Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
PENINGKATAN PRODUKSI BERAS MELALUI PENDAMPINGAN SL-PTT PADI INPARI DI KABUPATEN BOJONEGORO Nurul Istiqomah dan Handoko Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur Jl. Raya Karangploso KM 4 PO BOX 188 Malang Telp. (0341) 494052, Fax (0341)471255 E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Increased rice production can be increased with the intensification of land with the implementation of paddy PTT technology. The purpose of this study to obtain of Inpari paddy variety that capable of producing high production in the local agroecology by assistance of paddy SLPTT. Research conducted in the village of Kapas Kumpulrejo Bojonegoro district with three varieties of rice: Inpari 1, Inpari 4, and Inpari 8 with two commonly grown paddy varieties that farmers as a comparison: Situbagendit and Ciherang. SL PTT paddy by applying: legowo spacing 40x(20x10) cm, 2-3 seedlings / clump, 15-21 days seedlings, organic fertilizers 2 tons / ha. Observations made on the five plots , then performed F test followed by LSD at 5% level. Observed variables were plant height, total number of tillers, number of productive tillers, panicle length and production. The results showed that Ciherang plant height (107 cm) higher than the other varieties as well as the total number of tillers Ciherang (25.8) is higher than Inpari 1 (21), Inpari 4 (18.4), Inpari 8 (21 , 2) and Situbagendit (16.8) but the number of productive tillers was not significantly different with Inpari. Amount of pithy grain Inpari 1 (113) and Inpari 8 (128) higher than Ciherang (106). The highest rice production Inpari 1 (8.4 ton / ha), followed by Inpari 8 (8.0 ton / ha), Inpari 4 (7.2 ton / ha), Ciherang (6.1 ton / ha), and Situbagendit (4.9 tons / ha). Although Inpari 1 more higher than 8, but farmers prefer Inpari 8 because of more fluffier rice. Keywords: assistance, SL-PTT, rice Inpari, increased production PENDAHULUAN Beras merupakan komoditas nasional yang memegang peranan sangat strategis tetapi berdasarkan data produksi padi tahun 1994 hingga 2007 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan produksi padi masih berada di bawah laju pertumbuhan penduduk (BPS 2007). Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi dan produktivitas padi adalah melalui program benih bersertifikat. Departemen Pertanian pada tahun 2007 telah menghasilkan teknologi atau inovasi baru melalui pendekatan Peningkatan Produksi Nasional (P2BN) untuk memacu peningkatan produktivitas usahatani padi. Produktivitas padi di Jawa Timur selama tahun 2002-2006 peningkatannya relatif melandai. Produktivitas padi pada tahun 2002 sebesar 5,22 t/ha menjadi 5,34 t/ha pada tahun 2006. Selain itu enam tahun terakhir (2000-2005) terjadi penyusutan areal lahan sawah sebesar 5,06 % (BPS, 2002 dan 2007). Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan produksi padi di Jawa Timur tampaknya sulit dilakukan melalui perluasan areal tanam padi sawah, sehingga peningkatan produksi dapat dilakukan dengan Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Juni, 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
intensifikasi lahan melalui terobosan teknologi inovasi baru dengan pendekatan pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu (PTT). PTT padi merupakan pendekatan teknologi untuk menghasilkan rakitan teknologi spesifik lokasi dalam pengelolaan lahan, air, tanaman, dan organisme pengganggu tanaman (OPT) secara terpadu dan menjamin keberlanjutan kelestarian lingkungan. Gerakan SL-PTT di Jawa Timur mulai dilaksanakan tahun 2009, yaitu merupakan sekolah lapang bagi petani dalam menerapkan berbagai teknologi usahatani melalui penggunaan input produksi yang efisien dan spesifik lokasi sehingga mampu menghasilkan produktivitas tinggi dalam menunjang peningkatan produksi secara berkelanjutan (Kasijadi et. al., 2010). Untuk mendukung peningkatan produktivitas dalam menunjang peningkatan produksi secara berkelanjutan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian telah banyak menghasilkan VUB padi sawah dengan potensi produksi tinggi akan tetapi tidak semua informasi tentang VUB tersebut diketahui oleh petani. Olah karena itu Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian melaksanakan pendampingan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (SL-PTT) melalui penerapan PTT Padi diantaranya pengenalan VUB padi sawah. Melalui pendampingan SLPTT padi akan diperoleh VUB yang adaptif spesifik lokasi yang mampu berproduksi optimal dibandingkan dengan varietas yang ditanam petani sehingga terjadi percepatan penyebaran dan adopsi VUB padi sawah. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan varietas Inpari dengan produksi tinggi menunjang peningkatan produksi padi melalui pendampingan SLPTT dengan menerapkan komponen PTT padi di Kabupaten Bojonegoro. METODE Penelitian dilaksanakan pada MK 1 di Kecamatan Kapas Kabupaten Bojonegoro dengan tiga VUB Padi sawah yaitu Inpari 1, Inpari 4, dan Inpari 8 dengan dua varietas padi yang biasa ditanam petani sebagai pembanding yaitu Ciherang dan Situbagendit. Pelaksanaan penelitian melalui pendampingan SL PTT padi dengan menerapkan PTT padi menerapkan beberapa komponen PT yaitu: 1). Penggunaan VUB, 2). Penggunaan benih muda (>21 hari setelah semai), 3). Cara tanam jajar legowo {40 x (20 x 10)} cm, 4). Penggunaan pupuk organik 2 t.ha-1, 5). Penambahan pupuk N susulan berdasarkan pengamatan dengan BWD, 6). Penggunaan pupuk P dan K berdasarkan hasil analisa menggunakan PUTS. Dosis pupuk N yang diberikan pada umur 10-15 HST adalah Urea 100 kg.ha-1, pupuk N susulan berdasarkan BWD pada umur 25-28 HST sebanyak 150 kg ha-1, SP-36 100 kg.ha-1dan KCl 100 kg.ha-1 Pengamatan dilakukan pada lima petak ubinan, kemudian dilakukan analisis sidik ragam Uji F yang dilanjutkan dengan BNT pada taraf 5%. Peubah yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah anakan total, jumlah anakan produktif, Jumlah gabah bernas, jumlah gabah hampa, panjang malai dan produksi yang diamati dari ubinan 6,25m2.
2
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Agroekologi Kabupaten Bojonegoro dilewati oleh Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo yang cukup subur dengan pertanian yang intensif. Sebanyak 40,15 % wilayah Bojonegoro masih merupakan hutan Negara yang sebagian besar berada di wilayah Selatan Bojonegoro, lahan sawah berpengairan teknis mencakup 21.38 persen, sedangkan lahan sawah yang dialiri irigasi semi teknis meliputi 6,12 persen. Sementara itu sawah yang tadah hujan mencapai 48,05 %, serta 22,42 % merupakan tanah kering dan sisanya 4,85 % adalah lahan uyang dipergunakan untuk perkebunan dan lain-lain (BPS, 2009) (Gambar 1).
Hutan Negara
22,42
48,06
4,85
40,15
21,38 6,12
Lahan sawah dengan pengairan teknis Lahan sawah dengan irigasi semi teknis
Gambar. 1. Pemanfaatan Penggunaan Lahan di Kabupaten Bojonegoro Pola Tanam Dalam Setahun Pengaturan pola tanam terkait dengan kebutuhan air, khususnya di daerah non irigasi yang sangat bergantung pada curah hujan dan faktor-faktor iklim lainnya, seperti suhu udara dan penyinaran matahari sehingga dapat mendukung pertumbuhan tanaman untuk berproduksi optimal. Disamping ketergantungan terhadap faktor iklim, penerapan teknologi budidaya, penyediaan sarana produksi, dan penyediaan varietas unggul juga memegang peranan penting. Di daerah sepanjang aliran sungi Bengawan Solo pada umumnya petani dapat menanam padi tiga kali dalam setahun dengan pola tanam padi-padi-padi. Sebagian daerah sentra tanaman tembakau dengan pola tanam padi-padi-tembakau sedangkan di sawah tadah hujan dengan pola tanam padi-palawija/padi-gogo. Pertumbuhan dan Hasil Padi Inpari Keragaan komponen pertumbuhan padi Inpari (tinggi tanaman, jumlah anakan total, dan jumlah anakan produktif) dua varietas pembanding Situbagendit dan Ciherang (Tabel 1).
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Juni, 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Tabel 1. Komponen Pertumbuhan VUB Padi Inpari pada MK 1 di Kecamatan Kapas Kab. Bojonegoro, 2009. Komponen Pertumbuhan VUB Padi Inpari dan Varietas Pembanding
Tinggi Tanaman (cm)
Jumlah anakan total (batang)
Jumlah anakan produktif (batang) 18,4 a 17,6 a 20,4 a 17,4 a 13,2 b 14,3
Inpari 1 94,0 bc 21,0 b Inpari 4 92,0 c 18,4 bc Inpari 8 98,0 b 21,2 b Situbagendit 107,0 a 25,8 a Ciherang 93,2 bc 16,8 c KK (%) 3,93 11,5 Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata pada Uji BNT (α=5%)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada peubah tinggi tanaman varietas pembanding Ciherang (107 cm) lebih tinggi dibandingkan dengan varietas lainnya begitu juga dengan jumlah anakan total Ciherang (25,8 cm) lebih tinggi daripada Inpari 1 (21 cm), Inpari 4 (18,4 cm), Inpari 8 (21,2 cm) dan Situbagendit (16,8 cm) tetapi jumlah anakan produktif tidak berbeda nyata dengan padi Inpari. Jumlah gabah isi Inpari 1 (113 batang ) dan Inpari 8 (128 batang ) lebih tinggi daripada Ciherang (106 batang). Dibandingkan dengan deskripsinya (Tabel 3), Inpari 8 dengan tinggi 105-121 cm tetapi di lokasi penelitian tinggi tanaman 98 cm. Varietas Situbagendit yang merupakan varietas eksisting menunjukkan performance tinggi tanaman yang lebih tinggi dan berbeda nyata dengan varietas pembanding Ciherang dan varietas Inpari. Demikian pula dengan jumlah anakan total ternyata varietas eksisting Situbagendit menghasilkan jumlah anakan yang lebih banyak dan berbeda nyata dengan pembanding Ciherang dan Inpari. Tetapi pada penelitian ini, banyaknya jumlah anakan total tidak berkorelasi dengan jumlah anakan produktif. Hal ini karena tidak semua anakan yang terbentuk mampu menghasilkan malai. Inpari 8 menghasilkan jumlah anakan produktif yang lebih banyak meskipun tidak berbeda nyata dengan Situbagendit, Inpari 1 dan Inpari 4 serta varietas pembanding, Ciherang. Akan tetapi menurut Kim et al. (1988) jumlah malai atau jumlah anakan produktif mempunyai pengaruh terhadap hasil. Tabel 2. Komponen Hasil 3 VUB Padi Inpari dengan Ciherang dan Situbagendit pada MK 1 di Kecamatan Kapas Kab. Bojonegoro, 2009. VUB Padi Inpari dan Varietas Pembanding
Panjang Malai (cm)
Komponen Hasil Jumlah Gabah Jumlah Gabah Bernas Hampa (butir) (butir) 113,0 ab 16,4 c 100,8 bc 14,8 c 128,0 a 21,0 bc 107,0 bc 33,6 ab 96,0 c 37,6 a 11,49 14,31
Hasil GKP (ton ha-1)
Inpari 1 24,6 c 8,4 a Inpari 4 25,8 bc 7,2 c Inpari 8 28,6 a 8,0 b Situbagendit 27,0 ab 6,1 d Ciherang 26,0 bc 4,9 e KK (%) 5,6 4,0 Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata pada Uji BNT (α=5%).
4
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
Malai Inpari 8 (28,6 cm) paling panjang dan berbeda nyata dengan Inpari 1 (24,6 cm). Sementara itu jumlah gabah bernas Inpari 8 ( 128 butir) paling tinggi dan berbeda nyata dengan varietas pembanding Situbagendit (107 butir) dan Ciherang (96 butir). Jumlah gabah hampa Ciherang (37,6 butir) paling banyak dan berbeda nyata dengan ketiga VUB Inpari lainnya. Secara umum VUB padi Inpari menghasilkan GKP yang lebih tinggi daripada varietas eksisting/pembanding (Ciherang dan Situbagendit). Produksi padi tertinggi Inpari 1 (8,4 ton/ha), diikuti oleh Inpari 8 (8,0 ton/ha), Inpari 4 (7,2 ton/ha), Ciherang (6,1 ton/ha), dan Situbagendit (4,9 ton/ha). Meskipun hasil penen Inpari 1 lebih tinggi daripada Inpari 8, tetapi petani lebih menyukai Inpari 8 karena rasa nasinya lebih pulen. Begitu pula terhadap Inpari 4, petani juga suka tetapi produktivitasnya masih lebih rendah daripada Inpari 8, Inpari 1 mampu berproduksi hingga 8,4 ton ha -1 sedangkan Inpari 8 sebesar 8 ton ha -1. Tabel 3. Deskripsi VUB Padi Inpari Kriteria Jumlah VUB Padi/tahun Tinggi Umur Kisaran Ketahanan anakan pelepasan tanaman Panen hasil terhadap Hama produktif (cn) (hari) (ton ha-1) dan Penyakit (batang) Inpari 1/ 93,0 16 108 7,30-10,0 HDB, Wck2,3 Inpari 4/ 95-105 16 115 6,04-8,80 HDB Inpari 8/ 105-121 15-21 125 6,41-9,30 HDB Situbagendit/2003 99-105 12-13 110-120 4,00-6,00 HDB, B Ciherang/2000 107-115 14-17 116-125 6,00-8,50 HDB, Wck2,3 Sumber: Suprihatno, et.al (2010). Keterangan: B=blas; Wck =Wereng Coklat Biotype 1,2,3; HDB=Hawar Daun Bakteri.
Sesuai dengan deskripsinya (Tabel 3), Situbagendit yang merupakan varietas eksisting mempunyai potensi produksi hingga 6 ton ha -1, lebih rendah daripada VUB padi sawah Inpari. KESIMPULAN Hasil panen VUB padi sawah tertinggi pada Inpari 1 mencapai 8,4 ton ha-1, tetapi terkait dengan rasa nasinya, petani lebih memilih Inpari 8 karena teksturnya yang lebih pulen meskipun hasil ton ha -1 lebih rendah yaitu 8,0 ton ha -1. Hasil GKP pada VUB padi Inpari 8 lebih tinggi daripada varietas ciherang (38,75%) dan Situbagendit (23,75%). VUB padi sawah Inpari 8 dapat disarankan untuk dikembangkan lebih luas mengingat kemampuannya berproduksi tinggi dan rasa nasinya yang disukai. DAFTAR PUSTAKA BPS. 2002. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta. -----, 2007. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Badan Litbang Pertanian. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Irigasi. Petunjuk Teknis Lapang. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Juni, 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Endrisal dan J. Bobihoe. 2004. Efesiensi Penggunaan Pupuk Nitrogen dengan Penggunaan Pupuk Organik pada Tanaman Padi Sawah. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Vol 7, No.2: 118-124. Kasijadi. F, Suwono, Arifin. Z., dan Purnomo,S. 2007. PTT Padi (Prinsip PTT, Teknologi Dasar dan Pilihan/Spesifik Lokasi, Teknologi Alternatif, Manajemen Kawasan, dan Usahatani). Kementerian Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. BPTP Jawa Timur. Kim, C.H dan J.N Rutger. 1988. Heterosis in Rice. In Hybrid Rice. IRRI. P 39-54. Suprihatno, B. Aan. A.D, Satoto, Baehaki S.E., Suprihantono, A. Setyono, S.D. Indrasari, I.P. Waedana, H. Sembiring. 2010. Deskripsi Varietas Padi. Badan Litbangtan. Balitpa. Sukamandi.
6
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012