankan. Keluarga Anda akan lebih terjamin. Jika terjadi sesuatu pada kepala keluarga/Anda, ada “dana cadangan” yaitu klaim asuransi yang bisa digunakan untuk membantu keluarga. Banyak hal yang bisa disiapkan. Pendidikan anak, pengeluaran keluarga bulanan, hingga berbagai kebutuhan yang sifatnya rutin, bisa terbantu dengan dana talangan yang sudah disiapkan dari skema asuransi jiwa. Berbagai fasilitas memudahkan bisa didapatkan melalui asuransi Jiwa apalagi kini asuransi jiwa banyak digabung dengan berbagai perencanaan lain yang bisa membantu saat-saat sulit di masa depan.
39
Asuransi jiwa merupakan bentuk pengalihan beban resiko kepada lembaga asuransi yang dipercayakannya. Dengan berasuransi, maka semua dampak yang ditimbulkan akibat adanya sebuah peristiwa bukan lagi menjadi tanggungan debitur sepenuhnya, akan tetapi sebagian kerugian tersebut akan ditanggung oleh pihak asuransi. Tujuan bank menggunakan lembaga asuransi agar risiko kredit dapat diminimalisasi. Hal ini berkaitan dengan konsep manajemen risiko agar tidak berada di tangan bank.13 5.
Menenteramkan pikiran Anda akan masa mendatang. Bagi yang menjadi kepala keluarga, adanya asuransi jiwa bisa membuat pikiran lebih tenteram karena akan ada dana cadangan bila terjadi sesuatu kelak. Dengan begitu, kerja bisa lebih tenang dan hasil pun lebih maksimal. 13 Ferdinan Silalahi. Manajemen Risiko Dan Asuransi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997, hlm.37, mengutip pendapat Abdulkadir Muhammad mengenai teori pengalihan risiko dan mekanisme pembayaran santunan sebagai berikut: a. Teori Pengalihan Resiko. Menurut teori pengalihan risiko (risk transfer theory), perusahaan asuransi selalu siap menerima tawaran dari pihak tertanggung untuk mengambil alih risiko dengan imbalan pembayaran premi. Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan risiko dengan imbalan. pembayaran premi. Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan risiko yang mengancam harta kekayaan dan jiwanya. Dengan membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi (penanggung), sejak itu pula risiko beralih kepada penanggung. Apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi tidak terjadi peristiwa yang merugikan, penanggung beruntung memiliki dan menikmati premi yang telah diterimanya dari penanggung. b. Pembayaran Ganti Kerugian. Dalam hal tidak terjadinya suatu peristiwa kerugian yang menimbulkan kerugian, maka tidak ada
KLAUSULA BANK (BANKER’S CLAUSE) DALAM MITIGASI RISIKO DAN UPAYA PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN (PRUDENTIAL BANKING)
Klausula merupakan serangkaian persyaratan yang diformulasikan dalam upaya pemberian kredit ditinjau dari aspek finansial dan hukum.14 Dari aspek finansial, klausula melindungi kreditur agar dapat menuntut atau menarik kembali dana yang telah diberikan kepada debitur dalam posisi yang menguntungkan bagi kreditur apabila kondisi debitur tidak sesuai dengan yang diperjanjikan. Sedangkan dari aspek hukum, klausula merupakan sarana untuk melakukan penegakan hukum agar debitur dapat mematuhi substansi yang telah disepakati di dalam perjanjian kredit.15 masalah terhadap risiko yang ditanggung oleh penanggung. Jika pada waktu yang akan datang benar-benar terjadi suatu peristiwa yang benar-benar menimbulkan kerugian (risiko berubah menjadi kerugian), maka tertanggung akan memperoleh ganti kerugian sesuai dengan jumlah asuransinya (sesuai dengan premi dan tanggungan yang diterima). Dengan demikian, tertanggung mengadakan asuransi yang bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang benar-benar terjadi. c. Pembayaran Santunan. Asuransi kerugian dan asuransi jiwa diadakan berdasarkan perjanjian bebas (sukarela) antara penanggung dan tertanggung. Akan tetapi, undangundang mengatur asuransi yang bersifat wajib (compulsary insurance), artinya tertanggung terikat dengan penanggung karena perintah undang-undang, bukan karena perjanjian. Asuransi jenis ini disebut asuransi sosial (social security insurance). 14 Norton Joseph (Ed). Commercial Loan Documentation Guide. New York: Matthew Bender and Co, 1989, bab11.02., hlm. 11-9. 15 Ibid, lihat lebih lanjut bab 11.02., hlm. 11-9 dan 1110.
40
Pengertian dari covenant16 dari beberapa referensi adalah: “Courts have defined the term “covenant” to mean any agreement to perform, or not perform, an act. Generally, a loan agreement “covenant” is any formal agreement of the borrower, contained in a loan agreement or other document excuted pursuant to a loan agreement, to take or refrain from taking actions during all or part of the term of the loan. The discussion below does not include agreements of the borrower simply to repay indebtedness, but rather pertains to other obligations and agreements of the borrower.”
Black’s Law Dictionary memberikan pengertian tentang covenant adalah: “An agreement, convention, or promise of two or more parties, by deed in writing, signed, and delivered, by which either of the parties pledges himself to the other that something is either done, or shall be done, or shall not be done, or stipulates for the truth of certain facts. At common law, such agreements were required to be under seal. The term is currently used primarily with respect to promises in conveyances or other instruments relating to real estate.”17
16
Ibid, bab 11.02., hlm. 11-10. Bandingkan pula dengan pengertian “Clause”, Black’s. Op.cit., hlm. 249 dan J.S. Badudu dan Elly Erawati. Kamus Hukum Ekonomi. Jakarta: ELIPS, 1995, hlm. 18, menguraikan bahwa klausul adalah satu paragraf dari suatu dokumen hukum, misalnya kontrak, Undang-Undang, akta, wasiat. 17 Black’s. Op. cit., hlm.362.
Sedangkan Collins Dictionary memberikan pengertian tentang covenant adalah: “A promise contained in a deed. However, the word is used more generally to denote an agreement or undertaking in a contract or instrument of transfer. So, to covenant to do something is to undertake to do that thing………..”18
Dari pengertian yang diuraikan beberapa referensi di atas, dapatlah dikatakan bahwa covenant merupakan suatu persetujuan atau janji oleh penerima kredit dalam suatu perjanjian untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan-tindakan tertentu. Suatu covenant yang menentukan tindakan-tindakan yang harus dilakukan disebut positive atau affirmative covenant, sedangkan covenant yang menentukan tindakan-tindakan yang tidak boleh dilakukan disebut negative covenant.19 Banker’s Clause merupakan klausula yang tidak berkaitan langsung dengan perjanjian kredit tetapi merupakan penjabaran dari
18
J. Stewart and Robert Burgess. Collin Dictionary. Glasgow:Harper Collins Publishers, 1996, hlm.107. 19 Sutan Remy Sjahdeini .Kredit Sindikasi. Proses Pembentukan dan Aspek Hukum. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1997, hlm. 156-157. Bandingkan pula dengan W.J. Stewart and Robert Burgess. Collin Dictionary. Glasgow:Harper Collins Publishers, 1996, hlm.107, menjelaskan bahwa covenant dapat positif atau negatif. Covenant yang bersifat negatif dinamakan pula sebagai restrictive covenant. Restrictive covenant adalah “a legal promise restricting the granter’s freedom. It is used in relation to an undertaking, restrictive in nature enforceable in equity against a purchaser of land with notice of the existence of the undertaking by an owner of benefitted land in the neighbourhood…..”
41
klausula tentang agunan kredit (collateral clause) dan asuransi. Klausula agunan kredit bertujuan agar pihak debitur tidak melakukan penarikan atau penggantian barang jaminan secara sepihak, tetapi harus ada kesepakatan dengan pihak bank. Sedangkan klausula asuransi bertujuan untuk mitigasi risiko atas penyaluran kredit bank. Adapun bunyi klausula agunan kredit dan asuransi tercantum dalam rumusan sebagai berikut: Debitur dan/atau Pemilik dengan ini berjanji dan mengikatkan diri untuk melakukan hal-hal sebagai berikut: a. ----------------------------------------------------------------------------------------------------b. ----------------------------------------------------------------------------------------------------c. Mengasuransikan bangunan yang dijaminkan untuk jumlah dan pada perusahaan asuransi yang disetujui oleh Bank termasuk di dalamnya klausula Bank untuk keuntungan Bank (banker’s clause);-----------------------------------------------------------dan seterusnya………………………… …………………………………… …………. Klausula Bank (Banker’s Clause) umumnya terdapat halaman depan polis asuransi yang berisi pencantuman nama tertanggung disertai dengan frasa kata “QQ”.
“QQ” merupakan singkatan dari “Qualitate Qua”. Frasa berbahasa Latin
tersebut dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “dalam kapasitasnya/kedudukannya sebagai wakil (yang sah) dari.” Contoh penggunaan qq dalam Klausula Bank (Banker’s Clause) : “Debitur (misalnya: Johannes Ibrahim qq Bank Umum Nasional“ Dalam contoh tersebut, debitur, dalam hal ini Johannes Ibrahim menyerahkan mandat ataupun kuasa kepada Bank Umum Nasional untuk melakukan suatu tindakan untuk mewakili dirinya termasuk memperoleh santunan dari asuransi dalam hal debitur mengalami permasalahan dengan kredit yang bermasalah. Klausal ini menjadi batal setelah penanggung menerima pemberitahuan dari bank bahwa bank tidak lagi mempunyai kepentingan atas barang yang dipertanggungjawabkan dalam polis tersebut. Dalam hal asuransi jaminan kredit, maka yang harus diasuransikan dengan syarat bankers clause adalah sebesar 150% dari jumlah kredit yang diterima. Apabila jaminan debitur melebihi jumlah kredit yang diterimanya, maka bank dapat menganjurkan agar sisanya diasuransikan juga. Akan tetapi jumlah sisa ini tidak wajib dilekati dengan bankers clause. Penutupan Asuransi Untuk Jaminan Kredit dilakukan dengan cara pihak Bank memberitahukan kepada perusahaan asuransi bahwa akan dilaksanakan penutupan pertanggungan untuk kepentingan nasabahnya. Pihak asuransi segera melakukan survey on the spot ke lokasi objek 42
pertanggungan untuk melihat keadaan barang yang akan diasuransikan. Tahap berikutnya pihak asuransi membuatkan cover note. Atas dasar cover note ini dibuatkan polis sesuai dengan bahaya yang dipertanggungkan maupun luas pertanggungannya (extended coverage), resiko yang diminta, jangka waktu dan persyaratan – persyaratan lain yang dianggap perlu. PENUTUP
Kredit bermasalah atau Non Performing Loan merupakan hal yang dihindari oleh pelaku usaha bank karena berkaitan dengan kinerja bank. Otoritas Jasa Keuangan (OKJ) sejak diterbitkannya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mulai berlaku sejak diundangkannya tanggal 21 November 2011, mengambil alih fungsi pembinaan dan pengawasan bank yang selama ini berada di tangan Bank Indonesia. Salah satu upaya dalam menerapkan prinsip prudential banking, bank dalam melaksanakan manajemen kredit dan Mitigasi risiko kredit menjadi bagian yang krusial dalam mengantisipasi kredit bermasalah. Permasalahan kredit dapat berkaitan dengan faktor-faktor eksternal yang berkaitan dengan kondisi ekonomi makro, kesalahanan manajemen, risiko atas agunan dan kondisi kesehatan dari debitur yang bersiko terhadap pihak keluarga yang ditinggalkannya. Risiko atas asset debitur yang dijadikan jaminan ataupun kemampuan untuk melunasi segala bentuk kewajiban debitur dilakukan oleh pihak bank sebagai tindakan antisipatif dan merupakan langkah-langkah preventif
sebagaimana diterapkan dalam prinsip prudential banking. Penerapan klausula bank atau banker’s clause bukan sebagai sikap arogan bank dalam menyelesaikan kewajiban finansialnya, akan tetapi hal ini dilakukan dalam mengupayakan meminimalisasi baki debet yang harus diselesaikan oleh pihak debitur atau keluarga yang ditinggalkannya. Klausula bank atau banker’s clause menurut hemat penulis merupakan salah satu upaya penerapan prinsip prudential banking walaupun didalam pelaksanaannya menimbulkan ketidak-puasan debitur atau pihak keluarganya terhadap dana santunan untuk menyelesaikan baki debet debitur. DAFTAR PUSTAKA Buku-buku Abdulkadir Muhammad. Hukum Asuransi Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006. A.F. Elly Erawaty dan J.S. Badudu. Kamus Hukum Ekonomi. Jakarta: ELIPS, 1996. Djoko Prakoso. Hukum Asuransi Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, 2004. Ferdinan Silalahi. Manajemen Risiko Dan Asuransi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997. Henry Black Campbell., Black’s Law Dictionary, Sixth Edition. St. Paul Minn: West Publishing Co, 1990. Johannes Ibrahim. Mengupas Tuntas Kredit Komersial dan Konsumtif Dalam Perjanjian Kredit Bank. Bandung: Mandar Maju, 2004. J. Stewart and Robert Burgess. Collin Dictionary. Glasgow:Harper Collins Publishers, 1996. 43
Man S.Sastrawidjaja, Bunga Rampai Hukum Dagang, Bandung: Alumni, 2005. __________,Hukum Asuransi Perlindungan Tertanggung Asuransi Deposito dan Usaha Perasuransian, Bandung: Alumni, 2010. Norton Joseph (Ed). Commercial Loan Documentation Guide. New York: Matthew Bender and Co, 1989. Radiks Purba. Memahami Asuransi Di Indonesia. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo, 1995. Rizki Gelar Pangestu. Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Asuransi Pertanian di Indonesia Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Skripsi. Nomor: TA/1087016 PAN/FH S1. Bandung: Universitas Kristen Maranatha, 2014. Soeisno Djojosoedarso. Prinsip-prinsip Manajemen Risiko Dan Asuransi. Jakarta: Salemba Empat, 1999. Sutan Remy Sjahdeini (2). Kredit Sindikasi. Proses Pembentukan dan Aspek Hukum. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1997. W.J. Steward and Robert Burgess. Collin Dictionary Law. Sidney: Harper Collins Publisher, 1996.
undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Rujukan Elektronik
www.mediaartikel.com/5-manfaat-asuransijiwa/Diposting pada 25 Juni 2013
Peraturan Perundang-undangan Kitab Undang-undang Hukum Dagang Untuk Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Untuk Indonesia. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang44