1
KINERJA PERTUMBUHAN IKAN GURAME PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT DENGAN PAPARAN MEDAN LISTRIK
YULY AINI
SKRIPSI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
2
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:
KINERJA PERTUMBUHAN IKAN GURAME PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT DENGAN PAPARAN MEDAN LISTRIK adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari skripsi ini. Bogor, November 2008
YULY AINI C.14104045
3
RINGKASAN YULY AINI Kinerja Pertumbuhan Ikan Gurame pada Media Bersalinitas 3 ppt dengan Paparan Medan Listrik. Dimbing oleh KUKUH NIRMALA. Dalam upaya memacu pertumbuhan ikan gurame, dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan diantaranya pendekatan lingkungan dengan paparan medan listrik. Ikan dapat merespon arus listrik karena memiliki organ electroreceptor. Media bersalinitas 3 ppt diduga mendekati isotonik dengan cairan tubuh ikan gurame sehingga energi yang diperoleh dari makanan lebih digunakan untuk pertumbuhan dibandingkan untuk osmoregulasi. Rangsangan lingkungan berupa paparan medan listrik dan penggunaan media bersalinitas memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan gurame pada media bersalinitas 3 ppt dengan paparan listrik 0, 10, 15, dan 20 Volt selama tiga menit sebelum pemberian pakan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juli 2008 di Laboratorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Alat yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini terdiri dari akuarium beserta instalasi aerasi, alat penghasil medan listrik, jangka sorong, timbangan pocket digital, dan alat-alat laboratorium. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap, dengan 4 perlakuan dan tiga ulangan, yaitu K (tanpa pemberian medan listrik), 10 Volt, 15 Volt, dan 20 Volt. Ikan uji dengan panjang total rata-rata 5.77±0.45 cm dipelihara dengan padat tebar 3 ekor/liter selama 50 hari, dengan tingkat pemberian pakan sebesar 3%. Perlakuan berupa paparan medan listrik pada media pemeliharaan dilakukan selama 3 menit sebelum ikan diberi pakan, yaitu pada pukul 07.00, 12.00, dan 17.00 WIB. Pengambilan data pertumbuhan bobot, panjang mutlak, kelangsungan hidup, efisiensi pakan dan pengujian kualitas air yang terdiri dari suhu, pH, alkalinitas, kesadahan, nitrit, dan amonia dilakukan setiap sepuluh hari. Pengambilan data rasio panjang usus terhadap panjang tubuh total (PU/PT) dilakukan pada awal dan akhir pemeliharaan. Data yang diperoleh dianalisa dengan analisis ragam (anova uji f satu arah) pada selang kepercayaan 95%, uji tuckey atau uji beda nyata jujur (BNJ), uji polinom orthogonal, dan analisis korelasi Pearson Produk Momen (PPM) dengan perangkat lunak microsoft excel 2003. Laju pertumbuhan bobot harian benih ikan gurame pada kontrol, perlakuan 10, 15, dan 20 Volt adalah 2.36±0.19%, 2.68±0.24%, 2.57±0.34%, dan 2.54±0.17%. Tingkat kelangsungan hidup benih ikan gurame pada kontrol, perlakuan 10, 15, dan 20 Volt adalah 56.41%, 46.15%, 43.59%, dan 56.41%. Pertumbuhan panjang mutlak benih ikan gurame pada kontrol, perlakuan 10, 15, dan 20 Volt adalah 2.54±0.35%, 2.80±0.65%, 2.55±0.44%, dan 2.54±0.41%. Nilai Rasio PU/PT akhir benih ikan gurame pada kontrol, perlakuan 10, 15, dan 20 Volt adalah 1.69±0.17, 1.73±0.24, 1.80±0.19, dan 2.05±0.14. Nilai efisiensi pakan pada kontrol, perlakuan 10, 15, dan 20 Volt adalah 82.61±18.16%, 90.55±3.05%, 90.83± 1.42%, dan 90.33±7.57%. Paparan medan listrik 10, 15, dan 20 Volt pada media bersalinitas 3 ppt sebelum pemberian pakan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap benih ikan gurame dari segi pertumbuhan bobot, pertumbuhan panjang mutlak, rasio PU/PT, dan efisiensi pakan. Namun, memberikan pengaruh terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan gurame. Perilaku ikan gurame yang teritorial, efisiensi pemanfaatan wadah agar zona efektif media bersalinitas yang terpapar medan listrik menyebar rata, densitas ikan yang tinggi, serta induksi medan listrik pada
4
tubuh ikan mempengaruhi kerja saraf, otak ikan, dan laju metabolisme ikan. Peningkatan laju metabolisme ikan menyebabkan terjadinya peningkatan kompetisi ruang, oksigen, maupun pakan yang secara tidak langsung akan mempengaruhi tingkah laku ikan gurame dalam wadah. Diduga, kondisi seperti ini yang menyebabkan ikan gurame pada wadah perlakuan menjadi lebih agresif dibandingkan pada wadah kontrol.
i
KINERJA PERTUMBUHAN IKAN GURAME PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT DENGAN PAPARAN MEDAN LISTRIK
YULY AINI
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
ii
Judul
:
KINERJA PERTUMBUHAN IKAN GURAME PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT DENGAN PAPARAN MEDAN LISTRIK
Nama
:
YULY AINI
Nomor pokok :
C.14104045
Disetujui, Pembimbing
Dr. Kukuh Nirmala NIP. 131691469
Diketahui Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP. 131578799
Tanggal lulus :..................................
i
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul KINERJA PERTUMBUHAN IKAN GURAME PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT DENGAN PAPARAN MEDAN LISTRIK dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terimakasih kepada kedua orang tua dan kakak tercinta, atas dukungannya baik berupa materi, doa, dan motivasi selama masa perkuliahan. Terimakasih kepada Bapak Dr. Kukuh Nirmala, selaku pembimbing akademik sekaligus pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan arahan, masukan, dan bimbingan selama masa perkuliahan dan penyusunan skripsi ini. Terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Enang Harris dan Ibu Sri Nuryati S.Pi. M.Si. yang telah bersedia menjadi dosen tamu pada ujian akhir. Terimakasih kepada seluruh staf pengajar di Departemen Budidaya Peraiaran. Terimakasih kepada Bapak Jajang Ruhyana dan Bang Abe atas segala bantuannya selama penelitian. Terimakasih kepada Arba’in atas segala bantuan dan masukannya selama penelitian. Terimakasih kepada Agus, Hendy, Saleh, Rasmawan, Ema, Phyto, Klory, Bayu, Fheby, Tomi, dan seluruh sahabat BDP 41 atas kebersamaan, semangat, dan dukungannya. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempuna. Walaupun demikian, penulis berharap semoga penulisan skripsi ini dapat memberikan informasi baru yang bermanfaat. Bogor, November 2008
ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 7 Juli 1987, sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak H. Burhan Dullah dan Ibu Yetty Marhan. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SMU Negeri 5 Bogor (2004) dan lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Saringan Masuk IPB (USMI) dan memilih Program Studi Teknologi Manajemen Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama masa perkuliahan, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan yaitu Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) sebagai bendahara (2006-2007). Penulis pernah menjadi asisten praktikum beberapa mata kuliah yaitu FisikaKimia Perairan (2007-2008), Nutrisi Ikan (2007-2008), serta Teknik dan Penanganan Lingkungan Akuakultur (2007-2008). Prestasi yang pernah diraih penulis adalah Juara I Lomba Karya Tulis Ilmiah Kelembagaan Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada Tahun 2007 dan Penyaji Terbaik II Tingkat Nasional dalam rangka Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional XX di Universitas Lampung. Dalam usaha menambah wawasan dan pengetahuan di bidang akuakultur, penulis melakukan Praktek Pembenihan ikan gurame Osphronemus gouramy dan Praktek Pembesaran Udang Galah Macrobrachium rosenbergii di Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar Sukamandi, Subang Jawa Barat pada bulan Juni-Agustus 2007. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan
penulis
dengan
menulis
skripsi
yang
berjudul
“KINERJA
PERTUMBUHAN IKAN GURAME PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT DENGAN PAPARAN MEDAN LISTRIK ”.
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI................................................................................................... i DAFTAR TABEL...........................................................................................iii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... v I.
PENDAHULUAN .................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang................................................................................ 1 1.2 Tujuan............................................................................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3 2.1 Biologi Ikan Gurame ...................................................................... 3 2.2 Medan Listrik ................................................................................. 3 2.3 Sifat Listrik dalam Air ..................................................................... 4 2.4 Respon Ikan terhadap Medan Listrik ............................................. 5 2.5 Elektroreseptor pada Ikan.............................................................. 5 2.6 Pencernaan Ikan............................................................................ 6 2.7 Efek Medan Listrik terhadap Jaringan Hidup................................. 7 2.8 Salinitas dan Osmoregulasi ........................................................... 8 2.9 Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup ........................... 9 2.10 Kualitas Air .................................................................................. 10 2.10.1 Suhu .................................................................................. 10 2.10.2 pH ...................................................................................... 10 2.10.3 Oksigen Terlarut ................................................................ 11 2.10.4 Daya Hantar Listrik ............................................................ 11 2.10.5 Amonia............................................................................... 12 2.10.6 Alkalinitas........................................................................... 13 2.10.7 Kesadahan......................................................................... 13 2.10.8 Nitrit ................................................................................... 13 III. BAHAN DAN METODE ........................................................................ 15 3.1 Waktu dan Tempat ....................................................................... 15 3.2 Alat dan Bahan ............................................................................. 15 3.3 Rancangan Percobaan ................................................................. 15 3.4 Prosedur Penelitian ...................................................................... 16 3.4.1 Persiapan wadah ................................................................ 16 3.4.2 Media PemeliharaanIkan .................................................... 16 3.4.3 Pengadaptasian Ikan .......................................................... 16 3.4.4 Pemeliharaan Ikan Uji......................................................... 16 3.4.5 Pemberian Perlakuan ......................................................... 17 3.5 Parameter yang Diamati ............................................................... 19 3.5.1 Parameter Biologi ............................................................... 19 3.5.2 Parameter Kualitas Air ........................................................ 20 3.6 Analisa Data ................................................................................. 22 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................. 23 4.1 Hasil................................................................................................ 23 4.1.1 Tingkat Kelangsungan Hidup................................................. 23 4.1.2 Laju Pertumbuhan Bobot Harian .......................................... 24 4.1.3 Pertumbuhan Bobot.............................................................. 25 4.1.4 Pertumbuhan Panjang Mutlak .............................................. 26 4.1.5 Rasio Panjang Usus terhadap Panjang Total Tubuh............ 28 4.1.6 Efisiensi Pemberian Pakan................................................... 29
ii
4.1.7 Kualitas Air............................................................................ 30 4.2 Pembahasan ............................................................................ 31 V. KESIMPULAN ...................................................................................... 39 5.1 Kesimpulan.................................................................................... 39 5.2 Saran ............................................................................................. 39 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 40 LAMPIRAN ................................................................................................. 43
iii
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Nilai Rasio PU/PT Ikan Gurame pada Tiap Ukuran Panjang Tubuh………………………………………………………………...............
7
Prosentase nilai amonia tidak terionisasi yang terlarut dalam air pada suhu dan pH yang berbeda…………………………….............................
12
3.
Jenis perairan berdasarkan nilai kesadahan..........................................
13
4.
Parameter uji yang diamati pada setiap perlakuan hingga akhir pemeliharaan benih ikan gurame Osphronemus gouramy …….............
30
Kisaran Parameter Kualitas Air Media Pemeliharaan Benih Ikan Gurame Osphronemus gouramy Pada Setiap Perlakuan Selama Pemeliharaan……………………………………………….........................
30
2.
5.
iv
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Denah Susunan Akuarium Percobaan.................................................
16
2.
Skema Susunan Alat Percobaan..........................................................
18
3.
Grafik Tingkat Kelangsungan Hidup (%) Benih Ikan Gurame Osphronemus gouramy Pada Setiap Perlakuan Selama Masa Pemeliharaan........................................................................................
23
Grafik Laju Pertumbuhan Bobot Harian (%) Benih Ikan Gurame Osphronemus gouramy Pada Setiap Perlakuan Selama Masa Pemeliharaan........................................................................................
24
Hubungan Lama Waktu Pemeliharaan (X) dengan Bobot Rata-rata (Y) Benih Ikan Gurame yang Dipelihara pada Media yang Dipapar Listrik 0, 10, 15, dan 20 Volt.................................................................
25
Grafik Pertumbuhan Panjang Mutlak Benih Ikan Gurame Osphronemus gouramy Pada Setiap Perlakuan Selama Masa Pemeliharaan.......................................................................................
26
Hubungan Lama Waktu Pemeliharaan (X) dengan Panjang Total Rata-rata (Y) Benih Ikan Gurame yang Dipelihara pada Media yang Dipapar Listrik 0, 10, 15, dan 20 Volt ...................................................
27
Grafik Rasio PU/PT Benih Ikan Gurame Osphronemus gouramy Selama Masa Pada Setiap Perlakuan Pemeliharaan...........................
28
Grafik Efisiensi Pakan Benih Ikan Gurame Osphronemus gouramy Pada Setiap Perlakuan Selama Masa Pemeliharaan...........................
29
Gambaran kondisi ikan uji yang mati dalam penelitian.........................
59
4.
5.
6.
7.
8. 9. 10.
v
DAFTAR LAMPIRAN 1.
Halaman Kelangsungan Hidup........................................................................ 43
2.
Laju Pertumbuhan Bobot Harian......................................................
45
3.
Pertumbuhan Bobot.........................................................................
47
4.
Pertumbuhan Panjang Mutlak..........................................................
48
5.
Rasio Panjang Usus Terhadap panjang Total Tubuh (PU/PT).............................................................................................
50
6.
Efisiensi Pakan.................................................................................
53
7.
Kualitas Air........................................................................................
55
8.
Total Penerimaan.............................................................................
58
9.
Gambaran kondisi ikan uji yang mati dalam penelitian.....................
59
1
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan gurame merupakan ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi dengan harga yang relatif stabil. Harga benih gurame di tingkat petani di Bogor tahun 2008, ukuran panjang 3-5 cm (silet) adalah Rp. 1000 per ekor, ukuran panjang 6-7 cm (korek) Rp.1300 per ekor, dan ukuran panjang 8-11 cm (rokok) Rp. 2000 per ekor, sedangkan untuk ukuran konsumsi mencapai Rp. 20.000 per kilogram atau Rp. 25.000 per kilogram di tingkat konsumen. Walaupun demikian, kegiatan budidaya ikan gurame masih menghadapai berbagai kendala. Salah satunya, gurame dikenal sebagai ikan yang lambat pertumbuhannya. Untuk membesarkan benih ukuran 2-3 cm sampai siap konsumsi atau 500 gram per ekor diperlukan waktu sekitar 1,5 tahun (Qitanong, 2006). Hal tersebut diatas, diduga akibat ikan gurame memiliki usus yang pendek dibandingkan dengan ikan-ikan herbivora pada umumnya. Rasio panjang usus dengan panjang tubuh (PU/PT) ikan herbivora pada umumnya adalah 3.7-6 (Opuszynki dan Shireman, 1995). Pada ikan gurame ukuran 13.5 - 15 cm memiliki nilai rasio PU/PT 1.31 - 2.31 (Affandi, 1993). Sehingga diduga proses pencernaan dan penyerapan makanan dalam usus menjadi kurang efektif akibat kurangnya luas permukaan penyerapan sari-sari makanan pada dinding usus. Dalam upaya memacu pertumbuhan ikan gurame, dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan diantaranya pendekatan lingkungan berupa paparan medan listrik. Menurut Lismann dan Machin (1958) dalam Hoar dan Randall (1971), ikan dapat merespon arus listrik karena memiliki organ electroreceptor. Pemberian listrik yang rendah di sekitarnya dapat menimbulkan respon yang luar biasa pada electroreceptor tersebut. Berdasarkan penelitian Nuryandani (2005), pemberian medan listrik memberikan pengaruh terhadap amplitudo dan frekuensi kontraksi otot polos pada usus halus kelinci. Sehingga diharapkan paparan medan listrik dapat menstimulus kerja otot polos pada usus ikan, agar penyerapan sari-sari makanan menjadi lebih baik. Medan listrik juga berinteraksi dengan hormon pertumbuhan dan neurotransmitter (Nair, 1989 dalam Sitio 2008). Oleh karena itu, diharapkan rangsangan dari lingkungan berupa induksi medan listrik dapat membantu penyerapan sari-sari makanan dalam usus ikan menjadi lebih baik. Selain itu, diharapkan mampu merangsang hormon pertumbuhan
2
untuk bekerja lebih optimal. Sehingga energi yang berasal dari makanan digunakan untuk pertumbuhan. Nybakken (1988) menyatakan air yang bersalinitas lebih tinggi, memiliki konduktivitas yang lebih tinggi pula. Hal tersebut disebabkan air bersalinitas mengandung garam-garam elektrolit yang bermuatan negatif lebih tinggi, sehingga daya hantar listriknya meningkat. Mackee and Wolf (1963) dalam Boyd (1982) menyatakan darah ikan air tawar memiliki tekanan osmotik sekitar 6 atm atau setara dengan 7000 mg/l sodium klorida (NaCl). Berdasarkan penelitian Dewi (2006), benih gurame ukuran 3-6 cm yang dipelihara pada media bersalinitas 3 ppt memiliki tingkat kelangsungan hidup yang tinggi yaitu 92.27%. Diduga media bersalinitas 3 ppt mendekati isotonik dengan cairan tubuh ikan gurame, sehingga ikan tidak banyak mengeluarkan energi untuk proses osmoregulasi. Oleh karena itu, energi yang diperoleh dari makanan digunakan untuk pertumbuhan. Berdasarkan beberapa hasil penelitian diatas, menunjukkan bahwa rangsangan lingkungan berupa paparan medan listrik dan media bersalinitas sama-sama
memberikan
pengaruh
positif
terhadap
pertumbuhan.
Hasil
penelitian Sitio (2008), paparan medan listrik sampai 10 volt masih memberikan pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan ikan gurame yang dipelihara pada media bersalinitas 3 ppt. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai kinerja pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan gurame yang dipelihara pada media bersalinitas 3 ppt dengan paparan medan listrik yang lebih tinggi tegangannya.
1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan gurame pada media bersalinitas 3 ppt dengan paparan listrik 0, 10, 15, dan 20 Volt selama tiga menit sebelum pemberian pakan.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Gurame Klasifikasi ikan gurame menurut Standar Nasional Indonesia (SNI): 016485.1-2000 adalah sebagai berikut : Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Ordo
: Perciformes
Subordo
: Belontiidae
Famili
: Osphronemidae
Genus
: Osphronemus
Spesies
: Osphronemus gouramy Lac.
Ikan gurame memiliki tubuh agak panjang, tinggi, dan pipih ke samping. Ukuran mulutnya kecil, miring, dan dapat disembullkan. Ikan gurame memiliki garis lateral tunggal, lengkap, dan tidak terputus. Sisiknya stenoid (tidak membulat secara penuh) dan berukuran besar. Ikan ini memiliki gigi pada rahang bawah. Gurame umumnya hidup pada perairan tawar, namun ditemukan juga gurame yang hidup di perairan payau (Khairuman dan Amri, 2003). Ikan gurame dilengkapi dengan alat pernafasan tambahan berupa labirin yang terletak di dalam rongga insang. Ikan gurame dapat menghirup oksigen langsung dari udara pada perairan yang miskin oksigen. Gurame tergolong ikan yang peka terhadap suhu rendah, suhu optimal untuk ikan gurame berkisar antara 28-32 oC (Huet, 1971 dan Hardjamulia, 1978 dalam Dewi 2006). Ikan gurame lebih menyukai perairan yang jernih, dan tenang. Cara pergerakan ikan gurame dalam kolom air adalah vertikal (naik-turun) sehingga lebih menyukai perairan yang agak dalam. Berdasarkan jenis makanannya ikan gurame tergolong ikan omnivora yang cenderung pada herbivora. Ikan gurame muda dan dewasa dapat memanfaatkan tumbuhan air dan tumbuhan darat seperti kangkung dan daun sente sebagai pakan alaminya.
2.2 Medan Listrik Setiap benda bermuatan listrik akan menimbulkan pengaruh kepada benda-benda lain disekitarnya. Pengaruh ini dikenal dengan medan listrik. Medan listrik merupakan vektor, yaitu memiliki besaran dan arah. Kuat medan listrik
4
pada dua keping sejajar yang diberi muatan listrik yang sama tetapi berlawanan jenis positif dan negatif, dipengaruhi oleh potensial listrik (Volt) dan jarak antara kedua keping (m). Semakin besar jarak antara dua keping, maka semakin kecil kuat medan listrik (Kanginan, 1995). Menurut Albert dan Crampton (2006), medan listrik alami terdapat pada banyak lingkungan perairan berasal dari faktor abiotik dan biotik. Medan listrik alami yang berasal dari faktor abiotik, sebagian besar merupakan Direct Current (DC) atau dalam frekuensi yang sangat rendah jenis Alternating Current (AC), dalam selang kurang dari satu atau beberapa putaran per sekon (Hz). Medan listrik yang terbentuk, berasal dari proses-proses geochemical dan aliran air menuju medan magnet bumi. Medan listrik alami yang berasal dari faktor biotik berada dalam selang Direct Current (DC) berasal dari kumpulan oscillator, dimana semua sel-sel mengalami kebocoran atau kehilangan ion-ion dan itulah yang menjadi sumber dari arus DC. Hal yang menjadi sumber paling penting secara ekologi dari dua kutub medan oscilasi adalah diproduksi oleh ritme dari kontraksi otot sepanjang ventilasi insang dan pergerakan undulatori. Lebih dari 60 spesies hewan, 9 filum yang telah diketahui memiliki frekuensi rendah dari medan listrik di seluruh permukaan tubuhnya.
2.3 Sifat Listrik dalam Air Listrik mengalir dari potensial tinggi menuju potensial rendah (Kanginan, 1995). Bila elektroda logam dicelupkan ke dalam air, maka voltase maupun arus listrik akan menyebar dengan pola garis-garis lengkung yang menghubungkan katoda dan anoda. Sedangkan garis-garis equipotensial digambarkan memotong garis-garis arus secara tegak lurus sehingga membentuk garis berpola melingkar dan bertitik-pusat pada kedua elektroda (Suharyanto, 2003). Menurut nybakken (1988), pada air yang bersalinitas lebih tinggi memiliki konduktivitas yang lebih tinggi pula, sehingga garis-garis equipotensial cenderung lebih menyebar. Hal ini disebabkan air bersalinitas mengandung garam-garam elektrolit yang bermuatan negatif lebih tinggi sehingga daya hantar listriknya meningkat. Sebaliknya pada air bersalinitas rendah, garis-garis ini cenderung lebih mengumpul. Di dalam air, semakin jauh jarak antara elektroda akan menyebabkan arus listrik semakin lemah dan gradien voltase semakin rendah. Berdasarkan kekuatan arus atau gradien tersebut, terbentuklah
zona
atau area efektif dan area berbahaya (Cowx dan Lamarque, 1990 dalam
5
Suharyanto 2003). Bagi ikan-ikan yang berada disekitar elektroda dalam air akan mendapatkan area berbahaya (danger zone) yang terletak dekat pusat elektroda dan area efektif yang terletak disebelah luar area berbahaya. Menurut Hasband (1959) dalam Arnaya (1980), semua garis-garis potensial di air tawar didistorsi dengan arah mengumpul pada tubuh ikan sehingga ikan terpengaruh dengan baik oleh medan listrik.
2.4 Respon Ikan terhadap Medan Listrik Menurut Suharyanto (2003), otot dan cairan tubuh ikan adalah media yang dapat dialiri arus listrik sehingga ikan bersifat sebagai konduktor listrik. Perbedaan daya hantar atau konduktivitas di antara tubuh ikan (yf) dan air (yw) sangat menentukan biota air tersebut mudah atau sukar dalam merespon medan listrik. Jika yf lebih kecil atau sama dengan yw maka biota air sulit merespon medan lilstrik, sebaliknya yf lebih besar daripada yw maka ikan akan lebih mudah merespon medan listrik. Nilai konduktivitas yf dan yw mempengaruhi body voltage (antara kepala dan ekor). Pada air dengan konduktivitas yang rendah maka ikan akan lebih mudah merespon medan listrik yang ada disekitarnya, selama ini konduktivitas biota lebih rendah dari konduktivitas air (Holzer, 1957 dalam Suharyanto 2003).
2.5 Elektroreseptor pada Ikan Ikan dapat merespon arus listrik karena memiliki organ electroreceptor. Secara umum, electroreceptor merupakan pengembangan dan modifikasi gurat sisi atau lateral line. Pemberian
listrik yang rendah di sekitarnya dapat
menimbulkan respon yang luar biasa pada electroreceptor tersebut (Lismann dan Machin 1958, dalam Hoar dan Randall 1971). Menurut Albert dan Crampton (2006), electroreceptor merupakan sensor, seperti indera pendengaran, informasi dari elektrosensori diatur menggunakan waktu dan frekuensi isyarat. Seperti indera penglihatan, informasi dari elektrosensori ditransmisikan hampir secara langsung. Seperti indera penciuman, rasa, dan pendengaran intensitas yang dirasakan dari rangsangan elektrik meningkat dengan semakin dekatnya jarak dengan sumber rangsangan. Seperti indera peraba, input dari elektrosensori menyampaikan informasi tentang bentuk dan tekstur elektrik dari objek pada lingkungan sekitar.
6
Hanya vertebrata yang diketahui memiliki sistem sensor khusus yang dapat mengubah sinyal non listrik menjadi bermuatan listrik pada daerah sekitar medan listrik menjadi aksi potensial dengan fungsi dari sel-sel sensori dan mengirimkan informasi tersebut dengan integritas spasial, artinya diberikan oleh serabut-serabut syaraf kepada pusat sel syaraf. Kemampuan untuk memproduksi sitem koordinasi, stereotipe medan listrik eksternal, atau organ elektrik khusus juga diketahui hanya terdapat pada ikan (Albert dan Crampton, 2006). Hal tersebut digunakan untuk kegiatan predasi, pertahanan, orientasi, atau komunikasi. karena aliran listrik memerlukan medium penghantar, semua spesies akuatik memiliki elektroresepsion atau elektrogenesis. Pada vertebrata ada yang memiliki passive electroreception dan active elekroreception (Albert dan Crampton,2006). Passive electroreception adalah deteksi dari medan listrik eksternal secara alami atau yang berasal dari jaringan hidup yang digunakan dalam orientasi dan keberadaan mangsa. Hewan yang memiliki passive electroreception berbeda dengan active electroreception. Pada hewan tersebut
tidak dapat membangkitkan sendiri medan listrik untuk
mendeteksi objek. Passive electroreception pada vertebrata diasosiasikan dengan sederetan peripheral (syaraf tepi) dan struktur pusat neural (syaraf), termasuk sel kulit, reseptor sel rambut sebelah dalam yang sama dengan syarafsyaraf pada lateral line, dengan target utama pada bagian khusus inti otak bagian sebelah belakang dan pusat pemrosesan dalam otak bagian belakang, otak bagian tengah, dan thalamus.
2.6 Pencernaan pada Ikan Saluran pencernaan ikan terdiri dari segmen mulut, rongga mulut, faring, esofagus, lambung, piloric cecae, usus, rektum, dan anus. Menurut Michel (2006), sebelum terjadi pencernaan makanan di dalam tubuh ikan, keberhasilan ikan dalam mendeteksi makanan menjadi faktor penting. Oleh karena itu, sistem sensor kimia pada ikan atau chemoreception disusun untuk mendeteksi substansi kimia yang terlarut di dalam air, dimana rangsangan kimia memainkan peranan yang penting dalam pencarian makanan dan kebiasaan makan pada ikan. Rangsangan kimia ini akan ditangkap oleh sistem olfactory yang mampu mempelajari rangsangan pemberian pakan. Menurut Evans dan Claiborne (2006), pakan yang masuk ke dalam tubuh ikan akan mengalami pencernaan secara mekanik di dalam rongga mulut,
7
kemudian ditransfer ke esophagus melalui faring. Esophagus pada ikan bentuknya pendek, lebar, dan lurus. Fungsinya mentransfer makanan ke lambung. Di dalam lambung, makanan akan dicerna secara kimia dengan bantuan enzim-enzim pencernaan dan kontraksi otot. Kemudian makanan masuk ke dalam pyloric cecae yang memiliki fungsi meningkatkan area permukaan untuk penyerapan sari-sari makanan agar lebih efektif tanpa menambah panjang usus. Penyerapan sari-sari makanan terjadi pada usus (intestine). Sisa-sisa pencernaan makanan masuk ke rektum dan dikeluarkan melalui anus. Oleh karena itu, usus memegang peranan penting dalam penyerapan sari-sari makanan untuk menunjang proses pertumbuhan. Menurut Opuszynki dan Shireman (1995), rasio panjang usus terhadap panjang tubuh (PU/PT) ikan herbivora adalah 3.7-6, ikan omnivora 1.3-4.2, dan ikan karnivora adalah 0.5-2.4. Menurut Affandi (1993), rasio PU/PT ikan gurame berbeda tiap ukuran, seperti berikut : Tabel 1. Nilai Rasio PU/PT Ikan Gurame pada Tiap Ukuran Panjang Tubuh Panjang tubuh (Cm)
Rasio PU/PT
3.8 - 5 8.9 - 11.9 13.5 - 15
0.62 - 1.02 1.11 - 1.64 1.31 - 2.31
Oleh karena itu, semakin panjang usus benih ikan gurame, semakin lama pula pakan yang berada dalam usus. Sehingga diduga, proses pencernaan dan penyerapan zat-zat yang terkandung dalam pakan akan semakin baik (Natsir, 2002).
2.7 Efek Medan Listrik terhadap Jaringan Hidup Medan listrik diduga dapat menimbulkan efek pada jaringan hidup (Itegin dan Gunay 1993 dalam Nuryandani 2005). Medan dan arus listrik pada frekuensi rendah apabila berinteraksi dengan jaringan biologik dapat mengakibatkan efek fisiologik maupun psikologik (Fathony, 2004). Mekanisme interaksi medan listrik dengan benda hidup berupa induksi medan dan juga arus listrik pada jaringan biologi. Induksi pada benda hidup disebabkan adanya muatan-muatan listrik bebas yang terdapat pada ion kaya cairan seperti darah, getah bening, syaraf, dan otot yang dapat terpengaruh gaya yang dihasilkan oleh muatan-muatan dan aliran arus listrik (Nair, 1989 dalam Nuryandani 2005). Besaran medan dan arus listrik ditentukan oleh hubungan kompleks diantara banyak faktor, termasuk frekuensi dan intensitas medan, sifat kelistrikan
8
jaringan tubuh, dan kondisi paparan. Jika tubuh menyerap intensitas medan listrik dan magnetik yang relatif cukup, maka hal ini akan merangsang sistem syaraf dan otot-otot dalam tubuh. Bahkan pada intensitas yang rendah pun, akan berpengaruh pada aktivitas modulasi di dalam otak maupun sifat syaraf (Fathony, 2004). Menurut Nuryandani (2005), pemberian medan listrik memberikan pengaruh pada amplitudo dan frekuensi kontraksi otot polos pada usus halus kelinci. Otot polos dapat dirangsang oleh berbagai stimulus antara lain melalui saraf dan hormon (Hill dan Wayse, 1989 dalam Nuryandani 2005). Salah satu perubahan fisis selama terjadi kontraksi otot pada usus adalah perubahan tegangan dan panjang (Goenarso, 2003 dalam Suarga 2006).
2.8 Salinitas dan Osmoregulasi Menurut Boyd (1989), salinitas didefinisikan sebagai konsentrasi total dari ion-ion yang terlarut dalam air. Salinitas digambarkan dalam miligram per liter (mg/L), tapi dalam akuakultur, salinitas biasa digambarkan dalam satuan part per thousand (ppt atau o/oo). Tujuh ion utama yang berkontribusi terhadap salinitas adalah sodium, potassium. kalsium, magnesium,
chloride, sulfate, dan
bicarbonate. Air biasanya hanya mengandung sedikit unsur phosphorus, inorganik nitrogen, besi, mangan, zinc, copper, boron, dan unsur lain. Pada daerah estuari, salinitas air diestimasi berdasarkan konsentrasi chloride (Swingel, 1969 dalam Boyd 1982). Tekanan osmotik air akan semakin meningkat dengan meningkatnya salinitas. Mackee and Wolf (1963) dalam Boyd (1982), darah ikan air tawar memiliki tekanan osmotik sekitar 6 atm atau setara dengan 7000 mg/l sodium klorida (NaCl). Ikan air tawar dapat hidup baik pada air laut dengan level salinitas tersebut. Beberapa spesies air tawar sangat sensitif terhadap perubahan salinitas yang cepat. Benih ikan dapat mati akibat osmotik yang tidak seimbang apabila dipindahkan langsung dari salinitas 1000 mg/L ke salinitas 50 mg/L. Ikan yang lebih dewasa dapat lebih toleran terhadap perubahan salinitas yang tinggi dan cepat. Menurut Dewi (2006), salinitas 3 ppt memberikan tingkat kelangsungan hidup yang tinggi pada benih ikan gurame ukuran 3-6 cm yaitu sebesar 92.27%. Salah satu fungsi homeostatis yang terpenting pada organisme hidup adalah regulasi lingkungan osmotik internal yang tepat, mekanisme
9
pengaturan
keseimbangan
cairan
tubuh
inilah
yang
merupakan
fungsi
osmoregulasi (Yuwono, 2001). Menurut Watanabe (1988), secara signifikan, sejumlah mineral dapat diabsorbsi dari air secara langsung. Lebih jauh lagi, sebagian besar vertebrata hanya mampu mengekskresikan regulasi minimal dari mineral yang terabsorbsi melalui makanan. Walaupun demikian, sebagian besar spesies dapat melakukan regulasi apabila konsentrasi ion-ion dalam cairan tubuhnya demikian dijaga, agar lingkungan internalnya tetap konstan. Hal ini dicapai oleh ikan melalui proses pengaturan ion dan osmotik pada ginjal dan insang.
2.9 Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai perubahan ukuran panjang, berat, dan volume dalam jangka waktu tertentu (Effendie, 1979). Menurut Watanabe (1988), pertumbuhan pada hewan didefinisikan sebagai korelasi antara pertambahan bobot tubuh pada waktu tertentu, bergantung pada spesies. Pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor internal seperti spesies, genetic strain, jenis kelamin dan faktor eksternal seperti kualitas pakan, serta lingkungan yaitu suhu, ketersediaan oksigen, zat-zat terlarut, dan faktor lingkungan lainnya. Laju pertumbuhan adalah karakteristik setiap spesies dan termasuk ke dalam tahap perkembangan. Pertumbuhan
dapat
diungkap
sebagai
pertumbuhan
mutlak
dan
pertumbuhan nisbi (Effendie, 1979). Pertumbuhan mutlak adalah ukuran rata-rata ikan pada umur tertentu, sedangkan pertumbuhan nisbi adalah panjang atau berat yang dicapai dalam satu periode waktu tertentu yang dihubungkan dengan panjang atau berat pada awal periode tersebut. Pertumbuhan maksimum baik bobot maupun ukuran tercapai jika ditunjang oleh nutrisi yang optimum. Pertumbuhan yang sesungguhnya meliputi peningkatan dalam struktur jaringan seperti otot dan tulang serta organ-organ (Watanabe, 1988). Kelangsungan hidup secara langsung dipengaruhi oleh lingkungan perairan (Holiday, 1969 dalam Dewi 2006). Salinitas merupakan salah satu faktor penting untuk kelangsungan hidup dan metabolisme ikan. Selain itu pada konsentrasi tertentu, garam juga berfungsi mematikan bakteri air tawar, parasit, dan jamur ikan tertentu. Kelangsungan hidup ikan air tawar di dalam lingkungan bergantung pada: jaringan insang, laju konsentrasi oksigen, daya tahan atau toleransi jaringan terhadap garam-garam, dan kontrol permeabilitas.
10
2.10 Kualitas Air Air merupakan media hidup ikan, sehingga kuantitas dan kualitas air yang digunakan dalam kegiatan budidaya ikan harus memenuhi kebutuhan hidup ikan. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan organisme akuatik adalah suhu, pH, oksigen terlarut, amonia, dan nitrit (Weatherley, 1972 dalam Sitio 2008). 2.10.1 Suhu Menurut Hardjodjo (2005), suhu merupakan faktor fisik yang sangat penting di air. Kenaikan suhu pada air akan menimbulkan menurunnya jumlah oksigen terlarut dalam air, meningkatkan reaksi kimia, dan bersifat mematikan jika nilainya melebihi batas toleransi ikan. Suhu air normal adalah suhu air yang memungkinkan
makhluk
hidup
dapat
melakukan
metabolisme
dan
berkembangbiak. Menurut Hardjamulia (1978) dalam Khairuman dan Amri (2003), pertumbuhan ikan gurame relatif cepat pada suhu 24.9–28oC. 2.10.2 pH Nilai pH atau puissance negatif of hidrogen didefinisikan sebagia logaritma negatif dari aktifitas ion hidrogen. Pada perairan alami, nilai pH berkisar antara 6.5-9 (Boyd, 1982). Nilai pH perairan 5-9 tidak bersifat toksik akut bagi kebanyakan spesies ikan, walaupun beberapa kontaminan air seperti logam berat dapat merubah kualitas air pada selang pH ini (Alabaster dan Iloyd, 1980 dalam Leatherland dan Woo 1998). Nilai pH merupakan parameter lingkungan yang bersifat mengontrol laju metabolisme melalui kontrol terhadap aktifitas enzim. Swingel (1969) dalam Boyd (1982) menjelaskan pengaruh pH terhadap pertumbuhan ikan, pada pH 4-6.5 dan pH 9-11 pertumbuhan ikan lambat, pada pH 6.5-9 pertumbuhan ikan optimum, sedangkan pada pH<4 dan pH>11 akan menyebabkan kematian pada ikan. PH lingkungan akan mempengaruhi pH cairan tubuh dan organ pernafasan insang. Pada pH media yang rendah atau dibawah kisaran toleransi ikan, akan menurunkan kinerja enzim yang bekerja dalam proses pengikatan oksigen pada insang, sehingga tubuh ikan kekurangan oksigen. Hal tersebut mengakibatkan ketersediaan energi untuk aktifitas hidup ikan menjadi rendah akibat dari penurunan laju konsumsi pakan, pencernaan, dan penyerapan makanan sehingga tingkat pertumbuhan menjadi rendah. Begitupun jika pH media nilainya diatas kisaran toleransi ikan akan menyebabkan sekresi mukus berlebihan pada sel epitel insang yang akan menurunkan difusi oksigen ke dalam tubuh ikan.
11
2.10.3 Oksigen Terlarut Menurut Boyd (1982), oksigen terlarut merupakan faktor kritis pada kegiatan budidaya intensif. kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh suhu. Kelarutan oksigen dalam air terbaik pada suhu 0oC dan semakin menurun kelarutannya seiring dengan peningkatan suhu. Kelarutan oksigen dalam air menurun dengan meningkatnya kadar salinitas air. kelarutan oksigen di air juga digambarkan sebagai tekanan oksigen. Pada lamela-lamela insang, tekanan oksigen lebih tinggi dibandingkan di dalam air dan dibandingkan di dalam darah, sehingga oksigen bisa terikat oleh hemoglobin (oxyhemoglobin). Laju konsumsi oksigen atau respirasi berbeda tiap jenis ikan, ukuran, aktifitas, suhu, status nutrisi, dan banyak faktor lainnya. Menurut Swingel (1969) dalam Boyd (1982), kandungan oksigen < 1 mg/L bersifat lethal bagi ikan bila terpapar dalam waktu beberapa jam, dalam air yang mengandung oksigen 1-5 mg/L ikan dapat bertahan tetapi pertumbuhannya lambat, sedangkan pada air dengan kandungan oksigen terlarut >5 mg/L ikan dapat hidup dan tumbuh secara normal. 2.10.4 Daya Hantar Listrik Menurut Boyd (1982), nilai daya hantar listrik mengindikasikan derajat relatif dari salinitas. Air tawar lebih bervariasi dalam hal proporsi ion-ion utamanya, sehingga nilai konduktivitas biasanya tidak berbanding lurus dengan nilai salinitasnya. Nilai konduktivitas digunakan untuk mengestimasi nilai kadar salinitas pada air tawar (Swingel, 1969 dalam Boyd 1982). Faktor yang mempengaruhi daya hantar listrik air tawar adalah suhu, partikel-partikel tersusupensi dan terlarut (Pentury, 1987 dalam Sternin et al. 1972). Daya hantar listrik (konduktivitas) adalah ukuran kemampuan suatu zat menghantarkan arus listrik dalam temperatur tertentu yang dinyatakan dalam micromohs per centimeter
o
C (μmohs/cm
o
C). Satuan yang lebih umum
digunakan adalah mikroSiemens (μS) (Yuwono, 2001). Dilihat dari partikelnya daya hantar listrik dibagi menjadi dua jenis, pertama daya hantar listrik elektronik dan daya hantar listrik jenis ion (Pentury, 1987 dalam Sternin et al. 1972). Daya hantar
listrik
elektronik
meliputi
semua
logam,
campuran
logam,
dan
semikonduktor. Daya hantar listrik jenis ion dimana muatan listrik yang dihasilkan bertujuan untuk mengatur gerak ion. Konduktor jenis ini misalnya larutan elektrolit. Menurut Yuwono (2001), untuk menghantarkan arus listrik, ion-ion bergerak dalam larutan memindahkan muatan listriknya (ionic mobility) yang bergantung
12
pada ukuran dan interaksi antar ion dalam larutan. Nilai konduktivitas merupakan fungsi antara temperatur, jenis ion-ion terlarut, dan konsentrasi ion terlarut. Peningkatan ion-ion yang terlarut menyebabkan nilai konduktivitas air juga meningkat.
Sehingga
dapat
dikatakan
nilai
konduktivitas
yang
terukur
merefleksikan konsentrasi ion yang terlarut pada air. 2.10.5 Amonia Amonia dalam air berasal dari buangan metabolit ikan, pemupukan, dan busukan hasil aktifitas bakteri pengurai komponen nitrogen (Boyd, 1982). Dalam air, kandungan amonia tidak terionisasi (NH3) dipengaruhi oleh pH dan suhu tertentu membentuk kesetimbangan dengan ion amonium (NH4+). NH3 + H2O
NH4+ + OH-
Amonia bersifat toksik pada ikan sedangkan ion amonium relatif tidak bersifat toksik pada ikan. Total nilai dari NH3 dan NH4+ dikenal dengan Total Amonia Nitrogen (TAN). Nilai pH lebih berpengaruh terhadap toksisitas amonia (Tabel 1). Menurut Colt dan Amstrong (1979) dalam Boyd (1982), jika kadar amonia meningkat dalam air maka amonia yang akan disekresikan oleh tubuh ikan akan menurun sehingga kadar amonia dalam darah dan jaringan tubuh akan meningkat. Keracunan amonia pada ikan akan mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen, kerusakan pada insang, dan mereduksi kemampuan darah dalam mentransfer oksigen. Tabel 2. Prosentase nilai amonia tidak terionisasi yang terlarut dalam air pada suhu dan pH yang berbeda (Boyd, 1982) : pH 7 8.0 8.2 8.4
24 0.5 5.0 7.7 11.6
Temperatur 28 0.7 6.6 10.0 15.0
32 1.0 8.8 13.2 19.5
Menurut The European Inland Fisheries Advisory Commision (1973) dalam Boyd (1982), konsentrasi amonia yang bersifat toksik pada paparan singkat adalah 0.6-2 mg/L NH3 - N untuk semua spesies. Toksisitas amonia lebih tinggi saat kandungan oksigen yang terlarut dalam air rendah (Merkens dan Dowling, 1957 dalam Boyd 1982). Robinette (1976) dalam Boyd (1982) melaporkan bahwa kadar NH3 0.12 mg/L akan mengakibatkan pertumbuhan rendah dan kerusakan insang pada channel catfish. Namun, pada kadar 0.06 mg/L NH3 tidak menimbulkan efek pada kesehatan ikan. Kadar amonia < 1 mg/L NH3 masih
13
layak untuk budidaya ikan (Boyd, 1990). Kadar amonia dalam air sebesar 0.00.12 ppm, pertumbuhan benih gurame masih baik (Affiati dan Lim, 1986 dalam Haryati 1995). 2.10.6 Alkalinitas Alkalinitas total menunjukkan total konsentrasi basa dalam air yang digambarkan sebagai miligram per liter kalsium karbonat (Boyd, 1982). Kadar alamiah air mengandung 40 mg/L CaCO3 atau lebih total alkalinitas yang dianggap lebih produktif dibandingkan air yang mengandung nilai alkalinitas yang lebih rendah (Moyle, 1945; Mairs, 1966 dalam Boyd 1982). Menurut Moyle (1946) dalam Boyd (1982), produktifitas air yang lebih baik tidak langsung berdasarkan alkalinitasnya yang lebih tinggi, tetapi hal tersebut berasal dari fosfor dan nutrien lainnya yang turut meningkat sejalan dengan peningkatan total alkalinitas. 2.10.7 Kesadahan Kesadahan didefinisikan sebagai konsentrasi ion-ion logam divalen dalam air yang digambarkan sebagai miligram per liter kalsium karbonat (Boyd, 1982). Kesadahan total biasanya berhubungan dengan alkalinitas total karena anion dari alkalinitas dan kation dari kesadahan berasal dari peluruhan mineral karbonat. Menurut Sawyer dan Mc Carty (1967) dalam Boyd (1982), jenis air terbagi berdasarkan nilai kesadahannya sebagai berikut : Tabel 3. Jenis perairan berdasarkan nilai kesadahan Kesadahan (mg/L CaCO3) Jenis Perairan 0-75 75-150 150-300 >300
Lunak Sadah moderat Sadah Sangat sadah
2.10.8 Nitrit Menurut Hollerman dan Boyd (1980) dalam Boyd (1982), nitrit alami berasal
dari
reduksi
nitrat
oleh
bakteri
dalam
keadaan
anaerob.
Ketidakseimbangan reaksi nitrifikasi menyebabkan akumulasi nitrit. Kadar nitrit pada air kolam berkisar antara 0.5-5 mg/L NO2- - N. Menurut Konikof (1975) dalam Boyd (1982) Lethal concentration (LC 50) selama 96 jam adalah pada konsentrasi nitrit 4.6 mg/L NO2- - N pada suhu 21oC.
14
Nitrit yang diabsorbsi ikan akan bereaksi dengan hemoglobin membentuk methemoglobin. Hal tersebut menyebabkan oksigen tidak dapat terikat oleh hemoglobin dan mengakibatkan ikan menderita hypoxia dan cyanosis sehingga nitrit bersifat toksik bagi ikan. Ikan yang mengalami keracunan nitrit akan menderita Brown Blood Disease dimana darah ikan akan berwarna cokelat (Boyd, 1982). Menurut Speare dan Backman (1988) dalam Leatherland dan Woo (1998), Bubble Gas Disease (BGD) pada rainbow trout mengikuti paparan sublethal nitrit. Penemuan ini secara umum memberi masukan bahwa toksisitas nitrit dapat secara langsung atau tidak langsung menekan kekebalan tubuh ikan.
15
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 16 Mei hingga 4 Juli 2008 di Laboratorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam kegiatan pemeliharaan ikan terdiri dari 12 unit akuarium berdimensi 20 x 20 x 20 cm3, instalasi aerasi, 4 buah lampu bohlam berdaya 5 watt, dan alat yang digunakan untuk menghasilkan medan listrik yang terdiri dari 1 unit transformator DC 5 A, 4 unit dioda, 1 unit kapasitor 500 μF, 1 unit Print Circuit Board (PCB), 3 unit potensiometer, dan 24 buah lempeng alumunium berdimensi 10 cm x 15 cm, sedangkan alat yang digunakan dalam kegiatan sampling dan pengukuran kualitas air terdiri dari jangka sorong, timbangan pocket digital kapasitas 200 gram dengan ketelitian 0.01 gram, alat tulis, spektrofotometer, conductivitymeter, salinometer, termometer raksa, DO meter, pH meter, buret, gelas piala, dan pipet. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih ikan gurame ukuran panjang tubuh total 5.77±0.45 cm, pakan ikan (pellet) berkadar protein 30%, reagent pengukuran kualitas air, dan media pemeliharaan berupa air bersalinitas 3 ppt.
3.3 Rancangan Percobaan Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap, dengan 4 perlakuan dan tiga ulangan, yaitu K (tanpa pemberian medan listrik), 10 (medan listrik 10 volt), 15 (medan listrik 15 volt), dan 20 (medan listrik 20 volt). Model rancangan percobaan : Yij = μ + τij + εij Keterangan : Yij = pengamatan perlakuan ke-i ulangan ke-j
μ = rataan umum populasi τij = pengaruh perlakuan ke-i εij = galat percobaan perlakuan ke-i ulangan ke-j
16
K1
153
203
103
152
K2
102
202
151
101
K3
201
Gambar 1. Denah Susunan Akuarium Percobaan
3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Persiapan Wadah Sebelum digunakan akuarium dicuci menggunakan sabun, setelah itu dibilas dengan air bersih dan dibiarkan kering. Seluruh alat yang akan digunakan dalam penelitian direndam dengan larutan klorin 3 mg/liter selama satu hari. Selanjutnya, alat-alat tersebut dibilas dengan air bersih.
3.4.2 Media Pemeliharaan Ikan Media pemeliharaan ikan gurame adalah air bersalinitas 3 ppt yang diperoleh dari hasil pengenceran air laut bersalinitas 31 ppt. Air tawar yang digunakan dalam pembuatan air bersalinitas 3 ppt, terlebih dahulu ditreatmen menggunakan tawas dengan dosis 50 mg/L, selanjutnya diendapkan selama satu minggu. Setelah itu, air tersebut dialirkan pada tandon air tawar dan didiamkan selama 3 hari dengan diberi aerasi.
3.4.3 Pengadaptasian Ikan Ikan uji dipelihara dalam akuarium berdimensi 100 x 50 x 60 cm3. Pada saat awal tebar ikan dipuasakan selama satu hari. Selanjutnya, ikan diadaptasikan dengan pakan berupa pelet komersil berkadar protein 30% dan secara gradual ikan diadaptasikan dengan media bersalinitas hingga 3 ppt.
3.4.3 Pemeliharaan Ikan Uji Wadah pemeliharaan ikan uji berupa akuarium yang telah didesinfeksi dengan kaporit dosis 3 mg/L, diisi dengan air bersalinitas 3 ppt. Kemudian, ikan uji dimasukkan ke dalamnya dengan padat tebar 3 ekor/L. Ikan tersebut dipelihara selama 50 hari dengan pemberian pakan berupa pelet berkadar protein 30% dengan tingkat pemberian pakan (Feeding Rate) sebesar 3 %
17
perhari dari bobot biomassa ikan. Pemberian pakan dilakukan setiap hari sebanyak 3 kali yaitu pada pukul 07.00, 12.00, dan 17.00 WIB. Untuk mempertahankan kualitas air media pemeliharaan, dilakukan ganti air 2 kali setiap hari sebanyak 20% dari total air.
3.4.4 Pemberian Perlakuan Perlakuan berupa paparan medan listrik dilakukan selama 3 menit sebelum ikan diberi pakan. Paparan ini, dilakukan setiap 3 kali sehari setiap ikan akan diberi pakan. Input listrik berasal dari listrik arus bolak-balik AC yang dialirkan pada transformator untuk diproses menjadi listrik arus searah DC Direct Current. Agar listrik yang dihasilkan memiliki tegangan yang sesuai dengan kebutuhan, maka aliran listrik DC tersebut dialirkan ke Printed Circuit Board (PCB) yang telah dipasangi potensiometer. Sehingga, output yang dihasilkan berupa listrik dengan tegangan 10, 15, dan 20 volt. Selanjutnya, listrik tersebut masing-masing dialirkan ke media pemeliharaan bersalinitas 3 ppt melalui kabel tembaga yang pada bagian ujungnya telah dihubungkan dengan lempengan alumunium berdimensi 10 x 15 cm. Lempengan alumunium ini digantung di kedua sisi akuarium secara berhadapan. Pengaktifan transformator ini dilakukan setiap kali media pemeliharaan ikan akan diberi perlakuan medan listrik.
18
Keterangan : A = Transformator DC 5 A B = Print Circuit Board (PCB) C = Potensiometer D = Lempeng alumunium Gambar 2. Skema Susunan Alat Percobaan
19
3.5 Parameter yang Diamati 3.5.1 Parameter Biologi a. Laju Pertumbuhan Harian Laju pertumbuhan harian atau Spesific Growth Rate (SGR) merupakan laju pertambahan bobot individu dalam persen dan dinyatakan dalam persamaan berikut: (Huisman,1987)
⎛ Wt
⎞
− 1⎟⎟ x 100% α = ⎜⎜ t ⎝ Wo ⎠ Keterangan : α
= laju pertumbuhan bobot harian
Wt = bobot akhir tubuh Wo = bobot awal tubuh t
= waktu (hari)
b. Pertumbuhan Bobot Menggambarkan pertambahan bobot rata-rata benih ikan gurame yang dipelihara selama perlakuan. Nilai pertumbuhan bobot ini diperoleh dari selisih bobot benih ikan gurame saat awal pemeliharaan dengan bobot benih ikan gurame saat akhir pemeliharaan.
c. Pertumbuhan Panjang Mutlak Pertumbuhan panjang mutlak merupakan selisih panjang total tubuh ikan pada akhir pemeliharaan dan awal pemeliharaan yang dinyatakan dalam persamaan berikut: (Effendi, 1979) PM = Pt – Po Keterangan : PM = pertumbuhan mutlak (cm) Pt = panjang ikan pada hari ke-t (cm) Po = panjang ikan pada hari ke-0 (cm)
d. Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup atau Survival Rate (SR) merupakan persentase jumlah ikan hidup pada akhir pemeliharaan dibandingkan dengan jumlah ikan pada awal tebar yang dinyatakan dalam persamaan berikut: (Effendi, 1979)
SR =
Nt x 100% No
20
Keterangan :
Nt = Jumlah ikan pada waktu akhir pemeliharaan (ekor) No = Jumlah ikan pada waktu awal pemeliharaan (ekor) SR = Survival Rate (%)
e. Rasio Panjang Usus Terhadap Panjang Tubuh (PU/PT) Nilai rasio PU/PT mencerminkan perbandingan antara panjang usus terhadap panjang tubuh total ikan gurame. Pengukuran nilai rasio PU/PT dilakukan pada awal dan akhir pemeliharaan. Rasio panjang usus/panjang tubuh = Pu/Pt (Effendi, 1979) Keterangan : Pu = Panjang Usus (cm) Pt = Panjang tubuh (cm)
f. Efisiensi Pemberian Pakan Efisiensi pemberian pakan menunjukkan jumlah pakan yang dimanfaatkan oleh ikan dari total pakan yang diberikan, dihitung dengan rumus:
EPP = Keterangan : EP
( Bt + Bd ) − Bo x 100% F
(Zonneveld et al., 1991)
= efisiensi pakan (%)
Bt
= bobot biomassa pada waktu t (gram)
Bd
= bobot biomassa ikan yang mati (gram)
Bo
= bobot biomassa ikan pada saat awal (gram)
F
= total pakan yang diberikan (gram)
3.5.2 Parameter Kualitas Air a. Suhu Suhu media pemeliharaan dalam satuan
o
C diukur menggunakan
termometer air raksa (Hg) yang dipasang pada akuarium perlakuan.
b. Oksigen terlarut Oksigen terlarut Dissolved Oxygen (DO) merupakan jumlah mg/liter gas oksigen yang terlarut dalam air. Pengukuran DO dilakukan dengan metode instrumentasi menggunakan alat DO-meter.
21
c. pH Puissance negatif of hidrogen (pH) didefinisikan sebagai logaritma negatif dari aktivitas ion hidrogen (Boyd, 1982). Pengukuran pH dilakukan dengan metode instrumentasi menggunakan alat pH-meter.
d. Daya Hantar Listrik Daya hantar listrik (DHL) atau conductivity adalah gambaran numerik dari kemampuan air untuk menghantarkan arus listrik. Nilai DHL dipengaruhi oleh kandungan garam-garam terlarut yang dapat terionisasi dalam air pada suhu saat pengukuran dilakukan. Nilai DHL dinyatakan dalam satuan mohs per centimeter (mS/cm). Pengukuran DHL dilakukan dengan metode instrumentasi menggunakan alat Conductivitymeter.
e. Alkalinitas Alkalinitas menggambarkan jumlah basa (alkaline) yang terkandung dalam air yang dapat ditentukan dengan titrasi asam kuat. Alkalinitas dinyatakan dalam satuan miligram kalsium karbonat yang terkandung dalam satu liter air. Pengukuran alkalinitas dilakukan dengan metode titrasi menggunakan HCl 0.02 N. Persamaan yang digunakan dalam pengukuran alkalinitas adalah : Alkalinitas Total (mg CaCO3 / liter) = Volume titran x n titran x 100/2 x 1000 Volume sampel f. Kesadahan Kesadahan merupakan gambaran kation logam divalen (Effendi, 2003). Kesadahan dinyatakan dalam satuan miligram kalsium karbonat yang terkandung dalam satu liter air. Kesadahan diukur menggunakan metode titrasi dengan NaEDTA. Prinsip pengukurannya dengan menggunakan jumlah volume dan kadar konsentrasi cairan dengan bantuan indikator perubahan warna (Hardjojo, 2005). Persamaan yang digunakan dalam pengukuran kesadahan adalah : Kesadahan total (mg CaCO3 / liter) = Volume titran x N titran x 100,1 x 1000 Volume sampel g. Total Amonia-Nitrogen (TAN) Pengukuran total amonia-nitrogen dilakukan dengan metode phenate. Kadar amonia yang terukur pada metode ini adalah amonia total yaitu terdiri dari
22
NH3 dan NH4+, karena pada larutan bersuasana basa kuat semua amonia berada dalam bentuk NH3. Ini berarti, amonia yang terukur adalah amonia yang secara alami ada dalam air ditambah NH3 yang berasal dari reduksi ammonium (NH4+). Perhitungan konsentrasi NH3-N total (TAN) dilakukan dengan persamaan berikut : [TAN] mg/L sebagai N = ppm NH3-N =
Cst x As Ast
Keterangan : Cst = konsentrasi larutan standar (mg /L) Ast = nilai absorbance larutan standar As
= nilai absorbance larutan sampel
Konsentrasi amonia tidak terionisasi yang dinyatakan dalam miligram NH3 per liter dipengaruhi oleh nilai pH dan suhu (Tabel 2), oleh Trussel (1972) dan Emerson et al. (1975) dalam Boyd (1982).
h. Nitrit-Nitrogen Pengukuran nitrit-nitrogen menggunakan metode Sulfanilamide (APHA, 1989). Konsentrasi (mg/L) NO2-N yang terukur pada metode ini merupakan kadar nitrogen yang terdapat pada nitrit dalam satuan mgN/liter. Untuk mengetahui kadar nitrit dalam mg NO2/L digunakan persamaan sebagai berikut : Mg NO2-/L = ppm NO2-N x
BM NO2 = ppm NO2-N x 3,28 BA N
Keterangan : BM = berat molekul BA = berat atom
3.6 Analisa Data Data yang diperoleh dianalisa dengan analisis ragam (anova uji f satu arah) pada selang kepercayaan 95%, untuk menentukan ada atau tidaknya perbedaan dari nilai-nilai parameter yang akan diamati menggunakan perangkat lunak microsoft excel 2003. Untuk menentukan perbedaan antar perlakuan, dilakukan uji tuckey atau uji beda nyata jujur (BNJ). Untuk mengetahui respon dari hubungan antara perlakuan medan listrik dengan berbagai parameter yang diamati digunakan uji polinom orthogonal. Serta dilakukan analisis korelasi Pearson Produk Momen (PPM).
23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
HASIL
4.1.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup atau Survival Rate (SR) benih ikan gurame yang dipelihara selama 50 hari berkisar antara 43.59-56.41% (Gambar 3). Berdasarkan analisa statistik ragam masing-masing nilai tengah populasi setiap perlakuan (ANOVA uji F satu arah) pada selang kepercayaan 95% (p<0.05), diperoleh hasil bahwa pemberian perlakuan berupa paparan listrik berpengaruh nyata terhadap nilai kelangsungan hidup benih ikan gurame yang dipelihara pada media bersalinitas 3 ppt. 65.00
SR (%)
55.00
56.41
45.00
y = 5.7717x 2 - 29.115x + 80.142 R2 = 0.9783 46.15
35.00
56.41
43.59
25.00 15.00 0
10
15
20
Tegangan (Volt)
Gambar 3. Grafik Tingkat Kelangsungan Hidup (%) Benih Ikan Gurame Osphronemus gouramy Pada Setiap Perlakuan Selama Masa Pemeliharaan Berdasarkan hasil uji lanjut Tuckey atau Beda Nyata jujur pada selang kepercayaan 95% (p<0.05), diperoleh hasil berbeda nyata antara kontrol (0 Volt) dengan perlakuan 10 dan 15 Volt, dan tidak berbeda nyata antara kontrol dengan perlakuan 20 Volt, serta tidak berbeda nyata antara perlakuan 10 Volt dengan 15 Volt. Hasil uji lanjut polinom orthogonal menunjukkan hubungan antara paparan listrik 0, 10, 15, dan 20 Volt (X) terhadap tingkat kelangsungan hidup (Y) benih ikan gurame membentuk pola kuadratik. Dengan persamaan kuadratik Y = 5.7717X2 – 29.115X + 80.124 dan nilai koefisien determinasi R = 0.9783.
24
4.1.2 Laju Pertumbuhan Bobot Harian Laju pertumbuhan bobot harian atau Spesific Growth Rate (SGR) benih ikan gurame yang dipelihara selama 50 hari berkisar antara 2.36-2.68% (Gambar 4). Berdasarkan analisa statistik ragam masing-masing nilai tengah populasi setiap perlakuan (ANOVA uji F satu arah) pada selang kepercayaan 95% (p<0.05), diperoleh hasil bahwa pemberian paparan listrik tidak berpengaruh terhadap laju pertumbuhan bobot harian benih ikan gurame yang dipelihara pada media bersalinitas 3 ppt.
SGR Bobot (%)
3.00 2.80 2.60
2.68
2.40 2.20
2.57
2.54
15
20
2.36
2.00 0
10
Tegangan (Volt)
Gambar 4. Grafik Laju Pertumbuhan Bobot Harian Benih Ikan Gurame Osphronemus gouramy Pada Setiap Perlakuan Selama Masa Pemeliharaan Berdasarkan hasil uji lanjut Tuckey atau beda nyata jujur pada selang kepercayaan 95% (p<0.05), diperoleh hasil tidak berbeda nyata antara kontrol (0 Volt) dengan perlakuan 10 dan 15 Volt, dan 20 Volt. Hasil uji lanjut polinom orthogonal menunjukkan hubungan antara paparan listrik 0, 10, 15, dan 20 Volt (X) terhadap laju pertumbuhan bobot harian (Y) benih ikan gurame tidak membentuk pola apapun baik linear, kuadratik, maupun kubik.
25
4.1.3 Pertumbuhan Bobot Bobot rata-rata benih ikan gurame yang dipelihara pada media bersalinitas 3 ppt dengan paparan listrik 0, 10, 15, dan 20 Volt mengalami kenaikan dengan bertambahnya waktu pemeliharaan membentuk pola linear. Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh pada kontrol, setiap penambahan waktu pemeliharaan selama satu hari akan menaikkan bobot benih ikan gurame sebesar 1.771 gram. Pada perlakuan 10, 15, dan 20 Volt, setiap penambahan waktu pemeliharaan selama satu hari masing-masing akan menaikkan bobot benih ikan gurame sebesar 2.2325 gram, 2.0528 gram, dan 2.0041 gram.
Bobot Rata-rata (gram)
15.50 13.50 11.50
y = 1.7718x + 1.228 r = 0.9514
y = 2.0528x + 1.112 r = 0.9689
Kontrol 10 volt 15 volt
y = 2.2325x + 0.3715 r =0.9506
20 volt
9.50 7.50
Linear (Kontrol)
y = 2.0041x + 0.9206 r = 0.9574
Linear (10 volt) Linear (15 volt)
5.50
Linear (20 volt)
3.50 0
10
20
30
40
50
Hari ke-
Gambar 5. Hubungan lama waktu pemeliharaan (X) dengan bobot rata-rata (Y) benih ikan gurame yang dipelihara pada media yang dipapar listrik 0, 10, 15, dan 20 Volt. Berdasarkan hasil analisis korelasi Pearson Produk Moment (PPM), hubungan antara lama waktu pemeliharaan (hari) dengan bobot rata-rata (gram) benih ikan gurame yang dipelihara pada wadah kontrol, 10, 15, maupun 20 Volt adalah berkorelasi positif dengan kategori keeratan yang tinggi, dan signifikan.
26
4.1.4 Pertumbuhan Panjang Mutlak Pertumbuhan panjang mutlak benih ikan gurame yang dipelihara selama 50 hari berkisar antara 2.54-2.80 cm (Gambar 6). Berdasarkan analisa statistik ragam masing-masing nilai tengah populasi setiap perlakuan (ANOVA uji F satu arah) pada selang kepercayaan 95% (p<0.05), diperoleh hasil bahwa perlakuan pemberian paparan listrik tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan panjang mutlak benih ikan gurame yang dipelihara pada media bersalinitas 3 ppt.
Pertumbuhan Panjang Mutlak (cm)
2.80 2.75
2.80
2.70 2.65 2.60 2.55 2.50
2.54
2.55
2.54
15
20
2.45 2.40 2.35 0
10
Tegangan (Volt)
Gambar 6. Grafik Pertumbuhan Panjang Mutlak Benih Ikan Gurame Osphronemus gouramy Pada Setiap Perlakuan Selama Masa Pemeliharaan Berdasarkan hasil uji lanjut Tuckey atau beda nyata jujur pada selang kepercayaan 95% (p<0.05), diperoleh hasil tidak berbeda nyata antara kontrol (0 volt) dengan perlakuan listrik 10, 15, dan 20 Volt. Hasil uji lanjut polinom orthogonal menunjukkan hubungan antara paparan listrik 0, 10, 15, dan 20 Volt (X) terhadap pertumbuhan panjang mutlak (Y) benih ikan gurame tidak membentuk pola apapun baik linear, kuadratik, maupun kubik.
27
Panjang total rata-rata benih ikan gurame, yang dipelihara pada media bersalinitas 3 ppt dengan paparan listrik 0, 10, 15, dan 20 Volt mengalami kenaikan dengan bertambahnya waktu pemeliharaan. Hubungan antara lamanya waktu pemeliharaan pada tiap perlakuan dengan panjang total rata-rata membentuk pola linear (Gambar 7). Panjang total rata-rata akhir pada perlakuan 10 Volt sebesar 8.57 cm, pada perlakuan kontrol dan 20 volt adalah sama yaitu sebesar 8.31cm, serta pada perlakuan 15 Volt sebesar 8.32 cm.
9.00
Panjang (cm)
8.50 8.00 7.50 7.00
y = 0.504x + 4.9144 r = 0.9123
Kontrol
y = 0.5006x + 5.0574 r = 0.9632
10 volt
y = 0.5838x + 4.7746 r = 0.9229 y = 0.4991x + 5.0701 r = 0.9569
15 volt 20 volt Linear (Kontrol)
6.50
Linear (10 volt)
6.00
Linear (15 volt) Linear (20 volt)
5.50
0
10
20
30
40
50
Hari keGambar 7. Hubungan lama waktu pemeliharaan (X) dengan panjang total rata-rata (Y) benih ikan gurame yang dipelihara pada media yang dipapar listrik 0, 10, 15, dan 20 Volt. Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh pada kontrol, setiap penambahan waktu pemeliharaan selama satu hari akan menaikkan panjang total benih ikan gurame sebesar 0.504 cm. Pada perlakuan 10, 15, dan 20 Volt, setiap penambahan waktu pemeliharaan selama satu hari masing-masing akan menaikkan panjang total benih ikan gurame sebesar 0.5838 cm, 0.9569 cm, dan 0.9632 cm. Berdasarkan hasil analisis korelasi Pearson Produk Moment (PPM), hubungan antara lama waktu pemeliharaan (hari) dengan panjang total rata-rata (cm) benih ikan gurame yang dipelihara pada wadah kontrol, 10, 15, maupun 20 Volt adalah berkorelasi positif dengan kategori keeratan yang tinggi, dan signifikan.
28
4.1.5 Rasio Panjang Usus Terhadap Panjang Total Tubuh (PU/PT) Rasio PU/PT tubuh benih ikan gurame pada akhir pemeliharaan mengalami peningkatan. Pada awal pemeliharaan rasio PU/PT sebesar 1,00 setelah 50 hari pemeliharaan rasio PU/PT benih ikan gurame menjadi 1.63-2.05 (Gambar 8). Berdasarkan analisa statistik ragam masing-masing nilai tengah populasi setiap perlakuan (ANOVA uji F satu arah) pada selang kepercayaan 95% (p<0.05), diperoleh hasil bahwa rasio PU/PT benih ikan gurame pada kontrol dan perlakuan tidak berbeda nyata. Hal ini berarti pemberian paparan listrik 10, 15, dan 20 volt pada media bersalinitas 3 ppt tidak memberikan pengaruh berbeda terhadap rasio PU/PT akhir benih ikan gurame. 2.50
y = 0.115x + 1.53 r = 0.8350
Rasio PU/PT
Aw al Akhir
2.00
1.50
Linear (Akhir)
2.05
1.69
1.73
1.80
1.00
1.00
1.00
1.00
0
10
15
20
1.00
0.50
Tegangan (Volt) Gambar 8. Grafik Rasio PU/PT Benih Ikan Gurame Osphronemus gouramy Pada Setiap Perlakuan Selama Masa Pemeliharaan Berdasarkan hasil uji lanjut Tuckey atau beda nyata jujur pada selang kepercayaan 95% (p<0.05), diperoleh hasil tidak berbeda nyata antara kontrol (0 volt) dengan perlakuan listrik 10 dan 15 Volt, sedangkan pada perlakuan 20 Volt berbeda. Hasil uji lanjut polinom orthogonal menunjukkan hubungan antara paparan listrik 0, 10, 15, dan 20 Volt (X) terhadap rasio PU/PT akhir (Y) membentuk pola Linear dengan persamaan regresi linear Y = 0.115X + 1.53 dan nilai koefisien korelasi sebesar 0.8350, hasil analisis korelasi Pearson Produk Moment (PPM) menunjukkan bahwa hubungan antara paparan listrik 0, 10, 15, dan 20 Volt (X) terhadap rasio PU/PT akhir (Y) adalah positif, dengan kategori keeratan yang sedang, namun tidak signifikan.
29
4.1.6 Efisiensi Pemberian Pakan Efisiensi pemberian pakan menunjukkan jumlah pakan yang dimanfaatkan oleh ikan dari total pakan yang diberikan. Nilai efisiensi pakan benih ikan gurame yang dipelihara selama 50 hari berkisar antara 82.61-90.83%. Berdasarkan analisa statistik ragam masing-masing nilai tengah populasi setiap perlakuan (ANOVA uji F satu arah) pada selang kepercayaan 95% (p<0.05), diperoleh hasil bahwa perlakuan pemberian paparan listrik tidak berpengaruh terhadap nilai efisiensi pemberian pakan. 92.00
EPP (%)
90.00 90.55
88.00
90.83
90.33
86.00 84.00 82.00 80.00
82.61
78.00 0
10
15
20
Tegangan (Volt) Gambar 9. Grafik Efisiensi Pakan Benih Ikan Gurame Osphronemus gouramy Pada Setiap Perlakuan Selama Masa Pemeliharaan Berdasarkan hasil uji lanjut Tuckey atau beda nyata jujur pada selang kepercayaan 95% (p<0.05), diperoleh hasil tidak berbeda nyata antara kontrol (0 volt) dengan perlakuan listrik 10, 15, dan 20 Volt. Hasil uji lanjut polinom orthogonal menunjukkan hubungan antara paparan listrik 0, 10, 15, dan 20 Volt (X) terhadap efisiensi pakan (Y) benih ikan gurame tidak membentuk pola apapun baik linear, kuadratik, maupun kubik.
30
Parameter uji yang diamati untuk masing-masing perlakuan dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Parameter uji yang diamati pada setiap perlakuan hingga akhir pemeliharaan benih ikan gurame Osphronemus gouramy No 1 2 3 4 5
Parameter
Perlakuan (Volt) 10 15
0
Tingkat Kelangsungan hidup (%) Laju Pertumbuhan bobot harian (%) Panjang mutlak (cm) Efisiensi Pakan (%) Rasio PU/PT
20
56.41±4.44a
46.15±7.70b
43.59±4.44b
56.41±4.44a
2.36±0.19a
2.68±0.24a
2.57±0.34a
2.54±0.17a
2.54±0.35a
2.80±0.65a
2.55±0.44a
2.54±0.41a
82.61±18.16a
90.55±3.05a
90.83±1.42a
90.33±7.57a
1.69±0.17a
1.73±0.24a
1.80±0.19a
2.05±0.14a
Keterangan: Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05)
4.1.7 Kualitas Air Tabel 5. Kisaran Parameter Kualitas Air Media Pemeliharaan Benih Ikan Gurame Osphronemus gouramy Pada Setiap Wadah Perlakuan Selama Pemeliharaan Parameter Suhu (oC) DO (mg/L O2) pH DHL (mS/cm) TAN (mg/L NH3-N) Amonia (mg/L NH3) Nitrit (mg/L NO2-N) Alkalinitas (mg/L CaCO3) Kesadahan (mg/L CaCO3)
Kisaran Nilai Parameter Kualitas Air pada Wadah Perlakuan Kontrol (0 Volt) 10 Volt 15 Volt 20 Volt 27.0 - 28.7 27.0 - 28.5 27.0 - 28.5 27.0 - 28.5 5.10 - 6.24 5.07 - 6.40 4.88 - 6.33 5.20 - 6.33 7.00 - 7.71 7.17 - 7.72 7.00 - 7.61 7.03 - 7.52 5.35 - 13.67 5.35 - 13.83 5.36 - 13.43 5.39 - 13.47 1.36 - 6.83
0.86 - 7.17
0.78 - 4.85
1.18 - 6.27
0.03 - 0.18
0.03 - 0.21
0.03 - 0.15
0.03 - 0.19
0.053
0.009
0.071
0.018
24 - 35
33 - 66
45 - 49
34 - 41
632.63
644.64
619.29
750.08
31
4.2
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil yang diperoleh, paparan listrik 10, 15, dan 20 Volt pada
media bersalinitas 3 ppt tidak memberikan pengaruh nyata terhadap ikan gurame dari segi pertumbuhan bobot, pertumbuhan panjang mutlak, rasio PU/PT, dan efisiensi pakan. Namun, memberikan pengaruh secara nyata pada selang kepercayaan 95% (p<0.05) terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan gurame (Tabel 4). Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Sitio (2008), dimana paparan listrik sampai 10 Volt setelah pemberian pakan masih memberikan pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup benih ikan gurame ukuran 2-3 cm yang dipelihara pada media bersalinitas 3 ppt. Ikan dapat merespon arus listrik karena memiliki organ electroreceptor (Lismann dan Machin 1958, dalam Hoar dan Randall 1971). Untuk ikan yang tidak memiliki alat khusus yang dapat menghasilkan listrik, termasuk ke dalam passive
electroreception.
Ikan
gurame
termasuk
ke
dalam
passive
electroreception artinya dapat mendeteksi rangsangan terhadap saraf dan otak yang berasal dari listrik eksternal. Ikan gurame merupakan ikan yang memiliki daerah teritorial sehingga cenderung mempertahankan daerah kekuasaannya di dalam kolom air. Berdasarkan hasil pengamatan tingkah laku, ikan gurame pada wadah perlakuan lebih agresif dibandingkan pada wadah kontrol. Frekuensi terjadinya perkelahian antar ikan gurame pada wadah perlakuan cenderung lebih tinggi dibandingkan pada wadah kontrol. Hal tersebut diduga akibat dari paparan medan listrik sebelum pemberian pakan mempengaruhi kerja saraf dan otak ikan, sehingga menyebabkan ikan menjadi lapar sedangkan pakan belum tersedia. Oleh karena itu, ikan menjadi agresif dan menyerang ikan lainnya. Sesuai dengan pernyataan Fathony (2004), medan dan arus listrik pada frekuensi rendah apabila berinteraksi dengan jaringan biologik dapat mengakibatkan efek fisiologik maupun psikologik. Bahkan, pada intensitas yang rendah pun, akan berpengaruh pada aktivitas modulasi di dalam otak maupun sifat syaraf. Seperti yang telah diketahui sifat listrik di dalam air, semakin jauh jarak antara elektroda akan menyebabkan arus listrik semakin lemah dan gradien voltase semakin rendah. Akibat gradien voltase tersebut, terbentuklah zona efektif dan zona berbahaya (Cowx dan Lamarque, 1990 dalam Suharyanto 2003). Kuat medan listrik diantara dua keping konduktor sejajar dipengaruhi oleh besarnya potensial listrik (Volt) dan jarak antara kedua keping konduktor (Kanginan, 1995). Sehingga, wadah pemeliharaan ikan diatur sedemikian rupa
32
agar jarak antara kedua keping konduktor saling berdekatan. Dengan kondisi seperti itu, diharapkan zona efektif lebih menyebar secara merata di seluruh kolom air sehingga ikan benar-benar terpapar medan listrik secara merata. Diduga, luas permukaan konduktor pada kedua sisi akuarium begitu luas sehingga medan listrik yang terbentuk dan mengenai ikan pun besar. Hal tersebut menyebabkan rangsangan-rangsangan pada saraf dalam sistem regulasi pada ikan ditransmisikan secara cepat. Sehingga transfer ion-ion dalam sistem sirkulasi ikan berjalan cepat ditambah dengan suhu media yang cukup optimal yaitu 27-28.7oC, secara langsung mempengaruhi laju metabolisme ikan. Peningkatan laju metabolisme ikan menyebabkan terjadinya peningkatan kompetisi baik ruang, oksigen, maupun pakan yang secara tidak langsung akan mempengaruhi tingkah laku ikan gurame dalam wadah. Diduga, kondisi seperti ini yang menyebabkan ikan gurame pada wadah perlakuan menjadi lebih agresif dibandingkan pada wadah kontrol. Hal tersebut sesuai dengan Wedemeyer (1996), kepadatan ikan ketika melewati batas tertentu akan mengganggu proses fisiologis dan tingkah laku yang pada akhirnya akan menurunkan kondisi kesehatan, pemanfaatan makanan, pertumbuhan, dan menurunkan tingkat kelangsungan hidup ikan. Oleh karena itu, tingkat kelangsungan hidup ikan gurame (SR) pada wadah kontrol maupun pada wadah perlakuan kecil. Berdasarkan perhitungan secara statistik pada selang kepercayaan 95%, SR perlakuan 20 Volt tidak berbeda dengan kontrol yaitu sebesar 56.41%, sedangkan SR perlakuan 10 Volt (46.15%) dan 15 Volt (43.59%) berbeda dengan kontrol. Berdasarkan uji lanjut tuckey, SR pada perlakuan 10 Volt dan 15 Volt tidak berbeda nyata. Peningkatan SR pada perlakuan 20 volt diduga akibat dari induksi medan listrik yang diterima tubuh ikan lebih besar, sehingga pengaruh terhadap neurotransmitter dan sistem sirkulasi semakin besar. Hal itu mengakibatkan lancarnya transmisi pada saraf yang dapat mempengaruhi kerja hormon, transfer ion dan oksigen pada darah, sehingga tingkat stress pada ikan dapat berkurang dan secara tidak langsung berpengaruh terhadap tingkah laku ikan. Oleh karena itu, berdasarkan pengamatan selama pemeliharaan frekuensi perkelahian antara ikan yang dipelihara pada wadah perlakuan 20 Volt menjadi lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan lain. Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian, sebagian besar proses terjadinya kematian pada ikan adalah ikan diserang oleh ikan lain. Serangan
33
tersebut diawali dengan penggigitan pada sirip dorsal, kemudian sisik ikan mulai terkelupas, sirip ikan terkoyak, pergerakan ikan terhambat, ikan kehilangan orientasi dan melayang di permukaan pada sudut akuarium, kemudian bola mata hilang dan akhirnya mati. Kematian ikan dan serangan ikan terhadap ikan lain berkurang setelah terjadi reduksi 50% dari total populasi ikan yang ditebar. Hal sama terjadi pada budidaya intensif salmon atlantik. Keenleyside dan Yamamoto (1962) dalam Speare (2006) menyatakan masalah tingkah laku teritorial ikan salmon yang dipelihara pada budidaya intensif dengan kepadatan tinggi menyebabkan terjadinya penggitan sirip (fin nipping) pada ekor, anal, daerah penducle, vent, dan mata dengan ciri-ciri ikan yang mati adalah sirip terkoyak, bola mata hilang, dan pengikisan pada daerah penducle. Selain itu berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian, pada beberapa ikan mati ditemukan dalam kondisi perut menggembung dengan rongga perut dipenuhi cairan dan mengalami exopthalmus (bola mata menonjol keluar). Ciri-ciri tersebut, sama dengan gejala dropsy pada carp (Abius, 1982). Dalam penelitian ini tidak dilakukan pengamatan penyakit secara mendetail, sehingga hanya dilakukan pengamatan secara makro dan hasil yang diperoleh hanya sebatas dugaan. Berdasarkan hasil perhitungan statistik pada selang kepercayaan 95%, paparan medan listrik tidak memberikan pengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan bobot. Walaupun demikian, laju pertumbuhan bobot harian ikan yang dipelihara pada media bersalinitas yang dipapar medan listrik nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang tidak dipapar medan listrik (kontrol). Hal tersebut diduga akibat rangsangan dari lingkungan berupa induksi medan listrik. Rangsangan tersebut menjadikan sistem sirkulasi tubuh ikan menjadi lebih lancar dan penyerapan makanan dalam usus menjadi lebih baik, serta diduga merangsang hormon pertumbuhan untuk bekerja lebih optimal. Oleh karena itu, diduga energi yang berasal dari makanan digunakan untuk pertumbuhan. Sesuai dengan pernyataan Nair (1989) dalam Sitio (2008) yang menyatakan bahwa elektromagnetik berinteraksi dengan hormon pertumbuhan dan neurotransmitter. Hal ini sesuai dengan pernyataan Watanabe (1988), dimana pertumbuhan dipengaruhi juga oleh faktor eksternal berupa pakan dan kondisi lingkungan. Berdasarkan grafik laju pertumbuhan bobot harian (Gambar 4) dan pertumbuhan panjang mutlak (Gambar 6), perlakuan 10 volt memberikan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Nilai tersebut berbanding terbalik dengan tingkat kelangsungan hidup ikan gurame. Hal
34
tersebut diakibatkan oleh semakin padatnya densitas ikan di dalam suatu wadah, maka persaingan akan ruang, oksigen, dan makanan menjadi semakin tinggi. Dalam keadaan seperti itu, ikan yang memiliki daya tahan tubuh yang baik yang dapat bertahan sedangkan ikan-ikan yang mengalami stress akan mati. Seperti pada hasil penelitian, pada perlakuan 10 Volt kepadatan ikan dalam wadah lebih sedikit dibandingkan pada perlakuan 20 Volt dan kontrol, sehingga kompetisi dalam perolehan ruang, oksigen, dan pakan menjadi lebih rendah. Akibatnya energi yang berasal dari makanan yang masuk ke dalam tubuh ikan digunakan untuk pertumbuhan. Hal tersebut dapat dilihat juga pada perlakuan 15 Volt, dimana berdasarkan perhitungan statistik SR perlakuan 15 Volt tidak berbeda nyata dengan perlakuan 10 Volt, memberikan nilai laju pertumbuhan bobot harian yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan 20 Volt dan kontrol (Gambar 4). Begitu pula dengan bobot rata-rata benih ikan gurame pada akhir pemeliharaan, perlakuan 15 Volt memberikan hasil yang lebih tinggi yaitu sebesar 14.78 gram/ekor, sedangkan 20 Volt 14.46 gram/ekor (Lampiran 3). Hubungan lama waktu pemeliharaan dengan pertumbuhan bobot rata-rata benih gurame (Gambar 5) dan panjang total rata-rata benih gurame (Gambar 7) yang dipelihara pada wadah kontrol dan wadah perlakuan 10, 15, dan 20 Volt masing-masing membentuk pola linear. Nilai koefisien korelasinya (r) berkisar antara 0.950-0.9689 pada bobot rata-rata dan 0.9123-0.9632 pada panjang total rata-rata. Berdasarkan analisis korelasi Pearson Produk Momen (PPM), nilai r tersebut menunjukkan bahwa lama waktu pemeliharaan memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan bobot maupun panjang total rata-rata dengan kategori keeratan yang tinggi dan signifikan. Artinya, semakin bertambahnya waktu pemeliharaan maka bobot maupun panjang rata-rata benih ikan gurame akan turut meningkat sampai batas tertentu. Hubungan kedua variabel tersebut kuat dan berarti, sehingga persamaan regresi yang diperoleh, dapat menjadi prediktor bobot maupun panjang total rata-rata benih ikan gurame. Berdasarkan uji polinom orthogonal, hubungan antara paparan listrik dengan rasio PU/PT akhir membentuk pola linear. Berdasarkan analisis korelasi PPM, paparan listrik dengan rasio PU/PT akhir memiliki hubungan yang positif, dengan kategori keeratan tinggi, namun tidak signifikan. Artinya walaupun semakin meningkatnya medan listrik yang diberikan akan semakin meningkatkan
35
nilai rasio PU/PT (Gambar 8), namun persamaan regresi yang diperoleh tidak dapat menjadi prediktor nilai rasio PU/PT akhir. Dari hasil penelitian, nilai rasio PU/PT ikan gurame ukuran 8 cm yang diukur pada akhir pemeliharaan berkisar antara 1.69-2.05. Hasil tersebut lebih tinggi dibandingkan pustaka, Affandi (1993) yang menyatakan bahwa rasio PU/PT ikan gurame ukuran 8 cm adalah 1.11-1.64. Sesuai dengan pernyataan Schmidt dan Nielsen (1997) dalam Nuryandani (2005), ketika sejumlah kecil otot polos terstimulasi secara elektrik, kontraksi menyebar ke sel-sel tetangga melalui gap junction dan memungkinkan sel yang berbatasan untuk berkomunikasi dan mengkoordinasi aktifitasnya. Hasil penelitian menunjukkan nilai PU/PT akhir pada perlakuan 20 Volt lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan lainnya. Menurut hasil penelitian Nuryandani (2005), pemberian listrik 22,5 volt merupakan puncak amplitudo dan frekuensi kontraksi otot polos pada usus kelinci. Hal tersebut menunjukkan bahwa kontraksi otot polos pada usus akan meningkat dengan adanya rangsangan berupa medan listrik. Goenarso (2003) dalam Suarga (2006) menyatakan, salah satu perubahan fisis selama terjadi kontraksi otot pada usus adalah perubahan tegangan dan panjang. Nilai efisiensi pakan menunjukkan bobot basah daging ikan yang dihasilkan persatuan bobot kering pakan yang diberikan. Nilai efisiensi pakan ini menunjukkan seberapa besar pemanfaatan pakan yang menjadi daging pada ikan. Perbedaan nilai efisiensi pakan disebabkan oleh adanya stress sehingga menurunkan keagresifan ikan dalam kegiatan makan (Bardach et al, 1972 dalam Rahmadani 2007). Nair (1989) dalam Nuryandani (2005) menyatakan bahwa interaksi medan listrik dengan benda hidup berupa induksi medan listrik yang diakibatkan oleh muatan-muatan listrik bebas yang terdapat pada ion kaya cairan seperti darah, getah bening, syaraf, dan otot yang dapat terpengaruh gaya yang dihasilkan oleh muatan-muatan dan aliran arus listrik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai efisiensi pakan pada perlakuan lebih tinggi dibandingkan pada kontrol (gambar 9). Walaupun secara statistik pada selang kepercayaan 95%, paparan medan listrik tidak memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap nilai efisiensi pakan pada perlakuan dan kontrol. Namun, hal tersebut cukup membuktikan bahwa paparan medan listrik selama 3 menit sebelum ikan diberi pakan mampu menstimulus sistem saraf dan meningkatkan laju metabolisme melalui panas yang timbulkan
36
oleh aliran listrik sehingga ikan terangsang untuk makan. Akibatnya, dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa, pada wadah perlakuan jarang terdapat sisa pakan yang tidak termakan oleh ikan sehingga pemberian pakan menjadi lebih efisien. Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air media pemeliharaan ikan gurame, diperoleh suhu media pemeliharaan optimal untuk pertumbuhan ikan gurame yaitu berkisar antara 27-28.7oC. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hardjamulia (1978) dalam Khairuman dan Amri (2003), pertumbuhan ikan gurame relatif cepat pada suhu 24.9-28oC. Nilai pH media pemeliharaan berada pada selang pH normal (Tabel 5). Hal tersebut tidak akan memberikan pengaruh negatif terhadap sistem enzim dan pengikatan oksigen pada insang, sehingga pembakaran makanan dengan bantuan oksigen dalam tubuh ikan akan tetap berjalan baik. Nilai suhu dan pH media pemeliharaan memberikan pengaruh pada konsentrasi amonia tidak terionisasi. Berdasarkan Boyd (1982), amonia dalam bentuk tidak terionisasi (NH3) bersifat toksik bagi ikan. Dari hasil pengukuran, konsentrasi NH3 media pemeliharaan adalah <0.20 mg/L. Berdasarkan Boyd (1990), Kadar amonia <1 mg/L NH3 masih layak untuk budidaya ikan. Namun, berdasarakan Affiati dan Lim (1986) dalam Haryati (1995), pertumbuhan benih ikan gurame masih baik pada kadar amonia <0.12 mg/L. Nilai amonia pada wadah pemeliharaan ini termasuk tinggi. Namun, ikan tidak mengalami keracunan amonia karena ikan dipelihara pada media bersalinitas 3 ppt. Kadar salinitas tersebut, diduga mendekati isotonik dengan cairan dalam tubuh ikan gurame. Diduga, hal tersebut menyebabkan kadar amonia yang tinggi pada lingkungan tidak menjadikan kadar amonia pada darah ikan meningkat. Karena adanya pertukaran ion Na+ menjadikan proses homeostasis atau regulasi lingkungan osmotik internal ikan menjadi baik. Amonia yang ada di dalam tubuh ikan akan keluar ke lingkungan melalui pertukaran dengan ion Na+ (Wedemeyer, 1996). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Yuwono (2001), salah satu fungsi homeostatis yang terpenting pada organisme hidup adalah regulasi lingkungan osmotik internal yang tepat, mekanisme pengaturan keseimbangan cairan tubuh inilah yang merupakan fungsi osmoregulasi. Ikan gurame memiliki alat pernafasan tambahan berupa labirin, sehingga dapat mengambil oksigen langsung dari udara. Diduga pada penelitian ini oksigen terlarut tidak menjadi faktor pembatas dalam pertumbuhan ikan. Dugaan
37
tersebut diperkuat dengan hasil pengukuran kadar oksigen terlarut dalam media pemeliharaan berada pada konsentrasi diatas 5 mg/L (Tabel 5). Kadar tersebut baik untuk pertumbuhan ikan. Sesuai dengan pernyataan Boyd (1982), air dengan kandungan oksigen terlarut diatas 5 mg/L, ikan dapat hidup dan tumbuh secara normal. Salinitas juga berpengaruh terhadap nilai kesadahan dan daya hantar listrik. Kesadahan didefinisikan sebagai gambaran konsentrasi ion-ion logam divalen dalam air yang digambarkan sebagai miligram per liter kalsium karbonat (Boyd, 1982). Semakin tinggi salinitas, semakin banyak ion-ion yang terdapat pada media, sehingga semakin tinggi nilai kesadahan. Berdasarkan hasil pengukuran, nilai kesadahan yang diperoleh >300 mg/L CaCO3, nilai ini termasuk ke dalam kategori air yang sangat sadah. Semakin tinggi salinitas, semakin banyak ion-ion yang terkandung dalam air sehingga pergerakan ion-ion tersebut akan semakin meningkatkan daya hantar listrik suatu media. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Yuwono (2001), nilai konduktivitas merupakan fungsi antara temperatur, jenis ion-ion terlarut, dan konsentrasi ion terlarut. Peningkatan ion-ion yang terlarut menyebabkan nilai konduktivitas air juga meningkat. Sehingga dapat dikatakan nilai konduktivitas yang terukur merefleksikan konsentrasi ion yang terlarut dalam air. Keberadaan nitrit diperairan akibat dari ketidakseimbangan reaksi nitrifikasi (Hollerman dan Boyd, 1980 dalam Boyd 1982). Nilai konsentrasi nitrit wadah pemeliharaan berkisar antara 0.0096-0.0715 mg/L NO2 - N. Kadar ini termasuk rendah sehingga tidak membahayakan ikan. Nilai alkalinitas berhubungan dengan sistem buffer untuk mempertahankan pH air. Nilai alkalinitas mempengaruhi pertumbuhan ikan. Karena alkalinitas akan mempengaruhi proses pertukaran ion antara tubuh ikan dengan lingkungan. Berdasarkan hasil pengukuran, kisaran nilai alkalinitas pada perlakuan lebih tinggi dibandingkan pada kontrol (Tabel 5). Nilai alkalinitas yang baik untuk pemeliharaan ikan adalah diatas 40mg/L CaCO3 (Boyd, 1982). Kisaran nilai alkalinitas kontrol 24-35 mg/L CaCO3. Nilai ini termasuk rendah, sehingga diduga sistem buffer dalam media pemeliharaan tidak bekerja dengan baik, akibatnya ikan yang dipelihara pada wadah kontrol harus melakukan usaha untuk proses homeostasis. Hal tersebut mengakibatkan kelebihan energi dalam tubuh ikan digunakan untuk proses homeostasis tersebut. Akibatnya pertumbuhan ikan
38
dalam wadah kontrol lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada wadah perlakuan. Pada penelitian ini, ikan dipelihara dari ukuran 5.77 cm hingga mencapai 11.08 cm. Berdasarkan ukuran pasar, ikan yang dipanen terdiri dari dua ukuran. Ukuran 6-7 cm (korek) dengan harga Rp. 1.300 /ekor dan ukuran 8-11 cm (rokok) dengan harga Rp.2.000/ekor. Berdasarkan hasil penghitungan penerimaan (lampiran 8), menunjukkan penerimaan lebih banyak diperoleh pada perlakuan 20 Volt yaitu sebesar Rp. 41.200,-. Hal ini membuktikan bahwa paparan medan listrik pada air bersalinitas 3 ppt juga memberikan pengaruh dari segi ekonomi.
39
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Paparan listrik 0, 10, 15, dan 20 volt selama 3 menit sebelum pemberian pakan pada benih ikan gurame ukuran 5-6 cm yang dipelihara pada media bersalinitas 3 ppt, tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan. Namun, memberikan pengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup ikan.
5.2 Saran Metode pemberian paparan medan listrik sebaiknya dilakukan setelah pemberian pakan. Perlu dilakukan penelitian mengenai waktu paparan medan listrik.
40
DAFTAR PUSTAKA Abius, C. 1982. Viruses Diseases of Warm Water Fish. In : R. J. Roberts. Microbial Disease of Fish. London. Academy Press. Achmadi, Didi. 2005. Pembiusan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dengan Tegangan listrik Untuk Transportasi Kering. Departemen Teknologi Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Affandi, R. 1993. Studi Kebiasaan Makanan Ikan Gurame Osphronemus gouramy. Jurnal Ilmu-ilmu perairan dan Perikanan Indonesia 1 (2): 56-67. Albert, J. S and W. G. R. Crampton. 2006. Electroreception and Electrogenesis. In: Evans, H and J. B. Claiborne. The Physiology of Fishes Third edition. CRC Taylor and Francis. Boca Raton. London. New York. p; 430-460. Armand. 2005. Efek Medan Listrik Terhadap Kontraksi Usus Halus Kelinci Secara in vitro. Departemen Fisika. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor Arnaya, I. N. 1980. Studi Electrical Fishing dan Kemungkinan Pengembanganya. Bogor: Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 145 hal. Boyd, Glaude E. 1982. Water Quality Management For Pond Fish Culture. Amsterdam. Oxford. New York. Elsevier Scientific Publishing Company. p; 19-32. Boyd, Glaude E. 1989. Water Quality Management And Aeration In Shrimp Farming. Fisheries and Allied Aquacultures Departmental Series No.2, Alabama Agricultural Experiment Station, Auburn University, Auburn University Alabama. p; 5-7. Boyd, Glaude E. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Auburn University. Birmingham. Alabama. Birmingham Publishing. Damayanti, Lis. 2003. Pengaruh Salinitas Air Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan benih Ikan Gurame Osphronemus gouramy Lacepede. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Dewi, Eka Sari. 2006. Pengaruh Salinitas 0, 3, 6, 9, dan 12 ppt terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Gurame Osphronemus gouramy Ukuran 3-6 cm. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Dewi Sri Bogor. Bogor. 112 hal. Evans, H and J. B. Claiborne. 2006. The Physiology of Fishes Third edition. CRC Taylor and Francis. Boca Raton. London. New York. p; 54-57.
41
Fathony, Muhammad. 2004. Radiasi Elektromagnetik dari Alat Elektronik dan Efeknya bagi Kesehatan. Htttp://www.tempo.co.id/medika/arsip/092001/ pus-3.htm. (20 Januari 2008). Hardjodjo, Basuki. 2000. Pengukuran dan Analisa Kualitas Air. Universitas Terbuka. Haryati. 1995. Pengaruh Penggantian Artemia Salina dengan Daphnia Sp. terhadap pertumbuhan dan SR benih ikan gurame Osphronemus gouramy Lacepede. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Hoar, W. S dan D. J. Randall. 1971. Fish Physiology Volume V Sensory System and Electric Organ. New York. London. Academic Press. Huisman, E.A.1987. Principles of fish Production. Departemen of Fish culture and Fisheries Wageningen Agricultural University, Wageningen. Netherlands. P: 57-122. Kanginan, Marthen. 1995. Fisika 2000 3 A SMU Kelas 3 Semester 1. Cimahi : Erlangga. Khairuman dan K. Amri. 2003. Pembenihan dan Pembesaran Gurame secara Intensif. Jakarta : Agromedia Pustaka. 136 hal. Leatherland, J. F and P. T. K. Woo. 1998. Fish Disease and Disorders Volume 2 Non- Infectious Disorders. Canada. CABI Publishing. p ; 319. Michel, William C. 2006. Chemoreception. In: Evans, H and J. B. Claiborne. The Physiology of Fishes Third edition. CRC Taylor and Francis. Boca Raton. London. New York. p ; 471-488. Natsir, M. 2002. Pengaruh Kadar selulosa yang Berbeda dalam Pakan terhadap Panjang Usus dan aktivitas Enzim Pencernaan benih Ikan Gurame (Osphronemus gouramy Lac.). Program Pascasarjana. institut Pertanian Bogor. Nuryandani, Einstivina. 2005. Perubahan Kontraksi Otot Longitudinal Usus Halus Kelinci Akibat Paparan Medan Listrik dan Magnet secara In vitro. Departemen Biologi. Fakultas matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam. institut Pertanian Bogor. Nybakken, James. W. 1988. biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta : PT. Gramedia Opuszynski, K and J. V. Shireman. 1995. Herbivorous Fishes. Culture and use for weed Management. Departement of Fisheries and Aquatic Sciences Institut of Agricultural Sciences, University Florida. CRC Press. 223 p. Qitanong. 2006. Agromania Gurame. http://ikanmania. wordpress.com /2008/01/21/ aspek- pemasaran- budidaya- pendederan- danpembesaran- ikan-gurame/. (22 Desember 2006).
42
R’ees, D. G. 2001. Essential Statistics Fourth Edition. Boca Raton. London. New York. Washington DC. Chapman and Hall/CRC. Sitio, Swardi. 2008. Pengaruh Medan Listrik pada Media Pemeliharaan Bersalinitas 3 ppt terhadap Tingkat Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Ikan Gurame Osphronemus gouramy Lac. Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Standar Nasional Indonesia (SNI): 01-6485.2-2000. 2000. Benih Ikan Gurame (Osphronemus gouramy, Lac.). Badan Standarisasi Nasional. Sternin, V. C., I.V. Nikonorov, dan Y. K. Bumeistar. 1972. Electrical Fishing Theory and Practice. Jerussalem : Israel Program for Scientifict translation. 316 p. Suarga, Cepy. 2006. Efek Medan Magnet terhadap Kontraksi Usus Halus Kelinci secara In Vitro. Program Studi Fisika. Fakultas matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam. institut Pertanian Bogor. Suharyanto. 2003. Kajian Respon Udang Galah terhadap Kejutan Listrik arus Bolak-Balik dalam Tanki Percobaan Skala Laboratorium. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Usman, Husaini dan R. P. S. Akbar. 2003. Pengantar Statistika. Jakarta : Bumi Aksara. Watanabe, T. 1988. Fish Nutrition and Mariculture JICA Textbook The General Aquaculture Course. Departement of Aquatic Biosciences. Tokyo University of Fisheries. Wedemeyer, Garry A.. 1996. Physiology of Fish In Intensive Culture Systems. International Thompson Publishing . Chapman and Hall. Yuwono, Edi. 2001. Fisiologi Hewan I. Departemen Pendidikan Nasional. Universitas Jenderal Soedirman. Fakultas Biologi. Purwokerto. Zonneveld, N., E. A. Huisman, dan J. H. Boon. 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan. Jakarta : PT Gramedia Utama. 318 hal.
43
Lampiran 1. Kelangsungan Hidup Perlakuan
Ulangan
0
10
15
20
1
53.85
53.85
38.46
53.85
2
61.54
46.15
46.15
61.54
3
53.85
38.46
46.15
53.85
rata-rata
56.41±4.44
46.15±7.70
43.59±4.44
56.41±4.44
Anova - Uji F satu arah Tabel Sidik Ragam Sumber Keragaman Antar perlakuan Sisa
Jumlah Kuadrat 409.6272 236.6984
Derajat Bebas 3 8
Total
646.3256
11
Kuadrat Tengah 136.54 29.59
F hitung 4.61
F tabel 4.07
Hipotesis Ho : tidak ada perlakuan yang memberi pengaruh berbeda Ha : minimal ada satu perlakuan yang memberi pengaruh berbeda Keputusan F hit > Ftab Minimal ada satu perlakuan yang memberi pengaruh berbeda pada SK 95% Uji Lanjut Tuckey / BNJ (Beda Nyata Jujur) Membandingkan rata-rata tingkat kelangsungan hidup antar perlakuan Perlakuan
Rata-rata
0Volt 10Volt 15Volt
56.41 46.15 43.59
10Volt
15Volt
20Volt
46.15
43.59
56.41
10.26
12.82 2.56
0 10.26 12.82
BNJ = ⎛⎜ 0.05( p, dbs) x KTS ⎞⎟ n ⎠ ⎝ BNJ = 6.0267 Hasil |0Volt-10Volt| |0Volt-15Volt| |0Volt-20Volt| |10Volt-15Volt| |10Volt-20Volt| |15Volt-20Volt|
BNJ 10.26 12.82 0 2.56 10.26 12.82
> > < < > >
6.0267
Keputusan Berbeda Berbeda Tidak berbeda Tidak berbeda Berbeda Berbeda
44
Uji Lanjut Polinom orthogonal Mengetahui hubungan medan listrik 0, 10, 15, dan 20 Volt (X) dengan tingkat kelangsungan hidup (Y) benih ikan gurame Perlakuan Linear Kuadratik Kubik Sisa Total
Derajat bebas 1 1 1 8 11
Jumlah Kuadrat 0.9882 399.7456 8.8935 236.6984 646.3257
Kuadrat Tengah 0.9882 399.7456 8.8935 29.5873
F hitung 0.0334 13.5107 0.3006
F tabel 5.32
Keputusan Fhit kuadratik < Ftab Pada SK 95% Hubungan antara medan listrik 0, 10, 15, dan 20 Volt dengan tingkat kelangsungan hidup benih ikan gurame membentuk pola kuadratik.
45
Lampiran 2. Laju Pertumbuhan Bobot Harian Ulangan 1 2 3 rata-rata
0 2.14 2.46 2.48 2.36 ± 0.19
Perlakuan 10 15 2.46 2.25 2.64 2.93 2.93 2.53 2.68 ± 0.24 2.57 ± 0.34
20 2.70 2.36 2.55 2.54 ± 0.17
Anova - Uji F satu arah Tabel Sidik Ragam Sumber keragaman Antar Perlakuan Sisa
Jumlah Kuadrat 0.1557 0.477
Derajat bebas 3 8
Total
0.6327
11
Kuadrat Tengah 0.0519 0.0596
F hitung 0.8708
F tabel 4.07
Hipotesis Ho : tidak ada perlakuan yang memberi pengaruh berbeda Ha : minimal ada satu perlakuan yang memberi pengaruh berbeda Keputusan F hit < Ftab Tidak ada perlakuan yang memberi pengaruh berbeda pada SK 95% Uji Lanjut Tuckey (Beda Nyata Jujur) Membandingkan rata-rata laju pertumbuhan bobot harian antar perlakuan Perlakuan 0 Volt 10 Volt 15 Volt
Rata-rata 2.36 2.68 2.57
10 Volt 2.68
15 Volt 2.57
20 Volt 2.54
0.32
0.21 0.11
0.18 0.14 0.03
BNJ = ⎛⎜ 0.05( p, dbs) x KTS ⎞⎟ n ⎠ ⎝ BNJ = 0.2706 Hasil |0Volt-10Volt| |0Volt-15Volt| |0Volt-20Volt| |10Volt-15Volt| |10Volt-20Volt| |15Volt-20Volt|
BNJ 0.32 0.21 0.18 0.11 0.14 0.03
> < < < < <
0.27062
Keputusan Berbeda Tidak berbeda Tidak berbeda Tidak berbeda Tidak berbeda Tidak berbeda
46
Uji Lanjut Polinom orthogonal Mengetahui hubungan medan listrik 0, 10, 15, dan 20 Volt (X) dengan laju pertumbuhan bobot harian (Y) benih ikan gurame Perlakuan Linear Kuadratik Kubik Sisa Total
Derajat bebas 1 1 1 8 11
Jumlah Kuadrat 0.0269 0.0919 0.0370 0.4769 0.6327
Kuadrat Tengah 0.0269 0.0919 0.0370 0.0596
Fhit 0.4573 1.5419 0.6208
Ftab 5.32
Keputusan Fhit < Ftab Tidak ada model hubungan yang memberikan pengaruh nyata antara medan listrik dengan laju pertumbuhan bobot harian benih ikan gurame pada SK 95%
47
Lampiran 3. Pertumbuhan Bobot Perlakuan
Ulangan
0 Volt
1 2 3
Average 10 Volt
Average 15 Volt
Average 20 Volt
1 2 3 1 2 3 1 2 3
Average
10 1.61 0.43 0.51 0.86 ± 0.68 0.73 0.83 0.73 0.76 ± 0.06 1.02 2.86 2.44 2.13 ± 0.97 1.15 1.83 0.46 1.16 ± 0.68
20 1.87 2.13 2.50 2.16 ± 1.11 2.67 1.32 2.64 2.22 ± 0.77 2.95 2.37 1.76 2.34 ± 0.60 3.21 2.01 2.42 2.55 ± 0.61
Sampling hari ke30 40 2.25 3.43 3.15 2.51 4.62 2.21 3.37 ± 1.94 2.7 ± 1.45 3.36 3.12 4.91 4.56 6.46 0.39 4.97 ± 1.55 2.62 ± 2.12 3.17 2.63 4.18 2.20 3.40 2.27 3.61 ± 0.53 2.36 ± 0.23 4.27 3.10 3.48 1.53 2.65 3.78 3.52 ± 0.81 2.8 ± 1.15
50 2.53 5.27 3.71 3.84 ± 2.22 3.55 2.84 5.93 4.12 ± 1.62 2.52 4.37 3.92 3.67 ± 0.96 3.01 4.04 4.62 3.84 ± 0.81
Bobot rata-rata selama masa pemeliharaan Perlakuan Kontrol 10 volt 15 volt 20 volt
0 4.23 4.23 4.23 4.23
10 4.57 4.53 5.11 4.69
20 5.54 5.52 6.30 5.88
30 7.46 8.54 8.67 8.03
40 9.48 10.78 10.69 10.30
50 13.31 15.50 14.78 14.46
Analisis korelasi Pearson Produk Momen (PPM) Hubungan antara lama waktu pemeliharaan dengan bobot rata-rata benih ikan gurame yang dipelihara pada wadah kontrol dan wadah perlakuan 10, 15, 20 Volt Perlakuan 0 Volt 10 Volt 15 Volt 20 Volt
Persamaan regresi Y = 0.1772X + 2.9998 Y = 0.2232X + 2.6039 Y = 0.2053X + 0.9689 Y = 0.2004X + 0.9574
r hitung 0.9514 0.9506 0.9689 0.9574
r tabel 0.729
Keputusan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan
48
Lampiran 4. Pertumbuhan Panjang Mutlak Ulangan 1 2 3 Rata-rata
Perlakuan 10 Volt 15 Volt 2.10 2.10 2.90 2.98 3.39 2.59 2.80 ± 0.65 2.55 ± 0.44
0 volt 2.18 2.55 2.89 2.54 ± 0.35
20 Volt 3.01 2.24 2.37 2.54 ± 0.41
Anova - Uji F satu arah Tabel Sidik Ragam Jumlah Kuadrat 0.14 1.86
Sumber Keragaman Antar perlakuan sisa total
Derajat bebas 3.00 8.00
2.0057
Kuadrat Tengah 0.05 0.23
F hitung 0.21
F tabel 4.07
11
Hipotesis Ho : tidak ada perlakuan yang memberi pengaruh berbeda Ha : minimal ada satu perlakuan yang memberi pengaruh berbeda Keputusan F hit < Ftab Tidak ada perlakuan yang memberi pengaruh berbeda pada SK 95% Uji Lanjut Tuckey (Beda Nyata Jujur) Membandingkan rata-rata pertumbuhan panjang mutlak antar perlakuan Perlakuan
Rata-rata
0 Volt 10 Volt 15 Volt
2.54 2.8 2.55
10 Volt 2.8 0.26
15 Volt 2.55 0.01 0.25
20 Volt 2.54 0 0.26 0.01
BNJ = ⎛⎜ 0.05( p, dbs) x KTS ⎞⎟ n ⎠ ⎝ ΒΝJ = 0.5346 Hasil |0Volt-10Volt| |0Volt-15Volt| |0Volt-20Volt| |10Volt-15Volt| |10Volt-20Volt| |15Volt-20Volt|
BNJ 0.26 0.01 0 0.25 0.26 0.01
< < < < < <
0.27062
Keputusan Tidak berbeda Tidak berbeda Tidak berbeda Tidak berbeda Tidak berbeda Tidak berbeda
49
Uji Lanjut Polinom orthogonal Mengetahui hubungan medan listrik 0, 10, 15, dan 20 Volt (X) dengan pertumbuhan panjang mutlak (Y) benih ikan gurame Perlakuan Linear Kuadratik Kubik Sisa Total
db 1 1 1 8 11
JKQ 0.0093 0.056 0.0792 1.8612 2.0057
KT 0.0093 0.056 0.0792 0.2326
Fhit 0.04 0.2408 0.3405
Ftab 5.32
Keputusan Fhit < Ftab Tidak ada model hubungan yang memberikan pengaruh nyata antara medan listrik dengan pertumbuhan panjang mutlak benih ikan gurame pada SK 95% Panjang Total Rata-rata Ikan gurame selama masa pemeliharaan Perlakuan Kontrol 10 volt 15 volt 20 volt
0 5.77 5.77 5.77 5.77
10 5.84 5.84 6.08 6.01
20 6.15 6.07 6.32 6.39
30 6.68 6.96 6.96 6.93
40 7.32 7.70 7.44 7.45
50 8.31 8.57 8.32 8.31
Analisis korelasi Pearson Produk Momen (PPM) Hubungan antara lama waktu pemeliharaan dengan panjang total rata-rata benih ikan gurame yang dipelihara pada wadah kontrol dan wadah perlakuan 10, 15, 20 Volt Perlakuan 0 Volt 10 Volt 15 Volt 20 Volt
Persamaan regresi Y = 0.504X + 4.9144 Y = 0.5838 X + 4.7746 Y = 0.4991X + 5.0701 Y = 0.5006X + 5.0574
r hitung 0.9123 0.9229 0.9569 0.9632
r tabel 0.729
Keputusan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan
50
Lampiran 5. Rasio Panjang Usus Terhadap panjang Total Tubuh (PU/PT) Akuarium awal average
Perlakuan
Ulangan 1 Rata-rata
0 volt
2 Rata-rata 3 Rata-rata 1 Rata-rata
10 Volt
2 Rata-rata 3 Rata-rata
Rata-rata 15 Volt Rata-rata
Rata-rata
Rata-rata 20 Volt Rata-rata
Rata-rata
PT (cm) 5.20 5.15 5.18 5.18
PU (cm) 5.16 5.16 5.16 5.16
PU/PT 0.992 1.002 0.996 1.00
PT (cm) 7.35 7.97 7.66 7.96 8.46 8.21 7.99 8.48 8.24 7.49 8.28 7.89 7.96 8.84 8.4 8.96 7.79 8.38 8.37 8.39 8.38 8.09 7.79 7.94 8.89 7.67 8.28 8.29 8.09 8.19 7.95 8.95 8.45 8.87 8.85 8.86
PU (cm) 13.29 15.59 14.44 11.39 14.07 12.73 12.39 14.81 13.6 10.76 13.56 12.16 17.41 16.07 16.74 16.71 11.07 13.89 16.51 15.36 15.94 15.81 14.55 15.18 14.09 12.04 13.07 18.53 14.84 16.69 14.58 23.01 18.80 16.91 17.13 17.02
PU/PT 1.81 1.96 1.88 1.43 1.66 1.55 1.55 1.75 1.65 1.44 1.64 1.54 2.19 1.82 2.00 1.86 1.42 1.64 1.97 1.83 1.90 1.95 1.87 1.91 1.58 1.57 1.58 2.24 1.83 2.03 1.83 2.57 2.20 1.91 1.94 1.92
51
Perlakuan
Ulangan 1 2 3 Ratarata
0 Volt 1.88 1.55 1.65
10 Volt 1.54 2.00 1.64
15 Volt 1.90 1.91 1.58
20 Volt 2.03 2.20 1.92
1.69 ± 0.17
1.73 ± 0.24
1.80 ± 0.19
2.05 ± 0.14
Anova - Uji F satu arah Tabel Sidik Ragam Sumber Keragaman Antar perlakuan Sisa
Jumlah Kuadrat 0.239 0.2813
Total
Derajat bebas 3 8
0.5203
Kuadrat Tengah 0.0797 0.0352
F hitung 2.2642
F tabel 4.07
11
Hipotesis Ho : tidak ada perlakuan yang memberi pengaruh berbeda Ha : minimal ada satu perlakuan yang memberi pengaruh berbeda Keputusan F hit < Ftab Tidak ada perlakuan yang memberi pengaruh berbeda pada SK 95% Uji Lanjut Tuckey (Beda Nyata Jujur) Membandingkan rata-rata rasio PU/PT akhir antar perlakuan Perlakuan
Rata-rata
0 Volt 10 Volt 15 Volt
10 Volt 1.73 0.04
1.69 1.73 1.8
15 Volt 1.8 0.11 0.07
20 Volt 2.05 0.36 0.32 0.25
BNJ = ⎛⎜ 0.05( p, dbs) x KTS ⎞⎟ n ⎠ ⎝
BNJ = 0.2080 Hasil |0Volt-10Volt| |0Volt-15Volt| |0Volt-20Volt| |10Volt-15Volt| |10Volt-20Volt| |15Volt-20Volt|
BNJ 0.04 0.11 0.36 0.07 0.32 0.25
< < > < > >
0.208
Keputusan Tidak berbeda Tidak berbeda Berbeda Tidak berbeda Berbeda Berbeda
52
Uji Lanjut Polinom orthogonal Mengetahui hubungan medan listrik 0, 10, 15, dan 20 Volt (X) dengan rasio PU/PT akhir (Y) benih ikan gurame Perlakuan Linear Kuadratik Kubik Sisa Total
db 1 1 1 8 11
JKQ 0.1984 0.0374 0.0034 0.2813
KT 0.1984 0.0374 0.0034 0.0352
Fhit 5.6364 1.0625 0.0966
Ftab 5.32
Keputusan Fhit kuadratik > Ftab Pada SK 95% Hubungan antara medan listrik 0, 10, 15, dan 20 Volt dengan rasio PU/PT akhir benih ikan gurame membentuk pola linear. Analisis korelasi Pearson Produk Momen (PPM) Hubungan antara tegangan listrik dengan rasio PU/PT akhir Persamaan regresi
r hitung
r tabel
Keputusan
Y = 0.115X + 1.53
0.835
0.9
tidak signifikan
53
Lampiran 6. Efisiensi Pakan Ulangan 1 2 3 average
Perlakuan 10 15 92.24 89.50 87.03 90.68 92.36 92.32 90.55±3.05 90.83±1.42
0 61.65 92.39 93.78 82.61±18.16
20 97.12 82.16 91.69 90.33±7.57
Anova - Uji F satu arah Tabel Sidik Ragam Sumber Keragaman Antar perlakuan Sisa
Jumlah Kuadrat 142.9561 796.9754
Total
939.9315
Derajat bebas 3 8
Kuadrat Tengah 47.652 99.6219
F hitung 0.4783
F tabel 4.07
11
Hipotesis Ho : tidak ada perlakuan yang memberi pengaruh berbeda Ha : minimal ada satu perlakuan yang memberi pengaruh berbeda Keputusan F hit < Ftab Tidak ada perlakuan yang memberi pengaruh berbeda pada SK 95% Uji Lanjut Tuckey (Beda Nyata Jujur) Membandingkan rata-rata efisiensi pakan antar perlakuan Perlakuan
Rata-rata
0 Volt 10 Volt 15 Volt
82.61 90.55 90.83
10 Volt 90.55 7.94
15 Volt 90.83 8.22 0.28
20 Volt 90.33 7.72 0.22 0.50
BNJ = ⎛⎜ 0.05( p, dbs) x KTS ⎞⎟ n ⎠ ⎝
BNJ = 11.0641 Hasil |0Volt-10Volt| |0Volt-15Volt| |0Volt-20Volt| |10Volt-15Volt| |10Volt-20Volt| |15Volt-20Volt|
BNJ 0.794 8.22 7.72 0.28 0.22 0.50
< < < < < <
11.0641
Keputusan Tidak berbeda Tidak berbeda Tidak berbeda Tidak berbeda Tidak berbeda Tidak berbeda
54
Uji Lanjut Polinom orthogonal Mengetahui hubungan medan listrik 0, 10, 15, dan 20 Volt (X) dengan efisiensi pakan (Y) benih ikan gurame Perlakuan Linear Kuadratik Kubik Sisa Total
db 1 1 1 8 11
JKQ 82.4115 53.5096 7.0315 796.9754
KT 82.4115 53.5096 7.0315 99.6219
Fhit 0.8273 0.5371 0.0706
Ftab 5.32
Keputusan Fhit < Ftab Tidak ada model hubungan yang memberikan pengaruh nyata antara medan listrik dengan efisiensi pakan pada SK 95%.
55
Lampiran 7. Kualitas Air a. Suhu 30
Suhu (oC)
29 0 Volt
28
10 Volt 15 Volt
27
20 Volt
26 25 0
10
30
40
50
Hari ke-
b. Oksigen Terlarut Oksigen Terlarut (mg/L)
7.00 6.00 5.00
0 Volt
4.00
10 Volt
3.00
15 Volt 20 Volt
2.00 1.00 0.00 0
10
30
40
50
Hari ke-
c. pH 7.80 7.60
pH
7.40
0 Volt 10 Volt 15 Volt 20 Volt
7.20 7.00 6.80 6.60 0
10
30 Hari ke-
40
50
56
d. Daya Hantar Listrik 16.00
DHL (mS/cm)
14.00 12.00 10.00
0 Volt
8.00
10 Volt
6.00
15 Volt
4.00
20 Volt
2.00 0.00 0
10
30
40
50
Hari ke-
e. TAN 8.000 TAN (mg/L NH3-N)
7.000 6.000
0 Volt 10 Volt 15 Volt 20 Volt
5.000 4.000 3.000 2.000 1.000 0.000 0
10
20
30
40
50
Hari ke-
f. Amonia 0.2500
NH3 (mg/L)
0.2000 0 Volt
0.1500
10 Volt 15 volt
0.1000
20 volt
0.0500 0.0000 0
10
20
30
Hari ke-
40
50
57
g. Alkalinitas Alkalinitas (mg/L CaCO3)
70 60 50
kontrol
40
10 Volt
30
15 Volt 20 Volt
20 10 0 0
30
50
Hari ke-
h. Nitrit
Konsentrasi nitrit (mg/L)
Konsentrasi nitrit pada hari ke -10 0.08 0.07 0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 0.00
0.0715 0.0533
0.0183 0.0096
0 volt
10 volt
15 volt
20 volt
Perlakuan (volt)
i. Kesadahan
Nilai Kesadahan (mg/L CaCO3)
Nilai kesadahan pada hari ke-40 800.00 700.00 600.00 500.00 400.00 300.00 200.00 100.00 0.00
750.08 632.63
644.64
619.29
0 volt
10 volt
15 volt
Perlakuan (volt)
20 volt
58
Lampiran 8. Total penerimaan Perlakuan
SR (%)
0 Volt
56.41±4.44
10 Volt
46.15±7.70
15 Volt
43.59±4.44
20 Volt
56.41±4.44
Ukuran (cm) 5-7 8 - 12 5-7 8 - 12 5-7 8 - 12 5-7 8 - 12
Jumlah (ekor) 8 14 2 16 2 15 4 18
Harga satuan (Rp) 1300 2000 1300 2000 1300 2000 1300 2000
Penerimaan (Rp) 10400 28000 2600 32000 2600 30000 5200 36000
Total Penerimaan (Rp) 38400 34600 32600 41200
59
Lampiran 9. Ikan Mati Bola mata Hilang
Sirip Dorsal terkikis
Sirip Caudal terkikis
Sirip Anal terkikis Gambar 10. Gambaran kondisi ikan uji yang mati dalam penelitian