KINERJA PENGIRIMAN VIDEO MENGGUNAKAN ADAPTIVE MAPPING 802.11e EDCA Suci Ramadona1) Emansa Hasri Putra S.T., M.Eng.2) Hamid Azwar, S.T.3) Jurusan Tek. Elektronika Telekomunikasi1,3) dan Tek. Telekomunikasi2) Politeknik Caltex Riau, Pekanbaru 28265, email:
[email protected])
[email protected] 2)
[email protected]) Abstrak - Dalam pentransmisian video H.264/AVC dan MPEG-4 Part-2 menggunakan jaringan wireless IEEE802.11e Enhanced Distributed Channel Access (EDCA) memberikan kepuasan yang kurang baik di sisi penerima saat terjadinya peningkatan pengriman data video. Hal tersebut dikarnakan seluruh frame video hanya dilewatkan pada access category (AC[2]) yang sama. Penelitian ini menggunakan algoritma adaptive mapping sebagai salah satu solusi dalam penstransmisian video pada kondisi tersebut melalui pendekatan simulasi dengan menggunakan Network Simulator 2 versi 2.29 (NS-2.29) yang telah diintegrasi dengan fungsi EvalVid. Hasil yang diperoleh adalah nilai APSNR sebesar 31,66 dB, packet loss 9.35 %, dan delay 0.63 s untuk jenis video H.264/AVC yang lebih baik dibandingakan MPEG-4 Part 2 yang memilki APSNR sebesar 26.31 dB, packet loss 20.23 %, dan delay sbesar 0.33 s pada kondisi terjadinya peningkatan pengiriman data video.
2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. IEEE 802.11e EDCA IEEE 802.11e Enhanced Distributed Channel Access (EDCA) merupakan standar perbaikan QoS MAC Distristributed Coordination Function (DCF) pada jaringan IEE 802.11 biasa. EDCA mengklasifikasikan traffic ke empat AC yang berbeda (Gambar 2.1) dari prioritas tinggi ke rendah, yaitu AC_VO, AC_VI, AC_BE, dan AC_BK. Dimana pada masing-masing access catecories memiliki nilai parameter yang berbeda (Tabel 1).
Kata kunci: H.264/AVC, MPEG-4 Part 2, IEEE 802.11e, EDCA, access categoriy, adaptive maaping, NS-2, APSNR, delay, packet loss. 1. PENDAHULUAN Mekanisme dari IEEE 802.11e EDCA berhasil dalam mengklasifikasikan trafik sehingga dapat memprioritaskan layanan untuk trafik yang sifatnya time critical dan sensitive delay. Namun sifatnya yang menyediakan QoS melalui distribusi trafik dengan semua data video berada dalam kategori akses yang sama memberikan suatu kekurangan sehingga data video yang penting tidak memiliki prioritas untuk transmisi dan tidak ada jaminan bahwa data video yang penting tersebut akan berhasil dikirimkan. Penggunaan algoritma adaptive mapping telah dibahas oleh penilitian sebelumnya [1] [2] yang betujuan untuk meningkatkan kualitas pengiriman video MPEG-4 Part 2 dengan merancang pemetaan yang bersifat dinamis yang baik untuk beban trafik yang besar, sehingga tidak terjadinya sejumlah delay dan loss yang tidak perlu Penelitian ini menggunakan standar kompresi video H.264/ AVC dan membandingkannya dengan yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya pada jaringan IEEE 802.11e EDCA menggunakan algoritma adaptive mapping yang telah terintegrasi dengan fungsi EvalVid.
Gambar 1. IEEE 802.11e (EDCA) Tabel 1. Parameter 802.11e EDCA [1]
Semakin tinggi prioritas maka akan semakin cepat memiliki kemampuan untuk melakukan proses pengiriman data melalui media wireless.
2.2. MPEG-4 coding technique MPEG dapat menghasilkan kualitas gambar yang tinggi, namun tidak membutuhkan kapisitas file yang besar sehingga mengurangi bandwidth yang dibutuhkan dalam mentransmisikan dan menyimpan video tersebut. Redudansi antar gambar selanjutnya dan gambar sebelumnya akan dihilangkan sementara bagian-bagian yang paling mirip akan disimpan. Teknik pengkodean MPEG-4 terdiri dari: frame I (intra-coded frame) , frame P (predictive-coded frame), dan frame B (bidirectionally predictive-coded frame) dimana frame B memiliki rasio kompresi tertinggi. Frame I memiliki prioritas yang lebih tinggi dibandingkan frame video lainnya sehingga frame tersebut memiliki peluang lebih tinggi untuk berhasil dikirimkan. Hasilnya adalah akan lebih banyak frame video yang bisa dikodekan dan tentunya akan meningkatkan kualitas video yang dirasakan di sisi penerima. 2.3. H.264 Advance Video Coding H.264/ AVC merupakan standar kompresi video digital yang memiliki keunggulan dalam rasio kompresi dengan tingkat kompresi yang tinggi. Salah satu keunggulan kompresi video ini adalah memanfaatkan metoda blok transformasi adaptif, yaitu; menggunakan 16-bit dan bukan 32-bit, ukuran transformasi blok 4x4 dan bukan 8x8, menggunakan transformasi integer dan bukan floating point. Sehingga secara keseluruhan video H.264/ AVC dapat efektif dan menghasilkan kualitas video yang baik pada bitrate yang lebih kecil dibandingkan dengan standar video digital sebelumnya (MPEG-4 Part 2).
Gambar 2. Pembagian macroblok proses tranformasi
2.4. Algoritma Pemetaan Video Streaming. 2.4.1. Static Mapping Pada jenis pemetaan ini, I frame akan selalu di map ke AC[2], sementara P frame akan di map ke AC[1] dan B frame akan dimap ke AC[0]. Sehingga pada saat qlen_AC[2] kosong ( yang berarti muatan jaringan video ringan) maka akan menghasilkan delay transmisi yang tidak perlu sama seperti packet loss yang tinggi jika AC[1] dan AC[0] hampir penuh pada waktu yang sama.
2.4.2. Adaptive Mapping Sama halnya dengan static mapping, adaptive mapping juga mengadopsi dari pengaplikasian arsitektur cross-layer. Dimana cross-layer muncul untuk memaksimalkan fungsi beberapa layer pada 7 OSI-layer, misalnya pada jaringan ad-hoc. Arsitektur cross-layer design mempertimbangkan berbagai layers dari protocol stack secara bersama, baik sebagai sebuah joint design maupun untuk informasi exchange antar layer [3].
Gambar 3. Arsitektur Skema Adaptive mapping crosslayer mapping.
Algoritma adaptive mapping tidak melihat tipe data frame video yang ditransfer, namun ditentukan berdasarkan probability mapping (prob_TYPE) dan kondisi buffering size pada antrian AC[2]. Penentuan prob_TYPE berdasarkan sering terjadinya proses kompresi, sehingga Prob_B > Prob_P > Prob_I. Semakin besar nilai Prob_TYPE, maka semakin kecil kemungkinan frame tersebut dipetakan pada AC[2]. Paket video yang datang akan dibandingkan dengan panjang antrian ( qlen_AC[2] ), lalu dibandingkan dengan satu set nilai threshold_high dan threshold low. Jika qlen_AC[2] lebih kecil dari pada threshold_low, maka trafik video akan dimasukkan pada AC[2]. Dilakukannya perbandingan menggunakan Prob_TYPE, yaitu: jika qlen_AC[2] lebih besar dari pada threshold_high maka data video tersebut akan dimasukkan pada prioritas queue yang terendah (AC[1] atau AC[0] ), namun jika panjang antrian AC[2] berada diantara threshold_low dan threshold_high, maka data video akan melakukan nilai Prob_TYPE akan diganti dengan persamaan
Prob_New sehingga paket data dimasukkan pada AC[2] atau AC[1].
video
akan
Semakin tinggi Prob_New, maka semakin bagus kesempatan paket video di map ke antrian dengan prioritas lebih rendah.
pada sebuah log file terdiri dari informasi seperti time stamp, ukuran dan identitas pada masingmasing paket. Selain itu NS-2 juga meng-generate log file yang sama untuk streaming server. File trace dan log file digunakan oleh program evaluated taces (ET) untuk meng- generate kemungkinan file video yang corrupt dari hasil trasmisi pada wireless. File video yang corrupt ini merupakan data yang penting untuk digunakan oleh Peak Signal to Noise Ratio (PSNR) dalam mlakukan evaluasi end-to-end dan packet loss video [7].
2.5. Evalvid 2.6. Parameter QoS Video 2.6.1. Peak Signal to Noise Ratio PSNR mengukur 4 faktor pada image atau frame, yaitu jumlah piksel per baris, jumlah baris pada image, intensitas piksel luminance pada original image, dan intenstas luminance piksel pada reconstructed image. 2.6.2. Delay Merupakan penundaan yang mengakibatkan keterlambatan paket datang ke penerima atau disebut juga end-to-end delay. Berdasarkan ITU-T Q15-D-47 nilai end-to-end delay dibawah 0.4 s lebih dipilih, sedangan nilai diatas 0.8 s dapat menghalangi percakapan yang baik [5]. 2.6.3. Packet Loss Merupakan kegagalan transmisi paket IP mencapai tujuannya. Packet loss pada kondisi ideal adalah 0% dimana tidak terdapat paket-paket yang hilang selama perjalanan. 3. Hasil dan Pembahasan Simulasi topologi jaringan yang digunakan menggunakan dua buah wireless ad-hoc node( seperti Gambar 3), 2 buah skenario, dan dengan 3 buah kondisi muatan trafik yang berbeda ( Tabel 2) Gambar 4. Fungsi Evalvid
Untuk melakukan analisa terhadap delay, packet loss, dan APSNR pada penelitian ini adalah dengan menggunakan fungsi Evalvid untuk pengiriman analisa data video. Secara singkat proses penelitian ini adalah sebagai berikut. Raw video yang umumnya disimpan dalam format YUV, diberikan pada sebuah video encoder yang kemudian menggenerate encoded video stream. Encoded video stream kemudian dibaca oleh video sender (VS) untuk meng- generate sebuag file trace, yang berisi informasi seperti tipe frame, ukuran frame, jumlah paket, dan waktu pengiriman untuk masing-masingframe video. File trace kemudian dimasukkan ke dalam streaming server yang dijalankan pada simulator NS-2 untuk memproduksi video stream pada wireless. Efek dari streaming video di capture
Gambar 4. Topologi Jaringan Adaptive Mapping untuk H.264/AVC IEEE 802.11e EDCA
Tabel 2. Kondisi Muatan pada Masing-masing AC No.
AC[3]
AC[2]
AC[1]
AC[0]
1
0
1
0
0
2
3
1
1
1
3
1
3
1
1
3.1 Skenario 1 Pada skenario ini menggunakan algoritma adaptive mapping H.264/AVC
penurunan. Hal tersebut dikarenakan terdapat banyaknya antrian nilai frame-B yang akan melalui AC_BK yang memilki nilai AIFS paling besar. Sedangkan delay dari pemetaan adaptive yang sama dengan 802.11e EDCA sebesar 0.4 s menunjukkan bahwa queuelength_AC[2] < threshold_low. Artinya, semua tipe frame dapat dilewatkan pada AC_VI, sama halnya dengan pemetaan tipe frame yang dilewatkan pada 802.11e EDCA. Sehingga waktu tunggu data yang dilewatkan pada AC[2] pada 802.11e EDCA bernilai sama dengan adaptive. Namun secara kesuluruhan, nilai delay yang dihasilkan oleh ketiga jenis pemetaan tersebut masih dalam batas toleransi nilai delay menurut ITU-T yaitu kecil dari 0.4 s. Berikut merupakan perbandingan pegiriman video pada saat kondisi muatan video diperbanyak.
Gambar 5. Grafik Delay
Gambar 6. Grafik Packet Loss
Gambar 7. Grafik APSNR
Dari ketiga buah grafik tersebut menunjukkan keunggulan algoritma adaptive mappingpada saat kondisi muatan data video diperbanyak (kondisi 3), dimana diperoleh nilai delay, pacekt loss terendah dan APSNR tertinggi. Hal tersebut menandakan bahwa algoritma adaptive mapping sangat bagus saat terjdinya peningkatan pengiriman data video. Kelemahan static mapping dibandingkan dengan adaptive mapping yaitu saat terjadinya peningkatan data voice (kondisi 2) sehingga kualitas pengiriman data video mengalami
Gambar 8. Perbandingan pengiriman video sebelum dan sesudah transmisi.
3.2. Skenario 2 Pada skenario ini dilakukan perbandingan penggunaan algoritma adaptive mapping pada video H.264/AVC dan MPEG-4 Part 2 dengan kondisi muatan yang sama pada skenario 1.
yang mengalami keunggulan saat hanya dilakukannya pengiriman satu buah video (kondisi 1 dan 2). Berikut hasil gambar perbandingan dua jenis video tesebut dengan menggunakan algoritma adaptive mapping.
Gambar 9. Grafik APSNR
Gambar 10. Grafik Packet Loss
Gambar 12. Perbandingan APSNR
4. Kesimpulan Pada paper ini, dengan melakukan perbandingan QoS video dapat disimpulkan bahwa keunggulan kinerja adaptive mapping sangat baik digunakan saat terjadinya peningkatan pengiriman data video dibandingkan dengan penggunaan algoritma static mapping dan 802.11e EDCA biasa dengan menggunakan video H.264/AVC yang memilki kualitas video yang baik dibandingkan dengan jenis video MPEG-4 Part 2. Gambar 11. Grafik Delay
Dari hasil perbandingan dua buah jenis video yang berbeda tersebut membuktikan bahwa H.264/AVC lebih unggul dibandingkan dengan MPEG-4 Part 2 menggunakan algoritma adaptive mapping. Dari perbandingan nilai delay, dapat terlihat bahwa penggunaan jenis video H.264/AVC mengalami keunggulan saat terjadinya peningkatan pengiriman data video (kondisi 3) dimana H.264/AVC 0.33 s sedangkan MPEG-4 Part 2 0.63 s dibandingkan dengan dengan MPEG-4 Part 2
5.
Acknowledgment
Penelitian ini penulis lakukan selama menjadi mahasiswa tingkat akhir program diploma di Politeknik Caltex Riau yang didukung oleh Bapak Emansa Hasri Putra, S.T., M.Eng. dan Hamid Azwar S.T selaku pembimbing dalam pengerjaan penelitian ini.
6.
Daftar Pustaka
[1]. Chih-Heng, Ke dan Cheng-Han Lin. Diambil Oktober 2011 dari http://140.116.72.80/~smallko/ns2/crosslayer_ video.htm. [2]. Kao, Ku-Lan. Juli 2007. An Adaptive Crosslayer Mapping Algorithm for MPEG-4 Video Transmission over 802.11e Wireless Networks. [3]. Gunawan, Arif Hamdani. (Maret 2007). Crosslayer: Fenomena dan Keberadaanya di Dunia Penelitian dan Industri. Jurnal Biologic, (6) 1. [4]. Standar Video H.264: Lebih Baik dari DivX (2004, Juni). Majalah Chip, hal 18-20 . [5]. S, Arief Suryadi, Dinda Karmalasari, & Rustinin S. Kayatmon0. (2008). Analisa Kinerja Teknik Pengkodean Video H.264/AVC. Teknologi Indonesia, 31(1) 2008: 19-28. [6]. ITU-T Document Q15-D-47. 2004 . Draft Application Profile Sign Language and Lipreading Real Time Convertion Application of Low Bitrate Video Communication. [7]. Laksmiati, Dewi. 2009. Simulasi dan Analisa Kualitas Layanan Trafik Video Streaming pada Wimax 802.16d.