FACTORS RELATED TO THE USE PRACTICES ON EMPLOYEES 'PERSONAL PROTECTIVE EQUIPMENT PRODUCTION AREA METAL FORMING PART PT. DIRGANTARA INDONESIA, INDONESIAN AEROSPACE (IAE) BANDUNG ENUNG NURAJID1) YULDAN FATURAHMAN2) ANDIK SETIYONO3) Students of the Faculty of Occupational Safety and Health Specialisation Siliwangi University (
[email protected]) 1) Supervisor Occupational Safety and Health Division of the Faculty of Health Sciences University of Siliwangi (faturahmany @ yahoo, co.id) 2) (
[email protected]) 3) Use of Personal Protective Equipment (PPE) is the final stage of the method of control accidents and occupational diseases. The use of PPE will be very important if the technical and administrative controls have been carried out to the maximum, but the potential risk is still relatively high. The amount of benefits from the use of personal protective equipment (PPE) is on the job does not guarantee that all workers will wear it because there are still many workers who do not use it. The purpose of this study was to determine the factors associated with the practice of the use of personal protective equipment (PPE) in the working area of the production of metal parts forming PT. Indonesian Aerospace, Indonesian Aerospace (IAE) Bandung including predisposing factors, namely knowledge, training and support that is driving that oversight and policy. The research is a cross sectional survey. A sample of 53 people with a total sampling of a population of 53 people. The data was collected using a questionnaire. Based on Chi-square test showed that there was no significant relationship between the variables of knowledge, training (p = 0.148), with the supervision of PPE use, and there is a significant relationship between policy variables (p = 0.005) with the use of PPE. It is suggested to improve the management of knowledge workers in terms of the use of PPE, management training and technical guidance either periodically or on a regular basis. To the management department K3LH can always provide the direction and supervision of the workers to be always obedient use of PPE at work.
Keywords: Predisposition, Support, Pusher, prenggunaan APD
Bibliography: 14 (1996-2014)
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTIK PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI PADA PEKERJA AREA PRODUKSI BAGIAN METAL FORMING PT. DIRGANTARA INDONESIA, INDONESIA AEROSPACE (IAe) BANDUNG ENUNG NURAJID1) YULDAN FATURAHMAN2) ANDIK SETIYONO3) Mahasiswa Fakultas Ilmu Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Universitas siliwangi (
[email protected])1) Dosen Pembimbing Bagian Kesehatan dan keselamatan Kerja Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi (faturahmany@yahoo,co.id)2) (
[email protected])3) Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan tahap akhir dari metode pengendalian kecelakaan maupun penyakit akibat kerja. Penggunaan APD akan menjadi sangat penting apabila pengendalian secara teknis dan administratif telah dilakukan secara maksimal namun potensi risiko masih tergolong tinggi. Besarnya manfaat dari penggunaan alat pelindung diri (APD) ini pada saat bekerja tidak menjamin semua pekerja akan memakainya karena ternyata masih banyak juga pekerja yang tidak menggunakannya. Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan praktik penggunaan alat pelindung diri (APD) pada pekerja area produksi bagian metal forming PT. Dirgantara Indonesia, Indonesia Aerospace (IAe) Bandung diantaranya faktor predisposisi yaitu pengetahuan, pendukung yaitu pelatihan dan pendorong yaitu pengawasan dan kebijakan. Jenis penelitian ini adalah survei dengan pendekatan Cross Sectional. Sampel sebanyak 53 orang dengan menggunakan total sampling dari populasi 53 orang. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Berdasarkan uji Chi-square menunjukan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara variabel pengetahuan, pelatihan (p=0,148), pengawasan dengan penggunaan APD, dan ada hubungan bermakna antara variabel kebijakan (p=0,005) dengan penggunaan APD. Disarankan kepada pihak manajemen meningkatkan pengetahuan pekerja dalam hal penggunaan APD, pihak manajemen melakukan pelatihan dan bimbingan teknis baik secara berkala maupun secara rutin. Kepada pihak manajemen departemen K3LH dapat selalu memberi pengarahan dan pengawasan terhadap pekerja agar selalu patuh menggunakan APD pada saat bekerja. Kata Kunci
: Predisposisi, Pendukung, Pendorong, prenggunaan APD
Kepustakaan : 14 (1996-2014)
PENDAHULUAN Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat dan bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas (Kusuma, 2007). Penggunaan teknologi disamping memberikan dampak positif, tidak jarang mengakibatkan pengaruh buruk terutama apabila tidak dikelola dengan baik. Berbagai sumber bahaya di tempat kerja baik dari faktor fisik, kimia, biologi, mesin, peralatan kerja dan perilaku manusia merupakan faktor risiko yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Penerapan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) mengupayakan agar risiko kecelakaan kerja dapat diminimalisasi melalui teknologi pengendalian terhadap lingkungan atau tempat kerja serta upaya mencegah dan melindungi tenaga kerja agar terhindar dari dampak negatif dalam melaksanakan pekerjaan (Budiono, 2005). Kecelakaan kerja dapat terjadi karena disebabkan beberapa faktor antara lain adanya faktor teknologi, manajemen dan manusia. Faktor teknologi terkait dengan kemampuan dari suatu peralatan atau mesin. Faktor manajemen yaitu berupa komitmen, kebijakan, pengawasan dan prosedur kerja mengenai pelaksanaan K3. Faktor manusia yaitu perilaku atau kebiasaan kerja yang tidak aman. Menurut teori Lawrence Green (1980) menyatakan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behaviorcauses) dan faktor di luar perilaku (non behavior causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu : a. Faktor predisposisi (predisposing factors), yang mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya. b. Faktor pendukung (enabling factors), yang mencakup lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana keselamatan kerja, misalnya ketersediaan alat pelindung diri (APD), pelatihan, dan sebagainya.
c. Faktor pendorong (reinforcing factors), faktor-faktor ini meliputi undang-undang, peraturan-peraturan, kebijakan, pengawasan dan sebagainya. PT. Dirgantara Indonesia adalah perusahaan satu-satunya yang bergerak di industri pesawat terbang dan merupakan industri pesawat terbang pertama yang ada di Asia Tenggara. Industri pembuatan pesawat terbang sangat identik dengan penggunaan alat berat dan mesin-mesin. Terlepas dari pengerjaan dengan tangan, untuk mendapat bentuk yang pas dan sesuai. Salah satu yang dikerjakan oleh tangan adalah penyesuaian ukuran bentuk logam dan pembentukan bahan lainnya. Pekerjaan ini tidak lepas dari pekerjaan yang menggunakan alat dan mengakibatkan kecelakaan akibat kerja, diantaranya: pemukulan menggunakan palu, pemotongan menggunakan gergaji, penggunaan gurinda, penggantian alat mesin. Metal forming adalah bagian pembuatan komponen pesawat dengan bahan baku lembaran logam atau pipa menggunakan proses rubber press, folding, bonding stretch forming. Kejadian kecelakaan kerja di bagian produksi khususnya bagian metal forming sangat rentan terjadi, pada awal tahun 2014 bulan Januari ada 2 kasus kecelakaan kerja, pada bulan Februari ada 6 kasus kecelakaan kerja, sedangkan pada bulan Maret ada 4 kasus kecelakaan kerja, diantaranya kaki tertimpa bahan, tangan tergores pisau, terpukul palu, terkena gurinda. Pihak perusahaan sendiri telah menyediakan alat pelindung diri (APD) diantaranya, helmet, sarung tangan, ear flug, sepatu safety, dan pada saat proses produksi berlangsung kurang lebih 70% karyawan tidak menggunakan APD. Keefektifan penggunaan alat pelindung diri adalah terbentur dari para tenaga kerja sendiri. Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku pekerja sehingga tidak menggunakan alat pelindung diri yang telah disediakan oleh perusahaan antara lain APD dapat menyebabkan ketidaknyamanan yang berakibat penurunan performa kerja. Menggunakan APD pada waktu bekerja maka kemungkinan untuk terjadi kecelakaan menjadi kecil, oleh karena itu APD harus diperhatikan oleh semuanya baik oleh pekerja maupun oleh perusahaan. Keadaan inilah yang menjadi latar belakang peneliti dalam mengambil topik mengenai “faktor-faktor yang berhubungan dengan praktik penggunaan alat pelindung diri (APD) pada pekerja area produksi bagian metal forming PT. Dirgantara Indonesia, Indonesia Aerospace (IAe) Bandung”
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan praktik penggunaan alat pelindung diri (APD) pada pekerja area produksi bagian metal forming PT. Dirgantara Indonesia, Indonesia Aerospace (IAe) Bandung. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu desain Cross Sectional, dengan melakukan wawancara dan melihat secara langsung dilapangan. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah semua pekerja di bagian metal forming PT. Dirgantara dengan menggunakan teknik total sampling sebanyak 53 orang. Hasil pengumpulan data melalui wawancara dan observasi dengan responden menggunakan lembar kuesioner. Analisis data menggunakan uji chi-square dengan tingkat kemaknaan 0,05. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Gambaran Umum Hasil Penelitian PT Dirgantara Indonesia (persero) atau dalam bahasa Inggris Indonesian Aerospace (IAe). PT Dirgantara Indonesia berdiri pada tanggal 28 April 1976, berdasarkan akta notaris no 15 di Jakarta. PT Dirgantara Indonesia yang sebelumnya bernama PT IPTN (Industri Pesawat Terbang Negara), pada saat itu Prof.Dr.Ing.B.J Habibie dipercaya untuk menghimpun segala potensi yang ada dan memanfaatkan segala fasilitas yang tersedia guna mengembangkan industri pesawat terbang Indonesia. Program pertama PT IPTN adalah memproduksi helikopter NBO-105 dibawah lisensi dari Messersmith Bolkow Blohm (MBB) Jerman Barat dan pesawat sayap tetap NC-212 dibawah lisensi Constructionses Aeronauticas SA (CASA) Spanyol. Kontrak perjanjian untuk memproduksi pesawat helikopter Super Puma, pada tanggal 30 September 1983 meresmikan pemunculan perdana pesawat sayap tetap CN-235 dan kini sudah diproduksi di PT Dirgantara Indonesia dan menjadi kebanggaan bangsa Indonesia.
b. Gambaran Khusus Hasil Penelitian 1) Pengetahuan
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan Alat Pelindung Diri di Bagian Metal Forming PT. Dirgantara Indonesia Bandung Frekuensi No
Kategori Pengetahuan
N
%
1
Baik
52
98,1
2
Kurang Baik
1
1,9
53
100
Total
Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa pengetahuan responden tentang penggunaan alat pelindung diri baik sebanyak 52 responden (98,1%), sedangkan kurang baik 1 responden (1,9%). 2) Pelatihan Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Kategori Pelatihan Praktik Penggunaan Alat Pelindung Diri di Bagian Metal Forming PT. Dirgantara Indonesia Bandung Frekuensi No
Kategori Pelatihan
1 2
Pernah
N 40
% 75.5
Tidak Pernah
13
24.5
Total
53
100
Berdasarkan tabel 4.9 diketahui bahwa pelatihan penggunaan alat pelindung diri dengan kategori pernah sebanyak 40 responden (75.5%), kategori tidak pernah sebanyak 13 responden (24.5%).
3) Pengawasan Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Kategori Pengawasan Praktik Penggunaan Alat Pelindung Diri di Bagian Metal Forming PT. Dirgantara Indonesia Bandung Frekuensi No
Kategori Pengawasan
1 2
Ada
N 42
% 79.2
Tidak Ada
11
20.8
53
100
Total
Berdasarkan tabel 4.11 diketahui bahwa pengawasan tentang praktik penggunaan alat pelindung diri dengan kategori ada sebanyak 42 responden (79.2%), kategori tidak ada 11 responden (20.8%). 4) Kebijakan Tabel 4.13 Distribusi Frekensi Kategori Kebijakan Praktik Penggunaan Alat Pelindung Diri di Bagian Metal Forming PT. Dirgantara Indonesia Bandung Frekuensi No
Kategori Kebijakan
1 2
Ada
N 29
% 54.7
Tidak Ada
24
45.3
53
100
Total
Berdasarka tabel 4.13 diketahui bahwa kebijakan tentang praktik penggunaan alat pelindung diri dengan kategori ada sebanyak 29 responden (54.7%), sedangkan kategori tidak ada sebanyak 24 responden (54.3%).
5) Penggunaan Alat Pelindung Diri Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Kategori Praktik Penggunaan Alat Pelindung Diri di Bagian Metal Forming PT. Dirgantara Indonesia Bandung Frekuensi
1
Kategori Praktik Penggunaan APD Lengkap
N 13
% 24.5
2
Tidak Lengkap
40
75.5
Total
53
100
No
Berdasarkan tabel 4.14 diketahui bahwa praktik penggunaan alat pelindung diri dengan kategori lengkap sebanyak 13 responden (24.4%), sedangkan kategori tidak lengkap sebanyak 40 responden (75.5%). Analisis Bivariat a. Predisposisi 1) Hubungan Pengetahuan dengan Praktek Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Tabel 4.11 Hubungan Pengetahuan dengan Praktek Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Pekerja di Bagian Metal Forming PT. Dirgantara Indonesia Bandung Kategori Pengetahuan Kurang Baik Baik Total
Penggunaan APD Tidak Lengkap Lengkap N % N % 1 100 0 0 39 75,0 13 25,0 40 75,5 13 24,5
Total N
%
1 52 53
100 100 100
Berdasarkan tabel 4.11 menunjukan hasil penelitian bahwa responden dengan kategori pengetahuan kurang baik dan penggunaan APD yang tidak lengkap sebanyak 1 orang, kategori pengetahuan baik sengan penggunaan APD tidak lengkap sebanyak 39 orang, kategori pengetahuan baik dengan penggunaan APD yang lengkap sebanyak 13
orang, kategori kurang baik dengan penggunan APD yang lengkap sebanyak 0. b. Pendukung 2) Hubungan Pelatihan dengan Praktek Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Tabel 4.12 Hubungan Pelatihan dengan Praktek Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Pekerja di Bagian Metal Forming PT. Dirgantara Indonesia Bandung Kategori Pelatihan Tidak pernah Pernah Total
Penggunaan APD Tidak Lengkap Lengkap N % N % 12 92.3 1 7.7% 28 70.0% 12 30.0% 40 75.5% 13 24.55
Total N
%
13 40 53
100% 100% 100%
P Value 0,148
Berdasarkan tabel 4.12 menunjukan hasil penelitian bahwa yang paling banyak kategori pernah, dari kategori pelatihan tidak pernah yang tidak lengkap menggunakan APD pada saat bekerja sebanyak (92.3%), berbeda dengan kategori pelatihan pernah yang lengkap menggunakan APD pada saat bekerja sebanyak (30.0%). Berdasarkan uji statistik Chi-Square diperoleh nilai p=0,148 (p value lebih dari 0.05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara Pelatihan dengan penggunaan APD. c. Pendorong 3) Hubungan Pengawasan dengan Praktik Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Tabel 4.13 Hubungan Pengawasan dengan Praktik Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Pekerja di Bagian Metal Forming PT. Dirgantara Indonesia Bandung Kategori Pengawasan Tidak Ada
Penggunaan APD Tidak Lengkap Lengkap N % N % 11 100 0 0
Total N
%
11
100
Ada Total
29 40
69.0 75.5
13 13
31.0 24.5
42 53
100 100
Berdasarkan tabel 4.13, menunjukan hasil penelitian bahwa kategori tidak ada pengawasan dengan penggunaan APD yang tidak lengkap sebanyak 11 orang, kategori tidak ada pengawasan dengan penggunaan APD yang lengkap sebanyak 0, kategori ada pengawasan dengan pemakaian APD tidak lengkap sebanyak 29 orang, kategori ada pengawasan dengan kategori pemakaian APD yang lengkap sebanyak 13 0rang. 4) Hubungan Kebijakan dengan Praktik Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Tabel 4.14 Hubungan Kebijakan dengan Praktik Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Pekerja di Bagian Metal Forming PT. Dirgantara Indonesia Bandung Kategori Kebijakan Tidak Ada Ada Total
Penggunaan APD Tidak Lengkap Lengkap N % N % 23 95.8 1 4.2 17 58.6 12 41.4 40 75.5 13 24.5
Total N
%
24 29 53
100 100 100
P Value 0,005
Berdasarkan tabel 4.14 menunjukan hasil penelitian bahwa yang paling banyak kategori kebijakan tidak ada, dari kategori kebijakan tidak ada yang tidak lengkap menggunakan APD pada saat bekerja sebanyak (95.8%), sedangkan kategori kebijakan ada yang lengkap menggunakan APD pada saat bekerja sebanyak (41,4%). Berdasarkan hasil uji statistik Chi-Square diperoleh nilai p=0,005 (p value kurang dari 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara kebijakan dengan penggunaan APD. Nilai
OR=16,235 berarti responden dengan kebijakan ada memiliki peluang 16,235 kali untuk penggunaan APD lengkap dibandingkan dengan responden dengan kebijakan tidak ada. PENUTUP Simpulan 1. Faktor Predisposisi a. Pengetahuan responden sebagian besar berkategori baik sebanyak 52 responden (98,1%). 2. Faktor Pendukung a. Responden yang pernah mengikuti pelatihan sebagian besar berkategori pernah sebanyak 40 responden (75.5%). 3. Faktor Pendorong a. Kategori pengawasan responden sebagian besar berkategori ada sebanyak 42 responden (79.2%). b. Kategori kebijakan responden sebagian besar berkategori ada sebanyak 29 responden (54.7%). 4. Penggunaan APD diketahui kategori lengkap sebanyak 13 responden (24.4%), sedangkan kategori tidak lengkap sebanyak 40 responden (75.5%). 5. Pada Uji hubungan diketahi : a. Variabel pengetahuan hasil penelitian menunjukan bahwa responden dengan kategori pengetahuan kurang baik dan penggunaan APD yang tidak lengkap sebanyak 1 orang, kategori pengetahuan baik sengan penggunaan APD tidak lengkap sebanyak 39 orang, kategori pengetahuan baik dengan penggunaan APD yang lengkap sebanyak 13 orang, kategori kurang baik dengan penggunan APD yang lengkap sebanyak 0 b. Variabel pelatihan dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara Pelatihan dengan penggunaan APD. c. Variabel pengawasan menunjukan hasil penelitian bahwa kategori tidak ada pengawasan dengan penggunaan APD yang tidak lengkap sebanyak 11 orang, kategori tidak ada pengawasan dengan penggunaan APD yang lengkap sebanyak 0, kategori ada pengawasan dengan pemakaian APD tidak lengkap
sebanyak 29 orang, kategori ada pengawasan dengan kategori pemakaian APD yang lengkap sebanyak 13 0rang. d. Variabel kebijakan terdapat hubungan bermakna antara kebijakan dengan
penggunaan APD. Saran 1. Meningkatkan pengetahuan pekerja dalam hal penggunaan APD, pihak manajemen melakukan pelatihan dan bimbingan teknis baik secara berkala maupun secara rutin. 2. Kepada pihak manajemen departemen K3LH dapat selalu memberi pengarahan dan pengawasan terhadap pekerja agar selalu patuh menggunakan APD pada saat bekerja. 3. Sebaiknya sesama pekerja dibagian metal forming, harus saling mengingatkan
kepada temannya untuk menggunakan APD pada saat bekerja berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA Admin. 2009. K3 : Definisi, Indikator Penyebab dan Tujuan Penerapan Kesehatan dan Keselamatan
Kerja,
http://www.Jurnal-
sdm.blogspot.com/2009/10/kesehatan-dan-keselamatan-kerja-k3.html. (diakses pada tangal 15 juli 2014). Adhitya. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Masker pada Pekerja Bagian Pengamplasan di Perusahaan Meubel CV Permata 7 Wonogiri, 2007,
skripsi
Universitas
Negeri
Semarang,
http://www.kesimpulan.com/2007/04/alat-pelindung-diri-masker.html, akses 15 juli 2014. Arianto., Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri di Areal Pertambangan PT. ANTAM Tbk, Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor Kabupaten BogorTahun, 2010, skripsi, Universitas Islam Negeri syarif Hidayatullah Jakarta. Asih, Astining., Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemakaian Alat Pelindung Telinga (Ear Flug) pada Tenaga Kerja bagian Produksi Divisi PM 6 PT. PURA Barutama Kudus, 2005, skripsi, Universitas Negeri Semarang, http://www.digilib,unnes.ac.id/gdsl/collect/skripsi/archives/HASH011c/a1b 05e54.dir/doc.pdf, akses 15 Juli 2014. Budiono, S., Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Edisi revisi, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2003. Handayati, Mira., Faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada pekerja di divisi spinningn PT. Indorama Synthetics Tbk. Purwakarta, 2013, skripis, Universitas Siliwangi. Harianto., Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Helm Standar Nasional (SNI) oleh Pengendara Speda Motor sebagai Alat Pelindung Keselamatan
Berkendara,
2010,
skripsi,
Universitas
Diponegoro,
http://www.fkm.undip.ac.id/data/index.php?action=4&1dx=4001, akses 16 Juli 2014.
Kusuma, Hendra., Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Praktik Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) pada Radiografer di Instalasi Radiololi 4 Rumah Sakit di Kota Semarang, 2004, skripsi, universitas Muhammadiyah Semarang. Linggasari, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku terhadap Penggunaan Alat Pelindung Diri di Departmen Engineering PT. Indah Kiat Plup dan Paper Tbk
Tangerang,
2008,
skripsi
Universitas
Indonseia,
http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detailes.jsp?id=122941&loka si=lokal, akses 16 juli 2014. Mulyati, Sri., Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kelengkapan Pemerikasaan Kehamilan oleh Ibu Hamil di Wilayah Puskesmas Cihideung Tasikmalaya, 2007, skripsi, Universitas Siliwangi. Notoatmodjo, Soekidjo., Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, Rineka Cipta, Jakarta, 2007. Notoatmodjo, Soekidjo., Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 2003. Purwanto, Eko., Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Perawat dalam Penggunaan APD dasar (handscoon dan masker) di RS. GRHA Husada Gresik,
2011,
skripsi,
Universitas
http://ippmunigresblog.files.wordpress.com/2013/06/jurnal.pdf,
Gresik, akses
16
Juli 2014. Suma’mur, Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja, Penerbit PT. Gunung Agung, Jakarta, 1996.