24
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Energi Metabolis Energi metabolis adalah energi yang digunakan untuk metabolisme zat-zat makanan dalam tubuh, satuan energi metabolis yaitu kkal/kg. Penentuan nilai energi metabolis berupa Energi Metabolis yang dikoreksi dengan nitrogen yang diretensi (EMn). Hasil pengukuran energi metabolis ransum yang mengandung tepung buah mengkudu disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Nilai Energi Metabolis Ransum yang Mengandung Tepung Buah Mengkudu pada Puyuh Periode Produksi. Ulangan
Perlakuan R1 R2 R3 ...………….……..kkal/kg……….………….… 3018,38 3062,94 3080,64 2942,33 2977,95 3025,68 2978,11 2988,91 2967,96 3043,06 3101,58 3047,35 2965,47 3042,88 3026,58 2900,12 2972,79 3038,98 3058,61 3008,61 14902,55 15213,54 15245,52 14887,32 2980,51 3042,71 3049,10 2977,46 R0
1 2 3 4 5 Jumlah Rata-rata Keterangan: R0 = Ransum kontrol (0% tepung buah mengkudu). R1 = Ransum mengandung 0,25% tepung buah mengkudu. R2 = Ransum mengandung 0,50% tepung buah mengkudu. R3 = Ransum mengandung 0,75% tepung buah mengkudu.
Rataan nilai energi metabolis ransum yang mengandung tepung buah mengkudu antara 2977,46 kkal/kg sampai dengan 3049,10 kkal/kg. Nilai energi metabolis diperoleh dari puyuh yang tidak mendapatkan perlakuan (R0) yaitu 2980,51 kkal/kg, selanjutnya diikuti puyuh yang mendapatkan perlakuan R1 (0,25% tepung buah mengkudu) yaitu 3042,71 kkal/kg, perlakuan R2 (0,50%
25
tepung buah mengkudu) yaitu 3049,10 kkal/kg, dan perlakuan R3 (0,75% tepung buah mengkudu) yaitu 2977,46 kkal/kg. Guna melihat bagaimana pengaruh perlakuan terhadap nilai energi metabolis dilakukan analisis statistik dengan sidik ragam yang hasilnya pada Lampiran 4. Hasil sidik ragam yang memperlihatkan bahwa energi metabolis menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap energi metabolis akibat pemberian tepung buah mengkudu pada ransum. Hal ini dapat memberikan gambaran bahwa pemberian tepung buah mengkudu menimbulkan respon positif pada puyuh periode produksi terhadap besaran energi yang dimetabolis. Tabel 7. Hasil Uji Duncan Pengaruh Perlakuan Terhadap Energi Metabolis pada Puyuh Periode Produksi. Rataan Energi Metabolis ......kkal/kg...... 2977,46 2980,51 3042,71 3049,10
Perlakuan R3 R0 R1 R2
Signifikansi (0,05) a a b b
Hasil uji duncan (Tabel 7) menunjukkan bahwa perlakuan ransum yang mengandung tepung buah mengkudu 0,25% (R1) memiliki nilai energi metabolis yang optimal pada puyuh periode produksi yaitu 3042,71 kkal/kg sesuai dengan perlakuan ransum yang mengandung tepung buah mengkudu 0,50% (R2). Hal ini dikarenakan bahwa perlakuan R1 dan R2 tidak memberikan perbedaan nyata namun lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan ransum tanpa mengandung tepung buah mengkudu (R0) dan ransum yang mengandung tepung buah mengkudu 0,75% (R3). Buah
mengkudu
mengandung
saponin
yang mampu
meningkatkan
permeabilitas dinding sel usus dan meningkatkan penyerapan nutrisi sehingga konversi pakan yang mengandung tepung buah mengkudu memberikan hasil yang
26
lebih baik dibandingkan ransum kontrol. Bintang dkk. (2008) menyatakan bahwa penggunaan saponin rendah dapat meningkatkan sel antar transportasi nutrisi, tetapi pada tingkat tinggi dapat merusak sel-sel sehingga penggunaan tepung buah mengkudu pada tingkat 0,75% mengalami penurunan. Tepung buah mengkudu juga mengandung antioksidan yaitu selenium yang berfungsi untuk mengaktifkan glutathione peroxidase, yang merupakan salah satu enzim yang paling penting dalam tubuh untuk menetralisir radikal bebas, yang menyerang terutama pada lemak. Selenium yang terkandung dalam buah mengkudu dapat meningkatkan efisiensi energi, tetapi pada penggunaan pada tingkat yang tinggi dapat menurunkan energi aktivasi (Purbayan, 2002; Kusnindar dan Rahmawati, 2003). Menurut Wang dan Su (2001) membuktikan bahwa buah mengkudu sangat potensial untuk mengkambat radikal bebas terutama pada proses metabolis. Perhitungan energi metabolis perlu dikoreksi terhadap jumlah nitrogen yang diretensi karena kemampuan ternak dalam memanfaatkan energi bruto dari protein pakan sangat bervariasi. Perubahan dalam tingkat protein ransum yang diberikan pada unggas dapat menyebabkan perbedaan jumlah protein yang diretensi sehingga menghasilkan perbedaan dalam nilai energi metabolis (McDonald dkk., 2002). Nilai energi metabolis juga dipengaruhi oleh penggunaan asam-asam amino dalam tubuh, misalnya untuk sintesa protein sebagai sumber energi (Tillman, 1998). Tepung buah mengkudu mengandung asam-asam amino lengkap pada puyuh. Bila persediaan asam amino dalam tubuh melebihi kebutuhan maka kelebihannya akan digunakan untuk menghasilkan energi pada puyuh.
27
4.2 Pengaruh Perlakuan Terhadap Retensi Nitrogen Nilai retensi nitrogen adalah selisih antara nitrogen yang dikonsumsi dikurangi dengan nilai nitrogen dalam ekskreta dikali 100%. Retensi nitrogen merupakan salah satu metode untuk menilai kualitas protein ransum dengan mengukur konsumsi nitrogen dan pengeluaran nitrogen dalam feses dan urin sehingga dapat diketahui jumlah nitrogen yang tertinggal dalam tubuh (Farrel, 1974). Hasil pengukuran retensi nitrogen disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai Retensi Nitrogen pada Ransum yang Mengandung Tepung Buah Mengkudu terhadap Puyuh Periode Produksi. Ulangan
Perlakuan R0 R1 R2 R3 ..........…………….……..%……….………….…….... 58,90 41,49 47,76 28,34 43,95 26,84 31,26 48,25 36,80 34,11 57,83 58,44 48,76 37,30 38,85 23,26 32,99 30,71 47,76 48,94 221,41 170,44 223,46 207,24 44,28 34,09 44,69 41,45
1 2 3 4 5 Jumlah Rata-rata Keterangan: R0 = Ransum kontrol (0% tepung buah mengkudu). R1 = Ransum mengandung 0,25% tepung buah mengkudu. R2 = Ransum mengandung 0,50% tepung buah mengkudu. R3 = Ransum mengandung 0,75% tepung buah mengkudu.
Rataan retensi nitrogen akibat pengaruh pemberian tepung buah mengkudu dalam ransum antara 41,45% sampai dengan 44,69%. Nilai retensi nitrogen diperoleh pada puyuh yang mendapatkan perlakuan tanpa pemberian tepung buah mengkudu (R0) yaitu 44,28%. Selanjutnya untuk puyuh yang mendapatkan perlakuan ransum mengandung 0,25% tepung buah mengkudu (R1) yaitu 34,09%, perlakuan ransum yang mengandung 0,50% tepung buah mengkudu (R2) yaitu
28
44,69%, dan perlakuan ransum yang mengandung 0,75% tepung buah mengkudu (R3) yaitu 41,45%.. Untuk melihat bagaimana pengaruh perlakuan terhadap nilai retensi nitrogen dilakukan analisis statistik dengan sidik ragam yang hasilnya dilampirkan pada Lampiran 5. Hasil sidik ragam yang memperlihatkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap retensi nitrogen pada puyuh periode produksi. Tidak adanya perbedaan yang nyata antara ransum penelitian menunjukkan bahwa kualitas protein ransum tidak berbeda. Komposisi pakan dalam ransum dari keempat ransum penelitian sama sehingga sumbangan protein dalam ransum dengan keseimbangan asam amino yang sama menyebabkan tidak banyak protein yang dirombak menjadi energi sehingga tidak berpengaruh terhadap nilai retensi nitrogen. Menurut Wahyu (1997) protein yang diretensi oleh unggas adalah 67% dari protein yang dikonsumsi. Bila dibandingkan dengan pendapat Wahyu (1997), nilai retensi nitrogen pada penelitian ini lebih rendah. Retensi nitrogen yang menurun dengan adanya peningkatan protein dalam ransum dikarenakan sebagian protein digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi (Scott dkk., 1982) Nitrogen yang terdapat pada tubuh puyuh dipertahankan untuk kebutuhan energi. Tepung buah mengkudu dapat mempengaruhi pH saluran pencernaan kearah yang bersifat asam, dengan adanya zat antioksidan yaitu antraquinone yang merupakan material asam. Dinyatakan oleh Waspodo dan Nishigaki (2004), buah mengkudu menghasilkan asam lemak rantai pendek terutama asam kaproat (caproic acid), asam kaprilat (caprylic acid) dan asam butirat. Hal ini dapat disebabkan dalam suasana asam, enzim pemecah protein seperti yang ada pada
29
proventriculus (pepsin) tidak bekerja secara optimal sehingga protein ransum tidak diserap oleh tubuh puyuh. Tepung buah mengkudu juga mempunyai kandungan asam amino lengkap tetapi mempunyai metionin dan lisin rendah. Terutama metionin, kebutuhan akan asam amino ini sangat dipengaruhi kadar protein makanan. Kualitas protein sangat ditentukan oleh keseimbangan asam amino ransum (Anggrodi, 1985, dan Wahju, 1997). Defisiensi satu asam amino dalam ransum akan menurunkan nilai retensi protein. Keseimbangan asam amino dalam ransum sangat penting untuk mendapatkan nilai hayati yang diharapkan. Nilai gizi protein dilihat dari segi nilai hayati dengan persentase dari nitrogen yang dicerna dan diabsorpsi, yang diretensi (disimpan dalam tubuh) dan tidak dikeluarkan dalam urine. Menurut Mc Donald (1977), bahwa retensi nitrogen tergantung pada kandungan protein dalam ransum. Nitrogen yang diretensi ini menggambarkan efisiensi penggunaan protein pada puyuh.