Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN DAN REAKSI PASAR SEBELUM DAN SESUDAH STOCK SPLIT Febriana Eka Putri Mandagi
[email protected] Akhmad Riduwan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
ABSTRAK The purpose of this research is to find out the company’s financial performance which is proxy by the earnings per share and market reaction which is proxy by the trading volume activity at the companies which have done stock split before and after shown by the difference on earnings per share and trading volume activity. The population in this research is all companies which are listed in Indonesia Stock Exchange (IDX). In this study, there are 22 go public companies which have been done stock split between the years of 2008–2011. This research uses Paired Sample T–Test analysis by using SPSS 20. The result of research shows that: (1) the average of earnings per share after the stock split is less comparing to before the stock split since it is only replacing the circulated stocks by more number of stocks. (2) The average trading volume activity after the stock split is less comparing to before the stock split. Since it is a investors do not want to sell their stock because they are assuming that after the stock split they will earn higher dividend. Keywords: Stock Split, Earnings per Share, Trading Volume Activity INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja keuangan perusahaan yang diproksikan dengan laba per saham dan reaksi pasar yang diproksikan dengan aktivitas volume perdangan saham pada perusahaan yang melakukan pemecahan saham baik sebelum dan sesudah pemecahan saham yang ditunjukkan oleh perbedaan laba per saham dan aktivitas volume perdagangan saham. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dalam penelitian ini, jumlah sampel sebanyak 22 sampel perusahaan go public yang melakuakan pemecahan saham tahun 2008-2011. Penelitian ini menggunakanan analisis uji Paired Sample T-Test dengan menggunakan SPSS 20. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Rata-rata laba per saham sesudah pemecahan saham lebih kecil dibandingkan dengan sebelum pemecahan saham hal ini disebabkan karena pemecahan saham hanya mengganti saham yang beredar dengan jumlah saham yang lebih banyak. (2) Rata-rata volume perdagangan saham sesudah pemecahan saham lebih kecil dibandingkan dengan sebelum pemecahan saham. Hal ini disebabkan para investor tidak ingin menjual saham yang dimilikinya karena mereka beranggapan bahwa setelah kejadian pemecahan saham mereka akan memperoleh deviden yang tinggi. Kata kunci: pemecahan saham, laba per saham, volume perdagangan saham
PENDAHULUAN Pada dasarnya, setiap perusahaan selalu membutuhkan dana dalam membiayai kegiatan operasionalnya, dana tersebut dapat diperoleh dari beberapa sumber, untuk beberapa perusahaan yang sudah go public dalam upaya menambah dana dalam kegiatan operasionalnya dapat diperoleh melalui penjualan saham yang dilakukan di pasar modal. Salah satu cara yang di ambil oleh perusahaan go public untuk memperoleh dana dari investor yaitu dengan melakukan pemecahan saham atau yang lebih dikenal dengan stock split
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
2 Keputusan stock split merupakan kesepakatan antara para pemegang saham yang dicapai dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Perusahaan mengumumkan stock split untuk memberitahukan informasi pribadi yang baik mengenai nilai perusahaan. Stock split merupakan salah satu bentuk informasi yang diberikan emiten untuk menaikkan jumlah lembar saham yang beredar. Hamzah (2006) mengemukakan bahwa stock split bermanfaat untuk membuat harga saham menjadi lebih rendah dari sebelumnya dan membentuk harga saham menjadi lebih wajar serta meningkatkan likuiditas untuk diperdagangkan dan menambah investor odd lot menjadi investor round lot. Odd lot merupakan kondisi yang menunjukkan investor membeli saham di bawah 500 lembar (1 lot), sedangkan investor round lot adalah investor yang membeli saham minimal 500 lembar (1 lot). Hukum permintaan dan penawaran kembali akan berlaku pada kegiatan ini, dan sebagai konsekuesinya, harga saham yang tinggi tersebut akan menurun sampai tercipta posisi keseimbangan yang baru. Dengan pemecahan saham maka harga saham akan menjadi lebih rendah sehingga akan lebih mudah dijangkau oleh investor kecil. Dalam hal ini pemecahan saham merupakan fenomena yang masih menjadi teka-teki dan membingungkan bagi analisis keuangan, karena berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan terjadi ketidak konsistenan hasil. Hal tersebut disebabkan karena sebenarnya pemecahan saham tidak menambah nilai ekonomis bagi perusahaan, atau tidak secara langsung mempengaruhi arus kas perusahaan. Karena stock split hanya mengganti saham yang beredar dengan cara menurunkan nilai dari saham tersebut. Sedangkan saldo modal saham dan laba ditahan tetap sama dan tidak mempengarui perubahan laporan keuangan, karena tidak ada ayat jurnal yang dicatat untuk stock split namun dicatat ke dalam memorandum atau dimasukkan ke dalam catatan atas laporan keuangan yang menunjukkan bahwa nilai saham telah berubah dan jumlah saham tela bertambah. Pemecahan saham telah menjadi salah satu alat yang digunakan oleh manajemen untuk membentuk harga pasar saham perusahaan. Secara teoritis pemecahan saham tidak akan menambah kekayaan pemegang saham, karena di satu sisi, jumlah lembar saham yang dimiliki investor bertambah tetapi di sisi lain harga saham harus secara proporsional. Namun dengan melakukan pemecahan saham diharapkan tingkat likuiditas sahamnya akan tinggi, artinya saham tersebut lebih sering diperdagangkan dan juga untuk mempertahankan agar harga saham perusahaan tetap berada dalam rentang perdagangan yang optimal. Tingkat likuiditas saham akan terjadi karena investor dapat membeli saham dengan harga yang relatif lebih rendah. Dengan harga saham yang relatif lebih rendah akan menghasilkan return yang lebih tinggi dibanding dengan harga semula. Misalnya harga sebuah saham sebelum pemecahan saham Rp.1.000 dan setelah pemecahan saham menjadi Rp.600 (dengan split ratio 1:2). Jika tidak terjadi sebelum pemecahan saham Rp.1000 dan sesudah pemecahan saham Rp.600, seharusnya harga yang terjadi dengan adanya pemecahan saham adalah Rp.500 tapi karena mekanisme pasar, harga yang terbentuk adalah Rp.600, maka kenaikan harga saham Rp.100 akan meningkatkan return bagi investor, oleh karena itu pemecahan saham akan menjadi lebih menarik. Dengan adanya informasi berupa pemecahan saham, investor akan mengantisipasinya dengan membeli saham, dengan harapan untuk memperoleh return yang lebih tinggi yaitu setelah pemecahan saham dilakukan. Pendapat lain yang mengutarakan bahwa untuk menstabilkan harga saham dengan melakukan Stock Split sebagai alasan perusahaan melakukan pemecahan adalah untuk menyesuaikan harga pasar dari saham perusahaan pada tingkat dimana lebih banyak individu dapat menginvestasikan saham sehingga dapat meningkat jumlah saham yang beredar.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
3 Menurut Mason dan Shelor (dalam Rohana et al, 2003), secara teoritis motivasi yang melatar belakangi perusahaan melakukan stock split tertuang dalam beberapa teori yaitu Signaling Theory dan Trading Range Theory. Berdasarkan Signaling Theory menyatakan bahwa kinerja keuagan perusahaan merupakan faktor yang memotivasi perusahaan untuk melakukan keputusan stock split karena stock split merupakan upaya untuk menarik perhatian investor dengan memberikan sinyal positif bahwa perusahaan memiliki kinerja keuangan yang bagus. Copeland (1997) dalam Siregar (2012) menyatakan bahwa stock split memerlukan biaya yang sangat besar, oleh karena itu hanya perusahaan yang mempunyai prospek bagus saja yang mampu menanggung biaya ini. Jika kondisi ini tidak bagus maka perusahaan tidak akan melakukan stock split. Sebagai akibatnya pasar bereaksi positif terhadap pengumuman stock split tersebut. Untuk mengukur kinerja keuangan perusahan dapat dilakukan dengan menggunakan Earning Per Share (EPS). Earning per shere merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar keuntungan yang diperoleh investor atau pemegang saham per lembar saham. Indriyani (2005), meneliti tentang dampak pemecahan saham terhadap tingkat keuntungan saham dan tingkat likuiditas saham pada perusahaan. Hasil dari penelitian ini memperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara perubahan earnings sebelum dan setelah pemecahan saham. Berbeda dengan Khomsiyah dan Sulistyo (2001) meneliti tentang faktor tingkat kemahalan harga saham, kinerja keuangan perusahaan dan keputusan stock split. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa kinerja keuangan yang menggunakan proksi earning per share (EPS) terbukti signifikan. Sedangkan berdasarkan trading range theory menyatakan bahwa pemecahan saham akan meningkatkan likuiditas perdagangan saham. Marwata (2001) menyatakan bahwa likuiditas perdagangan saham dipengarui oleh harga saham yang murah yang menyebabkan investor lebih tertarik untuk membeli saham tersebut sehingga akan meningkatkan volume perdagangan saham. Volume perdagangan saham merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk melihat ada atau tidaknya reaksi pasar terhadap suatu peristiwa tertentu, untuk melihat pengaruh pemecahan saham terhadap volume perdagangan saham dilihat dari aktivitas perdagangan saham yang bersangkutan yang diukur dengan Trading Volume Activity (TVA). Trading Volume Activity (TVA) merupakan perbandingan antara jumlah saham perusahaan yang beredar pada periode tertentu dengan jumlah saham yang diperdagangkan pada waktu tertentu. Penelitian Fatmawati dan Asri (1999) menyimpulkan bila stock split berpengaruh signifikan terhadap harga saham, volume perdagangan dan persentase spread. Hasil berbeda juga ditemukan dalam pengujian Sutrisno (2000) dimana tidak ada perbedaan signifikan rata-rata antara volume perdagangan saham sebelum dan sesudah pengumuman stock split, yang mengindikasikan pasar tidak bereaksi dengan adanya pemecahan saham. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan kinerja keuangan perusahaan dan reaksi pasar pada perusahaan yang melakukan stock split baik sebelum dan sesudah tanggal pengumuman pemecahan saham (stock split) pada perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indsonesia(BEI) pada periode 2008 hingga 2011 yang diukur dengan menggunakan Earning per share (EPS) digunakan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan dan Trading Volume Activity (TVA) digunakan untuk mengukur reaksi pasar.
TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Pengertian Pemecahan saham (Stock split) Menurut Jogiyanto (2000) dalam Latifah (2008) pemecahan saham (stock split) adalah memecahkan selembar saham menjadi n lembar saham, dimana harga per lembar saham baru setelah stock split adalah sebesar 1/n dari harga sebelumnya. Perubahan nilai nominal
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
4 tersebut hanya mengakibatkan penambahan jumlah lembar saham, tetapi tidak mengubah jumlah modal ditempatkan dan modal disetor (paid in capital). Dengan kata lain, aksi pemecahan saham tidak akan mengurangi atau menambah nilai investasi dari pemegang saham atau investor. Teori Pemecahan Saham (Stock Split) Secara teoritis motivasi yang melatarbelakangi perusahaan melakukan stock split tertuang dalam beberapa teori, antara lain Signaling Theory dan Trading Range Theory. Signaling theory Signaling theory (Marwata,2001) menyatakan bahwa pemecahan saham memberikan informasi kepada investor tentang prospek peningkatan return masa depan yang substansial. Return yang meningkat tersebut dapat diprediksikan sinyal tentang laba jangka pendek dan jangka panjang. Signaling Theory menyatakan bahwa stock split memberikan sinyal yang positif karena manajer perusahaan akan menginformasikan prospek masa depan yang baik dari perusahaan kepada publik yang belum mengetahuinya. Pemecahan saham seharusnya menunjukkan sinyal yang valid karena tidak semua perusahaan dapat melakukannya. Hanya perusahaan yang memiliki kinerja yang baik saja yang dapat melakukannya, karena untuk melakukan pemecahan saham perusahaan harus menanggung semua biaya yang ditimbulkan dari peristiwa tersebut, dan pemecahan saham tidak memengaruhi modal dan cash flow perusahaan. Pemecahan saham mengandung biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan yang melakukannya, misalnya: biaya penerbitan saham, biaya percetakan saham, biaya perijinan, dan lain sebagainya. Trading Range Theory Trading Range Theory memberikan penjelasan bahwa stock split meningkatkan likuiditas perdagangan saham. Menurut teori ini, manajemen menilai harga saham terlalu tinggi sehingga kurang menarik diperdagangkan. Manajemen berupaya untuk menata kembali harga saham pada rentang harga tertentu yang lebih rendah dibandingkan sebelumnya. Dengan adanya stock split, harga saham akan turun sehingga akan banyak investor yang mampu bertransaksi. Tujuan dari pemecahan nilai nominal saham adalah untuk meningkatkan daya beli investor sehingga akan tetap banyak pelaku pasar modal yang mau memperjual belikan saham yang bersangkutan. Kondisi ini pada akhirnya akan meningkatkan likuiditas saham. Jenis Pemecahan Saham (Stock Split) Ewijaya dan Indriantoro (1999) menjelaskan jenis-jenis pemecahan saham (Stock Split), pada dasarnya ada dua jenis pemecahan saham yang dilakukan: Pemecahan naik (split-up) Pemecahan naik (split-up) adalah penurunan nominal per lembar saham yang mengakibatkan bertambahnya jumlah saham yang beredar. Misal pemecahan saham dengan split factor 2:1, 3:1, 4:1. Stock split dengan faktor pemecahan 2:1 maksudnya adalah dua lembar saham baru (lembar setelah stock split) dapat ditukar dengan satu lembar saham lama (lembar sebelum stock split). Stock split dengan faktor pemecahan 3:1 maksudnya adalah tiga lembar saham baru (lembar setelah stock split) dapat ditukar dengan satu lembar saham lama (lembar sebelum stock split) dan seterusnya. Pemecahan turun (split-down atau reverse split) Pemecahan turun (split-down atau reverse split) adalah peningkatan nilai nominal per lembar saham dan mengurangi jumlah saham yang beredar. Split-down lebih dikenal sebagai reverse stock split. Tujuan split-down adalah untuk meningkatkan harga saham di pasar agar image perusahaan meningkat. Split-down dilakukan dengan menarik kembali sejumlah saham yang beredar dan diganti dengan satu saham baru yang nominalnya lebih tinggi,
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
5 tetapi tidak mengubah total disetor dan total ekuitas. Misalnya pemecahan turun dengan faktor pemecahan 1:2, 1:3, 1:4. Stock split dengan faktor pemecahan 1:2 maksudnya adalah satu lembar saham baru (lembar setelah stock split) dapat ditukar dengan dua lembar saham lama (lembar sebelum stock split). Stock split dengan faktor pemecahan 1:3 maksudnya adalah satu lembar saham baru (lembar setelah stock split) dapat ditukar dengan tiga lembar saham lama (lembar sebelum stock split) dan seterusnya. Para emiten sampai saat ini hanya melakukan stock split naik (stock split-up). Dan jarang terjadi kasus reverse stock (stock splitdown). Mekanisme Stock Split Aksi korporasi stock split dapat berperan sebagai salah satu upaya mencapai pemberdayaan. Stock split dapat menjadikan harga saham secara absolut lebih rendah. Investor yang semula tak dapat menjangkau harga saham, melalui stock split menjadi terjangkau. Stock split merupakan perwujudan pemerataan untuk para investor untuk membeli dan memiliki saham. Melalui stock split frekuensi perdagangan saham cenderung meningkat atau lebih likuid. Perdagangan saham yang likuid akan cenderung meningkatkan harga sahamnya. Mekanisme dan informasi mengenai kebijakan stock split akan diberitahukan oleh Dewan Direksi berdasarkan dengan hasil keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Sebagai contoh nilai nominal saham yang semula sebesar Rp.1000,- (seribu rupiah) menjadi sebesar Rp 500,- (lima ratus rupiah) per saham. Jika dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) memutuskan adanya perubahan anggaran dasar, keputusan tersebut dibuat dihadapan notaris yang ditunjuk oleh Dewan Direksi. Perubahan anggaran dasar tersebut harus diterima dan dicatat oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum serta didaftarkan dalam daftar perusahaan pada kantor pendaftaran perusahaan daerah setempat. Sehubungan dengan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mengenai persetujuan untuk melakukan konversi sahamnya menjadi catatan elektronik (tanpa warkat) dalam rekening efek perusahaan efek atau bank kustodian dimana pemegang saham membuka rekening efeknya (konversi saham) dan pemecahan nilai nominal saham dari Rp 1000,- (seribu rupiah) per saham menjadi sebesar Rp 500,- (lima ratus rupiah) per saham, Dewan Direksi akan memberitahukan tata cara konversi saham dan pemecahan nilai nominal saham. Keunggulan dan Kelemahan Pemecahan Saham (Stock Split) Dalam melakukan stock split (pemecahan saham) manajemen perusahaan harus mempertimbangkan keunggulan dan kelemahan stock split itu sendiri bagi investor dan perusahaan (McGough., 1993 dalam Sariwulan., 2007). Keunggulan stock split antara lain: (1)Dengan nilai saham yang rendah dapat menciptakan market dan efesiensi pasar yang luas. (2)Dapat menarik para investor kecil dan mengubah pemegang saham odd-lot (membeli saham di bawah 500 lembar) menjadi round lot (membeli saham minimal 500 lembar). (3)Jumlah pemegang saham akan bertambah, berarti makin membaiknya likuiditas pasar. (4)Sinyal bagi pasar bahwa manajemen sangat optimis terhadap pertumbuhan perusahaan. Selain bagi perusahaan, stock split juga dipercaya beberapa pihak membawa keuntungan bagi investor, baik itu investor lama maupun investor baru. Keuntungan stock split bagi investor antara lain: Bagi investor lama: Secara tidak langsung investor lama yang jumlah sahamnya belum banyak akan berkesempatan untuk memperoleh bonus tambahan karena untuk memperoleh bonus tambahan diperlukan minimal 1000 saham. Bagi investor baru: Jika sebelumnya calon investor belum mampu membeli saham emiten, dengan adanya stock split
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
6 yang mengakibatkan saham menjadi lebih murah maka calon investor jadi mampu membelinya. Sedangkan kelemahan stock split antara lain: (1)Tingkat harga saham saat ini belum dapat menjamin keberhasilan stock split karena ketidak pastian pada lingkungan bisnis. (2)Harga saham dimasa mendatang harus dipertimbangkan dengan hati-hati karena dapat menempatkan perusahaan dalam posisi akuisisi. (3)Harga pasar saham setelan stock split dapat membuat perusahaan berada di bawah harga perusahaan lain dalam industri sejenis. (4)Meningkatkan jumlah pemegang saham akan meningkatkan biaya jasa untuk pemegang saham. Perlakuan Akuntansi Pemecahan Saham (Stock Split) Perlakuan pemecahan saham (stock split) tidak disebutkan dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Namun yang diatur dalam PSAK No. 21 paragraf 23 tahun 2002 yaitu mengenai deviden saham yang dibagikan dalam perusahaan. Sebuah perusahaan dapat memperbanyak jumlah saham yang beredar dengan cara mengurangi nilai nominal saham. Penurunan nilai nominal saham ini dapat menambah jumlah lembar saham yang beredar tanpa adanya penyetoran atau kapitalisasi dari laba yang tidak dibagi. Bagi pemegang saham penurunan nilai nominal per lembar saham tidak akan mengubah nilai buku investasi. Satu-satunya perubahan yang ada hanyalah adanya pertambahan jumlah lembar saham yang dimiliki. Dari sudut pandang akuntansi, tidak ada ayat jurnal yang dicatat untuk pemecahan saham. Namun suatu catatan memorandum dibuat untuk menunjukkan bahwa nilai pari saham telah berubah dan jumlah saham telah bertambah (Kieso, 2002 : 366). Selain itu terdapat pendapat dari peneliti lain yaitu Jogiyanto (1995:50) menyatakan bahwa dari sisi akuntansi tidak ada pencatatan untuk suatu pemecahan saham, namun rincian mengenai perubahan nilai dan jumlah saham yang beredar biasanya diungkap kan dalam catatan atas laporan keuangan. Kinerja Keuangan Definisi Kinerja Keuangan Jumingan (2006:239) mendefinisikan bahwa kinerja keuangan adalah gambaran kondisi keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu baik menyangkut aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dana, yang biasanya diukur dengan indikator kecukupan modal, likuiditas, dan profitabilitas. Berbeda dengan Sutrisno (2000) menyatakan bahwa kinerja keuangan perusahaan merupakan prestasi yang dicapai perusahaan dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan perusahaan tersebut. Dari definisi kinerja keuangan di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kinerja keuangan merupakan gambaran hasil atau prestasi yang dicapai perusahaan dalam suatu periode tertentu yang menjadi cermin dari tingkat kesehatan perusahaan tersebut. Kinerja keuangan yang baik salah satunya dapat diukur dengan menggunakan laba per saham yang akan diperoleh para pemegang saham. Laba per Saham Laba per saham dapat diukur dengan rasio earning per share (EPS). Earning per share (EPS) merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar keuntungan yang diperoleh investor per lembar sahamnya. Di dalam EPS terkandung informasi mengenai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan dapat membantu investor untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan arus kas yang baik di masa yang akan datang. Karena laba per saham perusahaan yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dapat dijadikan indikator adanya keberhasilan suatu perusahaan dalam mengelola dana yang tersedia. Semakin tinggi laba per saham suatu perusahaan maka saham tersebut akan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
7 semakin menarik karena menggambarkan jumlah rupiah yang akan di peroleh investor per lembar saham yang dimilikinya. Earnings per share adalah rasio yang menunjukan pendapatan yang diperoleh setiap lembar saham. Salah satu alasan investor membeli saham adalah untuk mendapatkan dividen, jika nilai laba per saham kecil maka kecil pula kemungkinan perusahaan untuk membagikan dividen. Maka dapat dikatakan investor akan lebih tertarik pada saham yang memiliki earnings per share (EPS) tinggi dibandingkan saham yang memiliki earnings per share (EPS) rendah. Earnings per share yang rendah cenderung membuat harga saham turun. Reaksi Pasar Reaksi pasar adalah segmentasi tingkah laku mengelompokkan pembelian berdasarkan pada pengetahuan, sikap penggunaan atau reaksi pasar mereka terhadap suatu produk. Reaksi pasar terhadap stock split dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Aktifitas stock split dapat memengaruhi pasar dalam bentuk harga saham, likuiditas saham, keuntungan pemegang saham, sinyal yang informatif, dan resiko saham. Jika pengumuman mengandung informasi, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman diterima. Reaksi pasar ini ditunjukkan dengan adanya perubahan harga sekuritas yang bersangkutan. Meskipun stock split dinyatakan tidak memiliki nilai ekonomis, kandungan informasi di dalamnya mendorong pasar untuk bereaksi pada pengumuman stock split. Salah satu cara untuk melihat reaksi pasar yaitu dengan melihat volume perdagangan saham. Volume Perdagangan Saham Volume perdagangan saham dapat di ukur dengan rasio Trading Volume Activity (TVA). Trading Volume Activity (TVA) merupakan perbandingan antara jumlah saham perusahaan yang beredar pada periode tertentu dengan jumlah saham yang diperdagangkan pada waktu tertentu. Besar kecilnya perubahan rata-rata TVA antara sebelum dan sesudah stock split merupakan ukuran besar kecilnya akibat yang ditimbulkan oleh adanya peristiwa stock split terhadap volume perdagangan saham. Keputusan stock split yang digunakan oleh perusahaan ketika harga sahamnya dinilai terlalu tinggi akan mempengaruhi kemampuan investor untuk membelinya, sehingga akan mempunyai nilai jika terdapat perubahan dalam volume perdagangan sahamnya. Besar kecilnya pengaruh pemecahan saham terhadap volume perdagangan saham terlihat dari besar kecilnya jumlah saham yang diperdagangkan. Sehubungan dengan adanya pemecahan saham maka harga saham akan menjadi lebih murah sehingga volatilitas harga saham menjadi lebih besar dan akan menarik investor untuk memiliki saham tersebut atau menambah jumlah saham yang diperdagangkan. Menurut Copeland (1979), semakin banyak investor yang akan melakukan transaksi terhadap saham tersebut maka volume perdagangan sahamnya akan meningkat. Pengembangan Hipotesis Berdasarkan Signaling Theory bahwa kinerja keuagan perusahaan merupakan faktor yang memotivasi perusahaan untuk melakukan keputusan stock split. Pemecahan saham (stock split) yang dilakukan oleh perusahaan mempengaruhi kinerja keuangan yang merupakan gambaran hasil atau prestasi yang dicapai perusahaan dalam suatu periode tertentu yang menjadi cermin dari tingkat kesehatan perusahaan tersebut. Dengan adanya informasi mengenai peningkatan kinerja perusahaan, maka para investor menganggap bahwa pemecahan saham akan memengaruhi tingkat keuntungan. Dengan tingkat keuntungan perusahaan yang tinggi maka perusahaan akan mampu memberikan EPS yang tinggi di tiap lembar sahamnya, hal ini akan membuat para investor tertarik untuk
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
8 berinvestasi. Namun laba per saham yang akan diterima oleh pemegang saham setelah stock split lebih kecil dibandingkan sebelum stock split hal ini terjadi karena adanya perubahan harga dan bertambahnya jumlah lembar saham. Stock split merupakan informasi yang positif bagi investor, hal ini disebabkan dengan adanya stock split maka harga saham akan dalam posisi undervalued (di bawah harga yang wajar). Menurut trading range theory yang menyatakan bahwa pemecahan saham akan meningkatkan likuiditas perdagangan saham. Namun pemecahan saham mengandung biaya transaksi pialang yang harus ditanggung oleh para investor. Biaya tersebut menyebabkan menurunnya minat investor terhadap saham sehingga aktivitas volume perdagangan bisa mengalami penurunan. Maka hipotesis tentang reaksi pasar dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: H1: Laba per saham perusahaan sesudah stock split lebih kecil dari pada sebelum stock split. H2: Volume perdagangan saham perusahaan sesudah stock split lebih kecil dari pada sebelum stock split. METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Penelitian Perusahaan yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan go public yang terdaftar di BEI, dan objek dalam penelitian ini yaitu terdapat 22 perusahaan yang melakukan aktivitas pemecahan saham (stock split) selama 4 tahun yaitu periode 2008 hingga 2011. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Kriteria yang digunakan untuk memilih sampel adalah sebagai berikut: Perusahaan go public yang terdaftar di BEI (Bursa Efek Indonesia) yang melakukan stock split pada periode 2008 hingga 2011. (1) Perusahaan yang melakukan stock split dan tidak melakukan pengumuman lain. (2) Memiliki tanggal pelaksanaan pemecahan saham serta diumumkan kepada publik. (3) Memiliki data harga saham harian dan mengeluarkan laporan keuangan setiap tahunnya selama periode penelitian dan tidak mengalami kerugian secara berturut-turut. Variabel dan Definisi Operasional Variabel Variabel Penelitian 1. Kinerja Keuangan Kinerja keuangan adalah gambaran kondisi keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu baik menyangkut aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dana, yang biasanya diukur dengan indikator kecukupan modal, likuiditas, dan profitabilitas. Laba per Saham Laba per saham merupakan salah satu indikator untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan. Laba per saham di ukur dengan menggunakan rasio EPS. EPS merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar keuntungan atau return yang diperoleh investor (pemegang saham) per lembar saham. Tingkat keuntungan saham tersebut diketahui dari perubahan earning yang terjadi pada perusahaan. Semakin tinggi nilai EPS akan menggembirakan pemegang saham, karena semakin besar laba yang disediakan untuk pemegang saham Earning per share (EPS) menunjukkan jumlah pendapatan bersih yang tersedia untuk pemegang saham biasa yang dibagi dengan jumlah lembar saham biasa yang beredar (Tandelilin, 2001: 241). Berikut perhitungannya: EPS =
Laba bersih Jumlah saham beredar
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
9 Reaksi Pasar Reaksi pasar adalah segmentasi tingkah laku mengelompokkan pembelian berdasarkan pada pengetahuan, sikap penggunaan atau reaksi pasar mereka terhadap suatu produk. Volume Perdagangan Saham Volume perdagangan saham salah satu indikator yang digunakan untuk melihat reaksi pasar terhadap kejadian atau informasi yang berkaitan dengan suatu saham. Volume perdagangan saham merupakan jumlah saham yang diperdagangakan dalams periode tertentu. Volume perdagangan saham diukur dengan Trading Volume Activity (TVA) dengan membandingkan jumlah saham perusahaan yang beredar pada periode tertentu dengan jumlah saham yang beredar pada waktu tertentu. Setelah itu, rata-rata masing-masing volume perdagangan saham antara sebelum dan sesudah pemecahan saham dihitung untuk mengetahui besarnya perbedaan. Untuk mengetahui signifikan atau tidaknya digunakan uji beda dua rata-rata antara sebelum dan sesudah pemecahan saham. Husnan (2001) menyatakan rumus yang digunakan untuk mencari TVA yaitu sebagai berikut: TVA = Jumlah saham perusahaan i yang diperdagangkan pada periode t Jumlah sahan i yang diperdagangkan pada waktu t Pengujian Hipotesis Untuk menguji hipotesis 1 sampai dengan 2 digunakan paired sample T-test. Sebelum dilakukan pengujian terlebih dahulu dilakukan uji Normalitas. Uji normalitas dilakukan untuk memenuhi asumsi dalam melakukan uji statistik parametrik dimana data itu harus berdistribusi normal atau mendekati normal. Fungsi uji normalitas ini adalah sebagai alat untuk membuat kesimpulan populasi berdasarkan data sampel. Uji normalitas ini akan dapat menentukan alat uji selanjutnya yang digunakan dalam penelitian. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji One Sampel Kolmogorov Smirnov. Dari hasil uji normalitas selanjutnya dijadikan sebagai dasar untuk menentukan pilihan alat analisis yang tepat. Jika data berdistribusi normal, maka pengujian dilakukan dengan Uji Paired Sampel T-test. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Statistik Deskriptif Pada analisis statistik deskriptif akan disajikan gambaran masing-masing variabel penelitian yaitu earning per share (EPS) dan Trading Volume Activity (TVA) yang dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2 sebagai berikut: Tabel 1 Deskripsif Variabel Earning Per Share (EPS) N Sebelum Tahun_0 Sesudah Sumber: data diolah
22 22 22
Mean 465.7359 147.7723 124.9100
Std. Deviation 783.13171 163.57383 128.14056
Minimum 1.64 -23.58 1.20
Maximum 3545.77 622.71 509.88
Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa rata-rata EPS sebelum stock split sebesar 465.7359 dengan nilai minimum sebesar 1.64 dan nilai maksimum sebesar 3545.77. Pada tahun 0 atau pada tahun di umumkannya stock split rata-rata EPS sebesar 147.7723 dengan nilai minimum -23.58 dan nilai maksimum sebesar 622.71. dan sesudah stock split rata-rata EPS sebesar 124.9100 dengan nilai minimum 1.20 dan nilai maksimum sebesar 509.88.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
10 Tabel 2 Deskripsif Variabel Trading Volume Activity (TVA) N Sebelum Sesudah
Mean ,01376055 ,00294036
22 22
Std. Deviation ,018353117 ,003129566
Minimum ,000065 ,000002
Maximum ,078707 ,011712
Sumber: data diolah Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa rata-rata TVA sebelum stock split sebesar 0,01376055 dengan nilai minimum ,000065 dan nilai maksimum sebesar 0,078707. Pada tahun sesudah stock split niai rata-rata sebesar ,00294036 dengan nilai minimum ,000002 dan nilai maksimum sebesar ,011712. Uji Normalitas Berdasarkan uji normalitas yang dilakukan terhadap data EPS dan TVA dengan menggunakan program SPSS versi 20, diperoleh hasil seperti yang terlihat dalam tabel 3 sebagai berikut: Tabel 3 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test EPS Sebelum N Normal Parametersa,b
Most Extreme Differences
TVA Sesudah
Sebelum
Sesudah
22
22
22
22
465.7359
,01376055
,00294036
124.9100
783.13171
,018353117
,003129566
128.14056
Absolute
.277
,228
,193
.245
Positive
.249
,202
,193
.245
Negative
-.277
-,228
-,174
-.167
1.298
1.148
1,068
,904
.069
.143
,204
,387
Mean Std. Deviation
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) Sumber: data diolah
Hasil uji normalitas yang dilakukan dengan menggunakan One Sampel Kolmogorov Smirnov menunjukkan bahwa seluruh variabel penelitian memiliki nilai pvalue ≤ 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel penelitian berdistribusi nomal. Uji Hipotesis Pengujian Hipotesis 1 Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan melihat apakah EPS setelah stock split lebih besar dari pada sebelum (stock split). Periode yang digunakan yaitu satu tahun sebelum pemecahan saham (t-1) dan satu tahun sesudah (t+1) pemecahan saham. Berikut ini adalah hasil perhitungan statistik (Paired Samples Statistic) untuk masing masing tahun, dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4 Paired Samples Statistics EPS Mean N Pair 1
Std. Deviation
Sebelum
465.7359
22
783.13171
Sesudah
124.9100
22
128.14056
Sumber: data diolah
Perhitungan tersebut menunjukkan bahwa rata-rata earning per share pada t-1 sebesar 465,7359 dengan standar deviasi sebesar 783,13171. Sedangkan, rata-rata earning per share t+1 sebesar 124,9100 dengan standar deviasi sebesar 128,14056. Berdasarkan perhitungan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
11 tersebut, maka rata-rata earning per share mengalami kenaikan sebelum pemecahan saham. Sedangkan, setelah pemecahan rata-rata earning per share mengalami penurunan. Pergerakan perubahan EPS tersebut dapat dilihat dari rata-rata EPS pada masing-masing periode, yaitu satu tahun sebelum (t -1) pemecahan saham sampai dengan satu tahun sesudah (t +1) pemecahan saham. Pergerakan perubahan EPS dapat dilihat pada gambar 1.
Pergerakan Rata-rata EPS 600 400 200 0
465,74 147,77
124,91
t-1 Gambar 1 t 0 Grafik Pergerakan Rata-rata Earning per share
t+0
Grafik tersebut menunjukkan bahwa rata-rata EPS pada tahun sebelum terjadinya pemecahan saham sebesar 465,74, namun kenaikan tersebut tidak berlangsung lama karena pada tahun diumumkannya pemecahan saham, nilai rata-rata EPS justru mengalami penurunan sebesar 147,77 dan pada satu tahun setelah pengumunan pemecahan saham ratarata EPS mengalami penurunan sebesar 124,91. Pengujian terhadap hipotesis 1 tersebut secara lengkap dapat dilihat pada tabel 5 sebagai berikut:
Mean Sebelum – Sesudah Sumber: data diolah Pair 1
Tabel 5 Paired Samples Test EPS Paired Differences Std. Deviation Std. Error Mean
340.82591
715.21533
152.48442
T
2.235
Df
21
Sig. (2-tailed)
.036
Apabila dilihat dari nilai probabilitasnya, terlihat bahwa nilai pvalue lebih kecil dari pada taraf signifikansi yang ditentukan yaitu (0,036 < 0,05). Jadi berdasarkan nilai probabilitas dapat disimpulkan bahwa mean EPS pada perusahaan yang melakukan stock split mempunyai pengaruh signifikan terhadap peristiwa stock split yang ditunjukkan oleh adanya perbedaan earning per share. Sehingga diperoleh kesimpulan bahwa hasil penelitian terhadap EPS menunjukkan bahwa kinerja keuangan bereaksi terhadap peristiwa stock split pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan terdapatnya perbedaan yang antara EPS sebelum stock split dengan EPS sesudah stock split. Dan pengujian terhadap hipotesis 1 menghasilkan keputusan Hipotesis nol (Ho) ditolak dan Hipotesis pertama (H 1) ditetima. Berarti earning per share sesudah stock split lebih kecil dari pada sebelum stock split. Hal ini sesuai dengan asumsi bahwa sebenarnya pemecahan saham tidak mempunyai nilai ekonomis karena hanya menambah jumlah lembar saham dan harga saham baru menjadi 1/n dari harga saham lama. Selain itu pemecahan saham hanya dianggap sebagai sinyal positif mengenai prospek kinerja keuangan perusahaan di masa yang akan datang dan hal ini dikarenakan bahwa hanya perusahaan yang memiliki prospek kinerja keuangan yang bagus saja yag dapat melakukan stock split. Pernyataan ini sesuai dengan signaling theory. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Marwata (2001) yang menunjukkan bahwa kinerja keuangan perusahaan yang melakukan stock split yang diukur dengan laba bersih maupun EPS, lebih rendah dari pada perusahaan yang tidak melakukan stock split. Dan penelitian lain yang dilakukan Indriyani (2005) yang meneliti
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
12 tentang tingkat keuntungan saham sebelum dan sesudah stock split periode 2002-2003 yang menghasilkan bahwa tingkat keuntungan saham sebelum stock split lebih besar dibandingkan dengan tingkat keuntungan sahan sesudah stock split. Hal ini karena pemecahan saham hanya mengganti saham yang beredar dengan jumlah saham yang lebih banyak dengan cara menurunkan nilai pari saham, sedangkan saldo modal saham dan laba ditahan tetap sama. Oleh karena itu, pemecahan saham tidak mempengaruhi arus kas perusahaan. Selain itu ada beberapa faktor yang dapat mempengarui laba perusahaan yang dikarenakann stock split juga mengandung biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan yang melakukannya, misalnya: biaya penerbitan saham, biaya percetakan saham, biaya perijinan, dan lain sebagainya. Sehingga dengan adanya pemecahan saham juga bisa mengakibatkan tingkat keuntungan per saham menurun. Pengujian Hipotesis 2 Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan melihat apakah volume aktivitas perdagangan saham setelah stock split lebih kecil dari pada sebelum (stock split). Untuk mengetahui tingkat perubahan aktivitas volume perdagangan sebelum pemecahan saham dan setelah pemecahan saham, maka digunakan perhitungan statistik. Perhitungannya dapat dilihat pada tabel 6 sebagai berikut: Tabel 6 Paired Samples Statistics TVA Mean N Sebelum Sesudah Sumber: data diolah
Pair 1
,01376055 ,00294036
Std. Deviation
22 22
,018353117 ,003129566
Rata-rata TVA
Dari hasil perhitungan tersebut diketahui bahwa mean TVA yang terjadi sebelum pemecahan saham adalah sebesar 0,1376055 dengan standar deviasi sebesar 0,018353117 dan mean TVA setelah pemecahan saham adalah sebesar 0,00294036 dengan standar deviasi sebesar 0,003129566. Hal ini menunjukkan bahwa mean TVA sebelum dan setelah pemecahan saham mengalami penurunan sebesar 0,01076514 yang berarti mean TVA sebelum stock split lebih tinggi dibandingkan dengan mean TVA sesudah stock split. Pergerakan perubahan trading volume activity tersebut dapat dilihat dari aktivitas volume perdagangan pada masing-masing periode, yaitu sepuluh hari sebelum (H-10) pemecahan saham samapai dengan sepuluh hari sesudah (H+10) pemecahan saham. Pergerakan aktivitas volume perdagangan dapat dilihat pada gambar 2. 0,025 0,02 0,015 0,01 0,005 0 -10 -8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
Gambar 2 Grafik Pergerakan Rata-rata Trading Volume Activity
Grafik tersebut menunjukkan bahwa pergerakan aktivitas volume perdagangan sebelum pemecahan saham mengalami kenaikan. Dapat dilihat bahwa aktivitas volume perdagangan saham pada hari keempat sebelum peristiwa mencapai titik tertinggi dengan angka 0,023694 diikuti pergerakan yang menurun hingga mencapai titik terendah 0,002146 pada hari pertama setelah pemecahan saham. Dengan demikian, aktivitas volume perdagangan cenderung mengalami penurunan setelah pemecahan saham. Hal ini menunjukkan bahwa
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
13 stock split tidak memiliki daya tarik, sehingga banyak investor yang tidak melakukan transaksi pada saat di umumkannya stock split. Pengujian terhadap hipotesis 2 dapat diketahui secara lengkap dengan dalam tabel 7 sebagai berikut: Tabel 7 Paired Samples Test TVA Paired Differences Mean Std. Deviation Sebelum – Sesudah Sumber: data diolah Pair 1
,010820182
T
,016381579 3,098
Df
21
Sig. (2-tailed)
,005
Apabila dilihat dari nilai probabilitasnya, terlihat bahwa nilai pvalue lebih kecil dari pada taraf signifikansi yang ditentukan yaitu (0,005 < 0,05). Jadi berdasarkan nilai probabilitas dapat disimpulkan bahwa mean TVA sebelum stock split dan mean TVA sesudah stock split adalah berbeda secara nyata atau dengan kata lain pasar modal bereaksi secara signifikan terhadap peristiwa stock split yang ditunjukkan oleh adanya perbedaan trading volume activity. Sehingga diperoleh kesimpulan bahwa hasil penelitian terhadap mean TVA menunjukkan bahwa pasar modal bereaksi terhadap peristiwa stock split pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dan pengujian terhadap hipotesis 2 menghasilkan keputusan Hipotesis nol (Ho) ditolak dan Hipotesis pertama (H1) ditetima. Hal ini ditunjukkan dengan terdapatnya perbedaan yang signifikan antara mean TVA sebelum stock split dengan mean TVA sesudah stock split. dengan pengujian yang dilakukan dengan uji statistik Paired Samples T-test hasil Trading Volume Activity sesudah stock split lebih kecil dari pada sebelum stock split. Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Copeland (1979) menurut penelitiannya tersebut disimpulkan bahwa volume perdagangan setelah stock split memiliki rata-rata lebih kecil dan signifikan, yang menunjukkan terjadinya penurunan likuiditas saham. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati (2003) yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara volume perdagangan saham pada sebelum dan sesudah pemecahan saham, dimana hal tersebut disebabkan adanya sinyal positif yang ditimbulkan oleh pemecahan saham yang menyebabkan para calon lebih tertarik untuk membeli saham (aksi jual dan beli secara tepat). Dan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatkan likuiditas perdagangan saham terjadi sebelum dilaksanakannya pemecahan saham. Faktor penyebab lebih tingginya TVA sebelum peristiwa dibandingkan dengan TVA sesudah peristiwa adalah reaksi pasar yang tajam dimana setiap investor ingin menjual saham yang dimilikinya akibat ketakutan menurunnya harga terhadap saham yang dimilikinya. Selain itu penurunan tersebut disebabkan karena biaya transaksi pialang secara proporsi meningkat setelah pemecahan saham. Para investor kemungkinan juga akan mengurangi kepemilikan jumlah saham hasil pemecahan, karena mereka akan menyusun kembali portofolio yang dianggap optimal. Tujuan penyusunan kembali portofolio tersebut adalah untuk mengurangi resiko investasi. Dan ada beberapa investor yang beranggapan bahwa peristiwa stock split merupakan suatu sinyal positif mengenai prospek kinerja keuangan perusahaan di masa yang akan datang dimasa yang akan datang sehingga para investor tidak ingin menjual saham yang dimilikinya karena mereka beranggapan bahwa setelah kejadian stock split mereka akan memperoleh deviden yang tinggi.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
14 PENUTUP Simpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan menghasilkan kesimpulan: (1) Uji hipotesis pertama dengan menggunakan analisis paired sampel t-test yang dilakukan dengan tingkat signifikansi sebesar 5% diperoleh nilai Pvalue lebih kecil dari α (5%) yaitu 0,036 ˂ 0,05. Hasil ini memberikan kesimpulan bahwa kinerja keuangan perusahaan bereaksi terhadap peristiwa stock split yang ditunjukkan oleh adanya perbedaan earning per share. Sehingga terdapat perbedaan yang signifikan pada kinerja keuangan yang di proksikan dengan EPS sebelum dan sesudah stock split. Kenaikan perubahan EPS sebelum pemecahan saham terjadi karena pemecahan saham mengandung informasi yang menunjukkan prospek perusahaan yang baik. Dan nilai EPS sesudah stock split terjadi penurunan dibandingkan dengan EPS sebelum stock split. hal ini dikarenakan bahwa peristiwa stock split dianggap sebagai sinyal positif mengenai prospek kinerja keuangan perusahaan dan stock split tidak memiliki nilai ekonomis karena hanya menambah jumlah lembar saham dan mengubah harga saham baru menjadi 1/n dari lembar saham yang lama. Sehingga EPS yang akan diterima oleh investor akan menurun yang dikarenakan jumlah nominal saham yang dipecah. (2) Uji hipotesis kedua dengan menggunakan analisis paired sampel t-test yang dilakukan dengan tingkat signifikansi sebesar 5% diperoleh nilai Pvalue lebih kecil dari α (5%) yaitu 0,005 ˂ 0,05. Hasil ini memberikan kesimpulan bahwa pasar modal bereaksi terhadap peristiwa stock split yang ditunjukkan oleh adanya perbedaan trading volume activity. Sehingga terdapat perbedaan yang signifikan pada aktivitas volume perdagangan sebelum dan setelah pemecahan saham. Aktivitas volume perdagangan sebelum pemecahan saham lebih besar dibanding dengan aktivitas volume perdagangan setelah pemecahan saham. Dengan adanya penurunan aktivitas volume perdagangan tersebut, maka pemecahan saham juga mengakibatkan penurunan pada tingkat likuiditas. Hal ini disebabkan karena paa investor tidak mau menperjual belikan saham yang sudah dimilikinya karena mereka beranggapan bahwa setelah kejadian stock split mereka akan memperoleh dividen yang tinggi Saran Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menguji kembali variabel-variabel lain yang yang dipengaruhi pemecahan saham seperti rasio lainnya misalnya EAT, ROI, PER, PBV atau abnormal return dengan memperpanjang periode pengamatan dan memperluas sampel yang akan lebih mencerminkan reaksi pasar dan agar mendapatkan hasil dengan sudut pandang yang berbeda. Keterbatasan Penelitian ini mempunyai keterbatasan dalam hal sampel yang menggunakan periode observasi selama 4 tahun. Selain itu proksi yang digunakan dalam penelitian untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan dan reaksi pasar hanya menggunakan proksi Earning Per Share (EPS) dan Tranding volume activity (TVA) sehingga belum sempurna untuk menggambarkan kinerja keuangan dan reaksi pasar akibat adanya peristiwa stock split.
DAFTAR PUSTAKA Copeland, T. E. 1979. Liquidity Changes Following Stock Split. The Journal Of Finance Vol. XXX1V: 115-141. Ewijaya dan N. Indriantoro. 1999. Pengaruh Pemecahan Saham Terhadap Perubahan Harga Saham. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia Volume 2: 53-65
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
15 Fatmawati, S. dan M. Asri. 1999. Pengaruh Stock Split Terhadap Likuiditas Saham yang Diukur Dengan Besarnya Bid-Ask Spread di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol. 14: 93-110. Hamzah, A. 2006. Analisis Kinerja Saham Perbankan Sebelum dan sesudah Reverse Stock Split di PT. Bursa Efek Jakarta. Jurnal Manajemen dan Bisnis Sriwijaya. 4 (8): 1-68. Husnan, S. 2001. Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Edisi Ketiga. AMPYKPN. Yogyakarta. Indriyani, N. 2005. Dampak Pemecahan Saham Terhadap Tingkat Keuntungan Saham Dan Tingkat Likuiditas Saham di Bursa Efek Jakarta. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta. Jogiyanto. 1995. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi Kedua. BPFE. Yogyakarta. Jumingan. 2006. Analisis Laporan Keuangan. Bumi Aksara. Jakarta Keiso, D. E., J. J. Weygandt, dan T. D. Warfield. 2000. Akuntansi Intermediate. Edisi kesepuluh. Penerbit Erlangga. Jakarta. Khomsiyah. dan Sulistyo. 2001. Faktor Tingkat Kemahalan Harga Saham, Kinerja Keuangan Perusahaan dan Keputusan Pemecahan Saham (Stock Split): Aplikasi Analisis Diskriminan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol. XVI (4): 388–400. Kurniawati, I. 2003. Analisis Kandungan Informasi Stock Split dan Likuiditas Saham: Studi Empiris pada Non-synchronous Trading. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 6 (3): 264-275. Latifah, N. P. 2008. Analisis Pengaruh Stock Split Terhadap Perubahan Laba. Fokus Ekonomi 3 (1): 48-59. Marwata. 2001. Kinerja Keuangan, Harga Saham dan Pemecahan Saham. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 4 (2): 151-164. Rohana, J. dan Mukhlasin. 2003. Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi stock split dan dampak yang ditimbulkannya. Simposium Nasional Akuntansi VI: 601-613. Sariwulan, T. 2007. Pengaruh Stock Split terhadap Likuiditas Saham (Suatu Kasus di Bursa Efek Jakarta). Jurnal Trikonomika Fakultas Ekonomi Unpas Vol.6 (1): 17-29. Siregar, R. 2012. Anallisis Perbedaan Kemahalan Harga Saham dan Kinerja Keuangan pada Perusahaan Manufaktur yang Melakukan Pemecahan Saham dengan Perusahaan yang tidak Melakukan Pemecahan Saham. Skripsi. Universitas Airlangga. Surabaya. Sutrisno, W., F. Yuniartha, dan S. Susilowati. 2000. Pengaruh Stock Split Terhadap Likuiditas dan Return Saham di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 2 (2): 113. Tendelilin, E. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio, Edisi Pertama. BPFE Yogyakarta.