KINERJA SATUAN KERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Di Kabupaten Ngawen Jawa Tengah) Samodra Wibawa Staff Pengajar Jurusan Manajemen & Kebijakan Publik FISIPOL Universitas Gadjah Mada Email;
[email protected]
ABSTRACT There is Six offices in the District Ngawen analyzed by this study have an average performance is quite good, but only two agencies whose performance is above average. Factors that influence is strongly suspected facilities, while almost no effect is the structure of the organization. While the four influential factors are moderate, leadership, personnel, systems and procedures, communication, motivation and organizational culture. Among the 12 aspects of performance is measured, the average is very good is responsibility, a medium level is transparency and participation, and the worst is accountability. This means that formalism is still not divorced from our bureaucracy: in general, good service in the conduct of formal accountability (to superiors, especially financial accountability), but very bad in its reporting to the public. Kata-kata kunci: performance, service, formalism.
PENDAHULUAN
yang bersangkutan: diberi penghargaan, diberi hukuman, diperbaiki, digabung dengan instansi lain atau ditutup/dibubarkan. Jadi berdasar evaluasi kinerja, pemerintah punya arah yang jelas tentang rencana kerjanya di masa depan, termasuk penetapan nilai, tujuan dan target yang baru serta penataan lembaga. Evaluasi adalah sebuah bagian dari proses belajar dari suatu instansi. Hasil evaluasi harus dibaca bersama-sama secara terbuka oleh semua staf instansi –lebih baik lagi bersamasama dengan para stakeholders yang lain- untuk upaya perbaikan kinerja instansi dari waktu ke waktu (bandingkan dengan Pranoto 2008: 27-39; tentang evaluasi lebih jauh lihat Dunn 2004: 345-372).
Pemerintah bekerja untuk melayani warga negara. Pemerintah dan para pejabat serta pegawai digaji dengan uang yang berasal dari pajak para warga negara atau dari uang yang pada hakekatnya adalah hak semua warga negara (seperti hasil hutan dan tambang serta perusahaan negara). Dalam suatu negara republik dan apalagi bersistem demokratis, oleh karenanya, setiap instansi haruslah bekerja sebaik mungkin melayani rakyat. Dan untuk mendorong kinerja yang baik dari instansi itu, salah satu hal yang dapat dilakukan adalah mengukur kinerja mereka dan memberitahukannya kepada publik untuk mendapat penilaian.
Di sisi lain hasil evaluasi dapat digunakan untuk menetapkan insentif atau tambahan penghasilan bagi para pegawai. Jadi, penghasilan benar-benar didasarkan kepada prestasi (merit system), bukan disamaratakan untuk semua pegawai tanpa peduli apa/bagaimana prestasi masing-masing. Ini sangat bagus untuk mamacu prestasi para pegawai negeri. Dengan evaluasi kinerja juga diperoleh informasi tentang
Evaluasi terhadap kinerja bermanfaat untuk menunjukkan berhasil-gagalnya instansi itu dalam menggunakan uang rakyat untuk sebesar-besarnya kemakmuran/ kemaslahatan rakyat. Setelah evaluasi dilakukan, pemerintah dapat membuat keputusan lebih lanjut tentang instansi 93
94 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.1, No.2, Juli-Desember 2010
skills apa saja yang perlu dimiliki (lagi) oleh para pegawai –melalui pelatihan, training atau re-skilling. Artikel ini melaporkan hasil evaluasi kinerja terhadap enam dinas di Kabupaten Ngawen (nama disamarkan, terletak di P. Jawa). Penelitian ini menjawab dua pertanyaan berikut: 1). Bagaimana kinerja keenam dinas di Kabupaten Ngawen tersebut?; 2). Bagaimana kondisi dari beberapa faktor yang secara teoretik mempengaruhi kinerja di keenam dinas tersebut? Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan kinerja dari enam dinas di Kabupaten Ngawen dan kemudian menjelaskan mengapa kinerja mereka seperti itu. Selanjutnya penelitian ini bermanfaat untuk merumuskan rekomendasi tentang cara-cara memperbaiki/meningkatkan kinerja dinas. Lebih dari itu, penelitian ini sebenarnya merupakan salah satu wujud transparansi pengelolaan organisasi Pemkab dan terutama pelayanan publiknya serta – sebagaimana telah disinggung di atas-merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban Pemkab terhadap warga Ngawen. DEFINISI DAN TEORI
diukur pun bisa beraneka (Sudarmanto 2009: 20).
ragam
Menurut The Scribner-Bantam English Dictionary, performance berasal dari akar kata “to perform” dengan beberapa “entries”: 1. melakukan, menjalankan, melaksanakan; 2. memenuhi atau melaksanakan kewajiban; 3. melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab; dan 4. melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin. Di dalam kamus Merriam Webster, performance didefinisikan sebagai: 1. the execution of an action, 2. the fulfillment of claim, promise or request. Encyclopedia of Public Administration and Public Policy menyebutkan, bahwa kinerja organisasi dilihat sebagai sebuah perbandingan antara pencapaian hasil organisasi dengan pencapaian hasil organisasi di masa lampau (previous performance) dan pencapaian hasil organisasi lain (benchmarking) serta seberapa jauhkah tujuan dan target telah berhasil dicapai (Keban 2008: 211). Sementara itu Rivai (2008:68) berpendapat, bahwa kinerja adalah: Perwujudan kewajiban suatu lembaga untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi lembaganya dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan melalui sistem pertanggungjawaban secara periodik.
Kinerja Kinerja (performance) adalah hasil kerja dari suatu individu atau organisasi dibandingkan dengan apa yang seharusnya dicapai oleh yang bersangkutan. Hasil-yang-seharusnya ini bisa ditemukan dalam pernyataan tujuan (mission statement), rencana kerja ataupun harapan yang dinyatakan oleh berbagai pihak. Dengan demikian, kinerja bukanlah sesuatu yang obyektif melainkan subyektif –tergantung pada ukuran, patokan atau standard yang dipakai. Lebih dari itu, kinerja juga sangat tergantung kepada orang yang menilai serta waktu dan tempat penilaian. Aspek atau dimensi yang
ADMINISTRATIO
Dia mengutip pendapat Helfert (hal. 85), bahwa kinerja adalah: Tampilan keadaan secara utuh atas organisasi selama periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional organisasi dalam memanfaatkan sumber-sumber daya yang dimiliki. Sementara itu menurut John Whitmore (1997, dalam Wikipedia), kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang. Kinerja
ISSN : 2087-0825
Samodra Wibawa, Kinerja Satuan Kerja Pemerintah Daerah adalah suatu perbuatan, prestasi, suatu pameran keterampilan. Jadi mengukur kinerja pada dasarnya menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi instansi. Bernardin dan Russel (1993 dalam Muhammad 2008: 13) mengartikan kinerja sebagai “The record of outcomes produced on specified job function or activity during a specified time period ”. Ini artinya kinerja merupakan penampilan atau pencapaian yang berhasil diperoleh oleh suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu. Kinerja menyangkut output dan outcome yang dihasilkan. Bahkan beberapa akademisi mendefinisikan kinerja sepenuhnya sebagai outcome, yang terkait dengan tujuan-tujuan strategis organisasi, kepuasan pelanggan dan kontribusi ekonomi. Terkait dengan tujuan dan jangka waktu pencapaiannya, dalam kinerja terdapat pula perhatian terhadap efektifitas dan efisiensi. Oleh karena itu kinerja hanya dapat diukur ketika sebuah organisasi memiliki target. Sementara itu dalam PermenPAN tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah (No. 5/2007) dinyatakan di pasal 1: Kinerja instansi Pemerintah adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian sasaran ataupun tujuan instansi pemerintah sebagai penjabaran dari visi, misi, dan strategi instansi pemerintah yang mengindikasikan tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan kebijakan yang ditetapkan. Dalam UU tentang Pemerintah Daerah (No. 32/2004) pada pasal 27 dinyatakan, bahwa kepala daerah wajib melaporkan kerjanya ADMINISTRATIO
95
(“penyelenggaraan pemerintahan”) ke pemerintah pusat, yang akan menjadi bahan evaluasi dan pembinaan terhadap dirinya. Ini diatur dalam PP tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (No. 3/2007), disambung dengan PP tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (No. 6/2008). Disebutkan dalam PP yang terakhir ini di dalam “ketentuan umum”nya antara lain sebagai berikut: “12. Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah adalah capaian atas penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah yang diukur dari masukan, proses, keluaran, hasil, manfaat, dan/atau dampak. 13. Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah selanjutnya disingkat EPPD adalah suatu proses pengumpulan dan analisis data secara sistematis terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah, kemampuan penyelenggaraan otonomi daerah, dan kelengkapan aspek-aspek penyelenggaraan pemerintahan pada Daerah yang baru dibentuk. 14. Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah selanjutnya disingkat EKPPD adalah suatu proses pengumpulan dan analisis data secara sistematis terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan menggunakan sistem pengukuran kinerja. 15. Evaluasi Kemampuan Penyelenggaraan Otonomi Daerah yang selanjutnya disingkat EKPOD adalah suatu proses pengumpulan dan analisis data secara sistematis terhadap kemampuan penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi aspek kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. 16. Evaluasi Daerah Otonom Baru ..dst. 17. Sistem Pengukuran Kinerja adalah sistem yang digunakan untuk mengukur, menilai, dan membandingkan secara sistematis dan berkesinambungan atas kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. ISSN : 2087-0825
96 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.1, No.2, Juli-Desember 2010
18. Indikator Kinerja adalah alat ukur spesifik secara kuantitatif dan/atau kualitatif yang terdiri dari unsur masukan, proses, keluaran, hasil, manfaat, dan/atau dampak yang menggambarkan tingkat capaian kinerja suatu kegiatan. 19. Indikator Kinerja Kunci adalah indikator kinerja utama yang mencerminkan keberhasilan penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan. 22. Tim Penilai adalah tim yang membantu gubernur, bupati, atau walikota dalam melaksanakan evaluasi terhadap tataran pengambil kebijakan daerah dan evaluasi terhadap tataran pelaksana kebijakan daerah. 23. Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.” Tentang EKPPD (lihat butir 14) disebutkan bahwa EKPPD dilakukan pada tingkat pengambilan maupun pelaksanaan kebijakan. Aspek-aspek penilaian pada tingkat yang ke-dua ini adalah sbb. (pasal 19): ”a. kebijakan penyelenggaraan pemerintahan;
teknis urusan
b. ketaatan terhadap perundang-undangan;
peraturan
c. tingkat capaian SPM; d. penataan kelembagaan daerah; e. pengelolaan daerah;
kepegawaian
f. perencanaan daerah;
pembangunan
g. pengelolaan keuangan daerah; h. pengelolaan barang milik daerah; dan i. pemberian fasilitasi partisipasi masyarakat.”
ADMINISTRATIO
terhadap
Ketentuan PP di atas menyatakan bahwa mengukur kinerja suatu instansi adalah proses yang rumit dan lama.karena itu dalam ”ketentuan penutup” dinyatakan, bahwa aspek, fokus dan indikator yang dipakai diterapkan secara bertahap. Penelitian ini memilih untuk memfokuskan diri pada hasil kerja dinas yang menyangkut pelayanan publik selama setahun terakhir. Kepuasan masyarakat atau klien terhadap jumlah dan mutu layanan menjadi indikator utama dari kinerja. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah pelaksanaan atau pemenuhan suatu kewajiban, visi, misi, fungsi atau tanggung jawab yang dibebankan atau diharapkan oleh pihak lain terhadap- atau darinya pada suatu waktu. Dengan kata lain kinerja adalah tingkat seberapa jauhdan berkualitaskah tujuan dan target berhasil dicapai. Berdasar diskusi teoretik di atas dan mengingat ketersediaan data, aspekaspek kinerja yang dikaji dalam penelitian ini adalah: aksesibilitas, transparansi, akuntabilitas, kecepatan layanan, profesionalitas pegawai, responsibilitas, responsivitas, partsisipasi, efektivitas, efisiensi, kerjasama dan kondisi fisik kantor. Faktor-faktor Penentu Kinerja Setiap peristiwa dipengaruhi oleh lebih dari satu faktor. Kinerja, menurut Rivai (2008: 68), ditentukan oleh: 1.
struktur (besaran) organisasi
2.
sistem dan prosedur kerja
3.
gaya kepemimpinan
4.
strategi
5.
nilai budaya
6.
lingkungan (sistem politik, hukum, globalisasi dsb.).
Seringkali untuk menaikkan kinerja diusulkan juga adanya penambahan anggaran, gaji dan staf baru yang bermutu, atau mengubah manajemen instansi menjadi seperti manajemen bisnis –misalnya
ISSN : 2087-0825
Samodra Wibawa, Kinerja Satuan Kerja Pemerintah Daerah merampingkan birokrais. Tapi, menurut Rivai (2008:78), kenyataannya hal-hal ini tidak selalu menghasilkan kinerja yang lebih bagus, malah sering hanya menjadi pemborosan. Hanya saja dia tetap menyarankan, misalnya, agar aparatur kita memiliki karakter sebagai berikut (hal. 80, redaksi diubah), yang sesungguhnya menyatakan –yang berlawanan dengan salah satu butir pernyataannya tadi-- bahwa pegawai yang bermutu mutlak diperlukan: 1. punya komitmen untuk mencapai cita-cita dan tujuan bersama 2. kompeten dalam bertugas atau melayani publik 3. terampil, kreatif, inovatif 4. profesional, beretika 5. tanggap dan akuntabel 6. otonom tapi bertanggungjawab 7. produktif, berkualitas dan efisien. Komitmen dan profesionalitas atau keterampilan, baik dari para pegawai maupun terutama pimpinan, memperoleh penekanan yang sangat dari Michael Amstrong (2004: 299-300). Utomo dan Wismono (2008:105), mengutip Hood dan Hughes, mengaitkan kinerja dengan istilah/konsep new public management (NPM) yang dikembangkan di Eropa/Amerika sejak 1980-an. Dikatakannya, bahwa di bawah NPM instansi-instansi pemerintah diubah menjadi “penyedia jasa layanan publik yang efektif dan efisien”. Berikut ini doktrin dari NPM (redaksi dan urutan diubah), yang menurut hemat kami merupakan penyebab atau pendukung kinerja yang tinggi: 1. Berfokus pada penilaiannya
kinerja
dan
2. akuntabilitas berbasis hasil 3. kompensasi berbasis kinerja 4. devolusi/desentralisasi ke unitunit kerja terkecil 5. kebebasan manajer mengelola organisasi ADMINISTRATIO
97
6. kompetisi: kontrak, outsourcing 7. pemangkasan biaya dan efisiensi. Luthaus dan Adrien, Muhammad menyatakan (2007: 28-29), bahwa kinerja organisasi pada dasarnya ditentukan oleh tiga hal: kapasitas organisasi, motivasi organisasi dan lingkungan. Kapasitas organisasi mencakup kepemimpinan, struktur, personil, keuangan, tekonologi, infrastruktur, dan komunikasi. Motivasi organisasi mencakup sejarah, misi, budaya dan sistem insentifnya. Sedangkan lingkungan terdiri dari sistem administrasi dan hukum, politik, sosialbudaya, teknologi dan ekonomi. Beberapa asas organsiasi sebagaimana dikemukakan oleh Sutarto (1985: 52) adalah faktor penentu kinerja pula. Di antaranya yang dapat disebut adalah: tujuan yang jelas, spesialisasi, pelimpahan wewenang, keseimbangan tanggungjawab-wewenang, rentang kendali, kesatuan perintah, kemampuan pegawai, komunikasi, kombinasi fungsi staf dan lini, peraturan yang jelas, dan fleksibilitas. Akhirnya dari beberapa literatur lain dapat didaftar beberapa hal yang mempengaruhi kinerja sebagai berikut: 1. Wewenang organisasi: hak dan tanggungjawab untuk bertindak, termasuk mengerahkan sumberdaya. Termasuk di sini adalah cara menggunakan wewenang itu, yang biasa disebut adalah kepemimpinan dan pendelegasian wewenang (bandingkan Allen 1990 dan Thoha 2001). 2. Kekuatan atau sumberdaya organsiasi: orang dan uang. Orang atau pegawai menyangkut jumlah dan kualitas (pendidikan dan pelatihan yang pernah diikuti, kesesuaiannya dengan posisinya dan motivasi), sedangkan uang menyangkut jumlah dan cara pengelolaannya. Termasuk di sini adalah jumlah dan kualitas sarana-prasarana.
ISSN : 2087-0825
98 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.1, No.2, Juli-Desember 2010
3. Budaya kerja: kinerja organisasi cenderung rendah, jika para pegawai di dalamnya bersifat tidak kreatif dan inovatif, menghindari tantangan dan risiko serta tak mau beratanggungjawab, sudah puas/nyaman dengan keadaannya (bandingkan Ratminto dan Winarsih 2005: 120).
Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga dan Cipta Karya serta Dinas Pengelola Keuangan, Pendapatan dan Aset. Data diperoleh dengan cara memberikan kuesioner terhadap 198 responden, yang terdiri dari 140 orang warga/pengguna dan 58 orang pegawai. Kuesioner dijawab dengan dipandu oleh tim peneliti, sehingga seperti wawancara tertutup. Responden untuk suatu dinas berbeda dengan responden untuk dinas lain.
4. Iklim organisasi: hubungan antar pribadi dalam organisasi yang sehat, serasi, harmonis akan mendorong orang untuk bekerja dengan baik (bandingkan Barata 2004: Bab 5).
Setiap aspek kinerja dan faktorfaktor penentu dirinci menjadi beberapa pertanyaan. Pertanyaan tentang kinerja diajukan kepada responden masyarakat, dan beberapa juga ditanyakan kepada pegawai. Sementara pertanyaan tentang faktor penentu ditujukan kepada pegawai saja. Jawaban responden diskor lalu digunakan untuk menyusun indeks kinerja dari setiap dinas. Hal yang sama dilakukan terhadap faktor-faktor penentu kinerja. Untuk mengetahui faktor mana yang berpengaruh terhadap kinerja dibuat tabel silang.
5. Pengawasan atau kontrol, baik oleh lembaga pengawas politik maupun administrasi, atasan, rekan kerja dan masyarakat. 6. Transparansi pembuatan dan pelaksanaan kebijakan: semakin tertutup suatu organisasi, maka semakin tidak ada dorongan baginya untuk berkinerja baik. Dengan demikian ada banyak sekali faktor yang mempengaruhi kinerja. Berdasarkan diskusi tersebut dan dengan mengingat ketersediaan data, dalam penelitian ini dikaji variabelvariabel berikut: kepemimpinan, kualitas personil, struktur organisasi, sistem dan prosedur, prasarana dan sarana, serta komunikasi, motivasi dan iklim organisasi. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan terhadap enam dinas Kabupaten Ngawen, yakni Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Transmigrasi dan Tenaga Kerja, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura,
ADMINISTRATIO
Selain itu penelitian ini juga telah menyerap berbagai kritik dan harapan para responden (masyarakat/pengguna dan pegawai) tentang kinerja dari setiap instansi dan bagaimana cara meningkatkannya. Daftar kritik dan harapan tersebut telah diuraikan di bagian akhir dari setiap bab tentang setiap dinas, namun karena keterbatasan ruang tidak dapat disajikan di sini. KINERJA DINAS Kinerja keenam dinas yang diteliti dapat dikatakan cukup memuaskan. Ratarata indeks kinerja mereka adalah 75 sebagaimana terlihat di Gambar 1. Kinerja dinas yang tertinggi diraih oleh Dinsostransnaker (80), diikuti oleh Dinas Kesehatan (77), dan yang terendah adalah Dinas PU (72). Perbedaan kinerja DPU dengan tiga dinas lain tidak terpaut jauh, yakni hanya 1 dan 2 poin.
ISSN : 2087-0825
Samodra Wibawa, Kinerja Satuan Kerja Pemerintah Daerah
99
Gambar 1. Indeks Kinerja Dinas
Rincian dari setiap aspek kinerja ditunjukkan dalam Gambar 2. Terlihat dalam gambar tersebut, bahwa dari dua belas aspek kinerja instansi, aspek yang rata-rata indeksnya tertinggi adalah responsibilitas (83), yang menengah adalah transparansi dan partisipasi (masing-masing 76), sedangkan yang terendah adalah
akuntabilitas (63). Kondisi dari keduabelas aspek tersebut bervariasi. Aspek-aspek kinerja yang relatif rendah perbedaannya di antara enam instansi (selisih antara yang nilai tertinggi dan terendah kurang dari 10) adalah: profesionalitas (78), transparansi (76) dan efektivitas (75).
Gambar 2. Indeks Aspek-aspek Kinerja Instansi
ADMINISTRATIO
ISSN : 2087-0825
100 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.1, No.2, Juli-Desember 2010
Dari Gambar 2 tersebut dapat diketahui dinas mana yang paling bagus kondisinya dalam aspek tertentu dan karena itu perlu diberi penghargaan atau setidaknya dijadikan contoh/teladan bagi dinas lain, dan dinas mana yang paling jelek kondisinya dalam suatu aspek dan karena itu perlu melakukan perbaikan di masa depan. Sebagai contoh, akesesibilitas terbaik dicapai oleh Dinsostransnaker, terjelek Dintan; akuntabilitas terbaik DPU, terjelek Dintan; profesionalitas terbaik Dintan, terjelek DPU, dst. Tidak saja dinas yang terjelek yang perlu melakukan introspeksi dan perbaikan ke depan, melainkan juga dinas lain yang indeksnya berada di bawah rata-rata. Misalnya dalam hal partisipasi, dinas yang perlu mawas diri dan melakukan perbaikan adalah Dinas Pendidikan, Dintan, DPU dan DPKPA; sedangkan dalam hal efisiensi, dinas yang perlu membenahi dirinya adalah Dinas Pendidikan, DPU dan DPKPA, dst. FAKTOR-FAKTOR PENENTU KINERJA Kondisi
dari
setiap
faktor
penentu kinerja diperlihatkan dalam Gambar 3. Terlihat bahwa di semua instansi rata-rata faktor penentu kinerja yang tertinggi indeksnya adalah komunikasi, motivasi dan iklim organisasi (79), sedangkan yang terendah adalah prasarana dan sarana (hanya 66). Tampaknya memang situasi dari komunikasi, motivasi dan iklim organisasi relatif menyenangkan, sementara prasaran dan sarananya tidak memuaskan para pegawai. Kondisi kepemimpinan yang terbaik dijumpai di dua instansi, yaitu Dinsostransnaker dan DPU (80). Personil terbaik juga dimiliki oleh kedua instansi ini (78). Kualitas struktur terbaik dijumpai di Dinas Pendidikan (77), sistem dan prosedur terbaik pada Dinsostransnaker (79), prasarana dan sarana terbaik juga di Dinsostransnaker (71). Instansi ini juga memiliki kualitas komunikasi, motivasi dan iklim organisasi yang terbaik (85). Secara keseluruhan memang indeks faktor-faktor penentu kinerja Dinsostransnaker adalah yang terbaik (rata-rata 77); sedangkan yang terendah adalah Dinas Kesehatan (masing-masing 71). Namun, sebagaimana telah diperlihatkan di atas, Dinsostransnaker bukanlah instansi yang paling tinggi kinerjanya, dan Dinas Kesehatan tidaklah yang terjelek kinerjanya.
Gambar 3. Perbandingan Faktor-faktor Penentu Kinerja Dinas
ADMINISTRATIO
ISSN : 2087-0825
Samodra Wibawa, Kinerja Satuan Kerja Pemerintah Daerah
Penelitian ini memang menemukan, bahwa faktor-faktor penentu itu mempengaruhi kinerja, tetapi kekuatan pengaruhnya tidaklah besar. Tabeltabel silang di dalam Tabel 1 memperlihatkan, bahwa faktor yang
pengaruhnya paling kuat adalah prasarana/sarana. Faktor yang hampir tidak berpengaruh adalah struktur organisasi. Empat faktor lain memiliki pengaruh pada tingkat sedang terhadap kinerja, yakni kepemimpinan, personil, sistem dan prosedur, serta komunikasi, motivasi dan iklim organisasi.
Tabel 1. Persilangan Kinerja dan Faktor-faktor Penentunya Kinerja Rendah Tinggi Rendah (1) (1) Din. Aset Dinkes Tinggi (1) (3) Kepemimpinan DPU Din. Pendidikan Dinsos Din. Pertanian Rendah (1) (1) Din. Aset Dinkes Tinggi (1) (3) Personil DPU Din. Pendidikan Dinsos Din. Pertanian Rendah (0) (2) Dinsos Din. Pertanian Struktur Tinggi (2) (2) DPU Din. Pendidikan Din. Aset Dinkes Rendah (1) (1) Din. Aset Dinkes Sistem dan Tinggi (1) (3) Prosedur DPU Din. Pendidikan Dinsos Din. Pertanian Rendah (2) (1) DPU Din. Pertanian Din. Aset Prasarana dan Tinggi (0) (3) Sarana Din. Pendidikan Dinkes Dinsos Rendah (1) (1) Din. Aset Din. Pertanian Komunikasi, Tinggi (1) (3) motivasi, iklim DPU Din. Pendidikan organisasi Dinkes Dinsos
ADMINISTRATIO
101
ISSN : 2087-0825
102 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.1, No.2, Juli-Desember 2010
tertinggi dan terendah kurang dari 10) di antara enam instansi adalah: profesionalitas (78), transparansi (76) dan efektivitas (75).
KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini telah mengkaji kinerja enam dinas dan faktor-faktor penentunya. Dengan mencermati rincian dari setiap aspek variabel dapat diidentifikasi berbagai kekurangan dan kelebihan dari setiap instansi serta cara-cara memperbaiki ataupun mempertahankan kinerjanya. Kesimpulan utama dirumuskan adalah:
yang
dapat
1. Kinerja dinas rata-rata cukup tinggi (75) dengan urutan sebagai berikut: Dinas Sosial, Transmigrasi dan Tenaga Kerja (80) Dinas Kesehatan (77) Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura (74) Dinas Pendidikan (74) Dinas Pengelola Keuangan, Pendapatan dan Aset (73) Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga dan Cipta Karya (72). 2. Dari dua belas aspek kinerja instansi, aspek yang rata-rata punya indeks kinerja tertinggi adalah responsibilitas (83), yang menengah adalah transparansi dan partisipasi (masing-masing 76), sedangkan yang terendah adalah akuntabilitas (63). Ini kiranya berarti bahwa formalisme masih belum tercerabut dari birokrasi kita: pada umumnya dinas bagus dalam melakukan pertanggungjawaban formal (kepada atasan, terutama pertanggungjawaban keuangan), tapi sangat jelek dalam pelaporannya kepada masyarakat secara riil. Juga bisa ditafsirkan, bahwa para birokrat kita masih menjadikan birokrasi sebagai lahan mencari nafkah, belum kuat berorientasi pada pemecahan masalah masyarakat.
3. Kondisi dari keduabelas aspek tersebut bervariasi. Aspek-aspek kinerja yang relatif rendah perbedaannya (selisih antara yang ADMINISTRATIO
4. Enam faktor yang dihipotesiskan mempengaruhi kinerja dinas ternyata memang terbukti berpengaruh. Faktor yang pengaruhnya paling kuat adalah prasarana/sarana. Faktor yang hampir tidak berpengaruh adalah struktur organisasi. Empat faktor lain memiliki pengaruh pada tingkat sedang terhadap kinerja, yakni kepemimpinan, personil, sistem dan prosedur, serta komunikasi, motivasi dan iklim organisasi. Dari kesimpulan di atas, juga berdasarkan analisis di Bab IV hingga IX, dapat disampaikan saran-saran sebagai berikut: 1. Pemkab Ngawen perlu segera memperbaiki aspek-aspek kinerja yang kondisinya relatif jelek sebagai berikut: akuntabilitas (63) kondisi fisik kantor dinas (68) responsivitas (69) efisiensi (73). 2. Setiap dinas perlu memprioritaskan perbaikan pada aspek-aspek kinerja yang lebih rendah dari rata-rata , setelah itu perbaikan terhadap aspek-aspek yang nilainya lebih rendah dari 75. 3. Sarana dan prasarana merupakan faktor yang paling penting untuk diperbaiki, agar kinerja instansi meningkat. Faktor lain yang juga perlu diperbaiki dengan prioritas yang lebih rendah adalah: kepemimpinan, personil, sistem dan prosedur, serta komunikasi, motivasi dan iklim organisasi. 4. Pemkab Ngawen perlu melakukan evaluasi kinerja seperti ini setiap satu atau dua tahun, sebagai salah satu sarana untuk mempertanggungjawabkan amanah/mandat yang telah diberikan oleh seluruh warganya.
ISSN : 2087-0825
Samodra Wibawa, Kinerja Satuan Kerja Pemerintah Daerah
Demikianlah kesimpulan dan saran yang dapat dirumuskan. Semoga hasil penelitian ini menjadi masukan penting bagi instansi-instansi yang diteliti khususnya dan semua instansi di Kabupaten Ngawen pada umumnya untuk meningkatkan kinerjanya dalam melayani masyarakat. Mengingat manfaatnya, kiranya Pemkab Ngawen perlu melakukan evaluasi kinerja seperti ini setiap satu atau dua tahun, sebagai salah satu sarana untuk mempertanggungjawabkan amanah/mandat yang diterimanya dari seluruh warga. Peneliti juga berharap bahwa laporan ini dapat menjadi bahan belajar bagi semua praktisi di dalam sistem politik-administrasi kabupaten, propinsi dan negara. Bagi para ilmuwan mudah-mudahan penelitian ini dapat disempurnakan dan dikembangkan lebih lanjut, khususnya instrumen pengukurannya, guna melakukan perbaikan terus-menerus terhadap pelayanan publik kita. DAFTAR PUSTAKA Allen, Louis A., Profesi Manajemen, Jakarta: Erlangga 1990 Armstrong, Michael, Performance Management, terjemahan, Yogyakarta: Tugu 2004 Barata, Atep Adya, Dasar-dasar Pelayanan Prima, Jakarta: Elex Media Komputindo 2004 Dunn, William N., Public Policy Analysis, An Introduction, 3rd ed., New Jersey: Pearson 2004 Keban, Yeremias T., Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik (Konsep, Teori dan Isu), Yogyakarta: Gavamedia 2008 Muhammad, Fadel, Kapasitas Manajemen Kewirausahaan dan Kinerja Pemerintah Daerah, Yogyakarta: Gamapress 2007 Pranoto, Juni, “Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan ADMINISTRATIO
103
Daerah: Sudahkan Mengakomodasi Aspek Learning Organization?”, dalam Agus Wahyuadianto, Meretas Jalan Menuju Good Governance, Bandung: LAN 2008, hal. 27-39 Ratminto/Winarsih, Atik Septi, Manajemen Pelayanan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2005 Rivai, Veithzal, “Evaluasi Kinerja Melahirkan Pemerintahan yang Akuntabel”, dalam Agus Wahyuadianto, Meretas Jalan Menuju Good Governance, Bandung: LAN 2008, hal. 57-90 Sudarmanto, Kinerja dan Pengembangan Kompetensi SDM, Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2009 Sutarto, Dasar-Dasar Organisasi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press 1985 Thoha, Miftah, Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: RajaGrafindo 2001 Utomo, Tri Widodo W./Wismono, Fani Heru, “Pengukuran Kinerja sebagai Upaya Membangun Pemerintah Daerah Berbasis Manajemen Kinerja”, dalam dalam Agus Wahyuadianto, Meretas Jalan Menuju Good Governance, Bandung: LAN 2008, hal. 103-118 Wikipedia, http://id.wikipedia.org/ wiki/Kinerja,dibuka 10 April 2009 Peraturan perundang-undangan PermenPAN tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah (No. 5/2007) PP tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (No. 3/2007) PP
tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (No. 6/2008)
UU tentang Pemerintahan Daerah (No. 32/2004)
ISSN : 2087-0825