MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI MENGGUNAKAN SIMULASI KOMPUTER INTERAKTIF UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP RANGKAIAN LISTRIK ARUS SEARAH DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS Supriyatman, M.Pd Mahasiswa S3 Prodi Pend. IPA UPI Bandung NIM: 1104071 e-mail:
[email protected] Abstract To enhance concept mastery and to improve the science process skill, an inquiry instructional model using interactive computer simulation of direct current circuit is applied. This research is quasi-experiment design method with subjects or sample, one Program Study of the University in Palu, Sulawesi Tengah. Research data were collected by using a concept mastery pretest and posttest, a science process skill pretest and posttest, and a questionnaire. Data analysis was conducted by using t-test and normalized gain scores. Results of this research show that: The inquiry instruction model using interactive computer simulation is useful, effective to enhance the physics concept mastery and to improve the science process skill of students. Keywords: inquiry instruction model, interactive computer simulation, direct current circuit, concept mastery, science process skill.
1. Pendahuluan Dua aspek penting dari pembelajaran sains adalah proses sains dan produk sains. Proses sains berarti eksperimen yang menurut Sund (dalam Sumaji, dkk, 1996) meliputi penemuan masalah dan perumusannya, hipotesis, merancang percobaan, melakukan pengukuran, menganalisis data dan menarik kesimpulan. Sedangkan produk sains meliputi bangunan sistematis pengetahuan sebagai hasil dari proses yang dilakukan oleh para saintis. Pendidikan sains diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Oleh karena itu, pendekatan yang diterapkan dalam menyajikan pembelajaran sains adalah memadukan antara pengalaman proses sains dan pemahaman produk sains dalam bentuk pengalaman langsung (Depdiknas, 2005). Pengalaman langsung dimaksud dapat berupa kegiatan 1
1
laboratorium maupun kegiatan lapangan. Menurut Mulyani (2005) (dalam Pulaila. A, 2007) keuntungan psikologis belajar melalui kegiatan laboratorium adalah memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat objektif, realistis dan menghilangkan verbalisme. Nasution, S (1996) (dalam Pulaila. A, 2007), manfaat dari kegiatan laboratorium adalah menambah minat dan aktivitas belajar serta memberikan pemahaman yang lebih tepat dan jelas. Adapun kelemahan pembelajaran melalui kegiatan laboratorium antara lain secara teknis memerlukan waktu yang lebih lama dalam kegiatan eksperimen. Namun demikian pembelajaran fisika tidak mungkin lepas dari kegiatan laboratorium. Oleh karena itu kemampuan guru, terutama Guru Fisika, dalam menerapkan proses pembelajaran fisika di laboratorium sangat diperlukan. Penyampaian konsep-konsep fisika yang bersifat abstrak sangat sulit divisualisasikan dalam bentuk verbal, tidak terkecuali di tingkat perguruan tinggi, seperti pada konsep rangkaian listrik arus searah. Pada konsep ini, banyak mahasiswa yang mengalami miskonsepsi mengenai aliran elektron dalam suatu rangkaian tertutup (loop) sederhana, dan pengaruh nyala lampu atau resistor terhadap aliran elektron (arus listrik) (Engelhardt dan Beichner, 2003). Sementara pembelajaran yang dilakukan oleh dosen umumnya menggunakan pendekatan presentasi, dan kegiatan eksperimen dilakukan secara tradisional. Salah satu model pembelajaran yang memadukan antara proses sains dan produk sains adalah model pembelajaran inkuiri (Sund dan Trowbridge dalam Sumaji. dkk, 1998). Pembelajaran ini mengintegrasikan pembelajaran sains dengan pengalaman kegiatan laboratorium dalam memahami konsep-konsep. Menurut John W McBride, dkk (2004) menjelaskan bahwa dengan menggunakan pengajaran inkuiri dapat membantu mahasiswa meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains. Kemajuan bidang komputer sangat membantu dunia pendidikan sebagai media belajar. Media ini disamping dapat menampilkan program-program pembelajaran berbasis komputer tentang penyampaian materi (berbentuk presentasi, slide, atau sejenisnya) juga dapat menampilkan sebuah perangkat laboratorium virtual. Kelebihan dari perangkat laboratorium virtual atau simulasi 2
2
komputer interaktif ini dapat menampilkan konsep-konsep abstrak yang tidak bisa ditampilkan pada alat-alat laboratorium nyata (real equipment). Di samping dapat memvisualisasi konsep abstrak, penggunaan simulasi komputer juga dapat mempersingkat waktu praktikum. Dalam penguasaan konsep, mahasiswa dapat membuat ramalan, penjelasan dan pemahaman konsep lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa yang praktikum menggunakan alat nyata (real equipment) (Zacharia, Z. dan Anderson, R.O, 2003). Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK) sebagai penghasil tenaga kependidikan, sangat berperan penting dalam menciptakan guru yang berkualitas. Sementara itu hasil observasi dan wawancara terhadap dosen pengampu matakuliah fisika dasar II pada salah satu perguruan tinggi negeri di kota Palu diperoleh bahwa penguasaan konsep mahasiswa rata-rata dibawah 60% dan keterampilan proses sains tidak pernah dievaluasi. Namun demikian komitmen lembaga dalam memperbaiki kualitas pembelajaran sangat besar dengan dibuatnya ruang khusus untuk pembelajaran yang berbasis multimedia dan juga pembenahan alat-alat praktikum fisika. Pengalaman-pengalaman belajar yang baik selama menempuh pendidikan akan diterapkan kepada peserta didiknya. Disamping itu proses pembelajaran di LPTK diharapkan dapat meningkatkan keterampilan proses mahasiswa calon guru, terutama pendidikan fisika, sebagai bekal dalam menumbuhkan nilai dan sikap ilmiah. Dalam artikel ini dipaparkan hasil studi eksperimen tentang penggunaan model pembelajaran inkuiri menggunakan simulasi komputer interaktif dalam meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains mahasiswa calon guru. Studi eksperimen dilakukan pada salah satu perguruan tinggi di Provinsi Sulawesi Tengah dengan mengambil materi bahasan rangkaian listrik arus searah. Sebagai pembanding digunakan model pembelajaran inkuiri menggunakan alat nyata (real equipment). 2. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen. Desain penelitian digunakan adalah The Randommized Control-Group Pretest-Posttest Control Group Design (Fraenkel, 1993). Dengan menggunakan desain ini, terlebih dahulu 3
3
dipilih secara acak satu kelas untuk kelompok eksperimen dan satu kelas untuk kelompok kontrol. Selanjutnya kedua kelompok mahasiswa ini diberi tes awal untuk mengetahui kemampuan awal mereka tentang penguasaan konsep dan keterampilan proses sains pada materi yang akan dipelajari. Setelah itu kedua kelompok diberi perlakuan berupa model pembelajaran inkuiri, kelompok eksperimen menggunakan simulasi komputer interaktif, sedangkan kelompok kontrol menggunakan alat nyata (real equipment). Subyek penelitian ini adalah mahasiswa semester II Prodi Pendidikan Fisika salah satu perguruan tinggi di Provinsi Sulawesi Tengah, dengan jumlah sampel 50 mahasiswa yang terbagi dalam dua kelompok yaitu 25 mahasiswa kelompok
eksperimen
dan
25
mahasiswa
kelompok
kontrol.
Untuk
mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini digunakan instrumen penelitian berupa tes konseptual rangkaian listrik arus searah dalam bentuk tes obyektif dan tes keterampilan proses sains. Keunggulan penggunaan model dalam meningkatkan penguasaan konsep ditinjau berdasarkan perbandingan nilai gain yang dinormalisasi (N-gain), antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Gain yang dinormalisasi (N-gain) dapat dihitung dengan persamaan: (Hake, 1999) g=
S post − S pre S maks − S pre
... 1)
Disini dijelaskan bahwa g adalah gain yang dinormalisasi (N-gain) dari kedua pendekatan, Smaks adalah skor maksimum (ideal) dari tes awal dan tes akhir, Spost adalah skor tes akhir, sedangkan Spre adalah skor tes awal. Tinggi rendahnya gain yang dinormalisasi (N-gain) dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) jika g ≥ 0,7, maka N-gain yang dihasilkan dalam kategori tinggi, (2) jika 0,7 > g ≥ 0,3, maka N-gain yang dihasilkan dalam kategori sedang, dan (3) jika g < 0,3, maka N-gain yang dihasilkan dalam kategori rendah. 3. Hasil Penelitian dan Pembahasan
4
4
Gambar 1. menunjukkan diagram persentase skor rerata tes awal, tes akhir, dan N-gain penguasaan konsep rangkaian listrik arus searah kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Gambar 1. Perbandingan Skor Rerata Tes Awal, Tes Akhir, dan N-gain Penguasaan Konsep untuk Kedua Kelompok Kedua kelompok terlihat mempunyai rerata skor tes penguasaan konsep awal yang hampir sama. Hal ini menunjukkan bahwa kedua kelompok mempunyai kemampuan yang sama dalam konsep rangkaian listrik arus searah. Setelah mendapat perlakuan, kedua kelompok mempunyai peningkatan (N-gain) penguasaan konsep yang berbeda. Kelompok eksperimen mempunyai rerata Ngain sebesar 40,1% dan kelompok kontrol sebesar 22,2%. Perbedaan rerata Ngain ini berbeda secara signifikan pada taraf signifikansi 0,05. Jadi model pembelajaran inkuiri menggunakan simulasi komputer interaktif dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep rangkaian listrik arus searah mahasiswa calon guru. Gambar 2. menunjukkan perbedaan tes awal, tes akhir dan N-gain penguasaan konsep mahasiswa calon guru kelompok eksperimen dan kelompok kontrol terhadap subkonsep yang ada pada pembelajaran rangkaian listrik arus searah. Peningkatan terbesar untuk kelompok eksperimen terutama pada subkonsep arus listrik, yaitu sebesar 59,5% sedangkan untuk kelompok kontrol pada subkonsep alat ukur listrik yaitu sebesar 32,4%. Perbedaan ini karena kelompok
eksperimen
yang
menggunakan
simulasi
komputer
dalam
penyelidikannya (berinkuiri) dapat melihat simulasi gerak elektron sedangkan 5
5
untuk kelompok kontrol yang menggunakan alat nyata (real equipment) tidak dapat melihat pergerakan elektron.
Keterangan:
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Arus listrik Resistansi dan hukum Ohm Energi dan daya listrik Kombinasi resistor Hukum Kirchhoff Rangkaian RC Alat ukur listrik
Gambar 2. Perbandingan Tes Awal, Tes Akhir, dan N-gain Setiap Subkonsep antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Sehingga dapat dikatakan simulasi komputer dapat lebih meningkatkan pemahaman tentang arus listrik. Hal yang sama terjadi pada subkonsep resistansi dan hukum Ohm, energi dan daya listrik, dan subkonsep hukum Kirchhoff. Pada subkonsep alat ukur listrik, meskipun peningkatannya terbesar untuk kelompok kontrol, tetapi kelompok eksperimen juga mempunyai skor N-gain yang hampir sama. Jadi penggunaan simulasi komputer tidak lebih meningkatkan pemahaman pada subkonsep alat ukur listrik. Temuan yang lain ternyata skor hasil tes untuk subkonsep rangkaian RC baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol pada tes awal dan tes akhir menempati urutan terendah. Hal ini menunjukkan bahwa subkonsep rangkaian RC adalah subkonsep yang paling sulit dikuasai mahasiswa. Meskipun demikian, 6
6
kedua kelompok mengalami peningkatan pengetahuan yang ditunjukkan dengan perolehan skor N-gain sebesar 22,7% untuk kelompok eksperimen dan 28,6% untuk kelompok kontrol. Perbedaan skor N-gain dimana kelompok kontrol lebih tinggi dibandingkan kelompok eksperimen juga terjadi pada subkonsep kombinasi resistor. Ini menunjukkan bahwa penggunaan simulasi komputer tidak lebih meningkatkan pemahaman konsep dibandingkan penggunaan alat nyata (real equipment) pada subkonsep kombinasi resistor dan rangkaian RC. Data hasil rerata tes awal, tes akhir, dan N-gain keterampilan proses sains mahasiswa calon guru kelompok eksperimen dan kelompok kontrol ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Perbandingan Skor Rerata Tes Awal, Tes Akhir, dan N-gain Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Calon Guru untuk Kedua Kelompok Berdasarkan analisis perolehan rerata skor tes awal keterampilan proses sains diperoleh bahwa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mempunyai keterampilan proses sains yang sama pada konsep rangkaian listrik arus searah taraf signifikansi sebesar 0,05. Rerata skor tes akhir 58,9% untuk kelompok eksperimen dan 52,2% untuk kelompok kontrol. Perbedaan hasil skor tes akhir ini kemudian dianalisi peningkatannya terhadap hasil skor tes awal untuk masing-masing kelompok menggunakan N-gain. N-gain keterampilan proses sains mahasiswa calon guru pada konsep rangkaian listrik arus searah kelompok eksperimen sebesar 46,2% dan kelompok kontrol sebesar 37,4% keduanya berada pada 7
7
kategori peningkatan sedang. Perbedaan ini signifikan pada taraf signifikansi 0,05. Dengan demikian keterampilan proses sains mahasiswa calon guru kelompok eksperimen yang menerapkan model pembelajaran inkuiri menggunakan simulasi komputer interaktif pada konsep rangkaian listrik arus searah lebih baik dibanding mahasiswa calon guru kelompok kontrol yang menerima model pembelajaran inkuiri menggunakan alat nyata (real equipment). Keterampilan proses sains mahasiswa calon guru kelompok eksperimen dan kelompok kontrol untuk setiap jenis keterampilan yang diteliti umumnya mengalami peningkatan. Jenis keterampilan yang dimaksud yaitu keterampilan mengobservasi, interferensi (menyimpulkan), memprediksi, mengkomunikasikan, membuat hipotesis, merencanakan percobaan dan menerapkan konsep. Untuk melihat perbandingan perolehan tes awal, tes akhir, dan N-gain untuk setiap jenis keterampilan dapat dilihat pada Gambar 4.
Keterangan:
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Observasi Interferensi (menyimpulkan) Prediksi Komunikasi Hipotesis Merencanakan percobaan Menerapkan konsep
Gambar 4. Perbandingan Tes Awal, Tes Akhir, dan N-gain Setiap Jenis Keterampilan antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
8
8
Keterampilan proses sains mahasiswa calon guru pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol terhadap jenis keterampilan yang diukur secara keseluruhan mengalami peningkatan. Namun akibat perbedaan perlakuan, peningkatan keterampilan proses sains mahasiswa calon guru kedua kelompok untuk setiap jenis keterampilan juga berbeda. Peningkatan terbesar untuk kelompok eksperimen terutama pada jenis keterampilan memprediksi, yaitu sebesar 75,7% sedangkan untuk kelompok kontrol pada jenis keterampilan berhipotesis yaitu sebesar 62,5%. Jenis keterampilan memprediksi, N-gain kelompok eksperimen sebesar 75,7% sedangkan kelompok kontrol hanya sebesar 50,0%. Perbedaan ini karena kelompok eksperimen yang menggunakan simulasi komputer dalam berinkuiri dapat lebih leluasa mencoba dan mengamati perbedaan nyala lampu dan sumber energi yang digunakan (nilai tegangan baterai terlihat jelas). Sedangkan untuk kelompok kontrol yang menggunakan alat nyata (real equipment) kurang leluasa karena takut alat rusak dan nilai tegangan baterai sebagai sumber energi tidak tercantum. Sehingga kelompok eksperimen lebih mudah memprediksi pengaruh jumlah lampu pada rangkaian terhadap kecerahan lampu pada masing-masing rangkaian. Perbedaan lain yang sangat besar terjadi pada jenis keterampilan interferensi (menyimpulkan) dimana N-gain kelompok eksperimen sebesar 62,2% sedangkan kelompok kontrol sebesar 12,2%. Perbedaan ini dikarenakan pada kelompok eksperimen dapat lebih memfokuskan hasil observasinya (berkaitan dengan jenis keterampilan observasi pada soal sebelumnya) dan mengaitkannya dengan konsep seri dan parallel, rangkaian seri dan parallel pada simulasi komputer terlihat jelas perbedaannya sementara pada alat nyata (real equipment) yang digunakan kelas kontrol kadang membingungkan mahasiswa. Peningkatan pada jenis keterampilan observasi, merencanakan percobaan dan menerapkan konsep, perbedaan peningkatannya tidak terlalu besar. Bahkan pada jenis keterampilan berhipotesis kedua kelompok mempunyai N-gain yang sama yaitu sekitar 63%. Sementara untuk jenis keterampilan berkomunikasi, justru kelompok kontrol mempunyai N-gain yang lebih tinggi, yaitu sebesar 32,4%, sementara kelompok eksperimen hanya 21,2%. 9
9
Uraian di atas jelas mempertegas hasil penelitian terdahulu bahwa penggunaan simulasi komputer dapat meningkatkan kemampuan membuat ramalan (prediksi), dan pemahaman konsep (Finkelstein dkk (2005); Zacharia, Z. & Anderson, O.R (2003)). Namun pada penelitian ini mahasiswa yang menggunakan simulasi tidak lebih baik dalam hal menjelaskan (keterampilan mengkomunikasikan) berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zacharia, Z. & Anderson, O.R Penggunaan lab vitual juga telah digunakan oleh Universitas Rio Salado dan Universitas Terbuka di Inggeri seperti vitual laboratorium kimia, teleskop, mikroskop dan susunan rangka manusia. Eksperimen virtual di kedua perguruan tinggi ini digunakan dalam pembelajaran secara online dan dapat diakses kapan saja dan dimana saja selama komputer terhubung dengan jaringan internet ((Carol A. Twigg, 2004). 4. Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa model pembelajaran inkuiri menggunakan simulasi komputer interaktif secara signifikan dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep rangkaian listrik arus searah dan keterampilan proses sains dibanding menggunakan alat nyata (real equipment). Penguasaan untuk subkonsep arus listrik, resistansi dan hukum Ohm, energi dan daya listrik, dan hukum Kirchhoff pada pembelajaran inkuiri menggunaan simulasi komputer interaktif lebih meningkat sementara untuk subkonsep kombinasi resistor, rangkaian RC dan alat ukur listrik tidak lebih meningkat. Keterampilan proses sains untuk jenis keterampilan obsevasi, interferensi, prediksi, merencanakan percobaan dan menerapkan konsep pada pembelajaran inkuiri menggunaan simulasi komputer interaktif lebih meningkat sementara untuk jenis keterampilan komunikasi dan hipotesis tidak lebih meningkat. Daftar Pustaka
10
10
Depdiknas. (2005). Peningkatan Kualitas Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi. Engelhardt, P.V. and Beichner, R.J. (2004). Students’ Understanding of Direct Current Resistive Electrical Circuits. Am. J. Phys. 72 (1), p. (98-115). Finkelstein, et. al. (2005). When Learning about the Real World is Better Done Virtually: A Study of Substituting Computer Simulations for Laboratory Equipment. Physical Review Special Topics - Physics Education Research, Vol. 1, No. 010103, p. (010103-1) – (010103-8). Fraenkel, J. R. dan Wallen, N. E. (1993). How to Design and Evaluate Research in Education (second ed.). New York: McGraw-Hill Book Co. Gall, M. D., Gall, J. P., dan Borg, W. R. (2003). Educational Research an Introduction (seventh ed.). USA: Library of Congress Cataloging. McBride, J.W. et. Al. (2004). Using an inquiry approach to teach science to secondary school science teachers. Physics Educations, Vol. 39 (5). p. 434-439. Pulailai, A. (2007). Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMA Materi Suhu dan Kalor. Tesis pada SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Sumaji, dkk. (1998). Pendidikan Sains yang Humanistis. Yogyakarta: Kanisius. Twigg, Carol A. 2004. Inovations in Online Learning: Moving Beyond No Significant Difference. New York: Center for Academic Transformation. Zacharia, Z & Anderson, O.R. (2003). The effects of an interactive computerbased simulation prior to performing a laboratory inquiry-based experiment on students' conceptual understanding of physics. American Journal of Physics. Vol 71 (6), p. 618-629.
11
11