JTA 4/6 (Maret 2002) 43 - 61
KHOTBAH YANG BERKUASA SUATU TINJAUAN PRAKTIS
Iskandar Santoso
PENDAHULUAN
D
alam suatu acara pengumuman di dalam suatu ibadah jemaat, penulis mendengar seorang hamba Tuhan berkata kepada anggota jemaatnya demikian: “Kita sering mendengarkan khotbah, tetapi hanya mendengar, kehidupan jemaat tetap sama saja, sebab tidak melaksanakan.” Seperti inilah kenyataan yang terjadi, yang dilihat oleh hamba Tuhan tersebut. Penulis tergelitik dengan pernyataan tersebut, dimana bila benar demikian, berarti tidak terjadi perubahan apa-apa. Padahal mereka sudah mendengar khotbah berulang kali, sehingga muncul pertanyaan: “Apakah manfaat dari khotbah itu? Memang rupanya banyak orang mulai mempertanyakan relevansi dari suatu khotbah. Ada yang menganggap khotbah adalah „gaung masa lalu yang sudah ditinggalkan‟,1 bahkan ada yang menilai khotbah sebagai „kebohongan yang kelihatannya baik.‟2 Mengomentari gejala dan sikap semacam ini, Stott memberikan komentar bahwa strategi Iblis guna mematahkan dan melemahkan pekerjaan pemberitaan Firman mencapai hasil yang gemilang:3 “As a result of which he (devil) has won a strategic victory. Not only has he effectively silenced some preachers, but he has also demoralized those who continue to preach. They go to their pulpits „as men who have lost their battle before they 1
2
3
Clement Welsh, Preaching in a New Key, Philadelphia: A Pilgrim Press Book, 1974, p. 32. John R.W. Stott, I Believe in Preaching, London: Hodder and Stoughton, 1982, p. 50. Ibid
42
KHOTBAH YANG BERKUASA
43
start; the ground of conviction has slipped from under their feet.” Memang sangat memprihatinkan apabila bukan hanya anggota jemaat yang pesimis, tetapi juga hamba Tuhan, sebab sikap demikian akan mewarnai kehidupan jemaat. Yang jelas hal tsb tidak akan membantu pertumbuhan jemaat; bahkan ikut serta dalam menciptakan kehidupan dan aktivitas jemaat yang serba menjemukan, sehingga segalanya berjalan hanya sebagai rutinitas belaka yang tidak mengubah apapun.4 Kalau memang demikian yang terjadi, apakah khotbah masih dapat diletakkan dalam posisi sentral dalam kekristenan? Tetapi bila khotbah tidak lagi sebagai bagian utama dari kehidupan bergereja, gereja akan kehilangan otentitasnya. Dalam sejarahnya, eksistensi dan pertumbuhan gereja tidak pernah terlepas dari pemberitaan Firman,5 sehingga pemberitaan Firman selalu menjadi prioritas dari pelayanan, seperti yang dilakukan oleh para rasul.6 Untuk mengatasi agar bentuk pelayanan lain diluar pemberitaan Firman tidak terhambat, maka dipilih dan diteguhkan beberapa orang diaken.7 Paulus mengungkapkan alasan pentingnya pemberitaan Firman: “Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepadaNya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada 4
"There are few great preachers. Many clergy do not seem to believe in it any more as a powerful way in which to proclaim the gospel and change the life." (Stott, p. 7). 5 Although the birth of the church in Acts 2 began with praise, it continued with preaching. David Watson, I Believe in Church, Grand Rapids: W.M.B.Eerdmans Publishing Company, 1987, p. 199. 6 Mereka dipanggil untuk tugas khusus, yaitu memberitakan Firman (Mrk 3:14), setelah Yesus bangkit dari kematian, mereka diberi perintah untuk memberitakan injil kepada seluruh bangsa (Mat 28:19), pemberitaan Firman dilakukan di mana-mana (Markus 16:20), beritakan Firman dengan penuh keberanian (Kisah 4:31). 7 Kisah Para Rasul 6:1-7.
JURNAL THEOLOGIA ALETHEIA
44
yang memberitakanNya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakanNya, jika mereka tidak diutus? Seperti ada tertulis: “Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!” (1 Kor.10:14-15) Jadi bila pelayanan Firman dihentikan, karya Allah seperti penyelamatan dalam Yesus Kristus, kebaikan Allah, keadilan Allah, dan seterusnya, tidak akan dikenal. Maka pemberitaan Firman harus terus berlangsung di dunia ini, bahkan pemberitaan Firman harus terus diberitakan di dalam segala situasi, baik atau tidak baik (2 Tim. 4:1-2). Hal ini berarti pemberitaan Firman itu harus berlangsung secara kontinyu, dan tidak boleh dihentikan dengan alasan apapun juga. Para tokoh gereja, baik yang hidup sebelum jaman Reformasi atau sesudahnya, begitu memandang tinggi dan mengutamakan Firman Tuhan. John Wycliffe mengatakan bahwa tugas utama pendeta adalah berkhotbah. 8 Bagi Calvin, disamping sakramen, Firman Allah yang dikhotbahkan dengan murni dan didengar, menjadikan Gereja milik Allah itu eksis.9 Juga Luther mempunyai pandangan yang sama, bahkan dia yakin apa yang dilakukannya, yaitu membuka jaman Reformasi yang begitu penting bagi dunia kekristenan, itu adalah karya Firman.10 Jadi tidak diragukan lagi bahwa kekristenan dan gereja tidak akan ada tanpa kehadiran Firman. Tugas utama dari para hamba Tuhan adalah menghadirkan Firman, sehingga berkhotbah selalu merupakan bagian penting dari tugas panggilan dari hamba Tuhan. Persoalannya adalah: “Khotbah macam apa yang dia hadirkan? Khotbah yang lemah dan disampaikan dengan penuh keraguan, atau khotbah yang disampaikan dengan penuh keyakinan, percaya dan mengandalkan Roh Kudus, sehingga menjadi khotbah yang tidak lemah, tetapi berkuasa.
8
Stott, p. 22 ibid. p. 24 10 ibid. 9
KHOTBAH YANG BERKUASA
45
BENTUK KOMUNIKASI DALAM PENYAMPAIAN KHOTBAH Satu Model Komunikasi11 Banyak model komunikasi yang bisa dijadikan bahan studi, tetapi penulis menilai model yang dikembangkan oleh Shannon, dan kemudian diadopsi oleh Welsh dalam menjelaskan proses komunikasi khotbah, adalah cara penjelasan yang sederhana dan mudah dipahami. Pertama-tama, kita perlu untuk melihat secara sepintas model komunikasi Shannon yang akan menjadi dasar dalam menjelaskan proses komunikasi khotbah. Model Komunikasi Shannon Sumber Informasi
Transmiter Berita
Saluran
Penerima Sinyal
Sinyal
Tujuan Berita
Sumber Gangguan
Ini adalah suatu model dasar dari komunikasi manusia. Sumber informasi menciptakan sebuah berita dan menyerahkan pada proses transmisi, yang kemudian mengirimkannya berupa sinyal-sinyal melalui saluran/channel. Sinyal tersebut diterima oleh penerima setelah terjadi penyesuaian tertentu antara pengirim dan penerima berita dalam saluran yang menghasilkan sinyal-sinyal dari berita aslinya yang diterima penerima /decoding, yang kemudian diteruskan dan sampai kepada tujuan. Gangguan juga perlu diperhitungkan guna mendapatkan hasil komunikasi yang maksimal, maka rasio sinyal dengan gangguan menjadi sangat penting, karena bila terjadi terlalu banyak gangguan akan 11
Model komunikasi ini dikembangkan oleh Dr. Clement Welsh, yang terdapat dalam bukunya Preaching in a New Key, hal. 25-27.
JURNAL THEOLOGIA ALETHEIA
46
mengurangi kualitas penerimaan berita. Model ini cocok untuk diaplikasikan dalam komunikasi elektronik, seperti radio dan televisi, tetapi Welsh memanfaatkannya untuk menjelaskan komunikasi khotbah. Skema yang sederhana dari satu komunikasi dalam khotbah: Komunikasi yang terjadi adalah: Pengkhotbah menyampaikan Pengkhotbah
Khotbah
Sidang Jemaat
khotbah, kemudian berita khotbah diterima oleh Sidang Jemaat. Dari skema tersebut, Welsh mencoba memperkenalkan satu model yang diadopsi dari model komunikasi yang dikembangkan oleh Shannon, menjadi model komunikasi khotbah: Pengkhotbah
Sumber
Khotbah
Transmiter
Sidang jemaat
Penerima
Tujuan
Gangguan
Dari skema tersebut, Welsh memperkenalkan satu model yang diadopsi dari model komunikasi yang dikembangkan oleh Shannon untuk menjadi model komunikasi khotbah. Di bagian pengkhotbah maupun sidang jemaat masing-masing dibagi dalam dua fungsi: 1. Pengkhotbah: Sumber - yaitu berita yang ada dalam diri pengkhotbah. Ini meliputi hal-hal yang berkaitan khusus dengan jemaat, seperti sebagai pribadi yang memiliki otoritas dan hak untuk berkhotbah, juga berhubungan dengan kemampuan profesinya, seperti intelektual dan rohaninya, yaitu yang memberinya kecakapan khusus, sehingga khotbahnya sering disebut sebagai memberitakan
KHOTBAH YANG BERKUASA
47
Firman Tuhan.12 Kecuali ini ada lagi unsur lain dari dirinya sendiri sebagai pribadi yaitu berbagai macam karakter, sikap, kebiasaan, kekuatan dan kelemahannya. Dia yang semacam inilah yang menjadi sumber berita. Transmiter – Berita disampaikan ke dalam bentuk-bentuk yang dapat dikomunikasikan. Di sini pengkhotbah menggunakan kemampuannya berkomunikasi, baik yang berupa bakat, maupun yang diperoleh dengan cara belajar. Dia mempunyai berbagai macam keahlian, seperti menghubungkan berita Alkitab yang secara usia adalah warisan kuno, tetapi dijadikan relevan dengan dunia masa kini. Dia juga mampu membaca kebutuhan dan problem umat, serta upaya membuat solusi yang kemudian dikomunikasikan sesuai dengan kemampuan umat. 2. Sidang Jemaat: Penerima – penerima berita. Tujuan – tahap di mana penyerapan berita terjadi. Dalam mempertemukan antara coder (pengkhotbah) dengan decoder (sidang jemaat), ada satu bagian yang disebut „khotbah.‟ Khotbah tsb berfungsi sebagai saluran atau channel dalam model komunikasi Shannon, di sini antara pengkhotbah dan sidang jemaat terjadi kontak dan penyesuaian satu dengan yang lain. Dengan demikian berita bisa diteruskan dan ditangkap oleh penerima yang antara lain berbentuk suara (volume, artikulasi) dan yang bukan dalam bentuk suara, seperti sikap, gerak tubuh, kontak mata, dan sebagainya.
12
Istilah memberitakan Firman Tuhan untuk menyebut khotbah ,sering menimbulkan perdebatan. Sebagai contoh, Karl Barth setuju dengan istilah ini, tetapi Clement Welsh tidak setuju. Hal demikian dapat dimengerti sebab kecuali khotbah itu tidak sama dengan Alkitab yang berupa buku inspirasi, juga karena manusia mempunyai kelemahan dan bisa melakukan kesalahan yang disengaja maupun tidak. Penulis tidak membahas kontroversi ini, tetapi yang pasti pengkhotbah memang seharusnya dalam posisi hamba Tuhan dan ambasador Tuhan, sehingga mereka mengemban untuk memberitakan apa yang Tuhan kehendaki bagi umat Tuhan maupun bagi dunia ini.
48
JURNAL THEOLOGIA ALETHEIA
Dari pihak jemaat kecuali berita dari sumber, gangguangangguan juga diterima seperti suara lain, baik yang terjadi di luar gedung atau di dalam gedung, atau dari penglihatan seperti orang yang berjalan, atau dari alat penciuman seperti bau busuk, dan banyak unsur gangguan yang lain lagi. Oleh karena itu, berita khotbah akan bersaing dengan segala macam gangguan yang muncul. Apabila tingkat rasio gangguan tinggi, hal ini bisa mengacaukan penyampaian berita sehingga berita akan menjadi kurang jelas. Atau karena daya tangkap yang tidak baik, hal-hal semacam ini akan menyebabkan tingkat penerimaan berita sangat rendah, bahkan kemungkinan bisa terjadi distorsi berita pada saat sampai kepada penerima. Memang banyak faktor yang dapat menyebabkan harapan yang ingin dicapai dalam penyampaian khotbah tidak terrealisir, sehingga faktor gangguan yang mungkin terjadi harus mendapat perhatian yang cukup. Namun disamping efek negatif dari gangguan, gangguan juga dapat menjadi faktor positif, yaitu pada saat gangguan berperan sebagai pemberi umpan balik kepada pengkhotbah, sehingga pengkhotbah mengetahui apa yang sebaiknya diputuskan dan dilakukan saat dia menyampaikan Firman. Sebagai contoh, bila pada saat khotbah disampaikan, ada anggota jemaat yang tertidur, apalagi bila sampai mendengkur; hal ini bisa menjadi sinyal berita bagi pengkhotbah bahwa ada yang tidak beres sedang terjadi pada saat khotbah disampaikan. Pengkhotbah mendapat kesempatan untuk melakukan sesuatu, khususnya yang berhubungan dengan perannya pada saat itu sebagai pengkhotbah. Dengan harapan bahwa hal itu mampu untuk memberi efek yang lebih baik dalam upayanya mengkomunikasikan khotbah. Atau bila perlu bisa membuat keputusan untuk memperpendek penyampaian khotbah, karena ternyata kemampuan anggota jemaat untuk mendengar khotbah dengan konsentrasi yang baik, tidak sepanjang yang dia perkirakan sebelumnya.
KHOTBAH YANG BERKUASA
49
PENERIMA DAN TUJUAN: PERUBAHAN13 Dalam diagram, bagian sidang jemaat dibagi dalam dua fungsi: Penerima dan Tujuan. Bagian inilah yang menjadi sasaran utama dalam seluruh rangkaian proses kegiatan khotbah dan dapat menjadi tolok ukur dari efektifitasnya. Bila tingkat penyerapan tinggi, maka akan mampu membawa pada pertumbuhan hidup, seperti pertumbuhan kerohanian, perbaikan sikap/perilaku dan seterusnya, yaitu terjadi perubahan. Memang sasaran khotbah adalah agar terjadi perubahan, kehadiran Firman selalu bertujuan pada terjadinya perubahan. Perubahan itu dapat ke arah yang negatif atau positif, tetapi perubahan yang diciptakan oleh Firman Tuhan selalu bersifat positif. Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik. 1 Timotius 3:16,17. Dalam ayat-ayat tersebut di atas tampak jelas bahwa perubahan yang dilakukan oleh Firman adalah dalam sifat positif, ke arah kebenaran dan kebaikan. Dalam pemahaman penulis, suatu khotbah itu menjadi khotbah yang berkuasa apabila berita yang disampaikan mampu menciptakan perubahan yang bersifat positif di dalam kehidupan anggota jemaat. Perlu perenungan: Seberapa jauh kemampuan jemaat untuk menerima berita, dimana mereka hanya punya waktu sekitar 30 menit guna memproses dan mencernanya? Bagaimana caranya menolong jemaat saat pengkhotbah menghadirkan berita-berita 13
Tulisan ini tidak membahas bagian ini secara panjang lebar kecuali karena akan sangat melebar, juga tujuan tulisan ini adalah membicarakan khotbah dari segi pengkhotbah dan berita khotbah. Maka tujuannya adalah untuk menunjukkan hasil akhir yang seharusnya dicapai dalam penyampaian khotbah, yaitu terjadi penyerapan berita sedemikian rupa, sehingga terjadi perubahan seperti yang diharapkan dalam upaya penyampaian khotbah.
JURNAL THEOLOGIA ALETHEIA
50
religius, secara khusus yang kental dengan pemikiran-pemikiran jaman kuno untuk menjadi relevan dengan konteks masa kini?14
BERITA KHOTBAH DAN PENGKHOTBAH Berita Khotbah Di sini penekanannya bukan kepada metodologi, tetapi kepada isi; ada beberapa pemikiran yang perlu dijadikan pertimbangan: Sola Scriptura Paulus menegaskan kepada Timotius untuk “memberitakan Firman”,15 yang diberitakan dalam khotbah adalah Firman Tuhan. Hal ini bukan hanya untuk sekali-kali saja dilakukan, tetapi khotbah itu harus selalu pemberitaan Firman, maka Paulus memberi penekanan ini kepada Timotius, sehingga dikatakan tidak dalam bentuk permintaan, melainkan dalam bentuk perintah. ”Beritakanlah Firman …baik atau tidak baik waktunya”. Prinsip formal Reformasi adalah sola scriptura, reformator menampakkan otoritas eksklusif dari Alkitab atas semua opini dan tradisi gereja serta komit pada sola scriptura. Hal ini juga mempunyai pengertian bahwa belajar dan dengar Firman Tuhan itu lebih utama daripada belajar kata-kata dan ajaran reformator. Inilah juga keinginan mereka, sehingga bila kita mempelajari literatur mereka, itu hanyalah karena Allah memberikan mereka pada gereja sebagai pengajar. Implikasinya: Firman Tuhan harus diletakkan di tempat yang tertinggi dan tidak boleh digantikan oleh yang lain-lain, termasuk 14
Istilah kuasa tidak dibahas, penulis menggunakan istilah ini untuk mengatakan suatu kekuatan, atau pengaruh yang mampu mendorong pada perubahan. Perubahan yang dimaksudkan bukan harus radikal, tetapi juga perubahan yang berlangsung secara gradual, namun pasti. 15 Beritakanlah Firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran. 1 Timotius 4:2.
KHOTBAH YANG BERKUASA
51
ajaran-ajaran para reformator. Sehingga kesalahan dari masa lalu, yaitu tradisi dan kata-kata orang tertentu yang diletakkan di posisi yang seharusnya hanya boleh ditempati Firman, jangan sampai terulang. Opini pribadi atau umum juga tidak boleh menjadi bagian dari khotbah, apalagi bila ada sikap prejudis di sana. Andaikan memang merasa perlu menghadirkan opini tertentu, hal tsb harus dicek terlebih dahulu dengan prinsip-prinsip Alkitab sebelum menyatakannya dari mimbar. Langkah ini akan menjaga pengkhotbah tetap dalam posisi melayani dan sebagai ambasador Allah.16 Kebenaran Berkhotbah adalah memberitakan kebenaran, maka selalu perlu untuk bertanya kepada diri sendiri, hal-hal seperti: Apakah saya menyampaikan khotbah dengan hati yang tulus? Adakah halhal yang teselubung di sana, seperti ingin memamerkan pengetahuannya, mengungkapkan kekecewaan atau kemarahan yang dikemas dalam khotbah? Bagaimana dengan ilustrasi yang disisipkan dalam khotbah, apakah itu pengalaman orang lain yang diakui seolah-olah sebagai pengalamannya sendiri, cerita yang disampaikan berupa fakta atau karangannya sendiri? Semua ini harus jelas asal usulnya dan tidak boleh dimanipulasi. Perihal khotbah itu sendiri, apakah berupa plagiarisme atau memang
16
James Earl Massey, The Sermon in Perspective: A Study of Communication and Charisma, Grand Rapids: Baker Book House, 1976, p. 110. Senada dengan itu Sydney Greidanus menegaskan, “ Accordingly, if preachers wish to preach with divine authority, they must proclaim the message of the inspired Scriptures, for Scriptures alone are the Word of God written: the Scriptures alone have divine authority. If preachers wish to preach with divine authority, they must submit themselves, their thoughts and opinions, to the Scriptures and echo the Word of God.” Sydney Greidanus, The Modern Preacher and The Ancient Text: Interpreting and Preaching Biblical Literature, Grand Rapids: W.M.B. Eerdmans, 1988, p. 13.
52
JURNAL THEOLOGIA ALETHEIA
orisinil hasil perenungannya sendiri, sebab bila melakukan plagiat, maka dia sebenarnya telah berkata tidak benar.17 Khotbah itu tidak mengandung unsur-unsur yang bersifat manipulatif, sebab akan bertentangan dengan hakekat khotbah itu sendiri, yaitu pemberitaan kebenaran. Kalau ternyata yang diberitakan itu tidak benar atau kebohongan, maka tidak dapat dikategorikan sebagai pemberitaan Firman. Bila bukan Firman, apakah layak untuk menaruh harapan kepada umat untuk menerima dan melaksanakan berita khotbah tersebut, dan yang lebih utama lagi yaitu apakah mungkin Tuhan memberkati suatu kebohongan atau ketidak jujuran? Berjumpa Kebutuhan Berita yang disampaikan adalah berita injil, yang berarti berita kesukaan, maka berita yang disampaikan harus membawa kesukaan yaitu kesukaan yang utuh, bukan memanjakan yang justru akan mencelakakan. Maka khotbah tidak boleh disusun hanya dari atas meja saja, tetapi harus melalui pengamatan dan pendekatan, sehingga sungguh-sungguh menyentuh kebutuhan nyata jemaat. Inilah khotbah yang relevan. Semua pengkhotbah besar dari segala jaman selalu berbicara pada kebutuhan manusia , termasuk problema dari para pendengarnya.18 Herbert H. Farmer mengatakan bahwa ia selalu memeriksa diri sendiri pada saat mempersiapkan khotbah, supaya beritanya bisa hadir secara nyata di tengah-tengah pendengarnya:19 I have sometimes found it a help to write with a definitite person in a definite situation before my mind‟s eye, putting to 17
Walter E. Wiest and Elwyn A. Smith, Ethics in Ministry, Minneapolis: Fortress Press, 1990, pp. 37-41. 18 Amos berbicara sesuai dengan kebutuhan dan konteks masyarakat kuno Israel, Petrus berbicara pada masyarakat di jaman Pentakosta sesuai dengan kebutuhan mereka, Luther berbicara pada masyarakat di jaman reformasi yang menjadi kebutuhan mereka. 19 Herbert H. Farmer, The Servant of The Word, Philadephia: Fortress Press, 1964, p. 81.
KHOTBAH YANG BERKUASA
53
myself such question as these, how would this sound to him? Would he understand it? Would it seem any other than an airy and irrelevant abstraction? Ada beberapa macam kebutuhan yang diungkapkan oleh Abraham Maslow, yang dikenal dengan sebutan “Herarki kebutuhan dari Maslow,” yaitu ada 5 macam kebutuhan: kebutuhan fisik, keamanan, sosial, harga diri dan aktualisasi diri. Disini ada kebutuhan yang bersifat materi ada yang nonmateri. Kemudian Robert D. Dale mengadopsi penemuan Maslow ini dalam konteks pelayanan gerejawi, yaitu20: Kebutuhan dasar: Fisik dan jaminan keamanan. Kebutuhan pertumbuhan: kasih, harga diri dan aktualisasi diri, dimana aktualisasi diri itu meliputi antara lain: kebenaran, kebaikan, keadilan, keteraturan dan sebagainya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut perlu menjadi pertimbangan dalam khotbah, di mana kebutuhan pertumbuhan harus menjadi sasaran penting, dengan sasaran utamanya, adalah pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri. Di bagian inilah kedewasaan kekristenan akan tampak dengan sangat jelas, dan kehadiran mereka akan memberi makna yang sangat penting dalam kehidupan berjemaat. Kecuali itu, juga perlu untuk memberi perhatian pada kebutuhan lain, yaitu memperhatikan problem yang sedang dihadapi jemaat. Oleh karena itu, penyampaian khotbah jangan kontroversial, yaitu cenderung hanya mengikuti keyakinan sendiri, tanpa memperhatikan problem yang sedang melanda jemaat atau setidak-tidaknya problem yang sedang berada dalam pikiran anggota jemaat. Sebagai contoh, penyampaian khotbah dengan topik “seluruh muka bumi dipenuhi kemuliaanNya” (Yesaya 6:3); padahal faktanya, sedang terjadi banjir yang menewaskan banyak orang, atau bencana paceklik sedang melanda satu daerah sehingga 20
Robert D. Dale, Pastoral Leadership, Abingdon Press, Nashville, 1986, pp. 151-153. Aktualisasi diri yang didaftar Dale: Truth, Goodness, Beauty, Aliveness, Individuality, Perfection, Necessity, Completion, Justice, Order, Simplicity, Richness, Playfulness, Effortlessness, Self sufficiency, Meaningfulness.
54
JURNAL THEOLOGIA ALETHEIA
penduduknya kelaparan. Berkhotbah tentang „pemeliharaan Allah yang ajaib‟, padahal ada diantara mereka yang sedang menjalani kehidupan yang buruk, seperti sakit kanker yang parah. Atau yang sering terjadi pada khotbah pemberkatan nikah, berita yang disampaikan kurang memperhatikan perasaan mereka yang hidup sendiri, yang entah karena tidak mau menikah atau karena kesulitan mendapatkan teman hidup yang dinilai cocok. Kepekaan dan pengenalan akan kebutuhan jemaat, serta problem dalam jemaat tidak boleh diabaikan. Untuk menjadikan sebuah khotbah relevan dan mempunyai kekuatan, maka pengkhotbah harus sungguh-sungguh mengenal lingkungannya. Dia bisa mengenal melalui sharing tentang pengharapan dan ketakutan, kesuksesan dan kegagalan, kesukaan dan kesedihan, kepahitan serta aspirasi dari umat yang dilayaninya.
PENGKHOTBAH Menjadi seperti khotbahnya Khotbah yang sejati adalah sebuah tindakan yang konkrit, ini yang ditegaskan oleh Dr. Forsyth.21 It is an act and a power: it is God‟s act of redemption…A true sermon is a real deed…The preacher‟s word. When he preaches the gospel and not only delivers a sermon, is an effective deed, charged with blessing or with judgment. Lloyd Jones mengingatkan,22 “Our lives should always be the first thing to speak: and if our lips speak more than our lives it will avail very little. So often
21
P.T. Forsyth, Positive Preaching and The Modern Mind, Independent Press, 1907, pp. 3,15,56. 22 Martyn Lloyd-Jones, Studies in The Sermon on The Mount, Volume 1, Grands Rapids: Wm.B. Eerdmans, 1959, p.165.
KHOTBAH YANG BERKUASA
55
the tragedy has been that people proclaim the gospel in words, but their whole life and demeanour has been a denial of it.” Allah sendiri adalah Allah yang bertindak, maka inilah salah satu faktor yang menjadikan Firman Allah begitu berkuasa. Pada saat Allah berfirman, Dia bertindak. FirmanNya tidak lebih daripada menjelaskan tindakanNya. Hal semacam ini sangat dibutuhkan, terlebih pada masa kini, di mana berjuta-juta kata dan kalimat dikatakan serta ditulis setiap hari, tetapi efeknya begitu kecil, karena banyak yang dikatakan, namun sedikit yang dilakukan atau malahan kemungkinan tidak melakukan apa-apa. Stott mensinyalir bahwa gereja rupanya juga termasuk dalam kategori tersebut, banyak bicara, tetapi sedikit berbuat.23 Dunia membutuhkan keteladanan, anggota jemaat juga membutuhkan keteladanan, di mana keteladanan bukan saja menimbulkan sikap respek dari orang lain, tetapi juga memunculkan harapan dan semangat yang kuat untuk terus melangkah dan maju kedepan dengan mantap dan yakin. Penuh Pengharapan Salah satu kelemahan yang menjadi penghambat dari khotbah yang berkuasa adalah masalah keyakinan. Watson mensinyalir akan gejala semacam ini sebagai gejala yang umum. “ Yet recently many have lost confidence or interest in the regular preaching ministry of the church”.24 Bayangkan andaikata Petrus berkhotbah di hari Pentakosta dengan sikap ragu-ragu dan tidak percaya, maka berita spektakuler seperti 3.000 orang bertobat tidak akan pernah terdengar.25 Berkhotbah tanpa keyakinan itu bagaikan melemparkan berita kepada angin, tanpa menyadari kepada siapa dia berbicara, dan juga tidak menyadari siapa dirinya, serta dalam posisi apa dia pada saat itu. Perlu diketahui bahwa Firman Tuhan
23
Stott., p. 103. Watson., p. 201. 25 Kisah 2: 14-40. 24
JURNAL THEOLOGIA ALETHEIA
56
itu penuh kuasa bukan karena kata-kata pengkhotbah, tetapi karena Firman itu sendiri penuh kuasa.26 Maka apa yang diperintahkan oleh Paulus kepada Timotius sangat layak untuk diperhatikan oleh setiap pengkhotbah “beritakanlah Firman…,“ sebab yang berkuasa bukan kata-kata pengkhotbah, melainkan kata-kata Allah yang sedang berbicara kepada umatNya. Berkhotbah dengan tidak punya keyakinan akan melemahkan semangat, bukan saja para pendengarnya, melainkan juga si pengkhotbah itu sendiri. Sebaliknya berkhotbah dengan sikap penuh pengharapan akan memberikan efek yang kuat dan positif bagi pendengar maupun pengkhotbahnya sendiri, bahkan dia sendiri sungguh-sungguh menikmati khotbahnya. Berkhotbah harus merupakan pekerjaan yang menyenangkan, bukan menjemukan atau menimbulkan perasaan tidak nyaman. Spurgeon seorang pengkhotbah yang besar sepanjang jaman, ternyata dia adalah seorang yang sangat bergembira bila mendapat kesempatan berkhotbah, bahkan sejak masih muda dia sudah sangat senang berkhotbah, Timothy Tow memberi catatan tentang orang ini:27 When he was still a boy after he found salvation, he immediately felt the call to preach. His joy was deep and abiding, as he walked out to these preaching points. He usually sang. Kemampuan 26
Alkitab menunjukkan tentang kuasa dari Firman Tuhan yang besar, “Dan Samuel makin besar dan Tuhan menyertai dia dan tidak ada satupun dari FirmanNya itu yang dibiarkanNya gugur ”, (1 Samuel 3:19); “Demikianlah FirmanKu yang keluar dari mulutKu: Ia tidak akan kembali kepadaKu dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya.” (Yesaya 55:11) ; “Sebab Firman Allah hidup dan kuat dan lebih daripada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita.” (Ibrani 4:12). 27 Timothy Tow, My Homiletic Swimming Pool, Singapore: Far Eastern Bible College Press, 1998, p. 46.
KHOTBAH YANG BERKUASA
57
Dalam berkhotbah, kemampuan tidak menjadi pemeran yang utama, tetapi tetap menjadi faktor yang penting. Kelemahan dari sebagian gereja masa kini adalah kurangnya pengkhotbah yang punya kemampuan memadai. Pengkhotbah yang ingin khotbahnya mampu untuk membangun dan memberi dorongan pada sidang jemaat, tidak dapat mengabaikan usaha dalam merawat kemampuan intelektualnya dan keahlian dalam bekerja di profesinya tersebut. D.Martin Lloyd Jones berkata:28 As preaching means delivering the message of God in the way which we have described….it obviously demands a certain degree of intelect and ability. So if a man lacks a basic minimum in that respect he is clearly not called tobe a preacher. Kehidupan Kerohanian Pengkhotbah yang baik adalah seorang yang disiplin dalam kehidupan kerohaniannya, seperti berdoa, studi Alkitab, meditasi, membaca renungan harian yang up to date dan sebagainya. John Killinger mengatakan:29 Ministers who do not pray and pore over the Scriptures as a regular practice become easily discouraged by the obstacle normally encountered in ministry….will naturally have difficulty preaching fifty or hundred sermons a years, year in year out for a life time. Oleh sebab itu, kehidupan kerohanian sangat penting bagi seorang pengkhotbah. Pelayan semacam ini mampu mengubah, bahkan fantasi dan impian menjadi bahan refleksi dan divosi. Dia akan menjadi seperti aliran air kehidupan yang terus mengalir dari mimbar dan tidak akan pernah kehabisan ide yang segar untuk disampaikan dalam khotbah. 28
D. Martin Lloyd Jones, Preaching and Preachers, Zondervan Publishing House, Grand Rapids, Michigan, 1971, p. 111. 29 John Killenger, Fundamentals of Preaching, Philadelphia: Fortress Press, 1985, p. 191.
58
JURNAL THEOLOGIA ALETHEIA
Beri Kebebasan kepada Roh Kudus Di dalam Kisah 1:8 para rasul dibekali oleh Roh Kudus, kuasa dalam melaksanakan tugas pelayanan, termasuk pemberitaan Firman, memang Firman Tuhan tidak dapat dipisahkan dari pekerjaan Roh Kudus. Oleh karena itu, pemberitaan Firman harus disertai dengan bantuan dari Roh Kudus. Dia mengajar apa yang Yesus katakan (Yoh.14:24), menghibur, menginsafkan tentang dosa, dan kebenaran (Yoh. 16:7,8), menolong yang dalam kelemahan (Rom. 8:26), menguatkan (Ef. 3:14-16), memberi dorongan pemberitaan Firman dan berdoa (Kis. 6:10; 1 Kor. 2:13; 2 Kor. 4:13), dan sebagainya. Keberadaan dan kehidupan gereja sangat bergantung pada Roh Kudus, sehingga khotbah tidak layak dilakukan tanpa intervensiNya. Marcel memberi peringatan: 30 Preaching, which is, properly speaking, the word preached, depends entirely on the Spirit …. if the Spirit is absent, there is, in a manner of speaking, a sermon, but no preaching. The word of God will not be heard, but a word of man, dead, and therefore irrelevance. Hal ini dapat dibandingkan dengan: apa maknanya bila ada hari tetapi tanpa ada terang, atau ada dunia tetapi tanpa kehidupan; demikian juga bila satu khotbah tanpa intervensi Roh Kudus, khotbah tsb tidak ada artinya. Oleh karena itu, baik pengkhotbah maupun umat perlu selalu berdoa untuk memohon pertolonganNya, sehingga khotbah yang disampaikan adalah Firman Tuhan yang akan bekerja dengan penuh kuasa dan mampu untuk memberikan perubahan pada jemaat dan kehidupan jemaat untuk terus terjadi perbaikan dan pertumbuhan yang dibutuhkan. Tetapi perlu diingat bahwa Roh Kudus adalah hidup dan bebas, maka perlu untuk selalu memohon kehadiranNya dan mengijinkan Dia bertindak, serta 30
Pierre Ch. Marcel, The Relevance of Preaching, Baker Book House, Grand Rapids, Michigan, 1963, pp. 91, 94.
KHOTBAH YANG BERKUASA
59
bekerja dengan penuh kebebasan. Hal ini berarti bahwa mereka terbuka untuk inspirasi dan dibawah pengaruh, serta kendali dari Roh Kudus. Jadi biarpun persiapan khotbah dilakukan diatas meja kerjanya, tetapi tetap terbuka peluang untuk Roh Kudus mengarahkan saat khotbah diberitakan. Dengan demikian ada kesempatan seluas-luasnya untuk Allah menyampaikan berita sesuai dengan apa yang Allah lihat sebagai kebutuhan saat itu untuk sidang jemaat atau orang-orang tertentu yang hadir di sana.
PENUTUP DAN KESIMPULAN Khotbah itu berkuasa, apabila hanya Firman Tuhan yang disampaikan, diperlakukan secara layak dan dikomunikasikan dengan baik. Dia akan memberikan wujud kehidupan yang berbeda, bukan saja janji kehidupan kekal dalam Yesus Kristus, tetapi juga kehidupan di sini, di dunia ini, yaitu kehidupan yang berpengharapan, penuh kekuatan, hidup yang bersemangat dan berani menghadapi kenyataan serta masa depan bersama Tuhan. Sebaliknya apabila pemberitaan Firman dihentikan, maka kesiasiaan ucapan-ucapan dalam dunia makin menjadi-jadi, juga harapan-harapan untuk keluar dari ketidak pastian, kepedihan, rasa frustrasi, ketidak adilan, ketidak berdayaan, kehampaan hidup akan makin sirna. The ministry of preaching, then is one of the most demanding of all ministries within the church, and one that today needs to be re-discovered, in all its variety, relevance and power. Selanjutnya dia mengutip apa yang dikatakan Dr. Forsyth, 31 With preaching Christianity stands or falls, because it is the declaration of a gospel. Without the faithful proclaiming of Christ in the power of the Spirit, the church could never have survived.
31
Pierre Ch. Marcel, pp. 91,94.
60
JURNAL THEOLOGIA ALETHEIA
Oleh karena itu, pelayanan khotbah adalah satu dari sekian macam bentuk pelayanan yang paling dibutuhkan, tetapi perlu dirancang ulang untuk mampu menjadi berita Firman yang lebih relevan dan punya kuasa, tepat seperti yang dikatakan Watson. 32 Akhirnya, pengkhotbah harus selalu mengingat bahwa mereka terpanggil untuk berbicara tidak hanya dengan bibir, tetapi juga bahkan yang utama yaitu dengan hidupnya. Mampukah mereka mengatakan seperti Paulus: “Ikutlah teladanku, seperti aku mengikut Kristus (1 Korintus 13:1). Dan yang terakhir, perlu disadari bahwa pengkhotbah adalah orang yang dipanggil Allah. Dia menjadikannya utusanNya yang khusus yang melawat umat, serta diberi kepercayaan istimewa untuk menunjukkan kepada mereka bahwa Allah sedang hadir dan berbicara secara pribadi kepada setiap umatNya, serta menjelaskan mengapa Dia menjumpai mereka dan apa yang Dia ingin katakan kepada mereka. Memang Allah tidak memanggil semua pengkhotbah untuk menjadi pengkhotbah besar, tetapi semua pengkhotbah dipanggil untuk mengkomunikasikan Firman dengan baik.
32
Watson., p. 224.