Kundharu Saddhono & I Dewa Putu Wijana, Wacana Khotbah Jumat di Surakarta: Suatu Kajian Linguistik Kultural
Wacana Khotbah Jumat di Surakarta: Suatu Kajian Linguistik Kultural Kundharu Saddhono email:
[email protected], Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, UNS I Dewa Putu Wijana, Fakultas Ilmu Budaya, UGM
Abstrak: Khotbah Jumat merupakan salah satu sarana yang digunakan umat Islam yang bertujuan untuk mengajak masyarakat untuk berbuat baik dan mencegah perbuatan buruk (sarana dakwah). Seorang yang menyampaikan dakwah disebut khotib. Agar dapat menarik simpati dari jemaah atau orang yang menyimak khotbah, diperlukan sebuah keterampilan berbicara yang baik. Istilah untuk menarik massa malalui keterampilan berbicara dimaknai sebagai retorika. Di dalam khotbah Jumat banyak terdapat aspek bahasa yang dipengaruhi oleh unsur kebudayaan setempat. Khotbah Jumat sebagai sebuah wacana tentunya dapat dianalisis dari aspek mikrostruktural yang berkaitan dengan aspek gramatikal, aspek leksikal, kohesi, dan koherensi. Adapun dari aspek makrostruktural berkaitan dengan unsur kebudayaan atau kultural masyarakat sekitar di luar aspek kebahasaan atau linguistik yang di dalamnya berkaitan dengan konteks yaitu partisipan, tempat dan waktu, saluran yang digunakan, kode yang digunakan, bentuk pesan beserta isinya, peristiwa dengan sifat, dan nada pembicaraan. Kata Kunci: wacana, khotbah Jumat, khotib, linguistik kultural, kebudayaan, dan Surakarta Abstrcat: Friday sermon is a means of religious endeavor used by Moslems to invite the community to do good things and avoid bad deeds. A person who conveys Friday sermon is called a preacher. A good speaking skill is needed in order to attract sympathy from the congregation or the people who listen to the sermon. The term ‘attract masses through speaking skill’ is called as rhetoric. In Friday sermons there are many aspects of language which are influenced by local cultural elements. Friday sermons as a discourse of course, can be analyzed from micro structural aspects related to grammatical aspect, lexical aspect, cohesion, and coherence. The macro structural aspects related to culture or cultural elements surrounding communities outside of language or linguistic aspects in which the participants related to the context, place and time, the channel used, the code used, the form of a message and its contents, events with nature, and tone of conversation. Key words: discourse, Friday sermons, preachers, cultural linguistic, cultural, and Surakarta
Pendahuluan Variasi atau ragam bahasa merupakan salah satu
Bahasa Indonesia (Anton M. Moeliono, 2008: 498),
bahasan pokok dalam studi linguistik. Munculnya
khotbah berarti pidato (terutama yang mengurai-kan
variasi tersebut berdasarkan faktor-faktor yang
tentang agama). Kata khotbah berasal dari bahasa
berpengaruh di dalamnya. Siapa yang berbicara,
Arab khutbah artinya adddres, speech, harangue,
kepada siapa berbicara, dalam suasana apa
oration ‘amanat, pidato’ (Baal-Baki, 1993: 515).
pembicaraan itu dilakukan, apa yang menjadi
Pada hakikatnya khotbah berarti sebuah wasiat
pokok pembicaraan dan apa tujuan pembicaraan,
untuk bertakwa kepada khalayak baik bentuknya
merupakan faktor-faktor yang sangat menentukan
janji kesenangan maupun ancaman kesengsaraan
terjadinya pemakaian bahasa dalam masyarakat.
(Sabiq, tt: 291). Dalam agama Islam setidaknya ada
Salah satu bentuk variasi bahasa adalah variasi
5 macam khotbah, yaitu khotbah Jumat, khotbah
berdasarkan segi pemakaiannya. Variasi bahasa
hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha), khotbah Gerhana
berkenaan dengan penggunaannya, pema-kaiannya,
(kusuf dan khusuf), khotbah permintaan hujan
atau fungsinya ini disebut fungsiolek, ragam, atau
(istisqa), dan khotbah nikah.
register.
Khotbah Jumat berbeda jika dibandingkan
Bentuk regiter yang akan dibahas dalam
dengan khotbah yang lain. Hal ini seperti dinyatakan
tulisan ini adalah khotbah. Menurut Kamus Besar
oleh Ma’ruf (1999: 3-4) dan Saddhono (2011) 433
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011
khotbah Jumat, apalagi di Kota Surakarta yang
komparatif yaitu membandingkan dua hal atau lebih
mempunyai latar belakang budaya Jawa yang cukup
yang mempunyai kemiripan dari segi bentuk, wujud,
dominan. Kajian dengan mengambil wacana khotbah
sifat, watak, perilaku dan lai-lain (seperti, bagaikan, persis, sama dengan, laksana).
Jumat di Kota Surakarta sebagai objeknya ini dapat
Penyulihan atau substitusi adalah salah satu
dikaji dari berbagai aspek. Namun demikian, penulis
kohesi gramatikal yang berupa penggantian satuan
hanya menfokuskan pada kajian yang bersifat
lingual tertentu (yang telah disebut) dengan satuan
linguistik kebudayaan, yaitu gabungan antara
lingual yang lain. Substitusi meliputi nominal,
kajian linguistik dan kajian budaya. Secara umum
verbal, frasal dan kalimat. Sebagai contoh adalah
rumusan masalahnya: 1) Apakah khotbah Jumat
derajat —> pangkat merupakan substitusi berupa
termasuk dalam sebuah wacana? 2) Bagaimanakah
kata benda dengan kata benda, sedangkan aku
fenomena linguistik secara mikrostruktural dalam
dan dia —> dua orang dalam kalimat aku dan dia
khotbah Jumat? dan 3) Bagaimanakah fenomena
saja yang pergi menjadi dua orang saja yang pergi
sosiokultural secara makrostruktural dalam khotbah
merupakan substitusi yang berupa frasal dengan
Jumat?
frasal. Substitusi ini mempunyai tujuan antara lain variasi bentuk, dinamisasi narasi, menghilangkan
Kajian Literatur
kemonotonan, dan memperoleh unsur pembeda.
Dalam kajian analisis wacana terdapat dua
Pelesapan atau elipsis adalah salah satu jenis
pendekatan yaitu pendekatan mikrostruktural
kohesi gramatikal yang berupa penghilangan unsur
dan pendekatan makrostruktural. Pendekatan
(konstituen) tertentu yang telah disebut-kan. Unsur
mikrostruktural melihat bahwa wacana dibentuk
yang dilesapkan bisa berupa kata, frasa, klausa
atas dua segi yaitu segi bentuk atau kohesif dan
atau kalimat (Kemarin Ibu membelikan aku sebuah
segi makna atau koheren. Dapat dijelaskan lebih
baju. -ibu membelikan aku- Hari ini buku cerita).
lanjut bahwa segi bentuk merupakan struktur lahir
Dalam contoh tersebut kalimat ibu membelikan aku
dari bahasa yang mencakup aspek gramatikal,
pada kalimat kedua dihilangkan. Fungsi pelesapan
sedangkan segi makna adalah struktur batin bahasa
ini antara lain adalah kepraktisan, efektivitas
yang mencakup aspek leksikal.
kalimat, ekonomi bahasa (efisiensi), mencapai
Aspek gramatikal dalam sebuah wacana berkaitan
aspek kepaduan wacana, dan bagi pembaca untuk
dengan aspek bentuk sebagai struktur lahir bahasa.
mengaktifkan pikirannya terhadap hal-hal yang tidak
Pemarkah aspek gramatikal terdiri atas empat
diungkapkan dalam satuan bahasa.
macam yaitu pengacuan (referensi), penyulihan
Perangkai atau konjungsi yaitu salah satu
(substitusi), pelesapan (elipisis), dan perangkaian
kohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara
(konjungsi) (Sumarlam, 2008).
menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yang
Pengacuan terdiri atas tiga jenis yaitu per-
lain. Unsur yang dirangkai bisa berwujud kata, frasa,
sona, demonstrativa, dan komparatif. Pengacuan
klausa, kalimat, alinea, dan topik pembicaraan.
persona meliputi persona pertama tunggal (aku,
Pemarkah konjungsi bisa berupa sebab akibat
saya, hamba, ku-, -ku), persona pertama jamak
(sebab, karena, maka), pertentangan (tetapi),
(kami, kita, kami semua), persona kedua tunggal
kelebihan atau eksesif (malah), per-kecualian atau
(kamu, anda, kau, -mu), persona kedua jamak
ekseptif (kecuali), konsensif (walaupun, meskipun),
(kamu semua, kalian), persona ketiga tunggal
tujuan (agar, supaya), penambahan atau aditif (dan,
(ia, dia, -nya), persona ketiga jamak (mereka,
juga, serta), pilihan atau alternatif (atau, apa),
mereka semua). Pengacuan demonstrativa meliputi
harapan atau optatif (moga-moga, semoga), urutan
pengacuan waktu kini (kini, sekarang, saat ini),
atau sekuensial (lalu, terus, kemudian), perlawanan
waktu lampau (kemarin, dulu, yang lalu), waktu
(sebaliknya), waktu (setelah, sesudah, selesai),
yang akan datang (besok, yang akan datang), netral
syarat (jika, apabila), cara (dengan cara begitu),
(pagi, siang, malam, pukul 12) dan pengacuan
dan makna-makna yang lain.
tempat dekat dengan penutur (sini, ini), agak
Selain aspek gramatikal ada aspek yang
dekat (situ, itu), jauh (sana), menunjuk secara
lain yaitu aspek leksikal. Aspek leksikal atau
eksplisit (Solo, Yogya). Pengacuan yang lain adalah
kohesi leksikal yaitu hubungan antarunsur dalam
434
Kundharu Saddhono & I Dewa Putu Wijana, Wacana Khotbah Jumat di Surakarta: Suatu Kajian Linguistik Kultural
bahwa khotbah hari raya, khotbah gerhana, dan
menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Jawa.
khotbah permintaan hujan disampaikan sesudah
Adapun khotbah Jumat dengan pengantar bahasa
salat, sedangkan khotbah Jumat disampaikan
Inggris hanya terdapat di tempat-tempat tertentu,
sebelum salat. Khotbah Jumat juga berbeda dengan
seperti di sebuah pondok pesantren modern yang
khotbah nikah jika dilihat dari hukumnya. Khotbah
memberlakukan english day di daerah Laweyan.
Jumat hukumnya wajib, sedangkan khotbah nikah
Fokus kajian studi ini adalah khotbah Jumat
hukumnya tidak wajib. Ini berarti jika khotbah
di Kota Surakarta. Pemilihan objek studi register
ditiadakan nikahnya tetap sah, tetapi tidak untuk
khotbah Jumat ini berangkat dari suatu pemikiran
salat Jumat. Selain itu, khotbah nikah disampaikan
bahwa bahasa yang digunakan dalam khotbah Jumat
untuk kedua mempelai tetapi khotbah Jumat
secara hipotesis mempunyai bentuk, fungsi dan
disampaikan untuk seluruh jemaah salat Jumat.
karakteristik yang khas. Apabila diamati, khotbah
Hal lain yang menjadi ciri khas khotbah Jumat
Jumat sebagai sebuah wacana lisan mempunyai
adalah sesuai dengan nama harinya sehingga akan
struktur yang khas. Khotbah Jumat dimulai
senantiasa teratur peristiwanya dan lebih sering
dan diakhiri dengan salam yang lengkap, yaitu
kejadiannya jika dibandingkan khotbah yang lain.
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Selain itu, jika diamati lebih cermat khotbah Jumat
untuk salam pembuka dan Wassalamu’alaikum
juga mempunyai keistimewaan yaitu terdiri dari dua
Warahmatullahi Wabarakatuh untuk salam penutup.
bagian dan di antara kedua khotbah tersebut khotib
Selain itu, struktur khotbah Jumat juga mempunyai
menyelainya dengan duduk.
bentuk yang khas, yaitu terdiri atas 2 khotbah dan
Khotbah Jumat yang dalam bahasa Arab adalah
masing-masing mempunyai struktur tersendiri.
khutbatul-Jum’ah berarti Friday sermon ‘nasihat
Struktur khotbah Jumat pertama terdiri dari
atau wejangan hari Jumat’ (Baal-Baki, 1993: 515).
mengucap mukaddimah (pembukaan) khotbah yang
Khotbah Jumat berasal dari bahasa Arab yang
berisi bacaan hamdalah, dua kalimat syahadat,
artinya pidato, wejangan yang disampaikan khatib di
dan selawat Nabi, menyeru kepada jemaah agar
masjid sebelum salat Jumat. Adapun isi tuturan yang
meningkatkan takwa, menyampaikan isi atau materi
ada dalam khotbah tidak lain merupakan ajakan
khotbah yang diperkuat dengan data, fakta, analisis,
khatib kepada jemaahnya untuk menjadi orang
sejarah, nash-nash Alquran serta hadis yang dikutip,
yang bertakwa. Dengan demikian, khotbah Jumat
membuat kesimpulan singkat dari uraian khotbah,
merupakan nasihat khatib ‘orang yang berkhotbah’
menutup khotbah pertama dengan harapan dan doa.
kepada jemaah sebagai mitra wicara di masjid yang
Adapun khotbah Jumat kedua dibuka dengan bacaan
dituturkan pada hari Jumat sebelum salat Jumat
hamdalah, dua kalimat syahadat, dan selawat Nabi,
ditunaikan.
berwasiat tentang takwa, memberi penekanan
Berdasarkan hasil pengamatan penulis selama
atau kesimpulan dari uraian khotbah pertama, dan
ini, khotbah Jumat di Kota Surakarta disampaikan
membaca doa penutup bagi segenap muslimin dan
setidaknya dengan empat bahasa pengantar, yaitu
muslimat (Syam, 2003: 33).
bahasa Jawa, bahasa Indonesia, bahasa Arab,
Khotbah Jumat sebagai suatu ritual agama
dan bahasa Inggris. Akan tetapi pada praktiknya,
Islam tentu tidak akan lepas dari bahasa Arab.
bahasa-bahasa tersebut sering dipakai secara
Oleh karena itu, unsur-unsur bahasa Arab pasti
bersamaan walaupun hanya beberapa unsur saja.
akan selalu muncul dalam khotbah Jumat. Selain
Bahasa Jawa pada umum-nya digunakan di daerah
karena tuntutan rukun, khotbah Jumat juga karena
perdesaan dan sebagian kecil di daerah perkotaan.
konsep-konsep keagamaan itu sendiri. Hal lain
Bahasa Indonesia pada umumnya digunakan di
yang mempengaruhi pemakaian bahasa dalam
daerah perkotaan. Hal ini dikarenakan di daerah
khotbah Jumat juga kondisi masyarakat sebagai
perkotaan jemaah salat Jumat berasal dari berbagai
jemaah Jumat atau pendengarnya. Berkaitan
latar belakang, baik pendidikan, budaya, profesi,
dengan hal itu maka faktor sosiokultural juga akan
dan lain-lain. Khotbah Jumat yang mengunakan
mempengaruhi khotib, orang yang memberikan
bahasa pengantar bahasa Arab terdapat di masjid-
khotbah, dalam pemakaian bahasanya. Jadi, selain
masjid tertentu. Akan tetapi, setelah salat Jumat
aspek linguistiknya, aspek kebudayaan juga akan
selesai ada penjelasan mengenai isi khotbah dengan
banyak mempengaruhi pemakaian bahasa dalam
435
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011
melakukan tuturan hanya satu orang. Mitra tutur
diri kita, baik fisik kita, rohani kita, maupun
dalam khotbah Jumat hanya mendengarkan dan
akal pikiran kita.
merespon beberapa hal dari khotib atau penutur.
Tampak pada data [2] dan [3] yang menunjuk-
Respon tersebut berupa menjawab salam dan
kan bahwa ada sebuah tuturan yang melibatkan
mengaminin doa khotib. Berdasarkan fenomena
orang lain dengan munculnya kata “kita”. Kita
tersebut, jelaslah bahwa khotbah Jumat termasuk
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 506)
wacana monolog.
mempunyai arti pronomina persona pertama jamak
Khotbah Jumat dikatakan sebagai wacana
yang berbicara bersama dengan orang lain termasuk
juga dinyatakan oleh Sumarlam (2008: 15) yang
yang diajak bicara. Hal ini menunjukkan bahwa
menjelaskan bahwa wacana adalah satuan bahasa
dalam tuturan tersebut melibatkan penutur yaitu
terlengkap yang dinyatakan secara lisan seperti
khotib dan mitra tutur adalah jemaah salat Jumat.
pidato, ceramah, khotbah, dan dialog, atau secara
Adanya kata “kita” menunjukkan bahwa
tertulis seperti cerpen, novel, buku, surat dan
komunikasi tersebut terjalin antara penutur dan
dokumen tertentu, yang dilihat dari struktur lahirnya
mitra tutur. Djajasudarma (2009: 4) menyatakan
(dari segi bentuk) bersifat kohesif, saling berkait dan
bahwa dalam wacana baik lisan maupun wacana
dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat
tulis selalu terdapat unsur penyapa (yang menyapa)
koheren, terpadu.
dan pesapa (yang disapa). Diperjelas lagi bahwa
Bukti bahwa wacana khotbah Jumat termasuk
apapun bentuknya, wacana meng-asumsikan
wacana monolog adalah ketika ada pertanyaan yang
adanya penyapa (addressor) dan pesapa (addresse).
disampaikan oleh khotib, jemaah khotbah Jumat
Apabila wacana tersebut berbentuk lisan maka
tidak menjawab dan dijawab sendiri oleh khotib.
penyapa adalah pembicara atau penutur, sedangkan
Fenomena tersebut dapat dilihat pada data [1] di
pesapa adalah pendengar atau mitra tutur. Adapun
bawah ini.
dalam wacana tulis, penyapa adalah penulis dan
Ketika kembali, ketika dipanggil, dan mati
pesapa adalah pembaca. Dalam khotbah Jumat,
adalah untuk mempertanggungjawabkan dan untuk
yang dimaksud penyapa adalah khotib dan pesapa
ditanyai dari nikmat yang diberikan. Sangunya apa?
adalah jemaah salat Jumat.
Ya kebaikan yang dilakukan itu.
Hal lain yang menunjukkan bahwa khotbah
Pada data [1] di atas terdapat kalimat
Jumat merupakan wacana adalah adanya salam
pertanyaan “Sangunya apa?”. Pertanyaan tersebut
ketika khotbah dimulai, yaitu assalâmu ‘alaikum
dituturkan oleh khotib kepada seluruh jemaah.
wa rahmatullâhi wa barakâtuh. Salam ini juga
Walaupun khotib bertanya tetapi sebenarnya tidak
memperkuat bahwa ada komunikasi dua arah antara
meminta jawaban dari jemaah sebagai mitra tutur.
penutur dan mitra tutur. Salam tentu digunakan
Akan tetapi tuturan tersebut sebagai tanda bahwa
penutur untuk menyapa pada awal pertemuan
dalam peristiwa tutur tersebut, khotib dalam hal
dengan mitra tutur. Pada khotbah Jumat mintra
ini adalah penutur melibatkan jemaah sebagai
tutur pun kemudian menjawab salam dari khotib
mitra tutur untuk berinteraksi walaupun tidak
dengan kalimat wassalâmu ‘alaikum wa rahmatullâhi
secara langsung harus ditanggapi. Interaksi secara
wa barakâtuh.
langsung yang jelas secara eksplisit melibatkan
Ungkapan salam juga memberikan gambaran
jemaah sebagai mitra tutur dalam peristiwa tutur
bahwa tuturan yang disampaikan oleh khotib adalah
adalah dengan pilihan kata “kita” yang digunakan
wacana yang lengkap. Khotbah Jumat adalah sebuah
oleh seluruh khotib dalam khotbahnya. Pemakaian
pidato yang berisi ajakan untuk bertakwa kepada
kata “kita” terdeskripsi dalam data [2] sampai
Allah swt.. Dalam khotbah Jumat ada pembukaan,
dengan [3] berikut ini.
isi, dan penutup. Khotbah Jumat merupakan
[2] Kita wajib dan harus mensyukuri nikmat Allah
ungkapan kebahasaan yang selesai dan bermakna
agar kita semuanya men jadi hamba-hamba
dimaksudkan sebagai kelompok kata atau gabungan
Allah yang selalu dicintai Allah.
kata, yang selesai dapat diartikan yang habis, yang
[3] Karena itulah, maka adil kepada diri sendiri
tamat, yang berakhir, dan yang dimaksud bermakna
berarti bagaimana kita memberikan seluruh
yang mempunyai arti penting, dalam hal ini adalah
kebutuhan dari komponen-komponen dalam
wasiat takwa. Ini menunjukkan bahwa tuturan yang
436
Kundharu Saddhono & I Dewa Putu Wijana, Wacana Khotbah Jumat di Surakarta: Suatu Kajian Linguistik Kultural
wacana secara semantis. Kohesi leksikal meliputi
Pengumpulan data dalam kajian ini meng-
pengulangan (repetisi), padan kata (sinonimi),
gunakan teknik rekam dan teknik catat. Adapun
sanding kata (kolokasi), hubungan atas-bawah
hal-hal yang perlu dicatat antara lain : 1) waktu
(hiponimi), lawan kata (antonimi), dan ke-
dan tempat terjadinya peristiwa tutur; 2) wujud
sepadanan atau paradigma (ekuivalensi)
tuturan; 3) identitas penutur dan masyarakat
Pendekatan yang kedua adalah pendekatan
tuturnya; dan 4) tujuan tuturan atau hal yang
makrostruktural yaitu menitikberatkan pada susunan
dituturkan (Saddhono, 2009:54). Pengumpulan data
wacana tersebut secara global untuk memahami
juga menggunakan teknik wawancara mendalam
secara keseluruhan. Pendekatan makrostruktural
(indepth-interviewing) yang dilakukan pemberi
dalam kajian ini meliputi konteks situasi yang
khotbah Jumat atau khotib. Hal-hal yang ditanyakan
mencakup prinsip penafsiran personal, prinsip
dalam wawancara terkait dengan permasalahan
penafsiran lokal, prinsip penafsiran temporal, prinsip
dalam kajian yaitu bahasa khotbah Jumat.
analogi, dan inferensi. Selain pendekatan konteks
Kajian ini menggunakan metode padan, yaitu
situasi juga memper-hatikan faktor sosial budaya.
teknik yang dipakai untuk mengkaji atau menentu-
Pendekatan sosial budaya ini menggunakan faktor
kan identitas satuan lingual tertentu dengan
genetik yaitu kondisi yang bisa membentuk atau
memakai alat penentu yang berada di luar bahasa,
mengambil bagian di dalam proses pembentukan
terlepas dari bahasa, dan tidak menjadi bagian dari
karya, yang meliputi kepribadian senimannya,
bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 1995:
kondisi psikologinya, seleranya, ketrampilannya,
13). Soepomo Poedjo-soedarmo (dalam Maryono,
kemampuannya, pengalamannya, latar belakang
2001: 20) menyatakan bahwa penelitian linguistik,
sosial budayanya, dan juga berbagai peristiwa
seperti penelitian wacana khotbah Jumat ini pada
di sekitarnya yang bergayutan dengan proses
dasarnya adalah penelitian kontekstual. Penelitian
penciptaan karya seni (Sutopo, 1996: 10).
kontekstual adalah penelitian mengenai wujud tuturan (bahasa) dengan memperhatikan konteks
Metode Penelitian
sosial yang menyertai terjadinya suatu tuturan.
Penelitian ini mengkaji pemakaian bahasa khotbah
Dalam analisis data akan diperhitungkan konteks
Jumat berdasarkan konteks dan situasi. Jenis
sosial yang berupa komponen tutur. Komponen tutur
penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif
yang diperhitungkan dalam analisis data kajian ini
dengan setting apa adanya (natural setting) yang
yaitu: 1) penutur atau pembicara; 2) mitra tutur
pada dasarnya mendeskripsikan secara kualitatif
atau lawan tutur; 3) situasi tutur atau situasi bicara;
dalam bentuk kata-kata dan bukan angka-angka
4) tujuan tuturan; dan 5) hal yang dituturkan. Hal
matematis atau statistik (Lindlof, 1994: 21).
ini menunjukkan bahwa analisis bahasa dalam
Populasi dalam kajian ini adalah khotbah
penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan
Jumat di Kota Surakarta yang terdiri dari lima
unsur-unsur di luar bahasa, seperti faktor sosial,
kecamatan dan lima lingkungan masjid, yaitu Jebres
faktor situasional, dan faktor kultural (Markhamah,
(lingkungan pendidikan), Laweyan (ling-kungan
2001: 11).
keagamaan), Pasar Kliwon (lingkungan keluarga), Banjarsari (lingkungan jaringan kerja), dan
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Serengan (lingkungan sosial). Khotbah Jumat yang
Khotbah sebagai Sebuah Wacana
dijadikan sampel dalam studi ini adalah dalam kurun
Wacana berdasarkan dari jumlah peserta yang
waktu 2008-2009. Wacana khotbah yang diambil
terlibat dalam komunikasi dikenal adanya wacana
sebagai sampel adalah data yang memiliki karakter
monolog, dialog, dan polilog (Rani dkk., 2006: 25).
sesuai data yang diinginkan penulis dan dianggap
Khotbah Jumat sebagai salah satu wacana lisan
dapat mewakili populasi secara keseluruhan. Hal
berdasarkan jumlah pesertanya dikategorikan
ini mengacu pendapat Subroto (2009: 32) bahwa
sebagai wacana monolog. Hal ini dikarenakan
sampel dalam penelitian merupakan sebagian dari
yang terlibat dalam peristiwa tutur tersebut hanya
populasi yang dijadikan objek penelitian. Teknik
satu, yaitu khotib atau yang memberikan khotbah.
penarikan sampel yang digunakan dalam kajian ini
Walaupun yang terlibat dalam peristiwa tutur dalam
adalah purposive sample.
khotbah Jumat tersebut banyak akan tetapi yang
437
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011
sebagai ungkapan lisan atau dilisankan. Borwn
(khotib) melibatkan orang kedua (jemaah salat
dan Yule (1996: 9) menyatakan bahwa wacana
Jumat) sebagai pengacuan. Terdapat enam
terealiasasi dalam bentuk teks sehingga kata teks
penggunaan pronomina kita dalam kalimat di atas
dipakai sebagai istilah teknis yang mengacu pada
semuanya mengacu pada bentuk yang sama yaitu
rekaman verbal tindak komunikasi. Adapun Halliday
khotib dan jemaah salat Jumat. Di samping itu,
dan Hasan (1994: 13) berpendapat bahwa teks
pengacuan yang digunakan dalam kalimat di atas
adalah bahasa yang berfungsi, artinya bahasa
bersifat endoforis yaitu unsur yang diacu berada di
yang sedang melaksanakan tugas tertentu dalam
dalam teks.
konteks situasi tertentu pula. Jadi, teks adalah
Terdapat dua jenis pengacuan demonstratif
satuan bahasa yang memiliki keutuhan makna dan
yaitu pengacuan petunjuk tempat dan petunjuk
bersifat fungsional dan kontekstual. Teks sebagai
waktu. Pengacuan demonstratif waktu dan tempat
realisasi wacana bukalah teks mati yang tidak
dapat diamati pada contoh berikut ini:
memiliki ciri pemakaian, akan tetapi memiliki ciri-
[6] Untuk itu agar kebaikan jiwa kita, kebaikan
ciri suprasentential atau kelengkapan dan situasi
ibadah kita, kemurnian aqidah kita perlu
pemakaian atau konteks yang berfungsi dan
kiranya yang baik kita lanjutkan sampai akhir
digunakan dalam komunikasi (Edmondson, 1981:
hayat bukan hanya sekadar memperpanjang
4; Schiffrin, 1984: 23-29). Hal ini tentu tergambar
kebaikan tapi sekaligus meningkatkan apa yang
dalam khotbah Jumat yang merupakan sebuah
pernah kita lakukan sehingga semakin lama kita
wacana dan mempunyai makna yang utuh.
hidup di dunia ini semakin sempurna cara kita mengabdi kepada Allah swt. dan dengan cara
Analisis Mikrostruktural
itulah maka kita berharap apabila kelak kita
Hubungan perkaitan antarproposisi yang dinyatakan
telah mendapat-kan izin untuk menghadap di
secara eksplisit oleh unsur-unsur gramatikal dan
mata Allah senantiasa khusnul khotimah.
semantik dalam kalimat-kalimat yang membentuk
[7] Pada kesempatan kali ini akan saya sampaikan
wacana. Di bawah ini akan dipaparkan mengenai
tiga hal yang akan merupakan amalan baik
aspek gramatikal dalam sebuah khotbah Jumat.
untuk menjaga agar kebaikan yang telah kita
Piranti wacana yang biasanya digunakan untuk
lakukan menjadi meningkat, kemungkinan ada
mendukung kepaduan wacana dari segi aspek
salah dan keburukan yang terlanjur kita perbuat
gramatikal meliputi pengacuan, elipsis, penyulihan,
senantiasa menipis dan kita usahakan untuk
dan konjungsi.
dapat kita hilangkan.
Referensi atau pengacuan adalah hubungan
Pada data [6] terdapat penggunaan pengacuan
antara referen yang ada di dunia luar bahasa dengan
tempat berupa pemakaian kata “itu” dan “itulah”
lambangnya di dalam dunia bahasa. Terdapat tiga
yang sifatnya endofora yang anaforis karena
jenis referensi dalam wacana yaitu pengacuan
mengacu pada anteseden yang berada di sebelah
persona, demonstratif dan komparatif. Namun,
kirinya, sedangkan pengacuan demonstrasi tempat
dalam analisis khotbah ini, hanya terdapat dua
terdapat pada penggunaan kata “di dunia ini” yang
penggunaan pengacuan yaitu pengacuan persona
sifatnya endofora anaforis. Demikian pula contoh
dan demonstratif.
kutipan khotbah pada data [7] terlihat bahwa
[5] Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat
terdapat penggunaan pengacuan demonstratif
Allah swt. yang telah berkenan memberikan
waktu yang terlihat pada kata “pada kesempatan kali
berbagai kenikmatan kepada kita semua
ini”. Pengacuan ini bersifat endofora kataforis karena
sehingga atas pemberian tersebut kita dapat
anteseden yang diacu berada di sebelah kanannya.
melaksanakan aktivitas seperti yang kita
Substitusi adalah suatu unsur wacana yang
inginkan dan dapat pula kita sampaikan sebagai
bias diganti (disulih) dengan unsur wacana lain
rasa syukur kita kehadirat Allah swt. dengan
asalkan acuannya tetap sama. Terdapat empat jenis
memperbanyak ibadah dan dzikir kepada Allah.
substitusi yaitu substitusi nominal, verbal, frasal,
Pada kalimat [5] terdapat pengacuan persona
dan kausal, sedangkan dalam analisis khotbah ini
pertama jamak yaitu dengan digunakannya
hanya terdapat dua jenis yaitu substitusi nominal
pronomina kita yang berarti persona pertama
dan substitusi kausal. Penggunaan bentuk substisusi
438
Kundharu Saddhono & I Dewa Putu Wijana, Wacana Khotbah Jumat di Surakarta: Suatu Kajian Linguistik Kultural
disampaikan khotib adalah sebuah wacana yang
seluruh paragraf dalam data [4] menjelaskan
membicara satu tema wacana.
tentang rasa syukur kepada Allah swt.. Dalam data
Khotbah Jumat dinyatakan sebagai sebuah
[4] kata ‘syukur’ muncul tiga kali. Bahkan untuk
bentuk wacana tidak hanya dikarenakan adanya
menjelaskannya secara implisit juga terdapat dalam
saluran komunikasi yang berupa lisan dan adanya
tiap kalimat. Misalnya bentuk syukur dilakukan
penutur dan mitra tutur. Namun, termasuk karena
dengan cara seperti pada akhir paragraf yaitu
kepemilikan ciri adanya kohesi dan koherensi
‘hamba-hambaNya yang melaksanakan perintah-
yang terdapat di dalam khotbah Jumat sehingga
perintahNya dan menjahui larangan-laranganNya’.
menyebabkan khotbah Jumat dikatakan sebagai
Pada tengah tuturan pun terlihat ekspresi syukur
sebuah wacana. Ciri kohesi maupun koherensi akan
dengan kalimat Subhanallah yang menyiratkan rasa
lebih jelas terlihat ketika sebuah khotbah Jumat
syukur seorang hamba kepada Allah swt.. Ekspresi
ditranskrip terlebih dahulu dalam sebuah teks. Dari
yang lain adalah adanya kata Allahu Akbar sebagai
transkrip tersebut akan terlihat adanya keterkaitan
wujud rasa syukur.
antarproposisi yang mendukung sebuah pokok
Keutuhan makna yang dimiliki khotbah Jumat
gagasan yang dilengkapi dengan adanya aspek
dapat terjadi karena bagian-bagian di dalam suatu
gramatikal dan leksikal. Misalnya dalam sebuah
struktur yang saling berkaitan secara kohesif dan
paragraf transkrip khotbah Jumat di atas terdapat
koheren antara satu dengan yang lainnya. Oleh
sebuah paragraf yang memapar-kan mengenai
karena hanya dalam kaitannya dengan keseluruhan
makna sebuah kata “syukur”. Kalimat-kalimat yang
dan keutuhan tersebut dapat dikaji unsur-unsurnya.
terangkai dalam paragraf tersebut mengacu pada
Jadi, unsur-unsur itu hanya berarti dalam totalitas
satu penjelasan yaitu mengenai makna “syukur”.
keseluruhannya. Kajian terhadap khotbah Jumat
Kemudian bentuk koherensi dalam khotbah Jumat
yang baik harus selalu mendudukkannya sebagai
di atas terbangun dari pengembangan topik-topik
satu bangunan utuh dan tidak memenggal bagian-
pembicaraan yang mengacu pada satu tema
bagian khotbah Jumat itu sendiri. Pemahaman atas
pembicaraan khotbah Jumat tersebut. Hal tersebut
keutuhan makna sebagai satu kesatuan yang kohesif
tampak jelas pada data [4] berikut ini.
dan koheren berati meletakan terminologi bahwa
[4] Ya, jemaah yang dirahmati Allah, marilah kita
khotbah Jumat adalah wacana. Hal ini dipertegas
bersama-sama panjatkan syukur ke hadirat
oleh pernyataan Harimurti Kridalaksana (2008:
Allah subhanahu wataala, karena Allah telah
208) dan Henry Guntur Tarigan (2009: 54) bahwa
memberikan berjuta-juta kenikmatan kepada
struktur wacana dipresentasikan oleh satuan bahasa
kita sekalian, dan kenikmatan itu telah kita
yang lengkap, memiliki sifat kohesi dan koherensi
nikmati satu demi satu. Walaupun kadang
yang tinggi, dalam hierarki gramatikal merupakan
kita lupa memohon, walaupun kadang kita
satuan gramatikal tertinggi dan terbesar. Wacana
lupa bersyukur kepada-Nya, maka tetaplah
ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang
Allahu Akbar, Allah maha Besar. Subhanallah.
utuh (novel, puisi, buku, seri ensiklopedia, dan
Allah tetap memberikan kenikmatan itu
sebagainya) dengan paragraf, kalimat atau kata
kepada kita sekalian. Maka, kita wajib dan
yang membawa amanat yang lengkap.
harus mensyukuri nikmat Allah agar kita
Wacana adalah satuan bahasa paling lengkap
semuanya menjadi hamba-hamba Allah yang
yang memiliki kohesi dan koherensi yang baik,
selalu dicintai Allah. Hamba-hamba Allah
mempunyai awal dan akhir yang jelas, berke-
yang dirindukan oleh zaman. Wainnallaha
sinambungan, dan dapat disampaikan secara
yuhibbul muttaqin. Sesungguhnya Allah
lisan maupun tertulis (Tarigan, 2009: 27). Hal ini
mencintai hamba-hambaNya yang muttaqin,
dipertegas oleh Crystal (1987: 96) bahwa wacana
yaitu hamba-hamba-Nya yang melaksanakan
adalah suatu rangkaian bahasa (khususnya
perintah-perintahNya dan menjahui larangan-
bahasa lisan) yang lebih luas daripada kalimat.
laranganNya.
Wacana dianggap sebagai sekelompok ujaran dari
Pada data [4] terlihat bahwa untuk meng-
suatu peritiwa tutur yang dapat dikenali seperti
ekspresikan rasa syukur, penutur menggunakan
percakapan, lelucon, pidato atau khotbah, dan
banyak kata untuk menjelaskannya. Hampir
wawancara. Wacana dalam pandangan ini diartikan
439
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011
para hadirin dengan menggunakan frasa yang
hidup di dunia ini semakin sempurna cara kita
sejenis dan semakna. Kata sapaan digunakan untuk
mengabdi kepada Allah swt. dan dengan cara
menghubungkan inti yang akan disampai-kan pada
itulah maka kita berharap apabila kelak kita
tiap-tiap bagian. Sapaan khas yang digunakan
telah mendapatkan izin untuk menghadap di
khotib dapat dilihat pada frasa berikut: [16] Kaum muslimin sidang Jumat berbahagia,
mata Allah senantiasa khusnul khotimah. [19] Agar kita tetap tegar dan selamat dalam
Hadirin sidang Jumat rakhimakumullah,
berbagai gelombang kehidupan tidak bisa tidak
Hadirin sidang Jumat yang berbahagia,
paling tidak kita harus berusaha, kita harus
Jemaah Jumat rakhimakumullah.
memiliki dan kita harus melakukan tiga hal
Sekilas, kutipan di atas bukanlah merupakan
yang telah saya sebutkan tadi yaitu istiqomah,
pengulangan, akan tetapi jika kita cermati empat
istigfar, istikharah.
frasa tersebut memiliki makna dan merujuk ke satu
Dalam khotbah ini, khotib tidak banyak
objek yang sama, yaitu orang-orang yang hadir
menggunakan kata-kata yang bersinonim. Akan
dalam salat Jumat. Khotib menggunakan variasi
tetapi bukan berarti kata-kata yang bersinonim
kata yang berupa kaum muslimin, hadirin, dan
tidak ditemukan dalam khotbah tersebut. Contoh
jemaah untuk menimbulkan suasana yang berbeda,
penggunaan kata bersinonim yang dapat ditemukan
akan tetapi maknanya sama. Adapun kata-kata
adalah pada kutipan kalimat berikut:
berbahagia, dan rakhimakumullah sebenarnya juga
[20] Sekali pun menahan ucapan itu terasa berat,
memiliki makna yang hampir sama. Orang yang
tetapi jika ucapan itu benar dan baik maka
dirahmati Allah (rakhima-kumullah) tentunya dia
katakanlah jangan ditahan, sebab lidah kita
juga orang yang bahagia. Dengan demikian keempat
bisa menjadi lemas untuk bisa meneriakkan
frase tersebut dapat dikatakan sama.
kebenaran dan keadilan serta menegakkan
Pronomina persona adalah pronomina yang dipakai untuk mengacu pada orang (Hasan Alwi,
amar ma’ruf nahi munkar. [21]
...banyak orang berbicara tanpa berbijak
2003: 249). Khotib dengan jelas menggunakan
pada data-data yang benar dan bertindak
pronomina persona kita yang diulang-ulang untuk
sekehendaknya tanpa mengindahkan etika
menekankan inti pembicaraan kepada orang lain.
agama.
Pronomina ini juga dimaksudkan untuk mengajak
Kata meneriakkan dengan kata berbicara
kepada semuanya untuk berbuat kebaikan. Lebih
memiliki makna yang hampir sama yaitu melafalkan
lanjut dijelaskan bahwa pronomina persona
bunyi bahasa dengan menggunakan oral atau mulut.
kita bersifat inklusif yang artinya pronomina ini
Hubungan atas-bawah atau hiponimi dalam
mencakupi tidak saja pembicara atau penulis akan
khotbah tersebut dapat diidentifikasi sebagai
tetapi juga pendengar atau pembaca, dan mungkin
berikut:
pula pihak lain. Pengulangan pronomina yang
[22] Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat
dilakukan khotib dapat dilihat pada kalimat berikut:
Allah swt. yang telah berkenan memberikan
[17] …berbagai kenikmatan kepada kita semuanya…
berbagai kenikmatan kepada kita semuanya
…pemberian tersebut kita dapat…
sehingga atas pemberian tersebut kita dapat
Bahkan khotib tidak hanya menggunakan dan
melaksanakan aktivitas seperti yang kita
mengulang kata kita sekali dalam kalimat, akan
inginkan dan dapat pula kita sampaikan
tetapi pengulangan dilakukan beberapa kali. Hal
rasa syukur kita kehadirat Allah swt. dengan
tersebut dimaksudkan untuk mengajak dan lebih
memperbanyak ibadah dan dzikir kepada Allah.
menekankan apa yang diinginkan. Misalnya pada
Kata ibadah merupakan kata atasan untuk
kalimat berikut, kata kita diulang sebanyak 8 kali.
kata dzikir. Ibadah memiliki arti yang lebih luas
[18] Untuk itu agar kebaikan jiwa kita, kebaikan
sedangkan dzikir merupakan bagian dari ibadah.
ibadah kita, kemurnian aqidah kita, perlu
Macam-macam ibadah misalnya salat, zakat,
kiranya yang baik kita lanjutkan sampai akhir
membaca Alquran, dan berdzikir.
440
hayat bukan hanya sekadar memperpanjang
Antonim atau makna yang berlawanan sering
kebaikan tapi sekaligus meningkatkan apa yang
digunakan khotib untuk membandingkan dua hal
pernah kita lakukan sehingga semakin lama kita
yang berbeda atau berlawanan. Beberapa contoh
Kundharu Saddhono & I Dewa Putu Wijana, Wacana Khotbah Jumat di Surakarta: Suatu Kajian Linguistik Kultural
dapat dilihat dalam contoh berikut ini.
Kalimat [11] terdapat pelesapan konjungsi agar
[8] Untuk itu agar kebaikan jiwa kita, kebaikan
sebagai bentuk efektivitas kalimat yang seharusnya
ibadah kita, kemurnian aqidah kita perlu
pada kata yang bersimbol dibubuhi konjungsi “agar”,
kiranya yang baik kita lanjutkan sampai akhir
sedangkan kalimat [12] terdapat pelesapan subjek
hayat bukan hanya sekadar memperpanjang
yang seharusnya pada kata yang bersimbol dapat
kebaikan tapi sekaligus meningkatkan apa yang
dibubuhi subjek “orang yang beristiqomah.”
pernah kita lakukan sehingga semakin lama kita
Konjungsi atau perangkaian adalah aspek yang
hidup di dunia ini semakin sempurna cara kita
menghubungkan satu bagian wacana dengan bagian
mengabdi kepada Allah swt. dan dengan cara
lain baik berupa klausa, kalimat, maupun paragraf
itulah maka kita berharap apabila kelak kita
(alenia).
telah mendapatkan izin untuk menghadap di
[13] Tiga hal tersebut yang pertama adalah
mata Allah senantiasa khusnul khotimah. [9] Kaum muslimin sidang Jumat berbahagia, Hadirin sidang Jumat rakhimakumullah, Hadirin sidang Jumat yang berbahagia,
istiqomah yaitu pokok dalam aqidah dan konsisten dalam beribadah. [14] Nabi menjawab: Katakanlah aku telah beriman kepada Allah kemudian ber-istiqomahlah.
[10] Sesungguhnya orang-orang yang berkata,
[15] Sekalipun dihadapkan pada persoalan hidup,
“Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka
ibadah tidak ikut redup. Kantong kering atau
meneguhkan pendirian mereka
tebal tetap memperhatikan haram dan halal.
Dalam kutipan khotbah kalimat [8] di atas
Dicaci atau dipuji, sujud pantang berhenti.
terdapat pemakaian kata “dengan cara itulah”
Sekalipun ia memiliki fasilitas kenikmatan, ia
yang merupakan bentuk substitusi kausal karena
tidak tergoda untuk melaksanakan kemaksiatan.
kata tersebut mengacu pada makna sebelumnya.
Pada kalimat [13] terdapat pemakaian konjungsi
Kemudian kalimat [9] terdapat tiga bentuk sapaan
adalah dan yaitu yang merupakan jenis konjungsi
yang digunakan oleh khotib ketika berceramah
komplementatif, sedangkan kalimat [14] terdapat
namun bentuk pengacuan ketiganya adalah hal
pemakaian konjungsi kemudian yang merupakan
yang sama yaitu jemaah salat Jumat yang sekaligus
jenis konjungsi urutan (sekuensial), kemudian
penyimak khotbah. Substitusi kata sapaan tersebut
kalimat [15] konjungsi sekalipun merupakan jenis
barangkali untuk sedikit mengurangi ke-monoton-
konjungsi konsesif, sedangkan konjungsi ’dan’ atau
an sehingga dirasa penggunaan substitusi klausal
’untuk’ merupakan jenis konjungsi penambahan
dianggap lebih efektif. Berbeda halnya dengan
(aditif).
kalimat [10] merupakan contoh kalimat yang
Kepaduan wacana khotbah Jumat ini selain
menggunakan substitusi nominal karena yang diacu
didukung oleh aspek gramatikal atau kohesi
adalah nomina yaitu kata “orang-orang” disubstitusi
gramatikal juga didukung dengan adanya aspek
dengan kata “mereka.”
leksikal atau kohesi leksikal. Kohesi leksikal dalam
Elipsis merupakan pelesapan unsur bahasa yang
sebuah wacana dapat dibedakan menjadi enam
maknanya telah diketahui sebelumnya berdasarkan
macam, yaitu repetisi (pengulangan), sinonimi
konteksnya. Penggunaan bentuk elipsis dapat dilihat
(padan kata), kolokasi (sanding kata), hiponimi
pada kalimat berikut ini.
(hubungan atas-bawah), antonimi (lawan kata,
[11] Untuk itu agar kebaikan jiwa kita, δ kebaikan
oposisi makna) dan ekuivalensi (kesepadanan
ibadah kita, δ kemurnian aqidah kita perlu
bentuk) Sumarlam (2008: 27). Dalam khotbah
kiranya yang baik kita lanjutkan sampai akhir
Jumat ini keenam komponen tersebut dimanfaat-
hayat bukan hanya sekadar memperpanjang
kan dengan baik oleh sang khotib, kecuali kolokasi
kebaikan.
(sanding kata) yang nyaris tidak digunakan. Adapun
[12] Orang yang beristiqomah selalu kokoh dalam
penjelasannnya dapat dilihat pada uraian berikut.
aqidah dan tidak goyang keimanannya dalam
Repetisi atau pengulangan adalah pengu-
tantangan hidup. δ Sekalipun dihadapkan
langan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata atau
pada persoalan hidup, ibadah tidak ikut redup.
bagian kalimat) yang dianggap penting untuk
Kantong kering atau tebal tetap memperhatikan
memberikan tekanan dalam sebuah konteks yang
haram dan halal.
sesuai. Dalam khotbah jumat ini khotib menyapa
441
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011
Jumat dapat dikatakan sebagai sebuah retorika
keimanan dan rahmat-Nya yang berlimpah.
sebab khotbah Jumat melibatkan kemampuan
Allahuma Amin.
berbicara (wacana lisan) untuk mengajak jemaah
Setelah penutup, dalam khotbah Jumat bukan
melakukan suatu hal. Dalam hal ini khotib yang
berarti telah selesai rangkaian tahapan retorika
mengajak jemaahnya untuk mengamalkan materi
tersebut, sebab masih ada tahapan khotbah kedua
yang telah ia sampaikan.
yang merupakan pembacaan doa. Sebelum khotbah
Retorika yang digunakan oleh pelibat wacana
kedua biasanya memberi jeda sejenak sebagai tanda
dalam peristiwa komunikasi pada umumnya
bahwa akan dimulainya khotbah kedua. Adanya
menggunakan pola retorika yang terstruktur, diawali
khotbah kedua inilah yang merupakan ciri khas
dengan pembukaan (salam pembuka), dilanjutkan
khotbah Jumat yang berbeda dengan khotbah-
inti pembicaraan, kemudian diakhiri dengan
khotbah lainnya. Selanjutnya baru dilanjutkan
penutup. Demikian pula dengan khotbah Jumat yang
dengan salam penutup seperti pada contoh berikut:
memiliki pola struktur retorika yang khas meskipun
[26] Aqullu qolihadza wastagfirullah innaka huwal
pada dasarnya memiliki konsep dasar yang sama
walimanakum fastagfirullah ghofururakhim.
dengan bentuk retorika-retorika yang lain.
Wassalamu’alaikum warakhmatullahi
Salam pembuka yang dilakukan oleh khotib
wabarakatuh.
pada umumnya sama yaitu mengucapkan salam
Konteks adalah aspek-aspek internal teks dan
assalâmu ‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh
segala sesuatu yang secara eksternal tidak hanya
yang dilanjutkan dengan menyapa jemaah salat
melingkupi sebuah teks (Sumarlam, 2008: 14). Hal
Jumat. Yang seringkali berbeda adalah format
ini berarti tidak hanya hal-hal yang berkaitan dengan
pembukaaan yang bervariasi namun strukturnya
aspek kebahasaan saja yang mempengaruhi sebuah
tetap sama yaitu berupa selawat seperti pada
makna tetapi juga aspek nonkebahasaannya.
kutipan khotbah Jumat.
Soeseno Kartomihardjo (1993:26-28) menyatakan
Setelah menyampaikan salam pembuka dan
bahwa terdapat beberapa jenis konteks yaitu
pembukaan, khotib lalu menyampaikan materi
konteks yang berhubungan dengan partisipan;
khotbah Jumat. Dalam khotbah yang dianalisis ini,
tempat dan waktu; saluran yang digunakan; kode
khotib mengangkat tema mengenai amalan-amalan
yang digunakan; bentuk pesan beserta isinya;
yang dapat menjadi dan meningkatkan kebaikan.
peristiwa dengan sifat-sifat yang khusus dan nada
Adapun topik pembicaraannya mengenai pengertian
pembicaraan.
istighfar, istiqomah, dan istikharah yang disertai dengan kutipan-kutipan hadis dan ayat Alquran.
Konteks yang berkaitan dengan partisipan dalam suatu interaksi yang terdiri dari penyapa,
Sesuai dengan tujuan khotbah, yakni mengajak
pesapa, dan pendengar memegang peranan yang
jemaah untuk berbuat baik dan mencegah perbuatan
sangat penting. Dalam hal ini terlihat dengan
buruk, maka retorika penutup merupakan bagian
adanya hubungan antara khotib dan jemaah salat
yang penting dalam sebuah khotbah. Retorika
Jumat. Hubungan ini tentu saja merupakan bahan
ini biasanya berupa pesan, ajakan, dan harapan,
pertimbangan khotib dalam pemilihan bahasa
maupun kesimpulan dari materi khotbah yang telah
agar materi yang disampaikan dapat diterima
diuraikan. Berikut ini adalah retorika penutup dari
dengan baik oleh penyimak khotbah (jemaah salat
seorang khotib untuk mengajak jemaahnya agar
Jumat).
mengamalkan apa yang telah disampaikan khotib
Konteks berhubungan dengan tempat dan
tersebut.
waktu. Pelaksanaan khotbah Jumat pada umumnya
[25] Mungkin itu hanya jadi kajian kecil dari upaya
dilaksanakan di sebuah masjid yang selanjutnya
kita untuk berusaha menyempurnakan agama
akan digunakan untuk melaksanakan ibadah salat
Islam yang kita ikuti ajarannya dan belum juga
Jumat. Mengenai waktu pelaksanaan khotbah
mencapai kesempurnaan karena kemungkinan
selalu dilaksanakan di hari Jumat menjelang
untuk lebih sempurna sesuai apa yang diajarkan
pelaksanaan salat Jumat. Dengan kondisi semacam
dalam Alquran mungkin kita masih jauh. Untuk
ini, pelaksanaan khotbah merupakan kegiatan yang
itu, mudah-mudahan Allah memberi kekuatan
termasuk kegiatan formal. Konteks juga berkaitan
kepada kita untuk menata masa depan dengan
dengan topik. Dengan menggunakan topik tertentu,
442
Kundharu Saddhono & I Dewa Putu Wijana, Wacana Khotbah Jumat di Surakarta: Suatu Kajian Linguistik Kultural
antonim yang digunakan dapat dilihat pada kutipan
menggunakan analogi sederhana untuk membuka
berikut.
pikiran hadirin yang ada. Hal tersebut dapat
[23] Mudah-mudahan yang demikian senantiasa
dilihat pada kalimat pertama yang menggunakan
menjadi sebab menjaga agar kebaikan dari
peristiwa alam sebagai gambaran hidup manusia.
Allah yang telah kita terima dan kita menfaatkan
Kontradiktif peristiwa alam seperti halnya siang
untuk membersihkan diri kita dari kejahatan,
dan malam juga digunakan untuk menggambarkan
dari keburukan sehingga dapat melepaskan kita
kehidupan manusia yang hampir sama dengan
dari belenggu yang dimurkai oleh Allah swt.
kejadian tersebut. Setelah itu, barulah khotib
Ekuivalensi (kesepadanan bentuk) juga
menyampaikan isi materi. Tampak pada kalimat
ditemukan pada teks tersebut. Beberapa temuan
“Pada kesempatan kali ini akan saya sampaikan
itu dapat dilihat pada kutipan berikut:
tiga hal…”. Selanjutnya khotib menyampaikan
[24] Mungkin itu hanya jadi kajian kecil dari upaya
materi dengan penalaran umum khusus. Khotib
kita untuk berusaha menyempurnakan agama
menjabarkan satu per satu inti pembicaraannya
Islam yang kita ikuti ajarannya dan belum juga
dengan dasar-dasar yang ada dalam Alquran dan
mencapai kesempurnaan karena kemungkinan
hadis. Ketiga, Penutup; Pada bagian ini khotib
untuk lebih sempurna sesuai apa yang diajarkan
menarik kesimpulan dan memberikan penguatan
dalam Alquran mungkin kita masih jauh.
agar hadirin mau melaksanakan apa yang telah disampaikan. Keempat, Doa; Pada bagian ini, khotib
Analisis Makrostruktural
tidak mengulangi apa yang telah disampaikan pada
S e c a ra m a k r o s t r u k t u ra l , a n a l i s i s w a c a n a
bagian yang pertama, layaknya khotbah yang ada
menitikberatkan pada garis besar susunan wacana
yaitu khotbah pertama sebagai pemberian materi
itu secara global, untuk memahami teks secara
dan khotbah kedua sebagai penguatan materi
keseluruhan di samping memperhatikan keterkaitan
yang ada pada khotbah pertama. Dalam khotbah
antarepisode, paragraf atau bahkan antarbab juga
ini, khotib menggunakan khotbah kedua untuk
dipertimbangkan pelatarbe-lakangan (background)
membacakan doa. Doa di sini merupakan rangkaian
dan pelatardepanan (foreground) (Djajasudarma,
khotbah yang lazim dilakukan saat salat Jumat.
2009: 4). Pendekatan makrostruktural dapat
Khotbah merupakan salah satu sarana yang
mengikuti struktur tekstual, sistem leksis, dan
digunakan umat Islam yang bertujuan untuk
konteks. Adapun yang dimaksudkan konteks secara
mengajak masyarakat untuk berbuat baik dan
makrostruktural adalah konteks situasi dan konteks
mencegah perbuatan buruk (sarana dakwah). Agar
struktural.
dapat menarik simpati dari jemaah atau orang yang
Dalam analisis ini, tidak akan dibicarakan
menyimak khotbah, diperlukan sebuah keterampilan
terlalu dalam hingga tataran latar belakang, latar
berbicara yang baik. Istilah untuk menarik massa
depan atau bahkan konteks yang diciptakan oleh
malalui keterampilan berbicara dimaknai sebagai
khotib. Hal yang dianalisis hanya berkaitan dengan
retorika. Retorika merupakan seni dalam berbicara.
struktur teks atau alur yang digunakan khotib dalam
Berbicara berarti mengucapkan kata atau kalimat
menyampaikan uraian khotbah. Secara garis besar
kepada seseorang atau sekelompok orang, untuk
alur yang digunakan dalam khotbah tersebut dapat
mencapai tujuan tertentu, misalnya memberi
diuraikan seperti berikut. Pertama, Pembukaan;
informasi atau motivasi. Selaras dengan pendapat
Layaknya penceramah atau khotib yang lain,
tersebut Maidar G. Arsjad dan Mukti US (1988:
dalam khotbah Jumat ini khotib juga menggunakan
7) memberi batasan mengenai retorika yaitu
sapaan dan pembukaan terlebih dahulu dalam
merupakan teori dan praktik kemahiran berbahasa,
menyampaikan materi khotbah. Dalam pembukaan
baik lisan maupun tulis. Retorika bertujuan
ini khotib mengajak para hadirin untuk senantiasa
menerangkan kaidah-kaidah yang menjadi landasan
mensyukuri apa yang telah diberikan oleh Allah swt.
dari menulis dan bertutur untuk mempengaruhi sikap
kepada manusia karena atas karunianya manusia
dan perasaan seseorang. Retorika membicarakan
dapat melakukan segala aktivitasnya. Kedua, Isi atau
prinsip-prinsip yang fundamental untuk menyusun
Pembahasan; Khotib tidak langsung menyam-paikan
sebuah wacana.
apa yang menjadi pokok pembicaraan, akan tetapi
Berdasarkan pendapat ahli di atas maka khotbah
443
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011
Saran untuk khotib adalah berkaitan dengan materi
Thousand Oaks: SAGE Publiser.
khotbah harus disesuaikan dengan keadaan jemaah
Markhamah. 2001. Etnik Cina: Kajian Linguistis
dan lingkungan masjid. Apabila masjid terletak
Kultural. Surakarta: Universitas
di lingkungan pendidikan maka materi khotbah
Muhammadiyah Surakarta Press.
disesuaikan dengan per-masalahan pendidikan.
Ma’ruf, Amir. 1999. “Wacana Khotbah Jumat:
Hal ini berkaitan dengan tujuan utama khotbah
Studi Kasus Empat Masjid di Yogyakarta”.
Jumat, yaitu mengajak jemaah untuk meningkatkan
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
takwa kepada Allah swt.. Bahasa pengantar
(Tesis).
khotbah Jumat juga harus menarik dan mudah dipahami oleh jemaah. Khotbah Jumat merupakan
Moeliono, Anton M. (ed.). 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta:
tuturan lisan sehingga khotib harus pandai
Kementerian Pendidikan Nasional
beretorika agar jemaah tertarik dengan khotbah
Rani, Abdul, Bustanul Arifin, dan Martutik. 2006.
yang disampaikan. Dengan materi khotbah yang
Analisis Wacana: Sebuah Kajian Bahasa
dekat dengan permasalahan jemaah diharapkan
dalam Pemakaian. Malang: Bayumedia
lebih mendekatkan hubungan antara khotib dan jemaah. Adapun saran untuk jemaah adalah selalu memperhatikan materi khotbah karena selain sebagai sebuah ibadah, di dalam khotbah Jumat
Publishing. Sabiq, As. Tt. Fiqhus- Sunnah. Jilid I dan II Jidah; Maktabatul-Khidmatil-Khadisah. Saddhono, Kundharu. 2009. Oreng Madure
banyak hal-hal penting yang disampaikan khotib
dan Wong Solo: Fenomena Integrasi
dan dapat berguna dalam kehidupan.
Linguistik Kultural. Surakarta: Sebelas
Pustaka Acuan
Maret University Press dan Departemen
Alwi, Hasan (ed). 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa
Pendidikan Nasional
Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Baal-Baki, R. 1993. Al-Maurid: Qamus ‘ArabyInjilizi: Darul-‘Ilm lil-malayin. Brown, Gillian dan George Yule. 1996. Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge University Press. Crystal, David. 1987. The Cambridge Encyclopedia
Saddhono, Kundharu. 2011. “Wacana Khotbah Jumat di Kota Surakarta: Sebuah Kajian Sosiopragmatik”. Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (Disertasi) Schiffrin, Deborah. 1984. Approaches to Discourse. Oxford: Blackwell. Subroto, Edi. 2009. Pengantar Metode Penelitian
of Language. Cambridge: Cambridge
Linguistik Struktural. Surakarta: UNS
University Press.
Press.
Djajasudarma, Fatimah. 2009. Wacana:
Sudaryanto. 1995. Linguistik: Identitasnya,
Pemahaman dan Hubungan Antarunsur.
Cara Penanganan Obyeknya, dan Hasil
Bandung: Eresco.
Kajiannya. Yoyakarta: Duta Wacana
Dwiraharjo, Maryono. 2001. Bahasa Jawa Krama. Surakarta: Pustaka Cakra Bekerjasama
University Press. Sutopo, H. B. 1996. Metodologi Penelitian
dengan Yayasan Adikarya IKAPI dan The
Kualitatif: Metodologi Penelitian untuk
Ford Foundation.
Ilmu-ilmu Sosial dan Budaya. Surakarta:
Edmondson, Willis. 1981. Spoken Discourse: A
Universitas Sebelas Maret.
Model for Analysis. London: Longman.
Suwandi, Sarwiji. 2003. “Kohesi dalam Bahasa
Halliday, MAK, Ruqaiya Hasan. 1994. Bahasa,
Indonesia” dalam Linguistik Indonesia.
Konteks, dan Teks. Terjemahan Asrudin
Jakarta: Masyarakat Linguistik Indonesia
Barori Tou. Yogyakarta: Gadjah Mada
Bekerjasama dengan Yayasan Obor
University Press. Harimurti, Kridalaksana. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: P.T. Gramedia. Lindlof, Thomas R. 1994. Qualitative Communication Research Methods.
444
Indonesia. Sumarlam (ed). 2008. Teori dan Praktik Analisis Wacana Cetakan Keempat. Surakarta: Pustaka Cakra. Syam, Yunus Hanis. 2003. Titian Menuju Takwa.
Kundharu Saddhono & I Dewa Putu Wijana, Wacana Khotbah Jumat di Surakarta: Suatu Kajian Linguistik Kultural
suatu interaksi dapat berjalan lancar. Ciri khas
begitu dekat dengan kehidupan dengan penerima
sebuah retorika adalah memiliki pola terstruktur
pesan. Konteks selanjutnya adalah peristiwa yang
dalam penyampaiannya. Demikian halnya dalam
sifat-sifatnya khusus. Khotbah Jumat merupakan
sebuah khotbah, yang memiliki pola penyampaian
sebuah peristiwa yang melibatkan penggunaan
yang terstruktur. Termasuk di dalamnya penentuan
bahasa ketika terjadi proses penyampaian pesan
topik sehingga alur penyampaian khotbah tidak
dari khotib kepada jemaahnya. Khotbah Jumat
tergeser dari kerangka yang telah dirancang
memiliki sifat-sifat khusus dibanding khotbah
sebelumnya. Konteks berikutnya adalah saluran
lainnya yaitu hanya dilaksanakan khusus pada hari
yang digunakan. Khotbah Jumat dilaksanakan
Jumat saja dan pelaksanaannya berlangsung secara
secara tatap muka (face to face) langsung antara
khidmat. Konteks berikutnya nada pembicaraan
khotib dan jemaah salat Jumat yang sifatnya
yang dapat berupa nada pembicaraan serius,
searah. Jadi, tidak ada timbal balik antara khotib
sinis, ajakan, dan lain-lain. Dalam khotbah Jumat
dengan penyimak khotbah Jumat. Hal ini berarti
digunakan nada pembicaraan yang santun, serius,
saluran yang digunakan berupa penyampaian
dan bersifat ajakan. Pertimbangan penggunaan
secara lisan. Konteks selanjutnya adalah kode
nada pembicaraan tersebut tentu saja tidak lepas
yang digunakan. Kegiatan khotbah Jumat yang
dari tujuan utama khotbah yaitu mengajak jemaah
merupakan kegiatan formal, maka penggunaan
berbuat baik dan mencegah perbuatan tercela. Oleh
ragam bahasa yang tepat adalah ragam bahasa baku
karena itu, pemilihan nada pembicaraan dalam
yaitu bahasa Indonesia agar dipahami oleh semua
khotbah harus diperhatikan sungguh-sungguh.
jemaah. Penggunaan ragam bahasa dialek daerah kadangkala membuat jemaah kurang mengerti
Simpulan dan Saran
makna pesan yang disampaikan karena jemaah
Simpulan
bersangkutan tidak paham dengan dialek daerah
Khotbah Jumat merupakan suatu wacana karena
tertentu. Meskipun adakalanya penyisipan ragam
mempunyai syarat sebagai sebuah wacana yang
dialek daerah bisa menjadi salah satu daya tarik
mempunyai struktur dengan diikuti oleh maksud
dalam penyampaian khotbah. Konteks selanjutnya
dan tujuan. Khotbah Jumat juga tersusun atas
terdapat di dalam bentuk pesan beserta isinya.
unsur-unsur bahasa yang mempunyai kohesi
Bagaimana seorang komunikator mampu atau
dan koherensi. Khotbah Jumat termasuk dalam
terampil dalam menyampaikan pesan sehingga
wacana lisan karena tuturan yang disampaikan
dapat diterima dengan baik oleh komunikan.
penutur atau khotib langsung disampaikan tanpa
Contoh nyata dalam kegiatan khotbah adalah
perantara kepada mitra tutur atau jemaah salat
penggunaan bahasa yang sederhana sehingga
Jumat. Oleh karena hal tersebut maka khotbah
mudah diterima oleh penerima khotbah. Dengan
Jumat dapat dikaji secara mikrostruktural maupun
kata lain, melalui penggunaan dialek-dialek daerah
makrostruktural.
pesan yang disampaikan oleh khotib dirasakan oleh
Analisis dari aspek mikrostruktural dapat disimpulkan bahwa yang dianalisis adalah aspek
gramatikal dan aspek leksikal. Dalam aspek gramatikal, khotbah Jumat yang dikaji mempunyai unsur referensi, substitusi, elipsis, dan konjungsi. Adapun dari aspek leksikal, khotbah Jumat mengadung unsur repitisi, sinonimi, hiponimi, antonimi, dan ekuivalensi. Unsur kohesi dan koherensi juga dimiliki khotbah Jumat sebagai sebuah wacana dalam kajian mikrostruktural. Analisis makrostruktural yang berkaitan dengan analisis susunan wacana secara global. Artinya bahwa unsur kultural atau kebudayaan sangat mempengaruhi wacana dalam khotbah Jumat, terutama unsur budaya Jawa karena khotbah Jumat yang dianalisis berlangsung di Kota Surakarta yang mempunyai budaya Jawa sangat dominan. Analisis makrostruktural juga berkaitan dengan konteks yang terdiri dari partisipan, tempat dan waktu, saluran yang digunakan, kode yang digunakan, bentuk pesan beserta isinya, peristiwa dengan sifat, dan nada pembicaraan. Saran
445
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011
Yogyakarta: Cahaya Hikmah. Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa. Kartomihardjo, Soeseno. 1993. “Analisis Wacana dengan Penerapannya pada Beberapa Wacana”. PELBA 6. Jakarta: Lembaga Bahasa Unika Atmajaya.
446