Konsep Pendidikan Islam (Studi Komparasi Pemikiran Antara K.H Hasyim Asy’ari Dan K.H. Ahmad Dahlan Di Bidang Pendidikan) Syamsul Muqorrobin 1 Abstract : Education has an important role to improve the quality of human. Humans are the central force in the development, so that the quality and character of human can be seen from the success of education, especially Islamic education. One factor that determines the success of Islamic education is a concept. One concept of Islamic education that it is still used today as fixed in accordance with the needs of the Islamic community comes from K.H. Hasyim Ashari and K.H. Ahmad Dahlan. The purpose of this research is to determine the concept of Islamic education of K.H Hasyim Ashari and K.H. Ahmad Dahlan, as well as to find out the similarities and differences of Islamic education concept of these two characters. The approach used in this study is a qualitative descriptive. Type of research is the study of the literature. Source of data derived from the book by these two characters as well as other books that discuss educational thought KH.Hasyim Asy'ari and K.H. Ahmad Dahlan. Data analysis included data collection, analysis and conclusions. The results of the study can be explained that there are similarities and differences between the concept of Islamic education K.H. Hasyim Ashari and K.H. Ahmad Dahlan. The Similarities are including the basic concept and purpose of the concept of Islamic education. The Differences are including the materials, methods and evalution concept of Islamic education.
Keywords: Concept of Islamic Education, K.H.Hasyim Ash'ari and K.H. Ahmad Dahlan.
A. Pendahuluan
1
Penulis adalah dosen Institut Agama Islam Sunan Giri Ponorogo
Konsep Pendidikan Islam merupakan sistem dan cara hidup (style of life) dalam segala bidang kehidupan manusia, sehingga dalam sejarah hidup umat manusia di muka bumi ini hampir tidak ada kelompok manusia yang tidak menggunakan pendidikan sebagai alat transfer kebudayaan dan juga sebagai alat untuk meningkatkan kualitas SDMnya. Karena Pendidikan Islam sudah menjadi kebutuhan utama bagi setiap manusia untuk memperoleh kebahagiaan hidup di dunia hingga pada gilirannya dapat menolong manusia untuk memperoleh kebahagiaan hidup di hari akhir kelak, maka peran pendidikan mendapat tempat yang sangat krusial di segala aspek kehidupan manusia yang bermuara pada tujuan filosofis-intuitif-religius hidup manusia sendiri2. Konsep pendidikan Islam harus diproyeksikan untuk selalu mengemban nilai-nilai intelektual, nilai-nilai moral, nilai-nilai spiritual, nilai-nilai profesional, memiliki pluralisme sumber dan orientasi. Inilah gambaran umum tentang idealisme pendidikan Islam3. Kenyataan yang terjadi sekarang tidak sepenunhya susuai dengan konsep ideal dari pendidikan islam. Terdapat berbagi permasalahan yang muncul sampai saat ini belum mendapatkan solusi. Konsumsi minuman keras masih menjadi perkara yang banyak terjadi pada masyarakat yang beragama islam. Pendidikan Islam jelas mengajarkan kepada setiap murid untuk meminum khamr kerana menimbulkan kekacauan pada manusia sehingga dia tidak menyadari apa yang dikatakan dan apa yang diucapkan.4 Pergaulan terjadi begitu bebas antara pemuda dan pemudi yang belum menjadi muhrim. Hasil dari keadaan ini adalah meningkatnya tindak kemaksiatan, hubungan di luar nikah sampai banyaknya anak yang masih berstatus sekolah melahirkan bayi diluar hubungan yang sah. Hal ini jelas bertentangan dengan pendidikan islam yang diajarkan dalam sekolah ataupun masyarakat. Keutamaan pendidikan Islam yang lain adalah perlindungan terhadap anak-anak melalui
2
248
3
Yusuf Amir Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta : Gema Insani Press, 1995),
Mujamil Qomar, Epistimologi Pendidikan Islam (Jakarta: Erlangga,2000), 248 Abdurrahman Al Nahlawi , Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, Dan Masyarakat (Jakarta : Gema Insani Press, 1995),81 4
benteng sosial yang kokoh. Islam menjadikan peran orang tua dalam tingkat kekuatan yang tidak dapat ditembus oleh gangguan atau kebimbangan yang menggoyahkan kehidupan keluarga. Islam pun menjadikan akad perkawinan sebagai perjanjian yang kuat dan mulia5 Mengakaji kembali pemikiran konsep pendidikan Islam para tokoh pendidikan Islam di Indonesia menjadi salah satu solusi saat konsep pendidikan sekarang masih belum mampu mengatasi realita. Tokoh-tokoh itulah yang pada perkembangan selanjutnya mampu merekontruksi konsep pendidikan Islam yang disesuaikan dengan realitas dan kebutuhan zaman, serta memberikan ruang seluas-luasnya pada peserta didik untuk mengeksplorasikan segala potensi dan fitrah yang terkandung dalam dirinya adalah syari‟at yang diturunkan kepada umat manusia dimuka bumi ini agar mereka beribadah kepada-Nya6. Pendidikan Islam Indonesia memiliki dua tokoh yang memberi kontribusi terhadap perkembangan sosial, budaya, dan bahkan pendidikan Indonesia.Tokoh tersebut adalah K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asy‟ari. Dimana kontribusi yang mereka berikan tidak hanya dalam berkutat dalam masalah Theologi, akan tetapi jauh dari pada itu merak juga turut serta memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Dan salah satu kontribusi yang meraka berikan adalah dalam pengembangan dunia pendidikan. Karena menurut mereka pendidikan adalh salah saru pilar yang harus dikembangkan dalam sebuah bangsa dan negara7. Kedua tokoh tersebutlah yang menginspirasi penulis untuk kembali menggungkap kembali pemikiran-pemikiran yang sudah mereka lahirkan. Dengan harapan pemikiran kedua tokoh tersebut menjadi referensi para pemikir lainnya dalam rangka mengembangkan pola pendidikan islam yang selama ini masih dinilai mengalami terus mengalami perubahan untuk menentukan arah yang tepat. B. Kajian Teori 1. Dasar Pendidikan Islam 5
Ibid, 13
6
Munzir Hitami, Mengonsep Kembali Pendidikan Islam (Yokyakarta: LKiS, 2004), 3
7
2004),132
Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam ( Jakarta: Raja Grafindo Persada ,
Jusuf Amir Faisal membagi dasar pendidikan Islam pada: pertama, hukum tertulis, berupa Al-Qur‟an dan asSunnah, dan kedua, hukum tidak tertulis berupa hasil pemikiran manusia. Dasar-dasar teori pendidikan Islam menurut Ahmad Tafsir terdiri dan: pertama, Al-Qur‟an sebagai sumber ajaran Islam yang pertama, kedua, hadits sebagai sumber ajaran agama Islam kedua, dan ketiga, akal disuruh untuk dipergunakan oleh AlQur‟an dan hadits. Sedangkan menurut Muhaimin dan Abdul Mujib, dasar pendidikan Islam ada dua, yaitu: pertarna, dasar ide antara lain Al-Qur‟an, Sunnah Nabi SAW, kata sahabat, kemasyarakatan dan hasil pemikiran para pemikir Islam; kedua, dasar operasional terdiri dan dasar historis, sosial, ekonomi, politik dan administrasi, psikologi dan fisiologis.8 2. Tujuan pendidikan islam Tujuan pendidikan Islam pada hakikatnya sama dan sesuai dengan tujuan diturunkannya agama Islam itu sendiri, yaitu untuk membentuk manusia muttaqin yang rentangannya berdimensi infinitum (tidak terbatas menurut jangkauan manusia), baik secara linear maupun secara algoritmik (berurutan secara logis) berada dalam garis mukmin-muslim-muhsin dengan perangkat komponen, variabel, dan parameternya masing-masing yang secara kualitatit bersifat kompetitif9. Oleh karena itu, tujuan pendidikan Islam dapat dipecah menjadi tujuan-tujuan berikut ini : a. Manusia muslim yang dapat melaksanakan ibadah mahdhah b. Membentuk
manusia
muslim
yang
di
samping
dapat
melaksanakan ibadah mahdhah dapat juga melaksanakan ibadah muamalah dalam kedudukannya sebagai orang perorang atau sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan tertentu.
8 9
Moch Eksan, Kyai Kelana Biografi KH. Muchid Muzadi ( Yogyakarta : Lkis, 2000), 34 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), 10
c. Membentuk warga negara yang bertanggung jawab kepada masyar akat dan bangsanya dalam rangka bertanggungjawab kepada allah penciptanya10. 3. Materi Pendidikan islam Dengan tetap selalu melandaskan pada sumber Al-Qur‟an dan Sunnah, materi pendidikan hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga tampak jelas oleh para murid. Materi tersebut hendaknya mengacu kepada tercapainya kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat. Bila ditawarkan dalam bentuk mata pelajaran dapat saja menjadi akidah, matematika, syariah, ilmu hitting, tafsir, Sejarah, ilmu bahasa, kebudayaan, qiraah, humaniora. Sengaja materi tersebut tidak dipisahkan sebagaimana lazimnya yang kita dapatkan dalam kurikulum karena sesungguhn ya semua ilmu (untuk kebajikan) bersumber dan AI-Qur‟an atau Sunnah. Kita tidak membedakan antara ilmu agama atau ilmu umum. Dan semua materi tadi harus mendapatkan porsi yang memadai11. Sistematika dan materi dalam kurikulum pendidikan islam harus meliputi ilmu-ilmu bahasa dan agama, ilmu-ilmu kealaman (natural) serta derivatnya yang membantu ilmu pokoknya seperti : sejarah, geografi, sastera, syair, nahwu, balaghoh, filsafat dan logika. Materi / mata pelajaran untuk tingkat rendah adalah Al-qur‟an dan agama, membaca, menulis dan syair. Dalam beberapa kasus lain ditambahkan nahwu, cerita dan berenang (unsur materi jasmaniah), namun titik tekannya pada membaca Al-Qur‟an dan mengajarkan prinsip-prinsip pokok agama. Khusus materi tingkat dasar bagi peserta didik dari anak para amir / penguasa agak berbeda sedikit, yaitu ditegaskan pentingnya pengajran khitobah, ilmu sejarah,
10
11
Feisal, Yusuf Amir, Reorientasi Pendidikan Islam, 96
Adi Sasono dkk , Solusi Islam Atas Problematika Umat (Jakarta : Gema Insani Press, 1998 ),92-93
cerita epic (perang), cara-cara pergaulan, disamping ilmu-ilmu pokok seperti Al-qur‟an, syair dan fiqih.12
4. Metode pendidikan islam Metode pendidikan Islam harus digunakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang mampu memberikan pengarahan dan petunjuk tentang pelaksanaan metode penddikan tersebut sebab dengan prinsipprinsip ini diharapkan metode pendidikan Islam dapat berfungsi lebih efektif dan efisien dan tidak menyimpang dari tujuan semula dari pendidikan Islam. oleh karena itu, seorang pendidik perlu memperhatikan prinsip-prinsip metode pendidikan, sehingga para pendidik mampu menerapkan metode yang tepat dan cocok sesuai dengan kebutuhannya. Menurut Muhaimin dan Abdul Mujib, metode pendidikan Islam meliputi: 1. metode diakronis, 2. metode singkronik-analitik, 3. metode problem- solving (hulul musykilat), 4. metode empiris (tajribiya), 5. metode induktif (aI-isfiqraiyah), 6. metode deduktif (aI-istinbathiyah)13. Metode pendidikan Islam harus digunakan dengan prinsip fleksibel dan dinamis, sebab dengan kelenturan dan kedinamisan metode tersebut, pemakaian metode tidak hanya monoton dan zaklik dengan satu macam metode saja. Seorang pendidik mampu memilih salah satu dari berbagai alternatif yang ditawarkan oleh para pakar yang dianggapnya cocok dan prasarana, situasi dan kondisi lingkungan, serta suasana pada waktu itu. Dan
prinsip
kedinamisan
ini
berkaitan
erat
dengan
prinsip
berkesinambungan, karena dalam kesinambungan tersebut metode 12
Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru,
2008), 114 13
Moch Eksan, Kyai Kelana Biografi KH. Muchid Muzadi , 41-43
pendidikan Islam akan selalu dinamis bila disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada14 5. Evaluasi Pendidikan Islam Tujuan evaluasi, artinya, dalam merancang evaluasi harus memperhatikan tujuan evaluasi itu sendiri, yaitu bertujuan untuk mengetahui keberhasilan siswa, kelebihan dan kekurangan guru dalam mengajar, pencapaian target kurikulum, serta untuk mengetahui kontribusi program pendidikan pada masyarakat15. Pertama, evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai oieh siswa setelah menyelesaikan program satuan pelajaran dalam bidang studi tertentu, Kedua, evaluasi sumatif, yaitu evaluasi yang diselenggarakan setelah siswa menyelesaikan semua bidang studi dalam satu catur wulan, satu semester atau akhir tahun untuk menentukan jenjang berikutnya Ketiga, evaluasi penempatan (placement), yaitu evaluasi yang dilakukan untuk kepentingan penempatan pada jurusan atau fakultas tertentu, sebelum siswa mengikuti proses belajar-mengajar, Keempat, evaluasi diagnosis, yaitu evaluasi yang dilakukan untuk mengetahul kesulitan- kesulitan atau hambatan belajar yang dialami oleh siswa, guna dicari solusi-alternatifnya16. C. Metodologi penelitian 1. Pendekatan penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, di mana penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan “apa adanya” tentang suatu variabel, gejala atau keadaan 14
Ibid, 116 Abdul Mujib & Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), 34 16 Ibid, 46 15
2. Jenis penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitiankepustakaan atau library research, yaitu penelitian yang dilaksanakan dengan menggunakan literatur (kepustakaan), baik berupa buku, catatan, maupun laporan hasil penelitian dari penelitian terdahulu17 3. Data dan sumber data Karena penelitian ini berbentuk library research, maka dalam mengumpulkan data menggunakan metode dokumentasi. Suharsimi menjelaskan bahwa metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen dan sebagainya18. Sumber datanya berupa sumber primer yaitu tulisan yang dibuat oleh tokoh secara langsung, serta sumber sekunder dari buku atau catatan yang membahas pemikiran kedua tokoh ini. 4. Tekhnik pengumpulan data Teknik pengumpulan data, dalam hal ini penulis akan melakukan identifikasi wacana dari buku-buku, makalah atau artikel, majalah, jurnal, web (internet), ataupun informasi lainnya yang berhubungan dengan judul penulisan untuk mencari hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah dan sebagainya yang berkaitan dengan kajian tentang pendidikan Islam dalam perspektif K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asy‟ari 5. Analisis Data Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang diperoleh penulis dari berbegai macam sumber. Dalam penelitian ini setelah dilakukan pengumpulan data, maka data tersebut dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan
17
M Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian Dan Aplikasinya, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002),11. 18 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: PT. Rineka Cipta,2002), 206.
D. Konsep Pendidikan Islam
Antara K.H Hasyim Asy’ari Dan K.H.
Ahmad Dahlan Di Bidang Pendidikan 1. K.H Hasyim Asy‟ari a. Dasar Pendidikan Islam Dalam memberikan pembelajaran, KH Hasyim Asy‟ari menggunakan ayat-ayat Al Qur‟an secara langsung. Hal ini terdapat dalam kitab Adab Allim wa Muatallim. K.H. Hasyim Asy‟ari yang memaparkan
tingginya
penuntut
ilmu
dan
ulama
dengan
menggunakan Surat Al Mujadalah yang berbunyi:
ِ ِ ِ ِ ِ َّ ِ َّ ِِ انشُزوا ُ يل َ يَا أَيُّ َها الذ َ يل لَ ُك ْم تَ َف َّس ُحوا ِف الْ َم َجالس فَافْ َس ُحوا يَ ْف َس ِح اللهُ لَ ُك ْم َوإذَا ق َ ين َآمنُوا إذَا ق ٍ فَانشزوا ي رفَ ِع اللَّه الَّ ِذين آمنُوا ِمن ُكم والَّ ِذين أُوتُوا الْعِْلم درج ات َواللَّهُ ِِبَا تَ ْع َملُو َن َخبِ ٌري َ ََ َ َ َ ُ َْ ُ ُ َ َْ Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS.58:11)19 KH. Hasyim Asyari memaparkan ayat- ayat tersebut dalam kajian kitabnya. Kelebihan ayat Al Qur‟an adalah sebagai dasar yang paling kuat sehingga tidak ada lagi keraguan dalam diri santrinya b. Tujuan Pendidikan Islam K.H. Hasyirn Asy‟ari mendirikan pesantren. Ia berkata: “Menyebarkan agama Islam berarti meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Jika Manusia sudah mendapat kehidupan yang baik, apalagi yang harus ditingkatkan dar mereka? Lagi pula, menjalankan jihad berarti menghadapi kesulitan dan mau berkorban, sebagaimana yang telah dil akukan Rasul kita dalam perjuangannya”.20
19 20
Al Qur‟an, 98:7 Lathifatul Khuluq, Fajar Kebangkitan Ulama (Yogyakarta : LKis,2000), 37-38
Tujuan pendidikan itu tidak hanya dilaksanakan oleh KH. Hasyim Asy‟ari , tetapi semangat itu diwariskan kepada para santrinya, salah satunya Kyai As‟ad Syamsul Arifin .Saat itu, KH. Hasan Basri Lc, pengurus teras Pesantren Sukorejo, membacakan wasiat pendiri NU, KH. Hasvim Asy‟ari, yang juga guru Kiai As‟ad, “Kamu As‟ad, supaya banyak mencetak kader-kader fuqaha‟ di akhir zaman.”21 K.H. Hasyim Asy‟ari sudah memikirkan tentang perlunya pendidikan bagi perempaan di kalangan Nahdliyin pada saat lndonesia belum merdeka, sekitar 1930-an.Saat itu, pemikiran begitu diaanggap sesat. Malah, Hasyim ditentang kyai-hyai besar seperti kyai dan Pasuruan, KH. M. Yasin. Dulu perempuan mendapat pendidikan itu makruh, makruh mendekati haram. Tapi Hasyim maju terus,tak peduli kritik, karena dia yakin argumentasi didasarkan juga pada ilmu agama.22 c. Materi Pendidkan Islam K.H. Hasyim Asy‟ari dapat dipandang sebagai pembaru di kalangan ulama tradisionalis. Pesantren Tebuireng mungkin dapat dipandang sebagai pesantren untuk pengajaran tingkat tinggi, khususnya mengingat banyak murid datang ke pesantren ini setelah menguasai berbagai cabang ilmu pengetahuan di pesantren lain. Kiai Abdul Wahab Hasbullah, misalnya, belajar di Pesantren Tebuireng setelah menyelesaikan pelajarannya di pesantren Kiai Khalil. Kiai Chudlori (1912-1977), pendiri Pesantren Tegalrejo (Magelang), pernah belajar di Pesantren Tebuirng selama lima tahun dengan mengkhususkan diri mempelajari tata bahasa dan teks bahasa Arab dengan mempelajari berbagai buku seperti ajjurumiyyah karya Ibn Ajurrum, al imritti karya Sharaf bin Yahya al-Anshari al-‟TmrIthI, izzi karya „Izzi ad-Din Ibrahim az-Zanjani, Maqshud (karya anonim yang 21 22
Asrori Karni, Etos Studi Kaum Santri (Bandung : Mizan Pustaka, 2009),253 Windu Budi, 11 Tokoh Paling inspiratif Indonesia (Jakarta : Mizan , 2010),21
kadang-kadang dianggap sebagai kaiya Abu Hanifah), Qawâ’id aII’râb karya Ibn Hisham dan Alfiyah karya Ibn Malik23. Adapun dalam bidang tafsir, yang diajarkan adalah TafsIr alQurân aI-’Adzim kaiya Ibnu Katsir. Kitab ini juga sangat populer di lingkungan pesantren, di samping kitab Tafsir ol-Jaldlayn. Kitab ini dikenal sederhana dan mudah dipahami ketimbang tafsir Mafdtih aIGhayb karya Imam Fakhruddin al-Razi24. Pesantren Tebuireng mulai mengambil langkah-langkah inovatif dalam sistem pengajaran. Langkah inovatif itu sama sekali tidak mencerabut akar kuat sebelumnya, yaitu pembelajaran kitab kuning25. K.H. Hasyim Asy‟ari juga mengutus asisten -asisten pengajar beliau, yang biasanya masih keluarga dekat. untuk tugas belajar ke pesantren-pesantren lain untuk meningkatkan ilmu pengetahuan mereka. Abdul Wahid, putera beliau, dan Ilyas, sepupu beliau, sebagai contoh, dikirim ke Pesantren Siwalan Panji untuk belajar tasawuf, fIqh, dan tafsir Al-Qur‟an selama dua tahun. K.H. Hasyim Asy‟ari juga melatih Abdul Wahid sebagai asisten pribadi beliau, mengirim dia ke berbagai pesantren sebelum melanjutkan belajarnya ke Makah pada 1932 selama tiga tahun untuk belajar dan beribadah Melalui proses konsultasi dengan asisten-asisten pengajar beliau,K.H. Hasyim Asy‟ari, yang mempunyai pemikiran terbuka, setuju dengan beberapa perubahan di pesantren. Kiai Masum, menantu beliau, sebagai contoh, memperkenalkan sistem madrasah di pesantren pada 1916 seizin K.H. Hasyim Asy‟ari. Kiai Ma‟sum juga telah menulis buku tentang nahwu dan matematika. Meskipun demikian,
23
Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari Moderasi, Keumatan danKebangsaan (Jakarta : Kompas Media Nusantara, 2010), 43 24 25
Ibid, 64 Ibid,66
pembaruan tidak menghilangkan metode pengajaran tradisional semacam halaqa dan sorongan yang masih terap digunakan. Kiai Ma‟sum menjadi kepala madrasah yang berdiri sendiri yang terdiri dan 6 tingkatan yairu kelas persiapan selama setahun dan lima tahun program madrasah. Sistem ini untuk menanggulangi salah satu kelemahan sistem tradisional yang tidak bisa mengontrol kehadiran siswa dengan baik. Dalam kelas persiapan, siswa dibeni pengajaran bahasa Arab secara intensif sebagal dasar yang penting untuk belajar di tingkat lanjutan.” Kurikulum madrasah ini sampal tahun 1919 terdiri hanya mengajarkan pelajaran agama, setelah itu pelajaran matemarika dan geografi diberikan. Perubahan juga dimotori oleh keponakan KH. Hasyim Asy‟ani, Kiai Ilyas, yang memulai memberikan pengajaran bahasa Belanda dan pelajaran sejarah mulai tahun 1926. Sejak 1929, pesantren mulai berlangganan berbagai surat kabar berbahasa Melayu agar dibaca oleh para santri, suaru pembaruan yang masih kontroversial ketika itu karena bahasa Melayu yang ditulis dengan huruf latin masih merupakan asing bagi masyarakat Jawa. Di madrasah, Kiai Ilyas mengajar bahasa Melayu (Indonesia), geografi, dan sejarah Indonesia. K.H. Hasyim Asy‟ari sendiri tidak akan setuju dengan pembaruan yang dilaksanakan oleh para pembantu beliau apabila dianggap akan berakibat buruk terhadap pesantren. Sebagai contoh, beliau menolak rencana penggantian sistem pengajaran bandongan dengan sistem tutorial yang sistematis yang diajukan oleh putera beliau, A.Wahid, setelah kembali dan Mekah pada 1933. Beliau menolak rencana mi dengan pertimbangan bahwa pembaruan mi bisa menyebabk an keresahan di kalangan guru. Akan tetapi, K.H. Hasyim Asy‟ari menerima beberapa perubahan pada madrasah yang diberi nama baru dengan Madrasah Nizhamiyah pada 1934. Masa belajar di madrasah ini ditambah
menjadi 6 tahun sebab pelajaran non-agama lebih banyak dimasukkan dalam kurikulum yang merupakan 70% dari seluruh mata pelajaran yang ada. Bahasa Inggris juga diajankan dengan lebih intensif. Wahid Hasyim juga mendirikan perpustakaan yang kemudian memiliki 1000 judul buku. Fenomena di atas dapatlah disimpulkan bahwa K.H. Hasyim Asy‟ari berusaha menyesuaikan Pesantren Tebuireng dengan tuntutan zaman modern, sembari menjaga tradisi masa lampau yang masih baik; beliau adalah seorang pemimpin yang pragmatis.26 d. Metode Pendidikan Islam Cuplikan benikut menggambarkan metode pengajaran yang diberikan oleh KH. Hasyim Asy‟ari: Di beranda (masjid) ini, para murid tingkat atas belajar Iangsung dan guru-guru mereka, term asuk K.H. Hasyim Asy‟ani. Di sana, yang terakhir mi duduk mengajar kadang-kadang sampai malam. Biasanya, dia mengajar selama satu jam, sebelum dan sesudah shalat lima waktu. Ia duduk di atas kasur yang dilapisi dengan sajadah atau kulit kambing dan di samping itu ada buku-buku yang diperlukan untuk mengajar. Kadang kala kita menemukan dua atau tiga bantal yang diietakkan di belakang punggungnya, khususriya ketika ia merasa tidak sehat. Pengajaran biasanya mengenai fiqh, hadits, dan tafsir yang sangat menarik, tidak saja karena bacaannya sangat fasih tetapi juga penerjemahan dan penjelasan yang diberikan sangat tepat dan jelas sehingga para murid yang mengikuti pengajian dapat dengan mudah men erimanya. Contoh-contoh yang diberikan sebagai penjelasan dan bagian ayat mengandung pelaj aran yang berguna bagi kehidupan manusia dan memperkuat keimanan mereka dan mendorong mereka untuk mengerjakan kebaikan. Umumnya, penjelasan dan pengajaran yang diberikan menunjukkan keluasan ilmu dan pengalaman dia dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan yang jarang dimiliki oleh ulama lain.”27 Sebagaimana dijelaskan di atas, sistem pendidikan yang diinisiasi oleh Kiai Hasyim adalah sistem pengajaran sorogan atau bandongan dan hafalan. Sistem tersebut mengacu pada kitab yang diajarkan28.
26
Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari Moderasi, Keumatan danKebangsaan , 43-49 27 Ibid, 49 28 Ibid, 66
e. Evaluasi Pendidikan Islam Sebagaimana dijelaskan di atas, sistem pendidikan yang diinisiasi oleh Kiai Hasyim adalah sistem pengajaran sorogan dan hafalan. Sistem tersebut mengacu pada kitab yang diajarkan. Jika kitab tersebut selesai dikhatamkan. santri dapat melanjutkan ke tingkatan berikutnya29 Evaluasi yang paling akhir yang dari semua metode itu adalah pengamalan dari semua ilmu yang telah dipelajari. KH.Hasyim Asy‟ari sejak awal meletakkan evaluasi dalam dasar membangun pendidikan islam di pesantren. Hal ini dapat dilihat dalam kitab Adab Allim Wa muatallim yang mengutip surat Al Bayyinah
ِ ِ َّ إِ َّن الَّ ِذين آمنُوا و ِملُوا َِّات أُولَِ َ م خي ر الْ ِي ََ َ َ َ ُ ْ َ ْ ُ ْ َاللاا Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.(QS.98:7)30 2. K.H. Ahmad Dahlan a. Dasar Pendidikan Islam Kiai Dahlan, sebelum mendirikan Muhammadiyah telah belajar ke Timur Tengah, belajar pada Ahrnad Sorkati, Mohammad lbn Abdul Wahab (kemudian dikenal dengan penvebar aliran Wahabi) di Indonesia, Jamaluddin Al Afghani, Mohammad Abduh, Ibnu Taymiyah, dan Mohammad Rasyid Ridha. Nama-nama ulama timur Tengah mi dianggap oleh para penngkaji Muharnrnadiyah telah memengaruhi Kiai Dahian dalam memaharni Islam Setelah itu baru kemudian K.H. Ahmad Dahlan terpengaruh paham rasional dan liberal dan Mohammad Abduli dan Mohammad Rasyid Ridha yang mernahami Islam secara rasional dan filosofis, tidak hanya pendekatan svariah. Pendekatannva yang sangar rasional
29 30
Ibid, 66 Al Qur‟an, 98: 7
dan filosofis dapat diremukan ketika Kiai Dahlan berijtihad mendirikan sekolah, dan mendirikan rumah sakit serta panti asuhan. K.H. Ahmad Dahlan menggunakan surat Al Maun sebagai dasar pemikiran pendidikan beliau. Dalam surat al maun jelas tidak ada perintah mendirikan lembaga pendidikan, rumah sakit dan panti asuhan.Tetapi karena Ahmad Dahlan berpikiran sangat rasional dan filosofis, rnaka untuk memberantas kebodohan umat salah satu jalannnya adalah membuat jalannva pendidikan. Pendidikan tidak akan berjalan dengan bersifat informal dan dari rumah ke rumah, sebab itu harus diinstitusionalisasikan secara profesional.31 Kiai Ahmad Dahlan juga
penempatan iptek modern dan
pengalaman bangsa Barat sebagal pengalaman universal yang cocok dengan tafsir Al Quran dan praktis ajaran Islam32 b. Tujuan Pendidikan Islam Kesempurnaan budi ialah mengerti baik-buruk, benar salah, kebahagiaan atau penderitaan, dan bertindak berdasar pengertian itu. Kondisi ini dicapai jika akalnya sempurma, yakni akal kritis dan kreatif-bebas yang diperoleh dan belajar. Inti ilmu ini adalah inti ajaran Islam, dengan satu asas kebenaran yang memandang semua manusia berkedudukan sama. Dari kerja Kiai Dahlan, tumbuh suatu sistem nilai dan tradisi kependidikan dalam pengertian yang luas. Dari sini muncul kesadaran, bahwa setiap orang wajib menyebarkan ilmu sekaligus ajaran Islam ke semua orang di semua ternpat, menjadi guru sekaligus juga menjadi murid belajar dan juga mengajar untuk sebuah kebaikan hidup bagi seluruh umat manusia. Sekolah, madrasah, dan pesantren adalah instrumen dan media promosi kebaikan hidup, penyempurnaan budi dan akal yang terus disempurnakan sesuai zaman dan perkembangan ilmu. 31
Zuly Qodir, Reorientasi gerakan dan pemikirran memasuki abad kedua ( Yogyakarta : Kanisius, 2010), 15-16 32 Ibid, 25
Manusia adalah pelaku otonom, bebas dan dilema ikhtiartakdir, yang terus menyempurnakan budi dan akal bagi kesempurnaan hidup sosialnya. Dasar filosofi dan metodologi transformasi-profetik pendidikan dalam gagasan Kiai ini, tampak kurang dipahami, sehingga pendidikan terus menghadapi pilihan dilematis ilmu agama dan umum yang dipandang sekuler.33 Waktu itu tujuan pendidikan tampak lebih luas, yaitu pembentukan sebuah satuan sosial mandiri bagi penyelamatan dunia sebagai realisasi aaran Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa di tengah pergaulan dunia. Melalui pendidikan, yang bisa disebut pendidikan kemanusiaan, Kial Ahmad Dahlan sedang merancang sebuah dunia baru, dan sebuah kesatuan kemanusiaan dalam kemajuan iptek dan peradaban yang dicerahi etika Al Quran34 Visi misi dan tujuan ahmad dahlan juga dapat dilihat dari dokumen- dokumen awal Muhammadiyah. Salah satu dokumen itu menyatakan, “Jadi orang Islam itu bersifat dua, yaitu sifat guru dan sifat murid ... tiap orang Islam ada dua wajib..., yakni belajar dan mengajar.... Di nana-mana harus diadakan tempat mengajar agama Isla?dan Siapa saja diterima datang di tempat itu akan mendengarkan pengajaran guru keliling... Gerak orang Islam... itu harus menuju satu, yakni selamatnya dunia. Rasa demikian mi nienjadi rasa sekalian orang Islam.... Mengharuskan... persatuan segala manusia bagi segala perbuatan (muamalah) untuk keperluan hidup nianusia. Jadi perhubungan antara orang Islam den gan siapa juga tiada dilarang untuk keperluan hidup segala manusia. ... dalam sekolah itu lain daripada pengajaran agama belaka, harus diajarkan pengajaran biasa,...35” c. Materi Pendidikan Islam Berbeda dengan kebanyakan pendidikan islam saat itu yang menggunakan kitab- kitab karya ulama- ulama terdahulu dalam
33
Abdul Munir Mulkan, Jejak Pembaruan Sosial dan Kemanusiaaan Kyai Ahmad Dahlan (Jakarta : Kompas Media Nusantara,2010), 128-129 34 Ibid, 150 35 Zuly Qodir, Reorientasi gerakan dan pemikirran memasuki abad kedua,38
mengajar.Kiai Ahmad Dahlan boleh dikatakan seorang intelektual agama pada waktu itu. Ia banyak memiliki kitab agama, dan selalu mengikuti arus perkembangan ilmu. Kitab-kitab terbitan baru dan karangan alim ulama terbaru pun selalu diikutinya dengan seksama. Di antara kitab-kitab yang digemarinya dan senang dibaca adalah kitab Taukhid karangan Syaikh Muhammad Abduh, kitab Tafsir Jus Amma karangan Syaikh Muhammad Abduh, kitab-kitab 191 Bid‟ah karangan ibnu Taimiyah, dan kitab-kitab Tafsir Al-Manr zar karangan Sayid Rasyid Ridha, dan lain-lain. Tujuan Kial Ahmad Dahlan memperdalam ilmu dan bukubuku tidak selalu untuk menulis buku baru, tetapi untuk mengambil pokok-pokok pikiran guna bertindak, berbuat, dan beramal. Dengan banyak membaca buku-buku karangan Syaikh Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan Ibnu Taimiyah inilah, ia dapat menghayati pandangan dan sikap para pembaharu agama tersebut. Muhammad Abdub adalah tokoh yang paling mengilhami pemikiran dan sepak terjangnya. Terlihat dan buku-buku karangan Muhammad Abduh yang lebih banyak Ia baca dan majalah Al-Mannar yang berisi tinjauan dan karangan mengenai ide-ide pembaruan Islam pada akhir abad ke-20 dan permulaan abad ke-21.36 Ketika K.H. Ahmad Dahlan memulai mengembangkan sekolah yang didirikannya, Ia mengintegrasikan kurikulum pendidikannya, yakni pendidikan agama dan umum. Inilah umat Islam untuk pertama kali mengajarkan pend idikan umum kepada para muridnya, seperti yang dipergunakan oleh lembaga pendidikan sekuler pada umumnya. Banyak tantangan yang dihadapi K.H. Ahmad Dahlan dalam pembaruan pendidikan ini, tidak hanya dibenci” oleh kalangan “tradisi, tetapi juga menyebabkan dirinya memperoleh perlakuan yang tidak wajar dan mereka yang menentangnya. Keunikan K.H. Ahmad 36
Nasrudi Ansori, Matahari Pembaruan Rekam Jejak KH Ahmad Dahlan (Yogyakarta : Galang Press, 2010),,83
Dahian dalam soal ini tampak ketika ia menggunakan metode tabligh (menyampaikan) dengan mengunjungi murid-mundnya, lebih daripada mengundang mereka datang. Padahal pada waktu guru mencari murid adalah aib sosial budaya. Dalam perkembangan waktu, apa yang dilakukan K.H. Ahmad Dahian akhimya diterima juga, bahkan pada dekade 1950-an, ketika Menteri Pendidikan Prof. Dr. Bahder Johan dan Menteri
Agama K.H. Wahid Hasyim, model pembaruan
pendidikan K.H. Ahmad Dahlan menjadi program nasional dengan memasukkan materi pendidikan umum pada kurikulum sekolahsekolah agama dan pendidikan agama pada kurikulum sekolahsekolah umum37. d. Metode Pendidikan Islam KH. Ahmad Dahlan berusaha melakukan pembaharuan dalam metode pendidikan. Memang sudah menjadi kenyataan, bahwa lembaga-lembaga pendidikan pada masa itu terbagi dalam dua jalur, yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan sekolah. K.H. Ahmad Dahlan adalah seorang pendidik dan organisator yang berpandangan maju. Sekadar contoh, Kiai Abmad Dahlan sejak awal memang berusaha mengombinaslkan unsur-unsur yang baik dan kedua sistem yang ada. Pada tahun 1911 misalnya, ketika ia mulai mendirikan Sekolah Muhammadiyah. Ia tidak memisahkan pelajaran agama dan pelajaran umum. Sebab Muhammadiyah menyadari bahwa Islam memerintahkan kepada umat untuk untuk menuntut segala macam ilmu yang bermanfaat. Dengan keyakinan yang sama, sekolah Muhammadlyah tidak lagi membagi-bagi pelajaran dalam wujud sekian persen pelajaran agama dan sekian persen pelajaran umum. Sebab, pada dasarnya pemisahan pelajaran dalam ilmu agama dan ilmu umum
37
Majelis Ditlitbang PP Muhammadiyah, Satu abad Muhammadiyah (Jakarta : Kompas Media Nusantara, 2010), 17
adalah akibat dan penjajah Belanda yang memisahkan urusan dunia dengan urusan akhirat. Semua itu sama sekali bukan merupakan pelajaran Islam yang benar. Maka untuk menjamin sistem dan isi pendidikan yang diharapkan dapat menghantarkan kepada tujuan, harus didirikan suatu organisasi atau perkumpulan yang mampu merigurus dan mengelola sistem pendidikan tersebut38 e. Evaluasi Pendidikan Islam Kiai
Abmad
Dahlan
sejak
mengombinasikan unsur-unsur
awal
memang
berusaha
yang baik dan kedua system
pesanteran dan kolonial yang ada. Pada tahun 1911 misalnya, ketika ia mulai mendirikan Sekolah Muhammadiyah. Model pendidikan islam yang dikembangkan KH. Ahmad Dahlan dengan meniru model pendidikan
colonial
yang
menggunakan
ruangan
kelas
dan
memasukkan materi umum dan agama secara seimbang. Model evaluasi yang diterapkan juga meniru dan menyesuakan dari model pembelajarannya. Evaluasi menggunakan tes tertulis meniru dari system kolonial39. Evaluasi
pendidikan
yang
paling
penting
dari
setiap
pendidikan yang telah diberikan adalah pengamalan dari ilmu yang telah diberikan. Hal ini tercermin dari KH.Ahmad Dahlan kegiatan pengajaran yang dilakukan beliau. Dalam
pengajian
rutin
Subuh,
Kiai
Ahmad
Dahlan
mengajarkan tafsir surah AI Ma‟un berulang-ulang selama beberapa hari. Salah seorang murid dan peserta pengajian bemama Sudjak, lalu bertan ya kepada Kiai Ahmad Dahlan, mengapa bahan pengajian tidak ditambah-tambah dan hanya mengulang-ulang surah tersebut. Mendengar pertanyaan itu Kiai Ahmad Dahian balik bertanya kepada para muridnya, apakah mereka sudah benar-benar mengerti 38 39
Nasrudi Ansori, Matahari Pembaruan Rekam Jejak KH Ahmad Dahlan 82-83 Ibid , 82
akan maksud surah AI-Ma‟un. Para murid serentak menjawab bahwa mereka bukan hanya sudah mengerti, tapi sudah hafal. Kiai Ahmad Dahlan lalu bertanya, apakah arti ayat-ayat yang sudah dihafal tersebut sudah pula diamalkan. Para murid pengajian itu menjawab bertanya; “Apanya yang diamalkan, bukankah surah AI Ma‟un sudah seringkali dibaca saat menjalankan shalat?” Kiai Ahmad Dahlan menjawab bahwa bukan itu yang ia maksud diamalkan, tapi apa yang sudah dipahami itu dipraktikkan dan dikerjakan. Kemudian Kiai Ahmad Dahlan memerintahkan para muridnya untuk mencari orang miskin di sekitar tempat tinggal masing-masing. Jika sudah menemukan, mereka harus membawa orang miskin dan anak yatim itu rumah masing-masing, dimandikan dengan sabun dan sikat gigi yang baik, dan diberi pakaian seperti yang biasa mereka pakai. Orang miskin itu juga makan dan minum serta tempat tidur yang layak. Pengajian pagi itu kemudian ditutup dan Kial Ahmad Dahlan memerintahkan agar para murid melakukan apa yang sudah dijelaskan kepada mereka. Dalam setiap ceramah dan pengajian, Kial Ahmad Dahian terus-menerus menyerukan agar setiap orang yang mampu, bersedia memenuhi hak dan berlaku adil kepada orang miskin, para fakir, anak-yatim, dan orang-orang terlantar.40 3. Analisis Persamaan Dan Perbedaan Konsep Konsep Pendidikan K.H. Hasyim Asy‟ari Dan K.H. Ahmad Dahlan a. Persamaan Konsep Pendidikan Islam K.H. Hasyim Asy‟ari Dan K.H. Ahmad Dahlan 1) Dasar pendidikan Islam K.H. Hasyim Asy‟ari memaparkan tingginya penuntut ilmu dan ulama dengan menggunakan Surat Al Mujadalah dan Surat Al Bayyinah. KH. Ahmad Dahlan menggunakan surat Al Maun sebagai dasar pemikiran pendidikan beliau. Dalam Surat Al Maun jelas tidak ada perintah mendirikan lembaga pendidikan, rumah sakit dan panti asuhan.Tetapi karena K.H. Ahmad Dahlan berpikiran sangat rasional 40
Ibid, 67-68
dan filosofis, rnaka untuk memberantas kebodohan umat salah satu jalannnya adalah membuat jalannva pendidikan Dari kedua pernyataan di atas, KH. Hasyim Asy‟ari dan KH. Ahmad Dahlan mengambil dasar yang sama dalam menerapkan pendidikan islam. Keduanya menggunkan Al Qur‟an dan Al Hadist sebagai dasar pendidikan islam. KH. Hasyim Asyari menggunakan surat Al Mujadalah dan surat Al Bayyinah sedangkan KH. Ahmad Dahlan menggunakan surat Al Maun.
2) Tujuan Pendidikan islam K.H. Hasyirn Asy‟ari saat mendirikan pesantren memberikan pernyataan bahwa menyebarkan agama Islam berarti meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Jika manusia sudah mendapat kehidupan yang baik, apalagi yang harus ditingkatkan dari mereka. Selain itu KH. Hasyim Asy‟ari berpesan kepada muridnya Kyai As‟ad Syamsul Arifin untuk mencetak para fuqoha.
Hasyim Asy‟ari juga sudah
memikirkan tentang perlunya pendidikan bagi perempaan di kalangan Nahdliyin pada saat lndonesia belum merdeka, sekitar 1930-an. Dari kerja Kiai Dahlan, tumbuh suatu sistem nilai dan tradisi kependidikan dalam pengertian yang luas. Dari sini muncul kesadaran, bahwa setiap orang wajib menyebarkan ilmu sekaligus ajaran Islam ke semua orang di semua ternpat, menjadi guru sekaligus juga menjadi murid belajar dan juga mengajar untuk sebuah kebaikan hidup bagi seluruh umat manusia.Kyai Ahmad Dahlan sedang merancang sebuah dunia baru, dan sebuah kesatuan kemanusiaan dalam kemajuan iptek dan peradaban yang dicerahi etika Al Quran Dari kedua pernyataan diatas, dapat diketahui bahwa tujuan pendidikan
K.H. Asy‟ari meningkatkan kualitas manusia yang
menekankan pada pengetahuan agama secara mendalam meliputi fiqih sampai tasawuf. Selain itu, K.H. Hasyim Asyari menambahkan
pengetahuan umum sebagai pelengkap dari ilmu agama. K.H. Ahmad Dahlan membagi secara merata antara pendidikan Agama dan pendidikan umum. Secara umum, tujuan pendidikan kedua tokoh ini memiliki persamaan yang mendasar bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk meningkatkan kualitas manusia menguasai ilmu agama dan umum. Latar belakang keluarga dan masalah lingkungan sekitar menjadi faktor yang mempengaruhi kedua tokoh itu dalam memberikan tingkat pengetahuan agama yang diberikan kepada santri. K.H. Hasim Asy‟ari terlahir dari keluarga pesantren dengan lingkungan dengan pelaksanaan syariat yang sudah kuat. Hal ini membuat beliau mengajarkan ilmu agama yang lebih mendalam dari syariat seperti tasawuf. K.H. Ahmad Dahlan terlahir dari latar belakang
priyayi keraton yang disekitarnya terdapat banyak
kemusyrikan, sehingga membuat beliau menekankan pemahaman agama pada pelaksanaan syariat. Inilah yang menjadikan seolah kedua tokoh ini berbeda dalam pengajaran agama meskipun sebenarnya lebih cocok diartikan sebagai pembagian wilayah dakwah agar semua manusia menemukan jalan untuk mendapat Ridho-Nya. b. Perbedaan Konsep Pendidikan Islam K.H. Hasyim Asy‟ari Dan K.H. Ahmad Dahlan 1) Materi pendidikan islam Kiai Chudlori, pendiri Pesantren Tegalrejo (Magelang), pernah belajar
di
Pesantren
Tebuirng
selama
lima
tahun
dengan
mengkhususkan diri mempelajari tata bahasa dan teks bahasa Arab dengan mempelajari berbagai buku seperti ajjurumiyyah karya Ibn Ajurrum, al imritti karya Sharaf bin Yahya al-Anshari al-‟TmrIthI, izzi karya „Izzi ad-Din Ibrahim az-Zanjani, Maqshud (karya anonim yang kadang-kadang dianggap sebagai kaiya Abu Hanifah), Qawâ’id aII’râb karya Ibn Hisham dan Alfiyah karya Ibn Malik. Pesantren Tebuireng mulai mengambil langkah-langkah inovatif dalam sistem pengajaran. Langkah inovatif itu sama sekali
tidak mencerabut akar kuat sebelumnya, yaitu pembelajaran kitab kunin. Kurikulum madrasah ini sampai tahun 1919 terdiri hanya mengajarkan pelajaran agama, setelah itu pelajaran matemarika dan geografi diberikan. Setelah itu menyusul pelajaran bahasa Belanda dan bahasa Inggris. Kiai Ahmad Dahlan boleh dikatakan seorang intelektual agama pada waktu itu. Ia banyak memiliki kitab agama, dan selalu mengikuti arus perkembangan ilmu. Kitab-kitab terbitan baru dan karangan alim ulama terbaru pun selalu diikutinya dengan seksama. Di antara kitab-kitab yang digemarinya dan senang dibaca adalah kitab Taukhid karangan Syaikh Muhammad Abduh, kitab Tafsir Jus Amma karangan Syaikh Muhammad Abduh, kitab-kitab 191 Bid‟ah karangan ibnu Taimiyah, dan kitab-kitab Tafsir Al-Manr zar karangan Sayid Rasyid Ridha, dan lain-lain. Selain materi pendidikan agama, KH. Ahmad Dahlan, memberikan materi pendidikan umum mengikuti buku kolonial. Dari pernyataan diatas, kedua tokoh ini menggunakan materi yang berbeda dalam pemberian materi agama. K.H. Hasim Asy‟ari mengggunakan materi agama yang bersumber dari kitab ulama- ulama terdahulu, sedangkan K.H. Ahmad Dahlan menggunakan sumber materi dari kitab- kitab pembaharu Islam seperti Muhammad Abduh dan Rasyid Ridho. 2) Metode pendidikan Islam Pada Para siswa tertarik dengan sistem pengajaran yang diberikan oleh K.H.Hasyim Asy‟ari, suaru teknik pengajaran yang diperoleh dan berbagai ulama di nusantara dan Hijaz. Sebagaimana dijelaskan di atas, sistem pendidikan yang diinisiasi oleh Kiai Hasyim adalah sistem pengajaran sorogan, bandongan, dan hafalan. Sistem tersebut mengacu pada kitab yang diajarkan. Kiai Abmad Dahlan adalah seorang pendidik dan organisator yang berpandangan maju. Sekadar contoh, Kiai Abmad Dahlan sejak
awal memang berusaha mengombinaslkan unsur-unsur yang baik dan kedua sistem yang ada. Pada tahun 1911 misalnya, ketika ia mulai mendirikan Sekolah Muhammadiyah Kedua
tokoh
ini
memiliki
perbedaan
metode
dalam
pelaksanaan pendidikan Islam. K.H. Hasyim asy‟ari menggunakan metode sorogan , badongan, hafalan. K.H. Ahmad Dahlan menggunakan metode gabungan antara klasikal dan kolonial yaitu model ceramah dengan pembelajaran dalam kelas menggunkan kapur dan papan tulis.
3) Evaluasi pendidikan Islam Sebagaimana dijelaskan di atas, sistem pendidikan yang diinisiasi oleh Kiai Hasyim Asy‟ari adalah sistem pengajaran sorogan atau bandongan. Sistem tersebut mengacu pada kitab yang diajarkan. Jika kitab tersebut selesai dikhatamkan. santri dapat melanjutkan ke tingkatan berikutnya. K.H. Ahmad Dahlan menggunakan metode pembelajaran di kelas sehingga evaluasi yang digunakan adalah evaluasi tertulis dari meteri yang diberikan meniru darai model evaluasi kolonial. Dari kedua pernyataan diatas, terdapat perbedaan evaluasi dalam pembelajaran menyesuaikan dengan materi dan metode yang digunakan dalam pembelajaran. .KH. Hasim Asy‟ari mengevaluasi dengan mengkhatamkan kitab, sedangkan K.H. Ahmad Dahlan menggunakan evalusi tertulis meniru dari pembelajaran kolonial. Evalusi jangka panjang dari kedua tokoh ini adalah pengamalan dari ilmu yang telah diperolah
E. Penutup 1. Kesimpulan a) Dasar pendidikan Islam yang digunakan oleh K.H .Hasyim Asy‟ari dan K.H. Ahmad Dahlan bersumber langsung pada Al Qur‟an
b) Tujuan pendidikan Islam K.H .Hasyim Asy‟ari dan K.H. Ahmad Dahlan adalah membentuk insane kamil yang menguasai ilmu agama dan ilmu umum c) Materi pendidikan Islam yang digunakan oleh K.H .Hasyim Asy‟ari bersumber dari kitab klasik ulama terdahulu. K.H. Ahmad Dahlan bersumber dari kitab para pembaharu islam d) Metode pendidikan Islam yang digunakan oleh K.H .Hasyim Asy‟ari adalah sorogan, badongan dan hafalan. K.H. Ahmad Dahlan menggunakan gabungan klasikal dan kolonial e) Evaluasi pendidikan Islam yang digunakan oleh K.H .Hasyim Asy‟ari adalah mengkhatamkan kitab. K.H. Ahmad Dahlan mengunakan evalusi tertulis DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2008 Abdul Mujib, Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2006 Adi Sasono dkk , Solusi Islam Atas Problematika Umat, Jakarta : Gema Insani Press, 1998 Al Nahlawi, Abdurrahman,
Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, Dan
Masyarakat, Jakarta : Gema Insani Press, 1995 Amsori, Nasrudin, Matahari Pembaruan Rekam Jejak KH Ahmad Dahlan, Yogyakarta : Galang Press, 2010 Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka Cipta,2002 Budi, Windu, 11 Tokoh Paling inspiratif Indonesia, Jakarta : Mizan , 2010 Ekhsan, Moch, Kyai Kelana Biografi KH. Muchid Muzadi, Yogyakarta : Lkis, 2000 Feisal, Yusuf Amir, Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta : Gema Insani Press, 1995 Hasan, M Iqbal, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian Dan Aplikasinya, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002
Hitami, Munzir Hitami, Mengonsep Kembali Pendidikan Islam, Yokyakarta: LKiS, 2004 Karni, Asrori, Etos Studi Kaum Santri, Bandung : Mizan Pustaka, 2009 Khuluq, Lathifatul , Fajar Kebangkitan Ulama, Yogyakarta : LKis,2000 Langgulung, Hasan, Asas-Asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2008 Majelis Ditlitbang PP Muhammadiyah, Satu abad Muhammadiyah. Jakarta : Kompas Media Nusantara, 2010 Misrawi, Zuhairi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari Moderasi, Keumatan danKebangsaan, Jakarta : Kompas Media Nusantara, 2010 Mulkan, Abdul Munir, Jejak Pembaruan Sosial dan Kemanusiaaan Kyai Ahmad Dahlan, Jakarta : Kompas Media Nusantara,2010 Qodir, Zuly, Reorientasi gerakan dan pemikirran memasuki abad kedua ( Yogyakarta : Kanisius, 2010 Qomar, Mujamil, Epistimologi Pendidikan Islam, Jakarta: Erlangga, 2000 Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004
BIOGRAFI
Nama
: Syamsul Muqorrobin
Tempat tanggal Lahir
: 05 Juli 1989
Jenis Kelamin
: Laki- Laki
Agama
: Islam
RIWAYAT PENDIDIKAN SDN 2 Karang lo Lor 2 , 1996- 2002 MTS Al – Mukarrrom , 2002- 2005 MAN 2 Ponorogo ,2005-2008 S1 Tadris Bahasa Inggris, STAIN Ponorogo tahun 2008-20012 S2 Pendidikan Agama Islam, Insuri ponorogon 2103-2015 RIWAYAT ORGANISASI Anggota UKM Kerohanian UKI STAIN Ponorogo periode 2008- 2012
Pengurus Senat Mahasiswa Jurusan Tarbiyah STAIN Ponorogo periode 2009-2011 Pengurus Pondok Pesantren Nurul Hikam Periode 2006-2008 Pengurus PMII Rayon STAIN periode 2009-2011 PENGALAMAN MENGAJAR Staf pengajar STINU Pacitan periode 2015-2016 Staf pengajar INSURI Ponorogo - sampai sekarang