Zainal Arifin 09230110015. 3 Strain Diversity Evaluation Rice (Oryza sativa L.) results in Phenotype Gamma Ray Irradiation on Growth and Production. Under supervision of Prof. Dr. Ir. Sumarji, M.P., Ir. Nunuk H, M.P. and Bambang Sujatmiko S.P., MSc. ABSTRACT Genetic variation is one of most important factor for plant breeding. Mutation induction with gamma irradiation was known as one of the technique to rice genetic variation in order develop new rice genotypes. The of this research was gamma ray irradiation would provide diverse influence on the growth and production lines AC6DH1-103, KA0048 and KA0052. The second will obtain the optimum dose to increase growth and production lines AC6DH1-103, KA0048 and KA0052. Induced mutation was made by Gamma irradiation using seed materials. The experiment was designed as Randomize Complete Design with 2 factors, the first factor was genotypes, i.e.: AC6 DH1 103, KA0048 and KA0052. The second was gamma irradiation doses i.e.: 0, 100, 150 and 200 Gray (Gy). Gamma irradiaton was conducted at the Center for the Application of Isotope and Radiation Technology, National Nuclear Energy Agency (BATAN) Pasar Jum’at Jakarta using Gamma Chamber type 4000A. The planting of irradiated seed and mutant screening was done at Pranggang Green House PT. BISI International Tbk. Agronomic characters evaluation of potential mutants. Mutant on M0 generation showed variation of the strain and the seed viability of the radiation dose. Largest seed viability of each strain is, 100% AC6 DH1103 dose of 200 Gy, 84% KA0048 dose of 100 Gy and 74% KA0052 dose of 150 Gy. AC6 DH1 103 (M0) is most responsive to gamma radiation treatments proved significant interaction was found in total fertil of seeds, total steril of seeds per hill and 100 seed weight than the control. These promising mutant lines might be of useful for further rice research and development in Indonesia. Keywords: rice, induced mutation, mutant lines.
1
Zainal Arifin 09230110015. Evaluasi Keragaman 3 Galur Padi (Oryza sativa L.) hasil Iradiasi Sinar Gamma secara Fenotipe terhadap Pertumbuhan dan Produksi. Dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Sumarji, M.P., Ir. Nunuk H, M.P. and Bambang Sujatmiko S.P., MSc. RINGKASAN Induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma dikenal sebagai salah satu teknik untuk mengembangkan genotipe padi baru. Tujuan dari penelitian ini adalah Iradiasi sinar gamma akan memberikan keragaman terhadap pertumbuhan dan produksi galur AC6DH1-103, KA0048 dan KA0052. Tujuan kedua yaitu akan diperoleh dosis optimum untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi galur AC6DH1-103, KA0048 dan KA0052. Pada penelitian ini mutasi induksi dengan iradiasi sinar gamma dilakukan pada benih. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 2 faktor, faktor pertama adalah genotipe, yaitu: AC6 DH1 103, KA0048 dan KA0052. Faktor kedua adalah dosis iradiasi sinar gamma yaitu: 0, 100, 150 dan 200 Gy. Penelitian perbaikan padi melalui induksi mutasi dilakukan di Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi Teknologi, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Pasar Jum'at Jakarta menggunakan Gamma Chamber tipe 4000A. Penanaman benih iradiasi dan screening mutan dilakukan di green house PT. BISI International Tbk. dusun Pranggang Kediri Jawa Timur. Evaluasi karakter agronomi mutan potensial generasi M0 menunjukkan bahwa terjadi variasi daya tumbuh terhadap galur dan dosis radiasi. Daya tumbuh terbesar masing-masing galur yaitu, Galur AC6 DH1 103 100% dosis 200 Gy, KA0048 84% dosis 100 Gy dan KA0052 74% dosis 150 Gy. Galur AC6 DH1 103 (M0) lebih responsif terhadap iradiasi sinar gamma terbukti ditemukan interaksi nyata pada variabel jumlah benih isi, jumlah benih hampa per rumpun dan bobot 100 benih dibandingkan kontrol. Galur mutan diharapan bisa bermanfaat untuk penelitian lebih lanjut dan pengembangan padi di Indonesia. Kata kunci: beras, mutasi induksi, galur mutan.
2
PENDAHULUAN Padi (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Permintaan akan komoditas ini dari tahun ke tahun terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata 1.34% per tahun (BPS, 2008). Meningkatnya tekanan produksi padi pada sentra-sentra padi merupakan tantangan bagi kelangsungan swasembada beras yang pernah dicapai Indonesia pada tahun 1984 dan dicapai kembali pada tahun 2008. Jumlah produksi padi nasional tahun 2009 diperkirakan mencapai 62.56 juta ton atau meningkat 2.24 juta ton (3.71%) dibanding produksi padi tahun 2008 (60.62 juta ton). Kenaikan produksi diperkirakan terjadi karena peningkatan luas panen seluas 341.56 ribu hektar (2.77%) dan juga kenaikan produktivitas sebesar 0.44 kuintal/hektar atau 0.9% (BPS 2008; Setneg 2009). Salah satu program pemuliaan tanaman adalah meningkatkan keanekaragaman genetik. Upaya yang mungkin dilakukan untuk memperluas variasi genetik tanaman adalah hibridisasi, mutagenesis dan induksi variasi somaklonal dalam kultur in vitro (Pattee dan Stalker, 1995). Dalam bidang pemuliaan tanaman, teknik mutasi dapat digunakan untuk meningkatkan keragaman genetik sehingga memungkinkan pemulia melakukan seleksi genotipe tanaman sesuai dengan tujuan pemuliaan yang dikehendaki. Mutasi dapat terjadi secara alamiah atau diinduksi secara buatan. Induksi mutasi buatan dapat memperluas keragaman genetik tanaman melalui perubahan susunan gen yang berasal dari tanaman itu sendiri. Mutasi spontan (alamiah) tidak mampu memberikan keragaman genetik secara cepat dan akurat. Oleh karena itu, metode untuk menginduksi mutasi merupakan masalah yang penting untuk diketahui dalam upaya perbaikan tanaman dan meningkatkan produktivitas tanaman (Ahloowalia dan Maluszynsky, 2001). Induksi mutasi dapat dilakukan dengan perlakuan bahan mutagen tertentu
terhadap organ reproduksi tanaman seperti biji, stek batang, serbuk sari, akar rhizome, juga kalus hasil kultur jaringan. Bahan mutagen yang sering digunakan dalam penelitian pemuliaan tanaman digolongkan menjadi dua kelompok yaitu mutagen kimia (chemical mutagen) dan mutagen fisik (physical mutagen). Mutagen fisik dapat bersifat sebagai radiasi pengion (ionizing radiation). Beberapa macam mutagen fisik antara lain adalah sinar-X, sinar gamma, sinar beta, neutron, dan partikel dari aselerator yang dapat melepas energi (ionisasi) pada saat melewati atau menembus materi yang diradiasi (Rahayu, 2009). Tabel 1. Karakteristik jenis radiasi, Oktavina (2011). Tipe Radiasi Sinar X
Sinar Gamma
Sumber
Deskripsi
Energi
Mesin sinar
Radiasi
50-300 k
X
elektromagnetik
Radio isotop dan reaksi nuklir Reaktor
Neutron
nuklir dan akselerator
Partikel beta Partikel alpha
Proton
Radiasi elektromagnetik
Partikel tidak berubah
V Sampai beberapa Me V < 1 eV sampai MeV Sampai
Radio isotop
Berupa electron
beberapa MeV
Radio isotop
Reaktor nuklir
Inti Helium
2-9 MeV
Inti Hidrogen
beberapa
Sampai GeV
Pemuliaan mutasi bertujuan untuk menciptakan variabilitas yang luas, sehingga tersedia materi seleksi untuk memilih mutan dengan sifat yang diharapkan. Keberhasilan pemuliaan tanaman tergantung pada variabilitas genetik tanaman. Untuk mencapai tujuan pemuliaan tersebut perlu diketahui besarnya nilai ragam genetik yang ada (Poehlman, 1983). Menurut Mikaelsen (1980), metode pemuliaan mutasi merupakan pilihan yang tepat untuk sifatsifat dengan variabilitas genetik yang sangat sempit. Kelebihan metode ini yaitu berupa waktu yang lebih singkat dibandingkan metode konvensional. Bahan tanaman yang lazim dan baik dipakai sebagai obyek radiasi adalah tepung sari, biji- biji tanaman dan tanamantanaman yang sedang tumbuh. Teknik
3
penyinaran biji lebih disukai dari pada penyinaran tanaman yang sedang tumbuh, karena untuk mendapat efek radiasi dilapangan perlu dilakukan penyinaran yang luas. Biji yang biasanya berukuran kecil dalam jumlah besar dapat disinari bersama atau diangkut dengan mudah. Biji yang sebetulnya suatu embryo, adalah fase penting dalam siklus pertumbuhan tanaman (Suseno, 1966). Berdasarkan catatan FAO/IAEA (International Atomic Energy Agency), Bank Data Kultivar Mutan, melalui aplikasi teknik nuklir, telah menghasilkan kultivar mutan sebanyak 2.252 kultivar sampai dengan tahun 2000. Tanaman serealia sebanyak 1.072 kultivar, kacang-kacangan atau leguminosa 311 kultivar, industri 81 kultivar, sayuran 66 kultivar, penghasil minyak 59 kultivar, dan tanaman lainnya 111 kultivar. Tanaman hortikultura sebanyak 552 kultivar, meliputi tanaman hias, sayuran, buahbuahan serta tanaman lainnya. Menilik sumber radiasinya atau mutagen yang digunakan, sinar gamma merupakan mutagen yang paling banyak digunakan atau 64,5 % dari 1.589 kultivar mutan hasil mutasi langsung (Amien dan Carsono, 2008). Dosis iradiasi yang digunakan untuk menginduksi keragaman sangat menentukan keberhasilan terbentuknya tanaman mutan. Menurut Broertjes dan Van Harten (1988), kisaran dosis radiasi sinar gamma pada berbagai jenis tanaman hias dan untuk tanaman anyelir kisaran yang telah dicobakan berada pada selang yang masih cukup lebar yaitu antara 25 - 120 Gy. Iradiasi pada benih, pada umumnya menggunakan kisaran dosis lebih tinggi dibandingkan pada bagian tanaman lainnya. Semakin banyak kadar oksigen dan molekul air (H2O) dalam materi yang diiradiasi maka semakin banyak pula radikal bebas yang terbentuk sehingga tanaman menjadi lebih sensitif (Herison, et al., 2008). Untuk itu perlu dicari dosis optimum yang dapat efektif menghasilkan tanaman mutan yang pada umumnya terjadi pada atau sedikit dibawah nilai LD50 (Lethal Dose 50). LD50 adalah dosis yang menyebabkan 50% kematian dari populasi yang diradiasi. Identifikasi morfologi adalah suatu kegiatan untuk melihat karakter suatu kultivar yang dapat dibedakan secara visual diantara fenotip-fenotipnya. Karakter
tersebut pada umumnya merupakan heritabilitas yang tinggi, mudah dilihat, dan muncul pada semua kondisi lingkungan. Keragaman morfologi kuantitatif meliputi karakter tinggi tanaman, jumlah anakan, umur berbunga, jumlah gabah total per malai, panjang bulu, diameter batang, panjang malai, bobot 100 butir, ukuran gabah, jumlah dan panjang ruas. Keragaman morfologi kualitatif meliputi morfologi bulir, batang, dan daun (Badan Litbang Pertanian dan Komisi Nasional Plasma Nutfah, 2003). BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian perbaikan padi AC6DH1103, KA0048 dan KA0052 melalui induksi mutasi dilakukan di Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi Teknologi, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Pasar Jum'at Jakarta menggunakan Gamma Chamber tipe 4000A. Penanaman benih hasil iradiasi (M0) dilaksanakan bulan Agustus-Desember 2012 di green house PT. BISI International Tbk, Jalan Raya Pare-Wates Km.9 Dusun Pranggang, Desa Sumberagung, Kecamatan Plosoklaten, Kediri, Jawa Timur. Alat dan Bahan 1. Alat Alat-alat yang digunakan untuk karakterisasi morfologi tanaman antara lain Gamma Chamber tipe 4000A, ember plastik untuk media semai, polybag ukuran 10 kg, meteran, kertas sungkup dan seperangkat alat tulis seperti buku, pensil, pulpen, penggaris, spidol, busur dan etiket. 2. Bahan Bahan yang digunakan adalah 3 genotipe padi dengan 4 dosis iradiasi yaitu AC6DH1-103 0Gy, AC6DH1-103 100Gy, AC6DH1-103 150Gy, AC6DH1-103 200Gy, KA0048 0Gy, KA0048 100Gy, KA0048 150Gy, KA0048 200Gy, KA0052 0Gy, KA0052 100Gy, KA0052 150Gy, KA0052 0Gy. Media tanam berupa tanah sawah, pupuk kandang, dan pupuk majemuk NPK : 15-15-15.
Metode Percobaan
2
Percobaan penanaman generasi M0 dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non Faktorial terdiri dari 3 genotipe yaitu AC6DH1-103, KA0048 dan KA0052 dengan iradiasi 0Gy, 100 Gy, 150Gy dan 200Gy. Masing-masing perlakuan terdiri dari 100 benih dengan tiga kali ulangan. Penelitian dilaksanakan sesuai dengan diagram alir seperti pada Gambar 3. Menyiapkan media tanam
Iradiasi benih padi AC6 DH1 (103), KA0048 dan KA0052 dengan sinar gamma 200 Gy 60Co dosis 0, 100, 150 dan 200 Gy
Penanaman I (M0) di green house - Pengamatan Morfologis - Pengamatan Sifat Agronomis
Analisis Data
Penanaman II (M1) di green house - Pengamatan Morfologis - Pengamatan Sifat Agronomis
Analisis Data
Gambar 3. Diagram alir tahapan penelitian
Pelaksanaan Penelitian 1. Persiapan Media Media tanam yang digunakan berupa tanah sawah serta bahan organik berupa pupuk kandang dengan perbandingan 9:1 (tanah sawah : pupuk kandang). Tanah diaduk berulang agar homogen menggunakan cangkul, setelah tercampur kemudian dilakukan pengisian media ke polybag berukuran 10 kg. 2. Penyemaian Benih Penyemaian dapat dilakukan bersamaan dengan persiapan media. Sebelum dilakukan penyemaian benih terlebih dahulu direndam dalam air selama
kurang lebih 24 jam. Selanjutnya benih ditiriskan lalu ditabur pada media semai yang telah disiapkan. Jika diketahui daya tumbuh benih rendah, dapat dilakukan seeds treatment dengan zpt atau dapat di peram sampai muncul radikula. Bibit umur 21 hari setelah semai (hss) siap untuk di pindah tanam. 3. Penanaman Pindah tanam dilakukan pada pagi atau sore hari, untuk menghindari suhu yang tinggi agar bibit tidak tercekam. Penanaman dilakukan dengan cara tanaman dicabut satu persatu dari media semai dan akar diusahakan tetap dalam keadaan utuh. Pindah tanam dilakukan sejumlah satu tanaman / polybag. Pemeliharaan 1. Penyulaman Penyulaman tanaman yang mati atau rusak dapat dilakukan pada semua perlakuan dengan bibit baru. Penyulaman dilakukan pada umur 7 hari setelah tanam (hst) agar masak padi serempak. 2. Penyiangan Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut gulma yang tumbuh di sekitar tanaman padi, dengan tujuan mengurangi kompetisi pengambilan unsur hara antar keduanya, sehingga pupuk dan unsur hara dapat diserap akar tanaman secara maksimal. 3. Pemupukan Pemeliharaan dilakukan dengan memberikan pupuk majemuk (NPK : 15-1515) sebanyak 3 gram/polybag pada saat tanam, empat, dan tujuh minggu setelah tanam. 4. Pengairan Pengairan dilakukan dengan cara kocor menggunakan selang air pada pagi atau sore hari, namun pada fase tertentu pengairan dikurangi agar tanah terbuka dan akar tumbuh dengan baik. Pada fase generatif pengairan dilakukan secara intensif karena jika tanaman kekurangan air maka bunga akan mengalami kehampaan. 5. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Pengendalian hama penyakit secara terpadu, yaitu dengan memperhitungkan ambang populasi hama dan tingkat serangan penyakit. Panen
3
Padi sudah siap panen bila butir gabah yang menguning sudah mencapai sekitar 80% dan tangkainya sudah menunduk. Tangkai padi merunduk karena sarat dengan butir gabah bernas. Untuk lebih memastikan padi sudah siap panen adalah dengan cara menekan butir gabah. Bila butirannya sudah keras berisi maka saat itu paling tepat untuk dipanen. Peubah yang diamati 1. Analisis Karakter Morfologis Analisis morfologis meliputi pengamatan bentuk daun, batang, ligule, malai, bulir, tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah anakan produktif, dan umur berbunga. Pengamatan jumlah anakan dilakukan pada fase vegetatif dan fase generatif. Jumlah anakan fase generatif dihitung saat tanaman sudah berbunga, dengan asumsi pada saat tersebut tidak tebentuk lagi anakan yang baru. Umur berbunga diamati saat malai pertama muncul dari tiap tanaman. Analisis karakter morfologis dilakukan berdasarkan Panduan Sistem Karakterisasi dan Evaluasi Tanaman Padi (Badan Litbang Pertanian dan Komisi Nasional Plasma Nutfah, 2003). 2. Analisis Sifat Agronomis Analisis sifat agronomis meliputi pengamatan jumlah gabah isi per malai, jumlah total gabah total per malai, berat 100 butir, panjang dan lebar gabah, panjang malai, panjang bulu. Pengamatan Karakter kuantitatif tersebut dilakukan menjelang panen dan setelah panen kecuali umur berbunga pada saat malai keluar bunga 1030%. 3. Pengamatan non destruktif a. Tinggi Tanaman (TT) Pengukuran dalam satuan cm diukur dari pangkal batang sampai ujung malai tertinggi (tidak termasuk bulu). Skoring : Pendek (sawah: <110 cm, gogo: <90 cm), sedang (sawah: 110-130 cm, gogo: 90-125 cm) dan tinggi (sawah: >130 cm, gogo: >125 cm). b.Panjang Daun (PjD) Panjang daun diukur dalam satuan cm di bawah daun bendera. Pengukuran dilakukan pada fase pertumbuhan pembungaan. Skoring : Sangat pendek (PjD <21 cm), pendek (PjD 21≤40 cm), sedang (PjD 41≤60 cm), panjang (PjD 21≤40 cm), dan sangat panjang (PjD >80 cm).
c. Lebar Daun (LD) Pengukuran lebar daun dilakukan pada bagian daun yang paling lebar pada daun di bawah daun bendera dalam satuan cm. Pengukuran dilakukan pada fase pertumbuhan pembungaan. d.Jumlah Anakan (JA) Jumlah anakan total, jumlah anakan produktif dan jumlah anakan tidak produktif dihitung setelah fase pembungaan penuh s/d fase pematangan. e. Keluarnya Malai (KMl) Ketidakmampuan malai keluar secara penuh dianggap sebagai cacat genetik. Faktor lingkungan dan penyakit juga mempengaruhi sifat ini. Skoring : 1 Seluruh malai dan leher keluar 3 Seluruh malai keluar, leher sedang 5 Malai hanya muncul sebatas leher malai 7 Sebagian malai keluar 9 Malai tidak keluar 4. Pengamatan Destruktif a. Panjang Biji (PjBj) Rata-rata panjang gabah dalam satuan cm yang diukur mulai dari dasar gabah di bawah lemma steril sampai ujung gabah (apiculus) dari lemma dan palea fertil. Pada gabah berbulu, panjang biji diukur sampai pada titik yang setara dengan ujung apiculus. Jumlah contoh: 10 butir, pada fase pematangan. Skoring : 1 Sangat panjang (>7,50 mm) 3 Panjang (6,61-7,50 mm) 5 Sedang (5,51-6,60 mm) b.Lebar Biji (LBj) Lebar 10 biji diukur dalam mm sebagai jarak terlebar antara lemma dan palea. Pada fase pertumbuhan: pematangan. c. Bobot 100 butir (B100) Sampel secara random dari 100 butir bernas yang dikeringkan sampai kadar air 13% dan ditimbang secara tepat dalam gram. Pada fase pertumbuhan: pematangan. Analisis Data Untuk mengetahui pengaruh masingmasing faktor dan interaksinya pada tanaman M0, maka data dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (uji F) pada taraf 5%. Bila hasil pengujian diperoleh perbedaaan yang nyata maka dilanjutkan dengan uji perbandingan antar perlakuan
4
dengan menggunakan Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5 %. Penanaman Bibit Hasil Penapisan (M1) Nomor-nomor terpilih hasil seleksi M0 disemai pada bak persemaian, selanjutnya ditanam di green house. Proses penanaman, pemeliharaan, analisis karakter morfologis dan sifat agronomis dilakukan sama seperti pada penanaman benih padi hasil radiasi (M0). HASIL DAN PEMBAHASAN Karakter Morfologi Daya tumbuh Generasi M0 berasal langsung dari biji yang sudah diiradiasi. Pengamatan daya tumbuh padi generasi M0 menunjukkan pola pertumbuhan yang berbeda pada masingmasing galur (Gambar 4).
tergantung dari besarnya dosis perlakuan, semakin tinggi dosis pelakuan semakin besar kerusakan fisiologis tanaman yang berakhir pada timbulnya kematian. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Broertjes dan Van Harten (1987) yang menyatakan bahwa pada kisaran dosis iradiasi rendah, kemampuan tanaman untuk bertahan hidup tinggi, namun frekuensi mutasi rendah, sedangkan pada kisaran dosis tinggi, frekuensi mutasi tinggi tetapi kemampuan tanaman untuk bertahan hidup rendah. Vigor bibit Pindah tanam dilakukan pada saat bibit berumur 21 hss. Pengamatan tinggi bibit dilakukan pada 10 bibit, diukur dari pangkal batang sampai ujung daun yang terpanjang dalam satuan cm (Gambar 5).
B
Gambar 4.
Grafik daya tumbuh galur AC6DH1-103, KA0048 dan KA0052 iradiasi 0, 100, 150 dan 200 Gy, umur 7, 14 dan 21 hss.
1 2 34 B
Tabel 3. Rerata tinggi bibit umur 21 HSS, Pranggang MH 2012. x ± SD (cm)
Perlakuan
Galur AC6DH1-103 dan KA0052 menunjukkan bahwa peningkatan dosis iradiasi 0, 100, 150 dan 200 Gy mampu meningkatkan prosentase daya tumbuh benih. Daya tumbuh galur AC6DH1-103 secara berurutan adalah sebagai berikut 29%, 51%, 94% dan 100%. Daya tumbuh galur KA0052 berturut-turut 68%, 69%, 74% dan 73% (Gambar 4). Iradiasi pada dosis tinggi menyebabkan perubahan kimiawi (Poespodarsono, 1988) yang memecahkan dormansi serta memicu perkecambahan. Semakin banyak kadar oksigen dan molekul air (H2O) dalam materi yang diiradiasi, maka akan semakin banyak pula radikal bebas yang terbentuk sehingga tanaman menjadi lebih sensitif (Herison et al., 2008). Prosentase daya tumbuh galur KA0048 meningkat pada iradiasi 0 Gy dan 100 Gy yaitu 80% dan 84%, kemudian daya tumbuh menurun pada iradiasi 150 dan 200 Gy yaitu 77% dan 75% (Gambar 4). Ismachin (1988) menyatakan bahwa besarnya kerusakan pada tanaman
B
Gambar 5. Tinggi bibit umur 21 HSS. A galur AC6DH1-103, B galur KA0048 (t) tinggi bibit, (0) 0Gy, (1) 100Gy, (2) 150Gy dan (3) 200Gy, C galur KA0052. Karakterisasi dan skor berdasarkan SES (IRRI 1996).
Radiasi
AC6DH1-103
KA0048
KA0052
0 Gray
20.24 ± 0.90
30.87 ± 1.63
29.45 ± 2.16
100 Gray
20.38 ± 0.92
29.36 ± 2.21
29.38 ± 1.04
150 Gray
20.23 ± 1.04
29.44 ± 1.34
29.02 ± 1.63
200 Gray
20.89 ± 1.09
29.18 ± 2.02
29.46 ± 1.52
Keterangan : x ± SD (cm) merupakan rerata ± standart deviasi.
Hasil pengamatan tinggi bibit umur 21 hss menunjukkan tidak ada interaksi terhadap tinggi bibit hasil iradiasi (Tabel 3). Galur AC6DH1-103 umur 21 hss berdaun 2 s/d 3, sedangkan galur KA0048 dan KA0052 berdaun 3 s/d 4. Pengamatan daun sangat penting sebagai acuan apakah pertumbuhan dan perkembangan tanaman berlangsung dengan baik, karena daun merupakan salah satu organ penting tanaman sebagai tempat fotosintesis. Tanda paling awal akan adanya perkembangan daun menurut Salisbury dan Ross (1992) adalah pembelahan sel terluar yang diikuti dengan sel anak yang
5
menyebabkan timbulnya primordial daun.
tonjolan
yaitu
Kemampuan beranak Hasil analisis ragam (Lampiran 1) untuk variabel jumlah anakan fase vegetatif menunjukkan interaksi yang beragam antara perlakuan dosis iradiasi dan galur tanaman padi. Secara terpisah perlakuan peningkatan dosis iradiasi pada galur AC6DH1-103 berpengaruh nyata pada pertumbuhan jumlah anakan umur 14 sampai 56 hst, galur KA0048 menghasilkan perbedaan nyata pada umur 28 dan 56 hst, sedangkan galur KA0052 menghasilkan perbedaan nyata pada pengamatan 14 dan 28 hst. Rerata jumlah anakan hasil iradiasi ditampilkan dalam Tabel 4.
banyak terdapat pada galur AC6DH1-103 iradiasi 150 Gy dengan peningkatan rata-rata 43.41% dari iradiasi 0 Gy. Iradiasi galur KA0048 umur 14 hst tidak menunjukkan pengaruh nyata pada jumlah anakan. Pengamatan umur 28 dan 56 hst menunjukkan bahwa iradiasi 100, 150 dan 200 Gy secara berurutan nyata menghasilkan jumlah anakan lebih sedikit dengan penurunan rata-rata 34.79%, 33.61% dan 23.12% dari iradiasi 0 Gy. Iradiasi galur KA0052 umur 14 dan 28 hst menunjukkan pengaruh nyata pada jumlah anakan. Iradiasi 100, 150 dan 200 Gy secara berurutan nyata menghasilkan jumlah anakan lebih banyak dengan peningkatan rata-rata 17.59%, 24.96% dan 30.69% dari iradiasi 0 Gy. Namun demikian pertambahan jumlah anakan tidak berbeda nyata pada umur 42 dan 26 hst.
Tabel 4. Rerata jumlah anakan tiga galur padi hasil iradiasi 0, 100, 150 dan 200 Gy fase vegetatif, Pranggang MH 2012. Perlakuan
14 (HST)
28 (HST)
42 (HST)
56 (HST)
AC6DH1-103 0
2.049 a
4.217 a
6.926 a
7.823 a
100
2.560 ab
5.098 b
8.500 b
9.183 c
150
3.294 c
6.431 c
9.980 c
10.431 d
200
2.608 b
5.176 b
7.784 ab
8.000 b
BNT 5%
0.538
0.932
1.054
1.133
KA0048 0
7.376
14.865 b
16.782 b
17.362 b
100
4.792
9.208 a
11.354 a
11.412 a
150
6.471
9.157 a
10.667 a
11.137 a
200
5.438
10.025 a
13.288 ab
14.599 ab
BNT 5%
tn
2.222
3.562
4.184
KA0052 0
5.938 a
11.182 a
16.387
29.926
100
6.806 b
13.324 b
17.968
30.822
150
7.216 b
14.176 bc
19.490
29.765
200
7.137 b
15.235 c
17.863
30.078
BNT 5%
0.776
1.620
tn
tn
Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada parameter pengamatan yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf p = 0.05; HST = Hari Setelah Tanam.
Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa pada galur AC6DH1-103 umur 14 dan 56 hst iradiasi 0 Gy menghasilkan jumlah anakan yang nyata lebih sedikit dibandingkan dengan iradiasi 100, 150 dan 200 Gy. Jumlah anakan fase vegetatif paling
Panjang dan lebar daun Hasil analisis ragam (Lampiran 5) untuk variabel panjang daun menunjukkan interaksi yang beragam antara perlakuan dosis iradiasi dan galur tanaman padi. Hal serupa juga ditemukan pada variabel lebar daun (Lampiran 6). Seperti yang dilaporkan oleh Harsanti & Ishak (1999), perlakuan radiasi sinar gamma pada tanaman padi mengakibatkan beberapa gen dapat termutasi dalam waktu bersamaan, karena mutagen yang diperlakukan pada jaringan atau sel akan mengenai sasaran secara random. Iradiasi galur AC6DH1-103 mengakibatkan pengaruh nyata pada panjang dan lebar daun. Iradiasi 100, 150 dan 200 Gy meningkatkan panjang daun sebesar 15.94%, 25.08% dan 24.23% dari iradiasi 0 Gy. Sedangkan pada pengamatan lebar daun iradiasi 150 dan 200 Gy meningkat sebesar 8.05% dan 7.83% dari iradiasi 0 Gy (Tabel 5). Iradiasi galur KA0042 tidak terdapat interaksi yang nyata pada karakter panjang daun, namun demikian iradiasi 150 dan 200 Gy mampu meningkatkan lebar daun sebesar 3.40% dan 3.38% dari iradiasi 0 Gy (Tabel 5).
6
Tabel 5. Rerata respon agronomis tanaman padi generasi M0 iradiasi 0, 100, 150 dan 200 Gy. Pranggang MH 2012. Perlakuan JA JAP TT (cm) PjD (cm) LD (cm) SD SDB AC6DH1-103 Tegak Sedang 0 14.841 11.801 61.166a 29.060a 1.481a <45° ±45° Tegak Sedang 100 14.866 11.385 66.858b 33.692b 1.480a <45° ±45° Tegak Sedang 150 14.706 13.020 70.549b 36.346b 1.601b <45° ±45° Tegak Sedang 200 12.431 10.059 70.275b 36.101b 1.597b <45° ±45° BNT 5% tn tn 5.472 2.870 0.046 KA0048 Tegak Sedang 0 19.153b 13.216b 124.058c 53.658 1.942a <45° ±45° Tegak Sedang 100 12.042a 10.604a 108.896ab 55.278 1.953a <45° ±45° Tegak Sedang 150 17.275b 12.549b 105.843a 52.856 2.008b <45° ±45° Tegak Sedang 200 20.768b 15.789c 112.750b 53.495 2.007b <45° ±45° BNT 5% 3.115 1.880 5.267 tn 0.046 KA0052 Tegak Sedang 0 29.926 25.324 89.884 45.984b 1.555ab <45° ±45° Tegak Sedang 100 30.822 25.783 86.971 43.189a 1.467a <45° ±45° Tegak Sedang 150 29.765 26.039 89.039 49.647b 1.599ab <45° ±45° Tegak Sedang 200 30.078 24.882 92.529 49.596b 1.665b <45° ±45° BNT 5% tn tn tn 4.148 0.132
SdtB
Aroma
Sedang ±45° Sedang ±45° Sedang ±45° Sedang ±45°
Tdk Wangi Tdk Wangi Tdk Wangi Tdk Wangi
Sedang ±45° Sedang ±45° Sedang ±45° Sedang ±45°
Sedang ±45° Sedang ±45° Sedang ±45° Sedang ±45°
Wangi Wangi Wangi Wangi
Tdk Wangi Tdk Wangi Tdk Wangi Tdk Wangi
Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada parameter pengamatan yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf p=0.05; tn=tidak berbeda nyata; Karakterisasi dan skor berdasarkan SES (IRRI 1996).
Pengamatan galur KA0052 iradiasi 100 Gy menghasilkan penurunan panjangdaun sebesar 6.08% dan lebar daun sebesar 5.64% dari iradiasi 0 Gy. Panjang dan lebar daun merupakan karakter morfologi yang bersifat kuantitatif dan dikendalikan oleh banyak gen secara kumulatif (Chang dan Li, 1991). Sudut daun dan sudut daun bendera Sudut daun yaitu sudut keterbukaan ujung daun terhadap batang diukur pada daun pertama setelah daun bendera, tegak (<45°), sedang (45-90°), mendatar (90°) dan tipe terkulai (>90°). Hasil pengamatan untuk variabel sudut daun dan sudut daun bendera bahwa galur AC6DH1-103, KA0048 dan KA00052 memiliki karater sudut daun tipe tegak <45° dan sudut daun bedera tipe sedang ±45° (Tabel 5). Sudut daun tegak lebih diharapkan karena berperan dalam meningkatkan luas penerimaan cahaya, selain dapat segera melewatkan air yang jatuh ke daun sehingga mengurangi beban pada permukaan daun (Dewi et al. 2009). Menurut Chang dan Li (1991), sudut daun tegak bersifat resesif terhadap sudut daun jatuh dan mungkin berkolerasi dengan hasil tinggi. Sudut batang Sudut batang diamati pada fase matang susu sampai dengan fase pematangan. Klasifikasi sudut batang yaitu
tegak (<30°), sedang (±45°), terbuka (±60°), terserak (>60°) dan batang/bagian terbawah mengenai permukaan tanah. Hasil pengamatan untuk variabel sudut batang bahwa galur AC6DH1-103, KA0048 dan KA00052 memiliki karater sudut batang tipe sedang (±45º). Aroma Pengamatan aroma dilakukan saat tanaman fase pembungaan. Hasil pengamatan mendapatkan galur AC6DH1103 dan KA00052 tidak wangi, KA0048 wangi (aromatik). Karakter Agronomi Karakter penting yang menggambarkan perbaikan agronomi padi antara lain : peningkatan jumlah anakan produktif, panjang malai, biji isi per malai, biji hampa per malai dan bobot 100 biji. Usaha perbaikan varietas padi gogo antara lain ditujukan untuk mendapatkan padi genjah dan meningkatkan potensi hasil, ketahanan terhadap kendala utama seperti penyakit blas (Pyricularia orizae L.), kemampuan adaptasi teradap lahan bermasalah dan kualitas biji disukai oleh masyarakat (Mugiono & Rustandi 1991; Soejono 2003). Pengamatan sifat agronomis diperoleh data yang menunjukan bahwa dosis iradiasi menyebabkan perbedaan yang nyata pada sebagian sifat agronomis dari
7
tanaman M0 dengan tanaman asalnya. Data tentang peubah agronomis ditampilkan dalam Tabel 5. Jumlah anakan Pengamatan jumlah anakan dilakukan pada saat tanaman fase pembungan penuh. Berdasarkan (Tabel 5) dapat dijelaskan bahwa peningkatan dosis iradiasi galur AC6DH1-103 tidak terjadi interaksi pada variabel jumlah anakan dan jumlah anakan produktif. Galur AC6DH1103 memiliki kemampuan beranak tipe sedang (10 s/d 19 anakan per rumpun). Pengamatan galur KA0048 pada radiasi 100 Gy menghasilkan penurunan jumlah anakan sebesar 37.13% dari dosis 0 Gy, namun demikian iradiasi 150 dan 200 Gy menghasilkan jumlah anakan yang tidak berbeda nyata dari dosis 0 Gy. Jumlah anakan produktif terkecil terdapat pada iradiasi 100 Gy dengan penurunan sebesar 19.76% dari 0 Gy, sedangkan jumlah anakan produktif terbanyak ditemukan pada iradiasi 200 Gy dengan peningkatan 19.47% dari 0 Gy. Galur KA0048 memiliki kemampuan beranak tipe sedang (10 s/d 19 anakan per rumpun). Pengamatan galur KA0052 menunjukan bahwa iradiasi 100, 150 dan 200 Gy tidak terjadi interaksi pada variabel jumlah anakan dan jumlah anakan produktif. Galur KA0052 memiliki kemampuan beranak tipe sangat banyak (>25 anakan per rumpun). Jumlah anakan yang banyak akan lebih baik bila diimbangi jumlah anakan produktif yang banyak.
tinggi tanaman kategori sedang (110 s/d 130 cm). Pengukuran tinggi tanaman galur KA0052 menunjukkan bahwa iradiasi 100, 150 dan 200 Gy tidak menyebabkan perbedaan yang nyata dari dosis 0 Gy. Galur KA0052 memiliki tinggi tanaman kategori pendek (<110 cm). Pengamatan sifat agronomis diperoleh data yang menunjukan bahwa iradiasi menyebabkan perbedaan yang nyata pada sebagian besar sifat agronomis generasi M0 dengan tanaman asalnya. Data tentang peubah agronomis tertera pada Tabel 6.
Tinggi tanaman Pengukuran tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai ujung malai teringgi (tidak termasuk bulu) dengan menggunakan satuan cm. Pengamatan galur AC6DH1-103 menujukkan bahwa peningkatan dosis iradiasi 100, 150 dan 200 Gy nyata meningkatkan tinggi tanaman masing-masing sebesar 9.31%, 15.34% dan 14.89% dari iradiasi 0 Gy. Galur AC6DH1103 memiliki tinggi tanaman kategori pendek (<110 cm). Hasil pengamatan galur KA0048 menunjukkan bahwa iradiasi 100, 150 dan 200 Gy nyata mampu menurunkan tinggi tanaman sebesar 13.92%, 14.68% dan 9.12% dari iradiasi 0 Gy. Galur KA0048 memiliki
8
Tabel 6. Rerata respon agronomis tanaman padi generasi M0 terhadap iradiasi 0, 100, 150 dan 200 Gy. Pranggang MH 2012. Perlakuan AC6DH1-103 0 100 150 200 BNT 5% KA0048 0 100 150 200 BNT 5% KA0052 0 100 150 200 BNT 5%
UBt (hss)
UT (hss)
Panjang Malai (cm)
BI/Ml
BH/Ml
Bobot 100 (Gram)
PjBj (mm)
LBj (mm)
63-84 63-84 63-84 63-84
145 145 145 145
16.071 18.644 18.687 18.544 tn
16.071a 18.644b 18.687b 18.544b 1.276
60.689a 113.978b 104.933b 96.689b 29.960
1.744a 1.711a 1.899b 1.927b 0.131
6.523 6.480 6.585 6.584 tn
3.683 3.681 3.806 3.748 tn
63-77 63-77 63-77 63-77
135 135 135 135
24.376 27.956 22.042 24.016 tn
65.089 72.689 52.689 60.000 tn
93.911 76.778 66.044 87.800 tn
2.272 2.309 2.159 2.354 tn
8.569 8.588 8.479 8.513 tn
3.302 3.273 3.149 3.289 tn
56-70 56-70 56-70 56-70
128 128 128 128
23.364 24.378 24.500 23.436 tn
80.844b 60.867ab 80.156b 50.489a 20.006
60.289 80.244 73.378 77.378 tn
2.053 2.073 3.615 2.089 tn
9.474 9.454 9.475 9.526 tn
2.585 2.595 2.661 2.699 tn
Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada parameter pengamatan yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf p=0.05; tn=tidak berbeda nyata; Karakterisasi dan skor berdasarkan SES (IRRI 1996).
Umur bunting Umur bunting galur AC6DH1-103 berkisar antara 63 hss, dengan periode bunting paling lama yaitu 21 hari. Galur KA0048 memiliki umur bunting sama dengan AC6DH1-103 yaitu 63 hss dengan periode bunting 14 hari. Sedangkan umur bunting paling pendek dimiliki galur KA0052 berkisar antara 56 hss dengan peride bunting 14 hari. Umur tanaman Umur tanaman dihitung dalam hari setelah semai sampai 85% bulir dalam malai sudah matang (menguning). Bedasarkan pengelompokkan umur panen (P) yang dilakukan Lubis et al. (1993), galur KA0048 dan KA0052 galur berumur genjah (110
3
2
2 A
B
1
C
Gambar 6. Pengukuran karakter morfologi keluarnya malai A galur AC6DH1-103 (2) leher malai, B galur KA0048, C galur KA0052 (1) sudut daun bendera, (2) leher malai, (3) panjang malai.
Iradiasi galur AC6DH1-103 menghasilkan rerata indeks jumlah isi, jumlah hampa dan berat 100 benih lebih besar dari pada iradiasi 0 Gy. Pada pengamatan jumlah benih isi, iradiasi 100 Gy tidak berbeda nyata dengan iradiasi 150 dan 200 Gy, masing-masing menghasilkan peningkatan rerata 16.01%, 16.27% dan 15.39% dari iradiasi 0 Gy. Namun demikian pengamatan jumlah benih hampa iradiasi meghasilkan peningkatan rerata sebesar 87.81 %, 72.90 % dan 59.32% dibanding iradiasi 0 Gy. Pada pengamatan berat 100 benih iradiasi 100 Gy tidak berbeda nyata
9
dari iradiasi 0 Gy. Peningkatan dosis radiasi 150 Gy dan 200 Gy menghasilkan pengaruh nyata dengan peningkatan rerata 8.91 % dan 10.47% dari iradiasi 0 Gy. Pada variabel pengamatan panjang dan lebar biji, iradiasi tidak menghasilkan pengaruh nyata (Gambar 7). Galur AC6DH1-103 memiliki karakter panjang biji tipe sedang (5,51 - 6,60 mm), sedangkan galur KA0048 dan KA0052 memiliki karakter panjang biji tipe sangat panjang (>7,50 mm). Galur KA0052 iradiasi 100, 150 dan 200 Gy menghasilkan jumlah benih isi yang berbeda nyata dengan penururan rerata 24.71%, 0.85% dan 37.55% dari iradiasi 0 Gy.
Kesimpulan 1. Iradiasi menghasilkan variasi daya tumbuh. Daya tumbuh terbesar masingmasing galur yaitu, Galur AC6DH1103 100% iradiasi 200 Gy, KA0048 84% iradiasi 100 Gy dan KA0052 74% iradiasi 150 Gy. 2. Galur AC6DH1-103 (M0) lebih responsif terhadap iradiasi sinar gamma terbukti ditemukan interaksi nyata pada variabel jumlah benih isi, jumlah benih hampa per malai dan bobot 100 benih dibandingkan iradiasi 0 Gy (kontrol). Saran
L P A
KESIMPULAN DAN SARAN
B
C
Gambar 7. Pengukuran karakter morfologi biji A galur AC6 DH1 103 (PjBj) panjang biji, (LBj) lebar biji, B galur KA0048, C galur KA0052.
Iradiasi tidak menghasilkan pengaruh nyata pada sebagian variabel pengamatan galur KA0048. Ditemukan pengaruh nyata pada pengamatan jumlah isi galur KA0052 yaitu iradiasi 100, 150 dan 200 Gy menghasilkan jumlah benih isi yang berbeda nyata dengan penururan rerata 24.71%, 0.85% dan 37.55% dari iradiasi 0 Gy. Tanaman padi mutan yang berpotensi untuk dikembangkan pada generasi selanjutnya diharapkan memiliki karakter morfologis dan agronomis yang sama atau lebih baik dari tanaman asalnya. Laporan hasil penelitian Herison et al. (2008) menyebutkan bahwa peluang terjadinya mutasi lebih besar pada generasi keturunan menyerbuk sendiri dari biji yang diiradiasi, yaitu pada generasi M1 atau M2. Pada generasi tersebut sudah terjadi segregasi pada lokus-lokus yang mengalami mutasi sehingga peluang munculnya karakter baru akan semakin besar.
Perlu dilakukan uji lanjutan pada generasi M1 untuk mendapatkan galur mutan harapan. Tanaman padi mutan yang berpotensi untuk dikembangkan pada generasi selanjutnya diharapkan memiliki karakter morfologis dan agronomis yang sama atau lebih baik dari tanaman asalnya. Laporan hasil penelitian Herison et al. (2008) menyebutkan bahwa peluang terjadinya mutasi lebih besar pada generasi keturunan menyerbuk sendiri dari biji yang diradiasi, yaitu pada generasi M1 atau M2. Pada generasi tersebut sudah terjadi segregasi pada lokus-lokus yang mengalami mutasi sehingga peluang munculnya karakter baru akan semakin besar. DAFTAR PUSTAKA Ahloowalia, B.S., Maluszynsky, M. 2001. Induce mutations A new paradigm in plant breeding. Euphytica 118: 67-173. Bank Informasi Teknologi Padi. 2007. Rice Knowledge Bank. Badan Litbang Pertanian dan IRRI. Komisi Nasional Plasma Nutfah. 2003. 58 hlm. Chang, T.T. 1979. Crop genetic resources. In Sneep, J. and Hendriksen A.J.T. (Eds.). Plant Breeding Perspectives. Centr. Agric. Publ. & Doc., Wageningen. p. 83-103. Djojosoebagio. 1988. Dasar-dasar Radioisotop dan Radiasi dalam Biologi. Pusat Antar Universitas. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Dwimahyani. 1991. Studi sifat-sifat padi gogo. Risalah Pertemuan Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi dalam Bidang Pertanian, Peternakan dan Biologi. 30 – 31 Oktober 1990. Jakarta: BATAN. Gaul, H., 1977. Mutagent effect in the first generation after seed treatment. In: Manual on Mutation Breeding, Technical Reports Series. No 119, IAEA, Viena.
10
Gomez, K.A. and A.A. Gomez. 1984. Statistical procedures for agricultural research. 2nd ed. John Wiley and Sons, Inc. 680 p. Griffiths AJF, Wessler SR, Lewontin RC, Gelbart WM, Suzuki DT, Miller JH.. 2005. Introduction to Genetic Analyses. Ner York: WH Freeman and Company. Hang, T.T. and C.C. Li. 1991 Genetics and Breeding. In Luh, B.S (Ed). Rice. Van Norstrand Reinhold. NY, USA. p. 23-101. Harsanti L, Ishak. 1999. Evaluasi si fat agronomis galur mutan padi Arias (Oryza sativa L.) pada generasi R3M4 dan R4M5. Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi. Jakarta:BATAN. Herawati T, Setiamihardja R. 2000. Pemuliaan Tanaman Lanjutan. Bandung: Universitas Padjadjaran. Herison C, Rustikawati, Sutjahyo SH, Aisyah SI. 2008. Induksi mutasi melalui iradiasi sinar gamma terhadap benih untuk meningkatkan keragaman populasi dasar jagung (Zea mays L.). Jurnal Akta Agrosia 11:57-62. Hidayat, E.B. 1985. Anatomi Tumbuhan Berbiji. ITB: Bandung. Ishak. 1997. Seleksi somaklonal umur genjah tanaman padi genotipe R1, R2 dan R3. Zuriat 8:8. [Dalam] Harsanti L, Ishak. Evaluasi sifat agronomis galur mutan padi Arias (Oryza sativa L.) pada generasi R3M4 dan R4M5. Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi. Jakarta:BATAN. Ismachin M. 1988. Pemuliaan tanaman dengan mutasi buatan. Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi Jakarta:BATAN. Maluszynsk,i M., Ahlowalia, B.S., Sigurbjornsson B. 1995. Application of in vivo and in vitro mutation techniques for crop improvement. Euphytica 85:303-315. Mohr, H., Schopfer. 1995. Plant Physiology. SpringerVerlag. Berlin. Mugiono, Rustandi T. 1991. Mutan Genjah dari Varietas Cisadane Risalah Pertemuan Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi dalam Bidang Pertanian, Peternakan dan Biologi. 30 – 31 Oktober 1990. Jakarta: BATAN. Nio, S.A., F.E.F. Kandou. 2000. Respons Pertumbuhan Padi (Oryza sativa L.) Sawah dan Gogo pada Fase Vegetatif Awal terhadap Cekaman Kekeringan. Eugenia 6:270-273. Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi. Jakarta:BATAN. Oktavina Z. 2011. Pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan anggrek hibrid Dendrobium schulerri x May Neal Wrap secara In Vitro Pattee, H.E., Stalker, H.T., 1995. Advances in peanut science. American Peanut Research and Education Society, Inc. Stillwater, USA. Poespodarsono S. 1986. Dasar ilmu Pemuliaan Tanaman. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Purnamaningsih R, Mariska I. 2003. Regenerasi kalus embrionik padi setelah diseleksi dengan Al dan pH rendah. Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman. Bogor, 23-24 September 2003. Purnamaningsih R, Mariska I. 2008. Pengujian nomornomor harapan padi tahan Al dan pH rendah
hasil seleksi in vitro dengan kultur hara. Jurnal Agro Biogen 4:18-23. Purwoko BS, Dewi IS, Utami DW, Suwarno. 2005. Perakitan Padi gogo toleran aluminium asal tanaman haploid ganda hasil kultur antera. Laporan HB XI. LPPM/IPB.73 hlm. Rahmatika, W. 2009. Pengaruh presentase N (Azolla dan Urea) terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi (Oryza sativa L.). Ratma R. 1988. Studi pengaruh irradiasi gamma terhadap timbulnya mutasi imbas pada kedelai. Hasil penelitian 1981-1987. Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi. Jakarta:BATAN. Soedjono, S. 2003. Aplikasi mutasi induksi dan variasi somaklonal dalam pemuliaan tanaman. Jurnal Litbang Pertanian. 22(2) : 70-78. Sudrajat D.J., Zanzibar M. 2009. Prospek teknologi radiasi sinar gamma dalam peningkatan mutu benih tanaman hutan. Info Benih Vol. 13 No. 1 Juni 2009: 158-163. Suhartini, T. 2009. Keragaman karakter morfologis plasma nutfah spesies padi liar (Oryza spp). Buletin Plasma Nutfah 14(1): 17-26. Sumarji. 2007. Budidaya Tanaman Padi dan Palawija, Unesa Press, Surabaya. Suprihatno B. 2007. Deskripsi Varietas Padi Subang. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sutisna, Mugiono. 1991. Penampilan Beberapa Galur Mutan Harapan Padi Gogo. Risalah Pertemuan Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi dalam Bidang Pertanian, Peternakan dan Biologi. 30 – 31 Oktober 1990. Jakarta: BATAN.
11