1
Analisis Kebocoran Bunyi pada Ruang Mini Pengukuran Transmission Loss pada Pita 1/3 Oktaf Dengan Menggunakan Sound Mapping Wildan Ahmad MB., Andi Rahmadiansah, ST, MT Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected],
[email protected] Abstrak—Ruang ukur transmission loss merupakan ruangan yang di desain khusus untuk kepentingan pengukuran akustik, seperti pengukuran transmission loss. Di teknik fisika ITS ruang tersebut merupakan hal yang baru dan masih berupa miniatur ruang dengan dimensi 3 x 1,5 x 2 m3. Permasalahan utama pada pembangunan ini adalah terdapat celah-celah seperti pada pintu yang riskan mengalami kebocoran bunyi. Kebocoran dapat berpengaruh terhadap nilai pengukuran akustik. Salah cara untuk mengetahui kebocoran bunyi yaitu dengan melakukan uji kebocoran dengan menggunakan sound mapping. Sound mapping yaitu suatu metode yang dapat menunjukkan sebaran bunyi. Dari hasil pengukuran diketahui bahwa kebocoran paling tinggi disebabkan oleh bunyi pada frekuensi rendah, yaitu 250 Hz dan 315 Hz. Lokasi sumber kebocoran paling tinggi berada pada dinding 1 titik ke 9, 17, dan 27 dengan masing-masing nilai noise reduction 3,7 dB, 2,4 dB, dan 4,3 dB. Kata kunci—transmission loss, kebocoran suara, noise reduction, sound mapping
Untuk mengetahui performa ruang mini pengukuran transmission loss yang baru dirintis di Teknik Fisika perlu dilakukan analisis kebocoran bunyi. Sound mapping merupakan suatu cara yang bisa digunakan untuk mengevaluasi sebaran suara pada daerah tertentu. Penggunaan metode tersebut pada penelitan ini diharapkan dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat untuk evaluasi serta pengembangan ruang mini pengukuran transmission loss di Teknik Fisika. II. TEORI PENELITIAN A. Fenomena Bunyi Bunyi dapat didefinisikan sebagai gerakan gelombang di udara maupun media elastis lainnya atau persepsi (sensasi) suara yang dihasilkan oleh eksitasi pada mekanisme pendengaran. (Everest,2001)
I. PENDAHULUAN
R
uang pengukuran transmission loss merupakan sebuah bangunan yang dikhususkan untuk kepentingan pengukuran spesifikasi suatu bahan. Spesifikasi yang diukur yaitu transmission loss. Spesifikasi tersebut sangat penting diketahui sebagai acuan dalam perancangan ruangan akustik maupun ruangan non-akustik. Dalam pembuatan ruang anechoic (kedap) misalkan, kesalahan dalam pemilihan bahan dapat menyebabkan kebocoran suara didalam ruangan sehingga ruang tidak menjadi anechoic. Sebelumnya, pada beberapa proyek uji spesifikasi alat yang telah dilakukan di Laboratorium Rekayasa Akustik dan Fisika Bangunan, pengukuran menggunakan alat berupa tabung impedansi. Spesimen yang telah diuji berupa bata ringan dengan berbagai tipe. Hasil uji yang didapat nilai transmission loss pada beberapa frekuensi kurang baik. Di Laboratorium Rekayasa Akustik dan Fisika Bangunan ruang pengukuran transmission loss merupakan hal yang baru di rintis tahun 2013. Ruang pengukuran transmission loss dibangun untuk memperbaiki hasil uji spesimen yang sebelumnya menggunakan tabung impedansi. Ruangan baru tersebut masih berupa miniatur atau dikenal dengan ruang mini pengukuran transmission loss yang bervolume 9 m3. Standar volume ruangan besar yaitu sekitar 200 m3. (Veen, 2005)
Gambar 1 Variasi Fenomena Gelombang (Jacobsen,2011)
Distribusi energi bunyi pada ruang yang berasal dari satu maupun banyak sumber, bergantung pada ukuran dan geometri ruang serta kombinasi dari pantulan, serapan, dan pembiasan bunyi. (Raichel, 2006) Bunyi pada Daerah Bebas (Free Field) Pada daerah bebas bunyi akan bergerak pada garis lurus, dengan bebas dan tanpa ada pembelokan. Bunyi bebas adalah bunyi yang tidak dipantulkan, tidak diserap, tidak terdifraksi, tidak dibiaskan, tidak disebarkan, serta tidak ada subjek yang menghasilkan efek resonansi. (Barron, 2009)
2
Perambatan Bunyi Bagaimanakah yang terjadi apabila bunyi membentur dinding bata yang dilapisi oleh material akustik? Gelombang bunyi yang bergerak di udara dan membentur tembok bata yang dilapisi oleh material akustik maka pemantulan pertama komponen (A) dari permukaan material akustik akan kembali ke udara. Sebagian suara akan menembus material akustik. Arah pergerakan bunyi yaitu dibiaskan kebawah, dikarenakan material akustik lebih padat daripada udara.Setelah melewati material akustik, bunyi akan membentur blok bata sehingga sebagian besar bunyi akan terpantulkan (B)., dan sebagian lainnya terbiaskan ke bawah dengan sudut yang lebih besar, karena permukaan blok bata lebih padat dari material akustik. (Everest,2001)
Gambar 2 Perambatan bunyi (Everest,2001)
Sebagai gelombang yang bergerak bunyi akan semakin melemah, dan kembali mengalami pembiasan (D) dan pantulan (C) lainnya saat keluar dari batas dinding ke udara. E, F,G,H, I, J, K merupakan heat loss yang diakibatkan adanya gesekan pada medium perambatan.(Everest,2001) Pemantulan Bunyi Pantulan bunyi terhadap pantulan bergantung pada hubungan antara ukuran reflektor dan panjang gelombang bunyi. Pantulan sempurna terjadi pada frekuensi tinggi. Apabila fekuensi diturunkan energi semakin berkurang seiring jalur geometri pantul. Jarak sumber terhadap reflektorpun berpengaruh secara signifikan. Permukaan yang cembung akan memencarkan bunyi ke berbagai arah. Berlawanan dengan permukaan cekung yang dapat memfokuskan suara. Kedua jenis permukaan tersebut seringkali dimanfaatkan dalam pendesainan ruang akustik, seperti auditorium maupun panggung konser yang membutuhkan desain khusus untuk menyebarkan bunyi. (Barron, 2009) Penghamburan Bunyi Permukaan yang memiliki tekstur akan menghasilkan beberapa hamburan suara, tetapi tingkat tekstur harus tinggi untuk hamburan yang efisien. Pada prinsipnya semakin dalam
perlakuan penghamburan bunyi, maka semakin rendah frekuensi yang dihamburkan oleh permukaan. (Barron, 2009)
Gambar 4 Hamburan bunyi pada bidang (Barron, 2009)
B. Material Akustik Material akustik dapat ditentukan oleh parameter koefisien serapnya (α). Koefisien serap merupakan ukuran efisiensi permukaan atau bahan dalam menyerap suara. Apabila 55% energi bunyi dapat diserap maka koefisien serap bahan dapat ditulis 0,55. Koefisien penyerapan bahan bervariasi pada tiap frekuensi dan sudut gelombang bunyi yang menumbuk permukaan material. Dalam bidang suara pada sebuah ruangan, bunyi akan bergerak ke segala mungkin arah yang ada. Apa yang dibutuhkan dalam perhitungan koefisien serap bahan adalah rata-rata koefisien serap pada segala sudut yang mungkin menjadi arah masuk bunyi. (Everest,2001) Suara akan terserap sempurna apabila nilai koefisien serap menunjukan angka 1 Bahan dengan koefisien seperti ini biasa digunakan untuk keperluan pembuatan ruang kedap suara (anechoic room) Suara akan terpantul sempurna apabila bilai koefisien serap menunjukkan angka 0. Bahan memantul seperti ini biasa diaplikasikan pada ruang dengung (reverberation room) yang memanfaatkan pemantulan suara. Suara terserap sebagian apabila nilai koefisien berada diantara 0-1. Koefisien seperti ini yang biasa digunakan, karena tergantung pada keperluan penggunaan bahan. Penggunaan material akustik pada bangunan akan berpengaruh pada transmission loss serta noise reduction antar dinding. Oleh karena itu perlu pemilihan bahan yang tepat untuk membangun sebuah ruangan. Noise Reduction Noise Reduction adalah perbedaan tekanan suara antara dua ruang tertutup yang dipisahkan oleh sebuah penghalang (ASTM-E336). ∆𝐿𝑁𝑅 = 𝐿̅𝑠 − 𝐿̅𝑟
(1)
𝐿̅𝑠 merupakan tekanan bunyi pada sumber dan 𝐿̅𝑟 adalah tekanan bunyi pada ruang penerima. Noise Insulation Class dapat dihitung dari nilai noise reduction dengan membandingkan nilai yang terukur dan kontur referensi standar, menggunakan perhitungan kriteria STC (ASTM-E413) C. Kebocoran Bunyi\ Dalam pembuatan studio/ruang akustik bunyi yang dihasilkan seringkali mengganggu lingkungan sekitar, apalagi dengan tekanan bunyi yang cukup besar. Kasus lain pada ruang akustik (kedap ataupun dengung), kebocoran merupakan hal yang tidak diinginkan karena dapat mengganggu
3 penggunaan ruang akustik seperti ketika digunakan untuk pengukuran maka akan mengganggu ketepatan nilai pengukuran yang diakibatkan tembusnya suara yang tidak diinginkan. Sumber kebocoran bunyi pada ruangan seringkali berada pada pintu, jendela, lubang listrik, ventilasi serta celah-celah lainnya. Dalam dunia industri hal tersebut dikenal sebagai penetrasi. Namun bunyipun dapat bocor dari struktur fisik material yang digunakan. Bunyi yang membentur energinya sebagian ada yang terserap dan ada yang dipantulkan seperti yang dijelaskan dalam perambatan bunyi pada bab 2.1. Penyebab terbesar pada kasus kebocoran bunyi kebanyakan pada frekuensi rendah. Hal ini karena frekuensi rendah memiliki energy yang lebih besar serta bergerak dengan panjang gelombang yang lebih lebar. (Black, 2013) D. Noise Mapping Teknik sound mapping (noise mapping) merupakan cara pengukuran untuk menentukan posisi bunyi. Pengukuran tersebut kemudian digambarkan pada peta kontur. Penggunaan peta kontur dapat menggambarkan distribusi dari bunyi, dalam satuan tingkat tekanan bunyi. Salah satu manfaat penggunaan sound mapping adalah mengetahui lokasi serta jarak sumber tingkat tekanan bunyi yang tinggi. Peta kontur dapat digambarkan melalui dua jenis pengukuran, yaitu : Tingkat Tekanan Bunyi Intensitas Bunyi Dalam dunia Industri informasi dari sound mapping dapat berguna untuk : Mengidentifikasi sumber kebisingan. Mendesain pengukuran kontrol noise Memberikan informasi perangkat yang dibutuhkan untuk mengurangi level noise Noise (sound) mapping merupakan langkah awal untuk menentuan langkah selanjutnya dalam pengendalian noise. (Probst, 2009) III. METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan dijabarkan metode yang disusun dan digunakan dalam penyelesaian permasalahan. beberapa tahap dalam yang dilakukan antara lain, A. Penentuan Titik Ukur Objek pengukuran berupa ruangan berukuran 1,5 m x 3 m yang terbagi menjadi dua bilik atau dua ruang kecil yang terpisahkan oleh sekat berongga dengan ukuran rongga 60 cm x 60 cm. Tinggi bangunan sebesar 2.5 meter. Selanjutnya bilik kecil yang berada di timur disebut dengan ruang satu, dan bilik lainnya disebut ruang dua.
Gambar 5 Denah Ruang Pengukuran Transmission Loss
Area pengukuran yaitu sisi-sisi terluar ruangan yang berjumlah enam sisi. Satu sisi menghadap timur (dinding 1), satu sisi lainnya menghadap barat (dinding 2). Dua sisi berada di utara (dinding 4 dan 6), dan dua sisi lainnya berada di selatan (dinding 3 dan 5) B. Pengambilan Data Awal Background Noise Data awal yang perlu didapat yaitu background noise pada area pengukuran. Background noise yang didapat yaitu di dalam dan di luar ruangan. Pengambilan background noise dilakukan untuk mengetahui suara awal sebelum sumber suara yang digunakan untuk pengukuran dinyalakan. Tabel 1 Background Noise Background Noise (dB) Frekuensi (Hz) Luar Ruang
Dalam Ruang
100
45.6
31.4
125
42.3
30.4
160
40.6
35.4
200
41.6
27.2
250
40.6
36.5
315
41.7
35.6
400
42.3
33.6
500
44.3
33.7
630
40
29.6
800
34.9
27.6
1000
35
27
1250
33.2
26.4
1600
31.1
20.5
2000
35.5
20.2
2500
37.5
20.7
3150
24.4
15.4
4000
23.3
13.9
5000
34.9
12.9
6300
42.2
13.3
8000
37.5
14.7
Dari kondisi background noise yang didapat, area pengukuran dalam kondisi tenang serta tidak banyak gangguan
4 bunyi. Noise tertinggi dengan nilai 44,3 dB yaitu diluar ruangan pada frekuesni 500 Hz. Sedangkan noise terendah berada dalam ruangan pada frekuensi 5000 Hz yaitu 12,9 dB. Secara keseluruhanpun nilai background noise luar ruangan lebih tinggi dibandingakn background noise di dalam ruangan Tingkat Tekanan Bunyi (TTB) Pada Sumber Bunyi Nilai TTB sumber bunyi digunakan untuk pencarian noise reduction. Tingkat tekanan pada sumber bunyi dapat di lihat pada Gambar 6. Perhitungan TTB pada sumber bunyi bertujuan untuk mengetahui persebaran speaker. Selain itu untuk mendapatkan nilai TTB sebelum bunyi membentur dinding. Sehingga dapat menjadi acuan untuk mendapatkan NR
sejumlah 420. Frekuensi yang digunakan berjumlah 19 frekuensi pada pita 1/3 oktaf yaitu diantara frekuensi 125 Hz 8kHz. Data yang ada pada SLM kemudian dipindahkan ke dalam Excel untuk kemudian di proses lebih lanjut Pengambilan data dilaksanakan pada malam hari untuk menghindari aktivitas ramai di siang hari yang dapat menyebabkan noise/gangguan bunyi terhadap pengukuran. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi paparan hasil penelitian yang telah dilakukan. Bab ini juga berisi pembahasan terhadap metode yang digunakan dengan mengimplementasikan data hasil pengukuran yang didapat. A. Analisis Hasil Pengukuran Hasil pengukuran dibuat grafik yang menghubungkan antara frekuensi dan TTB pada tiap titik yang diukur. Seperti pada Gambar 8 yang merupakan hasil pengukuran pada sisi pintu sebelah timur (dinding 1).
Gambar 6 TTB pada sumber bunyi
TTB dipresentasikan oleh tingkat warna dengan skala 40 dB dengan wana biru gelap hingga merah tua untuk 90 dB. Sumbu-x merupakan lokasi titik pengukuran mulai dari 1-35. Terakhir adalah sumbu-y yang menunjukkan frekuensi bunyi. Mapping pada beberapa frekuensi dapat dilihat pada Gambar 7, mapping disesuaikan dengan kondisi asli titik pengukuran.
a. frekuensi 125 Hz
b. frekuensi 1k
c. frekuensi 4k
Gambar 7 Contoh mapping TTB sumber bunyi pada beberapa frekuensi
Pada Gambar 7 didapat penyebaran TTB sumber bunyi pada permukaan sebelum membentur ruangan yaitu berkisar antara 86-92 dB menyebar ke seluruh permukaan dinding. C. Pengambilan Data Tiap Titik Data didapat dengan menggunakan Sound Level Meter (SLM). Data yang direkam berupa besar tingkat tekanan bunyi (TTB) tiap frekuensi dengan total titik pengukuran
Gambar 8 Hasil pengukuran TTB dinding 1
Tingkat tekanan bunyi yang terukur oleh SLM ditunjukkan oleh warna yang ada pada grafik. Rentang warna yang digunakan yaitu dari biru tua untuk nilai terkecil hingga merah pekat untuk nilai tertinggi, dengan rentang nilai tingkat tekanan bunyi yaitu antara 40 dB – 90 dB. Sumbu -x dan –y merupakan titik dan frekuensi. Pada Gambar 8 misalnya sebaran suara tidak merata di semua titik dan frekuensi. Pada frekuensi 315 Hz terdapat nilai TTB yang lebih besar dari lainnya (dengan warna merah) yaitu pada titik ke -18. Lain halnya pada frekuensi 8000 Hz warna biru pada titik ke lima menunjukkan bahwa nilai TTB di titik tersebut bernilai rendah. Dengan cara yang sama titik lainnya dapat dianalisa. Nilai pengukuran di sisi lain (dinding 6) dapat dilihat pada Gambar 9.
5 ke 9 di frekuensi 250 Hz, dan 18,1 dB pada titik 17. Sedangkan nilai NR di titik lainnya bernilai lebih dari 20 dB, Dinding 6 Diantara dinding lainnya yang tidak berpintu, dinding 6 merupakan sisi yang memiliki nilai NR paling rendah, yaitu hanya 7,3 dB pada frekuensi 250 Hz di titik ke 6. Sedangkan dititik lainnya nilai NR cukup tinggi. C. Penerapan Sound Mapping pada Dinding
Gambar 9 Hasil pengukuran TTB dinding 6
Pada Gambar 9 TTB pada frekuensi 1250 Hz lebih besar dibandingkan frekuensi lainnya (65-70 dB). Namun pada frekuensi tinggi nilai TTB yang didapat berwarna biru yang berarti rendah (40-55 dB). B. Perhitungan Noise Reduction Hasil pengukuran yang di dapat lalu di bandingkan dengan TTB sumber bunyi untuk didapatkan nilai noise reduction. Nilai noise reduction untuk mengetahui bagaimana besarnya bunyi yang berkurang dari ruang sumber bunyi ke ruang penerima bunyi, semakin kecil noise reduction maka mengindikasi adanya kebocoran, karena suara tembus terlalu besar Dinding 1. Dari hasil yang diperoleh pada pengukuran bunyi dengan sumber yang berada di dalam diketahui bahwa nilai noise reduction paling rendah yaitu 2,4 dB yang berada di titik 17 pintu sebelah timur pada frekuensi 315 Hz. Tidak hanya titik 17, pada beberapa titik lainnya pun pada frekuensi 315 Hz sisi ini terdapat beberapa NR yang bernilai rendah. Dinding 2. Sisi lainnya yang memiliki nilai NR terendah yaitu 7 dB berada pada titik ke 19 sisi pintu barat pada frekuensi 250 Hz, seperti 4.1. Selain itu pada titik 24 dan 9 dengan nilai noise reduction 7,6 dan 9,3 dB maka terindikasi adanya kebocoran. Nilai pada 3 titik tersebut berbeda cukup signifikan bila dibandingkan dengan nilai NR pada titik lainnya. Sebagai perbandingan nilai NR pada titik 1 dengan nilai 27,2 dB. Dinding 3 Pada sisi lainnya, selain pintu sisi selatan ruang satupun terdapat perbedaan nilai NR yang signifikan yaitu pada titik ke 9 ferkuensi 250 Hz dengan nilai 8 dB. Bila dibandingkan dengan nilai NR di titik lainnya yang lebih dari 15 dB. Dinding 4 Pada dinding 4 NR paling rendah yaitu berada di titik 9 frekuensi 250 Hz dengan nilai sebesar 9,6 dB (tabel 4.4). Pada dinding ini hanya satu titik saja yang memiliki nilai NR kurang dari 10 dB, sedangkan pada titik lainnya nilai NR tidak terlalu rendah. Dinding 5 Dinding 5 merupakan sisi dengan kebocoran terendah. Pada sisi ini nilai NR terendah bernilai 14,6 dB yaitu pada titik
Sisi yang memiliki nilai NR terkecil kemudian dibuat kontur (mapping) sehingga terlihat sebaran suara pada permukaan dinding. Ada 3 dinding yang memiliki titik dengan nilai noise reduction terendah, yaitu dinding pintu sebelah timur pada frekuensi 315 Hz, serta dinding pintu sebelah barat dan sisi dinding utara ruang 2 pada frekuensi 250 Hz. Pembuatan mapping dilakukan dengan dua tahap yaitu, pertama mapping berdasarkan nilai yang didapat pada tiap titik dan selanjutnya hasil mapping digabungkan dengan gambar permukaan dinding yang dibuat konturnya. Sehingga dapat terlihat secara real kondisi persebaran bunyi di area dinding. Sebgai pembanding maka dilakukan pula mapping pada frekuensi tinggi untuk mengetahui perbedaan sebaran serta kebocoran pada frekuensi rendah dan tinggi.
Gambar 10 Sound mapping frekuensi 315 Hz dinding 1
Pada Gambar 4.3 menunjukan sebaran bunyi pada permukaan pintu sisi sebelah timur. Sebaran bunyi memusat di tengah yang merupakan permukaan pintu yang terbuat dari kayu. Sebaran suara yang besar dapat disebabkan oleh jenis bahan yang digunakan kurang baik untuk menahan bunyi, khususnya frekuensi rendah (315 Hz). Dari subbab sebelumnya diketahui bahwa nilai noise reduction pada titik ke 9 tergolong rendah. Pada mappingpun terlihat pada titik ke 9 (tepat diatas sisi kiri pintu/lingkaaran merah) terdapat kontur warna kuning yang menunjukan letak kebocoran. Pada bagian ini dapat disebabkan oleh permukaan yang tidak rata ataupun adukan semen perekat bata tidak penuh.
6 (250 Hz dan 315 Hz). Hal ini seperti dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa permasalahan terbesar pada kebocoran bunyi biasanya berada pada frekuensi rendah. V. .KESIMPULAN/RINGKASAN
Gambar 11 Sound mapping frekuensi 250 Hz dinding 2
Sisi lain yang memiliki NR terkecil adalah sisi selatan ruang satu yang di konturkan seperti pada Gambar 11, kondisi bunyi yang tidak beraturan disebabkan oleh permukaan dinding yang tidak rata. Pada bagian yang dillingkari merah terdapat sebuah lubang untuk memasukkan kabel. Bagian ini rentan terhadap kebocoran bunyi meskipun pada saat pengukuran telah ditutup oleh malam (lilin). Permukaan dindingpun tidak rata karena dinding tidak di beri lapisan semen. Sehingga kontur bunyipun tidak merata di seluruh permukaan dinding. Selain itu pada sambungan besi yang menghubungkan antara ruangpun terdapat sedikit rongga yang mengakibatkan bunyi rentan tembus dari area tersebut. Lain halnya apabila dibandingkan dengan bagian dinding yang terdapat pintu kayu. Permukaan kayu yang lebih rata mengakibatkan sebaran suara lebih merata. Bila dibandingkan dengan nilai TTB yang didapatpun terlihat perbedaan kontur yang mencolok antara dinding yang di dominasi bata ringan dan sisi berpintu. Pada bagian pintu kontur warna lebih terang(kuning) dibandingkan area dinding yang penuh bata ringan (cenderung biru tua hingga hijau). TTB tertinggi pada area pintu berkisar antara 70-78 dB, sedangkan bagian dinding 3 dan 5 nilai tertinggi berada dibawah 70 dB. Dengan perlakuan pemberian sumber bunyi yang sama, maka dalam kasus ini bahan mempengaruhi perambatan bunyi karena kayu dan bata memiliki kemampuan menyerap suara yang berbeda.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan: 1. Analisis kebocoran akustik pada ruang transmission loss mini telah dilakukan dengan menggunakan Sound Mapping. 2. Hasil yang didapat menunjukan bahwa kebocoran bunyi didominasi oleh bunyi dengan frekuensi rendah (yaitu 315 Hz untuk dinding 1, serta 250 Hz untuk lima dinding lainnya). Letak kebocoran bunyi yang paling tinggi berada pada titik pengukuran ke 9, 17 dan 27 pada dinding 1 dengan nilai noise reduction masing-masing sebesar 3,7 dB, 2,4 dB, dan 4,3 dB. DAFTAR PUSTAKA Barron, Michael. 2009. Auditorium Acoustics and Architectural Design 2nd Edition. London : Spons Press Bauman, Creation.2012.Basic of Acoustic. Creation Baumann Black, Bruce. September 2013. “Stop Sound Leakage”. Recording Magazine, 40-45 Everest, F.Alton . 2001. Master Handbook of Acoustics 4th Edition. Toronto : McGraw-Hill HSE.2011.”Noise Maping in Paper Mills”. HSE Information Sheet. Health and Safety Excecutive Jacobsen, Finn., Poulsen, Torben., dkk. 2011. Fundamental of Acoustics and Noise Control. Denmark : Technical University Long, Marshall. 2006. Architectural Acoustic. Elsevier : Academic Press Probst, Wolfgang. Maret 2009. “Techniques to support Noise Mapping, Noise Rating and Action Planning”. International Conference on Acoustics. Rotterdam Raichel, Daniel.R. 2006. The Sience and Application of Acoustics. Springer Veen, Jerry dkk. 2005. Standardized Test Procedure for Small Reverberation Rooms. Michigan
Gambar 12 Lokasi Pipa setelah di mapping
Dari hasil diatas diketahui bahwa sebagian besar kebocoran didominasi oleh bunyi dengan frekuensi rendah