KETERSEDIAAN HARA MIKRO Fe, Mn, Cu, dan Zn PADA ULTISOL JASINGA YANG DIBERI PERLAKUAN KAPUR, KOMPOS, ARANG, dan FOSFAT ALAM
I MADE ASTU PRADNYANA
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Ketersediaan Hara Mikro Fe, Mn, Cu, dan Zn pada Ultisol Jasinga yang Diberi Perlakuan Kapur, Kompos, Arang, dan Fosfat Alam adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2017
I Made Astu Pradnyana NIM A14120063
ABSTRAK I MADE ASTU PRADNYANA. Ketersediaan Hara Mikro Fe, Mn, Cu, dan Zn pada Ultisol Jasinga yang Diberi Perlakuan Kapur, Kompos, Arang, dan Fosfat Alam. Dibimbing oleh SYAIFUL ANWAR dan UNTUNG SUDADI. Upaya yang umum dilakukan untuk meningkatkan produktivitas Ultisol adalah pemberian amelioran, diantaranya pengapuran dan penambahan bahan organik, serta pemupukan. Namun demikian, ameliorasi dengan dosis tinggi pada tanah yang memiliki kadar Al-dd atau kejenuhan Al tinggi seperti pada Ultisol Jasinga (17,52 cmolc.kg-1 Al-dd) dikhawatirkan dapat menyebabkan berkurangnya ketersediaan hara mikro Fe, Mn, Cu, dan, Zn akibat reaksi presipitasi menjadi hidroksidanya. Penelitian ini ditujukan untuk mempelajari pengaruh pemberian dolomit, kompos (kulit kakao dan kotoran sapi dengan nisbah 2:1), dan arang (sekam padi dan kayu sengon), serta fosfat alam terhadap ketersedian hara mikro Fe, Mn, Cu, dan Zn pada Ultisol Jasinga. Telah dilaksanakan inkubasi dalam percobaan pot menggunakan rancangan acak lengkap dua perlakuan. Perlakuan pertama adalah pemberian amelioran yang terdiri atas tanpa amelioran, kapur setara ¼ Al-dd, kapur setara ½ Al-dd, kapur setara 1 Al-dd, kompos 5%, kompos 10%, arang sekam 4% dan arang sengon 4%. Perlakuan kedua adalah tanpa dan dengan pemberian fosfat alam setara 400 ppm P. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ameliorasi Ultisol Jasinga dengan dolomit, kompos, dan arang meningkatkan ketersediaan Fe, Mn, Cu, dan Zn tanah. Pemberian fosfat alam juga meningkatkan ketersediaan keempat hara mikro, kecuali terhadap Mn pada perlakuan kompos 10%, dan perlakuan arang. Terdapat interaksi nyata antara perlakuan amelioran dengan fosfat alam. Pemberian kompos 5% tanpa dan dengan fosfat alam berpengaruh sangat nyata dan tertinggi dalam meningkatkan ketersediaan Mn, Fe, Cu, dan Zn, namun peningkatan dosis kompos menjadi 10% justru menurunkan ketersediaan keempat hara mikro. Terdapat korelasi positif antara pH tanah dan ketersediaan Fe, Mn, Cu, dan Zn. Pengapuran setara 1 Al-dd (17 ton.ha-1 dolomit) pada Ultisol Jasinga hanya meningkatkan pH tanah dari 3,9 menjadi 4,7 dan belum mengakibatkan pengendapan hara mikro Fe, Mn, Cu, dan Zn.
Kata kunci: tanah masam, kejenuhan Al, pengapuran, bahan organik, hara mikro.
ABSTRACT I MADE ASTU PRADNYANA. Avaibility of Micronutrient Fe, Mn, Cu, and Zn in Ultisol of Jasinga Treated with Lime, Compost, Biochar and Rock Phosphate. Supervised by SYAIFUL ANWAR and UNTUNG SUDADI. Generallly, productivity of Ultisol is improved by ameliorant application, such as lime, and organic matter, as well as fertilization. However, high dose of ameliorant application in soils containing high exch.-Al or Al saturation such as on Ultisol of Jasinga (17.52 cmolc.kg-1 exch.-Al) could lead to defficiency of micronutients such as iron, manganese, zinc and copper due to precipitation as hydroxides. This research was aimed to study the effects of application of dolomite, compost (cocoa bark and cow dung at 2:1 ratio), biochar (rice husk and sengon wood), and rock phosphate towards the availability of microelements Fe, Mn, Cu, and Zn on Ultisol of Jasinga. Incubation experiment was carried out in pots experiment using a completely randomized design with two treatments. The first treatment was amelioration, consisting of no ameliorant, lime equivalent to ¼ exch.-Al, lime equivalent to ½ exch.-Al, lime equivalent to 1 exch.-Al, 5% compost, 10% compost, 4% rice husk biochar, and 4% sengon wood biochar. The second treatment was with and without application of rock phosphate equivalent to 400 ppm P. The results showed that the amelioration of Ultisol of Jasinga with dolomite, compost and biochar increased the availability of Fe, Mn, Cu, and Zn. Rock phosphates application also increased the availability of these micronutrients, except for Mn on 10% compost and biochar treatments. The results also showed a significant interaction between amelioration with rock phosphate treatment. The effects of 5% compost treatment with and without rock phosphate were the highest and significantly improving the availability of Mn, Fe, Cu, and Zn, however the 10% compost treatment was significantly increased the availability of Zn. A positive correlation was showed between soil pH and the availability of Fe, Mn, Cu, and Zn. Liming at 1 exch.-Al equivalent to 17 ton.ha-1 dolomite solely increased the soil pH from 3.9 to 4.7, and was not resulted in the precipitation of these four micronutrients. Keywords: acid soil, Al saturation, liming, organic matter, micronutrients.
KETERSEDIAAN HARA MIKRO Fe, Mn, Cu, dan Zn PADA ULTISOL JASINGA YANG DIBERI PERLAKUAN KAPUR, KOMPOS, ARANG, dan FOSFAT ALAM
I MADE ASTU PRADNYANA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2017
Judul Skripsi : Ketersediaan Hara Mikro Fe, Mn, Cu, dan Zn pada U1tisol Jasinga yang Diberi Perlakuan Kapur, Kompos, Arang, dan Fosfat Alam Nama
: I Made Astu Pradnyana
NIM
: Al4i20063
Disetujui oleh
Dr Ir Unhmg Sudadi, MSc
Dr Ir Syaiful Anwar, MSc Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
.0 4 APR 2Q17
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga penelitian dan skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul skripsi ini adalah Ketersediaan Hara Mikro Fe, Mn, Cu, dan Zn pada Ultisol Jasinga yang Diberi Perlakuan Kapur, Kompos, Arang, dan Fosfat Alam. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung khususnya kepada : 1. Dr Ir Syaiful Anwar, MSc dan Dr Ir Untung Sudadi, MSc selaku Dosen Pembimbing Utama dan Pembimbing Anggota, yang telah memberikan bimbingan, nasehat, waktu, dan tenaga selama penelitian dan penulisan skripsi. 2. Dr Ir Budi Nugroho, Msi selaku Dosen Penguji atas koreksi, saran, dan nasehat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi. 3. Keluarga tercinta, Ayah saya Made Supantana, Ibu saya Kadek Ayu Sumesariani, Kakak saya Ni Putu Swasti Pradnyani serta Adik sayaNi Komang Putri Ayu Anggreni atas doa, dorongan, dukungan material maupun tenaga yang diberikan. 4. Rekan sepenelitian Shevi Dwi Nurlista, Pesta Naibaho, Ros Meitha dan Ajiz Saidul Hamzah atas segala bantuannya selama penelitian. 5. Sahabat-sahabat terdekat ITSL 49 atas dorongan maupun bantuan yang telah diberikan selama ini serta kepada teman-teman departemen dan fakultas yang sama-sama berjuang dalam menempuh pendidikan di Insitut Pertanian Bogor. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi nyata bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, April 2017
I Made Astu Pradnyana
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
BAHAN DAN METODE
2
Tempat dan Waktu Penelitian
2
Bahan dan Alat
3
Metode Penelitian
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
4
Sifat Ultisol Jasinga, Kompos, Arang, Kapur, dan Fosfat Alam
4
Pengaruh Perlakuan terhadap Fe
7
Pengaruh Perlakuan terhadap Mn
9
Pengaruh Perlakuan terhadap Cu
12
Pengaruh Perlakuan terhadap Zn
14
Korelasi pH dan Ketersediaan Fe, Mn, Cu, dan Zn
16
Pembahasan Umum
17
SIMPULAN DAN SARAN
18
Simpulan
18
Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
21
RIWAYAT HIDUP
22
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5.
Dosis perlakuan yang diuji pada setiap satuan percobaan. Hasil analisis awal Ultisol Jasinga Hasil analisis kompos dan arang Hasil analisis fosfat alam Korelasi pH dan ketersediaan Fe, Mn, Cu, dan Zn
4 5 6 7 17
DAFTAR GAMBAR 1 Pengaruh bahan amelioran terhadap ketersediaan Fe 2 Pengaruh fosfat alam terhadap ketersediaan Fe 3 Interaksi bahan amelioran dan fosfat alam terhadap ketersediaan Fe 4 Pengaruh bahan amelioran terhadap ketersediaan Mn 5 Pengaruh fosfat alam terhadap ketersediaan Mn 6 Interaksi bahan amelioran dan fosfat alam terhadap ketersediaan Mn 7 Pengaruh bahan amelioran terhadap ketersediaan Cu 8 Pengaruh fosfat alam terhadap ketersediaan Cu 9 Interaksi bahan amelioran dan fosfat alam terhadap ketersediaan Cu 10 Pengaruh bahan amelioran terhadap ketersediaan Zn 11 Pengaruh fosfat alam terhadap ketersediaan Zn 12 Interaksi bahan amelioran dan fosfat alam terhadap ketersediaan Zn
8 8 9 10 11 12 13 13 14 15 15 16
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap ketersediaan Fe Analasis ragam pengaruh perlakuan terhadap ketersediaan Mn Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap ketersediaan Cu Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap ketersediaan Zn
21 21 21 21
PENDAHULUAN Latar Belakang Ultisol merupakan tanah yang memiliki horison argilik atau kandik tanpa fragipan dengan kejenuhan basa kurang dari 35% (Soil Survey Staff 1999). Di Indonesia luas sebaran tanah ultisol mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia (Subagyo et al. 2004). Ultisol disebut juga Podsolik Merah Kuning dan atau Laterik Merah Cokelat, memiliki klei tipe 1:1 dimana oksida besi dan aluminium mendominasi, memiliki kesuburan yang rendah dibandingkan tanah Alfisol dan Molisol sehingga diperlukan pengelolaan yang baik dan tepat (Buckman dan Brady 1982). Sebagian besar Ulltisol adalah batuan sedimen masam yang memiliki tingkat perkembangan lanjut. Pencucian basa-basa yang berlangsung intensif saat proses hancuran iklim menyebabkan tanah bereaksi masam hingga sangat masam (pH 3-5), kejenuhan alumunium (Al) dan fiksasi P tinggi, kapasitas tukar kation, dan kadar bahan organik rendah (Prasetyo dan Suridikarta 2006). Hal ini juga terjadi pada Ultisol Jasinga. Ultisol Jasinga dihadapkan pada masalah kandungan bahan organik rendah, pH rendah, kejenuhan aluminium tinggi, dan fiksasi P tinggi, serta kandungan unsur hara rendah sehingga menjadi faktor penghambat pertumbuhan tanaman (Hardjowigeno 1993). Upaya yang umum dilakukan untuk meningkatkan produktivitas Ultisol sebagai media tanam bibit kakao yaitu pemberian amelioran dan pemupukan, diantaranya adalah pengapuran, penambahan bahan organik, dan fosfat alam. Pengapuran dari sudut pandang pertanian merupakan senyawa kalsium dan magnesium yang digunakan untuk meningkatkan pH tanah dan mengurangi unsur yang menyebabkan kemasaman tanah. Kandungan kalsium dan pH tanah berpengaruh nyata terhadap ketersediaan semua unsur hara mikro kecuali chlor, sehingga pengapuran yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya kekurangan besi, mangan, seng dan tembaga. Pengapuran yang berlebihan adalah pemberian kapur sampai pH tanah yang dikehendaki oleh pertumbuhan tanaman optimum (Buckman dan Brady 1982), atau di atas pH sekitar 6,5. Bahan organik dapat diberikan dalam bentuk kompos, pupuk hijau, arang dan lain sebagainya. Kompos adalah hasil akhir suatu proses dekomposisi tumpukan sampah atau serasah tanaman dan bahan organik lainnya. Kompos berperan dalam menjaga fungsi tanah agar unsur hara dalam tanah mudah dimanfaatkan oleh tanaman. Manfaat kompos yang utama pada tanah yaitu memperbaiki kondisi fisik, biologi dan kimia tanah,salah satunya menyediakan unsur hara, termasuk unsur mikro. Arang adalah substansi hitam berpori dengan kandungan karbon tinggi yang dibuat dari kayu atau bahan organik lainnya yang dipanaskan atau dibakar secara tidak sempurna (kondisi kurang oksigen). Penambahan arang ke dalam tanah berpotensi meningkatkan pertumbuhan tanaman, daya simpan hara, dan ketersediaan hara. Hal ini berhubungan dengan meningkatnya kapasitas tukar kation, luasan permukaan serta penambahan unsur hara secara langsung oleh arang (Glaser et al. 2002). Fosfat alam mengandung fosfat yang cukup tinggi sehingga dapat meningkatkan ketersediaan unsur P pada
2
tanah masam akibat fiksasi Al, Fe dan Mn. Menurut Tisdale et al (1985) pemberian fosfat alam efektif pada tanah masam. Dengan memasamkan fosfat alam efektivitas fosfat alam meningkat karena fosfat dilepas secara perlahan dan ketersediaan fosfat terjamin selama pertumbuhan tanaman. Unsur hara mikro (Fe, Mn, Cu dan Zn) merupakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah relatif sedikit. Besi merupakan unsur hara esensial karena merupakan bagian dari protein yang berfungsi sebagai pembawa elektron pada fase terang fotosintetis dan respirasi. Mangan (Mn) berfungsi sebagai aktivator dari berbagai enzim, selain itu juga berperan dalam menstimulasi pemecahan molekul air pada fase terang fotosintesis, dan merupakan komponen struktural dari sistem membran kloroplas. Tembaga (Cu) berperan penting dalam pembentukan hijau daun (khlorofil) dan dalam pembentukan enzim. Zink (Zn) diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit dapat berperan dalam mendorong perkembangan pertumbuhan, pembentukan hormon tumbuh (auksin) dan penting bagi keseimbangan fisiologis, serta berperan dalam pertumbuhan vegetatif dan pertumbuhan biji/buah. Tanaman pot atau pembibitan umumnya memerlukan media tanam yang mampu banyak menyimpan air dan subur. Penambahan dolomit, kompos dan arang secara kombinasi sudah umum dilakukan dalam dosis tinggi yang secara langsung ditujukan untuk memperbaiki sifat tanah sebagai media pertanaman dalam pot dan pembibitan tanaman. Namun demikian, pengaruh ameliorasi pengapuran, pemberiaan kompos dan arang khususnya pada dosis tinggi belum mempertimbaangkan pengaruhnya terhadap ketersediaan unsur hara mikro (Fe, Cu, Zn, Mn). Tujuan Penelitian Penelitian ini ditujukan untuk mempelajari pengaruh pemberian dolomit, kompos, dan arang (sekam padi dan kayu sengon), serta fosfat alam terhadap ketersedian unsur mikro Fe, Cu, Zn dan Mn pada Ultisol Jasinga.
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian inkubasi penambahan kapur, kompos serta arang sekam padi dan arang kayu sengon dan analisis sifat tanah setelah inkubasi dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan contoh tanah, inkubasi tanah, dan analisis laboratorium dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2016. Analisis karakteristik tanah, kompos dan arang, dan sifat tanah setelah inkubasi dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah.
3
Bahan dan Alat Tanah yang digunakan adalah Ultisol Jasinga diambil di kebun campuran milik warga di Desa Neglasari, Kecamatan Jasinga, Bogor. Kompos, arang sekam padi, dan arang kayu sengon diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Industri. Kompos dibuat dari limbah kulit kakao dan pupuk kandang sapi dengan perbandingan 2:1. Arang sekam padi dan arang kayu sengon diproduksi dengan cara pirolisis (kondisi kurang oksigen). Pengukuran unsur mikro tersedia diekstrak menggunakan larutan DTPA (Dietilene Triamine Penta Acetic Acid). Alat yang digunakan dalam analisis di laboratorium berupa cawan, oven, eksikator, neraca analitik ketelitian tiga desimal, kertas saring, botol kocok plastik 100 ml, AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer), pH meter, dan shaker.
Metode Penelitian Pengambilan dan Persiapan Sampel Tanah Contoh tanah diambil dari lima titik dari hamparan kebun campuran seluas sekitar satu ha pada kedalaman 0 – 20 cm. Contoh tanah dimasukkan dalam karung dan dibawa ke IPB Darmaga. Tanah dikering-udarakan, dicampur sambil dibuang bahan kasar serasah dan akar-akar, kemudian dihaluskan untuk lolos saringan 5 mm. Rancangan Penelitian dan Inkubasi Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap dua perlakuan dengan tiga ulangan. Perlakuan dimaksudkan untuk pembuatan media pembibitan kakao. Perlakuan pertama adalah pemberian bahan amelioran yang terdiri dari tanpa amelioran (K), kapur setara ¼ Al-dd (T1), kapur setara ½ Al-dd (T2), kapur setara 1 Al-dd (T3), kompos 5% (T4), kompos 10% (T5), arang sekam 4% (T6) dan arang sengon 4% (T7). Satuan percobaan berupa pot dengan masing-masing tanah seberat 250 g BKM. Pemberian dolomit (daya netralisasi 105,58%) untuk pengapuran setara ¼, ½, dan 1 Al-dd berturut-turut adalah sebanyak 0,52; 1,04; dan 2,07 g/pot. Pemberian kompos dan arang berdasarkan berat kering mutlak (BKM) tanah. Perlakuan kedua adalah fosfat alam terdiri dari tanpa fosfat alam dan dengan fosfat alam setara 400 ppm P (1,05 g/pot). Dengan demikian terdapat 48 satuan percoban. Inkubasi perlakuan bahan amelioran dan fosfat alam dilakukan selama empat minggu. Selama inkubasi, kadar air tanah dipertahankan pada kondisi kapasitas lapang. Setelah inkubasi, sampel disimpan dalam lemari pendingin.
4
Tabel 1. Dosis perlakuan yang diuji pada setiap satuan percobaan. Kode Perlakuan K T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 P0 P1
Perlakuan Jenis Ameliorasi
Dosis (g/pot)
Kontrol Kapur ¼ Aldd Kapur ½ Aldd Kapur 1Aldd Kompos 5% Kompos 10% Arang sekam padi 4% Arang kayu sengon 4% Fosfat Alam Tanpa FA FA 400 ppm P
0,52 1,04 2,07 16,51 33,03 10,7 11,2
1,05
Analisis Sifat Tanah, Kompos, Arang, dan Fosfat Alam Analisis laboratorium terhadap sifat-sifat tanah, kompos, arang, dan fosfat alam dilakukan relatif lengkap menyangkut kualitas bahan tersebut yang relevan dengan penelitian. Metode yang digunakan adalah metode rutin. Penetapan Unsur Mikro Analisis ketersedian unsur mikro Fe, Mn, Cu, dan Zn dilakukan dengan pengekstrak DTPA. Sampel tanah setelah inkubasi disimpan dalam lemari pendingin. Sampel tanah ditimbang sekitar 20 g BKU ke dalam tabung ekstraksi, ditambahkan dengan 40 ml larutan pengekstrak DTPA, dikocok dengan mesin kocok selama dua jam. Suspensi disaring untuk mendapatkan ekstrak yang jernih. Kandungan unsur mikro Fe, Mn, Cu, dan Zn pada masing-masing ekstrak diukur dengan alat AAS. Kadar air setiap sampel tanah ditetapkan untuk mendapatkan konsentrasi unsur mikro berdasarkan BKM. Analisis Data Pengaruh perlakuan terhadap unsur mikro tersedia diuji menggunakan sidik ragam (ANOVA) pada taraf sangat nyata (P < 0,01) dan taraf nyata (P < 0,05) menggunakan software SAS 9.4. Jika perlakuan menunjukkan pengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan pada taraf nyata 5%. Data unsur mikro dikorelasikan dengan pH tanah.
HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Ultisol Jasinga, Kompos, Arang, Kapur, dan Fosfat Alam Tabel 2 menunjukkan hasil analisis sifat-sifat utama Ultisol Jasinga. Harkat sifat tanah sebagaimana tercantum pada tabel tersebut berdasarkan kriteria dari Balai Penelitian Tanah (2005). Berdasarkan hasil analisis, pH H2O sebesar 3,9 dan pH KCl 3,4 tergolong sangat masam. Berbagai sifat kimia yang
5
menentukan kesuburan tanah termasuk dalam harkat sangat rendah yaitu Ptersedia (1,77ppm) dan Cadd (1,62 cmol (+) kg-1). Sifat kimia yang tergolong dalam harkat sedang yaitu Ntotal (0,26%) dan Mgdd (1,68 cmol(+).kg-1). Sifat kimia yang tergolong dalam harkat rendah yaitu Corganik (1,60%), Kdd (0,27 cmol(+).kg-1), Nadd (0,20 cmol(+).kg-1), dan rasio C/N (6,15). Kandungan Cu dan Zn tanah tergolong defisiensi dan marginal sedangkan kandungan Mn tersedia tergolong cukup. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bondansari dan Bambang (2011), tanah ultisol mengalami kekahatan unsur hara makro N, P, K, S, Ca, dan Mg serta kekahatan unsur hara mikro Zn, Cu, B dan Mo. Secara umum, ketersediaan unsur hara mikro akan meningkat dengan menurunnya pH tanah (Tisdale et al. 1985; Bohn et al. 1979) Tabel 2. Hasil analisis awal Ultisol Jasinga No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Sifat Tanah pH (H2O) pH (KCl) Corganik (%) Ntotal (%) Ptersedia (ppm) Kdd Cadd (cmol (+) kg-1) Mgdd (cmol (+) kg-1) Nadd (cmol (+) kg-1) Al-dd (cmol (+) kg-1) Kejenuhan Basa (%) Kejenuhan Al (%) KTK (cmol (+) kg-1) C/N P2O5 (mg-1) K2O5 (mg-1) Fe tersedia (ppm) Mn tersedia (ppm) Cu tersedia (ppm) Zn tersedia (ppm) Kelas Tekstur Pasir% Debu% Liat%
Metode pH meter pH meter Walkley dan Black Bray 1 NH4OAc, 1N, pH 7 NH4OAc, 1N, pH 7 NH4OAc, 1N, pH 7 NH4OAc, 1N, pH 7 NH4OAc, 1N, pH 7 HCl 25% HCl 25% DTPA DTPA DTPA DTPA Pipet -
Nilai 3,90 3,40 1,60 0,26 1,77 0,27 1,62 1,68 0,20 17,52 17,81 82,29 26,36 6,15 181,37 100 8,78 21,73 0,03 1,52 22,16 25,09 52,75
Harkat* sangat masam sangat masam Rendah Sedang sangat rendah Rendah sangat rendah Sedang Rendah tinggi rendah sangat tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah defisiensi Cukup defisiensi marginal klei Berat** -
Keterangan: Merupakan data bersama dengan mahasiswa lain; *) Harkat berdasarkan Balai Penelitian Tanah (2005)
Karakteristik kompos dan arang disajikan pada Tabel 3. Kompos yang digunakan terbuat dari kulit kakao dan kotoran sapi. Berdasarkan hasil analisis, sifat kompos yang digunakan telah memenuhi persyaratan standar mutu Permentan No.70/Permentan/SR.140/10/2011, kecuali kadar air yang sedikit lebih tinggi dari kisaran standar mutu. Kandungan hara makro dan mikro telah memenuhi standar mutu. Arang yang digunakan memiliki pH 7-7,9. Arang sengon memiliki kadar karbon (C) lebih tinggi dibandingkan dengan arang sekam. Begitu juga dengan kandungan unsur mikronya, arang sengon memiliki
6
kandungan unsur mikro lebih tinggi dibandingkan arang sekam. Unsur mikro tertinggi yang dikandung arang adalah Mn. Hasil analisis dolomit menunjukkan kadar Ca sebagai CaO sebesar 32% dan Mg sebagai MgO sebesar 23%. Bahan dolomit yang digunakan memiliki daya netralisasi sebesar 105,58%, yang ditetapkan dengan metode titrasi dan perhitungan berdasarkan kandungan CaO dan MgO kemudian dirata-ratakan. Dibandingkan kapur kalsit, kapur dolomit dengan kualitas yang hampir sama umumnya memiliki daya netralisasi yang lebih tinggi karena dolomit selain mengandung Ca juga mengandung Mg. Oleh karena itu, dolomit lebih efisien untuk digunakan sebagai bahan pengapuran untuk meningkatkan pH tanah. Dolomit yang digunakan pada penelitian ini mengandung Fe, Mn, Cu, dan Zn total berturut-turut 176,1; 96,5; 0,26; dan 2,6 ppm. Berdasarkan kadar P2O5 total dan yang terlarut dalam asam sitrat telah dilakukan penggolongan kualitas fosfat alam kedalam empat golongan yaitu fosfat alam dengan mutu A, B, C, dan D seperti tertuang dalam SNI 02-3776-2005. Fosfat alam yang digunakan dalam penelitian ini mengandung P total 21,89% P2O dan P larut dalam asam sitrat 2% sebesar 16,67% P2O yang berturut-turut memenuhi syarat mutu C dan mutu A. Adapun kandungan logam berat Cd dan Pb, dan kadar air, memenuhi persyaratan mutu A. Dengan demikian, secara keseluruhan fosfat alam yang digunakan termasuk dalam mutu C. Fosfat alam yang digunakan pada penelitian ini mengandung Fe, Mn, Cu, dan Zn total berturut-turut 2.296, 4.211, 426, dan 2.971 ppm. Tabel 3. Hasil analisis kompos dan arang No
Sifat
1 2 3 4 5 6 7
pH (H2O) Kadar air (%) Corganik (%) C (%) Ntotal (%) Nisbah C/N P2O5(%)
8
K2O(%)
9
N+ P2O5+ K2O (%)
10
Ca-total (ppm)
11
Mg-total (ppm)
12
Na-total (ppm)
13 14 15 16
Fe tersedia (ppm) Mn tersedia (ppm) Cu tersedia (ppm) Zn tersedia (ppm)
8,50 24,33 38,73 1,87 20,71 1,31
Standar mutu* 4-9 8-20 ≥15 15-25 -
Arang sekam 7,00 7,53 40,24 0,83 48,48 0,15
Arang sengon 7,90 13,93 92,34 0,73 126,49 0,10
4,98
-
0,48
0,77
8,16
≥4
1,46
1,60
1,03
-
0,17
0,60
0,97
-
0,13
0,16
1,43
-
0,14
0,25
DTPA
1,52
≤500
31,02
15,38
DTPA
961
≤5000
43,18
65,55
DTPA
33
≤500
3,48
0,56
DTPA
180
≤5000
41,45
37,69
Metode
Kompos
LOI** LOI** Kjeldahl HCl 25% Pengabuan basah Pengabuan basah Pengabuan basah Pengabuan basah
Keterangan: Merupakan data bersama dengan mahasiswa lain; *) Standar mutu sesuai Permentan No.70/Permentan/SR.140/10/2011; **) Loss On Ignition
7
Hasil analisis menunjukkan bahwa arang sekam memiliki pH 7, sedangkan arang sengon memiliki pH 7,9. Kegiatan budidaya pertanian akan baik dengan menggunakan bahan amelioran berupa arang yang memiliki pH mendekati 7. Kadar air dipengaruhi oleh volume dan banyaknya pori yang terbentuk pada proses pengarangan. Hal tersebut dikarenakan unsur karbon memiliki sifat afinitas yang tinggi terhadap air (Subadra et al. 2005). Bahan organik memiliki peranan yang sangat penting dalam tanah terutama pengaruhnya terhadap kesuburan tanah (Isminanda 2012). Kesuburan tanah adalah status suatu tanah yang menunjukkan kapasitas untuk memasok unsur-unsur esensial dalam jumlah yang mencukupi untuk pertumbuhan tanaman tanpa adanya konsentrasi meracun dari unsur manapun. Penambahan bahan organik sangat banyak memperbaiki kualitas tanah. Bahan organik mempunyai nilai dalam pembentukan agregat dari partikel-partikel tanah. Selain itu bahan organik berperan sebagai penyangga kation, jadi dapat mempertahankan unsurunsur hara sebagai bahan makanan untuk tanaman (Sarief 1985). Tabel 4. Hasil analisis fosfat alam No Sifat (satuan) 1 2 3 4
Mutu A
Persyaratan SNI* Mutu B Mutu C
Mutu D
21,89
Min 28
Min 24
Min 14
Min10
16,67
Min 7
Min 6
Min 3,5
Min 2,5
1,82
Maks 5
Maks 5
Maks 5
Maks 5
16 42
Maks 100 Maks 500
Maks 100 Maks 500
Maks 100 Maks 500
Maks 100 Maks 500
Kadar
P total sebagai P2O5 (%) P larut dalam asam sitrat 2 (%) Kadar air (%) Kandungan logam Cadmium (ppm) Timbal (ppm)
Keterangan: *Standart mutu sesuai SNI 02-3776-2005
Pengaruh Perlakuan terhadap Fe Sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa bahan amelioran dan fosfat alam berpengaruh sangat nyata terhadap ketersediaan Fe sedangkan interaksi antara bahan amelioran dan fosfat alam berpengaruh nyata terhadap ketersediaan Fe. Pengaruh Bahan Amelioran terhadap Fe Berdasarkan uji lanjut (Gambar 1), perlakuan kapur ½ dan 1 Al-dd berturut-turut berpengaruh sangat nyata meningkatkan Fe dari 6,09 ppm (perlakuan kontrol) menjadi 19,47 ppm dan 31,77 ppm, namun perlakuan kapur setara ¼ Al-dd tidak berbeda nyata dengan kontrol. Perlakuan kapur setara ¼, ½, dan 1 Al-dd pada penelitian ini berturut-turut meningkatkan pH dari 3,98 (kontrol) menjadi 4,16; 4,32; dan 4,56. Peningkatan pH ini ternyata masih meningkatkan ketersediaan Fe, walaupun secara umum dinyatakan oleh Tisdale et al. (1985); Bohn et al. (1979); serta Anwar dan Sudadi (2013) bahwa peningkatan pH akan menurunkan ketersediaan unsur mikro. Diduga peningkatan pH pada kisaran tersebut belum berakibat pada reaksi pengendapan Fe.
8
Perlakuan kompos 5% sangat nyata meningkatkan Fe menjadi 107,35 ppm dibandingkan kontrol. Namun perlakuan kompos 10% tidak nyata meningkatkan Fe dibandingkan kontrol dan Fe lebih rendah dibandingkan perlakuan kompos 5%. Diduga hal ini dikarenakan pemberian kompos 10% telah berakibat pada pembentukan senyawa kompleks Fe dengan senyawa organik dari kompos yang berakibat pada penurunan ketersediaan Fe. Bahan amelioran lainnya yaitu arang sekam dan arang sengon tidak nyata meningkatkan Fe. 120 107,35 a
Fe tersedia (ppm)
100 80 60 31,77 b
40 19,47 c 20
6,09 d
10,05 d
6,69 d
7,40 d
Kontrol
Kapur Kapur Kapur 1 Kompos Kompos Arang 1/4 Al- 1/2 Al- Al-dd 5% 10% sekam dd dd 4%
Arang sengon 4%
4,93 d
0
Gambar 1. Pengaruh bahan amelioran terhadap ketersediaan Fe Pengaruh Fosfat Alam terhadap Fe Pemberian fosfat alam berpengaruh sangat nyata meningkatkan terhadap ketersediaan Fe (Lampiran 1), rata-rata Fe meningkat akibat pengaruh pemberian fosfat alam (Gambar 2). Fosfat alam 400 ppm meningkatkan Fe7,71 ppm dibandingkan tanpa pemberian fosfat alam. Fosfat alam yang digunakan mengandung total Fe sebesar 2.296 ppm. 30
28,07a
Fe tersedia (ppm)
25 20,36b 20 15 10 5 0 Tanpa Fosfat Alam
Fosfat Alam 400ppm
Gambar 2. Pengaruh fosfat alam terhadap ketersediaan Fe
9
Interaksi Bahan Amelioran dan Fosfat Alam terhadap Fe Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi bahan amelioran dan fosfat alam berpengaruh nyata terhadap ketersediaan Fe. Uji lanjut pengaruh interaksi amelioran dan fosfat alam (Gambar 3) menunjukkan pemberian kapur ½ dan 1 kali Al-dd nyata meningkatkan ketersediaan Fe baik pada perlakuan tanpa dan dengan penambahan fosfat alam, sedangkan perlakuan kapur ¼ Al-dd hanya nyata meningkatkan ketersediaan Fe pada perlakuan dengan penambahan fosfat alam. Selanjutnya pemberian kompos 5% nyata meningkatkan ketersediaan Fe dari 4,19 menjadi 102,82 ppm pada perlakuan tanpa fosfat alam, dan dari 7,98 menjadi 111,88 ppm pada perlakuan dengan penambahan fosfat alam. Namun pemberian kompos 10% hanya meningkatkan sedikit ketersediaan Fe menjadi 4,68 ppm pada perlakuan tanpa fosfat alam, dan menurunkan ketersediaan Fe menjadi 5,18 ppm pada perlakuan dengan penambahan fosfat alam, walaupun masing-masing tidak berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Pemberian arang sekam 4% dan arang sengon 4% masing-masing sedikit meningkatkan ketersediaan Fe, kecuali pada penambahan arang sekam tanpa fosfat alam yang justru menurunkan ketersediaan Fe, namun seluruhnya tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol. 120
102,82 b
112 a
Fe Tersedia (ppm)
100 80 60 40 20
41 c 24 d 22,16 15,17 de ef
8 fg 4,19 g
16 ef 4,53 g
Kontrol
Kapur 1/4 Kapur 1/2 Al-dd Al-dd
5 g 4,68 g
10 fg 3,58 g
9 fg 5,77 g
0 Kapur 1 Al-dd
Tanpa FA
Kompos 5%
Kompos Arang Arang 10% sekam 4% sengon 4%
Dengan FA
Gambar 3. Interaksi bahan amelioran dan fosfat alam terhadap ketersediaan Fe Pengaruh Perlakuan terhadap Mn Sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa bahan amelioran berpengaruh sangat nyata terhadap ketersediaan Mn, namun perlakuan fosfat alam tidak berpengaruh nyata. Interaksi antara bahan amelioran dan fosfat alam berpengaruh sangat nyata terhadap ketersediaan Mn.
10
Pengaruh Bahan Amelioran terhadap Mn Berdasarkan uji lanjut (Gambar 4), perlakuan kapur setara ¼, ½ dan 1 Aldd berturut-turut sangat nyata meningkatkan Mn dari 26,56 ppm (perlakuan kontrol) menjadi 35,77; 43,69; dan 66,65 ppm dengan kontrol. Perlakuan kapur setara ¼, ½, dan 1 Al-dd pada penelitian ini berturut-turut meningkatkan pH dari 3,98 (kontrol) menjadi 4,16; 4,32; dan 4,56. Peningkatan pH ini ternyata masih meningkatkan ketersediaan Mn, walaupun secara umum dinyatakan oleh Tisdale et al. (1985). Bohn et al. (1979), dan Anwar dan Sudadi (2013) bahwa peningkatan pH akan menurunkan ketersediaan unsur mikro. Diduga peningkatan pH pada kisaran tersebut belum berakibat pada reaksi pengendapan Mn. Dibandingkan kontrol, kompos 5% sangat nyata meningkatkan Mn menjadi 119,11 ppm. Perlakuan kompos 10%, walaupun sangat nyata meningkatkan Mn tersedia dibandingkan kontrol, ternyata lebih rendah dibandingkan pengaruh perlakuan kompos 5%.Diduga, hal ini dikarenakan pemberian kompos 10% menyebabkan pembentukan senyawa kompleks Mn dengan senyawa organik dari kompos yang berakibat pada penurunan ketersediaan Mn. Bahan amelioran lainnya yaitu arang sekam dan arang sengon sangat nyata meningkatkan Mn berturut-turut sebesar 10,83 dan 22,5 ppm. Arang sengon memiliki kandungan Mn tersedia lebih tinggi dibandingkan arang sekam (Tabel 3) yaitu sebesar 65,55 ppm. 140 119,11 a
Mn Tersedia (ppm)
120 100 80
66,65 b
60 35,77 e 40
53,98 c
43,69 d
49,06 cd 37,39 e
26,56 f
20 0 Kontrol
Kapur 1/4 Kapur 1/2 Kapur 1 Al-dd Al-dd Al-dd
Kompos 5%
Kompos Arang Arang 10% sekam 4% sengon 4%
Gambar 4. Pengaruh bahan amelioran terhadap ketersediaan Mn Pengaruh Fosfat Alam terhadap Mn Meskipun secara statistik tidak berpengaruh nyata namun, rata-rata Mn meningkat akibat pengaruh pemberian fosfat alam. Fosfat alam 400 ppm meningkatkan Mn 4,63 ppm dibandingkan tanpa pemberian fosfat alam. Fosfat alam yang digunakan mengandung total Mn sebesar 4.211 ppm.
11
57
56.34
Mn tersedia (ppm)
56 55 54 53 52
51.71
51 50 Tanpa Fosfat Alam
Fosfat Alam 400ppm
Gambar 5. Pengaruh fosfat alam terhadap ketersediaan Mn Interaksi Bahan Amelioran dan Fosfat Alam terhadap Mn Hasil sidik ragam menunjukkan interaksi bahan amelioran dengan fosfat alam berpengaruh sangat nyata terhadap ketersediaan Mn. Uji lanjut interaksi bahan amelioran dengan fosfat alam disajikan pada Gambar 6. Uji lanjut interaksi ini menunjukkan pemberian kapur ¼, ½, dan 1 kali Al-dd sangat nyata meningkatkan ketersediaan Mn dan pengapuran disertai dengan penambahan fosfat alam dalam meningkatkan ketersediaan Mn lebih tinggi dibandingkan tanpa fosfat alam. Pemberian kompos 5% baik tanpa dan dengan penambahan fosfat alam meningkatkan ketersediaan Mn paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya.Walaupun pemberian kompos 10% juga sangat nyata meningkatkan ketersediaan Mn, nilainya jauh lebih rendah dibandingkan oleh pemberian kompos 5%, diduga sebagai akibat terbentuknya senyawa komplek Mn-organik. Pemberian arang juga secara sangat nyata meningkatkan ketersediaan Mn, kecuali pada perlakuan arang sekam disertai penambahan fosfat alam. Sebaliknya penambahan arang yang disertai dengan penambahan fosfat alam memberikan ketersediaan Mn yang lebih rendah dibandingkan dengan penambahan arang tanpa fosfat alam. Kemungkinan hal ini diakibatkan sifat erapan arang terhadap Mn yang semakin meningkat dengan peningkatan pH yang diakibatkan oleh penambahan fosfat alam. Perlakuan bahan amelioran dan fosfat alam memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap ketersediaan Mn. Nilai ketersediaan Mn tertinggi diperoleh dari perlakuan kompos 5% dengan pemberian fosfat alam 400 ppm yaitu sebesar 127,77 ppm kemudian diikuti oleh perlakuan kompos 5% tanpa pemberian fosfat alam yaitu sebesar 110,44 ppm. Kompos yang diberi fosfat alam meningkatkan kadar Mn karena kandungan Mn pada kompos relatif tinggi sebesar 961 ppm.
12
127,77 110,44 a b
140 120
82,88 c
Mn Tersedia (ppm)
100 80 60 40
40,87 fg
29,84 h 30,66 23,28 h hi
49,59 ef 50,41 ef 37,78 gh
61,69 53,21 d de 46,27 44,91 efg 46,19 efg efg 28,60 h
20 0 Kontrol
Kapur 1/4 Kapur 1/2 Kapur 1 Al- Kompos 5% Kompos Al-dd Al-dd dd 10%
Tanpa FA
Arang Arang sekam 4% sengon 4%
Dengan FA
Gambar 6. Interaksi bahan amelioran dan fosfat alam terhadap ketersediaan Mn
Pengaruh Perlakuan terhadap Cu Sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa bahan amelioran dan fosfat alam berpengaruh sangat nyata terhadap ketersediaan Cu. Interaksi antara bahan amelioran dan fosfat alam juga berpengaruh sangat nyata terhadap ketersediaan Cu. Pengaruh Bahan Amelioran terhadap Cu Berdasarkan uji lanjut (Gambar 7), perlakuan kapur setara ¼, ½ dan 1 Aldd berturut-turut sangat nyata meningkatkan Cu dari 0,03 ppm (perlakuan kontrol) menjadi 0,06; 0,19; dan 0,14 ppm. Perlakuan kapur setara ¼, ½, dan 1 Al-dd pada penelitian ini berturut-turut meningkatkan pH dari 3,98 (kontrol) menjadi 4,16; 4,32; dan 4,56. Peningkatan pH ini ternyata masih meningkatkan ketersediaan Cu, walaupun secara umum dinyatakan oleh Tisdale et al. (1985); Bohn etal.(1979);serta Anwar dan Sudadi (2013) bahwa peningkatan pH akan menurunkan ketersediaan unsur mikro. Diduga peningkatan pH pada kisaran tersebut belum berakibat pada reaksi pengendapan Cu. Dibandingkan kontrol, kompos 5% sangat nyata meningkatkan Cu menjadi 0,49 ppm. Namun sebaliknya, perlakuan kompos 10% menurunkan Cu menjadi 0,02 ppm dibandingkan kontrol. Perlakuan kompos 5% meningkatan Cu lebih tinggi dibandingkan kompos 10%. Diduga, hal ini dikarenakan pemberian kompos 10% telah berakibat pada pembentukan senyawa kompleks Cu dengan senyawa organik dari kompos yang berakibat pada penurunan ketersediaan Cu. Bahan amelioran lainnya yaitu arang sekam dan arang sengon tidak nyata meningkatkan Cu. Arang sekam memiliki kandungan Cu tersedia lebih tinggi dibandingkan arang sengon (Tabel 3).
13
0.6 0,49a
Cu Tersedia (ppm)
0.5 0.4 0.3 0,19b
0.2 0.1
0,14c 0,03de
0,06d
0,02de
0,05de
0,02e
0.0 Kontrol Kapur 1/4 Kapur 1/2 Kapur 1 Al-dd Al-dd Al-dd
Kompos Kompos Arang Arang 5% 10% sekam 4% sengon 4%
Gambar 7. Pengaruh bahan amelioran terhadap ketersediaan Cu Pengaruh Fosfat Alam terhadap Cu Pemberian fosfat alam berpengaruh sangat nyata terhadap ketersediaan Cu, rata-rata Cu meningkat akibat pengaruh pemberian fosfat alam (Gambar 8). Fosfat alam 400 ppm meningkatkan Cu 0,13 ppm dibandingkan tanpa pemberian fosfat alam. Fosfat alam yang digunakan mengandung total Cu sebesar 426 ppm. 0,19a
0.20 0.18 Cu tersedia (ppm)
0.16 0.14 0.12 0.10 0.08
0,06b
0.06 0.04 0.02 0.00 Tanpa Fosfat Alam
Fosfat Alam 400pm
Gambar 8. Pengaruh fosfat alam terhadap ketersediaan Cu Interaksi Bahan Amelioran dan Fosfat Alam terhadap Cu Dari keempat unsur mikro yang diteliti, Cu memiliki konsentrasi ketersediaan yang paling rendah. Hasil sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan interaksi bahan amelioran dan fosfat alam berpengaruh sangat nyata terhadap ketersediaan Cu. Uji lanjut pengaruh interaksi amelioran dan fosfat alam (Gambar 9) menunjukkan pemberian kapur ½ kali Al-dd sangat nyata meningkatkan ketersediaan Cu baik pada perlakuan tanpa dan dengan penambahan fosfat alam, sedangkan perlakuan kapur ¼ dan 1 kali Al-dd hanya
14
sangat nyata meningkatkan ketersediaan Cu pada perlakuan dengan penambahan fosfat alam. Selanjutnya pemberian kompos 5% sangat nyata meningkatkan ketersediaan Cu dari 0,85 menjadi 31,02 ppm pada perlakuan tanpa fosfat alam, dan dari 5,45 menjadi 67,63 ppm pada perlakuan dengan penambahan fosfat alam. Namun pemberian kompos 10% justru menurunkan ketersediaan Cu menjadi 1,75 ppm pada perlakuan tanpa fosfat alam, dan menjadi 3,22 ppm pada perlakuan dengan penambahan fosfat alam, walaupun yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan control. Pemberian arang sekam 4% dan arang sengon 4% masing-masing sedikit meningkatkan ketersediaan Cu, kecuali pada penambahan arang sengondengan fosfat alam 400 ppm yang justru menurunkan ketersediaan Cu, namun yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan control, seperti pada perlakuan arang sekam 4% dan arang sengon 4% tanpa pemberian fosfat alam. Ketersediaan Cu meningkat nyata dikarenakan penambahan arang sekam 4%, namun tidak nyata dikarenakan penambahan arang sengon 4%. 80
67,63 a
70 Cu Tersedia (ppm)
60 50 29,69 b
40 30 20 10
9,84 d 5,45 de 1,39 8,95 0,85 d e e
31,02 b 24,40 c 2,34 3,22 9,43 e e 1,75 1,11 d 1,48 e e e
3,15 e
0 Kontrol
Kapur 1/4 Kapur 1/2 Al-dd Al-dd
Kapur 1 Al-dd
Tanpa FA
Kompos 5%
Kompos Arang Arang 10% sekam 4% sengon 4%
Dengan FA
Gambar 9. Interaksi bahan amelioran dan fosfat alam terhadap ketersediaan Cu Pengaruh Perlakuan terhadap Zn Sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa bahan amelioran dan fosfat alam berpengaruh sangat nyata terhadap Zn. Interaksi antara perlakuan bahan amelioran dan fosfat alam juga berpengaruh sangat nyata terhadap Zn. Pengaruh Bahan Amelioran terhadap Zn Hasil uji lanjut (Gambar 10), menunjukkan bahwa perlakuan kapur setara ¼, ½ dan 1 Al-dd berturut-turut sangat nyata meningkatkan Zn dari 1,16 ppm (perlakuan kontrol) menjadi 2,43; 2,21; dan 4,42 ppm. Perlakuan kapur setara ¼, ½, dan 1 Al-dd pada penelitian ini berturut-turut meningkatkan pH dari 3,98 (kontrol) menjadi 4,16; 4,32; dan 4,56. Peningkatan pH ini ternyata masih meningkatkan ketersediaan Zn, walaupun secara umum dinyatakan oleh Tisdale et
15
al.(1985); Bohn et al.(1979); serta Anwar dan Sudadi (2013) bahwa peningkatan pH akan menurunkan ketersediaan unsur mikro. Diduga peningkatan pH pada kisaran tersebut belum berakibat pada reaksi pengendapan Zn. Dibandingkan kontrol, kompos 5% sangat nyata meningkatkan Zn menjadi 9,94 ppm. Perlakuan kompos 10%, walaupun sangat nyata meningkatkan Zn tersedia dibandingkan kontrol, ternyata lebih rendah dibandingkan pengaruh perlakuan kompos 5%. Diduga, hal ini dikarenakan pemberian kompos 10% telah berakibat pada pembentukan senyawa kompleks Zn dengan senyawa organik dari kompos yang berakibat pada penurunan ketersediaan Mn. Bahan amelioran lainnya yaitu arang sengon tidak nyata meningkatkan Zn, namun arang sekam sangat nyata meningkatkan Zn sebesar 1,30 ppm. Arang sekam memiliki kandungan Zn tersedia lebih tinggi dibandingkan arang sengon (Tabel 3) yaitu sebesar 41,45 ppm. 12 9,94a 10 8 6
4,42b
4
2,43c
2,21c
2,20c
2,46c
1,16d
2
1,14d
0 Kontrol
Kapur 1/4 Kapur 1/2 Al-dd Al-dd
Kapur 1 Al-dd
Kompos 5%
Kompos Arang Arang 10% sekam 4% sengon 4%
Gambar 10. Pengaruh bahan amelioran terhadap ketersediaan Zn Pengaruh Fosfat Alam terhadap Zn Pengaruh fosfat alam berbeda sangat nyata meningkatkan Zn (Gambar 11). Rata-rata Zn meningkat akibat pengaruh pemberian fosfat alam. Fosfat alam 400 ppm meningkatkan Zn 2,93ppm dibandingkan tanpa pemberian fosfat alam. 5
4,71a
4 3 2
1,78b
1 0
Tanpa Fosfat Alam
Fosfat Alam 400pm
Gambar 11. Pengaruh fosfat alam terhadap ketersediaan Zn
16
Interaksi Bahan Amelioran dan Fosfat Alam terhadap Zn Hasil sidik ragam menunjukkan interaksi bahan amelioran dan fosfat alam berpengaruh sangat nyata terhadap ketersediaan Zn (Lampiran 4). Uji lanjut pengaruh interaksi amelioran dan fosfat alam (Gambar 12) menunjukkan pemberian kapur ¼, ½, dan 1 kali Al-dd nyata meningkatkan ketersediaan Zn baik pada perlakuan tanpa dan dengan penambahan fosfat alam 400 ppm. Pemberian kompos 5% tanpa fosfat alam dan dengan penambahan fosfat alam 400 ppm sangat nyata meningkatkan ketersediaan Zn dibandingkan dengan kontrol. Walaupun pemberian kompos 10% juga sangat nyata meningkatkan ketersediaan Zn, nilainya jauh lebih rendah dibandingkan oleh pemberian kompos 5%, diduga sebagai akibat terbentuknya senyawa komplek Zn-organik. Pemberian arang sekam 4% dan arang sengon 4% juga secara sangat nyata meningkatkan ketersediaan Zn baik pada perlakuan tanpa fosfat alam maupun dengan fosfat alam 400 ppm. Berbanding lurus dengan pengaruhnya terhadap penambahan kapur dan kompos, pemberian arang yang disertai dengan penambahan fosfat alam 400 ppm juga memberikan ketersediaan Zn yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian arang tanpa fosfat alam. Nilai ketersediaan Zn tertinggi diperoleh dari perlakuan kompos 5% dengan pemberian fosfat alam 400 ppm yaitu sebesar 12,99 ppm kemudian diikuti oleh perlakuan kapur 1 kali Al-dd dengan pemberian fosfat alam 400 ppm yaitu sebesar 7,12 ppm. 12,99 a
14 12
Zn Tersedia (ppm)
10 7,12 6,89 b b
8 6 4 2
3,85 3,44 1,76 cd cd e 1,72 0,57 0,97 1,01 e g efg efg
3,02 1,37 d efg
3,94 c 0,99 efg
0,73 fg
1,55 ef
0 Kontrol
Kapur 1/4 Kapur 1/2 Kapur 1 Al- Kompos Al-dd Al-dd dd 5%
Tanpa FA
Kompos 10%
Arang Arang sekam 4% sengon 4%
Dengan FA
Gambar 12. Interaksi bahan amelioran dan fosfat alam terhadap ketersediaan Zn Korelasi pH dan Ketersediaan Fe, Mn, Cu, dan Zn Kisaran pH tanah pada penelitian ini adalah 3,9 – 4,7. Hasil uji korelasi Pearson antara pH dengan ketersediaan unsur mikro Fe, Mn, Cu, dan Zn (n = 24) (Tabel 5) menunjukkan bahwa pada kisaran pH ini terdapat korelasi positif, walaupun secara umum tidak nyata kecuali antara pH dengan ketersediaan Mn yang berkorelasi nyata (r = 0,473*). Perlakuan dengan fosfat alam menunjukkan korelasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa fosfat alam, yang diduga dikarenakan adanya kandungan unsur mikro ini pada fosfat alam yang digunakan. Dengan demikian, secara umum dapat dinyatakan bahwa ameliorasi pada
17
penelitian ini yang semuanya menaikkan pH tanah, belum mengakibatkan pengaruh negatif terhadap ketersediaan unsur mikro Fe, Mn, Cu, dan Zn. Keempat unsur mikro ini dapat dinyatakan memiliki perilaku relatif sama akibat perlakuan penelitian yang ditunjukkan oleh nilai korelasi positif yang sangat nyata antar ketersediaan Fe, Mn, Cu, dan Zn (kisaran r = 0,850** – 0,968**). Tabel 5.Korelasi pH dan ketersediaan Fe, Mn, Cu, dan Zn Sifat Tanah pH Tanpa Fosfat Alam Fe 0,191 Mn 0,323 Cu 0,159 Zn 0,238 Dengan Fosfat Alam Fe 0,285 Mn 0,473* Cu 0,268 Zn 0,355
Fe
Mn
Cu
0,880** 0,966** 0,968**
0,850** 0,890**
0,945**
0,953** 0,954** 0,957**
0,888** 0,926**
0,925**
Pembahasan Umum Hasil penelitian secara umum menunjukkan bahwa ameliorasi Ultisol Jasinga dengan dolomit, kompos kulit kakao, dan arang meningkatkan ketersediaan Fe, Mn, Cu, dan Zn. Dolomit meningkatkan secara sangat nyata ketersediaan Mn dan Zn pada semua perlakuan namun hanya meningkatkan secara sangat nyata Fe dan Cu pada perlakuan setara ½ dan 1 kali Aldd.Pemberian kompos 5% sangat nyata dan tertinggi dalam meningkatkan ketersediaan Mn, Fe, Cu, dan Zn, namun peningkatan dosis kompos menjadi 10% justru menurunkan kembali ketersediaan unsur mikro mendekati konsentrasi pada kontrol. Pemberian arang sekam sangat nyata meningkatkan ketersediaan Mn dan Zn sedangkan pemberian arang sengon hanya sangat nyata meningkatkan ketersediaan Mn. Pemberian fosfat alam juga meningkatkan ketersediaan keempat unsur mikro ini.Terdapat korelasi positif antara pH dan ketersediaan Fe, Mn, Cu, dan Zn, walaupun korelasi hanya nyata dengan Mn (r = 0,473*). Pengapuran setara seperempat sampai satu kali Al-dd (17,52 ton.ha-1) pada Ultisol Jasinga hanya mampu meningkatkan pH tanah dari 3,9 menjadi 4,7. Pemberian dolomit, kompos, arang baik tanpa dan dengan pemberian fosfat alam pada penelitian ini meningkatkan pH tanah, namun peningkatan pH hanya sampai 4,7. Peningkatan pH pada penelitian ini belum menyebabkan terjadinya penurunan unsur mikro. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Auxtero et al. (2012) yang menyatakan bahwa aktivitas Fe dan Cu tidak terukur pada peningkatan pH > 5, dan aktivitas Mn dan Zn tidak terukur pada peningkatan pH > 6 akibat pengapuran. Hasil serupa didapatkan oleh banyak peneliti seperti Shuman (1986); Do Nascimento et al. (2007). Menurut Anwar dan Sudadi (2013) penyebab kemasaman pada tanah dengan pH < 5,5 adalah Al-dd, sementara pada pH > 5,5 disebabkan oleh H-dd. Selanjutnya dinyatakan bahwa pada tanah sangat masam (pH < 4,5) Al pada kompleks pertukaran berada dalam jumlah yang besar.
18
Kondisi ini terjadi pada Ultisol Jasinga yang memiliki pH 3,9 dengan kejenuhan Al adalah 82,29%. Oleh karena itu, dalam upaya menghilangkan sifat toksik Al, pemberian ameliorasi diantaranya pengapuran diupayakan untuk meningkatkan pH ≥ 5,5. Pada penelitian ini walaupun telah diberikan pengapuran setara 1 Al-dd pH hanya berhasil ditingkatkan menjadi 4,7 sehingga diduga Al-dd masih dominan. Peningkatan ketersediaan Fe, Mn, Cu, dan Zn pada penelitian ini dimungkinkan oleh dua hal. Pertama, seluruh bahan amelioran dan fosfat alam yang diberikan pada penelitian ini mengandung keempat unsur mikro ini. Pemberian amelioran yang dilakukan dalam jumlah besar karena dimaksudkan untuk media pembibitan. Apabila dikonversikan untuk lahan per hektar, dolomit yang diberikan berkisar dari 4.38 sampai 17,52 ton.ha-1, kompos 5% dan 10% setara dengan 100 dan 200 ton.ha-1, dan fosfat alam 400 ppm sebesar 8,4 ton.ha-1. Kedua, pemberian dolomit, kompos, arang dan fosfat alam pada penelitian ini meningkatkan pH tanah dari 3,9 sampai 4,7. Pada kisaran pH ini diduga kenaikan pH belum mampu memberikan pengaruh untuk mengendapkan unsur mikro menjadi hidroksidanya. Penurunan ketersediaan unsur mikro Fe, Mn, Cu, dan Zn akibat peningkatan dosis kompos dari 5% menjadi 10% telah mengakibatkan terbentuknya senyawa kompleks organik tidak larut dari keempat unsur mikro ini.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pemberian berbagai amelioran (kapur sampai setara satu kali Al-dd, pemberian kompos 5 dan 10%, pemberian arang sekam dan arang sengon masingmasing 4%), dan pemberian fosfat alam setara 400 ppm P secara umum meningkatkan ketersediaan unsur mikro Fe, Mn, Cu, dan Zn. Terdapat interaksi yang sangat nyata antara perlakuan berbagai amelioran dengan fosfat alam. Walaupun pemberian kompos meningkatkan ketersediaan unsur mikro Fe, Mn, Cu, dan Zn, peningkatan kompos dari 5% menjadi 10% justru sangat menurunkan ketersediaan unsur mikro Fe, Mn, Cu, dan Zn. Secara umum terdapat korelasi positif tidak nyata antara pH (pada kisaran 3,9 – 4,7) dengan ketersediaan unsur mikro Fe, Mn, Cu, dan Zn. Uji korelasi antar ketersediaan unsur mikro Fe, Mn, Cu, dan Zn menunjukkan bahwa terdapat perilaku yang sama pada keempat unsur mikro ini akibat perlakuan yang diteliti. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh amelioran dan fosfat alam terhadap pertumbuhan dan serapan unsur mikro Fe, Mn, Cu, dan Zn pada pembibitan kakao.
19
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2005. SNI 02-3776-2005 Pupuk Fosfat Alam untuk Pertanian, Badan Standarisasi Nasional. Anwar S, Sudadi U. 2013. Kimia Tanah. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Auxtero E, Madeira M, Parker D. 2012. Extractable Al and soil solution ionic concentrations in strongly leached soils from Northwest Iberia: Effects of liming. ISRN Soil Science. Doi: 10.5402/2012/105127. Balai Penelitian Tanah. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk. Balai Penelitian Tanah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor. Bohn HL, Mc. Neal BL, O Conner GA. (1979). Soil Chemistry. Toronto: John Wiley & Sons Bondansari dan Susilo BS. 2011. Pengaruh Zeolit Pupuk Kandang terhadap Beberapa Sifat Fisik Tanah Ultisols dan Entisols pada Pertanaman Kedelai. Diakses dari http://repositoryusu.ac.id [20 Januari 2017] Buckman HO, Brady NC. 1982. Ilmu Tanah. Terjemahan Soegiman. Jakarta (ID): Bharata Karya Aksara. Do Nascimento CWA, Melo EEC, Nascimento RS, Leite PVV. 2007. Eff ect of liming on the plant availability and distribution of zinc and copper among soil fractions. Commun in Soil Sci and Plant Anal, 38(3-4): 545–560. Glaser B, Lehmann J, Zech W. 2002. Ameliorating physical and chemical properties of highly weathered soils in the tropics with charcoal: a review. Biol Fert Soils. 35: 219-230. Hardjowigeno S. 1993. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Mediyatama Sarana Perkasa. Isminanda A. 2012. Respon Pertumbuhan Bibit Sengon Buto Pada Media Tailing PT. Antam Pongkor Dengan Penambahan Arang Tempurung Kelapa Dan Bokashi Pupuk Kandang [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Peraturan Menteri Pertanian. 2011. No. 70/Permentan/SR.140/10/2011 Tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati, dan Pembenah Tanah. Prasetyo BH, Suriadikarta DA. 2006. Karakteristik potensi dan teknologi pengelolaan tanah ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia. J Litb Pert. 25: 39-46. Sarief ES. 1985. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Bandung (ID): Pustaka Buana. Shuman LM. 1986. Eff ect of liming on the distribution of manganese, copper, iron and zinc among soil fractions. SSSAJ, 50(5): 1236-1240. Soil Survey Staff. 1999. Soil Taxonomy. A Basic System of Soil Classification for Making and Interpreting Soil Surveys. Second Edition. Agr. Handb. 436,Natural Resources Conservation Service-USDA. Subadra I, Setiaji B, Tahir I. 2005. Activated Carbon Production from Coconut Shell with (NH4)HCO3 Activator as an Adsorbent in Virgin Coconut Oil Purfication. Prosiding Seminar Nasional DIES ke-50 FMIPA UGM: Yogyakarta, 17 September 2005. Physical Chemestry Gajah Mada University. Yogyakarta.
20
Subagyo H, Suharta N, Siswanto AB. 2004. Tanah-tanah pertanian di Indonesia. Dalam Adimihardja A, Amien LI, Agus F, Djaenudin D(Ed.). Sumberdaya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor. Tisdale SL, Nelson WL, Beaton JD. 1985. Soil Fertility and Fertilizers. New York (US): Macmillan Publishing.
21
LAMPIRAN Lampiran 1. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap ketersediaan Fe Sumber keragaman Ulangan Bahan amelioran (BA) Fosfat alam (FA) BA*FA Galat Total
db 2 7 1 7 30 47
JK 18,576 50893,133 713,170 353,390 523,938 52502,206
KT 9,288 7270,448 713,170 50,484 17,465
F hit Pr > F 0,53 0.5930 416,3 <.0001** 40,84 <.0001** 2,89 0.0197*
Keterangan: * Pengaruh perlakuan nyata; **Pengaruh perlakuan sangat nyata
Lampiran 2. Analasis ragam pengaruh perlakuan terhadap ketersediaan Mn Sumber keragaman Ulangan Bahan amelioran (BA) Fosfat alam (FA) BA*FA Galat Total
db 2 7 1 7 30 47
JK 24,754 32754,154 65,097 3468,100 777,535 539,751
KT 12,377 4679,165 65,097 495,443 25,918
F hit Pr > F 0.48 0.6249 180.54 <.0001** 2.51 0.1235 19.12 <.0001**
Keterangan: **Pengaruh perlakuan sangat nyata
Lampiran 3. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap ketersediaan Cu Sumber keragaman Ulangan Bahan amelioran (BA) Fosfat alam (FA) BA*FA Galat Total
db 2 7 1 7 30 47
JK 0,0008 1,0823 0,1963 0,1618 0,0222 1,4634
KT 0,0004 0,1546 0,1963 0,0231 0,0007
F hit Pr > F 0,55 0.5812 208,93 <.0001** 265,25 <.0001** 31,23 <.0001**
Keterangan: **Pengaruh perlakuan sangat nyata
Lampiran 4. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap ketersediaan Zn Sumber keragaman Ulangan Bahan amelioran (BA) Fosfat alam (FA) BA*FA Galat Total
db 2 7 1 7 30 47
JK 0,319 350,418 102,958 38,265
KT 0,160 50,060 102,958 5,466
6,978 498,939
0,233
Keterangan: **Pengaruh perlakuan sangat nyata
F hit Pr > F 0.69 0.5112 215.21 <.0001** 442.62 <.0001** 23.50 <.0001**
22
RIWAYAT HIDUP
I Made Astu Pradnyana dilahirkan di Pematang Siantar pada 09 September 1994 sebagai anak kedua dari pasangan Bapak Made Supantana dan Ibu Kadek Ayu Sumesariani. Pendidikan dasar ditempuh di SD Sultan Agung, Pematang Siantar pada 2000-2006, SMP Harapan Mandiri, Medan pada 2006-2009 dan SMA Santo Thomas 3, Medan 2009-2012. Pada tahun 2012 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN undangan dengan Mayor Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Semasa SMP penulis aktif diberbagai ekstrakurikuler seperti basket dan futsal. Selama masa perkuliahan penulis aktif dalam kepengurusan seperti anggota Divisi Badan Olahraga dan Seni BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Fakultas Pertanian IPB periode 2013-2014 dan Kepala Departemen Kresen (Kreasi dan Seni) BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Fakultas Pertanian IPB, selain itu penulis aktif dalam seminar, pelatihan dan kepanitiaan seperti Seminar Nasional Ilmu Tanah dengan topik “Inovasi Pengelolaan Lahan Gambut” tahun 2016.