Kinerja IPCLN dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit: Peran Pelatihan, Motivasi Kerja
Kinerja IPCLN dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit: Peran Pelatihan, Motivasi Kerja dan Supervisi JAM 13, 4 Diterima, Mei 2015 Direvisi, Agustus 2015 Nopember 2015 Disetujui, Desember 2015
Dewi Lelonowati Tri Mustariningrum Mulyatim Koeswo Magister Manajemen Rumah Sakit Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang Ahsan Magister Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang
Abstract: IPCLN (Infection Prevention and Control Link Nurse) as executor of the PPI program at the hospital is expected to be ”opinion leaders” to motivate all employees and visitors in terms of infection control. This study aims to analyze the influence of training, work motivation and supervision both partially and simultaneously to IPCLN performance. This study was an explanatory study with cross sectional survey method at March 2015 in RSUD dr. Iskak Tulungagung. Respondents are whole IPCLN as many as 35 people. Data collection techniques using a questionnaire with Likert scale (1–5) and interviews. Descriptive data analysis and hypothesis testing were done through multiple linear regression. The result were training variables (X1) with Beta coefficient = 0.362 and sig. = 0.07; work motivation (X2) with Beta coefficient = 0.190 and sig. = 0.126; supervision variable (X3) with Beta coefficient = 0.483 and sig. = 0.001; R2 = 0,753 and value adjusted R square = 0.526. The result were the training relates quite strong and significant effect on the performance of IPCLN, motivation IPCLN no significant effect on performance, supervision is strongly correlated with a significant effect on the performance of IPCLN. Training, motivation, and supervision related to strong and significant effect on the performance of IPCLN simultaneously. IPCLN performance can be explained by 52.6% of the variable training, motivation and supervision simultaneously, and supervision of the dominant influence. Keywords: IPCLN performance, training, work motivation, supervision
Jurnal Aplikasi Manajemen (JAM) Vol 13 No 4, 2015 Terindeks dalam Google Scholar
Alamat Korespondensi: Dewi Lelonowati Tri, Laboratorium Klinik Sam Husada Tulungagung, Jl. Letjend. Suprapto 28 Tulungagung, Email: dewi_lelonowati @ yahoo.com
Abstrak: IPCLN (Infection Prevention Control and Link Nurse) sebagai pelaksana program PPI di rumah sakit diharapkan menjadi ”opinion leader” untuk memotivasi seluruh karyawan dan pengunjung dalam hal kontrol infeksi. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh faktor pelatihan, motivasi kerja dan supervisi baik secara parsial dan simultan terhadap kinerja IPCLN. Penelitian ini merupakan explanatory research memakai metode survey dengan pendekatan cross sectional selama bulan Maret 2015 di RSUD dr. Iskak Tulungagung. Responden adalah seluruh IPCLN sebanyak 35 orang. Teknik pengambilan data menggunakan kuisioner dengan skala Likert (1–5) dan wawancara. Analisis data secara deskriptif dan uji hipotesis dengan regresi linear berganda. Hasilnya variabel pelatihan (X1) dengan koefisien Beta = 0,362 dan sig.= 0,07; variabel motivasi kerja (X2) dengan koefisien Beta = 0,190 dan sig. = 0,126; variabel supervisi (X3) dengan koefisien Beta=0,483 dan sig.=0,001; nilai R2=0,753 dan nilai adjust R square = 0,526. Temuan penelitian adalah pelatihan berhubungan cukup kuat serta berpengaruh signifikan, motivasi kerja IPCLN tidak berpengaruh signifikan terhadap
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011 643
ISSN: 1693-5241
643
Dewi Lelonowati Tri Mustariningrum, Mulyatim Koeswo, Ahsan
kinerjanya, supervisi berhubungan kuat serta berpengaruh signifikan terhadap kinerja IPCLN. Pelatihan, motivasi kerja, dan supervisi berhubungan kuat dan berpengaruh signifikan terhadap kinerja IPCLN secara simultan. Kinerja IPCLN dapat dijelaskan sebesar 52,6% dari variabel pelatihan, motivasi kerja dan supervisi secara simultan, dan supervisi yang berpengaruh dominan. Kata Kunci: kinerja IPCLN, pelatihan, motivasi kerja, supervisi
Menurut Ari Wahono (2003) Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) sangat penting dilaksanakan di rumah sakit, disamping sebagai tolok ukur mutu pelayanan juga untuk melindungi pasien, petugas, pengunjung dan keluarga dari risiko tertularnya infeksi. Resiko infeksi di rumah sakit atau yang biasa dikenal dengan infeksi nosokomial atau Hospital Acquired Infections (HAI’s) merupakan masalah penting di seluruh dunia. Pada studi pendahuluan di RSUD dr. Iskak Tulungagung ditemukan peningkatan trend angka GDR (Growth Death Rate) dan NDR (Net Death Rate) serta BOR (Bed Occupancy Rate) dengan jumlah tempat tidur (TT) saat ini sebanyak 393 buah. Peningkatan BOR dan jumlah TT menyebabkan ruang rawat inap makin padat yang berpotensi meningkatkan kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit. Penyebab kematian terbanyak pasien rawat inap pada tahun 2013 adalah septicaemia unspecified (78,16%). Kegiatan pencatatan dan pelaporan infeksi nosokomial atau surveilans di rumah sakit hanya tercapai 15,38% dari (SPM 75% minimal 1 parameter). IPCLN adalah perawat pelaksana harian atau penghubung dengan IPCN (Infection Prevention and Control Nurse) dari tiap unit rawat inap/unit pelayanan di rumah sakit ((Depkes dan Perdalin, 2008). Tugas pokok IPCLN yaitu: 1) IPCLN sebagai perawat pelaksana harian atau penghubung dengan IPCN, 2) bertugas mengisi dan mengumpulkan formulir surveilans setiap pasien di unit rawat inap masing-masing, kemudian menyerahkannya kepada IPCN ketika pasien pulang, 3) memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan pencegahan dan pengendalian infeksi pada setiap personil ruangan di unit rawat inap masing-masing, 4) memberitahukan kepada IPCN apabila ada kecurigaan adanya infeksi nosokomial pada pasien, 5) berkoordinasi dengan IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB, penyuluhan bagi pengunjung di ruang rawat inap
644
masing-masing, konsultasi prosedur yang harus dijalankan bila belum paham, dan 6) memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam menjalankan standar isolasi. Kegiatan pelatihan program PPI tingkat dasar kepada IPCLN dengan narasumber Komite PPI yang terlatih (in house training) sudah dilakukan. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan kinerja IPCLN yaitu dengan meningkatkan kompetensi dan motivasi kerja mereka. Hal ini cukup beralasan sebab kompetensi individu dan motivasi kerja merupakan faktor-faktor yang dapat mencerminkan sikap dan karakter seseorang dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya (Simanjuntak, 2011). Menurut Charalambous (1995) seorang personil IPCLN yang ideal harus tekun, antusias dan sebagai sukarelawan yang termotivasi serta mempunyai ketertarikan pada masalah kontrol infeksi. Pengetahuan yang baik dan ketrampilan diperlukan untuk mendorong dan memotivasi staf di ruang rawat inap terhadap praktek terkini pada pengendalian infeksi (Charalambous, 1995; Dawson, 2003). Menurut pendapat Dawson (2003) IPCLN seharusnya menjadi seorang pelopor atau ”opinion leader” yang ditunjukkan dengan pemberian pendidikan pada sesama rekan kerja dan bisa menunjukkan perubahan prilaku di ruang rawat inap. Penelitian ini menganalisis pengaruh faktor pelatihan, motivasi kerja dan supervisi terhadap kinerja IPCLN dalam program PPI secara parsial maupun simultan. Manfaat penelitian sebagai bahan evaluasi program pelatihan, untuk mengetahui sejauh mana motivasi kerja dan mengevaluasi kegiatan supervisi yang dijalankan oleh atasan (IPCN dan Komite PPI), yang bisa menjadi bahan pertimbangan bagi manajemen untuk meningkatkan kinerja IPCLN Hipotesis dan kerangka konsep penelitian adalah sebagai berikut:
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 13 | NOMOR 4 | DESEMBER 2015
Kinerja IPCLN dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit: Peran Pelatihan, Motivasi Kerja
H1 H2 H3 H4
H5
: Pelatihan berpengaruh signifikan terhadap kinerja IPCLN. : Motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja IPCLN. : Supervisi berpengaruh signifikan terhadap kinerja IPCLN. : Pelatihan, motivasi kerja dan supervisi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja IPCLN. : Supervisi berpengaruh dominan terhadap kinerja PCLN.
Tabel 1. Kategori Penilaian Tingkat Pencapaian Semua Variabel Rentang Nilai Rerata Interpretasi Jawaban Responden 1,00 – 2,33 Rendah 2,34 – 3,67 Sedang 3,68 – 5,00 Tinggi
Menurut Sugiyono (2011) interpretasi nilai koefisien korelasi parsial (r) dan ganda (R) yang menunjukkan hubungan antara variabel independen dan dependen (tabel 2).
Pe latihan ( X1) K inerja IP C LN ( Y )
M otivasi ke rja (X 2) Supe rvisi ( X3)
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian
METODE Penelitian ini dilakukan dengan metode survey sebagai explanatory research dengan pendekatan cross sectional yaitu pengukuran atau pengamatan pada saat yang bersamaan selama bulan Maret 2015. Sampel atau responden adalah semua IPCLN di RSUD dr Iskak Tulungagung sebanyak 35 orang. Instrumen penelitian pada lembar kuisioner memakai skala Likert (1–5). Data lebih dahulu diuji coba validitasnya terhadap 10 responden IPCLN dari rumah sakit lain. Diputuskan hanya butir instrumen yang valid dan reliable yang dipakai untuk uji hipotesis. Analisis data dilakukan dengan statistik deskriptif, pengujian hipotesis dengan analisis korelasi parsial dan statistik regresi linier berganda. Sebelumnya dilakukan uji asumsi klasik yaitu uji normalitas data, uji linieritas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi dan uji multikolinieritas sebagai syarat yang harus dipenuhi pada model regresi linear dengan program SPSS 21. Analisis deskriptif dengan alat ukur rerata untuk mengetahui bobot rata-rata jawaban responden terhadap butir pertanyaan tiap indikator variabel. Untuk mengkategorikan rerata jawaban responden digunakan interval kelas yang dibagi menjadi 3 kategori (tabel 1).
Tabel 2. Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi Interval Koefisien
Tingkat Hubungan
0,80 - 1,00 0,60 – 0,799 0,40 – 0,599 0,20 – 0,399 0,00 – 0,199
Sangat Kuat Kuat Cukup Kuat Rendah Sangat Rendah
HASIL Karakteristik Responden Karakteristik responden sebanyak 35 orang IPCLN berdasarkan kriteria usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, lama kerja dan status kepegawaian (Tabel 3). Usia IPCLN terbanyak antara 31–50 tahun (91,4%), terbanyak wanita (71,4%), pendidikan terakir terbanyak adalah S-1 (65,7%), masa kerja terbanyak lebih dari 10 tahun (71,4%), dan status kepegawaian terbanyak adalah PNS (88,6%).
Analisis Deskriptif Variabel Penelitian Variabel Pelatihan (X1) Hasil deskripsi jawaban responden pada variabel pelatihan (X1) pada Tabel 4 menunjukkan rerata
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
645
Dewi Lelonowati Tri Mustariningrum, Mulyatim Koeswo, Ahsan
Tabel 3. Karakteristik Responden No. 1.
Karakteristik Usia : a. 21 – 30 tahun b. 31 – 40 tahun c. 41 – 50 tahun d. Lebih dari 50 tahun Jenis Kelamin : a. Laki-laki b. Wanita Pendidikan terakhir a. SMA sederajat b. D-1 c. D-3 d. S-1 Masa Kerja a. 1 – 5 tahun b. 6 – 10 tahun c. 11 – 15 tahun d. Lebih dari 15 tahun Status Kepegawaian : a. PNS b. Non PNS
2.
3.
4.
5.
Frekuensi
Persentase
2 19 13 1
5,7% 54,3% 37,1% 2,9%
10 25
28,6% 71,4%
1 11 23
2,9% 31,4% 65,7%
3 7 11 14
8,6% 20% 31,4% 40%
31 4
88,6% 11,4%
Sumber: Data diolah, 2015
variabel pelatihan (X1) adalah 3,78 berarti kategori tinggi. Hal ini menunjukkan program pelatihan PPI Dasar yang telah diadakan oleh Komite PPI dan manajemen IPCLN berhasil meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap dalam menjalankan tugas. Tabel 4. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Item
5 X1.1 3 X1.2 7 X1.3 3 X1.4 2 X1.5 0 X1.6 0 X1.7 0 X1.8 0 X1.10 0 Total rerata variabel
Skor jawaban 4 3 27 5 28 0 30 2 33 0 31 4 29 6 29 6 22 13 21 13 pelatihan (X1)
2 0 0 0 0 0 0 0 0 1
1 0 0 0 0 1 0 0 0 0
Rerata 3,94 4,20 4,03 4,06 3,89 3,83 3,83 3,63 3,57 3,78
Variabel Motivasi Kerja (X2) Hasil deskripsi jawaban responden variabel motivasi kerja menunjukkan rerata variabel motivasi kerja (X2) adalah 3,12 berarti kategori sedang (Tabel 5). Hal ini menunjukan motivasi kerja yang dimiliki sebagian IPCLN masih dalam taraf sedang atau belum maksimal.
646
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Variabel Motivasi Kerja Skor jawaban 5 4 3 2 X2.1 0 0 4 24 X2.3 5 30 0 0 X2.5 0 0 19 13 X2.6 0 0 5 24 X2.10 0 28 1 0 Total rerata variabel motivasi kerja (X2) Item
1 7 0 0 6 0
Rerata 1,91 3,86 2,71 1,97 4,14 3,12
Variabel Supervisi (X3) Hasil deskripsi jawaban responden variabel supervisi (X3) (Tabel 6) menunjukkan rerata variabel supervisi (X3) adalah 4,17 berarti kategori tinggi. Hal ini menunjukkan supervisi yang dilakukan oleh atasan (IPCN dan Komite PPI) sudah cukup baik dalam mendorong efektifitas pelaksanaan program PPI di rumah sakit. Tabel 6. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Variabel Supervisi Item
Skor jawaban
5 4 3 X3.1 15 20 0 X3.2 4 30 1 X3.3 3 32 0 X3.4 3 32 0 X3.5 9 26 1 X3.7 3 32 0 Total rerata variabel supervisi (X3)
Rerata 2 0 0 1 0 0 0
1 0 0 0 0 0 0
4,43 4,11 4,09 4,06 4,26 4,09 4,17
Variabel Kinerja IPCLN (Y) Hasil deskripsi jawaban responden variabel supervisi (X3) menunjukan total nilai rerata variabel kinerja IPCLN (Y) adalah 3,91 berarti kategori tinggi (Tabel 7), menunjukkan kinerja IPCLN dalam program PPI di RSUD dr. Iskak Tulungagung sudah cukup baik dan sesuai dengan pedoman yang berlaku. Tabel 7. Deskripsi Frekuensi Jawaban Responden Skor jawaban 5 4 3 2 Y1 3 26 0 5 Y2 2 28 0 5 Y3 5 23 1 6 Y5 2 28 0 5 Y6 1 32 0 2 Y7 2 26 1 6 Y10 2 31 0 2 Total rerata variabel kinerja IPCLN (Y) Item
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 13 | NOMOR 4 | DESEMBER 2015
1 1 0 0 0 0 0 0
Rerata 4,11 3,97 3,91 4,00 4,03 3,89 3,86 3,91
Kinerja IPCLN dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit: Peran Pelatihan, Motivasi Kerja
Analisis Korelasi Parsial Analisis korelasi parsial (r) dengan Pearson Product Moment untuk mengetahui keeratan hubungan antara masing-masing variabel independen (X1, X2 dan X3) dengan variabel dependen (Y) ditunjukkan tabel 8.
Variabel pelatihan (X1) mempunyai thitung =2,891 < ttabel (1,691) dan nilai sig. 0,007 (kurang dari 0,05) berarti pelatihan berpengaruh signifikan terhadap kinerja IPCLN, dengan nilai koefisien regresi Beta =0,362 menunjukkan pelatihan berpengaruh positif terhadap kinerja IPCLN. Hal ini berarti setiap kenaikan
Tabel 8. Hasil Uji Korelasi Parsial Variabel Independen Pelatihan (X1) Motivasi Kerja (X2) Supervisi (Y)
Koefisien Korelasi (r) 0,544 0,340 0,634
Tingkat Hubungan dengan Variabel Dependen (Y) Cukup kuat Rendah Kuat
Sumber: Data diolah, 2015
Interpretasi korelasi parsial pada variabel pelatihan (X1) menunjukkan nilai koefisien korelasi (r) =0,544 berarti tingkat hubungannya cukup kuat dengan variabel kinerja IPCLN. Variabel motivasi kerja (X2) menunjukkan r=0,340 berarti tingkat hubungan dengan variabel kinerja IPCLN adalah kategori rendah. Pada variabel supervisi (X3) menunjukkan koefisien korelasinya 0,634 berarti tingkat hubungan dengan variabel kinerja IPCLN adalah kuat.
Uji Hipotesis Regresi Linear Berganda Hasil uji regresi linear berganda baik secara parsial maupun simultan ditunjukkan Tabel 9.
variabel pelatihan 1% maka variabel kinerja IPCLN akan naik sebesar 36,2% dengan asumsi variabel independen yang lain tetap. Variabel motivasi kerja (X2) mempunyai nilai thitung =1,572 < ttabel (1,691) dan sig. 0,126 (kurang dari 0,05) berarti motivasi kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja IPCLN, dengan nilai koefisien regresi Beta=0,190 menunjukkan motivasi kerja berpengaruh positif lemah terhadap kinerja IPCLN. Hal ini berarti setiap kenaikan variabel motivasi kerja 1% maka variabel kinerja IPCLN akan naik sebesar 19,0% dengan asumsi variabel independen yang lain tetap.
Tabel 9. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Variabel (Constan) Pelatihan (X1) Motivasi Kerja (X2) Sup ervisi (X3)
R R Square Adjust R Square Fhitung Sig. F
: : : : :
0,753 0,568 0,526 13,571 0,000
Coefficients Standardied Beta (β) 0,362 0,190 0,483
ttabel
thitung -1,634 2,891 1,572 3,830
Sig. 0,112 0,007 0,126 0,001
Keterangan Signifikan Tidak sigifikan Signifikan
: 1,691 : 0,05
Sumber: Data diolah, 2015
Pengujian secara Parsial Hasil output uji t menunjukkan seberapa jauh pengaruh masing-masing variabel independen dapat menerangkan variabel dependen (Tabel 12). Hasil uji koefisien regresi parsial digunakan untuk menjawab hipotesis penelitian sebagai berikut:
Variabel supervisi (X3) mempunyai nilai thitung=3,830 < ttabel (1,691) dan sig. 0,001 (kurang dari 0,05) berarti supervisi berpengaruh signifikan terhadap kinerja IPCLN, dengan nilai koefisien regresi Beta =0,483 menunjukkan supervisi berpengaruh positif kuat terhadap kinerja IPCLN. Hal ini berarti setiap
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
647
Dewi Lelonowati Tri Mustariningrum, Mulyatim Koeswo, Ahsan
kenaikan variabel supervisi 1% maka variabel kinerja IPCLN akan naik sebesar 48,3% dengan asumsi variabel independen yang lain tetap. Nilai koefisien regresi tertinggi yaitu 0,862 pada variabel supervisi (X3), maka disimpulkan supervisi berpengaruh dominan terhadap kinerja IPCLN. Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda maka persamaan garis regresi adalah: Y = 0,362 X1 + 0,190 X2 + 0,483 X3
Pengujian secara Simultan Berdasarkan hasil uji F diperoleh nilai Fhitung = 13,571 dengan tingkat signifikansi 0,00. Dengan menggunakan batas signifikansi 0,05 maka nilai Ftabel dengan df1 = 3 dan df2 = n – k – 1 = 31 didapatkan nilai 2,91 maka Fhitung (13,571) > Ftabel (2,91) dan nilai sig.= 0,000 < 0,05 sehingga disimpulkan bahwa pelatihan, motivasi kerja dan supervisi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja IPCLN.
Analisis Korelasi Ganda (R) Hasil output koefisien korelasi ganda (R) adalah 0,753 (interval 0,60–0,799) berarti variabel pelatihan (X1), motivasi kerja (X2) dan supervisi (X3) berhubungan kuat dengan variabel kinerja IPCLN (Y) (Sugiyono, 2011). Uji F menunjukkan nilai p value (sig.) = 0,00 < 0.05 berarti pengaruh tiga variabel independen terhadap variabel dependen adalah signifikan. Hal ini diinterpretasikan bahwa 52,6% variabel dependen (kinerja IPCLN) bisa dijelaskan oleh ketiga variabel independen (pelatihan, motivasi kerja dan supervisi) secara simultan sudah signifikan (sesuai hitungan statistik).
Analisis Determinasi (R2) Tabel 9 menunjukkan nilai adjusted R Square sebesar 0,526 artinya ketiga variabel independen (pelatihan, motivasi kerja dan supervisi) dapat menjelaskan variabel dependen (kinerja IPCLN) sebesar 52,6% sedangkan sisanya yaitu 47,4% dijelaskan oleh variabel independen lain di luar model.
PEMBAHASAN Pengaruh Pelatihan terhadap Kinerja IPCLN Hasil penelitian didapatkan bahwa pelatihan program PPI Dasar kepada seluruh IPCLN termasuk 648
dalam kategori tinggi pencapaiannya (rerata 3,78) di mana indikator pengetahuan memberikan kontribusi tertinggi dengan pencapaian rerata 4,02. Hal tersebut menunjukkan penyelenggaraan pelatihan PPI Dasar yang wajib diikuti oleh seluruh IPCLN saat awal diberi tugas memberikan output yang baik yaitu program pelatihan, materi pelatihan sudah sesuai dan dapat menunjang tugas sebagai IPCLN. Tingkat hubungan variabel pelatihan cukup kuat terhadap kinerja IPCLN (r=0,544) jika variabel motivasi kerja dan supervisi tetap, berarti kinerja dipengaruhi adanya pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan tugas. Uji hipotesis membuktikan pelatihan mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja ICPLN. Hal ini berarti makin sering IPCLN mendapatkan pelatihan yang sesuai dengan tugas-tugasnya sebagai pelaksana program PPI maka makin meningkat kinerjanya. Tujuan pendidikan dan pelatihan bagi karyawan menurut Moekijat (2003) adalah: (1) untuk mengembangkan ketrampilan sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif; (2) untuk mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional; (3) untuk mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerjasama dengan sesama pegawai dan pimpinan. Pelatihan program PPI yang diselenggarakan secara berkesinambungan oleh manajemen rumah sakit memang membutuhkan dana dan pengorbanan yang tidak kecil, namun hasilnya diharapkan jauh lebih besar dari pengorbanan tersebut. Pelatihan yang diberikan akan meningkatnya kinerja IPCLN dan menurunkan cost yang tidak perlu akibat infeksi nosokomial yang ditimbulkan petugas kesehatan di rumah sakit. Semua IPCLN yang telah dipilih oleh manajemen tentunya didasarkan pada tingkat kemampuan, pendidikan dan mempunyai jiwa leadership sehubungan dengan tugasnya sebagai motivator bagi rekan-rekan kerjanya di unit tempat mereka bertugas. Hal tersebut dapat kita amati dari lamanya masa kerja mereka yang rata-rata di atas 5 tahun, sehingga bisa dikatakan mempunyai pengalaman kerja yang cukup. Menurut pendapat Simanjuntak (2011) pengalaman kerja akan mempengaruhi kemampuan dan ketrampilan kerja setiap orang selain kebugaran fisik, kesehatan jiwa, pendidikan dan akumulasi pelatihan. Pengalaman kerja dapat memperluas dan memperdalam kemampuan kerja. Semakin sering seseorang melakukan pekerjaan
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 13 | NOMOR 4 | DESEMBER 2015
Kinerja IPCLN dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit: Peran Pelatihan, Motivasi Kerja
yang sama, semakin trampil dan semakin cepat dia menyelesaikan pekerjaan tersebut. Tugas-tugas IPCLN memerlukan kemampuan dan ketrampilan khusus yang bisa didapat melalui program pelatihan yang diselenggarakan oleh Komite PPI dan manajemen (inhouse training). Selain itu IPCLN juga diberi kesempatan oleh manajemen rumah sakit untuk mengikuti pelatihan/seminar/ workshop PPI tingkat lanjut untuk meningkatkan kemampuannya secara bertahap. Menurut Simanjuntak (2011) semakin lama waktu yang digunakan untuk pendidikan dan pelatihan, semakin tinggi kemampuan dan kompetensinya melakukan pekerjaan, dengan demikian semakin tinggi kinerjanya. Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Farooq dan Aslam Khan (2011) pada institusi pendidikan di Pakistan, menyimpulkan training (pelatihan) berpengaruh signifikan terhadap employee performance (kinerja pegawai) bersama-sama dengan variabel feedback (umpan balik). Training dan feedback berdampak pada peningkatan kinerja karyawan. Pelatihan mempunyai berbagai manfaat untuk karier jangka panjang yang membantu IPCLN mempunyai tanggungjawab lebih besar dalam jangka waktu yang panjang. Program-program pelatihan tidak hanya penting bagi individu tetapi juga bagi organisasi PPI di rumah sakit.
Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja IPCLN Hasil penelitian didapatkan variabel motivasi kerja pencapaiannya termasuk kategori sedang (rerata 3,12) berarti motivasi kerja IPCLN dalam menjalankan tugas dalam taraf sedang atau belum maksimal. Motivasi kerja merupakan daya dorong seseorang untuk melakukan pekerjaan tertentu. Menurut pendapat Simanjuntak (2011) kadar motivasi kerja seseorang sangat tergantung pada 2 hal, yaitu pandangan orang tersebut atas makna atau arti suatu pekerjaan atau pekerjaan tertentu dan rangsangan dari luar yang membuat seseorang tertarik atau bersedia melakukan pekerjaan yang dimaksud. Dari segi pandangan orang yang bersangkutan atas pekerjaan, banyak orang melihatnya hanya sekedar kesempatan kerja dan sumber penghasilan saja. Banyak karyawan yang tidak merasakan sehingga tidak memanfaatkan pekerjaan itu sebagai kesempatan untuk meraih pengalaman
kerja, pengetahuan dan keahlian, kesempatan membangun karier dan sarana untuk aktualisasi diri. Sesuai dengan teori hierarki kebutuhan dari Abraham Maslow, seseorang akan termotivasi bekerja mencapai kinerja yang tinggi, bila dia memandang pekerjaan itu sebagai kesempatan mengembangkan kemampuan dan karier, serta sarana untuk aktualisasi diri. Indikator sikap dalam melakukan pekerjaan dikategorikan sedang (rerata 2,34) dengan butir instrumen kurang berambisi terhadap tugas (X2.5) mempunyai rerata tertinggi (2,71) dikategorikan sedang, bisa diartikan sebagian IPCLN mempunyai sifat X di mana salah satu cirinya kurang berambisi dalam tugas dan sebagian yang lain mempunyai sifat Y yaitu kebalikannya (sifat positif). Sikap seseorang dalam melakukan pekerjaan oleh Douglas McGregor dibedakan dalam 2 kelompok. Kelompok pertama disebut sikap-sikap X dengan karakteristik antara lain: tidak senang bekerja, kurang berambisi, lebih suka diarahkan, menghindari tanggung jawab. Kelompok kedua disebut sikap-sikap Y dengan karakteristik antara lain: senang bekerja, mempunyai cita-cita tinggi dan siap menerima tanggungjawab. Seseorang yang memiliki sikap-sikap X yang dominan sukar mencapai kinerja yang tinggi, sebaliknya seseorang yang memiliki sikap-sikap Y yang dominan akan mencapai kinerja tinggi (Simanjuntak, 2011). Indikator sikap hidup produktif mempunyai nilai rerata 4,17 berarti kategori tinggi yang diwakili butir instrumen berusaha meningkatkan kemampuan pribadi dalam setiap tugas (X2.10). Hal ini menunjukkan kebanyakan IPCLN mempunyai sikap hidup untuk terus-menerus melakukan perbaikan-perbaikan dan peningkatan-peningkatan baik dalam pekerjaan maupun dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Simanjuntak (2009) orang yang bersikap hidup produktif biasanya mempunyai kinerja yang tinggi, sebaliknya orang yang bersikap hanya sekedar melakukan pekerjaan yang ditugaskan saja akan sukar memberikan kinerja yang tinggi. Hasil analisis korelasi parsial didapatkan tingkat korelasi antara motivasi kerja dengan kinerja IPCLN adalah rendah (r=0,340) jika pelatihan dan supervisi tetap. Hal ini berarti motivasi kerja IPCLN belum mampu mendorong tercapainya kinerja yang baik atau hanya sebagian orang saja yang mempunyai motivasi tinggi dan sebagian yang lain masih rendah. Hasil uji
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
649
Dewi Lelonowati Tri Mustariningrum, Mulyatim Koeswo, Ahsan
hipotesis membuktikan bahwa motivasi kerja mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap kinerja ICPLN, juga dibuktikan adanya hubungan yang lemah. Motivasi kerja IPCLN belum sesuai harapan atau kurang tinggi sehingga belum mampu mempengaruhi kinerjanya secara efektif sebagai pelaksana program PPI.
Pengaruh Supervisi terhadap Kinerja IPCLN Hasil penelitian didapatkan variabel supervisi termasuk dalam kategori tinggi pencapaiannya (rerata 4,17). Indikator supervisi meningkatkan efektivitas termasuk kategori tinggi (4,17) pada butir instrumen supervisi meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan (X3.1) dengan rerata tertinggi (4,11). Hal ini menunjukkan dengan adanya supervisi dari atasan (IPCN dan Komite PPI) mampu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan IPCLN dalam menjalankan tugasnya serta makin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis antara atasan dan bawahan. Pada indikator supervisi meningkatkan efisiensi termasuk kategori tinggi (4,17) dengan butir instrumen supervisi mengurangi tingkat kesalahan dalam tugas (X3.5) dengan rerata tertinggi (4,26). Hal ini menunjukkan dengan supervisi mampu meningkatkan efisiensi dengan mengurangi tingkat kesalahan dalam tugas IPCLN sehingga pemakaian sumber daya (tenaga, dana dan sarana) yang sia-sia dapat dicegah. Kegiatan supervisi yang dilakukan oleh atasan mampu memberikan kontribusi dan dorongan yang positif bagi IPCLN untuk menjalankan tugas. Supervisi dari atasan harus dilakukan secara obyektif yang bertujuan untuk pembinaan kinerja IPCLN. Pelaksanaan supervisi bukan hanya untuk mengawasi apakah seluruh IPCLN menjalankan tugasnya dengan baik sesuai dengan instruksi atau SPO yang berlaku, tetapi juga memperbaiki proses pelaksanaan kegiatan program PPI yang sedang berlangsung. Jadi dalam kegiatan supervisi seluruh IPCLN bukan sebagai obyek tetapi juga sebagai subyek. Agar proses supervisi dapat berjalan dengan baik maka supervisor harus mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang nyaman meliputi lingkungan fisik, juga suasana kerja diantara para IPCLN dengan tenaga kesehatan lainnya. Menurut pendapat Suarli & Bactiar (2009) tujuan utama supervisi untuk
650
meningkatkan kinerja bawahan dan bukan untuk mencari kesalahan. Peningkatan kinerja ini dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap pekerjaan bawahan, kemudian bila ditemukan masalah segera diberikan petunjuk atau bantuan untuk mengatasinya. Sejalan dengan tujuan utama yang ingin dicapai, sifat supervisi harus edukatif dan suportif bukan otoriter. Hasil analisis korelasi parsial didapatkan supervisi berhubungan kuat dengan kinerja IPCLN jika pelatihan dan motivasi kerja dibuat tetap. Hal ini berarti kegiatan supervisi penting dilakukan karena dibutuhkan oleh IPCLN untuk meningkatkan kinerjanya. Hasil uji hipotesis membuktikan bahwa supervisi berpengaruh positif kuat dan signifikan terhadap kinerja ICPLN, berarti makin sering IPCLN mendapatkan supervisi yang efektif dari atasan maka makin meningkat kinerjanya. Untuk keperluan akreditasi rumah sakit versi KARS tahun 2014 maka program PPI diprioritaskan oleh manajemen RSUD dr. Iskak Tulungagung. Upaya yang dilakukan dengan membentuk Komite PPI baru dan jajarannya, mengangkat tenaga IPCN yang purna waktu (full time) sebanyak 3 orang serta pengadaan kantor sekretariat PPI. Dengan adanya IPCN yang purna waktu tersebut sangat membantu fungsi pengawasan terhadap kinerja IPCLN terutama yang berkaitan dengan tugas surveilans infeksi nosokomial dengan mendesain, melaksanakan, memonitor dan mengevaluasi surveilans infeksi yang terjadi rumah sakit. Tugas IPCN yang berkaitan dengan supervisi yaitu mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi yang terjadi di lingkungan kerjanya, memonitor pelaksanaan PPI, penerapan SPO dan kewaspadaan isolasi kepada semua karyawan. Suarli & Bachtiar (2009) berpendapat tujuan pokok supervisi ialah menjamin pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah direncanakan secara benar dan tepat, dalam arti lebih efektif dan efisien, sehingga tujuan yang telah ditetapkan organisasi dapat dicapai dengan memuaskan.
Pengaruh Pelatihan, Motivasi Kerja dan Supervisi secara Simultan terhadap Kinerja IPCLN Hasil uji hipotesis secara simultan terhadap variabel pelatihan (X1), motivasi kerja (X2) dan
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 13 | NOMOR 4 | DESEMBER 2015
Kinerja IPCLN dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit: Peran Pelatihan, Motivasi Kerja
supervisi (X3) terhadap variabel kinerja IPCLN (Y) didapatkan berpengaruh signifikan dan berhubungan kuat terhadap variabel kinerja IPCLN. Hasil uji korelasi ganda menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2) yang sudah disesuaikan atau Adjusted R Square adalah 0,526 artinya 52,6% variabel dependen (kinerja IPCLN) bisa dijelaskan oleh 3 variabel independen (pelatihan, motivasi kerja dan supervisi) secara simultan sudah signifikan. Hal ini menunjukkan ketiga variabel independen tersebut sangat berpengaruh terhadap kinerja IPCLN meskipun masih ada faktor lain yang bisa mempengaruhi kinerja.
Supervisi Berpengaruh Dominan terhadap Kinerja IPCLN Uji hipotesis didapatkan nilai koefisien regresi Beta variabel supervisi adalah paling tinggi (0,483) yang menunjukkan supervisi berpengaruh dominan dibandingkan pelatihan dan motivasi kerja. Tugas sebagai IPCLN masih relatif baru kemungkinan adanya masalah dalam bertugas relatif besar meskipun. Tehnik pokok supervisi pada dasarnya identik dengan tehnik penyelesaian masalah. Bedanya pada supervisi tehnik pengumpulan data untuk menyelesaikan masalah dan penyebab masalah menggunakan tehnik pengamatan langsung oleh pelaksana supervisi terhadap sasaran supervisi, serta pelaksanaan jalan keluar. Dalam mengatasi masalah maka tindakan dapat dilakukan oleh pelaksana supervisi, bersama-sama dengan sasaran supervisi secara langsung di tempat. Menurut Suarli dan Bachtiar (2009) dalam melaksanakan supervisi yang baik ada 2 hal yang perlu diperhatikan yaitu pengamatan langsung secara edukatif dan suportif, bukan menunjukkan kekuasaan atau otoritas dan membangun kerjasama dengan bawahan agar ada komunikasi yang baik. Dengan demikian penyebab masalah serta upaya alternatif penyelesaian masalah bisa dibahas secara bersama. Keberhasilan supervisi sangat dipengaruhi oleh supervisor dalam hal ini adalah atasan langsung (IPCN) dan pimpinan organisasi (Komite PPI). Jika supervisor ini dekat dengan IPCLN dan menguasai seluk beluk pekerjaan serta penuh dengan sifat-sifat kepemimpinan maka suasana kerja akan bergairah dan bersemangat.
Keterbatasan Penelitian Penelitian ini hanya dilakukan terhadap IPCLN di RSUD dr. Iskak Tulungagung sehingga tidak bisa digeneralisasikan kepada IPCLN dirumah sakit lainnya. Penelitian ini hanya menganalisis pengaruh faktor pelatihan, motivasi kerja dan supervisi terhadap kinerja IPCLN, dimana masih ada faktor-faktor yang lain yang bisa mempengaruhi kinerja individu misalnya kemampuan dan ketrampilan kerja, dukungan organisasi dan lain-lain. Faktor-faktor tersebut bisa dijadikan konstruk atau variabel independen terhadap kinerja IPCLN pada penelitian selanjutnya. Sebaiknya ada penelitian secara kualitatif untuk menggali lebih dalam faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja IPCLN dalam melaksanakan program PPI sesuai yang dialami dan dirasakan, mengingat tugas yang dibebankan masih relatif baru (Agustus, 2014) sehingga masih banyak kekurangannya. Penelitian ini dilakukan di rumah sakit milik Pemkab. Tulungagung yang berstatus BLUD di mana aturan-aturan dan sistem manajemen SDM tentu berbeda dengan rumah sakit swasta yang lebih profit oriented. Perbedaan penanganan SDM pada rumah sakit swasta bisa menyebabkan adanya perbedaan motivasi kerja pada karyawannya terutama IPCLN. Sebaiknya ada penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja IPCLN di rumah sakit swasta yang sudah menerapkan program PPI sesuai standar dari Depkes RI.
Implikasi Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkuat teori-teori tentang kinerja individu dalam manajemen sumber daya manusia (SDM) di rumah sakit yang dapat mempengaruhi kinerja organisasi. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah kepada ilmuwan untuk mengkaji kebijakan manajemen rumah sakit dalam mengelola SDM (khususnya IPCLN) dan memberikan gambaran tentang keberhasilan pelaksanaan program PPI di RSUD dr. Iskak Tulungagung. Manfaat penelitian bisa memudahkan Komite PPI dan manajemen rumah sakit dalam penyusunan rencana kegiatan organisasi PPI dimasa mendatang yang berkaitan dengan peningkatan kinerja IPCLN, dan bisa menjadikan umpan balik (feedback) dalam evaluasi fungsi supervisi.
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
651
Dewi Lelonowati Tri Mustariningrum, Mulyatim Koeswo, Ahsan
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR RUJUKAN
Kesimpulan
Ari, W.D. 2003. Epidemiologi Klinik dan Sistem Surveilans Infeksi di Rumah Sakit, Kursus Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit. Asim, M. 2013. Impact of Motivation on Employee Performance with Effect of Training : Specific to Education Sector of Pakistan. International Journal of Scientific and Research Publication, vol. 3 (9), pp.1–9. Charalambous, L. 1995. Development of the Link-Nurse Role in Clinical Setting. Nurse Times, vol. 91, pp. 36–7. Dawson, S.J. 2003. The Role of the Infection Control Link Nurse. Journal of Hospital Infection, vol. 54, pp 251–257. Depkes dan Perdalin. 2008. Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya. Direktur Jendral Bina Pelayanan Medik Jakarta. Dessler, G. 2009. Manajemen Sumber daya Manusia. Alih Bahasa oleh Benyamin Molan. edisi kedelapan. Jakarta: Penerbit Prenhalindo. Departemen Kesehatan RI. 2010. Petunjuk Praktis Surveilans Infeksi di Rumah Sakit. Penerbit Kementerian Kesehatan RI. Farooq, M., dan Khan, M.A. 2011. Impact of Training and Feedback on Employee Performance, Journal Far East of Psychology and Business. vol. 5 (1), pp. 23–33. Moekijat. 2003. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Bandung: Mandar Maju. Mulyaningsih. 2013. Peningkatan Kinerja Perawat dalam Penerapan MPKP dengan Supervisi oleh Kepala Ruang di RSJD Surakarta. GASTER, vol. 10 (1), hal 57–70. Swanburg, R. 1995. Nursing Staff Development: A Component of Human Resource Development. Jones and Barlett Series in Nursing, Jones and Barlett Publisher, 1st Edition. Suprapti, W.M. 2004. Pengaruh Pengetahuan, Ketrampilan dan Sikap terhadap Kinerja Pegawai pada Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air propinsi Jawa Tengah. Tesis Magister Ilmu Administrasi Program pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang. Suarli & Bachtiar. 2009. Manajemen Keperawatan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Simanjuntak, P. 2011. Manajemen dan Evaluasi Kinerja. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Cetakan ke-4. Bandung: Alfabeta.
Pelatihan Program PPI Dasar berhubungan cukup kuat serta berpengaruh signifikan terhadap kinerja IPCLN. Motivasi kerja yang dimiliki IPCLN berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerjanya sebagai pelaksana program PPI. Supervisi yang efektif dari atasan (IPCN dan Komite PPI) berhubungan kuat serta berpengaruh signifikan terhadap kinerja IPCLN. Pelatihan, motivasi kerja, dan supervisi berhubungan kuat dan berpengaruh signifikan terhadap kinerja IPCLN secara simultan. Kinerja IPCLN dapat dijelaskan sebesar 52,6% dari variabel pelatihan, motivasi kerja dan supervisi secara simultan, dan supervisi yang berpengaruh dominan.
Saran Pelatihan hendaknya tetap diagendakan dan berkesinambungan kepada seluruh IPCLN karena berdampak positif. Selain pemberian pelatihan secara berkala juga perlu dilakukan evaluasi atau feedback hasil pelatihan untuk menilai sejauhmana keberhasilan program pelatihan yang telah diikuti IPCLN yang dilakukan oleh atasan (IPCN dan Komite PPI) dengan melakukan kunjungan ke setiap unit kerja IPCLN tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. Motivasi kerja IPCLN perlu ditingkatkan sehingga manajemen perlu memperhatikan pemberian penghargaan (reward) dan sanksi (punishment) kepada IPCLN, pemberian kompensasi gaji atau menambahkan hitungan renumerasi gaji sebagai tugas tambahan menjadi IPCLN. Pelaksanaan supervisi perlu dijaga kesinambungannya dengan mengutamakan mendorong motivasi kerja IPCLN dengan pendekatan edukatif dan suportif. Supervisi harus dilakukan secara rutin dan berkala dengan jadwal yang disepakati bersama dan supervisor (IPCN dan Komite PPI) harus mempunyai waktu yang cukup, sabar dan selalu berupaya meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan prilaku bawahannya untuk meningkatkan kinerja organisasi.
652
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 13 | NOMOR 4 | DESEMBER 2015