-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
KETERSIAPAN PENDIDIKAN “BAHASA INDONESIA” MENYAMBUT ERA GLOBALISASI DI ASEAN Try Annisa Lestari Mahasiswa Pascasarjana PBI FKIP Universitas Sebelas Maret
[email protected]
Abstract Welcomes the era of globalization by the government for the continuation Economic Indonesian As a form of self-protection , Indonesian Education should be inculcated early on students , to prepare them in the era of globalization will come . Learning Indonesian language and literature as a mirror and identity as sons and daughters of the nation’s future . Educational support for students’ self ketersiapan dross was important because of the needs that must be owned by the students themselves . Welcomes the times are getting bergeliat advanced and without a scrape out the Indonesian language as a re lection of culture and national identity.
Abstrak Menyambut era Globalisasi yang dilakukan pemerintah demi keberlangsungan perekonomian bangsa Indonesia. Sebagai wujud proteksi diri, Pendidikan bahasa Indonesia haruslah ditanamkan sejak dini pada siswa, untuk mempersiapkan diri mereka pada era Globalisasi yang akan datang. Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia sebagai cermin dan jati diri sebagai putra-putri penerus bangsa. Pendidikan yang mendukung untuk ketersiapan diri siswa sangatlah penting karena dilihat dari kebutuhan yang harus dimiliki siswa itu sendiri. Menyambut perkembangan zaman yang semakin bergeliat maju dan tanpa mengikis habis bahasa budaya Indonesia sebagai re leksi diri dan jati diri bangsa.
Pendahuluan Berbicara dampak dari globalisasi dalam aspek pendidikan bangsa dan negara berarti kita harus mengkaji terlebih dahulu pengertian dari globalisasi. Globalisasi adalah suatu proses di mana antar individu, antarkelompok, dan antarnegara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan mempengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara. Pendidikan di Indonesia sering kali di sepelekan oleh siswa dan pembelajarannya sering dilakukan tidak sepenuh hati, kemajuan suatu bangsa dilihat dari pendidikan di bangsa tersebut, bagaimana karakter siswasiswa calon penerus masa depan bangsa. Namun kebanyakan di era globalisasi seperti saat ini pendidikan lebih berbau politik, sosial, ekonomi yang sarat dengan keinginan segelintir pihak untuk pencitraan dan memperkaya diri. Pendidikan merupakan soko guru kemajuan suatu bangsa. Maju mundurnya suatu bangsa tidak akan lepas dari hidup dan matinya mutu pendidikan negara yang bersangkutan. Kalimat ini menambah banyak statement yang telah ada sebelumnya. Akhir- akhir ini muncul pula sebuah slogan ”Pendidikan adalah Masa Depan Bangsa”. Pernyataan itu menjadi cambuk bagi kemajuan bangsa. Namun, kenyataannya hanyalah sebuah ”cita-cita luhur” yang tak tahu kapan terjadi dan di mana rimbanya. Mengenang Indonesia yang dulu terkenal sebagai negara yang kaya raya tata, titi, tentrem, kerta, tur raharja sempat menjadi percontohan di bidang pendidikan di kawasan ASEAN harus menjadi pecundang dalam hal mutu pendidikan. Bila kita bandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Vietnam sekalipun, kita masih kalah, apalagi dengan Malaysia yang nota bene pernah kita jadikan tujuan ”ekspor” dosen-dosen kita mengajar di sana. Kurikulum made in Indonesia pun pernah dipekerjakan di Malaysia dekade tahu 70-an. Hasilnya, sungguh luar biasa, mereka berhasil investasi pendidikan dari bangsa serumpun itu telah berubah manis. Kemajuannya membuat mereka kini berkata ”Malaysia is Truly Asia”. Namun, sekarang kualitas pendidikan di Indonesia telah disalip oleh Malaysia dan Vietnam yang dulu masih 148
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
berada jauh di bawah Indonesia. Ada pameo yang menyatakan bahwa Indonesia ini banyak koruptor, tetapi tidak ada koruptor (artinya begitu licinnya para koruptor dalam menghindari jeratan hukum sehingga sulit ditangkap. Atau mungkin para penegak hukum masih ”malumalu” menangkap koruptor. Hanya Allah swt. Yang Maha tahu. Belajar dari kesalahan masa lalu dan berusaha untuk tidak mengulanginya serta minta ampun kepada pencipta, lebih bijaksana kalau kita menatap ke masa depan dan hari esok bagi kelangsungan generasi muda. Hari esok adalah arah kebijakan pendidikan kita ke mana akan dibawa. Yang pertama harus dilakukan untuk mengembalikan pendidikan pada tempatnya di antara kekuatan-kekuatan yang bekerja dalam masyarakat. Melindungi fungsinya sebagai tempat berbaurnya manusia. manusia dengan jalan memerangi semua bentuk pengucilan. Mengacu pada model pendidikan di Jepang bahwa pendidikan harus bersifat adil, tidak membeda-bedakan, tidak mahal, guru penuh dedikasi, kurikulum sarat, wajib belajar sembilan tahun dan pendidikan gratis, dan mengikutsertakan partisipasi masyarakat dalam pendidikan adalah baik untuk diterapkan di Indonesia. Membaca adalah kegiatan rutin. Di mana ada kehidupan di situ ada kegiatan membaca. Ha id Abbas dalam Education For All: The Purpose, Artikel III, butir satu mengatakan bahwa pendidikan dasar harus diberikan untuk semua anak-anak, pemuda, dan orang dewasa. Pada akhirnya, kualitas yang diberikan pada pendidikan dasar harus dikembangkan dan konsisten pada aturan dan harus digunakan untuk mengurangi perbedaan. Pernyataan itu sesuai dengan prinsip keadilan dalam pendidikan dasar. Guru harus bisa bersikap adil kepada peserta didiknya tanpa membedakan atas dasar hal- hal yang melatar belakangi peserta didik. Pemberantasan buta huruf juga telah dilakukan oleh pemerintah. Untuk itu, agar program pemerintah bisa berhasil seperti di Jepang maka memerlukan proaktif dari masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, usaha harus dilakukan dengan melaksanakan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan khas mereka. Hal ini berarti para orang tua harus diikutsertakan berbicara tentang persekolahan anak-anaknya. Keluargakeluarga miskin harus diberi bantuan sehingga mereka memandang bahwa sekolah untuk anak-anaknya bukan suatu biaya yang tidak teratasi. Untuk menciptakan berbagai kemungkinan mengenali bakat dan keterampilan terpendam, dan untuk pengakuan sosial, sistem-sistem pengajaran hendaklah sejauh mungkin dianekaragamkan. Adapun, keluarga-keluarga dan penduduk serta lembaga-lembaga yang aktif di dalam masyarakat hendaklah dilibatkan dalam kemitraan-kemitraan pendidikan. Terlebih lagi, penting untuk belajar menerima keanekaragaman. Pendidikan untuk kemajemukan bukanlah diperlukan untuk berlindung terhadap kekerasan. Namun, adalah suatu prinsip aktif untuk pengayaan kehidupan budaya dan kewarganegaraan di dalam masyarakat sekarang. Antara hal-hal yang ekstrem, abstrak, kesemestaan dan relativisme yang tidak membuat permintaan lebih tinggi di atas cakrawala setiap kebudayaan tertentu. Perlu ditegaskan adanya dua hal, yakni hak untuk berbeda dan penerimaan atas nilainilai universal (semesta) (UNESCO, 1996). Pendidikan dalam toleransi dan penghormatan kepada manusia-manusia lain, suatu prasyarat untuk demokrasi hendaklah dipandang suatu usaha yang umum dan berkelanjutan. Untuk itu, yang dapat dilakukan di sekolah-sekolah adalah memberi kemudahan bagi praktik toleransi sehari-hari dengan membantu murid-murid menerima pandangan yang berbeda dari murid-maurid lain. Akan tetapi, juga diperlukan peranan sekolah untuk menjelaskan kepada kaum muda, latar belakang sejarah, budaya atau religius dari berbagai ideologi yang bersaing untuk diperhatikan di dalam masyarakat sekitar mereka atau di sekolah. Rekomendasirekomendasi di atas bila dikaitkan dengan bidang Poleksosbud dalam pendidikan sebagai berikut. Bidang politik, bahwa pendidikan adalah proses mencerdaskan kehidupan bangsa. Apabila bangsa di sebuah negara adalah bangsa yang cerdas, akan berpengaruh pada pengelolaan dan tatanan pemerintahan maupun kehidupan bernegara. Pendidikan demokrasi dilaksanakan agar hasil pendidikan dapat mencerminkan sikap demokrasi dalam kehidupan. Bidang ekonomi, 149
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
pendidikan yang dilaksanakan secara berkeadilan dan memfokuskan pada life skill seperti di Jepang dan Thailand dapat menciptakan kesejahteraan bangsanya. Kesejahteraan ekonomi dan kehidupan bangsa sangat berpengaruh pada keamanan dan kenyamanan suatu negara. Bidang sosial, pendidikan yang bersifat menghormati, toleransi, keadilan, serta memberdayakan berbagai golongan minoritas untuk pengendalian masa depannya adalah penting dilakukan, Hal ini, dapat membentuk manusia yang empati terhadap sesama dalam praktik kehidupan sehari hari sehingga tercipta masyarakat yang rukun dan damai. Bidang budaya, melalui pendidikan dapat menciptakan beraneka ragam budaya untuk mengembangkan budaya bangsa. Selain itu, melalui pendidikan diharapkan para generasi muda bisa mem ilter masuknya budaya luar yang tidak sesuai dengan peradaban dan kepribadian bangsa. Melalui pendidikan upaya melestarikan budaya bangsa lebih mengena. Kedudukan Bahasa Indonesia Saat Ini Seperti yang sudah kita ketahui bahwa pemerintah akan memberlakukan sistem perdagangan bebas, hal ini sejalan dengan berita yang dilangsir (Kompasiana, 24.06.15) Pemberlakuan perdagangan bebas di kawasan ASEAN 2015 (ASEAN Free Trade Area/ AFTA) sama halnya menghapus batas-batas teritorial negara. Arus perdagangan antar pelaku usaha di ASEAN tidak lagi disekat oleh proteksi negara, melainkan dilakukan berdasar perjanjian dagang antar perusahaan pelaku industri antar negara. Dengan kata lain, faktor untung-rugi perusahaan menjadi kunci penentu dalam perjanjian dagang di kawasan ASEAN. Sedang nilainilai kebangsaan dapat terancam tergusur karena tidak dianggap lagi sebagai faktor penting dalam proses perdagangan. Pada tahun 2015, Indonesia dan semua negara-negara tetangganya di Asia Tenggara akan menghadapi ASEAN Economy Community (AEC). AEC adalah bentuk kerja sama negara ASEAN dengan melakukan integrasi di sektor ekonomi sebagai satu pasar tunggal dalam satu regional yaitu Asia Tenggara. Latar belakang terbentuknya AEC 2015 ialah untuk membentuk ASEAN menjadi kawasan yang stabil, sejahtera, dan kompetitif dengan pembangunan ekonomi, mengurangi kemiskinan dan disparitas sosial ekonomi antar negara di ASEAN. AEC memiliki tujuan-tujuan yang tercantum pada blueprint AEC, antara lai : 1. Menuju single market dan production base (arus perdagangan bebas untuk sektor barang, jasa, investasi, pekerja terampil, dan modal). 2. Menuju penciptaan kawasan regional ekonomi yang berdaya saing tinggi. 3. Menuju suatu kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata (region of equitable economic development) melalui pengembangan UKM dan program-program lainnya. 4. Menuju integrasi penuh pada ekonomi global. Dengan kata lain, tujuan utama AEC ialah mendorong e isiensi dan daya saing ekonomi kawasan ASEAN. Pada tahun 2015 nanti, diprediksi akan banyak investor-investor dan pekerjapekerja dari negara-negara Asia Tenggara lainnya yang datang ke Indonesia untuk menanamkan modal dan bekerja di sini. Hal tersebut bisa saja memudahkan. Pada perusahaan swasta dan persaingan pasar, perekonomian pasar secara global mengendalikan kepentingan-kepentingan secara sendiri dengan batasan minimal dari pemerintah, menurut (Grif in, 2006 :21) monopoli terjadi ketika industri pasar tertentu hanya memiliki satu produsen. Jelas pemasok tunggal menikmati kendali penuh atas harga produknya. Hambatan satu-satunya ada pada menurunnya permintaan pelanggan akibat meningkatnya harga. Di Amerika Serikat, undang-undang seperti Sherman Antitusrt Act (1890) dan Clayton (1914) melarang praktek monopoli. UU ini mengatur harga yang ditetapkan oleh perusahaan yang menyediakan semua barang dan jasa yang dibutuhkan dengan cara paling e isien. Kebijakan pemerintah terhadap AEC yang mengatur tentang pasar global di ASEAN menimbulkan rasa cemas terhadap rakyat Indonesia itu sendiri, hal ini disebabkan karena kurang 150
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
siapnya bangsa ini menyambut era globalisasi yang semakin lama semakin mendekat, sedang persiapan dari dalam sendiri belum maksimal. Contohnya saja bahasa yang digunakan pada era pemberlakuan AEC apakah seluruh lapisan masyarakat sudah mampu berbahasa asing? Sedang di daerah-daerah terpencil 3T (Terdalam, Terluar dan Tertinggal) bahasa Indonesia itu sendiri masih belum dipahami. Keganjilan-keganjilan tersebut membuat lemahnya ekonomi dan tidak adanya jati diri bangsa Indonesia. Hal ini dikarenakan, siswa yang berada di kota-kota besar dipersiapkan untuk mampu berbahasa asing (Inggris, Mandarin) namun mengesampingkan bahasa Indonesia. Fokus mereka adalah menyambut era AEC yang sebentar lagi akan masuk ke Indonesia. Seperti dikutip dalam Kompasiana (25.09.12) potret bahasa Indonesia dalam era Globalisasi, yang akan menyentuh semua aspek kehidupan, termasuk bahasa. Bahasa yang semakin global dipakai oleh semua bangsa di dunia ialah bahasa Inggris, yang pemakaiannya lebih dari satu miliar. akan tetapi, sama halnya dengan bidang kehidupan lain, sebagaimana dikemukakan oleh Naisbit (1991) dalam bukunya Global Paradox, akan terjadi paradoksparadoks dalam berbagai komponen kehidupan, termasuk bahasa. Bahasa Inggris, misalnya, walaupun pemakainya semakin besar sebagai bahasa kedua, masyarakat suatu negara akan semakin kuat juga memertahankan bahasa ibunya. Seperti di Islandia, sebuah negara kecil di Eropa, yang jumlah penduduknya sekitar 250.000 orang, walaupun mereka dalam berkomunikasi sehari-hari menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua, negara ini masih memertahankan kemurnian bahasa pertamanya dari pengaruh bahasa Inggris. Demikian juga di negara-negara pecahan Rusia seperti Ukraina, Lithuania, Estonia (yang memisahkan diri dari Rusia) telah menggantikan semua papan nama di negara tersebut yang selama itu menggunakan bahasa Rusia. Saat ini kita mengetahui eksistensi bahasa Indonesia di mata dunia sudah menjadi mebelajaran ekstra seperti di Australia, Rusia, Amerika dll. Pengaruh alat komunikasi yang begitu canggih harus dapat mempertahankan jati diri bangsa Indonesia. Pembelajaran bahasa Indonesia di berbagai Negara membuktikan bahwa Indonesia memegang peran penting dalam aspek-aspek tertentu seperti sosial, ekonomi, politik dan budaya. Era globalisasi merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia untuk dapat mempertahankan jati diri di tengah-tengah pergaulan antarbangsa yang sangat rumit. Untuk itu, bangsa Indonesia harus mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya dan penuh perhitungan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan ialah penunjukan jati diri bangsa melalui pemakaian dan jati diri Bahasa Indonesia. Penutup Jati diri Bahasa Indonesia memperlihatkan bahwa Bahasa Indonesia adalah bahasa yang sederhana, Tata bahasanya mempunyai sistem yang sederhana, mudah dipelajari, dan tidak rumit. Kesederhanaan dan ketidakrumitan inilah salah satu hal yang seharusnya mempermudah bangsa asing untuk mempelajari bahasa Indonesia. Setiap bangsa asing yang mau mempelajari bahasa Indonesia seharusnya dapat menguasainya dalam waktu yang cukup singkat. Namun, kesederhanaan dan ketidakrumitan ini tidak mengurangi kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia dalam pergaulan dan kehidupan bangsa Indonesia di tengah-tengah pergaulan antarbangsa. Bahasa Indonesia telah membuktikan diri bahwa ia dapat dipergunakan untuk menyampaikan pikiran-pikiran yang rumit dalam ilmu pengetahuan dengan jernih, jelas, teratur, dan tepat. Bahasa Indonesia menjadi ciri budaya bangsa Indonesia yang dapat diandalkan di tengah-tengah pergaulan antarbangsa pada era globalisasi ini. Oleh sebab itu, pembelajaran bahasa Indonesia di Indonesia itu sendiri haruslah ditingkatkan agar menjadi jati diri bangsa Indonesia.
151
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
Daftar Pustaka Kompasiana. Globalisasi AFTA 2015, Nasionalisme dan Ancamannya. 01 Maret 2015. Kompasiana. Pengaruh Globalisasi Terhadap Eksistensi Bahasa Indonesia. 25 Septmber 2015. Grif in, W. 2006. Bisnis. Jakarta : Erlangga.
152