Tinjauan Pustaka
Kit Diagnostik Berbasis Teknik lt{uklir dalam Penatalaksanaan Tuberkulosis
Nanny Kartini Oekar Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiametri Badan Tenaga Nuklir Nasional, Jakarta
Abstrak: Telah diketahui sejak lama bahwa tuberkulosis (fB) adalah penyakit infeksi yang dapat mematikan yang disebabkan oleh Mycobac'terium tuberculosis. TB adalah penyakit infeksi yang tidak hanya menyerang paru-paru, tetapi juga dapat menginfeksi tulang, persendian, usus, kelenjar getah bening, tiroid, danjaringan otak. lndonesia menjadi negara peringkat ke
tiga setelah China dan India dalam jumlah penderita TB terbanyalc di dunia. Sebenarnya, penyakit ini dapat disembuhkan dengan pengobatan yang cermat setelah dilakukan diagnosis yang tepat. Namun demikian deteksi penyakit yang membahayakan ini masih menghadapi berbagai kendala, yaitu prosedur diagnosis yang umurn sering memberikan penyirnpangan hasil (falsenegafive).Metode untukmengidentifikasi lokasi infeksi Mycobacteriawtubercalosis yang kemudiaa diikuti dengan pengobatan yang tepat, masih sangat diperlukan. Makalah ini memaparkan inovasi teknologi perangkat diagnostik baru yang mampu memberikan hasil yang sensitif, dan memberikan tingkat akurasi layanan kepada masyarakat, khususnya dalam memecahkan permasalahan kpsehatqn nasional terkait dengan penyakit TB yangmasih banyak di deri ta ralqtat Indonesia. Kala kanei: tuberkulosis, perangkat diagnostik, inovasi teknologi
Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nornor: 10, Oktober 200E
Kit Diagnostik Berbasis Teknik Nuklir dalam Penatalaksanaan Tuberkulosis
Diagnostic
Kit
Based on Nuclear Technique in The lVlanagement of Tuberculosis Diseases Nanny Kartini Oekar
Nuclear Technology Centre for Matericl and Radiometry National Nuclear Energy Agency, Jakarta
Abstyad: It has been long recognized that Tuberculosis (fB) is a common and deadly infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis. TB is an infections disease not only altacks lung,
but it may also infect bone, joints, intestines, Iymph node, thVroid and brain tissue. Indonesia becomes the thiyd country after China and India with large numbers of patimls in the world. Actually, the disease is able to be eured with accurate medicationfollowing a utilizing suitcble diagnosis; however, the detection of this dangerous disease stillfoces several problems, the caffent diagnosis procedure of TB often giing false negative results. Method to identify the locatirn ofMycobacterium tuberculosis bacterial infection andfollowingwilh proper medication, the accarate diagnosis is still needed. This paper describes the innovation technologs &s o new diagnostic modality to be able to aehieve sensitive result, and givingmore accurcte health service to the communig,, especia.lly in solving nettional health problems related to TB disease whieh suffered by a large numbers ofthe Indonesian people. Key wottls: tuberculosis, diagnostic modality innovation tecltnologt
Pendahuluan Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang menjadi perhatian dunia karena tingginya jumlah temuan
kasus baru. Demikian pentingnya penyakit TB ini untuk diperhatikan, menyebabkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan tanggal 24 iNdarct sebagai Hari Tirberkulosis Sedunia pada tahun 2003 bertepatan dengan
dicanangkannya kedaruratan global penyakit TB. Di beberapa negara, penyakit yang disebabkan oleh balderi My co b ac ter ium tub e rca losjs ini penyebarannya tidak terkendali dan meqjadipenyebab kematian nomor 3 setelah kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan. tz Setiap hari, sebarryak 50 ribuorangdi drmia rneninggal karena penyakit TB, dengan rata-rata satu orang per detik.2 Sepertiga pendufirk dunia saat ini terinfeksi bakteri TB dan setiap tahun sebanyak Sjuta orang penduduk dunia sakit kmena TB, dan angka ini cenderung terus meningkat. Indonesia hrada pada peringkat ketiga teftanyak penyumbang kasus TB di dunia setelah China dan India,ktarti sekitar 582 ribu kasus setiap tahunnya. Angka kematian akibat TB di Indonesia mencapai 140 ribu per tahun.ri Untuk tahun 2006, WHO menetapkan prevalensi kasus TB di Propinsi Jawa Barat 107 per 100 ribu penduduk, ini beraai ada sekitar
4 1 198
penderita baru TB. Angka prsvalensi
tersebut sangat tergantung pada cakupan penemuan penderita banr, makin tinggr angka cakupan penemrum
Maj Kedold Indon, Volurn: 5& Nomor: lO, Oktober
2OO8
is
still
penderitabaru dan mendekati persentase target, krarti makin baik metode yang digunakan. Pada tahun 2005, cakupan penemuan penderita baru di Jabar adalah 68,2Vo dari target
70o/oil;ntzSl02pnderrtabaruyangditemuidtZslre;btpatanl kota. Tinggi rendahnya penemuan p€nderita baru di suatu wilayah sangat berg:lntung padajumlah penduduk di wilayah tersebut. Makin padat penduduknya, angka tersebut makin rendah. Contohnya Kabupaten Bandung yang penduduknya relatif padat, tahun 2005 baru mencapai 59,9yo.4 Penmntahlndon*iatelahbefi ekadmemerangiTBsejak lama Strategi penanganan langsungjangka pendek (Directly Observed Treatment Short-course/DOTS) sejak tahun 1995 sebesar 50% jumlahpenderita TB di juga Indonesia. Pemerintah telah memberikan pengobatan gratis bagi penderita dengan kandungan bakteri positif. Obat yang diberikan secara cuma-cuma tersebut yaitu dari golongan isoniazid rifampisfut, pirazinami{ streptomisi4 dan
teftuktitelahmenekan
etambutol yang diberikan s€cara kombinasi dan terus menerus selama 6 sampai 9 bulan.5
Tiantangan bagi Para Peneliti Sekitar 90% penderita yang terinfeksi olehMyc ob acte rium tub erculo,rs tidak menunjukkan gejala (asymtomatic). Kelompok inilah yangdiklasifikasikan ke dalam infeksi TB laten (LTBI), dan hanya sekitar 10% berubah menjadi penyakit TB. Namun dunikian, jika kasus ini tidak cepat ditangani,
Kit Diagnostik Berbqsis Teknik Nuklir dqlam Penqtqlaksanaan Tuberkulosis kematian dapat mencapai lebih dari 5Ao/o.2 Penberantasan penyakit TB sargat bergantung pada keberhasilan cakupan penemurn penderita baru. Metode yang telah digunakan untuk menemukan penderita baru dengan cara pemeriksaan laboratorium/mikrobiolag; (tes Mantoux, u1i apas sprtum),
dan radiologi (Foto R6ntgen, MRI, C1:,Scan dan Ultrasonografi-Usc). Penderita TB paru sangat mudah ditemukan dengan metode-metode tersebut, walaupun kadang-kadang memberikan hasil negatif patsu Junlah penderita TB dan juga keberhasilan pengobatan seperti dijelaskan pada sebelumnya hampir semrumya didasarkan padajumlah penderita TB-paru, karena penderita inilah yang relatif lebih mudah ditemukan dan diobservasi dengan metode konvensionalyang dapat drla1rl':/rlan di rumah sakit daerab afan puskesmas.2tr Di lain pihak, bakteri Mycobacte-
riutn tuberculosis dapat menyerang dan menginfeksi berbagai bagian dan organ lain firbuh manusia sepeti tulang kelenjar getah bening kulit, persendian" otak dan sistem saraf
pusat, usus, balrkan kelenjar tiroid.2,5'7,8Penyakit TB yang seperti inilah sering kali tidak dapat didiagnosis dengan metode konvensional maupun yang lebih modern seperti MF.l, CT-Scan dan USG Semua metode diagnosis tersebut didasarkan pada keadaan anatomis otgar\ yaitu ada atau
tidaknya kelainan jainganlorgan yang disebabkan oleh infeksi. Kelemahan metode tersebut menyebabkan tindak lanjut pengobatan dan penatalaksanaan penyakit TB di Indonesia kura *g maksimal karcna pengobatan TB menjadi tidak terarah dan tidaktqat, sehingga pemberantasan TB di negara kita mengalami ltafirflatmt.\s Keadaan seprti tenebut menjadi tantangan bag1 pan peneliti yang bergerak di bidang kesehatan terutama penyakit
infeksi khususnya TB. Hal itu sekaligus menjadi peluang dalam mengembangkan kemampuan penelitian dan daya inovasinyaunhrk mencari suatu metodeyang lebih spesifik, yaitu metode yang didasarkan pada keberadaan bakteri TB di dalam tubuh manusia. Berbagai penelitian dikembangkan sejalan dengan kemajuan teknologi seperti metode Polymerase Chain Reactioru @CR), ELISA dan RIA.'z Telah diketahui bahwa perkembangan dan kemajuan Kedokteran Nuklir ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu fasilitas/penlatan (kamera gamma), rdrofarntaka(untuk di-
agnosis maupun terapi), dan sumber daya manusia yang kompeten di bidang tersebut. Ketiga faktor tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain, kekurangan salah satu faktor menyebabkan kegiatan kedokteran nuklir tidak dapat
@alan dsngansemestinya. Kedokteran Nuklir
sampai awal
tahun 2005 tidak dapat berperanserta dalam mendiagnosis penyakit TB. Hal ini disebabkanbelum adanyaradiofarmaka di dunia termasuk Indonesiayang dapat digunakan untuk diagnosis penyakit tersebut.6-e
Mulai tahun 2004 di Fusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri, BAIAN, Bandung mulai dilakukan penelitian untuk mengembangkan suatu radiofarmaka yang dapat digrrnakan sebagai kitdignosrik di kedokteran nuklir dalam
390
menentukanpenyakit TB secara lebih spesifft dari metode yang telah ada. Ilasilnya diharapkan cakupan penemuan penderita baru TB terutama yang infeksinya terjadi di luar para atanpada organ dan jaringan tubuh yang zulit dijangkau dengan meto de yanglazimdigunakan dapat dilakukan.e10-r1
Radiofarmaka adalah sediaan farmasi mengandung radioaktif (radionuklida) yang digunakan untuk diagnosis maupunterapisuatupenyakit.Kitradiofarmakabaikdalarn keadaan cair nnupun kering menrpakan suatu sediaan steril,
tidak mengandung radioaktif, dan telah diformulasi sedemikian rupa sehingga apabila dicampurkan dengan radionuklida akan menghasilkan radiofarmaka bertanda radioisotop yang siap untuk digunakan di kedokteran nuklir sesuai dengan tujuannya. Sejauh ini radionuklida yang digunakan untuk diagnosis adalah techietium-99m (ehTc) yang telah dipasarkan oleh PT.Batan Teknologi dalam bentuk Generator eeMo-%Tc. Apoteker Qtharmacist) di kedokteran nuklir rumah sakit akan meracik kit-radiofarmaka dengan larutan radionuklida ehTc sezuai dengan petunjuk dibrosur yang dilampirkan dalam kit-radiofarmaka tadi. Radiofarmaka yang telah bertanda radionuklida hTc tersebut diserahkan kepada dokter spesialis kedokteran nuklir untuk
disuntikl€n
kepada pasien yangakan didiagnosis penyakitnya. Penelusuran penyakit dilakukan dengan kamera gamma yang
detektornya akan menangkap sinyaUradiasi sinar gamma yang dipancarkan oleh radionuHida ee"Tc, sehingga keadaan organ pasien dapat digambarkan pada monitor.e
Kit Diagnostikuntuk TB Pengobatan penyakit TB dengan obat-obatan yang bersifat bakterisida terhadap M. tuberculosis baik dari Inovasi
golongan antibiotika maupun kemoterapetika didasarkan
padaffiagrmekarrisrne, GtaPi pnnxptryalnnpt xnnyaitrt obat tersebut akan berikatan secara kimiawi denganbakteri TB yang kemudian diikuti proses penghambatan kehidupan bakted. Betkenrbang dari haf terse&{, tin&ul pemikiranbahwa
bila salah satu di antara obat TB tersebut ditandai dengan unsur radioalrtif dalam hal ini teknesium-99m, dan apabila disuntikkan ke dalam tubuh penderita, maka obat TB tadi akanbertindak sebagai molekul pembawa radionuklida technetium-99mmenuju lokasi yangtepat tenpat te{adinyainfeksi TB. Karena adanya radiasi sinar-g dari teknesium-ggfi, maka
lokasi tersebut dapat dirunut dari luar tubuh dengan alat kameragamma-
Dalam pelaksanaan metode teknik nuklir, mutlak diperlukan radiofarmaka yang spesifik Jang dapat terakumulasi pada bakteri yang dituju {bacteria of interest). Dengan demikian lokasi terjadinya infeksi dapat diketahui lebih dini dan lebih akurat.' Dari tahun 2004 telah mulai dilalarkan penelitian dalam upaya menandai obat anti TB tersebut dengan radionuklida Tc-99m. Etambutol adalah salah satu derivat etilen diamin y aita N, N' -di - i s o p r o py I e thy I e ne di awi n e yang diprediksi
Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomorr 10, Oktoher 2008
Kt
Diagnostik Berbqsis Telcnik Nuklir dalam Penatalaksanaan Tuberkulosis
akan lebih mudah berikatan dengan atom Tc-99m dan membentuk kompleks ehTc-etambutol.6'tt Kegiatan Litbang tersebut sejalan dengan salah satu tujuan Sasaran Utama BATAN di Bidang Bioteknologi dan Kesehatan tahun 2005 - 2010yaitu Pengendalian Penyakit Menular dan Aplikasi KedokteranNuklir.3 Etambutol mempunyai sifat bakterisida melalui suatu mekanisme biologis, apablla senyawa ini kontak dengan bakteri TB, akan berikatan dengan asam mikolat yang ada di membran sel M.tuberculosis. Asam mikolat berperan dalam proses pembentukan lipid untuk membangun membran sel bakteri, sehingga dengan terikatnya etambutol pada asam mikolat, maka pembentukan membran sel terhambat dan
Perangkat medit baik be*entuk kit kering maupun kitradiofarmaka etambutol tersebut dapat digunakan dari cair menelusuri keberadaan fuktei Mycob acterium tub eruntuk culosis di dalam tubuh manusia setelah ditandai dengan radionuklida ehTc, ditampilkan pada Gambar 3.
perturnbutranbakteri berhenti. 12-14 Strulitur molekul etanrbutol sebagai bahan asal digambmkan pada Gambar 1.
H5C2- CH. HN_ CH2 _ CH2 _ NH- CH_ C2H5
ll CH2-OH
Gambar
3. Kit Radiofarrnaka Etambutol nostik Untuk
CH2-OH
Gambar 1. Struktur Molekul Etambutol {bahan asal)
Evaluasi
Sebagai
Kit
Diag-
TB.17
Kit Diagnostik untukTB
Kit radiofarmaka etambutol seperti yang terpampang Inovasiyang dilalcukan adalah mencoba unhrk mencari metode atau teknik yang terbaik unflrk menandai senyawa etambutol dengan radionuklida Tc-99m tanpa mengubah sifat biologisnya. Senyawa befiafida yang drhasllkan tetap
dengan radionuklida teknesium-99m sezuai dengan pefimjuk yang terhrlis dalambrozuryang dilampirkan dalamLt**t
masihbersifalbakterisida, artinyamasih Gtap dapatberikatan dengan bakteri TB, sehingga dapat digrrnakan sebagai perunut untuk menentnka:r/menunjukkan lokasi bakteri M. tuberculosis yang berada dalam tubuh manusia. Setelah menjadi senyawa bertanda, etambutol mempunyai mmus molekul seperti terlihat pada Gambar 2.6
kat) diagnostikyang digunakan sr;crrra in vivo, dengan cara disuntikkan ke tubuh manusia secara intravena, karena itu harus memenuhi pelsyaratan sesni dengan pesyaratan obat suntik. Untuk memenuhi hal tersebut maka produk hasil penelitian harus melalui suatu evaluasi komprehensrf yang meliputi aspekfisika kimia biologis/mikrobiologig pre-klinis,
pada Crambff 3, setelah diterima oleh nrmah sakit akan alitandai
Radiofarmakaee'Tc4tambutolrentpakanltt(perang-
danklinis.
CHz-
CHz
l\ Nr ,z ssm_^/N't"r_"r*u czHs_HC t ''\ I CHz-O O- CHz I
Gambar
2. Struktur Molekul Etambstol setelah Berikatan dengan Tc-99m.
Penelitian tersebut saat ini telah menghasilkan formula yang baik dalam bentuk kit-kering radiofarmaka yang terdid dari dua buah vial. \[al pertama (A) b€risi SnClr.2{O sebagai reduktor danvial ke-dua @) berisi etarnbutol sebagai ligan. Sediaan inilahyang siap untuk diproduksi dan didistnbusikan ke rumah sakit ftedokteran nuklir). Apabila kedua isi vial tadi setelah dilarutkan kemudian dicampurkan dan ditambahi
larutan ehTc-perteknetat, akan terbentuk sediaan radio-
farmaka etuTc+tambutol yang siap untuk digun;akan.6'r0'rr'1s'r6
Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 10, Oktober
2008
Evaluasi ftsika-kimiu
Kit radiofarmaka etambutol baik dalambentuk kering ataa sair, dan juga sebagai sediaan radiofarmaka ee-Tcetambutol, harus:
r
r o o o
Berpenampilanbaik dan menarik, steril dan stabil daiam jan*,a wakhr lamabaik dalam penyimparan maupun dalamtmnsportasi. Setelah ditandai dengan radionuklidaehTc memberikan kemurnian radiokimia yang tinggi {>g0yo). Radiofarmaka (bertanda) yang terjadi tidak mempunyai efektoksik, pH tidak mengganggupHdarah, dan merupakan sediaan yang dapat langsung digunakan oleh dolcterke pasien.
Strukfir molekul radiofarmaka bertanda hmus stabil selama proses penyidikan, sesuai dengan tujuannya. Selain itu karakteristik lainjuga perlu ditenhrkan seperti
lipofilisitas, ikatan dengan ptotein plasma dan muatan
listrik
397
Kit Diagnostik Berbasis Teknik Nuklir dalam Penatalaksanaan Tuberkulosis Proses evaluasi
fisiko-kimia menglusilkan karakteristik
seperti yang tertera pada Tabel Tabel 1. Karakterisfik
I dan Tabel 2.
Kit Etambltol
Karakteristik
Kit kering
Berpenampilan menarik
Kering, wama stabil Cair, wama stabil (cairan jernih) (serbuk putih) 8 bulao (4 "C) 2 mnggl (-15 "C)
Kestatrilan pada penyimpanan
Kit cair
kit-etambutol yang belum bertanda radioaldif, dan senyawa bertanda ee'Tc-etambutol terhadap bakleri TB. Ilasilnya dapat dilihat pada Gambar 4-a dan 4-b. Selain itu harus ditentukan juga besarnya afinitas terhadap bakteri tersebut apabila dibandingkan dengan ee'Tc-perteknetat. Hal ini bermakna untuk memberikan suatu kepastian bahwa yang memberikan radiasi sinar gbenar-benar berasal dari senyawa
hTc-etambutol yang tet-uptake oleh bakteri bukan dari
hTcaerteknefat yang kemungkinan terbentuk kembali pada saat sediaan tersebut dimasukkan ke dalam tubuh. Hasilnya dayat dilihat yada Gambar 5.
Tabel 2. Karakteristik Fisiko-kimia Sediaan'e-Tc-etambutol Bentlck
Kit
pH
Kit-kering
Kit-cair
6,0-6,5
7,5-8,0
Kemurnian radiokimia (n:6-9)
Lipofilisitas
f"",)
(n
:
6)
Ikatan dengan protein plasma (n=3) Muatan listrik (n:3) Kestabilan dalam penyimpanan
0,023*s,o15 61,12+O,02o/o
negatif 5
jam (temperatur kamar)
Pada Tabel 2 terlibat adanya prbedaan pH dari sediaan jadi %Tc-etzunbutolyang dihasilkan dari kitkering ( 6,0-6,5 ) dengan dari kit cak (7,5-8,0). Keadaan ini terjadi karenakitkering etambutol setelah melalui proses pengeringan (liofilisasi) sudah tidak mengandung air (diketahui pH air pro-mjeksi adalah sekitar 7,0) sehingga pH sediaan lebih asam. Hal ini menyebabkan sediaan yang teqadi setelah dicampur dengan vial A yang berisi reduktor SnCl, akan memberikan pH yang lebih rendah dibandingkan sediaan ehTc+tambutol yang berasal dari kit-cair.
I
a2
blb2
cl
c2
dl d2
el
e2
Gzmbar 4-z
Evaluasi Biologis Evaluasi biologis dilakukan terhadap hewan coba baik
tikus maupun mencit dengan strain tertentu. Evaluasi biologis menghasilkan karakteristik biologis radiofarmaka ehTc-etambutol, seperti: biodistribusi, bload clearance, renql clearance, dantoksisitas. Semua evaluasi ini dilalokan sesuai dengan *andaryangditentnkan oleh dokumen resmi untuk radiofarmaka seperti Farmakope, Tekdok IAEA marryun dokumen lain yang terkait.
Evaluasi Mikrohiologis Karena tujuan dari radiofarmaka ini adalah untuk mendeteksi peryakit TB dan dzsanya adaiah terjadinya ikatan denganbakteri TB. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu evaluasi mikrobiologrs yang membuktikan bahwa radiofamaka ee'Tc-etarnbutol setelah teiadt perubahan stmktur molekulnya pada proses penandaan (Gambar 1 dan 2), masih tetap memhrikan efekbakterisida lerhadap Mycobacterium tuberculosis. Untuk mengetahui hal tersebut, dilalrukan penelitian membandingkan efek bekterisida dan afinitas mikrobiologis dari etambutol sebagai bahanawal,
392
Gambar
4. Penentuan Daya Bakterisida
Menggunakan
Biakan Bakteri M. Tuberculoeis.tl
al:
Etambutol p€ngencerirn 0
kali, bl:
5
kal\ cl: l0
kali, dl: 20 kali, el: 50 kali;b1:e{c-etambutol pengenceran 0 kali, b2: 5 ka1i, c2: 10 ka1i, d2:20 kali, e2: Keterangan: Gambar 4-a: foto sebenarnya, 4-b: gambaran biakan dilihat dari arah atas Hijau '. warra medla tanpa pertumbuhan bakteri Kuning : wama bakleri M.tuberculosis yangtumbrh
Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 10, Oktober 2008
Kit Diagnostik Berbasis Teknik Nuklir dalam Percatalaksanaan Tuberkulosis 't20
100
gao ! Aan
$* o
t m
Gambar
5.
Gambaran uptake ehTc-etambutol dan'hTc-Perteknetat oleh Bakteri. rr'r5
Evaluasi he-klinis pada Eetvan Coba Evaluasi pre-klinis dilakukff pada hewafl coba tikus yang sebelumnya telah diinfeksi dengan bakteiMycobacterium tub erculosis. Suspensi bakteri dengankadar tertentu dizuntikkan seara intra-muskular pada salah safir paha tikus putihjenis Wistar. Setelah itu diinkubasi selama 2-3 minggu. Apabila telah terjadi abses pada daerah penluntikkan, selanjutnya radiofarmaka hTc-etarributol disuntikkan melalui veffr ekor, dan dilakukan penyidikan menggunakan kamera gamma. I{asilnya dapat dilihat pada Gambar 6. 15
Etambutol merupakan abat yang sudah umum digunakan unnrk pengobatan TB dengan dosis yang relatif tinggi ( 2-3 x 500 mg pff hari), sedangkan dalam bentuk senyawa bertanda ehTc-etambutol hanya mengandung etambutol sebanyak 3,5 mglkit.elT Senyawa bertanda tersebut
karena telah mengandung radionuklida ehTc tetap harus dilakukan uji toksisitas terhadap hewan uji berdasarkan prosedur yang disarankan oleh Farmakope Indcnesia. I{asil
percobaan memperlihatkan bahwa radiofarmaka eenTcEtambutol dapat digunakan pada manusia dengan dosis 10 -193 mCtlA,5 -1,5 mL (kadaretambutolnya3,5 mglkit)untuk mendeteksi penyakit TB. Percobaan LDro pada mencit diperoleh dengan dosis 2 mCi/ekor yang setara dengan 1 15 kali dosis lazim pada manusia.r6 Walaupun batas dosis tertinggi yang dapat digunakan terhadap manusia sampai 193 mC| tetapi norma-nonna proteksi radiasi tetap harus dipertimbangkan, yait:u pemakaian zat radioaktif harus seminimal mungkin tetapi tetap memberilcan hasil pencitraan yangmaksimal.e
Evaluasi klinis Evaluasi klinis dilaksanakanbekerja mma dengan dokter
di Bidang Kedokteran Nuklir Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Fr;benpa pasien volunter yangumuntrya menderita unknown-fever dan sakit pada ba$an-bagian
Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 10, Oktober 200$
Gambar
6. Ilasil Evaluasi Pre-Klinis Radiofarmoko ehTcetambutol pada llewan Uji (tihrs putih Jenis Wistar).15 Panah menanjuhkan akumalas
i
r adin akrtv
ilas pada
dnerah infeksi.
tertentu dan sulit untuk didiagnosis melalui metode
konvensional, disuntik dengan radiofarmaka ehTc€tambutol secara intravena Setelah satujam pasca injeksi kemudian diperiksa dengan kamera gamma yang digabung dengan CT: Gamma Carnera Scsmrer (INFINIAHAWK-EYES). Salah satu hasilnya dapat dilihat pada Gambar 7. t7 Pada Garnbar 7, terlihat bahwa radiofarmaka hTcetambutol di dalam tubuh setelah disuntikkan dan dideteksi dengan kamera gamma (lajurB) dapat menunjukan adanya infeksi baldei M.tuberculosis lebih jelas dari pada apabila dideteksi dengan CT-Scan (lajut A). Galltt:eri'7 lajur C adalah hasil penggabungan antara hasil deteksi dengan sinar-X (CTL Scaru) dan kamera gafirma. I{asil gambaran ini menjadikan hasil pencitaan lebih akurat, karena selain keberadaan infeksi dapat diketahui lebih positifjuga lokasi infeksi itu dapat ditunjukkan dengar tepat.
Keimpulan Teknologi penandaan dengan radionuklida teknesium-
99m dapat mengubah struktur molekul senyawa organik dalam hal ini senyawa etambutol yarrg tadifrya bersifat khemoterapi untuk penyakit TB menjadi suatu senyawa bertanda radioaktif hTc-etambntol yafrg dapat digunakan sebagai kit-diagnostik penyakit TB, terutaffa TB yang sulit ditentnkan flengan metode konvensional atau metode lain yangnon-nuklir. Berhasilnya kiprah kedokteran nuklA dahm mendiagnosis penyakitywrgbfuahayaini, diharapkan menghasilkan
persenase a:rgka cakupan penemuan penderita baru TB
Kit Diagnostik Berbasis Teknik Nuklir dalam Penatalaksanaan Tuberkulosis
Setelah I Jam Pasca Injeksi Radiofarmlk? hTc-etambutcl ilengan CT-Gamma Camera Scanner (INFINIA-IIAWK-EYES) Keterangan: A; hasil pencitraan CT-scan, B: hasil pencitraan dengan kamera gamma; C: gabungan (fused) antara pencitreaft CT dan kamera gamma.
Gambar
7. IIasiI Pencitraan Penilerita
menjadi lebihtinggi dariyang telah dicapai selama ini. Selain itu penatalaksanrum penyakit TB, seperti pengobatan dan
pemantarum keberhasilan pengobatan dapat dilakukan dengan lebih terarah dan tepat.
F.E, et.al.editors. Nuclear Medicine. Philadelphia, Pennsylvania:
Mosby Inc.; 2006.p.213-4. 10.
Karakteristik fisiko-kimia dan mikrobiologis, Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia, 2007, Februari; Ylil; 1 : 17 -27.
Daftar Pustaka
1. Hannanto
G,
Kartini NO, Nurlaila Z: Penandaan Siprofloksasin dan Etambutol
Ngili Y, Kumzn tuberculosa yang kian
dengan ee{c untuk Penyidikan Infeksi serta lJji Uptake dan Daya Antibaketrinya, Acta Pharmaceutica Indonesia, 2006 Desember;
resisten,
Koran Pikiran Rakyat, 2003, November 20:24.
2. Aaonymous: Tuberculosis, 2008. Available at: htto:ll 3-
4. 5. 6.
eLwikipedia.ors/wikil Tuberculosis. Dirmduh tanggal 28 Mei 2008. Badan Tenaga Nuklir Nasional: Pengendaliao Penyakit Menular dan Aplikasi Kedokteraa Nuklir. Dalam: Sasaran Utama BATAN Bidang Bioteknologi dan Kesehatan 2005-2010, Revisi 1, Juni;
2007:19. Nurlianti W, Yudiawan D, Tuberkulosis pentbunuh ketrgA Hanafi Pikiran Rakya! 2096, llarct 23;ll(kol.2), Nurlianli W, Yudiawan D: Penderita baru TB di Jabar 41,198 alang-Hzttztt PikiranRakya! 2006 Maret 23;11(kol l). Kartini NO, Kustiwa, Isabela E: Pengembangan senyawa bertanda ee'Tc-etambutol untuk diagnosis tuberkulosis; 1. Penandaan etambutol dengan radionuklida teknesium-99rn, Seminar Nasional Sains dan Teknik Nuklir 2005, Puslitbang Teknik Nuklir, Batarl
7. 8.
Kartini NO, Kustiwa, Susilawati E: Pengembangan senyawa bgffi ehTc-elambutol untuk diagnosis tuberkulosis: 2.
Baadung, 74-15 Juni 2005. Puri MM, Douglas P, Arora VK: A Case of Tuberculosis of the Thy,roid Gland. Med.J.Malaysi4 2002; 571'2: 237-9. Rock RB, Olh M, Baker CA Molitcr TW, Peterson PK: Cedral Nervous System Tabercalosis: Palhogenesis aod Clinical AspectsIn: Clin. Mycrobiol. Rev., American Society for Mycrobiology,
){{XI;4:131-6. 12. Takayama I! Wang C, Besra GS: Patbway to Synthesis and Processing of Mycolic Acids in Mycobacteriuu tuberculosis. ln: Clin. Mycrobiol. Rev., American Society for Mycrobiology, I 8, I,2005:8 1 - 10 1. 13. Mycolic Acids, 2008. Available at". btto:l I er'.wikipedia.ors.lwiki/ Mycolic acid. Diunduh tznggal 28 Mei 2008. t4 Mycobacterium, 2008. Available at: http://en.wikipedia.orq/wiki/ Mvcobacteriam. Diunduh tatggal 28 Mei 2008. Kartamihardja AH, Kartiri NO, Sugiharti RJ: Pencitraan dengan Radionuklid kTc-Etambutol udrk Diagnosis Tuberkulosis Ekstra
Pulmonal (Penelitian pada Hewan Percobaan), Majalah Kedokteran Bandung, 2006; )C(XVIII; ?: 118,21. t6
Sugiharti
Rl
Kartini NO, Sumpena Y: Uji Toksisitas Radiofarmaka
'hlc-Elamtrutol. Prosiding Serninar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir. 2007 Juli 17-18; PTNBR-BATAN, Bandung: 2OOl:3349. Hanaftah AWs, Kaf,tili NO: ehTc-Ethambutol Radiopharmaceutical for Diagnosis of Tuberculosis (Profile and Its Preliminary Application), Bandung Medical Journal, 2007; XXXIX; 2:62-8.
21,2, 2048:243-61. T: Nuclear Medicine Image Display Tehniques. In: Henkin
9. Milo
@r, 394
Maj Kedokt Indon, Volurn: 58, Nomor: 10, Oktober
20O8